Ceritasilat Novel Online

Pertemuan Di Kotaraja 9

Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An Bagian 9


"Sim In-san!" dengan suara dalam Ciu Leng-liong menegur,
"selama bertahun-tahun kau menerima gaji dari kerajaan,
Ciang-kun pun menaruh budi kebaikan untukmu, mengapa
kau begitu tega melakukan perbuatan terkutuk ini?"
Sambil berbaring di atas permukaan salju, Sim In-san
tertawa tergelak, suaranya keras, nyaring dan menyeramkan
bagaikan jeritan kuntilanak, kini sepasang tangan dan sebuah
kakinya sudah remuk, badannya nyaris tak mampu bergerak
lagi, yang tersisa hanya sorot matanya yang membara bagai
460 api, mengawasi orang-orang di sekitarnya dengan buas dan
liar, seakan biji matanya ingin melompat keluar dan
menerkam orang-orang itu.
"Hahaha ... apa salahku" Apa salahku" Orang bilang
kerajaan menganyomi rakyatnya, meskipun Si-ciangkun baik
kepadaku, tapi ... kenapa kaisar membantai seluruh anggota
keluargaku hanya gara-gara ibuku yang tua bersin saat
mendengar firman kaisar" Coba kalau Si-ciangkun tidak
berjuang keras melindungi nyawaku, mungkin aku sudah mati
dua puluh delapan kali sejak dulu! Buat apa aku berjuang
demi Kaisar lalim" Kenapa aku tak boleh bekerja untuk Coh
Siang-giok" Coh Siang-giok baik kepadaku, menghargai
kemampuanku, menghargai pribadiku, apa salahnya aku
berbakti kepadanya" Apalagi bila berhasil, Coh Siang-giok
berjanji akan mengangkat aku menjadi pejabat tinggi. Hahaha
... kenapa aku tak boleh melakukan apa yang ingin
kulakukan?"
Mendadak pancaran sinar berapi semakin membara dari
balik matanya, dia berteriak lebih jauh, "Aku tahu aku
memang salah, membalas budi Si-ciangkun dengan air tuba,
tapi terhadap kalian ..." Bukankah aku pun telah membayar
hubungan persahabatan kita dengan tidak membunuh kalian
ketika masih berada dalam penjara tempo hari?"
oooOOooo 15. Matinya sang harimau di ladang salju.
"Omong kosong!" tukas Thian Toa-ciok tiba-tiba dengan
suara nyaring, "kau tidak membunuh aku ketika masih dalam
penjara, untuk itu aku amat berterima kasih, tapi kenapa kau
tak mau mengampuni Seng tua" Kenapa kau bunuh Seng Itpiau
dalam penjara" Apakah perbuatanmu itu tidak busuk"
Tidak jahat?"
Angin kencang berhembus menerbangkan bunga-bunga
salju, dengan wajah tertegun Sim In-san berteriak, "Tidak!
Aku tidak membunuh Seng It-piau! Di antara kalian bertiga,
461 hubunganku dengannya jauh lebih akrab ketimbang siapa
pun" Tiba-tiba Liu Ing-peng mengumpat dengan suara keras,
wajahnya merah padam karena menahan emosi yang
menggelora, "Sudah membunuh masih mau menyangkal" Aku
harus membalaskan dendam bagi kematian Seng-toako!"
Mendadak ia merangsek maju ke muka dan sepasang
goloknya langsung dihujamkan ke tubuh orang itu.
Tak ada orang yang menduga Liu Ing-peng bakal
melancarkan serangan, paling tidak ada empat orang yang
segera turun tangan mencegah, mereka adalah si Tangan
besi, Ciu Leng-liong, Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji.
Tangan besi sudah pasti harus turun tangan, Ciu Leng-liong
memang wajar turun tangan, sementara Ciu Pek-ih dan Pek
Huan-ji turun tangan lantaran mereka ingin mendengar
perkataan selanjurnya dari Sim In-san dan karena perasaan
simpatik serta tak tega.
Tentu saja gerakan tubuh mereka jauh lebih cepat daripada
ayunan golok Liu Ing-peng, namun entah sedari kapan
ternyata Liu Ing-peng sudah berada begitu dekat dengan Sim
In-san, hanya sekali ayun saja, sepasang goloknya sudah
dihujamkan ke dada Sim In-san.
Saat itu Sim In-san hanya tinggal memiliki sebuah kaki
yang masih utuh, jelek-jelek dia masih terhitung seorang
jagoan tangguh dari penjara besar besi berdarah, berbicara
soal ilmu silat, kepandaiannya bahkan setingkat di atas Liu
Ing-peng. Maka dengan cepat dia angkat kakinya, langsung
menendang ke arah golok di tangan kanan lawan.
Sayang dia hanya memiliki sebuah kaki. Golok yang berada
di tangan kiri Liu Ing-peng seketika menghujam di dadanya
hingga tembus ke punggung.
Ketika Tangan besi, Ciu Leng-liong, Ciu Pek-ih, dan Pek
Huan-ji tiba di situ, keadaan sudah terlambat.
462 Ketika si Tangan besi membangunkan badannya, dengan
mata melotot besar Sim In-san berteriak serak, "Aku ... aku
tidak ... tidak membunuhnya
Dia masih berbicara terus, sayang deru angin dan salju
menenggelamkan kata-kata selanjurnya.
Dalam pada itu Ciu Leng-liong juga telah menegur, "SiauLiu, kau kelewat emosi"
"Aku ... aku benci kepadanya karena setelah membunuh
masih tak mau mengaku!" sahut Liu Ing-peng sambil
menundukkan kepala.
"Dia bukan menyangkal, karena bukan dia yang
membunuh," mendadak si Tangan besi menyela.
Liu Ing-peng tampak terkesiap hingga badannya bergetar
keras, sementara Thian Toa-ciok berteriak lantang, "Apa" Kau
bilang bukan dia yang membunuh Seng tua?"
Tangan besi mengangguk, ujarnya sepatah demi sepatah,
"Komandan Seng It-piau bukan tewas di tangannya."
"Aneh, sungguh membingungkan," gumam Ciu Leng-liong
dengan kening berkerut.
"Sebetulnya sudah sejak lama aku mencurigai persoalan
ini," kata si Tangan besi lebih jauh, "aku sudah curiga
pembunuhnya bukan Sim In-san, pasti ada orang lain yang
melakukan perbuatan ini."
"Lalu siapa pembunuhnya?" seru Liu Ing-peng agak emosi,
"tunjukkan siapa orangnya, biar kubunuh bedebah itu."
"Kau tak mungkin bisa membunuhnya," dengus Tangan
besi dingin, dengan sorot mata setajam sembilu ditatapnya
wajah Liu Ing-peng lekat-lekat, kemudian terusnya, "Karena
pembunuhnya adalah kau!"
Semua orang berdiri tertegun, melengak dan tidak habis
mengerti. Begitu juga dengan Liu Ing-peng, agak tercengang,
serunya, "Saudara Tangan besi, jangan bergurau, urusan
gawat macam begini lebih baik jangan dibuat bahan gurauan."
"Komandan Thian," pelan-pelan Tangan besi berkata lagi,
"sewaktu Sim In-san membawa orang menyerbu ke dalam
463 penjara besar besi berdarah, waktu itu jalan darahmu sudah
tertotok, namun ketika delapan manusia cacad ingin
membunuhmu, bukankah Sim In-san yang mencegah
perbuatan mereka?"
"Benar," Thian Toa-ciok manggut-manggut.
"Aku dengar cerita dari orang-orang penjara besar besi
berdarah, konon tabiat Seng It-piau kurang baik, bukan saja ia
pernah bentrok dengan Sim In-san, konon hubungannya
dengan Liu Ing-peng juga kurang baik, hubungannya dengan
komandan Thian saja yang paling akrab, bukankah demikian?"
"Betul," Ciu Leng-liong mengangguk membenarkan, "aku
masih ingat, di antara keempat orang ini, pertarungan antara
komandan Seng melawan komandan Liu berlangsung paling
sengit dan hebat ... pada hari-hari biasa, komandan Liu jarang
bentrok dengan komandan Thian maupun komandan Sim."
Tangan besi manggut-manggut. "Aku pun telah menyelidiki
persoalan ini dan aku merasa sedikit kurang beres dengan
kenyataan yang ada, komandan Sim bersedia melepaskan
komandan Thian, tak ada alasan baginya untuk membunuh
komandan Seng, karena itu aku pun segera menelusuri kasus
ini dan melakukan penyelidikan lebih jauh."
Paras muka Liu Ing-peng tiba-tiba berubah memucat, kini
wajahnya telah berubah jadi pucat pias bagai mayat.
Terdengar Tangan besi berkata, "Setelah melakukan
pemeriksaan, aku pun berhasil menemukan beberapa titik
kecurigaan, menurut laporan komandan Liu kepada Cukatsianseng,
katanya dia tidak berada di tempat sewaktu
komandan Sim membebaskan narapidana, ketika dia balik lagi
ke situ, katanya segera dia melakukan pengejaran. Padahal
dia juga yang telah membebaskan jalan darah komandan
Thian yang tertotok, dia bilang ketika menyerbu masuk ke
penjara nomor tiga, komandan Seng telah ditemukan tewas.
Komandan Liu, bukankah demikian pengakuanmu waktu itu?"
"Benar," sahut Liu Ing-peng sambil tertawa dingin, "aku
memang pernah berkata begitu, memangnya kenapa" Kau
anggap bagian perkataanku mana yang mencurigakan?"
464 "Kau berhasil membebaskan pengaruh totokan itu?"
"Tentu saja, sekali turun tangan, jalan darah yang tertotok
telah bebas," sahut Liu Ing-peng tertawa dingin.
"Boleh aku tahu jalan darah apa yang tertotok waktu itu?"
"Ketika membebaskan jalan darah yang tertotok, kujumpai
Seng-toako telah tewas, dalam panik dan kalutnya, mana
mungkin aku ingat jalan darah apa yang kubebaskan waktu
itu." "Jadi begitu menjumpai kematian komandan Seng, kau
langsung melakukan pengejaran?"
"Benar."
"Tapi kenyataan, setelah totokan jalan darahnya
dibebaskan, komandan Thian tidak langsung melakukan
pengejaran, mula-mula dia mengatur dulu keselamatan
seorang wanita, kemudian baru pergi mengejar Sim In-san,
semua penjaga penjara mengetahui dan melihatnya dengan
jelas, begitu kau keluar, komandan Thian segera menyusul
juga keluar dari situ. Atau dengan perkataan lain ada selisih
jarak waktu yang cukup lama ketika komandan Thian harus
menyelesaikan dulu urusannya dengan wanita itu, berarti
waktumu ketika berada dalam penjara nomor tiga pun jadi
lebih lama dan panjang, aku ingin tanya, apa yang kau
lakukan saat itu" Membebaskan totokan jalan darah" Atau
mencaci maki komandan Seng habis-habisan sebelum
membunuhnya untuk balas dendam?"
Paras muka Liu Ing-peng sebentar pucat sebentar
menghijau, sepasang kepalannya digenggam erat sementara
sekujur badannya mulai gemetar keras.
"Selain itu," kembali Tangan besi berkata, "seluruh sipir
penjara tewas lantaran tergigit ular beracun milik delapan
manusia cacad, hanya Seng It-piau seorang yang tewas
karena luka sabetan golok, mulut lukanya pipih tapi lebar,
jelas terluka oleh golok pendek bukan karena golok panjang,
padahal golok yang digunakan para sipir penjara maupun
golok Sim In-san tak mungkin akan mengakibatkan mulut luka
semacam itu."
465 Kini pandangan setiap jago sudah dialihkan ke atas golok
pendek Liu Ing-peng yang sempat ditendang Sim In-san tadi.
Sambil menuding mulut luka di dada Sim In-san, Tangan
besi berkata lagi, "Mulut luka yang tertinggal di dada
komandan Seng waktu itu, persis sama seperti mulut luka ini!"
Sinar mata penuh amarah dan dendam mulai memancar
keluar dari mata setiap orang, mereka bersama-sama
menatap wajah Liu Ing-peng tanpa berkedip.
"Ya, benar!" mendadak Thian Toa-ciok berteriak keras,
"Siau-liu pernah bertarung sengit melawan Seng-lotoa,
pertarungan itu terjadi gara-gara Seng-lotoa mengumpatnya
sebagai banci, biar ilmu meringankan tubuh Siau-liu hebat,
namun peluru besi Seng-lotoa jauh lebih hebat, ketika peluru
itu menghajar di atas betis Siau-liu, maka Siau-liu pun tak
sanggup terbang lagi, Seng-lotoa bilang..."
"Dia bilang aku banci, kumis pun tak mau tumbuh di
wajahku," teriak Liu Ing-peng tiba-tiba dengan wajah merah
membara, "dia bilang lebih baik aku jadi bini peliharaannya!"
"Memang begitulah cara Seng-toako mengumpat orang,"
Thian Toa-ciok segera menjelaskan, "bukan hanya terhadap
kau, dengan aku pun dia mengumpat hal yang sama, anak
jadah yang dipelihara anjing, hanya manusia macam kau yang
pendendam, selalu menyimpan kata semacam itu di dalam
hati." Tangan besi menghela napas panjang. Bisa dimaklumi bila
seorang lelaki akan mendendam dan mengingatnya dalam hati
setelah diumpat dengan kata-kata semacam ini, mungkin Seng
It-piau pun mengumpat Thian Toa-ciok dengan kata-kata yang
kasar, tapi yang jelas tentu bukan perkataan itu, sehingga
kalau sampai jengkel dan sakit hati pun tak akan separah
perasaan Liu Ing-peng.
Sementara itu Liu Ing-peng sudah dapat menenangkan
kembali hatinya, sambil tertawa dingin ia berkata, "Benar, aku
memang pendendam, aku memang selalu mengingat sakit hati
ini, tapi bukan berarti akulah yang telah membunuhnya."
466 Tiba-tiba Tangan besi menyela, "Semua sipir penjara besar
besi berdarah di Ciang-ciu mengatakan bahwa suara jerit
kesakitan komandan Seng berkumandang justru bertepatan di
saat Sim In-san melangkah keluar dari penjara besar, apakah
mungkin Sim In-san mempunyai kepandaian membelah diri"
Paras muka Liu Ing-peng berubah makin pucat.
"Siau-liu!" mendadak Ciu Leng-liong menghardik, "tidak
seharusnya kau mengutamakan kepentingan pribadi
ketimbang kepentingan umum, gara-gara perbuatanmu itu
bukan saja para narapidana terlepas dan kabur, bahkan telah
mencelakai pula nyawa Si-ciangkun
"Aku tetap menyangkal tuduhan ini," teriak Liu Ing-peng
sambil berusaha menenangkan hatinya, "kalian hanya
mencurigai aku, mana buktinya?"
"Kau tidak seharusnya membunuh Sim In-san untuk
membungkam mulutnya," sela Tangan besi tiba-tiba, "kau pun
tidak perlu menuduhnya dan menjadikan dia sebagai kambing
hitmu, karena semua perbuatanmu telah disaksikan seseorang
dengan mata kepala sendiri."
"Siapa orang itu?" seru Liu Ing-peng tanpa sadar dengan
wajah berubah hebat.
"Seng It-piau!"


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Seng It-piau" Hahaha... mustahil, dia sudah mampus!" Liu
Ing-peng tertawa tergelak.
"Siapa bilang dia sudah mati" Dia belum mati, tusukan
golokmu hanya melukai dada dekat bahunya, tak sampai
melukai jantung atau hulu hatinya."
"Hahaha ... omong kosong, benar-benar omong kosong,"
teriak Liu Ing-peng sambil tertawa makin keras, "sudah jelas
aku menusuk hulu hatinya waktu itu..."
Mendadak ia tutup mulut dan tak sanggup tertawa lebih
lanjut, ia saksikan sorot mata semua orang sedang tertuju ke
arahnya, sorot mata yang begitu dingin, begitu muak, begitu
sebal ... ia jadi menyesal, sangat menyesal kenapa banyak
bicara, dia ingin menghajar mulut sendiri, agar tak sanggup
berbicara lagi.
467 Dengan sinar mata bagaikan api Liu Ing-peng melototi
wajah Tangan besi, begitu membara sorot matanya seakan
kalau bisa dia ingin membakar tubuh opas itu, agar hancur
berkeping-keping
Terdengar Ciu Pek-ih berkata setelah menghela napas, "Tak
heran orang bilang empat opas jarang menggunakan alat
siksa, tapi setiap tersangka yang jatuh ke tangan mereka,
jarang ada yang bisa bicara bohong. Hari ini, aku benar-benar
telah menyaksikan sendiri kehebatan ini."
"Menyiksa orang dengan alat siksaan kelewat kejam dan
tidak berperi-kemanusiaan," Tangan besi menerangkan,
"seandainya sampai salah menuduh, bukankah kita akan
mencelakai orang lain dengan percuma" Memangnya dengan
main gebuk dan siksa lantas mereka akan mengaku terus
terang" Menurut pendapatku, khususnya untuk para anggota
Lak-san-bun, kurangilah penggunaan alat siksaan terhadap
para tersangka."
"Wah, wah, luar biasa, luar biasa," puji Pek Huan-ji sambil
tertawa, "bila setiap opas mempunyai pikiran seperti Sianseng,
Lak-san-bun pasti takkan menyandang nama busuk dan
menyeramkan."
Dalam pada itu Ciu Leng-liong telah berpaling ke arah Liu
Ing-peng, setelah menatapnya tajam, ujarnya, "Siau-liu,
walaupun Si-ciangkun telah gugur, bukan berarti kau bisa lolos
dari hukuman atas perbuatan kejimu itu, sebab perbuatanmu
sudah kelewatan, aku percaya siapa pun pasti segan
mengampuni ulahmu itu."
Liu Ing-peng tertunduk sedih, agak seseunggukan
menahan isak tangis, bisiknya, "Aku ... aku tahu salah..."
Hujan salju masih turun dengan derasnya, angin kencang
berhembus serasa menyayat tulang. Tangan besi maupun Ciu
Pek-ih sekalian hanya bisa menghela napas panjang setelah
melihat adegan itu.
Hidup sebagai manusia, janganlah sekali-kali melakukan
kesalahan besar, karena satu kali kau salah melangkah,
menyesal di kemudian hari pun tak ada gunanya.
468 Namun kadangkala ada orang yang walaupun sudah tahu
salah, seringkah dia masih juga melakukan kesalahan yang
lain. Tiba-tiba Liu Ing-peng melejit ke udara, bagaikan burung
walet terbang di angkasa, mendadak dia melancarkan sebuah
tendangan keras ke jenazah Sim In-san.
Jenazah Sim In-san segera mencelat ke depan, langsung
menumbuk tubuh Tangan besi, sementara dia sendiri
memanfaatkan peluang itu dan segera meluncur mundur
dengan gerakan Sin-siong-kiau-juan-in (dada ramping
menembus awan).
Lekas Tangan besi menerima jenazah Sim In-san yang
menumbuk badannya, karena harus berbuat begitu, dengan
sendirinya dia pun tak sanggup menghalangi jalan pergi Liu
Ing-peng. Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Ciu Leng-liong
maupun Thian Toa-ciok masih jauh di bawah kepandaian Liu
Ing-peng, sementara Pek Huan-ji nampak gelagapan, sedang
Ciu Pek-ih pun tidak menyangka sampai ke situ, meski
demikian ia tetap melesat ke depan untuk melakukan
pengejaran. Sebuah tusukan pedang, secepat sambaran kilat langsung
dilepaskan ke depan.
Liu Ing-peng berjumpalitan beberapa kali di udara, dengan
gerakan An-cu-sam-biau-sui (Walet tiga kali mendulang air),
dia melesat lebih cepat lagi ke belakang.
Ketika serangan Ciu Pek-ih mengenai sasaran kosong,
tubuh lawannya tahu-tahu sudah melesat beberapa kaki lebih
jauh dari posisi semula.
Tampaknya dia segera akan berhasil kabur dari tempat
itu.... Mendadak terdengar desingan tajam bergema dari arah
belakang, Liu Ing-peng merasakan pandangan matanya kabur,
tahu-tahu seseorang telah menghadang persis di hadapannya,
bahkan menghalangi dengan menggunakan jurus Tong-sanliukhek (menahan tetamu di Tong-san).
469 Bila Liu Ing-peng terhitung jagoan tangguh dalam hal ilmu
meringankan tubuh, maka Ngo Kong-tiong adalah nenek
moyangnya ilmu meringankan tubuh.
Sementara itu Ciu Leng-liong ikut merasa panik ketika
melihat Liu Ing-peng segera akan meloloskan diri dari situ,
sepasang tangannya diayunkan berulang kali, delapan jenis
senjata rahasia langsung menyambar ke tubuh lawan.
Merasa jalan perginya dihadang Ngo Kong-tiong, segera Liu
Ing-peng mengegos ke samping lalu melepaskan satu tusukan
golok dengan jurus Kok-kwan-jan-jiang (melewati kota
menjagal panglima), di tengah jalan jurus serangan itu diubah
lagi jadi Lan-cou-jui-pak-hay-hwat (sampan kecil meluncur
lepas), dan ketika mata golok hampir mengenai tubuh Ngo
Kong-tiong, jurus serangannya diubah lagi jadi To-put-liu-lang
(babatan golok tak kenal ampun).
Dalam satu jurus mengandung tiga perubahan, sebuah
serangan maut yang luar biasa dan menakutkan.
Ngo Kong-tiong sama sekali tidak merubah gerak jurusnya,
sebuah pukulan dahsyat tetap dilontarkan ke depan, segulung
angin pukulan yang dahsyat bagai hembusan topan langsung
menumbuk tubuh lawan.
Belum lagi tusukan golok itu mengenai sasaran, angin
pukulan sudah tiba lebih dulu, dalam keadaan terancam
segera Liu Ing-peng membatalkan serangan sambil melompat
mundur, ia berusaha menghindari dulu tenaga pukulan lawan
yang dahsyat itu.
Pada saat bersamaan, senjata rahasia yang dilepaskan Ciu
Leng-liong telah menyambar tiba, namun karena deru angin
pukulan Ngo Kong-tiong sangat memekikkan telinga, dengan
sendirinya desingan angin tajam yang ditimbulkan senjata
rahasia itupun tertutup.
Liu Ing-peng tidak mendengar desingan senjata rahasia
yang mengancam, dengan bergerak mundur, sama artinya dia
telah menyongsong datangnya ancaman itu dengan
menggunakan punggungnya.
470 Menanti ia sadar akan datangnya bahaya, sebatang piau
baja, sebatang paku penembus tulang telah menghajar telak
di punggungnya.
Tergopoh-gopoh ia membalikkan badan dengan jurus Yaucuhuan-sin (burung belibis membalik badan), baru saja
badannya berputar, lagi-lagi sebatang Kim-ce-piau dan
sebatang panah pemutus sukma telah menghajar dadanya.
Liu Ing-peng segera memutar goloknya rapat-rapat,
sedemikian rapatnya hingga hujan angin tak mampu
menembus, kembali ada empat batang senjata rahasia yang
terpental jatuh, namun dia sendiri sudah kehabisan tenaga,
luka yang dideritanya membuat dia kelelahan dan lemas.
"Bruk!", kembali sebatang Liu-yap-hui-to menghajar
lambungnya. Tubuh Liu Ing-peng segera terjatuh dari udara, menjelang
ajalnya dia sempat mengajukan satu pertanyaan, "Apakah
Seng It-piau benar-benar sudah mati?"
"Ya, dia sudah mati," dengan mantap Tangan besi
mengangguk. Mendengar jawaban itu, dengan senyum di kulum Liu Ingpeng
menghembuskan napasnya yang terakhir.
Tangan besi menghela napas panjang, biarpun kematian
Seng It-piau penasaran, namun umpatannya memang
kelewatan batas sehingga sampai mati pun orang tetap tak
bisa melupakannya.
Tiba-tiba Tangan besi teringat akan satu hal, tegurnya
kemudian, "Mana Coh Siang-giok?"
"Dia sudah terkena dua batang senjata rahasia," sahut Ciu
Leng-liong sambil tertawa getir, "namun dalam kekalutan dia
telah menyusup ke dalam gundukan salju, membantai empat
orang anak buah kita dan hingga sekarang jejaknya belum
ditemukan, dia seakan lenyap ditelan bumi."
Sewaktu menyusul ke arena tadi, lantaran tidak menjumpai
Coh Siang-giok, dia menduga si Raja pemusnah telah berhasil
meloloskan diri, karena itulah dia mendahulukan masalah yang
menyangkut kasus Liu Ing-peng.
471 Tapi setelah mendengar penjelasan ini, paras mukanya
segera berubah hebat, ia sadar, masalah itu penting dan
gawat, dengan sorot mata tajam dia segera mengawasi
sekejap mayat prajurit yang tergeletak di atas salju, kemudian
serunya tertahan, "Ah, dia berada di antara kita, cepat...."
Belum selesai perkataan itu diucapkan, seseorang telah
berkata dengan suara perlahan, "Benar sekali, aku memang
berada di sini."
Semua orang segera berpaling ke arah asal suara itu, benar
juga, di antara kelompok prajurit yang berkumpul di samping
arena, terlihat Coh Siang-giok dengan mengenakan seragam
prajurit ikut berdiri di situ.
Sembari perlahan-lahan melepaskan seragam prajurit yang
dikenakan, kembali Coh Siang-giok berkata sambil tertawa,
"Tajam benar sepasang matamu, benar, sewaktu menerjang
ke tengah kerumunan orang banyak, secara beruntun aku
telah membunuh empat orang, orang pertama yang kubunuh
kuambil bajunya, orang kedua kuambil celananya, orang
ketiga mengambil topinya dan orang keempat kuambil
sepatunya. Setelah berseragam lengkap aku baru membaur ke
dalam kerumunan orang banyak sebagai seorang prajurit
kecil, seumpama aku langsung melarikan diri meninggalkan
tempat ini, kalian pasti segera akan mengetahui jejakku, tapi
bila menyusup ke dalam kerumunan orang banyak, sulitlah
bagi kalian untuk mengetahui kehadiranku, apalagi..."
Semua orang segera mengalihkan perhatian ke tubuh
keempat prajurit yang tergeletak di atas permukaan salju,
betul saja, ternyata pakaian yang dikenakan jenazah-jenazah
itu sudah tidak lengkap.
Melihat hal ini, diam-diam Ciu Leng-liong mengumpat akan
kebodohan sendiri, selain bersembunyi di balik kelompok
tentaranya, Coh Siang-giok memangnya bisa kabur kemana
lagi" Ternyata hal semacam inipun tidak terpikirkan olehnya,
sungguh merupakan satu kejadian yang patut disesalkan.
Kembali si Tangan besi berkata sambil tertawa, "Apalagi
kau sudah terkena obat pemabuk, dengan badan lemas tak
472 bertenaga, mana kau mampu kabur lagi" Sebaliknya dengan
menyamar sebagai prajurit dan pura-pura ikut melakukan
pencarian, kau malah bisa memanfaatkan kesempatan ini
untuk memaksa keluar pengaruh obat pemabuk"
"Tebakanmu memang tepat sekali, bukan hanya soal
penyamaranku, juga tentang penyamaranku, kini pengaruh
obat pemabuk memang sudah keluar dari badanku," kata Coh
Siang-giok sambil tertawa lebar.
Sambil berkata dia mulai melepas seragam prajurit yang
dikenakan hingga kelihatan pakaian ringkasnya yang berwarna
merah menyala, malah senyuman yang amat ramah dan
lembut sudah tersungging di ujung bibirnya.
Orang ini selain hebat dalam ilmu silat, kecerdasan otaknya
pun sangat mengagumkan, boleh dibilang sudah mencapai
taraf kesempurnaan.
Dari balik pakaian ketatnya yang berwarna merah menyala,
terlihat dua bagian tempat yang warna merahnya lebih
menyala, satu di bahu kiri dan yang lain berada di kaki kanan.
Tangan besi segera mendengus dingin, "Hm, boleh saja
pengaruh obat pemabuk sudah bersih dari tubuhmu, tapi
bagaimana dengan lukamu" Aku kira tak akan secepat itu
sembuh?" Coli Siang-giok tetap bersikap acuh tak acuh, katanya
sambil tertawa hambar, "Asal badan sudah tak lemas, biar
kaki kaki tangan terluka pun masih bukan halangan bagiku
untuk mengalahkan kalian."
Seraya berkata dia mulai menggerakkan kaki tangannya
sambil melemaskan otot.
Suasana menjadi gempar, semua orang berteriak gusar,
mereka tak tahan melihat kejumawaan musuhnya itu, dari
ucapannya yang santai, dia seolah memberitahu kepada
semua orang bahwa baginya mengalahkan mereka hanya
merupakan suatu perbuatan yang amat gampang, segampang
merogoh barang di saku sendiri.
473 Dengan penuh amarah Ciu Leng-liong membentak nyaring,
"Coh Siang-giok, jangan sombong dulu! Kami bersumpah akan
menyeretmu kembali ke dalam penjara!"
Coh Siang-giok memperhatikan Ciu Leng-liong sekejap, lalu
jengeknya, "Jadi kau yang disebut orang persilatan si Monyet
sakti berlengan tiga Ciu Leng-liong" Bagus, bagus sekali, kini
Si Ceng-tang sudah mati, asal kau dapat membawaku pulang
ke kotaraja, dapat dipastikan pangkatmu akan dinaikkan jadi
komandan."
Kemudian setelah tertawa terkekeh-kekeh, lanjurnya,
"Hanya sayang kau tak bakal mampu berbuat begitu, bukan
kau yang membawaku pulang, justru kau yang bakal pulang
bersamaku."
"Hmm!, kalau begitu mari kita buktikan saja, kau yang akan
membawa aku pulang atau aku yang akan menyeretmu
pulang!"

Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Hehehe ... sekali kau berani turun tangan, berarti itulah
saat kematianmu, sayang aku enggan menyeret pulang
mayatmu" Tak terlukiskan rasa gusar Ciu Leng-liong mendengar
ejekan itu, namun Coh Siang-giok tidak menggubris dirinya
lagi. Setelah tertawa lebar, kembali dia berkata, "Kelihatannya
kepandaian silatmu cukup tangguh, terbukti tadi bersama Si
Ceng-tang kau berhasil membokong aku dengan senjata
rahasia, kebetulan saat ini aku pun sedang membutuhkan
seorang panglima tangguh, bagaimana kalau kutawarkan
jabatan ini kepadamu" Hahaha ... ketika kalian membantai
Sim In-san tadi, aku memang sengaja tidak turun tangan,
pertama lantaran pengaruh obat pemabuk masih belum
selesai kupaksa keluar dari tubuhku, kedua karena aku pun
berharap kalian mau membantu perjuanganku. Aku tahu Sim
In-san adalah musuh bebuyutan kalian, selama dia belum
mampus, tak nanti kalian akan melepaskan dirinya, oleh sebab
itu terpaksa kubiarkan kalian membantainya dulu kemudian
baru menawarkan jabatan kepada kalian."
474 Bergidik juga perasaan para jago setelah mendengar
penuturannya, mereka tidak menyangka orang itu bersikap
begitu tega terhadap anak buahnya yang setia.
Sambil tertawa seram Ngo Kong-tiong segera berseru, "Sim
In-san memang punya mata tak berbiji, siapa suruh sepasang
matanya adalah mata anjing hingga mau berbakti kepadamu!"
"Kau anggap aku kejam" Tega" Tak berperasaan?" sela
Coh Siang-giok sambil tertawa, "tujuan utamaku adalah
membangun sebuah kerajaan yang besar, agar sukses dalam
menjalankan urusan besar, mana boleh kita berhati lemah
macam perempuan" Mana boleh kita tak tegas dan tandas
dalam mengambil keputusan" Cho Beng-tek, Han Ko-cou
semuanya adalah Kaisar besar pendiri sebuah dinasti yang luar
biasa, bukankah tindakan mereka pun sama seperti apa yang
kulakukan sekarang?"
Berubah hebat paras muka semua orang.
Sambil tertawa dingin si Tangan besi berseru, "Berani amat
kau bicara lancang, apa kau tidak kuatir dikutuk Sin-beng dan
dibabat hukum kerajaan?"
Coh Siang-giok tertawa keras. "Hahaha ... dikutuk Sinbeng"
Dibabat hukum kerajaan" Omong kosong, mana ada
manusia di dunia ini yang jadi kaisar sejak dilahirkan" Dunia
harus diperoleh dari perjuangan, bukan didapat dengan
percuma karena pelimpahan, akulah Sin-beng yang dipuja
berjuta-juta umat, akulah Kaisar, apa yang kukatakan, itulah
hukum, hukum kerajaan!"
Dengan sorot mata memancarkan sinar tajam, kembali Coh
Siang-giok melanjutkan kata-katanya, "Sebenarnya aku adalah
saudara misan Kaisar, karena sejak muda sudah bercita-cita
akan melakukan suatu pekerjaan besar yang menggetarkan
kolong langit, maka aku rajin berlatih silat, rajin belajar taktik
perang. Gara-gara itu dia menjadi iri, jadi banyak curiga,
disangkanya aku berniat merampas kedudukan kaisar, maka
dia perintahkan jago-jago lihai dari istana terlarang untuk
membantai anak biniku dalam semalaman!"
475 Bicara sampai di situ ia mengertak gigi, sinar buas kembali
memancar keluar dari balik matanya, hawa pembunuhan
bahkan menyelimuti seluruh tubuhnya, hawa pembunuhan
yang begitu dingin melebihi salju, seakan menghujam di hati
setiap orang. "Itulah sebabnya aku bercita-cita akan mendongkel dia dari
jabatannya sebagai kaisar, bahkan aku ingin membunuhnya
dengan tanganku sendiri, kaisar macam apa dia itu, hm!
Akulah kaisar sejati! Siapa bilang dia putra langit" Akulah
putra langit sejati! Aku ingin dia mati konyol, mati telantar
tanpa liang kubur, lima telaga empat samudra semua adalah
anak buahku, jika kalian pintar, lebih baik segeralah
menyerahkan diri, kalau tidak, jangan harap kalian bisa pergi
meninggalkan tempat ini dalam keadaan hidup!"
Mendengar Coh Siang-giok mencaci maki kaisar, Tangan
besi dan lainnya hanya bisa berdiri terbelalak, untuk sesaat
mereka tak sanggup membantah, bahkan tak sanggup
mengucapkan sepatah kata pun.
Dengan sorot mata setajam sembilu kembali Coh Sianggiok
menatap si Tangan besi lekat-lekat, kemudian tegurnya,
"Apakah kau adalah salah seorang dari empat opas yang
tersohor di kolong langit itu?"
"Betul. Aku adalah si Tangan besi."
"Dari kemampuanmu membongkar penyamaranku sebagai
prajurit tadi, dapat kusimpulkan bahwa kecerdasanmu
memang luar biasa, aku percaya kungfumu pasti hebat juga,
lebih baik bergabung saja denganku, di kemudian hari aku
pasti akan memberi jabatan tinggi kepadamu, jabatan yang
tidak lebih rendah dari Cing Sau-song."
"Aku pun ingin memberitahu satu hal kepadamu," ujar si
Tangan besi pula sambil tertawa dingin.
"Katakan!"
"Tak seorang pun anak didik Cukat-sianseng yang berbakat
menjadi pengkhianat, kebetulan aku adalah salah seorang di
antara empat pembantu utama Cukat-sianseng"
476 Menyinggung nama Cukat-sianseng, sekali lagi paras Coh
Siang-giok berubah hebat.
Selama hidup Coh Siang-giok sudah banyak terlibat dalam
pertempuran sengit, namun belum pernah sekali pun
menderita kekalahan.
Dalam tiga kali usahanya membunuh kaisar, pertama kali
dia berhasil lolos dari kepungan beribu orang prajurit pilihan,
kedua kalinya dia pun berhasil melarikan diri setelah bertarung
seimbang melawan dua puluhan orang jago lihai dari istana
terlarang, tapi ketiga kalinya dia benar-benar menderita
kekalahan total di tangan seseorang, waktu dia mencoba
membunuh kaisar untuk ketiga kalinya, kebetulan ia berjumpa
dengan Cukat-sianseng, setelah bertarung seratus gebrakan,
akhirnya ia menderita kekalahan total hingga tertangkap.
Menderita kekalahan di tangan orang lain, bagi Coh Sianggiok
boleh dibilang merupakan satu penghinaan besar, satu
peristiwa yang sangat memalukan.
Sebab itulah setiap kali ada orang berani mengungkit
peristiwa itu, belum pernah Coh Siang-giok melepaskan orang
itu dalam keadaan hidup.
Paras muka si Tangan besi turut berubah hebat, sebab
begitu menyinggung soal Cukat-sianseng, dia sendiri pun
lantas teringat dengan pertarungan di istana kaisar tempo
hari, waktu itu Cukat-sianseng butuh seratus jurus gebrakan
sebelum berhasil mengalahkan Coh Siang-giok, padahal
kepandaian silat yang dimiliki Cukat-sianseng jauh di atas
kepandaian sendiri, selain itu, kekalahan Coh Siang-giok waktu
itupun ada sangkut-pautnya dengan situasi yang dihadapinya,
waktu itu empat arah delapan penjuru terdapat beribu orang
pasukan pengawal istana yang mengepungnya rapat, ketidakmampuannya
untuk berkonsentrasi merupakan salah satu
penyebab kekalahannya.
"Coba kalau bukan lantaran soal itu," demikian Cukatsianseng
pernah berkata kepada si Tangan besi, "paling tidak
dia masih mampu bertarung sebanyak seratus lima puluh
477 jurus melawan diriku, dia adalah musuh paling tangguh yang
pernah kujumpai selama ini!"
Dari perkataan itu, bisa dibayangkan betapa dahsyat dan
hebatnya kepandaian silat yang dimiliki Coh Siang-giok,
Tangan besi sama sekali tak yakin dengan tenaga gabungan
mereka semua, mampu merobohkan si Raja pemusnah.
Kembali paras muka Coh Siang-giok berubah, mendadak ia
tertawa dan berkata lagi, "Lantaran kau adalah seorang yang
berbakat, aku anggap ucapanmu tadi tidak disengaja, asal
mau bergabung denganku, aku pun tak akan mengusut lagi
perkataanmu tadi."
Tangan besi segera mendongakkan kepalanya dan tertawa
nyaring. Si Cong-ji sejak tadi sudah tak bisa menahan diri, tiba-tiba
menyela, "Coh Siang-giok, jangan takabur dulu, hari ini belum
tentu kau bisa lolos dari sini dalam keadaan hidup."
Sambil tersenyum Coh Siang-giok menyapu sekejap
sekeliling arena, lalu satu per satu ditatapnya kawanan jago
itu, dua puluh orang prajurit, dua puluh orang opas, Si Congji,
Goan Kun-thian, Pek Huan-ji, Ciu Pek-ih, Ngo Kong-tiong,
Ciu Leng-liong, Thian Toa-ciok, Say Hong-ki dan si Tangan
besi. Mendadak jengeknya, "Jadi kalian anggap dengan
kemampuan kalian cukup untuk membekukku?"
"Kenapa tidak dicoba saja?" sahut Goan Kun-thian.
"Sepanjang hidupku, aku mempunyai dua macam ilmu silat
yang paling ternama" ujar Coh Siang-giok sambil mengelus
jenggotnya yang panjang, tiba-tiba ia berhenti bicara.
"Peng-pok-han-kong-ciang (pukulan cahaya tajam sukma
dingin)!" sambung Ciu Pek-ih.
"Dan Liat-hwe-ci-yan-ciang (pukulan cahaya merah bara
api)!" Pek Huan-ji menambahkan.
Coh Siang-giok melirik dua orang itu sekejap, lalu tertawa
dingin. "Hebat juga pengetahuan kalian," jengeknya, "ilmu yang
kulatih pada tangan kiriku adalah tenaga pukulan berhawa
478 dingin, sementara tangan kananku melatih tenaga pukulan
berhawa panas, nah, kalian dengarkan baik-baik, bila
bertarung melawanku nanti lebih baik sedikitlah lebih berhatihati...
sekarang aku akan membunuh orang itu ... silakan
kalian turun tangan untuk mencegahnya!"
Sembari berkata Coh Siang-giok segera menuding
sembarangan ke depan, menunjuk seorang opas yang berdiri
di kejauhan sana.
Seketika paras muka opas itu berubah jadi hijau kepucatpucatan,
untuk sesaat dia tak tahu apa yang mesti diperbuat.
Tangan besi tahu, maksud Coh Siang-giok adalah dia akan
membunuh orang itu dan mempersilakan mereka untuk
menghalanginya bila mampu, maka tanpa banyak bicara dia
segera melesat ke depan menghadang di depan opas tadi.
Sungguh hebat si Raja pemusnah, baru selesai dia bicara,
serangan dahsyat telah dilancarkan secepat kilat.
Walaupun di tengah arena hadir empat puluh delapan
orang, ternyata tak seorang pun di antara mereka yang
melihat jelas dengan cara apa pihak lawan melancarkan
serangan. Ketika bayangan merah melesat di udara, perasaan setiap
orang langsung terkesiap, semua takut dirinya yang dijadikan
sasaran serangan itu, hingga buru-buru mereka gerakkan
tangan untuk menangkis.
"Plak!", saat itulah terdengar suara benturan nyaring, tahutahu
telapak tangan Coh Siang-giok yang masih melambung di
udara sudah menghantam perlahan dada opas itu.
Diiringi jeritan tertahan, tampak sekujur tubuh opas itu
mengejang keras, bagaikan disambar kobaran api yang luar
biasa panasnya ia menggeliat berulang kali, tak lama
kemudian nyawanya sudah melayang meninggalkan raganya.
Begitu opas itu roboh tewas ke tanah, kawanan jago
lainnya segera mundur dan menyebar kembali, mereka
mengepung rapat Coh Siang-giok.
Raja pemusnah tertawa dingin, setelah melirik sekejap
mayat sang opas yang terkapar di tanah, ujarnya, "Pukulan itu
479 adalah pukulan hawa panas, sekarang akan kutunjukkan
pukulan hawa dingin. Kali ini yang mati adalah ... dia!"
Mendadak Coh Siang-giok menuding seorang prajurit yang
berada di tepi arena, seketika prajurit yang dituding ketakutan
setengah mati hingga tubuhnya jadi kaku.
"Lindungi dia dengan sepenuh tenaga!" bentak Tangan besi
cepat. Dengan sekali lompatan Ciu Pek-ih, Ngo Kong-tiong dan Ciu
Leng-liong melompat ke hadapan prajurit itu, lalu dengan
membentuk barisan setengah lingkaran mereka menyambut
datangnya serangan lawan, sementara Si Cong-ji dan Goan
Kun-thian melompat ke sayap kiri dan kanan, mereka siap
menghadang jalan pergi si Raja pemusnah bila berniat lewat
situ. Pek Huan-ji,Thian Toa-ciok serta Say Hong-ki tidak tinggal
diam, mereka ikut melompat ke samping dan belakang tubuh
prajurit itu, semua orang bersiap menghadapi datangnya
ancaman dengan sepenuh tenaga.
Hingga detik ini, belum pernah ada jagoan yang sanggup
merobohkan orang yang berada dalam perlindungan sembilan
orang jago tangguh.
Sayang Coh Siang-giok mampu!
Coh Siang-giok tidak melayang ke depan, juga tidak
melancarkan serangan secara langsung, telapak tangannya
secara tiba-tiba menghantam permukaan salju, tahu-tahu
prajurit yang berada sepuluh depa di hadapannya itu sudah
menjadi beku dan kaku, tubuhnya mencelat ke udara dan
sewaktu rontok ke tanah, sudah berubah menjadi sesosok
mayat beku, darah segar bercucuran keluar dari tujuh lubang
indranya. Rupanya Coh Siang-giok telah menyalurkan tenaga
pukulannya melalui permukaan salju untuk menghantam
prajurit itu, ketika hawa dingin menumbuk sepasang kaki
prajurit itu, tenaga pukulan langsung menghantam jantungnya
dan membekukan seluruh isi perutnya.
480 Dalam jangkauan kecil, ilmu "meminjam benda
memancarkan tenaga" bisa menggunakan seruling atau pit
sebagai senjata, dalam jangkauan menengah bisa
menggunakan bulu atau ranting sebagai senjata sedangkan
yang lebih besar, orang bisa melukai musuh dengan
menggunakan daun, membunuh manusia dengan bunga atau
kertas, melukai orang dengan percikan air dan lain
sebagainya. Namun belum pernah orang menyaksikan cara "ilmu
meminjam benda memancarkan tenaga" seperti apa yang
dilakukan Coh Siang-giok saat ini, bukan saja ketepatannya,
juga kecepatannya, pada hakekatnya tidak banyak orang
dalam dunia persilatan yang sanggup melakukan hal semacam


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini. Paras muka si Tangan besi, Ngo Kong-tiong, Ciu Pek-ih
serta Ciu Leng-liong Seketika berubah hebat.
"Nah, apa aku bilang?" seru Coh Siang-giok kemudian
dengan wajah serius, "kepandaianku masih cukup mampu
bukan untuk menjadi seorang pemimpin negara" Aku tak
bakal membohongi kalian."
Untuk sesaat si Tangan besi sekalian tak mampu berkata,
mereka terbungkam dalam seribu basa.
Ketika petugas opas pertama tewas terbunuh, waktu itu
mereka masih bisa beralasan karena serangan lawan
dilancarkan secara tiba-tiba, tapi kematian sang prajurit kali
ini, bukan saja mereka telah berusaha mencegah dengan
sepenuh tenaga, bahkan jauh sebelum serangan dilancarkan
mereka telah bersiap, namun kenyataan prajurit itu tetap
tewas tanpa mereka sanggup berbuat apapun.
Ciu Leng-liong tidak banyak bicara lagi, dia segera memberi
tanda, kesembilan belas orang prajurit itu serentak mundur
belasan langkah dari posisi semula, begitu juga dengan Say
Hong-ki, ia pun memberi tanda dan kesembilan orang opasnya
turut mundur sejauh sepuluh depa dari situ.
Semua tahu kemampuan kawanan prajurit dan petugas
opas itu masih tertinggal jauh bila dibandingkan kemampuan
481 Coh Siang-giok, jika mereka diharuskan menyerang si Raja
pemusnah, ibarat laron yang menubruk jilatan api, mati siasia!
Dengan mundurnya kawanan jago, pertarungan sengit
melawan Coh Siang-giok tergantung pada kemampuan
kesembilan orang jago tangguh itu.
Agaknya Coh Siang-giok juga mengetahui akan hal ini,
ejeknya kemudian, "Jadi kalian tetap ngotot ingin bertarung
melawanku" Sayang, sungguh sayang, aku malah merasa
sayang kalau terpaksa harus membunuh kalian semua!"
"Hm, bekas pecundang di tangan Cukat-sianseng pun
berani bicara takabur, apa kau tidak merasa malu?" tiba-tiba
Tangan besi berteriak keras.
Paras muka Coh Siang-giok berubah hebat, mendadak ia
menyerbu ke depan, bagaikan segulung angin topan berwarna
merah dia langsung melancarkan serangan mematikan.
Tangan besi tak berani bertindak gegabah, lekas dia ikut
menerjang ke depan.
Menghadapi terjangan angin topan yang begitu dahsyat, si
Tangan besi bukannya berkelit, dia justru maju menyongsong.
Ia sengaja berbuat demikian karena tahu, sewaktu angin
puyuh menyambar datang, biarpun menghindar juga tak ada
gunanya, sebaliknya bila dilawan sama artinya seperti seekor
belalang yang berusaha menahan lajunya kereta.
Tak seorang pun di antara para jago yang lebih memahami
arti perkataan "di balik kematian terdapat jalan hidup"
ketimbang si Tangan besi.
Itulah sebabnya jagoan opas yang termashur ini justru
merangsek ke muka menyongsong datangnya bayangan
merah itu. Sebenarnya Ngo Kong-tiong,Ciu Pek-ih serta Pek Huan-ji
ingin sekali ikut turun tangan, namun mereka tetap berdiam
diri, karena bagi mereka, kalau bukan dipaksa oleh keadaan,
maka siapa pun tak ingin main kerubut untuk mencari
kemenangan. 482 Dalam pada itu si Tangan besi telah berkelit sebanyak
delapan kali, sementara bayangan hitam delapan kali pula
berkelebat mengejar lawan.
Peluh sebesar kacang kedelai telah bercucuran membasahi
jidat Ngo Kong-tiong, Ciu Pek-ih serta Pek Huan-ji, seandainya
berganti dengan mereka, mungkin dalam delapan gebrakan
nyawa mereka sudah melayang di tangan si Raja pemusnah.
Tangan besi memang terbukti sangat ampuh, tiba-tiba dia
menerobos ke udara dan menjebol lingkaran bayangan merah
yang mengurungnya.
Namun bayangan merah itu turut menerobos ke udara,
gerak tubuhnya jauh lebih cepat, lagi-lagi dia berhasil
mengurung tubuh si Tangan besi.
Berubah hebat paras muka Ciu Pek-ih menyaksikan
kejadian ini, ketika ia bersama si Pengejar nyawa bertarung
melawan Bu-tek Kongcu tempo hari, walaupun ilmu silat lawan
sangat tangguh dan tenaga pukulannya tiada tandingan,
namun kelemahannya justru terletak pada kedua kakinya,
itulah sebabnya dengan kerja sama mereka berdua akhirnya
musuh tangguh itu berhasil dibunuh.
Tapi sekarang, keadaan Coh Siang-giok jauh berbeda,
kehebatan ilmu meringankan tubuhnya jauh di atas
kemampuan Butek Kongcu, boleh dibilang semua kelemahan
yang ada di tubuh orang lain tidak ditemukan pada dirinya,
kepandaian silat yang dimiliki si Raja pemusnah boleh dibilang
telah mencapai tingkat kesempurnaan.
Tampaknya si Tangan besi segera akan tertelan dan
tenggelam di balik bayangan merah lawan, di saat yang kritis
itulah mendadak Tangan besi meluncur turun ke bawah
dengan kecepatan tinggi.
Lagi-lagi bayangan merah turut meluncur ke bawah, sekali
lagi bayangan tubuh si Tangan besi lenyap dari pandangan
mata, yang tersisa hanya bayangan merah yang berkelebat
kian kemari serta angin pukulan yang menderu-deru.
Melihat kenyataan itu, Ciu Pek-ih segera berseru, "Kita tak
boleh mengurus soal peraturan dunia persilatan lagi, kita
483 semua masih bukan tandingannya, bila kita berpeluk tangan
terus, saudara Tangan besi bisa berbahaya"
Tiba-tiba semua deruan angin pukulan dan desingan angin
tajam lenyap tak berbekas, suasana tercekam dalam
keheningan. Dengan perasaan tercekat segera kawanan jago itu
berpaling. Terlihat Coh Siang-giok dengan senyum di kulum sedang
mengawasi si Tangan besi, tangan kanannya telah mencekik
tengkuk lawan. Sebaliknya si Tangan besi juga sedang memandang ke arah
lawannya, ia tidak berteriak kesakitan, juga tidak berteriak
minta ampun, bahkan kening pun sama sekali tidak berkerut.
Sambil tertawa Coh Siang-giok segera berkata, "Dalam
dunia persilatan saat ini, sudah tidak banyak orang muda yang
sanggup menerima dua puluh lima jurus seranganku, anak
muda, kau hebat dan sangat mengagumkan."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba hardiknya,
"Sekarang kau menyerah tidak?"
"Tidak!"
Coh Siang-giok segera mendongakkan kepala dan tertawa
tergelak, nampaknya dia bangga sekali. "Kau tetap tak mau
menyerah?"
"Tidak!"
"Jadi kau ingin melanjutkan pertarungan ini?" seru si Raja
pemusnah melengak.
"Ya, tarung terus!"
"Mungkin kau lupa, nyawamu sudah berada di tanganku
jengek Coh Siang-giok tertawa.
Kembali semua jago bermandikan peluh dingin, siapa pun
tak ada yang berani maju untuk memberi pertolongan, sebab
mereka tahu, tengkuk si Tangan besi sudah berada dalam
cengkeraman lawan, bila mau, Coh Siang-giok dapat
mematahkan leher Tangan besi segampang mematahkan
leher seekor bebek panggang.
484 Tangan besi mendongakkan kepala dan tertawa keras,
ujarnya pula, "Sebagai seorang lelaki sejati, selama masih bisa
bernapas, perlawanan tetap akan dilakukan!"
Beberapa kali paras muka Coh Siang-giok berubah hebat,
tiba-tiba ia melepas tangan sambil mundur ke belakang,
jengeknya, "Tahukah kau, kenapa aku melepaskan dirimu?"
"Tidak tahu," Tangan besi menggeleng sambil meraba
tengkuknya yang sakit.
"Selama hidup aku sangat menyayangi orang berbakat,
terutama orang yang tak takut mati macam kau, bisa jadi
anak buahku, jelas akan sangat membantu dalam
menyukseskan rencana besarku. Tadi bukankah kau sengaja
memancing amarahku agar turun tangan hingga temantemanmu
bisa melihat jelas aliran jurus seranganku" Kau
anggap dengan mengetahui aliran ilmu silatku lantas lebih
gampang menghadapiku" Bagus, bagus sekali, anak buah
hebat macam kau memang sangat langka, kemana lagi aku
mesti mencari?"
Setelah berhenti sejenak, dia melirik Ciu Leng-liong
sekejap, lalu lanjutnya, "Baiklah, akan kubantai dulu temantemanmu
itu, akan kulihat kau bakal menyerah tidak?"
"Mau bunuh, bunuhlah aku lebih dulu!" bentak si Tangan
besi nyaring. "Wes!", sebuah pukulan langsung dilontarkan ke depan.
Begitu pukulan dilepas, satu pukulan segera berubah jadi
dua pukulan, dari dua pukulan berubah jadi empat pukulan,
ketika tiba di hadapan Coh Siang-giok, serangan itu telah
berubah jadi delapan buah pukulan sekaligus.
Kalau orang lain yag menghadapi serangan macam begini,
dapat dipastikan dia akan tercecar hebat, sayang musuhnya
kali ini adalah Coh Siang-giok.
Tiba-tiba bayangan tubuh si Raja pemusnah lenyap dari
pandangan mata, seluruh pukulan yang dilontarkan Tangan
besi pun mengenai tempat kosong.
Dengan satu dua kali lompatan, tahu-tahu Coh Siang-giok
sudah tiba di tengah kerumunan petugas opas, dimana angin
485 pukulan menyambar, dua orang opas seketika mati terbakar
sementara dua lainnya mati beku bagaikan balok es.
Ngo Kong-tiong membentak dengan suara keras bagai
geledek, dia yang pertama-tama menerjang ke hadapan Coh
Siang-giok, sebuah tusukan pedang langsung dilontarkan,
kemudian secara beruntun diikuti dengan jurus demi jurus
serangan secara ketat.
"Wouw, sebuah serangan pedang yang amat cepat!" puji
Coh Siang-giok dengan wajah agak berubah, sambil berkata
dia balas melancarkan empat puluh delapan pukulan berantai,
sekaligus membinasakan lagi dua orang opas yang tak sempat
menghindarkan diri.
Dari tengah udara kembali melesat dua garis cahaya
bianglala berwarna putih, gerakannya cepat lagi gencar, sama
sekali tidak berada di bawah kecepatan serangan Ngo Kongtiong.
Ternyata Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji telah turun tangan
bersama. Tampak bayangan merah berputar sambil melayang kian
kemari, sementara dua cahaya putih dan sebuah cahaya hitam
tiada hentinya berputar sambil mengurung bayangan merah
itu dengan ketat, setiap saat tampak tiga kilas cahaya pedang
menembus kepungan menggempur bayangan merah itu.
Bila diambilkan perbandingan, maka dua kilas cahaya putih
itu persis seperti dua ekor kupu kupu putih sementara
bayangan hitam itu tak lebih hanya seekor burung beo,
sedang bayangan merah adalah orang yang menangkap kupukupu
atau penangkap burung.
Setelah memperhatikan sekejap situasi dalam arena
pertarungan, Tangan Besi segera ikut menerjang maju ke
muka dan melibatkan diri dalam pertarungan yang amat seru
itu. Tak lama kemudian, bayangan merah yang melayang kian
kemari semakin leluasa menguasai lapangan, sementara
empat sosok bayangan manusia lain mulai tercecar hebat dan
terperosok dalam situasi yang amat berbahaya.
486 "Minggir!" mendadak Ciu Leng-liong membentak keras.
Dua sosok bayangan putih, sesosok baju besi dan sesosok
jubah hitam serentak menyingkir ke samping, dalam waktu
singkat di tengah arena hanya tertinggal Coh Siang-giok
seorang. Berbareng puluhan batang anak panah bak hujan badai
langsung meluncur ke tengah arena.
Rupanya secara diam-diam Ciu Leng-liong telah mengatur
kesembilan belas prajuritnya untuk menyiapkan anak panah,
begitu rekan-rekannya sudah menyingkir, dia segera
mengarahkan pemanahnya untuk membidikkan panah yang
mengandung obat pemabuk ke tubuh Raja pemusnah.
Menghadapi serangan hujan panah ini, Coh Siang-giok
tertawa keras, jengeknya, "Hahaha ... memangnya setelah
berhasil dalam bokongan pertama, maka bokongan yang
kedua akan meraih hasil yang sama?"
Dengan melayang sejajar tanah, tiba-tiba ia menerjang ke
muka, sepasang tangannya bergerak silih berganti, semua
anak panah yang dibidikkan ke arahnya tahu-tahu sudah
dipukul rontok semua, bahkan sebelum para prajurit sempat
membidikkan anak panah kedua kalinya, dia sudah menerjang
masuk ke dalam barisan.
Jeritan ngeri yang memilukan hati bergema susul
menyusul, dalam waktu singkat enam sosok mayat prajurit
sudah mencelat.
Si Cong-ji melintangkan badannya ke tengah arena, dengan
kuda-kuda yang kuat dia setengah berjongkok lalu
melontarkan satu pukulan dahsyat ke punggung Coh Sianggiok
dengan jurus Tui-juang-wan-gwe (membuka jendela
menengok rembulan).
Gempuran yang dilakukan Si Cong-ji ini paling tidak
memiliki tenaga gempuran sebesar lima ratus kati, namun
tubuh Coh Siang-giok hanya terdorong maju selangkah,
bahkan dengan meminjam tenaga dorongan itu, lagi-lagi dia
membacok mampus dua orang prajurit.
487 Si Golok tanah Goan Kun-thian tidak tinggal diam, dia
bungkus sekujur badannya dengan selapis cahaya golok
kemudian langsung membabat kaki Coh Siang-giok.
Merasakan datangnya ancaman dari permukaan tanah, Coh
Siang-giok segera melejit ke udara bagaikan burung rajawali,
kemudian sambil menukik ke bawah, dia tendang batok kepala
Goan Kun-thian dengan kaki kanannya sementara kaki kirinya
menginjak perutnya.
Sungguh kasihan Goan Kun-thian, belum sempat menjerit


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kesakitan, nyawanya sudah melayang meninggalkan raganya.
Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji segera merangsek maju dari kiri
dan kanan. Coh Siang-giok segera merentangkan telapak tangannya ke
samping kiri dan kanan, benturan tangan yang terjadi
membuat tubuh Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji kembali mencelat
mundur ke belakang.
Ngo Kong-tiong membentak gusar, dengan mata merah
membara karena gusar dia ikut menerjang maju, pedangnya
langsung membacok tubuh lawan.
Coh Siang-giok mendengus dingin, lagi-lagi sepasang
telapak tangannya diayunkan bersama, "Trang!", ketika
menghajar di atas pedang Ngo Kong-tiong yang tebal, senjata
itu seketika hancur berkeping-keping.
Semua peristiwa itu berlangsung hanya sekejap saja,
selama ini Ngo Kong-tiong mempunyai hubungan yang sangat
akrab dengan Si Cong-ji maupun Goan Kun-thian, tak heran
kematian Goan Kun-thian yang begitu mengenaskan membuat
amarahnya memuncak, bagaikan banteng terluka dia
menerjang lagi ke depan, "Bluk, bluk!", secara beruntun dia
lontarkan dua pukulan dahsyat ke dada Raja pemusnah.
Mimpi pun Coh Siang-giok tidak menyangka kalau kakek itu
selain cepat dalam ilmu pedang, gerakan tubuhnya juga cepat
sekali, sementara ia masih tertegun, dua pukulan dahsyat itu
telah bersarang telak di dadanya.
488 Berubah hebat paras muka Coh Siang-giok, ia merasa hawa
dalam dadanya bergolak keras, namun penampilannya tetap
tenang, seakan sama sekali tak terjadi sesuatu apapun.
Waktu itu sebetulnya Ngo Kong-tiong merasa sangat girang
karena melihat serangannya bersarang telak ditubuh lawan,
namun rasa girangnya segera berubah menjadi kaget
bercampur terkesima setelah menyaksikan lawannya seakan
tidak cedera. Ngo Kong-tiong tersohor sebagai "Tiga kesaktian satu suara
geledek", kecepatan pedangnya termasuk salah satu
kesaktiannya, namun kenyataan sekarang pedangnya hancur
berkeping-keping terkena pukulan lawan, tenaga dalamnya
juga terhitung salah satu andalannya, tapi sekarang pukulan
keras yang bersarang di tubuh Coh Siang-giok seakan tidak
menimbulkan akibat apapun, dalam putus asa dan kecewanya,
tiba-tiba muncul niatnya untuk mengadu jiwa.
Coh Siang-giok dengan mengandalkan ilmu pukulan hawa
panas dan dinginnya telah merajai kolong langit, Cukatsianseng
sendiri pun butuh delapan pukulan berantai sebelum
berhasil melukai dirinya, maka kemampuan Ngo Kong-tiong
yang dapat membuat hawa darahnya bergolak saat ini,
sebenarnya sudah termasuk satu jagoan yang luar biasa.
Akibat serangan ini, hawa napsu membunuh kembali
berkobar dalam dada Coh Siang-giok.
Gagal dengan gempuran pertama, Ngo Kong-tiong
berusaha mencengkeram dada Coh Siang-giok dengan cakar
mautnya. Di saat Ngo Kong-tiong melancarkan cengkeraman maut,
berbareng kepalan si Tangan besi telah meluncur tiba di
belakang punggungnya.
Mendadak Coh Siang-giok melancarkan sebuah tendangan,
tendangan ini datangnya sangat aneh, tahu-tahu tubuh si
Tangan besi telah tertendang hingga mencelat ke belakang.
Dalam pada itu cengkeraman Ngo Kong-tiong telah berhasil
mencengkeram dada lawan, dia berniat mengangkat dan
memutar tubuh musuhnya, siapa tahu betapapun dia
489 mengerahkan segenap kekuatan yang dimiliki, tubuh Coh
Siang-giok sama sekali tidak bergerak!
Memanfaatkan peluang itu, sepasang telapak tangan Coh
Siang-giok langsung didorong ke iga lawan.
Ngo Kong-tiong tidak menyangka musuh bertindak begitu,
dalam paniknya tiba-tiba muncul akal dalam benaknya, dia
lepas cengkeramannya kemudian menubruk ke muka dan
memeluk tubuh musuh kuat-kuat.
Karena gerakan ini, maka kedua pukulan Coh Siang-giok
terhalang oleh badan sendiri hingga tak mungkin dilanjutkan.
Namun si Raja pemusnah memang hebat, ilmu pukulannya
sudah dilatih hingga mencapai puncak kesempurnaan, begitu
terhadang, segera dia alihkan sasarannya dengan menghajar
punggung Ngo Kong-tiong.
Pada saat bersamaan serangan pedang Pek Huan-ji dan Ciu
Pek-ih telah menyambar tiba, dengan cekatan Coh Siang-giok
segera memutar balik badannya kemudian dengan
menggunakan punggung Ngo Kong-tiong sebagai tameng
untuk menyongsong datangnya tusukan maut itu.
Ciu Pek-ih berdua jadi terkesiap, buru-buru mereka menarik
kembali serangannya sambil melompat ke samping, mereka
kuatir serangan itu malah melukai rekan sendiri.
Pada saat itulah pukulan yang dilontarkan si Raja
pemusnah bersarang telak di punggung Ngo Kong-tiong.
Sejak mematahkan pedang milik Ngo Kong-tiong,
menerjang maju, melepaskan pukulan, mencengkeram lalu
membalik tubuh lawan, hampir semua gerakan dilakukan
dalam sekejap, menanti si Tangan besi, Ciu Pek-ih dan Pek
Huan-ji berniat memberikan pertolongan, serangan Coh Sianggiok
sudah keburu menghantam punggung orang tua itu.
Tak seorang manusia pun yang bisa bertahan hidup setelah
terhajar pukulan hawa dingin dan pukulan hawa panas Raja
pemusnah, begitu juga dengan Ngo Kong-tiong.
Dengan satu gerakan kilat, Say Hong-ki melepaskan sebuah
tusukan maut ke tenggorokan Coh Siang-giok.
490 Dalam keadaan begini, seharusnya Coh Siang-giok dapat
melepaskan Ngo Kong-tiong, kemudian memusatkan perhatian
untuk membantai Say Hong-ki, siapa tahu sebelum dia sempat
melakukan sesuatu, mendadak dadanya terasa panas
bercampur dingin, hal ini membuat hatinya amat terperanjat.
Rupanya ketika Ngo Kong-tiong sadar jiwanya tak mungkin
tertolong lagi, dia pun tidak mengerahkan tenaga dalamnya
untuk melawan, sebaliknya segenap tenaga dalam yang
dimiliki justru dihimpun di punggungnya, begitu serangan
musuh bersarang telak di punggungnya, sesaat sebelum
menghembuskan napas terakhir, dia tumbukkan tenaga dalam
itu ke atas dada sendiri lalu disalurkan langsung ke dada Coh
Siang-giok. Padahal waktu itu tubuh Ngo Kong-tiong saling menempel
ketat dengan tubuh Coh Siang-giok, karenanya meski dia
sendiri kehilangan nyawa, namun sebagian besar tenaga
pukulan lawan yang menghantam badannya justru berhasil
dialihkan ke tubuh lawan.
Tenaga dalam yang dialirkan keluar itulah yang langsung
menghajar dada Coh Siang-giok secara telak.
Raja pemusnah Coh Siang-giok sama sekali tak menyangka
akan terjadinya peristiwa ini, andaikata ia tidak terlalu
pandang enteng musuhnya hingga membiarkan tubuh lawan
menempel begitu dekat dengan dirinya, bagaimana mungkin
lawan bisa mengalihkan tenaga pukulan itu ke dada sendiri
menjelang ajal.
Dengan kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki Coh
Siang-giok, semestinya dia masih sanggup menerima
gempuran yang bagaimana pun hebatnya, tapi sayang
serangan yang harus dia hadapi sekarang bukan tenaga
pukulan biasa, serangan itu tak lain adalah tenaga pukulan
hawa panas dan pukulan hawa dingin milik sendiri.
Betapapun sempurnanya tenaga dalam yang ia miliki, tak
urung wajahnya berubah juga setelah termakan dua pukulan
itu, segulung tenaga pukulan yang amat dingin dan segulung
491 tenaga pukulan yang panas seketika berkeliaran di dalam
badannya. Bila saat itu tidak berlangsung pertarungan sengit, Coh
Siang-giok hanya butuh waktu sepeminuman teh lamanya
untuk mendesak keluar hawa serangan itu.
Tapi kini pertarungan yang dihadapi bukan pertarungan
satu lawan satu, pertarungan ini justru pertempuran
keroyokan yang amat mengerikan.
Sementara Coh Siang-giok masih terkesima, tusukan
pedang Say Hong-ki sudah menyambar tiba dengan kecepatan
luar biasa. Tergopoh-gopoh Coh Siang-giok mengegos ke samping,
serangan pedang Say Hong-ki segera miring ke samping dan
langsung menusuk lengan kanannya.
Coh Siang-giok meraung keras, sebelum tusukan pedang
itu menembus lengan kanannya, ia sudah membalikkan badan
langsung mencengkeram batok kepala Say Hong-ki hingga
hancur. Pada saat itulah Pok Lu-ci dan Leng Ki-cong dengan
andalan golok serta tongkatnya sudah menyerang tiba.
Coh Siang-giok segera menepuk tangan kirinya, mayat Ngo
Kong-tiong langsung menerjang ke tubuh Pok Lu-ci, tidak
menyangka datangnya serangan semacam ini, Pok Lu-ci tak
sempat berkelit, ia segera tertumbuk telak hingga muntah
darah dan tewas seketika.
Tapi- serangan Leng Ki-Cong tiba bersamaan waktunya,
toyanya langsung menusuk ke bawah.
Biarpun sudah terluka parah, hal ini tidak membuat Coh
Siang-giok panik, dengan pengalamannya yang luas, dalam
waktu singkat ia telah berhasil menguasai diri, baru saja dia
hendak mengerahkan pukulan hawa dingin Peng-pok-hankongciang dan pukulan hawa panas Liat-hwe-ci-yan-ciang
untuk menghadapi lawan, mendadak sekujur tubuhnya
bergetar keras, hawa darah menerjang ke atas tenggorokan,
kepala seketika pusing tujuh keliling dan badan terasa lemas
tak mampu berkutik.
492 Ternyata setelah badannya terhajar oleh pukulan hawa
panas dan pukulan hawa dingin miliknya, dia belum sempat
memaksa keluar hawa racun itu, selama dia tidak
menggunakan lagi ilmu pukulan itu, keadaan masih rada
mendingan, tapi begitu hawa murninya dihimpun, langsung
saja tenaga pukulan hawa dinginnya menyusup ke dalam
pukulan hawa panasnya, sementara hawa pukulan panasnya
justru menyusup ke dalam pukulan hawa dinginnya, hal ini
menimbulkan rasa sakit dan siksaan yang luar biasa dalam
tubuhnya, apalagi ketika dia hendak menggunakan kedua
macam ilmu pukulan itu lagi, rasa sakit yang timbul serasa
merasuk hingga ke tulang sumsum.
Kedua macam ilmu pukulan ini, yang satu bersifat keras
sedang yang lain bersifat lunak, karenanya Coh Siang-giok
hanya mampu melatih satu macam ilmu pukulan untuk setiap
lengannya, dia tak pernah berani mencampur adukkan kedua
macam ilmu pukulan itu menjadi satu.
Tapi sekarang senjata makan tuan, dia justru terhajar
sendiri oleh tenaga pukulan panas dan dinginnya, kedua
macam tenaga pukulan itu sudah bercampur aduk menjadi
satu, akibatnya ia merasakan siksaan yang luar biasa.
Masih untung tenaga dalamnya cukup sempurna, coba
kalau tidak, mungkin sejak tadi ia sudah terserang Cau-hwejipmo (jalan api menuju neraka) dan terkapar lumpuh di
tanah. Karena itulah dia sama sekali tak mampu menghindarkan
diri dari datangnya tusukan maut toya Leng Ki-cong.
Toya panjang itu langsung menjebol pertahanan lambung
si Raja pemusnah, namun tusukan itu hanya mampu
menembus sedalam tiga inci dan tak sanggup menembus lebih
jauh. Biarpun hawa murni Raja pemusnah sudah tak terkontrol
hingga dia kehilangan kemampuan untuk melakukan
perlawanan, namun tubuhnya masih tetap kebal bagaikan
lapisan baja, ditambah lagi tenaga dalam yang dimiliki Leng
493 Ki-cong masih jauh dibanding Say Hong-ki, dengan sendirinya
dia pun tak mampu melanjutkan lagi tusukan mautnya.
Coh Siang-giok tidak berpangku tangan, ia menerjang ke
muka lalu mematahkan toya panjang itu, lantaran tangan
kanannya sudah lumpuh, Coh Siang-giok menggunakan
tangan kirinya mencekik leher Leng Ki-cong dan diremasnya.
Saat itulah si Tangan besi, Ciu Pek-ih dan Pek Huan-ji telah
menyusul tiba. Kini Coh Siang-giok sudah terluka parah, kesempatan emas
sudah muncul di depan mata, siapa pun tak ingin melepaskan
peluang itu dengan begitu saja, siapa pun tak ingin
melepaskan lawannya dalam keadaan hidup.
Bila kesempatan emas ini tidak dimanfaatkan, mungkin
mereka tak akan mampu lagi pulang ke Ciang-ciu dalam
keadaan hidup. Bukan hanya para jago utama saja yang segera bertindak,
termasuk ketiga belas orang opas dan sebelas prajurit pun ikut
menyerbu dengan taruhan jiwa, biarpun kemampuan Coh
Siang-giok membantai dua puluh orang sambil tertawa
membuat perasaan hati mereka bergidik bercampur ngeri,
namun mereka pun mengerti, bila si Raja pemusnah tidak
dilenyapkan, mereka sendiri jangan harap bisa lolos dari situ
dalam keadaan selamat.
Keadaan yang dialami si Raja pemusnah saat ini boleh
dibilang bagaikan "Raja hutan yang dikeroyok anjing di daerah
kota". Meski begitu, raja hutan tetap raja hutan, tak sembarangan
orang bisa mempermainkan sekor harimau secara gampang.
Dengan gerakan tubuh yang sangat mudah Coh Siang-giok
telah menghindarkan diri dari tujuh tusukan pedang yang
dilancarkan Ciu Pek-ih dan lima bacokan pedang Pek Huan-ji.
Sementara itu si Tangan besi dengan mengandalkan
kepalan besinya masih menyerang terus tanpa belas kasihan,
namun dengan satu gerakan cepat Coh Siang-giok berhasil
mencengkeram pergelangan tangan kanan opas kenamaan
494 itu, sementara tangan yang lain berbalik mencekal
pergelangan tangan kirinya.
Walaupun saat ini Coh Siang-giok sudah tak sanggup lagi
menggunakan kedua jenis ilmu pukulan andalannya, namun
dasar tenaga dalamnya amat sempurna, gerak serangannya
juga hebat dan di luar dugaan, dengan kemampuan semacam


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ini, dia masih mampu berhadapan dengan kawanan jago
sehebat apapun.
Kini dia berencana mencengkeram kedua tangan lawan,
begitu sepasang tangan opas itu terpegang, maka dengan
satu tendangan kilat dia akan menghabisi nyawa si Tangan
besi. Jika Tangan besi sudah ditendang, berarti dia punya
kesempatan untuk menghembuskan napas. Asal dia mendapat
peluang untuk mengatur kembali pernapasannya, maka semua
lukanya akan segera teratasi, posisinya yang asor pun segera
akan berbalik menjadi posisi di atas angin.
Sebetulnya apa yang dia harapkan tidak kelewat muluk, dia
hanya berharap bisa memperlambat datangnya serangan atau
paling tidak memperlunak datangnya tekanan dan himpitan
atas dirinya. Dia memang hebat, dengan kepandaian yang dimilikinya,
mungkin tak ada tangan musuh yang berhasil lolos dari
cengkeraman mautnya.
Sayang ada pengecualian, kecuali sepasang tangan itu,
tangan milik si Tangan besi!
Tangan itu keras lagi licin, lebih keras dari baja dan lebih
licin dari belut.
Baru saja tangan Coh Siang-giok menempel di atas
tangannya, tangan itu sudah menggeliat dan tahu-tahu sudah
lolos dari cengkeramannya, bahkan sepasang kepalan itu
masih melanjutkan kembali serangannya.
Seandainya saat itu Coh Siang-giok mempunyai tangan
kedua, mungkin dia masih bisa menghadang datangnya
serangan sehingga mendapat kesempatan untuk
menghindarkan diri.
495 Sayang tangan kanan Coh Siang-giok nyaris lumpuh akibat
tusukan pedang Say Hong-ki yang menembusi tulangnya,
sementara tangan kirinya baru saja siap berubah jurus, tibatiba
dia merasakan badannya jadi kaku, rupanya pengaruh
obat pemabuk yang belum hilang seratus persen ditambah
kehilangan banyak darah membuat kondisi badannya
melemah, hingga tak kuasa lagi gerakan tubuhnya pun
melambat. Dengan satu kecepatan luar biasa, kepalan kanan si
Tangan Besi langsung menghajar bahu kiri Coh Siang-giok,
satu pukulan telak!
Seketika Coh Siang-giok mendengar suara tulang bahu
sendiri yang remuk terhajar pukulan maut itu!
Tergopoh-gopoh si Raja pemusnah melancarkan sebuah
tendangan kilat.
Kecuali ilmu pukulan hawa panas Liat-hwe-ci-yan-ciang dan
ilmu pukulan hawa dingin Peng-pok-han-kong-ciang, sepasang
kaki Coh Siang-giok mampu melancarkan lima jenis ilmu
tendangan yang paling sulit di kolong langit, salah satu di
antaranya adalah ilmu tendangan lima harimau pemutus
nyawa, Ngo-hou-toan-hun-tui.
Ditinjau dari namanya, tentu saja ilmu tendangan lima
harimau pemutus nyawa berasal dari aliran Ngo-hou-bun
(perguruan lima harimau), tapi selama ini Ngo-hou-bun
tersohor dalam dunia persilatan karena ilmu golok lima
harimau pemutus nyawanya.
Lantaran ilmu tendangan Ngo-hou-toan-hun-tui tidak begitu
tersohor, lagi pula tidak banyak orang yang mengetahui
tentang ilmu tendangan ini, maka begitu banyak korban yang
tewas di ujung kakinya.
Setiap musuh cuma menaruh perhatian khusus menghadapi
ilmu golok lima harimau, siapa pun tidak menyangka di balik
bacokan golok akan muncul serangan tendangan yang
mematikan, tak heran musuhnya kebanyakan kalau bukan
tewas tentu terluka parah.
496 Dan kini Coh Siang-giok telah menggunakan ilmu Ngo-houtoanhun-tui untuk menghadapi musuhnya, sudah pasti
kepandaiannya jauh di atas kemampuan orang-orang Ngohoubun sendiri. Tapi sayang tendangannya kali ini dilancarkan dengan
menggunakan kaki yang salah, dia semestinya menendang
dengan kaki kanan, bukan kaki kiri, sama seperti tangan
kirinya, lantaran kehilangan banyak darah dan pengaruh obat
pemabuk yang belum hilang, kaki kanannya nyaris lumpuh
dan tak sanggup digunakan lagi.
Itulah sebabnya tendangan yang dia lancarkan pun jauh
lebih lamban. Pertarungan antara dua jago silat paling pantang gerak
serangan melamban, sebab seringkali kejadian semacam ini
bisa berakibat kematian.
Begitu tendangan Coh Siang-giok melamban, kepalan
tangan kiri si Tangan besi langsung menghajar dada si Raja
pemusnah. Coh Siang-giok mengira dia mampu menahan pukulan yang
dilancarkan lawan, siapa sangka tenaga pukulan si Tangan
besi sangat dahsyat, bahkan satu kali lipat lebih hebat dari
apa yang dibayangkan semula.
Tak ampun lagi tubuhnya langsung mencelat, sementara
badannya masih terlempar ke belakang, darah segar berulang
kali memancar keluar dari mulutnya.
Dengan begitu tendangan yang dilontarkan juga mengenai
tempat kosong. Begitu tubuh Coh Siang-giok mencelat ke belakang, Tangan
besi segera menyusul tiba dengan cepat, sementara Ciu Pek-ih
melepaskan satu tusukan ke depan menyongsong datangnya
tubuh lawan. Tusukan itu dilancarkan persis menyongsong kedatangan
tubuh Coh Siang-giok yang mencelat, dengan kata lain, tubuh
si Raja pemusnah justru menumbuk ke ujung pedang lawan.
Ujung pedang yang dingin bagaikan es langsung menempel
di tubuh Coh Siang-giok, menembus punggungnya.
497 Bagaimanapun juga Coh Siang-giok sudah banyak
pengalaman dalam menghadapi pelbagai situasi dan
pertarungan, ia berusaha keras menghimpun tenaganya,
berjaga agar tidak jatuh pingsan, dia enggan jatuh tak
sadarkan diri sebelum mengeluarkan seluruh jurus silat
andalannya. Lekas sepasang kakinya direntangkan sejajar ke samping,
kemudian dia melepaskan tendangan ke kiri dan kanan
dengan jurus Lam-wan-pak-ciat (selatan bergabung utara
berpisah), sebuah ilmu tendangan aliran Bu-khek-pay.
Ketika tendangan itu menyambar tiba, mata pedang sudah
menembus punggungnya sedalam dua setengah inci, Ciu Pekih
tidak menyangka tendangan musuh datang begitu cepat,
begitu dadanya terhajar telak, badannya langsung mencelat.
Tangan besi yang menyusul tiba juga tak berhasil
menghindari tendangan yang menyerang secara tiba-tiba itu,
"Duk!", dadanya langsung terhajar telak.
Untung Tangan besi bukan jagoan kemarin sore, dalam
keadaan tak siaga, hanya satu tindakan yang dia lakukan
untuk menyelamatkan diri, tiba-tiba tangannya dilintangkan di
depan dada, dengan demikian tendangan yang datang tidak
langsung menghajar dadanya, tapi menghajar dulu di atas
tangannya. Tubuh si Tangan besi ikut mencelat ke belakang.
Sambil melayang ke belakang, kedua orang itu
memuntahkan darah, bahkan darah yang memancar keluar
jauh lebih banyak ketimbang Coh Siang-giok, begitu telentang
di atas permukaan salju, untuk sesaat mereka tak sanggup
merangkak bangun.
Sementara itu Si Cong-ji sudah menerjang maju, setelah
kematian Ngo Kong-tiong dan Goan Kun-thian, jagoan inipun
memilih mengadu jiwa dengan lawannya.
Coh Siang-giok tertawa seram, "Bluk!", sepasang pedang
ditambah sebilah golok yang semula menancap di lengan,
punggung dan lambungnya mendadak mencelat ke udara dan
meluncur ke tubuh Si Cong-ji.
498 Sekuat tenaga Si Cong-ji menyambar sebilah pedang dan
sebilah golok, sayang masih ada sebilah pedang lagi yang
lolos dari genggamannya, pedang itu langsung menumbuk
tenggorokannya.
Si Cong-ji menjerit tertahan, tubuhnya jadi lemas dan
langsung roboh ke tanah.
Kini kedua lengan Coh Siang-giok sudah patah, dadanya
termakan dua bacokan golok dan terkena pukulan, perut
terluka oleh Am-gi, punggungnya terluka oleh sabetan pedang
ditambah dua luka senjata rahasia.
Walaupun dalam keadaan demikian, ia masih berhasil
membantai Si Cong-ji, namun darah semakin deras mengucur
keluar membuat badannya semakin lemas, bagaimanapun
juga lubuhnya bukan terbuat dari besi baja, dia mulai tak
mampu menahan diri.
Tapi Raja pemusnah enggan menyerah begitu saja, dalam
keadaan terluka parah, dia melakukan satu tindakan.
Melancarkan serangan balasan!! '
Padahal kenyataan dia memang hanya mempunyai sebuah
jalan ini saja, tak seorang pun tahu jelas kondisi badannya
ketimbang Coh Siang-giok sendiri, dia sadar, bila sekarang
tidak melancarkan serangan balasan, hal ini sama artinya
seperti menunggu kematian saja.
"Serang!!" mendadak Ciu Leng-liong membentak keras.
Kembali puluhan batang anak panah meluncur ke depan,
menghajar tubuh Coh Siang-giok.
Sembari berkelit sebisanya Raja pemusnah menerjang maju
terus ke depan, biarpun tangannya lumpuh namun dia tetap
menerjang bagaikan banteng terluka.
Menghadapi kenekatan lawannya, kawanan prajurit dan
opas itu jadi tertegun, terkesima dibuatnya, selama hidup
belum pernah mereka jumpai manusia yang begitu
menakutkan. Kembali Coh Siang-giok terhajar tiga batang panah,
tubuhnya telah menerjang masuk ke tengah kerumunan
orang, dia mulai menerjang ke kanan menumbuk ke kiri,
499 setiap orang yang kena ditumbuk olehnya kalau bukan mati
terbakar hangus, tentu roboh kaku jadi mayat beku.
Tak seorang pun mampu menghindari kecepatan gerak Coh
Siang-giok, dalam waktu singkat kembali ada delapan orang
tewas mengenaskan.
Coh Siang-giok sadar, sistim pertarungan semacam ini
bukan merupakan serangan balasan, sebab setiap kali dia
menumbuk tubuh seseorang maka dia bisa melimpahkan dua
jenis aliran hawa murni yang bergolak di tubuhnya ke tubuh
lawan. Kendatipun dengan cara begini ia tak bisa mengurangi luka
dalamnya, paling tidak ia dapat membuang hawa murni yang
tak terkendali keluar dari badannya sehingga pada akhirnya
dia dapat menggunakan lagi ilmu andalannya Peng-pok-hankongciang dan Liat-hwe-ci-yan-ciang untuk mengalahkan
lawan. Memang sepasang tangannya terluka parah hingga sulit
digunakan, namun begitu kedua macam ilmu pukulannya pulih
kembali, bila orang ingin membunuhnya, mungkin hal ini akan
lebih sulit ketimbang mendaki langit
Dalam waktu singkat kembali Coh Siang-giok menumbuk
roboh enam orang, sekarang dia tinggal menumbuk dua orang
lagi sebelum tenaga dalamnya pulih kembali.
Mendadak ia ditubruk seseorang dari depan lalu dipeluk
erat, orang itu sangat besar tenaganya, bahkan Coh Sianggiok
nyaris mendengar suara gemerutuk tulang tubuhnya yang
remuk. Dengan cepat dia mendongakkan kepala lalu menumbuk
dada orang itu dengan keras.
Orang itu segera muntah darah, namun pelukannya bukan
terlepas, malah makin lama semakin kencang, dia tak lain
adalah si Tangan pemisah emas Thian Toa-ciok.
Bersamaan waktunya, Ciu Leng-liong menerjang maju ke
depan, tangan kirinya memegang pedang sementara tangan
kanannya menggenggam golok.
500 Menyaksikan hal ini, Coh Siang-giok jadi panik, dengan
mengerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya dia
gempur tubuh Thian Toa-ciok.
Sungguh dahsyat gempuran tenaga dalam itu, Thian Toaciok
seketika merasa hawa darah dalam rongga dadanya
bergolak keras.
Coh Siang-giok sendiri pun merasakan seluruh badannya
jadi lemas tak bertenaga, segenap otot badannya serasa
kendor mau lepas, tenaga dalamnya pun nyaris tinggal
setengah, bahkan tak mungkin pulih kembali dalam waktu
singkat. Waktu itu pelukan Thian Toa-ciok memang sudah
mengendor tapi bukan berarti terlepas, biarpun begitu,
ternyata Coh Siang-giok pun tak sanggup melepaskan diri dari
pelukannya, ia sadar sisa tenaga dalam yang dimilikinya
sekarang sudah tinggal tak seberapa.
Dalam sekejap mata Ciu Leng-liong sudah menerjang tiba,
golok dan pedangnya langsung diayunkan bersama membacok
tubuh lawan. Coh Siang-giok sadar akan datangnya ancaman yang
membahayakan jiwanya, keinginan untuk mempertahankan
hidup segera bangkit kembali, biarpun tenaga dalamnya nyaris
punah, bukan berarti kungfunya telah hilang, secara beruntun
dia melancarkan tendangan dengan kedua kakinya.
Dalam keadaan amat gawat, ternyata Coh Siang-giok masih
mampu menendang secara jitu, golok dan pedang di tangan
Ciu Leng-liong segera mencelat ke udara.
Tapi sayang dia telah melupakan satu hal.
Ciu Leng-liong tersohor sebagai Monyet sakti bertangan
tiga, dia masih memiliki tangan ketiga yang bisa melancarkan
serangan. Tiba-tiba dari balik pakaiannya muncul tangan ketiga yang
mencabut keluar sebilah pisau pendek, pisau itu langsung
dihujamkan ke hulu hati Coh Siang-giok hingga tinggal
tangkainya saja.
501

Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Coh Siang-giok menjerit kesakitan, suaranya keras hingga
memekakkan telinga, sekali lagi sepasang kakinya melejit ke
depan bagai ular sanca dan langsung menjepit tengkuk Ciu
Leng-liong, setelah itu dengan sekuat tenaga ia memuntirnya.
Tak ampun tengkuk Ciu Leng-liong seketika patah.
Saat itulah Thian Toa-ciok mulai mengendorkan
pelukannya, ketika melihat tusukan pisau Ciu Leng-liong
menghujam telak di hulu hati Coh Siang-giok, ia sadar musuh
besarnya tak mungkin bisa hidup terus, maka dia pun
menghembuskan napasnya yang terakhir dengan perasaan
lega. Dengan terlepasnya pelukan Thian Toa-ciok, tubuh Coh
Siang-giok pun roboh terkapar di tanah, kebetulan Ciu Lengliong
pun roboh persis di sampingnya, darah segar segera
berhamburan membasahi seluruh permukaan salju.
Mereka berdua sama-sama belum tewas, setelah mengatur
napasnya yang tersengal, Coh Siang-giok bertanya, "Kenapa
kau memiliki tiga buah tangan?"
"Sebenarnya aku dilahirkan sebagai anak kembar dempet,
tapi saudaraku mati, padahal tangannya tumbuh di badanku,
oleh sebab itu aku mempunyai tiga buah tangan, selama ini
aku takut orang menganggap diriku sebagai makhluk aneh,
maka tangan ketiga ini selalu kusembunyikan di dalam baju."
Tak heran dia dijuluki Monyet sakti bertangan tiga, julukan
ini memang sangat tepat. Hanya saja orang pertama yang
memberi julukan itu kepadanya sama sekali tidak tahu kalau
Ciu Leng-liong benar-benar memiliki tiga buah tangan.
Tanya jawab antara Coh Siang-giok dengan Ciu Leng-liong
saat ini berlangsung damai, tidak ada nada permusuhan, tak
ada nada ejekan, semua pertanyaan diajukan secara tulus dan
semua dijawab secara jujur, karena tanya jawab itu
merupakan percakapan mereka yang terakhir kalinya, setelah
itu mereka tak pernah bisa bertanya jawab lagi.
Angin puyuh dan hujan salju masih turun dengan derasnya,
udara terasa makin dingin mencekam.
502 Sejak si Raja pemusnah kabur dari penjara besar besi
berdarah, hingga terjadinya pertempuran sengit ini, salju dan
angin masih menderu tiada hentinya, seakan alam merasa
gusar. Tapi sayang betapapun marahnya alam, Raja pemusnah
tak pernah mendengarnya lagi.
Kini di arena tinggal lima orang prajurit dan lima orang
opas yang masih berdiri terkesima karena ketakutan, wajah
mereka masih pucat, tubuh mereka menggigil, mereka masih
kuatir Coh Siang-giok akan melompat bangun lagi dan
membantai mereka satu per satu.
Di situ pun masih berdiri sesosok bayangan manusia
berbaju putih, sejak Ciu Pek-ih kena tendangan hingga roboh,
ia sudah kehilangan semangat tempurnya, saat itu juga dia
telah memburu ke sisi suaminya dan merawat lukanya, orang
itu tak lain adalah Pek Huan-ji.
Saat ia membangunkan Ciu Pek-ih, lelaki itu hanya
membisikkan beberapa patah kata, "Aku tak bakal mati!"
Kemudian ia pun jatuh tak sadarkan diri.
Ciu Pek-ih memang tak mungkin mati, karena pedangnya
menghujam dulu di tubuh si Raja pemusnah, pedang memang
selalu lebih panjang ketimbang tangan atau kaki, tendangan
Coh Siang-giok meski menghajar telak di dadanya, namun
karena tendangan itu dilontarkan setelah ia terluka dulu oleh
tusukan pedang, tentu saja tendangan tadi berkurang banyak
daya penghancurnya, ditambah lagi Coh Siang-giok keburu
terluka dan tidak mengejarnya lebih jauh, dengan demikian
nyawanya pun terselamatkan dari ancaman kematian.
Sekalipun begitu, tendangan itu cukup membuat Ciu Pek-ih
menderita luka dalam yang sangat parah.
Bagaimana dengan si Tangan besi"
Waktu itu Tangan besi masih tergeletak di tanah, anggota
badannya terasa lemas tak bertenaga, dia memang tak
sanggup merangkak bangun, dadanya terasa sakit sekali
bagaikan diiris dengan golok, sekalipun begitu dia tak sampai
kehilangan nyawa.
503 Dalam keadaan yang amat kritis tadi, rentangan tangannya
telah menyelamatkan jiwanya dari kematian, sepasang tangan
besinya telah menerima tendangan maut dari Coh Siang-giok,
oleh sebab itu dia hanya terluka dalam karena getaran
tendangan itu dan tidak mati tertendang.
Sebaliknya si Raja pemusnah Coh Siang-giok tak mampu
meloloskan diri dari kematian, dia mati secara mengenaskan.
Begitu banyak orang mengepungnya seorang diri... beribu li
ditempuh hanya untuk mengejarnya ... membokong dan
menyergapnya ... pihak pengejar harus kehilangan dulu
banyak jago-jago pilihannya sebelum berhasil mencabut
nyawanya... Dengan termangu-mangu si Tangan besi mengawasi
lapisan salju yang menggunung di hadapannya, ia terbayang
kembali perkataan Cing Sau-song, terbayang kembali cita-cita
si Raja pemusnah yang setinggi langit....
Untuk sesaat dia tak tahu, semua perbuatan yang telah
dilakukannya selama ini sebenarnya benar atau salah"
Ia merasa sangat lelah, belum pernah perasaan hatinya
kosong dan sedih seperti kali ini ... dia tahu sebenarnya Coh
Siang-giok sanggup menghabisi nyawanya, tapi...
Kini dia hanya berharap dirinya bisa berbaring tenang di
atas permukaan salju, berbaring terus entah sampai kapan ....
Bunga salju masih beterbangan di angkasa, menutupi
wajahnya, kepalanya, mulutnya ... bunga salju nan putih
melayang turun tiada hentinya, seakan hendak membersihkan
dunia ini dari seluruh bercak darah ....
oooOooos Bab IV. TANGAN KEMALA.
Perbincangan di Bawah Cahaya Lilin.
Cahaya lilin yang terang benderang menerangi sebuah
ruangan yang indah, dalam ruangan duduk dua orang,
seorang kakek dan seorang anak muda, mereka duduk
504 berhadapan dengan papan catur di sebuah meja kecil, sudah
semalaman mereka saling menyerang dan bertahan.
Tampaknya kedua orang itu menaruh perhatian yang
sangat besar dalam permainan catur itu, meski mereka saling
berbicang, namun suara pembicaraan amat rendah.
Terdengar kakek itu berkata setelah menghela napas
panjang, "Put-cing (Tanpa Perasaan), tampaknya permainan
caturmu bertambah maju."
Pemuda itu termenung sesaat, kemudian baru menjawab,
"Bila sejak awal aku diserang, dapat dipastikan tak sampai
sepeminuman teh aku sudah menderita kekalahan."
Kembali kakek itu tertawa. "Put-cing, usiamu baru dua
puluhan tahun, tapi jalan pikiranmu amat cermat, jauh
melebihi orang yang telah berusia empat puluhan tahun.
Cuma kau mesti pandai mengendalikan diri, kalau tidak, orang
muda dengan pikiran dewasa justru akan mendatangkan
penderitaan bagi diri sendiri."
"Boanpwe bukannya kelewat kesengsem dengan watak
begini, hanya saja sulit rasanya untuk melanggar kebiasaan,"
jawab sang pemuda dengan sangat hormat.
Kembali kakek itu tertawa. "Napsu membunuhmu kelewat
tebal, tentu saja sulit bagimu untuk tidak melanggar
kebiasaan."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, tiba-tiba daun
jendela dijebol orang, kemudian tampak tiga orang lelaki kekar
berbaju hitam menerobos masuk ke dalam ruangan, begitu
berada dalam ruangan serentak mereka memencarkan diri dan
mengepung tua muda itu dengan rapat.
Di bawah cahaya rembulan yang memancar masuk lewat
jendela, terlihat sinar tajam memancar keluar dari balik mata
pemuda itu, hanya sekejap kemudian sambil menundukkan
kembali kepalanya ia berkata, "Bagaimana mungkin bisa
melenyapkan napsu membunuh bila sulit menghindari urusan
duniawi?" 505 "Bagaimana caranya hilangkan napsu membunuh?" ujar
kakek itu lagi dengan nada sangat tenang, "kenapa harus
dirisaukan?"
Dalam pada itu tiga lelaki berbaju hitam yang menerobos
masuk ke dalam ruangan mulai tak dapat menahan diri, hawa
membunuh makin menebal, tampaknya mereka makin naik
darah setelah melihat kedua orang tua muda itu sama sekali
tak menggubris kehadiran mereka.
Salah seorang di antaranya segera membentak nyaring,
"Kau adalah Cukat-sianseng?"
Kakek itu menghela napas panjang, diambilnya sebiji catur
putih, kemudian sambil meletakkan di papan catur katanya
perlahan, "Hai, nampaknya yang mesti dibunuh tetap harus
dibunuh." "Benar!" sahut pemuda berbaju putih itu tanpa bergerak,
hanya bibirnya yang tipis bagaikan pedang yang bergetar
pelan. Lelaki yang membuka suara itu semakin gusar dibuatnya,
kembali ia membentak keras, "Aku tak peduli siapa kau,
jangan salahkan aku bertindak keji kepadamu!"
Goloknya segera dilolos dari sarungnya kemudian diiringi
deru angin tajam langsung membabat belakang kepala kakek
itu. Bacokan golok ini dilancarkan dengan tujuh bagian tenaga,
tiga bagian lainnya melakukan pertahanan, dalam satu
gerakan terdiri dari lima perubahan. Setiap saat dia bisa maju
atau mundur sekehendak hati.
Dari gerak serangan ini, dapat disimpulkan bahwa orang itu
tentulah seorang jago golok kenamaan dalam dunia persilatan.
Kakek itu masih juga tidak bergerak. Ketika mata golok
nyaris membabat belakang tengkuk sang kakek, tiba-tiba
pemuda berbaju putih mengernyitkan alis, hawa napsu
membunuh menyebar di wajahnya, sekali kelebatan cahaya
putih tahu-tahu terdengar manusia berbaju hitam menjerit
kesakitan lalu roboh di lantai tak bernyawa
506 Sementara pemuda berbaju putih seolah sama sekali tak
bergerak, dia masih duduk di tempat semula.
Dari tenggorokan mayat lelaki berbaju hitam yang
tergeletak di lantai, terlihat ada sebatang paku pengejar
nyawa (Pek-kut-tui-hun-ting) yang berwarna kebiru-biruan
menancap telak di situ.
Dua orang lelaki berbaju hitam sisanya segera saling
bertukar pandang sekejap dengan perasaan amat kaget,
sesaat kemudian mereka segera melolos ruyung kelabang
sembilan ruas (Kiu-ciat-wu-kong-pian) dan sebilah golok tipis
dari sakunya, kemudian dari kiri dan kanan menyerang kakek
dan pemuda itu.
"Hm!" kembali pemuda berbaju putih itu mendengus
dingin, "berani kurangajar terhadap Cukat-sianseng berarti
mampus!" Waktu itu ruyung kelabang sembilan ruas itu sudah
menyambar tiba dan mengancam kepala Cukat-sianseng,
pemuda itu segera menggetarkan tubuhnya, lagi-lagi setitik
cahaya putih berkelebat.
Walaupun serangan yang dilakukan lelaki berbaju hitam itu
dengan ruyungnya ditujukan ke arah Cukat-sianseng, namun
karena ia tahu kehebatan pemuda berbaju putih itu, apalagi
setelah melihat rekannya tewas dalam sekali gebrakan saja,
maka seluruh perhatiannya tertuju ke arahnya.
Begitu melihat pemuda itu menggetarkan badannya lekas
ruyung kelabang sembilan ruasnya diubah dari serangan
menjadi pertahanan, siapa tahu belum habis ingatan itu
melintas, cahaya putih telah menyambar tiba, dadanya terasa
sakit sekali, begitu ia menundukkan kepala, terlihat sebatang
piau baja telah menancap dalam dadanya.
Lelaki itu menjerit kesakitan, teriaknya terbata-bata, "Kau
... kau adalah Put-cing si Tanpa Perasaan?"
Pemuda berbaju putih itu tidak menjawab, perhatiannya
seolah sedang terpusat di papan catur di hadapannya.
507 Sementara Cukat-sianseng telah berpaling sambil menghela
napas panjang, sahutnya, "Dia memang selalu turun tangan
Tanpa Perasaan!"
Lelaki itu segera roboh terjengkang ke tanah dan tamat
riwayatnya. Rekannya yang bersenjata golok jadi ketakutan setengah
mati, cepat dia urungkan serangannya lalu setelah menengok
kiri kanan sekejap, tanpa banyak bicara lagi dia melarikan diri
lewat jendela "Balik!" bisik Cukat-sianseng tiba-tiba sambil menghela
napas. Ketika mengucapkan kata "ba" tadi, tubuhnya masih duduk
di depan meja catur, namun ketika mengucapkan kata "lik",
tahu-tahu badannya sudah menghadang di depan jendela, hal
ini membuat lelaki bersenjata golok tipis itu nyaris menumbuk
dadanya. Lelaki bersenjata golok jadi kelabakan, dalam gugupnya dia
mengayunkan goloknya melancarkan sebuah bacokan,
serangan yang dilancarkan dalam keadaan panik memang
sangat berbahaya dan sulit dibendung.
Siapa tahu belum sampai setengah jalan, tiba-tiba golok itu
patah jadi tiga bagian, bagian tengah goloknya yang patah
masih berada dalam jepitan jari tengah dan telunjuk Cukatsianseng,
sementara bagian kiri dan kanannya sudah rontok
ke tanah. "Kau adalah si Golok cepat Cho Keng-hiong dari kota Siciu?"
tegur Cukat-sianseng sambil tersenyum.
Sadar niatnya untuk kabur mustahil terlaksana, lelaki itu
menghela napas panjang, sambil membuang kutungan
goloknya ke tanah, sahutnya jengkel, "Kau tak usah pedulikan
siapa aku, mau bunuh mau bantai lakukan saja sesuka
hatimu!" Cukat-sianseng menepuk bahunya pelan, lalu katanya
sambil tertawa, "Pulang dan beritahukan kepada Mo-kouw
(bibi iblis), bila dia menginginkan batok kepalaku, suruh dia
datang dan mengambil sendiri, jangan mengirim orang hanya
508

Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

untuk mengantar kematian saja, kalau tidak, Lohu yang akan
pergi mencarinya."
Untuk sesaat Cho Keng-hiong hanya berdiri termangu
dengan biji mata berputar tiada hentinya, dia tak tahu apa
yang mesti dilakukan.
"Pergilah!" kembali Cukat-sianseng berkata sambil
mendorong tubuhnya keluar.
Seketika itu juga badan Cho Keng-hiong mencelat keluar
dari jendela dan roboh terjerembab di luar sana, sesaat
kemudian baru terdengar ia merangkak bangun dan kabur
terbirit-birit meninggalkan tempat itu.
Put-cing menunggu sesaat lamanya, ketika mendengar
langkah Cho Keng-hiong sudah pergi agak jauh, baru ia
berbisik, "Biar kukuntit dia!"
Cukat-sianseng tersenyum "Cho Keng-hiong adalah anak
buah Mo-kouw, tak nanti utusan Peronda dari Mo-kouw
membiarkan orang lain menguntit kepergiannya."
"Ooh, kalau begitu dengan cepat Cho Keng-hiong bakal
balik lagi kemari?" ujar Tanpa Perasaan setelah berseru
tertahan. Cukat-sianseng tidak menjawab, dia hanya menghela napas
panjang. Mendadak dari luar jendela berkumandang datang suara
deruan angin puyuh yang sangat kencang, deruan angin tajam
itu serasa membelah ketenangan malam, tampak sesosok
bayangan merah melintas di luar jendela.
Dengan cekatan Cukat-sianseng menundukkan kepalanya,
sebatang gurdi terbang tampak menyambar masuk melalui
jendela dan menghajar dinding ruangan.
"Duk!", dinding itu seketika hancur berantakan diiringi
suara gemuruh keras.
Di ujung gurdi terbang itu tampak seutas kawat baja, ketika
kawat itu disentak keras, sang gurdi terbang pun meluncur
balik melalui daun jendela, bayangan hitam itu segera lenyap
sementara di lantai terbanting tubuh seseorang.
Sesaat kemudian suasana pulih kembali dalam keheningan.
509 Terdengar Cukat-sianseng berkata sambil tertawa hambar,
"Yang datang adalah utusan Peronda berbaju merah dari arah
timur, Yu-hun-soh-pok-jui (Gurdi pembetot sukma penghancur
nyawa) Cong Ki-ko."
Tanpa Perasaan segera bangkit berdiri siap melakukan
pengejaran, tapi Cukat-sianseng segera mencegah, "Tidak
usah dikejar, cepat atau lambat urusan ini toh bakal
kuserahkan kepadamu untuk diselesaikan."
Si Tanpa Perasaan mengalihkan sorot matanya ke tubuh
orang yang tergeletak di lantai, tampak lambungnya jebol
terhajar gurdi, ceceran darah dan daging berserakan dimanamana,
kematiannya sangat mengenaskan, orang itu tak lain
adalah Cho Keng-hiong.
Sambil tertawa dingin Tanpa Perasaan segera berseru,
"Kejam dan telengas amat sikap Mo-kouw terhadap anak buah
sendiri!" "Asal-usul Mo-kouw memang merupakan misteri hingga
kini, belum ada yang tahu asal-usulnya, dari keempat iblis
langit Su-toa-thian-mo yang terdiri dari Kouw (bibi), Tauw
(pentolan), Sian (dewa) dan Sin (malaikat), meskipun
kepandaian silat Mo-sin (malaikat iblis) Cun Yu-siang menjagoi
kolong langit, namun dia masih bukan tandingan dari Mo-sian
(dewa iblis) Lui Siau-jut. si Dewa iblis meski hebat, namun
tidak sehebat Mo-tauw (pentolan iblis) Si Ku-pei, sedang Mokauw
(bibi iblis) konon jauh lebih tangguh daripada ketiga
orang ini, bahkan pandai sekali menggunakan ilmu merayu
hingga membuat ketiga jagoan ampuh ini tunduk seratus
persen di bawah perintahnya, rela dan ikhlas bekerja
untuknya. Sementara siapakah bibi iblis yang sebenarnya tak
seorang pun yang tahu jelas, semua orang hanya tahu dia
adalah seorang wanita setengah umur ... setiap jago yang
pernah bertarung melawannya, tak seorang pun yang bisa
lolos dengan selamat, konon mereka semua mati secara
mengerikan"
"Lantas apa alasannya ingin membunuh paman?" sela
Tanpa Perasaan.
510 Kembali Cukat-sianseng tertawa. "Aku adalah paman empat
opas yang termashur di kotaraja, kalau dia tidak membunuhku
lantas ingin membunuh siapa?"
"Kalau dia berani datang sendiri untuk membunuhmu,
sama artinya mencari kematian buat diri sendiri."
"Keliru besar, tiga orang pembunuh gelap yang dia kirim
malam ini hanya merupakan bagian dari siasat 'suara di timur
menggempur di barat' yang sedang dia jalankan, sebab saat
ini dia sedang melakukan pekerjaan yang bakal mencelakai
orang banyak di wilayah seputar Pak-shia (benteng utara),
salah satu di antara empat keluarga kenamaan dalam dunia
persilatan."
"Apa yang sedang ia lakukan?"
"Menciptakan manusia obat!"
"Menciptakan manusia obat?"
"Benar," Cukat-sianseng mengangguk, "selain ilmu silatnya
lihai dan luar biasa, Mo-kouw juga sangat menguasai ilmu
racun yang berasal dari perguruan Ciat-yu-bun di lautan timur,
yang lebih menakutkan lagi adalah dia bisa menghilangkan
kesadaran dan watak seseorang dengan menggunakan obat
beracun, pengaruh racun itu akan membuat korbannya
kehilangan pikiran dan keinginan, sepanjang hidup jadi
budaknya, setia kepadanya dan rela mati demi dirinya, orangorang
semacam itu hanya taat pada perintah Mo-kouw
seorang, manusia jenis inilah yang dinamakan manusia obat."
"Masa ia berani mengincar Pak-shia?"
"Bukan hanya benteng utara saja yang menjadi sasaran
mereka, dia bahkan berencana mengumpulkan kawanan iblis
untuk menciptakan manusia-manusia obat dari anggota
Benteng utara kemudian menyerang juga Tang-po (benteng
timur), Lam-ce (benteng selatan) dan Pak-tin (kota barat)!"
"Permusuhan apa yang terjalin antara dia dengan empat
keluarga kenamaan dunia persilatan?" tanya Tanpa Perasaan
heran. "Sepuluh tahun berselang, kawanan iblis itu sudah sering
melakukan keonaran dalam dunia persilatan, maka Lam-cecu,
511 Say Tin-cu dan Pak-shiacu bekerja sama membasmi Mo-kouw
dari muka bumi. Dalam kerubutan itu, iblis wanita itu berhasil
melarikan diri meski menderita luka dalam yang cukup parah.
Maka sepuluh tahun kemudian, Mo-kouw bangkit kembali,
tentu saja tujuannya adalah untuk menuntut balas. Karena
orang yang melukai dia paling parah sepuluh tahun berselang
adalah Lo-shiacu dari benteng utara, maka kali inipun dia
jadikan Lo-shiacu sebagai sasaran pertamanya dalam usaha
balas dendam."
"Shiacu baru dari benteng utara Ciu Pek-ih adalah seorang
jago yang sempurna baik Gwakang maupun Lwekang, ilmu
pedang yang dimiliki pun luar biasa, biar masih muda namun
bukan orang yang gampang diganggu, apalagi masih didukung
para jago dari Tang-po, Say-tin dan Lam-ce, belum tentu Mokouw,
Mo-tauw, Mo-sian dan Mo-sin bisa memperoleh
keuntungan secara mudah."
"Ketika terjun kembali ke dalam dunia persilatan, empat
gembong iblis Su-toa-mo-ong telah sesumbar mengatakan
akan menggantikan posisi empat keluarga kenamaan dari
dunia persilatan. Tentu saja langkah ini mereka lakukan
dengan perencanaan yang cermat dan sempurna. Saat ini,
kawanan jago dari Say-tin maupun Lam-ce sedang
menghadapi kesulitan besar di wilayah Soat-say dan
sekitarnya, jelas kekuatan mereka mustahil bisa digeser dari
tempat itu. Sementara Pocu dari benteng timur, Kim-to-bu-tek
(golok emas tanpa tandingan) Ui Thian-seng telah mengirim
kawanan jago lihainya untuk membantu, sementara dia sendiri
akan menyusul ke Pak-shia untuk memberikan bantuan. Jelas
Su-toa-mo-ong sudah memperhitungkan dengan cermat kalau
empat keluarga kenamaan sedang menghadapi kesulitan
hingga mustahil datang membantu Pak-shia, maka mereka
memanfaatkan peluang ini untuk bertindak."
"Jadi tujuan Mo-kouw mengirim anak buahnya untuk
membunuh kita malam ini adalah agar kita mengira dia ada di
kotaraja, karena dia berada di sini maka kita berdua jadi tak
mungkin berangkat ke Pak-shia untuk memberikan bantuan?"
512 "Benar," Cukat-sianseng mengangguk, "dia yakin kita pasti
akan mengutus orang untuk membantu pihak Pak-shia. Sutoamo-ong memang sudah terlalu banyak melakukan
kejahatan, mereka sering menculik lelaki kekar untuk dijadikan
manusia obat, bagaimanapun juga, tanggung jawab kasus
besar ini sudah terjatuh ke pundak kita berdua, jadi mau tak
mau kita memang harus mencampurinya"
Setelah berhenti sejenak, kembali lanjutnya, "Apa yang ia
lakukan malam ini seakan memberitahu kepada kita bahwa dia
pun sudah tiba di Pak-shia, padahal beberapa hari mendatang
Baginda Raja akan melakukan perjalanan jauh, dia seperti
memberitahu kepada kita bahwa setiap saat dia bisa berbuat
sesuatu yang tidak menguntungkan bagi keselamatan
Baginda, maka ia peringatkan agar kita jangan turut campur
urusan ini, paling baik jika tetap berada di kotaraja untuk
melindungi keselamatan kaisar"
"Hm, apa dia lupa kau mempunyai empat orang murid?"
jengek Tanpa Perasaan sambil tertawa dingin.
"Lupa sih tidak mungkin, tapi dewasa ini si Darah dingin,
Pengejar nyawa dan Tangan besi sudah berada di wilayah
Soat-say, terlibat dalam perseteruan yang melibatkan Say-tin
dan Lam-ce, sementara di sini walaupun masih ada seorang
anak muridku yang paling tangguh, tapi sayang gerakgeriknya
tidak leluasa"
"Orang lain mungkin tidak tahu, tapi paman pasti tahu
dengan jelas, walaupun sepasang kakiku lumpuh, namun
masalah pelacakan dan penyelidikan kasus besar masih tak
akan menyulitkan aku."
"Benar, aku tahu akan hal ini. Aku sengaja
memberitahukan semua ini kepadamu karena aku memang
berniat mengirim kau ke sana, tapi kau harus ingat, perjalanan
kali ini sangat berbahaya dan penuh dengan ancaman maut.
Aku pun tahu meski kakimu sudah lumpuh namun ilmu
meringankan tubuhmu sangat hebat, kau pun sangat
menguasai ilmu senjata rahasia sehingga mengabaikan
kepandaian silat lainnya, bagi pihak lawan, mungkin saja
513 mereka akan memandang remeh dirimu karena kelumpuhan
itu, kelihaian ilmu meringankan tubuhmu justru akan memberi
peluang kepadamu untuk menyerang secara tak terduga.
Orang juga tahu kalau tenaga dalammu telah punah, maka
jurus serangan terakhirmu yang sangat mematikan, kalau bisa
jangan digunakan secara sembarangan apabila bukan
terdesak oleh keadaan. Siasatmu jauh melebihi si Darah dingin
dan lainnya, satu-satunya kelemahanmu hanya kau tak bisa
benar-benar Tanpa Perasaan, kau tak bisa melupakan
perasaan, hal inilah yang membuat kau banyak tersiksa."
"Terima kasih banyak atas nasehat paman," kata Tanpa
Perasaan kemudian dengan kepala tertunduk, "kini keadaan
sudah mendesak, ada baiknya aku segera berangkat."
"Bila kau menggunakan jalan negara menuju Suchuan,
perkiraanku ketika tiba di seputar wilayah Soat-say kau akan
berjumpa dengan Ui Thian-seng dari Benteng timur. Kawanan
jago yang menyertainya antara lain terdiri dari Hong-ta-pit-pay
(tiap bertarung pasti kalah) Khong Bu-ki, Hui-sian (dewa
terbang) Ci Yau-hoa, Siau-thian-san-yan, Chi Ang-kiok dan
lain-lain"
"Hong-ta-pit-pay Khong Bu-ki?" senyuman mulai menghiasi
wajah Tanpa Perasaan, "konon kungfu yang dimiliki orang ini
sangat hebat, dia terhitung jago lihai andalan Tang-po, sangat
pemberani, besar nyalinya dan setia sampai mati. Sayang
nasibnya kurang mujur hingga setiap kali giliran dia turun
tangan, musuh yang dihadapi selalu lebih tangguh dari
kemampuannya. Walau begitu, pihak lawan pun tak pernah
berhasil membunuhnya, setiap kali di saat yang paling kritis ia
selalu berhasil meloloskan diri. Semakin tinggi kungfu yang
dimiliki, semakin hebat pula musuh yang harus dihadapi
sehingga tiap kali bertarung harus menelan kekalahan. Konon
semenjak terjun ke dunia persilatan, dia sudah seratus dua
puluh empat kali keok di tangan orang lain. Walau tiap kali
bertarung selalu kalah, namun kekalahan tak sampai
menyurutkan semangatnya, malah dia pun tak pernah mau
mencari musuh yang memiliki kungfu jauh di bawah
514 kemampuannya untuk diajak bertarung ... lambat-laun orang
mulai menaruh hormat kepadanya. Tiap kali berhasil
mengalahkan dia, selalu tak tega membunuhnya. Kalangan
Pek-to menghormati keberanian dan kesetia-kawanannya,
kalangan Hek-to menaruh hormat karena keberaniannya
menantang maut ... yang mengherankan justru Toa-mongliong,
Kim-to-bu-tek (naga ganas, golok emas tanpa
tandingan) Ui Thian-seng yang konon lebih menghormati lelaki
ketimbang wanita, kenapa kali ini bisa berangkat bersama Ci
Yau-hoa dan Chin Ang-kiok...?"
"Aku dengar dua orang saudara seperguruan Ci Yau-hoa
telah ditangkap Mo-kouw untuk dijadikan manusia obat.
Saudara tua Chin Ang-kiok yang dijuluki Jian-li-it-tiam-heng
(seribu li setitik noda) Chin Sam-kong juga kena dikerjai Mokouw
hingga tewas mengenaskan di atas salju, kebetulan Chin
Ang-kiok sedang pergi mencari Mo-kouw untuk membuat
perhitungan! Kau sendiri tahu keusilan dan ketajaman mulut
Ci Yau-hoa, Ui Thian-seng sebagai lelaki lugu, mana mungkin
bisa menangkan ketajaman mulutnya?"
"Besok pagi aku akan berangkat, kalau tak ada aral
melintang, menurut perkiraanku dalam tiga hari aku pasti
sudah berkumpul dengan Ui-lopocu dan lainnya di jalan raya
menuju Soat-say."
Mendadak paras muka Cukat-sianseng berubah serius,
bisiknya, "Orang itu datang lagi, kelihatannya bajingan ini
memang sedang mengintai dan mengawasi gerak-gerik kita."
Belum selesai ia berkata, dari balik deruan angin malam di
sebelah depan sana, tiba-tiba bergema suara gemuruh angin


Pertemuan Di Kotaraja Seri 4 Opas Karya Wen Rui An di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

topan yang amat kencang dan nyaring, suara itu berasal dari
arah timur, namun dalam sekejap telah tiba di depan jendela
dan ... "Wes!", sebuah benda telah ditimpukkan masuk melalui
daun jendela. Cukat-sianseng segera melejit ke udara, gurdi terbang itu
segera menyambar melalui bawah kakinya dan menghajar
dinding ruangan.
515 Ketika sang gurdi menghajar dinding, rantai gurdi
menegang lurus, Cukat-sianseng segera menutulkan ujung
kakinya di atas rantai itu dan meluncur keluar jendela
menelusuri rantai tadi.
Gagal dengan serangannya, segera orang itu menarik
kembali gurdinya, meski senjata berhasil ditarik balik namun
disertai kehadiran Cukat-sianseng.
Begitu melihat Cukat-sianseng sudah berdiri di hadapannya,
orang itu nampak terperanjat hingga tanpa terasa berseru
tertahan. Dengan gerakan cepat Cukat-sianseng mencakar tubuh
lawan, lekas orang itu melompat mundur sambil berkelit,
"Breet!", di bawah sinar rembulan tampak dalam genggaman
Cukat-sianseng telah bertambah dengan selembar kain merah,
sementara di kejauhan sana terlihat manusia berbaju merah
itu menyelinap ke balik kegelapan dan lenyap dari pandangan.
Sesaat Cukat-sianseng berdiri tegak di situ, kemudian baru
berjumpalitan dengan gerakan Si-siung-juan-kiau-in (pinggang
ramping menembus awan) dan balik kembali ke dalam
ruangan. Kini ruangan sudah kosong, tak nampak bayangan tubuh
Tanpa Perasaan, tapi di atas dinding tertera beberapa baris
huruf yang berbunyi: "Sudah dua kali anak buah Mo-kouw
melancarkan percobaan pembunuhan, untuk menghilangkan
ancaman ini, sang utusan harus dibungkam lebih dulu".
Di bawah cahaya lilin, Cukat-sianseng termenung sambil
berpikir sejenak, kemudian gumamnya sambil tersenyum,
"Tanpa Perasaan, dalam perjalananmu ke barat menuju
benteng Pak-shia, tak bisa dihindari berbagai pertempuran
sengit harus kau lalui, memang tak ada salahnya bila kau
habisi dulu si Gurdi pencabut nyawa Yu-hun-soh-po-jui.
Bagaimanapun Cong Ki-ko memang seorang jago yang
tersohor karena sepasang gurdi mautnya, sekarang aku telah
merebut salah satu gurdinya, meski begitu bukan berarti
gurdinya yang tinggal sebelah bisa dipandang enteng. Padahal
sejak kecil kau menderita asma, kau tak akan tahan bila mesti
516 bertarung lama, semoga saja dalam usahamu menumpas
kaum iblis ini, semuanya bisa berjalan lancar dan pulang
dengan selamat, kalau tidak, bagaimana mungkin perasaan
hatiku bisa tenang?"
Yu-hun-soh-po-jui Cong Ki-ko sudah dua puluh lima tahun
berkelana dalam dunia persilatan, di antara sekian waktu, ada
tujuh belas tahun lamanya dia mengikuti Mo-kouw si Bibi iblis,
banyak sudah jagoan yang tewas di tangannya, tapi selama
hidup baru malam ini untuk pertama kalinya salah satu gurdi
andalannya berhasil direbut orang dalam satu gebrakan.
Peristiwa itu sungguh menggidikkan hatinya, dia masih
ingat adegan sewaktu Cukat-sianseng tahu-tahu muncul di
hadapannya sambil mencengkeram salah satu gurdinya,
kegagahan, kewibawan serta keangkeran jago itu sungguh
membuat hatinya tercekat dan bergidik, seandainya ia tidak
mengambil keputusan tegas tepat pada waktunya, bila ia tidak
segera melepaskan salah satu senjata andalannya, sulit
rasanya untuk lolos dari cengkeraman lawan.
Tapi ada satu hal lain yang membuat hatinya semakin
tercekat, sebagai seorang Utusan Timur yang memiliki ilmu
meringankan tubuh luar biasa, ternyata saat ini telah diikuti
orang secara ketat, bagaimanapun juga ia mencoba
melepaskan diri, ternyata dia tak pernah bisa lolos dari
penguntitan orang.
Bukan saja ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu
hebat dan aneh, bahkan seolah seekor binatang terbang saja,
sebentar melayang di udara sebentar lagi menempel di tanah
lalu melayang lagi di udara, tubuh orang itu tampak begitu
ringan hingga terkesan seakan melayang-layang di angkasa.
Mula-mula Cong Ki-ko hanya mendengar ada suara
perlahan menyentuh tanah, suara itu berasal setengah li
jauhnya di belakang tubuhnya, awalnya ia tidak menggubris
bahkan tidak memperhatikan suara itu, namun lambat-laun
suara itu semakin mendekat, bahkan jaraknya tinggal
beberapa ratus kaki, dia mulai berpikir, mungkinkah suara
517 sentuhan ringan itu berasal dari pemuda tanpa kaki yang tadi
Jago Kelana 9 Raja Naga 7 Bintang Karya Khu Lung Pendekar Pendekar Negeri Tayli 1

Cari Blog Ini