Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung Bagian 5
melihat orang lain membunuh orang, tapi ia lebih-lebih tidak berani untuk berdiam seorang
diri di situ. Tiba-tiba ia mulai membenci diri sendiri, ia membenci diri mengapa begitu lemah dan tak
berguna" Sambil menutupi wajahnya dia menerjang ke luar, baru saja ke luar dari pintu, ia telah
menumbuk di tubuh seseorang.
Ternyata orang itu tidak lain adalah Ci Peng.
Malam itu malam bulan tujuh, beribu-ribu bintang memenuhi angkasa.
Sinar bintang yang redup memancar di atas wajah Ci Peng, senyumannya yang jujur dan
polos kini lenyap tak berbekas, sebagai gantinya terlintaslah sikap buas, sesat dan jahat di atas
wajahnya. 225 Ketika Cian-cian memburu ke luar setelah mendengar jeritan kaget dari Hong nio, Ci Peng
telah mencengkeram pergelangan tangan gadis itu.
"Lepaskan dia !"
Ci Peng hanya memandang ke arahnya dengan pandangan dingin, sama sekali tidak terlintas
ingatan baginya untuk lepas tangan.
Cian-cian ingin menerkam ke muka, tapi niat tersebut segera dibatalkan, Hong nio masih
berada di tangannya, ia tak boleh bertindak secara sembarangan.
Dengan susah payah ia berusaha mengendalikan perasaannya yang bergolak, lalu dengan
suara rendah tegurnya: "Kenapa kau lakukan perbuatan seperti ini?"
Sinar mata Ci Peng sama sekali tidak berperasaan, jawabnya dengan dingin dan ketus:
"Sebab aku ingin membuat kau tahu, bahwa sesungguhnya kau bukan seorang gadis yang luar
biasa." Suaranya kian lama kian bertambah tajam, ibaratnya sebilah pisau yang amat tajam, kau tidak
lebih hanya seorang lonte kecil yang sudah terbiasa dimanja oleh bapakmu."
Siapapun tidak akan menyangka kalau ucapan semacam itu bisa diutarakan oleh seorang
lelaki yang dihari-hari biasa tampak lemah lembut dan amat terpelajar.
Saking mendongkolnya, sekujur badan Cian-cian gemetar keras.
Tiba-tiba dari kegelapan sana kedengaran ada orang bertepuk tangan sambil tertawa cekikikan
. "Haaahhh . . . haaahhh . . , haaahh . . tepat sekali, bocah perempuan itu memang rada mirip
lonte, wah, kalau dibayangkan gerakan tubuhnya sewaktu "gituan" di ranjang, tanggung pasti
yahud !" Dua orang manusia muncul dari balik kegelapan.
Yang rada tinggian berbahu lebar dan perut agak busung, senyumannya licik dan tengik
sepasang matanya sedang mengawasi bagian bawah pinggang Cian-cian dengan sorot mata
yang amat buas. Sedang yang rada pendek bermuka licik dan serius, sepasang matanya yang kecil tapi tajam
itu kelihatan seperti seekor ular berbisa.
226 Pada bagian pinggang kedua orang itu sama-sama tergantung sebuah kantung kulit, sedang
pada tangan kanannya mengenakan sebuah sarung tangan yang terbuat pula dari kulit
menjangan. Tapi sepasang mata Cian-cian sudah berubah merah membara, ia tak ambil perduli apa yang
bakal terjadi, ruyung lemas pada pinggangnya segera dilepaskan, kemudian sekali melompat
ia telah menubruk ke muka.
Sekalipun Tio jiya kurang setuju kalau anak perempuannya belajar silat, tapi nona besar ini
secara diam-diam telah melatihnya dengan tekun dan sungguh-sungguh.
Pada dasarnya dalam perkampungan Ho-hong-san-ceng memang banyak terdapat jago lihay,
ditambah lagi kakaknya sering mewariskan ilmu silat kepadanya, dan diapun luar biasa
cerdiknya,maka setelah berlatih banyak tahun, permainan ruyungnya boleh dibilang sudah
amat lihay. Cuma sayangnya kedua orang itu bukan anggota perkampungan Ho-hong san-ceng,
merekapun tak perlu sengaja mengalah kepadanya.
Si pendek macam ular berbisa itu tiba-tiba menggetarkan tangannya yang bersarung tangan ke
depan, lalu seperti lilitan seekor ular tahu-tahu ia cengkeram gagang ruyung itu.
Meski Cian-cian terkejut, ia tak berani gegabah, tendangan Yen yang siang hui tui (tendangan
berantai burung meliwis) nya sudah banyak merobohkan lawan.
Serentak sepasang kakinya melancarkan serangkaian tendangan berantai ke depan.
Menanti ia mengetahui kalau ilmu silatnya tidak setinggi apa yang dibayangkan semula,
keadaan sudah terlambat. Kakinya tahu-tahu sudah kena ditangkap oleh sebuah tangan yang sangat besar.
Orang yang rada tinggi itu menggunakan tangannya yang besar untuk mencengkeram kakinya
yang kecil mungil, lalu pelan-pelan mengangkatnya tinggi ke atas, senyuman yang menghiasi
ujung bibirnya makin jalang dan cabul kemudian sambil tertawa terkekeh-kekeh ejeknya:
"Waaah . . . gaya beyini meming sedap dilihat, apalagi kalau dipakai untuk gituan . . . . Ooh,
sedap!" Meskipun Cian-cian masih perawan dan suci bersih, bukan berarti kata-kata kotor tersebut
tidak dipahami olehnya, sebab bagaimanapun juga manusia memang serba tahu, apalagi
dalam masalah busuk ini" semacam begitu.
227 Gadis itu merasa yaa malu, yaa cemas, yaa benci, akhirnya ia menyemburkan semulut riak
kental ke wajah orang itu.
"Babi kau!" Paras muka orang itu berubah hebat, berubah sedemikian hebatnya sampai kelihatan
menyeringai seram dan menakutkan.
"Jangan!" tiba tiba Ci Peng berteriak.
Tapi orang itu sudah menyarangkan sebuah bogem mentahnya ke atas dada Cian-cian, rasa
sakit yang aneh dan luar biasa membuat air mata gadis itu jatuh bercucuran, sekujur badannya
mengejang keras, bahkan untuk berteriakpun tak sanggup.
Semakin mencorong sinar tajam dari mata itu, kembali ia tertawa terkekeh-kekeh, kepalannya
telah disiapkan untuk melancarkan sebuah pukulan lagi.
Tapi kali ini kepalannya sudah kena ditangkap oleh laki-laki yang agak pendek itu.
Dengan gelisah orang itu berseru: "Lo-sam, bolehkah kubereskan dulu lonte busuk ini"
"Tidak boleh!" jawab Lo-sam.
"Kenapa tidak boleh?"
"Karena aku mengatakan tidak boleh!"
Kembali orang itu berteriak: "Hei, apakah kau harus menyuruh loco menyerahkan bocah
perempuan yang halus dan lembut ini untuk si anak kura-kura itu?"
Sebenarnya mereka berbicara dengan dialek umum, tapi dalam berangnya orang itu telah
memperdengarkan dialek aslinya.
Paras muka Lo-sam berubah menjadi hijau membesi, sambil menarik muka jawabnya ketus:
"Kau bukan loco, dan dia bukan anak kura-kura, kita semua adalah sahabat!"
Teman mereka sudah barang tentu Ci Peng.
Sekalipun lelaki itu tidak bermaksuk menganggap Ci Peng sebagai temannya, tapi rupanya ia
takut juga terhadap Lo-sam, maka sekalipun mendongkolnya sudah mencapai ke otak, ia toh
melepaskan juga cekalannya atas diri Cian-cian.
228 Tong Lip atau Si Lo sam kembali berkata: "Jauh - jauh menembusi ribuan li dari wilayah Siok
tiong sampai ke mari, tujuan kami tak lain adalah ingin membereskan sedikit perhitungan
dengan Tio Bu ki. "Perhitungan apa yang hendak kau bereskan dengannya?" tak tahan Cian-cian bertanya.
"Seorang saudaraku telah tewas di tangannya! Saudara mereka bukan lain adalah Tong Hong.
"Tong Hong hendak membunuh Tio Bu ki, maka Tio Bu ki membunuhnya," Tong Lip
menerangkan, "sebetulnya kejadian semacam ini adalah kejadian yang umum dan lumrah, tapi
kematiannya benar-benar terlalu mengenaskan . . .
Terbayang kembali mayat Tong Hong yang hancur tak karuan, serta rasa ngeri dan yang
ter-cermin di atas wajahnya menjelang kematian, tiba-tiba sorot matanya lebih buas dan
kejam, terusnya: "Aku tahu diantara kalian berdua, seorang adalah bininya Tio Bu-ki dan seorang yang lain
adalah adik perempuannya, aku sebenarnya hendak membunuh kalian agar ia merasakan pula
siksaan dan penderitaan tersebut ."
"Kenapa kau belum juga turun tangan?" tanya Cian-cian.
"Karena kami dengan sahabat she Ci ini telah mengadakan suatu kontrak barter."
"Barter apa?" "Menggunakan kau untuk ditukar dengan Tio Bu-ki!" jawab Tong Lip.
Kemudian setelah tertawa seram, ia melanjutkan:
"Barter ini akan berjalan sangat adil, yang kami inginkan adalah batok kepala Tio Bu-ki,
sedang yang dia inginkan adalah kau, dia hendak mengajak kau untuk menemaninya tidur."
Cian-cian berpaling dan melotot ke arah Ci Peng dengan gemas, sinar mata yang membara
memancar ke luar dengan seramnya.
Tapi Ci Peng melengos ke samping, seakan-akan tak pernah melihat sinar matanya itu.
Kembali Tong Lip berkata:
"Kami tidak bermaksud mencopoti celana dalammu dan memaksa kau untuk menemaninya
tidur, dia musti mengandalkan kepandaiannya sendiri untuk melaksanakan keinginannya, tapi
kuanjurkan kepada kalian agar lebih baik bertindaklah lebih jujur, jangan mencoba untuk
229 menimbulkan keonaran, lebih-lebih lagi jangan mencoba untuk kabur, sebab kalau tidak,
terpaksa kami akan serahkan kamu berdua kepada Tong Bong."
Lanjutnya kembali setelah berhenti sebentar:
"Cara Tong Bong dalam menghadapi kaum perempuan istimewa sekali, aku jamin mimpipun
kalian belum pernah memikirkannya."
Teringat akan sepasang mata Tong Bong yang jalang, cabul dan mengerikan itu serta
sepasang tangannya yang kotor, Cian-cian ingin sekali tumpah-tumpah.
Terdengar Tong-bong tertawa terkekeh-kekeh, ujarnya pula:
"Akupun amat menyukaimu, terutama menyukai sepasang kakimu, coba lihatlah, kakimu
begitu panjang, begitu kuat dan padat berisi, oh! bikin jantung berdebar saja."
Dipungutnya sebatang kayu bakar lalu dipencetnya pelan, seketika itu juga kayu kering itu
hancur berkeping-keping. "Jika kau berani bermain gila di hadapanku, maka kakimu yang indah akan berubah menjadi
seperti kayu kering ini!" ancamnya.
Mau tak mau Cian-cian harus mengakui bahwa kekuatan tangan orang ini benar-benar
mengerikan. Tapi ia tahu Tong Lip pasti lebih menakutkan lagi, kalau seorang gadis sudah terjatuh ke
tangan dua orang manusia macam begini, lebih baik memang mati saja daripada hidup
menanggung derita. Tong Lip kembali berkata:
"Aku harap kalianpun jangan mencoba-coba untuk mencari mati, karena kujamin untuk
matipun kalian tak akan sanggup."
"Sebenarnya apa yang kau inginkan?" teriak Cian-cian sambil menggigit bibir.
"Aku hanya minta agar kalian mengikuti kami dengan jinak, menanti Tio Bu-ki berhasil kami
temukan, maka kalian akan kuserahkan kepada sahabat Ci ini, waktu itu terserah apapun yang
hendak kalian lakukan, perbuatan kalian sama sekali tak ada hubungannya dengan kami."
"Kau sanggup untuk menemukan Bu-ki?"
Ia telah menyanggupi kepada kami bahwa dalam tiga hari, Tio Bu-ki pasti.sudah dapat ia
temukan! 230 Lalu dengan sepasang matanya yang berbisa seperti ular beracun ia melotot sekejap ke arah
Ci Peng, katanya lebih lanjut: "Bukankah kau sendiri yang berjanji demikian?"
"Benar!" "Aku harap apa yang bisa kau ucapkan, bisa pula kau laksanakan!"
"Aku pasti dapat melaksanakannya!"
Tong Bong tertawa terkekeh-kekeh.
"Heeehhh . . . . heeehhh. . . heeehhhh. . . jika kau tak sanggup melaksanakannnya, bukan
cuma tubuhmu saja yang secara tiba-tiba akan berubah menjadi sangat jelek dipandang tubuh,
kedua orang bocah perempuan inipun akan beruhah menjadi amat tak sedap dinikmati."
Ia teristimewa menekan kata "badan" secara berat, seakan-akan minatnya terhadap tubuh
orang lain besar sekali. Cian-cian merasa seluruh bulu kuduk tubuhnya pada bangun berdiri, seakan-akan terdapat
beribu-ribu ekor semut yang merambat di atas tubuhnya ....
Iapun berharap mereka bisa temukan Bu-ki, sebab ia percaya Bu-ki pasti mempunyai cara
yang baik untuk menghadapi orang-orang itu, ia selalu mempunyai kepercayaan yang tinggi
terhadap kemampuan Bu-ki.
Tong Lip manatapnya tajam-tajam, kemudian berkata:
"Sekarang, apakah aku telah menerangkan setiap persoalan dengan sangat jelas?"
Terpaksa Cian-cian mengangguk.
"Kalau begitu bagus sekali!" seru Tong Lip, ia berpaling ke arah Ci Peng dan kembali
tanyanya: "Benarkah Tio Bu-ki bersembunyi di atas bukit Kiu-hoa-san?"
"Benar!" "Besok pagi-pagi kita akan naik keatas gunung dan malam ini kita beristirahat di sini!"
Kemudian kepada Hong-nio katanya:
231 "Pergilah ke dapur dan siapkan makanan untuk kami, kalau dilihat tampangmu, aku sudah
tahu kalau kau pandai sekali memasak sayur."
"Akan kutemani dia!" seru Cian-cian cepat.
"Tidak, kau tak boleh kesana!" cegah Tong Lip.
"Kenapa?" "Karena kau sakit!"
Belum habis perkataannya itu, secepat sambaran kilat ia telah menotok jalan darah Cian-cian.
Sungguh cepat gerakan tubuhnya, ini membuktikan kalau kepandaian silat yang dimiliki telah
mencapai tingkatan yang luar biasa.
Ilmu silat yang dimiliki Cian-cian memang termasuk hebat, tapi dihadapannya, ilmu silat
Cian-cian bagaikan permainan seorang anak kecil yang tak ada arti baginya.
Tong Lip menunjukkan wajah yang sangat puas.
"Sekarang aku hanya ingin makan hidangan yang paling lezat, minum sedikit arak wangi dan
beristirahat dengan nyenyak ..........
"Suatu idee yang bagus!" seru Tong Bong sambil tertawa terkekeh-kekeh, "heehh ....heehh.....
memang suatu idee yang bagus sekali ."
Hong-nio bersembunyi disudut ruangan, seluruh tubuhnya melingkar menjadi satu, ia hanya
merasa lelah, sedih dan putus asa.
Mereka tidak mengikat tubuhnya, tidak pula menotok jalan darahnya, mereka tidak takut ia
kabur dari situ. Babi yang cabul, tengik dan memuakkan itu selalu mengincarnya secara diam-diam, bahkan
kemungkinan besar ia selalu berharap agar ia mencoba untuk kabur dari situ.
Dalam hati kecilnya ia telah bersumpah, ia tak akan kabur dari situ, diapun tak akan
melakukan perbuatan apapun yang dapat menimbulkan kemarahan mereka.
Ia hanya berharap agar Cian-cian dapat pula berpendapat sepertinya, karena dalam keadaan
demikian mereka harus tunduk dan menuruti saja, perkataan mereka.
"Tapi, bagaimana selanjutnya" Berapa lama mereka harus menahan diri "
232 Untuk berpikirpun ia tak berani.
Dua buah pembaringan yang berada dalam kamar telah ditempati oleh Tong Lip dan Tong
Bong, setelah minum arak mereka tidur ngorok persis seperti babi.
Ci peng tak dapat bergerak bebas, karena jalan darahnya telah ditotok pula oleh mereka.
Mereka mengikatnya menjadi satu dengan Cian-cian dengan mempergunakan seutas tali.
Sambil tertawa terkekeh-kekeh Tong Bong berkata:
"Asal kau punya kepandaian untuk bergerak, silahkan bergerak dengan cara apapun, aku tak
ambil perduli." Ci Peng tak mampu bergerak.
Tong Bong kembali berkata sambil tertawa:
"Bisa dilihat tak dapat dinikmati, siksaan tersebut tentu sangat tak enak dirasakan."
Ia merasa sangat bangga, karena idee ini berasal darinya, dialah yang bersikeras hendak
menotok jalan darah Ci Peng.
"Sekarang kau masih belum serahkan Tio Bu ki kepada kami, kenapa kami harus percepat
menyerahkan nona itu untuk kau nikmati"!
Ci Peng masih juga tersenyum.
"Aaaah . . . tidak menjadi soal, aku tidak terburu napsu!" sahutnya.
BUKAN ALAM MANUSIA CIAN-CIAN tak berani membuka mata.
Bila ia membuka matanya, maka akan terlihat tampang Ci Peng, si manusia munafik yang tak
tahu malu itu tepat di hadapannya.
Selisih jarak antara muka Ci Peng dengan wajahnya hanya terpaut tidak sampai setengah
depa. Bagaimanapun, Cian-clan telah mencoba meronta, tubuh mereka berdua masih juga
menempel satu sama lain. 233 Kalau bisa dia ingin sekali mencekik laki-laki itu sampai mampus, belum pernah ia jumpai
laki-laki tak tahu malu memuakkan seperti ini.
Meski demikian, suatu hawa panas dan bau khas seorang lelaki yang terpancar ke luar dari
tubuh Ci Peng, menyebabkan hatinya terasa aneh, kalut dan sukar dilukiskan dengan katakata.
Ia hanya berharap agar malam yang menyiksa ini dapat dilewatkan dengan cepat, tapi
bagaimana pula dengan besok"
Ia benar benar tak berani berpikir lebih lanjut.
Rasa lelah dan sedih yang kelewat batas, akhirnya membuat Hong-nio terlelap tidur dengan
amat nyenyak. Tapi . . . tiba-tiba ia tersentak bangun karena kaget, seketika itu juga seluruh tubuhnya
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menjadi kaku dan mengejang keras.
Sebuah tangan yang besar dan kasar sedang meraba pahanya dan pelan-pelan bergerak naik ke
atas pinggangnya, lalu dengan suatu cara yang kasar dan bodoh mulai melepaskan kancing
bajunya satu persatu. Dia ingin berteriak, dia ingin muntah.
Tapi ia tak dapat muntah, ia pun tak berani berteriak, tahu seandainya menggusarkan babi ini,
akibatnya akan jauh lebih fatal.
Tapi tangan itu bergerak makin berani, makin lama makin brutal dan tak tahu aturan, ia makin
lama merasa makin tersiksa, makin tak tahan...
Untuk pertama kalinya dia teringat akan kematian, sayang untuk matipun saat ini dia tak
mampu. Kancing sudah terlepas semua, kini tiba giliran pakaiannya yang dicopot satu demi satu...
Tangan yang besar dan kasar itu telah menyentuh kulit tubuhnya yang halus dan lembut,
dengusan napas yang membawa bau arak pelan-pelan semakin mendekati tengkuknya,
dagunya dan makin mendekati bibirnya . . . .
Ia sudah tak dapat mengendalikan diri lagi mendadak sekujur badannya mulai gemetar keras.
Gemetar semacam ini rupanya semakin membangkitkan napsu birahi dari kaum pria,
tangannya yang meraba, meremas dan memegang itu makin bekerja keras, makin bertenaga,
makin bernapsu dan berani . . .
234 Tiba-tiba, tangan ditarik ke luar dari balik celana dalamnya, menyusul kemudian tubuh yang
berat seperti babipun ikut ditarik ke belakang ....
Terdengar Tong Bong meraung penuh kegusaran:
"Perempuan ini toh bukan milik anak kura-kura itu, kenapa loco tak boleh menyentuhnya?"
"Enyah kembali, ke pembaringanmu!" suara Tong Lip tetap sedingin es, baik-baik tidur di
tempat, kalau tidak kukutungi sepasang tanganmu yang kotor itu!"
Ternyata Tong Bong tak berani membangkang.
Hong nio menggigit bibirnya keras-keras, menggigit hingga berdarah, sekarang sekujur
tubuhnya baru terasa mengendor, akhirnya meledaklah isak tangisnya yang memilukan hati.
Dari balik kegelapan, sepasang mata yang berbisa bagaikan ular beracun itu sedang
menatap-tajam-tajam, ternyata dia mengulurkan tangannya untuk menyeka air mata yang
membasahi pipinya. Terhadap laki-laki ini, dia tak tahu haruskah merasa berterima kasih" Benci" Ataukah takut"
Ia takut laki-laki itu bertindak selangkah lebih ke depan, ia kuatir gerakannya diteruskan
dengan gerakan lain. Untunglah tangan Tong Lip setelah meraba pipinya tadi segera ditarik kembali, diapun segera
bangkit berdiri. Secara lambat-lambat ia seperti mendengar helaan napasnya yang panjang.
Keesokan hatinya, pagi-pagi sekali Hong nio telah bangun dan memasak sekuali besar bubur,
ia mengambilkan semangkuk lebih dulu untuk Tong Lip.
Kali ini, ternyata Tong Lip berusaha menghindari tatapan matanya, bahkan memandang
se-kejappun tidak, hanya ujarnya dengan dingin:
"Selesai makan bubur, kita akan segera naik gunung!"
Empat puluh delapan buah puncak bukit Kiu-hoa yang letaknya berjajar dengan membentuk
lingkaran, bentuknya persis seperti sembilan kuntum bunga teratai.
Diantara empat puluh delapan buah puncak itu, Thian-ho merupakan puncak yang tertinggi,
setelah naik ke atas gunung, tempat pemberhentian pertama dinamakan Soat-thian-bun,
selewatnya tempat itu, jalan gunung makin sempit dan berbahaya.
235 Dalam waktu singkat mereka sudah melewati Yong swan-ting, Teng sim sik, Poan siau teng,
menyeberangi jembatan Tay siau sian kiau, lalu melewati pula Wong kang lo, Hay tham lim,
melewati lagi Peh cap si ti leng ci soat dan sampailah di pagoda tempat menyimpan jasad
Tee-cong pousat. Tapi mereka semua tidak terlalu berminat dengan pousat.
Akhirnya sampailah beberapa orang itu di puncak Thian tay hong, terlihatlah awan bergerak
lewat, bukit menjulang ke angkasa, batu aneh berserakan di mana-mana dan diantara celahcelah
batu cadas tumbuh pohon siong yang rindang.
Kaki Hong nio sudah robek dan pecah-pecah, rambutnya kusut dan pakaiannya basah oleh
keringat. Segulung angin dingin berhembus lewat, bagaikan sebuah anak panah menerpa tubuhnya dan
membuat sekujur tubuhnya gemetar keras. Tapi ia tidak menggerutu, tidak mengeluh atau pun
menghela napas karena menyesal.
Tong Lip memandang sekejap ke arahnya, tiba-tiba ia berkata: "Kita harus sampai ke atas
puncak bukit itu!" "Aku tahu!" jawab Hong-nio.
*Kau harus pula sampai diatas!"
Hong-nio menundukkan kepalanya.
"Aku. . . aku boleh mencobanya!" ia berbisik.
"Tak perlu dicoba!"
*Aku bersedia menggendongnya" seru Cian-cian.
"Tidak boleh!" "Kenapa tidak boleh?"
Jilid 9________ KARENA aku pernah berkata kesempatan untuk matipun tak akan kalian temui!`
Selama berada ditempat seperti ini, kearah manapun kau melompat turun, tubuhmu pasti
hancur dan nyawamu pasti melayang.
236 "Masakan kau hendak meninggalkan dia di sini" jerit Cian-cian.
"Ia boleh mencari seseorang untuk membopongnya!"
"Mencari siapa?"
"Kecuali kau, terserah ia mau minta tolong kepada siapa!"
"Biar aku saja! " Tong Bong segera berseru dengan penuh semangat.
Tong Lip tertawa dingin, ia tidak menggubris rekannya itu, sebaliknya bertanya kepada Hong
nio: "Kau menginginkan siapa yang akan membopongmu?"
"Kau! " jawab Hong-nio tanpa berpikir panjang lagi.
***** Kabut yang menyelimuti wilayah sekitar tempat itu sangat gelap, dari jarak beberapa depa
pun sulit untuk melihat bayangan manusia.
Berada di atas gendongan Tong Lip, tiba-tiba Hong-nio bertanya:
"Tahukah kau mengapa kupilih dirimu?"
"Tidak tahu!" "Karena aku tahu bahwa kau sesungguhnya bukan seseorang yang terlalu jahat."
"Aku orang jahat!"
"Kalau begitu, mengapa kau harus menolongku."
Tong Lip termenung, lama, lama sekali ia baru bertanya:
"Kau benar-benar ingin tahu?"
"Yaa, aku benar-benar ingin tahu!"
Suara jawaban dari Tong Lip berubah menjadi begitu dingin dan kaku, jawabnya:
237 "Kulepaskan kau karena aku telah dikebiri orang, pada hakekatnya aku tak mungkin
menyentuh dirimu lagi, oleh karena itu akupun tak ingin membiarkan orang lain menyentuh
dirimu." Hong nio tertegun. Mimpipun ia tak mengira kalau ada seorang pria yang berani mengutarakan rahasia besarnya
kepada gadis asing yang belum lama dijumpainya.
"Kalau aku masih sanggup" lanjut Tong Lip dengan suara dingin, "sekarang kau telah
kugagahi sebanyak berpuluh-puluh kali banyaknya!"
Hong nio tidak tahu bagaimanakah reaksi gadis lain seandainya mereka mendengar perkataan
itu. Tapi baginya sekarang hanya ada perasaan iba, kasihan dan simpatik yang sukar dilukiskan
dengan kata-kata, sekalipun hakekatnya itulah luapan perasaan yang paling mulia dan agung
dari makhluk yang disebut manusia . . . . . . .
Ia tak tahu ucapan apakah yang harus dikatakan untuk menghibur hatinya, sementara
pemandangan di depansanasudah samakin terang.
Akhirnya sampailah mereka dipuncak paling tinggi dari puncak Thian Tay hong.
Tempat itu merupakan sebuah dataran yang datar, pepohonan yang lebat, bukit bukit karang
yang menjulang di mana mana serta sebuah tebing dengan ukiran tiga huruf yang amat besar.
"HUI-JIN KIAN" (Bukan alam manusia).
***** Tempat itu adalah alam semesta" Ataulah alam baka"
Di atas sorga loka" Ataukah dalam neraka"
Entah tempat apapun, yang pasti di situ tak ada kehidupan, sebab jauh memandang kesana,
tak nampak sesosok bayangan manusiapun.
Tong Lip telah menurunkan Hong nio dari bopongannya, lalu dengan sepasang matanya yang
berbisa seperti mata ular beracun menatap Ci Peng tajam tajam, katanya:
"Naik ke atassana, sudah tiada jalan lagi?"
"Yaa, tidak ada lagi!" jawab Ci Peng.
238 "Bukankah kau mengajak kami datang untuk mencari Tio Bu ki?"
"Benar!" "Tio Bu ki berada di mana?"
Sambil menuding ke arah tebing terjal yang terukir tulisan "Hui jin kiam" tersebut jawab Ci
Peng: "Tuh, disana!" Di sekitar tebing terjal tidak nampak bayangan manusia, pada hakekatnya tempat itu bukan
alam manusia. "Di belakangsanamasih ada sebuah gua rahasia, Tio Bu-ki bersembunyi di dalamsana" kata Ci
Peng lagi. "Mengapa ia musti bersembunyi ditempat seperti ini?"
"Karena dia takut!"
"Apa yang dia takuti?"
"Ia tahu selama ia masih hidup harus membalas dendam atas kematian ayahnya, kalau tidak
maka siapapun tak akan menjumpai dirinya lagi."
Bagi orang persilatan, dendam sakit hati lebih dalam dari samudra, sebagai seorang putra
yang berbakti ia musti membalas sakit hati tersebut.
"Ia sendiripun tahu bahwa ia sendiri bukan tandingan dari musuh besarnya Sangkoan Jin!"
kata Ci Peng lagi. Maka ia takut pergi membalas dendam, takut menenukan jejak Sangkoan Jin"
"Yaa, ia ketakutan setengah mati!"
"Maka dari itu dia baru bersembunyi di sini?"
"Di alam kehidupan manusia sudah tiada tempat berpijak lagi baginya . . " kata Ci Peng
dingin. "Aku harap kau berbicara sejujurnya" ancam Tong Lip.
239 "Baik jujur atau tidak, sebentar lagi persoalan ini akan tersingkap, kenapa aku musti
membohongimu?" "Baik, bawalah kami ke situ!" kata Tong Lip kemudian.
"Tidak, aku tak boleh ikut pergi!"
"Kenapa?" "Aku telah menghianatinya, bila ia bertemu denganku, maka akulah yang pertama-tama akan
dia bunuh." Setelah tertawa getir kembali katanya: "Sekalipun ilmu silat yang dimiliki Tio Bu-ki tidak
terlampau lihay, untuk membunuhku bukan suatu pekerjaan yang sukar, waktu itu kalian pasti
tak akan menolangku."
Tong Lip tertawa dingin, katanya: "Kau anggap aku tak dapat membunuhmu?"
"Bagaimanapun juga asal kalian berputar menaiki batu cadas itu, benar atau tidaknya
perkataanku segera akan terbukti, kenapa tidak kalian periksa dulu kebenarannya" Kalau ia
memang tak ada di situ, toh belum terlambat bila kau datang kembali untuk membunuhku?"
Tong Lip menatapnya tajam-tajam, pelan-pelan ia menyodokkan kedua jari tangannya ke
depan dan menotok jalan darah lemas pada pinggangnya.
Ci Peng sama sekali tidak bermaksud untuk menghindarkan diri.
Tiba-tiba jari tangan Tong Lip berputar lagi seperti gangsingan, kemudian tahu-tahu jalan
darahSianki hiat di tubuh Cian-cian ikut ditotoknya pula.
Totokan tersebut tidak dilancarkan dengan tenaga yang terlampau berat, tapi sasarannya tepat
sekali: Seketika itu juga Cian-cian terkapar dengan lemas.
Ci Peng telah roboh terkapar pula di tanah, sebab jari tangan Tong Lip kembali berputar dan
jalan darahSianki hiat di tubuhnya ikut tertotok juga.
"Kau harus tahu" kata Tong Lip dengan dingin, "keluarga Tong bukan saja memiliki senjata
rahasia yang manunggal, kamipun mempunyai ilmu totokan yang manunggal juga."
Ci Peng mengerti. 240 Satu totokan dari keluarga Tong seperti juga senjata rahasia dari keluarga Tong, kecuali anak
keturunan keluarga Tong, orang lain jangan harap bisa membebaskannya.
