Ceritasilat Novel Online

Rahasia Istana Terlarang 16

Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen Bagian 16


dihadapannya" pikir si anak muda itu, segera ujarnya, "Tidak bisa jadi, gunakanlah
pedang pookiam itu untuk menyobek pakaian diatas bahuku."
Rupanya Pek li Peng dapat memahami pikiran orang, ia tertawa dan segera
mengulurkan jari tangannya kedepan, sambil mengerahkan tenaga ia robek pakaian Siauw
Ling dibagian bahu kirinya.
"Sedikitpun tidak salah, disitu benar-benar terdapat sebatang jarum beracun yang
berwarna dan menghujam dalam-dalam didalam kulit."
"Peng jie hati-hatilah" bisik Siauw Ling lirih. "Diujung jarum itu telah dipolesi dengan
racun." "Jangan kuatir!"
Dengan jari tengah serta ibu jari ia jepit ujung jarum itu kemudian dicabutnya keluar,
dibawah cahaya sang surya tampaklah berwarna biru tua memancar keluar dari jarum
tadi, hal ini menunjukkan bahwa racun keji itu amat ganas.
Setelah mencabut keluar jarum beracun itu, Pek li Peng tidak membuangnya tetapi
sambil memandang kearah Siauw Ling ujarnya, "Toako, orang ini gemar sekali
menggunakan benda-benda beracun, jelas dia bukanlah seorang baik, bagaimana kalau
kita gunakan pula jarum beracunnya untuk menusuk pula badannya beberapa kali agar ia
rasakan senjata makan tuan?"
Mendengar perkataan itu air muka sikakek berambut putih itu seketika berubah hebat,
keringat sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya membasahi seluruh
badan, tetapi berhubung jalan darahnya tertotok maka walaupun dia ada maksud untuk
minta ampun, tapi tak sepatah katapun sanggup diucapkan keluar.
Siauw Ling melirik sekejap kearah orang tua itu, lalu jawabnya, "Tidak perlu, cepat
buang jarum beracun itu!"
Pek li Peng sangat menuruti perkataannya, ia buang jarum beracun itu keatas tanah
kemudian tertawa dingin. "Toako, baik-baiklah kau merawat diri, setelah luka racunmu sembuh kita baru
membereskan lagi dirinya."
Siauw Ling sendiri meskipun sudah makan obat penawar, tetapi iapun tidak tahu
apakah luka beracunnya sudah sembuh atau belum, mendengar perkataan itu matanya
segera dipejamkan dan mulai mengatur pernapasan.
Obat penawar itu sungguh mujarab sekali dalam waktu singkat daya kerja obat itu
sudah bereaksi dan racun keji yang mengeram dalam tubuh si anak muda itupun seketika
lenyap tak berbekas. Dalam pada itu sikap Pek li Peng secara mendadak berubah menjadi begitu lembut dan
halus, dari sakunya dia ambil keluar benang dan jarum kemudian dengan sangat berhatihati
menjahit pakaian Siauw Ling yang robek itu.
Ketika si anak muda itu selesai bersemedi, ia lantas menoleh dan bertanya, "Peng jie,
kenapa kau membawa benang dan jarum?"
"Seringkali aku harus menyaru sebagai pria atau merubah-rubah keadaan, pakaian
yang kubeli biasanya tidak cocok, maka terpaksa aku harus merombaknya sendiri."
"Oooow". kiranya begitu!" sahut Siauw Ling sambil tersenyum, perlahan-lahan ia
berjalan menghampiri kakek tua berambut putih itu, tegurnya dingin, "Kalau kau tak ingin
mati. Janganlah sekali-kali berteriak!"
Tangan kanannya diayun, dua buah jalan darahnya yang tertotok segera dibebaskan.
Kakek tua itu betul-betul berakal panjang, begitu jalan darahnya dibebaskan diam-diam
ia kerahkan tenaga dalamnya untuk memeriksa diri. Ketika dijumpainya bahwa dia tidak
menderita gejala keracunan, hatinya jadi tercengang, pikirnya, "Dengan amat jelas bocah
perempuan ini memberitahukan kepadaku bahwa aku telah terkena jarum Pek Pok Ciam
dari laut Pek hay, kenapa aku tidak merasakan diriku keracunan?"
Setelah membebaskan dua buah jalan darahnya yang tertotok tadi, dengan cepat Siauw
Ling menotok kembali sebuah jalan darahnya, kemudian perlahan-lahan dia berkata,
"Rupanya didalam selat ini kau hanya seorang diri?"
"Darimana kau bisa tahu?" sahutnya lirih, kakek tua itu sadar bahwa saat ini jiwanya
terancam bahaya, sedikit saja bicara keras kemungkinan besar jiwanya akan melayang.
Sementara itu Siauw Lingpun sedang berpikir didalam hatinya, "Orang ini kelihatannya
amat licik dan banyak akal, kalau aku bertanya secara langsung kepadanya, jelas tak akan
mengakui terus terang sebaliknya kalau aku terlalu memaksa kemungkinan dia bisa
mengarang keterangan bohong. Rupanya aku harus mengambil jalan lain, bisa mengorek
seberapa aku harus puas dengan hasil tersebut."
Segera ia tertawa dingin dan berkata, "Andaikata selat ini bagaimana yang kau katakan
tadi dijaga dengan sangat ketat, itu berarti jago disini amat banyak. Tetapi mengapa tiada
seorangpun menghalangi jalan pergi kami ketika memasuki selat ini. Dan apa sebabnya
pula hingga selat ini belum nampak seorangpun yang datang menolong jiwamu?"
Kakek berambut putih itu mengerutkan alisnya lalu menjawab, "Bagaimana caranya
kalian berdua menyelindup kedalam selat ini" loohu merasa bingung dan tidak habis
mengerti. Kalau ditinjau dari keketatan dan kerasnya penjagaan dikedua mulut selat,
sekalipun burung yang terbang lewat dingakasapun tak akan lolos dari pengawasan kami,
seandainya kalian berdua masuk kedalam selat ini semestinya kami sekalian telah
mendapat laporan." "Loo tiang, omonganmu ngaco belo tak karuan"."
"Kalau kau tidak percaya, akupun tak bisa berbuat apa-apa lagi."
"Toako. Tak usah banyak bicara lagi dengan orang ini" sela Pek li Peng cepat. "Kita
gunakan saja jarum beracun untuk menusuk badannya. Coba kita lihat beranikah dia
bicara tak karuan lagi?"
Dari saku kakek tua itu ia ambil keluar sebatang jarum beracun dan segera ditusukkan
keatas lengan kanannya. Kendati sikakek tua memiliki pengalaman yang sangat luas dan pengetahuan yang
dalam, setelah berjumpa dengan nona binal macam ini tak urung hatinya terkejut juga.
Dalam keadaan terdesak, terpaksa ia berseru, "Nona, tunggu sebentar!"
"Peng jie tahan" seru Siauw Ling, sedang dalam hatinya ia merasa geli, pikirnya, "Aku
sedang mencari akal untuk mencari tahu latar belakang yang menyelimuti tmpat ini, siapa
tahu ia bisa menggunakan ancaman serta gertak sambal untuk menakut-nakuti dirinya"."
Pek li Peng dengan jarum beracun ditangan segera menggerakkan benda itu berkelebat
kesana kemari diatas wajah sikakek tua itu, ancamnya, "Kalau kau berani bicara bohong
satu kali, maka aku akan menusuk kau satu kali, sedikitpun tidak akan ditambah atau
dikurangi." "Nona apa yang ingin kau tanyakan?" dalam keadaan apa boleh buat terpaksa kakek itu
bertanya. Pek li Peng tertegun, kemudian serunya, "Toako, apa yang hendak kita tanyakan"
cepatlah kau ajukan pertanyaan kepadanya."
"Nona ini kadangkala nampak cerdas dan pintar sekali, kenapa kangakala begitu
gebleknya?" pikir Siauw Ling segera, katanya, "Loo tiang, kalau kau suka mengatakan
secara terus terang keadaan didalam selat ini, maka cayhe akan melupakan dendam
serangan bokonganmu dan memberi satu jalan kehidupan bagimu."
"Loohu sudah terkena jarum Pek Pok Ciam dari laut Pak hay, itu berarti bahwa aku
bakal mati!" "Peng jie, adakah obat penawarnya?" si anak muda itu segera bertanya.
Sambil tertawa Pek li Peng gelengkan kepalanya berulang kali.
"Seandainya pada ujung jarum Peng Pok Ciam tersebut menganding racun, maka
jiwanya sendiri sedari tadi sudah modar!"
Walaupun sikakek tua berambut putih itu sendiri juga tahu bahwa diujung jarum tiada
racunnya, tetapi dalam hati ia ada maksud mengulur waktu, maka segera katanya
kembali, "Senjata rahasia beracun Peng pok Ciam dari laut Pak hay sudah tersohor akan
keganasannya dikolong langit, siapapun mengetahui akan hal ini"."
"Memang benar" sambung Pek li Peng. "Tapi jarum Pek pok Ciam dari laut Pak hay
terbagi jadi dua bagian yaitu senjata rahasia yang beracun dan sejata rahasia yang tidak
beracun. Menghadapi kakek tua celaka macam kau, rasanya aku tak perlu menggunakan
jarum beracun untuk melukai dirimu."
"Loo tiang, kau sudah dengar perkataan itu?" seru Siauw Ling. "Selat ini gersang dan
terpencil letaknya, apa maksud yang sebenarnya kau sekalian berdiam disini?"
Kakek tua itu termenung dan lama sekali tidak menjawab, jelas pertanyaan dari si anak
muda ini memaksa dia harus putar otak berpikir keras.
Pek li Peng yang melihat kakek itu membungkam, segera menusuk lengannya dengan
jarum beracun. "Ayoh bicara!" serunya.
Jarum Coe Boe Tauw Kut Ciam tersohor akan keganasan racun kejinya, begitu tertusuk
sekeliling mulut luka segera membengkak merah.
Air muka kakek tua berambut putih itu berubah hebat, sepasang matanya melotot
bulat, sambil memandang kearah Pek li Peng dari balik matanya memancar kelukar
cahaya penuh kebencian dan rasa dendam.
Cepat-cepat Siauw Ling ambil keluar tutup botol dan ambil keluar sebuah pil penawar
kemudian dimasukkan kedalam mulut sikakek itu.
"Toako, didalam botol masih ada sisa beberapa biji obat penawar?" tanya Pek li Peng.
"Masih sisa tiga biji."
"Waaah". kalau begitu pada tusukan yang keempat, ia sudah tak tertolong lagi."
Setelah badannya tertusuk oleh jarum beracun itu, sikakek tua itu sadar dalam keadaan
jalan darah tertotok tak mungkin baginya untuk mengerahkan tenaga dalamnya untuk
melawan daya kerja racun tersebut, dalam waktu singkat racun tadi pasti akan menjalar
keseluruh tubuh dan mencabut selembar jiwanya, dalam keadaan begini timbul rasa
sayang terhadap jiwanya, maka tanpa sadar ia buka mulutnya untuk menelan obat
penawar yang diangsurkan kepadanya.
Terdengar Pek li Peng telah berkata kembali, "Ayoh bicara!"
Sembari berseru jarum beracun ditangannya kembali diangkat ditengah udara".
Pek li Peng yang cantik jelita dalam pandangan sikakek tua ini berubah jadi lebih
mengerikan dari seekor ular berbisa, menyaksikan gadis itu angkat jarum beracun itu
tinggi-tinggi, dengan cepat serunya, "Cayhe datang kemari untuk mencari sesuatu tempat
penyimpanan harta karun".!"
"Harta karun apa?"
"Kalau kau tak mau menjawab, kutusuk bibirmu dengan jarum beracun ini".!"
ancaman Pek li Peng sambil tertawa.
Kakek tua itu jadi gelisah, buru-buru serunya, "Kalau dibicarakan harta ini tidak
termasuk harta karun yang sangat berharga sebab hanya berupa beberapa macam barang
peninggalan dari Bulim cianpwee!"
"Orang ini benar-benar amat licik, apa yang dijawab tidak bohong namun tidak pula
termasuk jujur"." pikir Siauw Ling.
Sambil tertawa dingin segera ujarnya, "Beberapa macam barang peninggalan dari Bulim
cianpwee" bukankah kalian sedang mencari istana terlarang?"
"Sedikitpun tidak salah!" sahut sikakek itu setelah tertegun beberapa saat lamanya.
Sejak menyaksikan pemandangan burung elang terbang serta ular melingkar diatas
permukaan air tadi, Siauw Ling menyadari bahwa tempat ini bukan lain adalah letak istana
terlarang yang sedang dicari selama ini. Tetapi ia tidak menduga kalau ada orang bisa
menemukan pula letak tempat itu tanpa peta maupun petunjuk apapun sementara kunci
istana terlarang serta petanya berada dalam sakunya.
Berpikir demikian, kembali ia bertanya, "Sudah lamakah loo tiang berdiam didalam selat
ini?" "Kurang lebih lima tahun lamanya."
"Apa" lima tahun lamanya?" seru si anak muda itu dengan nada terperanjat. "Kalau
begitu istana terlarang tentu sudah kau temukan bukan?"
"Kami hanya tahu bahwa letak istana telarang berada disekitar sepuluh li dari selat ini,
tapi letak yang tepat belum diketahui."
"Jadi istana terlarang belum ditemukan?"
"Kalau istana terlarang sudah kami temukan, buat apa kami sekalian masih berdiam
terus ditempat ini?"
"Kalau didengar dari pembicaraan loo tiang, agaknya kau sudah lama sekali berdiam
didalam lebah gunung ini?"
"Sedikitpun tidak salah, tetapi kalau kau tidak mau percaya akupun tak bisa berbuat
apa-apa." "Loo tiang bisa membokong diri cayhe dengan senjata rahasia tanpa mengeluarkan
sedikit suarapun, hal ini menunjukkan kalau ilmu silatmu sangat lihay sekali"."
"Kau terlalu memuji"."
"Sayang dengan kepandaian silat selihay ini kau masih rela dipergunakan orang dan
jadi budak belian dari orang lain."
Rupanya sikakek tua itu hendak membantah, tapi akhirnya niat tersebut ditarik kembali.
Siauw Ling tertawa hambar, sambungnya, "Aku lihat kedudukan loo tiang didalam
lembah bukit inipun bukan sebagai seorang pemimpin!"
"Loohu adalah salah satu diantara empat orang mandor ditempat ini"." agaknya ia
merasa bahwa dirinya sudah terlanjur berbicara. Mendadak mulutnya membungkam
kembali. "Berada didalam lembah bukit ini, pekerjaan apa yang perlu kau mandori?" tanya Pek li
Peng ketus. Terhadap nona cantik yang gesit dan lincah ini, agaknya sikakek tua itu menaruh rasa
takut yang mendalam, mendengar ia ajukan pertanyaan tersebut dengan hati jeri segera
sahutnya, "Kami sedang mencari letak harta karun yang berada didalam lembah bukit ini!"
"Tadi kau bilang bahwa kau adalah salah seorang diantara empat orang mandor
lainnya, beberapa banyak pekerja yang berada disini?"
"Tatkala untuk pertama kali memasuki lembah ini semuanya berjumlah dua ratus
orang, tetapi sekarang tinggal seratus orang lebih."
Siauw Ling yang menyaksikan pertanyaan-pertanyaan Pek li Peng yang diajukan secara
terang-terangan dan gamblang ternyata dijawab pula oleh sikakek tua itu dengan jelas
dan sempurna, diam-diam dalam hati kecilnya ia merasa geli, pikirnya, "Orang ini makin
tua makin licik dan banyak akal, tetapi setelah bertemu dengan nona cilik yang binal ini
habislah polahnya dan mati kutu sama sekali. Apa yang ditanya segera dijawabnya
dengan cepat tanpa berani bicara bohong. Justru orang yang tidak punya rencanalah
paling cocok untuk menghadapi manusia seperti ini, apa yang diancam bisa segera
dilaksanakan tanpa memikirkan akibatnya. jelas pula orang yang cerdik belum tentu cerdik
orang yang bodoh belum tentu bodoh"."
"Dimanakah orang-orang itu?" tanya Pek li Peng.
"Sudah mati semua!"
"Coba tanyakan siapa namanya?" bisik Siauw Ling dengan ilmu menyampaikan suara.
Pek li Peng berpaling memandang sekejap kearah Siauw Ling sambil tertawa, kemudian
sambil memandang wajah sikakek itu kembali serunya ketus, "Siapa namamu" apa pula
julukanmu didalam dunia persilatan?"
Teringat akan nama besarnya yang dipupuk selama banyak tahun dengan susah payah
kakek tua ini tidak ingin untuk mengucapkannya keluar, takut kalau dikemudian hari nona
cilik ini memperolok-oloknya didalam dunia persilatan hingga ditertawakan orang.
Pipinya mendadak jadi kaku, dan sebuah tusukan jarum telah bersarang dengan telak.
Pek li Peng segera membuka botol dan ambil keluar sebutir obat pemusnah, sambil
dicekal ditangan katanya, "Kalau ingin meninggalkan nama harum, boleh coba-coba untuk
tidak berkata, tetapi disini kecuali toako serta aku tidak ada orang lain lagi sekalipun kau
mati sebagai seorang enghiong juga tiada yang tahu."
Kakek berambut putih itu jadi gelisah buru-buru serunya, "Loohu Phoa Liong, orang
kangouw menyebut diriku Coe Boe Poan si hakim siang tak bertemu malam!"
Pek li Peng angsurkan sebuah obat penawar itu kemulut Phoa Liong dan melemparkan
sisanya jauh kedepan, serunya, "Kalau begini caranya terus terlalu merepotkan, lebih baik
kau jangan coba-coba untuk merasakan tusukan yang terakhir"."
Nada suaranya berubah, dengan dingin dan ketus tambahnya, "Kalau memang didalam
selat ini terdapat seratus orang lebih, mengapa tak sesosok bayangan manusiapun yang
nampak" sudah berapa lama kalian bekerja disini" harta karun apa saja yang berhasil
kalian gali" kalau coba membohong jiwamu segera kucabut."
Menyaksikan jarum racun ditangannya bergerak kian kemari memancarkan cahaya biri
buru-buru Phoa Liong menjawab, "Sudah empat tahun lebih kami bekerja disini, setiap
orang yang masuk kedalam selat untuk bekerja kecuali kematian yang merenggut jiwa
mereka, jangan harap bisa tinggalkan tempat ini dalam keadaan hidup. Untuk
menghindari pengamatan serta pengawasan orang, semua pekerja menyembunyikan diri
didalam goa ketika siang hari, sedang malam hari setelah tiba maka mereka akan muncul
untuk bekerja." "Bagaimanakah ilmu silat yang dimiliki ketiga orang mandor lainnya?"
"Mereka semua memiliki ilmu silat yang sangat lihay."
"Siapa otak dari rencana besar ini?"
"Shen Bok Hong!"
Tercekat hati Siauw Ling sehabis mendengar perkataan itu, pikirnya, "Shen Bok Hong
betul-betul sangat lihay ternyata ia berhasil menemukan letak dari istana terlarang. Orang
ini cerdika dan banyak akal, hatinya keji dan telengas lagipula mata-matanya tersebar
amat luas setiap partai terdapat kaki tangannya, orang ini memang termasuk salah
seorang jagoan yang sangat lihay."
"Toako, apakah kau masih akan menanyakan sesuatu?"
"Tanya kepadanya pemilik dari selat ini berdiam dimana" sekarang ketiga orang
mandor lainnya berada dimana?"
"Tak usah suruh dia menyampaikan, cayhe akan mengaku terus terang"." kata Phoa
Liong, setelah merandek sejenak terusnya, "Diatas dinding kedua belah samping bukit ini
telah kami buat banyak goa, dipagi hari mereka semua bersembunyi didalam goa-goa
itu".!" "Berbicara dari kenyataan yang terbentang pada saat ini penjagaan didalam selat ini
kurang begitu ketat. Sudah begini lama kami berhasil menawan dirimu tapi tak
seorangpun yang kelihatan muncul disini untuk menolong jiwamu!"
"Selama empat lima tahun belakangan ini, belum pernah didalam selat terjadi suatu
peristiwa apapun, karena itu didalam hal penjagaan lebih kendor dari tempo dulu, tetapi
dimulut selat penjagaan tetap ketat dan keras, andaikata kalian berdua masuk lewat mulut


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selat, tidak nanti jejak kalian tak diketahui oleh pengawasan mereka."
"Tetapi kami toh berhasil masuk ketempat lembah ini tanpa diketahui oleh siapapun!"
Mendadak Phoa Liong angkat kepalanya dan menjawab, "Kecuali kalian turun dari
kedua belah sisi tebing bukit ini, tak mungkin kalau jejak kalian tidak diketahui oleh
mereka!" "Toako, lebih baik kita tanyakan persoalan lain saja" sela Pek li Peng dari samping.
"Coba tanya kepadanya, dimanakah ketiga orang mandor itu berdiam" disamping itu
darimana pula datangnya para pakerja itu?"
"Kau sudah dengar bukan semua pertanyaannya?" sambung Pek li Peng sambil
ayunkan jarum beracun. "Aku rasa tak usah kuulangi lagi bukan".?"
"Berhubung proyek menggali lembah gunung ini merupakan suatu pekerjaan yang
besar dan berat, dan lagi bukan manusia biasa yang sanggup mengerjalannya maka
semua pekerja yang ada disini seluruhnya merupakan orang-orang Bulim yang memiliki
dasar ilmu silat, karena itulah setelah kematian mereka sulit untuk mencarikan
penggantiannya sedangkan ketiga orang mandor lainnya tinggal didalam goa nomor tiga."
"Toako, apakah pertanyaanmu telah selesai?"
"Tanya kepadanya dengan cara apakah kita baru bisa menyusup kedalam kelompok
pekerja itu tanpa diketahui orang lain?"
"Tentang soal itu sulit untuk dikerjakan."
"Toako, kalau memang ia tak tahu apa gunanya kita tetap memelihara bibit bencana
bagi kita" bunuh saja beres!"
Phoa Liong tahu bahwa ancaman dari gadis tersebut bukanlah gertak sambil belaka,
kemungkinan terjadi sungguh-sungguh amat besar sekali, buru-buru serunya, "Cara sih
ada satu tetapi kalau dikatakan belum tentu kalian berdua mau mempercayai."
"Coba katakan dulu apa caramu itu?"
"Pekerja yang ada didalam kelompok kerja masing-masing mandor memimpin satu
kelompok dan tiap kelompok terdiri dari lima puluh dua orang, selama banyak tahun
banyak pekerja yang mati atau terluka hingga jumlahnya tinggal seratus orang lebih.
Dibawah pimpinan loohu semuanya masih ada tiga puluh satu orang, dan loohu dalam
sekejap pandangan saja bisa mengenali ketiga puluh satu orang itu dengan jelas.
Andaikata ada orang yang menyelundup masuk, jelas tak mungkin. Keadaan ketiga
mandor lainnyapun sama saja, yaitu mereka kenal dan hapal betul terhadap setiap
anggota pekerjanya tetapi terhadap kelompok pekerja lain karena pertemuan yang amat
jarang maka tiada pandangan yang nyata. Andaikata kalian berdua ingin berdiam didalam
lembah ini tanpa diketahui orang maka satu-satunya jalan hanyalah mencampur baurkan
diri dengan para pekerja itu, sekarang lepaskanlah loohu agar dapat mengambil dua stel
pakaian kuno, dengan begitu penyaruan kalian akan semakin gampang dan dibawah
petunjuk loohu jejak kalian tak akan gampang diketahui orang."
"Bagaimana kami bisa mempercayai perkataanmu?"
"Inilah satu-satunya cara bagi kalian untuk berdiam didalam lembah tanpa diketahui
orang lain, kecuali ini aku tidak punya cara lain lagi."
Ia memandang sedikit keadaan cuaca, lalu tambahnya, "Diantara empat orang mandor
masing-masing punya jam tugasnya sendiri-sendiri untuk mengawasi seluruh lembah
terutama sekali untuk mencegah ada pekerja yang melarikan diri serta serbuan dari
musuh luar, waktu tugas cayhe sebentar lagi akan habis, sampai waktunya mandor lain
akan menggantikan tugasku, bila ia tidak menjumpai diri cayhe maka hatinya akan
menaruh curiga, tanda bahayapun mungkin akan dibunyikan. Waktu itu kalian berdua
tentu sulit untuk menyembunyikan diri."
"Andaikata kami lepaskan dirimu pada saat ini" ujar Pek li Peng. "Maka berita ini akan
segera tersebar luas tanpa menbunyikan tanda bahaya, waktu itu bukankah aku serta
toako bakal terjebak pula dalam kepungan kalian" daripada menanggung resiko, kenapa
aku tidak bunuh lebih dulu dirimu?"
"Loohu akan pegang janji, setelah kusanggupi tentu saja tak akan gunakan akal licik
untuk mencelakai kalian lagi."
"Toako, aku punya satu akal bagus." bisik gadis she Pek lo itu lagi. "Kalau ia berani
menghianati kita, maka ia sendiripun tak akan bisa hidup lebih lama."
"Apa akalmu itu?"
"Ayahku pernah mewariskan semacam kepandaian silat kepadaku, kepandaian itu mirip
ilmu penotok jalan darah tetapi dengan ilmu Tiam hiat bisa jauh berbeda. Andaikata aku
menotok sebuah jalan darahnya maka untuk menolong jiwanya aku harus mengurut jalan
darah lain. Ayah pernah berkata kepadaku bahwa ilmu tersebut merupakan ilmu
penunggal dari Pak hay, tak sebuah partaipun didalam dunia persilatan yang mengetahui.
Bagi sang korban bilamana datang dua belas jam tidak cepat tertolong maka darahnya
akan menggumpal didalam jalan darah itu yang mengakibatkan luka. Tujuh hari kemudian
badan akan membusuk hingga akhirnya mati, walaupun kematiannya sangat lambat tapi
sebelum mati akan merasakan penderitaan yang paling hebat"."
"Kalau aku betul-betul ada maksud menghianati kalian, toh aku bisa bersabar
menunggu dua belas jam kemudian, menanti jalan darahku sudah dibebaskan barulah
kulaksanakan rencana itu."
"Sayang kau tiada kesempatan untuk berbuat begitu, sebab sebelum kubebaskan
dirimu dari pengaruh totokan sebuah totokan lain akan menyusul!"
Siauw Ling yang telah berhasil mengetahui letak "istana terlarang" dalam hati
menyadari bahwa usahanya tak akan berhasil bila ia tak menempuh bahaya maka segera
ujarnya, "Peng jie, aku akan menuruti pendapatmu saja, lepaskanlah dia!"
Pek li Peng segera mengerahkan ilmu Tiam hiat keluarganya untuk melukai sebuah
jalan darah Phoa Liong, kemudian setelah membebaskan dua jalan darahnya yang
tertotok katanya, "Kami akan menantikan kedatanganmu disini, setengah jam kemudian
bila kau belum kembali itu berarti bahwa kau telah ingkari janji tak akan kembali lagi."
Phoa Liong bangkit berdiri, tanpa mengucapkan sepatah katapun segera berlalu dari
situ. Memandang sikap gusar dan mendongkol diatas wajah Phoa Liong sebelum
meninggalkan tempat itu, Pek li Peng gelengkan kepalanya.
"Aku rasa ia tak akan kembali lagi."
"Kalau memang begitu kita harus bersiap-siap untuk menghadapi musuh."
Pek li Peng tersenyum. "Sudah lama aku tak pernah berkelahi melawan orang, hari ini aku akan bertempur
sampai puas" katanya.
Siauw Ling hanya memikirkan terus keselamatan dari Gak Siauw Cha, hatinya terasa
murung dan kesal dengan mulut membungkam ia duduk tenang disitu.
Kurang lebih setengah batang hio kemudian, tampaklah Phoa Liong betul-betul muncul
kembali disitu sambil membawa dua stel pakaian usang serta setengah mangkok abu,
katanya, "Setelah kalian berdua tukar pakaian, lebih baik gosoklah tubuh kalian dengan
abu ini agar berubah jadi hitam, sedang nona inipun harus menggulung rambutnya untuk
menyaru sebagai seorang pria."
Siauw Ling tidak banyak bicara, ia segera tukar pakaiannya dengan pakaian dekil tadi,
sedang Pek li Peng masuk kebalik batu untuk tukar pakaian.
Dengan perawkan yang kecil memakai pakaian yang longgar keadaan Pek li Peng
sehabis tukar pakaian nampak aneh sekali, apalagi sesudah mukanya dipolesi dengan abu
potongannya kontan berubah jadi menyerupai seorang pengemis cilik.
Siauw Ling yang menyaksikan keadaan itu dalam hati merasa tidak tega ia menghela
napas panjang. "Aaaai".! Peng jie, aku telah menyiksa dirimu."
"Asal toako merasa gembira dan senang hati, pekerjaan yang sulit dan menderita maka
apapun akan kulasanakan dengan girang hati pula" sahut Pek li Peng sambil tertawa
manis. Beberapa patah kata ini diucapkan dengan mengandung rasa cinta yang mendalam,
membuat Siauw Ling merasa amat terharu. Sementara ia hendak mengucapkan beberapa
patah kata yang menyatakan rasa terima kasihnya, dengan suara ketus Phoa Liong sudah
menyambung, "Nona, gigimu terlalu putih, lain kali lebih baik jangan tertawa"."
"Aku serta toako toh bukan tawananmu, kalau berbicara sedikitlah tahu diri" teriak Pek
li Peng dengan gusar. "Kalau kalian berdua tak ingin asal usulnya ketahuan, nasehat dari cayhe ini harus
dituruti." Sementara Pek li Peng hendak mengumbar hawa amarahnya, Siauw Ling segera
mencegah niatnya itu sambil berkata, "Peng jie apa yang diucapkan sedikitpun tidak
salah." "Hmmm! agaknya kaum pria, lelaki sejati lebih mengerti keadaan dari pada kaum
wanita"." Ia merandek sejenak, lalu ujarnya kembali, "Kalian berdua ikutilah diriku!"
Habis berkata ia berjalan menuju ketempat luar.
Diam-diam Siauw Ling kenakan sarung tangan kulit ularnya untuk bersiap sedia
menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan, langkahnya dipercepat membuntuti
dibelakang tubuh Phoa Liong.
Ia sudah mempersiapkan diri, asal keadaan dirasakan tidak menguntungkan maka
dengan gerakan yang tercepat ia akan menaklukan Phoa Liong lebih dahulu.
Phoa Liong dengan membawa kedua orang itu berjalan kurang lebih puluhan tombak
jauhnya, ketika tiba dibawah sebuah tebing ia segera mendorong dinding tebing
disisinya". Kreeeeek! sebuah pintu batu segera terbuka lebar.
Bau keringat yang busuk dan menusuk hidung dengan cepat berhembus keluar
mengikuti terbukanya pintu tadi.
Siauw Ling sebagai seorang jago kangouw yang punya banyak pengalaman tidak
langsung menyerbu kedalam ruangan, sinar matanya dengan tajam menyapu sekejap
sekeliling tempat itu. Terlihatlah diatas lantai ruang batu itu dilapisi dengan tikar berbaring puluhan orang
pria kekar suara dengusan saling bersahutan memecahkan kesunyian.
Menyaksikan hal itu alisnya segera berkerut, pikirnya, "Bagi aku orang she Siauw
seorang pria sejati bercampur gaul dengan manusia semacam ini masih mendingan, tetapi
nona Pek li adalah seorang gadis, mana boleh berdiam jadi satu dengan orang-orang
ini".?" Rupanya Phoa Liong pun dapat menangkap rasa keberatan yang tercermin diwajah si
anak muda itu, segera ujarnya, "Keadaan ditempat ini demikianlah. Aaaai".! selama
banyak tahun mereka selalu hidup didalam lembah terpencil ini. Kecuali kematian setiap
hari banyak pekerjaan berat yang harus dilakukan, hingga badan lelah dan kehabisan
tenaga mereka baru dapat beristirahat, setiap kali berbaring merekapun tertidur pulas
bagaikan orang mati"."
Timbul rasa iba dan kasihan dalam hati Siauw Ling, ia menghela napas panjang.
"Aaaai".! kenapa mereka musti banting tulang peras keringat?"
"Sebab mereka tidak mempunyai pilihan lain, kecuali bekerja keras jalan kematian saja
yang dapat ditempuh, kalau tidak ingin mati konyol maka mereka musti bekerja terus
tanpa hentinya." "Tanpa mendapatkan anak kunci istana terlarang, Shen Bok Hong bisa mengetahui
kalau istana terlarang berada disini bahkan mengirim begini banyak orang untuk bekerja
keras selama banyak tahun untuk mencari istana tersebut, kekejian, keteguhan hati serta
keyakinan benar-benar sulit ditandingi orang lain" pikir Siauw Ling.
Terdengar Pek li Peng dengan suara lembut telah berkata, "Asal aku bisa berada
bersama toako, walaupun lebih menderitapun aku tidak takut, toakopun tak usah
merisaukan diriku." "Peng jie, aku telah menyiksa dirimu!"
Pek li Peng tersenyum manis, ia tarik pergelangan kiri Siauw Ling dan diajak duduk
disudut sebuah dinding, wajahnya sama sekali tidak nampak murung atau kesal.
"Kalian berdua duduklah disini, loolap akan pergi" kata Phoa Liong kemudian, ia segera
berlalu dan menutup kembali pintu ruangan.
Walaupun diatas permukaan lantai dilapisi tikar tetapi karena dimakan tahun tikar itu
sudah lapuk, baru saja Pek li Peng meluruskan kakinya tikar itu segera robek besar.
"Peng jie" bisik Siauw Ling kemudian. "Kita harus mencari akal untuk menolong orangorang
ini." "Asal kita bunuh keempat orang mandor itu, bukankah mereka bisa segera
dibebaskan?" ooooo0ooooo "Kita tahan dulu satu hari disini, setelah memahami keadaan disekeliling tempat ini
barulah bertindak lebih jauh."
Pek li Peng tersenyum dan tidak berbicara lagi, ia pejamkan mata dan duduk bersandar
didinding. Entah berapa saat sudah lewat, mendadak pintu batu didorong orang dan segulung
angin dingin berhembus masuk.
Siauw Ling membuka matanya melirik sekejap keluar, tampaklah Phoa Liong dengan
membawa lampu lentera berwarna hijau membawa dua orang berjalan masuk kedalam.
Orang yang disebelah kiri memakai jubah warna biru langit, jenggot hitam terurai
sepanjang lambung, wajahnya berwarna merah padam bagaikan bocah dan membawa
sebuah peti emas sepanjang tiga depa dengan luas dua depa ditangannya, dia bukan lain
adalah majikan dari pesanggrahan Sian kie soe loo, It Boen Han Too adanya.
Sedang orang yang berada disebelah kanan memakai pakaian perlente, dia adalah
majikan kedua dari perkampungan Pek Hoa San cung, Cioe Cau Liong adanya.
Menyaksikan kehadiran gembong-gembong iblis itu, Siauw Ling segera tarik tangan Pek
li Peng sambil bisiknya dengan ilmu menyampaikan suara, "Peng jie, perlahan-lahan
berbaringlah kelantai."
Pek li Peng menurut sekali, ia benar-benar jatuhkan diri berbaring diatas lantai.
It Boen Han Too serta Cioe Cau Liong perlahan-lahan berjalan masuk kedalam, sambil
berjalan mereka bercakap-cakap tiada hentinya, tak seorangpun yang memperhatikan
mereka berdua. Siauw Ling segera pusatkan pikiran pasang telinga, terdengarlah Cioe Cau Liong sedang
berkata, "It Boen heng, terhadap persoalan ini Toa cung cu menaruh harapan yang amat
besar. Bahkan setelah mengalami penyelidikan serta pemikirannya yang seksama dapat
membuktikan bahwa istana terlarang benar-benar terletak ditempat ini. Beberapa kali Toa
cung cu sudah meninjau dan melakukan penyelidikan disini, tetapi setiap kali gagal untuk
mendapatkan sesuatu petunjuk apapun jua."
It Boen Han Too tersenyum.
"Shen Toa cung cu toh sudah mengirim beratus-ratus orang Bulim untuk menggali
lembah bukit ini selama beberapa tahun, apakah ia tak berhasil menemukan sesuatu
apapun?" "Mereka yang dikirim didalam lembah ini walaupun bukan terhitung jago lihay kelas
satu tetapi rata-rata memiliki dasar ilmu silat yang kuat dan mempunyai perawakan badan
yang kekar dan bertenaga besar, jerih payah serta usaha mereka jauh diluar kemampuan
orang biasa. Kendati begitu setelah bekerja beberapa tahun separuh diantaranya telah
mati, namun tak ada sesuatu petunjuk apapun yang berhasil ditemukan."
"Cayhe sendiri walaupun hanya memandang sepintas lalu, tetapi dapat ketemui bahwa
beberapa buah bukit ini merupakan batu-batu karang hitam yang keras dan padat. Jangan
dikata hanya beberapa ratus orang tenaga pekerja, sekalipun mengumpulkan seratus ribu
orang pekerjapun jangan harap bisa merubah kedudukan bukit ini didalam beberapa
tahun, kehebatan serta keanehan yang terkandung didalamnya hanya bisa dipecahkan
dengan ilmu pengetahuan"."
"Tidak salah" sambung Cioe Cau Liong. "Oleh sebab itulah sengaja Toa Cung cu
mengundang It Boen heng datang kemari dengan maksud meminjam tenagamu untuk
menemukan letak istana terlarang tersebut."
Sinar mata It Boen Han Too menyapu sekejap kearah puluhan pria kekar yang
menggeletak didalam ruangan itu, lalu sambil menatap Phoa Liong tanyanya, "Dewasa ini
masih ada beberapa orang pekerja didalam lembah ini?"
"Dari jumlah empat kelompok semuanya masih ada seratus dua puluh orang".!"
"Berapa banyak anak buahmu sendiri?"
"Tiga puluh tiga orang!"
Jumlah yang sebenarnya adalah tiga puluh satu orang, ditambah Siauw Ling serta Pek li
Peng jumlahnya jadi tiga puluh tiga orang.
"Coba kau carilah dua orang yang ilmu silatnya rada baik diantara mereka untuk
mengikuti aku melakukan pemeriksaan disekeliling tempat ini" titah It Boen Han Too.
"Dengan diri It Boen Han Too walaupun aku pernah berjumpa beberapa kali tetapi
ingatannya terlalu tipis, ditambah pula aku sudah menyaru mungkin untuk sementara
waktu masih dapat mengelabuhi dirinya" pikir Siauw Ling didalam hati. "Sebaliknya
terhadap Cioe Cau Liong aku sudah bergaul agak lama,ingatannya terhadap dirikupun
sangat dalam, salah-salah rahasiaku bisa ketahuan olehnya, semoga saja aku tidak
terpilih." Tampaknya Phoa Liong berjalan menghampiri pria-pria kekar yang menggeletak diatas
tanah itu dan membangunkan dua orang diantaranya.
"Apakah dapat dicarikan dua orang yang nampak gesit?" seru It Boen Han Too dengan
alis berkerut. Kiranya kedua orang yang terpilih itu walaupun memiliki perawakan tubuh yang tinggi
kekar namun lagak lagunya bodoh dan ketolol-tololan.
Sinar mata Cioe Cau Liong dengan cepat menyapu sekejap wajah Siauw Ling serta Pek
li Peng katanya, "Pakaian dari kedua orang ini jauh lebih bersih, suruh mereka bangun".!"
Walaupun Siauw Ling serta Pek li Peng juga memakai pakaian dekil, tetapi pakaian
yang telah lama disimpan itu tetap nampak jauh lebih bersih dan baru dari pada lainnya.
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Phoa Liong berjalan menuju kesisi pemuda
itu, sambil mendorong mereka berdua serunya, "Ayoh bangun!"
Rupanya ia tak tahu nama mereka berdua maka tak bisa memanggil nama kedua orang
itu. Dengan keraskan kepala Siauw Ling terpaksa harus menarik Pek li Peng dan bangun
berdiri. Mimpipun Cioe Cau Liong tak pernah menyangka kalau Siauw Ling bisa menyusupkan
diri kedalam kawanan pekerja itu. Setelah memandang sekejap kearah kedua orang itu
ujarnya sambil tertawa, "Potongan badan kalian berdua jauh lebih gesit, cuma rada kotor
sedikit, setelah cuci muka dan ganti pakaian baru mungkin masih rada mendingan".!"


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yaaah, terpaksa kita musti berbuat demikian" sahut It Boen Han Too.
"Kau sijenggot panjang, hati-hati nanti!" maki Pek li Peng didalam hati. "Bun Kong cu
adalah manusia apa" sekarang aku musti mendengarkan perintahmu, tapi lain kali kalau
sampai kau terjatuh ketanganku, maka aku akan cambuk dirimu bagaikan budak belian."
Siauw Ling amat kuatir kalau jejaknya diketahui oleh Cioe Cau Liong, selama ini dia
hanya berdiri kaku dengan kepala tertunduk, sinar matanya tak berani saling membentur
dengan dorot mata orang she Cioe itu.
Keadaan Phoa Liongpun tak berbeda, ia sangat kuatir kalau Cioe Cau Liong
menanyakan asal usul dari kedua orang ini hingga membuat ia tak sanggup menjawab.
Siapa tahu Cungcu kedua dari perkampungan Pek Hoa san Cung ini sama sekali tidak
memperhatikan kedua orang itu, bisiknya kepada It Boen Han Too, "It Boen heng,
keinginan toa cungcu untuk menemukan istana terlarang sudah tak terkendalikan lagi,
kepada siauwte ia telah berjanji bahwa tiga hari kemudian ia akan datang sendiri kemari,
harap It Boen heng bisa menggunakan waktu yang amat singkat ini untuk menemukan
sedikit keterangan hingga kita bisa memberikan pertanggungan jawab dikala Toa cung cu
berkunjung kemari nanti."
"Sekarang waktu sudah menjelang malam besok setelah fajar menyingsing kita baru
bisa bekerja"."
Sinar matanya dialihkan kearah Phoa Liong dan melanjutkan, "Turunkan perintah,
katakanlah atas titah dari Cioe jie cungcu pekerjaan malam ini untuk sementara waktu
ditunda." "Hamba terima perintah" Phoa Liong segera menghunjuk hormat.
It Boen Han Too alihkan sinar matanya memandang sekejap kearah Siauw Ling serta
Pek li Peng, kemudian sambungnya, "Kau bawalah mereka pergi cuci muka dan ganti
seperangkat pakaian baru, kemudian berilah istirahat yang cukup bagi mereka berdua,
esok pagi bawa menghadap diriku."
Selesai berkata bersama Cioe Cau Liong, ia segera berlalu dari ruangan batu itu.
Memandang bayangan kedua orang itu hingga lenyap dari pandangan, Phoa Liong baru
menggape sambil berkata, "Kalian berdua ikutlah aku."
Siauw Ling serta Pek li Peng segera keluar dari ruangan, tampak bintang bertaburan
diangkasa kiranya waktu itu sudah tengah malam".
Dengan membawa lampu lentera Phoa Liong membawa kedua orang itu masuk
kedalam ruangan batu yang lain, dibawah sorot cahaya lampu tidak nampak sesosok
bayangan manusiapun berada disana, ia segera menutup pintu berbisik lirih, "Simanusia
berjenggot hitam yang membawa peti emas dan barusan kalian jumpai itu bukan lain
adalah pemilik dari pesanggrahan Sian Kie soe loo yang amat tersohor dikolong langit"."
"It Boen Han Too bukan?" sambung Siauw Ling.
"Kau kenal dengan dia?"
"Sedang pemuda berpakaian perlente tadi adalah Jie cung cu dari perkampungan Pek
Hoa San cung Cioe Cau Liong, betul bukan."
Air muka Phoa Liong seketika berubah hebat.
"Siapakah sebetulnya dirimu?" tegurnya.
"Kau sudah terlalu lama berdiam didalam lembah bukit itu, terhadap perubahan situasi
didalam dunia persilatan tentu tidak begitu tahu, mengertikah kau bahwa situasi telah
berubah seratus delapan puluh derajat" para enghiong yang ada dikolong langit telah
bangkit dari impiannya dan mulai menentang kekuatan dari perkampungan Pek Hoa San
cung. Oleh sebab itu Shen Bok Hong buru-buru hendak membuka istana terlarang guna
mendapatkan peninggalan dari beberapa orang cianpwee. Sedangkan mengenai nama
cayhe, sekalipun kuucapkan belum tentu Phoa heng kenal, karena itu lebih baik tak usah
kukatakan saja." JILID 36 "Kalau memang kau tak ingin menyembutkan siapa namamu, dapatkah kau
memberikan keterangan sebenarnya kalian adalah musuh atau sahabat dari
perkampungan Pek Hoa San cung?"
"Musuh! kalau cayhe adalah sahabat dari Shen Bok Hong, kenapa aku musti
menyelundup masuk kedalam lembah ini?"
"Jadi kalau begitu kedatangan kalianpun disebabkan karena istana terlarang?"
"Sedikitpun tidak salah."
"Kau kenal dengan Cioe jie cungcu serta It Boen Han Too, aku rasa mereka berduapun
tentu kenal dengan dirimu?"
"Memang demikian keadaannya."
"Bila besok pagi kalian harus cuci muka hingga wajah kalian yang sebenarnya kelihatan,
bukankah rahasia kalian segera akan konangan bila bertemu dengan Cioe jie cungcu serta
It Boen Han Too?" "Itulah sebabnya Phoa heng harus carikan akal buat kami."
Phoa Liong termenung berpikir sejenak, kemudian berkata, "Jika rahasia kalian berdua
ketahuan dan merekapun sampai tahu bila kedatangan kalian kelembah ini mengandung
maksud tertentu, bukan saja kalian berdua bakal dihukum mati sekalipun cayhe juga ikut
terseret"." "Hukum mati" aku rasa Cioe Jau Liong belum ada kemampuan untuk berbuat demikian,
tetapi cayhe dalam keadaan beginipun tak ingin diketahui jejaknya oleh mereka."
"Satu-satunya jalan bagi kita adalah berusaha untuk menutupi wajah sebenarnya dari
kalian berdua, asal tindak tanduknya lebih berhati-hati rasanya merekapun tak akan
menaruh curiga." "Asal kau tidak menghianati kami, darimana mereka bisa tahu akan rahasiaku."
"Bila cayhe tidak mencarikan akal buat kalian berdua, kematian sudah pasti akan
menimpa diri cayhe."
"Bila Phoa heng suka membantu, dikemudian hari cayhe pasti akan membalas budi ini."
Phoa Liong menggerakkan bibirnya seperti mau mengatakan sesuatu, tapi niat tersebut
dibatalkan kembali, lama sekali ia baru berkata, "Apakah kalian berdua mempunyai obat
untuk merubah wajah?"
"Tidak punya, rupanya kita terpaksa harus menggunakan bahan seadanya saja, pakai
abu dan arang saja!"
"Menggunakan arang memang bisa mengelabuhi ketajaman mata Cioe Jie cungcu serta
It Boen Han Too bila kalian berdua bercampur baur didalam kawanan pekerja, tetapi kalau
berjalan sendiri dua orang, rahasia kalian mungkin bakal konangan."
"Siapa yang suruh menunjuk kami berdua?" omel Pek li Peng.
"Cioe Jie cung cu yang menuding kalian berdua, dalam keadaan begini cayhe mana bisa
menolak"." ia merandek sejenak, kemudian sambungnya, "Ketika cayhe masih sering
melakukan perjalanan jauh didalam dunia persilatan tempo dulu, untuk merahasiakan
jejakku pernah memiliki sebuah topeng kulit manusia. Tetapi sejak masuk kedalam
lembah ini topeng tersebut tak pernah kugunakan lagi. Cuma sayangnya ada sebuah saja
hingga tak bisa digunakan oleh kalian berdua"."
"Satupun sudah cukup. Adik perempuan diri cayhe tak pernah bertemu muka dengan
mereka berdia. Asal kegadisannya sudah tertutup itu sudah lebih dari cukup."
Mendengar perkataan ini Phoa Liong merogoh kedalam sakunya untuk ambil keluar
sebuah topeng kulit manusia,sambil diserahkan ketangan Siauw Ling katanya, "Setelah
memakai topeng ini maka wajahmu akan berubah menjadi kekuning-kuningan bagaikan
orang sakti, setelah dipakai harap kau jangan membukanya secara sembarangan. Cayhe
telah membantu dengan sekuat tenaga. Dapatkah kalian berdua menghindarkan diri dari
pengamatan mereka terpaksa harus melihat kecerdikan sendiri, waktu sudah dekat pagi,
cayhe segera akan menghantar kalian untuk pergi istirahat."
"Toako, bagaimana kalau sekarang juga kau kenakan topeng itu?" ujar Pek li Peng
sambil tersenyum. "Aku pingin lihat bagaimanakah raut wajahmu".?"
Siauw Ling menurut dan segera mengenakan topeng tadi, dibawah cahaya lampu
terlihatlah raut wajahnya persis seperti orang penyakitan.
"Aaah, wajahmu benar-benar menyerupai orang sakit, dan kelihatan jauh lebih tua."
seru Pek li Peng. "Itu lebih bagus."
"Tempat ini tak bisa didiami terlalu lama, mari kita pergi!" seru Phoa Liong kemudian
sambil berlalu lebih dahulu.
"Phoa heng, harap tunggu sebentar" mendadak Siauw Ling berseru. "Cayhe telah
melupakan satu persoalan."
Waktu itu Phoa Liong telah berada didepan pintu batu, mendengar seruan tersebut ia
segera berhenti dan berpaling.
"Ada urusan apa?" tanyanya.
"Peng jie!" kata si anak muda itu sambil berpaling kearah Pek li Peng. "Bebaskanlah
jalan darahnya." Pek li Peng tertegun mendengar perkataan itu, tetapi ia menurut dan mendekati juga
tubuh Phoa Liong untuk membebaskan jalan darahnya yang tertotok tanyanya, "Apakah
kita perlu menotok jalan darah yang lain?"
"Tidak usah"." ia berpaling kearah Phoa Liong dan segera menjura. "Budi pertolongan
dari Phoa heng akan cayhe ingat selalu didalam hati. Bilamana saling bertemu kembali
harap kita jangan bertemu dalam gelanggang pertarungan."
Mendengar perkataan itu Phoa Liong menghela napas panjang.
"Aaaai".! kau benar-benar seorang koencu sejati!" pujinya.
Siauw Ling tersenyum. "Dalam dunia persilatan keadilan serta setia kawan adalah paling penting. Setelah Phoa
heng memandang cayhe sebagai sahabat, cayhepun tak berani memandang dirimu
sebagai orang luar."
"Toako! kenapa kau begitu mempercayai dirinya"." seru Pek li Peng.
"Peng jie, Phoa heng adalah seorang sahabat berdarah panas, ia bertugas sebagai
mandor ditempat ini tentu mempunyai kesulitannya sendiri."
Phoa Liongpun tidak banyak bicara, ia membuka pintu kamar dan segera menghantar
kedua orang itu kembali kegua.
Malam itu berlalu tanpa kejadian apa-apa, keesokan harinya baru saja fajar
menyingsing Phoa Liong telah masuk kedalam ruang batu sambil membawa obat penyaru
untuk Pek li Peng. Sambil bekerja merias diri gadis itu segera berbisik pada Siauw Ling, "Toako apa kita
benar-benar hendak mendengarkan perintah orang".?"
"Ehmmm, sedikitpun tidak salah."
Phoa Liong yang menyaksikan banyak pekerja yang telah bangun, segera mendehem
berat dan berseru, "Cepatlah sedikit, Cioe Jie cung cu telah menantikan kedatangan kalian
berdua".!" Siauw Ling serta Pek li Peng segera bangun berdiri dan berjalan keluar dari ruangan
batu itu mengikuti dibelakang Phoa Liong.
Waktu itu fajar telah menyingsing, cahaya keemas-emasan mulai memancarkan
sinarnya dari ufuk sebelah timur.
"Berusahalah kalian berdua untuk menghadapi segala sesuatu dengan tenang dan
sabar, agar rahasia jejak jangan sampai ketahuan" bisik Phoa Liong.
"Terima kasih atas petunjukmu."
Ketika ia angkat kepala kembali, terlihatlah dua orang pria berpakaian ringkas, satu
lelaki berusia lima puluh tahunan dan seorang kakek berambut putih berjubah hijau,
bertelinga satu berdiri menanti ditengah jalan.
Bertemu dengan kedua orang itu, Phoa Liong segera menjura dan berseru, "Kalian
tentu sudah lama menanti!"
Kakek bertelinga satu itu memperhatikan sekejap diri Siauw Ling serta Pek li Peng
kemudian berkata, "Yang ini kenapa kelihatan menderita sakit yang amat parah?"
"Perkataan Teng heng sedikitpun tidak salah" sahut Phoa Liong sambil tersenyum.
"Orang ini baru saja sembuh dari sakitnya sungguh tak nyana Jie cung cu telah menaruh
perhatian kepadanya."
Kakek she Theng itu alihkan sinar matanya keatas wajah Pek li Peng, kemudian
menambahnya sambil tertawa, "Keparat ini berwajah bersih dan segar."
"Sayang Jie cungcu telah memilih dirinya kalau tidak siauwte pasti akan menghadiahkan
untuk Teng heng." "Orang lelaki memang gemar akan kebagusan, siauwte bisa menyukai akan
kegesitannya. Aku rasa Phoa heng pun juga menyukai dirinya bukan"." ia merandek
sejenak, lalu tambahnya. "Aku rasa mereka berdua jarang sekali kelihatan."
"Aku sendiripun tak tahu nama mereka, tentu saja kau lebih-lebih tak tahu"." batin
Phoa Liong didalam hati, segera sahutnya, "Kedua orang anak buah siauwte ini memang
jarang sekali munculkan diri, lantaran yang satu sudah lama sakit dan tidak bekerja
sedang yang lain seringkali melakukan pekerjaan sehari-hari didalam ruangan."
"Oooouw, kiranya begitu."
Dua orang pria berpakaian ketat yang berada disisi mereka, mendadak menimbrung,
"Kalian berdua tak usah membicarakan persoalan yang sama sekali tidak penting lagi. Cioe
Jie cung cu mungkin sudah lama menantikan kehadiran kita"."
Habis berkata ia berkata terlebih dahulu.
Siauw Ling yang menyaksikan dandanan mereka, dalam hatinya berpikir, "Kalau ditinjau
dari dandanan mereka yang rapi dan rajin. Mungkin mereka adalah ketiga orang mandor
lainnya." Sementara itu Phoa Liong serta sikakek bertelinga satu itu sudah tidak berbicara lagi,
mereka segera berlalu mengikuti dibelakang dua orang pria berpakaian ringkas itu.
Siauw Ling berpaling memandang sekejap kearah Pek li Peng, kemudian pesannya,
"Peng jie, kau harus belajar bersabar diri, jangan sembarangan turun tangan."
Pek li Peng mengangguk. "Aku akan mengikuti gerak gerik dari toako!"
Diam-diam Siauw Ling memperhatikan keadaan situasi didalam lembah itu, sedapat
mungkin ia hapalkan letak semak belukar serta batuan karang yang ada disitu, ia sadar
bahwa keadaannya pada saat ini sangat berbahaya, bilamana dapat menghapalkan situasi
medan sekitar situ berarti menambah kemungkinan untuk memperoleh kesempatan hidup.
Mendadak terdengar suara aliran air, rupanya mereka telah tiba ditepi sebuah selokan.
Ia segera mendongak, tampak sebuah pancuran air yang besar memancarkan air dari
permukaan tanah dengan dasarnya, air yang bening tetampung dalam selokan dan
mengalir jauh keujung bukit.
It Boen Han Too berdiri diatas sebuah batu cadas tinggi satu tombak ditepi selokan
tersebut, tangannya membawa kertas dan pitnya waktu itu sedang menulis sesuatu.
Cioe Cau Liong sambil mengendong tangan berdiri termangu-mangu disisinya sambil
memandang gelombang air selokan.
Mendadak Siauw Ling teringat kembali akan tulisan ular melingkar serta burung elang
terbang yang dijumpainya didasar air selokan, mungkinkah penemuannya itu juga
diketahui oleh Cioe Cau Liong.
Karena curiga tanpa sadar iapun geserkan badannya kedepan, dengan ketajaman
matanya ia awasi kearah mana sorot mata Cioe Cau Liong.
Setelah makan jamur batu berusia seribu tahum, ketajaman mata melebihi siapapun.
Sekilas pandangan saja ia dapat melihat adanya bayangan merah diatas permukaan air
dimana Cioe Cau Liong sedang pusatkan pandangannya, bayangan itu nampak bergerakgerak
didalam air selokan yang bergelombang.
Siauw Ling tak sempat melihat jelas benda apakah itu" ia hanya tahu bahwa bayangan
merah tadi berkumpul didalam air.
Phoa Liong sekalian empat orang mandor agaknya menaruh sikap yang sangat
menghormat terhadap Cioe Cau Liong serta It Boen Han Too, saat itu tak seorangpun
yang berani buka suara untuk mengganggu. Mereka berdiri sejajar disamping sambil
menanti dengan tenang. Kurang lebih setengah jam kemudian, It Boen Han Too baru menyimpan kembali kertas
serta pitnya dan meloncat turun dari atas batu.
Saat itulah Phoa Liong sekalian baru maju menjura sambil menyapa, "Menghunjuk
hormat buat It Boen sianseng!"
"Sudah lamakah kalian berempat datang kemari?" tanya It Bon Han Too sambil
tersenyum. "Sudah lama sekali, tetapi kami tak berani mengganggtu pekerjaan It Boen sianseng."
Waktu itu Cioe Cau Liongpun telah berpaling, sambil memandang sekejap kearah Phoa
Liong sekalian berempat titahnya, "Didalam sehari dua hari mendatang Toa cungcu akan
berkunjung kemari, harap kalian atur penjagaan yang lebih ketat, jangan sampai ada
pihak musuh yang berhasil menyusup kedalam lembah ini."
"Jie cung cu harap legakan hati, penjagaan didalam lembah ini sudah diatur sedemikian
ketatnya sehingga jangan dikata manusia, burung yang terbang diangkasapun tak akan
lolos dari pengawasan mata-mata kita yang tersebar luas dimana-mana" sahut sikakek
bertelinga satu. Air muka Cioe Cau Liong berubah jadi amat serius.
"Siatuasi pada saat ini jauh berbeda dengan keadaan tempo dulu, saat ini didalam
dunia persilatan telah muncul seseorang yang sengaja mencari satroni dengan pihak
perkampungan Pek Hoa San cung kita, lagi pula banyak jago Bulim yang sudah berpihak
kepadanya"." "Siapakah manusia yang punya nyali besar itu" berani betul dia memusuhi
perkampungan Pek Hoa San cung kita."
"Kalian sudah terlalu lama berdiam didalam lembah ini, banyak persoalan Bulim yang
tak diketahui oleh kalian. Orang itu she Siauw bernama Ling. Usianya masih muda tetapi
ilmu silatnya amat lihay sehingga Toa cungcu sendiripun agak jeri terhadap dirinya"."
Mendengar perkataan itu empat orang mandor tersebut segera berdiri tertegun, secara
mendadak serentak tanyanya, "Apakah Toa cungcu pernah bertarung melawan dirinya?"
Dalam pandangan mereka berempat ilmu silat serta kecerdasan Shen Bok Hong sudah
tiada tandingannya lagi dikolong langit, setelah secara tiba-tiba mendengar ada orang
yang dapat menandingi Toa cungcu mereka sehingga membuat ia jadi keder, rasa
terperanjat yang mereka rasakan saat itu sukar dibayangkan lagi dengan kata-kata.
Terdengar Cioe Cau Liong menjawab, "Walaupun Toa cungcu belum pernah ada
kekuatan secara resmi dengan orang itu, namun bentrokan-bentrokan singkat pernah
terjadi beberapa kali, orang itu memang seorang musuh tangguh yang jarang sekali
dijumpai dalam kolong langit"."
Mungkin Cioe Cau Liong merasa bahwa ucapan yang lebih jauh bakal merusak nama
baik serta gengsi Shen Bok Hong, mendadak ia alihkan pokok pembicaraan kesoal lain dan


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menambahkan, "Menurut laporan dari mata-mata perkampungan kita yang tersebar luas
dimana-mana. Siauw Ling telah berada disekitar gunung Boe Gie san ini, oleh sebab itu
kalian musti berlaku lebih hati-hati lagi."
"Hamba sekalian menerima perintah!" keempat orang mandor itu segera merangkap
tangannya menjura. Rupanya suatu ingatan berkelebat dalam benak Phoa Liong, tanpa sadar ia melirik
sekejap kearah diri Siauw Ling.
Sementara itu Cioe Cau Liong telah ulapkan tangannya sambil berkata, "Kalian tak usah
berdiam disini lebih jauh hati-hati terhadap penyusupan orang luar kedalam lembah kita."
Phoa Liong menjura. "Jie cungcu! dua orang yang terpilih untuk menerima perintah sudah hamba bawa
kemari." Cioe Cau Liong berpaling dan menyapu sekejap wajah Siauw Ling serta Pek li Peng,
kemudian katanya, "Apakah orang itu berpenyakit?"
"Penyakit yang dideritanya belum lama telah sembuh!"
"Ehmm, baik kalian boleh berlalu!"
Keempat orang mandor itu mengiakan dan segera berlalu dari situ.
Baru saja Phoa Liong putar badan berlalu dua tiga langkah dari situ, tiba-tiba terdengar
Cioe Cau Liong berseru kembali, "Phoa Liong, kau tetap tinggal disini!"
Phoa Liong mengiakan dan kembali ketempatnya semula.
Cioe Cau Liong pun tidak memperdulikan beberapa orang itu lagi, ia berpaling kearah It
Boen Han Too dan berseru, "It Boen heng, apakah kau berhasil menemukan suatu
pertanda yang mencurigakan?"
"Meskipun selat ini amat panjang tetapi keanehan yang patut kita curigai hanya
terbatas disekitar selokan ini, Shen toa cungcu bisa menitik beratkan usahanya disekitar
sini hal itu menandakan bahwa kecerdikannya memang luar biasa."
"Sayang dua ratus orang pekerja yang selama beberapa tahun berturut-turut bekerja
tiada hentinya ini belum berhasil juga menemukan sesuatu pertanda yang berharga!"
"Pada saat ini masih sulit bagi cayhe untuk memberi keyakinan, aku harus melakukan
pemeriksaan lebih dahulu keseluruh lembah ini, kemudian baru membuat analisanya.
Cuma"." "Cuma kenapa?" "Cuma aku rasa sumber air yang memancur itu nampak sangat aneh sekali".!" kata It
Boen Han Too. "Dimanakah letak keanehannya?"
"Terlihat dari air yang menyembur keluar, semestinya tempat ini merupakan suatu air
terjun yang terdahsyat. Aku rasa sumber air dibawah tanah disekitar sini terhimpun jadi
satu tempat ini, tapi mengapa yang muncul hanya sebuah pancuran air yang kecil"
bukankah itu aneh sekali?"
"Jadi maksud It Boen heng, kemungkinan sekali pancuran air itu adalah hasil
bendungan seseorang dengan daya arsiteknya yang lihay?"
"Dewasa ini kita yang bisa mengatakan bahwa hal itu mungkin saja benar, sulit untuk
dinyatakan kepastiannya"."
Ia merandek sejenak, kemudian tambahnya, "Cayhe ada satu hal merasa kurang begitu
jelas, apakah jie cungcu bisa memberikan keterangan yang aku perlukan?"
"Asal cayhe tahu pasti akan kukatakan keluar!"
"Apakah Shen Toa cungcu telah berhasil menemukan anak kunci istana terlarang?"
Cioe Cau Liong termenung berpikir sejenak, kemudian sahutnya, "Andaikata Toa
cungcu telah berhasil mendapatkan anak kunci istana terlarang, rasanya ia tak perlu
meraba dengan mata buta selama beberapa tahun ditempat ini."
"Seandainya Shen Toa cungcu benar-benar belum berhasil mendapatkan anak kunci
istana terlarang, darimana ia bisa tahu kalau istana terlarang berada disini?"
"Kejadian yang sebetulnya cayhe sendiripun merasa kurang begitu jelas, agaknya Toa
cungcu berhasil mendapatkan sedikit keterangan dari mulut seseorang yang mengatakan
bahwa istana terlarang terletak disini. Waktu itu setelah Toa cungcu masih berada didalam
rangkaian latihannya yang ketat, tapi ia telah dua kali melakukan penyelidikan sendiri
ketempat ini"."
"Menurut apa yang aku ketahui selamanya Toa cungcu bertindak teliti dan sangat
berhati-hati, bila ia belum berhasil menemukan sesuatu bukti yang meyakinkan rasanya
tak mungkin ia mengurus begini banyak pekerja untuk bekerja siang malam selama
banyak tahun." Mendengar pertanyaan itu Cioe Cau Liong tersenyum.
"Toa cungcu setelah mengunjungi tempat ini sebanyak empat kali, ia segera mengambil
keputusan untuk mengirim pekerja datang kemari, aku pikir mungkin saja ia berhasil
menemukan pertanda yang meyakinkan hatinya. Tapi bagaimana kenyataannya" dua
ratus orang pekerja kekar yang sudah beberapa tubuh bekerja giat ditempatini, namun tak
sedikit pertandapun yang berhasil ditemukan, kalau tidak ada sebabnya Toa cungcu
bersusah payah mengundang kehadiran It Boen Han heng untuk bantu mengatasi
masalah ini?" "Sepintas lalu pegunungan yang berderet disekitar sini nampak tiada sesuatu yang
aneh, padahal dibalik kesemuanya itu terkandung keanehan yang mendalam, bila bukan
seorang ahli silat untuk menemukan hal itu. Toa cungcu bisa mengirim pekerja datang
kemari hal ini membuktikan bahwa iapun berhasil menemukan keanehan dari lembah
bukit ini!" "Kenapa cayhe tidak berhasil menemukan sesuatu apapun?" kata Cioe Cau Liong sambil
menyapu sekejap sekeliling tempat itu.
It Boen Han Too segera tersenyum.
"Seandainya cayhe telah menunjukkan satu dua tempat keanehan yang ada ditempat
ini, Jie cungcu pasti akan merasakan pula keanehan yang ada disini".!" katanya.
Selama ini Siauw Ling yang berdiri disamping memperhatikan terus pembicaraan kedua
orang itu dengan seksama, pikirnya didalam hati, "It Boen Han Too menyebut dirinya
sebagai pemilik pesanggrahan Sian Kie Soe Loo, rupanya dia memang seorang jagoan
yang memiliki pengetahuan sangat tinggi. Cuma sayang manusia cerdik macam dia
ternyata lebih suka berkelompok dengan manusia durjana macam Shen Bok Hong dan
melakukan kejahatan disana sini."
Berpikir sampai disitu, sinar matanya segera dialihkan kearah It Boen Han Too untuk
memperhatikan gerak geriknya.
Tampaklah pemilik dari pesanggrahan Sian Kie Soe Loo itu mengayunkan tangan
kanannya menuding kearah tebing dinding diatas pancuran air itu, katanya, "Jie cungcu,
perhatikanlah dengan seksama diatas dinding tebing dekat pancuran itu terdapat
keanehan apa?" Mengikuti arah yang dituding oleh It Boen Han Too, si anak muda kita she Siauw pun
segera ikut memandang, tampaklah diatas dinding tebing yang gundul dan mengkilap itu
menyiarkan warna merah yang amat tajam, kecuali itu tiada tanda-tanda lain yang
menunjukkan keanehan itu.
"It Boen heng" terdengar Cioe Cau Liong berkata. "Kecuali dinding tebing itu
mempunyai warna yang menyolok, cayhe tidak berhasil menemukan sesuatu pertanda
yang aneh!" "Bagus. Rupanya iapun tidak berhasil menemukan keanehan tersebut" batin Siauw Ling
didalam hati. "Jie cungcu" kata It Boen Han Too. "Asal kau perhatikan dengan lebih seksama lagi
maka kau akan menemukan bahwa dinding tebing yang berada disekitar tempat itu jauh
berbeda dengan dinding tebing ditempat-tempat lain, bukankah begitu?"
Pikiran Siauw Ling jadi bergerak, kembali pikirnya, "Kenapa kau tak pergunakan seperti
ini" persoalan yang begini gampangpun tak berhasil kutemukan"."
Terdengar Cioe Cau Liong mengiakan dan berseru, "Kecuali itu ada apanya lagi?"
Maksud dari ucapan itu jelas menunjukkan bahwa ia merasa tidak puas dengan
keterangan yang diberikan It Boen Han Too.
Diam-diam Siauw Lingpun membatin, "Keadaan Cioe Cau Liong tidak berbeda dengan
aku, sudah jelas ia tak berhasil menemukan pertanda itu, tapi lagaknya sih pura-pura
mengerti tentang segalanya"."
Terdengar It Boen Han Too menyambung kata-katanya lebih jauh, "Urusan ini
nampaknya saja amat sederhana, tapi dalam kenyataan justru disinilah letak kuncinya
yang paling penting, walaupun cayhe belum sempat mendaki keatas dinding batu itu
untuk melakukan pemeriksaan yang lebih seksama, rasanya dugaanku tak bakal salah
lagi, lapisan luar dari dinding tebing itu mengandung perubahan yang sangat besar"."
"Perubahan apa?"
"Soal ini kembali merupakan suatu ilmu pengetahuan, batu tebing yang terdapat
didalam lembah ini kebanyakan termasuk jenis batu karang, meskipun kerasnya bagaikan
baja tetapi asal kita dapat menemukan guratan-guratan garisnya tidak sulit untuk
menemukan keterangan yang lebih mendalam artinya, cuma sayang mengenali guratan
garis bukanlah suatu pekerjaan yang gampang, bila bukan seorang yang ahli sulit untuk
menemukannya"."
Ia merandek sejenak, kemudian tambahnya, "Bila dugaan cayhe tidak salah, beberapa
puluh tahun berselang dinding tebing sekitar sini tidaklah begitu tandus dan mengkilap,
sebaliknya merupakan tonjolan bukit seperti halnya dengan bukit-bukit lain"."
"Aaaah benar!" seru Cioe Cau Liong berlagak pintar. "Maksud It Boen heng,
kemungkinan besar dinding tebing ditempat ini jadi mengkilap karena terpapas oleh
seseorang, bukankah begitu?"
It Boen Han Too termenung berpikir sejenak, kemudian menyahut, "Andaikata diatas
dinding tebing itu terdapat dua tonjolan bukit yang terpapas, bagi orang yang pengalaman
hal itu bukanlah suatu kesulitan untuk diketahuinya, tapi seandainya tonjolan bukit itu
terpapas seluruhnya hal ini malah sukar untuk diketahui"."
Bicara sampai disitu ia merandek dan meraba batu cadas yang amat besar dibawah
tebing dinding itu. "Kalau dilihat dari tonjolan batu diatas dinding itu jelas merupakan hasil papasan dari
seseorang" katanya kembali. "Dan sebagian dari batu tersebut rontok ditepi selokan
dibawah dinding tebing itu, cuma cayhe tak bisa memastikan apakah orang yang
memapas batu itu ada maksud atau tiada maksud berbuat begini, dan tak bisa menduga
pula apa maksud sebenarnya orang itu memapas batu tonjolan itu."
"Jadi kalau menurut perkataan It Boen heng, istana terlarang sudah pasti berada
disekitar sini?" seru Cioe Cau Liong kegirangan.
"Tentang soal ini cayhe tidak berani terlalu memastikan. Tetapi seandainya didalam
sepuluh hari sampai setengah bulan pasti berhasil menemukan letak istana terlarang
sekalipun cayhe berhasil menunjukkan beberapa tempat yang mencurigakan lalu apa
gunakan." "Ucapan It Boen heng memang benar sekali" kata Cioe Cau Liong sambil mengangguk,
jelas ia sudah dibikin takluk oleh luasnya pengetahuan serta kepandaian yang dimiliki
orang she It Boen ini. Tiba-tiba It Boen Han Too berpaling memandang sekejap kearah Pek li Peng, lalu
serunya sambil menggape, "Coba kau kemarilah."
Pek li Peng menurut dan maju kedepan, sementara mulutnya tetap membungkam
dalam seribu bahasa. Siauw Ling segera mengempos tenaga memusatkan segenap kekuatan tubuhnya diatas
telapak tangan guna siap sedia menghadapi segala kemungkinan, ia takut Pek li Peng
buka suara dan jejak ketahuan.
Siapa tahu Pek li Peng hingga tiba beberapa depa dihadapan It Boen Han Too ternyata
sama sekali tidak mengeluarkan sedikit suarapun.
"Coba kau mendakilah dari sisi sumber air pancuran itu, dan ambillah sebuah batu
cadas" ujar It Boen Han Too sambil menuding kedepan.
Dengan air muka kaku dan tidak berubah Pek li Peng putar badan dan berjalan menuju
kearah dinding tebing itu.
Diam-diam Siauw Ling menghembuskan napas lega melihat gerak gerik gadis itu,
pikirnya, "Peng jie benar-benar amat cerdik, ia tahu kalau suaranya tak bisa meniru nada
suara kaum lelaki, ternyata tak sepatah katapun yang ia utarakan keluar."
Rupanya Cioe Cau Liong pun merasakan hal itu, mendadak sinar matanya dialihkan
kearah Phoa Liong sambil tegurnya, "Kenapa orang itu lagaknya macam patung saja"
sudah kaku sepatah katapun tidak diucapkan keluar."
"Ooh, Jie cungcu, kau musti tahu, mereka sudah terlalu lama bekerja didalam lembah
ini, dihari-hari biasa jarang sekali bercakap-cakap dengan orang lain, lama kelamaan hal
ini jadi kebiasaan."
"Kedua orang ini selanjutnya tak usah ikut bekerja lagi, biar mereka membantu It Boen
sianseng dalam segala keperluan."
"Hamba turut perintah!" sahut Phoa Liong sambil menjura.
Letak sumber pancuran itu dengan permukaan tanah hanya terpaut empat tombak,
lagipula banyak tonjolan batu disekitar situ, untuk mendaki keatas boleh dibilang bukan
suatu pekerjaan yang susah, apalagi mengandalkan ilmu meringankan tubuh yang dimiliki
Pek lo Peng, hanya dalam dua tutulan saja ia sudah dapat mencapai diatas.
Tapi pada saat ini gadis itu mendaki dengan menggunakan seluruh anggota badannya,
bukan saja amat lambat bahkan seolah-olah payah sekali.
Siauw Ling jadi amat girang hati, pikirnya, "Kalau dilihat dari tingkah lakunya, helas
kecerdikan yang dimiliki Peng jie tidak berada dibawahku."
Dengan cepat ia alihkan sinar matanya kedepan dan memperhatikan gerak gerik gadis
itu dengan seksama, tiba-tiba ia jumpai sepasang mata It Boen Han Too sedang
memperhatikan terus diri Pek li Peng, hatinya jadi bergerak dan segera pikirnya, "Apakah
It Boen Han Too sudah menaruh curiga terhadap diri Peng jie"." orang ini benar-benar
merupakan seorang musuh tangguh yang sukar dilayani"."
Dalam pada itu Pek li Peng telah tiba disini sumber pencarian air itu, ia segera
mengetuk batuan disekitar situ, kemudian setelah mengambil sebuah perlahan-lahan
merangkak turun keatas tanah.
Gerak geriknya mantap dan lembut tetapi tidak gugup ataupun gelisah. Walaupun It
Boen Han Too memperhatikan terus gerak geriknya namun iapun tak berhasil menemukan
suatu pertanda yang mencurigakan.
Dengan membawa batu karang itu Pek li Peng kembali kehadapan It Boen Han Too
kemudian dengan sikap yang sangat hormat mengangsurkannya kedepan.
It Boen Han Too menyambutnya dan meletakkan diatas telapak, dengan meminjam
sorot cahaya matahari batu tadi diperhatikan dengan seksama.
Batu cadas yang kecil itu dalam pandangan It Boen Han Too saat ini lebih berharga
daripada intan atau berlian, ia bolak balik batu itu dan diperiksanya dengan penuh
perhatian, kurang lebih sepertanah nasi kemudian ia baru berpaling kearah Cioe Cau Liong
sambil bertanya, "Apalah Shen Toa cungcu benar-benar akan datang kemari?"
"Ia pasti datang, bahkan dalam sehari dua hari mendatang."
"Dalam hati cayhe masih ada beberapa persoalan yang mencurihakan hati, apalagi bisa
memperoleh pembuktian yang jelas mungkin aku tak akan menyia-nyiakan harapan Cioe
heng serta Toa cungcu. Sekarang Siauwte ingin berjalan-jalan sejenak mengelilingi
lembah ini." "Jika didengar nada suaranya, rupanya ia sudah mempunyai keyakinan dalam hatinya"
pikir Siauw Ling. "Bagaimana kalau cayhe menemani diri It Boen heng?" terdengar Cioe Cau Liong
menawarkan jasa baiknya. "Tak perlu, asal ada seorang membawa jalan itu sudah cukup!"
Ia merandek sejenak, lalu tambahnya lagi, "Cioe heng! harap kau turunkan perintah
agar mereka untuk sementara waktu beristirahat, dan sementara waktu jangan bekerja
dulu. Menanti Toa cungcu telah datang kita baru membicarakan lagi persoalan ini."
"Tentang soal itu". tentang soal itu"."
"Bila Toa cungcu menegur nanti, Jie cungcu bisa timpahkan semua tanggung jawab ini
atas namaku!" "Baik! siauwte akan segera laksanakan seperti apa yang kau maksudkan"."
It Boen Han Too segera alihkan sinar matanya kearah Siauw Ling dan bertanya,
"Apakah kau sanggup melakukan perjalanan?"
"Penyakit yang hamba derita telah sembuh, gerak gerik hamba telah bebas seperti
sedia kala." "Baik, kalau begitu kalian berdua ada harapan mengikuti diriku!"
Tiba-tiba Phoa Liong merintangkan tangannya menghalangi jalan pergi mereka,
serunya, "Didalam lembah ini banyak tertanam jebakan-jebakan yang tak terduga, hamba
rasa kalau It Boen sianseng harus melakukan perjalanan seorang diri hari ini akan kurang
leluasa bagimu." "Aku membawa mereka berdua bukankah sudah cukup"." kata It Boen Han Too sambil
melirik sekejap kearah Siauw Ling serta Pek li Peng.
"Kedua orang ini kedudukannya hanya sebagai pekerja kasar didalam lembah ini" ujar
Phoa Liong lebih jauh. "Para penjaga yang melakukan penjagaan dimulut lembah tak akan
kenal dengan mereka, lagipula merekapun tidak tahu kode rahasia kami untuk saling
berhubungan." "Jadi kalau begitu, aku harus membawa kau sebagai petunjuk jalan?"
"Sedikitpun tidak salah, andaikata Jie cungcu tidak melakukan perjalanan bersama
sianseng maka terpaksa kita musti pilihkan salah seorang diantara keempat orang mandor
untuk membawa jalan bagi sianseng."
"Kalau begitu biar kau saja yang menghantar kami!" seru It Boen Han Too kemudian
sambil tertawa. Phoa Liong segera alhikan sinar matanya kearah Cioe Cau Liong, rupanya ia tak berani
ambil keputusan sendiri. Tampak Cioe Cau Liong tersenyum dan menjawab, "It Boen sianseng adalah tamu
agung dari perkampungan Pek Hoa San cung kami, perjalanan menelusuri lembah dan
bukit gersang kali ini adalah demi kepentingan perkampungan Pek Hoa San cung kita,
kalian harus baik-baik melayani dirinya."
"Hamba terima perintah!"
"It Boen heng, silahkan kau mengadakan pemeriksaan diseluruh lembah ini maaf
siauwte tak akan menghantar lagi" ujar Cioe Cau Liong lebih jauh sambil tersenyum.
"Cioe heng, silahkan!" sinar matanya segera dialihkan kearah Phoa Liong dan
sambungnya. "Sewaktu masuk kedalam lembah ini aku lewati arah sebelah timur, keadaan


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

disitu sebagian besar sudah kuteliti dan perhatikan, sekarang lebih baik kau menghantar
aku untuk meninjau keadaan disebelah barat saja."
"Cayhe akan membawa jalan!" sambil berkata mandor she Phoa itu segera berangkat.
Sambil menjingjing peti emasnya It Boen Han Too mengikuti dibelakang tubuh Phoa
Liong. Dengan kerlingan matanya Siauw Ling memberi tanda kepada Pek li Peng untuk
mengikuti dibelakang It Boen Han Too. Sedang dirinya mengikuti kurang lebih satu
tombak dibelakangnya. Dengan tampangnya yang berpenyakitan, orang lain mengira badannya kurang enak
maka jalannya agak lambat, siapapun tidak menaruh curiga terhadap gerak geriknya itu.
Yang paling dikuatirkan Siauw Ling adalah berubahnya pikiran Phoa Liong ditengah
jalan dan secara diam-diam melaporkan apa yang telah terjadi kepada Cioe Cau Liong
serta It Boen Han Too. Karena itu setiap saat ia selalu perhatikan tingkah laku dari orang
itu. Siapa tahu dalam setiap tindakan tanduknya maupun dalam pembicaraan rupanya Phoa
Liong ada maksud untuk membantu dia merahasiakan persoalan ini.
Dalam pada itu dibawah pimpinan Phoa Liong, mereka sudah berjalan puluhan tombak
jauhnya. Lembah itupun mulai menikung kearah sebelah utara.
Setelah membelok satu tikungan lagi, pemandangan didasar lembah itu tiba-tiba
berubah. Yang terbentang didepan mata hanyalah tumbuhan ilalang setinggi pinggang manusia,
keadaan itu berlangsung sepanjang puluhan tombak jauhnya. Kemudian lembah tadi
menikung kembali kearah barat.
Mendadak Siauw Ling merasakan hatinya bergerak, pikirnya, "Tempat ini merupakan
suatu tempat persembunyian yang sangat bagus, malam ini aku harus berusaha untuk
mengundang kehadiran Tiong Chiu Siang Ku agar mereka bersembunyi disini.
Bagaimanapun juga dengan adanya mereka berdua merupakan bantuan yang sangat
berharga bagi pergerakanku"."
Terdengar Phoa Liong telah berkata kembali, "It Boen sianseng, keadaan didalam
lembah ini aneh sekali seolah-olah setiap bagian mempunyai keadaan yang berbeda,
setelah membelok pada tikungan sebelah depan sana, dasar lembah itu merupakan
sebidang gurun pasir yang tandus, tak sebuah rumputpun yang bisa tumbuh disana."
It Boen Han Too meletakkan peti emasnya keatas tanah, lalu memuji tiada hentinya,
"Ehmmm".! suatu tempat yang sangat indah". suatu tempat yang sangat indah rupanya
tidak salah lagi." Perkataan itu diutarakan dengan bergumam dan merupakan ledakan dari suara hatinya,
tetapi bagi Siauw Ling yang mendengarkan ucapan itu segera berhasil menangkap
maksud yang sebenarnya, pikirnya dalam hati, "Rupanya buku pengetahuan yang pernah
dibaca orang ini betul-betul tidak sedikit jumlahnya, terutama sekali mengenai ilmu
geologi pengetahuannya sungguh amat luas. Tapi keadaan lembah inipun memang aneh
luar biasa, agaknya setiap bagian mengandung sifat tanah yang berbeda. Sungguh tak
nyana Cian chiu sin kong siahli bangunan bertangan sakti Pauw pauw it thian bisa
mendirikan istana terlarang ditempat seperti ini"."
Tampak It Boen Han Too meletakkan peti emasnya mengambil kertas dan pit san mulai
melukis. Siauw Ling ingin sekali melihat apa yang sebenarnya sedang dilukis, tetapi karena takut
jaraknya yang terlalu dekat akan menimbulkan kecurigaannya, terpaksa ia berdiri dari
kejauhan sambil memperhatikan dengan seksama.
Secara lapat-lapat ia jumpai It Boen Han Too sedang melukis sebuah bukit diatas kertas
itu, dan dibawahnya terdapat banyak sekali tulisan.
Kurang lebih satu jam kemudian ia baru bangkit berdiri, setelah masukkan kertas dan
pit nya kedalam peti, ujarnya, "Didalam rerumputan yang lebat ini apakah ada jalan
tembusnya?" "Walaupun rumput ilalang yang tumbuh disini sangat lebat tapi tak seekor ularpun yang
hidup disini, tempat ini tidak berbahaya!" sahut Phoa Liong cepat.
"Baik, kalau begitu harap kau berjalan didepan untuk membawa jalan!"
Setelah menembusi padang ilalang yang lebat, pemandangan yang terbentang
dihadapan mereka benar-benar telah berubah.
Tampaklah pasir yang kuning dan udara yang gersang terbentang jauh sampai diujung
pandangan. Pemandangan semacam ini tidak jauh berbeda dengan keadaan digurun pasir, hanya
tempat ini tidak seluas digurun.
"Sungguh tak nyana didalam lembah gunung ini memiliki pemandangan yang berbedabeda"
pikir Siauw Ling. Tampak It Boen Han Too ambil keluar sebuah kantong kain dan mencomot dua
genggam pasir kemudian dimasukkan kedalam kantong itu, ujarnya, "Setelah melewati
padang pasir ini, pemandangan apa yang terbentang didepan situ?"
"Setelah melewati padang pasir, didepan sana merupakan padang batu kerikil berwarna
putih." "Setelah melewati padang batu kerikil berwarna putih itu?"
"Pemandangan disana lebih indah, rumput tumbuh dengan amat subur dengan aneka
bunga yang menyiarkan bau harum."
"Bila maju lebih kedepan lagi?"
"Makin keujung tumbuhan semakin layu dan akhirnya tiba dijung lembah ini."
"Bagaimanakah pemandangan diujung situ?"
"Sebuah dinding tebing yang tinggi menghalangi perjalanan dena membelah selat ini
jadi dua bagian, bagian sebelah depan adalah lembah Ban Coa Kok yang tersohor
digunung Boe Gie san ini."
"Apa sih yang dimaksudkan lembah Ban Coa itu?"
"Didalam lembah itu terdapat pelbagai jenis ular beracun yang tak terhitung jumlahnya,
karena bentuknya yang aneh dan racunnya yang keji maka lembah ini disebut lembah
selaksa ular." It Boen Han Too termenung berpikir sebentar, kemudian ujarnya, "Coba kau pergilah
ambilkan dua butir batu kerikil berwarna putih itu kemudian ambilkan pula sedikit rumput
dan bunga segar serta rumput-rumput yang layu."
"Apakah It Boen siansong tak akan pergi kesitu?"
"Besok saja aku baru pergi kesitu!" selesai berkata ia letakkan petinya keatas tanah dan
pejamkan mata duduk bersila.
Rupanya ia merasa amat lelah sekali, dalam waktu singkat pikirannya sudah kosong
dan dia sudah lupa akan segala-galanya.
Phoa Liong berpaling memandang sekejap kearah Siauw Ling serta Pek li Peng
kemudian ujarnya, "Harap kalian baik-baik melayani It Boen sianseng."
Selesai berkata diapun berlalu.
Sepeninggalnya Phoa Liong, perlahan-lahan Siauw Ling berjalan menuju kebelakang
tubuh It Boen Han Too, pikirnya didalam hati, "Bila aku ada maksud membinasakan
dirinya pada saat ini. Asal kuangkat jari tanganku dia pasti sudah terjatuh ketanganku,
sebagai orang yang takut mati dalam keadaan terdesak tentu saja ia sukai membantu aku.
Bilamana sampai begitu, walaupun Cioe Cau Liong ada disini belum tentu ia bisa
menghalangi niatku, yang susah justru Shen Bok Hong bakal datang kemari, orang itu
cerdik dan pengetahuannya luas, rahasia ini dengan cepat bisa diketahui olehnya"."
Terasalah pikirannya jadi kalut tak menentu, dalam waktu singkat pelbagai macam cara
sudah terlintas dalam benaknya, tetapi merasa semua cara itu kurang begitu sesuai.
Sementara otaknya masih berputar, tiba-tiba ia saksikan Pek li Peng telah mengangkat
tangan kanannya perlahan-lahan menotol punggung It Boen Han Too.
Rupanya ia teringat akan caranya menaklukkan diri Phoa Liong yang amat jitu itu, maka
sekarang dia ingin menggunakan cara yang sama untuk meringkus pula diri It Boen Han
Too. Siauw Ling yang menyaksikan kejadian itu amat terperanjat, tak sempat lagi baginya
untuk menghardik dan tidak leluasa pula baginya untuk membentak, terpaksa tangan
kanannya bergerak cepat melancarkan sebuah pukulan menghadang meluncurnya
serangan maut dari gadis tersebut.
Pek li Peng segera merasakan datangnya segulung angin pukulan yang bertenaga besar
menggetarkan tangan kanannya, tetapi ia sudah melihat bahwa serangan itu dilancarkan
oleh Siauw Ling maka mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Siauw Ling memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu kemudian dengan ilmu
menyampaikan suara bisiknya, "Peng jie, jangan kau lukai dirinya!"
Pek li Peng tersenyum dan segera mengundurkan diri. Sebetulnya dalam hati kecilnya
gadis itu mempunyai sebuah rencana bagus cuma berhubung keadaan situasi yang tidak
mengijinkan maka tak sempat baginya untuk memberi penjelasan.
Mimpipun It Boen Han Too tak pernah menyangka kalau dua orang pekerja yang
berada disisinya adalah hasil penyarua dari Siauw Ling berdua, sedikit saja berlalu ia
sudah melewati suatu bencana yang maha hebat.
Kurang lebih setengah jam kemudian, dengan langkah terburu-buru Phoa Liong telah
kembali disitu, dalam genggamannya masing-masing membawa batu kerikil warna putih,
rumput layu serta bebungahan.
Dari jauh Siauw Ling dapat menyaksikan napasnya tersengkal-sengkal dan badannya
basah kuyup oleh keringat, jelas perjalanan yang telah ditempuh bukanlah perjalanan
yang dekat. Phoa Liong yang menyaksikan It Boen Han Too masih duduk bersemedhi, iapun tak
berani mengganggu ataupun menegur, terpaksa dia menunggu disampingnya.
Kembali setengah jam sudah lewat, perlahan-lahan It Boen Han Too baru membuka
matanya melirik sekejap kearah Phoa Liong.
"Ehmmm, aku telah menyusahkan dirimu!" serunya sambil menerima kerikil putih,
bungan serta rumput layu itu dimana benda-benda tersebut segera dimasukkan kedalam
petinya. "Orang ini masukkan benda apapun kedalam petinya" pikir Pek li Peng dalam hati.
Seandainya aku berhasil mencuri peti miliknya itu maka keadaan tersebut tentu bagaikan
monyet yang kehilangan pegangan!"
Setelah mempunyai rencana untuk mencuri peti milik It Boen Han Too tadi, hati Pek li
Peng jadi kegirangan, tanpa terasa ia memandang kearah Siauw Ling dan tertawa.
Bibirnya bergetar dan muncul sebaris giginya yang kecil, putih dan bersih.
Menyaksikan hal itu Siauw Ling kontan mengerutkan alisnya dengan ilmu
menyampaikan suara peringatnya, "Peng jie, jangan lupa dengan kedudukanmu
sekarang!" Untung kesemuanya itu tidak sampai terlihat oleh It Boen Han Too, terdengar orang itu
berkata, "Phoa heng, cayhe mempunyai beberapa persoalan hendak minta tolong
petunjukmu. Apakah Phoa heng sudi untuk memberitahukannya?"
Seolah-olah terkejut dengan sebutan itu, buru-buru Phoa Liong bungkukkan badannya
menjura, "Tidak berani". tidak berani". silahkan It Boen sianseng ajukan pertanyaanmu,
asal cayhe tahu pasti kujawab."
"Cuwi sekalian sudah banyak tahun bekerja didalam lembah ini, bahkan separuh bagian
pekerja yang ada telah mati kelelahan, pekerja tersebut tentu amat sulit sekali bukan?"
Pertanyaan ini diajukan sangat halus dan amat sempurna, walaupun maksudnya
mencari keterangan tapi tidak memberikan bekas apapun.
"Kami sekalian bekerja menurut perintah serta intruksi dari Toa cungcu sendiri." Jawab
Phoa Liong. "Bagaimanakah petunjuk dari Toa cungcu kalian itu?"
"Maksud Toa cungcu kita diperintahkan memilih dinding tebing yang ada diempat
penjuru dan bekerja secara berkelompok, tujuannya adalah menggali bukit ini hingga
kearah lambung, tetapi pekerjaan tersebut tidak boleh diketahui orang lain."
"Bagaimanakah hasil dari proyek yang maha besar ini?"
"Ketika pekerjaan ini mula-mula dilakukan semuanya berjalan dengan lancar tanpa
gangguan, tetapi dinding tebing itu makin kedalam semakin keras bagaikan menggali baja
yang keras saja, setiap kali pacul kami menimpa batu segera bermuncratlah bunga api,
yang rontokpun hanya sebuah bongkahan batu sebesar kepalan"."
It Boen Han Too segera tersenyum.
"Beberapa buah bukit yang ada disekitar sini terdiri dari tebing-tebing batu karang yang
amat keras, bial mana tidak mengenali sifat tanah disini tentu saja sulit untuk menggali
bukit tersebut." "Oleh sebab itulah walaupun kami sudah bekerja keras selama banyak tahun tapi tiada
kemajuan apapun yang berhasil ditemukan."
Perlahan-lahan It Boen Han Too bangkit berdiri.
"Baik!" katanya. "Pembicaraan kita pada hari ini hanya sampai disini saja, lain kali bila
cayhe ingin mengetahui tentang soal lain, harap Phoa heng suka memberi petunjuk."
"Tidak berani, setiap saat It Boen sianseng boleh mengajukan pertanyaan kepadaku
asal cayhe tahu pasti akan kuutarakan."
Sambil menenteng peti emasnya It Boen Han Too segera putar badan dan berlari dari
situ. Phoa Liong buru-buru mengikuti dibelakang tubuhnya, sementara Siauw Ling serta Pek
li Peng sengaja memperlambat langkahnya hingga ketinggalan sejauh satu tombak lebih.
Ketika mereka datang melewati padang ilalang yang lebat, dengan ilmu menyampaikan
suara Siauw Ling segera berbisik kepada Pek li Peng, "Peng jie, sekarang Tiong Chiu Siang
ku berada dimana?" "Berada didalam rumah penginapan yang kutempati!"
"Malam nanti kau naiklah keatas puncak melewati jalan rahasia, suruh mereka
mengenakan pakaian pekerja dan menyusup kedalam lembah ini. Kemudian bersembunyi
didalam padang ilalang ini!"
"Bagaimana dengan Toa Boen seng?"
"Sulit bagi kita untuk menyelesaikan tentang orang itu, kita tak bisa membinasakan
dirinya tetapi tetap membiarkan dia berada diatas puncak In Wan Hong hanya
memberikan kesempatan bagi anak buahnya Shen Bok Hong untuk menawannya kembali.
Bila ia tak kuat menahan siksaan pasti akan mengaku dan membongkar rahasia-rahasia
kita. Seandainya sampai begitu rencana kerja kita pasti akan berantakan."
"Aku lihat orang itupun bukan termasuk orang baik-baik, lebih tepat kalau kita
musnahkan saja dari muka bumi!"
"Andaikata kita bunuh orang itu karena takut rahasia kita ketahuan. lalu apa bedanya
perbuatan kita ini dengan perbuatan dari Shen Bok Hong".?"
"Aaaah, aku lupa" seru Pek li Peng sambil tersenyum. "Toako toh seorang enghiong
yang berhati luhur dan bajik, tentu saja kau tak akan sudi berbuat begitu."
Sementara Siauw Ling hendak mengatakan sesuatu, mendadak terdengar suara suitan
yang tajam dan lengking berkumandang datang.
"Eeei" suara apa itu?" tiba-tiba It Boen Han Too berhenti berjalan dan menegur.
"Suara suitan tanda bahaya!" jawab Phoa Liong dengan cepat.
"Suitan tanda bahaya" jadi maksudmu ada musuh yang telah menyusup kedalam
lembah ini?" "Sedikitpun tidak salah?"
Padang ilalang itu sungguh lebat sekali tingginya mencapai sebatas dada dan sekilas
pandang hanya kepalanya saja yang kelihatan. Perawakan tubuh Pek li Peng kecil mungil,
saat itu seluruh tubuhnya tertutup dibalik rerumputan, yang nampak hanyalah sepasang
matanya yang berputar tiada hentinya.
Terdengarlah suara suitan itu setelah berbunyi panjang tiga kali, mendadak berhenti
dan sirap. "Tiga kali suara suitan itu menandakan bahwa keadaan sangat kritis, pihak lawan telah
memasuki lembah bukit ini" kembali Phoa Liong berkata dengan suara lirih.
"Semoga saja yang datang bukanlah Siauw Ling" seru It Boen Han Too setelah
termenung berpikir sejenak.
Mendadak ia mempercepat langkahnya dan berjalan menuju keluar.
JILID 37 Phoa Liong berpaling memandang sekejap kearah Siauw Ling, kemudian dengan
kencang mengikuti dibelakang tubuh It Boen Han Too menuju keluar.
"Toako!" Pek li Peng segera berbisik dengan ilmu menyampaikan suara. "Rupanya
mereka semua menaruh rasa jeri terhadap dirimu, dan mengharapkan orang yang datang
janganlah kau. Bila mereka tahu kau Siauw Ling pada saat ini sudah berada disisi tubuh
mereka, niscaya mereka akan ketakutan setengah mati hingga sukmapun terasa melayang
meninggalkan raganya."
Sementara itu Siauw Ling sedang merasa risau dan cemas bila orang yang datang
adalah sepasang pedagang dari Tiong Chiu, seandainya mereka tertawan maka terpaksa
ia harus turun tangan membantu, dalam keadaan begitu bukankah semua rencana
baiknya akan berantakan?"
Mendengar ucapan dari Pek li Peng barusan, hatinya segera bergerak, ia mendapat akal
untuk mengatasi masalah tersebut, seandainya keadaan terdesak asal salah seorang saja
diantara mereka yang turun tangan, bukankah urusan jadi beres"
Dalam hati ia berpikir demikian, diluar peringatnya, "Peng jie, It Boen Han Too adalah
seorang jago kawakan yang sangat berpengalaman perasaannya was-wasnya amat tinggi,
kau jangan terlalu gegabah sehingga rahasia kita ketahuan."
Sementara masih berbicara, mereka sudah keluar dari ladang ilalang setinggi dada itu.
Mendadak It Boen Han Too menghentikan langkah kakinya dan pasang telinga
memperhatikan sesuatu dengan seksama, kemudian sambil memandang kearah Phoa
Liong tanyanya, "Suitan tanda bahaya telah sirap, bagaimanakah situasinya?"
"Mungkin musuh tangguh telah berhasil ditaklukan!"
"Waaah, kalau begitu lembah terpencil ini sudah tak bisa dikatakan rahasia lagi
letaknya!" "Selama banyak tahun belum pernah terjadi peristiwa semacam ini, sungguh tak nyana
selama beberapa kali ini selalu terjadi peristiwa"." rupanya dia tahu bahwa dirinya sudah
terlanjur bicara, buru-buru mulutnya membungkam.
Tetapi It Boen Han Too telah menyambung dengan cepat, "Kenapa" apakah ada orang
yang berhasil menyelundup masuk kedalam lembah ini."
Siauw Ling yang mendengarkan pembicaraan itu hatinya jadi tegang, diam-diam hawa
murninya dihimpun kedalam telapak dan siap melakukan penyerangan, asal Phoa Liong
terdesak dan mengutarakan asal usulnya, terpaksa ia akan menggunakan gerakan yang


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tercepat untuk menaklukan mereka berdua.
Terdengar Phoa Liong berkata, "Kemarin malam ketika kentongan kedua tengah malam
telah tiba, ada dua orang menyusuk kedalam lembah kita, tapi sejak mereka masuk
kedalam lembah jejaknya berhasil kami awasi terus, dalam suatu kesempatan yang tak
terduga mereka berhasil kami pukul mundur menemui ajalnya!"
"Siapakah orang itu?"
"Dua orang penyamus kangouw yang tidak diketahui namanya!"
"Asal yang datang bukanlah Siauw Ling, rasanya tidak sulit untuk menghadapi merekamereka
itu." Bibir Phoa Liong nampak bergerak seperti mau menanyakan sesuatu, tetapi setelah
perkataannya meluncur dari ujung bibirnya mendadak ia teringat kembali akan
kedudukannya dan membatalkannya niat tersebut.
"Apakah kau hendak menanyakan sesuatu?" tanya It Boen Han Too.
"Entah leluasa tidak bagiku untuk mengajukan pertanyaan?"
"Tiada halangan, katakanlah!"
"Kalau didengar dari nada suara It Boen siansong. Lagaknya manusia yang bernama
Siauw Ling itu adalah seorang jagoan yang amat sulit ditaklukan?"
It Boen Han Too tersenyum.
"Bukan saja sukar ditaklukan bahkan dia adalah seorang manusia yang sangat lihay.
Coba bayangkan Shen Toa cungcu kalian adalah seorang enghiong macam apa" tetapi
setiap kali berjumpa dengan Siauw Ling tanpa terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Kekuasaan serta kantong cabang-cabang yang didirikan pihak perkampungan Pek Hoa San
cung didalam dunia persilatan sebagaian besar sudah hancur berantakan diatangan orang
she Siauw itu. Bahkan dewasa ini para enghiong hoohan dari pelbagai penjuru berani
secara terang-terangan memusuhi perkampungan Pek Hoa San cung, sebagian besar
adalah terpengaruh oleh penggerakan dari Siauw Ling ini. Sekarang dia sudah diangkat
sebagai pemimpin tertinggi dari kaum Bulim yang menentang kekuasaan perkampungan
Pek Hoa San cung." "It Boen sianseng, pernahkah kau bertemu dengan manusia yang bernama Siauw Ling
itu?" "Tentu saja pernah!"
"It Boen sianseng, dapatkah kau lukiskan bagaimanakah raut wajah dari Siauw Ling
sehingga dikemudian hari bila aku sampai berjumpa dengan dirinya bisa bertindak lebih
hati-hati?" "Bila kuucapkan keluar, kau belum tentu percaya"." sahut It Boen Han Too setelah
merandek sejenak sambungnya, "Bukan kau saja sekalipun cayhe sendiri. Apabila bukan
menyaksikan dengan mata kepala sendiri cayhe tak nanti akan mempercayai perkataan
orang lain." "Kenapa" cayhe percaya It Boen sianseng tak akan membohongi diriku, apa yang
sianseng ucapkan tentu saja aku mempercayai seratus persen."
"Baik! kitapun tak usah terburu-buru pulang."
Sambil meletakkan petinya ia duduk diatas lantai lalu sambungnya, "Tahun ini Siauw
Ling baru berusia dua puluh tahunan, tetapi kelihayan ilmu silatnya luar biasa sekali
sehingga Shen Toa cungcu sendiripun dibikin pusing kepala oleh perbuatannya"."
"Aaaah, tidak mungkin!"
Air muka It Boen Han Too berubah jadi membesi, sahutnya, "Kalau kejadian itu adalah
suatu kejadian yang mungkin terjadi, tidak akan kukatakan sebagai suatu keajaiban."
"Perkataan sianseng memang benar!" buru-buru Phoa Liong menjura.
"Dua tahun berselang, didalam dunia persilatan telah muncul Siauw Ling yang pertama,
ilmu pedangnya sangat tinggi dan kecepatan geraknya boleh dibilang menyerupai
sambaran kilat. Banyak jago Bulim yang bertempur melawan dirinya sebelum sempat
mencabut senjata, mereka sudah mati termakan oleh ujung pedangnya. Oleh sebab itu
nama besarnya dengan cepat menanjak"."
Sinar matanya menyapu sekejap kearah Phoa Liong yang mendengarkan dengan penuh
perhatian itu, kemudian terusnya, "Tetapi setahun berselang, didalam dunia persilatan
telah muncul Siauw Ling kedua, kelihayan ilmu silatnya yang dimiliki orang ini jauh lebih
dahsyat berkali-kali lipat kepandaian silat Siauw Ling yang pertama."
"Oooh, benarkah terjadi peristiwa semacam ini?" seru Phoa Liong. "Diantara kedua
orang ini tentu ada seorang yang palsu, mungkin orang yang muncul belakangan itu
hendak meminjam nama besar orang yang pertama untuk meningkatkan gengsinya."
"Kalau memang itu masih mendingan, Siauw Ling yang munculkan dirinya untuk
pertama kali itu meskipun memiliki ilmu pedang yang sangat lihay tetapi masih belum
mampu untuk menandingi kedahsyatan dari Shen Bok Hong lagipula diapun tiada maksud
untuk memusuhi perkampungan Pek Hoa San cung, tetapi Siauw Ling yang muncul
belakangan itu jauh berbeda sekali, bukan saja ilmu pedangnya sangat dahsyat bahkan
ilmu silat yang dimilikinya beraneka ragam, baik ilmu pukulan, ilmu meringankan tubuh,
ilmu senjata rahasia serta ilmu jari semuanya merupakan kepandaian sakti yang maha
ampuh, yang aneh lagi mula-mulanya ia bersahabat dengan pihak perkampungan Pek Hoa
san cung, bahkan telah diangkat menjadi Sam cungcu dari perkampungan itu. Namun
dengan cepatnya ia telah berubah pula jadi musuh bebuyutan dari Pek Hoa San cung.
Kawanan jago kangouw yang dikumpulkan Shen Toa cungcu didalam barisan pengawal
berbaju hitam serta cap Pwee Kim Kong bukan saja tidak berhasil membelenggu dirinya
malahan justru kena dipukul kocar kacir. Dalam jangka waktu setengah tahun yang
singkat, nama besar perkampungan Pek Hoa San cung mengalami kemerosotan yang
hebat. Dan disebabkan karena kemunculan Siauw Ling inilah memancing bangkitnya
gerakan perlawanan terhadap kekuasaan perkampungan Pek Hoa San cung."
"Betulkan ia sedemikian lihaynya?" Phoa Liong masih saja merasa sangal.
It Boen Han Too tersenyum.
"Seandainya tidak demikian lihay, kenapa Shen Toa cungcu buru-buru hendak
membuka istana terlarang, dan membawa cayhe datang ketempat yang terpencil ini untuk
membantu usahanya." "Sianseng, sudah setengah harian kau bercerita namun belum kau lukiskan raut wajah
serta potongan badan dari Siauw Ling."
Sekali lagi It Boen Han Too tertawa-tawa.
"Usianya masih sangat muda, tampangnya ganteng dan badannya kekar, kalau
dibicarakan tentang raut wajahnya dia adalah pujaan kaum wanita, bagi siapapun yang
tidak mengenali dirinya tak nanti akan percaya kalau pemuda tampan seperti dia
sebenarnya adalah seorang jago kangouw yang amat tersohor dan memiliki kepandaian
silat yang amat lihay."
Mendengar sampai disitu Phoa Liong sudah tak dapat membendung debaran
jantungnya yang semakin menghebat, tanpa sadar melirik sekejap kearah Siauw Ling.
Pek li Peng yang mendengar orang itu memuji kehebatan Siauw Ling, dalam hati
merasa amat girang hingga tanpa sadar ia tersenyum manis.
Untung It Boen Han Too tidak menaruh perhatian kepadanya, dengan cepat gadis itu
menyadari akan kecerobohannya dan segera tutup mulut.
Terdengar It Boen Han Too berkata lagi, "Phoa heng, tentang persoalan ini kau boleh
tanyakan sendiri kepada Cioe Jie cungcu, apa yang ia katakan tentu tidak jauh berbeda
dengan apa yang kuutarakan."
"Sianseng suka memberi keterangan kepada cayhe, aku orang she Phoa merasa amat
bangga sekali." "Aaah, kau tak usah berlagak sungkan, sendiri tadi aku telah menganggap Phoa heng
sebagai seorang sahabat."
"Sungguh licik hati orang ini" pikir Siauw Ling dengan hati bergerak. "Rupanya kisah
cerita yang dia utarakan selama ini sebetulnya bukan tiada maksud tertentu."
Dalam pada itu Phoa Liong telah menjura dan berkata, "Aku orang she Phoa mana
berani menerima penghormatan yang demikian tinggi dari sianseng!"
"Haaah". haaah". ucapan terlalu berlebihan, apa salahnya kalau kita duduk sederajat
dan bicara dalam setingkat"." ia merandek sejenak kemudian tambahnya. "Siauwtepu
ada satu persoalan ingin minta petunjuk dari Phoa heng."
"Asal cayhe tahu pasti akan kuutarakan keluar!"
"Bagus sekali! mengenai persoalan istana terlarang sampai sejauh manakah yang Phoa
heng ketahui?" "Tentang soal ini?" Phoa Liong termenung berpikir sebentar.:"Shen Toa cungcu belum
pernah membicarakan hal itu dengan cayhe."
"Maksudku selama beberapa tahun Phoa heng berdiam didalam lembah ini, entah
penemuan apa saja yang berhasil kau ketahui."
"Tentang masalah itu sih memang ada berapa hal yang aneh!"
"Silahkan Phoa heng utarakan keluar, siauwte akan mendengarkan dengan seksama."
"Kurang lebih satu tahun berselang, cayhe sekalian berhasil menemukan sebilah
pedang pendek yang antik sekali bentuknya didalam sebuah gua kecil"."
"Sekarang pedang pendek itu berada dimana?" sela It Boen Han Too cepat.
"Telah diambil oleh Shen Toa cungcu!"
"Baiklah! kau boleh katakan saja bentuk dari pedang pendek itu" akhirnya dengan
perasaan apa boleh buat ia berkata.
Phoa Liong pejamkan mata dan berpikir, agaknya ia sedang mengumpulkan segenap
ingatannya untuk mengingat-ingat bentuk pedang pendek itu.
Lama sekali ia baru membuka matanya kembali sambil berkata, "Kejadian itu telah
terjadi satu tahun berselang, cayhe sudah tak begitu ingat. Tapi yang pasti pedang
pendek itu panjangnya kurang lebih satu depa dua coen, lebarnya sebatas tiga jari,
sarung pedang itu berwarna ungu tua dan entah terbuat dari bahan apa, terasa keras dan
kuat." "Sarung pedang berwarna ungu". diantara pedang kenamaan dalam kolong langit"."
gumam It Boen Han Too seorang diri. Mendadak ia angkat kepala dan memandang
sekejap kearah Phoa Liong, tanyanya lebih jauh, "Bagaimanakah bentuknya pedang
didalam sarung itu?"
"cayhe hanya sempat melihat pedang pendek itu beserta sarungnya, bagaimanakah
bentuk pedang itu aku tidak begitu jelas."
"Oooh, jadi sewaktu kalian menemukan pedang itu kebetulan Shen Toa cungcu berada
disamping kalian, maka sebelum pedang itu sempat diloloskan diambil oleh Shen Toa
cungcu?" "Tidak, bukan begitu" sahut Phoa Liong sambil menggelengkan kepalanya. "Sepuluh
hari setelah kami sekalian menemukan pedang pendek berwarna ungu itu, Toa cungcu
baru tiba disini." "Dalam jangka waktu sepuluh hari, mata Phoa heng tidak mencabut pedang itu untuk
dilihat bentuknya" kesabaranmu benar-benar mengagumkan sekali"." jengek It Boen Han
Too sambil tertawa. "Bukannya cayhe mempunyai kesabaran setebal itu, sebaliknya pedang itu telah
menempel dengan sarungnya dengan kencang, dan cayhe tidak berhasil untuk
meloloskannya keluar."
"Apakah pada gagang pedang terdapat tombol rahasianya?"
"Cayhe telah melakukan pemeriksaan dengan seksama, seluruh pedang itu tak ada
yang lolos dari pengamatan tapi kami belum berhasil juga menemukan tombol rahasia
untuk membuka pedang itu, seolah-olah pedang tadi memang dilebur jadi satu dengan
sarungnya." "Aaah, mungkin hanya selembar lempangan Leng pay baja yang berwarna ungu! dari
mana Phoa heng bisa merasa begitu yakin kalau benda itu adalah sebilah pedang
pendek?" "Dengan andalkan pengalaman serta pengetahuanku selama puluhan tahun, cayhe
yakin bahwa benda itu adalah sebilah pedang pendek."
"Dari mana kau bisa tahu?"
"Ukuran lebar gagang pedang dengan tubuh pedang itu terpaut hanya sedikit, warna
pelindung tangan diatas gagang dengan tubuh pedang sama sekali berbeda jauh. Karena
itu cayhe yakin bahwa benda itu adalah sebilah pedang pendek."
"Apa anehnya sih sebilah pedang pendek?" pikir Siauw Ling dengan keheranan.
"Mengapa It Boen Han Too menanyakan dengan begitu jelas dan telit?"
Terdengar It Boen Han Too telah berkata, "Phoa heng apakah kau pernah menemukan
sesuatu diatas sarung pedang itu" misalnya tulisan atau guratan-guratan gambar?"
"Aaah! jika kau tidak mengatakan begitu hampir saja cayhe tak ingat, diatas sarung
pedang itu memang terdapat lukisan yang mirip naga tapi bukan naga, pengetahuan
cayhe terlalu cetek maka tak kuketahui lambang apakah gambar tersebut?"
"Sekilas perasaan kaget dan tercengang terlintas diatas wajah It Boen Han Too, segera
serunya, "Diantara lukisan naga tidak menyerupai naga itu apakah ada lukisan
manusia".?" Rupanya ia tahu Phoa Liong tidak bisa menangkap artinya, segera sambungnya lebih
jauh, "Maksudku lukisan raut wajah seseorang yang aneh."
Phoa Liong termenung sebentar lalu mengangguk.
"Benar, agaknya menyerupai lukisan batok kepala manusia"."
"Aaaaah, sayang". sayang"."
"Apa yang sayang?"
Rupanya It Boen Han Too menyadari akan kehilafannya mengucapkan kata tersebut,
buru-buru sambungnya, "Setelah mendengar dari mulut Phoa heng bahwa benda itu
adalah sebilah pedang bagus, cayhe jadi merasa sayang karena tak dapat menyaksikan
dengan mata kepala sendiri."
Ia merandek sejenak, kemudian tanyanya lagi, "Setelah menyaksikan pedang pendek
itu apayang dikatakan oleh Shen Toa cungcu?"
"Setelah dipermainkan sebentar, ia masukkan pedang itu didalam sakunya"."
It Boen Han Too tidak bertanya lebih jauh, sinar matanya segera menyapu sekejap
sekeliling tempat itu lalu ujarnya, "Sudah begini lama aku tak mendengar suara suitan
tanda bahaya lagi, mungkin orang yang berhasil masuk kedalam ini telah dilukai".?"
"Belum!" sahut Phoa Liong sambil menggeleng.
Waktu itu It Boen Han Too telah bangkit dan siap berlalu, mendengar jawaban tersebut
ia segera berhenti. "Dari mana Phoa heng bisa tahu kalau orang itu belum berhasil dibekuk".?" tanyanya.
"Dalam lembah kami ini sudah ditentukan pelbagai kode yang mengartikan sesuatu.
Andaikata ornag itu telah berhasil ditawan atau dibunuh tanda kode tertentu akan segera
disiarkan daripada orang yang ada didalam lembah masih melakukan pencarian kesana
kemari." "Lalu bagaimana keadaan situasinya pada saat ini?"
"Walaupun jejak musuh berhasil ketahuan tapi mereka berhasil meloloskan diri,
sekarang masih dilakukan pencarian secara besar-besaran."
"Lembah bukit ini walaupun panjang, tapi menurut apa yang cayhe lihat sewaktu
masuk kesini situasinya tidak terlalu rumit dan sukar, kenapa sampai sekarang jejak lawan
belum berhasil ditemukan juga?"
"Bagaimanapun ilmu silat yang dimiliki pihak lawan tak nanti mereka berhasil
meloloskan diri dari penggeledahan kami yang bakal disiarkan."
Mendadak It Boen Han Too berpaling memandang sekejap kearah Siauw Ling serta Pek
li Peng, kemudian katanya, "Seandainya pihak musuh menyusupkan diri diantara kawanan
pekerja, bukan jejak mereka jadi amat sulit untuk ditemukan?"
"Sungguh lihay orang ini" batin Siauw Ling dengan terperanjat. "Kemudian hari aku
musti bersikap lebih hati-hati lagi menghampiri dirinya"."
Rupanya Phoa Liong pun ikut merasa tidak tenang hati karena perkataan itu, ia segera
mendehem dan menyela, "Bagaimana kalau kita lihat-lihat keadaan sana bilamana perlu,
kitapun bisa membantu mereka untuk menemukan jejak orang yang memasuki lembah
bukit ini." Dalam hati sebenarnya It Boen Han Too tiada maksud untuk membantu mereka guna
mencari jejak musuh tangguh yang menyusup masuk kedalam lembah, tetapi setelah
Phoa Liong berkata begitu tentu saja ia tak pantas untuk menampik. Terpaksa sambil
mengangkat petinya ia menjawab, "Perkataan Phoa heng sedikitpun tidak salah!" dengan
langkah lebar ia berlalu lebih dahulu.
"Cayhe akan membawa jalan buat sianseng!" buru-buru Phoa Liong berebut maju
kedepan. Siauw Ling yang berada dibelakangpun tidak mempercepat langkahnya menyusul
kebelakang Pek li Peng, katanya dengan ilmu menyampaikan suara, "Peng jie entah siapa
yang telah memasuki lembah ini, bilamana sampai ditemukan oleh kita, kau harus
menahan diri dan jangan berteriak."
Sambil menoleh Pek li Peng tersenyum lalu mengangguk, langkahnya segera
dipercepat. Baru saja mereka berjalan sejauh enam tujuh tombak, tiba-tiba dari tempat kejauhan
berkumandang datang suara benturan besi yang nyaring sebanyak tiga kali.
"Apa maksud rahasia itu?" It Boen Han Too segera bertanya dengan alis berkerut.
"Tanda yang mengartikan bahwa situasi agak menegang, musuh yang datang sangat
lihay bahkan telah melukai anggota kita, kini sudah ada tiga orang yang terluka atau
binasa." "Dentingan benda tajam itu berasal dari daerah sekitar sini, apakah itu berarti bahwa
korban yang terluka atau mati itu berada disekitar sini".?"
"Tidak salah, berada pada jarak dua puluh tombak!" sambil berkata badannya telah
berkelebat kearah depan. Setelah membelok pada sebuah tikungan, tampaklah tiga orang pria berbaju hitam
dengan senjata terhunus sedang mengelilingi tiga sosok mayat yang menggeletak diatas
tanah. Phoa Liong serta It Boen Han Too segera mempercepat langkahnya mendekati tempat
kejadian. Siauw Ling tak berani mendekati terlalu kedepan, ia berhenti pada jarak tujuh delapan
depa jauhnya dan berusaha mencari tahu letak luka ketiga orang itu dengan ketajaman
matanya. Siapa tahu It Boen Han Too menutupi pemandangan dihadapannya, membuat si anak
muda itu tak berhasil memeriksa luka ketiga sosok mayat itu.
"Apakah jejak musuh telah ketahuan?" tanya pemilik pesanggrahan Sian Kie Soe Loo
itu. Salah seorang diantara ketiga pria berbaju hitam itu sgeera menjura dan menyahut,


Rahasia Istana Terlarang Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ketika mereka masuk kedalam lembah ini jejaknya telah diketahui penjaga kita, tanda
bahaya segera dibunyikan dan pengajaran dilakukan, siapa tahu jejak musuh tiba-tiba
lenyap tak berbekas. Mungkin jejak mereka berhasil diketahui oleh ketiga orang saudara
ini, maka segera mereka turun tangan berat untuk membinasakan mereka."
It Boen Han Too segera berjongkok untuk memeriksa mulut luka ketiga sosok mayat
itu, kemudian katanya, "Dua orang terluka diujung senjata rahasia, sedang yang lain
terluka dibawah pukulan berat"."
Sinar matanya dialihkan kearah pria berbaju hitam yang memberi jawaban tadi,
sambungnya, "Apakah kau berhasil menyaksikan raut wajah pihak lawan?"
"Ketika mendengar tanda bahaya cayhe segera datang kemari. Tapi sayang agak
terlambat" sahut pria itu dengan wajah tersipu-sipu, "Yang kami saksikan hanyalah dua
sosok bayangan manusia belaka. Raut wajah mereka tak terlihat."
"Dimanakah Cioe Jie cungcu?"
"Dengan membawa ketiga orang mandor telah melakukan perjalanan kearah berlalunya
pihak musuh." It Boen Han Too tidak berbicara lagi, ia segera berlalu dari situ.
"Harap kalian bertiga segera mengubur ketiga sosok mayat ini" perintah Phoa Liong
dengan suara lirih. Rupanya kedudukan Phoa Liong didalam lembah ini jauh diatas kedudukan ketiga orang
pria berbaju hitam itu, mereka segera menerima perintah dengan sikap hormat, dengan
seorang mengempit sesosok mayat mereka segera berkelebat menuju kearah lembah.
Phoa Liong tidak memperdulikan ketiga orang itu lagi, ia menyusul kearah It Boen Han
Too dan mengikuti dibelakang tubuhnya.
Selama ini Siauw Ling serta Pek li Peng selalu mempertahankan jaraknya terpaut kirakira
enam depa dibelakang kedua orang itu.
"Phoa heng!" ditengah jalan It Boen Han Too bertanya. "Apa sih kedudukan pria
berbaju hitam itu?" "Mereka adalah kaum Boa su peronda gunung, semuanya berjumlah tiga puluh enam
orang dengan tiga orang membentuk satu kelompok kecil."
"Aaaah. Itulah dia, karena tak mungkin melukai salah seorang saja maka pihak lawan
sekaligus telah membinasakan ketiga orang itu."
Mendadak ia mempercepat langkahnya bergerak menuju kejalan semula. Tidak selang
beberapa saat kemudian sampailah mereka ditepi selokan kecil dengan pancuran air itu.
Sepanjang perjalanan Siauw Ling memperhatikan terus keadaan disekeliling tempat itu,
namun tak nampak sesosok bayangan manusiapun muncul disekitar situ.
Suasana ditepi selokan luar biasa sunyinya seakan-akan tempat itu sama sekali tidak
terganggu oleh usaha pencarian besar-besaran terhadap jejak musuh.
"Apakah orang yang menyelundup masuk kedalam lembah itu berhasil ditawan dan
telah ditaklukan?" pikir pemuda kita.
Terdengar It Boen Han Too telah berkata, "Phoa heng, musuh tangguh yang berhasil
Pedang 3 Dimensi 8 Perguruan Sejati Karya Khu Lung Misteri Lukisan Tengkorak 2

Cari Blog Ini