Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin Bagian 6
melanjutkan lagi penuturannya.
"Badannya tahu tahu, lama kelamaan jadi bengkak.
Didalam tangan tergenggam keras-keras Tongkat Rantai
Kumala." Tanpa terasa Bee Tie lalu berseru.
"Ah! Kena racun jahatnya orang-orang Kim-coa-bun."
Giok Hie Tojin menganggukkan kepala seraya berkata.
"Ya, setelah Giok Cin Toa Suheng menjabat ketua
partai kita, ia sudah menyiapkan segala keperluan dengan
rencananya sekali untuk menuntut balas, ia sudah berlatih
sangat giat, tapi karena Hoa-san Kin-teng Sin-kang telah
lenjap dan kepandaian toa Suheng sendiri memang masih
belum begitu sempurna maka walaupun ia telah menahan
Sabar sampai tiga puluh tahun lamanya melulu untuk
menambah dan memperdalam ilmunya, tapi setelah Toa
Suheng pergi keatas Siok-lie-hong lantas tidak ada kabar
ceritanya. Untuk selamanya Toa Suheng tidak kembali,
sampaikan Tongkat Rantai Kumala kita juga turut lenyap.
Tongkat ini baru didapat kembali setelah Kim-coa Sin-lie
datang kemari mengantarkannya."
Ia berherti sebentar, lalu melanjutkan pula bicaranya.
"Tidak nyana didalam partai kita telah terjadi
kekeruhan, pemberontakan mengakibatkan perang saudara
... Pada hematku, untuk mengharumkan pula namanya
Hoa-san-pay kita rasanya akan memakan waktu tidak
cukup dengan satu dua hari saja ... "
Bee Tie dengan alis mata berdiri berkata dengan suara
lantang. "Sesudah aku mendapat tugas berat dari Hoa-san-pay,
sudah tentu aku akan berusaha membangun pula partai kita
yang sudah hampir runtuh ini."
Giok Hie gembira, itu nyata terlihat di wajahnya, ia juga
lantas berkata. "Ciang-bun jin yang berusia masih begini muda dan
sudah mempunyai niatan begitu tinggi, sungguh patut
mendapat pujian dari siapa saja. Tapi harap Ciang-bun jin
suka berhati-hati terhadap Giok Ceng dan Giok Hian itu
dan dua orang pemberontak, kepandaian mereka cukup
tinggi." Bee Tie mengangguk-anggukkan kepala. Tapi ia ingat
perbuatan Giok Hian dan Giok Ceng yang bandel itu,
hatinya dirasakan panas membakar. Darah mudanya
bergolak. "Atas perhatian Susiokcow Bee Tie disini menghaturkan
banyak terima kasih. Tapi Giok Ceng dan Giok Hian, itu
dua penghianat yang sudah memberi kesempatan pada
semua tosu Hoa-san-pay kita untuk memberontak padaku,
tentu tidak bisa selamanya mereka bisa berbuat sesukanya."
Dalam gusarnya ini Bee Tie berjalan meninggalkan
ruangan bersejarah hebat itu dan hendak kembali menemui
si wanita muda macam pengemis itu.
Sesampainya ia disitu, orang tawanannya tadi dilihatnya
sudah tidak bernapas lagi. Akan tetapi rupanya si wanita
pengemis masih belum merasa puas. Begitu dia melihat Bee
Tie muncul, ia lantas menimpahkan kegusarannya atas diri
pemuda ini, dengan mulutnya yang mungil ia berkata.
"Orang ini suugguh bandel! Sampai matinya ia masih
belum mau mengatakan tempat persembunyian kawankawannya,
maka terpaksa kubunuh padanya! Kau marah
padaku?" "Biarlah. Ia tidak mau kata ya sudah. Aku sudah tahu
dimana tempat orang-orang Kim-coa-bun itu sembunyikan
diri, Apa nona ini seperguruan dengan saudara Ie Ceng
Kun?" Mendengar Bee Tie menyebut nama Ie Ceng Kun ia
lantas teringat kembali halnya Yu Suheng yang terbunuh
oleh orang-orangnya Kim-coa-bun, maka dengan wajah
gemas dan air mata bercucurau ia berkata.
"Aku adalah saudara tuanya Ie Ceng Kun. Namaku Ie
Siauw Yu, Yu Suheng itu baru saudara seperguruanku.
Sayang ia sudah tiada ... apa kau yang mengubur
jenazahnya" Aku mengucapkan banyak terima kasih
padamu." Bee Tie hanya menganggukkan kepala. Ia juga turut
berduka maka dengan suara rendah ia berkata.
"Tempat kediaman orang-orang Kim-coa-bun aku sudah
tahu, kau tidak usah kuatir tidak bisa menuntut balas
terhadap mereka. Tempat mereka itu tidak jauh dari sini."
Ie Siauw Yu membelalakkan matanya, Dengan agak
ragu ragu ia menanya. "Api betul" Dimana" "
Bee Tie tidak menjawab. Ia bingung. Air mata Ie Siauw
Yu masih belum ditepas kering, tapi mendadak nona ini
lantas tertawa bergelak-gelak. Dan kini ia dapatlah
membeda-bedakan sifat nona pengemis ini jenaka dan
persis dengan sifatnya Ie Ceng Kun yang pendiam dan suka
berhati-hati. Entah berapa lama ia berdiri termangu-mangu, lalu ia
menggapaikan tangannya memanggil dua orang tosu dan
menyuruh dua orang ini mengurus membersihkan mayat
mayat orang-orangnya Kim-coa-bun sesudah ia sendiri
berhasil menggeledah badan mereka dengan didapatinya
banyak obat-obat pemunah racun berbisa golongan Kimcoabun itu. Saat itu Giok Hie Tojin masih tetap berdiri bagai patung.
Bee Tie yang melihat keadaan itu, lantas
menghampirinya dan sambil membungkukkan badan
memberi hormat ia berkata.
"Susiokcow, semua urusan dalam kelenteng Cee-thiankoan
ini harap supaya Siok-cow suka mengurusnya
sebagaimana baiknya Bee Tie sampai disini saja menemui
para saudara sekalian, sekarang hendak minta diri untuk
mengurus satu keperluan lain ... "
Bee Tie telah mendengar jelas semua penuturan Giok
Hie Tojin didalam tadi. Ia ingat benar Giok Hie
mengatakan bahwa It Han Siangjin yang sudah
memahamkan seluruh kitab Kiu-teng Jin-keng, setelah ke
Siok-He hong, setelah berbulan bulan baru kembali lagi.
Dari sini ia lantas memikirkan bahwa Kiu teng Jin-keng
itu kalau tidak terjatuh dalam tangan orang-orang Kim-coabun
dipuncak Siok-lie-hong. tentu masih ada dipuncak Kiu
teng hong. Tapi, kalau mengingat lagi bahwa Kiu-teng Ciu keng dan
Kiu-teng hong sama sama mempunyai kata kata Kin teng.
maka kemungkinan lebih besar kitab itu ada di Kiu-tenghong.
Maka ia segera mengambil keputusan tetap hendak
lantas pergi kepuncak Kiu teng hong dulu dan mengadakan
penyelidikan digunung itu. Disamping itu ia juga takut
kalau kalau sampai kejadian Kiu-teng Cin-keng terjatuh
dalam tangan orang lain, apalagi kalau sampai orang itu
dengan menggunakan Kiu-teng Cin-keng itu kemudian hari
mengacau dunia, tentu ia sebagai ketua harus sanggup
mengatasinya. Tapi, untuk itu dengan kepandaiannya
sekarang, mana mampu ia menghadapi orang itu" Maka
cepat cepat ia menggerakkan kakinnya.
Tapi baru beberapa tindak ia melangkah, mendadak dari
luar tampak si Pedang Tumpul mendatangi dengan
jalannya yang sempoyongan. Rupanya luka lama si pelajar
tua ini belum sembuh sama sekali, lalu sudah ditambah
luka-luka baru pula. Pelajar tua itu begitu melihat Bee Tie lantas berteriakteriak.
"Hai kau sibocah ini masih bisa enak-enakkan disini"
Lekas kau naik kepuncak kiu-teng-hong sana dan cepat!
Kalau nanti situa pendek celaka karena kau aku cuma mau
tahu dari kau sendiri!"
Seketika itu wajahnya Bee Tie berubah pucat cepat-cepat
anak muda ini menanya. "Apa" Disana sudah terjadi pertempuran?"
Si "Pelajar Pedang Tumpul" saat itu merasakan kakinya
lemas sekali ia lantas terduduk numprah ditanah. Tapi
meskipun demikian ia masih berdaya sedapat mungkin
hendak bangun lagi. untung keburu dicegah oleh Bee Tie.
"Paman Pedang Tumpul, kau istirahatlah dulu. Jangau
kuatir, aku sekarang pergi."
Berbareng dengan ditutupnya kata-katanya ia sudah
lompat melesat jauh menuju kepuncak kiu-teng-hong.
Ketika badannya masih berada ditengah udara ia berkata
pula. "Giok Hie Siokcow, tolong kau capaikan diri
menyembuhkan lukanya."
Sekejap saja, begitu suaranya berhenti, orangnya sudah
tidak terlihat lagi. Ie Siauw Yu melihat muka si Pedang Tumpul sesaat,
menoleh mengawasi Giok Hie To-jin yang sedang berdiri
termangu mangu, kemudian lagi dilihatnya keadaan
disekitar kelenteng Cee-thiau-koan yang angker suasananya.
Orang yang biasanya hidup bebas seperti nona ini tak
mungkin akan betah berdiam lama-lama dikelenteng sunyi
sepi ini. Maka noua pengemis ini sambil berteriak keras badannya
sudah melesat kearah mana Bee Tie menghilang tadi.
Saat itu si Pedang Tumpal sedang merintih rintih
menahan sakit. Mulurnya mengoceh sendiri.
"Pantas kalau si tua Jari Sembilan mengantapkan anak
daranya berkeliaran didunia Kang ouw. Kiranya bocah
perempuan itu juga sudah memiliki kepandaian yang berarti
... " Tapi mendadak ia lompat berjingkrakan sambil berteriakteriak.
"Arak. Lekas dewa arak kembali. Apa kalian tidak
dengar tadi si bocah Ciang-bun-jin kalian perintahkan
kalian apa" Dia tadi suruh kalian layani aku baik-baik.
Sekarang lekas bawakan arak untukku! "
Giok Hie Tojin menggoyang-goyangkan tangannya
seraya berkata! "Semua anak murid Hoa-san kalau tidak mendapat
perintah dari aku si orang tua jangan sembarangan keluar
dari Cee thian koan! Sekarang semua kembali ketempat
penjagaan masing-masing!"
Mendengar perintah tersebut sekalian to-su yang
mengerubung disitu lantas bubar dan berjalan masuk
kedalam kelenteng Cee-thiau-koau yang amat luas.
Kini dilnar pekarangan hanya ketinggalan Giok Hie
Tojin. Pedang Tumpul yang sedang terluka dan satu orang
tosu muridnya Giok Hie Tojin. Sang murid ini agaknya
sedang menanti perintah lebih lanjut dari gurunya.
Giok Hie Tojin sendiri lantas lompat menghampiri si
Pedang Tumpul sambil berkata.
"Kalau mata Pinto belum lamur, kau tentu adalah si
"Pelajar Pedang Tumpul" yang sudah sangat terkenal itu.
Kau sekarang dalam keadaan terluka berat, masih mau
berusaha dari tempat begitu jauh mencari Ciang-bunjin ...
Ah. Dasar Hoa-san-pay yang harus masih harus jaya."
Setelah berkata demikian, dari dalam saku bajunya ia
lalu mengeluarkan satu botol kecil berisi obat berwarna
merah yang lantas diberikan kepada si Pedang Tumpul
seraya berkata. "Obat Kiuteng-tan ini adalah hasil ciptaan guru Pinto
sendiri meski masih belum mampu membangkitkan kembali
orang yang sudah mati, tapi kekuatannya tidak kalah
dengan Soat-liannya orang-orang Thian-san-pay. Terhadap
luka luka dan penyakit dalam lain Pin-to berani tanggung
obat ini cukup bisa mengeluarkan khasiatnya."
Si Pelajar Pedang Tumpul menyambuti obat pemberian
tersebut menciumnya berulang ulang. Mendadak ketawa
bergelak gelak." Tapi tak lama setelah itu sudah kembali pula pada
sikapnya yang wajar, sebagai seorang pelajar. Sambil
mengacung acungkan jari jempolnya pelajar tua itu berkata.
"Sungguh bagus Hoa-san Kiu-teng-tan! Aku rasa obat
ini tidak ada keduanya dalam dunia. Aku si Pedang
Tumuul, atas ketulusan hati Totiang suka memberi obat ini
cuma bisa mengucap terima kasih saja aku si pelajar jorok
ini mana ada itu lelaki menerima barang begitu berharga"
Harap Totiang suka terima kembali obatmu ini."
Ia bicara demikian dan tangannya juga lantas
mengasurkan obat pil merah itu balik pada pemiliknya.
Giok Hie Tojin yang melihat itu agaknya merasa kurang
senang. Sambil tarik muka asam ia berkata.
"Hmm! "Pelajar Pedang Tumpul" mendapatkan
namanya yang begitu harum kalau begitu bukan karena
kelakuannya yang budiman!" Apa kau setiap memberi
sesuatu pada orang itu selalu mengharap balasannya" Kau
harus tahu dalam hal ini, yah! Kalau Pinto mau di kata
menghendaki balasan nah! Ketua partai kami yang masih
muda belia itu sangat membutuhkan bantuan tenagamu,
kau si "Pelajar Pedang Tumpul". Maka kau terimalah Kiute.
ig-tan ini. Pinto rela menyerahkan barang kecil yang
cuma beberapa gelintir dan tak ada harganya itu. Kau
telanlah segera." Selama ia bicara tangannya menolak pemberian balik
obatuya sendiri. Ia menyurung obat ditangan si Pedang
tumpul itu sampai mendekati mulut pelajar itu. Ia juga
dapat berbuat demikian karena pada saat itu si Pedang
Tumpul sedang menderita luka-luka dalam yang tidak
ringan. Tampak si Pedang Tumpul ragu-ragu sejenak, agaknya ia
sedang memikirkan kata-kata Giok Hie Tojin tadi.
Akhirnya setelah berpikir bolak balik ditelannya juga obat
warna merah tersebut. Lalu. sesaat setelah itu. tanpa pamit dan tapa
mengucapkan terima kasih lagi ia berlalu meninggalkan
kelenteng Cee-thian-koan dengan jalanya yang masih
berjingkluk-jingkluk. Dia masih juga merasakan payah
dalam perjalanannya itu tapi terus dipaksakan.
Sebentar ia sudah merasakan penyakitnya agak
kurangan, dan ia dapat berjalan secara leluasa dengan
tindakan wajar. Selang sesaat lagi ia sudah dapat berlarilarian
sangat pesat untuk dilain detik lenyap ditikungan satu
jalan sempit yang teraling pohon-pohon tebal.
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Saat itu Giok Hie Tojin baru bisa menarik napas lega. Ia
lantas menoleh kebelakang dan berkata pada muridnya
yang telah menantikan padanya sekian lamanya.