"Oleh sebab itu jika aku tak kembali lagi, kalianpun hanya akan menanti kematian di sini"
sambung Tong Lip lebih lanjut.
Menunggu kematian biasanya lebih mengerikan daripada menghadapi kematian itu sendiri.
Tiba tiba Hong nio berkata:
"Seandainya kau berhasil menemukan Bu ki, bolehkah kujumpai wajahnya sekali saja?"
Sudah lama ucapan itu tersimpan dalam hatinya, selama ini ia tak berani mengucapkannya ke
luar, karena ia tidak tahu apa akibatnya bila perkataan itu dia utarakan.
Tong Lip menatapnya tajam-tajam, sepasang matanya yang berbisa seperti ular beracun
memancarkan sinar yang mengerikan, tiba-tiba saja mimik wajahnya mengalami parubahan
yang sangat aneh. Hong nio menundukkan kepalanya, dengan sedih ia berkata:
"Akupun tak tahu bagaimana penyelesaiannya atas dendam sakit hati yang terikat di antara
kalian berdua, tadi aku hanya ingin bertemu sekali saja dengannya."
"Asal dapat bertemu sekali saja dengannya, relakah kau mati?" kata Tong Lip dingin.
Hong nio menggigit bibirnya keras-keras, kemudian pelan-pelan mengangguk.
Sorot mata Tong Lip semakin aneh, ia sendiripun tak tahu haruskah merasa benci"
Dendam" Sedih" Ataukah cemburu"
Cian-cian memandang ke arah mereka berdua, perubahan emosi dalam hatinya ikut pula
mengalami suatu perubahan yang aneh.
Dia sendiripun sedang menunggu jawaban dari Tong Lip.
Tapi Tong Lip tidak mengucapkan apa-apa, sepatah katapun tidak, kantung kulit di
pinggangnya segera dikencangkan, sarung tangan kulit menjangan dikenakan dan paras
mukanya berubah menjadi begitu sinis dan seram bagaikan kabut dingin di puncak bukit.
Kemudian ia putar badan dan berjalan pergi, melirik sekejap ke arah Hong-nio pun tidak.
Tong Bong tiba-tiba berpaling, lalu katanya:
241 "Baik, kukabulkan permintaanmu itu, aku pasti akan memberi kesempatan kepadamu untuk
bertemu muka dengannya."
Kemudian, sambil menepuk kantung kulit di pinggangnya, ia tertawa terkekeh-kekeh.
Heeehh. . . heeeh. . . heeh. . cuma saja, aku tidak berani menjamin masih hidupkah dia"
Ataukan sudah mati?"
***** Hari makin lama semakin gelap.
Hong-nio berdiri seorang diri di tengah hembusan angin barat yang kencang, dengan
termangu-mangu ditatapnya tulisan "Hui jin-kian" yang besar di atas dinding tebing itu tanpa
berkedip. Sekalipun telah bulan ke tujuh, angin yang berhembus di puncak bukit itu terasa dingin sekali
seperti sayatan pisau. Dua bersaudara dari keluarga Tong telah membelok di tebing karang sebelah depan, dapatkah
mereka berjumpa dengan Bu ki" Apa yang bakal terjadi setelah mereka menemukannya"
Sekalipun ia tak pandai bersilat, tapi iapun tahu kalau senjata rahasia dari keluarga Tong
menakutkan sekali. Sesaat meninggalkan tempat itu mimik wajah Tong Lip kelihatan menakutkan sekali, apalagi
masih ada seorang babi gila yang kejam, brutal dan buas . . . . .
Sudah pasti mereka tak akan melepas Bu-ki dengan begitu saja, dan pertemuannya kembali
dengan Bu ki, mungkin si anak muda itu sudah tiada lagi di dunia ini.
Pelan pelan Hong-nio memutar tubuhnya dan memandang ke arah Ci Peng, katanya dengan
sedih: "Tayhong tong bersikap sangat baik kepadamu, mengapa kau lakukan perbuatan seperti
ini?" Ci Peng tidak menjawab. Cian-cian segera tertawa dingin, serunya ketus:
"Pada hakekatnya dia bukan seorang manusia, apa gunanya kau mengajak dia untuk
mem-bicarakan kata-kata manusia?"
242 Hong-nio menundukkan kepalanya, air mata telah jatuh bercucuran membasahi seluruh
wajahnya. Cian-cian memandang ke arahnya, suata sinar mata yang sangat aneh kembali memancar ke
luar dari balik matanya, tiba tiba ia bertanya:
"Kalau benar-benar sedang menguatitkan keselamatan Bu ki?"
Hong-nio berpaling dan memandang ke arahnya dengan terkejut, ke lututnya dengan nada
agak gemetar: "Masakah aku bakal menguatirkan keselamat dari orang lain?"
"Aku sama sekali tidak bermaksud lain. aku tak lebih hanya . . . "
Hong-nio tidak membiarkan ia berbicara lebih jauh, tukasnya dengan cepat: "Kau harus tahu,
seandainya Bu-ki mati, akupun tak akan hidup lebih jauh!"
Cian-cian menghela napas ringan pula.
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aaai. . . . seandainya Bu-ki mati, siapa lagi yang sudi hidup lebih jauh . . . .?"
Kembali ditatapnya Hong-nio lekat-lekat, lama, lama sekali ia baru berkata lebih jauh :
"Bagaimanapun juga, kau toh tetap masih merupakan ensoku!"
"Semasa masih hidup aku menjadi anggota keluarga Tio, setelah matipun aku menjadi setan
ketuarga Tio!" "Kalau begitu, aku ingin memohon satu hal kepadamu!"
"Apa yang kau inginkan?"
"Di balik sepatuku ada sebilah pisau belati, cabutlah ke luar pisau tersebut!"
Betul juga, di balik sepatunya memang ada sebilah pisau panjangnya mencapai tujuh nci,
mana tipis, tajam lagi. Hong-nio telah mencabut ke luar pisau belati itu.
Dengan gemas dan penuh kebencian Cian-cian melotot sekejap ke arah Ci Peng, kemudian
katanya: "Kau harus mewakili diriku untuk membunuh manusia pengecut yang terkutuk dan tak tahu
malu ini!" 243 Hong-nio sangat kaget setelah mendengar perkataan itu, jerit nya tertahan: "Apa" Kau . . . kau
suruh aku membunuh orang?"
"Aku tahu selama ini belum pernah kau bunuh orang, tapi membunuh orang bukan suatu
pekerjaan yang sukar, asal pisau ini kau tusukkan ke dalam ulu hatinya, sekali tusukan saja
sudah cukup untuk membereskan selembar nyawanya."
Saking takutnya paras muka Hong-nio telah berubah menjadi pucat pias seperti mayat, tangan
yang memegang pisau pun mulai gemetar keras, menyusul kemudian sekujur tubuhnya ikut
menggigil. "Kalau kau masih merasa dirimu adalah ensoku, kau harus melakukannya bagiku, bangsat itu
harus kau bunuh sampai mampus!" sera Cian-cian penuh luapan dendam.
"Tapi . . . . tapi . . . . seandainya mereka balik ke mari . . . - "
"Kalau mereka sampai kembali ke sini, kau harus bunuh juga diriku, sampai matipun aku tak
akan membiarkan manusia pengecut yang tak tahu malu itu menyentuh tubuhku."
Air mata Hong nio sudah tidak bercucuran lagi, tapi keringatnya mengucur semakin deras,
keringat dingin lagi. Sepasang mata Cian-cian sudah berubah menjadi merah membara, ia mulai menjerit keras:
"Mengapa kau belum juga turun tangan " Apakah kau baru puas setelah menyaksikan mereka
menganiaya diriku?" Akhirnya Hong-nio menggigit bibirnya kencang-kencang, lalu selangkah demi selangkah
berjalan ke depan menghampiri Ci Peng, pisau yang berada ditangannya segera diarahkan ke
ulu hati lawan. Tapi secara tiba-tiba saja ia merasa keheranan.
Semestinya manusia pengecut yang terkutuk dan tak tahu malu sangat takut menghadapi
kematian, tapi mengapa wajahnya sekarang sama sekali tidak dihiasi rasa takut atau ngeri
barang sedikitpun " Sabaliknya ia malah kelihatan lega dan gembira "
Hanya manusia yang merasa tak pernah melakukan perbuatan salah baru akan
memperlihatkan sikap lega semacam itu.
Tak tahan lagi, Hong-nio bertanya:
"Apa lagi yang hendak kau ucapkan?"
244 "Hanya ada sepatah kata!" akhirnya Ci Peng menjawab.
"Katakanlah!" "Kau musti berusaha keras untuk membuat setumpuk api unggun di sekitar kami!"
"Kenapa harus membuat api unggun?" Hong-nio bertanya keheranan.
Tak ada orang lain yang bisa membebaskan totokan jalan darah keluarga Tong kecuali
anggota keluarga Tong sendiri, tapi bagaimanapun jahatnya suatu ilmu menotok jalan darah,
paling banyak hanya bisa bcrtahan selama satu jam, asal kita mempunyai api unggun maka
kalian bisa melewati masa kritis itu dengan selamat."
Rupanya Cian-cian sudah tidak sabar lagi, kembali ia berteriak dengan suara keras:
"Mengapa kau belum juga turun tangan" Kenapa kau musti mendengarkan segala ocehannya
yang tak berguna" Tidakkah kau melihat bahwa ia sengaja sedang mengulur waktu?"
Kali ini Hong nio tidak menggubrisnya lagi, kembali tanyanya kepada Ci Peng: "Apakah
mereka tak akan kembali lagi?"
Ci Peng tertawa, bahkan tampaknya sangat gembira.
"Tak mungkin bagi mereka untuk kembali dalam keadaan hidup!"
Tapi baru saja ia menyelesaikan perkataannya itu, Tong Bong telah muncul kembali di depan
mata! Sinar matahari sore memercikkan sinarnya dari balik bukit, senjapun telah menjelang tiba.
Tong Bong sudah melampaui tebing itu dan selangkah demi selangkah berjalan mendekat,
sinar matahari sore persis menyinari raut wajahnya.
Mimik wajahnya kelihatan aneh dan sangat luar biasa, seolah-olah merasa sangat gembira,
seakan-akan juga merasa ngeri dan takut.
Cian-cian segera berteriak keras:
"Kalau kau tidak turun tangan sekarang juga, nanti kau sudah tak sempat lagi!"
Hong-nio menggigit bibir, pisaunya segera ditusukkan ke depan.
Dikala mata pisaunya sudah menembusi ulu hati Ci Peng, seperti harimau terluka Tong Bong
telah menubruk datang lalu roboh ke tanah.
245 Ia roboh terkapar seperti sebatang batok kayu yang sangat berat.
Hong nio tertegun. Cian cianpun tertegun.
Sebaliknya Ci Peng tertawa, darah segar sudah mulai mengucur ke luar dari mulut luka di ulu
hatinya, tapi gelak tertawanya masih begitu riang dan gembira.
Pada saat itulah dari belakang tebing yang curam meluncur kembali sesosok bayangan
manusia, setelah berjumpalitan di udara orang itu langsung menubruk ke arah mereka.
Diantara percikan sinar matahari terakhir, tampaklah sepasang matanya yang berbisa seperti
sepasang ular beracun itu.
Di balik sinar matanya itu seakan-akan penuh dengnn pancaran sinar benci, dendam dan
menyesal. Hong nio menjerit kaget, sambil melepaskan pisau di tangannya ia mundur ke belakang,
sementara seluruh tubuh Tong Lip sudah menubruk tepat di atas tubuh Ci Peng.
Gelak tertawa Ci Peng masih kedengaran nyaring, bahkan kedengaran begitu gembira dan
riangnya. Napas Tong Lip terengah-engah, ditatapnya sekejap pemuda itu dengan sinar mata kebencian,
kemudian teriak keras keras:
"Bagus sekali kau, bagus sekali, sungguh tak disangka akupun ikut tertipu oleh siasatmu.
Tiba-tiba ia menyaksikan pisau di ulu hati Ci Peng, segera dicabutnya senjata itu lalu
menyeringai dan tertawa seram.
"Heehhh... heeehhh...heeehhh .. sayang kali toh akhirnya musti mampus juga di tanganku."
Ci Peng tersenyum. "Untungnya sekalipun mati, aku bisa mati dengan hati yang puas." katanya lirih.
Pisau di tangan Tong Lip sudah siap ditusukkan ke bawah, tiba-tiba ia berpaling dan
memandang sekejap lagi ke wajah Hong nio secara tiba-tiba mimik wajahnya menunjukkan
suatu perubahan yang sangat aneh.
Pada saat itulah mendadak mukanya menjadi kaku dan napasnya berhenti.
Menyusul kemudian kepalanya terkulai dan roboh tak berkutik lagi di atas tanah.
246 Mereka memang sudah kembali, sayang bukan muncul kembali dalam keadaan hidup.
Paras muka Ci Peng pucat seperti mayat, darah kental sudah hampir menodai sebagian besar
bajunya. Tusukan dari Hong nio tadi tidak terhitung enteng, bila setengah inci lebih ke dalam, saat ini
Ci Peng pasti sudah menjadi mayat.
Terbayang sampai ke situ, keringat dingin Hong-nio yang telah mengering kini mulai
mengucur kembali dengan derasnya.
Sebab pada saat inilah ia baru terbayang, orang yang barusan hendak dibunuhnya itu
kemungkinan besar justru adalah tuan penolong yang telah menyelamatkan jiwa mereka.
Tapi ia masih juga tak habis mengerti, dia tak tahu apa sesungguhnya yang telah terjadi, dia
harus memaksa Ci Peng untuk menerangkannya bagi mereka.
Kata Ci Peng: "Meskipun Tong Lip adalah cucu buyut dari keluarga Tong, ilmu silatnya
justru diperoleh langsung dari Tong Ji sianseng . . "
Konon keluarga Tong di wilayah Suchuan semuanya dibagi menjadi sepuluh bagian besar, di
antaranya termasuk pula bagian pembuatan resep obat racun serta pembuatan bahan obatnya,
pembuatan motif senjata rahasia serta penyimpanan senjata rahasia, bagian keamanan, melatih
anak murid serta meronda keamanan wilayah.
Kesepuluh bagian ini secara terpisah masing-masing diurusi oleh sepuluh orang tianglo dari
keluarga Tong. Tong Ji siangseng adalah salah seorang diantara ke sepuluh orang tianglo
tersebut. Tiada yang tahu bagian manakah yang diurusi olehnya, orang hanya tahu dia angkuh, kejam
dan berilmu tinggi. Diantara ke sepuluh orang tianglo dari keluarga Tong, dia pula yang lebih sering melakukan
perjalanan dalam dunia persilatan, oleh sebab itu namanya pula yang paling termashur.
Sedemikian takutnya orang kepadanya bisa terbukti dari sikap orang persilatan bila bertemu
dengan seorang kakek berjubah biru, berikat kepala putih dan mengisap sebuah huncwe, entah
dia adalah Tong Ji sianseng atau bukan, mereka selalu berusaha menyingkir jauh-jauh.
Entah suatu kesengajaan atau tidak, barang siapa berani menyalahi Tong Ji sianseng, maka
selama hidup jangan harap bisa melewatkan hari-hari dengan tenang.
247 Kata Ci Peng: "Sejak muda sampai tua, tidak banyak murid yang diterima Tong Ji siangseng
tapi Tong Lip tersebut bukan saja telah menyumbang banyak tenaga dan pikiran untuk
keluarga Tong, lagi pula dia harus menerima dulu banyak siksaan dan penderitaan sebelum
akhirnya dapat menerima warisan ilmu silat darinya"
Hong-nio menghela napas di hati, ia tahu penderitaan macam apa yang telah diterima oleh
Tong Lip. Buat seorang laki-laki, penderitaan apalagi yang lebih berat dari pada suatu penderitaan akibat
dikebiri orang" Dia memang selalu berhati lembut, penderitaan serta siksaan yang dialami orang lain,
seringkali dia ikut merasakannya pula, meski hanya terbatas pada bersedih hati belaka.
Ci Peng berkata lebih jauh: "Aku tahu, sudah terang kami bukan tandingan mereka, aku . . ."
Ia tundukkan kepalanya dengan sedih, setelah berhenti sebentar baru terusnya:
"Asal usulku amat biasa dan umum, lagi pula akupun tak pernah peroleh pendidikan khusus
dari seorang guru kenamaan, ditambah lagi selama banyak tahun belakangan, terlampau
banyak urusan aneka ragam yang telah menyita waktuku, jangankan menangkan mereka,
untuk melayani tiga gebrakanpun belum tentu aku sanggup."
Hong nio segera menaruh rasa simpati kepadanya, dengan lembut ia menghibur:
"Hebat atau tidaknya ilmu silat yang di miliki seseorang sesungguhnya bukan suatu persoalan
yang penting, bagaimanapun juga kita bukan binatang buas, belum tentu kita harus
mengandalkan kekuatan dan kekerasan untuk menghadapi pelbagai masalah yang kita
hadapi." Ci Peng tertawa paksa, sorot matanya penuh dengan pancaran rasa terima kasih.
"Akupun tahu bahwa Tong Bong ada seekor babi gila, aku tak boleh membiarkan kalian
terjatuh ke tangannya, oleh sebab itu terpaksa aku harus mempergunakan akal untuk
membawa mereka datang ke mari."
"Apakah kau tahu bahwa mereka bakal mampus bila berani datang ke mari . . . . . ?" tanya
Hong-nio. Tempo hari sewaktu aku datang ke mari untuk mencari Tio kongcu, dengan mata kepala
sendiri kusaksikan ada tiga orang jago silat yang jauh lebih lihay dari mereka tewas di bawah
tebing curam itu, baru saja aku hendak menyelidiki sebab kematian mereka, tiba-tiba
kudengar ada orang memperingatkan bahwa tempat itu adalah daerah terlarang, barang siapa
berani memasukinya berarti akan mampus!"
248 Meskipun kata-kata itu di ucapkan dengan sederhana, padahal setiap kali teringat kembali
dengan peristiwa yang terjadi waktu itu, sampai sekarang pun hatinya masih terasa keder,
ngeri dan takut sekali. Tentu saja apa yang diketahui olehnya jauh lebih banyak dari pada apa yang dikatakan
sekarang. Tiga orang yang tewas di bawah jurang tempo hari rata-rata adalah jago pedang yang sudah
kenamaan dan banyak tahun mengasingkan diri dari keramaian dunia persilatan.
Mereka datang ke situ adalah disebabkan untuk membalas dendam.
Musuh besar mereka konon adalah seorang jago yang sudah lama meninggal dunia, tapi
menurut perkiraan Ci Peng, sampai sekarang orang itu pasti masih hidup, bahkan ia
bersembunyi di belakang tebing curam yang disebut Hui jin kian tersebut.
Ilmu pedang yang dimiliki prang itu sudahmalangmelintang tiada tandingannya di kolong
langit semenjak tigapuluh tahun berselang, tentu saja kepandaiannya sekarang sudah tak
terlukidkan lagi kehebatannya.
Kalau memang ia tak ingin membiarkan orang lain tahu bahwa ia masih hidup di dunia ini,
kenapa Ci Peng membocorkan rahasianya.
Membocorkan rahasia pribadi orang merupakan suatu perbuatan yang tercela, suatu perbuatan
yang tidak baik. Ci Peng telah bersumpah tidak akan mengutarakan rahasia tersebut kepada siapapun jua.
Hong-nio tidak bertanya lebih jauh, dia hanya menghela napas panjang lalu berkata:
"Aku tahu, hatimu waktu itu tentu menderita sekali!"
"Kenapa menderita?"
"Sebab bukan saja kami telah salah menuduhmu dengan tuduhan yang bukan-bukan, malah
aku hendak membunuh dirimu."
Digenggamnya tangan pemuda itu erat-erat, kemudian menambahkan lagi".
"Akupun tahu mengapa kau tidak memberi penjelasan sejak tadi, sebab sekalipun kau
terangkan kepada kami, belum tentu kami akan mempercayaiuya dengan begitu saja."
Tiba-tiba Cian cian tertawa dingin, katanya:
249 "Heeehhh . . . heeehhh . . . heeehhh. ... dari mana kau bisa tahu kalau apa yang diucapkan
sekarang adalah kata-kata yang sejujurnya?"
Hong-nio berpaling memandang ke arahnya, lalu dengan lembut berkata:
"Aku tidak menyalahkan kau, sebab aku tahu hatimu tentu saja mempunyai perasan menyesal
dan minta maaf kepadanya seperti apa pula yang kurasakan sekarang, oleh sebab itulah kau
baru mengucapkan kata kata semacam itu."
Cian-cian menutup mulutnya rapat-rapat, malah sepasang matanya ikut pula dipejamkan
rapat-rapat. Matahari sore sudah tenggelam di langit barat, kegelapan malam pelan-pelan menyelimuti
seluruh jagat, angin yang berhembus lewat terasa lebih dingin dan merasuk ke dalam tulang.
"Sekarang kau harus berusaha untuk membuat api unggun ....." kata Ci Peng kemudian.
Hong-nio seakan-akan sedang termenung memikirkan sesuatu, ia tidak menjawab.
"Kemungkinan sekali dalam saku Tong-Lip terdapat bahan untuk membuat api . . . . . " Ci
Peng kembali berkata. Tapi Hong-nio seakan-akan sama sekali tidak mendengar apa yang dia bicarakan, mendadak
gadis itu bangkit seraya berkata:
"Aku harus pergi menengoknya, aku harus menjumpainya walau apapun yang bakal terjadi!"
"Mau pergi ke mana kau" Apa yang hendak kau lihat?" Ci Peng mendesak dengan cemas.
Hong-nio alihkan sorot matanya ke arah tebing curam di depansana, tebing itu bagaikan
seekor binatang buas di tengah kegelapan malam, katanya:
"Kalau toh disanaada orangnya, mungkin juga Bu-ki berada di situ."
Sambil bergumam selangkah demi selangkah gadis itu berjalan menuju ke arah bukit
curamsana. Melihat perbuatan gadis itu, Ci Peng segera menjerit tertahan.
"Jangan kesana, tempat itu adalah daerah terlarang!"
Hong-nio sama sekali tidak mendengar, bahkan menggubrispun tidak.
250 Menyaksikan gadis itu selangkah demi selangkah mendekati tebing curam yang bernama "Hui
jin kian" tersebut, peluh dingin membasahi sekujur badan Ci Peng saking tegangnya.
Cian-cian ikut gelisah, tak tahan ia berseru:
"Betulkah tempat itu adalah daerah terlarang yang tidak memperkenankan siapapun
memasukinya?" "Ehmm . . . .!" Ci Peng mengiakan: "Dia adalah seorang anak gadis, mana tak pandai ilmu
silat lagi, masakah orang di sans akan membunuhnya?"
"Tempat itu bukan alam manusia, mana mungkin ada manusia yang bisa hidup segar bugar di
situ?" Cian-cian menjadi amat gelisah, peluh dingin bercucuran pula membasahi sekujur tubuhnya.
"Kalau memang di situ bukan alam manusia, mana mungkin ia bisa mati dibunuh?"
"Jika seoraug manusia telah tiba di tempat yang bukan alam manusia, mana mungkin dia tak
akan mati." Malam semakin gelap, bukit yang terjal dan mengerikan ternyata bukan alam kahidupan
manusia. Selangkah demi selangkah Hong-nio berjalan menelusuri kegelapan, akhirnya ia telah lenyap
dibalik kegelapan yang mencekam seluruh jagat itu . . .
Meskipup paras muka Ci Peng tetap tenang, tanpa emosi, namun kelopak matanya telah
berkaca-kaca, seakan-akan ia menyaksikan tubuh si gadis yang lemah lembut itu sudah
terjatuh ke dalam jurang yang tiadataradalamnya itu, tapi apa lacur ia justru tak mampu
menyelamatkan jiwanya . . . .
Tiba-tiba Cian-cian bertanya:
"Apakah kau merasa bersedih hati bagi keselamatan jiwanya yang terancam . . . . ?"
"Ehmm . . . . !" Ci Peng tidak menjawab apa-apa cuma mengiakan.
"Seandainya aku yang pergi ke sana sekarang, sudah pasti takkan ada orang yang merasakan
sedih bagi nasibku yacg buruk, sebab aku tidak lebih hanya seorang gadis yang binal, tak tahu
aturan dan tak kenal baik buruknya manusia, tentu saja mati hidupnya tak akan diperhatikan
pula oleh orang lain."
Ci Peng tidak menjawab, walau hanya sepatah katapun.
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
251 "Sebaliknya dia lemah lembut, berhati welas, cantik lagi, setiap pria yang bertemu dengannya
pasti akan senang kepadanya dan terpesona oleh kelembutan hatinya."
Setelah tertawa dingin, ia meneruskan lagi.
"Bahkan manusia she Tong yang buas, kasar dan tak kenal peri kemanusiaan pun
menyukainya, aku dapa tmenyaksikan kesemuanya itu dengan amat jelasnya!"
Lama kelamaan Ci Peng tidak tahan juga katanya kemudian:
"Orang lain menyukainya karena ia baik berbudi pekerti dan lemah lembut hatinya, terlepas
apakah dia cantik wajahnya atau jelek sekalipun...!"
"Betul, dia memang sangat baik budi pekertinya, lemah lembut perasaannya, sedang aku
berhati busuk, dengki dan jahat, aku tak dapat menarik tangan orang lain sambil sengaja
memperlihatkan sikapnya yang hangat dan lemah lembut, aku... aku..."
Makin berbicara suaranya semakin parau dan sesenggukan, tanpa disadari air matanya seperti
bendungan yang jebol mengucur ke luar dengan amat derasnya.
Padahal ia sendiripun tahu bahwa tidak seharunya dia sebagai seorang anak gadis
mengucapkan kata kata seperti itu, siapa pula yang mengatakan bahwa ia tidak bersedih hati"
Begitulah, diakala ia sedang merasa sedih dan kesal oleh perasaan dengki yang muncul secara
membingungkan dalam hati kecilnya itu, tiba tiba ia saksikan ada sesosok bayangan manusia
dengan kecepatan luar biasa sedang bergerak emnuju kearah mereka.
Itulah sesosok bayangan putih yang amat samar, seakan akan seorang manusia, seorang
manusia yang amat kecil. Andaikata bayangan tersebut adalah sesosok bayangan manusia, maka orang itu sudah pasti
adalah seorang bocah cilik.
Tapi mengapa seorang bocah cilik bisa terbang" Kalau tidak terbang, kenapa ia bisa bergerak
dengan kecepatan yang luar biasa"
Sementara ia masih kaget bercampur keheranan, tiba tia pinggannya menjadi kaku dan selapi
kegelapan menutupi matanya.
Seketika itu juga ia merasa seakan-akan sudah sepuluh tahun lebih tak pernah tidur, ia merasa
mengantuk sekali, matanya menjadi berat dan tak sanggup dipentangkan kembali ia betulbetul
ingin tidur. Akhirnya ia benar-benar tertidur.
***** 252 ADASETAN SINAR matahari berwarna keemas-emasan memancar masuk lewat jendela.
Sinar itu menyorot di atas sebuah meja yang berkilat bagaikan sebuah cermin.
Semua barang yang berada di ruangan itu sama dengan meja tersebut, bersih, mengkilap dan
sedikitpun tidak berdebu.
Ketika mendusin dari pingsannya, Cian-cian sudah berada dalam ruang tersebut.
Padahal dengan jelas ia merasa bahwa dirinya berada di atas sebuah bukit gersang yang gelap
dan dingin, mengapa tahu-tahu sudah berada di sini "
Jangan-jangan ia lagi bermimpi "
Tapi ia bukan sedang bermimpi, ia benar-benar berada dalam keadaan sadar, diapun
menyaksikan pula Ci Peng berada disana.
Sebenarnya Ci Peng sedang memandang ke arahnya, menanti gadis itu memandang pula ke
arahnya, cepat-cepat ia menghindari tatapan sinar matanya itu. Ia memandang sekuntum
bunga kuning yang berada di atas daun jendela . . .
Bunga kuning itu sedang mekar.
Kamar tidur Hong-nio selalu bersih tak berdebu, di atas jendela selalu pula terletak sekuntum
bunga kuning seperti itu.
Tapi tempat ini bukan kamar Hong-nio.
"Di mana Hong-nio?"
Ci Peng tidak menjawab, tapi di balik sinar matanya justru terselip rasa sedihnya yang tak
dapat diketahui oleh siapapun .
. . . Kenapa kita bisa sampai di sini" Di manakah kita berada" Cian-cian tidak bertanya, semua
persoalan semacam itu tidak penting baginya.
Ia tidak pernah melupakan perkataan dari Ci Peng, iapun tak pernah melupakan mimik wajah
Tong Bong menjelang kematiannya.
Ia harus pergi mencari Hong-nio, entah tempat itu adalah alam manusia atau bukan.
253 Tapi sebelum dia pergi, Hong nio telah muncul di hadapannya.
oo0oo "Baru saja aku mencapai tebing curam itu, kusaksikan ada sesosok bayangan putih kecil
meluncur kearahku, kemudian kudengar ada seseorang berkata kepadaku : "Orang yang kau
cari tidak berada di sini," kemudian secara tiba-tiba saja aku merasa mengantuk sekali dan
tertidur nyenyak." "Ketika mendusin tadi, kau telah berada di sini?" tanya Cian-cian.
Hong-nio mengangguk, sorot matanya penuh diliputi perasaan bingung dan tidak habis
mengerti. "Sesungguhnya tempat apakah ini?" ia berbisik.
"Siapapun tak ada yang tahu, tempat macam apakah di sini."
Terlepas tempat apakahsana, yang pasti tempat itu boleh dibilang merupakan sebuah tempat
baik. Di luar jendela terdapat sebuah halaman kecil, sinar matahari yang berwarna keemas-emasan
sedang menyoroti kuntum bunga kuning ;yang sedang mekar itu.
Di luar rumah aneka bunga tumbuh subur, di luar pagar bambu adalah sebuah gunung
gunungan dengan kolam ikan yang memelihara beberapa puluh ekor ikan leihi, di bawah
wuwungan rumah bergelantungan sangkar burung nuri yang menyanyikan irama merdu.
Rumah itu cukup besar, perabotnya meski sederhana tapi amat bersih, selain ada kamar baca,
kamar makan ada pula tiga buah kamar tidur, bahkan seprei di atas pembaringanpun tampak
masih bersih. Di belakang ada dapur, dalam dapur tersedia segentong penuh beras, di atas rak kayu
tergantung pula segala macam daging babi, daging sapi, ikan asin dan ayam.
Paling belakangsanamerupakan sebuah kebun sayur yang menanam sayur putih, kedelai,
kacang kapri serta lobak yang besarnya setangan bocah cilik.
Tak bisa disangkal tempat itu merupakan rumah tinggal seorang hartawan yang sedang
menyepi, atau paling tidak merupakan rumah kediaman seorang jago silat yang telah
mengasingkan diri dari keramaian dunia.
Setiap barang kebutuhan sehari-hari yang dapat kau pikirkan, dapat dijumpai dengan komplit
disana, apa yang kau inginkan bisa segera didapatkan di situ.
254 Tapi di tempat itu justru tak ada orang. Mungkin tuan rumah sedang pergi keluar?" tapi
sekalipun mereka sudah menunggu lama sekali, belum juga kelihatan bayangan tubuh dari
tuan rumahnya. "Sebenarnya manusia-manusia macam apa yang tinggal dalam wilayah Hui-jin kian?" Ciancian
bertanya.. Jawaban Ci Peng masih juga jawaban yang semula: "Kalau sudah tahu tenpat ini Hui-jin kian
(bukan alam manusia), dari mana datangnya manusia?"
Sekarang bahkan Ci Peng sendiripun tahu bahwa orang lain pasti dapat mengetahui, bahwa ia
sedang menyimpan. suatu rahasia.
Ia telah bertekad, bagaimanapun juga rahasia tersebut tak akan dia utarakan.
Sebab siapapun yang mengetahui rahasia ini, hal tersebut tidak akan mendatangkan manfaat
apa-apa baginya. Kata Ciao cian: "Mereka adalah manusia juga boleh, setan juga tak mengapa, kalau toh
mereka telah menghantar kita ke mari, maka kita boleh saja tinggal di sini dengan tenang."
Kenapa kita musti tinggal di sini terus menerus".
"Sebab walaupun Bu-ki tidak berada di Hui jin-kian, sudah pasti ia masih berada di bukit Kiuhoasan, asal kita selalu sabar maka cepat atau lambat kita pasti akan berhasil mendapatkan
kabar beritanya!" demikian Hong-nio menyahut.
Ia jarang sekali mengemukakan pendapat-nya, tapi pendapat yang dia ungkapkan selalu
jarang dibantah orang. Walaupun Ci Peng tak ingin tinggal di situ, mau tak mau ia musti menutup mulutnya rapatrapat.
Untung saja kamar tidur di rumah itu terdiri dari tiga bilik, mereka setiap orang dapat
menempati sebuah kamar yang tersendiri, atau mungkin kamar-kamar itu memang secara
khusus disediakan untuk mereka"
Cian-cian selalu riang gembira bagaikan seorang anak kecil, sesungguhnya ia selalu kuatir
kalau tidak menemukan tempat yang baik di atas bukit sebagai tempat tinggal, sungguh tak
disangka secara tiba-tiba saja dari langit muncul sebuah tempat nyaman seperti ini.
Pada hakekatnya kejadian tersebut adalah suatu kejadian yang menyenangkan, seperti anakanak
kecil sedang bermain "Kee-kee- ciu."
255 Bahkan Hong-nio sendiripun ikut membuang jauh-jauh kerisauan hatinya, ia berkata:
Mulai hari ini, menanak nasi memasak sayur adalah pekerjaanku!"
Mencuci pakaian, mencuci mangkuk adalah pekerjaanku!" sambung Cian-cian tak kalah
gembira-nya. Mau tak mau Ci Peng mesti mengepos semangat sambil menambahkan:
"Dan tugasku adalah memotong kayu bakar dan mengambil air!"
Di sebelah kiri rumah di belakang bukit terdapat sebuah sumber mata air, di atas bukit
merupa-kan sebuah kebun buah dengan aneka macam buah yang sudah masak, buah pear
yang kecut, buah Tho yang manis dan banyak airnya merupakan buah-buah kesukaan para
gadis remaja. Hampir seluruh kebutuhan manusia yang diperlukan sehari-harinya dapat diperoleh di tempat
itu, sayang diantara semua barang yang serba komplit masih kekurangan sebuah benda.
Ternyata tempat itu tak ada lampu.
Bukan saja tak ada lampu, malah lilin, lentera, obor, batu api dan lampu tengtengan pun tak
ada, pokoknya semua benda yang berhubungan dengan api dan lampu tak akan dijumpai di
situ. Kalau bukan tuan rumah di sana terlalu awal sudah pergi tidur, maka satu-satunya
kemungkinan adalah ia tak pernah pulang ke rumah di malam hari.
masih untung di dapur tersedia korek api untuk menanak nasi, Ci Peng segera membuat api
dan Hong-nio memasak daging ayam dan sebaskom besar kacang kapri yang baru dipetik,
lalu menanak pula sebakul penuh nasi putih.
Cian-cian menuang piring kecil dengan minyak babi lalu mencari seutas tali sebagai sumbu
dan menyulutnya sebagai pengganti lampu.
Sambil tertawa bangga ia berkata:
Dengan lampu kecil ini paling tidak kita tak sampai keliru menghantar nasi ke dalam hidung "
"Pemandangan di luar rumah sangat indah, kalau kita biar mendapatkan beberapa buah lampu
lentera yang terbuat dari kaca, tentu pemandangannya jauh lebih indah lagi," kata Hong-nio.
256 Ia memang selalu menyukai hal-hal yang indah, ia selalu merasa bahwa dalam rumah kecil
yang ada di bukit dengan kebun yarg indah akan terasa lebih syahdu jika diterangi oleh
lentera-lentera kaca yang indah . . . .
Tapi diapun tahu bahwa di tempat semacam ini jangan harap bisa memperoleh lampu lentera
seindah itu. Maka sore-sore mereka telah pergi tidur, mereka berharap keesokan harinya dapat pergi
menjelajahi sekeliling bukit untuk mencari kabar berita tentang Bu-ki.
Malam itu Hong-nio menulis kembali buku hariannya di bawah penerangan lentera kecil yang
terbuat dari piring minyak, dalam hati kecilnya ia masih mengharapkan lampu lentera
semacam itu. Keesokan harinya, ia bangun paling pagi.
Ketika ia membuka pintu, terlihatlah belasan buah lampu lentera yang indah tertera api di
depan pintu, lentera itu semuanya terbuat dari kaca dan memantulkan sinar tajam di bawah
sorotan sang surya. ***** "Siapa yang mengantar lampu lampu lentera itu ke mari?"
"Darimana dia bisa tahu kalau kau menginginkan lampu lampu lentera semacam ini?"
Hong nio tak mampu menjawab.
Memandang lentera lentera sebanyak itu, ia termangu untuk beberapa waktu lamanya,
kemudian sambil tertawa getir katanya:
"Padahal aku sama sekali tidak menginginkan sebanyak ini, asal setiap ruangan ada sebuah itu
sudah lebih dari cukup, sebab terlalu banyak malah merepotkan saja"
Kemudian mereka ke luar rumah untuk mencari jejak Bu Ki, menanti ketiga orang itu kembali
lagi kesitu, ternyata dari sepuluh buah lentera yang semula berada di situ, kini tinggal lima
buah saja. Menyaksikan kenyataan tersebut, semua orang merasa tertegun, mereka merasa seakan akan
ada segulung hawa dingin yang menyusup masuk lewat telapak kainya danlangsung
menerjang naik ke dalam tubuh.
... Benarkah ada seseorang yang bersembunyi di dalam rumah dan selalu mendengar
pembicaraan mereka" 257 Meskipun di mulut mereka tidak membicarakannya, tapi begitulah yang dipirkan di dalam
hati. Maka mereka mulai mengadakan pencarian secara besar besaran, setiap sudut ruangan
diperiksa dengan seksama, bahkan di kolong ranjang, di dalam peti, di atas wuwungan rumah,
di balik lubung dapur mereka periksa dengan teliti, tapi hasilnya tetap nihil, tak sesosok
bayangan manusiapun yang ditemukan.
Tangan dan kaki Cian-cian mulai menjadi dingin, tiba tiba ia berkata dengan lirih:
"Kalian tahu apa yang sedang kupikirkan sekarang?"
"Apa yang kau pikirkan?" tanya Hong nio.
"Aku menginginkan sebuah boneka dari tanah liat!"
Kemudian ia bertanya kepada Hong nio:
"Dan kau" Hari ini apa yang kau inginkan?"
"Boneka tanah liat mudah pecah kalau jatuh, aku menginginkan boneka dari kain."
"Boneka kain mudah robek, bukankah boneka dari kayu jauh lebih indah dan kuat?" sela Ci
Peng. "Apakah kau menginginkan boneka kayu?" Cian-cian berseru.
"Aku menginginkan kedua duanya!" jawab Ci Peng
***** Malam itu sebelum berangkat tidur sekali lagi mereka memeriksa setiap sudut rumah dengan
teliti dan seksama, setelah yakin bahwa di sekitar tempat itu tiada orang yang bersembunyi,
mereka baru mengunci baik-baik semua pintu dan jendela kemudian baru pergi- tidur.
Malam ini tidur mereka tidak nyenyak.
Keesokan harinya, ketika mereka membuka pintu, di luar pintu tak ada boneka tanah liat,
tidak ada pula boneka kayu.
Tapi di luar pintu sana terdapat sebuah boneka kain, sebuah boneka kain yang besar sekali.
Kontan saja Cian-cian melotot besar-besar ke arah Hong-nio. Hong nio sendiri walaupun
merasa tertegun, namun diapun tahu apa yang sedang dipikirkan gadis tersebut.
".. Apapun yang diinginkan orang lain agaknya sama sekali tidak diperhatikan oleh orang
itu, tapi apa yang diminta Hong-nio segera diberikan dengan cepat.
. . . Mungkinkah dia adalah sahabatnya Hong-nio"
. . . Sesungguhnya "sahabat" macam apakah dia" Kenapa tak berani memperlihatkan diri"
258 Hong-nio sendiripun tak sanggup untuk menerangkan persoalan itu, karena ia sendiri juga
tidak habis mengerti. Jangankan sahabat, seorang kenalanpun tidak ia miliki di tempat itu.
Sepasang biji mata Cian-cian segera berputar kian ke mari, kemudian tiba-tiba ia berkata:
"Aku sudah bosan makan hidangan masakanmu, sekarang aku ingin mencicipi masakan yang
lain !" "Kau ingin makan apa?" Hong nio segera bertanya.
"Aku ingio makan Ti tie masak kecap dan daging sapi masak kecap dari Gi hoa cay serta
bakpao daging dari Gu put li !"
Hidangan yang disebutkan itu adalah hidangan-hidangan kenamaan dari ibukota.
Gi hoa cay terletak dikotasebelah barat, konon kuali yang dipakai untuk masak kecap daging
sudah ada dua tiga ratus tahun tak pernah berhenti, daging kecap yang mereka jualpun
mempunyai ciri khusus, asal masuk mulut maka orang dapat membedakan rasanya.
Gu put li terletak di Gang Soat say kang, bakpao yang mereka buat tak dapat ditandingi oleh
siapapun. Padahal jarak antara tempat itu dengan ibukotamencapai beberapa ribu li, sekalipun burung
yang terbang di angkasa pun tak nanti bisa pulang pergi dalam setengah hari.
Hong nio tahu, rupanya Cian-cian sengaja hendak mengajukan persoalan yang sulit untuk
mencoba orang itu, maka ia segera menyahut:
"Bagus sekali, malam ini akupun ingin masakan tersebut !"
Cian-cian masih tidak lega hati, sekali lagi dia bertanya:
"Kau ingin makan apa?"
Sepatah demi sepatah kata Hong nio menjawab:
"Aku ingin makan Titie masak kecap dan daging sapi masak kecap dari Gi Hoa cay di
ibukotaserta bakpao daging dari Gu put li !"
Hari itu kembali mereka ke luar rumah untuk melakukan pencarian, sekali pun demikian di
hati mereka hanya selalu memikirkan daging masak kecap serta bakpao daging.
259 Sekalipun orang itu memiliki kepandaian yang luar biasa, jangan harap bisa barangkat ke
ibukotauntuk membeli barang-barang semacam itu dan kembali setengah harian kemudian.
Cian-cian tertawa dingin di dalam hati, pikirannya:
"Heeehh . . . heeehhh. . . . heeehhh . . aku ingin melihat apakah selanjutnya kau masih punya
muka untuk melanjutkan permainan ini?"
Sebelum matahari terbenam, mereka telah buru-buru pulang ke rumah.
Benar juga, di atas meja telah siap sepiring besar Titie masak kecap, sepiring daging sapi
masak kecap dan dua puluh biji bakpao yang masih panas.
Kalau hanya begini saja masih tidak termasuk aneh.
Yang lebih aneh lagi, ternyata daging kecap itu benar-benar membawa ciri khas masakan Gihoa
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
cay, kalau dimakan maka akan terasalah minyak kecap yang sudah berumur lama itu.
Yang lain mungkin bisa palsu, tapi kalau dalam hal ini tak mungkin bisa ditiru lagi.
Ci Peng gemar pula makan daging kecap macam begini, tapi ketika memakannya sekarang, ia
tak tahu bagaimanakah rasa sebenarnya.
Sekali lagi Cian cian melotot ke arah Hong nio, kemudian sambil tertawa dingin sindirnya:
"Heeehhh...heeehhh...heeehhh... tampaknya kepandaian yang dimiliki sahabatmu itu betul
betul luar biasa sekali"
Hong nio tidak menyalahkannya.
Peristiwa ini memang terlalu aneh, memang sepantasnya kalau orang akan merasa curiga
kepadanya. "Siapa sih temanmu itu?" tanya Cian cian,
"Kalau toh sudah datang, kenapa tidak tampilkan diri untuk makan bersama kamu?"
Sengaja ia memperlihatkan tertawanya yang amat riang, terusnya:
"Bagaimanapun juga, makanan ini kan sengaja ia beli dari tempat yang sangat jauh...."
"Jauh sekali?" tiba tiba Ci Peng bertanya.
"Yaa, jauh sekali!"
"Dapatkah kau pergi ke tempat yang begitu jauhnya untuk membeli hidangan hidangan
tersebut kemudian kembali lagi ke sini dalam setengah harian saja?"
"Tentu saja aku tidak mampu!"
260 "Pernahkah kau bayangkan manusia macam apakah di dunia ini yang sanggup berangkat ke
ibu kota untuk membeli hidangan hidangan tersebut kemudian balik lagi kemari hanya dalam
waktu setengah harian saja"
"Aku tidak dapat membayangkannya!"
"Aku sendiripun tak dapat membayangkan!" kata Ci Peng dengan cepat,
"Sebab pada hakekatnya tak ada seorang manusiapun di dunia ini yang sanggup melakukan
perbuatan tersebut!"
"Tapi, bukankah semua hidangan yang kita minta sudah tertera didepan mata sekarang?"
Ci Peng segera menghela napas panjang.
"Aaaai.... aku toh hanya mengatakan bahwa tiada "manusia" di dunia ini yang sanggup
melakukan pekerjaan itu!" katanya.
Sengaja kata `manusia" diucapkan dengan tekanan yang lebih keras. Tiba tiba Cian-cian
merasa ada hawa yang dingin yang menerobos masuk lewat dasar telapak kakinya.
"Maksudmu di sini ada setannya " ia menjerit.
***** PEMILIK RUMAH SETAN SETAN dapat mengikuti semua pembicaraanmu, sekalipun suara pembicaraanmu amat lirih
dan kecil, setan tetap dapat mendengarnya.
Tapi sebaliknya kau tak akan mampu mendengar suara pembicaraan setan.
Setan dapat pula menyaksikan dirimu, memperhatikan semua gerak gerikmu dan mengikuti
semua perbuatanmu, sekalipun berada ditengah kegelapan diapun melihat dengan jelas.
Tapi kau tak dapat melihat setan, sekalipun setan berada di sampingmu, kau toh tetap tak
dapat melihatnya. Setan tak membutuhkan lampu. Semua barang kebutuhan tersedia di rumah itu, hanya lampu
yang tak dimiliki. Setan pun bisa menempuh perjalanan sejauh ribuan li dalam waktu singkat, tapi kau harus
menempuh perjalanan selama tiga hari tiga malam untuk bisa mencapainya.
Mungkinkah "teman" Hong nio bukan manusia melainkan setan" Benarkah rumah itu adalah
sebuah rumah setan" oo0oo 261 Malam telah tiba, bintang bertaburan memenuhi angkasa, air telaga yang jernih di bawah
timpaan sinar bintang memantulkan sinar perak yang memanjang seperti sebuah ikat pinggang
berwarna perak. Menelusuri sumber air itu Hong nio pelan-pelan bergerak maju ke depan.
ia merasa tak dapat tidur, hatinya amat gundah, bukan saja kesal mana takut lagi, takutnya
setengah mati. Ia sama sekali tidak takut dengan setan.. Andaikata penghuni rumah itu benar-benar adalah
setan, kalau toh ia baik kepadanya, diapun tak perlu takut kepadanya.
Sejak kecil ia tak pernah takut dengan setan, ia selalu merasa ada sementara orang justru lebih
menakutkan dari pada setan.
Perduli apakah dia manusia atau setan, asal ia betul-betul sangat baik kepadanya, ia tetap
merasa amat berterima kasih
Ia menjadi takut, karena secara tiba-tiba ia teringat akan diri Bu-ki . . . . .
Walaupun di dunia ini sungguh-sunggub terdapat sukma gentayangan, hanya sukma
gentayangan dari Bu ki yang akan bersikap demikian baik kepadanya. "
Betulkah Bu ki sudah mati" Benarkah setan itu adalah sukma gentayangan dari Bu ki?"
Ia tak berani berpikir lebih lanjut, iapun tak berani mengungkap masalah tersebut di hadapan
Cian-cian, ia telah merasakan bahwa antara mereka berdua sesungguhnya ada suatu selisih
jarak. Mungkin hal ini disebabkan karena sesungguhnya mereka bukan seorang sahabat yang akrab,
mereka mempunyai hubungan satu sama lainnya karena Bu-ki lah yang menghubungkan tali
perhubungan tersebut. Cian-cian memang tak pernah memahami perasaan hatinya, diapun tak pernah
mempercayai-nya,kalau diantara mereka sudah tak dapat saling memahami, mana mungkin
bisa saling mem-percayai?"
Ujung dari sumber mata air itu adalah sebuah telaga kecil. Sekeliling telaga penuh tumbuh
pepohonan siong yang amat besar dan rindang, selain itu tumbuh pula aneka macam bunga
liar yang menyiarkan bau harum semerbak.
Di atas langit penuh tersebar beribu ribu bintang, di atas permukaan telaga memantulkan pula
cahaya bintang. 262 Tak tahan ia berjongkok di tepi telaga, mendayung segenggam air dan membasuh tangannya.
Penyerapan sinar matahari sepanjang siang membuat suhu air dalam telaga itu begitu sejuk,
begitu lembut dan hangat .
Dibelakang bukit desa kelahirannya dulu, terdapat pula sebuah telaga sebesar telaga ini.
Sewaktu masih kecil dulu seringkali di tengah malam buta ia lari ke telaga dan berenang
sepuasnya. Sebenarnya ia memang seorang bocah perempuan yang nakal, hanya saja selama ini ia selalu
mengekang kebinalan serta kebebasannya.
Sekarang, tanpa disadari terbayang kembali kenangannya dikala masih kecil dulu, saat saat
kehidupannya yang paling bebas, paling senang dan tidak terikat oleh segala batas batas
ketentuan. Tak tahan lagi, ia mulai bertanya pada diri sendiri:
"Seandainya waktu bisa berulang kembali, dapatkah aku hidup sebebas dulu lagi?"
Mendadak dalam hati kecilnya muncul suatu dorongan yang amat misterius...
Seandainya seorang dapat membuang semua pikiran dan perasaannya yang mencekam
perasaannya untuk sementara waktu, lalu mengenag kembalai kenangan indahnya dikala
masih kanak kanak dulu, maka jalan pikiran semacam itu bagi siapapun akan merupakan
suatu daya pancingan yang sukar dilawan.
Denyut jantungnya berdebar keras, makin lama berdebar semakin cepat...
Sudah terlalu lama ia mengenang diri sendiri, ia merasa sudah sewajarnya kalau saat ini ia
mendorongkan sedikit seluruh perasaannya.
Malam yang sepi terasa begitu syahdu, bukit yang hening menambah mesranya suasana
ditambah lagi air telaga yang begitu sejuk, begitu hangat dan merangsang hati...
Akhirnya tak tahan lagi dengan tangan yang gemetar ia mulai melepaskan kancing kancing
bajunya... ***** Mungkin karena diusia mudanya dulu ia pernah mengalami suatu kehidupan yang bebas tanpa
ikatan, maka perkembangan tubuhnya pun amat indah dan mempesona.
Kakinya yang panjang dan ramping kelihatan amat kencang, payudaranya mesti tidak
terhitung besar tapi montok dan padat berisi, hanya saja lantaran sudah terlalu lama tak pernah
263 kena matahari maka tampak sedikit pucat dan lembek, apalagi lekukan tubuhnya yang tinggi
semampai dengan lekukan lekukannya yang indah, membuat gadis itu tampak semakin
mempesona dalam keadaan bugil seperti sekarang ini.
Potong badang semacam ini justru merupakan potongan badang yang paling ideal dan pantas
dibanggakan olehnya, belum pernah ada orang kedua yang pernah menyaksikan lekukan
tubuhnya itu, bahkan ia sendiripun jarang sekali menikmatinya.
Setiap kali ia memandang tubuh sendiri yang padat dan indah, jantungnya selalu terasa
berdebar keras. Dengan cepatnya ia telah menyelam kedalam air, membiarkan air telaga yang segar serta
kenangan dimasa kanak kanak dulu memeluk dan membuai tubuhnya.
Pada saat beginilah, tiba tiba ia merasa seperti ada sepasang mata sedang memperhatikannya.
Itulah sepasang mata yang besar dengan sorot mata yang tajam, mata itu bersembunyi di balik
semak belukar yang lebar dan sedang mengawasinya tanpa berkedip, sorot mata itu penuh
disertai rasa kaget, girang dan suatau perasaaan kagum yang disertai dengan kobaran napsu
birahi. Dengan cepat gadis itu merasa sekujur tubuhnya menjadi dingin dan kaku, cepat cepat ia
melindungi tubuh bagian terlarangnya denga sepasang tangan sementara badannya cepat cepat
menyelam ke dalam air. Ketika ia muncul kembali diatas permukaan air untuk ganti napas, ternyata sepasang mata itu
masih menatap terus kearahnya, bahkan sedang tertawa terkekeh kekeh.
Ia tidak menjerit. Ia tidak berani memanggil Cian cian serta Ci Peng, ia hanya membenci pada diri sendiri,
membenci diri sendiri kenapa bertindak kurang hati hati.
Padahal dengan sangat berhati hati ia telah memeriksa sekeliling tempat itu, sesungguhnya
diatas bukit yang sunyi dan malam yang sepi tak mungkin ada manusia yang datang ke sana.
Tiba tiba orang itu tertawa lalu berkata:
"Haahhh...haahhh...haahhh...kau tidak menyangka kalau di sini masih ada orang lain, bukan?"
Hong nio menutup mulutnya rapat rapt.
Ia benar benar tak tahu bagaimana harus menjawab, dia cuma berharap agar orang itu adalah
seorang lelaki sejati dan segera meninggalkan tempat itu.
264 Rupanya orang itu bukan seorang lelaki sejati, bukan saja ia tidak bermaksud untuk pergi dari
situ, malahan dengan cekatan tubuhnya melompat ke luar dari semak belukar.
Dia adalah seorang pemuda yang gagah dan kekar, bajunya adalah pakaian ringkas berwarna
kuning telur, bukan saja mukanya ganteng, badannya kekar, bertenaga besar lagi.
Perasaan Hong-nio makin tercekat, jantungnya berdebar makin keras, ia benar-benar
ketakutan setengah mati. Pemuda semacam itu adalah pemuda berdarah panas, apalagi di tempat yang begini sepi tanpa
orang ketiga, mustahil kalau dia akan membuang kesempatan, sebaik ini untuk melepaskan
birahinya. Menyaksikan rasa kaget, takut dan ngeri yang menghiasi wajah gadis itu, pemuda tersebut
tertawa semakin riang, katanya:
"Aku sendiripun tidak menyangka kalau aku bakal mempunyai rejeki sebaik ini."
Untung permukaan air sangat gelap, dia tak dapat melihat tubuh bagian bawahnya yang
tersembunyi di dalam air, tapi celakanya ternyata pemuda itu mulai melepaskan pakaian yang
dikenakannya satu persatu .
Jangan-jangan diapun hendak terjun pula ke dalam air"
Sebelum dia melompat ke air. Hong-nio sudah menjerit dengan perasaan takut.
"Tidak boleh?" Orang itu sengaja mengerdipkan matanya berulang kali.
"Tidak boleh apa?" tanyanya pura pura tidak mengerti
"Kau . . . . kau tidak boleh turun ke air."
Orang itu segera tertawa.
"Telaga ini toh bukan milikmu seorang, mengapa aku tak boleh turun ke air?"
Ia tidak buru-buru terjun ke air, perbuatannya sekarang ibaratnya seekor kucing sedang
mempermainkan tikus tangkapannya, ia tidak terlalu buru-buru untuk menelannya.
Pemuda itu masih bermaksud untuk menggodanya dan mempermainkannya sepuas mungkin.
Hong-nio sudah tak dapat mengendalikan perasaannya lagi, ia mulai berteriak-teriak.
265 Sambil tertawa orang itu segera berkata:
"Sampai pecahpun tenggorokanmu berteriak jangan harap ada orang yang bakal muncul di
sini . . . ., hayo berteriaklah terus! Di tempat semacam ini yang ada hanya setan, jangan harap
kau temui manusia!" Maksud pemuda itu sebenarnya hendak menakut-nakuti dara tersebut, tapi teriakannya itu
justru mengingatkan Hong-nio kepada "temannya."
Mendadak ia teringat dengan "setan" yang selalu memenuhi apa yang diharapkan itu, segera
teriaknya dengan suara lantang:
"Tahukah kau, apa yang kuinginkan sekarang?"
"Apakah menginginkan diriku?"
Sambil menggigit bibir teriak Hong nio:
"Aku hanya menginginkan kau menjadi seorang buta!"
Baru selesai perkataan itu, mendadak dari balik kegelapan menyambar lewat serentetan
cahaya yang lebih cepat dari pada sambaran kilat.
Seketika itu juga sepasang matanya yang jeli dan tajam segera berubah menjadi dua buah
lubang hitam yang penuh berlepotan darah kental . . . ."
Agaknya ia masih belum tahu apa gerangan yang telah terjadi, setelah tertegun sejenak,
wajahnya baru menunjukkan perasaan ngeri bercampur takut, ia mulai menjerit kesakitan
dengan suara yang menyayatkan hati, sambil menutupi mukanya ia lari dari situ, tapi
kepalanya segera menumbuk di atas dahan pohon dan terjungkal, cepat-cepat ia merangkak
bangun lagi dan lari terbirit birit dari situ.
Hong-nio sendiripun merasa terkejut karena ngeri dan ketakutan.
Cahaya tajam yang menyambar lewat bagaikan sinar petir itu munculnya sangat tiba-tiba tapi
perginya pun di luar dugaan.
Jilid 10________ DALAM waktu singkat, suasana di sekeliling tempat itu telah pulih kembali dalam
keheningan, tak sesosok bayangan manusiapun yang tampak, seakan-akan disanatak pernah
terjadi suatu kejadian apapun.
266 Tapi orang itu dengan jelas sudah roboh, secara tiba-tiba berubah menjadi seorang buta.
Tak tahan Hong-nio mengendalikan perasaannya yang tak keruan, ia berteriak keras:
"Aku ingin menjumpaimu, dapatkah aku bertemu muka denganmu?"
Suasana di sekeliling bukit itu masih tetap hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Hong-nio betul-betul sangat ketakutan, hampir gila rasanya dia menghadapi keadaan seperti
itu, tanpa berpikir panjang lagi ia melompat bangun dan tanpa menyeka tubuhnya lagi yang
basah kuyup, ia kenakan pakaiannya dan kabur pulang ke rumah.
Untungnya sepanjang perjalanan ia tidak menjumpai hal-hal di luar dugaan lagi, deogan
selamat tibalah gadis itu di depan rumah kecil yang misterius.
Sekalipun ia merasa sangat takut, sangat lelah, tapi ia tak ingin membangunkan Cian-cian
serta Ci Peng, menanti dengusan napasnya sudah mulai tenang kembali, ia baru membuka
pintu dan kembali ke dalam kamarnya.
Suasana dalam kamar gelap gulita.
Untung gadis itu masih ingat di mans ia menyimpan korek api, dengan cepat ia telah
memasang lampu, sinar lentera yang lembut dan terang selalu mendatangkan perasaan hangat
dan aman bagi siapapun. Tapi dikala sinar lentera mulai menerangi sekeliling ruangan, gadis itu kembali menjerit
kaget. Ternyata seseorang telah duduk di dalam kamarnya.
Dia adalah seorang manusia berbaju kasar yang bsrwajah pucat, orang itu duduk di atas kursi
di sudut ruangan tak berkutik, sepasang matanya berwarna putih juga dan tak tampak biji
matanya, juga jelas diapun tak dapat menyaksikan keadaan disekitarsana.
Ternyata orang itu adalah seorang buta.
Cian cian dan Ci Peng telah datang pula, sesungguhnya mereka sendiripun tidak tidur ketika
Hong-nio pulang merekapun tahu.
Tapi tak ada yang tahu sejak kapan si buta itu muncul disana, kehadirannya yang tak di
sangka dan tak dirasakan itu cukup mengejutkan hati mereka berdua.
"Siapa kau?" Cian-cian segera berteriak keras.
267 Dengan wajah tanpa emosi si buta itu balik bertanya dengan suara dingin:
"Dan siapa pula kau?"
"Mau apa kau datang ke mari?"
"Mau apa pula kau datang ke mari?" balas si buta.
Cian-cian menjadi amat gusar, teriaknya: "Sekarang akulah yang sedang bertanya kepada m
u! " "Akupun tahu bahwa sekarang kau lagi bertanya kepadaku, tapi pertanyaan-pertanyaan
semacam itu seharusnya akulah yang mengajukan kepada kalian .. . !"
Dengan dingin ia melanjutkan:
"Rumah ini adalah rumahku, siapa kalian semua" Mau apa datang ke mari . . . "`
Cian-cian tak bisa berbicara lagi, walaupun kadangkala diapun seorang gadis yang tidak tahu
aturan, tapi kali ini ia betul-betul tak dapat berbicara apa-apa, tentu saja tak dapat pula
mem-bantah. Sekarang mereka tak bisa berkata apa-apa lagi, sebab mereka memang tidak mempunyai
alasan yang cukup untuk membantah atau menjawab pertanyaan si buta itu.
Diapun percaya bahwa si buta itu tidak bohong.. rumah samacam ini tentu saja tak mungkin
tak ada pemiliknya. Dalam rumah itu, benda apapun dapat kau jumpai, hanya lampu lentera yang tidak ada, karena
tuan rumahnya adalah seorang buta, orang buta tentu saja tidak membutuhkan lampu.
Yaa, apa gunanya seorang manusia buta menggunakan lampu" Toh ia tak dapat melihat apaapa.
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sambil tertawa paksa Ci Peng berkata:
"Kami datang ke sini untuk berpesiar, rumah ini hanya ingin kami gurakan selama beberapa
hari saja!" `Aku tak mau tahu ada urusan apa kalian datang ke mari, aku hanya berharap kalian segera
pergi dari sini." "Bolehkah kami berdiam beberapa hari lagi"* Ci Peng meminta.
268 "Tidak boleh!" Kami bersedia membayar uang sewa yang tinggi, baik berapapun yang kau harapkan!*
"Tidak, aku tak akan mengabulkannya, walau berapa saja yang akan kalian bayar!"
Kemarahan Cian-cian kembali berkobar, teriaknya dengan suara lantang:
"Apakah kau suruh kami pindah dari sini sekarang juga?"
Si Buta itu merenung sejenak, akhirnya ia menjawab:
"Baik, aku akan memberi waktu sehari lagi kepadamu, sebelum matahari terbenam besok,
kalian sudah harus pergi meninggalkan tempat ini . . .`
Pelan-pelan ia bangkit berdiri, lalu dengan menggunakan tongkat berwarna putih sebagai
pe-nunjuk jalan pelan- pelan ia ke luar dari situ, sementara mulutnya seakan-akan sedang
bergumam: "Padahal lebih cepat kalian tinggalkan tempat ini semakin baik, sebab kalau tidak pergi juga,
kukuatirkan bencana besar, segera akan muncul di depan mata!"
Suasana di luar rumah masih tetap gelap gulita.
Setelah berada di luar, tiba-tiba bayangan tubuh si buta itu lenyap di balik kegelapan.
Mengapa seorang buta dapat tinggal di atas gunung yang terpencil" Kenapa ia bisa
membersihkan tempat sedemikian bersih dan rapinya"
Ci Peng menghela napas panjang, katanya: "Si orang buta itu sudah pasti bukan manusia
sembarangan, kita .. ."
"Heeehh...heeehh...heeehh... apakah kau hendak menasehati kami agar segera angkat kaki dari
sini" " Cian-cian menyindir sambil tertawa dingin.
Ci Peng tidak menyangkal, memang begitulah tujuan sebenarnya.
"Tentu saja kita harus pergi dari sini" ujar Cian-cian lebih lanjut, "sebab bagaimanapun juga
aku sudah tak betah tinggal terus di tempat macam rumah setan ini.!"
Walaupun ia sedang berbicara dengan Ci Peng sepasang matanya mengawasi Hong nio lekat
lekat. 269 Keadaan Hong nio sekarang persis seperti seseorang yang baru naik dari dalam air,
keadaannya basah kuyup. Mau apa ia ke luar rumah ditengah malam buta" Kenapa ia sampai tercebur ke dalam air.
Tentu saja Hong-nio sendiripun mengeta-hui bahwa keadaannya sekarang memang gampang
menimbulkan kecurigaan orang, namun Cian-cian tidak bertanya kepadanya, walau hanya
sepatah katapun. Tidak bertanya rasanya lebih runyam dari pada ditanya.
la tahu selisih jarak di antara mereka berdua kian lama kian bertambah jauh.
***** Malam semakin kelam. Sebenarnya Hong-nio menganggap dirinya pasti tak dapat tidur malam itu, siapa tahu
mendadak ia tertidur dengan begitu saja.
Tapi tidurnya tidak dapat dikatakan terlalu nyenyak, sebab ia masih dapat merasakan sesuatu.
Dalam lelap tidurnya itu, ia merasa seakan-akan di sisi tubuhnya telah bertambah dengan
sesuatu dan sesuatu itu agaknya seperti seorang manusia.
Orang itu berbaring persis di samping tubuhnya, tapi orang itu mempunyai perawakan tubuh
yang kecil dan pendek, lagi pula dari tubuhnya terendus semacam bau harum yang aneh
sekali. Dia ingin berteriak, namun tak sepotong suarapun dapat ke luar, ia ingin bergoyang namun
tubuhnya tak mampu berkutik.
Orang itu seolah-olah sedang memeluk tubuhnya, mencium pipinya dan mencium bibirnya
...... Ia merasa amat gelisah, merasa amat takut, tapi tubuhnya segera menunjukkan suatu reaksi
yang aneh sekali, dia ingin membuka matanya dan memeriksa siapa gerangan orang itu"
Dia ingin tahu, apakah orang itu adalah Bu ki"
Tapi ia tak sanggup membuka matanya, sekali pun sudah mengerahkan segenap kekuatan
tubuhnya, mata terasa begitu berat dan tak mampu dibentangkan lagi.
Secara lamat-lamat iapun mendengar orang itu seakan-akan sedang bergumam:
270 "Kau adalah milikku, kecuali aku, siapapun tak boleh menyentuh dirimu lagi!"
Meskipun suara tersebut dengan jelas berkumandang dari sisi telinganya, tapi ia merasa suara
tersebut seakan akan datangnya dari suatu tempat yang jauh sekali.
Apakah orang itu adalah Bu ki" Kenapa suaranya tidak mirip suara dari Bu ki"
Tiba tiba ia tertidur lelap, ketika mendusin kembali sekujur badannya sudah basah oleh
keringat dingin. Dia dikejutkan oleh suara ketukan pintu yang gencar, tentu saja Ci Peng yang ke luar
membuka pintu. Ternyata orang yang mengetuk pintu adalah siorang buta yang semalam itu,kunjungannya
yang mendadak ini sangat di luar dugaan Ci Peng.
"Apakah kau datang untuk mendesak kami agar lekas-lekas angkat kaki dari sini?" Ci Peng
segera menegur. Di luar dugaan, ternyata si orang buta itu menggelengkan kepalanya.
"Mulai sekarang kalian tak perlu pindah lagi!" katanya.
Tak disangka begitu cepat si orang buta itu telah berubah pikirannya . . . .
Hampir saja Ci Peng tidak percaya dengan kenyataan tersebut, serunya agak sangsi,
"Maksudmu, kami boleh berdiam terus di sini?"
"Yaa, terserah kalian suka betapa lama saja di sini, pokoknya kau boleh tinggal di sini sepuas
puasnya." "Kenapa secara tiba-tiba kau berubah pikiran?" tidak tahan Ci Peng bertanya lagi.
"Sebab rumah ini sudah bukan menjadi milikku!"
*Lantas siapakah pemilik rumah ini?"
"Seorang sahabat!"
"Seorang sahabat" Sahabat siapa?"
Si orang buta itu tidak menjawab.
271 Tapi dengan cepat Ci Peng telah teringat kembali dengan "orang" yang mengirim lentera
kaca, boneka kain serta daging kecap dan Gi hoa cay tersebut.
Ci Peng merasakan napasnya rada dingin, tapi mau tak mau dia musti bertanya lagi:
"Apakah sahabat itu mengijinkan kepada kami untuk tetap tinggal di tempat ini?"
"Yaa, tapi dia punya sebuah syarat!"
"Apa syaratnya"*
"Malam ini dia akan datang bersantap bersama kalian."
Ucapan itu segera membuat Ci Peng menjadi tertegun.
Syarat semacam ini tak berani ia sanggupi secara gegabah, tapi bagaimanapun jua dia harus
menyanggupinya. Bagaimanapun jua, kau telah tinggal di rumah milik orang, kalau orang itu hanya ingin datang
untuk bersantap, maka permintaan tersebut boleh dibilang merupakan suatu permintaan yang
tidak terlampau keterlaluan.
Tapi persoalannya sekarang hanya satu.
"Sababat itu sesungguhnya adalah seorang sahabat macam apa"
Sementara Ci Peng masih ragu ragu, Cian-cian sudah menyerbu ke luar sambil berseru:
"Dia ingin makan apa?"
"Apa saja bolehlah, ia tahu di tempat ini terdapat seorang nona Wi yang pandai memasak!"
ooo0ooo Senja itu, Hong-nio sedang mempersiapkan sayur untuk makan malam. Ayam, daging dan
sosis sudah dinaikkan ke dalam kukusan, ikan asinpun sedang siap masuk kuali.
Lobak-lobak yang baru dicabut akan dimasak kuah, sekalipun tidak tersedia daging iga yang
masih segar, paling tidak kalau dimasak dengan daging asinpun sama lezat rasanya.
Selain dari pada itu, dari kolam diapun menangkap dua ekor ikan leihi segar, sebetulnya ikan
itu akan dimasak kuah tapi setelah berpikir kemudian akhirnya ikan itu dikukus.
272 ikan yang dimasak terlalu lama maka kesegaran dan kegurihannya akan hilang, ikan leihi
yang tidak segar dan tidak gurih akan terasa hambar dan seperti makan kayu.
Coba kalau ikan mas, paling sedap tentu saja dimasak kuah karena kegurihannya akan lebih
kentara. Memasakpun harus ada suatu kepandaian khusus, terutarna untuk menjodohkan suatu bahan
masakan dengan cara memasaknya.
Berbicara sesungguhnya, semua bahan yang tersedia bukan termasuk bahan masakan yang
baik, tapi berada di tangan seorang ahli masak memasak maka ibaratnya sebilah pedang yang
tidak terlalu baik berada di tangan seorang jago yang ahli dalam permainan pedang.
Terhadap soal itu, Hong-nio mempunyai keyakinan khusus.
Tapi sewaktu memasak sayur, tiba-tiba perasaan hatinya selalu merasa tidak tenang.
Siapakah pemilik rumah ini" Sesungguhnya manusia macam apakah dia itu"
Dia adalah seorang "manusia?" Apakah hanya setan atau sukma gentayangan"
Atau mungkin dia adalah Bu ki"
Kalau bukan Bu ki, siapa pula orang itu" Kenapa begitu baik kepadanya" Kenapa setiap
per-mintaannya selalu dikabulkan dengan begitu saja"
Hong-nio sedang mencuci tauge.
Sosis masak tauge merupakan sejenis hidangan yang termasuk lumayan juga kelezatannya.
Waktu itu Cian-cian sedang memotong sosis, mendadak ia berpaling dan memandang
wajahnya lekat-lekat, kemudian tegurnya:
"Benarkah kau adalah ensoku?"
Hong nio menghela napas panjang di dalamhati.
Walaupun ia merasa Cian cian tidak pantas mengajukan pertanyaan semacam itu kepadanya,
tapi ia menyahut juga: "Selamanya aku adalah ensomu!"
"Kalau begitu sudah sepantasnya kalau kau memberitahukan kepadaku, siapakah orang yang
akan makan malam bersama kita malam nanti!"
273 "Dari mana aku bisa tahu siapakah orang itu?"
Cian-cian mengiris sosis-sosis itu keras-keras, dengan menarik muka sindirnya:
"Aaaah . . : ! Masa kau tidak tahu" Bukankah dia adalah sahabatmu?"
Hong nio memejamkan matanya rapat-rapat, ia kuatir air matanya jatuh bercucuran, sekalipun
air mata serasa hendak meleleh ke luar, air mata itu hanya boleh meleleh dalam perutnya.
Tiba-tiba ia teringat pula dengan impian buruk yang dialaminya semalam, suatu impian buruk
yang tak mungkin bisa diceritakan, kepada siapapun jua . . .
Bau harum yang aneh . . . ciuman di atas bibirnya yang hangat dan mesrah . . .
Sebenarnya dia adalah Bu-ki atau bukan".
Kalau dia memang benar-benar adalah Bu-ki, kenapa dengan cara semacam itu dia bersikap
kepadanya" . Walaupun sepasang tangan Hong-nio tidak berada dalam air dingin, tapi entah mengapa tibatiba
saja sekujur badannya menggigil keras sekali, seperti orang ketakutan.
Pada saat itulah, ia mendengar di luar rumahsanaada orang sedang berseru, suara itu parau
tapi nyaring sekali. Itulah suara dari si buta, ia berteriak dengan lantang.
"Tamu kehormatan kalian telah datang!"
Hong-nio sedang menggorengtempe, ia memasaknya dengan irisan sosis yang tersedia, untuk
pertama kalinya ia lupa memberi garam dalam masakannya..
Hati kecilnya selalu membayangkan "tamu" yang telah duduk di ruang depan itu .... apakah ia
lebih pantas disebut tamu " Ataukah sebagai tuan rumah" Dia hanya berharap bisa lekas-lekas
menyelesaikan masakan sayurnya yang terakhir dan keluar ke ruang depan untuk melihatnya
sendiri. Sesungguhnya manusia macam apakah dia" Kenapa ia mempunyai kekuatan sebesar itu
sehingga dapat melakukan pekerjaan yang sebenarnya sulit dilakukan orang lain.
Mimpipun ia tak menyangka kalau tamu misteriusnya itu, ternyata tidak lebih hanya seorang
bocah cilik. 274 TAMU AGUNG BOCAH itu duduk di kursi utama, sedikit pun tidak menunjukan perasaan tak tenang, se
akan-akan sudah terbiasa disanjung dan di hormati orang.
Dia mengenakan pakaian berwarna putih salju, bahannya dari bahan berkwalitet tinggi,
bersih, putih dan sedikitpun tiada bernoda.
Sikap serta tingkah lakunya agung sekali, mukanya yang pucat memancarkan sinar serius,
keren dan berwibawa seperti seorang raja muda.
Mukanya yang pucat serta sikapnya yang keren, serius dan berwibawa seakan-akan sudah
merupakan ciri khas dari kaum bangsawan.
Walaupun ia sedang berusaha keras untuk memperlihatkan sikapnya sebagai seorang dewasa,
tapi usianya toh tetap masih kecil, paling banter belum mencapai dua belas atau tiga belas
tahun. Ketika menyaksikan Hong-nio berjalan masuk ke dalam ruangan, di atas wajahnya yang
keren, serius dan berwibawa itu tiba-tiba saja mengalami suatu perubaban yang sangat aneh,
sorot matanyapun memancarkan sinar kehangatan.
Ci Peng sedang memperkenalkan bagi mereka berdua . . .
"Saudara ini adalah Lui kongcu, tamu agung kita semua, sedangkan dia adalah nona Wi,
tukang masak kita yang paling jempolan!
Bocah cilik itu seakan-akan sama sekali tidak mendengar apa yang sedang dia katakan.
sepasang matanya yang memancar-kan sinar kehangatan menatap wajah Hong-nio tanpa
berkedip. Seandainya ada seorang laki-laki dewasa yang memandang seorang gadis dengan sinar mata
semacam itu, tak bisa disangkal lagi tindakannya itu adalah suatu tindakan yang kurang
sopan. Tapi ia tak lebih hanya seorang bocah cilik.
Walaupun Hong-nio merasa kaget dan keheranan, bahkan di luar dugaan, namun perasaan
was-was dan beban yang menekan perasaannya jauh lebih berkurang.
Tentu saja orang yang muncul dalam impian nya semalam juga tak mungkin adalah bocah
cilik ini, mungkin juga apa yang terjadi benar-benar hanya suatu impian belaka. Suatu impian
yang menakutkan dan memalukan sekali.
275 Ketika terbayang kembali impiannya semalam, wajah gadis itu segera berubah menjadi
merah, apalagi ketika mengetahui kalau dalam sayurnya lupa diberi garam, mukanya berubah
semakin merah lagi. Tapi tamu agung kecil ini agaknya menaruh perhatian khusus terhadap hidangan semacam ini,
sebab sayur yang lain hampir boleh dibilang tak pernah disentuh olehnya.
Sedikit sekali yang dia makan, sedikit pula yang dibicarakan. Pada hakekatnya tak sepatah
katapun yang pernah ia ucapkan, malah kecuali Hong-nio seorang yang selalu diperhatikan.
seakan-akan orang lainnya dianggap seperti orang mati saja, sekejappun tak pernah ia
perhatikan diri mereka. Sepasang matanya itu tak pernah meninggalkan wajah Hong-nio barang sekejappun,
sekalipun dia tak lebih hanya seorang bocah cilik, tak urung Hong-nio dibikin tersipu-sipu
juga. Cian-cian selalu memperhatikan gerak-gerik mereka berdua, tapi lama kelamaan ia dibikin tak
betah juga. Untung tamu agung itu sudah bangkit berdiri, rupanya hendak pergi meninggalkan tempat itu,
atau dengan perkataan lain santap malam yang penuh keseraman dan kengerian itu segera
akan berakhir. Baru saja Hong-nio menghembuskan napas lega, tiba-tiba bocah cilik itu berkata:
"Temanilah aku berjalan-jalan keluar!"
Apa yang dia inginkan selalu dilaksanakan dengan begitu saja, seakan-akan ia tak ambil
perduli bagaimanakah pandangan orang terhadap dirinya.
Ia selalu menganggap setiap perkataannya merupakan perintah, suatu perintah yang tak boleh
dibangkang oleh siapapun jua.
Hong-nio betul-betul tak tahu apa yang musti dia lakukan, ia berharap Cian-cian
membantunya berbicara. Tapi rupanya Cian-cian sudah ber tekad tak akan mencampuri
urusan mereka. Bocah cilik itu masih menatapnya tak berkedip, menantikan jawabannya, sorot mata itu penuh
disertai dengan pengharapan yang menyala-nyala, seakan-akan dia kuatir kalau ajakannya
ditolak. Menyaksikan kejadian tersebut, diam-diam Hong-nio menghela napas panjang, akhirnya ia
menyahut juga: 276 "Baiklah, akan kutemani kau untuk berjalan jalan di luar!"
Diapun seperti juga Bu-ki, selalu tak tega menampik permintaan orang, apalagi orang itu tak
lebih hanya seorang bocah.
Apa yang bisa dilakukan seorang bocah berusia dua-tiga belas tahun kepadanya".
Malam amat sepi, bintang-bintang bertaburan di angkasa.
Menelusuri sumber air yang berwarna ke perak-perakan mereka berjalan menuju kedepan.
lama sudah mereka jalan bersanding namun tak seorangpun yang buka suara.
Bocah ini benar-benar sangat istimewa dan aneh sekali.
Hong-nio betul-betul tak dapat menebak apa yang sedang ia pikirkan sekarang" Kadangkala
ia tampak masih amat kecil, tapi kadangkala ia tampak jauh lebih besar dari usia yang
sebenarnya. Sudah berapa lama mereka berjalan, kini mereka hampir tiba di ujung sumber air ter sebut
yakni kolam air tersebut.
Tak tahan Hong-nio segera berbisik: "Bagaimana kalau kita jangan maju lebih ke
depansana?" "Kenapa?" tanya si bocah.
Hong-nio tak sanggup mengucapkannya, ia pun tak berani mengatakannya, peristiwa
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
semalam hingga kini masih membuatnya ketakutan, membuat jantungnya berdebar lebih
cepat. Si bocah itu manatapnya lekat-lekat, tiba-tiba ia berkata:
"Kau tak usah takut, orang yang semalam berada di sini, kini sudah tidak berada di tempat itu
lagi". "Kau maksudkan manusia yang mana?" seru Hong-nio terkejut.
"Itu orang yang secara tiba-tiba berubah menjadi buta!"
Hong-nio lebih terkejut lagi.
"Dari mana kau bisa tahu?" serunya.
Bocah cilik itu tertawa tergelak.
277 "Haaahhh. . . haaahhh. . . haaahhh. . . kenapa aku tidak tahu?"
Senyumannya tampak begitu misterius dan berbangga hati.
Dengan rasa amat terperanjat Hong-nio mengawasinya, lalu dengan nada menyelidik
tanyanya: "Apakah kau?" "Tentu saja aku!"
"Kau yang telah melukai sepasang matanya sehingga menjadi buta?"
"Sesungguhnya dia adalah salah seorang yang diutus oleh musuh kami untuk mencari jejak
kami, orang itu memang tidak seharusnya dilepaskan dengan begitu saja, apalagi ia berani
ber-sikap begitu kurangajar kepadamu ........."
Paras mukanya segera menampilkan keseriusan dan kekerenan, lanjutnya lebih jauh:
"Selama aku masih ada, tak akan ada orang yang berani mempermainkan dirimu lagi".
Dengan perasaan kaget, tercengang ya berterima kasih Hong-nio lantas berseru:
"Jadi kau yang mengirim lentera kaca untukku?"
Bocah itu manggut-manggut.
"Aku pula yang mengirim babi kecap dari Gi-hoa-cay untukmu!" ia menambahkan.
Lama sekali Hong-nio menatapnya, mula- mula menghela napas panjang, kemudian katanya
lagi sambil tertawa. "Mengapa aku tak dapat melihat kalau kau berilmu kepandaian sehebat itu?"
"Kepandaianku jauh lebih besar dan hebat dari pada apa yang kau bayangkan dalam
benakmu", kata bocah itu dengan angkuhnya.
Tiba-tiba Hong-nio merasakan bahwa bocah ini bukan saja amat misterius, mana lucu lagi.
"Heee . . . dari mana kau dapatkan daging masak kecap dari Gi-hoa-cay itu ?" tanyanya.
"Kau tak usah tahu dengan cara apa kudapatkannya, asal kau menginginkannya, asal kau
menginginkan sesuatu, aku pasti dapat melakukannya untukmu".
278 Hong-nio merasa lebih berterima kasih, lebih gembira lagi.
Bocah ini benar-benar terlalu baik kepadanya, bila ia dapat dilindungi oleh seorang bocah
ajaib semacam ini, sesungguhuya peristiwa itu betul-betul merupakan suatu peristiwa yang
me-nyenangkan. Tak tahan lagi ia bertanya:
"Dapatkah kau memberitahukan kepada-ku, siapa namamu?"
"Namaku adalah Lui, Lui dari arti kata geledek".
"Siapa pula she mu?"
Tiba-tiba wajah si bocah itu menunjukkan rasa sedih yang amat sangat, tapi kemudian
sahutnya dengan dingin: "Aku tidak mempunyai nama marga!"
Kenapa ia bisa tak punyai nama marga"
Apakah dia adalah seorang anak yatim piatu yang semenjak dilahirkan sudah tak tahu nama
marganya sendiri" Segera timbul perasaan kasihan dan simpatik dalam hati kecil Hong-nio, ia merasa sudah
se-harusnya melindungi bocah itu sebagaimana seorang ibu yang sayang kepada anaknya.
Dengan penuh kelembutan ia menarik tangan bocah itu lalu menggenggamnya dengan hangat,
katanya lembut: "Kalau begitu, untuk selanjutnya aku akan memanggil Siau-lui kepadamu !"
Tiba-tiba ia merasa tangannya berubah menjadi amat hangat, lalu tangannya tergenggam
kencang, dengan suara yang lirih bocah itu bergumam:
"Kau adalah milikku, kau adalah milikku.."
Entah disebabkan telapak tangannya yang panas, ataukah sepasang matanya yang
memancar-kan sinar kehangatan, tiba-tiba saja Hong-nio merasakan jantungnya ikut berdebar
keras. Tapi dengan cepat ia memberitahukan pada diri sendiri:
279 "Dia tak lebih hanya seorang anak kecil!"
Tapi tangannya, matanya, sedikitpun tidak mirip dengan seorang bocah cilik.
Hong-nio ingin melepaskan diri dari genggamannya, tapi ia takut menyinggung perasaannya,
maka dengan lembut katanya lagi:
"Aku mengetahui maksudmu, aku bersedia menjadi toa-cicimu!"
"Kau bukan enciku!" kata Siau-lui tiba-tiba.
"Aku bukan?" "Apakah kau tak tahu bahwa kau adalah orangku" Semenjak kemarin malam, kau sudah
menjadi milikku, kau telah menjadi istriku."
Hampir saja jantung Hong-nio melompat ke luar dari rongga dadanya karena kaget, kontan
saja ia menjerit: "Jadi kemarin malam adalah kau?"
Siau-lui manggut-manggut.
"Semua bagian tubuhmu dari atas sampai ke bawah telah kulihat, setiap bagian tubuhmu telah
ku .telah ku. . " Tiba-tiba telapak tangannya terasa lebih panas, tangan Hong-nio digenggamnya semakin
kencang. Seandainya Cian-cian yang menghadapi kejadian itu, sekarang sudah pasti ia telah
melepaskan diri dari genggamannya, bahkan mungkin telah menempeleng wajahnya.
Tapi Hong-nio bukan Cian-cian.
Hong-nio adalah seorang gadis yang lemah lembut dan berbudi luhur, itulah type dari seorang
gadis bangsa Han yang sesungguhnya.
Ia sangat tak tega untuk melukai hati siapapun juga.
Baginya ia tak lebih hanya seorang bocah, apa yang dilakukanpun tak lebih dari dorongan
emosi dari seorang bocah, karena ia terlampau menyendiri, terlampau kesepian, terlalu
membutuhkan kasih sayang dan cinta kasih dari orang lain.
Ia sangat berharap agar bocah itu dapat menenangkan hatinya, maka katanya:
280 "Apa yang telah kau lakukan dapat kumaafkan bagimu, asal dikemudian hari kau harus ingat
selalu agar jangan mengulangi kembali perbuatan semacam itu. Karena aku adalah seorang
perempuan yang telah bersuami, aku bukan seorang gadis remaja lagi".
Sekuat tenaga Siau-lui gelengkan kepalanya berulang kali, serunya dengan suara keras:
"Aku tahu bahwa kau tak punya suami, suamimu Tio Bu-ki yang belum pernah tidur
bersamamu itu kini sudah mati, sekarang akulah suamimu, kecuali aku, siapapun tak boleh
menyentuh dirimu lagi".
Tiba-tiba Hong-nio dipeluknya erat-erat, seperti apa yang telah dilakukannya semalam, ia
mencium bibirnya dengan mesra.
Hong-nio merasakan pikirannya benar-benar sangat kalut.
Suatu kelembutan dan kehangatan dari seorang ibu terhadap anaknya membuat ia tak tega
mencelakai bocah tersebut, tak tega untuk mendorong tubuhnya dari situ.
Apalagi sekalipun dia hendak mendorongnya juga tak akan mampu untuk melepaskan diri
dari pelukannya. Tapi dengan cepat suatu reaksi lain sebagai seorang gadis membuat tubuhnya secara otomatis
menimbulkan suatu reaksi yang sangat aneh, suatu reaksi yang membuat badannya menjadi
menggigil. Ia mulai merasa hawa panas yang aneh mulai menyusup ke luar dari tubuhnya dan menjalar
ke mana-mana, ia mulai menggigil, tapi apa mau di kata lawannya tak lebih hanya seorang
bocah. Hakekatnya ia tak tahu apa yang mesti dilakukannya sekarang.
Pada saat itulah, mendadak tubuh Siau-lui melompat ke udara lewat hadapan mukanya,
seakan-akan sebuah boneka kayu yang tiba-tiba tali di belakang punggungnya diangkat
seseorang ke atas. ***** Benarkah ada orang yang telah mengangkatnya ka atas"
Hong-nio tak sempat melihat dengan jelas,
Ia hanya menyaksikan sesosok bayangan berwarna putih kelabu berkelebat lewat dari hadapan
mukanya kemudian lenyap dibalik kegelapan.
281 Mengikuti lenyapnya bayangan manusia itu, tubuh Siau-luipun ikut lenyap tak berbekas.
Segala sesuatunya kembali sudah lewat, seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu apapun
disana, tapi benarkah Hong nio dapat menganggap apa yang telah terjadi selama ini atas
dirinya hanya sebagai suatu persoalan yang seakanakan tak pernah terjadi"
Berhadapan dengan bukit yang sepi, cahaya bintang yang berkilauan, tiba-tiba ia merasa ada
suatu kepedihan yang sukar dilukiskan dengan kata-kata menyelimuti perasaannya, hanya ia
tak tahu kesedihan itu lantaran musibah yang telah menimpa dirinya selama ini" Ataukah
karena kabar Bu ki yang tak kunjung sampai"
Apakah Bu ki begitu tega meninggalkannya dengan begitu saja, bahkan pertemuan yang
ter-akhirpun tak pernah ia lakukan"
Tentu saja Bu ki tak mau mati, lebih lebih lagi tak ingin mati.
Akan tetapi kematian sama pula seperti musibah lain yang ada dalam dunia ini, biasanya
membuat orang tak berdaya, membuat orang harus menerima kenyataan dengan perasaan apa
boleh buat. Hong nio bertekad tak akan menangis.
Kalau harus menangis, dia akan menangis sepuasnya setelah berjumpa dengan Bu ki nanti.
Entah ia sudah mati juga boleh, masih hidup juga boleh, pokoknya setelah bersua muka
dengannya, dia akan menangis dengan sepuas-puasnya.
Lantas, buat apa ia menangis" Sekalipun ia menangis sampai mati, juga tak akan ada gunanya.
Pelan-pelan ia membesut air matanya dan bangkit berdiri, tiba-tiba ia menyaksikan ada
se-seorang sedang berdiri di hadapannya sambil memandang ke arahnya dengan pandangan
dingin. Tentu saja orang itu tak dapat memandang dengan sepasang matanya, sebab orang itu bukan
lain adalah si buta yang pernah dijumpainya semalam.
Tapi orang itu justru seakan-akan sedang memandang ke arahnya, memandangnya dengan
se-pasang mata yang buta dan tak mungkin bisa dipakai untuk melihat orang itu.
Tiba-tiba ia bertanya: "Inginkah kau bertemu lagi dengan Tio Bu ki?"
282 Hong nio segera merasakan jantungnya berdebar dengan keras.
"Kau tahu sekarang dia berada di mana"!" serunya.
"Ikutilah aku!" pelan-pelan si buta memutar badannya, lalu dengan toya putihnya sebagai
pe-nunjuk jalan, pelan-pelan maju ke depan.
Tanpa berpikir panjang lagi Hong-nio segera mengikuti di belakangnya.
Setelah menembusi sebuah hutan lebat, sampailah si manusia buta itu di ujung sumber mata
air, yakni di tepi kolam kecil itu.
Dia berada di sini?"
"Benar!" Di tepi kolam itu tak seorang manusiapun yang tampak, disanahanya ada sebuah peti mati,
peti mati berwarna hitam dan tampak masih baru.
Apakah Bu ki berada dalam peti mati itu"
***** Peti mati itu kosong. "Di manakah Bu ki?"
"Bila kau ingin bertemu dengan Bu ki, maka tidurlah di dalam peti mati itu!"
"Tidur di dalam peti mati itu?"
Kalau orang itu masih hidup segar bugar, kenapa ia harus tidur di dalam peti mati"
Apakah ia telah dianggap sebagai seorang yang telah mati" Atau paling tidak sudah hampir
men-dekati saat kematiannya.
Paras muka si orang buta itu tetap dingin, tanpa emosi, siapapun tak tahu apa yang sedang ia
pikirkan sekarang. Tapi Hong-nio tak mau ambil perduli terhadap kesemuanya itu, soal-soal semacam itu tak
penting baginya, apa yang ia ketahui hanya ber temu dengan Bu ki secepatnya, sekalipun ia
harus mati secara wajar ataukah harus mati secara mengerikan, ia tak ambil perduli, bahkan ia
rela untuk melakukannya. 283 Sebab itu ketika si orang buta itu memintanya untuk tidur ke dalam peti mati itu, ia tidak
membantah, bahkan mengucapkan sepatah kata pun tidak.
Ia sudah pasrah, ia hanya tahu berjumpa dengan Bu ki, walau apapun resikonya.
Maka iapun tidur ke dalam peti itu, membaringkan diri ke dalam peti mati hitam itu.
DIKUBUR HIDUP - HIDUP PENUTUP peti mati itu ditutupkan ke tempatnya semula, menyusul kemudian peti mati
itupun digotong orang. Apakah si orang buta itu hendak menguburnya hidup-hidup "
Hong-nio masih berada dalam keadaan sadar, kengerian dan rasa seram selalu membuat orang
berada dalam keadaan sadar.
Ia merasa bukan hanya seorang yang menggotong peti mati itu, karena gotongannya amat
tenang dan jalannya amat cepat.
Pada mulanya mereka melalui jalan-jalan yang datar dan rata, tapi selanjutnya jalanan itu
makin menanjak dengan tajamnya.
Meskipun sedang berbaring di dalam peti mati tapi ia masih dapat merasakan udara makin
lama semakin dingin, jelas mereka sedang berjalan menuju ke atas, sekian lama dan sekian
jauh sudah mereka lakukan perjalanan, akhirnya sampailah di dekat suatu puncak bukit
rasanya. Tapi mereka sama sekali tidak berhenti, malah perjalanan yang dilewati terasa aneh sekali,
kadang kala mereka jalan naik ke atas tapi ada kalanya turun ke bawah, ada kalanya jalan itu
Persekutuan Pedang Sakti 1 Pendekar Sakti Suling Pualam Karya Chin Yung Tujuh Pedang Tiga Ruyung 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama