Pedang Kilat Membasmi Iblis Karya Kho Ping Hoo Bagian 5
satu lawan satu," kata mereka.
"Ha-ha-ha, bagus! Majulah kalian berdua dan bersiaplah untuk mati!" Kata Suma Koan sambil mencabut sebatang suling dari ikat pinggangnya.
"Tahan ...!!!" Tiba-tiba terdengar suara nyaring dan nampak bayangan berkelebat dan tahu-tahu di situ, di sebelah kanan kedua orang ketua itu, telah berdiri seorang pemuda, yang usianya sekitar dua puluh lima tahun. Melihat pemuda itu, Suma
Koan dan Suma Hok terkejut, bahkan wajah Suma Hok berubah agak pucat.
"Kau...! Kwa Bun Houw, apakah engkau tidak tahu malu mencampuri urusan kami"
Kami hanya berurusan dengan Thian-beng-pang dan Kek-tung Kai-pang, dan engkau
tidak ada sangkut pautnya dengan mereka atau kami! Hei , Kam-pangcu dan Ciupangcu, apakah kalian sudah begitu pengecut untuk mengundang jagoan dari luar
perkumpulan kalian untuk melindungi kalian?"
Disudutkan seperti itu, tentu saja kedua orang ketua itu merasa kehormatan
mereka tersinggung. "Kui-siauw Giam-ong, jangan sembarangan menuduh!" bentak Thian-bengcu Ciu Tek, "Kami sama sekali tidak mengenal pemuda ini dan tidak mengundangnya untuk membantu kami!"
Sementara itu, Hek-tung Lo-kai sudah menghadapi Bun Houw dan dia memberi
hormat. "Orang muda yang gagah, harap engkau tidak mencampuri urusan kami.
Kami ditantang oleh mereka, kami harus menghadapi secara jantan!"
Bun Houw melangkah maju. "Ji-wi pang-cu, harap dengarkan sebentar, dan semua saudara anggauta Hek-tung Kai-pang dan Thian-beng-pang, harap ikut dengarkan
apa yang kukatakan. Ketahuilah bahwa kedua pang-cu ini telah terjebak oleh
kecurangan dan kelicikan Kui-siauw Giam-ong dan sekutunya! Karena persekutuan
163 itu tidak berhasil membujuk kedua orang pang-cu untuk bekerja sama, maka kini
mereka datang dan menantang, dengan perhitungan bahwa mereka pasti menang.
Kalau kedua pang-cu melawan dengan alasan menjaga kehormatan karena
ditantang, maka berarti mereka terkena jebakan. Mereka tentu akan tewas seperti banyak dialami oleh para pimpinan perkumpulan yang bernasib sama. Karena itu,
tidak semestinya kalau tantangan itu dilayani, bahkan sebaiknya kalau seluruh
anggauta kedua perkumpulan bergerak mengusir pengacau brengsek ini dari
tempat ini, dan aku akan membantu kalian menghadapi Kui-siauw Giam-ong dan
sekutunya!"
Mendengar seruan ini, para anak buah Hek-tung Kai-pang dan Thian-beng-pang
yang memang sejak tadi sudah marah kepada para penyerbu, bersorak penuh
semangat. Pek-thian-kui, orang pertama di Bu-tek Sam-kui yang belum mengenal Bun Houw,
memandang rendah pemuda itu. "Bocah pengacau ini biar kusingkirkan lebih dulu!"
bentaknya dan tubuhnya yang bulat itu seperti sebuah bola besar menggelinding ke arah Bun Houw dan ternyata dia telah mengirim pukulan jarak jauh dengan kedua
tangan didorongkan ke arah pemuda itu dan angin dahsyat menyambar ke arah Bun
Houw. Pemuda ini sudah siap siaga. Dia tahu bahwa kakek gendut itu lihai sekali, maka diapun sudah mengerahkan tenaga Im-yang Bu-tek Cin-keng, mendorong pula
dengan kedua tangan terbuka untuk menyambut serangan yang sepenuhnya
mengandalkan hawa sin-kang (tenaga sakti) itu.
"Wuuuuttt ... desas ...!!" Dua tenaga sakti yang dahsyat bertemu dan akibatnya, tubuh yang gendut bundar itu terlempar ke belakang dan bergulingan! Akan tetapi, orang pertama dari Bu-tek Sam-kui ini memang kebal dan kuat. Dia tidak terluka, hanya terkejut dan sudah meloncat berdiri. Mukanya menjadi merah sekali saking
marahnya. Dia, orang pertama dari Tiga Setan Tanpa Tanding, sekali mengadu
tenaga, dalam segebrakan saja sudah terguling-guling oleh seorang pemuda tak
ternama! "Singg ...!!" Diapun sudah mencabut pedangnya yang mengeluarkan sinar hitam.
"Bocah keparat, pedangku akan minum darahmu!"
Akan tetapi Bun Houw tersenyum. "Bukankah engkau ini Pek-thian-kui, orang
pertama dari Bu-tek Sam-kui. Aku mendengar bahwa kok-su (guru negara) dari
kerajaan Wei yang berjuluk Thian-te Seng-jin amat lihai dan bahwa di antara para muridnya terdapat Bu-tek Sam-kui. Sebaiknya kalau engkau kembali saja ke utara, tidak membuat kekacauan di daerah selatan sini!"
"Bocah sombong, majulah. Mari kita bertanding sampai seribu jurus!" Si gendut yang merasa malu karena kekalahannya tadi, menantang untuk mengangkat
kembali namanya yang tentu akan jatuh karena di depan banyak orang dia
164 dikalahkan dalam segebrakan! "Baik, aku menyambut tantanganmu. Pek-thian-kui!"
Dan begitu tangan kanan Bun Houw bergerak, nampak kilat menyambar dan semua
orang menjadi silau oleh sinar pedang Lui-kong-kiam!
Pek-thian-kui terbelalak, akan tetapi dia sudah menerjang dengan pedangnya yang bersinar hitam. Bun Houw mengerahkan tenaga lagi dan menggerakkan Lui-kong-kiam, menangkis dan sengaja mengadu tenaga lewat pedang.
"Trakkk ...!" terdengar suara nyaring dan si gendut kembali meloncat ke belakang dengan muka pucat memandang pedang hitamnya yang sudah buntung, patah
ketika bertemu dengan pedang di tangan Bun Houw. Kini dia tidak ragu lagi.
"Lui-kong-kiam (Pedang Kilat) ...!!" serunya gentar. Dahulu, pedang itu pernah menjadi rebutan para tokoh persilatan, akan tetapi akhirnya terjatuh ke tangan
Tiauw Sun Ong pendekar buta yang amat lihai.
Bun Houw tersenyum dan menyimpan kembali pedangnya. "Apakah engkau masih
ingin melanjutkan perkelahian, Pek-thian-kui" Atau engkau yang akan maju, Kuisiauw Giam-ong Suma Koan" Dan bagaimana dengan engkau, Suma Hok?" Bun
Houw sengaja menantang untuk membikin panas hati ayah dan anak itu.
Sementara itu, kedua orang pangcu hanya menonton dengan hati penuh kagum dan
diam-diam bersukur bahwa ada bintang penolong datang. Kalau tidak, mungkin
mereka berdua akan tewas di tangan masuh.
Suma Hok memandang dengan muka merah, akan tetapi tidak berani menyambut
tantangan itu, sedangkan Suma Koan yang melihat betapa mudahnya orang
pertama Bu-tek Sam-kui dikalahkan Bun Houw, juga menjadi ragu. Dia sendiri
gentar terhadap Tiauw Sun Ong, akan tetapi tadinya masih memandang remeh
murid Tiauw Sun Ong ini. Setelah tadi dia melihat betapa Bun Houw dengan mudah
mengalahkan Pek-thian-kui, dia maklum bahwa dia tidak akan mampu menandingi
Si Pedang Kilat.
"Hek-tung Kai-pang dan Thian-beng-pang telah mengundang murid hekas pangeran Tiauw Sun Ong, mulai sekarang, kalian adalah musuh-musuh kami. Lain kali kami
akan datang membikin perhitungan!" satelah berkala demikian, Suma Koan
memberi isarat dan bersama Suma Hok dan Pek-thian-kui yang merasa tidak akan
mampu menang, dia meninggalkan tempat itu, di kuti semua anak buah mereka
yang juga sudah merasa gentar melihat demikian banyaknya anak buah kedua
perkumpulan itu yang agaknya sudah dipanaskan hatinya oleh ucapan Bun Houw
tadi. Sebetulnya, tiga puluh orang anak buah penyerbu itu adalah orang-orang Thian-te Kui-pang, dan mereka terdiri dari orang-orang yang lihai dan mereka tidak akan
gentar melawan anak buah Hek-tung Kai-pang dan Thian-beng-pang. Akan tetapi
menyaksikan kelihaian Si Pedang Kilat, mereka menjadi gentar juga. Pemimpin
165 mereka saja, yang juga merupakan guru mereka, dalam segebrakan dikalahkan
pemuda itu, apa lagi mereka!
"Kejar mereka! Banuh!" Terdengar teriakan-teriakan anak buah kedua
perkumpulan, akan tetapi Bun Houw mengangkat tangan. "Jangan! Biarkan mereka pergi!"
Juga ketua dari dua perkumpulan itu mencegah anak buah mereka untuk
melakukan pengejaran. Kara Cu dan Ciu Tek maklum bahwa tanpa bantuan Kwa Bun
Houw, mereka berdua bersama anak buah mereka tidak akan mampu mengalahkan
rombongan penyerbu itu. Keduanya lalu menghadapi Bun Houw dan mengangkat
kedua tangan memberi hormat.
'Terima kasih atas bantuan tai-hiap." kata Hek-tung Lo-kai.
"Kalau tidak tai-hiap yang muncul, pasti kami berdua telah tewas dan entah bagaimana jadinya dengan perkumpulan kami." kata pula Thian-beng-pang Ciu Tek.
"Sudahlah, ji-wi pang-cu (ketua berdua) telah kena dijebak oleh Suma Koan. Dia memang licik sekali. Kalau ji-wi tidak menghadapi tantangan mereka, akan tetapi mengerahkan semua anak buah ji-wi, kiranya tidak, akan mudah bagi mereka untuk
menggertak. Juga, kalau ji-wi menghubungi pasukan keamanan, tentu akan
mendapatkan bantuan karena pasukan keamanan pemerintah kini amat
memperhatikan keamanan daerahnya."
"Tai-hiap, mari kita bicara di dalam. Kami merasa kagum kepada tai-hiap yang masih begini muda telah memiliki kepandaian tinggi. Pantas sekali julukan Si Pedang Kilat bagi tai-hiap." kata pula tuan rumah, ketua Thian-beng-pang.
"Benar, silakan tai-hiap. Kami juga ingin sekali mendengar tentang keadaan sekarang ini dan apa pula yang mendorong tindakan mereka tadi," kata Hek-tung Lo-kai.
Bun Houw merasa tidak enak untuk menolak dan diapun mengikuti mereka berdua
memasuki pusat perkumpulan Thian-beng-pang itu. Diam-diam dia tersenyum
dalam hatinya. Kedua orang ketua ini tadi mendengar seruan Pek-thian-kui nama
pedangnya yaitu Lui-kong-kiam (Pedang Kilat) dan menganggap bahwa itu adalah
nama julukannya. Akan tetapi dia diam saja dan tidak menyangkal. Apa salahnya
kalau dia dikenal sebagai Si Pedang Kilat"
Setelah mereka memasuki rumah Thian-beng-pangcu Ciu Tek, mereka lalu
bercakap-cakap sambil menikmati hidangan yang dikeluarkan tuan rumah untuk
menyambut pemuda itu.
"Dapatkah Kwa-taihiap menerangkan mengapa seorang datuk seperti Suma Koan, tiba-tiba saja menaklukkan banyak perkumpulan, bahkan memaksa mereka takluk
166 kalau tidak mau dibujuk" Apa yang tersembunyi di balik tindakannya itu?" tanya Ciu Tek.
"Tadinya aku menganggap bahwa dia hanya ingin mengangkat diri menjadi beng-cu di dunia persilatan, akan tetapi setelah tadi aku melihat dia muncul bersama Pek-thian-kui, aku merasa curiga sekali. Ketahuilah, ji-wi pangcu. sekarang Suma Koan dan puteranya, Suma Hok, membantu bekas kaisar Cang Bu yang bersiap-siap untuk
merampas kembali tahta kerajaan."
"Ahhh ...!!" kedua orang pang-cu itu berseru kaget. Bun Houw menghela napas panjang. "Sebetulnya, orang-orang seperti kita ini yang hanya berkewajiban mempertahankan kebenaran dan keadilan, membela rakyat kecil yang tertindas,
tidak perlu mencampurkan diri ke dalam perebutan kekuasaan itu. Adalah hak
bekas kaisar Cang Bu untuk mencoba merampas kembali tahta kerajaan. Akan
tetapi kalau dia melakukan hal itu, berarti terjadi lagi perang dan kembali rakyat yang akan menderita sebagai akibat perang. Apalagi mengingat betapa dahulu,
ketika kaisar Cang Bu masih berkuasa, dia terlalu lemah sehingga hampir semua
pejabat menyelewengkan kekuasaan masing-masing dengan tindakan korupsi dan
kesewenang-wenangan, dan sekarang kita melihat sendiri betapa baiknya kaisar
yang baru memegang pemerintahan, tegas, adil dan juga memperhatikan nasib
rakyat jelata. Aku sendiri tidak ingin terlibat dalam perebutan kekuasaan itu, akan tetapi sekarang aku melihat gejala yang amat tidak haik. Munculnya Suma Koan
bersama Pek-Thian-kui sungguh mencurigakan. Pek-thian-kui adalah orang pertama
dari Bu-tek Sam-kui, yang merupakan tokoh-tokoh dan jagoan dari istana kerajaan Wei di utara, sedangkan Suma Koan jelas membantu bekas kaisar Cang Bu. Besar
kemungkinannya, bekas kaisar Cang Bu agaknya kini bersekutu dengan kerajaan
Wei di utara, dan mereka bermaksud menguasai dunia kang-ouw untuk persiapan
perang mereka terhadap kerajaan Chi yang baru."
"Ah, kalau begitu berbahaya sekali, taihiap!" kata Ciu Tek ketua Thian-beng-pai.
"Lalu, apa yang harus kami lakukan untuk mencegah terjadinya hal itu?"
"Tidak ada jalan lain, kita harus menentang mereka menguasai dunia persilatan.
Sebaiknya kalau ji-wi mengusahakan agar dapat berhubungan dengan para ketua
perkumpulan persilatan lain yang tidak mau mereka peralat dan kita bersama
mendirikan kubu yang kuat. Kalau perlu, kita mengadakan pemilihan beng-cu
tandingan."
"Bagus sekali itu !" kata Hek-tung Kai-pang. "Aku akan menghubungi seluruh kaipang di negeri ini agar mendukung Si Pedang Kilat untuk menjadi bengcu!"
"Benar, kamipun mendukung Kwa-taihiap menjadi bengcu!" kata pula Ciu Tek.
Bun Houw mengangkat tangan ke atas. "Harap ji-wi tidak salah duga. Aku sama sekali tidak ingin menjadi beng-cu. Aku hanya ingin menentang dan menjaga agar
kedudukan beng-cu tidak dipegang orang yang dapat diperalat persekutuan antara
167 bekas kaisar Cang Bu dan kerajaan Wei. Kalau kerajaan Wei dari utara hendak
menyerang selatan, bagaimanapun juga kita harus menentangnya!"
"Kami akan mengerjakan usul taihiap. Akan tetapi, bagaimana caranya kalau kami hendak menghubungi taihiap" Kalau muncul suatu persoalan dan kami ingin minta
petunjuk tai-hiap, bagaimana kami dapat menghubungimu?"
"Aku yang akan datang ke sini, pang-cu. Aku akan berada di sekitar Nan-king dan kalau, ada keperluan mendadak, mungkin aku bertemu dengan anak buah Hek-tung
Kai-pang dan melalui mereka pang-cu dapat menghubungiku."
Selagi mereka bercakap-cakap, seorang anggauta Thian-beng-pang mengetuk pintu
ruangan itu. Ketika dia disuruh masuk, dia memberi hormat, "Maafkan gangguan saya, pang-cu. Akan tetapi di luar datang seorang tamu yang katanya mempunyai
keperluan penting untuk Hek-tung Kai-pangcu."
"Hemm, siapakah dia dan dari mana?" tanya ketua perkumpulan pengemis itu.
"Mengatakan datang dari kota raja, diutus oleh Thai-kam (Sida-sida) Koan." jawab anggauta Thian-beng-pang itu.
Mendengar ini, ketua Hek-tung Kai-pang nampak bergairah. "Ah. kalau begitu, minta dia masuk sekarang juga!" Setelah orang itu pergi, dia memberitahu kepada Ciu Tek dan Bun Houw, "Thai-kam Koan adalah sahabatku yang bekerja di istana kaisar. Dari dialah aku dapat mengetahui semua keadaan dalam istana, dan kini dia mengutus seseorang datang kepadaku, tentu ada berita penting dari istana."
Mendengar itu, sahabatnya, ketua Thian-beng-pang, mengangguk-angguk, Bun
Houw juga kagum. Kiranya Kam Cu, biarpun hanya pemimpin para pengemis,
mempunyai hubungan yang luas sampai dapat mengetahui keadaan dalam istana
kaisar Siauw Bian Ong. Tak lama kemudian, masuklah seorang laki-laki tua yang
pakaiannya seperti seorang buruh kecil, sederhana dan bahkan butut. Dia memberi hormat kepada tiga orang itu.
"Harap memaafkan kalau saya mengganggu sam-wi. Saya perlu bertemu dengan
Hek-tung Lo-kai ... "
"A-sin, ada kepentingan apakah sampai engkau menyusulku ke sini?" tanya Hek-tung Lo-kai yang sudah mengenal orang itu.
"Maaf, pang-cu. Tadi aku pergi ke markas Hek-tung-kaipang, di sana kosong dan aku, mendengar bahwa pangcu berada di sini, maka aku langsung menyusul ke sini
karena Koan-thaikam memesan agar suratnya dapat secepat mungkin kuserahkan
kepada pang-cu." Dia mengeluarkan segulung surat dari dalam saku bajunya dan
menyerahkannya kepada ketua Hek-tung Kai-pang itu. Ketua itu menerimanya dan
membuka gulungan, lalu membacanya. Alisnya berkerut dan matanya terbelalak
lalu tanpa banyak cakap dia menyerahkan surat itu kepada Ciu Tek.
168 Ketua Thian-beng-pang inipun membacanya dan wajahnya berubah pucat.
"Tai-hiap, silakan baca surat ini. Penting sekali!" katanya dan Kam Cu mengangguk menyetujui.
Bun Houw yang tadinya tidak memperhatikan karena mengira bahwa surat itu
merupakan urusan pribadi, menyambut dan membaca surat itu. Dalam surat itu,
secara ringkas dikabarkan bahwa Kwan Hwe Li dan Ouwyang Toan telah
mengundang Bu-eng-kiam Ouwyang Sek ke istana dan bahkan diterima oleh Kaisar
Siauw Bian Ong. Akan tetapi bukan itu yang terpenting, melainkan bahwa mereka
bertiga itu membentuk persekutuan dengan orang-orang dari kerajaan Wei.
mengadakan persekongkolan untuk membunuh Kaisar Siauw Bian Ong sekeluarga
berikut para pembantu yang setia kepada kaisar baru ini! Dan bahwa Koan-thaikam mengharapkan bantuan sahabatnya, Hek-tung Lo-kai untuk membantu dan
menyelamatkan kaisar dari ancaman bahaya itu.
"Hemm, kiranya keluarga Ouwyang telah dapat pula menyelundup ke istana?" kata Bun Houw, mengerutkan alisnya karena kalau ayah dan anak itu di sana, berarti
memang ancaman bahaya bagi keselamatan kaisar.
"Bukan mereka saja, akan tetapi juga Kwan Hwe Li bekerja di sana sebagai pengawal permaisuri," kata Hek-tung Lo-kai. "Memang di istana terdapat banyak jagoan istana yang tangguh, akan tetapi kalau mereka itu terlalu dekat dengan kaisar, tentu akan sulit untuk menjamin keselamatan kaisar. Jalan satu-satunya adalah
mengharapkan bantuanmu Kwa-taihiap!"
"Hemm, aku siap menghadapi kejahatan mereka. Akan tetapi bagaimana aku dapat melindungi kaisar?" tanya pemuda ini ragu.
"Kalau tai-hiap muncul seperti biasa dan persekutuan itu mengetahui, tentu mereka akan menjadi waspada dan keadaan menjadi semakin berbahaya. Sebaiknya thai-hiap menyamar dan biar oleh Koan-thaikam dihadapkan sribaginda agar thai-hiap
dapat diterima menjadi pengawal pribadi. Tentang penyamaran, harap jangan
khawatir karena kami mempunyai ahli-ahli penyamaran yang akan dapat menyulap
tai-hiap menjadi orang lain." kata-Hek-tung Lo-kai.
Demikianlah, pada hari itu juga Hek-tung Lo-kai memberi kabar kepada Koanthaikam melalui A-sin agar thaikam itu dapat membuat persiapan menyambut Bun
Houw di istana. Setelah semua siap, Bun Houw dipertemukan dengan Koan thaikam
dan diajak masuk istana. Kini tak seorangpun akan dapat mengenal Bun Houw
karena wajahnya telah berubah sama sekali. Muka yang biasanya halus tampan itu
berubah menjadi muka yang ternoda bopeng (bekas cacar), juga bentuk hidung dan
matanya berubah. Orang yang terdekat sekalipun dengan Bun Houw, akan sukar
dapat mengenalnya.
169 Sebelumnya. Koan-thaikam telah memberi tahu kepada Kaisar bahwa dia
mempunyai seorang keponakan yang memiliki ilmu silat tinggi dan dapat diandalkan untuk menjadi pengawal pribadi kaisar, atau menambah lagi pasukan pengawal
pribadi. Kaisar amat percaya kepada Koan-thaikam yang memang amat setia
kepadanya itu, maka pada hari itu, kaisar berjanji akan menerima keponakan Koan-thaikam yang bernama Koan Jin itu.
Ketika pada pagi hari itu Koan-thaikam menghadapkan seorang pemuda yang
wajahnya bopeng dan tidak mengesankan, kaisar menerimanya dengan alis
berkerut dan nampak kecewa. Keponakan Thai-kam kepercayaannya itu sungguh
tidak mengesankan, selain mukanya tidak menarik juga penampilannya tidak dapat
membayangkan seorang yang kuat. Bahkan pasukan pengawal yang berjaga di
ruangan itu, yang dipimpin Ouwyang Toan sebagai perwira pasukan pengawal,
melirik dengan senyum mengejek. Mereka sudah mendengar dari para thai-kam
bahwa Koan-thaikam akan memasukkan keponakannya sebagai calon anggauta
pengawal pribadi kaisar! Pada hal selama Ouwyang Toan berada di situ, dialah yang sudah memasukkan enam orang pengawal baru yang telah diuji kepandaiannya dan
kini menjadi anak buah pasukan pengawal istana. Biarpun hatinya merasa panas
karena ada thaikam berani mengajukan keponakannya sendiri sebagai calon
pengawal, akan tetapi Ouwyang Toan tidak berani memperlihatkan
ketidaksenangan hatinya. Dia tahu bahwa Koan-thaikam adalah seorang thaikam
kepercayaan kaisar, sedangkan dia sendiri adalah seorang perwira pengawal yang
masih baru. Akan tetapi dia sudah bersepakat dengan anak buahnya untuk
menggagalkan keponakan thaikam itu menjadi pengawal, dan dalam ujian ilmu silat, mereka dapat membuat keponakan thaikam itu dan Koan-thaikam sendiri
mendapat malu. Apalagi ketika melihat calon pengawal itu masuk dengan sikap
takut-takut dari dusun, mereka saling pandang dan tersenyum mengejek.
Setelah mengamati sejenak pemuda yang nampak tidak mengesankan itu,
Sribaginda Kaisar Siauw Bian Ong, yang juga merupakan seorang ahli silat yang
cukup tangguh, karena ketika dia masih bernama Souw Hui! Kong, dia adalah
seorang petualang yang telah mempelajari banyak ilmu sehingga akhirnya dia
berhasil menumbangkan kerajaan Liu-sung yang telah menjadi lemah dan
mendirikan kerajaan Chi, berkata kepada thaikam kepercayaannya dengan nada
menegur, "Koan thaikam, tidak kelirukah permohonanmu untuk memasukkan
keponakanmu ini sebagai seorang pengawal istana" Engkau tentu tahu bahwa
seorang pengawal istana harus memiliki ilmu kepandaian tinggi, apalagi sebagai
pengawal pribadi kami yang melindungi keselamatan kami, haruslah seorang yang
benar-benar tangguh dan sakti."
"Ampun, Yang Mulia. Hamba tidak keliru, karena keponakan hamba ini, Koan Ji, sejak kecil telah berguru kepada ratusan orang guru silat yang pandai dan kini dia telah memiliki ilmu kepandaian silat yang ampuh."
170 Kembali para anggauta pasukan pengawal tersenyum simpul dan kebetulan Kaisar
memandang kepada mereka sehingga tanpa disengaja kaisar melihat mereka
bersenyum simpul mengejek. Hal ini membuat kaisar merasa tidak senang kepada
mereka. "Koen-thaikam, apakah keponakanmu ini siap untuk diuji kepandaiannya?"
"Tentu saja, Yang Mulia. Dia sudah siap untuk menghadapi ujian."
Kembali kaisar memandang kepada Bun Houw. Wajah yang tidak meyakinkan dan
tidak menarik. Akan tetapi, hal ini malah menguntungkan. Sebaiknya memang
pasukan pengawal istana terdiri dari laki-laki yang wajahnya buruk dan tidak
menarik bagi wanita untuk mencegah terjadinya hal-hal yang akan menodai nama
dan kehormatan istana kalau sampai ada wanita istana jatuh cinta kepada seorang anggauta pasukan pengawal. Untuk mencegah perjinaan seperti itulah maka semua
petugas istana yang pria diharuskan menjadi sida-sida, karena seorang thai-kam
sudah bukan pria normal lagi, tidak dapat lagi berjina dengan wanita.
"Koan Ji, beranikah engkau kami suruh melawan seorang di antara para perajurit pengawal itu?" Dia menuding ke arah para pengawal yang berdiri tegak dalam barisan di, bagian luar ruangan itu.
Koan Ji yang berlutut itu memberi hormat. "Siapa saja yang mengancam keamanan paduka dan seisi istana, pasti akan hamba lawan mati-matian, Yang Mulia!" kata
Kwa-Bun Houw dengan sikap seperti seorang dusun.
Kaisar Siauw Bian Ong tertawa. "Ha-ha. maksud kami bukan melawan sebagai
musuh. Mereka adalah anggauta pasukan pengawal dan mereka semua sudah lulus
ujian ketangkasan. Engkau akan kami uji dengan bertanding ilmu silat melawan
Pedang Kilat Membasmi Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seorang di antara mereka. Yang mana kaupilih?"
Bun Houw menoleh ke arah selusin perajurit pengawal yang dikepalai Ouwyang
Toan, lalu dia memberi hormat lagi, "Yang mana pun akan hamba hadapi, Yang Mulia."
"Bagus! Ouwyang-ciangkun pilihkan seorang di antara anak buahmu untuk menguji apakah keponakan Koan-thaikam ini pantas menjadi pengawal pribadi kami."
"Maaf, Yang Mulia. Untuk menjadi anggauta pasukan pengawal istana, memang
cukup dapat menandingi seorang di antara anak buah hamba. Akan tetapi untuk
menjadi pengawal pribadi paduka, dia haruslah seorang yang benar-benar tangguh
dan sedikitnya memiliki tingkat kepandaian dua kali lipat dari tingkat seorang
perajurit pengawal istana. Karena itu, sebaiknya kalau calon ini dapat menghadapi dan menandingi pengeroyokan dua atau tiga orang perajurit pengawal." kata
Ouwyang Toan. 171 Kaisar itu mengangguk-angguk dan kembali berkata kepada Bun Houw yang
maklum bahwa Ouwyang Toan jelas tidak menghendaki ada pengawal pribadi kaisar
yang baru. "Bagaimana, Koan Ji. Beranikah engkau melawan dua atau tiga orang perajuril pengawal istana" Kalau engkau merasa tidak sanggup, katakan saja. Kami tidak ingin bersikap sewenang-wenang, hanya ingin menguji kemampuanmu."
"Kalau paduka memerintahkan, biar menghadapi berapa saja lawan, hamba siap untuk menandinginya, Yang Mulia." kata Bun Houw dengan sikap bersahaja.
Kaisar Siauw Bian Ong kembali tertawa gembira.
"Ha-ha ha, baru semangatmu saja sudah menyenangkan hati kami, Koan Ji. Nah, Ouwyang-ciangkun, engkau sudah mendengar sendiri. Calon pengawal pribadi ini
berani menghadapi pengeroyokan tiga orang anak buahmu."
"Baik, Yang Mulia. Hamba akan memilih tiga orang di antara mereka."
Ouwyang Toan memilih tiga orang anak buahnya yang paling jagoan. Tiga orang ini bukan sembarangan orang. Mereka adalah jagoan-jagoan dari Thian-te Kui pang
dan tingkat kepandaian masing-masing hanya sedikit di bawah tingkat Ouwyang
Toan! Biar Ouwyang Toan sendiri, agaknya tidak akan mungkin menang
menghadapi pengeroyokan tiga orang anak buahnya ini dan kini dia mengajukan
mereka untuk mengeroyok seorang calon, perajurit pengawal!
Tiga orang pengawal itu setelah memberi hormat kepada Kaisar, lalu siap dan
mengepung Bun Houw yang juga sudah memberi hormat dan bangkit berdiri,
membiarkan dirinya dikepung oleh tiga orang lawan yang membentuk segi tiga.
Seorang di depannya, seorang di kanan dan seorang di kiri. Diam-diam dia
mengamati mereka dan gerak-gerik mereka. Seorang yang menghadapinya adalah
seorang laki-laki bertubuh tinggi besar seperti raksasa yang mukanya penuh brewok tebal dan nampak menyeramkan. Yang berada di kirinya seorang laki-laki tinggi
kurus muka hitam arang, sedangkan yang berada di sebelah kanannya seorang lakilaki bertubuh sedang dan didahinya terdapat codet bekas bacokan senjata tajam.
Sikap mereka ketika memegang kuda-kuda saja memperlihatkan bahwa mereka
adalah orang-orang yang kuat dan usia mereka rata-rata tiga puluh tahun.
Bun Houw memutar tubuhnya membelakangi mereka, memberi hormat lagi kepada
kaisar dan diapun berkata, "Hamba telah siap, Yang Mulia. Mereka itu boleh mulai menyerang sekarang."
"Hei , Koan Ji, kenapa engkau membelakangi tiga orang lawanmu?" tiba-tiba Koan-thaikam berseru karena merasa cemas melihat betapa pemuda itu membelakangi
tiga orang pengeroyoknya.
172 "Ha-ha, kenapa engkau melakukan itu, Koan Ji" Bagaimana engkau dapat melawan tiga orang itu kalau engkau berdiri membelakangi mereka?" Kaisar juga bertanya heran dan geli.
"Ampun, Yang Mulia. Hamba tidak berani sedemikian kurang sopan untuk berdiri membelakangi paduka."
"Ha-ha-ha-ha-ha!" Sribaginda Kaisar tertawa bergelak. Pemuda ini memang lucu dan aneh. Pikirnya "Kalau begitu, kalian saling berhadapan di sebelah kiri dan kanan, jadi tidak adanya membelakangiku." katanya.
Kini tiga orang itu sudah siap, ketiganya menghadapi Bun Houw yang berdiri
seenaknya, namun waspada dan siap siaga. "Aku sudah siap, kalian boleh mulai!"
katanya tenang.
Tiga orang anggauta Thian-te Kui pang itu sebetulnya menanti agar Bun How
menyerang lebih dulu. Mereka merasa diri mereka tangguh, dan bagaimanapun
mereka agak malu karena harus mengeroyok seorang calon pengawal yang
kelihatannya lemah. Akan tetapi karena pemuda itu tidak mau menyerangnya dan
mempersilakan mereka yang maju lebih dulu, merekapun mulai menyerang.
Serangan mereka merupakan pukulan yang kuat dan berat, juga cepat. Bun Houw
menggerakkan tubuh, dia menangkisi semua pukulan itu. Begitu kedua lengan
bertemu, seorang penyerang mengeluh karena merasa seolah-olah lengannya
bertemu dengan besi panas yang amat keras! Demikian pula orang ke dua dan ke
tiga. Si raksasa brewok yang merasa paling kuat dan besar tenaganya, mengirim
pukulan dengan pengerahan tenaga dari atas ke arah kepala Bun Houw. Pemuda ini
mengangkat lengan kiri menangkis.
"Dukk ...! suhhh ...!" Si raksasa brewok berteriak kesakitan, dan terhuyung ke belakang.
Bun Houw hanya mengandalkan tanaga sinkangnya, karena dia tidak ingin
memperlihatkan kepandaiannya sehingga akan mencurigakan hati Ouwyang Toan.
Dia tidak mau memperkenalkan diri dan dengan tenaga sin-kang dia menangkis,
juga mengelak sehingga dia sama sekali tidak mengeluarkan ilmu silat yang akan
dikenal Ouwyang Toan.
Karena merasa malu, tiga orang itu menahan rasa nyeri dan mereka menyerang
semakin kuat dan gencar. Bahkan si raksasa brewok mengandalkan kakinya yang
besar, kokoh dan panjang, mengayun kaki kirinya menendang. Tendangan itu kuat
bukan main dan sekiranya mengenai tubuh Bun Houw, agaknya tubuh yang tidak
berapa besar itu akan terlempar sampai beberapa meter jauhnya. Akan tetapi, Bun Houw tidak mengelak, bahkan menggerakkan pula kaki kanannya menyambut atau
menangkis tendangan itu.
173 "Dukkk!" Kini si brewok raksasa itu menggigit bibir. Kiut-miut rasa kakinya, seperti patah-patah tulangnya, rasa nyeri sampai menyengat seluruh tubuh sampai ke
ubun-ubun dan karena dia menahan rasa nyeri sambil menggigit bibir, kakinya yang tidak tahan dan diapun mengangkat kaki kiri ke belakang, memeganginya dap
berloncat-loncatan dengan kaki kanan!
Sribaginda Kaisar tertawa bergelak-gelak karena memang pemandangan itu lucu
bukan main. Akan tetapi Ouwyang Toan dan anak buahnya terbelalak, hampir tidak
percaya betapa pemuda yang agaknya tidak pandai silat itu karena tidak pernah
mengeluarkan jurus silat, ternyata memiliki kaki tangan yang agaknya kebal dan
kuat sekali. Dua orang yang lain menjadi marah dan menyerang sekuat tenaga, hanya untuk
meringis karena ketika lengan mereka ditangkis, mereka merasa lengan mereka
semakin nyeri seperti patah-patah. Lengan mereka, kanan dan kiri, sudah matang
biru dan bengkak-bengkak! Pada hal, lengan dan kaki mereka itu terlatih baik, sekali hantam saja lengan mereka dapat memecahkan bambu. Akan tetapi sekarang,
lengan mereka seperti diadu dengan baja!
Biarpun mereka bertiga menahan nyeri, akhirnya lengan mereka yang tidak tahan.
Kedua lengan mereka itu akhirnya tergantung lemah, terkulai dan tak dapat
diangkat, juga kaki mereka hampir tak kuat untuk berdiri dan dengan sendirinya
perlawanan merekapun terhenti!
"Ha-ha-ha, bagaimana ini" Mengapa kalian bertiga tidak menyerang lagi?" tanya Kaisar Siauw Bian Ong gembira, pada hal dia sebagai seorang ahli silat tahu bahwa tiga orang itu sudah kalah, walaupun Koan Ji belum pernah memukul mereka!
"Kenapa kalian bertiga" Hayo jawab pertanyaan Yang Mulia!" bentak Ouwyang Toan marah dan merasa malu, juga terheran-heran melihat ulah tiga orang anak
buahnya itu. Dua orang berlutut, dan si raksasa brewok akhirnya juga berlutut menghadap kaisar dan mewakili dua orang temannya. "Mohon paduka mengampuni hamba bertiga.
Yang Mulia. Hamba bertiga tidak mampu melanjutkan pertandingan, agaknya lawan
hamba itu memasang baja pada kaki tangannya ... "
"Yang mulia, hamba mohon ijin untuk memeriksa kaki dan tangan calon perajurit pengawal ini." kata Ouwyang Toan dan kaisar mengangguk.
"Periksalah, apakah benar di dalam lengan baju dan kaki celananya terdapat potongan baja." kata kaisar sambil tersenyum geli.
Sebetulnya Ouwyang Toan bukanlah seorang yang demikian bodohnya. Sebagai
seorang ahli silat tingkat tinggi, iapun maklum bahwa orang yang sin-kangnya sudah amat kuat, dapat saja membuat kaki tangannya keras seperti baja. Akan tetapi, dia 174
tidak percaya Koan Ji memiliki sin-kang sedemikian kuatnya, maka mendengar
keluhan tiga orang anak buahnya tadi, diapun merasa curiga. Setelah mendapat ijin kaisar, Ouwyang Toan lalu menghampiri Bun Houw dan menyingkap lalu
menggulung ke atas kedua lengan baju dan pipa celananya. Akan tetapi tentu saja dia tidak menemukan apa-apa kecuali kaki dan tangan biasa yang bertulang,
berotot dan berkulit!
Tentu saja Ouwyang Toan tidak dapat berkata apa-apalagi, lalu mundur sambil
menundukkan mukanya.
Seorang tokoh pengawal pribadi kaisar yang sejak tadi hanya menjadi penonton
bersama para pengawal pribadi lainnya, kini berkata dengan hormat, '"mpun, Yang Mulia. Menurut pendapat hamba, saudara Koan Ji ini cukup pantas untuk menjadi
pengawal pribadi paduka, menambah kekuatan pasukan pengawal pribadi paduka."
Kaisar Siauw Bian Ong menoleh ke arah lima orang pengawal pribadinya dan
mereka semua mengangguk menyetujui. Kaisar tersenyum girang. Dia menemukan
seorang pengawal lain yang lihai dan tentu saja dapat dipercaya karena pemuda itu adalah keponakan Koan-thaikam, seorang yang sudah dipercayanya penuh sebagai
seorang hamba yang setia.
Demikianlah, mulai saat itu, Bun Houw diterima sebagai seorang pengawal pribadi kaisar sehingga kini pengawal pribadi kaisar berjumlah sebelas orang yang
melakukan penjagaan terhadap keselamatan Kaisar Siauw Bian Ong pribadi, Bun
Houw juga berjumpa dengan Kwan Hwe Li yang menjadi pengawal permaisuri, akan
tetapi datuk wanita itu tidak mengenalnya.
Koan-thaikam yang cerdik tidak memberitahu kepada kaisar tentang siapa
sebenarnya Koan Ji, akan tetapi, dia diam-diam mengumpulkan sepuluh orang
pengawal pribadi kaisar yang lain. Dia percaya sepenuhnya kepada sepuluh orang
itu sebagai orang-orang yang setia kepada kaisar dan merupakan pengawal lama,
sejak Kaisar Siauw Bian Ong menduduki singasana kerajaan Chi yang baru. Tentu
saja sepuluh orang itu tidak dapat dia kumpulkan sekaligus, hal itu tidak mungkin karena setiap saat harus ada sedikitnya dua orang pengawal yang mengawal kaisar.
Bahkan kalau kaisar sedang berada di dalam kamar tidurnya, dua atau tiga orang
pengawal berjaga di luar kamar itu, walaupun sudah ada pasukan istana yang
melakukan penjagaan di seluruh istana. Koan-thaikam dengan cerdik dapat
mengajak sepuluh orang pengawal pribadi kaisar itu untuk mengadakan pertemuan,
setiap kali hanya dengan lima orang. Dalam dua kali pertemuan saja dia sudah
dapat mengadakan perundingan dengan mereka.
Sepuluh orang pengawal pribadi itu terkejut bukan main mendengar laporan Koanthaikam yang telah mendengar rahasia Kwan Hwe Li dan Ouwyang Toan yang
mengadakan persekutuan dengan kaki tangan kerajaan Wei untuk melakukan
pembunuhan terhadap Kaisar Siauw Bian Ong.
175 "Koan-taijin, kalau begitu, kenapa kita tidak langsung saja menangkap para pengkhianat itu!" kata para pengawal atau jagoan istana itu dengan penasaran.
"'Atau kita langsung laporkan kepada Sri-baginda biar mereka itu ditangkap?" kata yang lain.
Akan tetapi Koan Thai-kam menggeleng kepalanya. "Hal itu tidak mungkin kita lakukan, walaupun persekongkolan mereka sudah jelas karena aku telah
mendengarnya sendiri. Akan tetapi apa buktinya" Tanpa bukti, apa yang dapat kita lakukan terhadap mereka" Ingat, selain mereka itu merupakan dua orang yang
memiliki ilmu kepandaian tinggi, juga mereka telah berhasil memperoleh
kedudukan yang tinggi pula, dan mendapat kepercayaan Sribaginda, Kwan Hwe Li
telah menjadi pengawal permaisuri, sedangkan Ouwyang Toan telah menjadi
perwira pasukan pengawal istana. Tanpa bukti, kalau kita melaporkan kepada
Sribaginda, kemudian mereka berbalik menuduh kita melakukan fitnah, kita tidak
akan menang. Demikian pula, melakukan kekerasan tanpa bukti, tentu akan
membuat Sribaginda marah kepada kita."
"Habis, bagaimana baiknya" Kalau kita melihat Sribaginda terancam
keselamatannya, apakah kita harus tinggal diam saja?" mereka mencela.
"Tidak begitu," kata Koan-thaikam, "tentu saja kita harus bertindak dan karena itulah cu-wi (anda sekalian) saya undang untuk berunding. Kita sekarang, para
pengawal pribadi Sribaginda, telah tahu akan rencana jahat mereka dan dapat
melakukan penjagaan yang lebih ketat tanpa menimbulkan kecurigaan mereka.
Selain itu, kita mengadakan hubungan rahasia dengan para panglima pasukan
pengawal dan pasukan keamanan, agar mereka mempersiapkan pasukan untuk
bergerak sewaktu-waktu diperlukan. Kita mau tidak mau harus membiarkan para
pengkhianat itu bergerak, agar kita dapat menindak mereka dengan bukti."
"Akan tetapi, hal itu berarti membiarkan Sribaginda terancam bahaya! Bagaimana kalau mereka turun tangan secara tiba-tiba sehingga kita terlambat dan Sribaginda dan keluarganya tertimpa bencana?" kembali para pengawal pribadi itu
membantah dan mencela dengan hati khawatir sekali, "Kami lebih condong
melapor kepada Sribaginda!"
"Jangan! Cu-wi tentu telah mengenal watak Sribaginda. Beliau amat bijaksana menghargai kegagahan, juga beliau selalu bersikap adil. Kalau kita melapor, akan tetapi beliau tidak menemukan bukti, bagaimana mungkin beliau akan menangkap
dan menghukum para pengkhianat itu" Kitalah yang akan mendapat kemarahan,
atau bukan mustahil kita yang akan ditangkap dan dihukum karena dianggap
malakukan fitnah dan membuat kekacauan. Tentang keselamatan Sribaginda dan
keluarganya, kenapa khawatir" Bukankah ada cu-wi yang selalu menjaga dan
mengawal Sribaginda" Dan hendaknya cu-wi tahu bahwa pemuda yang baru saja
diterima sebagai pengawal pribadi itu ... "
176 "Koan Ji, keponakan Koan-aijin itu?"
"Ya, dialah yang akan menjamin keselamatan Sribaginda!"
"Ah, maaf, taijin. Memang Koan Ji memiliki tubuh yang kebal dan kuat, akan tetapi apa artinya itu" Ingat, Ouwyang-ciangkun amat lihai dan Kwan Hwe Li jauh lebih
lihai lagi. Kami semua sudah membuktikannya sendiri ketika mereka diuji. Bahkan kami akan kewalahan melawan mereka berdua. Biarpun ditambah Koan Ji itu ...
maaf. bukan kami hendak memandang rendah keponakan tai-jin,"
"Ketahuilah, Koan Ji itu bukan keponakanku! Saya memang sengaja mencari
bantuan dari luar dan dia adalah orang yang dipilih oleh Hek-tung Lo-kai untuk
tugas penting melindungi Sribaginda. Hanya dialah yang akan mampu menandingi
Kwan Hwe Li dan Ouwyang Toan. Karena saya tidak ingin membuat persekutuan itu
curiga, maka saya mengakuinya sebagai keponakan dan juga agar Sri baginda
percaya kepadanya."
Sepuluh orang pengawal pribadi itu merasa kagum. Kalau benar pemuda itu pilihan Hek-tung Lo-kai yang mereka kenal sebagai seorang tokoh kang-ouw yang gagah
perkasa dan juga mendukung pemerintah baru, tentu pemuda itu bukan orang
sembarangan. "Akan tetapi, siapa dia sesungguhnya, taijin" Kami merasa tidak pernah mengenal seorang tokoh dunia persilatan yang wajahnya seperti dia itu."
"Tentu saja, karena itu adalah wajah penyamaran, bukan wajah aselinya. Dia seorang pemuda yang tampan dan gagah, dan dia berjuluk Si Pedang Kilat! Bahkan
oleh Hek-tung Kai-pangcu dan Thian-beng-pangcu dia dicalonkan menjadi beng-cu
dunia persilatan."
"Bukan main! Siapa namanya, taijin?"
"Namanya Kwa Bun Houw, memang belum begitu terkenal di dunia persilatan, akan
tetapi dia merupakan seorang bintang baru yang hebat. Kalian tahu, Kui-siauw
Giam-ong Suma Koan ... "
"Datuk sesat majikan Bukit Bayangan Iblis itu?"
"Benar, Suma Koan dan puteranya, Suma Hok, dibantu oleh Pek-thian-kui, orang pertama dari Bu-tek Sam-kwi kaki tangan kerajaan Wei, hendak memaksa Hek-tung
Kai-pang dan Thian-beng-pang untuk bekerja sama. Ketika mereka hendak
membunuh kedua pang-cu itu, muncul ah Si Pedang Kilat ini dan dia yang
mengalahkan para tokoh sesat itu."
Tentu saja para pangawal pribadi kaisar itu terbelalak dan sukar dapat percaya
berita ini. Bagaimana mungkin pemuda itu mampu mengalahkan Kui-siauw Giamong Suma Koam yang mereka tahu amat sakti itu"
177 Para jagoan istana ini masih belum yakin benar kalau belum mengerti kepandaian
Bun Houw. Mereka mempunyai sebuah tempat tersendiri untuk berlatih silat dan
tidak ada orang lain yang boleh menonton mereka berlatih. Sebagai pengawalpengawal pribadi kaisar, tentu saja mereka memiliki pengaruh dan wibawa.
Kesempatan inilah mereka pergunakan untuk menguji sendiri kepandaian Bun
Houw. Kwa Bun Houw sudah mendengar dari Koan-thaikam bahwa keadaan dirinya
sudah bukan rahasia lagi bagi sepuluh orang pengawal pribadi kaisar, maka diapun tidak berpura-pura terhadap mereka. Dalam kesempatan berlatih, dia membiarkan
dirinya dikeroyok oleh lima orang pengawal yang paling tangguh dan tanpa banyak kesukaran dia dapat mengalahkan mereka semua, baik dalam pertandingan tangan
kosong maupum mempergunakan pedang kilatnya.
Setelah sepuluh orang pengawal pribadi itu membuktikan sendiri kemampuan Bu
Houw, barulah mereka merasa tenang dan kini Bun Houw merupakan pengawal
pribadi kaisar yang paling depan, selalu paling dekat dengan kaisar, terutama kalau di ruangan terbuka di mana terdapat para anggauta pasukan pengawal istana yang
dipimpin oleh Ouwyang Toan. Sementara itu, Koan-thaikam juga sudah
menghubungi para pimpinan pasukan pengawal, bahkan panglimanya dan
merekapun mempersiapkan pasukan untuk turun tangan sewaktu-waktu para
pengkhianat itu mengadakan gerakan.
Bi Moli Kwan Hwe Li dan Ouwyang Toan memang telah terbujuk dan mau
mengadakan persekutuan dengan kerajan Wei. Hal ini terjadi ketika Ouwyang Toan
bertemu dengan ayahnya, Ouwyang Sek di luar kota raja, ketika Ouwyang Sek
sengaja datang untuk bertemu dengan puteranya. Datuk sesat ini mendengar
bahwa puteranya kini menjadi seorang perwira pasukan pengawal di istana
kerajaan Chi yang baru. Hal ini membuat Ouwyang Sek marah sekali. Puteranya,
putera majikan Lembah Bukit Siluman, yang terkenal sebagai datuk besar dunia
persilatan, kini merendahkan diri menjadi seorang perwira pasukan pengawal saja!
Kalau menjadi pembesar yang tinggi kedudukannya, tentu akan lain pendapatnya.
Dalam keadaan marah dan murung ini, Ouwyang Sek menerima kunjungan Bu-tek
Sam-kui yang telah dikenalnya. Dia mendapat uluran tangan utusan kerajaan Wei ini yang mengajak dia untuk bersekongkol membantu bekas kaisar Cang Bu untuk
merebut kembali kerajaan dari tangan kaisar Chi, dan adanya Ouwyang Toan di
istana kaisar Siauw Bian Ong sungguh merupakan keuntungan besar dan
kesempatan yang baik sekali. Ouwyang Sek mendengar bahwa bekas Kaisar Cang Bu
telah menghimpun pasukan, bahkan kini dibantu oleh Suma Koan dan Suma Hok
yang telah menjadi adik iparnya, menikah dengan adik bekas kaisar itu, dan bahwa bekas Kaisar Cang Bu kini telah bekerja sama dengan kerajaan Wei di utara. Dengan janji bahwa kalau gerakan itu berhasil. Ouwyang Sek dan puteranya akan
mendapatkan kedudukan tinggi sebagai menteri dan panglima. Ouwyang Sek
menjadi bersemangat. Lenyaplah kemarahannya terhadap puteranya dan diapun
178 mencari puteranya, mengirim orang untuk memanggil puteranya itu menemuinya di
luar kota raja.
Ouwyang Sek yang menceritakan semua penawaran Bu-tek Sam-kui sebagai utusan
ke puteranya, dan dia menuntut agar Ouwyang Toan dapat membujuk Bi-moli
untuk bekerja sama.
Bi-moli Kwan Hwe Li adalah seorang wanita yang haus cinta. Setelah ia mengalami kekecewaan karena cintanya terhadap Tiauw Sun Ong putus, kemudian setelah
mereka menjadi tua, Tiauw Sun Ong tetap tidak mau hidup bersamanya, maka kini
bertemu dengan Ouwyang Toan yang muda dan pandai mengambil hati, tentu saja
membuat ia takluk. Ketika Ouwyang Toan membujuknya untuk menerima uluran
tangan kerajaan Wei, iapun tanpa berpikir panjang lagi menerimanya. Ia rela hidup dan mati bersama kekasihnya yang masih muda itu.
Demikianlah, kedua orang yang mendapatkan kepercayaan Kaisar Siauw Bian Ong
ini mulai siap-siap melaksanakan perintah dari persekutuan itu. Ouwyang Toan yang telah mendapat kepercayaan itu berhasil menyelundupkan beberapa orang
anggauta Thian-te Kui-pang reka menanti saatnya yang matang, bukan hanya
mempersiapkan para anggauta Thian-te Kui-pang yang diselundupkan sebagai
anggauta pasukan pengawal, akan tetapi juga menyebar para anggauta
perkumpulan Iblis itu di kota raja agar pada saat yang ditentukan, para anggauta itu, dipimpin oleh Bu-tek Sam-kui sendiri, dapat menyerbu ke istana. Kalau penyerbuan dan pembunuhan terhtdap kaisar dan keluarganya dilaksanakan, maka pasukan
bekas Kaisar Cang Bu dan pasukan bantuan dari kerajaan Wei yang sudah
mempersiapkan diri akan menyerbu masuk ke daerah kerajaan Chi, dimulai dari
sarang pasukan yang dihimpun bekas Kaisar Cang Bu.
Persiapan pertempuran! Persiapan perang! Persiapan bunuh membunuh. Kapankah
keadaan seperti ini akan berakhir" Dunia dilanda perang, permusuhan, kebencian
sejak sejarah tercatat sampai kini. Tak pernah ada henti-hentinya. Perang saling bunuh, demi kemenangan, demi kedudukan, demi keuntungan, demi nama baik,
Pedang Kilat Membasmi Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
demi pemuasan dendam.. Perang senjata, perang ekonomi, perang sosiaL perang
ideologi, bahkan ada perang agama dan yang disebut perang suci! Ada yang
menganggap perang satu-satunya jalan untuk mencapai perdamaian! Betapa
palsunya omong kosong semua itu. Perang adalah pencetusan dari kebencian,
dendam, permusuhan, perebutan kekuasaan atau harta. Perang antara bangsa
hanya peluasan dari pada perang antara dua manusia yang juga menjadi akibat dari pada perang yang terjadi di dalam batin kita sendiri! Konflik batin berkembang
menjadi konflik dengan manusia lain. Kemelut yang berkecamuk di dalam mencuat
keluar. Manusia yang sudah tidak memiliki lagi kasih sayang, menjadi mahluk yang lebih
buas dari pada binatang yang paling buas. Kebuasan binatang hanya mengandalkan
kekuatan tubuhnya, dan kebuasan itu dituntut oleh kebutuhan untuk hidup. Akan
179 tetapi manusia memiliki hati akal pikiran yang membuat dia menjadi lebih buas dan lebih berbahaya. Dalam perang, manusia menjadi haus darah yang ada hanyalah
membunuh atau dibunuh, cara menyelamatkan diri dengan jalan membunuh dan
membunuh lagi. Kalau sudah begini, segala kepalsuan manusiapun nampak . Bahkan
Tuhan dibawa-bawa ke dalam perang saling bantai itu. Kedua pihak yang berperang memohon kepada Tuhan untuk diberi bantuan agar menang. Tuhan dimintai
bantuan untuk membunuh manusia lain sebanyak-banyaknya!
Dan yang menyedihkan sekali, setiap peperangan selalu menjadikan rakyat sebagai korban. Mereka yang tidak tahu apa-apa, yang tidak ikut berperang, bahkan yang
paling parah menderita karena perang. Melarikan diri mengungsi ke sana ini,
menjadi korban perampokan, pembunuhan, perkosaan dan penghinaan. Mereka
yang sama sekali tidak berdosa kehilangan harta milik, kehilangan rumah tinggal, kehilangan kehormatan, bahkan kehilangan nyawa.
Melihat betapa ketatnya panjagaan terhadap istana dan seluruh penghuninya, Bi
Moli dan Ouwyang Toan tidak berani melakukan gerakan dan mereka seringkali
mengadakan perundingan rahasia di luar istana dengan Bu-eng-kiam Ouwyang Sek
dan Bu-tek Sam-kui.
"Lalu kapan rencana kita dapat dilaksanakan" Kami sudah mempersiapkan anak-buah di kota raja dan hal ini tidak dapat dilakukan terlalu lama. Kalau sampai
ketahuan, tentu sebelum kita bergerak, pasukan keamanan sudah akan melakukan
penggerebekan dan, semua usaha akan gagal. Bahkan dari Kaisar Cang Bu kami
sudah mendapat berita bahwa selain beliau sudah mampersiapkan pasukannya,
juga Kui-siauw Giam-ong sudah berhasil mengerahkan para tokoh kang-ouw berikut
anak buah mereka yang berhasil diajak bergabung, untuk membantu kalau terjadi
keributan di kota raja." kata Pak-thian-kui yang sudah kehilangan kesabaran.
"Pak-thian-kui, semua pekerjaan harus dilaksanakan sebaik mungkin. Kalau tanya serampangan saja lalu gagal, apa artinya?" Bu-eng-kiam Ouwyang Sek menegur orang pertama dari Bu-tek Sam-kwi itu yang tadi nadanya menegur puterinya yang
dianggap bekerja lambat dan belum juga siap.
Melihat Bu-eng-kiam marah, Bi Moli cepat berkata, "Sebaiknya kita tidak
meributkan persoalan ini. Ouwyang Kongcu benar. Memang penjagaan di istana
amatlah ketatnya sehingga menyulitkan kami untuk bergerak. Kalau kami nekat,
tentu akan gagal. Akan tetapi, Pak-thian-kui juga benar. Persiapan sudah dilakukan, kalau tidak cepat cepat gerakan dilakukan dan ketahuan, tentu semua akan gagal.
Sebaiknya kita mencari jalan terbaik bagaimana agar kita dapat cepat bergerak dan tidak sampai gagal."
Sejenak dalam ruangan itu menjadi hening.
Semua orang tenggelam dalam pikiran masing-masing, mencari jalan terbaik agar
semua rencana mereka dapat dilaksanakan. Bu-tek Sam-kui bertanggung jawab
180 terhadap kaisar mereka yang tentu saja menghendaki agar semua rencana berhasil
baik, sedangkan bekas Kaisar Cang Bu juga tentu saja sudah menanti saat terbaik yang sudah lama dinanti-nanti itu.
"Ada satu jalan yang kurasa paling baik untuk dilaksanakan," kata Kwan Hwe Li dan semua orang memandang kepadanya penuh harap.
"Jalan apa itu, Mo-li" Cepat ceritakan!" kata Bu-eng-kiam Ouwyang Sek.
"Sudah kuperhitungkan baik-baik, kalau kami yang bertugas di istana harus
menyerang Kaisar sekeluarganya, hal itu amatlah sulitnya. Penjagaan amat ketat, bahkan kurasa, pengawal pribadi yang baru dan kelihatan tidak meyakinkan itu,
bukan merupakan lawan yang boleh dipandang ringan. Karena itu sulit rasanya
kalau sekaligus kita harus menyerang seluruh keluarga."
"Akan tetapi, Mo-li. Menurut Kaisar kami, kalau hanya membunuh kaisar kerajaan Chi saja tidak ada gunanya, karena tentu akan segera diganti oleh seorang
pangeran. itulah sebabnya mengapa kami ditugaskan untuk membasmi seluruh
keluarga. Dengan demikian, tentu pemerintahannya akan menjadi kacau seolah ular tanpa kepala, dan dalam keadaan kacau tanpa adanya raja itulah pasukan akan
mulai menyerbu masuk."
Kwan Hwe Li mengangguk-angguk. "Aku mengerti, dan kiranya hanya ada satu jalan, yaitu menawan kaisar. Sebetulnya, menawan permaisuri jauh lebih mudah, akan
tetapi kurang berguna. Sebaliknya, kalau kita dapat menawan kaisar, kita tentu
dapat melumpuhkan semua kekuatan di istana. Dengan kaisar sebagai sandera, kita dapat memaksa semua menteri, panglima dan pangeran untuk menyerah. Sandera
itu dapat kita pergunakan untuk menangkapi seluruh keluarga kaisar!"
"Hebat! Engkau memang lihai dan pintar sekali, Bi Moli. Akan kami laporkan jasamu ini kepada kaisar kami dan juga kepada Kaisar Ceng Bu agar kelak mereka tidak
melupakan jasamu, Nah, kita laksanakan saja seperti yang direncanakan Moli tadi."
Mereka lalu mangadakan perundingan, Bi Moli dan Ouwyang Toan akan
melaksanakan penawanan terhadap kaisar itu, dengan bantuan enam orang
anggauta Thian-te Kui-pang yang menjadi pengawal. Kalau mereka berdua telah
berhasil menawan kaisar, maka mereka akan menggunakan kaisar sebagai sandera
untuk memasukkan semua anggauta Thian-te Kui-pang yang sudah berada di kota
raja untuk menguasai istana. Kesempatan itu pula akan dipergunakan oleh Bu-tek
Sam-kui dan Bu-eng-kiam untuk memasuki istana, memim pin pasukan Thian-te Kuipang untuk menangkapi semua keluarga kaisar dan sekutunya. Bahkan mereka
telah menentukan harinya, yaitu tiga hari lagi ketika Kaisar Siauw Bian Ong pergi ke kuil istana dan melakukan sembahyang bersama permaisuri. Saat itu memang tepat
karena kaisar dan permaisuri berada di satu tempat sehingga tentu saja Kwan Hwe Li dan Ouwyang Toan dapat pula berada di sana dan bersama-sama mereka dapat
melaksanakan penawanan itu. Kalau mungkin, mereka bahkan dapat menawan
181 kaisar dan permaisurinya, sedangkan anak buah Ouwyang Toan yang enam orang
dapat membantu melumpuhkan para pengawal lain yang hendak menghalangi
gerakan mereka. Mereka sudah memperhitungkan bahwa paling banyak akan ada
tiga atau empat orang pengawal pribadi kaisar dan Kwan Hwe Li yakin akan mampu
mengatasi mereka, sedangkan Ouwyang Toan akan menawan kaisar dilindungi anak
buahnya yang penting, asal kaisar sudah jatuh ke tangan mereka, tentu semua
perlawanan akan dapat dihentikan dengan menjadikan kaisar itu seorang sandera
yang amat penting dan berharga.
Kuil istana pagi itu nampak meriah dan sibuk sekali. Para hwesionya mengenakan
jubah bersih dan wajah merekapun nampak segar berseri. Semua orang
menyambut pagi itu dengan hati gembira karena hari itu Kaisar Siauw Bian Ong dan permaisuri akan melakukan sembahyang leluhur di kuil istana. Jarang sekali kaisar sendiri melakukan sembahyang di kuil dan setiap kali hal ini terjadi, para hwesio di kuil itu merasa mendapat kehormatan besar. Kaisar Siauw Bian Ong memang
pandai sekali mengambil hati rakyat dari semua golongan. Dia bijaksana pula
terhadap para hwesio di kuil ini sehingga para pendeta itu juga kagum dan
memujinya, tak pernah melalaikan menyebut nama sribaginda dalam
sembahyangan mereka mendoakan yang baik-baik bagi kaisar yang bijaksana itu.
Sejak pagi tadi, sebelum kaisar dan permaisuri pergi ke kuil itu, Ouwyang Toan telah sibuk bersama dua belas orang anak buahnya, melakukan pembersihan, di kuil itu.
Hanya para hwesio saja yang diperkenankan berada di kuil. Para hwesio dipesan
agar dalam sehari itu, tidak seorangpun boleh berkunjung ke kuil, demi keamanan kaisar dan permaisuri. Para hwesio menaati perintah perwira pasukan pengawal ini dan mereka sibuk mempersiapkan semua keperluan sembahyang itu. Semua
perlengkapan telah dipersiapkan, meja diberi tilam baru yang indah, bahkan seluruh ruangan sembahyang telah dibersihkan dan dicat baru sejak beberapa hari yang
lalu. Lantainyapun mengkilap karena dipel sampai beberapa kali oleh para hwesio.
Pendeknya, ruangan sembahyang itu menjadi tempat yang bersih dan
menyenangkan. Pot-pot bunga dengan yang mekar semerbak menghiasi semua
sudut ruangan. Sejak pagi, dupa harum dibakar sehingga ruangan itu berbau harum dan terasa nyaman. Ouwyang Toan sengaja mengatur agar penjagaan di sebelah
dalam ruangan sembahyang dilakukan oleh enam orang anak buahnya sedangkan
perajurit pasukan pengawal yang lain berjaga di ruangan depan dan belakang.
Setelah semua persiapan selesai, dia lalu melapor kepada Kaisar Siauw Bian Ong
yang sudah bersiap dengan permaisurinya.
Matahari sudah naik tinggi dan hawa udara tidak begitu dingin lagi katika Kaisar Siauw Bian Ong dan permaisurinya berjalan melalui lorong di taman istana, menuju ke istana, yang berada di ujung taman, di atas sebuah bukit buatan yang kecil.
Kaisar dan permaisuri tidak mau duduk di joli, hanya terjalan kaki karena pagi itu cerah dan sinar matahari hangat. Juga pemandangan di taman itu amat indahnya.
182 Musim bunga membuat taman itu nampak indah bukan main, juga jarak ke kuil tua
itu tidaklah terlalu jauh.
Karena kaisar dan permaisuri hanya pergi ke kuil istana, ke dalam lingkungan istana, maka penjagaan tidaklah luar biasa ketatnya. Rombongan itu hanya terdiri dari
kaisar, permaisuri, dua orang selir terdekat dan tujuh orang gadis dayang saja.
Tentu saja Bi Moli Kwan Hwe Li sebagai pengawal pribadi permaisuri, tidak
ketinggalan dan wanita cantik ini berjalan di belakang rombongan. Di belakang
kaisar dan permaisuri berjalan tiga orang pengawal pribadi, yaitu Koan Ji atau Kwa Bun Houw dan dua orang pengawal lain. Koan Thai-kam sebagai kepala thai-kam,
ikut pula dalam rombongan itu karena dia yang akan mengatur sembahyangan itu
bersama para hwesio kuil. Di depan, kanan kiri dan belakang nampak pasukan
pengawal terdiri dari duabelas orang, dipimpin oleh Ouwyang Toan.
Baik Bi Moli Kwan Hwe Li maupun Ouwyang Toan sama sekali tidak pernah
menduga sedikit pun juga bahwa semua rencana mereka dan yang mereka atur
bersama Bu-tek Sam-kui, telah diketahui oleh Kwa Bun Houw! Bersama Koanthaikam, Bun Houw sudah mengatur siasat untuk menghadapi usaha
pemberontakan yang membahayakan keselamatan keluarga kaisar itu. Memang
Bun Houw belum mengetahui dengan tepat, tindakan apa yang akan dilakukan oleh
Bi Moli dan Ouwyang Toan, akan tetapi dia dan Koan Thai-kam telah menduga
bahwa hari itu, saat Kaisar dan permaisuri bersembahyang, merupakan saat yang
amat gawat, dan mereka menduga bahwa tentu para pemberontak akan bergerak
pada saat itu. Koan Thai-kam sudah mengadakan kontak dengan panglima pasukan
pengawal dan keamanan, dan mata-mata telah disebar. Mata-mata ini yang
melaporkan bahwa ada kurang lebih seratus orang asing bukan penduduk kota raja
yang nampak bersembunyi di sekitar pintu gerbang istana, ada yang menyamar
sebagai pedagang keliling, menjadi pengemis dan ada yang seperti pelancong biasa.
Keterangan tentang gerakan orang-orang asing ini didapatkan oleh komandan
pasukan dari para anggauta Hek-tung Kai-pang yang seperti biasa berkeliaran di
kota raja. Karena mereka adalah anggauta kai-pang, maka kehadiran mereka tidak
mencurigakan orang, juga para anggauta Thian-te Kui-pang tak mencurigai mereka.
Pada hal, para anggauta pengemis ini adalah orang-orang yang mengamati gerakgerik mereka! Juga Bun Houw telah dapat menduga bahwa di antara dua belas orang perajurit
pengawal, termasuk yang pernah disuruh mengujinya, adalah kaki tangan
komplotan itu, maka diapun sudah bersikap waspada. Agar jangan sampai
mencurigakan Ouwyang Toan dan Bi Moli, maka penjagaan terhadap kaisar dan
permaisuri hanya dilakukan oleh dia dan dua orang pengawal pribadi kaisar. Akan tetapi, telah diatur dengan rapi agar banyak pengawal yang setia terhadap kaisar, mengatur barisan pendam di sekitar tempat sembahyang itu.
183 Setelah tiba di kuil, para hwesio menyambut kaisar dan permaisuri dengan sikap
hormat. Semua berlangsung seperti biasa, tidak ada perubahan sedikitpun dan ini memang dikehendaki Koan-thaikam agar tidak mencurigakan komplotan
pemberontak. Dia bersama lima orang hwesio melayani kaisar dan permaisuri,
menemani mereka memasuki ruangan sembahyang, ditemani pula oleh dua orang
selir dan tujuh orang gadis dayang yang setelah masuk ke ruangan sembahyang lalu duduk bersimpuh di pinggiran. Kwa Bun Houw dan dua orang rekannya ikut pula
masuk, akan tetapi merekapun berdiri di pinggiran. Demikian pula Ouwyang Toan
dan enam orang pengawal ikut masuk dan berjaga di pintu ruangan.
Bi Moli ikut pula masuk dan ia yang paling dekat dengan kaisar dan permaisuri dan dua orang selir yang kini sudah berlutut di depan meja sembahyang, dilayani oleh lima orang hwesio yang menyerahkan hio-swa (dupa biting) untuk sembahyang, dan
menyerahkan alat penyulut lilin yang akan dinyalakan Kaisar.
Saat yang dinanti-nanti itu tiba. Saat ini memang yang sudah ditentukan oleh Bi Moli dan Ouwyang Toan untuk bertindak. Pada saat kaisar hendak menyalakan lilin dan permaisuri beserta dua orang selir berlutut dan menerima hio-swa dari para
hwesio. Saat itu memang amat baik karena tiga orang pengawal pribadi kaisar tidak berani mendekat, dan juga para pengawal yang bukan kaki tangan mereka berada di luar. Sudah mereka rencanakan bahwa Ouwyang Toan akan menangkap kaisar dan
Bi Moli menangkap permaisuri, sedangkan enam orang kaki tangan mereka
menjaga agar tidak ada yang berani menghalangi perbuatan kedua orang itu
menawan kaisar dan permaisuri. Kalau kaisar dan permaisuri sudah ditawan, maka
segalanya akan menjadi mudah!
Dan memang perhitungan itu tepat sekali. Ketika tiba-tiba sekali Ouwyang Toan dan Bi Moli meloncat ke depan sambil mencabut pedang, Bun Houw sempat dibuat
tertegun. Tak disangkanya sama sekali bahwa kedua orang itu akan bergerak pada saat yang
khidmat itu, di mana kaisar dan permaisuri baru mulai melakukan sembahyang.
Juga kedua orang rekannya terbelalak.
Ouwyang Toan dengan pedang di tangan meloncat ke dekat kaisar, dan Bi Moli juga meloncat ke dekat permaisuri sambil menendang seorang selir yang menghalang di
samping sehingga selir itu terguling sambil menjerit.
"Semua diam! Kaisar dan Permasuri kami tawan!" kata Ouwyang Toan dengan suara nyaring. Enam orang pengawal yang menjadi kaki tangannya juga tiba-tiba
mencabut pedang dan hendak melindungi dua orang itu. Akan tetapi, terjadilah hal yang sama sekali di luar perhitungan Ouwyang Toan dan Bi Moli. Lima orang hwesio yang tadinya melayani kaisar, permaisuri dan dua orang selir, yang nampaknya
adalah hwesio-hwesio yang lemah dan lembut, tiba-tiba saja mereka itu menerjang ke arah Bi Moli dan Ouwyang Toan!
184 Mereka yang lebih dekat dengan kaisar dan permaisuri sehingga mereka dapat
menyerang sambil membelakangi kaisar dan permaisuri. Terkejutlah Ouwyang Toan
ketika hwesio yang tadi menyerahkan alat penyulut lilin kepada kaisar tiba-tiba menyambutnya dengan serangan tusukan alat penyulut lilin itu. Dan Bi Moli juga
terkejut ketika dua orang hwesio sudah menyerangnya dari depan. Karena para
hwesio itu menyerang Ouwyang Toan dan Bi Moli dari depan dan sekaligus
menghalangi mereka menawan kaisar dan permaisuri, terpaksa kedua orang
pengkhianat itu lalu menggerakkan pedang mereka menyerang para hwesio itu!
Dan mereka semakin terkejut. Kiranya mereka bukanlah hwesio-hwesio lemah,
karena mereka mampu melakukan perlawanan dengan gerakan yang cukup gesit
dan tangkas. Biarpun akhirnya lima orang hwesio itu roboh mandi darah oleh pedang Ouwyang
Toan dan Bi Moli Kwan Hwe Li, namun telah memberi waktu yang cukup bagi Kwa
Bun Houw untuk turun tangan. Dia dan dua orang rekannya berloncatan.
"Amankan Sribaginda!" teriak Bun Houw kepada dua orang rekannya. Dua orang pengawal pribadi kaisar itu lalu menggandeng kaisar dan permaisuri, menarik
mereka keluar dari ruangan sembahyang itu, sedangkan dua orang selir itu
menangis dan lari ke sudut ruangan bersama para dayang. Kini tinggal Bun Houw
seorang yang berdiri di pintu samping dari mana kaisar tadi menyelamatkan diri dan dia sudah berdiri tegak dengan pedang di tangan.
"Si Pedang Kilat ... !" Ouwyang Toan berseru kaget bukan main melihat pedang yang berkilauan di tangan Bun Houw itu. Juga Bi Moli yang telah merobohkan tiga orang hwesio itu terkejut mendengar teriakan yang mengandung rasa gentar yang amat
sangat dari kekasihnya itu.
"Siapa ..."!?" tanyanya.
"Kwa Bun Houw ... murid Tiauw Sun Ong ...!" kata Ouwyang Toan dan diapun sudah memberi isarat kepada enam orang anggauta Thian-te Kui-pang untuk menerjang
dan mengeroyok Bun Houw. Enam orang itu-pun maklum bahwa usaha mereka
gagal, maka dengan nekat mereka lalu menggerakkan senjata dan menerjang
pemuda yang memegang sebatang pedang yang berkilauan itu.
"Moli, kita lari!" teriak Ouwyang Toan kepada kekasihnya dan mereka berloncatan keluar pintu ruangan sembahyang. Akan tetapi, betapa kaget hati mereka melihat
bahwa tempat itu telah terkepung ratusan orang pasukan keamanan istana yang
entah bagaimana tahu-tahu telah berada di situ. Tahulah mereka bahwa
kesemuanya telah gagal sama sekali. Kekecewaan membuat mereka menjadi
marah, ditambah lagi dengan rasa takut. Mereka menumpahkan semua
kesalahannya kepada Bun Houw dan seperti ada persetujuan tanpa kata, keduanya
membalik dan meloncat masuk lagi untuk membuat perhitungan dengan Kwa Bun
185 Houw! Ouwyang Toan memang membenci pemuda itu, dan Bi Moli mengingat
bahwa pemuda itu adalah murid Tiauw Sun Ong, maka iapun amat membencinya!
Sementara itu, melihat dia diserang oleh enam orang kaki tangan Ouwyang Toan,
Bun Houw tidak mau membuang banyak waktu melayani mereka. Dia tahu bahwa
kaisar dan permaisuri sudah selamat, dan dua orang pengkhianat itu tidak akan
mungkin dapat lolos dari tempat itu, maka diapun menggerakkan pedang di
tangannya. Enam orang itu rata-rata memiliki ilmu kepandaian tinggi karena mereka merupakan para anggauta di-lihan dari Thian-tc Kui-pang. Akan tetapi, berhadapan dengan. Si Pedang Kilat, enam orang itu seperti berhadapan kakek guru mereka!
Nampak gulungan sinar pedang berkelebatan menyilaukan mata dan satu demi
satu, enam orang itu roboh dan tewas seketika. Nampaknya saja mereka tidak
terluka, saking tajamnya pedang pusaka itu sehingga ketika menembus dada atau
leher lawan, hampir tidak meninggalkan bekas dan hanya diketahui orang itu
terluka setelah darah mengalir keluar dan orang itu tewas seketika!
Ketika Ouwyang Toan dan Bi Moli meloncat kembali memasuki ruangan
sembahyang, mereka terbelalak. Di samping mayat lima orang hwesio yang
sebenarnya merupakan pengawal-pengawal yang menyamar, nampak mayat enam
orang anggauta Thian-te Kui-pang itu rebah malang melintang dalam keadaan
tewas. Begitu cepatnya enam orang itu tewas dan hal ini saja sudah membuktikan
betapa lihainya pemuda yang masih berdiri dengan pedang berkilauan di tangan itu.
"Kwa Bun Houw! Engkau selalu menjadi penghalang bagiku dan selalu
memusuhiku!" bentak Ouwyang Toan marah.
"Engkau keliru, Ouwyang Toan. Engkau tentu tahu bahwa aku menentang siapa saja yang melakukan kejahatan, tak terkecuali engkau. Adalah engkau dan Bi Moli yang sungguh tidak tahu diri, tak mengenal budi. Sribaginda telah memberikan
kedudukan yang baik bagi kalian, akan tetapi kalian bahkan mengkhianati dan
bersekutu dengan pemberontak dan dengan kerajaan Wei."
'Bocah she Kwa, hari ini engkau harus menebus dosa gurumu kepadaku!" Bi Moli membentak dan ia sudah menggerakkan pedangnya. Ouwyang Toan juga
membantu kekasihnya itu dan dia sudah menerjang ke depan dengan pedangnya
pula. Akan tetapi, Bun Houw memutar Lui-kong-kiam dan nampak gulungan sinar
yang menyilaukan mata dan dua orang itu terpaksa meloncat keluar dari ruangan
itu karena tempat itu terlalu sempit dengan adanya sebelas sosok mayat yang
bergelimpangan. Bun Houw juga menerjang keluar karena diapun menghendaki
agar dapat melawan kedua orang musuhnya itu di tempat yang lebih luas.
Melihat dua orang pengkhianat itu berloncatan keluar, disusul oleh pengawal
pribadi yang baru, para pengawal siap untuk mengepung dan mengeroyok.
"Tahan, jangan keroyok, biarkan Si Pedang Kilat sendiri menghadapi dua orang itu."
kata Kaisar Siauw Bian Ong.
186 Kaisar ini tadi telah mendapat laporan yang singkat dan jelas dari Koan Thai-kam tentang diri Kwa Bun Houw yang dijuluki Si Pedang Kilat, mendengar pula bahwa dia dan Hek-tung Kai-pang mengatur agar pendekar itu melindungi kaisar, kemudian
tentang persekutuan pemberontak dan betapa dia sudah mengadakan kontak
dengan para panglima untuk menanggulangi pengkhianatan itu. Juga dia
beritahukan mengapa dia tidak melapor lebih dahulu kepada kaisar, yaitu karena
kedua orang pengkhianat itu telah mendapatkan kedudukan, maka dia khawatir
kalau-kalau kaisar tidak percaya begitu saja tanpa adanya bukti. Kaisar dapat
memaklumi dan mendengar bahwa Kwan Bun Houw yang berjuluk Si Pedang Kilat
adalah seorang pendekar yang memiliki ilmu silat tinggi, maka melihat kedua orang pengkhianat itu kini bertanding melawan Si Pedang Kilat, kaisar ini yang juga suka ilmu silat ingin sekali menontonnya.
"Kalau dia terdesak, barulah kalian boleh membantunya," pesannya kepada para pengawal pribadi dan para pengawal yang mengerti apa yang dikehendaki
junjungan mereka, mengangguk dan mereka siap dengan senjata di tangan untuk
membantu kalau-kalau Si Pedang Kilat terdesak.
Kaisar lalu memberi isarat kepada panglima pasukan keamanan untuk mendesak,
lalu berkata, "Panglima, cepat kerahkan pasukan dan tangkapi semua anggauta gerombolan Thian-te Kui-pang yang berkeliaran di kota raja."
Panglima itu memberi hormat lalu mengundurkan diri untuk melaksanakan perintah
itu, berkat latihan yang diterimanya dari Tiauw Sun Ong, gurunya yang buta, Kwa Bun Houw telah dapat melatih pendengarannya menjadi amat tajam, pengganti
kedua mata bagi gurunya dan bagi dia, membantu pekerjaan mata,
pendengarannya menjadi amat peka dan dengan kepekaan inilah dia dapat pula
mendengar perintah kaisar kepada para pengawalnya tadi, walaupun dia
Pedang Kilat Membasmi Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghadapi dua lawan yang tangguh. Bun Houw maklum bahwa tentu kaisar telah
mendengar dari Koan Thai-kam siapa dia, maka kini kaisar ingin menyaksikan
pertandingan yang seru, maka dia-pun segera mengerahkan tenaganya dan
memutar Lui-kong-kiam dengan dahsyat sekali.
Bi Moli Kwan Hwe Li dan Ouwyang Toan sudah maklum bahwa mereka telah
terkepung ratusan orang pasukan pengawal. Dengan gagalnya mereka menawan
kaisar dan permaisuri, mereka tidak dapat mengandalkan apapun untuk melindungi
diri, maka mereka menjadi gelisah, kecewa dan akhirnya membuat mereka menjadi
nekat. Semua kemarahan mereka tumpahkan kepada Kwa Bun Houw yang mereke
anggap sebagai penghalang dan penghancur semua rencana mereka yang sudah
tersusun rapi. Bi Moli Kwan Hwe Li mengeluarkan suara melengking nyaring dan ia menggerakkan
pedangnya secara dahsyat karena selain didorong oleh tenaga sin-kang, juga ada
kekuatan sihir dalam gerakannya itu. Karena maklum akan kelihaian murid bekas
pacarnya ini, Bi Moli mengerahkan seluruh tenaga sin-kang dan sihirnya untuk
187 membunuh lawan. Biarpun ia tahu bahwa ia tidak akan lolos dari hukuman, namun
setidaknya ia harus dapat melampiaskan kemarahannya dengan membunuh Kwa
Bun Houw. Demikian pula dengan Ouwyang Toan. Pemuda inipun sudah putus asa,
maklum bahwa dia tidak akan mungkin bebas dari hukuman mati, maka dia ingin
lebih dulu membunuh Bun Houw sebelum mengamuk sampai titik darah terakhir.
Si Pedang Kilat Kwa Bun Houw juga maklum bahwa dia menghadapi dua orang
lawan yang tangguh, tidak berani memandang ringan. Dia tahu bahwa Bi Moli Kwan
Hwe Li adalah seorang datuk sesat yang tingkat kepandaiannya sudah amat tinggi, setingkat dengan kepandaian para datuk seperti Suma Koan, Ouwyang Sek, Kwan
Im Sianli, bahkan tidak begitu jauh selisihnya dengan tingkat gurunya, Tiauw Sun Ong. Kalau saja dia tidak secara kebetulan minum sari Akar Bunga Gurun Pasir
sehingga tubuhnya menjadi kokoh kuat dan tenaga sin-kangnya meningkat secara
luar biasa, dan kemudian tidak menemukan ilmu Im-yan Bu-tek Cin-keng secara
kebetulan pula, kiranya akan sukar baginya untuk dapat menandingi Bi Moli. Apalagi di situ terdapat pula Ouwyang Toan yang mengeroyoknya dan putera datuk Bu-eng-kiam Ouwyang Sek majikan. Lembah Bukit Siluman inipun termasuk seorang yang
tangguh. Kwa Bun Houw mengandalkan pedang pemberian suhunya. Didorong oleh kekuatan
sin-kangnya yang ampuh, diapun menyambut kedua orang lawannya dan sinar
pedangnya bergulung-gulung menyilaukan mata, membuat kagum Kaisar Siauw
Bian Ong dan pari pengawal dan penonton lainnya.
"Roboh kau ... !" Bi Moli Kwan Hwe Li menjerit dengan suara melengking dan di antara para perajui t keamanan yang mendengar lengking suara yang mengandung
tenaga sihir yang berpengaruh dan berwibawa itu. ada yang merasa kedua lutut
mereka lemas dan kalau tidak saling berpegangan, tentu mereka itu akan roboh
terguling! Demikian hebatnya pengaruh yang terkandung dalam lengking itu. Apalagi terhadap Bun Houw yang dijadikan sasaran, dan bentakan itu di kuti pula oleh tusukan
pedang yang meluncur bagaikan anak panah lepas dari busurnya. Sungguh
merupakan serangan dahsyat yang amat berbahaya, diperhebat oleh kecepatan
gerakan, kekuatan sin-kang, dan kekuatan sihir!
Namun, kekuatan sihir itu tidak ada artinya bagi Bun Houw. Lewat begitu saja
seperti angin kencang meniup batu karang. Pemuda ini maklum bahwa di antara
kedua orang lawannya, yang paling tangguh adalah Bi Moli, maka kepada Iblis
Wanita Cantik inilah dia harus mencurahkan perhatian dan perlawanannya. Pada
saat itu, Ouwyang Toan juga sudah membacokkan pedangnya dari samping ke arah
kepalanya. Dengan gerakan ringan dia memutar tubuh sehingga terlepas dari
bacokan pedang, dan pedangnya sendiri dengan cepat menyambar ke arah
pergelangan tangan Bi Moli yang menusuknya, gerakan itu memutar dari samping.
Bi Moli terkejut, sama sekali tidak mengira bahwa tusukannya akan disambut oleh 188
bacokan dari samping yang mengancam pergelangan tangannya. Kalau ia
melanjutkan serangan, maka sebelum ujung pedangnya mengenai dada lawan,
lebih dulu pergelangan tangannya akan terbabat pedang yang mengeluarkan sinar
kilat itu. Terpaksa ia menarik kembali tusukannya. Ouwyang Toan yang serangannya mengenai tempat kosong, menjadi penasaran sekali karena serangan itu dapat
dihindarkan sedemikian mudahnya. Dia menyerang lagi, di kuti oleh Bi Moli dan
kedua orang ini agaknya hendak berlumba untuk dapat lebih dulu merobohkan Bun
Houw. Bun Houw memperlihatkan keringanan tubuhnya dan tubuh itu seperti dibungkus
gulungan sinar kilat pedangnya dan menyusup di antara sambaran kedua pedang
lawan, dan dari gulungan sinar pedangnya kadang mencuat sinar bagaikan kilat
menyambar ke arah lawan. Terjadilah serang menyerang yang amat seru dan
menyilaukan mata. Kaisar Siauw Bian Ong tersenyum, mengangguk-angguk dan
mengelus jen gotnya. Diam-diam dia amat mengagumi Kwa Bun Houw, walapun ada
pula perasaan menyesal mengapa dua orang seperti Ouwyang Toan dan Bi Moli,
yang memiliki kepandaian demikian hebat pula, telah mengkhianatinya. Sungguh
patut disayangkan ilmu kepandaian seperti itu dikuasai orang-orang yang menjadi hamba nafsu angkara murka.
Pertandingan itu memang amat hebat. Jarang mereka semua yang hadir di situ
menyaksikan pertandingan sehebat itu, bukan sekedar pengujian ilmu seperti yang sering terjadi di istana, melainkan suatu pertandingan yang merupakan perkelahian sungguh-sungguh! Setiap kali sinar pedang menyambar berarti tangan maut yang
haus darah mencari korban.
Diam-diam Kwa Bun Houw mengeluh. Sudah lewat dari tiga puluh jurus, belum juga
dia mampu merobohkan dua orang lawannya walaupun mereka sendiri juga tidak
pernah dapat mendesaknya. Dia maklum bahwa kalau mengadu ilmu pedang, akan
sukarlah baginya untuk dapat merobohkan mereka. Dengan mengeroyok, mereka
benar-benar merupakan lawan yang amat tangguh dan sukar dirobohkan. Ilmu
pedangnya hanyalah ilmu pedang Lui-kong-kiamsut (Ilmu Pedang Kilat) yang dia
pelajari dari gurunya, dan hanya karena dia memiliki kelebihan sin-kang dari
pengaruh Akar Bunga Gurun Pasir sajalah maka dia mampu mengimbangi kedua
orang pengeroyoknya. Akan tetapi dia merasa yakin bahwa kalau mereka mengadu
ilmu tangan kosong, dengan Im-yang Bu-tek Cin-keng, dia pasti akan lebih unggul.
Dia sejak tadi tidak berani mengadu pedangnya secara langsung sambil
mengerahkan sin-kang. Dengan cara itu, tentu pedang kedua orang pengeroyoknya
akan patah-patah, seperti yang sudah sering dia lakukan dengan Lui-kong-kiam itu.
Akan tetapi, sekali ini dia merasa khawatir kalau-kalau pedang pusaka pemberian gurunya itu akan menjadi rusak karena dia menduga bahwa kedua orang lawan ini
tentu juga memegang pedang pusaka yang ampuh.
189 Kemudian dia teringat akan persiapan persekutuan pemberontak untuk menyerbu
kota raja seperti yang didengarnya dari Koan Thai-kam. Hal ini membuat dia
terpaksa harus cepat mengakhiri pertandingan itu agar perhatian dapat dialihkan untuk menghadapi persiapan para pemberontak di luar kota raja. Maka, secara tiba-tiba saja Bun Houw mengubah gerakannya. Kini dia mengerahkan seluruh
tenaganya dan menggunakan pedangnya untuk langsung menyambut pedang
lawan, sengaja mengadukan pedangnya dengan pedang lawan.
Terdengar bunyi nyaring berdentang dua kali dan kedua orang lawannya itu
mengeluarkan teriakan kaget. Bi Moh meloncat ke belakang, demikian pula
Ouwyang Toan dan mereka memandang ke arah tangan kanan masing-masing yang
kini hanya memegang sebatang pedang buntung! Ternyata pedang mereka telah
patah oleh Lui-kong-kiam yang ampuh. Hal ini sesungguhnya bukan terjadi hanya
karena keampuhan pedang di tangan Bun Houw karena sesungguhnya, pedang
kedua orang lawan itupun terbuat dari bahan yang kuat dan ampuh. Akan tetapi,
pedang Bun Houw itu disaluri tenaga sin-kang yang jauh lebih kuat, maka
getarannya tak tertahan oleh kedua pedang lawan sehingga menjadi patah. Bun
Houw menyimpan pedangnya setelah dengan lega melihat bahwa pedang
pusakanya tidak rusak dan kini dia menghadapi kedua orang lawan dengan tangan
kosong. Mereka berdua juga melemparkan sisa pedang ke atas tanah dan mereka
siap melanjutkan perkelahian itu dengan tangan kosong. Kembali Kaisar Siauw Bian Ong memandang kagum dan memberi isarat kepada para pengawalnya agar jangan
mencampuri. Dia sedang menikmati pertandingan yang jarang dilihatnya itu.
Bi Moli dan Ouwyang Toan lega melihat Bun Houw menyimpan pedangnya yang
ampuh itu, Hal itu mereka anggap sebagai suatu kesombongan dari Bun Houw,
maka keduanya mempergunakan kesempatan setelah Bun Houw menyarungkan
kembali pedangnya untuk cepat menerjang dengan pukulan-pukulan mereka.
Akan tetapi sekali ini Bun Houw sudah siap dengan ilmunya yang amat hebat yaitu Im-yang Bun-tek Cin-keng. Bahkan gurunya sendiri tidak mampu menandingi ilmu
ini! Begitu melihat kedua orang lawan sudah menyerang, Bun Houw segera
menggerakkan kaki tangannya secara aneh dan akibatnya hebat. Kedua orang lawan
itu seperti terdorong badai yang amat kuat, membuat mereka terjengkang dan
terguling-guling. Keduanya tentu saja terkejut bukan main, akan tetapi karena tidak melihat lain jalan, keduanya sudah mengeluarkan hentakan nyaring dan menerjang
lagi. Untuk kedua kalinya, mereka seperti menyerang gelombang dahsyat yang
membuat mereka kembali terjengkang dan terbanting. Mereka bangkit lagi,
menyerang lagi roboh lagi dan hal ini berulang sampai liga kali dan Ouwyang Toan tidak mampu bangkit kembali karena kehabisan tenaga dan sudah terluka dalam. Bi Moli masih terus menyerang mati-matian akan tetepi dengan menggunakan It-sin-ci (Satu Jari Sakti) Bun Houw berhasil merobohkannya dalam keadaan tertotok dan
tidak mampu bergerak lagi. Sorak-sorai menyambut kemenangan Kwa Bun Houw,
Kaisar Siauw Bian Ong kagum bukan main karena ternyata pemuda itu tidak
190 membunuh kedua orang lawannya, hanya membuat mereka tak berdaya! Kini
maklumlah kaisar itu bahwa kalau dia menghendaki agaknya pemuda itu sudah
sejak tadi dapat membunuh kedua orang lawannya. Karena tidak ingin membunuh
itulah yang membuat pertandingan berlangsung lebih lama. Kaisar itupun
memerintahkan petugas untuk menangkap kedua orang itu dan menjebloskan
mereka kepenjara untuk menanti diadili kelak.
Kwa Bun Houw kini menghadap kaisar dan berlutut. Kaisar Siauw Bian Ong
tersenyum, "Orang muda yang gagah, kami sungguh bersukur bahwa negara kita
mempunyai seorang pendekar seperti engkau yang gagah perkasa dan bijaksana.
Kami ingin melihat wajahmu yang aseli."
Bun Houw terpaksa melepaskan penyamarannya, mencabut alis palsu dan juga
kedok tipis seperti kulit yang menutupi mukanya, monggosok-gosok cat dan
nampaklah wajah aselinya. Oleh perintah kaisar, dia mengangkat mukanya dan
kaisar beserta permaisurinya melihat wajah seorang pemuda yang cukup tampan
dan gagah. "Kwa Bun Houw, kami berterima kasih kepadamu dan kami ingin memberi hadiah yang sesuai dengan kehendak hatimu. Katakanlah, apa yang kau kehendaki"
Kedudukan" Atau harta benda?"
"Ampun, Yang Mulia. Hamba sama sekali tidak mengharapkan hadiah dan imbalan, karena apa yang hamba lakukan ini hanya merupakan suatu kewajiban hamba
menentang segala bentuk kejahatan. Hamba hanya dimintai bantuan oleh Hek-tung
Lo-kai dan Koan Thai-kam." dan maklumlah dia bahwa pemuda itu memang seorang pendekar sejati yang tidak mempunyai keinginan demi kesenangan atau
kepentingan diri sendiri. Apa yang diajukan oleh seorang pendekar sejati sematamata membela kebenaran dan keadilan, menentang kejahatan, tanpa pamrih
sedikitpun. "Hemm, biarlah kita bicarakan lagi hal ini setelah segalanya selesai. Kita masih harus membasmi para pemberontak yang berkeliaran di kota raja, kaki tangan kerajaan
Wei, dan juga memadamkan pemberontakan yang dikobarkan oleh bekas kaisar
Cang Bu." Pada saat itu, komandan pasukan keamanan yang bertugas membasmi para
anggauta Thian-te Kui-pang yang berkeliaran di luar pintu gerbang istana, datang menghadap dan melapor kepada Kaisar bahwa usahanya gagal karena semua
anggauta Thian-te Kui-pang telah melarikan diri dan pasukannya hanya berhasil
menangkap tiga orang saja!
"Bawa mereka ke sini! Kami ingin mendengar keterangan mereka tentang ikut
campurnya kerajaan Wei dalam pemberontakan ini!" perintah kaisar penasaran.
191 "Ampun, Yang Mulia. Begitu tertawan, tiga orang anggauta Thian-te Kui-pang itu membunuh diri dengan menelan sebutir racun."
Kaisar mengepal tinju, "Kirim pasukan dan tundukkan pemberontak bekas kaisar yang tak tahu diri itu. Kami sengaja mengalah dan tidak mengejarnya, akan tetapi dia malah menghimpun pasukan dan hendak memberontak!"
"Yang Mulia, biar hamba yang melakukan pengejaran terhadap Bu-tek Sam-kui yang memimpin Thian-te Kui-pang." kata Bun Houw.
Setelah kaisar menyatakan persetujuannya, Bun Houw meninggalkan istana dan
diapun melakukan pengejaran ke sarang Thia-te Kui-pang, di daerah tak bertuan,
yaitu di dusun Tai-bun. Dia sudah mendengar tentang dusun ini yang dikuasai oleh Thian-te Kui-pang, sesuai dengan petunjuk yang diperolehnya dari Koan Thai-kam.
*** Setelah tiba di luar kota raja, Bun Houw bukan langsung pergi ke sarang Thian-te
Kui-pang, melainkan menuju ke Kui-cu, ke lembah sungai untuk mengunjungi bekas
kaisar Cang Bu! Bagaimanapun juga, kaisar itu adalah bekas kaisar yang kalah
perang dan Bun Houw sama sekali tidak dapat menyalahkan kaisar ini kalau hendak berusaha merebut kembali tahta kerajaan yang telah direbut oleh Kaisar Siauw Bian Ong yang mendirikan kerajaan Chi. Dia tidak hendak mecampuri urusan perebutan
kekuasaan itu. Akan tetapi, dia merasa tidak enak mendengar bahwa bekas Kaisar
Cang Bu bersekutu dengan kerajaan Wei di utara. Ini berbahaya sekali karena
mungkin saja kelak kerajaan Wei akan menguasai kerajaan di selatan. itulah
sebabnya mengapa dia kini melakukan perjalanan cepat ke pusat gerakan yang
dilakukan bekas kaisar itu, mendahului pasukan yang dikirim Kaisar Siauw Bian Ong untuk membasmi pemberontakan ini. Kalau teringat kepada Liu Kiok Lan, puteri
adik bekas kaisar itu, dia merasa kasihan karena kalau tempat itu diserbu, tentu gadis bangsawan itu akan menjadi korban pula. Dia ingin menyadarkan bekas Kaisar Cang Bu agar tidak bersekutu dengan kerajaan Wei, dan agar cepat melarikan diri sebelum terlambat.
Pada saat itu, bekas kaisar Cang Bu sudah mendengar laporan dari seorang matamatanya yang ditugaskan mengamati keadaan di kota raja bahwa usaha membunuh
atau menawan kaisar telah gagal! Bahkan mata-mata itu mengabarkan betapa
orang-orang Thian-te Kui-pang yang tadinya siap di kota raja, telah pula melarikan diri setelah mendengar kegagalan itu. Juga Suma Koan dan puteranya, Suma Hok,
yang tadinya memimpin orang orang kang-ouw dan anak buah mereka sendiri,
bersiap-siap untuk membantu gerakan di kota raja kalau penawanan terhadap
kaisar berhasil, terpaksa mengundurkan diri dan ayah beserta puteranya itu kini telah kembali ke Kui-cu. Melihat Suma Koan dan Suma Hok kembali dengan wajah
lesu, bekas kaisar Cang Bu mengepal tinju dan membanting-banting kaki. "Celaka, kenapa sampai gagal" Dan kenapa pula paman Suma pulang dengan tangan hampa"
192 Semestinya paman membantu usaha di dalam istana itu sampai berhasil! Ah, aku
telah mempercayakan urusan penting kepada orang-orang yang tak dapat
diandalkan."
Kaisar Cang Bu benar-benar merasa menyesal sekali karena kegagalan ini
memusnakan harapannya untuk dapat menguasi kembali kerajaan yang telah
dirampas oleh Siauw Bian Ong.
Kui-siauw Giam-ong mengerutkan alisnya. Dia memang tadinya tidak begitu ingin
mencampuri urusan pemberontakan. Hanya karena puteranya telah menjadi adik
ipar bekas kaisar itu maka dia mendapat semangat untuk ikut meraih kedudukan
yang tinggi. Kini semua telah gagal dan dia kehilangan semangat. Dia menghela
napas panjang. "Sudahlah, Liu-kongcu. Saya tidak mempunyai semangat lagi dan akan pulang ke tempat tinggalku. Selamat tinggal!" Sebelum bekas kaisar itu sempat menjawab, kakek kurus itu telah berkelebat dan pergi dari tempat itu. Puteranya, Suma Hok, maklum bahwa ayahnya tidak pulang karena mereka tadi telah bersepakat untuk
bergabung dengan Bu-tek Sam-kui dan mencari kedudukan di kerajaan Wei, di utara sana! Suma Hok sendiri lalu memasuki perkemahan di mana isterinya, Liu Kiok Lan, telah menantinya.
Seolah tidak melihat isterinya yang cantik, Suma Hok langsung saja mengumpulkan pakaian dan barang berharga, berkemas seperti orang yang hendak melakukan
perjalanan jauh. Melihat ini, Liu Kiok Lan mengerutkan alisnya dan menghampiri
suaminya yang sedang berkemas.
"Aku mendengar bahwa usaha di kota raja itu gagal. Benarkah itu, suamiku?"
Tanpa menoleh Suma Hok menjawab, "Benar. Sialan! Hancurlah semua cita-citaku."
Hening sejenak. Suma Hok tetap saja mengumpulkan semua barang berharga, emas
permata, sisa kekayaan yang dibawa dari istana oleh Liu Kiok Lan ketika lari
mengungsi, memasukkan semua itu ke dalam buntalan pakaian.
"Engkau hendak mengajak aku pergi ke manakah?" tanya isterinya.
"Siapa yang hendak mengajak engkau pergi" Aku akan pergi sendiri!" jawab Suma Hok.
Liu Kiok Lan terkejut dan kerut di keningnya semakin dalam. "Apa maksudmu"
Engkau mengemasi semua barang, termasuk perhiasan dan barang berharga
milikku, dan engkau akan meninggalkan aku?"
Kini Suma Hok membalik dan isterinya terkejut melihat wajah yang tampan itu kini berubah seperti iblis, begitu bengis dan kasar. "Sialan! Setelah semua yang
kulakukan, hanya barang-barang ini yang kudapatkan! Sungguh rugi besar selama
193 berbulan-bulan ini aku memaksa diri tinggal di sini dan menghambakan diri kepada bekas kaisar yang ternyata kini gagal segala-galanya. Huh!"
Wajah Liu Kiok Lan menjadi pucat.
'"Kau ... kau ...! Bukankah engkau telah menjadi suamiku dan aku ini isterimu" Dan kau mengatakan semua cita-citamu sia-sia" Dan aku ini kau anggap apa" Kalau
memang hendak pergi, tinggalkan semua barangku!"
"Ha-ha-ha, barang-barang ini untuk imbalan semua jasaku! Kalau bukan karena aku, engkau akan menjadi seorang gadis yang ternoda aib, gadis yang bukan perawan
lagi. Tadinya, aku mengharapkan untuk menjadi seorang yang berkedudukan, akan
tetapi melihat keadaannya sekarang, kakakmu sudah tidak ada harapan. Untuk apa
aku harus merendahkan diri lebih lama lagi di sisimu?"
"Suma Hok!" Liu Kiok Lan membentak marah dan menudingkan telunjuknya ke arah muka suaminya. "Setelah semua apa yang kaulakukan terhadap diriku, dan semua itu kuterima dengan perasaan hancur namun terpaksa kudiamkan saja demi
menjaga nama baik keluarga kami, dan engkau sekarang hendak meninggalkanku
begitu saja" Setelah engkau membunuh Paman Pouw Cin yang setia, kemudian
melakukan fitnah pula kepadanya, kemudian engkau membohongi kakakku dan
aku, engkau kini tidak mau bertanggung jawab" "
Suma Hok terbelalak. "Apa ..." Apa yang kaumaksudkan ...?"
Sebelum Kiok Lan menjawab, terdengar langkah kaki dan muncul seorang pengawal
sehingga suami isteri yang sedang bertengkar itu menahan kemarahan mereka dan
menghentikan pertengkaran.
"Ada keperluan apa engkau datang ke sini tanpa dipanggil?" bentak Suma Hok marah.
"Maaf, tai-hiap. Saya hanya ingin mengabarkan bahwa pemuda yang dulu pernah menjadi buronan, yang bernama Kwa Bun Houw itu sekarang datang dan bercakap-cakap dengan Sribaginda."
Diam-diam Suma Hok terkejut bukan main, sebaliknya Kiok Lan yang mendengar
disebutnya nama pendekar itu, nampak girang.
"Pergilah kami tidak ingin diganggu!"' kata Suma Hok dan pengawal itu lalu pergi.
Setelah dia pergi, Suma Hok menutupkan kembali daun pintu kamarnya dan
menghadapi isterinya.
"Sekarang katakan, apa maksudmu dengan mengatakan semua tadi" Engkau bilang aku melakukan fitnah kepada Paman Pouw Cin" Apa maksudmu?"
194 "Kaukira aku dapat percaya begitu saja ketika dahulu itu engkau mengatakan bahwa engkau membunuh Paman Pouw Cin karena dia memperkosaku" Aku tidak pernah
percaya seujung rambutpun! Paman Pouw Cin adalah orang yang paling setia
kepada kakakku dan aku, sudah kukenal sejak aku kecil. Aku tahu dan mengenal
betul orang macam apa dia. Bagaimana mungkin dia mendadak saja berubah
menjadi demikian keji" Akan tetapi karena engkau bersedia mencuci aib pada diriku dengan menikahiku, akupun hanya menyimpan semua keraguan itu di dalam hatiku.
Kemudian, setelah aku mengenal benar watakmu. aku semakin yakin bahwa dahulu
engkaulah yang memperkosaku. Engkau membuat aku tidak sadar, kemudian
engkau memperkosaku. Ketika Paman Pouw Cin memergoki perbuatanmu, dia kau
bunuh, lalu engkau memutar balik kenyataan dan mengatakan bahwa engkau
melihat Paman Pouw Cin memperkosaku dan engkau membunuhnya. Kemudian,
engkau memperlihatkan kebaikanmu dengan bersedia mencuci aib dan menikahiku.
Semua itu kaulakukan dengan pamrih mendapatkan kedudukan! Dan sekarang,
setelah usaha kakakku gagal, engkau hendak meninggalkan aku begitu saja" Suma
Hok, aku tidak akan tinggal diam, akan ku-laporkan perbuatanmu itu kepada
kakakku!" Wajah Suma Hok berubah pucat ketika dia mendengar kata-kata itu. Kalau bekas
kaisar Cang Bu mendengar laporan adiknya ini, tentu dia akan ditangkap dan
dihukum berat. Maka, dia lalu pura-pura terkejut setengah mati dan dengan muka
Pedang Kilat Membasmi Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dibuat sedih dia mendekati isterinya.
"Isteriku, bagaimana engkau dapat mengeluarkan kata-kata sekeji itu" Tidak kusangkal bahwa aku memang ingin mendapatkan kedudukan, akan tetapi siapakah
orangnya yang tidak mempunyai cita-cita tinggi" Akan tetapi, aku sama sekali tidak memperkosamu aku bahkan menikahimu karena aku kasihan padamu, aku cinta
padamu. Paman Pouw Cin yang melakukannya, aku berani bersumpah Isteriku,
kalau engkau tidak ingin aku pergi akupun tidak akan pergi, akan tetapi jangan
menuduhku yang bukan-bukan! Aku yang sudah mengorbankan segalanya
untukmu, kini masih menerima tuduhan keji ... " dan pemuda itu menangis sambil menjatuhkan diri berlutut di depan isterinya.
Kiok Lan terkejut juga melihat suaminya menangis dan berlutut di depan kakinya.
Bagaimanapun juga, pria ini telah menjadi suaminya dan iapun sudah pernah
berusaha memaksa hatinya untuk mencintainya. Sikap suaminya yang menangis
sedih dan berlutut di depan kakinya itu membuat ia sejenak meragukan dugaannya
sendiri dan iapun membungkuk untuk membangunkan Suma Hok. Akan tetapi pada
saat ia membungkuk untuk membangunkan suaminya, Suma Hok menggerakkan
tangan memukul dada istrinya. Pukulan itu datangnya sama sekali tidak terdugaduga oleh Kiok Lan.
"Dukkk!!" Dadanya kena hantaman tangan Suma Hok dan seketika ia muntah darah.
Akan tetapi matanya melotot dan wanita itu masih mampu melakukan serangan
195 totokan dengan ilmu totok It-sin-ci, yaitu totokan satu jari. Namun, Suma Hok dapat menangkisnya sehingga jari tangan Kiok Lan hanya mengenai lengan baju dan
lengan baju itu berlubang, akan tetapi tubuh wanita muda itu terkulai dan roboh, tewas seketika dengan mulut mengalirkan darah.
Suma Hok berteriak-teriak setelah mendorong jendela kamar itu terbuka dan
diapun menangis. Beberapa orang pengawal datang dan melihat adik majikan
mereka tewas ditangisi Suma Hok, mereka segera melapor kepada bekas kaisar
Cang Bu. Pada saat itu, Liu Tek atau bekas kaisar Cang Bu sedang menerima kunjungan Kwa
Bun Houw. Mula-mula, bekas kaisar itu terkejut bukan main melihat munculnya
Kwa Bun Houw di depannya. Akan tetapi karena sikap Bun Houw baik, tidak seperti musuh, diapun mempersilakan tamu itu duduk dan diam-diam dia memberi isarat
agar para pengawalnya melakukan penjagaan.
"Kwa Bun Houw, apakah maksud kedatanganmu sekarang ini" Sebagai kawan atau sebagai lawan?" tanya bekas kaisar itu sambil menatap tajam.
"Kongcu, saya datang bukan sebagai kawan maupun lawan karena sesungguhnya
saya tidak mempunyai urusan pribadi apapun dengan kongcu. Akan tetapi
mengingat akan kebaikan kongcu dan terutama sekali Nona Liu Kiok Lan, saya
datang untuk memberi nasihat kepada kongcu. Pertama, sebaiknya kalau kongcu
menghentikan hubungan kongcu dengan kerajaan Wei di utara. Dan ke dua
sebaiknya kongcu cepat meningalkan tempat ini karena pasukan kerajaan Chi akan
melakukan penyerbuan setelah usaha pembunuhan terhadap Kaisar Siauw Bian Ong
dapat digagalkan."
Pada saat itulah pengawal datang berlari-larian dan melaporkan dengan napas
memburu bahwa adik bekas kaisar itu telah tewas di kamarnya. Mendengar ini, Liu Tek terbelalak dan segera lari ke dalam, di kuti oleh Bun Houw yang juga terkejut bukan main mendengar laporan itu. Dia belum tahu bahwa adik bekas kaisar itu
telah menikah dengan Suma Hok.
Ketika mereka tiba di kamar itu, mereka melihat Kiok Lan telah diangkat ke
pembaringan dan Suma Hok duduk di tepi pembaringan sambil menangisi kematian
isterinya. "Suma Hok, apa yang telah terjadi?" Liu Tek berteriak ketika memasuki kamar. Bun Houw juga berdiri tertegun memandang ke arah mayat Kiok Lan yang masih
nampak mengalirkan darah dari mulutnya.
Suma Hok menoleh dan begitu melihat Kwa Bun Houw, diapun meloncat dan
menyerang Bun Houw dengan marah sambil membentak, "Engkau pembunuh!
Engkau telah membunuh isteriku!"
196 Bun Houw cepat mengelak ketika tangan Suma Hok menyambar ke arah mukanya.
Suma Hok yang serangannya luput itu membalik dan sudah menyerang lagi dengan
pengerahan tenaga sekuatnya. Namun, Bun Houw menangkis dan Suma Hok
terhuyung. "Suma Hok, hentikan ini! Engkau menuduhku yang bukan-bukan!" kata Bun Houw.
Suma Hok sudah menyambar sulingnya yang tadinya terletak di atas meja.
"Jahanam Kwa Bun Houw, engkau telah membunuh isteriku, aku harus membalas
kematian isteriku!"
Mendengar ini, Liu Tek menengahi. "Nanti dulu, apa artinya ini, Suma Hok" Saudara Kwa Bun Houw ini baru saja datang dan menghadap padaku, bagaimana engkau
dapat mengatakan bahwa dia telah membunuh Kiok Lan?"
"Ah, paduka tidak tahu. Jahanam ini memang licik sekali. Sebelum menghadap paduka dia telah menyelinap ke kamar ini dan membunuh dinda Kiok Lan. Saya
melihat sendiri ketika saya memasuki kamar, jahanam ini melarikan diri melalui
jendela!" Dia menunjuk ke arah daun jendela yang terbuka.
Bekas kaisar ini kini menghadapi Bun Houw dan memandang penuh perhatian dan
keraguan. Bun Houw segera berkata, "Kongcu, harap diteliti dulu peristiwa ini.
Mungkinkah saya akan masih berada di sini, mengingatkan kongcu akan datangnya
bahaya, kalau benar saya membunuh nona Kiok Lan" Kalau boleh, saya ingin
memeriksa jenazah nona Kiok Lan untuk meneliti apa yang menyebabkan
kematiannya."
Bekas kaisar itu mengangguk dan bersama Bun Houw dia mendekati jenazah
adiknya. Bun Houw memeriksa dan membuka baju di bagian dada. Nampak tanda
pukulan membiru di dada itu, pukulan yang amat kuat dan mengandung hawa
panas! Akan tetapi bekas pangeran itu lebih tertarik melihat tangan kanan adiknya seperti menekan atau mencengkeram ke arah perut. Ketika dia menarik tangan itu, Bun Houw melihat betapa jari telunjuk tangan kanan itu bengkak dan ketika
dirabanya, maka tulang telunjuk itu patah pada buku jarinya. Bekas kaisar Cang Bu melihat ujung lipatan kertas menyembul dari balik baju di pinggang adiknya.
Diambilnya benda itu yang ternyata sehelai kertas berlipat yang agaknya
disembunyikan di ikat pinggang. Dia membuka dan merabanya. Wajahnya berubah
pucat sekali, dan tanpa bicara dia menyerahkan kertas itu kepada komandan
pengawalnya. Panglima itu membaca pula dan cepat dia berlari keluar entah apa
yang dilakukannya, hanya dia dan bekas kaisar itu yang mengetahuinya.
Sementara itu, Bun Houw yang memeriksa telunjuk, kini memandang kepada Suma
Hok yang masih berdiri tegak. Dan diapun menemukan apa yang dicarinya. Lengan
baju Suma. Hok berlubang dan tahulah dia bahwa agaknya tangkisan Suma Hok
membuat jari telunjuk wanita itu patah buku jarinya dan lubang pada lengan baju itu akibat ilmu totokan It-sin-ci dari mendiang Liu Kiok Lan Suma Hok, "Engkaulah 197
yang telah membunuh Nona Liu Kiok Lan dengan pukulan Lui-kong-ciang (Tangan
Halilintar), dan agaknya Nona Liu menyerangmu dengan totokan It-sin-ci yang
mengenai lenganmu ketika kau tangkis. Buktinya, lengan bajumu itu berlubang. Dan engkau masih berani menuduh, aku yang membunuhnya!" kata Bun Houw.
"Ha-ha-ha, Kwa Bun Houw, engkau murid Tiauw Sun Ong, tentu tidak jauh berbeda dari gurunya! Tidak perlu menyangkal atau memutarbalikkan kenyataan. Kenapa
aku membunuh isteriku sendiri yang tercinta" Engkaulah yang membunuhnya dan
ketika aku memasuki kamar ini, aku masih melihat bayanganmu meloncat keluar
melalui jendela!"
Pada saat itu, komandan pengawal tadi muncul lagi bersama tujuh orang perwira,
termasuk pengawal yang tadi mengabarkan kepada Suma Hok tentang kedatangan
Kwa Bun Houw. "Yang Mulia." kata panglima itu kepada Liu Tek. "Pengawal ini menjadi saksi bahwa ketika dia melapor tentang kedatangan tamu, dia melihat Nona itu dan suaminya
berada di kamar ini dan agaknya sedang bertengkar."
"Suma Hok, engkau hendak berkata apalagi?" bekas kaisar itu menegur marah.
"Bukan itu saja, bukan hanya engkau membunuh adikku, juga dahulu engkaulah yang berbuat keji terhadap adikku, lalu mengatakan bahwa Jenderal Pouw Cin yang melakukannya!"
Wajah Suma Hok menjadi pucat. "Sribaginda, semua itu bohong!" katanya membantah.
"Hemm, bohongkah surat yang ditulis sendiri oleh adikku ini" Agaknya adikku telah mendapatkan firasat tidak enak dan membuat pengakuan ini di atas kertas. Sayang sebelum melapor kepadaku, engkau sudah membunuhnya. Engkau manusia iblis!"
"Sudahlah, kalau engkau tidak percaya lagi kepadaku, aku mau pergi!" Suma Hok mencabut sulingnya dan hendak menerjang keluar.
"Nanti dulu, engkau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu yang jahat dan kejam!" kata Kwa Bun Houw dan diapun menghadang di pintu.
"Kwa Bun Houw, pengecut busuk. Engkau, hendak mengandalkan pengeroyokan?"
teriak Suma Hok yang tidak melihat jalan keluar lagi dan bersikap gagah untuk
menyembunyikan rasa takutnya.
"Siapa hendak mengeroyokmu" Hayo kita bertanding satu lawan satu di luar. Harap Kongcu tidak memerintahkan orang mengeroyoknya, biar saya sendiri
melawanuya."
Mendengar ucapan Kwa Bun Houw itu, Li Tek mengangguk, hanya memerintahkan
para perwiranya untuk mengatur pasukan mengepung agar Suma Hok tidak sampai
198 lolos. Melihat bahwa tidak mungkin lagi baginya untuk mololoskan diri, maka Suma Hok menjadi nekat. Semuanya sudah gagal dan tidak ada jalan lain kecuali
menunjukkan kegagahannya. Maka, melihat Kwa Bun Houw sudah melangkah
keluar, diapun dengan mengangkat dada, membawa sulingnya, mengikuti keluar.
Mereka saling berhadapan di ruangan terbuka sebelah luar kamar. Maklum bahwa
lawannya adalah putera seorang datuk besar dan sama sekali tidak boleh dipandang ringan, Bun-Houw sudah mencabut pula senjatanya, yaitu Lui-kong-kiani (Pedang
Kilat)! dan semua orang terkesiap karena pedang itu seperti mengeluarkan sinar
kilat ketika dicabut.
"Kwa Bun Houw, sejak dahulu engkau menentangku dan menjadi penghalang
bagiku! Sekali ini, engkau atau aku yang mati!" bentak Suma Hok.
"Yang kutentang kejahatanmu, bukan dirimu!" bentak pula Bun Houw akan tetapi dia sudah harus cepat menghindar karena selagi dia bicara, Suma Hok telah
menyerang dengan suling mautnya. Suling digerakkan dan ada sinar hitam
menyambar dari ujung suling Bun Houw miringkan tubuhnya dan menggerakkan
pedang. Beberapa batang jarum beracun halus dapat dipukul runtuh oleh
pedangnya dan diapun memutar pedang membalas serangan lawan.
Tok-siauw-kwi (Iblis Suling Beracun) Suma Hok adalah seorang pemuda gemblengan
yang sukar dicari tandingannya. Dia telah mewarisi sebagian besar ilmu dari
ayahnya dan bahkan dia amat keji mempergunakan racun sehingga dijuluki Suling
Beracun. Sulingnya yang disepuh perak itu bukan saja mampu mengeluarkan jarum
beracun, juga permukaan suling itu mengandung racun yang amat jahat. Ketika dia mengamuk dan menerjang Bun
Houw, bentuk suling itu lenyap dan yang nampak hanyalah gulungan sinar putih
dibarengi suara mendengung-dengung.
Akan tetapi, yang dilawannya adalah Kwa Bun Houw, Si Pedang Kilat yang dalam
segala hal jauh lebih tinggi tingkatnya. Bahkan ayahnya sendiri, Kui-siauw Giam-ong Suma Koan, tidak akan mampu menandingi Si Pedang Kilat, apalagi dia! Ketika Bun Houw memainkan pedangnya, nampak sinar kilat bergulung-gulung dan
menggulung sinar perak dari suling di tangan Suma Hok. Pemuda ini terkejut bukan main karena ke manapun sulingnya bergerak, selalu bertemu sinar pedang yang
bagaikan benteng yang kokoh. Sebaliknya, dari gulungan sinar pedang itu kadang
mencuat sinar yang menyambar bagaikan kilat, membuat Suma Hok berulang kali
harus melempar tubuh ke belakang dengan muka pucat karena nyaris dia disambar
sinar pedang kilat.
Mulailah rasa takut dan panik mencengkeram hati Suma Hok. Dia maklum bahwa
dia tidak akan menang bertanding melawan Kwa Bun Houw, maka dari pada
melanjutkan perkelahian yang tidak memberi harapan itu. lebih baik dia mencoba
menerobos kepungan dan melarikan diri ...
199 Tiba-tiba dia mengeluarkan bentakan nyaring dan tubuhnya sudah meloncat ke
sebelah kiri. Dia disambut todongan golok dan tombak pasukan, akan tetapi Suma
Hok menggerakkan sulingnya dan sinar hitam dari jarum-jarum halusnya
merobohkan lima orang! Dan diapun mengamuk dengan sulingnya dan berhasil
merobohkan lagi lima orang! Dalam sekejap mata saja dia sudah merobohkan
sepuluh orang lawan yang tidak mungkin dapat ditolong lagi karena keracunan.
Melihat ini, sekali melompat Bun Houw sudah berada di depannya dan
menggerakkan pedangnya.
"Trangg ...!!" Nampak bunga api berpijar ketika suling di tangan Suma Hok
menangkis dan patah menjadi dua potong! Iblis Suling Beracun ini terkejut dan
marah, lalu dengan nekat dia menubruk ke depan dengan sulingnya yang buntung,
akan tetapi kaki Bun Houw menyambutnya dengan tendangan.
"Desss ...!!" Dada Suma Hok tertendang dan diapun terjengkang pingsan.
"Tangkap dia hidup-hidup!" bentak bekas kaisar Cang Bu yang sudah marah sekali terhadap bekas adik iparnya itu. Banyak tangan membelenggu Suma Hok yang
sudah pingsan itu sehingga kaki tangannya terikat kuat-kuat, membuat dia setelah siuman tak mampu bergerak lagi.
Bun Houw segera menghadapi bekas kaisar itu dan berkata, "Kongcu, seperti
pernah saya katakan dahulu, saya tidak ingin mencampuri urusan perebutan
kekuasaan. Kedatangan saya ini hanya untuk memberi tahu agar kongcu suka cepat
menyelamatkan diri. Saya ikut bersedih dengan peristiwa terbunuhnya Nona Liu
Kiok Lan. Sekarang, perkenankan saya untuk berparait."
Bekas kaisar itu merasa kecewa sekali bahwa seorang yang lihai seperti Si Pedang Kilat itu tidak mau bekerja sama dengan dia. Biarpun dia berterima kasih dengan peringatan dan pemberitahuan bahwa pasukan kerajaan Chi akan menyerbu,
namun dia tidak ingin mundur lagi. Dia sudah bersusah payah mengumpulkan
tenaga untuk melakukan perang merebut kembali tahta kerajaan, maka dia tidak
mau melarikan diri lagi.
"Terima kasih, Kwa-taihiap. Mudah-mudahan kita akan dapat saling bertemu lagi dalam keadaan yang lebih baik. Aku merasa menyesal sekali telah terkena bujukan dan tipuan penjahat macam Suma Hok sehingga pernah memusuhimu."
Bun Houw meninggalkan tempat itu dan benar seperti yang dia peringatkan kepada
bekas kaisar itu, dua hari kemudian, tempat itu diserbu pasukan yang amat besar jumlahnya. Terjadi perang karena bekas Kaisar Cang Bu melakukan perlawanan
mati-matian. Namun semua usahanya itu sia-sia. Kerajaan Wei di utara juga tidak mengirim bantuan melihat sekutunya diserang itu, hanya memperkuat penjagaan di
perbatasan. Pasukan dari bekas kaisar Cang Bu itu dapat dihancurkan setelah
pertempuran selama sehari semalam. Kaisar Cang Bu sendiri tidak mau ditawan dan 200
membunuh diri, setelah dia dengan pedangnya sendiri membunuh Suma Hok yang
menjadi tawanan.
Perang merupakan puncak merajalelanya nafsu, karena perang memperebutkan
kemenangan tanpa menghiraukan pengorbanan banyak nyawa manusia. Mengapa
di seluruh dunia ini, kehidupan manusia tidak terbebas dari pada perang, baik
perang antara bangsa, antara kelompok, antar keluarga, maupun antar perorangan"
Perang terjadi setiap hari, dimulai dari perang atau konflik dalam batin pribadi, mencetus keluar menjadi konflik antar perorangan, membengkak menjadi perang
antar kelompok, sampai antar bangsa. Sumbernya terletak kepada si aku yang
mengejar kesenangan dengan cara apapun juga. Si aku adalah pikiran yang
bergelimang nafsu, dan nafsu selalu memang mengejar kesenangan dan kepuasan.
Memperebutkan kemenangan karena yang menang itu berkuasa, dan yang
berkuasa tentu saja selalu benar, selalu berada di atas, karenanya menginjak yang di bawah dan tidak mungkin terinjak karena yang di bawah tidak mungkin dapat
menginjak yang berada di atas. Menang, berkuasa, duduk di atas, selalu benar,
selalu baik, selalu dapat menentukan apa saja, karenanya, tentu saja senang! Jadi, semua pencarian itu menuju ke arah satu, yaitu kesenangan! Kedudukan
diperebutkan karena kedudukan merupakan sarang kesenangan. Segala macam
kebutuhan terpenuhi, segala macam keinginan tercapai, dan di dalam kekuasaan itu terdapat segalanya. Kekayaan, identitas, dan kemuliaan.
Betapa kita mudah melupakan kenyataan: yang dapat kita lihat dati sejarah, bahwa makin besar kesenangan yang kita raih dan dapatkan, makin besar pula kesusahan
menanti di ambang pintu. Seseorang yang disambut dengan tepuk tangan dan
sorak-sorai pendukungan, pada lain keadaan mungkin akan disambut dengan
cemooh dan binaan, sebagai korban dari kedudukannya. Seorang yang kaya raya
dan menikmati kekayaannya di satu saat, di lain saat mangkin saja akan dicekam
ketakutan hebat akan kehilangan kekayaannya, atau disiksa kedukaan besar karena kehilangan kekayaannya. Seorang yang berada di puncak kemashuran dan dipuja-puja, sekali waktu dapat saja jatuh ke bawah dan pujaan itu berubah menjadi
ejekan dan kutukan. Bagaikan sebuah biduk kecil dipermainkan gelombang
samudera. kitapun dipermainkan oleh hasil dan gagal, kepuasan dan kekecewaan,
kesenangan, dan kesusahan, kebosanan, iri hati, iba diri, dan segala macam
permainan pikiran yang dicengkeram nafsu daya rendah.
*** Sekelompok orang yang berada di dalam ruangan besar itu nampak muram, bahkan
ada beberapa orang di antara mereka yang marah-marah. Mereka duduk
mengelilingi meja besar dan yang duduk di kepala meja adalah tiga orang yang
kelihatan berwibawa. Mereka merupakan pimpinan dari pasukan Kerajaan Wei yang
kini menduduki dusun Thai-bun dan yang membentuk sebuah perkumpulan
bernama Thian-te Kui-pang. Tiga orang pimpinan itu merupakan saudara-saudara
201 seperguruan, yaitu yang pertama berjuluk Pek-thian-kui (Iblis Putih dari Utara) berusia lima puluh tahun dengan tubuh gendut bundar dan mukanya halus. Orang
ke dua berjuluk Huang-ho Kui (Iblis Sungai Ku ning) berusia empat puluh sembilan tahun, bertubuh tinggi kurus dengan jenggot dan kumis jarang. Yang ke tiga
berjuluk Toar beng-kui (Iblis Pencabut Nyawa) bertubuh sedang, berusia empat
puluh tahun dan wajahnya tampan, matanya liar. Mereka inilah yang dikenal
sebagai Bu-tek Sam kui (Tiga Iblis Tanpa Tanding) yang menjadi jagoan-jagoan istana kaisar kerajaan Wei dan nama mereka amat terkenal di utara. Kini mereka
menerima tugas dari kaisar mereka untuk membawa seratus orang anak buah,
menyusup ke selatan untuk membikin kacau kerajaan baru Chi yang nampak
semakin berkembang. Di dusun Thai-bun, pasukan itu membunuhi penduduk,
menjadikan dusun itu sebagai markas mereka dan mereka tidak lagi memakai
seragam pasukan kerajaan Wei, melainkan berpakaian hitam-hitam sebagai
anggauta. Thian-te Kui-pang.
Di sisi lain dari meja panjang itu, menghadap tiga orang Bu-tek Sam-kui, duduk
tokoh-tokoh persilatan yang dikenal sebaga datuk-datuk persilatan yang lihai. Kui-siauw Giam-ong (Raja Maut Suling Iblis) Suma Koan, datuk besar majikan bukit
Bayangan Iblis berada di situ. Juga nampak Bu-eng-kiam (Pedang Tanpa Bayangan)
Ouwyang Sek, datuk besar majikan Lembah Bukit Siluman yang berusia lima puluh
tiga tahun, beberapa tahun lebih muda dibandingkan Suma Koan.
Di samping Ouwyang Sek duduk pula Kwan Im Sian-li (Dewi Kwan Im) Bwe Si Ni yang biarpun sudah berusia hampir lima puluh tahun akan tetapi masih nampak cantik
manis seperti baru berusia tiga puluh tahun saja. Seperti kita ketahui, wanita yang dahulunya merupakan seorang dayang istana ini, yang pernah jatuh cinta dan
tergila-gila kepada bekas Pangeran Tiauw Sun Ong, dalam usahanya membalas
dendam karena ditolak cintanya oleh bekas pangeran itu, kalah oleh Tiauw Sun Ong dan ia dibantu oleh Ouwyang Sek. Semenjak waktu itu, ia bersahabat dengan
Ouwyang Sek dan memang keduanya memiliki watak yang sama, apalagi Ouwyang
Sek telah menjadi seorang duda, maka keduanya menjadi akrab. Oleh karena itu,
ketika Ouwyang Sek dibujuk oleh Bu-tek Sam kui untuk bekerja sama, dia mengajak pula Kwan Im Sian-li sehingga keduanya sekarang berada di markas Thian-te Kui-pang itu.
Selain tiga pimpinan Thian-te Kui-pang dan tiga orang datuk ini, masih ada lagi lima orang pembantu Bu-tek Sam-kui yang merupakan perwira atau pimpinan pasukan
Thian-te Kui-pang. Mereka agaknya nampak murung dan marah, membicarakan
sesuatu yang penting dengan penuh semangat.
"Brakk!" Tangan kiri Kui-siauw Giam-ong menggebrak meja di depannya sehingga tergetar. "Puteraku Suma Hok mati terbunuh! Akan tetapi aku tidak mau melakukan balas dendam karena pembunuhnya, bekas Kaisar Cang Bu, juga sudah mampus.
Sungguh membuat hati merasa penasaran sekali!" Kakek yang kecil kurus namun
202 amat lihai ini menyambar cawan araknya dan sekali tuang, arak dalam cawan sudah memasuki perutnya. Agaknya dia masih belum puas dan menyambar guci arak lalu
menuangkan isinya, menggelogoknya, seolah arak itu akan dapat mengusir ke
marahannya. "Giam-ong, kenapa penasaran kepada bekas kaisar itu" Yang menjadi biang keladi kematian puteramu bukanlah dia, melainkan orang yang juga menjadi biang keladi
puteraku Ouwyang Toan tertangkap dan dihikum mati. Orang itulah yang telah
membunuh anakmu dan anakku!"
"Siapakah dia !" Suma Koan bertanya dan memandang kepada rekannya dengan
mata merah. "Siapalagi kalau bukan si jahanam Kwa Bun Houw" Menurut para penyelidik yang berhasil lolos ketika markas bekas Kaisar Cang Bu diserbu pasukan pemerintah,
sebelum pasukan pemerintah menyerbu, Kwa Bun Houw datang berkunjung untuk
memperingatkan bekas kaisar itu agar tidak bergabung dengan kerajaan Wei dan
agar melarikan diri karena akan diserbu pasukan pemerintah. dan dalam pertemuan itulah Kwa Bun Houw menyerang dan merobohkan puteramu. Dia ditangkap
dengan tuduhan membunuh isterinya serdiri, adik bekas Kaisar Cang Bu. Kemudian, setelah terjadi penyerbuan dan Kaisar Cang Bu kalah, dia membunuh anakmu yang
telah tertawan sebelum membunuh diri. Nah. bukankah kematian anakmu itu garagara Kwa Bun Houw" Karena Kaisar Cang Bu sudah mati, engkau harus membalas
kematian anakmu kepada Kwa Bun Houw, seperti juga aku akan menuntut balas
Pedang Kilat Membasmi Iblis Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Jago Kelana 8 Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo Harimau Mendekam Naga Sembunyi 18
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama