Ceritasilat Novel Online

Pembalesan 1

Pembalesan Seri Oey Eng Si Burung Kenari Karya Siao Ping Bagian 1


? Seri Oey Eng si Burung Kenari
PEMBALESAN Karya : Siao Ping
com Lelakon Oey Eng si Burung Kenari
PEMBALESAN Dituturkan oleh : T
ADD PUBLISHING Jakarta - 2009
PEMBALESAN Oleh: Siao Ping
Alih bahasa: T Cetakan Pertama : Majalah Mingguan Star Weekly 1951 Cetakan Kedua : ADD Publishing - Juli 2009
Cerita Detektip berjudul Pembalesan, Lelakon Oey Eng si Burung Kenari, merupakan cerita bersambung yang dimuat di Majalah Mingguan Star Weekly dalam 1 nomor penerbitan.
Star Weekly no. 292, tanggal 4 Agustus 1951, hal. 17,18,19.
NONA In Hong sedang jalan di straat Haike Road yang sunyi. Kutika si nona sampe di Itingpan Road, di depan ia ada dua pemuda dengan pakean Barat mendatangin padanya.
"Numpang tanya, nona, Tsing-an-shih di mana letaknya?" tanya satu anak muda, sedang pemuda yang lain liwat di sampingnya.
"Turuti saja ini jalanan, nanti begitu belok ka timur lantas sampe," saut si nona.
Tapi berbareng dengan itu, belakangnya telah ditodongin revolver.
"Sabar, Miss In Hong, bergerak pun tidak ada gunanya!" kata si anak muda seraya dari sakunya keluarkan Browning.
"Apakah kauorang ingin?" tanya si nona, dengan tenang.
"Kita hendak undang kau buat bicara," saut si anak muda.
In Hong belon bisa bade maksud orang, ia diam saja.
"Silahkan nona, oto kita menunggu di Itingpan Road."
Nona In dipaksa masuk dalam sebuah sedan hitam, kedua anak muda apit ia, senjata-api marika terus dipake menodong pinggangnya, hingga percumalah kendati ia ada punya kepandean liehay. *
Sopir telah jalankan kandarannya keras se kali.
In Hong diam-diam guna otaknya, buat cari jalan lolos, tubuhnya bergerak-gerak menuruti kocokannya oto.
"Jangan bergerak, nona," si anak muda mengasi ingat. "Apa kau hendak ondekan jiwamu di antara revolver kita?"
"Kauorang bersenjata api, apa kauorang masi takuti aku?" si nona balikin. la sengaja bongkoki tubuhnya.
"Aku sudah kasi tau, jangan bergerak, nona! Awas, kapan kau bergerak pula, aku akan menembak!"
Anak muda itu mendongkol berbareng hatinya jerih. Ia tau si nona ini tidak boleh dibuat permainan.
"Ka mana kita menuju?" In Hong tanya.
"Ka Yangtzepu."
"Siapa yang mau bicara sama aku?"
"Kau nanti dapat tau kapan kita sudah sampe...."
"Apa kau hendak pecah perhatian kita dengan ajak kita bicara? Harap kau tidak gunai akal itu, nona!" kata pemuda yang satunya.
In Hong masi menanya tetapi itu dua anak muda terus bungkam.
Oto achirnya sampe di ujung Yangtzepu. Itu ada bagian timur dari Shanghai, sudah tida jauh lagi dari Woosung. Di sini sungai Hwangpu berendeng sama straat.
In Hong liat oto terus dilarikan keras, seperti juga kandaran ini hendak dipake mengubar sebuah kapal api.
Sesudah jalan kira-kira bebrapa menit pula, oto brenti di depan suatu gudang. Keadaan di situ ada gelap-gulita. Di sebelah kiri gudang ada satu gedong bertingkat tiga, dari loteng paling atas menyorot cahya api yang guram. Di jendela berbayang orang mundar-mandir.
"Miss In Hong, sudah sampe! Silahkan turun!" si anak muda mengundang.
In Hong menurut. Tetapi diapit kiri-kanan, ia dipimpin ke depan satu pintu besi. Si anak muda mengetok pintu, tiga kali keras, tiga kali pelahan.
