Ceritasilat Novel Online

Harimau Kemala Putih 2

Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung Bagian 2


tahunya dalam waktu singkat dia telah berubah menjadi begini rupa!"
Diatas wajah para jagoan yang menggotongnya masuk itu masih tertera jelas rasa ngeri dan
takut yang amat tebal. Walaupun dengan mata kepala sendiri mereka menyaksikan perubahan yang menakutkan itu,
toh mereka masih belum mempercayainya.
:Ambil sebilah pisau!" perintah Sugong Siau hong dengan suara berat.
Seseorang mencabut pisau belatinya dari balik laras sepatu.
Dengan ujung pisau Siau hong merobek pakaian dibagian dada yang dikenakan Tio Pian,
tampaklah sebatang senjata rahasia berbentuk duri yang kecil sekali menancap didada sebelah
kirinya, sekalipun sekitar mulut luka tiada darah, namun sudah berubah menjadi hitam dan
membusuk lagi. "Oooh...betapa kejinya snejata rahasia beracun ini!" pekik Lo Ciang sambil menghembuskan
napas panjang. Sugon Siau hong memeriksa sekejap ujung pisaunya, ujung pisau itu cuma terkena sedikit
nanah beracun disekitar mulut luka, tapi sekarang pisau tersebut telah berubah menjadi hitam
perak. Paras mukanya berubah makin serius.
Dalam kolong langit dewasa ini, hanya semacam senjata rahasia yang membawa racun keji
itu. 53 Cian Cian mengigit bibirnya, darah nampak meleleh dari luka luka bibir, bisiknya agak
gemetar: "Bu...bukankah benda itu adalah duri beracun dari keluarga Tong di Siok tiong?"
Pelan pelan Sugong Siau hong mengangguk.
"Benar!" jawabnya sepatah demi sepatah kata.
"Benda ini memang senjata rahasia dari keluarga Tong, duri beracun yang membunuh korban
setelah terkena darah!"
Paras muka semua orang berubah hebat.
Semua orang sudah tahu, hubungan antara keluarga Tong di Siok tiong dengan Pek lek tong
adalah hubungan berbesan. Dan sekarang, jago lihay dari keluarga Tong telah menyusup
kedalam perkampungan Ho hong san ceng.
Peristiwa ini benar benar merupakan suatu peristiwa yang mengerikan!
Salah seorang jago muda yang ikut menggotong Tio Piau itu seperti hendak mengucapkan
sesuatu, namun ia tak berani sembarangan berbicara, takut kesalahan.
Sugong Siau hong telah memperhatikan sikapnya itu, dengan cepat dia berseru:
"Apa yang hendak kau katakan?"
Jago muda itu sedikit rada sangsi, tapi akhirnya ia berkata juga:
"Ada suatu persoalan, siaujin tak tahu harus dikatakan ataukah tidak...!"
"katakan! Apa persoalan itu?"
Jago muda itu kembali tampak seperti sangsi,
Setengah harian kemudian ia baru memberanikan diri untuk berkata:
"Diantara pengiring yang dibawa Sangkoan samya, tampaknya ada seorang memang berasal
dari wilayah Suzhuan sana!"
"Darimana kau bisa tahu?" tanya Sugong Siau hong dengan perasaaan agak tergetar.
"Sebab siaujin juga berasal dari daerah Suzhuan, siaujin dapat pula dialek Suzhuan sana.
Tanpa sengaja kemarin hamba mendengar orang itu sedang berbicara dengan dialek
suzhuannya dalam kamar Sangkoan samya...!"
Ia berpkir sebentar, lalu katanya lagi,
"Selain itu orang Suzhuan sangat mengagumi kehebatan Cukat liang, dihari hari biasa mereka
gemar mengenakan kain putih sebagai pengikat kepala. Siaujin saksikan sewaktu hendak tidur
orang itu selalu mengenakan ikat kepala warna putih dikepalanya. Aku sebetulnya ingin
berbicara dengannya memakai dialek Suzhuan, siapa tahu dia bersikeras tidak mengakui kalau
dirinya orang Suzhuan bahkan sampai akhirnya hampir saja aku ribut dengan orang itu"
54 "Yaa betul!" Lo Ciang menimbrung pula, diantara pengiring yang dibawa Sangkoan samya
kali ini memang terdapat seseorang yang belum pernah kujumpai sebelumnya, sebetulnya aku
ingin bertanya sejak kapan menjadi pengikutnya Sangkoan samya, tapi aku pun cukup
memahami watak Sangkoan samya, maka pertanyaan tersebut tak berani kuajukan..."
Dan sekarang, tentu saja perkataan atau pertanyaan apapun tak perlu diajukan lagi.
Semua bukti, semua kenyataan yang tertera didepan mereka sudah lebih dari cukup untuk
menerangkan siapakah pembunuh yang sebenarnya. Siapakah pembunuh keji yang telah
membinasakan Tio Kian. Rupanya Sangkoan Jin telah menyuap Tio Paiu agar memberikan kesaksian palsu baginya,
kemudian memerintahkan pengiringnya yang berasal dari Suzhuan itu untuk membunuh Tio
Pian. Tetapi...bukankah anak murid keluarga Tong dari wilayah Suzhuan selamanya congkak dan
tinggi hati, mengapa ia bersedia menjadi pengiringnya Sangkoan Jin"
Itu berarti dibalik kesemuanya itu sebetulnya masih terselip suatu rencana besar yang
mengerikan. "Mungkinkah Sangkoan Jin telah bersekongkol dengan keluarga Tong dan Pek lek tong?"
"Apakah tindakannya membunuh Tio Kian, adalah demi untuk membaiki mereka?"
Persoalan persoalan tersebut, bukan saja tak berani diutarakan keluar, bahkan mereka tak
berani memikirkannya. Sugong Siau hong mengepal kencang kencang tangannya, peluh dingin telah membasahi
tubuhnya. Pada saat itulah Tio Bu Ki yang selama ini berlutut terus ditanah, tiba tiba melompat bangun
dan menerjang keluar. Sebenarnya sekujur badan Tio Bu Ki telah kaku, semua persendian tulangnya seakan akan
sudah hampir rontok. Anehnya, perasaannya waktu itu justru jauh lebih tajam dan reaksinya pun semaking sensitif,
suara yang bagaimana lirihpun seakan akan merupakan guntur yang membelah bumi.
Dalam pendengarannya, semua pembicaraa orang orang tersebut seperti jeritan keras disisi
telinganya. 55 Jilid 3________ Mungkin hal ini disebabkan karena pikirannya kosong dan tubuhnya amat lemah, amat rapuh.
Sekalipun begitu, bukan berarti ia kehilangan kesadarannya...yaa, disinilah terletak keajaiban
manusia, sering kali dikala manusia berada dalam keadaan lemah, perasaan dan pikirannya
justru jauh lebih tajam, jauh lebih sensitif.
Kini, ia telah berhasil menemukan siapa pembunuh ayahnya!
Ia melompat bangun dan menerjang keluar. Tiada orang yang menghalanginya kecuali
Sugong Siau hong. Ketika Sugong Siau hong menahan tubuhnya dengan uluran tangan, Tio Bu Ki segera roboh
terkapar ditanah. Oleh kobaran api benci dan pergolakkan rasa dendam yang berkecamuk dalam dadanya, Bu
Ki masih dapat bertahan hingga kini.
Tapi sekarang, ia terkapar lemas, sekalipun seorang bocah kecil cukup mampu untuk
merobohkan dirinya pula. "Aku tahu kemana kau akan pergi" demikian Sugong Siau hong berkata, "Sebernarnya aku
tak ingin menghalangimu, namun karena aku sendiri juga ingin kesana, maka terpaksa
kupersilahkan kau untuk menunggu"
Sepasang mata Tio Bu Ki merah membara, sepintas lalu tampangnya seperti harimau terluka
yang siap menerkam mangsanya, mengerikan sekali keadaan pemuda itu.
"Tapi kau tak boleh pergi dalam keadaan seperti ini" hibur Sugong Siau hong lebih jauh,
"Sebab kalau kau besikeras kesitu, maka kau hanya akan menghantar nyawa saja"
Sepasang mata Cian Cian juga merah membara, teriaknya pula dengan suara lantang:
"Bagaimanapun juga, kami harus pergi! Walau apapun juga resikonya"
"Sangkoan Jin orangnya jeli dan pikirannya panjang, semenjak dulu dia sudah memelihara
kelompok jago yang setiap saat bersedia menjual nyawa baginya, sekarang ditambah lagi
senjata rahasia beracun dari keluarga Tong, sekalipun kita harus kesana, tentu saja tak boleh
pergi tanpa persiapan"
"Lantas dalam keadaan yang bagaimana kita baru boleh pergi?" ngotot Cian Cian.
"Kita harus menunggu sampai kita mempunyai keyakinan bahwa sergapan kita pasti
mendatangkan hasil!"
Ia menghela napas panjang, katanya lagi:
56 "Bila sergapan kita tidak menemui sasarannya, sehingga ia mendapat kesempatan untuk
mengundurkan diri maka selamanya jangan harap kita bisa memperoleh kesempatan baik
untuk kedua kalinya"
Apa yang dikatakan memang merupakan suatu kenyataan, namun anak murid Ho Hong San
Ceng tak mau menerima nasehat tersebut dengan begitu saja.
Dalam waktu singkat, dibawah pimpinan Lo Ciang seratus tiga puluh enam orang jagoan telah
disiapkan dihalaman ruangan depan, mereka semua telah siap dengan senjata lengkap ada
yang membawa busur dan panah ada yang membawa tombak dan ada pula yang membawa
golok. Diantara ke seratus tiga puluh enam orang itu ada separuh diantaranya telah mendapat
didikkan ilmu silat paling sedikit selama sepuluh tahun lamanya.
Lo Cian berlutut dihapadan Sugong Siau hong sambil memohon mohon, kepalanya yang
membentur lantai sudah nanar dan mengucurkan darah.
Meskipun begitu, dia memohon terus, memohon kepada Sugong Siau hong agar diijinkan
untuk membalas dendam. Tentu saja Sugong Siu hong dapat merasakan gelagat tersebut, ia tahu semangat mereka untuk
membalas dendam telah berkobar kobar, siapapun jangan harap bisa membatalka niatnya itu.
Padahl ia tidak setuju kalau memakai kekerasan, tapi keadaan memaksa dia untuk
menyetujuinya juga. "Baik ,kalian boleh pergi, aku akan mengiring keberangkatan kalian, tapi bagaimana dengan
Bu Ki...?" "Siau sauya harus ikut pergi" sela Lo Cian dengan cepat, "kami telah meneydiakan satu
mangkuk kuah jinsom untuknya, dikala kereta kita tiba dimuka benteng Sangkoan po,
kesehatan tubuhnya pasti sudah pulih kembali!"
Selama hidup Bu Ki paling enggan minum kuah jinsom, tapi sekarang mau tak mau dia harus
menghabiskan semangkuk kuah tersebut.
Kekuatan tubuhnya harus dipulihkan dalwam waktu singkat.
Dia harus pula membunuh pembunuh ayahnya dengan tangan sendiri.
Sayang ada satu hal yang telah ia lupakan...
Kendatipun kekuatan tubuhnya berada dalam kondisi yang terbaik, ia masih bukan tandingan
Sangkoan Jin. 57 ***** Sugong Siau hong belum melupakan hal ini.
Terhadap ilmu pedang, limu silat keganasan dalam melancarkan serangan dan ketepatan
dalam melepaskan pululan maut dari Sangkoan Jin, tiada orang kedua yang lebih memahami
daripada dirinya. Semenjak masih muda, mereka sudah seringkali bahu membahu untuk melakukan
pertarungan, rata rata dalam satu tahun mereka harus bekerja sama tiga puluh kali.
Sebelum perkumpulan Tay hong tong didirikan, paling sedikit mereka pernah melakukan tiga
ratus kali pertarungan besar maupun kecil.
Berulang kali ia pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana Sangkoan Jin
menyarangkan ujung pedangnya ketenggorokan musuh, setiap kali selalu tenggorokan yang
menjadi sasaran, setiap kali tentu merenggut nyawa orang dan hampir boleh dibilang tak
pernah meleset... Suatu kali, ketika mereka harus menghadapi Kwan tion jin kiam (tujuh pedang sakti dari
Kwan tiong), musuh yang dihadapi Sangkoan Jin waktu itu adalah San tian kuay kiam
(pedang cepat sambaran kilat) Cho Sut, seorang jago pedang yang amat tersohor namanya
ketika itu, begitu pertarungan dimulai, ia sudah menderita luka tusukan ditujuh tempat,
bahkan sebuah tusukan kilat telah menembusi bahunya.
Akan tetapi akhirnya Cho Sut tewas ditangannya, sebelum musuh roboh ke tanah seperti juga
yang lainnya sebuah tusukannya berhasil menembusi tenggorokkannya. Itu baru merupakan
ancaman yang paling menakutkan.
Hampir boleh dibilang, ia mempunyai daya kemampuan untuk menahan penderitaan seperti
cacing ditengah gurun pasir, tapi diapun memiliki daya tahan yang ulet seperti seekor unta.
Suatu ketika, enam biji tulang iganya kena dihantam patah, ketika orang sedang membantu
untuk membalutkan lukanya, peluh dingin telah membasahi seprei pembaringannya lantaran
menahan sakit, tapi merintihpun ia tidak....
Waktu itu kebetulan Im Hui Yang juga hadir disana, setelah menyaksikan pertistiwa itu
segera katanya kepada orang orang lain.
"Barang siapa mempunyai musuh semacam Sangkoan Jin, malam harinya mereka tentu tak
bisa tidur nyenyak!"
Perkataan itu masih mendengung disisi telinga Sugong Siau hong, dia tak pernah
melupakannya. 58 Tentu saja pandangan Im Hui Yang terhadap dirinya juga tak akan terlupakan untuk
selamanya. "Bila suatu hari Sugong Siau hong hendak menantang aku untuk berduel, maka begitu ia
datang aku akan cepat cepat mengambil langkah seribu"
Ketika ada orang bertanya:
"Kenapa?" Maka Im Hui Yang menjawab:
"Sebab ia tak pernah melakukan pertarungan yang tidak ia yakini bisa menang, itu berarti jika
ia sampai datang maka keyakinannya untuk menang pasti sudah ada!"
***** Im Hui Yang tersohor sebagai manusia yang lihay seorang manusia yang pandai menilai
keadaan orang, tentu saja iapun pandai pula memilih kawan perjuangan.
Dengan bekal kemampuan semacam ini, tentu saja diapun tak akan salah memilih teman.
Selama hidupnya, Sugong Siau hong memang belum pernah melakukan suatu perbuatan yang
tidak diyakini. Mungkinkah dalam tindakannya sekarang ia telah mempunyai keyakinan untuk menang"
Lo Ciang berada pula dalam ruang kereta.
Sakit encok yang dideritanya sejak banyak tahun membuat pelayan tua ini tak sanggup lagi
melkaukan perjalan jauh, diapun tak kuat untuk menunggang kuda.
Ruangan kereta sangat lebar dan luas, cukup bagi empat orang untuk duduk dengan nyaman.
Tapi ia bukan duduk dengan nyaman, sebab pada hakikatnya hampir seperti berdiri.
Ia selalu memahami apakah kedudukannya ditempat itu, sekalipun tuan mudanya sudah lama
menganggapnya sebagai orang sendiri, tapi belum pernah ia melampaui batas batas yang telah
dipertahankannya selama banyak tahun.
Mengenai persoalan ini, Sugong Siau hong selalu merasa kagum dan memujinya, karena
sepanjang hidup ia paling benci dengan segala macam manusia yang melanggar peraturan.
Oleh karena itulah mereka tidak meminta kepada Lo Ciang untuk duduk lebih nyaman, hanya
tanyanya: "Dengan cara apa kita akan memasuki benteng Sangkoan po" Dengan cara apa menghadapi
Sangkoan Jin" Apakah kau sudah mempunyai suatu rencana yang matang"
59 "Benar" jawab Lo Ciang.
"Kenapa tidak kau katakan?" Sugong Siau hong kembali bertanya.
"Karena toaya belum menanyakannya!"
"Sekarang aku sudah bertanya, katakanlah dengan cepat!"
"Baik!" Lama sekali ia termenung, kemudian pikirnya sekali lagi dengan seksama semua rencana
yang telah disusun secara rapi itu, ketika ia sudah yakin bahwa diantara rencana rencananya
itu tiada sesuatu kekurangan, barulah secara terperinci rencana itu diutarakan keluar.
Sangkoan Jin adalah seorang manusia yang aneh suka menyendiri dan berdisiplin ketat, sudah
barang tentu benteng Sangkoan po yang berada dibawah komandonya mempunyai penjagaan
yang sangat kuat, jangan harap orang luar bisa memasukinya secara gegabah. Untung Sugong
Siau hong bukan orang luar.
Kata Lo Ciang lagi, "Maka dari itu, bila kita akan masuk secara aman, toaya yang musti menampilkan diri lebih
dahulu, sekarang Sangkoan Jin masih belum tahu kalau rahasianya telah terbongkar, bukan
saja tiada hadangan hadangan, bahkan pintu gerbang bentengnya pasti akan dibentangkan
lebar lebar untuk menyambut kedatangan kita"
Rupanya secara diam diam ia telah memperhitungkan kekuatan lawan, sebab dia tahu dalam
benteng Sangkoan po semuanya terdapat tiga ratus orang centeng penjaga rumah, bahkan
hampir semua centeng itu pernah berlatih silat, diantaranya terdapat banyak jago berani mati
yang telah dilatih untuk menjual nyawa setiap saat.
Kata Lo Ciang lebih jauh,
"Kali ini kita hanya membawa seratus tiga puluh enam orang, musuh lebih banyak jumlahnya
dari pada kekuatan kita, kemungkianan besar kita masih bukan tandingan mereka"
Sugong Siau hong menyetujui pendapat tersebut,
"Tapi, jika Sangkoan Jin menyambut sendiri kedatangan kita" kata Lo Ciang lagi,
"pengiring yang dibawanya pasti tidak terlalu banyak"
"Jadi kau bersiap siap untuk turun tangan pada waktu itu?" tanya Sugong Siau hong.
"Untuk membasmi kaum penjahat kita musti membekuk pentolannya lebih dulu, asal
Sangkoan Jin telah berhasil kita kuasai, anak buahnya tentu tak berani sembarangan
berkutik!" "Siapa yang mempunyai kepandaian untuk membekuknya?"
"Bila kita biarkan siau sauya menyerang dari depan, toaya dan ji siocia menyergap dari kedua
sayap, sedang aku dengan memimpin sepasukan jago mematahkan bala bantuan yang datang
dari belakang tidak sulit rasanya untuk merobohkannya"
"Seandainya ia tidak keluar apa yang mesti kita lakukan?"
"Terpaksa kita harus menyerbu ke dalam dan beradu jiwa dengan mereka"


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dengan menggunakan apa kau akan beradu dengan mereka?"
"Tentu saja beradu dengan mengandanlkan nyawa kita"
60 Lo Ciang berhenti sebentar, kemudian sambil mengepal sepasang tangannya ia berkata lebih
jauh: "Walaupun jumlah mereka lebih banyak, belum tentu mereka berani beradu jiwa dengan kita"
"Beradu jiwa" memang merupakan cara yang paling menakutkan dalam medan pertarungan,
baik itu dilakukan disaat apa dan tempat macam apapun, bahkan kadangkala lebih mudah
memberikan hasilnya. Sugong Siau hong menghela napas panjang, katanya:
"Urusan telah berkembang menjadi begini, agaknya terpaksa kita harus menempuh dengan
cara tersebut" ***** Sayang cara tersebut tak mungkin bisa mereka laksankan, karena hakekatnya mereka tidak
mendapat kesempatan untuk menggunakannya.
Pada saat itulah mereka telah mnenyaksikan kobaran api ditempat kejauhan sana, jilatan api
yang membuat separuh langit berubah menjadi merah.
Tempat terjadinya kebakaran itu tampaknya speerti benteng Sangkoan po yang sedang mereka
tuju. Ketika mereka tiba, Sangkoan po sudah tinggal puing puing yang berserakkan, sesosok
bayangan manusiapun tidak nampak.
Ditempat bekas kebakaran tidak ditemukan kerangka manusia, Sangkoan Jin dan segenap
anak buahnya berjumlah empat ratus orang telah lenyap dengan begitu saja, seakan akan
mereka lenyap dengan begitu saja dari permukaan tanah.
Sungguh tegas, keji, bersih dan rapi tindakan ini, sulit rasanya untuk menemukan orang kedua
yang dapat melakukan tindakan setegas ini...
"Kemunafikkan, ketebalan muka, kekejian serta kelicikkannya sudah cukup membuat orang
untuk mengaguminya, disamping takut pula kepadanya!"
Itulah penjelasan yang kemudian diberikan Sugong Siau hong tentang lenyapnya Sangkoan
Jin dari benteng Sangkoan po.
Ucapan tersebut tak pernah dilupakan lagi oleh Tio Bu Ki untuk selamanya...
***** Selain mempersiapkan segala kepandaian untuk menjadi seorang istri yang setia dan
bijaksana, Wi Hong Nio mempunyai pula suatu kebiasaan yang baik.
61 Setiap hari menjelang tidur, ia tentu mencatat semua kejadian besar yang dialami atau
diketahuinya sepanjang hari serta semua jalan pikirannya pada hari itu dalam catatan harian.
Semenjak masih kecil, ia sudah mempunyai kebiasaaan baik itu, sekalipun ia berada dalam
suasana yang sedih, belum pernah ia membengkalaikan kebiasaannya itu.
Tentu saja kejadian besar yang dialaminya selama beberapa hari ini telah dicatat semua,
kendatipun agak sedikit kacau, tapi sikap serta cara berpikirnya tentang Bu Ki dan pelbagai
persoalan ternyata jauh berbeda dengan pandangan orang lain
Berikut ini adalah beberapa diantara catatan hariannya.
***** Bulan empat tanggal empat, hari cerah.
Pembunuh loyacu ternyata Sangkoan Jin, suatu kejadian yang tak pernah disangka sangka.
Aku selalu beranggapan hubungannya dengan loyacu paling akrab dari pada hubungannya
dengan orang lain, bahkan sampai sore itu ketika mereka berdua minum arak dalam kebun,
aku masih mempunyai anggapan demikian.
Sekalipun demikian, hari itu aku menemukan sesuatu kejadian yang aneh sekali.
Menengok dari daun jendela diatas loteng tempat tinggalku, kebetulan dapat kusaksikan gardu
tempat mereka minum arak dengan jelas.
Hari itu kusaksikan dengan mata kepala sendiri Sangkoan Jin seperti akan menjatuhkan diri
dan berlutut dan mnyembah dihadapan Loyacu, tapi niatnya itu dapat dihalangi oleh Loyacu.
Aku tahu, hubungan persaudaraan diantara mereka memang diimbangi dengan segala
peraturan dan tata cara yang banyak, Samte menyembah kepada jikonya memang bukan suatu
kejadian yang luar biasa.
Ditambah pula hari itu aku selalu merindukan Bu Ki, maka waktu terjadi peristiwa itu aku tak
begitu menaruh perhatian hampir saja melupakan kejadian itu.
Tapi Setelah kupikirkan kembali sekarang, dapat kurasakan bahwa peristiwa menyembah itu
pasti mengandung alasan yang luar biasa.
Mungkinkah lantaran Sangkoan Jin mempunyai rahasia yang memalukan dan berhasil
diketahui oleh Loyacu, maka dia hendak menyembah untuk minta maaf"
62 Meskipun Loyacu telah mengampuni dirinya, tentu ia belum merasa lega maka dibunuhnya
Loyacu untuk menghilangkan jejak.
Bu Ki, Cian Cian telah berangkat ke benteng Sangkoan po bersama Sugong toaya, hingga kini
mereka belum kembali. Sebelum berangkat , ia tidak melihat kepadaku, melirik sekejappun tidak, tapi aku tidak
membencinya. Aku dapat memahami perasaannya, sebab perasaanku sendiripun ikut menjadi takut.
Aku tahu malam ini aku pasti tak dapat tidur nyenyak.
***** Bulan enam tanggal lima, hari cerah.
Pagi pagi sekali Bu Ki sekalian telah pulang, wajah mereka tampak gelisah, murung dan tak
sedap dipandang. Akhirnya kuketahui ketika mereka tiba ditempat tujuan, ternyata benteng Sangkoan po telah
terbakar tinggal puing puing yang berserakkan, Sangkoan Jin sendiri juga ikut kabur.
Ia memang selalu bertindak sangat cermat dan hati hati, tentu saja ia telah menduga kalau
rahasiannya cepat atau lambat bakal ketahuan orang, maka sebelum terjadi sesuatu ia telah
sedia payung sebelum hujan.
Kalau bukan demikian, tak mungkin ia bisa kabur membawa serta segenap anak buahnya.
Bila ada rombongan melakukan perjalanan bersama, kejadian ini pasti akan menimbulkan
perhatian orang, sedikit banyak mereka tentu akan meninggalkan jejak pula.
Rupanya Sugong toaya telah berpikir sampai kesitu, ia telah mengutus orang untuk
melakukan pengejaran ke empat penjuru.
Tapi menurut perasaanku, pengejaran ini pasti sia sia belaka dan tak akan mendatangkan hasil
apa apa, sebab Sangkoan Jin tentu sudah berpikir pula sampai kesitu, seluruh anak buahnya
tentu sudah diperintahkan untuk menyaru dan memecahkan diri dalam keompok kecil.
Hari ini Bu Ki masih belum mengajak aku berbicara, tapi aku tidak menyalahkan dirinya.
Bagaimana juga aku telah masuk ke dalam keluarga Tio, aku telah menjadi orangnya keluarga
Tio, sampai berapa lamapun aku harus menunggu hatiku tak akan menyesal.
63 Aku sangat ingin membuatkan semangkuk kuah ayam masak kaki babi yang paling
disukainya dan menyuapi sendiri kemulutnya.
Tapi akupun tahu bahwa aku tak boleh berbuat demikian.
Tempat yang kuhuni sekarang adalah suatu keluarga besar, aku harus berhati hati dalam setiap
gerak gerikku, aku tak boleh membiarkan orang lain membicarakan kejelekkanku secara diam
diam. Aku hanya bisa berharap semoga ia bisa baik baik menjaga diri.
***** Bulan empat tanggal enam, hari mendung.
Hingga kini berita tentang Sangkoan Jin masih belum diketahui, semua orang tampak lebih
gelisah dan tak tenang. Yang aneh, keadaan Bu Ki justru lebih tenang dari pada beberapa hari berselang, bahkan
setiap hari dia selalu menghabiskan semangkuk besar nasi beserta lauk pauknya.
Semenjak kecil ia sudah kuperhatikan, tentu saja sangat kupahami bagaimanakah tabiatnya,
bila secara tiba tiba ia berubah menjadi begini, berarti ia telah mengambil satu keputusan
dalam hatinya untuk mengerjakan sesuatu.
Sekalipun tidak ia ungkapkan, tapi aku percaya ia tentu hendak mencari sendiri jejak
Sangkoan Jin serta membalaskan dendam bagi kematian loyacu.
Tapi akupun tahu, kekuatan yang dimilikinya terlalu minim, bukan saja usahanya ini sangat
berbahaya, harapannya pun tipis.
Tapi siapakah yang bisa menghalangi niatnya itu" Aku cukup memahami wataknya, bila ia
sudah bertekad untuk mengerjakan suatu pekerjaan maka jangan harap niat tersebut dapat
dihalangi. Aku hanya berharap ia mau kemari dan menjumpaiku sekejap, memberitahu kepadaku kapan
dia siap akan pergi, agar akupun dapat memberitahukan kepadanya bahwa kemanapun dia
pergi, berapa lamapun ia akan tinggalkan diriku, aku selalu akan menantikan kedatangannya
kembali.Sekalipun harus menunggu seumur hidup, aku juga rela.
***** Bulan empat tanggal tujuh, hari mendung.
64 Empat kelompok pengejar yang diperintahkan melacaki jejak Sangkoan Jin, sudah ada dua
kelompok yang telah kembali, betul juga dugaanku, mereka pulang dengan tangan hampa.
Sebetulnya, kemanakah perginya Sangkoan Jin" Tempat manakah yang dapat ia gunakan
sebagai tempat persembunyian"
Aku dapat menduga tempat manakah yang ia gunakan sebagai tempat persembunyian, tapi
aku tak berani mengatakannya.
Persoalan ini mempunyai hubungan yang amat besar dengan keadaan dalam dunia persilatan,
aku tak akan sembarangan berbicara.
Semoga Bu Ki jangan teringat pula dengan tempat itu, sebab kalau sampai dia kesana,
mungkin tiada harapan lagi baginya untuk kembali dalam keadaan selamat.
Setelah cuaca menjadi gelap, hujan mulai turun dengan derasnya pikiran dan perasaanku
terasa makin kalut. Oh, Bu Ki! Mengapa kau tidak datang menengokku" Tahukah kau berapa banyaknya
persoalan yang hendak kubicarakan denganmu" Tahukah berapa inginnya aku berbicara
denganmu" Walau hanya sepatah kata saja.
***** Kemarin, dikala aku menulis sampai disini tiba tiba ada orang mengetuk pintu diluar, akupun
berhenti untuk sementara waktu.
Bagian yang kutulis sekarang adalah tambahan untuk catatan semalam, karena setelah Bu Ki
pergi semalam, aku tak mampu untuk memegang pit lagi.
Tentu saja orang yang datang menjengukku malam malam tak lain adalah Bu Ki.
Ketika kujumpai kemunculannya, tak terlukiskan rasa gembira dihatiku, namun akupun
merasakan kesedihan yang tak terkirakan.
Aku gembira karena akhirnya ia datang menjengukku, tapi akupun sedih karena sudah kuduga
ia tentu datang untuk mengucapkan selamat berpisah denganku.
Ternyata dugaanku memang tidak salah.
Ia bilang dia mau pergi, pergi mencari Sangkoan Jin, kendatipun harus menjelajahi seluruh
ujung dunia, Sangkoan Jin akan dicari sampai ketemu dan dendam Loyacu harus dibalas.
Ia bilang setelah menjumpai dia akan pergi kecuali aku tiada orang lain yang diberitahu,
bahkan Cian Cian pun tidak tahu.
65 Sebetulnya aku tak ingin menangis dihadapannya. Tapi setelah mendengar perkataan itu tak
bisa ditahan lagi air mataku jatuh bercucuran.
Dia hanya memberitahukan persoalan ini kepadaku, sebelum berangkat diapun hanya
berpamit padaku, ini berarti dalam hatinya masih terdapat aku, tapi mengapa ia tidak
membawa serta diriku"
Padahal aku juga tahu, tak mungkin dia akan pergi membawaku, akupun tahu kepergiannya
kali ini tanpa tujuan, aku tak boleh menyusahkan dia.
Tapi aku tak dapat mengendalikan rasa sedih yang mencekam perasaanku saat itu.
Aku merasa berat hati untuk melepaskan dia pergi, tapi akupun tak dapat menahan dirinya
terus. Jika aku melarang ia pergi untuk membalaskan sakit hati ayahnya, bukankah diriku akan
menjadi orang yang berdosa dari keluarga Tio" Lain kali aku mana aku punya muka untuk
bertemu dengan Loyacu di alam baka"
Ketika ia melihat air amataku bercucuran, aku segera dihiburnya dengan kata kata lembut, ia
bilang selama beberapa tahun ini selalu berlatih dengan tekun, ia merasa sudah mempunyai
keyakinan dengan ilmu silat yang dimilikinya, lagipula sebelum keberangkatannya sekarang,
ia telah mengadakan persiapan pula.
Yaa, ia memang sudah menyiapkan segala sesuatunya, bukan saja membawa ongkos jalan
yang cukup, diapun mencatat semua alamat dari sahabat sahabat loyacu semasa hidupnya.
Semua alamat dari kantor kantor cabang perkumpulan Tay hong tong telah diingat semua
dengan jelas, maka ia minta aku berlega hati karena diluar masih ada orang yang merawat
dirinya. Sesungguhnya ingin sekali kuberitahukan kepadanya betapa berharapnya aku bisa
mendampinginya serta merawat sendiri semua kebutuhannya.
Tapi akhirnya aku tidak berkata apa apa, aku tak ingin membuat ia mengalami kesulitan
ditempat luar karena terlalu merindukan diriku.
Aku lebih rela mencucurkan air mata sendiri disini.
Hari ini adalah bulan empat tanggal tujuh, hujan telah berhenti, tiba tiba saja udara berubah
sangat panas, semacam musim panas saja.
Pagi tadi aku baru tahu, rupanya Sugong Siau hong pun telah pergi, ia berangkat lebih dulu,
kemudian Bu Ki baru ikut berangkat.
66 Ketika fajar baru menyingsing, sudah beberapa rombongan yang keluar rumah untuk mencari
Bu Ki, betapa berharapku bila mereka bisa menemukannya kembali, tapi akupun berharap
agar mereka jangan menemukan dirinya, agar ia dapat melaksanakan apa yang sudah menjadi
tugasnya untuk dilaksanakan.
Bagaimanapun juga, aku telah bertekad untuk tidak mengunci diri sepanjang hari dalam
kamar. Aku tak ingin menangis terus meratapi nasibku yang malang, akupun tak ingin
menikmati semua penderitaan serta percobaan yang sedang menimpa diriku.
Aku tahu merenung tak ada faedahnya, menutup diri dalam kamar hanya akan merusak
kesehatan badan sendiri, aku tak ingin menjadi perempuan yang lemah.
Yaa, bagaimanapun pedihnya perasaaanku, bagaimana hancurnya hatiku karena
kepergiannya, aku harus bangkitkan kembali semangatku...
Aku harus tampilkan diri dirumah ini untuk membantu Cian Cian mengurusi rumah tangga,
sebab rumah in telah menjadi rumahku pula.
Aku ingin membuktikan kepada arwah Loyacu yang berada dialam baka bahwa aku adalah
menantu keluarga Tio yang baik, menantu keluarga Tio yang setia dan bukan perempuan
lemah yang tak berjiwa jantan.
Akupun ingin membuktikan kepada setiap orang bahwa aku merupakan istri Tio Bu Ki yang
setia, istri yang bijaksana dan dapat mengendalikan keadaan.
***** Bulan empat tanggal tujuh, hari mendung.
Empat kelompok pengejar yang diperintahkan melacaki jejak Sangkoan Jin, sudah ada dua
kelompok yang telah kembali, betul juga dugaanku, mereka pulang dengan tangan hampa.
Sebetulnya, kemanakah perginya Sangkoan Jin" Tempat manakah yang dapat ia gunakan
sebagai tempat persembunyian"
Aku dapat menduga tempat manakah yang ia gunakan sebagai tempat persembunyian, tapi
aku tak berani mengatakannya.
Persoalan ini mempunyai hubungan yang amat besar dengan keadaan dalam dunia persilatan,
aku tak akan sembarangan berbicara.
Semoga Bu Ki jangan teringat pula dengan tempat itu, sebab kalau sampai dia kesana,
mungkin tiada harapan lagi baginya untuk kembali dalam keadaan selamat.
67 Setelah cuaca menjadi gelap, hujan mulai turun dengan derasnya pikiran dan perasaanku
terasa makin kalut. Oh, Bu Ki! Mengapa kau tidak datang menengokku" Tahukah kau berapa banyaknya
persoalan yang hendak kubicarakan denganmu" Tahukah berapa inginnya aku berbicara
denganmu" Walau hanya sepatah kata saja.
***** Kemarin, dikala aku menulis sampai disini tiba tiba ada orang mengetuk pintu diluar, akupun
berhenti untuk sementara waktu.
Bagian yang kutulis sekarang adalah tambahan untuk catatan semalam, karena setelah Bu Ki
pergi semalam, aku tak mampu untuk memegang pit lagi.
Tentu saja orang yang datang menjengukku malam malam tak lain adalah Bu Ki.
Ketika kujumpai kemunculannya, tak terlukiskan rasa gembira dihatiku, namun akupun
merasakan kesedihan yang tak terkirakan.
Aku gembira karena akhirnya ia datang menjengukku, tapi akupun sedih karena sudah kuduga
ia tentu datang untuk mengucapkan selamat berpisah denganku.
Ternyata dugaanku memang tidak salah.
Ia bilang dia mau pergi, pergi mencari Sangkoan Jin, kendatipun harus menjelajahi seluruh
ujung dunia, Sangkoan Jin akan dicari sampai ketemu dan dendam Loyacu harus dibalas.
Ia bilang setelah menjumpai dia akan pergi kecuali aku tiada orang lain yang diberitahu,
bahkan Cian Cian pun tidak tahu.
Sebetulnya aku tak ingin menangis dihadapannya. Tapi setelah mendengar perkataan itu tak
bisa ditahan lagi air mataku jatuh bercucuran.
Dia hanya memberitahukan persoalan ini kepadaku, sebelum berangkat diapun hanya
berpamit padaku, ini berarti dalam hatinya masih terdapat aku, tapi mengapa ia tidak
membawa serta diriku"
Padahal aku juga tahu, tak mungkin dia akan pergi membawaku, akupun tahu kepergiannya
kali ini tanpa tujuan, aku tak boleh menyusahkan dia.
Tapi aku tak dapat mengendalikan rasa sedih yang mencekam perasaanku saat itu.
Aku merasa berat hati untuk melepaskan dia pergi, tapi akupun tak dapat menahan dirinya
terus. 68 Jika aku melarang ia pergi untuk membalaskan sakit hati ayahnya, bukankah diriku akan
menjadi orang yang berdosa dari keluarga Tio" Lain kali aku mana aku punya muka untuk


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertemu dengan Loyacu di alam baka"
Ketika ia melihat air amataku bercucuran, aku segera dihiburnya dengan kata kata lembut, ia
bilang selama beberapa tahun ini selalu berlatih dengan tekun, ia merasa sudah mempunyai
keyakinan dengan ilmu silat yang dimilikinya, lagipula sebelum keberangkatannya sekarang,
ia telah mengadakan persiapan pula.
Yaa, ia memang sudah menyiapkan segala sesuatunya, bukan saja membawa ongkos jalan
yang cukup, diapun mencatat semua alamat dari sahabat sahabat loyacu semasa hidupnya.
Semua alamat dari kantor kantor cabang perkumpulan Tay hong tong telah diingat semua
dengan jelas, maka ia minta aku berlega hati karena diluar masih ada orang yang merawat
dirinya. Sesungguhnya ingin sekali kuberitahukan kepadanya betapa berharapnya aku bisa
mendampinginya serta merawat sendiri semua kebutuhannya.
Tapi akhirnya aku tidak berkata apa apa, aku tak ingin membuat ia mengalami kesulitan
ditempat luar karena terlalu merindukan diriku.
Aku lebih rela mencucurkan air mata sendiri disini.
Hari ini adalah bulan empat tanggal tujuh, hujan telah berhenti, tiba tiba saja udara berubah
sangat panas, semacam musim panas saja.
Pagi tadi aku baru tahu, rupanya Sugong Siau hong pun telah pergi, ia berangkat lebih dulu,
kemudian Bu Ki baru ikut berangkat.
Ketika fajar baru menyingsing, sudah beberapa rombongan yang keluar rumah untuk mencari
Bu Ki, betapa berharapku bila mereka bisa menemukannya kembali, tapi akupun berharap
agar mereka jangan menemukan dirinya, agar ia dapat melaksanakan apa yang sudah menjadi
tugasnya untuk dilaksanakan.
Bagaimanapun juga, aku telah bertekad untuk tidak mengunci diri sepanjang hari dalam
kamar. Aku tak ingin menangis terus meratapi nasibku yang malang, akupun tak ingin
menikmati semua penderitaan serta percobaan yang sedang menimpa diriku.
Aku tahu merenung tak ada faedahnya, menutup diri dalam kamar hanya akan merusak
kesehatan badan sendiri, aku tak ingin menjadi perempuan yang lemah.
Yaa, bagaimanapun pedihnya perasaaanku, bagaimana hancurnya hatiku karena
kepergiannya, aku harus bangkitkan kembali semangatku...
69 Aku harus tampilkan diri dirumah ini untuk membantu Cian Cian mengurusi rumah tangga,
sebab rumah in telah menjadi rumahku pula.
Aku ingin membuktikan kepada arwah Loyacu yang berada dialam baka bahwa aku adalah
menantu keluarga Tio yang baik, menantu keluarga Tio yang setia dan bukan perempuan
lemah yang tak berjiwa jantan.
Akupun ingin membuktikan kepada setiap orang bahwa aku merupakan istri Tio Bu Ki yang
setia, istri yang bijaksana dan dapat mengendalikan keadaan.
***** Dia berbuat demikian karena dia ingin meninggalkan sejauh-jauhnya tatapan mata Hong-nio
yang bening dan menghanyutkan. Ia kuatir tatapan mata yang lembut tersebut akan
meluluhkan tekad hatinya.
MANUSIA TAK BERTULANG PUNGGUNG
MALAM sangat gelap. Hujan turun dengan derasnya .......
Percikan air yang dingin bagaikan cambuk yang menyayat wajah Bu-ki, sekalipun udara
serasa dingin membekukan badan tak nanti bisa memadamkan kobaran api dihatinya.
Api itu berkobar karena dendam kesumat yaug membara, air mata Hong-nio pun tak mampu
memadamkannya, apalagi hanya percikan air hujan"
Sepanjang jalan ia melarikan kudanya kencang-kencang, bukan berarti ia telah mempunyai
suatu tujuan tertentu dan terburu-buru ingin tiba disitu, bukan.
ooo0ooooo0oo ooo0oo Malam sudah semakin kelam, ditengah jalan raya yang gelap gulita tiba- tiba muncul sebuah
lampu lentera. Aneh! Ditengah kegelapan malam yang diguyur oleh hujan yang membekukan badan,
darimana datangnya pembawa lentera itu"
Tapi Bu- ki tidak berpikir ke sana, diapun tidak mendekati sumber lentera itu untuk
memeriksa keadaan yang sesungguhnya.
Yaa, pada hakekatnya ia tak mau perduli urusan orang lain, siapa tahu justru oranglah yang
telah menghadang jalan perginya.
70 Kuda tunggangannya yang perkasa tiba-tiba meringkik panjang dan mengangkat keatas
sepasang kaki depannya, nyaris melemparkan tubuh Bu-ki ke belakang.
Kejadian tersebut segera mengobarkru amarahnya, sayang amarah itu tak mungkin
dilampiaskan keluar sebab orang yang menghadang jalan perginya tak lebih hanya seorang
bocah cilik. Seorang bocah cilik yang berbaju merah membara dengan dua kepang yang kecil, ditangan
kirinya ia membawa payung sedang ditangan kanannya membawa lampu lentera.
Ketika itu bocah tadi sedang menatapnya sambil tertawa, tampak sepasang lesung pipinya
yang menambah manisnya raut wajah bocah itu.
Mustahil bukan ia harus marah dengan bocah cilik"
Tapi anehnya, kenapa bocah cilik seperti ini bisa muncul ditengah jalanan yang sepi dan gelap
ini ditengah malam buta"
Bu-ki mengendalikan kudanya lebih dahulu, kemudian baru bertanya:
"Mengapa kau tidak menyingkir kesamping" Apa kali kau tidak takut diinjak kuda ini sampai
mati" Bocah cilik itu menggelengkan kepalanya, sepasang rambut kepangnya yang cilik ikut
bergoyang kesana kemari, lucu dan menawan persis seperti sebuah boneka.
Sesungguhnya Bu-ki suka dengan anak cilik bocah itu sebenarnya juga menawan hati. Tapi
bagaimanapun juga nyalinya terlalu besar, ia sudah tidak mirip dengan seorang bocah meski
tampangnya masih kebocah-bocahan..
"Kau benar-benar tidak takut"?" kembali Bu-ki bertanya.
"Aku hanya takut kalau kuda ini sampai kuinjak mati, sebab aku tak kuat untuk membayar
ganti ruginya" Bu-ki tertawa, tapi ia berusaha untuk menahan rasa gelinya, sambil menarik muka katanya
dengan dingin: "Kau tidak takut ayah ibumu menunggu dengan cemas dirumah?"
"Aku tidak punya ayah juga tidak punya ibu!"
"Perduli bagaimanapun juga, sekarang kau harus segera pulang ke rumah ."
71 "Tapi baru saja aku keluar dari rumah!" sera bocah cilik itu.
"Semalam ini mau apa kau keluar rumah?"
"Mencari kau!" Meskipun setiap jawaban dari bocah itu berada diluar dugaan tapi yang paling diluar dugaan
adalah ucapannya yang terakhir ini.
Kau keluar rumah untuk mencari aku?" tanya Bu-ki keheranan.
"Ehmm betul" ''Kau masa tahu siapakah aku?"
'Tentu saja tahu, kau she Tio bernama Tio Bu-ki, Toa sauyanya Tio jiya dari perkumpulau
Tay-hong-tong!" Bu-ki tertegun, untuk sesaat ia tak sanggup berbicara.
Bocah cilik itu memutar sepasang biji matanya, kemudian sambil tertawa kembali berkata:
"Tapi aku berani bertaruh tentu kau tak akan tahu siapakah aku ini, bukan begitu?"
Bu-ki memang tidak tahu, selama hidupnya hingga detik ini ia belum pernah berjumpa
dengan seorang bocah cilik macam itu.
Tarpaksa iapun bertanya: "Siapakah kau?"
"Aku adalah bocah cilik!"
"Aku sudah tahu kalau kau adalah bocah cilik!"
"Kalau sudah tahu, kenapa musti bertanya lagi"
"Aku ingin mengetahui namamu!"
Tiba tiba bocah, itu menghela napas panjang, katanya:
"Ayah ibupun aku tak punya, dari mana bisa mempunyai nama?"
72 Bu-ki ikut menghela napas sesudah mendengar jawaban itu, selang sesaat kemudian kembali
ia bertanya: "Lantas dirumahmu ada siapa saja?"
"Kecuali guruku masih ada seorang tamu"
Siapa gurumu?" "Sekalipun kusebutkan namanya, belum tentu kau mengenalinya!"
Itu kalau dia tidak kenal dengan aku, kenapa suruh kau datang mencariku....?"
"Siapa bilang kalau dia yang suruh aku kemari?" "Kalau bukan dia, masa tamu itu yang
suruh?" Tiba-tiba bocah itu menghela napas lagi.
"Aaaai... aku masih mengira kau tak bisa menebak untuk selamanya, tak kusangka kalau
kaupun ada saatnya menjadi pintar"
"Apakah tamu kalian itu bernama Sugong Siau-hong?" kembali Tio Bu-ki bertanya.
Bocah itu segera bertepuk tangan sambil bersorak kegirangan:
"Horee .... tak nyana makin lama kau semakin pintar, kalau begini terus kemajuan yang dapat
kau raih, siapa tahu kalau suatu hari kau bisa menjadi secerdik aku sekarang"
Bu-ki tak bisa menjawab, ia hanya tertawa getir .
"Mau kesana tidak" kembali bocah itu bertanya
Mana mungkin dari Bu-ki untuk menghindarkan diri" Setelah Sugong Siau-hong berhasil
menemukan jejaknya, mau bersembunyipun tak ada gunanya ........
"Rumahmu berada dimana" akhirnya ia bertanya.
"Itu disana!" kata si bocah sambil menuding ke arah hutan ditepi jalan sana.
***** Hujan rintik masih turun tiada hentinya, tetesan air tersebut ibaratnya sabuah tirai dan hutan
tersebut berada dibalik tirai.
73 Maka kau harus masuk dulu kedalam sebelum dapat melihat sinar lampu yang memancar
keluar dari balik daun jendela.
Kalau ada sinar lampu, berarti disitu ada manusia yang menghuni.
Daun jendela itu tidak terlampau besar, sudab barang tentu bangunan rumahnya juga tidak
terlalu besar, hakikatnya bangunan itu sebuah bangunan rumah kecil.
Bagaimana mungkin Sugong Siau-hong bisa sampai disini"
Bu-ki tak dapat mengendalikan perasaannya, ia bertanya:
"Mengapa gurumu harus mendirikan rumahnya ditempat seperti ini?"
"Masa disini ada rumah! Kenapa aku tidak menemukan rumah yang kau maksudkan itu?" kata
si bocah keheranan. "Itukan rumah" Kalau bukan, lantas apa namanya?"
Sambil menggelengkan kepalanya bocah itu menghela napas sedih.
"Aaai. ... kenapa secara tiba. tiba kau menjadi bodoh lagi?" keluhnya, "masa sebuah kereta
kudapun tak dapat kau bedakan"
Bu-ki tertegun, ia benar-benar tercenung dibuatnya.
Untunglah sepasang matanya masih dapat melihat bagian bawah dari "bangunan rumah" itu
memang dibawahnya terdapat empat buab roda kereta yang besar.
***** Seandainya tempat itu adalah sebuah bangunan rumah, tentu saja tak dapat dianggap sebagai
bangunan rumah, bila dianggap sebagai sebuah kereta, maka tempat itu betul-betul merupakan
sebuah kereta kuda yang luar biasa besarnya.
Tapi pada hakekatnya tempat itu memang sungguh-sungguh sebuah kereta kuda.
Belum pernah Bu-ki menjumpai kereta kuda sebesar itu, hakekatnya lebih mirip dengan
sebuah bangunan rumah kecil.
"Pernahkah kau tinggal diatas sebuah kereta?" tiba-tiba bocah itu bertanya.
"Belum pernah!"
74 "Tak heran kalau kau tidak tahu bahwa tinggal diatas kereta kuda jauh lebih nikmat dan
nyaman daripada tinggal dalam sebuah rumah"
"Bagaimana nyamannya?"
"Dapatkah bangunan rumah berpindah-pindah?"
"Tentu saja tak dapat!"
"Tapi kereta kuda dapat berpindah-pindah, hari ini misalnya masih berada di bo-tong,
besoknya sudah berada di Hoo-se, pada hakekatnya seakan-akan dimanapun kita pergi disitu
ada rumah kita!" "Apakah kalian selalu menganggap kereta kuda ini sebagai rumah tempat tinggal?"
Bocah itu manggut-manggut, tapi sebelum ia mengucapkan sesuatu, dari dalam kereta sudah
ada orang menegur: "Apakah Bu-ki telah datang?"
Tentu saja suara itu adalah suara dari Sugong Siau-hong!
Ruangan kereta yang luas dan lebar dibagi menjadi dua oleh sebuah kain korden berwarna
merah menyala, bisa diduga dibalik tirai korden itu tentu merupakan kamar beristirahat dari
tuan rumah. Diruang depan terdapat sebuah pembaringan baru dan sebuah meja sebuah meja kecil,
beberapa buah kursi kayu beberapa lembar lukisan kenamaaan beberapa macam barang antik
dan selain itu terdapat juga sebuah bangku, sebuah tungku kecil dan satu stel catur.
Setiap macam benda itu tampaknya sudah dia atur secara teliti dam persis diletakkdn pada
bagian ruangan yang paling cocok.
Setiap jengkal tempat yang berada dalam ruangan itu telah dipergunakan sebaik-baiknya.
Orang yang berbaring diatas pembaringan bambu itu adalah seorang setengah umur yang
rambutnya sudah banyak yang memutih, ia berdandan amat rajin dan bersih, bajunya amat
serasi sekulum senyuman ramah yang lembut menghiasi wajahnya yang tampan.
Siapapun juga yang bertemu dengannya pasti dapat merasakan bahwa dulunya ia tentu
merupakan seorang laki-laki yang paling disukai oleh orang-orang perempuan.
Seandainya kalau bukan lantaran punggungnya mungkin sampai sekarangpun dia tetap akan
disenangi oleh kaum perempuan.
75 Sayang punggungnya terdapat sebuah rangka besi yang menopang tubuhnya. orang itu
seakan-akan ditopang keseluruhannya oleh rangka besi tadi, seolah-olah bila tiada rangka besi
itu maka seluruh tubuhnya akan terlepas dan hancur berkeping-keping
Baik siapapun juga, bila pertama kali ia menjumpai pemandangan semacam ini pasti akan
menimbulkan perasaan aneh dalam hatinya.
Perasaan itu seperti seseorang yang baru pertama kalinya menyaksikan seorang manusia
sedang menjalankan siksaan hidup didepan matamu.
Bedanya, kalau siksaan orang lain dengan cepat akan berlalu, maka orang ini harus merasakan
penderitaannya selama hidup.
***** Tio- Bu-ki hanya memandang orang itu sekejap.
Karena ia sudah tak ingin untuk memandang kedua kalinya, ia tak tega untuk menyaksikan ke
dua kalinya. Sugong Siau-hong duduk disebuah kursi tepat berhadapan dengan pintu kereta, ketika melihat
kedatangannya, sambil tersenyum ia hanya berkata.
"Ooo...., akhirnya kau datang kemari juga!"
Bu-ki tidak mengajukan pertanyaan kepadanya, ia tidak bertanya.
"'Darimana kau kau bisa tahu kalau aku bisa datang?"'
Seakan-aksn orang ini selalu dapat mengetahui segala sesuatu persoalan yang sesungguhnya
tidak pantas diketahui olehnya.
Sugong Siau-hong kembali berkata:
"Sebenarnya aku ingin menyambut sendiri kedatanganmu, tapi aku ....."
"Tapi kau takut kehujanan" tukas Bu-ki tiba-tiba sambil menyambung kata-katanya yang
belum selesai itu. "Darimana kau bisa tahu?" Agaknya Sugong Siau-hong merasa terkejut bercampur keheranan
oleh kenyataan itu 76 "Yaa, tentu saja aku tahu hanya ada tiga pekerjaan di dunia ini yang kau paling takuti,
pertama memikul kotoran manusia, kedua bermain catur dan ketiga kehujanan"
Mendengar perkataan itu, Sugong Siau-hong segera mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-habak. "Hingga sekarang aku tetap tak habis mengerti kenapa kau takut bermain catur?" kata Bu-ki.
"Sebab untuk bermain catur bukan saja harus pusatkan semua pikiran dan tenaga lagi pula
terlalu banyak membuang energi ."
Kalau ada manusia macam Sugong Siau-hong, tentu saja ia tak sudi membuang-buang
energinya dengan percuma, apalagi untuk melakukan pekerjaan macam bermain catur yang
banyak membuang waktu. Didunia ini masih terdapat banyak persoalan yang butuh ia pikir secara tenang, jauh lebih
penting dari urusan seperti bermain citur.
Tiba-tiba tuan rumah yang berbaring diatas pembaringan itu ikut berkata sambil tertawa:
"Ooh, kalau seorang manusia cacad macam aku yang selalu bergelandangan ke empat
penjuru, tentu saja tak akan kuatir untuk membuang tenaga dan pikiran secara percuma!"
Sekalipun senyumannya masih tetap lembut dan ramah, tapi jelas menunjukkan rasa kesepian
yang tebal, kembali katanya:
"Bagiku, aku hanya takut kalau tak ada orang yang mau menemani aku untuk bermain catur
lagi" ***** Hujan rintik-rintik dan hembusan angin dingin malam berlangsung diluar jendela, diatas meja
kecil masih tertera permainan catur yang terhenti ditengah jalan.
Mungkinkah sepanjang tahun ia selalu hidup dalam suasana seperti ini"
Selalu hidup dengan rangka besi yang menopang puuggungnya"
Meskipun Bu-ki selalu berpura-pura tidak memperhatikan penderitaannya, sayang ia bersikap
kurang baik. Tiba-tiba tuan rumah itu tertawa dan berkata:


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

77 "Tentu saja akupun takut sekali dengan rangka besi yang selalu menopang punggungku ini,
sayang aku tak bisa kehilangan dia"
Dalam keadaan seperti ini, Bu-ki tak dapat berpura-pura tidak melihat lagi, tak tahan dia
lantas bertanya: "Kenapa".' "Sebab tulang punggung yang menopang segenap kekuatan tubuhku telah hancur dan rusak,
bila tubuhku tidak ditopang oleh kerangka besi ini, niscaya keadaanku akan berubah menjadi
mengenaskan sekali, yaa .... bayangkan sendiri bagaimana jadinya bila orang sudah tidak
memiliki tulang punggung yang menopang tubuhnya lagi?"
"Oleh sebab itu kadangkala aku sendiripun merasa keheranan kenapa aku masih dapat hidup
hingga sekarang" Tiba-tiba Bu-ki menemukan bahwa punggungnya merinding karena basah oleh peluh dingin,
hawa dingin yang mencekat perasaan itu muncul dari punggung dan langsung menembusi
telapak kakinya Meskipun ia tak dapat memahami sampai berapa besar penderitaan yang dijalankan orang ini,
tapi mau tak mau dia harus merasa kagum juga terhadap orang ini, karena kendatipun dirinya
su-dah tahu kalau selama hidupnya harus berada dia atas rangka besi yang menopang
tubuhnya, ternyata ia selalu dapat tersenyum bahkan senyumannya begitu lembut dan ramah.
Agaknya tuan rumah berhasil menebak apa yang sedang ia pikirkan, katanya:
"Akan tetapi aku tak usah mengagumiku, sebab ditubuh setiap orang pasti terdapat rangka
semacam ini hanya saja kau tak dapat melihat dengan mata telanjang"
Ditatapnya Bu-ki tajam-tajam, seperti seorang kolektor yang sedang mengamati sebuah benda
antik lalu tambahkan: "Bahkan kau sendiripun sama saja!'
"Akupun sama saja?" ulang Bu-ki dengan perasaan tidak habis mengerti.
"Kalau seorang yang mengidap penyakit, dalam tubuhmu juga terdapat sebuah kerangka yang
menopang tubuhmu..maka hingga kini kau tak sampai roboh ke tanah"
Jelas Bu-ki masih belum dapat memahami maksudnya, cuma ia tetap menjaga ketenangannya
dan siap mendengarkan perkataan orang itu lebih jauh.
Kata tuan rumah itu lagi:
78 "Kalau kutinjau dari pakaian berkabung yang kau kenakan, rupanya dalam beberapa waktu
berselang kau telah kehilangan seorang yang paling kau kasihi?"
Bu-ki tertunduk sedih. Setiap kali bila teringat kembali akan kematian ayahnya, ia selalu merasa hatinya perih dan
sakit, sedemikian sakitnya sehingga hampir saja sukar ditahan.
"Wajahmu pucat pasti, sinar matamu sayu dan penuh dengan garis-garis merah semu ini
menunjukkan bukan saja hatimu kelewat sedih, bahkan penuh dengan kobaran api dendam"
kata tuan rumah lebih jauh.
Setelah menghela napas tambahnya:
"Kesedihan dan api kebencian merupakan suatu wabah penyakit yang sangat berbahaya, kau
sudah sakit parah" Diam-diam Bu-ki harus mengakui akan kebenaran dari perkataan itu, yaa, memang begitulah
keadaan yang sesungguhnya.
Kembali tuan rumah berkata.
"Hingga sekarang kau belum juga roboh ketanah hal ini disebabkan karena kau masih ingin
membalas dendam, maka kau tak boleh roboh duluan ke tanah"
Bu-ki mengepal sepasang tangannya kencang-kencang.
"Pandanganmu tepat sekali!" ia mengakui.
Nah, ingatan untuk membalas dendam itulah kerangka yang telah menopang tubuhmu, tanpa
kerangka penopang tersebut, mungkin sejak dulu-dulu kau sudah hancur dan musnah!"
Sekarang Bu-ki telah memahami maksud dari perkataannya itu.
Meskipun cara berpikir orang itu sedikit aneh dan luar biasa, namun mengandung suatu
pendapat pelajaran yang dalam sekali artinya, yang membuat orang tak dapat membantah.
Sekalipun tubuhnya telab cacad, namun kecerdasan serta jalan pikirannya justru lebih tajam
dan lebih hebat dari kebanyakan manusia.
Timbul suatu keinginan dihati Bu-ki untuk mengajukan suatu pertanyaan.
"Sesungguhnya siapakah orang ini?"
79 Tapi sebelum pertanyaan itu diajukan, sambil tersenyum Sugong Siau-hong telah keburu
memberi keterangan lebih dahulu;
"Orang ini adalah seorang manusia aneh!"
Mengapa dia adalah seorang manusia aneh?"
"Selamanya belum pernah kusaksikan ia mencari untung setengek uangpun, tapi ia dapat
melewatkan kehidupannya bagaikan seorang raja muda" kata Sugong Siau-hong lagi.
Dalam hal ini Bu-ki sudah dapat melihat sendiri, setiap benda dan barang antik yang tertera
dalam kereta itu nilainya berada diatas ribuan tahil emas, pakaian yang dikenakan terbuat pula
dari bahan yang termahal dan terhalus.
Tentu saja selain apa yang dapat dilihat, masih banyak diantaranya yang tak dapat dilihat oleh
Bu-ki. Kata Sugong Siau hong lagi:
"Meskipun ia sendiri selalu tinggal dalam keretanya, namun paling sedikit ada tiga puluh
orang lebih yang siap sedia menantikan perintahnya setiap saat kurang lebih lima ratus
langkah dari kereta ini, diantaranya termasuk juga empat orang ko-ki terbaik yang belum
tentu bisa diundang oleh istana kaisar, dan empat orang ahli kuda yang pernah menjadi
penanggung jawab perawatan kuda dari Tay ciangkun yang melakukan operasi penyerbuan ke
barat!" Bukan empat, tapi enam orang!" tuan rumah membenarkan kesalahan tamunya sambil
tersenyum. Diantara senyuman itu tidak terselip nada sombong atau tinggi hati, pun nada pula nada
membanggakan diri. Ia mengucapkan perkataan itu tak lebih hanya bermaksud untuk membenarkan kesalahan
yang di buat oleh tamunya.
"Baik ruang kereta maupun roda kereta yang berada disini dibuat secara khusus oleh ahli-ahli
kenamaan" kembali Sugong Siau-hong menerangkan, "bukan indah saja bentuknya, bahkan
jauh lebih kokoh daripada bangunan rumab biasa, maka dari itu bobotnyapun lebih berat dari
kereta biasa, delapan ekor kuda penghela keretanya meski merupakan kuda-kuda jempolan,
tapi setiap kali setelah menempuh perjalanan sejauh tiga-lima ratus li, harus diganti satu kali"
"Bagaimana cara untuk menggantinya?" tanya Bu-ki keheranan.
80 "Asal tempat yang disinggahi adalah tempat-tempat yang sering dikunjungi, maka setiap jarak
tiga sampai lima ratus li tentu terdapat sebuan pos untuk nengganti kuda"
Ia menghela napas panjang, katanya lagi:
"Menurut penilaianku, paling sedikit kuda yang dipeliharanya mencapai delapan ratus ekor
lebih, bahkan diantaranya separuh bagian merupakan kuda-kuda pilihan kelas satu"
Seorang cacad ternyata memelihara delapan ratus ekor kuda, inilah kejadian sensasi yang
jarang dijumpai didunia ini.
Tapi Sugong Siau-hong mengucapkan kata-kata itu dengan wajah bersungguh-sungguh, Bu-ki
tahu ia tak mungkin sedang mengibul atau sengaja membesar-besarkan keadaan.
"Hanya khusus untuk membeayai hidup ke tiga puluh orang pengiringnya serta delapan ratus
ekor kuda ini setiap bulan ia memerlukan untuk mengeluarkan beaya paling sedikit lima laksa
tahil perak ! "Akan tetapi kau belum pernah melihat ia mendapat untung barang sepeser uang pun" lanjut
Bu-ki. "Jangankan mendapat untung, sejengkal tanahpun ia tidak memiliki"
"Siapa tahu kalau ia mempunyai banyak rumah pegadaian" Aku dengar rumah pegadaian
merupakan suatu usaha perdagangan yang paling cepat mendapatkan untung"
Tiba-tiba tuan rumah menghela napas, katanya: "Apakah kau telah menganggap diriku
sebagai seorang pengusaha" Apakah aku mempunyai tampang sebagai seorang pengusaha"'
Mau tak mau Bu-ki harus mengakui, orang ini memang tidak mirip sebagai seorang
pengusaha, bahkan tampang untuk ke situpun tidak ia miliki ....
Kembali tuan rumah menghela napas:
"Barang siapa tega menganiaya seseorang yang sudah menjadi cacad, Thian pasti akan
menurunkan kesialan seumur hidup kepadanya, bahkan kemungkinan besar akan menjatuhkan
hukuman mati kepadanya!"
Sugong Siau-hong segera menimbrung:
"Aku selalu merasa tak habis mengerti, Thiankah yang telah melimpahkan hukuman ini
kepada orang-orang itu, ataukah dia sendiri yang melakukannya?"
Setelah tersenyum lanjutnya:
81 "Aku cuma tahu, diantara ke tiga puluh orang pengiringnya, paling sedikit ada belasan orang
di antaranya merupakan jago persilatan kelas satu dalam dunia dewasa ini"
Bu-ki yang mendengarkan pembicaraan itu seakan-akan merasa seperti mendengarkan suatu
cerita dongeng yang menarik.
"Sekarang sudahkah kau tahu manusia macam apakah dirinya itu?" tiba-tiba Sugong Siauhong
bertanya. "Tidak tahu!" Sugong Siau-hong tertawa getir.
"Padahal aku sendiripun tak tahu, sudah banyak tahun aku menjadi sahabat karibnya, tapi
hingga kini belum pernah kuketahui siapakah namanya yang sesungguhnya, tapi setiap kali
aku mengetahui kalau dia berada disekitar sini, maka aku dapat meninggalkan semua
pekerjaaaku untuk menyusul kemari dan menjenguk dirinya!"
"Yaa, kita memang sudah lama tak bersua, maka kau ingin sekali bertemu denganku" kata
tuan rumah sambil tersenyum.
Kepada Bu-ki kembali katanya:
"Tapi aku percaya pemuda ini belum tentu ingin datang kemari untuk menjenguk manusia
cacad macam aku ini, siapa tahu perasaan hati kecil nya sekarang sudah timbul perasaan muak
atau bosan"' "Siapapun tak akan merasa muak atau bosan bila dapat berjumpa dengan manusia macam
kau!" katanya dengan nada bersungguh-sungguh,"sayang aku masih ada urusan lain, terpaksa
aku harus mohon diri lebih dahulu!"
"Bila kau setuju untuk tetap tinggal disini, aku jamin pada malam ini nanti kau dapat melihat
lebih banyak manusia yang menarik dan lebih banyak peristiwa yang menawan hati!"
Bu-ki ragu sejenak, tapi akhirnya, ia lebih dicekam oleh perasaan ingin tahunya, ia tak dapat
menampik undangan yang sangat menarik hatinya itu...
Gelak tertawa tuan rumah kedengaran lebih nyaring dan melengking.
Seseorang yang sepanjang tahun hidup menyendiri dalam alam suka dan siksaan, kadangkala
memang lebih pandai untuk menyenangkan hati tamu-tamunya.
Sekali lagi ia memberi jaminan kepada Bu-ki.
82 "Aku tak akan membuat kau kecewa!"
***** Sesungguhnya siapa saja yang akan berdatangan kesitu malam nanti"
Bila duduk dalam sebuah kereta yang berbentuk aneh dan duduk dihadapan seorang tuan
rumah yang aneh pula, hal ini sudah cukup meninggalkan kesan istimewa yang sulit untuk
dilupakan selamanya. Bu-ki benar-benar tak dapat menebak peristiwa menarik apa lagi yang bisa ia temui pada
malam nanti! Ditepi pembaringan bambu tempat bersandar tangan tergantung sebuah lonceng emas kecil,
tuan rumah mengambil sebuah pemukul lonceng kecil yang terbuat dari emas dan
memukulnya. Kemudian sambil tersenyum ia menjelaskan:
"Lonceng ini kugunakan untuk memanggil orang-orangku bila kubunyikan satu kali berarti
yang kuundang datang adalah pengurus rumah tanggaku Oh-Ki!"
Baru saja lonceng dibunyikan, dan ucapannya belum habis diutarakan Oh-Ki sudah muncul
didepan pintu, seakan-akan dia adalah sesosok siluman raksasa yang setiap saat siap
menantikan perintah. Oh Ki adalah seorang manusia raksasa yang tinggi badannya mencapai sembilan depa lebih,
sepasang matanya cekung ke dalam, rambutnya lurus dan kaku seperti kawat, mukanya hitam
berminyak dan membawa sifat garang dari seekor binatang buas, ia mempunyai sepasang
tangan yang besar dan penuh berotot hijau, sebilah golok lengkung model persia tersisip
dipinggangnya, membuat raksasa ini kelihatan amat berbahaya dan menakutkan orang.
Kendatipun tampangnya garang dan perawakan tububnya menakutkan namun dihadapan
majikanna ia memperlihatkan sikap hormat, tunduk dan takluknya yang tulus ikhlas.
Setelah menampakkan diri, serentak ia menjatuhkan diri dibawah kaki majikannya dan
dengan sikap yang hormat ia cium sepatu majikannya.
Baginya, bisa mencium kaki majikannya sudah merupakan suatu kehormatan yang amat
besar. Dengan sikap yang dingin, angker dan serius tuan rumah berkata:
83 "Bukankah sekarang sudah mendekati tengah malam?"
"Benar!" "Sudah selesai kau siapkan segala sesuatunyal"
"Sudah!" Walaupun majikannya merasa sangat puas, namun ia tidak menunjukkan sikapnya untuk
memuji atau memberi pahala, hanya pesannya lagi dengan suara hampa:
"Kalau begitu, kita mulai sekarang juga"
"Baik!" Sekali lagi Oh Ki menjatuhkan diri menyembah di kaki majikaunya, kemudian baru
mengundurkan diri, Sekalipun dia hanya mengucapkan sepatah kata setiap kali menjawab pertanyaan majikannya,
namun Bu-ki dapat menangkap betapa kaku, aneh dan lucunya logat orang itu.
Rupanya tuan rumah dapat meraba keheranan tamunya, ia lantas menerangkan:
"Ayahnya adalah seorang pedagang persia dan ia sendiri sesungguhnya adalah soorang
penjaga dari Tay-ciangkun, suatu kali lantaran ia telah melanggar peraturannya militer. Tayciangkun
menitahkan menjatuhi hukuman mati kepadanya"
Perintah Tay-ciangkun (sang jenderal) lebih berat dari bukit karang, semua orang mengetahui
hal ini dan belum pernah ada orang yang mampu meloloskan diri dari cengkeramannya.
Akulah yang telah menukar jiwanya dari cengkeraman Tay ciangkun dengan seekor Han-hiatbe
(kuda keringat darah), tuan rurnah menerangkan.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Tay-ciangkun sangat menggemari kuda-kuda jempolan,
bahkan kegemarannya itu membuat ia tergila-gila, dalam pandangannya nilai dari seekor kuda
jempolan jauh lebih tinggi dan berharga dari pada nilai manusia macam apapun.
Sugong Siau-hong segera menghela napas panjang katanya pula.
"Untung mempunyai seekor kuda jempolan yang tak ternilai harganya sehingga dapat ditukar
dengan seorang pembantu yang begini setianya kepadamu"
Dia bukan pelayanku, dia adalah budakku, setiap saat aku dapat suruh dia pergi mati!"
84 Perkataan itu diucapkan dengan suara yang hambar, tiada nada untuk membanggakan diri,
melainkan hanya mengucapkan suatu kenyataan belaka.
Tapi bagi pendengaran orang lain, pada hakekatnya ucapan tersebut lebih mirip dengan suatu
kisah dongeng. Pada saat itulah dari kegelapan hutan belantara tiba-tiba memancarkan keluar sinar terang
yang aneh sekali, Sesungguhnya Bu-ki tak pernah melihat sebuah lenterapun disekitar tempat itu, akan tetapi
sekarang sinar terang memancar dari empat penjuru membuat sesuatu disana lebih terang dari
siang hari. Pepohonan yang tumbuh berderet-deret dimuka kereta, tiba-tiba pada bertumbangan kemanamana.
dan semua pohon yang tumbang dengan cepatnya diseret pergi oloh seutas tali yang
luar biasa besarnya. Dalam sekejap mata hutan yang berada disekitar kereta telah berubah menjadi sebuah tanah
datar. Kendatipun selama ini Bu-ki menyaksikan semua adegan tersebut dengan mata kepala sendiri,
namun hampir saja ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya didepan mata.
Diatas wajah sang tuan rumah yang pucat pias, akhirnya tersungging juga sekulum senyuman
bangga. Terhadap kebaktian dan kehebatan anak buahnya untuk melaksanakan perintah seperti yang di
harapkan, tak ada seorang manusiapun tidak merasa bangga dan puas.
Sekali lagi Sugong Siau-hong menghela napas, ia selalu berharap anak buahnya bisa
melaksana kan pekerjaan sehebat dan setepat orang-orang itu ... ..
Tak tahan lagi ia berkata:
"Kalau aku bisa mendapatkan manusia macam Oh Ki, harus membayar dengan sepuluh
pasang kuda mestika pun aku rela!"
Tuan rumah hanya tersenyum.
Meskipun orang ini bukan seorang pengusaha, tapi belum pernah ia melakukan suatu barter
yang merugikan pihaknya. Hujan telah berhenti, udara menjadi cerah kembali.
85 Tiba-tiba dari luar hutan sama kedengaran suara ketukan kayu yang nyaring, menyusul
kemudian seseorang berteriak lantang:
"Daging sapi masak bumbu Ngo-hiang... daging sayur sari Tay-im-tun"
Menyusul teriakan itu, seorang laki-laki gemuk yang mengenakan topi lebar dari anyaman
bambu dengan memikul pikulan jualan masuk ke tanah lapang itu.
Pada pikulannya yang depan terdapat sebuah tungku api dengan kuah penuh kuah yang masih
panas, sedang pada bagian belakangnya dipakai untuk lemari penyimpan mangkuk sumpit dan
sumbu, bentuk pikulannya tak ubahnya seperti tukang cangkring penjual bakso sapi.
Bila kau kebetulan berada di wilayah kanglamdan tengah malam tak dapat tidur, setiap saat di
setiap tempat dapat kau jumpai tukang penjual daging ngo-hiang macam ini untuk ngiras.
Tapi mimpipun Bu-ki tak pernah menyangka kalau ditempat seperti ini ia dapat bertemu


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan penjajah makanan macam ini.
Ditempat seperti ini sinpakah yang bakal jajan daging Ngo-hiang"
Baru saja orang itu menurunkan pikulannya, dari luar hutan kembali kedengaran seseorang
berteriak menjajakan dagangannya, ia berteriak dengan logak propinsi Shezuan:
"Kueh lapis gula putih .. . . kueh lapis gula merah, pia isi kacang ijo. . ."
Seorang kakek kurus jangkung sambil membawa pikulan yang ditutup dengan kain hijau
masuk ke dalam lapangan. Orang ini khusus berjualan aneka macam kue basah dan kueh kering, semuanya merupakan
kueh-kueh manis yang paling disukai orang di wilayah Shezuan... .
Tapi, aneh benar! mengapa mereka berdatangan kesitu untuk menjajakan barang
dagangannya" Yang lebih hebat lagi, ternyata yang datang bukan hanya mereka berdua, mesyusul kemudian
kedatangan dua orang pertama, secara beruntun berdatangan pula penjual-penjual sayur asin,
penjual arak, penjual kulit kedelai dari propinsi Oh-pak, penjual Cah-kwee, penjual bak-pao
model Shoa-tang, penjual pia yang dari Hok-kian, Penjual tepung telur ikan dari Leng-jam.
penjual ayam goreng, penjual daging kambing bakar, penjual ikan gurami, penjual wedang
tahu, penjual kueh-kueh hidangan kecil serta aneka ragam penjualan makanan lain yang tak
dapat disebutkan satu-persatu.
86 Pokoknya dalam waktu singkat telah berdatangan dari empat penjuru penjaja-penjaja
makanan yang pada berteriak menawarkan dagangannya dengan logak daerah masing-masing
........ Tentu saja suasana disekitar tanah lapangpun berubah menjadi ramai dan sangat gaduh,
macam dalam pasar malam saja.
Sampai melongo Bu-ki menyaksikan kesemuanya itu.
Belum pernah ia saksikan begitu banyak penjaja makanan kecil yang berkumpul menjadi satu
di satu tempat, lebih lebih lagi tak pernah ia sangka kalau mereka akan berkumpul semua
ditempat seperti ini. Mau apa sesungguhnya kedatangan mereka semua ke tempat seperti ini "
Siapakah yang akan membeli barang dagangan mereka itu.
Kalau dikatakan bukan barang jualan lantas apa kah makanan sebanyak itu hendak dimakan
sendiri. Yaa, tampaknya dugaan ini memang tak salah, mereka memang sengaja menyiapkan makanan
untuk dimakan sendiri"
Namun sebelum mereka mulai bersantap, setiap orang telah menyiapkan semangkuk hidangan
barang penjualannya yang terbaik untuk dipersembahkan kepada pemilik kereta berkuda yang
misterius itu. Pertama-tama masuk dulu penjual daging ngo-hiang sambil membawa semangkuk penuh
dagiug ngo-hiang yang terbaik, ia berlutut didepan pintu dan berkata dengan penuh rasa
hormat: "Hanya ini yang bisa tecu persembahkan untuk majikan, semoga majikan selalu diberi badan
yang sehat dan sukses selalu dalam segala pekerjaan ....."
Tuan rumah cuma tersenyum sambil manggut-mangut, kata terima kasih tak pernah meluncur
keluar dari mulutnya. Kendatipun demikian, anggukan tersebut sudah cukup membuat penjual daging ngo-hiang
kegirangan setengah mati, sebab ia telah melihat senyuman dari majikannya.
Menyusul kemudian penjual kueh, penjual sayur asin, penjual arak penjual wedang tahu,
penjual pia dan semua penjajah makanan lainnya maju mempersembahkan barang
dagangannya untuk majikan mereka .
87 Yaa, mereka satu persatu maju ke muka secara teratur, bahkan sambil berlutut mengucapkan
selamat untuk majikannya dengan logat daerah masing-masing, tentu saja apa yang mereka
ucapkan adalah kata-kata yang bisa mendatangkan rasa gembira buat majikannya.
Bila didengar dari logat mereka, semua bukan saja dari utara selatan bahkan dari setiap
pelosok dunia telah berdatangan semua kemari.
Jauh-jauh dari ribuan li mereka datang secara bersama-sama ketempat ini, apakah tujuannya
hanya ingin mempersembahkan semangkuk daging ngo-hiang atau semangkuk wedang tahu"
Bu-ki benar-benar dibuat tercengang.
Apalagi ketika ia menyaksikan si nenek penjual wedang kacang tanah sedang
mempersembahkan barang dagangannya, hampir saja ia menjerit saking kagetnya.
Ia kenal baik dengan nenek tersebut, sebab sinenek penjual wedang kacang tanah itu bukan
lain adalah Hek Popo yang tersohor di dunia persilatan sebagai Kim-kiang-gin-tan( busur
emas panah perak) Hek Popo seperti sama sekali tidak melihat ke hadirannya disana. bahkan seperti tidak kenal
dengan sikap yang sangat hormat ia berlutut ditanah sambil mempe sembahkan hadiahnya,
lalu dengan perasaan yang gembira mengundurkan diri dari sana setelah mendapat sekulum
senyuman dari majikannya.
Dalam keadaan seperti ini, Bu-ki hanya dapat menyimpan semua perasaan heran dan ingin
tahunya didalam hati, sebab dia adalah seerang pemuda yang mempunyai pendidikan, dia tak
ingin bersikap kurang hormat didepan tuan rumah.
***** Para penjajan makanan itu sudah mulai berpesta pora, caranya arak yang menjadi miliknya
dibe-rikan kepada orang lain, dan ia mengambil barang dagangan orang, pokoknya kau makan
wedang kacangku, aku makan daging sapimu, ternyata pesta semacam ini jauh lebih menarik
dan berkesan dari pada makan semeja yang lebih komplit hidangannya.
Orang-orang itu bukan saja saling mengenal satu sama lainnya, bahkan tampaknya merupakan
sahabat-sahabat yang paling karib.
Cuma lantaran semua orang harus lari kesana kemari untuk menyambung hidup, maka dihari
biasa sangat jarang mereka dapat berjumpa muka.
Didalam satu tahun hanya satu kali dapat berkumpul menjadi satu dalam suasaha semacam
ini, tak heran kalau pesta berjalan sangat meriah dan penuh dengan gelak tertawa.
88 Yang lebih aneh lagi, si penjual daging ngo-hiang hakekatnya tidak mirip seorang penjual
daging ngo-hiang, yang menjual pia pun tidak mirip dengan seorang penjual pia.
Sekalipun asal-usul orang lain tak bisa diketahui dengan pasti, paling sedikit Bu-ki tahu kalau
Hek popo bukanlah seorang nenek penjual wedang kacang tanah.
Apakah orang lainpun sama semua seperti dirinya"
Mereka hanya menggunakan penjaja makanan kecil untuk merahasiakan asal-usul yang
sebenarnya. Lantas apa pekerjaan mereka diwaktu-waktu biasa"
***** Bu ki telah menghabiskan beberapa kacang, arak, mencicipi bubur kedelai, hidangan dari Oupak
dan mencicipi pula aneka macam hidangan yang berpuluh-puluh jumlahnya itu, yang
jelas semua hidangan tersebut tak mungkin bisa ia cicipi sekaligus di hari biasa.
Tuan rumah memandangnya dengan senyuman di kulum.
"Aku paling suka dengan pemuda yang kuat takaran makannya, sebab hanya orang yang kuat
perkasa dan tak pernah melakukan perbuatan yang merugikan orang saja yang dapat
mempunyai takaran makan yang besar ......
Apa yang dia katakan selalu kedengaran aneh dan janggal, tapi justru dibalik kejanggalannya
itu terselip suatu kebenaran yang tak mungkin bisa di bantah.
Kembali ia bertanya kepada Bu-ki:
"Coba lihatlah, bukankah mereka semua amat menarik hati?"
Bu-ki mengakuinya. "Tapi aku masih belum melihat sesuatu kejadian yang menarik, mencicipi aneka macam
makanan bukan termasuk suatu kejadian yang amat menarik hati"
Tuan rumah tersenyum. "Sebentar lagi kau akan menyaksikannya sendiri"
89 Jilid 4________ SEBELUM Bu-ki sempat menikmati suatu yang menarik hati, orang orang itu sudah pada
meng-undurkan diri. Sebelum berangkat, sekali lagi orang-orang itu menyembah pada tuan rumah yang misterius
sambil mengucapkan selamat.
Setelah itu diantara mereka sendiri baru saling mengucapkan selamat berpisah:
?Sampai jumpa tahun depan!'
Suaranya itu masih berdengung ditepi telinga tapi orang-orang itu sudah berlalu semua hingga
tak berbekas, hanya pikulan-pikulan penjaja makanan mereka yang ditinggal semua . . . .
'Mungkinkah mereka sudah sedemikian mabuknya sampai alat peraga pencari makanpun
kelupaan untuk dibawa serta ?"
Sugong Siau-hong tak dapat menahan rasa ingin tahunya, tiba tiba ia bertanya:
'Mengapa kau tidak suruh mereka membawa pergi semua barang barang miliknya"''
'Benda-benda itu memang khusus mereka bawa untuk diberikan kepadaku, masa barang yang
telah dipersembahkan mereka bawa pulang lagi"'
"Mengapa mereka harus mengirim barang-barang seperti ini kepadamu?"
"Karena mereka tahu aku harus memelihara tiga puluh orang pengiring dan delapan ratus ekor
kuda!? Sugong Siau-Kong tak dapat menahan rasa gelinya, ia terbahak-bahak.
"Haaahh . . baaahhh . . haaahhh apa gunanya barang-barang semacam itu untukmu " Masa
kaupun ingin bertukar usaha dengan berjualan daging bumbu ngo-hiang?" Tuan rumah ikut
tertawa bergelak. SETAN JUDI DAN MAYAT HIDUP
TlBA - TIBA dari luar hutan berkumandang suara teriakan seseorang, suara itu keras seperti
guntur yang membelah bumi, membuat telinga orang mendengung tajam.
'Haaahh . . haaahhh . . . haaahhh . . . aku sudah tahu kalau kau pasti berada di sini, kau tak
dapat menghindari pencarianku!" kata orang itu sambil terbahak-bahak.
90 Ketika gelak tertawa itu mulai kedengaran, suaranya masih berada ditempat yang sangat jauh,
tapi ketika gelak tertawa itu terhenti, orang itu sudah berada dihadapan mereka.
Seorang laki-laki tinggi besar yang hampir menandingi besarnya Oh Ki dengan memanggul
sebuah karung goni yang amat besar di pangung dan menenteng sebuah lagi ditangan,
bagaikan burung walet terbang di udara meluncur datang dengan cepatnya.
Bu-ki cuma merasakan berkelebatan bayangan manusia, tahu-tahu orang itu sudah berdiri di
muka pintu kereta. Seandainya tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, orang tak akan percaya kalau
seorang laki-laki sebesar ini ternyata memiliki ilmu meringankan tubuh yang lincah dan gesit.
Udara di bulan keempat ini sudah mulai panas, tapi laki-laki itu mengenakan sebuah baju
tebal yang terbuat dari kulit kambing, rambutnya yang awut-awutan macam rumput kering
diikat dengan seutas tali. kakinya segede gajah mengenakan sepasang sepatu rumput yang
sudah butut. Belum lagi kakinya berdiri tegak, ia sudah menuding hidung tuan rumah sambil tertawa
terbahak-bahak. "Haaahh . . . haaahh . . . haaahh . . . bocah keparat, kau memang hebat sekali, sampai akupun
tidak menyangka kalau tahu ini kau bakal memilih suatu tempat pertemuan yang begini dekat
dengan jalan raya, akupun tak mengira kalau kau telah menitahkan anak cucu muridmu untuk
menyaru sebagai penjaja makanan kecil."
Kalau orang lain bersikap amat hormat kepada tuan rumah, maka orang ini bukan saja tidak
menaruh sikap hormat, bahkan mencaci maki seenaknya dengan kata kata yang paling kasar.
Tapi tuan rumah tidak menegur atau kurang senang hati, bahkan diapun ikut tertawa dengan
gembira. ''Akupun tidak menyangka kalau tahun ini masih dapat bertemu lagi denganmu.?
Laki laki itu tertawa. "Meskipun aku Samwan Kong setiap kali berjudi tentu kalah, tapi kepandaianku mencari
orang adalah nomor satu di dunia!'
?Kepandaianmu untuk kalah berjudipun merupakan nomor satudi dunia!' tuan rumah
menambahkan. Samwan Kong tergelak gelak.
91 "Haahhh....haaahhh...haahh. ... betul betul, neneknya kura-kura, tepat memang perkataanmu
itu!' 'Kalau kau sudah tahu bila berjudi pasti kalah, mengapa tahun ini datang ke mari lagi."
"Setiap orang pasti mempunyai saat beruntung dan saat sial, siapa tahu setelah kalah habishabisan
tahun lalu, tahun ini nasibku akan mengslami perubahan"?
"Jadi tahun ini kau betul-betul ingin berjudi lagi"
?Siapa yang tak mau berjudi dia adalah cucu kura-kura !? Samwan Kong berteriak.
Tiba-tiba ia menumpahkan seluruh isi karung goninya ke atas tanah, lalu katanya lagi:
"Akan kugunakan benda-benda ini untuk mempertaruhkan pikulan pikulan penjaja makanan
milik anak cucu muridmu !?
Untuk kesekian kalinya Bu-ki tertegun.
Meskipun semua benda yang berhamburan ke luar dari karung goni itu termasuk juga barang
acak-acakan yang beraneka ragam, namun diantara sekian banyak barang itu tak ada satupun
yang bukan merupakan benda berharga.
Cahaya gemerlapan memantul dari atas tanah, diantara benda-benda yang berserakan di tanah
itu tampak tempat lilin yang terbuat dari emas, tungku emas patung emas, perhiasan-perhiasan
dari emas, kopiah emas, ikat pinggang emas, lantakan emas, poci emas, cawan emas dan
aneka macam benda lain yang keseluruhannya terbuat dari emas murni.
Pokoknya semua benda yang bisa dibuat dari emas, dapat ditemukan semua dari atas tanah,
malahan diantara gemilangnya sinar emas terdapat pula butiran butiran intan permata, berlian
dan mutiara yang tak ternilai harganya.
Jangan-jangan orang ini sudah edan" Demikian Bu-ki berpikir.
Sebab hanya orang edan saja yang akan menggunakan begini banyak emas murni dan benda
berharga lainnya untuk mempertaruhkan beberapa puluh buah pikulan penjaja makanan itu.
"Tidak, aku tak mau bertaruh!" ternyata tuan rumah lebih edan, ia telah menolak tawaran
tersebut. Paras muka Samwan Kong segera berubah menjadi merah padam seperti kena ditampar,
teriaknya dengan penasaran:
"Kenapa kau tak mau bertaruh?"
92 "Karena barang yang kau pertaruhkan belum cukup!" jawab tuan rumah tenang.
Tak seorangpun yang beranggapan bahwa modal taruhannya kurang memadahi, siapa tahu ia
sendiri ternyata mengakuinya.
Dengan wajah masam ia berkata:
"Sekalipun modal taruhan yang kubawa kali ini masih belum memadahi, tapi bagaimanapun
juga kau harus bertaruh denganku!"
"Kenapa?" "Sebab selama sepuluh tahun terakhir, sekalipun aku tak pernah menangkan dirimu, kau musti
memberi satu kesempatan kepadaku untuk menangkan taruhan ini."
Tuan rumah masih juga mempertimbangkan hal ini, lama sekali ia termenung sambil
menghitung untung ruginya, akhirnya secara terpaksa dia menyetujui juga :
"Baiklah, kuberi kesempatan yang baik untukmu guna mencari kemenangan . . . . . bersiapsiaplah!"
Belum habis kata-kata itu, Samwan Kong lelah berjingkrak kegirangan.
"Cepat ambil dadu . . . . . cepat ambit dadu . . . . mari kita bertaruh sekarang juga."
Dadu telah dipersiapkan sejak tadi, seakan-akan tuan rumah memang telah persiapkan benda
itu semenjak tadi. Dadunya terbuat dari batu kemala putih, sedang mangkuknya dibuat dari emas murni.
Dengan semangat yang menyala-nyala Samwan Kong berseru:
"Setiap kali aku bisa melihat ketiga biji dadu ini, belum-belum hatiku sudah merasa puas
sekali, sekalipun musti kalah, akupun tetap puas sekali !"
"Siapa yang akan melemparkan dadu ini lebih dulu?" tanya tuan rumah kemudian.
"Aku !" "Pertaruhan ini hanya berlangsung antara kau melawan aku, perlu tidak seorang bandar?"
"Tidak, tidak perlu bandar!" Samwan Kong gelengkan kepalanya.
93 "Kalau begitu, sekalipun kau berhasil melemparkan dadumu dengan angka empat lima dan
enam, aku masih sanggup untuk menyusulnya.
"Baik, kalau begitu akan kulempar dadu ini dengan angka empat, lima dan enam, ingin
kulihat dengan cara apa kau hendak menyusulnya!"
Sekali comot dia ambil dadu dadu itu dari mangkuk, kemudian dengan jepitan jari tengah, jari
telunjuk dan jari manisnya ia angkat dadu-dadu itu lalu diketukkan tiga kali di tepi mangkuk .
. . . . ." "Ting, ting, ting!" diiringi dentingan nyaring dadu itupun disebarkan dalam mangkuk.
Gaya tangannya bukan cuma berpengalaman bahkan sangat indah, tampaklah ketiga biji dadu
yang putih mulus itu bergelinding lalu berputar tiada hentinya di dalam mangkuk.
Akhirnya dadu yang pertama telah berhenti, dadu itu menunjukkan angka "empat," menyusul
kemudian dadu keduapun berhenti, dadu ini menunjukan angka "enam".
Samwan Kong segera membentak nyaring "Lima!"
Dadu ketiga yang berhenti berputar benar-benar menunjukkan angka "lima," dengan begitu
maka ia benar benar berhasil meraih angka "empat, lima dan enam."
Dalam perjudian dadu, kecuali tiga angka kembar maka angka tertinggi yang bisa diraih orang
adalah angka "empat lima enam"
Tentu saja untuk mendapatkan angka "macan tutul" atau angka kembar itu jauh lebih sulit dari
pada mengharapkan pohon besi berbunga.
Samwan Kong segera tergelak gelak dengan riangnya.
"Haaahhh . . . huaahhh . . . haaahhh . . . . agaknya nasibku tahun ini telah mengalami
perubahan besar, coba lihat hasil angka yang berhasil kuraih . . . rasa-rasanya untuk menderita
kalah kali ini bukan suatu hal yang gampang terjadi."
Tuan rumah menghela napas panjang.
"Aaaai . . . yaa, memang tidak mudah!" keluhnya.
Tiba-tiba ia berpaling ke arah Bu-ki, kemudian tegurnya:
"Kau pernah bermain dadu?"
Tentu saja Bu-ki pernah bermain dadu.


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

94 Ia bukan termasuk seorang anak baik-baik, perjudian macam apapun pernah ia lakukan
seringkali uang sakunya ludas di meja judi.
"Bagaimana kalau kau membantu aku untuk menyebarkan dadu-dadu itu?" pinta tuan rumah
lagi. "Baik!" Sudah menjadi kebiasaan baginya, setiap masalah yang belum tentu bisa ditolak olehnya,
serta merta dia akan menyanggupi dengan begitu saja.
Jarang sekali ia tolak permohonan orang lain.
"Bolehkah kuminta bantuannya untuk memutarkan biji-biji dadu itu?" tanya tuan rumah
kemudian kepada lawan judinya.
"Tentu saja boleh!" Samwan long segera menyetujui.
"Andaikata ia mampu meraih tiga angka kembar si macan tutul, kaupun tak akan menyesal?"
desak tuan rumah lagi. "Kalau dia mampu meraih tiga angka kembar, maka aku akan . . . . "
"Apa yang hendak kau lakukan?"
"Terserah apa yang dia minta! pokoknya semua yang dia harapkan akan kulaksanakan." tukas
Samwan Kong cepat. "Oooh . . . . jadi maksudmu, apapun yang ia minta kau lakukan, akan kau laksanakan tanpa
membantah?" "Betul !" "Tahukah kau bahwa perkataan semacam ini tak boleh diutarakan secara sembarangan?"
"Kenapa?" "Dahulu aku pernah kenal dengan seorang anak gadis yang gemar bertaruh dengan seorang
kawanku, seringkali ia mengucapkan kata-kata seperti apa yang barusan kau katakan!"
"Dan akhirnya?"
"Akhirnya dia menjadi bininya temanku"
95 Tiba-tiba Bu-ki tertawa lebar.
"Tapi kau tak usah kuatir" selanya, "bagaimanapun juga, tak nanti kupaksa kau untuk menjadi
biniku!" Seperti juga apa yang dilakukan Samwan Kong, dengan ketiga jari tangannya ia mencekal
dadu-dadu itu, lalu diketukkan tiga kali ditepi mangkuk emas.
"Ting ting, ting . . . !" dentingan nyaring menggema di udara dan . . . . . Kerontang . . , !" tiga
biji dadu itu tersebar di dalam mangkuk dan berputar tiada hentinya.
Samwan Kong menatap tajam ketiga biji dadu yang sedang berputar itu, matanya terbelalak
lebar dan berkedip pun tidak.
Tiba tiba tuan rumah menghela napas panjang.
"Aaaai... lagi-lagi kau yang kalah!" bisiknya.
Belum habis kata-katanya itu, ketiga biji dadu tersebut telah berhenti berputar, benar juga,
dadu-dadu itu menunjukkan ke angka "enam" semuanya.
"Lak pa? atau kembar enam merupakan angka paling top dari dadu.
Untuk sesaat lamanya Samwan Kong berdiri tertegun, lama, lama sekali, tiba-tiba ia berteriak
penasaran: ?Maknya, bikin mendongkol hati orang saja!'
Tanpa banyak komentar ia berjumpalitan tiga kali di udara dan tahu-tahu bayangan tubuhnya
sudah lenyap tak berbekas.
Begitu berkata akan pergi, dia lantas pergi bahkan sewaktu pergi jauh lebih cepat gerakannya
ketimbang sewaktu datang, andaikata cawan emas mangkuk emas, lantakan emas dan
batangan emas yang berserakan di tanah tidak masih tersebar di atas tanah, orang akan
mengira bahwa di sana tak pernah kedatangan seorang manusia semacam dia.
Sugong Siau-hong selalu duduk di samping dengan senyuman dikulum selama adegan demi
adegan berlangsung, dia hanya duduk menikmati dengan mulut membungkam, saat itulah
tiba-tiba ia berkata: Setelah menyaksikan semua adegan yang berlangsung barusan, aku jadi teringat dengan Captoaok-jiu (sepuluh orang paling jahat) di dunia yang pernah menggetarkan sungai telaga
belum lama berselang, terutama si Ok-to-kui (si setan judi) Samwan Kong!
96 Tentu saja kejadian itu diketahui siapapun juga didunia persilatan, sebab tokoh tokoh
persilatan yang terlibat di dalamnya merupakan tokoh tokoh sakti yang punya nama besar.
Yaaa, siapa yang tidak kenal dengan Ok-to-kui (setan judi) Samwan Kong, Hiat-jiu (si tangan
darah) To Sat, Put-si-jin-tan (tidak makan kepala manusia) Li Toa jui, Put-lam-put-li
(setengah laki setengah perempuan) To Kiau kiau, Mi-si-jin-put-bei-mia (memikat orang
sampai mati tidak ganti nyawa) Coa Mie mie, Sian-li-cong-to (senyuman dibalik golok) Ha ha
ji . . . Masih ada lagi Siau Hi ji yang tersohor karena kecerdikannya beserta saudara kembarnya Hoa
Bu koat, semuanya merupakan tokoh-tokoh persilatan yang menggempaikan seluruh dunia.
Walaupun kini, sepuluh orang jahat Cap-toa-ok-jiu sudah punah, Siau Hi ji dan Hoa Bu koat
telah mengasingkan diri dari dunia persilatan, tapi nama mereka masih terkenang selalu dalam
ingatan semua orang. 'Aku menjadi curiga, mungkinkah Samwan Kong yang kujumpai sekarang adalah saudara
kembar dari Samwan Kong yang dulu"'
Tuan rumah segera tersenyum.
?Tentu saja kau tak akan tahu kalau mereka adalah satu orang yang sama . . .!" katanya.
'Kenapa"' 'Karena kau tak pernah berjudi!`
'Apakah dia masih segila dulu?"
?Tentu saja, bahkan cara berjudinya lebih garang lagi ketimbang dulu, dan kalahnya tentu saja
lebih besar ketimbang dulu.'
?Yaa, dia memang biasanya cuma kalah dalam bertaruh.' Sugong Siau-hong mengakui.
'Kalau Samwan Kong dimasanya Siau Hi-ji baru akan ludas uang dan hartanya bila fajar telah
menyingsing . . .? 'Bagaimana sekarang?"
"Sebelum fajar menyingsing, sebelum penjudi buyar, uangnya sudah ludas lebih duluan,
bahkan ludas dalam sekali bertaruh!?
97 "Kayakah dia", tanya Sugong Siau-hong lagi. Tuan rumah tidak menjawab, sebaliknya sambil
berpaling ke arah Bu-ki ia balik bertanya:
'Menurut pandanganmu, dia kaya tidak"?
'Tentu saja!'? Terpaksa Bu ki harus mengakui.
?Selamanya dia pasti tak akan melupakan dirimu, sebab orang yang bisa meraih tiga angka
enam dalam satu kali putaran dadu tidak terlampau banyak jumlahnya'
?Yaa, manusia dengan kepandaian khusus ini memang tidak banyak jumlahnya .
'?Kau bisa meraihkan kemenangan besar bagiku berarti nasib mujur memang masih berada di
pihakku, tentu saja aku harus memberi persen atas jerih payahmu itu"
Bu ki tidak menyatakan sikap keberatan.
"Kau boleh memilih beberapa buah pikulan di antara pikulan-pikulan yang berserakan di luar
sana" kata tuan rumah lagi.
'Baik!' jawab Bu ki singkat.
Pemuda itu tidak banyak komentar, diapun tidak berkata demikian.
'Aku toh tak akan menjadi penjual daging ngo-hiang, gunanya pikulan sebanyak itu bagiku?"
Dalam anggapannya persoalan semacam ini tidak perlu ditampik, tidak ada gunanya pula
untuk ditanyakan. Ketika tuan rumah menyaksikan di balik sinar matanya memancarkan cahaya riang, kembali
katanya . 'Kau boleh memilih lima batang pikulan!"
'Baik?" Ia segera maju menghampiri pikulan-pikulan itu dan sembarangan mengambil satu
diantaranya, tapi begitu pikulan itu diangkat, rasa kaget dan tercengang segera menghiasi
wajahnya. Ternyata pikulan itu beratnya bukan kepalang hampir saja dia tak kuat untuk mengangkatnya
ke atas. Ketika ia memilih sebuah pikulan lagi, rasa kaget dan tercengangnya makin menjadi, akhirnya
tak tahan lagi ia bertanya.
98 'Apakah semua pikulan pikulan ini terbuat dari emas murni"?
'Betul, semuanya terbuat dari emas!'
'Emas murni?" ?Yaa, seratus persen emas murni!'
Bukan pikulannya saja yang terbuat dari emas murni, agaknya benda benda yang lainnya pun
sama saja, sekalipun bukan terdiri dari emas murni semua paling sedikit yang bukan terdiri
dari perak. Sekarang Bu ki baru sadar, Samwan Kong tidak edan, tuan rumah juga tidak edan, yang edan
justru adalah pedagang-pedagang kecil itu.
'Padahal mereka semua tidak edan!? tuan rumah menerangkan sambil tertawa.
?Tidak edan"' 'Mereka tahu aku musti menghidupkan tiga puluh orang pembantu dan delapan ratus ekor
kuda jempolan, mereka juga tahu biaya hidup sehari-hari ku sangat besar, padahal pemasukan
hampir tak ada, maka setiap tahun pada hari ini mereka selalu berkumpul di sini sambil
memberi sedikit hadiah untukku.?
Tentu saja orang orang itu bukan penjual makanan kecil, sebab berjualan selama tiga ratus
tahun penuhpun belum tentu bisa mendapat laba sebentar satu pikulan emas murni.
?Dahulu mereka adalah bekas-bekas bawahanku," demikian tuan rumah menerangkan, " tapi
sekarang sebagian besar dari mereka sudah menjadi pedagang pedagang besar'
"Agaknya dagangan mereka pada saat ini bagus sekali, tentu laba, yang diperolehpun
berlimpah ruah." Ia tak ingin bertanya terlalu banyak, diapun tak ingin mengetahui terlalu banyak.
Kau kenal dengan Hek popo"? tiba tiba tuan rumah bertanya lagi.
"Kenal!" ''Tahukah kau pekerjaan apa yang ia lakukan"'
?Tidak tahu? 99 "Kau juga tak ingin tahu?"
"Tidak ingin!' 'Mengapa tak ingin"'
?Sebab setiap orang mempunyai hak untuk menyimpan sedikit rahasia pribadinya, kenapa aku
musti mengetahui rahasia pribadi orang lain "?`
Kembali tuan rumah tertawa.
"Mereka sedikitpun tak ingin rahasia pribadinya diketahui orang, maka bila mereka akan
datang ke mari setiap tahun, jejak mereka pasti dirahasiakan dengan sebaik baiknya'
'Aku dapat melihatnya!"
?Tempat pertemuan yang kami adakan setiap tahun selalu berbeda dan rahasia sekali, tiap
tahun kami selalu berpindah dari satu tempat ke tempat lain"
Bu-ki termenung untuk berpikir sejenak, tiba-tiba ia berkata:
"Tapi yang pasti setiap tahun Samwan Kong selalu berhasil menemukan tempat pertemuan
kalian!" "Yaa, karena itulah saat yang paling bagus baginya untuk bertaruh sampai puas, tak pernah ia
sia-siakan kesempatan yang paling baik itu barang satu kalipun!"
Bu-ki tersenyum. "Kepandaiannya untuk kalah bertaruh memang sangat hebat sekali!" pujinya lirih.
Bukan cuma hebat saja, hakekatnya nomor satu di dunia'
'Apakah kepandaiannya untuk mencari orang juga nomor satu di dunia...?"
"Benar!" Mencorong sinar terang dari balik mata Bu-ki, ia menundukkan kepalanya dan sembarangan
me-milih lima batang pikulan, lalu dibopong dengan kedua belah tangannya.
Lima batang pikulan itu sungguh-sungguh berat sekali.
Tuan rumah memandang sekejap ke arahnya lalu tertawa tawa.
100 "Jika dia ingin mencari jejak seseorang, kemanapun orang itu menyembunyikan diri, ia
mampu untuk mencarinya sampai ketemu, sayangnya jika orang lain yang ingin mencari
jejaknya, kalau dia belum ingin menampakkan diri, jangan harap kau bisa menemukannya,"
demikian ia berkata. Bu-ki bersikap seolah-olah tidak mendengar apa yang sedang ia katakan, pelan-pelan pikulan
itu diletakkan ke lantai kemudian katanya secara tiba-tiba:
?Meskipun kudaku bukan termasuk jenis kuda kenamaan yang mahal harganya, tapi aku tak
ingin, menggencetnya sehingga mati karena keberatan."
Tuan rumah segera memahami maksud hatinya, ia berkata:
"Masa kelima batang pikulan itu dapat menindihnya hingga mati karena keberatan?"
"Jangankan dia, akupun hampir mati keberatan karena musti menggotong kelima batang
pikulan ini!' "Tentu saja kau tidak ingin mati bukan"? sambung tuan rumah sambil tertawa lebar.
"Sebab itulah benda-benda ini terpaksa kutinggalkan dulu di sini, apabila aku sangat
mem-butuhkannya, pasti, akan kucari dirimu untuk memintanya kembali."
'Masa kau bisa menemukan jejakku"?
"Sekalipun aku tak berhasil menemukan jejakmu, yang pasti kau punya cara untuk membuat
aku bisa menemukan kembali jejakmu, bukankah demikian?"
"Apakah kau selalu jarang sekali menampik keinginan orang lain "?
?Yaa, jarang sekali!! Tuan rumah segera menghela napas panjang.
?Aaaai . . . kalau begitu tampaknya akupun tak punya cara lain untuk menampik keinginanmu
itu' keluhnya. Bu-ki mengangkat kepalanya dan menatap wajah orang itu, lalu katanya pula:
"Maka dari itu, kau harus mencarikan sebuah akal bagiku, agar setiap saat akupun bisa
me-nemukan jejakmu".
Tuan rumah segera tertawa, sambil berpaling ke arah Sugong Siau-hong katanya:
101 'Aku lihat tampaknya pemuda ini jauh lebih cerdas dalam segala-galanya dari pada dirimu.?
?Yaa, dia memang tidak bodoh!" Sugong Siau-hong membenarkan sambil tersenyum.
'Aku suka dengan orang-orang yang cerdik, aku selalu mengharapkan orang-orang yang
cerdik bisa hidup lebih panjang."
Lagi-lagi perkataan itu diucapkan secara aneh, seakan-akan dibalik kata katanya itu
terkandung suatu maksud tertentu.
Entah Bu-ki dapat memahami perkataan itu atau tidak"
Tiba-tiba tuan rumah mengambil lonceng emas yang berada pada sandaran tangannya dan
dilemparkan kepada pemuda itu.
"Jika kau ingin mencari jejakku, bunyikan saja lonceng emas ini sebanyak tujuh kali, lalu
ketuk tujuh kali untuk masa berikutnya, segera akan muncul seseorang yang akan
menghantarmu untuk menjumpai diriku"
Bu-ki tidak bertanya lagi, dia pungut lonceng emas itu dan disimpan ke dalam sakunya,
bahkan disimpan secara teliti dan rahasia sekali . . . ."
Sekulum senyuman puas segera menghiasi wajah Sugong Siau-hong, agaknya ia puas sekali
dengan apa yang dilihat barusan.
Pada waktu itulah dari tempat ke jauhan berkumandang suara kentongan, rupanya kentongan
kedua sudah menjelang tiba.
***** Bila malam sudah menjelang tiba suara kentongan memang sudah umum terdengar di manamana,
sesungguhnya hal itu bukan suatu peristiwa yang patut diherankan atau dikejutkan.
Tapi Bu-ki seperti merasa kaget bercampur tercengang.
Sekalipun suara dua kali kentongan itu berasal dari tempat yang jauh sekali, tapi cukup
nyaring dalam pendengaran mereka, seakan-akan kentongan itu dibunyikan orang dari sisi
telinganya. Tak kuasa lagi dia bertanya:
?Benarkah pada saat ini kentongan ketiga belum menjelang tiba?"
Tiada seorangpun yang menjawab pertanyaannya itu.
102 Semua lampu-lampu yang semula menyinari sekelilingnya, kini sudah dipadamkan semua.
Seketika itu juga suasana dalam hutan berubah menjadi gelap gulita. di tengah kerdipan sinar
lirih yang memancar ke luar dari sela-sela ruang kereta, lamat-lamat ia saksikan munculnya
serombongan manusia yang menggotong sebuah peti kotak yang besar sekali.
Kalau dilihat dari kejauhan, maka kotak itu mirip sekali dengan sebuah peti mati.
***** Tiba tiba tuan rumah menghela napas sambil bergumam: "Aaaai . . . akhirnya ia datang juga!'
"Siapa yang telah datang"' tanya Bu-ki keheranan.
Suatu perubahan mimik wajah yang sangat aneh tercermin di wajah tuan rumah, lewat lama
sekali, sepatah demi sepatah dia baru menjawab:
"Dia adalah seseorang yang telah mati!'
Pada umumnya orang mati selalu berada dalam peti mati !
Ternyata kotak itu memang bukan sebuah kotak, melainkan sebuah peti mati, peti mati tempat
mayat disimpan. Delapan orang laki laki berbaju hitam yang kurus dan jangkung menggotong peti mati
berwarna hitam itu dan selangkah demi selangkah menghampiri kearah mereka.
Di atas peti mati itu ternyata duduk seseorang, dia adalah seorang bocah berusia sepuluh
tahunan yang mengenakan baju serba putih.
Dikala sinar lampu menyorot di atas wajah bocah itu, tiba tiba Bu-ki merasa terkejut sekali.
Ternyata bocah itu tak lain adalah bocah yang membawanya datang ke sana, cuma kali ini dia
telah mengganti pakaiannya dengansatu stel pakaian berwarna putih bersih.
Mengapa secara tiba-tiba bocah itu duduk di atas peti mati"
Ketika Bu-ki masih berpikir dengan perasaan tidak habis mengerti, tiba-tiba ada seseorang
men-jawil ujung bajunya sambil bertanya dengan suara lirih:
?Hei, coba lihatlah! Bukan bocah yang duduk di atas peti mati itu mirip sekali dengan


Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

wajahku"!" 103 Sekali lagi Bu-ki merasa terkejut. Ternyata bocah yang menarik ujung bajunya adalah bocah
yang membawanya datang ke sini, ia masih mengenakan baju warna merahnya yang menyala.
Yaa, hakekatnya dua orang bocah itu mempunyai wajah maupun potongan badan yang lama,
ibaratnya pinang yang dibelah dua.
?Tok! Tok! Tok!` Bunyi kentongan kembali terdengar, akhirnya Bu-ki sempat melihat si tukang kentongan itu,
dia memakai baju warna hijau, kaus putih sepatu dari rumput kering dan bermuka pucat pias,
di tangan yang satu membawa gemberengan kecil, pemukul kecil tangan yang lain memegang
tambur, bambu dan sebuah pemukulnya berwarna putih.
Toh mia keng hu (tukang kentongan perenggut nyawa) Liu Sam keng telah datang pula!
Ia tidak melihat kehadiran Bu ki di sana apapun tidak terlihat olehnya ....
Ia masih memusatkan segenap perhatiannya untuk memukul kentongan mautnya. . .
Walaupun sekarang belum sampai kentongan ketiga, tapi kentongan kedua sudah lewat
mungkin-kah kentongan ketiga masih jauh"
Tapi, sampai kapankah kentongan ketiga baru tiba"
Nyawa siapa yang kali ini hendak direnggutnya"
***** Bocah berbaju putih duduk tegak dan kaku di atas peti mati, bergerak sedikitpun tidak.
Sedang si bocah "berba ju merah sedang" memandang ke arah bocah yang lain sambil
men-tertawakannya. Dengan muka cemberut bocah berbaju putih itu diam dalam seribu basa berkutik tidak
mem-perdulipun juga tidak.
Bocah berbaju merah itu segera memburu ke muka dan menunjukkan muka setan ke arahnya.
Tapi dengan cepat bocah berbaju putih itu melengos ke arah lain, melirik sekejappun tidak.
Meskipun kedua orang bocah cilik itu mempunyai raut wajah bagaikan pinang dibelah dua,
tapi watak mereka tampaknya jauh berbeda antara satu dengan lainnya.
Lama kelamaan Bu-ki tak dapat mengendalikan diri, diam-diam ia berbisik lirih:
104 "Kau kenal dengan dia"'
?Tentu saja kenal!" sahut, bocah berbaju merah itu.
'Apakah dia adalah saudaramu"?
Bukan, dia adalah musuh bebuyutanku!?
Bu-ki lebih terkejut lagi sesudah mendengar jawaban itu, katanya lagi:
Kalian ber dua sama-sama masih bocah, kenapa bisa menjadi musuh bebuyutan"'
Kami memang sudah ditakdirkan menjadi sepasang musuh bebuyutan, semenjak dilahirkan
sudah menjadi musuh bebuyutan!' jawab bocah berbaju merah itu.
Siapa pula yang berada dalam peti mati itu"'
Tiba-tiba bocah berbaju merah itu menghela napas sambil mengeluh:
Kenapa makin lama kau semakin bodoh" Yang berada dalam peti mati tentu saja orang mati,
masa persoalan semacam inipun tidak kau pahami"?
Peti mati itu sudah diturunkan dan diletakkan di muka pintu kereta, warna hitam yang
berkilauan dari peti mati itu terasa makin bercahaya ketika tertimpa sinar lampu.
Sinar itu bukan pantulan sinar karena cairan minyak!
Mungkinkah peti mati ini seperti juga dengan pikulan-pikulan itu" Terbuat pula dari emas
murni. Delapan orang laki laki berbaju hitam yang gotong peti mati itu meski berdiri dengan muka
hijau membesi dan tanpa emosi, namun butiran peluh telah membasahi jidat mereka.
Jelas peti mati itu beratnya bukan kepalang, seakan-akan memang terbuat dari emas murni.
Dengan menggunakan sebuah peti mati yang terbuat dari emas murni, hendak digotong ke
manakah orang mati itu"
Bocah berbaju putih yang masih duduk di atas peti mati itu tiba-tiba menggape ke arah Liu
Sam keng. Seakan-akan melihat gapean tersebut Liu Sam keng segera menghampirinya sambil
membungkuk kan badan. 105 Pelan-pelan bocah berbaju putih itu bangkit berdiri, kemudian melangkahkan kakinya
menginjak di atas bahunya.
Kelihatan sekali betapa jeri dan hormatnya Toh mia keng hu si tukang kentongan perenggut
nyawa yang tersohor namanya dalam dunia persilatan ini terhadap bocah cilik tersebut, ia
mem-biarkan bocah itu berdiri diatas bahunya, sedang ia sendiri sama sekali tidak
menunjukkan perasaan tak senang hati.
Lagi-lagi bocah berbaju merah itu berbisik kepada Bu ki, katanya:
?Percayalah kau, sejak dilahirkan belum pernah kakinya menginjak debu atau pasir barang
satu kalipun" 'Aku percaya!' Bocah berbaju merah itu segera menghela napas.
'Aaaai . . . . . tapi, sepasang kakiku justru penuh dengan pasir, debu dan lumpur!"
'Aku lebih suka anak-anak yang kakinya berlumpur, sewaktu masih kecil dulu bukan cuma
kaki saja yang berlumpur, mukakupun ikut berlumpur . . . . .?
Bocah berbaju merah itu segera tertawa riang, tiba tiba digenggamnya tangan pemuda itu lalu
katanya: Akupun amat suka kepadamu, meski kadangkala kau bisa berubah menjadi bodohnya luar
biasa, tapi aku masih tetap menyukai dirimu ..... percaya tidak"?
Bu-ki ingin ikut tertawa, tapi ia tak sanggup tertawa lagi.
Penutup peti mati itu sudah diangkat orang, terlihatlah sesosok tubuh berbaring membujur
dalam peti mati itu, sepasang tangannya disilangkan di depan dada, bajunya yang putih mulus
tampak sangat bersih dan tak berdebu, mukanya pucat pias seperti tak ada warna darah barang
sedikitpun juga, sehingga kelihatan seperti orang yang sudah mati lagi, sesosok mayat yang
sudah lama menjadi kaku. Peti matinya berwarna hitam pekat, sedang wajah mayatnya berwarna putih seperti kertas,
warna kontras yang sangat berlawanan ini tampak lebih menyeramkan dan menggidikkan di
bawah timpaan sinar lampu yang redup . . . .
Mengapa mereka membuka peti mati itu" Mungkinkah mereka bermaksud agar mayat itu
dapat melihat si tuan ramah" Atau mungkin mereka menghendaki agar tuan rumah bisa
melihat mayat itu" 106 Mayat kering itu memejamkan sepasang matanya. Mayat kering memang tak ada yang
menarik, malah menyeramkan bagi siapa yang melihatnya.
Tapi tuan rumah benar-benar sedang memperlihatkan mayat itu, lalu secara tiba-tiba
menghela napas panjang. "Aaaai . . . setahun kembali sudah lewat, baikkah penghidupanmu selama ini?"
Masakan mayat kering bisa mendengar pembicaraan manusia?"
Aneh betul tuan rumah itu, ternyata dia mengajak berbicara si mayat kering tersebut!
***** Mayat kering itu bukan saja dapat mendengar, bisa berbicara malah.
Tiba tiba ia menjawab: 'Aku tidak baik" Ketika mendengar jawaban tersebut sepatah demi sepatah diucapkan oleh sesosok mayat
kering, bahkan Sugong Siau-hong pun ikut merasa terperanjat sekali.
Mau tak mau dia jadi teringat kembali dengan dongeng-dongeng kuno yang ada hubungannya
dengan mayat hidup pula. 'Bagaimana dengan kau"' mayat itu bertanya.
"Akupun tidak baik!"
'Tiba-tiba mayat itu menghela napas panjang.
?Aaaai . . . Siau Tanglo wahai Siau Tanglo, kau telah mencelakai diriku, dan akupun telah
mecelakai dirimu' ***** Hingga sekarang Bu-ki baru tahu bahwa nama tuan rumah yang misterius itu ternyata
bernama Siau Tang lo. Lantas siapa pula mayat hidup itu"
107 Meskipun suaranya serak-serak basah dan kedengaran ketus sekali, namun dibalik
kesemuanya itu terselip suatu perasaan sedih dan menyesal yang sukar dilukiskan dengan
kata-kata. Seseorang, apabila ia benar-benar sudah mati, benar-benar telah berubah menjadi mayat, tidak
mungkin dalam tubuhnya masih mengalir segala perasaan, apalagi emosi.
Tapi kelihatannya ia justru lebih mirip dari pada sesosok mayat, seorang manusia yang tidak
membawa hawa kehidupan lagi, lebih-lebih lagi semangat dari hidup.
Sekalipun dia masih hidup, bukan berarti dialah yang ingin tetap hidup di dunia ini.
Karena ia sudah tidak memiliki kesenangan atau gairah untuk melanjutkan hidup.
Raut wajah Siau Tang lo yang selalu dihiasi sekulum senyuman, dalam detik itu pula seakanakan
telah berubah menjadi sedih, benci dan menyesal, tapi luapan emosi itu hanya
berlangsung sebentar, sekulum senyuman kembali menghiasi wajahnya.
?Sudah kuduga, begitu datang di sini kau akan segera menyebutkan namaku' katanya sambil
tersenyum. 'Apabila kau tidak menghendaki orang lain mengetahui namamu, aku boleh mewakilimu
untuk membunuh semua orang yang ikut mendengarkan namamu itu!'
"Tahukah kau siapakah mereka ini"?
?Perduli siapapun orangnya, bagiku adalah sama saja!?
Sepasang matanya belum juga dipentangkan, seakan-akan tiada seorang manusiapun yang
terpandang olehnya di dunia ini.
Sekalipun ia sendiri cuma sesosok mayat hidup yang sepanjang tahun berbaring dalam peti
mati sepanjang tahun tak dapat menyaksikan indahnya sinar matahari, tapi ucapannya begitu
besar, begitu sombong dan menggelilan hati.
Bu-ki tak dapat mengendalikan perasaannya, tiba-tiba ia tertawa tergelak, tertawa dengan
suara yang melengking dan tak sedap didengar.
Selamanya dia tak ingin menampik kebaikan orang lain, tapi selamanya diapun tak ingin
me-nerima dampratan atau cemoohan dari orang lain.
Meskipun mayat hidup itu berbaring dengan mata yang terpejamkan rapat, bukan berarti
telinganya tersumbat.. tentu saja ia dapat menangkap maksud dibalik kata-katanya itu.
108 Benar juga, mayat hidup itu segera bertanya:
?Siapa yang sedang kau tertawakan"?
'Kau! Aku sedang mentertawakan kau!" jawaban Bu-ki ternyata gamblang dan langsung.
?Kelucuan apa yang kumiliki sehingga kau tertawakan"?
'Bukan cuma perkataanmu saja yang lucu dan menggelikan, bahkan hakekatnya seperti
dagelan saja.* Tiba-tiba mayat hidup itu membuka matanya dan memancarkan sinar tajam yang melebihi
tajamnya sembilu, siapapun tak akan menyangka kalau mayat hidup yang hakekatnya sudah
mati banyak tahun ini ternyata memiliki sepasang sorot mata yang tajamnya bukan kepalang.
Sorot mata itu langsung ditujukan ke atas wajah Bu-ki.
Bu ki sendiri sedang melototkan pula sepasang matanya, sama sekali tak berubah paras
mukanya walau menjumpai kejadian seperti itu.
?Tahukah kau siapakah aku ini"' Tegur mayat hidup itu.
?Perduli amat siapakah kau, bagiku semua orang itu sama" jawab Bu-ki ketus.
Baru saja ia menyelesaikan kata katanya, mendadak mayat hidup itu sudah bangkit dari peti
matinya. Yang aneh ternyata sewaktu menggerakkan tubuhnya untuk bangkit tadi, sekujur badannya
sama sekali tak berkutik, siapapun tidak sempat melihat dengan cara bagaimana ia bangkit
dari peti matinya. la tidak menggerakkan kakinya, tidak pula mengangkat kakinya, tapi tahu-tahu orangnya
sudah berada di luar peti mati.. ketika sepasang tangannya yang kurus kering itu diayunkan ke
tengah udara, beberapa jenis benda emas yang semula berserakan di tanah segera terbang dan
terjatuh ke dalam cengkeramannya.
Baik poci, cawan maupun mangkuk emas Itu semuanya terbuat dari emas murni, tapi setelah
berada dalam cengkeramannya, benda benda itu berubah seperti barang rongsokan, ketika
dipencet dan digencet menjadi satu, benda benda emas itu segera remuk dan ketika diremasremas
maka terbentuklah emas-emas tadi menjadi sebuah tongkat emas yang lurus dan
panjang. Peluh dingin mulai membasahi telapak tangan Bu ki.
109 Kalau dibilang ia sama sekali tidak takut setelah menyaksikan demonstrasi kekuatan hawa
murni dan kekuatan telapak tangan yang dilakukan mayat hidup itu, hakekatnya pengakuan
tersebut adalah pengakuan yang tidak jujur.
Tentu saja, walaupun hatinya ketakutan setengah mati, hal ini tak sampai membuat anak muda
itu mundur dengan badan gemetar atau putar badan mengambil langkah seribu.
Mayat hidup itu lagi lagi bertanya:
"Sekarang kau sudah percaya bukan bahwa setiap saat aku dapat membinasakan dirimu?"
"Aku percaya!' Bu-ki mengakuinya.
"Lantas siapa yang barusan kau tertawakan?"
'Kau!' Tiba-tiba mayat hidup itu menengadah dan berpekik nyaring, toya emasnya segera disodok ke
muka dengan kecepatan serta tenaga serangan yang tiada bandingannya di dunia, rasanya tak
seorang manusiapun di dunia ini yang sanggup menghindari serangan tersebut.
Perguruan Sejati 10 Misteri Kapal Layar Pancawarna Karya Gu Long Perguruan Sejati 6

Cari Blog Ini