Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo Bagian 6
Gadis itu tersenyum lebar, menekan diri agar tidak tertawa terkekeh, dan pandang matanya bersinar-sinar ditujukan kepada wajah pemuda yang makin menarik hatinya itu. pemuda yang perkasa, yang telah menyelamatkan nyawanya dan nyawa adiknya, yang ramah-tamah, yang telah melepas budi namun selalu merendahkan diri, yang amat tampan dan memiliki sepasang mata yang seolah-olah dapat menembus dadanya dan menjenguk isi hatinya, yang kini bahkan memuji-mujinya dengan kata-kata merayu-rayunya!
"Wah......., Hong-ko...... engkau benar-benar pandai merayu hati! Hong-ko.....' apakah sesungguhkah....... kau menganggap aku cantik dan....... dan apakah engkau,.......... suka kepadaku?" Gadis itu memberanikan diri mengeluarkan pertanyaan ini yang keluar dari lubuk hatinya, dan dia diberanikan oleh sikap dan kata-kata Keng Hong yang selalu terbuka dan jujur blak-blakan itu.
Episode 87 Keng Hong tersenyum lebar. "Pria yang manakah di dunia ini yang tidak akan merayu wanita cantik seperti seekor kumbang menari-nari dan menyanyi di atas setangkai bunga" Kaum cendekiawan, kaum sastrawan selalu merayu segala keindahan dengan kata-kata indah yang dirangkai dalam bentuk sajak-sajak sehingga terciptalah sajak-sajak abadi yang menyanjung keindahan bunga dan kecantikan wanita! Tentu saja aku merayumu dengan kata-kata indah sedapatku, Bi-moi, karena memang engkau cantik dan patut menerima rayuan dan sanjungan pria yang manapun juga di dunia ini. Kau bertanya apakah aku suka kepadamu" Aduh, Bi-moi, perlukah ditanya lagi" Tiada seekor pun kupu-kupu atau kumbang yang tidak suka akan kembang! Tiada seorang pun pria yang tidak suka akan seorang wanita cantik, kecuali kalau pria itu tidak normal atau....... banci!"
Gadis itu kembali menekan perutnya karena geli, akan tetapi mulutnya bertanya, "Banci" Apakah itu" Manusia atau binatang?"
Keng Hong menggelengkan kepalanya. Semua ucapan yang keluar dari mulutnya tadi hanyalah tiruan saja dari ucapan suhunya dan dia sendiri pun tidak tahu apa itu yang disebut banci. Maka dia pun hanya mencontoh jawaban suhunya ketika dia bertanya tentang banci. "Banci itu bisa manusia bisa binatang, akan tetapi yang pasti dia itu bukan pria dan bukan pula wanita, atau boleh juga disebut bahwa dia itu dapat menjadi pria maupun wanita!"
"Eh....., aku menjadi bingung. Bagaimana sih jelasnya?"
"Jelasnya...... aku sendiri pun tidak tahu karena selama hidupku belum pernah aku bertemu dengan seorang banci!"
"Engkau belum menjawab pertanyaanku, Hong-ko, apakah engkau suka kepadaku?"
"Sudah kukatakan tadi, mana ada kumbang tidak suka akan kembang?"
"Engkau bukan kumbang!"
"Hanya kiasan, Bi-moi, kuumpamakan diriku seekor kumbang dan engkau setangkai kembang. Kumbang takan pernah jemu untuk berdendang memuji kecantikan kembang, takkan jemu-jemu membelai dan menciumnya......"
Wajah Ciang Bi menjadi makin merah, kepalanya menunduk, jantung berdebar keras dan jari-jari tangannya menggigil. Keng Hong yang melihat jari tangannya mengigil itu, jari-jari tangan yang kecil dan bentuknya meruncing, dengan kuku-kuku jari yang halus bersih terpelihara, tanpa disadarinya telah menggeser duduknya mendekat, kmudian dengan hati-hati dia memegang tangan itu.
"Tanganmu gemetar, Moi-moi...... dan agak dingin. Mengapa?"
Memang ada getaran keluar dari tangan Ciang Bi, getaran sebagai akibat denyut jantungnya, juga akibat perasaannya. Dia merasa berbahagia, terharu dan juga...... takut! Semua perasaan ini bergelut dengan rasa suka di hatinya, memdatangkan kemesraan sehingga tanpa disadarinya pula jari tangannya membalas sentuhan pemuda itu dan jari-jari tangan mereka saling meremas.
"Hong-ko...... kalau kau menjadi kumbangnya.......aku suka menjadi kembangnya......." Suara Ciang Bi juga gemetar, napasnya agak terengah karena hatinya berguncang. Keng Hong tersenyum girang, lalu dengan tangan kirinya ia meraba ragu yang halus itu, mengangkat muka cantik itu sehingga mereka berpandangan dan dia bertanya.
"Bi-moi cintakah engkau kepadaku?" Pertanyaan yang langsung seperti tusukan sebatang pedang yang meruncing. Suhunya dahulu selalu menceritakan segala pengalamannya di waktu muda diselingi nasihat-nasihat tentang wanita. Nasihat yang dia masih ingat dan kini dia praktekan terhadap Ciang Bi adalah begini : "Jangan sekali-kali memaksa wanita untuk melayani cintamu dan jangan sekali-kali jatuh cinta karena sekali jatuh, engkau akan terikat dan kesengsaraan akan timbul. Lebih baik tanya terus terang apakah wanita itu mencintaimu dan jangan menolak cinta kasih wanita, kalau engkau tertarik kepadanya tentu aja!"
Nasehat inilah yang teringat oleh Keng Hong ketika dia secara tiba-tiba mengajukan pertanyaan yang langsung itu kepada Ciang Bi. Tentu saja gadis itu menjadi malu sekali untuk menjawab. Namun karena hati Ciang Bi sudah terpikat, baik oleh ketampanan wajah, kelihaian, maupun budi bahasa pemuda itu, ia makin menunduk dan menjawab lirih seperti bisikan, "Dengan seluruh jiwa ragaku, Koko....."
Tangan mereka makin erat saling meremas dan terdengar Keng Hong berkata, juga secara blak-blakan, "Juga masih mencintaku biarpun aku kelak tak mungkin kelak menjadi suamimu?"
Ciang Bi mengangkat mukanya menandang, wajahnya menjadi pucat, akan tetapi kemudian menjadi merah kembali dan ia menjawab, "Apa kaukira sikapku ini merupakan perangkap untuk menjebak seorang calon suami?"
Keng Hong tertawa, menarik lengan gadis itu yang dengan lemas menurut saja sehingga rebah dalam pelukan pemuda yang amat dikaguminya itu. Keng Hong sebetulnya adalah seorang pemuda yang baru berusia delapan belas tahun masih hijau dan bvelum ada pengalaman sama sekali mengenai pergaulan dengan wanita. Akan tetapi, sebagai murid Sin-jiu Kiam-ong Sie Cun Hong, seorang "jagoan" besar, bukan hanya mengenai ilmu silat akan tetapi juga mengenai ilmu menjatuhkan hati wanita, sedikit banyak Keng Hong ketularan penyakit itu. Sering kali suhunya bercerita tentang petualangan-petualangan cintanya di masa muda, bahkan memberinya nasihat-nasihat tentang wanita, mengajarkan "tehnik-tehnik" merayu wanita, sehingga biarpun pada dasarnya Keng Hong tidak berbakat menjadi seorang laki-laki mata keranjang dan hidung belang, namun watak suhunya menular dan dia menjadi seorang pemuda yang lebih berani menghadapi wanita daripada pemuda-pemuda lain sebaya dengannya. Apalagi setelah dia berjumpa dengan Ang-kiam Tok-sian-li Bhi Cui Im dan remajanya gugur oleh wanita cabul yang cantik itu, pengalaman ini menambah keberaniannya menghadapi Ciang Bi. Hanya ada satu hal yang menguntungkan bagi batin Keng Hong, yaitu bahwa dia amat taat kepada pesan-pesan suhunya sehingga betapapun terpupuk dan bangkit selera dan nafsunya untuk berdekatan dan bermain cinta dengan wanita, namun seperti suhunya, memaksa dan memperkosa wanita merupakan pantangan mutlak baginya. Kalau ada wanita suka kepadanya, dia akan melayaninya. Akan tetapi betapapun cantik seorang wanita dan betapapun tertarik hatinya, kalau wanita itu tidak suka kepadanya, dia tidak akan menyentuh seujung rambutnya.Ketaatan ini menguntungkan Keng Hong sendiri dan para wanita, karena andaikata tidak, tentu dia akan tersesat menjadi seorang jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) atau tukang pemerkosa wanita yang berbahaya sekali!
Episode 88 Mendengar jawaban gadis itu, Keng Hong tertawa, merangkul lehernya dan menundukan muka. Mereka berciuman dan biarpun keduanya belum berpengalaman dalam bermain cinta, namun karena didorong hati yang mencinta, mereka berciuman mesra.
"Hong-ko...." Ciang Bi merintih, tubuhnya mengetar, semua bulu di tubuhnya meremang ketika kedua lengannya merayap seperti ular melingkari leher pemuda perkasa yang menjatuhkan hatinya itu.
"Bi-moi...... engkau jelita sekali......" Keng Hong juga berbisik di dekat telinga gadis itu dan kembali mereka berdekapan dan berciuman mesra.
Cinta adalah perasaan yang dimiliki oleh setiap mahluk di dunia, setiap mahluk yang hidup wajar sesuai dengan kodrat dan kekuasaan alam. Cinta bukan merupakan sesuatu yang kotor dan bukan merupakan hal yang tak patut dibicarakan. Sebaliknya daripada itu! Cinta antara pria dan wanita adalah hal yang amat wajar, merupakan anugrah dari Tuhan, merupakan dorongan alamiah yang tak dapat dibantah, bahkan tak dapat dihindarkan dan tak dapat dibuang karena cinta ini pula yang membuat manusia masih berlangsung ada di dunia ini, berkembang biak dan mencipta generasi demi generasi. Karenanya, cinta adalah bersih dan murni, tidak kotor dan bukannya tidak patut dibicarakan, bahkan seharusnya dibicarakan agar tidak disalah gunakan.
Biarpun cinta antaralawan kelamin merupakan kodrat dan dimiliki oleh setiap mahluk, dari yang terkecil sampai yang terbesar, namun karena manusia adalah mahluk yang berakhlak dan berakal budi, maka tidaklah dapat disamakan dengan mahluk lain yang dalam hal cinta kasih semata-mata menurut dorongan kodrat belaka. Cinta antara pria dan wanita diciptakan oleh kodrat dan pembawaan yang sudah ada pada setiap mahluk yaitu daya tarik yang ada di antara lawan kelamin. Tanpa diberi tahu, tanpa membaca buku, jika masanya sudah tiba sesuai dengan usianya, seorang pemuda akan tertarik melihat seorang pemudi, dan sebaliknya. Rasa tertarik ini menimbulkan suka yang disebut cinta, kasih atau asmara. Tidak berhenti sampai di situ saja. Cinta antara pria dan wanita yang normal diikuti oleh bangkitnya nafsu berahi yang wajar, diikuti pula oleh hubungan kelamin yang juga sudah wajar. Segala macam mahluk di dunia ini, kecuali manusia, akan melakukan hal ini, yaitu saling tertarik dan saling mendekati, menurut nafsu berahi melakukan hubungan kelamin. Adakah seorang pun dapat mengatakan bahwa perkembangan dan perbuatan itu kotor dan tidak patut " Sama sekali tidak!
Akan tetapi, sekali lagi ditekankan bahwa manusia bukanlah sembarangan mahluk! Tanpa berunding lebih dulu, manusia seluruh dunia ini telah membangun dan mendirikan mercu suar di antara segala mahluk yang disebut peradaban yang melahirkan prikemanusiaan! Prikemanusiaan inilah yang melahirkan hukum-hukum yang dibuat oleh manusia sendiri, disesuaikan dengan rasa, dengan kebiasaan, dan dengan kepercayaan golongan masing-masing. Lahir pula hukum-hukum susila yang melarang pria dan wanita melakukan hubungan kelamin di luar pengesahan hukum. Terciptalah istilah-istilah dan sebutan bagi perbuatan-perbuatan yang melanggar garis yang ditentukan ini, misalnya perjinaan, perkosaan dan lain-lain. Cintanya itu sendiri, nafsu berahinya itu sendiri, dan hubungan kelamin itu sendiri tetap brsih dan murni, bukanlah hal yang tidak patut. Hanya perbuatan melanggar garis hukum itulah yang tidak patut, karena sudah tahu ada garis tetap dilanggar sehingga tentu saja menimbulkan pertentangan-pertentangan.
Keng Hong adalah seorang pemuda yang kurang pengalaman. Dia bertumbuh menjadi dewasa dalam asuhan seorang aneh seperti Sin-jiu Kiam-ong yang menjadi gurunya. Dan semenjak dia masih muda, Sin-jiu Kiam-ong sudah meninggalkan dan tidak lagi mengindahkan gari-garis hukum buatan manusia ini. Dia melakukan apa saja yang dia anggap benar, biarpun itu melanggar hukum manusia dan sebaliknya dia tidak akan melakukan hal yang dianggapnya tidak benar, biarpun hal itu dibenarkan hukum. Maka timbulah perbuatan-perbuatannya yang menggemparkan karena tidak cocok dengan hukum manusia lain, permainan cinta dengan banyak wanita yang tertarik oleh ketampanandan kegagahannya, pencurian-pencurian dan perampasan-perampasan benda-benda pusaka, pertolongan-pertolongan tanpa melihat bulu, dan pertentangan-pertentangan lain yang mengakibatkan dia dimusuhi orang-orang gagah sedunia!
Watak aneh Sin-jiu Kiam-ong yang pada hakekatnya seorang pendekar yang sakti dan berjiwa besar itu hanyalah akibat. Akibat dari kepatahan hati. Di waktu masih muda, baru berusia dua puluh dua tahun dan baru saja menikah dua tahun dengan seorang wanita yang cantik jelita, masih belum mempunyai keturunan, pada suatu malam pendekar muda yang sakti ini, yang baru pulang dari perantauan selama sebulan, menemukan istrinya yang tercinta itu sedang melakukan hubungan kelamin dengan seorang pria lain, sahabat baiknya sendiri! Tadinya Sin-jiu Kian-ong Sie Cun Hong marah sekali dan hampir saja dia meloncat masuk dan serta-merta membunuh istrinya dan sahabatnya itu, yang dalam keadaan seperti itu tidak tahu bahwa perbuatan mereka ditonton oleh Sie Cun Hong yang mengintai di luar jendela kamar. Akan tetapi tiba-tiba pkiran yang aneh menyelinap dalam benaknya. Kekecewaan dan pukulan batin yang amat hebat agaknya telah membuat jalan pikirannya Sie Cun Hong menjadi tidak normal, tidak lumrah seperti manusia biasa, bahkan menjadi berlawanan dengan pendapat umum! Pada saat itu, timbul pendapat dihatinya bahwa tidak perlu dia marah karena kalau istrinya sampai mau melakukan hubungan kelamin dengan pria lain, tentu ini didasari hati suka kepada si pria itu. Mengapa dia akan melarang orang yang mencinta" Kedua orang itu, biarpun istrinya dan sahabatnya namun tetap orang, saling mencinta dan menumpahkan rasa cinta mereka dalam hubungan kelamin. Mengapa dia harus marah dan membunuh mereka" Sie Cun Hong tertawa, suara ketawanya meninggi dan melengking sehingga mengejutkan istrinya dan sahabatnya yang sudah mengakhiri perbuatan mereka. Isterinya terkejut setengah mati, juga sahabatnya, sehingga kedua orang ini dengan tubuh menggigil menjatuhkan diri berlutut di atas lantai dan memejamkan mata, siap menanti datangnya maut karena mereka kenal suara ketawanya di luar jendela itu turun tangan, mereka berdua takkan dapat tertolong lagi. Akan tetapi Sie Cun Hong tidak pernah lagi memasuki kamarnya itu, bahkan tidak pernah lagi berjumpa dengan bekas isterinya dan bekas sahabatnya.
Peristiwa itulah yang menjadi sebab munculnya seorang pendekar aneh yang menggegerkan dunia persilatan. Sie Cun Hong melakukan hal-hal yang bagi manusia biasa dianggap jahat dan keji, tidak lumrah dan dia dikutuk oleh banyak tokoh kang-ouw. Bermain cinta dengan wanita manapun juga, bahkan wanita-wanita yang telah menjadi isteri orang lain, kalau dasarnya suka sama suka, dia tidak segan melakukannya. Banyak sekali wanita yang tergila-gila kepadanya karena memang di waktu mudanya Sie Cun Hong merupakan seorang pria yang gagah perkasa dan tampan.
Episode 89 Kini Sie Cun Hong sudah tidak ada lagi akan tetapi dia mewariskan seluruh miliknya kepada murid tunggalnya, yaitu Cia Keng Hong. Seluruh sinkangnya dia berikan, seluruh pusakanya dia tinggalkan untuk muridnya, bahkan sebagian wataknya dia wariskan sehingga kini, dalam usia delapan belas tahun, Keng Hong telah melayani nafsu berahi Ang-kiam Tok-sian-li Bhe Cui Im, dan sekarang, untuk kedua kalinya dia bermain cinta dengan seorang gadis Hoa-san-pai yang mengaguminya dan jatuh hati kepaadnya. Kalau gurunya tidak peduli akan hukum susila karena pernah patah hati menyaksikan isterinya berjina dengan sahabatnya, adalah Keng Hong melakukan hal itu semata-mata karena dia menganggap hal itu wajar dan benar, sesuai dengan nasehat-nasehat mendiang gurunya! Dia tidak memperkosa, dia tidak memaksa, dia dan Ciang Bi sama-sama mau, cocok sudah dengan pesan suhunya, maka tentu saja hal itu sudah benar dan baik!
Sim Ciang Bi, gadis remaja yang dikuasai nafsu berahinya sendiri, sudah seperti mabuk dan buta bahwa dia telah melakukan pelanggaran garis hukum. Lupa bahwa garis hukum susila itu diadakan oleh manusia semata-mata untuk melindungi dan membela nasib hidup dan kebahagiaan wanita. Lupa bahwa hubungan kelamin di luar pernikahan, si wanitalah yang akan menanggung akibat-akibat pahit getir, bahkan yang akan dapat menyeretnya kelembah kesengsaraan, mungkin ke lembah kehinaan. Manusia tidak dapat membebaskan diri daripada hukum-hukum manusia yang sudah tersusun dan bertumpuk ribuan tahun lamanya. Apalagi, dalam hukuman kelamin, alam sendiri sudah menjatuhkan kodrat bahwa si wanitalah yang akan menderita akibatnya, yaitu kehamilan. Setiap orang gadis yang bijaksana, yang sadar betapa satu kali saja salah langkah melanggar garis hukum kesusilaan ini dapat mengakibatkan malapetaka sepanjang hidup, akan selau pandai mengekang nafsu , pandai menjaga diri tidak terseret oleh gelombang yang memabukan, tentu akan menjaga kesusilaan dan kehormatanya yang dia junjung lebih tinggi dan berharga daripada nyawa! Kehilangan nyawa hanya berarti mati. Akan tetapi kehilangan kehormatan sebagai gadis ternoda, berarti akan hidup terhina oleh manusia-manusia lain yang sudah melekatkan batinnya pada hukum.
Dua orang yang tenggelam dalam lautan kasih asmara itu tidak sadar bahwa Sim Lai Sek menjulurkan kepalanya keluar dari gubuk. Pemuda remaja ini pada tengah malam terbangun dari tidurnya dan menggerakan tubuh, menjenguk keluar gubuk.Dapat dibayangkan betapa terkejut hatinya ketika dia menyaksikan keadaan cicinya dan penolong mereka itu di atas rumput, di dekat api ungun. Sejenak dia terbelalak, mukanya berubah mereh, akan tetapi dia lalu menarik diri lagi rebah di dalam gubuk, napasnya agak terengah dan diam-diam dia menangis, berdoa semoga cicinya yang telah tersesat itu akan menjadi isteri yang sah dari Cia Keng Hong. Mengingat ini, lenyaplah kemarahan dan kedukaannya, terganti rasa girang karena dia memang suka sekali dan kagum kepada penolongnya yang demikian gagah perkasa. Kalau dia dapat mempunyai Cihu (kakak ipar) seperti itu, alangkah senangnya dan dia akan memperdalam ilmu silatnya, belajar dari cihunya. Kelegaan hati inilah yang membuat Lai Sek tertidur kembali, lupa akan perutnya yang lapar.
Lewat tengah malam, Keng Hong tertidur nyenyak, sedangkan Ciang Bi pulas pula di atas dadanya. Mereka tidur berdekapan, pipi Ciang Bi terletak di atas dada Keng Hong, rambut gadis itu terurai lepas menutupi dada, leher dan sebagian muka Keng Hong. Mereka berdua tidur dengan nikmat, karena badan lelah hati bahagia, sehingga tidak sadar dan tidak tahu bahwa tak jauh dari tempat itu tampak sepasang mata yang bening dan jeli memandang ke arah mereka dengan sinar berkilat-kilat. Muklut yang manis dengan bibir merah itu bergerak- gerak, tampak giginya berderet rapi putih seperti mutiara. Kemudian, tangan yang halus itu merogoh kantong dalam baju, mengambil sesuatu, tangan digerakan dan sinar putih meluncur ke arah Ciang Bi yang masih tidur pulas berbantal dada Keng Hong
Jerit melengking yang keluar dari mulut Ciang Bi adalah jerit kematian, dan bayangan putih itu berkelebat cepat sekali, lenyap ditelan kegelapan malam. Keng Hong tersentak bangun, otomatis lengannya memeluk leher Ciang Bi. Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika tangannya menjadi basah oleh darah yang mengucur keluar dari pelipis itu! Di bawah sinar api unggun yang masih menyala sedikit, dia memandang dan kerongkongannya serasa dicekek ketika dia melihat sebuah benda bulat berduri menancap di pelipis gadis itu. Senjata rahasia Biauw Eng yang tadi telah menolongnya merobohkan pengeroyokan para penjahat. Kini sebuah di antara senjata rahasia itu menancap di pelipis kiri Ciang Bi, merenggut nyawa dari tubuh yang masih hangat itu.
"Biauw Eng......!" Seruan Keng Hong ini seperti jerit tangis dan setelah dia merebahkan tubuh yang masih hangat dan tak bernyawa lagi itu di atas tanah bertilam rumput yang juga hangat dan rebah semua karena tindihan tubuh mereka berdua semalam, dia meloncat dan mencari-cari dengan pandang matanya. Namun keadaan di sekeliling tempat itu sunyi dan agak gelap. Ia maklum bahwa akan percuma saja dia mencari Biauw Eng. Maka dia lalu berlutut lagi dan memeluk tubuh gadis yang semalam telah menyerahkan segala-galanya kepadanya dengan penuh kasih sayang, penuh kemesraan dan kehangatan.
"Ciang Bi...... ahhh, Bi-moi.......!" Keng Hong teringat akan sikap gadis ini semalam dan dengan hati penuh keharuan dia menundukan muka dan mencium mulut mayat itu yang semalam membisikan kata-kata cinta kepadanya.
"Cici.......! Cia-taihiap, ada apakah........?"" Sim Lai Sek melompat keluar dari gubuk, matanya yang masih mengantuk itu belum dapat melihat jelas, hanya dia tadi terbangun mendengar jerit cicinya.
Keng Hong mengangkat mukanya dan dua titik air mata menetes turun. Kini Lai Sek dapat melihat pelipis cicinya dan melihat pula darah membasahi leher dan baju, melihat bahwa tubuh cicinya telah lemas tak bernyawa.
"Cici.......!!" Ia menubruk, berlutut dan menangis, memanggil-manggil nama cicinya. Keng Hong hanya memandang dengan penuh keharuan lalu memegang pundak pemuda itu sambil berkata halus.
"Dia....... sudah mati........"
Tiba-tiba Lai Sek meloncat bangun. Tangan Keng Hong yang menyentuh pundaknya itu terasa olehnya seperti serangan seekor ular berbisa.
Episode 90 "Kau.....! kau....... telah membunuh cici.......! kau........ telah berpura-pura menjadi pendekar berbudi yang menolong kami, merayu cici, memperkosanya..... kemudian membunuhnya.......!" Sim Lai Sek menerjang maju dengan pukulan tangannya ke arah kepala Keng Hong, akan tetapi sekali tangkis, tubuhnya terpelanting ke atas tanah. Akan tetapi dia bangkit kembali dengan kemarahan meluap.
"Sabar dan tenanglah, siauwte. bukan aku yang mmbunuhnya. Lihat, pelipisnya terluka oleh senjata rahasia........."
"Aku tahu! Senjata rahasia ini adalah senjata rahasia wanita yang menolongmu. Dia tentu sahabatmu, atau...... kekasihmu! Tentu dia melihat engkau merayu dan memperkosa cici, lalu dia membunuh cici. Sama saja, berarti engkau yang telah membunuh ciciku, keparat!" Lai Sek menerjang lagi dan Keng Hong terpaksa meloncat pergi. Ia tidak dapat membantah lagi karena omongan atau tuduhan itu mendekati kenyataan. Hanya dia tidak merasa memperkosa Ciang Bi dan baru sekarang dia tahu bahwa agaknya pemuda remaja ini malam tadi telah melihat dia bermain cinta dengan Ciang Bi! Memang dugaan itu tidak salah. Dia sendiri merasa yakin kini bahwa Biauw Eng membunuh Ciang Bi karena cemburu. Bukankah puteri Lam-hai Sin-ni itu terang-terangan menyatakan bahwa gadis itu mencintainya" agaknya Biauw Eng terus mengikutinya, membantunya merobohkan para pengeroyok dan tadi melihat dia bermain cinta dengan Ciang Bi, lalu datang pada saat dia pulas dan membunuh Ciang Bi. Memang bukan dia yang membunuh, namun sudah jelas gadis ini tewas karena dia!
"Siauwte, aku menyesal sekali......... akan tetapi demi Tuhan, aku tidak bermaksud mencelakakannya. Bukan aku yang membunuhnya dan...... sekiranya aku tidak sedang tidur pulas, tentu aku dapat melindunginya....... akan tetapi.........."
"Laki-laki laknat! Jai-hwa-cat! Setelah memperkosa cici, engkau bisa saja bicara seenakmu! Engkau suah mempunayi kekasih yang bersenjata bola putih itu! Akan tetapi engkau masih merayu enciku! Hayo katakan, apakah engkau berniat mengawini enciku" Apakah engkau berniat mengambil dia sebagai isteri?"
Keng Hong menghela napas dan menggeleng kepala. Urusan ini amat pelih dan tidak boleh dia main-main dan membohong. "Tidak, kami memang saling suka dan hubungan cinta kami dilakukan dengan kesadaran kami berdua, dan aku sudah menjelaskan kepada Bi-moi bahwa aku tidak dapat menjadi suaminya......."
"Keparat! Jahanam! Sudah kuduga seperti itu! Kalau aku tahu tentu malam tadi sudah kuremukan kepalamu!" Lai Sek kembali berteriak-teriak dan menerjang maju. Keng Hong merasa bingung dan berduka sekali. Ia maklum bahwa tidak mungkin dia dapat menenangkan dan menyabarkan hati pemuda yang sedang diamuk kemarahan dan kesedihan itu, maka dia lalu meloncat jauh dan melarikan diri, pergi dari tempat itu. Jalan satu-satunya yang paling baik hanyalah menjauhkan diri pada saat seperti itu.
Perhitungannya memang tepat. Setelah maklum bahwa tak mungkin mengejar Keng Hong yang tingkat kepandaiannya jauh lebih tinggi, Lai Sek kembali berlutut dan menangisi jenazah kakaknya dengan sedih. Setengah malam dia menangis sampai matahari muncul dan penduduk dusun pergi ke sawah ladang. Para penduduk terheran dan terkejut, apalagi setelah mendengar dari pemuda itu bahwa kaka perempuan pemuda itu terbunuh oleh penjahat malam tadi. Mereka menaruh kasihan dan beramai-ramai mereka itu membantu Lai Sek mengurus jenazah Ciang Bi dan menguburnya di tanah pekuburan dusun itu secara sederhana.
Pada keesokan harinya, ketika malam sedang gelap, sesosok bayangan hitam datang ke dalam tanah kuburan itu dan berlutut di depan gundukan tanah yang masih baru. Bayangan ini menangis dan dia bukan lain adalah Keng Hong! Sampai semalam dia berkabung dengan penuh kedukaan di depan kuburan itu, dan baru pada keesokan harinya dia meninggalkan kuburan baru itu, pergi secepatnya meninggalkan dusun di mana Ciang Bi dimakamkan, meninggalkanya akan tetapi membawa pergi kenangan sedih yang takkan pernah dapat terlupakan. Hatinya penuh kedukaan, bukan semata karena kematian Ciang Bi, akan tetapi yang lebih daripada itu, adalah karena kekejaman Biauw Eng! Ia suka kepada Biauw Eng, perasaan suka yang aneh dan berbeda kalau dibandingkan dengan rasa suka kepada wanita lain seperti kepadaCui Im dan Ciang Bi, suka bukan semata karena kecantikan gadis puteri Lam-hai Sin-ni itu, melainkan karena pribadinya, dan mungkin sekali karena dia mengingat bahwa gadis itu adalah puteri suhunya, puteri Sin-jiu Kiam-ong! Inilah agaknya yang membuat dia merasa suka kepada gadis itu, dan kini kenyataan betapa puteri suhunya itu berhati kejam seperti iblis, membunuh Ciang Bi yang sama sekali tidak berdosa, benar-benar mendatangkan rasa duka di hatinya di samping rasa marah terhadap Biauw Eng.
Keng Hong melakukan perjalanan cepat, tujuannya adalah Kun-lun-san karena dia ingin kembali ke Kiam-kok-san, yaitu puncak dimana terdapat batu pedang temapt suhunya menggemblengnya selama lima tahun. Dia harus pergi ke sana, mengambil pdang Siang-bhok-kiam yang memang dia sembunyikan di puncak Kiam-kok-san! Ketika dia turun gunung setelah tidak berhasil mencari rahasia penyimpanan barang-barang pusaka gurunya, dia maklum akan bahayanya kalau dia membawa Siang-bhok-kiam turun gunung, maka dia lalu membuat sebuah pedang tiruan, pedang dari kayu harum pula yang dia dapatkan di puncak, pedang yang mirip dengan Siang-bhok-kiam. Ia menyembunyikan pedang Siang-bhok-kiam tulen dibalik tumpukan batu karang dan membawa turun pedang palsu. Tepat seperti yang telah diduganya, begitu turun gunung pedangnya menimbulkan keributan dan terpaksa dia menyerahkan pedang palsu itu kepada Kiang Tojin! Kini, pedang tulen masih berada di puncak Kiam-kok-san. Setelah mengalami bnayak hal yang amat tidak enak, bertemu dengan orang-orang pandai yang memusuhinya, dia tahu bahwa dia harus kembali ke sana, harus menggembleng dirinya seperti yang dipesankan suhunya. Ia harus dapat menemukan kitab-kitab peninggalan suhunya, memperdalam ilmunya agar dia dapat menjaga diri kalau berhadapan dengan tokoh-tokoh dunia kang-auw, baik para datuk hitam maupun para datuk putih!
Seminggu setelah dia meninggalkan dusun di mana terdapat kuburan Ciang Bi dia telah tiba di kaki Pegunungan Bayangkara yang menyambung dengan Pegunungan Kun-lun-san, setelah dia berhasil melewati Pegunungan Min-san. Namun untuk sampai di tempat markas Kun-lun-pai, masih amat jauh dan sedikitnya dia harus melakukan perjalanan naik turun gunung selama setengah bulan.
Episode 91 Selagi Keng Hong enak-enak berjalan mendaki sebuah lereng, tiba-tiba terdengar bentakan keras dan muncullah puluhan orang menghadang jalan, bahkan segera mengurungnya. Keng Hong terkejut karena orang-orang yang mengurungnya ini jumlahnya tidak kurang dari lima puluh orang dan semua memegang senjata tajam! Kalau dilihat keadaan mereka, pasti bukan perampok, karena selain meeka terdiri dari bermacam-macam orang yang berpakaian cukup baik, juga di antara mereka terdapat pula wanita-wanita yang cantik dan gagah.
"Berhenti, orang muda!" Yang membentak adalah seorang kakek berjenggot panjang, tangan kiri bertolak pinggang dan tangan kanan meraba gagang golok yang terselip di pinggangnya. Gagang golok ini indah sekali, terbuat dari emas yang diukir seperti kepala naga. Kakek yang berjenggot panjang dan usianya kurang lebih lima puluh tahun ini masih kelihatan gagah dan kuat sehingga Keng Hong merasa kagum dan cepat menjura.
"Locianpwe siapakah dan ada kepentingan apa menghadang perjalanan saya?"
Kakek itu mengelus jenggotnya dan tercengang, juga bangga dan girang. Tak disangkanya bahwa pemuda yang menurut laporan anak buahnya yang telah membunuh muridnya itu begini sopan dan halus, dan menyebutnya "Locianpwe"! Sikap Keng Hong ini saja sudah melenyapkan sebagian dari kemarahannya. Akan tetapi mengingat akan kematian muridnya dan banyak anak buah muridnya, dia lalu berkata lagi dengan suara nyaring.
"Aku adalah Kiam-to (Si Golok Emas) Lai Ban, wakil ketua Tiat-ciang-pan dan mereka semua ini adalah anak buah Tiat-ciang-pang!"
Keng Hong memandang penuh perhatian. Ia belum pernah berurusan dengan orang-orang Tiat-ciang-pang (Perkumpulan Tangan Besi), hanya pernah mendengar bahwa perkumpulan ini adalah sebuah perguruan silat yang lumayan besarnya dan kabarnya membantu atau memihak kepada pemerintahan utara.
"Maaf, menurut ingatan saya, tidak pernah saya berurusan dengan fihak Locianpwe, maka entah kesalahan apa yang telah saya lakukan di luar kesadaran saya terhadap Tiat-ciang-pang, mohon Locianpwe suka memberi penjelasan."
Lai Ban makin suka kepada pemuda ini. Ia lalu menoleh ke belakang dan bertanya dengan suara keras.
"Heiii, benar inikah bocah yang kalian maksudkan itu?"
Tiga orang muncul, laki-laki tinggi besar yang segera menuding ke arah Keng Hong dan berkata, "Benar, Ji-pangcu (Ketua Ke Dua), dia inilah bocah setan yang telah membunuh Kiang-twako dan mengaku bernama Cia Keng Hong!"
Teringatlah Keng Hong sekarang bahwa tiga orang ini terdapat di antara anak buah penjahat yang mengeroyok Ciang Bi. Ketika dia membela gadis itu di depan kuil dalam hutan, dia merobohkan kepala penjahat yang wajahnya seperti Kwan Kong tokoh jaman Sam-kok yang bersenjata golok, kemudian setelah dia merobohkan beberapa orang, diam-diam dibantu pula oleh Biauw Eng dengan senjata rahasianya, sisa gerombolan itu melarikan diri. Agaknya tiga orang ini lalu melapor, dan sungguh diluar dugaannya bahwa kepala penjahat yang brewok dan bersenjata golok besar itu adalah anak murid Tiat-ciang-pang.
Kiam-to Lai Ban Si Golok Emas itu memandang kepada Keng Hong dengan pandang mata tidak percaya. Pemuda halus tutur sapanya dan lemah lembut gerak-geriknya inikah yang telah menewaskan muridnya" Sukar untuk dipercaya!
"Orang muda, benarkah engkau bernama Cia Keng Hong?"
"Tidak keliru, Locianpwe. Nama saya adalah Cia Keng Hong!"
"Benarkah engkau telah membunuh muridku Pun Kiong di depan kuil tua di dalam hutan dekat dusun Ciang-chung?"
Keng Hong menggeleng kepala. "Saya tidak tahu siapa yang menjadi murid Locianpwe, akan tetapi memang benar saya telah membunuh beberapa orang angauta penjahat yang hendak berlaku keji dan mengganggu dua orang enci dan adik......." Keng Hong berhenti dan lehernya seperti tercekik karena dia teringat kepada Ciang Bi, nona cantik jelita yang tewas secara mengerikan di tangan Song-bun Siu-li Biauw Eng itu.
Kakek itu menggerakan alisnya dan matanya mulai menyinarkan kemarahan. "Hemmm, kalau begitu benar engkau yan membunuh muridku dan anak buahnya. Bocah lancang, mengapa kau mmbunuh mereka" Berani engkau menghina Tiat-ciang-pang dengan membunuh seorang anak muridnya?"
"Maaf, Locianpwe. Saya tiak tahu bahwa dia itu murid Locianpwe atau anak murid Tiat-ciang-pang. Saya hanya tahu bahwa mereka itu amat jahat, hendak menghina seorang gadis baik-baik......."
"Aaahhhhhh! Engkau seperti orang baik-baik, bukan orang jahat. Akan tetapi mengapa engkau selancang itu" Apakah engkau anak murid Hoa-san-pai?"
"Bukan, Locianpwe."
"Kalau bukan, mengapa membela orang-orang Hoa-san-pai?"
Keng Hong terdesak. Kakek ini benar pandai berdebat sehingga dia tersudut oleh pertanyaan-pertanyaan itu. "Saya....... saya hanya melihat seorang gadis dan adiknya....... eh, diganggu orang-orang jahat......."
"Cia Keng Hong! Bagaimana kau bisa membedakan bahwa gadis dan adiknya itu orang-orang baik dan anak buah muridku orang-orang jahat?" Kakek itu membentak, membuat Keng Hong tertegun karena memang tentu saja dia tidak dapat membedakan, hanya dia membantu Ciang Bi dan Lai Sek berdasarkan rasa kasihan melihat seorang gadis dikeroyok banyak laki-laki tinggi besar.
Episode 92 "Tentu karena gadis itu cantik dan kami laki-laki mana bisa melawan kecantikannya?" teriak seorang di antara mereka yang dahulu mengeroyok Keng Hong dan ucapan ini disebut dengan suara ketawa.
"Cia Keng Hong, agaknya engkau seorang pemuda hijau yang baru saja muncul di dunia kang-ouw. Akan tetapi menurut pelaporan anak buah muridku, engkau lihai sekali. Dari golongan atau partai manakah engkau" Siapa gurumu?"
"Maaf, saya bukan dari golongan manapun dan guruku yang sudah meninggal tidak boleh diganggu namanya. Harap Locianpwe jelaskan, kesalahan apakah yang telah saya lakukan dalam membela gadis dan adiknya yang dikeroyok itu?"
"Kami orang-orang gagah dari Tiat-ciang-pang adalah pendukung-pendukung gerakan raja muda Yung Lo di utara yang perkasa dan yang sepatutnya dan seharusnya menjadi kaisar yang menguasai seluruh tanah air. Akan tetapi Hoa-san-pai begitu tak tahu malu untuk membela kaisar palsu yang kini berkuasa di selatan, yang secara tak tahu malu mengangkat diri sendiri menjadi kaisar padahal sesungguhnya singasana menjadi hak raja Muda Yung Lo. Sudah sering kali terjadi bentrokan antara anak murid fihak kami dengan anak murid Hoa-san-pai, maka setelah terjadi bentrokan lain di dusun Ciang-chung, tanpa melihat perkaranya, engkau langsung turun tangan membantu fihak Hoa-san-pai dan membunuh orang-orang kami. Tidak salahkan itu?"
Keng Hong terkejut sekali. Hal ini sungguh tak pernah disangkanya, bahkan ketika dia bercakap-cakap dengan Ciang Bi, gadis itu tidak pernah menyebut-nyebut tentang itu, tidak pernah bicara tentang permusuhan antara Hoa-san-pai dan Tiat-ciang-pang yang diakibatkan perbedaan faham itu. Ia merasa menyesal juga mengapa dia tergesa-gesa turun tangan membunuh orang. Ternyata perbuatannya itu menimbulkan kemarahan di fihak Tiat-ciang-pang. Betapapun juga, Keng Hong sorang yang berwatak jantan yang diwarisinya pula dari suhunya. Dia tidak mengenal takut apalagi karena dia merasa bahwa perbuatanya dalam urusan ini tidak salah! Menurut ajaran suhunya, dalam kebenaran dia harus berani menghadapi apa saja, bahkan mati pun bukan apa-apa kalau mati dalam kebenaran. Lebih baik mati dalam kebenaran atau membela kebenaran dari pada hidup dalam keadaan tercemar dan terhina karena kejahatan! Tentu saja baik atau jahat menurut penilaiannya sendiri! Dan betapapun dia pertimbangkan, dia tidak merasa salah dalam hal itu!
"Maaf, Locianpwe. Baru sekarang setelah mendengar penuturan Locianpwe, saya tahu akan persoalannya. Akan tetapi pada waktu hal itu terjadi, saya hanya tahu bahwa ada seorang gadis muda dikeroyok banyak laki-laki tinggi besar yang mengeluatkan ucapan-ucapan menghina. Tentu saja saya turun tangan membela wanita itu, karena bukankah hal itu merupakan tuga seorang gagah yang menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan" Sekarang, ternyata ada sebab-sebab lain tersembunyi dalam perkelahian itu, sebab-sebab yang tidak saya ketahui. Semua telah terjadi, sekarang saya berhadapan dengan Locianpwe, harap jelaskan, apa yang harus saya lakukan dan apa pula yang akan Locianpwe lakukan terhadap saya?"
Kembali kakek itu diam-diam menjadi kagum. Terang bahwa bocah ini bukan bocah sembarangan dan mulailah dia percaya bahwa pemuda ini memiliki kelihaian yang luar biasa, murid seorang sakti yang tentu amat terkenal. Biarpun dia merasa kagum dan sayang, namun sebagai ketua Tiat-ciang-pang, dia harus membela perkumpulannya dan harus menuntut atas kematian murid Tiat-ciang-pang agar tidak ditertawai dan dipandang rendah dunia kang-ouw, apalagi dipandang rendah oleh Hoa-san-pai!
"Cia Keng Hong, ucapanmu membuktikan bahwa kau seorang laki-laki sejati yang tidak menyangkal perbuatan yang telah kau lakukan. Kau telah mengaku bahwa kau telah membunuh murid Tiat-ciang-pan, karena itu, aku sebagai wakil ketua Tiat-ciang-pang berkewajiban untuk menangkapmu dan membawamu ke depan ketua kami untuk menerima keputusan dan hukuman."
Keng Hong mengerutkan alisnya dan menggeleng kepala. "Permintaanmu ini sukar sekali untuk dapat saya terima, Locianpwe, karena apa pun yang telah terjadi, saya berbuat demi kebenaran dan kebaikan, sedikitpun tidak mengandung dasar yang jahat dan buruk, sedikit pun tidak merasa salah. Karena itu, saya tidak dapat menghadap Tiat-ciang-pangcu (ketua) untuk menerima hukuman. Harap Locianpwe suka memaafkan."
Sinar mata yang tadinya sabar dan penuh kagum itu menjadi marah. "Eh, orang muda,boleh jadi engkau lihai, murid seorang sakti, akan tetapi ketahuilah bahwa engkau berhadapan dengan seorang tua seperti aku yang telah mengejar ilmu sebelum engkau lahir! Kami orang-orang Tian-ciang-pang mengutamakan keadilan, setelah nanti didengar semua keteranganmu, tentu pangcu kami tidak akan menjatuhkan hukuman sewenang-wenang! Kalau engkau menolak, sunguh menyesal sekali bahwa aku terpaksa harus memaksamu!"
"Ah, ternyata Locianpwe hanya ingin mencari benar sendiri!" Kata Keng Hong.
"Hemmm, apakah bukan engkau yang hendak mencari benar sendiri, orang muda" Engkau telah membunuh murid kami, dan kami sekarang hendak menangkapmu. Siapakah yang salah dan siapa benar dalam hal ini" Siapa yang jahat dan siapa yang baik?"
Tiba-tiba terdengar suara ketawa, suara ketawa yang mengakak seperti suara burung gagak (goak) atau suara seekor ular besar. Mendengar suara ketawanya, sepatutnya orang yang tertawa seperti itu tentulah seorang yang tinggi besar. Akan tetapi ternyata sebaliknya. Ketika semua orang memandang ke atas karena suara ketawa itu terdengar dari atas, mereka melihat seorang kakek yang amat lucu duduk dengan kedua kaki telanjang ongkang-ongkang di atas dahan pohon tak jauh dari tempat itu. Kakek ini tubuhnya kecil dan bongkok berpunduk, rambut, kumis dan jenggotnya panjang terurai akan tetapi bagian atas kepalanya botak dan kelimis. Mukanya membayangkan kegembiraan total, sehingga tampak seperti wajah seorang bocah nakal yang tertawa-tawa selalu, pakaiannya bersih sekali dan baru, akan tetapi kedua kakinya telanjang. Tangan kirinya memegang sebuah guci arak, dan setelah tertawa dia lalu menuangkan isi guci ke mulut. Bau arak wangi memenuhi tempat itu.
"Ha-ha-ha-ha-ha!" Ia tertawa lagi setelah minum arak. "Semua salah, semua benar, tiak ada yang baik tidak ada yang buruk. Sama saja! Ha-ha-ha-ha-ha! Yang tinggi yang pendek ya sama saja! Yang gemuk yang kurus ya sama saja! Yang salah yang benar, yang buruk yang baik, yang cantik yang bopeng, semua ya sama saja! Ha-ha-ha-ha-ha!"
Episode 93 Kalau semua orang merasa geli dan juga jengkel mendengar kata-kata tdak karuan sikap seperti orang gila itu, Keng Hong sebaliknya menjadi tertarik sekali. Dia dapat menangkap inti sari ucapan yang tidak karuan itu maka lalu menjura ke atas terhadap kakek itu sambil berkata.
"Kebetulan sekali Locianpwe yang arif bijaksana muncul di saat ini. Mohon petunjuk Locianpwe siapakah yang salah dan siapa yang benar dalam urusan antara saya dan fihak Tiat-ciang-pang ini?"
"Urusan ini tidak ada sangkut-pautnya dengan orang lain an kami tidak membutuhkan pendapat orang lain," kata Kim-to Lai Ban yang tentu saja merasa direndahkan kalau sebagai wakil ketua Tiat-ciang-pang dia harus mendengarkan pendapat orang luar untuk mengambil keputusan atas urusan yang mengenai perkumpulannya.
"Lai-pangcu," kata Keng Hong dengan wajah tidak senang, "dalam setiap urusan antara kedua fihak, selalu harus ada fihak ke tiga yang dimintai pertimbangan agar dapat dipertimbangkan siapa salah siapa benar. Kalau tidak, bagaimana kedua fihak yang bertentangan itu akan dapat menyelesaikan urusan secara musyawarah?" Kemudian dia menoleh lagi kepada kakek bongkok di atas dahan itu sambil berkata, "Mohon petunjuk Locianpwe."
Kakek bongkok itu tertawa lagi. "Bocah, kau awas dan berbakat sekali! Di dunia ini mana ada baik dan buruk" Mana ada salah dan benar" Yang ada hanyalah pandangan manusia, disesuaikan dengan selera masing-masing, disesuaikan dan didasari oleh nafsu mementingkan diri sendiri masing-masing! Mana ada manusia baik atau manusia jahat" Manusia ya manusia, tidak baik tidak jahat. Baik atau buruknya tergantung dari pendapat masing-masing, pendapat yang diuntungkan atau dirugikan. Pendapat manusia didasari sifat mementingkan diri pribadi. Contohnya" Biar orang sedunia menganggap seseorang itu baik, kalau orang itu merugika dirinya, dia tentu menganggapnya jahat! Sebaliknya, biar orang sedunia menganggap seseorang jahat, kalau orang itu menguntungkan dirinya, dia tentu akan menganggapnya baik! Demikian pula perbuatan. Perbuatan ya perbuatan. Salah atau benarnya, baik atau buruknya, selalu diciptakan manusia yang terkena akibat perbuatan itu. Kalau menguntungkan, dianggapnya benar, kalau merugikan, salahlah perbuatan itu! Buktinya sekarang ini. Perbuatan bocah ini merugikan fihak Tiat-ciang-pang, tentu saja oleh fihak Tiat-ciang-pang dianggap salah dan jahat! Padahal, bagaimanakah sifat perbuatan itu sesungguhnya" Tanyakan kepada pihak murid-murid Hoa-san-pai yang oleh perbuatan bocah ini diuntungkan terhindar dari kekalahan, tentu saja perbuatan ini dianggapnya benar dan baik! Mana yang benar" Baik atau jahat" Salah atau benar" Ya sama saja! Ha-ha-ha-ha-ha-ha!"
Wakil ketua Tiat-ciang-pang dan anak buahnya menjadi marah dan mendongkol. Akan tetapi diam-diam Keng Hong terkejut dan kagum. Kata-kata yang kedengarannya tidak karuan artinya itu sekaligus mencakup segala rahasia pertentangan dan keributan yang selalu timbul tiada henti-hentinya di atas bumi di antara manusia! Rahasia daripada timbulnya segala bentuk pertentangan telah tercakup dalam kata-kata kakek bongkok itu, ialah bahwa semua pertentangan timbul karena manusia memperebutkan "kebenaran" yang sesungguhnya selalu didasari oleh sifat mementingkan diri pribadi.
"Maafkan saya, Locianpwe yang bijaksana. Kalau kebenaran dan kebaikan sepalsu yang Locianpwe katakan, bagaimanakah sesungguhnya yang aseli?"
"Heh-heh-heh, tidak ada yang aseli tidak ada yang palsu! Yang benar dan baik bagi diri sendiri bukanlah kebenaran, yang benar dan baik bagi orang lain tanpa dipaksakan dalam pengakuannya barulah mendekati kebenaran!"
"Ah, amat dalam dan sukar dimengerti wejangan Locianpwe. Mohon petunjuk bagaimana saya harus menghadapi kemarahan Tiat-ciang-pang?"
"Ha-ha-ha, sikap terbaik adalah seperti air! Kebijaksanan tertinggi seperti air, tidak memaksa tidak mendesak, sepenuhnya mematuhi kekuasaan yang ada.........!"
Jantung Keng Hong berdebar. Dia sudah banyak membaca kitab-kitab kuno, sudah banyak menghafal ayat-ayat dalam kitab-kitab suci, maka dia tentu saja dapat menangkap inti sari ucapan kakek ini, ialah bahwa dia harus bersikap wajar, tidak dibuat-buat, seperti gerakan air yang wajar mengalir ke bawah. Akan tetapi bukan maknanya yang mendebarkan jantungnya, melainkan disebutnya kalimat itu. Kebijaksanaan tertinggi seperti air! Bukankah itu merupakan kalimat pertama daripada huruf-huruf yang terukir di pedang Siang-bhok-kiam" Hanya kebetulan saja, ataukah mungkin sekali kakek bongkok ini dapat memecahkan rahasia huruf-huruf di pedang itu"
"He, orang tua yang lancang mulut! Jangan mencampuri urusan kami!" bentak Lai Ban yang menjadi marah karena pemuda itu mengobrol dengan si kakek bongkok demikian asiknya seolah-olah puluhan orang Tiat-ciang-pang itu dianggap seperti segerombolan pohon saja!
Karena kakek itu tidak menjawab dan hanya tersenyum-senyum sambil tetap duduk di atas dahan pohon dengan kedua kaki bergantungan, Keng Hong menoleh kepada Lai Ban dan berkata dingin.
"Lai-pangcu, salah-menyalahkan dalam urusan ini memang tidak ada habisnya dan tidak akan dapat membereskan persoalan. Aku tidak memusuhi Tiat-ciang-pang, dan aku tiak merasa bersalah dalam peristiwa antara anak murid Tiat-ciang-pang dengan anak murid Hoa-san-pai, dan karena tidak merasa bersalah, aku tidak mau kalau diharuskan menghadap ketua Tiat-ciang-pang untuk menerima hukuman. Jika Ji-pangcu henadk menggunakan paksaan dan kekerasan, silahkan."
Sekali ini ketua dua Tiat-ciang-pang itu benar-benar hilang sabar dan menjadi marah sekali. "Orang muda! Engkau benar-benar tidak tahu tingginya langit dalamnya lautan! Boleh jadi engkau lihai, akan tetapi engkau masih seorang muda remaja, masih seorang bocah! Sebetulnya aku merasa sungkan untuk turun tangan menandingi seorang yang sepantasnya menjadi cucu muridku kalau melihat usianya......"
Episode 94 "Ha-ha-ha! Pintar dan bodoh tidak mengenal tua atau muda. Yang makin tua makin tolol amat banyak, yang muda-muda sudah pintar seperti orang muda ini pun tidak jarang! Siapa sih orangnya yang tahu akan tingginya langit dan dalamnya lautan" Heh-heh-heh!" Kakek bongkok itu tertawa-tawa lagi sambil memberi komentar, seolah-olah dia sedang menonton pertunjukan yang lucu.
Kim-to Lai Ban menjadi makin marah. "Eh, kakek tua yang lancang mulut! Pergilah engkau dari sini, jangan mencampuri urusan orang lain! Kalau tidak, akan kuseret turun engkau!"
"Wah-wah-wah, ini aturan mana, ya" Sebelum kalian datang aku sedang enak-enakan tidur di pohon ini. Kalian datang membikin ribut sampai aku terkejut dan terjaga dari tidurku. Menurut patut, aku yang menegur kalian. Kalau kalian mengenal malu, pergilah dari sini dan carilah tempat lain untuk main ribut-ribut agar tidak mengganggu orang!"
Kim-to Lai Ban membentak kepada dua orang sutenya, "Seret dia turun dan tendang dia jauh-jauh dari sini!"
Dua orang sutenya itu adalah orang-orang yang sudah memiliki kepandaian tinggi. Di dalam perguruan Tiat-ciang-pang, terdapat sebuah ilmu yang dipakai ukuran tinggi murid-muridnya, yaitu ilmu Tiat-ciang-kang (Tangan Besi). Kedua tangan atau sebelah tangan saja, digembleng dan dilatih sedemikian rupa sehingga tangan itu menjadi kuat dan kebal seperti besi. Makin hebat latihannya, makin kuat tenaga sinkang si murid, makin kebal dan kuat tangan besinya. Kekuatan tangan besi inilah yang dijadikan ukuran tingkat. Tingkat pertama tentu saja diduduki oleh ketuanya yang bernama Ouw Beng Kok, adapun tingkat kedua diduduki oleh Kiam-to Lai Ban. Kini, kedua orang sute yang menghampiri pohon di mana duduk kakek bongkok dan yang menerima tugas untuk menyeret turun kakek itu, adalah orang-orang tinggi besar dan kuat sekali, apalagi karena mereka telah menduduki tingkat ke empat di Tiat-ciang-pang yang menandakan bahwa ilmu "tangan besi" mereka sudah amat hebat.
"Orang tua bongkok, engkau sudah mendengar permintaan Ji-pangcu kami, harap lekas turun dan pergi karena kami merasa tidak enak sekali kalau harus menggunakan kekerasan terhadap orang kakek tua seperti engkau," kata seorang di antara dua murid Tiat-ciang-pang tingkat empat itu.
"Heh-heh-heh, apakah sih artinya kekerasan" Kalian hendak menggunakan kekerasan seperti apa" Aku sejak tadi duduk di sini dan hanya tertawa bicara, hanya menggunakan kelemasan, duduk mengandalkan kelemasan kaki, bicara mengandalkan kelemasan lidah, akan tetapi kalian ini agaknya suka sekali akan barang yang serba keras. Agaknya, lebih baik lagi kalau Tiat-ciang (Tangan Besi) ditambah dengan Tiat-sim (Hati Besi)!"
"Kekerasan seperti inilah!" Seorang di antara mereka tiba-tiba menghantamkan tangan kanan dengan jari-jari terbuka ke arah bantang pohon itu.
"Kraaakkkkk.......!" Hebat bukan main hantaman tangan yang penuh dengan hawa Tiat-ciang-kang itu. Batang pohon yang besarnya sepelukan orang itu, sekali kena dihantam tangan besi itu, menjadi patah dan tumbang! Tentu saja tubuh kakek bongkok yang duduk di dahan pohon itu ikut pula terbawa roboh ke bawah!
Akan tetapi, ketika dua orang tokoh Tiat-ciang-pang itu siap hendak menubruk dan menyeret kakek cerewet itu pergi, tiba-tiba hanya tampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu kakek bongkok itu sudah berjongkok lagi di atas dahan pohon lain sambil terkekeh-kekeh.
"Heh-heh-heh, itukah yang kalian sebut kekerasan" Bagiku, lebih tepat disebut pengrusakan! Pengrusakan ciptaan alam, sungguh besar dosanya!"
Karena merasa bahwa mereka diejek dan ditertawakan dua orang tokoh Tiat-ciang-pang itu menjadi makin marah. Mereka berlari menghampiri pohon besar di mana kakek itu kini berjongkok di atas dahan, lalu mereka berdua secara berbareng memukul batang pohon yang amat besar itu. Kembali terdengar suara yang lebih keras daripada tadi dan batang pohon itu tumbang, membawa dahan-dahan dan daun-daun berikut tubuh si kakek bongkok. Seperti tadi pula, bagaikan seekor burung saja, kakek itu telah meloncat seperti terbang melayang dan "hinggap" di atas pohon lain. Cara dia bergerak meloncat benar-benar amat mengagumkan, selain cepat dan ringan, juga aneh gerakannya karena dalam meloncat, kakek ini mengembangkan dan menggerak-geraka kedua lengan seperti sayap burung!
Dua orang tokoh Tiat-ciang-pang makin penasaran sehingga mereka terus mengejar dan memukul tumbang semua pohon yang dijadikan tempat "mengungsi" kakek itu sehingga dalam waktu tak berapa lama, belasan batang pohon telah tumbang!
"Wah-wah-wah, kalian berdua ini dapat menjadi tukang-tukang penebang pohon yang amat baik dan menguntungkan sekali, heh-heh-heh!" Kakek bongkok itu tertawa-tawa.
"Sute, tahan......!" Tiba-tiba Kim-to Lai Ban berseru. Kedua orang sutenya itu lalu mundur, akan tetapi muka mereka merah dan mata mereka melotot ke arah kakek bongkok yang kini masih duduk ongkang-ongkang di atas dahan sebuah pohon lain, agak jauh dari situ karena pohon-pohon yang berdekatan telah tumbang semua. "Asal kakek itu tidak mencampuri urusan secara langsung, biarkan dia menggoyang lidahnya, setidaknya dia sudah tahu bahwa Tiat-ciang-pang tak boleh dibuat bermain-main." Kemudian Lai Ban menghadapi Keng Hong dan berkata, "Orang muda, engkau sudah melihat sendiri kehebatan pukulan Tiat-ciang-kang dari kedua suteku. Aku tidak ingin menggunakan kekerasan terhadapmu. Kalau kau menyerahkan diri tanpa perlawanan, kami pun akan membawamu ke hadapan pangcu tanpa kekerasan."
Episode 95 Semenjak tadi, Keng Hong memandang kakek bongkok dengan penuh perhatian. Dia dapat menduga bahwa kakek itu bukan sembarang orang, akan tetapi yang paling menarik hatinya adalah bunyi kalimat yang merupakan kalimat yang terukir di pedang Siang-bhok-kiam. Ingin dia bertanya tentang kalimat itu kepada si kakek bongkok, akan tetapi dia masih menghadapi urusan dengan orang-orang Tiat-ciang-pang ini, maka dia harus dapat membereskan urusan ini lebih dulu. Tadi dia melihat kehebatan pukulan dua orang tokoh Tiat-ciang-pang itu dan dia maklum bahwa orang-orang ini benar-benar amat lihai dan memiliki pukulan maut yang amat kuat. Dalam hal ilmu silat, tentu saja dia masih kalah jauh, akan tetapi dalam hal sinkang, mereka itu tidak ada artinya baginya. Juga dia memiliki kecepatan gerakan yang jauh melampaui mereka.
"Lai-pangcu, kedua orang sutemu telah mendemonstrasikan kelihaian dan hal ini hendak kaupergunakan untuk menundukanku, apa bedanya itu dengan kekerasan" Tidak, Pangcu, karena aku tidak merasa bersalah, aku tetap tidak mau kau bawa pergi menghadap ketua kalian di Tiat-ciang-pang."
"Bocah, kau benar-benar keras kepala!" teriak seorang di antara dua orang sute Lai Ban yang tadi mengejar-ngejar si kakek bongkok. Mereka masih terlalu pensaran dan marah karena merasa dipermainkan si bongkok, kini mereka seolah-olah hendak menimpakan kemarahan mereka kepada Keng Hong. "Ji-suheng, serahkan saja bocah ini kepada kami, tidak perlu kiranya Ji-suheng turun tangan sendiri!"
Episode 96 ?Kim -to Lai Ban adalah seorang cerdik. Kalau tadi dia menyuruh kedua orang sutenya mundur adalah karena pandang matanya yang awas dapat menduga bahwa kakek bongkok itu bukan orang sembarangan. Kalau pemuda yang lihai ini saja belum dapat ditundukkan, sunggah tidak menguntungkan kalu menambah seorang lawan lagi yang belum dapat diukur sampai di mana kelihaiannya. Kini, dia harus mengawasi gerak-gerik si bongkok yang dia duga tentu akan membantu Keng Hong , maka dia mengambil keputusan untuk "menyerahkan" Keng Hong kepada anak buahnya dan dia sendiri yang akan turun tangan kalau kakek bongkok itu mencampuri urusan ini. Anak buahnya ada puluhan orang, masa tidak akan mampu menangkap Keng Hong. Maka dia lalu mengganggukkan kepala dan berkata.
"Baik, tangkaplah bocah sombong ini !"
Dua orang tokah Tiat-ciang-pang yang tinggi besar itu lalu bergerak dari kanan kiri Keng Hong sambil membentak keras, "Bocah, engkau ikutlah dengan kami !". Mereka mencengkeram ke arah pundak keng Hong dari kanan kiri dengan niat menangkap dan sekaligus membuat pemuda itu tidak berdaya dalam cengkeraman tangan besi mereka.
Keng Hong dapat merasakan sambaran angin pukulan tangan mereka itu yang amat kuat dan mantep. Dia tidak takut menghadapi cengkeraman itu karena kalau dia mengerahkan sinkang ke arah sepasang pundaknya, kulit pundaknya akan menjadi kebal dan agaknya tidak perlu takut menghadapi cengkeraman mereka. Akan tetapi setidaknya, bajunya tentu akan menjadi robek-robek dan dia tidak menghendaki ini. Pula, dia pun harus memperlihatkan kelihaiannya, maka cepat dia mengangkat kedua tangan ke kanan kiri, mengerahkan tenaga dan menangkis dengan tolakan dari samping mengadu pergelangan kedua tangannya dengan lengan kedua orang lawannya.
"Plak! Plak!"
Dua orang tokoh tiat-ciang-pang itu berteriak kaget dan tubuh mereka terdorang ke belakang ke belakang , lengan mereka yang tertangkis terasa nyeri dan panas sekali. Hanya dengan pengerahan tenaga saja mereka dapat mencegah tubuh mereka terguling, dan kini mereka memandang dengan kemarahan berkobar, sejenak mengelus pergelangan tangan yang terasa senut-senut.
Orang-orang Tiat-ciang-pang menjadi marah sekali dan tanpa menanti komando, mereka sudah menerjang maju dengan senjata di tangan mengeroyok Keng Hong. Hal ini bukan hanya menunjukkan bahwa orang-orang Tiat-ciang-pang suka main keroyok, melainkan karena mereka ini terlatih dalam perang melawan pasukan-pasukan kerajaan sehingga mereka memiliki jiwa setia kawan yang tebal dan setiap melihat seorang kawannya, apalagi pimpinan , terdesak atau terpukul, tanpa dikomando mereka lalu maju menerjang.
Hal ini menimbulkan rasa marah di hati Keng Hong. Tadinya dia tidak marah, hanya ingin berpegang kepada kebenaran menurut faham dan pendapatnya sendiri dalam urusannya dengan orang-orang Tiat-ciang-pang , maka dia pun tidak berniat untuk menurunkan tangan maut. Akan tetapi, sekarang melihat betapa puluhan orang itu bergerak seperti semut menggeroyoknya, dia menjadi marah dan menbentak keras.
"Kalian manusia-manusia curang tak tahu malu!" Dan tubuhnya lalu menerjang ke depan, sambil mengerahkan tenaga pada kedua lengannya, Keng Hong menangkis, mencengkeram dan memukul. Karena para pengeroyoknya hanyalah para anggota Tiat-ciang -pang rendahan , maka berturut-turut robohlah enam orang yang mengeroyok dari sebelah depan!"
Tiba-tiba angin pukulan yang amat dahsyat menghantam dari arah belakang dari kanan kiri menuju ke punggung Keng Hong. Pemuda ini terkejut karena angin pukulan ini hebat bukan main. Ia maklum bahwa dua orang tokoh Tiat-ciang-pang tukang robohan pohon tadi telah menyerangnya dari belakang, menggunakan kesempatan selagi dia sibuk menghadapi penggeroyokan banyak orang dari depan. Keamarahan Keng Hong memuncak dan dia mengeluarkan suara pekik melengking sambil mengerahkan sinkang ke tubuh bagian belakng.
"Buk...! Buk...!" Dua kepalan tangan yang amat kuat telah menghantam punggung Keng Hong di kanan kiri. Akan tetapi pada saat itu, keng Hong yang sedang marah sekali telah mengerahkan tenaganya dan tenaga mujijatnya timbul di luar kehendakknya sehingga begitu dua kepalan itu sehingga melekat pada punggung tak dapat dilepaskan pula. Dua orang itu adalah ahli-ahli pukulan Tiat-ciang-kang, sungguhpun belum encapai tingkat paling tinggi, namun sudah cukup hebat dan tenaga sinkang mereka pun sudah amat kuat. Kini, menghadapi kenyataan mengerikan bagi mereka itu, kepalan tak dapat dilepas dari punggung dan tenaga sinkang mereka molos keluar seperti air membanjir karena tanggulnya bobol, tanpa dapat mereka tahan, mereka menjadi kaget dan juga panik. Cepat mereka menggunakan tangan kiri mereka, mengirim pukulan dengan pengerahan tenaga sepenuhnya, kini mereka memukul ke kanan kiri lambung. Pukulan ini adalah pukulan maut, karena selain yang memukul adalah kepalan-kepalan tangan yang penuh dengan hawa sakti Tiat-ciang-kang, juga yang dipukul adalah lambung yang biasanya merupakan tempat yang lemah. Akan tetapi, justru bagian tubuh Keng Hong yang dekat pusar merupakan bagian-bagian yang paling "peka" dan aktif sekali kalau tenaga mujijat yang menyedot itu sedang bekerja, maka begitu dua pukulan itu menyentuh lambung, kontan saja tersedot dan melekat!
Dua orang tokoh tiat-ciang-pang itu kini menjadi seperti dua ekor lintah yang melekat, tak dapat terlepas pula dan tenaga sinkang mereka terus menerobos keluar melalui kedua tangan mereka measuki tubuh keng hong yang menjadi makin lamban gerakan-gerakannya akan tetapi menjdai makin hebat tenaga sinkangnya. Dia hanya melangkah perlahan-lahan ke depan, kedua lengannya bergerak perlahan pula, akan tetapi kedua tangannya itu mengeluarkan angin bersuitan dan setiap orang pengeroyok yang terdorong oleh angin pukulan ini tentu roboh terjengkang! Hal ini tidaklah aneh kalau dipikir bahwa pada saat itu, yang memang sudah amat kuat, melainkan ditambah lagi oleh tenaga Tiat-ciang-kang dari kedua orang yang menempel yang di tubuhnya dari belakang itu!
Episode 97 "Pemuda iblis"!!" kim-to lai ban menjadi marah sekali. 'Lepaskan dua orang suteku!" Ia marah dan juga ngeri menyaksikan betapa dua orang sutenya itu kini telah bergantung pada tubuh Keng Hong dengan lemas, wajah mereka pucat separti mayat. Sebetulnya hal ini adalah kesalahan dua orang itu sendiri. Tenaga mujijat yang bergerak di seluruh tubuh Keng Hong adalah tenaga yang hanya mengenal dan menyedot tenaga sinkang dari luar. Andaikata seorang manusia biasa yangtidak pernah berlatih sehingga tenaga sakti dalam tubuh mereka tidak bangkit, membuat mereka itu hanya bertenga biasa dari otot-otot saja, aka tenaga mujijat di tubuh Keng hong takkan dapat berbuat apa-apa,dan orang yang tidak bersinkang itu tidak akan dapat terlekat dan tersedot. Demikian pula bagi mereka yang memiliki tenaga sakti seperti dua orang Tiat-ciang-pang itu, andaikata mereka tidak mempergunakan tenaga sinkang, tentu mereka akan terlepas dengan sendirinya dari tubuh Keng Hong. Tadi mereka memukul dengan tangan kanan, disusul dengan tangan kiri, mempergunkan Tiat-ciang-kang, pukulan yang sepenuhnya didasari tenaga sinkang, tentu saja mereka terlekat dan tersedot. Setelah demikian, mereka meronta dan mengerahkan tenaga pula untuk berusaha melepaskan diri. Tentu saja usaha pengerahan tenaga ini merupakan "makanan" bagi tenaga mujijat di tubuh Keng Hong yang bekerja sehingga makin hebat mereka berusaha untuk melepaskan diri makin hebat pula mereka tersedot dan melekat terus!
"Aku... aku tidak bisa melepaskan mereka...!" kata Keng Hong gugup. Peristiwa seperti ini terulang kembali dan selalu dia menjadi gugup. Apalagi sekarang bukan hanya dua orangitu yang melekat dan tersedot sinkangnya, juga ada dua orang lain yang tadinya berusaha embantu kawan mereka, kini menempel dan tersedot sinkangnya. Yang menjemukan, dua orang ini menjerit-jerti seperti dua ekor babi disembelih! Ingin Keng Hong melepaskan dari mereka, akan tetapi dia sendiri pun tidak tahu bagaimana caranya!
Jawabannya yang memang sesungguhnya itu diterima salah oleh Kim-to Lai Ban, dia menjadi makin marah dan dicabutlah golok emasnya. "Terpaksa aku membunuhmu, pemuda iblis!" serunya dan dia menerjang maju, lalu meloncat ke atas dan berteriak keras menyerang Keng Hong.
Pemuda ini maklum betapa hebat dan berbahayanya serangan Kim-to Lai Ban itu. Maka dia pun mengeluarkan pekik melengking dan tubuhnya sudah mencelat ke atas, membawa empat tubuh yang menempel di sebelah belaknang tubuhnya sendiri itu ke udara. Menghadapi serangan golok lawan yang demikian dahsyatnya, yang beruabah menjadi sinar keemasan yang melengkung panjang, Keng Hong sudah mengerahkan tenaga dan menggunakan jurus In-keng-hong-wi (Awan menggetarkan Angin dan Hujan), yaitu jurus kedelapan atau jurus terakhir, jurus yang paling dahsyat daripada ilu silatnya, San-in-kun-hoat (Ilmu Silat Tangan Kosong Awan Gunung) yang hanya terdiri dari delapan jurus itu. Jurus ini amat sukar dimainkan, namun juga amat hebat gerakannya, karena selagi berada di udara menyambut terjangan lawan yang juga meloncat ke udara itu, kaki kiri Keng Hong bekerja susul menyusul dalam rangkainan yan selain cepat tak terduga, juga amat aneh dalam kerja sama yang rapi sekali. Kedua kakinya sudah sususl menyusul melakukan tendangan ke arah pergelangan tangan Kim-to Lai Ban yang memegang golok dan ke arah pusar, sedangkan kedua tangannya susul menyusul pula melakukan serangan, yang kiri mencengkeram ke arah ubun-ubun kepala sedangkan yang kanan mengikuti gerakan golok yang ditarik ke belakang karena tendangannya sedetik yang lalu!
"Hayaaaaa..!!" Selama hidupnya baru sekali ini Kim-to Lai Ban menjadi gugup. Tadinya dia memutar goloknya dan melompat ke atas melakukan serangan dengan jurus yan paling ampuh dari ilu goloknya. I harus menyelamatkan dua orang sutenya, maka dia tidak segan-segan lagi menurunkan serangan maut, goloknya membentuk lingkaran dan sasarannya adalah leher lawan, sedangkan tangan kirinya yang terbukajarinya mencengkeram ke arah lehar Keng Hong .
Akan tetapi, siapa kira, lawannya itu malah meloncat pula dan menyambut serangannya secara terbuka di udara ! Tentu saja tubuh mereka bertemu di udara dan dalam beberapa detik ini telah terjadi beberapa gebrakan hebat. Kim-to Lai ban terpaksa menarik goloknya karena pergelangan tangannya yang menbacok itu dipapaki tendangan dari bawah , akan tetapi tangan kirinya berhasil "masuk" dan mengcengkeram leher Keng Hong karena dia menang dulu. Dapat dibayangkan betapa kagetnya ketika jari-jari tangannya yang mengcekeram leher itu seperti mencengkeram daging yang amat lunak dan sekaligus tenaganya tersedot dan tangannya melekat! Sebelum hilang rasa kagetnya, pusarnya terancam tendangan yang cepat dia elakkan, akan tetapi tiba-tiba goloknya terampas oleh tangan Keng Hong dan ubun-ubunnya juga terancam oleh cengkeraman sebelah tangan pemuda luar biasa itu!
"Celaka..!" Lai Ban berseru keras, berusaha membetot tangannya dan pada detik lain, dia mengirim tusukan dengan dua buah tangannya ke arah mata Keng Hong dan hal ini sama sekali tak dapat dielakkan maupun ditangkis oleh pemuda itu! Dalam detik itu, nyawa Lai Ban terancam maut oleh cengkeraman pada ubun-ubunnya sedangkan keselamatan mat Keng Hong terancam kebutaan oleh dua jari tangan Kim-to Lai Ban.
"Heh-heh-heh, sayang..sayang..!" Terdengar kakek yang duduk nongkrong di atas pohon itu tertawa dan dari tangannya menyambar dua butir buah mentah dari pohon itu. Yang sebutir menyambar siku lengan Lai Ban yang menusuk jari tangannya ke arah mata Keng Hong , adapun yang sebutir lagi melayang ke arah siku lengan Keng Hong yang mencengkeram ke arah ubun-ubun lawannya. Biarpun buah mentah itu tidak keras, namun ternyata tenaga luncur dan tenaga totokannya dahsyat sekali sehingga tiba-tiba kedua lengan yang tertotok buah-buah entah itu menjadi lumpuh dan kedua orang itu meloncat turun ke bawah. Untung bagi Lai Ban bahwa ketika dia tertotok oleh buah mentah yang melayang tadi, kelupuhannya membuat dia terlepas dari tenaga ujijat keng Hong yang menyedot dan menempelnya sehingga dia dapat meloncat ke bawah. Ia terkejut bukan main dan hanya dapat memandang kepada Keng hong dengan mata terbelalak dan mulutnya menggumamkan bisiskan, "Iblis....!" keudian dia terbelalak kaget ketika tubuh dua orang sutenya dan doa orang anak buahnya, mereka berempat yang tadi melekat di belakang Keng Hong seperti lintah, kini telah menggeletak tak bernyawa lagi! Kiranya tadi karena terlalu lama mereka tersedot sinkangnya dan mereka sama sekali tidak berdaya, hawa sakti tubuh mereka tersedot sampai habis sama sekali sehingga mereka dengan sendirinya terlepas dan jatuh ke atas tanah dalam keadaan tak bernyawa lagi. Melihat ini, Kim-to Lai Ban menjadi makin marah dan selagi dia bersiap untuk mengerahkan anak buahnya yang saat banyak dan mengeroyok mati-matian untuk menebus kematian dua orang sutenya, tiba-tiba Keng Hong meloncat pergi, melempar golok rampasannya ke atas tanah sambil berseru.
Episode 98 "Locianpwe, tunggu dulu.....!"
Ketika Lai Ban memandang teliti kiranya pemuda iblis itu telah lari mengejar kakek bongkok yang juga sudah melarikan diri amat cepatnya . Kim-to lai Ban menggeget giginya sabil memandang jauh ke depan sampai dua bayangan itu lenyap, kemudian menggeleng-gelengkan kepala dan menghela nafas dengan penuh duka. Sungguh tak dia sangka bahwa hari ini nama besarnya, juga nama besar Tiat-ciang-pang akan hancur hanya oleh seorang bocah yang tak ternama! Dengan hati penuh penasaran dan dendam terhadap Keng Hong , Kim -to Lai Ban lalu menyuruh anak buahnya mengangkut empat jenazah itu dan membawa pergi dari tempat itu. Dia maklum bahwa mengejar pemuda itu takkan ada gunanya. Sudah dia saksikan betapa ilmu lari cepat peuda itu amat hebatnya ketika mengejar si kakek bongkok, seperti terbang saja . Dan ilmu kepandaiannya pun mujijat. Belum lagi diingat kakek bongkok itu yangjuga memiliki kesaktian. Biarlah, untuk sekali ini Tiat-ciang-pang boleh mengaku kalah, akan tetapi urusan ini takkan habis sampai disitu saja! Pada suatu saat, dendam ini harus terbalas! Demikianlah tekad hati Lai Ban sambil mengiring jenazah ke empat orang kawan, atau lebih tepat, dua orang sute dan dua orang anak buah itu kembali ke pusat Tiat-ciang -pang yang berada di sebuah di antara puncak-puncak pegunungan Bayangkara. ***
Kakek kecil pendek yang bongkok itu ternyata dapat lari cepat sekali. Tadinya kakek itu menggunakan ilmu berlari cepat secara melompat-lompat sepert katak, sekali melompat ada sepuluh meter jauhnya dan begitu kakinya tiba di atas tanah terus melompat lagi ke depan. Akan tetapi Keng Hong yang oleh mendiang gurunya di gembleng terutama sekali untuk tenaga dan kecepatan, dapat bergerak lebih cepat lagi. Tubuh peuda yang kini terlalu penuh dengan hawa sinkang "rampasan" dari orang-orang Tiat-ciang-pang tadi, ringan seperti sebuah balon karet penuh hawa, maka dia dapat berlari cepat dan ringan sekali mengejar, makin lama makin dekat sabil berteriak.
"Locianpwe, tunggu dulu...!" Mendengar ini, kakek itu berlari makin cepat lagi.
"Heiii, Locianpwe yang bongkok, tunggu...!" Suara Keng Hong makin keras dan ketika kakek itu menoleh dan melihat betapa pemuda itu mengejarnya dengan cara yang sama, yaitu melompat-lompat seperti katak, akan tetapi dengan lompatan yang lebih jauh daripada lompatannya, dia kaget kaget sekali dancepat mengubah caranya berlari. Kini dia tidak berlompatan lagi, melainkan berlari dengan gerakan yang luar biasa cepatnya sehingga kedua kakinya itu lenyap bentuknya dan tampak seperti kitiran berputar sehingga kelihatannya seperti roda. Langkah-langkahnya pendek-pendek, sesuai dengan kedua kakinya yang pendek-pendek, namun gerakannya cepat sekali sehingga tubuhnya meluncur ke depan seperti seekor kuda membalap.
"Heh-heh-heh, tak mungkin kau dapat mengejarku lagi, bocah bandel!" Kakek itu terkekeh dan mengerahkan seluruh tenaganya untuk berlari secepat mungkin. Beberapa lamanya kakek itu berlari sampai dia merasa yakin bahwa pemuda itu kini tentu telah tertinggal jauh dan kalau dia teruskan, napasnya mungkin akan putus meninggalkan tubuhnya yang sudah amat tua. Selagi dia hendak memperlambat larinya, tiba-tiba dekat sekali di belakangnya terdengar teriakan Keng Hong.
"Heiii, Locianpwe, mengapa melarikan diri" Saya hendak bicara..!"
Kakek bongkok itu menengok dan alangkah kagetnya ketika mendapat kenyataan bahwa kini pemuda itu pun berlari cepat seperti dia, cepat sekali seperti terbang melayang saja. Karena merasa bahwa lari pun tidak ada gunanya, kakek itu berhenti dan membalikkan tubuh menanti sampai Keng Hong tiba di depannya. Pemuda itu masih merah sekali mukanya, sampai matanya pun masih merah sebagai akibat daripada kebanjiran sinkang di tubuhnya, akan tetapi dia sudah tenang karena tadi kelebihan hawa sakti itu telah banyak dia pergunakan untuk melakukan pengejaran terhadap kakek yang amat cepat larinya itu, dan di sepanjang jalan Keng Hong menggunakan tangannya mendorong roboh beberapa batang pohon besar.
"Ehhh, bocah yang keji seperti setan. Apakah engkau masih belum kenyang , mengejarku untuk menyedit habis sinkangku dengan ilmu sesatmu Thi-khi-i-beng ?" Ia bertanya sambil memandang tajam. "Seekor lintah hanya menyedot darah sampai kenyang baru puas, akan tetapi engkau menyedot hawa orang sampai empat orang mati masih belum puas, sungguh jauh lebih keji daripada seekor lintah!"
Keng Hong mengerutkan alisnya dengan hati risau. "Locianpwe, benarkah ada itu ilmi yang dinamai Thi-khi-I-beng" Apakah benar tenaga menyedot yang keluar dari tubuhku itu tadi Ilmu Thi-khi-I-beng ?"
Kakek itu membusungkan dada menegakkan kepala dan memandang Keng Hong dari bawah dengan sikap seorang guru memandang muridnya, kemudian dia menunjuk hidung sendiri sambil berkata.
"Aku Siauw-bin kuncu (Budiman Berwajah Rahmah) selamanya tidak suka membohong. Seorang kuncu (budiman) tidak akan membohong ! Terang bahwa kau tadi menggunakan ilmu menyedot sinkang lawan, apalgi namanya kalau bukan Thi-khi-I-beng yang kabarnya sudah lenyap dari permukaan bumi dan dibawa lari untuk dijadikan ilmu para iblis dan setan " Akan tetapi sekarang ternyata kau memilikinya. Hih, sungguh mengerikan, sungguh keji menakutkan!" Setelah berkata demikian, dia bergidik dan mengangkat guci araknya, terus dituangkan isi guci ke dalam mulutnya sambil terdengar bunyi menggelogok. Kemudian dia menutup mulut guci, mukanya menjadi merah dan wajahnya tertawa-tawa lagi. "Heh-heh-heh, seteguk arak mengusir semua kerisauan hati! Biarpun engkau memiliki ilmu iblis, tentu takkan kau pergunakan untuk menyedot hawa dari tubuhku, bukan ?"
Keng Hong menggeleng kepalanya. "Locianpwe telah menolong saya, telah menyelamatkan nyawa saya dengan sambitan tadi, mengapa saya hendak menganggu locianpwe yang budiman " Tidak sama sekali, saya mengejar locianpwe untuk menghaturkan terima kasaih atau pertolongan itu dan .."
"Tidak ada tolong menolong ! Siapa suka menolong orang yang seuda ini telah memiliki ilmu begitu keji sehingga tidak segan-segan membunuh orang" Seekor lintah menyedot darah hanya secukupnya saja, setelah kenyang melepaskan diri. Akan tetapi engkau menyedot hawa orang sampai orang-orang itu mati. Aku tidak menolong siapa-siapa, hanya tidak suka melihat pembunuhan-pebunuhan."
Episode 99 "Ah, akan tetapi saya tidak sengaja membunuh ereka, Locianpwe..."
"Bohong! Ingat, tidak baik membohong dan aku, Siauw-bin Kuncu selaanya tidak sudi membohong! Kebohongan itu berantai, sekali berbohong engkau harus selalu membohong untuk menutupi kebohongan-kebohongan yang terdahulu."
Keng Hong menahan senyumnya, "Saya tidak perlu berpura-pura, Locianpwe. Sekali waktu, kalau perlu saya akan membohong. Saya tidak pernah mempunyai niat di hati untuk membunuh siapapun juga. Dan ilmu Thi-khi-i-beng yang Locianpwe sebut-sebut itu sama sekali saya tidak mengerti dan tidak pernah mempelajarinya. Tenaga sedotan yang berada di tubuh saya ini bukan saya pelihara dan bergerak di luar kesadaran saya."
"Eh, eh, eh, mengapa begitu" Aku melihat engkau seorang bocah yang baik, maka aku condong memihakmu ketika engkau ribut-ribut dengan orang-orang Tiat-ciang-pang. Akan tetapi aku kecewa melihat engkau mempergunakan ilmu yang sesat itu. Dan sekarang kau mengatakan tidak sadar akan ilmu itu " sungguh luar biasa... ."
"Sudahlah, Locianpwe. Sesungguhnya selain hendak menghaturkan terima kasih kepada Locianpwe, saya hendak mohon penjelasan, hendak bicara dengan Locianpwe.."
"Hemmm, boleh. Bicara tentang apa ?"
"Tentang air !"
Kakek itu melongo. Mulutnya masih tersenyum akan tetapi karena terbuka lebar kelihatan lucu, matanya terbelalak, tangan kirinya perlahan-lahan diangkat ke atas dan menggaruk-garuk bagian atas kepalanya yang botak kelimis.
"Eh, orang muda, apakah kau gila ?" tanyanya, pertanyaan yang sungguh-sungguh dengan wajah serius, bukan main-main atau memaki.
Timbul kegembiraan di hati Keng Hong. Pemuda ini memang memiliki dasar watak gembira, maka biarpun kelihatannya pendiam, setiap kali bertemu dengan orag yang bersikap riang dan lucu,tentu dia akan mudah terbawa riang pula.kakek ini selain aneh, lihai, juga amat lucu dan gembira. Melihat sikap sungguh-sungguh ketika kakek yang nama julukannya saja sudah aneh itu bertanya apakah dia gila, Keng Hong tak dapat menahan kegelian hatinya dan dia tertawa bergelak, membuat kakek itu makin curiga, makin keras mengira bahwa pemuda ini benar-benar telah gila!
"Tidak, Locianpwe. Aku belum gila dan mudah-mudahan tidak akan gila," jawab Keng Hong.
"Yang kumaksudkan dengan air adalah kalimat yang Lociapwe berikan kepada saya sebagai nasihat menghadapi orang-orang Tiat-ciang-pang. Kalimat yang amat menarik hati saya dan yang ingin sekali saya tanyakan kepada locianpwe tentang artinya."
"Kalimat apa ?"
"Yang seperti bunyi ujar-ujar kuno yang suci, mengenai air." Keng Hong sengaja memancing.
"Sangat banyaknya ujar-ujar suci yang membawa-bawa air sebagai wejangan. Yang mana yang kaumaksudkan" Nasihat apa yang kuberikan tadi" Aku sudah tidak ingat lagi. Pertanyaan-pertanyaanmu aneh dan membikin aku bingung. Eh, benar-benarkah engkau tidak miring otak, ya?"
"Tidak, Locianpwe. Kalau locianpwe lupa, biarlah saya mengulang kalimat yang locianpwe ucapkan tadi. Begini bunyinya : Kebijaksanaan tertinggi seperti air."
"Heh-heh-heh! Betul sekali! Kebijaksanaan tertinggi seperti air! Lengkapnya begini :
Kebijaksanaan tertinggi seperti air yang member manfaat kepada segala sesuatu mengalir ke tempat rendah yang tak disukai orang karena itu, sifatnya berdekatan dengan Too.."
"Eh bukankah itu ayat di kitab Too-tik-khing bagian ke delapan ?" Keng Hong berseru girang dan heran.
Sebaliknya, kakek bongkok itu memandang Keng Hong dengan mata beerseri, "Hayaaaaa. Engkau ini benar-benar bocah yang kukoai (aneh) sekali! Mengerti dan hafal pula ayat-ayat di kitab Too-tik-khing ?"
"Tentu saja hafal karena saya sudah berkali-kali menghafalnya, Locianpwe. Tadi saya lupa dan ... ah, hal ini tidak perlu. Yang penting sekarang apakah Locianpwe mengenal pula kalimat yang berbunyi seperti ini : Tulus dan sungguh mengabdi kebajikan."
"Kaumaksudkan tulus dan sungguh mengabdi kebajikan seperti air keluar dari sumbernya" Dan sewajarnya seperti munculnya matahari dan bulan atau sewajarnya seperti empat musim yang datang bergantian" Ujar-ujar itu lengkapnya berbunyi begini : Phouw Phek Yan Coan, Ji Si Chut Ci."
"Wah, itu adalah ujar-ujar pasal tiga puluh satu ayat dua dari kitab Tiongyeng!" kembali Keng Hong berseru hirang sekali karena mengenal ujar-ujar itu yang pernah dihafal seluruh isi kitabnya di luar kepala.
Sekali lagi kakek bongkok itu bengong dan kagum. "Kau juga pandai ujar-ujar Nabi Khongcu " Wah, bocah apakah engaku ini " Kalau gila terang belum! Akan tetapi, engaku mengausai ilmu sesat Thi-khi-I-beng, ginkangmu luar biasa sekali dapat menandingi aku, sinkangmu menakjubkan, dan engkau hafal akan kitab-kitab Too-tik-khing dan Tiong-yong ! siapakah sesungguhnya engaku ini bocah aneh ?"
Episode 100 Akan tetapi Keng Hong yang sudah mengenal dua di antara tiga baris kalimat yang terukir di pedang Siang-bhok-kiam, menjadi begitu girang sehingga dia tidak mempedulikan lagi pertanyaan kakek itu, melainkan cepat dan menahan napas ketika dia berkata lagi.
"Satu lagi, Locianpwe. Satu lagi mohon bantuanmu. Dengarkanlah kalimat ini : Tukang saluran mengalirkan airnya kemana dia suka"
Tiba-tiba sikap kakek itu berubah. Dia selamanya tidak bisa marah, akan tetapi sekarang berpura-pura marah, atau memasang muka seperti orang marah. Betapapun juga, karena mukanya itu muka lucu, memasang mukla marah tidak kelihatan menyeramkan atau menakutkan, malah menggelikan!
"Bocah sombong! Apakah engkau hendak menantang aku " Apakah enkau tidak percaya akan julukanku Siauw-bin-Kuncu" Aku berjuluk Kuncu, tentu saja aku seorang bijaksana yang sudah mengenal seluruh ayat di permukaan bumi ini! Apakah engkau sengaja hendak mengujiku" Sekaligus kau mengeluarkan tiga ayat dari tiga macam agama, apa kau kira aku berjuluk kuncu hanya untuk main-main dan palsu belaka" Kalau memang kau hendak menantangku berdebat tentang filsafat agama-agama di dunia ini, bilang saja terus terang, dan akan kulayani sampai mengaku keok!"
Keng Hong menahan kegelian hatinya, ia maklum bahwa kakek ini seorang tokoh yang amat aneh dan agaknya memang seorang ahli kitab-kitab suci. Kalau dipaksa dan dibujuk, biar dia menyembah-menyembahnya tentu takkan sudi memenuhi permintaannya, maka jalan satu-satunya hanya menantangnya!
"Ha-ha-ha, kusangka tadinya julukanmu hanya kosong belaka, siapa kira ternyata lebih kosong daripada yang kosong!" kata Keng Hong untuk memanaskan hati kakek itu. "Memang aku menantangmu berdebat tentang filsafat. Kalimat terakhir tadi tentu tidak kau kenal, maka engkau mencari-cari alasan, kakek bongkok!"
Anehnya kakek itu tidak marah malah tertawa-tawa. "Heh-heh-heh, engkau memujiku terlalu tinggi, orang muda. Siapa namamu tadi" Cia Keng Hong" Ah, aku mulai suka kembali kepadamu. Di dalam to-kauw terdapat paham bahwa yang kosong itu lebih berguna daripada yang isi, maka kau menyebut aku lebih kosong daripada ynag kosong. Pujian apa lagi yang lebih hebat daripada ini?"
Celaka, pikir Keng Hong. Kakek ini benar angin-anginan dan mencampuradukkan isi filsafat dengan ucapan-ucapan biasa. Akan tetapi dia tidak kekurangan akal. "Locianpwe, ada maksud saya dengan menjajarkan tiga ayat itu, karena dua ayat terdahulu sudah dapat Locianpwe tebak, harap tidak berlaku kepalang dan suka mengenal ayat terakhir tadi. Saya ulangi lagi. Tukang saluran mengalirkan airnya ke mana dia suka."
Kakek itu tertawa lalu bersenandung, "Tukang-tukang pembuat saluran air mengalirkan airnya ke mana mereka suka; para pembuat panah meluruskan anak panahnya; tukang kayu melengkungkan sebatang kayu; para bijaksana mengendalikan diri pribadi!".
Keng Hong meloncat dan berjingkrak-jingkrak saking senangnya. "Ha-ha-ha! Itulah ayat ke delapan puluh dari kitab Jalan Suci Kebajikan (Dhammapada).!"
Kakek itu melangkah dekat dan menantang, "Tak perlu mengejek! Kalau engkau memang seorang ahli dalam filsafat dari isi kitab suci dari tiga agama, mari berdebat dengan aku. Kalau aku kalah, aku akan membuang julukan Kuncu dan akan mengaku engkau sebagai guru!"
Keng Hong yang tadinya menari-nari kegirangan karena merasa dapat memecahkan arti tiga baris kalimat yang terukir di atas pedang Siang-bhok-kiam, tiba-tiba berdiam dan mengasah otaknya. Kalau sudah mengenal, lalu bagaimana lanjutannya" Bagaimana artinya yang berhubungan dengan rahasia penyimpanan pusaka-pusaka peninggalan gurunya" Ia mendapat akal dan ingin mempergunakan perngertian yang mendalam dari kakek yang berjuluk Siauw-bin Kuncu itu untuk mencoba membongkar rahasia yang tersembunyi di balik tiga baris kalimat itu.
"Baiklah, Locianpwe. Akan tetapi karena Locinpwe yang menantang, harap Locianpwe yang lebih dahulu menjawab pertanyaan-pertanyaan saya yang sulit-sulit.Kalau Locianpwe tidak dapat menjawab berarti Locianpwe kalah satu angka. Nanti kita saling perhitungkan, siapa yang mendapat angka terbanyak dia menang."
"Akur! Dapat menjawab mendapat satu angka, aku dapat menjawab dipotong satu angka. Majukan pertanyaanmu, bocah yang menyenamgkan hati!"
"Pertanyaan pertama. Apakah bedanya antara ketiga pelajaran yang Locianpwe sebutkan tadi, yaitu mengenai kalimat-kalimatnya yang saya sebutkan. Untuk jelasnya, apa bedanya antara tiga kalimat ini. Kebijaksanaan tertinggi seperti air! Tulus dan sungguh mengabdi kebajikan! Tukang sakuran mengalirkan airnya ke mana dia suka!"
"Heh-heh-heh, pertanyaan kanak-kanak. Amat mudahnya, lebih baik kau tanyakan yang lain dan yang lebih sulit. Baiklah kujawab. Ketiganya tidak ada perbedaannya dan ketiganya mengandung nasihat agar manusia meniru sifat ari air yang amat bijaksana. Mengapa air disebut bijaksana dalam ayat-ayat suci itu" Pertama karena air bergerak secara wajar, tidak memaksa sesuatu tidak menentang sesuatu, menurut sifat alam, keluar dari sumbernya dan mengalir menuju ke tempat rendah, menyerahkan diri untuk segala macam benda yang membutuhkannya dan memanfaatkannya, tanpa pamrih, dan selalu menempatkan diri di tempat yang paing rendah. Itulah inti pelajaran itu dan ketiganya menggunakan sifat air sebagai contoh."
"Tepat sekali, Locianpwe dan biarlah untuk jawaban ini Locianpwe mendapatkan angka satu. Sekarang pertanyaan kedua. Ada hubungan apakah antara ketiga ayat itu?"
Kakek itu mengernyitkan alisnya. Pertanyaan ini sulit sekali karena tidak mengandung maksud pemecahan filsafat, lebih condong kepada pertanyaan teka-teki. Akan tetapi dia tidak mau kalah karena kalau dia tidak dapat menjawab berarti dia kehilangan nilai satu angka! Memang Keng Hong sengaja mengajukan pertanyaan ini untuk memecahkan rahasia Siang-bhok-kiam. Ia maklum bahwa tiga kalimat di pedang itu diambil dari tiga bagian ayat Too-tik-khing., Tiong-yong dan Dhammapada, dan jika di dalam kalimat-kalimat itu terdapat rahasia yang sifatnya filsafat, maka sudah tentu akan dapat dipecahkan oleh kakek bongkok yang ternyata seorang ahli dalam segala macam agama. Kalau kakek bongkok ini tidak mampu memecahkannya, apalagi dia yang dahulu hanya menghafal saja segala kitab itu, belum dapat menyelami maknanya yang amat dalam. Kalau tidak memiliki maksud tersembunyi yang dalam, juga akan dapat dia pelajari dari jawaban kakek itu.
Episode 101 "Hubungannya hanya penggunaan air sebagai contoh nasihat. Tidak ada hubungan apa-apa lagi kecuali persamaan yang menyebut air itu. Kalau dipaksakan hubungannya, tiada lain hanya air dan memang oleh air, seluruh dunia ini dipersatukan dan jika mengingat akan air, tidak ada lagi yang terpisah-pisah, segala sesuatu di dunia ini sambung-menyambung dan sesungguhnya hanya satu, seperti air samudera, biarpun terdiri dari titik-titik air, namun tak dapat dibedakan karena merupakan kesatuan yang tiada bedanya."
Keng Hong menganguk-angguk, akan tetapi sesungguhnya di dalam hatinya dia menjadi bingung. Agaknya, ketika menuliskan kalimat-kalimat itu, gurunya maksudkan AIR! Akan tetapi, apa artinya air yang hendak ditunjukkan gurunya itu" Air di puncak Kiam-kok-san" Apa maksudnya" Air selalu mengalir ke tempat rendah! Dan di puncak itu ada sebuah kolam kecil yang menampug semua air yang jatuh dari langit, baik air hujan maupun air dari embun dan dari kolam ini, air mengalir ke bawah seperti sebuah sungai kecil, hanya dua kaki lebarnya, terus ke bawah melalui celah-celah batu karang.
"Bagus sekali jawabanmu, Locianpwe. Biarlah aku kalah dua nilai. Sekarang pertanyaan ketiga. Kalau ada orang menuliskan tiga buah kalimat tadi bersambung, dengan niat untuk memberitahukan sesuatu yang rahasia, yaitu hendak menunjukkan sesuatu tempat rahasia, apakah maksudnya?"
Mata kakek itu terbelalak. "Eh, orang muda. Benar-benarkah engkau tidak gila?"
Keng Hong tersenyum lebar, "Masih belum, Locianpwe. Kalau kelak sudah gila, akan kuberi tahu kepada Locianpwe. Sekarang aku belum gila!"
"Kita berdebat tentang filsafat, akan tetapi kau selalu mengajukan pertanyaan seperti anak-anak penggembala kerbau bermain teka-teki! Aku tidak sudi menjawab kalau kau hendak mempermainkan aku orang tua!"
"Ah, sungguh mati saya tidak mempermainkan Locianpwe. Pertanyaan saya ini amatlah penting bagi saya. Percayalah, Locianpwe, hanya satu pertanyaan itu lagi saja. Setelah itu, saya akan bertanya kepada Locianpwe tentang filsafat yang amat tinggi dan yang belum tentu bisa dijawab oleh dewa sekalipu, yaitu tentang mati dan hidup dan isinya!"
"Bagus! Nah, pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang seharusnya kudengar! Hayo lekas ajukan pertanyaan-pertanyaan tentang mati atau hidup itu."
"Nanti dulu Locianpwe. Saya minta Locianpwe menjawab lebih dulu pertanyaan saya tadi. Apa kira-kira yang dimaksudkan oleh orang yang merangkai tiga kalimat itu untuk menunjukkan sebuah tempat rahasia?"
Kakek itu meraba-raba dagunya, kemudian menggaruk-garuk botaknya. "Hemmm, kau keras kepala. Akan tetapi agaknya orang yang meninggalkan tanda seperti itu adalah seorang yang suka bergurau, seorang yang merasa kesepian sehingga melihat air pun lalu timbul pikiran yang bukan-bukan untuk mempermainkan orang lain. Tentu dia maksudkan air yang mengalir. Mungkin tempat yang dia rahasiakan itu dapat dicaei menurutkan air yang mengalir ke bawah. Dan karena dalam kalimat itu tidak terdapat angka-angka, maka mungkin sekali angka-angka sebagai ukuran tempat itu diambil dari nomor-nomor ayat dan bagian dari ketiga ayat suci itu. Kebijaksanaan tertinggi seperti air, terdapt dalam Too-tik-khing bagian ke delapan. Tulus dan sungguh mengabdi kebajikan adalah sifat-sifat kuncu seperti dinasihatkan dalam kitab Tiong-yong bagian tiga puluh satu ayat dua, adapun yang terakhir tukang saluran mengalirkan airnya ke mana dia suka terdapat dalam kitab Dhammapada pasal enam ayat delapan puluh. Kalau diambil angka-angka dalam ketiga ujar-ujar itu, maka terdapat angka delapan, tiga puluh satu, dua, enam,dan delapan puluh. Jika dijumlahkan, menjadi seratus dua puluh tujuh. Mungkin itulah rahasianya, tempatnya mengikuti aliran air, dan jumlah ukurannya seratus dua puluh tujuh!"
Keng Hong hampir berjingkrak-jingkrak dan menari-nari lagi. Itulah agaknya! Tidak ada lain tafsiran dan perhitungan lagi. Itu tentu yang dimksudkan mendiang suhunyal. Rahasia Siang-bhok-kiam! Rahasia tempat penyimpanan pusaka! Rahasia tiga baris kalimat di Pedang Kayu Harum itu!
"Terima kasih, Locianpwe. Sungguh budi Locianpwe amat besar bagi saya!" Setelah berkata demikian, Keng Hong membalikkan tubuhnya hendak pergi meninggalkan tempat itu.
"Eh, eh, eh, nanti dulu, orang muda! Seeokor kerbau diikat hidungnya,akan tetapi seorang manusia yang diikat mulutnya yang sudaah berjanji! Engkau tadi berjanji akan mengajukan pertanyaan tentang mati atau hidup. Hayo penuhi janji out lebih dulu, kemudian aku yang akan balas mengajukan pertanyaan-pertanyaan."
Dalam kegembiraannya, Keng Hong tadi hampir lupa akan janjinya, maka sambil tertawa dia lalu berhenti dan menghadapi kakek itu lagi. Ia mengerutkan alisnya, berpikir dan mengingat-ingat. Banyak filsafat hidup yang dia ketahui, dan di dalam kesempatan itu, dia akan mengajukan pertanyaan yang dia sendiri belum dapat menjawabnya dan yang jawaban kakek itu akan dapat menambah pengertiannya tentang hidup dan mati.
"Pertanyaan pertama, Locinpwe. Untuk apa manusia hidup harus melakukan kebajikan?"
"Heh-heh-heh, baru pertanyaanmu itu saja sudah tidak tepat, orang muda. Pertanyaanmu itu menyatakan bahwa seolah-olah kebajikan harus dilakukan UNTUK sesuatu. Padahal, sesuatu yang dilakukan dengan parih, bukanlah kebajikan lagi namanya. Seharusnya pertanyaan itu berbunyi: Mengapa manusia hidup harus melakukan kebajikan" Nah, untuk pertanyaan ini kujawab begini dan dengarlah baik-baik karena setiap orang manusia perlu mengetahui dan sadar akan hal ini."
Keng Hong mengangguk-angguk dan mendengarkan penuh perhatian.
Episode 102 "Kebajikan merupakan kewajiban manusia hidup karena hidup itu sesuai dan selaras dengan alam, maka untuk menyesuaikan diri dengan alam yang memberi manfaat pada setiap benda, manusia pun harus memnafaatkan diri sebagai sebagian daripada alam. Adapun pemanfaatan diri inilah yang mengharuskan manusia berkewajiban untuk mengisi hidupnya dengan kebajikan. Kebajikan berarti segala perbuatan baik yang ditujukan kepada orang lain atau sesama hidup. Perbuatan baik dalam arti kata berbuat demi keuntungan dan kesenangan orang lain. Karena itu harus tanpa pamrih karena dengan begitu barulah kebajikan ini wajar, seperti alam sendiri yang memberi tanpa meminta, tanpa pamrih. Kebajikan yang dilakukan dengan pamrih berarti palsu, hanya merupakan kedok untuk menutupi nafsu sendiri. Contohnya, kalau engaku menolong seseorang dengan pamrih rahasia dalam hati sendiri yaitu agar supaya engkau memperoleh pujian, maka perbuatanmu menolong itu sesungguhnya bukanlah kebajikan karena dasarnya bukan untuk menolong melainkan melakukan daya upaya agar memperoleh pujian! Andaikata di sana tidak ada harapan untuk memperoleh pujian, tentu saja engaku takkan suka melakukan perbuatan itu. Kebajikan sejati yang tanpa pamrih, adlah kebajikan yang dilakukan dengan kesadarnn bahwa itu adalah sebuah kewajiban mutlak dalam hidup. Kalau manusia sudah membiasakan diri meletakkan kebjaikan sebagai kewajiban hidup, maka pamrihnya akan lenyap karena perbuatan itu tidak dianggapnya baik atau buruk lagi, melainkan pelaksanaan tugas kewajiban hidup. Dan sebagaimana biasa, setiap kewajiban jika dilakukan dengan baik, akan mendatangkan rasa lega di hati dan lapang di dada."
Keng Hong mengangguk-angguk. Banyak sudah dia membaca uraian tentang kebajikan yang harus dilaksanakan manusia hidup di dunia ini, ada yang muluk-muluk uraiannya, ada yang berbelit-belit. Uraian kakek ini sederhana sekali dan gamblang, mudah dimengerti dan juga mudah diterima oleh akal. Benda apakah yang tidak ada guna atau manfaatnya di dunia ini" Semua ada manfaatnya bagi makhluk lain, memberi, memberi dan memberi tanpa pamrih. Buah-buahan pada pohon, bunga-bunga indah, tanah dan air, angin dan hujan, matahari dan bulan, binatang-binatang. Manusia berakal budi, masa kalah oleh yang lain dala mengusahakan agar dirinya bermanfaat bagi dunia dan isinya" Tentu saja manfaat yang ditimbulkan oleh perbuatan yang berguna dan menguntungkan sesamanya. Tidak melakukan kebajikan berarti sudah mengabaikan kewajiban hidup, apalagi melakukan hal yang menjadi lawannya, yaitu kejahatan!
"Bagus sekali uraian Locinpwe dan sudah membuka mata dan pikiran saya. Sekarang pertanyaan terakhir, Locianpwe. Bagaimanakah sikap manusia selagi hidup dan apa yang harus dilakukan sesudah mati?"
Kakek itu terkekeh. "Ha-ha-ha, jangan engkau memasukkan dirimu ke dalam kelopok mereka yang merasa ngeri menghadapi kematian, orang muda. Patut dikasihani mereka itu yang takut menghadapi pengalaman yang belum pernah dialaminya itu, ketakutan karena bayangan-bayangan sendiri. Aku lebih condong kepada pelajaran Nabi Khong-cu yang mengingatkan murid-muridnya mengapa ingin mengetahui tentang kematian sedangkan tentang hidupnya sendiri saja belum tahu artinya dan belum dapat mengisinya dengan sempurna" Seperti lahir bukan kehendak manusia, matipun bukan kehendak manusia, oleh karena itu lebih baik tentang kematian kita serahkan saja pada Pengurusnya karena itu bukanlah urusan atau wewenang manusia yang masih hidup. Yang terpenting sekarang adalah mengisi hidup, memepelajari tentang soal perikehidupan dan lika-likunya, seluk-beluknya karena kita adalah manusia hidup selaras dan sesuai dengan kehendak ala, kita harus dapat MENYESUAIKAN DIRI dengan apa yang ada disekeliling kita. Menyesuaikan diri terhadap manusia lain yang kita hadapi. Menyesuaikan kedalam lingkungan masyarakat dimana kita tinggal. Menyesuaikan diri dengan keadaan. Dengan menyesuaikan diri berarti tidak menentang karena hanya pertentangan yang akan menimbulkan keretakan dan kehancuran. Penyesuaian diri tentu akan meenimbulkan kerukunan, kecocokan dan dalam keadaan seperti ini, akan lebih mudah memanfaatkaan diri seperti yang telah kusinggung-singgung tadi tentang kewajiban manusia untuk mengisi hidup dengan kebajikan."
Keng hong yang hatinya masih diliputi ketegangan dan kegembiraan karena marasa dapat memecahkan rahasia Siang-bhok-kiam, menganggap sudah cukup mengobrol tentang hal yang amat tinggi dan sukar itu, maka ia cepat menjura dengan hormat dan berkata.
"Locianpwe, saya menghaturkan banyak terima kasih atas semua wejangan Locianpwe yang amat berharga baagi saya. Harap Locianpwe maafkan bahwa saya tidak dapat melayani Locianpwe lebih lama lagi."
"Eh-eh-eh, nanti dulu, orang muda. Engkau sudah mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang semua sudah kujawab. Sekarang tiba giliranku untuk bertanya tentang".."
"Saya mengaku kalah, Locianpwe. Memang Locianpwe hebat sekali dalam soal filsafat dan saya patut menjadi murid Locianpwe.bagaimana saya berani berdebat dengan Locianpwe" Sudahlah, saya mengaku kalah dan kelak kalau kita ada kesempatan bertemu lagi, tentu saya akan menyediakan lebih banyak waktu untuk mendengarkan wejangan-wejangan Locianpwe yang amat berharga. Selamat tinggal!" Keng Hong tidak memberi kesempatan lagi kepada kakek itu untuk membantah karena dia sudah cepat berkelabat melarikan diri sambil mengerahkan tenaganya. Ia mendengar kakek itu memanggil-manggil, namun dia tidak peduli dan berlari terus secepatnya. Dia kagum akan pengetahuan kakek itu tentang kitab-kitab suci dan ayat-ayatnya, kagum akan pandangan kakek itu tentang hidup. Akan tetapi dia merasa sangsi apakah kakek itu sudah dapat mengetrapkan semua teori dalam praktek, apakah kakek itu sudah dapat menyesuaikan tiga serangkai yang tak boleh dipisah-pisahkan dalam ilmu kebatinan, yaitu sesuainya hati, kata, perbuatan. Dia belum pernah menyaksikan sepak terjang kakek itu, akan tetapi orang telah berani memakai julukan Kuncu (Budiman Bijaksana) sungguh amat meragukan!
Akan tetapi setelah berlari jauh dan tidak melihat kakek itu mengejarnya, Keng Hong sudah melupakan lagi kakek itu. Pikirannya penuh dengan pemecahan rahasia Siang-bhok-kiam. Semenjak turun dari Kiam-kok-san, dia selalu bertemu dengan peristiwa-peristiwa hebat, bertemu dengan orang-orang yang berkepandaian tinggi dan beberapa kali terancam bahaya maut. Memang benar seperti pesan suhunya, kepandaiannya sendiri masih jauh daripada mencukupi untuk melindungi dirinya terhadap ancaman orang-orang sakti di dunai kang-ouw yang selalu membayanginya, yag amat tamak hendak merampas pusaka yang tersembunyi di balik rahasia Siang-bhok-kiam. Dia kini sudah dapat membuka rahasia itu. Dia harus kembali ke Kiam-kok-san mencari pusaka suhunya dan menggembleng diri dengan ilmu-ilmu gurunya. Setelah kepandaiannya cukup, mewarisi ilmu-ilmu gurunya, baru dia akan turun dari Kiam-kok-san dan dia akan dapat menghadapi lawan manapun juga dengan penuh kepercayaan kepada diri sendiri, seperti sikap gurunya ketika menghadapi begitu banyak lawan.
Episode 103 Dari pegunungan Bayangkara, Keng Hong terus lari ke barat dan beberapa hari kemudian dia telah memasuki daerah Pegunungan Kun-lun-san. Sesungguhpun Kun-lun-san dianggap sebagai pusat atau markas besar para tosu Kun-lun-pai, akan tetapi hal ini sebetulnya hanyalah anggapan dunia kang-ouw saja. Kun-lun-san adalah daerah pegunungan yang amat luas dan besar, sedangkan Kun-lun-pai hanyalah sebuah partai persilatan yang dibentuk oleh sekelompok tosu yang kemudian berkembang biak dengan murid-murid mereka, juga akhir-akhir ini kesemuanya tosu belaka. Biarpun jumlah mereka banyak, dan yang berdiam di puncak Kun-lun tidak kurang dari dua ratus orang, namun jumlah yang sedemikian itu tidak ada artinya bagi Pegunungan Kun-lun-san yang amat luas itu. Di sepanjang kaki Pegunungan Kun-lun-san, juga di lereng-lereng, terdapat pedusunan dan di bagian-bagian yang sunyi terdapat banyak pula pertapa-pertspa yang menyembunyikan diri. Hanya karena mereka ini memnag bersembunyi di tempat sunyi untuk bertapa dan tidak pernah mencampuri urusan dunia, maka fihak Kun-lun-pai juga tidak pernah mau menganggap mereka. Bahkan para tosu Kun-lun-pai itu sering kali turun tangan membantu para penduduk dusun-dusun di situ. Karena pengaruh Kun-lun-pai pula maka tidak seorang pun perampok berani mengacau di daerah Kun-lun-san.
Keng Hong terpaksa menghentikan perjalanannya dalam sebuah hutan ketika malam tiba. Ia merasa amat lelah karena selama beberapa hari melakukan perjalanan terus-menerus dan hanya berhenti kalau malam tiba. Makannya tidak teratur, kadang-kadang selama dua hari baru bertemu makanan. Malam ini dia lelah sekali dan begitu membuat api unggun dan merebahkan diri di bawah pohon, dia segera jatuh pulas. Malam itu gelap, tiada bulan dan angkasa hanya diterangi bintang-bintang yang sinarnya terlampau suram untuk dapat menembusi celah-celah daun pohon yang lebat. Menjelang tengah malam, dalam keadaan setengah sadar setengan mimpi, dia merasa betapa dia diberi minum orang. Dalam keadaan setengah sadar itu dia merasa betapa lengan yang halus lunak dan hangat memeluk lehernya, mengangkat kepalanya dan ketika pundaknya menyentuh dada yang menonjol, Keng Hong diam-diam tersenyum. Ada wanita yang bentuk tubuhnya halus lunak dan padat wanita muda, mencoba untuk meminumkan sesuatu kepadanya. Dia tidak takut akan segala macam racun karena dia sudah kebal terhadap racun, maka tanpa ragu-ragu lagi dia menurut saja dan minum dari cawan yang ditempelkan di bibirnya. Bibir cawan yang halus, rasa anggur yang ahrum dan manis, mengingatkan dia akan bibir Sim Ciang Bi, gadis Hoa-san-pai yang belum lama ini telah melayaninya dalam cinta kasih yang mesra, maka setelah minum habis anggur itu, dia berbisik.
"Ciang Bi.. Kekasihku.."
Akan tetapi tiba-tiba lengan yang halus itu merangkulnya lebih erat dan sepasang bibir yang hangat menyumbat mulutnya dalam sebuah ciuman yang membuat Keng Hong bergidik. Kalau Ciang Bi, betapapun mencintainya, tak mungkin dapat memberinya ciuman seberani dan sepenuh nafsu seperti ini. Hanya Cui Im yang akan dapat melakukan ciuman seperti ini. Akan tetapi Keng Hong tidak peduli melainkan menerima hal itu sebagai suatu kenikmatan, pelipur hati gelisah dan lelah setelah mengalami banyak hal ynag berbahaya. Dia tidak minta, dia tidak mengajak, melainkan gadis itu sendiri yang datang dan "memperkosanya". Bukan, bukan memperkosa karena dia menerima dengan senang hati! Watak gurunya menurun kepadanya! Cinta kasih wanita dianggapnya sebagai semacam "rejeki" yang tidak boleh ditolaknya, apalagi kalau wanita itu seperti ini, muda jelita, halus, hangat dan haru seperti serangkai bunga mawar pagi. Segar menggairahkan!
Keng Hong membiarkan dirinya dihanyutkan permainan cinta kasih yang menggelora. Ia berada dalam keadaan setengah sadar. Arak yang diminumnya tidak mempengaruhinya karena gumpalan hawa beracun yang wangi ia kumpulkan di dada dan kini perlahan-lahan dia hembuskan keluar kembali. Ia teringat bahwa arak semacam ini adalah arak yang pernah diminumnya dari Ang-kiam Tok-sian-li Bhe-Cui-Im. Cui-Im-kah gadis ini"
"Keng Hong... akulah kekasihmu.... hanya akulah yang mencintaimu?""
Suara Cui-Im-kah ini" Atau suara Biauw Eng" Sukar bagi Keng Hong untuk mengenal gadis ini karena malam itu sangat gelap dan api unggun yang tadi dinyalakannya telah padam. Namun dia tidak peduli dn hanya menyelamkan diri dalam lautan cinta yang memabukkan.
Keng Hong sadar dari tidurnya. Mimpikah dia semalam" Ia meraba ke kiri dan membuka mata, meraba tubuh yang menggairahkan yang demalam rebah di sampingnya. Akan tetapi kosong! Tangannya hanya meraba rumput yang masih hnagat. Ia membuka matanya. Cuaca tidak segelap malam tadi. Kiranya sudah menjelang fajar. Ia mendegar suara kaki di sebelah kanan, cepat menoleh dan masih tampak olehnya Sie-Biauw-Eng dengan pakaian serba putihnya yang mudah dikenal itu berlari cepat meninggalkan tempat itu.
Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Aihhhhh! Biauw Eng kiranya gadis yang begitu mesra kepadanya semalam! Jantung Keng Hong berdebar dan dia meloncat bangun, berteriak, "Nona Biauw Eng"..!"
Akan tetapi bayangan putih itu lenyap dalam halimun pagi yang memenuhi tempat itu. Keng Hong bangun duduk, tidak mengejar, lalu mengenakan pakaiannya untuk melawan hawa yang amat dingin itu. Dilihatnya sebuah cawan kosong menggeletak di situ, dan sebuah tusuk konde berkepala bunga bwee. Lagi-lagi sebuah di antara senjata rahasia Sie Biauw Eng, agaknya jatuh tercecer. Ia melamun, bermacam perasaan mengaduk hatinya. Kemudian dia tersenyum pahit dan entah mengapa, hatinya merasa kecewa sekali.
Sie Biauw Eng gadis itu! Gadis yang semalam menggerumutnya, yang ternyata tiada bedanya dengan Bhe Cui Im! Gadis yang menjadi hamba nafsu birahi, yang tidak kuat hatinya sehingga mudah tunduk ke dalam cengkeraman nafsu. Kiranya tiada bedanya antara Biauw Eng dan Cui Im, bahkan Biauw Eng lebih jahat lagi. Tidak hanya menjadi haba nafsu birahi, juga hati Biauw Eng amat kejam. Gadis itu telah membunuh Sim Ciang Bi gadis Hoa-san-pai itu secara keji sehingga gadis Hoa-sa-pai yang dia tahu benar-benar mencintainya, bukan hanya oleh dorongan hawa nafsu birahi itu tewas dalam pelukannya! Rasa kagum dan juga rasa aneh yang pernah dia kandung terhadap diri Biauw Eng, mungkin karena Biauw Eng adalah puteri suhunya, yang mungkin juga merupakan perasaan cinta kasih yang sesungguhnya, bukan cinta nafsu yang mempengaruhi hatinya ketika dia melayani Cui Im, bahkan ketika dia bercinta dengan Sim Ciang Bi skalipun perasaan itu kini berubah menjadi perasaan muak dan benci.muak dan benci terhadap Biauw Eng yang timbul dari kecewa dan sesal. Mengapa puteri suhunya macam itu" Karena Biauw Eng membunuh banyak orang Tiat-cang-pang dengan senjata rahasianya, maka dia makin dibenci orang-orang Tiat-ciang-pang. Karena Biauw Eng membunuh Sim Ciang Bi secara keji, tentu saja dia akan dimusuhi oleh Hoa-san-pai dengan hebat! Dan kini secara tak tahu malu, di malam buta, Biauw Eng agaknya tak dapat menahan gelora nafsu birahinya dan menggerumutnya seperti seorang pelacur.
Episode 104 "Terkutuk! Engkau tidak patut menjadi puteri mendiang suhu! Engkau puteri lam-hai Sin-ni nenek iblis itu, akan tetapi aku tidak percaya engkau puteri guruku. Engkau iblis betina yang keji dan jahat!"ia memaki sambil bangun berdiri, menendang pergi cawan kosong dengan jijik. Kalau dia tahu benar bahwa gadis semalam itu adalah Biauw Eng, betapapun mesranya sikap gadis itu, betapapun indah menggairahkan tubuhnya, dia tentu akan menendangnya pergi! Baru sekarang, Keng Hong merasa sebal dan menyesal sekali telah menuruti hati mengejar kenikmatan dalam menyambut cinta kasih seorang gadis. Kemudian, dengan hati panas dan penuh kebencian, dia lalu berlari-lari pergi dari situ menuju ke barat. Dia sendiri tidak mengerti mengapa dia peduli akan semua yang dilakukan Biauw Eng" Padahal, Cui Im juga jahat dan keji, namun dia sama sekali tidak menyesal telah bermain cinta dengan murid Lam-hai Sin-ni yang seperti iblis itu. Mengapa dia merasa menyesal mendapat kenyataan bahwa Biauw Eng bukan seorang gadis baik-baik yang patut menjadi puteri gurunya" Mengapa menyesal mendapat kenyataan bahwa gadis pakaian putih itu ternyata juga seorang hamba nafsu birahi dan seorang yang keji, yang membunuh orang lain yang tak berdosa tanpa berkedip mata" Dia sendiri tidak dapat menjawab pertanyaan hatinya yang ditujukan kepada perasaannya itu.
Pukulan Naga Sakti 26 Pedang Golok Yang Menggetarkan Karya Wo Lung Shen Sejengkal Tanah Sepercik Darah 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama