Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An Bagian 5
Terjadi benturan keras antara tenaga pukulan dua
bersaudara Sim dengan tenaga pukulan Sik Yu-beng, tapi kali
ini giliran dua bersaudara berlengan buntung itu yang kaget,
ternyata sewaktu terjadi benturan tadi, bukan saja tidak
menimbulkan suara benturan nyaring bahkan sama sekali tak
bersuara, malah telapak tangan mereka saling menempel jadi
satu dan susah dilepas.
Selang tak lama, mereka rasakan tenaga dalam seakan
terisap keluar dan mengalir dengan cepatnya ke tubuh lawan,
saat itulah mereka baru merasa gugup, sadar bahwa ilmu hiatjiuhua-kang musuh sudah mencapai tingkat sempurna.
231 Sementara itu keempat padri dari Siau-lim-pay telah
membentak nyaring, dengan ilmu pukulan naga, harimau,
macan kumbang dan macan tutul, mereka melepaskan sebuah
pukulan dahsyat ke tubuh lawan.
Sik Yu-beng tertawa nyaring, serunya, "Bagus, bagus sekali
... Nah, terima tubuh orang ini."
Tiba-tiba dia dorong tubuh lelaki bersenjata gurdi untuk
menumbuk datangnya keempat pukulan itu, dalam keadaan
sudah lemas karena kehabisan tenaga, mana mungkin lelaki
itu bisa menghindarkan diri, begitu terhajar empat pukulan
keempat padri itu, tewaslah dia seketika.
Coa Giok-tan tidak tinggal diam, sambil menahan rasa sakit
yang luar biasa, dia serang Ci-ti-hiat di tubuh lawan dengan
senjata serat emasnya.
Merasakan datangnya sergapan ini, lekas Sik Yu-beng
menyentil kedua jari tangannya, dengan sentilan keras dia
singkirkan senjata serat emas itu ke arah lain.
Pengejar nyawa membentak nyaring, sepasang kakinya
kembali melancarkan serangkaian tendangan berantai.
"Aaah, sayang aku tidak memiliki tangan ketiga," keluh Sik
Yu-beng sambil menghela napas panjang.
Dia tarik kembali tangannya yang digunakan untuk
mengisap tenaga dalam dua bersaudara Sim, lalu balas
melancarkan sebuah pukulan, kembali tubuh si Pengejar
nyawa mencelat sejauh beberapa kaki.
Biasanya, bila Sik Yu-beng berhasil menangkap bagian
tubuh seorang, maka sulit bagi korbannya untuk meloloskan
diri dalam keadaan hidup, masih untung ketika Sik Yu-beng
sedang mengisap tenaga dua bersaudara Sim, ia terpaksa
harus menarik kembali tangannya karena harus menghadapi si
Pengejar nyawa.
Menggunakan kesempatan itulah Sim Ciu dan Sim Sat
melompat mundur dari arena, ketika merasa hawa murninya
bergolak keras dan tersisa setengah, perasaan mereka
tercekat. 232 Sementara itu Sik Yu-beng telah berseru sambil tertawa
getir, "Tampaknya ilmu silatmu paling bagus, dan hanya kau
seorang yang selalu membikin kepalaku pusing"
Pengejar nyawa tak sempat menjawab, benturan pukulan
lawan membuat hawa murni dalam tubuhnya bergolak keras,
segera dia mengeluarkan buli-buli arak dari pinggangnya dan
meneguk setengah isinya.
"Ya, bagus, minum arak dulu untuk membesarkan nyali,"
ejek Sik Yu-beng tertawa, mendadak ia berpaling ke arah
empat padri Siau-lim-si, tambahnya, "Sekarang tiba giliran
kalian!" Secepat sambaran petir dia menerjang ke hadapan
keempat padri itu.
"Hati-hati!" teriak Pengejar nyawa memperingatkan.
Dengan mengembangkan ilmu pukulan masing-masing,
keempat padri itu menyambut datangnya serangan Sik Yubeng
dengan serangkaian pukulan berantai.
Tapi pemilik perkampungan hantu ini sungguh hebat,
dengan sebuah kebasan kuat dia memaksa mundur padri
naga, lalu dengan satu gerakan kilat dia mencengkeram
tangan padri macan kumbang dan memukul mundur padri
macan tutul. Begitu tangannya dicengkeram, padri macan kumbang
segera merasa hawa murninya bergolak keras, sekujur badan
kesemutan dan tak sanggup meronta.
Bersamaan waktu Sik Yu-beng menyerang keempat padri
itu, Ji Bun-lui, Pengejar nyawa, In Seng-hong, Jay In-hui serta
dua bersaudara Sim tidak tinggal diam, mereka bersama-sama
melepaskan pula pukulan dahsyat.
Kali ini Sik Yu-beng tidak melepaskan mangsanya, dengan
sebelah tangan masih mencengkeram padri macan kumbang,
tangan lain dia pakai menyambut datangnya pukulan keenam
musuhnya. "Blaaam......!" diiringi suara benturan keras, keenam orang
jago itu dipaksa mundur sejauh tujuh delapan langkah,
sementara dia sendiri hanya nampak bergoncang sedikit.
233 Semenjak masuk ke dalam perkampungan hantu, hampir
semua musuh yang dihadapi para jago memiliki ilmu silat yang
lihai, namun dari semuanya belum seorang pun seperti Sik Yubeng,
yang menghadapi lawan dengan mengandalkan ilmu
silat murni, bukan saja selalu berhasil memukul mundur
serangan lawan, setiap kali dia pun masih sempat menangkap
korbannya untuk diisap tenaga dalamnya, dari sini dapat
dibayangkan betapa hebatnya kemampuan orang ini.
Si Pengejar nyawa sadar, kemampuan mereka masih bukan
tandingan lawan, maka pikirnya, "Apapun yang bakal terjadi,
harus ada satu di antara kami yang bisa lolos dari
perkampungan ini dan menguarkan semua kebobrokan Sik Yubeng
ke dunia persilatan."
Berpikir begitu maka teriaknya keras, "Siapa pun yang bisa
keluar dari sini, berusahalah untuk keluar, kita tak usah mati
bersama di tempat ini, biar aku menjaga barisan belakang!"
Waktu itu paras muka padri macan kumbang telah berubah
pucat-pias dan sama sekali tak bertenaga lagi. Sambil tertawa
keras, kembali Sik Yu-beng melancarkan pukulan untuk
menghadang dua bersaudara Sim yang sedang berusaha
kabur untuk ketiga kalinya.
Coa Giok-tan amat sedih, terutama setelah melihat keadaan
padri macan kumbang yang lemas tak bertenaga, dia ingin
sekali membantu rekannya, tapi racun dalam tubuhnya
membuat dia sangat menderita, hal ini membuat hatinya
teramat pedih, sadar semua gara-gara kejahatan Sik Yu-beng
yang di luar batas, dia pun membentak nyaring, dengan
menghimpun tenaga senjata serat emasnya sekali lagi
melancarkan tusukan.
Sik Yu-beng memang sangat hebat, seakan punggungnya
bermata, dia ayunkan tangannya ke belakang dan tahu-tahu
sudah mencengkeram serat emas itu, sementara tangan lain
melepaskan si padri macan kumbang sambil ujarnya dengan
tertawa, "Kau sudah tak berguna, pergi sana!"
Dengan menggunakan serat emas Coa Giok-tan yang
berhasil dicengkeramnya, dia tusuk dada padri itu, Coa GiokTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
234 tan kaget dan segera membetot balik senjatanya, sayang
tenaganya tidak mampu menandingi kekuatan lawan, diiringi
jeritan ngeri yang memilukan hati, padri macan kumbang
tewas seketika.
Padri naga, harimau serta macan tutul teramat gusar,
serentak mereka melancarkan pukulan dahsyat ke tubuh
lawan, Sik Yu-beng segera mengebaskan ujung bajunya untuk
memunahkan datangnya pukulan, lalu secepat kilat dia
mengancam padri harimau.
Tampaknya sebentar lagi padri harimau akan terjatuh ke
tangannya ... di saat kritis itulah dua kilatan cahaya pedang
berkelebat lewat dan mengancam tubuh Sik Yu-beng dengan
kecepatan luar biasa.
Dalam keadaan begini, terpaksa Sik Yu-beng menarik
kembali tangannya dan mengurungkan niat mencengkeram
padri harimau, kendatipun cukup cepat dia menarik tangan,
tak urung bajunya robek juga tersambar tebasan pedang itu,
ternyata orang yang melancarkan serangan adalah In Senghong
dan Jay In-hui.
"Sebuah tusukan yang amat cepat!" puji Sik Yu-beng
sambil tertawa dingin.
Berhasil dengan serangannya yang pertama, In Seng-hong
dan Jay In-hui menyiapkan serangan berikutnya, Sik Yu-beng
segera melepaskan pukulan, membuat sepasang muda-mudi
ini kembali mencelat ke belakang.
Dengan kemampuan yang sempurna dari Sik Yu-beng saat
ini, memang sulit bagi siapa pun untuk mendekatinya, tentu
saja kecuali dapat memusnahkan dulu sepasang tangannya,
tapi siapa pula yang sanggup memusnahkan sepasang tangan
berdarah miliknya"
Sekali lagi si Pengejar nyawa menenggak sisa arak dalam
buli-bulinya hingga habis, Sik Yu-beng tidak tahu Pengejar
nyawa, salah seorang di antara empat opas yang sangat
termashur ini makin minum arak semakin besar nyalinya,
semakin ganas serangannya dan semakin hebat ilmu silatnya.
235 Dalam pada itu Sik Yu-beng sedang merasa telapak
tangannya sakit karena menggenggam senjata serat emas
milik Coa Giok-tan, seakan telapak tangannya hangus
terbakar, dia jadi naik pitam, serunya, "Sialan kau, racun apa
yang kau bubuhkan di senjatamu itu?"
Justru karena Sik Yu-beng tahu Coa Giok-tan adalah
seorang pendekar sejati yang enggan membubuhkan racun di
senjatanya, maka dia berani menangkap senjata serat
emasnya tadi, tentu saja dia tak menyangka kalau senjata itu
sempat terbenam di kolam pelumat tulang sewaktu
membelenggu sepasang kaki si Selir berdarah tadi.
Tak heran racun jahat itu menyusup masuk ke dalam kulit
Sik Yu-beng dan menghanguskan tangan kirinya.
Gusar sekali Sik Yu-beng setelah mengalami kejadian ini,
karena tangan kirinya sakit, terpaksa dia gunakan tangan
kanannya untuk mencengkeram dada Coa Giok-tan, serunya
penuh amarah, "Sebenarnya aku ingin mengisap tenaga
dalammu pada urutan terakhir, tapi sekarang kau antar sendiri
kematianmu, jangan salahkan kalau aku bertindak keji!"
Sebetulnya Coa Giok-tan ingin berkelit, sayang sekujur
tubuhnya gatal dan sakit, mana mungkin dia bisa
menghindarkan diri"
Telapak tangan Sik Yu-beng langsung menempel di
dadanya, menyusul kemudian ia merasakan bagaimana hawa
murni miliknya mengalir keluar dengan derasnya dari dalam
tubuh. Ji Bun-lui membentak gusar, dia memburu ke depan sambil
melancarkan serangan.
Menghadapi ancaman itu terpaksa Sik Yu-beng menangkis
dengan menggunakan tangan kirinya yang terluka, Ji Bun-lui
membentak nyaring, tampaknya dia ingin beradu pukulan
dengan lawannya.
Si Pengejar nyawa, In Seng-hong dan Jay In-hui kuatir Ji
Bun-lui dipecundangi, segera mereka lepaskan pukulan untuk
mendesak mundur gembong iblis itu, sementara dua
236 bersaudara Sim yang melihat semua jago telah turun tangan,
mereka pun serentak melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
"Blaaam!" diiringi benturan dahsyat, keenam jago tangguh
itu terdorong mundur sejauh tujuh delapan langkah,
sementara Sik Yu-beng sendiri, kali ini badannya nampak
gontai dan ikut mundur tiga langkah.
Rupanya tangan kirinya yang terluka oleh air kolam
pelumat tulang membuat kekuatannya berkurang banyak,
untuk sesaat kekuatan itu tak mungkin bisa pulih kembali.
Walau begitu tangan kanannya sama sekali tak mau
mengendor, ia tetap mencengkeram dada Coa Giok-tan sambil
mengisap tenaga dalamnya sekuat tenaga.
Pada saat itulah, mendadak terjadi satu perubahan drastis,
tiba-tiba Sik Yu-beng melepas cengkeramannya pada dada
Coa Giok-tan, lalu dengan wajah berubah hebat serunya
gemetar, "Ada ... ada racun apa di dalam tenaga dalammu?"
Mula-mula para jago agak tertegun mendengar pertanyaan
itu, tapi dengan cepat mereka sadar, rupanya sejak terkena
racun jarum sakti pembetot sukma, darah yang ada dalam
tubuh Coa Giok-tan serta tenaga dalamnya sudah ikut
keracunan. Kini Sik Yu-beng mengisap tenaga dalam miliknya, sama
juga dia pun ikut mengisap racun jarum pembetot sukma dari
tubuh korbannya.
Menanti Sik Yu-beng sadar akan keadaan tidak beres,
namun sudah terlambat, seluruh badannya terasa amat sakit
bagai digigit beribu ekor ular.
Mengetahui racun itu berasal dari Jarum pembetot sukma,
segera dia lepaskan cengkeramannya pada Coa Giok-tan dan
merogoh keluar obat pemunah dari sakunya.
Dari penuturan Yan Bu-yu menjelang ajalnya, para jago
tahu kalau Toasuhengnya memiliki obat pemunah, Toasuheng
yang dimaksud tentunya Sik Yu-beng, tentu saja mereka tidak
memberi peluang padanya untuk mengambil obat pemunah
itu. 237 Setelah tenaga dalamnya terisap sebagian besar oleh Sik
Yu-beng, Coa Giok-tan malah merasa kondisi badannya jauh
lebih segar, melihat pihak lawan melepas cengkeramannya,
segera dia mendesak maju, kemudian sepasang telapak
tangannya langsung dihantamkan ke dada lawan.
Waktu itu seluruh perhatian Sik Yu-beng sedang tertuju
pada obat pemunah yang sedang dirogoh keluar, tangan
kirinya juga terluka, dia tak menyangka Coa Giok-tan bakal
melancarkan serangan dalam kondisi seperti ini, dia ingin
menangkis tapi sudah terlambat.
"Duuuk, duuuk ...!" dua kali benturan keras terjadi, semua
pukulan itu bersarang telak di dadanya.
Sik Yu-beng bukan jagoan kemarin sore, hanya lantaran
kurang waspada maka ia terhajar pukulan itu, namun tenaga
dalam Coa Giok-tan sudah terkuras tujuh puluh persen,
sehingga dua pukulan dahsyat itu hanya mampu memaksa Sik
Yu-beng mundur tiga langkah.
Tak terkirakan rasa gusar Sik Yu-beng, sambil membentak
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dia lepaskan pukulan dengan tangan kirinya, langsung
menghantam dada Coa Giok-tan.
Sungguh kasihan jagoan marga Coa ini, diiringi jerit
kesakitan yang memilukan hati, dia muntah darah segar dan
tewas seketika.
Dengan bergerak mundur ke belakang, Sik Yu-beng
menerjang ke arah posisi yang dijaga tiga padri dari Siau-limpay.
Sejak tadi padri naga, padri harimau dan padri macan tutul
sudah menaruh dendam terhadap gembong iblis itu, melihat
dia bergeser ke arah mereka, serentak tiga pukulan dahsyat
dilontarkan ke punggungnya.
Waktu itu Sik Yu-beng sedang sibuk menghajar Coa Gioktan
dengan tangan kirinya, dia tak menyangka kalau ketiga
orang padri itu bakal melancarkan pukulan ke tubuhnya,
ketika sadar akan bencana, keadaan sudah terlambat, "Duuuk,
duuuk, duuuk!" tiga pukulan berantai bersarang telak di
badannya. 238 Sik Yu-beng segera merasakan hawa darahnya bergolak
keras, racun jarum pembetot sukma yang sudah menyusup ke
badannya kembali menjalar kemana-mana, dalam keadaan
begini tak sempat lagi dia mengeluarkan obat pemunah,
sambil membentak gusar dia membalik badan dan melepaskan
serangkaian pukulan berantai.
Padri naga dan padri harimau menyambut pukulan lawan
dengan keras lawan keras, badannya segera bergetar keras
dan mundur satu kaki lebih dengan sempoyongan, sementara
padri macan tutul sama sekali tak tahan menerima pukulan
musuh, ia mencelat ke belakang dengan muntah darah,
kemudian tewas seketika.
Dalam kondisi seperti ini, Sik Yu-beng sudah tak berminat
lagi untuk mengisap tenaga dalam lawan, yang dipikirkan
sekarang hanyalah bagaimana secepatnya mendapatkan obat
pemunah, kemudian membunuh musuhnya satu per satu.
Sebaliknya si Pengejar nyawa sendiri pun sadar, inilah
kesempatan terbaik bagi mereka untuk melenyapkan gembong
iblis ini. Oleh sebab itu, begitu mereka berenam berhasil mendesak
maju, tiba-tiba mereka memencarkan diri keempat penjuru, si
Pengejar nyawa menghadang persis di hadapan Sik Yu-beng,
In Seng-hong dan Jay In-hui menghadang dari sayap kanan
sedangkan dua bersaudara Sim menghadang dari sayap kiri.
Biarpun mereka berenam belum berpengalaman
menyerang secara bersama-sama, namun dengan pengalaman
dan kecerdasan mereka, tidak sulit bagi jago-jago itu untuk
menjalin kerja sama yang hebat.
Sik Yu-beng tahu, Pengejar nyawa adalah otak dari
rombongan jago itu, sadar kondisi badannya berbahaya, dia
ambil keputusan hendak menyelesaikan pertarungan ini
secepatnya, maka sepasang tangannya langsung diayunkan
bersama menghajar si opas kenamaan itu.
Baru saja Sik Yu-beng mengayunkan tangannya, tiba-tiba ia
sudah merasakan datangnya bokongan dua angin pukulan dari
sisi kiri dan dua tusukan angin pedang dari sisi kanan.
239 Dua desingan angin pedang yang datang dari sebelah
kanan, langsung menusuk telapak tangan serta urat nadi
tangannya, jalan darah penting, seandainya tertembus maka
tenaga pukulannya seketika akan jebol.
Sik Yu-beng bukan bocah ingusan yang belum punya
pengalaman, tangan darahnya sudah dilatih sekuat baja,
sambil mementang kelima jari tangannya, dia berbalik
mencengkeram-an kedua bilah pedang itu, karena
tindakannya ini maka tangan kanannya tak bisa lagi digunakan
untuk menyerang si Pengejar nyawa.
Bila Sik Yu-beng mengangkat lengannya saat itu, dua
gulung tenaga pukulan yang datang dari sisi kiri pasti akan
segera menghajar iga kirinya, terpaksa dia menarik kembali
tangannya sambil menyongsong datangnya ancaman dengan
keras lawan keras, dia menduga pihak lawan terpaksa pasti
akan menarik kembali ancamannya, tapi karena itu pula dia
tak bisa menggunakan tangan kirinya untuk mengancam si
Pengejar nyawa.
Pada saat itulah tiba-tiba si Pengejar nyawa mengangkat
kakinya, Sik Yu-beng mengira lawannya akan melancarkan
tendangan berantai, segera dia mengegos ke samping.
Siapa tahu kali ini si pengejar nyawa tidak melancarkan
tendangan, mendadak dia pentang mulut dan menyemburkan
arak yang baru diminumnya ke udara, beribu-ribu titik hujan
arak, bagaikan hujan senjata rahasia langsung menyembur ke
wajah Sik Yu-beng.
Tempo hari sewaktu melawan Bu-tek Kongcu, Pengejar
nyawa pernah juga menggunakan jurus ini untuk
mengalahkan musuh, dan kini karena situasi kritis, dia
mengulang kembali taktik itu.
Ketika itu sepasang lengan Sik Yu-beng telah dipakai untuk
menghadapi In Seng-hong, Jay In-hui serta dua bersaudara
Sim, untuk berkelit sudah tak sempat, baru saja dia hendak
melompat mundur, tiba-tiba segulung desiran angin tajam
lagi-lagi menyambar tiba dari arah belakang, ternyata Ji Bunlui
telah menyerang dengan kapaknya.
240 Dalam keadaan begini, Sik Yu-beng tahu bila dia
memaksakan diri untuk mundur berarti memapakkan
badannya pada bacokan kapak itu, terpaksa dia kerahkan
seluruh kekuatan yang dimiliki untuk menerima hujan arak si
Pengejar nyawa dengan keras lawan keras,
"Buuk, buuk, buuuk, bukkk!" semburan hujan arak
menyembur telak di wajah Sik Yu-beng.
Ketika berada di rumah makan tadi, si Pengejar nyawa
pernah menggunakan ilmu simpanannya itu untuk melubangi
baju yang dikenakan Ji Bun-lui, dan kini dia menyembur wajah
Sik Yu-beng dengan sepenuh tenaga, tak heran kalau timbul
beribu buah bintik merah di seluruh wajah gembong iblis itu,
meski tidak sampai berdarah namun rasa sakitnya luar biasa.
Belum lagi dia melakukan sesuatu reaksi, lagi-lagi si
Pengejar nyawa mencecarnya dengan serangkaian tendangan
berantai, kali ini dia tidak menyerang bagian lain tapi khusus
menghajar tulang lutut musuh.
Padahal saat itu Sik Yu-beng masih memejamkan mata
untuk menghindarkan bagian matanya dari terjangan
semburan arak, tidak terlihat apa yang dilakukan lawan, tahutahu
... "Kraak, kraaak!" tulang lututnya terhajar telak.
Tulang lutut adalah bagian tulang yang lemah, tak heran
kalau tulang itu patah seketika, sakitnya bukang kepalang
hingga merasuk ke tulang sumsum.
Di saat Sik Yu-beng sedang kesakitan, beberapa peristiwa
kembali terjadi bersamaan waktunya.
Sik Yu-beng sadar, keadaan seperti ini harus segera di atasi
dengan memakai sepasang tangan, maka tangan kanannya
langsung melakukan cakaran dengan sepenuh tenaga, tapi
saat itulah bacokan kapak Ji Bun-lui telah membacok telak
punggungnya., Waktu itu tulang kaki Sik Yu-beng sudah patah keduanya
hingga badannya roboh terjungkal, tapi tangan kanannya yang
telah melepaskan cengkeramannya pada pedang In Senghong
dan Jay In-hui langsung diayunkan ke belakang ....
241 "Blaaam!" pukulan yang amat kuat langsung menghantam
perut Ji Bun-lui.
Dalam gugup dan kalutnya, Sik Yu-beng juga tak sempat
tahu musuh mana yang berada di sebelah kanannya, dia
hanya mengayunkan tangannya buat menyambut datangnya
ancaman. Siapa sangka musuh yang berada di posisi itu tak lain
adalah dua bersaudara Sim, serangan yang mereka gunakan
adalah ilmu pukulan lengan kutung andalan mereka, maka
ketika tenaga pukulan Sik Yu-beng meluncur tiba, kekuatan itu
segera memental balik setelah membentur tenaga pukulan
dua bersaudara Sim.
Posisi Sik Yu-beng waktu itu betul-betul mengenaskan,
karena racun yang menyusup ke dalam tubuhnya sudah
tersebar, hawa darah dalam badannya bergejolak keras,
matanya tak bisa dibuka, sepasang kakinya patah ditambah
punggungnya kena bacokan, maka dia tak tahu lagi keadaan
sekelilingnya. Ketika merasakan datangnya desingan angin tajam yang
menumbuk ke arahnya, telapak tangan kirinya langsung
dibalik untuk menyongsong datangnya ancaman dengan keras
lawan keras, dia sangka pukulan itu pasti akan berhasil
menyingkirkan datangnya ancaman.
"Blaaam!" benturan dahsyat segera bergema di udara,
kerugian yang diderita Sik Yu-beng kali ini sangat besar,
lantaran tangan kirinya sudah terluka bakar, daya kemampuan
serangannya sudah jauh berkurang, benturan yang terjadi
saat ini sama halnya dengan membendung tenaga pantulan
milik sendiri, meski dapat dipunahkan, namun dia lupa kalau di
belakang tenaga pantulan itu masih ada dua tenaga pukulan
Sim Ciu dan Sim Sat yang maha dahsyat.
"Blaaam, blaaaam!" dua pukulan hebat itu langsung
menghantam lengan kirinya, membuat tulang lengan Sik Yubeng
tergetar keras dan patah jadi beberapa bagian.
Setelah secara beruntun Sik Yu-beng mengalami patah
lengan dan sepasang kakinya, dia merasakan kesakitan yang
242 luar biasa, menggunakan kesempatan itulah In Seng-hong
menusukkan pedangnya yang sudah dilepas dari cengkeraman
itu ke lengan kanan musuh.
Sekali lagi Sik Yu-beng menjerit kesakitan, suara jeritannya
tinggi melengking dan amat memilukan hati, hanya dalam
waktu yang amat singkat dia telah terluka di beberapa bagian
tubuhnya, bahkan lengan dan kakinya mengalami patah
tulang, segera dia membuka mata untuk memeriksa keadaan.
Siapa tahu pada saat itulah si Pengejar nyawa kembali
menyemburkan araknya ke wajah gembong iblis ini.
Kalau orang lain yang menyemburkan arak, maka sekali
semburan saja araknya sudah habis, berbeda dengan si
Pengejar nyawa yang gemar minum, sejak muda ia sudah
melatih diri bagaimana menenggak habis satu buli-buli arak
kemudian menyembunyikan sebagian arak itu dalam
tenggorokannya, setelah menyembur satu kali, dia masih
dapat menyembur untuk kedua kalinya.
Waktu itu Sik Yu-beng sudah kalut pikirannya lantaran
kesakitan yang luar biasa, dia tidak menduga sampai di situ,
baru saja matanya dibuka, semburan arak telah menerpa
wajahnya, tak ampun sepasang matanya dibuat buta, bahkan
wajahnya dipenuhi burik berwarna merah yang amis baunya.
Dengan susah payah Sik Yu-beng membangun
Perkampungan hantu, tujuannya tak lain untuk menguasai
dunia persilatan, mengisap tenaga dalam orang dan
menjadikan diri pemimpin tertinggi umat persilatan. Tapi
sekarang sepasang matanya buta, wajahnya dipenuhi luka
bakar, mana mungkin ia bertemu orang dengan penampilan
semacam ini"
Gusar bercampur panik, Sik Yu-beng kembali meraung
keras, suaranya menggelegar hingga menggetarkan seluruh
ruangan, tanpa mempedulikan keselamatan diri lagi dia
menerjang ke belakang dengan hebatnya.
Oleh karena tangan dan kaki Sik Yu-beng sudah menderita
luka parah, maka dia himpun segenap kekuatan yang
dimilikinya untuk menumbuk dengan menggunakan
243 punggungnya, padahal orang yang berada di belakangnya
adalah Ji Bun-lui.
Setelah menyambut pukulan Sik Yu-beng tadi, Ji Bun-lui
merasakan pergolakan yang dahsyat dalam rongga dadanya,
pergolakan itu begitu kuat nyaris membuatnya tumpah darah,
semisal tenaga dalamnya tidak sempurna, mungkin dia sudah
tewas sejak tadi.
Dan kini, sewaktu melihat Sik Yu-beng datang menerjang,
dia sadar, sulit baginya untuk menghindarkan diri, yang bisa
diharapkan sekarang hanyalah datangnya bantuan dari orang
lain. Padahal orang yang berada di sampingnya ketika itu adalah
dua bersaudara Sim, sewaktu dia menoleh ke arah mereka
dengan harapan bisa memberi pertolongan, siapa tahu dua
bersaudara Sim malah menjengek dingin, tampaknya mereka
tidak berminat untuk memberi pertolongannya.
Dua bersaudara Sim paling benci kalau dimaki sebagai
orang cacad, mereka telah mendendam sejak Ji Bun-lui
mereka berdua sebagai 'banci', sebagai orang 'cacad', rasa
benci itu sudah merasuk tulang sehingga mereka selalu
berharap bisa membunuh jagoan dari Kwang-tong itu, sudah
barang tentu mustahil mereka mau menyelamatkan jiwanya
sekarang. Melihat Sik Yu-beng semakin dekat dan dia tak punya
peluang lagi untuk berkelit, Ji Bun-lui segera membulatkan
tekad, meniru apa yang telah dilakukan si Pengejar nyawa
tadi, dia pun menyemburkan gumpalan darah segarnya ke
wajah dua bersaudara Sim.
Mimpi pun dua bersaudara Sim tidak menyangka kalau Ji
Bun-lui bakal menyemburkan darah kental itu ke wajah
mereka, mau menghindar sudah terlambat, wajah mereka
kontan tersembur dengan telak.
Meskipun tenaga dalam yang dimiliki Ji Bun-lui masih
setingkat di bawah si Pengejar nyawa, namun hasil
semburannya itu benar-benar hebat.
244 Sim Ciu dan Sim Sat tidak mengira akan terjadinya
peristiwa ini, baru saja mata mereka kesakitan hingga tak
mampu dibuka, Ji Bun-lui sudah menerjang tiba dan
menghantam punggung kedua orang itu kuat-kuat.
Terhajar oleh pukulan ini, kini posisi Sim Ciu dan Sim Sat
jadi berubah, merekalah yang kini harus berhadapan dengan
Sik Yu-beng. Sadar kalau gelagat tidak menguntungkan, dua bersaudara
Sim terpaksa mengurungkan niatnya untuk menghajar Ji Bunlui,
dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki,
mereka sambut datangnya terjangan Sik Yu-beng.
Biarpun ilmu sakti lengan kutung dua bersaudara Sim
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sangat hebat, sayang Sik Yu-beng bukan menyerang dengan
tangan, tapi menumbuk dengan punggungnya, hal ini
membuat mereka berdua tak lagi bisa meminjam kekuatan
lawan, terpaksa disambutnya terjangan itu dengan keras
lawan keras. Meskipun sepasang mata Sik Yu-beng sudah buta, dan dia
tak tahu Ji Bun-lui yang semula berada di belakangnya kini
telah berganti dengan pukulan dua bersaudara Sim, namun ia
tetap menumbuk sekuat tenaga ke belakang.
"Blumm, blummm!" dua benturan keras menggelegar di
udara, serangan dahsyat Sim Ciu dan Sim Sat telah menghajar
telak punggung Sik Yu-beng.
Kekuatan tumbukan Sik Yu-beng ternyata tidak berhenti
karena pukulan itu, malah sebaliknya sepasang lengan dua
bersaudara Sim yang tergetar keras menjadi patah.
"Blaaam!" terjangan punggung itu menghantam tubuh Sim
Sat dan Sim Ciu, dua bersaudara itu menjerit kesakitan,
tubuhnya mencelat ke belakang.
Karena tubuh mereka berdua terlempar ke belakang,
seketika punggung mereka menghantam pula sepasang
tangan Ji Bun-lui yang sedang melakukan dorongan.
Suara tulang yang hancur bergema lagi di udara, ketiga
orang jagoan itu seketika terjungkal ke tanah dan tewas
seketika. 245 Sik Yu-beng sendiri yang secara beruntun termakan empat
buah pukulan memuntahkan darah segar, walau begitu, dia
telah berhasil membunuh tiga orang lawannya sekaligus, bisa
dibayangkan betapa hebatnya tenaga dalam yang dia miliki.
Tapi tumbukan yang kuat itu berakibat fatal juga bagi
dirinya, kapak yang semula menancap di punggungnya,
karena termakan tumbukan itu membuat senjata itu menusuk
lebih dalam lagi di tubuhnya.
Sik Yu-beng menjerit kesakitan, tiba-tiba dua gulung
tenaga pukulan kembali menindih kepalanya, yang menyerang
kali ini adalah padri naga serta padri harimau dari Siau-lim-si.
Dua padri dari Siau-lim ini sangat dendam dengan
musuhnya ini, terutama setelah melihat kedua saudara
seperguruannya tewas di tangan gembong iblis itu, rasa setia
kawan yang kental membuat mereka sakit hati dan ingin
membunuh lawan secepatnya, oleh sebab itu serangan yang
mereka lancarkan kali ini bukan tertuju ke tubuh lawan tapi
langsung membabat ubun-ubun Sik Yu-beng.
Biarpun sudah terluka parah, ketajaman pendengaran Sik
Yu-beng masih terhitung hebat, ia tahu ada dua gulung
kekuatan pukulan yang menghantam kepalanya, sayang
anggota tangannya sudah terluka sehingga mustahil untuk
melayani serangan lawan, dia pun tahu tak bisa menghindar
lagi. Maka dia himpun segenap tenaga dalam yang masih tersisa
dan melejit ke udara bagaikan sebuah peluru, langsung
menumbuk kepala dua padri dari Siau-lim itu.
Menggunakan badan sendiri sebagai senjata rahasia, sistim
penyerangan yang belum pernah ada sebelumnya,
"Plaaak, plaaak!" pukulan yang dilancarkan padri naga
persis menghantam wajah Sik Yu-beng, sementara pukulan
yang dilancarkan padri harimau menghajar lambungnya.
Akan tetapi serangan Sik Yu-beng pun luar biasa
dahsyatnya, dua orang padri itu tak sanggup menahan
serudukan lawan, kembali terdengar suara tulang patah,
tulang lengan kedua orang padri itu patah.
246 Kepala Sik Yu-beng langsung menumbuk kepala Padri
naga, batok kepala padri itu kontan hancur berantakan dan
tewas seketika, sementara sepasang lutut Sik Yu-beng
menerjang pula wajah padri harimau.
Darah segar berhamburan kemana-mana, dengan wajah
hancur tubuh padri harimau mencelat ke belakang dan ikut
tewas seketika.
"Blaaaam!" kembali tubuh Sik Yu-beng terjatuh ke tanah,
secara beruntun dia muntah darah sebanyak tiga kali.
Pertempuran darah yang sangat membetot sukma ini hanya
berlangsung dalam waktu amat singkat, tapi Sik Yu-beng telah
berhasil membunuh dua jagoan penuntut balas, empat padri
Siau-lim-pay, Coa Giok-tan, Sim Ciu, Sim Sat serta Ji Bun-lui.
Semisal Sik Yu-beng belum terluka parah tangan dan
kakinya, dan dia pun tidak terluka semakin parah karena
menumbuk musuh dengan badannya, bisa jadi si Pengejar
nyawa, In Seng-hong dan Jay In-hui pun akan kehilangan
nyawa. Kini di dalam ruang gedung yang luas tertinggal si Pengejar
nyawa, In Seng-hong, Jay In-hui serta Sik Yu-beng yang
sedang duduk mengatur pernapasan di lantai.
Jay In-hui merasa hatinya bergidik, selama hidup belum
pernah ia saksikan pertarungan berdarah sekejam dan sesadis
ini, saking kagetnya dia sampai memejamkan mata dan tidak
berani melihat lagi.
Jangan kan Jay In-hui yang seorang gadis lembut, In Senghong
pun ikut merasakan jantungnya berdebar keras, malah si
Pengejar nyawa yang telah banyak mengalami pertarungan
berdarah pun ikut bergidik.
Kini suasana telah pulih kembali dalam keheningan, darah
berceceran dimana-mana, menodai seluruh lantai ruangan ....
Sekujur tubuh Sik Yu-beng juga berlumuran darah, juga
sepasang tangannya, sulit untuk membedakan panca
inderanya karena hampir seluruh badannya sudah ditutupi
lapisan darah kental.
247 Selang berapa saat kemudian Sik Yu-beng baru berusaha
bicara, suaranya parau dan terputus-putus.
"Pengejar nyawa ... juga pasangan ... pasangan mudamudi
... aku tahu kalian masih ada di situ ... Pengejar nyawa
kalau bukan arakmu ... ditambah dua ... dua kali
tendanganmu ... jangan harap kalian ... kalian mampu
membunuhku ... racun ... racun jarum sakti... pembetot
sukma ... Aii!"
Akhirnya dia telan napas terakhir kalinya dan tidak bergerak
lagi. Melihat kematian Sik Yu-beng, si Pengejar nyawa
menghembuskan napas panjang, gumamnya, "Sik Yu-beng,
wahai Sik Yu-beng, kau tak usah menyalahkan orang lain, si
Selir berdarah begitu baik kepadamu, tapi kau hanya berpeluk
tangan membiarkan dia mati konyol, tak aneh bila akhirnya
kau pun tewas oleh jarum sakti pembetot sukma miliknya"
In Seng-hong ikut berkata, "Sik-cengcu wahai Sik-cengcu,
inilah akibat perbuatan bejadmu selama ini, Coa-sianseng
adalah sahabat karibmu, dia begitu baik padamu, begitu
memperhatikan keselamatanmu, tapi kau tetap mengisap
habis tenaga dalamnya, itulah sebabnya kau terluka oleh
racun yang terkandung dalam tenagdalamnya ... memang
inilah pembalasan yang paling setimpal untukmu."
Ternyata apa yang selama ini tersiar di dunia persilatan
memang benar, siapa yang mempelajari ilmu iblis tangan
berdarah, dia akan tewas dalam keadaan yang sangat
mengerikan. Sik Yu-beng mengira, walaupun pada akhirnya dia akan
tewas dalam keadaan yang sangat mengerikan, paling tidak
dia dapat menikmati dulu posisi tertinggi di dunia persilatan.
Siapa tahu nama besar belum diperoleh, kedudukan belum
didapat, dia sudah harus mati secara mengenaskan.
In Seng-hong sadar, dalam pertempuran hari ini,
seandainya si Pengejar nyawa tidak menyemburkan araknya
hingga membutakan sepasang mata Sik Yu-beng, tak nanti
pedangnya berhasil menusuk lengan kanan iblis itu, dua
248 bersaudara Sim juga tak akan mampu mematahkan lengan kiri
lawannya. Seandainya si pengejar nyawa tidak berhasil menendang
sepasang kaki Sik Yu-beng hingga patah, lalu membutakan
matanya, bacokan kapak Ji Bun-lui belum tentu bisa
membacok punggungnya, dan mungkin mayat yang tergeletak
di lantai sekarang bukan mayat Sik Yu-beng, melainkan mayat
mereka. Apapun yang telah terjadi, kasus pembunuhan dalam
Perkampungan hantu sudah berhasil terbongkar, 'setan' yang
selama ini diberitakan bercokol dalam perkampungan itu kini
sudah 'mampus'.
Pengejar nyawa tidak banyak bicara lagi, dia tuang semua
minyak yang ada dalam lentera kemudian menyulut dengan
api, tak lama kemudian kobaran api yang hebat meluluhlantakan
perkampungan itu hingga rata dengan tanah.
Salju masih turun dengan derasnya, bunga salju kelihatan
semakin putih, seakan dengan warna putih yang
melambangkan kesucian, dia ingin menghapus semua dosa
dan kejahatan yang telah terjadi di dunia ini.
Di atas permukaan salju hanya tertinggal sedikit bekas kaki,
tiga sosok bayangan manusia tampak berjalan menjauhi
perkampungan yang telah rata dengan tanah itu.
Tanpa berpaling lagi si Pengejar nyawa, In Seng-hong dan
Jay In-hui berjalan menjauh, mereka tak pernah berpaling
lagi, tak lama kemudian bayangan tubuh mereka pun ikut
lenyap tertelan hujan salju yang tebal.
0o5o0 Bab III. TANGAN BERACUN.
8. Buronan Naga Penjara darah.
Penjara besar 'Besi berdarah' di kota Ciang-ciu merupakan
salah satu di antara tiga penjara besar yang ada saat itu.
Hampir semua narapidana yang dipenjarakan di sana adalah
249 para penjahat kelas kakap yang sudah melakukan banyak
dosa dan kejahatan.
Biasanya menjelang menjalani eksekusi hukuman mati,
para narapidana akan dijebloskan ke dalam penjara ini, agar
mereka tak mampu melarikan diri atau ditolong temantemannya,
sebab penjara besar 'besi berdarah' mempunyai
penjagaan yang ketat dan bangunan yang kokoh.
Hari ini hujan salju turun dengan derasnya di kota Ciangciu,
seluruh permukaan tanah telah dilapisi bunga salju nan
putih. Di pintu gerbang penjara besar 'besi berdarah' tampak ada
tujuh delapan orang pengawal berdiri tegap bagaikan patung
tembaga, kecuali itu suasana di sekelilingnya terasa hening
dan sepi, hanya suara angin utara yang menderu-deru.
Ada dua orang perwira yang bertugas di penjara besar itu,
tiap bulan secara bergilir mereka bertugas menjaga keamanan
dan keselamatan para narapidana, bila ada buronan yang
berhasil melarikan diri, maka mereka berkewajiban mengejar
hingga berhasil ditangkap kembali.
Oleh sebab itulah para perwira penjara mendapat
perlakuan istimewa, selain cukup pangan, uang mereka pun
cukup banyak, apalagi tiap saat mereka harus melakukan
perjalanan jauh.
Di penjara besar Besi berdarah terdapat dua belas orang
perwira jaga, karena tanggung jawabnya besar dan berat, tak
heran ilmu silat mereka rata-rata lihai, punya nama besar dan
pergaulan luas. Hanya orang yang luas pergaulannya yang
bisa menelusuri jejak seorang narapidana yang kabur.
Bulan ini dua orang perwira jaga yang mendapat giliran
menjaga penjara besar 'besi berdarah' adalah dua orang jago
persilatan yang amat termashur, sang komandan adalah Sinciong
si tombak sakti Si Ceng-tong, sementara wakil
komandannya adalah Sam-jiu-sin-wan (monyet sakti
bertangan tiga) Ciu Leng-liong.
Kepandaian silat kedua orang ini benar-benar sangat
tangguh, bila turun tangan bersama, jarang ada jagoan
250 persilatan yang mampu bertahan sebanyak tiga puluh
gebrakan. Apalagi mereka berasal dari kalangan Liok-lim yang dikenal
sebagai penjahat budiman, pengalaman dan pengetahuannya
amat luas, baik golongan hek-to maupun pek-to rata-rata
memberi muka kepada mereka.
Kecuali dua orang perwira jaga itu, di dalam penjara besar
besi berdarah terdapat pula empat orang sipir jaga, sama
seperti para perwiranya, mereka pun menjaga penjara secara
bergilir. Tentu saja para sipir juga terdiri dari kawanan jago
persilatan yang berilmu tinggi.
Ada empat orang sipir penjara yang mendapat giliran jaga
bulan ini, mereka adalah Thi-tan (si peluru besi) Seng It-piau,
Tiang-to (si golok panjang) Sim In-san, Hun-kim-jiu (si tangan
pemisah emas) Thian Toa-ciok serta Hui-yan (si walet
terbang) Liu Ing-peng.
Peluru besi Seng It-piau adalah keturunan dari benteng
keluarga Seng di Tiangkang, dia juga orang yang berusia
paling tua di antara para sipir lainnya, sepasang senjata peluru
besinya boleh dibilang cukup membetot sukma dan
merontokkan nyali orang.
Sebenarnya keluarga Seng dari Tiangkang ini ahli dalam
permainan golok, hanya putra sulungnya seorang yang tak
pernah belajar golok, semenjak kecil dia sudah berlatih ilmu
peluru terbang, kesempurnaannya boleh dibilang luar biasa.
Sejak bekerja menjadi opas, sudah banyak sampah
masyarakat yang merasakan kehebatan ilmu silatnya, tak
heran kalau para begundal akan pecah nyali begitu
mendengar nama julukannya.
Si golok panjang Sim In-san cerdas otaknya dan amat
cekatan, dia licik, lincah dan gesit, pandai memainkan sebilah
'golok panjang' dengan panjang tujuh depa satu inci, ilmu
golok Lok-be-cian (babatan kuda roboh) yang dikuasainya
sangat hebat, para penjahat biasanya langsung menyerah bila
bertemu dengan golok panjangnya itu.
251 Si Tangan pemisah emas Thian Toa-ciok memakai
sepasang tangan kosongnya sebagai senjata, biar tangan
kosong namun lebih keras dari baja dan lebih tajam dari
sayatan golok, pernah naik ke Kiu-long-san untuk membekuk
sepuluh serigala sembilan harimau yang hidup di atas bukit
dengan tangan kosong, nama besarnya tersohor di empat
samudra, biar agak gegabah dan tidak sabaran namun setia
kawan dan menjunjung tinggi kebenaran.
Si walet terbang Liu Ing-peng mahir dalam ilmu
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
meringankan tubuh, semua penjahat terbang yang bertemu
dengannya, ibarat nyamuk bertemu burung walet, biar punya
seribu sayap tambahan pun jangan harap bisa lolos dengan
gampang, dia pintar dan cekatan, dari antara empat orang
opas, dia terhitung paling muda.
Kehebatan ilmu silat keempat orang ini bila dibandingkan
dengan kehebatan si monyet sakti bertangan tiga Ciu Lengliong
maupun si tombak sakti Si Ceng-tang, boleh dibilang
selisih tidak banyak.
Karena itu, dengan kehadiran beberapa orang ini di penjara
besar besi berdarah, ibarat sebuah tabung yang terbuat dari
baja, jangankan manusia, seekor nyamuk pun jangan harap
bisa lolos dari situ dengan selamat. Pada saat itulah ....
Tiba-tiba ada sesuatu benda menerobos masuk ke dalam
penjara besar besi berdarah, benda itu bukan lalat, bukan
nyamuk tapi seorang manusia.
Seorang narapidana.
Dia bukan narapidana sembarangan, boleh dibilang dia
merupakan narapidana nomor wahid dalam penjara besar besi
berdarah. Waktu itu, delapan orang penjaga sedang menganggur,
agak terkantuk-kantuk mereka menjaga di depan pintu
gerbang penjara besar besi berdarah, tiba-tiba terdengar
suara derap kaki yang amat gencar berkumandang datang.
Ketika mereka mendongakkan kepala, tampak ada sembilan
orang sedang bergerak mendekat, orang pertama memakai
mantel berwarna hitam dengan liritan merah, berusia tiga
252 puluh tahun, alis tipis mata sipit, tampang seorang pintar yang
banyak akal, sebilah golok panjang lagi tipis terpanggul di
punggungnya dia tak lain adalah Sim In-san.
Segera kedelapan orang penjaga itu memberi hormat, salah
seorang di antaranya segera menyapa dengan penuh sopan,
"Komandan Sim, apakah kau ... kau hendak masuk ...?"
"Kalau tidak masuk, memangnya aku harus mengendon di
sini sambil merasakan terpaan angin salju?" jawab Sim In-san
sambil tertawa dingin.
"Baik, baik, baik" segera penjaga itu menyahut, dengan
cepat dia mengambil anak kunci dan membuka pintu gerbang
penjara. Sim In-san segera berpaling ke arah delapan orang yang
berada di belakangnya sambil berseru, "Ayo ikut aku masuk!"
Baru berjalan selangkah, tiba-tiba tanyanya lagi kepada
penjaga itu, "Saat ini ada berapa orang perwira yang jaga
penjara?" Penjaga itu tertawa, sahutnya, "Kedua orang perwira tidak
di tempat, tapi opas Thian, Sin dan Liu bertiga ada di pos
mereka dan menjaga penjara."
Sim In-san termenung sejenak, mendadak tanyanya lagi,
"Kau tahu, opas Seng ada dimana?"
"Agaknya berada di kamar penjara nomor tiga," sahut
penjaga itu sembari garuk-garuk kepala.
Sim In-san tidak bicara lagi, sambil manggut-manggut dia
mengajak kedelapan orang itu masuk ke dalam penjara.
Sewaktu delapan orang itu berjalan melalui sisi penjaga
gerbang itu, tanpa sadar penjaga itu melirik sekejap ke arah
orang-orang itu, tapi... hampir saja dia menjerit saking
kagetnya. Ternyata kedelapan orang itu hampir semuanya cacad, ada
yang buta mata kirinya, buta mata kanannya, ada yang
kehilangan tangan kiri, ada yang hilang kaki kiri, ada yang
buntung tangan kanannya, ada pula yang memakai kaki palsu
di kaki kanannya, malah ada yang punya bekas bacokan golok
253 di wajahnya hingga nyaris membelah separuh wajahnya,
orang kedelapan cacad karena tak punya telinga.
Yang lebih menyeramkan lagi, meski kedelapan orang itu
berdandan sebagai opas, namun rambut mereka awutawutan,
bukan hanya amis, bau badannya minta ampun,
matanya juling giginya bertaring, gaya mereka ada yang mirip
setan iblis, ada pula yang macam mayat hidup.
Yang lebih aneh lagi, mimik kedelapan orang itu kaku tanpa
perasaan, menanti hingga kedelapan orang itu masuk semua
ke dalam penjara, penjaga itu baru berseru tertahan, "Aduuh,
maknya!" Penjaga yang lain ikut mengeluarkan lidahnya sambil
berbisik, "Entah dari mana kedelapan opas itu" Jangan-jangan
mereka akan menyeret seorang gembong persilatan lagi untuk
dipenggal kepalanya?"
"Aaah, aku rasa tak usah dipenggal kepalanya pun mereka
juga bakal mampus sendiri," sambung rekannya setelah ragu
sejenak. "Kenapa?" tampaknya rekan yang lain tidak mengerti.
"Kalau narapidananya sudah keburu mampus karena kaget
dan ketakutan, buat apa mesti dipenggal lagi kepalanya?"
Gelak tertawa pun segera meledak memecah keheningan,
makin bicara pokok pembicaraan semakin meluas hingga
akhirnya suasana riuh rendah oleh suara percakapan dan
tertawa mereka.
Gelak tertawa itu baru terhenti ketika secara tiba-tiba
berkumandang suara jeritan ngeri yang memilukan hati dari
dalam ruang penjara.
Bagi mereka, jeritan itu boleh dibilang sangat dikenal,
karena suara yang sesungguhnya tegas, kasar dan penuh
wibawa kini telah berubah jadi erang kesakitan yang amat
memilukan hati.
Jeritan ngeri itu berasal dari opas Seng.
Sementara kedelapan orang penjaga pintu itu saling
berpandangan dengan perasaan bingung dan tak tahu apa
yang mesti dilakukan, tiba-tiba pintu penjara telah dibuka
254 orang, hanya saja untuk menjaga segala kemungkinan yang
tidak diinginkan, biasanya pada pintu yang terakhir akan
dikunci dengan sebuah gembok baja, gembok itu hanya bisa
dibuka oleh orang yang menjaga di luar pintu, maka bila orang
di luar tidak membukakan gembok itu, jangan harap orang
yang berada di dalam bisa keluar.
Seorang penjaga pintu segera membuka sebuah lubang
kecil dekat pintu, lalu tegurnya, "Tanda perintah!"
Dari balik lubang kecil itu segera muncul sebuah lencana
kecil berwarna kuning kehijauan, bila seseorang membawa
lencana itu, dia akan diijinkan keluar dari pintu gerbang dan
biasanya lencana itu hanya dikeluarkan oleh perwira yang
bertugas bulan itu.
Petugas yang lain segera berseru pula, "Kata sandi!" Orang
yang ada di balik pintu segera menjawab, "Siang panjang
malam pendek, bukan di musim salju."
Kembali petugas itu berseru, "Di rumah mengandalkan
teman." "Di luar rumah adalah musuh!" orang di balik pintu
menyambung, kemudian dengan nada tak sabar hardiknya,
"Cepat buka pintu, aku adalah opas Sim!"
Segera penjaga pintu itu merogoh anak kunci dari sakunya
dan segera membuka pintu gerbang.
Dari balik pintu penjara muncullah dua belas orang, sebagai
pimpinan adalah Sim In-san, namun gerak-geriknya sedikit
gugup dan tidak tenang.
Orang yang berada di samping Sim In-san sama sekali tak
nampak gugup atau panik, rambutnya panjang terurai di
bahu, usianya sekitar lima puluh tahun, alisnya runcing ke atas
namun sorot matanya bukan saja memancarkan hawa sesat
yang menggidikkan, bahkan pancaran sinar matanya membuat
orang takut memandangnya.
Dua orang yang berada di belakang Sim In-san berusia
empat puluh tahun, amat gesit dan cekatan, sinar matanya
tajam bercahaya. Yang di sebelah kiri agak gemuk sedang
yang di sebelah kanan agak ceking dan tinggi.
255 Mereka bertiga mempunyai satu kesamaan yakni di atas
jidat tertera sebuah cap tanda pengenal berwarna hijau gelap,
itulah cap pengenal bagi para narapidana yang telah dijatuhi
hukuman mati. Mereka tiada hentinya menggosok pergelangan tangan
sendiri, bahkan pada pergelangan kakinya jelas terlihat ada
bekas yang dalam, bekas yang tertinggal karena sudah banyak
tahun dirantai dengan borgol dan rantai besar, dan kini
setelah terbebas dari beban, mereka masih belum terbiasa
dengan keadaan.
Di belakang keempat orang itu adalah delapan manusia
cacad, mimik mereka masih tetap kaku tanpa perasaan,
mereka berjalan tanpa bergoncang sedikitpun.
Diam-diam beberapa orang penjaga pintu itu menarik
napas panjang, sekalipun perasaan takut mencekam hati
mereka, namun melihat ada narapidana yang berjalan tanpa
borgol, mau tak mau mereka bertanya juga.
Maka salah seorang di antara penjaga itu segera menegur,
"Opas Seng ... kalian ...?"
Belum habis ia berkata, sorot mata Sim In-san setajam
sambaran petir telah ditujukan ke wajahnya, bahkan dua
orang yang berada di belakang Sim In-san, seorang dengan
sinar mata setajam pedang dan seorang lain dengan sinar
mata setajam golok memandang bersama ke arahnya,
membuat matanya langsung sakit dan tubuh terasa menggigil.
Kontan penjaga itu tidak melanjutkan kata-katanya, agak
tergagap katanya kemudian, "Kalian ... heheh ... kalian ...
salju begitu deras, masa kalian ... akan ... akan keluar juga
...?" Sim In-san mendengus dingin, setelah mengerling sekejap,
bersama kesebelas orang lainnya dengan cepat berlalu dari
situ dan lenyap di balik salju yang tebal.
Melihat kedua belas orang itu pergi dengan begitu cepat,
para penjaga saling bertukar pandang tanpa sanggup
mengucapkan sepatah kata pun.
256 Mendadak terdengar salah seorang berseru tertahan,
serunya sambil menuding lapisan salju di depan penjara,
"Coba kalian lihat!"
Ternyata di sepanjang permukaan salju bekas dilewati
rombongan orang itu, tertinggal dua baris bekas kaki yang
sangat rapi, semua bekas kaki itu tipis dan rata, hal ini
membuktikan tenaga dalam yang amat sempurna.
Yang lebih mengerikan lagi, di samping Sim In-san ternyata
tidak tampak bekas telapak kaki, sementara dua orang yang
berada di belakang Sim In-san hanya meninggalkan sedikit
sekali bekas, tapi lantaran salju masih turun dengan derasnya,
bekas kaki itu segera lenyap dari pandangan.
Bukankah ilmu itu adalah ilmu Ta-soat-bu-heng (menginjak
salju tanpa bekas) yang maha sakti itu" Konon hanya Pengejar
nyawa, satu di antara empat opas yang amat termashur itu
yang menguasai ilmu sakti ini.
Mungkinkah ilmu silat yang dimiliki orang itu jauh melebihi
kepandaian silat yang dimikili Sim In-san, komandan mereka
yang selama ini disanjung dan dikagumi"
Kembali kedelapan orang penjaga itu saling berpandangan,
untuk sesaat tak seorang pun dapat bicara.
Pada saat itulah mendadak dari balik pintu penjara kembali
muncul seseorang, dia mengenakan baju berwarna hijau
muda, sekali berkelebat bayangan tubuhnya sudah lenyap di
balik salju. "Haah, opas Liu!" delapan orang penjaga itu
menjerit kaget.
Kembali terdengar geraman keras bergema dari balik
penjara, kembali seorang lelaki kekar berbaju emas
menerobos keluar dengan langkah lebar, bunga salju yang
menodai sekujur badannya kini sudah mencair, asap tipis
nampak mengepul keluar dari seluruh badannya.
Terdengar orang itu membentak keras, "Kalian melihat Sim
In-san, si anak jadah itu lari ke arah mana?"
"Haah, opas Thian!" jerit salah satu pengawal itu.
"Mereka lari kemana?" si Tangan pemisah emas Thian Toaciok
menghardik nyaring.
257 Suara bentakan begitu nyaring membuat beberapa orang
penjaga itu merasa jantung berdebar dan kepala pening,
sebab Thian Toa-ciok sedang berdiri tepat di muka lubang
pengintip hingga suara teriakannya menggema dari dalam
penjara ke arah luar.
Mereka semua tahu bahwa opas Thian memang
berangasan, kasar dan cepat naik darah. Selama ini belum
pernah menyaksikan dia begitu marah, saking kagetnya
beberapa orang itu malah berdiri termangu.
Sesaat kemudian salah satu penjaga itu baru menjawab,
"Opas Sim dan rekan-rekannya pergi ke arah sana."
Belum selesai dia berbicara, terasa angin berwarna
keemasan berkelebat lewat, penjaga itu tak sanggup
melanjutkan kembali kata-katanya, ketika berpaling, terlihat
olehnya lelaki tinggi kekar berbaju emas itu sudah berada
puluhan kaki dari tempat semula.
Sepanjang jalanan yang dilampaui olehnya, tampak lapisan
salju yang terinjak retak lalu hancur berantakan, itulah ilmu
tenaga dalam Lok-te-hun-kim (jatuh ke tanah memisah emas)
yang maha dahsyat.
Belum reda rasa kaget dan ragu kedelapan penjaga pintu
itu, kembali terdengar suaka riuh rendah berkumandang dari
balik penjara, menyusul kemudian muncul tiga empat puluhan
orang pengawal bersenjata lengkap yang menggembol kunci
borgol. Kepada kedelapan orang penjaga itu tegurnya, "Mereka
kabur ke arah mana?"
"Sebenarnya apa yang telah terjadi?" tanya seorang
penjaga pintu. "Sialan!" umpat pengawal bergolok itu gusar, "bukankah
kalian berjaga di sini" Masa tidak melihat apa-apa?"
"Melihat sih sudah, tapi kami tak paham apa yang
sebenarnya telah terjadi?"
"Kami sendiri pun kurang begitu jelas," sahut seorang
pengawal bersenjata cakar besi dengan perasaan
mendongkol, "kami hanya tahu opas Seng sudah tewas,
258 sementara Thian-kiam-coat-to (golok sakti pedang langit),
Leng-lam-siang-ok (sepasang manusia bengis dari Leng-lam)
dua bersaudara Si serta Coat-miat-ong (si Raja pemusnah)
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Coh Siang-giok telah melarikan diri dari penjara, konon
dibebaskan oleh opas Sim, bahkan mereka telah membunuh
belasan orang saudara kita."
"Apa?" teriak delapan orang penjaga itu terbelalak saking
kagetnya. "Si golok sakti pedang langit, dua bersaudara dari Leng-lam
sudah kabur dari penjara?"
"Si Raja pemusnah Coh Siang-giok kabur dari penjara?"
Walaupun para penjaga penjara itu kurang tahu asal-usul si
Raja pemusnah Coh Siang-giok, namun bagaimana pun juga
mereka adalah para jago dunia persilatan, sedikit banyak
pernah juga mendengar nama besar dua bersaudara Si yang
dijuluki golok sakti pedang langit, dua manusia bengis dari
Leng-lam itu. Si bersaudara dari Leng-lam ini yang satu bernama Si
Ceng-jong, yang lain bernama Si Ceng-hong, konon masih ada
seorang saudara lagi yang merupakan putra sulung keluarga
itu, cuma kabarnya mereka terpisah dalam dunia persilatan.
Dua bersaudara dari keluarga Si ini, yang tua disebut
Thian-kiam (si pedang langit), sementara yang muda disebut
Coat-to (si golok sakti), nama busuk mereka sudah termashur
di Seantero jagad, bahkan bocah berusia tiga tahun pun tahu
nama besar mereka, khususnya di wilayah seputar Leng-lam,
hampir semua orang mengenalnya sebagai momok yang
menakutkan, mereka sering menasehati putra-putrinya agar
setelah dewasa nanti jangan meniru perbuatan Si Toa-ok (si
bengis tua) keluarga Si dan Si Siau-ok (si bengis muda) dari
keluarga Si....
Setiap bocah kecil bisa menjawab dengan jelas bahwa yang
dimaksud Si Toa-ok dan Si Siau-ok tak lain adalah Si Cengjong
serta Si Ceng-hong
Sudah terlalu banyak perbuatan keji yang mereka lakukan,
mereka merupakan iblis yang bisa membunuh tanpa berkedip,
259 tak ada perbuatan busuk yang tidak dilakukan, bahkan orang
tua mereka sendiri pun akhirnya tewas di tangan mereka
berdua. Ketika dua manusia bengis itu malang melintang di wilayah
Leng-lam, sudah berulang kali pihak kerajaan mengutus
petugas untuk melacak dan menangkapnya, bahkan kawanan
jago persilatan pun dengan senang hati membantu pihak
kerajaan untuk melakukan pengejaran, namun selama delapan
sembilan tahun terakhir, petugas negara yang tewas di tangan
mereka berdua sudah mencapai empat puluhan orang, sedang
jago silat yang tewas pun sudah mencapai tujuh delapan
puluh orang, namun kedua manusia bengis itu masih tetap
hidup bebas merdeka.
Hingga tiga bulan berselang, anak murid Cukat-sianseng
yang disebut orang sebagai 'orang paling cerdas di kolong
langit' yaitu Empat opas, si Darah dingin dan si Pengejar
nyawa kebetulan bertemu sepasang manusia bengis itu di
jalan raya Ciang-ciu, mereka berdua berhasil mengalahkan
manusia bengis itu dan menjebloskannya ke dalam penjara
besar besi berdarah, menurut rencana, tiga hari lagi akan
dijatuhi hukuman mati, siapa tahu hari ini mereka telah
ditolong orang kabur dari penjara.
Seandainya kedua orang ini sampai muncul lagi dalam
dunia persilatan, apa yang bakal terjadi" Adakah rasa aman"
Yang lebih menakutkan lagi adalah dalam peristiwa ini
ternyata melibatkan juga si golok panjang Sim In-san.
Kedelapan orang penjaga pintu penjara itu tak berani ayal,
mereka segera memberi petunjuk, rombongan opas itupun
segera berangkat melakukan pengejaran.
Angin berhembus kencang, salju masih turun dengan
derasnya. Sepeninggal rombongan opas itu, delapan orang penjaga
pintu segera meningkatkan kewaspadaan dengan mengunci
rapat pintu gerbang penjara dan memperketat penjagaan.
Penjara besar besi berdarah di kota Ciang-ciu'kembali pulih
dalam ketenangan dan keheningan.
260 oooOOOooo Dalam ruang tengah sebuah gedung yang megah, tampak
seorang lelaki setengah umur berbaju putih sedang berjalan
mondar-mandir gelisah, perawakan tubuh orang itu tinggi
besar, jenggot panjangnya berwarna hitam, sebuah cincin
kemala melingkar di jari tengah tangan kanannya, mimik
mukanya hijau membesi, keren dan penuh wibawa.
Peluh sebesar kacang nampak membasahi jidatnya, jelas ia
sangat gelisah dan tidak tenang, seakan sedang menanti
kehadiran seseorang.
Tiba-tiba tampak bayangan manusia berkelebat lewat,
seorang lelaki berjubah biru muncul di tengah ruangan, lelaki
berbaju putih itu segera maju menyongsong sembari
menegur, "Kau sudah tahu tentang peristiwa yang terjadi di
penjara besar Besi berdarah?"
Manusia berbaju biru menjawab sambil menyeka keringat,
napasnya agak tersengal, jelas dia baru saja menempuh
perjalanan jauh.
"Ya, aku sudah tahu, sebetulnya aku sedang dalam
perjalanan menuju kota Kim-sah, begitu mendapat laporan,
aku segera balik kemari, karena takut terlambat maka aku
tinggalkan kuda tungganganku untuk segera berangkat
kemari." Jelas orang itu kuatir lari kudanya terlambat maka dia
pulang dengan berlari.
"Saudara," kembali orang berjubah putih itu berkata
dengan suara dalam, "di wilayah kekuasaanku telah terjadi
peristiwa sebesar ini, tampaknya kopiah kebesaran kita berdua
bakal tidak bertahan lama lagi."
"Ciangkun (panglima), ijinkan Siaute memimpin para jago
untuk melakukan pelacakan ke daratan Tionggoan, biar
sampai ke ujung langit pun akan kutangkap mereka semua."
Orang berbaju putih itu menghela napas panjang. "Aaai,
kini peristiwa besar telah terjadi, tampaknya kita berdua
memang tak bisa berpeluk tangan, masih mending kalau cuma
261 dua manusia bengis dari Leng-lam yang berhasil kabur dari
penjara, ternyata si Raja pemusnah pun ikut kabur, tidak
mudah bagi kita untuk melacaknya, apalagi aku dengar
peristiwa ini melibatkan juga Thian-jan-pat-hui (delapan
manusia cacad dari langit)
"Tapi ... bila kita gagal menangkap kembali Coh Siang-giok,
mungkin kita berdua tak akan mampu mempertahankan batok
kepala kita" ujar orang berbaju biru itu sedikit panik.
Kembali orang berbaju putih mendongakkan kepala sambil
menghela napas panjang, katanya, "Dunia begitu luas,
sementara Coh Siang-giok juga bukan manusia sembarangan,
kemana kita harus melacak dan membekuknya kembali" Aaai,
aku rasa hanya ada satu jalan yang bisa kita tempuh
sekarang" "Apa usulmu?" berbinar sepasang mata lelaki berbaju biru
itu. "Kita cari Cukat-sianseng, dia adalah manusia paling cerdas
di kolong langit, dia sahabat karib Kaisar, dewa dari para
sastrawan dan sahabat para Hiapto, asal beliau bersedia
membantu, paling tidak memberi petunjuk kepada kita
berdua, mungkin usaha kita untuk menangkap kembali Coh
Siang-giok masih ada sedikit harapan."
"Betul!" seru lelaki berbaju biru itu tersentak kaget, "kita
minta bantuan Cukat-sianseng! Aaai, kenapa tidak teringat
sedari tadi?"
"Kita tak bisa menunda terlalu lama lagi, ayo sekarang juga
kita berangkat!"
"Pelayan, siapkan dua ekor kuda! Ciu Hok, cepat pergi ke
pesanggrahan Siang-bi-khek, bawa kemari enam belas lembar
lukisan kuno dari Mongol itu, cepat!"
Di jalan raya kota Ciang-ciu kembali muncul dua tiga puluh
ekor kuda yang dilarikan kencang, semua penunggang kuda
itu mengenakan mantel tebal, hampir semuanya berdandan
perwira opas. Seluruh penduduk kota Ciang-ciu segera tahu, di kota pasti
sudah terjadi peristiwa besar, sebab dua orang yangi paling
262 depan, yang memakai baju putih adalah panglima wilayah,
pangkatnya sangat tinggi, orang persilatan menyebutnya si
tombak sakti Si Ceng-tang Si-ciangkun (panglima Si).
Sedang lelaki berbaju biru yang berada di sampingnya
adalah Toa-ciangkun, penjaga kota Ciang-ciu yang disebut
orang sebagai Sam-jiu-sin-wan (si monyet sakti bertangan
tiga) Ciu Leng-liong, Ciu-ciangkun.
Dua orang yang menempel ketat di belakangnya, yang
lelaki kekar berbaju emas adalah si Tangan pemisah emas
Thian Toa-ciok, sedang yang masih muda, tampan dan
memakai baju ringkas berwarna hijau adalah si Walet terbang
Liu Ing-peng, ahli ilmu meringankan tubuh.
Kalau sampai beberapa orang tokoh penting itu berlarian
kencang di jalan raya kota Ciang-ciu, apalagi di tengah hujan
salju yang begitu deras, jelas perisiwa yang telah terjadi
bukan perisiwa sembarangan.
oooOOOooo Dalam sebuah bangunan pesanggrahan yang berwarna
putih dan nampak bersih, di atas sebuah meja terbuat dari
batu kemala putih, di bawah cahaya lilin yang redup, berjajar
enam belas gulung lukisan kuno.
Di ujung meja itu berdiri seorang kakek dengan senyum
kulum, dia sedang menikmati lukisan itu sembari mengelus
jenggotnya, begitu terbuai orang itu menikmati lukisan yang
terpampang di hadapannya hingga lupa diri.
Kakek itu mengenakan jubah panjang berwarna putih
dengan garis hitam di sisi pinggangnya, dia tak lain adalah
Cukat-aianseng, manusia paling cerdas di kolong langit!
Sepanjang hidupnya, Cukat-sianseng paling suka main
khim, catur, membuat syair, membaca buku dan menikmati
lukisan, hampir semua orang persilatan tahu akan hal ini, tak
heran kalau sekarang ada enam belas gulung lukisan kuno
terpapar di hadapannya.
Cukat-sianseng masih tersenyum, di sisinya berdiri seorang
pemuda berusia tiga puluh tahun, dia pun sedang tersenyum.
263 Pemuda itu tak lain adalah si Tangan besi, salah satu
anggota empat opas yang termashur, empat opas adalah
jago-jago pilihan hasil didikan langsung Cukat-sianseng.
Dari keempat orang itu, usia si Darah dingin paling muda,
disusul si Tanpa perasaan, Si tangan besi berusia agak tuaan
dibanding si Darah dingin, tapi orang yang paling tua usianya
adalah si Pengejar nyawa.
Selama tiga puluh tahun lamanya mendidik opas-opas
kenamaan itu, Cukat-sianseng hanya melatih enam orang
saja, keenam orang itu pernah menggetarkan sungai telaga,
hanya sayang dua di antaranya tewas di usia muda.
Dari sisa yang empat orang, Put-cing si Tanpa perasaan
mahir dalam akal muslihat serta senjata rahasia, si Darah
dingin sabar dan teguh imannya, dia ditandai ilmu pedang
yang ganas dan cepat, si Tangan besi memiliki sepasang tinju
yang tiada tandingan ditambah tenaga dalam yang sempurna,
sementara si Pengejar nyawa hebat dalam ilmu meringankan
tubuh serta tendangan berantainya yang tiada duanya.
Di dalam kisah cerita kali ini, jagoan yang akan kita
tampilkan adalah si Tangan besi, kisah pengalamannya
menghadapi jago-jago tangguh dari dunia persilatan.
"Ini lukisan kenamaan" terdengar Cukat-sianseng memuji
sambil tersenyum.
"Betul!" sambung si Tangan besi sambil tertawa, "gaya
lukisan itu kuat tapi luwes, jelas tak mungkin dilukis orang
zaman sekarang. Lukisan itu jelas lukisan kuno."
"Dan orangnya juga orang tersohor," Si Ceng-tang
menimpali sambil tertawa.
"Oya?"
"Kalau bukan orang tersohor, mana mungkin bisa
menikmati lukisan kuno?"
"Bila Sianseng suka," sambung Ciu Leng-liong pula, "kuhadiahkan
lukisan itu untuk Sianseng."
Cukat-sianseng termenung sejenak, tiba-tiba ujarnya sambil
tertawa, "Silakan minum teh!"
264 Si Tombak sakti Si Ceng-tang dan si monyet sakti
bertangan tiga Ciu Leng-liong sudah sering terjun ke medan
pertempuran, berbagai macam pertempuran berdarah pernah
mereka alami, namun belum pernah merasa sekikuk saat ini,
Ciu Leng-liong tidak mengira niatnya menghadiahkan lukisan
antik, hanya ditanggapi hambar oleh Cukat-sianseng.
Sementara dia masih termangu, si Tangan besi telah
berkata pula sambil tertawa, "Ciangkun berdua, silakan minum
teh" Segera dua orang itu mengangkat cawannya dan meneguk
satu tegukan sebagai sopan santun, siapa tahu begitu air teh
masuk mulut, terasa harum semerbak menyegarkan badan,
tak tahan mereka teguk habis isi cawannya, kemudian saling
bertukar pandang sekejap.
Sambil tersenyum Si Ceng-tang berkata lagi, "Ternyata
Sian-seng adalah seorang ahli dalam masalah teh, sepanjang
hidup aku orang she Si minum teh, belum pernah mencicipi air
teh seharum ini."
Cukat-sianseng tertawa hambar. "Daun teh yang
kugunakan adalah daun teh Siang-hui dari Tio-ciu, anglo yang
kugunakan untuk masak air teh ini adalah anglo Ang-ni-siauhweIo dari Swan-ciu, sementara air yang dipakai untuk
memasak teh adalah air Ang-san-sin-bok dari Tong-ciu yang
merupakan mata air nomor satu di kolong langit, itulah
sebabnya air teh ini selain harum dan enak, juga amat tinggi
nilai seninya."
"Aaah, rupanya begitu."
"Silakan duduk," kembali Cukat-sianseng berkata, setelah
duduk ujarnya lebih jauh sambil tersenyum, "Bila dilihat
kedatangan Ciangkun berdua yang menerobos hujan salju,
bahkan bertandang sambil membawa lukisan antik, bisa
kuduga tentu ada masalah serius yang ingin kalian sampaikan,
padahal kalian tak perlu repot-repot membawa sesuatu, demi
negara, Lohu bersedia membantu."
Si tombak sakti Si Ceng-tang saling bertukar pandang
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekejap dengan si Monyet sakti tiga tangan Ciu Leng-liong,
265 merah jengah wajah mereka, kedua orang itu tidak
menyangka Cukat-sianseng dapat menebak maksud
kedatangannya. Dengan rasa menyesal si Tombak sakti Si Ceng-tang
menjawab, "Ketajaman mata Sianseng memang
mengagumkan, ya benar, kedatangan kami memang ada
urusan penting mohon bantuan Sianseng."
"Tak perlu sungkan, kalau dilihat dari kehadiran Ciangkun
berdua, urusan itu pasti amat serius."
Si Ceng-tang menghela napas panjang, "Ya, si Golok maut
pedang langit, dua bersaudara keluarga Si telah kabur dari
penjara." "Apakah orang yang Ciangkun maksud adalah dua manusia
bengis dari Leng-lam, Si Ceng-jiong dan Si Ceng-hong?" tanya
si Tangan besi agak terkesiap.
"Benar."
"Ehmm!" Cukat-sianseng manggut-manggut sambil
mengelus jenggotnya, "dua bersaudara keluarga Si memang
sudah banyak melakukan kejahatan, ketika ditangkap si Darah
dingin dan Pengejar nyawa tempo hari pun, mereka butuh
banyak waktu dan tenaga, aaai ...! Baru saja semua orang
bersyukur karena mereka berhasil dibekuk, tak disangka
mereka berhasil kabur."
Si Ceng-tang menghela napas sedih, "Semua ini gara-gara
kekhilafan Cayhe berdua sehingga kerja keras Sianseng dan
anak murid Sianseng jadi sia-sia, hai... Cayhe tidak tahu harus
mulai bicara darimana... persoalannya, selain kedua manusia
bengis itu, orang yang berhasil kabur dari penjara kali ini
masih ada seorang gembong iblis lagi yaitu Coh Siang-giok."
Sebetulnya Cukat-sianseng sedang termenung sambil
memutar otak, tapi begitu mendengar nama "Coh Siang-giok"
disinggung, ia segera mengangkat wajahnya, sorot mata
setajam sembilu mencorong dari balik matanya, begitu
tajamnya hingga Si Ceng-tang maupun Ciu Leng-liong
terkesiap. 266 "Yang kau maksud si Raja pemusnah Coh Siang-giok?"
tegas Cukat-sianseng.
"Benar!"
"Aaai Cukat-sianseng menghela napas panjang, "kalau
sampai gembong iblis inipun kabur dari penjara, dunia
persilatan tak bakal aman lagi!"
"Aku pun pernah mendengar tentang hal ini," kata Ciu
Leng-liong pula, "konon Coh Siang-giok dengan ilmu pukulan
Leng-pok-han-kong, Ci-yan-liat-hwe-kang (ilmu pukulan
cahaya dingin inti es, bara api sumber magma) pernah
menjagoi dunia persilatan, bahkan dia cerdas dan banyak akal,
banyak kejahatan telah dia lakukan, tapi... tapi..."
Dia kesulitan untuk melanjutkan kata-katanya, maka sambil
berhenti bicara, diawasinya wajah Cukat-sianseng lekat-lekat.
Cukat-sianseng kembali tertawa, "Perkataan Ciu-ciangkun
memang benar, Coh Siang-giok tak lebih hanya seorang
manusia durjana dalam dunia persilatan, tidak seharusnya
ditakuti. Masalahnya dia adalah buronan kerajaan, pernah tiga
kali berusaha membunuh Sri Baginda, bahkan punya ambisi
merajai seluruh kolong langit, malah konon dia pernah
menghubungi para jago Liok-lim dari tujuh puluh dua cabang
atas, ditambah para Tocu dari dua puluh enam cabang air di
selat Sam-shia sungai Tiangkang untuk melakukan
pemberontakan dan berencana menyerbu ibukota ... jangan
dilihat usianya sudah lanjut, namun wajahnya tetap mulus
bagai pualam, berada dalam keadaan sejelek dan seburuk
apapun, dia selalu tampil necis, anggun dan penuh wibawa,
bahkan punya bakat jadi seorang pemimpin, itulah sebabnya
Baginda telah menurunkan titah untuk mengundangnya
bergabung, maksudnya agar bisa memanfaatkan bakat dan
kepandaiannya, tapi kini dia sudah kabur, aku yakin dia tak
akan berpangku tangan, dia pasti akan berusaha mengacau
dan membuat kekalutan di masyarakat... aaai, jika sampai dia
menghimpun kekuatan lagi"
Si Ceng-tang ikut menghela napas panjang. "Benar, ketika
si Raja pemusnah Coh Siang-giok melakukan pemberontakan,
267 beruntung Cukat-sianseng berhasil membujuk dua puluh tujuh
cabang air agar meninggalkan pasukan pemberontak dengan
mendukung para jago persilatan melakukan penumpasan.
Ketika gagal dengan usaha pemberontakannya, Coh Sianggiok
tiga kali berupaya membunuh Baginda Raja, pertama kali
berhasil digagalkan para pengawal istana sehingga dia
terpaksa kabur dari kepungan ribuan orang pasukan, kedua
kalinya dia berhasil mendekati Baginda, tapi untung berhasil
dicegah para jago tangguh yang melindungi Baginda Raja,
ketika mencoba untuk ketiga kalinya, beruntung Cukatsianseng
berada dalam istana terlarang sehingga akhirnya Coh
Siang-giok malah berhasil ditangkap."
"Waah, kalau begitu..." berubah hebat paras muka Ciu
Leng-liong, "bila Baginda mengetahui kejadian ini... bukankah
bukankah dosa kami teramat besar... bukankah bukankah
batok kepala kami bakal... bakal pindah tempat?"
"Peristiwa ini sangat serius," ujar Cukat-sianseng dengan
wajah bersungguh-sungguh, "sudah pasti Lohu tak akan mem
biarkan manusia macam Coh Siang-giok hidup bebas di dunia
Ciangkun berdua, coba ceritakan secara ringkas apa
yangSelah terjadi, biar kususun rencana untuk melacak dan
membekuk kembali buronan kelas kakap itu."
"Terima kasih Sianseng atas bantuanmu," seru Si Cengtang
kegirangan. "Tak perlu sungkan."
"Ceritanya begini, bulan ini tanggung jawab keselamatan
penjara besar Besi berdarah di kota Ciang-ciu jatuh ke pundak
Cayhe bersama saudara Ciu, selain itu masih ada lagi empat
perwira penanggung jawab yang lain, mereka adalah si Peluru
besi Seng It-piau, si Golok panjang Sim In-san, si Walet
terbang Liu Ing-peng serta si Tangan pemisah emas Thian
Toa-ciok Cukat-sianseng manggut-manggut, ujarnya, "Penjara Besi
berdarah memang penjara yang kokoh dan penting, demi
keamanan dan keselamatan para narapidana, penjara itu
268 memang sepantasnya dijaga Ciangkun berdua ditambah para
Ciangkun lainnya."
"Betul," Si Ceng-tang menghela napas, "seharusnya
kekuatan kami cukup tangguh dan kokoh. Tapi fajar tadi, di
tengah hujan salju yang deras, Sim In-san telah muncul
dengan membawa delapan begundalnya yang menyamar
sebagai perwira jaga, selain membunuh Seng It-piau yang
sedang bertugas di penjara nomor dua, mereka pun sempat
melukai banyak sipir penjara, kemudian setelah merampas
kunci sel, mereka menyelamatkan Coh Siang-giok serta dua
bersaudara keluarga Si."
"Apakah biasanya Sim In-san berada di bawah perintah
Ciangkun?" tanya Cukat-sianseng setelah termenung sejenak.
"Benar!" Si Ceng-tang mengangguk, "dia memang terhitung
orang paling menonjol dalam deretan anak buahku, semula
bekerja untuk Coh-ciangkun, tapi kemudian dialih tugaskan ke
Ciang-ciu dan ditaruh di bawah perintahku."
"Bagaimana dengan sepak terjangnya pada hari-hari
biasa?" "Ilmu goloknya cepat, dahsyat dan telengas, orangnya
cekatan dan pandai menyesuaikan diri, tapi lebih cenderung
licik dan banyak akal, dia pernah tiga kali membuat jasa besar,
namun selama jadi anak buahku, dia pernah dua kali
melakukan pelanggaran kecil, namun aku tidak menjatuhkan
hukuman kepadanya, pertama karena dia memang tidak
melakukan pelanggaran besar, kedua karena aku memang
butuh anak buah macam dia."
Si Tombak sakti Si Ceng-tang sebagai seorang panglima
besar ternyata sangat memahami seluk-beluk dan sepakterjang
anak buahnya, bahkan bisa hapal di luar kepala, ini
menunjukkan dia memang punya kemampuan lebih.
Walaupun dia tahu dengan jelas kelicikan serta kelicinan
Sim In-san, namun terpaksa tetap memakainya, dalam hal ini
Cukat-sianseng dapat memahaminya, karena sebagai seorang
pimpinan, dia memang sangat membutuhkan anak buah
semacam ini. 269 "Dia melakukan pelanggaran apa?" tanya Cukat-sianseng
kemudian. "Pertama kali dia mencuri gaji pegawai dan ketahuan, maka
kuganjar dia dengan enam kali cambukan ditambah kerja
paksa selama tiga hari. Kedua kalinya dia berniat memperkosa
perempuan baik-baik dan kembali ketahuan, aku langsung
menempelengnya dua kali ditambah gebukan tongkat
sebanyak dua belas kali."
"Tunggu sebentar!" tiba-tiba Cukat-sianseng menukas,
"ketika dia melakukan pelanggaran kedua kalinya, apakah
Ciangkun sendiri yang memergoki ulahnya itu?"
Si Ceng-tang segera berpaling ke arah Ciu Leng-liong,
segera Ciu Leng-liong menjelaskan, "Waktu itu Cayhe yang
mengajak mereka pergi ke Si-ciu, saudara Si tidak ikut dalam
rombongan, setelah kembali, baru Cayhe laporkan kejadian ini
kepada saudara Si, waktu itu orang yang kebetulan
memergoki perbuatan busuknya adalah si Peluru besi Seng Itpiau."
"Ooh?"
"Itulah sebabnya Cayhe berpendapat ulah Sim In-saif
membebaskan narapidana kali ini, bukan hanya lantaran dia
punya hubungan yang akrab dengan para narapidana itu,
kemungkinan besar ada juga unsur balas dendam pribadi,
buktinya hanya Seng It-piau seorang yang dibunuhnya," Si
Ceng-tang menambahkan.
"Kau bilang hanya Seng It-piau seorang yang dibunuh?"
mendadak Cukat-sianseng mengangkat wajahnya.
"Sewaktu mereka bersembilan menyerbu masuk ke dalam
penjara, mereka melewati penjara nomor satu dan langsung
masuk ke penjara nomor dua, kebetulan waktu itu opas Thian
berada di situ, karena tidak menyangka, jalan darahnya
ditotok Sim In-san, kemudian mereka menyerbu ke penjara
ketiga, membebaskan Coh Siang-giok dan membantai Seng Itpiau."
"Itu berarti untuk menuju penjara besar Besi berdarah
harus melalui penjara nomor satu dulu, kemudian baru tiba di
270 penjara nomor dua, melewati penjara nomor dua baru bisa
tiba di penjara nomor tiga, penjara nomor empat"
"Benar!"
"Lalu bagaimana dengan opas Thian yang ditotok jalan
darahnya?" kembali Cukat-sianseng bertanya.
"Dia hanya ditotok jalan darah lemas dan gagunya, karena
itu dia hanya bisa menyaksikan Sim In-san membebaskan
narapidana dan kabur dari penjara."
"Kalau begitu dua bersaudara keluarga Si dikurung dalam
penjara nomor dua dan dijaga opas Seng?" kata Cukatsianseng,
setelah berhenti sejenak, kembali tanyanya,
"Bagaimana watak dan sepak terjang Seng It-piau di hari
biasa?" "Seng It-piau adalah seorang lelaki sejati, sepasang peluru
besinya nyaris tak pernah meleset, dia bernyali, ilmu silatnya
hebat, aku sangat mengaguminya," kata Ciu Leng-liong cepat.
'Betul, Seng It-piau memang seorang Hohan sejati," Si
Ceng-tang menambahkan, "aku pun amat mengaguminya,
satu-satunya hal yang paling jelek darinya adalah kelewat
gegabah dan kasar, dari beberapa orang anak buahku, dia
hanya akrab dengan Thian Toa-ciok, sementara dengan yang
lain boleh dibilang pernah geger atau salah paham, jadi
mustahil ada hubungan akrab dengan orang lain. Sungguh tak
disangka gara-gara kecerobohannya, dia harus tewas di
tangan Sim In-san, aaai
"Thian Toa-ciok ada dimana sekarang?"
"Sejak terjadinya peristiwa besar itu, setiap orang yang
tersangkut dalam kejadian itu telah kuajak kemari, apakah
Sian-seng ingin bertemu dengannya?"
"Ya, aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan
kepadanya," sahut Cukat-sianseng dengan nada berat.
"Baik, segera perintahkan opas Thian masuk."
Selang sejenak, seorang lelaki kekar berbaju emas masuk
dengan langkah lebar, mula-mula dia memberi hormat pada Si
Ceng-tang dan Ciu Leng-liong, kemudian baru menjura kepada
Cukat-sianseng.
271 "Ooh, ternyata memang seorang Hohan," puji Cukatsianseng
sambil tersenyum, "Thian-yongsu, silakan duduk."
"Terima kasih," dia segera menarik sebuah bangku dan
duduk. Dengan senyum di kulum Cukat-sianseng bertanya, "Ketika
terjadi peristiwa itu, apa benar kau sedang berada di penjara
nomor dua?"
"Benar!"
"Bisa kau ceritakan secara ringkas kejadian hari itu?"
"Baik. Fajar itu ketika aku baru mendusin di penjara nomor
dua, dan karena tak ada pekerjaan, aku bersiap-siap berlatih
silat, tiba-tiba telur busuk itu berjalan masuk dengan diiringi
delapan telur busuk lainnya, maknya ... aku tidak menyangka
telur busuk itu ternyata manusia macam itu, ketika aku
bertanya kepadanya apa punya arak, tiba-tiba dia menotok
jalan darah lemasku di saat aku tak bersiap"
"Yang kau sebut si telur busuk apakah Sim In-san?" tukas
Cukat-sianseng.
Tampaknya semakin dibayangkan, Thian Toa-ciok semakin
mendongkol, teriaknya keras, "Kalau dia bukan telur busuk,
siapa lagi yang telur busuk" Dia memang cucu kura-kura
busuk!" Tiba-tiba Si Ceng-tang menghardik, "Lo-thian, begitukah
caramu bicara dengan Cukat-cianpwe ...?" lalu sambil menjura
ke arah Cukat-sianseng, tambahnya, "Toa-ciok hanya seorang
tukang pukul kasar, tak tahu aturan dan tata krama, mohon
Sian-seng sudi memaafkan."
"Tidak masalah," sahut Cukat-sianseng sambil tertawa,
"Lohu memang suka dengan lelaki berdarah panas macam dia,
lanjutkan!"
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sesudah menghembuskan napas panjang Thian Toa-ciok
melanjutkan, "Karena jalan darah lemasku tertotok, aku tak
mampu bergerak, sewaktu beberapa orang saudaraku
mendekat, delapan manusia cacad itu segera turun tangan
dengan telengas, dalam sekejap mereka telah menghabisi
nyawa mereka. Kemudian telur busuk itu mengambil anak
272 kunci dari sakuku dan membebaskan dua bersaudara Si. Aku
mulai tidak tahan dan mencaci-maki dirinya habis-habisan,
ternyata delapan manusia cacad itu ingin menghabisi
nyawaku. Hmmm, rupanya telur busuk itu masih punya sedikit
perasaan, dia segera mencegah ulah mereka. Lalu dia
bersama dua bersaudara Si menerjang masuk ke penjara
nomor tiga, waktu itu hampir meledak dadaku saking
mendongkolnya"
"Tunggu sebentar, tunggu sebentar," kembali Cukatsianseng
menukas, "jadi Sim In-san mencegah mereka
membunuhmu?"
"Benar, meski aku benci bangsat busuk itu, namun aku
tidak akan melupakan budi kebaikannya."
"Di hari biasa, apakah hubunganmu dengan Sim In-san
cukup baik?" kembali Cukat-sianseng bertanya.
"Kita semua bekerja dalam penjara yang sama, mangkuk
nasi tak berbeda, sebenarnya hubungan kami sangat baik,"
kata Thian Toa-ciok gusar, "siapa suruh telur busuk itu agak
kelewatan, tiga bulan berselang tiba-tiba dia mengajak aku
berkelahi, semenjak kejadian itu kami pun tidak saling
menyapa." "Ooh, jadi kalian pernah berkelahi?"
"Benar," sahut Ciu Leng-liong, "waktu itu Sim In-san
sedang menganiaya seorang sipir penjara, menendang
mangkuk nasinya hingga tumpah, waktu itu Lo-thian serta
Seng It-piau hadir di sana, mereka pun memaksa Sim In-san
untuk menjilat nasi yang ditumpahkan itu, tentu saja Sim Insan
menolak, maka pertarungan dua lawan satu pun terjadi,
kemudian Siau-liu datang melapor kepadaku, maka aku pun
menyusul ke penjara untuk melerai pertarungan itu "
"Kenapa aku tak tahu ada kejadian semacam ini dalam
penjara?" seru Si Ceng-tang tiba-tiba sambil mendelik ke arah
Ciu Leng-liong, "kenapa kejadian ini tidak kau laporkan
kepadaku?"
"Oooh untuk sesaat Ciu Leng-liong tak sanggup menjawab.
273 Untung Cukat-sianseng telah berseru kembali, "Bagaimana
selanjutnya?"
"Selang berapa saat kemudian, aku pun melihat telur busuk
itu muncul lagi dengan membawa serta bangsat she Coh itu,
mereka langsung kabur dari penjara. Lebih kurang setengah
pe-minuman teh kemudian Siau-liu muncul membebaskan aku
dari pengaruh totokan dan masuk ke penjara nomor tiga,
sedang aku sendiri setelah sedikit melancarkan peredaran
darah, segera menyusulnya."
"Selama jalan darahmu tertotok, apakah kau sempat
mendengar sesuatu suara aneh dan mencurigakan?" kembali
Cukat-sianseng bertanya.
"Ada!" Thian Toa-ciok mengangguk, "awalnya terdengar
ada suara orang terjatuh, kemudian suara para sipir mencabut
golok, menyusul kemudian suara jerit kesakitan, dan paling
akhir terdengar lagi sekali jerit kesakitan, rasanya jerit
kesakitan Lo-seng."
"Kapan terjadinya jeritan terakhir itu?" desak Cukatsianseng
lebih jauh. Thian Toa-ciok berpikir sejenak, kemudian sahutnya sambil
menggeleng, "Kurang begitu jelas, karena waktu itu aku
sedang mencaci-maki, tidak terdengar terlalu jelas."
"Siau-liu yang kau maksud apakah si Walet terbang yang
sangat mahir ilmu meringankan tubuh?"
Sebelum Thian Toa-ciok menjawab, Si Ceng-tang sudah
menyahut duluan, "Benar, memang dia orangnya, dari
beberapa orang itu, usianya yang paling muda, tapi
pergaulannya yang paling luas, apakah Cukat-sianseng ingin
bersua dengannya?"
"Untuk memperjelas duduknya perkara, Lohu memang
harus bersua dengan dia."
Liu Ing-peng mempunyai perawakan badan yang langsing
dan enteng, meskipun sangat muda namun wajahnya
menunjukkan keteguhan hati, ulet dan pemberani, dia
memakai baju berwarna hijau dan berdiri beberapa depa di
hadapan Cukat-sianseng.
274 Dengan sepasang mata yang sipit, Cukat-sianseng
mengamati sekejap dirinya dari atas hingga bawah, lalu
sapanya sambil tertawa, "Jadi kaulah si burung walet terbang"
Hahaha ... bagus, bagus sekali."
Liu Ing-peng segera menjura kepada Cukat-sianseng dan si
Tangan besi sambil berkata, "Salam hormat pada Cukatsianseng
dan saudara Tangan besi."
Setelah pemuda itu mengambil tempat duduk, Ciu Lengliong
segera berseru, "Opas Liu, coba kau ceritakan lagi semua
peristiwa yang terjadi dalam penjara besar hari itu"
"Baik, waktu terjadi peristiwa itu, aku berada di penjara
nomor satu, tapi lantaran perutku kurang sehat maka ketika
kejadian aku berada dalam kakus, ketika keluar, kulihat ada
tujuh delapan orang saudara yang tertotok jalan darahnya,
kulihat narapidana di dalam penjara juga telah terlepas, aku
lantas menduga sudah terjadi kekalutan di penjara satu dan
tiga, maka aku pun menyusul ke sana untuk memberi
bantuan, aku lihat Thian-jiko sudah tergeletak di tanah, maka
aku pun membantunya membebaskan diri dari totokan, begitu
bebas, dia langsung berteriak sambil menerjang keluar. Aku
kuatir di penjara nomor tiga terjadi apa-apa, maka aku pun
menyusul ke situ, kujumpai Seng-toako sudah terkapar, maka
aku pun segera ikut menyusul keluar untuk mengejar musuh.
Hingga detik itu aku belum tahu kalau orang yang melakukan
pembunuhan adalah Sim-samko, bahkan tidak tahu
narapidana yang terlepas adalah Coh Siang-giok!"
"Jadi ketika kau tiba di penjara nomor tiga, opas Seng
sudah tewas?"
Liu Ing-peng termenung sambil berpikir sejenak, lalu
sahutnya, "Waktu itu dia sudah terkapar, seluruh lantai
dipenuhi darah, aku pikir sulit baginya untuk tetap hidup
dalam keadaan begitu."
"Apa yang menyebabkan kematiannya?" mendadak si
Tangan besi menyela.
"Waktu itu aku terburu-buru ingin mengejar musuh,
sehingga tak sempat memeriksa dengan jelas."
275 "Seng It-piau tertotok jalan darahnya, lalu baru ditusuk
dadanya dengan sebilah golok," Ciu Leng-liong mene-rangkan.
"Kalau begitu Sim In-san memang benar-benar punya
dendam yang sangat mendalam terhadap opas Seng, buktinya
sehabis menotok jalan darahnya, dia baru puas setelah
mencabut nyawanya," ujar si Tangan besi setelah termenung
sejenak. Si Ceng-tang berpaling ke arah Cukat-sianseng, lalu ujarnya
pula, "Konon delapan orang pembantu yang diajak Sim Insan
menyerbu penjara adalah Thian-jan-pat-hui (si delapan
manusia cacad), delapan orang itu sudah terbiasa melakukan
kejahatan, mereka kejam dan telengas, susah dihadapi,
apalagi masih ada sepasang manusia bengis dari Leng-lam!
Terus terang saj.i Layhe katakan, kedatangan kami kali ini
adalah mohon petunjuk dari Sianseng."
Cukat-sianseng menengadah sambil termenung, lama sekali
baru berkata, "Petunjuk sih tidak berani, tapi bila delapan
manusia cacad juga terlibat dalam peristiwa ini, bisa jadi
urusan ada sangkut-pautnya dengan kawanan pemberontak
dari Ci-Iian-hong"
"Tepat sekali dugaan Sianseng," puji Si Ceng-tang sambil
bertepuk tangan, "menurut laporan yang masuk, ditemukan
ada rombongan dua belas orang sedang bergerak menuju ke
Ho-lam, tepatnya menuju ke Ci-lian-hong."
"Waah, kalau begitu bisa runyam keadaannya, bila mereka
bersama Coh Siang-giok dan Sim In-san bekerja sama dengan
kawanan penjahat dari Ci Lian-hong kemudian menuju ke kota
Si-ciu, Say-keng dan Yang-ciu, dari situ mereka pun
berkomplot dengan para berandal setempat, maka bisa
dibayangkan kekacauan pasti akan semakin parah."
Si Ceng-tang saling bertukar pandang dengan Ciu Lengliong,
diam-diam mereka terkesiap. Bila terlepasnya Coh
Siang-giok kali ini hendak menghimpun kekuatan untuk
melakukan pemberontakan, maka mereka berdua pasti akan
dijatuhi hukuman berat lantaran menjadi penyebab
terlepaskan pemimpin pemberontakan itu, bukan saja batok
276 kepala bakal berpindah rumah, mungkin seluruh keluarga
besar mereka pun tak akan luput dari hukuman.
Dalam gugup dan paniknya, segera Si Ceng-tang menjura
kepada Cukat-sianseng sambil serunya, "Sianseng, mohon
memberi petunjuk jalan kehidupan bagi kami."
"Dari sekian banyak orang yang kau kirim, apakah pernah
terjadi pertarungan dengan mereka?" tanya Cukat-sianseng
kemudian. "Kepandaian silat yang dimiliki Coh Siang-giok sangat
hebat, gerakan tubuh mereka pun amat cepat, dari sekian
banyak orang yang melakukan pengejaran, kalau bukan gagal
menyusul mereka, kebanyakan memang sudah mati terbantai
di tangan mereka."
Cukat-sianseng berbangkit, dengan kening berkerut dan
menggendong tangan, dia berjalan mondar-mandir di dalam
ruangan, sesaat kemudian baru ia berkata, "Si-ciangkun, Ciuhuciangkun,
sekarang keadaan bertambah gawat, seandainya
Coh Siang-giok sudah meninggalkan Ciang-ciu untuk
melakukan kontak dengan para pemberontak di berbagai
daerah, maka pasukan yang digerakkan Ciang-kun berdua
belum tentu dapat membendung kekuatan mereka. Satusatunya
jalan yang bisa dilakukan adalah selama dia masih
ada di kota Ciang-ciu dan belum sempat menghimpun
kekuatan yang lain ... lebih baik lagi jika mereka belum
sempat berhubungan dengan benteng Lian-in-ci bukit Ci-lianhong,
berusahalah untuk membekuk mereka dan membasmi
sampai akar-akarnya. Sekarang kalian berdua harus
membentuk satu pasukan pilihan untuk bergerak lebih dulu,
masalah ini tak boleh tertunda lagi, harap segera kalian
laksanakan ... oya, lukisan itu sudah kunikmati, jadi silakan
dibawa pulang."
Si Ceng-tang dan Ciu Leng-liong masih berusaha untuk
meninggalkan lukisan itu, namun melihat sikap Cukat-sianseng
yang tegas, mereka tak berani banyak bicara lagi.
Terpaksa ujarnya, "Terima kasih atas petunjuk Sianseng."
Kemudian setelah tertawa rikuh, lanjutnya, "Sianseng, aku dan
277 saudara Ciu memang sudah terbiasa hidup di medan
pertempuran, tentu saja kami pun tak takut menghadapi siapa
pun, tapi Coh Siang-giok ditambah dua manusia bengis dari
Leng-lam dan delapan manusia cacad merupakan jago-jago
yang sulit dihadapi, sedang dari empat orang opas kami sudah
ada dua yang lenyap, kini yang tersisa tinggal opas Thian dan
opas Liu, oleh karena itu kami mohon Sianseng mau
meringankan bahu untuk memberikan bantuan."
Cukat-sianseng menghela napas panjang, sahutnya,
"Sebetulnya aku pun ingin membantumu untuk membekuk
kawanan pemberontak itu, tapi dengan lolosnya Coh Sianggiok,
aku rasa lebih tepat bila aku segera berangkat ke ibukota
untuk melindungi keselamatan Baginda; Jadi seandainya
kalian gagal membekuk Coh Siang-giok, aku sudah berada di
sisi Baginda Raja dan melindungi keselamatan jiwanya. Aku
tahu, memang tidak mudah untuk membekuk Coh Siang-giok
... Tangan besi, coba kau ikut Ciangkun berdua, siapa tahu
tenagamu bisa banyak membantu"
Ketika mendengar Cukat-sianseng menolak mendampingi
mereka mengejar si Raja pemusnah, sebetulnya Si Ceng-tang
dan Ciu Leng-liong merasa amat sedih, tapi setelah
mendengar Cukat-sianseng hendak berangkat ke ibukota
untuk melindungi Baginda, mereka segera sadar bahwa
tindakan itu jauh lebih tepat.
Mereka tahu, dengan terlepasnya Coh Siang-giok dari
penjara, bisa jadi dia akan berusaha melakukan percobaan
pembunuhan lagi terhadap Baginda Raja, seandainya hal ini
sampai terjadi, bukankah dosa mereka akan lebih parah lagi"
Bukankah sembilan keturunannya bakal terancam
dimusnahkan"
Maka dengan perasaan girang Si Ceng-tang segera menya
hut, "Di hadapan Baginda nanti, mohon Sianseng sudi
mengucapkan beberapa kata yang meringankan kesalahan
kami." Lalu sambil menjura ke arah si Tangan besi terusnya,
"Saudara Tangan besi, kami mohon bantuan anda."
278 Biarpun si Tangan besi masih sangat muda, wajahnya tidak
luar biasa, namun justru mendatangkan kehangatan dan
kecerahan bagi yang melihatnya, jauh berbeda dengan nama
besarnya yang bisa menggetarkan hati para jagoan golongan
Hek-to. Terdengar pemuda itu menjawab, "Menangkap buronan
merupakan tugas kami, jadi semestinya tak perlu mohon
bantuan." Lalu sambil berpaling ke arah Cukat-sianseng, tambahnya,
"Sianseng tak usah kuatir, aku pasti akan berhasil membekuk
Coh Siang-giok."
Cukat-sianseng menghela napas panjang.
"Aku sangat percaya dengan kemampuanmu, cuma ilmu
silat Coh Siang-giok sangat hebat, dia pintar dan banyak akal,
jadi dalam tindak-tandukmu mesti lebih berhati-hati dan
waspada." "Baik."
Dengan kening berkerut, kembali Cukat-sianseng berkata,
"Bicara sesungguhnya, si Raja pemusnah ini meski kejam dan
telengas, dia sebetulnya termasuk seorang jago persilatan
yang sangat langka, sejak dijebloskan ke dalam penjara,
sudah berulang kali tanpa mempedulikan resiko, dia berusaha
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melarikan diri dari penjara ... aaah, benar, kebetulan Pak-shia
Shiacu (pemilik benteng utara) Ciu Pek-ih bersama istrinya,
Sian-cu Lihiap (si Dewi sakti) Pek Huan-ji serta Lam-ce Cecu
(pemilik benteng selatan) Ngo Kong-tiong berada di sekitar
sini, biar kubuatkan sepucuk surat untuk meminta bantuan
mereka, apakah Ciangkun berdua setuju?"
"Aaah, itu sangat kebetulan," sahut Si Ceng-tang berdua
kegirangan. Dalam dunia persilatan terdapat tiga kekuatan besar yakni
Hong-in-piaukiok, Tiang-siau-pang serta Si-kiam-san-ceng.
Karena ketua Tiang-siau-pang Chan Pek-sui tewas setelah
bertarung sengit melawan pemilik Si-kiam-san-ceng, maka
kekuatan yang tersisa di dunia persilatan tinggal Hong-in
piaukiok saja. 279 Ketua Hong-in-piaukiok, Kiu-toa-kwan-to (sembilan golok
kwan-to) Liong Pang-siau adalah sahabat karib Cukatsianseng.
Sementara jagoan yang tergabung dalam kelompok Honginpiaukiok pun sangat banyak, di antaranya yang paling
diandalkan adalah empat keluarga besar dunia persilatan.
Keempat keluarga besar dunia persilatan terdiri dari Tangpo
(benteng timur), Lam-ce (benteng selatan), Se-tin (kota
barat) dan Pak-shia (benteng utara). Mereka berempat
merupakan tokoh persilatan yang memiliki ilmu silat sangat
tinggi. Di antara semua jago itu, Lam-ce Cecu Ngo Kong-tiong
berusia paling tua, setelah dia serahkan semua tugas dan
tanggung jawab benteng Lam-ce kepada keponakannya, In
Seng-hong. Dia sendiri berkelana ke Seantero jagad untuk
berpesiar sambil mencari sahabat.
Sementara Pak-shia Shiacu masih muda, baru berusia dua
puluh tahun, bersama calon istrinya si Dewi sakti Pek Huan-ji
mempunyai nama yang amat tersohor dalam dunia persilatan,
belakangan secara kebetulan mereka berkunjung ke kota
Ciang-ciu, kebetulan menjumpai peristiwa pembunuhan ini.
Berhubung Cecu tua benteng selatan Ngo Kong-tiong,
ketua Pak-shia yang baru Ciu Pek-ih dan Dewi sakti Pek Huanji
berilmu tinggi, dan lagi mereka amat mengagumi kehebatan
Cukat-sianseng, maka setelah diundang Cukat-sianseng, tentu
saja mereka segan untuk menampik.
Tak terlukiskan rasa gembira Si Ceng-tang dan Ciu Lengliong
ketika melihat ada begitu banyak jagoan berilmu tinggi
yang menjadi pembantunya, tentu saja mereka pun sangat
berterima kasih atas bantuan Cukat-sianseng.
"Jika begitu, kita tak usah menunda terlalu lama," ujar
Cukat-sianseng kemudian, "sementara Ciangkun berdua
mempersiapkan pasukan, aku akan mengirim utusan untuk
mengundang Ngo-cecu dan Ciu-shiacu, menurut perkiraanku
setelah menerima kabar, mereka pasti segera berangkat ke
280 gedung panglima. Tangan besi, sekarang juga kau berangkat
bersama Si-ciangkun dan Ciu-ciangkun."
Si Tangan besi manggut-manggut, katanya, "Silakan
Ciangkun berdua mempersiapkan anak buah, Cayhe ingin
menggunakan kesempatan ini untuk berkunjung dulu ke
penjara besar Besi berdarah sambil melakukan penyelidikan
lagi atas terjadinya peristiwa ini."
"Baik, merepotkan saudara saja!" sahut Si Ceng-tang
kegirangan. Berbeda dengan Ciu Leng-liong, melihat si Tangan besi
masih begitu muda dan tidak mempunyai sesuatu yang
menonjol, dia mengira bisanya pemuda itu tercantum sebagai
salah satu dari empat opas kenamaan tak lain karena
membonceng nama besar Cukat-sianseng. Maka ketika
mendengar pemuda itu hendak melakukan pelacakan lagi, dia
merasa sangat tidak berkenan, tegurnya, "Mau diselidiki apa
lagi" Toh sepasang manusia bengis dari Leng-lam serta Coh
Siang-giok telah kabur dari penjara, tapi jika saudara Tangan
besi mau melakukan penyelidikan lagi, ya ... silakan saja."
Maksud perkataan itu jelas sekali. Mau diperiksa lagi atau
tidak, toh tak bakalan mendatangkan banyak manfaat.
Cukat-sianseng bukan orang bodoh, tentu saja dia paham
apa yang dimaksud orang, maka ujarnya sambil tertawa,
"Muridku ini mempunyai cara berpandangan dan berpikir yang
berbeda dengan kebanyakan orang, harap kalian percaya
kepadaku, aku justru ingin sekali mendengar pandangan serta
pendapatnya."
Mendengar Cukat-sianseng begitu menyanjung kehebatan
si Tangan besi, tanpa terasa paras muka semua orang agak
berubah. Si Tangan besi berdiri di depan penjara besar Besi
berdarah, angin dan salju masih turun sangat deras, empat
penjuru yang nampak hanya lapisan salju yang serba putih.
Lama sekali si Tangan besi mengawasi penjara besar itu,
banyak masalah menyelinap dalam benaknya. Bukan baru
pertama kali ini dia berkunjung kemari, banyak narapinada
281 penghuni penjara itu adalah hasil karyanya. Banyak di antara
mereka yang sejak masuk ke sana, selama hidup tak pernah
muncul lagi dalam keadaan hidup, terbayang semuanya itu,
tanpa terasa dia menghela napas panjang.
Karena dalam penjara besar Besi berdarah baru saja terjadi
peristiwa besar, penjagaan di sana dilakukan dengan sangat
ketat, untung saja para penjaga di situ hampir semuanya
kenal dengan si Tangan besi, semua tahu kalau dia adalah
pentolan para opas, raja dari para hamba negeri, tentu saja
tak seorang pun berani mencegah atau menghalanginya.
Tiba-tiba si Tangan besi menghampiri seorang penjaga,
kemudian tegurnya, "Lo-liu, sewaktu Sim In-san membawa
kabur para tahanan, apakah kau hadir waktu itu?"
Sudah berapa kali Lo-liu berhubungan dengan si Tangan
besi, dia cukup tahu kehebatan silatnya, maka segera
jawabnya, "Thi-loya, sewaktu kejadian aku memang sedang
mendapat giliran jaga, tentu saja aku tahu sangat jelas."
"Jika begitu coba kau ceritakan sekali lagi peristiwa hari
itu." Secara singkat Lo-liu segera menceritakan bagaimana hari
itu dia menyaksikan Sim In-san dengan membawa delapan
manusia aneh memasuki penjara, lalu keluar bersama dua
manusia bengis dari Leng-lam serta Coh Siang-giok, kemudian
ia bercerita juga betapa cepatnya ilmu meringankan tubuh
opas Liu dan betapa kerennya opas Thian sewaktu melakukan
pengejaran. "... Ilmu silat opas Liu betul-betul keren, begitu cepatnya
tahu-tahu sudah lewat di samping telingaku, ketika aku
berpaling, wouw, dia sudah berada jauh di sana ... tapi kungfu
opas Thian lebih keren lagi, cctt, cctt, cctt... setiap kali dia
melangkah, aaah! Lapisan salju segera hancur berantakan."
Untuk membuat si Tangan besi yakin dengan ceritanya, dia
menerangkan sambil melakukan gerakan tangan, kembali
tambahnya, "Waktu itu kami semua sempat berpikir, coba
kalau opas Thian tidak pergi menengok bininya dulu ... belum
tentu dia kalah cepat dari opas Liu."
282 Tampaknya kesan orang ini terhadap Thian Toa-ciok jauh
lebih baik ketimbang kesannya terhadap Liu Ing-peng.
Berbinar sepasang mata si Tangan besi setelah mendengar
cerita itu, desaknya, "Jadi opas Thian pergi menengok bininya
dulu" Darimana kau tahu?"
Timbul rasa curiga di hati kecilnya, sebab Thian Toa-ciok
belum pernah menyinggung persoalan ini kepadanya.
Lo-liu segera tertawa lebar, "Tentu saja aku tahu, karena
bini opas Thian adalah adik perempuanku ... hehehe ... dulu
sikap opas Thian terhadapku sih biasa-biasa saja, namun sejak
adikku bekerja di penjara dan ia tertarik kepadanya, bahkan
berkata mau meminang adikku, meski bilang mau dipinang
tapi sudah lewat dua tahun belum juga dipinang, namun dia
tetap menganggapku sebagai iparnya, sikapnya terhadapku
tentu saja sangat berbeda
Si Tangan besi tahu, orang ini pasti sering mendapat
kebaikan dari Thian Toa-ciok hingga kesannya terhadap orang
itu jadi baik sekali.
Tiba-tiba terdengar Lo-liu berseru, "Adikku, adikku, cepat
kemari, cepat berjumpa dengan Thi-tayjin."
Dari balik penjara muncul seorang wanita membawa bakul
berisi nasi, begitu melihat perempuan itu, hampir saja si
Tangan besi tertawa tergelak.
Mula-mula dia menaruh curiga, jangan-jangan bini opas
Thian adalah orang yang sengaja diselundupkan ke dalam
penjara untuk membantu dari dalam dan menghalangi Thian
Toa-ciok melakukan pengejaran, tapi dia segera tahu kalau
dugaan itu keliru besar.
Adik perempuan Lo-liu adalah seorang wanita yang kasar
kulitnya, besar suaranya dan besar pula sepasang matanya,
mungkin lantaran serba besar, Thian Toa-ciok jadi tertarik
dengan perempuan ini....
Tapi sepasang matanya memang sebesar gundu,
pinggangnya besar bagai gentong air, dari gerak-geriknya
yang lamban, jelas perempuan itu bukan orang yang mengerti
ilmu silat. 283 Sementara dia masih termenung, perempuan itu sudah
berjalan mendekat sambil menyapa dengan suara besar dan
parau, "Selamat pagi Thi-tayjin, aduh... mengerikan sekali,
beberapa hari yang lalu ada narapidana yang melarikan diri,
aaai, gara-gara kejadian ini, Toa-ciok harus berangkat perang
lagi bersama Ciangkun!"
Mendengar panggilan yang begitu mesra terhadap Thian
Toa-ciok, kembali si Tangan besi merasa geli. Mendadak ia
seperti teringat sesuatu, tanyanya kepada Lo-liu, "Tadi kau
bilang, baru saja mendengar jerit kesakitan dari opas, tahutahu
opas Sin telah muncul bersama para narapidana?"
"Benar."
"Selisih waktunya kau ingat dengan jelas" Tidak salah"
Coba dipikir lagi."
"Aku rasa tidak salah," jawab Lo-liu setelah berpikir
sejenak, "kalu tidak percaya, coba tanya mereka."
Para penjaga lain membenarkan perkataan itu, kembali Loliu
berkata sambil menghela napas panjang, "Padahal
hubungan opas Sim dengan opas Seng masih terhitung cukup
baik, cuma watak opas Seng memang kasar, berangasan dan
gampang naik darah, cekcok atau memukul memang sulit
terelakkan. Bukankah dahulu opas Seng pun pernah bertarung
mati-matian melawan opas Liu" Opas Sim juga pernah
bertarung melawan opas Thian, mereka bertempur dari dalam
penjara hingga ke tanah lapang sana, tapi di saat yang paling
kritis biasanya kedua belah pihak sama-sama menarik diri, tapi
aneh ... kenapa kali ini... kenapa kali ini opas Sim bertindak di
luar batas?"
"Ooh, jadi mereka sering berkelahi?" seru si Tangan besi.
Kembali Lo-liu menghela napas panjang. "Watak serta
tabiat beberapa orang opas itu memang kurang baik, malah
terkadang aku pun mendapat persen bogem mentah hingga
mesti berbaring hampir setengah bulanan, kebanyakan opas
Seng lah yang memberi hadiah bogem mentah itu, untung
sekarang..."
284 Sebenarnya dia ingin berkata "untung sekarang opas Seng
sudah mampus", tapi setelah sadar kalau perkataan semacam
ini tidak pantas untuk diutarakan, dia pun segera berhenti
bicara. Tentu saja si Tangan besi mengetahui hal ini, namun
beberapa pernyataan dari Liu tua justru menambah pusing,
beberapa tanda tanya besar terasa sulit terurai dalam waktu
singkat, walau begitu, paling tidak ia sudah berhasil
membuktikan sesuatu, pengakuan dari Thian Toa-ciok
maupun Liu Ing-peng paling tidak bukan pengakuan yang
jujur seratus persen, masih banyak masalah yang masih
mereka sembunyikan.
Maka dia pun tidak banyak bicara lagi, setelah minta Lo-liu
untuk membuka pintu gerbang penjara besar Besi berdarah,
seorang diri dia masuk ke dalam bangunan itu untuk
melakukan pemeriksaan.
ooOOOoo 9. Memisah emas menyembah Buddha.
Dari kota Ciang-ciu menuju ke Ci-lian-hong, orang harus
menempuh perjalanan sejauh "empat lima ratus li, suatu jarak
yang tak selesai ditempuh dalam tiga hari perjalanan, bukan
saja harus membawa uang,, ransum, kantung air dan kuda,
bahkan harus dilengkapi juga tenda, lampu penerangan, jas
hujan dan lain sebagainya.
Di halaman depan istana Si-ciangkun, saat ini berkumpul
empat puluhan jago gagah perkasa, mereka semua berkumpul
di depan Si Ceng-tang dan Ciu Leng-liong.
Dari keempat puluhan orang jago tangguh itu, ada
sebagian merupakan bekas anak buah Si Ceng-tang dan Ciu
Leng-liong ketika bertugas di medan laga dulu, ada pula
kawanan jago hasil gemblengan kedua orang panglima ini,
boleh dibilang mereka merupakan pasukan inti yang bisa
diandalkan. 285 Karena perjalanan kali ini adalah untuk membekuk kembali
Coh Siang-giok yang melarikan diri, kawanan jago itu tentu
saja tidak mengenakan dandanan tentara, mereka menyamar
sebagai pelajar, tukang kayu, tukang pikul, pengemis bahkan
nelayan. Si Ceng-tang dan Ciu Leng-liong membagi pasukannya
menjadi tiga kelompok besar, dua puluhan orang menyamar
jadi piausu pengawal barang, berkumpul menjadi satu
membentuk regu pasukan inti, kemudian Si Ceng-tang dan Ciu
Leng-liong menyamar jadi saudagar, Ngo Kong-tiong
menyamar jadi piau-thau, sementara Ciu Pek-cu dan Pek
Huan-ji menyamar jadi seorang Kongcu dan seorang Siocia.
Pasukan pembantu terdiri dari tiga orang pengemis, dua
orang tukang jual obat, seorang tukang ramal nasib dan
empat orang pemikul tandu, semuanya berjumlah sepuluh
orang, dalam tandu yang digotong berduduk Thian Toa-ciok,
dia adalah kepala regu itu dan sepanjang jalan selalu menjaga
jarak sejauh tujuh li dengan rombongan utama.
Rombongan yang lain terdiri dari dua orang pelajar, dua
Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
orang penebang kayu, seorang tukang pikul, seorang nelayan,
dua orang Tosu, seorang tabib keliling, seorang kakek dusun
yang menggotong seorang pasien, orang yang menyamar jadi
pasien adalah Liu Ing-peng. Mereka berjalan tujuh li di depan
pasukan utama. Dalam pada itu Cecu dari benteng selatan Ngo Kong-tiong,
Shiacu muda dari benteng utara Ciu Pek-cu beserta Pek Huanji
telah saling bertemu dengan si Tangan besi, ternyata orang
yang disebut Sam-coat-it-seng-lui (Tiga kehebatan satu suara
guntur) Ngo Kong-tiong adalah seorang kakek berwajah
merah, bertubuh tegap, bermata jeli dan telah berusia tujuh
puluh tahun, begitu keren dan gagahnya kakek ini, sekali
pandang saja semua orang tahu dia jagoan berilmu tinggi.
Dalam perjalanan kali ini, Ngo Kong-tiong hanya mengajak
dua orang anggota Lam-ce sebagai pengiring, kedua orang itu
terhitung punya sedikit nama dalam dunia persilatan.
286 Yang seorang berjuluk Hek-sat-sin (si malaikat hitam) Si
Ciang-ji, sedang yang lain bernama Te-siang-to (golok tanah
berguling) Goan Kun-thian.
Yang satu berperawakan tinggi besar dengan senjata
Siang-bun-kun sepanjang satu kaki dua depa, kekuatan
badannya sangat menakutkan, sedang yang lain bertubuh
pendek, kecil, kekar, bermata tikus, berkepala monyet dengan
senjata andalan sepasang Liu-yap-to, dia jago menyerang
tubuh bagian bawah.
Sementara kepala benteng Pak-shia, Ciu Pek-cu adalah
seorang jagoan yang masih sangat muda, biar muda namun
wajahnya keren dengan sinar mata tajam menggidikkan hati,
dia ganteng namun tidak congkak, jelas sudah banyak
pengalaman dalam dunia persilatan.
Si Dewi Pek Huan-ji mengenakan baju ketat berwarna
putih, rambutnya hitam disanggul dengan sebuah tusuk konde
mutiara sebagai penghiasnya, dia mempunyai wajah yang
cantik jelita, berkulit putih dan tubuh yang ramping.
Ngo Kong-tiong dan rombongan sempat terkesiap ketika
berjumpa pertama kali dengan si Tangan besi. Mereka tidak
menyangka pemuda yang tampan dan gagah ini mempunyai
gerak-gerik yang begitu berwibawa, mereka pun tidak
menyangka jagoan yang punya julukan si Tangan besi yang
amat disegani banyak jagoan itu ternyata hanya seorang anak
muda yang sopan.
Setelah semua orang saling bertemu dan bicara beberapa
patah kata, maka rombongan pun dibagi tiga regu dan segera
berangkat untuk mengejar musuh.
Dengan menempuh perjalanan tanpa berhenti selama
hampir empat hari lamanya, mereka telah menempuh
perjalanan hampir tiga empat ratus li jauhnya, menurut
laporan mata-mata, konon sehari sebelumnya rombongan Coh
Siang-giok baru saja melalui tempat itu.
Semua orang tahu bahwa mereka sudah semakin
mendekati Ci-lian-hong, bahkan sebentar lagi bakal menyusul
rombongan Coh Siang-giok, maka mereka tak berani bertindak
287 gegabah lagi, dengan penuh kewaspadaan mereka lanjutkan
pengejaran. Hari itu mereka berada di seputar desa Hau-wi-si, selisih
jarak dengan benteng Lian-in-ce di bukit Ci-lian-hong sudah
tak sampai tujuh puluh li. Si Walet terbang Liu Ing-peng
beserta sepuluh orang prajurit yang tiba duluan di situ segera
menghentikan perjalanan, mereka memang mendapat
perintah untuk menanti rombongan yang lain di suatu tempat
lima puluh li dari benteng Lian-in-ce.
Ha u-wi-si adalah sebuah dusun dengan penduduk dua ra
tusan orang, di tempat seperti ini tidak banyak makanan yang
dijual, Liu Ing-peng segera memerintahkan semua orang
untuk berhati-hati, untuk menghindari dinginnya udara di
musim salju yang membeku itu, mereka memasuki sebuah
rumah makan kecil untuk beristirahat.
Misteri Bayangan Setan 4 Pedang Pembunuh Naga Penggali Makam Karya Tan Tjeng Hun Golok Halilintar 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama