Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin Bagian 5
nanti." Bee Tie tahu bahwa dengan kepandaian yang dimilikinya
sekarang, masih belum mampu untuk dapat merobohkan
Kim-coa Sin-lie dalam beberapa jurus saja, maka ia lalu
mengambil keputusan untuk melarikan diri saja. Tapi ketika
matanya dapat melihat Kim Hoa dan Kim Eng, itu dua
anak perempuan kecil yang masih terus menggenggam
bumbung kecilnya dan masih tetap tidak mau melepaskan
pandangan mata mereka kearahnya, maka dalam hati diamdiam
Bee Tie berpikir. Apa boleh jadi dua bocah ini yang
tadi melepaskan jarum-jarum beracunnya menyerang
kawanan pengemis itu. Memikir demikian, maka ia lari menyingkir dari Kimcoa
Sin-lie dan tahu-tahu sudah berada didekat dua murid
wanitanya, dengan kecepatan bagai kilat Bee Tie lantas
menggunakan suling hitamnya, menotok jalan darah kedua
anak kecil itu. Sepandai-pandainya Kim Hoa dan Kim Eng masih
belum mampu juga mereka menghindarkan diri dari
serangannya Bee Tie, lebih lebih yang dilakukan dari jarak
dekat, maka tanpa ampun lagi tersungkurlah mereka
keduanya ditanah. Kim-coa Sin-lie sendiri tidak pernah menyangka kalau
Bee Tie yang keripuhan demikian rupa dalam menghalapi
serangan-serangan yang dilancarkan olehnya, ternyata
masih mampu melakukan serangan balasan, malah yang
diserang adalah dua muridnya, maka bukan main gusarnya
ketika itu, tidaklah dapat dibayangkan.
Tapi tidak percuma ia sebagai wanita yang suka berhias
diri, meski rasa gusarnya telah memuncak, namun suara
tertawanya, masih tetap tidak ketinggalan menyertai tiap
tindakannya. Kini ia tertawa dengan suara yang terlebih
keras tertawa terbahak-bahak.
Bee Tie berjalan perlahan-lahan mengun durkan diri
sampai kedekat pinggiran jendela. Tapi sesampainya ia
disitu, Kim-coa Sin-lie dilihatnya masih tidak melakukan
gerakan apa apa, wanita ini masih tetap berdiri sambil
bersenyum-stnyum. Bee Tie yang melihatnya merasa heran, diam-diam
dalam batinya berpikir. Kenapa dia masih belum mau turun
tangan juga" Apa yang sedang dipikirkan olehnya."
Sesungguhnya Bee Tie masih belum tahu bahwa semakin
lama persiapannya Kim-coa Sin-lie, semakin hebat pula
serangan yang akan dikeluarkannya nanti. Ia hanya
memikir bahwa sama sekali ia tidak boleh berlaku lengah
terhadap lawan tangguhnya ini, maka itu ia selalu waspada
untuk menghadapi segala kemungkinan lawan menyerang
secara tiba-tiba. Betul saja dugaannya, tidak antara lama mendadak Kimcoa
Sin-lie menggerakkan tangannya. Dibarengi oleh
meluncurnya tiga sinar kuning ke emasan. tiga batang
jarum emas sudah menyambar kearah tubuhnya.
Mengetahui ini, Bee Tie bukannya mundur bahkan
sebaliknya ia lalu maju menghampiri wanita muda itu,
hingga jarum-jarum itu lewat diatasan kepalanya. Setelah
tiga jarum emas tersebut dapat dihindarkan, ia lalu lagi lagi
menotol tanah dan lompat melesat keluar melalui lubang
jendela terus melayang turun kebawah loteng.
Sesungguhnya gerakan Bee Tie ini sudah sangat
sempurna. Hanya dengan sekali gerakan yang manis saja
tubuhnya sudah melayang layang turun kebawah, turun
sampai diseberang jalan! Ia lantas menarik napas lega dan
"Selamat" pikirnya, maka itu ia berani menengok
kebelakangannya. Tapi justru karena perbuatannya ini,
membuat hatinya mencelos dan merasa tidak berdaya lagi
memikirkan apa-apa. Ratusan jarum beracun seperti belalang terbang sedang
meluncur turun banyak sekali mengurung seluruh jalan
disetiap penjuru, depan, belakang, di kedua samping badan
malah yang paling terbanyak adalah jarum jarum beracun
yang menyerang langsung ke tubuhnya! Pendek kata, tidak
ada jalan lagi untuk ia meloloskan diri! Kecepatan
meluncurnya jarum-jarum tersebut pun hebat sekali.
Sungguh tidak mudah bagi sembarangan orang
mengegosnya. Bee Tie mengeluh. Ia lantas memejamkan kedua
matanya hendak menerima nasib, karena pikirnya percuma
saja menghindarkan diri dari serangan Kim-coa Sin-lIe-yang
sangat hebat tersebut, jalan lolos sudah tidak ada.
Dalam keadaan yang sangat genting itu, mendadak dari
jauh terlihat sebuah joli yang sedang diGo-tong mendatangi
dengan kecepatan luar biasa dan sebentar kemudian iringan
joli ini sudah sampai di depan umah makan tempat
kejadian. Saat itu tiba-tiba lerlihat tenda tersingkap, dari
dalamnya meluncur keluar satu angin pukulan yang amat
keras, terus memukul jatuh semua jarum jarum beracunnya
Kim-coa Sin-lie. Dipihaknya Bee Tie, anak muda ini yang sedang menanti
nantikan ajalnya sekian lama, masih tidak merasakan
adanya gerakan apa apa maka bukan main herannya. Ia
lantas membuka mataaya. Tidak terlihat apa-apa. Yang
tertampak hanya puluhan jarum beracun berserakan di
tanah tidak jauh di depan dirinya.
Saut itu joli sudah berjalan jauh sekali. Samar-samar
terlihat empat orang yang berjalan dibagian paling belakang
joli tersebut dan rasanya orang-orang tersebut adalah itu
orang-orang tinggi besar empat gurunya Tiang-pek Kong-cu
yang telah dibutakan masing masing satu matanya oleh Bee
Tie di dalam gedung di perkampungan Tong-tu San-cung
belum lama berselang. Ia menghela napas lagi memikirkan kejadian
menyeramkan yang barusan dialaminya.
Tiba-tiba tampak satu bayangan manusia berkelebat,
ternyata itu adalah bayangannya Kim-coa Sin-lIe-yang oleh
karena dihalang-halanginya serangan jarum beracunnya
yang dianggapnya sudah pasti akan membawa hasil itu oleh
orang yang berada didalam joli. maka ia lantas
menumplekkan segala kegusarannya atas diri orang dalam
joli tersebut. Demikianlah dengan cepat ia lantas lompat
menyusul. Bee Tie terkejut. Tapi kesempatan ini tidak mau disiasiakan
lagi olehnya. Cepat cepat ia mencari seorang
pengemis, maksudnya hendak segera menyelesaikan tugas
yang diberikan kepadanya oleh Lu-tong Kong-cu alias
pengemis pengembara Ie Ceng Kun.
Begitu bertemu dengan orang yang dicari ia segera
menanya. "Eh sahabat, siapa yang menjadi pemimpin didalam kota
Lok-yang ini?" Orang yang ditanya tidak menjawab, ia hanya
memandang Bee Tie dengan sorot mata menyatakan rasa
keheran-heranan dalam hatinya.
Melihat ini, dengan cepat Bee Tie lalu mengeluarkan Kiu
cie Leng-pie dari dalam sakunya yang lalu diacungkan
tinggi-tinggi. "Hei! Apa kau tak kenal benda ini?" tanyanya.
Si pengemis tersebut, begitu lekas mengetahui benda
tersebut adalah tanda perintah tertinggi dari golongannya
sendiri, lantas jatuhkan diri berlutut menganggukanggukkan
kepala beberapa kali. lalu dengan suara
gemetaran ia menjawab. "Kenal, kenal. Tapi Hoan Hu Cie pemimpin kami baru
saja dibinasakan orang."
Bee Tie dengan tidak banyak rewel lagi lantas
mengeluarkan perintahnya.
"Lekas beritahukan semua saudara-saudara Kay-pang
yang berada di dalam kota ini supaya bersama kau sendiri
menyingkirkan diri dari orang-orangnya Kim-coa-bun.
Suruhlah beberapa orang yang boleh diandalkan pergi
menyelidiki segala sepak terjangnya Kim-coa Sin-lie itu.
Kemudian kalau berhasil, lekas suruh laporkan kemarkas
besar. Mengerti" Eh Tunggu duln. Kecuali itu, joli yang
barusan lewat itu sangat mencurigakan, usahakan juga
sampai tahu siapa orang yang ada didalamnya dan cepat
laporkan kepadaku sendiri lekas jalankan perintah!"
Si pengemis setelah minta diri segera menjalankan
perintah yang diberikan kepadanya.
Bee Tie juga sudah segera bekeliling kota maksudnya
hendak mencari Kiauw Kiu Kong si Pelajar Pedang
Tumpul dan Jie Sianseng, bertiga tapi sudah sekian
lamanya ia telah mencari, masih juga tidak berhasil
mendapatkan salah satu saja diantara ketiganya. Maka ia
lanias memilih salah satu rumah makan yang kiranya baik
untuk ia menangsal perut yang sejak tadi sudah minta diisi.
Begitulah ia mendapatkan sebuah rumah makan bertingkat,
ia langsung naik keatas loteng dan memilih tempat dekat
jendela dan baru kemudian memesan barang hidangannya.
Sudah sekian lama ia makan sambil menantikan
pengemis tadi, tapi orang yang ditunggu tidak munculmuncul
juga! Akhirnya, setelah di tunggu lagi sebentar, tiba-tiba
dibawah loteng tampak seorang pengemis mendatangi
dengan larinya yang amat pesat. Cepat-cepat Bee Tie lalu
membikin perhitungan barang makanannya, setelah
membayar, ia lantas turun dari atas loteng dan
meninggalkan rumah makan tersebut.
Pengemis itu melihat Bee Tie begitu keluar sudah lantas
meninggalkannya padanya lebih dulu tanpa menegur, ia
sudah tahu maksud orang. Maka ia juga lantas pergi
menyusulnya, baru setelah sampai dekat sekali dengan anak
muda ini ia lalu membuka suara berkata dengan suara
sangat perlahan. "Lok-yang Kay-pang. Teecu Khan Yung disini hendak
memberi laporan kepada Bee Kong-cu. Perintah Kong-cu
sudah kami jalankan dengan baik, Kim-coa Sin-lie masih
terus mengikuti iringan joli yang mencurigakan itu, terus
menuju keluar kota sebelah Barat. Orang yang berada
didalam joli itu agaknya adalah seseorang yang mempunyai
derajatnya tinggi di dalam partai mereka Tiang-pek-pay,
tapi Khang Yung yang tidak berguna ini sampai sekarang
masih belum tahu nama dan apa kekuasaannya, untuk ini
Khang Yung atas kelalaiannya sendiri bersedia menerima
hukuman dari Bee Tie Kong-cu.
Bee Tie sambil berjalan terus menganggukkan kepala.
Dalam hati diam-diam ia berpikir, hebat orang-orang partai
pengemis ini mencari kabarnya. Sampai nama dan asal
usulku dia tahu juga. Tapi ... siapa itu orang yang dikatakan
mempunyai derajat tinggi dalam Tiang-pek-pay?"
Lalu dengan suara perlahan pula ia berkata "Ah! itu tidak
jadi soal. Asal kau sudah tahu orang itu dari Tiang-pek saja
sudah cukup bagiku ... ,. Pengemis pengembara Ie Ceng
Kun sedang pergi ke Lu-tong untuk memberi laporan pada
ayahnya mengenai kejadian hari ini. Tentu tidak lama lagi
ketua kalian juga akan tiba disini. Aku hendak pergi dulu.
Tolong kau sampaikan kepada Ie Ceng Kun katakan saja
kalau aku sudah berjalan lebih dulu kegunung Hoa-san
untuk membereskan urusan sendiri."
"Terima kasih. Kang Yung tentu akan menjalankan
segala perintah apa yang Bee Kong-cu berikan padaku ...
Tapi dalam beberapa hari menurut laporan saudara saudara
Kay pang kami yang baru datang dari luar kota. katanya
disepanjang jalan yang menuju keatas gunung Hoa-san
sudah banyak sekali orang-orang dari berbagai partai dan
golongan. maka harap saja Bee Kong-cu suka berhati-hati
menghadapi mereka." "Oh begitu. Kebetulan sekali. Aku sangat gembira kalau
Hoa-san-pay betul-betul mendapat kunjungan para tetua
dari berbagai partai maupun golongan." Jawab Bee Tie
cepat. Bee Tie setelah memberi beberapa pesanan lagi yang
perlu-perlu, lalu pergi meninggalkan kota Lok-yang.
Sekeluarnya Bee Tie dari kota Lok-yang puncak gunung
Kieling yang menjulang tinggi tampak berdiri dengan
megahnya disebelah depan. Ia yang masih memikirkan
keselamatan Siauw Beng Eng, 1antas mengambil keputusan
akan pergi keatas gunung tersebut lebih dulu untuk melihat
keadaan. Begitulah ia terus mendaki gunung sampai
puncaknya. Sewaktu Bee Tie menginjakkan kakinya diatas puncak
guuung Kie-ling Ini. dari depan batu aneh macam kepala
minusia, kandangnya si "Putih Kurus" itu, pada bagian
matanya lalu terlihat tembus keluar satu sinar terang. Ia
merasa heran, maka ia segera mengintai melalui lobang
mata tersebut. Ternyata didalam batu aneh itu ada satu ruangan besar
Sekali dengan ditengah tengahnya terletak sebuah meja,
yang juga terbuat daripada batu. Diatas meja batu terdapat
sebuah lampu pelita yang masih berkelik kelik
memancarkan Cahayanya. Dengan meminjam penerangan
sinar lampu tersebut Bee Tie dapat melihat didalam situ ada
dua pintu baru yang tertutup rapat rapat. Kecuali apa yang
dapat dilihatnya ini, sudah tidak ada apa apa lainnya yang
lebih menarik perhatiannya.
Bee Tie mengeluh. Ia menggerutu seorang diri.
Tidak nyana dalam batu ini bisa dibuat ruangan yang
begitu besar. Si setan putih tentu sedang sembunyi dibalik
pintu itu. Dilihat keadaannya, agaknya jalanan kedalam ini
seperti terus menembus kejalan gunung sebelah sana ...
Meski aku bisa masuk kedalam batu macam kepala orang
ini. belum tentu aku bisa mendapatkan dimana tempat
sembunyi si Setan Putih itu, malah jangan jangan aku
sendiri yang nanti terkurung didalamnya dan tentu
urusanku sendiri juga tidak akan beres beres.
Biar bagaimanapun Bee Tie coba memikir, akhir
akhirnya ia kebentur jalan buntu. Akhirnya dari tenang ia
menjadi gusar. Ia lantas mengerahkan tenaga dalamnya dan
lantas menyerang kearah lampu pelita disebelah dalam
ruangan batu itu. Lampu peiita berhasil tertiup padam. Ruangan didalam
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
batu aneh itu telah berubah menjadi gelap gulita.
