Ceritasilat Novel Online

Pahlawan Harapan 11

Pahlawan Harapan Karya Tang Fei Bagian 11


mana Wan Djin Liong berada, terkecuali itu pintu angin
yang membawa udara segar tertutup secara otomatis.
Perbuatan tolol yang dilakukan mi mengakibatkan
mencelakakan dirinya sendiri.
Tersebab tiada hawa segar di dalam ruangan ini,
membuat Djin Liong dapat melayani Tong Leng seratus
jurus lebih Demikianlah mereka bertarung dengan serunya,
diselingi waktu istirahat untuk menyedot hawa dan
mengatur napasnya yang sesak, sampai datangnya Wan
Thian Hong. Djin Liong menjadi girang sekali melihat kedatangan
sang adik. demikian pula dengan Tnian Hong tidak
terkecuali. Mereka tidak bisa saling rangkul untuk
menuturkan kisahnya selama berpisah,hanya matanya saja
saling pandang. Sedangkan hal inipun tidak dapat dilakukan
566 lama lama karena musuh masih berada di depan mata. Tapi
dari pandangan sang kakak Thian Hong merasakan sesuatu
di dalam hatinya dan ia mengetahui bahwa sang kakak
mempunyai sesuatu rencana untuk menghadapi musuh.
"Kakakku pasti menyuruh aku bergiliran menghadapi
sang Hweesio agar musuh ini dapat dibikin mati kelelahan.
Dengan begini biar bagaimana tinggi ilmunya pasti tidak
dapat menghindarkan diri dari kekalahan di tangan kami
kakak beradik." Thian Hong kembali memandang sang
kakak sesudah berpikir. Tiba tiba ia melihat Djin Liong
menyedot hawa panjang dan berdiri secara mendadak,
sedangkan pedangnya sudah terhunus, dengan jurus
Hong Tjui Liu Tung (angin berkesiur daun Liu goyang)
kakinya maju dua langkah menyerang. Serangannya ini
seperti ke kanan dan kiri. seperti betul dan pura-pura.
membabat ke pundak lawan. Tong Leng tidak tinggal diam
dengan tongkatnya yang berat ditangkisnya pedang lawan,
sehingga bentrokan nyaring yang berbunyi 'Trang' kembali
terdengar di dalam,gelap. Tangkisan dari sang Hweesio
rupanya cukup hebat, Djin Liong, kena dibikin mundur
sebanyak dua langkah dan jatuh numpra di atas lantai
tanpa berdaya. Sedangkan Tong Leng sendiri tidak
terhindar dari mundur sebanyak satu langkah.
"Saat inilah waktunya yang paling tepat untukku maju!"
Pikir Thian Hong. Ia belum berapa lama masuk ke dalam
kamar yang engap ini, kalau dibanding dengan yang lain
kesegarannya masih menang banyak. Dengan cepat
tubuhnya mencelat mendekat musuh sambil mengirimkan
serangan yang bernama Tong Tju Pai Hud ( sang bocah
bersujud kepada Budha) mengarah kepada teenggorokan
sang lawan. Tong Leng yang masih empas empis disebabkan
mengeluarkan tenaga sangat besar untuk menangkis
serangan Djin Liong saat ini masih belum dapat mengatur
pernapasannya yang menggcos, kala matanva melihat
serangan datang, kakinya segera mau digeser ke samping
567 selanjutnya meloncat ke belakang musuh dan mengirim
suatu serangan dahsyat yang dapat sekali pukul
merobohkan lawan. Hatinya mempunyai niat dan rencana
demikian indah, sayang napasnya sangat sesak, sehingga
kaki tangannya tidak dapat dikerahkan secara bebas.
Sedangkan sinar pedang dari lawannya sudah hampir
sampai di tenggorokan. ia masih mengawasi saja dengan
matanya yang melotot.
Biar bagaimana Thian Hongpun sudah lelah, karena itu
gerakannyapun tidak segesit dan seindah seperti dulu,
Kalau tidak tenggorokan sang Hweesio pasti sudah
berlubang dibuatnya. Saat ini dilihatnya sang Hweesio diam
terlongong longong sedikit pun tidak bergerak, hatinya
menjadi girang, tenaganya ditambah dengan cepat, tapi
baru saja akan sampai mengenai sasaran.Tong Leng sudah
mundur selangkah.
Tubuhnya yang besar jatuh nyengele seperti nangka
busuk tetiup angin. Kiranya kejatuhannya ini diakibatkan
kelewat lemas Sekali jatuh ini membuat sang Hweesio tidak
bisa bangun lekas Jekas. Wan Tuian Hong menyedot hawa
sambil berpegangan pada dinding kapal, sedangkan Wan
Djin Liong saat ini sudah bangun kembali, ujung pedangnya
.diarahkan ke pada Tong Leng, setindak demi setindak
kakinya maju mendekat untuk mengakhiri kisah sang
lawan. Tong Leng memaksakan diri mengangkat tongkatnya
dan memukulkannya ke samping. Baka n kepada Wan Djin
Liong melainkan kepada kaca yang berada di istana air.
Kaca itu tidak kuat menerima gempuran itu, segera pecah
berantakan. Air danau segera menyembur masuk dengan
membawa hawa segar yang sangat sejuk, ketiga orang
yang engah kehabisan udara segar segera membuka alat
napasnya sebesar besarnya, sehingga masing masing
terbangun kembali semangatnya. Tapi dengan hilangnya
bahaya dari sesak napas. bahaya air segera'mengancam!
Sebab istana air ini berada di daiam kapal. Dalam waktu
setengah jam saja sudah cukup membuat seluruh dari
istana air kemasukan air. Tong Leng sudah tahu bahwa
dirinya berada di bawah angin dan tidak ungkulan lagi untuk
568 merebut kemenangan, sebab inilah ia memecahkan kaca
dan membiarkan air masuk, hal ini dilakukan dengan
harapan bisa mengubah kekalahan menjadi kemenangan,
atau sedikit dikitnya bisa mati bersama dengan musuhmusuhnya. Akan nasib dari dua saudara Wan belum dapat
ditentukan, yang nyata kerugian terang berada di pihak
Tong Leng. Sesudah dua saudara Wan segar lagi tenaga
bergabung mereka menjadi normal dan sukar ditandingi lagi
oleh lawannya, Djin Liong tidak membuang waktu lama
lama, tubuhnya segera menerjang hebatnya seperti
harimau lepas dari kerangkeng. Pedangnya bersinar sinar
mengarah dada lawannya dan siap untuk ditubleskan!
Tong Leng pun menjadi segar kembali sesudah
menghirup hawa yang segar. Tapi tongkatnya yang
dihajarkan pada kaca tidak dapat dengan segera ditarik
kembali, untuk menghindarkan serangan tubuhnya segera
mengegos sedikit, malang baginya sang lawan tidak
menusuk bagian tengah dadanya melainkan agak ke
samping. Tong Leng menseluarkan bunyi 'ah", dari
tenggorokannya, sedangkan napasnya semakin memburu.
Djin Long mencabut pedangnya, tapi sudah tiada kekuatan
untuk mengirimkan tusukan yang kedua. Wan Thian Hong
siap melancarkan serangan untuk menggantikan kedudukan
sang kakak, ia menghentikan usahanya tatkala terlihat ong
Leng bergelimpangan sambil meraba raba sekujur badannya
dengan kedua lengannya, entah apa yang sedang dicari
tidak diketahuinya,. Thian Hong diam tidak bergerak sambil
mengawasi terus apa yang sedang diperbuatnya.
Tong Leng berhasil merogo ke luar semacam benda
berbentuk segi panjang dari dalam sakunya. Matanya yang
mendelik mengawasi kedua lawannya, sedangkan sebuah
dari lengannya menekap dadanya yang luka, tongkatnya
dibuang ke samping dengan begitu saja. agaknya ia tak
memerlukan lagi. Menampak gerak gerik yang luar biasa
dari musuhnya dua saudara Wan bersiaga terlebih hati hati
lagi. Hweesio gemuk menuju pada kaca yang dipecahkan
tadi, kemudian dengan cepat benda persegi yang
569 dipegangnya dilemparkan ke luar. Air yang mancur ke
dalam ruangan mempunyai tenaga yang maha hebat, tapi
Tong Leng berhasil melemparkan benda itu ke luar.
menunjukkan bahwa tenaganya masih kuat sekali.
"Hertikani" seru Thian Hong mencegah tapi sudah
terlambat. Dua saudara Wan menjadi sadar secara
berbareng : "Benda kecil itu, pasti mengandung rahasia
yang maha besar, tak heran sampai mau matinya Tong
Leng masih tetap berusaha untuk membuangnya."
"Hai, Hweesio durhaka! Benda apa yang kau buang?"
seru Djin Liong dengan kasar. Torg Leng diam tidak
menjawab. Sehingga membuat Dj,m Liong membentak lagi
: "Lekas katakan! Kalau tidak pedang ini akan
membereskannya!" Belum suara Djiu Liong hilang terbawa
arus udara, jeritan Thian Hong yang melengking tajam
sudah Terdengar: "Koko! Awas!" Kiranya ia melihat di
dalam diamnya Tong Leng sebenarnya tidak diam,
melainkan tengah memusatkan seluruh perhatiannya serta
semangatnya, untuk melakukan serangan terakhir. Djin
Liong mengerti apa yang dimaksud oleh adiknya, dengan
cepat kakinya mundur dua langkah ke belakang.
Sementara itu, air danau sudah masuk ke dalam ruangan
Istana Air setinggi lutut, dapat dikatakan pintu untuk
menyelamatkan diri tidak ada sama sekali. Agaknya
kematian dari tiga manusia yang tengah bertarung ini sudah
berada di ambang pintu. Tong Leng menjulurkan ke dua
lengannya yang panjang, siap menyerang ke depan. Akan
mukanya kini sudah menjadi 'pucat lesi. luka di dadanya
mencucurkan terus darahnya yang merah segar, agaknya ia
menderita sekali. Selasjutnya ia menjadi limbung,
lengannya yang siap dipakai menyerang terpaksa ditarik
kembali untuk menekap lukanya secara erat. kelopak
matanya menjadi meram. tubuhnya yang besar tidak dapat
dipertahankan lagi. segera jatuh terjungkal, ke dalam air.
"Plung" terdengar bunyi jatuhnya, air memercit ke empat penjuru.
570 Dua saudara Wan dapat bernapas secara lega dengan
kematian lawannya yang kuat itu. Saat ini Thian Hong
merasakan aliran darahnya sangat kuat sekali, ia berter'ak;
"Koko, kita harus lekas melarikan diri!" Ia mengira
suaranya ini keras sekali, tapi sesudah didengar tidak lebih
tidak kurang seperti orang berbisik di dalam udara terbuka
AkiDatnya ia merasakan dadanya sesak, karena di dalam
ruangan air sudah semakin banyak, sehingga membuat
sukar bernapas:
Djin Liong menunjuk pada kaca yang pecah: "Sayang
kita tidak dapat berenang, kalau tidak hal melarikan diri
tidak menjadi soal lagi."
Dua saudara saling pandang dengan putus asa. Mereka
terdiam, sedangkan air mengalir terus. Dalam keadaan
yang sangat keritis. Thian Hong dapat berpikir secara tibatiba: "Air semakin banyak, kami bisa merapung naik ke atas
dan dapat membuka pintu rahasia di atas." Pikirannya ini
diutarakan kepada kakaknya.
"Tapi kau harus tahu, hal ini dapat dilakukan kalau kita
bisa berenang. Untuk kita mana dapat melakukannya?" kata
Djin Liong secara lemas.
Thian Hong menarik nepas sambil berkata
"Sayang kita tidak dapat berenang."
Dua saudara Wan memandang terus air yang kian lama
kian membanyak, hatinya tidak mengira bakal menemui
ajal di tempat ini, Tbian Hong ingat betul bagaimana gerak
gerik yang aneh dari Tong Leng .di saat matinya dan
beiusaha melemparkan benda persegi ke dasar danau. Ia
berpikir; "Sebelum mati aku harus berusaha meninggalkan
sesuatu petunjuk pada Kie Sau Pepe." Dengan cepat
bajunya disobek menjadi beberapa bagian, kemudian
jarinya digigit sampai berdarah dan dituliskannya pada kain
itu beberapa huruf yang berbunyi. "Tong Leng Hweesio
disaat matinya melemparkan benda persegi ke dasar danau,
hal ini pasti mengandung rahasia yang maha besar, harap
diusahakan untuk menyelam dan mengambilnya." Baru saja
571 ia selesai menulis, di atasan kepalanya terdengar bunyi
yang sangat gaduh sekali. DjinLiong memusatkan
perhatiannya untuk mendengari suara ribut ribut itu. Tanpa
terasa dua saudara ini menunjukkan perasaan kaget
bercampur girang dimasing-masing wajahnya. Kagetnya,
takut musuh musuh datang untuk menawannya, yang
membuatnya girang adalah kawan-kawannya sudah
menang dan mencari mereka Demikianlah mereka sambil
mendengari sambil menduga duga. Tapi kegaduhan itu
tidak berjalan lama. sesaat kemudian sudah kembali
menjadi sunyi kembali.
Dengan wajah berseri-seri Djin Long memandang pada
adiknya, agaknya ia mempunyai sesuatu pendapat yang
baik sekali. Mulutnya yang mengeluarkan senyuman
terbuka mengeluarkan kata-kata: "Moy tju, naiklah lekas ke
atas bahuku! Kita bisa mati satu tapi hidup satu sudah
cukup dari baik jika dibanding harus mati bersama!"
"Aku saja yang berada di sebelah bawah," pinta Thian
Hong secara sungguh sungguh, "lekaslah kau naik di
bahuku." "Jangan banyak ceritera lagi," lata Djin Liong dengan gagah, "lekas!"'
Tengah mereka ribut tidak mau mengalah, tiba tiba pintu
di atas mengeluarkan bunyi kreek dan terbuka.
Wan Djin Liong dongak memandang, tampak olehnya
seorang wanita tua yang mengubet kemalanya dengan kain
putih sedangkan kedua lengannya bersenjatakan sepasang
golok, dari pintu yang terbuka kepalanya melongok
kesebelah bawah Djin Liong tidak kenal pada Thio Sam Nio
dan tidak mengetahui peristiwa bangkitnya Pek Tau Peng
untuk menghancurkan Ong Hie Oag. Kini ia dalam keadaan
mati dan hidup, dengan lekas pedangnya diacungkan ke
atas sambil membentak : "Siapa kau!" Dengan girang Thio Sam Nio menyerukan yang lain : "Lekas ke mari, mereda
dua saudara ada di sini!" sesaat kemudian banyak
bayangan orang berserabutan, orang pertama yang: datang
menyelidiki adalah Tja Sie Hong. demi Djin Liong dan Thian
Hong menampak saudara itu girangnya bukan buatan,
572 serentak mereka berseru girang: "Tju Sahko!" Sie Hong
melihat adik adiknya hampir terendam air. tanpa ayal lagi
tambangnya diulur turun: "Lekaslah naik!" Dengan
terbukanya pintu angin di atas udara di bawah menjadi
sempurna kembali, sehingga dua saudara Wan
kesegarannya pulih lagi seperti sediakala. Dengan Cepat
mereka memegang tambang, dan naik ke atas dengan
selamat. Misalkan pertolongan datang terlambat saat ini
mungkin dua saudara Wan sudah mati terbenam air. Kini


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka bergirang sekali bisa berkumpul dengan saudarasaudaranya. Tampak oleh mereka di ruang kapal berkumpul
sekalian saudara saudaranya. Hanya apa yang beda dengan
hari hari biasa, semua dari mereka berpakaian robek robek
dan berdarah, agaknya seperti baru melakukan pertarungan
besar. Kiranya waktu Thian Hong meninggalkan
rombongannya seorang diri untuk mencari kakaknya, Kie
Sau sudah membagi anak buahnya untuk menghadapi Thai
Ouw Tjap Go Sat, tengah mereka bertempur dengan
asyiknya, Tnio Sam Nio sudah mengatur barisannya untuk
mengurung musuh, di antara nelayan - nelayan itu tidak
kurang orang gagahnya, mereka serentak naik ke atas
perahu untuk membantu. Thai Ouw Tjap Go Sat sudah
melihat kekalahan di pihaknya, sehingga sudah tidak
mempunyai hati untuk melanjutkan pertarungan lagi. tak
heran mereka dapat dibinasakan atau kena dilukakan
secara mudah. Dari peristiwa inilah dapat dibayangkan
bahwa Tjap Go Sat itu hanya terkenal ramanya saja akan
kepandaian yang sesungguhnya tidaklah sehebat namanya.
Kini mereka sudah ludes semua, yang mati, mati, yang
hidup kena ditawan. Sesudah sekalian lawan dibereskan.
Thio Sam Nio tidak menemui bayangan dari Ong Hie Ong.
Dengan cepat salah seorang anak perahu besar
ditangkapnya untuk menjadi petunjuk rahasia perahu besar.
Dia itu nyatanya takut mati. dengan segera melakukan
tugasnya, demikianlah sekalian orang bisa sampai di istana
air dan dapat menolong dua saudara Wan.
Anak anak muda dengan cepat berkumpul menjadi satu
sambil menuturkan kisahnya atau jalannya pertempuran
tadi dengan asyiknya. Tiba tiba Thian Hong memotong
573 perkataan orang: "Saudara saudara sabar, ketahuilah di
dalam istana air masih terdapat seseorang!"
"Apakah ia Ong Hie Ong adanya?" tanya Thio Sam Nio
dengan cepat. "Bukan, seseorang yang di luar perkiraan sama sekali! Ia
adalah Tong Leng Hweesio!"
"Apa." kata Kie Sau tanpa terasa, karena ia merasa
kaget sekali. "Binatang itu sudah kami bereskan, tapi sewaktu mau
mati ia masih berusaha untuk melemparkan semacam
benda kecil berbentuk persegi ke dasar danau. Entah
mengandung rahasia besar macam apa pada benda itu?"
"Benarkah ada kejadian semacam ini! Benda itu
macamnya bagaimana?" tanya Thio Sam Nio sambil
melemparkan goloknya ke lantai perahu, sedangkan
lengannya segera menggulung lengan bajunya, matanya
yang tajam memandang pada danau tanpa berkedip kedip.
Pemimpin Pek Tau Peng ini adalah seorang yang bersifat
polos, apa yang dikatakan apa dikerjakan, sesudah
mendengar perkataan dari Thian Hong segera sedia, kini ia
berseru pada orang bawahannya: "Saudara saudara yang
dapat menyelam lekas lekas siap!" Saat itu pula muncul
beberapa orang Pek Tau Peng maju ke muka sambil
berkata: "Kami siap menantikan perintah!" Thio Sam Nio
membalikkan badan dan bertanya
"Benda macam bagaimana yang di lemparkan Tong Leng
ke dalam danau?"
Thian Hong dengan segera menerangkan lagi dengan
jelas, Sam Nio mengangguk-anggukkan kepalanya,
kemudian ia berkata pada Hoa Sm Kie Sau. "Kie Sau.
urusan di atas peiahu ini kuminta kau bereskan, aku ingin
menyelam ke dalam telaga, dalam waktu setengah jam
pasti aku kembali!" Tentu saja Kie Siu meluluskan
permintaannya. 574 Sam Nio memilih empat Pek Tau Peng untuk
menyertainya turun ke dalam telaga.
"Benda itu agaknya berat, pasti tidak lari. ke mana
mana. Marilah kiia turun ke sini" kata Sam Nio sambil
menunjuk air telaga yang berada di bawahnya. "Lumpur
telaga sangat banyak, benda yang berat dapat tertimbun,
karena itu sukar dicurinya, kuharap saudara saudara
berlaku terlebih hati hati!" tambah sang pemimpin.
Sedangkan tubuhnya segera terjun ke dalam telaga, di
susul suara 'plung. . . plung. . . plong* dari pengikutnya,
dalam waktu sekejap saja air telaga menjadi tenang
kembali, sedangkan orang yang selulup hilang tak
tertampak. Lima orang turun ke dasar danau untuk mencari benda
yang tidak kelihatan mereka menyelam demikian lamanya.
Sesaat sudah berlalu tampak kepala orang tim bui dari
permukaan air, sesudah menyedot hawa segar segera
selulup kembali Ke dalam air. Penyelam penyelam ini adalah
ahli semua, mereka timbul dalam waktu sepeembakaran
hio, sedangkan Tnio Sam Nio seperti tiada kabarnya,
sesudah menyelam demikian lamanya belum juga kelihatan
ia timbul, agaknya ilmu dalamnya sangat tinggi sekali,
sehingga tak perlu mengatakan pertukaran hawa. Semua
mata mengawasi ke permukaan air, mereka kesal tidak
mempunyai mata Tjian Lie Gan ( mata yang dapat melihat
seribu Lie dan menembus segala penghalang) untuk
menyaksikan orang yang menyelam di dasar air itu.
Sepembakaran batang hio kembali berlalu. Thio Sam Nio
baru kelihatan muncul dari permukaan air. Lengannya
mencekal semacam benda, sambil berteriak girang ia
membuka mulutnya: "Lihat! Apa ini!" Suara teriakannya
disambut oleh sekalian orang dengan sorakan yang riuh
rendah. Dengan cepat Sim Nio loncat ke atas perahu secara
ringan. Keempat penyelam Pek Tau Peng satu persatu
mengikuti naik, walaupun keempat orang ini tidak
mendapatkan benda yang dicari, tapi masing masing
575 lengannya berhasil mendapatkan benda benda lain yang
sangat indah dan menarik baiklah hal ini tidak perlu
dituturkan terus
"Inikah bendanya yang kau maksud?" tanya Thio Sam
Nio pada dua saudara Wan sesampainya di atas perahu.
"Benar," jawab dua saudara Wan secara serempak. Tnio
Sam Nio menyerahkan benda itu pada Hoa San Kie Sau
untuk diperiksa: "Kau mempunyai pengalaman yang banyak
sekali, periksalah benda ini sebenarnya apa, dan apa
gunanya." Sambil mundur Kie Sau menerima benda itu, kemudian
mengamat amatinya dengan teliti, benda itu panjangnya
enam senti, lebarnya tiga senti, tebalnya satu senti, hitam
mengkilap, tiada huruf atau sesuatu tanda yang didapat di
atasnya. Walaupun ia berpengalaman seumur hidupnya
belum pernah melihat benda semacam itu Ia tidak tahu dan
tak dapat menduga kegunaan dan benda itu. Hatinyaa
berpikir, bahwa benda itu dibuang oleh Tong Leng Hweesio
disaat matinya di ambang pintu, pasti mempunyai sematu
rahasia yang hebat, dalam seketika ia tak dapat
mengetahui, sebaiknya harus perlahan lahan memikirinya
karena nya ia berkata: "Timah ini untuk sementara jangan
kita pikirkan, sebaiknya marilah kita bereskan terlebih
danulu urusan di Thai Ouw ini."
"Bener," kata Sam Nio paling dahulu. Saat itu pulalah ia mengeluarkan perintah, untuk menghitung sekalian
kerugian yang di derita serta mengatur lagi barisannya.
Walau pun kaum Pek Tau Peng ada yang luka dan gugur
serta kehilangan beberapa perahu keciL alhasil tetap
memperoleh kemenangan yang sangat besar. Sedangkan
pihak musuh dapat dikatakan hampir dihancurkan sama
sekali kekuatannya, sedangkan Thai Ouw Tjap Go Sat kalau
tidak mati. pasti tertawan kaum Pek Tau Peng. Sedangkan
Ong Hie Ong tidak kelihatan mata hidungnya berbalik Tong
Leng menjadi gantinya. hal ini membuat mereka bingung
dan tidak habis mengerti Sesudah sekalian diatur beres Thio
Sam Nio memerintahkan sekalian tentaranya kembali ke
576 masing masing tempatnya secara diam-diam, dan
malakukan pekerjaan mereka sebagai nelayan seperti
sediakala, sehingga dalam pandangan orang luar peristiwa
kebangkitan kaum Pek Tau Peng tidak diketahui dan seperti
belum pernah terjadi saja. Selanjutnya Sam Nio
memerintahkan untuk membakar perahu Ong Hie Ong.
Mereka melakukan hal ini karena memastikan bahwa
gembong Tnai Ouw tidak terdapat di situ, dan pasti akan
datang kembali membawa bala bantuan untuk mengadakan
suatu pembalasan, kalau tidak demikian pasti sukar
dihadapinya. Karena memikir demikianlah cara ini
dipergunakan yakni untuk sementara sekalian orang harus
berpencar. Untuk mengumpul lagi orang orang yang satu
tujuan dan cita cita tidak terlalu sukar, Sam Nio bertanya
pada Kie Sau bagaimana tentang caranya ini baik atau
tidak.. Dengan jujur Kie Sau memuji dan membenarkan
siasat yang dipergunakan.
Thai Ouw Tjap Go Sat adalah musuh-musuh dan sekalian
nelayan nelayan, sebelum Sam Nio membubarkan bala
tentaranya terlebih dahulu mereka diadili, karena dosa
mereka terlampau banyak tentu saja seketika dibunuh mati
arau dihukum picis sampai mati kemudian mayatnya
dilempaikan ke dalam danau sebagai umpan iKan, demikian
pula dengan tubuh Tong Leng tidak terkecuali. Sekalian dari
kaum nelayan merasa girang dan puas. mereka enggan
untuk segera meninggalkan pemimpinnya yang disayangi
dan dicintai itu, sampai jauh malam barulah mereka
kembali ke tempatnya secara sembunyi sembunyi.
Mereka melakukan pertarungan satu hari satu malam,
yakni dari malam ketemu malam lagi, sehingga masing
masing merasakan sangat lelah. Tiipi untuk Thio Sam Nio
tetap saja dalam keadaan bersemangat, sesudab ia beres
mengatur segalanya, baru datang kembali berkumpul
dengan Kie Sau untuk menghancurkan Ong Hie Ong juga
untuk mencari di mana rimbanya Louw Eng. Nyata Louw
Eng tiada beiada di dalam perahu, karenanya harus mencari
tempat lain. 577 Mendengar ini Thio Sam Nio tidik bisa menahan lama
lama. hanya meminta kepada sekalian tamunya untuk
bermain main beberapa hari di Thai Ouw menikmati
pemandangannya yang terkena! indah Sudah menjadi
kebiasaan kaum pendekar di dunia Kang ouw. pertemuan
yang sekejap bisa menjadikan teman sejati, tak heran
sekalian anak muda meajadi enggan dan merasa berat
untuk berpisah, sesudah semuanya memutuskan bahwa
tiga hari kemudian baru berangkat, dapatlah mereka tidur
dengan nyenyak pada malam itu . Malam sunyi mendatang,
tiada suara mau pun angin yang menderu, agaknya orang
orang pun sudah demikian letih dan terbenam dalam alunan
irama malam yang menyenyakkan sekali, sebaliknya
dengan Tjiu Piau malam ini ia tak dapat tidur. Otaknya
berpikir : "Sarang Ong Hie Ong yang demikian besar dalam waktu
sebentar saja dapat disapu bersih dari permukaan bumi!
Sungguh suatu hasil yang luar biasa, tak salah kalau
pepatah mengatakan bersatu teguh bercerai runtuh.
Kemudian otaknya mulai memikirkan lagi pada benda kecil
yang didapatnyn itu. ia menduga dan memikir terus sampai
tak dapat tidur. Tadi siang sesudah Kie Suu memeriksa
tanpa hasil atas benda itu, lantas diberikan kepada Tju
Hong kemudian kepada yang lain, dan yang terakhir adalah
Tjiu Piau yang memegangnya, kini benda itu tak lepas dari
tangannya sambil dibakai main. Hatinya kembali berpikir;
"Kenapa Tong Leng mementingkan sekali benda ini" Kenapa
sampai mau matinya Hweesio itu masih berusaha untuk
melemparkannya ke dalam danau?" Ia berpikir den berpikir
terus sambil mengusap usapnya benda itu.. Kantuknya
mendatang, benda yang berada di dalam tangannya terasa
semokin lama semakin berat, ia kuatir begitu matanya
merana, benda itu bisa terlepas dari tangannya, buru buru
dicekal sekenyang kenyangnya, sedangkan semangatnya
kembali terbangun secara mendadak, ia berpikir untuk
menyimpannya dahulu benda itu baru tidur. Tapi secara tiba
tiba otaknya mendapatkan sesuatu perasaan, ia heran
kenapa benda yang terbuat dan timah itu agak berat.
578 Kita harus mengetahui, setiap ahli senjata rahasia, dapat
menimbang beratnya logam, hal ini terjadi karena
kebiasaan yang bertahun-tahun. Tjiu Piau masih muda.
pengalamannyapun tidak berapa banyak, tapi biar
bagaimana ia toh seorang ahli dalam senjata rahasia,
karenanya tak perlu heran ia mempunyai kepandaian untuk
membedakan beratnya logam. Begitu ia mengingat
pendapatnya ini kegirangannyapun timbul secara
mendadak, sedangkan kantuknya hilang pada waktu itu
juga. Timah persegi itu di timbang timbangnya bulak balik
di kedua lengannya secara bergantian. Akhirnya ia
merasakan bahwa benda kecil ini memang agak lebih berat
dari pada timah biasa.
Ia berdiri dengan bengong di ujung perahu, otaknya
kembali berpikir; ,"Heran, kenapa benda ini bisa lebih berat dari pada timah biasa" Kalau ia lebih ringan, mudah saja
ditebaknya, yakni pasti dalamnya kosong dan dipergunakan
untuk menyimpan sesuatu benda lain. Tapi sebaliknya
kenapa lebih berat?" Hatinya berpikir terus, sedangkan
mulutnya tak henti - hentinya berkata:
"Kenapa lebih berat" Kenapa lebih berat?"
Tiba tiba. sebuah batu kecil melayang melalui kepalanya
dan jatuh ke air di depan mukanya, segera terlihat riak
mengalun bulat ke empat penjuru susul menyusul. Tjiu Piau
tengah berkecamuk dengan hal timah persegi, sehingga
tidak merasakan sesuatu gerakan yang terjadi di
sekelilingnya. Sedangkan orang yang melempar batu sudah
tidak sabaran lagi menunggu reaksinya, segera maju
melangkah, perlahan lahan lengannya mengusap usap bahu
orang, dengan lemah lembut ia berkata : "Piau Koko. kau
kenapa" Malam demikian larut belum juga tidur, apa
gerangan yang menyebabkan?"


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendengar suara ini. Tjiu Piau sudah tahu bahwa Gwat
Hee yang datang Ia menoleh dan menatap wajah sang
gadis, sepasang mata bentrok, mereka tersenyum.
'Kamu mendiri kenapa belum tidur?" tanya Tjiu Piau.
579 "Aku sudah tertidur sekian lamanya. tiba tiba aku terjaga
secara mendadak demi mataku terbuka kulihat kau masih
termenung menung terhadap air telaga. Dalam heranku aku
datang menemui kau katakanlah sebenarnya kau tengah
merenungkan hal apa?"
"Aku menpunyai suatu hal yang tak mau lepas dari alam
pikiranku, sehingga tak dapat tidur!" jawab Tjiu Piau sambil memberikan timah persegi pada sang gadis,
"timah itu lebih berat dari pada timah biasa. Aku heran
kenapa bisa begini" Mungkinkah di sini letaknya rahasia
itu?" Gwat Hee memutarkan matanya, seolah olah ada
sesuatu pendapat di dalam hatinya, ia berkata:
"Piau Koko, jawablah pertanyaan ku."
"Katakanlah lekas!"
"Kalau emas timbangannya apakah lebih berat dari timah
atau tidak?"
"Betul," jawab Tjiu Piau kegirangan, "benda ini adalah emas yang dilapis timah!"
"Rahasia itu pasti terletak di situ. Esok kita cari dapur
untuk melumerkan timah itu, dengan cara ini kita dapat
melihat emas yang terdapat di dalamnya bukan?" '
"Benar," kata Tjiu Piau dengan girang, "timah pasti lumer, sedangkan emas tidak" Demikianlah kedua anak
muda ini menjadi girang sekali. Suatu hal yang menjadi
teka teki sudah diketahui kuncinya hati mereka menjadi
terbuka dan tak perlu memikirkan terlebih lanjut akan hal
timah persegi itu.
Mereka berpandangan lagi dengan girang, sementara itu
angin malam mengusap usap mereka. Cakrawala yang
berbintang tak terhitung menaungi mereka yang tengah
terapung apung di atas perahu dengan asyiknya,tak
ubahnya seperti seorang ibu yang suci tengah menina
bobokan bayinya yang di cintai. Tjiu Piau merasakan sudah
580 lama sekali tidak memasang omong dengan sang pacar,
semata mata disebabkan hal membalas dendam dan
melatih diri memperdalam ilmu, sehingga soal pribadi agak
terkesampingkan.
Tatkala sibuk ia tak merasakan rindu atau kangen, tapi
begitu ketemu dan memikir dengan otaknya, hatinya
merasa menyesal dan merasa terlalu tidak memperhatikan
gadisnya. Hatinya penuh diliputi api asmara yang menyala
nyala. otaknya berputar mencari kata yang sedap untuk
memulai pembicaraan. tapi semua menjadi batal, karena ia
tak tahu harus bagaimana memulai membuka pokok
pembicaraan. Kepalanya memandang ke atas langit, seolah
olah mencari ilham, tanpa terasa lidahnya bergoyang juga.
"Ribuan bintang menghias di angkasa yang luas, kalau aku
menyuruh kau mencarinya sesuatu bintang dapatkah kau
mencarinya!" Ia dapat berkata demikian karena siang
malam hari selalu mengingat untuk mencari Louw Eng yang
tiada diketahui rimbanya, tak heran tanpa terasa ia dapat
menyebutkan kalimat itn, Sebaliknya kalimat itu untuk
pendengaran Gwat Hee lain bunyinya dan terasa sedap
sekali, dengan girang ia menjawab. "Kau lihat bintang apa
itu namanya?"
Tjiu Piau memandangkan matanya pada bincang yang
ditunjuk, sambil menggoyang kepala ia berkata. "Aku
terhadap ilmu perbintangan sama sekali tidak mengetahui
dari mana kutahu akan namanya!"
"itulah bintang Gu Lang, sekali cari lantas dapat
kutemukan!"
"Oh," kata Tjiu Piau. "mana bintang Tjek Lie?"
"Pasti bintang Tjek Lie tidak berjauhan dengan bintang
Gu Lang!" "Di mana" Di mana?" kata Tjiu Piau sambil dongak
mencari cari. Melihat laga tolol tololan dari kawannya, Gwat Hee tak
kuasa untuk tertawa: "Tak periu sibuk, nantikan saja pada
581 bulan tujuh tanggal tujuh mereka pasti akan berkumpul
menjadi satu."
Malam yang indah terasa pendek dalam Suasana roman
yang harmonis untuk kedua hati. muda mudi ini. Suara dan
tawa mereka hanya didengar air telaga, demikianlah tanpa
terasa lagi fajar sudah menyingsing dengan tergopoh gopoh
mereka lari ke biliknya masing masing untuk tidur. Dalam
waktu sekejap saja mereka sudah menjadi nyenyak.
Sementara itu yang lain sudah bangun dan bercakap cakap
tanpa henti hentinya disela suara gelak tertawanya yang
kegirangan. Kie Sau lekas lekas mencari Tjiu Piau untuk
menayakan soal timah persegi, sesudah dicari cari barulah
di ketahui bahwa muridnya itu masih tidur. Sang guru yang
baik hati tidak mau mengganggu muridnya yang tengah
tidur, hatinya berpikir: "Mungkin anak ini terlalu letih
sehingga tertidur sampai lupa daratan."
Sesudah agak siang matahari memancarkan sinarnya
yang panas, Tjiu Piau baru bangun dari tidurnya, ia
melangkah untuk berkumpul sekalian uatuk makan nasi. ia
melihat Gwat Hee sudah ada di situ. waktu ia memandang
pada sang gadis. Gwat Hee membuang muka sambil
tertawa kecil sedangkan mukanya menjadi merah.
Kie Sau adalah seorang yang sudah berpengalaman,
begitu melihat wajah dan mata Tjiu Piau ia tahu bahwa
muridnya ini tidak tidur tadi malam. Dengan cepat ia
berkata: "Apa yang kau lakukan, sampai tidak tidur
semalam suntuk."
Dengan gugup Tjiu Piau membuka mulutnya, belum
suaranya ke luar Gwat Hee sudah mendahului berkata:
"Piau Suko memikirkan hal timah persegi itu sehingga
tidak dapat tidur!" Gwat Hee mengetahui bahwa Tjiu Piau
seorang yang jujur, ia takut segala apapun akan
diceriterakan kepada gurunya tak heran ia mendahului
membuka mulut. "Oi." kata Kie Sau sambil tertawa, "adakah sesuatu yang kau ketemukan pada benda itu?"
582 "Ada," kata Tjiu Piau sambil menuturkan enemuannya
itu. Sesudah Kie Sau dan Thio Sam Nio berunding, mereka
segera mencari dapur yang besar, timah persegi itu
dibakarnya segera. Sesaat sesudah api padam mereka
menemukan sepotong emas dari dalam abu api. agaknya
timah pembungkus sudah menjadi lumer. Kie Sau
mengambil dan menggosok gosok sampai bersih, kemudian
memeriksa iya. ia terdiam sebentar sesudah membaca
habis. Kepalanya diangguk anggukkan dan berkata.
"Kiranya Louw Piau mengirimkan kabar rahasia dengan
demikian baiknya, mungkin hal ini sangat hebat untuk
mereka, tapi aku merasa heran apa yang dimaksud dengan
musuh mereka entah siapa aku tidak tahu. .. "Kata katanya
tidak selesai diucapkan, tim ah itu diasongkan kepada yang
lain untuk dilihat secara bergiliran.
Kiranya di atas potongan emas itu terdapat beberapa
huruf yang tertulis dengan indah dan tegas terbaca,
nyatanya buah kalam seorang berilmu dalam yang tinggi.
Surat itu berbunyi.
Dalam tiga bulan diminta berkumpul di Pen San. untuk
menghadapi musuh dengan Kiu Sie Tin (semacam barisan
untuk berkelahi). Lawan sangat tangguh sekali dan bukan
menjadi lawan dari seorang seperti kami, kalau tidak
bersama-sama dihadapi, bencana besar pasti terjadi. Berita
lebih lengkap akan disampaikan secara lisan.
LOUW. BOK Kata terakhir yang berbunyi "Lauw' semua mengetahui
yakni singkatan dari Louw Tiau, sedangkan kata Bok'
singkatan dari Bok Tiat Djin. Sedangkan tempat yang di
tunjuk untuk berkumpul sudah terang sarang dari Bok Tiat
Djin. Sedangkan kata kata lain seperti Kiu Sie Tin itu apa"
Siapa yang dimaksud dengan lawan tangguh, bukan saja
sekalian anak muda tidak tahu, sampai Tju Hong sendiri
tidak mengetahui barang sedikit. Ya hal ini tidak perlu
disalahkan karena orang fua ini sesudah berdiam hampir
583 duapuluh tahun didalam jurang menjadi kurang sekali
pendengaran dan pengetahuannya di dunia Kang ouw
Hanya Kie Sau mengetahui apa yang di maksud dengan
Kiu Sie Tin, tiga huruf ini membuat goncangan besar di
dalam hatinya. Ia terdiam merenungkan sambil menutup
kedua matanya. Kala ia membuka mata lagi, sekalian mata
anak muda sudah memandang ke arahnya menantikan
sesuatu penjelasan dengan tak sabar. Kie Sau memandang
kepada Djie Hai sambil berkata. "Pernah kah aku
menuturkan tentang Kiu Sie Tin kepadamu?"
"Sunu belum pernah menuturkannya sama sekali."
'Baiklah, akan kututurkan kepada kalian semua." kata
Kie Sau sambil mengangguk anggukkan kepalanya.
"Sejujurnya kuterangkan. untuk melihat aku belum
pernah melihat Kiu Sie Tin, hanya aku tahu di dunia
terdapat barisan yang dinamai Kiu Sie Tin. Barisan ini
diciptakan oleh seorang berilmu tinggi dari Go Bie Pay. Pada
jaman itu di Hoo Pak muncul seorang paderi berilmu tinggi,
hanya sayang kelakuannya sangat sesat sekali, paderi ini
dapat dikatakan tak ada tandingannya pada jamannya.
Sedangkan orang berilmu tinggi dari Go Bie Paypun bukan
menjadi lawannya "
'Tapi untuk menyingkirkan paderi yang jahat itu ia
mengumpulkan sembilan muridnya yang sangat diandalkan,
diaturlah barisan itu dan dihadapinyalah paderi sesat
tersebut maka pertarunganpun terjadi dengan serunya
selama tiga hari tiga malam, aknirnya paderi jahat itu dapat
dibinasakan juga. Sedangkan orang berilmu dari Go Bie Pay
itu dan sekalian muridnya banyak yang luka dan binasa,
lima tahun kemudian yang hiduppun susul menyusul
meninggalkan dunia yang fana ini. Sejak itulah di dunia
persilatan orang mengenal apa yang dinamai Kiu Sie Tin,
tapi tidak mengetahui yang bagaimana sebenarnya barisan
itu. Tak kira sekarang Louw Tiau mendapatkan rahasia dan
ilmu Kiu Sie Tin, entah dan mana ia mendapat?" Sesudah
Kie Sau menerangkan panjang lebar, sekalian orang baru
tahu. Tapi penerangan ini agaknya tidak memuaskan benar,
584 terbukti dengan permintaan Gwat-Hee yang menanyakan
apa artinya dan Kiu Sie Tin itu,
"Barisan ini memakai nama Kiu Sie Tin. (sembilan puluh
persen mati), artinya kalau menggunakan barisan ini. sudah
pasti sembilan puluh persen dari penjaga barisan akan mati.
Kalau bukan lawan terdiri dari orang yang berimu luar
biasa, orang semacam Louw Tiau tiiak nanti menggunakan
nya. Hal inilah yang mengherankan sekali. Kita mengetahui
pada jaman sekarang orang yang mempunyai ilmu luar
biasa hanya tiga orang saja Hek Liong Lo Kuay sudah
meninggal, Yauw Thian Su menderita luka berat dan tidak
diketahui di mana rimbanya lagi, sedangkan Pang Kim Hong
sudsh lama mengasingkan diri dari dunia persilatan,
terkecuali dari mereka apakah terdapat lagi seorang yang
berilmu seperti mereka" Orang itu pasti ilmunya sangat luar
biasa, sampai Louw Tiau dipaksanya harus menggunakan
Kim Sie Tin."
"Suhu kitapun sebaiknya pergi saja ke Peng San." kata
Gwat Hee, "Ah!" seru Kie Sau, karena perkataan Gwat Hee memang
dalarn dugaannya, tambahan iapun mempunyai niat yang
serupa. "Baik. tapi kau katakan dahulu hal apa dan pendapat apa
yang menyebabkan kau ingin ke Peng San?"
"Aku tidak mempunyai pendapat yang luar biasa. Aku
hanya berpikir, Tong Leng sebelum mati berusaha untuk
membuang emas yang berhuruf ini ke dasar dauau. tentu
hal ini dianggapnya sebagai rahasia yang besar sekali dan
tidak boleh diketahui orang. Karena itu kita harus
menyelidiki rahasia ini sebenarnya bagaimana!"
Sekalian anak muda memang berdarah panas dan
senang menghadapi musuh tentu saja pendapat Gwat Hee
mendapat sokongan mutlak. Belum belum Tjiu Piau sudah
melanjutkan perkataan pacarnya. "Tong Leng itu bodoh
sekali, misalkan emas itu disimpan dalam sakunya pasti kita
tidak dapat mengetahuinya. Benda itu agaknya disengaja di
585 perlihatkan kepada kita, agar kita menjadi tegang untuk
menghadapinya!"
"Mereka kenapa takut rahasianya di ketahui kita?" tanya Gwat Hee.
"Kalau kita mengetahuinya pasti Peng San kita daki,
karena mereka adalah musuh dari kita, dengan perginya
kita ke sana sedikit banyak bukanlah dapat membantu
orang berilmu itu dan merepotkan merek* juga bukan"
Karena inilah mereka tidak mengharapkan kita dapat
sampai di sana," jawab Tju Hong secara kalem.
"Mau mau kita pergi juga!" kata dua saudara Wan secara berbareng.
Perlahan lahan Kie Sau mengangguk angguk, orang tua
ini hatinyapun memang sudah berniat untuk pergi..
Misalkan Kiu Sie Tin tidak dapat dihancurkan, tapi di sana
banyak kawanan penghianat bangsa, inipun suatu
kesempatan baik untuk menumpas mereka.
Melihat Kie Sau mengangguk, Tnian Hong bertambah
girang, ia berkata;
"Kita sedang memburu Louw Tiau, binatang itu pasti
berada di Kiu Sie Tin bukankah kebetulan sekali" Terkecuali
itu Louw Eng Siok siok juga barangkat dapat kita
ketemukan juga di sana!" Begitu perkataan ini ke luar,
menarik pematian setiap orang, sehingga semua mata
ditujukan kepadanya sambil menunggu kelanjutan dari
perkataannya. "Dalam peta yang kita dapati di Oey San beitulisan.
'Tidak mengetahui musim semi dan musim rontok.' Aku
berpikir sepanjang tahun di puncak Peng San selalu ditutupi
salju, tempat itu pasti tidak mempunyai musim semi dan
musim rontok bukan" Terkecuali itu tempat itu sangat cocok


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sekali untuk menyembunyikan orang, sehingga seorang
yang berkepandaian biasa tidak bisa sampai di sana!"
"Anak yang, baik, perkataanmu tepat sekali!" kata Tju
Hong. 586 "Dasar anak muda, otaknyapun masih jernih sehingga
daya pikirnya cepat dan baik. Walaupun perkataan ini tidak
dipastikan seratus persen, akan kebenarannya mengandung
sembilan puluh persen. Kalau begini kepergian kita ke Peng
San sudah pastilah!" kata Kie Sau dengan girang.
Sekalian anak mudi tidak mengetahui tingginya langit
tebalnya bumi, dengan tak sabar lagi sudah ingin lari
terbang untuk sampai di Peug San. Hanya Tju Hong dan
KieSiu masih tetap mengernyutkan alisnya, mereka
memperhitungkan secara matang kesukaran kesukaran
yang akan dihadapi, sedangkan Thio Sam Nio yang sedari
tadi berdiam diri, kini turun bicara: "Kie Sau hal ini bukan urusan "kecil, sekali kali tidak boleh berlaku gegabah! Untuk kami yang sudah tua pasti akan berlaku hati hati, tapi untuk
sekalian anak anak ini disuruh masuk ke api nerakapun,
mereka akan girang melakukannya."
Thio Sam Nio adalah pendekar wanita yang mempunyai
kelihayan dan ketabahan tiada di sebelah bawah kaum pria.
Mengetahui adanya keramaian Peng San, hatinya teigerak
untuk turut pergi guna menambah pengetahuannya. Tapi
sekalian nelayan dan kaum Pek Tau Peng yang berada di
Thai Ouw tak dapat ditinggalkan, dengan terpaksa niatnya
ini dibatalkan. Terkecuali itu Ong Hie Ong tidak tertangkap,
berarti urusan di Thai Ouw belum selesai, dapat diduga
bahwa musuh itu pasti akan datang, untuk menghadapinya
pasti tidak boleh ketinggalan pemimpinnya.
(Bersambung Jilid 19)
PAHLAWAN HARAPAN
Jilid ke 19 587 Andaikata musuh datang dengan jumlah besar, sehingga
tidak dapat dilawan harus berlaku bagaimana, karenanya ia
minta pendapat dari Kie Sau. Dengan cepat yang tersebut
belakangan ini membuat dua surat bila mana keadaan
memaksa boleh dikirimkan! Dua orang kawannya yang tidak
berjauhan bisa datang membantu. Selanjutnya mereka
membicarakan kejadian saban hari yang tidak perlu
dituturkan di sini..
Sesudah keributan berlalu, danau Thay Ouw yang
termashur kembali menjadi tenang seperti sediakala.
Sekalian anak muda yang gemar bermain masing - masing
berebutan naik ke perahu nelayan dan bertolak menuju ke
tengah-tengah danau. Saat ini adalah senja, matahari sore
yang kemerah merahan berbayang di dalam air, melukiskan keagungannya dari abad ke abadi. Para muda mudi
tidak henti - hentinya saling, panggil satu sama lain, suara
tawa yang ringan memecahkan keadaan danau yang luas
tenang. Ikan ikan berlompatan dari permukaan air,
menunjukkan kesuburan dan kemakmurannya danau yang
agung ini. Dalam keadaan yang riang ini, mereka agaknya lupa
daratan, sehingga tidak mengetahui dan tidak
memperhatikan kedatangannya sebuah perahu yang agak
besar dan cepat lajunya. Perahu itu sesudah datang agak
dekat, tidak langsung menemui sekalian anak muda
melainkan berputar sebentar, perahu itu bermuatan empat
orang, tiga diantaranya agaknya adalah tukang perahu,
nyata dari masing masing lengannya memegang pendayung
yang sangat besar, sedangkan seorang lagi wajahnya pucat
dan agak kurus duduk diam dengan wajah mengedip
ngedip. Thian Hong yang seperahu dengan kakaknya berada
paling dekat dengan orang orang itu. Ia agak curiga melihat
orang yang aneh itu, pikir hatinya jangan jangan orang ini
adalah kambratnya Ong Hie Ong yang datang untuk
menuntut balas Matanya yang tajam menatap dengan bulat,
sedangkan orang yang berada di atas perahu itupun
memandangkan matanya tak lepas lepas. Akhirnya salah
588 ssorang dari tukang perahu itu membuka mulut dengan
seenaknya: "Hii,nona cantik, pandangan matamu itu terlalu galak!"
Thian Hong menjadi gusar mendengar perkataan yang
berbau menghina itu, dengan meludah ia berkata.
"Cis. tidik tahu malu, sembarang berkata saja. nanti
kupotong lidahmu itu!"
Orang itu agaknya tidak puas mendapat jawaban kasar,
mulutnya kembali sudah ingin dibuka, tapi sebelum kata
katanya terhambur ke luar terlebih dahulu salah seorang
dari tukang perahu lain sudah membekapnya, sambari
memaki. "Siau Sam, kau jangan membuat onar! Urusan kita
sendiri belum beres, lekaslah kita kayuh perahu kita ke
jurusan lain saja." Baru perahu mereka akan bergerak,
terdengarlah teriakan yang girang dari Gwat Hee, dan Tjiu
Piau: "Ong Tocu, Lu Toako! Tunggu dulu!"
Orang itu mengawasi perahu Tjiu Piau yang baru dalang
dari salah satu jurusan lain.
"Oh kiranya adalah kenalan lama." kata Lu Tie dengan
girang.. Peranu perahu dari seKalian amk muda sudah kumpul
semua, Tjiu Piau memperkenalkan mereka kepada Thian
Hong, Djin Liong dan Sie Hong. Terkecuali itu Tjiu Piau dan
dua saudara Ong tidak hentinya menghaturkan banyak
terima kasih kepada Ong Sui Seng yang sudah menolong
jiwanya tempo hari di Bu Beng Ouw. Sedangkan Ong Sui
Seng dan Lu Sie hengte tetap merendah seperti dulu, daa
mengalihkan pembicaraan ke soal lain. Kiranya kedatangan
Ong Sui Seng ke Thai Ouw semata mata untuk mengajak
ayahnya menyepi ke Bu Beng Ouw dan menyuruhnya sang
ayah untuk meninggalkan gelanggang kotor yang
dipegangnya sekarang, yakni menjadi komplotan Louw Tiau
mengabdi pada pemeiinta Tjeng.Siu Seng mengambil
589 ketetapan ini sesudah mengenal Louw Tiau itu sebetulnya n
manusia dari macam apa,ia tahu bagaimana setianya Hek
Hoo, tak urung dibunuhnya demi untuk keuntungan dirinya.
Karena hal hal inilah, sengaja ia meninggalkan Bu Beng
Ouw untuk memberikan nasesat kepada ayahnya. Malang
baginya ia mendapat kabar bahwa sarang ayahnya sudah
diubrak abrik kaum Pek Tau Peng.
Sedangkan ke mana pergi ayahnya tidak diketahui. Kini
ia berputar putar di tengah danau dengan harapan hampa
untuk kembali lagi ke tempat kediamannya. Kebetulan
sekali ia berjumpa dengan rombongan Tjiu Piau seperti
yang sudah dituturkan di atas.
"Kawan kawan sekalian," kata Ong Sui Seng,
"kami mengetahui sarang ayahku sudah menjadi hancur
berkat tenaga saudara saudara, atas itu saudara saudara
tak perlu kuatir akan pembalasan dariku. Memang sudah
menjadi adatnya orang salah itu harus mendapat hukuman.
Karena itu yang sudah biarlah ia berlalu, sedangkan kini tak
berarti lagi bagiku untuk membela Seorang ayah yang
berdosa! Baiklah pembicaraan kita stop sampai di sini,
marilah, sampai ketemu lagi!"
Sekalian pemuda kita merasa kagum atas pendirian Ong
Sui Seng yang demikian tegas dan cemerlang, dengan
perasaan yang likat sekalian pemuda kita melambaikan
lengannya, menghaturkan selamat jalan.
"Selamat jalan untuk Ong To tju dan sekalian Lu Koko."
kata Gwat Hee. "Terima kasih," kata Lu Tie sekalian mewakili yang lain.
"Kapan waktu saudara-saudara mempunyai waktu tertuang,
kuharap datang ke Bu Beng To. kami selalu menantikan
kedatangan saudara saudara dengan hati terbuka!" Sambil
bicara tangannya sambil bekerja, sebentar kemudian
perahu mereka sudah jauh.
Sekalian anak anak muda memutarkan perahunya
mendarat, hanya Djie Hai yang masih berputar putar di
tepian, ia berperahu seorang diri saja. Saat ini Kie Sau
590 kebetulan sedang berjalan - jalan menikmati pemandangan.
Begitu ia melihat muridnya yang seperti kebingungan
kakinya segera datang menghampiri. Dengan berbatuk kecil
terlebih dahulu, Kie Sau memanggil muridnya: "Djie Hai!"
"Suhu."
"Kau tunggu sebentar!" kata Kie Sau sambil mencelat
terbang dari tepian danau ke atas perahu muridnya, perahu
bergerak sedikit menyatakan ilmu meringankan tubuh yang
tinggi dari orang tua ini.
"Suhu-- " kata Djie Hai.
"Djie Hai!" potong sang guru. "Dalam hari hari
belakangan ini sering sering ku lihat kau termenung
menung seorang diri, bahkan waktu yang lain sedang
merundingkan hal pergi ke Peng San. agaknya kau tidak
gembira sekali, katakanlah hal apa yang mengganjel di
dalam kalbumu?"
Pertanyaan Kie Sau yang mengenai benar hati Djie Hai.
membuat sang murid merasa likat sekali, tapi dengan
menguasai perasaannya dan wajah tak berubah, ia berkata
sambil menarik napas kecil : "Suhu. aku mempunyai suatu
hal yang tak dapat di pecahkan, sehingga membuat dadaku
terasa sesak."
"Apakah soal pribadi?"
"Benar, tapi termasuk hal besar pula."
"Bocah ini mungkin jatuh cinta." pikir Kie Sau. sedangkan mulutnya berkata lain. "Tak perlu kau sembunyikan, terus
teranglah kau katakan kepada Suhu dengan jujur!"
Djie Hai memandang dengan kerling matanya pada sang
guru yang welas asih sambil .berkata dengan penuh
ketetapan. "Suhu,marilah kita pergi ke tengah tengah danau, akan
kututurkan di sana."
Kayuh bergerak perahu mulai laju ke tengah.
Sesampainya di tengah - tengah danau, suasana menjadi
591 sepi sekali, seorangpun tidak tampak bayang bayangnya.
Djie Hai memandang "kepada sang guru. saat ini sang
gurupun tengah memandangrya dengan sorot mata
menyayang, menantikan kisah penutur an dari padanya.
"Suhu." kata Djie Hai agak gemetar,
"aku ingin meninggalkan kau orang tua dan sekalian
adik-adik untuk selama-lamanya, bahkan aku akan
melupakan dan membuang semua perasaan permusuhan
dan dendam pada musuh musuh besarku...!"
Kie Sau tidak mengira, bahwa muridnya akan
mengeluarkan pernyataan yang tidak keruan, dengan keras
ia memutus perkataan sang murid:
"Djie Hai, apa katamu" Sebab apa yang menjadikan kau
berkata begitu?"
"Karena untuk membantu menolong sekalian adik-adik
untuk menuntut balas, membersihkan kaum penghianat.
Aku harus mencari seseorang untuk membantu."
Kie Sau memandang secara mendelong terhadap
muridnya yang sari-sarinya sangat jujur dan baik, hatinya
tak habis mengerti kenapa Kini murid yang dibanggakan ini
bisa mengeluarkan perkataan yang sangat aneh, dengan
sinar matanya yang berapi-api orang tua ini memandang
tajam kepadamuridnya, ia berkata.
"Djie Hai siapakah yang kau ingin cari" Kenapa harus
meninggalkan aku dan sekalian adik-adikmu?"
"Suhu, soal Peng San di ambang pintu, biar bagaimana
kita harus menerjang barisan Kiu Sie Tin yang ampuh dari
pihak musuh, kalau Yauw Tjian Su berada di samping kita
untuk memberi petunjuk, bukankah terlebih baik lagi?"
"Eh-" kata Kie Siu sekali, sedangkan kata lain tidak
diucapkan, telinganya terpasang lebar menantikan
kelanjutan perkataan sang murid.
"Yauw Lo tjian pwee, menderita luka berat di Oey San,
dan ditolong oleh Pang Kim Hong. Suhu ..."
592 "Apa" . . . Suhu?" potong Kie Sau dengan heran.
"Benar Suhu. Tetju merangkap menjadi murid dari Pang
Kim Hong pula." kata Djie Hai sambil menuturkan
pertemuannya dengan Pang Kim Hong di Oey San.
Kemudian membicarakan mereka berbalik pada soal yang
dihadapi sekarang.
"Yauw Lo tjian pwee menderita luka dan ditolong oleh
Pang Kim Hong, aku mengetahui di mana tempat tinggalnya
dari Pang Suhu, karenanya aku berniat untuk datang
menyambangi sekalian memanggil Yauw Lo tjian pwee
untuk membantu Tapi kalau sekail aku bertemu dengan
Pang Suhu, selamanya Tetju harus mengikutinya dan
meninggalkan kehidupan bebas di dunia ini. Suhu. haruskah
Tetju pergi" Tetju menantikan petunjuk - petunjuk yang
berharga dari Suhu." Sesudah kata - Katanya terhambur ke
luar dari sanubarinya. Djie Hai merasakan hatinya demikian
lapang. Kie Sau terbenam sejenak, pikirannva bekerja keras, ia
tahu bahwa Pang Kim Hong mempunyai adat yang aneh dan
mempunyai aturan perguruan yang aneh pula. Setiap
muridnya hanya diberikan ilmu pokok dari perguruannya,
kemudian ia menjauhkan diri tidak mau diketemukan. kalau
murid itu mendengar katanya dan mau turut dengannya
untuk menuntut ilmu terlebih tinggi, harus selamanya
meninggalkan penghidupan dunia bebas. Menyingkir ke
dalam gunung dan mencuci tangan dari pergaulan, saat
itulah sang murid boleh menemukannya.Ya, kalau dipikir
aturan perguruan yang demikian ini sangat tak berperasaan
sekali, tak heran sepuluh tahun lebih ia masih belum
mempunyai ahli waris yang sesungguhnya dari ilmunya.
"Dengan diketahuinya di mana beradanya Yauw Tjian Su,
aku harus meluluskannya ia pergi menengoki. Terkecuali tu
memang benar kata Djie Hai, kalau Kiu Sie Tin tidak
dipecahkan oleh orang tua itu agaknya sukar diluncurkan
oleh yang lain Untuk menemui Pang Kim Hong, terkecuali
Djie Hai seorang yang lain pasti tidak bisa menemuinya,


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

biarlah aku harus iklas membiarkan muridku yang kusayang
593 ini mengasingkan diri, dan tak ketemu lagi...." pikir Kie Sau secara ragu ragu. "Wanita tua itu adatnya lain dari orang
biasa, dapatkah hatinya tergerak, tapi usaha ini harus
dilakukan, andaikata berhasil itulah yang kuharap!"
Sesudah berpikir bulak balik, Kie Sau masih tetap belum
dapat keputusan yang positif, pertanyaan dan permintaan
sang murid masih belum dijawab juga.
Guru bermurid terdiam tanpa kata-kata, waktu berlalu
agak lama akhirnya Djie Hai tidak sabar menanti jawaban,
dengan suara yang demikian tenang berkata:
"Suhu. Tetyupun berpikir, yakni satu hal yang belum
kubuat selesai adalah hal menuntut balas atas kematian
ayahku yang sudah dua puluh tahun di bukit Oey San. Tapi
aku yakin hal sakit hati keluargaku itu pasti dapat
dibereskan secara memuaskan oleh saudara saudaraku.
Karena itu segalanya sudah Tetju pikir dan tidak ada yang
diberatkan lagi" Esok Tetju permisi pamit dengan Suhu
serta sekalian saudara saudara untuk menemukan Pang
Sunu." Dengan mata tajam Kie Sau memandang muridnya
sambil menggoyang goyangkan kepalanya: "Anak muda
yang tidak punya semangat sama sekali. Baiklah kululusi
kau berangkat meninggalkan kami, tapi biar bagaimana aku
tidak mengijinkan kau menjadi seorang pertapa yang
mengasingkan diri dan tidak mau tahu urusan dunia Kang
ouw lagi. Lihatlah akan diriku, walaupun senang akan
pegunungan yang sunyi dan hidup tenang, tapi kalau dunia
Kang-ouw lerjadi keributan dan ketidak adilan. aku pasti
turun tangan' untuk mencampurinya! Sebaliknya kau adalah
seorang anak muda yang berbakat, kenapa harus menjadi
seorang pertapa yang demikian?"
"Tetju melakukan hal ini secara terpaksa, dikarenakan
tatatertib dari Pang Suhu yang sudah ditetapkan."
"Ha ... ha . . . ha." Kie Sau tertawa besar sambil berkata,
"Sesuatu hal di atas dunia ini setenarnya tidak ada yang
pasti. Kau pilihlah tiga jalan petunjuk untuk kepergian kau
ini. yakni bawah tengah dan atas!" kuminta Suhu
594 menjelaskkan dulu." "Jalan bawah kau boleh pergi dan terus menjadi seorang pertapa yang tidak mengenal dunia lagi!"
Mendengar ini Djie Hai mengangguk anggukan kepalanya.
"Jalan tengah kau boleh turut dengan Pang Kim Hong
mempelajari seluruh ilmu kepandaiannya, kemudian
nantikanlah sesudah ia meninggal untuk mewariskan ilmu
Kepandaiannya pada orang orang yang berbakat, agar
jangan sampai ilmu yang demikian hebat itu hilang dan
musnah dari permukaan bumi secara mengecewakan."
Dengan kaget Djie Hai segera menjawab "Suhu, dengan
cara demikian bukankah sama dengan melanggar peraturan
perguruan?"
"Di dalam dunia ini hanya semacam yang tidak boleh
dilanggar, yakni soal keadilan. Camkanlah, misalnya aku
berbuat jahat, apakah kaupun akan turut jahat?" Perkataan
Kie Sau ini seperti juga. genta bergetar di telinga Djin Hai,
sebelumiiya tak pernah ia berpikir secara demikian.
Sehingga membuatnya diam mematung dan tidak bisa
berkata kata untuk seketika. Kie Sau melanjutkan lagi
perkataannya; "Jalan atas ialah, begitu kau bersua muka
dengan Pang Kim Hong. segera kau nasehati. Asal saja dia
bisa meneriman sehatmu untuk turun gunung guna
membantu kita menghadapi penghianat-penghianat bangsa,
segala hal akan lekas menjadi beres!"
"Ku . . .. kurasa tidak mudah untuk menasenatinya."
"Segala hal menjadi sukar kalau dipikir sukar, jadi
mudah kalau dipikir mudah, kau harus tahu, semasa
mudanya Pang Kim Hong pun seorang pendekar wanita
yang cinta keadilan, kemudian entah bagaimana ia bisa
berubah menjadi demikian. Kau selidikilah secara mendalam
sebab sebabnya ia menjadi begitu, kalau berhasil hai yang
kau anggap sukar itu akan menjadi mudah." Mendengar
penjelasan ini Djie Hai seperti siuman dari pingsannya,
atau seperti baru sadar dari impian, ia baru berpikir
kepergiannya sekali ini bukan saja cuma - cuma sebaliknya
mengandung harapan dan kebaikan besar, segala
595 keraguannya yang menyesak dada pada detik itu pulalah
menjadi buyar, ia pun menjawab segera:
"Segalanya Tetju sudah mengerti."
"Segala soal jangan ditunda tunda, hari esok kau boleh
berangkat!"
Malam harinya Djie H ii masuk tidur terlebih pagi dari
biasa, sambil berbaring hatinya tidak terlepas dari hal
keberangkatannya pada esok hari, ia merasakan bahwa
kewajiban yang berada dipundaknya tidak enteng,
terkecuali itu perasaan akan berpisah dengan sekalian
saudaranya pun sangat menyesak dadanya, tapi sesudah
berpikir pulang pergi ia merasa girang bisa menyampaikan
kandungan hatinya yang sudah berbulan bulan mengeram
di dalam sanubarinya. Sehingga ia dapat tidur dengan
nyenyak untuk melewatkan malam.
Kie Sau sudah menceriterakan hal Djie Hai pada sekalian
anak anak muda, sehingga pada hari kedua mereka
merasakan kesedihan dan perasaan enggan berpisah. Tapi
semuanya tidak bisa berbuat apa apa
apa melainkan berlinang air mata saja.Kie Sau
mengiringi sekalian anak buahnya untuk mohon pamit pada
Thio Sam Nio guna meninggalkan Thai Ouw.
Ong Djie Hai yang akan pergi menemui pang Kim Hong,
tentu saja harus mematuhi aturan aturan dari orang gagah
itu, untuk tidak merceriterakan kepada sekalian orang
karenanya sesampai di tengah jalan ia berpisah dengan
induk rombongan untuk melanjutkan perjalanan seorang
diri Tentu saja sebelum berpisah mereka sudah menjanjikan
suatu tempat untuk bertemu. Kie Sau memesan kalau
bertemu dengan Yauw Tjian Su, harus menyuruh orang tua
itu pergi ke tempat mereka untuk bertemu dengan sekalian
semua ini sudah diatur dengan baik. Kie Sau dengan
rombongannya meneruskan perjalanan dengan sekalian
anak anak muda menuju Peng San.
Sementara ini Djie Hai yang sudah meninggalkan
sekalian saudara dan gurunya berjalan seorang diri dengan
596 perasaan tidak keruan macam. Kala berpisah, sekalian
wajah dan paras serta gerak gerik dari saudaranya yang
demikian mencintainya membuat sanubarinya sukar
melupakannya. Lebih-lebih Ong Gwat Hee yang memegangi
terus lengannya. diam berlinang air mata, sesudah lama
baru mengeluarkan perkataan: "Koko perpisahan sekali ini
mungkin untuk selamanya, atau baru bisa bertemu muka
lagi delapan belas tahun kemudian." Perkataan adiknya ini
selalu mendengung dengung di tepian telinganya, membuai
hatinya merasa kecut dan tawar.
Walaupun bagaimana Oag Djie Hai adalah jantan sejati,
dengan tegas ia berkata terhadap dirinya sendiri.
."Janganlah memikirkan lagi hal itu!" Ia dongak ke atas memandang gumpalan awan putih dan menoleh ke kiri dan
kanan memandang pemandangan yang indah. sedangkan
kakinya melanjutkan lagi langkahnya menuju ke muka.
Ke manakah ia harus pergi dengan sendirinya ia tahu.
Pang Kim Hong pernah menitahkannya kalau mau bertemu
dengannya boleh pergi ke Kiu Liong Po di Oey San, duduk
tiga hari tiga malam di sana, pasti dapat menjumpainya.
Dengan langkah mantap kakinya menuju Oey San dengan
penuh perasaan yang lain dengan dahulu. Kejadian
setengah tahun yang lalu di bukit Oey San masih berbayang
dengan tegas di kedua kelopak matanya. Satu demi satu
sesuatu kejadian yang pernah dialaminya kembali
bergambar di depan matanya dengan jelas, ia menarik
napas dengan dalam kala mengingat pada Yauw Tjian Su
Hatinya berkata seorang diri:
'"Menderita luka apakah orang tua itu" Kini ia berada di
mana?" Ia tahu sebelum bertemu muka dengan orang tua itu,
sukar untuknya menduga-duga kejadian yang sebenarnya.
Tapi ia insaf perkataan Kie Sau bahwa Pang Kim Hong pasti
dapat menyembuhkan orang tua she Yauw itu. mengingat
sampai di sini hatinya menjadi agak tenang dan gembira.
597 Dengan cepat waktu berlalu. Ong Djie Hai sudah hampir
mencapai Oey San. Pemandangan dimusim panas bukan
main indahnya pohon pohon hijau menglebat bunga harum
semerbak memenuhi Bukit Kuning dan menarik orang yang
lalu. Menghadapi tempat yang sudah dikenal ini membuat Djie
Hai tidak merasa kikuk lagi, dengan cepat kakinya sudah
mendaki Thian Tau Hong. mengikuti jejak jejak kakinya
dahulu ia memutari puncak itu dengan asyiknya, sedangkan
pohon demi pohon Siong yang pernah dilaluinya kini
dilaluinya sekali lagi, kelakuannya tak ubahnya seperti
berjumpa dengan kawan lama yang baru ketemu muka lagi.
Mengingat dahulu ia ramai ramai dengan saudara
saudaranya berada di sini hatinya kembali menjadi tawar
terhadap penghidupan, sehingga ia berdiam mematung dan
merasakan hidup terpencil dan terasing dan pergaulan.
Sementara ini angin bertiup dengan sejuknya, membawa
gumpalan gumpalan awan putih, yang dalam waktu
sebentar saja sudah meliputi dan menyelimuti sekalian
bukit, sehingga apa yang tampak hanya warna putih. Pada
saat inilah dengan secara mendadak, terasa olehnya
semacam benda menyerang pada dirinya, sehingga
membuat pemuda kita merasa terkejut sekali.
Djie Hai mengetahui ada benda yang datang menuju
kepada dirinya, benda itu demikian cepat dan bukan main
lihaynya, dan meaunjukkan semacam senjata rahasia yang
keras tak berbanding. Diam diam hatinya merasa bergidik,
ia tak tahu ada orang bersembunyi yang membokong
dirinya secara gelap, terkecuali itu bidikan dari pembokong
demikian hebat dan tepat.. Tanpa banyak pikir lagi dirinya
berguling menghindarkan serangan, sedangkan telinganya
terus dipasang mendengari dari arah mana datangnya
senjata gelap itu. Pada umumnya senjata rahasia yang
tidak berhasil mengenai sasarannya pasti akan membentur
pohon atau cadas dengan menimbulkan suaranya yang
sangat keras, tapi dugaannya ini semuanya meleset, karena
benda yang dikiranya keras itu sama sekali tidak
menimbulkan suara sama sekali, seningga membuatnya
598 bertanya pada diri sendiri. "Benda apa itu," Kalau Tjiu Piau ada di sini mungkin ia tahu dan akan tertarik pada benda
yang luar biasa ini?"
Senjata rahasia tidak menimbulkan suara sedangkan di
kiri kananpun tidak menimbulkan suara. Djie Hai pun tidak
berani sembarangan bergerak, ia takut begitu menimbulkan
suara, segera diserang lagi oleh pembokong itu. Sesaat
kemudian suasana tetap dalam keadaan sunyi sepi,
sedikitpun tidak menimbulkan sesuatu gerakan yang
mencurigai. Dengan perlahan lahan dan tidak menimbulkan
suaTa Djie Hai bangkit dengan hati hati tampak olehnya
kabut putih sudah mulai memencar, dengan tenang ia
berdiam diri di tempatnya sendiri dengan memasang.
pendengarannya sekalian menantikan buyarnya kabut putih
untuk melihat keadaan.
Kabut putih sudah hilang sama sekali dari pandangan
mata. keindahan yang tertutup kembali terlihat dengan
tegas terbentang di depan matanya, tapi sekeliling tak
terlihat ada orang" Matanya melirik kiri dan kanan, tapi
tiada suatu bendapun yang menimbulkan syak hatinya. Ia
berpikir "Mungkinkah Louw Tiau mengutus beberapa orang untuk
mencelakakan diriku secara menggelap?" Urusan sudah
demikian mendesak, biar bagaimana aku tidak boleh
menghambat perjalananku untuk mengurus dan
menghadapi musuh. Djie Hai tertawa secara mengejek,
kemudian kakinya dipercepat menuju ke Kiu Liong Po.
Kiu Liong Po atau Air Terjun Sembilan Naga masih tetap
tidak berubah seperti dahulu, hanya diakibatkan musim
semi dan panas yang sering turun hujan, air terjunnya lebih
indah dan banyak seperti tempo hari Sehingga suara
menderu-deru, menggema dan terdengar ke pojok-pojok
gunung dan bukit. Djie Hai berdiam sejenak di depan air
terjun, kemudian ia memilih sebuah tempat yakni batu yang
rata dan licin untuk duduk bersantap dan selanjutnya
menantikan kedatangan Pang Kim Hong.
599 Mula mulanya ia menggunakan pelajaran ilmu dalam
yang sejak kecil dipelajarinya, kemudian ia menggunakan
Im Yang Kang untuk mengatur dan menenangkan jalan
pernapasannya. Lambat - lambat ingatannya sudah terpaku
dan melupakan keadaan dirinya, ketenangan hatinya seperti
air yang tidak beriak, tak ubahnya dirinya itu sudah
merupakan suatu bagian dari Oey San yang mana batu dan
yang mana orang sudah sukar dibedakan Hari berjalan
terus, keadaan sudah menjadi gelap, semua ini untuk Djie
Hai tidak terasa sama sekali. Demikianlah ia duduk
bersemadi menenangkan diri sampai pada hari kedua pagi,
matanya baru dibuka, ia merasakan sekujur badannya
demikian nyaman dan bersemangat sekali. Tapi waktu
matanya memandang kedepan air terjun bayangan dari
gurunya masih belum tampak juga. Dengan tekun ia
menutup lagi matanya untuk melanjutkan lagi semadinya,
tetapi tidak urung hatinya berkata pada dirinya,
mungkinkah aku dapat menemui guruku"
Akan kepandaian Pang Kira Hong sudah di batas
maunya, ia dapat pergi dan datang seperti angin. Ia sangat
mencintai alam indah sekitar tempat kediamannya dan
sering pergi memutar dan mengelilingi bukit menikmati
alam. Tapi tempat tinggalnya yang tetap adalah Kiu Liong
Po. Karenanya walaupun ia sering pergi menjelajah Oey San
tetap tiga hari sekali pasti pulang ke tempat kediamannya.
Karenanya untuk mencari dirinya cukup berdiam diri selama tiga
hari tiga malam di depan Kiu Liong Po pasti dapat


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menemuinya. Tapi sekali ini agak luar biasa dan menyimpang dari
keadaan yang lalu lalu. Sudah tiga malam kurang satu jam
Djie Hai menantikan di depan Kiu Liong Po gurunya masih
belum tampak datang. Pada jam yang terakhir ini keadaan
cuaca menjadi berubah, awan mulai menyelimuti lagi
angkasa, sedangkan hujan rintik-rintik turun dengan banyak
mengusap permukaan bumi. Dalam waktu sekejap saja
pandangan mata menjadi terbatas, apa yang terlihat tak
lain tak bukan melulu warna putih yang guram.
600 Detik Ini Djie Hai tengah tenggelam di dalam semadinya
yang mengasyikkan, sehingga keadaan sekeliling tidak
dihiraukan. Saat inilah dengan mendadak telinganya
mendengar suara orang berkata: "Djie Hai akhirnya kau
datang juga!"
Suara ini terdengar tidak lebih tidak kurang sejauh
beberapa meter dari tubuhnya, tapi sekali kali ia tidak
mengetahui kedatangan orang itu. Djie Hai menjadi kaget
bercampur girang sedangkan debaran hatinya menjadi jadi
ia tahu dengan pasti yang datang tidak lain dan tidak bukan
dari gurunya sendiri. Hanya suatu hal yang mengherankan
bahwa suara itu tidak dingin seperti dahulu, melainkan
demikian halus dan penuh rasa sayang dan perhatian.
Dengan cepat ia membuka matanya sambil berkata: "Suhu
Tetju..." baru kata-katanya ke luar sedemikian segera
menjadi putus dan tidak dilanjutkan. Karena matanya yang
dibuka hanya melihat sinar putih saja, sedangkan orang
yang bicara tidak tampak sama sekali, di mana berdirinya
Pang Kim Hong tidak diketahuinya...
Kembali terdengar suara Pang Kini Hong:
"Djie Hai kenapa tidak kau lanjutkan kata katamu. Aku
sudah mengira bahwa kau tentu akan datang ke tempatku.
Nah tuturkanlah maksud kedatanganmu." Suaranya tegas
terdengar dan penuh dengan nada menyayang, sama sekali
lain dari pada waktu pertama kali ditemui Djie Hai. agaknya
segala hal dapat dirundingkannya. la tahu pertemuan kali
ini sama dengan ia harus mengikuti terus gurunya menjadi
seorang pertapa yang tidak boleh turun di dunia bebas lagi,
tapi kalau mendengar irama kata katanya kini seolah olah
masih ada ketika untuk menuturkan lagi maksud hati yang
lain. Tiba tiba hatinya menjadi terang, seolah olah mendapat
sesuatu ilham yang luar biasa indahnya, ia mengerti,
bukankah dengan cira ini gurunya memberikan ketika
untuknya tidak terikat dengan perjanjian dahulu"
Karenanya sengaja menemuinya dalam keadaan penuh
kabut, kini walaupun ia berhadapan tapi sama sekali tidak
601 melihat, karena tidak dapat dikatakan 'bertemu muka'.
Hatinya menjadi girang, dengan cepat ia berkata yang
berlainan dengan maksud kedatangannya: "Tetju ke Oey
San, pertama untuk menengoki Suhu, kedua untuk melihat
keadaan dari Yauw Lo tjian pwee. entah bagaimana
keadaan lukanya kini. apa sudah sembuh atau belum?"
"Kau sungguh murid yang baik sekali." kata Pang Kim
Hong. "Akupun tahu bahwa kau pasti akan datang ke sini
untuk menengok orang tua itu.'* tambahnya Sedangkan
kemudian tidak terdengar lagi kata katanya.
Sesaat kemudian baru terdengar lagi suara Pang Kim
Hong: "Tjeng djie sesudah awan buyar kau bawa Sukomu untuk
menemui Yauw Tjian Su."
rB*-ik suhu." terdengar suara anak kecil. Inilah suara
Tjeng djie yang pernah menungguinya di dalam goa. pikir
Djie Hai. "Djie Hai. kedatanganmu semata mata untuk hal ini.
karenanya aku tidak kuasa untuk menahanmu berdiam
untuk selama lamanya di tempat kediamanku. Aku
menantikan sesudah pendirianmu teguh, baru datang lagi."
"Banyak terima kasih atas kemurahan Suhu!"
Selanjutnya keadaan menjadi sepi. suara Pang Kim Hong
tidak terdengar lagi. Dengan harapan agar kabut lekas
buyar Djie Hai menantikan dengan tidak sabar. Apa mau
seolah olah seperti disengaja saja kabut itu berjalan lambat
lambat. Ia tak sabar lagi untuk menunggu terlebih lama lagi
dengan cepat ia membuka mulut : "Tjeng tee". Sebaliknya dari pada dapat Jawaban, beberapa senjata rahasia segera
menyambar datang pada dirinya. Senjata rahasia ini tak
ubahnya seperti yang menyerang dirinya tiga hari yang lalu.
Dengan cepat ia mengegos menghindarkan diri. Tak kira ia
tidak diberi hati sama sekali, beruntun dari senjata-ssnjata
itu berdesir terus di samping tubuhnya. Sehingga
membuatnya tidak sempat lagi untuk mengegos, dengan
cepat lengan bajunya diputar putar dengan tenaga yang
602 keras dengan harapan bisa memukul jatuh semua senjata
rahasia yang menyerang dirinya.
Seiring dengan lengan bajunya yang berputar-putar
tubuhnya pun Jorcat sana loncat sini, sehingga tanpa terasa
lagi dirinya sudah meninggalkan tempat semula sejauh satu
tumbak lebih. Untunglah dirinya terhindar dari semua
serangan senjata rahasia, hatinya merasa syukur sekali.
Tapi di samping girang iapun merasa heran, yakni setiap
senjata rahasia yang kena kesampok tidak menerbitkan
suara, tak ubahnya seperti angin berlalu dan tidak
berbekas. Djie Hai tidak bisa menduga sama sekali senjata macam
apa yang menyerang dirinya, ia berkata sendiri:
"Biarlah orang mempermainkan aku dengan senjata yang
aneh. tapi aku merasa cukup kuat menghadapinya,
tambahan senjata itu tidak melukai aku. tentu ia tidak
bermaksud jahat kepadaku, terkecuali itu daerah ini adalah
daerah Pang Suhu biar bagaimana tidak mungkin
kemasukan orang jahat. Karena itu dengan suara lantang ia
berkaok keras: 'Entah kawan dari mana yang mengajak aku
bercanda, dapatkah memperkenalkan dirinya?"
Tidak terdengar suara apapun juga sebagai jawaban,
sesaat kemudian baru terdengar suara "heu...heu" agaknya seperti suara tertawa yang tertahan dan terpaksa ke
luarnya. Ong Djte Hai berpikir: "Kenapa orang ini lagaknya
seperti bocah yang nakal?"
Baru ia mau bicara lagi, terasa angin berlalu dengan
keras membawa gumpalan kabut. Dengan suatu persiapan
yang baik Djie Hai berjingkai - jingkai menuju ke arah
datangnya suara tertawa. Dalam, kabut tipis, samar samar
terlihat sesosok tubuh orang, tak lain tak bukan dari tubuh
seorang anak kecil yang berjingkai jingkai seperti darinya
datang menghampiri. Djie Hai baru tahu bahwa orang yang
mengganggunya tidak lain dari Tjeng Djie adanya. Dilihat
dari lagak lagunya Tjeng Djie sedang mencari dirinya Djie
Hai tidak mau main petak dengannya, karena itu dengan
suara keras dikagetinya Tjeng Djie: "Hai, Tjeng te!"
603 Suara ini membuatnya bocah nakal tersebut loncat ke
samping dengan kaget, sedangkan lengannya dikerahkan ke
muka sambil melepaskan senjata rahasiainya. Kali ini Djie
Hai tidak merasa takut barang sedikit, dengan cepat
lengannya dijulurkan ke luar untuk menangkap. Siapa kira
lengannya itu menangkap angin belaka... sebenarnya ia
berhasil menangkap yakni air yang rasanya dingin.
"Tjeng te. beginikah caranya kau menyambut tamu!"
/'Ya. betul, inilah suatu kehomatan besar untuk tamuku!"
kata Tjeng Djie sambil tertawa lebar, sedangkan tubuhnya
datang mendekat, mulutnya dimonyongkan membisikkan
kata kata: "Kau tidak tahu. ilmu ini kudapat curi lihat dari Suhu, dalam beberapa hari ini entah bagaimana Suhu
melatih diri dengan air sebagai senjata rahasia."
"Apa gunanya melatih serjata rahasia deagan air?" tanya Djie Hai dengan kaget.
"Akupun tidak tahu. aku hanya senang memainkannya.
Ia pernah mengatakan menghajar orang dengan air sama
sekali tidak dapat diketahui orang Sedangkan aku tidak
seperti Suhu, karena itu baru beberapa kali menyerangmu,
sudah diketahui, . . . baiklah soal ini tidak kulanjutkan
panjang panjang, aku menerima titah dari Suhu 'untuk
mengantar kau menemui Yauw Lo Thu!"
Orjg Djie Hai menganggap ilmu itu dipelajari tentu
mengandung maksud yang tertentu, tapi kini ia tidak mau
menanyakan kepada Tjeng Djie secara melit, melainkan
minta dengan lekas diantar untuk menemui Yauw Tjian Su.
Tjeng Djie yang masih kecil dengan cepat melangkahkan
kakinya maju ke depan dengan cepat, sedangkan mulutnya
berkata: "Ikutlah denganku!"
Sambil berlari Djie Hai sambil bertanya:
"Bagaimana dengan keadaan orang tua itu apakah kini
sudah sembuh dari lukanya?"
"KLau lihat saja nanti!" jawab Tjeng Djie dengan nada
yang kurang senang.
604 "ADakah Yauw Lo tjian-pwee tidak mengijinkan kau
untuk mengatakannya?" tanya Djie Hai dengan heran.
Mendengar ini Tjeng Djie menghentikan kakinya, agaknya
ada sesuatu perkataan yang akan diucapkan tapi dalam
waktu sekejap semua itu sudah: dibatalkan, mulutnya tetap
tertutup, sedangkan orangnya berdiam diri. Akan akhirnya
mulutnya terbuka juga sambil menarik napas, ia berkata.
"Orang tua itu . . . orang tua itu sudah meninggal dunia.
Kau terus jalan, nah di sanalah makam dan beliau."
Perkataan itu tak ubahnya seperti geledek di lengah hari
bolong untuk kedua telinga Djie Hai. karena hal ini terjadi di
luar, perkiraannya sama sekali, ia selalu berpikir bahwa
penyakit dari orang tua yang lihay. ini pasti sudah sembuh
di bawah pengobatan dari Pang Kim Hong. Tak terpikir
olehnya bahwa Yauw Tjian Su sudah tua dan'
menderita luka yang berat sekali, karena itu walaupun
Pang Kim Hong mempunyai obat yang luar biasa tak dapat
menolong lagi, sehingga orang tua she Yauw yang sangat
disayangi itu harus menutupkan kedua matanya untuk
selama lamanya.
Tanpa banyak ceritera lagi Djie Hai melarikan dirinya ke
jalanan yang ditunjuk Tjeng Djie. Tampak dari jauh sebuah
bukit kecil yang ditutupi tigapuiuh pohon cemara yang
rindang, dalam kerimbunan dari daun pohon yang besar
besar itu seolah olah bukit kecil itu kena diselimuti. Di atas
bukit kecil itu terdapat sebuah tanah yang muncul dan
berbatu nisan. Pada batu nisan tertera beberapa huruf kecil
yang berbunyi, 'Tempat Yauw Tjian Su menutup mata untuk
selamanya.' Dengan hormat Djie Hai membungkukkan
badannya sebanyak tiga kali, sedangkan mulutnya kemak
kemik berkata; "Yauw Lotjian pwee Tetju Ong Djie Hai
terlambat Setindak, sehingga tidak dapat menemui kau
lagi." Sesudah melakukan penghormatan secara singkat,
Djie Hai masih tetap diam berdiri dengan perasaan enggan
berpisah Dengan kebetulan kepalanya dongak memandang
ke atas pohon, saat ini memang sudah agak senja,
karenanya banyak burung yang kembali pulang ke
sarangnya, burung-burung itu membunyikan macam605 macam lagu yang indah dan merdu, membuat seseorang
terpaku mendengarnya. Djie Hai mengangguk-anggukkan
kepalanya, ii mengerti dan tahu semasa hidupnya Yauw
Tjian Su gemar pada burung burung, karenanya tempat
yang indah ini tentu menjadi pilihannya untuk tempat
tinggal selama lamanya. Dengan suara burung yang
demikian merdu dan ramai, pasti Yauw Tjian Su tidak
merasa sepi. karena inilah bayangan dari almarhum seolaholah timbul dan tersenyum terhadapnya, tanpa terasa lagi
Djie Hai mengucurkan air matanya secara deras.
Sesaat kemudian Tjeng Djie sudah sampai di situ. Djie
Hai membalik badan dan berkata. "Tjeng tee sebetulnya
kedatanganku kemari ialah untuk mengajak Yauw Lo tjian
pwee untuk turun gunung, untuk menyelesaikan sesuatu hal
yang maha penting untuk dirundingkan dengannya
Sedangkan kedua murid darinya masih tetap menantikan
dirinya. Tapi kini aku harus kembali pulang dengan kedua
tangan kosong. Walaupun demikian aku mohon kau
terangkan bagaimana saat - saat terahir dari beliau. Adakah
orang tua ini meninggalkan sesuatu untuk diwariskan
kepada muridnya untuk menjadi tanda mata untuk selama
lamanya. Dengan didahului mengangguk anggukkan kepala
Tjeng Djie membuka mulutnya 'Suhu memesan kepadaku
untuk menuturkan hal ini kepadamu. Kau harus tahu orang
tua itu sedikit pun tidak menpunyai sesuatu barang yang
berharga di dirinya, tapi sesudah ia meninggal, masih
berhasil meninggalkan semacam benda untuk kau bawa
pulang!" "Benda apakah itu, lekaslah kau serahkan kepadaku!"
seru Djie Hai dengan tergesa-gesa.
"Memang aku sudah menyediakan benda itu, tutuplah
matamu, tak boleh melihat! Kalau aku menyuruh kau
membuKa kembali matamu benda itu segera berada di
depan matamu!" Ong Djie Hai sebenarnya enggan untuk
bergurau dengan bocah kecil ini, tapi biar bagaimana harus
mengalah juga pada bocah nakal yang senang bergurau ini,
karena itu matanya ditttup juga. Tjeng Djie menurunkan
semacam bungkusan kain dari atas pundaknya. Kemudian
606 benda itu disangkutkan ke atas ranting pohon siong:
"Sudah, bukalah matamu!" Dengan cepat Djie Hai
membuka matanya, dalam waktu sekejap ia menjadi kaget
karena di depan matanya seolah olah berdiri Yauw Tjian Su.
Kala ditegasi ia baru melihat dengan tegas, kiranya baju
yang penuh tambalan dan Yauw -Tjian Su digantung di atas
ranting pohon tertiup angin dan bergoyang goyang, karena
waktu baru melek matanya masih kabur, tak heran baju itu
disangka Yauw Tjian Su!
Melihat baju yang biasa dikenakan oleh almarhum Djie
Hai menjadi sedih kembali, kembali air matanya memenuhi
kedua kelopak matanya, dengan tersedu sedu ia berkata:
"Inikah peninggalan dari beliau?"
"Kalau bukan ini apa lagi yang dimilikinya. Kau harus
tahu benda ini sesudah hampir mati ditanggalkan dari
tubuhnya untuk di serahkan kepada Suhu. Saat itu Suhu


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berkata bahwa baju ini adalah benda yang sangat berharga
sekali tak ubahnya seperti benda keramat saja Karena itu
aku tidak sanggup untuk melindungi ajimat ini, kini
kuserahkan kepadamu, mulai kini menjadi tanggunganmu!"
Dalam keadaan sedihnya Djie Hai tak urung menjadi
tertawa meringis juga melihat kelakuan anak kecil yang
demikian wajar dan lucu, ia berkata: "Ya, kuterima benda
ini, kuharap kau tidak perlu memikirkannya lagi." Dengan
penuh hormat ia maju ke muka untuk menurunkan baju itu,
untuk disimpan. "Kau harus menceriterakan akhir kisah dari
beliau," tambah Djie Hai.
Tjeng Djie mengangguk anggukkan kepalanya, dengan
wajdh yang sungguh sungguh mulai ia menuturkan. Kiranya
sesudah Yauw Tjian Su menderita luka di Oey San. dibawa
oleh Pang Kim Hong ke Kiu Liong Po. kemudian dengan
obatnya yang bermacam macam dan terkenal akan
kemustajabannya diobatinya Yauw Tjian Su dari luka
parahnya. Sesudah dirawat dengan telaten selama tujuh
hari tujuh maiam. Yauw Lo Tau baru tersadar dari
pingsannya. 607 Walaupun ia sudah sadar, akan jalan napasnya masih
demikian lemah, sedangkan membuka mulut untuk berkata
kata masih belum mampu. Sedangkan Pang Kim Hong tiap
hari tiap malam tidak putus-putusnya mencari obat untuk
merawatnya. Orang she Pang ini bukan main sibuknya
untuk menolong Yauw Tjian Su padahal pada beberapa
tahun berakhir ia sudah tidak memperdulikan lagi keadaan
dunia Kang ouw, karenanya hal ini agak mengherankan
juga. Demikianlah terus menerus ia melakukan pengobatan
tak jemu jemunya, kembali empat puluh sembilan hari
berlalu, Yauw Tjian Su kini sudah dapat turun dari
pembaringan dan dapat berjalan dengan perantaraan
tongkat, tapi biar begitu orang tua she Yauw tidak
menunjukkan semangat yang baik.
Tiga bulan yang lalu. Yauw Tjian Su menemukan Pang
Kim Hong sedang Tjeng Djiepun tidak boleh mendengarkan
percakapan mereka, entah apa yang diceriterakan kedua
orang itu. Pada permulaan mereka dengan ramah tamah
dan asyiknya ngobrol. kemudian percakapan menjadi tidak
keruan macam, mereka tidak mengobrol lagi melainkan
sedang ribut mulut. Pertengkaran mulut ini berlangsung tiga
hari tiga malam, kemudian mereka terdiam seperti tidak
pernah terjadi sesuatu di antara mereka. Kembali di suatu
pagi Yauw Tjian Su berkata pada Pang Kim Hong: "Waktu
yang ditentukan segera tiba." Ia duduk tidak bergerak
gerak, sedangkan napasnya sudah hilang. Pang Kim Hong
memeriksa nadinya di pergelangan tangan, ia
menggoyangkan kepala tanda tak berdaya, demikianlah
berakhirnya riwayat jago rimba persilatan yang tidak ada
tandingannya. "Tjengtee, coba kau pikir sebentar, adakah Yauw Lo tjian
pwee meninggalkan pesan sebelum meninggal" Pernahkah
Pang Suhu membicarakan hal ini?"
"Orang tua itu sampai detik terakhir masih tertawa saja.
seolah olah tidak ada yang diberatkan, ia menghembuskan
napas yang terakhir dengan tenang. Sedangkan aku
mergira ia sedang tidur terus ..... Ah, " aKU ingat, ia pernah
berkata, bahwa perkataan biasa sudah habis untuk
608 dikatakan sedangkan perkataan yang belum dikatakan
terdapat di dalam bajunya ini. Dengan wanti wanti ia
memesan agar bajunya yang semangga mangganya ini
disampaikan kepada kalian."
Ong Djie H^i mengangguk anggukkan kepalanya tanda
dari mengerti, bahwa baju yang penuh tambalannya ini
mengandung suatu rahasia yang luar biasa, la berniat
menyelidikinya kelak sudah berkumpul lagi dengan sekalian
saudaranya. "Ong Suko," kata Tjeng Djie, "sesudah Yauw Lotjian pwee meninggal dunia, Suhu menjadi uring uringan
sepanjang hari, segala oDat obatannya yang demikian
banyak dan bernarga dibuang semuanya. Katanya sampah
ini sudah tidak berguna lagi. Dengan kelakuan yang aneh,
mulutnya kemak kemik sendiri, katanya beban ini haruskah
kutanggung atau tidak" Beban ini haruskah menjadi
tanggunganku" Kemudian ia tidak diam di atas gunung,
entah ke mana perginya aku tak tahu. Beberapa bulan
kemudian baru kelihatan ia pulang, sejak itu setiap hari ia
terus melatih diri dengan mengepret air menjadikan air
sebagai senjata rahasia. Untuk aku memain air adalah hal
yang sangat menyenangkan, tapi aku tidak tahu apa
gunanya Suhu melatih diri memain air?"
Mengenai hal ihwal Pang Kim Hong. Djie Haipun tidak
mengetahui banyak, ia hanya mengetahui bahwa adat dan
gerak gerik dari Suhunya itu sangat aneh, sehingga sukar
diduga, lain dari itu gelap baginya. Sedangkan hatinya tak
bersemangat untuk menduga duga. karera sedari tadi
sudah pergi jauh ke tempat di mana beradanya dari
saudara saudaranya. Dari sebab inilah pertanyaan dari
Tjeng Djie tidak dijawab. Ia hanya berkata : "Tjeng Djie,
mengenai tabiat dari Suhu kau lebih banyak mengerti dari
pada diriku, kenapa kau bertanya kepada aku?"
"Aku hanya mohon kau bisa merawat Suhu secara baik
baik. kelak sesudah selesai darma baktiku pada negara aku
akan kembali pula untuk menghaturkan teruna kasihku
kepada Suhu juga pada kau sendiri. Kini aku akan
609 berangkat, mari, sampai berjumpa pula!" Sehabis berkata
Djie tiai lari seperti terbang, membuat Tjeng Djie terpaku
bengong, bocah ini menjadi berpikir: "Heran, heran, kenapa
dalam bulan bulan ini aku menemui orang orang yang gila
gilaan." Biarlah kita tinggalkan bocah yang penuh
keheranan seorang diri, untuk mengikuti perjalanan dari
Ong Djie Hai. Sesudah pemuda kita turun dari Oey
San,hanpun sudah menjadi malam, tak sempat untuknya
masuk ke kota. dengan terpaksa ia menggunakan goa
pegunungan untuk melewatkan malam. Sambil
membaringkan diri, otaknya berpikir terus, sehingga tidak
mudah untuknya masuk ke dalam buaian ibu malam yang
penuh kasih. Sesudah gulak gulik beberapa kali. tubuhnya bangkit
bangun, saat ini sinar bulan terang sekali tiba tiba otaknya
memikirkan baju peninggalan Yauw Tjian Su, dengan hati
hati baju itu dilepaskan dari tubuhnya untuk diperiksa.
Yang tampak hanya tambalan yang beraneka warna
memenuhi baju yang sudah tidak dapat dilihat lagi aslinya
dari kain apa. dan warna apa! Walaupun demikian baju itu
sangat bersih sekali. Djie Hai membalik balik baju itu tanpa
berhasil mendapatkan sesuatu yang aneh. ia berpikir, Pang
Suhu mengatakan baju ini sebagai wasiat yang sukar
didapat, kata-katanya ini pasti bukan perkataan yang
sembarangan diucapkan, sayang aku tidak mempunyai otak
yang tajam sehingga tidak dapat menyelami makna dari
kata-katanya. Saudara-saudaraku kebanyakan lebih pintar
dari aku, baiklah suruh mereka saja yang menyelesaikan
hal baju ini."
Sesudah berpikir begitu, Djie Hai melepat lagi dengan
baik baju itu. Pada saat inilah, otaknya tiba-tiba bergerak,
ia memikir sesuatu yang aneh dari baju tambalan itu. Ia
tahu kalau baju yang pecah kebanyakan ditambal dari
depan atau dari belakang, tapi yang membuat hatinya
heran bahwa baju dari Yau Tjian Su ditambal dari depan
dan belakang. Tambalan yang di luar seolah olah menambal
yang sobek dari baju asal, sedangkan tambalan yang di
sebelah dalam tidak seperti kain untuk menambal baju
610 rusak, bentuknya empat persegi, mungkin di sini letak
rahasianya" Seindah berpikir demikian dengan cepat baju
itu dibuka lagi, dengan hati-hati diamat - amati secara
seksama, betul saja tambalan yang di dalam sangat
mengherankan sekali. semuanya empat persegi, ada yang
baru ada yang lama, demikian rata dan teratur.
Tanpa banyak pikir lagi Djie Hai mengeluarkan pisau
belatinya. dicarinya tambalan yang paling baru kemudian di
bukanya dengan hati-hati, benar Saja kain itu bukan
menambal bagian baju yang rusak, melainkan untuk
menutup huruf huruf yang tertulis di atasnya, Djie Hai
mengangkat carikan kain kecil yang penuh dengan huruf
huruf yang seperti cakar bebek itu, tulisannya tak ubah
seperti buah pena anak kecil saja Sesudah agak lama
dibaca baru ia mengerti apa yang ditulis di situ, huruf huruf
itu berbunyi : semasaku hidup, aku mempelajari ilmu silat tidak
beraturan, melainkan berpikir secara gila-gilaan, apa yang
kulihat ku pelajari dan kutulis, tahun demi tahun tulisan
tulisan sudah demikian banyak dan sudah merupakan buku,
buku itu semuanya ada di sini. sedangkan aku tak lama lagi
akan meninggalkan dunia yang indah. Pada hari kemudian
siapa yang mendapatkan buku ini. entah ia beruntung entah
ia malang sukar untuk kuramalkan. Tjian Su.' Diakhir
tulisan itu tertera beberapa baris kata-kata sebagai
tambahan yang mengatakan bahwa bukunya itu mungkin
tidak berapa baik atau mengertikan bahwa ilmunya itu tidak
berapa tinggi, ini hanya kata kata merendah dari orang tua
ini saja. Ong Djie Hal menjadi girang sekali sesudah menemui
rahasia itu hampir ia berjingkrakan bahna senangnya, la
tahu bahwa Yauw Tjian Su bertabiat senang berkelana,
sedangkan kepandaiannya yang dipelajarinya, tidak
mungkin dapat dituliskannya menjadi buku, karena orang
tua itu tidak mempunyai cukup kesabaran dalam hal tulis
menulis. 611 Tapi ia tak pernah berpikir untuk membawa ilmunya ke
dalam liang kubur, karena itu setiap apa yang dipelajari dan
didapat ditulis di secarik kain dengan tinta yang tidak dapat
luntur, kemudian dilambalkan pada bajunya. Demikianlah
hari ketemu hari tahun berganti tahun kepandaiannya
tambah sehingga tambalan bajunyapun bertambah banyak.
Inilah yang dimaksud dengan bukunya. Tak heran kalau
Pang Kim Horg mengatakan baju ini adalah wasiat yang
tidak ternilai harganya. Djie Hai girang sekali memikiri hal
ini, dan berpikir untuk segera menjumpai saudarasaudaranya untuk sama-sama membuka satu satu demisatu
tambalan baju, alangkah senangnya hal ini kami lakukan!
Perlahan lahan hari sudah menjadi siang, tapi Djie Hai
bukan bangun melainkan mulai menguap, perlahan lahan
menjadi pulas: Ong Djie Hai adalah pemuda jujur, tak heran
baju yang dianggap keramat itu tidak mau dimilikinya
sendiri, bahkan sedikitpun ia tak memikir untuk
mengangkanginya. Andaikata ia mempunyai hati serakah
baju dapat disimpannya sendiri dan dipelajari sendiri, pasti
dirinya bisa menjadi satu jago yang bukan main lihaynya.
Sesudah ia bangun dari tidurnya hari sudah menjadi siang
betul, dengan tergopoh gopoh ia melanjutkan
perjalanannya. Beruntun berapa hari ia melakukan
perjalanan, siang dan malam. Akhirnya dengan singkat
dapat dikatakan ia bertemu dengan rombongan Kie Sau.
Sesud* h mereka bertemu muka, tentu saja menjadi
girang, lebih lebih Gwat Hee waktu melihat saudaranya
terhibur sekali akan kerinduannya selama berpisah
beberapa hari. Tanpa membuang waktu Djie ,Hai
menuturkan hal perjalanannya dengan ringkas, paling akhir
baru menceriterakan tentang baju Yauw Tjian Su,
sedangkan lengannya segera mengeluarkan baju itu untuk
diperlihatkan pada sekalian yang hadir di situ. setiap orang
yang melihat baju itu merasa seperti bertemu muka lagi
dengan orangnya, keruan saja masing masing pada diam
sedih merenungkan nasib malang yang membawa mati
pada orang yang sangat dicintai mereka. Apa lagi dua
saudara Wan, mempunyai hubungan lebih akrab dengan
gurunya, tak heran bathinnya terpukul dan sedih, air
612 matanya mengalir tanpa terasa. Keadaan menjadi hening
dalam suasana duka. Sesaat kemudian baru terdengar
suara Kie Sau berkata memecahkan kesunyian: "Baju ini
adalah peninggalan semangga mangganya dari Yauw Tjitn
Su karena itu harus disimpan baik baik. Tapi kalau surat
surat yang terdapat di tiap tambalan tidak dibuka sama
dengan tidak dapat dibaca dan tidak berguna, karena itu
aku minta Gwat Hee dan Thian Hong untuk membukanya,
kemudian huruf nuruf kalian salin di kertas lain. kemudian
tambalan itu dijahit lagi seperti sediakala, dengan cara ini
baju ini dapat disimpan untuk selama lamanya tanpa
merusaknya."
Gwat Hee dan Tnian Hong dengan girang menerima
tugas itu. saat itu juga mereka bekerja, dalam waktu satu
malaman pekerjaan mereka sudah selesai. Dari baju itu
didapati seratus lebih tambalan yang bertulisan huruf huruf,
tapi semuanya adalah tulisan tulisan singkat. Karenanya
untuk menuliskannya lagi tidak perlu memakan waktu, tapi
untuk mengetahui maknanya yang sejati adalah pekerjaan
yang bukan mudah.
Kie Sau membaca buku yang baru itu, ia merasa buku ini
aneh sekali, dengan cepat di kulit muka buku itu diberi judul
'Pek Na Kun Keng' (Kitab silat seratus tambalan).
Kitab silat dari seratus tambalan ini dapat dikatakan
adalah ilmu silat yang langka: biasanya kalau buku silat lain
satu gerakan dari setiap jurusnya diterangkan dengan
tegas. Tapi di buku ini semua kebiasaan itu tidak terdapat,
apa yang tertera melainkan teori-teori dari ilmu silat belaka,
sekali kali tidak terdapat perkataan yang mengharuskan
bagaimana caranya menggunakan ilmu yang dimaksud.
Terkecuali itu di dalam buku inipun terdapat ilmu silat Tjit
Po Tjie Gie Kun yang bukan main lihaynya. kalau menurut
perkiraan ilmu ini pasti tidak habis dituturkan dengan ribuan
kata, baru dapat membuat orang mengerti. Tapi perkiraan
kita akan meleset sama sekali, karena Yauw Tjian Su hanya
menulis tiga baris kalimat untuk ilmunya yang ampuh ini.
613

Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Apa yang ditulis hanya bagaimana caranya dengan tujuh
langkah serta kebajikan bisa mengalahkan orang, mungkin
juga tulisan ini tertulis sewaktu Yauw Tjian Su baru
menemuinya, kemudian diolah lagi, akan cara untuk
menggunakan ilmu pukulan ini sedikitpun tidak tertulis, ya
melulu hanya itu saja. Mungkin Yauw Tjian Su mengertikan
bahwa ilmunya itu adalah buatannya dan pendapatnya
sendiri, sedangkan orang lainpun boleh berpokok dari yang
berbunyi ; "Untuk menang hanya ada satu jalan.. Cara
untuk menang banyak sekali boleh satu langkah, boleh dua
langkah, bahkan boleh seratus langkah, siapa yang bisa
memikir, dialah yang bisa menggunakan cara ini untuk
menciptakan ilmunya sendiri.
Tersebab ini buku ini seperti tidak berguna, tapi seperti
berguna besar. Andaikata tidak dapat menggunakannya,
buku ini tidak berharga, dan merupakan kertas sampahan
saja, kalau bisa memahaminya dan terus menyelidikinya
hasil capai lelah selama tujuhpuluh delapan tahun dari Yauw
Tjian Su, dapat menjadi miliknya, sehingga buku ini tidak
ubahnya seperti wasiat yang dikatakan Pang Kim Hong.
Saat itu juga sekalian anak muda bergiliran membaca
sepintas lalu apa yang tertulis di buku itu. Dua saudara Wan
otaknya paling cerdas dalam beberapa kali baca saja sudah
dapai menghafal di luar kepala. Walaupun demikian makna
yang terkandung di dalam buku itu masih banyak yang
belum diketahuinya. Hal untuk mengerti memerlukan waktu
yang lama untuk perlahan-lahan mempelajarinya.
Sedangkan Kie Sau yang sudah mempunyai pengalaman
cukup dalam, untuk seketika belum dapat menyelami apa
yang terkandung makna dari tulisan tulisan Yauw Tjian Su
itu. Kie Sau menasehatkan sekalian anak muda, untuk tidak
tergesa-gesa melainkan harus sabar dan perlahan lahan
menyelaminya. Sekalian anak muda menurut pendapat Kie
Sau, memilih beberapa kalimat yang agak cocok untuk
mempelajarinya. Kemudian mereka melanjutkan perjalanan
ke utara, sambil berjalan mereka tidak hentinya
614 membicarakan sesuatu tentang Kun Keng sehingga waktu
terasanya menjadi cepat.
Tiga bulan dengan cepat sudah berlalu, mereka sudah
melewati gunung-gunung yang indah, melintasi sungai
sungai yang besar, hal ini tidak sedikit membuka mata
sekalian anak muda kita. Sedangkan ilmu pukulan Yauw
Tjian Su tidak sedikit yang sudah dimengerti. Sampai pun
Hoa San Kie Siu pun mendapat kemajuan yang tidak
sedikit, sehingga hari ke hari ilmunya bertambah hebat.
Saat ini mereka sudah sampai pada tempat yang tidak
berjauhan dari sarang Bok Tiat Djin .. . . Peng san.
Ada pun sarang dari Bok Tiat Djin adalah sebuah gunung
yang setiap tahunnya diliputi salju yang putih sedangkan
keadaan dari gunung salju ini demikian hebat, jurangjurang yang terjal dan cadas cadas yang tajam memenuhi
setiap lembah dan celah celah gunung. Gunung salju ini
adalah satu bukit dari pegunungan Thian San yang berliku
liku ribuan meter panjangnya, bagian ini dinamai Peng San,
sangat sunyi dan sepi, karena diam di sinilah Bok Tiat Djin
mendapat julukan Peng San Hek Pau.
Kie Siu dan lain lain hatinya bertambah besar untuk
menghadapi Kiu Sie Tin lawan sesudah mendapat buku
warisan dari Yauw Tjian Su. Sesudah memilih hari yang baik
mereka berbondong bondong mendaki Peng San untuk
menghancurkan Kiu Sie Tin musuh.
Salju dan es penuh merutupi tanah, bersinar sinar putih
menyilaukan mata. Setiap orang yang sampai di sini pasti
mengernyutkan dahinya, memelekkan matanya sekecil
mungkin. Di bawah kaki, adalah salju yang berupa potongan
potongan es berbentuk aneh, jauh mata memandang adalah
sinar begerlapan dari salju juga. Dunia putih yang indah dan
membuat orang merasa beku. Demikian sunyi tak terdengar
suara orang, tidak nampak asap dari dapur. Hanya angin,
salju dan dingin yang meresap ke tulang, tak ubahnya
dengan dunia tersendiri yang mati penuh Kesepian.
615 Di bukit yang demikian sepi, berkumpul banyak sekali
orang orang Kang ouw yang luar biasa lihay. mereka adalah
orang- orang kenamaan dari rimba persilatan. Diantara
mereka tidak- satu yang tidak ternama, mereka semuanya
adalah pentolan pentolan dari cabang cabang persilatan
yang pada hari hari biasa selalu memandang rendah
sekalian orang. Kini mereka berkumpul menjadi satu.
dengan harapan dapat menghindarkan bahaya dari musuh
musuhnya. Bahkan mereka akan bersatu padu dengan
tekad bulat untuk mengatur barisan sembilan puluh persen
mati untuk mengadu untung dengan lawannya yang mereka
takuti. Sebenarnya musuh mereka itu siapa" Agaknya
sangat kuat dan ganas barangkali" Kalau tidik kenapa
ditakuti mereka. Saat ini di bawah gunungpun berkumpul
sekelompok orang, di antara mereka terdapat orang tua
yang. berambut dan berkumis jenggot yang putih, seorang
kurus hitam, sedangkan yang lain adalah anak anak muda
yang terdiri dari perempuan dan lelaki. Mereka adalah kaum
pencinta bangsa pada jamannya, mereka mendaki gunung
selangkah demi selangkah dengan tekad bulat untuk
melenyapkan sekalian penghinat penghianat bangsa.
Mereka mengetahui mendaki gunung yang penuh bahaya ini
tidak mudah, tapi mereka sedikitpun tidak gentar dan maju
terus, untuk membaktikan tenaga dan jiwa mereka untuk
negara dan rakyatnya. Tiba tiba langkah mereka berhenti,
demi dilihatnya enam bilah pedang yang ditancapkan ke
dalam salju, seolah olah menghalang halangi langkah dari
kaki rrereka. Artinya dari pedang ini memperingati mereka
bahwa musuh sudah berada di depan mata harus hati hati
sedikit. Dengan hati hati Hoa San Kie Sau memeriksa setiap
pedang itu. Kiranya di setiap pedang terukir nama dari
pemiliknya. Menurut rangkaiannya, yang pertama dan
selanjutnya adalah Lauw Tjiok Sim, Ong H>e Ong, Bu Beng
Nie. Kim Ie Kong Tju. Louw Tiau dan Bok Tiat Djin.
Di dalam rimba persilatan sudah menjadi suatu
kebiasaan, yakni mengukir nama diatas pedang, kemudian
merintangi perjalanan musuh. tanpa orang yang menjaga,
artinya ialah minta berunding dengan musuh. Kalau orang
yang datang mengambil keenam pedang yang sudah terukir
616 nama itu artinya memberi muka dan mengampuni pada
orang yang sudah menyerah secara hormat, tapi kalau tidak
mau berdamai, pedang itu boleh dipatahkan, dan boleh
melanjutkan perjalanan untuk bertempur. Sesudah melihat
pedang itu Kie Sau menarik napas, kemudian
menceriterakan maksud dan artinya dari pedang itu,
kemudian ia menambahkan. "Sebenarnya ke enam orang ini
adalah algojo yang kejam sekali, kini menundukkan kepala
untuk menyerah, benar-benar suatu hal yang
mengherankan sekali. Entah jago dari mana yang membuat
mereka demikian takut, sehingga belum-belum sudah
menyerah!"
Wan Djin Liong dan Wan Thian Hong serentak mencabut
pedangnya sambil berkata: "Kini kita sudah sampai di sini.
hanya ada maju tiada mundur, pedang ini harus kita patahpatahkan!" Perkataan ini tentu saja disetujui yang lain,
karenanya tanpa banyak komentar lagi dua saudara Wan
mengerjakan pedangnya, seiring dengan bunyi trmg trang
tring trang enam bilah pedang itu sudah menjadi berkepingkeping berantakan dan berhamburan di atas salju yang
putih. Sekalian orang maju melangkah, tentu saja dengan
terlebih hati-hsti lagi. Setiap orang memandangkan
matanya ke empat penjuru memperhatikan kalau-kalau ada
sesuatu gerakan. Tiba tiba mata Gwat Hee yang tajam
melihat sebuah benda yang dipancungkan di tempat agak
jauh. Sekalian orang maju melompat memburu
menghampiri, tampak oleh mereka benda itu adalah
semacam papan yang bertulisan beberapa huruf dan
berbunyi 'Sembilan puluh persen mati. barisan peninggalan
Hek Liong."
Melihat ini Kie Sau mengangguk anggukkan kepalanya:
"Kiranya mereka mendapat Kiu Se Tin ini dari Hek Liong Lo
Kuay, karenanya kita harus lebih berhati htti, kalau kalau Lo
Kuay mengubahnya bertambah aneh. Papan ini dipasang di
sini. tentu Kiu Sie Tin berada tidak jauh dari sini. anak anak
majulan selangkah" demi selangkah terlebih hati hati lagi!"
Sekalian orang mengerti keadaan sudah semakin
617 mendesak, sekaliannya semangatnya terbangun, mati.
telinga dipasang dengan baik. menantikan datangnya setiap
gerakan dalam keadaan siap sedia.
Sesudah berjalan lagi agak lama. masin belum menemui
tanda tanda adanya manusia. Melainkan mereka menemui
sebatang anak panah yang bersurat di ujung belakangnya,
sedangkan di samping panah menggeletak sebuah
tengkorak. Pemandangan ini membuat sesuatu perasaan
semakin , tegang saja.
Kie Sau maju melihat, tampak olehnya di sampul surat
berbunyi 'Dihaturkan dengan hormat kepada Pang Kim
Hong Tjian pwee', hal ini di luar dugaannya, ia menoleh
menghadap pada sekalian anak buahnya sambil berkata :
"Djie Hai! Sini! Apakah Pang Kim Hong akan datang ke
sini?" Begitu Djie Hai maju ke depan, sekalian dari
saudaranya membanjir mengikuti untuk melihat apa yang
terjadi di situ.
Belum sempat untuk Djie Hai menjawab pertanyaan
gurunya, sekalian saudaranya sudah membuka mulutnya
masing masing ada yang mengatakan kenapa Pang Kim
Hong Lo tjian pwee mau datang ke sini. Ada yang
mengatakan, bukankah orang tua itu sudah tidak mengurus
lagi hal dunia Kang ouw"
Ada pula komentar, yang mengatakan apakah
kedatangannya itu untuk menghancurkan barisan maut itu
atau untuk membantu mempertahankan barisan itu. Ada
pula yang berkata, tidak mungkin karena panah itu
bersurat, di bawahnya diletakkan tengkorak agaknya
mereka ingin berdamai dengan Pang Lo tjian pwte di
samping menakut nakutkan juga dengan tengkorak itu.
Barangkali mereka menggunakan akal yang keras
bercampur lunak, sambung yang lain lagi. Aknirnya ada
yang bertanya, bolehkah surat ini dibuka untuk di
lihat....demikianlah mereka berebut mengeluarkan
pendapat seKalimat demi sekalimat, sehingga artian dari
surat yang di atas anak panah itu hampir kena diduganya.
Yakni surat itu bermakna meminta kepada Pang Kim Hong
618 untuk mundur saja terlebih dahulu sebelum menyerang
barisan Tin mereka, misalkan mau berkeras untuk
menyerang juga mau tidak mau harus melawan setiap
lawan yang berada di dalam barisan.
Kalau takut boleh berdamai dengan setiap orang yang
berada di barisan, untuk berjanji tidak akan bermusuhan
lagi pada hari kemudian.
Kie Sau mendengar sekalian pendapa anak muda yang
kebanyakan tidak seberapa jauh selisihnya dengan
pendapatnya, yakni menganggap surat itu sebagai gertakan
belaka. Sampul itu bertulisan nama Pang Kim Hong dengan
sendirinyi ia tidak berani membukanya. Sekali lagi ia
memandang pada Djie Hai. Sang murid baru mendapat
kesempatan untuk menjawab pertanyaan gurunya tadi, dan
mengatakan bahwa ia tidak tahu akan datang atau tidaknya
tentang Pang Kim Hong..
Kie Sau mengangguk anggukkan kepalanya kemudian
baru berkata kepada yang lain: "Anak anak agaknya'Pang
Kim Hong akan datang ke sini, kalau hal ini benar benar
terjadi tentu bukan main baiknya. Sedangkan surat ini
alamatnya bukan untuk kita, karenanya tidak boleh dibuka,
kini marilah kita lanjutkan lagi perjalanan kita!" Seruan ini tentu saja disambut dengan baik, serentak kaki demi kaki
maju melangkah sedangkan semangat mereka bukan main
hebatnya, terkecuali itu masing masing mempunyai
kepercayaan pada diri sendiri dengan mantap.
Mereka baru saja memecahkan sebuah teka teki yang
sulit, kini kembali menemui lagi sebuah teka teki lain di
depan mata.. Adapun teka teki yang baru dipecahkan
adalah orang yang akan menyerang Kiu Sie Tin ito adalah
Pang Kim Hong hal ini tentu saja dimengeiti sekalian anak
muda kenapa Louw Tiau dan sekalian kawan kawannya
menjadi takut, karena mereka tiada satu yang menjadi
lawan dari orang berilmu itu. Tapi teka teki yang baru yakni
kenapa Pang Kim Hong bisa turun gunung untuk
menghancurkan Kiu Sie Tin musuh.
619 Sesudah berjalan lagi beberapa langkah, di tanah
terletak lagi sebuah tengkorak. Beberapa langKah
kemudian, lagi lagi terlihat sebuah tengkorak yang
menggeletak di atas tanah. Kie Sau mengetahui bahwa
mereka sudah memasuki barisan Kiu Sie Tin, sedangkan
tengkorak tengkorak itu sengaja diatur sedemikian macam,
semata mata untuk menimbulkan perasaan takut dari setiap
orang yang mau ke barisan yang diatur
Jilid ke 20 Kalau saja orang yang bernyali kecil, melihat ini akan
timbul takutnya, sehingga sebelum terjadi pertarungan
hatinya sudah ciut sebagian. Kie Sau melirik sekalian anak
buahnya, tampak semuanya mempunyai wajah yang keren,
sedikitpun tidak menunjukkan perasaan takut, sekalian
anak muda penuh tekad bulat .untuk melakukan
pembalasan pada musuh-musuh rakyat, sadar pula bahwa
pertarungan yang mempertaruhkan jiwa sudah berada di
ambang pintu. Tiga - - - - empat ----- lima - - - " terus terhitung sampai
sembilan tengkorak, di tempat yang ke sembilan ini
terletak, sebuah lembah salju yang kecil, kedua sisinya
adalah tebing yang tiga sampai empat tombak tingginya, di


Pahlawan Harapan Karya Tang Fei di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tengah tengahnya terdapat ruangan yang membujur
sebanyak beberapa tombak persegi. Kie Sau segera berseru
keras: "Anak anak. siap waspada!" belum suaranva habis
terbawa angin, tampak berkelebat sesosok tubuh di balik
tebing, kemudian datang menghampiri, orang ini
berpakaian putih, sepatu putih, lengannya bersenjata
sebilah Hie Kut Kiam yang putih mengkilap, sedangkan
paras mukanya juga putih seperti salju, dihiasi rambut yang
putih pula. sehingga warnanya serupa dengan salju yang
memenuhi seluruh bukit dan lembah, kalau agak jauh
melihatnya, pasti tidak dapat mengetahui adanya orang
bersembunyi di sini.
620 Tanpa komentar lagi sekalian anak muda berseru
tertahan secara serentak;
"Ong Hie Ong!"Sedangkan Ong Hie Ong pun perlahan
lahan berseru heran. "Ihh. kenapa segala bocah yang
datang!" S3sungguhnya hal ini di luar perkiraannya sekali.
Ong Hie Ong yang mengetahui bahwa sarangnya sudah di
obrak abrik sekalian pemuda kita, sehingga
hatinya menjadi geram untuk mencari balas Tersebab
mendapat tantangan dari Pang Kim Hong, tak ada lain jalan
melainkan ia harus mendaki Peng San, untuk
mengeabungkan tenaga menghadap Pang Kim Hong. Saat
ini dengan kebenaran sekali, dilihatnya sekalian bocah
bocah yang dicari carinya berada di depan mata, mau tak
mau matanya menjadi merah membara.
"Hentikan kakimu!" bentak Ong Hie Ong, suara mi
menggeleger dai bergema di sekeliling bukit dan lembah,
membuat pendengaran orang mendengung - dengung.
Sekalian anak muda segera berdiri dengan baik. membuat
suatu barisan yang dapat saling tolong menolong. Kie Sau
yang berada di paling depan segera berkata: "Apakah
saudara yang bernama Ong Hie Ong?" Dengan senyum
dingin Ong Hie Ong membuka mulut:
"Kie Sau sebenarnya kita pernah bertemu muka sewaktu
terjadi perkelahian di Oey San. sayang sekali waktu itu kita
tidak bergebrak. Kemudian kudengar kau membawa bawa
sekalian bocah berengsek, mengamuk di tempat
kediamanku. Saat itu aku sedang tiada di rumah, sehingga
antara kita tidak terjadi pertarungan, kini tak kuduga kau
bisa datang ke sini, kini waktu nya untuk kita mengukur
tenaga!" Sehabis berkata Ong Hie Ong tertawa besar,
disekalian lembah dan gunung salju ini terasa semakin
sunyi, dan suram penuh kegaiban. Sambil menunjuk
dengan pedang tulang ikannya, Ong Hie Ong berkata lagi:
"Omong kosong tak perlu banyak-banyak diucapkan, lebib
baik senjata yang bicara! Kie Sau kau datang untuk
621 menyerang barisan Kiu Se Tin atau melulu untuk bertanding
dengan aku pribadi?"
"Kalau untuk menghancurkan barisan bagaimana"
Sebaliknya untuk menghajar kau bagaimana pula?" tanya
Kie Sau dengan sabar, memang sudah menjadi kebiasaan
untuk dirinya, sesuatu hal yang akan dilakukan ditanyakan
dahulu sampai jelas. Kie Sau belum pernah melakukan hal
secara sembrono.
"Kie Sau, kau hidup sudah cukup tua. belumkah kau
mengenal peraturan atau tidak tahu bagaimana harusnya
menyerang Kiu Sie Tin. Kau dengarlah, setiap penyerang
barisan harus seorang diri. sekali - kali tidak boleh
mengandalkan jumlah yang besar. Kalau kau menyerang
sampai mati berarti kau mati secara hormat, namamu Pasti
akan diingat terus oleh sekalian orang orang di dunia Kangouw. Ketahuilah setiap penyerang Kiu Sie Tin harus jago
jago dari kelas satu!"
"Kalau tidak menyerang barisan?"
"Tidak menyerang barisan tidak menjadi soal, kita boleh
menggunakan cara peraturan Kang-ouw untuk menentukan
siapa yang terlebih lihay diantara kita. Kini berhadap
hadapan misalkan kau mau mengeroyok, aku Ojg Hie Oag
tetap akan melayani!"
"Ong Hie Ong. kami tidak terlalu sibuk untuk lekas lekas
berurusan dengan kau, kami memerlukan untuk berurusan
dahulu dengan manusia yang tidak punya malu Louw Tiau!"
"Kau ingin mencari dia?" Kau harus menghancurkan
barisan ini terlebih dahulu, karena ia berada di belakang!"
Sehabis berkata Ong Hie Ong tertawa lagi.
Suara tawanya yang mengandung penghinaan terhadap
Kie Sau membuat sekalian anak muda menjadi naik darah,
sampaipun Tju Hong yang biasa berlaku tenang berubah
mukanya, andaikata Ong Hie Ong memilih salah seorang
untuk bertempur sudah pasti orang she Tju ini akan tampil
paling muka. Tapi penghinaan ini untuk Kie Sau di biarkan
begitu saja, nanya kedua alisnya berkerut, agaknya sedang
622 merenungkan sesuatu secara sungguh sungguh, sesaat
kemudian baru ia mengambil keputusan. Kakinya
melangkah dua tindak, sesudah memasang kuda kudanya
dengan baik, kedua lengannya dirangkapkan sambil
tersenyum ia berkata.
"Baiklah, aku akan menerjang barisan!"
Kedua mata Ong Hie Ong menjadi mendelik.
"Apakah kau hanya mengandalkan kedua lenganmu saja"
Ketahuilah, di dalam Kiu Sie Tin tiada terdapat belas
kasihan" "Tak perlu banyak bicara lagi!" bentak Kie Sau. Tubuhnya bergerak perlahan lahan, tapi mencelat dengan cepat,
seperti gunung Thai San menyergap ke sebelah kiri tubuh
lawannya. Berikutnya kaki kirinya menggaet kaki kiri
musuh, lengan kirinya bekerja, menindih lengan kiri lawan,
serentak dengan itu lengan kanannya cepat seperti kilat
memapas punggung musuh, inilah gerakan dari ilmu silat
Bukit Berantai yang bernama Thian Hu Pek San (kapak
iangit membelah gunung) Semua gerakan ini dilengkapi
ilmu dalam yang lihay, sehingga mengandung tenaga
menekan yang luar biasa besarnya. Ong Hie Ong bukan
bangsa lemah, serangan yang demikian hebat ini tidak
membuatnya mundur atau mengalah, tubuhnya tetap di
tempat semula, dinantikannya sampai lengan musuh hampir
Kampung Setan 5 Wanita Gagah Perkasa Karya Liang Ie Shen Kisah Pedang Bersatu Padu 13

Cari Blog Ini