Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D Bagian 3
cinta kami bersemi diatas mutiara tersebut, dua puluh tahun
sudah lewat, mutiara ini memang sudah sepantasnya
dikembalikan kepadamu. Tahukah kau cara penggunakannya
?". "Tahu. sewaktu hendak berangkat boanpwee pun
membawa serta hioloo Ci-Liong Teng itu "
Toan Kiem Hoa termangu-mangu, beberapa kali bibirnya
bergerak seperti mau mengucapkan sesuatu namun
dibatalkan, sedangkan Liem Kian Hoo pun sedang memikirkan
banyak persoalan, ia ingin bicara namun takut untuk
mengutarakannya keluar.
Ketika masing-masing pihak menemukan keadaan yang
serba rikuh ini, akhirnya Toan Kiem Hoa buka suara lebih
dahulu, ia bertanya. "Apa yang hendak kau ucapkan ?"
"Mungkin tidak pantas bagi boanpwee untuk mengajukan
pertanyaan ini, tempo dulu cianpwee dengan...".
"Apakah ia tidak menceritakan hal itu kepadamu ?".
"Tidak, boanpwee sedang berada dibalik kabut
kemisteriusan, sedikit ilmu silat yang kumiliki pun berkat
ajaran dari suhuku si Nabi seruling Liuw Boe Hwie, hingga
musim semi tahun ini menjelang tiba, boanpwe baru
mengetahui sedikit duduknya perkara dan belajar ilmu silat
selama sepuluh hari untuk kemudian diutus keluar.".
"Oooouw...! kiranya begitu, tidak aneh kalau jurus Giok Sak
Ci Hun tersebut baru mencapai dua bagian kesempurnaan,
kalau tidak niscaya aku masih tidak mengerti. Ditinjau dari
keadaan ini, kau memang masih butuhkan latihan yang-rajin
dan giat, ambillah mutiara ini. Tempatku ini, sangat hening
dan tenang, gunakanlah tempat ini untuk perdalam ilmu
silatmu..."
Ditengah sentilan jarinya yang enteng, mutiara tadi dengan
menciptakan serentetan cahaya putih segera meluncur
kehadapan Liem Kian Hoo.
Dengan cepat sianak muda itu menerimanya, sebelum ia
bertindak sesuatu, Toan Kiam Hoa telah bangun berdiri sambil
berdiri sambil berpesan:
"Dalam berlatih silat pikiran tak boleh bercabang, kaupun
tak usah bertemu dengan Watinah lagi, aku akan lindungi
keselamatanmu dari luar. Satu bulan kemudian kau boleh
berlalu bersama-sama dirinya ! hitung-hitung rejeki bocah
perempuan itu baik sekali, kalau tidak memandang diatas
wajahmu, terhadap perbuatannya yang menghianati
perguruan, aku pasti akan menghukum berat dirinya !".
Mendengar ucapan itu Kian Hoo jadi kegirangan setengah
mati. "Terima kasih cianpwee ! tempo dulu cianpwee..."
Tidak menanti ia selesaikan ucapannya Toan Kaem Hoa
sudah mengerti apa yang sedang dipikirkan sianak muda itu,
ia goyang tangan dan berseru:
"Apalagi ia tidak ceritakan kejadian masa silam kepadamu,
akupun tidak ingin bongkar rahasia ini, berlatihlah disini
dengan hati tenteram, jangan pikirkan hal hal yang tak
berguna". "Baik, boanpwee akan turut perintah !". Toan Kiem Hoa
tersenyum, ia segera berjalan keluar dari ruangan itu, baru
berjalan beberapa langkah mendadak ia berhenti dan bertanya
dengan wajah serta sikap yang aneh.
"Apakah selama ini ia baik-baik saja" apakah masih seperti
keadaan tempo dulu?".
"Ia sudah lebih tua dari keadaan semula, tidak seperti
cianpwee tetap awet muda, hanya kesehatanmu tetap
terjamin dan selalu dalam keadaan sehat walafiat."
"Aaaaai, dalam kenyataan akupun sudah tua, tua dalam
pikiran dan perasaan, wajah serta lahiriah yang tetap muda
tak bisa digunakan sebagai patokan. Manusia lambat laun
akan semakin tua, kalau dipikir justru wajahku yang tetap
awet muda ini malah menambah kelucuan pada diriku".
Ditengah helaan napas panjang, ia bergerak keluar dan
lenyap dibalik pintu.
Dengan termangu-mangu Liem Kian Hoo duduk mendeprok
dalam ruangan tersebut, pelbagai masalah berkecamuk dalam
benaknya, lama.. lama sekali, tiba tiba korden tersingkap dan
sigadis jelek Sani pun muncul sambil membawa sekeranjang
buah-buahan. Ketika menyaksikan sianak muda itu duduk
termangu-mangu, dengan suara keras ia segera menegur:
"Bukankah suhu perintahkan kau pusatkan pikiran dan
jangan berpikir yang bukan-bukan " ayoh, jangan buang
waktu dengan percuma lagi, cepatlah, mulai dengan usahamu,
kalau lapar makan buahan tersebut, selama sebulan ia tidak
bakal datang kemari lagi, kalau ada urusan sampaikan saja
kepadaku !".
Liem Kian Hoo terperanjat, buru-buru ia pusatkan pikiran
dan menyahut. "Baiklah, terima kasih cici !".
Sani mendengus dingin, ia putar badan dan berlalu.
Beberapa saat Liem Kian Hoo duduk tenang, akhirnya ia ambil
keluar hioloo Ci-Liong-Teng itu dari saku dan diletakan diatas
tikar, kemudian meletakan pula mutiara tadi keatas tutup
hioloo dimana semula mutiara tersebut terletak.
Kejadian aneh segera berlangsung didepan mata, mutiara
tadi dengan cepat memancarkan cahaya keperak-perakan
yang tipis membuat warna tembaga diatas hioloo itu jadi
terang dan bening sekali, ditengah keheningan itulah secara
lapat-lapat muncul pelbagai gambaran serta tulisan yang aneh
di-atas dinding hioloo tersebut.
Beberapa saat lamanya Liem Kiem Hoo periksa tulisan tadi,
mendadak sekilas cahaya kegirangan berkelebat lewat diatas
wajahnya, diikuti tidak lama kemudian seluruh pikirannya telah
terbenam dan tercurahkan diatas tulisan-tulisan itu...
Setelah melewati masa satu bulan yang panjang dan lama,
akhirnya Liem Kian Hoo sadar dari keadaan yang kosong,
suasana dalam ruangan sama sekali tidak berubah, kecuali
tempat dimana selama ini ia duduk bersila muncul sebuah
bekas lekukan yang dalam dan nyata.
Dibawah tikar sebetulnya beralasan batu hijau yang keras
lagi kuat, ketika sianak muda itu bangun berdiri dan
menyaksikan lekukan diatas batu tersebut sepasang alisnya
kontan berkerut, diikuti ujung bajunya dikebas kedepan, bekas
lekukan tadi seketika lenyap tak berbekas, permukaan batu
jadi halus dan licin bagaikan sebuah permukaan cermin.
Liem Kian Hoo tersenyum, ia tahu usahanya selama ini
telah berhasil, ia lantas menyingkap korden dan berjalan
keluar, dimana terlihat Toan Kiem Hoa serta gadis jelek Sani
berdiri menanti sambil tersenyum.
Belum sempat sianak muda itu buka suara, Toan Kiem Hoa
telah lari mendekat sambil mencekal tangannya erat-erat ia
berseru dengan hati penuh kegirangan:
"Bocah, akhirnya kau berhasil juga..." serentetan suara
sesenggukan memecahkan kesunyian, titik air mata jatuh
berlinang membasahi wajahnya. Liem Kian Hoo sendiri dibikin
kelabakan dan berdiri melongo-longo oleh tindakan
perempuan itu, ia tak tahu apa sebabnya Toan Kiem Hoa bisa
begitu terharu.
Agaknya Toan Kiem Hoa pun mendusin akan perbuatannya
yang keterlaluan, buru-buru ia lepas tangan dan berkata
dengan nada kikuk:
"setelah menyaksikan kau berhasil dengan latihanmu, dan
mengetahui pula keturunan sahabat karibku berhasil memiliki
ilmu silat yang lihay, hatiku jadi kegirangan setengah mati,
hampir saja melupakan segala hal...".
"Cianpwee, banyak terima kasih ! selama sebulan ini sudah
terlalu banyak aku merepotkan diri cianpwee..." kata sianak
muda itu pula dengan hati terharu.
Toan Kiem Hoa tersenyum lega dan membungkam dalam
seribu bahasa, menanti beberapa saat tiada ucapan lain, Kian
Hoo tak dapat menahan diri lagi, segera tanyanya :
"Dimanakah Watinah " ".
Hilang lenyap senyuman yang semula menghiasi ujung bibir
Toan Kiem Hoa. ia tidak menjawab.
Menyaksikan air muka perempuan itu menunjukan
perubahan aneh, Liem Kian Hoo menyangka Watinah telah
dijatuhi hukuman olehnya, ia jadi sangat gelisah.
"Cianpwee, bukankah kau sudah setuju untuk mengampuni
segala kesalahannya ?" ia menegur.
Toan Kiem Hoa tetap membungkam dalam seribu bahasa.
"Benarkah kau sangat memperhatikan keadaan Watinah " "
Sela Sani dengan suara hambar.
"Tentu saja, kalian telah apakan dirinya ?"
"Aaaaai...! nasibnya benar benar beruntung dan berhasil
menjumpai manusia macam kau, tapi . . . kenapa Thian begitu
keji dan kejam terhadap diriku ?"
Begitu sedih hatinya mengenang nasib buruk yang
menimpa dirinya, Sani menangis tersedu sedu. Liem Kian Hoo
jadi semakin cemas bercampur gelisah, teriaknya keras-keras:
"Sebenarnya bagaimana dengan diri Watinah ?"
"Ia diculik dan dibawa lari oleh Luga " kata Toan Kiem Hoa
tiba tiba dengan nada benci.
"Binatang ini betul-betul terkutuk, seandainya aku berhasil
menemukan dirinya, pasti akan kuhancur lumatkan tubuhnya,
agar ia merasakan penderitaan dan siksaan bagaimana digigit
dan digerumuti selaksa ulat ulat racun".
"Aaaaah ! sudah terjadi peristiwa semacam ini ?" Teriak
sianak muda itu terperanjat.
Saking mendongkol dan marahnya, air muka Toan Kiem
Hoa berubah pucat kehijau-hijauan, ia bungkam. Sani yang
ada disisinya segera mewakili gurunya untuk menjawab:
"Watinah telah diculik dan dilarikan oleh Luga serta
sahabatmu she Loo itu, selama ini bajingan tengik itu
mengejar diri Watinah terus menerus, justru Watinah tidak
tertarik kepadanya sungguh tak nyana kali ini ia berani
melakukan perbuatan yang melanggar peraturan perguruan..."
"Lalu... ba... bbagaimana... bagdaimana jadinya a"
Cianpwee ! subdahkah kau selidiki dan mengejar jejak mereka
?". "Karena harus melindungi dirimu yang sedang melakukan
latihan, maka suhu tak sanggup untuk pisahkan diri
melakukan pengejaran." sahut Sani agak gusar, "sewaktu aku
mengejar kearah tempat tinggal Luga, maka kutemui ia
beserta orang she-Loo itu diikuti beberapa orang bangsa Han,
dengan membawa Watinah melarikan diri tempat itu !"
"Aaaah, mereka pastilah Ceng-Tiong-Su-Hauw empat
manusia gagah dari Ceng-Tiong, tapi Loo Toako, mengapa ia
bisa~ berbuat demikian.".
"Otak Luga sangat sederhana sekali, lagipula iapun tidak
akan mempunyai nyali sebesar ini, aku rasa kejadian ini
sebagian besar pasti muncul dari benak manusia she~Loo itu.
Hmmm ! bukankah sejak semula aku sudah bilang, bangsa
Han tak ada yang baik, mereka semuanya adalah manusia
manusia jahanam, manusia manusia laknat !".
Liem Kian Hoo amat tersinggung, hawa gusar menyelimuti
seluruh wajahnya. Menyaksikan kegusaran orang, buru buru
Sani berkata kembali:
"Tentu saja terkecuali dirimu ! ".
Dalam keadaan serta situasi macam begini, Liem kian Hoo
tidak ingin beradu mulut dengan perempuan jelek ini, buru
buru ia berkata kembali:
"Ilmu silat Loo Sian Khek ada batasnya, sedangkan
kepandaian silat yang dimiliki Luga pun tidak akan lebih lihay
dari Watinah, secara bagai mana mereka dapat membekuk
dan menculik Watinah ?".
"Watinah diculik dan dilarikan oleh mereka setelah dibius
oleh obat pemabok " kata Toan Kiem Hoa dengan wajah
membesi. "Obat pemabok seperti itu cuma ada didaratan Tionggoan.
oleh sebab itu kejadian ini pasti dipimpin oleh manusia she
Loo itu, dia pastilah otak dari pada komplotan tersebut Hmm !
orang itu memang berwajah jujur dan gagah, sebenarnya ia
licik, keji dan rendah martabatnya, seandainya ia tak ada
hubungan dengan dirimu, aku pasti tak akan sudi
menyelamatkan jiwanya ! dan seandainya aku bukan sedang
melindungi dirimu, sejak tadi sudah ku kejar diri mereka."
Liem Kian Hoo termenung dan bebrpikir beberapad saat
lamanya, aia merasa gelisbahpun percuma, maka hatinya
segera ditenangkan kembali.
"Benarkah mereka bisa bersembunyi sehingga bayangan
dan jejaknya sama sekali lenyap tak berbekas ?" tanyanya.
"Seandainya aku tahu jejak serta tempat persembunyian
mereka, buat apa menanti sampai detik ini...".
"Cianpwee, dapatkah kau wariskan kepandaian untuk
menggerakkan ulat racun kepadaku ?" tanya LiemKian Hoo
kembali setelah termenung beberapa saat, pertanyaan ini
mencengangkan hati Toan Kiem Hoa.
"Kau bukan orang suku Biauw, mengapa hendak
mempelajari kepandaian tersebut " tanyanya.
"Watinah pernah menanamkan separuh dari Thian Hiang si
nya kedalam tubuhku, aku dengar racun tersebut merupakan
racun sakti pengganti sukma, meskipun berada beberapa ribu
pal dari sini kedua belah pihak tentu akan merasakan
reaksinya asal aku menggerakkan racun keji yang tertanam
dalam tubuhku, bukankah dengan gampang aku berhasil
temukan jejak mereka ?".
Toan Kiem Hoa tertawa dingin.
"Aku bergelar Ku Sin Poo, seandainya cara ini dapat di
gunakan. kenapa aku harus menan ti sampai saat ini ?".
"Apakah sudah cianpwee jajal ?".
"Sejak semula aku telah melepaskan Ching Ku yang
tertanam dalam tubuhku untuk melakukan pencarian, namun
hasilnya nihil dan jejak mereka tak berhasil ditemukan, aku
rasa agaknya mereka telah mendapatkan bantuan seorang
ampuh untuk mensukseskan usahanya dan orang pasti
mengerti sedalam-dalamnya kepandaian racun. maka dari itu
ia berhasil memotong dan menghalangi perasaan halusku
untuk mencari jejak mereka !"
"Mungkinkah dikolong langit dewasa ini benar-benar ada
orang yang memiliki ilmu racun, jauh lebih ampuh dari
Cianpwee?" air muka Kian-Hoo berubah hebat.
Air muka Toan Kiem Hoa berubah hebat, ia kelihatan amat
gusar sekali. "Justru aku tidak percaya akan kejadian ini, tetapi peristiwa
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tersebut terang-terangan terjadi di hadapan ku, oleh karena
itu aku bersumpah hendak selidiki peristiwa ini sampai jelas
dan menemukan orangr yang secara ditam-diam melinduqngi
serta membarntu mereka".
"Cianpwee, apakah kau punya keyakinan dapat
menemukan mereka ?" Tanya sianak muda itu setelah
tertegun beberapa saat lamanya. Kontan sepasang mata Toan
Kiem Hoa melotot bulat-bulat.
"Kalau tidak berhasil temukan mereka, selama hidup aku
malu berjumpa dengan manusia lagi ! " teriaknya.
Habis berseru, badannya laksana sebatang anak panah
yang terlepas dari busurnya meluncur kedepan dan lenyap
dari hadapan mereka berdua.
"Cianpwee ! jangan pergi dahulu, tunggu aku sebentar !"
buru-buru Kian Hoo berteriak.
Tetapi suaranya hanya mengalun kosong di-angkasa,
bayangan tubuh Toan Kiem Hoa tidak muncul kembali
dihadapannya, Dengan mendongkol Sani lantas menegur:
"Eeee...! kenapa sih kau bersikap demikian kurangajar
terhadap suhu " kenapa kau ucapkan kata kata semacam itu "
kau tahu, disebabkan peristiwa ini hatinya tertekan, dua jam
setelah Luga menghianati perguruan, suhu telah mengetahui
kejadian itu, seandainya ketika itu ia hendak cari mereka maka
orang orang itu dengan gampang akan berhasil ditemukan,
tetapi disebabkan dirimu, terpaksa ia harus tahan marah dan
kegusaran yang meluap-luap untuk melindungi
keselamatanmu..."
"Tapi, aku kan tidak membutuhkan perlindungannya ?".
"Kau benar benar tidak tahu diri " seru Sani sambil tertawa
dingin. "pada waktu itu merupakan saat yang paling kritis
bagimu dalam berlatih ilmu pernapasan, seandainya kau tak
sanggup menguasahi diri maka kau bakal tertawa dan
menangis sendiri seandainya bukan suhu salurkan hawa
murninya lewat udara untuk bantu menenangkan hatimu,
mungkin kau sudah habis sejak dulu. Selama hidup Su-hu
berwatak keras hati, dalam wilayah Biauw pun-kcdudukannya
sangai tinggi bagaikan malaikat, setelah terjadi peristiwa itu,
nama besarnya mendapat pukulan hebat, tetapi demi dirimu ia
tidak ambil perduli, aku benar benar tidak mengerti apa
sebabnya ia bersikap begitu baik kepadamu, sudah banyak
tahun aku mendampingi suhu, belum pernah kujumpai ia
menaruh perhatian besar terhadap seseorang.".
Liem Kian Hoo yang mendengar perkataan tersebut jadi
termangu-mangu dibuatnya, ditengah kebingungan ia mulai
teringat, setiap kali ia berlatih hingga mencapai kekritisan
selalu berhasil dihindari dengan lancarnya, ia tidak menyangka
selama ini Toan Kiem Hoa membantu secara diam-diam.
Tapi, apa sebabnya Toan Kiem Hoa membantu dirinya "
apakah berdasarkan sedikit hubungannya dengan orang itu "
ditinjau dari nada ucapan Toan Kiem Hoa apakah hanya
tempo dulu antara mereka berdua pernah ada hubungan yang
cukup erat. Orang itu tak mau berterus terang, Toan Kiem
Hoa pun tak mau bicara, sebenarnya apa yang terjadi tempo
dulu " Setengah harian lamanya ia putar otak, namun gagal untuk
menemukan alasan yang tepat. tapi ia sadar bahwa ucapan
yang diutarakan tanpa maksud tadi sudah amat menyinggung
perasaan halus Toan Kiem Hoa yang berwatak tinggi hati,
maka ia berlalu dengan membawa hawa amarah.
Teringat betapa cinta dan kasihnya perempuan itu terhadap
dirinya, Kian Hoo merasa perbuatannya barusan memang
kurang sopan, ia termenung beberapa saat lamanya,
kemudian baru ujarnya kepada Sani:
"Demi Toan cianpwee, lebih lebih demi Wa-tinah, aku harus
mencari Luga beserta komplotan-nya, hanya aku tak tahu arah
tujuan, dapatkah cici memberi petunjuk kepadaku ?".
"seandainya guruku menjumpai bencana, sudikah kau
membantu dirinya tanpa pikirkan keselamatan sendiri ?" tanya
Sani setelah termenung sejenak, sepasang matanya menatap
sianak muda itu tajam-tajam.
"Aaaah, mungkinkah Toan cianpwee menjumpai bencana ?"
teriak Kian Hoo kaget.
"Aku sendiripun tidak tahu, tapi dalam perasaan hatiku
selalu punya firasat tersebut, tahukah kau bahwa aku adalah
berasal dari suku Huang Kiem atau Emas Murni, dalam suku
kami terdapat sejenis ilmu hitam yang luar biasa, ilmu
tersebut dapat meramalkan kejadianku belum sempurna, aku
cuma dapat merasakan garis besarnya belaka !"
Terhadap ucapan ini Liem Kian Hoo percaya, sebab Sani
pernah menebak tepat isi hatinya, setelah merandek ia baru
berkata: "Toan Cianpwec jauh lebih lihaby daripada diridku,
dapatkah akau membantu diribnya ?"
"Dalam masalah ini persoalannya bukan mampu atau tidak,
tapi sungguh-sungguhkah dirimu " dan tulus iklas kah kau
lakukan perbuatan ini ?"
"Jangan membicarakan soal budi yang pernah dilepaskan
Toan cianpwee kepadaku, cukup ditinjau dari kedudukannya
sebagai suhu dari Watinah, aku akan kerahkan segenap
kemampuan ku untuk membantu dirinya, meski badan harus
hancur lebur aku tidak akan menyesal !".
"Bagus ! meninjau dari beberapa patah kata ucapanmu
barusan, akan kurobah pandangan jelek-ku terhadap kalian
bangsa Han, mari kita berangkat!"
"Hendak kemana ?"
"Tentang soal ini aku tak sanggup untuk menjawab,
dengan kekuatan lari yang kita miliki dewasa ini tak mungkin
bisa menyusul suhu lagi, tetapi menurut firasat yang muncul
dalam hati sanubariku aku percaya disaat ia menjumpai situasi
yang paling berbahaya kita sudah tiba disana!"
Liem Kian Hoo bungkam dan cuma mengangguk.
Demikianlah Sani segera pejamkan matanya, dengan
kebatinannya yang kuat ia hendak tentukan arah yang harus
dituju, kurang lebih seperempat jam kemudian ia baru buka
mata, biji matanya berkilat dan teriaknya keras-keras:
"Ayoh berangkat! Malaikat pelindungku mengatakan arah
yang harus kita tuju adalah selatan!"
Habis berkata ia berangkat lebih dahulu kedepan dengan
gerakan cepat, Liem Kian Hoo masih menyangsikan ketepatan
petunjuk yang didapatkan berdasarkan suara batinnya itu.
namun dalam keadaan seperti ini tak mungkin baginya untuk
berpikir panjang, badannya segera bergerak menyusul dari
belakang. Gerakan tubuh Sani amat cepat, badannya laksana
segulung asap ringan meluncur kedepan melewati jalan
gunung yang amat sempit lagi sulit dilalui. Mula-mula Liem
Kian Hoo mengira ia tak bakal sanggup menyusul perempuan
jelek itu, namun setelah mengepos napas ia baru sadar bahwa
kemajuan yang diperoleh selama sebulan ini amat pesat sekali
hingga berada diluar dugaan, badannya meluncur kemubka
dengan ringadn dan enteng, maeski tak sanggubp melampaui
namun tidak sampai tertinggal jauh.
Demikianlah satu didepan dan yang lain di-belakang
terbang mereka meluncur terus kedepan, ketika itu waktu
sudah menunjukan senja hari, kurang lebih ada tiga jam
lamanya mereka berlari dan beberapa ratus li telah dilewati
tanpa terasa. Jalan gunung tidak nampak lagi, mereka berlarian ditengah
hutan yang lebat dan batu karang yang runcing dan
berserakan dimana-mana, kabut tebal menyelimuti seluruh
permukaan, binatang buas berkeliaran dimana-mana.
Selama ini Liem Kian Hoo hanya tahu melakukan perjalanan
dan sama sekali tidak memperhatikan keadaan disekelilingnya,
menanti perjalanan mereka terhadang oleh sungai, Sani baru
berhenti disusul Kian Hoo pun ikut berhenti berlalu.
Menyaksikan Sani sigadis jelek itu beristitahat dengan
napas tersengkal-sengkal dan keringat mengucur dengan
derasnya, sianak muda itu sambil tersenyum lantas menegur:
"Cici, apakah kau merasa lelah sekali ?"
Sani mengerling sekejap kearahnya dan tersenyum.
"Kongcu, kemajuan pesat yang kau peroleh selama sebulan
sama halnya dengan hasil latihan kami selama sepuluh tahun
lamanya ! " ia berseru dengan nada memuji.
Liem Kian Hoo sendiripun tidak habis mengerti mengapa ia
tidak merasakan badannya lelah, menyaksikan keadaan Sani ia
sadar bahwa apa yang diucapkan sedikitpun tidak salah,
terpaksa ia tertawa rikuh.
"Mungkin aku seorang lelaki, maka kekuatan tubuhku jauh
lebih kuat dari pada kalian kaum wanita !".
"Kongcu, kau tak usah merendahkan diri, membicarakan
dari kekuatan tubuhku tidak akan kalah dengan lelaki
siapapun, kepandaian yang dipelajari kongcu hampir sebagian
besar telah suhu wariskan kepadaku. Satu-satunya alasan
yang masuk diakal adalah Kongcu betul-betul memiliki bakat
yang luar biasa dan melebihi orang lain, tidak aneh kalau suhu
memandang tinggi dirimu".
Tentu saja Liem Kian Hoo merasa kurang leluasa untuk
mengakui alasan itu, namun iapun tidak punya alasan lain
untuk menerangkan maka ia cuma tertawa bodoh sebagai
jawabnya. Dalam pada itu rSani termenung tbeberapa saat lqamanya,
mendadark sambil menuding kearah air sungai yang
terbentang dihadapan mereka ujarnya:
"Kongcu, tahukah kau tempat apakah ini ?"
Liem Kiem Hoo menggeleng, sungai tersebut tidak begitu
lebar tetapi warna airnya sangat istimewa, air itu berwarna
coklat kehitam-hitaman yang amat menyilaukan mata.
"Tempat ini merupakan daerah terlarang bagi suku Biauw
kami, sungai ini disebut sungai Kematian, katanya ujung
sungai ini bersumber dari Malaikat Kehidupan, tentu saja
dongeng ini tak berfakta, tetapi tak ada pula manusia yang
membantah tahukah Kongcu, apa sebabnya ?".
Liem Kian Hoo tidak mengerti mengapa ia ajukan
pertanyaan tersebut, terpaksa ia menggeleng.
"AIasannya gampang sekali, sebab belum pernah ada
orang yang berhasil tiba diujung sungai ini dan melakukan
penyelidikan Air terjun, apabila ingin menyelidiki sumber air
sungai itu maka seseorang harus menembusi air terjun itu
lebih dahulu dan hingga sekarang belum ada orang yang
berani melakukannya. Sebab air sungai ini mengandung bahan
racun yang amat ganas dan dahsyat.
Barang siapa yang terkena air sungai ini maka badannya
segera akan membusuk dan hancur, maka manusia manusia
selihay suhupun tidak berani coba-coba melakukan
penyelidikan Kongcu, tahukah kau apa maksudku membawa
kau datang kemari ?".
Liem Kian Hoo dibuat semakin bingung, dengan perasaan
tidak habis mengerti ia menyahut:
"Aku rasa cici tidak bakal suruh aku terjun kedalam sungai
untuk menyelidiki sumber air sungai ini bukan ...?"
"Itu sih tidak, aku datang kemari karena ingin mewujudkan
cita-citaku, Kongcu sudah kau lihat wajahku ?".
Liem Kian Hoo masih belum mengerti maksud hatinya,
tetapi menyaksikan sikapnya serius terpaksa ia menjawab:
"Aku dengar dari Watinah, tetapi disebabkan perbuatan
manusia laknat maka wajahmu berubah jadi begini".
"Tidak salah ! Manusia laknat yang keji itu benar-benar
terkutuk, aku rela mati dibunuh oleh-nya, tapi benci dan
mendendam karena ia bertindak kejam dengan meracuni
diriku hingga wajahku berubah jadi sangat jelek, satu-satunya
harapan yang terkandung dalam hatiku selama ini adalah
menuntut balas dan membinasakan manusia laknat tersebut."
"Memang tidak ada salahnya cici menuntut balas kepada
munusia terkutuk itu, namun apa hubungannya dengan sungai
ini ?" "Hubungannya besar sekali. bajingan itu sangat licik dan
banyak akal, seandainya aku keluar mencari dirinya dengar
wajah macam begini, maka tujuanku akan kelihatan dengan
nyata, begitu mendapat kabar pasti akan kabur dan
bersembunyi. Oleh karena itu aku harus mengubah wajahku.
"Apa yang cici pikirkan memang benar, dalam wilajah
Tionggoan kami banyak terdapat kepandaian untuk mengubah
raut muka, aku dapat bantu dirimu untuk..".
"Tidak usah, aku hendak mengubah wajahku hingga
berubah sama sekali bagaikan orang lain, akan kupancing dia
untuk mencari diriku dengan sendirinya...".
"Cici, cara apa yang hendak kau lakukan ?"
"Menggunakan air sungai ini " kata Sani sambil menuding
kearah sungai dengan warna hitam tersebut "Aku sudah
melakukan penyelidikan yang seksama dan mendapat
kesimpulan bahwa bahan racun yang terkandung dalam air
sungai ini merupakan tandingan dari racun yang mengeram
dalam tubuhku, Agar wajahku mengalami perubahan maka
aku membutuhkan bantuan dari kongcu, nanti apabila aku
keluar dari air sungai maka segeralah kongcu jangan salurkan
hawa murni berhawa Yang mu kedalam tubuhku dan tembusi
Hian-hin-Kwan-Hiat ku. Kesempatan ini merupakan
kesempatan yang telah kutunggu-tunggu selama puluhan
tahun lamanya, aku harap kongcu jangan mengecewakan
harapanku, sebab dalam kolong langit dewasa ini hanya
Kongcu seoranbg yang, cocok ddengan syarat inai, lagipula
menburut firasat batinku, tindakan ini mempunyai hubungan
yang erat sekali dengan usaha Kongcu untuk menyelamatkan
suhu dari lubang kematian.
Kongcu, asal kau suka membantu diriku sehingga
harapanku terwujud, maka sepanjang hidup aku akan selalu
berterima kasih kepadamu !".
Selesai bicara tanpa menantikan reaksi dari Liem Kian Hoo
lagi, dengan gerakan yang cepat ia lepaskan seluruh pakaian
yang ia kenakan sehingga beberapa saat kemudian Sani sudah
berada dalam keadaan bugil, telanjang bulat tanpa sedikit
benangpun menutupi bagian " Terlarang " nya.
Ditengah sorotan cahaya sang surya disenja hari dan
ditengah ketegunan Liem Kian Hoo, tubuhnya yang montok,
padat dan putih itu terjun kedalam air sungai yang penuh
dengan ombak. Waktu . . sedetik . . semenit berlalu dengan cepatnya, air
sungai yang penuh dengan riak ombak tetap mengganas dan
menggulung seperti sedia kala... tak kelihatan sesuatu apapun
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang terjadi, sungai... hening... dan tak bersuara.
Diam-diam sianak muda itu berdoa, semoga Sani berhasil
memenuhi harapannya.
Ketika tubuh Sani yang telanjang bulat dan indah menawan
muncul dihadapannya tadi, pendekar misterius yang berasal
dari keluarga kaya ini kehilangan ketenangan hatinya, seluruh
wajah berubah merah padam, jantung berdebar keras.
Selama dua puluh tahun ia selalu hidup dibawah didikan
serta pengawasan yang ketat, meski ia dibesarkan dalam
keluarga kaya, tidak sedikit dayang cantik berkeliaran dalam
gedung Ti-hu, namun dayang-dayang itu tiada kesempatan
untuk melayani Sauw Kongcu mereka.
Karena sianak muda ini selalu mendapat didikan Boen
maupun Boe yang ketat, pelajaran sastra diterima secara
terbuka dan pelajaran silat secara rahasia, sekalipun begitu
baik Boen maupun Boe ia selalu berada dalam pengawasan
yang ketat, Lie Hong Hwie pelacur kenamaan tersebut
merupakan gadis pertama yang masuki kedalam hatinya,
namun setelah mengetahui rahasia dibalik asal usul gadis
tersebut tidaklah mungkin baginya untuk melanjutkan
hubungan itu dengan suatu percintaan.
Menerima cinta kasih serta penbyerahan Watinahd
merupakan kejaadian yang palinbg menghangatkan badannya,
sekalipun begitu, hubungannya dengan Watinah selalu terjalin
dalam keadaan saling hormat menghormati kedua belah pihak
belum sampai melakukan hal-hal di luar tata sopan.
Dan sekarang, secara tiba-tiba Kian Hoo berhasil melihat
rahasia sebenarnya dari seorang gadis, membuat ia paham
dimanakah letak daya yang sebenarnya dari kaum hawa,
Potongan badan yang padat montok, pahanya yang putih
halus, kulitnya yang bersih, pinggangnya yang ramping,
payudaranya yang penuh berisi serta segala sesuatunya
mendebarkan hati jejaka tersebut....
Hanya sekilas ia memandang seluruh bagian tubuh gadis
itu sesaat Sani terjun kedalam aliran air sungai yang berwarna
hitam gelap itu, meski cuma sekejap namun cukup
mengacaukan pikiran Kian Hoo, secara tiba-tiba... entah dari
mana datangnya hawa napsu birahi yang meluap-luap muncul
dan mempengaruhi seluruh benaknya....
Waktu berlalu dengan cepatnya, ditengah kesunyian serta
keheningan yang mencekam seluruh angkasa itulah tiba-tiba
air berwarna hitam itu memisah kesamping diikuti sesosok
bayangan manusia yang putih bersih menubruk datang.
"Cepat ! Cepat, lakukan seperti apa yang kukatakan."
terdengar Sani yang berseru dengan suara cemas.
Hampir boleh dikata tiada kesempatan baginya untuk
berpikir, tubuh Sani yang masih basah dan bugil itu sudah
menubruk kedalam pangkuannya, Liem Kian Hoo tak berani
berayal, buru-buru telapaknya menekan diatas Sam-Ciat gadis
itu, segulung hawa murni yang beraliran panaspun dengan
cepat mengalir kedalam tubuhnya, (Yang dimaksudkan SamCiat adalah bagian atas Lambung, bagian tengah lambung
serta bagian atas selangkangan).
Mula-mula tubuh Sani bergetar keras, diikuti ia tak berkutik
lagi. Liem Kian Hoo yang belum pernah pegang badan wanita,
saat ini merasakan dimana telapaknya menekan merupakan
suatu tempat yang lunak lagi halus, daya rangsang dalam
badannya semakin berkobar mengikuti getaran badan Sani
yang keras semakin meluap napsu birahi berkorban dalam
dadanya. Tanpa sadar Liem Kian Hoo mulai gunakan tangannya yang
lain untuk meraba dan meremas remas buah dadarnya yang
padat tberisi, dengan qkesadaran yang rmulai berkurang ia
mulai gerayangi seluruh bagian terlarang gadis itu, napsu
birahi sukar dikendalikan lagi dalam tubuhnya.
Mula-mula Sani menggeliat, ia mendongak dan memandang
kearah si anak muda itu dengan pandangan kaget dan
tercengang. Liem Kian Hoo tersenyum ringan, senyuman yang halus
dan sama sekali tidak mengandung hawa jahat, tangannya
tetap bergeser dari dada menuju keatas bahunya, kemudian
dari bahu menuju kelehernya yang putih dan terakhir ia
menghela napas panjang.
Sianak muda ini menghela napas setelah menyaksikan
wajahnya yang jelek, seandainya ia tidak berwajah buruk,
dengan rambutnya yang hitam, panjang serta berkilat serta
kulit badannya yang halus putih dan bersih, boleh dikata Sani
benar-benar seorang gadis yang sangat cantik.
Apalagi sepasang biji matanya yang bening laksana bintang
timur, begitu cemerlang dan menawan hati, Agaknya Sani
dapat membaca isi hati sianak muda itu dari helaan napasnya,
ia tersenyum sedih dan berkata lirih:
"Liem Kongcu, keburukan wajahku telah merusak
pemandangan matamu !".
"Tidak ! setelah bergaul agak lama dengan cici, aku sudah
terbiasa memandang wajahmu."
Sani termenung sejenak, tiba-tiba dengan suara yang aneh
ia berkata kembali:
"Kongcu, pandanglah wajahku yang buruk ini lebih lama !
raut wajahku yang jelek segera akan lenyap dari muka bumi
untuk selama lamanya, aku berharap kau suka ingat-ingat
bentuk mukaku ini, sebab hal ini akan memberi kebaikan
bagimu". "Tapi cici, mengapa sampai sekarang wajahmu belum juga
berubah ?".
"Sebab sengaja kupertahankan beberapa saat lebih lama
agar Kongcu dapat memandangnya.".
"Kenapa " aku kepingin cepat-cepat melihat wajah cici
berubah jadi cantik kembali ".
Sani menghela napas panjang, lalu angkat telapaknya dan
mulai menggaruk pipinya, Kejadian aneh tiba-tiba berlangsung
didepan mata, mengikuti garukan itu kulit luar yang
menyeramkan itu mulai mengupas segumpal demi segumpal
dan beberapa saat kemudian muncullah wajah yang cantik,
halus dan putih mempesonakan hati.
Hampir-hampir saja Liem Kian Hoo tidak percaya dengan
mata sendiri dalam waktu singkat inilah raut muka Sani telah
berubah sama sekali, ia kelihatan jauh lebih kurus, jidat yang
semula bulatpun sekarang berubah jadi lancip.
Namun, meski demikian, wajahnya kelihatan jadi amat
cantik sekali bagaikan bidadari yang baru turun dari
kahyangan. "Kongcu, periksalah wajahku, bagaimana keadaanku pada
saat ini ?" Tanya Sani dengan suara gemetar.
Lama sekali Liem Kian Hoo tertegun, kemudian ia berseru
tertahan. "Cantik, sungguh amat cantik ! Cici, sayang ditempat ini tak
ada cermin, aku tak berdaya untuk melukiskan bagaimana
cantiknya dirimu saat ini"
"Benarkah ?" Begitu terharu gadis Biauw ini sehingga titik
air mata mulai jatuh berlinang.
"Tentu saja sungguh ! kalau tidak percaya, pandanglah biji
mataku, meski kecil mungkin dapat digunakan sebagai cermin
untuk memeriksa bagaimana cantiknya dirimu sekarang".
Sani kedipkan matanya, air mata jatuh berlinang, ia tatap
biji mata sianak muda itu tajam-tajam dan beberapa saat
kemudian ia peluk tubuh Kian Hoo lalu menangis tersedusedu.
Liem Kian Hoo memahami bagaimanakah perasaan
hatinya ketika itu, ia belai rambutnya yang halus dan
menghibur: "Kiong-hie, kiong-hie ! Cici, akhirnya kau berhasil temukan
kembali kecantikanmu, seharusnya kau bergembira dengan
hasil tersebut kenapa kau malah sedih ?".
Sepasang bahu Sani bergetar tiada hentinya, sedang Liem
Kian Hoo merasakan suatu perasaan yang aneh, gesekan kulit
dengan kulit gadis itu menimbulkan panas yang aneh, Buruburu
ia dorong Sani seraya berseru:
" Cici ! kenapa kau " mengapa tubuhmu berubah begini
panas." Sani tidak menjawab, lengannya peluk sianak muda itu
semakin kencang, bahkan hampir seluruh tubuhnya
ditempelkan di atas dadanya, pipi yang halus basah oleh air
mata ditempelkan diatas tubuh Kian Hoo, biji matanya yang
jeli memancarkan sinar yang aneh, kulitnya yang putih lambat
laun berubah jadi merah.
Tiba-tiba lubang hidung Kian Hboo mencium bau dyang
aneh sekalai, bau tadi menbgobarkan kembali napsu birahi
yang berhasil ia tahan tadi, bahkan bergolak semakin dahsyat
dari keadaan semula. Hawa panas yang tersebar dari tubuh
Sani menembusi pakaiannya yang tipis dan membakar
hatinya, belum pernah sianak muda itu merasakan keadaan
seperti ini, ia benar-benar terpikat.
Tangannya yang bertahan diatas tanah makin lemah dan
kehabisan tenaga, bahkan kakipun jadi lemas, ia tak kuat
menahan bobot badannya lagi. mereka jatuh berbaring diatas
tanah dan saling bertindihan satu sama lainnya...
Seluruh kesadaran lenyap, pikiran kosong. hanya napsu
birahi yang berkobar makin dahsyat, hanya dengusan napas
makin menderu... kencang,... keras... rintihan
berkumandang... dan entahlah apa yang telah terjadi...
Hujan badai telah lenyap... suasana jadi hening, sunyi tak
kedengaran sedikit suarapun, kesadaranpun lambat laun pulih
kembali mereka dapat berpikir kembali dengan sehat, keadaan
jadi normal. Ketika Kian Hoo buka matanya, ia temukan Sani duduk
termangu mangu disisinya. ia tetap kelihatan cantik jelila,
hanya air mata telah membasahi seluruh pipi dan wajahnya
yang halus. Liem Kian Hoo tertegun sesaat lalu teringat kembali apa
yang sudah ia lakukan beberapa saat berselang, ia jadi kaget
dan segera meloncat bangun sambil pukul jidatnya sendiri ia
berteriak kalap, agaknya macam orang sinting.
"Kurangajar ! kurangajar ! aku harus mati . . . oooouw . . .
Thian ! apa yang telah kulakukan "...".
Sani bangkit berdiri, ambil pakaiannya dan dipakaikan
keatas badannya yang kekar, lalu dengan suara lembut ia
berkata: "Pakailah bajumu, kau bisa sakit kalau tetap telanjang.".
"Cici..." jerit Kian Hoo sambil genggam tangannya, "Aku...
aku.... aku malu terhadap dirimu, aku telah bersalah
kepadamu..."
"Kongcu, jangan terlalu ikuti suara hatimu ! peristiwa ini tak
bisa salahkan dirimu, seharusnya akulah yang harus malu
kepadamu, dan sepantasnya akulah yang harus lebih tenang,
lebih waspada tetapi ketika aku tahu bahwa wajahku pulih
kembali seperti sedia kala, aku lupa keadaan, hatiku betulbetul
bebrgolak sehinggad tak kuasa menaahan diri."
Dibabwah hiburan Sani akhirnya sianak muda itu berhasil
menenangkan hatinya, ia memandang tempat kejauhan
dengan sinar mata kosong.... hampa
"Aaaai...! air racun ini dinamakan sumber Kehidupan." kata
Sani kembali sambil menghela napas, Sumber air ini
mempunyai suatu daya kekuatan untuk mendorong napsu
birahi manusia, merangsang seseorang untuk menikmati sorga
dunia ! sering kali orang Biauw kami gunakan sumber air
tersebut sebagai obat orang yang lemah syahwat. Kongcu,
tahukah engkau apa sebabnya kita terangsang " sewaktu
Kongcu salurkan hawa murni kedalam tubuhku, kau telah
terpengaruh oleh daya kerja air mujijat itu, namun sungguh
tak nyana Kongcu punya daya tahan yang luar biasa, daya
kerja air itu belum juga tunjukan reaksinya sementara aku
telah berusaha menguasai diri... Aaaai ! tak disangka sedetik
aku kurang rapat menjaga diri, akhirnya terjadi pula apa yang
tidak diharapkan, peristiwa ini boleh dikata sebagai takdir.".
Liem Kian Hoo masih melongo-longo dan tidak habis
mengerti, Sani yang menyaksikan keadaan sianak muda itu
lantas menghela napas dan terangkan lebih lanjut:
"Tenaga Iweekang kongcu amat sempurna, sewaktu
tubuhku menempel dalam badanmu, hawa dingin yang
menyerang tubuhku sudah lenyap dan daging busuk diatas
wajahku pun sudah hancur oleh air mujijat ini, tetapi aku tak
mau ambil tindakan dengan cepat, hal ini dikarenakan aku
hendak gunakan wajahku yang jelek untuk membendung
napsu birahi yang berkobar dalam tubuh Kongcu, aku
berharap napsu birahi Kongcu bisa dibendung setelah melihat
mukaku yang seram ini."
"Lalu apa sebabnya tidak cici ceriterakan sifat dari sumber
air itu kepadaku?"
"Aaaaai . . . ! inilah akibat sifat tamakku". sahut Sani
tertawa getir. "Aku tahu bahwa kau adalah seorang lelaki
sejati yang kukuh memegang tata kesopan, seandainya
kuberitahukan dahulu hal tersebut, mungkin kau akan
menampik permohonanku.".
Liem Kian Hoo termenung beberapa saat kemudian baru
berseru dengan nada menyesal:
"Cici kau jangan berkata begitu ! aku sendiripun merasa
amat malu dan benci terhadap diri sendiri".
"Aaaai..! sebenarnya hal ini tak bisa salahkan dirimu,
sewaktu pertama kali kau raba tubuhku, aku mengira dayra
kerja sumber titu sudah mulaiq bereaksi, tetarpi dari sinar
matamu aku tidak temukan napsu birahi, hal ini membuat aku
jadi kaget bercampur tercengang, kemudian aku pikir mungkin
hal ini disebabkan imanmu sangat kuat dan tahan terhadap
segala godaan, maka aku mulai mengupasi kulit kulit busuk
yang ada diluar, kemudian karena gembira kulepaskan
penguasaan terhadap diriku, Aaaai . . . ! sungguh tak nyana
karena hal ini terjadilah peristiwa yang tak disangka, tubuhku
yang kotor dan tidak suci ini malah telah menodai kebersihan
kongcu." Liem Kian Hoo jadi terharu bercampur malu setelah
mendengar perempuan itu tidak menyalahkan dirinya malahan
menegur diri sendiri, ia berteriak:
"Cici ! aku Liem Kian Hoo bukan manusia yang tidak
bertanggung jawab, aku bersumpah mulai hari ini..."
"Kongcu ! jangan kau teruskan ucapanmu itu, hatiku sudah
layu, sudah semestinya kubalas kebaikanmu yang suka bantu
aku pulihkan kembali wajahku yang buruk, yang kusesalkan
hanyalah persembahanku kepadamu tak dapat dilakukan
dengan badan yang masih perawan, untung wajahku telah
pulih kembali, bagaikan hidup untuk kedua kalinya, aku telah
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
persembahkan seluruh kesucianku dalam kehidupan yang
kedua kalinya ini kepadamu, peristiwa yang terjadi tadi
anggap saja sebagai balas jasaku kepadamu, kau tidak
berhutang lagi kepadamu apa yang telah terjadi sebagai suatu
impian indah, setelah mendusin semuanya lenyap dan hilang,
keadaan kita tetap seperti sedia kala dan kau tak usah
mengutarakan maksud apapun..."
"Apa yang cici ucapkan adalah menurut pendapatmu tapi
lain halnya bagi diriku." seru Kian Hoo buru-buru. "Aku tak
dapat menganggap peristiwa tersebut sebagai suatu impian
belaka." "Kongcu ! aku nasehati dirimu lebih baik jangan terlalu
keras hati, aku kagum terhadap suami macam kau, kalau
usiaku lima belas tahun lebih muda dan tidak pernah terjadi
peristiwa terkutuk seperti yang kualami dahulu, dengan hati
rela pasti aku akan menyertai dirimu. Tapi sekarang tak usah
kita bicarakan lagi !".
"Usia bukan soal, apalagi wajah cici kelihatan masih amat
muda....".
"Tidak mungkin, tahun ini aku telah berusia tiga puluh
sembilan tahun, kalau dibandingkan dirimu maka aku mirip
rumput dimusim rontok yang hendak dibandingkan dengan
bunga dimusim semi, kau masih ingat perkataan guruku "
Tuanya seorang manusia bukan terletak pada raut muka tapi
pada hati, mungkin hatiku, jalan pikiranku jauh lebih tua
berlipat-lipat ganda daripada usiaku yang sebenarnya...."
Liem Kian Hoo masih ingin mengucapkan sesuatu, tapi
dengan wajah adem Sani telah menyambung:
"Kongcu, jangan lupa bahwa aku adalah istri orang lain,
walaupun orang itu sudah tinggalkan diriku, walaupun aku
sudah bermusuhan dengan orang itu, tapi aku merupakan
istrinya yang sah, apakah Kongcu inginkan aku berhianat pada
suamiku dan nyeleweng ?".
Mendengar perkataan tersebut Liem Kian Hoo jadi
terperanjat ia tidak berani bicara lagi.
Sani menghela napas panjang, perlahan-lahan ia ambil
pakaiannya yang tersebar diatas tanah dan mulai dikenakan,
tubuhnya yang bugil dan indah-pun perlahan-lahan tertutup
dan bersembunyi dibalik pakaian.
Liem Kian Hoo memandang gerak gerik perempuan itu
dengan sinar mata tertegun, ia merasa aneh dan tak habis
mengerti. -oo0dw0oo- Jilid 5 "KONGCU, mengapa kau memandang diriku terus
menerus?" mendadak Sani menegur sambil tertawa, Merah
jengah selembar wajah Kian Hoo.
"Aku hendak mengucapkan sepatah kata yang mungkin
tidak sesuai untuk diutarakan, Cici benar benar amat cantik,
kau adalah seorang gadis yang paling cantik dikolong langit".
"Oouw, didaratan Tionggoan banyak tersebar gadis cantik,
aku tidak berani menerima pujian kongcu itu !"
"Tapi aku bicara sebenarnya."
"Kecantikan seseorang gadis kadangkala merupakan bibit
bencana bagi diri sendiri atau racun keji bagi orang lain.
Kongcu, camkanlah ucapanku ini, kurang berhati-hati kau
bertindak, bisa jadi kau dicelakai oleh kecantikan gadis lain."
Liem Kian Hoo tundukan kepala membungkam.
Agaknya Sani merasa apa yang diucapkan terlalu berat, ia
tertawa sedih dan berkata kembali:
"Tentu saja aku percaya kau bukan seorang lelaki hidung
belang... aku hanya berharap kau bisa melupakan hubungan
senggama yang pernah kita lakukan ini !".
"Melewati samodra akan bertemu air, mendaki gunung
tertutup kabut, cici ! kau telah memberi satu persoalan yang
amat sulit bagiku."
"Kongcu, kau...".
"Cici, kau adalah gadis pertama yang masuk dalam lembar
hidupku, terhadap Watinah aku memang menaruh cinta. tapi
cinta seorang pria bukan segampang seperti yang kau
pikirkan, terutama sekali terhadap suatu kejadian yang sukar
dilupakan !"
Titik-titik air mata jatuh membasahi wajah Sani. serunya
gemetar: "Kongcu, seandainya kau benar-benar serius, setiap kali
kau membutuhkan katakanlah kepadaku, aku pasti akan
mengabulkan permintaanmu tanpa pikir panjang, kecuali
kawin dengan dirimu yang tak dapat kulakukan."
"Cici, kau anggap aku lelaki macam apa ?".
"Aku hanya dapat melakukan sebanyak itu Kongcu, harap
kau jangan terlalu mendesak diriku !".
"Sudah... sudahlah, selama ini cici sudah terlalu banyak
menaruh kebaikan kepadaku, tiada berhak bagiku untuk
mohon lebih banyak darimu satu kali berbuat salah, kesalahan
tersebut tak boleh diulang kembali Cici, kaupun tak usah
berkata demikian lebih-lebih tak usah berkorban lebih banyak
bagiku, akan kuusahakan sekuat mungkin untuk menguasahi
diri sendiri dan kecantikanmu akan selalu kuberi tempat dalam
lubuk hatiku !"
Habis berkata ia kenakan bajunya dan berdandan selesai
segalanya mendadak ia temukan se pasang mata Sani
memandang kedepan dengan cahaya hampa, ia jadi
keheranan sementara hendak bertanya tiba-tiba Sani tertawa
dan berkata: "Ayoh berangkat ! barusan aku berdoa dan mohon kepada
Malaikat untuk memberi petunjuk kearah mana kita harus
pergi !". "Lalu bagaimana jawabnya ?"
"Malaikat beritahu kepadaku agar berangkat keselatan,
dalam bayangan benakku ia tunjukkan suatu tempat dan
apabila ingatanku tidak salah tempat itu seharusnya adalah
bukit Srigala langit digunung Mang Chiong San !".
Walaupun Kian Hoo tidak percaya, namun ia bertanya juga:
"Jauhkah gunung Mang Chiong San dari sini ?".
"Walaupun gunung Mang Chiong San terletak diwilayah InIam namun masih termasuk daerah suku Biauw kami, apabila
kita potong jalan maka dalam dua hari akan tiba disana,
firasat dalam hatiku agaknya memberi kisikan adanya mara
bahaya ditempat itu, aku rasa kita harus cepat-cepat
berangkat kesitu !"
"Mungkinkah Watinah serta Toan Cianpwee berada disana
?" tanya sianak muda itu cemas.
"Tidak begitu jelas, tapi kita harus percaya pada petunjuk
Malaikat, selamanya petunjuk dari Malaikat tak bakal salah".
"Kalau Malaikat betul-betul tahu, mengapa ia tidak kasi
petunjuk yang lebih jelas lagi ?".
"Disinilah letak percobaan Malaikat terhadap kita,
kepercayaan serta ketulusan hati kita dicoba dan diuji oleh
Malaikat, apabila kita percaya dengan petunjuk " Nya ", maka
kita tak boleh mencurigai salah atau betulnya petunjuk itu.
kalau kita tidak percaya kepada "Nya", iapun tak usah
membaiki kita dengan memberitahukan segala hal kepada
kita". Liem Kian Hoo menggeleng, ia tetap tetap tidak percaya
tapi iapun tidak berani menunjukkan penentangan, maka dari
itu setelah Sani menetapkan arah iapun segera menyusul
kemana gadis itu pergi.
Demikianlah kedua orang itu mulai mengembara ditengah
hutan belantara yang lebat dan jarang dijamah manusia,
dalam keadaan seperti ini Sani menunjukan kematangan
pengetahuan seorang suku Biauw, seringkali ia kasi petunjuk
kepada Kian Hoo buah-buahan apakah yang boleh dimakan
dan sumber air apa yang boleh diminum, kemudian
menggunakan sejenis dedaun untuk menunjukan arah yang
benar. Dua hari sudah lewat, mereka berdua selalu melakukan
perjalanan ditengah hutan belantara yang lebat dan lembab
dari cahaya matahari, makin hari sianak muda itu makin tak
sabar, ia tak tahu sampai kapan mereka baru bisa keluar dari
hutan tersebut, kalau lapar mereka bersantap, kalau lelah
beristirahat walaupun Sani selalu menasehati dirinya agar
sabar namun penderitaan selama beberapa hari ini cukup
membuat ia tersiksa.
Untung keadaan semacam ini tidak berlangsung lama,
disaat batas-batas kesabarannya sudah hampir habis keluarlah
mereka dari dalam hutan belantara, dan tibalah disebuah
tanah rumput yang amat luas.
Diujung padang rumput itu menjulang tinggi sebuah
gunung yang besar lagi megah, puncak gunung lenyap dibalik
awan, tinggi curam dan mengerikan.
"Itulah gunung Mong-Chiong-San !" kata Sani sambil
menghembuskan napas panjang. "Bukit Srigala Langit terletak
dilambung gunung, dari tempat ini menuju bukit tersebut kita
harus lewati daerah kekuasaan dari suku Leher Panjang yang
masih liar dan biadab, setelah berjumpa dengan mereka nanti
harap Kongcu bertindak hati-hati, jangan sampai timbulkan
kesalahan paham dengan mereka."
"Kenapa " apakah Suku Leher panjang masih Liar dan
belum pernah berhubung dengan dunia luar."
"Suku Leher Panjang adalah suku paling cerdik diantara
suku Biauw kami, namun merekapun merupakan suku Iain
tetapi dalam hati mereka masih tertancap sifat yang paling
buas, paling biadab dari suku apapun, terhadap bangsa asing
baik itu bangsa Han maupun Biauw sendiri mereka selalu
anggap musuh, bahkan niat balas dendam mereka kuat sekali,
asal kita salah, salah seorang diantara mereka, maka seluruh
anggota suku akan bersama-sama musuhi kita, sebelum
korbannya dibunuh mati mereka tak akan puas, oleh sebab itu
jarang sekali suku Biauw kami berhubungan dengan mereka".
"Apakah cici dengan kepandaian silat yang dimiliki saat ini
masih jeri terhadap mereka ?".
"Jangan berkata demikian." seru Sani seraya menggeleng.
"Kedua belah pihak sama-sama berasal dari suku yang tak
berbeda, aku tidak ingin terjadi bentrokan dan saling bunuh
dalam suku sendiri, lagipula orang-orang dari suku Leher Panjang
masih memiliki banyak ilmu senjata rahasia serta ilmu
hitam, serangan mereka tak bisa dijaga-jaga tibanya..."
"Haaaa... haaaa... haaaa... kalau cuma senjata rahasia sih
tak perlu kukuatirkan apalagi ilmu Hitam, lebih lebih tak boleh
dipercaya."
"Kongcu ! jangan lupa, tujuan datang kemari bukan hendak
angkat nama dan menjagoi suku suku lain !".
"Bagaimana kalau seandainya mereka menyerang kita lebih
dahulu ?".
"Soal ini tak mungkin terjadi, asal tidak melanggar
pantangannya aku rasa mereka tidak bakal sengaja cari garagara
dengan kita, apalagi aku punya ikatan persahabatan
dengan kepala suku mereka, aku percaya mereka tidak akan
sampai menyusahkan kita".
"Cici, kau jangan lupa bahwa wajahmu sekarang telah
berubah, mereka belum tentu bisa kenali dirimu lagi." seru
Kian Hoo memperingatkan.
Sani berpikir sebentar, kemudian dari sakunya ambil keluar
sebuah cincin baja dan dikenakan diatas jarinya, lalu sambil
tertawa ia berkata:
"Benda ini dihadiah kepala suku mereka yang terdahulu
kepada ayahku sebagai tanda mata, dengan adanya cincin ini
mereka pasti akan lepaskan kita berlalu tanpa banyak
merintangi usaha kita, sebab tempo dulu ayahku pernah
selamatkan jiwa kepala suku mereka yang terdahulu, maka
sebagai rasa terima kasih dan bersahabat mereka hadiahkan
cincin ini".
Setelah mendengar perkataan itu Liem Kian Hoo tidak
bersuara lagi, mereka berdua segera lewati padang rumput itu
dan menuju kekaki gunung.
Tidak selang beberapa saat kemudian mereka sudah tiba
didepan sebuah benteng yang dibangun terdiri dari bambu,
pintu benteng itu tepat didirikan dimulut lembah untuk menuju
keatas gunung. Puluhan tombak diluar tembok bambu merupakan tebing
tinggi yang curam dan terjal, jadi pintu benteng itu merupakan
satu2-nyba jalan penghubdung.
Dengan cepaat kedua orang bitu masuk kedalam benteng,
belum jauh mereka masuk Liem Kian Hoo berdua telah
dikurung oleh sekelompok manusia yang berbentuk aneh
sekali. Setelah menjumpai kelompok manusia-manusia tersebut,
sianak muda itu baru sadar apa sebabnya mereka dinamakan
suku Leher Panjang, kiranya setiap orang yang ada didalam
benteng itu memiliki leher yang panjang sekali, lebarnya
seperti lengan dan panjang beberapa depa, menyungging
batok kepala yang menjulang diatas, keadaan mereka jadi
kelihatan amat lucu dan menggelikan sekali.
Ketika orang-orang itu mengurung mereka berdua,
mulutnya komat-kamit mengucapkan kata kata yang tak
dimengerti tangannya tuding kemari menunjukan perasaan
heran, bahkan perasaan gelipun terpancar diatas wajah
mereka, mulut terbentang dan senyuman menghiasi semua
orang, Liem Kian Hoo tidak mengerti apa yang sedang mereka
ucapkan, kepada Sani yang ada disisinya segera ia bertanya:
"Apa yang sedang mereka bicarakan ?".
"Mereka sedang mentertawakan kita punya bentuk yang
menggelikan !".
"Apa " mereka bilang bentuk badan kita mengelikan " lalu
apakah bentuk badan macam mereka baru dikatakan cantik
dan menarik ?".
"Patokan kecantikan bagi suku Leher panjang terletak pada
pendek dan panjangnya leher seseorang, makin panjang leher
mereka makin cantik pula orang itu. Sedang leher kita terlalu
pendek tentu saja mereka anggap kita sebagai manusia yang
paling jelek dikolong langit !".
Belum pernah Kian Hoo mendengar kisah semacam ini, ia
jadi tertarik. "Waaaah... kalau begitu, asal kita punya leher yang
panjangnya mencapai tiga depa, mereka pasti akan
menganggap kita sebagai manusia yang paling cantik didunia
!". "Sedikitpun tidak salah, teringat Bini kepala suku yang
terdahulu dianggap gadis tercantik dari seluruh suku, aku
pernah menjumpai dirinya sewaktu masih kecil, meski
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lehernya tidak mencapai tiga depa, paling sedikit ada dua
depa setengah panjangnya !".
"Waaaduuuh! kalau didaratan Tionggoan terdapat manusia
semacam ini, seluruh penduduk akan menganggap manusia
itu sebagai setan gantung yang baru muncul dari akhirat."
Teriak Liem Kian Hoo sambil menjulurkban lidahnya.
"Kdalau kecantikana macam begini, baku sih lebih baik
mengundurkan diri saja". Sani tertawa.
" Adat istiadat tiap daerah selalu berbeda, " katanya,
"seumpama sejak dilahirkan kau berdiam di sini, tanggung
kaupun akan merasa bahwa orang yang berleher panjang
merupakan manusia tercantik didunia bahkan kau akan
berusaha dengan segala macam daya upaya untuk menarik
panjang leher sendiri".
"Apakah leher mereka sejak dilahirkan sudah sepanjang itu
?". "Mana mungkin terjadi " Manusia yang di lahirkan dalam
kolong langit, kecuali terdapat sedikit perbedaan yang tak
begitu menyolok boleh dikata tak bakal terjadi selisih
perbedaan yang begitu besar, Leher-leher mereka yang
panjang tentu saja hasil karya manusia itu sendiri setelah
lahir, dalam suku Leher panjang terjadi kebiasaan setiap bayi
yang dilahirkan, leher mereka segera dikalungi dengan gelang
besi, mengikuti usianya yang makin lama semakin bertambah,
bobot gelang besi itupun makin diperberat sesuai dengan
bobot badan orang itu sendiri, panjang pendeknya leher
seseorangpun ditetapkan menurut tingkatan serta patokan
sampai dimanakah kecantikan yang dibutuhkan.
Ketika bocah itu sudah berusia dua puluh tahun dan bobot
gelang emas yang telah ditetapkan telah mencapai batasnya
maka leher tersebut akan diukur panjangnya, apabila leher
orang itu lebih panjang dari ukuran normal maka dia akan
mendapat kebahagiaan, serta kehormatan yang luar biasa
dalam suku itu, sebaliknya bila panjang leher itu tidak
mencapai ukuran normal maka orang itu kadangkala akan
tersiksa hidupnya, bahkan seringkali tercekik mati oleh gelang
besi itu sendiri."
"Sungguh ganas ! sungguh ganas ! adat istiadat ditempat
ini benar-benar melanggar peri kemanusiaan.".
"Kecantikan dan peri kemanusiaan kadangkala tak bisa
berdiri sejajar..." ujar Sani sambil tersenyum. "Demi
kecantikan, bukankah gadis-gadis didaratan Tionggoan kalian
memeram kaki sendiri sehingga kecil sekali " apakah inipun
tidak melanggar peri kemanusian " Mengapa Kongcu tidak
merasa bahwa perbuatan itu ganas ?".
Liem Kian Hoo dridesak sampai btungkam dalam seqribu
bahasa, karrena malu terpaksa ia alihkan sinar matanya
kesekeliling tempat itu.
Kebetulan ada seorang bocah lelaki berusia dua belas
tahunan berjalan disisinya, sebuah gelang besi tergantung
diatas lehernya yang panjangnya mencapai satu depa
setengah itu, kepalanya besar menjulur diangkasa.
Karena ingin tahu tanpa terasa sianak muda itu meraba
sebentar keatas gelang besi tersebut Tindakan ini dilakukan
tanpa maksud apa apa, namun Sani yang menyaksikan
perbuatan itu kontan berubah air muka.
"Kongcu, jangan ! " teriaknya.
Tapi terlambat, saku Leher Panjang yang ada disekeliling
tempat itu sudah jadi gempar, masing-masing mundur
beberapa tumbak kebelakang dan mengurung mereka berdua
ditengah kalangan dengan ketatnya.
Sedangkan bocah yang gelang besinya diraba tadi sudah
menjerit aneh lalu lari meninggalkan tempat itu dengan
gerakan yang amat cepat.
Ketika mendengar jeritan Sani kemudian menyaksikan
orang orang suku Leher Panjang menunjukan reaksi yang
aneh, Liem Kian Hoo dibikin kebingungan dan tidak habis
mengerti. Saat itulah Sani telah berkata kembali dengan nada
cemas. "Kongcu ! kau telah timbulkan bencana hebat, gelang besi
diieher suku Leher panjang dianggap keramat dan benda
paling agung diantara barang-barang lain, kecuali orang tua
mereka sendiri siapakah dilarang menyentuh gelang tersebut.
Mengapa justru kau telah melanggar pantangan terbesar bagi
mereka ?".
"Darimana aku bisa tahu dengan pantangannya ?" seru
Liem Kian Hoo terperanjat. "Bagaimana sekarang baiknya ?".
"Tak ada cara lain ! kau telah melakukan suatu penghinaan
besar terhadap bocah itu sehingga ia mengalami rasa malu
yang hebat, demi mempertahankan nama baiknya serta
kebersihan dirinya terpaksa ia akan ajak kau untuk berduel,
untuk mencuci bersih penghinaan dan rasa malu mereka ia
cuma punya satu jalan, yaitu membinasakan dirimu lalu
mencuci gelang besi itu dengan darah segarmu !".
"Duel " aku harus berduel melawan seorang bocah cilik ?"
"Tidak salah ! bagaimanapun juga kau harus menerima
tantangannya, apabila kau tidak ingin mati maka satu-satunya
jalan bagimu adalah membinasakan bocah itu agar ia mencuci
bersih penghinaan serta rasa malunya dengan darah segar
sendiri.".
Hampir hampir saja Liem Kian Hoo meloncat keangkasa
saking kagetnya, ia berteriak keras: "Tidak bisa jadi ! mana
boleh aku bunuh seorang bocah " Cici ! apakah kau punya
jalan lain untuk menyelesaikan peristiwa ini ?".
"Tak ada jalan lain lagi!" sahut Sani sam bil mengeleng
"Kehormatan seorang suku Biauw jauh lebih berat daripada
nyawa sendiri, segala-penghinaan dan rasa malu cuma dapat
dicuci bersih dengan darah segar saja, apabila darah itu bukan
milik musuh maka harus menggunakan darah sendiri, dalam
wilayah Biauw kami, setiap orang tidak akan membiarkan
manusia pengecut hidup dikolong langit !".
"Lalu bagaimana baiknya " bagaimanapun juga tak
mungkin bagiku untuk membinasakan seorang bocah,
seumpama kita berbicara sesuai dengan keadaan pada
umumnya, setelah aku cari gara-gara dengan dirinya pantas
kalau nyawaku harus berkorban ditangannya, tetapi aku rasa
kematian yang tidak jelas duduk perkaranya ini terlalu tidak
berharga bagiku ! cici cepatlah carikan jalan lain untuk
mencegah peristiwa ini ! gunakanlah cincinmu untuk mencari
kepada suku mereka, jelaskan kesalah pahaman ini, kalau
tidak aku akan pentang kaki untuk ngeloyor pergi".
Dengan wajah murung dan sedih Sani menggeleng, "Aku
harap kau jangan ngeloyor pergi, dengan kepandaian silat
yang kbau miliki mungkdin bisa lolos daari sini denganb
selamat, tetapi bocah yang kau tinggalkan itu bakal menderita
ia tidak dapat mencuci bersih segala penghinaan yang
tertimpah pada dirinya, terpaksa untuk menebus rasa malu itu
dia harus bunuh diri sedang orang tua serta sanak
keluarganya pun harus mengiringi kematian tersebut dengan
bunuh diri pula, bahkan kematian mereka tidak cemerlang.
Bagi suku Biauw kami, dalam kolong langit cuma ada dua
benda yang dianggap paling bersih, yaitu darah serta api
apabila mereka gagal mendapatkan darah segar dari musuh
besarnya maka segenap isi keluarganya terpaksa harus bakar
diri untuk menebus penghinaan itu".
"Waaaah, kalau begitu cepatlah kau te
mui kepala suku mereka dan jelaskan masalah ini.."
"Panjang leher bocah itu beberapa depa, pakaian yang di
kenakan adalah pakaian bangsawan, dia justru adalah putra
kandung dari kepala suku sendiri !".
Liem Kian Hoo tidak menyangka rabaan yang dilakukan
secara tidak sengaja dapat mengakibatkan kerepotan yang
demikian besar, untuk "berlalu tidak mungkin, untuk terima
berduelpun tidak mungkin, saking cemas dan gelisahnya ia
jadi mencak mencak dan tidak tahu bagaimana harus
bertindak. Dalam pada itu suku Biauw yang ada di sekelilingnya
sedang menatap mereka berdua dengan sinar mata buas,
lehernya yang kecil panjang menyungging sebutir batok
kepala yang besar mengerikan, keadaan mereka tidak berbeda
dengan ular-ular beracun yang angkat kepalanya karena
gusar, sinar mata mereka berapi dan penuh diliputi perasaan
dendam. Dengan hati gelisah Liem Kian Hoo menanti setengah
harian lamanya, menyaksikan situasi di sekeliling kalangan
tetap tenang sedangkan bocah itupun tidak kelihatan muncul
kembali, tanpa terasa ia bertanya:
"Dimanakah bocah itu " mengapa belum muncul Juga ?".
"Ia sedang berdo'a minta do'a restu dari dukun, tidak
selang beberapa saat kemudian bocah itu pasti akan muncul".
Liem Kian Hoo gendong tangan menghela napas panjang,
dalam keadaan seperti ini ia benar benar tak kuasa menahan
diri. b"Kongcu. lebih dbaik kau berhatai hati." bisik bSani
dengan suara yang lirih. "Ilmu yang dimiliki suku Leher
panjang amat lihay, apalagi ayah bocah itu adalah kepala
suku, terhadap ilmu hitam sedikit banyak pasti telah dikuasai,
dikala berduel nanti harap Kongcu mantapkan hati dan
berusaha merebut kemenangan secepat mungkin !".
Liem Kion Hoo tidak percaya akan ilmu hitam, tentu saja ia
tidak takut terhadap ilmu hitam, tetapi ia tidak rela berduel
melawan seorang bocah, setelah putar otak setengah harian
lamanya mendadak sekilas cahaya berkelebat diatas matanya.
"Aku temukan suatu cara ! " serunya.
Sani tidak tahu apa yang berhasil ia dapatkan, belum
sempat bertanya mendadak suasana di sekeliling kalangan jadi
gempar dan riuh rendah dengan suara teriakan, disusul para
suku Leher Panjang yang mengurung tempat itu sama-sama
membuka satu jalan.
Dari tempat kejauhan muncul tiga orang langsung menuju
ketengah kalangan, Bocah yang gelang lehernya diraba tadi
berjalan dipaling depan, dibelakangnya mengikuti dua orang,
salah satu diantaranya memiliki perawakan tubuh yang tinggi
besar, badannya penuh dengan tato lehernya yang kecil dan
panjang itu mencapai dua depa lebih, kepalanya besar
tersungging diudara, wajahnya buas dan mengerikan jelas dia
adalah ayah dari bocah itu atau kepala suku dari suku Leher
Panjang. Disisi kepala suku itu mengikuti seorang lelaki yang berusia
hampir sebaya dengan kepala suku itu, perawakan tubuhnya
kekar pula, seluruh tubuhnya penuh tertancap bulu binatang,
dandanannya mirip seorang dukun dan raut wajahnya tidak
mirip seorang suku Biauw, jelas dia adalah seorang bangsa
Han. Menyaksikan dukun dari suku Leher panjang ternyata
adalah seorang bangsa Han, meski heran Liem Kian Hoo jadi
kegirangan, buru buru ia lari kedepan menyongsong
kedatangan orang itu, kurang lebih dua tiga tombak dari
mereka ia berhenti dan menjura.
"Loo Sianseng, agaknya kaupun berasal dari daratan
Tionggoan" serunya cepat.
"Dapatkah anda bantu diri cayhe untuk menjelaskan
kesalah pahaman ini..."
Lelaki setengah tua itu tetap bungkam dalam seribu
bahasa, ia berlagak pilon, sebaliknya kepala suku itu denganr
bahasa Han yantg lancar segeraq menghardik kerras-keras:
"Ciiis ! kalian anjing bangsa Han betuI-betul bernyali,
berani menghina dan bikin malu putraku siapakah namamu ?".
sekalipun Kian Hoo merasa tidak senang hati karena
ucapannya yang tajam serta menyinggung perasaan itu
namun dikarenakan kesalahan terletak pada dirinya maka ia
tetap bersabar diri.
"Cayhe she Liem bernama Kian Hoo." sahutnya
memperkenalkan. "Dan aku berasal dari kota Wie Yang didaratan
Tionggoan, oleh sebab satu persoalan maka aku telah
tiba ditempat anda, siapa tahu karena tidak sengaja cayhe
telah melanggar pantangan suku kalian dan menyalahi
putramu, harap kepala suku dapat memberi maaf karena
kejadian ini muncul akibat kesalahpahaman belaka."
"Anjing cilik bangsa Han ! kau anggap gelang leher dari
suku Leher Panjang kami boleh di sentuh dan dengan
seenaknya "- setelah kau bernyali berani datang kemari,
seharusnya cari kabar dahulu siapakah aku dan apakah
pantangan suku kami. Anjing cilik bangsa Han ! aku kira kau
sudah bosan hidup dikolong langit !"
Lama kelamaan Liem Kian Hoo dibikin naik pitam juga oleh
makian tersebut, air mukanya berubah keren.
"Sudah cayhe jelaskan bahwa peristiwa ini terjadi karena
salah paham, mengapa kepala suku bagiku tidak pakai aturan
" lagipula Nabi pernah berkata bahwa empat penjuru adalah
tetangga, tidak dikarenakan kalian adalah suku asing lantas
berpandangan lain, apa maksudmu memaki diriku sebagai
bangsa Han.".
"Anjing bangsa Han. kaisar dari bangsa Han kalianpun tidak
lebih hanya seorang kepala suku belaka, kedudukannya
sejajar dengan diriku dengan andalkan apa kalian hendak
paksa kami tunduk kepala dan takluk " dan apa alasannya
pula kalian usir kami hingga harus hidup ditengah gunung
yang terpencil " setiap kali berjumpa dengan anjing bangsa
Han macam kau, sudah kheki Ayoh anak anak ! tangkap
anjing cilik ini !"
Seraya berteriak ia beri kode kepada suku-suku Leher
Panjang yang ada dibelakangnya, namun orang orang itu tidak
ambil suatu tindakan apapun. Kepala suku semakin naik
pitam, dengan suara kalap teriaknya:
"Gentong nasi ! bangsa cecunguk ! kalian berani
membangkang perintahku " barang siapa yang tidak mau
turun tangan, aku segera akan suruh Hoat Su untuk bacakan
mantera agar sukma kalian digaet dan disiksa dalam neraka,
kemudian menindihi kalian dengan batu !".
Walaupun beberapa patah kata itu diucapkan dengan
bahasa Han, namun orang orang suku Leher Panjang itu dapat
memahami maksudnya dari gerak tangan itu. mereka sama
sama berseru keras kemudian selangkah demi selangkah maju
mendesak kedepan, air muka mereka mencerminkan tindakan
itu dilakukan sangat terpaksa.
"Tunggu sebentar " .. tiba-tiba Sani meloncat kedepan.
"Apakah kau adalah putra dari kepala suku Tiako ?"
Kepala suku itu tertegun, lama sekali ia baru bertanya:
"Kau berasal dari suku mana " apa hubunganmu dengan
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiako ?" " Aku berasal dari suku pasir Emas, cincin ini adalah tanda
mata yang diberikan kepala suku Tiako kepada kami." sahut
Sani seraya tunjukkan cincin yang berada dijari tangan
kanannya. "Ia pernah berkata dengan andalkan cincin ini, maka aku
boleh mencari sahabat dan teman macam apapun dalam
dusun suku Leher Panjang!".
Air muka kepala suku itu berubah hebat, sebab sebagian
besar suku Leher panjang yang sedang bergerak maju segera
berhenti bergerak setelah menjumpai cincin besi itu, sisanya
walaupun tidak berhenti namun langkah mereka lambat sekali,
jelas orang-orang itu merasa takut terhadap cincin besi itu.
Air muka Kepala suku itu berubah jadi amat jelek, dengan
suara keras kembali ia berteriak:
"Tiako sudah modar, sukmanya telah berubah jadi setan
iblis, kau membawa cincinnya berarti kau adalah jelmaan dari
setan iblis. aku Ha-san kepala suku paling gagah dari suku
Leher Panjang punya malaikat pelindung dari Hoat su. aku
tidak takut setan iblis."
Sanipun tertegun oleh teriakan itu, mendadak ia mendusin
dan segera bentaknya:
"Kepala suku Tiako pasti mati bditanganmu, kaud telah
merampasa dan mengangkanbgi kedudukannya ! kau adalah
seorang pembunuh!".
Omong kosong ! Tiako sendiri yang cari mati, dia telah
berbuat dosa terhadap Malaikat, maka Malaikat menghukum
mati dirinya dengan sambaran geledek, orang itu betul-betul
berdosa, sampai sukmanya yang gentayanganpun masih
mencelakai orang.".
Sani tertawa dingin.
"Aku tidak mau ambil perduli atas persoalan yang terjadi
dalam suku kalian, Tiako sudah mati berarti cincin ini tidak
berguna lagi, ini nan aku dengan kedudukanku sebagai kepala
suku Pasir Emas hendak mohon dirimu untuk menerima
peraturan yang telah ditetapkan Malaikat, orang bangsa Han
ini telah meraba gelang leher putramu sehingga meninggalkan
penghinaan dan rasa malu ini dengan cara yang telah
ditetapkan oleh malaikat !"
Hasan tertegun, sedang orang orang suku Leher Panjang
disekeliling kalangan yang mengerti bahasa Han segera
bersorak menyatakan setuju, bahkan maksud itu segera
disampaikan kepada rekan-rekan lainnya, tidak selang
beberapa saat kemudian semua orang suku Leher Panjang
sama sama berteriak menyatakan persetujuannya.
Beberapa saat lamanya Hasan berdiri tertegun, akhirnya ia
cabut keluar golok yang tersoren dipinggangnya dan
diserahkan kepada bocah itu, teriaknya keras-keras:
"Kuli, gunakanlah golok ini untuk memenggal batok kepala
anjing bangsa Han itu, gunakan darah segarnya untuk
mencuci bersih gelang lehermu itu, percayalah ! Hoat-su dapat
melindungi keselamatanmu, Malaikat dapat menghadiahkan
kekuatan kepadamu !".
Berbicara sampai disitu suaranya kedengaran agak gemetar
dan dengan pandangan jeri ia melirik sekejap kearah Dukun
bangsa Han yang berdiri disisinya itu. Air muka dukun itu
tetap dingin dan hambar, sama sekali tidak menunjukkan
perubahan apapun.
Sebaliknya Ku Li setelah menerima golok tersebut dengan
wajah riang gembira dan gagah selangkah demi selangkah
maju mendekati tubuh Liem Kian Hoo benar tidak ingin
melayani apa lagi ajak ia berduel, maka selangkah demi
selangkah pula ia mundur kebelakang untuk menghindar.
Suasana sekeliling kalangan jadi sunyi senyap tak
kedengaran sedikit suarapun, setiap suku Le-her panjang yang
hadir disana bsama sama curahdkan perhatiannyaa ketengah
kalabngan dengan wajah puas, Setelah mundur belasan
langkah kebelakang sianak muda itu tidak sabaran lagi,
kepada Sani teriaknya:
"Cici ! cepat-cepatlah carikan satu jalan keluar,
bagaimanapun juga tidaklah pantas bagiku untuk berduel
melawan seorang bocah cilik ! ".
Air muka Sani pada saat inipun telah berubah jadi berat, ia
awasi terus tingkah laku bocah cilik itu sementara mulutnya
memberi jawaban:
"Satu-satunya bantuan yang dapat kuberikan kepadamu
pada ini adalah memberikan sebilah golok kepadamu. agar
kau bisa menghadapi serangan musuh tidak dengan tangan
kosong belaka !".
Dikala Liem Kian Hoo masih berdiri tercengang, dengan
suatu gerakan yang amat cepat ia berkelebat kesini sianak
muda itu, kemudian mencabut keluar sebilah senjata pendek
dari pinggangnya dan diserahkan ketangannya.
"Hati-hati dengan serangan bokongan, perhatikan ujung
golok !" Bisiknya lirih.
Dengan perasaan bingung dan tidak habis mengerti Liem
Kian Hoo menerima pemberian senjata tajam itu.
"Bagus sekali! " dalam pada itu Ku-Li sang bocah cilik itu
sudah berteriak dengan hati gembira, "sebenarnya aku tidak
rela membinasakan seorang musuh yang tidak memberikan
perlawanan, sekarang kau telah bersenjata. Nah hati-hatilah!
aku akan mulai dengan seranganku !".
Tanpa menungu reaksi dari Liem Kian Hoo dengan ganas ia
melancarkan sebuah babatan ke depan langsung mengacam
bahu seranganku !.
Sianak muda itu tiada maksud untuk memberi perlawanan
melihat datangnya serangan ia sabetkan senjata kesamping
dengan gerakan seenaknya... Traang...! diiringi suara
bentrokan yang sangat memekikan telinga, percikan bunga api
muncrat keempat penjuru.
Kekuatan sibocah cilik itu betul betul luar biasa sekali,
dalam bentrokan barusan senjata yang ada dalam genggaman
LiemKian Hoo terpukul hingga mencelat ketengah udara.
Suasana jadi gempar, orang-orang suku Leher panjang
yang nonton jalannya pertarungan dari sisi kalangan samasama
bersorak sorai, sedangkan Hasan pun mengendorkan
wajahnya yang tegang dan bergranti dengan mukta
kegirangan. Kqetika menjumpair serangannya yang pertama
berhasil merontokan senjata lawan, Ku-li kegirangan selengan
mati, teriaknya keras-keras:
"Eeeei anjing bangsa Han ! pungut kembali senjatamu,
dipandang badanmu yang tinggi besar sungguh tak nyata kau
adalah seorang lelaki yang sama sekali tak berguna, aku benar
benar merasa malu dan menyesal buat ketidak becusanmu,
ayoh cepat ! pungut kembali senjataku itu, aku tidak rela
membinasakan seorang musuh dalam keadaan tangan
kosong." Walaupun nada suaranya agak sombong dan tinggi hati,
namun secara lapat lapat menumpukan kegagahannya, niat
bermusuhan yang ada dalam hati Kian Hoo semakin hambar
lagi, sambil tertawa ia berkata:
"Sahabat cilik, diantara kita sama sekali tidak terikat
dendam sakit hati sedalam lautan, sekalipun tadi secara tidak
sengaja aku telah menyalahi dirimu, mengapa hanya
disebabkan persoalan sekecil itu harus saling beradu jiwa "
Apabila kau merasa bahwa persoalan ini baru bisa diselesaikan
apalagi gelang lehermu telah dicuci dengan darah-ku, aku rela
membiarkan golokmu membacok di-atas lenganku, kemudian
gunakan darah yang mengalir keluar untuk menyelesaikan
kesulitan tersebut !".
Inilah cara penyelesaian yang dianggap paling tepat oleh
Liem Kian Hoo, sebab kesalahan terletak pada dirinya maka ia
rela menahan sedikit penderitaan untuk menghapuskan salah
paham tersebut dengan sendirinya nada ucapan ini
kedengaran lebih halus dan ramah. Siapa sangka air muka Kuli
segera berubah sinis setelah mendengar perkataan itu, ia
tertawa dingin tiada hentinya.
"Hmmm ! kiranya kalian anjing bangsa Han adalah manusia
pengecut yang takut mati, sungguh membuat aku pandang
hina diri kalian, kau jangan mimpi disiang hari bolong ! Untuk
menghilangkan penghinaan yang diterima gelang leherku,
hanya darah panas yang mengalir keluar dari leher yang bisa
mencucinya hingga bersih, apabila kau takut sakit, baikbaiklah
berlutut diatas tanah sekali tebas akan kuberi
kepuasan kepadamu kalau tidak, bertindaklah sebagai seorang
satria, pungut kembali senjatamu dan kita langsungkan
kembali satu pertarungan terbuka."
Ucapan ini membangkitkan kegusaran dalam hati Kian Hoo,
ia naik pitam dan tak kuasa menahan diri lagi teriaknya:
"Karena kau seorang bocah, aku tidak ingin cari gara gara
dengan dirimu, tapi kau kurang ajar berani bicara yang bukanbukan.
Hmmm ! kalau kau mendesak terus menerus, jangan
salahkan aku tidak akan berlaku sungkan sungkan lagi
terhadap dirimu".
Ku-li lintangkan goloknya didepan dada dan tertawa
tergelak "Haaaa.... haaaa... haaaa... bocah cilik dalam suku Biauw
kami jauh lebih bernyali daripada orang dewasa anjing bangsa
Han kalian, seperti kau, Hmm seorang manusia pengecut yang
takut mati, betul-betul tidak lebih berharga dari seekor anjing.
Tak usah banyak bicara lagi ! cepat pungut kembali senjatamu
untuk terima kematian ! Kau bisa berjumpa dengan aku boleh
dikata agak beruntung, sebab paling sedikit aku dapat
memberi kesempatan bagimu untuk mati secara seorang
enghiong !".
"Kentut busuk !" Teriak Liem Kian Hoo sangat gusar "
Binatang cilik, aku orang she-Lim adalah seorang lelaki sejati,
aku tidak akan menggunakan senjata untuk menghadapi
seorang setan cilik macam kau, apalagi dalam tiga jurus aku
tak berhasil merampas senjatamu, akan kerentangkan leherku
agar bisa dipenggal olehmu dengan gampang."
Ku-li meraung gusar, sambil rentangkan goloknya ia segera
maju dan melancarkan sebuah bacokan, Liem Kian Hoo sudah
merasakan keampuhan tenaganya maka ia tidak kasi hati lagi,
tangannya berkelebat kedepan kemudian mengirim sebuah
sentilan kearah ujung golok tersebut.
"Traaaang . . !" . diiringi suara bentrokan nyaring, ujung
golok Ku-li kena disentil hingga gumpil sebagian, golok itu
sendiri termakan oleh tenaga sentilan kontan mengayun balik
kebelakang, Air muka Ku-li berubah hebat, badannya buruburu
mundur ke belakang untuk memunahkan tenaga tekanan
yang menyerang datangi dengan susah payah akhirnya ia
berhasil juga untuk mempertahankan goloknya tidak sampai
lepas dari genggaman.
Orang orang suku Leher panjang yang ada disekeliling
kalangan sama berseru kaget, agaknya mereka tidak
menyangka kalau Liem Kian Hoo memiliki ilmu silat yang amat
sempurna. Yang paling cemas adalah Hasanb, cinta kasih sdeorang
ayah terahadap putranya bmemang agung, saking
menguatirkan keselamatan putranya hampir-hampir saja ia
ikut terjun kedalam kalangan. Dukun bangsa Han yang berdiri
disisinya segera mendengus dingin.
"Harap kepala suku perhatikan ! persoalan ini menyangkut
mati hidup putramu ! lebih baik nantikan dengan hati tenang,
Malaikat pasti melindungi kaum ksatria ! aku lihat Ku-li jauh
lebih gagah daripada dirimu sendiri !".
Meskipun Hasan adalah seorang kepala suku, namun
kelihatan ia terhadap dukun bangsa Han itu, mendengar
teguran ia segera berhenti dan alihkan kembali sinar matanya
ketengah kalangan dengan hati kebat kebit.
Dalam pada itu setelah Ku-li berhasil mempertahankan
tubuhnya ia berteriak keras, goloknya kembali dibabat
kedepan tanpa membawa sedikit desiran angin seranganpun,
Liem Kian Hoo tersebut gerakannya tepat lagi mantap.
Ketika golok Ku-li baru saja membabat sampai separuh
jalan, telapak Kian Hoo sudah menyambar datang, mendadak
bocah itu rendahkan tangannya kebawah, ujung golok tibatiba
berputar menghindari jari tangan lawan dan sekarang
mengancam tengkuk.
Menghadapi perubahan tersebut Liem Kian Hoo sama sekali
tidak jadi gugup, ia miringkan badannya kesamping lalu
mengetuk perlahan tubuh golok itu " jurus kedua " serunya.
"Dalam jurus selanjutnya akan kurampas golokmu ini !".
Termakan ketukan itu tubuh Ku-li maju dengan
sempoyongan lalu terjungkal keatas tanah, namun bocah itu
sebat sekali dengan cepat ia meloncat bangun sementara
tangannya telah bertambah lagi dengan sebilah senjata
pendck, golok Kian Hoo yang disampok jatuh tadi.
setelah menggenggam senjata disepasang tangannya, Ku-li
maju sambil gertak gigi, mendadak lengannya diayun ke
depan, serentetan cahaya tajam yang amat menyilaukan mata
segera berkelebat kedepan, kiranya ia gunakan pisau pendek,
yang dipungut dari atas tanah itu sebagai senjata rahasia.
Liem Kian Hoo bertindak cepat menyambar gagang pisau
belati itu, seketika ia merasakan cahaya dingin merasuk
tulang, hatinya jadi tergerak.
Kiranya sewaktu Sani menyerahkan pisau belati tersebut
kepadanya, berhubung bentuk pisau itu tiada yang aneh maka
ia anggapb sebagai senjatda biasa dan tidaak ambil
perhatbian, bahkan sewaktu tersampok jatuh keatas
tanahpun, ia malas untuk punggutnya kembali.
Namun setelah Ku-li menggunakan pisau itu sebagai
senjata rahasia, dan dari ujung pisau memancarkan
serentetan agin dingin yang merasuk tulang, bahkan apabila
tenaga dalamnya tidak mengalami kemajuan pesat niscaya
akan terluka oleh hawa dingin yang terpancar keluar dari
ujung pisau itu, sianak muda ini baru sadar, pisau belati yang
tidak menarik ini sebenarnya adalah sebilah senjata mustika,
dan sekarang iapun mengerti apa sebabnya Sani suruh ia
perhatikan ujung pisau.
Mula mula ia mengira Sani suruh ia perhatikan ujung pisau
lawan, sungguh tak nyana dalam kenyataan ia sedang
beritahu kepadanya bahwa ujung pisau belatinya punya kasiat
lain. Sementara ia masih termenung, tiba tiba Ku li
memperdengarkan suitan panjang, suara suitan itu
menggemaskan dan mengerikan sekali, sama sekali tidak mirip
suara yang dipancarkan oleh seorang bocah yang baru berusia
sebelas dua belas tahunan, bersamaan itu pula batok
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kepalanya yang tersungging diatas leher yang panjang
berubah jadi mengerikan sekali, cahaya hijau memancar dari
sepasang mata, bagaikan hembusan angin puyuh badannya
menubruk kedepan, golok panjangnya dengan membawa
desiran angin tajam segera menyapu datang.
Liem Kian Hoo merasa tercengang, sebab ia temukan
deruan angin serangan yang terpancar kali ini istimewa sekali,
walaupun membawa desiran tajam namun sama sekali
berbeda dengan keadaan sebelumnya.
Meskipun demikian ia menyambut juga datangnya
serangan dengan telapak, dan tepat ia berhasil menggencct
pergelangan Ku-li, tiga jarinya menjepit ke arah urat nadi
kemudian merampas golok lawan, bersamaan itu pula sebuah
tendangan dilancarkan menghajar bocah itu sampai mencelat.
Dasar hati pemuda ini tulus dan welas kasih ia merasa tiga
jurus serangan yang dilancarkan sudah cukup memberi
peringatan buat bocah itu, maka dalam tendangan berikutnya
ia sama sekali tidak desertai dengan tenaga serangan yang
hebat, ia cuma menghalau tubuhnya agar mencelat
kebelakang belaka.
Tubuh Ku-li menrcelat kebelakantg dan bergulingq guling
diatas rtanah kemudian merangkak bangun lagi, mulutnya
yang lebar dan besar di pentangkan dan sekali lagi ia
perdengarkan suitan panjang yang memekikkan telinga,
ditengah suitan tersebut penuh terkandung hawa napsu
membunuh yang meluap luap.
Suitan yang begitu nyaring memekikkan telinga serta
menggetarkan hati itu membuat pikiran Kian Hoo bercabang,
pada saat itulah mendadak segulung tenaga dorongan yang
amat besar menggulung kearah tangannya, golok panjang
yang berhasil ia rampas tadi seakan-akan dikendalikan orang
secara otomatis lepas dari cengkeramannya dan langsung
menusuk keulu hatinya.
Peristiwa yang terjani diluar dugaan ini memaksa Kian Hoo
jadi tertegun dan tidak tahu ba gaimana harus
menghadapinya, sebelum otaknya berputar dan pikiran kedua
berkelebat lewat, golok panjang tadi dengan membawa
desiran angin tajam telah merobek pakaiannya dan menerjang
kedalam perut. Menyaksikan kejadian itu Sani jadi amat ter peranjat, buru
buru ia loncat kesisi tubuhnya sambil berteriak:
"Liem Kongcu ! kenapa kau...".
Liem Kian Hoo berdiri tertegun, ia tak sanggup menjawab
pertanyaannya dan tidak menunjukkan reaksi apapun,
sementara golok panjang itu sudah menembusi tubuhnya
hampir mencapai dua coen, bahkan tubuh golok yang
menancap diatas dada sianak muda itu masih bergetar keras.
Sani amat cemas,sambil menangis serunya:
"Bukankah sejak tadi aku sudah suruh kau berhati-hati,
ilmu hitam suku Leher Panjang...".
"Anjing bangsa Han t sekarang kau sudah tahu lihay
bukan." teriak Ku - li ditempat kejauhan sambil tertawa seram.
Tiba tiba Liem Kian Hoo tertawa panjang, dadanya
membusung kedepan dan golok panjang itu mencelat lima
enam depa dari tubuhnya kemudian diiringi suara nyaring
rontok keatas tanah, pakaian bagian dadanya robek namun
tidak nampak darah yang memancar keluar.
Kejadian ini bukan saja membuat suku-suku Biauw yang
ada disekeliling tempat itu jadi gempar dan berteriak kaget,
bahkan Sani yang ada di sisi tubuhnya pun hampir saja tidak
percaya dengan pandangan mata sendiri.
"Cici kau ! telah tertipu oleh kata kata " Dukun " seru Kian
Hoo sambil tertawa, "padahal dalam bacokan tadi sama sekali
tidak disertai ilmu hitam, tapi termasuk suatu sim-hoat ilmu
silat yang agak lihay, aku pernah dengar guruku si Nabi
seruling Lie Boe Hwie berkata bahwa kepandaian semacam ini
mungkin dinamakan "Kian Si-Sin-Kang", sewaktu dilancarkan
harus pinjam benda lain untuk melakukannya, mula-mula
memang tidak menunjukan reaksi dan tenaga dalam
tersembunyi dalam benda tersebut, tapi beberapa saat
kemudian barulah kelihatan reaksinya, yaitu melukai orang
dikala korbannya tidak siap. sebenarnya aku tidak percaya
bisa terjadi peristiwa semacam ini, tetapi ketika merampas
senjata tadi aku berhasil mendapatkan senjata itu terlalu
mudah, maka timbullah kecurigaan dalam hatiku, menanti aku
teringat akan hal ini keadaan sudah terlambat..."
"Perduli amat dengan segala macam ilmu yang penting
lukakah dirimu...?" tukas Sani dengan hati gelisah.
"Tidak, coba lihat, bukankah aku sehat wal afiat ?"
Sani agak sangsi, sinar matanya dialihkan kearah
pakaiannya yang robek itu.
"Kau tentu anggap akupun memiliki serangkaian ilmu silat
yang luar biasa bukan ?" ujar sianak muda itu kembali sambil
tertawa, "padahal kalau sudah kukatakan sama sekali tidak
aneh, aku berhasil menghindari bokongan dari ilmu Kian-Si
kang tersebutpun tidak lain disebabkan suatu kebetulan saja".
Sembari berkata dari dalam sakunya ia ambil keluar sebuah
benda yang berwarna hitam gelap, inilah hioloo Ci-Liong-Teng
pusaka keluarga-nya, berhubung benda itu tidak terlalu besar
dan harganya tak ternilai maka selama ini sianak muda itu
menyimpannya dalam saku.
Saat ini, sambil mengambil keluar hioloo tersebut, ujarnya
sambil tertawa:
"Aku bisa lolos dari kematian tidak lain karena andalkan
benda ini, tusukan golok tadi dengan tepat dan kebetulan
sekali menusuk keatas hioloo ini terbuat dari bahan yang kuat
maka aku sama sekali tidak terluka, bahkan untuk
menggirangkan hati bocah itu, sengaja kusalurkan hawa
murniku untuk menghisap golok tadi agar tidak sampai
jatuh..." sewaktu ia menyebut tentang " Kian-Si-Singkang " air muka
lelaki setengah baya bangsa Han yang berdandan sebagai
dukun itu rada ber-ubah, apalagi ketika Liem Kian Hoo
mengeluarkan hiolbo Ci-Liong Teng, sepasang biji matanya
memancarkan cahaya tajam,namun tak seorangpun yang
memperhatikan perubahan aneh itu.
Terdengar Ku-li meraung keras, air mukanya berubah
mengganas sekali, tiba-tiba ia menyalurkan lehernya yang
paling panjang sehingga leher yang sudah sepanjang
beberapa depa makin panjang setengah depa lagi sehingga
kelihatanlah daging lehernya yang berwarna abu-abu dan
mirip bambu itu.
Diikuti suara bentrokan nyaring bergema memekikkan
telinga, gelang leher yang tergantung pada lehernya secara
otomatis merekah membentuk gelang kecil dan terjatuh
keatas tangannya. Menyaksikan perubahan itu Sani menjerit
kaget, teriaknya:
"Aduh celaka, cepat serahkan pisau belati itu kepadaku."
Tetapi teriakan itu terlambat setindak, Ku-li sudah ayunkan
sepasang tangannya, berpuluh gelang besi yang kecil itu
dengan menciptakan selapis bayangan hitam telah meluncur
datang. Dalam keadaan gugup Liem Kian Hoo melancarkan sebuah
babatan, namun angin pukulan yang menderu-deru laksana
gulungan ombak ditengah samudra ini gagal membendung
bayangan gelang tersebut diiringi desiran tajam yang
memekikkan telinga gelang-gelang itu tetap meluncur datang,
bahkan dari mulut retakan diatas kutungan gelang itu
tersebarlah bubuk bubuk warna kuning.
Makin cepat gelang-gelang itu berputar makin luas bubuk
kuning itu tersebar diangkasa, de ngan cepat benda tersebut
telah meluncur kehadapan mereka berdua.
Dalam keadaan apa boleh buat terpaksa Liem Kian Hoo
gerakkan pisau belatinya ketengah udara, disaluri hawa murni
yang dahsyat ia ciptakan selapis dinding cahaya untuk
membendung datangnya ancaman terhadap dia serta Sani.
Cahaya dingin yang memancar keluar dari ujung pisau
belati itu menunjukkan kehebatannya, serentetan cahaya hijau
yang tajam dan menyilaukan mata seketika menyapu lenyap
bubuk bubuk kuning yang menyebar datang, diikuti suara
dentingan nyaring yang amat memekikkan telinga menggema
diangkasa, belasan gelang kecil yang mengancam datang
itupun segera terbabat hancur ja di berkeping keping dan
rontok keatas tanah.
Perubahan ini terjadi dalam waktu sekejap mata belaka,
ketika Liem Kian Hoo tarik kembali cahaya dingin ditangannya,
kembali Ku-li perdengarkan jeritan ngeri yang menyayatkan
hati, batok kepalanya besar dan tersungging diatas itu
dibanting keatas tanah, dari antara leher yang panjang segera
menyembur keluar sumber darah segar .... Plaaaak ! tahu
tahu batok kepalanya sudah menggeletak ditanah.
Kiranya dalam bantingan keras barusan, mentah-mentah ia
sudah patahkan leher sendiri yang panjang itu jadi dua
bagian. Agaknya Liem Kian Hoo tidak menyangka peristiwa tersebut
bisa berubah jadi begini serius.
Berhubung kesalahan terletak pada dirinya, maka
sepanjang berduel ia selalu bertindak sungkan, meski dalam
keadaan bahayapun ia mencari jalan selamat belaka tanpa
masud untuk melukai atau membunuh pihak lawan, siapa
nyana ditengah berkelebatnya gelang besi Ku-li telah mati
bunuh diri, kejadian ini benar-benar ada diluar dugaannya.
Memandang mayat Ku-li yang masih berkelejitan diatas
tanah, sianak muda itu tertegun dan tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun, ia merasa meski aku tidak
bunuh Pek-Jin, namun Pek-Jin mati karena aku...
Dengan penuh air mata Hasan menubruk ke atas jenasah
anaknya Ku-li lalu menangis tersedu-sedu, setelah itu
meloncat bangun dan "Waala...waaallaaa..." berteriak dan
berkaok-kaok keras dengan bahasa Biauw.
Mengikuti teriakan itu orang orang suku Biauw yang ada
disekeliling tempat itu ikut berteriak keras, suasana jadi ramai
dan hiruk pikuk.
Liem Kian Hoo tidak tahu apa yang telah terjadi, buru buru
ia bertanya kepada Sani.
"Apa yang mereka katakan ?"
"Ia minta agar putranya dikubur dengan upacara
penguburan yang paling mulia."
"Kalau benar demikian adanya, aku harus ikut hadir dalam
upacara penguburan ini dan baik baik berdoa dihadapan
kuburannya, aku tidak menyangka bocah cilik itu punya jiwa
ksatria dan gagah, meskipun ia tidak mati ditanganku
namun..." "Aaaaai ! buat suku Leher Panjang, gelang leher
merupakan pertanda jiwa mereka. gelang tetap ada manusia
tetap hidup, gelang hancur manusiapun mati. maka gelang
leher mereka meski merupakan sejenis senjata rahasia yang
amat lihay, apabila tidak mencapai keadaan yang kritis dan
mengancam keselamatannya tidak akan digunakan secara
sembarangan. Kongcu telah membabat hancur gelang
lehernya ini ia berarti mati ditanganmu...".
"Adat istiadat macam apakah ini "... kenapa begitu boecengli..."
teriak Kian Hoo.
"Kongcu, tak usah kau urusi dahulu soal adat istiadat dan
cengli, hadapi dahulu situasi yang terbentang didepan mata
saat ini ! ".
"Dewasa ini apa yang harus kita lakukan ?"
"Kepala suku Leher Panjaog, Hasan mohon semua orang
untuk menyetujui permintaannya yaitu mengubur jenasah
putranya dengan upacara paling meriah, tapi semua orang
tidak setuju dan sekarang mereka kemudian kita baru siapkan
rencana selanjutnya !".
"Apa hubungannya antara persiapan kita dengan hasil
rundingan mereka "..." Tanya Kian Hoo tidak mengerti,
matanya terbelalak lebar.
"Apabila jenasahnya dikubur dengan upacara paling
meriah, maka ini berarti semua suku Leher Panjang akan
musuhi kita secara serentak, kita akan dibunuh lebih dahulu
kemudian dengan gunakan jantung serta isi perut kita untuk
menghormati jenazah bocah itu. Hasan adalah kepala suku
Ku-Li adalah putra kepala suku, sesuai dengan peraturan
memang seharusnya bertindak demikian, tetapi ketika Ku-li
meninggal dunia ia telah kehilangan gelang lehernya
merupakan suatu hal yang memalukan semua anggota suku,
maka orang orang suku Leher panjang tidak sudi mengakui
Hasan sebagai kepala suku lagi, karena keluarga Hasan telah
ternoda." Terhadap pelbagai urusan tetek bengek macam ini
sebenarnya Liem Kian Hoo tidak mengerti, tapi setelah
dijelaskan Sani iapun menghela napas panjang.
"Manusia yang telah mati tak mungkin hidup kembali, apa
gunanya berbuat tetek bengek yang tak berguna dalam
upacara penguburannya " apalagi bersembahyang dengan
gunakan jantung serta hati manusia sebagai sajian, betul betul
suatu perbuatan biadab, dengan mereka aku tak pernah ikat
tali permusuhan atau perselisihan meski kematian bocah itu
disebabkan aku namun tidak seharusnya mereka seret pula
dirimu dalam masalah ini !"
Sani termenung beberapa saat, tiba tiba dengan nada berat
ujarnya: "Aku melihat dibalik peristiwa ini agaknya ada hal-hal yang
patut dicurigakan, terutama sekali kepala suku mereka Hasan,
sikap serta tindak tanduk yang ia perlihatkan sangat
mencurigakan sekali, belum pernah ia berjumpa dengan
dirimu tetapi terhadap segala sesuatu mengenai dirimu dirimu
agaknya ia tahu jelas, maka mula pertama putranya Ku-li
hendak tantang-kau untuk berduel ia sudah menunjukan sikap
menolak permintaannya, jelas ia sudah tahu sampai
dimanakah taraf kepandaianmu.".
"Cinta kasih orang tua terhadap putranya suci dan agung,
siapapun dikolong langit punya perasaan yang sama, hal ini
tak dapat salahkan dirinya...".
Sani tertawa dingin. "seumpama kau adalah seorang
manusia biasa, apabila harus bergebrak melawan bocah itu,
ada berapa besar harapanmu untuk rebut kemenangan ?"
tanyanya. Liem Kian Hoo tertegun, setelah berdiam diri beberapa
waktu ia baru menjawab: "Meskipun usia bocah itu masih
kecil. namun kekuatan serta kepartdaianya sangat hebat,
puluhan lelaki dewasa biasa belum tentu merupakan
Pedang Bunga Bwee Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tandingannya.".
"Nah, itulah dia, setelah mempunyai seorang putra yang
begini kosen dan hebat, yang jadi ayah apa gunanya merasa
kuatir dan cemas" kecuali ia sudah tahu sampai dimanakah
kelihayan pihak lawan maka ia tunjukan perasaan gelisah,
bahkan hendak menggunakan kekuasaan yang dimilikinya
untuk merusak peraturan.".
Liem Kian Hoo berdiam diri beberapa saat untuk putar otak,
lalu ujarnya kembali:
"Anggap saja apa yang cici katakan benar, dan ia sudah
tahu asal usulku, tapi apa sangkut pautnya dengan persoalan
ini ?". "Hal ini membuktikan bahwa petunjuk yang diberikan Dewa
kepadaku tepat sekali, rombongan dari Luga tentu sudah
melewati tempat ini dan pernah berhubungan dengan dirinya,
maka ia tahu segala sesuatu tentang dibrimu!...".
Makidn dipikir Liem aKian Hoo merasab hal ini sangat
masuk diakal, ia jadi kegirangan setengah mati.
"Aaaaah, kalau benar begitu sungguh bagus sekali..."
serunya. Belum habis ia berkata, perundingan antara Hasan dengan
orang orang suku Leher Panjang itu telah selesai, semua
orang anggota suku mundur ketempat semula dan menanti
dengan tenang sedangkan Hasan lantas berunding dengan
lelaki setengah baya berdandan sebagai dukun itu.
"Bagaimana perundingan mereka ?" tanya Kian Hoo lagi.
"Mungkin sangat menguntungkan bagi posisi kita, mereka
minta Hasan dengan kedudukannya sebagai kepala suku
tantang kau untuk berduel lebih dahulu, apabila dia menang
maka mereka akan mengabulkan permintaannya dengan
mengubur jenasah bocah itu dengan upacara penguburan
paling meriah, seandainya ia kalah dan mati dalam
pertempuran maka seluruh anggota sukupun telah
menyanggupi untuk bersama-sama melakukan pembalasan
dendam." "Kalau begitu perduli dia menang atau kalah yang jelas
tidak akan menguntungkan kita, mengapa kau katakan malah
menguntungkan..."
"Peristiwa yang kita hadapi saat ini tidak seburuk seperti
apa yang kau bayangkan " kata Sani sambil tersenyum.
"Menurut dugaanku, walaupun Hasan adalah seorang kepala
suku namun dalam kenyataan dia adalah seorang pengecut
yang tak bernyali, ia tidak bakal berani tantang dirimu untuk
berduel..."
"Bagaimana kau bisa tahu " bukankah kau mengatakan
setiap lelaki yang ada dalam wilayah Biauw adalah ksatria
yang takut mati ?"
"Diantara ksatria terdapat pula sampah masyarakat, dan
bajingan ini termasuk salah satu diantaranya, sekarang ia
sedang mohon kepada sang dukun untuk menghadapi dirimu
dengan ilmu hitamnya.."
Liem Kian Hoo tertegun dan dengan wajah tegang segera
alihkan sinar matanya kearah kedua orang itu, sedikitpun tidak
salah nampak Hasan sedang gerakkan tangan kakinya
menunjukkan sikap merengek, yang aneh ternyata lelaki
bangsa Han itu, geleng kepala tiada hentinya, seakan-akan ia
menampik permohonan dari kepala suku itu.
Suku suku Leher panjang yang berada di sekeliling
kalangan sudah tidak sabar menunggu, mereka berkaok-kaok
minta Hasabn untuk segera dtampil kedepan.a
Menjumpai harabpannya sia-sia belaka, dengan wajah kesal
Hasan bergeser ketengah kalangan sinar matanya
memancarkan cahaya kebencian yang meluap-luap, dengan
suara keras teriaknya:
"Anjing cilik bangsa Han ! kau telah mem binasakan
putraku, dalam daratan Tionggoan kalian ada pepatah
mengatakan: Hutang uang bayar uang, hutang darah bayar
darah, bagaimana pertanggungan jawabmu sekarang
terhadap diriku ?".
Liem Kian Hoo tertegun dan tidak tahu bagaimana harus
menjawab, Sani yang berada disisinya segera berkata:
"Saat ini si bangsa Han tersebut sedang berada didalam
wilayah Biauw kami, maka ia harus mentaati peraturan dari
suku bangsa Biauw kita, buat seorang ksatria hanya ada satu
jalan yang bisa ditempuh yaitu kalau bukan membunuh dia
akan mati terbunuh, putramu mati dalam suatu duel tapi
sayang ia pengecut, sebelum merasakan bacokan golok
musuh ia sudah bunuh diri, sukmanya yang lepas dari raganya
kotor itu maka kau harus wakili dirinya untuk melakukan yaitu
mencuci dengan darahmu atau darah musuhmu !"
Ucapan ini gagah dan penuh semangat jantan membuat
suku Leher panjang yang ada di sekeliling kalanganpun ikut
bersorak memuji.
"Perempuan lonte busuk ! kau adalah seorang suku Biauw,
mengapa kau malah membantu anjing bangsa Han untuk
mengerubuti diriku ?".
"Cahaya murni Dewa hanya menyoroti kaum ksatria dan
tidak membedakan suku bangsa, pedang keadilan hanya
menebas batok kepala kaum pengecut, aku harap kau suka
jaga nama baik suku Biauw dengan menerima tantangan
berduel ini, jangan lakukan permainan licik yang terkutuk
lagi." Sekali lagi orang-orang suku leher panjang bersorak sorai
dengan ramainya. Air muka Hasan berubah jadi merah padam,
sambil berkaok-kaok gusar teriaknya:
"Baik ! Heei lonte busuk, akan kubereskan dahulu anjing
bangsa Han ini, kemudian akan kuhadapi dirimu !"
Sani tetap bersikap tenang, kepada Kian Hoo pesannya:
"Kongcu, bertindaklah yang mantap dan percayalah pada
diri sendiri, dalam pertarungan yang menentukan antarra
hidup dan matti kau tak boleqh memiliki keharlusan hati
seorang wanita, bersikap murah hati kepada musuh berarti
bertindak kejam terhadap diri sendiri, jangan lupa bahwa kita
masih ada banyak urusan yang harus diselesaikan."
Liem Kian Hoo bungkam dalam seribu bahasa.
Dalam pada itu Sani telah meloncat keluar dari kalangan,
sedang dua orang suhu Leher panjang dengan wajah serius
telah muncul sambil membawa sepasang tombak, sepasang
gendewa serta sekantong anak panah.
Hasan memilih tiga batang tombak, sebuah gendewa dua
belasan batang anak panah, setelah itu dua orang suku Leher
panjang tadi persembahkan tombak serta golok tersebut
kehadapan Liem Kian Hoo agar iapun memilih senjata untuk
hadapi tantangan itu.
Dengan angkuh sianak muda itu menolak pemberian
senjata, ia loloskan pedang yang tersoren dipinggang dan
berkata lantang:
"Sebilah pedang tersoren ditangan, menjagal naga
menusuk harimau bagaikan menebas anjing, pedang
berkelebat angin awan berubah bentuk, di-bawah ujung
pedang batok kepala manusia laknat bergelindingan.".
Ditengah seruan lantang yang gagah perkasa itu, dua
orang suku Leher panjang tadi berlalu dengan wajah gembira,
Hanya Sani yang kelihatan amat gelisah teriaknya:
"Kongcu, kau menolak yang panjang dan memilih yang
pendek, dalam tindak tanduk harus berhati-hati.".
Liem Kian Hoo melemparkan sebuah senyuman manis lalu
berdiri tegak ditengah kalangan siap menantikan serangan
lawan. Dalam pada itu dipihak Hasan telah merentangkan
gendewa dan pasang anak panah, ditengah desiran angin
tajam sebilah anak panah telah meluncur datang laksana
sambaran kilat mengancam ulu hatinya.
Sianak muda itu tetap tenang, melihat datangnya ancaman
pedang mustika dalam genggamannya segera ditebas
kebawah, dengan tepat dan pas ia punahkan datangnya
ancaman tersebut.
"Traaaang !" suara bentrokan nyaring bergetar memenuhi
seluruh angkasa, meski Kian Hoo berhasil merontokan
datangnya ancaman tersebut, diam diam iapun merasa
terperanjat sebab daya luncur anak panah yang dilepaskan
Hasan jauh diluar dugaannya, pergelangan dimana ia
mencekal pedang itu terasa sakit dan kaku.
Hasan tidak memberi kesempatan baginya untuk bertukar
napas. "Sreeet !... Sreeet !... Sreeet !...." beruntun ia lepaskan
kembali tiga batang anak panah yang meluncur datang saling
susul menyusul, kecepatan dan kekuatannya benar benar luar
biasa. Ketika anak panah pertama meluncur sampai ditengah
jalan, anak panah ketiga telah dipasang di atas busur,
kesebatan serta kecepatan geraknya betul-betul luar biasa.
Dengan adanya pengalaman pahit tadi, kali ini Liem Kian
Hoo tidak berani menangkis datangnya serangan dengan
pedang, ia tarik panjang panjang, badannya segera meloncat
keangkasa menghindari anak panah pertama, setelah itu
badannya segera berjumpalitan dan berdiri pada anak panah
kedua, mengikuti daya luncur senjata itu badannya ikut
meluncur beberapa tombak jauhnya dari tempat semula,
setelah itu dengan gerakan Monyet tua berloncatan didahan ia
gantung badannya kebawah, meminjam sedikit tenaga yang
masih tersisa ia tendang datangnya ancaman dari anak panah
ketiga sehingga arahnya berubah dan meluncur keangkasa.
Agaknya orang orang suku Leher panjang yang ada
disekeliling tempat itu belum pernah menyasikan adegan
sehebat ini, sekalipun Liem Kian Hoo adalah musuh mereka
namun tak urung orang-orang itu pada bersorak memuji .
Liem Kian Hoo sendiripun merasa amat bangga setelah
berhasil menghindari datangnya ancaman dengan suatu gerak
tubuh yang lincah dan sebat.
Ia melirik sekejap kearah Sani, ditemuinya diatas wajah
yang cantik terlintas kekesalan serta kesedihan yang luar
biasa, untuk sesaat ia tidak habis mengerti apa sebabnya
gadis itu murung.
Dalam pada itu dengan wajah hijau membesi Hasan telah
membentak: "Anjing bangsa Han, terimalah kembali tiga batang anak
panahku ini !"
Ditengah bentakan nyaring, ia bcabut tiga batadng anak
panah daan sama-sama dibpasang diatas busur, lalu
merentangkan gendewa tadi dan sekali lagi melepaskan anak
anak panah itu kearah lawan.
Datangnya serangan dari tiga batang anak panah ini aneh
sekali, senjata tersebut tidak meluncur dengan garis lurus
melainkan serong dan berputar kesamping, kemudian yang
satu diatas dan yang lain dibawah laksana gulungan ombak
ditengah samudra mengacau datang.
Mimpipun Kian Hoo tidak pernah menyangka dalam
permainan anak panahpun terdapat kepandaian sehebat ini,
berhubung datangnya ancaman tiga batang anak panah itu
tak menentu terpaksa ia menanti ditengah kalangan dengan
tenang untuk sementara waktu tidak menunjukan gerakan
apapun. Anak panah meluncur datang dengan cepat-nya, ketika
berada tujuh delapan depa di hadapannya, anak panah yang
berada ditengah mendadak berputar arah dan menyerang dari
arah kanan, sedang dua batang sisanya mengancam datang
dengan arah yang makin kacau, kiri kanan saling bersambaran
entah arah mana yang sebenarnya diancam, membuat orang
jadi kebingungan setengah mati.
Ditengah rasa kaget dan melengak, tidak ada waktu bagi
Kian Hoo untuk berpikir panjang, terpaksa ia harus
menghadapi dahulu anak panah yang mengancam datang
lebih dahulu itu, pergelangannya dikerahkan tenaga, ujung
pedang membentuk kuntum kuntum bunga pedang dan
segera membabat keatas anak panah itu.
Sreeeet ! Sreeet ! ditengah desiran nyaring, batang bambu
diatas anak panah tersebut berhasil dihancurkan lumatkan dan
rontok keatas tanah, tetapi ujung panah yang terbuat dari besi
berhasil menembusi pertahanan bunga bunga pedang dan
langsung mengancam keatas tubuhnya.
Air muka Liem Kian Hoo berubah hebat, buru-buru ia
gunakan tangannya sebelah untuk mencengkeram ujung anak
panah itu pula ditengah desiran tajam dua batang anak panah
lainnya telah mengancam datang.
Sianak muda itu kehabisan akal, mengikuti gerakan yang
sama ia getarkan bunga bunga pedang uutuk menyambut
datangnya serangan itu. Criiiiing .. . ! anak panah kedua
berhasil mencelat kesamping. Kraaaak . . . ! anak panah
ketiga patah jadi dua bagian.
sekalipun begitu mara bahaya bbelum lenyap, andak panah
yang maencelat keangkabsa itu berputar satu lingkaran
ditengah udara kemudian meluncur kembali kebawah dan
mengancam dari belakang punggung, sedangkan anak panah
yang berhasil dibabat patah itu mengikuti desiran tajam
meluncur pula mengancam tubuhnya.
Dalam keadaan terdesak dan apa boleh buat terpaksa
sianak muda itu membentak keras, pedang dalam
genggamannya segera disentil kearah anak panah itu,
kemudian seluruh hawa murni yang dimiliki disalurkan
kedalam tubuh membuat baju-nya, menembusi hawa khiekang
pelindung badan dan menggurat kulit badan, meski
serangan berhasil menembusi pertahanan lawan namun
sianak muda itu cuma terluka sedikit saja.
Liem Kian Hoo jadi teramat gusar, sinar matanya berapi
api, ia membentuk keras, pedangnya diiringi cahaya hijau
laksana kilat meluncur kearah tubuh Hasan, ujung pedang
laksana jilatan lidah ular beracun langsung menusuk
tenggorokannya.
Menyaksikan sianak muda itu berhasil menghindarkan diri
dari ancaman panah bergelombang yang dilepaskan, Hasan
Pedang Tanpa Perasaan 8 Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan K L Peristiwa Bulu Merak 3
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama