Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D Bagian 1
"Pedang Bunga Bwee
Saduran : Tjan ID
MALAM kelam seluruh kota Yang- chiu diliputi kegelapan,
suasana sunyi senyap.
Disisi kota itu terletak suatu telaga yang disebut telaga So Si - Auw, berbeda dengan suasana kota, telaga itu ramai
sekali dengan perahu-perahu pesiar yang hilir mudik ditengah
telaga. Ketika itulah, tampak sebuah perahu berlabuh jauh
ditengah telaga, pintu jendelanya tertutup rapat, dari balik
ruang perahu tak kedengaran sedikit suarapun.
Dari lampu lentera yang jauh tergantung diatas tiang layar,
para penduduk kota Yang-chiu segera mengenali perahu itu
sebagai perahu pribadi Liek Hong Hwie, pelaCur kelas tinggi
dari kota tersebut
Lie Hong Hwie baru muncul tiga bulan berselang, namun
keharuman namanya sudah menjelajahi hampir seluruh kota
Yang - chiu, keCantikan wajahnya, potongan badannya yang
menggiurkan kepandaian sastra serta musiknya yang
menawan sudah terkenal dan mempesonakan banyak orang.
Malam semakin kelam, tiba-tiba dari tempat kejauhan
bergerak datang sebuah sampan keCil, diatas perahu itu
duduklah seorang pelaCur yang tak laku dalam dagangannya,
dengan sinar mata keheranan ia menatap perahu Lie Hong
Hwie tajam-tajam, sementara dalam hati merasa heran.
Apa sebabnya ini hari perahu tersebut kelihatan begitu
sunyi" Padahal pada hari hari biasa suasana tentu diramaikan
dengan gelak tertawa manusia.
Perahu sampan meluncur semakin dekat kurang lebih lima
enam tombak dari perahu besar tersebut, mendadak
jendelanya terbentang lebar disusul munculnya seraut wajah
hitam yang penuh dengan cambang.
"Siapa " apa maksudmu datang kemari ?" terdengar orang
itu membentak dengan nada tegang dan lantang.
Pelacur diatas sampan itu kelihatannya tertegun lalu
tertawa. "Aaaaaah kiranya Loo Loya.." serunya. "Angin apa sih yang
telah menghembus dirimu, sehingga malam ini bisa muncul
disini sambil minum arak sunyi " Aku datang untuk menjenguk
adik manis dari keluarga Lie ".
"Malam ini aku pinjam perahu nona Lie untuk menjamu
seorang tamu agung, saat ini nona Lie tiada waktu, kau tak
usah mencari dia lagi, mau ketemu besok saja "
Jendela kembali tertutup, roman wajah yang hitam itupun
lenyap dari pandangan-Pelacur itu tak berani banyak bicara
lagi, buru-buru ia dayung perahunya meninggalkan tempat itu.
Dia kenali wajah hitam tadi sebagai orang penting dalam
pemerintahan kota Yang - chiu, dia adalah pengawal pribadi
dari Tie-hu thayjien yang bernama Loo Sian Khek. ilmu
silatnya telah tersohor dalam dunia persilatan, perbuatannya
tegas dan adil, kota Yang-chiu bisa aman dari pencuri pun
sebagian besar berkat tenaganya.
Tetapi ada satu hal yang aneh hubungan persahabatan Loo
Sian Khek amat luas lagi pula ia paling pantang main
perempuan nakal. Apa sebabnya pada malam ini ia malah
menjamu tamunya diatas perahu Lie Hong Hwie, seorang
pelacur kelas tinggi " siapa yang sedang dijamu " mengapa
gerak geriknya penuh rahaSia "
Meskipun pelacur itu merasa curiga, namun ia tak berani
mengintip Sebab nama besar Loo Sian Khek sudah sangat
tersohor, kalau sampai cari gara-gara dengan dirinya, maka
kerugian besar tentu akan didapat.
Suasana diliputi keheningan, beberapa saat kemudian dari
balik ruang perahu berkumandang suara seseorang yang
lembut dan merdu:
"Looya berdua cuma melulu minum arak belaka, bagaimana
kalau aku nyanyikan sebuah lagu untuk kalian " Waaaah kalau
begini terus, bisa-bisa orang lain anggap kita yang ada disini
sudah mati semua "
Loo Sian Khek ingin menampik, tapi suara lain segera
menyambung: "Loo heng, biarkanlah dia menyanyi sudah
lama kudengar nama harum nona Lie menggetarkan kota
Yang- chiu, mungkin nama besarnya tidak berada dibawah
Loo- heng, selama ini siauw-te belum pernah minta
petunjuknya . "
Agaknya kedudukan orang ini luar biasa, ucapan tersebut
tidak menimbulkan amarah dalam hati Loo Sian Khek. Malah ia
berkata kemudian setelah termenung beberapa saat: "Liem
kongcu, dalam keadaan seperti ini kau masih punya
kegembiraan untuk..."
"Loo-heng apa gunanya bersikap tegang selalu ?" Tukas
Liem - kongcu sampai tertawa, "cuma sekuntum bunga mawar
putih yang terlalu biasa, perlu apa selalu dikuatirkan "
mungkin ada orang yang sengaja ajak kau bergurau manusia
hidup untuk bersenang-senang, tak usah kita pikirkan masalah
itu lagi Lebih baik kita minum cari kesenangan lagi pula hatiku
sudah kesal sejak tadi, Bukalah jendela jendela itu agar udara
segar bisa berhembus masuk."
Belum sempat Loo Sian Khek menampik, Liem kongcu
sudah mengambil tindakan cepat dengan membuka seluruh
jendela ruangan tersebut.
Mengikuti terbukanya jendela, terlihatlah suasana dalam
ruang perahu itu, perabot diatur rapi dan indah, ditengah
ruangan tersusun sebuah meja perjamuan dan disekitar meja
tadi duduklah tiga orang.
Loo sian Khek berusia empat puluh tahunan, perawakan
tubuhnya tinggi kekar, sedang Liem kongcu berusia dua puluh
lima enam tahunan. badannya berwarna hitam namun
tampan, Sedang orang ketiga adalah seorang nona berwajah
cantik, dia bukan lain adalah Lie Hong Hwie.
Loo Sian Khek kerutkan alisnya yang tebal, agaknya ia
merasa kurang leluasa untuk mengumbar amarah, cuma
gerutunya: "Kongcu, kau adalah seorang anak sekolahan yang tak tahu
persoalannya dunia persilatan, pemilik bunga mawar putih itu
sudah empat tahun lamanya malang melintang dalam dunia
persilatan selama ini tiada korbannya yang dibiarkan hidup,
kali ini dia sudah cari satroni dengan ayahmu, peristiwa ini
benar luar biasa sekali, sebab selamanya ia cuma turun
tangan terhadap orang kangouw dan jarang tancapkan kaki
ketempat lain".
"Aaaah, aku rasa hal ini pasti disebabkan hioloo ci - Liong Teng milik nenek moyangku itu" sahut Liem kongcu sambil
tertawa hambar, "Siauw-te cuma tahu itulah benda mustika,
tak tahu dimanakah letak kemustikaannya " maka setelah
ayah ku menerima surat ancaman, beliau segera serahkan
benda itu kepada siauw-te dan perintahkan aku untuk ikut
Loo- heng datang kemari menjumpai bunga mawar putih itu,
nanti seandainya persoalan bisa diselesaikan secara damai,
harap Loo-heng sudahi saja persoalan itu sampai disini."
"Tetapi disamping itu siauw-te pun ingin menanyakan apa
sih kegunaan dari hioloo ci-Liong-Teng tersebut"
"Kongcu pikiranmu terlalu polos." kata Loo Sian Kheksambil
menghela napas panjang.
"Tindak tanduk si bunga mawar putih sadis dan telengas,
semoga saja dia tidak melukai diri Kongcu, dengan demikian
aku orang she- Loo pun bisa pertanggung jawabkan
keselamatan kongcu dihadapan ayahmu, Kalau tidak... Yaaa...
demi membalas budi Thayjien sekalipun harus korbankan jiwa
aku harus lindungi keselamatan kongcu "
"Betulkah si mawar putih itu tidak pakai aturan " macam
apa sih orangnya ?" seru Liem Kongcu kurang percaya,
sepasang matanya melotot bulat-bulat. Perlahan-Iahan Loo
Sian Khek menghela napas panjang.
"Empat puluh tahun lamanya si Bunga mawar putih malang
melintang dalam dunia persilatan namun tak seorangpun yang
berhasil menyaksikan wajah aslinya, setiap kali ia selesai
membunuh orang, ditinggaikannya sekuntum bunga mawar
putih sebagai tanda, bahkan kebanyakan jago kangouw yang
dibunuh adalah jagoan-jagoan lihay kenamaan, Ditinjau dari
hal ini bisalah kita tarik kesimpulan bahwa ilmu silatnya betulbetul
sangat lihai, dan perbuatannya pun telengas..."
"Siauw-te tidak setuju dengan caramu berpikir menurut
penglihatan siauw-te, kemungkinan besar dia adalah seorang
terpelajar yang kenal akan seni "
" Berdasarkan alasan apa Kongcu berkata demikian ?"
"Seandainya dia adalah seorang jagoan kasar dari dunia
persilatan, tidak mungkin akan gunakan Bunga Mawar Putih
sebagai tanda pengenalnya, kau tahu bukan " bunga mawar
adalah dewi diantara jenis bunga lain apa lagi yang berwarna
putih, disamping itu iapun meminjam tempat tinggal nona Lie
sebagai tempat pertemuan, aku rasa dia betul-betul seorang
yang kenal dengan seni".
"Ucapan Kongcu mungkin ada benarnya." kata Loo Sian
Khek setelah tertegun sejenak.
"Perbuatan si bunga mawar putih kali ini memang rada luar
biasa, pada umumnya ia bunuh orang kemudian tinggalkan
tanda, jarang sekali sebelum peristiwa adakan janji lebih
dahulu, mungkin hal ini disebabkan ayahmu bukan orang
kangouw maka ia berlaku lebih sungkan. Tetapi
bagaimanapun juga situasi pada malam ini jauh lebih banyak
bahayanya dari pada selamat"
"Sudahlah, tak usah kita pikirkan persoalan itu lagi, dengan
hadirnya seorang jago lihay macam Loo-heng, aku rasa siauwte
tidak bakal terancam mara bahaya "
"Kongcu, kau menilai diriku terlalu tinggi" seru Loo Sian
Khek sambil tertawa getir. "walaupun aku orang she-Loo
pernah belajar ilmu silat beberapa tahun, untuk menghadapi
pencuri-pencuri cilik mungkin masih sanggup, tapi kalau
dibandingkan dengan tokoh sakti macam si Bunga mawar
Putih aku masih terpaut jauh."
"Bercerita kejadian lampau, susiok dari aku orang she-Loo
yang bernama Sam Yap Toojien-pun dua puluh tahun
berselang telah menemui ajalnya digunung Thay Heng San
dengan sekuntum bunga mawar putih berada disisinya. Waktu
itu aku orang she - Loo belum terjun-kan diri kedalam
kangouw, setelah suhuku mendengar berita buruk ini, diamdiam
ia bereskan jenasahnya lalu membungkam diri."
"Apakah gurumu sudahi persoalan tersebut sampai disana
saja ?" tanya Liem Kengcu tercengang.
Merah jengah selembar wajah Loo Sian Khek.
"Bukan saja suhu tidak adakan pembalasan, untuk
merahasiakan peristiwa tersebut. Sebab pertama, jejak si
bunga mawar putih tak menentu, gerak-geriknya bagaikan
naga sakti yang kelihatan kepala tak kelihatan ekornya, sulit
untuk menemukan dirinya. Kedua, perbuatan serta akhlak
memang kurang lurus, sekalipun tidak mati ditangan si Bunga
Mawar Putih, gurukupun akan ambil tindakan untuk bersihkan
pergUruan dari noda "
"oooouw... kalau begitu perbuatan yang dilakukan si Bunga
mawar putih belum tentu adalah pekerjaan jahat semua ".
Kembali Loo Sian Khek tertawa getir.
"Perduli bagaimanakah perbuatannya, membunuh manusia
adalah perbuatan yang tercela." Agaknya Liem Kongeu merasa
pembicaraan mereka sudah terlampau jauh, segera ia
membungkam. Loo Sian Khek pun buru-buru alihkan suasana
yang serba kaku ita kedalam masalah lain"sudahlah, kita tak usah banyak bicara lagi, lebih baik kita
nikmati suara merdu dari nona Lie " katanya.
Selama ini Lie Hong Hwie duduk disamping dengan mulut
membungkam, pada saat inilah sambil tertawa ringan ujarnya:
"Sejak naik keperahu kalian berdua minum arak dengan
mulut membungkam, aku yang rendah tak berani
mengganggu, nama besar Loo loya sih sudah lama kudengar
tak disangka Kongcu-ya ini adalah sauw-ya dari Walikota
Yang-chiu"
"Sungguh aneh, aku jarang keluar rumah, dari mana bisa
jadi orang terkenal dikota Yang chiu " ujar Liem Kongcu
tersenyum. Lie Hong Hwie mengerling sekejap kearah-nya,
lalu berkata: "Nama besar Liem Sauw-ya terkenal diseluruh Kiang-Tok.
setiap keluarga dikota Yang-chiu, kenal akan dirimu, hanya
saja tempat kami sini terlalu rendah, tidak patut dikunjungi
oleh Liem Sauw-ya".
"Haaaa.... haaa.... haaaa.... Sudah lama aku dengar
keCantikan serta kepandaian nona Lie tiada keduanya, nama
harummu sudah tersohor diempat penjuru, cukup mendengar
beberapa patah katamu tadi, aku yakin namamu bukan nama
kosong belaka. Ayoh, Cepatlah nyanyikan sebuah lagu untuk
kami nikmati "
"Sauw-ya, kau adalah orang pandai dari Kiang-Tok,
seandainya dalam nada laguku nanti kurang sesuai, harap
Siauw-ya suka beri petunjuk..." kata Lie Hong Hwie sambil
mempermainkan alat Piepa ditangannya.
"oooouw... kau ingin menguji diriku?"
"Aku yang rendah tak berani bertindak kurang-ajar
dihadapan Siauw-ya aku hanya berharap Siauw-ya bermurah
hati dengan ajukan persoalan yang tidak terlalu sulit, dari
pada aku yang rendah mendapat malu "
"Baiklah, kalau begitu nyanyilah bait kenangan dari Tu-Bok,
aku rasa lebih sesuai dengan pemandangan saat ini ".
Lie Hong Hwie tersenyum, jari tangannya mulai bermain
diatas senar pie-pa dan berkumandanglah irama lagu yang
merdu diiringi nyanyian yang menawan hati.
"Bagus Bagus sekali" seru Liem Kongcu sambil bertepuk
tangan, selesai gadis itu menyanyi "Tahu ditempat ini ada
perempuan cantik yang pandai, meskipun dicaci maki ayah,
aku datang juga kemari untuk berkenalan dengan dirimu ".
"oooouw kiranya Sauw-ya diawasi dengan ketat oleh Liem
ThayJien " Liem Kongcu tertawa jengah.
"Benar " ia mengangguk "Ayah takut aku main terus hingga
mengesampingkan pelajaran, maka pada hari-hari biasa larang
aku bergaul sembarangan, karena itulah suatu kesempatan
baik telah kubuang dengan sia-sia "
"Lantas bagaimana kau bisa datang kemari pada hari ini?"
"Kita sudah bicara setengah harian, apakah kau tidak
dengar ?" "Kalian Looya sekalian lagi membicarakan soal serius, tidak
pantas bagi aku yang rendah untuk ikut mendengarkan
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekalipun aku mendengarkan juga percuma sebab tidak
mengerti agaknya ada seseorang bersimbol bunga Mawar
Putih ajak kalian berdua untuk berjumpa disini...".
"Tidak salah memang peristiwa inilah yang terjadi" Liem
Kongcu tersenyum, " ia berjanji untuk muncul pada kentongan
kedua, aku rasa sebentar lagi ia bakal datang tiba pada
saatnya, seumpama terjadi peristiwa diluar dugaan, aku harap
kau jangan takut ".
"Bagi kami yang melakukan pekerjaan begini, sudah
terbiasa menjumpai kejadian yang aneh dan kukoay, gebrak
meja saling memaki lalu dilanjutkan dengan pertarungan
sudah sering terjadi, nyali kamipun sudah terlatih jauh lebih
besar ". "Aku takut peristiwa pada malam ini akan jauh lebih serius
" "Tapi tidak sampai gberakan golok mainkan pedang bukan
?" seru Lie Hong Hwie terperanjat.
"Sulit untuk dikatakan tapi kau boleh legakan hati,
bagaimana tegang pun suasana nanti, peristiwa ini tidak akan
merembet pada dirimu, sudahlah jangan kita urusi lagi soal
itu, mari pinjamkan alat Pie-pe tersebut kepadaku ".
"Sauw-ya, kau hendak berbuat apa " " tanya Lie Hong Hwie
dengan suara kaget. Liem kongcu tersenyum.
"Irama lagu yang merdu tak boleh tidak harus dibalas, aku
ingin menyanyikan pula sebuah lagu untukmu " katanya.
"Aaaah aku yang rendah tak berani menerimanya, melayani
minum arak. menyanyi sudah merupakan tugasku..."
"Berhadapan muka dengan gadis cantik, tak boleh tidak
aku harus punya pikiran demikian- Hal inipun terdorong oleh
rasa gembiraku yang meluap...".
"Tak bisa jadi " tukas Lie Hong Hwie cemas. "Harap
siauwya maafkan, alat Piepa ini aku yang rendah tak pernah
dipinjamkan kepada orang-orang lain, kalau sauw-ya
bersikeras ingin nyanyi, biarlah aku yang rendah carikan alat
Pie-pa lain-.."
"Aku takut alat Piepa lain tidak akan menimbulkan irama
lagu yang begitu merdu seperti yang nona mainkan " kata
Liem Kongcu sambil tersenyum penuh berarti. Berubah hebat
selembar wajah Lie Hong Hwie, serunya agak paksa:
"Sauw-ya, pandai benar kau bergurau seandainya siauw-ya
suka mendengarkan nyanyianku, biarlah aku yang rendah
mempersembahkan sebuah lagu lagi, Bagaimanapun juga aku
tak berani merepotkan diri siauw-ya "
Seraya berkata ia mainkan jari-jari tangannya diatas senar
pie-pa dan berkumandanglah irama lagu yang cepat dan
secara lapat-Iapat terkandung hawa napsu membunuh.
Liem Kongcu tersenyum dan membungkam, sebaliknya Loo
Sian Khek tercengang, ia tak habis mengerti dalam
menghadapi kehadiran musuh tangguh sauw-ya ini masih ada
kegembiraan untuk menikmati nyanyian dari seorang pelacur,
disamping itu iapun menggerutu terhadap Lie Hong Hwie
sebuah alat piepa apa sih kehebatannya, masa dipinjam
sebentarpun tak boleh....
Sebuah lagu selesai dimainkan jari Lie Hong Hwie tiba-tiba
berubah sangat berat suaranya tegas dan nyaring, hawa
napsu membunuh semakin menebal, sampai Loo sian Khek
yang tidak mengerti irama lagupun merasakan hatinya
bergetar keras.
Ia ingin mengutarakan perasaan tersebut mendadak
serentetan cahaya putih berkelebat lewat diatas meja tahutahu
sudah tertancap sekuntum bunga mawar putih.
Sungguh hebat tenaga sambitan tersebut, batang bunga
mawar tadi dalam- dalam menembusi permukaan meja yang
terbuat dari kayu cendana itu.
"Aaaah si Bunga mawar Putih telah datang " Seru Loo Sian
Khek terperanjat.
Belum habis ia berseru, dalam ruang perahu telah
bertambah dengan seseorang, ia pakai baju serba putih,
wajahnya tertutup oleh selapis kain warna putih pula sehingga
cuma sepasang matanya yang kelihatanEmpat
penjuru tidak tertampak bekas perahu, darimana
datangnya bunga mawar putih itu" sungguh membuat orang
heran dan tak habis mengerti, sebab dialas kakinya pun sama
sekali tidak meninggalkan noda air.
Bagaimanapun juga tak mungkin ia terbang turun dari atas
langit Saking kaget dan tercengangnya beberapa saat lamanya
Loo Sian Khek tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Liem Kongcu jauh lebih tenang, ia bangun berdiri dan
menjura dalam- dalam, lalu ujarnya:
" Andakah sang enghiong yang telah tinggalkan surat dan
ajak kami berjumpa ditempat ini ?"
" Hmmm tidak salah sudah kau bawa barang itu ?"
"Meskipun Hiooloo ci-Liong-Teng merupakan barang
peninggalan dari nenek moyangku, namun ayahku tak berani
membangkang, beliau telah serahkan benda itu kepada cay
he, setiap saat bisa cayhe serahkan benda itu kepada
Enghiong "
"Ehmmm, bagus sekali " si Bunga mawar putih
mengangguk dingin, "seandainya Liem Koei Lin bukan
terhitung seorang pembesar jujur, tak perlu aku buang banyak
waktu dan tenaga dengan percuma, sekalian batok kepalanya
akan kubawa serta"
Liem Kengcu tersenyum, dari sakunya ia ambil keluar
sebuah buntalan kecil lalu diletakkan diatas meja, katanya:
"hioloo ci Liong Teng berada didalam bungusan itu,
silahkan enghiong mengambilnya, hanya cayhe ada satu hal
yang merasa kurang jelas. Benda tersebut sudah diturunkan
berabad-abad lamanya dalam keluarga kami, dan rahasia
inipun tak diketahui orang lain, dari mana enghiong bisa
mengetahui persoalan tersebut?". si Bunga mawar Putih
tersenyum. "Tiada persoalan dikolong langit yang berhasil mengelabui
diriku " sahutnya.
"enghiong, ucapanmu ini rada sedikit berlebihan- Ada satu
persoalan aku rasa enghiong tidak tahu ".
"Emmmm soal apakah itu ?"
"enghiong masih belum tahu, relakah cahye biarkan
enghiong bawa pergi benda mustika keluargaku itu ".
Agaknya si Bunga mawar Putih dibikin tertegun oleh
ucapan tersebut, setelah melengak beberapa saat ia lantas
menegur dengan suara dingin: "Siapa namamu " putra
keberapa dari Liem Koei Lin ?"
"cayhe Liem Kien Hoo ayahku tak berputra lain, aku adalah
putra tunggalnya ".
"hmmm sudah kuselidiki jelas, Liem Koei Lin benar-benar
seorang lelaki jujur dan ramah, maka dari itu sengaja
kulanggar kebiasaan dan menjumpai dirimu dengan muka
berkerudung, maksudku tidak lain ingin mengampuni selembar
jiwamu, harap kau jangan mencari kematian buat diri sendiri
". "Waaah... kalau begitu, barang siapa yang berhasil melihat
wajah enghiong yang sebenarnya tentu bakal mati binasa "
"Tidak salah wajahku berarti renggutan jiwa, barang siapa
melihat pasti binasa."
" Haaa... haaaa... haaaa aku duga diatas wajah anda tentu
ada suatu bagian yang jelek dan malu dilihat orang, bukankah
begitu ?" goda Kian Hoo kemudian sambil tertawa terbahakbahak.
"Sialan kau benar-benar ingin cari mati " hardik si Bunga
mawar Putih, agaknya ia mulai dibikin gusar, sementara
telapaknya perlahan-lahan diangkat keatas.
" Eeeei... nanti dulu, nanti dulu." buru-buru Liem Kian Hoo
berseru setelah menyakslkan kejadian itu. " cahye adalah
seorang anak sekolahan yang lemah, aku hanya bisa melayani
kau untuk membicarakan soal Cengli, kalau mau berkelahi sih
itu urusan dari Loo toako, Loo-heng urusan selanjutnya aku
serahkan kepadamu "
Dari tanya jawab yang dilakukan Liem Kian Hoo dengan si
Bunga mawar Putih, Loo Sian Khek sudah merasa keadaan
bakal runyam, diam-diam ia mengerutu akan kelancangan
sianak muda itu banyak. bicara sehingga menggusarkan
gembong iblis yang berhati telengas ini. Dan kini setelah
urusan jadi berabe lantas diserahkan kepadanya,
Dalam keadaan seperti ini, mau tak mau dengan keraskan
kepala terpaksa ia maju juga , ujarnya:
"Bunga mawar Putih Liem kongcu adalah anak sekolahan,
kalau ingin bergebrak, silahkan cari gara gara dengan aku
orang she Loo ". si Bunga Mawur Putih melirik sekejap
kearahnya lalu tertawa dingin.
"Hmmm segala kurcaci dan gunung Thay-heng-sanpun
berani pentang bacot dihadapanku, ayoh cepat enyah dari sini
" -serunya. "jangan dikata kau, sekalipun gurumu sihidung
kerbau pun tidak kupandang sebelah matapun."
Loo Sian Khek tertegun dan dibikin serba salah, ia berasal
dari gunung Thay-Heng-San di bawah bimbingan Tiang coen
cinJien, Partai Tiang coenpun terhitung suatu perguruan
kenamaan dalam dunia persilatan, siapa sangka bukan dia
saja yang dimaki oleh si Bunga mawar Putih, sekalian gurunya
pun dicaci maki.
berada dalam keadaan seperti ini, kendati ia sadar
kepandaiannya masih bukan tandingan lawan, namun ia tak
kuat menahan diri, segera bentaknya gusar:
"Bajingan tengik yang tak tahu diri, aku orang she-Loo
akan kasi sedikit pelajaran padamu" Kepalannya dengan
terhadang oleh sebuah meja segera dihantam kearah si Bunga
mawar Putih, Dengan sebat si Bunga mawar Putih menangkis,
tiba-tiba ia mundur beberapa langkah kebelakang dan berseru
tercenggang: "Eeeei... . tak nyana Tiang coen-cupun bisa mendidik
seorang murid macam kau "
Dalam pada itu Loo Sian Khek pun diam-diam merasa
hatinya bergetar keras, namun iapun heran- Ternyata pihak
lawanpun berhasil ia paksa sampai mundur beberapa langkah
kebelakang. Sambil tersenyum segera jengeknya:
"haaa... haaa... haaa... Kiranya si Bunga Mawar Putih yang
telah menggetarkan kolong langit, tidak lebih hanya seorang
gentong nasi yang sama sekali tidak cocok dengan kebesaran
namanya ".
" Manusia yang tak tahu diri, kalau tidak kuberi sedikit
kelihaian, kau tentu akan pandang enteng diriku Lihat
serangan ".
Dengan teramat gusar si Bunga Mawar Putih melompat
kedepan, telapak tangannya bergerak melancarkan tiga buah
serangan berantai, serangan demi serangan dilancarkan makin
hebat. Loo sian Khek terperanjat ia tak tahu bagaimana harus
bergerak untuk membendung datangnya ancaman, terpaksa
tangannya dikebas kedepan dan menunjukan suatu gerakan
yang kaku dan kasar.
Mendadak... suatu kejadian aneh telah berlangsung
didepan mata, gerakan serangan pihak lawan semakin lama
semakin lambat, terutama sekali pada jurus yang terakhir
dimana sebenarnya ia hendak mengancam jalan darah ciTong- Hiat, tetapi sampai ditengah jalan mendadak berhenti.
Telapak tangan Loo Sian Khek segera menyambar lewat
dan kebetulan menyambar diatas wajahnya, kain kerudung
berwarna putih itu segera tersingkap dan muncullah wajah
aslinya, Loo Sian Khek tertegun, ia berseru tertahan dan
gerakan telapakpun jadi lupa untuk diteruskan.
Setelah kain kerudung tersingkap. tampaklah selembar
wajah putih halus kekanak-kanakan, Rambutnya panjang dan
usianya baru lima enam belas tahunan, dia adalah seorang
nona Cilik yang Cantik dan manis.
SiBunga Mawar Putih yang telah empat puluh tahun
lamanya malang melintang dalam dunia persilatan tak
mungkin adalah seorang nona cilik... . setelah tertegun
beberapa saat, iu segera membentak dengan suara keras:
" Eeeeei... budak liar, dari mana kau datang " berani benar
menyaru sebagai si bunga mawar putih?"
Dengan termangu-mangu nona cilik itu menatap wajahnya,
tak sepatah katapun ia menjawab.
Loo sian Khek ulangi sekali lagi pertanyaan itu, tiba-tiba
dengan wajah berkerut nona cilik itu berseru:
"Nona jalan darahku tertotok...".
Mendengar seruan itu, sekali lagi Loo Sian Khek tertegun,
pertama, dalam ruang perahu tak ada orang lain, siapa kah
yang dimaksudkan nona oleh nona cilik itu " kedua, ia sama
sekali tidak menotok jalan darahnya, tapi dilihat dari
keadaannya jelas jalan darahnya sudah ditotok orang.
Belum habis ingatan itu berkelebat dalam Loo Sian Khek.
tiba-tiba Lie Hong Hwie yang selama ini berdiri diujung bilik
perahu telah maju beberapa langkah kedepan, sambil
menatap Liem Kiam Hoo yang duduk disisi meja ia tertawa
dingin tiada hentinya.
"Tak kusangka Liem Kongcu yang terkenal diseluruh kota
Yang-chiu sebenarnya adalah seorang jago lihay yang
sempurna dalam tenaga lwee-kang " serunya. Liem Kian Hoo
tersenyum. "Akupun tidak menyangka nona Lie yang tersohor akan
kecantikannya, bukan lain adalah seorang pendekar wanita "
balasnya. Air muka Lie Hong Hwie kaku dan adem Selangkah demi
Selangkah ia jalan mendekati nona cilik itu kemudian dari
tekukan lengannya ia Cabut keluar Sebatang duri ikan,
gerakan tubuh nona cilik itupun segera pulih kembali seperti
sedia kala. Dengan cepat ia meloncat kedepan, tangannya
diayun dan perseni sebuah tamparan keras keatas wajah Loo
Sian Khek. "Plooook..." belum sempat melihat jelas bayangan tubuh
lawan, Loo Sian Khek merasakan pipinya jadi panas, linu dan
amat sakit. "Bajingan tengik " terdengar nona cilik itu berseru sambil
kertak gigi " Kau berani menganiaya diriku . " suaranya penuh
dengan nada kekanak-kanakan, nada yang dingin dan kaku
macam tadi sama sekali tidak kedengaran.
Sementara Loo Sian Khek pusing tujuh keliling, Liem Kian
Hoo dengan gusar telah meloncat bangun dari tempat
duduknya. "Budak ingusan, kau berani bikin gara gara " teriaknya.
Lengan diayun, serentetan cahaya putih meluncur kedepan
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
langsUng mengancam nona cilik itu.
"Traaaang .... . " diiringi bentrokan nyaring, tulang ayam itu
terhadang dan rontok keatas tanah, kemudian Lie Hong Hwie
putar badan mengirim sebuah gablokan keatas pipi nona cilik
itu. Sang nona menjerit kesakitan, sambil menutupi wajahnya
ia terbongkok-bongkok menahan sakit.
"Manusia yang tak berguna," maki Lie Hong Hwie dengan
nada gusar "Sudah memalukan, berani pula main kasar dan
kurang ajar kau memang harus dikasi hajaran ". Lalu ia
berpaling kembali kearah Liem Kian Hoo dan berseru sambil
tertawa dingin:
"Aku masih sanggup untuk mengurusi orangku sendiri, tak
berani merepotkan kongcu untuk mewakili diriku ".
"Haaaa... haaa... haaaa..." sebuah gablokan ditukar dengan
sebuah gablokan nona benar-benar seorang yang adil dan
bijaksana ".
Sementara itu setelah rasa sakit hilang, Loo Sian Khek
memandang kearah nona cilik itu lalu memandang kearah
Liem Kian Hoo dan akhirnya menatap Lie Hong Hwie, hampirhampir
saja ia tidak percaya dengan sepasang matanya
sendiri. "Tahu kongcu memiliki ilmu silat yang begitu lihay, aku tak
usah pula buang tenaga dengan percuma " terdengar Lie
Hong Hwie berseru kembali sambil menatap sianak muda itu.
"Tahu kalau nona adalah ahli waris dari si Bunga Mawar
Putih, akupun tak usah menanti kehadiran sidayang cilik ini "
balas Liem Kian Hoo dengan cepat, "Empat Senar alat Pie-Pa
sembilan lubang seruling, tahukah nona akan kisah tersebut ?"
Lie Hong Hwie kelihatan tercengang dan termangu-mangu,
lama sekali ia baru berseru sambil gertak gigi:
"Kiranya kongcu adalah ahli waris dari Liuw Boe Hwie "
bagaimana pertanggungan jawab Kongcu atas janji sepuluh
tahun ?". "Keadaan guruku sama halnya dengan si-Bunga Mawar
Putih, beliau tak sanggup untuk memenuhi sendiri janji
tersebut, tugas serta tanggung jawabnya telah ia serahkan
kepada cayhe "
"Kapan dan dimana ?"
"Waktunya sama dan tempatnya sama pula"
Lie Hong Hwie menatap wajah si anak muda itu tajamtajam,
kemudian berpaling kearah nona cilik itu dan berseru:
"Ci Kian- menepi "
Dengan air mata bercucuran nona cilik itu berlalu, tidak
lama kemudian perahu pun lambat- lambat bergerak menepi.
Hujan turun rintik-rintik, udara penuh berawan. Suasana
sunyi senyap menambahkan keseraman ditengah malam yang
buta. Diluar kota Wie-Yang, diatas sebuah jembatan kutung
duduklah tiga sosok bayangan manusia, Diantara ketiga sosok
bawangan manusia itu, hanya Loo Sian Khek seorang
merasakan hatinya bergolak keras.
Tujuh delapan tahun ia mengabdi dalam pemerintah kota
Yang-chiu, mimpipun tak pernah menyangka Liuw Su-ya yang
pegang urusan administrasi dalam pemerintahan dan
berbongkok-bongkok lemah itu bukan lain adalah sorang ahli
silat kenamaan.
"Siauw - Sin " atau si - Rasul Seruling Liuw Boe Hwie
adanya. Semakin tak mengira Liem kongcu yang lemah lembut
bukan lain adalah ahli warisnya.
Beberapa saat lamanya berdiri diatas tiang jembatan yang
tinggal puing berselarakan, Liuw Boe Hwie gelengkan
kepalanya yang penuh dengan rambut beruban, lalu menghela
napas panjang. "Aaaai... ditempat inilah sudah sepuluh tahun berselang
aku dengan si-Bunga Mawar putih telah melangsungkan duel
sengit dengan air yang mengalir deras sebagai penghalang.
Dia menggunakan alat Pie-pa sedang aku menggunakan
seruling, pemandangan pada waktu itu masih selalu terbayang
dalam benakku. Aaaaai air sungai tetap mengalir, tapi kejadian didunia
sudah banyak berubah, sepuluh tahun kemudian walaupun
aku tak bisa penuhi janji dengan ilmu silat dibadan, tetapi
selembar jiwaku berhasil berhasil dipertahankan entah
bagaimana keadaannya dengan si Bunga mawar putih ?"
"Liuw cianpwee " ujar Loo Sian Khek dengan nada
menghormat. "Dalam kolong langit cuma kau seorang yang
berhasil melihat sendiri wajah sebenarnya dari si Bunga Mawar
Putih, sebenarnya macam apakah dia ?"
Liuw Boe Hwie termenung berpikir sejenak. kemudian baru
menjawab: "Malam ini kami berduel dengan ambil tempat pada ujung
jembatan, suatu ketika itupun gelap gulita sehingga sulit untuk
melihat nyata wajah sebenarnya, tetapi secara lapat lapat aku
merasa bahwa dia adalah seorang perempuan cantik berusia
empat puluh tahunan".
"Aaaaai... akhirnya teka-teki yang menyelubungi si Bunga
mawar putih terbongkar juga " Loo Sian Khek
menghembuskan napas panjang "seandainya orang kangouw
tahu bahwa si Bunga Mawar Putih adalah seorang perempuan,
entah bagaimana gemparnya " terutama sekali kalau mereka
tahu bahwa si Bunga Mawar Putih yang lihay sudah jatuh
pecundang ditangan cianpwee."
"Loo lote, kau tak boleh berkata demikian, meskipun dalam
irama seruling loohu berhasil setingkat pada waktu itu dan
berhasil menggetarkan tubuhnya hingga terluka parah,
padahal diriku sendiripun tidak banyak berbeda, kalau tidak
penting apa perlunya aku seret Hoojie untuk terjerumus pula
didalam air keruh ini ". Waktu bergerak cepat, dalam sekejap
mata sepuluh tahun sudah lewat.
Selama ini loohu telah menciptakan seorang murid untuk
gantikan kedudukanku. Aku rasa pada saat ini si Bunga Mawar
Putih pun sudah berhasil mendidik ahli warisnya, Aaaaai
siapapun tidak sangka apabila dalam janji pertemuan untuk
kedua kalinya, kami harus gantungkan keturunan kedua untuk
memenuhinya " suaranya penuh haru dan penyesalan.
"Cianpwee, aku rasa ucapanmu ada sedikit kurang tepat "
sela Loo sian Khek rada tergerak hatinya.
"Bagian mana yang kau rasa salah ?".
"Menurut penuturan cianpwee, setelah bertanding melawan
si Bunga mawar Putih pada sepuluh tahun berselang,
meskipun cianpwee menang setingkat namun kedua-duanya
sama menderita luka sehingga siapapun tak dapat
menggunakan tenaga Iweekang lagi ".
"Tidak salah, sejak kejadian itu hawa murni dalam tubuh
loohu menderita kerusakan besar kecuali menggunakan
gerakan yang biasa, banyak ilmu silat yang disertai tenaga
dalam tak sanggup aku gunakan lagi, aku rasa keadaan si
Bunga Mawar Putih jauh lebih runyam...".
"Tetapi, selama sepuluh tahun ini perbuatan si Bunga
Mawar Putih tak pernah berhenti." tukas Loo Sian Khek cepat
"Maka bisa ditarik kesimpulan bahwa perbuatan tersebut kalau
bukan dilakukan sendiri tentu dilakukan oleh ahli waris-nya,
maka aku duga si Bunga Mawar Putih mendidik muridnya jauh
lebih duluan dari cianpwee...".
"Perkataan Loo lote tidak salah " jawab Liuw Boe Hwie
dengan wajah serius, "seandainya si Bunga Mawar Putih tak
ada ahli waris lain, dengan tenaga Iweekang Lie Hong Hwie,
tahukah kau sampai dimanakah taraf kepandaian yang ia
miliki?". "Tidak begitu jelas " sahut Liem Kian Hoo sambil tertawa
ringan, "Waktu itu kami tidak bergebrak secara resmi, sampai
dimanakah taraf kepandaian masing-masing pihak belum
berhasil diselidiki jelas, seandainya aku tidak temukan adanya
suatu keistimewaan diatas alat pie-panya, aku sama sekali
tidak percaya kalau ia punya sangkut paut dengan si Bunga
Mawar Putih"
"Aaaah tidak aneh kalau Liem kongcu bersikeras untuk
pinjam alat pie-panya " seru Loo Sian Khek. "Kiranya kau
sudah berhasil menemukan titik kecurigaan diatas alat
musiknya. Sungguh menyesal siauw-te gagal menemukan hal
tersebut meski sudah luntang-lantung selama bertahun-tahun
dalam dunia persilatan- Membicarakan soal pengalaman serta
ketajaman mata, aku masih bukan tandingan kongcu "
Liem Kian Hoo tertawa ringan"Loo-heng, kau terlalu sungkan, pelajaran yang kita pelajari
berbeda, ilmu silat Loo- heng lebih mengutamakan Gwa-kang
sedang yang siauw-te pelajari lwee-kang. Bicara terus terang,
mula-mula akupun tidak temukan sesuatu pada diri Lie Hong
Hwie, menanti ia mulai memetik alat Pie-pa nya dan aku
temukan warna yang berbeda diatas ke-empat buah senarnya,
timbulah kecurigaanku, maka sengaja aku hendak pinjam alat
tadi, namun ia berulang kali menolak permintaanku. Untuk
meyakinkan dugaanku maka aku mendesak lebih jauh dalam
keadaan apa boleh buat terpaksa ia mainkan alat pie-panya
memberi kode dan panggil masuk si Bunga Mawar Putih
gadungan untuk munculkan diri lebih pagi dari yang
direncanakan."
"Aaaaai.... ternyata Kongcu benar-benar cermat dan
seksama, sungguh membuat orang merasa kagum. orang
kangouw berkata bahwa kaum pelajar, kaum wanita, kaum pa
dri serta Rahib merupakan orang orang yang tak boleh
dipandang enteng, boleh dikata siauw-te telah mendapat
pelajaran jangan dikata kongcu serta Lie Hong Hwie, cukup
sang dayang cilik yang menyaru sebagai si Bunga mawar
putihpun tak boleh dipandang remeh" Liem Kian Hoo
mendongak tertawa terbahak-bahak.
" Haaaa.... haaaaa.... haaaa... Loo-heng, kau dibikin jeri
lebih dahulu oleh nama besarnya kemudian dikejutkan pula
atas kehadirannya yang mendadak, maka terlalu tinggi kau
nilai dayang tersebut, padahal sejak semula ia sudah
bersembunyi diatas perahu, seumpama Loo-heng perbesar
nyalimu aku rasa kau tidak bakal tertipu olehnya.".
"Kongcu, kau tak usah menutupi kejelekanku " Loo sian
Khek tertawa getir " Apabila bukan Kongcu turun tangan
secara diam diam dan menotok jalan darahnya, entah
kerugian apa lagi yang akan siauw-te derita "
"Loo heng ucapanmu ini salah besar, dengan kepandaian
sifat yang dimiliki Loo-heng, asal begitu turun tangan lantas
kerahkan segenap tenaga yang kau miliki, meskipun ilmu HutHauw Koen mu belum tentu bisa menangkan dia, paling
sedikit tidak sampai akan menderita kerugian besar hanya
dalam beberapa jurus belaka, seandainya tiada keyakinan
siauw-tepun tidak akan sengaja suruh Loo-heng turun tangan
lebih dahulu sehingga membuat kau mendapat malu ".
Merah padam selembar wajah Loo Sian Khek. teringat
pemandangan pada waktu itu ia benar-benar merasa malu
sekali hingga tergagap dan tak sanggup mengucapkan
sepatah katapun.
Agaknya Liuw Boe Hwie berhasil menemukan kerikuhannya,
buru-buru ia menyela:
"padahal dalam soal ini tak bisa salahkan Loo lote, nama
besar si Bunga mawar putih memang terlalu mengemparkan
dunia persilatan dengan adanya kejadian ini maka
pengalamanmupun akan bertambah, dilain hari seumpama
menjumpai kejadian seperti ini lagi, kaupun tidak akan jadi
gelagapan tidak karuan-.
"perkataan cianpwee memang benar, sejak pertama nyali
boaopwee sudah dibikin pecah dahulu oleh nama besar si
Bunga Mawar Putih, kalau tidak akupun tidak akan setegang
itu. Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan
perbuatan si Bunga Mawar Putih amat telengas, banyak
korban telah berjatuhan ditangannya, Sedang boanpwee,
pertama, sadar kepandaianku tidak memadahi orang kedua,
harus pikirkan keselamatan kongcu, maka mau tak mau aku
harus bertindak was- was."
"Loo lote, mungkin kau sudah menaruh salah paham atas
berita yang tersiar dalam dunia persilatan, meskipun si Bunga
Mawar Putih telengas dalam menghadapi korbannya tetapi ia
bertindak lurus dan adil, selama hidup tak pernah salah
membunuh orang. Meskipun Hoojie tak bisa bersilat dengan
kebesaran jiwanya tak mungkin ia akan mengganggu jiwanya,
apa lagi terhadap lelaki sejati macam kau, ia semakin tidak
akan mencelakai dirimu".
"Boanpwee tidak setuju dengan pendapat ciapwee ini "
seru Loo Sian Khek setelah tertegun sejenak. "Si Bunga
mawar putih pernah membunuh susiokku, dan kenyataannya
memang paman guruku ini sedikit nyeleweng dalam tindak
tanduknya maka boanpwee tidak akan persoalkan kembali,
tetapi sipedang sakti TiU Hauw dari Soat Tiong serta Sah Ceng
Him Poocu dari sungai Huang Hoo adalah pendekar-pendekar
sejati, mengapa ia pun membinasakan mereka berdua ".....".
"Aaaaaaai " Liuw Boe Hwie menghela napas panjnng,
"Tidak sedikit manusia dalam dunia persilatan berkedok mulia
dan pendekar padahal dibalik kedok tersebut melakukan
tindakan yang tercela, meskipun aku tidak tahu kejahatan apa
saja yang telah dilakukan kedua orang itu, namun aku yakin si
Bunga mawar putih tidak akan salah membunuh orang yang
tak berdosa "
Loo sian Khek ada maksud membantah, pada saat itulah
dari tepi seberang berkumandang suara seseorang sambil
tertawa: "Situa Liuw pertempuran yang dilangsungkan sepuluh
tahun berselang meski menanamkan dendam didalam hati
masing-masing, namun dengan andalkan ucapanmu barusan,
aku bisa berlaku lebih sungkan kepadamu pada malam ini ..."
Mendengar seruan itu, Liuw Boe Hwie bertiga tersentak
kaget, buru-buru mereka angkat kepala dan menengok kearah
mana berasalnya suara tadi, tampaklah tiga sosok bayangan
manusia berdiri tegak di tepi seberang, Lie Hong Hwie berdiri
dengan wajah adem dan kaku, dalam bopongannya terdapat
alat Pie-pa senjata andalannya, Ci-Kian sibudak cilik berdiri
sambil cibirkan bibir, sedang diantara mereka berdua
berdirilah perempuan berusia setengah baya, rambutnya telah
beruban dan wajahnya keren penuh wibawa, terutama dari
sepasang matanya memancarkan cahaya kilat yang
menggidikan, perempuan ini bukan lain adalah si Bunga
mawar putih yang telah mengetarkan sungai telaga.
Loo Sian Khek diam-diam merasa bergidik juga setelah
menyaksikan keangkerannya meski ia tahu bahwa tenaga
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Iwekangnya yang dimiliki sudah punah, begitu hebat rasa
bergidiknya hingga merasuk ketulang sungsum.
Semetara itu terdengar Liuw Boe Hwie mendongak tertawa
terbahak-bahak. lalu menjura dalam-dalam. "Pek sian-cu,
bagaimana keadaanmu sejak berpisah " dalam sekejap mata
sepuluh tahun sudah lewat, kecantikan sian-cu tak berubah
hanya rambut tambah beruban, ini menandakan bahwa usia
makin bertambah banyak "
"Hmmm tua bangka she Liu, kau tak usah usil" Tegur si
Bunga mawar putih sambil mendengus "Kaupun jauh lebih
tua, ketika bertemu muka tempe dulu, kau masih merupakan
seorang pendekar yang ganteng dan gagah, tapi Sekarang kau
lebih mirip dengan Seekor burung gagak tua "
Si Rasul seruling Liuw Boe Hwie punya julukan lain sebagai
pertapa burung Bangau sakti, kini si Bunga mawar putih
membandingkan dirinya dengan burung Gagak. Loo Sian Khek
yang mendengar diam-diam merasa geli, namun ia tak berani
mengutarakan keluar perasaan tersebut.
Liuw Bin Hwie tidak kelihatan marah, sambil tertawa ia
malah berkata kembali:
"walaupun tulang sudah tua, namun tidak mengurangi
keromantisannya, Cloe-Nio sudah berubah, entah masihkah
gairah cintanya ?"
TuBok adalah seorang pujangga terkenal pada ahala Tong,
orang itu begitu romantis sehingga banyak membuat cerita
roman yang seram bagi keturunannya, sedang Cloe-Nio adalah
seorang pelacur kenamaan di telaga So-Si-Auw.
Mendengar ia dibandingkan dengan seorang pelacur, si
Bunga mawar putih kontan menegur:
"Ciss ngaco belo, kau anggap aku manusia macam apa ?"
"Murid kesayanganmu telah tersohor diseluruh jagad,
bukankah dia telah meneruskan karirmu ?"
"Tua bangka kalau bicara tahulah sedikit adat" teriak si
Bunga mawar putih dengan air muka berubah hebat, "
Muridku berbuat demi kian disebabkan keadaan yang
terpaksa, pertama, untuk memenuhi janji sepuluh tahun kita,
Dan kedua untuk menyelidiki sebuah benda yang sangat
penting sekali artinya bagiku".
"Aku tahu, kau hendak menggunakan hio-loo Ci-Liong-Teng
untuk memulihkan tenaga dalammu yang telah punah." tukas
Liuw Boe Hwie sambil tertawa dan mengangguk.
"Tapi sayang usahamu kali ini akan sia sia belaka...".
"Tentu saja sia-sia, sebab kau sudah mendahului diriku...
menipu barang mustika orang dan mengajar rusak anak orang
lain, kau betul-betul bajingan tua yang tak tahu malu." maki si
Bunga mawar putih dengan gusarnya.
"Sian-cu dugaanmu ini salah besar, pertama kali loohu
terjun ke gedung keluarga Liem memang mengandung
maksud begitu, tapi akhirnya aku temukan bahwa mutiara
diatas hioloo itu sudah lenyap dan tak mungkin bisa timbulkan
kemustajabannya, kebetulan pula aku temukan Liem Kongcu
berbakat baik, maka aku batalkan niatku pertama dan
menerima dia sebagai muridku, aku hendak menciptakan
seorang pendekar sejati demi kebahagiaan serta keadilan
dunia persilatan !"
Setelah mendengar ucapan itu, Liem Kian Hoo baru tahu
apa kegunaan dari Hioloo Ci -Liong-Teng milik keluarganya,
dan iapun baru paham apa sebabnya Liuw Boe Hwie si Rasul
seruling ini sudi jadi juru tulis dalam gedung keluarganya !
Sebaliknya si Bunga Mawar Putih agak sangsi, ia berseru :
"Hmmm ! cuma setan mau percaya ucapanmu, jarang
sekali orang tahu akan rahasia mutiara sakti diatas hioloo CiLiong-Teng tersebut, mana mungkin bisa lenyap secara
mendadak, lagi pula kurang satu saja diantara mutiara atas
hioloo, kehebatan mustika itu tidak akan nampak, orang lain
tidak akan sebodoh itu dengan mencuri salah satu saja
diantaranya."
"Cianpwee, kau telah salah menuduh guruku." seru Liem
Kian Hoo buru-buru.
"Hioloo tersebut merupakan barang mustika keluarga kami,
diatasnya memang semula ada sebutir mutiara, tapi benda
tersebut sudah lenyap sejak dua puluh tahun berselang,
guruku sama sekali tidak tahu akan kejadian itu.".
"Hmmmm ! kalau begitu usaha tua bangka she-Liuw inipun
menemui kegagalan total " kata si Bunga Mawar Putih agak
kecewa. "Hanya tidaklah pantas kalau ia turunkan ilmu silatnya
kepadamu, kau adalah keturunan pembesar, masa depan
sangat cemerlang, apa gunanya ikut melibatkan diri dalam
kancah dunia persilatan ?".
Liem Kian Hoo tersenyum, "Ayahku sudah bosan menjabat
pangkat, maka beliau larang boanpwee untuk menduduki
pangkat pula, apalagi dasar watak boanpwee suka keluyuran,
disamping cocok dengan seleraku, dengan belajar silat ini
akupun bisa lindungi keselamatan ayahku."
"Hmmm ! disinilah letak ketololan ayahmu, sejak dulu tahu
begini aku tidak akan berlaku sungkan sungkan lagi
kepadanya, sewaktu meninggalkan surat ancaman semestinya
sekalian kutebas batok kepalanya !".
"Setiap manusia punya cita-cita yang berbeda, aku harap
cianpwee pun sudah pikirkan masalah ini terlalu sederhana,
sewaktu cianpwee titahkan dayang cilik itu meninggalkan
surat ancaman, boanpwee serta guruku telah mengetahui
akan hal itu, asal ia berani bertindak lebih jauh, tidak mungkin
ia bisa tinggalkan tempat itu dengan mudah!"
"Bajingan cilik yang tak tahu diri, berapa banyak yang telah
diajarkan tua bangka she-Liuw kepadamu, berani betul
bersikap kurang ajar di-hadapanku " teriak si Bunga Mawar
Putih marah marah. "Berganti pada tahun berselang, akan
kukasi pelajaran langsung kepadamu agar kau tahu lihay ! ".
"Haaaa.... haaaaa.... haaaaa.... Pek Siancu, harap jangan
marah ! " Sela Liuw Boe Hwie sambil tertawa terbahak-bahak,
" Kita berdua sudah merupakan malaikat pintu yang terbuat
dari kertas belaka, diluar kelihatan keren dan menakutkan
padahal dalam kenyataan.... kosong melompong ! biarlah
mereka dari angkatan kedua yang menyelesaikan persoalan ini
!" Si Bunga Mawar Putih menghela napas sedih, meskipun
diluaran ia kelihatan tenang, setelah termenung beberapa saat
lamanya ia berkata kembali kepada muridnya:
"Anak Hoo ! janji sepuluh tahunku dengan Pek Sian-cu
terpaksa harus kuserahkan kepadamu untuk diselesaikan !
usia nona Lie kurang lebih sebanding dengan dirimu, hanya ia
masuk perguruan lebih duluan, Nama besarku selama ini telah
kuserahkan diatas pundakmu semua, harap kau tahu diri dan
berjuang sedapat mungkin !"
"Tecu mengerti, tecu akan berusaha sekuat tenaga agar
suhu tidak jadi kecewa ! ".
Liuw Boe Hwie tertawa getir, ia lantas berpaling kearah si
Bunga Mawar putih dan berkata lebih lanjut:
"Mari kita mengundurkan diri dan saksikan jalannya
pertarungan ini sambil berpeluk tanggan, teringat sepuluh
tahun kemudian bakal muncul kembali untuk mengalahkan
diriku, Aaaaai . . . . siapa sangka kita berdua sudah buang
waktu sepuluh tahun dengan percuma, janji ini akhirnya harus
diserahkan kepada orang lain untuk diselesaikan !".
Mula mula si Bunga Mawar Putih menghela napas panjang,
diikuti serunya dengan keras:
"Tua bangka she-Liuw, kau jangan bangga dulu, sepuluh
tahun berselang aku berhasil kau kalahkan, belum tentu ini
hari kau menang kembali, seandainya Hong Hwie tak berhasil
menangkan muridmu, aliran sungai dibawah jembatan ini
merupakan tempat kuburku !"
"Cianpwee, apa gunanya kau paksakan keretakan ini ?"
seru Liem Kian Hoo tertegun "Bukankah kau tiada terikat
dendam atau sakit hati berdarah dengan guruku " menang
kalah dalam suatu pertarungan sudah merupakan suatu
kejadian yang jamak..."
"Keparat cilik, tak usah kau nasehati diriku." tukas si Bunga
Mawar putih teramat gusar.
"Selama hidup si Bunga Mawar putih hanya menderita
kalah satu kali, meski bunga mawar harum semerbak setiap
tahun, kapan ada batang tumbuh kembali setelah tumbang ?"
Liem Kian Hoo bungkam dalam seribu bahasa, ia tahu Bu
lim cianpwee ini telah memandang namanya lebih penting dari
nyawa sendiri, sedang gurunya sendiri meskipun tidak
mengutarakan kata-kata tersebut, dalam hatinya pasti punya
pandangan yang sama seperti si Bunga Mawar Putih.
Beberapa saat ia membungkam, akhirnya duduk bersila
diatas ujung jembatan dan ambil keluar sebuah seruling
pendek dari sakunya.
Benda tersebut merupakan senjata mustika si Rasul
seruling Liuw Boe Hwie, walaupun gurunya telah wariskan
seluruh kepandaiannya serta irama not lagu kepadanya,
seruling itu sendiri baru diserahkan kepadanya pagi tadi,
waktu itu dengan tangan gemetar dan air mata bercucuran
gurunya serahkan seruling itu kepadanya, seolah-olah ia telah
serahkan jiwanya kepada dia.
Sementara itu Lin Hong Hwie pun telah duduk pula
dihadapannya, alat Pie-panya yang kemarin masih berada
ditangan, hanya catnya telah dihapus sehingga kelihatan
wajah aslinya. Kedua belah pihak sama-sama menanti dengan tenang,
menantikan duel seru yang bakal berlangsung.
Lama... lama sekali, akhirnya Lie Hong Hwie bertanya
dengan suara lirih:
"Apakah kongcu sudah siap ?"
"Sudah siap !" sahut Liem Kian Hoo tersenyum, " Selama
belajar silat sembilan tahun, baru kali ini cayhe turun tangan
secara resmi, dapat bertemu dengan peristiwa sebesar ini dan
nona yang begini cantik sebagai musuh, sekalipun kalah
akupun merasa tidak kecewa !".
Diantara nada yang gagah terselib nada halus menawan,
Lie Hong Hwie merasa hatinya bergerak, dari biji matapun
terpancar keluar cahaya-yang sangat aneh.
"Hong Hwie ! " bentak Si Bunga Mawar-Putih dari samping,
"pertarungan ini menentukan mati hidupku, kau jangan
anggap sebagai suatu permainan belaka !"
Seluruh tubuh Lie Hong Hwie bergetar keras dengan cepat
ia pusatkan perhatiannya keatas senjata, jari tangan menari
diatas senar dan muncul lah serentetan irama nyaring yang
sangat menusuk pendengaran.
Kemarin malam Loo Sian Khek sudah pernah
mendengarkan irama lagunya, namun keadaanya jauh
berbeda dengan malam ini. Kemaren suaranya kosong tak
berisi, paling banyak menyeret orang ke-dalam lamunan,
sebaliknya pada malam ini dibalik irama tersebut seolah-olah
penuh berisi benda yang berwujud, seakan-akan terdapat
banyak sekali jarum yang tajam sama sama menembusi
badannya, begitu sakit rasanya sempat keringat dingin
menguncur keluar membasahi tubuhnya.
Untung dengan cepat irama seruling dari Liem Kian Hoo
segera berkumandang dan mengalun diangkasa, suaranya
lembut dan memanjang bagaikan benang yang tiada
berpangkal. Makin cepat irama Pie-pa tersebut, makin lembut
suara seruling, kekuatan mereka boleh dikata seimbang.
Liuw Boe Hwie serta si Bunga Mawar Putih pejamkan mata
memperhatikan irama tersebut, seakan-akan dari gabungan
irama seruling dan pie-pa mereka terkenal kembali
pengalaman masa silam
Air sungai yang mengalir dengan tenang di-bawah
jembatan tiba tiba mulai beriak dan akhirnya menggulung
dengan dahsyatnya menghantam tepi sungai dan menghajar
tiang jembatan.
Seluruh permukaan bumi bergetar, batu bata berjatuhan
dan rontok kedalam sungai.
Loo Sian Khek terkejut bukan kepalang, jantungnya
berdebar keras menyaksikan peristiwa tersebut.
Irama lagu semakin gencar, suara Pie-pa bergema
bagaikan gemuruh selaksa prajurit yang berlarian dilapangan
pertarungan suaranya gagah hebat dan penuh semangat.
Diatas air muka si Bunga Mawar Putih pun mulai terlintas
rasa bangga, sedang Liuw Boe Hwie kelihatan murung, ia
tidak sangka kalau kehebatan yang dimiliki Lie Hong Hwie jauh
diatas kemampuan Si Bunga Mawar Putih tempo dulu, tetapi
sewaktu ia perhatikan pula irama seruling dari Liem Kian Hoo,
hatinya semakin terperanjat bercampur keheranan.
Air muka sianak muda diliputi ketenangan serta keramahan
yang luar biasa, ia sama sekali tidak terpengaruh oleh irama
gagah yang kuat dan dahyat itu, irama serulingnya tidak
melawan tapi cuma bertahan. Seakan-akan samudra luas yang
tenang tak berombak membentang diseluruh permukaan.
Ketika prajurit yang kuat dan menerjang dengan hebatnya
tiba ditepi samudra, mereka segera berhenti prajurit yang
lebih ganas dan lebih buaspun tidak mungkin bisa bertarung
melawan samudra, mereka hanya bisa mencaci maki,
menantang ditepi samudra dengan sia-sia belaka.
Menyaksikan hal tersebut, dalam hati Liuw Boe Hwie
merasa sangat girang, segera pikirnya:
"Sungguh luar biasa bocah ini, irama lagu "Ciang-HayLeng" kuajarkan kepadanya hanya sebagai permainan belaka,
siapa sangka ia sudah lebur irama tersebut kedalam ilmu
silat..." Senyum kebanggaan diatas wajah si Bunga Mawar Putih
lenyap tak berbekas berganti dengan wajah gelisah dan tidak
tenteram. Agaknya Lie Hong Hwie sudah teliesenrseret kedalam
kancah kegusaran jari tangannya menari semakin cepat, boleh
kata bagaikan terbang saja bergerak kesana kemari tiada
hentinya, napsu membunuh yang terkandung dibalik irama
lagu itupun semakin dahsyat.
Seakan-akan jendral yang memimpin pasukan tersebut
sudah jadi gila, ia perintahkan anak buahnya menerjang
ketengah samudra, bagaikan orang tidak waras, bagaikan
orang kehilangan akal sehat menerjang . . . . dan menerjang
terus kedepan. Liuw Boe Hwie tesenyum, kembali pikirnya:
"Hoo-jie sungguh pandai, saat ini dayang tersebut sudah
kehilangan akal sehatnya, asal ia ubah irama lagunya jadi
"Huang-Hong~Ing " atau Mengiring angin puyuh, seketika itu
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
juga diatas permukaan samudra, bahkan lebih lembut dan
lebih halus. "Aaaaa, sayang... sayang mengapa bocah ini sudah buang
kesempatan sebagus ini " " pikir Liuw Boe Hwie gegetun, "
irama Ciang-Hay~Leng mu akan bertahan seberapa lama "
kalau tidak menghancurkan dirinya sekarang, mau tunggu
sampai kapan lagi ?".
Ia angkat kepala, tampaklah air muka si Bunga Mawar
Putih telah berubah pucat pias bagai mayat, air mata
berlinang membasahi wajah-nya, dengan sinar mata
mendelong ia sedang memperhatikan air sungai yang mengalir
deras dibawah jembatan.
Ia segera mendusin pikirnya lebih jauh:
"Aku sungguh bodoh sudah hidup setua ini tapi kalah dalam
keteguhan iman... sekalipun pertarungan ini berhasil
kumenangkan dan sinenek tua itu dipaksa mati, apa gunanya
" apa keuntungannya ?"
"Sepuluh tahun berselang aku langsungkan duel matimatian
melawan sinenek tua itu dengan akibat kedua belah
pihak sama-sama terluka parah meskipun nyaris lolos dari
lubang jarum, tapi apa gunanya ?"
Berpikir sampai disitu, iapun jadi sadar kembali timbul rasa
menyesal dalam hati kecilnya.
Dalam pada itu si Bunga Mawar putih menghela napas
panjang dan lambat lambat berjalan ketepi jembatan siap
melompat kedalam sungai, sebab ia sadar muridnya tak bakal
bisa menangkan Liem Kian Hoo. sekalbdabipun Lie Hong Hwie
berusaha untuk terjang kemuka dengan segenap tenaga, tapi
akhirnya ia akan kehabisan tenaga dan mati.
Liuw Boe Hwie ingin berteriak memanggil dirinya, tapi ia
sadar tenaga dalamnya telah musnah, sekalipun berteriak juga
percuma, ia tak bakal bisa menangkan irama Pie-pa yang
nyaring- Ketika si-Bunga Mawar Putih berjalan sampai separuh jalan
tiba-tiba ia berhenti, sebab pada saat itu irama Pie-pa dari Lie
Hong Hwie telah berubah jadi ringan, halus, dan lunak.
Seakan-akan jendral yang memimpin penyerangan itu
sudah sadar akan tiada ujung pangkalnya samudra, ia
berpaling dan memerintahkan pasukannya kembali ketepian.
Kemudian ia lepas pakaian perang, membubarkan anak
buahnya dan meninggalkan keramaian dunia.
Suara genta gereja menarik kedatangannya, para padri
sambil tersenyum menanti kedatangannya, membawa ia
masuk kedalam kuil, cukur kepala dan jadi padri, hidup
tenteram penuh kedamaian
Irama Pie-pa telah berhenti, irama seruling-pun berhenti,
air sungai jadi tenang kembali.
Perlahan-lahan Lie Hong Hwee tersenyum lega, keringat
mengucur keluar membasahi wajah nya, Liem Kian Hoo pun
bangun berdiri, pada ujung bibirnya tersungging senyum
memuji "Kongcu ! kepandaianmu tiada tandingan, aku yang rendah
merasa takluk dan sadar bahwa aku bukan tandinganmu ! "
kata Lie Hong Hwee sambil menjura dalam-dalam.
"Nona kau terlalu sungkan, kepandaian cayhe pun hanya
terbatas sampai disini saja." sahut Liem Kian Hoo sambil
tertawa. "Kalau nona bersikeras melanjutkan pertarungan tadi,
cayhe tak tahu apa yang harus dikerjakan, sampai akhirpun
paling-paling kedua belah pihak sama-sama menderita kalah,
untung nona cerdik dan buru-buru tarik kembali serangan
sehingga cayhe dengan susah payah dapat mengimbangi atas
maksud mulia nona aku merasa amat berterima kasih sekali".
Merah jengah seluruh wajah Lie Hong Hwie.
" Kongcu, apa gunanya kau putar balikkan fakta !" serunya.
"Tadi, terang-terangan kongcu rtqrpunya kesempatan baik
untuk rebut kemenangan, tapi anda bertahan belaka, justru
itulah aku yang rendah berhasil menyelamatkan jiwaku.".
"Nona, kau salah besar, ketebalan iman cayhe tak dapat
memadahi nona, selama bertahanpun aku tergantung pada
ketenangan jiwa, seandainya suatu saat timbul niatku untuk
melawan, niscaya jiwaku sudah direngut dari muka bumi !".
Seolah-olah sedang memikirkan sesuatu, Lie Hong Hwie
tundukkan kepala dan membungkam.
Beberapa patah kata dari kedua orang itu segera membuat
dua orang tua itu jadi tertegun, lama sekali Liuw Boe Hwie
baru menghela napas panjang, ujarnya:
"Pek Sian-cu ! akhirnya sengketa antara kita berduapun
berhasil diselesaikan !"
Si-Bunga Mawar putih tersenyum lega, "Eeei tua bangka
she-Liuw, Kiong-hie ! kau berhasil mendidik seorang murid
yang bagus." serunya.
"Haaaa... haaaa... haaaa... murid Sian-cu pun luar biasa,
seandainya sepuluh tahun berselang kita miliki kebesaran jiwa
seperti mereka berdua, ini hari kita pun tak usah merana dan
tersiksa macam begini !"
"Terlambat sudah! menyesalpun tak berguna kita harus
bersyukur karena kita tidak terperosok lebih kedalam, pada
akhir hayat kita masih bisa selesaikan peristiwa ini secara baik
baik !" Kabut pertarungan akhirnya berubah jadi awan kedamaian,
liku-likunya masalah ini hanya empat orang itu yang paham,
Loo Sian Khek serta Ci-Kian tidak akan mengerti ! tapi mereka
tahu masalah ini telah berlalu, Loo Sian Khek merasa tenteram
sedang Ci-Kian masih kurang puas, tempelengan yang
diterima akibat Liem Kian Hoo masih belum sempat dibatas.
"Pek Sian-cu ! terdengar Liuw Boe Hwie berseru sambil
tertawa, "peristiwa masa lampau sudah berlalu,
persahabatanpun sudah terjalin kembali. Kami yang kesitu "
ataukah kalian yang datang kemari " waaah rada berabe kalau
kita harus bercakap cakap dengan air sungai sebagai
penghalang !".
"Eeeeei... tua bangka she-Liuw, mengapa pada mulutmu
tak pernah tumbuh gading " apa artinya ditempat yang gelap
gulita seperti ini " mari kita menuju keperahu dari Lie Hong
Hwie saja ! " undang si Bunga Mawar Putih sambil tertawa.
"Waaduuh... waaduuuh... buat aku si Suya rudin tak berani
kunjungi tempat seperti itu, semalam seribu tahil perak...
waah...! jumlah itu cukup buat penghidupan loohu dalam
setahun, aku harap memandang diatas wajah sahabat lama
kasih potongan beberapa persen buatku bagaimana ?"
"Haaaa... haaaa... haaaaa... setelah punya murid yang
kaya, apakah kau takut kekurangan uang ?"
Liuw Boe Hwie ingin mengucapkan lagi beberapa kata
gurauan, tiba tiba ia saksikan air muka Lie Hong Hwie berubah
hebat, sambil tudingkan alat Pie-panya kearah depan, ia
membentak keras:
"Siapa yang kasak-kusuk di sana ?"
Dari balik kegelapan terdengar dengusan beberapa orang,
kiranya dibalik alat pie-pa itu tersembunyi puluhan jarum
Bwee-Hoa-Ciam, jelas orang-orang yang bersembunyi dibalik
kegelapan berhasil ia lukai.
Disusul dengusan berat tadi, dari empat penjuru muncul
bayangan manusia langsung mengurung mereka, jumlah
mereka puluhan orang, bahkan gerak geriknya lincah dan
mantap. Menyaksikan kejadian itu Liuw Boe Hwie terkesiap, buruburu
serunya kearah muridnya:
"Addduuuuh celaka, mereka sudah menemui kejadian, mari
kita segera tengok kesana !".
Sungai kecil itu hanya selebar dua tombak, ditambah pula
kutungan jembatan yang menjorok ke depan, jaraknya
semakin dekat lagi, meski tenaga dalam yang dimiliki Liuw Boe
Hwie sudah lenyap namun dasarnya masih ada, dengan ringan
dia berhasil meloncat keseberang disusul Liem Kian Hoo dari
belakangnya. Loo Sian Khek pun ada maksut ikut menyeberang namun
entah apa sebabnya tiba tiba ia berhenti.
Liuw Boe Hwie yang barusan tiba ditepi seberang segera
mendengar suara teguran dari seseorang diantara para
pengurung tersebut:
"Eeeeei Liuw thay-hiap, bagaimana kaupun sampai disini ?"
-oo0dw0oo- Jilid 2 SUARA itu sangat dikenal, Liuw Boe Hwie segera berpaling
dan dengan cepat iapun berseru tertahan:
"Ooooow . . . . kiranya Tiong-liesen Chiu-Siang Kiat, CengTiong-Su-Hauw, Yap tootiang dari gunung Pa-san serta Thiat
Bok Thaysu dari Siauw lim, Entah ada peristiwa besar apa
yang mengejutkan kalian hingga sama-sama berkumpul disini
?" Thiat Bok Thaysu dari partai Siauw-lim adalah seorang
padri berusia setengah abad, ia segera maju rangkap
tangannya menjura dan berkata:
"Pinceng serta para enghiong hoo-han datang kemari untuk
melenyapkan seorang iblis Bu-lim yang telah banyak
membunuh orang !".
"siapakah yang kalian cari ?" tanya si Rasul seruling lebih
jauh, meski dalam hati ia sudah mengerti siapa yang
dimaksudkan "Dalam dunia persilatan dewasa ini, kecuali si Bunga Mawar
Putih muncul kembali dikota Yang-Chiu, setelah mendapat
berita ini pinceng sekalian segera berangkat kemari, dan
mencari ke-tempat tujuan seperti yang kami ketahui, siapa
sangka kedatangan kami rada terlambat selangkah, anak
murid dua bersaudara Be dari Tiong-Chiu telah terluka !".
Liuw Boe Hwie tahu yang dimaksudkan sipadri ini tentulah
orang-orang yang dilukai Lie Hong Hwie barusan, sepasang
alisnya kontan berkerut.
Belum sampai ia kasi penjelasan dengan wajah gusar si
Bunga Mawar Putih telah munculkan diri sambil berseru:
"Tua bangka she-Liuw, kau boleh menyingkir kesamping,
persoalan ini adalah urusan pribadiku!"
Ucapan ini seketika mengejutkan semua orang yang ada di
keempat penjuru, mereka tercengang sebab si Bunga Mawar
Putih yang telah menggetarkan dunia persilatan puluhan
tahun lamanya bukan lain adalah seorang perempuan cantik.
"Kau adalah si Bunga Mawar Putih ?" tanya Thiat Bok
Thaysu tertegun sejenak.
"Selama empat puluh hanya tua bangka she Liuw seorang
kenal diriku, kalau kalian tidak percaya suruh saja ia buktikan
kebenaran ini, benarkah aku si Bunga Mawar Putih atau bukan
?" Sinar mata semua orang sama-sama dialihkan kearah Liuw
Boe Hwie, terpaksa si Rasul seruling mengangguk.
"Tidak salah, dia adalah Pek Sbdabian-cu !".
"Aaaaah . . . . ! Liuw Thay-hiap tersohor karena tindak
tindak tandukmu yang penuh bersifat pendekar, mengapa kau
bisa bergaul dengan si Bunga Mawar Putih"..." seru Thiat Bok
Thaysu tercengang.
Air muka Liuw Boe Hwife berubah hebat, baru saja ia
hendak buka suara, si Bunga Mawar Putih sudah berseru
sambil tertawa dingin:
"Kalian tak usah seret situa bangka she-Liuw sejalan
dengan aku, kami adalah musuh bebuyutan dan baru saja
selesai bertarung, sayang kalian tidak sempat saksikan sendiri
kejadian itu. Aku Si Bunga Mawar Putih bukan manusia
rendah, berani berbuat berani tanggung jawab, aku sudah
mengerti jelas akan maksud kedatanganmu. Dahulu aku orang
she-Pek pernah membunuh beberapa orang dan mungkin
orang-orang itu ada hubungannya dengan kalian, maka kamu
semua hendak menuntut balas, bukankah begitu " Nah !
carilah satroni dengan diriku, dahulu aku orang she-Pek berani
membunuh mereka, sekarang akupun tidak takut menghadapi
kalian. Bukan aku menyesal karena kedatangan kalian agak
terlambat sedikit!"
"Sungguh tak nyana sicu berani bicara terus terang,
kamipun tak usah banyak bersilat lidah lagi." seru Thiat Bok
thaysu dengan sepasang mata melotot bulat.
Si Bunga Mawar Putih tertawa sinis kearah Liuw Boe Hwie,
jengeknya: "Tidak aneh kalau dari tempat kejauhan kami sudah
mendengar irama seruling mengalun diangkasa, kiranya Liuw
thay-hiap sedang pamerkan kehebatannya disini, Sayang
kedatangan siauwte rada terlambat selangkah sehingga tak
dapat ikut serta menyaksikan keramaian tersebut tetapi
dengan adanya bantuan dari Liuw thay-hiap, aku rasa
pertarungan hari ini untuk melenyapkan gembong iblis dari
muka bumi bisa berjalan semakin lancar."
Liuw Boe Hwie benci dengan lagak tengik nya, ia cuma
tertawa dingin dan tidak menjawab. Lie Kian Hoo yang berdiri
disisi gurunya tak dapat menahan sabar, ia segera berseru:
"Anda sudah salah sangka, sepuluh tahun berselang guruku
dengan Pek cianpwee memang pernah melakukan
pertarungan dengan akhir seri, masing-masing pihak menaruh
rasa kagum pada kepandaian masing-masing,rtqr kemudian
menentukan untuk berjumpa kembali sepuluh tahun
kemudian, kali ini mereka berdua tak mau turun tangan
sendiri, maka pertarungan ini diwakili oleh aku serta nona Lie
ahli waris dari musuh berubah jadi sahabat, belum sempat
bercakap-cakap, kalian sudah datang mengganggu
ketenangan kami !".
Sungguh lihay ucapan ini, bukan saja ia telah menjelaskan
hubungan Liuw Boe Hwie dengan si Bunga Mawar Putih,
bahkan secara lapat-lapat iapun menunjukan sikap mereka
untuk memihak pada si Bunga Mawar Putih.
Dengan perasaan penuh berterima kasih Lie Hong Hwie
melirik sekejap kearahnya, sebaliknya si Bunga Mawar Putih
tak mau terima maksud baiknya, ia menegur:
"Bocah cilik, siapa suruh kau bicara tidak karuan apa
gunanya kau beritahukan urusan itu kepada mereka ?"
"Boanpwee harus jelaskan dulu duduknya perkara, dari
pada nantinya mereka seret guruku untuk sama-sama
menghadapi dirimu !".
"Hmmm ! meskipun situa bangka she-Liuw mau bantu
mereka, akupun tidak ambil perduli!"
"Pek Sian-cu, kau jangan salah paham ". Buru-buru Liuw
Boe Hwie menerangkan. "Aku orang she-Liuw sama sekali
tidak salahkan perbuatan Sian-cu, akupun tidak akan gunakan
kesempatan ini ! ". Air muka Be Si Coen berubah hebat.
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Liuw Thay-hiap ! ! kau adalah pendekar Bu-lim, mengapa
pergaulanmu malah dengan manusia manusia macam begini."
serunya. "Perbuatan Pek cianpwee gagah dan utamakan keadilan, ia
tak pernah salah membunuh seorang manusia baik !" teriak
Liem Kian Hoo penuh semangat " Putra Be Hong Hwie telah
melakukan banyak perbuatan terkutuk andalkan nama kalian
berdua, sudah sepantasnya kalau manusia macam ini mati
ditangan Pek cianpwee, Hmmm !terhadap perbuatan terkutuk
putranya sendiri bukan malah mawas diri malah sebaliknya
hendak bikin perhitungan dengan Pek cianpwee, kalian benarbenar
manusia tidak tahu malu."
Merah padam selembar wajah Be Si Coen, dari malu ia
dibikin gusar oleh sindiran tersebut, segera teriaknya:
"Liuw thay-hiap, sungguh sopan muridmu ini !".
Liuw Boe Hwie tersenyum.
"Ucapan dari muridku mungkin rada sedikit keterlaluan
namun dalam kenyataanya perbuatan serta tingkah laku
putramu memang terlalu keliwat batas !...." serunya.
Air muka Be Si Coen berubah semakin hebat, tapi ia jeri
akan nama besar dari si Rasul seruling maka tindak tanduknya
tak berani gegabah sambil tertawa dingin segera serunya
kepada para jago diempat penjuru:
"Dengan ikut campurnya Liuw Boe Hwie dalam peristiwa ini
hari, aku takut urusan akan semakin berabe".
Semua orang sama-sama terkesiap, sinar mata merekapun
segera dialihkan kearah Thiat Bok Thaysu sebab
membicarakan dalam soal ilmu Iweekang, dialah paling lihay
diantara rombongan tersebut, Thiat Bok thaysu termenung
beberapa saat lama-nya, kemudian dengan wajah berat
katanya: "Persahabatan antara Liuw thay hiap dengan si Bunga
Mawar Putih tak bisa dicampuri oleh pinceng, tetapi demi
nama baik Liuw thay-hiap serta kelancaran dalam usah
melenyapkan bibit bencana dari muka bumi, aku harap thayhiap,
suka mengundurkan diri dari sini !".
Walaupun jejak Si Rasul seruling bagaikan bagaikan bangau
diangkasa, ia tak pernah ikut serta dalam partai maupun
perguruan apapun, namun dengan ilmu silatnya yang
menjagoi Bu-lim, mau tak mau memaksa Thiat Bok thaysu
harus bersikap sopan kepadanya, nada ucapannya
mengandung maksud memohon, sebab ia tahu si Bunga
Mawar putih seorangpun sudah cukup lihay apalagi kalau
dibantu oleh Liuw Boe Hwie sekalian, kemungkinan menang
bagi pihaknya akan semakin menipis.
Liuw Boe Hwie meninjau dahulu situasi yang terbentang
waktu itu, ia tahu situasi pada malam ini sangat kritis, tentu
saja ia tak dapat bersikeras untuk ikut terjun dalam masalah
ini, tapi dengan watak serta nama besarnya, ia liesenmerasa
malu untuk berpeluk tangan belaka, Maka dari itu setelah
termenung sejenak, akhirnya sambil tertawa ia berkata:
"Kalau kalian cari si Bunga Mawar Putih karena dendam
pribadi, tentu saja aku orang she Liuw tak akan ikut campur,
tapi kalau kalian akan menganggap Pek Sian-cu sebagai
pembunuh, maka terpaksa aku orang she-Liuw harus ikut
campur !".
Ucapan ini amat lihay, diantara rombongan tersebut
kepandaian silat Thiat Bok thaysu paling tinggi, tapi peraturan
perguruan Sauw-lim pun paling ketat, anak murid partai
tersebut tak seorang pun jadi korban si Bunga Mawar Putih,
dengan dialihkan dendam umum jadi dendam pribadi maka
paling sedikit ia berhasil mengesampingkan hweesio tua itu
dari peristiwa didepan mata saat ini.
Si Bunga Mawar Putih yang ada disamping meskipun tidak
berbicara tetepi ia merasa sangat kagum atas diri Liuw Boe
Hwie, sekalipun ilmu silatnya telah musnah namun kecerdikan
serta pengalamannya sama sekali tidak berkurang. Air muka
Thiat Bok Thaysu berubah hebat setelah mendengar
perkataan itu, segera serunya:
"Sudah lama aku mendengar thay-hiap banyak melakukan
perbuatan muIia, mengapa dalam kenyataannya perbuatanmu
malah kebalikannya ?"
"Apa salah aku orang she Liuw " " harap thaysu suka kasi
petunjuk ?"
"Selama empat puluh tahun sudah ratusan jiwa melayang
ditangannya, apakah perbuatan dari si Bunga Mawar putih
dianggap benar ?".
"Siapa saja yang jadi korban Pek Sian-cu aku rasa thaysu
pun pernah mendengar, coba katakanlah korban korban
manakah yang tak pernah melakukan kejahatan dan
perbuatan keji " Thaysu sebagai anggota dari perguruan
kenamaan aku rasa sepantasnya kalau setuju dengan
perbuatan ini !"
"Lalu pinceng mau bertanya apa salah suhengku Thiat-Sim
hingga dibunuh pula olehnya " tanya Thiat Bok Thaysu
dengan wajah sedih.
"Apa " Thiat Sim Thaysu pun menemui kematian ?" seru
Liuw Boe Hwie dengan air muka berubah.
"Tiga bulan berselangbdab suhengku telah mati dibawah
puncak Cay-Wi-Hong digunung Siong-san, disisi mayatnya
tertinggal sekuntum bunga mawar putih sebagai tanda,
terhadap korban lain aku tak berani menjamin, tapi terhadap
suheng dari pinceng ini, aku yakin bahwa dia tak pernah
melakukan perbuatan keji atau kejahatan apapun . . ".
"Bagaimana penjelasan Pek Sian-cu terhadap peristiwa ini
?" Liuw Boe Hwie segera berpaling kearah si Bunga Mawar
Putih. Mula mula si Bunga Mawar putih tertegun, kemudian
tertawa dingin tiada hentinya.
"Tua bangka she-Liuw, aku rasa kau tentu paham akan
kejadian ini, perlu apa bertanya lagi kepadaku ?".
"Liuw Boe Hwie melengak tapi ia segera paham maksud
ucapannya, padri angkatan " Thiat" dari Sauw-lim adalah jago
jago kosen, sedang ilmu silat si Bunga Mawar putih telah
musnah, tak mungkin ia berhasil melukai dirinya, Sedang
muridnya Lie Hong Hwie pun sejak tiga bulan berselang sudah
ada dikota Yang-Chiu, tak mungkin peristiwa ini merupakan
hasil karya mereka.
Thiat Bok Thaysu yang mendengar ucapan itu, tiba tiba
salah mengartikan maksud kata kata tersebut, kepada Liuw
Boe Hwie sambil tertawa dingin segera jengeknya:
"Oooouw . . . ! kiranya antara Liuw thay-hiap dengan si
Bunga Mawar Putih telah terjalin ikatan yang dalam, sudah
tahu masih pura pura bertanya ! ".
"Thaysu, harap kau jangan salah paham." buru buru Liuw
Boe Hwie goyangkan tangannya.
"Suheng anda adalah padri sakti, kematiannya pasti bukan
perbuatan dari Pek Sian-cu, aku orang she-Liuw berani
menjamin dengan batok kepalaku ".
Liuw thay-hiap, sudahlah, kau tak usah coba bela diri lagi "
Be Si Coen tertawa seram. "Thiat Sim Thaysu adalah seorang
padri penuh welas kasih, selama hidup tak pernah ikat
permusuhan dengan siapapun, kecuali si Bunga Mawar putih
pembunuh sinting, tak ada orang lain yang berani turun
tangan kepadanya, lagi pula ilmu silat yang dimiliki Thiat Sim
thaysu sangat lihay, hanya andalkan kekuatan si Bunga Mawar
Putih seorang belum tentu bisa mencelakai dirinya, mungkin
Liuw thay hiap pun ikut serta ambil bagian dalam peristiwa ini
?" Ucapan ini mengerakkan hati Thrtqriat Bok thaysu dengan
sinar mata curiga ia lantas berpaling kea-rah si Rasul Seruling.
Liuw Boe Hwie naik pitam, dengan amat gusar ia tuding Be
Si Coen lantas memaki:
"Hey orang she-Be, kau jangan mefitnah orang she-Liuw
tidak sudi melakukan perbuatan seperti itu.".
"Hmmm . . . Hmmm . . . ! . cayhe hanya menduga belaka,
tetapi ditinjau dari hubungan Liuw thay-hiap dengan si Bunga
Mawar Putih, aku tetap menaruh curiga".
Liuw Boe Hwie benar2 sangat gusar hampir saja ia
tempeleng wajah orang itu. Namun baru saja telapaknya
diangkat setengah jalan ia turunkan kembali dan menhela
napas panjang, ia menyesal tenaga dalamnya sudah punah !
Rasa curiga dalam hati Thiat Bok thaysu makin menebal
setelah menyaksikan kejadian itu, ia mengira Liuw Boe Hwie
ikut serta dalam peristiwa pembunuhan atas diri Thiat Sim
thaysu, karena menyesal maka timbullah gerak gerik yang
kurang Ieluasa.
"Mungkin ada alasan kuat yang mendasari kematian
suhengku, dapatkah Liuw Thay-hiap katakan keluar " "
tanyanya serius, Liuw Boe Hwie teramat gusar, saking
dongkolnya sampai ia tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun. "Liuw loo-jie, kau tak usah melibatkan diri dalam persoalan
ini." seru si Bunga Mawar Putih secara tiba-tiba, seraya maju
kedepan. "Thiat Sim si keledai gundul itu memang mati
ditanganku !.. tak ada orang lain yang membantu perbuatanku
ini dan tiada alasan yang mendaki peristiwa tersebut aku
bunuh dirinya karena tidak senang keledai gundul itu !"
Liuw Boe Hwie tahu, ucapan ini muncul karena hati yang
mendongkol buru-buru ia berseru:
"Pek Sian-cu ! terus terangan bukan kau yang lakukan, apa
perlunya terima dosa orang lain ?".
"Bunga Mawar Putih sudah menerima salah tafsir orang,
lebih banyak membunuh seorangpun tidak mengapa !" sahut
Bunga Mawar putih tertawa dingin.
Air muka Thiat Bok Thaysu segera berubah amat serius.
"Pek sicu sudah mengaku, thayhiap ! apa yang hendak kau
katakan Iagi ?" katanya.
"Thaysu, harap kau jangan bertindak secara gegabah,
jangan beri kesempatan bagi pembunuh sebenarnya untuk
cuci tangan !"
"Liuw Loo-jie, sudahlah jangan banyak bicara macam
perempuan" seru si Bunga Mawar Putih sambil ulap
tangaannya. Kau adalah seorang lelaki namun tidak tidak
seberani aku, bunuh orang bayar jiwa, hutang barang bayar
uang, biarkanlah mereka bertindak..
"Omintohud !" Thiat Bok Thaysu segera rangkap
tangannya. "Kalau memang Pek sicu telah berkata demikian,
pincengpun terpaksa harus tuntut keadilan, kepada diri sicu !".
Si Bunga Mawar putih melirik sekejap kearahnya, mulut
tetap bungkam dalam seribu bahasa. Lie Hong Hwie segera
maju menghampiri gurunya ia berseru:
"Suhu ! biarlah tecu . . . . . .".
"Nona cilik, lebih baik menyingkir saja, disini tak ada
urusanmu." sela Thiat Bok thaysu dengan wajah serius.
"Keledai gundul yang punya mata tak berbiji." teriak Lie
Hong Hwie sangat gusar. "Kedudukan guruku sangat tinggi
kau tidak pantas untuk berduel, nonamu akan turun tangan
lebih dahulu menghantar kau pulang kenegeri barat !" Seraya
berkata, alat Pie-pa tersebut langsung dihantamkan keatas
tubuh padri itu.
Thiat Bok Thaysu kibaskan tangannya menangkis, Traaang
. . . . ! sisi telapaknya berhasil membabat diatas senjata itu
sehingga menimbulkan suara nyaring.
Dalam bentrokan itu tubuh Lie Hong Hwie terdorong
mundur sejauh tiga empat langkah, sedang Thiat Bok thaysu
bergetar keras, ia kelihatan agak melengak.
Sedangkan Be Si Coen yang menyaksikan kejadian ini
berseru tertahan, dengan nada terperanjat serunya:
"Bajingan perempuan ini lihay juga, bahkan muridnya saja
begitu lihay apalagi gurunya, Aku lihat kita tak perlu ikuti
peraturan Bu-lim lagi, untuk melenyapkan bibit bencana mari
kita maju serentak !".
Para jago yang ada diempat penjurupun dibikin terkejut
oleh kejadian ini, mereka jeri akan kehebatan tenaga dalam
Lie Honlieseng Hwie, karena takut si Bunga Mawar Putih jauh
lebih lihay maka mereka sama-sama maju meluruk kedepan,
Lie Hong Hwie, karena ia takut mereka lukai gurunya, segera
lepaskan Thiat Bok Thaysu dan putar badan menghadang si
Bunga Mawar Putih, Pie-panya disapu kedepan menghajar
orang orang itu!.
Tenaga dalam yang dimiliki Be Si Coen sekalian walaupun
tidak sehebat Thiat Bok Thaysu namun merekapun jago jago
kenamaan dalam dunia persilatan, tidak sampai beberapa
gebrakan mereka berhasil paksa Lie Hong Hwie jadi kerepotan
napasnya mulai tersengkal-sengkal.
Walaupun begitu untuk sementara waktu gadis tersebut
masih sanggup mempertahankan diri, karena para jago tak
berani mengurung terlalu dekat sebab mereka jeri akan diri si
Bunga Mawar Putih yang selama ini hanya berdiri sambil
berpeluk tangan beIaka.
Thiat Bok thaysu sendiri bagai manapun juga masih jaga
gengsi dan kedudukannya ia malu untuk turut dalam
kerubutan itu, bukan maju ia malah mundur kesisi kalangan.
Liem Kian Hoo mulai naik pitam dibuatnya setelah
menyaksikan pengeroyokan itu. sambil cabut keluar
pedangnya ia berteriak keras:
"Manusia manusia pengecut ! kalian sungguh tidak malu,
manusia kenamaanpun beraninya main kerubut !".
Pedangnya berputar membentuk satu lingkaran kemudian
terjang masuk kedalam kepungan dan bekerja sama dengan
Lie Hong Hwie membendung serangan musuh, satu pedang
satu Pie-pa bekerja sama dengan eratnya menyambut
serangan-serangan gencar dari Tiong Chiu Siang Kiat, Ceng
Tiong Su Hauw serta Yap Jeng Cie sijago pedang dari Pa-san
tujuh orang. Kedua orang itu pertama, berani dan bernyali besar
bagaikan anak harimau baru turun dari gunung, kedua, telah
mewarisi ilmu silat gurunya serangan serangan merekapun
sangat dahsyat, bukan saja ketujuh orang kenamaan itu tak
berhasil mendesak maju sebaliknya malah terdesak mundur
kebelakang, tapi kaki merekapun bergeser selangkah demi
selangkah makin menjauhi si Bunga Mawar putih.
Liuw Boe Hwie menghela napas panjang, ia saling bertukar
pandangan sekejap dengan si Bunga Mawar Putih lalu tertawa
getirbdab, mereka mengerti sekalipun bakat kedua orang
muda mudi itu bagus namun hasil yang dicapai amat terbatas,
seumpama satu lawan satu mungkin masih punya harapan
untuk menang, sekarang mereka berdua harus melawan tujuh
orang, soal kalah cepat atau lambat tentu akan terjadi, pada
saat itulah tiba-tiba Thiat Bok Thaysu bergeser menuju
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kehadapan si Bunga Mawar Putih.
"Sicu !" tegurnya "Tadi kau mengatakan bahwa perbuatan
tersebut kau lakukan sendiri dan akan kau tanggung pula
seorang diri, apa gunanya kau paksa bocah bocah itu untuk
adu jiwa ?".
"Partai Siauw-lim benar benar merupakan tulang punggung
dari dunia persilatan." jengek si Bunga Mawar Putih dingin "
Cukup ditinjau dari bala bantuan yang thaysu bawa, aku
sudah merasa kagum akan kehebatan nama besar kalian."
Thiat Bok Thaysu melirik sekejap kearah sembilan orang yang
sedang bertarung lalu dengan wajah malu sahutnya:
"Pinceng sadar bahwa perbuatan kami agak kurang
cemerlang. tapi demi melenyapkan bibit bencana bagi umat
Bu-Iim!". Merah padam selembar wajah Thiat Bok thaysu ia
segera berpaling kearah kalangan dan berseru:
"Harap kalian suka berhenti bertarung, tujuan kita bukan
untuk menghadapi kedua orang siauw Pwee tersebut !".
Diantara para pengerabut, Yap Jeng Cie agak lebih baik,
mendengar seruan itu ia lantas tarik diri dan meloncat mundur
dari kalangan, sedangkan Tiong Chiu Siang Kiat serta Ceng
Tiong Su Hauw tetap meneruskan gempuran2 gencarnya, di
samping itu Lie Hong Hwie serta Liem Kian Hoo pun tidak sudi
membiarkan mereka loloskan diri, semakin bahaya situasi
yang mengancam si Bunga Mawar Putih serta Liuw Boe Hwie,
makin gencar pula serangannya.
Cahaya pedang menggulung gencar, bayangan Pie-pa
menyilaukan mata, keenam orang itu malah terkurung hingga
tak sanggup lepaskan diri dari kalangan.
Makin bertarung Be Si Coen makin terperanjat tiba tiba
teriaknya dengan suara keras:
"Yap Tootiang, Thiat Bok Thaysu, dua orang bajingan cilik
ini terlalu ampuh, biarlah kami kurung mereka berdua disini,
kita bekerja dengan dua rombongan !"
Thiat Bok merasa ucapan itu certqrngli, ia lantas berseru
keras pada si Bunga Mawar Putih:
"Pinceng jamin muridmu tak ada bahaya, harap Sicu jangan
melepaskan diri dari pertanggungan jawab lagi !".
"Thaysu ingin memberi petunjuk dengan jalan bagaimana
?", tanya si Bunga Mawar Putih dengan angkuh.
Untuk beberapa saat lamanya Thiat Bok Thay su tak berani
ambil putusan, sebab ia tahu si Bunga Mawar Putih tentu
sangat dahsjat, apalagi disana masih ada pula Liuw Boe Hwie.
Sebaliknya Ci Kian yang tahu akan kejadian ini jadi gelisah,
ia segera lari mendekat, serunya sambil menahan isak tangis:
"Hujien... kau...".
"Ci Kian ! tutup mulut dan menyingkir ke-samping." Hardik
si Bunga Mawar Putih. "Tempat ini bukan hakmu ikut campur,
mengerti " baik-baiklah berdiri disamping, tak perduli kejadian
apa yang menimpa diriku kau tak boleh datang ke-mari, kalau
aku mati, kau masih ingat apa yang harus kau lakukan ?".
"Budak masih ingat !" Ci Kian mengangguk sambil menahan
isak tangis dalam tenggorokkan.
"Kalau kau masih ingat itu lebih bagus, semoga kau dapat
biarkan aku mati meram, dengan demikian tidak sia-sia aku
pelihara dan didik dirimu sedari kecil hingga dewasa."
Air mata jatuh bercucuran makin deras membuat seluruh
wajah Ci Kian basah dengan air matanya.
Pada saat itulah Thiat Bok Thaysu pun sudah ambil
keputusan, ia berseru:
"Pinceng ingin mohon beberapa petunjuk dari Sicu dengan
ilmu Tat Mo Sam Si dari partai Siauw Lim."
"Haaa . . . haaa . . . haaa . . . bagus sekali, Tat Mo Sam Si
merupakan ilmu paling hebat dari partai Siauw Lim, sungguh
tak nyana pada akhir hajatku masih berkesempatan untuk
menjajal ilmu sakti tersebut !".
Lie Hong Hwie serta Liem Kian Hoo jadi repot, yang
seorang berteriak suhu dan yang lain berseru cianpwee,
mereka berdua sama sama putar badan siap menghadang.
Agaknya Be Si Coen dapat menebak maksud hati mereka,
buru buru teriaknya: "Kawan-kawan waspada dan perketat
kepungan ! hati-hati dengan dua manusia rendah ini mau
ngeloyor pergi"
Ceng Tiong Su Hauw putar badan menghadang jalan pergi
mereka, delapan buah telapak sama-sama bergerak kedepan
melancarkan selapis haw murni yang amat luar biasa, dengan
kekerasan ia paksa kedua orang itu kembali kedalam
kepungan. Dipihak lain Thiat Bok Thaysu pun sudah mulai
melancarkan serangan, telapak tangannya didorong kedepan
dengan jurus Loei Tong Ban Wu atau Bendu Sejagad
Tersambar Geledek, angin pukulannya menderu deru langsung
mengancam ulu hati si Bunga Mawar Putih.
Perempuan berusia setengah baya ini berdiri tegak tak
berkutik, dengan tiada gentar sedikitpun ia putar telapak
tangannya membabat pergelangan.
Thiat Bok Thaysu, gerakannya cepat luar biasa dan malah
lebih dulu mengancam tubuh padri -tersebut.
Thiat Bok Thay melengak, jalan darah pada tekukan
lengannya cuma terasa agak kaku, namun sama sekali tidak
mempengaruhi daya serangan serta kekuatan tenaga
dalamnya. Sementara Thiat Bok Thavsu masih keheranan apa
sebabnya tenaga dalam dari si-Bunga Mawar Putih begitu
lemah, tubuh perempuan itu sudah bersalto ditengah udara
mundur kebelakang kemudian roboh terjengkang keatas
tanah. "Thaysu, jangan..." Buru-buru Liuw Boe Hwie berseru,
namun belum habis ia berseru badannya pun ikut roboh
keatas tanah. Ternyata dalam keadaan cemas buru-buru ia maju kedepan
untuk mencegah, namun Yap Jeng Cie dari gunung Pa-san
yang menyaksikan kejadian itu salah mengira ia hendak
membokong Thiat Bok Thaysu, buru-buru pedangnya
berkelebat menusuk kedepan.
Desiran angin pedang sangat tajam, Liuw Boe Hwie
gerakkan tangannya membabat namun karena tiada
bertenaga lengan sendiri malah terhebat kutung, badanpun
tak kuasa ikut roboh terjengkang keatas tenah.
Hanya didalam satu jurus kedua orang tokoh sakti dari
dunia persilatan ini telah roboh terjengkang keatas tanah,
kemenangan yang diluar dugaan ini malah mencengangkan
kedua orang itu.
Dengan berlangsungnya pertarungan disebelah sini,
dengan sendirinya pertarungan dipihak kedua telah berhenti,
Pertama-tama Lie Hong Hwie perdengarkan dahulu jeritan
kagetnya. "Suhu...".
Dengan cepat badannya menubruk kesisi si-Bunga Mawar
Putih, tampak perempuan itu sedang muntah darah segar,
wajahnya pucat pias, napasnya lemah tenaga untuk
berbicarapun tak ada.
Liem Kian Hoo pun memburu kesisi gurunya Liuw Boe
Hwie. mula-mula ia totok dahulu jalan darahnya agar darah
berhenti mengalir, kemudian meloncat hangun, menuding
Thiat Bok Thaysu sekalian dan memaki kalang kabut:
"Kalian pembunuh-pembunuh tak tahu malu, keberanian
kalian cuma terbatas untuk menghadapi dua orang tua yang
sama sekali tiada bertenaga untuk melawan.".
"Eeeh... sebenarnya apa yang telah terjadi " " Tanya Thiat
Bok Thaysu tergagap, ia masih belum paham.
Dengan air mata mengembeng dikelopak mata, Liem Kian
Hoo menggembor keras:
"Apa yang terjadi " kau masih belum mengerti " dalam
pertarungan sengit yang terjadi sepuluh tahun berselang
suhuku serta Pek cianpwce telah menderita luka parah hingga
ilmu silatnya musnah, kalau tidak, terhadap manusia-manusia
tolol macam kau, tak mungkin merek berdua terluka."
"Benarkah sudah sudah terjadi peristiwa ini " mengapa
tidak mereka ucapkan sejak tadi ?"
"Mengapa harus mereka katakan " dengan pribadi suhuku
serta Pek cianpwee kau anggap mereka sudi minta ampun dan
merengek-rengek kepada kalian untuk dilepaskan jiwanya."
Pucat pias seluruh wajah Thiai Bok Thaysu, ia bungkam
dalam seribu bahasa.
Tiba-tiba Yap Jeng Cie dari gunung Pa-san cabut keluar
pedangnya lalu dibabat keatas lengan sendiri, darah segar
muncrat keluar membasahi permukaan, dengan tinggalkan
kutungan lengan ia putar badan dan berlalu dari situ tanpa
mengucapkan sepatah katapun.
"Kau anggap dengan mengutungi sebuah lenganmu lantas
urusan sudah dianggap beres ?"" Teriak Liem Kian Hoo kearah
bayangan punggungnya, "Suatu saat aku hendak sembelih
kalian satu persatu untuk cuci bersih penghinaan yang kami
terima hari ini !".
Yap Jeng Cie pura-pura tidak mendengar, tanpa berpaling
barang sekejap pun ia berlalu dari situ.
Thiat Bok Thaysu pun tiba-tiba berjalan kesisi Lie Hong
Hwie, seraya menjura dalam-dalam ujarnya:
"Ini hari pinceng telah bertindak gegabah hingga melukai
suhu anda, kesalahan ini sudah sepantasnya ditebus dengan
selembar jivvaku, namun misteri kematian suhengku belum
jelas, pinceng mohon kelonggaran dari sicu untuk kasih
kesempatan buat diriku selidiki persoalan ini, dilain waktu dosa
ini pasti akan kutebus."
Dengan pandangan benci Lie Hong Hwie melirik sekejap
kearahnya, ia mulutnya tetap membungkam dalam seribu
bahasa. Dengan wajah lesu dan sedih Thiat Bok Thaysu lantas
menatap sekejap kearah keenam orang rekannya kemudian ia
berbisik lirih: "Mari kita pergi ! ".
"Thaysu, untuk membabat rumput harus membabat seakar
akarnya, dari pada meninggalkan bencana dikemudian hari!"
seru Be Si Coen dengan hati tidak senang.
"Tidak boleh, setelah sekali salah kita tak boleh melakukan
kesalahan untuk kedua kalinya !".
"Perbuatan si-Bunga Mawar Putih kejam lagi telengas,
sekalipun thaysu cabut jiwanya paling banter. ".
"Tidak bisa kita bertindak demikian !" seru Thiat Bok thaysu
sambil geleng kepala".
"Ilmu silatnya sudah punah sejak sepuluh tahun berselang,
orang yang mencelakai suhengku bukan dia tapi orang lain,
sekalipun si-Bunga Mawar putih tak mau menolak tuduhan
tersebut namun pinceng sudah dibikin jelas duduk perkara!".
"Hmmm ! Mungkin Thiat Siut Thaysu bukan mati
ditangannya. tapi putraku benar-benar mati ditangannya."
teriak Be Si Coen sambil memancarkan cahaya buas.
"Perbuatannya membuat aku tak punya turunan, aku
hendak bunuh dirinya, membinasakan pula muridnya agar
iapun tak punya ahli waris, tak punya keturunan."
"Urusan pribadi Be Sicu tiada sangkut pautnya dengan
pinceng." Tukas Thiat Bok Thaysu gusar.
"Peristiwa yang terjadi malam ini timbul karena pinceng,
sampai detik ini akulah yang bertanggung jawab atas segala
akibatnya, tetapi kalau Be sicu niat membinasakan mereka,
Hmm maaf, pinceng tak mau ikut campur !".
Tiong Chiu-Siang-Kiat saling bertukar pandangan sekejap,
akhirnya dibawah tatapan sinar mata Thiat Bok Thaysu yang
tajam, tanpa mengucapkan sesuatu apapun, bersama-sama
Ceng-Tiong-Su Hauw berlalu dari situ.
Fajar mulai menyingsing, ditengah kesunyian yang
mencekam hanya terdengar isak tangis Lie Hong Hwie serta
Ci-Kian yang memilukan hati.
Liem Kian Hoo dengan mulut membungkam berdiri disisi
Liuw Boe Hwie, pipinya penuh basah oleh air mata, sinar
matanya berapi-api penuh dengan rasa dendam.
Kokokan ayam jantan lapat lapat berkumandang dari
kejauhan, sinar sang surya lambat-Iambat mulai menyoroti
kota Yang Chiu .
Musim gugur telah menjelang tiba, hampir setiap hari hujan
deras membasahi seluruh permukaan bumi membuat udara
jadi lembab dan tidak enak dibadan.
Senja telah menjelang tiba, hujan yang mengesalkan hati
akhirnya berhenti juga setelah seharian penuh tertuang dari
angkasa titik air saling berjatuhan dari batang batang pohon
yang gersang membasahi tanah yang kendur hingga
timbulkan suara dentingan yang nyaring.
Diatas sebuah jalan gunung yang sempit dan curam tiba
tiba muncul dua ekoa kuda jempolan diatas kuda duduklah
sepasang lelaki berpakaian ketat, baju mereka basah kuyup
oleh air hujan jelas mereka telah kehujanan ditengah jalan,
dari uap putih yang mengempul dari badan kuda
menumpukan pula bahwa perjalanan ini dilakukan siang
malam tanpa beristirahat.
Mengapa mereka melakukan perjalanan siang malam tanpa
perduli basahnya air hujan dan teriknya sinar mata hari "
-o O o- Kedua orang itu bukan lain adalah Liem Kian Hoo serta Loo
Sian Khek, jauh jauh menempuh perjalanan ribuan li dari kota
Yang Chiu hingga kepropinsi Im-Lam, apa yang sedang
mereka kerjakan " sedang berpesiar ".
Akhirnya kedua ekor kuda itu berhenti didepan sebuah
persimpangan jalan, Loo Sian Khek membesut air hujan yang
membasahi wajahnya lalu termenung beberapa saat, seolaholah
sedang menentukan kearah manakah mereka hendak
menuju. "Bagaimana ?" Tegur Liem Kian Hoo dengan hati gelisah "
Loo toako ! apakah kau sudah tidak kenali jalan lagi ?".
"Benar! " sahut Loo Sian Khek sambil menggeleng.
"Sepuluh tahun berselang aku pernah ikuti guruku berkunjung
kebenteng keluarga Liok, tapi sekarang ingatanku sudah agak
kabur, maka dari itu sulit bagiku untuk menentukan jalan
manakah yang benar".
Liem Kian Hoo berpikir sejenak, kemudian katanya:
"Ceng Tiong Su Hauw adalah orang kenamaan dalam dunia
persilatan, mari kita tanya saja kepada orang yang kebetulan
kita jumpai, persoalan ini tak boleh diundur lagi, sebab
bilamana kabar dari Tiong Chiu SiangKiat tiba lebih dahulu,
mungkin mereka sudah bikin persiapan dan tidak
menguntungkan bagi kita !".
"Sungguh enak ucapan dari loote." Loo Sian Khek tertawa
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
getir "Coba pikirlah beberapa banyak rumah penduduk yang
kita jumpai sepanjang jalan " ditengah pegunungan yang
terpencil, kadangkala sampai puluhan li jauhnya pun belum
tentu ada jejak manusia !".
"Kalau begitu kita tetapkan saja salah satu jalan
diantaranya, kalau beruntung kita akan tiba ditempat tujuan
!". "Tidak sempurna caramu itu ! daerah sekitar tempat ini
merupakan pegunungan semua, sekali salah jalan berarti dua
tiga ratus li harus kita tempuh sebelum balik kembali ketempat
semula perjalanan kitapun akan tertunda selama sehari!"
"Lalu bagaimana baiknya ?" seru Liem Kian Hoo semakin
gelisah, "Bagaimanapun kita tak bisa selalu menunggu disini
bukan !liesen". Loo Sian Khek termenung beberapa saat
lamanya kemudian baru ujarnya sambil menuding salah satu
jalan diantaranya:
"Benteng Keluarga Liok terletak disebelah Tenggara, aku
rasa lebih besar betulnya apabila kita lewati jalan ini !".
Liem Kian Hoo tidak berdicara, ia segera cemplak kudanya
maju kedepan. "Loote ! aku hanya menduga belaka, tak berani kuyakini
bahwa jalan itu adalah yang harus kita tempuh sebenarnya ! "
buru buru Loo Sian Khek berseru sambil mengejar kedepan.
"Perduli amat ! bagaimana juga kita harus maju kedepan,
setelah salah paling cepat putar kembali kejalan semula,
sekalipun ada diujung langit dasar samudra, aku harus
temukan kawanan bajingan itu dan bikin perhitungan dengan
mereka ! " Loo Sian Khek ragu ragu sejenak, akhirnya ia
menghela napas panjang.
"Padahal empat saudara dari keluarga Liok tidak terhitung
terlalu jahat, paling banter mereka bertindak karena tidak
selidiki dahulu duduknya perkara, dimana bisa ampuni
jiwanya, seperti tindakan loote terhadap Be Si Coen."
Liem Kian Lloo tertawa dingin.
"Perbuatannya terhadap guruku serta Pek cianpwee
keterlaluan sekali, meski dibunuhpun dosanya belum bisa
diampuni untung aku cuma mencukil sebuah biji matanya
belaka, kalau bukan orang she-Be itu cepat cepat meloloskan
diri akan kutebas pula lidahnya, akan kulihat dikemudian hari
dapatkah ia putar balik duduknya perkara dan menghasut
orang lain !".
Loo Sian Khek termenung beberapa saat, kemudian ujarnya
kembali: "Reputasi Tiong Chiu Siang Kiat dalam dunia persilatan
memang kurang baik, pantas apabila loote bersikap demikian
terhadap mereka, tetapi Ceng Tiong Su Hauw tidak terlalu
jahat, mereka masih sering melakukan perbuatan mulia,
dapatkah loote bersikap agak longgar sedikit kepadanya . . ."
"Tidak bisa ! keempat orang ini lebih lebih harus dibunuh,
kalau Tiong Chiu Siang Kiu hanya melakukan kejahatan kecil
maka sebagai hukumannya mata harus dicukil lidah harus
dipotong, Lain halnya dengan keempat orang itu, bukan saja
aku hendak menuntut batas buat guru serta Pek-Cianpwec,
bahkan diatas kitab kecil milik si bunga Mawar Putih yang
muat nama nama orang Bu-lim yang harus dibunubdabh
karena kejahatannya tercantum pula mereka, bahkan nama
mereka berada dipaling atas, seandainya ilmu silat Pek
cianpwee tidak punah, sejak semula mereka sudah dibunuh !"
Ucapan ini membuat Loo Sian Khek melengak.
"Hubungan persahabatan guruku dengat empat bersaudara
keluarga Liok sangat akrab, mengapa beliau tidak tahu apabila
mereka pernah melakukan perbuatan terkutuk".
"Tidak sedikit jumlah manusia dikolong langit yang diluar
pura pura ramah dan penuh belas kasih, padahal didalam
hatinya bejad dan banyak melakukan perbuatan terkutuk !".
"Dapatkah loote beritahu kepadaku?".
"Tidak bisa ! aku sudah menyanggupi permintaan dari Pek
Cianpwee, kecuali berjumpa dengan orangnya pribadi,
kejelekan mereka tidak akan diumumkan kepada siapapun,
disinilah letak kebijaksanaan Pek cianpwee, sepanjang hidup
membasmi kejahatan namun tidak sudi mengutarakan
alasannya, ia rela menerima setiap kesalahan pahaman orang
lain daripada menjelekan orang dihadapan umum, ia telah
serahkan tugas yang belum selesai ini kepadaku, tentu saja
aku tak mengecewakan harapannya !".
Loo Sian Khek menghela napas panjang.
"Dalam dunia persilatan tersiar berita bahwa si Bunga
Mawar Putih adalah seorang pembunuh yang berjiwa dingin
dan berhati keji, tak nyana dia orang tua adalah seorang
pendekar sejati yang khusus membasmi kejahatan."
Perbuatan seorang pendekar sejati hanya terbatas pada
keamanan umat dunia dan sama sekali tidak memperduli
nama sarta pamor sendiri Pek clanpwee telah serahkan
tugasnya kepadaku, aku takut tugas tersebut tak dapat
keselesaikan secara baik sebab orang-orang yang tercantum
namanya diatas kitab tersebut banyak bagaikan bintang
dilangit, sebilah pedangku ini entah harus membunuh
beberapa banyak orang !"
"Begitu banyak jumlahnya ?". Liem Kian Hoo menghela
napas dan mengangguk.
Loo Sian Khek tidak berani bertanya lebih jauh siapa saja
yang tercantum dalam kitab tersebut ia tahu bertanyapun
percuma, tanpa terasa wajahnya kelihatan makin murung.
Kebetulan Liem Kian Hoo berpaling, menyaksikan perubahan
wajahnya sambil tersenyum ia lantas berkata:
"Loo-heng boleh berlega hati. dari partai anda cuma
susiokmu seorang yang tercantum namanya dan tugas itu
telah diselesaikrtqran sendiri oleh Pek cianpwee! gurumu
Tiang Coen cinjien adalah seorang manusia berjiwa besar, ia
tidak akan terseret pula dalam bencana ini !".
Dengan hati lega Loo Sian Khek menghembuskan napas
panjang lalu tertawa ringan.
"Sepanjang hidup guruku bertindak jujur dan adil, aku sih
tidak menguatirkan hal ini . . . aneh ! bukankah Pek cianpwee
sendiri punya ahli waris " mengapa tugasnya yang belum
selesai tidak diserahkan kepada nona Lie untuk menyelesaikan
?" Suatu ingatan berkelebat dalam benak Liem Kian Hoo,
segera jawabnya lagi:
"Maaf urusan ini tak dapat kujelaskan kepadamu, lagipula
nona Lie sendiripun tidak tahu akan adanya pekerjaan ini,
seumpama dikemudian hari Loo heng bertemu dengan dirinya,
harap kau suka menutupi rahasia ini !".
Dengan wajah tercengang Loo Sian Khek mengangguk
tidak Iama kemudian ia teringat kembali akan satu persoalan,
tak tahan tanyanya lagi:
"Masih ada satu persoalan yang membuat Ih-heng tidak
jelas, bulan berselang ketika Loo-te bergebrak melawan Be Si
Coen tidak sampai tiga gerakan kau berhasil mencukil sebuah
biji matanya, aku lihat tenaga dalammu telah peroleh
kemajuan pesat kalau dibandingkan sewaktu ada dikota Yang
Chiu tempo dulu ! dengan kepandaian yang dimiliki Loote
semestinya kau tidak akan sampai kalah oleh mereka, apa
sebabnya loote simpan kepandaian lihaymu dan duduk
menyakikan berlangsungnya peristiwa menyedihkan itu".
"Aaaaai.... sudah ditakdirkan demikian, dibicarakanpun
percuma, harap Loo heng jangan banyak bertanya !".
Beruntun Loo Sian Khek mengajukan pula beberapa
pertanyaan namun tidak mendapat jawaban semua ia mulai
merasa bahwa sianak muda ini penuh diliputi kemisteriusan.
"Aaaaah salah . . . kita sudah salah jalan, tempat ini adalah
dusun suku Biauw ! " tiba tiba Loo Sian Khek berseru setelah
memeriksa keadaan disekelilingnya.
"Darimana Loo heng bisa tahu ?".
Sambil menuding rumah gubuk dihadapannya, orang she
Loo itu menjawab:
"Hanya suku Biauw saja yang akan membangun atap
rumahnya berbentuk bulat, asal kita lihat modelnya segera
akan ketahui !"
"Aku rasa Loo heng sengaja hendak bawa aku kemari,
bukankah begitu ?"
Merah jengah selembar wajah Loo Sian Khek.
"Kan tadi sudah kukatakan bahwa aku tidak begitu
menguasahi jalan disini, persolan pada sepuluh tahun
berselang mana bisa diingat lagi dengan begitu jelas " lagi
pula sewaktu aku menunjukan arah jalan, Loote telah
memutuskan dengan cepat."
"Loo heng tak usah kasih penjelasan lagi" tukas Liem Kian
Hoo tersenyum berarti. "Aku tahu hubungan pribadimu
dengan Ceng Tiong Su Hauw saugat akrab, ketika kau
bersembunyi di-jembatan kutung kota Yap Chiu pun
disebabkan tidak ingin berjumpa dengan mereka, sejak
memasuki propinsi In Lam kau sudah perlambat perjalanku
dengan alasan hujan, sepanjang perjalanan setiap kali
bertemu dengan persimpangan tidak pernah kau tunjukan
jalan yang benar bagaimana bodohnya siauw-te, lama
kelamaan aku tentu merasakannya pula, bukan begitu ?"
"Harap Loote suka maafkan perbuatanku ! sewaktu Ih-heng
ikut suhu berkunjung kebenteng keluarga Liok pada sepuluh
tahun berselang, kami telah mendapat pelayanan yang sangat
baik, aku tidak tega melihat mereka terluka diujung pedang."
"Benar atau tak boleh tidak harus diterangkan keadilan dan
kebenaran tak boleh tidak harus ditegakakan !".
"Aaaaai . . . . seandainya ada alasan yang buat kematian
mereka, tentu saja lh heng tak akan mencegah maksud loote."
"Tak ada alasan untuk mengampuni kesalahan mereka,
mengingat maksud mulia dari Loo-heng maka selama ini aku
pura-pura bersikap bodoh dan ikuti dirimu salah jalan, baiklah
! paling banyak kuberi waktu selama dua hari bagi mereka
untuk bikin persiapan, dapatkah mereka mencari jalan hidup
selama dua hari ini, terpaksa harus kita lihat apakah mereka
punya rejeki atau tidak !"
"Terima kasih loote !" Loo Sian Khek segera menjura dalam
dalam. "Bantuan yang dapat lh-heng berikan kepada
merekapun terbaliesentas sampai disini saja, kejadian
dikemudian hari lh heng tidak akan ikut campur lagi !".
Liem Kian Hoo tersenyum, ia larikan kudanya menuju
kearah sebuah rumah gubuk sambil berjalan serunya:
"Apabila kematian sudah menjelang tiba, siapa yang dapat
menolong mereka " bagaimanapun akhirnya manusia harus
mati, sekalipun tidak dibunuh orang, iapun tak bisa selamanya
hidup didunia, Loo-heng tak perlu berterima kasih kepadaku,
bencana atau rejeki semuanya telah ditetapkan oleh Thian !".
Tibalah sianak muda itu didepan sebuah rumah gubuk yang
rada besar dan lebar diantara rumah penduduk lain, ia loncat
turun dari kuda dan mengetuk pintu.
Tidak lama kemudian pintu segera terbuka kembali,
Ternyata penghuni rumah itu belum tidur, ruangan dibagi jadi
tiga bagian, paling depan adalah ruang tamu dimana kurang
lebih ada lima enam orang gadis sedang berkumpul sambil
bersulam, gadis yang buka pintu tadi berusia delapan
sembilan belas tahunan, walaupun berpakaian aneh namun
wajahnya amat cantik,
Liem Kian Hoo sendiri walaupun berasal dari keluarga kaya,
dalam rumah banyak terdapat dayang, namun ia jarang
bergaul dengan wanita terutama sekali kaum gadis remaja,
maka dari itu berhadapan dengan sekelompok gadis muda ia
rada tertegun dibuatnya, untuk beberapa saat lamanya tak
sepatah katapun berhasil diucapkan.
Gadis yang buka pintu tadi jauh lebih bebas, sambil tertawa
ia lantas mempersilahkan tamunya untuk masuk.
"Koan lang, silahkan masuk kedalam !".
Merah jengah selembar wajah si anak muda itu, sahutnya
tergagap: "Kami... kami sudah salah jalan sedang malam telah
menjelang tiba, maka terpaksa kami ganggu ketenangan
kalian pada saat seperti ini. Aku rasa tempat nona kurang
leluasa bagi kami ! lebih baik kami cari tempat lain saja.".
"Koan-lang, kau tak boleh berkata begitu." seru gadis itu
kurang senang hati, "walaupun rumah kami kecil namun
pelayanan kami terhadap tamu tidak kalah dengan rumah lain,
seandainya Koan-Lan pindah ke rumah lain, dari mana kami
punya muka untuk bertemu lagi dengan orang lain !".
Liem Kian Hoo melengabdabk setelah mendengar
perkataan itu, maka saat itulah Loo Sian Khek sudah turun
dari kuda dan masuk kedalam ruangan, segera bisiknya:
"Keluarga suku Biauw paling suka menerima tamu, kita
sudah mengetuk pintu rumahnya, dalam sopan santun tak
mungkin bagi kita untuk pindah ketempat lain, kalau tidak
maka mereka akan anggap kejadian ini sebagai suatu
penghinaan."
Tanpa terasa Liem Kian Hoo segera melangkah masuk
kedalam ruangan, gadis-gadis itupun sambil tertawa letakkan
sulaman mereka keatas meja, tuang air teh dan melayani
mereka dengan baiknya, Gadis pertama yang buka pintu tadi
paling giat diantara gadis-gadis lain, sambil memerintahkan
orang untuk siapkan makanan. ia tuangkan sendiri dua cawan
air teh panas. ujarnya sambil tertawa:
"Koan Lang, kalian tentu sudah lapar bukan " mari minum
teh dulu ! arak dan sayur segera akan dihidangkan, kami
merasa amat bangga bisa menerima kalian berdua sebagai
tamu agung kami, tolong tanya siapakah Koan-lang ?".
" Oooouw, cayhe she-Liem bernama Kian Hoo, malammalam
datang menganggu ketenangan nona, hal ini membuat
kami merasa tidak tenteram, harap kalian tak usah repotrepot.
Cukup makanan seadanya saja untuk menangsal perut.
Tolong tanya dalam rumah nona masih ada siapa lagi."
Berhubung ia temukan dalam rumah itu penuh dengan
gadis muda dan hal ini membuat gerak-geriknya jadi rikuh,
maka ia ajukan pertanyaan tersebut. Gadis itu tersenyum
manis, lalu menjawab:
"Aku masih punya orang tua tapi ini hari tak ada dirumah
semua, sedang mereka adalah saudara saudara misanku,
mereka tinggal sangat jauh dari sini. Karena untuk menghadiri
pesta bulan purnama besok malam, sengaja datang menginap
dirumah kami, terpaksa untuk keperluan ini ayah serta ibuku
Naga Naga Kecil 7 Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L Harpa Iblis Jari Sakti 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama