Ceritasilat Novel Online

Buddha Pedang Dan Penyamun 18

Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira Bagian 18


''....dan dibayar mahal tentunya,'' sambung Serigala Merah.
''.... seorang pengolah racun yang mendapat banyak
kemudahan untuk mendapatkan segala bahan yang
diinginkannya,'' Serigala Hitam melanjutkan, ''bagaimana
mungkin seseorang di tempat terpencil dan tersembunyi
seperti Kampung Jembatan Gantung ini bisa mendapatkannya"''
''Istana!'' Sergah Angin Mendesau Berwajah Hijau yang
tampak mengerut wajah tuanya.
''Tabib istana,'' lanjutnya hati-hati, ''para tabib istana selain
bertugas mengolah obat, sebetulnya bertugas juga mengolah
racun untuk pembunuhan-pembunuhan gelap yang dilakukan
istana. Hanya istana melalui lintas perdagangan antarnegara,
baik me lalui laut maupun Jalur Sutera, bisa mendapatkan
bahan-bahan pembuat racun terlangka dari pelosok dunia
manapun.'' Serigala Merah dengan hati-hati memeriksa busana orang
tua yang belum digeser dari telungkupnya itu. Aku terhenyak
dengan kecepatan berpikir orang-orang keturunan pemberontak di tempat terpencil ini.
Sementara itu tibalah Yan Zi kembali dan ia berkata bahwa
tidak seorangpun dari mereka yang mengurus balai pertemuan
ini patut dicurigai. Mereka tidak berada di tempat ini pada
saat-saat yang terhubungkan dengan kematian orang tua
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
berbaju ungu yang masih tertelungkup tersebut, dan banyak
pula saksi-saksi mendukungnya.
Saat itulah Serigala Merah berteriak seperti menemukan
intan berlian. ''Ini dia!'' Ia menunjukkan sebuah kantong kain, dan memperlihatkan
kepada kami semua apa yang menjadi isinya. Ternyata seperti
serbuk berwarna hitam, yang ketika sebagian ditaburkan ke
dalam yang telah diisi teh lagi, memperlihatkan akibat yang
sama, yakni permukaannya secara samar agak kebiruan,
meski sepintas lalu tidak kelihatan sama sekali.
''Siapa mau coba"'' Serigala Merah bercanda mengangkat
cawan itu. ''Jadi rupanya bapak tua ini sendirilah yang telah
menuangkan racun Lendir Naga ini dan meminumnya. Racun
ini memang mirip teh rasanya, dan bekerjanya begitu cepat
sehingga korban tidak tersiksa. Orang tua ini sengaja memilih
dan membawa Lendir Naga di antara banyak racun yang
tersedia di tangan tabib istana, artinya sadar bahwa ada
kemungkinan ia harus menggunakannya,'' ujar Angin
Mendesau Berwajah Hijau.
''MENGAPA ia meminum racun ini justru ketika tidak
seorang pun menekan dan mengejarnya, pada saat ia bebas
untuk mengungkapkan atau tidak mengungkapkan kata
hatinya"'' Serigala Hitam bertanya-tanya, seperti kepada
dirinya sendiri.
Perhatian semua orang kini terpindahkan kepada kertas
bertulisan yang ada di tangan Angin Mendesau Berwajah
Hijau. ''Apakah yang akan dituliskannya"''
''Apakah ia minum racun setelah selesai menulis"''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Apakah tulisannya terpotong karena minum racun"''
Orang tua yang lidahnya terpotong, sehingga dari mulutnya
terdengar suara gagu itu, tubuhnya masih menelungkup tanpa
nyawa, dan kami semua susah mengeja aksara-aksara yang
dituliskannya. Meskipun belum terlalu menguasai aksara
maupun bahasanya waktu itu, kucoba untuk menuliskan dan
menerjemahkannya seperti ini.
Kami hanya orang-orang tersingkir,
dibuang, diasingkan, dibunuh, dan dilupakan...
Kalimat ini tidak mengejutkan, tetapi bagi kami yang
sedang menyelidiki, sepotong kata berbicara banyak. Apakah
kata kami misalnya, menyatakan banyak orang yang diburu
untuk dibunuh, ataukah suatu golongan tertentu yang
merupakan golongannya pula, ataukah kedua-duanya,
golongan tertentu yang semuanya diburu untuk dibunuh"
Kata tersingkir menunjukkan ada yang menyingkirkan, dan
begitu pula untuk diasingkan dan dibunuh. Namun kata
dilupakan bukan sekadar menunjukkan bahwa ada yang
melupakan, melainkan bahwa golongan yang sekarang diburu
itu, sebelumnya adalah golongan yang dekat dengan
kedudukan yang memungkinkan untuk menyingkirkan,
mengasingkan, dan membunuh, seperti suatu kekuasaan.
Aku teringat peristiwa di luar celah, ketika seseorang
menunjuk orang tua itu.
''Kamu! Ya, kamulah orangnya! Aku tidak bisa melupakan
wajahmu yang seperti seekor unta itu!''
Dari peristiwa ini aku mendapat kesan, bahwa orang tua itu
memiliki kekuasaan dan dalam penyelenggaraan kekuasaan itu
melakukan kekejaman.
Mengingat orang tua ini dipotong lidahnya supaya tidak
membocorkan rahasia, tetapi dibiarkan hidup, justru agar
rahasianya suatu ketika terungkap juga; maka menjadi
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pertanyaan tentunya, apakah yang dituliskannya ini ada
hubungannya dengan kerahasiaan yang menjadi bebannya
selama ini, ataukah tidak ada hubungannya sama sekali"
(Oo-dwkz-oO) Episode 182: [Seribu Air Terjun]
Di luar Kampung Jembatan Gantung terdapat sepotong
lapangan rumput, dan di seberangnya terdapat tepian tebing
dengan jalan setapak yang harus kami lewati jika ingin keluar
ke dunia luas. Namun lapangan rumput itu hanya bisa dicapai
melalui sebuah terowongan sempit yang selalu menetesneteskan air, karena rupanya terowongan ini berujung di
sebuah air terjun. Suaranya terdengar begitu luar biasa ketika
kami, aku dan Yan Zi, berjalan terbungkuk-bungkuk sepanjang
terowongan, karena jika tidak begitu tentu kepala kami tiap
sebentar terantuk ujung-ujung batu tajam yang bertonjolan di
atap terowongan. Betapapun, terowongan yang sempit ini
ternyata masih cukup untuk seekor kuda, asalkan tidak
ditunggangi tentunya, dan tentu lewat terowongan inilah agak
kuda Uighur itu telah dibawa, setelah merayapi jalan setapak
ke atas di balik air terjun, agar merumput dengan bebas pada
sepotong tanah terbuka.
Dapat kupercaya betapa terlindung dan tersembunyikannya
Kampung Jembatan Gantung, karena bagi mata orang luar,
selain cenderung tidak akan memikirkan sesuatupun tentang
apa pun dibalik air terjun, jika melihatnya juga tidak akan
memikirkannya sebagai jalan setapak menuju ke mulut sebuah
terowongan yang sangat amat tidak kentara, karena memang
tersembunyikan oleh bibir terowongan yang menutupi
pandangan atas lubangnya.
Kudaku langsung mendekat dan menyentuhkan kepalanya
ke tubuhku sambil mengibaskan ekor. Kupeluk kepalanya dan
kutepuk-tepuk lehernya. Apakah kiranya yang terpikirkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dalam seekor kuda" Apakah ia menganggapku sebagai pribadi,
meskipun memang takbernama, ataukah hanya sebagai
seorang manusia" Kuda Yan Zi pun mendatangi Y an Zi, seekor
kuda putih dari kelamin betina yang ramping, seolah
menyesuaikan diri dengan penunggangnya yang juga selalu
berbusana serba putih dan gerakannya sangat lincah. Yan Zi
memang berarti Walet. Menunjukkan apa yang mampu
dilakukannya dalam ilmu silat, yakni bergerak lincah seperti
burung walet. KEBERADAAN tanah lapang berumput yang menjadi
semacam tempat penggembalaan, atau juga istal liar, bagi
orang-orang Kampung Jembatan Gantung itu, sedikit banyak
tampak mencengangkan diriku.
"Kampung Jembatan Gantung memang dibangun sebagai
permukiman tersembunyi, tetapi setelah berpuluh tahun,
naluri pengembaraan yang terpendam menyeruak kembali,"
ujar Yan Zi yang menangkap pandangan keherananku itu,
"sementara kami juga masih berhubungan dengan berbagai
permukiman lain di seluruh pegunungan batu ini, yang jika
membutuhkan waktu cepat akan sedikit teratasi dengan
adanya kuda."
Memang telah kudengar tentang itu, bahwa perbedaan
masa pemberontakan dari wangsa ke wangsa dalam sejarah
Negeri Atap Langit juga telah membuat segenap permukiman
tersembunyi di sepanjang lautan kelabu gunung batu tidak
dapat disamakan. Ada yang sudah bermukim begitu lama,
ratusan tahun lamanya, sehingga bagi keturunannya riwayat
pemberontakan hanya tinggal sebagai dongeng, dan lebih
merasa dirinya penduduk asli, sehingga permukimannya
terbuka bagi orang luar, segenap tanda-tanda rahasia
menyesatkan dihapus, meski tetap saja sangat sulit dicapai.
Ada pula yang masih baru terbentuk setelah Pemberontakan
An Lushan berakhir seperti Kampung Jembatan Gantung ini,
yang karenanya menjadi tempat dikirimkannya bayi yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
disebut sebagai anak Yang Gueifei dan An Lushan, dan kini
bernama Yan Zi.
Tentu Yan Zi berumur 41 tahun. Agaknya itulah yang
membuatku terkesan ketika mengiranya sebagai gadis muda
yang matang. Ternyata kesanku terbalik, Yan Zi adalah
perempuan matang yang sepintas lalu tampak seperti remaja,
karena tubuhnya kecil dan ramping, sangat lincah kalau
bergerak meski gerakannya sendiri takbanyak; dan sering
menampakkan senyum tipis tersipu-sipu, tetapi bukan karena
malu, melainkan seperti terlalu banyak hal dalam hidup ini
yang pantas ditertawakannya.
Kami sudah berada di atas kuda. Sete-lah tanah lapang ini
terdapat hutan cemara yang sangat cantik dan penuh dengan
kicau burung, tetapi setelah itu kami kembali merayapi jalan
setapak berbatu di tepi dinding, di antara puncak-puncak
gunung yang dinding-dindingnya berair terjun. Suara air terjun
itu, yang dekat maupun yang jauh, ketika mendekat maupun
menjauh, memberi kesan keagungan alam yang mengesankan, sehingga hanya dengan hadir bersamanya saja,
hidup bagaikan sudah begitu bermakna.
"Keluar dari lingkungan Seribu Air Terjun ini, kita akan
melewati Perguruan Shaolin," ujar Yan Zi.
Ia berpakaian seperti lelaki. Bahkan rambutnya bertudung
lelaki. Sepintas lalu ia akan tampak seperti lelaki, tetapi
memang lelaki yang cantik dan manis, dan itu kukira bukan
berarti tidak mengundang masalah dalam perjalanan.
Sudah jelas bahwa perempuan yang melakukan perjalanan
sendirian tidak akan pernah aman, karena rimba hijau
memang penuh manusia buas yang hanya memandang
perempuan sebagai daging molek untuk diperkosa. Tidak
heran jika para perempuan pendekar sering berlaku amat
kejam dan tanpa ampun terhadap manusia lelaki berderajat
binatang ini. Tidak jarang pula seorang perempuan pendekar
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
belajar ilmu silat, karena pengalaman amat sangat pahit
dengan manusia lelaki semacam itu.
Apakah ini berarti cara berbusana Y an Zi yang seperti lelaki
aman dari ancaman lelaki" Sembari merayapi jalan setapak,
Yan Zi berkuda di depan dan aku di belakangnya, terpandang
olehku pinggangnya yang ramping, tetapi dengan cara
berbusana siap tempur seperti itu Yan Zi lebih tampak gagah
dan tampak memang bersikap seperti lelaki. Jadi Yan Zi ini
memang berwajah cantik, tetapi aku merasakan ada sesuatu
yang belum bisa kumengerti.
Sejauh kuingat perempuan-perempuan yang kukenal,
Harini yang kutinggalkan di Desa Balingawan, Campaka yang
menjadi salah satu kepala pasukan pengawal rahasia istana
Mataram, Pendekar Melati yang hanya kukenal selintas,
maupun Amrita, perempuan Khmer yang bersamanya aku
hidup dari pertempuran ke pertempuran di Daerah
Perlindungan An Nam, tidaklah pernah kutemukan kesan yang
tidak dapat kujelaskan seperti saat ini. Baik Harini yang
memang tidak bersilat, tetapi berpengetahuan tinggi dalam
ilmu surat; maupun Campaka, Pendekar Melati, dan Amrita
Vighnesvara yang menerjunkan diri di sungai telaga, mereka
semua memberikan kesan yang dapat kuharapkan dan siap
kuterima dari seorang perempuan.
Dari perempuan pendekar yang mengasuhku kukenal setiap
sisi yang dimungkinkan seorang perempuan, kelembutan
seorang ibu, maupun ketegasan mengambil keputusan dalam
pertarungan antara hidup dan mati. Namun melakukan
perjalanan bersama Yan Zi, aku merasakan sesuatu yang
belum pernah kukenal...
'TIDAK semua orang itu sama, Anakku,'' ujar ibuku dulu,
''dan juga jangan terlalu cepat menyamakan orang yang satu
dengan yang lain, meskipun mereka itu satu suku, satu
bangsa, satu warna kulit, bahkan satu jenis kelamin. Kau lihat
keluasan semesta di langit itu, Anakku"''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Waktu itu langit penuh bintang, dan sejak kecil selalu
kutanyakan apa yang berada di balik tabir kelam yang jika
pagi hari menjelma menjadi langit biru.
Aku mengangguk.
''Seluas itulah jiwa manusia, Anakku, sehingga tidak aneh
jika seseorang itu tidak mengenali dirinya sepenuhnya, dan
merasa asing dengan dirinya sendiri ketika menemukan diri
tidak seperti yang selalu disangka.''


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

''Aku ingin mengenal diriku sendiri, Ibu.''
''Tentu, tentu kamu harus mengenali dirimu, Anakku.''
Kuingat waktu itu dia memelukku, dan belum kutahu
artinya kenapa air mata mengalir di pipinya dan membasahi
wajahku yang diciuminya. Kini dapat kumengerti, tentu
disadarinya ketika itu, betapa aku belum tahu bahwa diriku
bukanlah anak mereka yang sebenarnya, dan betapa bahwa
nama pun aku tidak memiliki, dan jika mungkin pernah ada
nama yang diberikan kepadaku, aku tidaklah mengetahuinya...
''Hiduplah dengan itu, Anakku...,'' kata ibuku kemudian
hari, ketika memberitahukan segalanya sebelum kami berpisah
untuk selamanya.
Sengaja tidak kuingat-ingat peristiwa itu, karena mengingatnya membuat perasaanku menjadi kosong, tetapi
ada kalanya, seperti sekarang, begitu saja aku berada dalam
keadaan untuk teringat meski tidak menghendakinya.
Apakah Yan Zi mengenal dirinya sendiri" Tentu saja
segenap cerita Angin Mendesau Berwajah Hijau telah pula
disampaikan kepadanya. Apakah Yan Zi mengenal jiwanya
sendiri" Jika aku merasa terdapat sesuatu yang tidak kukenal
terdapat pada seorang perempuan, apakah Yan Zi
merasakannya juga" Jika tidak, apakah seseorang kiranya
pernah mendapat kesan yang sama denganku dan
memberitahunya" Demikianlah aku sibuk dengan pikiranku
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sendiri selama merayapi jalan setapak di tepi tebing curam
berbatu-batu. Gemuruh air terjun datang dan pergi sepanjang
perjalanan ini, karena setiap kali meninggalkan air terjun yang
satu, bertemu lagi air terjun lagi.
''Lihat,'' ujar Yan Zi sambil menunjuk.
Kulihat arah yang ditunjuknya. Maka terlihatlah seorang
lelaki berkepala gundul sedang bertapa di bawah air terjun
yang cukup besar juga.
''Bhiksu Shaolin"''
Yan Zi mengangguk.
Air sebanyak itu terus-menerus menerpa bahunya,
seharusnya membuat seseorang terbanting, atau jika terus
menerus berada dalam kedudukan itu, setidaknya melesak ke
bawah. Namun bukan saja dasar batu tidak akan membuatnya
melesak ke mana pun, melainkan bahwa tingkat tenaga dalam
bhiksu tersebut telah membuat beban air puluhan ribu kati
hanya terasa bagaikan pancuran air dari saluran bambu
sahaja. Jarak kami dengan bhiksu yang melatih tenaga dalamnya
itu sangat jauh, tetapi sempat kulihat ia mengangkat
kepalanya sebentar, yang kutafsirkan sebagai penanda telah
didengarnya percakapan kami. Mendengarkan hanya dua kata
dari tempat yang sangat jauh, di tengah deru air terjun yang
bergemuruh, tentu adalah tingkat pencapaian luar biasa.
Barangkali didengarnya sentuhan kaki-kaki kuda pada batu
dan dari sana diketahuinya berapa orang jumlah kami, beban
apa saja yang kami bawa, dan seterusnya.
Apalah yang dicarinya jika bukan kesempurnaan jua
adanya" Menjadi seorang bhiksu yang menggunduli kepala,
menahan nafsu, dan hidup dari pemberian seadanya adalah
suatu panggilan, sekaligus merupakan harga yang harus
dibayar apabila masih berminat mencapai pencerahan dalam
hidupnya. TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Sambil terus berjalan menyusuri jalan setapak berbatu-batu
yang ada kalanya curam sekali, sehingga kami pun harus
turun dan berjalan pelan di atas kuda, kuingat cerita Iblis Suci
Peremuk Tulang tentang bagaimana di Negeri Atap Langit
aliran Buddha yang berusaha mencapai pencerahan di luar
pembacaan naskah, melainkan me lalui dhyana, tidaklah
banyak, antara lain yang disebut Chan, dan di antara yang
sedikit itu terdapatlah para bhiksu Chan yang menggabungkan
dhyana dengan ilmu silat. Dari sinilah Perguruan Shaolin itu
mendapatkan akarnya.
IBLIS Suci Peremuk Tulang juga bercerita tentang Ta Mo
yang hidup semasa pemerintahan Wangsa Liang antara tahun
506 sampai 556.
"Kata orang ia datang dari Jambhudvipa pada 520," kata
Iblis Suci, "tidak jelas apakah sebagai tawanan pasukan Negeri
Atap Langit, ataukah memang berniat menyebarkan ajaran
Buddha seperti yang telah mencerahkannya.
"Apa pun, ia akhirnya berhadapan dengan maharaja, yang
kemudian mengizinkannya agar ditampung oleh suatu Kuil
Shaolin. Menurut cerita orang-orang, selama sembilan tahun
pertama di Negeri Atap Langit, sebagian besar waktu
dihabiskannya untuk menatap tembok dan menerapkan
dhyana sampai lebur dengan lingkungannya, sehingga bahkan
dapat didengarnya gerakan serangga di belakangnya.
"Sumbangan T a Mo dianggap luar biasa, karena meskipun
ia juga menerjemahkan kitab-kitab Buddha, ia terutama
dihargai atas penafsiran terhadap ajaran Buddha di Negeri
Atap Langit yang disebut Chan itu. Pendekatannya diterima
banyak orang, bahkan menyapu aliran-aliran pemikiran
kejiwaan lainnya, dan Ta Mo menjadi tokoh Negeri Atap Langit
pertama yang disebut sebagai Bodhidharma, artinya yang
keduapuluhdelapan setelah Gautama.
"Seperti juga Dao, Buddha bukan agama lain, melainkan
olah kejiwaan dan jalan pemikiran yang berhubungan dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
yoga. Akibat tersebarnya ajaran Buddha tidak lebih sama
dengan penerimaan Dao seribu tahun sebelumnya. Pendekatan seperti kekosongan pikiran dan berbagai bentuk
dhyana yang diperkenalkan Chan dengan cepat melebur
kepada seni olah kejiwaan ini. Adapun karena Buddha sangat
mendasarkan dirinya kepada jalan damai dan bukankekerasan, akhirnya memperkuat berbagai kesepakatan yang
menjadi pedoman ilmu silat.
"Dalam taraf keragaan, yang paling penting dari ajaran Ta
Mo adalah latihan-latihan dan cara-cara pernapasannya.
Konon katanya beliau itu putera Raja Sugandha dan sebagai
anggota kasta ksatria mendapatkan latihan-latihan olah
senjata dan keragaan sepanjang masa mudanya. Kata orang,
ketika tiba di Kuil Shaolin, ia melihat para rahib keadaan
raganya buruk sekali, sampai mereka tidak mampu tetap
bertahan dalam dhyana dengan waktu
lama yang disyaratkannya.
"Diperhatikannya, ketika sedang mengajar murid-murid
yang raganya lemah jatuh tertidur. Percaya bahwa raga yang
kuat bukan hanya dapat mengobati kelemahan ini, melainkan
juga membuat seseorang makin dekat kepada jiwanya, Ta Mo
memberikan apa yang disebut Delapan Belas Latihan untuk
dilakukan setiap pagi."
Saat itu, karena berada di tengah suasana diburu dan
memburu dalam pertempuran dengan siasat sergap dan lari
melawan pasukan pemerintah dari hutan ke hutan di Daerah
Perlindungan An Nam, belum sempat disampaikannya apa saja
Delapanbelas Latihan itu. Ketika kami bersama-sama hidup di
Kuil Pengabdian Sejati di Thang-long, aku tidak ingat lagi
perbincangan tentang Shaolin itu, karena tenggelam dalam
pembelajaran filsafat Nagarjuna maupun pengetahuan tentang
Negeri Atap Langit lainnya. Apakah sekarang ini sebaiknya
kutanyakan kepada Yan Zi"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Saat itu ia menunjuk ke suatu arah, dan ketika kuikuti arah
yang ditunjuknya, terlihatlah pemandangan yang bagiku luar
biasa. Pada air terjun itu tampaklah lima bhiksu cilik berkepala
gundul berlari dalam kedudukan miring, seolah air terjun itu
adalah dataran bumi dan mereka berlari di atasnya. Adapun
karena air terjun itu mengalir terus, maka tampaklah dalam
kedudukan miring dengan kepala menghadap ke langit seperti
itu para bhiksu cilik tersebut seperti berlari-lari di tempat. Kaki
mereka tampak berputar cepat sekali dan sambil berlarian
seperti itu mereka berteriak-teriak sambil tertawa-tawa.
"Suhu! Sudah capai sekali Suhu!"
"Iya Suhu! Istirahat dulu ya" Tolong!
Kucari yang mereka panggil suhu dan ternyata di tepi
kolam berbatu-batu itu, di atas sebuah batu besar, tampaklah
seorang bhiksu tua berbaju ringkas warna jingga yang masih
tampak gagah duduk mengawasi sambil bersila.
"Lari terus!" Ia berteriak keras mengatasi gemuruh air
terjun, "Jangan harap bisa istirahat sebelum sampai ke atas!"
"Aaaaahhh...Suhu! Mana bisa kami sampai ke atas kalau air
terjun ini mengalir terus!"
BODOH! Tentu saja air terjun ini mengalir terus! Kalau
berhenti mengalir kaki kalian mau berpijak di mana?"
Kelima bhiksu cilik itu saling berpandangan sambil masih
terus saja tertawa-tawa. Tampaknya mereka saling memahami
apa yang sebetulnya di sampaikan sang suhu. Mereka akan
terus berlari di tempat jika hanya menggunakan tenaganya
sendiri, mereka hanya bisa berlari sampai ke atas jika
memanfaatkan daya air terjun itu juga.
"Ayo balapan!" Salah seorang dari mereka berteriak.
"Ayo!"
"Ayo!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Ayo!"
Kini mereka memanfaatkan daya dorong air terjun untuk
menambah tekanan kaki mereka sendiri, sehingga kedudukan
mereka kini tidak lagi m iring dengan kepala menghadap langit,
melainkan seperti sejajar dengan air terjun karena kaki
mereka bergerak mendaki, tetapi dengan sangat cepat sekali.
Kaki mereka memang harus bergerak lebih cepat daripada
kecepatan air terjun, karena jika tidak bukannya mereka akan
bisa bergerak maju sampai ke atas, melainkan tetap bergerak
di tempat, bahkan jika kemudian kelelahan melanda justru
akan mundur dan tercebur ke kolam.
"Ayo! Siapa kalah cuci bajuku!"
"Siapa kalah tidak boleh makan!"
"Siapa kalah menyapu halaman sendirian!"
"Siapa kalah tidur di luar!"
"Siapa kalah menghapalkan sutra!"
"Siapa kalah harus minum arak sampai mabuk!"
"Hahahahahahaha!"
Sambil bercanda dan tertawa-tawa seperti itu mereka
ternyata bisa berlari menanjak, makin lama makin tinggi,
sementara kulihat di bawah suhunya mengangguk-angguk
sambil mengelus-elus jenggotnya yang putih.
Para bhiksu cilik itu menghilang di puncak tebing, mungkin
masih berlari di atas sungai, melesat kembali ke Perguruan
Shaolin sambil tertawa-tawa. Tinggal suara tertawa-tawa ceria
itulah yang terdengar olehku di sela gemuruh air terjun, ketika
kulihat sang suhu yang sedang melatih para bhiksu cilik itu
pun melenting dari atas batu, membuka kakinya yang semula
bersila di udara, lantas melangkahkan kaki bagaikan terdapat
tangga batu, dan hanya dalam beberapa langkah lenyap di
balik puncak tebing menyusul murid-muridnya.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Yan Zi tersenyum melihatku ternganga.
"Itulah yang dulu juga kualam i di Perguruan Shaolin,"
katanya, "latihan tidak habis-habisnya seperti tidak ada
kehidupan lain lagi."
Tiada kehidupan lain" Tidakkah kehidupan seorang bhiksu
atau bhiksuni memang merupakan pilihan sadar untuk hidup
dengan caranya sendiri" Yan Zi telah berada di atas kudanya
kembali setelah jalan setapak makin melebar, dan dari atas
kuda pula kuperhatikan Pedang Mata Cahaya untuk tangan
kanan yang tersoren di punggungnya. Sempat diceritakan oleh
Angin Mendesau Berwajah Hijau, bahwa jika pemegang
pedang itu menguasai tenaga dalam yang cukup, maka
cahaya yang memantul dan berkilat dari pedang itu akan
menjadi zat padat dengan ketajaman yang mampu membelah
tubuh siapa pun yang terlewati kilatan cahayanya.
Tidak dapat kubayangkan betapa mengerikannya pedang
mestika itu jika jatuh ke tangan golongan hitam. Mungkinkah
justru karena keberadaan pedang itu Yan Zi dikirim ke
Perguruan Shaolin, bukan agar menjadi bhiksuni tentunya,
tetapi justru agar dapat mengatasi bukan saja pengaruh buruk
pedang itu, tetapi juga dapat menjaganya dari usaha orangorang rimba hijau maupun sungai telaga untuk merebutnya.
Dalam dunia persilatan, keinginan untuk memiliki pedang
mestika yang ampuh, dan jika perlu merebutnya, tidak hanya
berlaku di kalangan golongan hitam, melainkan juga golongan
putih. Bahkan para pendekar golongan merdeka yang seperti
kurang peduli keadaan dunia, tidak jarang menjadi amat
sangat tergoda ketika yang menjadi masalah adalah senjata
sakti. Betapapun, pemegang Pedang Mata Cahaya yang
bermaksud menyalurkan tenaga dalamnya agar cahaya yang
memantul dapat membunuh lawan, memang harus memiliki
tenaga dalam tingkat tinggi sedemikian rupa, sehingga cahaya
yang berkilatan itu tidak memantul ke arah dirinya sendiri.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Bahkan tenaga dalam saja sebetulnya tidak cukup, karena
tidaklah mudah menghindari kilatan cahaya apapun, apalagi
mengarahkannya, kecuali menguasai jurus ilmu pedang yang
dibuat untuk menggunakan Pedang Mata Cahaya itu.
SETIAP kali jalan setapak kami bersua air terjun, jika air
terjun itu besar artinya jalan setapak tersebut berada di
baliknya dan kami bisa berjalan di balik air terjun yang tumpah
bergemuruh. Maka justru ketika bertemu a ir terjun kecil, yang
airnya masih menempel pada dinding batu, kami harus
merayap ke atas air itu lebih dulu agar bisa melewatinya.
Dilakukan bersama dengan kuda, hal itu menjadi lebih sukar
dilakukan, seolah wilayah Seribu Air Terjun yang serba curam


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini memang bukan tempat untuk kuda. Namun melakukannya
dengan berjalan kaki akan membuat seluruh perjalanannya
berlarat-larat. Kami masih akan membutuhkan kuda ini nanti,
tetapi kini ibarat kata kamilah yang mesti menuntun kuda ini.
Demikianlah kami berjalan naik dan turun serta keluar masuk
air terjun tanpa banyak bicara, jika tidak ingin selalu berteriakteriak, karena setiap kali meninggalkan air terjun bergemuruh
yang satu, akan bertemu lagi dengan air terjun yang lain.
Burung elang sesekali tampak berkepak dan melayang,
berputar-putar di udara terbuka mencari mangsa, yang
membuat aku berpikir, tidakkah seseorang sedang mengawasi
kami dan bermaksud menjadikan kami korban" Jika tidak
membawa kuda, barangkali kami bisa melenting-lenting
menjejak ujung-ujung batu pada tebing, ke arah menghilangnya para bhiksu cilik yang tadi berlatih ilmu
meringankan tubuh itu, tetapi sekarang kami harus berjalan
agak memutar sebelum tiba Perguruan Shaolin. Jika dengan
jalan seberat ini pun dikatakan aku bisa mendahului dan
menantikan Harimau Perang, bisa kubayangkan betapa jalur
yang ditempuhnya tentu jauh lebih berat.
Aku masih berpikir apakah yang dipelajari Yan Zi di
Perguruan Shaolin adalah terutama cara mempergunakan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Pedang Mata Cahaya itu, ketika masuk ke sebalik air terjun
yang sangat besar dan sangat bergemuruh, sehingga jalan
setapak di baliknya pun cukup luas dan cukup panjang,
sesosok bayangan merah tampak melayang masuk dari ujung
jalan setapak yang lain dan mencegat kami di tengah jalan.
Kulihat sepintas, aku mengenalinya!
Itulah perempuan pendekar berbusana sutera merah, yang
bisa terbang seperti burung elang dan telah kusaksikan
membunuh lawannya dengan cara luar biasa, yakni
menusukkan pedangnya sembari mengambang diam di udara.
Kuingat betapa ia telah melemparkan pisau terbang
bergagang gading dengan gambar naga pada kedua sisinya.
Pisau terbang yang dilempar untuk selalu mengenai
sasarannya, untuk selalu dicabut kembali karena lawannya
sudah mati, bukan pisau terbang yang dilemparkan untuk
tertangkis dan hilang tidak kembali. Makanya pisau itu bagus
sekali. Bergagang gading dan berukiran naga pada kedua s isi.
Ia harus kembali kepada pemiliknya dan karena itu harus
menancap agar bisa dicabut lagi.
Namun saat itu aku telah menangkapnya. Sekarang
tampaknya perempuan pendekar berbusana sutera merah itu
masih mengenali diriku yang waktu itu pun jauh sekali. Tanpa
berkata apapun juga ia telah mencabut pedangnya dan
berkelebat menyerang!
''Kembalikan pisauku!''
Ia berteriak lantang di tengah gemuruh air terjun, sambil
melayang dengan pedang jian terarah ke depan.
(Oo-dwkz-oO) TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
KITAB 10 : ANTARA PEDANG DAN
CINTA Episode 183: [Masalah Elang Merah]
Pedang jian dengan dua s isi tajam yang dibuat hanya demi
kesempurnaan ilmu silat itu terarah lurus ke jantungku.
Kecepatannya tentu tinggi, karena bahkan mataku yang
terlatih pun hanya melihatnya sebagai kelebat bayangan
merah. Namun belum lagi usai ketercekatanku, bayangan
merah yang melesat itu telah dipapas bayangan putih, dan
segeralah hanya terlihat bayangan merah dan bayangan putih
saling bergulung, disela dentingan dari dua pedang yang
berbenturan dan melentikkan bunga-bunga api.
Aku harus segera menyesuaikan mataku dengan kecepatan
pertarungan yang tiada dapat diikuti mata awam itu, agar
segera tahu bagaimana kedudukan Yan Zi yang seharusnya
kulindungi tetapi kini bersikap melindungiku. Segera
kusaksikan pertarungan dahsyat dalam gemuruh air terjun,
ketika perempuan pendekar berbaju sutera serba merah
dengan jurus-jurus Ilmu Pedang Cakar Elang itu menghadapi
jurus-jurus Ilmu Pedang Mata Cahaya yang diciptakan hanya
demi Pedang Mata Cahaya yang kini dipegang Yan Zi. Segera
kulihat betapa perempuan pendekar berbusana sutera merah
itu terdesak, tetapi bukan karena ilmu pedangnya lebih
rendah, melainkan karena pedang mestika yang dipegang Yan
Zi terlalu sakti untuk dihadapi lawan manapun.
AGAKNYA Yan Zi telah menyalurkan tenaga dalamnya
kepada pedang itu, sehingga pantulan cahayanya secepat kilat
berubah menjadi benda padat yang siap membelah
perempuan pendekar tersebut. Siapa pun kiranya pasti akan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terdesak menghadapi pedang seperti itu. Bahkan, bahwa
perempuan pendekar itu masih bertahan saja bagiku sudah
sangat luar biasa, karena pantulan cahaya yang menyambar
sebagai benda padat bukanlah sembarang ancaman yang
dapat dihindarkan setiap orang. Sesungguhnyalah perempuan
pendekar itu berada dalam kedudukan yang berbahaya sekali.
Aku merasa, meskipun ia menyerang lebih dahulu, tidaklah
adil jika ia tewas karena senjata sakti seperti ini.
Untuk kali pertama kusaksikan bagaimana Ilmu Pedang
Mata Cahaya itu diperagakan dan dimainkan, dengan suatu
pendekatan yang tidak terdapat pada ilmu pedang mana pun,
yakni betapa pantulan cahaya Pedang Mata Cahaya yang
sangat membunuh itu tidak akan mengenai pemegang
pedangnya. Ilmu pedang tersebut dengan begitu harus
mampu menghindarkan pemegang pedangnya dari pantulan
cahayanya sendiri,
sementara dalam jurus
serangan melibatkan pula pantulan cahaya dari pedang sebagai senjata
untuk melumpuhkan lawan. Maka siapapun lawan yang
berhadapan dengan Ilmu Pedang Mata Cahaya akan menjadi
sangat terdesak, karena bukan hanya Pedang Mata Cahaya itu
saja yang harus ditangkis dan dihindarinya ketika menyambarnyambar, melainkan juga cahaya pantulannya yang memadat
dan melesat-lesat penuh ancaman maut dalam jurus-jurus
yang sengaja dibuat untuk itu.
''Elang Merah! Mengapa dikau selalu menyerang orang
tanpa menunggu jawaban" Kini dikau harus mati! Mati! Mati!''
Yan Zi yang berarti walet memang melesat-lesat lincah
seperti burung walet. Harus kuceritakan bahwa dalam Ilmu
Pedang Mata Cahaya, pantulan cahaya itu tidak selalu
menyerang dalam pantulan lurus menusuk tajam, melainkan
bergerak atas pengarahan yang menyalurkan tenaga dalam ke
pedangnya. Apakah ia menginginkan cahaya memadat
sepadat-padatnya, atau memadat secukupnya saja, ataukah
bermain di antaranya. Maka dalam permainan pedang Yan Zi,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pantulan cahaya memang tidak menusuk lurus tajam,
melainkan melingkar-lingkar saat mendekat seperti putaran
selendang panjang. Namun apabila perputaran selendang
cahaya ini dipotong pedang, ternyata masih saja merupakan
cahaya, dan hanya ketika menyentuh kulit dan tubuh
mendadak padat dan tajam.
''Mati! Mati! Mati!''
Yan Zi berteriak memastikan. Namun ternyata perempuan
pendekar yang disebut Elang Merah itu masih bisa lolos dari
maut karena kecepatan dan kecekatannya yang luar biasa.
Menghadapi Ilmu Pedang Mata Cahaya dengan pedang
mestika yang begitu sakti, sebetulnya hampir mustahil
membayangkan lawan mana pun akan hidup lagi. Maka harus
diakui betapa ilmu silat Elang Merah ini memang tinggi sekali.
Betapapun aku masih merasa tidak terlalu adil, jika riwayatnya
tamat karena kesaktian pedang dan bukan tingginya ilmu.
Pada saat pedangnya menangkis Pedang Mata Cahaya,
tetapi pantulan cahayanya melingkar-lingkar mendekat untuk
memenggal lehernya, aku berkelebat di antara cahaya dan
menyelamatkannya; tetapi aku tentu perlu alasan agar Elang
Merah tidak merasa terhina dan Yan Zi pun bisa menerimanya.
''Elang Merah bermaksud membunuhku, untuk kedua
kalinya, biarlah pengembara dari Javadvipa ini mendapat
pelajaran dari pewaris Ilmu Pedang Cakar Elang yang
ternama,'' kataku setelah melempar tubuhnya yang kusambar,
ke arah dari mana ia melayang.
Suara air terjun bagaikan bertambah gemuruh. Wajah
Elang Merah bersemu dadu. Tidak jelas bagiku apakah ia tahu
jiwanya kuselamatkan, tetapi pada matanya tampak betapa
keinginan untuk membunuhku besar sekali. Apakah yang telah
terjadi" Tidaklah mungkin ia ingin membunuhku hanya karena
pisau terbangnya belum kukembalikan. Apakah ia ingin
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
membunuhku karena aku menjadi saksi pertarungan yang
waktu itu dimenangkannya" Namun bukankah para penyoren
pedang yang membawa keledai-keledai beban itu juga sampai
berhenti di tengah jalan hanya untuk menontonnya, dan
berarti menjadi saksi yang harus dibunuhnya pula" Jadi, tentu
bukan perkara kesaksian itulah yang menjadi penyebab,
sehingga sepasang matanya yang indah kini menyala-nyala
penuh keinginan membunuhku.
''Biarlah daku yang menghadapinya, Pendekar Tanpa
Nama, ia te lah mengganggu perjalanan kita,'' Yan Zi berteriak
penasaran, ''daku tadi sudah hampir membunuhnya, mengapa
Pendekar Tanpa Nama harus berpura-pura ingin bertarung
dengan Elang Merah, jika sebetulnya ia ingin menyelamatkannya!''
AKU mengangkat tangan kiriku tanpa menoleh agar Yan Zi
diam. Terbukti permintaanku sangat beralasan karena Elang
Merah yang tubuhnya masih mengambang setelah kulemparkan, telah bergeser mendekati air terjun sambil
menyarungkan pedangnya, lantas kedua tangannya bergerak
cepat sekali sampai tidak dapat diikuti mata orang biasa.
"Awas!"
Aku berteriak memperingatkan Yan Zi. Sudah kukatakan
ilmu silat Elang Merah sesungguhnyalah tinggi sekali.
Sebetulnya ilmu meringankan tubuh yang tertinggi pun tidak
akan bisa membuat manusia terbang seperti burung, tetapi
memang benar betapa pada tingkat yang tertinggi itu manusia
bisa tampak seperti terbang melayang bagaikan burung elang,
dan seperti yang kusaksikan,
Elang Merah bahkan
mengambang dan bergeser di udara, menjauh dan mendekati
air terjun, lantas tangannya bergerak cepat sekali menampelnampel percikan air dengan tenaga dalam. Maka berlesatanlah
percikan air itu sebagai senjata rahasia yang berbahaya sekali.
Segeralah aku teringat bagaimana air terhubungkan
dengan ilmu silat seperti pernah dibicarakan Iblis Suci
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Peremuk T ulang. Chi sao atau tangan terjurus dalam gung fu
atau silat dalam bahasa Negeri Atap Langit, sangatlah dekat
kepada Dao maupun Chan. Permainan dengan jurus tangan
adalah seni penyesuaian antara pelaku dan lawannya.
Pedomannya mengikuti wu wei dalam Dao. Wu berarti tak
sedangkan wei berarti tindak. Tidak berarti takmelakukan apa
pun, melainkan agar pikiran seseorang bebas mengalir,
dipercaya agar bekerja dengan sendirinya.
Wu wei dalam gung fu berarti tindakan pikiran, dalam arti
bahwa yang mengatur segala daya adalah pikiran dan bukan
perasaan. Dalam pertarungan seorang pesilat melupakan
dirinya sendiri dan mengikuti gerak lawan, membiarkan
pikirannya bebas menentukan gerak perlawanan tanpa
campur tangan. Dalam jurus tangan, seorang pesilat membebaskan diri dari
penolakan jiwa dan melebur dalam sikap yang serasi.
Tindakannya hadir tanpa pemaksaan diri. Ia membiarkan
pikirannya tetap menanggapi dengan sendirinya. Setiap
tindakannya ditimbulkan oleh gerakan lawan. Ia tidak
melawan maupun membiarkan segalanya begitu saja,
melainkan dengan kelenturan sebuah pelontar. Bisa lemas
sekaligus keras.
Menjuruskan tangan dinyatakan sifatnya sama dengan air,
yang tak dapat dicengkeram dengan tangan, dibenturkan tidak
sakit, ditikam tidak terluka. Seperti air, seorang pelaku gung fu
tidak memiliki bentuk atau cara yang menjadi miliknya sendiri,
tetapi meleburkan gerakannya ke dalam gerak lawannya.
Adalah benar jika disebutkan air itu benda terlemah di dunia,
tetapi jika menyerang bisa menjadi yang terkeras dan
terganas. Tenang seperti danau dan bergolak seperti air
terjun. Begitulah kiranya jurus tangan Elang Merah bisa begitu
bertenaga dan air yang ditampel Elang Merah melesat dengan
kecepatan tinggi. Namun jangan lupa betapa siapapun yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
mempelajari ilmu silat dengan guru yang baik sedikit banyak
memahami pedoman yang sama.
Yan Zi memang lincah, selincah namanya yang berarti
walet. Jadi ia bisa melenting sementara percik-percik air yang
telah jadi sekeras besi itu mendesing-desing di bawahnya;
sedangkan aku hanya perlu mengibaskan lengan baju, agar
senjata rahasia yang sangat berbahaya karena jika berhasil
dibabat tetap meluncur karena betapapun adalah benda cair
itu berbalik ke arah Elang Merah sendiri.


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia terpaksa melenting dan mengeluarkan pedang untuk
menangkis semua itu dengan sisi lebarnya, sehingga di tengah
gemuruh suara air terjun terdengar suara berdenting-denting
ketika percik-percik air yang telah menjadi sekeras besi itu tak
mampu menembus putaran pedangnya yang seperti balingbaling. Aku sengaja memberinya peluang menangkis, dengan
tenaga dalam pada kibasan lengan baju secukupnya sahaja,
sehingga ketika Elang Merah menangkis percik-percik air
sekeras besi itu aku sudah berada di belakangnya,
mengambang di udara juga, dan menotok jalan darahnya
pada tengkuk agar untuk sementara dapat kulumpuhkan.
Kusambar tubuhnya sebelum terjatuh ke bawah dan
kujejak air terjun agar diriku dapat melayang bersamanya dan
hinggap kembali di jalan setapak.
Kuletakkan tubuhnya di jalan setapak itu. T ubuhnya lemas,
tetapi matanya menatap nyalang penuh dengan kemarahan.
'BIAR kubunuh dia!''
Yan Zi siap mencabut pedang, tetapi kuberi tanda agar
diam. Aku tahu Elang Merah bisa berbicara, maka aku pun
berujar panjang lebar dengan terpatah-patah.
''Sahaya yang tak bernama hanyalah seorang pengembara
miskin yang hina dina, tiada lain tujuannya berkelana sampai
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ke Negeri Atap Langit hanyalah mencari pengalaman dan
pengetahuan, untuk berguru kepada segenap cerdik pandai
yang telah membangun kebudayaan, agar
segenap pertanyaan sahaya tentang dunia dan kehidupan ini mendapat
jawabannya. Maka pendekar gagah yang bergelar Elang
Merah boleh percaya kepada pengembara miskin yang hina
dina bahkan nama pun takpunya ini, betapa permusuhan
bukanlah sesuatu yang dicarinya. Tentu banyaklah kesalahan
paham yang dilakukannya sebagai orang asing yang bodoh
dan tanpa guna. Untuk itu sahaya mohon maaf sebesarbesarnya. Kini sudilah kiranya Elang Merah berbicara,
kesalahan apakah kiranya yang telah sahaya lakukan
kepadanya meskipun kiranya tanpa sengaja.''
Elang Merah bisa berbicara, tetapi ia diam saja. Aku tidak
menotok jalan darahnya sampai ia tidak bisa bicara, jadi
hanya belum sudi saja berkata-kata kepadaku. Aku harus
mencari penyebab kenapa ia menyerangku. Aku berpikir
mungkin ia tidak sudi berbicara karena urusannya terkacaukan
oleh keterlibatan Yan Zi. Sudah jelas serangannya ditujukan
kepadaku yang berada di belakang Yan Zi, semestinya
memang akulah yang melayaninya bertanding, tetapi Yan Zi
yang tampak seperti berusaha melindungiku justru membuatnya kewalahan. Bahkan aku yang diserang
kemungkinan diketahui justru me lindunginya pula. Keadaan
berkembang terbalik.
Betapapun, jika ia menyerangku agar akulah yang
menghadapinya, bukankah kehendaknya itu sudah berlangsung ketika kulayani serangan percik-percik air sekeras
besi itu" Ia tadi membuka serangannya dengan alasan
meminta kembali pisaunya. Sesungguhnyalah pisau terbang
bergagang gading dengan gambar ukiran naga di kedua
sisinya itu masih terselip di balik bajuku. Aku telah
membawanya begitu lama dengan hanya sekali menggunakannya, sampai lupa betapa pisau terbang itu selalu
berada bersamaku. Mungkin karena aku telah TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menganggapnya sebagai cenderamata, maka setelah sekali
kugunakan itu, yakni untuk menangkis golok yang
dilemparkan dari depan, dengan tujuan membaikkan arahnya,
sehingga membelah tubuh penyamun gunung yang melemparkannya, maka aku tidak pernah menggunakannya.
Lagi pula di sungai telaga, aku memang tidak mengandalkan
jenis senjata tertentu.
''Pendekar Elang Merah telah menghadiahkan kepada
sahaya sebuah pisau yang indah, maafkanlah bahwa
pengembara yang hina dina ini telah menggunakannya untuk
membela diri ketika berhadapan dengan para penyamun
lautan kelabu gunung batu. Sedikit banyak pisau terbang
Pendekar Elang Merah telah menyelamatkan jiwa sahaya,''
kataku sambil mengeluarkan kembali pisau bergagang gading
dari dalam lipatan baju, ''mohon diterima kembali pisau ini,
terima kasih banyak atas pinjamannya, dan mohon maaf tidak
sanggup mencari Pendekar Elang Merah di balik awan.''
Sembari menyerahkan pisau aku membungkuk untuk
menotok kembali jalan darahnya, supaya ia bisa menggerakkan tangannya untuk menerimanya. Sepintas
kulihat betapa Pendekar Elang Merah itu matanya indah
sekali... Bukan hanya indah, melainkan juga tajam!
Tangannya terulur menerima pisau itu dengan lemah,
tetapi bersama mengalirnya darah ke bagian yang lemah itu
tenaganya pun pulih, dan saat itulah pisau terbang yang
dimintanya kembali setelah sekian waktu tersebut melesat ke
atas. ''Aaaaaaaaahhhhhh!''
Dari atas melayang jatuh sesosok tubuh yang sudah
memegang pedang terhunus. Namun di belakang sosok tubuh
yang jatuh itu beterbanganlah sosok-sosok berbaju ringkas
yang menutupi kepalanya dengan fu tou ketat sampai
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
menutupi dahi, sehingga hanya kelihatan sepasang matanya
yang penuh dengan semangat pembunuhan. Agaknya mereka
semula menempel dengan ilmu cicak, pada tebing dan atap
yang menjorok dari tebing itu dan dilalui sungai yang menjadi
air terjun besar ini.
''Golongan Murni!''
Sambil mengucapkan kata-kata itu Elang Merah langsung
melejit dengan pedang di tangan dan berkelebat menyambut
sosok-sosok pembawa maut yang berkelebatan, sementara
aku tidak menunggu mayat itu jatuh untuk mencabut pisau
terbang bergagang gading dengan gambar ukiran naga pada
kedua sisinya yang menancap dijantungnya. Aku menyambar
pisau itu sembari berkelebat menghindari serangan, bahkan
secepat kilat menggores urat lehernya sehingga mereka nyaris
berbarengan melayang ke jurang.
TAK dapat kuhitung lagi sosok-sosok berbaju ringkas dan
berilmu silat sangat tinggi yang disebut Golongan Murni ini
berkelebatan ke arah kami bertiga, karena dalam gemuruh air
terjun dan kesempitan jalan setapak, pertarungan yang tidak
dapat dilihat mata ini hanya mengandalkan naluri. Yan Zi
hanya tinggal kelebat bayangan putih berkilauan, setiap
geraknya hanya berarti jeritan dan nyawa melayang.
"Elang Merah! Perempuan Tubo! Sudah lama kami
peringatkan jangan malang melintang di wilayah kami!"
Jadi Elang Merah berasal dari Tibet. Pantas orang-orang
Golongan Murni yang berpikiran sempit dan kerdil dalam
kebangsaan ini, karena beranggapan hanya warga Negeri Atap
Langit berhak hidup di Negeri Atap Langit, begitu
membencinya. "Orang-orang bodoh! Tak pantas kalian hidup di bawah
langit!" Bersama dengan jawabannya, pedang Elang Merah pun
menelan jiwa. Para korbannya melayang jatuh mengikuti air
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
terjun tanpa suara. Dari atas masih terus berjatuhan sosoksosok yang semula menempel pada atap tebing, berjatuhan
untuk menyerang dan mencabut nyawa. Namun tidak selalu
kami berhasil membuat mereka meneruskan perjalanannya ke
dalam jurang tanpa nyawa, karena sesungguhnyalah ilmu s ilat
orang-orang Golongan Murni ini sangatlah tinggi.
Seperti yang pernah kualami menghadapi para pembunuh
Golongan Murni ini di tepi Sungai Merah pada malam berhujan
di antara gubuk-gubuk pengungsi banjir yang dibakar, mereka
sangat piawai bertarung dengan keluar masuk bayang
kehitaman dalam kelam. Dalam kekelaman di bawah atap
tebing dengan suara gemuruh air terjun, mereka juga mampu
keluar masuk segala bayangan sehingga kadang tampak
kadang menghilang. Maka kami bertiga pun mengerahkan
kecepatan yang sangat tinggi, dalam hal diriku bahkan lebih
cepat dari pikiran. Jika tidak begitu, apakah masih mungkin
diriku mengejar siapa pun yang sosoknya ketika dibabat
pedang bisa menghilang ke balik tabir air terjun hanya untuk
muncul lagi dan berkelebat menyerang kembali"
Dengan bergerak lebih cepat dari pikiran artinya kuleburkan
tubuhku dengan alam, sehingga ketika pikiran me lesat lebih
cepat dari cepat, maka tubuh tidak menjadi penghalang bagi
pikiran lagi. Maka bukan hanya bisa kususul, melainkan dapat
kudahului setelah mereka kutendang dan terlontar ke balik
tabir air terjun. Jika semula mereka bisa menghilang ke balik
tabir tanpa terseret ke bawah sama sekali karena telah
melepaskan ketubuhannya, aku pun bisa melakukannya
sehingga di balik tabir itu, yang ternyata berarti di dalam air
terjun sebagai bayangan tanpa tubuh, tetaplah berlangsung
pertarungan antara hidup dan mati.
Setiap kali pisau terbang bergagang gading itu menancap
tepat di jantungnya, saat itulah ketubuhannya serentak
kembali dan air terjun yang deras dan gemuruh menyeretnya
tanpa ampun lagi. Senjata mereka bermacam-macam,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pedang, golok, kelewang, kapak dua sisi, dan ruyung. Di
dalam air segenap senjata itu tak terhalangi untuk membabat
dan diobat-abitkan dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Namun di dalam air terjun yang tiada mampu menyeret diriku
tanpa ketubuhanku aku cukup bergeser ke kiri dan ke kanan
dengan tenang, tetapi dengan amat sangat cepatnya
menancapkan pisau bergagang gading ke jantung dan
mencabutnya lagi tanpa sempat disadari.
Aku masih sempat menikmati kedirianku tanpa ketubuhan
sejenak, merasakan bagaimana tersiram tanpa menjadi basah,
sebelum akhirnya keluar dari balik tabir air terjun, dan
menyaksikan bagaimana pantulan cahaya yang berkilat-kilat
dari Pedang Mata Cahaya melingkar-lingkar menghabisi para
penyerbu Golongan Murni itu, yang meskipun berilmu sangat
tinggi, bagaimana mungkin menghadapi Ilmu Pedang Mata
Cahaya yang tiada duanya ini"
Lawan Elang Merah tinggal satu dan
ia tidak membunuhnya. Pedangnya bergerak cepat sekali. Pedang
lawannya segera terpental, ujung pedangnya sendiri sudah
menempel di bawah dagunya. Tangan kirinya mencabut fu tou
dari kepala orang itu, dan tampaklah rajah Mata Ketiga di
dahinya. Elang Merah yang cantik itu meludah dengan jijik.
"Mata Ketiga! Setiap orang yang ditahbiskan sebagai
anggota Golongan Murni mendapat rajah Mata Ketiga di
dahinya! Karena mereka merasa tahu segalanya sebagai
manusia dengan aliran darah terunggul dalam dirinya!"
Lantas ia me ludah untuk kedua kalinya. Ludahnya
melayang masuk jurang. Dalam gemuruh air terjun ia
berteriak lantang.
"Kalian berbelas-belas orang yang mengeroyokku dikalahkan seorang perempuan Tubo! Apa katamu!"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ORANG itu menelan ludah dan siap menerima kematian.
Aku juga melihat rajah di dahi orang yang berilmu silat tinggi
tetapi terkalahkan itu. Benarkah ia rela mati demi kepercayaan
Golongan Murni, bahwa bangsa Negeri Atap Langit harus
dijaga kemurnian darahnya, antara lain dengan cara
membunuhi orang-orang asing yang melampaui perbatasan"
Aku meragukannya. Seperti juga yang terjadi dengan
perkumpulan rahasia di Javadvipa, apa pun yang semula
dilakukan demi pengabdian, kemudian dilakukan hanya demi
uang. Bahkan demi uang seseorang bersedia mendapatkan
rajah di dahinya dan melakukan pembunuhan, karena sejak
berlangsungnya Pemberontakan An Lushan, kesejahteraan
yang pernah bisa dinikmati banyak orang seperti tidak akan
pernah kembali lagi. Pernah kudengar betapa Golongan Murni
membayar mahal kepada siapa pun yang bersedia dan mampu
melaksanakan tugas-tugas mereka.


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Elang Merah sudah siap menusukkan
pedangnya menembus leher, ketika aku berkata, "Elang Merah yang
perkasa, tidak mungkinkah kita membiarkannya hidup agar
kita mendapatkan sedikit pengetahuan darinya" Mereka telah
menunggu kita di tempat ini. Sahaya pikir ini bukan sekadar
kebetulan sahaja."
Tanpa menjawab, Elang Merah langsung menyambar
tengkuk orang itu, mendorongnya seperti akan menjerumuskannya
ke jurang, tetapi dengan sebat menangkap kakinya, sehingga orang itu tergantung dengan
kepala di bawah dengan wajah merah karena darah yang
mengalir turun. Tentu dilihatnya jurang tanpa dasar itu,
tempat air terjun telah menggulung segenap anggota
Golongan Murni yang terpental ke sana.
(Oo-dwkz-oO) Episode 184: [Golongan Murni]
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
SUARA air terjun begitu gemuruh, tetapi masih kudengar
suara Elang Merah yang lantang.
"Bicara! Atau kulempar setelah kupotong kepalamu yang
bermata tiga itu!"
Elang Merah tampak sungguh-sungguh
dengan ancamannya, dan dugaanku betapa tidak semua pasukan
Golongan Murni bertugas dengan semangat pengabdian
terbukti. "Jangan bunuh sahaya! Tolong! Jangan bunuh sahaya!"
"Kamu akan bicara?"
"Ya, ya, ya! Akan sahaya sampaikan semua yang sahaya
tahu!" Demikianlah Elang Merah menyendal kaki orang Golongan
Murni itu sehingga ia tersentak ke atas dan membentur tebing
batu. Sebelum ia terpental ke jurang segera Elang Merah
mendorongnya kembali. Perempuan pendekar itu seperti akan
menghajarnya lagi, tetapi aku berkelebat menempatkan diriku
di antara keduanya, sehingga Elang Merah menahan kaki
bersepatu merah yang siap menendang itu.
"Sabarlah pendekar," kataku, "biarkanlah dia berbicara
tanpa perasaan tertindas, daripada dia menutup mulutnya dan
memilih kematian."
Kulirik Yan Zi mendengus dengan kesal, tak bisa
dimengertinya tentu, bagaimana Elang Merah yang semula
bermaksud membunuhku kini menjadi sekubu karena
menghadapi musuh bersama.
Kutepuk bahu orang itu, sambil menyalurkan tenaga prana
supaya ia mendapatkan ketenangannya.
"Jangan takut," kataku, "dikau aman sekarang, ceritakanlah
apa yang dikau ketahui."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Dia pun mulai bercerita. Namun untuk menyingkat yang
panjang menjadi pendek, lebih baik kuceritakan kembali
seperti berikut.
Dia mengaku sebagai guru silat di Chang'an yang melatih
anak-anak kecil dengan bayaran sukarela. Suatu hari
seseorang menawarinya pekerjaan sebagai anggota suatu
pasukan dengan bayaran tinggi, dengan syarat harus
merahasiakan segala kegiatannya. Dia mengaku menerimanya
karena tergiur dengan bayaran tail emas yang tinggi. Baginya
tidaklah terlalu berat merahasiakan segenap kegiatannya
kepada keluarganya, karena sejak lama selain melatih silat
pekerjaannya hanyalah bertarung, sehingga mereka memang
tidak pernah bertanya-tanya lagi.
Dijelaskan kepadanya bahwa tugas ini datang dari
kelompok pembela negara yang disebut Golongan Murni.
Membela negara maksudnya adalah menjaga keutuhan
bangsa Negeri Atap Langit dari rongrongan unsur-unsur as ing,
sehingga segala sesuatu yang berbau asing dianggap
berbahaya, dan karena itu harus segera dimusnahkan begitu
ditemukan. Adapun tugas yang diberikannya selama ini adalah
memusnahkan unsur-unsur asing tersebut, yang apabila
berwujud manusia maka harus dibunuhnya.
Pembunuhan itu sendiri bukanlah tujuan Golongan Murni,
melainkan cara untuk menyebarkan ketakutan agar banyak
orang menjadi sadar, bahwa kejayaan bangsa Negeri Atap
Langit demi bangsa Negeri Atap Langit itu sendirilah yang
merupakan keadaan terbaik. Demi tujuan semacam ini, tindak
penghilangan nyawa orang-orang yang pikirannya dianggap
membahayakan dibenarkan.
SEMULA dia mengira bahwa Golongan Murni dibentuk
secara resmi oleh pihak istana, tetapi kemudian dia
mengetahui betapa ternyata tidak ada yang besifat resmi,
serba ditutupi, meskipun memang melibatkan sejumlah
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
bangsawan, pejabat tinggi, panglima pasukan, maupun
pedagang besar sebagai sumber keuangan mereka.
Dia berkata bahwa segenap tugasnya selama ini
dirahasiakan, dan sebagai anggota pasukan pembunuh pilihan,
mereka dianggap tidak perlu tahu latar belakang tugasnya.
Mereka hanya perlu melakukan pembunuhan itu tanpa perlu
mempertanyakan apapun. Dia tidak mengingkari, bahwa
memang banyak di antara anggota pasukan yang menjalankan
tugas karena pengabdian, tetapi dengan bayaran yang besar
tidaklah menjadi jelas lagi baginya siapa yang bekerja demi
tujuan Golongan Murni dan siapa yang bekerja hanya demi
uang seperti dirinya.
Selama ini ia menyembunyikan pikirannya sendiri yang
sebetulnya tidak sejalan dengan begitu rapat, sehingga lolos
dari para pengawas pikiran, dan kemungkinan terdapat pula
anggota pasukan lain yang berlaku serupa dengan dirinya itu.
Namun setelah bekerja cukup lama, kemudian diketahuinya
pula siapa saja yang berpikiran seperti dirinya meski samasama belum terbuka, karena setiap penyelewengan pikiran
hanyalah hukuman mati bayarannya.
Adapun tugasnya yang terakhir ini, meskipun juga sangat
dirahasiakan, ia ketahui pula seluk beluk persoalannya, meski
ia tak tahu pasti bagaimana harus mempertimbangkannya.
Begitulah didengarnya bahwa mereka sedang melaksanakan
tugas besar, sehubungan dengan lolosnya seorang kebiri yang
memiliki jabatan tinggi di istana Chang'an. Lolosnya orang
kebiri yang memegang rahasia negara ini adalah yang kedua,
setelah menghilangnya orang kebiri lain beberapa hari
sebelumnya, yang juga menggelisahkan banyak orang karena
banyaknya rahasia di benaknya.
"Seorang kebiri lain yang menyamar sebagai tukang kedai
seharusnya bertemu dengan masing-masing orang kebiri itu,
bahkan mempertemukan keduanya untuk menggabungkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tiga rahasia," kata anggota Golongan Murni dengan rajah Mata
Ketiga di dahinya itu.
"Tiga rahasia?"
Elang Merah tampak seperti tidak mengerti, tetapi mataku
yang justru terbuka. Yan Zi memberi tanda agar diriku
mendekatinya. Ia berbisik ke telingaku.
"Serigala Merah dan Serigala Hitam memberitahu daku
sebelum berangkat, hasil penelitian mereka menunjukkan
bahwa lelaki tua berbaju ungu itu adalah orang kebiri.
Mungkin dialah yang sedang mereka kejar, tetapi yang dikejar
menghilang bersama dikau ke Kampung Jembatan Gantung
yang tersembunyi. Tidak jelas dengan dua orang kebiri lainnya
itu." Namun terdapat sesuatu yang makin jelas bagiku!
"Tiga rahasia apa" Lekas katakan!"
Elang Merah yang sebagai orang Tibet tampak begitu jauh
dari persoalan ini sudah sangat tidak sabar. Namun segala
sesuatu yang gelap menjadi berpijar bagiku sebetulnya hanya
karena kebetulan.
"Sahaya juga tidak terlalu memahaminya Puan Pendekar,"
jawab bekas guru silat untuk anak kecil ini pula, "tetapi
rahasia itu baru akan berbuny i jika setiap rahasia yang
diketahui oleh setiap orang kebiri ini digabungkan."
"Rahasia tentang apakah ini" Ilmu silat" Senjata mestika"
Pengkhianatan" Penyerbuan" Jaringan mata-mata?"
"Sahaya tidak mengetahuinya Puan Pendekar, sahaya telah
mengatakan segalanya yang saya ketahui sehubungan dengan
perburuan orang kebiri ini."
Elang Merah kembali menekankan ujung pedangnya ke
leher anggota pasukan pembunuh Golongan Murni itu.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Jadi kenapa dengan tugas memburu orang kebiri kalian
justru berusaha membunuh kami hah"!"
Ujung pedang itu menekan bagian bawah dagu begitu rupa
sehingga orang ini susah menggerakkan mulutnya.
"Bagaimana kamu akan membuatnya bicara Elang Merah,
jika pedangmu membuatnya tidak bisa bicara!" Y an Zi berujar
dengan kesal. Elang Merah menoleh ke arah Yan Zi dengan tatapan
menusuk. Aku tersadar Yan Zi dalam bahasa Negeri Atap
Langit menyebutnya kamu dan bukan dikau, untuk mereka
yang baru bertarung dengan semangat saling membunuh,
perbedaan itu bisa bermakna banyak. Serangan Golongan
Murni telah membuat keduanya berada di pihak yang sama,
bahkan Elang Merah menyebut kata kami, tetapi ucapan Yan
Zi Si Walet telah membuat kami itu saling berjarak kembali.
Elang Merah masih menatap Si Wa let ketika menurunkan
ujung pedangnya.
BICARALAH...'' katanya sambil tetap menatap Yan Zi.
Aku terkesiap melihat permusuhan mereka yang mendadak
kembali meruncing. Namun orang bayaran Golongan Murni itu
bicara. ''Selain memburu orang kebiri yang disebut Si Musang itu
sebagai tugas utama, kami juga mendapat tugas sampingan
menyerang dan membunuh Pendekar Elang Merah di mana
pun kami berjumpa.''
Setelah kata-kata ini, dengan secepat kilat Elang Merah
menusukkan pedangnya ke dada orang Golongan Murni itu,
tetapi aku bergerak lebih cepat dari kilat untuk memegang
lengannya, sehingga tusukannya terhenti. Ujung pedangnya
hanya menggores sedikit kulit dada orang itu, yang sudah
tampak menyeringai siap menerima kematian.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Aku masih memegang lengannya ketika kukatakan
kepadanya. ''Janganlah pendekar yang gagah membunuh mereka yang
sudah lemah dan tidak berdaya, meskipun semula mereka
bermaksud membunuh kita.''
Elang Merah menatapku dengan tajam. Ada sesuatu dalam
pandangan matanya itu yang tak dapat kubahasakan sekarang
ini, tetapi dapat kusebutkan betapa hatiku berdesir ketika
kurasakan tangan kirinya mengelus punggung tanganku yang
memegang lengannya itu. Sentuhan itu, meski sekejap mata,
terasa segenap tekanannya, terbaca sebagai suatu pesan dan
kehendak, tetapi yang belum dapat kubahasakan juga.
Hanya saja, ketika melepaskan lengannya, aku seperti
merasa bersalah kepada Amrita.
''Aku masih ingin bertanya,'' kataku di antara gemuruh air
terjun yang seperti baru terdengar kembali.
Di jalan setapak seperti ini, di bawah atap tebing yang
mengalirkan air terjun, sebetulnya sangat sulit melakukan
tanya jawab untuk menggali keterangan dengan tenang,
tetapi peristiwa demi peristiwa yang kualam i selama
menjelajahi lautan kelabu gunung batu memberiku pelajaran
betapa segala kepentingan sebaiknya dilakukan tanpa harus
ditunda-tunda lagi. Maut bertebaran di dunia persilatan tanpa
pandang bulu, dan membungkam rahasia dengan pembunuhan sama sekali bukanlah tabu.
Dengan pisau terbang bergagang gading yang masih saja
kupegang ini kusingkapkan bajunya di dada sebelah kiri, dan
memang terlihat rajah dua pedang bersilang, tanda
keanggotaan Golongan Murni yang lain selain Mata Ketiga.
''Dikau memiliki dua tanda, sedangkan yang kutemui di
Thang-long hanya satu,'' kataku, ''apakah karena ilmu silatmu
lebih tinggi dari yang tidak berajah Mata Ketiga"''
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Rajah Mata Ketiga di dahi memang diberikan kepada
mereka yang berilmu tinggi, tetapi kepadaku tidak diberikan
karena itu.'' ''Jadi kenapa mereka memberikannya kepada dikau"''
''Karena daku juga melatih para anggota baru.
Aku tersentak mendengar kenyataan seperti ini. Golongan
Murni tidak lagi sekadar ingin membeli pengabdian dengan
uangnya, melainkan mencetak para pengabdi, yang tentu
akan menjadi lebih mengerikan karena disuapi pikiran-pikiran
tidak bersahabat sejak kanak-kanak dan remaja. Orang ini
memberi pelajaran ilmu silat, tetapi diakuinya pula bahwa
terdapat juga guru-guru yang berbagai pelajaran ilmu-ilmu
yang lain, seperti ilmu perang, ilmu sastra, ilmu pemerintahan,
dan ilmu filsafat. Perihal ketiga ilmu yang lain, kutahu
merupakan bagian dari usaha mendapatkan kedudukan dalam
jaringan kekuasaan. Namun tentang ilmu filsafat, dalam hal
pendidikan Golongan

Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Murni kuyakini bukanlah ilmu pengetahuan untuk membuka pemikiran dalam usaha
mengembangkan kebijaksanaan, melainkan sebaliknya menutup dan mengunci segala pemikiran, hanya kepada
pembenaran tujuan Golongan Murni sahaja.
Itulah menurutku suatu peracunan pikiran yang menjijikkan
dan sangat memuakkan, terutama karena diarahkan kepada
kanak-kanak dan remaja yang masih terbata-bata mempelajari
dunia dan kehidupan, sehingga belum mampu menyusun
penalaran untuk membangun perbantahan. Sebagai usaha
memperkuat barisan hal itu memang dibutuhkan Golongan
Murni, karena mengandalkan uang untuk mencapai tujuan
betapapun terlalu rapuh dalam perjuangan panjang. Seperti
terjadi dengan guru silat ini, yang sama sekali tidak sudi mati
demi mempertahankan keyakinan.
Aku masih menggali sejumlah keterangan lain, sampai
kuketahui jika orang kebiri berbaju ungu yang membunuh
dirinya sendiri itu disebut sebagai Si Musang, maka orang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kebiri lain yang kiranya sudah tewas terpotong-potong dalam
karung itu disebut Si Tupai, sedang orang kebiri yang
menyamar sebagai tukang kedai adalah Si Cerpelai.
MEREKA yang memburu orang kebiri ini tidak mengetahui
betapa ketiganya sudah tewas, sementara diriku yang tidak
berkepentingan sama sekali terhadap rahasia yang terbagi tiga
itu tanpa sengaja telah bertemu dengan ketiganya.
Namun aku juga tidak mengendus rahasia apap un kecuali
sejumlah tanda tanya. Aku hanyalah orang asing di Negeri
Atap Langit ini, penguasaan bahasaku masih sangat terbatabata, sehingga jangankan yang bersifat rahasia, melainkan
yang terbuka sahaja tiadalah dengan mudah dapat kuterima
sejelas maksudnya.
Betapapun menjadi terbuka bagiku sekarang, bapak kedai
yang telah menyelamatkan jiwaku adalah Si Cerpelai yang
dimaksudkan itu, sedangkan orang kebiri yang terpotongpotong itu adalah Si Tupai. Apakah yang terjadi sehingga ia
tiba di kedai di tengah-tengah lautan kelabu gunung batu
sudah dalam keadaan terpotong-potong mengenaskan seperti
itu" Aku menduga-duga akan terdapatnya suatu pertarungan
rahasia yang amat sangat sengitnya.
Anggota Golongan Murni ini mendengar, artinya suatu
rahasia sudah bocor, bahwa Si Tupai dan Si Musang akan
menemui Si Cerpelai di lautan kelabu gunung batu untuk
menggabungkan ketiga rahasia yang mereka ketahui. Masuk
akal bagiku jika Si Tupai dan Si Musang saling mengenal,
sebagai sesama orang kebiri yang bekerja di istana, tetapi
tidaklah dapat kupastikan apakah masing-masing saling
mengetahui bahwa mereka sama-sama menyimpan rahasia
negara. Namun ternyata ada pihak lain yang mengetahuinya. Maka
Si Tupai dibunuh dan dicincang, mungkin karena rahasianya
sudah berhasil dibongkar; sementara Si Musang hanya
dipotong lidahnya dan tidak dibunuh, supaya rahasia tidak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
disampaikan kepada sembarang orang, tetapi masih bisa
tersampaikan kepada yang berkepentingan. Namun jika
diperhatikan, bahwa sebelum Golongan Murni bisa menyusul
Si Musang, pasukan pemerintah telah lebih dulu nyaris
membunuhnya, maka ternyata lebih dari satu pihak pula yang
berkepentingan agar dalam keadaan yang terburuk rahasia itu
tetap tinggal rahasia, dengan cara membunuhnya.
Akan halnya bapak kedai yang disebut sebagai Si Cerpelai,
menjadi terjawab mengapa ia begitu peduli kepada mayat
terpotong-potong yang ternyata memang orang kebiri, karena
sangat mungkin ia memang sedang menunggu Si Tupai itu.
Setidaknya ia tahu, dirinya sendiri menyimpan sepertiga
rahasia, yang baru mungkin terungkap jika terhubungkan
dengan duapertiga rahasia lain. Mengingat betapa sudah lama
Si Cerpelai tinggal bersama kedainya di lautan kelabu gunung
batu, aku menduga selama itu pula rahasia tersebut berada
bersamanya. Memang dia orang yang setia, tetapi setia
kepada siapa"
Apakah ini rahasia di antara orang kebiri" Dari ceritanya
maupun gulungan kitab yang diberikan kepadaku, sampailah
suatu pengetahuan betapa jaringan orang kebiri ini sangat
erat, tertutup, dan sangat sulit ditembus; kecuali justru oleh
sesama orang kebiri itu sendiri. Dari riwayat orang-orang
kebiri tersebut, meskipun dari luar tampaknya orang-orang
kebiri itu merupakan suatu kesatuan, ternyata di dalamnya
pun terdapat berbagai bentuk perpecahan, apakah itu
antarpribadi ataukah antarkelompok, karena permainan
kekuasaan rupanya memang merupakan kecenderungan
manusia, untuk menguasai maupun menolak dikuasai, di mana
pun ia berada. Telah diketahui betapa tertutupnya jaringan orang-orang
kebiri, sehingga kukira memang hanya sesama orang kebirilah
yang berani membunuh orang kebiri lain di dalam istana,
memotong-motongnya,
dan menyelundupkannya
keluar TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
melalui jalur resmi pula. Aku berusaha mengingat segala
barang untuk menyamarkan keberadaan mayat tersebut.
Tembikar serba halus dan mahal hasil pembakaran tungkutungku tercanggih di Hunan, yang biasanya dikirim melalui
laut dari pelabuhan Guangzhou, bukan jalan sempit berbatubatu yang sebentar mendaki dan sebentar menurun ke arah
Daerah Perlindungan An Nam ini. Apakah sepertiga rahasia itu
hilang bersama kematiannya yang mengenaskan, ataukah
menjadi bagian dari barang-barang yang datang bersamanya
itu" Jika rahasia ini bentuknya kata-kata, aku teringat sekarung
kertas bertulisan yang penuh kutipan puisi-puisi para penyair
seperti Li Ba i, Du Fu, Wang Wei, dan banyak lagi, yang sangat
sulit ditandai bagaimana puisi yang satu dapat menjadi bagian
dari bahasa sandi, sedangkan yang lain tidak.
Aku menggelengkan kepalaku, seperti mengusir segala
kemungkinan yang mendadak saja seperti meruyak. Kuingat,
bahkan ada piring yang juga bertuliskan sebuah puisi. Sayang
sekali saat itu aku menganggapnya bukan sesuatu yang
menjadi urusanku, padahal sudah jelas bapak kedai yang
benar juga bukan sekadar tukang kedai, melainkan Si Cerpelai
berilmu silat sangat tinggi, seperti berusaha membuat urusan
tersebut menjadi urusanku. Dengan kenyataan betapa ia te lah
mengorbankan dirinya sendiri, untuk menyelamatkan jiwaku,
seolah-olah memang sudah menjadi kewajibanku untuk
memenuhi permintaannya itu.
''APA yang harus kita lakukan dengan manusia ini
sekarang"''
Elang Merah bertanya dengan pedang yang masih
terhunus. Kupikir persoalanku dengannya juga belum jelas.
Apakah cukup kuat alasan untuk membunuhku, hanya karena
seperti katanya, bahwa pisau terbangnya yang ia lempar
sendiri ke arahku dan bukannya kucuri, belum kukembalikan"
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
''Tidakkah orang ini bebas untuk pergi, wahai pendekar
yang gagah"''
Sengaja kuucapkan kata-kata yang meninggikannya, agar
tanpa kesulitan segeralah dilepaskannya orang ini, tetapi
rupanya ia tersinggung dan membabatku secepat kilat dengan
pedangnya. ''Gagah! Sudah beberapa kali kata itu ditujukan kepadaku!
Apakah diriku memang tampak seperti lelaki"!''
Apakah karena ini pun Elang Merah bermaksud
membunuhku" Dalam sekejap pedangnya telah menetak
leherku seratus kali. Ia sangat cepat! Namun untuk
menyelamatkan nyawa aku bergerak lebih cepat dari kilat.
Sehingga bukan hanya diriku bisa tiba-tiba saja sudah
melayang jungkir balik ke atas, melainkan juga dapat
kumasukkan pisau terbang yang kupegang ke balik bajunya
tanpa diketahuinya.
Aku hinggap di atap tebing yang menjorok itu, punggungku
menempel di sana dengan ilmu cicak.
''Maafkan daku pendekar yang cantik! Apakah dikau
bersungguh-sungguh betapa diriku harus mati karena salah
ucap seperti itu" Maafkan hina kelana tiada bernama ini,
bukanlah maksud daku menganggap dirimu seorang lelaki.''
Elang Merah ternyata sudah melesat pula ke atas
menyerangku! Saat itu kudengar teriakan Y an Zi yang mengatasi gemuruh
air terjun. ''Awaaaaassss!!''
Ternyata anggota Golongan Murni itu telah melemparkan
pisau terbang ke punggung Elang Merah! Dalam keadaan
melesat ke atas dengan pemusatan perhatian ke arahku
seperti ini, tidak mungkinlah bagi Elang Merah berkelit apalagi
berbalik menangkis pisau terbang yang melesat dengan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kecepatan pikiran itu. Maka akulah yang berkelebat lebih
cepat dari pikiran menampel kembali pisau terbang ke arah
pelemparnya. Pada saat yang sama, kaki Yan Zi yang
melayang dengan tendangan maut telah mengenai tengkuk
orang itu, tepat ketika pisau terbangnya sendiri telah
tertancap tepat pada Mata Ketiga di dahinya saat memandang
ke atas. Ia terpental ke atas tanpa suara, dengan darah terciprat
dari mulutnya, ke arah air terjun yang bagai telah
menantikannya dengan bergemuruh. Namun peristiwa ini
belum berakhir, karena suatu bayangan merah berkelebat pula
membabatkan pedang, yang membuat orang itu terseret air
terjun ke bawah dengan kepala yang sudah terlepas dari
badannya. (Oo-dwkz-oO) Episode 185: [Perguruan Shaolin]
DARI jauh terlihat Perguruan Shaolin itu bagaikan benteng
yang kokoh. Tembok perguruan itu seperti tumbuh dari
bebatuan yang mendukungnya sampai begitu menjulang.
Gerbang raksasanya tertutup, dan bagaikan hanya tenaga
seratus gajah saja yang mampu membuka dan menutupnya
kembali. Di belakang benteng itu hanyalah gunung batu,
tetapi dengan pepohonan yang tumbuh di sela bebatuan yang
membuat Perguruan Shaolin itu menjadi tampak rimbun. Tidak
seorangpun tampak di luar tembok. Tentu, para bhiksu
maupun murid-murid perguruan itu sedang melakukan segala
kegiatannya di balik tembok raksasa tersebut, yang barangkali
dimaksudkan agar terlindungi dari segenap ketergodaan
duniawi. Jika sesekali kusebut istilah Kuil Shaolin dan lain kali
Perguruan Shaolin, maka memang maksudnya tidaklah sama.
Di Kuil Shaolin, berkumpul para bhiksu dan bhiksuni yang
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
amat mahir bersilat, dan silat menjadi keistimewaan mereka,
tetapi tidak lebih dari itu, karena betapapun tingginya ilmu
silat yang dimiliki seorang bhiksu atau bhiksuni, pada awal dan
akhirnya mereka adalah tetap bhiksu atau bhiksuni, bukan
seorang pendekar. Adapun di Perguruan Shaolin, meski
upacara keagamaan tidak pernah menjadi takpenting, ilmu
silat menjadi tujuan berdirinya perguruan, karena ke sinilah
para bhiksu dan bhiksuni yang berdasarkan bakatnya dikirim
untuk mempelajari ilmu s ilat, dan setelah masa belajarnya usai
ditempatkan di Kuil Shaolin.
DENGAN kata lain, Perguruan Shaolin adalah tempat ilmu
silat dihimpun, diteliti, dan diuji, untuk kemudian diterapkan
dan disebarkan, tetapi hanya di antara para bhiksu dan
bhiksuni dari Kuil Shaolin. Namun karena di Perguruan Shaolin
upacara keagamaan yang harus dijalani para bhiksu dan
bhiksuni sama sekali tiada berkurang, maka sepintas lalu
pembedaan ini tidak ada artinya. Sementara itu, meski sejak
tadi disebutkan bhiksu dan bhiksuni, pada dasarnya kuil
mereka terpisah dan hanya sedikit dari para bhiksuni yang
mengerti ilmu silat; tetapi justru dari yang sedikit itulah
terdapat para bhiksuni yang ilmu s ilatnya tidak terkalahkan.
Kuil para bhiksu dan bhiksuni terpisah, artinya para bhiksu
takbisa memasuki kuil para bhiksuni dan sebaliknya, tetapi di
Perguruan Shaolin kedua-duanya ada. Yan Zi dapat belajar
ilmu silat di Perguruan Shaolin, padahal tidak saja Yan Zi
bukan seorang bhiksuni, ia juga bukan seorang lelaki. Sudah
kuceritakan betapa Yan Zi dapat diterima belajar di sana
karena alasan tertentu. Lagipula, meskipun di Negeri Atap
Langit perbedaan lelaki dan perempuan sangat ditegaskan
dalam perilaku dan ungkapan kebudayaan, dalam dunia
persilatan justru perbedaan itu tidak menjadi penghalang
apapun untuk mencapai ilmu yang tinggi. Seperti yang telah
kualami sendiri, bahkan ketika baru menjelajahi wilayah
perbatasannya saja, perempuan-perempuan pendekar Negeri
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Atap Langit yang bersimpang jalan denganku ilmu silatnya luar
biasa tinggi. Setelah meninggalnya Ta Mo pada 557, ilmu silat atau gung
fu Shaolin mulai berkembang menjadi seni pertarungan
dengan cirinya sendiri. Iblis Suci Peremuk Tulang pernah
bercerita kepadaku, bahwa sejak awal berdirinya Wangsa
Tang pada 705, para bhiksu Kuil Shaolin diminta ikut serta
dalam berbagai pertempuran. Tugas ini dijalankan dengan
sangat baik, sehingga mereka mendadak sontak menjadi
tersohor karena kemampuan bertarungnya di seluruh Negeri
Atap Langit. Seorang bhiksu, Sze Hungpey, menemukan jurus Pukulan
Pura-pura yang mengenalkan seni gerak tipu dalam gung fu
Shaolin. Bentuk tipudaya penglihatan itu semakin mengangkat
jurus-jurus Shaolin, membuatnya jadi yang paling menonjol di
Negeri Atap Langit. Dengan segala cerita itu, tentu aku
menjadi penasaran untuk melihat sendiri seperti apa


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kehidupan di dalam Kuil Shaolin, yang tampaknya juga sangat
dimaklumi oleh Yan Zi.
"Mungkin kita juga bisa membeli kuda di sana," kata Yan
Zi. Meskipun hidup dipandang sebagai perjalanan jiwa, para
bhiksu ini bukan tidak mengerti bagaimana memperlakukan
raga, bahkan melalui gung fu yang menyehatkan dan
membugarkan badanlah maka pencapaian kejiwaan diandaikan sebagai sesuatu yang pasti. Dengan kata lain,
kehidupan duniawi bukanlah tabu bagi para bhiksu, termasuk
beternak dan mengembangkan kuda, lantas menjualnya.
Dengan kuil merangkap perguruan di tengah hutan seperti ini,
tiada khalayak yang bisa mereka datangi untuk mengemis.
Maka tentu saja mereka harus mampu menghidupi diri mereka
sendiri, dengan berkebun dan beternak, meski memang ada
kalanya datang juga kiriman perbekalan dari pemerintah,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tetapi yang tidak bisa dipastikan kedatangannya karena
tempat mereka yang sangat terpencil itu.
Kami sudah dua hari dalam perjalanan dan masih melalui
banyak air terjun, besar maupun kecil, sampai Perguruan
Shaolin itu semakin lama semakin dekat. Perjalanan menjadi
lebih lambat, karena kuda putih Yan Zi ditunggangi dua orang,
Yan Zi dan Elang Merah.
Harus kuceritakan betapa segala peristiwa yang telah
berlangsung, bahwa Elang Merah telah beberapa kali
menyerangku dengan maksud membunuh, tetapi beberapa
kali pula diriku telah memperpanjang masa hidupnya, telah
membuat Elang Merah bertekad mengikuti jejakku ke mana
pun aku melangkah.
"Hanya itulah tebusan terbaik atas semua kesalahan daku,
wahai Tuan Pendekar, mulai saat ini daku akan mengabdikan
sisa hidupku kepada Tuan Pendekar, mengikuti diri Tuan
Pendekar ke mana pun kaki T uan Pendekar pergi."
Aku tertegun ketika Elang Merah menyatakan hal itu. Jika ia
menyerangku sama seperti Pendekar Kupu-Kupu atau dahulu
Pendekar Cahaya Senja juga menyerangku, yakni serangan
seperti yang berlaku dalam dunia sungai telaga, tempat
pencapaian kesempurnaan diuji dengan pertaruhan kematian,
maka sebetulnya serangan dengan tujuan membunuh itu
bukanlah kebersalahan yang memerlukan penebusan. Namun
masalah yang dibawa Elang Merah rupanya memang lebih dari
itu. PUAN Pendekar, itu bukanlah sesuatu yang Puan Pendekar
harus lakukan kepada pengembara yang bahkan sekadar
nama pun tidak memilikinya. Ikutilah jalan Puan Pendekar
yang semula, jalan seorang pendekar yang dibutuhkan orangorang tertindas. Mengikutiku adalah kesia-siaan belaka, karena
daku hidup hanya untuk diriku sendiri sahaja," kataku.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Kupikirkan betapa tugasku sendiri rasanya sudah begitu
mustahil. Selain membongkar masalah kematian Amrita, yang
membuatku harus membuntuti Harimau Perang sampai ke
Negeri Atap Langit, kini ditambah kewajiban membantu dan
melindungi Y an Zi ketika menyusup ke dalam istana Changian
mengambil Pedang Mata Cahaya untuk tangan kiri. Harimau
Perang melakukan perjalanan panjang juga karena panggilan
istana, tetapi kukira urusan Harimau Perang dan Yan Zi Si
Walet berbeda, masihkah harus ditambah dengan masalah
Elang Merah pula"
"Hanya kematianlah kiranya yang dapat membuat daku
tidak mengikuti dikau Tuan Pendekar, dikau harus
membunuhku jika tidak ingin daku mengikuti dikau, dan jika
dikau tetap tidak bersedia diriku mengikuti ke mana pun, daku
tidak akan merasa terlalu bersalah menyelesaikan riwayat
hidupku sendiri."
Dengan kalimat seperti itu, Elang Merah mungkin saja
hanya mencari jalan untuk mencapai tujuannya, tetapi aku
dapat dibuatnya merasa terlalu angkuh jika tetap juga
menolaknya. Lagipula, aku belum merasa diriku begitu layak
menolak permintaan yang bagi seorang perempuan pendekar
perkasa seperti Elang Merah adalah mengiba-iba. Jadi tiada
jalan lain bagiku selain mengikuti kemauannya, meski
barangkali ini memang siasatnya sahaja. Namun aku juga
sebetulnya masih penasaran, benarkah Elang Merah muncul
tiba-tiba seperti terjadi di jalan setapak di bawah atap tebing
yang menjorok dan dilalui air terjun di atasnya itu, hanya
karena bermaksud meminta kembali pisau terbang atau
memang sedang gentayangan mencari lawan"
"Keduanya tidak," ujar Elang Merah, "aku sebenarnya
ditugaskan Kerajaan Tibet untuk menemui ketiga orang kebiri
itu, justru pada saat mereka bertemu, karena rahasia yang
akan terungkap dari penggabungan ketiga potongan rahasia
itu disebut berhubungan dengan kepentingan Kerajaan Tibet."
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Elang Merah bercerita, bahwa ia memasuki Negeri Atap
Langit dari Kerajaan Tibet yang juga disebut Tufan itu, dan
mencari-cari ketiga orang kebiri di sepanjang wilayah yang
berbatasan dengan Daerah Perlindungan An Nam, melalui
Terusan Shu dan T erusan Do Khel, lantas dari sana ia menuju
wilayah lautan kelabu gunung batu di perbatasan ini dengan
mengikuti Sungai Nu yang berbatasan dengan wilayah orangorang Pagan, menyusuri tempat-tempat yang paling terpencil
dari Negeri Atap Langit, seperti Wull, Bingzhongluo,
Gongshan, Fugong, Chenggan, Lushui, dan Liuku, sebelum
berbelok ke Baoshan dan menyeberangi Celah Dinding Berlian,
sehingga aku pun me lihatnya bentrok dengan seorang
pendekar yang dibunuhnya di udara saat itu.
"Dia bukan seorang pendekar," kisah Elang Merah,
"melainkan petugas rahasia istana Chang'an yang ditugaskan
mencari dan menyuap daku, agar rahasia yang kudapat nanti
disampaikan kepada Kerajaan Tibet dengan isi yang
menyesatkan. Jaringan mata-mata Negeri Atap Langit di
Kerajaan Tibet agaknya telah mengendus tugasku tidak lama
setelah perkara terdapatnya suatu rahasia yang terbagi di
antara ketiga orang kebiri ini terlacak. Para petinggi istana
yang sudah hampir putus asa dengan rahasia yang sulit
dibongkar ini, mencoba dengan segala cara, melalui sumber
apa pun, untuk berusaha mendapatkannya.
"Agaknya petugas rahasia yang ilmu silatnya sangat tinggi
dan diambil dari pasukan pengawal rahasia istana ini juga
mendapat perintah, bahwa jika diriku tidak dapat disuap,
maka ia harus membunuh daku. Tentu mereka berpikir, jika
mereka gagal membongkar, maka siapapun juga tidak boleh
mengetahuinya, karena memang belum dapat dipastikan jenis
bahaya macam apa yang akan datang, jika rahasia ini
terungkap ke pihak siapapun yang berkepentingan dengan
runtuhnya Kemaharajaan Negeri Atap Langit.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Daku datang hanya dengan pengetahuan mengenai orang
kebiri yang menjadi tukang kedai, yang kedainya disebut akan
menjadi tempat pertemuan. Rupanya daku telah melewatinya,
karena daku tidak menggunakan kuda dan juga tidak berjalan
kaki, melainkan melayang di udara dengan ilmu meringankan
tubuh Elang Melayang Tanpa Gerakan. Namun dengan kabut
seperti itu, dan ketajaman mata yang tidak sebanding dengan
ketajaman mata elang, rupanya aku telah me layang terlalu
jauh, ketika petugas rahasia yang ternyata mampu melacak
jejak di udara itu menyusulku.
MAKA setelah membunuhnya, pikiranku hanyalah terarah
kepada kedai tersebut, tidak kupedulikan betapa seharusnya
pisau terbang itu hanyalah dilemparkan untuk mematikan,
karena jika tertangkap seperti dikau lakukan, sebetulnya
terdapat jurus lanjutan yang akan membuat penangkap pisau
terbang itu dapat dilumpuhkan. Demikianlah, karena masih
terus melayang, diriku tersesat kian kemari, sembari masih
harus melayani tantangan para pendekar yang setiap saat
menyambar-nyambar tanpa sesumbar, maka kedai itu tidak
dapat segera kutemukan. Apalagi kemudian memang tiada
cara lain selain berjalan kaki, menyusuri jalan sempit
sepanjang dinding tebing yang berkelak-kelok itu, untuk
mendapat kepastian tempat kedai mata-mata tersebut, karena
disebutkan terletak pada satu-satunya jalan menuju Celah
Dinding Berlian dari selatan.
"Barangkali dikau dapat menebaknya wahai Pendekar
Tanpa Nama, ketika daku akhirnya sampai ke kedai itu, orang
kebiri tukang kedai yang bernama sandi Si Cerpelai itu sudah
hilang lenyap tidak tentu rimbanya. Adapun orang kebiri dari
istana Chang'an yang disebut Si Tupai, ternyata bukan hanya
sudah tiba dengan tubuh terpotong-potong, melainkan saat
daku tiba sudah dibakarlah tubuhnya yang terpotong-potong
itu, yang dibakar bersama delapan mayat lagi yang baru saja
ditewaskan Pendekar Kupu-Kupu, juga bersama mayat
Pendekar Kupu-kupu itu sendiri. Semua ini kudapatkan dari
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pengintaian atas perbincangan, karena sebagai anak buah Si
Cerpelai daku yakin mereka tidak akan bercerita jika kutanya.
"Dari perbincangan mereka pula kudengar sepak terjang
seorang pendekar yang jurus-jurusnya sama sekali tidak
dikenal, bahkan seperti tidak mungkin dilihat sama sekali.
Mereka selalu menyebutkannya sebagai orang asing yang
tidak jelas namanya. Lantas daku teringat tentang pisau
terbangku, dan kupikir mungkin saja orang itu dirimu. Nah,
sepak terjang semacam itu pula yang dapat kubaca dari jejakjejak pertarungan di tempat dikau berhadapan dengan para
pemanah pemerintah yang menyamar sebagai orang-orang
biasa itu, dan daku tiada punya dugaan lain yang lebih baik
selain bahwa mereka tentunya memburu seseorang yang
sangat penting, sepenting orang kebiri seperti Si Musang yang
sampai perlu dipotong lidahnya tetapi tidak dibunuh itu,
karena mengetahui rahasia negara yang rupanya amat sangat
penting. "Siapa yang tidak akan kesal jika jejak sedekat ini ternyata
kemudian hilang lenyap bagaikan menguap begitu saja"
Maafkanlah daku telah menumpahkan kekesalan dengan
langsung menyerangmu Tuan Pendekar Tanpa Nama.
Pencarian tanpa kepastian telah membuat jiwaku lelah..."
Kupandang Elang Merah yang duduk di atas kuda di
belakang Yan Zi. Dua perempuan yang sebelumnya nyaris
saling berbunuhan ini kini lengket di atas satu kuda. Apakah
yang bisa kuceritakan dari sini"
Yan Zi yang telah lama mendengar sepak terjang Elang
Merah, karena meski tersembunyi Kampung Jembatan
Gantung tidaklah terasing dari perkembangan di luarnya,
semula memang tampaknya sangat membencinya karena
perempuan pendekar dari T ibet itu menyerangku dengan jurus
mematikan bagai tanpa alasan. Namun perkembangan
peristiwa membuktikan, adalah Yan Zi jua yang menyentuhkan
tendangan mautnya kepada anggota Golongan Murni itu,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
ketika melemparkan pisau terbang ke arah Elang Merah dari
belakang. Segenap cerita Elang Merah agaknya mengena di hati Yan
Zi, dan ketika kami melanjutkan perjalanan, memang seperti
tidak ada kemungkinan lain bahwa Elang Merah akan berada
di punggung kuda yang sama dengan Yan Zi.
"Dikau bersamaku saja Elang Merah," katanya, "sampai kita
mendapatkan kuda untukmu."
Sepanjang perjalanan kedua perempuan pendekar itu
bercakap-cakap di atas kuda dengan akrab. Kuda tidak berlari
karena jalanan semakin sempit menyelusuri tepian tebing,
tetapi pemandangan semakin lama memang semakin indah,
meski keduanya seperti hanya peduli kepada diri mereka
sendiri. Dari belakang, bisa kulihat tangan Yan Zi bergerak ke
belakang meraih tangan Elang Merah agar memeluknya, dan
Elang Merah menurut saja, meski setiap kali ada kesempatan
tampaknya ia selalu mencuri pandang atau melirikku.
Memandang Elang Merah membuatku berpikir, jika ia telah
menyatakan bertekad untuk mengikuti diriku ke mana pun aku
pergi, bagaimanakah caranya ia menjalankan tugas Kerajaan
Tibet yang telah dibebankan kepadanya itu" Apakah ia dengan
begitu telah melepaskan tugas membongkar rahasia yang
disebutkan terbagi di antara ketiga orang kebiri" Sebegitu
jauh, Elang Merah hanya tahu bahwa Si Tupai memang telah
tewas terpotong-potong, tetapi ia belum mengetahui betapa Si
Cerpelai yang menyamar sebagai tukang kedai juga sudah
meninggalkan dunia ini, bahkan juga bahwa Si Musang
membunuh dirinya dengan racun.
MESKIPUN Yan Zi kini tampak sangat menyukai Elang
Merah, dengan saling menatap saja kami sudah saling
mengerti, betapa pendekar dari T ibet itu sebaiknya tidak diberi
tahu. Pengakuannya yang terus terang tentang tugas
membongkar rahasia mungkin saja memang jujur, tetapi Yan
Zi yang dibesarkan dalam kerahasiaan keturunan para
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
pemberontak di Kampung Jembatan Gantung tentu juga
mengerti, tiada rahasia yang akan dibagi begitu saja tanpa
mengharapkan suatu keuntungan di baliknya. Maka dalam hati
aku pun menghela napas panjang, mengingat dunia persilatan
yang begitu penuh dengan tuntutan kewaspadaan. Kuingat
nasihat yang kubawa dari Yavabhumipala, bahwa hanya perlu
titik lemah sebesar ujung jarum dan kelengahan sekejap untuk
membuat nyawa kita terpisah dari badan.
Namun kedua perempuan pendekar itu berpelukan jika
bermalam di gua dengan tirai air terjun di luarnya, dan kini
mereka saling berbisik dan tertawa-tawa, tanpa kuketahui apa
pun yang sedang dibicarakannya. Bahkan kadang-kadang
mereka tertawa-tawa kecil sambil menutupi mulutnya, meski
tidak juga terlalu menyembunyikan suara tawanya, tetapi
sembari menoleh ke belakang melihat kepadaku dengan
sekilas pula. Mereka berbicara dengan bahasa Negeri Atap
Langit yang selain terdengar sangat lemah karena berbisikbisik, juga diucapkan dengan luar biasa cepat, sedangkan
kemampuanku dengan bahasa itu memang masih sangat
terbatas, sehingga di kepalaku hilir mudik berbagai dugaan
yang tidak dapat kupastikan.


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Yan Zi meskipun sepintas lalu berwajah seperti gadis
remaja sudah berumur 41 tahun, dan Elang Merah kuduga
berusia 35 tahun. Apakah kiranya yang dibicarakan dua
perempuan dengan usia seperti itu, sambil memandang lelaki
26 tahun seperti diriku sambil tertawa-tawa"
Aku berusaha untuk tidak memikirkannya.
(Oo-dwkz-oO) PERGURUAN Shaolin itu akhirnya berada di hadapan mata.
Hari telah senja dan kami telah berada di luar wilayah Seribu
Air Terjun. Setelah dekat barulah menjadi jelas terdapatnya
petak-petak perkebunan yang cukup luas di sekeliling tembok
perguruan yang tampak kokoh tersebut. Disebut luas bukan
karena lebarnya, melainkan karena sangat panjang mengikuti
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
sisi tebing batu, antara lain karena memang hanya itulah
tanah subur yang bisa diolah dan ditanami di situ.
Pintu gerbang kokoh yang seolah-olah hanya bisa
digerakkan jika ditarik atau didorong seratus gajah itu
memang luar biasa tinggi dan tampak berat. Di luarnya dua
bhiksu tinggi besar berjubah kuning yang gundul dan
berewokan tampak berjaga dengan penggada di tangannya.
Mereka tidak duduk, tidak berdiri dengan diam seperti arca
penjaga, dan tentu tidak pula tidur-tiduran dengan mata
terpejam, melainkan terus berjalan saling bersilang di depan
gerbang tanpa henti-hentinya seperti kera di dalam kurungan.
Di jalan setapak yang menurun ke arah Perguruan Shaolin
itu Yan Zi tertegun.
''Ini tidak seperti biasanya,'' ujar Yan Zi, ''tapi sebaiknya
kita tenang saja, karena sudah kukenal mereka semua.''
Kedua bhiksu yang mondar-mandir saling bersilang itu
langsung berhenti ketika Yan Zi muncul di atas kuda yang
ditungganginya berdua dengan Elang Merah, dan mereka
tampak semakin waspada melihat diriku yang menunggang
kuda Uighur di belakangnya.
''Yan Zi Si Walet!'' ujar salah satu bhiksu yang tiada bisa
kubedakan itu, yang ternyata memang kembar adanya, ''lama
sekali dikau tiada pernah muncul, sekarang tiba-tiba datang
dengan orang-orang asing! Darima na mereka"''
''Cadas Kembar! Janganlah memandang kami dengan
curiga! Daku datang bersama para sahabat yang datang dari
jauh hanya untuk berkenalan dengan para bhiksu Perguruan
Shaolin dan mempelajari gung fu Shaolin yang terkenal di
seluruh dunia.''
Dengan memuji-muji seperti itu, tampaknya Yan Zi ingin
jalan masuknya dipermudah, tetapi meskipun sepasang bhiksu
Cadas Kembar itu memang mengenali Yan Zi, mereka merasa
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
lebih baik curiga kepada siapa pun yang tidak mereka kenali
dengan pasti. ''Hmmh! Bisa kukenali perempuan berwajah Tubo yang
bersamamu itu,i ujar salah seorang dari Cadas Kembar, itetapi
siapakah anak muda di atas kuda Uighur itu"''
Tampaknya Yan Zi memang terus mencari akal, bukan
hanya agar kami diperbolehkan masuk ke dalam, tetapi juga
agar dapat membeli kuda bagi Elang Merah yang sangat kami
butuhkan. Cadas Kembar! Apakah kalian belum pernah mendengar
nama perempuan pendekar Elang Merah dari Tibet , yang
sejak dulu sampai sekarang belum terkalahkan oleh pendekar
Negeri Atap Langit mana pun" Adapun sahabatku yang muda
itu tiada bernama, tetapi semenjak datang jauh-jauh dari
wilayah Kioun-loun telah mendapatkan gelar Pendekar Tanpa
Nama karena ketinggian ilmunya."
"Hmm, Yan Zi, sejak kapan dikau belajar menggunakan
bahasa murahan seperti itu" Apakah dikau lupa bahwa bahasa
terbaik dalam dunia persilatan adalah penerapan jurus-jurus
itu sendiri" Jadi janganlah berkata ingin mengenal jurus-jurus
Shaolin tanpa siap bertarung me lawan jurus-jurus Shaolin itu
sendiri!" Yan Zi tersenyum, karena tampaknya justru tantangan
seperti itu yang diharapkannya agar pintu terbuka bagi kami.
Si Walet tidak akan mengeluarkan kata-kata semacam itu, jika
tidak diketahuinya apakah diriku dan Elang Merah bisa
mengalahkan kedua bhiksu yang disebutnya Cadas Kembar
tersebut. Namun tampaknya ia masih penasaran untuk
mengetahui, apakah kiranya yang telah membuat Cadas
Kembar mondar-mandir saling bersilang tanpa henti-hentinya
di depan gerbang perguruan.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
"Tidak biasanya gerbang seberat itu harus dijaga," bisiknya,
ilebih baik kita mengetahuinya dahulu sebelum masuk ke
dalam sana ."
Maka ia pun melompat turun dari kuda, sementara Elang
Merah dan diriku mengikutinya pula.
"Jadi katakanlah wahai Cadas Kembar, sebelum kalian
bersenang-senang dengan kedua sahabatku ini, mengapa
kalian harus menjaga pintu gerbang perguruan silat yang
paling diakui di Negeri Atap Langit ini?"
Salah seorang Cadas Kembar itu menjawab dengan wajah
yang tiba-tiba sedih.
"Justru itulah sebabnya kami berjaga di sini, bhiksu kepala
telah dibunuh ketika sedang memimpin sembahyang bersama
kemarin," jawabnya, yang tentu saja membuat kami terkejut,
mengingat betapa besar nama Shaolin dari negeri ke negeri.
"Hio yang dipegangnya ternyata beracun," sambung Cadas
Kembar yang lain, iasapnya menyebarkan bebauan yang
sama, tetapi itulah racun yang terhisap masuk ke dalam paruparu. Bhiksu tabib kami tidak dapat mengenali jenis racun
tersebut, jadi datangnya pasti dari luar wilayah Negeri Atap
Langit." "Karena kami berada di wilayah perbatasan, jadi kami harus
meningkatkan kewaspadaan, terutama terhadap segala
sesuatu yang datang dari luar perbatasan," Cadas Kembar
yang lain menyambung pula, imeskipun pembunuhan ini bisa
saja dilakukan melalui tangan orang dalam."
Aku tahu, mereka semua tidak terbiasa dengan
ketegangan. Berpuluh-puluh tahun hidup tenang di tempat
terpencil, dengan samadi yang bagaikan tidak mungkin
mengalami gangguan, tiba-tiba saja berlangsung pembunuhan. Memang dapat dikatakan gung fu para bhiksu
Shaolin setinggi langit, tetapi belum tentu berarti dapat
mengatasi seluk beluk tipu daya kejahatan golongan hitam.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Lantas tiba-tiba mereka berdua mengangkat gadanya.
"Ayolah perkenalan ini kita lakukan sekarang, agar kami
berdua pun bisa belajar bagaimana anak muda yang dikau
sebut datang dari Kioun-loun ini memainkan gung fu," kata
salah seorang, itapi ingat, hanya jika kami kalah maka anak
muda yang juga dikau sebut takbernama ini boleh memasuki
kuil." Memang inilah Perguruan Shaolin, tempat para bhiksu
terpilih dilatih gung fu, tetapi memang juga benar bahwa di
tempat ini pula berlangsung segala kegiatan seperti di sebuah
kuil. "Nah, bagaimana dengan Puan Elang Merah dari Tibet itu"
Apakah di T ibet juga ada gung fu ?"
Tentu saja ucapan Cadas Kembar yang lainnya itu setengah
menghina, karena meskipun Kemaharajaan Negeri Atap Langit
di bawah kepemimpinan Maharaja Dezong telah membuat
perjanjian damai dan persekutuan dengan Kerajaan Tibet,
kebiasaan untuk menganggap orang Tibet sebagai musuh
bebuyutan masih belum terhapuskan, meskipun juga telah
menjadi bhiksu seperti Cadas Kembar ini.
Namun jawaban Elang Merah sungguh luar biasa. Begitu
Cadas Kembar itu menutup mulutnya, ia berkelebat lebih
cepat dari kilat. Namun aku masih dapat melihat betapa
dengan pedangnya ia te lah mencongkel gada dari genggaman
bhiksu berewokan itu ke udara, dan sebelum hilang rasa
terkejut bhiksu tersebut, kedua jari tangan kiri Elang Merah
telah menotok jalan darah di kaki, pinggang,maupun
tengkuknya, sehingga bhiksu itu tetap saja berdiri seperti arca.
ADAPUN ketika gada itu akhirnya turun kembali
disambutnya dengan pembabatan, bagai juru masak piawai
mengiris bawang, yang membuat gada itu berantakan di tanah
menjadi dua belas bagian.
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
Cadas Kembar satunya tertegun. Aku pun tersenyumsenyum. Dengan begitu saja kukira ia sudah tergentar. Namun
aku sungguh ingin mengenal yang disebut gung fu Shaolin itu.
Maka aku pun berkata kepadanya.
''Sahaya hanya seorang pengembara tak bernama dari
sebuah wilayah K'oun-loun yang di Negeri Atap Langit ini
disebut Ka-ling, meski ada yang lebih tepat menyebutnya Japa. Tidak sedikit warga Negeri Atap Langit yang mengembara
ke sana, memasuki sungai jauh sampai pedalaman, dan
penduduk Kerajaan Mataram di Yavabhumipala menyambutnya dengan baik, wahai Tuan Bhiksu yang Mulia;
dan mereka peragakan pula gung fu di sana, yang membuat
sahaya ingin belajar langsung di lingkungan alam aslinya.''
Ia tertegun dengan penjelasan yang barangkali takpernah
didengarnya. Para bhiksu memang mampu membaca, tetapi
tentu yang dibacanya adalah sutra, sementara bidang
pengabdian bhiksu Shaolin adalah ilmu silat atau gung fu dan
bukannya ilmu pengetahuan tentang kota dan negeri di bumi
yang di Negeri Atap Langit ini juga terdapat para bhiksu yang
ahli. Namun siapakah mereka yang begitu rela kekurangannya
terbuka" Dengan gadanya ia segera menyerbuku seperti angin
puting beliung, dan aku pun menyambutnya dengan gembira.
Sudah jelas aku akan melayaninya dengan Jurus Bayangan
Cermin untuk menyerap jurus-jurusnya. Cadas Kembar yang
kuhadapi ini pasti tenaganya kuat luar biasa, dan itu
menjelaskan pilihan senjatanya yang berat, yakni penggada
yang begitu siap menghancurleburkan tubuhku. Aku juga tidak
membayangkan betapa penggada bisa menjadi senjata gung
fu yang jurus-jurusnya terungkap sebagai seni permainan
yang indah, tetapi Cadas Kembar ini telah melakukannya.
Senjata gada yang selama ini seperti hanya mampu digunakan
untuk perkelahian yang purba, yakni hanya menggebuk
sekeras-kerasnya demi penghancuran tulang atau tengkorak
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
kepala, ternyata dalam jurus-jurus Shaolin menjadi sangat
tertata. Sejauh kuketahui, gung fu Shaolin menjadikan senjata
sebagai perpanjangan tangan, bahkan latihan bagi gerakangerakan tangan itu sendiri, sehingga tentu saja gada yang
berat ini sesuai bagi sang bhiksu raksasa yang bertenaga
sangat besar, membuat gada ini bagaikan mainan yang ringan
saja baginya. Padahal gada ini terbuat dari besi padat yang
mampu menghancurkan apapun yang menghalanginya.
Bahkan batu gunung pun langsung menjadi tepung jika
digebuknya. Dengan senjata seberat itu, gerakan Cadas
Kembar tidak menjadi lamban, melainkan begitu cepatnya
sampai tidak terlihat.
Dalam gung fu di Negeri Atap Langit pada umumnya,
latihan dengan berbagai macam senjata selalu diwajibkan oleh
perguruan-perguruan ternama. Kewajiban ini alasannya
bermacam-macam, sebagaimana sejarah Negeri Atap Langit
itu sendiri. Dalam ketentaraan misalnya, kemampuan
memainkan senjata jelas diperlukan untuk kenaikan pangkat,
selain tentu saja untuk tetap bertahan hidupodan karena
setiap orang dari jenis kelam in jantan diwajibkan bergabung
dengan ketentaraan setidaknya dua tahun, lelaki yang telah,
sedang, maupun belum bergabung seperti mewajibkan dirinya
menguasai setidaknya jurus-jurus dasar memainkan senjata.
Di sebuah negeri tempat kekerasan selalu terjadi, tidak
memiliki kemampuan dengan senjata akan membuat
seseorang tidak dihargai.
Penyamun dan perompak di Negeri Atap Langit sebetulnya
tidak hanya berada di tempat-tempat sepi, mereka berada di
mana pun untuk melanggar hukum, selama masih ada
rombongan pedagang gemuk dan petani kaya untuk dijarah.
Para pemangsa ini bersenjata bahkan sampai kepada gigigiginya, sehingga para pendekar yang hanya mengandalkan
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
tangan kosong, jika bukan seorang suhu atau guru terkemuka
pastilah orang yang kurang menggunakan otaknya.
DEMIKIANLAH para murid perguruan gung fu ini
memanfaatkan masa-masa yang penuh bahaya demi
kemajuan mereka sendiri. Dengan disewa sebagai pengawal
rombongan pedagang maupun petani, mereka tidak hanya
bisa hidup dengan penghasilan cukup, tetapi juga tetap bisa
mengasah keterampilan bersenjata dan menggali jurus-jurus
baru. Adapun para suhu, dalam hal persenjataan dalam gung fu,
akan menghadapi masalah yang lain lagi, karena setiap saat ia
harus siap me layani tantangan untuk bertarung. Tantangan
tentu berdatangan dari para pendekar muda yang ingin
mencari nama, tetapi yang harus dihadapi dengan perhatian
penuh justru tantangan suhu lain, yang biasanya ingin
membuktikan betapa gung fu perguruannya lebih unggul. Jika
penantang ini menang, tidak saja namanya akan semakin
tersohor, melainkan akan menjadi semakin kaya karena muridmurid perguruan lawan yang dikalahkan berpindah ke
perguruannya. Demikianlah segala tantangan dalam persaingan maupun kecemburuan sering berlangsung, dan
pertaruhannya yang tinggi membuat kemampuan memainkan
senjata menjadi mutlak, karena menghadapi lawan bersenjata


Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang Naga Bumi Ii Karya Seno Gumira di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan tangan kosong berarti harus siap menerima
kekalahan. Senjata bagi gung fu Negeri Atap Langit memang hanya
alat untuk melatih kekuatan tangan demi jurus-jurus tangan
kosong, tetapi tidak bisa dimungkiri betapa permainan senjata
itu juga berkembang sebagai seni gung fu tersendiri. Tak
kurang dari Kong Fuzi sekitar 1200 tahun lalu menganjurkan
murid-muridnya belajar memanah, sementara penyair Li Bai
yang menjadi kebanggaan Wangsa Tang mengaku, dirinya
tekun dan giat bermain pedang pada usia 15 tahun. Bahkan
Du Fu, penyair semasanya, disebut sangat pandai memanah,
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
dan pernah menulis puisi tentang permainan pedang
perempuan pendekar Kung Sun yang begitu indahnya.
Langit telah menjadi semakin gelap. Dalam keremangan
tidaklah mudah melihat Cadas Kembar yang bergerak secepatcepatnya, bahkan lebih cepat dari cepat, sehingga tiada jalan
lain selain mengimbanginya dengan kecepatan yang sama.
Maka dengan segera pusaran angin puting beliung sebagai
akibatnya pun menerbangkan segala-galanya. Setiap kali
gebukan gada Cadas Kembar luput, terdengar suara
berdebum dari batu yang meledak dan hancur menjadi
tepung, yang segera buyar dan ikut berpudar dalam pusaran
angin yang terbentuk oleh pertarungan kami.
Jika Elang Merah telah menyelesaikan pertarungan secepatcepatnya, maka aku justru perlu bertarung selama mungkin,
karena Jurus Bayangan Cermin yang sedang kuterapkan
menuntut jaminan bahwa segala jurus lawan telah dikeluarkan
sebelum akhirnya nanti dikembalikan dalam bentuk serbaterbalik, sehingga lawan yang menjadi sumber jurusjurus itu pun tidak mengenalinya lagi.
(Oo-dwkz-oO) Episode 186: [Siapa Membunuh Bhiksu Kepala"]
Senja semakin menggelap, tanpa harus bertarung dengan
kecepatan tinggi pun segala sesuatunya telah menjadi sulit
dilihat dengan tegas. Namun sembari berkelebat dalam Jurus
Bayangan Cermin yang serbamemancing, dengan sendirinya
telah kuserap jurus-jurus dasar Shaolin yang terlacak dari
jurus-jurus yang dimainkan Cadas Kembar.
Pada tingkat gung fu yang dikuasa i Cadas Kembar lawanku
ini, dalam kecepatan tinggi telah dikeluarkannya 360 jurus
yang umum dikuasai pendekar Negeri Atap Langit seperti
pernah kubaca di Kuil Pengabdian Sejati, sehingga yang belum
kukenal tentulah merupakan jurus-jurus Shaolin. Setiap aliran
TIRAIKASIH WEBSITE http://kangzusi.com/
di sungai telaga dunia persilatan mengembangkan jurusjurusnya sendiri dan merahasiakannya, tetapi dengan Jurus
Bayangan Cermin, tanpa harus berguru, jurus-jurus rahasia
macam apapun selama diterapkan untuk menghadapiku akan
dapat kuserap sekaligus kuma inkan tanpa perlu latihan lagi.
Delapanbelas Latihan yang diwariskan Ta Mo sebagai bagian
dasar yang termainkan secara tidak langsung dalam serangan
Cadas Kembar, mengalir ke dalam diriku seperti air dari talang
bambu memasuki pasu.
JURUS Bayangan Cermin menyerap ilmu silat lawan bukan
seperti meniru jurus-jurusnya, melainkan mencerap kuncikuncinya, dan karena yang kukuasai adalah kunci-kuncinya
itulah maka diriku dapat mengembangkannya, sampai ke
bentuk jurus-jurusnya yang serbaterbalik, sehingga membingungkan lawan yang menghadapiku. Dari gerak dalam
Delapan Belas Latihan warisan Ta Mo, kupilih Latihan Kelima,
Angsa Liar Mengepakkan Sayap untuk kukembangkan dan
kuputarbalikkan untuk menghadapi Cadas Kembar, karena
watak cara latihan yang tenang dan justru mengistirahatkan
tubuh ini meredam ch'i atau tenaga dalam, sehingga tidak
akan mencelakakan Cadas Kembar.
"Hah?"
Terdengar nada terkejut Cadas Kembar, karena jika
dikenalinya gerak dasar Angsa Liar Mengepakkan Sayap, tentu
itu dikenalinya sebagai gerak latihan olah kesehatan,
berbentuk perapatan tangan pada kaki untuk menarik tenaga
dari ketiak, pundak rata seperti sayap angsa liar terbuka,
sementara tumit naik turun bersama terbuka dan tertutupnya
lengan. Jika gerak yang sama berkembang menjadi jurus
serangan tanpa bisa ditangkisnya, wajarlah jika dianggapnya
sangat mengejutkan.
Aku berkelebat dengan gerak angsa terbang berputar balik,
seolah terbangnya mundur, tetapi dengan kecepatan yang
Amanat Marga 3 Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang Hikmah Pedang Hijau 18

Cari Blog Ini