Bee Tie yang kuatirkan dari lubang "mata" nanti keluar
senjata rahasia secara mendadak cepat cepat ia lompat
menyingkir sambil menunggu reaksinya sekian lama. Tidak
ada gerakan apa apa dari sebelah dalam.
Rupanya lama kelamaan Bee Tie sudah tidak dapat
menahan sabarnya pula, ia lantas maju mendekati tagi
sambil membentak. "Setan Putih! Kalau kau tidak mau keluarkan nona
Siauw awaslah. Nanti kubakar hancur gunung mu ini!"
Didalam batu aneh saat itu terdengar suara berkeresekan
seperti suara bata beradu dengan dinding dari orang yang
bergerak menjauh, tapi setelah itu tidak terdengar apa apa
lagi. tidak ada yang memperdulikan ancaman Bee Tie.
Anak muda ini lalu mengeluarkan seruling hitamnya
yang segera di ketok-ketokkan diatas "kepala" batu aneh itu
dan lalu membentak pula. "Setan putih! Apa kau kira aku tidak bisa bakar habis
sarangmu ini" Kau lihatlah kalau aku sudah hitung sampai
angka sepuluh dan kau tidak menjawab, jangan kau
sesalkan aku Bee Tie nanti akan berlaku tidak pandang
mata lagi kepadamu."
Setelah itu, Bee Tie betul-betul sudah mulai dengan
hitungannya. "Satu ... dua ... tiga ... "
Tidak ada reaksi apa-apa dari dalam. Bee Tie
melanjutkan menghitung. "Empat ... lima ... enam ... tujuh ... "
Masih belum ada suara yang bisa kedengaran.
"Delapan ... sembilan ... "
"Eh! Apa kau benar-benar menantang?" tanya Bee Tie
sengit. Tadi ia dengan sengaja lambat-lambat menghitung, dan
akhirnya, sampai disebutnya angka yang tinggal satusatunya
sebelum yang terakhir, didalam masih tidak
terdengar ada gerakan suatu apa. Ia lalu membentak, tapi
juga tidak digubris. Ia sengaja tidak menyebutkan angka
sepuluh ia terus menantikan adanya suara dari dalam. Tapi
tetap hening. "Hai Setan putih! Kubakar segera sarangmu ini ... "
bentaknya pula. Mendadak terdengar suara halus memotong
pembicaraan Bee Tie selanjutnya.
"Hei! Kau ini siapa" Kenapa datang-datang kau lantas
marah-marah begitu rupa. Aku tidak ladeni kau sudah
bagus. Apa kau belum mau angkat kaki dari sini?"
Bee Tie terkejut. Dengan suara ia balas menanya.
"Kau sendiri siapa" Ada hubungan apa antara kau
dengan si setan putih itu" Hai! Lekas kau suruh si setan
putih menggelinding keluar! Aku minta nona Siauw dari
dia. Kalau tidak hmmm! Hmmm! Apa kau kira aku Bee Tie
mau sudah begini saja" Jangan harap."
Suara halus itu terdengar pula, Sambil terawa merdu
kembali ia berkata! "Aku tidak pernah melihat si setan putih apa si setan
hitam segala, nona Siauw Yung kau sebut tadi juga tidak
ada disini. lebih baik kau cari saja dilain tempat. Barangkali
kau salah alamat." Setelah berkata demikian, ia berhenti sejenak. Lalu
seperti bicra pada diri sendiri kembali suara itu berkata,
suaranya amat perlahan, tapi cukup terang masuk dalam
telinga Bee Tie. "Aneh, sungguh heran! Hari ini orang-orang itu betulbetul
mengherankan sekali. Kenapa begitu banyak orang
yang mencari si setan putih disini" Kenapa rumahku ini
melulu dijadikan sasaran amukan mereka."
Bee Tie agak tergerak hatinya.
"Apa" Kenapa begitu banyak orang mencari si setan
putih," katanya mengulangi ucapan orang dengan suara
halus merdunya di dalam batu aneh itu, suaranya juga
perlahan. Lalu dengan suara keras ia menanya pula.
"Bagimana macamnya orang-orang yang, pernah datang
duluan kemari yang juga mencari si setan putih itu."
Suara halus, yang pasti suara wanita, dari dalam batu
aneh itu segera terdengar menjawab.
"Seorang tua pendek, pendek sekali, seorang pelajar tua
yang terluka pundaknya, aku sendiri ... eeh! ... dan akhirnya
... kau. Apa itu masih kurang cukup banyak?"
Bee Tie yang mendengarkan sudah tentu segera
mengetahui siapa-siapa yang datang duluan itu. Tapi ketika
ia dengar wanita itu juga mau mencari si setan putih, dia
pun merasa heran. Untuk apa dan keperluan apa ia mencari
si "Putih Kurus?" Karena pikirannya ini, maka ia lalu
bertanya lagi. Kalau didengar dari lagu suaramu kau juga tentu bukan
Kong-cu si setan putih itu. Lalu sebenarnya kau ini siapa"
Kenapakau bisa masuk kedalam kamar batu yang ini?"
Suara wanita dari dalam batu aneh itu terdengar pula
yang agaknya tidak sabaran, membentak keluar.
"Kau bocah! Kenapa begitu usilan mau tahu segala
urusan orang" Tidak perlu kau tanya tanya begitu melilit.
Disini sekarang sudah tidak ada urusanmu. Lekas kau
menyingkir! Bereskan urusanmu sendiri!"
"Tidak bisa! Aku harus tahu dulu kau siapa?"
"Bawel! Siapa aku ini, tidak perlu kau tahu sekarang.
Lain waktu pasti kau akan mengerti sendiri siapa aku dan
apa maksudku. Sekarang kau lekas pergi."
Bee Tie merasa gusar. Tapi kalau ia mengingat bahwa
tidak akan ada gunanya berdiam lama-lama menungkuli
orang yang tidak bisa dilihat didalam kamar batu aneh itu,
sedang si Pedang Tumpul yang selang terluka dan Kiauw
Kiu Kong berdua entah sudah pergi kemana, mungkin juga
sudah mendahuluinya maka tanpa mengatakan apa-apa ia
lalu menggerakkan kakinya meninggilkan gunung Kie ling
hendak melanjutkan perjalanannya keatas gunung Hoa-san.
Begitulah, semalaman suntuk Bee Tie berlari larian
menuju kegunung Hoa-san. Selama dalam perjalanan,
pikirannya terus dikerjakan. Kepergiannya si Putih Kurus
tentu ada hubungannya dengan urusannya sendiri. Tidak
salah kalau Khang Yung, si pengemis yang pernah
mengatakan padanya bahwa diatas gunung Hoa-san banyak
kedatangan orang orang dari berbagai macam golongan.
Kalau ia memikir demikian lantas ia mempercepat
langkahnya langsung menuju keatas gunung Hoa-san.
Petang hari pada hari keduanya Bee Tie sudah memasuki
kota Leng-po. Ia beristirahat sebentar dalam kota ini dan
disini juga ia mengisi tempat mngsum keringnya untuk
bekal dua hari perjalanannya. Dan pada malam itu juga ia
lalu melanjutkan perjalanannya.
Keesokan harinya pada hari ketiga, pagi-pagi sekali Bee
Tie sudah sampai diperbatasan kota Lu-ting-koan.
Jalan-jalan diluar kota ini masih sepi tidak ada orang
yang lalu lalang. Sesampainya Bee Tie dibawah benteng kota tersebut
yang pintu gerbangnya masih tertutup rapat, kedua
penjaganya juga agaknya sedang mengantuk sekali,
memejamkan matanya ditempat jaganya masing-masing. Ia
tidak mau mengusik mereka, maka ia lalu mengambil jalan
mutar sedikit, lalu berhenti untuk berarti apa-apa baginya.
Ia lalu menggunakan ilmu Bangau menerobos langit,
dengan badan agak diluruskannya sudah naik keatas
benteng kota. Sesampainya ia di atas, dilihatnya ada seorang pengemis
yang sedang tertawa tawa sambil menatap wajahnya.
Kiranya, ketika tadi Bee Tie sedang berdiri dibawah
tembok kota, pengemis itu sedang duduk diatas tersebut,
yang begitu melihat Bee Tie melesat keatas ia sendiri
dengan memperlihatkan gerakannya yang indah luar biasa
sudah meninggalkan, melayang turun kebawah lain bagian.
Bee Tie yang melihatnya sampai dibikin kesima. Ia
berdiri menjublek diatas tembok kota itu untuk sesaat
lamanya. Tiba-tiba satu perasaan yang ingin menang sendiri
timbul dalam hatinya. Ditambah lagi karena tersurung oleh
rasa ingin tahu, maka ia juga lantas lompat turun kebawah
tembok benteng dilain bagian, terus mengejar pengemis itu.
Begitulah dua orang tersebut lari berkejar kejaran. Bee
Tie yang telah mengerahkan seluruh kepandaian lari
pesatnya, namun setelah sekian lama berkejar kejaran
ternyata masih belum mampu ia menyandak pengemis
didepannya itu yang membuat hatinya panas ialah, tiap kali
ia mengejar sangat pesat, pengemis itu lari lebih cepat tetapi
mana kala ia mengendurkan langkahnya seolah-olah
mempunyai mata yang tumbuh dibelakang kepalanya,
pengemis itu pun turut berlari perlahan.
Bee Tie mengejar lebih cepat. Dan orang itu pun
melayang lebih jauh. Mereka terus berlarian di sepanjang
jalan didalam kota Lu-tiang-koan tersebut akhirnya
sampailah mereka diluar kota ini. Dari sini pegunungan
Hoa-san tampak terbentang terang dihadapan mata. Dan
sebentar kemudian mereka yang berlarianpun sudah
memasuki daerah pegunungan.
Bee Tie menjadi sibuk juga karena masih tidak dapat
menyusul orang tadi. maka ia lalu menambah lagi
kecepatan larinya, tapi selewatnya dua tikungan berikutnya,
betul-betul ia sudah kehilangan jejak si pengemis yang
dikejar-kejarnya itu. Bee Tie mulai mengendurkan larinya dan menarik napas.
"Apa yang harus kulakukan sekarang?" tegurnya pada
diri sendiri. Memikirkan kejadian yang barusan ia alami berkejarkejaran
dengan orang yang belum di kenalnya, dengan tidak
ada gunanya sama sekali membuat ia seperti orang miring,
ketawa ketawa sendiri, ia segera berhenti dan mendongak
mengawasi angkasa yang kini sudah agak terang
keadaannya. Melihat itu, ia menjadi tertawa sendiri, ia telah
berlari larian sepanjang hari, tentu akan merasa lelah juga.
Apalagi mengingat bahwa keesokan harinya ia akan
mengunjungi ke lenteng Cee tian-koan digunung Hoa-san
untuk pertama kalinya, yang entah bagaimana pula
perlakuan mereka nanti disitu. Kalau tidak menggunakan
waktu istirahat saat itu. mau tunggu kapan lagi untuk ia
dapat mengaso secukupnya.
Beginilah dengan adanya pikiran denikian, Bee Tie
lantas mencari suatu tempat yang agak sepi untuk
bersemedi sekalian beristirahat.
Sebentar saja pikirannya terasa sudah mulai jernih
kembali. Tindakan kaki orang, kalau baru sejarak seratus
kaki saja jauhnya, masih dapat terdengar jelas olehnya.
Justru pada waktu itulah ia mendengar suara tindakan
kaki dua orang dari jauh yang tengah mendatangi tempat ia
bersemedi. Terdengar pula salah satu diantaranya, yang
ternyata adalah suara seorang wanita berkata.
"Giok moay, lebih baik kita lekas-lekas kembali saja
Encie marah marah kalau tahu perbuatan kita sekarang ini."
Orang yang dipanggil Giok-moay tadi terdengar suara
tertawanya "Jing-cie, apa kau takut pulang sendiri?" tanyanya setelah
merasa puas tertawa! Wanita yang pertama yang dipanggil "Jing-cie", saat itu
kedengaran pula suaranya menghela napas. Ia juga lalu
berkata pula. "Bukan begitu kau tentu sudah tahu sendiri sifatnya encie
kita yang gampang marah marah, apalagi sekarang ini
kepandaian kita masih kalah jauh daripadanya, bagaimana
nanti kalau dia marah pada kita dan memukul kita" Apa
kita bisa melawan dia ..." Giok-moay, sebaiknya kau ikut
aku kembali saja. pulang, sama-sama. Marilah."
Bee Tie yang mendengarkan mereka dari jarak jauh, lagilagi
merasa heran karena yang datang sekarang, lagi-lagi
wanita. Dari mana datangnya sebegitu banyak kaum hawa
digunung Hoa-san ini" Kalau didengar dari lagu
pembicaraan mereka berdua, terang rumah mereka tidak
janh dari sini. Apa mungkin disekitar gunung Hoa-san ini
sudah didirikan perkampangan baru?"
Ia lalu mengarahkan pandangan matanya ketempat dari
mana datangnya suatu percakapan tadi, dan segera dapat
dilihatnya dua orang wanita muda yang mengenakan
pakaian serba putih kedu-duanya, mereka itu sedang
berjalan mendatangi dengan tindakan kaki Sangat perlahan.
Cepat-cepat ia bersembunyi untuk mendengarkan lagi
pembicaraan mereka lebih lanjut.
XII. HOA-AAN CEE-THIAN KOAN.
BARU saja Bee Tie selesai memernahkan dirinya,
mendadak dilihatnya sesosok tubuh manusia berkelebat
cepat tidak jauh disebelah depan dari tempat
persembunyiannya, juga dekat dengan tempat mereka,
kedua wanita muda tadi berjalan. Orang baru ini lantas
berkata kepada mereka dengan suara nyaring, "Eh, kalian
datang dari mana" Apa kalian cuma berdua saja" Apa
kalian tidak takut nanti ada binatang liar yang sering lewat
di tempat semacam ini menggangu kalian?"
Dua wanita muda itu agaknya merasa terkejut. Mereka
sagera menyingkirkan diri dari depannya orang yang baru
datang ini. Bee Tie melihatnya lantas sudah seperti terbakar hatinya,
matanya berapi-api merah membara.
Kiranya, orang yang baru datang ini bukan lain daripada
Lee Thian Kauw sendiri, musuh besar ayahnya juga musuh
dirinya sendiri. Kembali dua bayangan tampak berkelebat mereka ini
juga mendatangi ketempat tersebut Begitu sampai, salah
seorang diantara mereka lantas membentak kepada Lee
Thian Kauw. "Lee Thian Kauw! Kau ada pikiran busuk apa lagi" Kau
mau bikin apa terhadap nona-nona ini?"
Dan kedua orang yang datang paling belakangan ini
ternyata adalah Go-tong Sin-kho dan Siauw Beng Eng.
Bee Tie yang sedianya hendak keluar urung
memperlihatkan diri.
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Lee Thian Kauw juga mengawasi janda cantik itu sambil
membelalakkan matanya, lalu balas membentak.
"Hong Wie! Apa maksudmu dengan kata-kata itu" Baru
saja aku dengan susah payah bisa merebut kembali puteri
tunggalmu itu dari tangannya si "Putih Kurus", kenapa
sekarang kau sudah mau cari gara gara lagi" Apa kau kira
aku gampang-gampang saja mau kau bentak-bentak" "
Go-tong Sin-kho keluarkan suara dihidung. Ia segera
berkata lagi. "Hm! Dua nona ini lagi jalan sendiri dan tentu perlu
dengan urusannya sendiri. Apa hubungannya antara Kau
dengan mereka" Dasar buaya tua! Ayoh lekas kembali ke
pulau Go-tong. Lee Thian Kauw tertawa berkakakan, Rupanya ia juga
tidak mau kalah tarik urat.
"Go-tong Sin-kho yang sudah kenamaan ini tidak
tahunya cuma sebegini saja tersohornya. Apa tidak tahu
kau sudah begitu tua masih mempunyai perasaan yang
bukan bukan" ... Eh! Kepulau Go-tong pasti kita pergi. Tapi
kau janganlah terlalu cepat cemburu dulu. Apa kau sudah
lupakan itu ilmu simpanan Hoa-san-pay yang disebut Kiuteng
Cin-keng itu" Mari kita kerja dulu! Urusan pulang
nanti belakangan kita bicarakan lagi.
Itu dua, orang wanita muda baju putih menggunakan
kesempatan selagi mereka itu bicara enak-enaknya, lantas
lompat dan menyingkir sebentar saja mereka sudah lari jauh
dari tempat itu. Lee Thian Kauw baru saja menggerakkan sedikit
pundaknya dengan maksudahendak mengejar dua wanita
muda itu, tiba-tiba telah di hadang oleh Go-tong Sin-kho
yang besar cemburunya. Janda cantik ini dengan suara keras memberi peringatan
padanya. "Lee Thian Kauw, awas! Aku tidak suka orang laki-laki
yang batinnya bercabang dua! Kalau kau pergi menyusul
mereka lebih baik aku pulang sendiri saja kepulu Go-tong."
Lee Thian Kauw lantas memperlihatkan sikap macam
orang habis daya, dengan lagi suara yang lemah lembut ia
berkata. "Hong Tie, bukan itu maksudku. Dua perempuan tadi
kenapa bisa ada disini. Apa itu bukan aneh sekali" Apalagi
mengingat ilmu mengentengi tubuh mereka itu begitu
sempurra, apa kau tidak ingin tahu asal usul mereka.
Siapa yang punya waktu begitu banyak buat usilan!
Uturan kau sendiri masih belum beres apa apa lalu kau mau
urus-urusan orang lain dulu?"
Sebentar saja lenyaplah dua wanita muda baju putih tadi
dari pandangan mata mereka. Bee Tiepun memperhatikan
mereka sampai menghilang dikejauhan.
Lee Thian Kauw dengan terpaksa dan apa boleh buat,
hanya mengawasi saja berlalunya mereka sambil unjukkan
sikap nyengir kudanya. Lalu sambil mengulurkan tangan
kanannya ia menggandeng lengan Go-tong Sin-kho dengan
laku seperti orang sangat menyayang sekali. Tidak iama
setelah itu tangannya yang lainpun lantas diulurkan hendak
menuntun Siauw Beng Eng, anak tirinya.
Akan tetapi, Siauw Beng Eng rupanya segan bersentuhan
tangan dengan orang she Lee itu, nona ini cepat-cepat lari
menyingkir dari cekalan orang tinggi besar ini. matanya
dipelototkan. Bee Tie terus menyaksikan semua adegan dari tempat
sembunyinya, ia sudah lantas dapat mengambil kesimpulan
bahwa Siauw Beng Eng berlaku begitu tanpa mengeluarkan
sepatahpun kata-kata makian, tentu karena urat gagunya
sudah tertotok, hingga nona ini hanya dapat menyingkir
saja tanpa memaki orang "cabul* baginya ini.
Dalam hatinya diam-diam Bee Tie berpikir.
"Aku harus berusaha dan mesti bisa berdaya menolong
cepat adik Siauw dari cengkeraman orang tidak tahu malu
itu. Sayang kepandaianku tidak cukup tinggi, tapi biarlah.
Aku mau pakai lain daya. Masakan mereka selamanya
tidak akan mencar" Yang paling baik, dari sekarang ini aku
harus menguntit mereka kemana saja mereka pergi. Sambil
berjalan aku mau cari kesempatan baik. Pasti ada sesaat
mereka lengah. Lee Thian Kauw melihat Siauw Beng Eng masih belum
mau tunduk, lantas membiarkan saja nora cantik ini, tapi
tangan kanannya masih tetap menggandeng lengan Go-tong
Sin-kho, mereka berdua lalu berjalan lebih dulu
meninggalkan Siauw Beng Eng sendiri.
Matahari fajar telah memancarkan cahayanya yang
terang menerang ! Dari tempat agak jauh tampak tiga puncak gunung Hoasan.
Bee Tie yang sedang berpikir pikir dipuncak mana nanti
ia bisa menemukan kelenteng Ciee Thian-koan mendadak
melihat tiga sinar kuning berkeredepan, menyambar tepat
kearah badan ketiga orang dalam rombongan Lee Thian
Kauw yang sedang enak-enaknya berjalan.
Bee Tie yang setiap saat memikirkan keselamatannya
Siauw Beng Eng, hampir saja menjerit dan hendak segera
memberikan peringatan padanya, tapi datang ia segera ingat
bahwa sekarang bukan saatnya ia harus turun tangan disini,
saat itu juga Lee Thian Kauw sudah mengebutkan tangan
bajunya yang lebar gerombongan. menyampok jauh tiga
benda dengan warna kuning emasnya tadi.
Tidak lama dari sebelah depan mereka terdengar suara
pujian yang amat nyaring.
"Kepandaian yang sungguh sempurna! Bagus sekali cara
kau menyambuti senjata rahasiaku."
Bee Tie yang mendengar suara itu adalah suaranya Kimcoa
Sin-lie. Maka semangatnya sudah terbangun kembali.
Dalam hati diam-diam ia berpikir.
"Biarlah mereka saling baku hantam sendiri, nanti aku
yang akan memungut hasilnya. Saat baik, saat baik!
Ia sangat mengharapkan dua jago itu bertempur seru
seketika. Kim-coa Sin-lie kembali perdengarkan suara tertawanya
yang garing merdu. "Sekarang sambutlah ini!" serunya tiba-tiba. Berbareng
pada saat itu, ratusan jarum beracun dengan sinarnya yang
berkeredepan meluncur turun seperti hujan ditumpahkan
dari langit, bertebaran luas ditengah udara, mengaung
diatas kepala Lee Thian Kauw.
Jago Thian-san lantas mengelurkan suara geramnya yang
hebat sambil memutar mutarkan kedua belah lengan
bajunya ia menyampok jatuh semua jarum jarum beracun
yang dilepaskan oleh Kim-coa Sin-lie.
"Sungguh lihay, sungguh indah! Baru sekarang aku bisa
ketemu lawan tangguh seperti kau ini." puji Kim-Coa Sinlie
kembali tapi. lagi lagi ia sudah menggerakkan tangannya
yang lantas terayun kembali senjata istimewanya.
Ketika itu, jarum jarum beracun yang barusan dilepaskan
telah dipukul jatuh semua, tapi Lee Thiau Kauw masih
tidak berhenti menyampok nyampok terus lompat sana lari
sini hingga batu dan poboh pohon kecil pada beterbangan
terkena sambaran angin yang keluar dari tangannya jago
ini, kemudian sambil mengejek ia berkata.
"Ouw" Kiranya kau! Apa cuma sebegitu saja
kepandaian Kim-coa Sin-lIe-yang kenamaan itu?"
Bee Tie yang menyaksikan dibuat kesima. Kini
dilihatnya dua ular emas kecil mungil sedang berputar
putarau mengelilingi dirinya Lee Thian Kauw yang lama
kelamaan kelihatan orang she Lee ini mulai tidak berdaya.
Gerakan ular ular kecil itu demikan lincahnya hingga
pukulan pukulan Lee Thian Kauw tidak pernah sekali
menyentuh tubuhnya. Bee Tie bergidik kalau memikirkan kembali bagaimana
jikalau didalam kota Lok-yang tempo hari ketika ia
bertempur dengan Kim-coa Sin-lie dan nona ini melepaskan
ular emas kecil yang sangat berbisa ini" Lee Thian Kauw
sendiri, yang begitu lihay, masih tidak mampu melawannya
dan tidak berdaya menghadapinya. Api lagi ia yang
kepandaiannya masih belum sempurna betul. mana ia
mampu bertahan lama seperti saat ini orang she Lee ini bisa
bertahan" Tiba-tiba terdengar suara teriakannya Lee Tian Kauw.
"Hong Wie, lekas pinjamkan aku pedangmu!"
Go-tong Sin-kho, yang menyaksikan juga semua
kejadian tersebut, seketika itu berubah wajahnya menjadi
pucat pasi, hingga lupa ini untuk turun tangan memberi
bantuan pada si "suami". Maka begitu mendengar
teriakannya Lee Thian Kauw, baru ia tersadar dari
kelalaiannya. Cepat cepat ia meloloskan pedang segera
dilemparkan pada Lee Thian Kauw.
Lee Lhian Kauw dengan beruntun delapan kali
mengeluarkan serangan serangan pukulannya ketubuh dua
ular emas kecil yang masih tetap beterbangan itu, ia
bermaksudahendak memaksa ular ular itu menjauhkan diri
dan ia berhasil sementara. Ia lalu hendak menyambuti
pedang yang diberikan oleh Go-tong Sin-kho.
Tapi, tepat paja saat itu, tiba-tiba tampak lagi satu
bayangan garis panjang berkelebat cepat, pedang Go-tong
Sin-kho sudah tergulung pergi, tidak sampai kena
tertangkap oleh Lee Thian Kauw, Adapun kejadian
sebenarnya, Kim-coa Sin-lIe-yang melihat Go-tong Sin-kho
meloloskan pedang dari serangkanya, segera ia
mengeluarkan pecut panjangnya. Dan kemudian ketika Gotong
Sin-kho melemparkan pedang ini untuk dipinjamkan
kepada Lee Thian Kauw, berbarengan juga saatnya ia
memapaki pedang yang sedang meluncur ditengah jalan itu.
hingga akhirnya pindahlah pedang lawan dalam tangannya.
Belum pernah Lee Thian Kauw mendapat penghinaan
macam hari ini. maka rasa gusarnya sudah dapatlah kita
bayangkan sebelumnya. Seperti orang yang sudah kalap ia
memukul ke sana menyerang kemari sekenanya. Tapi oleh
karena perbuatannya ini pulalah maka ia tidak dapat
membikin sasarannya dengan tepat lagi dan sang ular
dengan seenaknya juga dapat lompat ke sana menyambar
kemari menyerang sekitar badannya Lee Thiar Kauw.
Go-tong Sin-kho yang melihat suaminya berada dalam
keadaan sangat berbahaya, lantas ia menubruk dan
menyerang Kim-coa Sin lIe-yang menjadi biang kekacauan,
ia menyerang secara membabi buta!
Kim-coa Sin-lIe-yang sedang tertawa cekikikan sampai
lupa bahwa disampingnya Lee Thian Kauw sudah pasti ada
Go-tong Sin-kho maka tanpa ampun lagi ketika diserang
secara mendadak dengan telak badannya terkena pukulan
serangan sang lawan sehingga terpentallah ia sampai sejauh
dua tumbak dari tempat berdiri dirinya tadi.
Dilain pihak, Go-tong Sin-kho yang sangat membenci
wanita lawannya ini, segera maju mendesak hendak
menyerang pula. Sedianya ia hendak menamatkan riwayat
hidupnya wanita tersebut yang pada anggapannya adalah
seorang wanita centil genit yang hendak mengganggu
suaminya, tapi belum lagi ia turun tangan dibawah kakinya
ada sepasang ular berbisa yang sedang pasang aksi sudah
akan segera menyerang dirinya, hampir saja ia menjadi
mangsanya ular itu. Untunglah pada saat segenting itu tibatiba
Lee Thlan Kauw memberikan pertolongannya, tepat
dapat menyerang dua ular tersebut, hingga ular-ular ini
terpaksa kena kepukul mnndur untuk sementara.
Go-tong Sin-kho sudah pucat pasti wajahnya. Cepat
cepat ia menarik diri, batal mengirim serangan mautnya
terhadap Kim-coa Sui lIe-yang sedang terluka.
Sewaktu ia sadar kembali dan membuka matanya
ternyata Kim-coa Sin-lie sudah tidak ada di depan matanya,
Wanita ini sudah kabur sipat kuping entah kemana.
Masih untung pedangnya tidak sampai kena terbawa
pergi, maka Go-tong Sin-kho lalu memungut kembali
senjatanya itu dan dengan pedangnya ini ia sudah berhasil
menabas kutung salah satu ular emas beracun itu.
Ular yang satunya lagi, begitu melihat gelagat tidak baik,
segera menggeleser pergi menyusul majikannya, lenyap
diantara rumput-rumput tinggi yang banyak terdapat di
sekitar tempat itu. Go-tong Sin-kho lantas menghampiri Lee Thian Kauw
yang masih berdiri menjublek. Dengan suara yang
menyatakau kemesraannya ia menanya.
"Apa kau tidak kena gigitan ular jahat si genit itu?"
Lee Thian Kauw segera menjawab.
"Tidak. Aku tidak apa-apa, istriku yang manis ... Tapi ...
Tapi ... " "Tapi apa?" "Hong-wie, anakmu lagi lagi kena di bawa kabur oleh si
bocah itu." Katanya sambil menghela napas panjang.
Go-tong Sin-kho yang mengira Kim-coa Sin-lIe-yang
berbuat, hatinya sangat cemas, kakinya terasa lemas.
Dengan gemetaran ia cepat cepat menanya.
"Siapa ..." Oh! ... Si ... Apa" ... Siapa bocah itu?"
"Bocah itu, ya bocah itu. Siapa lagi kalau bukan bocah
itu." "Siapa sih sebetulnya. Bocah itu, yang kau maksudkan"
Lekaslah kau katakan namanya."
"Yah. Si bocah Bee Tie dengan sendirinya. Siapa lagi
kalau bukan dia" Hmn! Kalau lain kali dia ketemu aku
hmm" Hmm! Tidak nanti dia bisa lolos lagi dari tangan
kematianku. Dia pandang aku orang she Lee ini orang
tuacam apa yang boleh sembarang dibuat permainan?"
Lee Thian Kauw bicara itu sambil berjingkrak-jingkrak
macam cacing kena siraman air panas. Ia merasa gemes
sekali karena sudah mengalami kekalahan sampai dua kali
berturut-turut, dari Kim-coa Sin-lie dau Bee Tie.
Go-tong Sin-kho yang mendengar disebutnya nama Bee
Tie agak lega juga rasa hatinya, karena ia tahu betul tidak
mungkin Bee Tie akan mengganggu jiwa wanita puteri
tunggalnya, tidak demikian halnya kalau sang puteri sampai
kena tertangkap dan dibawa kabur oleh Kim-coa Sin-lIeyang
kejam dan telengas, entah apa jadinya nanti.
"Ah! Lagi lagi dia ... lagi lagi ... dia ... " katanya dengan
suara perlahan sambil menghela napas panjang pendek.
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian ia menengok kearah Lee Thian Kauw, sang
suami, dan padanya ia lalu menanya.
"Apa kau bisa tebak Eng Jie dibawa ke mana oleh bocah
she Bee itu?" Lee Thian Kauw geleng-gelengkan kepala.
"Aku tidak tahu, mana aku tahu ... Bee Tie mengaku
dirinya sendiri ketua Hoa-san-pay yang kedua puluh enam.
Mungkin sekali ia sekarang sedang menuju kekelenteng
Ciee thian koan diatas gunung Hon-san. Tapi aku tahu
betul kelenteng Ciee-thian-koan telah dikuasai oteh tiga
orang Susioknya Cie Gak, maka meski Bee Tie betul pergi
kesitu, tidak mungkin ia tidak diusir oteh mereka.
Go-tong Sin-kho agaknya sudah tenang kembali
pikirannya, ia kemudian berkata.
"Mari cepatan kita susul mereka! Kalau betul betul
bocah she Bee itu naik ke atas gunung Hoa-san, apa tidak
lebih baik kita sekarang juga ke sana lebih dulu?"
Lee Thian Kauw memandang wajah kekasihnya
sebentar, lalu berdua mereka lantas meninggalkan tempat
berkesan itu. naik ke atas puncak gunung yang letaknya
ditengah-tengah dari tiga puncak, dipegunungan Hoa-san.
Sebentar saja lenyaplah bayangan mereka berdua
diantara jalan pegunungan yang sempit dan berliku-liku.
Ternyata. Bee Tie yang telah menggunakan kesempatan
selagi Lee Thian Kauw sedang terkurung oteh dua ular
emasnya Kim-coa Sin-lIe-yang lihay tadi. segera keluar dari
tempat sembunyinya, lalu sambil membelalakkan matanya,
ia menatap wajah Lee Thian Kauw lebih dulu, setelah itu ia
lantas mengangkat tubuhnya Siauw Beng Eng yang segera
dipondong pergi dari tempat pertempuran itu.
Dilain pihak, Siauw Beng Eng yang melihat
kedatangannya Bee Tie, merasa terlalu girang hatinya,
sampai ia melompat lompat ia masih belm bisa bicara, yang
dengan cepat telah dibuka totokan jalan darahnya oleh
pemuda kita. Setatah mereka kabur jauh. Siauw Beng Eng baru berani
menceritakan semua pengalamannya.
Ternyata, sejak ia dibawa kabur oleh si Putih Kurus
orang tua kurus ini karena merasa agak takut akan terjadi
suatu apa atas dirinya si nona, bagaimana yang harus kita
mempertanggung jawabkanya kepada si Go-tong Sin-kho
segera ia mengobati luka luka dalamnya nona ini sehingga
sembuh betul. Dan pada hari berikutnya setelah nona Siauw
ini sembuh, bertemulah si "Putih Kurus" ini dengan itu
enam orang imam (tosu) durhaka yang telah menghianati
Cie Gak, suheng mereka sendiri, atau yang merangkap
gurunya Bee Tie, jelasnya mereka telah menghianati
perguruan sendiri, lalu mereka bersama-sama dengan si
"Putih Kurus" ini dengan masih tetap membawa-bawa
dirinya Siauw Beng Eng berangkat keatas gunung Hoa-san.
Akan tetapi, ketika mereka sedang bercakap cakap
dengan tiga tosu (imam) tertua digunung ini, tiba-tiba Lee
Thian Kauw dan Go-tong Siu kho datang dan akhirnya
setelah terjadi pertempuran sengit, berhasil juga Siauw Beng
Eng dibawa oleh ibu serta ayah tirinya ini yang terus
dibawa sampai ketempat kejadian barusan atau lebih tepat
lagi sampai kini ia dibawa oleh Bee Tie.
Bee Tie yang mendengarkan penuturannya Siauw Beng
Eng, sambil kerutkan kening ia berkata.
"Adik Siauw, dari mana lagi keluarnya itu tiga tosu tua
yang kau sebutkan tadi" Siapa-siapa adanya mereka bertiga
itu" Apa kau tahu asal usulnya masing-masing."
Siauw Beng Eng yang tahu bahwa anak muda
penolongnya ini mempunyai hubungan baik dengan Hoasan
pay, maka lantas ia memberi semua penjelasannya yang
ia tahu, katanya. "Menurut pendapatku, tiga orang tuso tua itu sangat
sukar ditandinggi. Mungkin juga mereka itu yang telah
mengoyok oyok enam Suteenya, Cie Gak Cianpwee sampai
mereka berani berlaku kurang ajar terhadap suhengnya
sendiri, mengejar-ngejarnya terus sampai diatas puncak
gunung Kie-ling ... Maka, kalau kau mau pergi ke Ceethiaukoan, hati hatilah terhadap mereka bertiga itu.
Bee Tie menjadi gemas juga mendengar keterangan nona
cantik ini. lalu dengan suara gemetar bahna gusarnya ia
berkata. "Suhu telah melepas jabatan ketua partai dan secara
resmi diberikan kapadaku. Dengan hak apa mereka
membantah keputusan suhu dan berani juga memilih ketua
baru" Apa betul mereka tidak mau bahkan aku sebagai
ketua partai mereka?"
Waktu itu, hari masih pagi benar. Hawa daerah
pegunungan masih diselubungi kabut tebal.
Samar samar terlihat sembilan tiang yang menjulang
tinggi melebihi tingginya puncak gunung yang berada
didepannya. Hatinya Bee Tie menjadi tergerak oleh kata-kata masa
peralihan jabatan ketua partai Hoa-san-pay.
Sembilan tiang batu beterbangan melewati puncak
pegunungan. Butiran air sungai berkumpul menyaingi awan biru.
Diatas puncaknya tiga gunung yang ada di depannya kini
bukankah terlihat nyata tiang-tiang yang melebihi gunung
tingginya" Kalau dihitung jumlahnya tiang tiang tadi,
bukankah semuanya itu memang berjumlah sembilan buah"
Saat mana bayangan sembilan tiang batu tadi yang
kelihatan yang belum lama berselang berbaris dengan
rapihnya tampak sebagai suatu garis lurus, tapi kemudian
tiba-tiba garis lurus itu berubah menjadi bentuk empat
persegi, yang mencakup barisan rapih tiga kali tiga bentuk
segi empat ini telah berubah pula menjadi bentuk lingkaran
akan kemudian lingkaran ini berubah pula menjadikan
suatu gambaran kembang yang besar!
Bee Tie tergerak hatinya dan menanya kepada Siauw
Beng Eng. "Apa tiga puncak gunung-gunung didepan kita itu
semua bernama gunung Hoa-san.
Siauw Ben Eng mengangguk-auggukkan kepala.
"Dan puncak yang disebelah kanan itu apa namanya."
"Itu adalah puncak gunung Kiu teng hong dari
pegunungan Hoa-san yang kenamaan. Sebetulnya kau
sudah harus tahu nama satu-satunya dari ketiga puncak itu.
"Apa kau pernah pergi kepucaknya gunung Kiu-tenghong
itu?" Ya. pernah. Ketika si "Putih Kurus" untuk pertama
kalinya naik keatas pegunungan Hoa-san itu, ia pernah
mengajak aku kesitu. Tapi kecuali sembilan tiang batu yang
bentuknya teratur rapih itu, yang lain tidak menarik
perhatianku." "Aaa ... " seru Bee Tie, suaranya agak tertahan, ia segera
memandang lagi ke atas puncak yang dinamakan Kiu-tenghong
tadi. Tiba-tiba matanya terasa seperti berkunang kunang,
ditempat jatuh diatas gunung tersebut dilihatnya seperti ada
bayangan joli yang sedang diGo-tong naik keatas puncak itu
dengan kecepatan luar biasa dan sebentar kemudian
bayangan itu sudah lenyap kembali ditelan kabut kabut pagi
yang tampak menebal di sekelilingnya.
Bee Tie yang melihat kejadian ganjil itu. lantas pergi
meninggalkan Siauw Beng Eng tanpa ia sendiri engah, ia
terus lari menuju ketempat dimana ia melihat bayangan joli
tadi. Siauw Beng Eng yang melihat kelakuan Bee Tie menjadi
agak heran. Sambil mengejarnya juga ia bertanya dari
tempat yang agak jauh. "Bukankah kau tadi katanya mau
pergi ke Cee-thian-koan" Cee-thian-koan itu terletak diatas
puncak gunung yang di tengah tengah. Kenapa sekarang
kau ambil jalan kanan yang menuju ke puncak gunung Kiutenghong?" Bee Tie agaknya tidak sempat menjawab pertanyaan
sang kawan, ia menambah kecepatan larinya, dengan terus
diikuti oleh Siauw Beng Eng dari sebelah belakang.
Sebentar saja mereka telah berjari-larian jauh dari tempat
tadi dan akhirnya samar samar Bee Tie dapat mendengar
suaranya air sungai yang mengerucuk, hatinya menjadi
lebih tertarik lagi. Tidak lama mereka berlari lagi ke depan. Terlihat satu
sungai kecil yang mengalirkan airnya yang jernih bening.
Disini Bee Tie diam terlongong-longong. Agaknya kagum
melihat pemandangan disekitar tempat itu. Pemandangan
yang indah permai, air sungai yang mengalir jernih,
jembatan kuno yang indah bangunannya, dan lain lain yang
bisa membawa kesan bagi setiap pengunjung tempat itu.
tapi apa yang sedang dipikirkan oleh Bee Tie ternyata
bukanlah itu semua ia agaknya disini sedang merenungkan
sesuatu apa yang lebih ganjil dari pada semua
pemandangan indah disitu.
Siauw Beng Eng yang melihat kawannya ini sudah
seperti hilang ingatan lantas menanya lagi.
"Eh. engko Bee kau sedang pikirkan apa?"
Bee Tie seperti baru sadar dari lamunannya, sambil
tertawa segar ia balas menanya.
"Apa dari sana kau tidak lihat disini tadi ada satu joli
yang sedang diGo-tong naik dengan cepat. Aku tadi lihat
joli itu diGo-tong kemari. Aku pasti tidak salah lihat!
Sekarang kemana lagi larinya?"
"Apa" Joli" Aku tadi tidak lihat apa-apa. Siapa sih yang
mampu naik joli, apalagi mengGo-tongnya naik keatas
gunung Hoa-san yang sukar didaki itu" Apa kau tidak salah
lihat?" "Tidak, sungguh !"
Bee Tie lalu memandang ketempat seputarnya, dengan
suara menyatakan ketidak percayaannya ia lalu berkata
pula. "Apa mungkin joli itu tadi sudah meninggalkan puncak
Kiu-teng-hong ini" Adik Siauw, marilah kita pergi kesana
itu, ke tempat yang ada sembilan tiang batu besarnya itu.
dan dari sana baru nanti kita pergi ke Cee-thian-koan.
Rasanya itu masih belum terlambat. Apa kau setuju?"
"Itu sih tetserah padamu, kalau mau kau boleh pergi, aku
cuma bisa ikut kau saja?"
Begitulah, setelah melompati sungai kecil yang airnya
jernih sekali tadi, mereka lalu meneruskan perjalanannya
hendak mendaki puncak gunung Kiu-teng-hong.
Sesampainya mereka disana. betul saja terlihat itu
sembilan tiang batu yang besar besar kini tampak terpetanya
seperti menuruti gambar Patkwa.
Bee Tie yang pernah mendapat pelajaran dari apa yang
disebui Patkwa itu, dengan segera lompat keatas salah satu
tiang batu dari sembilan tiang batu disitu.
Tiba-tiba mata anak muda ini terbelalak.
Disitu, diatas tiang batu yang dinaikinya itu, samarsamar
dapat terlihat seperti ada beberapa tapak kaki. Ia lalu
menjerit keras. Segera juga ia meneriaki Siauw Beng Eng
tapi nona ini agaknya tidak mengerti apa maksud perbuatan
pemuda itu. Kembali Bee Tie memanggil.
"Adik Siauw, coba tolong kau periksa apa diatas tiang
batu dekat tempatmu situ ada juga tanda-tanda tapak kaki
orang?" Siauw Bang Eng yang mendengarnya, cepat cepat
lompat naik keatas tiang lainnya yang paling dekat dengan
dirinya. Tidak lama ia memeriksa, akhirnya terdengar ia berseru.
"Ya, betul! Disini juga ada! Tapi sedikit samar-samar."
Bee Tie mendengarnya menjadi kegirangan bukan main.
Rupanya ia telah mendapatkan sesuatu apa yang sangat
penting. Ia lalu melompat dari tiang yang satu ke tiang yang
lain dan seperti pada tiang yang pertama yang dinaikinya,
tiang kedua inipun serupa, ada tanda tapak kaki yang
tampak samar-samar. Ia berpikir sebentar kemudian berkata
sambil ketawa bekakakan. "Hai! Ini tentu itu ilmu yang dinamakan Lu lim Kiekang.
Kenapa anak murid Hoa-san-pay sedari dulu tidak
ada yang tahu ini. Ah! Percuma saja kalau begitu mereka
menjadi anak murid Hoa-san-pay, mereka tidak pernah
menyelidiki barang barang peninggalan para leluhurnya.
Ia berhenti bicara sebentar kemudian berkata pula.
"Adik Siauw. coba kau perhatikan tapak kaki
ditempatmu itu." Lalu ia sendiri lebih dulu berjalan mengitari tiang batu
yang diinjaknya ia terus berjalan dengan mengikuti tapak
tapak kaki tadi. berjalan berputar putaran.
Siauw Beng Eng yang melihat kelakuan Bee Tie yang
hanya berputar-putaran saja diatas sebuah tiang batu, dalam
herannya segera ia menanya pemuda itu.
"Engkoh Bee, ada apa sih yang kau lihat lebih aneh
disitu?" "Apa disitu kau tidak bisa lihat sendiri keajaibannya"
Perhatikanlah tapak-tapak kaki itu. Coba kau amat-amati
dengan teliti." sahut Bee Tie tanpa ia sendiri menghentikan
gerak kakinya, ia terus lari berputar-putaran. Gerakannya
kian lama kian bertambah kecepatannya, akhirnya ... Srr, Ia
telah melompat dari tiang batunya itu ketiang batu yang
lain dengan melompati dua tiang batu yang letaknya
ditengah-tengah antara kedua tiang bergantian tempatnya.
Tapi dari sinipun tidak lama kemudian ia sudah terbang
pergi lagi dan tahu tahu sudah ada diatas tiang disebelah
kanannya dan pada lain detik sudah berada diatas tiang
batu yang ada di sebelah kirinya.
Siauw Beng Eng yang melihat itu, cepat-cepat lompat
turun kembali. Ia terus memperhatikan kelakuan pemuda
itu, tambah dipikir, tambah bingung pikirannya. Lama
kelamaan ia sudah tidak bisa melihat lagi, bagaimana
caranya Bee Tie bergerak, tahu-tahu sudah berpindahpindah
dari atas tiang yang satu keatas tiang yang lain
dengan sangat cepatnya. Sebentar terlihatlah pemuda itu
menuju ketiang sebelah kiri, tapi tahu-tahu di lain saat
sudah berada ditiang sebelah kanan. Maka dengan perasaan
terheran-heran ingin mengetahui nona ini menanya.
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
-oo0dw0oo- Jilid 10 "ENGKO Bee, apa yang sedang kau Lakukan disitu ... "
Tapi, masih banyak perkataan yang sedianya hendak di
lontarkan sekalian, akhirnya terpaksa ditelannya kembali.
Mengapa" Karena tiba-tiba ia melihat disetiap batang tiang batu
besar ada satu bayangan si pemuda. Terlihatnya seperti ada
sembilan orang yang bernama Bee Tie semuanya diatas
sembilan tiang batu itu. Ia lalu membuka lebar-lebar
matanya, ia mengamat-amati disetiap atas tiang batu itu,
tapi tetap ia tidak bisa membedakan mana Bee Tie yang
sebenarnya dan mana Bee Tie yang hanya merupakan
bayang-bayangnya saja. Bahkan, seringkali ia melihat
semua Bee Tie tiba-tiba lenyap dengan akhirnya seperti
cuma ada seorang Bee Tie, begitupun sebaliknya, dari satu
Bee Tie mendadak saja sudah memencarkan diri tahu-tuhu
menjadi dua Bee Tie diatas dua tiang batu. Ketika nona ini
menegasi dengan lebih seksama, dilihatnya ada tiga
bayangan Bee Tie yang berbareng melompat keatas dan
"Ser" Tiba-tiba ketiga bayangan itu lenyap tanpa bekas dan
tahu-tahu satu Bee Tie sudah hinggap disamping tubuhnya
nona ini, disini pemuda ini lalu menanya.
"Adik Siauw, apa sekarang kau sudah bisa lihat
keanehannya?" "Ya ... ya ... ya ... Aku lihat ... !" jawab Siauw Beng Eng
sambil menganggukan kepala.
Bee Tie yang agaknya masih belum merasa puas dengan
latihannya yang hanya sekali lantas loncat naik lagi
kesebuah tiang batu hendak mengulang lagi pelajarannya.
Sebentar saja diatas sembilan tiang batu itu sudah terlihat
sembilan bayangan tubuh Bee Tie lagi. Bayangan itu kian
lama kian bertambah saja banyaknya, hingga akhirnya
membuat Siauw Beng Eng sama sekali tidak bisa
membedakan mana Bee Tie asli dan mana Bee Tie yang
hanya merupakan bayangannya saja.
Setelah cukup lama sang waktu berlalu, mendadak
tampaknya bayangan-bayangan itu seperti lompat berbareng
keatas, tiba-tiba semua bayangan itu lenyap tanpa bekas
seperti menerobos langit.
Siauw Beag Eng menengok mencari kemana mana, tidak
ada Bee Tie disekeliling tempat situ. Ia merasa penasaran
kembali ia menengok kebelakang. Ternyata entah sejak
kapan Bee Tie sudah ada di belakang dirinya, pemuda ini
sedang tersenyum senyum puas puas sekali agaknya ia
dengan hasil penemuannya yang gemilang.
Siauw Eeng Eng sebentar tampak seperti orang kesima,
tapi sedikit kemudian sudah wajar kembali wajahnya. Ia
lalu menatap wajahnya anak muda kita, begitu juga Bee Tie
sedang memandang pada nona ini. Dua pasang mata saling
beradu, tampak tegas perasaan gembiranya yang terpeta
diatas wajah masing-masing.
Lama mereka lama keadaan serupa itu, tampak
sekelebatan seperti dua sejoli yang sedang dialun gelombang
asmara. Tiba-tiba pada satu saat, Bee Tie dengan air muka
berseri-seri menarik tangan si nona cantik sambil berkata.
"Adik Siauw, mari! Mari kita pergi kekelenteng Cie thian
koan sekarang juga."
Ciee thian koan, adalah kelenteng yang terdapat diatas
puncak gunung Ciee thian-hong diatas pegunungan Hoasan.
Ketempat inilah mereka hendak menuju.
Mendadak terdengar Siauw Beng Eng berkata, jari
tangannya menunjuk kesuatu tempat, katanya.
"Lihat! Apa itu yang tadi kau maksudkan?"
Bee Tie cepat menengok kearah yang ditunjuk, disitu,
samar samar terlihat ada sebuah Joli. joli itu sedang diGotong
pergi dari gunung Kiu-teng-hong dan sedang menuju
ke atas gunung keatas puncak gunung Kin teng hong yang
sedang mereka injak pada saat itu.
Kembali Bee Tie yang lebih dulu angkat kaki seperti
orang terbang ia mengejar kearah perginya Go-tongan joli
itu. dibelakangnya tetap diikuti oleh Siauw Beng Eng.
Muda mudi ini cepat cepat berlari keatas puncak gunung
Cee-Thian-hong, karena saat itu bayangan joli itu
terlihatnya sudah diatas jalan gunung digunung tersebut.!
Sesampainya mereka dibawah puncak gunung ini,
mereka dapat melihat dua orang, yaitu Lee Thian Kauw
dan Go-tong Sing-kho yang kedua-duanya ini juga memang
sedang mendaki puncak gunung, cee thian-hong. Maka
sambil menarik lengan bajunya Siauw Beng Eng, Bee Tie
menanya nona ini. "Adik Siauw, apa betul kau sudah tidak akan pulang lagi
kepulau Go-tong?" cepat Siauw Beng Eng dengan suara
manja menjawab cepat. "Engko Bee. asal aku bisa selalu berada dengan kau saja,
sudah cukup rasanya terhibur hatiku, kemana kau pergi,
aku akan ikuti kau. Go-tong Sin-kho itu bukan ibuku lagi.
Kau janganlah bicarakan tentang dia lagi."
Bee Tie merasa jengah. Mukanya merah membara ketika
mendengar ucapan nona cantik dalam gandengannya ini. ia
lalu mengalihkan pembicaraan kelain soal.
"Mereka itu juga sekarang sedang pergi ke sana.
Mungkin Lee Thian Kauw nanti akan bertemu dengan
orang dalam joli yang sangat mencurigakan hatiku itu.
Mari, paling baik kita ikuti saja dibelakang mereka, kita
lihat nanti bagaimana perkembangan selanjutnya. Aku rasa
orang dalam joli itu bukan sembarang orang. Juga masih
belum tentu Lee Thian Kauw itu bisa melawan menang
orang itu." Siauw Beng Eng hanya mengangguk anggukkan
kepalanya mendengarkan kata-kata dugaan pemuda pujaan
hatinya ini. Sebentar kemudian muda mudi ini telah kehilangan
jejaknya Lee Thian Kauw dan Go-tong-Sin-kho, begitu pula
dengan joli yang diGo-tong naik itu, entah sudah sampai
dimana sekarang ini. Mereka ini berjalan terus, hingga sampailah diatas
puncak gunung Cee Thian hong. Saat itu tiba tiba Siauw
Beng Eng berkata. "Engko Bee, kita harus hati hati! Kita sudah masuk
dalam garis penjagaan mereka. Kalaukau kuatir mereka
lihat. lebih baik kita ambil jalan kecil saja, sedapat mungkin
kita hindarkan diri dari penjagaan mereka."
Bee Tie tertawa menyergir.
"Aku adalah ketua partainya yang kedua-puluh enam."
katanya. "Apa satu ketua harus masuk kedalam pusatnya sendiri
secara menggelap" Itu mana boleh?"
Siauw Eeng Eng menjadi sibuk juga mendengar alasan
pemuda ini, maka dengan cepat ia lalu memberi penjelasan
padanya. "Engko Bee. bukan maksudku hendak melarang kau
masuk dalam daerah Hoa-san ini secara sembunyi
sembunyi, tapi meski betul kau telah diangkat secara resmi
menjadi ketua Hoa-san-pay oleh suhumu apakah mereka itu
kau sangka mau tunduk begitu saja padamu yang tidak
membawa bukti bukti yang dapat mereka percayai
sepenuhnya" Apalagi mengingat kepandaian tiga tosu tua
itu yang sukar dijajaki tingginya dan mereka itu juga yang
memegang kekuasaan disitu. Barangkali sukar rasanya
kalau kau masih mau tetap dengan pendirianmu, masuk
secara terangan ... Maka sebaiknya kita hindarkan saja
penjagaan mereka, kita masuk secara sembunyi sembunyi
dan kecuali dalam keadaan sangat terpaksa, lebih baik kita
hindarkan saja pertempuran dengan mereka."
Perkataan perkataan Siauw Beng Eng yang secara terang
terangan menunjukan sikap mengopennya terhadap Bee
Tie, membuat pemuda ini diam-diam merasa girang dalam
hati maka ia segera mengangguk anggukkan kepala tanda
setuju atas usul si nona.
Begitulah akhirnya setelah diambil keputusan tetap,
secara sembunyi sembunyi mereka terus menyelusup masuk
menghindari pos penjagaan dalam gunung itu, dengan jalan
agak berputar mereka maju terus menuju kekelenteng Cee
thiau koan. Tapi baru saja mereka berjalan beberapa tindak, tiba-tiba
terdengar Siauw Beng Eng berseru kaget.
"Engko Bee. lihat."
Bee Tie segera melihat ketempat yang ditunjuk oleh si
nona, tidak jauh didepan mereka tampak dua orang tosu
rebah bergelimpangan dan ternyata sudah tidak bernyawa
lagi dengan keadaan seluruh kulit tubuh matang biru dan
bengkak-bengkak. "Lagi-lagi racunnya orang-orang Kim-coa-bun." Kata
Bee Tie gemas. "Orang-orang itu sudah sampai disini, maka kita harus
berlaku sangat hati-hati terhadap orang-orang beracun itu."
Siauw Ben Eng yang pernah melihat bagaimana cara Lee
Thian Kauw terkurung didalam lingkungan serangan dua
ular ular emasnya Kim-coa Sin-lie. agaknya merasa jeri juga
terhadap orang-orangnya Kim-coa-bun. Maka cepat cepat ia
memperhatikan keadaan sekitar tempat itu hendak mencari
kalau-kalau ada ular-ular beracun seperti dulu itu. tapi yang
dicari tiada tampak. Maka mereka terus melanjutkan
perjalanannya. Tidak lama kemudian, lagi-lagi tampak tiga
orang rubuh menggeletak, tidak jauh dari tempat tadi
mereka lihat dua tosu yang sudah menjadi mayat. Ketiga
orang ini pun, sama seperti keadaan dua orang tosu yang
pertama, kulit badannya sudah matang biru dan bengkakbengkak.
Ternyata mereka juga sudah mati. Tiga orang ini
berpengawakan bahwa orang-orang ini adalah gurugurunya
Tiang-pek Kong-cu yang sudah ia tusuk masingmasing
satu matanya. Tapi, apa yang membuat Bee Tie
tidak habis mengerti, mengapa ketiga orang tersebut
matinya justeru disini" Lagi pula jikalau penglihatannya
tidak salah, rasa-rasanya ia pernah melihat mereka ini yang
mengGo-tong joli yang mencurigakan hatinja itu. Tapi
mengapa orang dalam joli itu tidak mau monolong mereka
itu?" Hatinya Bee Tie mulai ragu ragu dan pikirnya.
"Barangkali orang orangnya Kim-coa-bun yang terus
menguntit mereka dan membunuhnya disini. Tapi apa
sebabnya tempat ini yang dipilih.
Tiba-tiba dari atas puncak gunung Cee-Thian hong
tertengar suara genta di pukul berkali-kali dengan
gencarnya. Suaranya mengaung sampai berkumandang
lama ke mana mana, disekitar pegunungan Hoa-san, seolah
olah hendak menguasai seluruh angkasa. Dipukulnya genta
ini, adalah sebagai tanda bahaya dari Hoa-san-pay. Bee Tie
yang kuatirkan terganggunya keamanan pusat partainya,
lupa pada rencananya semula yang hendak masuk secara
sembunyi-sembunyi ia terus lari menerjang keatas tanpa
memilih jalan. Mendadak terlihat dua sosok tubuh manusia berkelebat
cepat dan tahu tahu orangnya sudah menghadang
dihadapannya. Salah seorang di antaranya lantas
membentak ke arahnya. "Boch dari mana kau berani-berani masuk kegunung
Hoa-san kita." Bee Tie dengan keren menjawab.
"Aku Bee Tie. Ketua partai kalian yang kedua puluh
enam." Dua orang itu yang ternyata adalah dua tosu, agaknya
terkejut sekali ketika mendengar disebutnya nama itu. Salah
satu dari antara mereka itu lantas melesat tinggi untuk
kemudian lenyap dari pandangan mata Bee Tie.
Yang lainnya lantas sudah menjatuhkan diri, bertekuk
lutut dihadapan Bee Tie sambil berkata dengan suara
menghormat. "Tee-cu Ciang Kie menghaturkan selamat datang telah
mendapat kunjungan Ciang-bun-jin yang telah lama kami
nanti-nantikan." Bee Tie sambil tertawa berkata.
"Bangun! Aku telah mendapat perintah dari ketua partai
kalian yang kedua-puluh lima untuk meneruskan
jabatannya disini. Harap Ciang Suheng suka memberi
sedikit petunjuk-petunjuk yang berharga."
Pada waktu itu Siauw Beng Eng juga telah sampai kesitu,
sambil berjingkrak-jingkrakkan ia berkata.
"Engku Bee. kenapa kau berlaku begitu ceroboh" Tadi
sudah kukatakan padamu supaya kau berhati hati terhadap
orang-orangmu sendiri yang belum tentu mau tunduk
padamu. Apa kau sudah tak mau dengar kata-kataku lagi?"
Bee Tie dengan sikap bersungguh-sungguh menjawab.
"Adik Siauw, dalam keadaan begini terpaksa aku tak
mau tinggal peluk tangan menonton segala kekacauan di
sini. Kalau dalam kelenteng Cee-thian-koan nanti sampai
terjadi suatu apa, bukankah aku yang menjadi ketuanya
yang akan merasa sangat malu terhadap mereka ini?"
Lalu ia tidak menggubris pula peringatan Siauw Beng
Eng, lantas mengikuti tosu yang mengaku bernama Ciang
Kie tadi, langsung menuju kelenteng Cee-thian-koan.
Tidak lama kemudian sampailah ia didepan kelenteng
yang dituju. Disini semua daun pintu sudah terpentang
lebar-lebar. Dari luar sudah terlihat ada tiga buah pintu
besar besar yang berderet-deret didalam kelenteng itu,
dimasing-masing pintu ada dua orang tosu penjaga dengan
sikapnya yang keren keren. Disebelah belakang sekali, agak
jauh dibelakang pintu terakhir tampak berkumpul banyak
orang yang semuanya mengenakan jubah imam. diantara
tiga orang tosu tua yang wajahnya merah, agaknya mereka
inilah yang mengepalai semua tosu yang berada disitu.
Diantara mereka itu, Bee Tiepun masih dapat melihat itu
enam orang tosu penghianat partainya.
Bee Tie menunggu sampai ditangannya Siauw Beng Eng
dan mengisiki ditelinganya si nona.
"Adik Siauw, kau jangan takut. Semua urusan di sini ada
aku yang bisa bereskan."
Siauw Beng Eng tampak mengangguk-anggukan kepala.
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Saat itu tosu yang mengaku bernama Ciang Kie tadi
sudah masuk kedalam pintu pertama dan kemudian lenyap
setelah masuk di pintu kedua.
Bee Tie orangnya memang cerdas. Begitu melihat dari
kedua tosu yang menghampirinya tadi agak acuh diluar
kelenteng, begitu melihat yang satu lantas melarikan diri
sedangkan yang lain, Ciang Kie dengan muka manis dan
laku sangat menghormati itu, ia sudah tahu bahwa orang ini
tentunya sedang sengaja main siasat ulur waktu. Kini ia
sudah berada didepan pintu masuk dikelenteng Ciee thian
koan. Dirasakannya pintu masuk kelenteng itu seperti
mulut harimau yang sewaktu-waktu dapat menerkam
mangsanya, mungkin bahaya besar akan dihadapinya. Tapi
pendiriannya anak muda kita tetap kukuh.
Meskipun ia tahu pasti akan menenpuh bahaya besar,
namun tetap ia mau menerjang mesuk juga, sedikit pun
tidak merasa keder. Siauw Beng Eng juga telah dapat melihat keadaan yang
tidak wajar maka ia lalu berbisik-bisik ditelinganya si
pemuda. "Aku rasa tidak gampang gampang kita bisa masuk dan
lalu keluar lagi dari sini."
Bee Tie menganggukkan kepala.
"Yah, aku tahu. Tapi meski lautan api dan hujan golok di
dalam akan menyerang kita, akan kuterjang kelenteng ini?"
jawabnya dengan suara mantap dan berapi-api.
Setelah berkata, ia lalu mengangkat sebelah kakinya dan
hendak mulai melangkah masuk ke dalam kelenteng
tersebut. Dua penjaga pintu dipintu pertama berlaku seperti orang
tidak melihat ada orang lain masuk mereka mengantepi Bee
Tie berjalan masuk sampai dekat sekali dengan mereka.
Tapi sebegitu lekas pemuda kita ini sampai kedekat mereka,
serentak mereka menggerakkan senjata pedang mereka,
menyerang kembali, ke perut si anak muda sambil berkata
dengan suara perlahan. "Harap Ciangbun jin suka memberi sedikit pelajaran
kepada kami berdua yang masih bodoh."
"Ciangbun jin. (Ketua partai) adalah sebutan yang lazim
dipergunakan oleh setiap anak murid golongan Hoa-sanpay
dalam pembicaraan antara mereka dengan pemimpin
tertingginya. Bee Tie yang melihat mereka berani berlaku kurang ajar
terhadapnya agaknya juga merasa gusar. Seruling hiiam
dengan cepat sudah tergenggam dalam tangannya. Dengan
segala istimewanya ini ia menotok jalan darah dibagian
lutut kedua penjaga tersebut.
Dua kali sinar jatuhnya barang berat lantas terdengar.
Ternyata dua penjaga pada pintu pertama dari kelenteng
Cee thian koan sudah dirubuhkan oleh Bee Tie. Mereka ini
jatuh dalam sikap berlutut di hadapan Bee Tie.
Bee Tie lantas mengajak Siauw Beng Eng terus berjalan
masuk kedalam pintu kedua.
Dipintu ini juga ada dua orang tosu penjaganya, kedua
duanya adalah orang-orang pertengahan umur.
Pemuda yang menuntun tangan seorang nona cantik,
setelah mengalami kejadian tidak enak barusan, dari jauhjauh
sudah berjaga-jaga lebih dulu terhadap serangan gelap
yang mungkin dilancarkan oleh dua tosu pertengahan umur
yang menjaga dipintu masuk dari pintu kedua itu.
Tidak nyana, setelah jauh masuk melalui pintu kedua ini.
masih tidak melihat adanya gerakan suatu apa. Dalam
herannya mendadak dibelakang dirinya terasa seperti ada
angin dingin menyambar kearahnya. Makin cepat cepat ia
membalikkan badan sambil menghindarkan serangan gelap
itu. dilihatnya itu dua tosu dengan pedang terhunus sedang
melakukan serangan ketempat bekas tadi ia berdiri dan
belum sempat ditarik pulang. Tapi, kelakuannya tidak
mirip-minpnya dengan kelakuan orang sedang bertempur
hebat. Bee Tie yang menyaksikannya, tahu bahwa dua tosu
pertengahan umur ini sengaja berlaku demikian umuk
memberi peringatan padanya maka diam-diam dalam
hatinya ia merasa bersukur, ia lantas menggerakkan seruling
hitamnya, melihat senjata dua lawannya dan seruling ini
seolah olah berputar putar di situ situ juga, sama sekali ia
tidak mau meneruskan serangannya dan tidak
bermaksudahendak menambah kekuatan tenaganya untuk
menjatuhkan dua tosu pertengahan umur itu, Tosu ini
mengetahui bahwa anak muda ini tiada bermaksudahendak
menjatuhkan mereka, maka mereka lalu menjatuhkan diri
sendiri, berlutut dibadapannya sambil berkata.
"Terima kasih atas pengunjukan Ciang-bun jin yang
berharga. Disini kami berdua menghaturkan selamat datang
atas kunjungan Ciangbun-jin ke kelenteng Cee thian-koan
ini." Bee Tie membalas hormat mereka, lalu tanpa berpaling
lagi meneruskan langkahnya, berjalan memasuki pintu
pintu Cee-thian koan yang penuh bahaya itu.
Sampailah ia kini pada pintu ketiga, yaitu pintu yang
teratur. Disini dilihatnya ada dua lagi tosu peujaga yang
sudah lanjut usianya, saat itu dua tosu tua inipun sedang
mengawasi padanya. Agaknya mereka merasa heran
mengapa Bee Tie dengan secara mudah sekali dapat
memasuki dua tempat penjagaan disitu yang mereka anggap
kuat. Diam-diam dalam hati mereka merasa kagum juga
atas ketangkasannya anak muda ini.
Tapi, sebentar setelah itu, seperti orang-orang yang tidak
ada hubungan satu sama lain, mereka lalu diam saja
menjaga dilemparnya tanpa memandang pemuda kita lagi.
Melihat dua orang tosu tua ini. diam-diam dalam hati
Bee Tie mengeluh. Pikirannya. Dua tosu tua itu rasa
rasanya tidak lebih muda usianya dari umur suhu sendiri.
Tentu mereka juga memiliki kepandaian yang tidak, boleh
dipandang rendah. Maka dengan suara perlahan ia lalu berkata ditelinganya
Siauw Beng Eng. "Adik Siauw, kau tunggulah aku disini. Biar nanti aku
bereskan dulu mereka itu, setelah itu baru nanti aku ajak
kau masuk terus sampai kedalam."
Siauw Beng Eng tahu bahwa saat ini soal jatuh
bangunnya Hoa-san-pay ada ditangan Bee Tie, maka diamdiam
ia turut berdoa untuk keselamatannya anak muda
pujaannya ini. Ia pikir, jika anak muda ini setelah sampai
disini gagal, entah bagaimana pula kejadian-kejadiannya
dalam memperebutkan jabatan ketua baru Hoa-san-pay
yang masih terus goncang itu. maka ia lalu menganggukanggukkan
kepala dan lantas berdiri disuatu sudut hendak
menantikan perkembangan selanjutnya.
Bee Tie memandang sebentar wajahnya si nona, lalu ia
menghibur padanya. "Adik Siauw. kau tidak usah kuatirkan diriku. Tidak
mungkin mereka ini bisa berbuat banyak terhadapku."
Siauw Beng Eng barsenyum manis, tapi dalam hati
merasa kebat kebit juga. "Engko Bee, kau hati hatilah terhadap mereka itu."
pesannya. Bee Tie menganggukkan kepala dan lalu bertindak
masuk lagi. Sesampainya ia didepan pintu ketiga ini tosu tua
penjaganya lantas memberi hormat padanya seraya berkata.
"Teccu sekalian disini menyambut kedatangan Ciangbunjin." Bee Tie yang melihat dua tosu tua ini berlaku sangat
hormat terhadapnya, tak pernah menaruh persangkaan
buruk dalam hatinya. Penjagaan dirinya dengan sendirinya
menjadi agak berkurang. Iapun lantas balas menghormat
pada mereka sambil berkata.
"Tidak usah, tidak usah ... Aku tak berani terima
penghormatan Supek sekalian ... "
Baru saja ia mau bernapas lega, mendadak kedua
lengannya terasa kesemutan.
Ternyata tangannya telah kena tercekal oleh dua tosu tua
penjaga pintu ini. Dua tosu ini dengan kecepatan luar biasa
masing-masing mengulurkan tangannya dan
tercengkeramlah lengan si pemuda.
Seluruh tubuhnya Bee Tie terasa lemas seketika. Cepat ia
mengempos semangatnya, berusaha hendak melepaskan
diri dari cekalan dua tosu tua itu. Tapi hampir seluruh
kepandaian sumur Kematian telah dikeluarkan, masih tetap
Bee Tie tidak berhasil dengan usahanya melepaskan cekalan
pada tangannya yang tercekal oleh dua tosu yang ternyata
kuat itu. Dari sebelah dalam, itu enam tosu durhaka yang melihat
Bee Tie telah berbasil masuk dalam perangkap yang mereka
atur. karena sangat gembiranya, lantas mereka bergerak
berbareng menghampiri si anak muda hendak
membinasakannya. Dalam menghadapi mati hidupnya Bee Tie hanya dapat
menggertak gigi saja. Akhirnya dengan sekuat tenaga yang
ada padanya berhasil juga ia melepaskan diri dari cekalan
salah seorang dari dua tosu tua itu, tapi sebelah tangannya,
yang sebelah kiri masih belum bebas, masih tetap dalam
cekalanya tosu yang satunya lagi.
Kini kakinya dikerjakan, dengan cepat mengenai jalan
darah tosu yang memegang tangan kirinya, tapi meskipun
demikian, tosu tua ini masih tetap tidak mau melepaskan
cekalannya. Ia masih menggenggam tangan Bee Tie dengan
sekuat tenaganya. Bee Tie yang melihat sebentar lagi dirinya akan
terkurung orang yang lebih banyak, agaknya sudah menjadi
nekad. Dengan menggunakan dua jeriji tangannya yang
sudah bebas ia menyerang lagi kearah mata tosu kuat itu.
Seketika itu juga lantas tangannya dirasakan kedua mata
si tosu itu sudah buta. Maka kesempatan ini lalu digunakan
sebaik-baiknya oleh si pemuda, sekali sontek lagi,
tangannya sudah terbebas semua.
Tepat pada saat itu, enam tosu durhaka telah datang
meluruk semuanya. Mereka serentak maju sambil
melakukan penyerangan berbareng.
Bee Tie dengan menggunakan pelajaran yang baru saja
didapatkan dari atas sembilan tiang batu diatas gunung Kiutenghong. badannya tampak berkelebatan diantara keenam
orang tosu tadi, sebentar saja seperti tertampak ada puluhan
bahkan ratusan bayangan Bee Tie.
Karena sangat bencinya Bee Tie terhadap enam tosu ini,
maka tanpa mau memberi kelonggaran sedikitpun juga,
sebenter kemudian mereka ini sudah pada rubuh
bergelimpangan ditanah sebagai bangkai.
Setelah ia berhasil membereskan lelakon hidupnya itu
enam tosu busuk, tanpa memperdulikan yang lainnya lagi,
ia lantas melayang tiuggi melewati atasan kepala para tosu
yang berdiri diruang dalam, tepat kakinya berdiri didepan
tiga tosu tua yang berwajah merah, berbareng juga ia
membentak. "Kalian bertiga adalah orang-orang tertua dari Hoa-sanpay
kita. Kenapa kalian membiarkan saja orang yang lebih
muda berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain" Apa
kalian lupa pada hukumannya didepan sembilan tiang batu
itu?" Kata-kata yang terakhir ini membuat wajah ketiga tosu
tua berwajah merah ini menjadi pucat pasi seketika, tapi
sinar matanya masih buas, malah satu diantaranya lantas
bekata dengan suara nyaring.
"Bocah! Kau datang dari mana sampai bisa tahu semua
urusan kami orang-orang Hoa-san pay ?"
Bee Tie rupanya sudah menjadi sangat sengit, ia lantas
berseru. "Hai orang-orang Hoa-san! Apa kalian berani tidak
pandang mata ketua kalian ini?"
Si tosu tua lantas maju selangkah sambil membentak.
"Tutup mulut! Kau berkali kali mengaku sebagai ketua
kami. Apakah muridnya Cie Gak" Mana bukti-buktinya"
Lain dari itu. aku tanya kau lagi. Dimana suhumu Cie Gak
itu sekarang ini?" Bee Tie tiba-tiba berduka mendengar disebutnya nama
sang suhu. maka dengan suara sedih ia berkata.
"Suhu belum lama menutup mata ... "
Tosu tua ini menggeram hebat dan lantas membentak
padanya. "Bocah, kau ngaco belo! Jangan salahkan aku yang tidak
mau pandang orang lagi! berjaga-jagalah!"
Setelah berkata demikian, ia lalu berjalan maju lagi
setindak, hingga dekat sekali dengan Bee Tie.
Sebentar ia menggerakkan tangannya, secara tiba-tiba
telah menyerang si pemuda dengan hebat sekali.
Bee Tie menggoyangkan sedikit badannya, serangan itu
sudah berbasil dihindarkan dan tahu-tahu ia sudah hinggap
ditanah lagi. Siapa juga tidak ada yang dapat melihat bagaimana cara
Bee Tie bergerak, tahu-tahu mereka lihat pemuda ini sudah
berdiri lagi dengan sikapnya yang gagah.
Si tosu yang tak berhasil dengan serangannya, wajahnya
berubah menjadi merah padam. Ia lantas menggerakkan
lagi kedua tangannya saling susul, beruntun beberapa kali ia
melancarkan serangan yang hebat.
Bee Tie menotol tanah, badannya melesat keatas lalu
dengan ujung serulingnya ia melakukan serangan balasan
dari atas. Yang di arah batok kepala tosu tua itu.
Kepandaiannya Bee Tie dapat dipelajarkan dari dalam
sumur Kematian dan telah berhasil dipelajari sampai
ketingkat yang paling sempurna. Sudah tentu tosu tua yang
berangasan ini tidak akan mungkin dapat menghindarkan
serangannya tersebut. Mendadak pada saat itu terdengar suara satu tosu
membentak keras. "Semua berhenti." Tangannya pun sudah dikerjakan
menyerang Bee Tie yang badannya masih ditengah udara.
Bee Tie yang diserang secara demikian terpaksa menarik
kembali serangannya dan lantas berdiri di depan tosu
penyerang ini yang juga telah turun ketanah lagi. Sikap
pemuda ini tenang luar biasa.
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Itu tosu berangasan yang mengetahui dirinya masih
bukan tandingan si bocah ini. maka lantas ia mundur
kembali mulutnya menanya dengan suara rerdah.
"Jie Suheng ada perintah apa?"
Tosu yang dipanggil "Jie Suheng. itu menggoyanggoyangkan
tangannya memberi isyarat agar sang sutenya
tidak bicara lagi dan menyuruhnya mundur kembali.
Setelah itu, barulah ia memandang si pemuda
dihadapannya sambil menanya.
"Apa kau yang bernama Bee Tie?" Tidak nyana dalam
usiamu yang begini muda kau sudah bisa mendapatkan
ilmu kepandaian yang sangat tinggi. Apa lantaran kau rasa
kepandaianmu tinggi lalu kau mau berkuasa disini dengan
memalsukan nama ketua kami?"
Bee Tie sambil dongakkan kepala menjawab.
"Apa" Apa kira aku orang tuacam itu" Aku ini
sesungguhnya adalah muridnya Cie Gak Suhu dan suhu
telah menyuruh aku menggantikan jabataannya. Kenapa
kau katakan aku memalsukan?"
Tosu yang dipanggil. Jie Suheng itu lantas tertawa.
"Baiklah. Kalau kau sungguh sungguh murid Hoa-sanpay.
kenapa tadi kau gunakan tipu silat dari lain cabang
persilatan?" Bee Tie sesaat tidak dapat menjawab. Tapi kemudian ia
tertawa terbahak-bahak. Dengan kecepatan kilat ia lalu
mempertunjukkan tiga kali tipu serangan simpanan yang
hebat-hebat. Kemudian dengan suara keras ia bertanya.
"Apa kau kenal tiga rupa tipa serangan tadi?"
Tosu tua itu tak berani mengatakan tidak kenal, tetapi
juga tidak ada yang mau mengakui kebenarannya.
Bee Tie yang melihat itu, mendadak mementang lima
jari tangannya yang segera di kipratkan ketengah udara
sambil menanya. "Apa kalian kenal ilmu kebutan ini?"
Tosu yang dipanggil "Jie-Snheng" tadi berdiri melengak.
Ia lalu menengok dua tosu tua lainnya, tapi tidak menjawab
pertanyaan si pemuda. Kembali Bee Tie perdengarkan suara tertawanya.
"Partai kita mempunyai ilmu yang disebut Sam yang,
Ciang hoat (tiga ilmu pukulan keras) dan Tun-im Sip-pathudhoad (delapan belas jurus ilmu kebutan jari). Apa
kalian belum kenal dengan tipu tipu tadi?" terdengar ia
memberi penjelasan. Tosu yang berada disebelah kiri, yang sejak tadi diam
saja, kini membuka mulut berkata.
"Jie Suheng, sam Suheng. bocah ini benar-benar telah
mendapat sari-sari pelajaran partai kita. Sutee harap kalian
tidak terlalu pandang rendah padanya."
Tosu yang disebut "Sam Suheng" bertanya kepada Bee
Tie. "Apa yang ditetapkan menjadi kata-kata pokok dalam
masa pergantian antara ketua tua dan ketua muda?"
"Sembilan tiang batu beterbangan melewati puncak
gunung dan butiran air sungai berkumpul menyaingi awan
biru." jawab Bee Tie dengan lancar.
Mendadakan diluar kelenteng Cee-thian-koan terdangar
suara tertawanya seseorang yang nyaring sekali. Kemudian
tampak tiga bayangan hitam berkelebat yang lalu melayang
turun dari atas puncak gunung Cee thian-hong. Dan itu joli
yang tadi berada diluar kelenteng Cee-taian-hong lenyap
tanpa bekas. Bee Tie yang menyaksikan semua kejadian bukan main
terperanjatnya. Dengan cepat ia lalu berseru.
"Siapa diluar ... ! Ah, celaka! Kata-kata pokok masa
pergantian ketua kita sudah mereka dengar semua ... katakata
itu juga merupakan kunci untuk mengambil kitab Kiuteng
Cin-keng ... " Pada saat itu tampak satu bayangan lagi berkelebat cepat.
Dan orang ini bukan lain daripada Lee Thian Kauw sendiri.
Bee Tie kembali berseru. "Adik Siauw! Kemari!"
Tapi ternyata teriakannya sudah tetlambat. Tampak Lee
Thian Kauw melayang cepat masuk kedalam untuk dilain
detik sudah keluar pula sambil memondong tubuhnya
Siauw Beng Eng yang terus dilarikan kabur.
Tiga tosu tua dari Hoa-san-pay tiba-tiba juga tertawa
semua. Mereka lantas bangkit berdiri dari tempat
duduknya. Puluhan murid Hoa-san-pay yang berada di situ juga
telah memencarkan diri untuk mengurung dirinya Bee Tie
ditengah-tengah, sehingga tak ada kesempatan lagi bagi
pemuda ini yang hendak mengejar Lee Thian Kauw.
Dalam kekacauan saat ini Bee Tie dapat melihat satu
bayangan putih kembali berkelebat, dan orang ini tidak lain
tidak bukan daripada si "Putih Kurus", si orang temaha dan
serakah. Saat ini Setan Putih ini juga lantas pergi meninggalkan
kelenteng Cee-thian-koan.
XIII. KIU-TENG CIN KENG. BEE TIE, yang melihat perubahan yang terjadi secara
tiba-tiba didalam kelenteng Cee-thian-koan, di mana mana
murid Hoa-san-pay telah memusuhi padanya dan ternyata
juga mereka itu telah lama merencanakan jebakannya,
bukan main rasa gusarnya. Dengan menuding tiga orang
imam tua di hadapannya ia membentak keras.
"Apa begini kelakuannya semua anak murid Hoa-sanpay"
Begitu berani kalian hinakan ketua partai kalian
sendiri?" Salah seorang imam yang disebut "Jie-Su-heng", yang
berdiri ditengah-tengah antara mereka bertiga, dengan nada
suara acuh tak acuh berkata.
"Mana anak murid Hoa-san-pay dan siapa orang-orang
luar?" Tetapi si imam yang berdiri disebelahnya. yang dipanggil
"Sam-Snheng. agaknya sudah tidak sabaran lagi. Sambil
pelototkan matanya ia berkata.
"Untuk apa banyak omong dengan orang semacam ia"
Tangkap saja padanya, beres!"
Berpuluh puluh anak murid Hoa-san-pay terus bergerak
memperkecil lingkungan berdirinya Bee Tie, mereka
mengurungnya secara rapat sekali.
Bee Tie, dengan menunjukan arah pandangannya
kemuka, sambil menyekal keras seruling hitam
ditangannya, hanya memperhatikan setiap gerakan tiga
orang imam tua yang berada dihidapannya, samasekali
tidak memperdulikan imam-imam lain yang berdiri
dibelakang dan sampingnya, Tiga orang imam dari sebelah
simping dirinya memberanikan diri tampil kemuka. lalu
menyerang orang yang menemukan dirinya sendiri ketua
Hoa-san-pay itu. Yang tersebut belakangan, seolah-olah tidak mengetahui
datangnya serangan tiga orang itu, masih tetap berdiri
tenang-tenang: ditempatnya. Ia memang sengaja hendak
membiarkan mereka menyerang. Sampai serangan tersebut
datang dekat benar, mendadak ia menggeram keras.
Lengannya juga tidak tinggal diam, menotok jalan darah
ditubuh mereka. Sebentar ia berseru, "Kena," betul saja seperti apa
katanya, tiga orang imam tahu-tahu sudah rubuh ditanah
disertai suara jeritan mereka yang nyaring. Mereka rubuh
terkena serangan ilmu totokannya Bee Tie yang lihay.
Bee Tie yang telah dapat merubuhkan tiga orang imam
anak murid Hoa-san-pay itu, agak bercekat hatinya. Dalam
hati ia memikir. Apa tidak lebih baik aku berikan saja
sediktt rasa pada mereka ini supaya mereka merasa takluk
benar-benar terhadapku?"
Memikirkan demikian, dengan cepat ia lantas bertindak.
Alisnya tampak berdiri. Sambil perlihatkan paras muka
berseri-seri sebentar kemudian kelihatan tubuhnya yang
kecil berbelebatan. Tahu-tahu ada lima orang imam lagi
yang jatuh rubuh bergelimpangan ditanah. Bagaimana cara
ia bergerak tadi tidak ada yang tahu.
Tetapi ia masih belum mau berhenti sampai disini saja.
Lagi-lagi ia memperlihatkan ilmunya, kali ini ia
mengeluarkan kepandaiannya yang baru saja didapati dari
atas sembilan buah tihang batu diatas puncak gunung Kiutenghong. Tubuhnya bergerak gerak kesana kemari bagai
kupu-kupu beterbangan diantara bunga-bunga. Sebentar
kemudian seperti tampak adanya berpuluh-puluh bayangan
Bee Tie yang berlompatan ke sana kemari. Kemana saja ia
bergerak, tentu ada satu imam dengan tubuh tertotok jalan
darahnya. Dalam yaktu sekejap mata saja hampir sebagian besar
dari para imam itu sudah rubuh ditanah. Mereka terkena
totokan pada jalan darahnya oleh seruling hitamnya Bee
Tie. Dengan caranya ini, Bee Tie telah membuat ketiga orang
imam tua yang berdiri di hadapannya tadi pada berubah
pucat wajahnya itu. Kalau tadi mereka itu masih bisa
berdiri terus, dan tak turun tangan sekarang agaknya
mereka tak bisa terus peluk tangan. Beginilah, mereka telah
maju serentak dan mengirim satu serangan dengan tenaga
gabungan mengepung Bee Tie.
Anak muda itu tertawa panjang, dalam sekejapan saja
bayangannya tadi yang begitu banyaknya tiba-tiba lenyap
seketika. Tiga orang imam tua itu semuanya merasakan
adanya angin kuat yang datang kearah mereka, saat itupun
mereka dengar juga bentakan si pemuda.
"Kena?" Dua dari tiga orang imam tua tersebut telah terkena
serangannya si pemuda gagah. Tapi masih untung bagi
mereka, yang sudah mempunyai latihan yang cukup dalam,
sehingga tidaklah mengkuatirkan keadaan mereka. bahkan
sebentar kemudian totokannya sudah dapat mereka
bebaskan sendiri. Pada saat itu, si Putih kurus juga telah maju dan
langsung menyerang Bee Tie itu anak muda gagah. Waktu
menyerang ia juga membentak.
"Bocah! Jangan harap kau bisa keluar lagi dari tempat
ini." Sebelum suaranya si orang kurus selesai, tiba tiba masuk
dalam telinganya Bee Tie suara orang perempuan yang
masih asing baginya, asing juga bagi semna orang lain yang
berada disitu dengan suaranya yang halus ia berseru.
"Saudara Bee, hati hati dengan jarum beracunnya Kimcoabun." Bee Tie sangat terkejut, ia juga melihat berkeredepnya
beberapa buah sinar terang yang bertaburan ketengah udara
mengarah pada imam dari Hoa-san-pay itu. Melihat
kejadian itu, ia berseru nyaring.
"Hai! Diantara golongan sendiri kalian mau saling
bunuh juga" Musuh kalian ada didepan mata, bukannya
kalian cepat-cepat bersatu?"
Mulutnya berkaok-kaok, kakinya tidak tinggal diam.
Dengan menggunakan ilmunya dari sumur kematian ia
dapat menghindarkan setiap serangan si orang kurus,
berbareng juga sudah memukul jatuh puluhan jarum
beracun yang datang meluruk kearahnya dengan
menggunakan seruling hitam yang diberikan oleh ayahnya.
Dengan mendengar beberapa kali suara jeritan dari
mulutnya imam-imam yang rubuh ditanah karena sudah
ditotok jalan darahnya tahulah ia bahwa diantaranya ada
beberapa orang yang sudah terkena serangan jarum beracun
Kim-coa-bun, maka dengan menggeram keras ia juga
membentak. "Ada permusuhan apa antara kalian dengan partai kami
Hoa-san-pay?" Kenapa begitu kejam kalian turun tangan?"
Ia membentak orang-orangnya Kim-coa-bun. Tangannya
tak tinggal diam. Dengan beberapa kali gerakan ia
membuka kembali jalan darah yang tertotok pada tubuhnya
setiap imam yang tadi rubuh ditanah.
Walapun ia sudah berbuat demikian, masih saja diantara
mereka ada yang terus mendendam dihati terhadap
kelakuannya si anak muda. Begitulah selekas jalan darah
mereka terbuka dan bebas lagi, dengan cepat mereka
merangsang lagi maju kemuka menyerang si anak muda
Bee Tie. Beberapa yang lainnya, mengetahui kepandaian
anak muda itu demikian tingginya, hanya berdiri saja
dengan sorot mata gusar, menatap langsung wajah Bee Tie.
Tetapi Bee Tie hanya menyingkir saja dari setiap serangan
mereka. Ia berkelit ke sana kemari sambil mulutnya tidak
berhentinya berseru. "Tangkap tiga orang tua itu! Merekalah yang menjadi
biang keladinya sampai terjadi huru hara ini."
Tetapi belum lagi ia bicara habis, suara wanita asing itu
kembali terdengar memberi peringatan padanya, katanya.
"Orangnya Kim-coa-bun masih belum pergi dari sini.
Banyak bicara dengan orang yang masih belum tunduk
seluruhnya padamu tidak ada gunanya !"
Bee Tie seolah-olah baru jaga dari tidurnya. Segera ia
lompat melesat ketempat dari mana meluncurnya jarumjarum
beracun tadi. Ternyata orang-orang yang telah melepaskan senjata
rahasia berupa jarum beracun tadi adalah itu orang yang
dijuluki Kim-coa Sin-lie dan dua orang lain lagi masih
belum pernah dikenalnya, yang mengenakan pakaian serba
putih keduanya. Dengan paras muka kejam menakutkan melihat
datangnya Bee Tie yang menerjang ke arah mereka, sambil
siapkan diri untuk kabur mereka menaburkan lagi jarum
jarum beracunnya. Tetapi kali ini pekerjaan mereka ternyata sia-sia saja.
Dengan terlihatnya sekali berkelebat satu bayangan hitam,
hampir semua jarum jarum beracun tersampok jatuh
semuanya ketanah. Ternyata bayangan orang yang muncul secara tiba-tiba
itu adalah bayangannya seorang gadis yang mengenakan
pakaian compang-camping macam pengemis tetapi
wajahnya cantik bersih. Dia pulalah yang telah dua kali
berseru memperingatkan padanya. Ia tidak berhenti sampai
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
disitu saja. Pedang yang tadi dipakai untuk menyampuk
jarum jarum beracun, terus disodorkan menikam kesalah
satu orang perempuan yang mengenakan baju serba pulih
itu, itu hambannya Kim-coa Sin-lie
Tidak ampun lagi salah seorang dari dua gadis baju putih
yang berwajah kejam menakutkan itu mati seketika
tertembus ujung pedangnya si gadis macam pengemis yang
lihay. Bee Tie juga tidak mau dikatakan kalah sebat. Dengan
menggunakan seruling hitam pemberian ayahnya ia juga
menyerang gadis baju putih yang satunya lagi.
Suara jeritan ngeri terdengar, tubuhnya si gadis baju
putih satunya lagi jatuh ngusruk mencium tanah. Setelah
kakinya kelejetan sesaat ia hanya lantas tidak bisa bangun
lagi, karena ia telah pingsan.
Bee Tie yang sangat membenci sekali pada orangorangnya
Kim-coa-bun yang semuanya kejadian-kejadian
itu, lagi menggerakkan seruling hitam ditangannya hendak
cepat-cepat menamatkan lelakon hidupnya gadis kejam
yang sedang pingsan ini. Baru tangannya bergerak, tiba-tiba terdengar satu suara
nyaring berseru. "Saudara Bee, tahan !"
Bee Tie menahan serangannya yang sudah keluar
separuh, dengan cepat ia lalu menoleh kebelakang. Bukan
main terkejutnya ia ketika mengetahui siapa adanya orang
yang terus-terusan berseru memperingatinya itu. Ternyata ia
adalah seorang gadis pengemis itu, segera juga ia mengenali
bahwa ia adalah itu pengemis perempuan yang seakan-akan
menunggunya atas pintu kota Leng-po sebelum ia mendaki
gunung Hoa-san ini. Ia juga pernah mengejar-ngejarnya,
tapi masih tidak berhasil juga menyandaknya selelah
berkejar-kejaran cukup lama. Dari itu semua saja dapatlah
sudah ia menarik kesimpulan bagaimana tingginya ilmu
mengentengi tubuhnya gadis pengemis ini. yang sudah
tentu sudah mencapai ketaraf yang paling tinggi. Itu pulalah
sebabnya mengapa orang telah menguntit terus dirinya
sebegitu jauh, masih belum juga terasa olehnya.
Si gadis pengemis yang mengetahui dirinya dipandang
terus menerus begitu rupa, menjadi jengah sendiri. Tetapi
sebentar kemudian ia sudah dapat ketawa lagi dan berkata.
"Kim-coa-bun dengan golongan Kay-pang kami ada
dendaman sakit hati yang sangat dalam. Kim-coa-bun
adalah musuh buyutan partai Kay-pang kami. Tetapi
karena tempat sembunyi mereka sukar dicari, kami mencari
carinya tanpa hasil sampai sekian lamanya. Kini kebetulan
sekali aku menemui mereka. Atas bantuan saudara Bee tadi
yang telah dapat menotok dia ini." tangannya menunjuk
yang pingsan itu aku menyatakan terima kasihku, Harap
saudara Bee suka menyerahkan perempuan jahat ini untuk
kami adili dan kami tanyai keterangannya lebih dulu."
Bee Tie yang mengingat berapa banyak imam dari Hoasanpay yang dibikin rubuh karena serangannya jarum
beracun Kim-coa-bun, tahu bahwa jika mereka tidak
mendapatkan pertolongan segera, dalam tempo sekejapan
saja kulit di badan mereka akan menjadi bengkak matang
biru dan akan segera binasa. Memikir demikian tanpa terasa
ia memalingkan mukanya untuk melihat mereka yang
sedang terluka. Betul saja seperti apa yang dipikirkan, kulit
dibadan mereka itu kelihatan sudah mulai membengkak, ia
tahu juga bahwa sebentar lagi tentu mereka tidak akan
tahan lagi tiada ada satu obat juga yang dapat menolong,
sekalipun obat itu obat dewa, maka segera ia menyekal
pergelengan tangan si orang tawanan yang saat itu sudah
siuman, sambil menekan keras-keras tangannya ia berseru.
"Lekas keluarkan obat pemunahnya! Lekas!" Si gadis
pengemis juga membentak dengan suara keras.
"Hai! Dimana tempat kalian kawanan Kim-coa-bun
sembunyikan diri?" Bee Tie mulutnya berteriak, tangannya tidak tinggal
diam, ia segera menggeledah satu orang. Sebentar ia
merogoh, tangannya keluar sudah menegang sebuah botol
kecil berisi obat berwarna putih didalamnya. Cepat ia
menoleh kearah tiga orang imam tua yang tadi telah
menarik penuh seluruh perhatiannya. Ternyata dua orang
diantaranya telah melarikan diri, sedangkan imam tua yang
tinggal satunya lagi itu, yang dipanggil Jie Suheng kelihatan
masih tetap berdiri di tempatnya dengan wajah murung, itu
orang kurus, si Putih Kurus, tentu juga telah kabur sipat
kuping. Bee Tie tidak mau memperdulikan semua itu ia
melemparkan botol kecil hasil rampasannnya kepada itu
imam tua yang ditinggal seorang diri sambil berkata.
"Sambutlah! Cepat tolong semua orang-orangmu yang
kena racun jarum jahat mereka itu."
Si imam tua itu, yang dipanggil Jie Suheng menyambuti
botol berisi obat pemunah racun jarum beracun Kim-coaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
bun itu. Dengan lakunya yang sangat menghormat sekali ia
berkata. "Giok Hie disini terima perintah Ciang-bun-jin."
Bee Tie sama sekali tidak pernah menyangka bahwa itu
iosu tua yang bernama Giok Hie tojin, bisa berubah
kelakuannya demikian cepat, malah sangat menghormat
sekali padanya. Karena tercengangnya, sampai ia berdiri
melengak ditempatnya. Giok Hie tojin kemudian menghadapi sekalian murid
Hoa-san-pay lainnya, lalu dengan nyaring ia berkata,
"Semua murid Hoa-san lekas beri hormat pada ketua kita
yang baru." Suaranya Giok Hie Tojin berkumandang keras disekitar
lembah dibawah gunung Hoa-san, apalagi didekat
dekatnya. Semua imam dari Hoa-san-pay yang mendengar perintah
tersebut, hampir semua lantas memberi hormat kepada
ketua muda mereka yang baru. Tetapi biarpun demikian,
masih ada juga beberapa orang yang tidak mau tunduk atas
perintah Giok Hie Tojin. Mereka membandel dan tetap
berdiam diri saja di tempatnya masing-masing."
Sewaktu dihitung ternyata jumlah mereka masih dapat
dihitung. Hanya empat orang saja yang tak dapat mau
menurut perintahnya Giok Hie Tojin. Salah seorang
diantaranya masih coba hendak membantah, katanya.
"Giok Hie Susiok, kenapa begitu berubah pendirian
Susiok" Apa Susiok takut terhadap itu bocah gembel yang
keparat" Kalau kedudukan ketua Hoa-san-pay kita sampai
terjatuh ditangannya, sukarlah nanti bagi kita untuk tancap
kaki lebih lama didunia Kang-ouw."
Giok Hie Tojin yang mendengar bantahan orang tersebut
marah bukan main. Ia segera menyerahkan bocah pada
seorang imam lain, lalu ia sendiri berjalan mendekati empat
orang tosu yang membandel itu.
Bee Tie yang mengetahui gelagat tidak baik, segera
berjalan maju hendak mencegah Giok Hie Tojin bertindak,
ia berseru. "Tunggu!" Akan tetapi. Giok Hie Tojin sambil tarik muka kecut,
berkata dengan suara rendah.
"Giok Hie sendiri rasanya masih mampu mengurus
segala hal yang terjadi didalam kelenteng kita ini. Semua
kata-kata dari kunci pengambilan kitab Kiu teng Cin-keng
yang menjadi pusakanya Hoa-san-pay, telah dicuri dengar
oleh orang luar. Sebaliknya kau pergi saja cepat-cepat ke
gunung Kiu-teng hong. Bereskanlah semuanya itu, lebih
cepat lebih baik." Mendengar kata-kata Giok Hie Tojin tersebut, Bee Tie
merandek. Cepat-cepat bertanya, "Kenapa?"
Giok Hie Tojin berkata pula, suaranya lebih perlahan.
"Itu orang yang tadi tertawa didepan kelenteng kita,
adalah Hek-ie Sin-kun, ketua Tiang-pek-pay. Tentu
sekarang ia sedang menuju ke sana juga hendak mencuri
kitab tersebut dengan menuruti petunjuk dari kata-kata tadi
itu." Setelah berpikir sebentar, Bee Tie seolah-olah mengoceh
seorang diri berkata. "Apa betul kitab Kiu teng Cin-keng berada diatas puncak
puncak Kui-teng-hong" Tapi memang betul. Lebih baik aku
segera pergi ke sana untuk mencarinya."
Tapi tiba-tiba ia teringat lagi akan kata-katanya Kim-coa
Sin-lIe-yang mengatakan bahwa Tongkat Rantai Kumala
yang menjadi pusakanya Hoa-san-pay, adalah
pemberiannya nona kejam itu, maka ia dengan suara
keheranan ia menanya. "Masih ada satu hal yang aku rasa masih kurang ngerti.
Betulkah itu Tongkat Rantai Kumala adalah pemberiannya
Kim-coa Sin-lie?" Mukanya Giok Hie Tojin kelihatan semakin tegang. Ia
menelan ludah, sesaat lamanya ia tidak dapat berkata-kata.
Tiba-tiba tubuhnya bergerak tinggi, terus melesat
ketempat berdirinya itu empat orang imam yang masih
terus membandel. setelah menotok jalan darah mereka,
dengan kecepatan yang tidak kalah dari waktu perginya tadi
ia sudah kembali lagi kedepan ketua barunya dan berkata
padanya dengan suara yang perlahan sekali.
"Disini bukannya tempat kita bicara. Mari ikut aku
kedalam. Aku akan menceritakan padamu semua."
Lalu dengan mendahului ketua partainya yang baru.
Giok Hie Tojin sudah berjalan masuk kedalam ruangan
samping dari kelenteng Cee Thian koan.
Bee Tie juga segera mengikuti berjalan.
Dibelakangnya imam tua dari Hoa-san-pay itu. Waktu
mereka lewat disampingnya gadis pengemis itu, dengan
suara perlahan Bee Tie berkata.
"Harap nona suka tunggu dulu sebentar. Aku pergi tidak
lama dan segera kembali." Sesampainya disebuah ruangan,
disebelah ruangan tadi, dilihatnya ruangab ini tidak kalah
besar dan luasnya dari ruangan tadi. Ditengah-tengah
ruangan tergantung sebuah lukisan dari seorang tosu. Sudah
tentu itu adalah gambar lukisan dari Su coa mereka sendiri
Hoa-san-pay. Disekelilingnya terdapat jendela-jendela yang terpentang
lebar-lebar kedua duannya.
Bee Tie berjalan menghampiri salah satu jendela untuk
menghirup udara segar. Melalui lubang jendela itu ia melihat sebuah gunung
dengan puncaknya yang menjulang tinggi, salah satu
puncak gunung dipegunungan Hoa-san.
Giok Hie Tojin juga menelati perbuatan ketua barunya
yang masih muda itu. berjalan menghampiri jendela
tersebut. Sambil menunjuk keatas puncak gunung tersebut
ia menanya." "Apa Ciangbun jin sudah kenal nama puncak gunung
itu." Bee Tie hanya menggeleng-gelengkan kepala saja sebagai
jawabannya. "Itu adalah puncak gunung "Siok lie heng."
Demikian Giok Hie menerangkan.
"Orang-orangnya Kim-coa-bun mendiami puncak
gunung itu sebagai tempat kediaman mereka itulah markas
mereka. Karena puncak gunung Siok lie hong dekat sekali
letaknya dari kelenteng Cee thian koan kita dan diantara
Hoa-san-pay kita dengan Kim-coa-bun ada ganjalan sakit
hati, maka sukarlah itu dikinoarkan. Ruangan ini adalah
tempat ke diamannya suhu It Han Siang jin, ketua partai
kita yang kedua puluh tiga. Tidak sembarang orang
diperbolehkan masuk kedalam sini ... "
Giok Hie Tojin agaknya seperti ingat sesuatu kejadian
yang menyeramkan, diatas dahinya keringat telah menitik
turun satu-satu. Bee Tie yang menyaksikan kelakuannya imam tua
tersebut, bercekat juga hatinya, dengan suara perlahan ia
menanya. "Kalau menurut tingkat derajat, aku harus menanggil
kau Susiok-cow. Giok Hie Siok-cow, kejadian apa
sebetulnya yang menimbulkan ganjelan sakit hati diantara
partai Hoa-san kita dengan orangnya Kim-coa-bun itu?"
Giok Hie Tojin memesut keringat yang telah membasahi
sekujur dahinya, lalu berkata.
"Suhu It Han Siangjin, diantara begitu banyak ketua
partai Hoa-san kita, boleh dibilang adalah seorang tokoh
terkemuka didalam dunia Kang-ouw, Hoa-san Kiu-teng
Sin-kang dewasa ini telah memancarkan cahayanya yang
gemilang, adalah hasil atau buah Ciptaan It Han Suhu
Orang-orang kuat dari partai-partai lain dalam dunia Kang
ouw yang pernah menyaksikan kepandaian suhu sendiri,
tidak ada satu yang tidak memujinya. Waktu itu, aku baru
saja memasuki pintu perguruan Hoa-san-pay kita. Mungkin
hanya akulah sendiri yang bisa menarik perhatian besar
para suhu, karena sejak itu aku seringkali diajak beliau pergi
kemana saja beliau pergi, boleh dikatakan saat aku sudah
mulai mengembara. Bicara sampai disini, selanjutnya suara makin perlahan,
melanjutkan lagi ceritanya.
"Suatu pagi, selagi aku hendak mengucapkan selamat
pagi dan memberi hormat hormat pada beliau, ketika aku
berjalan memasuki ruangan ini. Aku tidak bisa menemukan
suhu seperti pada waktu sebelumnya. Baru saja aku mau
membalikan badan, mau keluar lagi dari dalam ruangan ini
tiba-tiba dari atas puncak gunung Siok-lie-hong itu aku
dengar suara siulan yang panjang sekali. Aku yang paling
sering mengikuti suhu, lantas mengenali bahwa suara siulan
tadi itu adalah suara siulannya suhu sendiri. Maka itu aku
cepat lari ke tempat dari mana datangnya suara suhu. Di
teagah perjalanan dari jauh, ketika aku meneliti, aku
melihat sesosok bayangan bayangan manusia dengan
larinya yang pesat terus naik keatas puncak gunung Siok-lie
hong itu. Tetapi dalam waktu sekejapan saja bayangan itu
sudah lenyap kembali diantara jalan gunung yang berliku
liku. Sedari waktu itulah sampai beberapa bulan lamanya,
aku tidak bisa menemui suhu disini. Lama-lama aku merasa
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kuatir juga. aku lalu bermaksudahendak segera
memberitahukan semua kejadian ini pada Toa-Suheng-ku
Giok Thoan Su-hong. Tapi kalau aku ingat banwa diantara
Kim-coa-bun dan Hoa-san-pay kita sudah ditetapkan
bersama daerah perbatasannya, dengan batas sungai
mengalir di sana itu, aku lalu percuma saja kalau hal itu aku
beritahukan kepada Toa Suheng. Maka itu. kejadian itu
berjalan berbulau-bulan lamanya tanpa ada seorang juga
yang tahu kecuali aku. Tapi, tak kusangka tak kunyana,
setengah tahun kemudian dari waktu itu tahu-tahu tanpa
menerbitkan suara sedikitpun juga suhu sudah kembali,
langsung berjalan masuk ke dalam ruangan ini. Tapi hal ini
juga hanya aku yang tahu."
-oo0dw0oo- Jilid 11 BICARA sampai disitu, Giok Hie tojin tiba-tiba
menghentikan penuturannya. Bee Tie dengan suara tidak
sabaran menanya. "Setelah beliau kembali itu, lalu kemudian ada kejadian
apa lagi?" Giok Hie Tojin berpaling, memandang sebuah tempat
tidur dibelakangnya, lalu berkata pula. Suaranya kali ini
sudah sangat perlahan sekali, perlahan sampai seakan akan
orang berbisik kedengarannya, katanya.
"Suhu tidak bernapas lagi, rebah terlentang ditempat
tidur itu," Jawaban ini sesungguhnya jauh diluar dugaannya Bee
Tie semula. Sampai terlompat ia karenanya.
Giok Hie Tojin setelah menghela napas panjang,
Persekutuan Pedang Sakti 13 Kisah Para Naga Di Pusaran Badai 2 Karya Marshall Peristiwa Bulu Merak 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama