Ceritasilat Novel Online

Rahasia Kunci Wasiat 9

Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung Bagian 9


Ketika mendekati pintu besar mendadak kedua belas orang lelaki itu menggerakkan
golok ditangannya secara serempak.
Tampak cahaya golok berkelebat menyilaukan mata, jambul merah yang ada pada
ujung gagang golok berkibar menari-nari tertiup angin, dengan cepat posisi kedua belas
orang itupun berubah seratus persen.
Golok di tangan kanannya kini menunjuk keatas permukaan tanah sedang tangan
kirinya disilangkan di depan dada, badan membungkuk kepala menunduk, sikapnya sangat
menghormati sekali. Untuk beberapa saat lamanya Siauw Ling jadi kebingungan. Apa yang harus diperbuat
untuk balas menghormat terhadap orang-orang itu, tanpa terasa lagi langkahpun jadi
berhenti. Dengan langkah lebar Ciu Cau Liong segera menyusul kesisi tubuhnya dan menarik
tangan sang pemuda itu untuk diajak masuk.
"Siauw heng silahkan masuk!" serunya.
Setelah memasuki pintu besar, suara irama yang merdu mulai berbunyi memenuhi
ruangan. Dia belas orang gadis berpakaian warna warni dengan membawa berbagai
macam alat-alat musik perlahan-lahan munculkan diri sambil memperdengarkan suara
nyanyian yang merdu. Ciu Cau Liong buru-buru menyingkir mempersiapkan Siauw Ling melangkah masuk ke
dalam terlebih dulu, setelah melewati sebuah jalan kecil yang terbuat dari batu pualam
putih sampailah mereka di dalam suatu ruangan yang amat besar.
Keadaan di dalam ruangan itu amat mewah sekali, lantainya tertutup dengan
permadani berwarna merah darah, dindingnya terbuat dari pualam-pualam putih sedang di
atas meja tersusun berbagai macam barang antik yang mahal harganya, di atas dinding
tergantung pula lukisan orang-orang kenamaan dari skala yang telah lewat.
Empat orang dayang cantik berbaju sutera putih dengan membawa nampan dari batu
pualam perlahan-lahan maju menyambut kedatangan mereka.
"Kalian berdua silahkan duduk sebentar!" ujar Ciu Cau Liong kemudian dengan
hormatnya "Siauwte akan undang Toa Cungcu untuk bertemu dengan kalian."
"Aaah". jangan".. jangan!" cegah Siauw Ling dengan cepat. "Penyambutan yang
demikian mewahnya sudah membuat hati siauwte jadi kurang tenang. Sekarang aku orang
mana berani mengganggu ketenagan dari Toa Cungcu kalian."
sebaliknya di dalam hati ia mulai menaruh rasa curiga.
"Selama dalam perjalanan datang tadi aku sama sekali tidak melihat jejak apapun. Apa
mungkin orang yang datang ke dalam perkampungan adalah kawan-kawan dari
perkampungan Pek Hoa Sanceng?" Sedang orang yang mengirim berita kurang tahu
utusan sehingga salah melapor?"" pikirnya dalam hati.
"Terus terang saja siauwte beritahu kepada Siauw heng serta nona Sam Kauw," ujar
Ciu Cau Liong lagi. "Saudara angkat dari siauwte ini selamanya paling jarang menemui
tamu, tetapi Siauw heng adalah seorang thayhiap yang namanya sudah terkenal diseluruh
dunia persilatan, sedang nona Sam Kauw pun merupakan putri kesayangan dari keluarga
Tang yang sangat terkenal, tidak seharusnya kalau siauwte tidak undang Toa Cungcu
untuk menemui kalian."
Sehabis berkata ia putar badan dan berlalu. Tetapi baru saja berjalan beberapa langkah
mendadak ia menghentikan kembali langkahnya.
Kiranya secara mendadak ia sudah teringat sesuatu jika dia telah pergi dan Siauw Ling
menanyakan keadaan yang sebenarnya dari perkampungan Pek Hoa Sanceng sehingga
Tang Sam Kauw tanpa bisa dicegah sudah membocorkannya, bukankah hal ini akan
menjadikan urusan kurang leluasa baginya?""
Perkenalannya dengan Siauw Ling pada saat ini belum terlalu lama, terhadap
sifatnyapun pemuda itu belum mengerti jelas. Jikalau gadis tersebut sampai membocorkan
rahasianya dan Siauw Ling lantas pamit pergi bukankah rencana yang sudah disusun
selama ini akan tersia-sia belaka?"
Karena itu buru-buru ia memanggil seorang pelayan berbaju putih untuk dibisiki
beberapa patah kata. Pelayan cantik itu dengan cepat berlalu dari sana sedang ia sendiri lantas kembali ke
tempat semula. "Jika siauwte pergi sebenarnya terasa olehku ada kurang leluasa di dalam penyambutan
terhadap kalian," ujarnya sambil tersenyum.
"Aaakh tak mengapa. Ciu heng silahkan berlalu!" seru Siauw Ling dengan cepat.
"Tidak perlu, tidak perlu, siauwte sudah suruh orang lain untuk mengundang Toa
Cungcu datang. Hii, Jie Cung dari perkampungan Pek Hoa Sanceng bisa menyambut
kedatangan tetamunya dengan memakai segala macam upacara kebesaran aku baru
melihat untuk pertama kalinya," kata Tang Sam Kauw sambil tertawa cekikikan.
"Walaupun siauwte baru kenalan untuk pertama kalinya dengan Siauw heng, tetapi
persahabatan kita terasa berjalan semakin kuat, semoga saja Siauw heng bisa pula
menganggap aku orang she Ciu sebagai kawan akrab."
"Sudah tentu, sudah tentu, siauwte bisa menerima penghargaan dari Ciu heng. Dalam
hati sudah merasa sangat beruntung sekali," potong Siauw Ling dengan cepat.
Ketika itulah tampak tiga orang pelayan cantik berbaju putih dengan membawa
nampan pualam putih berjalan mendekat sambil menyuguhkan secawan teh wangi.
Siauw Ling lantas menerima cawan air teh itu dan diminumnya seteguk.
"Waaah teh bagus, teh wangi," pujinya setelah merasakan wanginya air teh itu.
Ia sudah ada lima tahun lamanya tinggal di atas gunung. Selama ini yang diminum
adalah teh kasar, yang dimakan adalah nasi tawar. Kini sesudah mencicipi teh kenamaan
sudah tentu segera merasakan kenikmatan yang berlipat ganda.
Ciu Cau Liong sewaktu melihat sikap serta tindak tanduk dari pemuda itu sekali lagi
bukan pura-pura, diam-diam hatinya merasa kegirangan.
"Aaakh haaa agaknya tanpa bersusah payah aku bakal berhasil menjebak dirinya untuk
bantu pihakku," pikirnya dalam hati.
Dalam hati ia berpikir demikian, diluar ia menjawab dengan lantang.
"Teh ini adalah teh Kiok Swie Siang yang ditanam dalam perkampungan kami. Siauw
heng bisa menebak benar teh tersebut dalam sekali tebakan. Jelas menunjukkan kalau
pengetahuanmu amat luas" katanya.
Siauw Ling yang sudah disanjung terus oleh Ciu Cau Liong tanpa terasa ia mulai
menaruh rasa simpati terhadap dirinya.
Mendadak Tang Sam Kauw melototkan matanya bulat-bulat dan menyapu sekejap
kesekeliling tempat itu. "Perkampungan kalian tidak tampak tanda-tanda kesiap siagaan apakah orang yang
mencari gara-gara di dalam perkampungan ini sudah pergi?" tanyanya.
"Walaupun bentrokan-bentrokan dengan orang Bulim sulit untuk dihindari tetapi
mengikat permusuhan rasanya bagi perkampungan kami."
"Hmm, di dalam Bulim siapa yang tidak memutuskan tahu sifat kalian dua bersaudara."
Ciu Cau Liong mendehem keras-keras memutuskan perkataan selanjutnya.
"Walaupun kali ini nona Sam Kauw diundang datang oleh siauwte sehingga harus
melakukan perjalanan jauh, tetapi bisa berkenalan dengan Siauw Thayhiap rasanya boleh
dikata perjalananmu tidak sia-sia belaka," ujarnya cepat. "Bilamana dikemudian hari kalian
berdua bisa bersama-sama, berkelana di dalam Bulim enghiong serta gadis cantik bisa
berpadu menjadi satu berita itu dengan cepat pasti akan menggemparkan seluruh dunia
persilatan." Mendengar perkataan tersebut hati Tang Sam Kauw terasa jadi hangat, ia menoleh ke
arah Siauw Ling dan tersenyum manis.
"Aku rasa mungkin aku orang tak ada rejeki yang sedemikian besarnya," ujarnya
perlahan. Dalam hati agak Siauw Ling juga merasakan sesuatu hanya saja ia tak begitu paham
apa maksud perkataan yang sebenarnya dari Ciu Cau Liong tadi, sehingga sikapnya agak
tertegun. "Mana, mana," katanya.
Selagi pemuda itu dibuat gelagapan mendadak tampaklah seorang pelayan cantik
berbaju putih dengan langkah tergesa-gesa dan amat gesit berlari mendekati ketiga orang
itu jelas ia memiliki ilmu silat yang lumayan juga.
"Toa Cungcu menantikan kedatangan tamu terhormat di atas loteng Wang Hoa Loo,"
lapornya sambil membungkuk memberi hormat.
"Bagus sekali," sahut Ciu Cau Liong sambil ulapkan tangannya ia segera bangun berdiri
dan menjura ke arah Siauw Ling katanya, "Silahkan Siauw heng suka melalukan perjalanan
naik keatas loteng?"
"Sudah ada seharusnya siauwte menyambangi diri Toa Cungcu."
Dengan dipimpin oleh Ciu Cau Liong mereka bertiga melewati dua buah ruangan yang
lebar kemudian berjalan menembusi sebuah halaman yang sangat luas.
Akhirnya sampailah mereka bertiga di depan sebuah loteng tinggi yang terbuat dari
batuan hijau dengan dikelilingi oleh pohon siong serta beraneka warna bunga yang
menyiarkan bau semerbak. Tinggi loteng itu ada sembilan kaki lebih. Arsitek pembangunannya sangat menarik
megah dan kokoh sekali. Dengan dihantar Ciu Cau Liong mereka berdua menaiki sebuah anak tangga yang amat
panjang sekali untuk naik keatas puncak loteng tersebut.
Loteng batu itu seluruhnya berjumlah tiga belas tingkat. Setiap tingkat dijaga oleh
seseorang yang semakin keatas usia semakin besar. Ketika tiba pada tingkat yang kedua
belas, orang yang menjaga pintu loteng itu adalah seorang kakek tua yang rambut serta
jenggotnya sudah pada memutih semua.
Mulai tingkat pertama sampai tingkat ketujuh orang-orang penjaga pintu itu masih
menaruh rasa hormat terhadap diri Ciu Cau Liong tetapi semakin meningkat sikap penjaga
pintu itu semakin dingin dan tawar.
Menanti setelah tiba ditingkat yang kesepuluh penjaga pintu itu sama sekali tidak
menghalangi, ia melanjutkan perjalananpun sudah terasa sangat beruntung.
Melihat seluruh kejadian itu dalam hati Siauw Ling mulai berkecamuk berbagai pikiran.
"Sebetulnya macam apakah Toa Cungcu mereka ini" Sungguh besar sekali ambisinya!"
batinnya dalam hati. Pada waktu itulah mereka betiga sudah tiba di atas loteng tingkat ketiga belas.
Ciu Cau Liong berebut maju satu langkah ke depan lalu dengan hormatnya menjura.
"Siauwte Ciu Cau Liong memberi hormat buat Toako," sapanya.
Ia menyincing pakaian siap-siap menjatuhkan diri berlutut.
"Ciute tak usah banyak adat!" cegah orang yang ada dalam balik ruangan dengan
suaranya yang serak dan kasar.
Ketika Siauw Ling menoleh ke arah dalam ruangan loteng tampaklah di atas sebuah
kursi kebesaran yang bersandar dekat dinding sebelah utara duduklah seorang siucay
bungkuk berusia pertengahan dengan jenggot hitam sepanjang dada dan memakai jubah
potongan sastrawan. Wajahnya berwarna merah padam keningnya menonjol tinggi alisnya tebal dengan
mulut yang lebar sikapnya amat gagah dan membuat setiap orang merasa jeri.
Bilamana dia tidak bungkuk maka sikapnya tentu akan jauh lebih mengerikan lagi.
Ciu Cau Liong perlahan-lahan bangun berdiri lalu dengan sangat hormatnya berdiri
disisi orang itu. "Saudara ini adalah Siauw Ling, Siauw thayhiap yang baru saja mengikat tali
persahabatan dengan siauwte," ujarnya sambil menuding ke arah pemuda tersebut.
"Eehmm jagoan jaman sekarang memang benar-benar luar biasa sekali," puji si siucay
bongkok itu sambil mengangguk.
Siauw Ling yang mendengar nada ucapannya amat sombong, ia segera ulapkan tangan
kanannya. "Siauwte Siauw Ling adanya, tolong tanya siapakah nama besar dari Loo heng"
sapanya. Mendengar perkataan itu air muka Ciu Cau Liong berubah hebat. Dalam hati ia merasa
sangat kuatir sekali bilamana Toanya secara tiba-tiba mengumbar hawa marah, kemudian
mengusir tetamunya dari loteng tersebut.
Dia yang sudah mengetahui bagaimanakah sifat dari Toakonya, sudah tentu mengerti
pula peristiwa yang bakal dilakukan olehnya.
Siapa sangka urusan sudah terjadi diluar dugaan, tampak si siucay bongkok itu cuma
tersenyum. "Cayhe adalah Jen BoK Hong dengan julukan Hiat Im Ci atau sibayangan berdarah kau
puas bukan?" sahutnya.
"Ooow kiranya Jen heng, selamat bertemu!"
Sebaliknya Tang Sam Kauw yang ada disisinya merasakan badannya gemetar amat
keras. Walaupun mengetahui nama besar dari perkampungan Pek Hoa Sanceng yang
ditakuti oleh setiap jagoan Bulim, tetapi ia sama sekali tidak mengetahui kalau Toa Cungcu
dari perkampungan Pek Hoa Sanceng tersebut sebenarnya bukan lain adalah sibayangan
berdarah yang ditakuti oleh semua orang.
Dengan cepat ia majukan diri untuk menjura.
"Siauwli sering mendengar nenekku membicarakan tentang Jen Loocian."
Sebenarnya ia hendak mengucapkan kata-kata "Jen Locianpwee", tetapi sewaktu
teringat kalau tingkatan dirinya adalah setingkat dengan Ciu Cau Liong sedang sibayangan
berdarah itu adalah kakak angkatnya sudah tentu tidak seharusnya dan tidak sepatutnya
ia menyapa siucay bungkuk tersebut dengan sebutan Jen Locianpwee.
Maka dari itu perkataan yang sudah diucapkan sampai di tengah jalan mendadak
terpotong putus. Agaknya Jen Bok Hong mengerti kesulitan dalam hatinya, ia tertawa tawar.
"Cayhe dengan Tang Loo Thay memang pernah bertemu beberapa kali," sambungnya.
"Tetapi dalam Bulim dalam tingkatan tua atau muda, kita masing-masing mengikat
persahabatan sendiri-sendiri saja."
"Perkataan ini sedikitpun tidak salah" sambung Siauw Ling secara mendadak.
"Cayhepun selamanya paling setuju bilamana mengikat persahabatan dengan orang lain
dalam tingkatan yang sama."
Selama ini ia selalu mengingat-ingat pesan wanti-wanti dari Lam Ih Kong yang
memerintahkan padanya supaya memanggil mau menegur siapapun dalam tingkatan yang
sama, baik itu terhadap sastrawan maupun terhadap jagoan Bulim macam apapun.
"Heee suatu persahabatan dalam tingkatan sama yang amat bagus" seru Jen Bok Hong
sambil menghela napas. Mendadak ia bertepuk tangan beberapa kali.
Diiringi suara yang amat keras dari atas dinding loteng disisinya secara tiba-tiba
membuka sebuah pintu yang amat besar disusul munculnya empat orang gadis cantik
berbaju merah yang ditangannya membawa sebuah bangku batu yang amat indah sekali.
Dengan langkah yang amat gesit gadis-gadis cantil itu berjalan kesisi beberapa orang
itu kemudian meletakkan bangku batu tersebut keatas lantai.
"Saudara berdua, silahkan duduk!" ujar Jen Bok Hong sambil tersenyum.
Dengan sikap yang sangat gagah Siauw Ling pertama-tama geserkan badan untuk
ambil tempat duduk. Tang Sam Kauw tersenyum iapun ikut mengambil tempat duduk disisi pemuda tersebut.
"Jie te. kaupun duduklah," ujar Jen Bok Hong kemudian sambil menoleh sekejap ke
arah Ciu Cau Liong. "Terima kasih atas kebaikan Toako!"
Dengan sikap yang amat hormat ia berjalan mendekati bangku batu tersebut lalu duduk
dengan sikap yang gagah. Melihat tindak tanduk dari kedua orang itu dalam hati Siauw Ling mulai berpikir,
"Walaupun kedua orang ini menyebut dan menyapa satu sama lainnya dengan sebutan
kakak beradik, tetapi rasa hormat dari Ciu Cau Liong terhadap sibayangan berdarah Jen
Bok Hong sangat berlebihan, bahkan melebihi sikap hormat dari seorang murid terhadap
gurunya sungguh aneh dan mengherankan sekali."
Sewaktu ia lagi berpikir mendadak dari balik pintu batu dibalik dinding loteng kembali
muncul empat orang gadis berbaju hijau yang di atas tangannya menyungging sebuah
nampan yang berisikan cawan antik.
Sambil berjalan ke depan keempat gadis cantik itu bersama-sama dan serempak
menjatuhkan diri berlutut di atas tanah dan diangkat tinggi secara nampan pualam itu
jauh melebihi kepalanya sendiri.
"Hmm, sungguh hebat sekali penyambutan dari Jen Bok Hong ini," pikir sang pemuda
dalam hati. Ia mengangkat cawan antik itu, kemudian membuka tutupnya, terasalah
segulung bau harum yang semerbak menusuk ke dalam hidunganya.
Ketika ia memperhatikan lebih teliti lagi maka tampaklah isi dari cawan tersebut bukan
lain adalah semacam cairan kental berwarna hijau tua yang entah apa namanya.
Bentuk mirip arak tetapi bukan arak, mirip teh tetapi tidak mirip pula dengan teh.
Selagi ia rada kebingungan tampaklah Jen Bok Hong sambil menyapu sekejap ke arah
mereka berdua ujarnya, "Karena aku orang tidak tahu akan kehadiran kalian beruda di
dalam perkampungan sehingga tidak sampai menyediakan makanan lezat untuk
menyambut kedatangan kalian, harap kalian berdua suka mencicipi teh Siong Sang Teh
yang sudah berusia ribuan tahun ini sebagai pertanda penyambutan cayhe terhadap
kalian." Selesai berkata pertama-tama ia meneguk habis dulu isi cawannya.
Perlahan-lahan Siauw Ling baru mengambil cawan tersebut, tetapi sewaktu dilihatnya
gadis cantik itu masih juga berlutut di atas tanah dengan hati penuh keheranan tegurnya,
"Eeeei nona silahkan bangun."
Gadis berbaju hijau itu dongakkan kepalanya tersenyum, tetapi ia sama sekali tidak
bergerak. "Siauw heng silahkan minum teh" seru Ciu Cau Liong dari samping sambil tertawa.
Dengan alis yang dikerutkan rapat-rapat Siauw Ling lantas menerima cawan air teh itu
dan meneguknya sampai habis menanti setelah ia meletakkan kembali cawannya di atas
nampan pualam tersebut sang gadis baru bangun berdiri dan berlalu dari sana.
Perlahan-lahan Jen Bok Hong mengalihkan sinar matanya keatas wajah Siauw Ling.
"Siauw Loote belum lama munculkan diri dalam dunia persilatan tetapi dengan
cepatnya berhasil memperoleh nama besar, cayhe rasa tentunya kau orang memiliki
kepandaian silat yang luar biasa lihaynya bukan?" katanya.
Selagi Siauw Ling hendxak mengakui kalau Siauw Ling yang sangat terkenal di dalam


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bulim sebenarnya adalah orang lain dan bukan dirinya, terdengar Jen Bok Hong sudah
melanjutkan kembali perkataannya, "Siauw Loote, sukakah kau orang memamerkan
beberapa macam kepandaian silatmu untuk cayhe lihat?""
"Kepandaian silat dari Siauw heng siauwtepun pernah melihatnya sendiri. Sudah
seharusnya kau menyanggupi permintaan Toako kami untuk pamerkan satu dua macam
kepandaian untuk kita lihat" sambung Ciu Cau Liong pula.
"Aku menyaru sebagai Siauw Ling, walaupun pernah membantah dihadapan Ciu Cau
Liong tetapi akupun belum pernah mengakui, bilamana pada saat ini secara tiba-tiba
membantah, rasanya urusan ini rada sedikit keterlaluan," pikir pemuda itu dalam hati.
Terdengar Jen Bok Hong berkata kembali, "Cayhe tentu tak akan membuat Siauw Loote
merasa rugi, akupun pasti akan mengawasi dirimu memamerkan satu dua macam
kepandaianku." Siauw Ling mulai merasakan hatinya berdebar-debar sinar matanya menyapu sekeliling
tempat itu sedang dalam hati merasa bingung apa yang harus dipamerkan dihadapan
beberapa orang itu. "Siauw Loote apakah kau membutuhkan sesuatu?"" tanya Jen Bok Hong sewaktu
dilihatnya pemuda itu termenung. "Kalau hendak minta sesuatu katakan saja cayhe tentu
akan perintahkan orang untuk mempersiapkannya!"
Sinar mata Siauw Ling berputar mendadak matanya berhenti di atas tubuh keempat
orang gadis berbaju merah yang berdiri sejajar didekat dinding, secara mendadak dalam
hatinya telah teringat kembali dengan sebuah ilmu kepandaian "Hwee Sian Sin Ci" atau
ilmu jari berputar dari Liuw sian Ci yang pernah dilatih selama puluhan tahun lamanya itu.
Segera ia menggape ke arah salah seorang gadis berbaju hijau.
"Tolong pinjamkan cawan antik yang ada di atas nampan pualam nona itu!" katanya.
Dara berbaju hijau itu memandang sekejap ke arah Jen Bok Hong kemudian dengan
langkah yang perlahan berjalan mendekati sisi tubuh Siauw Ling berlutut dan
menyungging nampan itu keatas.
"Bilamana Siauwte gagal harap sandang sekalian jangan mentertawakannya," ujar
Siauw Ling sembari mengambil cawan antik tersebut.
Walaupun perkataan ini bernadakan merendah saja, padahal merupakan kenyataan
sekalipun pemuda ini berhasil memperoleh pelajaran ilmu silat dari Lam Ih Kong, Cung
San Pek serta Liuw Sian Ci, tetapi kesempurnaannya tidak lebih cuma beberapa bagian
saja. Dalam hati ia masih ragu-ragu terhadap apa yang berhasil ia capai.
"Haaa" haaa" Siauw heng tidak usah merendah lagi," potong Ciu Cau Liong sambil
tertawa. "Siauwte sekalian akan mengamati kehebatan dari permainan Siauw heng ini."
Tang Sam Kauw yang melihat ia mengambil cawan antik diam-diam dalam hati merasa
amat cemas, tak kuasa lagi ia berbisik lirih, "Saudara Siauw, Jen Bok Hong adalah jagoan
yang mempunyai nama besar di dalam dunia persilatan. Bilamana kau mempunyai
kepandaian yang aneh lebih baik disembunyikan saja."
Tetapi urusan sudah mirip dengan anak panah yang dipentangkan di atas busur, mau
tak mau harus dipanahkan juga.
Sekalipun dalam hati Siauw Ling tidak punya pegangan. Pada saat ini terpaksa juga ia
harus keraskan kepala untuk melakukannya.
Perlahan-lahan ia bangun berdiri mengerahkan hawa kweekangnya lalu menggetarkan
pergelangan tangannya ke depan cawan antik itu dengan menimbulkan suara desiran
tajam segera melesat keluar melalui jendela.
Melihat kejadian itu Tang Sam Kauw cuma bisa menghela napas panjang.
"Heeei, cara menyambit senjata rahasia yang amat kasar inipun, dia berani pamerkan
dihadapan orang lain. Sungguh memalukan sekali," pikirnya.
Dalam hati gadis ini sudah menaruh rasa cinta terhadap Siauw Ling terhadap
kehormatan serta kecemerlangannyapun ia sangat menaruh perhatian. Kini melihat
pemuda itu menyambitkan cawan antik tersebut dengan cara yang amat sederhana, dalam
hati tak terasa lagi merasa rada sedih sekali.
Cawan antik yang meluncur keluar dari jendela, bagaikan batu yang dilemparkan ke
tengah samudra lenyap tanpa bekas.
Pada paras muka Ciu Cau Liong terlintaslah suatu perasaan keheranan, ia melirik
sekejap ke arah Siauw Ling.
Sedangkan sikap dari Jen Bok Hong tetap keren dan serius, dengan sifatnya yang licik.
Ornag lain sulit untuk mengetahui bagaimanakah perasaannya pada waktu itu sebetulnya,
sedang gusar atau girang! Sampai adik angkatnya sendiri Ciu Cau Liong yang mengikuti
selama puluhan tahunpun sukar untuk menebak perasaan hatinya.
Suasana di atas loteng Wang Hoa Loo berubah jadi sunyi senyap saking tenangnya
sampai kedengaran suara denyutan jantung-jantung setiap orang.
Siauw Ling yang melihat ilmu silatnya tidak memperlihatkan hasil dalam hati mulai
merasa cemas pikirnya, "Aduuuh celaka apa mungkin aku sudah salah kerahkan tenaga
dalam sehingga cawan antik itu terbang lurus atau mungkin tenaga yang aku kerahkan
kurang, sehingga arah yang dituju meleset dan di tengah jalan sudah terbentur dengan
sesuatu sehingga hancur?" Waaah kali ini aku akan perlihatkan kejelekanku dihadapan
orang lain." Selagi hatinya merasa sangat cemas mendadak air muka Jen Bok Hong berubah hebat,
tubuhnya buru-buru menyingkir kesamping menghindari jendela disisinya.
Sreeet"! Sesosok bayangan putih menyambut lewat dari belakang tubuh Jen Bok Hong
dan langsung menerjang ke arah Siauw Ling.
Melihat datangnya sambaran benda putih itu Tang Sam Kauw segera menjerit kaget
sewaktu ia siap-siap ayunkan senjata rahasia tahu-tahu tangan kanan dari pemuda
tersebut sudah mencekal erat-erat tangannya yang halus itu.
"Nona Sam Kauw! jangan kaget, benda itu hanyalah cawan antikku tadi."
Gadis tersebut dengan cepat menoleh ke arah Siauw Ling, sedikitpun tidak salah benda
yang ada di tangan pemuda tersebut bukan lain adalah cawan antik yang disambit keluar
jendela tadi. Suasana di dalam ruangan loteng kembali berubah jadi sunyi senyap, hanya kesunyian
kali ini sunyi yang diliputi oleh perasaan terkejut.
Beberapa saat kemudian Ciu Cau Liong baru bangun berdiri dan menjura ke arah
pemuda tersebut. "Nama besarmu benar-benar sesuai dengan kenyataan," pujinya. "Kepandaian ilmu silat
dari Siauw heng benar luar biasa dahsyatnya, sehingga membuat semua orang merasa
terperanjat! Baru kali ini siauwte benar-benar merasa mataku terbuka lebar-lebar."
Tang Sam Kauw pun menghembus napas panjang, di atas pipinya yang halus
tersunginglah satu senyuman manis.
"Keluarga Tang kami terkenal sebagai ahli senjata rahasia nomor wahid, tetapi belum
pernah aku melihat cara menyambit cawan dengan cara sedemikian sempurnanya!"
"Eeehmm" sedikitpun tidak salah," ujar Jen Bok Hong pula sambil mengangguk. "Pada
puluhan tahun yang lalu, di dalam dunia persilatan pernah ada seorang pendekar
perempuan yang sangat lihay dalam ilmu meringankan tubuh, senjata rahasia maupun
ilmu lari Siauw Loo Sin Ci orang itu bernama Liuw Sian Ci yang mempunyai gelar sebagai
Bulim Sam Ciat. Sungguh sayang cayhe rada terlambat beberapa tahun sewaktu
munculkan diri di dalam dunia persilatan, sehingga tidak pernah melihat kedahsyatan dari
Liuw Sian Ci tersebut. Tetapi setelah melihat cara menyambit senjata rahasia Hwee Sian
Sin Ci dari Siauw heng kali ini, cayhe rasa sekalipun Liuw Sian Ci munculkan dirinya
kembali di dalam di dunia persilatannya belum tentu bisa mencapai sehebat ini."
Dihadapan Tang Sam Kauw, simanusia bungkuk ini tidak suka memuji kehebatan dari
ilmu senjata rahasia keluarga Tang secara samar-samar hal ini sudah menunjukkan akan
kesombongan hatinya. Ketika itu Tang Sam Kauw lagi ikut meras girang atas keberhasilan dari Siauw Ling
sekalipun ia mendengar pula perkataan dari Jen Bok Hong tetapi tidak sampai dipikir
dalam hati. Sebaliknya Siauw Ling yang mendengar perkataan tersebut dalam hati berpikir,
Jilid 18 "Hmm! Justru cara menyambit senjata rahasia ini berhasil aku pelajari dari Liuw Sian Ci
kecuali dia dikolong langit pada saat ini yang bisa mengalahkan keanehan serta kelihayan
dalam menyambit senjata rahasia?"
Diluarnya ia tetap merendah.
"Saudara terlalu memuji!" katanya tersenyum. Perlahan-lahan ia meletakkan kembali
cawan cantik keatas nampan pualam.
Cawan teh yang sangat antik itu walaupun sudah disambit keluar dari jendela depan
dan berputar untuk kemudian masuk kembali dari jendela belakang, sama sekali tidak
rusak sedikitpun. Jen Bok Hong segera menggape memanggil sidara berbaju hijau yang membawa
nampan pualam itu untuk mendekati dirinya, gadis itu dengan langkah cepat segera
berjalan ke arahnya. Dari tangan gadis itu Jen Bok Hong mengambil kembali cawan antik tersebut lalu
dicekalnya pada tangan kanan.
"Cayhepun akan menggunakan cawan antik ini hendak memperlihatkan sedikit
kecelakaan," katanya.
Perlahan-lahan ia mengangkat tangan kirinya untuk ditekankan keatas cawan antik
tersebut. Orang ini kecuali berbadan bungkuk serta wajahnya penuh dengan jenggot boleh dikata
sangat tampan sekali. Jari-jari tangannya panjang halus dan putih bagaikan salju.
Tampak kelima jari tangannya yang berwarna putih salju semakin lama berubah jadi
semakin merah sejurus kemudian telah berubah jadi merah darah.
Cawan cantik yang ada di dalam gengamannyapun makin lama berubah jadi merah
darah. Kurang lebih seperminum teh kemudian warana merah pada jari tangan Jen Bok Hong
mulai lenyap dan berganti menjadi putih bersih kembali.
Sebaliknya cawan antik yang semula berwarna putih kini berubah menjadi keabu-abuan
dimana Jen Bok Hong meniup perlahan cawan antik yang ada ditelapak tangannya
mendadak hancur bagaikan abu dan melayang memenuhi lantai.
Siauw Ling merasakan hatinya sangat terperanjat pikirnya, "Ilmu kweekang macam
apakah ini sungguh amat dahsyat."
"Hahaha" maaf" teriak Jen Bok Hong sambil tertawa nyaring ia lantas ulapkan
tangannya memerintah. "Hidangkan arak!"
Ciu Cau Liong semula rada tertegun tetapi sebentar kemudian ia sudah tersenyum.
Kepada Siauw Ling diam-diam bisiknya perlahan, "Siauw heng, kau sungguh beruntung
sekali loteng Wang Hoa Loo ini merupakan tempat kediaman dari Toa Cungcu. Orang
biasa sangat sulit untuk naik selangkahpun kemari apa lagi mengadakan perjamuan untuk
menyambut tetamu semakin tidak pernah terjadi lagi jelas Toa Cungcu kami sangat
menyanjung dari Siauw heng."
"Bisa mendapatkan pelayanan yang demikian besarnya, bagaimana hal ini bisa
membuat hati siauwte jadi tenang?" seru sang pemuda merendah dalam hati diam-diam ia
berpikir. "Hmmm! Apanya yang patut diharapkan sehingga kau bicara begitu tegang" kakakmu
tidak lebih cuma seorang Cungcu?"
Tiba-tiba terdengar suara yang amat cantik dengan langkah yang amat mempesonakan
berjalan keluar dari balik pintu dengan membawa sayuran serta arak yang segera
dihidangkan keatas meja. Perlahan-lahan Jen Bok Hong bangun berdiri, diam-diam Siauw Ling merasa amat
terperanjat sekali sewaktu dilihatnya perawakan orang itu ternyata tinggi besar.
Tinggi tubuhnya ada sembilan depa bilamana tidak bungkuk mungkin tinggi badannya
mencapai satu kaki lebih.
"Siauw heng silahkan ambil tempat duduk dimeja perjamuan," kata Ciu Cau Liong.
"Aaah, siauwte mana berani."
"Haaaa, haaaa, Siauw heng jangan sungkan-sungkan lagi," sambung si siucay bungkuk
itu dengan cepat. "Sejak perkampungan Pek Hoa Sanceng didirikan boleh dikata Siauw
merupakan orang pertama yang pernah mengadakan perjamuan di atas loteng Wang Hoa
Loo ini diantara tetamu terhormat lainnya dari aku orang she Jen."
"Kalau begitu siauwte patut merasa bangga," jen Bok Hong tersenyum.
"Kita tidak lagi membicarakan tingkatan kedudukan masing-masing pihak saudara
Siauw silahkan sembarangan ambil tempat duduk" katanya ramah.
Siauw Ling tertawa tawar ia ambil tempat duduk, disusul Tang Sam Kouw duduk
disisinya. Jen Bok Hong serta Ciu Cau Liong mendampingi kedua orang itu dengan masingmasing
duduk disebelah pojokan. Sayur yang dihidangkan rata-rata merupakan masakan lezat yang sangat jarang
ditemui luaran. Siauw Ling sudah tentu belum pernah mencicipinya.
Walaupun dia dilahirkan dalam keluarga pembesar dan pernah merasakan makanan
yang aneh-aneh, tapi hidangan dalam perjamuan kali ini kebanyakan belum pernah dilihat
maupun didengar olehnya. Oleh sebab itu semakin bersantap ia merasa semakin nikmat
sehingga akhirnya tanpa sungkan-sungkan lagi sudah menyikat seluruh hidangan yang
ada. Setelah perjamuan selesai, Jen Bok Hong bangun mengantar tetamu kepada Siauw Ling
sambil menjura ujarnya tertawa, "Karena badan cayhe belum betul betul sembuh, maaf,
aku orang tidak bisa mengantar dirimu sampai di bawah loteng.
"Bagaimana aku orang berani mengganggu diri Jen Heng?" seru Siauw Ling buru buru
sambil ulapkan tangannya, ia putar badan lalu dengan langkah lebar berlalu dari sana, Cos
Cau Liong pun buru buru mendampingi terus di sisinya.
Ketika berada di tengah jalan sambil menghela napas ujarnya, "Heee". ilmu Hwee Sian
Ci dari Siauw heng tadi benar-benar sangat mengagumkan sekali! Bahkan baru kali ini
Siauwte bisa melihat bilamana Siauw heng tidak menampik. Bagaimana kalau dikemudian
hari kau suka banyak memberi petunjuk kepadaku, bilamana ada waktu senggang"."
Dalam hati Siauw Ling merasa serba salah, untuk sesaat ia tak sanggup untuk
memberikan jawaban, kepandaian tersebut merupakan hasil karya dari Liuw Sian Ci
setelah bersusah payah selama puluhan tahun lamanya, sudah tentu ia tidak suka
menyerahkan dengan begitu saja kepada orang lain.
Selagi ia merasa serba salah, Tang Sum Kauw yang ada disisinya sudah menyambung
dengan cepat. "Ilmu silat yang berasal dari perguruannya bagaimana mungkin bisa diberikan kepada
orang lain dengan begitu saja" Sebelum Siauw heng mendapatkan ijin dari suhunya,
sudah tentu ia takkan berani mewariskan ilmu kepandaiannya kepada orang lain."
"Haaa".. haaa"..siewie cuma bergurau saja, buat apa Siauw heng menganggapnya
sungguh-sungguh?" kata Tijioe Cau Liong kemudian sambil tersenyum.
Siauw Ling merasa semakin tidak enak. "Bilamana Ciu heng benar-benar ingin belajar
sudah tentu siawte"."
Pada waktu ini hati Tang Sam Kauw sudah benar benar kepincut atas ketampanan
wajah Siauw Ling, takut pemuda itu keburu menyanggupi sehingga dikemudian hari tak
dapat me narlk kembali kata katanya, dengan cepat ia mendehem berat untuk untuk memotong
perkataan sang pemuda yang belum selesai.
"Sungguh aneh sekali!" teriaknya keras. "Kenapa selama ini tidak melihat Kiam Bun
Siang Ing?" Kendati dalam hati Ciu Cau Liong merasa gemas terhadap tindakan sang gadis yang
sudah menggagalkan maksud hatinya, tetapi dihadapan Siauw Ling ia tidak ingin banyak
ribut. "Kiam Bun Siang Ing sudah Siauwte hantar untuk beristirahat dihalaman belakang,"
sahutnya sambil tersenyum paksa. "Apakah nona Tang bermaksud untuk menemui
mereka?" Haruslah diketahui ilmu jari Hwee Sian Sin Ci dari Siauw Ling merupakan ilmu
menyambit senjata rahasia yang jarang sekali ditemui dalam Bu lim, sebetulnya Ciu Cau
Long ingin meminjam kesempatan sewaktu ia terpengaruh oleh air kata kata, hendak
memaksa ia menyanggupinya sehingga dikemudian hari tak dapat mungkir lagi.
Siapa sangka Tang Sam Kauw sudah menggagalkan maksudnya, hal ini sudah tentu
membuat hatinya merasa semakin mendongkol lagi terhadap gadis tersebut.
"Hm".Siapa yang sudi menemui mereka?" seru gadis tersebut sambil mencibirkan
bibirnya. Mendadak teringat kembali kalau pada waktu yang lalu ia pernah berbicara besar
hendak melindungi Siauw Ling, kini sesudah mengetahui kalau ilmu silat yang dimiliki
pemuda itu luar biasa dahsyatnya, bahkan jauh melebihi kepandaian sendiri, dalam hati
timbullah perasaan amat malu, pipinya yang putih halus kontan berubah jadi merah
padam. Setelah melirik sekejap ke arah pemuda tersebut, perlahan lahan ia menundukkan
kepalanya. Dengan dipimpin oleh Ciu Cau Liong, Siauw Ling serta Tang Sam Kau akhirnya tiba di
dalam sebuah halaman yang mempunyai pandangan sangat indah.
Perkampungan Pek Hoa Sanceng ini berdiri di sebuah tanah yang sangat luas, setiap
bangunan tentu terhalang oleh suatu halaman yang amat luas dipandang sepintas lalu,
maka tampaklah dimana mana merupakan bangunan berloteng serta gardu gardu yang
indah serta megah. Halaman luas ini dikelilingi oleh pohon yang sangat lebat, diseling berbagai bunga
beraneka warna yang menyiarkan bau yang sangat harum.
Beratus ratus pot bunga yang beraneka warna, sebuah bangunan beratap mungil dan
indah, temboknya berwarna merah dengan pintu warna hijau sehingga kelihatannya
sangat mentereng. Dua orang pelayan cilik berbaju hijau muda sejak semula sudah menanti kedatangan
mereka di depan pintu, melihat munculnya Siauw Ling sekalian dengan cepat mereka
jatuhkan diri berlutut. Terburu buru Siauw Ling membalas hormat dari kedua orang pelayan itu.
"Nona berdua, harap cepat bangun berdiri!" cegahnya, "penyambutan dengan segala
kehormatan ini membuat cayhe benar benar merasa kurang tenteram.
Ciu Cau Liong tersenyum. "Siauw heng, katanya bangunan ini adalah bangunan Tan Ho Cing Si yang merupakan
tempat peristirahatan dari para tetamu terhormat, entah sukakah Siauw heng dengan


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tempat ini?" Sembari berkata ia melangkah masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Sebenarnya, aku Siauw Ling memiliki kelebihan apa toh sehingga mendapatkan
perjalanan yang sedemikian istimewanya" Hal ini benar benar membuat siauwte merasa
tidak tenang." "Ahh".. Siauw heng terlalu merendah, bisa mendapatkan perhatian dari saudara
siauwte sudah merasa sangat beruntung," sahut Jie Cung Ca dari perkampungan Pek Hoa
Sanceng ini, dia merandek sejenak, kemudian sambungnya lagi.
"Selama di dalam perjalanan, Siauw heng tentu merasa amat lelah bukan" Seharusnya
kau cepat-cepat beristirahat."
Sinar matanya menyapu sekejap ke arah dua orang pelayan cilik tersebut kemudian
katanya, "Baik baiklah kalian melayani siauw ya, bila mana berani kurang hormat atau
terlambat melayani tetamu terhormat, nyawa kalian bakal terancam bahaya!"
"Budak sekalian turut perintah," jawab ke dua orang pelayan itu dengan hormat.
"Ehmm, segala yang ada di dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng ini benar benar luar
biasa, sampai peraturan para pelayanpun sangat keras," pikir pemuda itu diam diam.
"Bilamana Siauw heng membutuhkan sesuatu, katakan saja kepada kedua orang
pelayan itu," ujar Ciu Cau Liong kemudian sambil merangkap tangannya menjura. "Siauw
te mohon diri terlebih dahulu."
"Akh". Ciu heng silahkan!" Perlahan lahan Ciu Cau Liong melirik sekejap ke arah Tang
Sam Kauw. "Tempat tinggal nona Tang ada di sebelah Barat dari bangunan Lan Hoa Cing Si, mari
biar siauw te tunjukkan jalan!" katanya,
Dengan pandangan penuh kemesraan Tang Sam Kauw memandang sekejap ke arah
pemuda tersebut kemudian tersenyum manis,
"Siauw heng, kau baik-baiklah beristirahat setelah melakukan perjalanan jauh," jawab
Siauw Ling sambil menjura.
Ciu Cau Liong segera membawa Tang Sam Kauw meninggalkan bangunan Lan Hoa
Cing Si untuk kemudian dengan melalui sebuah jalan kecil berbatu menuju ke loteng Bwee
Hoa Ke. Sesuai dengan namanya Loteng "Bwee Hoa Ke" ini penuh ditumbuhi dengan bunga
bunga Bwee yang beraneka warna, di samping menyiarkan bau harum yang semerbak,
pemandangannya pun sangat indah
Di tengah tumbuhan bunga Bwee yang lebat berdirilah sebuah loteng yang sangat
megah dua orang pelayan perempuan berbaju putih sejak semula sudah menanti
kedatangan mereka diluar pintu.
Walaupun bangunan mungil Lan Hoa Cing Si dengan loteng Bwee Hoa Ke saling
berdempetan tetapi disebabkan adanya sebuah halaman yang sangat luas membentang
ditengahnya membuat jarak bangunan mungil serta loteng terpaut puluhan kaki jauhnya.
Ciu Cau Liong membawa Tang Sam Kauw memasuki loteng tersebut, setibanya di
dalam ruangan mendadak terdengar ia mendehem beberapa kali, "Nona Sam Kauw!"
tegurnya. "Bagaimana dengan sifat serta tindak tanduk dari Siauw Ling?"
Tam sam Kau yang sering berkelana di dalam dunia kangouw, walaupun badannya
merupakan seorang gadis yang biasanya kemalu-maluan sudah lama lenyap tak berbekas,
mendengar pertanyaan itu ia lantas tersenyum.
"Eeehmm, tampan gagah, meanrik mempesonakan, bila dibandingkan dengan kau Ciu
Jie Cungcu jauh berbeda bagaikan langit dan bumi," jawabnya.
"Aaaa, haaa, haaa, kau sudah salah menduga!" seru Ciu Cau Liong tertawa tawar.
"Selamanya siauwte tidak mangandung maksud seperti ini terhadap diri nona Sam Kauw."
"Kalau begitu sangat bagus sekali. Bilamana kau benar-benar ada maksud begitu maka
kepingin sekali aku menyuruh kau orang merasakan bagaimanakah rasanya racun yang
dahsyat dari kedelapan belas macam senjata rahasia dari keluarga Tang kami."
"Lalu nona sendiri sudah mempelajari berapa macam dari antara kedelapan belas
macam senjata rahasia yang beracun itu?"
"Jikalau Ciu heng tidak mentertawakan diriku, Siauw moay sih hanya berhasil
mendapatkan dua belas macam saja!"
"Sungguh luar biasa, dua belas macam senjata rahasia beracun sudah cukup untuk
menjagoi seluruh kolong langit tetapi entah bagaimanakah jika cara menyambit senjata
rahasia dari keluarga Tang jikalau dibandingkan dari sinaga sakti berlengan delapan Toan
Bok Ceng?" Tang Sang Kauw tersenyum.
"Walaupun aku orang belum pernah menemui sinaga sakti berlengan delapan Toan Bok
Ceng tetapi jika didengar dari perkataan ibuku ia memperoleh julukan sinaga sakti
berlengan delapan justru dikarenakan kelihayannya dalam menyambit senjata rahasia."
"Jika keduanya dijadikan satu kau rasa mana yang lebih lihay?"
"Bilamana membicarakan soal cara menyambit senjata rahasia, masing-masing orang
mungkin mempunyai kelihayannya masing-masing. Tapi bilamana membicarakan soal
melukai musuh, bagaimana mungkin Toan Bok Ceng bisa menangkap kelihayan dari
keluarga Tang kami?" kata Tang Sam Kouw sambil tertawa.
"Silahkan nona memberi penjelasan lebih lanjut!"
"Diantara kedelapan belas macam senjata rahasia beracun dari keluarga Tang kami ada
sembilan macam merupakan benda kecil yang sewaktu disambit keluar tidak
mengeluarkan sedikit suarapun. Sekali sambit bisa mencapai ratusan batang bahkan
sangat beracun. Kena tubuh pasti binasa. Aku rasa Toan Bok Ceng tidak bakal bisa
manandinginya." "Huuu sungguh hebat sekali," puji Ciu Jie Cungcu. wajahnya mendadak berubah amat
serius sambungnya, "Setelah nona Sam Kauw menerima surat undangan kami dan
menyanggupi untuk datang mengunjungi perkampungan Pek Hoa Sanceng, hal ini
merupakan suatu penghormatan yang amat besar. Tetapi siauwte punya satu persoalan
yang merasa tidak enak jika diucapkan keluar, harap nona Sam Kauw suka
mendengarkannya." Sewaktu berbicara sikapnya berubah jadi amat serius dan keren sekali.
"Apakah soal Siauw Ling?" tanya Tang Sam Kauw sesudah termenung sebentar.
"Nona cuma berhasil menebak benar sepertiga saja."
"Apa maksud dari perkataanmu itu?" tanya sang gadis heran. Tetapi sewaktu dilihatnya
sikap Ciu Cau Liong dingin serius, tak terasa iapun diam-diam salurkan hawa murninya
untuk mengadakan persiapan.
"Urusan ini bukan saja mempunyai hubungan dengan Siauw Ling bahkan
mempengaruhi pula terhadap diri nona sendiri, dan menyangkut tentang kedudukan cayhe
di dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng ini. Oleh karena itu seperti perkataan dari cayhe
nona berhasil menebak benar sepertiganya saja."
"Kau bicaralah, aku akan mendengarkan dengan telinga terbuka lebar-lebar" kata gadis
setelah berdiam sebentar.
"Siauwte ingin mengadakan suatu kerja sama dan saling bertukar syarat dengan nona
Tong!" "Urusan apa?" "Persoalan pribadi antara nona Sam Kauw dengan sepenuh tenaga akan membantu
hingga berhasil?" Walaupun Tang Sam Kauw adalah seorang gadis kangouw tetapi sehabis mendengar
perkataan dari Ciu Cau Liong yang blak-blakan dan langsung menusuk ke bawah,
pembicaraan ini tidak urung membuat wajahnya menjadi merah padam juga.
"Coba kau katakan kau ingin aku berbuat apa?" serunya buru-buru.
"Gampang sekali asalkan nona Sam Kauw tidak suka membicarakan seluruh persoalan
tentang perkampungan Pek Hoa Sanceng kepada Siauw Ling, itu sudah lebih dari cukup."
Tang Sam Kauw segera mengerutkan alisnya, lama sekali ia termenung berpikir keras.
"Jika ia bertanya kepadaku, aku harus berbuat bagaimana?" katanya kemudian. "Aku
tidak ingin membohongi dirinya, dan akupun tidak bisa berkata kalau aku sama sekali tidak
tahu menahu." "Padahal apa yang nona Sam ketahui sampai saat inipun tidak lebih hanya seperseratus
saja dan kebanyakan berhasil kau dengar berita-berita yang tersiar di dalam dunia
kangouw. Bilamana Siauw Ling misalnya benar-benar menanyakan persoalan ini padamu
kau boleh berusaha untuk jatuhkan semua tanggung jawab ini kepada siauwte, suruh saja
dia orang bertanya langsung kepadaku."
"Lalu bila semisalnya memberitahukan urusan ini kepadanya, apa yang hendak kau
lakukan?" Dari sepasang mata Ciu Cau Liong memancarkan cahaya berkilat, ia kerutkan alisnya
rapat-rapat. "Sudah tentu siauwte akan membicarakan banyak omongan jelek tentang dirimu
dihadapan Siauw Ling."
"Tapi aku tidak punya apa-apa yang bisa dikatakan jelek?" teriak gadis she Tang
dengan cemas. "Sekalipun nona Sam Kauw tidak memiliki bahan omongan jelek, tapi seharusnya
kaupun tahu berita sensasi dan omonngan kosongpun kadang-kadang bisa tepat
mengenai sasarannya. Siauwte bisa mengarang sesuatu cerita bahwa buat dia dengar,
sudah tentu ia akan menganggap semua perkataanku adalah sungguh-sungguh."
Lama sekali Tang Sam Kauw termangu-mangu akhirnya ia menghela napas panjang.
"Baiklah!" sahutnya kemudian. "Kita tetapkan demikian saja."
Mendengar gadis itu telah menyanggupi Ciu Cau Liong baru merangkap tangannya
menjura. "Nona Tang silahkan istirahat, siauwte mohon diri dulu," katanya kemudian.
Dengan langkah lebar ia segera berjalan keluar dari bangunan loteng tersebut.
Kita balik pada Siauw Ling yang memandang bayangan kedua orang itu hingga lenyap
dari pandangan. Setelah itu dengan langkah yang kalem ia putar badan berjalan masuk ke
dalam bangunan mungil tersebut.
Belum sempat ia ambil duduk, seorang pelayan cilik berbaju hijau sudah menyuguhkan
air teh kepadanya. "Aaakh, merepotkan nona saja!" seru pemuda itu sambil menerima cawan air teh
tersebut. Sidayang cilik itu tersenyum manis.
"siauw ya harap jangan memanggil kami dengan sebutan itu," ujarnya sambil memberi
hormat. "Bilamana samapai kedengaran Cungcu tentu kami akan dimarahibahkan dipukul.
Budak bernama Giok Lan dan dia bernama Kiem Lan, selanjutnya harap Siauw ya sudah
memanggil dengan sebutan nama kami saja!"
"Baiklah" sahut pemuda ini setelah meneguk air tehnya dan tertawa. "Kalau memang
demikian aku akan ikuti saja permintaan kalian itu."
"Aakh Siauw ya terlalu merendah, budakmu tidak berani untuk menerima!" seru Giok
Lan sambil tertawa dan menutupi bibirnya dengan tangan.
"Air panas sudah disediakan, Siauw ya! Apakah kau hendak mandi dulu?" sambung
Kiem Lan dari samping. Siauw Ling yang teringat selama melakukan perjalanan sudah ada dua hari belum
mandi, segera mengangguk.
"Bagus sekali, harap kalian suka bawa jalan. Cayhe memang seharusnya membersihkan
badan dulu," sahutnya tertawa.
Kiem Lan lantas putar badan dan berlalu dengan gesitnya.
Mereka berjalan melalui sebuah ruangan tamu, kemuidan masuk ke dalam kamar untuk
mandi. Ternyata sedikitpun tidak salah air panas yang masih mengepulkan asap panas
sudah tersedia disana. Giok Lan ikut berjalan masuk sekalian menutup pintu ruangan tersebut itu tangannya
mulai membantu Siauw Ling membukakan pakaian.
"Eeeei,eei, kalian mau apa?" tanyanya Siauw Ling terperanjat, tubuhnya buru-buru
mundur dua langkah ke belakang.
"Siauw ya hendak mandi apakah tidak buka pakaian?" balik bertanya Giok Lan sambil
tertawa geli. "Ooouw jangan" jangan?" seru sang pemuda sambil goyangkan tangannya berulang
kali. "Kalau kalian tidak keluar bagaimana aku bisa copot pakaian?"
"Budakmu sekalian sudah siap untuk bantu Siauw ya membersihkan badan," kata Kiem
Lan tertawa. "Hal ini mana boleh jadi" Aku bukannya seorang bocah berumur tiga tahun. Kalian
cepat keluar!" "Jikalau kami berdua tidak baik melayani Siauw ya kemungkinan sekali Cungcu akan
menegur dan menghukum kami," kata Giok Lan.
"Lelaki dan perempuan selamanya tidak boleh bercampur dan terpisah oleh batas-batas
tertentu apalagi soal mandi, kalian cepatlah mengundurkan diri dari sini."
Kedua orang dayang itu saling bertukar pandangan sambil tertawa, akhirnya mereka
bersama-sama memberi hormat.
"Kalau demikian adanya budakmu mohon diri dulu," katanya berbareng.
"Ehmm?" kalian cepat-cepatlah pergi."
Menanti kedua dayang itu sudah mengundurkan diri dari kamar mandi, Siauw Ling baru
menutup pintu, melepas pakaian dan mandi.
Selesai membersihkan badan, kedua orang dayang itu sudah menanti dipintu luar,
kemudian membawa pemuda itu ke kamar tidur.
Ruangan kamar itu sangat mewah dengan perabot yang menarik sekali, pembaringan
beralaskan seprei dari kain sutra yang halus dengan ukiran naga emas. Hal ini membuat
pemuda tersebut rada tercengang dibuatnya.
"Siauw ya?" kata Liem Lan kemudian sambil mengangsurkansatu stel pakaian baru.
"Cungcu memberi pesan kepada budakmu agar Siauw ya suka berganti dengan pakaian
ini. Harap Siauw ya suka mencobanya dulu pas dengan badan atau tidak!"
"Ehmm! kalian keluarlah, aku bisa mencoba sendiri!" kata Siauw Ling setelah
memandang sekejap ke arah pakaian yang baru diangsurkan ke arahnya itu.
Kedua orang budak tersebut mengerti bila pemuda itu masih kolot. Karenanya tanpa
banyak cakap lagi mereka sama-sama mengundurkan diri.
Baru saja Siauw Ling berganti pakaian. Giok Lan sudah masuk kembali ke dalam kamar
sambil membawa semangkok kuah teratai bercampur jinsom, ujarnya sambil tertawa,
"Siauw ya setelah berganti pakaian baru kelihatan semakin ganteng, budakmu sekalian
merasa sangat beruntung sekali bila melayang diri Siauw ya."
Siauw Ling adalah seorang pemuda yang berasal dari keluarga kaum pembesar sejak
kecil ia sudah terbiasa dengan pelayanan kaum dayang.
Karenanya sewaktu mendengar perkataan tersebut tak tertahan lagi tertawa geli.
"Eeeei, kau sungguh pandai berbicara!" serunya.
"Bukankah budakmu hendak mencari muka dihadapan Siauw ya," kata Giok Lan sambil
tertawa. "Kebanyakan tamu terhormat yang mengunjungi perkampungan Pek Hoa
Sanceng ini merupakan manusia-manusia yang tidak genah sekalipun ada beberapa orang
yang merupakan pemuda-pemuda tampan dan gagah, tetapi bilamana dibandingkan
dengan Siauw ya waaah sangat jauh berbeda seperti langit dan bumi?"
Bukan saja kedua orang dayang itu mempunyai raut muka yang cantik menarik dengan
perawakan tubuh yang langsing dan padat bahkan setiap perkataan yang diucapkan
sangat menarik hati. Agaknya mereka sudah memperoleh pendidikan yang sangat keras dan ketat selama
suatu masa yang amat panjang sehingga sikapnya bisa begitu luwes dan menarik hati
setiap orang. Mendengar kata pujian tadi, Siauw Ling segera menoleh dan memandang sekejap ke
arah Giok Lan. "Perkampungan Pek Hoa Sanceng kalian bukan saja berpandangan sangat indah
bahkan bangunan rumahnya besar, megah, dan sangat mewah mirip dnegan kemegahan
dari istana kaisar" pujinya sambil tertawa.
"Cuma budakmu sekalian yang sudah sejak kecil menginjak dewasa diperkampungan
Pek Hoa Sanceng ini lama kelamaan merasa rada bosan dengan pemandangan disini," sela
Giok Lan tertawa. Perlahan-lahan Siauw Ling mengangguk.
Setelah lama berada di dalam kamar yang penuh dengan bunga melati. Lama kelamaan
memang tidak lagi merasa harumnya bunga.
"Siauwte usiamu bukan saja masih muda dan berwajah tampan bahkan baik
kepandaian Bun mau Boe mempunyai kesempurnaan, tidak aneh kalau Cungcu kami
sangat menghormati dirimu," kata Kiem Lan sambil tertawa cekikikan. "Bangunan Lan Hoa
Cing Si ini selamanya paling jarang digunakan untuk menerima tamu sehingga budakmu
selama beberapa tahun ini cuma tiga kali saja digunakan."
"Jika demikian adanya, ruangan menerima tamu yang ada di dalam perkampungan Pek
Hoa Sanceng ini tentu amat banyak sekali bukan?"
"Menurut apa yang budakmu ketahui", sambung Giok Lan sambil tertawa. "Kecuali
bangunan Lan Hoa ini masih ada loteng Bwee Hoa Khek, pagoda Tu Tan Teng yang
beserta ruangan mungil Ciu Cau Sian tiga tempat. Perkampungan Pek Hoa Sanceng kami
sepanjang tahun selalu penuh dengan tamu-tamu terhormat yang datang silih berganti,
tetapi bangunan Lan Hoa ini sepanjang tahun selalu kosong dan jarang ada tamu yang
menginap disini tetapi tahun ini sudah digunakan dua kali untuk menyambut tamu
terhormat. Hal ini benar-benar merupakan suatu hal yang istimewa sejak tempat ini
didirikan." Mendengar perkataan tersebut mendadak Siauw Ling merasakan hatinya rada bergerak
pikirnya, "Jika didengar dari perkataannya itu. Setiap orang yang bisa berdiam di dalam
bangunan Lan Hoa ini merupakan tamu terhormat yang dipandang oleh orang Pek Hoa
Sanceng sedang aku dengan Ciu Cau Liong pun tidak lebih hanya perkenalan biasa saja
dan belum lama berkenalan, mengapa mereka bersikap begitu menghormat terhadap
diriku" Sungguh aneh sekali."
Sekalipun di dalam hati ia berpikir demikian tetapi dimulut ia berbicara lain.
"Apakah nona berdua sering sekali berdiam di dalam ruangan Lan Hoa ini?"
Agaknya kedua dayang tersebut merasakan sangat cocok sekali dengan kepribadian
Siauw Ling setiap pertanyaan yang diajukan oleh pemuda tersebut tentu memperoleh
jawaban yang memuaskan hati.
Tampak Kiem Lan tersenyum manis.
"Sedikitpun tidak salah" serunya. "Setiap tamu yang tinggal di dalam ruangan Lan Hoa
Cing Si ini tentu dilayani oleh kami kakak beradik berdua demikian pula dengan ruangan
lain yang ada di dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng. Setiap kamar tentu ada orang


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang khusus melayani tempat itu."
"Lalu masih ingatkah kalian tamu terhormat siapakah yang tempo dulu pernah bertemu
di dalam ruangan Lan Hoa Cing Si ini?"
Kedua orang dayang itu segera termenung lama sekali baru terdengar Giok Lan berbisik
dengan suara yang amat lirih.
"Sebenarnya hal ini termasuk rahasia. Perkampungan kami dan budakmu berdua tidak
berani banyak berbicara. Tetapi Siauw ya adalah seorang lelaki sejati yang berbeda
dengan orang-orang lain, tentu kami tidak berani mengecewakan hati Siauw ya. Tetapi
sebelum itu harap Siauw ya suka mengabulkan satu syarat yang kami ajukan lebih dulu.
Setelah itu kami kakak beradik berdua baru mau memberitahukan hal itu."
"Urusan apa" cepatlah kalian katakan?"
"Sebenarnya bukan satu urusan yang besar, asalkan Siauw ya tidak menceritakan apa
yang kita bicarakan pada malam ini kepada orang lain sudahlah cukup."
Perasaan ingin tahu dan keheranan semakin meliputi benak pemuda tersebut, tetapi
akhirnya ia mengangguk juga.
"Baiklah aku berjanji tidak akan menceritakan hal ini kepada siapapun," ujarnya.
"Pada tiga bulan yang lalu, tetamu yang berdiam di dalam ruangan Lan Hoa Cing Si
inipun mendapatkan penghormatan yang luar biasa dari Cungcu kami dia adalah Ih Bun
Han To adanya." "Ih Bun Han To" kenal benar dengan nama ini," bisik Siauw Ling di dalam hati.
Waktu itu Kiem Lan sudah tersenyum dan menyambung kembali perkataan dari
saudaranya Giok Lan. "Kecuali Ih Bun Han Toaya itu ruangan Lan Hoa Cing Si inipun pernah ditinggali satu
kali oleh seorang tamu terhormat, cuma saja waktu itu usia budakmu sekalian masih kecil
sehingga tidak teringat lagi siapakah nama dari orang itu."
Selama ini Siauw Ling hanya merasa bilamana Ih Bun Han To ini terasa sangat dikenal
olehnya cuma saja tidak teringat lagi kapankah dia orang pernah bertemu dengan orang
ini. Giok Lan yang melihat Siauw Ling termenung seperti sedang memikirkan sesuatu, tak
tertahan lagi sudah berseru, "Eeee" Siauw ya! kau lagi pikirkan apa?"
"Oooohw?" Siauw Ling segera tersadar kembali dari lamunannya . "Manusia macam
apakah Ie Bun Han To itu?"
"Usianya kurang lebih empat puluh tahunan dandanannya mirip seorang sastrawan
jenggot hitamnya terurai sepanjang lambung, bagaimana" Apakah Siauw ya kenal dengan
dirinya?" kata Kiem Lan memberi keterangan.
"Ehmm" nama ini rasanya sangat kekenal?"
"Ih Bun Han To itu mempunyai suatu keistimewaan yang mudah sekali untuk diingat"
sambung Giok Lan. "Satu harian penuh entah pergi kemanapun ia selalu membawa
sebuah peti yang terbuat dari emas benda itu tidak pernah terpisah setengah coenpun dari
sisi tubuhnya seperti di dalam peti itu sudah tersimpan suatu benda yang sangat berharga
sekali. Bahkan tidurpun digunakan sebagai bantal, sewaktu bersantap diletakkan disisi
tubuhnya. Hmmm! Seperti takut ada orang yang hendak mencuri baranganya itu."
Sehabis mendengar perkataan tersebut di dalam benak Siauw Ling mendadak
berkelebatnya satu ingatan. Peristiwa yang terjadi dikuil Sam Yen Koan lima tahun
berselang kembali terbayang di dalam benaknya, hal ini membuat hatinya tergoncang
keras, sehingga lama sekali ia bungkam diri.
"Siauw ya!" tegur Kiem Lan sambil tertawa cekikikan. "Agaknya kau mempunyai banyak
urusan yang mengacaukan pikiranmu. Apakah perlu budakmu sekalian menyaksikan
sebuah lagu?" "Tidak berani merepotkan kalian berdua. Kalian boleh pergi beristirahat!" kata Siauw
Ling tersenyum. Kedua orang dayang tersebut tukar pandangan mendadak di atas pipi mereka terlintas
warna merah jengah diiringi senyuman malu-malu.
"Kalian ada urusan apa lagi?" tegur Siauw Ling keheranan, ketika dilihat kedua orang
gadis itu belum juga berlalu.
Giok Lan tersenyum jengah, dengan malu-malu dan kepala yang ditundukkan rendahrendah
ujarnya, "Siauw ya! bilamana kau membutuhkan pelayanan kami kakak beradik
silahkan memberitahu saja."
"Soal ini aku sudah tahu, sekarang kalian pergilah beristirahat?"
Kedua orang dayang itu segera memberi hormat dan mengundurkan diri dalam kamar.
Menanti mereka sudah berlalu Siauw Ling segera menutup pintu kamarnya rapat-rapat
dan duduk bersemedi untuk mulai mengatur pernapasan.
Siapa sangka berbagai persoalan rumit yang sedang bergolak di dalam benaknya terasa
sudah untuk ditenangkan kembali. Walaupun ia sudah berusaha untuk membuang semua
persoalan keluar dari benaknya tidak urung semedinya kali ini sama sekali tidak mencapai
hasil. Sang pemuda yang sama sekali tidak memiliki pengalaman sedikitpun tentang soal
yang menyangkut dunia persilatan, walaupun dalam hati merasa keadaan di dalam
perkampungan Pek Hoa Sanceng ini rada tidak beres tetapi mengetahui bagian manakah
yang terasa tidak beres itu.
Cuaca perlahan-lahan semakin menggelap, pintu kamar kembali terbuka dan tampaklah
Giok Lan dengan membawa sebatang lilin merah berjalan masuk ke dalam kamar.
Setelah meletakkan lilin itu keatas meja ujarnya dengan suara amat halus.
"Siauw ya hari mau hujan deras, apakah kau hendak beristirahat" mari biar aku bantu
bukalah pakaianmu." "Tidak perlu." Giok Lan mengetahui pemuda ini sangat disiplin, karenanya ia tidak berani terlalu
memaksa setelah melepaskan kelambu ia lantas mengundurkan diri dari kamar.
Sinar kilat menyambar-nyambar diikuti suara halilintar yang bergema membelah bumi,
hujan turun dengan amat derasnya serasa dituangkan dari langit.
Siauw Ling lantas kebutkan tangannya memadamkan api lilin kemudia merebahkan
dirinya keatas pembaringan.
Pikirannya mulai melayang memikirkan apa yang sudah didengar dan dilihatnya selama
seharian ini semakin dipikir ia merasa keadaannya semakin tidak beres.
Beberapa patah perkataannya sudah banyak yang sudah membocorkan asal usulnya
sendiri, agaknya Ciu Cau Liong itupun sudah mengetahui bila dirinya bukan Siauw Ling
yang telah menggetarkan seluruh dunia kangouw.
Di atas pagoda Wan Han Hoa Loo-yang terdiri dari tiga belas tingkat itupun agaknya
sudah dipasangi dengan alat rahasia di sekelilingnya, penjagaan disanapun sangat ketat
sekali, sepertinya setiap saat bakal ada orang yang melancarkan serangan bokongan
terhadap mereka saja. Semakin melamun pikirannya semakin kacau sehingga sukar untuk memejamkan mata
tidak terasa lagi kentongan kedua sudah berlalu.
Suasana terasa amat sunyi, kecuali suara rintikan air hujan di tempat luaran sedikitpun
tidak kedengaran suara lain.
Perlahan-lahan pemuda itu bangun dari pembaringannya memakai pakaian membuka
pintu dan berjalan menuju kehalaman depan.
Karena takut sampai mengejutkan kedua orang dayang tersebut maka setiap
langkahnya dilakukan sangat ringan sekali.
Terasa angin dingin bertiup kencang membuat badan terasa dingin pikirannyapun
tersadar kembali dari segala persoalan.
Ketika ia mendongakkan kepalanya memandang keatas loteng Wang Hoa Loo, maka
tampaklah tempat itu masih terang benderang, agaknya Jan Bok Hong pun waktu itu
belum beristirahat. Di tengah sambaran kilat dan menerangi seluruh permukaan bumi, mendadak
tampaklah sesosok bayangan manusia berjalan mendatang dari kejauhan.
Walaupun Siauw Ling mempunyai ketajaman mata yang melebihi orang lain, waktu
itupun tidak lebih cuma dapat menangkap bila bayangan manusia itu berperawakan kecil
langsing buru-buru ia menarik hawa murninya panjang-panjang tubuhnya bergeser
beberapa depa kesamping dan menempelkan dirinya keatas dinding.
Tampaklah orang ternyata sama sekali tidak menghindarkan diri atau bersembunyi
dengan langkah perlahan ia berjalan menuju ke arahnya.
Siauw Ling sebagai seorang pemuda yang baru saja menerjunkan diri ke dalam dunia
kangouw hatinya masih sukar untuk bersabar tak kuasa lagi bentaknya lirih.
"Siapa?" "Aku!" jawab orang itu sambil menghentikan gerakannya. Apakah kau orang adalah
Siauw Ling?" Suaranya empuk, lunak dan nyaring, sedikitpun tidak salah lagi berasal dari mulut Tang
Sam Kauw. "Di tengah malam buta seperti ini bukannya tidur ada apa kau datang kemari?" tegur
pemuda tersebut sambil maju menyongsong kedatangannya.
"Sttt" perlahan sedikit suara pembicaraanmu!" seru Tang Sam Kauw dengan suara
lirih. "Jangan sampai mengejutkan kedua orang budak itu, orang-orang yang ada di dalam
perkampungan Pek Hoa Sanceng kebanyakan mempunyai pendengaran serta pandangan
yang tajam." Tidak menunggu Siauw Ling memberikan jawabannya, ia sudah berebut menegur
kembali, "Lalu mengapa kaupun tidak tidur?"
"Aku tidak bisa pejamkan mata, karenanya kepingin jalan-jalan cari angin di bawah
curahan hujan malam hari."
"Akupun tak bisa tidur" kata Tang Sam Kauw sambil tertawa karena itu aku datang
mencari kau untuk diajak ngomong-ngomong."
"Di tengah malam buta yang gelap dan sunyi apalagi kau merupakan seorang gadis
perawan dan aku seorang pemuda jejaka, bukankah terasa agak canggung jika kita
ngomong-ngomong" Ada urusan bukankah sama saja bila kita bicarakan esok pagi?"
"Tidak malu kau disebutnya seorang Enghiong Hoohan seorang lelaki sejati, aku saja
tidak takut apa yang perlu kau takuti?"
"Walaupun di dalam hati kita tiada terkandung suatu maksud cabul maupun maksud
jahat. Tetapi bagaimana antara lelaki dan perempuan ada batas-batasnya, jika sampai
terlihat orang lain bukankah hanya memberi bahan pembicaraan yang bukan buat mereka
saja?" "Kita adalah orang keluaran Bulim peraturan semacam itu sudah tidak berlaku lagi buat
kau dan aku bilamana aku diharuskan mengikuti adat istiadat seperti kaum gadis lainnya
lalu buat apa" Aku orang melakukan perjalanan di tempat luaran."
"Ehmm perkataannya sedikitpun tidak salah" pikir Siauw Ling diam-diam. "Kita semua
adalah orang-orang Bulim, adat istiadat kesopanan itupun sudah tak dipertahankan lagi
terhadap kita?" Tang Sam Kauw yang melihat pemuda itu tidak berbicara dalam hati lantas mengerti ia
sudah ditaklukan oleh kata-katanya tak terasa lagi ia tersenyum.
"Bagaimana kalau kita bersama-sama jalan-jalan di bawah curahan hujan?" ajaknya.
Ketika itu dalam hati Siauw Ling lagi murung oleh berbagai persoalan yang
membingungkan kepalanya, mendengar ajakan tersebut diam-diam pikirnya kembali,
"Walaupun dia adalah seorang gadis muda tetapi kelahirannya dari keluarga Bulim tentu
memiliki pengetahuan yang sangat luas, mengapa aku tidak menanyakan semua
persoalan-persoalan yang rumit dan membingungkan kepadanya?"
Tak terasa lagi iapun ikut berjalan menuju kehalaman yang penuh ditumbuhi bungabunga
itu. Tang Sam Kauw yang berjalan kemari di bawah curahan hujan tadi, pakaian yang
dikenakan Siauw Ling masih kering tak terasa lagi sambil menarik pergelangan tangan kiri
pemuda itu serunya, "Kita menuju ke bawah tumbuhan bunga-bunga itu saja, jangan
sampai pakaianmu ikut basah."
"Siauw Ling mengerti ia bermaksud baik terhadap dirinya, karena itu dalam hati merasa
tak enak untuk menolak, terpaksa ia membiarkan dirinya digandeng menuju ke depan.
Awan gelap menutupi seluruh angkasa membuat malam itu semakin gelap bilamana
kedua orang itu bukannya memiliki tenaga dalam yang amat sempurna kemungkinan
sekali dengan ketajaman, pandangannya sulit untuk melihat benda yang ada tiga depa
dihadapan mereka. Baru saja kedua orang itu tiba di bawah tumbuhan bunga, mendadak cahaya merah
yang menyilaukan mata berkelebat memenuhi angkasa setinggi tujuh delapan kaki dan
meledakan serentetan bunga api.
Diikuti berpuluh-puluh buah lentera merah tersebut sedang bergerak keatas ke bawah
dengan tiada hentinya. Melihat kejadian tersebut diam Tang Sam Kauw menarik ujung baju pemuda tersebut.
"Ada orang sudah menyelundup masuk ke dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng!"
bisiknya lirih. "Jikalau tidak mencari gara-gara dengan kita lebih baik kita orang tidak usah
ikut campur urusan ornag lain."
"Tetapi kita sebagi tamu orang-orang perkampungan Pek Hoa Sanceng apakah harus
berpeluk tangan tidak menggubris?"
"Dengarkanlah perkataanku hal ini tidak bakal salah lagi! bilamana kita ikut campur
sesuka hati kita bukan saja tidak akan menerima rasa terima kasih dari Ciu Cau Liong,
bahkan gerak-gerik kita akan dicurigai oleh mereka."
"Kenapa?" tanya pemuda itu keheranan.
"Ia tidak memperkenankan kita orang terlalu banyak mengetahui rahasia yang
menyangkut perkampungan Pek Hoa Sanceng mereka."
"Eeehmm pendapat dari nona Sam sedikitpun tidak salah!" akhirnya Siauw Ling berseru
perlahan. Ketika sinar matanya dialihkan kembali ke tengah udara maka tampaklah lentera merah
itu masih bergerak naik turun, kekanan kekiri tiada hentinya di bawah curahan hujan deras
tetapi sedikit suarapun tidak kedengaran.
Ketika Tang Sam Kauw gerakan lentera merah tersebut lama sekali bergoyang tiada
hentinya, kembali ia berbisik kepada Siauw Ling, "Orang yang datang menyelundup ke
dalam perkampungan memiliki kepandaian silat yang sangat tinggi kelihatannya untuk
beberapa saat sulit untuk dipukul mundur.Ehmm" benar orang-orang ini tentunya sudah
pernah datang kemari pada siang hari tadi sehingga terhadap penjagaan yang diatur
dalam perkampungan walaupun belum bisa memahami seperti melihat jari sendiri, tetapi
sebagian besar sudah berhasil mereka ketahui."
Agaknya gadis itu ada maksud hendak memperlihatkan kepada Siauw Ling bahwa dia
memiliki pengetahuan yang amat luas sekali, setelah merendek sejenak sambungnya
kembali, "Agaknya orang itu ada maksud hendak menyerang loteng Wang Loo tersebut."
Ketika Siauw Ling memperhatikan keadaan di sekelilingnya dengan lebih teliti lagi maka
sedikitpun tidak salah, ia menemukan bila lentera merah itu perlahan-lahan berkumpulan
dari mengarah keloteng Wang Hoa Loo tersebut.
Ketika itu cahaya lampu yang semula menyinari loteng Wang Hoa Loo pada saat ini
sudah padam sama sekali. Siauw ya mendadak dari tempat kejauhan berkumandang datang suara panggilan
dengan suara panggilan dengan nada amat cemas.
Mendengar suara sapaan tersebut Siauw Ling segera mengerutkan alisnya rapat-rapat
dan dengan langkah lebar berjalan keluar dari antara pepohonan tersebut.
"Apakah Giok Lan?" tanyanya.
"Benar" sahut seseornag diiringi suara langkah kaki yang amat ramai sekali.
Baru saja perkataan tersebut diucapkan tampaklah Giok Lan serta Kiem Lan dengan
rambutnya yang terikat secarik kain hijau pakaian singsat dan menggembol pedang sudah
lari mendatang. Ketika dilihatnya Tang Sam Kauw pun berada disana, Kiem Lan lantas berseru, "Akhh"!
kebetulan sekali nona Sam ada disini. Hal ini jauh lebih kebetulan."
"Ehmm aku baru saja sampai."
Giok Lan tersenyum manis.
"Baru saja budakmu sekalian memperoleh perintah lisan dari Jie Cungcu, apakah kalian
berdua ada maksud untuk melihat keramaian atau tidak, bilamana tertarik maka kami
berdua segera akan menunjuk jalan buat kalian dan semisalnya tidak tertarik maka
dipersilahkan kalian berdua cepat-cepat beristirahat."
Beberapa patah perkataan ini di dalam pendengaran Siauw Ling yang mendengar
perkataan tersebut dalam hati merasa amat terperanjat.
Maksud dari perkataan kedua orang budak itu sudah jelas sekali menunjukkan bila
gerak-gerik mereka berdua secara diam-diam sudah diawasi terus.
Siauw Ling yang melihat lampu lentera berwarna merah itu mendadak merosot ke
bawah semua sehingga tinggal sebuah saja yang bergerak tiada hentinya di tengah tiupan
angin kencang serta curahan hujan deras, dalam hatinya timbul perasaan ingin tahu.
Kalau memang Ciu Jie Cungcu mengundang kita, seharusnya kita orang pergi
menengok sebentar katanya.
"Jika Siauw ya memang tertarik kami akan berjalan lebih dulu selangkah untuk
menunjuk jalan buat kalian berdua!" seru Giok Lan dengan cepat.
"Tidak usah keburu!" sembari berseru Siauw Ling lantas berlari masuk ke dalam
kamarnya untuk mengambil barang yang dibawa olehnya kemudian mengikuti kedua
orang dayang tersebut berangkat ke tempat kejadian.
Secara diam-diam ia mulai memperhatikan gerak-gerik kedua orang dayang tersebut, ia
merasa gerakan tubuh mereka sangat gesit dan lincah sehingga tak terasa lagi diam-diam
ia merasa kagum. Tidak kusangka seorang dayang yang ada di dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng
pun memiliki kepandaian silat yang sangat lihay pikirnya diam-diam.
Gerakan dari kedua orang budak tersebut amat tepat sekali, terhadap keadaan
disanapun sangat hapal tampaklah tubuh mereka berjalan kesana kemari mengitari pohon
dan hanya di dalam sekejap saja sudah tiba di bawah loteng Wang Hoa Loo.
Ketika Siauw Ling mendongakkan kepalanya maka tampaklah seorang lelaki kasar
berperawakan tinggi besar yang memakai pakaian singsat sedang mencekal sebuah lampu
lentera berwarna merah tinggi-tinggi Ciu Cau Liong masih tetap mengenakan pakaian yang
perlente dengan tangan kosong, tetapi di belakang tubuhnya berbarislah serentetan lelaki
berpakaian singsat dengan senjata terhunus.
************http://ecersildejavu.wordpress.com/***************
Gerakan tubuh Giok Lan serta Kiem Lan semakin cepat lagi, di dalam dua tiga lompatan


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka sudah tiba dihadapan Ciu Cau Liong.
"Jie Cungcu! Siauw ya serta nona Sam telah tiba!" ujarnya sambil menjura memberi
hormat. Ciu Cau Liong segera putar badan menyambut.
"Kembali Siauwte mengganggu ketenangan kalian berdua hal ini membuat hatiku
merasa tidak tentram," ujarnya sambil tertawa.
"Ciu heng terlalu merendah, dimana orang yang sudah mengacau perkampungan?""
seru Siauw Ling sambil berlari mendekat.
"Mereka telah berada diats loteng Wang Hoa Loo!"
"Lalu mengapa Ciu heng tidak menghalangi gerakan mereka?"
"Mereka ngotot hendak menerjang keatas loteng Wang Hoa Loo ini. Bilamana aku tidak
memberi kesempatan kepada mereka untuk mencoba, maka sekalipun mati mereka pasti
tidak akan meram" sahut Ciu Cau Liong sambil tertawa.
Perkataan itu diucapkan dengan sangat tenang sedikitpun tidak gugup maupun cemas.
Seperti di tempat itu sama sekali belum pernah terjadi sesuatu.
Tampak cahaya lampu berkelebat dari atas loteng Wang Hoa Loo tingkat ketiga belas
kembali jadi terang benderang bermandikan cahaya lampu.
Perasaan Siauw Ling pada waktu ini sangat murung sekali. Diam-diam pikirnya,
"Sungguh aneh sekali pihak musuh hendak menyerbu kemari, mereka lantas membiarkan
mereka datang kemari. Hal ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang belum pernah
terjadi." "Bagaimana?"" tegur Ciu Cau Liong sambil tertawa. "Apakah Siauw heng serta nona
Sam ada maksud hendak naik keloteng untuk melihat jalannya pertempuran?""
Saat ini Siauw Ling benar-benar tak dapat menguasai perasaan ingin tahunya.
"Bilamana boleh Siauwte memang kepingin sekali naik keatas loteng untuk melihat
jalannya pertempuran!"
Jie Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sanceng ini lantas menoleh ke arah Kiem Lan
serta Giok Lan yang berdiri disisinya.
"Kalian kembalilah kebangunan Lan Hoa Cing Si!" perintahnya.
Kedua orang dayang itu segera memberi hormat lantas putar badan dan berlalu.
Setelah kedua orang budak itu berlalu, sinar matanya kembali berputar memandang
sekejap ke arah si lelaki kasar berpakaian singsat yang mencekal senjata terhunus itu,
sambungnya, "Kalian berjaga-jagalah di bawah loteng bilamana orang-orang yang naik
keatas loteng itu dapat turun kembali dalam keadaan utuh. Hantar mereka keluar dari
perkampungan dan jangan menahan mereka lagi."
Siauw Ling yang mendengar perkataan terakhir dari Jie Cungcu ini diam-diam lantas
mangangguk. "Sikap dari Ciu Cau Liong benar-benar luar biasa sekali," pujinya dihati.
Ciu Cau Liong sehabis mengatur seluruh persoalannya kemudian baru merangkap
tangannya menjura ke arah mereka berdua.
"Siauw heng, nona Sam" Silahkan!" serunya sambil tersenyum.
Sebenarnya Tang Sam Kauw ada maksud hendak manampik tetapi sewaktu dilihatnya
Siauw Ling dengan langkah lebar sudah memasuki loteng Wang Hoa Loo tersebut,
terpaksa iapun ikut melangkah masuk mengikuti dari belakang tubuh Siauw Ling.
Ciu Cau Liong sambil bergendong tangan mengiringi dari belakang.
"Ketika itu pengawal yang berjaga diloteng tingkat pertama dengan wajah yang pucat
pasi bersandar di atas dinding senjata golok bergerigi ditangannya dengan lemas
menggeletak di atas tanah lengan kanannya sudah basah kuyup oleh darah yang
mengucur keluar bagaikan air ledeng agaknya ia sudah menderita luka yang amat parah."
"Bagaimana?" ujar Ciu Cau Liong kepada pengawal yang terluka itu sambil tertawa
tawar mereka sudah naik ketingkat kedua.
Nada ucapan tersebut sama sekali tidak mengundang maksud menghibur maupun
membantu untuk mengobati lukanya itu.
Lelaki kasar tersebut sedikit menggerakkan badan dan membuka matanya kembali.
Hamba tidak becus, musuh-musuh tangguh tersebut tidak berhasil hamba tahan
katanya tak bertenaga. "Ooow". tidak mengapa," potong Ciu Cau Liong cepat.
Sambil menggandeng tangan Siauw Ling ia lantas melanjutkan langkahnya menuju
keloteng tingkat dua. Pengawal yang berjaga di depan pintu loteng tingkat kedua inipun sedang duduk
bersemedi di atas tanah di depan tubuhnya menggeletak sebilah senjata yang berbentuk
sangat aneh Ban Ci Bwee Hoa Tauw pada ujung kelopak mata serta ujung bibirnya
kelihatan terluka hebat, darah segar mengucur keluar dengan sangat derasnya.
"Dimana pengacau-pengacau itu?" tanya Ciu Cau Liong dengan nada berat alisnya
dikerutkan. "Hamba terkena satu pukulannya sehingga terluka dalam mereka sudah berhasil
menerjang keatas." "Siauw heng mari kita menengok ketingkat ketiga," ajak Jie Cungcu kemudian sambil
menoleh ke arah pemuda tersebut.
Tanpa menanti jawaban lagi ia lantas menarik tangan Siauw Ling untuk berlari
ketingkat tiga. Suasana diloteng ketigapun kacau balau akibat pertempuran yang baru saja terjadi,
lelaki penjaga loteng tersebut sambil mencekal lambungnya bersandar di atas meja dan
rubuh keatas tanah. Kali ini Ciu Cau Liong tak menanyai pengawal yang terluka itu lagi, ia langsung
membawa Siauw Ling menuju keloteng tingkat keempat.
Di bawah sorotan sinar lilim yang menerangi ruangan tersebut tampaklah lelaki
pengawal ruangan tersebut menggeletak di atas lantai dengan empat, lima bekas luka
guratan pedang di atas dadanya, darah segar masih mengucur keluar dengan derasnya.
Suara bentrokan senjata tajam yang amat ramai saat itu dapat didengar berkumandang
datang dari loteng tingkat kelima.
"Siauw heng! musuh sudah tiba diloteng tingkat kelima, mari kita cepat pergi melihat"
ajak Ciu Cau Liong kembali.
Siauw Ling yang melihat pengawal loteng tersebut menggeletak di atas tanah dalam
keadaan terluka berat. Bahkan darah segar masih mengucur keluar dengan sangat
derasnya, sehingga bilamana tidak keburu ditolong menghentikan aliran darah tersebut
nyawanya akan terancam, dalam hati merasa rada tidak tega.
Dengan paksaan diri ia meronta dan melepaskan diri dari cekalan Ciu Cau Liong.
"Orang ini terluka parah kita harus berusaha untuk menolong dirinya terlebih dulu,"
katanya. Ciu Cau Liong hanya tersenyum, ia sama sekali tidak turun tangan mencegahi.
Tang Sam Kauw lantas berebut maju, dari sakunya ia mengambil keluar sebuah botol
obat luar untuk kemudian dibubuhkan keatas keempat bekas luka tersebut.
Sedang Siauw Lingpun dengan gerakan yang amat hebat lantas menotok keempat buah
jalan darahnya. "Terima kasih atas bantuan saudara sekalian", buru-buru lelaki berpakaian singsat itu
meronta untuk bangun dan menjura.
Di dalam satu jam mendatang lebih baik kau jangan terlalu banyak bergerak" seru
Siauw Ling memberi peringatan.
Ketika itulah suara bentrokan senjata tajam yang berkumandang keluar dari loteng
tingkat kelima terdnegar semakin bertambah santar, jelas pertempuran sengit tersebut
sudah tiba pada saat-saat yang kritis dan tegang.
Siauw Ling tidak memperdulikan lagi perkataan dari lelaki itu tubuhnya lantas meloncat
bangun dan berlari keatas loteng tingkat kelima.
Di atas ruangan loteng tingkat kelima sedang berlangsung suatu pertempuran yang
amat sengit dan ramai, bunga-bunga pedang berterbangan memenuhi angkasa, cahaya
golok berkelebat laksana salju, mendadak muncullah dua sosok bayangan manusia.
Orang yang berdiri di depan mulut tangga loteng adalah seorang kakek tua yang
rambutnya sudah memutih dengan di atas tangannya mencekal sebuah tongkat besi,
sedang orang yang berusia tiga puluh tahunan dengan sebilah pedang terlintang di depan
dada. Kakek tua itu bersikap sangat heran, ia cuma melirik sekejap ke arah Ciu Cau Liong
serta Siauw Ling, air mukanya sama sekali tidak berubah.
Sebaliknya lelaki itu rada tidak sabaran pedangnya segera digerakkan menghalangi
jalan dari ketiga orang itu.
Melihat sikapnya ini Ciu Cau Liong lantas tersenyum.
"Heng thay jangan kuatir, kami tidak ada maksud untuk turun tangan," katanya.
"Heee, heee tidak kusangka kaupun mengetahui kekuatanmu sendiri!" seru sikakek tua
itu dengan nada yang amat dingin.
Siauw Ling adalah orang pertama yang tiba di dalam ruangan loteng tingkat kelima itu,
karenanya ujung pedang dari si lelaki kasar itupun digerakkan mengancam dada pemuda
tersebut kurang lebih setengah coen dari pakaian luarnya.
Melihat sikapnya ini pemuda tersebut merasa rada benci.
"Minggir" bentaknya dingin.
Tangan kirinya segera disentilkan ke depan, secara diam-diam ia sudah mengerahkan
ilmu jari Siauw Loo Sin Cienya menyentil keatas pedang tersebut.
Triiing" dengan menimbulkan suara yang amat nyaring, pednag di tangan lelaki kasar
itu mendadak tersentil lepas dari cekalannya dan menimpuk dinding loteng.
Melihat kejadian tersebut air muka sikakek berambut putih itu kontan saja berubah
hebat. "Heng thay ilmu jari It Cie Sian Kang-mu sangat mengejutkan sekali!" serunya sambil
memandang wajah Siauw Ling tajam-tajam.
"Cayhe sama sekali tidak menggunakan ilmu jari It Cie Sian Kang."
Air muka kakek tua itu seketika itu juga berubah jadi merah jengah, kepalanya
ditundukkan rendah-rendah.
Siauw Ling adalah seorang bocah yang belum berpengalaman ia sama sekali tidak tahu
bila perkataannya barusan ini sudah menghilangkan gengsi kakek tua itu.
Orang-orang yang hadir dikalangan pada saat ini tak seorangpun yang tak dibuat
terperanjat oleh kejadian ini tangan pemuda tersebut hanya menyentil dengan perlahan
berhasil mementalkan senjata dicekal erat-erat oleh pihak lawannya, kecuali ilmu jari It Cie
Sian Kang dari aliran Siauw lim pay, dikolong langit pada saat ini jarang sekali kedengaran
ilmu jari yang demikian dahsyat ini.
Lelaki kasar tersebut setelah pedangnya terpukul pental oleh sentilan jari Siauw Ling,
dalam hatinya merasa terperanjat, kaget, malu dan kecewa sehingga untuk beberapa saat
lamanya berdiri termangu-mangu di tempat semula tanpa bisa mengucapkan sepatah
katapun. Lama sekali ia baru menghela napas panjang dan mengundurkan diri kesisi kakek tua
itu. Mendadak tampaklah si orang tua berambut putih itu mengetukkan tongkat besinya
keatas tanah. "Tahan!" bentaknya keras.
Suara bentakannya ini sangat dahsyat sekali laksana halilintar membelah bumi
membuat semua orang merasakan telinganya berdengung.
Cahaya pedang bayangan golok lantas berpisah dan munculah dua sosok bayangan
manusia. Seorang pemuda tampan berusia du puluh tahunan dengan memakai pakaian singsat
dan mencekal sebilah pedang segera mengundurkan dirinya ke belakang.
Lawannya adalah seorang lelaki kasar yang memakai pakaian tingkas dengan sebilah
golok berkepala setan yang tebal dan tajam disilangkan di depan dada.
"Suhu" kau ada petunjuk apa?" tanya pemuda itu sambil menjura.
"Heeei perkampungan Pek Hoa Sanceng merupakan sarang naga gua macan aku rasa
selama hidup kita kali ini sulit untuk berhasil membalaskan dendam sakit hati ayahmu,"
ujar sikakek tua sambil menghela napas panjang.
Dari kelopak mata pemuda itu tak kuasa lagi mengucurkan dua titik air mata, serunya,
"Sebagai seorang putra bila tak berhasil membalaskan sakit hati orang tuanya dengan
tangan sendiri, aku tidak punya muka lagi untuk tancapkan kaki di atas permukaan bumi."
air muka si orang tua tersebut segera berubah hebat tangannya buru-buru diayunkan
ke depan. Segulung hawa pukulan yang amat tajam segera menerjang ke depan
menghantam jalan darah Cie Tie Hiat pada iga sebelah kanan pemuda tersebut.
Pemuda itu hanya merasakan ketiaknya jadi kaku pedangnya tak bisa dicegah lagi
terlepas dari tangannya. "Heee" heee" bagus sekali!" teriak kakek tua itu sambil tertawa dingin tiada hentinya.
"Kau ingin suhumu melihat kau mati haaa?"
"Tecu" tecu" tecu sekalipun bernyali pula tak akan berani punya maksud demikian!"
seru pemuda tampan itu sambil menjatuhkan diri berlutut di atas tanah.
Di atas paras muka sikakek tua itu segera terlintaslah suatu perasaan yang amat sedih
sekali, ia menghela napas tiada hentinya.
Jilid 19 "Heeeeiii"! Bocah, pungut senjatamu, kita pergi dari sini"!" serunya.
Pemuda itu tidak berani membangkang lagi, setelah memungut pedangnya lantas
mengundurkan diri kesisi kakek tua itu.
Siauw Ling yang melihat kejadian ini jadi kebingungan setengah mati, ia benar-benar
tidak mengerti peristiwa apakah yang sudah terjadi disekitar tempat itu.
Perlahan-lahan sikakek tua itu menoleh dan merangkap tangannya menjura ke arah
Siauw Ling. "Tolong tanya siapakah nama Heng thay." tanyanya.
"Cayhe Siauw Ling!"
Semula sikakek tua itu rada tertegun, akhirnya ia berseru, "Ooouuw" kiranya Siauw
Thay hiap Loo lap mengucapkan banyak terima kasih atas nasehat yang diberikan saudara
ini hari, gunung nan hijau tak akan berubah, sungai nan jernih tetap mengalir kita
berjumpa lain kesempatan?"
Ia menoleh dan memandang sekejap ke arah kedua orang anak muridnya kemudian
sambungnya kembali, "Bocah mari kita pergi!"
Sambil mengetukkan tongkat besinya keatas tanah ia lantas berlalu dari tempat itu
tanpa menoleh lagi. Si lelaki kasar serta pemuda itu jadi kebingungan setengah mati di atas wajah mereka
terlintaslah perasaan keberatan, tetapi melihat suhu mereka berlalu dalam keadaan gusar,
terpaksa merekapun mengikuti dari belakang tubuhnya.
Ciu Cau Liong buru-buru menyingkir kesamping memberi jalan.
"Kalian bertiga silahkan berlalu siauwte tidak menghantar lebih jauh lagi," katanya
sambil merangkap tangannya menjura.
"Hmm, bilamana Loohu tidak mati, di dalam tiga tahun mendatang tentu akan kembali
lagi!" seru si orang tua dengan dingin.
"Haaaa" haaaa siang maupun malam perkampungan Pek Hoa Sanceng selalu terbuka
untuk kalian, siauwte setiap waktu akan menantikan kedatangan kalian."
Air muka si orang tua itu penuh diliputi oleh kesedihan, sinar matanya kembali dialihkan
keatas wajah Siauw Ling. "Loolap sudah hampir sepuluh tahun lamanya belum pernah berkelana di dalam dunia
kangouw, kali ini sewaktu turun gunung loolap sudah ,mendengar nama besarmu, tak
disangka ini hari kita bisa berjumpa di dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng."
"Ooouw tolong tanya siapakah nama besar dari Loo heng thay?" ujar Siauw Ling sambil
menjura. Sinar mata si orang tua itu berkilat.
"Si orang prajurit tak bernama di dalam dunia kangouw sekali diberitahu juga percuma
karena Siauw Thayhiap tentu tidak kenal dengan nama loolap ini," katanya.
"Cayhepun baru saja munculkan dirinya di dalam dunia kangouw, pengetahuanku masih
sangat cetek." "Haaa, haa seorang yang berpengetahuan cetek" teriak si orang tua itu sambil tertawa
terbahak-bahak dengan seramnya.
Ia lantas putar badan dan berlalu dari ruangan loteng itu.
Gerakan dari tiga orang itu benar-benar sangat cepat sekali, hanya di dalam sekejap
mata mereka sudah lenyap tak berbekas.
"Ciu heng siapa sebenarnya ketiga orang ini?" tanya Siauw Ling dengan alis yang
dikerutkan. "Di dalam dunia kangouw terlalu banyak terdapat manusia-manusia sombong, buat apa
Siauw heng mengurusi manusia-manusia semacam itu?" kata Ciu Cau Liong coba
menghindar. Si orang tua itu agaknya mirip dengan si Poo Hiat atau pendekar pincang Ciang Toa
Hay" tiba-tina Tang Sam Kauw menimbrung dari samping.
Dengan pandangan yang sangat dingin Ciu Cau Liong segera melototi diri gadis
tersebut. "Mengapa siauwte belum pernah mendengar nama orang ini?" serunya berlagak pilon.
Tang Sam Kauw segera tersadar kembali buru-buru ia menutup mulutnya rapat-rapat.
"Sipendekar pincang Ciang Toa Hay adalah seorang pendekar yang gagah perkasa
sudah tentu dia bukan seorang manusia bajingan," kata Siauw Ling dengan cepat.
Tang Sam Kauw yang teringat akan perjanjiannya dengan Ciu Cau Liong lantas
tersenyum. "Akupun cuma mendengar ibuku pernah membicarakan orang ini, tetapi benarkah dia
orang atau bukan, aku rada kurang jelas" katanya.
"Nama besar Siauw heng sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan," sela Ciu Cau
Liong. "Mereka bertiga bisa mengetahui keadaan dan cepat-cepat mengundurkan diri
hitung-hitung mereka masih bernasib baik."
"Aaakh mana, mana Ciu heng terlalu memuji."
"Disebabkan pengacauan ketiga orang itu maka istirahat kalian berdua sudah
terganggu kini waktu sudah tidak pagi lagi seharusnya Siauw heng serta nona Sam pergi
beristirahat." Selesai berkata ia lantas mengantarkan Siauw Ling kebangunan Lan Hoa Cing Si
kemudian baru berpamit untuk mengundurkan diri.
Sejak semula Kiem Lan serta Giok Lan sudah menanti kedatangannya di dalam kamar,
melihat Siauw Ling sudah kembali buru-buru mereka berlutut melepaskan sepatu kaus kaki


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dari pemuda tersebut. "Siauw ya malam-malam begini kau ingin makan apa?" tanyanya sambil tertawa.
"Tidak usah tidak usah. Kalian pergilah tidur."
Kiem Lan tersenyum tanpa banyak bicara ia lantas mengundurkan diri dari ruangan
tersebut sedangkan Giok Lan lantas duduk di atas sebuah kursi.
Siauw Ling yang melihat gadis itu tidak berlalu dalam hati merasa heran belum sempat
ia menanyakan sesuatu Giok Lan sudah berebut berkata, "Siauw ya silahkan beristirahat,
budakmu akan berjaga disini untuk menantikan perintah-perintah selanjutnya."
"Aaah jangan, jangan lelaki dan perempuan ada batasnya apa lagi malam nan panjang
ini, bagaimana mungkin kita erdua boleh berada di dalam satu kamar yang sama?" seru
Siauw Ling sambil menggoyangkan tangannya berulang kali. "Tak bisa jadi, cepatlah kau
orang mengundurkan diri dari sini, jika kau masih duduk disana akupun tidak akan tidur."
Perlahan-lahan Giok Lan bangun berdiri wajahnya kelihatan amat sedih sekali, sepasang
matanya memancarkan perasaan murungnya yang amat sangat, bibirnya yang bergerak
hendak mengucapkan sesuatu mendadak dibatalkan, kemudian dengan bungkam seribu
bahasa lantas mengundurkan diri dari ruangan tersebut.
Siauw Lingpun tidak ingin banyak berbicara dengan dirinya lagi, walaupun ia dapat
menangkap air mukanya sangat aneh tetapi pemuda ini tidak ingin banyak bicara.
Setelah menutup pintu dan merebahkan diri keatas pembaringan, pikirnya di dalam
hati, "Kedua orang budak ini agaknya bersikap rada tidak beres, besok pagi biar aku
beritahukan hal ini kepada Ciu heng untuk minta ganti dua orang budak lain."
Berpikiran akan hal itu ia lantas pejamkan matanya untuk tidur, sebentar kemudian ia
sudah tidur pulas tak sadarkan diri.
Tidurnya kali ini hari sudah terang tanah.
Dengan cepat ia bangun dan membuka pintu kamar tampaklah Kiem Lan dan Giok Lan
dengan membawa sarapan pagi sudah menanti diruangan depan.
Kedua orang dayang tersebut pada saat ini memakai pakaian berwarna merah keperakperakan
yang sangat menyolok sikapnya ramah dan penuh senyuman.
Melihat pemuda tersebut munculkan diri mereka berdua buru-buru membungkuk
memberi hormat. "Siauw ya selamat pagi," ujarnya manja.
"Tidak usah banyak adat lagi, peraturan di dalam perkampungan Pek Hoa Sanceng
kalian benar-benar amat banyak sekali," ujar Siauw Ling tertawa.
"Bilamana pelayanan kami kurang baik maka Jie Cungcu tentu akan memakai dan
menghukum kami," kata Giok Lan. "Asalkan Siauw ya bisa merasa senang hati, sekalipun
mati kami sudah merasa puas."
Siauw Ling tidak ingin banyak berbicara dengan kedua orang dayang itu lagi, katanya,
"Aku mau jalan-jalan sebentar diluar kamar, kalian tidak usah ikuti aku lagi."
Selesai berkata ia lantas berjalan keluar dari dalam kamar.
Tampaklah bunga-bunga beraneka warna menyiarkan bau harum semerbak yang
menusuk hidung, perasaannya jadi semakin leluasa dan lapang dengan amat lambat sekali
disekitar tempat itu sambil menikmati keindahan bunga-bunga tersebut.
Awan hitam yang menyelubungi angkasa kemarin malam kini sudah buyar tak berbekas
cahaya sang surya laksana emas memancarkan sinarnya keempat penjuru dan menyinari
butiran-butiran embun di atas bunga sehingga memancarkan panca warna yang amat
indah di atas permukaan tanah.
Pemandangan yang demikian indahnya ini segera membuat pemuda tersebut jadi
kesemsem. Karena pikirnya menjadi segar kembali, maka berbagai persoalan yang mencurigakan
hatinyapun mulai mengalir dan memenuhi benaknya kembali.
Ia merasa bahwa dibalik keindahan yang meliputi perkampungan Pek Hoa Sanceng
agaknya tersembunyi pula suatu rahasia yang amat besar, suasana disana terasa begitu
aneh begitu misterius Jan Bok Hong, itu Toa Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sanceng
walaupun diluaran menyebut Ciu Cau Liong sebagai kakak beradik tetapi mengapa sikap
Jie Cungcu ini begitu menghormat sehingga jauh melebihi hubungan antara guru dan
murid?" "Kiem Lan serta Giok Lan kedua orang budak itu kelihatannya amat cantik jelita dan
menarik hati mengapa sikap serta gerak-gerik amat cabul dan merangsang."
Selagi ia berpikir keras itulah mendadak terdengar suara tertawa yang amat nyaring
berkumandang datang. "Siauw heng kenapa kau tidak tidur lebih lama lagi" Apakah pelayanan dari kedua
orang budak kurang memuaskan hati?" sapanya.
Siauw Ling segera menoleh tampaklah Ciu Cau Liong dengan memakai jubah berwarna
hijau sedang berjalan menghampiri dirinya dengan perlahan.
Terpaksa ia maju menyongsong sambil menjura memberi hormat.
"Kedua orang itu terlalu banyak adat" katanya sambil tertawa.
Tetapi mendadak sinar matanya menangkap kedua orang budak itu sedang berdiri
sejajar kurang lebih beberapa kaki dari dirinya. Alis mereka dikerutkan kencang-kencang
wajahnya amat murung sedang dari sinar matanya memancarkan perasaan kaget dan
takut setengah mati. Melihat akan hal itu, perkataan yang sebenarnya hendak mengatakan bila kedua orang
budak itu terlalu banyak adat sehingga dirinya merasa tidak terbiasa dan minta Ciu Cau
Liong ganti dengan dua orang budak yang lain mentah-mentah ditelan kembali.
"Siauwte bisa mendapatkan pelayanan yang demikian baiknya, dalam hati malahan
merasa kurang tentram" katanya buru-buru.
"Haaa" haaa" siauwte merasa sangat cocok sekali dengan Siauw heng dalam hatiku
malah takut pelayanannya kurang sesuai."
"Bilamana Siauw heng berkata demikian bukankah sudah terlalu memandang asing
diriku," ujar Ciu Cau Liong sambil tertawa terbahak-bahak.
Ia rada merandek sejenis, kemudian sambungnya lagi, "Toa Cungcu kami merasa
sangat berterima kasih sekali atas tindakan Siauw heng kemarin malam dimana kau sudah
mewakili dirinya untuk mengundurkan musuh yang datang menyerang, karena sekarang
sengaja ia memerintahkan siauwte untuk mengundang Siauw heng agar suka berbicara di
atas loteng Wang Hoa Loo karena siauwte merasa takut sudah mengganggu impian baik
dari Siauw heng maka sengaja aku orang tidak berani datang terlalu pagi."
"Bilamana ia benar-benar merasa sangat berterima kasih kepadamu, mengapa tidak
datang sendiri kemari sebaliknya malah suruh aku naik keloteng untuk berbicara sungguh
aneh sekali," pikir Siauw Ling di dalam hati.
Kendati ia berpikir demikian diluar ia menjawab dengan sangat ramah sekali.
"Oooouw kalau begitu harap Ciu heng suka menunggu sebentar, siauwte akan cuci
muka dan berdandan sebentar."
Dengan langkah lebar ia lantas berlari masuk ke dalam ruangan.
Waktu itu kedua orang budak tersebut sudah menyiapkan air terburu-buru Siauw Ling
cuci muka dan berdandan kemudian mengikuti Ciu Cau Liong berangkat menuju keloteng
Wang Hoa Loo. Ciu Cau Liong yang berpikiran cermat sekali pandang air muka Siauw Ling ia sudah
berhasil menduga apa yang sedang dipikirkan oleh pemuda tersebut karena itu ia tidak
menanti dia mengucapkan sesuatu buru-buru sudah katanya, oo0oo oo0oo
"Kesehatan Toa Cungcu kami lagi terganggu, dan belum benar-benar segar kembali
karena tidak dapat datang sendiri untuk menjenguk diri Siauw heng, oleh itu ia sudah
perintahkan siauwte untuk memanggil dirimu, harap kau suka memaafkan kecerobohan
ini." Dengan demikian Siauw Ling malah merasa sangat tidak enak dihati.
"Ciu heng! kau terlalu merendah" katanya.
Ciu Cau Liong tersenyum. "Sejak Toa Cungcu kami beristirahat untuk menyembuhkan penyakitnya di atas loteng
Wang Hoa Loo selamanya belum pernah menerima tamu tidak disangka kini ia bisa
menaruh sikap yang demikian menghormat terhadap diri Siauw heng. Hal ini benar-benar
merupakan suatu peristiwa yang tak pernah terjadi selama ini," katanya.
"Ciu heng, tahukah kau ada urusan apa Toa Cungcu mengundang cayhe?"
"Soal ini setelah Siauw heng bertemu muka dengan Toa Cungcu, kau bisa paham
dengan sendirinya." Sewaktu mereka sedang bercakap-cakap itulah loteng Wang Hoa Loo sudah berada
dihadapannya. Bekas-bekas pertempuran yang ditinggalkan kemarin malam pada saat ini sudah
dibersihkan sama sekali, beberapa orang penjaga pintu yang terlukapun kini sudah diganti
dengan pengawal-pengawal yang baru.
Dengan memimpin diri Siauw Ling, Ciu Cau Liong itu Cungcu kedua dari perkampungan
Pek Hoa Sanceng langsung berjalan naik hingga keloteng tingkat ketiga belas.
Sejak semula Jan Bok Hong dengan penuh senyuman telah menanti kedatangan
mereka di depan pintu loteng.
Melihat Toa Cungcu tersebut sudah menantikan kedatangannya buru-buru Siauw Ling
merangkap tangannya menjura.
Entah Toa Cungcu mempunyai maksud tujuan apa mengundang siauwte datang
kemari, katanya, "Tindakanmu kemarin malam dengan mewakili diriku mengundurkan
serangan musuh tangguh, cayhe merasa sangat berterima kasih sekali."
"Hanya satu peristiwa kecil, buat apa dipikirkan terus menerus."
Sinar matanya lantas berputar, ia merasa keadaan dari loteng ini jauh berbeda pada
kemarin hari. Kiranya pada dinding sebelah timur pada saat ini sudah tertutup dengan sebuah horden
warna kuning yang selembar delapan depa.
Setelah mempersilahkan para tamunya mengambil duduk, barulah Jan Bok Hong
berkata, "Kemarin malam Ciu Jie telah membicarakan soal Siauw heng, ia merasa sangat
kagum baik terhadap sifatmu maupun kepandaian silat yang Siauw heng miliki. Arti dari
perkataannya ini ada maksud hendak mengangkat diri Siauw heng tinggi-tinggi."
"Urusan apa?" tanya Siauw Ling kebingungan.
"Toa Cungcu kami merasa bakat Siauw Heng-sangat bagus sekali dan merupakan
seorang manusia aneh yang sukar ditemui selama ratusan tahun ini," sambung Ciu Cau
Liong lebih lanjut. "Karena itu ia ada maksud untuk mengangkat saudara dengan dirimu
entah bagaimana maksud dari Siauw heng sendiri?"
Siauw Ling yang mendengar perkataan itu jadi melengak dibuatnya.
"Soal ini bagaimana mungkin siauwte berani menerimanya, kedudukanku tidak bisa
dibandingkan dengan kalian berdua aku tidak lebih cuma seorang pemuda yang baru saja
tamatkan pelajaran," katanya.
"Tempo dulu Kwan Thio Kauw angkat saudara dan bersama-sama merasakan
penderitaan, mencicipi kebahagiaan sehingga menjadi pujian dan buah tutur banyak orang
Siauwte tidak becus sudah tentu tidak ingin menandingi seperti mereka itu," sambung Jie
Cungcu dengan cepat. "Secara mendadak mereka berdua pergi memandang tinggi diriku entah apakah
maksud tujuannya?" pikir Siauw Ling diam-diam dalam hatinya. "Apakah sungguh
dikarenakan kepandaian silatku yang amat tinggi?""
Walaupun memperoleh pendidikan yang amat keras dari tiga orang manusia aneh,
tetapi sampai kini ia masih belum mengerti sampai tingkat manakah ilmu silat yang
dimilikinya ini dan dirinya dianggap jagoan kelas berapa bilamana berkenalan di dalam
dunia kangouw?" Ciu Cau Liong mendadak mengulapkan dan menarik lepas horden kuning yang berada
disebelah timur itu. Maka tampaklah lukisan pemandangan sewaktu Lauw Kauw serta Thio angkat saudara
dikebun Tauw Yen tertempel di atas dinding di depan lukisan tersebut tersedialah sebuah
meja sembahyang yang diatasnya sudah disiapkan empat macam buah-buahan serta
semangkokan besar arak, dua buah lilin berwarna merah berdiri dikedua belah sisi lukisan.
Kelihatannya asalkan Siauw Ling sudah menyetujui mereka segera akan dilakukan
sembahyang untuk mengangkat saudara.
Sepasang mata Ciu Cau Liong tanpa berkedip, ujarnya kembali perlahan-lahan, "Apakah
Siauw heng suka memandang wajah kami bersaudara" harap kau orang suka memberi
jawaban yang jelas."
"Tentang soal ini biarlah siauwte berpikir sebentar kemudian baru bisa memberikan
jawaban," ujar Siauw Ling setelah termenung sebentar.
Air muka Jan Pek Hong segera berubah hebat.
"Peristiwa mengangkat saudara semacam ini bagaimana boleh terlalu dipaksakan?"
serunya keras. "Bilamana Siauw heng tidak suka angkat saudara dengan kita sudahlah."
Situasi diruangan tersebut pada saat ini benar-benar serba susah, empat buah sinar
mata yang amat tajam dari Jan Bok Hong serta Ciu Cau Liong bersama-sama dialihkan
keatas tubuh Siauw Ling. Dari sinar mata Ciu Cau Liong secara samar-samar kelihatan mengandung maksud
memohon yang amat sangat, sebaliknya air muka Jan Bok Hong sangat tawar sehingga
sulit buat orang lain untuk mengetahui bagaimanakah maksud hatinya.
Siauw Ling mendehem perlahan, akhirnya ia bangun berdiri.
"Kalian berdua bisa memandang begitu tinggi terhadap siauwte bilamana aku tolak hal
ini tentu kurang pantas," ujarnya.
"Jadi Siauw heng sudah menyetujui?" seru Ciu Cau Liong kegirangan.
"siauwte tidak mengerti banyak urusan dikemudian hari masih menghadapkan saudara
berdua suka banyak memberi petunjuk" sahut pemuda itu samnil mengangguk.
Usianya yang masih muda ditambah pula pengalamannya yang amat cetek, sekalipun
dalam hati ia merasa munculnya urusan ini terlalu mendadak sehingga sulit bagi dirinya
untuk menghadapi di dalam keadaan serba salah akhirnya ia menerima juga.
Di atas air muka Jan Bok Hong yang amat tawar mulai terlintaslah satu senyuman.
"Siauw heng harap suka berlega hati," katanya cepat. "Setelah kita mengangkat
saudara mulai saat ini juga diantara kita akan saling bantu membantu atau bersama
bilamana saudara membutuhkan akan adanya tenaga kami berdua, hendak pergi keair
kami segera berangkat keair mau keapi kita lantas menerjang api."
Perlahan-lahan berjalan ketepi meja sembahyang tersebut dan menepuk tangannya dua
kali. Tampaklah pintu rahasia di atas dinding segera terbuka dan muncullah dua orang gadis
berbaju halus yang langsung menyulut lilin itu kemudian mengundurkan dirinya kembali.
Pertama-tama Jan Bok Hong lah yang maju membakar hio tersebut disebuah tempat
abu yang terbuat dari emas kemudian menjatuhkan diri berlutut di atas tanah.
"Jan Bok Hong tahun ini empat puluh delapan tahun ini hari bersama-sama dengan Ciu
Cau Liong serta Siauw Ling mengatakan saudara mulai saat ini kita akan saling bantu
membantu di dalam kesusahan mati hidup bersama-sama bilamana ada yang berhati
nyeleweng maka ia akan memperoleh akhir yang sekarat" katanya.
Setelah itu ia baru bangun berdiri mengambil pisau belati sudah tersedia di atas meja
dan merobek jari tangannya sendiri.
Darah segar segera menetes keluar jatuh di dalam cawan yang berisikan arak.
Ciu Cau Liong serta Siauw Ling pun lantas menggunakan cara yang sama masingmasing
mengangkat sumpah di depan lukisan Lauw Kwan serta Thio itu kemudian
meneteskan darah di dalam cawan arak.
Menanti semuanya sudah selesai Jan Bok Hong baru mengangkat cawan arak tersebut
masing-masing menegur satu tegukan.
Dua orang gadis yang berwajah cantik buru-buru berjalan keluar lagi membereskan
meja sembahyangan tersebut menurun lukisan serta hordeng kuning kemudian
mengundurkan dirinya kembali dari sana.
Agaknya Jan Bok Hong itu Cungcu dari perkampungan Pek Hoa Sanceng merasa sangat
gembira sekali. "Siauwte," ujarnya kemudian sambil tersenyum. "Mulai sekarang kita adalah saudarasaudara
angkat yang mati hidup bersama-sama bilamana kau mempunyai urusan yang
terasa amat menyulitkan dirimu katakan saja secara terus terang?"
Mendadak Siauw Ling teringat kembali akan diri Gak Siauw-cha, enci Gak nya.
"Saat ini Siauwte memang mempunyai suatu urusan yang menyulitkan entah dapatkah
Toako memberi bantuan?"
"Urusan apa" Asalkan Toako mu melakukan sudah tentu akan kubantu dengan sepenuh
tenaga." "Sebenarnya bukan suatu urusan yang amat penting. Aku cuma ingin mencari tahu
jejak dua orang" kata Siauw Ling tertawa.
"Siapa?" tanya Ciu Liong sambil tersenyum pula, "Coba kau sebutkan namanya, biar
Toako uruskan pekerjaanmu ini."
Orang ini pandai berbicara dan pintar sekali mencari hati hal ini membuat setiap orang
yang dimadu olehnya tentu merasa kegirangan.
"Aku ingin mencari Tiong Cho Siang-ku!"
Menurut ingatannya di dalam kolong langit pada saat ini hanya Tiong Cho Siang-ku dua
orang saja yang mengetahui jejak dari Gak Siauw-cha maka ia harus menemukan terlebih
dahulu diri Tiong Cho Siang-ku.
Lama sekali Jan Bok Hong termenung akhirnya jawabannya pula dengan perlahan,
"Lima tahun berselang secara mendadak Tiong Cho Siang-ku lenyap dari dunia persilatan
dan sejak itu jejaknya lenyap tak berbekas kebanyakan orang-orang kangouw
menganggap dirinya sudah mati atau disebabkan harta kekayaan mereka sudah banyak
lantas mengundurkan diri dari keramaian dunia tetapi mereka tal bakal berhasil lolos dari
penglihatan Siauw heng yang tajam bukan saja mereka berdua belum mati bahkan bukan
sedang mengasingkan dirinya dari keramaian dunia."
"Mereka tetap bergerak dan berkelana di dalam dunia kangouw cuma saja wajah
mereka sudah dirubah sedemikian rupa sehingga tak seorang manusiapun yang mengenali
mereka kembali." "Tiong Cho Siang-ku adalah manusia-manusia jagoan yang telah mempunyai nama
besar sejak puluhan tahun yang lalu," sambung Ciu Cau Liong dari samping. "Mengapa
mereka tidak suka berkelana di dalam dunia kangouw dengan wajah dan kedudukan
mereka yang sebenarnya, sebaliknya menutupi asal usulnya sendiri dan berusaha
melenyapkan jejaknya di dalam dunia kangouw?"
"Haaa" haaa" kedua orang ini terlalu rakus dengan harta kekayaan, dan biasanya
paling suka menggunakan cara menipu yang paling halus untuk membohongi barang
berharga milik orang lain. Harta kekayaan mereka yang berhasil dikumpulkan saking


Rahasia Kunci Wasiat Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

banyaknya sehingga tak habis dipakai untuk tujuh turunannya, ada pepatah mengatakan
sungai dan gunung mudah diubah, sifat pribadi mudah diubah asalkan mereka berdua
sehari hidup dikolong langit sudah tentu pekerjaan itupun tidak pernah dihentikan kini
sengaja mereka menyembunyikan asal usul dan bergerak di dalam dunia kangouw. Hal ini
tentunya sedang mencari sesuatu benda" Atau mungkin karena sudah menderita kerugian
yang amat besar sehingga merusak nama baik mereka merasa malu untuk tancapkan
kembali dirinya di dalam Bulim maka kedua orang itu terpaksa menggunakan cara
menyaru untuk menutupi wajah aslinya, lalu secara diam-diam melakukan perjalanan di
dalam dunia kangouw untuk menyelidiki jejak musuhnya."
"Tiong Cho Siang-ku dengan pihak perkampungan Pek Hoa Sanceng kita apakah
mempunyai hubungan?" tanya Cung Cau Liong.
"Tempo dulu kita sih pernah berjumpa satu kali tetapi disebabkan jalan yang diambil
antara kita adalah berbeda maka selama ini air sumur tidak mengganggu air kali."
"Toako, lalu tahukah kau orang pada saat ini Tiong Cho Siang-ku berada dimana?"
sambung Siauw Ling dari samping.
Perlahan-lahan Jan Bok Hong menghela napas panjang.
"Selama dua tahun ini aku selalu berada di atas loteng Wang Hoa Loo untuk
menyembuhkan sakitku, sehingga belum pernah meninggalkan perkampungan Pek Hoa
Sanceng barang selangkahpun. Hal ini sudah tentu membuat aku merasa sulit untuk
mengetahui jejak dari Tiong Cho Siang-ku pada saat ini, tetapi Siauw heng akan berusaha
keras untuk mencari jejak mereka sehingga tidak sampai membuat aku orang kecewa."
Dalam hati Siauw Ling benar-benar dibuat terharu oleh kata-kata tersebut.
"Terima kasih Toako."
Jan Bok Hong segera goyangkan tangannya mencegah Siauw Ling melanjutkan katakatanya.
"Siauwte?" sambungnya kembali, "Sebentar ada urusan apakah sehingga kau merasa
begitu tergesa-gesa untuk mendapatkan Tiong Cho Siang-ku?"
"Urusan ini menyangkut keselamatan dari enci Gak beserta anak kunci Cing Kong Ci
Yau tersebut" pikir Siauw Ling dihati. "Lebih baik aku jangan beritahukan urusan ini secara
terang." Tetapi ia tidak bisa berbohong oleh karenanya walaupun sudah termenung sangat lama
tak sepatah katapun yang bisa diucapkan keluar.
Terdengar Jan Bok Hong tertawa ringan.
"Bilamana siauwte merasa tidak leluasa untuk memberitahukan urusan ini, tidak
usahlah kau ucapkan?" katanya, "Siauw heng berusaha keras untuk bantu menyelidiki
jejak dari Tiong Cho Siang-ku tersebut di dalam lima hari aku pasti akan memberi kabar."
"Kalian turunlah dari loteng akupun harus bersemedi kembali?"
Ciu Cau Liong dan Siauw Ling buru-buru bangun berdiri untuk mohon pamit setelah
meninggalkan loteng Wang Hoa Loo Jie Cungcu ini langsung menghantarkan Siauw Ling
kembali kebangunan Lan Hoa Ling si terlebih dulu kemudian baru mohon diei.
Sekembalinya ke dalam kamar Siauw Ling lantas jatuhkan diri berbaring di atas
pembaringan, semakin dipikir ia merasa keadaan di sekeliling tempat ini semakin tidak
benar diam-diam ia mulai memaki dirinya sendiri.
"Perkampungan Pek Hoa Lan cung yang seram bagaikan sarang naga gu8a macan ini
agaknya terkandung suatu keadaan yang sangat misterius sekali sebelum dirimu
mengetahui jelas sifat dari Jan Bok Hong serta Ciu Cau Liong bagaimana mungkin boleh
angkat saudara seenaknya dengan mereka" kini urusan sudah nyata bilamana dikemudian
hari kau menemukan kedua orang saudara angkatmu adalah manusia-manusia jahat
bukankah dirimu akan melanggar kata-kata sumpah yang pernah kau ucapkan."
Tetapi teringat pula sikap mereka berdua yang amat baik sekali terhadap dirinya di
dalam keadaan semacam itu bilamana ia menolak hal ini benar membuat kedua orang itu
akan merasa malu turun dari panggung.
Kedua buah persoalan yang saling terbentur satu sama lainnya ini dengan tiada
hentinya berkelebat di dalam benak. Sebenarnya ia tidak ingin memikirkan urusan
tersebut, tetapi semakin berusaha dibuang dari pikirannya persoalan itu semakin
Pedang Dan Kitab Suci 22 Kisah Para Naga Di Pusaran Badai Karya Marshall Buddha Pedang Dan Penyamun Terbang 8

Cari Blog Ini