Satu orang sigra keliatan mengintip keluar.
"7474?" ia tanya.
"7474," saut si anak muda. "7878... 4... 4... 4...."
In Hong lantas tau ia lagi berhadapan sama satu perkumpulan resia, melainkan ia belon bisa dugah, apa ada hubungannya perkumpulan itu sama ia.
Pintu lantas dibuka dan si nona di'iring masuk, meliwatin kamar tetamu, kamar makan, naik di tangga, terus sampe di loteng ka-3, dalam suatu kamar besar, satu kantoran.
Di pojok timur, di blakang meja tulis, ada berduduk satu orang dari usia pertengahan yang romannya kejam, mulutnya mengisap sigaret, mukanya mengasi liat senyuman puas. Di depan ia, di atas meja, ada satu botol brendy, saru cawan dan belasan lembar uang kertas.
Di samping meja, di atas divan, ada duduk- tiga orang yang semua romannya bengis, masing-masing ada menyekal revolver. Di pintu ada berdiri dua orang yang kulitnya hitam, yang tangannya pegangin revolver juga.
"Kunjungan kau bikin rumahku bercahya, Miss In Hong!" berkata orang yang duduk di tengah meja, lagu suaranya menyindir.
Nona In Hong memandang ka sekitarnya, ia dapatkan terutama banyak revolver diarahkan terhadap dirinya. Ia mendugah pada sekawanan orang dari suatu perkumpulan resia.
Lima orang ada bangsa kasar tetapi dua yang culik ia ada cerdik. Dari jendela keliatan sungai Hwangpu yang airnya mengalir dengan tetap, ombaknya bercahya antara sinar rembulan.
"Kita tidak kena satu pada lain, tuan," In Hong kata. "Kau telah kirim dua wakil buat undang aku, mengenai sikapmu yang manis ini, sukatah kau terangkan padaku, tuan ada punya keperluan apa?"
Juga si nona bicara secara menyindir.
"Buat semua apa yang telah kejadian, aku minta kau suka mengasi ma'af, nona," berkata tuan rumah, sambil mengelah napas. "Aku tau kau senantiasa repot dan kau tentunya tida sudi berkunjung ke mari, dari itu dengan terpaksa aku sengaja kirim dua wakilku...."
"Nah, cobalah bilang, tuan ada perlu apa?" si nona tegasin. Ia masi tidak bisa dugah orang punya maksud, ia mendesak. Ia tau, ia sedang hadapi seorang yang licin.
"Tempatku ini ada satu kantor citak yang lengkap, aku sendiri tida punya tempo buat urus, aku dari itu ingin serahkan ini pada kau. Nona tentu sudi trima, bukan?"
"Tapi, aku tida biasanya berdagang, kau tentu kliru pilih orang...," kata In Hong, yang masi belon bisa membade maksud orang.
"Aku tida kliru, nona. Kau toch ada Oey Eng Siocia yang tersohor - si Nona Burung Kenari, ialah Miss Oriole yang terkenal! Kantor citak ini aku mau serahkan dengan tida ada syarat apa juga, melulu buat unjuk kebaikan hatiku, maka haraplah kau tida tampik."
In Hong berdiam, ia masi tida bisa mengerti.
"Louw Tjit, Louw Pat," kata pula tuan rumah, "kauorang dua sudara tulung anterin In Siocia ka depan, akan liat-liat kantor citak kita ini!"
Dua anak muda tadi lalu giring pula si nona, pergi ka depan, ka kantor citak. Di sini In Hong liat tiga mesin citak,
tetapi yang tarik perhatiannya adalah beberapa potong cliche serta banyak lembaran dari uang kertas, dari $ 10.000 dan $ 5.000!
"Oh, ini kiranya ada tempat citak uang palsu!" ia berseruh.
"Benar, nona! Kita ingin kau yang pimpin ini!" kata Louw Tjit.
Lantas marika kombali ka kamar tadi.
"Kau telah saksikan kantor citak kita' yang komplit, Miss In Hong?" tanya si pemimpin, sambil bersenyuni. "Ya," In Hong potong.
"Louw Tjit, pergi kau ambil bebrapa cliche dan satu peti uang palsu dan bawa ka mari, yang lainnya semua angkat ka bargas kita," menitah si pemimpin.
Satu anak muda lantas berlalu, tapi dari divan muncul satu orang lain, buat gantikan ia terus mengepit nona culikan itu.
"Miss In Hong, sekarang kantor citak ini telah menjadi kepunyaanmu!" kata si pemimpin sambil tertawa puas.
"Jikalu begitu, aku minta kauorang lekas berlalu dari sini!" saut In Hong.
"Tapi jangan kesusu, nona! Setelah semua selese, kita tidak akan berdiam lama-lama lagi di sini. Sekarang aku perlu lebih dulu perkenalkan diriku, Miss In Hong, aku kira kau tentu kenal Tio Djie Kang...? Nah, aku ada iapunya engko, Tio Tay Kang!"
Hatinya In Hong berdebar, tetapi pada air mukanya ia tida kentarakan itu. Ia sekarang mulai mengarti duduknya hal.
Dulu, ia-lah yang tangkap Tio Djie Kang dan serahkan bandiet itu pada Detective To Tjie An, pemimpin recherche, kemudian si penjahat telah dihukum mati. Dan sekarang, sudaranya Tio Djie Kang ini rupanya hendak membalas sakit hati.
Kerna itu, ia sekarang lagi hadapi bahaya heibat. Ia hanya masi belon bisa bade, secara apa Tio Tay Kang hendak membalas padanya.
"Benar, aku kenal Tio Djie Kang," ia menyaut achirnya. "Ia telah cari bagiannya sendiri hukuman mati buat ia masi terlalu enteng...."
"Ia memang cari bagiannya sendiri tetapi jikalu kau tidak tangkap ia, lain orang tida akan mampu bekuk padanya!"
"Kau serahkan kantor citak ini, bukankah dengan itu kau hendak balas jahat padaku, agar aku tidak bisa bersihkan diri?"
"Kau ada sangat pintar, Miss In Hong, dugahanmu tida salah!" Tio Tay Kang tetapkan. "Terus terang aku mau kasi kau tau, slama ini kabar angin ada heibat, kantor citak ini aku tidak sanggup pertahankan lebih lama pula, aku perlu cari tempat, buat pindah, tetapi di sebelah itu, kau harus gantikan kita, supaya apabila nanti kau kena ditangkap, kau bisa dapat ganjaran dari sepuluh sampe dua-puluh-taon atawa pun hukuman mati...!"
Kutika itu Louw Tjit telah kombali. la sudah bekerja selese.
"Semua sudah siap," ia kasi tau pemimpinnya.
Tay Kang tertawa besar, menyatakan girangnya. Ia cegluk sagelas brendy. Lantas ia angkat teropong telepon.
"Hallo! Aku mau bicara sama Detective To Tjie An!"
"Siapa di sana?" sigra ia dapat sambungan.
"Aku mau kasi tau halnya satu kantor citak tukang citak uang palsu," Tay Kang jawab, "yang jadi pemimpin ada Miss In Hong...."
"Apa? Miss In Hong jadi tukang citak uang palsu? In Hong yang mana?"
Detective To sangsikan warta itu. In Hong sering bantu ia tetapi pun sering ganggu padanya, hingga ia imerasa tidak enak hati. S
Nona itu memang tida pandang mata pada polisi dan sersi. In Hong sering tulung orang miskin dan marika yang berada dalam kesukaran. Kadang-kadang dengan tentangin wet negri, tetapi buat bekuk padanya, bukti-bukti sukar dicari. Sekarang ada ini bukti....
"Tentu saja Miss In Hong yang tersohor, ialah Oey Eng Siocia, si bandit perempuan yang termashur!"
Sembari kata begitu, Tay Kang lirik si nona, siapa tapinya berlaku tenang sekali.
"Kau siapa? Kenapa kau kasikan aku ini kabar resia?"
"Aku ada orangnya Miss In Hong. Aku insyaf In Hong punya kesesatan, maka dengan melanggar bahaya, aku sengaja sampekan ini kabar resia."
"Di mana letaknya itu kantor citak? Apa In Hong biasa ada di sarangnya itu?"
"Ia sekarang ada di kantornya malah lagi mabok arak sampe lupa daratan, ia rebah di kamarnya di loteng ka-3. Baik tuan ajak polisi, dikuatir ia bikin perlawanan...."
"Di mana letaknya itu kantor? Aku akan sigra datang menggerebek!"
"Di Yangtzepu, di Chungking Road, di gedong loteng tiga di sebelah gudang."
Setelah kata begitu, Tay Kang kata pada orang-orangnya, "Kauorang musti melawan dengan ati-ati, lantas semua keluar dari pintu blakang, di sungai aku akan tunggui kau orang di motorboot. Sekarang lekas siap!"
Lantas orang pada berlalu, kecuali dua sudara Louw.
"Apa ia perlu diringkus?" Louw Pat tanya.
"Kalu ia diringkus, ia tida miripnya sama tuan rumah," saut Tay Kang. "Aku ada punya chloroform, baik kasi ia sedot, supaya ia pangsan buat ampat-lima menit, kalu nanti ia sedar, Detective To tentu sudah borgol tangannya, lantas ia tidak akan mampu bela diri lagi!"
Setelah kata begitu, Tay Kang tertawa berkakakan.
In Hong mengarti bahaya. Ia tau, satu kali ia kena ditangkap, selainnya musti meringkuk dalam penjara, juga namanya akan tercemar. Cara begimana ia bersihkan diri? Tay Kang sungguh jahat dan liehay. Ia lirik Louw Tjit dan Louw Pat, marika ini selalu siap, ia tida ungkulan buat gunai kakerasan. Selama itu sang menit liwat bergantian, sampe achirnya di luar gedong terdengar suara brisik dari motor, disusul sama suara tembakan, saling-bales. Terang kawanan bandiet yang umpeti diri telah mulai serang polisi.
"Detective To telah datang!" berseru Tay Kang. "Miss In Hong, ma'af, silahkan kau rebah sabentaran!"
Tay Kang sudah sedia obat pulas, kapan idungnya Miss In Hong ditutup sama kapas, sakejab saja ia tidak ingat apa-apa lagi.
Tapi kapan kemudian ia sedar, kupingnya samar-samar masi dengar suara tembakan, jarang-jarang. Ia liat dirinya
rebah di atas divan. Ia ada lelah sekali, percuma ia coba berbangkit, tenaganya ilang. Samar-samar ia dengar suara motor dari bargas. Terang Tay Kang sudah kabur. i
Di kamarnya itu tida ada lain orang, pintu kamar terkunci. Kalu sebentar To Tjie An datang, ia tentu bakal dibekuk zonder ia mampu berdaya.
Tentu saja, ia tida sudi jadi orang tawanan polisi. Tapi hatinya berdebar, kerna ia masi lelah.
Ia coba bangun pula, ia gagal. Kepalanya pun masi pusing. Sekarang terdengar pintu luar digedor, sedang di meja, di jubin, ada tersebar uang kertas palsu dan bebrapa potong cliche. Itu ada bukti-bukti, yang bakal jiret ia!
Di atas meja, botol brendy masi ada.
Mendadakan In Hong bersenyum. Sekarang, dengan paksakan diri, ia coba bangun, akan hampirkan itu minuman. Dengan susa-paya, achirnya ia berhasil sampe di meja. Ia ambil botol, dengan tida pake gelas lagi, ia todongkan mulut botol ka mulutnya, buat cegluk isinya, sampe bebrapa kali.
Pengaruh alcohol dengan lekas bisa bikin tenaganya kombali, ia bisa bergerak seperti biasa, kendati belon kuat betul, pusingnya tinggal sedikit.
Dari suara, rupanya polisi masi berada di pintu depan.
In Hong pergi ka jendela, akan melongok ka luar. Ia liat ampat agen polisi menjaga di blakang. Di tempat-tempat gelap pun ada dipasang orang polisi tersembunyi. Nyata gedong sudah terkurung. Di kejauhan, terliat satu motorboot sedang pergi....
Gedong itu terpisah dari air kira-kira anem tumbak. Terpisah tiga tumbak dari jendela, ada tiang listrik, kawatnya berjalan di sepanjang tepi sungai.
Mendadakan hatinya In Hong tergerak. Sigra ia ambil dadung yang berada di pojok tembok. Ia angkat jeruji jendela. Dengan membikin kalung, ia ayun dadung ka tiang kawat.
Ia pande gunai lasso, percobaannya itu berhasil. Maka sekarang dadung nyantel di ujung tiang kawat!
Rupanya polisi yang menjaga di bawah ada liat bayangan, ia menembak, sedang pintu kamar berbareng ada yang gedor.
Suaranya Detective To pun sigra terdengar - suara yang membrikan titah-titah.
In Hong lari ka meja, ia samber potlot, akan sigra menulis di tembok,
"Tuan rumah ada Tio Tay Kang, engko dari Tio Djie Kang dan ia jugalah yang menyampaikan berita resia ini."
Setelah lemparkan potlot, In Hong pegang keras ujung dadung, ia balik ka jendela. Sebagi satu nona tukang dangsu, sabentar kemudian tubuhnya sudah terayun ka luar.
Detective To telah berhasil mendobrak pintu, ia liat bayangan berklebat, ia mau menembak, sudah kasep, kutika ia melongok keluar jendela, ia liat satu tubuh bergelayutan di kawat kabel, akan terus terjun ka sungai Hwanpu yang airnya berombak!
********* Di dalam kamar resia dari satu villa di Kaochiao, Pootung, dekat sama tepi laut, Tio Tay Kang sedang liwati
sang tempo sambil bermain kartu bersama iapunya lima kawan. Justru itu ada terdengar kerokan, tiga kali keras dan tiga kali pelahan.
"Siapa?" tanya satu bandiet, yang dekatin pintu.
"Louw Tjie, Louw Pat," ada jawaban dari luar.
Pintu ini dibuka dan dua sudara itu bertindak masuk.
"Apa kabar?" Tay Kang tanya. Ia lepaskan kartunya.
"Kita dapati kabar yang tida baik buat kita," saut Louw Tjit. "To Tjie An tida dapat tangkap In Hong, sebaliknya, ia jadi dapat tau siapa tukang citak uang kertas palsu...."
"Apa? In Hong yang rebah sebagi mait! Benar-benar detective kantong nasi!"
Tay Kang ada mendongkol berbareng menyesal.
"Bisa jadi In Hong mendusin terlebih cepat atawa Detective To terlambat masuknya," Louw Tjit utarakan sangkahannya. "Dengan In Hong merdeka, kita jadi tida bisa enak tidur...."
"Mustahil kita begini banyak takutin satu perempuan muda?" kata satu bandiet muka hitam yang romannya bengis. Ia ada penasaran sekali.
"Kalu kau pandang enteng pada musuh, itu tandanya kegagalan di depan mata," Louw Tjit bilang.
"Siapa turun tangan lebih dulu, dia menang!" kata Tay Kang dengan sengit. "Baiklah sabentar malam kita kurung In Hong dan tembak ia kalang kabutan sampe ia mampus! Iapunya kematian berarti keselametan kita!"
Semua kawan itu diam
"Louw Tjit, pergi cari kamar di hotel Fu Lai di Bund," Tay Kang kata pula. "Minta satu kamar yang besar,
sabentar kita menyusul. Begitu mulai gelap, kita nanti jalankan putusan kita ini!"
Louw Tjin manggut, ia berlalu dengan sigra.
Semua bandiet keluarkan revolver marika, buat dipreksa dan di'isihkan.
Sang tempo liwat zonder terasa, sampe di pintu terdengar tiga kali ketokan keras dan tiga kali ketokan pelahan, yaitu tanda resia dari kawanan penjahat ini.
"Siapa?" tanya Louw Pat, yang hampirkan pintu.
"Louw Tjit."
Louw Pat kenalin suara engkonya, ia buka pintu dengan tida sangsi-sangsi lagi. Tapi, cuma sasamberan angin, mukanya bandiet ini terkena kepelan dan ia rubuh celentang.
"Angkat tangan! Jangan bergerak!"
In Hong muncul di muka pintu resia, tangan kirinya menodong sebuah Browning kecil otomatis. Semua bandiet angkat tangan marika saling mengawasin.
Louw Pat yang rebah di tanah diam-diam geraki tangannya, akan cabut iapunya revolver dari pinggangnya, ia niat tembak si nona selagi nona itu tida menyangkah ia, siapa tau baru saja tangannya terangkat atawa sebatang pana-tangan, yang dipakai obat, menyamber tangannya, hingga sakutika itu juga, tangannya jadi keplek, senjatanya terlepas dan jato. Justeru itu si bandiet muka hitam, yang jadi nekat, telah turunin tangannya, buat cabut ia punya senjata api, tapi sabelon ia bisa angkat tangannya itu, sebatang pana lain bikin tangannya itu seperti mati!
Sebab buat ka-dua kalinya, tangan kanan dari Nona In Hong telah bergerak secara kilat cepatnya.
"Siapa lagi mau coba-coba?" In Hong tanya.
Semua bandiet itu bungkam.
"Kat Po, bawa Louw Tjit masuk!"
Di pintu muncul Louw Tjit, di blakangnya ada ikut satu nona jangkung dan besar tubuhnya, melainkan dengan satu gerakan tangan dari ia ini, bandiet itu sigra rubuh seperti adenya.
"Rampas semua senjata marika!" In Hong kata pula, pada iapunya sumoay.
Kat Po bertindak masuk dan ambil semua revolver dari si kawanan bandiet.
Setelah itu, In Hong masukin Browning-nya ka dalam saku. "Ini semua ada bagian yang kauorang cari sendiri," kata ia dengan sabar. "Aku mau bertindak menuruti caramu sendiri! Dalam tempo tiga jam, Detective To Tjie An akan bakal sampe di sini, maka kauorang kemudian boleh pergi bikin uang palsu di dalam penjara!"
Si muka hitam tetap penasaran, kebetulan tangannya sudah bisa digeraki, diam-diam ia cabut panah di tangannya itu, lantas dengan mendadakan ia lompat menerjang In Hong dengan tipu silat 'Harimau Mencuri Hati'.
Di sa'at yang berbahaya itu, In Hong masi bisa liat gerakan musuh, ia lekas kelit ka samping, tangannya ia ulur, bukan buat menangkis tangan musuh, hanya buat cekal itu, buat dibarengin digentak ka samping, hingga si bandiet tida berdaya lagi, tubuhnya terbahit ka tembok, kepalanya kabentur keras, maka di situ ia rubuh dengan tida berkutik. Tapi kerna ini, semua bandiet lantas maju menyerang.
In Hong dan Kat Po tangkis sesuatu serangan, sambil terus bales menerjang. Pintu resia telah dikunci, bandiet tida bisa lari molos, sedang juga marika semua berklai dengan sengit. Ruangan yang lebar ada mengasi kutika buat In Hong dan sudaranya itu.
Belon terlalu lama, semua bandiet sudah pada menggeletak di jubin.
"Hayo, bangun, jangan pura-pura rebah!" Kat Po mengejek.
Tapi semua bandiet benar-benar sudah mati daya, maka In Hong, satelah bel pada kantor polisi, lantas kunci pintu dan berlalu bersama iapunya sumoay.
Dalam tempo yang pendek, Detective Tq dan bebrapa agen polisi telah masuk ka dalam kamar resia, In Horlg berdua tida ada, yang ada hanya delapan bandiet, yang masi saja rebah, semua muka dan tubuhnya pada matang-biru, maka dengan gampang marika dipakein gelang.
"Mana In Hong?" Tjie An tanya Tay Kang. "Kau bantong!" pemimpin bandiet itu balikin. "Seumur hidupmu, kau jangan ngelamun bisa menangkap In Hong...!"
TAMAT Pendekar Pemetik Harpa 21 Duri Bunga Ju Karya Gu Long Naga Dari Selatan 15

Cari Blog Ini