Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung Bagian 13
mengeluarkan jurus ilmu pedang yang terindah dan terlihay untuk coba merobohkan pihak
lawan. Tetapi hasil yang diperoleh adalah setali tiga uang sebagai akibatnya pedang di tangan
masing-masing pihak putus jadi dua.
Perlahan-lahan sipemuda berbaju biru itu memandang sekejap ke arah Siauw Ling,
mendadak ia membuang kutungan pedangnya keatas tanah seraya ujarnya dingin, "Ilmu
pedang saudara sungguh luar biasa dalam setahun kemudian cayhe pasti akan
mengunjungi kembali perkampungan Pek Hoa Sanceng untuk minta petunjuk darimu."
Ia berpaling ke arah sepasang bocah cilik itu.
"Ayo kita pergi."
Dengan berjalan terlebih dahulu, buru-buru orang itu berlalu dari sana.
Sepasang bocah yang membawa pedang serta Khiem itupun dengan kencang
mengiringi dari belakang.
Melihat kepergian pemuda tersebut Ciu Cau Liong segera kerutkan alisnya, kepada Ih
Bun Han To diam-diam bisiknya, "Kepandaian silat orang ini tak lemah bilamana ini hari
kita lepaskan dia orang bukankah ini sama artinya melepaskan harimau pulang gunung."
Agaknya Ih Bun Han To sudah terbiasa dengan ucapan dari Ciu Cau Liong ini maka
sekali mendengar ia sudah mengerti maksud hatinya.
Kontan ia tertawa dingin tiada hentinya.
"Ciu heng, kenapa kau tidak kejar saja orang itu untuk sekalian dibunuh, sehingga
orang itu tak mendatangkan bencana dikemudian hari."
"Hmm bangsat keparat orang ini makin tua makin licik" diam-diam damprat Ciu Cau
Liong di dalam hatinya. Ia tidak menggubris Ih Bun Han To lagi dengan langkah lebar ia melangkah ke depan
sambil pungut tanda perintah panji Kiem Hoa Leng.
"Cungcu telah turunkan tanda perintah Kiem Hoa Leng. Aku rasa tentu ada urusan
penting hendak dirundingkan mari kita cepat-cepat pulang" serunya cepat.
Tidak menanti jawaban dari yang lain ia segera putar badan dan buru-buru melakukan
perjalanan balik keperkampungan Pek Hoa Sanceng.
Kiem Hoa Hujien, Ih Bun Han To serta Siauw Lingpun tidak banyak bicara lagi mereka
salurkan tenaga murninya untuk tahan lama balik ke dalam perkampungan Pek Hoa
Sanceng dan langsung masuk keruangan tengah.
Di tengah ruangan besar pada saat itu sudah duduk banyak orang sibayangan berdarah
Jen Bok Hong duduk dikursi pertama.
Sewaktu melihat kembali keempat orang itu buru-buru ia bangun berdiri dan
menyambut kedatangan beberapa orang itu seraya menjura ke arah Kiem Hoa Hujien.
"Hujien serta Ih Bun Heng-sangat letih bukan?"
"Tidak usah sungkan-sungkan lagi," sahut Kiem Hoa Hujien cepat.
"Hujien, apakah barang-barang tersebut berhasil ditukar?"
"Beruntung sekali jiwa kami tidak ikut lenyap."
"Barusan saja Cuwi melakukan pekerjaan berat seharusnya pada saat ini beristirahat
terlebih dahulu, tapi berhubung adanya satu persoalan terpaksa aku harus undang Cuwi
untuk mengikutinya?"
Tiba-tiba ia temukan air muka Siauw Ling agak pucat, segera tegurnya, "Samte, kenapa
kau" keletihan?"
"Di tengah jalan telah berjumpa dengan seorang musuh tangguh" jawab Siauw Ling
setelah menghembuskan napas panjang. "Terpaksa kami bergebrak mati-matian, tetapi
karena melihat munculnya tanda perintah Kiem Hoa Leng dari Toako sebelum sempat
mengatur pernapasan aku berangkat kembali mungkin tenagaku belum pulih secara
keseluruhannya." "Siapa yang kau temui?"
"Siauw Ling?" sahut Ciu Cau Liong cepat.
"Dan bagaimana akhir pertandingan itu?"
"Pedang Samte serta pedang orang itu sama tergetar putus jadi dua bagian."
"Aaakh kalau begitu kau harus beristirahat sebentar" seru Jen Bok Hong sambil
menoleh kembali ke arah Siauw Ling.
"Terima kasih toako."
Tanpa banyak cakap lagi pemuda ini mencari satu tempat duduk disisinya dan
beristirahat. Dengan wajah serius Jen Bok Hong segera mempersilahkan Kiem Hoa Hujien serta Ih
Bun Han To menduduki kursi atas setelah itu diapun kembali kekursinya sendiri.
Sambil tertawa sinar matanya perlahan-lahan menyapu sekejap seluruh ruangan
ujarnya, "Mereka datang dari tempat kejauhan dan tidak bisa berdiam diri terlalu lama
disini sedang cayhe setelah bekerja sama dengan Hujien sudah tentu tidak ingin
tinggalkan dirimu dalam menghadapi persoalan ini oleh sebab itu terpaksa tanda
perintahnya Kiem Hoa Leng aku gunakan untuk mengundang kalian cepat-cepat kembali."
Kiem Hoa Hujien serta Ih Bun Han To sama-sama mengangguk sinar mata mereka
menyapu sekejap ke arah para jago yang duduk berderet-deret itu.
"siapakah mereka?" tanya kemudian.
Jen Bok Hong mendongak dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaa" haaa" haaa" jikalau hanya orang-orang biasa saja sudah tentu cayhe tidak
akan mengundang Hujien untuk kembali."
Ia merandek sejenak, lalu tambahnya, "Lebih baik kalian sebutkan sendiri asal usulmu."
"Beberapa orang itu memakai pakaian ringkas semua kepalanya terbungkus kain hijau
dan wajahnya penuh debu sekali pandang saja siapapun dapat mengetahui bila mereka
benar-benar baru saja datang dari tempat kejauhan."
Tampak orang yang duduk diujung paling kiri bangun berdiri, setelah menjura ia
memperkenalkan diri, "Pinceng Hoat Hwie, kini menduduki kursi ketiga di dalam ruangan
Lo Han Tong dari kuil Siauw lim sie."
"Haaa haaa haaa haaa" untuk mengaku asal usul sendiri, siapapun bisa sembarangan
menyebutkan satu nama tertentu tetapi siapa yang suka mempercayai dengan begitu
saja?" tiba-tiba Kiem Hoa Hujien tertawa terkekeh.
"Baiklah," ujar Jen Bok Hong kemudian setelah termenung sejenak. "Kalian masingmasing
boleh keluarkan semacam barang sebagai tanda bukti apabila ucapan kalian
berbohong." Lelaki kasar berbaju hitam yang menyebut dirinya sebagai Hoat Hwie hweesio segera
melepaskan kerudung hijau yang dikenakan pada kepalanya sehingga kelihatanlah
kepalanya yang gundul kelimis.
Setelah merangkap tangannya di depan dada ia duduk dan betulkan kembali kerudung
hijaunya. Orang yang kedua bangun berdiri seraya memperkenalkan diri.
"Pinto datang dari Bu-tong pay."
Sreeeet pedangnya dicabut keluar dari sarung, lalu dengan mencekal ujung pedang ia
angsurkan gagang pedang tadi kehadapan Kiem Hoa Hujien.
Ketika Kiem Hoa Hujien memeriksa pedang itu dengan teliti maka dilihatnya di atas
gagang tersebut terukirkan kata Bu-tong pay dengan jelasnya.
Ia lantas mengangguk sambil tersenyum.
"Ehhmmm sudah kelihatan."
Orang itu simpan kembali pedangnya dan kembali ke tempat asalnya sedang pedang
tersebut disembunyikan. Kini orang ketiga bangun berdiri untuk memperkenalkan diri.
"Pinceng Ci Ceng anak murid Gobie pay."
Dari dalam sakunya ia mengambil keluar sebuah kantong dari kain kuning dan
mengeluarkan semacam barang yang kemudian dipegang dalam tangannya.
Ih Bun Han To yang melihat benda itu segera mengangguk.
"Tidak salah benda itu memang Sam Leng Coe Piauw merupakan senjata tunggal aliran
Gobie pay ." Ci Ceng Hweesio tersenyum dan duduk kembali kekursinya setelah menyimpan piauw
tersebut terlebih dahulu, orang keempat bangun berdiri.
"Pinto adalah anak murid Cing Shia Pay ia memperkenalkan diri pinto tersebut Bok Jen."
Tangan kanannya diayun ia mengacungkan sebilah pedang kecil yang lemas dan tipis
bagaikan daun pohon liuw.
"Inilah pedang Liuw Yap Kiem dari Cing Shia Pay" seru Ih Bun Han To lagi. "Kedudukan
Tooheng dalam partai Cing Shia sungguh tidak rendah."
"Terima kasih atas pujian tuan," perlahan-lahan ia duduk kembali.
Sekarang orang kelima bangun berdiri telapak kanannya melakukan gerakan
perputaran lalu didorong kemuka sedang telapak kiri mengikuti didorong pula ke depan.
"Cayhe, Kiem Koen Ngo mereka dari Kunlun pay."
"Ehmm, kau menggunakan ilmu telapak Thian Kang Ciang Hoat dari Kunlun pay aku
rasa tak salah lagi."
Dan kini giliran orang keenam yang berdiri.
"Cayhe bergumulan di dalam partai pengemis" serunya.
Ia mengacungkan sebuah uang emas tinggi-tinggi.
Pada mulanya Ih Bun Han To agak tertegun akhirnya ia berseru lantang.
"Maaf, maaf kiranya Heng thay adalah salah seorang diantara keempat orang
Tionggoan dari perkampungan Kay Pang."
"Terima kasih" lelaki itu tersenyum hambar dan menyimpan kembali uang emas itu
serta duduk kembali. Orang yang ketujuh adalah seorang manusia cebol yang tinggi badannya tidak
mencapai empat depa suaranya dingin dan hambar.
"Siauwte Pi Ceng San kini mendapat sebagai penguasa hukuman dalam partai Sin Hong
Pang." Sehabis berkata tanpa mengeluarkan tanda kepercayaan lagi ia duduk kembali
kekursinya." "Partai Sin Hong Pang belum lama munculkan diri di dalam dunia persilatan tindak
tanduk kalian penuh dilimuti kemisteriusan! Pi heng mengeluarkan tanda buktipun siauwte
belum tentu akan memahami!" seru Ih Bun Han To dingin.
Mendadak Jen Bok Hong mengulapkan tangan membiarkan orang yang lain
menyambung lebih lanjut, seraya bangun berdiri ujarnya, "Hujien rasanya sudah cukup
bukan?" Kiem Hoa Hujien mengangguk.
"Kemampuan Jen Toa Cungcu sungguh luar biasa aku merasa kagum sekali. Sisanya
orang-orang ini aku pikir tentu anggota kita yang berhasil diselundupkan ke dalam
perguruan serta partai-partai diseluruh kolong langit bukan?"
"Tidak salah seluruh perguruan serta partai yang ada dikolong langit telah berhasil kami
selundupkan perduli bagaimanakah perubahan yang terjadi di dunia persilatan dan
bagaimana keadaan dimasing-masing perguruan aku sudah mengetahuinya bagaikan
melihat jari tangan sendiri," ujar Jen Bok Hong penuh senyum kebanggaan.
Ia merandek sejenak, kemudian sambil ulapkan tangannya ia menambahkan, "Saat ini
badai serta angin kencang sudah mulai melanda diseluruh dunia persilatan. Kalian tidak
perlu berdiam terlalu lama lagi disini masing-masing kembalilah ke tempat asalmu."
Mendengar ucapan itu para jago yang ada di dalam ruangan dengan beriring-iringan
mengundurkan diri dari ruangan dan di dalam sekejap mata tak seorangpun yang
ketinggalan dalam ruangan tersebut.
Kini di dalam sebuah ruangan yang sangat besar tinggal Jen Bok Hong, Ciu Cau Liong,
Kiem Hoa Hujien, Ih Bun Han Ti serta Siauw Ling lima orang.
Berkatalah Jen Bok Hong kepada diri Kiem Hoa Hujien, "Sekarang siauwte berhasil
menyelundupkan anggota kita diseluruh partai serta perguruan yang terbesar dikolong
langit, siapakah mereka-mereka itu kecuali aku seorang dikolong langit tak akan ada
manusia kedua yang mengetahuinya ini hari meminjam kesempatan sewaktu mereka
mengadaka pertemuan yang diadakan satu kali setiap tahun ingin kuperlihatkan semua
orang ini dihadapan Hujien serta Ih Bun heng agar kalian betul-betul berhati mantap di
dalam kerja sama dengan pihak kami."
"Sejak puluhan tahun berselang Jen Toa Cungcu berpikiran untuk menyelundupkan
manusia-manusia itu keseluruhan perguruan serta partai rencana setelit dan secermat ini
sangat membuat aku jadi kagum" kata Kiem Hoa Hujien. "Dan kini mereka berhasil
merebut kedudukan yang penting di dalam partai serta perguruan masing-masing, aku
rasa hal ini tentu mendatangkan kegunaan yang sangat berharga bagi Jen Toa Cungcu."
"Dan bagaimana pula terhadap Hujien" bukan sama saja menguntungkan?" sela Jen
Bok Hong sambil tersenyum.
Ia mendehem perlahan-lahan lalu sambungnya, "Barang-barang yang berhasil Hujien
tukar apakah sudah diperiksa dengan teliti?" Im Yang Cu adalah seorang manusia yang
berhati licik, kau jangan terlalu pandang enteng dirinya."
Mendengar pertanyaan itu Kiem Hoa Hujien tertawa.
Sembari berkata dia mabil keluar kitab pusaka Sam Khie Cin Boh serta lukisan Giok Sian
Cu dari dalam saku lalu diangsurkan ke depan.
"Kitab ini adalah Sam Khie Cin Boh harap Jen Toa Cungcu suka menerimanya
sedangkan mengenai lukisan Giok Sian Cu."
"Lukisan Giok Sian Cu telah aku berikan kepada Hujien, buat apa diungkap kembali?"
seru Jen Bok Hong dengan hati cemas.
Tangan kanannya diayun ia melemparkan kitab tersebut ke arah Siauw Ling.
"Samte baik-baiklah simpan kitab tersebut."
Selama ini Siauw Ling pejamkan matanya terus menerus pura-pura atur pernapasan
padahal sewaktu Jen Bok Hong memerintahkan mata-mata yang disebar dalam tubuh
partai serta perguruan dikolong langit memperkenalkan diri tadi ia dapat menangkap
seluruh keterangan tersebut dengan sangat jelas.
Diam-diam hatinya tergetar keras ia sama sekali tidak menyangka kalau Jen Bok Hong
sebetulnya adalah seorang manusia yang demikian berbahayanya ambisi untuk menguasai
Bulim sangat luar biasa. Menanti barusan Jen Bok Hong memanggil namanya ia baru membuka mata dan
menerima lembaran kitab Sam Khie Cin Boh tersebut.
Selagi ia siap menampik Jen Bok Hong sudah keburu berkata, "Kitab pusaka Sam Khie
Cin Boh adalah barang milik bersama antara kita dari pihak perkampungan Pek Hoa
Sanceng serta Hujien dan Ih Bun heng kau harus baik-baik menyimpan benda tersebut
jikalau sampai hilang aku minta pertanggungan jawabmu."
Terpaksa Siauw Ling mengiakan dan menyimpan kitab pusaka tadi.
Sedangkan Kiem Hoa Hujien sendiripun perlahan-lahan menyimpan pula lukisan Giok
Sian Cu tadi ke dalam saku, kemudian sambil memandang tajam wajah Siauw Ling
ujarnya, "Saudara cilik tak kunyana sebenarnya kau adalah seorang jago lihay yang pandai
menyembunyikan ilmu silatmu ilmu pedang yang kau perlihatkan tadi sungguh luar biasa."
"Aaaah benar" sela Jen Bok Hong pula. "Cayhe belum memperoleh laporan yang
lengkap atas terjadinya peristiwa tersbeut coba kalian ceritakan kisah itu padaku. Siapa
saja ikut hadir di dalam pertemuan tadi kecuali Im Yang Cu sendiri."
"Ooouw Tiong Lam Jie Hiap pun ikut hadir di dalam pertemuan tersebut?""
"Tidak salah siauwte telah menasehati mereka berdua agar janga mengikuti campurkan
diri di dalam kancah pergolakan tersebut tapi mereka tak mau tahu kamipun tak bisa apaapa
bila mereka berisi keras secara begitu."
"Bagaimana" Apakah Tiong Lam Jie hiap sangat lihay?"
"Tiong Lam Jie hiap pernah menggetarkan dunia persilatan hampir tiga puluh tahun
lamanya, nama mereka sangat tersohor sudah tentu ilmu silatpun luar biasa sekali cukup
ditinjau dari senjata khas Thiat Kut Hong Hwee San dari Ke Thian In yang tampangnya
seorang siucay, bukan saja jurus serangannya lihay, bahkan dibalik senjatanya
tersembunyi pula senjata rahasia baik api maupun air, selama tiga puluh tahun ia malang
melintang dikolong langit belum pernah kedua orang nemui musuh yang ampuh, jikalau
kedua orang itu sungguh sekuat tenaga, maka pihak kita jelas akan kelebihan dua orang
musuh tangguh pula."
Kiem Hoa Hujien yang mendengar ucapan itu segera tertawa tiada hentinya.
"Heee, heee, hee, jika demikian adanya rasanya aku harus pergi mencari satroni
dengan diri mereka."
Ia merandek sejenak, sinar matanya perlahan-lahan dialihkan keatas wajah Ih Bun Han
To. "Ih Bun heng, bagaimana kalau aku minta bantuanmu dalam menghadapi satu
persoalan?" Diam-diam Ih Bun Han To kerutkan keningnya ia tahu perempuan ini licik dan
berbahaya untuk menghadapi manusia seperti ini ia harus bertindak hati-hati.
"Asalkan cayhe bisa lakukan tentu akan kubantu," jawabnya.
"Mengambil kesempatan sebelum mereka berlalu terlalu jauh tolong kau suka mewakili
aku untuk menyampaikan tantanganku kepada diri Tiong Lam Jie hiap katakan saja besok
pagi akan kunanti kau kedatangannya diluar perkampungan Pek Hoa Sanceng."
"Hujien kenapa kau ingin tantangan diri Tiong Lam Jie hiap?"
"Karena ingin kurasakan bagaimanakah kehebatan kipas Thiat Kut Hong Hwee Sanya."
"Hujien," ujar Jen Bok Hong pula coba mencegah niat siperempuan yang berasal dari
daerah Biauw Ciang ini. "Persiapan kita belum orang yang kita undangpun belum hadir
semua bagaimana kalau Hujien suka bersabar sejenak."
"Pandanganku kali ini berlainan dengan pandangan Jen Toa Cungcu saat ini kesehatan
Bu Wie Tootiang belum pulih dalam arti keseluruh perguruan Bu-tong pay pun tak ada
yang memimpin." "Asalkan di dalam pertempuran besok pagi aku berhasil merobohkan Tiong Lam Jie hiap
sekalian kita tangkap juga Bu Wie Tootiang sitoosu tua itu bukankah dengan sangat
mudah kita bakal berhasil paksa anak murid Bu-tong pay takluk di bawah pimpinan
perkumpulan Pek Hoa Sanceng."
"Menurut apa yang cayhe ketahui".." potong Jen Bok Hong sambil tertawa. "Bu Wie
Tootiang serta Im Yang Cu sekalian merupakan manusia-manusia berwatak tinggi hati,
sekalipun harus gusar mereka tak bakal suka takluk."
"Kalau begitu menggunakan kesempatan yang sangat baik ini kita basmi dulu pentolanpentolan
dari Bu-tong pay asalkan ular tanpa kepala tak bakal bisa jalan burung tak
bersayap tak bakal terbang walaupun anak muridnya sangat banyak asalkan tidak
mendapatkan pimpinan yang koen mereka, merekapun bukan suatu halangan yang terlalu
berat buat kita untuk melenyapkannya asalkan partai Bu-tong rontok dan hancur maka
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nama besar perkampungan Pek Hoa Sanceng pasti akan tersohor dan dikenal oleh setiap
orang dikolong langit."
Siauw Ling yang selama ini hanya mendengarkan pembicaraan mereka saja ketika itu
tak dapat menahan getaran dalam hati lagi diam-diam pikirnya, "Perempuan ini sungguh
kejam dan telengas rasanya pepatah kuno yang mengatakan perempuan itu racun dunia
bukan kata-kata bohong belaka."
Tampak Jen Bok Hong termenung sejenak lalu ujarnya, "Jikalau Hujien memang punya
keyakinan bisa menangkan Tiong Lam Jie hiap kedua orang jago lihay tersebut baiklah
biar aku ikuti saja pendapat Hujien dan melaksanakan usulmu itu tentang memberi kabar
kepada mereka aku rasa tak usah Ih Bun heng repot-repot harus berangkat sendiri biarlah
aku tulis sepucuk surat dan disampaikan oleh anak buahku."
Melihat usulnya diterima Kiem Hoa Hujien jadi kegirangan setengah mati.
"Orang-orang Bu-tong agaknya sangat membenci Ih Bun heng hingga merasuk
ketulang sumsum semisalnya suruh ia yang menentang aku tanggung Im Yang Cu serta
Tiong Lam Jie hiap tak akan menampik terhadap tantangan tersebut" katanya sambil
tertawa. "Aku rasa," kata Jen Bok Hong menyambung. "Dengan nama besar yang dimiliki Tiong
Lam Jie hiap selama sepuluh tahun di dalam dunia persilatan asalkan ia terima tantangan
dari Hujien tak mungkin mereka berani menampik?"
Ia ulapkan tangannya seorang dayang cantik berbaju hijau jalan menghampiri lalu
menjura, "Toa Cungcu ada perintah?"
"Sampaikan perintahku kepada seluruh pos-pos penjagaan uang terbesar disekitar
perkampungan untuk mengawasi kemana perginya rombongan Bu Wie Tootiang sekalian."
Dayang cantik itu mengiakan dan buru-buru berlalu.
Sejurus kemudian ia sudah kembali keruangan tengah untuk melaporkan hasil
pekerjaannya. "Toa Cungcu delapan belas ekor kuda telah dikirim keluar guna menyampaikan perintah
dari Cungcu." Jen Bok Hong tersenyum dan mengangguk sahutnya, "Bagus sekali, dan kini harus
mewakili Hujien untuk menuliskan sepucuk surat tantangan bertempur terhadap diri Tiong
Lam Jie hiap." Kembali sidayang menyahut dan berlalu kemudian tidak sampai makan beberapa waktu
surat telah dipersiapkan.
Jen Bok Hong membaca sejenak surat itu lalu diserahkan ketangan Kiem Hoa Hujien
seraya berkata, "Hujien! harap kau membacanya terlebih dulu, jikalau tidak perlu berubah
lagi segera bisa dicantumkan tanda tanganmu kemudian aku akan kirim orang untuk
menyampaikan surat ini kepada mereka."
Kiem Hoa Hujien menerima surat itu untuk kemudian dibacanya satu kali, setelah
dirasakan cocok maka ditanda tangannya surat tersebut.
Jen Bok Hong segera menyerahkan surat tadi ketangan sidayang cantik berbaju hijau
perintahnya, "Serahkan surat ini kepada sipenguasa perkampungan perintahkan
kepadanya agar sebelum tengah malam nanti surat ini harus sudah tiba di tangan Tiong
Lam Jie hiap. Kalau tidak jangan datang menghadap lagi."
Sidayang cantik berbaju hijau mengiakan dengan menerima surat itu ia tergesa-gesa
mengundurkan diri seraya memandang bayangan punggung sang pelayan yang
mengundurkan diri dari ruangan perlahan-lahan Jen Bok Hong bangun berdiri.
"Hujien serta Ih Bun heng seharusnya pergi beristirahat sejenak cayhe tak ingin
mengganggu lebih lanjut."
Tidak menunggu jawaban dari lawannya lagi ia melangkah tinggalkan ruangan tersebut.
Kita balik pada Siauw Ling sekembalinya kebangunan Lam Hoa Cing Si untuk
beristirahat Kiem Lan serta Giok Lan kedua dayang cantik sudah menantikan
kedatangannya diluar ruangan.
Setibanya di dalam kamar Siauw Ling mengambil keluar kitab pusaka Sam Khie Cin Boh
seraya jatuhkan diri berbaring di atas pembaringan dalam hati berpikir, "Jika kudengar dari
ucapan Kiem Hoa Hujien tadi, agaknya ia sudah memiliki perhitungan masak dalam
dadanya Bu Wie Tootiang pernah menyayangi diriku sedang Im Yang Cu punya budi
menolong jiwaku. Aku tak boleh berpeluk tangan melihat mereka menemui bahaya, aku
harus mencarikan atau sedikitnya memberi kamar kepada mereka sehingga bisa bikin
persiapan." Selagi ia melamun dan peras otak, tampak Giok Lan dengan membawa mangkok
porselen berjalan masuk ke dalam ruangan.
"Samya?"" serunya manja. "Makanlah dulu semangkok jinsom ini."
Pikiran Siauw Ling sedang kacau, sebetulnya ia ada maksud untuk menampik tapi
melihat Giok Lan berdiri dengan wajah patut dikasihani ia jadi merasa tidak tega untuk
menampiknya. Seraya bersantap pujinya tiada hentinya, "Ehmm" sungguh enak sekali."
Dapat memperoleh pujian dari Samya budak merasa amat puas.
Terlihat horden bergoyang Kiem Lan dan membawa nampan perak berjalan masuk
kedalam. "Samya".." serunya sambil tersenyum. "Rambutmu kacau tak karuan biarlah aku
sisirkan rambutmu." Mendengar ucapan ini Siauw Ling teringat kembali akan kenangan dahulu kala sewaktu
bibi Im menyisirkan rambutnya perlahan-lahan ia menghela napas panjang dan bungkam
dengan wajah sedih. Kiem Lan melepaskan rambut Siauw Ling untuk disisir perlahan-lahan dan Giok Lan pun
dengan sendok menyuapi kuah jinsom ke dalam mulutnya.
Semangkok jinsom tak terasa telah habis di bawah sisiran rambut dari Kiem Lan.
Mendadak Siauw Ling teringat kembali dengan diri Tong Lam Kouw. Karena merasa
satu malam tak kelihatan dia muncul tak tertahan lagi angannya.
"Apakah nona Tong datang mencari aku?""
Giok Lan tertegun hampir saja mangkok ditangannya terlepas jatuh dari pegangan.
Ia hanya memandang wajah Siauw Ling dengan mulut membungkam.
"Eeeei kenapa mereka bersikap begitu takut kepada diriku?" pikir Siauw Ling
tercengang melihat sikap dayangnya begitu jeri. "Tentu sikapku terlalu galak kepada
mereka lain kali aku harus bersikap lebih halus lagi."
Ia segera tersenyum. "Tidak usah takut, lain kali aku tak akan marah lagi kepada kalian." pemuda ini cepat
menghibur dayang-dayangnya.
"Budak beruda bisa mendapat perhatian dari Samya untuk melepaskan diri dari
penderitaan, sekalipun sepanjang masa menjadi budak dan menerima makian serta
pukulan dari Sam pun kami rela, hanya harapan kami sebagai pelayan dan jangan sekalikali
menampik diri kami dihadapan Cungcu asalkan Samya suka mengabulkan kami berdua
tentu merasa sangat berterima kasih?"
"Baiklah asalkan suatu hari aku berdiam diperkampungan Pek Hoa Sanceng, kalian
tetap akan berada di sampingku."
"Terima kasih atas kebaikan Samya!" seru Giok Lan dengan wajah murung bercampur
kesal. "Jikalau Samya tinggalkan perkampungan dan bisa sekalian membawa serta
budakmu, hal ini sungguh jauh lebih baik lagi."
"Aaah hal ini mana mungkin," kata Siauw Ling tertawa. "Jikalau aku harus berkelana
dan membawa kalian dua orang nona, bukankah hal ini bisa membuat orang kegelian?"
"Tapi Samya asalkan kau tak suka kami berdandan sebagai perempuan budakmu bisa
menyaru sebagai kacung buku."
"Baiklah." "Samya kau sudah mengabulkan bukan?" teriak Giok Lan tak bisa menahan golakan
dalam hati lagi. "Aku akan berlutut dihadapanmu."
Ternyata budak ini sungguh-sungguh jatuhkan diri berlutut dan memberi hormat tiga
kali. Melihat tindak tanduk yang aneh dari dayang-dayangnya ini Siauw Ling merasakan
hatinya rada bergerak pikirnya, "Selama ini aku jarang bersikap baik kepada mereka,
tetapi mereka sangat baik kepadaku, setelah kusetujui untuk tetap disisiku dan
membawanya berkelana dalam Bulim, tak aneh kalau mereka kelihatan begitu gembira."
Mendadak teringat olehnya akan peristiwa terpotongnya sebuah lengan Hoo Hoa
sidayang yang melayaninya di atas loteng Wang Hoa Loo hatinya kontan jadi tersadar
kembali mengapa dayang-dayangnya ingin selalu berada disisinya.
Cepat-cepat ia bangunkan diri Giok Lan.
"Kalian boleh berlega hati setelah kusetujui, tak bakal aku menipu diri kalian lagi."
Saking girangnya Giok Lan tak dapat menahan isak tangisnya lagi serunya kegirangan,
"Budak berdua akan sekuat tenaga melayani dan membuat Samya jadi senang."
"Sudahlah kita tidak usah membicarakan soal ini lagi pernahkah nona Tong berkunjung
kemari?" Sembari mengusap kering bekas air mata yang membasahi pipinya Giok Lan berpaling
ke arah Kiem Lan, sedang mulutnya tetap membungkam.
Melihat Giok Lan tidak berkata Kiem Lan menghela napas panjang jawabnya lirih,
"Baiklah, bila Giok Lan Moay-moay tidak berani bicara biarlah budak yang memberi tahu
nona Tong telah diangkat Toa Cungcu dan sekarang dijebloskan dalam penjara batu di
bawah tanah." "Kenapa?" teriak Siauw Ling sangat terperanjat. "Bukankah dia adalah tamu yang
diundang oleh Jie Cungcu?"
Melihat pemuda itu berseru keras, seluruh tubuh Kiem Lan gemetar keras saking
takutnya. "Samya maukah kau sedikit perkecil suaramu?" buru-buru serunya tertahan.
Perlahan-lahan Siauw Ling berhasil menenangkan hatinya kembali.
"Sebetulnya apa yang telah terjadi?"
"Samya kau berbicaralah dengan enci Kiem Lan aku akan pergi menjaga diluar pintu,"
sebelum Kiem Lan bercerita, Giok Lan berseru terlebih dahulu.
Ia segera letakan mangkok tersebut keatas meja kemudian berkelebat keluar. Gerakgeriknya
lincah dan jelas meringankan tubuh yang dimilikinya tidak lemah.
"Keadaan yang lebih jelas budak tidak tahu," ujar Kiem Lan setelah adiknya berlalu.
"Agaknya peristiwa ini mempunyai sangkut paut yang amat erat dengan diri Samya."
"Ada sangkut pautnya dengan diriku?" seru Siauw Ling tertahan, air mukanya berubah
hebat. "Urusan ini harus kutanyakan sampai jelas?"
Ia lantas bangkit dan berlalu dari ruangan.
Melihat majikannya mau berlalu Kiem Lan semakin gelisah buru-buru ia menghadang di
depan Siauw Ling. "Samya kau hendak menanyakan urusan ini dengan siapa?"
"Aku mau menemui Jie Cungcu."
"Sekalipun telah kau ketahui apa yang hendak Samya lakukan" Jie Cungcu tidak berhak
untuk melepaskan dirinya."
"Kalau begitu biar aku pergi menemui Toa Cungcu."
Cepat-cepat Kiem Lan menggeleng.
"Setelah Toa Cungcu turunkan perintah untuk menjebloskan dirinya ke dalam penjara
jelas ia tak akan mengabulkan melepaskannya kembali bertanyapun saja."
"Jika demikian adanya, bukankah aku bisa mengurusnya lagi?"
"Samya lebih baik kau tidak ikut campur dalam soal ini."
"Tidak bisa jadi urusan ini aku harus mengurusnya sampai beres tanpa sebab menulis
surat untuk mengundang orang datang kenapa setelah tiba disini lantas menjebloskan
orang lain ke dalam penjara" dimana letak cenglinya?"
"Samya tahukah kau setiap orang yang telah berada di dalam perkampungan Pek Hoa
Sanceng tak seorangpun yang berani melanggar perintah Toa Cungcu."
Mendadak dayang ini memperendah suaranya. "Sekalipun kau memperoleh kasih
sayang dari Toa Cungcu tetapi inipun tak berarti bisa membangkang terhadap
perintahnya." "Tentang soal ini akupun tahu dan terima kasih atas petunjukmu tetapi urusan ini
sedikit tak pakai aturan, aku harus bertanya sampai jelas" seru Siauw Ling dengan alis
berkerut. "Kau tidak takut."
"Apa yang perlu aku takutkan?" potong sang pemuda cepat. "Aku tidak percaya apabila
Toa Cungcu sama sekali tak pakai aturan."
Melihat ketegasan pemuda itu Kiem Lan hanya bisa menghela napas panjang.
"sejak kecil budak dibesarkan dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng banyak peristiwa
yang mengerikan sudah kudengar maupun kulihat dengan mata kepala sendiri. Samya bila
kau bersikap keras untuk menanyakan urusan ini kepada diri Toa Cungcu budakpun tak
berani melarang hanya kuharapkan Samya suka berhati-hati."
"Aku tidak takut kau tak usah kuatirkan diriku."
Air mata jatuh berlinang membasahi wajah Kiem Lan dengan sendih pesannya kembali,
"serangan terang-terangan mudah dikelit penuh bokongan susah dijaga Samya kau harus
berhati-hati." Siauw Ling termenung berpikir keras, "Selangkah aku bertindak salah maka tubuhku
akan terpendam di dalam lumpur" gumamnya.
Mendadak sesosok bayangan manusia berkelebat lewat dan Giok Lan tahu-tahu sudah
munculkan dirinya disana.
"Kiem Hoa Hujien Cin datang" serunya.
Buru-buru Siauw Ling menyembunyikan kitab pusaka Sam Khie Cin Boh ke dalam
sakunya. "Saudara cilik apakah kau ada di dalam kamar?"
Sewaktu Siauw Ling siap menjawab bagaikan segulung angin kencang Kiem Hoan
Hujien sudah menerjang masuk kedalam.
Sepasang matanya dengan tajam menyapu empat penjuru kemudia memperhatikan diri
Kiem Lan dan Giok Lan tak berkedip.
"Nona berdua sungguh cantik wajahmu aakh saudara cilik kau sangat beruntung."
"Hujien pandai bergurau budak sekalian tidak berani menerima pujian sebesar itu,"
bersama-sama menjura. "Eeeei siapa yang lagi bergurau dengan kalian pujianku muncul dari dasar hatiku."
Kedua orang dayang inipun tahu bila Kiem Hoa Hujien adalah tamu terhormat dari
perkampungan Pek Hoa Sanceng sudah tentu mereka tak berani membantah lebih jauh
setelah menghidangkan teh wangi buru-buru mengundurkan diri dari ruangan.
Sepeninggalnya kedua orang dayang itu Siauw Ling pun ikut bangun berdiri.
"Antara lelaki dan perempuan ada perbedaan bicara di dalam kamar rasanya kurang
sopan, mari kita bercakap-cakap diruangan luar saja."
"Apa" lelaki dan perempuan ada perbedaan" lalu mengapa kedua orang dayang itu
boleh berada dalam kamarmu?" seru Kiem Hoa Hujien sambil tertawa. "Aku lihat tempat
ini sangat bagus kita bercakap-cakap disini saja."
Siauw Ling tak bisa berbuat apa-apa terpaksa dia menurut.
"Kedatangan Hujien entah ada persoalan apa?"
"Sikapmu terhadap enci sendiri demikian sopan dan pakai segala tetek bengek tata cara
yang kolot apakah kau tidak merasa sedikit memandang asing diriku?"
Oleh ucapan tersebut untuk beberapa saat lamanya Siauw Ling tak dapat mengucapkan
sepatah katapun terpaksa ia membungkam.
Kiem Hoa Hujien tersenyum.
"Saudara cilik besok pagi enci akan menantang Tiong Lam Jie hiap untuk bergebrak
sudah tahu bukan?" Sang pemuda mengangguk. "Tadi aku dengar ucapan dari hujien sendiri."
"Aaah kau jangan panggil aku dengan sebutan Hujien rasanya tidak enak didengar."
"Lalu suruh aku panggil apa?"
"Aku sebut kau sebagai saudara rasanya kaupun tahu harus memanggil aku dengan
sebutan apa bukan." Siauw Ling tidak ingin memanggil dirinya dengan sebutan enci, suatu ingatan bagus
segera berkelebat di dalam benaknya.
"Apakah kau inginkan aku membantu dirimu dalam pertarungan besok pagi?" buru-buru
ia mengubah bahan pembicaraannya.
Kiem Hoa Hujien tertawa terkekeh-kekeh.
"Soal itu sih tidak perlu, enci percaya masih berkemampuan untuk menghadapi Tiong
Lam Jie hiap." Ia merandek sejenak kemudian sambungnya, "Tetapi kaupun harus tahu, dalam suatu
pertempuran kemungkinan terluka atau mati sangat besar sekali apalagi jika didengar dari
ucapan Toakomu serta Ih Bun Han To agaknya kepandaian silat Tiong Lam Jie hiap sangat
lihay senjata rahasiapun disembunyikan pada tempat-tempat yang berbahaya mau tak
mau enci harus bikin persiapan."
"Entah kau mau cayhe membantu dalam soal apa?"
"Minta bantuan sih aku tidak berani hanya ingin kutitipkan semacam barang berharga
agar kau suka menyimpankan baik-baik."
"Barang berharga apakah itu?"
"Lukisan Giok Sian Cu."
"Tentang soal ini?"" seru Siauw Ling tertegun.
"Tak usah kau katakan lagi soal itu lukisan Giok Sian Cu telah dihadiahkan sendiri
kepadaku oleh Jen Bok Hong ini berarti barang itu milikku pribadi jikalau dalam
pertarungan besok pagi tidak beruntung aku mati maka lukisan itu kuhadiahkan untukmu."
"Kenapa ia tidak serahkan lukisan tersebut agar Jen Bok Hong yang simpankan
sebaliknya malah diserahkan kepadaku?" Siauw Ling mulai curiga dan keheranan.
Terdengar Kiem Hoa Hujien melanjutkan kembali kata-katanya.
"Terus terang saja kuberitahu kedua orang saudara angkatmu serta Ih Bun Han To
bukan manusia-manusia yang bisa dipercaya setelah kupikir bolak balik rasanya hanya kau
seorang yang bisa dipercaya."
"Aaaaakh, hal ini belum tentu."
Kiem Hoa Hujien tertawa. "Sekalipun kau tidak ingin kembalikan lukisan tersebut kepadaku juga tidak mengapa."
Ia merogoh ke dalam sakunya untuk mengambil keluar lukisan Giok Sian Cu kemudian
ujarnya lagi, "Saudara cilik coba kau buka dan periksalah apakah lukisan ini asli atau
palsu?"
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aaaakh" Sudah tentu tidak mungkin palsu tak usah diperiksa lagi."
"Kalau begitu baik-baiklah menyimpan lukisan tersbeut setelah pertarungan besok pagi
semisalnya aku lolos tidak sampai mati aku akan datang untuk minta kembali lukisan
tersebut." "Jikalau demikian adanya, cayhe akan menurtu perintah tanpa membantah" sinar mata
Kiem Hoa Hujien perlahan-lahan menyapu sekejap seluruh ruangan tiba-tiba bisiknya lirih,
"Apakah kedua orang budak itu Jen Bok Hong yang berikan kepadamu?"
"Mereka berdua adalah orang-orang perkampungan Pek Hoa Sanceng yang selamanya
melayani tamu dipesanggrahan Lan Hoa Cing Si ini."
"Iiih?"" tiba-tiba Kiem Hoa Hujien berseru tertahan memotong ucapan Siauw Ling
selanjutnya. "Apakah kau belum lama menggabungkan diri dengan perkampungan Pek
Hoa Sanceng?" Diam-diam Siauw Ling merasa terperanjat juga sehabis mendengar ucapan tersebut
pikirnya, "Kiem Hoa Hujien sungguh merupakan seorang jago yang tak boleh dipandang
ringan dengan ketetapan peraturan dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng tak mungkin
ia tahu persoalan ini dari pemberitahuan orang lain?"
Jilid 26 Tak terasa lagi balik bertanya, "Bagaimana kau bisa tahu?"
"Dua hal apa saja!" seru sang pemuda she Siauw dengan hati tercengang.
"Pertama dari kepandaian silat yang kau miliki, sekalipun aku belum pernah melihat
bagaimanakah kepandaian silat yang dimiliki Jen Bok Hong tapi dari kepandaian Ciu Cau
Liong serta seluruh anak buah perkampungannya dapat kutarik kesimpulan apabila
kepandaian mereka berasal dari satu sumber lain halnya dengan kepandaianmu?"
"Kami bersaudara berasal dari perguruan yang tak sama sudah tentu dalam hal
kepandaian silat mempunyai perbedaan yang sangat besar?"
Kiem Hoa Hujien hanya tersenyum saja mendengar pembalasan pemuda itu.
Masih ada satu urusan lagi yang kurasa tak akan berhasil kau pungkiri."
"Soal apa?" "Barang menurut jenisnya binatang menurut kelompoknya Jen Bok Hong adalah
seorang yang keji ganas dan telengas sedang Ciu Cau Liong adalah seorang berwatak licik
banyak akal tetapi kau sama sekali tidak keji semakin tak bisa dikatakan licik dan banyak
akal keadaanmu jauh berbeda dengan keadaan mereka jikalau semisalnya kau telah lama
berdiam di dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng dan sifatmu belum juga ia akan turun
tangan jabat untuk menguasai dirimu."
Siauw Ling merasa bergidik setelah mendengar penjelasan itu mulutnya seperti terkunci
rapat-rapat tak sepatah katapun dapat diutarakan keluar.
Mendadak Kiem Hoa Hujien tertawa terkekeh-kekeh.
"Tetapi sekarang kau berlega hati kini Jen Bok Hong sedang membutuhkan bantuan
orang-orang lain sekalipun ia ada maksud-maksud membinasakan pun untuk sementara
waktu tak bakal turun tangan."
Mendadak ia memperendah nada ucapannya.
"Yang terutama sekali kau harus berhati-hati dengan kedua orang dayang cilik itu."
"Kenapa mereka ingin membinasakan diriku?"
"Ini hari ketika berada di dalam ruangan gubuk tadi, diluar kau sedang mewakili
perkampungan Pek Hoa Sanceng padahal diam-diam membantu Im Yang Cu untuk
menolong jiwa Bu Wie Tootiang dalam soal ini aku dapat melihatnya dengan sangat jelas
apalagi Ih Bun Han To serta Ciu Cau Liong sendiri" Sudah tentu aku sebagai encimu ikut
memikul tanggung jawab yang sangat berat itu dengan memberikan obat pemusnah yang
asli untuk Bu Wie Tootiang."
Hati Siauw Ling tergetar keras, tetapi diluaran masih tetap mempertahankan
ketenangan hatinya. "Orang yang melakukan perjalanan dalam Bulim paling mengutamakan kepercayaan,
setelah orang lain mengeluarkan kitab dan lukisan yang asli untuk ditukar dengan obat
pemusnah, sudah tentu kitapun seharusnya memberikan obat yang asli kepadanya, aku
rasa walaupun Jien Toako mengetahui hal inipun tak akan menyalahkan diriku."
Ia merandek sejenak kemudian sambungnya, "Sedangkan mengenai suruh aku
perhatikan kedua orang dayang itu hal ini makin membuat hatiku tidak paham. Apakah
kedua orang dayang itu berani mencelakai diriku?"
"Kau sungguh polos dan masih berpikiran kekanak-kanakan," goda Kiem Hoa Hujien
sambil tertawa. "Terhadap setiap manusia setiap urusan sama sekali tidak memberikan
kewaspadaan bila kau gunakan sikapmu semacam ini untuk berkelana di dalam dunia
kangouw maka keadaanmu sungguh menakutkan sekali. Sudah tentu kedua orang dayang
itu tidak berani mencelakai dirimu tetapi apakah toakomu Jen Bok Hong tidak berani
mencelakai kau?" Mendadak ia merandek untuk pasang telinga mendengarkan sesuatu kemudian laksana
sambaran kilat loncat keluar dari ruangan, sebentar kemudian ia sudah balik keluar dan
sambungnya, "Jikalau dugaanku tidak salah, kedua orang dayang ini tentu menggunakan
tindakan-tindakan yang merangsang yang manja dan genit untuk merebut kepercayaanmu
agar kau tidak menaruh rasa curiga apapun terhadap mereka berdua."
"Perkataan ini sedikitpun tidak salah" pikir Siauw Ling sembari membayangkan seperti
apa yang diucapkan perempuan itu. "Kedua orang dayang tersebut benar-benar berbuat
demikian." Terdengar Kiem Hoa Hujien melanjutkan kembali ucapannya, "Jen Bok Hong telah
memiliki dua orang mata-mata di samping memperoleh kepercayaanmu berada pula
disisimu setiap hari. Jikalau ia ingin turun tangan mencelakai kau rasanya walaupun kau
berjaga-jagapun masih mudah tertembusi. Encimu adalah seorang ahli dalam
menggunakan beratus-ratus macam racun sudah tentu pula bagaimana caranya
mencelakai seorang tanpa simangsa sendiri merasakan, semisalnya pada suatu hari Jen
Bok Hong temukan kau susah dikuasai atau diajak bersekongkolan, kemudian
memerintahkan kedua orang dayang itu untuk mencampuri racun berdaya kerja lambat di
dalam air teh atau santapanmu sehingga otakmu dikuasai dan hanya suka mendengarkan
perintahnya." Sekali lagi Siauw Ling teringat akan keganasan Jen Bok Hong sewaktu memerintahkan
dayangnya Hoo Hoa untuk memenggal lengan sendiri rasa bergidik memenuhi seluruh
benaknya. "Perkataan ini sedikitpun tidak salah" pikirnya. "Jikalau Jen Bok Hong menemukan aku
adalah seorang yang susah diajak bersekongkol dan merasakan watakmu tak sesuai
dengan tindakan mereka kemungkinan besar mereka akan menggunakan racun untuk
mencelakai diriku." Belum lagi berbicara terdengar Kiem Hoa Hujien menyambung kembali kata-katanya,
"Waktu itu kau menyesalpun sudah terlambat maka dari itu enci berharap apa yang
pernah kuucapkan ingat-ingatlah selalu dan kau saudara cilik harus berpikir tiga kali dalam
soal ini lebih baik jangan terlalu dekat dengan orang dayang tersebut."
Mendadak ia melepaskan sebatang tusuk konde kumala dari rambutnya seraya
diangsurkan kemuka tambahnya, "saudara cilik tusuk konde kumala ini adalah terbuat dari
batu giok hasil gunung Tian San simpanlah selalu dibadan bukan saja benda ini bisa
menghindar dirimu dan pengaruh kabut racun di samping itu bisa pula memeriksa, apakah
air teh santapan yang kau makan minum mengandung racun atau tidak semisalnya ada
racun maka tusuk konde kumala ini segera akan berubah bentuk jadi hitam kehijauhijauan."
"Tapi benda ini sangat berharga sekali cayhe tidak berani menerimanya."
Kiem Hoa Hujien tersenyum manis.
"Urusan ini menyangkut mati hidupmu bagaimana mungkin aku sebagai encimu tidak
merasa kuatir" cepatlah kau simpan."
Perlahan-lahan Siauw Ling menyambut tusuk konde kemala itu dari tangan Kiem Hoa
Hujien. "Pemberian serta budi kebaikan hujien membuat cayhe merasa sangat tak tenteram."
"Asalkan kau tahu enci bersikap sayang dan cinta kepadamu itu sudah lebih dari
cukup." Perlahan-lahan ia bangun berdiri tambahnya, "Enci tak akan menganggu terlalu lama
lagi. Aku mohon diri lebih dahulu."
Ia putar badan dan berlalu.
Siauw Ling merasakan hatinya bimbang ia ingin mengucapkan beberapa patah kata
rasa terima kasihnya kepada Kiem Hoa Hujien tetapi ucapan tersebut serasa sudah
diutarakan keluar maka dari itu ia membungkam terus.
"Di tengah lingkungan penuh kelicikan serta penuh keseraman ini". Siauw Ling mulai
bimbang. Baru pertama kali ia terjunkan diri ke dalam dunia kangouw telah tersangkut dalam
kancah pergolakan Bulim yang menyeramkan ia merasa dirinya mulai terjebak dan mulai
terseret di dalam pergolakan tersebut.
Mendadak terdengar suara deheman perlahan memecahkan kesunyian"
Ketika ia mendongak tampaklah Jen Bok Hong sambil bergandeng tangan telah berdiri
di samping pintu. Hatinya kontan tergetar keras buru-buru ia menjura. "Tidak tahu atas kehadiran Toako
hal ini membuat siauwte tidak menyambut dari jauh."
Jen Bok Hong tersenyum. "Aku terka dalam hatimu tentu ada hal yang sedang kau risaukan sehingga
pendengaranmu kehilangan daya tangkapnya."
Perlahan-lahan ia masuk ke dalam ruangan dan ambil tempat duduk sambungnya,
"Apakah Kiem Hoa Hujien sudah datang?"
"Baru saja berlalu tidak lama jikalau Toako datang lebih pagian tentu bisa menjumpai
dengan dirinya." "Soal itu sih tidak perlu?"
Mendadak senyuman yang menghiasi bibirnya lenyap tak berbekas sebagai gantinya
suatu keheranan serta keseriusan menyelimuti mukanya.
"Aduh celaka mungkin Giok Lan serta Kiem Lan benar adalah orang yang kirim datang
untuk mengawasi diriku," pikir Siauw Ling dalam hatinya. "Tentu kedua orang dayang itu
sudah curi dengar pembicaraanku dengan Kiem Hoa Hujien lalu laporkan hal ini
kepadanya." "Samte," tiba-tiba Jen Bok Hong menghela napas panjang. "pernahkah kau dengar
tentang cara pemeliharaan racun kecil yang keji dari daerah Biauw Ciang?"
"Tentang soal ini siauwte pernah mendengar orang bercerita."
"Sewaktu ia masih berada di dalam lembah Sam Sin Kok dari Cung San Pek ia pernah
mendengar cerita tentang berbagai peristiwa aneh di dalam dunia kangouw tentang
pemeliharaan racun kecil yang keji dari suku Biauwpun pernah ia dapat keterangan."
"Tahukah kau bahwa Kiem Hoa Hujien adalah seorang ahli melepaskan racun keji
tersebut" sambung Jen Bok Hong.
"Tentang soal ini siauwte sama sekali tidak tahu!" seru Siauw Ling sangat terperanjat.
"Kebanyakan orang melepaskan racun keji melalui air teh ataupun santapan tetapi Kiem
Hoa Hujien bisa melepaskan racun dengan hanya menyentuh kulitnya dengan kulitmu
saja. Aaai tentang hal ini aku menyesal sudah lupa memberitahukan kepadamu."
Siauw Ling segera merasakan dadanya seperti dihantam dengan martil berat seluruh
hatinya tergetar keras lama sekali ia baru jadi tenang kembali.
"Setelah Kiem Hoa Hujien ada maksud bekerja sama dengan Toako untuk
menyelesaikan persoalan besar, mungkin dia bisa meracuni diri siauwte."
"Tentang soal ini aku sama sekali tidak paham sehingga susah bagiku untuk melihat
tanda-tanda yang mencurigakan untung sekali di dalam tiga hari kemudian seorang tabib
sakti kawanku akan datang berkunjung kemari berbagai macam racun bisa dia bebaskan
bahkan untuk mempelajari menyembuhkan racun keji dari suku Biauw itupun ia pernah
berdiam selama sepuluh tahun lebih di daerah Biauw Ciang setelah ia tiba disini biarlah
aku mintakan dia untuk periksakan badanmu mungkin keracunan atau tidak."
Ia merandek sejenak kemudian sambungnya, "Sebelum tabib sakti tiba disini aku
berharap kau suka berhati-hati. Nah sampai jumpa nanti."
Ia bangun dan melangkah keluar.
"Toako tunggu sebentar" seru Siauw Ling tiba-tiba dengan hati cemas.
"Samte masih ada urusan?" tanya Jen Bok Hong sambil putar badan dan tertawa.
"Barusan saja Kiem Hoa Hujien datang berkunjung kemari dan menyerahkan lukisan
Giok Sian Cu agar siauwte suka menyimpannya."
Di atas air muka Jen Bok Hong terlintaslah suatu senyuman yang menggidikkan tapi
dalam sekejap mata sudah lenyap tak berbekas.
"Mengapa ia suruh kau yang simpankan?"
"Ia berkata besok pagi mau bergebrak melawan Tiong Lam Jie hiap siapa yang mati
dan siapa yang hidup masih susah diramalkan mulai sekarang maka dari itu ia titipkan
lukisan Giok Sian Cu itu untuk sementara ditempatku. Jikalau besok pagi ia berhasil
menangkan Tiong Lam Jie hiap maka dia akan datang kemari untuk mengambil lukisan
tersebut jikalau semisalnya mati di tangan Tiong Lam Jie hiap maka lukisan Giok Sian Cu
akan dihadiahkan kepada siauwte."
"Kalau begitu baiklah kau simpan benda tersebut setelah perjanjian besok pagi lewat
kembalikan saja kepadanya."
Lelaki ini sungguh licik ia dengan sistim mundur dengan kata-kata yang mengharukan
hati Siauw Ling membawa pemuda yang baru saja munculkan diri di dalam dunia kangouw
dan tak banyak pengalaman ini selangkah demi selangkah terjebak di dalam
perangkapnya. Sedikitpun tidak salah akhirnya Siauw Ling terjebak juga dalam perangkapnya tak
tertahan lagi ia berseru, "Saat ini lukisan tersebut berada disaku siauwte entah apa toako
mau melihatnya?" "Lukisan tersebut merupakan hasil kerja dari Thian To seorang dewa lukis yang terkenal
masa yang silam dan satu-satunya lukisan yang masih utuh hanya lukisan ini saja
walaupun siauwte pernah melihat sisa lukisan bintang mengerumuni rembulan tetapi
belum pernah kulihat bagaimanakah bentuk lukisan Giok Sian Cu ini semisalnya tidak
mengapa biarlah aku lihat sejenak."
Siauw Ling segera mengambil keluar lukisan Giok Sian Cu itu kemudian diangsurkan
ketangan Toakonya. "Toako silahkan melihat sendiri."
"Pada mulanya aku ingin agar kau suka menipu lukisan dari Kiem Hoa Hujien ini," ujar
Jen Bok Hujien sambil menerima angsuran lukisan tersebut. "Tetapi sewaktu teringat akan
kelihayan dalam melepaskan racun hatiku merasa sangat tidak tentram buru-buru aku
datang kemari untuk beritahu kepadamu agar suka berhati-hati siapa nyana ia sudah
datang terlebih dahulu sekarang biarlah untuk sementara waktu lukisan ini aku simpankan
dahulu setelah Siauw heng mengaguminya semalaman besok pagi akan kusuruh orang
untuk kirim kembali."
Mendengar ucapan itu Siauw Ling jadi tertegun.
"Toako hendak membawanya kembali keloteng Wang Hoa Loo?"
"Aku dengar lukisan Giok Sian Cu merupakan hasil kerja yang sangat bagus apabila
siauw heng sedang menikmati lukisan tersebut disini dan Kiem Hoa Hujien datang kemari
bukankah hal ini malah sedikit tidak leluasa jadinya."
Perlahan-lahan ia melangkah keluar.
Mendadak satu ingatan baguspun berkelebat dalam benak Siauw Ling.
"Setelah Toako membawa lukisan itu keatas loteng untuk menghindarkan diri dari
munculnya kembali Kiem Hoa Hujien disini sehingga siauwte gelagapan lebih baik untuk
sementara waktupun siauwte pergi menghindar," ujarnya.
Jen Bok Hong termenung sesaat akhirnya ia berkata, "Keadaan diluar perkampungan
Pek Hoa Sanceng pada saat ini sangat berbahaya lebih baik bersembunyi di dalam
perkampungan saja." "Tentang soal ini siauwte bisa berlaku hati-hati harap toako tak usah menguatirkan."
Pada dasarnya Siauw Ling memang seorang pemuda yang sangat cerdik setelah
menyerahkan lukisan Giok Sian Cu tadi ia tahu dirinya kena terjebak ke dalam
perangkapnya. Kini setelah lukisan tersebut terjatuh ketangan Jen Bok Hong ini berarti sulit baginya
untuk mintanya kembali. Oleh karena itu terpaksa ia harus mencari Tiong Cho Siang-ku
untuk bersama-sama merundingkan persoalan ini.
Terdengar Jen Bok Hong berkata, "Bila kau berjalan diluar perkampungan harap sedikit
berhati-hati cepat pergi agar aku jangan menguatirkan keselamatanmu."
"Siauwte akan mengingat-ingat terus."
Sepeninggalnya Jen Bok Hong dari pesanggrahan Lan Hoa Cing Si ia kembali ke dalam
ruangan untuk menyimpan kitab pusaka Sam Khie Cing Boh tersebut kemudian
meninggalkan perkampungan Pek Hoa Sanceng mengalih kesebelah utara.
Setelah melewati jalan raya ia berbelok kejalan kecil dan kerahkan ilmu meringankan
tubuhnya untuk bergerak kemuka.
Secara samar-samar ia masih teringat letak kuil bobrok dimana ia berjumpa dengan
Tiong Cho Siang-ku, setelah menentukan arah ia melakukan perjalanan cepat kesana.
Di bawah sorotan sinar sang surya juga ia di depan kuil bobrok tersebut.
Kuil ini separuh bagian sudah hancur, alang-alang serta rumput tumbuh setinggi lutut,
daun kering berserakan dimana-mana suasana terasa amat sunyi di samping keseraman
yang mencekam. Setelah Siauw Ling bersembunyi dibalik pohon dan lama sekali mengintai sekitar tempat
itu salurkan hawa sinkangnya dengan ilmu Pat Poh Kan Can dalam beberapa kali loncatan
saja telah melewati tembok dan menerobos masuk ke dalam melewati ruangan tengah.
Suasana di sekeliling tempat itu masih seperti sedia kala di tengah rumput yang tinggi
muncul sebuah tanah kosong seluas tiga empat tombak.
Setelah mencocokkan ingatan dengan pemandangan dihadapannya, ia melangkah ke
arah bilik ruangan sebelah timur.
Pintu kayu diruangan timur telah lapuk dan penuh dengan debu, tetapi di samping kiri
kanannya masing-masing terletak sebuah peti mati.
Siauw Ling teringat dengan ucapan dari Sang Pat bilamana di dalam dunia kangouw
terjadi perubahan dan hubungan susah dilakukan datanglah kebilik kamar ini untuk
mengambil catatan yang diletakkan dipeti mati sebelah selatan.
Selama beberapa hari ia tidak pernah menemui tanda rahasia yang ditinggal Tiong Cho
Siang-ku dan keadaan dirinya di dalam perkampungan Pek Hoa Sancengpun makin hari
semakin berbahaya maka terpaksa ia harus datang kekuil ini untuk memeriksa adakah
surat yang ditinggalkan oleh Tiong Cho Siang-ku disana.
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan cepat ia memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu kemudian berjalan kepeti
mati sebelah selatan dan perlahan-lahan dibukanya penutup peti mati itu.
"Kraaaak"!" dengan mudah sekali penutup tadi terbuka.
Tetapi sejenak kemudian ia sudah dibikin tertegun tampaklah di dalam peti mati itu
berbaring seseorang yang seluruh tubuhnya diselimuti dengan perawakan yang kecil dapat
diduga kalau bukan seorang gadis tentulah seorang bocah berusia belasan tahun.
Di tengah kuil kuno yang sunyi serta ruangan yang menyeramkan ternyata ditemukan
sesosok mayat di dalam peti mati itu sekalipun Siauw Ling adalah seorang yang
bernyalipun tak urung merasakan jantungnya berdebar keras lama sekali ia berdiri
tertegun. Akhirnya ia menunduk mencium apakah ada bau busuk atau tidak tapi hasilnya nihil
dari mayat tadi sama sekali tidak tercium bau yang kurang sedap tak terasa lagi pikirnya,
"Aaakh! mayat ini kalau bukan sudah tinggal kerangka saja tentu baru saja meninggal."
Tangannya bergerak siap membuka kain putih yang menutupi tubuh mayat tersebut
dan secara tiba-tiba hatinya agak bergerak pikirnya, "Bila mayat ini adalah sesosok mayat
gadis bukankah tindakanku ini sangat kurang ajar" kedatanganku kemari adalah untuk
mencari surat yang ditinggalkan Tiong Cho Siang-ku lebih baik aku tak usah mengganggu
mayat ini lagi." sinar matanya dengan cepat menyapu sekejap di sekeliling peti mati itu mendadak ia
temukan secarik kertas terletak diluaran kain putih itu hatinya jadi terkejut bercampur
girang. Dengan cepat disambarnya kertas itu, siapa nyana belum sempat ia menyentuh kertas
tersebut mendadak terdengar suara bentakan dingin berkumandang memecahkan
kesunyian. "Jangan ganggu dia."
Walaupun bentakan itu tidak keras, tetapi setiap kata mengandung keseraman yang
menggidikkan Siauw Ling seketika itu juga merasakan bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Tak kuasa lagi dia mundur dua langkah ke belakang.
Ketika kepalanya mendongak maka terlihatlah seorang lelaki kurus berbaju serba hitam
telah berdiri di depan pintu. Sepasang matanya melotot bulat memandang diri pemuda
tersebut tak berkedip. Ilmu meringankan tubuh orang ini benar-benar sangat luar biasa sekali ternyata dengan
ketajaman pendengaran Siauw Ling sama sekali tidak mengetahui kapankah munculnya
orang itu disana. Setelah rada kecut dapat ditekan Siauw Ling mulai salurkan hawa sinkangnya untuk
mempersiapkan diri. "Mayat siapakah yang berada di dalam peti mati itu?"
"Soal ini kau tak usah turut campur!" bentak si lelaki kurus kering itu sambil melangkah
maju ke depan. Suaranya tawar dan dingin.
Dalam sekali kelebatan tersebut ternyata orang itu telah berada kurang lebih tujuh
delapan depa di depan peti mati itu, kecepatan geraknya sangat luar biasa.
"Siapakah saudara?" akhirnya Siauw Ling merangkap tangannya bertanya.
Orang itu tidak ambil gubris mendadak ia melangkah lagi ke depan sehingga tiba disisi
peti mati dan menutup kembali peti mati tersebut.
Setelah dapat melihat jelas bilamana si orang berbaju hitam itu adalah manusia, nyali
Siauw Ling semakin besar bentaknya tiba-tiba sambil melototi lelaki itu tajam-tajam.
"Jikalau saudara berani mendesak maju lebih dekat jangan salahkan cayhe segera
turun tangan." Mendengar ancaman orang itu si orang berbaju hitam mendongak dan tertawa
terbahak-bahak. "sungguh sayang kau sudah kehilangan kesempatan untuk menguasai diriku."
"Kita belum saling bergebrak menang kalahpun masih susah diduga kapankah cayhe
kehilangan kesempatan untuk mengalahkan dirimu?"
Pemuda she Siauw ini merasa heran dan tidak mengerti apa maksud orang itu berkata
demikian. "Jikalau kau tidak tinggalkan peti itu sekalipun aku punya kepandaian untuk
membinasakan dirimupun tak akan berani untuk turun tangan."
"Apa toh pentingnya peti mati itu?" pikir Siauw Ling kemudian setelah mengertikan
ucapan lawan. "Oooouw" mungkin orang yang berada di dalam peti mati itu sangat
penting baginya" mungkinkah orang itu masih hidup?"
Berbagai persoalan yang mencurigakan hatinya makin lama membuat pikirannya makin
bingung. "Eeeei" bocah muda kau ingin turun tangan sendiri atau aku yang turun tangan?"
terdengar si orang berseru dingin.
"Bagaimana yang kau maksudkan dengan turun tangan itu?"
"Jika kau ingin turun tangan sendiri, maka aku akan pinjamkan sebilah pisau beracun
yang akan mematikan dirimu di dalam sekali tusukan bahkan memberikan suatu kematian
yang utuh." "Dan apabila membiarkan kau yang turun tangan!" jengek Siauw Ling sambil tertawa
hambar ia berusaha untuk menahan hawa gusar yang bergelora di dalam dadanya.
"Bila demikian adanya maka kau bakal menerima penderitaan yang paling berat, kau
akan kutangkap terlebih dahulu kemudian setiap hari kuhadiahkan satu tusukan
dibadanmu tujuh hari kemudian baru sungguh-sungguh mati, aku rasa siksaan tersebut
tak akan ada yang tahan walaupun seorang yang memiliki tulang baja otot besipun."
"Sungguh sayang, sungguh sayang, aku tidak ingin turun tangan sendiri juga tidak ingin
kau yang turun tangan bagiku. Lalu enaknya bagaimana?"
Mendadak selintas rasa girang berkelebat di atas wajah si orang berbaju hitam itu.
"Aku masih punya cara, kau sungguh yang amat cerdik."
"Apa caramu itu?"
"Bila kulihat dari sikapmu, agaknya kau adalah seorang jagoan ini yang memiliki
kepandaian silat lihay."
"Soal ini sih aku cuma tahu sedikit saja."
"Makin tinggi tenaga kweekang yang dimilikinya orang itu kemanjurannya makin besar"
seru orang itu semakin keras.
Mendengar orang itu ngaco belo tidak karuan Siauw Ling makin kebingungan lagi tibatiba
bentaknya, "Eeeei" apa yang kau ucapkan" Sungguh membuat orang jadi bingung."
"Setiap hari aku akan persiapkan makanan yang paling enak untuk dirimu, asalkan kau
suka bekerja sama dengan diriku maka aku berjanji tidak akan melukai jiwamu."
"Hey apa yang sedang kau ucapkan?"
Mendadap sifat serta watak si orang berbaju hitam itu berubah halus sekali, seratus
delapan puluh derajat berubah dari sikapnya yang kasar tadi.
"Aku sudah pergi banyak tempat tetapi belum pernah kutemui manusia macam kau.
Asalkan kau suka bantu diriku maka ini berarti siauw jie ketolongan."
"Ooouw" kalau urusan menolong orang sih cayhe suka membantu sekuat tenaga coba
kau jelaskan apa yang harus aku lakukan untuk membantu dirimu?"
"Siauwte telah terang semacam penyakit yang berbahaya ia sedang berbaring di dalam
peti mati. Aku rasa kau sudah melihatnya sendiri bukan?"
"Dia masih hidup?"
Perlahan-lahan si orang berbaju hitam itu mengangguk.
"Sewaktu penyakitnya kambuh, keadaannya jauh tiada berbeda dengan sesosok mayat,
aku harus menotok beberapa buah jalan darahnya untuk menjaga agar satu-satunya hawa
yang masih ada dalam tubuhnya tidak sampai buyar di samping melindungi pula denyutan
jantungnya setelah itu baru kurasakan untuk mengobati dirinya setiap kali ia masih
beruntung bisa lolos dari kematian."
"Ooouw ada urusan begini" kalau begitu ilmu pertabiban sangat luar biasa sekali?"
"Bukannya loohu menyombongkan diri dikolong langit pada saat ini rasanya susah
untuk mendapatkan seorang tabib yang kepandaiannya jauh di atas kepandaian loohu."
Siauw Ling yang mendengar ucapan itu tanpa terasa telah meneliti wajah orang itu.
Ia lihat kulit serta daging di atas wajahnya telah menjadi kaku kecuali sepasang
matanya masih bisa bergoyang-goyang dan mulutnya masih bisa berbicara boleh dikata
wajahnya tidak mirip manusia hidup lagi.
Pikiranpun tak terasa ikut berputar.
Manusia sekukoay inipun masih menyombongkan ilmu pertabibannya tiada
tandingannya dikolong langit jikalau ucapannya sungguh-sungguh hal ini benar-benar
sangat luar biasa. Terdengar si orang berbaju hitam melanjutkan kembali perkataannya, "Kedatangan
loohu kemari sebenarnya ingin mngunjungi seorang kawan karibku tetapi berhubung
penyakit siauwte secara mendadak kambuh terpaksa loohu harus beristirahat dahulu dikuil
kuno ini untuk menolong dulu jiwa siauw li setelah itu baru pergi mengunjungi kawan
karibku itu." "Kau sudah bicara setengah harian masih belum juga memberitahukan bagaimana
pertolongan kau. Tetapi cayhe harus beritahu dulu terhadap ilmu pertabiban aku sama
sekali tidak mengerti."
"Soal ini kau tidak perlu kuatir asalkan kau menyanggupi untuk menolong siauw li itu
sudah cukup." "Baiklah aku setuju."
"Sungguh bagus sekali!" teriak si orang berbaju hitam itu kegirangan setengah mati.
Mendadak ia ambil keluar sebuah cawan kumala serta sebuah pipa besi yang berujung
tajam seraya angsurkan barang itu ketangan Siauw Ling, ujarnya, "Sekarang kau
keluarkan dulu secawan darah agar aku periksa dulu bagaimanakah warna darahmu serta
dapatkah digunakan atau tidak?"
"Harus mengeluarkan darah?" seru pemuda ini sangat terkejut.
"Bagaimana" bukankah kau sudah menyetujui" kau menyesal?"
"Akh tidak salah aku yang menyetujui sendiri sudah sepantasnya aku tidak pungkiri
janji sendiri," pikirnya dihati.
Ia lantas menerima pipa besi itu untuk diperiksa ada racunnya atau tidak setelah itu
baru ujarnya, "Asalkan putrimu bisa ditolong hanya dengan secawan darah sudah tentu
aku orang she Siauw tak akan menyesal."
Ia angkat pipa besi itu kemudian ditusukkan ke dalam lengan kiri sendiri darah segar
dengan cepat mengucur keluar mengalir ke dalam cawan.
"Sudah cukup, sudah cukup tak usah dikeluarkan lagi," terdengar si orang berbaju
hitam itu berseru keras. "Setengah cawan sudah cukup?" tanya Siauw Ling sambil cabut keluar pipa besi itu dan
angsurkan cawan kumala tadi ketangan si orang berbaju hitam ini.
Lelaki itu menerima cawan kumala tadi kemudian diangkatnya tinggi-tinggi untuk
diperiksa dengan teliti setelah itu ia mencelat sedikit darah tersebut.
Tiba-tiba tertawa tergelak.
"Darah bagus, darah bagus" pujinya tiada hentinya.
Melihat cara orang itu berbuat Siauw Ling merasa sangat bergidik.
"Darah manusia satu sama lain adalah sama apakah darahku sangat berbeda dengan
darah orang lain?" Di atas wajah si orang berbaju hitam yang kaku tersungging satu senyuman
kegirangan. "Sudah tentu tidak sama sudah tentu tidak sama. Dibalik hal ini masih terdapat
beberapa tahun aku berkelana mengarungi empat penjuru sudah banyak kulihat darah
manusia tapi belum pernah kutemui darah sebagus ini."
"Apakah benar-benar ada urusan seperti ini?" pikir pemuda ini dihati.
Sekalipun dia adalah seorang cerdik tetapi pengalamannya di dalam Bulim sangat cetek.
Mendengar ucapan orang itu sangat kukoay timbullah rasa ingin tahu dihatinya.
"Aku lihat Locianpwee seperti seorang yang mengerti tentang ilmu pertabiban."
"Haaa" haaa" bila dikatakan kepandaian ilmu pertabiban dari loohu, dikolong langit
tak seorang manusiapun yang dapat melampaui kepandaianku."
"Maaf, maaf ternyata Locianpwee adalah seorang tabib yang dapat menghidupkan
kembali orang mati!" seru Siauw Ling seraya menjura.
Perlahan-lahan si orang berbaju hitam itu meletakkan cawan kumala dari tangannya
kemudian menghela napas panjang.
"Bilamana dibicarakan dari penyakit yang diderita Siauw li jikalau bukannya Loohu miliki
kepandaian pertabiban yang luar biasa sekalipun ia miliki seratus lembar jiwamu akan
habis semua dan kini ia masih bisa baik-baik hidup dikolong langit kesemuanya karena kau
andalkan ilmu pertabiban Loohu yang tinggi."
"Jikalau Locianpwee memiliki kepandaian pengobatan sedemikian dahsyatnya kenapa
tak sekalian sembuhkan penyakit yang diderita putri kesayangmu ini?"
"Obat mujarab susah didapat walaupun Loohu memiliki kepandaian silat yang maha
dahsyatpun percuma saja."
"Dengan membawa serta putrimu yang menderita penyakit berat kau berkelana
mengarungi empat penjuru apakah tujuanmu yang terutama adalah mencarikan obat
mujarab baginya." "Selama beberapa tahun mengaruni empat samudra hasilnya tetap nihil tapi akhirnya
aku berhasil juga menemukan obat mujarab bagi diri Siauw li."
"Dimanakah obat tersebut?"
"Di dalam sebuah kuil kuno yang tak berpenghuni."
Mendengar ucapan itu Siauw Ling segera memeriksa keadaan disekitar ruangan
tersebut. "Sungguh tidak nyana kau berkelana keempat penjuru tidak juga berhasil dapatkan
obat mujarab itu, ternyata yang dicari justru berada di dalam kuil kuno ini."
Si orang berbaju hitam itu tersenyum.
"Walaupun Siauw li berada dalam keadaan luka prah tetapi wajahnya masih tetap
cantik jelita. Asalkan kau suka mengabulkan untuk menghadiahi darahmu guna menolong
penyakitnya maka ini berarti kau adalah tuan penolongnya bagaimana kalau pandang
sebentar bagaimana kecantikan wajah Siauw li?"
Buru-buru Siauw Ling menggeleng.
"Tapi cayhe tidak tahu sudah mengganggu putrimu kini setelah tahu makin tak boleh
diganggu lagi lelaki perempuan ada batasnya aku rasa tak perlu dilihat lagi."
"Ada loohu disini apa salahnya," desak si orang berbaju hitam itu seraya membuka
tutup peti mati dengan lengan kirinya.
"Sungguh aneh sekali si orang kurus kering ini," diam-diam pikir sang pemuda dalam
hatinya. "Kenapa ia paksa aku untuk menengok bagaimanakah kecantikan wajah
putrinya?" Akhirnya ia melangkah juga ke depan dan menengok ke dalam peti mati tetapi"
Pada saat itulah mendadak jalan darah Cing Bun pada pinggangnya jadi kaku hatinya
sangat terperanjat tangan kiri buru-buru dibalik mengiringi satu pukulan.
Saat itulah jalan darah Thian Cing hiat Ci Tie hiat dilengan kirinya kembali tertotok
kemudian disusul Ngo Si Wie To dua jalan darahpun kena tertotok.
Lima buah jalan darah penting di tubuhnya kena tertotok dalam waktu yang bersamaan
sekalipun Cung San Pek atau Lam Ih Kong sendiripun tak tertahan.
Tubuh Siauw Ling bergoyang dengan sempoyongan lalu roboh keatas tanah.
Melihat pemuda itu roboh lelaki berbaju hitam tadi bertepuk tangan kegirangan.
"Orang muda sungguh dahsyat tenaga sinkangmu masih sungguh sayang sungguh
sayang." Walaupun kelima jalan darah tubuhnya kena tertotok tapi ada satu jalan darah belum
tertotok yaitu jalan darah bisunya oleh karena itu sekalipun tak dapat bergerak ia masih
bisa berbicara. Dengan gusar segera bentaknya, "Seharusnya sejak tadi aku harus bersikap waspada
terhadap dirimu hmm dengan kata-kata indah menipu orang sehingga membuat orang
jatuh tercudang inikah cara tindakan seorang lelaki sejati?" Siapa yang perlu kau puji?"
Lelaki berbaju hitam itu tersenyum.
"Siauw li menderita penyakit yang sangat parah dikolong langit tak ada obat yang bisa
menolong kecuali Heng thay seorang disini loohu mengucapkan banyak terima kasih
terlebih dahulu." "Bila kau ingin agar aku menolong jiwa putrimu seharusnya urusan ini dirundingkan
secara baik-baik kenapa kau gunakan cara yang rendah untuk mencelakai diriku?"
"Urusan ini tak akan bisa beres bila dirundingkan," kata si orang berbaju hitam itu
kembali tertawa. "Setelah saat ini kau berhasil dikuasai sekalipun kuberitahukan kepadamu
juga tidak mengapa."
Ia mendehem perlahan sambungnya, "Loohu hendak mengalirkan darah dibadanmu ke
dalam tubuh putriku walaupun hal ini bisa menolong penyakit Siauw li jadi sembuh tetapi
kapanpun bakal mati karena kekurangan darah coba kau pikir terhadap urusan macam
begini apakah bisa dirundingkan" jikalau loohu rundingkan terlebih dahulu dengan kau
apakah kau suka mengabulkan?"
Kontan seketika itu juga Siauw Ling jadi melengak dibuatnya.
"Selama hidup belum pernah cayhe dengar ada cara penyembuhan penyakit dengan
menggunakan cara begini."
"Kau jangan lupa loohu adalah seorang tabib nomor wahid diseluruh kolong langit
orang lain merasa pekerjaan ini sangat sulit tetapi bagi loohu mudah bagaikan
membalikkan telapak tangan sendiri."
Ia mendongak dan tertawa terbahak-bahak, sambungnya, "Kau masih ada empat jam
ini loohu akan berusaha untuk menebusi seluruh urat nadi di tubuh Siauw li itu, akan
kubantu putriku untuk menghentikan seluruh darah di dalam tubuhnya walaupun akhirnya
kau bakal mati tetapi Siauw li dengan menggunakan darahmu akan tetap hidup sebagai
manusia normal bukankah matimu tak akan sia-sia belaka?"
Siauw Ling bungkam dalam seribu bahasa dalam hatinya dia mulai putar otak mencari
jalan keluar. Tiba-tiba ia teringat akan pelajaran ilmu menembusi jalan darah yang dipelajari dari
gurunya asalkan ada satu jam saja dirinya tidak diganggu lagi maka jalan darah bakal
terbebas dengan sendirinya.
Apalagi ia membutuhkan empat jam untuk menembusi seluruh urat nadi di tubuh
putrinya sudah tentu waktu itu lebih dari cukup.
Dari garis kematian secara tiba-tiba menemukan kembali suatu kesempatan untuk
hidup pemuda ini jalan lebih terhibur.
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sambil mendengus dingin ia segera pejamkan mata tidak menggubris si orang baju
hitam itu lagi. Terdengar si orang berbaju itu melanjutkan kembali kata-katanya, "Sebenarnya aku
masih punya satu cara yang lebih halus lagi yaitu loohu bikinkan semacam obat penambah
darah untuk kau makan setiap hari dan tujuh hari kemudian kan sama saja bisa menolong
nyawa Siauw li di samping tetap mempertahankan jiwamu tetapi sewaktu loohu menotok
jalanmu tadi secara samar-samar kutemukan bahwa kau telah berhasil memiliki hawa
khiekang pelindung badan jika aku membiarkan kau hidup lebih lanjut kemungkinan sekali
merupakan bibit bencana bagi kami dikemudian hari maka dari itu lebih baik kuhabiskan
sekalian jiwamu dari pada repot-repot dikemudian hari."
"Untuk menggunakan darahku menolong jiwa putrimu hal ini takkan kusalahkan
dirimu!" seru Siauw Ling membuka matanya kembali. "Tetapi ingin sekalian membinasakan
diriku ini menunjukkan bahwa kau sitabib betul-betul berhati telengas."
"Di dalam Bulim orang-orang menyebut loohu sebagai Tok So Yok Ong atau siraja obat
bertangan keji apakah kau kira nama ini hanya nama kosong belaka?"
Siauw Ling tertawa dingin dan tidak banyak bicara lagi. Diam-diam ia salurkan hawa
murninya siap menerjang jalan darahnya yang tertotok.
Mendadak dari dalam sakunya si orang berbaju hitam itu mengeluarkan sebatang jarum
perak lalu diangkatnya tinggi-tinggi.
"Sekalipun Loohu tidak mengerti asal usul perguruanmu tetapi aku tahu setelah kau
berhasil memiliki ilmu khiekang pelindung badan ini berarti kaupun pasti bisa melepaskan
diri dari totokan jalan darah?"
Seluruh tubuh Siauw Ling tergetar keras, mendadak ia pentangkan matanya lebarlebar.
Tampaklah di atas wajah si orang berbaju hitam itu tersungging satu senyuman ujarnya
kembali, "Aku adalah siraja obat bertangan keji apa kau anggap mudah ditipu orang?"
Jarum perak tadi segera ditusukkan ke dalam jalan darah Thian Tu di tubuh sang
pemuda kemudian ia tertawa terbahak-bahak.
"Jalan darah Thian Tu merupakan jalan darah yang mempunyai hubungan dengan nadi.
Setelah jarum ini kutancapkan kejalan darahmu itu maka itu kau telah kehilangan daya
untuk mengerahkan tenaga sinkangnya dengan begitu apa yang loohu ucapkan tak dapat
kau lawan kembali." Satu-satunya jalan hidup bagi Siauw Ling kini ikut musnah tak berbekas. Pemuda ini
hanya bisa menghela napas panjang saja tanpa bisa berkutik lagi.
"Tidak disangka aku Siauw Ling tidak mati dalam pertempuran melawan musuh
tangguh melainkan harus mati karena darahku dikeluarkan orang."
Lelaki berbaju hitam itu mengeluarkan putrinya dari dalam peti mati kemudian
dibopong dan dibawanya keluar dari ruangan tersebut.
Beberapa saat kemudian ia sudah balik untuk membopong Siauw Ling kemudian
sekalian dibawa pindah ke dalam ruangan lain.
Ruangan tersebut terletak di samping ruangan semula sama lain hanya terpaut satu
tempat tetapi ruangan ini jauh lebih bagus keadaannya.
Agaknya si orang berbaju hitam itu telah membersihkan lantai ruangan tersebut selimut
ditaruh di bawah kemudian membaringkan putrinya di atas selimut itu, sedang Siauw Ling
diletakkan di atas tanah.
Setelah menutup pintu orang itu duduk bersila disisi tubuh putrinya untuk mulai
bekerja. Melihat semua harapan telah punah Siauw Ling hanya bisa berharap dalam empat jam
kemudian Tiong Cho Siang-ku bisa datang kemari sehingga dirinya bisa ditolong bebaskan
dirinya dari pengaruh totokan.
Malam semakin kelam ruanganpun makin lama makin gelap apapun tak kelihatan.
Siauw Ling sebagai seorang jago lihay, bila pada hari biasa tentu saja keadaan seperti
itu tak akan mengganggu dirinya. Tetapi setelah jalan darahnya tertotok ketajaman
pandanganpun menemui gangguan.
Dengan meminjam sedikit cahaya yang menyorot masuk melalui jendela, ia temukan
siraja obat bertangan keji mengambil keluar sebuah kotak obat dari dalam sakunya
membuka penutupnya dan mengambil keluar dua buah pipa besi yang kecil dan tajam,
kedua pipa tadi disambung dengan sebuah pipa kulit.
Tampak Tok So Yok Ong berpaling untuk memandang sekejap ke arah Siauw Ling
kemudian tersenyum, ujarnya, "Jikalau kau menginginkan kematian yang lebih enak baikbaiklah
dengarkan perintah loohu jikalau ingin meronta maka ini berarti mencari penyakit
sendiri." Rasa gusar yang bergelora di dalam hati Siauw Ling susah ditahan lagi kepingin sekali
ia melompat bangun dan di dalam sekali hantaman membinasakan orang itu.
Tetapi jalan darahnya tertotok sekalipun dalam hati ada maksud apa daya kekuatan
tidak mencukupi terpaksa dengan mata terbelalak ia menantikan datangnya ajal.
Tok So Yok Ong pun mulai menguruti seluruh tubuh putrinya tampak tangannya
sebentar naik sebentar turun ke bawah sedang napas panjang pendek tak menentu jelas
pekerjaan tersebut membutuhkan tenaga yang sangat besar dan ngotot sekali.
Dengan kerahkan segala kemampuannya Siauw Ling alihkan sinar matanya ke arah
gadis tersebut ia lihat dara itu memakai baju warna gelap gosokan tangan Tok So Yok Ong
beberapa kali menjingkap pakaiannya sehingga kelihatan kulit badannya yang halus dan
putih bersih bagaikan salju.
Waktu berlalu dengan cepatnya dalam kesunyian yang mencekam Siauw Ling mulai
teringat kembali akan pengalamannya pada masa yang lalu.
Ia teringat kembali dengan orang tuanya yang sangat mencintai dia teringat bibi Im
yang menemui ajalnya serta Gak Siauw-cha yang selalu rindukan selalu diingat"
Mendadak terdengar suara rintihan lirih diikuti tarikan napas panjang bergema.
Kemudian disusul suara Tok So Yok Ong berseru, "Bocah setelah lewati malam ini
keadaanmu akan seperti manusia biasa lainnya Tia akan bawakan makanan yang paling
enak untukmu, membawa kau menaiki gunung mengarungi samudra untuk menikmati
pemandangan yang indah?"
Melihat kasih sayang yang diperlihatkan orang itu Siauw Ling mulai berpikir di dalam
hatinya, "Walaupun orang ini bersikap keji terhadap orang lain tetapi terhadap putrinya
sendiri ternyata begitu sayang?"
Terdengar suara rintihan tadi makin lama makin keras agaknya dara tersebut telah
sadar kembali. Beberapa saat kemudian terdengarlah suara yang amat lemah lirih tapi merdu
berkumandang. "Tia dimanakah ini?"
"Kita sedang menginap dirumah orang cepat salurkan hawa murnimu untuk
digabungkan dengan tangan murniku menanti setelah seluruh urat nadimu lancar aku
akan sembuhkan penyakitmu!"
"Tapi Tia kenapa tidak pasang lampu?" tanya dara itu kembali dengan suaranya yang
amat lirih. "Tidak perlu pasang lampu lagi dengan ketajaman mata Tia sekalipun tidak pasang
lampu juga sama saja bisa menyembuhkan lukamu."
Mendadak ia membungkam kemudian pasang telinga dnegan cermat.
"Apa mungkin ada orang yang datang?" diam-diam pikir Siauw Ling di dalam hatinya.
Iapun ikut pasang telinga sedikitpun tidak salah secara lapat-lapat ia dengar suara
pembicaraan manusia. Hatinya jadi kegirangan setengah mati pikirnya, "Aaaakh perduli siapa yang datang
asalkan sudah dekat aku akan mulai berteriak keras-keras."
Siapa sangka belum sempat ia berbuat jalan darah bisunya telah tertotok juga.
Kiranya Tok So Yok Ong sudah menduga Siauw Ling akan berteriak karena itu ia
mendahului dengan menotok jalan darah bisunya terlebih dulu.
Suara langkah manusia makin lama makin dekat kemudian suara itu berhenti dipintu
luar. Serentetan suara yang dingin dan hambar berkumandang memecahkan kesunyian.
"Selama beberapa ini kita sudah berjalan bolak balik beberapa kali tapi tak sekalipun
berhasil berhubungan dengan Liong tauw Toako."
Mendengar suara itu Siauw Ling segera dapat mengenali sebagai suara sipit besi
berwajah dingin Tu Kiu. Suara yang lain segera menghela napas panjang.
"Aaaa Jen Bok Hong adalah seorang manusia yang licik dan keji pekerjaan apapun bisa
ia lakukan satu kali saja pernah bentrok maka ia tak akan mengingat-ingat lagi akan
hubungan persaudaraannya."
Suara yang terakhir ini adalah suara dari si Siepoa emas Sang Pat.
Siauw Ling segera berpikir keras dalam hatinya, "Kedua orang ini berada diluar kamar
asalkan aku perdengarkan sedikit suara saja mereka berdua tentu akan terkejut dengan
ketelitian dari si Siepoa emas ia pasti akan masuk ke dalam ruangan ini untuk melakukan
pemeriksaan." Cuma sayang sekali ia ada kemauan mulut tidak dapat bicara badan tak dapat
bergerak. Satu-satunya harapan saat ini adalah dara yang baru saja sadar dari pingsannya itu
bisa memperdengarkan suara napas yang berat atau mengeluarkan sedikit suara saja
sehingga memberitakan tanda buat Tiong Cho Siang-ku.
Tetapi ketika ia dengarkan lebih teliti kecuali samar-samar terdengar suara napas yang
lemah tak kedengaran suara lainnya lagi. Agaknya nona itupun telah ditotok jalan
darahnya oleh Tok So Yok Ong.
Satu-satunya harapan dari Siauw Ling pun lenyap tak berbekas karena ia tahu suara
napas yang dengan demikian lemahnya tak mungkin terdengar diluaran ruangan yang
tertutup sangat rapat. Terdengar sipit besi berwajah dingin Tu Kiu berkata kembali, "Maksudmu si Jen Bok
Hong telah membinasakan Siauw Toako?"
"Sekalipun ia tidak sampai dibunuh kemungkinan besar telah dikuasai dengan cara yang
lain," jawab Sang Pat penuh keseriusan. "Apalagi Jen Bok Hong punya banyak akal,
tindakkanpun keji dan telengas semua persoalan yang telah ia kerjakan tak bakal diketahui
siapapun juga tempo dulu dengan mata kepala sendiri aku pernah melihat ia pancing
empat orang hweesio Siauw lim untuk masuk jebakannya kemudian membinasakannya
dengan keji caranya turun tangan sangat rendah dan keji, dan rasanya tidak seharusnya
dilakukan oleh seorang manusia dengan kedudukan macam dia."
"Kalau begitu kita harus cari guna mendapatkan berita tentang Siauw Toako?"
Mendengar ucapan yang kekuatirkan, pikir Siauw Ling, "Pada hari-hari biasa Tu Kiu selalu
kelihatan berwajah dingin ucapannya kaku dan hambar siapa sangka ternyata ia adalah
seorang yang sangat berperasaan dan terlalu menguatirkan saudara sendiri."
"Aku rasa satu-satunya cara bagi kita untuk menyelidiki jejak Liong Tauw Toako adalah
menempuh bahaya menyelidiki perkampungan Pek Hoa Sanceng" kata Sang Pat tegas.
Mendengar kata-kata itu Siauw Ling jadi gelisah.
"Perkampungan Pek Hoa Sanceng adalah suatu tempat yang sangat berbahaya jikalau
mereka sampai pergi kesana bukankah hanya menghantar kematian sendiri?"
Makin dipikir ia makin cemas suatu keinginan untuk hidup segera berkobar dari dada
pemuda ini. Diam-diam hawa murninya dipaksakan untuk berkumpul dan coba menjebolkan totokan
jalan darah tersebut. Agaknya Tok so Yok Ong pun merasakan apabila Siauw Ling sedang berusaha untuk
meloloskan diri dari pengaruh totokan, mendadak tangan kanannya ditekan keatas jalan
darah Sien Khie di atas tubuh Siauw Ling dengan ilmu menyampaikan suara ujarnya,
"Jikalau kau coba untuk merontokkan lagi jangan salahkan dalam sekali hantamanku
hancurkan jantungmu."
Siauw Ling segera merasakan segulung tenaga panas yang luar biasa dahsyatnya
menerjang masuk melalui kulitnya langsung menerjang tubuh. Hal ini membuat hawa
murni dalam pusatnya kontan jadi punah.
Hatinya jadi sangat terperanjat pikirnya, "Sungguh tak kusangka tenaga dalam yang
dimiliki Tok so Yok Ong ternyata tidak lemah."
Pada saat itu terdengar sipit besi berwajah dingin Tu Kiu berkata kembali, "Biarkanlah
surat itu tetap berada di dalam peti semisalnya Liong Tauw Toako tiba disinipun agar dia
tahu dimanakah kita berada."
Terdengar suara langkah manusia makin lama makin menjauh dan akhirnya lenyap dari
pandangan. Setelah suasana menjadi sunyi kembali Tok so Yok Ong baru bangun berdiri bisiknya,
"Kau jangan coba sembarangan bergerak lagi. kalau tidak jangan salahkan Loohu akan
bertindak telengas."
Ia putar badan membuka jendela belakang dan meloncat keluar.
Pada saat ini seluruh tubuh Siauw Ling ada tujuh enam buah jalan darahnya tertotok
sekalipun Tok so Yok Ong sudah berlalu ia tetap tak bisa berkutik maupun bergerak.
Berbareng saat kemudian Tok so Yok Ong sudah meloncat kembali ke dalam ruangan
seraya bergumam sendiri. "Selamanya Tiong Cho Siang-ku bekerja sendiri tak pernah mereka suka teringat
dengan orang juga tidak ingin bekerja sama dengan orang tetapi darimana datanganya
seorang Liong Tauw Toako?"
Dalam hatinya Siauw Ling segera berseru, "Kau manusia konyol si Liong Tauw Toako
dari Tiong Cho Siang-ku bukan lain adalah cayhe." Sudah tentu ucapan ini tak mungkin
diutarakan keluar karena jalan darah bisunya tertotok.
Terdengar Tok so Yok Ong menghembuskan napas panjang.
"Aaaai semoga saja malam ini tak ada orang yang datang mengganggu lagi."
Ia duduk kembali untuk mengambil pipa besi itu lalu yang satu ditusukkan ke dalam
urat nadi Siauw Ling sedang pipa yang lainnya dimasukkan kelengan kanan gadis tersebut.
Siauw Ling hanya merasakan darah dalam tubuhnya dengan mengikuti aliran pipa besi
itu mengalir keluar, ia tak dapat berkutik hanya dalam hati menghela napas panjang.
"Dia ingin melepaskan darah dibadanku hingga habis dan akhirnya aku mati
kekeringan, cara ini sungguh keji sekali," pikirnya.
Walaupun ia mempunyai semangat memandang kematian seperti berpulang, tapi
menghadapi peristiwa yang sangat mengerikan ini tak urung bergidik juga.
Mendadak Tok so Yok Ong mengeluarkan tangan kanannya untuk kemudian ditarik
keatas dada Siauw Ling ujarnya, "Jalan darahmu tertotok ini menyulitkan aliran darah
tubuhmu biarlah Loohu membantu kau?"
Segulung hawa murni yang sangat panas mengalir keluar dari telapak tangannya
menerjang masuk ke dalam jantung pemuda itu.
siauw Ling makin bergidik lagi secara lapat-lapat ia merasakan darah dalam tubuhnya
bagaikan sumber air saja mengalir keluar tiada hentinya ia ingin melawan tapi disebabkan
banyak jalan darahnya sudah tertotok maka tak sanggup baginya untuk kerahkan tenaga
murninya. Beberapa saat kemudian mendadak Tok so Yok Ong melepaskan kembali telapak
tangannya yang ditekankan di depan dada Siauw Ling dari tengah jari telunjuk tangan
kanan gantian ditekankan keatas nadi pergelangan kanan dara tersebut, lalu berjongkok
dan mendengarkan detakan jantung didada gadis itu.
"Anakku sayang" gumamnya seorang diri. "Selama tujuh tahun selalu berada diambang
pintu kematian, banyak siksaan telah kau rasakan dan membuat aku selalu merasa kuatir,
bocah tahukah kau kemurungan yang aku derita jauh lebih tersiksa dari penderitaanmu"
Sekarang semuanya sudah beres, dengan darah orang ini kau bakal tertolong setelah
lewat malam ini keadaanmu seperti pula dengan manusia biasa, kau bisa bermain dan
hidup dikolong langit dengan bebas aku akan membawa kau berpesiar kesemua tempat
bersantap makanan paling lezat agar kau bsia hidup gembira di bawah perlindunganku."
Siauw Ling yang ikut mendengar ucapan itu hanya bisa mendamprat di dalam hatinya,
"Sungguh kurang ajar orang ini sekalipun benar kau menyayangi putrimu sekian rupa
sebagai cinta kasih orang tua terhadap anaknya tetapi aku Siuaw Ling juga manusia, kau
suruh aku mati kekeringan demi diri putrimu?"
Tampak Tok so Yok Ong mengeluarkan kembali sebuah pipa besi lalu ditusuk ke dalam
lengan kiri dara tersebut katanya lagi, "Bocah aku akan mengisap keluar darah kotor yang
mengeram di tubuhmu agar darah yang baik mengalir di dalam jantung sehingga
memberikan penghidupan yang baik kepadamu?"
Ia mengisap pipa besi itu lalu menyemprot keatas tanah sehingga muncullah darah
kotor dari tubuh gadis itu berceceran ditanah.
Setiap kali Tok so Yok Ong mengisap keluar darah di dalam tubuh dara tersebut Siauw
Ling merasakan aliran darah yang mengalir keluar semakin deras lagi.
Ia tahu dirinya tak bakal tahan lebih lama lagi asalkan orang itu mengisap kembali
darah itu beberapa kali maka darah yang mengalir keluar melalui tubuhnya akan habis.
Mendadak" suara bentrokan keras berkumandang memenuhi angkasa disusul ambruknya suatu
benda keatas tanah. Diikuti suara yang nyaring dari seseorang berkumandang datang.
"Budak busuk jika kau bicara terus terang dalam sekali bacok akan kuhancurkan
badanmu." Suara itu bukan lain dari Kiem Hoa Hujien hal ini membuat Siauw Ling kadi kegirangan.
Tapi rasa girang itu hanya berlalu jalan darahnya telah tertotok jangan dikata bergerak
untuk bersuarapun tak mungkin, sudah tentu tidak mungkin pula baginya untuk
memperdengarkan suara sehingga mengejutkan Kiem Hoa Hujien.
Terdengar suara gadis lalu bergema pula memecahkan kesunyian.
"Hujien kau jangan menuduh budakmu yang bukan-bukan, budak hanya mendengar
laporan dari para penjaga di pos-pos penjagaan yang memberitahukan arah kepergian dari
Samya tetapi dimanakah ia pergi budak sendiri juga tidak tahu! Aaaaai" Samya adalah
seorang lelaki sejati, budak merasa berhutang budi kepadanya, jikalau ia sampai terjadi
hal-hal yang diluar dugaan budakpun tidak ingin hidup seorang diri."
Ketika suara tersebut berkumandang masuk ke dalam telinga Siauw Ling pemuda ini
segera mengenali sebagai suara dari Giok Lan.
Terdengar Kiem Hoa Hujien tertawa tiada hentinya.
"Ooouw kiranya banyak persoalan yang telah kau ketahui sekrang aku mau bertanya
kepadamu apakah kau sangat suka dengan Samya kalian itu?"
"Kedudukan budak sangat rendah dan bilamana berani mempunyai pikiran demikian"
tetapi asalkan budak bisa selalu mengiringi Samya dan selama hidup bisa ikut melayani
Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dirinya, budak sudah merasa sangat puas."
"Aku lihat harapan kalian ini tak akan terkabulkan lagi, sekalipun aku tidak binasakan
dirimu tapi akan kulaporkan hal ini kepada Toa Cungcu agar ia memilihkan seorang kakek
tua yang cacat untukmu bukankah kau ingin melayani orang" nah layani saja suami
tuamu?" TAMAT Romantika Sebilah Pedang 2 Jago Kelana Karya Tjan I D Pendekar Pedang Sakti 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama