Golok Maut Tjan Tjie Leng Karya O P A Bagian 1
GOLOK MAUT (TJAN TJIE LENG) Saduran : OPA Penerbit : Marga Raya Permulaan Kata Itulah senjata yang sangat aneh bentuknya. Panjangnya 1,5 kaki, ujungnya tajam, dikedua bagian sampingnya satu tajam dan yang lainnya berbentuk gigi gergaji. Seluruh awak senjata itu putih berkilat, sinarnya menyilaukan mata. Ditengah-tengah awak senjata itu ada terukir tulisan yang indah berbunyi : "GOLOK MAUT".
Dibagian Yang tajam, tajamnya luar biasa, sehingga rambut yang diletakan diatasnya kalau ditiup saja lantas putus. Dibagian yang seperti gergaji, tajamnya melebihi tajam gergajo biasa. Senjata yang aneh luar biasa bentuknya itu mendapat nama yang sangat seram yaitu : "GOLOK MAUT."
Golok Maut ini telah mewakili segala keseraman, kekejaman, dan keganasan.
Oleh karena munculnya Golok Maut ini, keadaan dunia Kang-Ouw yang tadinya memang sudah keruh, ditambah diliputi suasana kekejaman dan keganasan. Orang-orang dalam rimba persilatan semuanya merasa kebat-kebit hatinya dan pucat wajahnya kalau ada orang yang membicarakan Golok Maut itu.
Orang-orang yang sudah menerima Golok Maut ini sebagai pembawa kabar jelek,
selambat-lambatnya dalam waktu tiga hari pasti akan binasa dalam keadaan sangat
mengenaskan, kalau bukan terpapas kutung kedua lengannya, tentu terpapas kutung kedua pahanya dan sudah pasti ialah dibagian dada terdapat satu lubang yang tembus sampai kepunggungnya.
Ini memang benar-benar merupakan suatu kekejaman yang sudah tidak ada taranya.
Orang-orang yang menjadi korban Golok Maut itu, baik yang dikutungi kedua lengannya maupun yang dikutungi kedua pahanya, semuanya pasti mendapat tanda gergaji disebelah kirinya.
Golok Maut ini menggegerkan dunia rimba persilatan, menggetarkan Orang-orang dari golongan Putih dan golongan hitam.
Jago-jago dari kedua pihak, golongan Putih dan golongan hitam, telah mengambil tindakan untuk menyelidiki siapa adanya Pemilik Golok Maut itu yang penuh rahasia dan bertangan kejam itu, tetapi tidak ada seorangpun yang pernah mendapatkan tanda-tanda yang
dimaksud. Munculnya Golok Maut ini membingungkan, sebentar di selatan sebentar lagi di utara, sehingga membuat Orang-orang yang mengadakan penyelidikan repot sendiri tanpa hasil.
Siapa adanya Pemilik Golok Maut itu" Tidak ada seorangpun yang mengetahuinya. Apa sebabnya Golok Maut itu mengganas di dunia Kang-Ouw" Tidak ada seorangpun juga yang bisa menjawab.
Orang-orang yang menerima ancaman Golok Maut itu kesemuanya merupakan
Orang-orang kuat terkenal, baik dari golongan hitam maupun dari golongan putih, semuanya mempunyai kepandaian tinggi. Tetapi aneh bin ajaib, mereka semua tidak dapat
menghindarkan dairi dari cengkraman Golok Maut itu.
Rupa-rupanya Orang-orang yang di ncar oleh Golok Maut itu adalah Orang-orang tertentu.
Apa yang menyebabkan Orang-orang itu binasa" Kecuali sang korban dan Pemilik Golok Maut itu sendiri, tidak ada orang ketiganya lagi yang dapat memberi keterangan.
Golok Maut itu kecuali seram, kejam, juga harus pula ditambah dengan kata : PENUH
RAHASIA. Tidak ada seorang juga di dunia Kang-ouw yang mengetahui asal-usul
munculnya Golok Maut itu.
Hanya dalam waktu yang amat singkat, yaitu dalam waktu tiga bulan saja, Golok Maut itu telah muncul lima kali. Sudah dengan sendirinya ada lima orang yang telah menjadi korban korbannya. Korban-korban itu merupakan jago-jago dari tempat-tempat tertentu, juga merupakan Orang-orang kuat yang cukup berpengaruh namanya.
Pertama kali Golok Maut ini muncul dikota Lam-tjiang. Salah satu jago terkenal dari golongan putih yang bernama Siangkoan In Kie telah dikuntungi kedua lengannya,
kedapatan mati dengan dada berlubang.
Keduakalinya Golok Maut itu minta korban Pancu dari organisasi Pek-hap-pang didaerah Kiu-kang yang bernama Koo Goan, juga binasa dalam keadaan yang sama seperti keadaan korban pertama. Organisasi itu sebetulnya banyak Orang-orang kuatnya yang
berkepandaian tinggi dan nama morganisasi itu juga cukup terkenal di kalangan Kang-ouw, tetapi yang benar-benar merupakan peristiwa yang tidak habis dimengerti ialah karena Koo Goan itu justru binasa didalam markas besarnya sendiri.
Korban ketiga membuat semua orang semakin tidak habis mengerti, karena korban itu adalah orang dari golongan pengemis cabang Thian-lam yang bernama Gouw Tju Tjeng.
Pada malam itu juga, setelah Gouw Tju Tjeng menerima hadiah Golok Maut sebagai
pertanda, segera ia binasa dalam keadaan mengerikan.
Korban keempat ialah pengusaha lima perusahaan Piuw Kiok (Pengantar barang) didaerah kayhomh yang bernama Ban Goan Hong.
Korban kelima lebih-lebih mengherankan lagi, korban itu adalah orang yang bernama Hoat Giam LO (Raja Akhirat Hidup) yang pernah malang melintang 30 tahun lamanya didalam dunia Kang-ouw dan sejak sekian lamanya sudah berdiam dikota Bu-tjiang. Dia binasa dalam keadaan kutung kedua pahanya dan berlubang dadanya.
Kiang Hie sebenarnya adalah seorang yang mempunyai kepandaian silat sangat tinggi, tetapi ia juga merupakan seorang yang sangat kejam dan suka membinasakan jiwa orang denga tidak memandang bulu lagi, maka kematiannya itu telah menggirangkan hati banyak orang yang tidak menyukai tindak tanduknya.
Yang merupakan keistimewaan lainnya dari para korban Golok Maut itu adalah bahwa semuanya merupakan Orang-orang yang sudah berusia lima puluh tahun keatas.
Apa sebabnya" Juga tidak ada seorangpun yang mengetahuinya.
Dunia Kang-ouw ramai membicarakan peristiwa tersebut. Entah siapa lagi yang akan mendapat giliran nanti dari ancaman Golok Maut itu "
Perbuatan yang mirip dengan perbuatan gila ini entah kapan berakhirnya"
Menurut apa yang diunjukan oleh peristiwa yang ganas itu, telah menimbulkan kesan bahwa Pemilik Golok Maut itu pasti adalah seorang bertabiat aneh dan mempunyai kepandaian yang luar biasa tingginya. Jika tidak demikian, kelima korbannya itu yang semuanya merupakan Orang-orang yang berkepandaian tinggi dan sudah terkenal itu bagaimana bias jadi dibuat bulan-bulanan oleh Golok Maut tanpa memberi perlawanan. Dari bukti yang didapat dari semua korban itu, nyata bahwa para korban itu semuanya tentu tidak sempat memberi perlawanan.
Sekarang Golok Maut itu muncul lagi untuk keenam kalinya. Perbedaan waktu antara munculnya peristiwa kelima dan keenam hanya satu bulan saja.
Kali ini yang mendapat kehormatan menerimam kunjungan Golok Maut itu adalah seorang Chung Cu dari perkampungan Hui Liong Tjung yang sudah sepuluh tahun lebih lamanya sudah cuci tangan dan mengundurkan diri dari dunia Kang-ouw. Dia adalah Tio Ek Tjhiu.
Orang tua itu dengan kepandaian ilmu silatnya dan ilmu mengentengkan tubuh serta kekuatan tenaga dalamnya yang sangat tinggi sudah empat puluh tahun lamanya namanaya terkenal di dunia Kang-ouw. Dia adalah seorang tua yang usianya sudah lebih dari 60
yahun, sesungguhnya merupakan suatu kejadian luar dugaan kalau Golok Maut itu telah mengun jungi dirinya. Mengingat akan kepandaian, nama dan kedudukannya di dunia
Kang-ouw, sudah barang tentu hal itu telah menggemparkan dunia rimba persilatan.
Banyak jago-jago dari rimba persilatan pada berduyun-duyun menuju keperkampungan Hui Liong Tjung.
Sahabat-sahabat baiknya Tio Ek Tjhiu, seperti Lui Tjeng, Pek Djie Hong dan lain-lainnya sudah pada dating pada hari kedua pagi-pagi sekali sesuadah Orang tua itu menerima Golok Maut itu sebagai pertanda.
Untung hari itu ternyata Pemilik Golok Maut itu tidak muncul.
Diperkampungan Hui Liong Tjung hari itu banyak berkumpul Jago-jago dari kalangan Kang-ouw. Hampir setiap orang menantikan saat yang akan datang dengan hati berdebaran dan gusar. Mereka hampir menantikan setiap waktu tanpa mengenal lelah.
Kecuali ada satu dewa, kalau hanya orang biasa saja , betapun tingginya kepandaian orang itu, rasanya juga tidak mampu melawan banyak Jago-jago rimba persilatan itu.
Rupanya semua Jago-jago itu sudah bertekad bulat hendak membuka tabir rahasia yang dimiliki Golok Maut itu.
Tetapi sampai hari ketiga, orang yang dinanti "nantikan itu belum juga tiba, tidak ada tanda-tanda apa-apa. Sedangkan menurut kebiasaan, Golok Maut itu setiap kali muncul sebagai pertanda, selambat-lambatnya dalam waktu tiga hari sudah pasti minta korban jiwa.
Hari ketiga itu ada merupakan hari terakhir. Jika malam ini tidak ada kejadian apa-apa, maka saat yang sangat naas itu dianggap sudah berlalu.
Kampung Hui Liong Tjung yang biasanya tenang tentram, kini karena munculnya Golok Maut itu telah diliputi oleh suasana tegang dan seram.
Setiap lorong dan tikungan yang agak gelap dipasang lampu terang-terang. Hampir setiap langkah ada orang yang menjaga, baik siang maupun malam hari. Penjagaan dilakukan sangat kuat. Dibagian depan dan belakang perkampungan itu juga dipasangi berbagai perlengkapan rahasia.
Tempat sekitar tiga lie dalam perkampungan itu banyak Orang-orang dari dunia Kang-Ouw yang menjaga, baik secara terang-terangan maupun secara menggelap. Tujuan mereka sudah tentu ingin melihat wajah asli dari Pemilik Golok Maut itu.
Diruanga besar didalam gedung itu pesta perjamuan dilakukan siang dan malamhari tidak berhenti-hentinya. Hampir 20 orang lebih orang-orang dunia Kang-Ouw yang sudah terkenal keganasannya telah melindungi Tio Ek Tjiu demikian rapatnya.
Tio Ek Tjiu kelihatan mundar mandir didalam ruangan, kadang-kadang juga menghela nafas. Rambutnya sudah ubanan kelihatan kusut.
Diatas meja ditengah ruangan besar, diantara mangkok piring perjamuan ada terletak Golok Maut yang luar biasa bentuknya itu yang diantarkan pada tiga hari berselang.
Golok Maut ini merupakan suatu utusan yang menagih jiwa, sehingga setiap orang yang melihatnya pada berdiri bulu romanya.
Pada orang-orang kuat yang berada didalam ruangan itumeskipun diluarnya sedapat
mungkin hendak berlaku tenang, tetapi dalam hati sebetulnya merasa kebat-kebit.
Meskipun penjagaan dalam perkampungan itu sangat kuat dan mungkin tidak dapat dilalui oleh seekor lalatpun, tetapi apakah mampu mencegah kedatangannya Pemilik Golok Maut itu" Ini masih merupakan pertanyaan dalam hati masing-masing.
Sang waktu sedetik demi sedetik telah berlalu, saat itu sudah jam tiga malam, tetapi masih belum kelihatan perubahan apa-apa. Asal lewat dua jam lagi saja, sudah dapat diharap bahwa Pemilik Golok Maut itu tidak akan muncul lagi.
Apakah kali ini akan merupakan suatu kecualian" Itu adalah suatu pertanyaan yang timbul hampir disetiap hati orang, tetapi tidak ada seorangpun yang berani mengeluarkan itu dari mulutnya.
Setelah lewat lagi beberapa saat lamanya, Lui Tjeng baru berani berkata sambil sambil mengurut-urut jenggotnya yang panjang.
"Iblis itu barang kali tidak mendapat kesempatan untuk turun tangan maka tidak berani datang."
Pek Djie Hong menyambung,
"Dengan penjagaan yang begini rapat dan kuat sampai seekor lalatpun rupanya tidak bisa terbang diatas kita, maka sekalipun dia mempunyai kepandaian tinggi, rasanya juga belum tentu berani muncul."
Tio Ek Tjiu yang mendengar pembicaraan itu hanya ketawa getir saja, ia tidak bisa berkata apa-apa. Hanya ia sendiri rupanya yang sudah mendapat firasat bahwa dirinya tidak akan terluput dari tangannya Pemilik Golok Maut.
Berlalunya sang waktu telah menambah ketegangannya semua orang. Saat-saat yang
terakhir itu dirasakan paling tidak enak.
Masih tinggal satu jam lagi waktu untuk si Pemilik Golok Maut itu turun tangan.
Tio Ek Tjiu pada saat itu lantas berkata sambil menghela nafas :
"Lohu tahun ini sudah berusia 65 tahun. Sekalipun harus binasa juga sudah merasa puas.
Lohu merasa sangat berterima kasih atas kecintaan saudara sekalian yang telah
memerlukan datang kemari. Tetapi persoalannya malam ini bukan persoalan biasa.
Seandainya iblis itu nanti muncul benar-benar, Lohu akan melayani padanya dengan kepandaian yang Lohu miliki sendiri. Saudara-saudara boleh berdiri sebagai penonton saja.
Sekali-kali jangan turut campur tangan, agar tidak menanam permusuhan dengan iblis itu.
Seumur hidup Lohu, rasanya belum pernah melakukan hal-hal yang melanggar lingsim Lohu. Sesungguhnya tidak tahu apa sebabnya iblis itu mau turun tangan terhadap Lohu"
Lui Tjeng yang adatnya sangat berangasan, lantas berkaok-kaok:
"Hei, tua bangka she Tio, kau dan aku telah mempunyai perhubungan persahabatan
bebrapa puluh tahun lamanya, kalau aku takut mati, tidak nanti aku perlukan datang kemari!"
"Tio Cungcu harap jangan khawatir, dengan adanya kami orang-orang disini, sekalipun iblis itu mempunyai 3 kepala dan enam tangan, hari ini juga harus dia rasakan goloknya sendiri,"
demikian suara seorang berkata.
"Iblis itu mungkin tahu gelagat tidak baik, maka lantas mundur teratur."
"Masih tidak apa kalau dia tidak datang, kalau dia berani datang, hm! Dia harus rasakan sendiri ?".."
Sesaat itu, sana-sani ramai mengutarakan pikirannya.
Kentongan telah berbunyi 4 kali. Tepat pada saat itu?"?".
Terdengar orang tertawa dingin, yang kedengarannya sangat tegas dalam setiap telinga orang. Dalam suasana demikian, kedengarannya semakin menyeramkan!
Suara yang datangnya secara tiba-tiba itu, merupakan suatu tanda akan munculnya
saat-saat yang menyeramkan.
Ruangan yang tadinya ramai itu sekarang berubah sunyi senyap. Orang-orang yang tadi pada sesumbar, sekarang nampak pada pucat wajahnya. Semua mata ditujukan kearah
pekarangan yang keadaannya terang benderang seperti tengah hari.
Tapi heran, dari mana datangnya suara ketawa itu" Apakah dalam penjagaan begitu rapat dan kuat, tidak ada seorangpun yang mengetahui ada orang masuk"
Hui Liong Tjung Cungcu Tio Ek Tjiu, ketika mendapat kenyataan bahwa musuhnya yang dinanti-nantikan sudah tiba dan orang-orangnya yang menjaga tidak bisa berbuat apa-apa, segera mengetahui bahwa sang musuh itu memang sangat lihay. Maka ia juga mengerti bahwa nasibnya malam ini rasanya sukar dipertahankan. Melihat keadaan demikian, ia malah bisa berlaku tenang. Dengan tidak mempunyai rasa takut, ia berkata dengan suara yang nyaring :
"Tio Ek Tjiu sudah lama menantikan kedatanganmu, kau hendak kutungkan tangan atau kakiku, terserah padamu. Tapi Lohu masih belum mengerti, ada permusuhan apa
sebetulnya kau dengan Lohu, sehingga kau sampai menjatuhkan hukuman ini?"
Sebagai jawaban, telah terdengar satu suara yang dingin kaku:
"Tio Ek Tjiu, aku bukan seorang yang buas atau jahat, juga bukan seorang yang berlaku sewenang-wenang atau seorang yang kejam. Peristiwa berdarah pada Perkumpulan
Kam-lo-pang dibukit Bu-leng-san pada 20 tahun berselang, kau toch tidak bisa bilang tidak tahu! Kedatanganku malam ini ialah hendak membikin perhitungan hutang darah tersebut."
Sesaat itu wajah Tio Ek Tjiu pucat seperti mayat serta berdiri membisu seperti patung.
Semua orang gagah yang berada didalam ruangan besar itu pada terkejut.
Peristiwa berdarah yang dialami oleh Perkumpulan Kam-lo-pang pada dua puluh tahun berselang memang pernah menggemparkan dunia rimba persilatan.
Perkumpulan Kam-lo-pang muncul di dunia Kang-Ouw baru saja satu tahun, mendadak
telah diserang oleh lebih dari 50 Jago-jago kuat dari golongan hitam dan putih. Hanya dalam waktu satu malam saja Kam-lo-pang dibikin musnah.
Semua orang-orangnya Kam-lo-pang, mulai dari Pancunya sampai ke orang-orang
bawahnya hampir semuanya binasa dalam keadaan putus tangan atau kutung pahanya, ada juga yang kepal anya terpisah dari badannya. Dari 200 jiwa lebih, yang hidup dan dapat meloloskan diri hanya beberapa gelintir saja.
Ini adalah merupakan suatu pembunuhan besar-besaran dalam rimba persilatan. Sementara itu, mengenai sebab-sebabnya sehingga adanya kejadian peristiwa berdarah juga tidak ada yang mengetahui.
Nama selanjutnya dari Kam-lo-pang terhapus dalam dunia Kang-Ouw.
Nama itu sudah menjadi catatan dalam hikayat yang berlahan-lahan hilang dari
peringatannya manusia. Tidak nyana, hari ini 20 tahun kemudian nama itu terdengar pula di kalangan Kang-ouw, bahkan keluarnya dari mulut seorang "Penuh Rahasia", Pemilik Golok Maut yang telah menggemparkan dunia rimba persilatan.
Cungcu dari Hui Liong Tjung itu dulu juga merupakan salah satu orang yang turut
mengambil bagian dalam pembasmian orang-orang Kam-lo-pang. Hal ini rasanya tidak perlu disangsikan lagi.
Tetapi apakah hubungannya antara Pemilik Golok Maut itu dengan Perkumpulan
Kam-lo-pang" Suara orang itu meskipun kedengarannya sangat dekat, tetapi orang tidak dapat dilihat, sehingga semua orang yang ada disitu tidak mengetahui dari mana datangnya suara
tersebut. "Tio Ek Tjiu, apakah kau masih ada pesan apa-apa yang perlu ditinggalkan?" terdengar pula suaranya orang itu.
Sikap Tio Ek Tjiu pada saat itu sudah seperti orang kalap, maka ia lantas menjawab dengan suara kasar:
"Iblis! Tinggalkan namamu!"
"Pemilik Golok Maut."
"Peristiwa Kam-lo-pang ada hubungan apa denganmu?"
"Hu, hu, hu. Aku adalah Pancu dari Kam-lo-pang."
Jawaban itu telah membikin terperanjat semua orang, sehinga masing-masing pada saling pandang.
Tio Ek Tjiu yang mendengar pengakuan orang itu sebagai Pancu dari Kam-lo-pang, saat itu seperti mengetahui bahwa malam ini mungkin tidak akan terhindar dari kematian, maka ia lantas mengambil keputusan nekad, tetapi karena rasa jeri oleh kepandaian orang itu, membuat ia tidak berani sembarangan keluar dari dalam ruanga besar itu. Selagi masih bersangsi, tiba-tiba berkelebat bayangan seseorang, satu anak darah yang cantik molek sudah muncul didepan matanya.
Gadis itu denga pedang ditangan serta paras gusar, telah berkata dengan suara gemetaran:
"Ayah." Kemudian secepat kilat sudah bergerak melesat keluar pekarangan.
Bukan main kagetnya Tio Ek Tjiu, karena gadis itu merupakan anak satu-satunya yang paling disayanginya. Ia sudah memesan wanti-wanti supaya biar bagaimana tidak boleh unjukan diri, tidak disangka dalam saat yang sangat berbahaya itu akhirnya gadis itu mengunjukan diri juga, maka ia lantas berkata:
"Tin-djie, jangan!"
Tepat pada saat itu penerangan lampu disekitar pekarangan mendadak pada semua,
sehinga disana-sini terdengar suara gaduh. Semua orang-orang gagah yang berada dalam ruangan masing-masing pada menghunus senjatanya dan lari keluar pekarangan.
Selanjutnya, peneranghan didalam ruanga juga padam, sehingga keadaan disitu menjadi gelap gulita.
Para jago yang datang hendak memberikan bantuan tenaganya ketika itu lantas mengetahui gelagat tidak baik, maka mereka semuanya cepat-cepat lari kembali kedalam ruangan besar itu, tetapi sesaat sebelum mereka sampai kedalam ruangan, sudah terdengar suara jeritan yang sangat mengerikan. Suara jeritan itu merupakan suatu tanda bahwa bencana ternyata sudah tidak dapat dihindarkan.
Didalam ruangan besar itu lantas menjadi ramai sekali. Dalam keadaan gaduh itu, sesososk bayangan manusia tiba-tiba melesat keluar dan akhir menghilang dalam kegelapan.
Tatkala api dinyalakan lagi, suatu pemandangan yang mengerikan telah terbentang didepan mata orang banyak.
Tio Ek Tjiu nampak rebah terlentang diantara darah segar yang membanjiri lantai. Cungcu yang sial nasibnya itu kelihatan kutung kedua lengannya sebatas pundak, sedangkan didadanya terdapat lubang masih menyemburkan datah. Sungguh suatu pemandangan
yang sangat mengerikan. Gadis cantik molek yang dipanggil "Tin-djie" tadi lantas menubruk jenazah ayahnya sambil menangis menggerung-gerung.
Suatu peristiwa yang sangat mengerikan telah berakhir.
Sekali lagi Golok Maut mengambil korbannya. Bersama korban-korban yang dulu,
semuanya ada enam Jago-jago rimba persilatan telah menjadi mangsanya.
Waktu hari terang tanah, orang-orang kuat dari rimba persilatan yang datang hendak memberikan bantuan tadi dengan hati pilu dan kecewa telah meninggalkan perkampungan Hui Liong Tjung. Mereka menyesal tidak dapat melihat wajah asli dari si Pemilik Golok Maut.
Apa yang didapat oleh mereka ialah pada saat itu mereka baru tahu bahwa manusia "Penuh Rahasia" yang menimbulkan kegemparan itu adalah Pancu dari Kam-lo-pang yang kabarnya sudah musnah pada 20 tahun berselang.
Oleh karena pengakuan Pemilik Golok Maut itu, maka orang-orang kuat dari golongan hitam dan putih yang dulu turut campur tangan dalam pembasmian perkumpulan tersebut,
mungkin tidak seorangpun yang akan terlolos dari pembalasan Golok Maut.
Menurut apa yang tersiar di kalangan Kang-ouw, peristiwa berdarah Kam-lo-pang hampir seluruh orang-orang Kam-lo-pang sudah terbasmi habis, bahkan Pancunya yang bernama Yo Tjin Hoan berikut seluruh rumah tangganya yang berjumlah delapan jiwa telah terbinasa semua.
Tetapi Pemilik Golok Maut itu telah mengaku dirinya sebagai Pancun dari Kam-lo-pang, benar-benar merupakan suatu kejadian sangat gankil. Apakah berita kematian Pancu Kam-lo-pang dulu itu tidak benar" Ataukah Pemilik Golok Maut itu tidak melakukan kejahatan dengan meminjam nama Pancu dari Kam-lo-pang atau karena lain-lain sebab
?""." Biar bagaimana "manusia penuh rahasia" yang menyeramkan itu hanya meninggalkan suatu teka-teki bagi rimba persilatan.
Bab Sesudah: Bagian Kesatu
Bagian Kesatu Angin meniup dengan kencannya, hawa dingin menyusup di tulang-tulang. Tanah
membeku. Hujan salju yang turun satu hari satu malam terus menerus telah mengubah jagat seperti tumpukan kapas belaka.
Dalam keadaan demikian itu, manusia seperti hilang dari dari jalanan, begitu pula burung-burung dan binatang-binatang buas seolah-olah menghilang dari bumi. Selain angin dingin yang meniap kencang dengan tidak henti-hentinya, seluruh jagat yang kelihatannya putih meletak, diselimuti oleh salju itu agaknya sudah kehilangan rupanya yang lama.
Ditengah udara masih kelihatan gelap remang-remang. Sang waktu agaknya sudah berhenti beredar, sehingga membuat orang sukar membedakan waktu siang danmalam.
Bukit Bu-leng-san yang seluruhnya tertutup salju berdiri tegak dengan megahnya. Keadaan kelihatannya sunyi senyap.
Pada saat itu, setitik bayangan hitam yang kelihatannya seperti sebutir gundu yang meluncur turun diatas salju terus menuju kelembah bukit Bu-leng-san. Dalam suasana putih seluruhnya itu, bayangan hitam itu menuju lembah yang putih seluruhannya itu, bayangan hitam itu kelihatannya lebih nyata dan tegas.
Ini sungguh aneh, dalam keadaan yang dingin dan tempat sesunyi itu, ternyata masih ada mahluk berjiwa yang muncul diluaran, bahkan menuju kelembah yang keseluruhannya
tertutup salju. Perlahan-lahan titik hitam itu bisa dilihat nyata, ia adalah manusia tengah mengendong satu buntalan besar.
Sambil melawana tiupan angin utara yang dingin, orang itu lari cepat sekali. Siapakah orang itu"
Oleh karena kepalanya memakai tudung, maka wajahnya tertutup semua dan tidak bisa dilihat dengan nyata. Tetapi dari gerak jalannya yang pesat, terang orang ini merupakan orang kuat dari rimba persilatan.
Orang itu agaknya mengenal baik keadaan bukit disitu. Meski keadaan jalanan penuh bersalju dan tampak putih semuanya, ia masih bisa membedakan tempat yang hendak
dituju. Orang itu terus lari menuju kemulut lembah.
Jalanan berliku-liku, kedua sisinya lembah diapit oleh lamping bukit yang menjulang tinggi.
Diujung lembah terdapat banyak batu-batu cadas yang besar-besar. Bayangan itu ketika tiba dibawah batu besar tadi lalu mendongak mengawasi sebuah batu cadas yang menonjol setingi sepuluh tombak, kemudian kakinya menotol tanah, badannya lantas melesat tinggi keatas. Kira-kira 7-8 tombak, sebelum mencapai tempat yang ditujunya, ujung kakinya lalu menotol lamping jurang, sehingga badanya meluncur naik keatas lagi. Dengan gayanya yang sangat luar biasa, orang itu dapat menancapkan kakinya diatas batu cadas termaksud.
Dibelakang batu cadas besar ternyata ada kedapatan sebuah goa yang lebar mulutnya kira-kira satu tumbak.
Orang itu ketika berada dimulut goa, baru membuka tudungnya dan kelihatan wajahnya.
Ooo"., ternyata orang itu adalah satu pemuda cakap yang kelihatan baru beruaia 17
tahunan. Pemuda yang cakap itu telah menurunkan buntelan yang digendongnya, kemudian diteneng ditangan. Dengan wajah ramai dengan senyuman ia berseru kedalam goa,
"Suhu!" "Suhu!" ?". Suara itu adalah suara kumandangnya dari dalam goa.
Ia memanggil semakin keras, tetapi hanya mendapatkan jawaban yang serupa.
Pemuda itu merasa heran, dengan cepat ia lari masuk kedalam goa.
Goa itu tidak dalam, kira-kira Cuma 20 tumbak lebih, disitu terdapat sebuah ruangan besar.
Disalah satu sudut dari ruangan itu ada sebuah balai batu yang dapat dilihat begitu orang memasuki goa.
Dan sekarang, balai batu yang biasanya digunakan oleh suhunya untuk bersemedi itu ternyata sudah kosong.
Pemuda itu dengan perasaan tegang lantas lompat masuk kedalam kamar lain.
Mendadak bau darah yang amis telah menusuk hidungnya dan pemandangan yan
dihadapannya, saat ittu membikin dirinya berdiri terpaku, matanya berkunang-kunang, hampir saja ia tidak mampu mempertahankan dirinya berdiri.
Apa yang terbentang didepan matanya adalah suatu pemandangan yang sangat
mengerikan! Dilantai dalam kamar batu itu sudah berwarna merah karena darah yang sudah membeku itu ada menggeletak tiga sosok tubuh sebagai bangkai yang tidak utuh sekujur badannya.
Buntelah yang dibawah ditangan pemuda itu telah terjatuh dari cekalannya dengan tidak terasa. Isinya ternyata beras, garam, daging dan keperluan sehari-hari telah berantakan dilantai.
Paras si pemuda cakap saat itu telah berubah aneh sekali, matanya mendelong seperti seorang linglung. Ia berdiri terpaku sambil mengucurkan air mata.
Keadaan dalam ruanga itu yang biasanya tenang tentram, kini telah berubah menjadi seram keganasan.
Lama sekali pemuda itu seperti kehilangan semangat, kemudian ketika tersadar ia menjerit lalu menubruk salah satu mayat yang rambutnya sudah putih seluruhnya. Dengan suara terputus-putus ia memanggil:
"Suhu! Suhu! ".. Kau dengan kedua paman telah binasa ditangan siapa" Muridmu akan menuntut balas untukmu, Suhu, jawablah!"
Pemuda itu sembari memanggil, tangannya menggoyang-goyang badannya seorang tua.
Tanganya orang tua ternyata Cuma tinggal satu. Luka dibadannya ada sebelas tempat lebih dan masih mengucurkan darah.
Ubuh orang tua itu mendadak bergerak-gerak, sehingga membikin anak muda cakap itu terkejut. Apakah suhu masih belum binasa" Demikian anak muda itu berpikir.
Ia lalu meraba-raba dada suhunya, benar saja masih hangat. Pemuda itu kelihatannya sangat girang, tetapi hanya sekejap saja, ia lantas tertegun lagi. Ia tidak mengetahui bagaimana ia harus berbuat. Dengan kekuatan tenaga Iweekangnya yang masih belum
sempurna ia tidak biasa berbuat apa-apa.
Seandainya pada saat itu ada seorang yang sudah sempurna betul ilmu Iweekang, dengan kekuatan tenaga dalamnya yang disaluran kedalam dirinya sang suhu mungkin masih bisa menolong jiwa suhunya itu.
Tetapi di dalam goa itu kecuali ia sendiri dengan dua jenazah pamannya, tidak ada orang lain lagi yang bisa dimintakan tenaganya untuk menolong suhunya.
Pemuda itu sangat gelisah. Ia berjalan menghampiri jenazah kedua pamannya. Kedua orang itu juga merupakan orang-orang yang sudah lanjut usianya, satu binasa dalam keadaan terkutung kedua tangannya dan yang lainnya binasa dalam keadaan terkutung kedua pahanya.
Ketika badanya diperiksa, ternyata sudah dingin kaku, terang mereka sudah lama binasa.
Kedua orang itu memang adalah orang-orang yang tadinya sudah bercacad, sekarang
sekujur badanya penuh dengan tanda senjata tajam. Dari sini dapatlah diduga bahwa orang turun tangan terhadap mereka itu sangat ganas dan telengas.
Sungguh tidak diduga, ketika ia meninggalkan goa tersebut untuk mencari bahan makanan, hanya dalam waktu setengah hari saja sudah ada kejadian yang demikian hebatnya. Dalam keadaan gemas ia hanya bisa membanting-banting kaki dan meremas-remas kepalanya
sendiri. Kenangan dimasa lampau telah terbayang lagi didalam otaknya.
Sebetulnya ia adalah seorang anak piatu yang tidak ketahuan asal-susulnya, tidak berayah, tidak beribu, juga tidak mempunyai nama.
Sejak kecil, ia hidup diantara kawanan pengemis. Sedari ia bisa mengingat, hanya diketahuinya bahwa ia adalah satu pengemis kecil saja.
Selama masa kanak-kanaknya, ia pernha menjadi gembala, pernah menjadi kacung
pesuruh; rupa-rupa penderitaan hidup telah dialami, rupa-rupa penghinaan telah diterima.
Ia sering menanya kepada diri sendiri : "Aku ini sebetulnya anak siapa?"
Orang lain mempunyai ayah dan ibu, mempunyai rumah tangga yang hangat;
setidak-tidaknya mempunyai anam. Tetapi ia, semuanya tidak punya, didalam dunia ini seolah-olah merupakan satu mahluk yang kelebihan.
Ia belum pernah memcicipi apa artinya cinta dan kasih sayang, ia juga tidak mengerti apa artinya cinta itu. Oleh karena sejak masih kecil selau hidup dalam hinaan dan cacian orang, maka apa yang mengeram dalam hatinya ialah : KEBENCIAN.
Lima tahun berselang, sama keadaannya seperti hari ini, juga diwaktu hujan salju sangat lebatnya. Ia telah dipukuli oleh sekaanan manusia biadab, sehingga jatuh menggeletak diatas salju dalam keadaan babak belur.
Seorang tua yang lengannya Cuma tinggal sebelah telah menolong dirinya, dan kemudian membawahnya kedalam goa serta dipungut menjadi muridnya, Orang tua berlengan satu itu adalah orang tua rambut putih yang kini rebah dalam gumpalan darah.
Oleh karena ia sendiri tidak tahu asal-usulnya, tidak tahu anak siapa dan tidak mempunyai SHE dan nama, maka ia ikut SHE suhunya she YO. Suhunya memberikan nama padanya
Tjie Tjong. Maksud perkataan Tjie Tjong ialah : supaya ia selamanya ingat dan tidak lupa mencari tahu asal-usul dirinya sendiri.
Didalam goa itu bersama dengan suhunya juga tinggal juga dua orang tua , satu tidak mempunyai tangan, sedangkan yang lainnya tidak mempunyai kaki. Ia biasa
membahasakan mereka paman.
Tiga laki-laki tua san satu anak muda, hidup dalam goa yang aman tentram itu sekeluarga.
Selama lima tahun, dibawah dibawah didikan dan bimbingan suhunya yang dibantu oleh kedua pamannya serta bakat yang ada pada dirinya sendiri, telah membuat ia menejadi seorang gagah yang sudah dapat dimasukan golongan kelas satu dalam dunia Kang-Ouw.
Apa yang masih kurang ialah kekuatan tenaga dalamnya, yang masih belum sempurna.
Ketiga orang tua itu membuat ia mengerti apa artinya cinta, ia mersakan bahwa didalam dunia ini ternyata masih ada kasih sayang dan tidak sekejam seperti apa yang dibayangkan.
Dan sekarang, pemandangan ngeri yang terbentang dihadapan matanya, telah membuat perasaan cinta yang baru tumbuh belum lama, sudah terbang lagi tanpa bekas.
Rasa benci kembali timbul dalam perasaan hatinya.
Ia benci terhadap manusia yang kejam dan ganas. Ia benci terhadap dunia Kang-Ouw yang licik sifatnya. Karena manusia-manusia kejam itu telah merampas jiwanya ketiga orang tua yang sudah merupakan keluarganya?"" suhu dan kedua pamanya.
Tiba-tiba suara rintihan telah mengejutkan ia dari lamunannya.
Sang suhu yang hampir binasa ternyata hidup kembali. Ia membuka sepasang matanya yang layu, mengawasi padanya tanpa berkesiap.
Dengan hati pilu ia memanggil, "Suhu!" dan kemudian menubruk padanya.
Sepasang matanya orang tua itu perlahan-lahan tampak bersinar terang.
"Suhu! Kau".. Kau?"?"
"Tjong Djie".. dengarkan aku?"?" orang tua itu membuka mulutnya, suaranya perlahan, agaknya susah sekali untuk mengeluarkannya.
"Suhu! Nanti Tjong Djie bawa kau keatas balai-balai!"
Orang tua itu menggelengkan kepalanya, matanya dibuka semakain lebar. Dadanya
bergoncang semakin keras, napasnya memburu, wajahnya nampak makin pucat.
"Suhu, kau inghin apa?"
Orang tua gelengkan kepalanya lagi, sejenak kemudian, baru membuka mulutnya:
"Tjong Djie, kau?" sudah pulang. Suhumu?".. sedang?"". Menantikan ?".
kau?"!" "Suhu, kau sekarang jangan bicara apa-apa dulu, kau tenangkan dirimu dulu ?"."
"Diwajahnya orang tua itu mengunjukan ketawa getir, setelah hening sejenak, ia lalu berkata pula :
"Tjong Djie.?" kau?" jangan ?" memotong?" suhumu?" dalam waktu?"
sesingkat ?" ini?" hendak ?" memberi?" tahukan?" padamu?" sesuatu?"
hal?" . "Suhu, kau jangan menggunakan banyak tenaga dulu, nanti kalau sudah sembuh baru
dibicarakan lagi!"
Golok Maut Tjan Tjie Leng Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Matanya orang tua itu nampak gusar, sehingga pemuda itu tidak berani memandang.
Saat itu, orang tua itu keadaannya kelihatan agak baikan, pembicaraannya agak jelas.
"Tjong Djie, suhumu?" sudah tidak berguna?" lagi sekalipub ada thabib sakti?" juga tidak berdaya?" mengobati lukaku. Tuhan masih adil, pada saat ini aku masih bisa hidup kembali?" sehingga bisa meninggalkan ?" pesanan?" kepada mu. Sekarang kau
dengar, jangan potong bicaraku!"
Tjie Tjong anggukan kepalanya dengan peraaan pilu.
"Tjong Djie, bakatmu dan tulang-tulangmu, semua?" merupakan bahanluar biasa bagi seorang rimba persilatan?" Suhumu sebetulnya?" menaruh harapan besar?" atas
dirimu, suhumu ingin menciptakan?" kau sebagai seorang gagah luar biasa?" didalam dunia?", apa mau Tuhan tidak?" menghendaki suhumu?" mewujudkan
cita-citanya?" sehingga harus binasa?" ditangannya?" orang jahat?""
"Suhu! kau?""
"Dengar, tentang dirimu?"suhumu sudah?"berusaha untuk mencari?" tahu?"
tapi?" ternyata?" tidak berhasil?" menukan asal?" usulmu?" Hal ini?" terpaksa
mengandalkan?" kau sendiri?" yang harus mencari tahu?"!"
Mendengar sang suhu menyebut tentang asal-usul dirinya, Tjie Tjong wajahnya berubah guram.
"Batu giok yang ada pada dirimu dinamakan "LIONG KUAT". Batu giok itu sebetulnya ada dua muka, kalau dirangkap bernama "LIONG-HONG SIANG-KUAT". Benda itu sebetulnya
ada satu benda pusaka dalam dunia Kang-Ouw. Kalau kedua benda itu dirangkap, dapat menyembuhkan segala penyakit dan segala racun?" Kau mempunyai?" 'Liong
Kuat'?" maka kau harus ?" hati-hati mencari ?" dimana?" itu sepotong batu giok
yang?" dinamakan 'Hong Kuat'.Batu itu?" ada sangkut?" pautnya dengan asal?"
usul dirimu!" "Yah! Suhu!" "Tjong Djie, kau tahukah siapa suhumu ini?"
"Suhu seorang she YO?" "
"Benar, suhumu ini pada 20 tahun berselang adalah Pancu dari Perkumpulan Kam-lo-pang yang bernama Yo Tjin Hoan. Kedua pamanmu itu?" satu adalah Pelindung Hukum
Perkumpulan Kam-lo-pang, Tjiu Lip To, ia terkenal dengan kekuatan tenaga telapak tangannya. Satu lagi adalah Tongcu Bagian Penjara Tjek Kun, ia mempunyai ilmu
mengentengkan yang luar biasa. Mereka berdua?" "
Orang tua itu ketika menuturkan sapai disini, mendadak menangis.
Yo Tjie Tjong yang mendengar penuturan itu lantas menjadi terkesima, Selama 5 tahun, ia Cuma tahu bahwa suhunya itu seorang she Yo, yang lainnya tidak tahu semua, ia juga tidak berani bertanya banyak-banyak.
Yo Tjin Hoan setelah menangis, semangatnya tiba-tiba meluap-luap, tidak seperti seorang yang sedang terluka parah.
"Lima tahun lamanya," begitu ia melanjutkan penuturannya, "Pelajaran ilmu silatmu sudah cukup sempurna, hanya kekuatan tenaga dalamu, masih jauh dari sempurna. Hal ini
tergantung kepada kau sendiri, bagaimana sepaya berhasil mencapai ketingkatan yang sempurna."
Yo Tjie Tjong anggukan kepalanya. Namun dalam hatinya diam-diam berpikir, bukankah suhu ini kini nampaknya sudah segar, mengapa mengucapkan perkataan yang bersipat pesan terakhir"
Yo Tjin Hoan berkata pula:
"Tjong Djie, ambil benda yang berada didalam lubang keempat diatas dinding itu."
Yo Tjie Tjong menurut, ia lalu berbangkit dan mengambil benda yang dikamsud yang ternyata adalah sebuah kotak kulit.
"Buka!" demikian sang suhu memerintahkan.
Ketika kotak kulit itu dibuka, didalamnya hanya terdapat sepotong kayu hitam sebesar telapak tanga. Yo Tjie Tjong merasa heran. "Sepotong Kayu Hitam saja mengapa disimpan begitu rapinya?"
Pada saat itu mata Yo Tjin Hoan kelihatan membelalak, ia berkata pula dengan suara gemetaran :
"Tjong Djie, Sepotong Kayu Hitam itu telah menumpas semua kekayaannya Kam-lo-pang dan jiwanya lebih dari 200 anak muridnya?"."
Yo Tjie Tjong dengan perasaan terharu mengawasi suhunya.
"Dua puluh tahun berselang," demikian Yo Tjin Hoan melanjutkan penuturannya, "tempat asal berdirinya Kam-lo-pang itu ialah dibukit Bong-In-Hong mendadak telah gugur. Dengan secara kebetulan suhumu telah mendapatkan dua potong kayu hitam yang ternyata adalah benda pusaka yang dinamakan "Ouw-Bok-Po-Lok". Diatas potongan kayu hitam itu termuat kepadandaian ilmu silat tangan kosong luar biasa tingginya yang hanya terdiri dari lima jurus saja. Yang sepotong memuat prakteknya, sedangkan yang sepotong lagi memuat
keterangannya. Kalau berhasil mempelajari ilmu serangan itu, sudah pasti kau bisa menjadi seorang kuat nomor satu dalam dunia. Ilmu silat yang tertulis dalam potongan kayu ini adalah ciptaan seorang orang luar biasa dari kalangan rimba persilatan yang bernama Tjo Kang yang hidup pada 500 tahun berselang. Ia telah mengumpulkan semua ilmu serangan dari berbagai partai yang akhirnya kesemuanya itu dijadikan satu sehingga terciptalah ilmu silat yang luar biasa yang ada dalam kayu hitam ini."
Yo Tjie Tjong yang juga sudah belajar ilmu surat, ketika itu lantas memeriksa potongan kayu hitam itu memang benar, doatas potongan kayu itu samar-samar ada kelihatan beberapa tulisan yang kecil sekali, tetapi saat itu ia tidak mempunyai kesempatan membaca isinya, sedangkan Yo Tjin Hoan saat itu sudah berkata pula :
"Soal benda pusaka itu entah bagaimana bisa tersiar di kalangan Kang-ouw, sehingga menimbulkan perasaan iri hati terhadap suhumu. Mereka telah mengumpulkan 50 lebih orang-orang kuat dari golongan hitam dan putih bersama-sama datang menyantroni
suhumu. Malam yang menyeramkan, ketika Kam-lo-pang diserbu secara tiba-tiba, semua nak murid Kam-lo-pang telah melakukan perlawanan secara gagah, tetapi karena pihak musuh waktu itu benar-benar merupakan jago-jago pilihan dari dunia Kang-Ouw, maka setelah bertempur sampai pagi hari meskipun kedua belah pihak banyak jatuh korbannnya, tetapi anak murid Kam-lo-pang yang berjumlah 200 orang lebih telah binasa semuanya, sedangkan suhumu sendiri sekeluarga juga tidak terluput. Suhumu yang sudah terpapas sebelah lengannya dan luka-luka dibadannya ketika itu sudah tidak ingat orang" Kedua pamanmu, Tjek-Kun dan Tjiu-Lip-To, malam itu juga masing-masing kehilangan dua
pahanya dan tangannya."
Yo Tjie Tjong tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri tetapi ketika mendengar penuturan itu, darah mudanya merasa panas. Suasana dalam kamar itu kelihatannya
semakin menyedihkan. Orang tua itu melanjutkan pula ceritanya dengan suara yang sedikit parau:
"Setelah pertempuran selesai, ada seorang tabib pandai yang bernama Gouw Tjie Djin yang telah datang kebukit Bu-leng-san untuk mencari daun obat-obatan maksudnya. Suhu dan kedua pamanmu tang sudah tidak ingat orang dan terluka telah ditolong olehnya sehingga sampai saat ini suhumu masih hidup."
Yo Tjie Tjong merasa sangat kagum atas perbuatannya Gouw Tjie Djin yang sudah
menolong jiwa suhunya, maka diam-diam ia telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dikemudian hari pasti ia akan membalas budi ini.
Pada saat itu ia teringat akan potongan kayu hitam itu, maka lantas menanya:
"Tentang Ouw-Bok-Po-Lok itu?".."
"Ouw-Bok-Po-Lok masih ada sepotong lagi yang memuat tulisan keterangannya. Karena kebetulan suhumu menyimpan ini dilain kamar, masih untung tidak dapat diketemukan oleh mereka. Itu adalah yang kau pegang dalam tanganmu sekarang, dan yang sepotong lagi, yang memuat tulisan prakteknya, suhumu tidak mengetahui barang itu terjatuh ditangan siapa, maka kemudian hari, kau harus berusaha untuk mencarinya kembali, sebab kedua potong kayu hitam itu sebetulnya tidak boleh berpisah, ada prakteknya kalau tidak ada keterangannya tidak akan ada gunanya, begitu puyla sebaliknya."
Setelah banyak mengucapkan banyak perkataan napas Yo Tjin Hoan kelihatan sudah
hampir habis, maka setelah terbatuk-batuk sebentar, sorot matanya guram lagi.
Yo Tjie Tjong yang tampatnya mendapat pirasat tidak enak, lantas memanggil
berulang-ulang: "Suhu, suhu." Orang tua itu kelihatan sedang bergulat dengan tangan maut yang sedang merenggut jiwanya, tetapi usahanya itu kelihatan sia-sia belaka.
Yo Tjie Tjong dengan air mata bercucuran menanya pula:
"Suhu, siapakha orang-orang yang hari itu melakukan kejahatan terhadap suhu dan kedua paman sekalian?"
Orang tua itu menjawab dengan suara terputus-putus:
"Juga".. merupakan".. salah satu".. musuh lama. Suhumu sebetulnya".. hendak turun tangan sendiri untuk".. menghabiskan semua".. manusia yang berhati binatang itu".., tetapi sekarang tampaknya".. cita-cita itu".. tidak akan tercapai."
"Suhu, Tjong Djie bersumpah akan melaksanakan cita-citamu itu untuk membasmi semua musuh-musuhmu."
Diwajah orang tua itu sejenak terkilas senyumnya yang menandakan kepuasan hatinya.
"Suhumu".. kali ini turun gunung".. dalam perjalanan pulang".. telah dapat tahu".. ada orang".. mengintai, kala itu".. suhumu tidak curiga".. apa-apa".. tidak nyana"..
merupakan malapetaka?"?"
Memang, selama beberapa bulan ini, suhunya itu pernah 6 kali turun gunung. Meski dalam hati Yo Tjie Tjong merasa curiga, tapi ia tidak berani membuka mulut untuk menanyakan suhunya.
"Suhu, siapakah penjahat-penjahatnya" Suhu, siapa?" Yo Tjie Tjong menanya lagi
berulang-ulang. Tapi orang tua itu sudah tidak mampu menjawab. Ia agaknya hendak bertahan sebisa-bisa, napasnya memburu semakin hebat, matanya beberapa kali terbuka lebar menunjukan sinar buas, tapi akhirnya Cuma dapat menjawab:
"Penjahatnya".. nomor satu".. dalam lembar".. pertama?""."
"Apa" Suhu, apa yang kau maksudkan dengan nomor satu?"
Orang tua itu mengangkat tangannya, tapi kemudian diturunkankan lagi, hanya dengan jari tangannya yang menunjuk ketempat lobang kedua diatas dinding.
"Suhu, apa maksudnya didalam lobang kedua diatas dinding ada".." tanya Yo Tjie Tjong.
Orang tua itu kedip-kedipkan matany, suatu tanda membenarkan perkataannya.
Tiba-tiba kedengaran suara pekikbya orang tua itu, badannya lantas tidak bisa bergerak, tapi matanya terbuka lebar.
Yo Tjie Tjong yang menyaksikan keadaan suhunya, sudah lantas mengerti apa sebabnya.
Suhunya sudah mati! Didalam dunia yang sifatnya kejam ini, ketiga orang yang pernah memberikan padanya cinta dan kasih sayang berlimpah-limpah, kini telah binasa semua, bahkan binasa ditangannya musuh yang masih belum diketahui namanya.
Untuk sesaat lamanya, sekujur badanya dirasakan seperti sudah beku, pikirannya kalut, ia berdiri laksana patung, seolah-olah sukmanya sudah meninggalkan raganya.
Angin dingin meniup kencang masuk kedalam goa, meski hawa dingin seolah-olah menusuk ketulang-tulang, tapi semua itu tidak dihiraukan oleh Yo Tjie Tjong.
Didalam goa itu, tampak rebah menggeletak tiga mayat orang tua , yang kemarin masih meberikan petunjuk padanya berlatih ilmu silat.
Entah berapa lama telah berlalu, ia baru bisa menjerit dan menangis. Ia menangis terus dengan sedihnya, sampai suaranya menjadi serak dan air matany kering.
Setelah pikirannya tenang kembali, ia baru berhenti menangis. Kedukaan dalam hatinya, telah berubah menjadi perasaan dendam yang berkobar-kobar.
Ia menengok lagi sejenak pada jenazah suhunya, orang tua itu ternyata telah mati dengan mata melotot.
Yo Tjie Tjong lalu berlutu dihadapannya, mulutnya mendo"a:
"Suhu! Kini Tjong Djie berjanji dan bersumpah dihadapanmu, dengan jiwa raga Tjong Djie nanti akan menuntut balas sakit hati terhadap msusuh-musuh yang membinasakan 200
lebih anak murid Kam-lo-pang dan keluarga suhu. Semua musuh-musuh itu nanti akan Tjong Djie bunuh mati satu persatu, untuk membalas budi suhu yang besar ini. Suhu, meramkanlah matamu!"
Sehabis bersujud, ketika ia buka matanya, si orang tua itu ternyata masih belum meram matanya.
Tiba-tiba ia ingat bahwa suhunya tadi pernah menunjuk kelobang kedua diatas dinding, apakah disitu ada apa-apanya, yang membuat ia tidak bisa meram"
Ia lalu berbangkit, dan mencari-cari lobang yang ditunjuk oleh suhunya tadi. Setelah menemukan lubang tersebut, didalamnya ia dapatkan sebuah buntelan besar yang sangat berat, ketika ia buka seketika itu lantas berdiri kesima.
Isi buntelan itu ternyata sebuah senjata yang aneh bentuknya, senjata yang mirip golok tapi disisi bagian atas bentuknya seperti gergaji, sedangkan diawak golok itu ada terdapat tulisan
"GOLOK MAUT". Dengan perasaan sangat heran Yo Tjie Tjong membaca berulang-ulang ukiran yang
terdapat diatas awak golok tersebut.
Dibawahnya golok itu ada sehelai kertas dan sejilid buku kecil.
Ia ambil kertasnya, diatas ada tulisan perkataan:
"Golok Maut yang aneh bentuknya, digunakan untuk menuntut balas dendam!"
"Gerak tipu selalu bergerak mencapai tiga sasaran, dapat menggetarkan nyali iblis dan setan!"
Dibawah perkataan itu masih terdapat beberapa tulisan dengan hurup kecil-kecil, yang menjelaskan caranya mainkan gerak tipu ilmu silat yang dimaksud tadi. Ia memang seorang cerdas. Sebentar saja sudah dapat mempelajari.
Dengan sebetulnya, itu memang merupakan satu gerak tipu yang sangat luar biasa. Meski Cuma satu jurus, tapi kalau dimainkan, tujuan sasarannya ada sangat berlainan dengan tipu serangan biasannya. Gerak tipu ini diatas membabat kedua lengan, dibawah memotong kedua paha dan tengah menikam ulu hati.
Ini sesungguhnya ada suatu gerak tipu yang sangat luar biasa, betapapun tingginya ilmu silatnya sang lawan, rasanya juga sulit akan menghindarkan serangan tersebut.
"Sekali bergerak mencapai 3 sasaran, apakah ini yang dimaksudkan suhu?" demikian ia menanya kepada diri sendiri.
Dengan tidak banyak pikir lagi, ia lantas membuka-buka lembaran buku kecil itu.
Kulit buku itu ada tertulis beberapa hurup yang ditulis dengan tinta merah darah:
"DAFTAR NAMA MUSUH-MUSUHNYA KAM-LO-PANG!"
Lembar pertama ada terdapat nama-namanya 5 orang yang masing-masing diberi nomor satu sampai kenomor lima. Nomor satu ada tercatat namanya Tjho Ngo Teng dengan nama gelarnya Iblis Rambut Merah.
Lembar kedua dan lembar selanjutnya ada terdapat nama-namanya orang yang kurang
lebih 20 orang banyaknya. Diantara nama-nama itu, ada namanya 6 orang yang sudah dicoret dengan guratan kasar berwarna merah. Untuk sesaat lamanya, Yo Tjie Tjong tidak dapat menduga apa maksudnya. Barang-barang itu ia buntal lagi seperti semula.
Dengan kecerdikannya yang luar biasa, ia coba memecahkan soal itu.
Tidak antara lama, ia mendapat jawabannya. Dalam hati ia berpikir: "Suhu menciptakan tipu pukulan yang aneh ini, tujuannya ialah hendak menuntut balas dendam. Selama beberapa bulan ini, suhu sudah 6 kali turun gunung. Nama-namanya orang yang dicoret dalam daftar nama-nama musuhnya suhu itu, pasti sudah binasa dibawah Golok Maut semuanya. Dan kali ini ketika suhu pulang, rupa-rupanya telah diketahui jejaknya oleh musuh lamanya, sehingga di nta terus, kemudian terjadilah peristiwa yang mengenaskan ini. Tatkala aku menanya siapa pembunuhnya paman dan suhu, suhu Cuma mengatakan nomor satu dalam
lembar pertama, kalau begitu tidak salah lagi pasti ada si Iblis Rambut Merah Tjho Ngo Teng!"
Setelah berpikir demikian, kembali ia berlutut dihadapan jenazah suhunya sembari berkata :
"Suhu, Tjong Djie berjanji tidak akan mengecewakan harapan suhu, Tjong Djie akan melatih ilmu silat yang lebih sempurna, dengan senjata Golok Maut, Tjong Djie hendak membasmi habis musuh suhu satu persatu sampai semua terhapus bersih dari dunia. Suhu, kau sekarang boleh merasa puas!"
Orang tua itu agaknya merasa lega hatinya, sepasang matanya yang tadi terbuka lebar, kini telah meram.
Yo Tjie Tjong dengan hati pilu, telah menutup goa tersebut, selanjutnya dengan membawa potongan kayu hitam "Ouw-Bok-Po-Lok", Golok Maut dan daftar nama musuh-musuhnya
Kam-lo-pang turun gunung untuk pergi mengembara.
Bagian Dua Hari itu, diwaktu tengah hari, dijalan raya telah muncul seorang pemuda gagah dan tampan, tapi kecut. Oleh karena potongan paras muka dan badan yang lain dari rakyat biasa, membuat orang-orang yang berjalan dijalan raya itu pada mengawasi dirinya. Tapi, melihat wajahnya yang asam kecut, setelah melihat sekali, tidak berani memandang untuk yang kedua kalinya.
Siapa ia itu" Ia adalah Yo Tjie Tjong yang asal usulnya sangat misterius dan selalu dirundung nasib malang.
Setelah mengubur jenazah suhu dan kedua pamanya serta menututp goa yang pernah
menjadi tempat tinggalnya selama 5 tahun, dengan penuh hati dendam, ia mulai merantau di dunia Kang-Ouw.
Saat itu, ia sedang berjalan pelahan-lahan sambil menundukan kepalanya.
Mendadak terdengar suara keliningan kuda, lalu disusul oleh larinya seekor kuda bagus kearah dirinya. Dengan tanpa menoleh Yo Tjie Tjong minggir kesamping.
Tapi aneh, kuda itu terus ditujukan kedepan dirinya, setelah berbenger sebentar, kuda itu lantas berhenti dihadapannya kira-kira 3 kaki jauhnya, sehingga debu dijalanan pada mengotori bajunya.
Perbuatan yang seperti disengaja itu telah membuat ia naik darah.
Ketika ia dongakan kepalanya, ia lihat penunggang kuda yang sembrono itu ternyata ada satu nona cantik berbaju merah. Nona itu kelihatanya masih muda sekali, mungkin usianya masih belum dua puluh tahun. Saat itu nona itu sedang mengawasi padanya setengah ketawa.
Yo Tjie Tjong sebenarnya sudah hendak mendamprat, tetapi ketika melihat bahwa
penunggang kuda itu ada satu nona cantik, niatnya segera diurungkan, karena pada anggapannya, satu laki-laki tidak pantas ribut-ribut dengan kaum wanita. Maka lantas ditindasnya kegusaran yang sudah memuncak tadi, dan hendak melanjutkan perjalanan pula.
Tetapi baru berjalan belum cukup 10 tindak, tiba-tiba kedengaran suara "Eh!" yang lalu disusul dengan berkelebatnya bayangan merah. Nona baju merah itu kembali sudah
menghadang didepannya dengan wajah cemberut.
Yo Tjie Tjong dalam hati merasa heran. Bagaimana sih maunya si nona" Masing-masing punya jalanan sendiri, mengapa ia hendak merintangi" Entah apa maksud yang
sebenarnya" Dengan sorot mata yang penuh rasa jengkel ia terus menatap wajah si nona.
Sebagai seorang yang sejak kanak-kanak sudah mengalami pahit getirnya penghidupan terhina, maka perbuatan si nona telah menjadi ia membenci segala apa, sekalipun
dihadapannya ada dewi yang turun dari kayangan, juga tidak dapat lagi menggerakan hatinya.
Nona baju merah yang luar biasa cantinya itu selamanya belum pernah diperlakukan begitu kecut dingin oleh seorang pria. Kelakukan Yo Tjie Tjong itu adalah untuk pertama kalinya ia mengalami apa artinya "TIDAK DIPANDANG MATA OLEH ORANG".
Ia benar-benar membuat ia tidak puas. Dalam hati sinona berpikir : "Kalau dilihat dari potongan dan parasnya, sesungguhnya sangat menarik hari. Tetapi kenapa ia kelihatannya tidak mempunyai perasaan sebagai manusia biasa umumnya?"
Saat itu ia lantas mengunjukan sikapnya yang setengah gusar, tetapi juga setengah mengejek dan lantas berkata:
"Hey, Kau ini kenal aturan atau tidak?"
Ini benar-benar suatu kejadian yang lucu, ia sendiri yang menghadang perjalanan orang tanpa salah, sebaliknya menegur orang "Kenal aturan atau tidak", tidak heran kalau saat itu Yo Tjie Tjong lantas menjadi gusar.
"Nona tanya siapa kenal aturan atau tidak?" ia balas menanya.
Nona baju merah itu lantas ketawa terkekeh-kekeh.
"Ehee, apa disini ada prang yangketiga?"
Yo Tjie Tjong dengan tidak menjawab lagi lantas hendak berlalu, tetapi nona itu kembali sudah menghadang didepannya.
"Nona, apa artinya ini?" tanyannya.
"Aku hendak bertanya kepadamu," jawab si nona.
"Tanyalah." "Kau hendak kemana?"
Oleh karena Yo Tjie Tjong selamanya belum pernah bergaul dengan kaum wanita, apa mau begitu turun gunung sudah dipermainkan oleh seorang wanita, maka perasaannya menjadi serba salah. Tadinya ia mengira bahwa wanita muda itu ada sangat nakal. Masa satu dengan yang lainnya belum kenal, sudah berani menanyakan jejak orang.
"Hal ini tidak perlu kuberitahukan padamu," jawab Yo Tjie Tjong.
"Ehmmm, sekalipun kau tidak berkata, aku sudah tahu. Bukankah kau hendak pergi ke danau Naga di Bukit Kheng-San untuk mengambil bagian dalam perebutan barang pusaka.
Betul tidak?" Yo Tjie Tjong yang mendengar perkataan itu seperti terbenam dalam kebingungan.
"Perebutan Pusaka di danau Naga", sesungguhnya ia tidak mengetahui apa adanya soal yang dimaksud nona itu. Meskipun adatnya aneh, tetapi otak pemuda itu cerdas melebihi manusia biasa, ia juga mengetahui si nona menanyakan itu pasti ada sebab-sebabnya.
Mengapa tidak mau menggunakan kesempatan sebaik itu untuk mencari keterangan
sesungguhnya. "Entah barang pusaka apa yang nona maksudkan?" ia menanya.
Nona baju merah itu berkata pula,
"Aku hendak menanya kau. Kemana jalanan yang menuju ke gunung Kheng-San itu?"
"Aku tidak tahu," jawab Yo Tjie Tjong.
Jawaban itu memang sebenarnya, sebab ia sendiri memang tidak mengerahui dimana
letaknya gunung Kheng-San itu.
Tetapi rupanya Nona baju merah itu rupa-rupanya tidak mau mengerti.
"Kau benar-benar tidak tahu?"
"Memang sesungguhnya aku tidak tahu."
"Baik. Aku nanti bikin kau segera tahu sendiri."
Perkataannya itu lalu dibarengi oleh menyabetnya pecut diatas kepala Yo Tjie Tjong.
Tetatpi Yo Tjie Tjong yang mempunyai kepandaian ilmu mengentengi tubuh yang luar, sudah tentu ancaman pecut itu tidak merupakan hal apa-apa bagi dirinya. Ketika pecut itu tinggal lima dim saja didepan matanya, dengan gesit sekali ia sudah mengegoskan
badannya, sehingga pecut itu mengenai tempat kosong.
Nona baju merah itu biasanya menyaksikan laki-laki kaum hidung belang, selalu
memanjakan dirinya, hanya untuk pertama kali ini ia menemukan satu pemuda yang tidak tergerak melihat kecantikannya.
Kesannnya yang sangat aneh telah timbul terhadap pemuda dihadapannya yang bersipat aneh itu. Pasangan yang dalam cita-citanya justru adalah laki-laki yang semacam ini.
Pikiran itu Cuma sebentaran saja terlintas dalam otaknya. Sebetulnya ia adalah satu wanita yang tinggi hati, maka ketika pecutnya mengenai tempat kosong, ia lantas berkata dengan suara gusar:
"Pantasan kau berani begitu jumawa, kiranya ada mempunyai kepandaian yang lumayan juga. Cobalah sambuti lagi!"
Ia melancarkn enam jurus serangan pecut beruntun yang dilakukan dengan cepat, ganas dan tidak mengenal kasian.
Yo Tjie Tjong ketawa dingin, ia berkelit berulang-ulang menghindarkan serangan yang gencar. Karena mengingat sedang berhadapan dengan seorang wanita, maka ia coba
menanhan sabar sedapat mungkin. Sungguh tidak disangka bahwa nona itu dikasih hati jadi sangat melunjak.
Si Nona baju merah ketika melihat serangannya yang dianggap paling ampuh itu kembali tidak berhasil mengenai sasarannya, semakin angot marahnya. Segera ia melancarkan serangannya lagi.
Sebentar kemudian, bayangan pecut dan suara pecut telah mengurung dirinya Yo Tjie Tjong.
Semvbari berkelit terus menerus Yo Tjie Tjong lantas berkata dengan suara nyaring:
"Kalau nona tidak mau menghentikan gerakan tangan nona, jangan sesalkan kalau nanti aku berlaku kurang ajar!"
Tetapi si Nona baju merah seolah-olah tidak mendengar perkataannya Yo Tjie Tjong, serangannnya dilancarkan malah semakin gencar.
Yo Tjie Tjong melihat si nona sangat bandel, hatinya mendongkol, kedua tangannya lalu bergerak berbareng mengirim serangan pembalasan.
Nona baju merah itu jadi repot, ia terdesak mundur sampai lima tindak.
Juga disebabkan Yo Tjie Tjong tidak bermaksud melukai dirinya si nona, jika tidak, tidak mudah bagi si nona itu menghindarkan diri dari serangannya yang hebat tadi.
Serangan Yo Tjie Tjong yang dilancarkan secara berluntun, stelah berhasil mendesak si nona, lantas serangannya itu dihentikan dan kemudian ia sendiri mundur tiga tindak.
Nona baju merah itu setelah terdesak mundur, hatinya merasa sangat dongkol, ia yang sudah biasa berbuah sesuka hati, kini dipermainkan orang, seketika itu wajahnya menjadi pucat, kemudian berkata dengan suara gusar:
"Nonamu ingin mengetahui sampai dimana tinggihnya kepandaianmu."
"Tarr!" suara pecut itu berbunyi nyaring, pecut yang tadinya sangat lemas, sekarang sudah berubah menjadi lurus kaku dalam tangannya Nona baju merah itu.
Kiranya ia sudah menyalurkan kekuatan tenaga dalamnya pada pecutnya.
Kini ia menyerang lawannya dengan pecut kaku beruntun lima kali .
Saat itu Yo Tjie Tjong sebetulnya tidak mau meladeni lagi. Tapi karena melihat serangan si nona ada begitu gesit dan gencar, maka terpaksa ia harus melayani.Ketika serangan si nona sudah mulai kendor, tangan kiri Yo Tjie Tjong mengirim serangan yang dinamakan
"Ngo Theng Gay San" mengarah kebagian tengah, sedang kelima jari tangan kanannya dengan kecepatan kilat sudah menyambar pecut.
Nona baju merah itu melihat Yo Tjie Tjong melancarkan serangannya dengan kedua
tangannya berbarengan, ujung pecutnya dengan secara gesit sekali mendadak diputar berbalik kebawah mengarah jalan darah " Wan Me Hiat" pada pergelangan tagan Yo Tjie Tjong.
Si anak muda kalau tidak mau menarik pulang serangannya, tentu si nona akan jadi korban, tetapi jalan darah si anak muda sendiri sudah pasti akan kena totok.
Siapa sangka, kesudahannya tidak demikian. Yo Tjie Tjong sesudah melancarkan serangan dengan tangan kirinya, selagi pecut si nona itu diputar, tangan kanannya dengan kecepatan yang luar biasa sudah sampai lebih dulu dan berhasil menyambar pecutnya si nona.
Si nona mencoba menarik pecutnya dengan sekuat tenaga, tetapi pecut yang tergenggam dalam tangannya si anak muda itu sedikitpun tidak bergeming.
Si nona bukan main kaget. Seketika matanya menjadi merah, air matanya hampir saja melompat keluar, menangis karena jengkel.
Pada saat itu, asal Yo Tjie Tjong mau menggetak tangannya saja, pecut itu pasti akan terlepas dari tangan si nona. Tetapi ia melihat si nona gelisah hatinya lantas menjadi lemas.
Pada saat itu kedua pihak masing-masing memegang ujungnya pecut, badan kedua orang terpisah tidak cukup tiga kaki jauhnya, maka suara napas si nona kedengaran nyata dalam telingannya Yo Tjie Tjong. Suatu perasaan yang aneh telah timbul dalam hatinya Yo Tjie Tjong, tetapi itu hanya sekejapan saja, sebentar kemudian sudah menjadi kecut wajahnya.
Ia mengendorkan cekalannya dan pecut si nona segera terlepas.
Mendadak suara "Plaaak!" terdengar nyaring, pipinya Yo Tjie Tjong sudah terkena tamparan si nona. Meskipun tamparan itu tidak sakit, tetapi dirasakan panas. Untuk sesaat lamanya ia berdiri kesima.
Setelah menampar pipi orang, Nona baju merah mendadak merasakan bahwa
perbuatannya itu agak keterlaluan, ia maka pipinya sendiri lantas merah membara, sikapnya kelihtan sangat aneh.
Pada saat itu tiba-tiba terdengar suara nyaring, dua bayangan orang mendadak muncul di hadapan Yo Tjie Tjong dan nona.
Kedua bayangan itu ternyata adalah dua pemuda dengan baju warna ungu, dipinggang masing-masing terselip sebuah pedang panjang.
Kedua pemuda baju ungu itu setelah mengawasi mata mendelik, lalu mengawasi si Nona Baju Merah sambil unjukan ketawa cengar-cengir yang menjemukan.
Satu diantaranya lantas berkata dengan suara dan sikap yang merendahkan:
"Sumoy, kita mencari kau setengah mati. Mengapa begitu cepat kau sudah berada disini?"
Yo Tjie Tjong merasa sebal melihat sikap kedua pemuda itu, maka lantas alihkan
pandangannya kearah lain.
Pemuda baju ungu yang lainnya lantas turut bicara:
"Sumoy, apa tadi kau dihina oleh manusia liar ini" Nanti aku?"?"?"
Mendadak Yo Tjie Tjong berpaling, sepasang matanya yang tajam menatap wajah pemuda yang tengah bicara itu. Kelihatannya begitu kecut dan menyeramkan, sehingga pemuda itu yang dipandang demikian rupa sampai tidak berani bicara lagi.
Si Nona Baju Merah dengan sikapnya yang dingin, lantas menjawab:
"Kalian tidak perlu tahu urusanku ini!"
Kedua pemuda itu, mendapatkan jawaban demikian, merasa kepala seperti diguyur air dingin. Dua pasang mata kejam terus menatap wajahnya Yo Tjie Tjong.
Sementara si Nona Baju Merah lalu keprak kudanya meninggalkan tempat itu.
Kedua pemuda tadi setelah mengawasi Yo Tjie Tjong sejenak, lantas mengikuti jejak si nona.
Yo Tjie Tjong merasa geli melihat tingkah lakunya kedua pemuda tadi.
Tiba-tiba ia ingat perkataan si nona yang menyebut-nyebut tentang barang pusaka yang menjadi barang rebutan itu. Ia lantas menduga bahwa si nona dan kedua pemuda tadi ini pasti sedang lari menuju ke gunung Kheng-San. Ia berpikir hendak pergi kesana juga untuk melihat apa sebetulnya yang dimaksud " Barang pusaka yang rebutan" itu, maka ia lantas bergerak dan lari mengikuti jejak ketiga orang itu.
Sengaja ia membuntuti terus, terpisah Cuma kira-kira seratus tumbak dibelakang mereka.
Waktu senja ia sudah di kota Wan An. Sesudah melalui kota Wan An ini, adalah daerah gunung Kheng-San.
Betul saja, pada semua rumah-rumah makan dan rumah-rumah penginapan sudah
ditempati oleh orang-orang dari kalangan Kang-Ouw yang ramai membicarakan soal
perebuatan barang pusaka di danau Naga yang akan dibuat rebutan pada besok malam.
Yo Tjie Tjong saat itu juga sudah merasa lapar, maka ia lantas mencari makanan di sebuah rumah makan yang bernama "Ciu Sian Kia". Ia memilih tempat yang agak tenang, sambil bersantap telingannya dipasang untuk mendengar-dengar tentang barang pusaka yang hendak direbutkan nanti malam. Kiranya dibawah puncak gunung Kheng-San ada sebuah danau yang beberapa bawu luasnya. Kabarnya pada beberapa ratus tahun berselang di gunung Kheng-San itu telah diketemukan seekor naga yang keluar dari tanah dan terbang ke angkasa, setelah angin santer yang mendera hebat dan hujan angin yang lebat berhenti, tanah bekas keluar naga tadi, lantas melesak dan berubah menjadi danau yang sangat dalam. Danau ini dinamakan "Gek Liong Tham". Dipinggir danau itu terdapat satu liang yang dalam, yang selamanya belum pernah ada seorang juga yang berani coba mendekatinya.
Beberapa bulan berselang, setiap malaman terang bulan, dipinggir danau itu kedengaran suara yang sangat aneh.
Ada beberapa orang yang bernyali agak besar dan ketarik oleh perasaan ingin pingin tahu, telah pergi mencari tahu. Dan apa yang dilihat" Ternyata disitu ada seekor mahluk aneh berbadan kerbau dan berkepala naga, keluar dari lubang tanah dan berdiri ditepi danau.
Kepalanya menghadap rembulan sambil mengeluarkan dan menyedot sebuah benda
bundar, seperti balon warna merah, itulah mustika.
Berita tentang ditemukannya mahluk aneh itu, begitu tersiar kalangan Kang-Ouw, segera dikenal sebagai mahluk aneh yang Cuma didapat sesudah ribuan tahun lamanya. Mahluk demikian dinamakan "Gu Liong Kao", yang lahir dari bapak ular besar yang sudah berusia ribuan tahun dengan ibu seekor kerbau betina. Sesudah ia dilahirkan lantas berdiam didalam satu liang dekat danau. Seratus tahun kemudian mahluk itu baru dewasa, lima ratus tahun kemudian dari dalam perutnya dapat menghasilkan sebuah mustika dan ribuan tahun kemudian mustika itu berubah warnanya menjadi merah. Setiap malaman terang bulan, mahluk aneh itu pasti keluar dari goanya untuk mengeluarkan dan menyedot mustika dari dalam perutnya, kabarnya untuk menyedot hawa dari rembulan. Kalau mahluk aneh itu sedang berbuat demikian, dari tenggorokannya terdengar suara mangaung yang amat aneh.
Menurut kabar, mustika dalam perut mahluk "Gu Liong Kao", apabila ditelan oleh manusia, lantas berhenti didalam pusar, harus mencari lagi benda ajaib berupa telur berwarna dari Burung Rajawali Raksasa untuk dimakan. Kedua barang ajaib itu, setelah tercampur jadi satu dalam perut lantas menyusup kesemua sum-sum, tulang-tulang, otot-otot dan darah orang yang makan sehingga menghasilkan suatu kekuatan tenaga dalam yang luar biasa, kekuatan itu melebihi dari hasil latihan puluhan tahun. Tetapi telur burung Rajawali Raksasa seperti itu sesungguhnya juga benda yang sukar didapatkan. Cuma satu hal yang
merupakan suatu kemujijatan, ialah mustika itu selama dalam tubuh mannusia, kecuali tubuh itu dipotong-potong atau dicincang, kalau tidak, biarpun terluka parah juga tidak bisa binasa.
Berita yang mempunyai daya penarik bagi setiap orang yang mempelajari ilmu silat, sudah tentu dengan cepat menarik perhatiannya orang-orang gagah di dunia Kang-Ouw, sekalipun juga jago-jago tua yang sudah mengundurkan diri dari dunia Kang-Ouw, juga pada muncul lagi untuk dapat memiliki barang mujijat itu.
Esok malam justru ada malaman terang bulan, entah siapa orangnnya yang beruntung mendapatkan barang aneh itu"
Tapi satu hal yang sudah dapat dipastikan , ialah selama masa perebutan mustika itu, sudah tentu akan terjadi perkelahian hebat diantara mereka yang menghendakinya.
Yo Tjie Tjong stelah kenyang dahar, juga sudah mendapat keterangan cukup jelas tentang perebutan benda mujijat itu, maka ia lantas hendak berlalu meninggalkan rumah makan.
Selagi kakinya hendak melangkah keluar pintu, tiba-tiba ada mendatangi seorang tua berambut putih dengan wajahnya seperti burung. Orang tua itu menggunakan baju panjang, matanya bersinar, dipinggangnya ada menggemblok sebuah buli-buli arah, rupanya ia ada seorang yang doyan air kata-kata (Pemabukan).
Para tetamu rumah amakn ketika menampak kedatangannya si orang tua, seketika ia lantas tidak ada yang berani membuka mulut. Masing-masing pada makan atau minum sambil
tundukan kepala. "Si "Buli-buli Arak Wajah Burung", Lauw Tjhiang!" demikian ada orang yang mengatakan dengan suara pelahan sekali.
Yo Tjie Tjong yang mendengar nama itu, hatinya tergeuncang, Lauw Tjhiang, yang
mempunyai gelar Si "Buli-buli Arak Wajah Burung" didalam daftar nama musuh-musuhnya Kam-lo-pang tercatat dalam urutan nomor 10, itu ia masih ingat benar. Sungguh tidak dinyana bisa bertemu disini.
Rasa dendam seketika itu lantas bergolak didalam dadanya. Ia telah memikirkan apakah harus turun tangan melaksanakan penuntutan balas dendam suhunya sekarang juga"
Setelah memikirkan bolak-balik, akhirnya ia mengambil keputusan tetap, ia hendak menggunakan kesempatan turun tangan dalam perebutan benda mujijat itu.
Golok Maut Tjan Tjie Leng Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Maka ia lantas balik kembali ketempat duduknya tadi dan minta pelayan rumah makan menyediakan arak untuknya.
Ia duduk sambil minum perlahan-lahan, sampai kira-kira jam dua malam. Si "Buli-buli Arak Wajah Burung" itu baru keluar dari rumah makan dalamkeadaan sinting.
Yo Tjie Tjong diam-diam membuntuti dibelakangnya, dalam hatinya memikirkancara
bagaimana turun tangan. Orang tua itu masuk ke rumah penginapan "Way-Lay-Tjan" satu-satunya rumah penginapan terbesar dikota Wan-An itu. Yo Tjie Tjong juga lalu menyewa sebuah kamar disitu, hingga mereka jadi berdampingan didalam rumah penginapan tersebut.
Orang tua yang berwajah burung itu, memang betul Lauw Tjhiang, yang bergelar Si "Buli-buli Arak Wajah Burung". Ia datang dari tempat kediamannya yang jayh semata-mata untuk turut merebut mustika dari mahluk aneh yang dinamakan Gu Liong Kao itu.
Ketika kentongan berbunyi empat kali, keadaan dalam rumah penginapan sudah sunyi senyap.
Pinu kamar Lauw Tjhiang diketuk orang dari luar.
"Siapa?" tanya dari dalam kamar.
"Sahabat lama." Jawabnya dari luar, suara seperti orang tua.
Pintu kamar begitu terbuka, sesosok bayangan manusia lompat masuk dengan gesit.
Dibawah penerangan lampu, yang lebih dahulu kelihatan dimata orang tua berwajah burung itu adalah sebuah golok yang berbentuk aneh bersinar berkialauan.
"Golok Maut." Orang tua itu berseru tertahan, hatinya merasa bergidik. Ia melihat orang yang memegang golok tersebut adalah seorang yang berjenggot dan berpakaian putih, dengan wajah yang kereng dan mata mendelik sedang mengawasi kepadanya.
Sesaat itu ia merasa seperti berhadapan dengan malakait pencabut nyawa, rasa takut telah membikin terbang semangatnya, karena orang tua itu adalah Pangcu dari Kam-lo-pang yang sudah binasa pada dua puluh tahun berselang.
Benarkah di dalam dunia ini ada setan" Mengapa orang yang sudah mati bisa hidup kembali untuk menuntut balas"
Sesaat lamanya orang tua wajah burung itu berdiri kesima seperti patung.
Kiranya Yo Tjie Tjong sebelum diambil murid oleh Yo Tjin Hoan, sudah bercampuran dengan kawanan pengemis dan dari salah seorang pengemis aneh ia telah mempelajari ilmu "Merubah Wajah". Ilmu itu sesungguhnya sangat luar biasa. Wajah manusia bisa dirubah-rubah begitu rupa, sehingga sukar dibedakan mana aslinya dan mana tiruanya.
Kepandaian ilmu yang dipelajarinya itu kini telah digunakan dalam peranannya sebagai Pangcu dari Kam-Lo-Pang.
Pada saat orang tua "Wajah Burung" itu masih dalam keadaan kaget dan jeri, Golok Maut yang berkilauan itu sudah beraksi didepan tubuhnya.
Sebentar kemudian lalu terdengar suara jeritan ngeri, kedua lengan orang tua wajah burung itu sudah terpapas kutung dan dadanya berlubang.
Waktu baru sebelah lengannya yang terpapas kutung, orang tua wajah burung itu barulah tersadar bahwa orang mati tidak bisa hidup kembali, lebih-lebih ketika ia sudah melihat orang tua itu lengkap semua anggota badannya,maka ia lantas berseru:
"Kau sebetulnya?""
Sebelum habis pertanyaannya, Golok Maut sudah memapas lagi sebelah lengan lainnya yang kemudian menikam dadanya. Tatkala ia rubuh, samar-samar ia hanya mendengar:
"Pemilik Golok Maut, Penagih hutang dari Kam-lo-pang."
Begitulah akhirnya si orang tua wajah burung telah rubuh binasa tanpa mengetahui siapa pembunuh itu sebenarnya. Orang tua yang membawa Golok Maut itu juga segera
menghilang dari dalam kamar tempat kejadian.
Suara jeritan tadi telah mengejutkan para tamu lainnya dalam rumah penginapan itu, yang kebanyakan terdiri dari orang-orang gagah dari kalangan Kang-ouw yang hendak turut ambil bagian dalam perebutan mustika dari mahluk aneh itu pada besok malam.
Semua lampu telah dinyalakan dan kemudian terdengar suara ribut-ribut dari keluarnya orang-orang yang hendak menyaksikan apa yang telah terjadi. Setelah sampai dikamar tempat kejadian itu, barulah mereka mengetahui iblis kenamaan Si 'Buli-buli Arak Wajah Burung' Liauw Tjhiang telah binasa dalam keadaan yang mngerikan. Ia rebah menggeletak dengan kedua lengannya terpapas kutung, darah segar masih menyembur dari lubang yang ada didadanya.
Begitu melihat, orang-orang sudah mengetahui bahwa itu adalah hasil perbuatannya si Pemilik Golok Maut.
Orang-orang yang menyaksikan keadaan yang mengerikan itu pada bergidik semuanya.
Golok Maut telah muncul untuk ketujuh kalinya dan kali ini yang menjadi mangsanya asalah si 'Buli-buli Arak Wajah Burung', Liauw Tjhiang, satu iblis kenamaan.
Pintu kamar disebelah kamar orang tua wajah burung itu juga terbuka, darimana keluar seorang pemuda cakap dengan sikapnya yang dingin kecut juga menimbrung diantara
orang banyak yang menyaksikan pemandangan yang mengerikan itu.
Seorang wanita muda berbaju merah juga muncul dari kamarnya, mulutnya mendumel :
"Golok Maut?"?"?""."
Pada saat itu, dalam hati setiap orang timbul hampir serupa pikiran: "Jika dalam benda mujijat besok malam Pemilik Golok Maut juga turut ambil bagian, dengan kepandaiannya yang sangat luar biasa tingginya itu, rasanya benda itu bisa terjatuh dalam tangannya. Kalau benda itu benar-benar jatuh dalam tangannya akan berarti bertambah hebatlah
kekuatannya, berarti pula rimba persilatan sudah sampai pada hari kiamatnya.
Si Nona baju merah ketika melihat pemuda yang dingin kecut itu juga berada disitu, lantas unjukan ketawanya yang manis. Pemuda itu wajahnya merah seketika, cepat-cepat ia masuk kekamarnya kembali.
Peristiwa yang mengerikan itu sudah tentu dilakukan oleh Yo Tjie Tjong.
Perbuatan yang nekad ini yang pertama kalinya dilakukan, telah berhasil gilang gemilang, tetapi tidak urung hatinya merasa kebat-kebit tidak karuan.
Jika ditinjau dari kekuatan tenaga, sudah tentu Yo Tjie Tjong bukanlah tandingannya Liauw Tjhiang, tetapi dengan kecerdikan yang luar biasa, untuk pertama kalinya itu Yo Tjie Tjong berhasil menyingkirkan satu musuh kuat dari Kam-lo-pang.
Akal yang digunakan itu ialah, mula-mula ia membikin sang mangsa kaget dan jeri dulu oleh Golok Maut-nya, kemudian setelah sang korban kaget dan jeri ia menunjukan diri sebagai Pangcu dari Kam-Lo-Pang , supaya sang mangsa tambah jeri.
Yo Tjie Tjong tahu benar bahwa kesempatan macam ini cepat akan lenyapnya, maka
kesempatan selagi sang mangsa masih merasa kaget, jeri dan kesima itu, telah
dipergunakan dengan sebaik-baiknya supaya sang korban tidak keburu melawan, sebab ia tahu benar bahwa ia sendiri sebenarnya tidak mampu menghadapi iblis tua itu.
Bagian Tiga GUNUNG KHENG-SAN?"?""
Danau Naga yang terdapat di gunung Kheng-San itu telah mendapat kunjungan banyak orang-orang gagah rimba persilatan yang berjumlah dari 300 orang.
Tetapi diantara sekian banyak orang-orang gagah itu, juga ada orang yang masih rendah kepandaiannya yang hanya karena merasa ketarik oleh adanya benda mujijat itu.
Kedatangan orang-orang yang tersebut belakangan ini rupa-rupanya tidak menghiraukan usahanya dalam perebutan benda itu, tetapi tidak demikian halnya dengan orang-orang yang kepandaiannya agak tinggi, mereka dengan sengaja datang untuk mendapatkan
benda tersebut. Sekian banyak orang-orang kuat dari rimba persilatan telah berkumpul disuatu tempat, ini juga merupakan suatu pertemuan yang paling besar dalam rimba persilatan selama hampir sepuluh tahun terakhir.
Malam itu justru malam terang bulan.
Mahluk aneh termaksud pasti akan muncul dan bakal main mustikannya dibawah terangnya sinar rembulan.
Rombongan orang-orang dari rimba persilatan yang datang semuanya menyembunyikan
diri, dibawah pohon-pohon besar yang banyak terdapat disekitar danau tersebut.
Sebentar mereka menengok keatas, sebentar pula mereka menengok kearah liang
ditepinya danau itu yang merupakan tempat kediaman mahluk aneh itu.
Oleh karena Golok Maut sudah muncul di kota Wan An, maka orang banyak menduga-duga apakah Pemilik Golok Maut juga akan muncul dalam perebutan nanti"
Disampingnya merasa ngeri, mereka juga mengharapkan supaya si Pemilik Golok Maut itu muncul disitu agar mereka dapat menyaksikan bagaimana macamnya wajah asli si Pemilik Golok Maut, apakah dia ada satu manusia yang menyeramkan"
Yo Tjie Tjong juga terdapat dalam rombongan orang banyak itu, sikapnya masih tetap dingin kecut. Ia tidak mempunyai maksud hendak turut ambil bagian dalam perebutan benda mujijat itu, ia hanya datang sebagai penonton saja.
Dari dalam rimba sebelah kiri danau tersebut, perlahan-lahan muncul keluar dua orang tua dan seorang wanita muda berbaju putih.
Seorang gadis baju merah menyambut dan jalan berdampingan dengan wanita baju putih itu, dua pemuda baju ungu mengikuti dibelakang si wanita baju merah. Dibelakang pemuda itu ada lagi tujuh orang tua dan lima orang laki-laki usia pertengahan.
Kedua orang tua yang jalan lebih dulu, usianya kira-kira sudah 50 tahun keatas, tetapi kelihatannya masih gagah keren, satu berpakaian baju panjang warna ungu, satunya lagi berdandan sebagai "Wan-gwee" (orang hartawan).
Wanita muda baju outih itu tidak kalah cantiknya dengan kecantikan wanita baju merah yang berada disampingnya, bentuk dan potongan badannya malah lebih menarik, sehingga
merupakan suatu kecantikan yang jarang mendapat tandingan bagi seorang wanita. Hanya sayang yang harus dibuat sayang adalah matanya sangat genit, suatu tanda bahwa wanita itu bukan dari golongan orang baik.
Dalam rombongan itu telah terjadi sedikit kegemparan.
Bagi Yo Tjie Tjong, kecuali bagi si Nona baju merah dan kedua pemuda baju ungu yang sudah dikenalnya, yang lainnya semua masih asing baginya. Ia hanya bisa menduga-duga dalam hatinya bahwa rombongan orang yang datang itu tentunya bukan dari golongan orang sembarangan. Rombongan orang tua terdiri dari 18 orang itu setelah muncul dari dalam rimba, berjalan kira-kira e tumbak, lantas pada berhenti. Gadis baju merah ketika melihat Yo Tjie Tjong juga ada dalam rombongan orang banyak, lantas ketawa mesem. Dari sikapnya yang dingin kecut, Yo Tjie Tjong mendadak merasa jengah, dengan tidak terasa dibalasnya dengan ketawa hambar.
Kedua pemuda baju ungu tadi ketika menyaksikan si gadis baju merah itu ketawa mesem kehadapan orang banyak, dalam hati lantas timbul rasa curiga. Ketika mereka memasan mata, segera dapat melihat bahwa pemuda sombong dan bersikap dingin kecut yang
kemarin mereka ketemukan dijalan raya juga sedang unjukan ketawa hambarnya, maka seketika itu lantas timbul rasa cemburunya.
Antara rombongan wanita baju putih itu dengan rombongan orang banyak, terpisah hanya sejarak kira-kira sepuluh tumbak jauhnya.
Dua pemuda baju ungu tadi satu sama lain saling memberi isyarat, lalu berjalan
menghampiri kearah Yo Tjie Tjong dengan wajah bengis, mereka berhenti sejarak kira-kira tiga tumbak didepan Yo Tjie Tjong.
Satu diantaranya yang bermuka tirus lantas berkata sambil menuding Yo Tjie Tjong:
"Bocah, kau keluar. Tuan mudamu hendak memberi hajaran padamu."
Seorang lagi yang matanya seperti burung elang dan bibirnya tipis juga turut bicara :
"Anjing kecil, dengan orang semacam kau ini juga ingin makan daging angsa, sungguh tidak tahu diri!"
Yo Tjie Tjong mendadak mendusin bahwa kedua pemuda itu cemburu gara-gara wanita baju merah itu, maka ketika mendengar perkataan kedua pemuda itu, sikapnya kelihatan makin kaku ketus, dengan tidak banyak bicara lagi ia berjalan menghampiri.
Para jago disekitar tempat tersebut semua pada tujukan matanya pada ketiga orang pemuda itu.
Hampir bersamaan pada saat itu juga si gadis baju merah itu sudah lompat melesat dan turun disamping ketiga pemuda tersebut. Dengan sorot mata menghina ia mengawasi kedua pemuda baju ungu itu.
Yo Tjie Tjong setelah berhadapan dengan kedua pemuda itu lalu menegir dengan suara dingin :
"Kalian berdua hendak berbuat apa?"
Kedua pemuda itu lantas menjawab dengan sikapnya yang galak.
"Hendak memberi pelajaran padamu, satu bocah yang tidak punya mata."
"Hanya mengandalkan kekuatan orang-orang yang semacam kalian berdua ini?" tanya Yo Tjie Tjong mengejek.
Pertanyaan itu telah membikin geli si gadis baju merah.
Kedua pemuda baju ungu itu semakin mendongkol, keduanya lantas menggeram dan turun tangan berbareng, keduanya mengeluarkan serangan yang serupa.
Yo Tjie Tjong dengan gesit sekali egoskan dirinya, sekejap saja, seolah-olah bayangan setan ia sudah berada dibelakang dirinya kedua pemuda itu. Dengan tangan kanan dan kiri masing-masing mengirim satu pukulan dari belakang dua pemuda itu.
Kedua pemuda itu ketika mengeluarkan serangannya dan mendadak lantas kehilangan
sasaranya, hati mereka merasa kaget. Mendadak dibelakangnya dirasakan ada sambaran angin, maka lantas lompat melesat kekanan dan kekiri untuk menghindarkan serangan Yo Tjie Tjong, kemudian dengan gesit sekali mereka memutar tubuh dan melancarkan
serangan berbareng lagi. Kali ini Yo Tjie Tjong tidak berkelit dan tidak juga menyingkirkan diri, dengan ketawa dingin ia buka lebar-lebar sepuluh jari tangannya dan dengan kecepatan bagaikan kilat sudah mengcengkeram pergelangan tangan kedua orang lawannya.
Gerakan itu bukan saja cepatnya luar biasa, bahkan tampaknya sangat aneh, maka begitu bergerak lantas dapat mencengkeram pergelangan tangan lawan-lawannya dengan tepat.
Ia benci sejali pada kedua pemuda yang adatnya sombong dan tidak sopan itu, maka sengaja ia hendak memberi hajaran pada mereka berdua. Dengan menggunakan kekuatan tenaga dalamnya ia mencengkeram pergelangan tangan kedua pemuda itu, sehingga kedua pemuda itu berteriak-teriak kesakitan. Oleh karena disampingnya ada gadis baju merah itu, maka mereka hendak berontak sebisa-bisanya, tetapi tidak berhasil melepaskan diri.
"Tahan!" Suara itu datangnya secara tiba-tiba yang kemudian disusul oleh satu serangan yang hebat kearah Yo Tjie Tjong.
Yo Tjie Tjong orangnya cerdik, ketika mengetahui dirinya diserang orang dari belakang, kedua tangannya lantas bergerak berbareng mengentak dirinya kedua pemuda dalam
cengkeramannya tadi digunakan menyambuti serangan dari belakang.
"Bleduk!" suara itu kedengaran hebat, disisi tempat Yo Tjie Tjong berdiri telah terbuka satu lubang yang dalam. Ternyata lubang itu hasil dari serangannya si orang tua baju ungu yang sudah menyerang Yo Tjie Tjong tadi.
Oleh karena orang tua itu tadi ketika menyerang mendadak dapat melihat Yo Tjie Tjong hendak menggunakan tubuhnya kedua pemuda baju ungu untuk memapaki serangannya,
maka setelah mengetahui bahwa ia tidak keburu menarik kembali serangannya, terpaksa serangannya dimiringkan sedikit, maka sudah mengenai tanah kosong disamping tempat Yo Tjie Tjong tadi berdiri.
Pada saat seorang tua lainnya yang berdandan seperti Wangwee dan wanita cantik berbaju putih itu sudah pula pada datang ketempat mereka berkelahi.
Orang tua baju ungu itu dengan perasaan gusar bercampur curiga telah menegur pada Yo Tjie Tjong :
"Bocah, Yo Tjin Hoan itu masih pernah apa dengan kau?"
Yo Tjie Tjong terperanjat mendengar pertanyaan itu. Ia orangnya sangat cerdik, maka segera mengetahui bahwa gerak tipu serangannya tadi ketika menyambar tangan kedua pemuda baju ungu itu, pasti telah dikenali oleh orang tua itu.
Karena gerak tipu yang dinamakan "Meraup Awan dan Mengambil Rembulan" itu adalah satu-satunya tipu silat dari Yo Tjin Hoan.
Dalam keadaan demikian, Yo Tjie Tjong lantas bisa mengambil keputusan cepat, untuk sekarang ini ia masih belum boleh memperkenalkan asal-usul dirinya, maka ia segan menjawab dengan sikapnya yang masih dingin.
"Maaf, aku tidak dapat memberikan keterangan!" Setalah itu ia lantas melepaskan
cekalannya dan kedua pemuda itu telah mundur kesamping dalam keadaan menggenaskan.
Gadis baju merah itu lantas anggukan kepala kepada Yo Tjie Tjong.
Sementara itu, si orang tua yang berdandan sebagai Wangwee jugga turut menanya:
"Bocah, kau dari golongan mana?"
"Hal ini tidak perlu kalian mengetahui." Jawabnya ketus.
"Hai! Sungguh tajam lidahmu!"
Pada saat itu rembulan yang bulat sudah kelihatan muncul diujung langit. Sinarnya yang terang benderang sudah menyinari air danau Naga.
Semua orang juga datang berkkerumun disitu pada mengawasi orang-orang yang berkelahi tadi dengan perasaan heran.
Kedua orang tadi setelah saling pandang sejenak dengan si wanita baju putih, mata orang tua yang memakai baju ungu lantas mendadak kelihatan bersorot buas. Dengan suara bengis ia berkata kepada Yo Tjie Tjong:
"Bocah, kau mau menjawab terus terang atau tidak?"
"Bagaimana kalau tidak?"
Orang tua baju ungu itu lalu mengulurkan tangannya mengirim serangan yang hebat.
Yo Tjie Tjong yang diserang secara hebat dengan tiba-tiba itu, dengan cepat sudah lompat kesamping sejauh lima kaki menghindarkan diri. Tetapi belum sampai berdiri, serangan kedua sudah menyusul.
Dalam keadaan terdesak sedemikian rupa, tiba-tiba ia ingat pelajaran pamannya, Tjek Kun, yang terkenal dengan ilmu mengentengkan tubuhnya, maka dengan ilmu silat warisannya itu ia melayang sambil mengikuti serangan lawan sampai sejauh setumbak lebih.
Gerakan menghindarkan serangan dengan mengikuti arahnya serangan lawan itu telah mendapat sambutan riuh rendah dari delapan penjuru angin.
Kedua orang tua dan wanita baju putih itu, berbareng pada mengeluarkan seruan kaget.
Secepat kilat mereka berbareng maju menerjang dan mengurung dirinya Yo Tjie Tjong, kemudian masing-masing pada melancarkan satu serangan.
Serangan segitiga ini sebetulnya sangat sulit dielakannya. Maksud semula dari ketiga orang itu ialah sudah tentu hendak membinasakan Yo Tjie Tjong dengan pukulan sekaligus.
Apa sebabnya mereka bertindak dengan begitu ganas dan kejam"
Tidak lain adalah karena mereka mencurigai dirinya anak muda itu mempunyai hubungan rapat dengan Kam-lo-pang.
Kalau berhasil menyingkirkan dirinya pemuda itu, bukan saja berarti menyingkirkan satu ancaman bahaya, tetapi juga dari perbuatannya itu mungkin mereka akan dapat memancing keluar si Pemilik Golok Maut.
Pengakuan dari Pangcu Kam-lo-pang ketika dengan Golok Mautnya mengambil korban di Kampung Hui Liong Tjung, bagi mereka dianggap sebagai ancaman yang paling besar, sehingga membuat mereka tidak enak makan dan tidak enak tidur, seolah-olah ada duri yang malang ditenggorokan mereka.
Ketika ketiga orang tadi melancarkan serangan berbarengan, lantas terdengar suara jeritannya si gadis baju merah yang berdiri disamping.
Diantara suara jeritan gadis baju merah tadi, terdengar pula suara seruan tertahan yang lalu didalam gumpalan debu yang mengepul keatas kelihatan semburan darah, sedangkan
tubuhnya Yo Tjie Tjong telah terpental tinggi terputar seperti gasing setinggi setumbak lebih yang kemudian turun kembali ketanah.
Orang-orang dri rimba persilatan disekitar tempat itu yang menyaksikan perbuatan tersebut, pada menjadi pucat dan terheran-heran. Mengapa ketiga orang itu turun tangan berbareng terhadap satu bocah yang tidak diketahui asal-usunya"
Setelah melayang turun kembali ketanah, Yo Tjie Tjong memaksa mengerahkan tenaganya yang masih ada, dengan badan semboyongan ia mencoba berdiri tegak. Dengan wajah
bengis dan buas serta suaranya yang serak ia bertanya:
"Aku Yo Tjie Tjong, kalau tidak sampai binasa, aku akan perhitungkan rekening ini sepuluh kali lipat!" Sehabis berkata mulutnya kembali mengeluarkan darah da tubuhnya jatuh lagi ditanah.
Orang tua baju ungu tadi kelihatan ketawa nyengir, lalu berjalan maju dua tindak kedepanya Yo Tjie Tjong dan mengangkat tanganya hendak memukul dirinya Yo Tjie Tjong.
Si gadis baju merah yang menyaksikan keadaan demikian lantas menjerit, tetapi selagi hendak maju menubruk, tangannya sudah ditarik oleh si wanita baju putih.
Jiwa Yo Tjie Tjong kelihatan terancam bahaya?"?"?"?"..
Pada saat segenting itu, sesosok bayangan orang dengan kecepatan kilat telah meluncur keaah orang tua baju ungu tadi sembari mengirimkan satu serangan yang sangat hebat.
Orang tua baju ungu itu terkejut, ia terpaksa menarik kembali tangannya dan dengan cepat mundur lima tindak.
"Hehhhh! Ketua dari Dua Golongan dan Satu Perkumpulan, sungguh tidak malu
menghadapi satubocah kemarin sore. Apa kalian tidak takut ditertawakan oleh orang-orang dunia Kang-Ouw?" demikian terdengar satu suara yang nyaring dan lantas disusul oleh munculnya seorang wanita cantik pertengah umur.
Yo Tjie Tjong yang masih dalam keadaan setengah pingsan ketika mendengar perkataan
"Ketua dari Dua Golongan dan Satu Perkumpulan", suatu kekuatan tenaga yang tidak terlihat mendadak memimpin ia bangun tersadar.
Dalam hatinya lalu berpikir: "Dua Golongan dan Satu Perkumpulan, apa itu bukannya golongan Tjie-In-Pang, Ban-Siu-Pang, dan Pek-Hap-Hwee" Tidak kusdangka disini aku mendapatkan banyak musuh-musuh Kam-lo-pang!"
Dua orang tua itu dan si wanita baju putih bertiga ketika melihat munculnya si wanita cantik pertengah umur tadi seketika itu wajah mereka lantas berubah.
Bagian Empat Wanita baju putih itu sesungguhnya genit sekali. Meskipun dihadapannya orang wanita juga, ia masih menunjukan kegenitannya. Setelah mengerling kearah wanita yang baru datang itu, lantas ia berkata sambil tersenyum :
"Yo! Aku kira siapa, tidak tahunya Thian-San Liong-Lie yang datang. Kalau begitu, aku menyambutnya sudah agak terlambat."
Wanita cantik pertengah umur itu tidak ambil perduli atas sikap yang ditunjukan oleh si wanita baju putih. Ia maju dua tindak untuk memeriksa keadaannya Yo Tjie Tjong yang terluka parah. Tiba-tiba ia membuka lebar-lebar kedua matanya.
Hatinya berdebaran. Diam-diam berkata kepada dirinya sendiri: "Bocah ini mengapa mirip dengan dia"
Dengan menahan air matanya yang mau keluar, ia menanya kepada Yo Tjie Tjong dengan suaranya yang lemah lebut dan penuh rasa welas asih.
"Anak, siapa namamu?"
Yo Tjie Tjong yang saat itu sudah panas hatinya, atas perbuatan orang-orang yang tidak patut terhadap dirinya, sebenarnya tidak ingin menjawab, tetapi ketika melihat kedua matanya yang penuh kasih sayang dari wanita setengah umur itu, ia lalu menjawab :
"Aku bernama Yo Tjie Tjong."
"Yo Tjie Tjong?" mengulang wanita setengah umur, agaknya merasa kecewa.
"Ya, Yo Tjie Tjong." Jawab Yo Tjie Tjong lagi dengan suara lemah.
Wanita cantik pertengah umur itu menghela nafas, lalu mengambir tiga butir obat yang sehera dimasukan kealam mulutnya Yo Tjie Tjong. Kembali ia mengawasi anak muda itu sekian lamanya, kemudian berkata pula:
"anak, ini adalah obat untuk menyembuhkan luka dalam yang sangat mujarab. Asalkan tekanan jantung dan nadi masih belum putus, kau tidak bisa binasa."
Pada matanya Yo Tjie Tjong, saat itu dengan tegas terlihat perasaan terima kasihnya, ia lalu menjawab dengan suara perlahan:
?"Aku akan membalas budimu ini!"
Wanita cantik pertengah umur itu kembali berpaling dan berkata kepaa orang tua baju ungu bertiga:
"Harap Samwie suka memandang mukaku, jangan turunkan tangan jahat lagi terhadap
bocah ini" Ketiga orang tua itu selagi hendak menjawab, tiba-tiba tanah bekas mereka berdiri telah bergoncang yang kemudian disusul oleh suara seperti kerbau yang sangat aneh
kedengarannya. Suara itu kedengarannya seperti dari jarak jauh, tetapi kalau diperhatikan benar-benar, barulah bisa diketahui bahwa suara itu datangnya dari bawah tanah.
Saat itu rembulan sudah naik tinggi, suatu tanda bahwa mahluk aneh Gu Liong Kao sudah muncul.
Tempat bekas orang tua baju ungu dan lain-lainnya berdiri tadi, ternyata Cuma terpisah kira-kira lima tumbak jauhnya dari lubang tanah itu.
Semua orang lantas menyingkir sejauh dua puluh tumbak.
Pada saat itu, ada tiga ratus pasang mata lebih yang semuanya ditujukan kearah lubang tanah ditepi danau itu. Suatu pemandangan anehn yang hanya dapat dilihat dalam beberapa ratus tahun sekali akan segera muncul didepan mata.
Semua orang-orang gagah yang berada disekitar tempat itu pada merasakan tegtang
perasaannya. Diantara mereka, ada beberapa orang yang berkepandaian tinggu yang
datang dengan maksud hendak merebut benda pusaka mujijat itu, sudah siap sedia
menghadapi segala kemungkinan.
Sebagian lagi yang tidak ingin turun ambil bagian dalam perebuan itu dalam hati mereka hanya menduga-duga, siapa nanti yang bernasib baik dapat memperoleh benda mujijat itu.
Suara mahluk aneh itu semakin lama kedengarannya semakin keras, sampai-sampai tanah disekitarnya pada bergetar. Dari situ dapat diduga, sampai dimana hebatnya mahluk aneh itu.
Terpisah kira-kira lima tumbak diatas tanah dekat lubang itu menggeletak dirinya seseorang.
Ia mungkin sudah binasa, tetapi mungkin juga masih hidup. Namun tidak ada seorang pun yang memperhatikannya.
Orang itu adalah Yo Tjie Tjong yang sedang terluka parah karena kena serangan dari tiga orang tua gagah tadi. Saat itu, meskipun sudah diberi kan obat oleh wanita cantik pertengah umur tadi, sehingga kekuatannya perlahan-lahan sudah pulih sebagian, tapi dalam hatinya mengerti, bahwa keadaan pada saat itu sesungguhnya sangat berbahaya. Jika mahluk aneh itu nanti muncul, mungkin dia merupakan orang pertama yang menjadi santapannya. Tetapi oleh karena bergerak sajapun sudah susah, maka ia tidak berdaya meninggalkan tempat yang sangat berbahaya itu.
Betulkah tidak ada seorangpun yang mengambil perhatian terhadap pemuda yang berada dalam keadaan yang sangat berbahaya itu"
Ada!!! Gadis baju merah hatinya merasa gelisah, tetapi karena tangannya dipegang erat-erat oleh si wanita baju putih, ia tidak berdaya menolong anak muda itu.
Ia sendiri juga tidak mengerti mengapa ia telah perhatikan dirinya anak muda itu demikian rupa.
Wanita cantik pertengah umur, Thian-San Liong-Lie, mendadak ingat bahwa diatas tanah dekat lubang itu masih ada seorang pemuda yang terluka parah yang wajahnya mirip benar dengan si "DIA". Ia merasa bahwa ia harus menolong si pemuda dari tempat berbahaya itu.
Saat mana ditepi danau Naga, tiga ratus lebih orang-orang gagah dari rimba persilatan semua pada terdiam sambil menahan nafas. Tidak ada seorangpun yang berani membuka mulut, karena mereka takut kalau-kalau nanti mengejutkan mahluk aneh itu.
Suasananya meskipun sangat sunyi, tetapi perasaan tegang makin memuncak.
Dapatkah kiranya menundukan mahluk aneh itu untuk mengambil mustikanya" Siapapun tidak ada yang berani memastikan.
Tetapi mustika yang mempunyai daya tarik yang demikian hebatnya sudah telah membuat banyak orang pada berani pertaruhkan jiwa mereka untuk bisa mendapatkan benda mujijat tersebut.
Sudah barang tentu, dalam usaha memperebutkan mustika itu pasti akan disusul oleh pertempuran hebat antara orang-orang gagah disitu.
Thian-San Liong-Lie setelah berpikir sejurus lamanya akhirnya mengambil keputusan bahwa ia harus menolong Yo Tjie Tjong dari tempat yang berbahaya itu.
Tetapi selagi ia hendak turun tangan, suara gemuruh hebat mendadak telah terdengar pula yang kemudian disusul oleh bau amis yang menusuk hidung.
Mahluk aneh itu ternyata sudah muncul dari dalam tanah.
Hati jago rimba persilatan saat itu hampir lompat keluar dari tempat lubang
persembunyiannya, lantas melesat keatas setinggi sepuluh tumbak lebih yang kemudian turun lagi ketanah dengan perlahan.
Kejadian itu telah disaksikan oleh jago-jago dari rimba persilatan itu dengan hati berdebaran.
Makluk itu mempunyai bentuk badan kuda berkepala naga. Seluruh badannya hitam
berkilat. Kaki dan tangannya berwarna putih. Ekornya seperti ekor ular. Panjangnya dari kepala sampai ekor kira-kira dua tumbak.
Setelah berada ditanah kembali, kepalanya lantas menghadap kearah rembulan, dari mulutnya mengeluarkan sebutir mustika yang merah warnanya. Mustika merah itu dikelaur masukan melalui mulutnya seolah-olah seorang akrobat yang tengah memainkan gumpalan api dalam mulutnya.
Mustika "Gu Liong Kao" itu telah membuat para jago persilatan pada berseru dalam hatinya, sedangkan mata mereka terus ditujukan kearah benda mujijat itu.
Karena siapa saja yang bisa mendapatkan benda mujijat itu, berarti sekaligus mendapat tambahan kekuatan tenaga yang sama dengan kekuatan dari latihan puluhan tahun. Bagi orang-orang dari rimba persilatan, ini merupakan satu-satunya kesempatan yang paling baik untuk menjadi seorang orang kuat yang tidak ada tandingannya,maka tidak ada seorangpun yang tidak ingin mendapatkan benda itu, sekalipun harus mempertaruhkan jiwanya.
Tetapi setelah menyaksikan keadaannya mahluk aneh itu, sekalipun bagi orang yang mempunyai kepandaian sangat tinggi juga merasa jeri. Mereka rata-rata segan turun tangan lebih dulu.
Mahluk aneh itu, paling lama setengah jam sudah akan masuk kembali kealam tempat persembunyiannya.
Keadaan menjadi sunyi tapi serba tegang. Dari tempat bekas orang tua baju ungu dan kawan-kawannya tadi berdiri, tiba-tiba melesat lima bayangan orang sambil mengeluarkan serangannya dengan lima benda putih berkilauan kearah mahluk aneh itu.
Orang-orang disekitar danau saat itu tampak semakin tegang.
Bersamaan dengan serangannya kelima orang tadi, dari berbagai penjuru lantas meluncur berbagai senjata rahasia serta meunculnya bayangan orang yang tidak kurang dari tiga puluh orang banyaknya.
Mahluk aneh Gu Liong Kao itu yang hidup sejak ribuan tahun berselang, luar biasa cerdiknya. Setelah dirinya dihujani oleh rupa=rupa senjata rahasia dari berbagai penjuru, mutikanya lalu disedot kembali dan dia sendiri lantas berdiam diri menantikan kejadian selanjutnya, sedangkan kedua biji matanya memancarkan sinar hijau yang berkilauan.
Ketika banyak bayangan orang itu mendekati dirinya, mahluk aneh itu kembali keluarkan geramannya yang hebat. Badannya yang besar mendadak melesat tinggi, sehingga
bayangan orang banyak itu terpaksa harus mundur, tetapi kemudian disusul oleh suara jeritan dari bayangan orang banyak tersebut.
Sebentar kemudian, tampak darah dan gading manusia pada berhamburan diudara,
sedikitnya ada sepuluh orang yang telah binasa, maka orang yang bergerak belakangan terpaksa harus mundur secara teratur.
Mahluk aneh itu setelah membinasakan jiwanya orang-orang yang mendekati dirinya, kembali duduk melingkar ditanah.
Sebentar kemudian, jumlah orang yang maju tampaknya semakin banyak saja, pedang, golok dan berbagai senjata rahasia pada meluncur kearah badan mahluk aneh itu seperti hujan, tapi semua senjata itu Cuma bisa perdengarkan suaranya yang ramai seperti membentur banda keras yang kemudian terpental balik. Ada lagi yang melesat tinggi, sedangkan mahluk aneh itu sedikitpun tidak terluka badannya.
Semua senjata tajam dan senjata rahasia itu telah dilancarkan oleh banyak tangan orang-orang dari dunia Kang-Ouw dengan sekuat tenaganya. Dapatlah diduga betapa
hebatnya serangan-serangan tersebut.
Meskipun kulit mahluk aneh itu sangat kebal, tetapi tidak urung merasa kesakitan juga.
Dengan demikian, mahluk aneh itu tapaknya semakin buas. Suara menggeramnya
terdengar berkali-kali. Tanpa menunggu orang banyak datang menyerang, badannya lantas sudah bergerak dan melesat tinggi. Begitu melihat bayangan orang, lantas diserangnya secara hebat, sehingga suara jeritan terdengar disana-sini dan bangkai manusia
bergelimpangan ditanah. Orang-orang yang hanya hanya ingin menonton keajaiaban alam saja, tampaknya saat itu tidak berani berkutik. Mereka takut kalau tempat mereka sembunyian mereka diketahui oleh mahluk aneh itu dan mendapat serangannya secara tiba-tiba.
Setelah menumbar amarahnya dengan puas,mahluk aneh itu kembali duduk melingkar
ditempatnya semula. Pada saat itu, tiba-tiba tampak melayang satu bayangan putih. Bayanan putih itu ternyata adalah bayangan Ketua Pek Leng Hwee yang dengan kedua tangan memegang sepasang
pedang terbang melayang kearah mahluk aneh itu. Sepasang pedangnya yang berkilauan dengan kecepatan kilat telah menusuk kedua matanya mahluk aneh itu.
Dua bayangan manusia lagi telah muncul dan meluncur kearah mahluk aneh itu juga.
Mahluk aneh kembali mengeluarkan geramannya yang hebat dan lantas menerjang kearah tiga orang yang baru datang.
Tetapi ketiga orang itu mempunyai kepandaian yang luar biasa tingginya,mereka bisa bergerak leluasa ditengah udara, gerakannya begitu gesit dan lincahnya, dan senjata mereka hanya ditujukan kearah mata si mahluk aneh.
Pertempuran yang terjadi antara manusia dengan mahluk aneh tersebut, selewat beberapa jurus kedua pihak tampak ripuh.
Tepat pada saat itu, dari dalam rimba melesat tinggi satu bayangan orang, yang kemudian dengan tiga kali bergerak ditengah udara, orang itu sudah berada diatas mahluk aneh itu.
Terpisah kira-kira tiga tumbak diatas si mahluk aneh, dari dari dalam tangannya tiba-tiba keluar sebuah benda dan mulutnya lantas berseru:
"Lie Pangcu, Tjin Hwetio, kalian lekas mundur!"
Tiga bayangan orang yang pertama, ketika mendengar seruan itu lantas pada mundurkan diri semua.
Apa yang sangat mengherankan ialah benda yang dilontarkan dari tangan orang yang baru muncul tadi ternyata bau yang harum sekali. Dengan sempokan angin malam saat itu, bau harum itu tersebar jauh sekali.
Mahluk aneh Gu Liong Kao lantas membuka lebar-lebar mulutnya dan menelan benda
tersebut. Orang tadi setelah melemparkan benda aneh yang berbau harum itu, badannya dengan cepat sudah lompat kembali.
Belum lagi balik kembali ketempat asalnya, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang hebat, badan mahluk aneh telah hancur berkeping-keping.
Orang tadi setelah mendengar suara ledakan itu, lantas melesat balik. Diantara tumbukan daging Gu Liong Kao yang sudah hancur berkeping-keping, ia coba mencari-cari mustika yang berwarna merah itu, lalu diambil dari perutnya si mahluk aneh, kemudian ia ketawa bergelak-gelak dengan sangat bangganya.
Mahluk aneh itu telah binasa!
Semua orang yang bersembunyi disekitar tempat itu kini berani pada unjukan diri.
Orang yang berhasil mendapatkab mustika merah dari badannya mahluk aneh tadi, ternyata adalah satu laki-laki bercambang dan wajahnya yang menakutkan dengan gigi yang
bercaling seperti babi hutan.
Orang itu ternyata adalah satu iblis yang namanya sudah menggetarkan dunia rimba persilatan dengan julukan "Iblis Muka Singa".
Orang ini bukan saja sangat buas dan kejam sifatnya, bahkan mempunyai kebiasaan dan kegemaran makan nyali manusia. Entah berapa banyak orang-orang gagah dari golongan hitam, maupun dari golongan Putih yang sudah terbinasa dalam tangannya.
Mustika merah yang ajaib dari Gu Liong Kao telah didapatkanoleh iblis yang buas dan kejam ini. Semua orang gagah yang berada disitu rata-rata pada merasa jeri, sebab dengan adanya mustika itu berarti akan menambah kekuatannya, dengan sendirinya juga kalau sudah kuat lantas kekejamannya menjadi-jadi. Karena jika iblis itu bertambah kekuatannya sedemikian tinggi, tidak seorangpun diantara orang-orang gagah dari rimba persilatan yang mampu menundukan padanya. Bukankah itu akan berarti pula bahwa ia akan dapat berbuat sesuka hatinya sehingga tentunya menjadi ancaman bencana besar bagi orang-orang dunia Kang-Ouw pada umumnya.
Tepat pada saat si Iblis Muka Singa tadi mendapatkan mustika tersebut, dari antara rombongan banyak orang itu tiba-tiba muncul melesat keluar tiga bayangan orang, yang sebentar saja sudah berada didepannya si Iblis Muka Singa. Ketiga orang itu ternyata adalah orang-orang tua yang berbadan pendek katai.
Si Iblis Muka Singa lantas berkata sambil memperdengarkan suara ketawanya yang aneh:
"Eeee, Tiga Cebol dari Kiong-Lay! Apakah kalian tiga bersaudara juga ingin mendapatan bagian" Kalian sesungguhnya tidak mengukur diri sendiri. Menurut pikiranku, sebaiknya kalian kembali saja ke gunung Kiong-Lay-San, agar bangkai kalian nanti tidak menggeletak ditempat yang asing bagi kalian ini?"
Perkataan ini sesungguhnya sangat sombong, seolah-olah tidak memandang mata pada kekuatanya tiga orang pendek tadi.
Satu diantara ketiga orang pendek itu lantas berkata:
Golok Maut Tjan Tjie Leng Karya O P A di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Harta benda dari langit dan pusaka dari tanah, siapa yang melihat ada mempunyai bagian."
Iblis Muka Singa itu dengan mata beringas lalu masukan mustika merahnya kedalam
sakunya. "Aku sudah lama tidak makan nyali manusia!" katanya bengis. "Apakah kalian sengaja hendak mengantarkan" He, he?"! Tidak pantas rasanya kalau tawaran ini kutolak."
Tiga Cebol dari Kiong-Lay itu dalam kalangan Kang-ouw namanya sudah cukup terkenal.
Ketika mendengar perkataan si Iblis Muka Singa, lantas pada ketawa bergelak-gelak. Satu diantara mereka ialah yang tertua lantas berkata :
"Nyali kami bertiga saudara ada sangat keras dan pedas, barangkali kau tidak bisa makan!"
Iblis Muka Singa itu kembali memperdengarkan suara ketawa yang aneh, belum lagi
berhenti suara ketawanya, lima jari tangan kirinya sudah bergerak mencakar mukanya tiga orang pendek tadi, sedangkan tangan kanannya melakukan berbareng, begitu pula kakinya.
Dengan sekaligus ia dapat melakukan berbareng, begitu pula kakinya. Tidak kecewa iblis itu mendapatkan nama besarnya beberapa puluh tahun lamanya.
Tiga orang pendek dari Kiong-Lay itu ternyata juga buka orang sembarangan. Yang paling tua ketika mukanya hendak dicakar, dengan cepat miringkan sedikit tubuhnya, tangannya berbalik menyambar pergelangan tangan musuhnya.
Kedua saudaranya juga lantas bergerak dengan berbareng, kemudian maju merangsak, dengan secepat kilat mereka bertiga menyambar pinggang si iblis.
Dua orang pendek yang ditendang oleh kaki si iblis tadi, badanya melesat keatas
menghindarkan serangan lawannya, kemudian dari tengah udara mereka balas menyerang dengan tangan dan kakinya.
Iblis Wajah Singa itu benar-benar tidak akan menduga bahwa Tiga orang pendek dari Kiong-Lay begitu lihaynya, maka ia lantas merubah cara bertempurnya, dengan caranya yang luar biasa. Kedua tangannya melancarkan serangannya yang sangat hebat. Satu digunakan untuk menyerang si pendek yang tertua, satu lagi untuk menyerang kedua saudaranya yang lebih muda.
Setelah terdengar dua kali suara "Buk, buk!" yang amat nyaring, si pendek yang tertua badannya terpental mundur setumbak lebih, dua saudara lainnya tampak jungkir balik, tetapi si iblis itu sendiri badannya juga sempoyongan.
Sesaat selagi badan si Iblis Wajah Singa dalam keadaan sempoyongan, kakinya yang digunakan untuk menendang tadi telah mengenai ketiak kirinya si pendek, sementara itu salah satu orang pendek sepuluh jari tangannya juga sudah berhasil menyambar
pinggannya si Iblis Wajah Singa.
Badan si pendek yang termuda telah terjatuh kesuatu tempat sejauh setumbak lebih, tubuhnya menyemburkan darah segar.
Tetapi ikat pinggangnya si Iblis Wajah Singa juga terrputus dan mustika itu juga menggelinding jatuh ditanah.
Orang-orang gagah disekitar ramai berseru kaget. Beberapa puluh bayangan orang secepat kilat sudah menyerbu kearah jatuhnya mustika merah tadi.
Sementara itu, si Iblis Wajah Singa ketika pinggangnya merasa kendur, segera mengetahui gelagat tidak baik. Dengan cepat ia menyambar mustika merah yang jatuh itu dengan tangannya, tetapi sudah tidak berhasil dan mustika itu sudah menggeliding sejauh setumbak lebih.
Ia berteriak-teriak dengan sangat kalapnya, matanya Cuma dapat menyaksikan beberapa puluh bayangan yang sedang menerjang kearah benda pusaka tersebut. Dalam keadaan cemas, si iblis mengeluarkan serangannya dengan sepenuh tenaganya.
Serangan itu sangat hhebat sekali, mungkin dapat menggempur batu beasr sampai pecah berkeping-keping. Setelah mengenai sasarnnya, lantas terdengar suara jeritan mengerikan.
Sepuluh orang yang mengerumun tadi sebagian rubuh ditanah dan sisanya terpental
mundur. Oleh karena terdampar oleh serangan yang dahsyat tadi, mustika merah tadi juga turut beterbangan ditengah udara bersama-sama batu-batu kecil dan debu. Ketika si Iblis Wajah Singa itu melayang menyambar benda pusaka tersebut, mendadak kelihatan muncul satu bayangan putih. Secepat kilat sudah pindah tangan kedalam tangan bayangan putih tadi.
Semua orang-orang gagah disekitr tempat itu kembali perdengarkan suaranya yang
gemuruh. Bayanga putih tadi ternyata adalah Ketua dari Pek-Leng-Hwee Tjin Bie Nio.
Dengan mata beringas dan rambut berdiri dengan gusarnya, si Iblis Wajah Singa itu membentak Tjin Bie Nio:
"Lekas bawa kemari!"
Tjin Bie Nio dengan tingkah lakunya yang centil lantas menjawab sambil ketawa
terkekeh-kekeh: "Apa yang harus aku serahkan padamu?"
Sepasang matanya si Iblis Wajah Singa kelihatan mendelik.
"Mengingat persehabatan dengan suamimu almarhum, mustika itu kau serahkan saja
kepada secara baik-baik, tidak nanti akan menyusahkan dirimu. Kalau tidak, heh, heh?"."
Jilid 2 Orang tua baju ungu dan itu orang tua berpakaian seperti Wan-Gwee, kedua-duanya lantas maju berbareng, berdiri dikedua sisinya Tjin Bie Nio. Selain dari pada itu, Nona Baju Merah dan beberapa pembantuanya Tjin Bie Nio yang terhitung kuat-kuat juga pada maju dan berdiri dibelakangnya Tjin Bie Nio.
Iblis Wajah Singa itu saking gusarnya lantas tertawa sambil bergelak-gelak:
"Heh, Heh! Pangcu dari Tjie-In-Pang Lie Bun Hao dan Pangcu dari Ban-Siu-Pang Thio Phan! Kalian berdua sudah tidak ingat tali persahabatan kita pada dua puluh tahun berselang. Berani membantu wanita genit ini bermusuhan dengan Lohu" Bagus, Bagus!
Lohu kepingin tahu sampai dimana kepandaiannya kedua Pangcu dan Hweetio ini!"
Lie Bun Hao dan Thio Phan ketika mendengar si iblis menyebutkan tali persahabatan dua puluh tahun berselang, wajah lantas pada berubah seketika. Selagi hendak menjawab?"..
Tjin Bie Nio sudah menjawab dengan suaranya yang dingin".
"Kau si Iblis Wajah Singa ada mempunyai apa yang berarti?"
"Rase genit, kamu mau kembalikan atau tidak?"
"Kalau tidak bagaimana"!"
Si Iblis Wajah Singa, yang dalam Golongan Hitam terkenal sebagai orang paling kejam dan ganas, bagaimana mau mengerti diperlakukan sedemikian rupa oleh Tjin Bie Nio" Maka ia lantas menggeram hebat, dengan kecepatan kilat ia sudah melancarkan serangan secara bertubi-tubi.
Tjin Bie Nio juga bukan sebangsa orang lemah, meski diserang secara tiba-tiba namun masih berhasil menyingkirkan diri, tapi biar bagaimana kepandaiannya masih kalah setingkat dengan si Iblis Wajah Singa itu, maka tangannya sudah terkena serangannya si iblis, dan mustika yang tergenggam dalam tangannya lantas melesat keluar.
Selagi si iblis hendak menyambar mustika itu, kedua Pangcu sudah mengeluarkan serangan dengan berbareng.
Iblis Wajah Singa yang terdampar oleh anginnya serangan tersebut, lantas mundur tiga tindak.
Pada saat itu, dirinya Yo Tjie Tjong yang menggeletak ditanah dan sudah hampir dilupakan oleh semua orang, oleh karena sudah minum obat mujarabnya Thian-San Liong-Lie, setelah mengasoh sekian lamanya, perlahan-lahan sudah siuman kembali, seolah-olah orang yang baru bangun dari tidurnya, ia coba merayap bangun dengan badan masih sempoyongan.
Baru saja ia merayap bangun, sebuah benda merah sudah menyambar didepan mukanya!
Dalam keadaan habis terluka parah dan seluruh kekuatan dan semangatnya masih belum pulih kembali, sudah tentu ia tidak mampu berkelit untuk menghindarkan meluncurnya benda merah itu, maka ia lantas membuka mulutnya hendak berseru?"
Dan selagi ia pentang mulutnya, mustika itu dengan tepat telah masuk kedalam mulutnya dan terus masuk kedalam perutnya melalui tenggorokan.
Ia lantas berdiri melongo!
Suara seruan kaget terdengar riuh dari empat penjuru! Banyak orang lari menuju kearah dirinya.
Yo Tjie Tjong merasa agak kuatir, karena saat itu keadaannya masih sangat payah, angkat kaki saja masih dirasakan sangat berat. Jika para jago itu hendak mengambil tindakan kepada dirinya, ia cuma bisa mandah digebuk tanpa melawan.
Coba saja pikir, para jago itu memerlukan datang ketempat itu, maksudnya ialah hendak merebut benda pusaka alam yang merupakan benda mujijat bagi orang-orang dari dunia persilatan dan sekarang benda itu telah masuk kedalam perutnya seorang pemuda yang bersikap dingin serta belum terkenal namanya itu, bagaimana mereka mau mengerti apa lagi ketika dalam pertempuran merebut benda pusaka dari badannya mahluk aneh Gu Liong Kao tadi, sudah banyak jiwa telah melayang.
Para jago dari dunia persilatan itu, lantas mengurung rapat dirinya Yo Tjie Tjong. Hampir setiap orang memperlihatkan wajahnya yang gusar, ada juga yang merasa mengiri terhadap anak muda yang tidak dikenal itu.
Tapi semua rupanya sudah menjadi takdir tuhan, Yo Tjie Tjong yang datang hanya tertarik oleh perasaan kepingin tahu, sedikitpun tidak bermaksud untuk turut ambil bagian dalam perebutan benda pusaka itu, namun benda pusaka dari alam itu sudah ditakdirkan siapa yang harus memiliki, maka dengan tanpa diminta, benda itu telah meluncur sendiri kedalam mulutnya.
Bagian Lima Dengan sikapnya yang kaku dingin, Yo Tjie Tjong mengawasi orang-orang itu dengan perasaan kaget dan terheran-heran. Kalau kedua Pangcu dan Ketua dari Pek-Leng-Hwee tadi tangan terhadap dirinya, itu karena disebabkan soal mengenai asal-usul dirinya. Tapi kelakuan orang-orang yang terdiri dari jago-jago dari rimba persilatan, sesungguhnya sangat mengherankan mereka yang menyaksikan.
Keris Pusaka Sang Megatantra 8 Pendekar Gila Karya Cao Re Bing Jago Kelana 8
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama