Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin Bagian 2
"Aku yang melihat ia tidak menyoren pedang sudah
tahu bahwa pertanyaannya saudara Yie tadi ada percuma
saja." Si pemuda berbaju kuning malah lebih menghina lagi.
"Lihat saja tingkah lakunya, biarpun ia juga
mengenakan pakaian yang terbuat dari sutera, tapi biar
bagaimana juga masih tidak dapat meninggalkan sifat
dusunnya." Tiga pemuda itu sudah sama-sama tertawa dan
meninggalkannya. Lee Tie meski merasa terhina tapi ia
hanya diam saja tidak meladeninya.
Lee Tie turun dari kudanya dan membiarkan ia makan
rumput. Baru saja tiga penunggang kuda yang bersikap jumawa
tadi berlalu meninggalkannya, dari arah datangnya mereka
tadi telah mendatangi lagi lain orang.
Hampir saja Lee Tie tidak tahan untuk menahan
tertawanya melihat kedatangannya orang yang belakangan
ini. Umurnya orang yang baru datang ini mendekati
setengah abad, tapi masih memakai pakaiannya seorang
pelajar yang sudah penuh dengan kotoran minyak yang
tidak dicuci-cuci. Dipinggangnya orang ini juga tersoren
sebilah pedang, tapi pedang ini merupakan pedang tumpul
yang tidak ada ujung tajamnya.
Bahkan tidak disarungi juga olehnya, sehingga terlihatlah
dengan nyata seperti pentung karatan saja.
Binatang tunggangannya juga istimewa, karena ia
memilih kalde pendek yang mempunyai kaki pincang
sebelah, dengan keteklak-ketekluk terpincang-pincang kalde
itu lari. Si pelajar tua begitu sampai di hadapannya Lee Tie
sudah dapat melihat sikapnya si anak muda yang hendak
mentertawainya, tapi ia tidak menjadi marah karenanya
bahkan tertawa terbahak-bahak dan berkata. "Si setan
?"Putih Kurus?" dari Batu Kepala Manusia memang tidak
percuma mempunyai mata, tepat sekali jika pilihannya
telah terjatuh ke atas dirimu. Apa itu Lok-yang Kong-cu,
Kim-leng Kong-cu atau Kang-lam Kong-cu" Siapa diantara
mereka yang dapat menyaingimu!"
Lee Tie menjadi heran dan tidak mengerti dengan katakatanya
ini, baru saja ia mau menanya atau telah keburu
didahului olehnya. "Apa si Setan dari Bong-san itu masih
baik-baik saja Kepandaiannya "Hawa murni dari dasar
dunia" apa juga telah diturunkan kepadamu?"
Lee Tie sudah dapat menduga bahwa orang yang disebut
"Setan dari Bong-san" atau "Setan Putih Kurus" dari Batu
kepala Manusia" itu tentu si kakek kurus yang serba putih,
maka dengan cara yang hormat ia menjawabnya ,"Kakek
Putih masih sehat sebagaimana biasa tapi ia tidak pernah
memberikan sesuatu kepandaian apa-apa."
Si pelajar tua seperti tidak percaya, terdengar
teriakannya. "Apa" Ia tidak pernah menurunkan kepandaiannya
kepadamu" Dengan cara bagaimana kau dapat
mengalahkan semua Kong-cu disini?"
Lee Tie lebih-lebih menjadi heran lagi.
"Mengapa harus mengalahkan semua Kong-cu disini?"
Tidak henti-hentinya si pelajar tua ini menggelenggelengkan
kepalanya. "Ooooooo ... Ia bukannya datang
untuk mengikuti pertandingan Tong-tu-san-chung diluar
kota Lok-yang. Ia bukannya ahli warisnya si Setan putih ...
Tapi mengapa ia dapat menaiki kudanya merah "Darah
buntut dua" ... Heran ... heran ... "
Lebih lucu lagi keadaannya si pelajar tua ini yang sedang
mengoceh sendirian dengan masih tetap menggelenggelengkan
kepalanya. -oo0dw0oo- Jilid 03 LEE TIE menjadi heran dan menanya.
"Kau mengatakan kuda merah ini adalah kepunyaan
Kakek Putih?" Matanya si pelajar tua mendadak memancarkan
sinarnya, tapi tidak lama lagi ia sudah menariknya kembali
dan bertanya. "Apa kau masih tidak mengetahuinya" Inilah
satu yang sangat mengherankan sekali, katakanlah padaku
dengan cara bagaimana kau mendapatkan kuda merah ini?"
Lee Tie dengan terus terang sudah menceritakan
pengalamannya. Si pelajar tua sudah menggaruk-garuk kepalanya.
"Celaka, ... celaka ... Si "Setan Putih Kurus" paling suka
menarik keuntungannya sendiri, mengapa ia dapat
menolongmu dengan percuma?" Baru saja ia berkata
sampai disini, dari kejauhan tiba-tiba terdengar satu suara
pekikan yang melengking tinggi dan nyaring sekali. Kuda
merah yang mendengar suara ini sudah berdiri kupingnya
dan berjingkrak mau pergi. Si pelajar tua yang melihatnya
sudah segera merosot turun meninggalkan kalde
pincangnya dan tahu-tahu sudah berada di belakangnya si
kuda merah. "Kau boleh pergi dan katakana kepada Si "Setan Putih
Kurus" bahwa aku si "Pelajar Pedang Tumpul" tidak dapat
membiarkan ia mengakali seorang bocah yang tidak
mengerti suatu apa." Lalu ia menepok pantatnya kuda yang
segera memekik dan terbang pergi.
Lee Tie tidak tahu harus berbuat bagaimana" Sedari
kedatangannya pelajar tua lucu yang mengaku bernama si
"Pelajar Pedang Tumpul" ini, hatinya telah menjadi
sedemikian gembiranya dan lupa akan segala-galanya. Tapi
begitu melihat kepergiannya si kuda merah, pikirannya
sudah mulai tersadar lagi dan berkata didalam hati.
"Celaka, kuda merah ini memang disengaja ditaruh disana
dan memancing diriku untuk menaikinya. Tapi entah siapa
orangnya" Mengapa ia mau menganiaya diriku" Aku harus
hati-hati dan jangan sampai terpedaya."
Waktu itu kuda merah yang tadi telah terbang pergi
mendadak balik lagi, dan diatasnya bercokol orang tua
kurus dengan rambut, jenggot dan baju putih seluruhnya.
Hatinya Lee Tie sudah menjadi tersadar, pikirnya.
"Oh, kiranya Kakek Putih lagi yang telah menolongku."
Tapi si "Putih Kurus" sambil mengedipkan sebelah
matanya ia sudah berkata. "Lekas ikut kepadaku untuk
meninggalkan tempat ini."
Sambil menarik tangannya Lee Tie ia sudah segera
terbang meninggalkan tempat itu. Tidak berapa lama
berdua sudah sampai di bawahnya satu pekarangan yang
bertembok tinggi dengan diikuti oleh si kuda merah tadi. Si
"Putin Kurus" sudah melepaskan cekalannya. seraya
memandang mukanya Lee Tie sebentar ia kata.
"Tidak percuma Lee Thian Kauw sebagai salah satu dari
"Sepasang orang aneh dari Thian-san", aku si "Putih
Kurus" betul-betul harus takluk padanya, aku telah terluka
di bawah tangannya." Lee Tie sudah segera menghaturkan
terima kasih. "Aku sangat berterima kasih kepadamu yang telah
menolong jiwaku, sebab kalau tidak, lenyaplah nyawaku
didalam Kui-in-chung di tangan ayahku sendiri."
Si "Putih Kurus" memanggutkan kepalanya.
"Betul. Betul. Untunglah jika kau telah mengetahui. Jika
bukannya si tua pendek yang sampai berkali-kali memintaminta
tolong kepadaku, aku juga tidak berani membentur
Lee Thian Kauw yang tanggguh itu."
Lee Tie mulai menjadi jelas dan berkata pada diri sendiri.
"Ternyata si kakek pendek yang selalu memperhatikan
diriku." Tapi si "Putih Kurus" sudah membelalakkan matanya,
katanya. "Tentu saja gara-garanya si tua pendek itu, jika
bukannya ia yang mengatakan kau memiliki kepandian
rahasianya Hoa-san-pay, mana aku dapat mengetahuinya?"
"Sudahlah jangan banyak bicara lagi, lekaslah kau
pertunjukan kepandaianmu itu dan bereskan perhitungan
dagang kita ini," Lee Tie jadi melongo dan tidak dapat berkata suatu apa,
ia sampai lupa harus berbuat bagaimana.
Mukanya si "Putih Kurus" sudah mulai berobah.
"Apa" Apa kau telah menyesal. Menunggangi kuda
"Merah darah buntut dua"ku" Apa kau masih belum
menanya kepada orang bagaimana sifatnya si "Putih
Kurus" dari Batu Kepala Manusia di daerah Bong-san" Apa
kau kira pemberian sedekahku gampang-gampang diberikan
kepada orang" Lekaslah menurut perintahku dan
pertontonkan kepandaianmu."
Telinganya Lee Tie telah penuh dengan suara
dengungannya si "Putih Kurus" dari Batu Kepala manusia
di daerah Bong-san ini, tidak disangka orang yang
disangkanya serba putih ini dapat mempunyai hati yang
tidak putih. Pantas saja si "Pelajar Pedang Tumpul" tadi
mengatakan kepadanya bahwa si "Putih Kurus" ini paling
suka menarik keuntungan. Begitu mengingat akan si "Pelajar Pedang Tumpul" yang
jenaka. kepalanya sudah menjadi celingukan mencarinya.
Dalam hatinya berkata "Eh, kemanakah orangnya tadi"
Mengapa aku sudah kehilangan jejaknya?"
Maka ia sudah mulai mengerti mengapa si "Pelajar
Pedang Tumpul" selalu menyebutnya dengan "Setan
Kurus", dengan tidak terasa mulutnya sudah berkata.
"Pantas kau selalu disebut orang "Si "Setan Putih Kurus"."
Si "Putih Kurus" sudah menjadi berjingkrak.
"Apa" Kau juga berani menyebut Setan" terhadap aku?"
Lee Tie membusungkan dadanya. "Kau tidak salah jika
mendapat julukan "Si "Setan Putih Kurus", tidak mau aku
mempertontonkan kepandaianku di hadapannya setan yang
seperti kau ini." Si "Putih Kurus" menjadi marah.
"Bagus, kau bocah kurang ajar. Dengan susah payah
aku bertempur sampai menderita luka yang tidak ringan
dengan Lee Thian Kauw dan berhasil merebut jiwa
anjingmu dari tangan elmaut, sekarang sesudah lolos dari
mara bahaya sudah lupa kepada budinya aku si "Putih
Kurus" dan berani membantah kemauanku."
Lee Tie terpaksa memasrahkan nasibnya kepada "Putih
Kurus" yang memang betul pernah menolong dari mara
bahaya dengan mengandung maksud tertentu ini.
Si "Pulih Kurus" bertambah-tambah marah lagi melihat
tidak mendapat jawaban yang memuaskan dari anak muda
yang tidak mengenal mati ini. Maka dengan keras ia
membentak lagi. "Bocah, baik-baiklah dengar dulu katakataku
ini, karena kaulah baru aku terkena pukulan "Hawa
asli dari luar dunia"nya Lee Thian Kauw, maka kini baikbaiklah
menerima pukulan "Hawa murni dari dasar dunia"
ini." Dan betul saja ia "Putih Kurus" sudah mengerahkan
tangannya memukul ke arahnya bocah yang boleh dikata
masih ingusan. ia percaya dengan sekali pukul saja
lenyaplah nyawanya anak yang dianggapnya bandel ini.
Si "Putih Kurus" dari Batu Kepala Manusia di daerah
Bong-san sudah terkenal dengan sifatnya yang temaha dan
suka menggaruk keuntungannya sendiri ia mempunyai
tenaga dan kepandaian yang hampir sama dengan si orang
tua pendek Kiauw Kiu Kong dan ilmu pukulan "Hawa
murni dari dasar dunia" inilah yang selalu disohorkannya.
Lee Tie telah merasakan hawa panas Yang datang
menggencet dadanya dan membuat ia hampir tidak dapat
bernapas karenanya. Tapi ia masih tidak merasa takut dan mengeluarkan
tangan kecilnya bersedia untuk menyambutnya juga.
Si "Putih Kurus" tertawa dingin, rambut dan jenggot
putihnya berkibar-kibaran karena ia sudah menambah lagi
kekuatannya. Sebentar lagi saja tamatlah riwayatnya Lee
Tie yang baru saja lolos dari bahaya kematian didalam
rumahnya. Tapi secara tiba-tiba satu desiran angin yang keras telah
menyelak diantara mereka dan menarik keluar dari daerah
bahaya. Kemudian terdengar satu suara "Duk" yang keras
dan tembok tinggi yang ada di belakangnya Lee Tie tadi
telan pecah berantakan dan ambruk.
Entah dari mana munculnya si "Pelajar Pedang Tumpul"
yang sudah segera lompat ke sana dan menyerang ke
arahnya si "Putih Kurus" yang jahat itu.
Si "Putih Kurus" berteriak-teriak dan mundur beberapa
tindak, dengan tangan menunjuk ke arahnya si "Pelajar
Pedang Tumpul" ia mulai dengan makiannya.
"Dari manakah munculnya pelajar jorok ini selalu
mengacau urusan saja?"
Si "Pelajar Pedang Tumpul" dengan tidak kalah
marahnya berkata. "Setan Putih Kurus", kau ada sangat
keterlaluan, sampaipun anak kecil juga masih tidak luput
dari ketamakanmu." Setelah si "Putih Kurus" membetulkan jalan napas
dengan mengeluarkan suara dari hidung ia berkata.
.Aku si "Putih Kurus" selalu bertindak dengan secara
adil, akulah yang telah menolong jiwanya bocah ini dan
tentu aku jugalah yang boleh mencabutnya kembali."
"Pelajar Pedang Tumpul" majukan langkahnya dua
tindak dan berkata "Setan Putih Kurus", terus terang saja
dengan maksud apakah kau telah menolong jiwanya?"
Si "Putih Kurus" seperti menjadi lesu, dengan gusar
dipandangnya sejenak pelajar tua yang menjadi palang
pintunya. Kemudian dengan tidak berkata-kata lagi ia
sudah segera menghampiri kuda merahnya.
Si "Pelajar Pedang Tumpul" tahu bahwa Si "Setan Putih
Kurus" ini banyak akalnya, dengan tidak berkesip ia
memandang terus padanya dan dilihatnya Lee Tie yang
masih berdiri dikejauhan tidak kurang suatu apa hatinya
baru merasa lega dan berjalan untuk menghampirinya.
Tapi tidak disangka baru saja ia membalikan kepalanya,
si "Putih. Kurus" telah menggunakan kelengahannya orang
sudah berbalik menyerang ke arahnya.
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si "Pelajar Pedang Tumpul" yang melihat datangnya
bahaya bukannya memapaki atau menyingkiri dari
serangan gelap itu, malah menjatuhkan diri dengan
serangan tadi. Hingga tubuhnya lantas melayang-layang
mengikuti arah sambaran angin sampai sejauh sepuluh
tombak. Setelah berdiri mengambil posisi ia segera mengeluarkan
pedang tumpulnya yang telah lama terkenal dikalangan
Kangouw. Si "Putih Kurus" juga tidak mau kalah merek, entah
kapan dan dari mana ia juga sudah mengeluarkan pedang
kurusnya, Senjata yang lemas, karena kelemasannya pedang
ini dapat dilibat dipinggang". Dengan membuat satu
lingkaran pedang di udara si "Putih Kurus" sudah berkata.
"Apa kau kira dengan mengandal namanya pedang
Tumpul saja dapat merajai dunia?"
Si "Pelajar Pedang Tumpul" tidak menjawab, kaki
kanannya disertai keluar menjujukan pedangnya.
Rambut, alis dan jenggotnya si "Putih Kurus" sudah
menjadi berdiri semua. "Kau terlalu menghina." katanya sangat gusar.
Tenaga dalamnya lalu disalurkan masuk ke dalam
pedangnya, dengan sekali tusuk ia telah mengarah tiga
tempat dari dada musuhnya. Kemudian memutarkan
badannya sampai satu putaran dan menusuk lagi ke tiga
jurusan. Si "Pelajar Pedang Tumpul" tertawa berkakakan, hanya
menjaga diri saja dan masih tidak balas nyerang, pedangnya
yang seperti pentungan tidak lepas mengikuti putaran
badannya. Kemudian dengan menggunakan kesempatan
sewaktu berada tidak jauh di tempatnya Lee Tie berdiri ia
berkata kepadanya. "Kepandaiannya "Hawa murni dari
dasar dunia" si setan dari Bong-san ini telah terkenal
kelihayannya, bocah, mengapa kau tidak lekas-lekas
memperhatikan gerakan-gerakannya?"
Lee Tie yang mendengar segera tersadar dan tidak lama
kemudian terdengar teriakan-teriakannya si "Pelajar Pedang
Tumpul" menyebut. "Lihat kaki kiri ... lihat arah tujuannya ... perhatikan
gerakan pedangnya ... yang kiri ... kakinya yang diangkat
keatas ... " Lee Tie dengan tidak terasa sampai menari-nari memuji:
"Bagus sekali."
Tapi si "Putih Kurus" menjadi panas hati, dengan
rambut berdiri ia berteriak marah. Berhenti ... Berhenti ...
Latihan dua puluh tahunku mana dapat gampang-gampang
diberikan kepada bocah jahat ini" Berhenti ... Aku tidak
mau meneruskan pertempuran ini lagi."
Si "Pelajar Pedang Tumpul" tertawa berkakakan,
bukannya ia berhenti malah berbalik menyerang dan
memaksa si "Putih Kurus" ini harus tetap melayaninya. "
Ha ha, ha, ha Hatinya setan kok masih dapat sakit juga, tapi
aku masih dapat memaksa kau meneruskannya."
Lalu terdengar lagi teriakan-teriakannya.
"Perhatikan kaki kiri yang mundur menghindarkan diri
... kaki kanan yang menyingkir mengikuti ... pedang
kurusnya ditekuk kembali.
Si "Putih Kurus" sampai menjadi gemeteran karena
mendongkolnya. "Kau terlalu sekali."
Kemudian ia mendesak dengan pedang lemas berikut
tubuhnya juga dan memaksa si "Pelajar Pedang Tumpul"
lompat melayang ke atas tembok besar tadi. Dengan badan
masih gemetaran karena marahnya ia berkata.
"Aku telah dirugikan oleh kau orang, aku menderita
kerugian yang terbesar."
Sambil menunjuk ke arahnya si "Pelajar Pedang
Tumpul" ia menambahkan. "Pelajar tua jorok, kau
sendirilah yang mencari permusuhan diantara kita. Awaslah
dengan hari pembalasanku nanti."
Si "Pelajar Pedang Tumpul" tertawa.
"Setan Kurus". kau membenci kepadaku hari ini karena
aku telah menggagalkan rencana busukmu, ditambah lagi
beberapa orang yang sepertimu ini entah bagaimana nanti
jadinya dunia" Tapi bagaimana pun kau masih lebih baik
dari pada mereka, jika mau mendengarkan kata-kataku dan
merobah kelakuanmu, dalam tiga bulan saja kutanggung
kau bisa dapatkan keuntungan yang lebih besar lagi."
Hati serakahnya si "Putih Kurus" begitu mendengar
kata-kata mendapatkan keuntungan yang "lebih-besar lagi"
sudah menjadi tergerak. Tapi setelah dipikir lagi ia
menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Aku tidak percaya. Siapa mau percaya kepada pelajar
jorok seperti kau ini?"
Si "Pelajar Pedang Tumpul" tertawa.
"Percaya atau tidak terserah kepadamu sendiri. Tapi tiga
tahun kemudian, dalam pertandingan pedang yang akan
diadakan di Cong-lam-san nanti. apa kau dapat
mengetahui. "Pedang nomor satu akan terjatuh dalam
tangannya siapa?" Sekalipun si "Putih Kurus" ini sikapnya seplah-olah
menunjukan rasa yang tidak percaya, tapi sebenarnya juga
mencurahkan semua perhatiannya mendengarkan orang
bicara. Selelah selesai si "Pelajar Pedang tumpul bicara cepatcepat
ia berkata. "Siapa yang tidak tahu bahwa sejak si "Ahli Pedang
Siauw To Ciat" dari pulau Go-tong meninggal dunia, telah
meninggalkan petunjuk sari permainan ilmu pedangnya
kepada sang isteri yang bernama Go-tong Sin-kho. Siapa
yang memiliki buku "Petunjuk sari permainan ilmu
pedang" tersebut, itulah orangnya yang akan mendapatkan,
julukan ahli "Pedang nomor satu."
Si "Pelajar Pedang Tumpul" anggukkan kepalanya.
"Matanya "Setan putih kurus" memang tidak dapat
dicela. Tapi apa kau tahu bahwa Go-tong Sin-kho telah
mendirikan panggung pertandingan di Tong-tu-san-chung
diluar kota Lok-yang ini?"
"Putih Kurus" mempelototkan matanya.
"Siapakah yang tidak mengetahui hal ini" Hanya
permainan kecil Go-tong Sin.kho yang tidak dapat
dipandang mata." "Hm, enak saja kau pentang bacot. Siapa yang tidak
tahu bahwa namanya saja mengadu pedang, tapi maksud
yang sebenarnya iyalah sedang mencari calon untuk anak
perempuan tunggalnya. Ada hubungan apa denganku yang
tidak kepingin dipungut mantu?"
Si "Pelajar Pedang Tumpul" sampai tertawa pingkalpingkal.
"Setan Kurus" memang hanya memikirkan urusannya
sendiri saja, orang yang manakah dapat disamakan dengan
kau" Kecuali anak perempuan satu-satunya ini, Go-tong
Sin-kho tidak mempunyai anak lainnya lagi. Dengan
sendirinya itu buku "Petunjuk sari permainan ilmu pedang"
tentu akan terjatuh ke dalam tangannya si calon mantu."
Si "Putih Kurus" menundukan kepalanya, dengan lesu ia
berkata. "Baiklah. Untuk sementara aku percaya kepadamu, tapi
apakah artinya kata-katamu yang mengatakan Dalam tiga
bulan saja dapat memberikan keuntungan lebih besar itu?"
Si "Pelajar Pedang Tumpul" memandang ke arahnya
sebentar, lalu membuka mulutnya yang mengandung penuh
arti. "Soal ini begini ... "
Tapi kemudian ia menggeleng-gelengkan kepalanya,
dengan perlahan-lahan berkata. "Sebenarnya kau orang ini
sukar untuk dipercaya, lebih baik aku tidak mengatakan
saja." Mukanya si "Putih Kurus" menjadi berobah marah ia
berkata. "Pelajar jorok, apa kau masih menganggap aku
sebagai seorang anak kecil saja?"
Badannya terbang turun lagi dari tembok tadi memukul
ke arahnya si "Pelajar Pedang Tumpul".
Si "Pelajar Pedang Tumpul" lompat berkelit, sambil
menyeret tangannya Lee Tie ia berkata. "Setan putih, aku
tidak membohong kepadamu tapi sekarang perutku sudah
menagih arak lagi, lain kali saja aku beritahukan
kepadamu." Lalu dengan mengajak Lee Tie ia meninggalkannya dan
menuju ke arahnya kota Lok-yang yang masih sepi.
Si "Putih Kurus" menjadi tertegun, ia duduk disana
sambil bersila. Tapi tidak lama lagi secara tiba-tiba lompat berdiri
sambil menepok kepalanya berkata: "Si "Pelajar jorok
memang tidak salah sama sekali, si bocah jika dapat
mempelajari ilmu Pedang-tumpulnya, ditambah dengan
ilmu "Hawa murni dari dasar dunia" kepunyaanku, dengan
kepandaiannya Hoa-san-pay didapatinya dari dalam
Tongkat Rantai Kumala memang tidak sukar untuk
menjadikan dia seorang yang berilmu tinggi. Jangan kata
baru beberapa Kong-cu yang berkumpul disini tidak dapat
mengalahkan dirinya, biarpun orang yang terpandai di
zaman ini juga masih belum tentu dapat gampang
menundukannya." Ia berkata-kata dengan sebelah kakinya sudah berada
ditempat injakan kuda merahnya. Tapi kemudian ia
mengeleng-gelengkan kepalanya.
"Percuma ... Percuma ... "Petunjuk sari permainan ilmu
pedang" hanya satu buku saja, diantara aku "Si "Putih
Kurus" dan kau pelajar jorok siapakah yang harus
mendapatkannya" Apa diantara demikian banyaknya Kongcu
yang menghadiri pertandingan di Tong-tu-san-chung ini
tidak ada satu yang dapat menandinginya.
Terdengar ia mengeluarkan suara tertawa dingin lalu
dengan sekali lompat ia sudah berada diatas kuda merahnya
dan lalu mengaburkan kudanya lenyap dari pemandangan.
Y KONG-CU TAMPAN BERBAJU HIJAU
KITA menyusul si "Pelajar Pedang Tumpul". mengajak
Lee Tie, setelah melewati dua tikungan jalan mereka sudah
sampai disatu pohon besar rindang daunnya. Setelah
mengikat kalde pincang dengan tidak sabaran lagi ia sudah
segera mengeluarkan tempat araknya dan ditenggaknya
sampai beberapa kali. Setelah puas meminumnya, baru dengan menghela nafas
lega ia menyimpan kembali tempat araknya dan menanya
kepada Lee Tie. "Bocah, apa kau mempunyai guru?"
Lee Tie biarpun baru ini kali ketemu pelajar tua ini,
hatinya merasa suka kepadanya. Maka dengann lucu ia
menjawab pertanyaannya. "Bocah tidak mempunyai guru, tapi ... "
Si "Pelajar Pedang Tumpul" tertawa keras, sambil
menyeret tangan Lee Tie ia berkata.
"Kebetulan ... kebetulan ... Aku si "Pelajar Pedang
Tumpul" juga tidak mempunyai
murid bagaimana jika kau ... "
Sebelum si "Pelajar Pedang Tumpul" dapat
melampiaskan perkataannya, Lee Tie sudah berontak
pegangannya dan berkata dengan suara yang keras. "Atas
maksud baik dan pertolongannya locian pwee yang baru
saja diberikan, Lee Tie sampai disini saja menghaturkan
terima kasihnya, Boanpwe telah dapat tugas untuk
menjabat ketua partai yang ke 26 dari Hoa-san-pay. maka
tentang-urusan menjadi murid, boanpwe masih belum dapat
menerima. Si "Pelajar Pedang Tumpul" menjadi melongo setelah
dapat mengerti akan duduknya perkara ia sudah menjadi
tertawa lagi. "Kau si bocah memang pandai sekali membuat
cerita yang bukan-bukan. Ketua Hoa-san-pay yang ke-dua
puluh lima Cie Gak telah mati lama, kapankah kau telah
menemuinya dan mengangkat kau sebagai ketua barunya"
Di depannya aku "Pelajar Pedang Tumpul" percuma kau
mengarang cerita yang tidak masuk diakal.
"Pelajar Pedang Tumpul" sudah salah duga mengira
Lee Tie hanya mengarang cerita untuk dijadikan alasan
untuk menolak keinginannya yang mau mengangkat dirinya
sebagai muridnya. Maka setelah kebohongannya dapat
terbongkar, bukankah ia masih ada harapan untuk
menerima murid yang mempunyai bakat bagus ini" Saking
girangnya ia sampai tertawa dan lupa akan segala apa.
Tiba-tiba ia telah menjadi kaget karena mendengar
sendiata rahasia yang datangnya dengan kecepatan luar
biasa. Tapi tidak percuma si "Pelajar Pedang Tumpul"
mendapatkan namanya, dengan sekali jepit saja, diantara
jempol dan telunjuk kanannya sudah bertambah dengan
semacam barang tembaga. Kiranya Lee Tie yang menyambit dengan tembaga tadi.
Waktu itu Lee Tie sudah menjadi marah dan berkata
"Siapa yang mau membohong kepadamu" tentu kau dapat
mengenali akan pemiliknya benda ditanganmu itu, bukan?"
Si "Pelajar Pedang Tumpul" periksa benda tembaga tadi
dan berjingkrak tertawa. "Ha, ha, ha, ... Kukira siapa"
Tidak tahunya si tua pendek juga ada mempunyai
pandangan mata yang sama."
Tapi kemudian dengan sikap yang sungguh-sungguh
berkata ,"Si tua pendek Kiauw Kiu Kong seperti si "Putih
Kurus" tadi, meski ada mempunyai hubungan dengan Hoasanpay, tapi masih belum terhitung orang-orangnya Hoasanpay." Lee Tie berkata. "Kakek pendek telah mendapat pesenan dari ketua
partai lama Cie Gak untuk menolong mencarikan
gantinya." Si "Pelajar Pedang Tumpul" menyambungi. "Maka ia
telah menjatuhkan pilihannya keatas dirimu" Baik. Si tua
pendek, kali ini kembali kau dapat mendahuluiku."
Setelah dapat menenangkan lagi hatinya ia berkata:
"Baiklah. Jika betul kau telah menjadi Ketua yang ke dua
puluh enam dari Hoa-san-pay, sudah cukup jika memanggil
"Susiok" saja kepadaku ini."
Dengan lesu dibukanya tali ikatannya kalde pincangnya,
setelah menaikinya, sambil melemparkan benda
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tembaganya Kiauw Kiu Kong tadi ia berkata. "Baik-baiklah
kau menjalankan tugasmu dan sampai disini saja pertemuan
kita ini." Dengan mengikuti irama keteklak-keteklok kuda
pincangnya ia meninggalkan tempat itu.
Waktu telah menjelang siang hari, Lee Tie yang telah
mengalami berkali kali peristiwa tadi menjadi lelah sekali.
Biarpun hatinya masih was-was jika mengingat pertemuanpertemuan
dengan si "Putih Kurus" dan "Pelajar Pedang
Tumpul" tadi, tapi karena sudah tidak tahan saking
lelahnya, baru saja ia menyenderkan diri di bawahnya
pohon besar tadi, tertidurlah ia disana.
Baru saja ia mau mengimpi atau layap-layap terdengar
beberapa suara yang diucapkan dengan berbareng. "Teecu
berenam disini memberi hormatnya kepada Ketua partai
yang ke dua puluh enam."
Lee Tie menjadi kaget dan terbangun, dilihatnya enam
Tosu yang pernah dilihatnya tampak berdiri di hadapannya
membuat setengah lingkaran. Biarpun mereka
"Menghormat" kepada Ketua barunya ini, tapi paras
mereka yang pucat-pucat tidak terlihat Hormatnya ini apa
lagi yang berdiri di paling pinggir kiri yang bertubuh kurus
sekali, karena pernah mengalami kerugiannya di bawah
tangannya ketua barunya yang masih kecil ini sudah
mengeluarkan sorot mata kebenciannya.
Dalam keadaan yang segenting ini, Lee Tie sudah dapat
tahu akan bahaya yang mengancam dirinya, ia tidak
berdaya untuk menghadapi mereka semua. Meski
demikian, ia sudah mengerahkan tenaga dalamnya untuk
siap siaga, dengan tenang ia menanya: "Enam Totiang
mengapa datang kemari" Kesukaran apakah yang sedang
dialami?" Enam pasang sorot mata yang penuh kedengkian
memandang ke arahnya, salah satu diantara mereka yang
berdiri ditengah dengan adem berkata. "Hoa Ceng beserta
lima sute hanya ingin menunjuk baktinya dan sekalian
meminta sedikit petunjuk tentang tujuh rangkaian ilmu
simpanan Hoa-san-pay yang tersimpan didalam Tongkat
Rantai Kumala." Sudah sedari tadi Lee Tie mengetahui akan maksudnya
ini, maka dengan tertawa ia berkata.
"Tujuh rangkaian ilmu simpanan Hoa-san-pay hanya
tersedia bagi ketua partai saja, bagaimana enam Totiang
dapat meminta dengan paksa?"
Hoa Ceng mewakili lima sutenya bicara.
"Kami telah meminta kepada Ketua partai secara
bijaksana. Dapatkah Ketua partai tidak meluluskannya?"
Lee Tie sudah merasa sebal kepada enam tosu ini.
alisnya berdiri menandakan kemarahannya.
"Ketua partai. Ketua partai. Dalam pandangan mata
kalian apa masih ada Ketua partai" Ilmu simpanan tetap
sebagai ilmu simpanan, lekaslah orang enyah dari sini."
Hoa Ceng tidak menyangka Lee Tie berani marah
kepada meraka, dalam hati kecilnya juga memuji akan
keberaniannya. Diam-diam ia berkata didalam hati.
Bocah ini mempunyai kepandaian yang cukup tinggi,
ditambah keberanian yang dimlikinya, sukar untuk
menaklukinya dikemudian hari, lebih baik dibikin beres saja
disini." Waktu itu si Tosu kurus sudah tidak dapat menahan
kemarahannya. "Bocah yang sudah berada didalam kurungan kami
masih berani berlaku galak juga?" ia menjengeki.
Tapi Tosu yang berada disebelahnya yang mempunyai
daun telinga lebih besar dari para saudara seperguruannya
sudah menyelak. "Ketua partai jangan main marah saja, jika dihitung
menurut tingkatannya, kau harus menyebut 'Susiok' kepada
kami." "Aku tidak mempunyai Susiok brengsek" jawab Lee Tie
gagah. Tapi tiba-tiba ia teringat akan kata-katanya Kiauw Kiu
Kong yang pernah membentak mereka, maka ia sudah
menanya. "Numpang tanya kepada enam Totiang, apakah yang di
artikan dengan 'Hukuman didepan sembilan Tiang batu?"
Mukanya enam Tosu tadi telah berobah seketika, dalam
sekejapan mata saja mereka telah ambil sikap waspada
seperti menghadapi musuh tangguhnya.
Ternyata yang disebut 'Hukuman didepan Tiang batu'
adalah hukuman yang terberat bagi Hoa-san-pay hanya
orang yang mempunyai kesalahan terbesar saja baru dapat
di hukum disitu. Mereka telah salah duga bahwa Lee Tie
telah mengetahui perbuatan mereka yang telah mengejarngejar
Ketua partai lama mereka Cie Gak yang akhirnya
bunuh diri karena gara-gara mereka. Menyangka kesitu dan
menganggap Lee Tie tentu mempunyai kepandaian yang
cukup tinggi untuk dapat menangkap mereka kembali, tentu
saja sikap mereka menjadi tegang karenanya.
Lee Tie cukup tahu bahwa kepandaiannya masih tidak
dapat untuk menandingi enam Tosu dihadapannya ini, jika
sudah kebentrok sukarlah untuk melarikan dirinya. Hanya
Satu jalan baginya, ialah mengulur waktu dan mencari
kesempatan yang bagus untuk melarikan diri. Maka dengan
berdehem ia berkata. "Mesti betul aku telah berada didalam kurungannya kau
orang, tapi dapatkah kalian menangkan aku?"
Mulutnya berkata demikian dan menggerakkan
tangannya dengan seenaknya saja. Lee Tie telah
pertunjukkan beberapa gerakannya Hoa-san-pay yang
ternama. Enam Tosu yang melihat gerakan-gerakan menjadi
tertegun, dengan sendirinya mereka turut menggerakgerakan
tangan mereka untuk mengikutinya.
Pada saat itu dibaliknya pohon besar yang disenderi Lee
Tie tadi telah muncul seorang Kong-cu berwajah cakap
sekali, umurnya diantara lima belas sampai enam belas
dengan bajunya yang menyolok mata karena mengenakan
warna hijau terang yang jarang dipakai oleh kanm pria.
Kupingnya Lee Tie yang tajam dengan cepat sudah
dapat mendengar datangnya Kong-cu baju hijau ini, segera
membalikan kepalanya dan menjadi kesima karena belum
pernah ia melihat adanya pemuda yang secakap ini.
Dengan tidak terasa ia telah menghentikan gerakan
tangannya. Saat itu Kong-cu cakap tadi sudah maju kehadapannya
Lee Tie dan menggoyang-goyangkan tangannya lalu
menyelak mendahului Lee Tie berkata kepada enam Tosu.
"Para Totiang yang telah mempunyai umur cukup tinggi
mengapa sampai hati mengerubuti saudara kecil ini?"
Hoa Ceng sebagai kepalanya enam Tosu tadi mana mau
meladeni pemuda ini, ia diam saja tidak menjawab
pertanyaannya. Tapi si Tosu kurus yang berangasan sudah
maju dan membentak. "Dari mana lagi datangnya bocah ini" Lekas minggir dan
jangan menghalang-halangi maksud kami."
Pukulannya telah mendahului kata-katanya mengarah
batok kepalanya si Kong-cu cakap.
Lee Tie menjadi kaget dan heran atas kedatangannya
Kong-cu baju hijau yang tidak dikenalnya ini, kekagetannya
sudah menjadi bertambah sewaktu melihat Kong-cu itu
menghadapi bahaya, maka dengan cepat ia sudah melesat
kesamping mendahului hendak menangkis serangannya si
Tosu kurus. Tapi tidak disangka-sangka Kong-cu baju hijau tadi
hanya tertawa dingin saja melihat serangannya si Tosu
kurus, seolah-olah tidak dipandang mata olehnya. Tangan
kirinya dikibaskan dengan tangan kanannya memapaki
pukulannya si Tosu kurus.
Dua telapak tangan lalu saling bentur menjadi satu, tapi
tidak terdengar suara beradunya kedua telapak tangan tadi.
Kong-cu baju hijau masih tertawa ditempatnya, si Tosu
kurus sudah menjadi pucat, biarpun ia masih tetap berdiri
juga, tapi ternyata telah terluka dalamnya.
Baru Lee Tie tahu bahwa pemuda baju hijau ini
me.npmyai kepandaian yang lihay. Dengan sikapnya yang
membela tadi, Lee Tie telah menjadi suka kepadanya.
Lima orang Tosu Hoa-san lainnya yang melihat kejadian
ini sudah menjadi bengong. Hoa Ceng maju dan menanya.
"Citte kau kenapa?"'
Waktu itu empat Tosu lainnya sudah menjadi marah dan
maju mengurung musuh barunya. Tapi Kongea tadi hanya
menggoda dengan tertawa. "Dengan secara baik-baik aku menanya," katanya, "tapi
kau orang tidak mau menjawabnya. Melihat sikap kau
orang ini apa mau turut merasakan juga seperti kawan
kalian tadi?" Si Tosu kuping lebar menanya.
"Hei, bocah, siapakah sebenarnya gurumu."
Ternyata ia takut juga kepada Kong-cu muda ini, dengan
umurnya yang sekecil ini ia sudah mempunyai kepandaian
yang tinggi. Entah bagaimana pula dengan gurunya" Maka
ia menanyakan dahulu asal usulnya baru berani bertindak
untuk menghadapinya. Kong-cu berbaju hijan tertawa. Di kedna belah pipinya
terlihat sepasang sujennya yang menggiurkan. Dengan
seenaknya ia berkata. "Jika kau orang ada niatan untuk menyerang, silahkan
saja dan boleh segera mulai. Mengapa harus menanyakan
guruku dahulu" Terus terang saja kukatakan kepadmu
bahwa aku tidak mempunyai guru. Tidak percaya?"
Para Tosu masih terdiam ditempatnya, maka Kong-cu
tadi cepat menarik tangannya Lee Tie dan meninggalkan
mereka. Dengan perlahan ia berkata.
"Tidak disangka para Tosu ini bernyali kecil semua baru
digertak saja sudah tidak ada yang berani majukan dirinya.
Tapi baru saja berjalan beberapa tindak atau terdengar
salah satu Tosu mengeluarkan bentakannya.
"Bocah, kau terimalah ini!'
Dengan sebat Kong-cu tadi sudah membalikkan
badannya dan terlihat ditangannya sudah berhasil menjepit
satu senjata rahasia. Sebelum Lee Tie sempat
memeriksanya atau Kong-cu tadi sudah lompat melesat dan
berbareng dengan terdengarnya satu jeritan keras, Tosu
yang melepas senjata rahasia tadi telah roboh dengan
memuntahkan darah segar. Hatinya Lee Tie sudah menjadi berdebaran juga tapi si
Kong-cu seperti tak pernah terjadi suatu apa sudah berjalan
lagi kearahnya. Begitu melihat perobahan pada mukanya Lee Tie,
dengan tertawa ia menanya.
"Saudara bernama siapa" Apakah saudara merasa heran
oleh kejadian barusan?"
Lee Tie yang melihat ia sudah dua kali melukai orang
lantas menunjukan rasa tidak puasnya, maka dengan segan
ia berkata. "Kepandaiannya Kong-cu memang mengagumkan
sekali, aku tetap akan memujinya. Tapi enam Tosu dari
Hoa-san yang tidak mempunyai permusuhan Suatu apa
dengan Kong-cu mengapa harus menerima pukulan yang
seberat demikian?" Si Kong-cu masih tertawa.
"Maka aku menanyakan kepadamu, apakah heran
melihatnya" Inipun baru yang paling ringan saja."
Lee Tie menjadi heran mendengar katanya yang terakhir
ini. Dengan tidak terasa ia menegasi.
"Masih ada yang lebih berat lagi?"
Kong-cu baru hijau menunjukkan lagi sepasang
sujennya, ditatapnya sebentar paras mukanya Lee Tie yang
sedang marah ini, sambil menghela napas ia berkata.
"Apa kau marah karenanya" Kau boleh percaya
kepadaku, bahwa selanjutnya tidak sembarangan aku
menurunkan tangan berat, terhadap orang yang tidak terlalu
jahat." Mendengar ini, wajah tidak senang dari Lee Tie terhapus
dan kembali seperti biasa. Si Kong-cu yang sudah dapat
melihat perobahan muka orang sudah mengulangi
pertanyaannya lagi. "Bolehkah kau memberitahukan kepadaku tentang she
dan namamu?" Lee Tie menggeleng-gelengkan kepalanya. "Tidak tahu !"
Sedari ia tahu bahwa Lee Thian Kauw bukan ayah yang
sebenarnya, memang betul ia telah merasa tidak
mempunyai nama lagi, maka ia menjawabnya dengan kata
'Tidak tahu' ini. Si Kong-cu baju hijau juga tidak menjadi marah
mendapat jawaban yang tidak semestinya ini. ia menyangka
Lee Tie masih marah kepadanya gara-gara pukulannya
yang terlalu berat tadi, hinggi tidak mau memberitahukan
namanya sendiri. Saat itu, enam Tosu yang mengetahui dengan
mengandalkan kepandaian mereka saja tidak mungkin
dapat menandingi dua pemuda yang gagah itu sudah
meninggalkan tempat tadi dengan membimbing dua
diantaranya yang telah terluka.
Lee Tie menunggn sampai mereka sudah pergi semua
dan lenyap dari pandangan, baru menoleh lagi kearahnya
Kong-cu baju hijau tadi. Dilihatnya pemuda yang tidak
dikenalnya ini masih memandangnya terus sambil
menunjukan sepasang sujennya, maka dengan tidak terasa
Lee Tie sudah menundukan kepalanya.
Tapi Kong-cu baju hijau tidak pemaluan seperti Lee Tie
seraya menarik tangannya ia menanya. "Kulihat jiwanya
seperti ditutupi kemurungan, jika kau masih memandang
mata kepadaku, bolehkah sekiranya kau memberi tahukan
sebab-sebabnya?" Diwajahnya Kongea ini telah terlihat ketulusan hatinya.
Lee Tie yang tadinya tidak puas karena kelakuan kejamnya,
setelah mendengar kata-kata yang mengunjukan perhatian
ini sudah lenyap perasaan tidak senangnya. ia hampir
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menceritakan pengalaman getirnya, hanya sifat angkuhnya
yang telah memaksa ia tidak berlaku demikian. Maka
dengan lesu ia berkata. "Terima kasih atas perhatian saudara, tapi aku tidak
mengalami Suatu apa."
Si Kong-cu masih tidak percaya dan mendesaknya.
"Kau jangan mencoba membohong dihadapanku, dari
pandangan muka saja aku telah dapat meagetahuinya."
Lee Tie telah dibuat terharu karena perhatiannya, tibatiba
ia mencekal tangannya si Kong-cu yang tidak
dikenalnya ini terasa satu tangan yang halus sekali,
mengapa hatinya menjadi tergetar menyentuh tangannya
Kong-cu ini. Dengan termenung dipandangnya lagi si
Kong-cu, kecakapannya pemuda ini hampir membuat ia
tidak percaya. Dalam hatinya menanya.
"Betulkah didalam dunia terdapat seorang pemuda yang
cakap ini?" Si Kong-cu yang melihat Lee Tie juga mulai
memandangnya menjadi tertawa.
"Dimanakah rumah saudara" Bolehkah aku datang
kesana?" Matanya Lee Tie menjadi merah karena pertanyaan ini.
Kui-in-chung telah termusna dimakan api dan ia sendiri
juga sedang terlunta-lunta karenannya. Dengan secara tibatiba
Lee Tie telah melepaskan cekelannya dan lagi
meninggalkannya. Si Kong-cu baju hijau menjadi kaget, dengan cepat
memburu dan menanya. "Apa aku barusan telah membuat kesalahan lagi?"
Lee Tie yang sedang menahan perasaan hatinya yang
sedang bergelumbang, tidak menjawab pertanyaannya dan
terus berjalan lagi. Si Kong-cu baju hijau menjadi gugup sambil menarik
tangannya ia menanya lagi.
"Hei. dimana lagi kesalahanku ini?"
Lee Tie masih tetap tidak menjawab pertanyaannya. Si
Kong-cu yang memang mempunyai adat aseran sudah
menjadi marah juga dan berkata.
' Bagaimana sih kau ini" Jika menurut adat lamaku
sudah kupukul sedari tadi."
Kegusarannya Lee Tie telah dibangunkan lagi,
karenanya. Terdengar bentakannya yang ketus.
"Kau ini memang orang terlalu kejam."
Tangannya juga sudah dikibaskan kebelakang, ingin
menggulingkan tubuhnya Kong-cu kejam yang entah
mengapa terus-terusan mengikutinya saja.
Seperti licinnya seekor lindung saja tangannya si Kongcu
yang halus tadi telah terlepas sama sekali tapi ia tidak
terus menyingkirkan diri, dibiarkannya saja tangannya Lee
Tie yang diteruskan hendak memukul ke arah dadanya.
Lee Tie menjadi kaget, sambil menarik lagi tangannya
tadi ia menanya. "'Mengapa kan tidak menyingkirkan diri"'"
Kong-cu baju hijau sambil ketawa menunjukkan
sepasang sujennya lagi berkata.
"'Aku tidak mau memapaki tanganmu karena takut
dikatakan kejam lagi."
Lee Tie tertegun sambil menghela napas ia barkata
sendiri. "Kota Lok-yang ... kota Lok-yang ... Ko-ta Lok-yang
memang banyak Kong-cunya yang aneh sekali .. Aku
menjadi tidak kepingin memasukinya lagi."
Lalu membalikkan lagi badannya, dengan membelakangi
kota ia berlari balik kembali.
Si Kong-cu baju hijau dengan tidak berkata apa-apa juga
sudah mengikuti jejaknya lagi. Waktu itu kemarahannya
Lee Tie telah lenyap sama sekali dan membiarkan saja
Kong-cu aneh ini mengikuti dirinya.
Sang waktu mengunjuk telah lewat tengah hari, matahari
panas tetap menyinari tubuh mereka. Dua orang sudah
mulai mandi keringat, si Kong-cu aneh dengan perlahanlahan
membentur lengannya sang kawan dan berkata.
"Mungkin kau juga telah lapar, tunggu sajalah kau disini
agar aku dapat menyiapkan makanan untukmu."
Lee Tie tidak menyetujui atau membantah perkataannya,
ia masih tetap melanjutkan perjalanannya. Tapi baru saja ia
bertindak beberapa langkah sudah kehilangan suara kakinya
sang Kong-cu. Ia meajadi heran juga dan berkata sendiri.
"Kecepatan luar biasa sekali, entah dari manakah
datangnya Kong-cu ini"'
Karena ia memikir begini dengan sendiri telah
mengendorkan langkahnya dan berhenti.
Betul saja tidak lama kemudian, Kong-cu tadi dengan
tangan penuh tengtengan sedang lari-larian lagi kearahnya,
sebentar saja ia telah sampai lagi dan berkata.
"Mari kita boleh memakannya sambil berjalan."
Tangannya dengan sebat telah mengeluarkan bak pauw
yang tidak berisi yang segera disodorkan kedepan mukanya
Lee Tie. Lee Tie yang memang sedang kelaparan dengan
tidak malu-malu lagi telah menyambutnya dan segera
dimakan, dengan setengah ngedumel ia berkata.
"Kau memang aneh sekali?"
Si Kong-cu hanya membalasnya dengan tertawa, tapi
kemudian dengan perlahan ia menanya.
"Kemanakah sekarang kita pergi"'
Lee Tie menggeleng-gelengkan kapalanya.
"Kita mau pergi kemana" Aku sendiripun tidak
mengetahuinya." Si Kong-cu baju hijau juga telah menjumput bakpauw
tadi yang dijejalkan kedalam mulutnya yang kecil, tapi
begitu ingat akan kata-katanya Lee Tie yang lucu tadi
hampir keselak karenanya sembari menjebikan bibirnya ia
berkata. "Kau boleh mengatakan aku sebagai orang aneh, tapi
kau sendirilah yang lebih aneh lagi."
Lee Tie dibuat hampir tertawa oleh ucapan yang Jenaka
itu, tapi ia tidak dapat tertawa karena mulutnya penuh
dengan bakpauw. Dengan menambah kecepatannya ia telah
mendahului Kong-cu aneh ini berjalan di muka.
Si Kong-cu baju hijau masih tetap merendenganya
berjalan bersama-sama. sebentar berkata dan sebentar
ketawa, tampak bukan main rasa puas dan gembira hatinya.
Tapi Lee Tie masih membungkam dalam seribu bahasa,
ia telah teringat lagi akan kampung halamannya yang telah
termusna, teringat akan rahasia sumur kematian yang masi
belum terbuka. Kiauw Kin Kong pernah mengatakan
kepadanya bahwa sumur ini mempunyai hnbungan erat
dengan dirinya, mengapa ia tidak mau pergi kesana untuk
melihatnya" Semakin dipikir semakin cepat lagi jalannya hanya pada
saat itu mereka sedang berjalan dijalan raya dan takut
menggegerkan orang-orang biasa, maka tidak berani
menggunakan ilmu mengetengi tubuh mereka.
Dua jam kemudian matahari mulai condong kearah
barat, orang-orang yang berjalan dijalan raya juga sudah
mulai mengurang, dari jauh sudah mulai terlihat
reruntuhannya Kui-in-chung.
Lee Tie. yang dapat melihat kembali tempat bekas ia
bermain, sudah menjadi sedih lagi. air mataaya dengan
tidak tensa telah meleleh keluar. Tapi ia tidak ingin dapat
dilihat oleh si Kong-cu yang memparhatikannya ini, dengan
sekali loncat ia mendahului terbang maju melintasi.
Tapi si Kong-cu baju hijau yang tajam pandangannya
sudah dapat melihat kejadian ini ia enjot dirinya menyusul
dan memegang lima jari kirinya Lee Tie, terasa olehnya
hawa dingin yang keluar dari telapakan tangan Lee Tie da n
tergetarlah hatinya. Maka dengan kaget ia menanya.
"Mengapa tangan saudara dapat sedingin ini dan tidak
sewajarnya" Apa didepan terdapat bahaya yang
menyebabkan ketegangan?"
Lee Tie mengibaskan pegangan orang, dengan tidak
memperdulikannya sama sekali ia malah menambah
kecepatan kakinya lari kemuka.
Si Kong-cu menjadi mengeluh juga dalam hatinya
berkata. "Orang ini mempunyai adat keras sekali.
Dengan tidak berkata-kata ia juga mengikutinya terus,
Sebentar saja langit pun sudah mulai menghitam dan orang
begitu memasuki daerah Kui-in-chung sudah langsung
menuju ketempatnya sumur kematian didaerah Pekarangan
terlarang. Tapi baru dua orang ini loncat naik keatas
reruntuhan tembok atau tiba-tiba si Kong-cu aneh telah
mengeluarkan suara tertahannya.
"Eeeeeee!" Lee Tie sudah merandek dan memandang kearahnya
sipemuda baju hijau. Si Kong-cu yang melihat
pandangannya Lee Tie tidak mengandung kemarahan lalu
berkata. "Aku seperti melihat adanya bayangan orang yang lewat
disana."' Lalu ia mengunjuk dengan telunjuknya ke arah yang
berada di Barat-daya. Dengan mengikuti arah yang
ditunjuk. Lee Tie mengarahkan pandangan matanya dan
tidak terlihat suatu apa olehnya. Maka ia lalu menanya.
"Orang yang bagaimana?"
"Seorang pendek, seorang yang mempunyai tubuh badan
pendek." Lee Tie sudah segera dapat menyangka akan datangnya
Kiauw Kiu Kong lagi, maka ia segera memburu kearah
sana dan betul dari kejauhan sudah terlihat bayangan yang
pendek lenyap diujung-ujung sana. Dengan menghela napas
ia berkata. "Kakek pendek, aku datang terlambat."
Si Kong-cu juga sudah mengikuti lagi dan menimbrungi.
"Gerakannya orang ini sangat cepat sekali jika
dibandingkan dengan ibuku mungkin ... "
Ia menghentikan kata-katanya, sepasang matanya tidak
lepas dari arah mukanya pemuda kukuh yang diikutinya ini.
Lee Tie meski, mendengar kata-katanya tadi, tapi ia tidak
menanyakan sambungannya, dengan sekali loncat ia sudah
berada di atas tembok Pekarangan terlarang lagi dan loncat
masuk kedalamnya kemudian ia duduk termenung diatas
sumur kematian. Si Kong-cu tetap masih mengikutinya dan duduk
berendeng disebelahnya, sekian lama berdua duduk disana
dengan tidak berkata apa-apa.
Rembulan mulai memancarkan sinar kuningnya,
perlahah-lahan muncul dari sela-selanya gunung Kie-ling
yang terkenal didaerah Bong-san ini.
Akhirnya si Kong-cu juga yang mulai menanya.
"Tempat apakah yang sekarang saudara kunjungi ini"
Apa tujuanmu telah berakhir sampai disini?"
Lee Tie yang selang terbenam dalam kenangan lamanya
yang hanya memanggutkan kepalanya saja dan tetap tidak
berkata-kata. Si Kong-cu seperti tidak percaya dan mulai menegasnya
lagi. "Mengapa kau harus datang kemari" Apakah namanya
tempatnya ini?" Lee Tie dengan acuh tak acuh menjawab.
"Sumur kematian dari Kui-in chung."
Kong-cu baju hijau menjadi kaget.
"Telah lama aku mendengar namanya Sumur kematian
dari Kui-in-chung yang menyeramkan, mengapa kau dapat
datang kemari?" tanyanya heran.
Lee Tie dengan masih memandang kosong kedepan
menjawab. "Inilah rumahku sendiri."
Hati Kong-cu baju hijan tadi menjadi tergetar, tapi
kemudian engah juga. "Ooooo, kiranya kau adalah Kong-cu dari Kui-in-chung
ini." Lee Tie menggoyang-goyangkan kepalanya dengan ketus
ia menjawab. "Aku tidak tahu, Janganlah kau menyebut-nyebutnya
lagi soal ini." Tiba-tiba ia lompat bangun dari tempat duduknya dan
berdiri dengan sungguh-sungguh ia berkata.
"Aku akau segera masuk kedalam Sumur-kematian ini.
Ada satu hal yang akan kuminta pertolonganmu, yalah jika
setelah lewat jam tiga aku masih tidak dapat keluar juga.
sepuluh hari kemudian kau boleh balik kembali kedalam
kota Lok-yang dan mencari seorang tua pendek yang
bernama Kiauw Kin Kong untuk memberi tahu
keadaannya. Dapatkah kau melulusi permintaanku ini?"'
Si Kong-cu sampai dibuat terlongong-longong
karenanya, sekian lamanya ia memandangnya dengan tidak
menjawab permintaannnya. "Dapatkah kau meluluskan permintaanku ini?" Lee Tie
mendesak. Kong-cu baju hijau menggeleng-gelengkan kepalanya
dan herkata. '"Aku seadiri belum tahu kau mau berbuat apa?"
Lee Tie sudah mau mengatakan duduk soalnya, tapi
dalam tempo pendek mana dapat memberikan penjelasan
yang terang padanya" Maka berdua terdiam lagi disana.
Bulan purnama sedang memainkan kepalanya diantara
gumpalan awan, sebentar menonjolkan dirinya seperti
menggoda. Tiba-tiba Lee Tie dan si Kong-cu sudah dapat dengar
adanya suara tindakan kaki di luar tembok Pekarangan
terlarang ini. mereka jadi saling pandang disana. Rasa
takutnya Lee Tie sudah dapat dibangunkan kembali dan
berkata. "Apa ia masih berada disini"' Dengan cepat ia sudah
menarik tangannya si Kong-cu yang mau berjalan pergi
untuk melihatnya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya
ia mencegah pemuda itu bicara.
Didengarinya lagi suara tindakan kaki yang seperti
biasanya Lee Thian Kauw berjalan bolak balik ini, maka
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan menempelkan mulutnya di kuping orang Lee Tie
berkata. "Jangan sampai kau mengeluarkan suara atau habislah
nyawa kita berdua disini. Mari ikut kepadaku kesini."
Dengan perlahan-lahan ia menarik si Kong-cu yang
halus untuk diajak mengumpat di atas pohon yang berdaun
rindang diatas sumur kematian.
Setelah sampai diatas pohon baru Kong-cu baju hijau ini
berani menanya. "Mengapa kau demikian takut kepadanja" Siapakah ia?"
Lee Tie dengan setengah berbisik berkata.
"Lee Thian Kauw si iblis yang memakai jubah Chungeu
Kui-in-chung." Si Kong-cu menjadi heran.
"Orang mengatakan bahwa. Chungeu dari Kui-in-chung
paling suka menerima tamu dan paling ramah tamah.
Mengapa kau menamakan iblis kepadanya?"
Lee Tie hanya menggengam erat tangannya si Kong-cu
dan tidak menyahut, karena saat itu dari dalam sumur
kematian terdengar lagi suara tiupan seruling yang
menyayat hati. Baru saja si Kong-cu mau menanyakan lagi atau terlihat
bayangan tinggi besar berkelebat, ditempatnya kapan
datangnya kesitu. Lee Tie mengeraskan genggamannya sampai dua kali, si
Kong-cu sudah mengerti dan memanggutkan kepalanya.
Orang yang baru datang ini betul saja Lee Thian Kauw
adanya, setelah bolak balik dua kali didepan sumurkematiannya
tadi lalu berdiri melihat kedalam sumur yang
penuh rahasia ini. YI. SUHENG DAN SUTE DARI PERGURUAN
THIAN-SAN SUARA tiupan suling yang menyayat hati masih tidak
henti-hentinya keluar dari lobang sumur kematian tadi.
Lee Thian Kauw setelah bolak balik dua kali sudah
mengeluarkan suara tertawa dinginnya, dipandangnya
lobang sumur ini lagi dan tertawa panjang sehingga sampai
lama sekali. Satu suara tertawa yang dapat mendebarkan hati, hawa
napasnya Lee Tie dan si Kong-cu tadi telah dibikin bergolak
karenanya, dengan cepat mereka berusaha
menenangkannya lagi dan mengosongkan pikiran mereka.
Saat itu Lee Thian Kauw sudah menghentikan suara
tertawanya dengan menghadapi sumur ia berkata,
"Sahengku Bee Cio Cie. kau telah meniup seruling hitammu
lebih dari empat belas tahun bukannya masa yang pendek,
mengapa kau masih tidak mau menyerah kalah juga?"
Terdengar lagi suara tertawanya Lee Thian Kauw yang
nampaknya merasa puas. Suara tiupan seruling dari dalam
sumur kematian telah merobah lagunya dari ratapan hati
menjadi tiupan angin yang menerjang langit tinggi. Waktu
itu sang bulan juga telah ditelan oleh tebalnya awan hitam,
angin puyuh menderu-deru menyambuti pekikan seruling
yang bernada tinggi tadi sebagai jawaban kemarahannya si
peniup seruling, di dalam sumur kematian ini.
Hatinya Lee Tie menjadi bergidik juga mendengarnya,
keringat dingin mulai membasahi sekujur badannya.
Lee Thian Kauw sudah tertawa lagi.
'Satu julukan yang indah si Capung Kumala dari Thiansan.
Bee Tin Cee. Sedari dahulu sudah kukatakan
kepadamu bahwa janganlah mempelajari segala macam
permainan musik yang tidak ada gunanya, sehingga
akhirnya harus mengalah kepada kepandaianku sampai istri
sendiripun tak dapat menjaganya lagi, hingga terjatuh
kedalam tanganku. Bulu tengkuknya Lee Tie sampai berdiri semua
mendengar kata-katanya Lee Thian Kauw ini.
Tapi sampai disini Lee Thian Kauw sudah tak
meneruskan lagi kata-katanya tadi, sampai berkali-kali ia
mondar mandir dipinggiran sumur kematian ini dan duduk
diatasnya. Suara seruling dari tinggi perlahan-lahan menurun
kembali kemudian berhenti sama sekali. Lee Tie dan Kongcu
baju hijau tadi dengan tangan siling genggam sedang
berusaha untuk menahan tekanan hati mereka.
Tak lama kemudian Lee Thian Kauw sudah berkata lagi,
nadanya telah berolah menjadi tenang kembali karena ini
kali di ucapkan dengan suara yang mengandung kesedihan
rasa hatinya. "Bee Suheng, urusan dulu-dulu sudah tidak dapat ditarik
kembali. Dengan tidak dapat menguasai perasaan hatiku,
aku telah merebut istrimu si 'Bungsu teratai dari Thian-san
karena kecantikannya. Maka kau si 'Capung Kumala dari
Thian-san" sampai harus kehilangan sepasang kaki dan
mengeram didalam Sumur kematian yang tidak ada sinar
matahari dan aku sendiri si "Garuda ganas dari Thian-san"
juga harus merobah diriku menjadi satu iblis yang tidak
dapat diampuni lagi ... "
Lee Tie sudah tidak dapat menahan sabarnya lagi, sudah
beberapa kali ia mau lompat turun untuk menghampiri, tapi
masih untung keburu dicegah oleh si Kong-cu yang selain
membisiki. "Sabar saudaraku. Kau harus dapat menyabarkan diri."
Terdengar Lee Thian Kauw sudah mengucapkan katakatanya
lagi. "Bee Suheng, terus terang saja kukatakan kepadamu,
'Capung kumala dari Thian-san' sudah tidak ada lagi,
'Bunga teratai' dari Thian-san juga telah melarikan diri, aku
si Garuda ganas dari Thian-san, juga telah menjadi iblis
yang tidak dapat diampuni ... "
Secara tiba-tiba suaranya sudah menjadi tidak tenang lagi
dan terdengar terusannya.
Tapi sibiis juga mempunyai tingkah laku keiblisannya
sendiri, Bee Cin Cie. Janganlah kau terus-terusan meniup
serulingmu yang tidak berguna itu, aku hanya dapat meniup
lagunya 'Seorang jago Thian-san' yang tidak ternama,
karena salah menerima kedua muridnya, tapi tidak dapat
meniup lagu tingkah lakuku yang telah merobah dirinya
menjadi iblis ini. Aku telah lupa kepada manusia, telah
lama aku tidak mau mengenalnya. Kedatangaku pada
malam ini hanya mau mengatakan kepadamu bahwa aku
pun akan segera meninggalkan tempat ini. Sebelum berlalu
aku juga harus memberitahu dulu padamu bahwa anakmu
A Tie masih dapat berjalan seperti biasa karena aku tidak
tega untuk membunuhnya dan sampai disini perpisahan
kita." Suara seruling didalam sumur kematian memekik
sebentar dan kemudian lenyap sama sekali.
Lee Tie sudah dapat memastikan bahwa Lee Thian
Kauw inilah yang menganiaya ayahnya dan mengusir
ibunya, sebelum Lee Thian Kauw dapat bertindak pergi ia
sudah lompat turun kehadapannya diikuti oleh si Kong-cu
sebagai bayangannya. -oo0dw0ooTiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 04 "LEE THIAN Kauw, kau mau lari kemana?" Lee Tie
membentak. "Lee Thian Kauw memandangnya sebentar dan
mengeluarkan bentakannya.
"Kau" Apa kau sudah tidak takut mati!"
Lee Tie malah memajukan lagi tindakannya dan
membentak. "Lee Thian Kauw, malam ini aku akan meminta
keadilannya disini juga."
Dengan tidak memperdulikan dirinya lagi Lee Tie sudah
menyeruduk kearah musuh besarnya ini.
Yang paling repot yalah si Kong-cu baju hijau, begitu
melihat tubuhnya sang lawan bergerak, ia sudah tahu akan
celaka. Untuk memberikan pertolongannya sudah tidak
keburu, maka dengan menggigit bibirnya ia juga sudah
majukan dirinya, dua tangannya disodorkan kemuka
mengeluarkan serangannya.
Lee Thian Kauw tertawa dingin, dengan sekali
mengibaskan lengan bajunya ia sudah dapat mementalkan
dua anak muda ini. Dengan suara keras ia membentak
kepada mereka. "Bocah yang tidak tahu diri, sepuluh jiwa kecilmu juga
tidak nanti dapat lolos dari tangan kematianku juga. Inilah
untuk ketiga kalinya aku memberi ampun kepadamu dan
juga untuk penghabisan kalinya."
Kong-cu baju hijau sudah mendahului menyelak diantara
mereka dan terdengar teriakannya.
"Saudaraku mundur, biar aku yang menghadapinya!"
"Sret," tangan kanannya sudah mengeluarkan pedang
lemasnya dan tangan kiri sudah segera merogoh kedalam
sakunya mengeluarkan semacam senjata rahasia berduri
yang mempunyai delapan muka.
Lee Thian Kauw hanya tertawa dingin saja melihatnya.
Kong-cu baju hijau mengibaskan pedang lemasnya,
dengan membuat beberapa lingkaran kecil ia sudah
menyerang kearah mukanya Lee Thian Kauw.
Si Iblis menjadi kaget juga melihat ilmu permainan
pedang yang sebagus ini, dengan tidak terasa ia sampai
mengeluarkan pujiannya. 'Ilmu pedang yang sangat bagus. Dengan hanya
menundukkan kepalanya saja ia sudah berhasil
menghindari serangan berbahaya ini. Beberapa lingkaran
pedang lagi sudah berada didepannya karena Kong-cu baju
hijau sudah meneruskan permainan pedangnya membuat
tembok yang sukar dilihat dengan mata.
Tapi tidak percuma Lee Thian Kauw sebagai salah satu
dari dua jago Thian-san yang bernama dengan hanya hawa
telapak tangannya saja sudah cukup untuk melayani si
Kong-cu muda. Tiba-tiba suara seruling dari dalam sumur kematian
sudah terdengar lagi. tapi tidak lama karena dibarengi oleh
bentakannya. "Lee Thian Kauw apa kau sudah mulai lagi dengan
pembunuhanmu disini" Jika dugaanku tidak salah, tentu A
Tie, sedang berada diatas, tadi bukankah kau telah
mengatakan tidak akan membunuh dirinya?" '
Lee Thian Kauw sudah segera meninggalkan si Kong-cu
baju hijau dengan sekali loncat ia sudah berada diatasnya
sumur kematian lagi dan berkata.
"Bee Suheng, akhirnya kau toh berkata juga kepadaku.
Anakmu dengan selamat masih berada disini. Inilah untuk
ketiga kalinya kau dapat mengampuni dirinya dan juga
untuk penghabisan kalinya.
Suara dari sumur berkata lagi.
"Aku bukannya Bee Cin Cee, karena tidak mungkin Bee
Cin Cee mau bicara denganmu lagi.
Lee Thian Kauw menjadi heran, tapi tidak lama lagi ia
sudah tertawa berkakakan.
"Janganlah membohongi diri sendiri. Kau bukannya Bee
Suheng" Di dalam sumur apa masih terdapat orang kedua?"
Menggunakan kesempatan ini Lee Thian Kauw bicara
dengan orang yang berada didalam sumur, Lee Tie sudah
segera menghampiri Si Kong-cu dan menanya.
"Kau tidak kenapa-napa?"
Kong-cu baju hijau menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sungguh lihay." katanya. "Jika saja ia menambah lagi
kekuatannya bisa mati konyol aku olehnya."
Lalu seperti teringat akan sesuatu ia sudah berkata lagi.
"Sudah sampai waktunya untuk aku kembali. Dan
bagaimana dengan kau disini?"
Lee Tie dengan sedih menjawab.
"Aku masih belum mau pergi karena orang yang
meniup seruling itu adalah ayahku sendiri yang belum
pernah kubertemu muka."
"Aku sudah tahu sekarang." Kong-cu baju hijau berkata
lagi, "kau tentunya she Bee, bukan" Jika pada suatu waktu
kau ingin menemuiku, datanglah ke Tong-tu-san-chung di
luar kota Lok-yang."
Matanya Bee Tie menjadi bersinar terang selanjutnya
shenya 'Lee' dibuang. Ia pernah mendengar disebutnya
nama Tong-tu-san-chung ini' di antara pembicaranya si
'Pelajar Pedang Tumpul" dengan si 'Putih Kurus' yang
serakah itu, dan ia juga tahu bahwa Go-tong Sin-kholah
yang tinggal disitu, tapi ia sudah tidak keburu menanya
kepadanya pernah apa kawan barunya ini dengan Go-tong
Sin-kho karena pada saat itu si Kong-cu sudah lompat
keatas tembok pekarangan-terlarang.
Kong-cu tadi begitu menaiki tembok tinggi sudah
membalikkan lagi badannya, sambil melemparkan senjata
rahasia berduri bermuka delapan kearahnya Lee Tie ia
berkata. "Simpalah baik-baik senjata rahasia ini."
Setelah ditanggapi dan dilihatnya. Lee Tie telah
kehalingan jejaknya Kong-cu aneh tadi.
Lee Thian Kauw masib tetap melongok kedalam sumur
dan menanya. "Siapa pula kau ini jika bukannya Bee Cin Cee?"
Suara dari sumur menjawab.
"Tidak perlu kau menanyakan aku siapa, cukuplah sudah
jika kau tahu bukannya Bee Cin Cee saja. aku telah
mewakilinya bicara untuk mengajak kau bertanding lagi
dengannya dipuncak. gunung Hoa-san. Apa kau dapat
menerimanya?" Lee Thian Kauw tertawa lagi.
"Bee Cin Cee telah kehilangan dua kakinya untuk keluar
dari sumur tua ini saja sudah bukannya soal yang gampang
baginya, apa lagi disuruh naik keatas puncak gunung Hoasan.
Ha. ha. Ha. ... " Suara dari sumur dengan keren berkata.
"Aku hanya menanyakan kepadamu beranikah kan
melayani?" Lee Thian Kauw setelah berpikir sejenak, menjawab.
"Baiklah. Tapi kau harus mengatakan dulu siapa
sebenarnya kau ini?"
"Ketua partai yang ke dua-puluh lima dari Hoa-san-pay,
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Cie Gak." Jawaban ini diluar dugaannya Lee Thian Kauw, ia
tertegun sejenak dan kemudian dengan gusar berkata.
"Kau bagaimana dapat masuk kedalam" Bukankah kau
telah lama meninggal dunia. membuang diri dari atas
puncaknya gunung Kie-ling."
"Lee Thian Kauw, kau jangan ngelantur kemana-mana.
Bagaimana dengan perjanjian diatas puncak gunung Hoasan"
Dapatkah kau terima?" tanya si suara dalam sumur.
Lec Thian Kauw tertawa dingin.
"Cee Gak, katakanlah kepada Bee Cin Cee bahwa aku
siap untuk datang kesana dan melayaninya."
Lalu ia membalikkan mukanya memandang Bee Tie lagi
dan berkata. '"Eh, mengapa kau masih belum mau lari" Beruntung
sekali bagi si baju hijau yang ini hari dan disini ia menemui
aku." Bee Tie sudah dapat menenangkan lagi hatinya.
"Lee Thian Kauw." Katanya, "Hari ini betul aku masih
belum dapat menandingi kekuatan, tapi pada suatu hari
awaslah dengan pembalasanku."
Lee Thian Kauw meski masih tertawa di wajahnya, tapi
dalam hatinya tidak enak juga. Dipandangnya mukanya
Bee Tie yang cakap karena, dalam hatinya berkata.
"Biar bagaimana ia tetap merupakan bibit bencana
bagiku." Diwajahnya masih tetap tersungging senyumnya.
"Apa kau benci kepadaku?" tanyanya. "Tentu saja karena
akulah orangnya yang telah menyemplungkan ayahmu
kedalam sumur kematian ini. Bagaimana jika kau juga turut
kesana melihatnya?" Dengan sekali jambak sudah dapat mencekek batang
lehernya Lee Tie yang masih tidak berdaya untuk
melawannya. Lee Thian Kauw jika kau menurunkan tangan jahatnya,
sebenarnya dengan sekali juga telah dapat mengambil
jiwanya sang mangsa. Tapi entah mengapa ia tidak dapat
berbuat demikian kepadanya. Dengan perlahan-lahan ia
sudah mengangkat kedua kakinya Lee Tie yang berjingkrak
menenteng-nenteng diatasnya sumur-kematian.
Lee Thian Kauw seperti sedang menenteng anak ayam
saja mengangkat tubuhnya Lee Tie yang kecil dan sudah
siap untuk di lemparkan kedalam sumur pembuangannya
lagi, tapi sebetulnya dengan perlahan sekali ia berkata.
"Dengan mengingat perhubungan kita yang telah lama,
sudah tiga kali aku mengampuni jiwa anjingmu.
Dengarkanlah dengan baik-baik. Hawa asliku dari luar
dunia" telah terlatih sempurna dan sudah tidak ada orang
lagi yang dapat menandinginya. Jika kau masih ingin
mencoba membalas dendam juga berarti mencari mati
saja." Ia tidak mau menggunakan tangannya sendiri untuk
membunuh mati. Tetapi ia mau melemparkannya ke dalam
sumur supaya mati. Hanya saja masih ada kemungkinan
Lee Tie hidup jika tidak jatuh mati di dalam sumur maka ia
berkata demikian agar Lee Tie jangan menuntut balas
kepadanya dan menandakan bahwa ia seperti masih tidak
ada niatan untuk membunuhnya.
Lee Tie cakup tahu bahwa nyawanya ibarat telur diujung
tanduk, ia menjadi mengeluh juga.
"Celaka." Ia mencoba menggunakan tenaganya, tapi karena Lee
Thian Kauw sudah menekan jalan darah tidurnya, begitu ia
bergerak sedikit saja sudah terasakan olehnya dunia seperti
berputaran mengelilinginya.
Lee Thian Kauw sudah merasa sang korban berontak, ia
lalu tertawa dingin. "Jika kau berusaha untuk berontak di bawah tanganku
berarti kau mencari sengsara saja. Mudah saja jika aku mau
membunuhmu. mana dapat kau hidup sampai sekarang ini"
lebih baik kau diam-diam saja menyerah."
Dengan tidak memperdulikan rasa sakitnya Bee Tie
berkata dengan gemes. "Jika aku masih bernyawa, tetap akan kumencari mu
juga." Kata-kata ini diucapkan dengan menahan kesakitan yang
luar biasa kedua matanya menjadi melotot besar, giginya
mengeretek sampai berbunyi, kepalanya diremes-remes
menahan sakit. Tiba-tiba tangannya merasa disakunya benda yang
menusuk, pikirannya telah teringat kembali akan benda
pemberiannya si Kong-cu baju hijan yang merupakan
senjata rahasia berduri bermuka delapan, duri-duri inilah
yang telah menusuk. Terdengar lagi suaranya Lee Thian Kauw yang
menjemukan. "Bukankah sekarang kau sudah dapat menemukanku
disini?" Bee Tie dengan menahan rasa sakitnya telah menyumput
benda berduri tadi, dalam hatinya berkata.
"Jika ia masih tidak melepaskan cekalannya, bagaimana
aku dapat lolos dari tangannya?"
Lee Thian Kauw sudah mengangkat tinggi-tingi
tubuhnya siap untuk dilepaskan dan akan jatuhlah
tubuhnya Bee Tie yang kecil. Itu waktu biarpun Bee Tie
mempunyai nyali yang besar juga percuma saja untuk
menahan kecepatan turunnya sang tubuh yang akan segera
tertumbuk remuk dengan dasar sumur ini yang tentu tidak
ada airnya lagi. Lee Tie sudah menjadi nekad, keinginan mencari jalan
hidup telah menguasainya, dengan menggunakan
kesempatan sewaktu tubuhnya diangkat tinggi-tinggi,
dimana tangannya Lee Thian Kauw rada sedikit kendor, ia
menekukkan lututnya melupakan sakitnya dan segera
disepakan kearah musuhnya yang jahat itu dengan semua
kekuatan yang ada. Lee Thian Kauw tidak menyangka, dua kaki kecilnya
Lee Tie dengan telak telah mengenai perutnya, saking
sakitnya sampai lupa dengan cekalannya dan terlepaslah
Bee Tie keseberang sumur kematian.
Lee Tie yang melayang kedepan bukannya segera lari
meninggalkan Lee Thian Kauw, tapi ia membalikan
tangaunya dan senjata rahasia yang penuh dengan duri itu
telah dilontarkan kearah musuh besarnya.
Hanya terdengar jeritannya Lee Thian Kauw dengan
tidak mengetahui kena atau tidaknya lontarannya tadi Bee
Tie sudah segera melarikan dirinya loncat keatas tembok
pekarangan terlarang yang pada rusak.
Dilihatnya Ku- in-chung yang telah termusnah termakan
api sudah hampir rata dengan tanah, maka jika ia lari
kemana saja sudah pasti terlihat oleh Lee Thian Kauw yang
tidak mungkin melepaskan dirinya. Bee Tie yang
mempunyai otak encer bukannya lari lagi malah
menjatuhkan dirinya dibawah tembok pekarangan
terlarang, dan mengumpat disitu.
Betul saja satu bayangan tinggi besar telah menyusul
lewat diatas kepalanya dan sebentar saja sudah lari jauh
sekali didepannya. Ia harus kembali lagi kedalam pekarangan terlarang pada
waktu sebelum Lee Thian Kauw engah, maka ia lidak
berani lama-lama diam disitu dan segera lompat masuk lagi
berlari larian menuju kesumur kematian dan naik lagi
keatas pohon yang lebat tadi.
Baru sekarang Bee Tie dapat menghela napas lega.
Dilihatnya ditempat kejauhan bayangannya Lee Thian
Kauw yang sedang ubek-ubekan mencari jejak dirinya dan
kemudian lenyap diantara kegelapan.
Tapi waktu itu hatinya Bee Tie malah menjadi
berdebaran lagi. Jika Lee Thian Kauw mencarinya sekian
lama dan tidak mendapatkannya, bagaiman jika ia balik
kembali lagi mencarinya disini" Ia kini merasakan juga akan
ketidak amanan ditempat persembunyiannya.
Pada waktu itu tiba-tiba dari tembok Pekarangan
terlarang loncat masuk lagi seorang, Bee Tie menjadi kaget
dan sndah menyangka akan dirinya Lee Thian Kauw. Tapi
setelah ditegasi bayangan ini ia sudah menjadi kegirangan
sekali karena tidak lain dari pada sikakek pendeknya Kiauw
Kiu Kong yang paling disukai.
Terlihat Kiauw Kiu Kong dengan sebelah tangan
menenteng rantang makanan sedang celingukan melihat
kesana sini dan langsung menuju kearahnya sumur
kematian. Bee Tie dengan mengeraskan sedikit suaranya berkata
kearahnya. "Kakek pendek, kebetulan sekali kedatanganmu ini."
Segera ia loncat turun dari tempat mengumpatnya dan
menghampiri Kiauw Kiu Kong yang sedang berdiri
tertegun. Setelah dapat tahu orang yang muncul itu Bee Tie
adanya, Kiauw Kiu Kong bukannya menyambut
kedatangannya malah menjadi marah, tegurnya.
"Mengapa kau berani datang kemari lagi" Mengapa kau
tak baik-baik diam didalam kota Lok-yang menunggu
kedatanganku?" Bee Tie hampir menangis mendengar sesorah yang
nyerocos ini, dalam waktu singkat mana dapat ia cepatcepat
menceritakan kesedihannya ia berkata.
"Kakek pendek jangan menyalahkan dulu, lain kali saja
akan kuberikan penjelasannya. Sebentar lagi Lee Thian
Kauw mungkin balik kembali kesini yang penting kita harus
mencari tempat sembunyi dulu."
"Betnl?" Kata Kiauw Kiu Kong kaget.
Bee Tie memanggutkan kepalanya. "Betul. Baru saja ia
telah kuhantam dengan senjata rahasia."
Kiauw Kiu Kong setelah berpikir sebentar lalu berkata.
"Malam ini akan kuajak kau untuk menemui dua orang"
Apa kau bersedia?" Bee Tie yang mendengar sudah tahu akan siapa adanya
dua orang ini, maka dengan sedikit gemeteran ia menanya,
"Apa dua orang itu ayahku Bee Cin Cee dan ketua Hoasanpay yang ke dua puluh lima Cie Gak?"
Matanya Kiauw Kiu Kong bersianar terang, ia memuji
akan kepintarannya calon ketua pilihannya ini, dengan
tidak berkata apa-apa ia hanya memanggutkan kepalanya.
Secara tiba-tiba Bee Tie sudah segera menjatuhkan
dirinya dan berlutut di hadapannya Kiauw Kiu Kong dan
berkata, "Kakek Kiauw, kaulah orang yang selalu
menolong diriku, disini aku Bee Tie mengunjuk hormatnya
sebagai pernyataan terimakasihku yang tidak terhingga."
Kiauw Kiu Kong malah dibuat kelabakan karena
kelakuannya ini, ia hanya dapat berkaok-kaok keheranan,
"Kau mengapa" Kau mengapa" Lekas bangun dan berkata
seperti biasa saja."
Bee Tie sambil mengucurkan air mata dengan perasaan
syukur menyoja sampai empat kali baru bangkit dari
berlututnya. Tiba-tiba mereka dibikin kaget karena sudah
terdengar tindakan kaki dan makiannya Lee Thian Kauw
yang berada di luar tembok pekarangan terlarang.
Kiauw Kiu Kong dengan tidak terasa sampai menyebut,
"Celaka!" Dengan sekali loncatan saja ia sudah dapat menyamber
tubuhnya Bee Tie dan segera mencemplungkan dirinya ke
dalam sumur yang berada di depannya itu.
Pandangan matanya Bee Tie mendadak menjadi gelap,
badannya juga sudah tidak menyentuh tanah dan melayang
dengan kecepatan yang tidak terhingga. Ia merasa berkuatir
juga, bagaimana Kiauw Kiu Kong dapat menahan jatuhnya
badan mereka" Tapi Bee Tie ingat pernah lihat bagaiamana Kiauw Kiu
Kong sampai dua kali lompat turun ke dalam sumur ini,
bahkan yang kedua kalinya ia harus membopong mayatnya
si tosu pengembara Jin Cun Bee dengan tidak mendapat
luka suatu apa, barulah hatinya menjadi tenang juga.
Saat itu Bee Tie telah merasakan bau amis yang sangat
hebat, tubuhnya tetap turun dengan kecepatannya. Tiba-tiba
ia merasa tergerak sedikit dan tubuhnya dapat berhenti di
udara, denga heran ia menanya.
"Kita sekarang berada di mana?"
Tubuh mereka sudah mulai turun lagi ke bawah dengan
tertawa Kiauw Kiu Kong menjawab pertanyaannya, "Kita
berada di tengah-tengahnya sumur ini."
Bee Tie menjadi kaget, bagaimanakah Kiauw Kiu Kong
dapat menahan tubuhnya" Maka ia sudah menanya lagi,
"Kakek pendek, dengan cara apakah kau dapat menahan
diri kita?" Kiauw Kiu Kong tertawa. "Sebentar lagi setelah kau menjadi biasa dengan
kegelapan dan melihat dengan jelas tentu dapat
mengetahuinya." Bee Tie membuka kedua matanya lebar-lebar dan betul
saja setelah lewat sekian lamanya setelah ia dapat
membiasakan dirinya ditempat kegelapan, dilihatnya
tangan kanannya Kiauw Kiu Kong digerak-gerakan. Dan
didalam cekalannya terlihat sebatang bambu kecil yang di
tancepkan ke pinggiran sumur. Begitu bambu kecil ini
ditusukkan masuk tentu saja badan mereka jadi tertahan
dari meluncurnya ke dasar sumur.
Tapi dalam hal ini jika tidak mempunyai latihan tenaga
dalam yang sempurna juga percuma saja menggunakan
caranya itu, karena orang yang menggunakan tongkat
bambu ini harus mempunyai emposan tenaga baru dapat
menahannya atau ia akan terjungkal jika kurang teguh
kekuatannya. Tenaganya Kiauw Kiu Kong sudah cukup sempurna dan
Bee Tie juga telah mengetahuinya. Tapi kemarin ini ia telah
menderita luka yang tidak ringan, mengapa dapat sembuh
demikian cepatnya" Baru saja ia mau menanya atau keburu
Kiauw Kiu Kong membuka mulutnya, "Si Setan Kurus"
dari Bong-san setelah dapat menolongmu dari tangannya
Lee Thian Kauw apa telah dapat menemui mu lagi?"
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bee Tie memanggutkan kepalanya, "Jika bukan adanya
paman "Pelajar Pedang Tumpul" yang datang menolongi,
mungkin aku sudah terbunuh di tangannya."
Kiauw Kiu Kong dengan gemas berkata, "Aku juga
sudah tahu akan sifatnya, tapi dalam keadaan terdesak aku
terpaksa minta tolong juga padanya. Pada tiga tahun yang
lalu aku percaya ia juga berada di dalam goa batu kepala
manusianya dan mendiamkan saja Cie Gak sedang dikejarkejar
oleh enam sute durhakanya yang berakhir dengan
terampasnya Tongkat Rantai Kumala oleh Lee Thian Kauw
dan Cie Gak lompat bunuh diri dari puncaknya gunung Kie
Ling." "Tapi paman Cei Gak sekarang sudah berada di sini?"
"Entah mengapa ia tidak sampai mati, aku masih belum
menanyakan padanya."
"Dan bagaimanakah kakek dapat demikian cepatnya
menyembuhkan luka-luka dalamnya?"
Kiauw Kiu Kong menghela nafas.
"Masih untung dengan datangnya Si Setan Kurus dari
Bongsan itu." "Ia juga masih mempunyai hati yang baik?"
Kiauw Kiu Kong tertawa dingin, "Jika bukannya dengan
ilmu simpanan Hoa-san-pay yang berada di dalam tongkat
Rantai Kumala sebagai pancingannya, mana ia dapat
gampang-gampang memberikan pertolongannya?"
"Lantaran itu juga maka ia baru menolongku dari
tangan jahatnya Lee Thian Kauw?"
"Apa kau masih menyangka ia dapat sembarangan
menolong orang percuma?"
Bee Tie menjadi terdiam kemudian dengan gemas ia
berkata, "Terhadap orang yang seperti ia ini, sampai
matipun tidak nanti kau mau mempertontonkan
kepandaian simpanan dari tongkat Rantai Kumala."
Kiauw Kiu Kong sampai tertawa mendengarnya, ia telah
menarik pulang lagi tenaganya dan turun ke bawah sumur
yang berbau amis ini. Begitu semakin dekat dengan dasar sumur hatinya Bee
Tie sudah menjadi semakin berdebaran saja. Kiauw Kiu
Kong yang menggendongnya juga telah merasakan hal ini
dan menanya, "Kau mengapa" Sebentar lagi kau juga dapat
menemui ayahmu itu, mengapa malah menjadi takut
karenannya?" Bee Tie belum lagi menjawab pertanyaannya atau telah
terasakan tubuhnya tergentak karena telah sampai pada
dasarnya sumur yang menyeramkan ini.
Dari samping kirinya terlihat ada sinar yang menyinari
masuk dan terlihat olehnya tulang belulang manusia yang
berserakan di sekitarnya, bahkan masih ada yang belum
menjadi tulang semua yang menyiarkan bau amisnya.
Dengan tidak terasa Bee Tie sampai bergidik melihatnya.
Kiauw Kiu Kong sambil menyerahkan tentengan
bawaannya kepadanya sudah berkata sambil tertawa,
"dengan mengikuti arah sinar terang ini kau boleh segera
pergi ke sana untuk menemui ayahmu. Dan bawalah
makanan ini pada mereka."
Bee Tie dengan heran menanya, "Kau sendiri hendak ke
mana?" Terlihat Kiauw Kiu Kong menggeleng-gelengkan
kepalanya, "aku tidak masuk terus lagi, katakana saja
kepada ayahmu dan Cei Gak bahwa aku telah
meninggalkannya." Lalu sambil mengeluarkan pisau belati kecil yang segera
diserahkan ke dalam tangannya Bee Tie, berkata, " Inilah
barang tanda matanya si tosu pengembara dari Oey San
yang bernama Jin Cun Bee, mungkin kau dapat
menggunakannya, simpanlah baik-baik karena aku akan
segera meninggalkannya."
Dengan mendongakkan kepalanya Kiauw Kiu Kong
sudah lompat naik lagi ke atas dengan kecepatan yang tidak
kalah dengan turunnya. Sebeantar saja ia sudah berada
lebih dari sepuluh tombak jauhnya.
Bee Tie dengan serak berkata, "Kakek Kiauw, awas
dengan bokongannya Lee Thian kiauw yang mungkin
masih ada disana." Baru sekarang Bee Tie membalikkan lagi kepalanya dan
dilihatnya sinar terang tadi ternyata keluar dari satu
terowongan entah menuju kemana.
Bee Tie dengan memberanikan dirinya telah maju
menuruti arahnya terowongan ini.
Tapi tidak disangka baru saja ia berjalan belasan tindak
atau dari dalam terwongan sudah dengar satu bentakannya
orang, "Siapa?"
Bee Tie dengan suara terharu menjawabnya, " aku Bee
Tie yang mau menemui ayah."
Hampir saja Bee Tie mengucurkan air matanya
menyaksikan keadaan yang mengharukan disitu.
Dari dalam terdengar lagi satu suara lain yang tidak
kalah terharunya. "bagaimana caranya kau turun?" Bee Tie dengan
menahan rasa sedihnya menjawab.
"Kiauw Kiu Kong yang telah membawaku ... "
Tapi suara dari dalam terowongan tadi sudah menjadi
marah dan bentaknya, "kembali lagi ... kembali lagi ... apa
kau tidak bisa turun sendiri?"
Bee Tie yang mendengar bentakan ayahnya ini sudah
tidak dapat menahan lagi bendungan air matanya, tapi ia
sebagai seorang anak yang berbakti dengan mengeluarkan
pisau belati pemberian Kiauw Kiu Kong tadi sudah
membalikan lagi langkahnya menuju ke tempat mulut
sumur dan berkata. "baik, ayah boleh tunggu saja disini, tidak lama A Tie
juga akan balik lagi."
Baru saja ia mau melompat naik lagi atau suara yang
pertama tadi terdengar sudah berkata lagi. "tidak usah naik
lagi, aku dan ayahmu sudah datang padamu."
Bee Tie berpaling kebelakang dan menjadi menjerit
kesima. "Ohhh ... " Dimulut terowongan dilihatnya satu makhluk, mirip
makhluk jadi-jadian, badannya tak besar, kepalanya dua
buah dan tiada berlengan.
Makhluk tersebut bergerak mendatangi ke arah tempat
Bee Tie berdiri. Sambil memegang gagang pisau belatinya keras Bee Tie
membentak. "Hai! Kau ini manusia apa jejadian" Berhenti jangan
kau maju setindak lagi saja! ... "
"Apa" Jejadian" Siapa jejadian" Kurang ajar! Bocah tidak
tahu diri!" demikian terdengar suara bentakan dari
mulutnya makhluk aneh itu, kepala yang sebelah kirilah
yang tadi berseru. Bee Tie merasa agak lega juga hatinya, suara itu adalah
suara manusia, bukan seperti apa yang ia duga semula,
sama sekali bukanlah jejadian sumur yang sedang
menungkuli tempat kediamannya. Tetapi walaupun
demikian, belum berani Ia menyimpan pisau belatinya,
malah digenggamnya lebih keras. lalu berjalan maju
menghampiri makhluk aneh untuk melihat lebih jelas.
Ternyata-makhluk yang ia duga makhluk jejadian itu,
sebenarnya adalah manusia biasa, tetapi bukan hanya
seorang, melainkan ada dua orang yang dua-duanya sudah
kehilangan semua kakinya sampai batas paha. Dengan
sebelah tangan mereka bergandengan, kelihatan dari jauh
seperti satu orang dengan dua kepala. Malah dengan
sebelah tangan lainnya mereka gunakan sebagai kaki lebihlebih
mirip mereka itu seperti makhluk jejadian dengan dua
kepala, badan besar dan tidak berlengan.
Tetapi, Bee Tie sendiri sudah menerka pasti bahwa
kedua orang tersebut, yang pertama pasti adalah ayahnya
sendiri. Bee Cin Tiee, dan yang lainnya, ialah ketua Hoasanpay generasi kedua puluh lima Cie Gak, Yang pernah
mencoba bunuh diri dengan cara terjunkan diri dari atas
puncaknya gunung Kie Ling.
Di belakangnya perkampungan Kui-in-chung. Tetapi
entah dengan cara bagaimana pula ia sekarang sudah
berada didalam Sumur Kematian, malah. Seolah-olah
menjadi satu dengan ayahnya Bee Tie membentuk makhluk
lain. Matanya Bee Tie sudah mengembeng dengan air mata.
Walaupun ia belum dapat membedakan siapa diantara
kedua orang yang bergandengan tangan itu adalah ayahnya,
karena sejak masih kanak-kanak sampai pada saat ini ia
belum pernah melihat wajah aslinya Sang ayah, maka
pertemuan ini adalah pertemuan mereka yang pertama
antara ayah dan anak yang telah lama berpisahan.
Maka itu begitu Bee Tie melihat keadaan ayahnya yang
demikian mengenaskan, tanpa merasa ia lantas menangis
menggerung-gerung macam anak kecil. Tetapi pikirannya
masih terang. Ia masih ingat kata-katanya si orang tuapendek
semua, ia masih ingat bagaimana ayahnya dalam
kesedihan sering menyatakan kesedihan hatinya dalam
tiupan seruling. Maka itu, pada pikirannya kalau saja ia
dapat melihat seruling, seruling yang merupakan harta
peninggalan satu-satunya dari ayahnya, dapatlah ia
memastikan siapa ayahnya yaitu tentunya orang yang
memegang seruling ditangannya.
Tetapi dalam keadaan demikian itu, dimana dua orang
seolah-olah menjadi satu itu, dengan sebelah tangan mereka
yang saling bergandengan dan sebelah tangan lainnya
digunakan sebagai kaki, sudah tentu saja tidak ada
kelebihan tangan yang dapat dipakai untuk menggenggam
seruling atau barang-barang lainnya lagi.
Tetapi, ia masih merasa penasaran. Ia hendak mencari
kalau-kalau disalah satu diantara mereka, didalam
pakaiannya ada apa-apa yang mencurigakan, atau yang
menonjol keluar, tetapi ternyata usahanya itu tetap sia-sia
belaka. Ia lebih bersedih. Air matanya sudah bercucuran
bagai hujan tumpah dari langit.
"Jangan menangis! Kalau kau mau menangis kau tidak
boleh bersama kita disini. Kau boleh segera naik keatas.
Disana kau boleh menangis sepuas-puasnya," demikianlah
suatu suara bentakan keras terdengar masuk dalam
telinganya Bee Tie. Selanjutnya, salah seorang diantara dua orang yang
tadinya bergandengan tangan itu, kini melepaskan
cekalannya pada kawannya, kemudian dengan dua
tangannya menekan ketanah, badannya tahu-tahu sudah
masuk ke dalam terowongan tadi lagi, lenyap dari
pandangan mata Bee Tie, si anak muda.
Bee Tie sedapat mungkin hendak mencoba menahan
tangisnya. Ia merasa kagum sekali ketika menyaksikan
perbuatan orang tanpa kaki itu, yang ternyata masih dapat
bergerak demikian cepatnya. Biar orang berilmu cukup
tinggi sekalipun, orang yang masih lengkap semua anggota
badannya, rasanya tidak dapat bergerak secepat orang tanpa
kaki itu. Setelah orang tanpa kaki yang seorang itu masuk
meninggalkan mereka, disitu hanya tertinggal Bee Tie dan
orang tanpa kaki yang lainnya. Dengan nada suara penuh
rasa kasih sayang, orang tanpa kaki yang satu ini berkata
pada Bee Tie. "Ayahmu tidak suka anaknya menangis. Ia gusar tadi
karena kau menangis. ia selalu mengharap anaknya bisa
menjadi orang yang pandai orang yang gagah berani, dan
bukannya orang sebangsa manusia cengeng. Maka itu,
janganlah kau menangis di hadapannya. Kau juga harus
dapat menyelami segala kesukaran hatinya. Mari! Marilah
kita susul padanya. Tentu ayahmu sekarang pergi ke dalam.
Dia berada di dalam goa sana itu. Mari! Ikuti aku saja."
Setelah berkata sampai disitu, dengan mengajak Bee Tie
yang mengikuti terus di belakangnya, ia berjalan masuk ke
dalam jalan lorong yang berada didasar Sumur Kematian,
didalam terowongan. Maka tahulah Bee Tie kini, siapa ayahnya dan siapa pula
orang yang sedang berjalan sama-sama dengan dia masuk
ke dalam ini. Dia pastilah itu ketua Hoa-san-pay generasi
kedua puluh lima, yang pernah membunuh diri dengan
jalan terjunkan diri dari puncak gunung Kie-ling di belakang
perkampungan Kui-in-chung. Dengan tidak berkata-kata ia
terus mengikuti orang bercacat itu masuk ke dalam
terowongan. Jalan lorong dalam terowongan itu, sangat dalam sekali.
Makin jauh masuk ke dalam, makin menurun jalannya.
Mereka berdua berjalan menyusuri lorong itu, semakin
lama semakin gelap juga nenurun. Hawa udara disebelah
dalam agak lembah. Entah berapa lama mereka telah berjalan itu, mendadak
Bee Tie dapat melihat disebelah depannya, sebuah tempat
yang kemasukan cahaya matahari. Mereka berdua sekarang
sudah sampai di ujung lain dari terowongan Sumur
Kematian itu, Sekarang mereka seolah-olah sudah berada
ditempat diluar Sumur Kematian. Ditempat itu sinar
matahari dapat masuk, tempatnya terbuka.
Sesampainya ditempat yang terang itu, Bee Tie
mendongakkan kepala. Ia lihat diatasnya ada lubang yang
terbuka lebar. Dari lubang itulah matahari menyorot
masuk. Ia tahu juga, bahwa sekarang ini ia sedang berada
diujung lain dari jalan lorong dalam terowongan itu.
Di sekitar lubang disebalah atas, ia melihat ada tiga
puncak gunung yang tinggi-tinggi, terbingnyapun curamcuram.
Disebelah bawah, ditempat ia berdiri, merupakan
sebuah tempat atau ruangan yang luas. Tidak jauh di
depannya tumbuh rumput dengan sangat teratur, rapihnya
seolah-olah sebuah barisan tin yang kecil bentuknya.
Disitu, bukan hanya rumput saja tumbuh teratur yang
terdapat tetapi disamping itu juga masih ada lagi banyak
goresan-goresan berupa gambar-gambar di mana-mana,
sampai-sampai diatas batu-batu cadas agak kesebelah
atasannya juga coretan itu masih terdapat. Agaknya
goresan-goresan itu mempunyai arti tersendiri, tetapi tidak
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dapat dimengerti oleh Bee Tie yang melihat dengan mata
tak berkesip. Disuatu pojokan, ayahnya Bee Tie, Bee Cin Cee sedang
duduk sambil mengawasi Bee Tie, anaknya dengan sorot
mata tajam. Melihat ayahnya, Bee Tie segera lompat dari mulutnya
goa, terus menghampiri ayahnya yang sedang duduk
menantikan padanya sejak tadi. Gerakan yang diperlihatkan
itu demikian gesit dan lincahnya, begitu ringan sehingga
begitu sampai ditanah, kakinya Sama sekali tidak
menerbitkan suara apa."
Bee Cin Cee dan Cie Gak, dua orang tua tak berrkaki
yang menyaksikan perbuatannya Bee Tie, keduanya hanya
saling pandang, dalam hati mereka diam-diam sudah
memuji ketangkasannya anak muda ini.
Baru saja Bee Tie hendak menjalankan peradatan di
hadapan ayahnya, tiba-tiba sang ayah itu berseru sambil
menuding dengan serulingnya kesuatu tempat, yaitu lubang
atau mulut goa itu. Ia berkata keras. "Cepat! Lompat lagi
kau ke sana!" Bee Tie memandang muka ayahnya sejenak, kemudian
lompat lagi kemulut goa tempat ia keluar tadi. Bee Cin Cee
dan Cie-Gak yang menyaksikannya, sambil menganggukanggukan
kepala menyatakan kekaguman mereka, sudah
segera saling pandang lagi.
Bee Tie tadi, sesampainya sang kaki dimulut goa, terus
ditotol kembali dan melayanglah badannya balik kehadapan
ayah serta bekas ketua Hoa-san-pay Cie Gak. Sesampainya
ia di hadapan ayahnya, ia segera menjalankan
peradatannya, berlutut di depan ayahnya sambil anggukanggukkan
kepala. Tempat, yang mereka injak saat ini, ternyata adalah
sebuah lembah, yaitu lembah dari pegunungan Kie ling
yang berdekatan dengan perkampungan Kui-in chung.
Pada tiga tahun berselang. ketika Cie Gak terjun dari atas
puncak gunung Kie-ling, secara kebetulan sekali jatuhnya
ke dalam lembah ini, sehingga kemudian dapat ditolong
oleh ayahnya Bee Tie, Bee Cin Cee. Rupanya memang
belum sampai waktunya Cie Gak harus binasa. Kecuali
kedua kakinya yang hilang karena terbentur sebuah batu
cadas yang tajam, bagian lain ditubuhnya sama sekali tidak
terganggu, maka itulah sampai sekarang ia masih hidup.
Dengan bantuannya Bee Cin Cee, akhirnya kakinya dapat
disembuhkan dari luka-lukanya, dan orangnya juga tidak
sampai binasa. Sejak dari waktu itulah terus menetap
didalam lembah itu, kemudian menjadi temannya Bee Cin
Cee yang sudah lama tidak bertemu dengan manusia
sesamanya. Sampai pada hari itu, telah dua belas tahun lamanya Bee
Cin Cee tinggal didalam lembah atau Sumur itu, adapun
selama itu hidupnya bergantung dari nasib isterinya.
Selama sang isteri masih hidup dan masih tinggal di Kuiinchung, ia juga akan terus hidup, ia juga terus
mendapatkan makanannya dari isterinya itu yang selalu
saja melemparkan apa-apa kebutuhannya ke dalam sumur
kematian itu. Dendaman sakit hati selama dua belas tahun
itu, tidak bisa ia lupakan barang sesaat. Ia terus
memperdalam ilmunya memperbanyak latihannya. Setelah
Cie Gak masuk juga kesitu, sebagai temannya, juga mereka
akhirnya berhasil menciptakan suatu ilmu baru, ilmu
"Sumur kematian".
Demikianlah, sejak saat itu Bee Tie terus tinggal bersama
mereka didalam Sumur Kematian atau didalam lembah dan
disitu pulalah ia mendapatkan pelajaran ilmu kepandaian
ciptaan penghuni Sumur Kematian tersebut.
Lewat lagi dua bulan kemudian. Bee Tie sudah dapat
memahami seluruh pelajarannya berikut prakteknya sekali.
Disamping itu, ia juga mendapat pelajaran ilmu pengobatan
dan ilmu menabuh alat-alat musik dan yang paling
terutama adalah ilmu meniup seruling. Semuanya itu
didapatkan dari ayahnya, juga dari Cie Gak.
Selama dua bulan itu, Bee Tie yang memperhatikan
benar-benar bagaimana cara ayahnya bersama-sama dengan
Cie Gak berjalan dengan menggunakan tangan mereka
sebagai kaki baru, perasaan herannya bukan main. Sungguh
suatu permainan akrobat yang menarik sekali. Walaupun
mereka ke dua-duanya sama sekali tidak mempunyai kaki
lagi, tetapi asalkan mereka mau saja, tidak sukar rasanya
untuk keluar dari dalam Sumur Kematian. Tidaklah sukar
rasanya pekerjaan itu baginya, melihat kepandaian yang
mereka berdua miliki. Tetapi herannya, mengapa mereka
agaknya senang tinggal terus didalamnya" Mengapa
agaknya mereka itu mau menjadi penghuni tetap dari
sumur kematian" Pada suatu hari, sewaktu Bee Tie sedang berada berdua
saja dengan Cie Gak, ketua Hoa-san-pay ia
bermaksudahendak mendapatkan keterangan lebih jelas
dari padanya tentang apa yang selalu dipikirkannya maka
itu ia bertanya. "Cie Siokhu bersama ayah rasanya tidak sukar mau
keluar dari dalam sumur celaka ini. Kenapa Cie Siokhu
tidak mau coba-coba saja" Kenapa ayah juga tidak mau
keluar dari sini?" Cie Gak, ketika mendengar pertanyaan Bee Tie begitu,
wajahnya berubah seketika. Dengan suara keren ia berkata.
"Sekali-kali jangan kau ulangi lagi pertanyaanmu ini di
hadapan ayahmu maupun di hadapanku, kalau ayahmu
mendengar ini, ia pasti akan marah lagi padamu."
Bee Tie merasa heran. "Kenapa demikian?" segera ia
bertanya. "Apa kau mau kami pertotonkan cara jalan kami di
depan orang banyak?"
"Apa Siokhu sudah bosan dengan keramaian dunia?"
demikian Bee Tie bertanya lagi. Agaknya ia masih belum
dapat menangkap apa maksud arti kata-katanya Cie Gak
tadi. Mendengar orang bertanya yang bukan-bukan, Cie Gak
merasa agak marah. maka ia lalu membentak dengan suara
keras. "Jangan banyak tanya! Kau baik-baik belajar dulu
semua pelajaranmu. Jangan kau omong-omong soal itu lagi
dengan aku." Mengetahui orang sudah marah, Bee Tie menjadi agak
keder juga. Tetapi ketika ia ingat lagi Cie Gak dulu pernah
menceritakan padanya tentang perjanjian hendak mengadu
kepandaian di puncak gunung Hoa-san antara ayahnya
dengan Lee Thian Kauw, maka ia merasa semakin tidak
mengerti. Itu pulalah sebabnya mengapa ia terus bertanya,
bertanya lagi. "Siokhu, katanya ayah dan Lee Thian Kauw berdua
pernah mengaadakan perjanjian bersama hendak
melakukan pertandingan diatas gunung Hoa-san, Apa
waktu itu ayah juga tidak mau keluar dari dalam Sumur
ini?" Cie Gak agak bercekat hatinya. Dengan perasaan agak
ragu-ragu ia menjawab. "Nanti, satu tahun kemudian, aku tidak tahu bagaimana
perkembangannya lagi. Pada waktu itulah kau boleh pergi
menanyakan sendiri soal itu padanya."
Bee Tie masih tidak mengerti. Segala persoalan agaknya
akan tetap menjadi teka-teki baginya. Ia lalu memutuskan
untuk menanti, setahun kemudian, akan menanyakan
sendiri hal itu lagi kepada ayahnya Bee Cin Cee, sang ayah,
kecuali memberikan pelajaran macam-macam ilmu
kepandaian kepada anaknya. Waktu senggangnya tidak
pernah digunakan untuk bercakap-cakap dengan anaknya,
ia hanya melewatkan waktunya itu untuk duduk bersemedi.
Pernah beberapa kali Bee Tie hendak membuka mulut
menanyakan hal itu, tetapi akhirnya selalu saja mesti batal,
karena melihat begitu berwibawanya sang ayah. Suatu
malam, sebagaimana biasanya, Bee Tie keluar dari dalam
Sumur Kematian untuk mencari bahan makanan dan
keperluan mereka lain-lainnya. Kala itu, bulan dan bintangbintang
tampak memancarkan sinarnya yang kemilau, putih
memerak, menghias angkasa lepas. Keluar dari mulut
Sumur Kematian, Bee Tie terus berjalan meninggalkan
perkampungan Kui-in-chung dan langsng menuju ke dalam
kota Lok-yang, kota yang tidak memberi kesan baik
terhadapnya. Ia berjalan sambil tundukkan kepala. Belum lama ia
berjalan, tiba-tiba jauh di belakangnya terdengar derap kaki
kuda. Ia merasa heran. Ia berkata seorang diri seperti orang
mendumel. "Jalan ini bukannya jalan raya. Disekelilingnya juga
tidak ada rumah-rumah. Dari mana itu suara derap kaki
kuda" Siapakah gerangan penunggangnya?"
Terdorong oleh rasa ingin tahu, ia segera menyingkir
menyembunjikan diri ketempat yang sukar diketahui orang.
Ia mengintai dengan mata terbuka lebar-lebar.
Tidak antara lama, seekor kuda berlari dengan sangat
cepatnya mendatangi, yang pada perkiraannya akan lewat
agak dekat dengan tempat persembunyiannya.
Kuda itu, tidak begitu asing lagi baginya. Suatu kuda
berbulu merah dengan ekornya yang dua buah adalah kuda
tunggangannya si orang kurus, si "Putih Kurus", yang tidak
ia sukai kelakuannya. Melihat orang ini, dalam hati Bee Tie berpikir, "Aku kira
siapa! Tidak tahunya, hmmm! "Setan Kurus Serakah!"
Tetapi ia merasa heran juga, mengapa orang kurus ini
datang kekota Lok-yang. Dalam hati lagi-lagi ia berkata-kata seorang diri.
"Sudah begini malam mau kemana dia" Baik aku kuntit
saja padanya. Aku mau lihat apa kerjanya disana."
Ketika ia memikir sampai disitu, kuda berbulu merah
berekor dua itu sudah lewat didekatnya.
Si "Putih Kurus" duduk diatas kudanya dengan
tingkahnya yang memualkan. Lama sudah Bee Tie
menguntit dari tempat agak kejauhan sambil
memperhatikan terus semua gerak geriknya orang kurus itu,
dan betul saja seperti apa yang ia duga semula, orang
"Putih Kurus" itu terus membedal kudanya masuk ke
dalam kota Lok-yang. Tetapi anehnya, belum masuk dalam
kota Lok-yang, arah kudanya dibelokkan secara tiba-tiba,
terus menuju kesalah sebuah rurnah yang agakya sudah
lama tidak terurus. Rumah itu sudah tua keadaannya, temboknya agak
tinggi. Bee Tie merasa lebih heran lagi. Dalam hati ia berpikir.
"Dia mau apa datang kerumah tua itu?"
Tepat pada saat itu, dari dalam kota Lok-yang masuk
mendatangi seorang muda yang juga sedang berlari-larian,
kemudian masuk ke dalam rumah tua itu.
Setelah ditegasi, Bee Tie sudah segera mengenali, bahwa
orang itu adalah salah seorang dari tiga penunggang kuda
yang pernah ia jumpai di tengah jalan belum lama
berselang. Anak muda ini, mengenakan pakaian warna
hitam. Entah kemana perginya dua kawannya yang lain,
yang mengenakan pakaian masing-masing warna kuning
dan merah" Mereka bertiga itu dikenal sebagai tiga orang
Kong-cu, dan yang ini adalah Kim-leng Kong-cu yang
bernama Jie Teng. Dengan tidak merasa ragu-ragu
sedikitpun Kong-cu baju hitam ini terus melangkah masuk
ke dalam rumah tua yang sebelumnya sudah masuk lebih
dulu si orang kurus, Si "Putih Kurus".
Kini agaknya Bee Tie sudah mengerti sebagian.
Rupanya si Kong-cu baju hitam ini telah berjanji dengan
si orang kurus untuk mereka malam itu bertemu didalam
rumah tua yang kurang rawatannya itu.
Tetapi entah mereka akan merundingkan soal apa
ditempat demikian jeleknya itu"
Karena merasa sangat ingin sekali Bee Tie mengetahui
apa yang akan mereka bicarakan, maka dengan cepat
menyusul mereka, terus kedepan pekarangan rumah itu.
Dari jauh ia sudah dapat mendengar suarannya si orang
kurus yang berkata, agaknya sedang berkata dengan si
Kong-cu baju hitam itu. Suaranya walaupun sangat
perlahan, tetapi masih cukup terang untuk dapat masuk
dalam telinganya Bee Tie yang sudah terlatih baik.
"Kau tahukah bahwa ilmu "Hawa murni dari dasar
dunia" ini telah memakan waktu setengah abad lamanya
baru bisa aku yakini betul-betul" Kalau tinggal mempelajari
saja ilmu yang sudah ada, tentu tidak sampai begitu lama
aku sudah paham betul. Tapi, kala itu aku sendirilah yang
menciptakannya. Waktu sebegitu rasanya sudah cukup
membuat aku bangga bisa berhasil gemilang. Kalau kau
bisa meyakini ilmuku ini, sebagian saja, pasti semua Kongcu
tidak akan yang bisa merebut kemenangan dari kau."
Bicara sampai disitu, ia lalu tertawa bangga.
Tidak lama kemudian, terdengarlah suaranya orang lain,
yang tentu tidak lain tidak bukan dari suaranya si Kong-cu
baju hitam itu sendiri, yang berkata, "Kalau betul aku bisa
menangkan mereka dalam pertandingan pedang di Tong-tusanchung nanti, tentu itu semua adalah atas jasanya
Cianpwee seorang. Aku akan sangat berterima kasih sekali
pada Cianpwee." Bee Tie yang mendengarkan semua percakapan mereka,
merasa heran sekali, ia sampai merandek dan lalu
memasang telinganya baik-baik. Dalam hati ia berpikir.
"Kenapa Kong-cu baju hitam itu juga kenal padanya"
Ah! Celaka!" Ia tidak berani datang terlalu dekat. Sambil sembunyikan
diri ia hendak mencuri dengar pembicaraan mereka
selanjutnya. Tidak antara lama, kedengaran lagi suaranya si orang
kurus yang berkata: "Biarpun baru dua bulan, tetapi berkat
ketekunan dan kesungguhan, sekarang ini kau sudah
memiliki dari separuhnya ilmu kepandaianku. Kalau cuma
untuk mengalahkan semua Kong-cu-Kong-cu itu, rasanya
tidak sampai perlu menggunakan tenaga terlalu banyak.
Pasti kau akan dapatkan kemenangan gemilang! ... Nanti,
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalau kau sudah dapatkan kitab pelajaran "Sari permainan
ilmu Pedang itu, jikalau waktu itu kau masih ingat sedikit
budiku itu, cukup kau pinjamkan padaku untuk sementara
waktu, untuk aku lihat-lihat."
Bee Tie yang mendengarnya, dalam hati memaki-maki
tidak habis-habisnya. "Dasar "Setan Kurus"! Setan temaha! Orang rakus!
Serakah! "Pinjam", dalam istilahmu itu sama saja artinya
dengan "Minta". Memang! Orang serakah, tetap serakah!"
Karena kedua orang itu bicara sambil berjalan, jarak
antara mereka dengan Bee Tie makin lama menjadi makin
dekat. Untunglah masih ada dinding sebagai penghalang,
sehingga tidaklah Bee Tie merasa kuatir untuk terus
mendengarkan. Dari sedikit lobang didinding tua itu, Bee
Tie mengintai ke dalam. DI seberang sana si orang kururs sedang manyandarkan
badannya di dinding. Kong-cu baju hitam itu sendiri, saat
itu sedang membetulkan ikat pinggangnya, agaknya ia akan
segera mulai dengan latihannya. Wajahnya si orang kurus
yang tadinya pucat seperti kertas, kini menunjukkan roman
berseri-seri. Tetapi dengan cepat wajahnya berubah pula. Sambil
kerutkan alis ia menanya;
"Jie Teng, aku mau tanya kau. Apa kau tahu beberapa
hari belakangan ini didalam kota Lok-yang berkali-kali
terjadi peristiwa berdarah. Dan lagi yang mati mesti selalu
adalah Kong-cu-Kong-cu yang berniat hendak turut dalam
pertandingan adu pedang di Tong-tu-san-chung nanti itu"
Kong-cu dari Kam-lam, Oh Kong-cu Jie-gie-kiam dan
Kong-cu dari Coan tiong Liok, Kong-cu Sam-cay-kiam, dan
beberapa orang Kong-cu lain berturut-turut kedapatan mati
di dalam kota Lok-yang. Mereka terkena serangan ilmu
tenaga dalam yang sudah sangat sempurna. Sekarang ini,
dalam kota Lok-yang macam-macam cerita burung telah
membuat semua Kong-cu lainnya merasa kebat kebit
hatinya, mereka ketakutan setengah mati ... Aku juga
merasa kuatir atas keselamatan dirimu."
Bee Tie yang terus mencuri dengar pembicaraan mereka,
mendengar itu menjadi kaget bukan main. Dalam hati ia
berkata. "Apa betul ada kejadian serupa itu di dalam kota Lokyang
ini" Orang yang menyingkirkan jiwanya semua Kongcu
yang hendak turut dalam pertandingan adu pedang di
Tong-tu-san-chung itu, tentunya punya maksud tidak baik,
Tapi apa gunanya orang itu berbuat begitu" Sungguh kejam
perbuatannya!" Setelah si Kong-cu baju hitam Jie Teng selesai dengan
pekerjaannya, ia lalu bicara lagi dengan si orang kurus,
katanya. "Locianpwee, legakanlah hatimu. Aku di Kim-leng
sudah cukup mendapatkan nama. Meski betul orang itu
benar-benar bisa membunuh Kam-lam, Coang Tiong dan
lain-lain Kong-cu tapi belum tentu dia bisa membunuh mati
Kim-leng Kong-cu." Si orang kurus menggeleng-gelengkan kepalanya, ia
berkata pula. "Bukannya aku tidak percayakan kepandaianmu,
tentunya kau juga tahu, lebih baik kalau kau berlaku lebih
hati-hati dan lebih baik-baik jaga dirimu. Apa kau tidak
bersedia ikut aku terus" Disampingmu ada aku, kau tidak
usah kuatirkan apa-apa lagi. Kau percayalah aku."
Kim-leng Kong-cu Jie Teng, si baju-hitam yang
mendengar itu, merasa terkejut. Setelah berpikir sejurus ia
tiba-tiba bertanya. "Dimanakah Locianpwee tinggal" Kalau aku ikut
Locianpwee, apa nanti aku tidak akan ketinggalan dalam
pertandingan adu pedang yang waktunya sudah dekat
sampai itu?" Si orang kurus tertawa berkakakan. Setelah puas ketawa,
ia lalu berkata lagi. "Jangan kuatir, jangan kuatir. Rumahku tidak jauh dari
sini. Kau tidak perlu begitu kuatir! Tidak sampai waktunya
kita nanti tentu sudah berada di Tong-tu-san-chung. Kau
percayalah ucapanku."
Kim-leng Kong-cu Jie Teng bungkem. Terpaksa ia harus
melulusi permintaan orang.
Demikianlah, pembicaraan mereka berdua berakhir
sampai disini, si Kong-cu baju hitam sudah menyediakan
diri untuk dirinya dilindungi orang kurus itu.
Ia mulai mengangkat pedangnya, mulai dengan
latihannya. Sinar pedangnya berkeredepan menyilaukan
mata. Ia memainkan jurus-jurus pertama dalam ilmunya
"Hawa murni dari dasar dunia.", apa yang ia dapat
pelajarkan dari orang kurus, si "Putih Kurus".
Dalam jurus-jurus pertamanya ini saja, tubuhnya Jie
Teng sudah seolah-olah seperti terkurung dalam sinarnya
pedang. Daya pertahanannya demikian kuat mungkin sukar
untuk lawan memecahkan benteng pertahanannya itu.
Bee Tie diluar terus memperhatikan dengan seksama,
dalam hati diam-diam ia memberi pujiannnya, "Sungguh
suatu permainan ilmu pedang yang sangat bagus."
Sedang asyiknya Bee Tie memperhatikan serangan
maupan cara-cara mempertahankan diri; yang tergabung
dalam ilmu permainan pedangnya Kimleng Kongchu, tibatiba
satu tangan hangat menyekal pergelangan tangannya.
Bukan kepalang terkejutnya ia, hampir saja ia menjerit
kalau saja tidak ada lain kejadian, yaitu datangnya satu
suara halus perlahan yang masuk dalam telinganya. Suara
halus itu mengatakan. "Jangan kaget! Ini aku."
Bee Tie cepat-cepat menoleh. Dilihatnya disampingnya
sudah berdiri si "Pelajar Pedang Tumpul", berdiri sambil
tersenyum-senyum. Setelah melepaskan cekalannya, ia lalu
berkata. "Kami ingatkan baik-baik! Dengan kecerdasanmu kau
ingatlah setiap gerakannya. Kau ikutilah terus latihannya.
Ilmu itu akan banyak sekali faedahnya bagimu dikemudian
Pendekar Cengeng 7 Kasih Diantara Remaja Karya Kho Ping Hoo Bagus Sajiwo 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama