Ceritasilat Novel Online

Pedang Bengis Sutra Merah 4

Pedang Bengis Sutra Merah ( Tan Ceng In) Karya See Yan Tjin Djin Bagian 4


bukan rumahku!" suara belum habis, orang sudah lari pergi. Semua orang di
rumah menjadi tercengang. Pui Cie berdiri seperti patung, daging di pipinya sering
bergetar. Tu Toa Nio masih memeluk mayat Tu Lau Tie, dengan serak berkata, "
Inilah namanya orang mati, rumah hancur. Ya Tuhan! Keluarga Li kenapa begitu
sial, sebelum lahir apa kita pernah berbuat dosa?"
Ing Chun menutup mukanya menangis, lalu memekik, "Semua ini dicelakai oleh
sepupu ibu San Chai Men Cu."
Pui Cie menggerakkan kakinya keluar pintu.
Tu Toa Nio berkata dengan suara gemetar, "Tuan muda, anda juga mau pergi?"
Pui Cie murung sekali berkata, "Tua Nio, aku., apa masih ada alasan untuk tetap
tinggal disini?"
Tu Toa Nio menjawab, "Kenapa tidak" Bukankah Tuan adalah mantu keluarga Li.
Coba Tuan katakan di depan papan nama ibu mertua. Dari aturan rumah tangga
apa Tuan tidak ingin bertanggungjawab terhadap keluarga ini?"
Ing Chun tangannya memegang meja sembahyang sambil menangis berkata,
"Majikan, Tuan..kenapa tidak menjaga keluarga ini" tegakah" Siapa yang akan
menjaga dupa Tuan besar nanti" Ohl Waktu itu kau yang yang menentukan
perkawinan ini. Kau.."
Pui Cie hatinya terasa kusut sekali. Seolah-olah mau gila rasanya. Ing Chun
berjalan ke pinggir pintu, dengan sedih berkata, "Tuan muda, kami., disini semua
orang luar. Orang bawahan, kalau Tuan tidak disini, kami harus bagaimana?"
Pui Cie berpikir keras, entah jodoh entah dosa, nama keluarga sudah
disandangnya, dia harus menerima nasib. Tidak ada jalan lain. Dia dengan
mantap berkata, "Rumah ini harap Tua Nio dan kalian semua bantu
mengurusnya. Aku akan pergi mengejar nona kembali." Setelah berkata itu tidak
memperdulikan apa-apa lagi dia tergesa-gesa pergi.
Sesudah keluar pintu Pui Cie merasa bingung, hati Li Se Kian sudah teguh tak
dapat diubah lagi. Sekarang dia hanya bisa mencari istri yang sebenarnya dulu
Hie Ki Hong. Apakah dia mau kembali mengakui keluarga Li" Tadi dia pergi dan
marah, rasanya dia tak mungkin kembali lagi ke San Chai Mui. Harus kemana
mencari dia"
Orang hidup kenapa banyak sekali masalah"
Hari sudah sore Pui Cie seperti manusia yang tak berjiwa, berjalan sendiri tak ada
tujuan, pandangannya kosong. Entah harus bagaimana dan kemana, hati menjadi
bimbang otak terasa kosong.
Tengah dia berjalan, terdengar suara phipa yang begitu merayu. Pui Cie seolahseolah tersadar dari kebimbangannya. Dia begitu terkejut dan gembira, sewaktu
meninggalkan sungai Tang Yipha Yauci tinggal di perahu dengan tetua San Chai
Mui Han Shi Wei sedang melakukan pengobatan menggunakan Giok Ju Yi. Dia
saat itu sedang tak sadarkan diri. Kenapa tiba-tiba bisa muncul disini" Phipanya
dibawa pergi Bo Ta Su Seng dari mana dia bisa mendapat phipanya lagi"
Didengar dari suara phipanya, pasti dia yang sedang memetiknya.
Tapi di dalam suara phipa itu membawa hawa membunuh. Ini pertanda bahwa dia
sedang bertarung dengan musuhnya.
Dia ingin melupakannya, dia tidak boleh bertemu dengannya lagi.
0-0-0 Belum bisa tenang
Demi menghindari tumbuhnya benih cinta lagi, Pui Cie sudah memutuskan dalam
hati, mencari jalan lain pergi menjauh. Tapi tak berapa lama, dia berhenti lagi,
terpikir olehnya, "Aku tidak boleh begini, dia sudah berhutang budi kepadanya
yang telah menolong jiwanya, sekarang sudah bertemu kalau menghindar
bukankah sangat keterlaluan. Masalah Giok Ju Yi, apakah sudah diberikan
kepada tetua Han untuk disampaikan pada Bo Ta Su Seng untuk memenuhi janji
dengan Bo Yu Sien Ce.." akhirnya dia balik kembali, lari menyusuri suara yang
terdengar. Tiba-tiba suara phipa berhenti.
Dia berlari menuju arah sungai Tang mengira-ngira tempat dalam rimba yang
gelap. Tampak Yipha Yauci berdiri memeluk phipa. Yang berhadapan dengannya adalah
San Chai Men Cu Hie Bun Cun. Mereka berhadapan kira-kira lima meteran.
Di tanah sudah bergelimpangan beberapa mayat, ada juga tanda Shin Kiam
Pang. Begitu tiba Pui Cie diam-diam melihat situasi dan cepat-cepat
menyembunyikan diri.
Mengapa San Chai Men mencari Yipha Yauci"
Selendang merah membungkus badan yang mungil terlihat kulitnya yang mulus.
Tidak terasa hati Pui Cie berteriak.
San Chai Men Cu dengan sikap yang dingin bertanya, "Nona Liu, sudah terpikir
belum?" Yipha Yauci dengan suara nyaring menjawab, "Sudah!" "Bagaimana?"
"Suruh aku melepas Pui Cie. Tidak bisa!"
"Kau benar-benar mau merusak rumah tangga orang?"
"Apakah Pui Cie mencintaimu?"
"Aku tidak perduli. Aku hanya tahu aku mencintainya. Tidak mau tahu dia
bagaimana terhadapku." "Kau.."
"Kau tak mungkin bisa membereskan persoalan ini."
Pui Cie menggigil di kegelapan. Ternyata San Chai Men Cu demi Hie Ki Hong
melarang Yipha Yauci mencintai dirinya, dan tidak disangka Yipha Yauci begitu
teguh hatinya. Percintaan abnormal ini kalau dibiarkan berkembang akibatnya
bisa fatal. Orang bukan Tuhan. Mana bisa tidak berperasaan. Memang susah menahan budi
wanita cantik. Pui Cie juga dari semula bukan tidak tertarik.
San Chai Men Cu mukanya berubah lalu berkata, "Nona Liu, kata-kata baik sudah
habis aku ucapkan. Kalau kau masih tidak mau sadar.."
"Bagaimana?"
"Demi kebahagiaan putriku, aku akan bertindak." "Mau membunuh?" "Mungkin
saja!" "Silahkan coba."
Pui Cie menjadi gelisah. Yipha Yauci bagaimanapun juga bukan lawan San Chai
Men Cu. Tadi dia telah mendengarkan Yipha Yauci memainkan phipa. San Chai
Men Cu matanya bersinar-sinar dengan suara rendah berkata, "Nona Liu, pikirkan
baik-baik, ini bukan urusan main-main."
San Chai Men Cu mendehem dan berkata, "Dua puluh tahun yang lalu aku
pernah mendengar gurumu memainkan Tai Si San Thie, kalau nona merasa
merasa kehebatan musiknya melebihi gurumu, boleh coba memainkan, kalau
tidak, kau akan menyesal seumur hidup."
Yipha Yauci mulai berubah wajahnya.. Dia tidak tertawa lagi, dengan keras dia
berkata, "Siapa sebenarnya dirimu?"
San Chai Men Cu dengan sikap dingin berkata, "Kau tidak perlu tahu."
Yipha Yauci berpikir sebentar, dengan mengigit bibir dia berkata, "Aku tak
percaya kau sanggup menahannya!"
"Baik, silahkan mulailah! Keluarkan semua kepandaianmu, jangan ada yang
disisakan."
"Kalau... aku menang gimana?"
"Dengan sendirinya aku akan membatalkan pernikahan putriku dengan Pui Cie.
Sama sekali tidak akan campur tangan lagi, kalau tenagamu tidak cukup, ilmu
silatmu akan kumusnahkan."
Pui Cie kesal karena Yipha Yauci, San Chai Men Cu adalah pewaris orang aneh
masa itu Tien Ji Ce, kehebatan sulit diukur. Kalau dia sudah berkata begini pasti
ada dia ada kemampuan seratus persen. Yipha Yauci kalau tahu San Chai Men
Cu yang sebenarnya mungkin takkan berani begitu.
Yipha Yauci sama sekali tidak perhitungkan untung ruginya lalu menjawab, "Baik"
Dia langsung duduk disitu. Phipa disandarkan miring di bahunya, mukanya
tampak serius, jarinya terlihat enteng..
Satu getaran suara terdengar nyaring "Ting Tung!"
Hati Pui Cie jadi menciut, suara phipa mengalun berangsur meninggi, seperti tidak
ada habisnya seperti sungai yang panjang datang bergulung-gulung.
Kenyataannya suara phipa itu kerasnya tidak seperti yang dibayangkan, Pui Cie
tidak mengerti dimana letaknya keistimewaan suara phipa itu" San Chai Men Cu
dengan tenang bernafas, tegap berdiri seperti gunung.
Suara phipa itu sebenarnya khusus ditujukan pada San Chai Men Cu, jadi Pui Cie
merasakan tidak ada yang istimewa pada suara phipa itu
Yipha Yauci pelan-pelan menutup matanya. Jari-jari tangannya beraturan kesana
kemari berloncatan di atas senar. Suara phipa dari pelan menjadi kencang,
tubuhnya juga ikut bergetar.
Teng!" seperti hujan keras mendadak berhenti. Senarnya sudah putus, putus di
tengah, muka Yipha Yauci berubah berdiri sambil melotot, badannya gemetaran,
terlihat kemampuan San Chai Men Cu jauh lebih tinggi daripadanya.
"Ha.. Ha.. Ha..* San Chai Men Cu tertawa, "Nona Liu, apa yang ingin kau katakan
sekarang?"
Yipha Yauci dengan gemetar berkata, "Silahkan musnahkanlah ilmu silatku!"
"Aku tidak mau berlebihan, kalau kau menyanggupi meninggalkan Tiong Guan,
memutuskan hubunganmu dengan Pui Cie, aku akan memberi dirimu satu jalan
kehidupan."
"Tak mungkin!"
"Apa" kau.."
"Kau boleh musnahkan ilmu silatku, tapi untuk aku putuskan hubunganku dengan
Pui Cie aku tidak mau!"
"Rupanya sebelum melihat peti kau tidak bisa mengeluarkan airmata?"
"Mungkin!"
"Pikirkan sekali lagi, setelah ilmu silatmu dimusnahkan, kau akan menjadi orang
biasa. Bagaimana nanti sikap Pui Cie kepadamu?"
"Itu u nisanku!"
"Dapatkah Shin Kiam Pang membebaskan dirimu?"
Yipha Yauci tidak ragu-ragu berkata, "Orang hidup di dunia harus punya cita-cita,
berkorban demi cita-cita kenapa harus menyesal?"
San Chai Men Cu termenung sebentar berkata, "apakah cita-citamu adalah
menghancurkan rumah tangga orang lain."
Yipha Yauci tidak gentar menjawab, "kalau aku sudah cinta, apapun akan
kulakukan!"
San Chai Men Cu dengan suara jadi ketus berkata, "kalau begitu jangan salahkan
aku berbuat kasar!"
Yipha Yauci dengan keras berkata, "Silahkan."
"Kau tidak akan menyesal?"
"Tidak ada yang patut disesalkan."
"Baiklah, aku sudah cukup bijaksana, semua adalah kau yang cari!"
Suara hati Pui Cie serasa terbetot tentu dia tidak bisa tinggal diam saja melihat
ilmu silat Yipha Yauci dimusnahkan. Jangan dikatakan lagi dia berbuat begini
karena cinta yang sangat dalam, hatinya yang bersikeras begini karena dimabuk
cinta. San Chai Men Cu pelan-pelan maju., keadaan di tempat itu sangat menegangkan.
Yipha Yauci memalangkan phipanya, gemertak gigi sambil menjerit, "Aku mau
mengadakan perlawanan!"
San Chai Men Cu secara kejam berkata, "Tentu kau boleh melawan, tapi akan
percuma saja."
Jarak antara keduanya tinggal dua meter lagi. Pui Cie gemertakan giginya, dia
sudah mau.. Tiba-tiba muncul suara bentakkan, "Tunggu dulu!"
Mulut Pui Cie sudah terbuka hanya belum bersuara. Begitu kaget langsung
mulutnya dikatubkan lagi, San Chai Men Cu kenal suara yang muncul ini, dia
langsung mundur tiga langkah besar, air mukanya berubah tajam.
Seorang wanita cantik dengan dandanan keraton muncul. Ternyata dia Hie Ki
Hong. Pui Cie terharu luar biasa, benar-benar diluar dugaan, ayah dan putrinya yang
bukan sebenarnya ini harus menyelesaikan semua masalah.
Langit sudah gelap sama sekali, tapi di mata pesilat, dalam kegelapan ini masih
bisa membedakan peubahan di wajah seseorang. San Chai Men Cu dengan
suara gemetar memanggil,"Ki Hong!"
Yipha Yauci berdiri bengong, dia diam saja melihat perubahan keadaan. Hie Ki
Hong memandangi Yipha Yauci dengan pandangan dingin seperti es berkata,
"kau tahu siapa aku?"
"Tahu. Kau istrinya Pui Cie!" "Kau mencintainya?" "Aku tidak menyangkal!"
"Apakah dia mencintaimu?"
"Itu urusannya. Aku hanya tahu aku mencintai orang yang aku suka, dia suka
atau tidak padaku., aku tidak perduli, semua tidak bisa dipaksakan." "Kau pasrah
sekali?" "Aku tidak ingin berdebat."
Hati Pui Cie seperti bercampur lima macam botol bumbu. Entah apa rasanya."
0-0-0 Rintangan tak berujung
Hie Ki Hong diam beberapa saat tiba-tiba dengan suara gemetar berkata,
"Baiklah, cintailah dia, aku tidak akan melarangmu."
Yipha Yauci bengong oleh perkataan yang diluar dugaan ini, dia menjadi salah
tingkah, lalu berkata, "Kau., apa artinya ini?"
Hie Ki Hong tertawa, suaranya amat menyedihkan, "Liu Siang E, kata kataku
tulus, aku tidak mau meneruskan perkawinan yang menyedihkan ini."
Yipha Yauci spontan berkata, "Kalian berdua... tidak harmonis?"
Hie Ki Hong tidak berpikir lagi langsung berkata, "kau benar, perkawinanku
dengan Pui Cie adalah sebuah kekeliruan!"
San Chai Men Cu dengan suara gemetar memekik, "Ki Hong, kau.,
sembarangan!"
Hie Ki Hong tidak membantah perkataan San Chai Men Cu, dia terus berkata
dengan Yipha Yauci, "Kau boleh pergi!"
San Chai Men Cu marah-marah dan memekik, "Tidak boleh, aku harus
memusnahkan ilmu silatnya!"
Hie Ki Hong pura-pura tidak mendengar, sambil mengibaskan tangan berkata,
"Pergilah!"
Yipha Yauci dengan tidak percaya memandangi Hie Ki Hong, dia membalikan
badannya dan melangkah..
San Chai Mert Cu seluruh tubuh gemetar, matanya mengeluarkan sinar yang
menakutkan badan sudah bergerak..
Hie Ki Hong secepat kilat menghadang dengan suara gemetar berkata, "Biarkan
dia pergi!"
San Chai Men Cu dengan marah berkata, "Kau., kau sudah gila.."
Yipha Yauci mempercepat langkahnya, sebentar saja sudah menghilang, Pui Cie
terpaku di kegelapan, berdiri pun sudah tidak mantap, Hie Ki Hong tiba-tiba
bersujud marah bercampur sedih berkata, "Ayah, putrimu disini mengucapkan
terimakasih atas budimu yang telah membesarkan. Ini adalah kali terakhirnya aku
memanggilmu ayah..."
San Chai Men Cu badan sempoyongan, mukanya berdenyut-denyut.
Hie Ki Hong meneruskan bicara, "Mulai sekarang kita putus hubungan untuk
selamanya!"
San Chai Men Cu memegang jidatnya, dengan kesal berkata, "Ki Hong, aku.,
tahu aku telah berbuat kesalahan besar dan susah untuk menebusnya. Tapi aku.,
sudah menganggap kau seperti anakku sendiri..."
Hie Ki Hong menggigit bibir berkata dengan suara tangisan, "Karena itu,., aku tak
berani berkata benci!" sambil berkata, dia berdiri dan beri hormat lagi. San Chai
Men Cu, badannya bergoyang seperti mau roboh. Dengan suara sedih berkata,
"Ki Hong, kau., benar begitu tega memutuskan tali kasih hampir dua puluh tahun
ini... Ki Hong, kau tidak bsia maafkan kesalahan ayah?"
Hie Ki Hong terus-terusan mengemertak gigi, lama sekali baru berkata, "Ibuku.,
meninggal karena dendam dan menanggung malu, kakakku memotong rambut
pergi meninggalkan rumah keluarga Li.. sekarang semua menjadi hancur lebur,
aku darah daging keluarga Li. Aku., apa bisa tidak sedih" Apa bisa tidak
mendendam" Tapi., aku harus dendam sampai bagaimana?" habis berkata begitu
sambil menutup muka dia lari pergi.
Pui Cie ingin sekali mengejar, tapi kedua kakinya seperti berakar, tidak bisa
diangkat. Tangan San Chai Men Cu sudah diangkat, tapi diturunkan lagi, dia bergumam
sendiri, "Habis, semua habis seperti mimpi, akhirnya hanya mimpi, apa yang aku
dapatkan" Orang yang berbuat salah memang harus menanggung resiko.. Ki
Hong, aku tidak menyalahkanmu, juga tidak membencimu. Aku., hanya membenci
diri sendiri." habis berkata dia menarik nafas panjang melihat ke langit, lalu
dengan sempoyongan pergi.
Pui Cie juga keluar, jalan ke tempat tadi San Chai Men Cu berdiri, pikirannya
merasa risau, semua sudah selesai. Tapi belum tamat.
Hubungan ayah dan putri boleh dibilang sudah putus. Bagaimana selanjutnya"
Ada semerbak bau wangi masuk ke hidungnya. Hati Pui Cie berteriak, satu
bayangan manusia berwarna merah sudah berdiri di depan matanya.
Pui Cie berseru ,"Oh, kau!"
Ternyata dia adalah Yipha Yauci Liu Siang E yang tadi sudah pergi kembali lagi.
Yipha Yauci tertawa renyah, ketika aku pergi aku melihat kau sembunyi di sini,
maka aku tidak jadi pergi.


Pedang Bengis Sutra Merah ( Tan Ceng In) Karya See Yan Tjin Djin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ow!"
"Kenapa kau tidak mau keluar menemui istrimu?"
u u See Yan Tjin Djin
163 "Kau tidak suka dia?"
"Siang E, ini bukan urusanmu!"
"Baiklah, kita jangan membicarakannya. Kakak Cie, pertama-tama aku mau
berterimakasih kepadamu yang telah menolong jiwaku."
"O, bagaimana dengan Giok Ju Yi nya?"
"Kau kan meninggalkan pesan diserahkan kepada orang tua itu, kebetulan
sahabatmu di tengah jalan balik lagi.."
"Sudah diserahkan kepadanya?"
"Aku langsung serahkan padanya. Kalau tidak, dapat dari mana phipa ini?"
"Bagus! Eh, kau kenapa bisa ada disini?"
Yipha Yauci dengan gaya merayu dan santai berkata, "setelah lukaku sembuh,
ternyata kau sudah pergi, aku sangat sedih, aku mencarimu tapi tidak tahu kau
pergi ke arah mana, akhirnya aku sembarangan jalan saja. akhirnya menemuimu
juga. Tuhan berbaik hati," dia tersenyum lagi, menyambung lagi berkata,"Kenapa
dengan mertuamu?"
Muka Pui Cie jadi asam, "Jangan bicarakan dia!"
Yipha Yauci tercengang, tak lama kembali dia tersenyum seperti bunga
bermekaran, lalu berkata, "Baik, kita jangan bicarakan dia." lalu mendekat pada
Pui Cie. Saking dekatnya nafasnya sampai terdengar, dia berkata lagi, "Kakak
Cie, aku mau bertanya, tapi kau harus jujur menjawab.."
Dengan sendirinya hati Pui Cie melayang, dan menjawab, "Apa pertanyaannya?"
Yipha YauCi mengadahkan mukanya berkata, "Apakah kau menyukaiku?"
Sudah diduga, dia pasti akan mengajukan pertanyaan yang sulit dijawab. Pui Cie
tiba-tiba terasa muka panas jantungnya berdebar, bukan terharu karena
kecantikannya, tapi terharu oleh tekadnya dan ketulusannya. Kalau dia berkata
tidak suka itu berarti membohong pada diri sendiri. Kalau bilang suka, masalah
cinta akan berlarut-larut karena dia sendiri sudah berkeluarga...
Yipha Yauci berkata lagi, "Kakak Cie, jawablah ya atau tidak, jangan dipaksa,
keluarkankan isi hatimu!" <
Pui cie terpaksa dengan pelan berkata ."Siang E, aku., aku memang suka
padamu..* Yipha Yauci memegang tangan Pui Cie, dia merasa gembira sekali seperti tidak
percaya, "Benar?"
"Benar. Tetapi.."
"Tetapi apa?"
"Kaukan tahu aku sudah menikah."
"Tidak apa-apa, aku tidak membutuhkan status."
See Yan Tjin Djin
164 "Maksudmu?"
Yipha Yauci dengan serius pelan-pelan berkata, "Aku hanya membutuhkan
perkataanmu ini aku sudah puas. Aku.. tahu mencintaimu sama degan mengikat
diri sendiri. Tapi aku tidak tahan, aku seumur hidup baru pertama kali mencintai
seseorang, aku serahkan hatiku. Kakak Cie, harap kau menyayangi hati adik yang
tulus ini untuk selamanya.. ?"
Hati Pui Cie berbunga-bunga, kalau mau berkata dia betul-betul mencintai wanita,
Yipha Yauci yang didepan matanya adalah orang yang pertama, dulu terhadap Li
Se Kian, Hie Ki Hong perasaan ini seperti antara ada dan tiada.
Spontan dia berkata, "Perkenalan kita sudah terlambat rasanya!"
Yipha Yauci memutar badannya yang mungil, menyandar di depan dada Pui Cie,
bergumam seperti mimpi, "Tidak terlambat, tidak terlalu terlambat!"
Badannya mungil sintal, hangat dan wangi. Pui Cie tidak tahan memeluknya
dengan tangan gemetaran berkata, "Siang E, sudah terlambat, aku tidak punya.,
sesuatu yang baik untukmu lagi."
Yipha Yauci berkata, "aku tidak ingin mendapatkan apa-apa, aku hanya ingin
memberi, dan kau dapat menerima. Itu sudah cukup."
Pui Cie mabuk dalam kata-lata cinta yang indah ini. Tapi masih tercampur sedikit
sedih, dia bukan bangsa bufiya, dia punya perasaan, dia sudah tidak berhak
mencintai lagi wanita lain. Bagaimanapun juga dia sudah mempunyai istri.
Suara batuk kering tiba-tiba mambangunkan mimpi indah yang tidak bertepi ini,
kedua orang ini tiba-tiba memisahkan diri.
Tamu yang tidak diundang ini ternyata adalah Thu Sing Sien.
Muka Pui Cie terasa panas, dengan memberi hormat dengan malu berkata,
"Ternyata Cianpwe. Apa kabar?"
Thu Sing Sien mendehem, matanya bolak balik memandangi kedua orang ini
lama sekali. Baru berkata, "Kelakuanmu sangat memalukan!'
Pui Cie tersegak, dengan amat kikuk dia berkata, "Cianpwe, Wanpwe.. tidak
melakukan apa-apa.."
Thu Sing Sien lalu berkata, "Apa mata kakekmu sudah buta, sehingga salah
lihat?" Yipha Yauci dengan sikap dingin berkata, "Cinta bisa terjadi dimana saja, asal
hati tetap suci, yang dilihat mata belum tentu benar, anda juga tidak perlu
menuding sampai begitu." Habis berkata itu mulutnya tersenyum.
Thu Sing Sien menarik nafas berkata, "Liu Siang E, kau pintar sekali bicara!"
Yipha Yauci dengan santai berkata, "Apakah anda adalah pencuri ulung Thu Sing
Sien yang kesohor itu?"
Mata Thu Sing Sien bercahaya, "Betul akulah orangnya!" habis berkata begitu dia
memandang Pui Cie, secara ketus berkata, "Pui Cie, pikir-pikirlah akibatnya,
kalau kau tidak mau namamu hancur dan memalukan leluhurmu!"
Pui Cie menggigit giginya berkata, "Wanpwe bisa menjaga diri. Jangan kuaur."
Thu Sing Sien seperti marah sekali dengan suara ngap-ngapan berkata, "Harap
kau jangan bermain api yang bisa membakarmu sendiri."
Yipha Yauci berkata, "Aku bukan api, Pui Cie juga bukan orang yang suka main
api." Pui Cie menyambung, "Berawal dari kasih sayang berakhir dengan peraturan,
semua Wanpwe masih ingat."
Thu Sing Sien berkata, "Didunia ada berapa banyak orang yang tahu aturan"
Kalau dari awal tidak dicegah, akan seperti api besar yang tak bisa dipadamkan
lagi!" Tu Sing Sien adalah teman karib ayahnya semasa hidup, Pui Cie mendengar
nasihat, yang dikatakan Thu Sing Sien memang masuk akal. Perasaan memang
aneh, sekali mulai sulit diakhiri. Pui Cie tidak mengerti aturan ini.
Thu Sing Sien berkata lagi, "Orang bukan rumput bukan kayu, mana bisa tidak
berperasan, di dunia ini yang paling susah diprediksi adalah cinta. Kau sudah
melihat dan mendengar banyak percintaan yang kusut sukar di atasi. Masa belum
cukup untuk dibuat contoh"
Pui Cie bergidik, cerita yang dekat dan yang terjadi didepan mata, San Chai Men
Cu dan Kim Hong Ni gara-gara cinta terjadi tragedi yang menyedihkan. Pui Cie
segera membungkukkan badan berkata, " Wanpwe menerima nasihat!"
Thu Sing Sien mulut berbunyi, "Hem", langsung mengganti topik pembicaraan
"Kali ini persoalanmu yang gagal dengan menyamar masuk ke Shin Kiam Pang,
aku sudah tahu semua. Sekarang timbul masalah yang lebih membingungkan.
Nona Liu pernah menjadi penasihat Shin Kiam Pang, mungkin bisa memberi
penjelasan?"
Yipha Yauci masih kesal atas nasihat yang panjang lebar dari Pencuri Ulung,
maka secara dingin menjawab, "Coba anda ceritakan!"
Thu Sing Sien lihat sana sini, dengan suara rendah berkata, "Bagiaman asal usul
Pengurus Utama Shin Kiam Pang, yaitu Kui Siu Chai Ti Kuang Beng?"
Yipha Yauci berpikir sebentar berkata, "Ti Kaung Beng adalah salah satu jagoan
dari daerah selatan. Tahun lalu dengan cara terkutuk telah membunuh raja
pejagal Law Cong dengan dua belas anak buahnya yang tangguh. Karena
penampilannya menonjol, dia terbujuk dan masuk menjadi pengurus Shin Kiam
Pang. Pui Cie diam-diam menagngguk, pejagal Law Cong pernah membantu merampas
Pedang Raja, waktu itu dia dihantam sampai cedera oleh orang bertopeng, si baju
abu-abu Ke Co Ing, bersumpah mau membalas, tidak disangka malah mati
ditangan Ti Kuang Beng.
Thu Sing Sien berkata, "Yang aku maksud dengan asal usulnya, apa dia ada
sangkut pautnya dengan salah satu perkumpulan di dunia persilatan?"
"Kalau soal ini aku tidak tahu menahu."
Pui Cie menyambung, "Kenapa Cianpwe mau menyelidik asal-usul Ti Kuang
Beng?" Thu Sing Sien dengan nada rendah berkata, "Menurut berita pasti yang aku dapat
belum lama, perkumpulan itu sewaktu mengejar tuan Chang Hua Ma Gwe Kiaw
dan Ke Co Ing di pegunungan pinus. Ti Kuang Beng diam-diam membunuh Guan
Cen Ce yang menjabat sebagai komandan.
Yipha Yauci dengan kaget berkata, "Ada kejadian begitu" Shin Kiam Pangcu
mengira itu adalah perbuatannya Ma Gwe Kiaw..."
Thu Sing Sien berkata, "Menurut penilaianku, semua mungkin karena perebutan
kekuasaan atau dendam pribadi."
Tergerak hati Pui Cie, dengan spontan berkata,"Banyak yang bisa dipelajari."
Thu Sing Sien terkejut, lalu bertanya ."Bagaiman menurut pikiranmu?"
Peui Cie menceritakan kembali bagaimana Ti Kuang Beng membunuh kepala
cabang dan menolong dirinya. Diam-diam beritahu bahwa Penasihat Utama
Thong Tih Chiu membawa pusaka, diluar rumah petani sengaja melanggar janji
membantu Thong Thih Chiu sehingga akhirnya terbunuh.
"Wanpwe sampai sekarang belum mengerti mengapa Ti Kuang Beng makan
dalam bantu luar. Apa maksudnya?"
Yipha Yauci bengong karena kaget, semua kejadian aneh ini diluar dugaan.
Thu Sing Sien menarik napas dan berkata, "Benar-benar aneh, dan di luar
dugaan kita, kenapa Ti Kuang Beng berbuat begini?"
Sesudah berpikir-pikir Pui Cie berkata, "Mungkin dia adalah utusan musuh Shin
Kiam Pang yang menjadi mata-mata?"
Yipha Yauci berkata, "Shin Kiam Pangcu orangnya sangat cerdik, tidak begitu
gampang tertipu."
Thu Sing Sien memandangi Pui Cie lalu berkata, "Anak muda, hayo ikut aku
untuk mengurus suatu urusan."
Hati Pui Cie tersentak, berkata, "Urusan apa?"
Thu Sing Sien berkata, Rahasia langit tidak boleh bocor, pokoknya urusan besar.
Sampai waktunya nanti aku baru akan memberitahumu. Sekarang mari kita
berangkat."
Yipha Yauci mukanya berubah, "Bagaimana dengan bagianku?"
Thu Sing Sien berkata, "Maaf, ini adalah urusan pribadi."
Mata Yipha Yauci berkedip-kedip berkata, "Apakah anda sengaja mau
memisahkan kami?"
"Ha., ha., ha..", Thu Sing Sien berkata, "Kakek tidak pernah mencurangi anak
kecil, sama sekali tidak, kau jangan kuatir."
Hati Pui Cie sedikit risau, pelan-pelan berkata, "Siang E, kalau begitu., kita
bertemu di lain waktu."
Tentu saja Yipha Yauci seratus kali tidak mau, tapi dia tidak bisa menahan Pui
Cie, juga tidak bisa memaksa ikut, dengan susah dia berkata, "Kita., kapan bisa
bertemu lagi?"
Pui Cie juga sangat berat berpisah, "Waktu bertemu masih banyak..."
Yipha Yauci dengan sedih berkata, "Siapa yang tahu lain kali kita bertemu seperti
apa"' Thu Sing Sien mendesak berkata, "Ayolah jalan, kalau terlambat bisa celaka."
Sambil berkata begitu badannya mulai bergerak.
Pui Ciemengigit bibir berkata, "Siang E, kau hati-hati ya! Habis berkata dia ikut lari
pergi. , Yipha Yauci tinggal sendiri didalam hutan yang kosong. Bingung. Bengong
sendiri. Saat ini mendadak muncul satu bayangan orang. Seperti roh muncul di belakang
Yipha Yauci. 0-0-0 Cinta membawa sengsara
Saat itu Yipha Yauci sedang sedih dan merenung, dia sama seklai tidak
mengetahui sudah ada orang di belakang badannya.
Yang datang adalah seorang wanita setengah baya. Saat ini kalau dia mau
mencabut nyawa Yipha Yauci sangat mudah sekali. Tangannya sudah diangkat,
tapi dia tunda lagi. Secara dingin berkata, "Liu Siang E, putar badanmu kemari!"
Hati Yipha Yauci kaget luar biasa, sebagai seorang pesilat selalu mempunyai cara
tersendiri terhadap sesuatu yang mendadak, badan langsung menghindar, lompat
sampai sejauh empat meteran baru membalikan badannya. Phipa di tangannya
siap dipukulkan. Mulut menggertak, "Siapa?"
Orang yang muncul ternyata adalah bibi perempuan Pui Cie yang bernama Nam
Kong Phang Theng dengan penampilan dingin seperti es Nam Kong Theng
berkata, "Kau tak usah tahu aku siapa. Aku khusus kemari mau beritahumu
supaya menjauh dari Pui Cie."
Mula-mula Yipha Yauci terkejut, berikutnya dia tertawa geli, "Lucu, kau., apa
dasarnya?"
Secara ketus Nam Kong Phang Theng berkata, "Karena aku adalah angkatan tua
Pui Cie!" "Angkatan tua?"
"Ya!"
Keinginanmu bagaimana?" "Aku tidak mau lihat dia hancur di tanganmu!" "Lucu
benar, aku., bisa menghancurkan dia?" "Kau tahu dia sudah berumah tangga,
kenapa masih mau menggangunya?"
"Itu urusan pribadiku."
"Liu Siang E, kita sama-sama perempuan, bertindak apa-apa harus ada batasbatasnya, melihat wajahmu tidak usah takut tidak mendapat jodoh, kenapa mau
menjadi wanita murahan?"
"Murahan?"
"Kau menyukai orang yang sudah beristri, selain merusak kebahagiaan orang
lain, apa yang bisa kau dapatkan?"
Yipha Yauci alisnya terangkat berkata, "Kau juga wanita, kalau kau sudah jatuh
cinta kepada seseorang, kau akan tahu apa itu cinta."
Nam kong Phang Theng dengan kecut berkata, "Aku tidak mau berdebat
denganmu, aku hanya mau menasehatimu, kalau kau tetap bersikeras begitu,
nanti kau akan menyesal."
Yipha Yauci tertawa berturut-turut. Lalu berkata, "Hatiku ada didalam, aku cinta
siapa. Siapapun tidak bisa melarang."
Dengan sikap amat dingin Nam Kong Phang Theng berkata, "Kalau kau tetap
menganggu Pui Ciu, aku akan bertindak."
Yipha Yauci berkata, "Kenapa tidak sekarang saja mencobanya?"
Dalam hati Nam Kong Phang Theng muncul hasrat untuk membunuh, berkata,
"Kalau kau belum melihat besarnya sungai kuning (Huang Hoo)hatimu tentu
penasaran?"
Yipha Yauci sedikitpun tidak mau mengalah, berkata, "Ya, Aku tidak percaya."
Nam Khong Phang Theng berkata, "Aku bisa membuatmu percaya!"tangannya
yang putih dengan jari tengahnya menunjuk kepada Yipha Yauci. Aneh. Tidak
ada suara desisan diudara.
Yipha Yauci bukan orang sembarangan. Hatinya berpikir dengan reflek langsung
menjaga ulu hatinya dengan phipanya.
Suara 'Chiang' terdengar keluar. Yipha Yauci terdorong mundur dua langkah
besar, hatinya menjadi gentar sekali. Dia memekik, "Bo Ya Chai!" (Jari Tanpa
Bayangan) Nam Khong Phang Theng berkata, "kau sudah mengenalinya. Ayo silahkan coba
lagi!" kata-kata belum habis dua telapak tangannya sudah melayang. Membuat
lingkaran dan menggaris orangnya aneh sekali. Memukau dan menakutkan.
Hati Yipha Yauci sangat gentar, dia mengumpulkan semua tenaga pada phipanya
.menggoyang, menyetem, mengayun dan memercik, menyerang yang harus
diserang. "poopp! Poopp!" dua kali getaran terjadi. Angin keras menyebar ke empat
penjuru. Yipha Yauci terdorong mundur lagi dua langkah. Sekarang dia harus
mengambil inisiatif. Badannya digoyangkan. Phipanya langsung dihantamkan.
Sesudah di tengah jalan dia segera merobah posisinya menjadi menyilang.
Gayanya aneh dan keras, sangat menakutkan. Pesilat yang biasa-biasa saja pasti
tak mampu menghadapinya.
Nam kong Phang Theng adalah penerus orang yang paling menakutkan, yaitu
Pek Bo Tan (Bunga Botan Putih), kekebatan ilmunya sudah tak perlu dikatakan
lagi, badannya berputar berturut-turut sudah menyerang tiga kali, gerakan dan
posisinya semua diluar dari kebiasaan seorang pesilat. Dari posisi yang sama
sekali tidak mungkin, menyerang bagian-bagian yang tidak terduga.
Yipha Yauci kewalahan, tidak terasa mundur terus.
Nam Kong Phang Theng tidak mau mengalah. Seperti barang dengan bayangan


Pedang Bengis Sutra Merah ( Tan Ceng In) Karya See Yan Tjin Djin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjulurkan lagi lima jari-jarinya.
Terdengar suara mengaduh, Yipha Yauci sudah terduduk di tanah.
Nam kong Phang Theng telapak tangan sudah berada di atas kepala Yipha Yauci
dengan sikap yang sangat dingin berkata, * Liu Siang E, sekali aku mengeluarkan
tenaga, kau tahu akibatnya apa?"
Pucat sekali muka Yipha Yauci mengigit bibir dia berkata, "Lakukanlah!"
"Aku akan melepaskan kau bila kau menyanggupi aku satu syarat."
"Syarat apa?"
"Jangan menggangu Pui Cie lagi!" "Tidak bisa!"
"Kalau begitu kau lebih suka mati dengan kepala
pecah?" Yipha Yauci berkata keras, "Manusia hidup harus ada cita-cita, mati karena citacita kenapa harus disesalkan?"
Nam Kong Phang Theng berkata lagi, "Menggangu laki-laki yang sudah beristri,
inikah cita-citamu?"
Yipha Yauci berkata, "Aku hanya tahu aku cinta apa yang aku suka, yang lain aku
tidak perduli."
Nam Kong Phang Theng dengan suara gemetar, "Kalau sudah kehilangan nyawa
apa masih bisa mencintai apa yang kau suka?"
"Aku takkan meminta ampun supaya kau tidak membunuh aku. Tapi aku juga
takkan melepas cita-citaku."
"Kalau begitu kau memaksa aku membunuhmu?"
"Tidak apa-apa karena ilmu silatmu lebih hebat."
"Kau benar-benar tidak takut mati?"
"Aku hanya ingin ketenangan hati, yang lain tidak perlu aku takuti."
"Pantaskah?"
"Tentu saja pantas, apa yang wanita kejar" Kalau tidak dapat diraih, hidup dan
mati tidak ada bedanya."
Nam Kong phang Theng pelan-pelan mengeluarkan tenaga, mendesak nadi di
atas kepala. Mengalirlah darah dari mulut Yipha Yauci. Nam kong Phang Theng dengan suara
keras bertanya, "Mau tidak menerima tawaranku?"
Yipha Yauci menjerit, "Tidak, tidak bisa!"
Guguplah Nam Kong Phang theng. Dia juga seorang perempuan, dia bisa
merasakan bila seorang perempuan mencintai laki-laki hasratnya sulit
digoyahkan, tapi dia adalah bibinya Pui Cie, dia memaksa menjodohkan Pui Cie
dan Li Se Kian akhirnya menjadi tragedi yang menyedihkan, dia menyesal sekali.,
dia tidak bisa tidak perduli. Kalau tidak Hie Ki Hong akan seperti Li Se Kain lagi,
dia mengambil keputusan berkata, "Kau yang mendesak aku membunuhmu!"
Yipha Yauci dengan sedih berkata, "Asal Pui Cie tahu saja kenapa aku mati, aku
cukup puas."
Nam Kong Phang Theng tersentak, kalau dia membunuhnya apa reaksi dari Pui
Cie" Jangan-jangan malah bertambah salah, malah akan menjadikan perpecahan
antara Pui Cie dengan Hie Ki Hong. Dia mulai goyah...
Yipha Yauci berkata, "Kau berkata kau angkatan tuanya?"
"Ya!"
"Angkatan bagaimana?" "Aku bibinya."
"Ow! bibi., bagus, kau boleh mulai membunuhku!"
"Kau sampai matipun tak mau berubah?"
"Aku sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi!"
Saat itu, muncul ah seorang yang mungil dan cantik.
Nam Kong Phang Theng melihatnya, dengan terharu berkata, "Mirip sekali
dengan Li Se Kian. Kau tentu Hie Ki Hong?"
"Li Ki Hong, aku sekarang tidak bermarga Hie!"
"Ya, kau., memang bermarga Li. Kita baru pertama kali bertemu, dulu aku
mengira kau Li Se Kian. Ki Hong, apa kau kenal aku?"
"Aku harus panggil anda bibi, harap lepaskanlah dia." "Apa?"
Bibi tidak boleh membunuhnya!" "Kenapa?"
"Dia mencintai Pui Cie. Pui Cie juga mencintainya."
"Ki Hong, kau., kaukan istrinya Pui Cie?" ,
Li Ki Hong mengeleng-gelengkan kepala, dengan muram berkata, "Tidak, itu
hanya nama saja. Dia membenciku..."
Nam Kong Phang Theng dengan suara gemetar berkata, "Tidak mungkin, dulu
memang banyak salah paham maka jadi begini, sekarang asal usulmu sudah
jelas, dia tidak mungkin membencimu lagi!"
Li Ki Hong menggelengkan kepala lagi, "Semua tidak ada yang berobah, dia tetap
membenciku malah, seharusnya dia., harusnya milik kakakku!'
Li Ki Hong menarik nafas, "Ki Hong, apa kau mau ibumu mati penasaran?"
Li Ki Hong memelas, dari sudut matanya mulai berair, sedapat mungkin mengigit
bibir, lalu berkata, "Bibi, sudahlah!"
Nam Kong Phang Theng terpaksa menarik tangannya, dan mundur beberapa
langkah. Yipha Yauci pelan-pelan bangun, menghapus nda darah di bibirnya, sambil
mengigit bibir bawah dia berkata, "Aku tidak akan merebut suamimu, harap kau
tahu." Pelan-pelan Li Ki Hong berkata, "Aku pernah berkata kepadamu, kalau kau
mencintainya, teruskan saja mungkin kau bisa memberinya kebahagiaan!"
Nam Kong Phang Theng menyentak dengan keras, "Ki Hong, kau gila! Apa
artinya kau berbuat begini?"
Li Ki Hong berkata, "Bibi, aku tidak gila. Aku., hanya menerima kenyataan, tidak
mau membohongi diri sendiri."
Nam Kong Phang Theng dengan kesal berkata, "Jangan tolol, kau adalah
menantu keluarga Nam Kong. Kenyataan ini tidak bisa dibantah."
Air mata Li Ki Hong akhirnya jatuh ke pipi, dia memutar badannya kepada Yipha
Yauci berkata, "Kenapa kau masih belum mau pergi?"
Bibir mungil Yipha Yauci bergerak, mau berkata tapi tidak jadi, sampai terakhir
tetap tidak berkata apa-apa, badannya sekali melenting masuk dalam kegelapan
malam. Pergi melalui hutan.
Nam Kong Phang Theng maju memegang pundak Li ki Hong dengan suara
gemetar berkata, "Kau salah! Kau tidak boleh begitu!"
Li Ki Hong dengan penuh air mata berkata sambil ketawa kecut, "Semua sudah
nasib, tidak menerima juga tidak boleh. Bibi, aku., harus mencari kakak."
Nam Kong Phang Theng mengangguk, "Mari kita pergi mencari bersama-sama,
aku., aih.. aku malu terhadap ibumu, oya, kau masih kembali ke San Chai Mui?"
Li Ki Hong mengigit mulut berkata, "Aku tak bisa membalas dendam kepada Hie
Bun Cun, tapi budi dan dendam ini tak bisa dihilangkan begitu saja. Aku sudah
ganti marga, sudah putus hubungan dengan San Chai Mui.
Nam Kong Phang Theng mengangguk lalu berkata, "Mari kita berangkat!"
0-0-0 Thu Sing Sien dan Pui Cie pergi bersama, diperjalanan Pui Cie mengingat suara
Li Ki Hong yang berkata kepada Yipha Yauci,".. kau cintailah dia, aku takkan
melarang... aku sudah tidak mau meneruskan perkawinan yang menyedihkan ini.,
perkawinanku dengan Pui Cie adalah sebuah kekeliruan..." kesusahan yang tidak
jelas mencekamnya dalam-dalam, tidak terasa dia menghela nafas.
Thu Sing Sien dengan keras berkata, "Mengapa menghela napas" Masih tidak
bisa melupakan wanita siluman itu?"
Pui Cie sengaja membelokan perkataan,"Cianpwe kita mau pergi mengurus apa?"
"Sebuah urusan besar!" "Urusan besar apa?"
"Menyelesaikan perkara Lau Hou Ji tentang terbunuhnya lima tua dan tiga muda
dari perkumpulan kami!"
Darah Pui Cie tiba-tiba terasa mengalir lebih cepat. Amat gelisah gara-gara
pusaka tak terhingga anak buah kelas atas Khang Khang Mui Yi Ce Jen dibunuh
masai. Pembunuhnya melakukan dengan memakai nama Pui Cie. Mencelakai
dirinya menanggung beban ini. Berpikir begitu bersuara keras bertanya ,"sudah
ketemu pembunuhnya?"
"boleh dibilang begitu."
"siapa dia?"
"sesudah melihat kamu pasti tahu!" "kalau begitu., kecurigaan terhadap Wanpwe
sudah boleh dihapus?" "hem!"
jam empat subuh sudah mau liwat. Di jalan tidak ada orang. Dari kejauhan sudah
terdengar ayam berkokok yang bersahut-sahutan. Di depan mata sekarang
terlihat sebuah pekuburan yang tidak teratur. Kunang-kunang terlihat beterbangan
yang menjadikan tempat itu menjadi begitu seram. Dibagian tengah tempat yang
agak tinggi, berdiri sebuah kelenteng kecil. Thu Sing Sien menunjuknya, ",Itu di
kelenteng kecil."
Hati Pui Cie menggerutu, kenapa mengunakan tempat seperti ini?"
Berdua mereka melalui kuburan yang tidak beraturan, akhirnya sampailah mereka
di depan kelenteng kecil. Sebuah papan nama butut yang sudah terkelupas cat
emasnya, samar-samar masih bisa terbaca Ling Kuan Bio tiga huruf. Didepan
pintu terdapat dua pohon kering, tidak berdaun, dibawah sinar bulan yang hampir
tenggelam, kelihatan sangat menyedihkan, pintunya terbuka tapi tak ada satu
manusiapun. Siapa yang mau tinggal di tempat seperti ini seperti bertetangga dengan hantu.
Begitu masuk ke dalam ada satu ruangan utama dan satu ruangan lain di dalam.
Thu Sing Sien langsung masuk ke ruangan dalam. Pui Cie juga mengikutinya.
Begitu masuk dalam hatinya timbul perasaan ngeri, didalam ruangan penuh
dengan sarang laba-laba. Ada juga beberapa buah peti mati yang terbuat dari
kayu putih, entah titipan atau menunggu untuk dikubur tidak ada yang tahu.
Dengan dingin Thu Sing Sien berkata, "Peti mati ini semua kosong, sumbangan
dari orang baik hati yang disimpan khusus untuk mengubur mayat-mayat yang
tidak ada keluarganya. Sekarang, kau buka peti kedua di sebelah kanan."
Ceritanya memang begitu, tapi orang tetap merasa tidak nyaman melihatnya. Pui
Cie tidak mau banyak bertanya, dia menurut saja pergi membuka tutup peti, yang
hanya diletakan begitu saja tutupnya sedikitpun tidak susah untuk dibuka, begitu
melihat Pui Cie mundur tiga langkah sambil memekik dengan keras, "Kenapa
seorang nenek tua?"
Thu Sing Sien terkejut, dengan suara gemetar dia bertanya, "Apa katamu?"
"Yang berbaring dalam peti itu adalah seorang nenek
tua." "Nenek tua" Tidak mungkin!., coba kau lihat lagi yang
jelas!" "Jelas sekali, sedikitpun tak salah!" Thu Sing Sien sekali loncat sampai disisi peti
itu, begitu melihat dia tersentak.
Pui Cie dengan aneh bertanya, "Cianpwe, bagaimana
ini?" Thu Sing Sien dengan gemas berkata, "Kenapa bisa jadi seorang nenek tua"
Kemana Orangnya?"
Pui Cie dengan bingung bertanya, "Orangnya! Memang tadinya siapa disitu?"
Thu Sing Sien berkata, "Orang muda bertopeng berbaju putih, mengaku dirinya
Pui Cie." Pui Cie terkaget, spontan berkata, "Mungkin dia Bo Ta Su Seng!"
Thu Sing Sien tidak pikir lagi langsung menjawab, "Bukan dia!"
Bukankah Bo Ta Su Seng pergi ke Tian Ceng Tong mencari obat untuk Yipha
Yauci, jika dihitung waktunya tidak mungkin begitu cepat kembali. Pui Cie tidak
dipikir lagi langsung berkata. Begitu dengar Thu Sing Sien menjawab dia merasa
aneh, bukankah mereka sama sekali belum pernah bertemu, dengan mata
membelalak dia bertanya, "Apakah Cianpwe juga kenal dengan Bo Ta Su Seng?"
Thu Sing Sien terdiam sebentar berkata, "Pernah bertemu!"
"Siapa yang ditangkap Cianpwe dalam peti mati itu?" "Dia mengaku sebagai Pui
Cie." "Karena ini urursan yang aneh, maka aku sudah menangkapnya dan mencarimu
untuk menjernihkan kebenarannya."
"Kenapa disebut urusan aneh?"
"Dia membawa barang bukti."
"Barang bukti?"
"Ya! Kau lihat sendiri!" sambil mengambil sesuatu dalam bajunya, lalu diberikan
kepada Pui Cie.
Pui Cie menerima barang itu dan diletakan di dalam telapak tangannya, begitu
dilihat dia menjadi kaget luar biasa. Seperti pembuluh darahnya membuka,
terharu sampai gemetaran.
Thu Sing Sien bertanya, "Bagaimana?"
0-0-0 BAB 21 Mencari musuh mengejar pembunuh
Barang bukti itu ternyata papan agung Bok Yang Mui.
Pui Cie terharu sampai tak bisa berkata-kata. Lama sekali baru berkata, "Ini siasat
Shin Kiam pangcu Phei Cen!"
Thu Sing Sien mata bersinar-sinar, "Darimana kelihatannya?"
Pui Cie berkata, "Waktu itu Wanpwe menyamar menjadi si Baju Ungu,
menyelinap masuk ke markas Shin Kiam Pang tapi ketahuan dan ditangkap,
papan nama ini digeledah Phei Cen dan dirampas. Jadi ini tentu siasat Phei
Chen, melihat gelagatnya, pasti ada maksudnya."
Thu Sing Sien menghentakaan kaki berkata, "Aku sangat bodoh! Orang tua
dibohongi anak-anak yang mengaku adik seperguruanku!"
Pui Cie menggertak giginya berkata, "Wanpwe mengerti Phei Cen ingin membuat
lagi seorang anak didik Bu Lim Ce Cun agar orang-orang di persilatan menjadi
bingung, dia ingin mengganti posisiku. Agar dikemudian hari bila dia muncul
dengan wajah asli tidak menjadi masalah."
Dengan marah Thu Sing Sien berkata, "Siasat jahat dan kejam!"
Mata Pui Cie memandang ke peti mati dan berkata, "Kenapa bisa menjadi nenek
tua?" Thu Sing Sien mendekat ke peti mati itu setelah diteliti lalu memekik, "Ini Tua Nio
pengurus rumah tangga Li!"
Seperti dipentung, badan Pui Cie jadi gontai. Tangannya memegang peti mati.
Betul, ternyata betul Tua Nio. Tangannya sudah keras dan dingin, kemarahannya
seperti mau meledakkan dadanya. Tu Lau Tie baru dibunuh Ti Kuang Beng. Tu
Toa Nio juga bernasib sama. Thian tidak adil.
Tu Toa Nio berjanji mau menjagakan rumah keluarga li. Kenapa sekarang bisa
terbunuh disini"
Orang yang menyamar sebagai Pui Cie sudah tertangkap sekarang kenapa masih
bisa kabur?"
Thu Sing Sien yang cerdik dan banyak akal. Sekarang menjadi bengong, dengan
mata penuh air berkata, "aku telah salah bertindak. Seharusnya yang menyamar
ditindak langsung saja!"
Pui Cie dengan gemetar berkata, "Kenapa Tu Toa Nio bisa celaka disini" Heran.."
Langit sudah terang, tapi hati Pui Cie tetap gelap
gulita. Thu Sing Sien dengan suara terbatuk berkata, "Kita kubur dulu yang sudah
meninggal, nanti baru mencari tahu apa sebenarnya terjadi!"
Pui Cie dengan gereget berkata, "Tidak salah lagi. Ini pasti perbuatan Shi Kiam
Pang. Cianpwe apakah baru-baru ini pernah ke rumah keluarga li di Siang Yang?"
Thu Sing Sien menggelengkan kepala berkata, "Tidak, kenapa?"
Lalu Pui Cie menceritakan soal Tu Lau Tie yang datang kerumah Li dan
meninggal itu. Thu Sing Sien berpikir dan berkata, "Pantas Tu Toa Nio ingin membalas dendam
suaminya, dan meninggalkan rumah keluarga Li, hanya sayang dia bernasib sial.
Tapi siapakah yang membunuh dan yang menolong orang yang berada di dalam
peti?" Pui Cie berkata, "Cianpwe kapan menangkap orang yang menyamar Wanpwe
itu?" "Kemarin sore."
"Kalau waktu itu di nterogasi dulu..."
"Celakanya karena papan nama hitam ini, aku sampai percaya dia adalah adik
seperguruanmu. Hai! Siapa yang sangka! Tempat yang seram begini bisa ada
orang!" Memdapatkan kembali papan namanya, adalah hasil besar luar dugaan Pui Cie.
Tapi semuanya kemudian terhapus oleh dendam terbunuhnya Tu Toa Nio. Ti
Kuang Beng membunuh Tu Lau Tie motifnya belum jelas, Tu Lau Tie terakhir
sebelum mati berkata, yang paling jahat adalah hati wanita. Perkataan ini tidak
ada ujung ada pangkalnya juga merupakan sebuah teka-teki. Tu Lau Tie adalah
kakak seperguruan Ke Co Ing. Ke Co Ing dan Phei Cen ada ganjelan karena
merebut istri. Ini dan itu semua berkaitan dengan Phei Cen. Tapi Ti Kuang Beng
diam-diam membunuh orang sendiri bagaimana ceritanya?"
Dua orang itu bekerja sama, di belakang kelenteng menggali dan menguburkan
Tu Toa Nio dengan alat yang ada. Sesudah selesai hari sudah tampak sore.
Pui Cie memikir ulang semua kejadian, lalu berkata, "Cianpwe, menurut
pandangan Wanpwe mereka setelah berbuat begini tentu akan datang lagi
melihat hasilnya. Cianpwe pergilah ke dekat-dekat sini dengan meninggalkan
jejak, Wanpwe mengintip disini. Mudah-mudahan ada titik terang."
Thu Sing Sien mengangguk dan berkata, "Ini ide yang cukup bagus, Biaklah, aku
segera pergi."


Pedang Bengis Sutra Merah ( Tan Ceng In) Karya See Yan Tjin Djin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sesudah Thu Sing Sien berkata, dia langsung berjalan pergi. Pui Cie kembali lagi
ke dalam kelenteng menyembunyikan diri di ruangan besar menunggu sesuatu
yang belum pasti.
Diluar dan di dalam sunyi senyap. Pui Cie dengan sabar menunggu, pikiran
melayang. Dia terpikir lagi Yipha Yauci, Li Se Kian, dan yang sudah merobah
marga aslinya Li Ki Hong satu persatu dipikirnya, semangkin dipikir semangkin
bertambah kusut hatinya dia tidak tahu harus bagaimana menghadapi tiga wanita
yang berbeda keinginan ini.
Matahari masih menyorot shingga berkurang rasa serem dalam kelenteng itu.
Waktu terasa panjang, perutnya mulai terasa lapar. Pui Cie sudah merasa tidak
tahan. TiBa-tiba dia melihat bayangan orang sekelebat lewat. Bayangannya
tersorot matahari terlihat di dinding kelenteng, hati mendadak bergetar. Dia tahu
sudah ada orang datang, dia segera mendekat ke jendela dari lubang yang
kertasnya sobek dia melihat keluar. Begitu melihat darah seperti mendidih, nafsu
untuk membunuh bergelora.
Yang muncul ternyata Pengurus Utama Shin Kiam Pang Kui Siu Chai Ti Kuang
Beng. Dia sedang berdiri diluar pintu ruangan dalam, mukanya penuh perasaan
aneh. Hanya Ti Kuang Beng seorang" Alangkah baiknya kalau Phei Cen juga muncul.
Belum habis berpikir terlihat satu orang kampung berlari-lari masuk ke dalam
kelenteng seraya bersoja pada Ti Kuang Beng lalu berkata, "Hamba Yi Ping Nam
memberi hormat kepada Pengurus Utama!"
Ti Kuang Beng menggoyangkan tangannya berkata, "Tidak usah memberi
hormat, kau penanggung jawab daerah sini?"
"Ya!"
"Kemana peti matinya?" "Dikubur orang!" "Siapa?"
"Pui Cie dan seorang tua yang kurus." Ti Kuang Beng terkejut. Dengan suara
gemetar berkata, "Pui Cie sudah kesini?" "Ya!"
"Mana orangnya?" "Mungkin sudah pergi!" "Mungkin., apa artinya?"
"Maafkan Pengurus Utama, hamba ceroboh, hamba hanya melihat yang tua
pergi. Sudah ada setengah hari tidak ada perubahan apa-apa. Mungkin Pui Cie
pergi kearah yang lain.
Tidak usah ditanya, orang kampung tadi adalah mata-mata Shin kiam Pang. Tak
disangka pihak lawan masih belum mau melepaskan pengawasan terhadap
daerah ini. Pui Cie sekali meluncur sudah muncul diluar ruangan utama.
Ti Kuang Beng dan mata-mata itu sama-sama memekik, "Pui Cie!"
Pui Cie mendekat kehadapannya kira-kira tiga meteran. Dengan sikap amat
dingin berkata, "Orang yang bermarga Ti, selamat bertemu lagi."
Mata-mata yang bernama Yi Ping Nam itu merasa takut sekali dan mundur terus
sampai punggungnya menempel ke pintu ruangan.
Ti Kuang Beng berusaha tenang dan berkata, "Ha., ha., ha., kebetulan sekali!"
Mata-mata tadi tiba-tiba meluncurkan tubuhnya.. Pui Cie siap-siap mau
menghalangi... "Aa..!" berbarengan dengan pekikan itu. Mata-mata yang tadi mau kabur sudah
roboh di halaman, yang melakukan adalah Ti Kuang Beng. sadis sekali. Orang itu
belum sempat bersuara sudah putus napas.
Pui Cie tercengang sekali, dia memandang Ti Kuang Beng tidak berkata apa-apa.
Ini adalah ketiga kalinya Ti Kuang Beng membunuh orang sendiri. Kenapa"
Ti Kuang Beng melihat lagi mayat itu dengan santai berkata, "Ada petunjuk apa?"
Pui Cir berusaha menenangkan diri baru berkata, "Mengapa harus
membunuhnya?"
Ti Kuang Beng berkata, "Biar kita lebih leluasa bicara!"
Pui Cie diam-diam merasa ngeri sendiri. Panjangnya pikiran, jahatnya perbuatan.
Kejinya hati susah dicari tandingannya. Dia spontan berkata, "Anda tidak satu kali
saja menghabisi orang sendiri. Apa maksud sebenarnya?"
Ti Kuang Beng dengan sikap dingin berkata, "Demi keselamatan diri sendiri
kadang-kadang tidak boleh terlalu baik."
"Aku tidak mengerti." "Kau tidak perlu menegrti."
"Kalau perbuatan anda diketahui oleh orang satu perkumpulan.."
"Itu urusanku."
Pui Cie menghela nafas, dia merasa kesal. Dengan suara rendah berkata,
"Baiklah, kita bicarakan yang penting saja. Kita selesaikan satu persatu, kau
membunuh orang tua yang bernama Tu Yi He (Tu Lau Tie)?"
Ti Kuang Beng dengan lantang menjawab, "Ya!"
"Apa sebabnya?"
"Sebabnya tak perlu tahu, aku menjalankan perintah atasan membasmi
pengkhianat." "Betul sekali!"
Pui Cie juga merasa kaget, tidak disangka Tu Lau Tie juga orang Shin kiam Pang.
Apa betul yang dikatakannya" perbuatan Ti Kuang Beng yang mengkhianati. Dia
malah dikatakan menjalankan peraturan perkumpulan. Dia sebenarnya orang
yang bagaimana" Lalu dengan kecut dia bertanya lagi, "Persoalan ini sementara
ditunda dulu. Kalau Tu Toa Nio yang ditaro dalam peti mati itu siapa yang
membunuhnya?"
Ti Kuang Beng menjawab, "Itu bukan perbuatan aku. Aku tak bersedia untuk
menjawab."
Mata Pui Cie bersinar bertanya, "lalu perbuatan siapa?"
"Tidak tahu. Aku tidak ada di tempat wakti pembunuhan terjadi."
"Benar?"
"Benar!"
"Bagus. Aku tanya lagi padamu siapa yang membawa papan nama hitam untuk
mengaku seperguruanku?" "Orang kepercayaan Pangcu!" "Apa maksud mereka?"
"Harus tanya Pangcu pribadi." "Siapa yang menolong anak itu!"
"Tidak ditolong, masih ada disni tapi sudah tidak bisa
bicara." "Dimana?"
"Didalam peti mati dalam ruangan."
"Pui Cie kaget, dengan mengigit bibirnya, dia mencabut Pa Kiam dengan keras
berkata, "Buka petinya. Buktikan!"
Ti Kuang Beng mengangkat bahunya, membalik badannya menuju ruangan
dalam, membuka tutup peti. Pui Cie mengikuti teus dibelakang. Begitu dilihat
memang terbaring. Seorang penuda umur dua puluhan. Berbaju putih. Ti Kuang
Beng berkata ."Betulkan?"
"Siapa yang membunuhnya?"
"Orang-orang pengawas, sebab dia gagal menjalankan
tugas." "Kejam benar, orang sendiripun tak ada pengecualian! Aku tanya lagi yang
terakhir kalinya, dulu di Lau Hou Ji ada lima orang tua dan tiga anak muda yang
dibunuh menggunakan namaku. Siapa yang berbuat?"
Muka Ti Kuang Beng berobah, tapi segera kembali lagi jadi dingin, dia
menggelengkan kepala berkata, "Aku sama sekali tidak tahu tentang urusan ini."
Saat ini muncul sebuah suara yang keras,"Kui Siu Chai, bagus benar kau
membantahnya. Tapi sayang bagaimanapun rapinya perbuatanmu, tetap ada
mata-mata yang mengetahui perbuatanmu!"
Suaranya yang sudah tak asing. Pui Cie sangat terharu. Dia segera teringat orang
tua yang hanya terdengar suaranya tapi orangnya tak pernah muncul, tak
disangka dia muncul disini saat ini.
Muka Ti Kuang Beng berobah, dengan suara gemetar bertanya, "Siapa?"
Orang tua itu berkata, "Kau belum pantas bertanya aku siapa. Dua orang tua
keluarga Tu dan anak dalam peti mati semuanya dibunuh olehmu, kau jangan
menyangkal!"
Badan Ti Kuang Beng bergerak.
Pui Cie mengangkat Pa Kiam, memekik keras, "Jangan harap lolos!"
Ti Kuang Beng sekarang mundur kesebelah dinding, bagaimanapun kejamnya
dia, sekarang dia juga merasa panik.
Gemas sekali Pui Cie berkata, "Ti Kuang Beng, hayo katakan yang sebenarnya!"
Ti Kuang Beng yang licin, memekik keras, "Kalau berani keluarlah untuk
berhadapan!"menyerang orang dari belakang bukan ciri seorang jagoan!"
Orang itu berkata, "Kui Siu Chai, apa perlu aku ceritakan semuanya?" Suaranya
terasa sangat jauh tidak tahu datang dari arah mana.
Ti Kuang Beng dengan gemas berkata, "Ceritakanlah!
Suara itu tertawa, "Ha., ha., ha..!"
Orang itu lalu berkata, "Dengarkan baik-baik, anak itu menerima tugas menyamar
sebagai penerus Bu Lim Ce Cun dan sengaja memperlihatkan barang bukti Bok
Yang Mui, dan mengaku dirinya adik seperguruan Pui Cie. Kau secara diam-diam
telah mengaturnya, tapi dia gagal dan tertangkap dibawa ke kelenteng Kuan Im
Bio ini. Kebetulan kau juga mengikuti Tu Toa Nio yang datang mau membalas
dendam atas kematian suaminya, kau kemudian membunuh Tu Toa Nio juga.
Sayang nenek Tu beburu mati. Aku tak keburu untuk menolongnya.."
Ti Kuang Beng berkata, "Omong kosong!"
Suara orang tua itu terus berkata, "Apa maksudmu yang sebenarnya" Setelah
menotok nadi matinya lalu menukar mayatnya. Kau tidak menyangkal kenyataan
ini kan?" Pui Cie melayangkan Pa Kiamnya dengan nafsu membunuh yang bergelora
berkata, "Hai orang yang bermarga Ti, cepat katakan yang sebenarnya atau aku
tidak seji lagi padamu!"
Kulit muka Ti Kuang Beng mengkerut, dengan keras berkata, " Pui Cie, jangan
lupa budiku, kalau bukan aku yang diam-diam menolongmu apa kau masih bisa
hidup sampai sekarang?"
Pui Cie terdiam, apa yang dikatakan Ti Kuang Beng memang kenyataan,
pertama, saat Pui Cie tiba-tiba ditotok Yipha Yauci dan tidak keburu dibuka
tatakannya dan tertangkap. Dia telah membunuh seorang ketua cabang
menolongnya lolos, kedua kali. Dia sengaja tidak membantu Thong Tih Chiu
mengeroyok dirinya, apa sebabnya tidak diketahui, tapi tak bisa disangkal.
Berpikir begitu dia spontan berkata, "Aku tidak menyangkal, tapi apa tujuanmu
berbuat begitu?"
Ti Kuang Beng melihat hati Pui Cie sudah goyah, dengan suara rendah dia
berkata, "Kau tak perlu tahu apa maksudku, tapi budi baikku menolongmu itu
kenyataan."
Suara orang tua berkata, "Niat srigala sulit ditebak, Pui Cie, kau harus tegas
jangan seperti perempuan. Ada orang datang."
Hati Pui Cie tersentak, dia melihat keluar, beberapa orang melompat ke dalam
kelenteng. Yang pertama baju indah bertopeng. Ternyata dialah orang yang
dicari-cari selama ini, Shin Kiam Pangcu Phei Cen. Di belakangnya ada tujuh atau
delapan orang tua muda jagoan tangguh yang mengikutinya. Mendadak Pui Cie
merasa pembuluh darahnya membesar, kebenciannya naik sampai ubun-ubun.
"Phang!"
Ti Kuang Beng sudah menerobos jendela belakang dan melayang pergi.
Sekarang Pui Cie tidak perduli lagi dengan Ti Kuang Beng, dengan membawa Pa
Kiam dia keluar ruangan. "Pui Cie!" anak buah pengikut Phei Cen berseru.
Phei Cen menengadah ketawa terbahak-bahak. Pembuluh darah disekujur tubuh
Pui Cie seperti mau pecah. Mukanya yang tampan menjadi kebiru-biruan,
tubuhnya karena mendongkol menjadi gemetaran.
0-0-0 Hari akhir sang jagoan
Phei Cen sudah berhenti ketawa dan berkata, "Pui Cie, hari ini semua urusan
harus dibereskan."
Sepasang mata Pui Cie menjadi merah. Dengan gemes sekali dia berkata, "Phei
Cen, Couwsu memberkati. Hari ini adalah hari terakhirmu!"
Para pengikut yang tangguh-tangguh segera berpencar dan berjaga-jaga, diatas
wuwung rumah, diatas pagar tembok, tiba-tiba bermunculan orang-orang yang
banyak sekali, seluruh kelenteng sudah dikepungnya.
Pui Cie sama sekali tidak perduli dengan keadaan sekitarnya, tujuannya adalah
Phei Cen. Ti Kuang Beng juga sudah kembali masuk dari pintu kelenteng,
berkumpul dengan para pengawal yang tangguh.
Pui Cien dengan sinis berkata, "Pui Cie, kau berani kurang ajar pada orang yang
lebih tua?"
Mata Pui Cie menyorot dan berkata,"kurang ajar pada yang lebih tua" Ha., ha.,
ha.. " dia tidak tahan menjadi tertawa. Phei Cen memekik keras, "Berhenti!
Apanya yang lucu?"
Pui Cie berhenti tertawa dengan gemas berkata, "Menggelikan sekali, kata-kata
ini bisa keluar dari mulut orang membunuh guru sendiri!"
Phei Cen berkata lagi,"Pui Cie, kau sudah dipengaruhi oleh guru keparat itu,
sehingga percaya saja kata-kata putih menjadi hitam. Betul menjadi salah. Dialah
yang membunuh guru.."
Pui Cie marah sampai mukanya yang tampan jadi membiru, dia memekik dengan
keras, "Phei Cen, kau orang yang tidak berprikemanusiaan, kau bukan orang!
Kau binatang!"
Phei Cen menjadi marah juga menggertak, "aku sebagai sesepuhmu, aku berhak
menghukummu karena bersikap kurang ajar!"
Phei Cen dengan seenaknya balik-balikan salah dan benar membuat Pui Cie
gemes luar biasa. Diayunkan Pa Kiamnya dengan keras berkata, "Phei Cen, aku
hendak memakai darahmu untuk mencuci dosamu yang sudah setinggi gunung!"
Phei Cen dengan sikap dingin berkata,"tunggu dulu!" dia lalu mencari Ti Kuang
Beng dan berkata, "Pengurus Utama!"
Ti Kuang Beng dengan membungkukan badan berkata, "Hamba disini!"
Phei Cen berkata/Mengapa utusan khususku belum muncul?"
Pui Cie merasa aneh. Utusan khusus" Siapa gerangan" Ti Kuang Beng melirik
kepada Pui Cie, lalu baru dengan nada sengit berkata, "Lapor Pangcu, utusan
khusus sudah mati terbunuh, mayatnya ada didalam peti mati, di ruangan dalam."
Pui Cie mengerti, yang dimaksud utusan khusus adalah anak yang menyamar
sebagai adik seperguruannya, tampaknya Phei Cen belum tahu anak itu telah
dibunuh Ti Kuang Beng.
Pui Cien sangat kaget dan memekik,"Mati"... perbuatan
siapa?" Ti Kuang Beng berkata,"Pui Cie!"
Mata Pui Cie terbelalak bersinar-sinar penuh emosi melotot kepada Ti Kuang
Beng. Dia betul-betul tidak mengerti orang yang kejam ini, sebenarnya apa yang
dikehendak" Sudah berbuat jahat malah terang-terangan menuding di depan
orangnya, berkata bohong sedikitpun tidak malu!
Phei Cen memandang mayat mata-mata yang tergeletak di tanah berkata,
"Apakah ini juga perbuatannya?"
Ti Kuang Beng berkata, "Ya!" mata Phei Cen dengan kejam berkata, "Kau sendiri
tidak cedera?"
Ternyata Pangcu Shin Kiam Pang ini jalan pikirannya sangat teliti, Ti Kuang Beng
membungkukkan badan berkata, "Tadi hamba sedang menghadapinya, untung
Pangcu cepat datang."
Pui Cie mendehem, dia malas membongkar kebohongannya.
Phei Cen mencabut pedang panjangnya, dan berseru, "Serang!"
Ti Kuang Beng bersama sembilan orang jagoan tangguh maju, masing-masing
mengeluarkan senjata, mengambil posisi untuk menyerang bersama.
Nafsu membunuh Pui Cie sudah penuh sekali. Mengambil pengalaman ynag
telah lama dia tidak mau berada di posisi bertahan, dia harus bergerak cepat
kalau tidak dia akan didahulu orang. Hati berpikir mulut bersuara. Pa Kiam nya
langsung menyerang Phei Cen.
Terdengar suara besi beradu, kedua belah pihak masing-masing terdorong
mundur satu langkah. Tiba-tiba Pui Cie sadar ada sesuatu yang tidak beres, dia
melihat posisi kesembilan jagoan yang mengurung berdiri dengan teratur, mereka
telah menyusun barisan pedang.
Semua tidak memberikan dia banyak berpikir. Phei Cen kembali sudah
menggerakan pedang menyerang.
Phei Cen pernah menyandang gelar Pedang Nomor Satu. Tentu saja ilmu
pedangnya tidak sembarangan. Gerakan pedangnya begitu dimainkan seperti air
sungai besar bergulung-gulung. Sangat menakutkan arahnya sukar diduga. Pa
kiamnya Pui Cie juga beda dengan aliran biasa, memang hanya satu jurus tapi
perubahannya banyak sekali.
Dua orang ahli pedang yang luar biasa, mulai melakukan pertarungan hidup dan
mati. Yang satu menjalankan tugas amanah perguruan untuk menertibkan anggotanya
yang menyeleweng, yang satu lagi ingin mencabut duri yang menusuk, pedang
bergerak ganas, tiap pukulan mendebarkan. Setiap gaya menakutkan. Dua belah
pihak hanya berambisi menang.
Barisan pedang belum bergerak, sepertinya sedang menunggu kesempatan.
Suasana keras dan mengerikan angin berlapis-lapis muncul. Mengikat kencang
hati semua orang yang berada disitu.
Pui Cie tahu ini adalah pertarungan yang menentukan hidup dan mati, "musuh
banyak aku sendiri, maka harus hati-hati menghadapinya." Menuggu kesempatan
menggunakan jurus aneh baru bisa meraih kemenangan.
Setelah tiga puluh jurus berlalu, Pui Cie mulai tidak sabar karena tenaganya terus
terkuras, akibatnya tentu akan fatal. Karena ini bukan pergumulan satu lawan
satu, gerakan pedang Phei Cen sangat cermat dan tajam, sementara belum ada


Pedang Bengis Sutra Merah ( Tan Ceng In) Karya See Yan Tjin Djin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kelemahan yang bisa dimanfaatkan.
Barisan pedang sudah dibentukkan, tapi belum juga digerakkan. Phei Cen
dengan kedudukannya yang tinggi dan bernama besar. Di bawah sorotan mata
banyak orang bagaimanapun juga harus menjaga gengsi dirinya, sebelum
keadaan terlalu mendesak, dia takkan menggunakan barisan pedangnya. Ilmu
silat kedua orang ini seimbang. Pui Cie, kalah karena pihak lawan unggul dalam
jumlah, jika kedua belah pihak tenaganya sudah terkuras habis, Phei Cen pasti
akan memerintah anak buahnya untuk menyerang bersama-sama.
Sebentar saja sepuluh jurus berlalu lagi. Pui Cie merasa semua ini tidak boleh
ditunda lagi. Kondisinya tambah tidak menguntungkan seiring dengan waktu yang
berjalan. Dia merubah jurusnya, dengan sekuat tenaga dia mengeluarkan jurus yang
menentukan. Keadaan yang mengerikan segera muncul, seperti bara api dibolak balik dan
diaduk-aduk sinar pedang menyorot kemana-mana. Terdengar suara pedang
beradu terus menerus dan sambung menyambung.
Dalam satu serangan pedang kedua belah pedang sudah bentrok puluhan kali.
Sekarang mulai masuk jurus kedua. Orang-orang yang menonton dilapangan
bernafaspun terasa sulit.
Menyambung lagi ke jurus ketiga. Orang melihat sinar pedang seperti mau putus,
tiba-tiba muncul teriakan keras. Penutup muka Phei Cen robek dan tersingkap.
Orangnya terdorong kebelakang keluar dari barisan pedang.
Pui Cie sedikitpun tidak mempunyai waktu untuk menarik nafas, segera setelah
Phei cen mundur, barisan pedang pun mulai bergerak. Sinar pedang yang
menakjubkan terbang berseliweran. Kerjasamanya begitu kompak, maju mundur
cepat lambat, seperti biji bunga kapas berterbangan ditiup angin kencang.
Pui Cie mengayunkan satu sabetan, ditahan oleh tiga buah pedang, pedangpedang lawan yang lain menyerang dari posisi yang berbeda. Posisi yang
mungkin diserang semua diserang, sebentar saja posisi Pui Cie menjadi gawat.
Barisan pedang mengutamakan kekompakan isi atau kosong, saling mengisi
saling bertahan, sembilan orang itu bisa menggerakan pedang dengan otomatis.
Pui Cie sedikitpun tidak boleh lengah. Kalau tidak dia bisa cedera atau mati.
Barisan pedang yang terdiri dari Ti Kuang Beng dan kawan-kawannya sangat
tangguh, kehebatannya sudah tak perlu diragukan lagi.
Pertarungan sengit berjalan terus. Pui Cie dilibat dalam gelombang pedang yang
dahsyat. Pelan-pelan posisinya menjadi bertahan, gerakan pedangnya tak bisa
dikembangkan lagi.
Kesal dan marah menggangu pikirannya. Kondisi ini membuat dia bertambah
tidak menguntungkan.
Manusia hanya terdiri darah dan daging. Memerlukan tenaga dan bernatas, bisa
ditebak akhirnya dia akan mati kelelahan.
Bertambah, waktu bahaya semakin mendekat. Pui Cie sudah berada di posisi
tersulit. Bajunya sudah basah kuyup oleh keringat. Mukanya yang tampan
menjadi merah. Mati. sedikitpun dia tak takut. Tapi dia tidak bisa menerima cara mati konyol
seperti ini. See Yan Tjin Djin
187 Dalam kondisi yang gawat, tiba-tiba terdengar suara dentingan phipa yang cukup
nyaring memecah di udara, seperti suara geledek yang menakutkan.
Mendengar suara phipa itu semangat Pui Cie menjadi terpacu, dia melihat Yipha
Yauci telah datang, hal ini memberi dorongan yang luar biasa, tenaganya yang
terkuras habis mendadak seperti muncul lagi, gerakan Pa kiamnya menjadi hebat
lagi. Pengawal yang berilmu biasa dari Shin Kiam Pang yang barada dibagian garis
luar tidak tahan dengan suara phipa yang menusuk hati menggetarkan jiwa,
semua menjadi gaduh, dari atap rumah dan atas tembok pagar satu persatu
roboh berjatuhan, barisan pedang pun menjadi kacau balau.
Phei Cen segera mengejar ke arah suara...
"Aa...P terdengar suara jeritan yang memilukan hati, seorang jagoan tangguh dari
barisan pedang tidak tahu kenapa sudah roboh terjungkal.
Dalam kesempatan yang langka ini. Pui Cie menggunakan semua tenaganya
menyabetkan Pa Kiamnya. Suara jeritan menggoyahkan lapangan. Dua orang
jagoan patah tangan, yang satu kepala nya terbang, barisan pedangpun menjadi
hancur. Suara phipa tiba-tiba berhenti, tapi tidak ada orang yang muncul.
Pui Cie tidak ada waktu memkikir yang lain. Pa Kiamnya langsung ditodongkan
pada Kui Siu Chai Ti Kuang Beng yang mencoba membalikan badan berusaha
kabur, terdengar suara rintihan yang memilukan dari Ti Kuang Beng yang
melarikan diri. Sisa hempasan Pa Kiam tadi masih mengena seorang jagoan.
Tajamnya seperti pisau mengenai dadanya. Dia roboh dan memuncratkan darah
segar. Seluruh lapangan seperti mendidih. Orang berseliweran lari mencari keselamatan.
Ti Kuang Beng benar-benar cerdik, dalam kondisi kacau itu entah dia sudah lari
kemana. Pui Cie tiba-tiba menemukan Phei Cen sudah tidak ada di tempatnya. Dia merasa
risaunya luar biasa, kalau dia kabur lagi untuk menemukannya lagi sulit sekali.
Jerit kesakitan yang memilukan berulang lagi.
Dua orang lagi tumbang, tapi aneh tidak tampak siapa yang melakukan.
Semua pikiran Pui Cie hanya terpusat pada Phei Cen, dia segera melompat naik
ke atas genteng kelenteng, melihat sekelilingnya. Selain pesilat yang lari tidak
karuan tidak tampak bayangan Phei Cen, apakah dalam sekejap saja dia
See Yan Tjin Djin
188 naik ke langit" Di hari yang masih terang semua yang ada di atas bukit sekali lihat
tampak semua...
Di halaman jeritan masih ada, orang masih berliaran keluar pintu kelenteng,
sekejap yang bisa bergerak sudah pergi semua. Yang tersisa hanya dua puluh
mayat. Pui Cie sedang bingung belum mendapat akal. Tiba-tiba terdengar suara orang
tua misteri yang keras itu, "Anak muda, hayo cepat turun! Orangnya berada di
ruangan dalam!"
Tanpa berpikir panjang Pui Cie langsung melayang ke dalam halaman, sekejap
suda berada di depan pintu ruangan dalam.
"Kembalilah! bersayap pun kau takkan bisa kabur lagi!"terdengar suara bentakan
seorang perempuan keluar dari ruangan dalam. Berikut terdengar suara barang
yang beradu. Pui Cie merasa kaget, dengan membawa pedang menerobos masuk ke ruangan
dalam. Dari jendela yang bolong pertama yang dia lihat adalah muka seorang
wanita, Ternyata itu adalah Nam Kong Phang Teng. Dia segera sadar tadi yang
diam-diam yang menolong dia membunuh pengikut Phei Cen adalah bibinya.
Jendela bolong itu baru saja pecah karena diterjang oleh Ti Kuang Beng waktu
kabur. Nam Kong Phang Teng berteriak, "Awas sebelah
kirimu!" Begitu Pui Cie melirik ke kiri, pembuluh darah sekujur tubuhnya seperti mau
pecah. Di belakang peti mati sebelah kiri muncul setengah badan Phei Cen,
memang tidak salah orang tua itu menyampaikan suara. Bajingan ini memang
belum kabur. Phei Cen dengan muka bengis melotot kepada Pui Cie.
Pui Cie mengigit bibirnya berkata, "Phei Cen, hari ini aku akan menghukummu
sesuai dengan peraturan. Intik perbuatanmu mati seratus kalipun tidak cukup
unutk membayarnya!"
Phei Cen ketawa aneh lalu berkata, "Kau bermimpi!"
Nam Kong Phang Teng masuk menerobos jendela, berdiri disamping Pui Cie
sambil menunjuk Phei Cen, "Kau sampah persilatan orang hina, orang kecil, aku
mau mencincangmu menjadi berpuluh ribu potong, membakar tulangmu menjadi
abu!" suaranya begitu menyayat hati.
Kulit muka Phei Cen mengkerut berkata," siapa dirimu?"
"Dengar yang jelas!" Nam Kong Phang Teng memekik, "Kau dulu dengan cara
yang keji menggunakan perempuan yang tidak patut Chu Ni Hiang, membujuk
Toa Hong Kim, Ke Chu Hun mencuri buku ilmu pedang gurunya, yaitu Guan
Thong Kao Teng, sampai akhirnya kau mendapatkan gelar
Pedang Pertama Sejagat. Mencelakai guru Chu Hun dan muridnya mati secara
mengenaskan di gunung Bu Tong.."
Dua mata Phei Cen melotot, dengan suara gemetar memekik, "Sebenarnya kau
siapa?" Nam Kong Phang Teng matanya seperti mau pecah berkata, "Aku adalah istrinya
Chu Hun!" Badan Phei Cen gemetar, dengan kejam berkata, "Kau mau membalas dendam
suamimu?" Dengan gemas Nam Kong Phang Teng berkata, "Sedikitpun tidak salah!"
Pui Cie dengan terharu berkata, " Bibi, biar aku yang membereskannya!"
Phei Cen mendadak ketawa keras, "Lucu! Ternyata kau keponakannya!"
Pui Cie bawa pedang mendesak ke depan...
Phei Cen memkik keras, "Jangan bergerak!" peti mati ditendangnya.
Pui Cie tersentak, ketika mata dia memandang, hati dan pikirannya bergetar,
mukanya menjadi pucat.
Yipha Yauci duduk mematung di depan Phei Cen. barusan tidak kelihatan karena
terhalang oleh peti mati. Dia terkejut. Tidak disangka Phei Cen telah menyandera
Yipha Yauci. Ternyata dia mainkan phipanya di ruangan dalam.
Phei Cen melintangkan pedang di leher Yipha Yauci dengan keji berkata,
"Bagaimana, mau membicarakan syaratnya?"
Nam Kong Phang Teng dengan keras berkata, "Keji, hina! Pedang pertama Nonor
SatuShin Kiam Pangcu, ternyata perbuatannya begitu kotor! Silahkan kau bunuh,
tidak ada yang perlu dibicarakan."
Phei Cen dengan sinis berkata, "Belum tentu, ada orang yang berhutang budi
ingin menolong nyawanya. Tak mungkin mau mengorbankannya.."
Pui Cie marah besar, sekujur tubuhnya bergetar terus, seperti mau
menyemburkan darah. Seorang pesilat sejati, yang mempunyai nama baik tentu
tahu aturan persilatan dia berutang budi jiwa atas pertolongan Yipha Yauci. Tentu
saja dia tidak bisa melihat dia begitu saja menjadi korban. Tapi Phei Cen
bagaimanapun juga tak akan melepaskan dia begitu saja.
Berpikir begitu, dia menggigit mulut berkata, "Apa syaratnya?"
Phei Cen mengangkat alisnya berkata, "Gampang saja, dia antar aku keluar
kelenteng. Kalian berdua tetap di tempat."
Nam Kong Phang Teng dengan kecus berkata, "Pui Cie, kalau kau menerimanya,
aku takkan memaafkanmu!"
Pui Cie mengigit mulut lagi, dia tidak bisa ambil keputusan.
Nam Kong Phang Teng dengan keras berkata, "Mari kita maju, Pui Cie! Jangan
Kau membela seorang wanita siluman melepaskan setan ini! Dia sudah tidak ada
kesempatan lolos lagi. Kau tidak mau menyesal seumur hidup, kan?"
Pui Cie tersentak lagi. Benar, nanti mungkin sudah tidak ada kesempatan lagi!
Phei Cen pelan-pelan berkata, "Ayolah jangan ragu-ragu majulah, bila kubunuh
dia juga tetap bisa lolos dengan sempurna, kalau tidak percaya coba saja.
Semua pikiran Pui Cie menjadi kusud. Hidup mati Yipha Yauci hanya tergantung
pada putusannya. Bukan karena cinta juga bukan karena kecantikannya, tapi dia
tidak mau menjadi orang yang tidak tahu membalas budi. Hari ini Yipha Yauci
datang untuk membantunya. Kalau dia tidak perduli semuanya, apa bedanya dia
dengan Phei Cen" Saat ini dia sangat mengharapkan munculnya orang tua yang
misterius, yang bersuara tanpa ada orangnya untuk menolong kesulitannya, tapi
ini hanya angan-angan saja, dari pengalaman yang sudah-sudah orang tua tidak
pernah muncul. Nam Kong Phang Teng menggerakkan kaki...
Mata Phei Cen menyorot sinar nafsu membunuh pedang di tangan seperti mau
bergerak. Pui Cie spontan berteriak, "Nanti dulu!"
Nam Kong Phang Teng berhenti dengan geram melolot Pui Cie dan berkata, "Kau
benar tidak tega terhadap perempuan siluman itu" Pui Cie kau mengecewakan
banyak orang!"
Pui Cie berteriak setengah memekik, "Bibi, biarkan aku berpikir lagi!"
Nam Kong Phang Teng dengan tegas berkata, "Kau pikir saja sendiri. Kita ambil
jalan masing-masing jalan. Pamanmu sedang menunggu bajingan ini
menyerahkan kepalanya." Sesudah itu dia melangkah lagi. Pui Cie ingin melarang
tapi tidak digubris, Yipha Yauci akan menjadi korban sia-sia...
Saat ini tiba-tiba sebuah bayangan seperti kilat melayang masuk ke ruangan
dalam mendarat di sisi Phei Cen dan berkata, "Pangcu! Ini hamba!"
Tadinya Phei Cen mau mengayunkan pedang, mendengar suara itu menjadi
berhenti, tapi tangannya tetap menekan di atas leher Yipha Yauci.
Pui Cie juga terkejut, bayangan orang yang datang ternyata adalah Kui Ciu Chai
Ti Kuang Beng. Nam Kong Phang Teng juga kaget dan berhenti mendesak.
Ti Kuang Beng memandang Nam Kong Phang Teng dan Pui Cie, dengan pelan
berkata, "Pangcu, bawalah sandera, hamba yang menahan serangan sesudah
keluar ruangan baru bicara lagi."
Mata Phei Cen berputar, dengan keji berkata,"Orang ini tak perlu dibawa, bunuh
saja! Kita lawan mereka!"
"Peng!" pada saat yang menegangkan tiba-tiba satu pukulan Ti Kuang Beng
mengenai Phei Cen. Sesudah membokong dia langsung menjauhkan diri.
Perubahan yang mendadak ini di luar dugaan siapapun. Ti Kuang Beng terangterangan memberontak. Phei Cen mimpipun tidak menduga Ti Kuang Beng bisa
melakukan hal begini pada dirinya. Dengan spontan dia mengayunkan pedang
menusuk... Ti Kuang Beng menjauhkan diri sampai tiga meteran. Sambil berteriak, "Cepat
tolong orangnya!"
Nam Kong Phang Teng yang paling dekat dengan Phei Cen segera mengangkat
sepasang telapak tangannya seperti kilat memukul, terdengar suara mengaduh,
Phei Cen terdorong gelombang pukulan sampai kepinggir tembok.
Pui Cie juga bergerak reflek sekali, badannya bergerak sambil melayangkan
pedangnya kepada Phei Cen yang tubuhnya belum tetap, secepat kilat
pedangnya tahu-tahu sudah sampai di depan mata, dengan tergesa-gesa dia
mengangkat pedangnya menangkis. Dalam suara gemuruh besi beradu, Phei
Cen terdorong lagi. Ditambah lagi dia sudah terkena satu pukulan dari Nam Kong
Phang Teng. Suara mengaduh terdengar lagi, tubuh Phei Cen sudah limbung.
Ti Kuang Beng sudah kabur entah kemana. Kungfu Phei Cen memang hebat
dalam keadaan limbung ujung kakinya sekuat tenaga menjejak, badannya seperti
roket meluncur keluar ruangan.
Pui Cie dengan memegang Pa Kiam memburu, tapi meleset. "Chass!" pedang
menghantam peti mati yang menjadi sontak sisinya.
Nam Kong Phang Teng secepat kilat mengejar, dia melirik Yipha Yauci yang
belum sempat terbuka totokannya, Phei Cen jadi tertahan oleh Nam Kong Phang
Teng, Pui Cie pun langsung menyerangnya.
Phei Cen memekik keras lalu mengeluarkan satu serangan aneh untuk menahan
pedang Pui Cie, dia sama sekali tidak ragu-ragu lagi, secepat kilat meluncurkan
badannya ingin melarikan diri.
Nam Kong Phang Teng melihat Pui Cie menyabetkan pedang karena takut
menghalangi gerakan pedang dia sudah mundur semeteran, kekosongan ini
memberi Phei Cen kesempatan untuk kabur.
Bibi dan keponakan sama-sama mengejar.
Siang hari keadaan jelas. Diatas bukit tidak ada pohon menghalangi. Kaki Phei
Cen bergerak menginjak nisan kuburan, begitu menginjak langsung meluncur
lagi. Sekali meluncur bisa menjauh beberapa meter, seperti roket meluncur
menurun bukit. Bibi dan keponakan itu terus mengejar, seperti bintang menyusul bulan.
Setelah turun dari bukit tidak berapa jauh ada sebuah sungai melintang di depan
mata. Phei Cen menjadi menemui jalan buntu tapi dia tidak ada pilihan lain, dia
langsung melompat mencoba menyeberangi sungai. Tapi sungai terlalu lebar dia
tidak bisa menjangkau ke seberang, diapun jatuh ke dalam air, begitu bangkit dari
air dia lari ke tepi sungai. Tapi pedang di tangannya sudah terjatuh ke dalam air.
Waktu bersamaan Pui Cie juga melintas sungai, dia juga tidak bisa menjangkau
tepi sungai, dia mendarat di pinggir sungai yang dangkal tapi tidak jatuh
selangkah di belakang Phei Cen yang sedang naik ke darat.
Nam Kong Phang Teng lebih berpikir panjang, dengan melawan arus dia lari
beberapa meter, mencari jarak yang paling dekat baru meloncat, aksinya
belakangan tapi malah sampai duluan. Phei Cen belum sempat menarik napas
sudah kembali terhadang.
Pui Cie juga tiba, dia mengambil posisi diujung. Sekujur tubuh Phei Cen basah
kuyup. Seperti ayam masak kuah, karena jatuh ke sungai jadi dia terbatuk-batuk
oleh air yang masuk ke tenggorokan. Napasnya menjadi sesak karena batuk
terus-terusan.

Pedang Bengis Sutra Merah ( Tan Ceng In) Karya See Yan Tjin Djin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Pui Cie mengayunkan pedang mendesak sampai tiga meter didekatnya. Dengan
suara keras dia berkata, "Phei Cen! ajalmu hanya sampai disini!"
Phei Cen yang kehilangan pedang sudah tentu bukan lawannya Pui Cie, apalagi
ada Nam Kong Phang Teng sebagai ahli waris Pek Bo Tan, orang yang paling
menakutkan ketika sedang berjaya di dunia persilatan, bayangan kematian sudah
memenuhi hatinya. Tapi jagoan dunia persilatan ini menpunyai semacam
keangkuhan. Mana mau hanya diam menunggu mati" Mata berputar-putar cepatcepat mencari akal untuk meloloskan diri.
Pui Cie berkata lagi, "Phei Cen, kau membunuh kakek guru, meracuni guru.
Dosanya tak dapat diampuni. Sekarang aku menjalankan perintah almarhum guru
menghukum orang yang melanggar peraturan perguruan, apa masih ada yang
mau kau sampaikan"
Sepertinya Phei Cen sudah tahu untuk lolos sudah tidak ada harapan lagi, dia
melolong keras menubruk Pui Cie. Maksudnya ingin bergumul mati-matian.
Pui Cie mengayunkan Pa Kiamnya. Phei Cen tidak berani menghadapi tajamnya
pedang Pui Cie, dengan gerakan aneh dia berputar. Pui Cie seperti bayangan
mengikuti terus gerakannya, jurus mautnya dikeluarkan lagi.
Serangan Pa Kiam sejak dulu sudah terkenal kedahsyatannya. Phei Cen tidak
keburu menghindar. Punggungnya tergores sekitar tiga puluh senti menjadikan
sebuah lubang yang besar, darah segar segera mengalir keluar, dia membalikan
badannya, kedua telapak tangannya langsung memukul.
Pui Cie melompat kesamping sambil menyimpan pedang. Mengangkat telapak
tangannya dan berkata, "Aku akan menghukummu dengan ilmu silat perguruanku
sendiri!" Kedua belah pihak maju dan melayangkan telapak tangan Chiet Kim Cang
(Telapak Tangan Pemotong Emas)
Nam Kong Phang Teng tidak ikut campur, dia berdiri di pinggir kalangan dengan
gemas, dia berjaga-jaga agar Phei Cen tidak dapat meloloskan diri lagi.
. "Phang!" terdengar satu suara keras, kedua belah pihak mundur selangkah. Tapi
begitu berpisah segera mendekat lagi. pertarungan dengan tangan kosong ini
adalah ilmu tingkat tinggi di dunia persilatan dan terlihat sangat mengerikan.
Tubuh Phei Cen yang cedera oleh sabetan pedang, darahnya tidak berhenti
terus, hanya karena hawa nafsu saja dia dapat terus melawan, tapi walau
bagaimana juga dia tidak bisa terus bertahan 1
"Phang" kembali terdengar kedua belah tangan beradu, kali ini dibarengi dengan
suara rintihan. Mulut Phei Cen telah menyembur darah, dia jatuh tertelungkup, dia
menahan diri, mencoba bangun lagi. Mukanya sudah tak berbentuk seperti hantu,
Pui Cie menghantam lagi dengan satu pukulan, dengan mengaduh lagi Phei Cen
terjungkal kembali.
Pui Cie dengan gemas memandanginya.
Bangun, jatuh lagi. Sepertinya dia sudah lemas dan tidak bisa bangun lagi.
0-0-0 BAB 23 Semua pasti
Nam Kong Phang Teng menghampiri dengan suara keras berkata, "Kau mau dia
mati secara perlahan-lahan!" sambil mendekati.
Pui Cie cepat-cepat menghadang berkata, "Bibi, mohon ijinkan keponakan untuk
menghukumn dia sesuai dengan aturan perguruan."
Mendengar itu Phei Cen memekik keras, dia mengangkat tangan ingin memukul
kepala sendiri..
Pui Cie segera menotoknya, tangan Phei Cien yang sudah menjulur kembali turun
ke bawah. Pui Cie mengeluarkan papan nama hitam dari balik bajunya.
Diangkatnya lebih tinggi dari atas kepala, dengan berlutut ke arah utara, berkata,
"Arwah kakek guru dan guru, murid hari ini akan menyelesaikan perintahmu,
menghukum Phei Cen si pengkhianat, harap maklum dan bisa diterima!"
Selesai berdoa dia bangun mukanya berat seperti besi.
Dengan gemes Nam Kong Phang Teng berkata, "Kau tidak mengizinkan aku
membunuhnya?"
Pui Cie berkata, "Bibi, orang mati hanya satu kali biarpun dia telah berbuat dosa
sebanyak apapun dengan mati, dosanya akan terhapus semua. Dia murid Pek Bo
Tan angkatan kedua, mohon mengizinkan keponakan menjalankan tugas
perguruan, agar tidak diejek orang didunia persilatan. Keponakan tahu dendam
dalam hati Bibi. Tidak usah berebut turun tangan, menyaksikan juga sama saja."
Nam Kong Phang Teng terdiam, sepertinya bisa menerima sarannya.
Pui Cie memandang tegas Phei Cen berkata, "Phei Cen, dosamu terlalu banyak
susah disebut satu persatu. Biarpun memilih yang manapun kau tetap tidak akan
bisa membayarnya. Sayang kau hanya bisa mati satu kali, kalau tidak kau...?"
Phei Cen masih meronta ingin bangun. Tapi tenaganya sudah tidak bisa
mengikuti keinginan, hanya bisa bangun setengah lalu terduduk kembali, dari
mulutnya menyemburkan darah segar. Kulit muka terus-terusan
mengerut. Keangkuhannya mulai lenyap, terakhir dengan lesu dia berkata, "Dosa yang telah
kuperbuat adalah tanggung jawabku sendiri, aku hanya minta satu, jangan
merusak mayatku, kuburkanlah aku di sekitar sini. Silahkan bertindak!?"
Pui Cie dengan mata berkaca-kaca berkata, "Kau di Lau Hou Ci membunuh lima
orang tua tiga orang anak muda, merampok buku pusaka ilmu silat yang tiada
tara, buku keduanya juga kau rampas dari tubuhku, Kau harus menyerahkannya
kembali. Sebelum membereskan permasalahan ini!"
Sepasang mata Phei Cen membelalak, dengan pedih berkata, "Pembunuhan lima
orang tua dan tiga anak muda di Lao Hou Ci adalah perbuatan Ke Co Ing dan Ma
Gwe Kiau. Jangan diperhitungkan denganku. Buku kedua ada disini, ambilah!"
dari balik baju dia mengeluarkan setengah buku ilmu silat lalu dia melemparkan
ke tanah. Pui Cie mengambilnya dan memasukan kedalam sakunya, dengan suara keras
berkata, "Apakah benar semua adalah perbuatan Ke Co Ing dan Ma Gwe Kiau?"
"Ya!"
"Tapi Ke Co Ing telah kau dorong masuk jurang dan mati disana.."
"Ma Gwe Kiau masih hidup!"
Pui Cie gigit mulut berkata, "Aku akan mencarinya!"
Phei Cen menengadah ke langit sambil tertawa keras lalu badannya gemetar
keras. Nam Kong Phang Teng menjerit dan berkata, "Dia sudah memutuskan urat
nadinya!" Pui Cie juga tahu kejadian ini tapi sudah tidak keburu mencegah. Mulut dan
hidung Phei Cen sudah mengeluarkan darah, tubuhnya kemudian jatuh
tertelungkup dan tidak bergerak lagi untuk selama-lamanya.
Nam Kong Phang Teng tiba-tiba melayangkan tangan, "Aku mau menghancurkan
tulangnya untuk dihancurkan menjadi abu!"
Pui Cie menahan dengan badannya, "Bibi, jika orang sudah mati maka utang
piutangpun menjadi impas, keponakan tadi sudah menyetujui dia mati dengan
tubuh utuh." 1
Nam Kong Phang Teng mendongkol sekali. Karena tidak dapat turun tangan.
Pui Cie menggunakan tenaga dalamnya, membuat sebuah lubang yang cukup
besar di tempat itu untuk mengubur Phei Cen, kuburannya tidak dibuatkan nisan.
Sebab seorang pengkhianat dalam aturan perguruan tidak boleh meninggalkan
nama. Nam Kong Phang Teng menangis karena sedih, matanya menatap langit dan
bergumam sendiri, "kakak Hun, urusan sudah selesai, sekarang kau sudah bisa
tenang di alam sana!" habis berkata itu, tiba-tiba dia membalikan badannya
kepada Pui Cie, berkata, "Aneh, kenapa Ti Kuang Beng memberontak kepada
Phei Cen" Kalau tidak ada bantuannya kita belum tentu bisa berhasil menangkap
Phei Cen, sedikitnya Yipha Yauci akan menjadi korban.."
Dahi Pui Cie bergerak seperti berpikir, berkata, "Aku juga tidak habis pikir, dia
sudah beberapa kali diam-diam membantu aku."
Nam Kong Phang Teng berkata, "hanya ada satu kemungkinan, dia masuk ke
Shin Kiam Pang mungkin untuk membalas dendam. Tapi dendam ini tidak
langsung berhubungan dengan dia. Maka Phei Cen tidak mencurigainya."
Pui Cie berpikir lalu berkata, "Aku harus kembali ke Kuan In Bio. Berbahaya sekali
meninggalkan Yipha Yauci yang totokannya belum dibuka, kalau ada orang Shin
Kiam Pang datang, dia tak bisa hidup..."
Saat ini ada seseorang orang dengan gerakan cepat mendatangi, sesudah dekat
baru kelihatan yang datang ternyata adalah Tu Sing Sien. Pui Cie yang
merisaukan hidup matinya Yipha Yauci sudah tidak tahan berlama-lama di tempat
itu cepat-cepat berkata, " Bibi, aku mau pergi dulu sebentar..."
Kuan In Bio sekarang sudah kembali tenang seperti semula lagi, hanya masih
banyak mayat-mayat yang tidak terurus di tempat itu.
Pui Cie tergesa-gesa menerobos masuk ke ruangan dalam, begitu masuk dia
menjadi bengong. Yipha Yauci, Liu Siang E ternyata sudah tidak berada disana,
apakah dia sudah bisa membuka totokannya sendiri atau sudah mendapat
kecelakaan"
Sebuah bayangan biru muncul depan pintu.
Pui Cie dapat merasakan, kontan dia mengangkat kepalanya sampai terkejut,
berkata, "Oo!" ternyata yang muncul adalah Bo Ta Su Seng, cepat-cepat
mendekat, mengangkat tangan dan bersoja, "Adik, kenapa bisa ada kesini?"
Bo Ta Su Seng balas bersoja, "Siaute merasa Twako pasti kembali lagi, maka
siaute menunggu terus disini!"
Pui Cie sudah tidak sabar bertanya, "Aku mau menanyakan tentang nona Liu
Siang E?" "Dia sudah pergi!" "Dia tidak apa-apa?" "Tidak apa-apa."
"Apakah adik yang membukakan totokannya?"
"O, bukan, tapi seorang Cianpwe yang menolongnya."
Pui Cie spontan terbayang orang tua misterius yang suaranya setiap saat
terdengar tapi orangnya tidak pernah muncul itu. Dengan sendirinya dia bertanya,
"Cianpwe itu seperti apa?"
Bo Ta Su Seng tidak menjawab malah bertanya, "Apakah Twako dan bibi berhasil
menggejar Shin Kiam Pangcu?"
Pui Cie terkejut berkata, "Bagaimana kau bisa tahu?"
Bo Ta Su Seng balik bertanya, "Bagaimana hasilnya?"
Pui Cie menghela napas dalm-dalam dengan berat berkata, "Mulai sekarang
dunia persilatan takkan ada lagi orang yang disebut Pedang Pertama Sejagat."
Bo Ta Su Seng mengangkat alis bertanya, "Bagaimana dengan peristiwa
pembunuhan di Lau Hou Ji?"
Pui Cie terkejut dengan mata membesar memandang Bo Ta Su Seng lama sekali
baru dengan suara keras bertanya, "Adik kau sebenarnya siapa?"
Bo Ta Su Seng dengan raut muka menjadi serius berkata, "Twako Pui, siaute
akan berterus terang. Pembunuhan yang terjadi di Lau Hou Ji bukankah Twako
yang menjadi tersangka. Aku diperintah guruku untuk untuk menyelidiki kasus ini
dan mencari pembunuh yang sebenarnya." Berhenti sebentar berkata lagi, "Harap
Twako memberi tahu hasilnya."
Pui Cie baru sadar ternyata Bo Ta Su Seng sengaja merendahkan diri dan
berkenalan dengan dirinya demi menyelidik kasus berdarah ini. Spontan dia
bertanya, "Apakah kau murid Khang-Khang Mui?"
"Ya!"
"Siapa gurumu"..."
"Beliau adalah ketua yang sekarang, kakak tentd tidak asing dengan suara orang
tua itu." "O!.. Jadi Cianpwe misterius yang hanya terdengar suaranya, tidak tampak
orangnya itu.."
"Benar, ketika Twako didesak oleh Shin Kiam Pangcu sampai jatuh ke jurang,
gurulah yang telah mengulurkan rotan."
Pui Cie sangat terharu, pelan-pelan berkata, "Tidak disangka... yang menolongku
keluar dari jurang adalah gurumu., siapa namanya?"
Bo Ta Su Seng tersenyum-senyum berkata, "Maaf, karena terikat oleh peraturan
perguruan aku tidak bisa memberi tahu. Masalah.."
Pui Cie menarik napas panjang, kemudian menceritakan apa yang dikatakan Phei
Cien waktu sekarat. Bo Ta Su Seng dengan mata bersinar lalu berkata, "Orang
yang mau mati biasanya berkata jujur, kalau itu benar perbuatan Ke Co Ing dan
Ma Gwe Kiau, berarti peristiwa itu memang tidak ada hubungan dengan twako,
jadi kami akan urus sendiri."
Pui Cie hatinya merasa lega dan berkata, "Betul, Giok Ju Yi itu.."
Bo Ta Su Seng dengan wajah muram berkata, "Sudah siaute kembalikan kepada
paman gurumu Bo Yu Sien Ce!"
Saat itu ada dua orang berturut-turut masuk ke halaman kelenteng. Pui Cie dan
Bo Ta Su Seng segera menghampirinya, ternyata yang datang adalah Thu Sing
Sien, Nam Kong Phang Teng.
Thu Sing Sien berkata-kata dengan keras, "Aku orang tua berlari sampai mau
putus rasanya kaki ini demi mencari orang. Lumayan, sekarang semuanya sudah
beres!" Pui Cie memberi salam pada tiap orang. Yan Phei Ling maju ke depan berkata,
"sute, kau pergilah mengurus masalahmu dengan bibi Theng."
Pui Cie tersentak, "Masalah apa?"
Nam Kong Phang Teng berkata, "Ada kabar penting yang didapat Suci mu, kita
segera berangkat kalau tidak, bisa terlambat."
Pui Cie tidak tahu ada masalah penting apa tapi dia terpaksa berpamitan pada
semua orang kemudian pergi mengikut Nam Kong Phang Teng. Di jalan Pui Cie
tidak tahan bertanya lagi.
Nam Kong Phang Teng yang terdesak menjawab, "Kita pergi menemui Se Kian!"
Perasaan Pui Cie mendadak menjadi risau sekali, dengan tidak tenang dia
berkata, "Pergi menemui Se Kian?"
"Ya!"
"Dimana?"
"Kho Tek An, kau pun pernah kesana!" Kho Tek An! mukanya Pui Cie
mengambang perasaan yang susah, "Apa mungkin.. Se Kian.."
"Dia sudah menjadi biarawati, rambutnya sudah
habis." Hati Pui Cie sakit seperti tertusuk, Li Se Kian memotong rambutnya lalu pergi
meninggalkan rumah. Ternyata benar-benar dia masuk ke biara, drama
kesedihan tidak terhindarkan. Apakah ini kesedihannya atau aku"
0-0-0 Kho Tek An, adalah sebuah biara, keadaannya tetap seperti dulu ketika Pui Cie
pernah datang, kalau ada perbedaan hanya perasaan orang saja yang berbeda.
Bibi dan keponakan itu sudah berdiri di depan biara. Perasan Pui Cie dari kacau
menjadi seperti orang linglung, dia merasa takut menemui Li Se Kian. kalau boleh
tidak bertemu saja" Dia ingin sekali bersembunyi, bersembunyi di tempat yang
tidak ada orang.
Setelah mengetuk pintu terdengar ada jawaban dari dalam biara
"Krak!" pintu biara terbuka, seluruh tubuh Pui Cie menjadi gemetar.
Dari dalam biara keluarlah seorang biarawati muda, yang menundukkan kepala.
Kedua belah telapak tangannya menempel di depan dadanya sambil berkata,
"Amitaba!"
Nam Kong Phang Teng dengan sedih berkata, "Se Kian!" suara menjadi
tersendat. Lie Se Kian menundukkan kepalanya berkata, "Aku sudah menjadi biarawati!"
Suara yang gemetar, tiap patah kata seperti jarum menusuk hati Pui Cie.
Lie Se Kian pelan-pelan mengangkat kepala memandang kepada Pui Cie. Empat
mata bentrok. Roh Pui Cie seperti melayang keluar dari badannya, dia gemetar
mulutnya seperti tersumbat.
Pandangan yang mengharukan.
Dengan suara yang lirih Nam Kong Phang Teng berkata, "Aku yang salah., telah.,
mencelakai kalian!"
Mata Lie Se Kian air matanya mengambang. Dia menahan diri dengan sekuat
tenaga, pelan-pelan dia berkata, "Semua sudah menjadi takdir, siapapun tidak
dapat disalahkan, kalian berdua sudah datang, kalau aku berkata terus mengenai
persoalan lama, tentu tidak akan selesai-selesai. Li Ki Hong juga bernasib buruk,
harap tuan muda Nam kong membuka hati menuruti pesan almarhum ibu untuk
tinggal selamanya dengan dia. Apakah tuan muda setuju?"
Pui Cie terdiam, setelah mencapai suatu keputusan bulat, tidak terasa lagi dia
mengangguk. "Amitaba, urusan duniawi sekarang sudah selesai, aku akan merasa tenang
menjalani hidup ini."
Pintu biara ditutup lagi, orangnya pun menghilang.
Pui Cie terhuyung-huyung sepertinya sudah tidak bisa menampung kesedihan
yang menimpanya.
Orang, kalau sudah masuk biara menjadi beginilah
Lama sekali Nam Kong Phang Teng menghela napas, dengan bercucuran air
mata berkata, "Anak, Li Ki Hong sudah pulang ke Siang Yang, kau., sekarang
juga harus pulang."
Dengan tidak ada semangat Pui Cie berkata, "Pulang?"
Dengan suara keras Nam Kong Phang Teng berkata, "Kuberitahu padamu
sesuatu hal, sebenarnya sekarang Li Ki Hong sekarang sudah hamil dan itu
adalah darah daging dari keluarga Nam Kong!"
Pui Cie seperti tersambar petir, badannya bergoyang-goyang bergumam, "Apa


Pedang Bengis Sutra Merah ( Tan Ceng In) Karya See Yan Tjin Djin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dia., sudah hamil"..."
Saat itu sebuah bayangan manusia muncul, kecil mungil berbaju merah,
perlahan-lahan berjalan keluar dari balik pepohonan bambu. Yipha Yauci Liu
Siang E, dengan wajahnya yang cantik tampak senyum menyedihkan, dia
kelihatan pucat dan lesu.
Dia berdiri berhadapan dengan Pui Cie, hati dan tubuh Pui Cie seperti melayang.
Untuk apa dia datang"
Dengan wajah dingin Nam Kong Phang Teng menyentak, "Liu Siang E, aku
pernah mempermgatimu. Kalau kau.."
Yipha Yauci seperti mau marah, tapi akhirnya dapat menahan diri, dia berkata,
"Bertemu muka satu kali saja apa tidak boleh?"
Dengan kasar Nam Kong Phang Teng berkata, "Kalau kau mau menggangu dia
lagi aku tidak akan memaafkanmu!"
Yipha Yauci memandang Pui Cie berkata, "Kakak Cie, kau pernah berkata
menyukaiku. Aku akan ingat selamanya perkataanmu, percintaan kita hanya ada
di awal..."
Nam Kong Phang Teng menggertak, "Tutup mulutmu, berani benar kau.."
Yipha Yauci tidak perduli, dia meneruskan perkataannya, "Entah kapan kita bisa
bertemu lagi, semoga bayangan diriku selalu berada didalam hatimu, kuharap kau
memberikan satu sisi tempat khusus untuk bayanganku. Jaga dirimu, aku., mau
pergi!" Habis berkata, pelan-pelan dia membalikan badannya melangkah pergi. Air mata
sudah jatuh sewaktu dia mulai menggerakan kakinya.
Pui Cie tidak melihatnya dia menangis, dia ingin sekali memanggilnya, tapi itu
hanya ada dalam pikirannya saja. dia tidak punya keberanian, rasanya juga lebih
baik begitu. Selendang sutra merah melambai-lambai mengikuti gerakan tubuhnya yang
munggil, akhirnya menghilang di balik pohon bambu.
Pui Cie spontan bergumam, "Cinta ada permulaan..
tapi tiada akhir."
Nam Kong Phang Teng menghela napas berkata, "Anak,
mari kita pulang ke Siang Yang."
Pui Cie mengangguk dengan tidak bersemangat.
Akhirnya mereka berdua pergi juga. Meninggalkan pintu biara yang sunyi dengan
seorang gadis yang tidak beruntung yang telah melepaskan kebahagiaan
dunianya. TAMAT Bandung, 25 Mei 2006 Salam hormat
( See Yan Tjin Djin )
Istana Kumala Putih 6 Kisah Sepasang Bayangan Dewa 8 Jurus Lingkaran Dewa 2 Karya Pahlawan Suling Emas Dan Naga Siluman 11

Cari Blog Ini