Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu Bagian 3
sopan. "Ohya" Boleh tau, dengan cara apa kamu mengambil kembali Wu Wei dan Xi
Ping?" tanya Yunying kembali setelah suasana kembali cair.
"Kamu tahu, orang hebat membunuh orang dengan cara bagaimana?" tanya
Jieji dengan tersenyum.
Yunying mengingat kata-kata ini sebentar. Setelah itu dia menjawabnya,
"Saya tahu, dalam riwayat KungFu Tzu, pernah dikatakannya sekali.
Ketika muridnya menanyainya. Dia menjawab "orang hebat membunuh orang
dengan penanya. Orang biasa membunuh dengan lidahnya. Dan orang rendah
membunuh orang dengan batu"."
"Betul... " kata Jieji sambil tertawa.
"Jangan-jangan Wen Dun yang membawa surat itu...." kata Yunying
kembali. "SSStttt... " kata Jieji.
Percakapan mereka ditutup dengan tawa mereka berdua.
Di Kota Wu Wei...
He Shen yang sudah bangun akibat pingsannya tadi sore,segera meminta
pengawalnya melakukan penjagaan ketat. Dia mengirim mata mata ke
perbatasan Di Dao untuk mengetahui apa yang dilakukan pasukan Jieji.
Selang waktu 2 jam, dia mendapat informasi.
Pasukan Jieji terdiri dari 5 kelompok. Pasukan pertama menggali sumur
dekat Di Dao, pasukan ke 2 berpencar di atas gunung untuk menebang
kayu. pasukan ke 3 membakar rimba kecil di sebelah barat Di Dao.
Pasukan ke 4 berlatih cara memukul genderang. Pasukan ke 5 tidak
berbuat apa-apa selain berteriak "AKU CINTA PADAMU".
He Shen yang mendapat informasi ini,sungguh luar biasa bingung. Dia
sangat mencurigai apa yang dilakukan oleh musuhnya. Dia tidak bisa
tidur dengan baik. Justru saat dia berpikir keras, Wen Dun dikabarkan
telah kembali. "Kamu tidak apa-apa?" tanya He Shen.
"Tidak, tuan. Ini ada surat dari Jenderal Oda itu." kata Wen Dun
kemudian. Setelah membuka sampul suratnya, He Shen membacanya.
"Kepada Panglima Besar Pemberantasan Wilayah barat, atau Raja muda- Xi
Liang dengan gelar He Wang.
Saya seorang jenderal dari negara Dongyang ingin memberikan beberapa
usul. Mengingat akan jasa besar anda ketika berperang hebat melawan Liao.
Anda layak diberi gelar Raja Dinasti He. Namun seiring daripada itu,
gelar anda yang akan mensejarah juga harus ditambahkan di setiap
keturunan anda, tentu maksud saya disini adalah Raja Kura-kura.
Anda tidak mempelajari ilmu perang dengan benar. Anda tertawa besar dan
mengira berhasil, padahal cuma kupancing dengan sedikit ilmu.
Anda datang ke Dian Shui, dan merebut Wudu. Anda pikir bahwa anda tanpa
tanding. Ternyata, cuma katak dalam tempurung. Semua keluarga anda malu
di Xi liang. Dimana anda dapat meletakkan kepala dan merasa bangga"
Oleh karena itu, seperti yang kukatakan tadi. Anda tidak lebih baik
dari seekor kura-kura.
Umur anda sebenarnya tidak muda lagi, untuk ukuran Jenderal seharusnya
anda pulang ke kampung dan menikmati kemerdekaan. Namun disini anda
melakukan pemberontakan, seperti yang kukatakan kembali. Kura-kura
tidak pernah akan berjaya.
Anda memimpin pasukan istimewa untuk sampai di DianShui, tidak di
sangka dengan mudah anda terjebak. Ini tidak lain karena, anda tidak
tahu ilmu perang. Anda bagaikan seekor kunang-kunang yang bangga akan
cahayanya. Padahal ketika matahari terbit, dimana anda"
Untuk kepala kura-kura, anda pantas diberikan gelar baru. Saya sendiri
sudah mengirimkan usulan gelar baru bagi anda ke Raja dinasti Sung,
Zhao kuangyin yang bergelar Sung Taizu.
Gelar baru bagi anda adalah :
"Raja muda Xi Liang merangkap penjaga kura-kura dari pantai Bei Hai"
Saya memikirkan gelar ini bermalam-malam, seperti saya merindukan istri
saya yang jauh di alam sana.
Oleh karena semua hal semacam ini, mohon anda pertimbangkan dahulu
secara masak-masak.
Saya menantang anda untuk berperang keesokan harinya jika anda masih
sanggup keluar dari benteng Wu Wei.
Tertanda, Panglima pembantu He Kura-kura dengan gelar
Panglima pendamai wilayah barat
Kawashima Oda. Setelah membacanya, luar biasa gusarnya He Shen. Untuk sesaat tiba-tiba
kepalanya terasa sangat berat. Dia segera jatuh di tanah. Para
pengawalnya terkejut, dan segera mendapati bahwa dia telah tewas.
BAB XXIII : PAHLAWAN
Putera He Shen yang tidak disana dikabari, bahwa ayahnya meninggal
dengan kekecewaan yang sangat mendalam. He Yan, yang segera membaca
surat yang dipersembahkan Jieji kepadanya langsung gusar. Dengan marah
besar, dia bermaksud keluar kota untuk berperang mati-matian dengannya.
Namun dia dicegah pengawalnya.
"Tuan, anda tidak boleh sembarang bergerak. Jika anda bergerak
sekarang, musuh pasti sudah menyiapkan perangkap untuk anda, mengingat
Jenderal itu pasti ingin anda yang marah besar ini segera menerjangnya,
sementara mereka telah mempersiapkan perangkap bagi anda." kata mereka
seraya memperingatinya.
He Yan bisa sadar akan situasi dan keadaan sebenarnya. Mengingat,
beberapa kali mereka terpancing oleh Jieji dengan mudah. Maka daripada
itu, dia mengurungkan niatnya.
Justru saat itu, Qian Long kembali dalam keadaan selamat.
He Yan sangat heran, pasukan Qiang kembali semua. Tidak ada seorang pun
yang di tahan di DianShui. Oleh karena ini, Qian Long dicurigai oleh He
Yan. Dia memerintahkan pasukannya yang berjumlah sekitar 2000 orang saja
untuk terus berjaga,tetapi tidak pasukan Qiang yang baru pulang. karena
menurutnya mungkin musuh akan menerjang tidak lama lagi.
Selain itu, dia membuat tanda perkabungan. Semua pejabat, Jenderal
harus memakai pakaian berkabung.
Semua keadaan pasukan Wu Wei sudah diketahui oleh Jieji sejak dia
melepaskan Wen Dun.
Padahal sama sekali dia tidak mempersiapkan perangkap baginya, juga
semua pasukannya diperintahkan olehnya untuk beristirahat. Jika He Yan
menerjang malam ini, kemungkinan berhasilnya lebih banyak. Tetapi
pengalaman membuatnya jerih, dan terakhir pengalamanlah yang membuatnya
tertipu mentah-mentah.
Keesokan harinya...
Jieji memimpin pasukannya sekitar 500 orang untuk menuju ke kota WuWei.
"He Shen sudah mati. Sebentar lagi kota WuWei juga akan kembali." Kata Jieji singkat.
Para Jenderalnya heran mendengar apa yang diucapkan Jieji.
"Kenapa anda bisa berpikiran seperti itu?" tanya Jenderalnya.
"Jika tidak, bukan kita yang harus ke WuWei. Tapi pasukan WuWei yang
harus kemari. Pasukan Qiang yang kita bebaskan semalam, akan menjadi
malapetaka bagi Pasukan He. Lihat saja nanti." Kata Jieji.
1 Li di depan kota Wuwei.
Jieji berteriak,"Saya jenderal di bawah pimpinan He Shen akan melayat
jenazah Tuan He sebagai tanda perkabungan."
He Yan keluar dan muncul dari atap kota.
"Keparat! Hari ini aku akan mencincang tubuhmu. Pasukan!!! Dengarkan
perintah, tangkap hidup-hidup orang yang memakai kuda biru itu." teriak
He Yan. Pasukan Qiang yang dipimpinnya tidak ada seorang pun yang menaatinya.
Semua diam membisu. Hal ini malah membuatnya makin gusar. Dia semakin
curiga pada Qian Long, pasti Qian Long yang mengirim berita tewasnya
ayahnya, He Shen pada Jenderal ini.
"Pengawal.... Lekas tangkap Qian Long. Dan bunuh di tempat."teriak He Yan.
Pasukan Qiang yang mendengar pemimpinnya akan dibunuh, dengan segera
mengepung pasukan He Shen yang tinggal sekitar 2000 orang saja.
Pasukan Qiang di dalam kota ini adalah pasukan yang pernah dilepaskan
oleh Jieji, jumlahnya tidak kurang dari 5 laksa serdadu. Sekarang
posisi He Yan mencil, dia telah terkepung. Sisa pasukannya semua
menyerah, yang tinggal hanyalah dirinya dan 10 pengawalnya. Hingga
akhirnya, mereka juga tertangkap dan di kat dengan tali dalam keadaan
berlutut. Qian Long dari dalam segera membuka kota WuWei. Pasukan Qiang yang di
dalam segera berlutut.
Jieji bersama 500 pasukannya berjalan pelan masuk. Dengan segera, Jieji
turun dari kudanya karena melihat pemandangan yang sangat luar biasa
ini. Semua pasukan Qiang yang jumlahnya 5 laksa ini sedang berlutut
menantikannya masuk ke kota.
"Kalian semua, Berdirilah..." kata Jieji kemudian.
Namun mereka tidak beranjak dari sikap ini. Dan terdengar teriakan
kecil dari ujung. Kemudian merambat ke depan. Sesaat kemudian, teriakan
telah membahana. Para Pasukan Qiang ini cuma menyebut dua buah kata
yaitu " ING SIUNG.../ PAHLAWAN.."
Teriakan berulang ulang ini sangat membahanakan seluruh kota.
Yunying dan para Jenderal yang berada di belakang merasa sangat senang
luar biasa. Kegembiraannya tiada tara, lebih senang perasaan semacam
ini daripada ketika mereka menang perang.
Setelah teriakan membahana ini berhenti, Qian Long datang menyambutnya
dengan segera berlutut. Namun dengan cepat, Jieji memintanya berdiri.
Pasukan disamping juga segera diperintahkan bangkit.
"Saya seorang tidak berguna dari Dinasti Sung, cuma mempunyai sedikit
kepandaian yang tidak perlu dibuat terkejut. Kata "Pahlawan" terlalu
berat untuk diterima olehku. Mohon maaf saudaraku sekalian." Teriak
Jieji yang didengar oleh semua pasukan Qiang ini.
"Tidak, jika bukan anda seorang pahlawan, lantas siapa lagi." Kata Qian long kemudian.
Sesaat setelah itu, beberapa pengawal membawakan Chai Zongxun.
Satu-satunya putera Chai Rong, kaisar Dinasti Zhou terdahulu.
Jieji segera mengatur 3000 pasukan dan meminta pengawalnya mengantarkan
Chai zongxun dan He Yan serta beberapa Jenderal pemberontak untuk
dikirim ke ibukota untuk diadili.
Sedang mayat He Shen, diangkut ke ibukota juga.
Setelah itu, Jieji melakukan pesta besar-besaran dengan pasukan Qiang
di WuWei. Xiping, sebuah kota yang berseberangan dengan WuWei pun segera
menyerah. Pemimpin kota Xiping adalah Huan Er yang berasal dari Pasukan
Qiang , dia juga diminta ke WuWei untuk pesta bersama.
Keesokan harinya...
Jieji mengatur pejabat daerah disana, meminta pasukan Qiang untuk
kembali ke wilayahnya masing-masing. Namun, Jieji juga berjanji untuk
pasukan Qiang, mereka tidak perlu mengirimkan upeti kepada Dinasti Sung
selamanya. Kedua belah pihak terus bersahabat. Sementara, pasukan Qiang
yang terbunuh dalam perang pemberontakan ini akan mendapat ganjaran
setimpal dari Kaisar Sung.
Semua pasukan Qiang yang mendengarnya, sangat girang serta bersyukur
luar biasa kepadanya.
Sebuah surat menyusul ke ibukota.
Di Kaifeng... Zhao kuangyin yang mengetahui adik ke 2nya telah berhasil memadamkan
pemberontakan, sangat senang. Karena harapan dia berhasil dengan
sukses. Dia juga mendapat surat dari adiknya, semua permohonan disini
memang tidak berat untuk Dinasti Sung. Dan dia juga berpikir, setelah
ini maka selama Dinasti Sung berkuasa, maka pemberontakan Qiang tidak
akan terjadi lagi. Dia menyetujuinya, dan meminta utusan segera menuju
WuWei untuk mengumumkan keputusannya lebih lanjut.
Setelah itu, dia mendapat kabar sampainya para pemberontak yang
tertangkap. He Yan, putera He Shen segera dipenggal kepalanya berikut
jenderal-jenderal Sung yang membantunya. Sedang Chai zongxun diluar
dugaan malah dibebaskan.
Para menteri sangat menyayangkan keputusan kaisar, Perdana menteri Yuan
segera memberi saran kepada kaisar.
"Yang Mulia, kenapa anda tidak segera membunuh penerus Chai Rong itu?"
"Banyak orang tidak mengerti diriku.. Dulu.. Sewaktu aku masih menjadi
seorang Jenderal kakeknya, saya sangat disayang oleh Guo Wei. Dia telah
menganggap ku sebagai puteranya. Sekarang Keturunan keluarga mereka
cuma Chai zongxun yang berusia belia, jika saya membunuhnya,bagaimana
saya bisa bertemu Guo Wei di alam sana." kata Zhao seraya meneteskan
air mata. Perdana Menteri ini menghela napas panjang seraya mengundurkan diri.
Yuan tahu, sebenarnya Zhao adalah orang yang sangat berbudi, dia
tidak mampu melakukan sesuatu yang tidak di nginkannya. Yuan di satu
sisi salut kepadanya, dan di satu sisi lagi menyayangkan keputusannya.
Di bebaskannya Chai zongxung terbukti akan sangat merugikan Zhao pada
masa yang akan datang. Namun, inilah keputusan bulatnya yang tidak bisa
diganggu gugat lagi.
Chai ditempatkan di Nan Hai, yaitu kota terakhir sebelah selatan China.
Namun gelar kebangsawanannya di cabut. Sekarang dia tidak ubahnya
rakyat jelata saja.
Di Wu Wei... Jieji akan pamit menuju kota raja kembali.
Dia diantar oleh pasukan Qiang sebanyak ratusan ribu orang.
"Mengantar ribuan li, terakhir akan berpisah juga." katanya kepada
Qian Long. Dia diminta kembali ke tanah airnya.
Qian Long meminta pamit dengan derai air mata. Dengan segera dia
membawa pasukannya pulang. Dari sana masih terdengar suara," Ing
Siung..." yang diucapkan berulang-ulang.
Jieji segera menuju ke timur beserta 500 pasukan yang dibawanya.
Selebihnya, pasukannya dipisahkan kembali ke kota Changan, Wudu,
ChengDu, Anding dan HanZhong.
Jieji di tengah perjalanan segera memberikan plakat tanda Jenderalnya
kepada Yuan FeiDian untuk segera dikembalikan ke Kaisar. Yuan
menanyainya. "Anda tidak menuju ke ibukota dahulu?" tanya Yuan.
"Tidak. Saya ada sesuatu perlu. Jika jumpa dengan Yang mulia,
kabarkanlah. Saya sudah mengerti arti tanda "Sepuluh" itu." Kata Jieji kemudian.
"Ada sesuatu pengajaran yang saya ingin meminta petunjuk dari
anda,"kata Yuan kemudian.
"Saya tentu tidak ada kepandaian yang hebat. Jika ada yang saya tahu,
saya akan memberitahukannya kepadamu." Kata Jieji.
"Bagaimana anda bisa menjadi seorang detektif yang sangat hebat?" tanya Yuan.
"Saya sendiri tidak merasa hebat, tetapi jika anda ingin tahu. Saya
akan mencoba memberitahukannya.
Sesuatu hal kecil yang janggal,dimata detektif akan kelihatan sebagai
sesuatu hal besar yang sangat luar biasa janggalnya." Kata Jieji.
"Ingatlah kata-kata ini, maka anda sudah layak menjadi seorang
detektif." Kata Jieji kemudian.
"Terima kasih...." Balas Yuan.
Kemudian mereka memisahkan diri di perbatasan menuju Kota Changan.
Pasukan Yuan bergerak ke timur. Sementara Jieji dan Yunying menuju ke
Anding. "Ada sesuatu yang kamu perlu cari disini?" tanya Yunying.
"Betul.. Masih ingat hal yang kamu katakan di ruangan penyimpanan
pusaka itu?"
"Kata "Sepuluh"." kata Yunying.
"Iya, itulah. Lihat gunung di bagian utara itu." kata Jieji kemudian
seraya menunjuk.
"Itu adalah gunung Hua, yang puncaknya tertutup salju setiap tahunnya."
Baru berbicara, Yunying segera menyadarinya.
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Benar juga, Huruf "Hua" itu kan terdiri dari Huruf "Qi / tujuh" di atas dan huruf "
Sepuluh / Pedang " di bawahnya. " kata Yunying kemudian.
"Ha Ha... Ternyata kamu ini cepat juga pintarnya yah.." kata Jieji
seraya tertawa.
BAB XXIV : Pedang Es Rembulan
"Ada pepatah mengatakan, Dewa yang setiap hari bertemu hantu pun
lama-kelamaan menjadi Hantu." kata Yunying tertawa mengejeknya.
"Sial, kamu anggap aku ini hantu?" kata Jieji.
"Tapi kamu ini hantu baik, toh setiap orang juga akan jadi hantu.
Kenapa takut?" kata Yunying seraya tertawa.
"Ohya, sejak kapan kamu menyadarinya" Kata tujuh dan sepuluh itu?"
tanya Yunying kembali.
"Saat kita bertemu dengan Dewa sakti dan Dewi peramal itu disini." Kata Jieji.
"Hebat, kamu tidak langsung mencarinya karena tugas negara lebih
penting khan?" tanya Yunying.
"Tentu, itu sih tidak usah ditanya,anak-anak pun tahu." kata Jieji
menyindirnya. Perjalanan terus dilanjutkan Ke kota Anding. Jieji mengambil keputusan
untuk berangkat menuju Hua Shan besoknya.
Sebenarnya kata "Hua" adalah gabungan antara "Qi / tujuh" dan "She /
Sepuluh,sepuluh disini adalah tanda seperti salib yang mengartikannya
sebagai lambang Pedang." Sedangkan kata "Shan" artinya gunung jika diubah maka akan menjadi kata "Xian" yang berarti bidadari. Jadi Tujuh bidadari dan pedang adalah kata lengkap dari Hua Shan/ Gunung Hua.
Dalam 3 jam perjalanan, Jieji dan Yunying tiba juga di depan kota
AnDing. Sesampainya di depan gerbang, saat itu langit telah mulai
gelap. Di depan kota terjadi percecokan yang luar biasa ributnya. Jieji
sangat suka akan hal-hal seperti itu, dianggapnya inilah "BAU KASUS".
Disana tampak beberapa polisi, ditanyainya apa yang sedang terjadi.
Polisi yang melihat perawakannya, serta memakai Kuda berwarna biru ini
sadar, pemuda ini bukan sembarang orang. Dia bermaksud memberitahunya
apa yang sedang terjadi.
"Nenek itu, sekitar beberapa saat yang lalu di rampok di depan gerbang
ini. Namun perampok dikejar oleh seseorang, dia berhasil ditangkap.
Namun ketika nenek itu menyusul. Mereka berdua mengaku kalau mereka
bukanlah pencuri. Si nenek sendiri tidak bisa mengenal kedua pemuda
ini. Mana yang menolongnya dan mana yang merampoknya.
Kebetulan sekali mereka memakai pakaian yang berwarna agak gelap. Kami
sedang memecahkan kasus ini." kata Polisi itu.
Jieji yang mendengarnya segera tertawa terbahak-bahak. Lantas
dibisikinya petugas polisi itu.
Lalu diajaknya Yunying segera mencari penginapan.
Yunying yang tidak sabar sedari tadi menegurnya.
"Memangnya kamu tahu siapa pelakunya?"
"Tidak."
"Lalu kenapa bisa-bisanya kamu ketawa?"
"Saya tidak tahu siapa diantara mereka yang merampok. Tapi saya tahu
caranya untuk mengetahui siapa yang merampok atau yang mengejarnya."
kata Jieji. "Bagaimana " Kamu kan tahu aku ini bodoh, tidak secerdik kamu. Tolong
kasih tahu donk..." kata Yunying.
"Jika kamu adalah perampok, apa yang kamu lakukan?"
"Tentu, lari secepatnya." kata Yunying.
"Bagaimana perasaanmu saat itu?"
"Saya akan takut, dan berusaha lari semampuku." kata Yunying.
"Lalu kenapa kamu terkejar?" tanya Jieji balik.
"Oh...." Segera Yunying sadar.
"Aku sudah tahu, saya berlari secepat-cepatnya. Namun ada yang sanggup
mengejarku. Dengan begitu, berarti pasti kamu suruh polisi itu untuk
memaksa mereka berlari. Siapa yang paling cepat, pasti dialah yang
menolong nenek itu. Karena dia sanggup mengejar perampok yang lari
dengan sekuat tenaga itu, betul khan?"" Kata Yunying.
"Ha Ha.. Sudah kubilang kamu ini pintar, tapi kamu tidak percaya." kata Jieji sambil tertawa.
Malamnya mereka bermalam di Anding.
Kota Anding adalah kota yang cukup dekat dengan HuaShan. Satu hal
kenapa Jieji tidak segera menuju ChangAn adalah Kota Anding sebenarnya
berarti "Kedamaian di atas". Lukisan 7 bidadari dan puisinya
menggambarkan keadaan surga. Karena surga di atas, maka dia berangkat
ke Anding. Bukannya ke Changan yang berarti "perdamaian abadi."
Mungkin menurut Jieji, kota Anding inilah paling dekat keberadaannya
dengan Pedang Es Rembulan.
Keesokan harinya...
Jieji dan Yunying segera berangkat setelah menyiapkan bekal makanan.
Mereka menuju ke arah utara dengan santai. Angin sejuk disini lain
sekali, angin gunung yang bertiup seakan bersuara damai.
Mereka berdua sangat menikmati angin ini.
Tiba-tiba pendengaran sensitif Jieji bekerja.
"Ada yang menuju kemari. Sembunyi dahulu." katanya
Jieji dan Yunying memilih tempat di sebelah kanannya. Disana terdapat
beberapa pohon yang lebat.Memang tidak lama, terdengar derap kaki kuda
yang cukup cepat.
Setelah dekat, mereka berdua segera mengenali orang berkuda ini.
Dia tak lain adalah putera Yue Fuyan, Yue Liangxu.
"Itu calon suamimu telah mencarimu sampai kesini." kata Jieji.
"Hush.. Calon suami apa" Dasar gilak." kata Yunying.
Sebenarnya dulu,Yue Liangxu bukanlah pemuda yang sok seperti sekarang.
Tetapi setelah dia mewarisi jurus tapak penghancur jagad ayahnya, dia
berubah. Dari pemuda yang sopan dan tampan menjadi seorang pemuda yang
bengis, dan dengki hatinya.
Dia merasa tapak penghancur jagad ayahnya yang totalnya 9 tingkat itu
tanpa tanding lagi. Merasa dirinya sangat hebat, dia sering
memamerkannya walaupun terhadap masalah yang kecil saja.
Yunying yang 2 tahun lalu sangat mengagumi kakak seperguruannya ini,
tetapi seiring diwarisinya tapak itu ke dia. Sang kakak seperguruan
telah berubah, dia malah mulai tidak menyukainya lagi. Karena setiap
kali dia bertemu, maka hal yang dibicarakannya tak lain adalah ilmu
silatnya itu. Yue Liangxu yang kehilangan jejak mereka, segera menuju ke arah barat.
Jieji berdua segera keluar dari tempat persembunyian.
"Lihatlah, dia sedang mencari calon istrinya. Sementara calon istrinya
malah bersembunyi dengan pria lain." kata Jieji mengejek.
"Calon istri kepalamu, sebenarnya cuma dia dan ayahnya yang datang
melamarku saja. Saya sendiri belum memutuskan lebih lanjut." kata
Yunying. "Oya" Jadi begitu kejadiannya. Kalau begitu, bagaimana kalau dengan
status Pangeran-ku,aku datang ke rumahmu untuk melamar?" Bagaimana?"
kata Jieji. "Itu lebih gawat. Kamu terlalu tua untukku, selain itu. Mana mau aku
jadi istri kedua orang." kata Yunying.
Meskipun mereka bercanda, namun muka Yunying memerah juga. Dia malu
terhadap kata-kata candanya.
Perjalanan mereka terus dilanjutkan ke utara.
Mereka meninggalkan kuda mereka di sebuah pohon yang tertutup rimba.
Dengan segera mereka mendaki Hua Shan.
Sesampainya di dekat puncak, Jieji cukup terkejut melihat sebuah
fenomena disana. Gunung Es, tetapi di sebuah tanjakan dia menemukan Air
terjun kecil. Airnya yang mencair mengalir perlahan.
"Ada apa?" tanya Yunying.
"Coba periksa kesana." kata Jieji seraya menunjuk air terjun kecil.
Mereka berdua berjalan ke arah air terjun kecil.
"Emang ada yang aneh dengan air terjun itu?"
"Lukisan pemandian 7 bidadari, Disini semua gunung tertutup salju.
Sepertinya es yang mencair tidak banyak disini." kata Jieji.
"Ayok.. Cepat kita cari tempat untuk bisa masuk ke dalam." kata
Yunying. Dan ternyata dugaan Jieji sekali ini benar. Di belakang nampak sebuah
goa es kecil. Seraya meminjam pedang Ekor Api, Jieji mencabut sarungnya.
Pedang Ekor api mengandung hawa panas, di buatnya lubang goa yang
sempit itu menjadi besar dengan hawa panas pedang ini. Hanya beberapa
saat, Depan goa itu telah mencair.
Mereka berdua masuk ke dalam, namun Jieji memperingatkan Yunying untuk
kembali menyimpan pedang itu di dalam sarungnya.
Goa ini juga hampir sama dengan goa dimana dia menemukan Pedang Ekor
Api. Goa berkelok-kelok dan sangatlah licin. Jieji dan Yunying berusaha
untuk setengah jongkok supaya tidak terpeleset akan licinnya es di
bawahnya. Sambil memegang tangan Yunying, Jieji meluncur perlahan bersamanya.
Setelah sampai di dasar goa ini. Jieji menemukan sebuah lorong.
Lorong yang cukup panjang dan lurus. Ketika Yunying mau beranjak terus
ke depan. Jieji segera mencegahnya.
"Ini aneh, jangan-jangan ada perangkapnya."
Dengan tapak, dia menghancurkan sedikit es di bawah kakinya. Es segera
digenggam di tangannya. Jieji melemparkan lurus ke arah lorong. Dan
benar, ternyata ada perangkap.
Ketika es ini meluncur, dari samping kiri keluar panah yang mengikuti
es itu. "Kamu bisa lari lebih cepat dari lemparan esku itu?" tanya Jieji.
"Tidak... Jadi bagaimana kita lewat?"
Jieji berpikir sebentar.
"Hm.. Ada cara." Kali ini di hancurkannya lebih banyak es. Lalu
dibagikannya dengan Yunying.
"Ayok kita lempar rame-rame." Kata Jieji seraya bercanda.
Mereka berdua melemparnya sekuat tenaga. Panah segera muncul tidak
hentinya. Begitu es habis, Jieji kembali menghancurkannya lagi.
Mereka berdua melempar es dalam waktu lebih dari satu jam.
Dan terakhir, panah tidak meluncur lagi.
"Kenapa kamu bisa tahu dengan cara seperti ini kita bisa lewat?" tanya Yunying.
"Menurutmu, panah disana tersimpan berapa banyak?"
"Mana kutahu. Maksudmu, suatu saat bisa habis ya?" kata Yunying
kembali. "Pintar," kata Jieji seraya mengusap rambut si nona ini.
"Ayok.. Segera berangkat."
Mereka berdua segera melewati lorong panjang ini.
Diujungnya terdapat sebuah pintu Es, Jieji mendorong pintu ini
perlahan. Karena mungkin dirasanya ada perangkap.
Namun, setelah pintu di dorong. Tidak terdapat sesuatu, kecuali sebuah
tempat dan lorong yang gelap. Dan disana rupanya, kedua belah jurang
telah menantinya.
"Bagaimana ini" Dengan cara apa kita melewatinya." tanya Yunying.
"Pinjam pedangmu itu." Jieji segera membuka sarungnya. Begitu dibuka, daerah gelap itu pun segera terang karena sinar merah pedang ini.
Betapa terkejutnya mereka berdua, jalan yang tadinya jurang segera
menampakkan setapak yang cukup jelas.
"Kamu berani melewatinya?" tanya Jieji.
"Tentu." kata Yunying.
"Kalau begitu kamu di belakang, berpeganglah terus kepadaku."
"Baik."
Pedang di arahkan ke jalan setapak yang muncul tersebut. Dengan
perlahan, kaki Jieji mencoba mendarat ke jalanan ilusi itu.
Dan benar, jalan ini bisa dipijak layaknya tanah. Dengan berjalan
pelan, Jieji yang menggandeng Yunying melewatinya. Tidak sampai
setengah jam mereka berhasil mencapai ujungnya. Di ujungnya terdapat
sebuah pintu Es.
Jieji kembali dengan perlahan mendorongnya. Saat pintu ini terbuka,
keduanya terpesona melihatnya.
Ruangan Es tampak luar biasa cantiknya akibat sinar matahari yang
sedikit tembus.
"Rupanya inilah yang dimaksud dengan "Surga dunia" itu. Seperti lukisan 7 bidadari yang mandi, cantik dan berseni sekali namun menyesatkan,
terbukti banyak perangkap tadinya di luar." kata Jieji.
"mm.. " kata Yunying seraya mengangguk.
Jieji melihat ke kiri kanan, disana juga sama. Terdapat rak buku, yang
dimana diletakkan sebuah kitab.
Buku kitab itu ternyata sama dengan buku kitab yang dipegang Yunying.
yaitu "Kitab ilmu memindah Semesta".
"Coba keluarkan buku kitab mu itu." Kata Jieji.
Setelah diteliti, ternyata keduanya tidak sama. Kepunyaan Yunying
adalah kitab Ilmu memindah Semesta dari tingkat 1 sampai ke 5. Sedang
buku kitab di rak berisi tingkat 6 sampai 10. Jieji seraya
mengangsurkan kedua kitab ini kepadanya.
"Jadi ini untukku?" tanya Yunying.
"Tentu, kamu punya awalnya. Mana mungkin kuambil akhirnya." Kata Jieji.
"Terima kasih.... " Kata Yunying girang.
Cuma ada 1 hal lagi yang membuatnya penasaran.
Ketika di Gunung Fuji, saat diambilnya kitab di rak. Muncul cahaya
terang. Namun ini juga tidak kunjung muncul. Dia berjalan segera ke
arah tengah. Disana memang sepertinya ada tempat memasukkan pedang.
Namun, kenapa pedang ini tidak muncul.
Jika ada orang yang mencurinya, kenapa kitab ini tidak diambil.
Baru berpikir sebentar, Yunying segera mengeluarkan pedang Ekor api
dari sarungnya. Dan mendekatkan pedang itu ke arah di tancapkan pedang.
Sesaat setelah itu, muncul ah sinar terang luar biasa. Sinar ini
berwarna biru muda. Sesaat itu, hilangnya sinar biru ini menuju ke arah
ditancapkannya pedang. Dan muncul ah sesuatu benda berbentuk batang di
tengahnya. Yah, inilah Pedang legendaris itu. "Pedang Es Rembulan".
Di bawahnya tertulis ukiran kalimat.
"Aliran Air membeku, Menguasai dunia persilatan"
BAB XXV : Kembali Ke Hefei
Jieji yang melihatnya cukup terkejut. Bagaimana wanita kecil ini punya ide seperti itu"
"Bagaimana bisa kamu tahu harus didekatkan?"
"Wah, ternyata kali ini saya mampu berpikir mendahuluimu." Kata Yunying sambil tersenyum kecil.
"Wanita itu ibaratnya adalah Yin. Seorang laki-laki itu ibaratnya Yang. Keduanya saling melengkapi. Jadi ketika saya melihat benda aneh yang mirip colokan
pedang. Langsung kukeluarkan saja pedang Ekor api ini. Cuma sesederhana ini,
kok. Tentu mengingat ruangan sebelumnya, dan hal-hal sebelum kita masuk,
maka bisa kutebak sedikit." sambungnya.
"Wah, mungkin cara berpikir ku terlalu rumit. Ternyata pedang bisa muncul
dengan cara begini sederhana. Sebelumnya malah kupikir bahwa pedang ini
sudah dicuri. Mengingat keadaan di gunung Fuji, aku merasa heran. Kenapa kali
ini setelah kitab diambil, sinar itu malah tidak muncul." kata Jieji menjelaskan.
"Tidak, ini adalah karya luar biasa besar loh. Jika tidak percaya, aku akan mengembalikan kitab ini ke rak. Dan yang mengambilnya harus aku dari sana,
pasti cahaya yang kamu bilang akan muncul." kata Yunying.
Seraya berjalan ke arah rak, Yunying meletakkan kembali buku itu. Dan seiring
itu, pedang yang nampak menancap itu hilang dari pandangan.
Dan diambilnya kembali buku itu dari rak.
Ternyata, apa yang dikatakan Yunying terbukti.
Sinar biru muda itu kembali muncul, dan sesaat setelah itu. Pedang yang hilang
itu muncul kembali.
"Hebat... Makin lama rasanya kamu semakin menarik." kata Jieji memujanya.
"Untung pedang Ekor api dari gunung Fuji ini kamu yang menemukannya. Jika
seorang wanita, maka Cahaya disana tidak akan muncul selamanya." Kata
Yunying sambil tertawa kecil.
Jieji mengarahkan pandangannya ke pedang tertancap itu. Dengan segera, dia
mengangkatnya, serta membuka sarungnya.
Ketika terbuka, pedang ini kelihatan sangat indah. Warnanya biru muda dan
mengandung hawa dingin luar biasa.
Dengan meminjam Pedang Ekor api, Jieji menggabungkan kedua bilah pedang
ini. Ternyata tidak muncul reaksi apapun.
Jieji terus berpikir, apa rahasia yang terkandung dalam kedua bilah pedang.
Setelah itu, Jieji berpikir mungkin kedua bilah pedang ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Ilmu pemusnah raga.
Yunying yang sedari tadi melihatnya berpikir dengan asyik, lantas mengeluarkan
suara juga. "Apa kita akan keluar dari tempat kita masuk?"
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tentu."
Mereka berjalan kembali menuju pintu Es yang tadinya telah terbuka.
Namun kedua pedang ini belum dimasukkan ke dalam sarung.
Tibalah mereka di ruangan gelap tadi. Sesaat cahaya pedang langsung bereaksi.
Jieji bisa merasakan getaran di kedua tangannya.
Kemudian dengan pelan, dia menggabungkan kembali kedua pedang. Lantas
cahaya nan terang lantas muncul.
Sebenarnya ruangan ini dibawahnya adalah jurang nan gelap tadinya. Namun
setelah kedua pedang di gabungkan, jurang nan gelap itu terlihat terang dan
terlihat beberapa aksara. Ini adalah pesan yang terkandung di dalam 2 bilah
pedang ini. Dengan berjalan ke depan, Jieji membacanya.
"Selamat kepada pemegang 2 Pedang Legendaris. Saya seorang pandai besi
dari Dinasti Tang sangat mempunyai keinginan menciptakan pedang terbaik
sepanjang masa. Pedang Ekor Api kubuat dengan mencari batu meteor nan
panas yang jatuh ke Utara. Sedang Pedang Es Rembulan kubuat dengan batu
meteor yang jatuh disini dengan menggabungkan meteor dan Es nan dingin.
Kedua batu meteor berfungsi mempertahankan sifat asli dua pedang ini.
Semoga pemilik pedang mampu menggunakannya untuk membela kebenaran
dan menegakkan keadilan."
Setelah membacanya, Jieji kecewa juga. Dia berpikir bahwa inilah petunjuk untuk mencari asal-usul Ilmu pemusnah raga. Namun, yang didapatinya malah pesan
dari pembuat pedang ini saja.
Tetapi, Jieji sangat menghargai karya besar pandai besi ini.
"Ruangan ini, betul Maha karya sempurna di jagad. Ingin rasanya kubungkus
pulang dan kunikmati bersama kenalanku." kata Jieji seraya bercanda.
"Mmm..." kata Yunying seraya mengangguk kecil.
Dari ruangan ini, mereka berdua akhirnya keluar juga. Herannya, pintu masuk
mereka tadi kembali tertutup salju yang membeku kembali. Dengan hal yang
sama, mereka keluar dari air terjun kecil.
Jieji dan Yunying sangat mengagumi karya nan hebat ini. Setelah beberapa lama
mereka menikmati pemandangan gunung Hua yang tertutup salju. Akhirnya
mereka turun gunung juga.
"Sekarang kita akan kemana?" tanya Yunying yang telah sampai di lembah gunung Hua.
"Saya rasa kamu harus pulang dahulu. Sudah lebih dari 4 bulan kamu
meninggalkan Hefei. Sekarang saatnya kamu kembali."
"Tidak... Saya tidak akan kembali." kata Yunying.
"Tenang saja. Jika ada informasi tentang ibumu. Saya akan mengabarkan
padamu pertama." kata Jieji.
"Memang saya sungguh mengganggumu yah?" tanya Yunying.
"Tentu tidak, saya ingin kamu pulang ke Hefei. Latihlah ilmu kitab memindah semesta dengan baik. Selain itu, saya harus pulang ke Dongyang . Karena ada
beberapa hal yang akan saya urus disana."
"Kenapa tidak bawa aku sekalian saja?" tanya Nona kecil ini kembali.
"Karena apa yang bakal kulakukan disana sama sekali tidak ada hubungannya
dengan ibumu." kata Jieji.
"Kalau begitu, saya akan mendengarkan kata-katamu." kata Yunying.
Jieji mengangsurkan pedang Ekor Api kepadanya. Namun Yunying menolaknya.
"Ini adalah hasil jerih payahmu. Seharusnya pedang ini disimpan olehmu saja."
kata Yunying. "Tidak, pedang ini kamu simpan saja. Saya tidak memerlukannya, karena saya sudah punya Pedang Es rembulan. Dan tenanglah, karena saya yang
membawamu keluar dari Hefei. Maka saya yang akan mengantarmu kembali."
Kata Jieji kembali.
"Iya.." kata Yunying singkat.
Dari kota Anding, mereka segera berangkat ke Hefei. Perjalanan ini cukup jauh,
dan tidak terasa memakan waktu selama sebulan.
Akhirnya mereka sampai juga di Hefei. Inilah saatnya Jieji akan berpisah dengan Yunying.
Yunying yang berjalan dahulu menuju kota dengan pelan. Jieji terus melihatnya.
Namun, tiba-tiba si nona berpaling.
"Apa kamu akan merindukanku?" tanyanya.
Jieji menatapnya lama dan mengatakan.
"Tentu, semoga kita bisa berjumpa kembali tidak lama." katanya.
"Dan 1 hal yang harus kamu ingat, jangan sembarang mengeluarkan pedang itu dari sarungnya. Karena saya tidak ingin hal yang diinginkan terjadi padamu." kata Jieji kembali.
"Semua pesanmu akan kuingat.." Kata Yunying sambil tersenyum manis.
Setelah itu, si nona memacu kudanya menuju ke kota Hefei.
Jieji terus menatap si nona ini sampai dia hilang dari pandangannya.
Setelah nona ini sampai ke kota Hefei, langsung tidak lama ayahnya sudah
menjemputnya. Ini wajar saja, semenjak Yunying keluar dari rumah. Sang ayah
sangat mencemaskannya. Semua orang di kota mengenal puteri ke 3 keluarga
Wu ini dengan baik, maka dengan cepat informasi kepulangan puterinya telah
sampai di telinga Wu Quan.
"Nak, kamu ini tampak kurus. Beberapa bulan ini kamu kemana saja?"
"Saya mencoba mencari informasi tentang ibu, tetapi hasilnya tetap nihil." kata Yunying.
Wu Quan segera mengingat isterinya yang tercinta itu. Setelah menikah
dengannya di usia yang sangat muda, Sang istri cuma tinggal di rumah tidak
sampai dua tahun. Dan pergi jauh dengan alasan menyelidiki Ilmu pemusnah
raga. Namun tak disangkanya, 17 tahun setelahnya dia pulang. Namun kali ini
kepulangannya juga tidak berapa lama. Setelah 7 tahun, kembali dia
meninggalkan sang suaminya. Wu Quan, seorang bekas penasehat perang yang
sangat terkenal di wilayah Timur China. Oleh karena itu, banyak yang bersedia
membantunya. Yue Fuyan adalah teman lamanya ketika dia berada dalam
pasukan Dinasti Zhou. Keduanya pernah berjanji untuk saling mengikat tali
perkawinan antar anak mereka.
Setahun yang lalu, mereka pernah membicarakannya. Mengingat keakraban
Yunying dan Liangxu semenjak kanak-kanak. Keduanya berinisiatif untuk
menjodohkannya.
"Cepatlah pulang ke rumah, Nak Liangxu sudah sangat merindukanmu." kata Sang Ayah.
Yunying cuma mengangguk pelan, langsung dibawanya kudanya berjalan di
depan ayahnya. Wu Quan yang melihat pedang pendek yang tergantung di pinggang Yunying,
merasa aneh. Lalu ditegurnya anaknya,
"Benda apa yang kamu bawa dipinggangmu?"
Sambil menariknya keluar Yunying mengatakan,
"Ini cuma pedang biasa, namun karena cantik. Saya membelinya di kota
Kaifeng." Sang ayah tidak bercuriga lebih lanjut, diikutinya si nona ini menuju ke
kediamannya. Di Wisma Wu, si nona setelah mengunjungi kakak-kakaknya langsung menuju ke
kamarnya sendiri untuk beristirahat. Namun tidak berapa lama, pintunya telah
diketuk. "Adik, kamu telah pulang?" tanya suara seorang pria.
Yunying tahu, yang memanggilnya adalah kakak seperguruannya.
Segera dia bangkit dari tempat tidurnya, dan menuju ke depan kamarnya.
Seperti biasa, kakak seperguruannya selalu mengajaknya ke taman kecil. Yaitu
taman dimana Jieji pernah melihat mereka berdua ngobrol.
"Dik, apa kabarmu" Kenapa meninggalkan rumah tanpa pemberitahuan?" tanya Liangxu.
"Saya mau mencari ibuku." katanya pendek.
"Kamu keluar kota sebenarnya dengan siapa?"
"Sendiri saja." kata Yunying.
"Oh" Bukannya kamu keluar kota bersama orang bernama Jieji itu?" tanya Liangxu yang agak gusar.
"Ya, memang dia keluar kota bersamaku. Tapi tidak lama, dia beranjak ke utara.
Sedang aku ke barat." kata Yunying membohonginya.
"Oh, jadi begitu yah" Jika dia ketahuan keluar bersamamu, tidak akan kuampuni dia." katanya.
"Kakak, kenapa kamu ini selalu ingin mencari masalah dengan orang lain"
padahal orang tidak pernah bersalah padamu."kata Yunying yang sebenarnya
membela Jieji. "Kamu tahu, berapa besar cintaku kepadamu. Saya ingin memberikan
kebahagiaan terbesar buatmu." kata Liangxu.
Sampai sini, Yunying tidak mau berkomentar banyak lagi dengannya.
"Ohya, anak buah ayahku pernah nampak kamu di Luoyang. Kenapa saat itu
kamu tidak pulang" Dan mereka melaporkan bahwa ada pesilat hebat yang
mengancam mereka. Siapa sebenarnya orang itu?" tanyanya kembali.
"Itu adalah Jenderal baru yang diangkat Kaisar, namanya Kawashima Oda." kata Yunying yang tidak sepenuhnya berbohong.
"Jadi kamu bersama Jenderal itu" Aku pernah mendengar sepak terjangnya
yang luar biasa dari ayah. Saya sangat mengaguminya, dan suatu hari saya juga
akan melakukan hal yang lebih hebat dari yang pernah dilakukannya. Akan
kuusir Pasukan Liao di Utara dan pasukan Han utara yang menjadi ancaman
Sung bertahun-tahun." kata Liangxu dengan penuh kebanggaan.
Yunying yang mendengarnya tertawa dalam hati. Dalam pikirannya, kalau dia
tahu bahwa Kawashima Oda adalah Jieji. Entah apa yang akan terjadi.
BAB XXVI : Keputusan terakhir
Sepak terjang Jieji sebagai Jenderal telah diceritakan Yuan FeiDian kepada
Kaisar dan para menteri. Semuanya sangat kagum akan hal yang dilakukannya.
Dari cara menempatkan pasukan, tipu muslihatnya tidak ada bandingnya.
Kaisar yakin Jieji akan sanggup melakukannya, karena dalam anggapannya.
Detektif adalah seorang yang menggabungkan semua petunjuk kecil dan
menjadikan gabungan petunjuk itu menjadi Kebenaran. Sedang seorang jenderal
cerdik adalah kebalikan dari detektif, memecahkan dan mensamarkan petunjuk
dan menyesatkan lawannya.
Zhao yakin Jieji sanggup melakukannya, karena itu dia menunjuknya sebagai
jenderal besar untuk mengatasi He Shen, Jenderal yang berpengalaman.
Surat yang dikirim Jieji ke He Shen juga telah sampai di Ibukota. Setelah
membacanya, tidak ada menteri yang tidak tertawa besar. Dan karena surat
inilah, WuWei dan Xiping kembali aman.
Semua hal mengenai Jieji di ibukota tentu telah sampai di telinga Yue Fuyan,
ketua dunia persilatan. Oleh karena itu, Liangxu juga mengetahuinya.
Di timur kota Xiapi...
Tampak seorang pemuda yang berkuda gagah mendekati batas pantai. Dia
sedang menunggu kapal untuk menyeberangi lautan. Di pinggangnya tergantung
sebuah pedang pendek yang sarungnya aneh.
Sambil menikmati desiran angin, dia memandang ke arah lautan nan luas itu.
Tetapi, tiba-tiba dari arah belakang dirasakannya desiran angin mengoyak.
Dengan cepat dia menghindari desiran angin yang menuju ke punggungnya itu.
Tampak olehnya sekilas, sebatang anak panah meluncur dari samping.
Dia segera menoleh, tetapi tidak ada orang disana.
Kembali desiran itu terasa kembali, Dia bergegas menghindari. Kali ini sebatang anak panah melesat dan jatuh di laut.
"Siapa" Tunjukkan dirimu?" tanya pemuda ini.
"Wahai pemuda, Saya ini Wen Xiang. Datang untuk membalas dendam kematian
adikku." terdengar sebuah suara dari arah rimba kecil di depan yang jauhnya sekitar 1/2 li lebih.
Pemuda yang masih di atas kuda ini tak lain adalah Jieji. Suara itu didengarnya dengan cermat. Dia tahu, orang yang memanahnya adalah Dewa pemanah.
Kemampuan orang ini jauh di atas Wen Dun. Jadi Jieji berkesimpulan, orang
bernama Wen Dun yang juga bawahan He Shen yang telah dikirim ke ibukota ini
telah meninggal karena dipenggal Zhao kuangyin.
Wen Xiang mencarinya kembali untuk balas dendam atas kematian adik
kandungnya. "Siuuuutttt...." sekali lagi terdengar suara melesatnya anak panah.
Dengan tenang dan mendengarkannya secara cermat, kali ini panah itu bisa di
tangkapnya. Namun tanpa disangka, Jieji melihat ujung panah itu mengandung
racun. Racun yang tidak asing baginya. Inilah racun pemusnah raga.
Jieji yang melihat ini segera gusar. Dipancingnya Wen Xiang untuk berbicara.
"Adikmu ini tolol luar biasa, Kamu sebagai kakak seharusnya bangga. Aku
pernah menangkapnya dengan mudah. Bagaimana adikmu yang tidak punya
kemampuan itu berani melawanku." Kata Jieji keras dan tertawa.
"Keparat, hari ini kamu akan membayarnya."
Sebelum dilepaskannya panah dari arah rimba. Jieji segera memutar tubuhnya di
atas kuda, dengan pengumpulan kekuatan nan kuat. Panah yang ada di tangan
Jieji dilemparnya.
Panah itu melesat 2 kali lebih cepat dari Panah yang dilepaskan oleh Wen Xiang.
Seiring dengan panah yang telah dilempar, Jieji mengejarnya ke arah rimba.
Ditelitinya arah suara Wen Xiang yang muncul tadi, dan benar. Disana Wen
Xiang telah terpanah di bahunya dan tembus.
"Katakan, dari mana kau dapatkan racun di ujung panahmu itu." kata Jieji.
"Kenapa kau harus tahu banyak?" katanya.
Baru beberapa saat Wen Xiang berbicara, matanya melek. Tubuhnya
kejang-kejang. Inilah ciri awal racun pemusnah raga itu.
"Katakan, akan kutolong dirimu..." kata Jieji dengan cepat.
"Ha Ha..aa.. Tidaaakkk... Haaarri i... innnii aakkuuu mmaaattii... Taapppi ..
kkaauuu tttidakkk akannn hi iddupp tennnaannngggg..Arrghhh..." Teriaknya
dengan megap-megap.
Dari 7 lubang utama di wajahnya keluarlah cairan aneh.
Segera di ngatnya keadaan Xufen 10 tahun yang lalu.
Setelah menghisap racun di bahunya, Xufen juga sempat kejang-kejang. Namun,
dengan tenaga dalam yang dimilikinya, dia berusaha menahan racun yang
bekerja di tubuhnya. Setelah itu, dengan cepat Jieji menggendongnya untuk ke
arah timur. Di perjalanan, dia bertemu dengan seorang tua yang wajahnya alim dan gaya
berjalannya tenang sekali, dipunggungnya tergantung sebuah kotak yang cukup
besar. Namun, ketika dia melihat wajah nona itu, Dia sangat terkejut.
"Aku adalah dewa tabib, Chen Shou. Akan kuperiksa nona ini. Sepertinya dia keracunan sampai kepayahan." katanya.
Jieji yang mengetahui kalau dia adalah tabib dewa yang sangat terkenal itu
segera menurunkan Xufen yang ada di punggungnya.
Setelah memakai sarung tangan nan tipis di tangannya. Chen Shou segera
memeriksa nadi nona ini.
"Gawat, inilah racun paling terkenal di dunia persilatan. Racun pemusnah raga."
Jieji yang mendengarnya sangat bingung luar biasa.
"Tabib, mohon sembuhkanlah Istriku ini."
"Jadi dia istrimu" Saya akan berusaha semampuku tuan. Tenangkan dirimu
dahulu." Kata Chen Shou seraya mengambil peralatan kotak di belakang
punggungnya. Setelah memeriksanya, dia mengeluarkan 7 jarum. Semua jarum itu
ditusukkannya dengan hati hati di ubun-ubun Xufen. Untuk sejenak, Xufen sudah
sadar. Dia mampu berbicara.
"Jangan terlalu takut Jie. Aku tidak akan mati dengan begini mudah." kata Xufen.
"Iya,"kata Jieji.
Sebenarnya Xufen sangat tahu kondisinya saat itu. Dia merasa dirinya itu sudah
kritis. Ibarat api lilin yang sedang di hembuskan kencang oleh angin.
"Tuan, sekarang adalah kondisi yang paling berbahaya. Saya akan menusuk
jarum ke semua nadi tangan dan kakinya. Dan jarum terakhir akan di tusuk ke
keningnya." kata Chen Shou.
Jieji cukup terkejut.
"Tetapi, kali ini saya tidak berani mengambil keputusan terakhir. Karena anda adalah suaminya, jarum terakhir itu harus ditusuk anda sendiri." kata Chen Shou kemudian lagi.
"Tetapi, saya tidak tahu caranya. Dan kenapa harus aku, bukannya tabib sendiri mampu?" kata Jieji kembali.
"Karena jika salah sedikit saja, maka nona ini akan tewas. Racun itu sudah kukumpulkan di kepalanya. Dan titik terakhir itulah keningnya. Jarum harus
ditusuk dalam 1 jam ini. Jika ada kata-kata terakhir yang akan anda ucapkan,
saya akan menunggumu."
Kata-kata Tabib Chen Shou memang terdengar tidak manusiawi. Tetapi inilah
kondisi yang sesungguhnya. Jika dalam 1 jam jarum tidak ditusuk, maka Xufen
akan meninggal akibat racun yang telah terkumpul di kepalanya itu bereaksi.
Jika ditusuk, dan tidak pas. Maka saat itu Xufen akan tewas langsung.
"Tabib, berikanlah kita waktu sedikit saja. Karena kita baru saja menikah
semalam. Banyak hal yang belum kita bicarakan." kata Xufen kemudian.
Chen Shou mengiyakannya, seraya berjalan ke depan pondok. Dia menunggu
kedua pasangan tersebut. Dalam hatinya, dia sangat menyayangkan keputusan
Tuhan yang akan memisahkan kedua insan yang saling mencinta ini.
Padahal mereka baru saja menikah 1 hari, kenapa cobaan seberat ini lantas
telah datang"
Chen Shou cuma memiliki 20 persen keyakinan akan sembuhnya nona itu.
Tetapi, mau tidak mau harus dicoba.
"Jie, jangan menyalahkan dirimu kalau terakhir kamu tidak sanggup menolongku.
Walau hanya dalam 1 tahun ini kita bisa bersama, saya cukup puas. Sungguh,
jika saya meninggalkanmu dalam keadaan seperti ini. Teruslah hidup untukku,
jangan menyia-nyiakan hidupmu. Untuk masalah ini, kamu harus berjanji
kepadaku." kata Xufen kepadanya.
"Kenapa kamu berbicara seperti itu. Tabib ini adalah tabib paling hebat dari Dinasti Sung yang besar. Dia pasti bisa menolongmu. Setelah itu, kita bisa ke
Dongyang. Kita tidak akan terlibat dengan dunia persilatan lagi. Disana, kita akan menjadi pasangan kekasih yang hidup dalam kedamaian abadi." Kata Jieji yang berurai air mata menyaksikan istrinya yang sangat dicintai ini kepayahan.
"Berjanjilah kepadaku lebih dahulu." Kata Xufen sambil tersenyum.
"Baik... Aku akan berjanji padamu. Apapun yang terjadi, aku akan terus berusaha hidup. Aku tidak akan menyia nyia kan nyawaku." kata Jieji.
"Sekarang ada pesan yang harus kuberitahu kepadamu. Sebenarnya aku ini
bukanlah anak kandung guru Yuan.." kata Xufen kembali.
Jieji cukup terkejut mendengarnya, sebelum dia berbicara. Xufen mendahuluinya.
"Saya cuma mendapat petunjuk sedikit saja, orang tuaku mungkin hidup di
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dongyang. Aku ingin kamu menguburku disana jika aku tidak mampu hidup.
Dengan kemampuanmu, saya rasa tidak susah bagimu untuk menemukan
mereka. Katakanlah kepada mereka, Saya tidak berbakti. Belum mampu
melayani mereka dengan baik." Kata Xufen kembali.
Jieji makin sakit hatinya mendengar apa yang diucapkan Xufen.
"Tidak.. Kamu tidak akan mati... Kamu masih punya banyak sekali janji
kepadaku.. Kamu bukan tipe orang yang mengingkar janji khan" Kamu harus
menepatinya." kata Jieji yang seakan akan kehilangan istrinya ini.
"Jika aku meninggal nantinya, carilah wanita yang lebih baik dariku. Menikahlah.
Tentu, kisah cinta kita jangan kamu ceritakan kepadanya. Karena pasti
kehidupan rumah tangga barumu nantinya tidak akan baik." kata Xufen.
"Tidak.. Kamu tidak akan mati, kenapa menceritakan hal-hal yang begitu tidak baik?" tanya Jieji kembali.
"Aku ingin kamu memelukku. Walau waktu kita tidak banyak.."kata Xufen kembali.
Jieji langsung menempatkan punggung Xufen di dadanya. Mereka tidak
berbicara lebih lanjut.
Selang lebih dari setengah jam, Jieji dan Xufen dikejutkan suara Chen Shou.
"Waktu kita tidak banyak lagi. Sekaranglah saatnya."
Xufen segera duduk bersila kembali. Sebelum menutup mata, dia memesankan
sesuatu kepada Jieji.
"Aku ingin kamu melatih kungfu. Supaya kelak kamu mampu hidup lebih baik.
Semua teori ilmu Jari Dewi pemusnah sudah kamu ingat. Belajarlah dengan baik.
Mulailah sesekali meneliti ilmu silat yang baru. Jika kamu suatu hari menjadi jago tingkat atas di dunia persilatan, maka aku sudah sangat tenang. Dan, yang
terakhir... Ingatlah semua janjimu kepadaku..."
Jieji seraya mengangguk meski dalam hatinya gejolak perasaan itu muncul saling
bertabrakan. Setelah bermeditasi sebentar, Jieji mengatakan telah siap pada Chen Shou.
Lalu diangsurkannya jarum terakhir itu ke tangan Jieji.
Setelah menerimanya, Jieji sudah siap menusukkan jarum itu ke kening Xufen.
Dengan sebuah hentakan ringan, jarum itu segera menusuk pas di kening yang
lokasinya telah diberitahu oleh Chen Shou.
Xufen yang sedari tadi diam, langsung membuka matanya. Jieji berhasil, dia
berhasil menusuk pas ke keningnya.
Namun tidak berapa lama, Xufen segera memuntahkan darah hitam. Dan
langsung, dia jatuh ke belakang.
Setelah Chen Shou memeriksanya, dia cuma menggoyangkan kepalanya.
Yah, begitulah cara Xufen tewas.
Selama 10 tahun terakhir, Jieji sangat menyesalkan dirinya. Dia anggap kematian Xufen adalah karenanya. Dia menjadi orang yang frustasi, tidak ada semangat
hidup pada awalnya.
Dengan membawa mayat Xufen, dan dipeluknya di bahunya. Dia menuju ke
Dongyang. Nahkoda dan penumpang yang melihatnya sangatlah heran. Kenapa Pemuda ini
membawa mayat seorang wanita.
***** Teriakan nahkoda membuyarkan lamunan Jieji. Rupanya sedari tadi, kapal telah
siap untuk berlabuh ke Dongyang. Jieji segera bangkit, dia menuju ke arah kapal.
Dengan membawa kudanya, dia menyewa 1 kapal itu sendiri.
Kapal melaju cepat ke Dongyang.
Namun tanpa disadari oleh Jieji. Sebenarnya ketika dia berada di rimba kecil,
ada beberapa orang yang sedang mengamatinya dari puncak bukit di
belakangnya. Tentu, yang mengamatinya adalah jago kungfu kelas tinggi. Jika tidak, tentu Jieji bisa merasakan hawa kehadiran mereka.
"Anak muda itu, selain telah membunuh Bao Sanye, muridku. Hari ini malah telah membunuh murid kesayanganku, Wen Xiang." kata seorang berpakaian imam
yang tua. "Itu karena ketololan Bao Sanye. selain itu, Kenapa Wen Xiang tidak pernah kamu ajari silat. Melainkan ilmu panah saja, salahmu sendiri." kata Seorang wanita yang berusia sekitar 50 tahun.
"Betul, ini adalah hal yang fatal. Pemuda itu cuma berniat balas dendam
kematian istrinya, tidak ada niat lain dan kamu juga salah. Bukannya mencegah
muridmu, malah kamu diam disini dan melihatnya." kata Seorang lelaki tua yang juga berumur 50 tahun lebih.
"Keparat, muridku yang terbunuh. Tentu kamu bisa mengatakan begitu.Kali ini akan kucincang laki-laki muda itu." Katanya seraya hilang dengan cepat.
Beberapa saat...
"Tidak ada gunanya... Mungkin si tua kali ini akan menemui masalah besar." kata yang wanita.
"Betul, dia yang cari masalahnya sendiri. Aku sudah memperingatinya. Tetapi apa betul dia benar-benar hebat?" kata yang lelaki.
"Iya, aku pernah 2 kali melihat sepak terjangnya. Yang pertama adalah ketika di Chengdu beberapa tahun lalu. Biksu Tua India yang menguasai tapak buddha
Rulai tingkat tujuh saja bukan tandingannya."Kata yang wanita.
"Kalau begitu, meski kita bergabung. Pemuda itu jauh lebih unggul?"
"Tentu... Tapak berantai adalah tapak tiada 2 di jagad."kata wanita itu kembali.
Seraya berkata begitu, keduanya hilang dari bukit.
BAB XXVII : Tewasnya Lelaki tua, Lu Fei Dan
Sebulan kemudian,
Di Dongyang... Jieji tinggal di sebuah wisma kecil. Setiap hari dia pergi ke makam
Xufen yang letaknya sekitar 1 li saja. Disana dia bercerita mengenai
pengalamannya kembali ke China. Hal ini selalu dilakukannya, jika dia
pergi dari Dongyang dan kembali lagi kesana.
Dia selalu menganggap kalau Xufen bisa mendengarkannya di alam sana.
Kadang dia duduk disana sampai sore tiba, kadang juga dia bermalam
disana. Suatu pagi... Seperti biasa,Jieji sudah siap berangkat ke makam Xufen. Setelah
berjalan beberapa lama, dia hampir tiba di makam istrinya yang tercinta
itu. Namun, dari jauh dia merasakan adanya sesuatu hal yang tidak beres.
Pagar jimat yang melindungi kuburan Xufen telah hilang.
Sejak 10 tahun yang lalu, setelah menggali kuburan buat Xufen. Jieji
terus menerus tidur di sana. Namun, suatu hari... Dia merasa heran,
sekitar radius 100 kaki dia mendapatkan sebuah hawa aneh.
Di tanah tempat Xufen dikuburkan, ada tulisan yang berbunyi :
"Anak muda, tidak usah aneh terhadap fenomena ini. Ini adalah pagar
pelindung yang kubuat untuk melindungi makam anak muridku tercinta.
Betapa tidak bergunanya engkau karena dengan cepat melupakan pesan
muridku itu."
Jieji yang membacanya ini segera sadar. Dia tidak boleh terbawa
perasaannya terlalu dalam. Kata-kata ini menjadi angin sejuk baginya
yang sedang frustasi. Oleh karena itu, dengan segera dia berusaha
mempelajari ilmu silat, karena inilah pesan Xufen terakhir untuknya
yang bisa segera dilakukannya.
Jieji sebelumnya telah tahu, Guru Xufen adalah pasangan Dewa sakti dan
Dewi peramal. Mereka berdua sering sekali mengunjungi makam anak
muridnya. Ini bisa dilihat Jieji, jejak sepatu selain punya dia ada
terbentuk disana di tanah dekat makam istrinya.
Hari ini Jieji merasa sangat aneh sekali, kenapa pagar pelindung itu
bisa terlepas. Dengan berlari cepat, dia sampai ke makamnya Xufen.
Dipandanginya dengan cermat makam istrinya, ternyata tidak ada masalah
yang aneh. Untuk sejenak dia bisa bernafas dengan lega.
"Aneh... Kenapa pagar pelindung yang dibuat 2 guru itu bisa hilang?"
pikir Jieji. Tanpa perlu lama berpikir. Jieji telah tahu penyebabnya, karena dari
arah belakang punggungnya terasa hawa kemunculan seseorang.
"Tidak disangka Dewa Sakti dan istrinya itu bisa berbuat hal semacam
ini disini. Ha Ha... Tapi ilmu mereka jelas masih rendah, orang
sepertiku saja sanggup menghancurkan pagar pelindung." Terdengar
seorang berujar keras.
Segera Jieji menoleh..
Dia mendapatkan seorang tua yang berjubah imam. Wajahnya bengis,
jenggot putih menutup lehernya. Rambutnya telah memutih semua.
"Siapa anda" Ada perlu apa anda datang kemari?" tanya Jieji.
"Membalaskan kematian 2 muridku." katanya pendek. Namun dari sinar
matanya terlihat hawa pembunuhan.
"Hanya 2 orang yang pernah kubunuh dengan langsung. Saya rasa orang
yang anda maksud tentu si Kura-kura Bao dan Si buta Xiang."
Bao dari dahulu disebut Jieji sebagai kura-kura. Sedangkan Xiang, bagi
seorang pemanah, dia harus menutup sebelah matanya untuk mengeker. Oleh
karena itu, dia menyebut Xiang sebagai orang buta.
Betapa gusarnya dia mendengar perkataan pemuda ini. Giginya sampai
gemeretak. "Anak muda... Hari ini kita harus bertarung satu hidup satu mati."
katanya dengan penuh kemarahan.
"Tidak perlu.. Hanya saya yang hidup, dan kamu yang mati." kata Jieji pendek.
Percakapan mereka didengar oleh sepasang manusia yang terus berada di
ranting pohon besar dari jarak 1 li.
"Hari ini, murid saudara seperguruanku akan menemui ajalnya." Kata
Seorang tua yang tak lain adalah Dewa sakti.
"Panah sudah dilepas, Dia tidak akan hidup lama lagi." Sambung yang
wanita. Beralih lagi ke tempat Jieji.
"Sebutkan namamu dulu. Aku ingin mencatat nama orang yang pernah
kubunuh." kata Orang tua itu.
"Namaku Xia Jieji, 10 tahun lalu aku menjadi detektif di Changsha."
kata Jieji kemudian.
"Jadi kau adalah detektif itu" Dengan begitu kau dan aku telah musuh
bebuyutan sejak kau dengan analisismu berhasil menangkap cucu muridku."
Katanya dengan penuh kegusaran.
"Betul, tapi juga sebutkan namamu dulu. Saya ingin mengukir namamu di
kakus semua rumah di Dongyang. Tentu jika saya sanggup membunuhmu."
Kata Jieji dengan senyum penuh arti.
Gusarnya orang tua ini tidak kepalang lagi. Sambil berteriak dia
berniat melancarkan serangannya.
"Namaku Lu Fei Dan, Ingat itu baik-baik supaya nantinya ketika kamu
ketemu Raja neraka. Ingat kirim salamku kepadanya."
Jurus yang dikeluarkan oleh Fei Dan sama sekali tidak asing bagi Jieji.
Inilah tapak Mayapada. Jieji tidak melayaninya secara langsung, dia
cuma berusaha menghindari setiap pukulan lawannya.
"Lu Ben Dan (maksudnya Lu disini telah diganti menjadi Rusa dan Ben Dan
adalah Bodoh), Jurusmu itu cuma sanggup mengusir kucing. Bagaimana kamu
bisa bertarung dengan benar." kata Jieji.
Memang benar, Pemuda ini sengaja memancing kemarahan lawannya sehingga
konsentrasinya pecah. Ini segera terbukti.
Tapak Mayapada tingkat 4 segera dilancarkan, Jieji yang telah siap
segera berkelit dengan melompat ke ranting pohon. Sejenak, tapak itu
telah membelah pohon tempat yang dihinggapi Jieji. Jieji sekilas
terlihat terjatuh dari pohon.
Lu Fei Dan segera menyusul dengan tapaknya. Jieji yang jatuh dengan
posisi jelek itu, segera bersalto.
Sebelum tapak Lu sampai. Dari Jari Jieji telah terlihat sinar
cemerlang. Dalam keadaan kaki di atas dan tangan dibawah, dia melancarkan Jurus
Jari dewi pemusnah. Hawa pedang yang sangat tajam segera menuju ke arah
kepala Lu. Dengan cepat dia mencabut pedang di pinggangnya untuk menangkis. Namun
sia-sia. Pedang yang baru dicabutnya itu kontan patah menjadi 2. Dan
sisa hawa jari pedang membuatnya terpental jatuh sejauh 20 kaki dan
muntah darah. Seraya bangkit dengan gusar, Dia kembali melancarkan tapak mayapadanya.
Kali ini dipaksakan dirinya yang terluka itu untuk merapal jurus
terakhir tapak mayapada. Jurus terakhir ini sangat dahsyat, daun-daun
pohon sekitarnya kontan terpetik dari tangkainya dan berhamburan .
Selang beberapa saat, Jieji cuma melihatnya dengan santai namun dia
cukup siaga. Dia tahu, lawannya mengerahkan semua tenaganya untuk 1
kali pukulan. Dengan sebuah teriakan, jurus tapak mayapada tertinggi itu sampai. Arah
yang diincarnya adalah ulu hati Jieji. Dengan tapak terbalik, Jieji
melayaninya. Segera, kedua benturan tapak membahana. Terlihat dengan
jelas, Lu lebih unggul. Jieji yang terdesak ke belakang menyeret tanah
dengan kakinya.
Namun Keunggulan ini tidak lah lama. Ketika tangan kiri Jieji membentuk
lingkaran penuh. Lu sungguh sangat terkejut, Tenaga penuhnya ini seakan
terhisap. Dengan satu hentakan kecil, Lu terpental jauh...
Kali ini dia sudah sangat kepayahan. Namun dipaksakannya untuk berdiri.
"Akan kuampuni kau jika engkau mengatakan asal usul Ilmu pemusnah raga
itu." Kata Jieji.
"Baik.. Baik.. Akan kukatakan." kata Lu seraya bangkit dan berjalan ke arahnya.
Lu berjalan pelan sambil memegang dada.
"Ilmu pemusnah raga sebenarnya adalah gabungan semua ilmu terhebat di
kolong langit. Para sesepuh dari 5 gunung terbesar di seluruh dunia
saling merangkum setiap jenis silat, magis, pusaka, pengetahuan, racun
dan lainnya yang merupakan tersakti di seluruh dunia. Namun, seiring
dengan perkembangan zaman, banyak yang menyalah gunakannya. Beberapa
sesepuh itu telah tiada, namun yang meneruskannya tak lain adalah para
pengikutnya ataupun keturunannya."
Dan setelah selesai dia mengucapkan kata-katanya. Dari samping, Lu
menggunakan pedang yang patah tadi untuk segera menusuk ke arah Jieji.
Sebelum pedang patah itu sampai.
Sekilas, nampak cahaya kebiruan yang terang. Begitu cahaya hilang, Lu
telah tewas dengan tubuh terbelah di pinggangnya. Jieji yang ada
disamping Lu segera mencabut pedang Es Rembulan dari sarungnya. Dan
dengan satu bacokan, tubuh Lu telah terbelah menjadi dua.
Jieji adalah seorang detektif, dia sangat sulit untuk ditipu lawannya.
Tentu dia tahu maksud Lu jalan ke arahnya. Seraya mengucapkan
kata-kata, dia ingin membuat lawannya sejenak lengah untuk berpikir.
Namun, dugaannya kali ini harus dibayarnya dengan nyawa.
Setelah beberapa saat...
"Murid lancang membunuh di depan para Guru. Mohon dimaafkan." Jieji
berlutut di arah pohon besar yang lumayan jauh itu.
Tidak berapa lama, 2 makhluk segera sampai di depannya. Dengan sopan
keduanya membimbingnya berdiri.
"Sekarang Xufen bisa beristirahat dengan tenang di alam sana." Kata
Wanita tua itu seraya tersenyum senang.
"Kamu tidak perlu kemana-kemana dulu untuk 1 tahun ini. Karena petunjuk
tentang pemusnah raga akan datang mencarimu. Istriku telah
meramalkannya dengan pasti." Kata Lelaki tua yang tak lain adalah Dewa
Sakti. "Terima kasih guru..." Kata Jieji seraya memberi hormat.
"Boleh kutahu" Tapak berantai tingkat berapa yang baru kamu rapal tadi?"
tanya Dewa sakti kemudian.
"Tingkat kedua, saya menamainya "Rantai pengisap Naga"." Kata Jieji kemudian.
"Hebat. Lu itu bisa kamu kalahkan walau hanya dengan tingkat ke 2 tapak
berantaimu." Kata Dewa Sakti memujinya.
"Tetapi tapak mayapada yang dikuasai si Lu itu palsu. Tapak asli lebih
berbahaya dan sangat sakti. Di dunia ini yang menguasainya cuma Pei Nan
Yang." sambung Dewa Sakti.
Jieji cukup tertegun mendengarnya. Pei Nan Yang adalah nama sebutan
untuk seseorang yang belum pernah ditemuinya. Jieji cuma dengar kalau
dalam kitab kamus kungfu Yan Jiao, Jurus ini menempati urutan pertama
sejagad, ini tentu karena Yan Jiao belum pernah melihat tapak berantai.
Jika tapak berantai dimasukkan disana, entah berapa urutannya...
"Jurus Pei Nan Yang yang utama adalah tapak Mayapada, namun ada gosip
yang mengatakan kalau tapak mayapada yang asli adalah tapak pemusnah
raga. Pei Nan Yang mungkin benar menguasai ilmu yang telah hilang di
jagad tersebut." Kata Dewi Peramal.
"Guru, Bisakah kalian memberitahu masalah Ilmu pemusnah raga itu
kepadaku?" tanya Jieji yang yakin kedua orang ini pasti mengerti
sedikit tentang ilmu aneh itu.
"Apa yang dikatakan oleh Lu itu sebelum tewas memang benar adanya.
Namun selebihnya saya ingin kamu menyelidikinya dengan pasti." Kata
Dewa Sakti. Setelah mengatakan hal ini, Dewa Sakti dan Dewi peramal beranjak untuk
segera pergi. "Ingatlah, jangan kemana-mana 1 tahun ini. Tetap disini saja."
Seraya berkata begitu, pagar pelindung makam Xufen langsung keluar lagi
membungkus.
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Terima kasih guru." kata Jieji memberi hormat kepada keduanya yang
seraya hilang dari pandangan.
BAB XXVIII : Berkumpul di Dongyang
Sudah 4 bulan lewat setelah tewasnya Lu Fei Dan di Dongyang.
Di Hefei... Yunying, si nona cantik ini seperti sedang kebingungan. Dia tidak tahu
harus duduk atau berdiri. Kadang dia berpikir sambil memegang pipinya.
Dia telah berjalan bolak-balik di kamarnya beberapa kali.
Namun dengan satu kepastian, segera dia membungkus pakaian-pakaiannya.
Sepertinya dia ingin pergi jauh. Dengan segera, dia mengambil bungkusan
itu untuk dipikulnya.
Dari wisma Wu, dengan segera dia menuju ke gerbang utara Hefei.
Baru berjalan keluar kota beberapa langkah, dia dihentikan oleh suara
seseorang. "Nona ketiga, mohon untuk segera kembali."
Yunying berpaling, dilihatnya seorang pemuda umur 40 tahun lebih.
Segera dikenalnya karena tak lain adalah Dong Fu, pelayan keluarga Yue.
"Saya ingin pergi, ada sesuatu yang harus kuselesaikan. Katakanlah pada
ayahku dan kakak seperguruan. Setelah semua hal itu dirasa baik,
secepatnya saya akan kembali."
"Tetapi... Tidak sampai sebulan lagi nona akan bertunangan. Mohon
jangan pergi, nanti tuan muda akan menyalahkanku." kata Dong Fu.
Seraya memberikan sesuatu kertas surat kepada Dong Fu, Yunying berkata
kepadanya. "Ini.. Berikan pada kakak seperguruanku. Setelah membacanya, dia tidak
akan menyalahkanmu."
Setelah mengambilnya dari Yunying, Pelayan ini mengucapkan terima
kasih. Dengan membeli kuda, Yunying segera ke arah utara menuju Kota Xiapi.
Tempat yang dikunjunginya tidak lain adalah Dongyang.
Dengan menumpang kapal dari sana, dia segera berlayar.
Tidak sampai setengah bulan. Yunying telah mendarat. Didapatinya
Pelabuhan ini sungguh asing. Percakapan orang disana tidak mampu
didengarnya, karena inilah bahasa khas Dongyang.
Lalu dihampirinya seorang ibu tua yang sedang menjahit jala penangkap
ikan. "Bibi, bagaimana jalan ke gunung Fuji?" tanyanya.
Namun bibi ini melihatnya, segera heran. Dia tidak mampu membalas apa
yang dikatakan Yunying. Namun dia tahu, bahasa yang digunakan orang ini
adalah bahasa China.
Segera dia memanggil seorang wanita muda.
Wanita muda yang datang ini sangatlah cantik, sepertinya dia juga bukan
orang Dongyang.
Wanita muda ini datang, dan setelah melihat Yunying dia terkejut.
"Saya Yunying, datang dari kota Hefei. Bisakah anda membawakan jalan
kepadaku?" tanya Yunying dengan sopan.
"Nona... Saya pernah melihatmu. Lantas kenapa anda datang ke gunung
Fuji?" tanyanya.
"Ada sedikit keperluan, saya ingin bertemu dengan seseorang disana."
Kata Yunying. "Saya akan membawakanmu pergi, karena saya sendiri juga tinggal disana.
Segera mereka berangkat menuju ke Gunung Fuji.
Di tengah perjalanan, Wanita cantik ini memperkenalkan diri.
"Namaku Huang XieLing. Saya berasal dari Shandang di China. Nona, ada
yang mau kutanyakan." katanya.
"Iya, saya akan berusaha menjawabnya." kata Yunying yang juga heran,
entah kenapa wanita ini terus memandangnya dengan keheranan.
"Guruku mempunyai potret dirimu. Setiap malam dia memandang lukisanmu
sambil minum arak. Apa orang yang ingin kamu cari adalah guruku?" tanya
wanita muda ini.
"Ha" Gurumu" Maksudnya gurumu adalah Xia Jieji yang datang dari China
itu?" tanya Yunying agak heran.
"Kalau masalah itu saya sendiri kurang tahu. Tetapi yang saya tahu dia
bernama keluarga Oda." kata XieLing.
Yunying segera berpikir, kenapa Jieji bisa mengangkat seorang wanita
muda ini menjadi muridnya" Namun, segalanya akan terjawab setelah dia
sampai disana. Sekitar 2 Li sebelum sampai ke wisma kecil tempat tinggal pemuda
bernama Oda. Yunying menikmati pemandangan hutan yang sangat
menakjubkan itu. Dengan berkuda perlahan sambil menikmati desiran
angin, dia dikejutkan oleh sesuatu hawa.
Sekitar beberapa puluh kaki didepannya terdapat hawa aneh yang
membungkus. "Ada ada gerangan?" tanya Yunying kepada Xieling.
"Ini adalah fenomena yang terus muncul, entah siapa yang membuatnya.
Saya sendiri kurang tahu, karena saya baru tinggal 3 bulan bersama guru
disini." kata Xieling.
Setelah berjalan beberapa saat, Yunying kembali dikejutkan.
Ditengahnya, ada makam yang lumayan besar.
Dengan segera, dia turun dari kudanya menuju makam tersebut.
Yunying terus memandang dengan penuh perhatian di makam. Segera dia
lihat tulisan di nisan itu.
"Tempat dikuburkannya istri tercinta, Yuan Xufen."
Setelah membacanya dia cukup terkejut, rupanya inilah makam wanita yang
dirindukan Jieji setiap saat.
"Inilah makam istri tercinta dari guruku." kata Xieling.
Baru mereka selesai berbicara, nampak pemuda yang segera menyapanya.
"Wah, kenapa kalian berdua bisa barengan kemari?"
Yunying yang melihat pemuda ini segera girang, karena pemuda ini tidak
lain adalah Jieji.
"Apa kabarmu nona kecil" Kamu betul lari dari rumah dan pernikahanmu
itu?" kata Jieji seraya menyindirnya.
"Hei, ketemu orang setelah sedemikian lama bukannya memberi kata-kata
menghibur, malah kamu ejek." kata Yunying.
"Ha Ha.. Kenapa kamu datang kemari?" kata Jieji seraya tertawa.
"Ada sesuatu hal lumayan penting yang akan kusampaikan kepadamu." kata Yunying.
Mereka segera beranjak dari makam menuju ke wisma kecil Jieji.
Setelah sampai, rupanya dalam wisma terdapat puluhan orang pelayan
juga. Yunying lumayan terkejut, tidak disangkanya Jieji disini malah
menjadi seorang saudagar.
"Oya, kok kamu bisa menjadi pedagang disini?" tanyanya.
"Bukan. Ini adalah bekas anak buah seorang yang tidak kukenal. Ketika
mereka melihat diriku di makam sana sepuluh tahun yang lalu. Mereka
terus menyebutku adalah Tuan besar. Saya sendiri cukup aneh, namun
masalah ini tidak usah kita bahas lebih lanjut. Sekarang, katakanlah
kenapa kamu ini datang kemari?" tanya Jieji.
"Ada gosip baru yang kudengar dari dunia persilatan. Namun gosip ini
cuma sampai di telinga beberapa orang." kata Yunying.
"Jangan-jangan pasangan pedang yang kamu pegang itu?" tanya Jieji
memotong. "Wah... Kamu kok bisa tahu?" tanya Yunying
"Tidak mungkin gosipnya adalah keindahan gunung Fuji ini kan?" tanya
Jieji seraya bercanda.
"Ha Ha.. Betul, betul .. Setelah mendengarnya dari kakak seperguruanku,
saya langsung beranjak kemari. Oya, sejak kapan kamu menerima murid?"
kata Yunying seraya berpaling ke nona muda.
"Oh... Dia adalah orang yang datang kemari karena permintaan Dewa
Sakti. Saya sendiri mengajarinya kungfu demi membalas dendam kematian
keluarganya." kata Jieji.
"Jadi begitu yah" Pantes. Mulanya kupikir kamu mendirikan perguruan
silat disini." kata Yunying meledeknya.
"Lama tidak jumpa. Selain tambah cantik, lidahmu itu juga makin tajam."
kata Jieji meledeknya kembali.
"Dasar...."
Segera Jieji menyiapkan sebuah kamar untuk Yunying.
Xieling adalah gadis yang lumayan cerdas. Dia pernah ketemu kedua orang
tua dari Dai Shan di tengah jalan menuju ke Bei Hai. Dia berlutut minta
diajarkan kungfu untuk membalas kematian keluarganya.
Namun, kedua guru ini sudah lama berhenti dari dunia persilatan. Mereka
segera memintanya ke Dongyang mencari Jieji. Dalam 3 bulan terakhir,
Xieling telah menguasai setengah dari total jurus Ilmu jari Dewi
pemusnah. Namun karena penguasaan tenaga dalamnya masih kurang. Maka
Jieji belum mau melepasnya untuk kembali ke Shandang untuk membalaskan
dendam. Nona ini sangat rajin, meski dia adalah nona keluarga terhormat di
Shandang. Namun dia tidak pernah membedakan status, pekerjaan rumah
tangga di wisma kecil ini pun dikerjainya.
Yunying yang sedari tadi melihat nona ini, juga kagum kepadanya. Dia
terus bertekad hidup untuk membalaskan kematian keluarganya. Jika
Yunying adalah dia, dia sendiri tidak yakin mampu menjalaninya. Namun
dari hati yang paling dalam, Yunying juga merasa cemburu.
Malamnya... Yunying menemukan sebuah siter. Dengan perlahan, dia memetikkan sebuah
lagu. Petikan lagunya terasa sangat lembut. Namun dari suaranya
terkandung sedikit tenaga dalam penyembuh. Dia memainkan beberapa lagu
bernuansa romantis dan penuh kegembiraan.
"Nona manis, sedang merindukan kekasih ya?" tanya Jieji yang tiba-tiba muncul di belakangnya.
"Ngawur..." Yunying menghentikan petikan kecapinya.
Jieji segera beranjak duduk di depannya.
"Bagaimana dengan Ilmu kitab memindah semestamu" Kamu telah
mempelajarinya sampai bab ke berapa?" tanya Jieji.
"Sekarang telah mencapai bab ke VI."
"Wah, cepat juga. Hanya 4 bulan lebih kamu sudah menguasai 5 bab dengan
baik. Kamu ini tergolong cerdas juga yah." kata Jieji.
"Tentu.. " kata Yunying seakan membanggakan diri.
Yunying menceritakan pengalamannya dalam 5 bulan terakhir ini saat dia
berada di Wisma Wu. Ada beberapa kabar aneh, terutama munculnya
pembunuh bayaran yang tidak mampu ditangkap pesilat hebat. Selain itu,
juga ada kabar tewasnya pesilat hebat di Dongyang. Dan yang terakhir
adalah munculnya kembali Pedang Es Rembulan di Dongyang.
Jieji yang mendengarnya segera berpikir. Dan mengatakan.
"Tidak lama lagi, tempat ini akan menjadi ajang pertempuran."
"Lalu bagaimana hal yang akan dilakukan olehmu?" tanya Yunying.
"Menunggu saja. Emang kamu punya pikiran yang lebih bagus" Kamu
jauh-jauh dari Hefei kemari cuma untuk memberitahuku hal ini?"
"Iya... " Kata Yunying singkat sambil memandangnya.
"Kalau begitu, patah hati donk aku ini. Kupikir karena kamu
merindukanku, makanya dengan cepat kamu datang."
Kata-kata ini sungguh membuat Yunying tergugah, namun dia tahu Jieji
cuma hanya bercanda-canda dengannya. Namun, mau tidak mau dia juga
tersenyum malu-malu.
"Tuan Oda, ada tamu yang datang mencarimu." Terdengar suara dari
pelayan wisma ini.
"Tamu" Kenapa ada tamu mencariku disini?" kata Jieji keheranan.
Namun, langsung dia keluar menuju ke depan pintu gerbang wisma bersama
Yunying. Ketika pintu dibuka. Betapa terkejutnya Jieji dan Yunying. Karena
inilah orang yang sungguh dikenalnya, dan disampingya juga nampak
seorang yang tidak asing bagi Jieji.
"Kakak pertama dan adik ketiga.... "Kata Jieji seraya girang.
BAB XXIX : Tinju Panjang Zhao Kuangyin
Rupanya Zhao Kuangyin alias Yang Ying dan Wei Jindu datang sama-sama. Di
belakang mereka berdiri 10 orang dengan gagah, yang tak lain adalah pengawal
Yang Ying. Segera Jieji meminta mereka masuk ke ruang tamu.
Tetapi sebelum sampai, orang di belakang Yang Ying segera berlutut. Jieji
segera menoleh, dan dengan cepat dia menyilakannya berdiri.
"Kakak kedua. Maafkan kesalahanku tempo dulu. Aku tidak menyangka kalau He Shen memberontak." Katanya.
Dialah Wei Jindu, yang terakhir ditemuinya di depan kantor pejabat DianShui.
"Tidak mengapa dik. Ini sama sekali bukanlah kesalahanmu. Kenapa harus
berlutut segala" Kita ini adalah saudara angkat yang bagaikan saudara
kandung." Kata Jieji sambil memegang bahu adik ke 3 nya.
Yang memotong pembicaraan mereka.
"Kamu tahu, apa maksud Jindu datang ke ibukota sebelum perang DianShui itu?"
"Tentu... Dia mengabarkan kalau Jenderal Kawashima Oda telah berontak kan?"
kata Jieji kemudian.
"Ha Ha.. Sepertinya orang yang paling mengenal He Shen adalah dirimu." kata Yang seraya tertawa besar.
Memang benar, malam sebelum terjadi perang Dianshui. Wei mendapat perintah
ayah angkatnya menuju Kaifeng secepatnya juga. Dia menyampaikan surat dari
He untuk Zhao / Kaisar. Dalam surat, dilaporkannya bahwa Kawashima Oda
telah berontak. He harus memadamkan pemberontakan dengan segera mungkin.
Wei yang sampai disana memang bertemu dengan Zhao, dia menceritakan apa
yang terjadi disana. Namun, setelah diceritakan bahwa Kawashima Oda adalah
Jieji. Wei sangat terkejut, dia tidak menyangka orang yang bertarung 1 jurus
dengan cepat itulah kakak keduanya.
Tetapi lebih terkejut dia mendengar hal yang sebenarnya, bahwa He Shen-lah
orang yang memberontak. Mulanya dia tidak langsung percaya.
Namun, dia berpikir tidak mungkin kakak pertamanya membohonginya. Setelah
meneliti melalui mata-mata kekaisaran, dia sudah yakin.
Wei sekitar 5 tahun lalu diangkat He Shen sebagai anak angkatnya. Karena
melihat kemampuan orang ini lumayan hebat, dia bermaksud menggunakannya.
Selain itu, He Shen juga tahu kalau Wei bersahabat rapat dengan Kaisar. Kalau
ada sesuatu, dia mampu memanfaatkan Wei.
He Shen yang sejak awal berniat memberontak kepada pemerintah Agung selalu
berpura-pura sebagai seorang dermawan di Xi liang. Tujuannya tak lain tentu
untuk memperoleh simpati rakyat dan para pasukan Qiang di Utara WuWei.
Di ibukota selama beberapa bulan, Jindu juga telah mendengar kabar kakak
keduanya dari Sang kakak pertama. Dia juga tahu pelarian kakak keduanya dan
bagaimana dia kembali muncul di dunia persilatan. Jindu sangat mengagumi
kakak keduanya tersebut.
Dari dalam ruangan keluar seorang nona membawa teh untuk menjamu
tamunya. Yang melihat wajah nona ini yang kecantikannya sangatlah khas,
wajahnya lebih putih dari orang China ataupun Dongyang pada umumnya.
Hidungnya mancung, matanya sangat indah.
Dan Yang menanyainya.
"Nona, anda bukan orang Dongyang, dan bukan orang China?"
"Iya,paman guru. Saya memang berasal dari Shandang. Ibuku adalah asli orang Persia. Oleh karena itu, wajahku agak berbeda dengan layaknya penduduk
China ataupun Dongyang." katanya dengan lembut dan sopan.
"Paman guru" Emang sejak kapan adik angkatku mengangkat murid?" pikir Yang.
"Kakak pertama, Nona ini namanya Huang Xieling. Dia datang kesini karena
permintaan guru Xufen, Dewa Sakti dan Dewi peramal. Kedua orang tuanya dan
seluruh keluarganya meninggal dibunuh oleh musuh keluarga mereka di
Shandang. Aku mengangkatnya sebagai muridku. Karena atas keinginan Dewa
sakti, aku mengajarinya ilmu Jari Dewi pemusnah." kata Jieji,
"Rupanya begini. Kamu boleh duduk disini." kata Yang seraya menunjukkan tempat di samping Jindu.
Si nona kelihatan ragu-ragu. Dia menganggap statusnya tidak setinggi mereka,
karena mereka adalah guru dan paman gurunya sendiri. Namun Jieji segera
memintanya untuk duduk bersama. Si nona tidak menolak lebih jauh lagi.
"Kakak kedua, tidak disangka ilmu kungfumu telah mencapai tingkat yang begitu tinggi. Aku sama sekali bukanlah lawanmu." Kata Jindu seraya memberi hormat kepadanya.
Guru Jindu tak lain adalah Biksu tua India yang pernah meminta petunjuk pada
Jieji beberapa tahun lalu di Chengdu. Jindu juga menguasai 7 jurus tapak
Buddha Rulai, namun gurunya pernah menceritakan tentang pemuda yang bisa
menahan tapak buddha itu dengan sangat tenang. Setelah mendengarnya dari
Yang, Jindu yakin orang itu adalah kakak keduanya, Xia Jieji.
"Tidak.. Ada beberapa hal aneh dalam diriku yang tidak bisa dijelaskan melalui kata-kata, dan aku sedang menyelidikinya." kata Jieji seraya berpaling ke arah Yang.
"Betul dik, kamu tidak merasa heran" Setiap kali kamu terluka, hanya dengan beristirahat sebentar kamu sudah sembuh sedia kala. Ini pasti sebelumnya ada
tenaga dalam yang terpusat dan tertidur hinggap di tubuhmu. Sekarang kamu
mempelajari ilmu silat tingkat tinggi, sehingga dengan cepat tenaga misterimu
terpancar keluar. Mungkin sekarang di dunia ini tidak ada lagi orang yang bisa
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menandingimu." kata Yang memuji adik keduanya.
"Mengenai ini saya mempunyai sedikit informasi saja. Itulah sebabnya mengapa saya tinggal disini. Saya rasa kakak pertama juga tahu identitasku yang
sebenarnya. Aku bukanlah anak kandung keluarga Xia. Sewaktu ibuku
mengandung puteranya, dia sempat keguguran. Namun tak berapa lama, di
tengah jalan menuju ke Changsha. Dia menemukan seorang bayi berumur 8
bulan lebih di pinggir sungai ChangJiang. Dan saat itu aku diangkatnya sebagai
anak kandung." Kata Jieji.
"Apa jangan-jangan kamu orang asli Dongyang?" kata Yunying memotong ketika mereka sedang berpikir.
"Betul, saya bisa memastikan kalau saya adalah orang Dongyang asli. Ketika saya menjaga makam Xufen sekitar 10 tahun yang lalu. Ada beberapa orang
yang mendekatiku, setelah menatapku mereka mengatakan "Tuan besar". Saya sangat heran dibuatnya. Setelah mengajakku kemari, aku cukup heran karena
mereka menyebutku Tuan Oda." kata Jieji.
10 tahun lalu.Jieji yang dijemput beberapa orang, segera masuk ke Wisma kecil
ini. Beberapa orang dari mereka bisa berbahasa China dengan lancar. Mereka
mengatakan kalau dia sangat mirip dengan bekas tuan besar mereka, meski
penampakannya lebih muda banyak.
Setelah berpikir beberapa saat, mereka juga tidak mampu mendapatkan
apa-apa. Justru saat itu, terdengar suara pertarungan. Jieji dan kedua saudara, serta Yunying dan Xieling segera ingin melihat apa yang sedang terjadi di luar.
Namun sebelum mereka beranjak dari tempat duduknya, seorang tua telah
masuk dengan luka dalam sambil memegang dada. Dan dia diikuti oleh seorang
pemuda lainnya.
Pemuda ini berpaling ke arah meja dimana mereka duduk. Meja berbentuk
persegi. Di tengahnya, dia melihat seorang duduk tenang dengan kipas di tangan dan
berpakaian bangsawan, di belakang lelaki ini berdiri 10 orang yang mirip jagoan sedang mengamatinya dengan serius.
Di sisi pertama meja, dia melihat seorang pemuda duduk dengan seorang gadis
cantik yang tidak dikenalnya. Di sisi kedua, dia melihat seorang Pemuda yang
dikenalnya duduk dengan seorang wanita yang juga sangat dikenalnya, namun
dia heran melihat pakaian wanita ini. Si nona memakai pakaian khas Dongyang.
"Keparat!! Berani kali budak berbuat hal semacam ini." teriak pemuda itu, tentu dia adalah Yue Liangxu.
Jieji yang melihat seorang tua yang terluka segera gusar. Hawa pembunuhan
muncul dari dirinya. Sebelum bergerak, dia didahului oleh seseorang.
"Tuan, apa maksud anda bertarung disini" Tidakkah kamu ini mempunyai sopan santun?" tanyanya.
Baru selesai berkata, Yue Liangxu segera mengeluarkan tapaknya untuk
menghantam pemuda tadi. Kerasnya hantaman membuatnya terbang ke
belakang dan menabrak dinding yang kemudian ambruk.
Sebelum pemuda yang terluka tadi bangun. Dengan tiba-tiba terasa hawa
serangan yang sungguh cepat.
Tahu-tahu Yue Liangxu telah terpental. Dia juga menghantam dinding di
belakangnya dan ambruk.
Pemuda ini menggunakan tinju panjang, yang tak lain adalah Yang Ying alias
Zhao Kuangyin. Tinju Zhao sangatlah terkenal di kalangan dunia persilatan. Kekuatannya teramat dahsyat dan yang terhebat adalah kecepatannya. Banyak orang tidak mampu
melihat gerakan tangannya. Maka sampai beberapa ratus tahun kemudian dan
sampai sekarang, di Shaolin juga masih ada jurus ini. Jurus ini dinamai "Tinju panjang Zhao Kuangyin"
Pemuda yang terlempar sebelumnya ke belakang adalah Wei Jindu. Dia sudah
beranjak, luka yang di deritanya hanya luka kecil.
Sedang Liangxu sangat parah, dia muntah darah. Beberapa giginya copot.
"Kalian tidak akan hidup tenang... Adik, sekarang ikut aku pulang ke Hefei." teriak Liangxu.
Yunying cuma memandanginya dingin. Dia tidak berkata apapun.
Reaksi Yunying dilihat Jieji. Dengan segera dia berkata.
"Nona ini bukanlah Yunying, adik seperguruanmu. Karena hari ini kamu mencari masalah disini, sudah seharusnya kamu tidak akan pulang dengan selamat. Jika
sekali lagi kau melakukan hal yang sama, maka jangan salahkan diriku.
Sekarang kamu pergilah." kata Jieji.
Liangxu yang mendongkol segera beranjak dari kediaman Oda.
"Terima kasih kak.." kata Jieji.
"Kamu juga mengerti maksudku kenapa aku yang turun tangan?" kata Yang.
"Iya, ini juga untuk melindungiku dan wisma ini. Jika tadi saya yang turun tangan, mungkin pemuda itu tidak bisa bangun lagi." kata Jieji.
Yang Ying memukul pemuda itu dengan maksud untuk melindungi Jieji,
bukannya dia takut Jieji tidak mampu menang melawan dia ataupun ayahnya.
Jika dia membiarkan Jieji turun tangan, masalah itu akan lebih ruwet. Mengingat ayah dari pemuda itu adalah ketua dunia persilatan. Terakhir dipikirnya Wisma
Oda ini tidak akan aman lagi.
Pak tua yang dipukul jatuh sebelumnya, tak lain adalah Pak Tua Zhou, Zhou Rui.
Jieji sangat menyayanginya, dia anggap pak tua itu adalah pamannya sendiri.
Maka melihat pak tua itu terluka dalam gara-gara Liangxu, Jieji gusar sekali.
Setelah Jieji meninggalkan Hefei. Beberapa hari kemudian, Zhou Rui juga
mengundurkan diri dari keluarga Wu. Dia menuju ke Utara, dan menyeberang ke
Timur. Dia langsung menuju ke Rumah bekas majikannya di Dongyang. Disini dia
bertemu dengan Jieji. Ada beberapa hal yang dia ceritakan, ternyata ceritanya
juga sama dengan cerita pelayan-pelayan wisma.
30 Tahun lalu sebelum majikannya hilang tanpa bekas. Puluhan orang dari kaum
persilatan menuju ke rumahnya. Mereka tinggal sekitar 3 bulan disana. Namun
seiring dengan kepergian pesilat. Tuan rumah dan nyonya berangkat menuju ke
China, namun sampai sekarang tidak ada lagi berita mengenainya. Tetapi pak
tua ini mengatakan kalau yang mengikuti mereka berdua adalah 2 orang. Yang
pertama adalah Lan Ie (Bibi Lan) dan yang lainnya adalah Pengawal mereka
berdua yang bernama Kyosei. Sampai sekarang, kedua orang itu juga tidaklah
kembali. *** "Kamu hebat nona kecil. Mencoba menyamar menjadi orang lain. Ha Ha..
Tipumu itu sangat bagus." kata Jieji.
"Apa tujuannya dia tidak mengenal kakak seperguruannya itu?" tanya Wei.
Sebelum Yunying menjawab, perkataannya dipotong oleh Yang.
"Ini karena gurunya, dia sengaja pura-pura tidak mengenal Liangxu. Tentu
supaya Liangxu tidak bisa mengatakannya dengan pasti bahwa adiknya ada di
kediaman Oda. Dengan begini, untuk sementara akan aman. Tentu, ketika kita
dalam perjalanan kemari, tidak ada orang yang dirasakan keberadaannya
mengikuti kita. Maka daripada itu, kesimpulannya dia cuma mengikuti pak tua
Zhou dan mencoba menyerang kemari. Mungkin dipikirnya nona ini ada di
dalam." "Betul kak." Kata Jieji.
Si nona ini tersenyum. Wajahnya cerah.
"Apa yang perlu kukatakan semua sudah di dahului."
"Kamu makin lama makin pintar saja." kata Jieji memujinya.
"Yah, kalau dewa tinggal bersama hantu. Lama kelamaan kan jadi hantu juga."
kata Yunying dengan senyuman manis.
Jieji menanyai kakak pertamanya.
"Oya, ada apa kakak tiba-tiba menuju Dongyang?"
"2 hal." kata Yang pendek.
Hal pertama tentu gampang ditebak yaitu Pedang Es Rembulan yang kembali
muncul di dunia persilatan. Karena Yang mendapat pesan pendek dari Jieji
seiring pasukan mereka kembali dengan kemenangan besar, dia yakin pedang
legendaris itu sekarang ada di tangan adik keduanya. Namun hal kedua tidak
diketahui Jieji.
"Ini mengenai persahabatan negara Sung dengan Klan Sakuraba di Edo. Saya
datang sendiri kesini untuk menjalin hubungan dengan mereka dalam bidang
perdagangan." Kata Yang.
"Kalau begitu kakak datang dengan memakai status utusan Sung kan?" tanya Jieji.
"Betul, tidak mungkin dengan status pemimpin negara kita mengunjunginya."
Kata Yang Ying kembali.
BAB XXX : Liangxu mendapatkan pembalasan
Yang Ying bermaksud ke Edo untuk mencari Kaisar dari Dongyang yang
bernama Enyu. Karena tertarik melihat kemajuan perdagangan Dongyang
belakangan ini. Dia sendiri bermaksud membina hubungan antar negara melalui
kelautan. Kaisar Enyu adalah seorang kaisar yang bijak, dia sangat
memperhatikan kesejahteraan rakyat saat itu. Para rakyat hidup dengan gembira
dan mengecap kesejahteraan dalam masa kepemimpinanya yang baru 3 tahun
lebih. "Kak, kapan kamu mulai berangkat?" tanya Jieji.
"Besok. Saya akan bermalam disini hari ini dan keesokannya saya harus cepat menuju kesana." Kata Yang.
Jieji merasa sayang, kakaknya yang baru ditemuinya hari ini besok bakal
berangkat jauh.
"Bagaimana kalau kita semua ikut?" tanya Jieji kembali.
"Tidak dik, kamu tetap saja disini. Karena si Yue itu pasti akan datang lagi. Tanpa kamu, saya rasa sangat susah. Saya juga ingin adik ketiga juga tinggal.
Mengenai masalah Kaisar Enyu itu, kamu tidak usah khawatir. Cuma 10 orang
pengawal ini ikut, saya tidak akan bermasalah." kata Yang.
"Kalau begitu baiklah." Kata Jieji.
Esoknya pagi-pagi...
Jieji dan Jindu serta 2 wanita cantik di wisma Oda mengantar kepergian Yang
Ying. Setelah beberapa saat, Jieji menanyai Jindu.
"Dik, apakah gurumu pernah mengajari bagaimana cara melatih tenaga dalam
yang baik?"
"Pernah. Dulu tenaga dalamku sangat payah. Untuk belajar Tapak Buddha Rulai saya harus melatih tenaga dalam dahulu. Saya memerlukan waktu 6 bulan
bermeditasi, setelah dirasa sanggup menerima jurus tapak buddha Rulai, guru
baru mengajari." kata Jindu.
"Kalau begitu, bisa minta tolong" Jurus Xieling memang sudah lumayan mahir, cuma tenaga dalamnya belum dapat berkembang maksimal. Saya ingin kamu
melatihnya." kata Jieji kepada Jindu.
"Tentu, nona ini pasti kuajari dengan benar. Saya tidak akan mengecewakan
kakak." kata Jindu.
Jieji tidak sanggup mengajarinya tenaga dalam dasar. Karena seperti yang di
katakannya di bab sebelumnya, tenaga dalamnya sudah sejak awal tersimpan di
tubuh. Jadi, Jieji tidak perlu melatih dasar tenaga dalam lagi. Sedang Ilmu Kitab Dewa penyembuh adalah ilmu yang sangat dalam, jika Xieling belajar tanpa
punya dasar tenaga dalam. Maka akibatnya bisa fatal.
Si Nona yang mendengarnya segera berlutut dan sambil menangis dia berkata.
"Terima kasih Paman guru, saya akan berusaha semampuku."
"Paman guru apa" Tidak usah dipikirkan, lain kali panggil kakak saja kepadaku."
kata Jindu kepada nona cantik ini seraya memintanya berdiri kembali.
Di pelabuhan selatan Gunung Fuji...
Liangxu yang terluka terlihat disana. Dari jauh dia melihat 2 orang yang ikut
bersamanya ke Dongyang, lantas dengan kepayahan dia memanggil keduanya.
"Ada apa tuan muda" Kelihatannya anda terluka dalam." kata keduanya.
"Benar... Aku diserang secara tiba-tiba di Wisma Oda. Aku akan membalasnya.
Kalian bawa banyak orang segera kesana, akan kita hancurkan wisma itu."
Baru berkata begitu, sesaat ada yang menyapa mereka.
"Tuan, anda datang dari China bukan" Ada masalah apa anda dengan keluarga
Oda di sebelah utara?" tanya seorang lelaki tua.
Seorang di antara dua teman Liangxu menjawab,"Benar paman. Tuan muda
kami diserang secara diam-diam disana. Sekarang dia terluka parah. Emang ada
masalah dengan keluarga Oda itu?"
"Keluarga Oda secara turun temurun mempelajari ilmu silat yang tinggi. Anda sebaiknya jangan berurusan dengannya." kata Lelaki tua.
Mendengarnya, Liangxu luar biasa marah. Walau kepayahan, dia berusaha
menjambak lelaki tua itu.
"Jangan berurusan" Kau orang tua tahu apa?" Kata Liangxu seraya marah. Dia melemparkan pria tua ini ke bawah lantai.
Semua orang di pelabuhan tidak berani bertindak apa-apa, karena mereka
merasa Liangxu adalah jago silat tangguh. Tetapi semuanya kelihatan marah
melihat perlakuannya.
"Tuan muda, sekarang tuan kembali beristirahat dulu di pondok sana. Setelah tuan muda pulih, kita akan membuat pembalasan."
Liangxu bisa diberi pengertian, dia tidak langsung membalasnya melainkan
menunggu lukanya sembuh dahulu. Selain itu, dia juga penasaran terhadap
orang yang melukainya. Dia berjanji akan membalas penghinaan semalam di
Wisma Oda. Sementara di Wisma Oda...
"Kak, kamu tahu tempat yang dirasa aman untuk berlatih tenaga dalam?" tanya Wei.
"Tentu. Sekitar belasan Li dari sini ada danau. Pemandangan disana sangat
indah dan tenteram. Besok saya akan membawamu beserta Xieling kesana."
kata Jieji. Keesokan harinya, mereka berempat berangkat ke Danau yang disebut, nama
danau ini adalah Danau Saiko. Tempat ini sangat asri, dan tenang. Ini adalah
tempat yang dipilih oleh Jieji supaya Xieling bisa belajar dasar tenaga dalam
tanpa gangguan.
Mereka memilih sebuah hutan kecil disamping danau. Sementara Jieji dan
Yunying meninggalkan mereka berdua disana.
Jieji segera beranjak ke sebuah batu besar di bawah pohon yang rindang yang
jaraknya sekitar 300 kaki dari tempat Jindu dan Xieling, disini dia mengambil
posisi tidur di atas batu besar.
"Kamu mengajakku kesini hanya untuk tidur?" tanya Yunying yang melihatnya sesaat setelah dia menutup matanya.
"Begitulah, adik ketiga sedang menurunkan ilmu dasar tenaga dalam
perguruannya. Tidak baik jika tetap disana." kata Jieji singkat.
Akhirnya Yunying tidur juga disampingnya. Batu ini cukup besar, mereka
mengambil posisi masing-masing di samping batu.
Suara angin berhembus yang tipis, dan suara riakan air danau membuat
suasana disana amat tenang. Mereka berdua menikmatinya dengan penuh
kesenangan. Namun suasana ini ternyata tidaklah lama. Karena Jieji mendengar derap kaki
yang lumayan kencang sedang berjalan ke arahnya. Dengan cepat, Jieji
langsung mengambil posisi duduk. Dilihatnya ke arah pohon di depannya.
Terlihat belasan orang, mereka cukup angker, dipinggang mereka terselip
pedang. "Ha Ha... Mao mencari harimau, ternyata ketemu dengan rusa." Suara orang yang tertawa tak lain adalah Yue Liangxu.
"Mao menunggu Harimau, tapi yang datang malah anjing rumah tetangga." kata Jieji membalas perkataannya.
Bukan main gusarnya Liangxu mendengar kata-kata Jieji.
"Budak... Hari ini adalah ajalmu. Jika ada kata-kata terakhir yang mau kau sampaikan. Sekaranglah saatnya.Ha Ha..." kata Liangxu seraya tertawa.
"Anjing, kalau ada tulang yang mao kau dapatkan. Segera kau gonggong tiga
kali." kata Jieji kembali.
Yunying yang disampingnya tertawa geli. Semua kata-kata kakak
seperguruannya bisa dibalikkan dengan mudah oleh Jieji.
"Keparat kau... Kau sudah terlalu menghinaku.." teriak Liangxu yang sangat marah.
"Anjingku ternyata telah menggonggong, betapa penurutnya dia. Ha Ha.." Jieji tertawa, namun seiring itu, dia tetap mengambil posisi tidur.
Yunying merasa heran kenapa Jieji tidur dengan segera. Sesaat dia tahu
maksudnya. Dengan berlari kencang ke arah Jieji yang tertidur, Liangxu segera mencabut
pedang dipinggang. Dengan sebuah teriakan, dia mulai melompat untuk
membacok. Tetapi, sebelum bacokan itu sampai. Ada tenaga yang mendorongnya mundur.
Rupanya Yunying yang menghalanginya.
"Adik, kenapa kau menghalangiku?" tanya Liangxu kepadanya.
Yunying tidak berbicara sepatah katapun kepadanya. Lantas dengan cepat dia
mengeluarkan tapak untuk bertarung melawan kakak seperguruannya.
Sekitar 10 jurus sudah dikerahkan masing-masing pihak. Melihat jurus wanita ini aneh, segera dia bertanya.
"Dik, kapan kau belajar ilmu aneh ini?" tanyanya.
Terakhir Yunying menjawabnya, Dia mengeluarkan kata-kata aneh, Liangxu tidak
tahu bahasa apa yang diucapkannya.
Sedangkan Jieji yang tertidur disana tertawa geli luar biasa. Dia tidak menyangka nona ini akan menggunakan cara seperti itu.
Segera Liangxu sadar, wanita ini mungkin bukanlah adik seperguruannya.
Lantas dengan serius dia bertarung melawan Yunying..
20 jurus kemudian, kelihatan Liangxu telah terdesak. Para pengawalnya segera
beranjak hendak membantu tuan mudanya.
Namun baru berjalan ke depan hendak mencuri serang, mereka dihentikan oleh
tenaga dalam yang aneh. Masing-masing di antara mereka terpental ke
belakang. Dilihatnya Jieji yang sedang tertidur disana, namun tetap tanpa reaksi.
Mereka berpikir, mungkin ada orang sakti yang di dekat sini. Maka daripada itu, mereka tidak berani bertindak lebih lanjut.
Yunying kelihatan lebih unggul dari kakak seperguruannya yang mengeluarkan
tapak penghancur jagad. Hawa pertarungan terasa dahsyat mengoyak angin.
Suara tapak berlaga dan tapak tertahan terdengar sangat jelas.
Liangxu telah menguasai 7 jurus milik ayahnya. Namun dia sangat heran, nona
ini dengan mudah sanggup membuatnya terdesak.
Dengan sebuah tapak, akhirnya Yunying berhasil membuat Liangxu terpental dan
jatuh. Setelah itu Yunying cuma melihatnya sekilas, dan segera berbalik ke arah batu
besar. Namun tanpa disangka. Ketika dia berjalan menuju sana, sebuah hawa tapak
melejit cepat menuju punggungnya.
Si nona terkena pukulan dan melayang ke arah Jieji yang tidur.
Dengan terkejut, Jieji segera bangun dan menangkapnya.
Ternyata didapatinya nona ini muntah darah, sesaat itu dia pingsan.
Betapa gusarnya dia melihat kelicikan Liangxu. Dengan segera dia meletakkan
Yunying di batu besar. Dia sendiri berjalan perlahan ke arah mereka.
Liangxu yang merasa menang, sangat bangga meski dia menggunakan cara
Pahlawan Dan Kaisar Karya Zhang Fu di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
licik. Dia mengatakan,"kenapa nona itu bodoh sekali, dia tidak tahu taktik dunia
persilatan. Sekarang dia telah tidur, saatnya kamu ini kita hajar. Ha Ha Ha...."
Segera mereka bersiap untuk mengepung Jieji yang tinggal sendirian.
Namun tertawanya Liangxu tidak lama.
Sesaat itu, mereka merasakan hawa yang sangat dahsyat. Mereka semua
merinding. Liangxu yang sedari tadi tertawa segera diam.
Langkah Jieji perlahan menuju ke depan. Dia berkata.
"Tempo hari, Kakakku mencegah aku turun tangan. Kau tahu kenapa?" tanyanya dengan sorot mata tajam sarat dengan hawa pembunuhan.
"Ha Ha.. Itu karena kungfumu tak seberapa." kata Liangxu seraya meyakinkan dirinya, karena dia cukup merinding juga melihat tatapan mata Jieji yang sangat dingin itu.
Liangxu masih mengingat kejadian di Wisma Wu dulu. Dari belakang dia
memberikan 1 tapak ringan saja, namun Jieji terpental cukup jauh dan muntah
darah. Dikiranya kemampuan pemuda itu hanya sebegini.
"Itu karena kalau aku turun tangan, kalian tidak ada yang sanggup menginjak China lagi." Kata Jieji pendek.
Mereka yang mendengar kata-kata Jieji itu terasa lucu luar biasa. Yang mengikuti Liangxu ke Dongyang adalah pesilat yang kelasnya lumayan tinggi. Terutama
dua orang pengawal ayahnya. Mereka berdua dijuluki pasangan pedang kembar.
Nama mereka lumayan terkenal di dunia persilatan.
Liangxu merasa kali ini dia berada di atas angin. Dengan segera dia menyuruh
orang di sampingnya yang jumlahnya belasan orang untuk menangkap Jieji.
Kira-kira tiga langkah hampir sampai di depan Jieji. Mereka tiba-tiba terjatuh
dalam posisi tertotok nadi. Semuanya terjatuh dengan posisi tidur.
Liangxu yang melihatnya cukup heran, bahkan dia tidak melihat gerak tangan
Jieji. Sesaat itu dia sadar, lawan di depannya sangat berbahaya.
"Ayok, kita kepung dia." katanya kepada 2 pengawal ayahnya.
Masing-masing pengawal itu segera mengeluarkan pedang dari sarung. Sedang
Liangxu yang di belakang merapal jurus tapak penghancur jagadnya. Dia
berpikir, kalau pertarungan telah seru. Dia akan mencuri serang. Namun
dugaannya salah besar.
Dua pengawal memang menggunakan pedang menuju ke arah Jieji. Sesaat
sebelum pedang mereka membacok. Pedang yang dipegang mereka telah
terbabat putus menjadi beberapa bagian.
Mereka sangat terkejut melihat apa yang barusan terjadi. Di ngat-ingatnya
kejadian sekejap itu. Sinar biru muda menyilaukan mata mereka sesaat. Dan
setelah itu, kedua pedang mereka tinggal gagangnya saja. Melihat hal ini,
mereka berdua bahkan tidak sanggup berdiri. Posisi mereka menjadi berlutut.
"Pedang Es Rembulan?"?" kata Liangxu kepadanya. Dia girang, jika pedang ini bisa direbut dari tangan Jieji. Maka namanya akan segera termahsyur di dunia
persilatan. Dengan segera, Liangxu memancing Jieji.
"Kalau berani, jangan memakai pedang itu. Kita bertarung secara jantan."
"Kamu ingin saya tidak memakai pedang ini karena kamu pikir kemampuanku
tidak ada apa-apanya jika saya tidak menggunakan pedang" Kamu salah besar
anak muda. Meski ayahmu yang bertarung melawanku, belum tentu dia mampu
menang." kata Jieji seraya memasukkan pedang ke dalam sarungnya.
Liangxu tidak tertarik dengan kata-kata Jieji. Dia ingin merebut pedang dari
tangan lawannya sesegera mungkin. Langsung Liangxu mengerahkan tapak
penghancur jagad tingkat tertinggi yang pernah dipelajarinya.
Dengan beranjak cepat, dia hampir sampai. Tapak itu keluar dengan cepat,
sementara Jieji masih tenang.
Begitu tapak hampir mengenai dadanya. Dengan memutar tubuhnya penuh dan
menyeret kakinya kebelakang Jieji melayani tapak anak muda ini dengan tapak
terbalik. Ini adalah jurus yang sama ketika dia bertarung melawan Lu, gurunya Bao
Sanye. Sesaat itu, Liangxu sangat yakin dia sanggup mengalahkan lawannya karena
dilihatnya lawan telah terdesak sambil menyeret kaki ke belakang.
Namun kondisi ini tidak berlangsung lama. Segera Liangxu kehilangan kendali,
tenaganya seperti terserap dan hilang. Baru dia menyadarinya, dia telah terpental melayang.
"Brukk.."
Dia terjatuh ke tanah, setelah berusaha berdiri. Dia sempoyongan, dan
menyadari Jieji sudah ada di depannya. Dengan gerakan memutar, Jieji
menangkap tangan pemuda ini, dan mengambil ancang-ancang jari.
Dikerahkannya jurus Jari dewi pemusnah untuk mematahkan nadi tangan
pemuda ini. "Ini adalah pembalasan karena kamu kurang ajar terhadap semua makhluk di
dunia ini."
Namun gerakan itu tidak berhenti. Segera dia menangkap tangan Liangxu yang
lainnya, dan melakukan hal yang serupa.
"Ini karena kelicikan kamu terhadap nona itu." katanya.
Liangxu menjerit keras, karena saat itu dia tahu. Kungfunya telah dimusnahkan
oleh Jieji. BAB XXXI : Munculnya Kyosei, pelindung keluarga Oda
"Keparat... Tunggu pembalasan dari ayahku sesegera mungkin. Kali ini kamu
tidak akan hidup dengan tenang lagi." Teriak Liangxu sambil berlutut menahan rasa sakit di kedua tangannya.
Jieji tidak menghiraukannya lebih lanjut. Dia segera menuju ke batu besar tempat nona tadi dibaringkan. Dengan mendudukkan si nona di batu besar, Jieji
menggunakan tenaga dalam untuk mengobatinya.
Sepasang pedang kembar yang tadi ketakutan sudah sanggup berdiri. Dengan
segera berjalan ke arah Tuan muda Yue, mereka membimbingnya berdiri.
"Hari ini aku dihina semacam begini, lain kali kau pasti akan dapat pembalasan.
Keparat, kamu benar akan mati nantinya."
Dampratan pemuda ini sama sekali tidak didengarkan oleh Jieji. Dia sedang
mengkonsentrasikan dirinya untuk menyembuhkan Yunying.
Sesaat kemudian, si nona telah bangun.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya Jieji.
Yunying cuma menggelengkan kepalanya.
Jieji segera membimbingnya untuk berbaring kembali. Dia segera menuju ke
arah pengawal sekitar belasan orang yang dalam posisi tidur dan tertotok nadi.
Dengan segera dia membuka simpul totokan.
"Kalian segera pergi dari sini sebelum aku berubah pikiran." Kata Jieji berteriak marah kepada mereka.
Dengan tanpa banyak basa-basi, semua segera meninggalkan danau itu.
Sepasang pedang kembar membawa pergi Yue Liangxu.
"Kali ini baru kulihat kelicikan kakak seperguruanku. Dulunya aku sama sekali tidak percaya." Kata Yunying yang agak melemah.
"Sudah, jangan terlalu banyak berbicara. Saya akan membawamu pulang untuk
beristirahat." kata Jieji.
Segera digendongnya Yunying, dan menuju ke Wisma Oda. Yunying sebenarnya
merasa malu digendong Jieji. Tetapi dalam hatinya dia merasa sangat nyaman
bersamanya. Tidak seperti kakak seperguruannya Liangxu. Setiap kali dia
bertemu dengannya, selalu segala hal yang tidak pentingpun dibanggakannya.
Bersama Liangxu, Yunying malah merasa sangat tidak nyaman.
Meski Jieji sering bercanda dengannya, namun dia sebenarnya sangat
menghormati pria ini. Yunying merasa dalam hati pria ini sangatlah hangat, ada
sesuatu ikatan yang membuatnya begitu dekat dengannya.
Dia merasa bahwa wanita yang mendapat cintanya pasti adalah wanita yang
paling beruntung. Sesaat dia merasa seperti Xufen, wanita yang rela mati
deminya. Jieji yang melihatnya tersenyum segera meledeknya.
"Kenapa" Emang enak sekali ya digendong" Seperti waktu anak-anak kamu
digendong oleh orang tuamu kan?"
"Tidak, kamu ini agak kasar. Apakah kamu menggendong setiap wanita dengan
cara begitu?" tanyanya.
"Tentu tidak. Hanya untukmu aku berlaku kasar." kata Jieji kembali.
"Wah, kok begitu sih" Kamu ini jahat.... "
"Tidak, untuk ini saya cuma bercanda,"kata Jieji sambil melihatnya dalam-dalam.
Yunying yang melihat begitu menjadi salah tingkah.
"Maafkan aku... Tidak seharusnya aku membiarkan kamu bertarung melawan si
Yue , sehingga membuatmu terluka dalam. Aku yang salah, setelah kamu
sembuh nantinya mintalah sesuatu hal kepadaku. Meski harus menerjang badai
dan api, aku akan melakukannya untukmu." Kata Jieji kemudian.
"Kamu betul baik...." kata Yunying kemudian seraya menutup matanya sambil tersenyum manis.
Di Wisma Oda...
Jindu dan Xieling sudah ada disana. Mereka sedang menunggu pulangnya Jieji.
Mereka berpikir mungkin Jieji dan Yunying keasikan bermain di luar dan belum
pulang. Tetapi saat melihat Jieji yang menggendong Yunying, mereka terkejut. Dengan
segera Jieji membimbingnya ke kamar untuk beristirahat.
"Kak, apa hal yang terjadi?" tanya Wei JinDu.
Jieji menceritakan semua hal kepada adik ke 3 nya dan nona Xieling.
"Kalau begitu kita harus bersiap-siap dalam sebulan ini."
"Betul, saya rasa kali ini akan timbul masalah besar. Semua ini terjadi karena aku." kata Jieji.
"Tidak, kakak tidak boleh berbicara seperti itu. Kakak hebat.. Masih sanggup meredam emosi dan tidak membunuh. Ini adalah salah satu kebesaran hati
kakak." kata JinDu seraya membungkuk memberi hormat.
"Dik, mungkin kali ini kita tidak bisa hidup dengan benar-benar tenang. Pelayan keluarga Oda semuanya juga termasuk pesilat. Sepertinya kali ini kita harus
bertarung benar-benar. Karena tidak lama lagi pasti Yue Fuyan akan menuntut
balas anaknya."
"Yang sanggup menghentikan Yue Fuyan cuma seorang. Maksudku tentu bukan
dengan cara kasar." Kata Wei.
"Betul, cuma kakak pertama yang sanggup melakukannya." kata Jieji kemudian.
Pertama-tama Jieji tidak turun tangan waktu melawan Yue Liangxu, ini karena dia merasa Yunying sudah sanggup mengatasi pemuda sombong itu. Namun tanpa
disangka, Liangxu menggunakan cara licik dan memaksanya untuk bertarung.
Pedang Es Rembulan pernah dipakainya sekali, tentu ini akan membawa
masalah yang lumayan besar baginya.
Perkiraan mereka berdua memang benar adanya.
Tidak berapa lama semenjak Liangxu di punahkan kungfunya oleh Jieji.
Terdengar kabar bahwa di pelabuhan tampak banyak sekali pesilat yang datang.
Jieji sebelumnya telah memindahkan Wisma Oda. Dia membangun rumah yang
lebih kecil dekat pelabuhan. Disana dia bisa melihat gerak-gerik orang yang
menuju pelabuhan. Tentu tujuan lainnya adalah melindungi makam Xufen.
Makam Xufen terletak di sebelah selatan Wisma. Jika para pesilat itu datang,
tentu makam Xufen-lah yang harus dilewatinya sebelum sampai ke wisma Oda.
"Sepertinya pertempuran akan dimulai." Kata Wei Jindu.
"Betul. Tetapi sampai sekarang kakak pertama belum balik." Kata Jieji.
Para pesilat memang telah sampai di pelabuhan. Yang datang disana sekitar 30
orang. Tentu yang memimpin pesilat kali ini adalah Yue Fuyan. Disampingnya
adalah pengawal sepasang pedang kembar. Selain itu, Yan Jiao si kamus kungfu
juga datang. Setelah mengetahui satu-satunya putera kesayangan telah punah kungfunya.
Betapa marahnya Yue Fuyan. Dia berniat untuk membalaskan dendam
puteranya itu. " Beberapa Li dari sini adalah gunung Fuji. Pemuda itu nampak di sebelah barat gunung Fuji, yaitu Danau Saiko. Selain itu tuan muda mengatakan bahwa orang
itu berasal dari keluarga Oda." kata pengawal Yue.
"Kalau begitu kita segera kesana." kata Yue.
Baru berjalan beberapa Li, Yue berpapasan dengan seorang tua yang aneh,
orang ini sengaja menghalangi jalan para pesilat. Rambut pria ini putih semua.
Dia memegang tongkat yang lumayan panjang.
"Siapa tuan" Apa maksud anda menghalangi perjalanan kami?" tanya Yue.
"Kamu ini keparat. Beraninya kau mengacau disini Yue Fuyan. Ketua dunia
persilatan" Kurasa nama itu sangat cocok untuk nama anjingku." Kata orang tua ini dengan sangat kasar.
Yue berusaha menenangkan dirinya.
"Aku tidak kenal padamu. Kenapa kamu begitu tidak sopan?" tanya Yue.
"Tidak kenal" Iya, betul. Kau memang tidak kenal padaku. Tetapi apa yang kau lakukan 31 tahun yang lalu aku tahu dengan pasti." kata Orang tua ini kembali.
Betapa marah dan gusarnya Yue mendengar kata-kata pria tua itu. Dia ingat
dengan teliti, bagaimana dia menipu gurunya untuk mendapatkan Kitab Tapak
penghancur jagad sehingga namanya termahsyur. Dan parahnya dia mengklaim
bahwa kungfu itu adalah ciptaannya.
Seperti ayah maka begitulah anak, rupanya keduanya adalah orang licik luar
biasa. Tanpa memberinya kesempatan untuk berbicara lebih lama, Yue segera
menyerangnya. Yue sangat yakin, jika orang ini dibunuh maka namanya pasti tidak akan
tercemar selamanya.
Jurus yang dikeluarkan Yue adalah tapak penghancur jagad. Namun jika
dibandingkan dengan Yue Liangxu, Jurus Yue Fuyan lebih dahsyat dan
mematikan. Tenaganya bahkan 2 kali lipat lebih dahsyat dari anaknya.
Si tua sangat gesit, setiap jurus mampu dihindarinya. Dengan tongkat, sesekali
dia membalas serangan lawannya. Setelah bertarung 20 jurus lebih, keadaan
tampak seimbang. Dengan segera Yue merapal jurus baru. Inilah jurus tapak nya
yang ke 5. Desiran angin terasa menusuk dan mengoyak. Pohon bambu disekitarnya
tercabik di batang. Si tua sepertinya kalah angin.
Apa yang diperbuat Yue jelas dilihat oleh 4 orang di atas bukit yang lumayan
tinggi. "Gawat, si tua itu dalam bahaya." kata pemuda yang tak lain adalah Wei Jindu.
"Tidak, kita tunggu sebentar dulu." Kata Jieji.
Si tua yang sedari tadi menahan hawa tenaga dalam segera menghancurkan
Seruling Gading 12 Pendekar Riang Karya Khu Lung Keris Pusaka Dan Kuda Iblis 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama