Ceritasilat Novel Online

Pedang Keramat 2

Pedang Keramat Thian Hong Kiam Karya Kho Ping Hoo Bagian 2


Sambil berkata begini Yang Giok memandang dengan penuh harapan. Alangkah akan
senangnya kalau ia bisa melakukan perjalanan dengan seorang seperti si Kedok Hitam ini, sebagai pengganti Nyo Liong yang bodoh dan lemah.
Akan tetapi si Kedok Hitam malahan tertawa geli mendengar permintaan itu. "Saudara Kwee yang baik, kalau kau tinggalkan Nyo kongcu dan pergi dengan aku, bukankah itu akan melukai perasaan Nyo kongcu dan mungkin membuat dia berduka?"
"Biarlah, hal itu adalah tanggung jawabku!" jawab Yang Giok, dan pula, jika ia tidak ikut aku pergi melakukan perjalanan ini, keselamatannya takkan terancam. Aku selalu merasa kuatir, karena kalau sampai terjadi sesuatu, ia takkan berdaya dan kalau sampai ia mendapat luka celaka, bagaimana aku harus mempertanggung jawabkannya di depan Nyo wan-gwe?"
Sekali lagi si Kedok Hitam tertawa, "Kau tidak tahu, saudara Kwee bahwa sebenarnya Nyo kongcu adalah seorang sahabat baikku, maka aku tak sampai hati membuat ia berduka.
Belajarlah kau berlaku sabar dan tenang. Nah, selamat tinggal!" Setelah berkata demikian, si Kedok Hitam lalu berkelebat dan lenyap dari situ.
Yang Giok merasa kecewa sekali, akan tetapi ia teringat akan kecurigaannya tadi dan akan dugaannya bahwa si Kedok Hitam ini mirip-mirip Nyo Liong. Maka cepat-cepat ia melompat turun dan menghampiri kamar pemuda itu. Ia dorong-dorong pintunya, akan tetapi agaknya terkunci dari dalam, maka dengan jalan memutar ia berhasil melompat masuk ke dalam kamar dari lubang jendela.
Dan apa yang ia lihat membuat ia menggertakkan gigi karena mendongkol. Nyo Liong
sambil berselimut nampak tidur nyenyak dan mendengkur.
Ketika Yang Giok hendak meninggalkan kamar itu, tiba-tiba Nyo Liong menggeliat dan terjaga dari tidurnya. Ia serentak bangun dan duduk sambil memandang kepada Yang Giok dengan mata masih mengantuk. "Eh, saudara Yang Giok. Kau di sini ....?" Dari mana, bagaimana kau bisa masuk?" Ia lalu memandang ke arah jendela yang terbuka.
"Eh, tidak ada apa-apa, Liong-ko. Aku hanya hendak melihat kalau-kalau ada penjahat memasuki kamarmu!"
32 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Ah, kau baik sekali," kata Nyo Liong. Akan tetapi Yang Giok dengan mendongkol telah melompat keluar dan langsung memasuki kamarnya sendiri. Hatinya kecewa karena tidak mungkin si Kedok Hitam yang menarik hati dan gagah perkasa itu dengan Nyo Liong yang malas dan lemah adalah satu orang! Tak mungkin! Tapi benarkah bahwa si Kedok Hitam itu adalah sahabat Nyo Liong" Orang itu telah mengakui dan dari Nyo Liong ia mungkin akan dapat mengetahui siapa adanya si Kedok Hitam sebenarnya. Kalau saja ia dapat berkenalan dengan dia ...."
Pada keesokan harinya, Yang Giok menuturkan pengalamannya semalam, dan Nyo Liong
hanya berkata, "Untung sekali ada si Kedok Hitam yang menolong!"
"Apakah kau kenal kepadanya?" Yang Giok bertanya dengan pandangan tajam.
Nyo Liong termenung sejenak, lalu berkata, "Sebetulnya hal ini adalah rahasia, akan tetapi kepadamu baiklah aku berterus terang bahwa dia memang seorang kawan baikku,"
"Siapakah dia sebenarnya dan siapa pula namanya" Apakah kau tahu di mana tempat
tinggalnya?"
"Eh, eh, agaknya kau tertarik sekali kepadanya, kawanku?" tanya Nyo Liong dan tiba-tiba saja tak dapat dicegah lagi, wajah Yang Giok berubah marah.
"Siapa tertarik" Aku telah dua kali ditolong olehnya, bukanlah wajar kalau aku hendak mengetahui nama dan tempat tinggalnya?" jawabnya bersungguh-sungguh.
Melihat Yang Giok menjadi marah, Nyo Liong tersenyum dan berkata, "Aku sendiripun hanya kenal dia sebagai si Kedok Hitam saja. Sudahlah, jangan kita bicarakan lagi halnya, lebih baik kita percepat perjalanan ini agar segera sampai di tempat tujuan kita."
"Masih jauhkah puncak Go-bi-san yang kita tuju itu?" tanya Yang Giok.
"Kalau melalui jalan raya, paling cepat memakan waktu sebulan. Akan tetapi, aku
mengetahui sebuah jalan yang lebih dekat, Cuma saja, jalan ini karena bukan jalan umum, agak sukar dan melalui hutan-hutan lebat."
"Tidak apa, lebih baik kita ambil jalan terdekat," kata Yang Giok.
****** Beberapa hari kemudian, Nyo Liong dan Yang Giok tiba di luar desa Bi-siang-lun. Ketika metreka hendak memasuki pintu dusun yang terbuat dari pada pagar bambu, tiba-tiba dari depan mendatangi serombongan orang dan ternyata orang-orang itu sengaja menghadang di tengah jalan hingga Nyo Liong dan Yang Giok terpaksa menahan kuda mereka. Setelah dekat, Yang Giok terkejut sekali karena orang-orang ini tidak lain ialah Tan Kok si Maling Kate bersama kawan-kawannya.
Yang Giok mendahului meloncat turun dari kudanya dan menghadapi mereka dengan tabah.
Si Kate Tan Kok kembali menjadi wakil pembicara dan kini si kate itu bersungguh-sungguh, bahkan ia menjura dan memberi hormat kepada Yang Giok dan Nyo Liong.
"Jiwi, sudah lama kami menanti di sini."
"Orang she Tan, kembali kau menghadang dan menahan kami. Apakah kehendakmu kali
ini?" "Kwee-kongcu, kali ini kami sengaja mengambil jalan terang-terangan, kami telah
mengambil keputusan untuk mengundang kau bersama kawanmu itu berkunjung ke tempat kami, yakni di cabang kami dalam desa Bi-siang-lun ini. Kami mengundang kau dan
33 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
kawanmu untuk berpibu, yakni jika kau berani. Kami hendak menebus kekalahan kami yang berkali-kali itu."
"Orang she Tan, sudah ku katakan kepadamu bahwa pedang itu tidak berada padaku,
mengapa kau tetap mendesakku?" Yang Giok mencoba mencegah.
"Ha, ha, Kwee kongcu, kami tidak percuma menjadi anggauta-anggauta Jian-jiu-pai yang tidak saja mempunyai seribu tangan, tapi juga seribu mata. Pedang itu belum kau berikan kepada orang lain, maka sekarang kami minta kau memberi sedikit pelajaran kepada kami.
Kalau ternyata kau memang seorang gagah perkasa dan dapat mengalahkan jago yang kami ajukan, kami mengaku kalah dan takkan mengganggumu lagi. Sebaliknya jika kau atau si Kedok Hitam itu kalah, bagaimanapun kau harus memberikan pedang itu kepada kami.
Kecuali jika kau takut dan tidak berani menerima undangan kami, maka kami akan
menganggap kau seorang pengecut."
Bukan main marahnya Yang Giok mendengar ini hingga wajahnya berubah merah. Biarpun ia tahu bahwa kepandaiannya masih belum mencukupi untuk menghadapi anggauta-anggauta Jian-jiu-pai yang hebat itu. Akan tetapi, ia lebih baik binasa dari pada dianggap seorang pengecut. Akan tetapi, sebelum ia sempat menjawab, Nyo Liong telah mendahuluinya dan berkata dengan suara lantang,
"Eh, eh kau berani sekali menganggap kawanku ini pengecut. Dia adalah seorang gagah yang tidak takut menghadapi cacing-cacing seperti kalian ini. Saudaraku yang baik terimalah tantangan mereka dan aku akan menjadi wasit dan saksi agar dalam pibu ini tidak terjadi kecurangan."
Semua orang memandang kepada Nyo Liong dan Tan Kok tersenyum menghina, "Siapa yang akan main curang" Marilah kalau kalian memang benar-benar lelaki!"
Dengan hati panas Yang Giok dan Nyo Liong mengikuti mereka menuju ke desa Bi-siang-lun. Di sepanjang jalan rombongan maling yang ditakuti penduduk dan sudah terkenal sebagai orang-orang yang berkepandaian tinggi itu memberitahu kepada para penduduk bahwa di rumah perkumpulan mereka akan diadakan pibu, maka banyaklah orang
mengikuti mereka hendak menonton orang mengadu kepandaian.
Gedung perkumpulan Jian-jiu-pai cukup besar dan mempunyai pekarangan depan yang
luas. Agaknya para maling itu telah mengetahui dari para penyelidik mereka bahwa kedua pemuda itu akan lewat di situ, maka mereka telah siap sedia dan di pekarangan itu telah dibangun sebuah luitai. Mereka dapat menduga bahwa diam-diam si Kedok Hitam tentu melindungi pemuda she Kwee itu, maka mereka sengaja memancing agar si Kedok Hitam muncul di waktu siang sehingga mereka akan dapat mengetahui siapa adanya si Kedok Hitam itu.
Untuk menghadapi si Kedok Hitam, mereka sengaja mendatangkan tiga orang jago mereka yang memiliki kepandaian lebih tinggi dari pada Tan Kok. Dan telah mereka rencanakan bahwa apabila ketiga jago itu akhirnya takkan dapat melawan si Kedok Hitam, mereka akan mengeroyok.
Yang Giok dan Nyo Liong mendapat tempat kehormatan yang sengaja diadakan di kepala panggung luitai hingga tempat duduk mereka dapat terlihat dari segenap penjuru dan dari 34
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
luar. Setelah dengan tabah kedua anak muda itu duduk di tempat yang disediakan untuk mereka, maka tak heran apabila keduanya merasa menjadi tontonan orang.
Sebentar saja semua penduduk yang datang hendak menonton tahu bahwa kedua anak
muda itulah yang hendak berpibu melawan rombongan anggauta Jian-jiu-pai, maka diam-diam mereka merasa heran dan kuatir. Kedua pemuda itu kelihatan begitu pendiam, lemah lembut dan tak bertenaga. Bagaimana mereka ini hendak mengadu kepandaian melawan
orang-orang Jian-jiu-pai yang kasar dan bertenaga besar serta berkepandaian silat tinggi"
Kemudian Tan Kok menghampiri kedua pemuda itu dan berkata kepada Yang Giok, "Kwee kongcu, karena kalian datang berdua, maka kamipun hendak mengajukan dua orang jago.
Sekarang, di antara jiwi, siapakah yang hendak maju terlebih dahulu?" Sambil berkata demikian, Tan Kok si pendek ini tersenyum mengejek, karena ia memandang rendah sekali kepada pemuda tamunya ini.
Yang Giok segera berdiri dan berkata, "Aku sendirilah yang hendak maju melayani kalian, sedangkan kawanku ini tidak tahu apa-apa dan tidak ikut campur. Dalam hal pibu yang kalian adakan ini, kalah atau menang adalah menjadi tanggung jawabku sendiri dan kuharap kawanku yang lemah ini jangan sekali-kali diganggu."
Memang Yang Giok sudah dapat menduga bahwa kali ini kawanan maling itu tentu tidak mau melepaskannya dan karenanya ia hendak berlaku nekad dan melawan mati-matian.
Akan tetapi ia tidak ingin melihat Nyo Liong diganggu, pertama karena pemuda ini lemah tak berdaya, kedua karena pedang Thian Hong Kiam telah dititipkan kepada pemuda ini.
Akan tetapi, dengan bersemangat Nyo Liong juga berdiri dan berkata, "Tidak, tidak begitu.
Karena kami datang berdua, maka pertandingan boleh dilakukan dua kali. Saudara Kwee ini maju terlebih dulu dan aku maju di bagian kedua. Tapi ingat, pertandingan yang diadakan ini hanyalah sekedar pibu yakni untuk mengukur kepandaian belaka, maka tidak boleh sekali-kali sampai mempertaruhkan jiwa."
Tan Kok tertawa gelak-gelak. "Bagus, kau agaknya pemberani juga, anak muda. Bukankah kau ini Nyo kongcu yang terkenal karena dalam usia muda telah merebut ijazah dan lulus dalam ujian" Rupanya, selain cerdik pandai, kau juga gagah berani. Boleh, boleh memang seharusnya diatur demikian. Sekarang kami persilakan Kwee Kongcu maju untuk
menghadapi seorang jago kami."
Tanpa ragu-ragu, biarpun sambil mengerling ke arah Nyo Liong dengan heran dan kuatir, Yang Giok menuju ke panggung dan dari pihak tuan rumah muncullah seorang tinggi besar bermuka hitam. Orang itu menjura kepada Yang Giok dan berkata dengan suaranya yang besar dan parau. "Saya sudah mendengar dari kawan-kawan tentang kehebatan Kwee-sicu, maka beruntung sekali hari ini aku mendapat kesempatan untuk mengenalmu."
Yang Giok memandang muka orang itu dan bertanya. "Sebetulnya aku tidak mempunyai
kepandaian apa-apa akan tetapi pihakmu yang mendesak dan memaksa. Siapakah tuan?"
"Aku adalah Gan Sin Kun, suheng dari Tan Kok."
Diam-diam Yang Giok terkejut karena baru melawan Tan Kok saja ia tak dapat menang, apalagi harus menghadapi suhengnya. Akan tetapi, memang pada dasarnya Yang Giok
berhati tabah dan bersemangat baja, hingga sedikitpun ia tidak memperlihatkan perasaan takut.
35 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Gan enghiong, marilah kita mulai," ia mengajak dan memasang kuda-kuda.
"Harap kau berlaku murah hati, Kwee sicu," jawab orang bermuka hitam itu yang lalu maju menyerang. Yang Giok tahu bahwa ia kalah tenaga menghadapi orang ini, maka ia hanya menggunakan kegesitannya untuk menjaga diri dan membalas serangan lawannya.
Sebaliknya, Gan Sin Kun memang sudah tahu dari sutenya, Tan Kok, bahwa kepandaian Yang Giok tidak seberapa hebat, maka ia tidak merasa kuatir dan bertempur seenaknya saja.
Biarpun ia bertubuh tinggi besar dan bermuka hitam menyeramkan, akan tetapi orang she Gan ini mempunyai hati yang halus dan lemah. Begitu melihat muka Yang Giok yang tampan sekali dan kulitnya yang lemas itu, hatinya telah menaruh rasa kasihan dan ia tidak tega untuk mencelakakan atau melukainya, apalagi kalau ia ingat bahwa permusuhan di antara golongannya dengan pemuda ini bukanlah permusuhan besar dan soal yang timbul di
antara mereka hanyalah merupakan perebutan sebuah benda belaka. Oleh karena itu, ia hanya akan mendesak kepada Yang Giok agar pemuda itu mengaku kalah tanpa melukainya.
Karena Gan Sin Kun mengeluarkan ilmu silatnya yang hebat dan bertenaga besar, maka benar saja, Yang Giok segera terdesak dan hanya mampu mengelak serta kadang-kadang menangkis saja. Bahkan tiap kali menangkis ia merasa betapa lengan tangannya sakit dan pedas. Orang-orang yang menonton pertandingan ini menahan napas dan merasa kuatir sekali melihat betapa Yang Giok terdesak dan hanya dapat mengelak sambil mundur.
Ketika Nyo Liong melihat betapa kawannya terdesak, diam-diam ia merasa gelisah sekali.
Kalau ia bertindak, tentu akan terbuka rahasianya, akan tetapi untuk berdiam diri saja, juga tak benar karena Yang Giok berada dalam bahaya. Ia gelisah dan merasa serba susah.
Akhirnya, karena tidak tega melihat Yang Giok terdesak terus dan melihat peluh memenuhi wajah Yang Giok yang keras hati dan tetap melawan tak mau menyerah kalah itu, Nyo Liong lalu berdiri dan dengan berlari ia menghampiri ke atas panggung. Dengan menggerak-gerakkan kedua tangannya ia mencegah dilanjutkannya pertempuran sambil berkata,
"Sudah, sudah! He, muka hitam, sudahilah!" Nyo Liong dengan gerakan kacau menyerbu di antara mereka hingga Gan Sin Kun terpaksa mundur karena ia tidak mau salah tangan memukul kepada anak muda yang hanya bermaksud menghentikan pertempuran itu. Yang
Giok berdiri dengan muka merah karena malu dan memandang kepada Nyo Liong dengan
mata melotot karena marahnya.
"Liong-ko, mengapa kau bertindak setolol ini" Apa kau kira aku takut mati" Biarkan orang she Gan itu menyerangku, walaupun kepandaianku kalah tinggi, akan tetapi aku tidak takut sama sekali!"
Mendengar ucapan Yang Giok ini, Gan Sin Kun merasa kagum akan ketabahan dan
kekerasan hati anak muda itu, maka ia lalu berkata.
"Kwee sicu telah berlaku murah hati dan mengalah."
Sebaliknya sambil tersenyum Nyo Liong menghadapi Yang Giok dan berkata, "Saudaraku yang baik, ini hanyalah pibu yang biasa saja, mengapa harus berlaku nekad dan mati-matian " Duduklah di sana dan biarkan aku merasai kehebatan orang-orang Jian-jiu-pai."
"Apa kau mabok?" Yang Giok membentak. "Bagaimana kau hendak menghadapi mereka
yang hebat?"
36 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Akan tetapi Nyo Liong tidak menjawab, hanya tersenyum dan mengedip-ngedipkan matanya kepada Yang Giok. Apa boleh buat, dengan mengangkat kedua pundaknya, Yang Giok
kembali ke tempat duduknya dan melihat ke arah Nyo Liong dengan hati berdebar.
Nyo Liong menjura kepada Gan Sin Kun, "Tuan muka hitam yang gagah, berilah aku sedikit pelajaran ilmu silat seperti yang telah kau berikan kepada kawanku tadi."
Akan tetapi, sebelum Gan Sin Kun menjawab, tiba-tiba Tan Kok si pendek naik ke atas panggung. Ia tidak mau jika semua pahala direbut oleh suhengnya, maka ia berkata, "Gan suheng, harap kau suka mundur. Biarlah sute yang melayani pemuda ini." Gan Sin Kun memang tidak suka melayani segala pemuda lemah, maka ia lalu mengundurkan diri dan duduk menjadi penonton.
Sementara itu, Tan Kok sambil tertawa berkata kepada Nyo Liong.
"Anak muda, kau tadi telah mendengar sendiri perjanjian kita. Sekarang kawanmu she Kwee itu sudah kalah dan sebentar lagi kalau kau telah kujatuhkan, maka kau dan kawanmu itu harus segera mengeluarkan benda yang kami inginkan?"
"Jadi kau hendak menjatuhkan aku?" Nyo Liong bertanya tanpa memperdulikan bicara
lawannya tentang pedang itu.
Tidak saja Tan Kok yang tersenyum geli mendengar pertanyaan ini, bahkan dari pihak penonton ada juga yang tertawa terkekeh-kekeh mendengar pertanyaan Nyo Liong tadi.
"Sudah tentu aku akan menjatuhkan kau!" jawab Tan Kok. "Memang di dalam pibu, orang yang bertanding harus berusaha untuk menjatuhkan lawannya."
"Oh, begitu" Jadi siapa yang terjatuh, maka ia dianggap kalah?" tanya Nyo Liong.
"Ya, begitulah," jawab Tan Kok dan pada saat itu juga Nyo Liong cepat menggunakan kakinya menjegal dan tangan mendorong tubuh si Kate hingga Tan Kok yang sama sekali tidak menyangka pemuda ini akan melakukan serangan aneh ini, tidak dapat
mempertahankan diri dan jatuh terguling. Para penonton tertawa geli dan bahkan ada yang bersorak, akan tetapi diam-diam Yang Giok mengeluh karena gerakan Nyo Liong adalah akal kanak-kanak yang digunakan pada waktu mereka berkelahi.
Sementara itu, melihat bahwa Tan Kok telah jatuh, Nyo Liong dengan wajah berseri lalu berkata lantang. "Nah, orang she Tan. Kau harus mengaku kalah. Kau telah terjatuh!!"
Bukan main marahnya Tan Kok mendengar ini. Ia melompat berdiri dengan muka merah.
"Bangsat rendah dan curang!" bentaknya.
"Eh, eh, mengapa kau marah-marah" Bukankah kau sudah kujatuhkan" Ingatlah perjanjian kita!"
"Apa, kau kira aku ini anak kecil!" bentak Tan Kok. Yang dimaksudkan dengan terjatuh di atas panggung luitai adalah jatuh karena dikalahkan dalam perkelahian. Hayo kau siap dan jaga datangnya seranganku!" Sambil berkata begitu Tan Kok lalu maju menyerang dengan kepalan tangannya. Serangan ini hebat sekali dan ditujukan ke arah dada Nyo Liong dengan sekuat tenaga.
Tak terasa lagi Yang Giok menjerit. Untung ia masih dapat menahan suara jeritannya dan karena pada saat itu terdengar banyak suara para penonton yang ramai membicarakan sikap Nyo Liong, ada yang pro dan ada yang kontra, maka suara jeritannya tak terdengar orang.
Kalau sampai terdengar, tentu orang akan merasa heran mengapa pemuda ini mengeluarkan 37
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
suara jeritan seperti suara perempuan. Akan tetapi karena hatinya benar-benar merasa cemas melihat serangan itu tak terasa lagi Yang Giok berteriak, "Awas, Liong-ko!" dan ia memejamkan mata karena tak tahan melihat betapa pemuda tunangannya itu akan terpukul jatuh dengan menderita luka berat. Akan tetapi, ketika mendengar suara teriakan Yang Giok, Nyo Liong bahkan berpaling dan memandang dengan tersenyum, sama sekali tidak memperdulikan datangnya kepalan lawan ke arah dadanya.
Yang Giok membuka mata dan masih sempat melihat, betapa setelah serangan itu hampir mengenai dada Nyo Liong, tiba-tiba pemuda itu seperti terjengkang ke belakang dengan gerakan yang canggung dan lucu. Akan tetapi justru karena gerakan itu ia terhindar dari serangan Tan Kok. Yang Giok melebarkan matanya dan hampir tak dapat percaya kepada matanya sendiri. Luar biasa benar gerakan mengelak tadi. Kebetulan sajakah atau memang Nyo Liong memiliki kepandaian tinggi"
Sementara itu, ketika melihat betapa serangan pertama yang hampir berhasil itu akhirnya gagal, Tan Kok makin marah dan terus menyerang dengan hebat. Ia tidak memperdulikan lagi apakah lawannya yang bersikap lemah itu akan terluka hebat atau akan mati sekalipun terkena serangannya karena amarah telah memenuhi dadanya dan menutupi hati nuraninya.
Akan tetapi, kini semua penonton bersorak riuh rendah dan Yang Giok tak terasa lagi bangun berdiri dari kursinya dan memandang dengan mata terbelalak heran. Ketika
diserang secara bertubi-tubi oleh Tan Kok, Nyo Liong lalu bergerak ke sana ke mari dengan lincah sekali. Semua gerakan mengelak dari pemuda ini nampaknya kacau balau dan
kakinyapun tak teratur, akan tetapi tak sebuahpun pukulan Tan Kok mengenainya. Bahkan ketika mendapat kesempatan, Nyo Liong berhasil menangkap ujung baju Tan Kok dan
menariknya sekuat tenaga. Tan Kok mempertahankan diri karena ia merasa betapa tenaga tarikan itu kuat sekali, dan dalam adu tenaga ini, tiba-tiba terdengar suara "Brett!!" dan sobeklah baju Tan Kok. Tan Kok terhuyung-huyung ke belakang, terbawa oleh tenaga
mempertahankan yang kini dilepas secara tiba-tiba. Akan tetapi ia dapat mempertahankan diri dan dengan muka merah ia bertanya.
"Anak muda, siapa kau sebenarnya" Mengakulah! Apa hubunganmu dengan si Kedok
Hitam?" Juga Yang Giok ingin sekali mendengar jawaban Nyo Liong karena diam-diam iapun
menyangka bahwa Nyo Liong mungkin sekali adalah si Kedok Hitam sendiri. Akan tetapi, Nyo Liong hanya tersenyum dan menjawab.
"Eh, orang kate. Kau hendak bertanding kepandaian atau bertanding lidah" Kalau bertanding lidah, bukan di sini tempatnya!"
Tanpa berpikir panjang Tan Kok bertanya, "Di mana?"
"Di sekeliling meja yang penuh hidangan dan arak wangi!" Mendengar kata-kata yang jelas mempermainkan Tan Kok ini para penonton tertawa geli, juga Yang Giok tersenyum. Entah mengapa, ketika melihat bahwa Nyo Liong ternyata bukanlah seorang lemah seperti yang selama ini ia sangka dan yang selalu mendatangkan rasa kecewa di dalam hatinya. Yang Giok merasa sesuatu yang mesra dan yang menimbulkan perasaan girang dan bahagia
meresap ke dalam hatinya dan yang membuatnya tiba-tiba memerah muka dan merasa
bangga ketika memandang wajah Nyo Liong.
38 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Tan Kok merasa bahwa ia dipermainkan segera melepaskan jubahnya yang sudah sobek itu, lalu sambil memutar-mutar jubahnya ia berkata, "Kalau begitu, hayo kita lanjutkan pertandingan ini dan kau boleh mempergunakan senjatamu!"
"Aku tidak bisa memegang senjata, dan kalau senjatamu hanya pakaian tua yang tak
berharga lagi , sudah sobek ini, biarlah aku melayanimu dengan tangan kosong."
Tan Kok terkenal sekali karena kepandaiannya memainkan jubahnya sebagai senjata karena dengan ilmu lweekangnya yang sudah tinggi, jubah itu dapat berubah menjadi sebuah senjata yang sangat ampuh di dalam tangannya. Tentu saja ia menjadi marah sekali
mendengar betapa pemuda ini hendak menghadapinya dengan tangan kosong. Juga Yang
Giok yang sudah mengenal kehebatan senjata aneh di tangan si Kate ini, tak terasa berseru lagi.
"Liong-ko, kau pakai pedangku ini!"
Nyo Liong berpaling lagi dan tersenyum sambil berkata,
"Saudaraku, jangan kau memperolok-olokan, kau tahu bahwa aku tidak becus memegang senjata tajam!" Kemudian ia menghadapi Tan Kok kembali dan berkata, "Orang kate jangan banyak membuang waktu, hayo lekas memperlihatkan kehebatanmu!"
"Bangsat, kau mencari mampus sendiri!" Tan Kok membentak dan jubahnya menyambar
menimbulkan angin hebat.
Melihat gerakan ini, Nyo Liong yang juga sudah tahu akan kehebatan Tan Kok, tidak mau bermain-main lagi. Ia segera memperlihatkan kegesitannya dan mengelak ke kiri, sebelum Tan Kok dapat menyerang lagi, Nyo Liong sudah mendahuluinya dan menotok ke arah iga kanannya. Tan Kok terkejut sekali karena serangan ini benar-benar merupakan gerakan yang sangat cepat dan hebat, maka ia cepat mengelak dan mencurahkan perhatiannya
kepada serangan lawan ini, akan tetapi celaka baginya karena serangan ini sebetulnya hanyalah gertak belaka dan tahu-tahu tangan kiri Nyo Liong telah meluncur dan menotok sambungan sikunya yang memegang jubah. Tan Kok berteriak kesakitan dan jubahnya
terlepas dari tangannya. Saat itu digunakan oleh Nyo Liong untuk mempergunakan akal kanak-kanak yang tadi telah diperlihatkan, yakni dengan kakinya menjegal kaki lawan ia mendorong sekerasnya hingga Tan Kok terjungkal.
Bukan main riuh rendahnya para penonton melihat hal ini. Juga pihak Jian-jiu-pai merasa heran sekali. Sungguh sukar dipercaya bahwa dalam dua jurus saja, Tan Kok yang
mempergunakan senjatanya yang ampuh itu dapat dirobohkan oleh seorang pemuda yang bertangan kosong. Bukan Main!
Yang Giok kini tidak ragu-ragu lagi. Nyo Liong tentu tidak lain ialah si Kedok Hitam sendiri.
Kalau tidak demikian, mana mungkin pemuda itu dapat memiliki kepandaian sehebat ini"
Maka hampir saja ia ikut bersorak, akan tetapi ia dapat menahan perasaannya dan hanya bersorak sorai di dalam hati dengan perasaan girang dan bahagia. Kini Tan Kok merasa bahwa pemuda yang luar biasa ini benar-benar memiliki kepandaian yang tinggi sekali, maka ia hanya dapat memandang dengan bengong sambil merintih-rintih karena
sambungan sikunya telah terlepas. Sementara itu para kawanan Jian-jiu-pai ketika melihat betapa pemuda she Nyo itu hebat sekali, mereka serentak mencabut senjata dan maju mengepung Nyo Liong dan Yang Giok yang sementara itu telah melompat mendekati Nyo 39
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Liong. Yang Giok cepat mencabut pedangnya menghadapi segala kemungkinan, sedangkan Nyo Liong tiba-tiba mengubah sikapnya yang tadi bermain-main. Ia cabut sebatang pedang dari pinggangnya hingga baik Yang Giok sendiri maupun para kawanan Jian-jiu-pai berdiri bengong ketika melihat bahwa pemuda itu telah mencabut pedang Thian Hong Kiam yang diperebutkan.
"Kawanan perampok. Kalian menghendaki pedang ini" Baiklah, kalian maju semua dan
hendak kulihat siapa di antara kamu sekalian yang sanggup merampas pedang ini dari tanganku."
Untuk sejenak kawanan maling ini berdiri terpaku akan tetapi mereka segera maju
menggerakkan senjata dan mengeroyok. Akan tetapi, pada saat itu Nyo Liong berseru keras dan tahu-tahu tubuhnya telah lenyap, berubah menjadi sinar bergulung-gulung dan yang menyambar ke sana ke mari. Ternyata ia telah mengeluarkan ilmu silat pedang Pat-kwa Im Yang Kiamsut. Terdengar teriakan-teriakan yang dikeluarkan oleh para anggauta Jian-jiu-pai yang menjadi panik karena mereka tidak melihat penyerang mereka dan tahu-tahu senjata mereka terbabat putus dan tangan mereka terkena ujung pedang Thian Hong Kiam hingga mengalirkan darah.
Akhirnya semua anggauta Jian-jiu-pai menjatuhkan diri berlutut, sedangkan semua
penonton lari bubar karena takut. Gan Sin Kun sendiri terluput dari pada serangan Nyo Liong karena pemuda ini suka kepada orang yang tadi berlaku murah kepada Yang Giok, maka orang she Gan ini lalu berkata,
"Nyo taihiap, kau sungguh perkasa. Patut sekali pedang Thian Hong Kiam berada di
tanganmu. Bolehkah kami mengetahui, apakah taihiap ini Sasterawan Berkedok Hitam?"
Nyo Liong menyimpan pedangnya dan sambil bertolak pinggang ia berkata, "Kalian tak perlu tahu tentang Sasterawan Berkedok Hitam. Dia adalah kawan baikku, dan jika kalian masih mengganas, maka ia tentu takkan memberi ampun!"
Setelah berkata demikian, dengan tenang Nyo Liong lalu mengajak Yang Giok pergi
meninggalkan tempat itu dan menunggangi kuda mereka untuk melanjutkan perjalanan.
Semua kawanan Jian-jiu-pai tak berani menghalangi mereka lagi.
****** "Liong-ko, kau sungguh terlalu. Pandai sekali berpura-pura bodoh dan telah
mempermainkan aku," berkata Yang Giok di tengah perjalanan ketika mereka duduk
beristirahat di bawah sebatang pohon besar untuk memberi kesempatan kepada kuda
mereka makan rumput.
Nyo Liong memandangnya. "Siapa yang mempermainkan engkau, saudara Yang Giok" Aku
hanya mempunyai sedikit kemampuan yang tidak ada artinya."
"Telah berkali-kali kau menolongku, akan tetapi kau berpura-pura tidak mengenalku.
Mengapa kau menyembunyikan diri dan tidak mau mengaku bahwa kau sebenarnya adalah tuan penolongku?"
"Kau ini aneh sekali adikku. Aku belum pernah menolongmu."
"Liong-ko, untuk apa kau berpura-pura lebih lanjut" Bukankah kau sebenarnya Sasterawan Berkedok Hitam?"
40 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Nyo Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Dia adalah kawanku dan sedikit kepandaian yang kumiliki dapat kupelajari dari dia!"
Yang Giok mengerutkan jidat. Benarkah ini" Ia masih ragu-ragu dan kebandelan Nyo Liong ini membuatnya kecewa dan mendongkol. Awas kau, pikirnya, pada suatu waktu tentu akan kubuka rahasiamu.
Malam harinya mereka bermalam di sebuah kuil tua dan pada keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan menuju ke Go-bi-san.
Benar sebagaimana ucapan Nyo Liong dahulu, dengan mengambil jalan menerobos hutan-hutan, dalam waktu dua puluh hari mereka telah tiba di daerah Go-bi-san yang luas.
Mereka lalu mencari keterangan kepada penduduk pegunungan dan mendapat tahu bahwa kuil Thian-hok-si berada di lereng gunung dan di luar dusun Cun-leng-koan.
Beberapa hari kemudian, mereka tiba di susun Cun-leng-koan, akan tetapi karena hari telah malam, mereka tidak melanjutkan perjalanan ke kuil Thian-hok-si, akan tetapi bermalam di dalam sebuah rumah penginapan yang sederhana. Karena rumah penginapan ini hanya
mempunyai tiga buah kamar dan yang dua buah sudah ditempati orang, terpaksa Nyo Liong dan Yang Giok menyewa kamar ketiga. Di dalam dusun itu tidak terdapat rumah penginapan lain.
"Nah, akhirnya kita terpaksa bermalam sekamar," kata Nyo Liong menggoda hingga wajah Yang Giok menjadi merah.
"Cis, tak tahu malu!" katanya sambil mendelik.
Nyo Liong tertawa, Yang Giok, kau .... lucu sekali kalau sudah bersikap seperti ini."
"Biar aku tidur di luar saja."
"He" Di luar" Apakah kau tidak takut masuk angin?"
"Tidak, lebih baik duduk di luar dari pada tidur sekamar dengan orang yang suka
mendengkur, "kata Yang Giok.
"Eh, eh, saudara Yang Giok, bagaimana kau bisa tahu bahwa aku mendengkur dalam
tidurku?" Akan tetapi Yang Giok tidak menjawab, dan dengan merengut ia benar-benar membawa
selimut keluar dan mengambil keputusan hendak duduk di luar kamar semalam itu.
Menjelang tengah malam terdengar suara Nyo Liong mendengkur perlahan, tanda bahwa ia telah tidur pulas. Yang Giok menganggap bahwa saatnya telah tiba untuk ia mencoba membongkar rahasia anak muda itu. Karena pintu kamar memang tidak terkunci, ia lalu masuk dengan perlahan-lahan dan hati-hati. Dengan meraba-raba ia menghampiri buntalan pakaian Nyo Liong dan hendak memeriksa dan mencari-cari kalau-kalau ia akan berhasil mendapatkan kedok hitam yang biasa digunakan oleh Sasterawan Berkedok Hitam. Akhirnya ia berhasil dan sebuah kedok hitam terpegang olehnya. Yang Giok cepat mengambil kedok hitam itu dan ia tidak merasa kuatir karena dengkur Nyo Liong masih tetap terdengar dan tidak berubah, tanda bahwa pemuda itu masih tidur.
Akan tetapi, ketika ia hendak keluar dari kamar itu dengan kedok di tangan, tiba-tiba terdengar angin menyambar dan tahu-tahu kedua tangannya telah dipegang kuat-kuat dari belakang oleh Nyo Liong.
41 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Liong-ko, lepaskan tanganku!" katanya lirih sambil mencoba untuk memberontak. Akan tetapi pegangan itu kuat sekali.
"Tidak," jawab Nyo Liong, "Takkan ku lepaskan sebelum kau mengaku terus terang siapa sebenarnya engkau ini!"
"Liong-ko, kau mimpi. Bukankah kau sudah tahu bahwa aku adalah Kwee Yang Giok?"
"Hm, kau kira hanya kau seorang saja yang cerdik dan dapat menduga siapa sebenarnya aku ini" Kau kira aku tidak tahu dan mataku buta bahwa kau adalah seorang ..... gadis muda?"
Yang Giok terkejut sekali dan ia memberontak hingga pegangan tangan Nyo Liong terlepas.
"Apa ...... apa maksudmu?" tanyanya gagap.
"Gadis, kalau kau anggap aku keterlaluan karena menyembunyikan diriku yang sebenarnya, kau lebih terlalu lagi! Kau seorang gadis muda yang tabah, berani luar biasa, keras hati, dan nakal. Siapakah kau dan apa hubunganmu dengan Pangeran Liu dan puterinya?"
"Kau ......kau selidiki sendiri!" jawab Yang Giok, dan Nyo Liong dapat mendengar suara yang menggetar itu. Ketika Yang Giok hendak melompat keluar kamar, cepat sekali Nyo Liong sudah dapat menangkap sebelah tangannya lagi. Nyo Liong lalu menggunakan sebelah
tangan untuk membesarkan sumbu lampu yang masih menyala kecil di atas meja hingga keadaan menjadi terang. Ia melihat betapa gadis itu menjadi merah mukanya dan
nampaknya bingung sekali.
"Kau sudah mengetahui rahasiaku, maka aku takkan melepaskanmu sebelum kau mengaku siapa sebenarnya dirimu!"
"Aku ...... aku .....ah ....," Yang Giok tak dapat melanjutkan kata-katanya dan ketika dengan sia-sia ia hendak menarik tangannya, tak terasa pula kedua matanya mengucurkan air mata.
Melihat ini Nyo Liong menjadi tidak tega lalu melepaskan pegangannya.
"Nona," katanya dengan halus, "tidak salahkah dugaanku bahwa kau .....kau adalah .....
puteri Pangeran Liu sendiri" Tidak salahkah terkaan ku bahwa kau adalah .....Liu siocia sendiri?"
Ketika Yang Giok tidak menjawab, Nyo Liong lalu berkata pula dengan suara tetap halus.
"Nona, kalau kau benar-benar Liu siocia, mengapa kau permainkan aku ..... tunanganmu sendiri" Apakah sebenarnya yang telah kau alami dengan ayahmu .....?"
"Semua yang kuceritakan dulu itu memang sebenarnya," jawab Yang Giok sambil tunduk,
"hanya mengenai diriku ....... ah, bukankah kau .... kau membenci tunanganmu yang buruk
.......?" "Aku membenci tunanganku, akan tetapi aku tidak membenci kau !" jawab Nyo Liong, "kau tahu betul akan hal ini!"
Yang Giok tidak menjawab, akan tetapi dengan bangga dan malu ia lalu berlari keluar sambil mengeluarkan suara isak tercampur tawa karena hati hatinya merasa tidak keruan di saat itu.
"Moi-moi, tidurlah di dalam, biar aku yang menjaga di luar!" kata Nyo Liong sambil mengejar keluar. Ia mendapatkan Yang Giok duduk di bangku luar, maka iapun lalu duduk di dekat gadis itu. Untuk beberapa lamanya mereka hanya duduk tak bergerak, hanya kadang-kadang saling lirik dan main senyum.
42 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Adikku, sebenarnya siapa namamu" Alangkah baiknya kalau namamu tetap Yang Giok,
karena nama ini manis dan sesuai benar dengan orangnya," akhirnya Nyo Liong berkata.
Yang Giok mengerling tajam dan tersenyum malu. "Ah kau memang suka sekali menggoda orang!" katanya. "Memang namaku Yang Giok, habis mau dirobah apa lagi?"
Keduanya lalu bercakap-cakap dan saling menuturkan pengalaman masing-masing, hingga malam itu mereka lewatkan dengan bercakap-cakap mesra dan lupa akan tidur hingga
tahu-tahu fajar telah menyingsing dibarengi suara ayam jantan berkokok.
Ko-ko bagaimana kau bisa menduga bahwa aku adalah seorang wanita?" tanya Yang Giok.
"Mudah saja, pertama karena tak mungkin seorang pemuda mempunyai gerak-gerik sehalus gerak-gerikmu, dan watakmu yang keras dan manja menimbulkan dugaan bahwa kau


Pedang Keramat Thian Hong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

adalah seorang gadis manja dan cantik. Kemudian, ketika diam-diam aku memeriksa
pakaianmu dan mendapatkan barang-barang perhiasan wanita dan di antaranya terdapat satu stel pakaian wanita, maka tak salah lagi bahwa kau tentu seorang gadis. Hanya aku masih belum yakin betul siapa sebenarnya dirimu, hanya ada dugaan bahwa kau tentu puteri Pangeran Liu Mo Kong, karena Pangeran itu adalah seorang gagah perkasa, maka tak heran bahwa puterinya pun demikian pula."
"Ah, kau mengejek! Aku tidak mempunyai kepandaian apa-apa, hanya kaulah yang
berkepandaian benar-benar tinggi. Lain kali aku harus menambah pengertian ilmu silat yang kau miliki."
Setelah saling mengetahui rahasia masing-masing, perasaan kedua anak muda itu makin mesra dan tanpa mengucapkan kata-kata mereka dapat mengetahui hati masing-masing
yang saling mengasihi hingga mereka berbahagia sekali.
Ketika telah berganti pakaian, Nyo Liong yang menanti di luar kamar berdiri bengong dan memandang ke arah gadis yang keluar dari kamar dengan mata terbelalak dan mulut
ternganga. Ternyata bahwa Yang Giok telah mengenakan pakaian wanita yang memang
telah tersedia di dalam buntalan pakaiannya. Setelah mengenakan pakaian wanita nampak demikian cantik jelita hingga Nyo Liong menjadi merasa seakan-akan berada dalam mimpi.
"Moi-moi ...." hanya demikian mulutnya dapat mengeluarkan kata-kata, sedangkan matanya menyatakan pujian dan kekaguman yang lebih berarti daripada seribu kata.
"Liong-ko, jangan kau pandang aku demikian rupa!"
"Mengapa, adikku yang manis?"
"Aku .....aku malu!" Yang Giok benar-benar merasa malu dan seluruh mukanya menjadi kemerah-merahan.
Nyo Liong tertawa gembira dan keduanya lalu tertawa sambil saling pandang dengan penuh hati mencinta.
Pada saat itu terdengar suara kaki kuda di depan rumah penginapan dan ketika keduanya memandang, ternyata yang datang itu adalah serombongan orang-orang yang berpakaian sebagai petani, tetapi nampak sangat gagah dan di punggung mereka nampak gagang
pedang hingga Nyo Liong dan Yang Giok dapat menduga bahwa mereka ini tentu bukan
petani-petani biasa. Akan tetapi rombongan ini tidak berhenti, hanya memandang ke arah Nyo Liong dengan mata tajam, kemudian mereka melanjutkan perjalanan dan kaki kuda mereka menimbulkan debu mengebul di pagi hari itu.
43 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Kalu tidak salah, mereka adalah perwira-perwira kerajaan," Nyo Liong berbisik.
"Mereka tentu tak bermaksud baik," kata Yang Giok khawatir.
Mendengar suara gadis itu yang mengandung kekhawatiran, Nyo Liong berkata, "Jangan khawatir, moi-moi, betapapun juga, kita berdua akan dapat melawan mereka."
Dengan tabah dan tenang Nyo Liong lalu mengajak Yang Giok melanjutkan perjalanan
setelah membayar uang sewa kamar. Mereka tidak memperdulikan pandangan pengurus
rumah penginapan yang merasa heran dan kagum melihat Yang Giok. Ia tak pernah
menyangka bahwa pemuda yang kemaren itu kini telah berubah menjadi seorang gadis luar biasa cantiknya.
Kuil Thian-hok-si berada di luar dusun itu dan hanya terpisah paling banyak sepuluh lie, maka mereka lalu menjalankan kuda dengan perlahan. Akan tetapi, setelah berada di luar dusun, benar saja mereka melihat rombongan petani yang mencurigakan tadi telah berdiri menghadang di tengah jalan. Mereka berjumlah delapan orang dan kuda mereka dilepas di pinggir jalan dan sedang makan rumput sambil menggoyang-goyangkan ekornya.
Nyo Liong dan Yang Giok menahan kuda mereka dan dengan tenang turun dari kuda.
Karena Yang Giok telah menjadi seorang gadis, maka yang menghadapi mereka adalah Nyo Liong, sedangkan gadis itu lalu membawa kuda mereka ke sebuah pohon dan mengikatkan kendali pada pohon itu.
"Cuwi sekalian menghadang di tengah jalan ada keperluan apa?" tanya Nyo Liong dengan halus.
Tiba-tiba di antara orang itu maju seorang yang bertubuh tinggi kurus dan sambil
menuding kepada Nyo Liong, ia berkata. "Kawan-kawan, benar, inilah Sasterawan Kedok Hitam yang dulu membantu para pemberontak. Tangkap pemberontak ini!"
Sambil berkata demikian, si kurus itu mencabut pedangnya, diikuti oleh tujuh orang kawannya. Akan tetapi Nyo Liong masih bersikap tenang. "Kalian ini bukankah para perwira istana yang telah kalah" Mengapa masih berani menjual lagak" Aku memang benar
Sasterawan Berkedok Hitam, dan kalian mau apa?"
Tiba-tiba seorang perwira lain memandang Yang Giok dan berseru, "Eh, bukankah kau ini Liu siocia, puteri dari Pangeran Liu Mo Kong?"
Yang Giok yang mendengar bahwa Nyo Liong dianggap pemberontak menjadi heran dan
terkejut sekali, sekarang setelah seorang perwira mengenalnya, ia makin bingung. Ia tidak menjawab pertanyaan perwira tadi, hanya memandang ke arah Nyo Liong dengan wajah
mengandung pertanyaan. Benarkah tunangannya ini membantu pihak pemberontak"
"Harap kalian jangan mengganggu kami," terdengar Nyo Liong menjawab pertanyaan
perwira tadi. "Dia memang Liu siocia, akan tetapi sekarang tidak mempunyai hubungan pula dengan segala perwira kerajaan yang telah terjatuh dan kalah. Berilah jalan dan jangan mencari penyakit sendiri!"
"Kawan, inilah mereka yang kita cari!" Si kurus tadi berseru lagi. "Pedang yang dicari ada padanya dan sekarang sekali pukul kita akan dapat dua pahala. Merampas kembali Thian Hong Kiam dan membalas dendam kawan-kawan kita yang telah terjatuh dalam tangan
pemberontak!"
Tanpa banyak cakap lagi kedelapan orang itu maju menyerang Nyo Liong.
44 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"kalian mencari bencana sendiri!" Nyo Liong berseru dan ia lalu mencabut keluar Thian Hong Kiam yang tergantung di pinggang dan yang selalu tertutup oleh baju sasterawannya yang panjang.
"Nah, itu dia pedang yang kita cari!" Seorang perwira berseru ketika ia mengenali pedang pusaka itu di tangan Nyo Liong.
Nyo Liong tersenyum. "Ha, ha, bukankah sekarang lebih mudah lagi" Pedang dan orang yang kau cari telah berada di sini dan menjadi satu, kalian majulah!"
Maka terjadilah pertempuran yang hebat. Perwira-perwira ini adalah jagoan-jagoan kelas satu dari kerajaan dan rata-rata memiliki kepandaian tinggi, dan sekarang mereka maju berbareng, dapat dibayangkan betapa hebatnya serangan mereka. Juga senjata-senjata yang berada di tangan mereka bukanlah senjata sembarangan karena hampir semua perwira
kerajaan memiliki senjata yang ampuh dan tajam. Dari gerakan mereka ketika menyerang, Yang Giok dapat mengetahui bahwa kepandaian mereka rata-rata lebih tinggi dari pada kepandaiannya sendiri, maka tentu saja ia diam-diam merasa gelisah dan cemas. Ia merasa serba salah. Hendak membantu, kepandaiannya terlampau rendah. Tidak membantu,
hatinya tidak puas dan tidak tenteram. Maka ia hanya berdiri dengan dada berdebar menonton pertempuran yang hebat itu.
Pertempuran yang terjadi kali ini berbeda dengan ketika Nyo Liong dikeroyok oleh kawanan Jian-jiu-pai, karena para perwira ini memang sengaja datang mencari Nyo Liong dan mereka tahu bahwa selain harus menghadapi Sasterawan Berkedok Hitam yang hebat, juga masih ada pihak Jian-jiu-pai yang hendak merampas pedang, maka di pihak mereka lalu
mengutus delapan orang yang berkepandaian tinggi dan merupakan jago-jago pilihan dari istana.
Akan tetapi, ilmu silat Pat-kwa Im-yang yang telah dipelajari oleh Nyo Liong itu benar-benar hebat dan luar biasa sekali. Biarpun dikeroyok oleh delapan orang jago-jago pilihan dari istana, akan tetapi pemuda itu sama sekali tidak terdesak, bahkan dengan pedangnya yang juga merupakan senjata ampuh dan pusaka tua, ia dapat membuat delapan orang
lawannya bermain silat dengan kacau karena pergerakannya sungguh cepat dan luar biasa.
Dengan menggunakan ilmu silat pedangnya yang istimewa, Nyo Liong dapat bergerak
sedemikian rupa hingga delapan orang itu tidak mendapat kesempatan untuk maju
berbareng. Gerakan Nyo Liong lincah sekali dan sinar yang ditimbulkan oleh putaran pedangnya sangat kuat dan sukar diduga perubahan dan gerakannya.
Yang Giok benar-benar merasa kagum sekali. Baru sekali ini ia mendapat kesempatan untuk melihat kepandaian Nyo Liong yang sangat hebat itu. Ia menghela napas dan harus ia akui bahwa ilmu kepandaian tunangannya ini jauh lebih tinggi dari pada kepandaian ayahnya sendiri. Akan tetapi ada sedikit perasaan kecewa dan ragu-ragu di dalam hatinya, karena bukankah para perwira tadi mengatakan bahwa pemuda ini adalah seorang pembantu
pemberontak"
Di antara kedelapan orang perwira itu terdapat tiga orang saudara seperguruan yang memiliki kepandaian paling tinggi. Mereka ini dijuluki Bu-tong Sam-houw atau Tiga Macan dari Bu-tong, karena mereka ini memang anak murid Bu-tong-san. Ketika melihat betapa hebatnya Nyo Liong, mereka lalu berpencar menjadi segi tiga dan maju menyerang Nyo 45
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Liong dari tiga jurusan. Mereka tidak mau merobah kedudukan dan tetap menyerang dari tiga jurusan hingga tidak dapat dibikin kacau oleh perubahan gerakan Nyo Liong.
Menghadapi tiga orang ini, diam-diam Nyo Liong berlaku hati-hati karena ia maklum bahwa apabila lawan-lawannya tidak terkacau oleh ilmu silatnya, maka berarti bahwa ia harus menghadapi lawan yang berat dan berbahaya, karena mereka ini rata-rata memiliki
kepandaian tinggi dan dapat mempertahankan diri dengan baik, maka kalau ia harus
bertahan mengadu tenaga dan keuletan, mana ia dapat melawan delapan orang"
Oleh karena itu, Nyo Liong lalu mengerahkan semangat dan tenaganya dan ia lalu
mencampur gerakan silatnya dengan pelajaran dari Li Lo Kun, hingga pedangnya bergerak makin ganas dan hebat. Benar saja, serbuannya ini membuat semua pengeroyoknya terkejut dan mereka mempertahankan diri sambil mundur. Nyo Liong mengerti bahwa kalau ia tidak mau menurunkan tangan kejam dan berlaku terlalu hati-hati dan kasihan, maka
pertempuran ini akan berjalan lama sekali dan akhirnya ia akan kalah karena kehabisan tenaga. Maka ia maju terus mendesak dengan hebat dan sengaja menyerang bertubi-tubi kepada dua orang perwira yang agak berlaku lambat hingga terdengar pekik kesakitan dan dua orang perwira itu roboh, pundak dan lengan mereka luka.
Para pengeroyok itu terkejut sekali dan mereka berpencar menjauhi Nyo Liong, dan pada saat itu terdengar suara yang nyaring tapi halus. "Hebat sekali!"
Ketika semua orang memandang, tahu-tahu di tengah medan pertempuran itu telah berdiri seorang tua yang berjubah biru. Tosu ini kurus dan tinggi, kulit mukanya putih dan halus seperti muka anak-anak.
Ketika ketiga harimau dari Bu-tong melihat tosu ini, dengan girang lalu maju berlutut dan berkata, "Suhu!"
Ternyata bahwa pendeta tua ini tidak lain ialah Kim Kong Tosu seorang tokoh Bu-tong-pai kenamaan karena ilmu kepandaiannya sangat tinggi. Tosu ini adalah guru dari pada Ketiga Harimau dari Bu-tong-pai, maka tentu saja semua perwira girang sekali melihat
kedatangannya. Ketika melihat gerakan tosu yang cepat itu Nyo Liong maklum bahwa ia sedang berhadapan dengan seorang pendeta yang berilmu tinggi, maka dengan hormat sekali ia menjura.
Sebaliknya, Kim Kong Tojin memandang Nyo Liong dengan kagum sekali, lalu katanya "Anak muda yang gagah perkasa, siapa kau dan dari manakah kau memperoleh ilmu kepandaian yang hebat itu?"
"Teecu bernama Nyo Liong dan suhu adalah Li Lo Kun. Tidak tahu siapakah losuhu yang telah menahan teecu dan dengan maksud apa losuhu menghalangi teecu menempur semua perwira ini?"
Tosu itu memandang heran. "Kau murid Li Lo Kun" Ah, kalau begitu, ternyata Li Lo Kun telah maju pesat sekali kepandaiannya. Kalau muridnya sudah sehebat ini, tentu ia telah mencapai tingkat tinggi sekali. Aneh, aneh! Ketahuilah, anak muda, pinto adalah Kim Kong Tojin dari Bu-tong-pai. Ketiga orang perwira yang bodoh itu adalah murid-muridku, dan mengapakah kau bertempur dengan mereka?"
46 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Suhu, dia adalah Sasterawan Kedok Hitam yang membantu pemberontak. Bahkan sekarang ia telah berani membela pencuri pedang kerajaan, Thian Hong Kiam!" berkata seorang dari pada Harimau Bu-tong itu.
Pandangan mata Kim Kong Tosu menjadi dingin ketika mendengar laporan muridnya ini.
"Ah, kiranya kau adalah seorang anggauta pemberontak, Sayang, sayang sekali!"
Nyo Liong juga merasa tidak senang mendengar ucapan ini, maka ia membantah, "Losuhu, sungguh heran bahwa kau tidak mengetahui betapa buruknya kerajaan Tang memerintah negeri kita. Sudah selayaknya kalau rakyat memberontak dan menghancurkan pemerintah yang pandainya hanya memeras rakyat jelata itu, dan sudah menjadi kewajibanku sebagai putera ibu pertiwi untuk membela bangsa!"
"Hm, kau anak kecil hendak memberi pelajaran kepada pinto?" jawab Kim Kong Tojin tidak senang. "Dengarlah anak muda. Kaisar adalah seorang yang telah mendapat anugerah
dewata dan sudah ditakdirkan menjadi orang yang tertinggi kedudukannya dan yang harus ditaati oleh semua rakyat. Tidak sembarang orang bisa menjadi kaisar, dan kewajiban kita sebagai rakyat hanyalah taat dan menghormat semua perintahnya. Kalau kau memberontak terhadap kaisar, itu berarti bahwa kau memberontak melawan takdir. Daripada kau
memberontak dan mengambil jalan sesat, lebih baik kau membantu usaha kaisar untuk mengusir pemberontak dan memulihkan kembali keamanan di dalam negeri untuk menebus dosamu. Kita tidak boleh menyimpang dari pada tugas sebagai rakyat dan tidak boleh menjadi hakim sendiri atas kesalahan seseorang. Andaikata benar bahwa kaisar telah melalaikan tugasnya dan melakukan kesalahan, tidak semestinya kalau rakyat bertindak sendiri melakukan hukuman."
Mendengar ucapan yang penuh nafsu ini, Nyo Liong tersenyum.
"Maaf, losuhu, jadi kalau menurut pendapatmu, rakyat harus tinggal diam dan menerima saja diperas, ditindas, dan dicekik lehernya" Jadi rakyat harus bersabar saja dan menerima hidup penuh sengsara dan derita sedangkan kaisar dan semua pembesar durjanah hidup serba mewah dan penuh kesenangan?"
"Kalau memang demikian halnya, tentu dewata yang adil tidak akan tinggal diam, dan siapa bersalah akan mendapat bagiannya. Ini adalah hukum alam yang tak dapat dielakkan lagi,"
kata Kim Kong Tojin.
"Kalau begitu, pandanganmu masih picik sekali, losuhu. Aku yang muda terpaksa tidak dapat menyetujui dan aku tetap membenarkan pemberontakan yang terdorong oleh
kesengsaraan rakyat," jawab Nyo Liong.
Kim Kong Tojin berkata kepada murid-muridnya, "Yang manakah yang kau katakan pencuri pedang tadi?"
Murid-muridnya menuding ke arah Yang Giok. "Nona itu adalah puteri dari Liu Mo Kong dan Pangeran itu serta puterinya yang mencuri pedang kerajaan. Sekarang Pangeran Liu itu juga bersekutu dengan para pemberontak di kota raja!"
"Bohong! Ayahku tidak pernah bersekutu!" jawab Yang Giok marah. "Ayah telah tertawan ketika hendak melarikan diri bersamaku!"
47 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Kim Kong Tojin memandang kepada Yang Giok dan berkata dengan senyum sindir. "Nona, kau adalah puteri bangsawan, mengapa sekarang kau bersahabat dengan seorang
pemberontak?"
"Aku .... aku tidak tahu bahwa ia seorang pemberontak!" jawab Yang Giok gagah.
"Dan pedang Thian Hong Kiam pun kau berikan kepadanya. Sekarang kembalikan pedang milik kaisar itu!"
"Tidak! Biarpun ayahku bukan seorang pemberontak, namun beliau tidak suka melihat pedang itu kembali ke tangan kaisar yang lalim! Kaisar tidak berhak memegang pedang itu!"
"Eh, eh, kalau begitu kau juga seorang pemberontak! Walaupun lain sifatnya dengan pemberontak barisan jembel dan tani itu!" kata Kim Kong Tojin marah.
"Tutup mulutmu, tosu kurang ajar!" Yang Giok balas membentak karena gadis ini sedikitpun tidak takut kepada tosu itu dan hatinya yang keras tidak mengizinkan ia disebut
pemberontak tanpa balas membentak.
"Kau harus dilenyapkan dulu!" kata Kim Kong Tojin dan sekali tubuhnya bergerak, ia telah berkelebat dan tahu-tahu sebatang pedang telah berada di tangan dan digunakan untuk menyerang Yang Giok.
Gadis ini tidak berdaya menghadapi serangan Kim Kong Tojin yang memiliki gerakan cepat, maka ia hanya memejamkan mata menanti datangnya serangan. Pedang Kim Kong Tojin
berkelebat ke arah leher Yang Giok dan "trang!" terdengar suara nyaring karena pedang tosu itu telah beradu dengan sebatang pedang lain. Pertemuan tenaga ini demikian hebat hingga bunga api memercik keluar, sedangkan Kim Kong Tojin sendiri terhuyung ke belakang.
Ternyata Nyo Liong dengan cepat dan tepat sekali telah berhasil menolong Yang Giok dari pada bahaya maut.
Kim Kong Tojin adalah seorang tokoh besar dari Bu-tong-pai, maka tenaga dan
kepandaiannya telah mencapai tingkat tinggi. Maka tidak heran bila ia merasa gemas dan marah sekali.
"Bagus, anak muda, mari kita main-main sebentar!" ia berkata halus karena berusaha menekan perasaannya yang menggelora. Orang yang sudah memiliki kepandaian tinggi
maklum bahwa nafsu amarah mempunyai pengaruh melemahkan dan berbahaya sekali
apabila menghadapi seorang lawan tangguh dalam keadaan marah. Oleh karena itu,
seberapa dapat ia menahan nafsunya untuk menghadapi pemuda yang berkepandaian tinggi ini.
Akan tetapi Nyo Liong tinggal berdiri dengan tenang dan menjawab. "Ingat, losuhu, bukan aku yang menghendaki pertempuran ini. Kalau kau orang tua tetap hendak turun tangan mengganggu, silakan!"
Sebetulnya kalau ia tidak sedang dipengaruhi oleh rasa dendam dan marah, Kim Kong Tojin tentu dapat melihat sikap mengalah dan tenang dari pemuda ini dan maklum bahwa
sebenarnya pemuda ini memiliki kepandaian tinggi dan sedikitpun tidak jerih terhadapnya.
Akan tetapi, karena ia merasa kecewa dan malu, apalagi di situ terdapat tiga orang muridnya dan perwira-perwira lain yang menjadi saksi, ia menjadi nekad dan lupa akan kewaspadaan.
48 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Baik, kalau begitu, waspadalah terhadap pedangku!" Tosu ini lalu menyerang bagaikan kilat menyambar. Ia mengeluarkan ilmu pedang Bu-tong-pai yang hebat dan ganas. Nyo Liong tidak mau berlaku semberono dan ia menghadapinya dengan tenang dan hati-hati sekali.
Berkat ilmu pedang yang dipelajarinya dari kitab Pat-kwa Im-yang Coan-si memang sebuah ilmu silat yang jarang terdapat di dunia ini, maka ia dapat melawan serangan tosu itu dengan baiknya, bahkan ia masih dapat membalas dengan serangan yang tidak kalah
hebatnya. Mengetahui bahwa ia sama sekali tidak dapat mendesak pemuda itu dengan pedangnya, Kim Kong Tojin menjadi heran dan kagum sekali. Belum pernah seumur hidupnya ia
menyaksikan ilmu pedang seperti ini, padahal ia telah mengalami banyak sekali
pertempuran dan boleh dibilang ia telah mengenal semua gerakan ilmu pedang. Akan tetapi kali ini benar merasa malu karena ia sama sekali tidak mengenal ilmu pedang Nyo Liong.
Menghadapi ilmu pedang yang sama sekali gelap baginya, tentu saja ia menjadi bingung, apalagi kalau yang memainkan memiliki kepandaian khikang dan ginkang sehebat Nyo
Liong. Sebenarnya Nyo Liong telah banyak mengalah dan sengaja tidak mau mempergunakan
kesempatan-kesempatan baik untuk merobohkan lawan karena ia tidak mau menjatuhkan namanya di depan murid-muridnya. Kalau saja Kim Kong Tojin tidak begitu gemas dan marah, tentu ia akan tahu pula akan hal ini dan menyudahi pertempuran. Akan tetapi tosu ini bahkan menjadi murka sekali dan menyerang dengan nekad.
Menghadapi serangan yang dilakukan secara mati-matian oleh Kim Kong Tojin yang
berkepandaian tinggi, terpaksa Nyo Liong tak dapat tinggal bertahan saja, karena kalau ia bertahan terus, tentu ia akan mendapat celaka. Maka ia segera merobah gerakan pedangnya dan kini gerakannya menjadi ganas dan cepat sekali hingga dalam beberapa jurus sajaKim Kong Tojin terdesak hebat. Mereka telah bertempur seratus jurus lebih dan sekarang mereka tidak menjadi lambat, bahkan makin cepat hingga merupakan dua gulung sinar yang saling menyambar.
Beberapa puluh jurus lagi telah berlalu dan tiba-tiba pedang tosu itu terpental ke udara hingga terputar-putar tinggi sekali dan ketika pedang itu meluncur turun, Kim Kong Tojin melompat dan menyambutnya dengan tangan. Wajahnya pucat sekali dan mulutnya
tersenyum pahit.
"Anak muda she Nyo, kau benar-benar hebat sekali."
Nyo Liong menjura. "Totiang, kaulah yang hebat dan telah mengalah terhadap aku yang muda."
"Anak muda, kalau kau suka memandang mukaku dalam tiga hari lagi aku hendak bertemu kembali denganmu."
Nyo Liong maklum bahwa tosu yang keras kepala ini masih belum mau mengaku kalah dan masih mengandung dendam, maka ia merasa mendongkol sekali. Akan tetapi, terpaksa ia menjawab juga.
"Totiang, yang memulai adalah kau sendiri, maka selanjutnya terserah kepadamu untuk memutuskan. Aku yang muda tak dapat menanti lebih lama lagi karena aku hendak pergi bersama kawanku ini ke kuil Thian-Hok-si."
49 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Apa" Kau hendak pergi menemui Kok Kong Hwesio di Thian-hok-si" Ada hubungan apakah kau dengan Kok Kong Hwesio?" tanya Kim Kong Tojin.
"Dia adalah sucouwku!" jawab Yang Giok.
Kim Kong Tojin mengerling ke arah gadis itu. "Hm, jadi Pangeran Liu adalah murid Kok Kong Hwesio" Pantas, pantas! Gurunya berjiwa pemberontak, tentu muridnya sama saja! Baiklah, anak muda she Nyo, tiga hari lagi, aku akan datang mencarimu di Thian-hok-si!" Setelah berkata demikian, Kim Kong Tojin lalu mengajak murid-muridnya dan perwira lain untuk pergi meninggalkan tempat itu.
Nyo Liong menyimpan pedang Thian Hong Kiam dan menghela napas lega. Akan tetapi,
alangkah terkejutnya ketika ia melihat betapa Yang Giok agaknya tidak senang melihat kemenangannya, karena gadis itu berdiri memandangnya dengan sinar mata dingin.
"Eh, moi-moi kau kenapa?" tanya Nyo Liong sambil menghampiri Yang Giok.
"Kau .... benarkah kau seorang anggauta pemberontak?" tanya gadis itu dengan suara lemah.
Nyo Liong memandang tajam. "Bukan menjadi anggauta, akan tetapi aku memang selalu membantu perjuangan mereka karena kuanggap perjuangan mereka itu suci dan baik."
"Kalau begitu kau anggap Oey Couw itu patut menjadi kaisar?" tanya Yang Giok kecewa.
"Aku tidak mengerti tentang itu, dan aku tidak perduli siapa yang akan menjadi kaisar, asalkan pemerintah dapat menjalankan tugas secara bijaksana dan dapat memperhatikan nasib rakyat kecil tidak seperti kaisar yang lalu. Aku kenal baik kepada Oey Couw dan aku anggap dia seorang pemimpin besar yang patut dihargai."
Yang Giok makin marah. "Kau tidak tahu betapa kejamnya barisan pemberontak yang
menyerbu ke kota raja. Banyak Pangeran dan pembesar mereka bunuh sampai habis
sekeluarganya. Dan kau .. kau yang kuanggap seorang perkasa dan orang baik, ternyata ....
menjadi pembantu mereka!"
"Yang Giok, jangan kau menuduh yang bukan-bukan"!" kata Nyo Liong, "tentang
pembunuhan itu, mungkin karena memang pembesar yang dibunuh itu dulu berlaku
sewenang-wenang dan kejahatannya telah menimbulkan kebencian hebat, dan mungkin
juga bahwa di antara anggauta barisan petani terdapat orang-orang yang kejam dan jahat, karena tidak semua orang baik, juga tidak semua orang jahat belaka. Akan tetapi, yang kumusuhi adalah peraturan yang dijalankan oleh pemerintah kaisar Tang yang demikian lalim dan hanya tahu mencari kesenangan sendiri saja. Perjuangan pemberontak kaum tani adalah suci dan baik!"
"Jadi pedang Thian Hong Kiam itu patut berada di tangan Oey Couw?" tanya Yang Giok marah.
"Dulu pernah kukatakan pada pertemuan kita yang pertama kali bahwa pedang ini memang pantas berada di tangannya."
Yang Giok membanting-banting kakinya dengan gemas. "Kalau begitu, apakah kau hendak memberikan pedang itu kepadanya sebagai persembahan untuk mencari pahala?"
Melihat betapa kemarahan gadis yang berhati keras itu memuncak, Nyo Liong menjadi sabar kembali dan ia memperlihatkan senyumnya. "Moi-moi mengapa kau menjadi marah benar.
Jangan begitu, adikku. Aku tidak berhak atas pedang ini. Ingat bahwa kaulah yang
50 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
membawa pedang ini dan aku hanyalah mengawani kau pergi ke sini. Bagiku, pedang ini tidak banyak artinya, baik dipegang oleh siapapun. Kau lebih berharga seribu kali dari pedang ini!"
Di dalam hatinya, Yang Giok sebenarnya merasa girang mendengar pernyataan ini, akan tetapi ia tetap merasa kecewa karena tunangannya yang sangat dibanggakannya itu ternyata anggauta pemberontak. Sebagai seorang gadis bangsawan betapapun juga sebutan
pemberontak yang menghancurkan kota raja menimbulkan pandangan rendah dalam
hatinya. Maka, ia tak dapat lagi menahan kecewa dan marahnya, lalu ia menangis sambil membanting-banting kaki. "Kau ..... kau pemberontak .... alangkah akan sedihnya hati ayah
...." Padahal yang bersedih adalah hatinya sendiri, dan pada saat itu ia sama sekali tidak perduli apa kata ayahnya tentang hal ini.
"Sudahlah, moi-moi, jangan kau sedihkan hal yang tak berarti ini. Sekarang marilah kita pergi ke kuil Thian-hok-si dan menanyakan pikiran sucouwmu."
Mendengar ucapan ini, Yang Giok menahan tangisnya dan tanpa banyak cakap lagi ia lalu menuju ke tempat kudanya. Nyo Liong yang dapat meraba isi hati tunangannya yang kecewa itu, juga tidak mau banyak bicara karena ia maklum bahwa pada saat hati Yang Giok masih panas, percakapan hanya akan membuat gadis keras hati ini menjadi makin marah.
Kelenteng Thian-hok-si adalah sebuah kelenteng tua yang masih kokoh kuat karena
dibangun dari kayu-kayu gunung yang keras dan kuat serta mempunyai tiang yang besar.
Ukiran-ukiran dan lukisan-lukisan yang terdapat di sekitar dinding kelenteng itu telah luntur warnanya akan tetapi masih dapat dikagumi keindahan dan mutu seninya.
Di pegunungan Go-bi-san memang banyak terdapat lereng-lereng dan puncak bukit yang indah pemandangannya dan yang mempunyai kuil-kuil besar dan indah. Banyak pula di antara kuil-kuil itu yang telah bobrok dan roboh. Oleh karena banyaknya tempat-tempat indh di daerah pegunungan Go-bi-san, maka banyak pula pertapa-pertapa yang datang ke tempat itu. Di antara para pertapa ini banyak terdapat orang-orang sakti dan berilmu tinggi, maka pegunungan Go-bi terkenal sebagai tempat yang menghasilkan banyak anak murid yang pandai. Oleh karena banyaknya guru-guru yang pandai dan yang datang dari berbagai tempat, maka cabang persilatan Go-bi banyak sekali macamnya.
Di antara pertapa-pertapa yang bertapa di situ, terdapat seorang hwesio yang
berkepandaian tinggi dan yang menuntut penghidupan suci. Dia ini adalah Kok Kong Hwesio yang memilih kuil Thian-hok-si sebagai tempat pertapaannya. Kok Kong Hwesio ini
sebenarnya adalah putera seorang menteri di zaman Raja Hauan Tsung yang melarikan diri ke Go-bi-san ketika pemberontakan Tartar yang bernama An Lu San memukul kerajaan.
Dan menteri ini lalu mengasingkan diri dan bertapa di pegunungan itu. Puteranya, yakni Kok Kong, menjadi murid seorang pandai di Go-bi dan sampai tua Kok Kong menuntut
penghidupan sebagai seorang pendeta yang menganut agama Buddha.
Kok Kong hwesio tak pernah menerima murid, kecuali Pangeran Liu Mo Kong, karena ia melihat betapa Pangeran ini berjiwa bersih dan jujur. Ketika pada waktu mudanya, Pangeran Liu berkelana meluaskan pengetahuan, maka ia bertemu dengan Kok Kong Hwesio dan
menjadi muridnya.
51 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Dengan hati sedih, pendeta yang berketurunan bangsawan pula ini melihat betapa kerajaan dipegang oleh kaisar yang lalim dan hatinya hancur melihat kemelaratan dan kesengsaraan rakyat jelata. Akan tetapi apakah dayanya" Sebagai seorang suci yang tidak suka
mencampuri urusan dunia, ia hanya memuja saja kepada para dewata agar keadaan yang buruk itu akan berubah menjadi baik. Akhirnya terjadilah pemberontakan kaum tani yang berhasil, dan diam-diam Kok Kong Hwesio berdoa sambil menghaturkan terima kasih serta mengharapkan perubahan yang baik terhadap nasib seluruh umat manusia, terutama
golongan rakyat kecil yang selalu hidup di tingkat terendah dan terpijak.
Diam-diam pendeta tua inipun memikirkan keadaan muridnya yang menjadi Pangeran dan memegang jabatan sebagai kepala bagian perbendaharaan. Ia maklum bahwa muridnya
berjiwa bersih dan tidak ikut menjadi pemeras rakyat, maka ia maklum pula bahwa
muridnya itu tentu akan mengambil tindakan bijaksana dalam peristiwa pemberontakan itu.
Ingin sekali ia mendengar tentang nasib muridnya sekeluarga.
Oleh karena itu, ketika seorang hwesio kecil yang menjadi murid dan pelayannya
memberitahu bahwa di luar datang dua orang tamu muda, seorang pemuda dan seorang
gadis, yang katanya datang dari kota raja dan membawa berita dari Pangeran Liu, ia menjadi girang sekali dan mempersilakan mereka itu datang menghadap.
Nyo Liong dan Yang Giok memasuki ruang dalam dan mereka segera berlutut di depan
pendeta tua yang duduk bersila di atas bangku bundar yang bertilamkan bantal terisi daun-daun kering.
"Sucouw, teecu Liu Yang Giok datang menghadap," kata Yang Giok.
Kok Kong Hwesio memandang gadis itu dengan matanya yang lebar dan tajam. Ia dapat menduga bahwa gadis ini tentulah puteri muridnya, maka ia berkata,
"Anak, bagaimanakah kabar ayahmu" Dan siapakah kawanmu ini" Coba seritakan semua
yang jelas!"
Yang Giok lalu menuturkan dengan singkat dan jelas tanpa merahasiakan sesuatu kepada orang suci itu, bahkan ia memberitahu pula bahwa Nyo Liong adalah pemuda tunangannya yang mengantarnya sampai ke Go-bi-san.
Sebagai penutup penuturannya, gadis itu berkata, "Sucouw, karena teecu merasa bingung dan selalu dikejar oleh pihak-pihak yang menghendaki pedang Thian Hong Kiam, maka akhirnya teecu mengambil keputusan untuk menyerahkan pedang ini kepada Sucouw dan minta nasehat selanjutnya." Sambil berkata demikian, Yang Giok menyerahkan pedang itu kepada sucouwnya.
Akan tetapi, Kok Kong Hwesio tidak mau menerima pedang itu dan berkata, "Yang Giok, mengapa pedang itu kau berikan kepadaku" Pinceng sudah mencuci tangan dari pada segala urusan dunia, bagaimana pinceng hendak diserahi pedang ini" Yang Giok, mengapa kau sendiri tidak bisa memilih orang yang patut diserahi pedang ini" Kulihat kawanmu itu bukanlah seorang yang lemah, mengapa dia tidak mau membantumu?"
Nyo Liong terkejut, karena baru melihat negitu saja, orang tua ini dapat mengetahui bahwa ia memiliki kepandaian.
"Sucouw," kata Yang Giok dengan suara manja. "Liong-ko ini telah cukup membantuku, kalau tidak ada dia, tentu pedang ini telah terampas oleh pihak lain." Kemudian ia 52
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
menceritakan sepak terjang Nyo Liong dalam membelanya dan membela pedang Thian
Hong Kiam, hingga hwesio itu mengangguk-angguk dengan sinar mata kagum.
"Akan tetapi, sucouw, antara Liong-ko dan teecu, terdapat perselisihan paham yang besar sekali. Menurut teecu yang hanya mentaati pendirian ayah, pedang ini sepatutnya
diserahkan ke dalam tangan seorang calon kaisar pengganti kaisar yang telah lari itu, dan calon ini haruslah seorang yang benar-benar bijaksana dan patut menjadi seorang
pemimpin besar. Teecu anggap bahwa pedang ini tidak pantas diserahkan kepada kaisar yang telah dikalahkan oleh pemberontak. Akan tetapi, Liong-ko, menganggap bahwa sudah seharusnya pedang ini diberikan kepada pemimpin pemberontak Oey Couw. Bahkan ....
bahkan Liong-ko telah pula membantu pergerakan para pemberontak." Setelah berkata sampai di sini, tak tertahan lagi Yang Giok menangis.
Tiba-tiba Kok Kong Hwesio tertawa bergelak-gelak. "ha,ha! Kau memang patut menjadi puteri Mo Kong! Kau sama-sama keras hati dan kukuh seperti ayahmu. He, Yang Giok, dengarlah! Pendirianmu itu keliru, dan seharusnya kau menurut kata-kata Nyo enghiong ini karena dialah yang benar!"
Seketika itu juga terhentilah tangis Yang Giok dan ia memandang kepada sucouwnya
dengan mata terbelalak.
Hwesio itu mengangguk-angguk, "Yang Giok kau masih muda dan tidak dapat mengikuti kekuasaan alam yang sewaktu-waktu memang mengadakan perubahan terhadap keadaan
dunia dengan tiba-tiba dan tidak terduga. Ketahuilah, memang pergerakan orang-orang she Oey itu patut dipuji dan itupun telah menjadi kehendak alam. Kalau tidak, bagaimana ia bisa menumbangkan kekuasaan kaisar" Pedang pusaka ini sudah semestinya berada dalam
tangan orang yang memegang tampuk kekuasaan di kota raja, dan sekarang yang menjadi pemimpin besar adalah orang she Oey itu, maka dia seoranglah yang berhak memiliki Thian Hong Kiam."
Yang Giok tak dapat berkata-kata hanya mendengarkan dengan hati tidak karuan. Akhirnya ternyata juga bahwa tunangannya yang betul. Ketika ia mengerling ke arah Nyo Liong, ia melihat pemuda itu justeru sedang memandang kepadanya sambil tersenyum, maka ia
menjadi makin malu kepada diri sendiri.
"Nyo enghiong, sukakah kau memberitahukan siapa sebenarnya suhumu yang mulia"
Barangkali saja pinceng kenal."
Nyo Liong lalu menceritakan riwayatnya secara singkat dan ketika ia menyebut tentang kitab Pat-kwa Im Yang Coan-si, pendeta itu nampak terkejut dan kagum.
"Aya ...... kitab itu telah terjatuh ke dalam tanganmu" Ah, sicu, kalau begitu, benar-benar kau seorang pemuda yang berbahagia sekali. Ketahuilah, di zaman ayahku masih menjadi menteri, kitab itu telah menjadi perebutan di antara seluruh orang pandai di dunia ini, akan tetapi kitab itu secara tiba-tiba telah lenyap tak meninggalkan bekas hingga tak seorangpun dapat mewarisi kepandaian yang hebat itu. Sekarang ternyata dewata telah memperlihatkan keadilannya hingga kitab itu terjatuh ke tanganmu hingga dapat kaupergunakan untuk membela perjuangan rakyat."
53 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
"Locianpwe, sebenarnya karena teecu hanya mempelajari dari kitab dan berkat petunjuk dari Li Lo Kun suhu, maka teecu hanyalah dapat memetik sedikit saja pelajaran dari kitab itu.
Dan selanjutnya teecu masih mengharapkan banyak petunjuk dari Locianpwe."
"Ha, ha, anak muda. Dalam hal kepandaian, di manakah batas-batasnya" Tahukah kau
bahwa makin pandai seseorang, akan makin jelas terasa dan tampak olehnya betapa bodoh dia itu. Orang yang dapat mengetahui kebodohan dirinya sendiri, barulah pantas disebut orang pandai. Aku adalah seorang yang sudah tua dan dalam hal kepandaian silat, tentu aku tak dapat melawan yang muda-muda!"
"Sucouw," kata Yang Giok, "dalam perjalanan teecu berdua telah bertemu dengan seorang tosu dari Bu-tong-san bernama Kim Kong Tojin yang hendak datang untuk mencari Liong-ko ke sini untuk diajak pibu." Kemudian dengan panjang lebar Yang Giok menuturkan pengalaman mereka ketika bertemu dengan para perwira yang dibantu oleh Kim Kong Tojin dan hendak merampas pedang Thian Hong Kiam.
Mendengar itu Kok Kong Hwesio mengangguk-angguk dan tersenyum.
"Hm, Kim Kong Tojin memang seperti seorang anak kecil yang kukuh dan tidak mau kalah.
Beberapa pekan yang lalu ia pernah ke sini dan bercakap-cakap dengan pinceng tentang keadaan kerajaan dewasa ini. Maksudnya hendak menarik tenagaku untuk membantu kaisar memukul kembali para pejuang tani dan merampas kembali kerajaan. Ia mengemukakan
bahwa sebagai keturunan seorang menteri sudah sepatutnya kalau pinceng membela kaisar.


Pedang Keramat Thian Hong Kiam Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Oleh karena kami mempunyai pendirian berlainan, maka segera terjadilah perdebatan antara kami dan dia agaknya pergi dengan marah. Tidak tahunya dia bertemu dengan Nyo sicu dan dapat dikalahkan. Ah, biarlah dia datang, hendak pinceng lihat sampai di mana ia berani berlaku kurang ajar. Nyo sicu, kau dan Yang Giok boleh berdiam di sini selama tiga hari sambil menanti kedatangan mereka itu, kemudian kau bersama Yang Giok harus
mengantarkan pedang Thian Hong Kiam ke kota raja dan memberikan pusaka itu kepada Oey Couw dan sekalian membebaskan Liu Mo Kong muridku."
Sebagai persiapan menghadapi rombongan Bu-tong-san yang hendak datang ke situ, Kok Kong Hwesio minta supaya Nyo Liong memperlihatkan kepandaiannya. Oleh karena maksud hwesio ini selain memiliki kepandaian tinggi juga mempunyai pandangan yang luas sekali, Nyo Liong tidak berlaku segan-segan lagi dan ia mulai bersilat. Mula-mula dengan tangan kosong, kemudian mempergunakan senjata pedang.
Kok Kong Hwesio merasa kagum sekali dan diam-diam dia memperhatikan untuk meneliti di mana adanya kelemahan-kelemahan dalam permainan anak muda itu. Setelah Nyo Liong selesai bersilat ia berkata,
"Nyo sicu, kepandaianmu sebenarnya sudah hebat sekali. Jarang aku melihat kepandaian yang lebih bagus dari pada ini dan benar-benar kitab Pat-kwa Im-yang Coan-si itu
mengandung pelajaran yang luar biasa. Pinceng tidak sanggup melebihi kepandaian ini, hanya pinceng dapat memberi sedikit petunjuk untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang mungkin terjadi karena kurang pengalaman."
Kemudian, dengan telaten sekali hwesio tua itu memberi petunjuk-petunjuk kepada Nyo Liong dan minta supaya pemuda itu mengulangi permainan silatnya pada bagian-bagian yang dianggap lemah. Kemudian mereka berdua bersama-sama memecahkan dan
54 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
memperbaiki gerakan yang dianggap lemah itu hingga kepandaian Nyo Liong makin
meningkat. Selain itu, juga Kok Kong Hwesio menurunkan beberapa jurus ilmu silatnya kepada pemuda itu hingga Nyo Liong menjadi girang sekali lalu menghaturkan terima kasih sambil berlutut.
Tiga hari kemudian, benar saja nampak Kim Kong Tojin beserta dua orang tosu lain naik ke puncak itu mengunjungi kuil Thian-hok-si. Kedatangan mereka disambut oleh Kok Kong Hwesio sendiri bersama Nyo Liong dan Yang Giok. Yang datang bersama Kim Kong Tojin adalah Kim Bok Tojin dan Kim Huo Tojin, keduanya adalah kakak seperguruan Kim Kong Tojin sendiri.
Setelah saling memberi hormat, Kim Kong Tojin berkata kepada Kok Kong Hwesio. "Kok Kong suhu, kedatangan kami ini tak lain selain hendak menengok kesehatanmu, juga kami ingin sekali menyaksikan kehebatan anak muda she Nyo yang menjadi tamumu ini, dan juga hendak minta kembali pedang Thian Hong Kiam yang dibawanya, karena pedang itu harus kembali kepada pemilik aslinya."
Kok Kong Hwesio tersenyum. "Kim Kong Toyu, pinceng telah tahu akan maksudmu. Jika kau hendak mengajak pibu kepada Nyo sicu silakan, mataku yang tua agaknya memang
bernasib baik sekali hingga akan dapat menyaksikan ilmu pedang Bu-tong-pai." Dalam ucapannya yang halus ini, hwesio tua itu diam-diam telah mengeluarkan sindiran hingga Kim Kong Tojin memerah muka.
"Totiang, kalau kau masih kecewa dan hendak memberi pelajaran kepadaku, silahkan!"
berkata Nyo Liong yang sebenarnya merupakan sebuah tantangan.
Mereka lalu menuju ke pelataran depan yang lebar dan sunyi.
Kim Kong Tojin telah mencabut keluar pedangnya dan tangan kirinya mengeluarkan
sebatang cabang kecil dari pohon Liu.
"Eh, rupanya Kim Kong toyu hendak memperlihatkan kehebatan Bu-tong-Kiam-Tung-hwat, dan kabarnya ranting kecil itu lebih berbahaya dari pada pedangnya. Hebat, hebat!" kata Kok Kong Hwesio hingga diam-diam Kim Kong Tojin merasa mendongkol sekali karena kata-kata ini secara tidak langsung merupakan peringatan kepada Nyo Liong bahwa pemuda itu harus berhati-hati terhadap ranting kecil dari pohon Liu yang kelihatannya tidak berarti itu..
"Kalau tamu mudamu merasa jerih, boleh juga tuan rumahnya mewakili," kata Kim Kong Tojin kepada Kok Kong Hwesio secara menyindir, akan tetapi yang disindir hanya tersenyum saja dan berkata kepada Nyo Liong.
"Nyo sicu, apakah benar-benar kau jerih menghadapi jago dari Bu-tong-pai ini?"
Sebagai jawaban, Nyo Liong mencabut Thian Hong Kiam dari pinggangnya dan menghadapi Kim Kong Tojin sambil menyilangkan pedangnya di atas dada.
"Totiang, silakan maju," katanya.
Kim Kong Tojin lalu berseru keras dan mengirim serangan cepat sekali dengan pedangnya.
Nyo Liong menangkis tahu-tahu ranting itu menyambar menuju ke leher Nyo Liong dalam sebuah totokan kilat yang berbahaya sekali, jauh lebih berbahaya dari pada serangan pedang tadi. Nyo Liong cepat mengelak dan sambil menggoyangkan tubuhnya ke kiri, tahu-tahu pedangnya menyambar dari kanan. Inilah hebatnya ilmu pedang Pat-kwa Im-yang.
Kedudukan kaki Nyo Liong bergerak-gerak menurut garis-garis dan peraturan Pat-kwa, 55
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
sedangkan tubuh dan pedangnya bergerak-gerak secara berlawanan menurut peraturan im dan yang, hingga selalu pedang di tangannya menyerang secara berlawanan dengan apa yang tampak. Akan tetapi, karena pada tiga hari yang lalu Kim Kong Tojin pernah merasai kehebatan Pat-kwa Im-yang Kiamsut, maka kini ia dapat berlaku hati-hati dan tidak mudah terpedaya.
Demikianlah, mereka berdua saling serang dengan seru sekali dan kedua suheng dari pada Kim Kong Tojin itu hanya berdiri memandang dengan sikap tenang. Akan tetapi di dalam hati mereka merasa terkejut dan kagum sekali karena kini mereka baru percaya akan cerita sutenya bahwa pemuda ini benar-benar hebat ilmu pedangnya.
Karena kini Kim Kong Tojin menambah senjatanya dengan sebatang ranting pohon Liu yang digunakan untuk menotok jalan darah, maka ketangguhannya lebih hebat dari pada tiga hari yang lalu, apalagi karena tosu ini kini sedikit banyak telah tahu akan ilmu pedang Nyo Liong. Baiknya sebelum menghadapi tosu ini, Nyo Liong telah mendapat petunjuk-petunjuk dari Kok Kong Hwesio hingga kelemahan-kelemahan yang masih ada pada gerak-gerakannya kini telah lenyap. Hal inipun mengejutkan Kim Kong Tojin, karena kelemahan-kelemahan yang kemarin dulu ia lihat pada ilmu silat pemuda itu, kini telah lenyap bahkan telah berganti dengan jurus-jurus ilmu pedang cabang Go-bi yang berbahaya dan ganas.
Setelah bertewmpur dua ratus jurus lebih, perlahan-lahan dengan ilmu silatnya yang hebat itu Nyo Liong dapat mendesak mundur lawannya. Pada suatu kesempatan yang baik, ujung pedang Thian Hong Kiam berhasil membabat putus ranting pohon Liu di tangan Kim Kong Tojin hingga terpaksa tosu itu melayani Nyo Liong dengan pedangnya saja. Kini ia terdesak hebat dan sewaktu-waktu tentu akan kena dirobohkan.
Melihat keadaan sutenya, Kim Bok Tojin merasa khawatir. Ia lalu berseru keras, "Sute, mundurlah!" Dan tubuhnya lalu melayang ketengah-tengah kedua orang yang asyik
bertempur itu sambil menggoyang-goyangkan senjatanya yang luar biasa sehelai sabuk yang panjangnya empat kaki lebih.
Kim Kong Tojin segera melompat mundur, juga Nyo Liong hendak mundur, akan tetapi Kim Bok Tojin berseru, "Anak muda, mari kita main-main sebentar!"
Sambil berkata demikian, ang-kin (sabuk merah) yang berada di tangannya menyambar dan ujung sabuk itu bagaikan kepala ular meluncur bagaikan hidup menotok ke arah jalan darah kwe-hian-hiat. Nyo Liong terkejut sekali dan mengelak sambil melompat mundur lalu menyabetkan pedangnya untuk membabat sabuk itu. Akan tetapi sungguh mengherankan, ketika pedangnya beradu dengan sabuk, sabuk itu berubah menjadi lemas dan ringan
hingga tak mungkin terbabat karena baru tersambar angin pedang saja sudah melayang menjauh.
Nyo Liong tahu bahwa lawannya mempergunakan tenaga lweekang yang tinggi, maka ia
berlaku hati-hati sekali dan berjaga diri dengan tenang dan waspada. Sabuk di tangan Kim Bok Tojin itu benar-benar berbahaya sekali karena dengan tenaga lweekangnya yang sudah terlatih sempurna, kain merah itu dapat menjadi keras, menegang atau lemas dan ulet menurut kemauan pemegangnya. Dengan tenaga keras, sabuk merah itu dapat digunakan untuk menotok jalan darah dan dalam keadaan lemas dan ulet, senjata istimewa ini dapat digunakan untuk menyabet atau membelit pedang.
56 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Kali ini Nyo Liong benar-benar menghadapi seorang lawan yang tangguh dan berbahaya sekali. Biarpun ilmu silatnya luar biasa, akan tetapi senjata lawan yang memiliki tenaga keras dan lemas itu dapat mengimbangi permainannya yang berdasarkan tenaga im dan yang atau tenaga lemas dan keras. Terpaksa ia harus mengerahkan seluruh perhatian, tenaga, dan kepandaiannya agar jangan sampai terkalahkan.
Pada suatu saat Nyo Liong menyerang dengan pedangnya yang ditusukkan ke arah leher lawannya. Ketika Kim Bok Tojin memiringkan kepala mengelak tusukan itu, Nyo Liong meneruskan senjatanya membabat leher lawan. Kim Bok Tosu terkejut sekali. Memang
semenjak tadi ia sering dikejutkan oleh gerakan-gerakan yang susul menyusul yang
digunakan Nyo Liong dalam serangannya. Ia cepat menangkis dengan sabuk merahnya dan menggunakan tenaga lemas hingga sabuk itu tepat sekali membelit pedang. Nyo Liong menggunakan tangan kiri menghantam ke bawah untuk memukul ke arah pusar lawan dan membuyarkan tenaga lweekang lawan yang berpusat di pusar, akan tetapi Kim Bok Tosu juga melayangkan tangan kirinya hingga kedua tangan itu bertemu. Telapak kedua tangan itu saling menempel dan tak dapat lepas lagi, seakan-akan menjadi lengket.
Kini terjadi adu tenaga lweekang yang mendebarkan dan menegangkan. Pedang dan sabuk telah menjadi satu dan kedua tangan kiripun telah menempel pula. Kedua-duanya
mengerahkan tenaga khikang dan lweekang untuk menjatuhkan lawan.
Adu tenaga ini berjalan lama karena siapa yang berani melepaskan sebuah tangan akan mendapat celaka. Bibir Nyo Liong menggigil dalam mempertahankan tenaganya, sedangkan pada jidat Kim Bok Tosu telah nampak peluh keluar sebesar kacang. Semua orang yang berada di situ maklum bahwa keadaan kedua orang itu berbahaya sekali, dan banyak
kemungkinan seorang di antara mereka akan terluka hebat. Akan tetapi untuk membantu juga sangat berbahaya, karena tidak mungkin lagi kedua orang itu dipisahkan tanpa membahayakan keselamatan mereka. Baik di pihak Bu-tong-pai, maupun di pihak Kok Kong Hwesio, memandang pergulatan hebat dan mati-matian itu dengan dada berdebar dan
hampir tidak berani bernapas. Terutama Yang Giok yang biarpun belum memiliki
kepandaian tinggi akan tetapi telah mengetahui keadaan yang menegangkan itu. Ia
menggigit bibirnya dan memandang ke arah tunangannya dengan muka pucat. Tak terasa pula air matanya mengalir membasahi pipinya. Bagaimana kalau Nyo Liong terkena celaka atau binasa"
Akan tetapi, tidak percuma Nyo Liong melatih diri menurut petunjuk kitab Pat-kwa Im-yang Coan-si yang sakti itu. Latihan lweekangnya biarpun belum lama, akan tetapi berkat cara-cara berlatih yang sangat luar biasa dari pelajaran di dalam kitab itu, ia memperoleh tenaga lweekang yang tidak kalah dibandingkan dengan latihan orang yang berpuluh tahun
lamanya menurut cara biasa. Oleh karena ini, ia dapat mengimbangi tenaga Kim Bok Tojin yang terkenal sebagai ahli lweekeh yang kenamaan.
Melihat betapa lawannya yang masih muda sekali ini dapat mengimbangi kekuatan
lweekangnya, Kim Bok Tojin merasa gemas dan marah sekali. Dan inilah kekeliruannya. Di dalam hal tenaga dalam, pantangan terbesar adalah nafsu marah, karena nafsu ini akan menyerang perjalanan darah dan oleh karenanya akan mengacaukan jalan darah yang telah teratur oleh pernapasan dalam menggerakkan tenaga lweekang. Maka begitu nafsu itu 57
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
menyerang ke dalam hatinya, Nyo Liong dapat meradsakan betapa telapak tangan lawannya menjadi panas dan libatan sabuk pada pedangnya agak mengendur. Pemuda yang cerdik ini dapat menduga, maka ia lalu memandang lawannya dan mengeluarkan senyum mengejek.
Melihat senyum ini, makin marahlah Kim Bok Tojin dan makin lemah pulalah pemusatan tenaganya hingga pada saat yang tepat sekali Nyo Liong mengumpulkan pernapasannya dan mengerahkan seluruh tenaga, tangan kiri mendorong dan tangan kanan yang memegang
pedang menarik sambil berseru, "Ahhh!!"
Kim Bok Tojin tak kuat menahan serangan hebat ini. Ia merasa betapa dari telapak tangan kiri Nyo Liong mengalir hawa dingin yang menusuk dan menyerang terus ke jantungnya. Ia merasa dadanya panas sekali dan tiba-tiba saja pedang Thian Hong Kiam yang ditarik oleh Nyo Liong berhasil memutuskan sabuknya dan ia lalu terhuyung ke belakang, lalu berteriak ngeri dan roboh. Dari mulutnya memancar darah merah dan ia lalu rebah pingsan. Kim Huo Tojin cepat menotok kedua pundak sutenya dan mengurut-urut dadanya hingga biarpun menderita luka dalam yang hebat, jiwa Kim Bok Tojin dapat tertolong.,
Sementara itu, Nyo Liong masih tetap berdiri bagaikan patung. Pengerahan tenaga yang hebat itu telah membuat tubuhnya kaku dan untuk beberapa lama ia tidak dapat
menggerakkan tubuhnya hingga tangan kanannya masih memegang pedang yang
diacungkan ke atas dan tangan kirinya masih saja dalam posisi mendorong lawan. Yang Giok dengan isak tangis lari menghampiri dan hampir lupa akan keadaan dirinya dan hendak memeluk tubuh Nyo Liong, akan tetapi tiba-tiba lengan tangannya ditarik orang dengan kuat. Ketika ia menengok, ternyata yang menariknya itu adalah Kok Kong Hwesio atau sucouwnya, yang berkata.
"Yang Giok, tenanglah hatimu. Nyo sicu tidak apa-apa, hanya saja ia tidak boleh diganggu pada saat ini!"
Tak lama kemudian, Nyo Liong yang telah mengatur kembali pernapasannya dan telah
merasa betapa tenaganya telah normal kembali, lalu memasukkan pedang ke sarung
pedangnya dan ia menjura ke arah ketiga tosu itu. "Aku yang muda telah berlaku kurang ajar, harap sam-wi totiang sudi memaafkan."
Dengan hati panas Kim Huo Tojin lalu maju dan berkata. "Anak muda, kau benar-benar luar biasa. Mari-mari, majulah dan layani aku. Kalau aku kalah olehmu, kami bertiga takkan banyak cakap lagi dan selamanya takkan mau mengganggumu lagi!"
Nyo Liong maklum bahwa tenaganya sudah banyak berkurang dan ia merasa lelah sekali, akan tetapi kalau ia tidak berani melayani tosu ini, apa akan dianggap mereka" Pada saat itu, Kok Kong Hwesio berkata sambil tersenyum lebar.
"Hm, ketiga kawan dari Bu-tong-san, tidak malukah menyerang seorang pemuda dengan bergantian" Apakah hal ini tidak akan menjadi buah tertawaan orang-orang kang-ouw apabila mereka mendengar betapa tiga orang tokoh terbesar dari Bu-tong-pai secara berturut-turut mengeroyok seorang pemuda yang masih muda sekali?"
Merahlah seluruh muka Kim Huo Tojin mendengar sindiran ini. Memang, kalau dipikir-pikir, pihaknya telah berlaku tidak pantas, karena seharusnya ia mengerti bahwa pemuda itu telah mengeluarkan banyak tenaga dan kalau sekarang diharuskan bertempur lagi, maka
andaikata ia akan mendapat kemenangan, akan tetapi kemenangan dari seorang lawan yang 58
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
telah lelah takkan mengharumkan namanya. Maka, untuk menebus kekalahan pihaknya dan untuk membikin terang muka karena kekalahan dua kali berturut-turut itu, ia lalu berkata kepada Kok Kong Hwesio.
"Kok Kong suhu, bagi pinto siapa saja yang hendak maju anak muda she Nyo ini maupun kau sendiri tiada bedanya. Kalau pemuda ini hendak beristirahat dan kau mau mewakilinya pun boleh. Aku tidak akan memilih lawan!"
Kok Kong Hwesio tertawa. "Ha, ha, Kim Huo Toyu, kau harus malu. Kakek-kakek tua renta yang hampir mampus seperti kita ini harus berkelahi seperti dua orang anak-anak kecil" Ha, ha, aku malu kepada bayanganku sendiri."
Kim Huo Tojin cemberut. Hwesio tua, kau pandai sekali bicara dan mencari alasan. Kalau kau takut, katakanlah saja terus terang, pinto juga takkan memaksamu berkelahi."
"Kim Huo Toyu, apakah artinya takut" Apakah artinya menang atau kalah" Kau sungguh seperti anak kecil saja. Akan tetapi, pada saat ini kau adalah tamu, sedangkan pinceng adalah tuan rumah, maka sudah menjadi keharusan umum bahwa tuan rumah harus
melayani tamu baik-baik. Tentu saja permintaanmu itu tak dapat kutolak, akan tetapi, oleh karena kita tidak menaruh permusuhan apa-apa, sedangkan nafsumu yang mendesakmu
itupun hanya terbatas pada nafsu tidak puas dan ingin menguji kepandaian belaka, maka marilah kita mengadu kepandaian dengan baik-baik sesuai dengan kedudukan kita sebagai ketua cabang persilatan."
Sambil berkata demikian, Kok Kong Hwesio lalu mencabut sebatang tiang kecil yang
terpasang dan tertancap di pelataran itu untuk tempat ikatan tali jemuran pakaian, lalu dengan sebelah tangan ia mematahkan tiang itu menjadi dua potong. Kemudian ia
tancapkan dua batang tongkat itu ke dalam tanah, agak berjauhan, kira-kira berpisah satu tombak jauhnya.
"Nah, Kim Huo Toyu, marilah kita adu cio-hwat di atas patok ini!"
Sambil berkata demikian, Kok Kong Hwesio melompat ke atas sebatang patok itu dan berdiri di atas sebelah kaki kiri, sedangkan kaki kanannya di angkat ke belakang dan kedua lengan dikembangkan ke kanan kiri. Kok Kong Hwesio bertubuh tinggi besar, akan tetapi dengan ringan sekali ia dapat melompat dan berdiri di atas patok tanpa bergoyang sedikitpun, maka dapat dibayangkan betapa hebatnya ilmu ginkang dari hwesio tua ini.
Kim Huo Tojin tersenyum dan iapun lalu melompat ke patok kedua. Ia berdiri dengan ujung kakinya, agak merendah dan kaki kedua diluruskan ke depan, tangan kanan bertolak
pinggang dan tangan kiri merupakan kepalan menempel di pinggang. Juga gerakan tosu ini ringan sekali hingga semua menjadi kagum.
"hwesio tua, kau berhati-hati sekali. Baiklah, kita mengadu kepandaian di sini saja.
Bagaimana peraturan selanjutnya?"
Melihat gerakan lawan ini Kok Kong Hwesio tersenyum. "Toyu, kau hebat sekali. Marilah kita gunakan angin pukulan untuk saling mendorong, dan siapa yang terpaksa melompat turun dari atas patok dianggap kurang hati-hati dan selanjutnya tidak boleh banyak cakap lagi!"
"Baik-baik dan bersiaplah!" kata Kim Huo Tojin yang lalu mulai menggerakkan tangan kirinya memukul ke depan. Kok Kong Hwesio lalu mengembangkan tangannya dan
mendorong ke depan, menahan angin pukulan lawannya. Demikianlah, kedua orang tua itu 59
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
saling memukul dan mendorong hingga nampaknya mereka itu berkelahi melawan angin
akan tetapi kalau orang berdiri di antara mereka, barulah orang itu akan mengetahui betapa dari kedua pihak datang angin pukulan yang luar biasa hebatnya, karena biarpun angin pukulan yang dilancarkan itu tidak melukai kulit, akan tetapi dapat melukai paru-paru dan jantung serta segala isi perut, mendatangkan luka dalam yang membawa maut. Inilah hebatnya tenaga khikang yang disalurkan melalui pergerakan tangan mereka.
Nyo Liong dan Yang Giok sambil saling berpegang tangan menonton pertandingan luar biasa dan menegangkan ini, dan diam-diam mereka hanya berdoa suapaya Kok Kong
Hwesio jangan sampai kalah. Nyo Liong diam-diam mengagumi hwesio tua itu, karena
dalam hal tenaga khikang dan kepandaian ginkang, terus terang saja ia harus mengaku kalah kepada kedua orang tua ini.
Adu tenaga khikang ini berlangsung lama karena agaknya kedua kakek itu sama tangguhnya dan tiap-tiap serangan lawan selalu dapat ditahan atau dikembalikan dengan tenaga mereka. Akhirnya Kim Huo Tojin mendapat akal licik dan tiba-tiba saja ia merobah gerakan tangannya, kini ia tidak memukul ke arah lawannya, akan tetapi ke arah patok yang diinjak oleh Kok Kong Hwesio.
Terdengar suara "krak" dan patok itu patah. Kok Kong Hwesio berseru keras lalu tubuhnya melompat ke atas, berjungkir balik beberapa kali baru ia turun di atas kedua kakinya sambil tertawa bergelak.
"To-yu, kau cerdik sekali. Sayang agaknya kau terlalu banyak menggunakan tenaga hingga jubahmu yang menutup iga kiri menjadi rusak."
Kim Huo Tojin cepat melompat turun dan ia meraba jubahnya. Betul saja, jubah itu telah terobek lebar hingga angin gunung menghembus membuat kulit iganya terasa dingin. Ia menjadi pucat karena maklum bahwa dalam adu tenaga tadi, hwesio tua itu telah
menggunakan pukulan Pek-kong-ciang yang tidak mendatangkan angin, akan tetapi cukup hebat hingga kalau hwesio itu berhati jahat, tentu ia telah menderita luka dalam, dan bukan hanya jubahnya yang terobek. Cepat ia menjura dan berkata,
"Pinto telah berkenalan dengan Pek-kong-ciang yang hebat dan telah berkenalan pula dengan hatimu yang welas asih. Terima kasih, terima kasih!" Setelah berkata demikian, Kim Huo Tojin lalu mengajak kedua sutenya meninggalkan tempat itu tanpa berani banyak cakap lagi. Sebagai seorang tokoh persilatan yang berkedudukan tinggi. Ia harus memegang janji dan secara laki-laki ia telah mengaku salah terhadap hwesio tua itu.
Kok Kong Hwesio menghela napas lega. "Untunglah mereka itu masih ingat bahwa mereka adalah pendeta-pendeta yang harus memegang teguh kebersihan batin. Sekarang tidak ada bahaya lagi, kalian berdua hari ini juga boleh berangkat ke kota raja dan serahkan pedang itu kepada pemimpin besar, kemudian mintalah agar supaya Liu Mo Kong dibebaskan."
Nyo Liong dan Yang Giok menghaturkan terima kasih kepada Hwesio tua yang baik hati ini dan mereka lalu berangkat secepatnya ke kota raja.
****** Ketika tiba di kota raja, Oey Couw menyambut kedatangan mereka dengan gembira sekali, karena ia telah kenal dan pernah bertemu dengan Nyo Liong yang banyak membantu
60 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
pergerakannya. Ia menerima pedang Thian Hong Kiam dan mencabutnya dari sarung
pedang untuk diperiksa.
"Pedang baik, pusaka bagus. Akan tetapi, apakah artinya pedang ini jika dipegang oleh seorang yang berhati jahat?" Ia lalu menggantungkan pedang pusaka itu pada pinggangnya dan semenjak itu ia tak pernah berpisah lagi dengan pedang Thian Hong Kiam itu.
Dengan senang hati Oey Couw membebaskan Liu Mo Kong yang memang mendapat
kebebasan penuh walaupun tinggal di dalam penjara, dan pertemuan antara Liu Mo Kong dan puterinya terjadi sangat mengharukan.
Nyo Liong lalu mengajak tunangan dan calon mertuanya untuk pergi ke rumah orang
tuanya, di mana mereka disambut oleh Nyo wan-gwe dengan gembira.
"Oey Couw memang seorang gagah perkasa yang berbudi luhur," kata Pangeran Liu, "akan tetapi sayang sekali, ia tidak pandai memegang pemerintahan, hingga aku sangat kuatir kalau-kalau kekuasaannya takkan bertahan lama."
Kemudian atas persetujuan kedua pihak, perkawinan antara Nyo Liong dan Yang Giok
dilangsungkan dengan meriah dan kedua mempelai hidup penuh kebahagiaan.
Ramalan dan kekuatiran Pangeran Liu Mo Kong ternyata terbukti. Tak lama kemudian terjadi rebutan kursi di antara para pembesar yang ingin memperoleh pahala dalam perjuangan yang lalu. Perebutan kekuasaan inilah yang kemudian melemahkan kedudukan mereka.
Sementara itu, kaisar yang melarikan diri ke Secuan tidak tinggal diam. Ia bersekutu dengan tentara Turki Barat yang disebut Shato dan dibawah pimpinan Li Ke Yung. Empat tahun kemudian, barisan Turki dengan sisa barisan kaisar bergerak maju dan menyerang Tiang-an. Pasukan tani yang kini telah menjadi lemah akibat perebutan kekuasaan itu, terpukul hancur hingga kota raja dapat direbut kembali oleh kaisar atas bantuan Li Ke Yung dan barisan Turkinya.
Oey Couw dan sisa anak buahnya lalu melarikan diri ke Honan, kemudian lari terus ke propinsi Shantung. Kemudian, di puncak gunung Tai-san, Oey Couw yang gagah perkasa ini karena merasa sedih dan kecewa oleh gagalnya perjuangannya yang telah mengurbankan banyak jiwa rakyat dan harta benda itu, lalu berdiri seorang diri dengan pedang Thian Hong Kiam terhunus dan terpegang dalam tangannya. Angin pegunungan yang sejuk meniup dan dan membuat ikat kepalanya terlepas hingga rambutnya terurai ke pundak dan berkibar tertiup angin, bersaing dengan ikat pinggangnya yang juga berkibar bagaikan bendera megah.
Ia menegadah memandang awan yang berarak lalu, dan berkata dengan suara nyaring,
"Kaisar lalim! Biarpun perjuangan kami gagal, biarpun laksaan petani dan rakyat kecil terbunuh di ujung pedang, biarpun aku Oey Couw akhirnya harus melarikan diri karena kalah dan gagal, akan tetapi ingatlah "Jiwa perjuangan suci takkan pernah hancur, takkan pernah mati. Para pejuang dan pahlawan rakyat boleh mati, mayat boleh bertumpuk-tumpuk, akan tetapi jiwa dan api perjuangan yang timbul dari pada derita rakyat yang tertindas oleh kaummu yang sewenang-wenang, takkan padam dan selamanya akan
berkobar lagi. Kalian lihat dan tunggu saja, akan datang saatnya api ini berkobar dan bernyala hebat dan akan membakar semua penindas dan pemeras, dan akhirnya rakyat yang akan menang. Hidup perjuangan rakyat tertindas."
61 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pedang Keramat Thian Hong Kiam
Setelah berkata demikian, pahlawan yang gagah ini lalu menggunakan pedang Thian Hong Kiam untuk menusuk dada kirinya hingga ujung pedang itu masuk sampai menembus
jantungnya. Ia roboh terlentang dengan mata terbelalak, tak berkutik lagi, sedangkan pedang Thian Hong Kiam terpancang di atas dadanya. Angin bertiup lalu sepoi-sepoi .....
TAMAT 62 PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
Pecut Sakti Bajrakirana 4 Kucing Suruhan Karya S B Chandra Kucing Suruhan 12

Cari Blog Ini