"Ciang-bun-jin Bee Tie mempunyai bakat baik untuk jadi
pemimpin. Kepandaiannyapun sudah tinggi dan
kecerdasannya luar biasa. Rasanya tidak sukar untuk kita
dapat mengembalikan nama baik partai kita atas bini
bingmnya. Maka itu semua anak murid Hoa-san-pay
diharuskan tunduk dan taat pada perintah Ciang-bun jin
kita itu. Beritahukan apa yang kukatakan tadi pada sekalian
Sutee juga akan segera berangkat ke Kin-teng-hong. Dan
semua apa yang ada disini kuserahkan padamu.
Bertindaklah secara bijaksana. Aku pergi."
Begitu kata-katanya berhenti, sekali tampak lengan
bajunya yang lebar mengebas, tahu-tahu orangnya tidak
terlihat lagi menghilang diantara banyak pepohonan lebat.
Imam tua ini pergi meninggalkan kelenteng Cee-thian-koan
dengan maksudahendak mengawasi tindak tanduk ketua
mudanya yang baru. sekalian untuk menjaga
keselamatannya apabila keadaan sangat perlu.
Mari sekarang kita tengok kembali keadaannya Bee Tie,
ketua Hoa-san-pay kedua puluh enam ini sedang pergi
dengan berlari-larian. dan sejak meninggalkan kelenteng
Cee-thian-koan, dengan gerakan lincah dan gesit dalam
sekejapan saja sudah berada disamping gunung Kiu-tengbong.
Selama di dalam perjalanan, pikirannya selalu
dikerjakan. Ia merasa heran. Pada pikirnya, apa yang ia
tahu, selain sembilan tiang batu yang pernah dilihatnya,
tidak ada lobang manpun goanya. Dimana Kiu-teng Cin
keng disimpan ia masih belum tahu.
Dalam melamunnya, dari jauh matanya mendadak dapat
melihat itu sembilan tiang batu tinggi yang seolah olah
hendak menyaingi tingginya puncak gunung Kiu-teng hong.
Dibawah tiang tiang batu tersebut tampak Lee Thian Kauw
yang paling dulu dikenalnya, tidak jauh daripadanya ada
lagi seorang usia pertengahan berwajah hitam, dua orang
ini masing masing dikawal oleh Go-tong Sin-kho dan dua
orang tinggi besar, yang jauh lebih tinggi dan lebih besar
dari pengawakannya Lee Thian Kauw. Lee Thian Kauw
didampingi oleh satu wanita cantik bagai bidadari, sedang si
orang hitam diapit oleh dua orang tinggi besar yang masing
masing sebelah matanya sudah tidak ada.
Sebentar tampak Lee Thian Kauw mengangkat tinggi
tinggi sebuah tiang batu dan sedang mengawasi bagian akar
akar dari baru tersebut. Begitupun, orang hitam tadi yang
masih memeluk satu tiang batu lain. kini sudah mengangkat
naik batu itu keatas dan juga sedang mengamat amati
bagian bawah batu tersebut.
Tidak jauh dari tempat kelima orang termaksud berdiri,
kelihatan lagi empat orang lain. yaitu Giok Ceng. Giok
Hian, si Putih Kurus dan si kakek pendek Kiauw Kiu Kong.
Empat orang yang disebut belakang ini sedang berdiri bagai
patung tidak bergerak, juga tidak bicara. Keadaan orangorang
itu mirip patung kalau tidak ada pergerakkan biji
mata mereka yang sebentar mengawasi Lee Thian Kauw
dan pada lain saat sudah melirik si orang hitam.
Perlu kiranya diketahui orang hitam ini sebenarnya
adalah satu orang kuat dari golongan hitam yang namanya
sudah sangat terkenal, yaitu Kong sim!"au, ketiga dari satu
partai besar Tiang-pek-pay. Orang itu biasa dipanggil nama
julukannya. Hek-ie Sin-kun.
Bee Tie yang sudah mengenal dua orang kuat itu tahu,
satu saja sudah sukar dilayani, apa lagi kini sekali muncul
dua-duanya. Ia tidak tahu cara bagaimana menghadapi
mereka itu nanti. Tetapi disamping pikirannya itu ia juga
tidak berani berayal. Cepat cepat ia mengerahkan tenaga
dan mempercepat larinya. Sementara itu Lee Thiau Kauw diatas dahinya telah
mengucurkan banyak keringat, begitu pula keadaannya
Hek-ie Sin-kun si orang hitam. Rupanya mereka ini baru
habis melakukan pertempuran sengit dalam waktu cukup
lama. Bee Tie dari jauh-jauh sudah dapat melihat muka tegang
orang diatas puncak, diam-diam dalam hati berpikir. Ada
apanya sih di bagian bawah tiang-tiang batu" Kenapa
orang-orang itu sampai kesudian mengangkat-angkat tiang
tiang batu yang begitu besar dan beratnya" Aku tidak akan
biarkan mereka terus beraksi akan kucegah mereka sebisa
bisanya. Tapi kekuatan Lee Thian Kauw seorang saja sudah
hebat begitu ... untuk melawan dia seorang saja rasanya aku
harus sangsikan kemampuanku ... Sekarang ada lagi itu
orang hitam yang mungkin adalah itu orang dalam joli dan
kata orang-orang Kay-pang salah satu tokoh
berpengaruhnya Tiang-pek-pay bagaimana aku sanggup
melayani mereka dua orang kuat itu"
Mendadak hatinya tergerak. Eh! Apa mungkin Kiu-teng
Cinkeng ditulis dibagian bawah dari tiang batu itu" Apa
tidak boleh jadi Sucownya sengaja menulis disitu ... dari ya!
Cocok dengan kata-kata kunci "pengambilan Kiu-ieng Cinkeng.
Celaka!" Memikir sampai disini, ia lantas bergerak lebih cepat.
saat itu dilihatnya senyum masih terkilas diwajahnya Lee
Thian Kauw. Ketika ia mengawasi Hek-ie Sin-kun, orang
hitam ini sedang mesem mesem. Perlahan-lahan dua orang
itu menaruh tiang batu ditangan masing-masing ketanah.
keduanya lalu saling pandang sejenak, lantas ketawa
bersama. Dilain saat tiba-tiba tampak Kek ie Sin kun
mengangguk-angguk sedang Lee Thiau Kauw menggelenggelengkan
kepala. Mendadak dilihatnya Lee Thian Kauw mencengkeram
tiang batu yang dipegangnya. Semua kejadian disaksikan
tegas oleh Bee Tie. Benar-benar ia tak habis mengerti. Apa
yang sedang mereka kerjakan disitu. Sungguh aneh
kelakuan mereka pada penglihatan anak muda kita.
Mendadak terdengar Suara Lee Thian Kauw ketawa
berkakakan, kedua tangannya cepat ditarik pulang dari
cekalannya, lalu cepat bagai kilat tangan-tangan itu
disarungkan lagi kemuka, menggempur tiang batu
dihadapannya, "Celaka." keluh Bee Tie. Ia sebagai ketua
Hoa-san-pay, seharusnya mesti bisa mencegah perbuatan
orang-orang jahat yang ingin mereniu pusaka partainya,
tapi ... Sebentar terdengar suara "Prukkk" amat nyaring,
tiang batu didepan orang she Lee itu sudah hancur
berserakan. Yang kaget, bukan hanya anak muda ini saja. Empat
penonton lainnyapun tidak kalah terkejutnya. Si Putih
Kurus, Giok-ceng, Giok-Hian dan Kiauw Kiu Kong masing
masing mengeluarkan seruan jeritan tertahan. Mereka
sebenarnya tidak pernah menyangka kalau tiang batu yang
demikian besarnya dengan sekali tepuk bisa hancur
berkeping keping ... Belum hilang rasa terkejutnya orang-orang itu semua,
tiba-tiba terdengar pula-suara yang sama seperti suara batu
hancur semua dibarengi suara tertawanya Hek-ie Sin-kun
tiang batu didepau orang hitam ini sudah remuk seperti abu!
Kiranya Hek-ie Sin-kun begitu melihat perbuatan Lee
Thian Kauw juga lantas bertindak. Kakinya menotol tanah
tubuhnya melayang naik keatas, dan ... Pruk tiang batu
dihadapannya hancur lebur! Ketika orang-orang yang tadi
dibuat kesima lantaran terlalu kaget menengok, hanya
terlihat pada Hek ie SIH kun melayang kebumi diantara
reruntuhan batu batu halus. Gerakan orang hitam ini
tampak lambat, tapi sesungguhnya cepat luar biasa.
Si "Putih Kurus", adalah sebagai orang pertama yang
tidak dapat menahan gelora hatinya yang ingin menang
sendiri. Orang kurus ini lantas berseru berulang-ulang.
"Kiu-teng Cin-keng ... Kiu teng Ciu keng sudah hancur!
Mari kita bunuh dua orang serakah itu! Majuuuu!!"
Saat itu Bee Tie sudah hampir sampai di tempat
kejadian. Keringat keringat sebesar biji kedelai tampak
mengucur di jidatnya. Semangatnya hampir terbang.
Bagaimana kalau Kiu teng Cin keng benar benar hancur.
Bukankah ia sebagai ketua yang harus bertanggung
jawab" Saat itu si Putih Knrus yang sejak tadi berkaok-kaok, kini
dibarengi dengan suara teriakan kerasnya, badannya
menubruk Lee Thian Kauw. Kelakuan orang kurus ini tidak
bedanya dengan gerakan macan kelaparan.
Go-tong Sin-kho yang menyaksikan gerakan orang kurus
ini, sudah tentu tidak mau mendiamkan saja. Sebat
gerakannya, tangannya sudah menggenggam pedang yang
lantas mengirim satu serangan hebat kearah dada si "Putih
Kurus". Sambil menyerang ia berkata.
"Hai orang dari Bong san! Apa kau tidak tahu malu!
Mau barang tidak mau kerja. Kalau kau mau, boleh angkat
sendiri yang lain itu, kan masih banyak !"
Kiranya, dari antara sekian banyak orang-orang disitu,
hanya Lee Thian Kauw dan Hekie Sin-kun dua orang saja
yang mampu mengangkat batu yang besar-besar itu, maka si
"Putih Kurus" yang rakus tanpa malu malu lagi lantas
menyerang Lee Thian Kauw hendak merampas hasil
pendapatannya dan Go-tong Sin-kho berani mengucapkan
kata-kata pedas menyakiti hati orang itu.
Si Putih Kurus yang dijengeki serupa itu bukan main
gusarnya! Ia lantas berkaok-kaok.
"Hai Siluman perempuan! Kalau sebenarnya orang-orang
tuacam apa! Dengan susah payah aku sudah menempuh
bahaya besar baru aku satu orang bisa ketemukan kata-kata
rahasia untuk mengambil Kiu-teng Cin-keng. Kenapa kalian
tidak mau bagi rata hasilnya dan mau kangkangi sendiri
saja" Bagaimana melihat itu aku sebagai orang terdekat
dengan Hoa-san tidak merasa sakit hati! Lekas kau katakan
itu betul apa tidak!"
Kiauw Kiu Kong yang mendengar itu lantas tertawa
berkakakan. Kakek pendek ini tidak melakukan gerakan apa
apa" Si "Putih Kurus" yang kembali diejek orang lantas naik
darah. Dengan cepat ia menyerang Go-tong Sin-kiio karena
ia hendak lekas-lekas mendekati Lee Thian Kauw dalam
perlindungan janda cantik ini.
Si cantik dengan pedang ditangan rupanya tidak mau
kalah seuratpun dari si "Putih Kurus", maka sebentar
ramailah mereka berdua bergebrak.
Sementara itu, dua imam tua Hoa-san-pay Giok-Ceng
dan Giok Hian melihat Hek-ie Sin-kun dan Lee Thian
Kauw berdua sudah menggempur tiang batu pusaka
partainya marahnya bukan main. Oleh karena Lee Thian
Kauw sudah dikacau oleh si Putih Kurus mereka lalu
menyerbu hendak menempur si orang hitam Hek-ie Sinkun.
Akan tetapi, dua orang tinggi besar yang berpengawakan
macam raksasa, berbareng telah menghadang didepan Hekie
Sin-kun dan segera menyambuti serangan dua imam
tersebut. Sebentar lantas terdengar suara benturan amat nyaring,
dua imam tua yang sudah kawakan terpaksa harus mundur
sampai tiga langkah karena tidak tahan menerima serangan
balasan dua orang tinggi besar itu.
Tapi, dipibak lawannya, dua orang tinggi besar macam
raksasa tersebut yang sudah menang diatas angin bukannya
merangsek terus musuhnya, sebaliknya malah balik lagi dan
berdiri dikedua sisi Hek-ie Sin-kun dalam sikap berjagajaga.
Gerakan mereka yang bertempur sama-sama cepat.
Mereka cepat, Bee Tie lebih cepat lagi. Anak muda ini
sudah sampai di tempat pertandingan itu. Pemuda itu tidak
terus menerjang. Ia masih sangsikan kemampuan diri
sendiri. maka ia lantas menghampiri si kakek pendek Kiauw
Kiu Kong. Sementara itu, ketika enam orang bertempur ramai
ramainya! Lee Thian Kauw dan Hek kie Sin kun sudah
hendak mengangkat tiang tiang batu lainnya lagi. Agaknya
mereka sudah memperhitungkan kekuatan pihaknya
masing-masing, dengan orang bawaannya masing-masing
sudah cukup untuk menandingi musuh-musuhnya.
"i.aka teius maju, terus dalam usahanya mencuri Kiuteng
Cin-keng. Kalau tadi Bee Tie menduga Kin-teng Cin keng
diiulisnya dibagian bawah batu yang terpendam didalam
tanah, dugaan itu sama sekali tidak salah Kiu-teng Cinkeng
memang sengaja ditulis dibawah masing-masing tiang batu
dipuncak Kiu-teng-hong, hampir didasarnya tiang. Dan Lee
Thian Kauw serta Hek-ie Sin-kun yang telah melihat tuiisan
itu di bawah tiang batu yang dicabutnya mula-mula lantas
digempur hancur lagi, yaitu ketika Bee Tie masih berada
dilamping gunung. Kini Bee Tie sudah sampai disitu dan sedang
menghampiri Kiau Kiu Kong, dua orang itu sudah hendak
mengangkat dua tiang batu lain.
Giok Ceng dan GiokHian yang tidak ungkulan melawa
dua "raksasa" itu, begitu melihat Lee Thian Kauw tanpa
ada penjaga, lantas berbareng pada loncat menghampiri
orang she Lee itu hendak menghalang-halang perbuatannya
selanjutnya, Bee Tie yang melihat itu diam-diam merasa
girang. Mungkin takkan kesampaian maksud si jahanam
she Lee mencuri lihat Kiu-teng Cinkeng, demikian pikirnya
dalam hati. Tapi mendadak telinganya dapat mendengar
satu suara bentakan. "Tahan!" amat nyaring, si kakek
pendek Kiauw Kiu Kong sudah menghadang didepan dua
imam tua Hoa-san yang hendak mengeroyok Lee Thian
Kauw. Giok Ceng dan Giok Hiau melengak.
Sementara itu Kiauw Kiu Kong sudah membuka mulut
lagi ia lantas berkata. "Kalian berhenti! Kita sekarang sudah sama tahu yang
Kiu teng Cin keng itu adanya di bawah sembilan tiang batu
itu. Sekarang kalian dengar! Kalau si orang she Lee atau si
hitam itu, satu yang mana saja antara mereka kita rintangi
tindakannya, tentu ada satu yang pasti bisa membaca habis
semua, Kiu-teng Cin keng diatas sembilan tiang batu itu.
Kalau sudah begitu, itu tentu lebih bahaya akibatuya dari
pada kedua-duanya kita biarkan saja masing masing
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mendapat separohnya" Kiu teng Cin keng itu sepanjang
pengetahuanku, baru kelihatan kegunaannya kalau dilatih
kesemuanya. Cuma separoh, aku pastikan tidak ada
gunanya bagi mereka. Maka kalau sekarang kalian mau
bunuh seorang saja, siapa nanti yang akan mampu
menahan seorang yang lain kalau sampai dia mengacau
dunia" Apa tindakanmu ini bukan berarti sengaja memberi
kesempatan pada si Hitam untuk dikemudian hari
merajalela dalam dnnia Kang ouw. Kalau sempat benarbenar
terjadi begitu, apa kalian mampu menundukkan dia
lagi" Kalian pikir dulu, kalau rasa rasanya tidak sanggup
membunuh kedua duanya, jangan kalian bunuh saja! Aku
yakin. Meski aku si orang tua dan Bee Tie si bocah itu turut
maju bersama-sama, tidak ada gunanya. Apa pikiranku
salah?" Dua imam yang sedang diberi kuliah mendengar katakata
si kakek pendek yang masuk diakal juga, lantas
mengurungkan maksudnya dan segera mengundurkan diri
ketempat agak kejauhan untuk mengawasi kejadian
selanjutnya. Bee Tie disamping yang semula mengeluh melihat
cegahan Kiauw Kiu Kong, begitu mendengar penjelasannya
yang panjang lebar lemas merasa jengah sendiri. Ia berdiri
menjublak sekian, lama tanpa dapat mengatakan apa-apa.
Tapi tidak demikian halnya dengan si Putih Kurus.
Orang temaha itu meski tahu dirinya bukan tandingan Gotong
Sin-kho, namun masih tetap mau mendesak wanita
cantik dihadapannya itu. Bagai orang kalap ia menyerang
bertubi-tubi. Tangannya bergerak-gerak menyerang Go-tong
Sin-kho mulutnya memaki-maki Kiauw Kiu Kong.
"Hai kau situa bangka pendek! Aku macam kau itu
orangnya yang dikata suka membela keadilan! Hmm! Apa
begitu pantas" Pihak sendiri tidak kau bantu dan tidak
terang terang menolong orang luar! Apa sama sekali kau
tidak merasa punya hubungan dengan Hoa-san-pay"
Didepan matamu kau lihat orang lalu mau merampok harta
pusaka satu sahabat, kau diamkan saja. Malah ada orang
lain mau membantu aku mau mengganyang perampoknya,
sudahkau larang! Apa-apan itu?"
"Cis! Setan Putih! seharusnya kau sendiri salahkan
kepandaianmu yang tidak bisa sempurna-sempurna tidak
becus menowel baju musuh. Kenapa bolehnya kau makimaki
orang seenaknya" Nah! Kalau Giok Ceng dan Giok
Hian yang mengatakan itu, baru namanya pantas. Sebagai
orang-orang Hoa-san-pay asli mereka baru ada hak
mengatakan begitu. Kau ... Hmm! Apa pangkatmu" Apa
hubunganmu dengan orang-orang Hoa-san" Mau apa kau si
serakah menahan orang-orang yang tidak bersangkutan
dengan kau!" Si "Putih Kurus" yang dicaci habis-habisan masih tak
bergerak. Ia menyerang lawan tempurnya dengan sengit,
sedang mulutnya lagi lagi berteriak-teriak memaki Kiau Kiu
Kong. "Tua bangka bangkotan keparat! Jaugan banyak bacot!
Apa kau tak tahu ketua lama Hoa-san-pay Cie Gak juga
panggil aku su-siok" Kenapa kau kata aku si "Putih Kurus"
dari Bong-san ini tak pantas melindungi barang kawan dan
membela keadilan! Coba kau kata lagi! Apa salahnya aku
kalau mencegah perbuatan jahat mereka!"
Mendengar itu, seketika kakek pendek ketiga-tiga tawatawa
segan. Dengan sikap mengejek kembali ia berkata.
"Hrnm. Siapa-didunia yang tidak tahu kau si Setan Putih
paling suka makan kawan sendiri dan cuma kenal membela
kepentingan diri sendiri! Kau boleh kata sepuluh ribu kali
kawan, kawan, terus kawan, kau boleh hilang kawan orang
Hoa-san-pay. Tapi siapa yang mau percaya mulutmu yang
bau busuk itu. Siapa juga yang tidak tahu dulu di depan
batu Kepala orangmu kau tolak mentah mentah Cie Gak
yang mengharap pertolonganmu karena sedang dikejarkejar
oleh enam Sutee durhakanya (Baca jilid satu lembar
penama). Apa tindakanmu itu boleh dihitung menolong
kawan membela keadilan" Hmm."
Saat itu. Hek-ie Sin-kun yang dapat bertindak leluasa
tanpa ada yang merintangi dengan tidak memperdulikan
suara ribut-ribut disekitarnya, lantas memasukan semua
tulisan dibagian bawah tiang batu kedua kedalam otaknya
lain saat sudah hendak memukul hancur lagi satu batu.
Sedangkan Lee Thian Kauw karena adanya gagasan si
Putih Kurus yang terus menerus, mau tak mau harus mecah
perhatiannya. Di samping hendak mencabut terus tiang
satunya lagi, ia juga harus mendengar cacian si "Putih
Kurus" yang sengaja diucapkan keras-keras.
Tapi dasar Lee Thian Kauw orangnya cerdas, sebentar ia
sudah dapat memusatkan perhatiannya dan lain detiknya
sudah dapat mengangkat tiang batu dihadapannya dan
membaca sekali tulisannya. waktu cepat berlalu! Sebentar
lagi ia sudah hendak menghancurkan batu itu.
"Hong Wie kau kepinggir! serunya.
Berbareng juga tiang batu besar ditangannya melayang
kearahnya si "Putih Kurus". Tapi orang she Lee ini tak
berhasil sampai disitu. Ia yang sudah sangat membenci si
Putih Kurus begitu batu terbang, cepat bagai kilat sudah
memburu benda itu dan lantas memukul hancur tiang tiang
batu terbang tersebut! Tidak ampun lagi tiang batu yang
besarnya melebihi tinggi dan besar orang itu lantas hancur
berantakan! Kepingannya meluncur menutup semua jalan
keluarnya si Putih Kurus.
Si "Putih Kurus" ketakutan setengah mati.
"Senjata istimewa orang she Lee itu sudah bertaburan
diatasan kepalanya. Cepat-cepat ia menjatuhkan diri dan
bergulingan di tanah dalam usahanya menghindarkan
serangan hebat tersebut. Tapi Lee Thian Kauw masih belum puas lagi. Dengan
cepat ia lompat menubruk orang kurus itu. sedang si "Putih
Kurus" diserang, masih belum sadar ia sedang enak enakan
membersihkan hancur tiang batu batu diatas badan dan
mukanya. Giok Ceng dan Giok Hian tidak peluk tangan terus.
Mereka serentak maju dan menghadang didepan Lee Thian
Kauw. Tapi gerakan dua orang ini sudah terlambat. Orang
she Lee itu dengan dua jari tangannya dengan cepat telah
menotok jalan darah di perut si Putih Kurus. Tak ampun
lagi orang kurus ini lantas jatuh terjengkang.
Rupanya Lee Thian Kauw masih penasaran dan hasil
cuma sebegitu. Ia lantas mengirim satu pukulau
mematikan! Saat itu Giok Ceng dan Giok Hian yang datang
memburu lantas menalangi orang kurus yang sudah tidak
berdaya itu menyambuti serangan hebatuya Lee Thian
Kauw hingga terhindarlah si "Putih Kurus" dari tangan
kematian. Tapi dua imam dari Hoa-san ini tidak luput juga dari
bahaya. Menerima pukulan maut satu orang kuat,
keduanya lantas terpental mundur terbawa angin
pukulannya yang sangat hebat! Darah merah lantas
mengalir membasahi sudut-sudut bibir dua orang itu.
Lee Thian Kauw yang kelakuannya sudah seperti orang
kalap, lama agaknya baru ingat sesuatu. Orang tinggi besar
ini tanpa memperdulikan lagi pecundangnya lantas lompat
balik menghampiri satu tiang batu lain.
Tapi Giok Ceng dan Gion Hian tak mau mengerti.
Sambil memesut darah dibibir dua imam lantas mengejar
Lee Thian Kauw. Disamping itu, Go-tong Sin-kho yang melihat gerakan
dua orang itu, lantas maju memapaki dan langsung
mengirim satu serangan hebat kearah mereka berdua. Ia
terus mendesak sampai dua imam itu mundur dan lantas
berseru memberi semangat pada suaminya.
"Thian Kauw! Lekas kerja lagi, aku masih bisa tahan
imam busuk ini! Lekas! Kau lihat disitu orang keling itu
sudah menang banyak dari kau. Buruan! Jangan perdulikan
mereka ini lagi. Aku masih didekatmu. Cepat!"
Lee Thian Kauw cepat-cepat melirik ke arah Hek-ie Sinkun.
Saat ini orang hitam itu dengan wajah tetap ramai
senyuman sedang membaca tulisan dibawah tiang batu
yang sudah diangkatnya tinggi tinggi. Ia sudah mengangkat
tiga buah tiang batu dan sudah selesai jaga membacanya.
Sementara itu Lee Thian Kauw baru mau mengangkat tiang
batu ketiga dan baru hendak membaca tulisannya.
"Saat itu juga Hek ie Sin-kun sudah mengangkat tiang
batu keempat. Go-tong Sin kho sibuk bukan main melihat perlombaan
mencabut dan membaca itu. Ia sendiri yang masih terus
terlibat dalam pertempuran melawan dua tosu tua GiokCeng dan Giok Hian, hanya dapat berteriak-teriak saja dari
jauh. "Thian Kauw! Hayo lekas! Lekas kau susul dia!"
Keringat mulai tampak mengucur keluar lagi di atas jidat
Lee Thian Kauw. Cepat cepat orang she Lee ini
mengangkat tiang batu lain, sudah empat pula yang
diangkatnya, Saat itu mendadak didengarnya suara lembut
halus berbisik-bisik ditelinganya, "Saudara Lee, aku yang
tadi jalan duluan, sekarang sudah sepantasnya kalau tiang
batu terakhir ini jadi bagianku. Bacalah tiang
penghabisanmu itu sepuas-puasnya, aku sendiri mau baca
tiangku yang terakhir ini."
Suara itu meski sangat lembut, tapi bagi pendengar Lee
Thian Kauw cukup dapat diterima seluruhnya.
Ternyata Hek-ie Sin-kun Kong-sun Yang telah
menyampaikan suara dari jarak jauh kedalam telinganya
Lee Thian Kauw. Bagi orang lain disekitatnya jangan harap
adi satu saja yang bisa menangkap suara itu.
Lee Thian Kauw segera mengenali suara itu cepat ia
membaca. Tapi baru beberapa baris dibacanya, hatinya
merasa tak tenang. Ia lantas melirik.
Dilihatnya Hek-ie Sin-kun sudah mengangkat tiang batu
paling akhir, tiang batu kesembilan sambil tertawa
mengejek memandang dirinya.
Cepat cepat Lee Thian Kauw menyelesaikan hafalannya.
Setelah itu ia lantas menghancurkan tiang batu tersebut dan
lekas-lekas berjalan menghampiri Hek-ie Sin-kun yang
sudah mengangkat dan hendak membaca tulisannya.
"Saudara Kong sun, aku ingin sekali minta lihat barang
sekejap Kiu teng Cin keng-mu disitu. Bolehkah aku baca
sama-sama dengan kau?"
Orang yang ditanya tiada menjawab. Agaknya orang ini
sedang mencurahkan seluruh perhatiannya diatas tulisantulisan
dibawah tiang batu yang baru hendak dibacanya.
Dua orang tinggi besar, gurunya Tiang-pek Kong-cu
yang selama ini mengikuti Hek-ie Sin-kun Kong snu Yan.
serta merta sudah menghadang didepan Lee Thian Kauw.
Satu orang tinggi dihadapi oleh dua orang yang lebih tinggi
dan lebih besar! Lee Thian Kauw tarik muka asam. Ia lantas membentak.
"Hai orang-orang Tiang-pek! Kiu-teng Cin keng bukan
milik kalian! Minggir! Siapa berani terus merintangi berarti
cari mampus. Cepat kepinggir !"
Dua orang tinggi besar macam raksasa itu tidak banyak
bicara. Mereka berbareng lantas menyerang Lee Thian
Kauw ... Go-tong Sin-kho juga saat itu sudah terlepas dari
libatannya dan sedang datang memburu meninggalkan
lawan lawannya. Wanita cantik lantas menalangi suaminya
menyambuti datangnya serangan dua orang gurunya Tiangpek
Kong-cu dan lantas berteriak.
"Thian Kauw jangan banyak mulut! Lekas kau sikat si
keling itu! Jangan kasih kesempatan dia membaca Kiu teng
Cin-keng disitu." Hebat adalah sambutan Go-tong Sin-kho, begitu dua
kekuatan tenaga saling beradu, lantas terdengar satu suara
gempuran sangat hebat, tiga orang terpental kebelakang
masing-masing sejauh tiga laugkah.
Go-tong Sin-kho lantas maju merangsek lagi sedang kini
dengan pedang ditangan ia menikam salah satu dari orangorang
tinggi besar itu sambil membentak. "Mundur!"
Tapi dua raksasa itu tidak dengar perintah. Bentakan
wanita cantik itu sama sekali tidak digubris. Mereka lekaslekas
mendekati Koug-sun Yan dan lantas membentuk satu
garis penjagaan kuat disekitar dirinya orang hitam tersebut.
Lee Thian Kauw yang hendak menggunakan
kesempatan tadi selagi istrinya menempur dua raksasa itu
sudah terlambat beberapa detik karena ia agak kuatirkan
keselamatan istrinya. Dua orang buta sebelah sudah
menjaga rapat ketuanya. Go-tong Sin-kho cepat membantu lagi, ia lantas
mengirim satu serangan bebat dan kemudian disusul lagi
dengan beberapa kali serangan serangan beruntun. Tiputipu
ilmu pedang keluarga Siauw Yung masyur juga sudah
lantas dikeluarkan, ia menerjang hendak membuka jalan
bagi suaminya. Dua raksasa yang diserang secara rapat demikian
agaknya merasa terkejut juga. Serentak mereka lantas
memisahkan diri, lompat kekedua samping ketua mereka
untuk meringankan tekanan pedang.
Kini Lee Thian Kauw bergerak lebih cepat. Ia
menggunakan kesempatan ini, dengan menggunakan ilmu
mengetengi tubuhnya yang sudah mahir benar, dengan
badan melayang-layang bagai burung kepinis terus ia
menerobos masuk antara dua raksasa, buta sebelah itu.
Ditengah udara ia berseru. "Hong-Wei! Tahan terus orangorang
itu." "Jangan kualir! Lekas kau bergerak. Jangan kasih
kerapatan dia membaca !"
Mulutnya berkaok kaok, tangannya bergerak-gerak
menyerang ke kanan menusuk ke kiri dengan taktik
mengurung ia hendak melihat dua orang buta dari Tiangpek
lawannya. Kembali Lee Thian Kauw melayang tinggi keatas.
"Saudara Kong-sun!" teriaknya dalam usahanya
memecah perhatian lawan.
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku Lee Thian Kauw sudah datang. Mari kita sama
rama belajar! Akur?"
Waktu itu tangannyapun tidak tinggal diam. Ia sudah
mengirim serangan berat atas dirinya Hek-ie Sin-kun.
Hek-ie Sin-kun yang saat itu tengah mengangkat satu
benda sangat berat, merasakan tekanan Lee Thian Kauw itu
hebat sekali, ia sudah tidak keburu menghindar lagi. TiapTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
tiap kejadian tadi berlangsung sangat cepat Hek ie Sin-kun
belum lagi sempat membaca.
Dua raksasa yang melihat ketua mereka dalam bahaya,
tanpa ayal lantas meluruk datang membantu sang ketua.
"Siok-siok awas! Dia datang menyerang aku..."
Kiranya dua guru silatnya Cang-pek Kong-cu ini adalah
keponakan muridnya Hek-ie Sin-kun Kong-sun Yan. Pantas
juga kalau mereka mau membela mati-matian untuknya,
dua orang ini tanpa menghiraukan serangan Go-tong Sinkho
yang sudah datang dekat benar masih berusaha hendak
membantu Susiok atau ketuanya. Dan karena kelalaiannya
ini satu diantara keduanya lantas jatuh rubuh dalam
tikaman pedang Go-tong Sin-kho yang sudah sengit karena
tidak bisa mendapat hasil cepat.
Tapi akhirnya, demi kepentingan Susiok juga ketuanya,
orang itu telah korbankan diri. Ia binasa seketika tertembus
ujung pedang tajamnya Go-tong Sin-kho dari belakang
tembus ke depan dan tepat pada bagian ulu hatinya.
Go-tong Sin-kho lantas mencabut pedang yang
menembus dibalakang punggung orang tinggi besar itu dan
lantas membabat raksasa buta sebelah yang lain.
Serangannya sangat ganas. Ia sudah memastikan, sekali
bergerak harus merengut satu jiwa.
Dalam saat saat genting itu mendadak terdengar satu
suara dentuman dahsyat. Tiang batu kesembilan yang tidak kuat menahan
tekanan-tekanan dua jago kuat kelas satu, telah hancur
berkeping-keping sebelum ada yang sempat membaca
tulisan dibawahnya. Dan kejadian ini pulalah yang telah melepaskan si
raksasa buta sebelah dari cengkreman maut Go-tong SinTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
kun. Orang buta ini luput dari tangan kempitan karena tepat
dihadapannya meluncur satu reruntuhan batu cakup besar
yang menahan dan menggeser kesamping serangan GotongSin kun yang hebat. Dilain pihak, karena sama kuat sama dahsyat, Hek-ie
Sin-kun pihak terserang dan Lee Thian Kauw pihak
penyerang kedua duanya sama-sama terluka parah. Mereka
pada jatuh terduduk ditanah.
Bee Tie yang menyaksikan semua kejadian dan sudah
hendak turun tangan sejak tadi, tapi karena terus menerus
dicegah oleh si kakek Pendek Kiauw Kiu Kong. maka
melihat kejadian terakhir ini ia hanya dapat menelan ludah
sambil memejamkan mata. Ia tidak tahu mengapa Kiauw
Kiu Kong mencegah ia bergerak, tapi karena ia sendiri
merasa pengalamannya masih kurang luas, maka dengan
apa boleh buat halnya menurut perintah orang yang lebih
tua dan boleh diandalkan itu. Habis sudah Kiu teng Cin
keng hari ini ... Bagaimana aku harus bertindak selanjutnya
nanti" Apa kata orang-orang Kangouw nanti kalau tahu aku
ada disini dan tidak turun tangan" Ah ... demikian kata Bee
Tie dalam hatinya. Matanya terpejam sulit rasanya untuk ia
bernapas. Sementara itu. Lee Thian Kauw yang jatuh terduduk,
jatuhnya tepat disamping keponakan murid Hek-ie Sin-kun!
Tapi orang yang disebut belakangan ini karena lebih dulu
dapat melihat keadaan Susioknya yang sangat
mengenaskan, maka tidak mau memperdulikan apalagi dan
terus lari menghampiri ketuanya dan terus menjaga
disisinya Hek-ie Sin-kun.
Go-tong Sin-kho sendiri seketika itu lantas melepaskan
mangsa yang berada didepan mata ia lantas memburu dan
menubruk suaminya. Tapi ia segera sadar dimana dan
dalam keadaan apa waktu itu. Maka cepat ia bangkit dan
terus berjaga-jaga juga disamping tubuh suaminya yang
sudah terbaring. Dan Bee Tie yang melihat itu, hanya berbagai patung, ia
tidak bisa berbuat apa-apa Kiu-teng Cin keng yang tertulis
dibagian bawah dari sembilan buah tiang batu diatas
puncak Kui-teng-hong kini boleh dikata sudah habis ludas
sama sekali! Delapan bagian empat empat sudah terbagi
merata antara Lee ThianKauw dan Hek-ie Sin-kun. Dan
sisanya satunya yaitu yang kesembilan juga akhirnya turut
musna, ikut lenyap dalam hancuran batu bersama-sama
yang lain. Mendadak pemuda ini merasakan ada apa-apa yang
aneh dalam tangan Kiauw Kau Kong yang sedang
menggenggam tangannya. Cepat ia menoleh. Kakek pendek
ini sedang mengawasi Lee Thian Kauw dan Hek-ie Sin-kun
bergantian. Hatinya bercekad. Diam-diam ia berpikir. Kinteng
Cin-keng sudah hilang ludas Kauw Kongkong (Kakek
Kiauw) ini mau tunggu apalagi disini" kenapa orang tua ini
masih belum mau pergi juga"
Tanpa merasa akhirnya ia juga menoleh lagi mengawasi
dua orang, yang sedang terluka parah itu. Wajah mereka
yang tadinya pucat bagai tak berdarah. kini sudah mulai
bersemu merah. "Hmmmmmmm!". Kalau begitu Kiauw
Kongkong lagi menelili dua orang itu siapakah yang akan
lebih cepat baik dari luka lukanya. Aku pikir kalau dilihat
dari kekuatau dua orang tua yang tampak berimbang,
mungkin sudah ditentukan dari sekarang siapa yang akan
lebih unggul. Tidak antara lama, Hek-ie Sin-kun sudah membuka
matanya sambil tertawa bergelak-gelak. Ia juga lantas
berkata. "Aku sangat berterima kasih mendapat perhatian besar
dari saudara Lee. Semua barang antaran saudara tadi akan
kukembalikan berikut bunganya sekali ini kau sambut !"
Orangnya masih duduk bersila, serangan sudah
meluncur keluar dari dalam tangannya.
Tidak percuma Hek-ie Sin-kun sebagai ketua satu partai
besar, meski didalam hati ia sangat membenci Lee Thiau
Kauw, tapi diluar masih bisa memperlihatkan senyuman
yang manis, sikapnya pun wajar.
Dilain pihak. Lee Thian Kaow yang tinggi besar, dengan
wajah senyum senyum simpul dan masih duduk, juga lantas
menyambuti serangan jago Tiang-pek tersebut.
Sayang Hek-ie Sin-kun menyerang sambil bersila, lagi
pula kekuatannya belum pulih seanteronya, hingga
serangan yang cukup hebat itu dengan mudah dapat
dipunahkan oleh Lee Thian Kauw. Dan orang she Lee ini
sendiri yang juga sedang menderita luka luka tidak ringan
selain memunahkan serangan lawannya barusan, tidak
mampu berbuat apa-apa lagi. Ia merasakan serangan lawan
ini hebat, dadanya bergolak.
Hening agak lama. Dua orang duduk bersila tak
bersinara. Bee Tie Kiauw Kiu Kong dan dua tosu tua Giok Ceng
dan Giok Hian, (sementara ini si "Putih Kurus" masih tidak
sadarkan diri) kesemuanya lantas melihat Lee Thian Kauw,
mereka lihat jago Thian-san ini masih tetap duduk sambil
bersenyum senyum, satu senyuman yang dipaksa.
Mendadak terdengar Hek-ie Sin-kun kembali berkata.
"Ini ada satu lagi! Kau boleh siap siap. Aku akan segera
mengirim kembali barang-barang yang kau tolak tadi!"
"Jangan banyak omong! Kalau mau kau boleh segera
mulai. Sekarang dengan segala senang hati barangku itu
akan kuterima kembali "
Go-tong Sin-kho tahu dua lawanan itu kembali akan
bergebrak, begitu pula halnya dengan raksasa itu sudah
sadar bahaya belum berlalu, masing masing pada kuatirkan
pihaknya sendiri, namun karena kekuatan mereka masih
belum cukup untuk mencegah satu kejadian hebat, maka
dengan terpaksa dan apa boleh buat keduanya lantas
menyingkir jauh memberi tempat lebih lebar bagi mereka
yang akan mencari keputusan terakhir.
Hek-ie Sin-kun masih coba coba merendah.
"Saudara Lee," katanya. "Saudara yang telah lama
tersohor dalam dunia Kang-ouw tentu punya kepandaian
sangat sempurna. Aku yang rendah disini karena merasa
kepandaianku sendiri serba tidak berkecukupan, masih
mengharap welas asihmu, mohon suka diberi muka terang
sedikit, sudilah saudara memberi kelonggaran barang
sejurus dua jurus." Sebenarnya sungguh licik sekali perbuatan Hek-ie Sinkun
ini. Ia sudah mengucapkan kata-kata hendak
menyerang, tidak lantas menyerang, malah sebaliknya
dengan kata-kata merendah memanjang manjangkan
bicaranya ia yang memang merasa kekuatannya belum
pulih seluruhnya, sengaja hendak main ulur tempo.
Lee Thian Kauw masih tetap ditempatnya. Dengan suara
dingin ketus ia menjawab.
"Saudara Kong-sun, dengan kepandaianmu yang tinggi
dan kau pernah dapat nama bagus serta pernah dijagat
malang melintang dalam rimba persilatan, perlu apa mesti
merendah didepanku begitu rupa" Lagi juga antara kita
masih susah diputuskan siapa bakalan kalah dan siapa akan
lebih unggu1. Maka aku harap saudara bicara tidak begitu
merendah." Kata itu, Hek-ie Sin-kun sudah berjalan maju lagi tujuh
tindak menghampiri musuhnya, kini jarak antara keduanya
sudah dekat sekali. "Semua orang yang menyaksikan cukup mengerti
sebentar lagi pasti Hek-ie Sin-kun yang telah menahan
amarah akan membuka serangan pertamanya dengan ilmu
yang entah sampai dimana tingginya. Hati para penonton
sudah kebat-kebit. Tidak ada seorang pun juga yang berani
buka mulut mengeluarkan suara. Meteka terus menantikan
perkembangan selanjutnya.
Entah apabila pertandingan itu betul-betul dilangsungkan
nanti, siapa unggul dan siapa yang akan menderita
kekalahan. Lee Thian Kauw segera mempersiapkan diri berjaga jaga
dalam menghadapi satu jago kenamaan. Meski diluar
tampak ia masih berdiri tenang-tenang saja, namun
ketegangan dalam hatinya hanya ia sendiri yang tahu.
Hek-ie Sin-kun kembali melangkah maju setengah
tindak. Diwajahnya mulai tampak roman tegangnya.
Mulutnya berkemak-kemik entah apa yang diucapkan.
Sebentar lagi kakinya digeser maju setengah tindak. Dari
mulutnya mulai terdengar suara yang sukar dimengerti,
suara itu terus melengking tinggi!
Lee Thian Kauw tetap berdiri tak bergerak. Matanya
memancarkan sinar tajam, tidak jarang terdengar suara
dehemannya, sungguh menyeramkan suaranya dua orang
itu! Hek-ie Sin-kun tiba-tiba tertawa panjang sambil
menyerang Lee Thian Kauw dengan tangan kosong!
Lee Thian Kauw juga lantas membentak keras. Ia
menyodorkan kedua telapak tangan saling bertempelan.
Mereka sedang mengadu kekuatan, mengukur tenaga
masing masing. Asap putih tampak mengepul diatas kepala dua orang
yang selang bertanding. Wajah keduanya sebentar-bentar
berubah-ubah tak menentu.
Bee Tie yang menyaksikan itu berdebaran juga hatinya.
Ia agaknya sudah dapat menduga bahwa dengan kekuatan
dua jago yang hampir berimbang itu mungkin keduaduanya
akan terluka parah. Ia lantas melirik Go-tong Sinkho.
Wanita ini dengan badan gemetaran melihat suaminya
yang masih tidak mampu berbuat suatu apa terhadap
lawannya. Dilain saat anak muda ini lalu menoleh memandang
raksasa itu, orang tinggi besar ini sedang mengepalngepalkan
tinjunya, keringat dingin sudah membasahi
dahinya. Bersama pada saat itu, Lee Thian Kauw dan Hek ie Sinkun
berseru berbareng "awas" lantas terdengar satu suara
menggeleger yang amat dahsyat! Debu dan pasir pada
beterbangan. Kedua orang itu sama-sama terpental mundur
sampai tiga tombak jauhnya untuk kemudian mereka samasama
rubuh bergelimpangan. Akhirnya ... Lee Thian Kauw, begitu pula Hek-ie Sin-kun masingmasing
dengan muka pucat pasi seperti mayat, keduaduanya
pada menggeletak diatas tanah dipuncak gunung
Kiu-teng-hong. Go-tong Sin-kho dan itu raksasa buta sebelah, berbareng
pada menubruk masing-masing suami dan ketuanya.
Lambat-lambat tangan mereka ditempelkan diatas dada dua
jago yang telah tidak berdaya itu, napas dua orang yang
disebut belakangan ini sudah sangat lemah terdengarnya.
Go-tong Sin-kho ketika itu berjongkok menempelkan
telinganya diatas dada Lee Thian Kauw. Tapi mulutnya
membisu. Mungkin wanita ini tidak tahu apa yang harus
diperbuatnya, ia diam saja menuggui suaminya.
XIV. KIM-COA-BUN. BEE T1E Kiauw Kong. Giok Ceng dan Giok Hian
empat orang yang melihat seluruh kejadian yang
berlangsung disitu, tidak ada yang bukan suara, juga tidak
ada yang berani bergerak. Mereka agaknya sudah dibikin
kesima! Meski dua jago itu sama-sama terluka dan
keduanya sudah tidak berdaya, hingga mudah sekali kalau
mereka mau bergerak membinasakan dua jago kuat itu, tapi
mereka diam saja sekian lama.
Yang sudah pasti, Kiauw Kiu Kong dan Bie Tie tidak
akan bergerak dalam keadaan serupa itu! Dan meski Bee
Tie hatinya panas sekali, juga masih diam saja menampak
kejadian yang terbentang dihadapan matanya.
Selang Sesaat. Giok Ceng dau Giok Hian, dua imam setelah kasak
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kusuk sebentar lalu pada maju menghampiri Hek-ie Sin-kun
yang tidak berdaya. Kiauw Kiu Kong yang melihat itu lantas maju juga,
kakek pendek ini lantas menghadang mereka sambil
membentak. "Tunggu sebentar!"
-oo0dw0ooTiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 12 DUA imam itu terperanjat agaknya, maka segera hendak
bergerak. "Aku si tua pedekar masih ada beberapa kata yang belum
dikeluarkan, kau dengar dulu!" demikian kembali terdengar
bentakan orang tua itu. Giok Ceng lalu barkata dengan suara dingin.
"Hmm! Begini macam orang yang diceritakan orang
dalam kalangan Kang-ouw, orang yang paling bijaksana"
Hai kau orang tua! Apa matamu buta! Kau tokh lihat
sendiri itu orang-orang Thian-san Tiang-pek sudah mencuri
Kiu-teng Cin-keng Hoa-san, Kita" Kenapa kau tidak segera
mengambil tindakkan membasmi mereka" Malah kau
halang-halangi kami, apa maksudmu" Kalau kiranya kau
tidak suka membantu kami, aku boleh segera pergi turun
dari gunung ini. Kami masih bisa bekerja sendiri dan kami
pasti tidak akan membiarkan dua orang itu membagi-bagi
harta pusakanya Hoa-san-pay kami !"
Kiauw Kiu Kong melengak. Sesaat kemudian ia dapat
menenangkan pikirannya kembali dan sambil coba-coba
tertawa sebisa-bisanya ia berkata.
"Kata-katamu memang tidak salah. Tapi ketahuilah!
Dalam keadaan seperti sekarang ini membunuh orang yang
sedang terluka parah, apa kalian tidak takut ditertawakan
orang-orang dunia Kangouw" Lagi pula kalau kalian dua
orang membunuh mereka itu sekarang, apa kalian kira Kuiteng
Cin keng bisa direbut kembali?"
Giok Ceng memang sudah lama terkenal karena
sikapnya yang berangasan. Giok Hian tidak kalah
semberononya. Mendengar kata-kata nasehat dari satu
orang menurut, malah sebaliknya sengaja hendak tarik urat
dengan kakek pendek itu. "Lee Thian Kauw dan Kong-sun Yan itu semuanya
orang-orang rakus?" demikian debatuya.
"Kalau hari ini kita biarkan mereka pergi hidup,
bukankah dunia akan lebih tidak aman" Apalagi sekarang
ini mereka masing-masing sudah mendapatkan separuh dari
Kiu-teng Cin-Keng kita. Siapa nanti yang sanggup
menaklukan mereka kalau dikemudian hari mereka berbuat
sewenang-wenang dengan ilmu curiannya itu.
Bicara sampai disini, lantas terlihat imam ini melangkah
hendak maju lagi. Kiauw Kiu Kong yang mendengar kata-kata Giok Hian
Tojin yang agaknya sukar didebat, sesaat tidak bisa berbuat
apa. Ia membiarkan tosu itu lewat disampingnya. ia yang
mempunyai kesukaran sendiri dalam hatinya tidak bisa
berbuat banyak untuk mencegah imam-imam yang mau
bertindak untuk partainya sendiri itu. Seandainya ia
menahan terus dua tosu tua ini dan dikemudian hari dua
jago jago jahat itu benar-benar sampai mengacau dunia,
siapa yang harus bertangung jawab?" Begitu juga
sebaliknya, kalau ia membiarkan mereka membunuh jago
Thian-san dan Tiang-pek itu, bagaimana pula pendapat
umum mengenal dirinya" Didepan matanya orang-orang
yang terluka parah dibunuh orang. Apa namanya, sebagai
orang dari golongan tua tidak akan tercela"
Bee Tie yang mengetahui kesukaran dalam hati kakek
pendek ini, sudah hendak turut campur mulut mendadak
dua sinar terang tampak berkelebat menyambar Giok Ceng
dan Giok Hian yang sedang hendak membinasakan Hek-ie
Sin-kun. Maka ia batal bicara.
Dipihaknya orang-orang yang tersambar senjata rahasia
itu, dua imam yang mempunyai daya lihat cukup tajam,
yang juga gerakannya cukup cepat, begitu melihat itu dua
sinar terang menyambar diri mereka, lantas keduanya
mengebutkan lengan bajunya masing-masing dau benda
tadi lantas balik lagi ketempat dari mana datangnya.
Dengan matanya yang tajam dua imam itu segera sudah
dapat mengetahui dan mengenal senjata yang menyerang
mereka. "Kim-coa-bun!" seru mereka berbareng.
"Jitu! Aku memang betul orang dari golongan Ular
Emas. Kalian dengar! Siapa saja berani maju mengganggu
seujung rambutnya juga, jangan harap kami orang-orang
Kim-coa-bun akan membiarkan dia hidup!" demikian satu
suara wanita terdengar menusuk telinga.
Perlu kiranya diketahui Kim-coa-bun atau yang biasa
dikenal sebagai golongan Ular Emas, adalah satu musuh
besarnya orang-orang Hoa-san-pay. Maka dua tosu tua
Giok Ceng dan Giok Hian yang pernah mendengar
keampuhan orang-orang golongan Ular Emas itu,
selanjutnya tidak berani bergerak lagi. mereka sudah kena
digertak hanya dengan satu kali serangan senjata rahasia
yang diberikutkan dengan kata-kata dari seorang wanita!
Selang tidak lama lalu tampak lagi tiga benda hitam
berkilap meluncur kearahnya si raksasa mata satu dan lalu
terdengar suara itu pula berkata.
"Hai orang Tiang-pek sambut ini! Nyali ular emas ini
sudah kami hadiahkan untuk ketuamu. Benda itu bisa
mengobati segala luka-luka dalam. Luka dalam ditubuh
ketuamu tidak begitu berat, kau masukkanlah segera
kemulutnya. Tapi ingat. Tiga hari kemudian kalau ketuamu
itu tidak kelihatan batang hidungnya di Siok-lie-hong tahu
sendiri akibatuya. Akan kuobrak-abrik gunung Tiang-peksan
kalian! Sampaikan kata-kataku ini nanti pada ketuamu
itu. Aku masih ada lain urusan."
Suara itu seanjutnya hilang sirap dan tidak terdengar
lagi. Si mata sebelah lantas menyanggap tiga benda hitam
yang melayang kearahnya itu. Ketika diamat-amati ternyata
itu adalah satu benda hitam lembek macam hati yang
dikatakan "nyali ular emas" oleh wanita yang masih belum
kelihatan orangnya. Nyali tersebut masih hangat lagi
banyak pula darahnya. Ia heran mengapa, wanita itu tahu
bahwa nyali ular emas itu adalah obat satu satunya yang
paling mujarah untuk menyembuhkan orang luka luka
dalam. Ia juga tidak habis mengerti dari mana wanita itu
mengambil nyali apa ular emas yang masih hangat-hangat.
Tapi, ketika dua tosu tua menyerukan "Kim-coa-bun" dan
sewaktu waktu wanita itu sendiri menyebut "Ular Emas"
dan Kim-coa-bun sama sekali tidak didengarnya. Ia sedang
repot mengurusi ketuanya. Tapi ketika ia menerima batang
"hadiah" itu, tidak pikir panjang lagi segera nyali hangat
tersebut dimasukkannya dalam mulut sang ketua yang
belum sadarkan diri. Orang tinggi besar ini agaknya tahu benar bahwa kalau
ia berdiri terus dipuncak Kiu-teng-hong itu lebih banyak
bahayanya daripada selamat, maka sebentar kemudian ia
sambil membondong tubuh Hek-ie Sin-kun lantas lari turun
meninggalkan tempat berbahaya itu.
Sementara itu Bee Tie sudah tidak karuan rasa
pikirannya. Sambil menghela nepas ia berkata sendiri.
"Separuh dari Kui teng Cin keng sudah dibawa kabur
orang. "Hi hi hi ... " demikian kembali terdengar suara tertawa
panjangnya wanita orang Kim-coa-bun itu, dan kemudian
lantas sirap tak kedengaran lagi.
Saat itu dari sel-sela batu dibelakang pemuda ini
terdengar satu suara yang berkata.
"Hai kau si perempuan Go-teng Sin-kho. Lihatlah
golongan Ular Emas sudah membantu memberikan obat
pada si keling itu. Apa kau tidak mengiri. Ini kuberikan
untukmu satu bungkns obat penyembuh luka-luka dalam."
Berbareng dengan itu, ditengah udara tampak satu
bungkusan kecil melayang menuju ke arah dimana Go-tong
Sin-ko berdiri. Wanita ini cepat menyambuti buntalan itu
dan lekas-lekas disobeknya kertas pembungkus luarnya.
Didalamnya ada tiga butir obat pil yang merah warnanya.
"Siapa yang begitu murah hati menyediakan tenaga
hendak mengobati suaminya" Di sini aku Han Hong Wei
mengucapkau banyak-banyak terima kasih atas pemberian
yang sangat berharga ini," demikian Go-tong Sin-kho
berkata. "Siapa aku ini pada saat ini kau tidak perlu tahu." Kata
suara parau itu pula, "Yang penting tiga bulan kemudian
kau boleh suruh suamimu itu menemui Bu Siong Sian-ong
di gunung Oey-san. Eh, Tidak! Bu Siong Sian-ong nanti
yang akan cari dia tiga bulan kemudian. Katakan begitu
saja sudah cukup. Dia pasti akan mengenali siapa aku."
melanjutkan pula orang dengan suara parau itu. Tapi
orangnya tidak memperlihatkan diri.
Wajah Go-tong Sin-kho berubah pucat pasi seketika.
Tanpa berkata apa-apa lagi ia lantas membondong tubuh
snaminya dan hendak pergi meninggalkan puncak Kin-tenghong.
Bee Tie yang melihat Go-tong Sin-kho hendak
meninggalkan tempat itu, segera maju menghampirinya dan
lantas membentak. "Hei perempuan tidak tahu malu! Kau ke manakan nona
Siauw!" Go-tong Sin-kho yang melihat Bee Tie hendak mencegah
kepergiannya, dalam gusarnya segera balas membentak.
"Beng Eng itu anakku sendiri! Perlu apa kau tanya-tanya
dia!" Bee Tie agaknya tidak puas mendengar jawaban itu, ia
lantas membentak lagi. "Kalau kau tidak mau bilang dia dimana jangan harap
kalian bisa tinggalkan gunung ini begitu saja! Kalau kau
kenal gelagat, lekas kau jawab pertanyaanku itu!"
Go-tong Sin-kho mengingat dirinya. Lee Thian Kauw
sedang terluka parah dan ia sendiri belum tentu mampu
menaklukkan pemuda itu, maka dengan terpaksa dan apa
boleh buat ia lantas merubah lagu suaranya jadi lunak.
Dengan suara setengah meratap ia berkata.
"Bee Tie, janganlah kau desak aku terus-terusan begitu
rupa ... Terus terang aku katakan, Beng Eng anakku satusatunya.
Kau kasihanilah aku, kau sendiri perlu apa dari
dia" Aku sebenarnya sangat cinta padanya ... "
Bee Tie mendengar suara Go-tong Sin-kho kali ini,
merasa seperti sedang dirayu, hatinya jadi tidak tega. Maka
ia lantas menepi dan memberi jalan untuk wanita itu berlalu
bersama suami dalam pondongannya.
Go-tong Sin-kho yang mendapat kesempatan itu tidak
mau mensia-siakan begini saja. Cepat bagai terbang ia lari
turun gunung. Sesudah agak jauh wanita ini menengok ke
belakang sambil berkata. "Bee Tie! Budimu ini sementara aku simpan. Kalau kau
betul punya nyali, kau boleh pergi cari aku dipulan Gotong!
Saat itu Lee Thian Kauw bersama aku akan
membalas budimu hari ini."
"Hmm. Lee Thian Kauw sijahanam dan aku memang
musuh-musuh buyutan! Jangan kuatir aku nanti tidak
datang kepulaumu itu" Kalian tunggu saja kedatanganku
disana. Aku tidak lama pasti datang!"
Go-tong Sin-kho mendengar tegas kata-kata si anak
muda itu. Maka sambil senyum-senyum manis ia lantas
kabur lagi untuk kemudian bilang di balik jalan gunung.
"Ah ... musuh besar kembali lolos ... dan Kiu teng Cin
keng hilang semua ... "
Gerutu Bee Tie seorang diri. Ia lantas berjalan mondar
mandir. Begitu melihat wajah Kiauw Kiu Kong, orang tua
pendek ini sedang memandang si "Putih Kurus" yang
masih rebah menggeletak. Dialah yang menjadi bibit
penyakit sampai tercurinya semua Kiu teng Cin keng.
Maka Bee Tie begitu melihat orang kurus ini segera ia
menyerang sangai hebat sambil membentak.
"Rasakan ini kau si manusia temaha!"
Sebentar lantas terdengar satu suara yang amat nyaring.
Serangan Bee Tie sudah bersarang di dadanya si Putih
Kurus. Tidak ampun lagi kepada erang yang memang
sudah sakit parah ini lantas memuntahkan darah segar."
Giok Ceng dan Giok Hian yang melihat kawan
seperjuangannya itu dipukul Bee Tie yang sudah dipandang
sebagai satrunya, dengan rasa gusar yang meluap luap
lantas membentak keras-ketas.
"Hai bocah!Kau sudah bosan hidup barang kali. Dia
adalah kawan karibnya orang-orang Hoa-san-pay !"
Bee Tie yang sedang gusar dibikin lebih marah lagi.
Segera ia mencabut suling hitamnya dan menudingkan
suling ini kemukanya dua imam tua itu sambil membentak.
"Giok Ceng dan Giok Hian dengar! Mengingat kita
sama-jama manusia yang ingin hidup dan untuk menjaga
keutuhannya Hoa-san-pay, mulai hari ini aku pecat kalian
dari ke partaian! Lekas kalian pergi dari sini!"
Dua tosu tua itu menggeram keras dan lantas menubruk
Bee Tie dari dua jurusan. Mereka sudah menyerang
berbareng! Mendadak satu bayangan kurus tampak berkelebat.
orang ini lantas menyambuti serangan dua imam tua itu
Toa-san pay yang sudah dipecat dari perguruannya itu.
Berbareng dengan itu juga terdengar suaranya berkata.
"Kiauw Cianpwee. mari kita talangi dia mengusir dua
tosu tua ini !" Siapa orang kurus ini" Dia tidak lain tidak bukan dari
pada Jie Sianseng, orang kurus kecil yang seperti
berpenyakitan. Kiauw Kiu Kong juga sudah segera mengenali orang itu.
Ia lantas ketawa bergelak gelak.
"Jie Sianseng memang bisa bekerja sebat," katanya.
"Baiklah, aku orang pendek ini akan menuruti perintahmu
!" Lalu kakek pendek itu lantas merendengi Jie Sianseng
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan bersama-sama mereka lalu menyerang satu dan
mendesak dua tosu tua itu.
Giok Hian sempat gusar. Ia sudah hendak menempur
dua orang itu mati-matian. Tapi Giok Ceng yang
pandangannya lebih luas. lantas menark lengan baju adik
seperguruannya ini sambil berkata.
"Losam, sabarlah, nanti ada satu waktu kita boleh samasama
tempur mereka." Dan ia sendiri pada satu kesempatan lalu berjongkok dan
menggendong si "Putih Kurus" lalu pergi meninggalkan
tempat itu setelah berseru. "Mari kita pergi."
Kiauw Kiu Kong dan Jie Sianseng saling pandang.
Mereka lalu sama-sama tertawa lebar.
Bee Tie yang masih merenung dengan wajah cemberut
memandang langit, hatinya risau memikirkan hari hari
depan Hoa-san-pay dalam pimpinannya. Tongkat Rantai
Kumala telah hilang dan kini Kiu Teng Cin-keng lenyap
lagi. Ia yang terlalu muda untuk menjadi ketua satu partai
besar, rasanya sukar juga kalau dipaksa memikirkan
kejadian kejadian sulit yang selalu menggerayang
diotaknya. Dan saat itu, dibawah sebuah pohon besar yang rindang,
di balik satu batu karang, tampak seorang tua berpakaian
imam sedang mengucurkan air mata. Dia adalah Giok Hie
Tojin yang tidak berdaya untuk menolong saudarasaudaranya
yang telah merencanakan merebut singgasana
ketua partainya. Perlu kiranya diketahui sekedarnya, bersama-sama
merekalah ia belajar silat dengan guru yang sama sampai
sepuluh tahun lebih lamanya dan bersama-sama mereka
pernah juga ia memimpin anak murid Hoa-san-pay.
Sekarang setelah ditinggal pergi oleh dua orang saudara
seperguruannya itu, mana bisa ia tahan terus untuk tidak
mengucurkan air mata! Ia menangis sesenggukan.
Sekian lama ia merenungkan nasib saudara saudara
seperguruannya itu. Akhirnya ia terjalan kembali ke
kelenteng Cee thian koan.
Bee Tie setelah Giok Ceng dan Giok Hian bersama si
"Putih Kurus" dalam pondongannya berlalu dari
hadapannya, baru menghaturkan pernyataan terima
kasihnya kepada Kiauw Kiu Kong dan Jie Sianseng berdua.
Disini pulalah ia mengetahui bahwa si Jie Sianseng setelah
meninggalkan Tong-tu-san-chung langsung terus naik
kegunung Oey san guna mencari satu satunya tokoh tua
Oey-san-pay dan dialah itu Bu siong Sian-ong yang tadi
memberikan obat kepada Go-tong Sin kho guna dia
sampaikan kepada Lee Thiau Kauw. Begitulah, selelah Jiesianseng
menceritakan siapa yang menjadi algojo dalam
pembunuhan besar besaran dari semua anak murid Oeysanpay, pada hari itu juga lalu bersama-sama orang tua itu
lantas turun gunung hendak mencari Lee Thian Kauw guna
menuntut balas bagi orang-orangnya. Tapi diluar dugaan,
sesampainya ia diatas gunung Ku-teng-hong, mereka lihat
Lee Thian Kauw sudah terluka parah. Maka begitulah
kesudahannya Bu-siong Siang-ong, mengikuti perbuatannya
Kim-coa-bun meninggalkan obat untuk luka dalam supaya
dapat ia menuntut balas sakit hati saudara-saudaranya
dikemudian hari. Mendengar habis sampai disini, Bee Tie juga lalu
menuturkan semua pengalamannya sendiri. ia juga
menceritakan halnya si Pedang Tumpul yang terluka dari
atas Ku teng hong dengan luka yang tidak boleh dikata
ringan dia memaksakan diri memberi kabar kepadanya di
kelenteng Cee thian koan dan sesampainya dikelenteng
Cee-thian-koan lantas jatuh rubuh sekarang masih ada
dikelenteng tersebut. Setelah masing-masing pada menceritakan
pengalamannya sendiri-sendiri lalu ketiga tiganya
berkeputusan hendak segera berangkat kembali ke Ceethiankoan. Tapi siapa nyana, belum lagi mereka angkat kaki
mendadak terdengar suara hura-hura, yang kedengaran
nyata oleh orang-orang itu.
Bee Tie yang mendengar itu sudah segera mengetahui
dan dalam keadaan bagaimana sekarang orang yang
mengeluarkan suara seperti itu! Maka dengan suara tidak
lampias ia lalu berkata kepada dua orang tua yang hendak
mengiringnya ke Cee-thian koan katanya.
"Harap Jiwie Locianpwse suka menunggu boan pwee di
kelenteng Cee thian-koan, boan-pwee sendiri masih ada
satu urusan yang harus cepat-cepat diselesaikan terpaksa
tidak dapat menemani. Jiewie sekalian."
Setelah berkata demikian cepat ia membalikkan badan
dan terus pergi mengikuti arah dari mana datangnya suara
Huru-hara tadi. Makin jauh ia berlari makin samar
kedengaran suara permintaan tolong tersebut. Tanpa ayal
lagi. Bee Tie juga, segera mempercepat langkahnya. Cepat
bagaikan terbang ia lari turun kebawah.
Diantara puncak Kiu-teng-hong dan jalan raya yang
terdapat dilamping gunung, dalam jarak yang tidak
seberapa jauh, sewaktu Bee Tie tiba disana, dilihatnya satu
tempat bekas pertempuran tapi lain dari itu tidak lagi yang
bisa dilihatnya, juga suara aneh itu tidak terdengar pula.
Apa mungkin semua pengemis sudah dibunuh seluruhnya
dan mayatnya dilemparkan jauh-jauh, demikian pikir Bee
Tie dalam hati. Ia juga lantas mulai mengadakan penyelidikan yang lebih
teliti. Mendadak ditempat tidak jauh dari tempatnya berdiri!
terdengar satu suara rintihan amat perlahan. Tapi cukup
jelas masuk dalam telinga si anak muda. Cepat ia
menghampiri dari mana datangnya suara itu.
Ditempat yang banyak rumputnya yang sampai setinggi
paha orang, setelah Bee Tie mengungkap dengan seruling
hitamnya, tampak satu orang menggeletak terlentang suara
rintihan masih keluar dari mulutnya. Bajunya ia kenal betul
adalah baju seorang wanita. Sewaktu ditegasi ... "Aduh.
Kau Ie Siauw Yu" Mengapa kau bisa sampai terluka
disini?" Ternyata dia adalah satu wanita yang mengenakan
pakaian macam pengemis, dia bukan lain daripada Ie Siauw
Yu. si pengemis wanita yang pernah diketemukan
dikelenteng Cee-Thian koan. Cepat mengadakan
pemeriksaan. Kedua pahanya sudah mulai membengkak.
Tampak tegas itu dari pakaian hawanya yang melembung.
Bee Tie segera tahu bahwa itu pasti adalah hasil
perbuatan orang-orang Kim-coa-bun lagi, karena tidak bisa
lain, musuh kaum pe ngemis adalah orang-orang Kim-coabun.
Maka cepat ia mengeluarkan Obat penawar racun ular
emas yang didapat dari hasil rampasannya dari lawan
lawannya dikelenteng Cee Thian koan tadi. Obat
penawaran itu segera dicekokkan ke dalam mulut Ie Siauw
Yu si pengemis perempuan, ia sendiri yang karena takut
terkena racun jahatnya ular emas, sebelumnya telah
menelan juga beberapa butir, ia lalu mendongakkan kepala,
menghadapi ke puncak Siok lie hong ia berkata-kata
seorang diri. "Ular emas ... Puncak Siok-lie-hong ... Heh. Sungguh
keji perbuatan kalian!"
Sebentar Bie Tie sudah bisa mengambil keputusan tetap.
Kedua matanya memancarkan sinar buas ia lantas berdiri
dan segera lari lagi kebawah, ia bermaksudahendak pergi ke
puncak Siok-lie hong, sarang dari orang-orang golongan
Ular Emas yang kejam-kejam.
Sesampainya dikaki gunung Kiu-teng-hong tampak satu
sungai yang juga telah ditetapkan menjadi daerah orangorang
Hoa-san pay dan daerah orang golongan Kim-coabun.
Sungai tersebut lebarnya kurang lebih seratus tombak,
airnya bening jernih hingga dasarnya dapat terlihat dengan
jelas. Terang sungai itu dalam. Mengalirnya air tidak begitu
deras hingga mudah bagi orang yang ingin menyeberang
melalui sungai itu. Di tengah sungai, didalam sebuah perahu kecil tampak
seorang wanita muda yang mengenakan pakaian serba
putih sedang hendak menyebrang kelain tepi. Ia juga segera
mengenali bahwa itu adalah wanita yang pernah hendak
ditahan oleh Lee Thian Kauw yang akhirnya bisa dicegah
oleh Go-tong Sin-kho. Kala itu ia sendiri ada dalam tempat
persembunyiannya. Hatinya tergerak, dalam hati menduga-duga sendiri.
Apakah wanita itu juga orangnya Kim-coa-bun. Dan yang
memberi obat Hek-ie Sin-kun serta yang melukai Ie Siauw
Yu dengan racun ... tidak salah lagi! Tentu dia orangnya
yang mengerjakan itu semua.
Bee Tie tahu bahwa wanita itu tentu tidak akan
mengenali dirinya, maka segera ia lari lebih dekat dan di
tepi sungai ia hendak coba coba memancing dengan katakatanya.
"Hai nona dalam perahu tunggu sebentar! Apa kau sudah
tahu diatas puncak sana banyak racun ular ular berbisa"
Disana juga banyak orang-orang jahat. Apa kau tidak jeri
menghadapi orang orangnya?"
Si wanita yang diserukan lekas menoleh.
Hendaknya diketahui, pakaian yang dikenakan oleh Bee
Tie saat itu masih pakaian dari Kui-in-chung yang sudah
koyak disana-sini, maka orang yang tidak tahu mungkin
akan mengira ia adalah seorang pengemis atau gembel yang
kesasar jalan sampai disitu.
Si wanita baju putih yang sudah berada ditengah sungai,
lantas menghentikan gerakan perahunya. Ia segera dapat
lihat seorang tuacam pengemis berdiri ditepian sungai
sambil menggapai-gapaikan tangannya.
Sementara itu Bee Tie si anak muda, begitu melihat si
wanita menoleh tadi, seketika dibikin kesima! Sungguh
cantik wanita muda itu. Cantik bagai bidadari baru turun
dari kahyangan!" Wanita-wanita muda lain yang pernah dikenalnya seperti
Siauw Beng Eng dan Ie Siauw Yu, masih kalah cantiknya
kalau dibandingkan dengan kecantikan nona didalam
perahu itu. Ia masih berdiri kesima memandang wajah wanita muda
itu. Seolah-olah terbetot oleh satu kekuatan gaib yang tiada
tampak matanya masih terus melekat diwajah nona dalam
perahu itu. Disamping itu, si nona yang melihat sipemuda beidiri
kesima, mengayuh balik perahunya terus ketempat si
pemuda berdiri terpaku. Kemudian, sesampainya ditepi
dengan sekali enjot tubuhnya sudah berada di dekat si anak
muda. Kini Bee Tie agaknya sudah dibikin sadar.
Segera ia menegur lagi. "Nona, nona sebagai seorang perempuan hendaknya
jangan pergi kepuncak Siok-Lie-hong tanpa teman. Disana
sudah lama terkenal banyak bahayanya.
Si Wanita muda dengan mata bersinar dingin, tidak
menggubris kata-kata si pemuda. Tapi ia terus menatap
wajah Bee Tie. Bee Tie yang ditatap terus olehnya menjadi jengah
sendirinya. Pipinya sebentar sudah menjadi merah padam
seperti kepiting direbus. Dalam hati ia berkata-kata seorang
diri. "Satu laki-laki perlu apa mesti takut terhadap seorang
perempuan yang muda seperti dia" Tidak, aku tak takut!"
Memikir demikian, maka ia balik menatap wajah nona
itu. Dua pasang mata berbentrokkan. Dua-duanya diam tak
berkata-kata. Lama ... Akhirnya si wanita baju putih itu jugalah yang mulai
membuka lagi percakapan. "Kau siapa" Kenapa kau berani melihat aku demikian
rupa?" Bee Tie terkejut. Kalau wanita muda itu boleh
memandang mukanya, mengapa ia sendiri mesti tunduk
dibawah sorot mata orang yang memandangnya itu" Tapi
bukan itu saja yang menjadi buah pikirannya. Mengapa
tingkah laku dara itu kaku sekali seperti orang kena tersihir
saja. Lagi pula wajahnya mengapa bisa begitu dingin"
Wajah yang amat cantik, dihiasi dengan mata yang dingin,
apakah itu tidak mengurangkan kecantikannya! Maka
dalam hati diam-diam ia berkata sendiri. Apa didalam
dunia ini ada orang yang begitu dingiu sikapnya" Kenapa
begitu kaku sikap nona itu"
Masih dalam hati ia memikir demikian, namun
diluarnya, dengan wajah tersungging satu senyum yang
menarik ia berkata. "Aku yang rendah adalah Bee Tie. Numpang tanya siapa
nama nona yang mulia" Bolehkah aku yang rendah
menanyakan satu soal?"
Bicara sampai disini, tanpa menunggu jawabannya lagi
ia meneruskan lagi kata-katanya.
"Adakah nona sekarang mau pergi ke Siok lie hong?"
Si nona yang ditanya senyum agak kaku. Dengan mata
masih ditujukan kemuka orang dihadapannya ia berkata.
"Siapa yang mau banyak-banyak omong dengan kau satu
pengemis" Hai! Kau dengan orang Kaypang ada hubungan
apa!" Tegur ketus secara demikian. Bee Tie tidak menjadi
gusar. Ia tetap memperlihatkan senyuman diwajahnya! Atas
pertanyaan itu ia menjawab dengan sangat menghormati.
"Nona. harap nona jangan salah sangka, nona telah salah
mata. Meski betul seperti apa yang nona lihat aku
menggunakan pakaian compang camping macam
pengemis, tapi ... golongan pengemis, musuh besar orangorang
Kim-coa-bun, mana berani sembarang sembarang
datang kesini dan seorang diri lagi?"
"Kalau begitu, kau kemari mau apa!"
Bee Tie kembali memandang si nona, dan nona itu
masih tetap menatap wajahnya.
"Nona, aku, bicara sesungguhnya, tidak mengandung
jahat atas diri nona. Kenapa nona begitu galak perlakukan
aku" Terus terang kukatakan, ada satu yang mengatakan
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bahwa nyalinya ular emas baik sekali untuk dijadikan obat
penyembuh luka luka dalam maka sekarang aku hendak
pergi kesitu. Bolehkah nona ijinkan aku pergi keseberang
sana bersama-sama?" Wajah si nona berubah seketika. Dengan bengis ia
membentak. "Sungguh besar nyalimu. Berapa tinggi sih
kepandaianmu berani naik kepuncak Siok-Iie hong seorang
diri hendak menempuh bahaya?"
"Kalau nona berani, mengapa aku tidak," jawab Bee Tie
dengan wajah tetap dihiasi senyuman penuh.
Sewaktu berkua, kakinya menontol tanah. Badannya
lantas melesat tinggi keatas ia lompat kedalam perahu.
Perahu yang tidak dicancang diatas air di tepi sungai,
terkena sambaran angin gerakan Bee Tie lantas melaju
ketengah. Gerakan Bee Tie tadi cukup sebat. Tapi wanita cantik
baju putih itu bisa bergerak lebih cepat. Baru saja Bee Tie
menancapkan kakakinya diatas papan perahu, wanita ini
sudah didepannya yang lantas membentak.
"Kau siapa" Lekas bicara terus terang! Jangan kau
sangka aku Kim-coa Giok-lie gampang bisa terima hinaan
orang!" Mulutnya bicara, tangannya juga digerakan. Tiga benda
kuning berkilat mengarah tiga bagian jalan darah ditubuh si
pemuda. Bee Tie terkejut. "Ehh. Kalau begitu kau juga orangnya Kim-coa-bun!"
seru si pemuda. "Pantas kalau kau berani tidak pandang
muka orang lain. Baiklah! Aku juga tidak mau tedeng alingaling
lagi. Terus terang kukatakan, aku mau kesana untuk
mengambil jenazahnya seseorang!"
"Mayat" Mayat siapa yang mau kau ambil," tanya sinona
keheranan. Bee Tie telah menelan obat pemunah racun. Ia tlidak
takuti lagi segala macam racun ular orang Kim-coa-bun.
Tapi kalau dipikir pikir lagi, dengan kepandaian yang
dimiliki sekarang rasanya masih belum mampu
menundukan wanita baju putih itu dalam segebrakan saja.
Maka dengan serupa kekuatan tenaga ia hendak membuat
perahu laju lebih ketengah.
"Sekarang kau jangan banyak tanya dulu." demikian
katanya "Kalau kukatakan, kau tentu tidak lepas dari
rembetannya." Kim-coa Giok-lie, demikian nama wanita baju putih itu,
dengan cepat mengambil tiga jarum-jarum beracunnya lagi.
Lalu dengan ini ia melempar kearahnya si pemuda seraya
berkata. "Puncak Siok lie hong belum pernah membiarkan orang
luar naik. Kau jangan coba-coba pergi ke sana, lekas pergi
dari sini." Si pemuda segera lompat menghindarkan serangan
gelapnya si nona. Diam-diam ia mengeluh. Dalam hatinya
berpikir. "Kembali harus berhadapan dengan perempuan Kimcoabun yang jahat ... Apa aku harus ..."
Dan tangannya sudah dikasih bekerja. Dengan seruling
di tangan, ia menyerang beruntun beberapa kali. Tapi
sungguh diluar dugaannya, dalam beberapa gebrakan saja
membikin Kim-coa Giok-lie rubuh, totokannya tepat
mengenai iga si nona. Jatuhnya Kim-coa Giok-lie diatas papan perahu, dan
bergerak-geraknya tubuh dua orang tadi diatas satu perahu
yang tidak cukup lebar, membawa akibat yang tidak
diingini. Karena goncangan cukup keras, perahu segera
terbalik, dua dua orang diatas badan perahu pada jatuh
sekalian! Mereka mandi. Bee Tie yang sejak kecil belum pernah meninggalkan
Kiu-in chung, tida tahu bagaimana harus bertindak didalam
air. Maka begitu perahu terbalik dan badannya sendiri
hendak nyebur kesungai, semula masih hendak berusaha
lompat kepinggir. Tapi tepian sudah jauh dari perahu.
Maka tanpa ampun lagi segera ia kecebur minum air.
Dengan badan selulup timbul tangannya digerak-gerakkan
ke sana kemari. Dan ia berhasil menjambret sesuatu benda
yang lunak. Dengan cepat, ditariknya benda itu.
Benda apa itu lunak-lunak" Itu adalah badan Kim-coa
Giok-lIe-yang juga karena tertotok jalan darahnya, kecebur
kedalam air. Bee Tie dengan adanya benda pegangan, satu waktu
berhasil menongolkan kepalanya keatas. Dilihatnya badan
perahu tidak jauh daripadanya. Cepat ia menjambret lagi
dengan tangan satu tangan lainnya memegang lengan
halusnya Kim-coa Giok-lie. Dan ia berhasil. Kini baru di
ketahuinya bahwa apa yang dipegangnya adalah lengan
mulusnya Kim-coa Giok-lie.
Sementara itu perahu terus menghanjut ke tepi seberang.
Agak lama mereka terapung-apung di atas air. Bee Tie
yang sudah mendapat pegangan baru, sungkan melepaskan
pegangan lamanya. Begitulah dengan sebelah tangan
menarik lengan Kim-coa Giok-lie, tangan yang satu lagi
menyekal badan perahu erat-erat.
Akhirnya sampai juga mereka kelain seberang. Dan kaki
Be-Tie sudah bisa menginjak tanah dibawahnya.
Waktu itu dilihatnya Kim-coa Giok-lie sudah pucat pasi.
Yang lebih-lebih membuat si anak muda tidak habis pikir
ialah, badan si nona sudah dingin seperti es. Sedang
perutnya baru sedikit kemasukan air. Ia terkejut. Tapi cepatcepat
juga bergerak. Ia segera menyambar dua kaki si nona
dan diangkatnya tinggi-tinggi. Air segera juga keluar dari
mulut nona itu. Tapi hanya sedikit, setelah itu berhenti,
tidak keluar lagi. Aneh. Kenapa badannya dingin sekali. Apa mungkin ia
sudah mati" Tidak! Ia tidak boleh mati. Sayang nona cantik
seperti dia ... " demikian kata-kata Bee Tie dalam hatinya.
Tapi ia tidak mampu melanjutkan lamunannya. Karena ia
harus menolong orang dulu yang lebih perlu.
Telinganya lantas ditempelkan di atas dada si nona.
Masih bergerak-gerak. Sekali pun amat lemah, tapi harapan
untuk hidup masih besar kemungkinannya.
Sebenarnyra ia sendiri tidak tahu mengapa ia begitu
memperhatikan keselamatan nona dibawah kakinya itu.
Padahal dia tahu bahwa wanita itu tentu kejam dan
telengas, karena dia orangnya golongan Ular Emas.
Ia lantas juga membuka totokan jalan darah di tubuh si
nona, lalu mengabil semua jarum jarum beracun yang ada
dalam kantungan dipinggangnya yang langsing. Ia terus
memeriksa dan mencari cari letak keanehannya. Tapi walau
bagaimanapun ia sudah berusaha, dengan jalan pengobatan
bagaimanapun yang ia tahu dan sudah dipraktekkan, masih
belum berhasil juga ia. Badan Kim-coa Giok-lie masih tetap
dingin seperti es. ia terkejut. Diam-diam mengerut, celaka!
Apa barangkali dia memang berdarah dingin?"
Memikir demikian, Maki hawa panas di badannya lantas
disalurkan ke tubuh nona itu melalui embun embunan
dikepala wanita itu. Selang sesaat ... Ternyata si pemuda tidak bekerja sia-sia. Sebentar
dirasakan badan Kim-coa Giok-lie menjadi hangat,
diwajahnya juga warna semu merah sudah kelihatan. Dia
kegirangan bukan inain. Nah. dia sudah mulai ... "
Kala itu mendadak Kim-coa Giok-lie tersadar. Perlahanlahan
nona ini membuka kelopak matanya yang ditutupi
sepasang alis lentik. Ia masih merasakan dua tangan panas
menggerayangi sekujur badannya. Ia sangat terkejut. Lekaslekas
ia lompat bangun, "Kau ... kau! ... Kau apakan aku" ...
" "Kenapa badanmu tadi dingin sekali?"
Suatu perubahan mulai terjadi, pandangan mata Kimcoa
Giok-lie sudah tidak dingin seperti tadi. Pandangan
mata yang mesra terkilas sebentar saja diwajahnya, tapi
kemudian lenyap kembali. Hanya badannya saja yang
tampak gemetaran macam orang kedinginan.
Bee Tie lantas melihat itu. Ia segera maju mendekatinya
lagi sambil berkata. "Apa kau masih merasa dingin" Kenapa tidak kau jawab
pertanyaanku tadi !"
Kim-coa Giok-lIe-yang melihat Bee Tie maju
menghampirinya, lantas mundur mendahului pemuda itu.
Lalu dengan suara tak lampias ia berkata.
"Kau ... kau ... siapa kau sebenarnya! Kenapa kau begitu
kejam perlakukan diriku! ... Sekarang ... hilang sudah
semua kepandaian serta tenaga dalamku ... "
Bee Tie tidak mengerti. Tiba-tiba-tidak jauh dari tempatnya berdiri terdengar
suara keresekannya daun amat perlahan, Bee Tie segera
menundukkan kepalanya melihat kebawah. ia terkejut dan
badannya segera melesat keatas. Disitu, bekas tempat tadi ia
berdiri, kini tampak seekor ular kecil yang berwarna kuning
emas sedang menjulur-julurkan lidahnya.
Bee Tie cukup tahu bagaimana keganasan racun ular
emas kecil itu. Ia juga pernah melihat bagaimana Lee Thian
Kauw yang berkepandaian lebih tinggi beberapa kali dari
padanya juga tidak mampu mengusir dan menahannya.
Maka itu kini, berhadapan dengan ular kecil itu, ia sudah
siap siap dan memusatkan seluruh perhatiannya atas diri
ular emas itu! Dari kelakuannya Bee Tie yang sudah ketakutan sangat
itu, sukar diraba bagaimana perasaan hatinya.
Ular itu kembali menggeleser menghampirinya sambil
mengangkat kepalanya tinggi-tinggi.
Kalau Bee Tie sudah begitu ketakutan di lain pihak Kimcoa
Giok-lie begitu melihat datangnya ular emas ini
sebaliknya malah kegirangan bukan kepalang. Cepat wanita
itu maju mendekati ular tersebut sambil memperdengarkan
suara Kok, kok, suara kodok yang paling digemari oleh
ular-ular emas. Sang ular yang mendengar suara panggilannya Kim-coa
Giok-lie ini, segera membalikkan tubuhnya dan sebentar
sudah lompat kearahnya,. Cepat Kim-coa Giok-lie mengulurkan tangarnya yang
putih mulus, disamping Bee Tie tidak melihat gerakan apa
yang dilakukan wanita baju putih itu tahu-tahu kepala sang
ular sudah ada dalam gencetan dua jari halusnya Kim-coa
Giok-lie. Kim-coa Giok-lie masih tidak berhenti dengan
gerakannya itu. Dilain saat terlihat tangan kirinya bergerak,
sebat sekali ia sudah memegang ekor ular itu dan Kres!
Mulutnya sudah segera maju dan menggigit putus ekor sang
korban untuk kemudian memulai menghisap darah ular
beracun tersebut. Semua kejadian dan kelakuan Kim-coa Giok-lie itu jauh
diluar dugaan si anak muda. Ia bergidik karena sebelumnya
belum pernah ia melihat orang yang menghirup darah ular
seperti itu. Sebentar saja pemandangan menyeramkan itu
berlangsung dan tubuhnya sang ular yang sebelumnya galak
menakutkan kini lemas lunglai tak bertenaga untuk
kemudian lagi mati tidak berkutik.
Kim-coa Giok-lie melemparkan bangkai ular tersebut
dan seperti orang ketagihan ia mulai berkok-kok lagi.
Bee Tie tergerak hatinya.
"Oh! Kalau begitu dinginnya darahmu itu tentu karena
terlalu banyak menghirup darah ular hidup itu. Nona,
kenapa kau bisa berbuat begitu buas?"
Kim-coa Giok-lie ketawa dingin.
"Untuk, memperdalam ilmu kepandaian golongan Ular
Emas, aku harus minum banyak banyak darah ular hidup.
Kau yang tidak tahu apa-apa kenapa heran-heran berbuat
menurnti caramu sendiri ... Sekarang kau sudah membikin
punah semua latihan tenaga dalamku yang sudah kulatih
selama belasan tahun itu ... Aku, yang mau melatih lagi
harus minntn darah ular hidup banyak lagi baru bisa
kembali bergerak leluasa. Aku sebetulnya tidak sudi
mengatakan semua itu kepadamu, tapi ... ah! Sudahlah.
Lekas kau pergi dari sini.. Kalau Sucie melihat kau berada
dipuncak Siok-lie hong pasti habis nyawamu ... "
Kata-katanya Kim-coa Giok-lie-yang mengandung unsur
kebaikan itu sungguh berbeda jauh dengan sifat dan sikap
ketus dingin yang dimilikinya pada saat sebelum itu. Dan
Bee Tie juga sudah merasakan adanya perbedaan sikap dan
suara nona itu. Menurut penglihatanku, bukan orang jahat
dia ini. Dia tadi yang bersikap dingin tentu terlalu banyak
minum darah ular. Kalau saja dia meninggalkan golongan
tersesat itu, bukankah sangat baik sekali!"
Memikir sampai disitu sipemuda tiba-tiba tertawa.
"Apa Suciemu itu namanya Kim-coa Sin-lie" Aku tidak
takut padanya, aku berani keatas Siok lie-hong. Aku ingin
mengambil kembali mayat Sucowku disana."
Bee Tie mendadak mendapat suatu pikiran apa-apa. Ia
lalu maju mendekati Kim-coa Giok-lie.
Kim-coa Giok-lie kembali bertindak mundur. Tapi Bee
Tie tak mau membiarkannya. Ia sudah menubruk lagi.
"Apa kau mau mampus!" demikian gertak si nona, dan
kembali badannya melesat kebelakang.
Bee Tie yang dua kali menubruk tempat kosong, agaknya
merasa penasaran. Segera ia merobah gerakan badannya.
Kini ia menggunakan ilmu yang baru didapat dari atas
sembilan tiang batu di Kiu-ieng-hong, badannya berlompatlompatan
ke sana kemari diseputar badan Kim-coa Giok-lie.
Kim-coa Giok-lie merasa matanya berkunang-kunang. Ia
seolah olah melihat disekitar dirinya ada banyak bayangan
si pemuda yang sedang berlompat-lompatan, ia mengeluh.
Celaka dan lagi-lagi lompat jauh kebelakang dalam
usahanya menghindarkan kejaran si anak muda.
Tapi hanya terdengar satu suara tertawa yang perlahan
sekali dan Bee Tie yang sudah menanti dibelakangnya,
dengan sekali peluk sudah dapat merangkul pinggang
rampingnya si wanita muda.
Kim-coa Giok-lie belum lagi melakukan gerakan apa-apa
mendadak satu aliran hawa hangat menyusup masuk
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kedalam tubuhnya dan kembali darah dingin yang baru
sedikit didapatkan itu diputar haluannya.
"Aku adalah ketua hoa-san-pay sekarang. Namaku Bee
Tie, sebenarnya tidak ada maksud aku untuk berlaku
kurang ajar terhadap nona, tapi karena nona yang lemah
dan juga telah terjeblos masuk kedalam kumpulan orangorang
sesat nona bisa nanti bersikap tidak seperti manusia
lagi. Dengarlah baik-baik kata-kataku ini dan sayangilah
jiwamu sendiri. sayang kalau kau yang begini cantik molek
sampai diperalat oleh orang jahat itu. Sungguh sayang kalau
wajah dan kelakuan nona tidak sesuai."
Kim-coa Giok-lie sejak dirangkul tadi, merasakan
badannya tidak enak. sedikit dingin dicampur panas
sehingga seolah-olah orang meriang badannya menggigil.
Tapi tidak lama setelah itu, ia sudah bisa lagi menyesuaikan
diri dengan hawa panas. Hanya rasa takutnya yang masih
belum hilang seluruhnya, Ia takut kalau kalau Sucienya
yang kejam ganas nanti datang kesitu.
"Lepaskanlah aku! Lepaskanlah aku!" teriaknya
kemudian. "Jangan kau peluk aku begitu rupa nanti
Sucieku datang kau bisa celaka ... Lepas!!"
Bee Tie yang hendak menolong orang tidak mau
menolong setengah-setengah. Maka ia terus menolak tanpa
memperdulikan teriakan teriakan si nona. Sebentar saja
hawa dingin dibadan nona itu sudah tidak terasa lagi.
Sebagai gantinya, hawa hangat sadah mulai keluar dari
tubuhnya. Bee Tie lebih keras merangkul si nona.
"Nona, kau tidak perlu begitu ketakutan. Sebentar kau
tak dingin lagi, tentu akan segera kulepaskan badanmu ...
Eh. nona, kalau kulihat dari mukamu, kau tentu lebih tua
dari aku. Maka ijinkanlah aku memanggilmu Ciecie.
Bolehkah" CiecIe-yang manis, pejamkanlah matamu ...
Sebentar lagi bisa seperti manusia-manusia biasa ... "
Kim-coa Giok-lIe-yang terus meronta-ronta, tentu tidak
memudahkan bagi si pemuda untuk ia meneruskan
"peagobatan"-nya. Tapi seberapa dapat ia terus berusaha.
Sebentar lalu dirasakan badan Kim-coa Giok-lie lemas
tak bertenaga, dalam pelukannya seolah-olah mempunyai
bobot lebih berat. Maka Bee Tie juga lantas mengikuti
tubuh orang yang sudah jadi sangat berat, kedua-duanya
lalu jatuh merosot kebawah. Dan ia yang tak mau menindih
badan si nona, membiarkan saja dirinya sendiri tertindih,
tapi cekalannya masih tidak dilepaskan. Dengan suara bisikbisik
ia lalu berkata pada wanita muda itu.
"Cicie, mesti aku masih punya keberanian untuk naik ke
Siok Iie hong, tapi rasanya masih belum bisa
menghindarkan diri dari tangan maut orang-orang ganas
disana. Namun demikian, sekarang aku juga sudah rela
korbankan segala-galanya karena aku sudah menolongmu
keluar dari golongan tersesat."
Bee Tie yang biasanya bersikap keras terhadap siapapun
juga. sekarang eatah mengapa sifatnya dapat berubah
demikian lunak di hadapan Kim-coa Giok-lie.
Bicaranyapun seperti tidak ada putus-putusnya.
"CieCie, Umpama kata aku tidak berhasil dalam usahaku
dan jadi mati di Siok Iie-hong, aku juga tidak akan merasa
menyesal. Cuma saja ... masih ada ayahku yang saat ini
berada di kuil Pek bee-kie, telonglah kau rawat dan jaga
dirinya baik-baik ... Dan lagi mayatku nanti, supaya jangan
sampai terlantar tolong ciecie antarkan ke kelenteng Cee
thian koan dipuncak sana." demikian melanjutkan si
pemuda pula. Bee Tie seperti orang kemasukan setan lakunya
mulutnya mengoceh tidak karuan, tangannya memeluk
tubuh si nona makin lama makin keras. Tapi si nona seolah
olah tidak mendengar dan tidak merasakan semua itu ia
diam saja. Tidak antara lama Kim-coa Giok-lie sudah berhasil
disembuhkan. Darah yang tadinya dingin, kini mengalir
panas. Dengan suara sesenggukan kecil ia nangis dan
berbalik memeluk si anak muda!
"Adik," demikian katanya mulai membuka mulut.
"Janganlah kau teruskan niatmu hendak pergi kesana. Aku
mohon supaya kau suka dengan kata-kataku ini percuma
kau nanti satelah sampai diatas sama saja seperti antarkan
jiwa secara percuma! "
Bee Tie yang mendapat sambutan hangat, segera balas
memeluk lebih erat. Sekali pun badan si nona mungkin
sudah panas seluruhnya, tapi ia agaknya berat
melepaskannya. "Ciecie?" demikian katanya pula, akan ketahuilah sifat
adikmu ini. sekali bekerja harus selesai tidak mau kepalang
tanggung. Kalau aku kata pergi, aku tetap akan pergi. Aku
sudah mengambil keputusan tetap, hari ini juga mengambil
kembali mayat Sucouwku Giok-cin Ciu-fin. Tapi mungkin,
masih ada saau hal yang belum kau tahu menurut kna lt
Han Siangjin ketua Hoa-san-pay yang ketiga sebelum aku
menjadi ketua, kabarnya beliau teraniaya diatas puncak
Siok-lie-hong setengah tahun lebih lamanya. Mungkin ia
disana mempunyai sisa sisa peninggalan Kiu-teng Cin keng,
maka tidak boleh tidak adikmu harus pergi melihatnya
kesana. Adikmu tidak takut apa dan siapa juga.
Kim-coa Giok-lie masih sesenggukan dan masih
berpeluk-pelukan dengan si pemuda.
"Adik Bee." katanya pula. "janganlah sekali-kali kau
teruskan keinginanmu itu. Kau harus tahu. Kim-coa-bun
belum pernah megijinkan orang luar naik sampai dipuncak
Siok-lie hong ... Apalagi setahuku sampai saat ini belum
pernah ada orang luar yang bisa naik keatas puncak Siokliehong dan kalau pun bisa, tentu tidak akan turun lagi
selamanya. Maka aku harap sangat, janganlah kau pergi ke
sana." Bee Tie masih tetap geleng-gelengkan kepala.
"CicIe-yang baik, kau ketahuilah bahwa aku sebenarnya
juga tidak mau mati. Entah mengapa pertama aku
melihatmu disungai itu, aku telah mendapat satu perasaan
ingin hidup lebih lama dalam dunia, kalau dapat juga
bersamamu .. Tapi yakinlah! Adik mu tidak nanti mati
disana. Kau percayalah kata-kataku. Aku pasti bisa pergi
dan balik lagi dari puncak Siok lie-hong dalam keadaan
selamat. Kim-coa Giok-lie tidak mengatakan apa-apa lagi. ia
membiarkan dirinya masih dalam pelukan si pemuda dan ia
malah memeluk si anak ketemu gede, itu lebih erat,
kepalanya disusupkan ke dada si anak muda yang lebar.
Kala itu, Bee Tie sama sekali tidak pernah merasakan
hawa dingin lagi, hawa tersebut sudah lenyap semua.
Sebagai gantinya, semacam hawa gadis yang harum
semerbak lantas merangsang hidungnya. Ia akhirnya
berhasil juga merubah Kim-coa Giok-lie menjadi wanita
baru lahir, dengan darah panas.
Dengan suara perlahan sekali ia kemudian memanggil si
nona. "Ciecie ... " "Ng ... " demikian adalah sahutan Kim-coa Giok-lie.
suaranya perlahan, lemah lembut.
Baru kinilah Bee Tie melepaskan cekalannya dan
membiarkan saja Kim-coa Gio-lie menindih terus diatas
tubuhnya. Dan si nonapun agaknya malas bangun,
tangannya masih memegang erat-erat bahu si pemuda.
Bee Tie yang sudah lama belum kemasukan nasi
diperutnya, dengan suara perlahan ia berkata.
"Ciecie, aku lapar sekali ... Apa kaupun sudah lapar ...
Apa disekitar tempat ini ada buah buahan yang bisa
dimakan untuk menangsel perut" Bagaimana kalau kita
sama-sama mencari buah buahan dan setelah itu kita
berdua naik bersama keatas puncak Siok-lie hong?"
Kim-coa Gio lie melirik wajah si pemuda.
Pandangan matanya itu segera bentrok dengan tatapan
mata si anak muda. Pemuda ini merasakan pandangan
mesra si nona menerobos masuk terus kehatinya. Nona ini
dengan mata berkaca-kaca menanya si pemuda, "Adik, apa
betul kau sudah tak takut mati?"
Bee Tie yang masih berusia muda, tidak mengerti apa
maksud sebenarnya yang terkandung dalam pandangan
mata mesra dari si nona, ketika ia ditanya, baru hendak
menjawab, mendadak terdengar satu suara wanita lain
berkata. "Kemudian sudah didepan mata, perlu apa mesti takut
mati segala?" Bee Tie dan Kim-coi Giok-lie terkejut. Keduanya lompat
dengan bangun berbareng. Bee Tie yang segera mengenali suara itu, suara Kim-coa
Sin-lie, segera membentak!
"Kim-coa Sin-lie! Sungguh kebetulan sekali
kedatanganmu! Aku Bee Tie ingin tagih pulang jenazah
ketua partai Hoa-san-pay kami yang dulu dari kau?"
Ditempat agak kejauhan tampak dua bayangan
berkelebat. Satu adalah Kim-coa Sin-lIe-yang segera dikenal
oleh si anak muda dan yang lain juga wanita, adalah itu
wanita yang dulu pernah juga dilihatnya bersama Kim-coa
Giok-lie sedang hendak mendaki gunung Kiu-teng-hong.
Namanya Kim-coa Jing-lie.
Jika jiwa Kim-coa Sin-lie selalu tersungging senyuman,
adalah Kiai-coa Giok-lie tadi sebelum disembuhkan
penyakitnya, membawa sikap dingin ketus, berbeda lagi
dengan Kim-coa Jing-lIe-yang sikapnya tampak seperti
sedih selalu. Kim-coa Sin-lie saat itu dengan wajah tetap tersungging
senyum manisnya kelihatan mengeluarkan sehelai angin
yang hampir dua puluh kaki panjangnya. Wanita ini juga
sedang berjalan menghampiri Bee Tie. Tapi sama sekali ia
tidak pernah melihat, sekali pun melirik pada Kim-coa
Giok-lIe-yang berdiri tidak jauh dari tempat Bee Tie berdiri.
Kim-coa Giok-lie sendiri bengong. Kemudian dengan
suara perlahan wanita cantik itu berseru.
"Sucie! ..." Kim-coa Sin lie tak meladeni panggilan sang Sumoay. ia
lantas berkata kepada Bee Tie tanpa merubah wajah
periangnya. "Hai anak muda, dalam rumah makan di kota Lok-yang
aku sudah tahu keberanianmu sungguh luar biasa. Tapi
tidak pernah kusangkakan sekarang berani mati datang
didaerah Siok lie-hong kami, apakan sudah bosan hidup.
Bee Tie menyeringai. "Apa kau sangka aku takuti ke pandaianmu yang tinggi?"
demikian katanya. "Kau jangan pikir yang bukan bukan.
Kalau aku takut mati, tidak nanti aku berani datang
kemari." "Itu tentu saja. Siapa sih yang takut mati kalau
didampingnya ada satu gadis jelita yang setiap waktu suka
memeluk dirinya" Apalagi disisimu sekarang ada Kim-coa
Giok-lie-yang cantik melebihi bidadari."
"Tutup mulut." bentaknya gusar. "Ciecie ini tidak seperti
kau yang kejam dan telengas!"
"Sucie ... " Panggil Kim-coa Giok-lie pula.
Kim-coa Sin-lie menoleh sebentar kemudian buang muka
lagi. Sepintas lalu ia sudah dapat lihat adanya perubahan
dalam sikap dan wajah Sumoynya itu. Maka dengan suara
memperolok-olok ia berkata sambil menghadap Bee Tie
seolah-olah ia sedang bercakap dengan si anak muda
katanya. "Apa kau masih kenal tabiat Suciemu ini" Barangkali
sampai suhu sendiri sudah tidak ada dalam ingatanmu.
Hmm! sepuluh tahun budi ular emas hilang semua muanya
dari atas tubuhmu. Hmm. hmm!"
Kim-coa Giok-lie tundukkan kepala. Dengan air mata
berlinang-linang ia lalu berkata.
"Sucie. ini adalah salah, kau hukumlah aku sesuka
hatimu. Harap Sucie suka melepaskan dia," tangannya
menunjnk Bee Tie, "karena dia tidak tahu jalan, hingga
tersesat datang kemari ... "
Kim-coa Sin-lie tertawa terkekeh-kekeh.
"Yoy, pandai juga bicaramu, demikian katanya
meyindir. "Mendengar lagu suaramu yang begitu mengisihi
si diamu itu. Rasanya untuk dia kau sudah mau korbankan
segala-galanya, bukan" Tapi, kali ini biarlah kalau kau
sudah ada pikiran seperti itu. Sudah tentu aku akan
melulusi semua permintaanmu ... Eh, bagaimana urusan
suhu yang menyuruh kau pergi ke Kiu-teng-houg. Apa
sudah beres" Kenapa sekarang bolehnya kau kembali
bersama dengan si dia mu itu" Coba disini kaujelaskan
persoalannya tersesat dijalan" Dia suka kau lalu ikut kau?"
Kim-coa Giok-lIe-yang mendengar kata-kata Kim-coa
Sin-lIe-yang menusuk hati, merasa perih dalam hati. Tapi
kalau didengar dari lagu bicara yang masih mengingat
antara saudara seperguruan, maka harapan baru timbul lagi.
Demikianlah, akhirnya dengar suara perlahan ia berkata
lagi. "Kalau Sucie mau dengar, baiklah Sumoy, nanti
ceritakan ... Kami ... tadi sudah bergebrak mengadu
kekuatan. Apa mau kekuatanku jauh dibawahnya, hingga
terguling terkena totokannya. Karena jatuhnya tubuhku,
perahu yang tidak cukup besar terbalik, hingga kami
kecebur dua duanya, kemudian waktu Sumoy pingsan, dia
sudah menolongku membawa ke darat dan merawat lukalukaku.
hingga begitulah akhir kejadiannya Sucie sudah
tahu sendiri ... " Kim-coa Sin-lie menganggukkan kepala. lalu berpaling
mengawasi wanita mewek Kim-coa Jing-lIe-yang berdiri
disampingnya seraya berkata.
"Jing moay, kau bawalah dia menghadap suhu sendiri
aku tidak berani mengambil keputusan sendiri."
Kim-coa Jing-lie memandang kearah Bee Tie sebentar,
lalu lompat melesat menghampiri Kim-coa Giokmoay,
"mari ... " Kim-coa Giok-lie semula masih bimbang dan ragu-ragu,
tapi kemudian setelah melihat Bee Tie, lalu ia berkata
dengan suara keras. "Bee Tie, bukan kau lekas pergi dari sini,"
Tongkat Rantai Kumala Seruling Kumala Kim Lan Pay Karya Oh Chung Sin di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ketika ia mengucapkan kata-katanya itu, tampak air
mata mengalir turun " dari kelopak matanya. Ia tak dapat
menahan isak tangisnya, maka kata-katanya terhenti
sebentar, tapi kemudian berkata pula melanjutkan,
"Mungkin, tidak bisa kita bertemu lagi ... Semoga ... Bee
Tie, baik-baiklah kau jaga diri ... "
Suaranya makin lama makin perlahan, akhirnya sama
sekali tidak kedengaran lagi, hanya mulutnya saja tampak
masih berkemak kemik. Sesaat kemudian ia lalu balikkan tubuh, lalu bersamasama
dengan Kim-coa Jing-lie kabur kearah purcak.
Bee Tie merasakan, kepalanya pening. Bagai terkena
pukulan benda keras, ia berdiri sempoyongan. Mulutnya
tampak bergerak gerak tapi suaranya tidak kedengaran.
"Apa aku harus turun, tega hatiku membiarkan dia
tersiksa karena aku" Tidak! Tidak! Dia tidak boleh ada yang
ganggu!" Tiba-tiba ia menjerit keras. Seperti kerbau edan lakunya,
ia menerjang Kim-coa Sin-lie sambil membentak.
"Minggir ! Minggir ! Kalaukau berani ganggu seujung
rambutnya saja, rasakanlah pembalasanku nanti! Setidak
tidaknya harus ada jiwa dengan kau!"
Bee Tie yang sudah menjadi kalap benar-benar, dan
sudah bergerak secara tiba-tiba tadi, telah membuat Kimcoa
Sin-lie tidak bisa menyingkir, tepat tiga kali ia terkena
rotokan seruling hitamnya si pemuda.
Wanita itu terkejut. Badannya sampai mundur
sempoyongan. Untung tenaga latihannya sudah cukup
masak, si pemuda pun tidak turunkan tangan maut atas
Pendekar Pedang Sakti 4 Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Naga Dari Selatan 2
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama