Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung Bagian 8
bukan tandinganmu!" ia berbisik.
"Yaa, sudah pasti kau bukan tandinganku!"
"Sampai kapan kau baru akan membunuhku?"
Aku belum tentu akan membunuhmu!"
Apakah aku masih agak berguna bagimu"
"Yaa, sedikit saja!"
"Apakah aku harus melaksanakan perintahmu sebelum peroleh pengampunan darimu?"
"Apa yang bisa kau lakukan bagiku?" Tong Giok balik bertanya.
"Semua orang dari Tay-hong tong percaya kepadaku, walaupun saat ini semua saudaraku
telah mati tapi aku bisa mengarang sebuah cerita palsu untuk mereka dan merekapun tak akan
mencurigai diriku, karena itu aku masih bisa menjadi seorang Taucu dari kancor cabang ini,
aku dapat mempersembahkan semua rahasia Tay hong-tong kepada kalian, jika ada dari
orang-orang kalian yang datang kemari, akupun bisa mencarikan akal untuk melayaninya"
"Oooh, itu terlampau baik!"
"Aku bahkan bisa membatu kalian untuk memancing Tio Bu ki datang kemari, aku tahu
bahwa kalian tentu ingin sekali membunuhnya, membabat rumput sampai seakar-akarnya".
"Tepat sekali" "Meskipun aku seorang tua bangkotan yang loyo, tapi orang yang semakin tua sebenarnya
semakin takut mati" "Aku mengerti!"
402 "Aku amat senang untuk melewati kehidupan seperti sekarang ini, aku benar-benar enggan
untuk mati duluan, maka dikala senggang aku sering kali berpikir, kalau aku berjumpa dengan
keadaan seperti hari ini, apa yang harus kulakukan?"
"Menurut pendapatmu?"
"Ilmu silatku sudah lama terbengkalai, sekalipun bertarung melawanmu, paling banter hanya
akan membuat malu diri sendiri"
"Ehmm . . ! Kau benar-benar scorang manusia yang tahu diri"
"Maka dari itu sudah lama aku bertekad, seandainya menjumpai keadaan seperti ini maka aku
hanya bisa menghianati Tay hong-tong untuk menyelamatkan jiwa sendiri"
Berbicara sampai disitu, pelan-pelan ia melanjutkan:
"Seorang manusia hanya mempunyai selembar nyawa, apapun juga persoalannya, tak akan
lebih berharga dari pada nyawa sendiri"
"Yaa, perkataan itu memang tepat sekali"
"Maka jika seseorang bersedia mangorbankan jiwanya hanya dikarenakan persoalan lain,
maka orang itu sudah pasti adalah seorang telur busuk yang goblok!"
Tong Giok tersenyum. "Tentu saja kau bukan seorang telur busuk yang goblok bukan?" katanya.
"Aku adalah telur busuk goblok yang kumaksudkan tadi!"
Agaknya Tong Giok merasakan jawaban tersebut sama sekali diluar dugaannya, cepat ia
bertanya lagi: "Kau adalah seorang telur busuk yang goblok?"
"Hingga kini aku baru benar-benar menjumpai keadaan seperti ini, sekarang aku baru tahu
bahwa kematian dari seseorang sesungguhnya bukan suatu hal yang terlalu penting, bahkan
kadang kala daripada hidup lebih enakan mati!"
"Apakah kan bersedia menjadi seorang telur busuk yang goblok"
"Aku bersedia!"
***** 403 CIAU IN malah menubruk kedepan, menubruk ke muka dengan menggunakan segenap
tenaga yang dimilikinya, kepalannya yang keras seperti baja langsung diayunkan ke wajah
Tong Giok. Seseorang yang bisa menjabat sebagai ketua cabang Tay-hong-tong selama banyak tahun,
tentu saja dia bukan seorang manusia yang sama sekali tak berguna.
Ia pun pernah berlatih ilmu silatnya dengan tekun, ilmu Tay-hong-kun yang dilatihnya cukup
bisa diandalkan. sekalipun sudah banyak waktu tak pernah turun tangan, tapi serangan
tersebut masih dapat dilancarkan dengan kecepatan luar biasa, apalagi disertai dengan seluruh
tenaga yang dimilikinya, tentu saja serangan tersebut benar-benar amat dahsyat.
Ia benar-benar sedang beradu jiwa!
Tapi sayang, tandingannya kali ini adalah Tong Giok.
Baru saja kepalannya diayunkan ke depan, jari-jari tangan Tong Giok yang halus telah
mematahkan tulang tenggorokkannya.
Pelan-pelan ia mundur kembali dua langkah, lalu pelan-pelan roboh terkapar keatas tanah,
seperti seorang yang amat lelah sedang membaringkan tubuhnya diatas pembaringan, ia roboh
dengan begitu pelan dan tenang.
Sesaat menjelang elmaut merenggut selembar nyawanya, orang yang takut mati ini tiba-tiba
saja menjadi sedikitpan tidak takut.
Sebab siapa menginginkan kebajikan dia akan menerima kebajikan, dan kini apa yang
diharapkan telah terpenuhi.
Ia merasa dirinya telah menunjukkan rasa baktinya kepada Tay hong-tong, iapun
menunjukkan kesetiaannya kepada empat puluh tiga orang saudaranya yang berada diluar
halaman. Ia tak usah malu pula terhadap dirinya sendiri.
***** MENYAKSIKAN orang yang rela menjadi seorang telur busuk yang bodoh itu terkapar
ditanah, entah apa yang dipikirkan Tong Giok"
Dikala membunuh orang, sekulum senyuman selalu akan menghiasi ujung bibirnya, tapi kali
ini senyuman tersebut hampir boleh dibilang lenyap tak berbekas.
404 Setelah membunuh orang, ia selalu akan merasakan suatu kegembiraan dan kepuasan yang
sadis dan mengerikan. Tapi yang ini dia merasa begitu kosong, hambar dan tiada perasaan apa-apa.
Bahkan ia merasa begitu tidak bernapsu. tidak senang hati.
Sekarang ia baru mengerti apakah seseorang benar-benar pemberani atau tidak, tak akan
diketahui dihari-hari biasa.
Seseorang yang dihari biasa kelihatan lemah dan tak berguna, seringkali menun-jukkan
keberanian yang mengagumkan dikala menghadapi kematian.
Sebaliknya seseorang yang dihari-hari biasa selalu bertepuk dada sambil mengatakan tak takut
mati, biasanya setelah berada dalam keadaan demikian malah sebaliknya akan ketakutan dan
barusaha melarikan diri dari ancaman tersebut.
Tidak terasa lagi Tong Giok bertanya kepada diri sendiri.
Andaikata aku adalah Ciau In dan aku berada dalam keadaan seperti hari ini, apa pula yang
akan kulakukan?" Dia tak ingin mengetahui jawabannya.
Dengan langkah lebar, cepat-cepat ia berjalan keluar dari ruangan dan meninggalkan tempat
itu. ***** SEANDAINYA Ciau In benar-benar bersedia menghianati teman-temannya untuk
menyelamatkan jiwa sendiri, Tong Giok tetap saja akan membunuhnya.
Cuma perasann Tong Giok setelah membunuh orang waktu itu akan jauh berbeda sekali.
Dia akan merasakan kegembiraan yang meluap-luap, merasa sangat puas dan senang karena ia
kembali telah mempermainkan watak atau perangai manusia.
Tapi sekarang diapun mulai mengerti, disuatu saat perangai manusiapun akan berubah, sering
kali orang akan merasakan pula harga dirinya.
Sering kali orang akan merasa bahwa harga diri jauh lebih bernilai beratus-ratus kali dari
apapun didunia. 405 Jika seseorang telah berpendapat demikian, maka siapapun jangan harap bisa membuat malu
dirinya lagi. Hal mana sedikit banyak telah menimbulkan pula rasa hormatnya terhadap "manusia"...... atau
paling tidak, dikala ia berjalan keluar meninggalkan ruangan tersebut ia mempunyai perasaan
demikian. Walaupun belum tentu perasaan tersebut akan berdiam terlalu lama didasar hatinya..
Yaa, begitulah keadaan dari Tong Giok. seorang manusia super aneh dari keluarga Tong.
***** ILMU HAWA DINGIN BULAN empat tanggal tiga, udara cerah.
Semalaman suntuk Tong Ci tham tak tidur nyenyak, ketika bangun keesokan harinya ia
merasa pinggangnya linu dan tulangnya sakit, ia merasa perasaannya masgul sekali, ia
menyesal kenapa kali ini mengikuti Tong Giok keluar rumah dan melakukan perbuatan yang
sama sekali tidak disukai olehnya.
Setiap kali melakukan perjalanan, ia selalu akan menginap dirumah penginapan yang
termahal dan paling nyaman, tapi kali ini Tong Giok bersikeras menolak usulnya itu.
Maka terpaksa mereka harus menyiapkan tiga lembar pembaringan dalam rumah kayu kecil
yang gelap dan pengap dibelakang warung lombok yang kotor dan bobrok itu.
Pembaringan dari Tong Giok agaknya semalam dibiarkan kosong, sebaliknya Tong Kau yang
bertampang seperti monyet tidur begitu nyenyak sehingga mendengkur macam babi.
Cu ciangkwe serta Oh Po cu yang berada dikamar sebelah selalu berbolak balik pula diatas
pembaringannya, jelas tidur merekapun tidak nyenyak.
Hingga mendekati fajar, ia baru terlelap tidur sebentar, ketika bangun Tong Giok sudah mulai
sarapannya. Semangkuk besar nasi goreng telur yang panas sudah dihabiskan separuh mangkuk lebih.
Napsu makannya seperti selalu baik dan besar ia selalu makan sangat banyak dan tak pernah
memilih bahan makanan. Tong Koat yang amat memperhatikan soal makanan pernah berkata begini:
406 "Sekalipun kau memasak sebatang balok kayu, dia toh sama saja akan melahapnya sampai
habis" Berbeda dengan pendapat Tong Oh, ia berkata begini:
"Sekalipun kau tidak memasaknya hingga matang, ia tetap bisa menghabiskannnya dengan
tenang" Keluarga Tong bukanlah suatu keluarga yang kaya mendadak, semua anak keturunan
keluarga Tong amat menaruh perhatian terhadap pakaian dan makan minum mereka.
Satu-satunya yang terkecuali adalah Tong Giok.
Seringkali Tong Ci tham merasa heran:
Kenapa manusia semacam ini masih bisa hidup" Apakah dia hanya hidup untuk membunuh
orang" Ia tahu, semalam Tong Giok pasti telah membunuh orang, sebab biasanya setelah membunuh
orang dia tentu mempunyai selera makan yang sangat baik.
Ketika Tong Kau dan Oh Po-cu masuk ke dalam ruangan, ia sudah menghabiskan mangkuk
yang ke tujuh. Akhirnya ia turunkan juga sumpitnya. kemudian sambil memandang ke arah mereka dengan
senyuman dikulum, katanya:
"Aku yang menggoreng sendiri nasi itu, telah kugunakan minyak babi setengah kati serta
sepuluh butir telur ayam, rasanya sih tidak terlalu jelek, apakah kalian punya minat untuk
makan barang dua mangkok saja?"
Sepagi ini, siapa yang tega makan nasi goreng telur dengan minyak sebanyak itu?"
Tiba-tiba Tong Ci tham bertanya:
"Siapa yang telah kau bunuh semalam?"
"Kau tahu kalau aku telah membunuh orang .........?" Tong Giok balik bertanya sambil
tertawa. "Tapi aku tak dapat menduga manusia berharga manakah yang pantas kau bunuh ditengah
malam buta seperti itu?"
407 "Tidak sedikit orang yang pantas dibunuh di tempat ini" jawab Tong Giok kembali, "sayang
aku hanya membunuh empat puluh empat orang!"
Waktu itu Cu ciangkwe baru saja akan menghirup air teh, tapi setelah mendengar jawaban
tersebut, saking kagetnya air teh itu sampai muncrat keluar lagi lewat lubang hidungnya.
Agaknya Tong Ci-tham sudah terbiasa oleh berita semacam itu, dia hanya bertanya:
"Empat puluh empat orang?"
"Yaa, mereka adalah Ciau In beserta ke empat puluh tiga orang anggotanya dalam kantor
cabang!" Paras muka Tong Ci-tham segera berubah hebat.
"Apakah kau tak dapat menunggu sampai kita membunuh Tio Bu ki lebih dulu baru
membunuh mereka?" "Tidak bisa!" "Kau tidak kuatir mengusik rumput mengejutkan sang ular?"
"Tidak takut!" Tong Ci-tham tidak berbicara lagi, diapun tiada perkataan yang bisa diucapkan lagi.
Tong Giok memenuhi sendiri cawannya dengan air teh panas. kemudian pelan-pelan
meneguknya, setelah itu sambil tersenyum dia baru berkata:
"Kemarin malam sebenarnya aku telah berencana untuk tidur nyenyak, aku pun tak ingin
menempuh hujan badai untuk pergi membunuh orang"
"Kemudian, mengapa kau berubah pikiran?" tak tahan Tong Ci-tham bertanya.
"Karena secara tiba-tiba aku telah teringat akan suatu hal"
"Apakah itu?" "Tiba-tiba saja terpikir olehku bahwa pepohonan bukanlah suatu tameng atau tempat
perlindungan yang paling baik, masih ada semacam pelindungan lagi yang jauh lebih baik."
"Apakah itu?" "Manusia!" 408 Tong Ci-tham melongo, jelas ia tidak habis mengerti.
"Bila Tio Bu-ki cukup pintar, maka dia pasti dapat menduga bahwa kita tak akan
menghamburkan senjata rahasia perguruan kita yang jauh lebih berharga dari emas ini pada
tubuh sekawanan manusia yang sama sekali tiada sangkut paut dengannya" kata Tong Giok.
"Yaa, senjata rahasia perguruan kita memang tak boleh digunakan secara sembarangan
bilamana keadaan tidak terlalu mendesak!" Tong Ci-tham manggut-manggut tanda
membenarkan. "Maka dari itu, jika Tio Bu-ki cukup cerdik, dia pasti akan menyaruh anggota Tay-hong tong
untuk menyamar sebagai manusia-manusia tersebut, sementara dia dan Samwan Kong akan
menyusup diantara orang orang itu, dengan demikian kita pasti tak akan berani melepaskan
senjata rahasia kepada mereka"
Sekalipun Tong Ci tham tidak menjawab, tapi mau tak mau dia harus mengakui juga
ketelitian serta kesempurnaan jalam pemikirannya itu.
"Orang orang itu semua dalah orang orang mereka sendiri" kata Tong Giok lebih jauh.
"Maka bila kita ikut membaurkan diri diantara mereka, ibaratnya tiga ekor musang diantara
sekelompok ayam dalam seklias padnagan saja mereka tentu akan mengenali diri kita"
Setelah menghela napas panjang, kembali berkata:
"Waktu itu, bukan saja kita tak dapat menghajar mereka dengan senjata rahasia, malah
sebaliknya kita akan menjadi umpan anak panah mereka..."
Tong Ci tham ikut menghela napas panjang, akhirnya dia mengakui juga.
"Yaa, jika Tio Bu Ki cukup ceridk, dia pasti akan berbuat demikian..."
"Aku rasa dia bukan mirip seorang tolol!"
"Yaa, memang tidak mirip!"
"Oleh sebab itulah terpaksa aku harus menempuh hujan badai untuk membunuh orang pada
malam itu juga" Tong CI tham berpikir sebentar, kemudian tak tahan ia bertanya lagi:
"Tapi bukankah sekarangpun mereka masih bisa membaurkan diri ditengah kerumunan orang
banyak?" "Keadannya akan berbeda!"
"Kenapa?" "Sebab asal orang orang itu bukan orang orang mereka sendiri, maka jika mereka dapat
membaurkan diri, kitapun bisa pula membaurkan diri, mereka takan akan mengenali kita,
sebaliknya kita kenali diri mereka..."
Setelah tertawa, ia menambahkan:
409 "Bila Tio Bu Ki cukup pintar, dia tak akan melakukan tindakan berbahaya seperti ini"
Tentu saja! Bila orang itu berbuat seperti itu, berarti dia kurang cerdik.
Tong Ci tham bukannya tidak mengerti atas perkatannya tersebut, tapi paras mukanya macam
peti mati itu masih tetap kaku tanpa emosi, tanyanya lagi dengan suara ewa.
"Menurut pendapatamu, apa yang bakal dia lakukan?"
"Setelah kita membunuh Ciau In beserta konco-konconya, maka dia pasti akan makin
bernapsu untuk membunuh kita!"
"Tentu saja!" Tong Ci-tham manggut-manggut.
"Maka dari itu, paling lambat malam nanti, Samwan Kong pasti sudah munculkan diri."
"Dia bakal munculkan diri dimana?"
"Dalam hutan Say-cu-lim"."
"Yaa, mungkin saja merekapun menganggap tempat itu kurang sesuai, tapi mereka tak akan
menemukan tempat lain yang jauh lebih baik lagi!"
"Tapi hutan Say-cu-lim itu luas sekali ....." tak tahan Cu Ciangkwe menyela.
Tong Giok sama sekali tidak memberi kesempatan kepadanya untuk berbicara lebih jauh,
segera tukasnya: "Pagi tadi aku telah berkunjung kesana, sekarang baru saja kembali ke rumah!"
Cu Ciangkwee segera membungkam, ia tidak berkata apa apa lagi...
Tong Giok kembali berkata lebih jauh:
"Dalam hutan Say-cu-lim seluruhnya terdapat tiga buah pintu, aku pikir dia pasti akan
melewati beberapa buah jalan yang terang dan masuk melewati pintu yang paling ramai pula,
karena tujuan mereka yang sebenarnya adalah agar kita menemukan jejaknya.
"Setelah masuk?"
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku pikir dia pasti akan mencari tempat duduk di warung teh yang bernama Hoa swat-sian"
Kenapa?" 410 "Sebab tempat itu berlatar belakang telaga dengan sisi kiri kanannya berupa kebun bunga,
karena itu meskipun empat penjuru berupa pagar pagar bambu yang terbuka, namun hanya
ada sebuah jalan masuk kearah sana, karena itulah bila kita masuk ke luar, dia dapat
memperhatikan gerak gerik kita dengan seksama"
Setelah berhenti sebentar, kembali dia berkata:
"Orang itupun mempunyai suatu kepandaian yang paling hebat, yakni bagaimanapun kita
menyaru, dia dapat segera mengetahui hanya dalam sekilas pandangan saja"
"Banyak tahun berselang aku pernah mendengar tentang orang ini! "kata Tong Ci-tham,
konon dia berasal dari perguruan Hoa Ngo koh, baik dalam ilmu meringankan tubuh, senjata
rahasia menyaru serta ilmu lembek semuanya terhitung jagoan kelas satu."
Tong Giok manggut-manggut, ia mengalih-kan kembali pembicaraannya kepokok
pembicaraan semula katanya:
"Waktu itu kemungkinan sekali Tio Bu ki sudah bersembunyi disekitar tempat itu, mungkin
juga ia telah berada dalam warung penjual teh"
"Aku dapat mengenalinya dengan cepat!" tak tahan Oh Po cu menukas dari samping.
"Yaa, andai kata Tio Bu ki masih berwujud seperti apa yang telah kau jumpai kemarin!"
Oh Po cu seketika itu juga terbungkam dalam seribu bahasa.
"Seandaipya ia sudah menyaru diri, toh kau tetap tak akan mengenalinya juga" Tong Giok
me-lanjutkan. Oh Po cu tak berani membantah, ia cuma diam saja.
Maka Tong Giok pun berkata lebih jauh:
"Tempat itu ramai sekali, biasanya banyak penjajah makanan yang hilir mudik disitu,
peminta-mintapun tak sedikit jumlahnya, salah satu diantara orang-orang itu kemungkinan
besar adalah Tio Bu ki, maka kita harus menunggu sampai dia turun tangan lebih dahulu"
Setelah tertawa, katanya kembali:
"Asalkan dia telah turun tangan, maka wajah aslinya akan segera diketahui secara jelas dan
pasti!" Tong Ci tham termenung sebentar, kemudian katanya:
411 "Bila kita tinjau dari mulut luka dua orang itu, ilmu pedang yang dimilikinya bukan saja
sangat cepat, lagipula amat tepat, bila kita biarkan ia turun tangan lebih dulu apakah hal ini
tidak terlampau berbahaya ?"
Tong Giok kembali tertawa hambar.
"Untuk memotong dagingpun ada resiko-nya, apalagi membunuh orang!"
Tong Ci-tham telah mengeluarkan batu apinya dan siap menyulut tabung huncwe.
Tiba-tiba Tong Giok berkata lagi:
"Ia tahu kalau kita ada tiga orang, karena itu kita biarkan mereka menjumpai tiga orang."
Siapapun tidak mengerti akan kalimat dari perkataannya itu tapi siapapun tak ingin bertanya,
Tong Giok berkata lebih jauh:
"Begitu Samwan Kong duduk, paman Tham, monyet kecil dan Lo Cu segera mengurungnya,
bahkan boleh perlihatkan asal-usul kalian agar dia tahu bila orang-orang dari keluarga Tong
telah datang" "Akupun harus pergi?" tak tahan Cu ciangkwe bertanya.
"Yaa!, Tio Bu ki pernah berjumpa dengan engkoh Po, karena itu terpaksa hau harus
menggantikanya!" "Tapi aku. . . "
"Aku tahu kau terpaksa dimasukkan kedalam hitungan karena keadaan yang mendesak, tapi
Tio Bu-ki tak akan tahu, dia hanya tahu kalau dari pihak keluarga Tong sudah datang tiga
orang munculkan diri lagi, pula setiap saat mungkin akan merenggut nyawa Samwan Kong,
maka dia pasti akan turun tangan"
Setelah tertawa, ia menambahkan:
"Waktu itu, tentu saja akupun sudah hadir disitu, asal Tio Bu ki turun tangan maka dia pasti
akan mampus!" ***** RENCANA ini tersusun amat rapi, setiap bagian, setiap langkah boleh dibilang telah
diperhitungkan secara tepat, bahkan boleh dikatakan amat cermat dan teliti.
Hanya ada satu hal, satu bagian yang tidak ia terangkan kepada mereka semua. . . ."
412 Tong Ci tham, Tong Kau dan Cu ciangkwe, entah siapakah diantara mereka bertiga ini yang
pasti ada seorang diantara mereka yang bakal mampus diujung pedang Tio Bu ki.
Dengan kecepatan pedang yang dimiliki Tio Bu ki, kemungkinan semacam itu boleh dibilang
be-sar sekali. Baginya hal ini merupakan suatu bagian yang tidak terlalu serius, asal ia dapat membunuh
TioBu ki, persoalan yang lain dianggapnya sama sekali tak penting, mati hidup orang lainpun
lebih-lebih tak akan dipikirkan dalam hatinya.
Ia tahu, Tong Ci-tham semua mungkin saja akan berpikir juga sampai kesitu, sayang sekali
pada hakekatnya mereka tidak memiliki pilihan lain kecuali berbuat demikian.
Karena mereka sudah pasti tak akan sanggup untuk mendapatkan rencana lain yang jauh lebih
baik, karena ia jauh lebih pintar dari mereka semua.
Mengetahui kalau dirinya jauh lebih pintar dari pada orang lain, tak bisa diragukan lagi hal ini
merupakan suatu persoalan yang pantas digirangkan. .
Dengan wajah berseri Tong Giok menghembuskan napas panjang, kemudian katanya:
"Selesai bersantap nanti, kalian boleh mulai mempersiapkan diri!"
"Kau sendiri?" tanya Tong Ci tham.
"Sekarang aku ingin tidur dulu, tapi dikala kalian telah sampai dirumah makan Hoa gwat sian,
aku pasti telah berada pula disana"
Setelah tertawa sejenak, ia berkata lagi:
"Cuma bila kalian tidak melihat diriku, kalian pun tak usah merasa kuatir!"
"Kenapa?" "Sebab aku pasti akan berusaha keras untuk menyaru diriku sedemikian rupa, sehingga
bahkan kalian sendiripun tidak mengenalinya kembali"
"Kenapa?" kembali Tong Ci-tham bertanya.
"Bila kalian masih bisa mengenaliku, setelah melihat aku nanti, sedikit banyak wajah kalian
akan menunjukkan pula sedikit perubahan, siapa tahu kalau pelubahan wajah kalian, itu justru
akan digunakan oleh Tio Bu ki sebagai petunjuk yang jelas"
413 Sesudah tersenyum ia menambahkan:
"Tio Bu ki adalah seorang yang pintar, kemungkinan sekali ia jauh lebih pintar dari pada kita
semua" Walaupun dibibir ia berkata demikian, tentu sajaa dalam hatinya tidak berpikir demikian,
Sudah barang tentu ia jauh lebih pintar daripada Bu ki, bahkan lebih pintar dari siapapun juga,
Terhadap kemampuannya itu, dia mempunyai rasa percaya pada diri sendiri yang sangat tebal.
***** SEWAKTU melihat Mayat Ciau In tergeletak ditanah Tio Bu ki tidak melelehkan airmata,
diapun tidak muntah. Kesedihan dapat membuat orang melelehkan air mata, ketakutan bisa membuat orang muntah.
Yang ada didalam hatinya sekarang hanya kemarahan.
Dia bukannya tak tahu kalau kemarahan paling mudah membuat orang melakukan kesalahan,
tapi setiap orang tentu akan menjumpai suatu saat dimana ia tak dapat menguasahi diri
sendiri. Pelan-pelan Samwan Kong membelai tulang tenggorokan Ciau In yang hancur, tiba-tiba ia
bertanya: "Tahukah kau bahwa dalam tenaga dalam pun terdapat semacam ilmu yang dinamakan ilmu
hawa dingin?" Bu ki mengetahui akan hal ini.
Ilmu hawa dingin adalah sejenis ilmu tenaga dalam yang paling sulit dipelajari, tapi
merupakan pula ilmu tenaga dalam yang paling menakutkan didunia ini.
Orang yang membunuh Ciau In adalah seseorang yang melatih diri dengan ilmu hawa dingin"
kembali Samwan Kong berkata.
"Aku dapat melihatnya!"
"Sekalipun kepandaian ini merupakan sejenis kepandaian yang sangat lihay, namun siapapun
enggan untuk melatihnya"
"Kenapa?" 414 "Karena siapa yang melatih ilmu hawa dingin, biasanya dirinya akan berubah pula menjadi
laki tidak lelaki, perempuan tidak perempuan, jadinya seorang banci yang tulen!"
"Apakah kau berhasil mengingat seseorang yang pernah melatih kepandaian semacam ini?"
"Yaa, aku pernah mendengar orang mengatakannya!"
"Siapakah itu?"
"Tong Giok!" Bu-ki segera mengepal sepasang tangannya kencang-kencang, kemudian berbisik:
"Aku sangat berharap kalau diapun ikut datang!"
"Apakah kau masih ingin mempergunakan diriku untuk memancing kemunculannya?"
"Yaa!" "Kapan?" "Hari ini!" "Dimana?" "Hutan Say-cu-lim!"
"Masih di hutan Say-cu-lim?"
"Yaa! sebab aku tak bisa menemukan tempat yang jauh lebih baik daripada tempat itu!"
Setelab tertawa, pelan-pelan ia melanjut-kan:
"Aku masih ingat kalau disitu terdapat sebuah warung penjual teh yang memakai merek Hoa
Gwat sian!" "Ehmm, tempat itu memang suatu tempat yang sangat baik!" Samwan Kong manggutmanggut".
"Sore nanti, kau boleh berjalan-jalan lebih dulu mengitari jalan raya, kemudian pergilah kesitu
untuk menunggu sang ikan menubruk umpan, sebelum aku munculkan diri tak mungkin
mereka akan turun tangan!"
415 "Dan kau?" tanya Samwan .Kong.
"Aku akan menunggu lebih dulu disana!"
Dalam kamar Ciau In tergantung sebilah pedang, meski hanya dipakai sebagai tumbal untuk
mengusir hawa sesat, mata pisaunya masih tajam sekali.
Bu ki meloloskannya dari atas dinding dan membelai mata pedang yang dingin dan tajam itu.
Bunga akan tumbuh dengan segar bila seringkali disirami air, demikian pula dengan pedang,
bila telah menghirup darah maka pedang itu akan tampak lebih bercahaya dan lebih tajam.
Pelan-pelan Bu ki berkata:
"Hari ini aku akan meminjam dirimu, aku pasti akan membuat kau mencicipi darah musuhmu
aku tak akan menyia-nyiakan harapanmu"
Ia menyentuh pedang dan bergumam mengemukakan suara hatinya.
Sayang meskipun pedang itu berisi, ia tak dapat bersuara, kalau tidak dia pasti akan
memberitahukan kepadanya:
"Walaupun aku tak akan menyia-nyiakan harapanmu, sayang semua rencanamu sudah berada
didalam perhitungan orang lain, kau sudah pasti akan mampus!"
***** SEBELUM matahari tenggelam di langit barat, saat itulah sinar matahari bercahaya dengan
terangnya. Cahaya matahari meninggalkan bayangan tubuh yang menajang dari Tong Ci-tham, Cu
ciangkwe serta Tong Kau di atas tanah, memanjang lagi melengkung, sehingga mirip dengan
tiga sosok sukma gentayangan.
Ketika Oh Po-cu menyaksikan ketiga orang itu berjalan keluar, sorot matanya seakan-akan
sedang melihat ada tiga sosok mayat sedang berjalan. . . .
Ia percaya Tio Bu0ki pasti akan mati kali ini, tapi ketiga orang itupun jangan harap bisa
pulang kembali dalam keadaan hidup.
Untung ia tak perlu menguatirkan bagi keselamatan dirinya sendiri, tugas yang harus
diselesaikannya kali ini amat ringan. Tong Giok hanya menyuruh dia untuk melakukan
pengintaian belaka di sekitar tempat itu, bahkan makin jauh dari Hoa gwat sian makin baik.
416 Tugas semacam ini tak mungkin akan menjumpai bahaya.
Maka sambil tersenyum, selangkah demi selangkah ia berjalan keluar dari Gang lombok.
***** HUTAN SINGA BULAN empat tanggal tiga senja.
Udara disenja itu masih secerah siang harinya, baru saja sang surya mulai tenggelam dilangit
barat, udara terasa bersih dan membiru, sinar matahari sore meman-carkan keindahan warna
menyejukkan hati. Perasaan Samwan Kong ketika itu tidak terlalu sejuk.
Seperti orang tolol, ia berjalan menyusuri dua buah jalanan yang konon merupakan jalanan
terindah disekitar tiga ratus li dari tempat itu, selama hampir setengah jam lamanya, diapun
menyaksikan banyak nona dan isteri-isteri muda yang diam-diam keluar dari rumahnya untuk
pergi secara sembunyi-sembunyi.
Biasanya mereka berbuat demikian hanya untuk membeli pupur atau gincu ditoko pupur
sambil membuang beberapa lirikan untuk para penjaga toko yang masih muda itu, sebab
kecuali berbuat demikian, tiada pekerjaan lain yang bisa menimbulkan kegembiraan mereka.
Kemudian diapun berkunjung ke sebuah rumah penjual barang antik untuk menikmati
serangkaian lukisan yang indah sambil pura-pura menjadi seorang calon pembeli yang serius.
Bahkan diapun sempat membeli sebungkus gula-gala untuk kemudian secara diam-diam
membuangnya kedalam selokan.
Ia sendiripun tak tahu kenapa ia bisa melakukan perbuatan-perbuatan semacam ini.
Sesungguhnya ia sama sekali tidak terlibat atau punya sangkut paut perselisihan antara Tio Bu
ki dengan keluarga Tong. Tapi dia amat menyukai Tio Bu ki.
Seringkali seseorang bila pergi melakukan serangkaian perbuatan yang belum tentu
menyenangkan hatinya, hanya demi orang-orang yang disenanginya.
Demikian pula halnya dengart Samwan Kong.
417 Sekarang, untunglah dia sudah duduk dan memesan sepoci air teh kegemarannya.
Air yang mengalit dalam sungai amat bersih dan jernih, aneka bunga yang tumbuh di sekitar
taman menyiarkan bau harum yaug semerbak, ia duduk dengan punggungnya menempel
diatas sebuah tiang penyangga besar, dengan begitu iapun tak usah kuatir kalau ada senjata
rahasia beracun dari pihak keluarga Tong yang akan menyambar ke arahnya dari belakang
...... Tangannya diletakkan, sangat dekat dengan kaki meja, sehingga setiap saat ia bisa
mempergunakan meja tersebut sebagai tameng untuk melindungi dirinya.
Untung saja ia mulai merasa agak nyaman dan segar.
Apakah tiga orang dari keluarga Tong telah menjumpainya" Dapatkah mereka datang kemari
mengikutinya" Berbagai ragam penjaja kecil berjalan mondar mandir dalam warung teh itu, mereka
membawa keranjang yang berisikan aneka macam buah-buahan segar serta aneka macam
kueh kering serta manisan.
Delapan sembilan orang pengemis tua yang loyo duduk termenung dipinggir pagar, sambil
menunggu pemberian sedekah dari orang lain.
Mereka sama sekali tidak memperlihatkan sikap tengik, sikap rendah yang menimbulkan rasa
muak bagi siapapun yang melihatnya, orang-orang itu hanya bersandar sambil menunjukkan
keletihan yang amat, suatu keletihan ysag telah merasuk ke tulang sumsum akibat keputus
asaannya menghadapi kehidupan.
Mungkinkah diantara mereka terdapat pula orang keluarga Tong yang sedang menyamar"
Dari tiga puluhan tempat duduk yang tersedia disana, hanya belasan orang tamu yang
menempatinya. Seorang nenek bungkuk sedang menggunakan sebiji kueh untuk menghentikan tangisan
cucunya yang makin menjadi.
Tiga orang pedagang yang gemuk-gemuk sedang ribut soal harga hingga wajah pun ikut
berubah menjadi merah padam.
Dua orang kakek sedang duduk bermain catur.
Sepasang suami istri muda duduk dikejauhan sana sambil berbisik-bisik membicarakan kata
cinta. 418 Disamping sebelah lain sepasang suami istri setengah umur yang duduk disitu seperti orang
asing, sepatah katapun tidak berbicara. Sang suami sedang menikmati sebiji bak pao dengan
penuh kenikmatan, sebaliknya sang istri sedang memperhatikan suami istri muda jauh dipojok
sana dengan terpesona. Jilid 15________ MUNGKIN iapun teringat bahwa dimasa lalupun ia pernah mengalami masa indah seperti itu,
tapi musim semi lewat musim gugurpun tiba, masa seindah itu sudah lewat lama, kini yang
tinggal hanya masa ketuaan yang makin mendekat.
Selama masa-masa begini, mungkin saja suaminya mencari hiburan perempuan lain di luaran,
sedang ia harus duduk dalam dapur dengan pakaian yang kotor sambil melewatkan hidupnya.
Selain mereka, terdapat pula seorang laki-laki berpakaian perlente yang tinggi besar sedang
berdiri bergendong tangan dibelakang pagar sambil menikmati air telaga yang jernih seakanakan
ia sedang menikmati keindahan senja itu.
Diantara orang-orang itu tak mungkin ada orang-orang dari keluarga Tong, tidak ada pula diri
Tio Bu-ki. Selama ini ia tak berhasil menemukan Bu-ki, diapun tak ingin mencarinya dengan teliti,
pokoknya ia tahu bahwa Bu-ki pasti berada disekitar tempat itu.
Sepoci air teh sudah hampir habis diminum, setelah menempuh perjalanan sejauh itu, sedikit
banyak ia merasa haus juga.
Baru saja dia hendak memanggil orang untuk menambah air.
Pada saat itulah, ia menyaksikan ada tiga orang munculkan diri dari jalanan sempit beralas
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
batu itu dan berjalan dan menghampiri kearahnya.
Ketiga orang itu semuanya mengenakan baju berwarna hijau dengan celana putih, yang
seorang bertubuh gemuk sedang yang lain bertubuh kurus seperti monyet.
Orang ketiga adalah seorang kakek ceking yang amat tinggi dengan membawa sebuah
huncwe, pinggangnva amat panjang lagi lurus seperti kayu, ketika berjalan tubuhnya sama
sekali tak bergoyang, mukanya yang hitam kelihatan serius dan tanpa emosi.
Menyaksikan kemunculan ketiga orang itu, kelopak mata Samwan Kong segera berkerut
kencang. Ia telah mengenali kembali orang-orang tersebut, diantara mereka bertiga paling tidak ada dua
orang diantaranya adalah mereka yang menguntilnya sejak dari Cuan-tiong.
419 Terutama sekali pemuda bertampang monyet itu, sekalipun ia menyaru sebagai seorang
perempuan yang lagi meteng tua, dalam sekilas pandangan saja ia pasti dapat mengenalinya
kembali. Sekarang rnereka benar-benar telah datang.
Pemuda maupun si gemuk itu tak perlu dia risaukan, jelas orang yang paling sukar dihadapi
adalah kakek pembawa huncwe tersebut.
Bahkan Samwan Kong merasa agak kuatir.
Sebab ia mencurigai kakek pembawa huncwee itu kemungkinan bear adalah Tong Jisiangseng
yang namanya amat menggetarkan dunia persilatan itu ...............
***** WALAUPUN kakek itu bukan Tong Ji siangseng, dia adalah Tong Ci-tham.
Dalam hati kecilnya ketika itu ia sedang tertawa dingin tiada hentinya.
Sebab sekalipun Tong Giok bertekad tak akan membiarkan mereka untuk mengenalinya juga
hanya dalam sekilas pandangan.
Dalam sekali pandangan saja, ia telah menyaksikan dua buah titik kelemahan yang pantas
dicurigai. bocah kecil yang menangis terus menerus itu hanya memakai kaus dan tidak bersepatu . . .
tangis bocah itu terlalu keras.
Seorang bocah yang keluar rumah bersama neneknya, tidak semestinya kalau menangis
sekeras itu. Seorang nenek yang berhati welas dan teliti, tak akan mengajak cucunya bermain tanpa
memakai sepatu, apalagi hanya mengenakan kaus kaki belaka.
Oleh sebab itu, dengan cepat Tong Ci-tham mengambil kesimpulan:
Nenek itu adalah penyamaran dari Tong-Giok .
Bocah itu sedang tertidur nyenyak ketika "dipinjam" oleh Tang Giok.
420 Tong Ci-tham ingin sekali menghampirinya dan memberi pelajaran yang setimpal kepada
pemuda itu, agar ia sedikit mengetahui sopan santun, agar ia tahu bahwa orang yang berusia
lanjut pantas menerima penghormatannya.
Tentu saja perbuatan semacam ini tak akan ia lakukan secara sungguh-sungguh, karena
bagaimanapun juga mereka sama-sama adalah orang-orang dari keluarga Tong.
Walaupun dalam keluarga Tong seperti juga keluarga keluarga lain, tak akan terhindar dari
suatu perebutan kekuasaan.
Tapi dikala mereka sedang menghadapi orang luar, selamanya mereka akan bersatu padu.
Sekarang orang yang harus mereka hadapi adalah Tio Bu ki.
Entah bagaimana pun juga, ia bisa mempunyai idee untuk "meminjam" seorang anak kecil
milik orang lain untuk melindungi diri, hal ini terhitung pula sebagai suatu perbuatan yang
cerdik. Tong Ci-tham percaya baik Tio Bu ki maupun Samwan Kong, tak nanti akan menduga sampai
ke situ. Oleh sebab itu ia lebih mantap dan yakin atas keberhasilan operasinya kali ini.
Tetapi diapun tidak mengetahui siapakah diantara sekian banyak orang adalah Tio Bu ki.
Tiga orang yang sedang membicarakan soal dagangan terlampau gemuk, dua orang kakek
yang sedang bermain catur terlalu tua dan loyo.
Mereka-mereka itu tak mungkin bisa ditirukan .
Dua pasang suami istri itupun tidak mirip.
Dua orang istri itu betul-betul perempuan tulen, sedangkan dua orang suami itu yang muda
terlalu loyo dan seram sinar matanya, jelas karena pengantin baru terlalu banyak "bekerja
keras", sebaliknya yang berusia setengah umur bermuka kaku, jelas bukan manusia-manusia
yang tahu akan ilmu silat.
Sisanya tinggal dua orang penjajah makanan serta seorang pelayan yang membawa sepoci
besar air panas. Dari tiga orang yang bersisa, seorang bermuka burik, yang seorang kehilangan separuh
telinganya, sedang pelayan yang siap menambah air panas dalam poci Samwan Kong itu
bertangan kasar berkaki besar, jelas merupakan seseorang yang sudah terbiasa kerja keras.
421 Tio Bu-ki bukan berasal dari pekerja keras, telinganya tidak tinggal separuh bagian, dia lebihlebih
tidak bermuka burik. Lantas siapakah sebenarnya Tio Bu- ki.
Tong Ci-tham ingin sekali memeriksa orang-orang itu sekali lagi dengan teliti, sayang pada
saat itulah mereka sudah tiba dihadapan Samwan-Kong.
Seandainya ia tahu keadaan yang sebenarnya, maka ia pasti akan merasa amat terperanjat.
Sebab pada saat itu hakekatnya Tio Bu ki sama sekali tidak hadir di Hoa gwat-sian.
***** SAMWAN KONG memperhatikan terus diri Tong Ci-tham dengan seksama.
Langkah kaki kakek itu enteng dan mantap sepasang keningnya menonjol amat tinggi,
sewaktu berjalan sepasang bahunya sama sekali tak bergoyang.
Itu semua adalah ciri-ciri khas dari seorarg jago yang berilmu sangat tinggi.
Jika seorang jago persilatan berpengalaman bersiap sedia akan menghadapi seseorang, tentu
saja seluruh perhatian dan pikirannya akan terhimpun pada tubuh orang itu.
Sekarang sasarannya adalah Samwan Kong, tapi ia tidak terlalu memperhatikan Samwan
Kong, sebaliknya ia amat tertarik sekali untuk memperhatikan sang nenek yang bermain
dengan cucunya itu. Peduli bagaimana tuanya seorang kakek, tak nanti dia akan tertarik terhadap seorang nenek.
Biasanya hanya anak-anak gadis remaja yang akan menimbulkan rasa tertarik bagi seorang
kakek. Apakah nenek itu mempunyai sesuatu keistimewaan.
Samwan Kong tak sempat lagi untuk memperhatikan dengan teliti, karena pada waktu itu
Tong Ci-tham sekalian telah tiba dihadapannya.
***** AGAKNYA pelayan sedang menambah air dalam poci itu merasakan juga maksud jahat dari
kedatangan ketiga orang itu, dengan terperanjat ia melompat mundur ke belakang.
422 Ternyata Samwan Kong amat sebat dan tenang sambil tertawa kepada mereka katanya
"Silahkan duduk"
Tentu saja mereka tak akan duduk.
Dengan suara dingin Tong Ci-tham berkata:
"Tahukah kau, mau apa kami datang kemari?"
"Tidak tahu!" Setelah tertawa, ia berkata lagi:
"Seandainya kau adalah seorang nona, aku pasti akan mengira kau telah tertarik kepadaku,
maka dari tadi menatapku terus menerus, sayang kau lebih tua daripadaku lagipula
tampangmu jelek amat. Paras muka Tong Ci-tham yang kaku seperti peti mati, belum juga menunjukkan reaksi apaapa,
dia bukan seseorarg yang gampang dibuat marah, karena itu diapun tak ingin bersilat
lidah. Tong Kau sebaliknya tak tahan, tiba-tiba ujarnya:
"Kami memang tertarik sekali oleh semacam benda milikmu dan kami bersiap-siap untuk
membawanya pulang" "Bukankah kalian tertarik oleh batok kepalaku ini?"
"Tepat sekali!"
Samwan Kong segera, tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhhh. . . . . haaahhh. . . . haaahhh. . . . sudah cukup lama aku bosan dengan batok
kepalanya itu, kalau kalian menginginkan, ambit saja secepatnya, lebih cepat lebih baik!"
Tapi mereka sama sekali tidak turun tangan.
Tiba-tiba saja mereka lepaskan jubah luarnya yang berwarna hijau, sehingga tampaklah
sebuah kantong kulit Yang tergantung disisi pinggangnya ........
Disamping kantong kulit itu, tergantung pula sebuah sarung tangan dari kulit menjangan,
milik Tong Ci-tham sudah tampak mengkilap dan halus.
423 Itulah lambang dari keluarga Tong, kebanyakan orang persilatan akan ketakutan setengah
mati bila menjumpai kantong-kantong kulit semacam itu, mungkin saja nyawa mereka serasa
melayang saking takutnya.
Samwan Kong tiduk takut, ia malah tertawa tergelak.
Dugaan Bu ki ternyata sama sekali tak meleset, sasaran mereka bukanlah dia, melainkan Tio
Bu ki. Sekarang mereka seperti juga dirinya, sengaja mengulur waktu sambil menunggu Tio Bu ki
munculkan diri. Mengapa Bu ki masih belum turun tangan" Apalagi yang sedang ia nantikan"
Sambil tertawa Samwan Kong kembali berkata:
"Apa isi dari kantong-kantong kalian itu" Apakah. . ."
Ia tidak melanjutkan kata-katanya, hatinya mulai tercekat dan seakan-akan terjatuh kedalam
jurang yang beratus-ratus kaki dalamnya.
Akhirnya ia menemukan juga diri Tio Bu-ki.
Ternyata Tio Bu-ki tidak berada di warung Hou gwat sian, ternyata ia berdiri jauh di atas
gunung-gunungan sana, seakan-akan sedang siap menyaksikan suatu adegan seram.
Ia tidak habis mengerti menapa Bu-ki harus berbuat demikian" Dia hanya tahu cepat atau
lambat ketiga orang itu pasti akan turun tangan.
Asal mereka telah turun tanagn, itu berarti dia bakal mati konyol. . . . !
***** SISA SISA matahari sore masih memancarkan sinarnya memenuhi seluruh udara.
Permukaan air telaga bergoyang keras, seorang gadis remaja diam-diam sedang memetik
sekuntaum bunga Botan. Waktu itu, Oh Po cupun berada disekitar sana berada di suatu tempat yang aneh, yang
istimewa dan sama sekali tak terduga oleh siapapun.
Ia percaya tak akan ada orang yang dapat melihat dirinya, tapi ia dapat melihat orang lain
dengan jelas. 424 Setiap orang dapat ia lihat dengan amat jelasnya.
Ia melihat Tong Ci-tham bertiga masak ke dalam warung Hoa gwat sian, iapun melihat TongCi-tham memandang kearah nenek tersebut dengan sinar mata yang sangat aneh.
Diam-diam ia merasa geli sekali.
Satu-satunya hal yang tidak ia pahami adalah mengapa hingga kini Tio Bu ki masih belum
juga munculkan diri. Sekarang Tong Ci-tham bertiga telah mengenakan sarung tangan kulit menjangan mereka,
wak-tu sudah tak bisa diulur lebih jauh.
Perduli apakah Tio Bu ki akan turun tangan atau tidak, mereka bertiga akan melancarkan
serangannya. Pada saat seperti itulah tiba-tiba berlangsung suatu kejadian yang sangat aneh, suata peristiwa
yang mimpipun tak pernah disangka oleh Po cu.
Selama hidup belum pernah ia merasakan rasa kaget yang sedemikian hebatnya seperti
sekarang. Hampir saja ia tak tahan dan ingin melarikan diri.
Tapi ia tak boleh berkutik, iapun tak boleh menunjukkan wajah kaget yang luar biasa.
Kalau tidak, diapun akan mati konyol!
Pelan-pelan Tong Ci-tham telah mengenakan sarung tangan kulit menjangan. Kulit lama yang
terasa hangat lagi empuk.
Sarung tangan itu terbuat dari kulit menjangan, kulit dari seekor anak menjangan.
Pada usia tujuh belas tahun, ia membunuh sendiri anak menjangan tersebut.
Dan seorang nona kecil yang gemar mengikat sepasang kuncirnya dengan pita kupu merah
menjahitkan sendiri sarung tangan itu baginya.
Dia dan jikonya sama-sama menyukainya.
Kemudian meskipun ia berhasil mempersunting nona itu, tapi jikonya berhasil mendapatkan
nama dan kedudukan dalam dunia persilatan.
425 Sekarang si nona kecil yang suka mengikat kuncirnya dengan pita kupu merah itu sudah
berada di dalam tanah, sebaliknya nama besar dan kejayaan Tong Ji-sianseng makin
cemerlang bagaikan matahari di tengah hari.
Waktu itu seandainya nona berkuncir itu bersedia kawin dengan jikonya, entah bagaimana
pula keadaannya sekarang"
Mengapa begitulah kehidupan manusia, di saat kau mendapatkan suatu benda, sering kali kau
pun akan kehilangan benda yang lain.
Oleh karena itu ia tak pernah menyesal.
Setiap kali ia kenakan sarung tangan itu, segera akan timbul suatu perasaan yang aneh dalam
hatinya, ia selalu akan terbayang kembali kenangan-kenangan lama yang tak akan terlupakan
untuk selamanya, teringat bagaimana syahdunya suasana ketika itu, dikala nona kecil
terkuncir itu menjahitkan sarung tangannya dibawah sinar lentera.
Dalam keadaan seperti itu, seberanrnya ia tidak memiliki hasrat untuk membunuh orang.
Tapi setiap kali ia kenakan sarung tangan tersebut, dia harus pula membunuh orang.
***** Pada saat itulah, suatu perubahan yang mengerikan tiba tiba saja berlangsung.
Pelayan bertangan kasar berkaki besar itu, mendadak mengankat poci air panasnya dan
digurukan keatas kepala Cu ciangkwe.
Si muka burik penjajah makanan kecil tiba tiba meloloskan sebuah pisau tajam dari balik
keranjangnya danlangsung ditusukkan ke pinggang Cu ciangkwe.
Orang yang kehilangan separuh teligannya mengangkat keranjang isi gula gulanya dan
diguyurkan ke wajah Tong Kau, ternyata dibawah gula gula itu adalah batu kapur.
Tong Kau meraung keras, tubuhnya melompat keudara, tangannya segera meraup segenggam
pasir beracun. Belum sempat pasir beracunnya ditebarkan keudara, tiga orang pedanga gemuk yang
bersitegang tadi telah menubruk tiba dengan kecepatan luar biasa.
Ternyata gerakkan tubuh ketiga orang itu cepat dan gesit, kerja sama mereka sungguh bagus
sekali, seorang menggunakan meja sebagai tameng, yang kedua membawa kolongan tali yang
siap menjirat kaki Tong Kau, sedangkan yang ketiga menghimpun tenaga dalamnya dan....
"Duuuk!" sebuah pukulan dahsyat bersarang telak diatas punggung Tong Kau, kekuatannya
mengerikan sekali. 426 Seketika itu juga tulang punggung Tong Kau terhajar remuk, ketika tubuhnya terjatuh
ketanah, sekujur tubuhnya telah terkulai lemas seperti segumpal daging.
Pada detik itu juga, dua orang kakek yang sedang bermain catur telah turun tangan pula,
ternyata mereka pergunakan ilmu timpuk mengarah jalan darah untuk menghajar jalan darah
penting ditubuh Tong Ci tham dengan ketiga puluh dua biji caturnya.
Serangan itu bukan cuman cepat saja, mana berat, ganas, tepat lagi, tak malu disebut sebagai
seorang tokoh sakti didalam melepaskan senjata rahasia.
Dalam pada saat itu, sebuah sikutan Tong Ci tham berhasil merobohkan laki laki bermuka
burik itu, bunyi tulang yang terhajar remuk berkumandang memecahkan keheningan.
Tubuhnya seperti anak panah yang terlepas dari busurnya telah meluncur kedepan selapis pasi
beracun yang hitam pekat dengan membawa empat batang Tok ci li bersama waktunya
ditebarkan ke depan. Apakah serangannya itu akan medapatkan hasil atau tidak, saat itu sudah tak terpikirkan lagi
olehnya, tujuannya sekarang bukan untuk melukai orang, melainkan untuk menolong diri
sendiri. Otot otot badan orang tua ini meski sudah mulai kaku, tapi mungkin dikarenakan latihannya
yang tekun selama banyak tahun, membuat gerakan tubuhnya tetap gesit dan lincah.
Sesudah berkelejitan ditengah udara bagaikan ikan ynag terpancing, segesit seekor burung ia
telah melayang keluar melewati pagar pagar kebun disekitarnya.
Ia sudah memperhitungkan dengan tepat, hanya sungai kecil dibelakangnya merupakan satu
staunya jalan mundur yang bisa ia pergunakan.
Ia amat yakin dengan ilmunya bermain dalam air, keyakinan tersebut sama seperti
keyakinannya didalam ilmu meringakan tubuh, ia percaya tak akan kalah dari pemuda
manapun juga, asal ia dapat melompat masuk ke air, maka selembar jiwanya pasti selamat.
Siapa tahu, pada saat itulah tiba tiba terdengar bentakkan nyaring menggelegar diudara:
"Kembali!" Laki laki berpakaian perlente yang selama ini berdiri ditepi sungai sambil bergendong tangan
itu memutar tubuhnya secara mendadak, lalu tangannya dikebaskan ke depan, segulung
tenaga pukulan yang maha dahsyat segera berhembus keluar dari balik ujung bajunya yang
lebar itu. 427 Waktu itu tenaga lompatannya telah habis termakan oleh pukulan yang maha dahsyat tersebut,
serta merta tubuhnya mencelat kembali ke belakang, bahkan ketika melayang turun kembali
keatas permukaan tanah, tubuhnya sudah mulai sempoyongan.
Simuka burik yang benar dihajar tulang iganya hingga parah itu masihb erbaring disana,
skaing sakitnya peluh dingin sebesar kacang telah membasahi seluruh wajahnya, pada saat
itulah tiba tiba ia menggigit bibir dan berguling diatas tanah, pisaunya bagaikan seekor ular
berbisa langsung ditusukkan ke ats pinggangnya.
Mata pisau yang dingin dan keras, bagaikan ujung lidah sang kekasih dengna mudah dan licin
langsung menembusi kulit tubuhnya, bahkan ia sama sekali tidak merasa kesakitan. Tapi
hatinya sudah mulai dingin.
Dengan pengalamannya selama banyak tahun, tentu saja ia tahu tempat manakah merupakan
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
tempat mematikan yang fatal, tusukan tersebut hakekatnya jauh lebih beracun daripada seekor
ular beracun. Serangan dari simuka burik itu betul betul amat keji.
Setelah berhasil menyarangkan pisaunya dipinggang musuh, siburik telah melepaskan
pedangnya dan berguling kembali ketempat semula.
Ia tahu kakek itu tak akan melepaskan dirinya dengan begitu saja, tapi ia tak menyangka kalau
senjata rahasia tersebut bakal datang secepat ini, cahaya kilat baru saja berkelebat lewat, dua
biji Tok ci li telah bersarang telak dileher bagian kirinya.
Diapun merasa sakit, tapi hatinya ikut menjadi dingin.
Bagaimanakah akibat dari mereka yang terkena senjata rahasia beracun itu, sudah cukup
banyak ia dengar selama ini.
Mendadak tubuhnya menubruk kembali kedepan, dirampasnya golok yang berada di tangan si
telinga kutung dan sekali ayun ia menggorok leher sendiri.
Bukan saja ia keji kepada orang lain, ternyata diapun keji terhadap diri sendiri.
Seperti sebatang tombak, Tong Ci-tham masih berdiri tegak disitu, saat golok itu tidak segera
dicabut, maka diapun tak akan roboh.
Asal dia masih bisa berdiri, ia tak sudi membiarkan tubuhnya roboh ke tanah.
Tiada seorangpun yang melancarkan serangan lagi.
428 Biasanya terhadap orang yang berhati keras, baik dia menang atau kalah, hidup atau mati,
akan menerima rasa kagum dan hormat dari orang lain.
Tiba-tiba laki-laki perlente yang tinggi besar itu menghela napas, katanya:
"Kau betul-betul seorang lelaki jantan, baik kau mati atau hidup orangku tak akan mengusik
dirimu lagi." Tong Ci-tham menatapnya lekat-lekat lalu bertanya:
"Siapa kau?" "Aku she Thio, bernama Thio Yu hiong!"
"Thio Yu hiong dari Lam-hay jit heng-te (Tujuh bersaudara dari laut selatan)?" Tong Ci-tham
menegaskan dengan suara parau.
"Benar." "Apakah diantara kita ada dendam?"
"Tidak ada!" "Jadi kau berbuat demikian demi Tio Bu-ki"
"Benar!" "Kenapa kau musti melakukan perbuatan semacam ini baginya?" Kau tidak takut pembalasan
dendam dari keluarga Tong?"
"Yaa, lantaran dia telah menganggapku sebagai sahabat, maka demi sahabat apapun akan
kulakukan" Bagi umat persilatan, alasan tersebut sudah merupakan suatu alasan yang kuat dan lebih dari
cukup. Tiba-tiba Tong Ci-tham menghela napas panjang.
"Aaai. . . sayang sekali aku tidak bisa berkawan dengan seorang sahabat seperti kau!"
Dia sudah hampir mati ditangan orang ini, anehnya ia sama sekali tidak merasa dendam atau
benci terhadap orang itu.
Yang benar-benar ia benci adalah seorang yang lain, seorang manusia yang mundur secara
pengecut dari medan pertarungan, seorang yang telah menghianati dirinya.
429 Agaknya sang cucu itu sudah ketakutan setengah mati sehingga menangispun tak berani lagi,
sang "nenek" pun tampaknya ketakutan setengah mati hingga seluruh tubuhnya menggumpal
menjadi satu. Sebenarnya untuk memandangpun Tong Ci-tham sudah merasa segan sekali, coba kalau ia
turun tangan pula, tadi, sebenarnya mereka bukannya sama sekali tiada kesempatan lagi.
Sebenarnya Tong Ci-tham masih menaruh harapan kepadanya, sungguh tak disangka ternyata
dia adalah seorang pengecut.
Sekarang Tong Ci-tham benar-benar merasa putus asa, tapi dia masih tak ingin menghianati
dirinya. Bagaimanapun juga mereka toh sama-sama berasal dari keluarga Tong, kalau memang begitu
takut mati, kenapa tidak ia penuhi saja keinginannya itu"
Tapi bagaimanakah perasaannya ketika menyaksikan mereka mati konyol lantaran dia"
Dikemudian hari, apakah dia tak akan menyesal hidup seorang diri didunia ini"
Akhirnya Tong Ci-tham tak tahan juga untuk tidak menengok sekejap kearahnya, pandangan
terakhir ini penuh pancaran rasa dendam, marah dan mendongkolkan, tapi tercakup pula rasa
kasihan dan sayang. Pada saat itulah ia mulai merasa bahwa darah dalam jumlah banyak mulai mengalir keluar
dalam tubuhnya, darah tersebut tidak meleleh keluar lewat mulut lukanya, tapi mengalir
keluar melalui mulutnya. Tiba tiba ia tertawa. Karena pada saat itulah ia berhasil mendapatkan suatu jawaban atas suatu pertanyaan yang
selama ini tak sanggup dijawab oleh nya .....
Dia tak akan memperoleh sebuah peti mati yang terbuat dari kayu Ci-thaw sebagai tempat
beristirahat. Maka diapun mencabut keluar pisau yang menghujam diatas pinggangnya itu!
Ketika pisau itu dicabut keluar, darah segar bagaikan sebuah pancuran segera menyembur
keluar, hampir saja menodai baju yang dikenakan Bu ki.
Samwan Kong melihat ketika ia masuk, walaupun tidak ia jelaskan mengapa sampai sekarang
baru datang, tapi Samwan Kong yakin bahwa ia pasti menjumpai alasan yang sangat baik.
430 Sekarang, Ketiga orang jago dari keluarga Tong telah roboh terkapar, peristiwa yang
mengerikan pun akhirnya telah barakhir.
Sang bini yang masih muda itu bersembunyi dalam pelukan suaminya, muka yang pucat pias
tiba-tiba berubah menjadi semu merah.
Ia mana takut, mana malu, gelisah lagi sehingga hakekatnya tidak tahu lagi apa yang harus
dilakukan. Ia tak boleh membiarkan orang tahu kalau celananya telah basah kuyup.
Sang suami yang berusia setengah umur itu lebih payah lagi keadaannya, hampir setiap orang
yang berada disekitar sana dapat mengendus bau busuk yang keluar dari pantatnya.
Istri laki-laki itu ternyata malah jauh lebih tenang dan tabah, waktu itu ia sedang mencari akal
untuk mengajak suaminya bangun berdiri.
Si nenek telah membopong cucunya dan selangkah demi selangkah sedang berjalan
meningalkan tempat itu. "Harap tunggu sebentar!" tiba-tiba Bu-ki berseru.
Nenek itu seakan-akan tidak mendengar teriakan itu, ia masih melanjutkan langkahnya
menuju kedepan. Tapi dengan suatu lompatan, tahu-tahu Bu ki telah menghadang dihadapannya.
Dengan terkejut nenek itu mendongakkan kepalanya memandang ke wajah Bu ki.
"Nenek tua, siapa namamu?" Bu-ki telah menyapa sambil tertawa.
Nenek itu menggerakkan bibirnya seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi tak sepotong
suarapun yang terdengar. "Apakah bocah ini adalah cucumu .?"
Bu-ki kembali bertanya. Nenek itu manggut manggut ia memeluk bocah itu semakin erat.
"Udara malam makin lama semakin dingin, kenapa kau tidak memberi sepatu kepadanya?"
tanya Bu-ki. 431 Nenek itu tampak sangat terkejut, seolah-olah sampai sekarang ia baru tahu kalau cucunya
tidak bersepatu. . Bocah itu kembali menangis dalam pelukannya, meski senyuman menghiasi wajah Bu ki,
namun sepasang matanya lebih tajam dari sebuah mata pisau.
Nenek itu membungkukkan badannya, mendadak dia mengangkat bocah itu dan di timpukkan
ke wajah Bu-ki dengan sekuat tenaga.
Bu-ki hanya menyambut timpukan itu dengan sepasang tangannya, sementara si nenek yang
bungkuk itu sudah melesat kearah pagar bambu dengan kecepatan bagaikan sambaran petir.
Bocah itu yaa, menangis, yaa berteriak, yaa memukul, yaa menendang dalam bopongan Bu ki.
" Ketika melesat kedepan tadi, ternyata nenek itu telah mengeluarkan ilmu meringankan tubuh
Cing ting-sam sau sui (kecapung menutul air tiga kali), dalam tiga lompatan saja
menyeberangi pagar kebun bunga, ia telah barada enam tujuh kaki jauhnya dari tempat
semula." Pada saat itulah tiba-tiba terdengar seseorang membentak nyaring.
"Ikan didalam jaring hendak kabur kemana kau?"
Ditengah bentakah, sesosok bayangan manusia melompat keluar dari balik kebun bunga dan
menyongsong kedatangan nenek itu, kepalanya langsung di jotoskan ke muka.
Berjumpa dengan orang itu, nenek itu seperti ketakutan setengah mati sehingga tenaga untuk
menangkis dan menghindarpun tak punya, belum lagi jeritan kagetnya berkumandangan,
tulang lemas dan tulang leher dibawah tenggorokarnya sudah terhajar remuk.
Sekarang, walau rahasia apapun yang diketahui olehnya, selamanya tak akan bisa diceritakan
lagi. Ketika roboh ke tanah, air mata ternyata bercucuran keluar membasahi pipinya.
Karena mimpipun ia tak menyangka kalau orang itu bakal turun tangan sedemikian keji
terhadapnya. Yaa, siapapun tidak menyangka kalau orang itu bakal turun tangan sedemikian keji dan
bengisnya!" Kalau dilihat dari bentuk muka maupun bentuk badannya, diapun tidak akan percaya kalau
dia adalah seorang manusia yang berhati bengis dan kejam.
432 Dia mana masih muda, sopan santun, lembut, tampan lagi, bahkan sekulum senyuman yang
hangat dan lembut selalu tersungging diujung bibirnya yang mungil.
Si nona kecil yang secara diam-diam memetik sekuntum bunga mawar tadi, selalu
memperhatikan wajahnya dengan lirikan mata yang tajam, seakan-akan ia sudah terkesima,
dibuat terpesona oleh kelembutan dan kegantengannya.
Dia pun mamandang ke arahnya, menatap wajah si nona yang cantik dan mata kucing itu.
Seakan-akan pemuda tampan yang muda dan gagah itupun sudah tertarik kepadanya.
Lama kemudian, ia baru menggapai ke arah Bu-ki sekalian, lalu teriaknya dengan lembut:
"Siapakah diantara kalian yang akan kemari dan menggotong pergi nenek ini?"
***** RAHASIA SEKARANG, jenasah sinenek sudah digotong masuk, pemuda yang tampan dan halus budi
itu ikut pula masuk. Begitu masuk ke dalam, ia lantas memperkenalkan diri:
"Aku she Li, bernama Li Giok tong!
Nama itu suatu nama yang masih terasa asing, diapun seorang yang amat asing, tapi setiap
orang bersikap bersahabat kepadanya.
Karena ia telah membantu mereka untuk menangkap seekor ikan besar yang hampir lolos dari
jaring. "Nenek ini sesungguhnya tidak terlampau tua, tentu saja dia bukan seorang nenek
sungguhan!" kata Li Giok tong.
Kemudian sambil memandang wajah Bu-ki dan tersenyum, katanya lagi:
"Kalian tentunya sudah mengetahui bukan, bahwa seorang nenek yang sayang kepada
Cucunya tak mungkin akan lupa untuk memakaikan sepatu untuk cucunya, hanya berdasarkan
hal ini sebenarnya belum dari cukup untuk menunjukkan bahwa dia adalah seorang nenek
gadungan, maka kalianpun belum turun tangan juga"
"Apa yang berhasil kau lihat atas dirinya?" tanya Bu ki tidak tahan.
433 "Padahal aku sendiripun tidak berhasil melihat apa-apa, aku hanya secara kebetulan saja
mengetahui siapakah nenek yang sebenarnya dari bocah ini....."
"Kau kenal dengan dia?"
Li-Giok-tong manggut-manggut.
"Bukan cuma kenal, bahkan kenal-sekali!"
Ternyata tampak lebih riang dan gembira, lanjutnya:
"Kebetulan sekali nenek dari bocah ini adalah A-ih (bibi) ku!"
Bu ki segera menghembuskan napas lega, serunya:
?Ooh.....sungguh kebetulan sekali, lagipula bagus sekali!"
Walaupun bocah itu sudah lelah menangis dan untuk sementara waktu menjadi tenang
kembali, akan tetapi selama ia berada dalam bopongannya maka dirasakan seakan-akan
membopong ssbuah bungkusan besar yang berisi obat peledak yang setiap saat dapat meledak.
Selema hidup ada dua persoalan yang paling tak tahan dihadapinya, yakni laki-laki yang
cerewet dan perempuan yang cengeng.
Tapi sekarang ia baru mengetahui bahwa seorang bocah yang cengeng sesungguhnya sepuluh
kali lipat lebih susah dihadapi daripada perempuan yang cengeng.
Jika perempuan yang menangis, dia masih punya akal untuk membuat mereka tutup mulut,
tapi kalau anak anak yang menangis, kepalanya segera terasa menjadi besar secara tiba-tiba.
Oleh karena itulah ketika Li Giok-tong membopong bocah itu dari dukungannya, ia seperti
merasa berterima kasih sekali sehingga sepatah katapun tak mampu diutarakan lagi.
Sesaat kemudian dia baru berkata:
"Ada sepatah kata, bila sudah kuucapkan nanti, aku harap kau jangan marah!"
"Apakah aku mirip seseorang yang gampang menjadi marah?" tanya Li Giok tong sambil
tertawa. Dia memang sedikitpun tidak mirip.
434 "Kami benar-benar tak tahu bagaimana musti mengucapkan terima kasih kepadamu" kata Bu
ki. "Dapatkah kau memberi tahukan kepada kami, dengan cara apakah kami harus
menyampaikan keinginan ini?"
"Bila kalian bersikeras ingin menyampai-kan rasa terima kasihnya kepadaku, sebetulnya
hanya ada satu cara"
"Coba katakan!"
"Angggaplah aku sebagai teman!"
Senyuman yang tersungging diujung bibirnya tampak lembut, hangat dan bersungguhsungguh.
"Aku suka sekali berteman, akupun sangat membutuhkan teman!"
Bu-ki segera mengeluarkan tangannya.
"Siapa yang bisa menampik untuk bersahabat dengan seorang seperti Li Giok tong"
***** AKHIRNYA Li Giok tong telah pergi membawa bocah itu, ia buru-buru hendak menghantar
bocah itu ke rumah A-ih-nya, karena sekarang A-ih tentu kuatirnya setengah mati"
Tidak menunggu sampai ia berjalan lewat dari jalan kecil beralas batu itu, dengan tak sabar
Samwan Kong telah bertanya kepada Bu ki:
"Kau benar-benar percaya kalau bocah itu adalah keponakannya" Kau benar-benar percaya
ka-lau didunia ini terdapat kejadian yang begitu kebetulan?"
"Aku percaya!" "Kau benar-benar bersedia untuk bersahabat dengannya?"
"Aku bersedia!"
Walaupun jawaban itu sudah jelas dan meyakinkan, akan tetapi Samwan Kong seolah-olah
masih merasa agak curiga.
Akan tetapi bahkan dia sendiripun tidak habis mengerti dengan alasan apakah Samwan Kong
membohongi mereka. 435 Sekalipun ia benar-benar telah membohongi mereka, yang berhasil ditipupun tak lebih hanya
seorang bocah yang cengeng.
Nenek itu ternyata belum mati, dari tenggorokannya yang remuk masih terdengar bunyi
mendesis yang amat nyaring, seperti seekor ular yang sudah hampir sekarat.
Orang-orang yang menggotongnya kembali itu berhasil menemukan sebuah kantong kulit dari
balik pakaiannya, isi kantong kulit itu tak lain adalah senjata rahasia khas dari keluarga Tong,
meskipun jumlahnya tidak banyak tapi kwaliteitnya ternasuk lumayan.
Teringat kembali sorot mata Tong Ci-tham menjelang kematiannya, tak bisa diragukan lagi
orang ini pastilah Tong Giok.
Samwan Kong kembali bertanya:
"Apakah kau telah memperhitungkan kalau Tong Giok pasti telah datang. . . ."
"Benar" "Kaupun telah memperhitungkan bahwa ia pasti berusaha untuk memancing kemunculanmu
lebih dulu sebelum turun tangan, karena sasarannya bukan aku, melainkan kau"
"Benar!" "Dan kaupun hendak menunggu sampai ia munculkan diri lebih dahulu baru turun tangan,
karena sasarnmu juga dia?"
Bu-ki manggut-manggut. "Oleh sebab itu, terpaksa aku harus pergi mencari Thio jiko!"
Thio Yu hiong adalah seorang lelaki yang pendiam dan jarang sekali berbicara.
Seseorang yang mulai belasan tahun sudah mulai memegang tampuk kekuasaan besar, tentu
saja ia tak akan seseorang yang banyak bicara.
Ia tak pernah menggunakan perkataan untuk memperlihatkan rasa persahabatannya dengan
orang lain, sedikit bicara banyak bekerja barulah prinsip hidup yang sebenarnya.
Hingga sekarang ia baru buka suara:
"Bila seseorang mencari teman dikala ia sedang mengalami kesulitan, sesungguhnya hal itu
bukan suatu perbuatan yang memalukan"
436 Ia maju kedepan menghampiri Bu ki dan menggenggam tangannya kencang-kencang,
kemudian katanya lagi: "Kau bisa berpikir untuk datang mencariku, aku merasa gembira sekali"
Sehabis mengucapkan perkataan itu, ia pun pergi dari situ, pergi sambil membawa serta
segenap anak buahnya. Tiga orang pedagang yang gemuk itu telah kembali pada kebebalan dan kelambanannya,
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pelayan berkaki besar bertangan kasar serta penjajah makanan yang bertelinga sepotong
itupun berubah kembali menjadi biasa dan sederhana seperti sedia kala.
Dengan mulut membungkam mereka menggotong pergi jenasah rekannya.
Sorot mata tajam yang mereka perlihatkan dalam peristiwa menegangkan belum lama
berselang" kini sudah hilang dan lenyap tak berbekas.
Bagi mereka, peristiwa ini tidak ada harganya untuk dibanggakan atau disombongkan, tidak
pula untuk disedihkan dan dimurungkan.
Setiap waktu setiap saat mereka bersedia untuk melakukan perjalanan apapun bagi
majikannya, seperti pula majikan mereka yang setiap waktu setiap saat bersedia melakukan
pekerjaan apapun untuk sahabatnya.
***** BU KI tidak berkata apa apa lagi.
Kalau toh mereka adalah sahabat, perduli bicara apapun juga adalah percuma saja.
Tak tahan lagi Samwan Kong menghela napas panjang, katanya:,
"Bisa bersahabat dengan seorang teman semacam ini, hakekatnya ini merupakan kemujuran
bagiku!" "Bisa bersahabat dangan teman semacam kau, hal inipun merupakan keberuntunganku"
sambung Bu-ki sambil menatapnya tajam-tajam.
"Tapi Li Giok-tong itu ............"
"Apakah dia adalah seorang sahabat yang baik atau bukan, dengan cepat kau akan mengetahui
dengan sendirinya" 437 "Apakah dalam waktu yang amat singkat kau dapat berjumpa lagi dengannya.
"Seratus persen tak bakal salah!"
"Kau sangat yakin?"
"Sangat sekali!"
Samwan Kong menatapnya tajam-tajam, lama sekali ia baru menghela napas panjang.
"Tahukah kau, bahwa dirimu adalah seorang manusia aneh?"
"Tidak tahu!" "Yang paling aneh dari dirimu agaknya adalah kau selalu memgetahui hal-hal yang orang lain
tidak ketahui, bahkan aku sendiripun juga tak tahu kenapa kau bisa memiliki kepandaian
semacam ini" Bu ki tertawa. "Kalau kaupun bisa mengetahuinya, maka hal itu pasti dikarenakan aku sama sekali tidak
me-miliki kepandaian seperti itu"
Samwan Kong segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh . . . . haaahh. . . . haaahh. . . perduli apapun yang kau katakan, paling tidak aku
berhasil mengetahui akan satu hal"
"Hal yang mana?"
"Jika dikemudian hari masih ada orang yang menginginkan kau masuk perangkap, jelas hal
ini bukan suatu pekerjaan yang terlalu gampang."
Sambil tertawa ia lantas bangkit berdiri, tapi tiba-tiba ia duduk kembali sambil berkata:
"Masih ada satu hal lagi yang tidak kupahami"
"Persoalan apa lagi?"
"Kau selalu mempunyai perhatian yang besar terhadap diri Tong Giok, sekarang ia sudah
berada disini, kenapa kau tidak memperdulikannya lagi?"
"Sebab pada hakekatnya dia bukan Tong Giok"
438 Samwan Kong kembali merasa terperanjat.
"Dia bukan" Darimana kau bisa tahu kalau dia bukan?"
"Karena secara kebetulan kutahu siapakah dia"
"Siapa dia?" "Dia adalah seorang pincang, orang lain menyebutnya sebagai Oh Po-cu. . . ."
***** SETIAP peristiwa yang terjadi dirumah makan Hoa gwat sian dapat diikuti oleh Oh Po-cu
dengan jelas, karena ia berada disana.
Ketika Tong Ci-tham sekalian belum sampai disana, ia telah tiba ditempat itu, membawa
seorang bocah yang "dipinjam" nya dari rumah orang lain ....
Seorang nenek yang berwajah welas, membawa cucunya berjalan-jalan mencari angin karena
lelah masuk warung minum teh dan makan kueh, sesungguhnya hal ini tak akan menarik
perhatian orang lain. Ia dapat mempergunakan cara ini untuk melindungi indentitas sendiri, bahkan ia sendiripun
merasa amat bangga. Ia percaya orang lain tak akan mengetahui rahasia penyamarannya. sedang dia dapat melihat
orang lain. Satu-satunya yang paling mengesalkan hati adalah bocah itu terlalu cengeng, suka menangis,
tangisannya bisa membuat pikiran dan perasaannya menjadi kalut.
Ketika Tong Ci-tham memandang kearahnya dengan sorot mata aneh tadi, iapun merasa amat
tak enak. Untung saja Samwan Kong tidak memperhatikan sampai ke hal-hal yang demikian.
maka hingga saat itu, ia selalu menganggap dirinya berada dalam keadaan yang aman.
Sungguh tak disangka jalannya peristiwa ternyata jauh diluar dugaannya semula, ia lebihlebih
tak menyangka kalau Tio Bu-ki bakal mengetahui penyamarannya.
Untung saja ia tidak menjadi gugup dikala menghadapi bahaya, tindakan yang dilakukan pun
cukup cekatan. ia telah mempergunakan bocah yang cengeng dan suka menangis itu untuk
menghadang pengejaran dari Tio Bu-ki.
439 Tampaknya dia bisa segera meloloskan diri dengan selamat dan menyelamatkan selembar
jiwanya dari kematian, sungguh tak disangka muncul seorang Li Giok- tong ditengah jalan.
Mimpipun dia tak menyangka kalau Li Giok tong tersebut bakal turun tangan keji terhadap
dirinya. Ketika menyaksikan Tio Bu-ki menjulurkan tangannya pertanda kalau bersedia menjadi
sahabat dengan Li Giok-tong, hampir saja ia tak tahan untuk tertawa terbahak-bahak, tapi
hampir pula ia tak tahan untuk menangis tersedu-sedu.
Karena hanya dia seorang yang tahu kalau berteman dengan manusia semacam itu
sesungguhnya adalah suatu kejadian yang menakutkan.
Karena mereka sebenarnya bukan teman saja, bahkan jauh lebih akrab daripada seorang
teman. Hanya dia seorang yang tahu bahwa Li Giok tong tersebut tidak lain adalah Tong Giok.
Sayang sekalipun pada saat ini dia ingin memberitahukan rahasia ini kepada Tio Bu-ki, ia
sudah tak sanggup berkata apa-apa lagi.
Ia percaya cepat atau lambat Tio Bu-ki pasti akan mengetahui rahasia ini dan mungkin juga
disaat ia sudah hampir mati nanti.
Ketika Oh Pocu menhembuskan napasnya yang penghabisan, suara tersebut kedengarannya
seperti sebutir batu yang tercebur ke dalam kolam yang berisi lumpur.
Tiba-tiba Samwan Kong bangun berdiri, kemudian berjalan keluar dari situ.
Ia tak tahan menghadapi kejadian semacam ini, tapi ia justru tak tahan untuk berpaling
kembali. "Kau telah memperhitungkan bahwa Tong Giok, pasti telah datang kemari ?" katanya.
Bu ki tidak menjawab, sekalipun demikian orang tahu bahwa ia telah mengakui akan
kebenaran dari ucapan tersebut.
"Sekarang, dimanakah Tong Giok berada... ?" Samwan Kong bertanya lagi. Bu ki
memggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku tidak tahu!" ia menjawab.
"Agaknya kau sama sekali tidak bermaksud untuk pergi mencarinya ........"
440 Bu ki mengakui atas kebenaran dari perkataan itu.
"Yaa, karena pada hakekatnya aku tak tahu kemana harus pergi mencari dirinya"
"Lalu apa yang telah siap kau lakukan sekarang?" Samwan Kong coba untuk mendesaknya
lebih jauh. Bu ki tertawa. "Biasanya, jika aku berada dalam keadaan tak mampu menemukan jejak seseorang, maka aku
selalu menggunakan sebuah cara ...."
"Apakah caramu itu?" tanya Samwan Kong ingin tahu.
Bu-ki kembali tertawa. "Apa lagi" Tentu saja menungu sampai dia yang datang mencari diriku!"
***** BAYANGAN SETAN BULAN empat tanggal enam, udara mendung. Diam-diam tanpa sepengetahuan orang lain,
Tio Bu ki telah kembali ke perkampungan Ho hong san ceng.
Sesungguhnya ia tidak bermaksud pulang ke rumah, tapi setelah mempertimbangkannya
lama, selama sekali ia telah berubah jalan pemikirannya ini.
la sangat rindu dengan Hong nio, sangat rindu dengan Cian-cian, rindu kepada semua anggota
keluarganya yang selalu setia kepadanya.
Rasa rindu yang terasa terukir dalam hatinya ini ibaratnya sebaskom air hangat, walau pun
dapat membuat seseorang melupakan penderitaan hidupnya yang sedang dihadapinya untuk
sementara waktu dapat pula membuat semangat seseorang menjadi kendor.
Maka ia selalu berusaha mengendalikan diri, berusaha keras untuk tidak memikirkan mereka.
Tapi setiap malam yang sepi telah tiba, disaat tubuh sudah penat, rasa rindu seringkali
menbelenggu hatinya bagaikan laba-laba yang membuat sarangnya. makin ia meronta makin
kencang ia terlibat. Cuma saja hal itu bukan merupakan sebab utama darinya dalam mengambil keputusan untuk
pulang ke rumah. 441 Ia tak pernah mendengar berita tentang Hong-nio serta Cian-cian, tapi lamat-lamat ia telah
merasa bahwa mungkin mereka semua sudah tidak ada lagi disitu.
Waktu itu ketika Tee-cong membawa Hong-nio memasuki ruang rahasianya, ia tidak melihat
akan kehadirannya. Ia tak berani berpaling. Karena secara lamat-lamat diapun merasa bahwa orang yang diajak Tee-cong memasuki
ruang-an tersebut, mungkin adalah seorang sanak keluarganya.
Ia kuatir kehadiran orang itu bisa membuat dirinya tak sanggup mengendalikan diri, ia tak
boleh membiarkan Tee cong menaruh perasaan was-was kepadanya, walau hanya sedikitpun.
Akhirnya, sekarang ia pulang kerumah, pulang secara diam-diam tanpa mengejutkan
siapapun. waktu itu senja telah menjelang tiba.
***** PERKAMPUNGAN Ho-hong san-ceng sendiri sesungguhnya adalah suatu tempat yang
pantas dikenang, terutama dikala senja menjelang tiba, keindahannya bagaikan sebuah
lukisan. Ho hong san-ceng jauh berbeda dengan benteng Sangkoan Po, berbeda pula dengan Tay hong
tong dari perkampungan Hui im ceng dimana lm Hui yang berdiam.
Tay hong tong dibangun dengan suatu bangunan yang kokoh, kuat dan keren, persis seperti
semangat Im Hui-yang yang berkobar-kobar.
Benteng Sangkoan Po dibangun dalam medan yang membahayakan, dibalik kesederhanaan
justru tersimpan semacam hawa pembunuhan yang dingin dan mengidikkan hati.
Sebaliknya perkampungan Ho-hong- san-ceng adalah sebuah tempat yang tenang dan
nyaman, tidak terlihat hawa menyeramkan apalagi diwaktu sore yang sejuk, dikala angin
berhembus sepoi-sepoi, matahari senja memancarkan sinar akhirnya, waktu itu suasana amat
tenang penuh kedamaian, membuat orang jadi terbuai ke alam impian.
Oleh katena itu, Sugong Siau-hong yang hidup membujang, kecuali tinggal di Tay-hong-tong
untuk sesuatu keperluan atau tugas, ia selalu menyisihkan waktunya untuk berdiam disitu,
menjadi tamu selama berapa hari dan menikmati kedatangan dan kehangatan selama berapa
waktu ...... 442 Tapi semenjak Tio Jiya meninggal, Bu-ki kabur, Cian-cian serta Hong nio ikut pergi, tempat
itupun ikut berubah. Seperti juga seorang manusia, bangunan gedung itupun dapat berubah menjadi tua, lemah,
kusut, kesepian dan keletihan.
Apalagi disuatu senja dalam hari yang mendung seperti ini.
Setiap kali musim hujan telah tiba, encok Lo ciang pada tulang-tulang persendiannya akan
berubah seperti seorang istri yang judas, jahat dan bengis. Ia mulai mempergunakan pelbagai
cara dan akan untuk menyiksanya secara kejam dan tak kenal ampun.
Walaupun ia sudah tak tahan menghadapi sakit semacam ini, apa lacur nyawanya belum mau
juga terbang meninggalkan raganya.
Hari ini dia merasa lebih menderita lagi, sepasang lutut kakinya seolah-olah ditusuk oelh
beribu-ribu batang jarum yang sangat tajam, membuat ia sedemikian kesakitan sehingga
hampir saja selangkahpun tak mampu berjalan.
Ia ingin tidur lebih awal, apa mau dikata justru tak dapat tidur.
Pada saat itulah pelan-pelan Bu ki membuka pintu kamarnya yang tertutup dan menyelinap
masuk kedalam ruangannya.
Lo Ciang segera melompat bangun dan menggenggam tangannya kuat kuat.
Tak kusangka kau benar-benar telah kembali!"
Menyaksikan air mata Lo-Ciang yang membasahi wajahnya, hampir saja air mata Bu-ki ikut
bercucuran. Dulu ia selalu menganggap Lo-Ciang terlalu lamban, terlalu keras kepala, terlalu cerewet,
bahkan agak memuakkan. Tapi sekarang, dikala ia berjumpa dengan orang yang dibencinya ini, tiba-tiba ia merasa
begitu terharu, begitu gembira.
"Setelah kau pergi, nona Hong dan Toa siocia ikut pergi, hingga kini belum ada kabar
beritanya tentang mereka, semenjak Sugong toaya mengundang datang seorang yang bernama
Ci Peng, mereka. . . ."
Mendengarkan keterangan yang digumankan Lo-Ciang, Bu-ki merasakan hatinya amat sakit
bagaikan ditusuk-tusuk dengan pisau.
443 Kemanakah mereka telah pergi" Kenapa hingga kini tiada kabar beritanya"
Apakah orang yang diajak Tee cong masuk ke ruangan rahasia hari itu adalah Hong-nio"
Agaknya Lo-Ciang merasakan juga kepedihan hatinya, ia segera tersenyum seraya berkata:
"erduli bagaimana juga, kau toh telah kembali lagi kemari, sebenarnya aku masih tak percaya,
sungguh tak disangka kau benar-benar telah kembali kemari"
Sudah dua kali ia mengulang perkataanya itu.
Bu-ki menjadi keheranan, tak tahan ia bertanya:
"Apakah seseorang telah memberitahukan kepadamu, bahwa aku bakal pulang kerumah?"
"Yaa, sumoaymu dan sahabatmu semuanya berkata demikian, katanya paling lambat malam
ini kau pasti sudah sampai dirumah"
Bu-ki tak punya sumoay, diapun tak bisa menebak siapa gerangan temannya itu.
Tapi dia tak ingin membiarkan Lo-Ciang merasa kuatir, maka dengan suara hambar tanyanya:
"Kapankah mereka tiba disini?"
"Yang seorang kemarin sore baru sampai, sedangkan sumoaymu datang agak lambat"
Apakah sampai sekarang mereka masih berada disana"
"Agaknya sumoaymu itu lagi tak enak badan, setibanya disini lantas mengurung diri didalam
kamarnya dan tidur sepanjang hari, ia melarang kami semua untuk mengganggunya"
Kemudian ia menambahkan lagi:
"Aku telah memberikan kamar yang biasanya dipakai Sugong toaya kepadanya "
"Bagaimana pula dengan sobatku itu?"
"Agaknya kongcu itu tak bisa tenang barang sekejap pun, tiada hentinya ia berjalan mondarmandir
kesana kemari, sekarang. . ."
Ucapan tersebut tidak ia selesaikan, tiba-tiba wajahnya menampilkan suatu perubahan yang
sangat aneh, seakan-akan ada orang yang menyumbat mulutnya dengan segumpal tanah liat.
444 Bu-ki menatapnya tajam-tajam, kemudian bertanya lagi:
"Sekarang, ia telah pergi ke mana?"
Lo Ciang masih tampak ragu, seakan-akan sangat tak ingin membicarakan persoalan itu, tapi
ia tak bisa tidak harus berkata juga:
"Sebenarnya aku tidak membiarkan dia pergi, tapi dia bersikeras hendak pergi juga maka
akupun tak bisa lain kecuali membiarkan ia pergi kesana"
"Pergi untuk apa?"
"Menghajar setan!"
Bu-ki berusaha keras untuk tidak menampilkan suatu sikap yang bisa membuat Lo-Ciang
merasa malu dan serba salah.
Ia dapat menangkap sikap Lo-Ciang tersebut bukan saja amat bersungguh-sungguh, lagipula
benar-benar merasa ketakutan sekali.
Tapi persoalan ini betul-betul tak masuk akal, mau tak mau ia musti bertanya juga sampai
jelas: "Maksudmu dia pergi menghajar setan?"
Lo-Ciang menghela napas panjang, katanya sambil tertawa getir:
"Aku juga tahu, kau pasti tak akan percaya, tapi disini benar-benar ada setannya"
"Setan itu berada dimana?"
"Bukan satu setannya, tapi banyak sekali, mereka berada di halaman gedung di mana nona
Hong berdiam dulu" "Sedari kapan setan-setan itu datang kemari dan menghuni disana ?" tanya Bu-ki.
"Tak lama setelah kepergian nona Hong, sering kali orang mendengar serentetan suara yang
sangat aneh di tempat itu, lebih-lebih kalau malam sudah menjelang tiba, bahkan kadangkala
ada yang pernah melihat cahaya lentera dan bayangan manusia disana"
"Pernahkah ada orang yang kesitu dan melakukan pemeriksaan"
"Sudah banyak orang yang masuk ke situ dan melakukan pemeriksaan, tapi perduli siapapun
dia, asal sudah memasuki halaman gedung itu, maka tanpa sebab dia akan roboh tak sadarkan
445 diri, ketika sadar kembali, kalau bukan badannya sudah digantung diatas pohon, tentu
berbaring diatas air pencomberan beberapa li jauhnya dari sini, malahan ada pula yang
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pakaiannya dilepas sampai telanjang bulat, dan mulutnya disumpal dengan tanah liat"
Apa yang dikatakan adalah suatu kejadian yang benar-benar telah terjadi, diapun benar-benar
merasa amat takut, karena diapun pernah mengalami pengalaman yang menakutkan itu.
Bu-ki sudah dapat menduga, kenapa mimik wajahnya menunjukkan sikap yang aneh sewaktu
hendak berbicara tadi. Terdengar Lo Ciang kembali berkata:
"Sikap mereka terhadap diriku ternyata cukup sungkan, aku tidak digantung diatas pohon,
pakaianku juga tidak dilepaskan sampai telanjang bulat"
Tapi mulutnya sudah pasti dijejali dengan segumpal lumpur yang kotor.
Setelah melampaui pengalamannya yang mengerikan itu, ia berkata lebih lanjut:
"Sewaktu aku sadar kembali, ketemukan secarik kertas ini"
Kertas itu merupakan secarik kertas surat yang langka sekali, diatasnya tercantumlah
beberapa baris tulisan yang meliuk-liuk tak karuan hingga tampak aneh sekali, tapi
maksudnya amat jelas: "Kalau orang tidak mengganggu aku, Akupun tak akan mengganggu orang, Kalau masingmasing
tidak saling mengganggu, Keluarga tentu akau aman dan bahagia."
Setiap orang mengharapkan keluarganya aman, senang dan bahagia, asal keluarganya aman
dan bahagia, walaupum bertetangga dengan setan juga tak menjadi soal.
Setan-setan itu rupanya amat pandai mendalami perasaan manusia.
"Setanpun terdiri dari pelbagai macam jenis" kata Bu ki, "agaknya setan-setan yang menghuni
disini bukan termasuk jenis setan bengis"
"Perduli setan dari jenis maupun, mereka semua memiliki semacam kebaikan" sambung Lo
Ciang "Apa kebaikannya?"
"Setan tak dapat membohongi orang, hanya orang baru bisa membohongi setan"
Bu ki tertawa getir. 446 Benar juga perkataannya itu dan siapapun rasanya tak dapat meyangkal.
"Asal kita tidak berkunjung kehalaman gedung itu, merekapua tak akan keluar
meninggalkannya, belum pernah mereka mengganggu tempat lain barang seuntai rumputpun"
Lo Ciang menerangkan. Oleh karena itu merekapun tak pernah berkunjung lagi kehalaman gedung itu untuk
melakukan pemeriksaan. Bu-ki cukup memahami akan hal ini, ia tak akan menyalahkan mereka, sebab jika dia adalah
Lo Ciang, diapun tak akan pergi kesana lagi.
Dia bukan Lo Ciang, maka dia harus kesana untuk melakukan pemeriksaan, bukan cuma
mengunjungi setan-setan itu saja. diapun akan mengunjungi temannya dan sumoaynya.
***** DI musim penghujan begini senja selalu berlangsung amat pendek, tiba-tiba saja hati menjadi
gelap ketika angin dingin berhembus lewat. orang akan merasa seolah-olah musim semi masih
berada ditempat yang jauh sekali.
Bu ki menghindari tempat-tempat yang ada sinar lampunya, mengitari beranda yang sempit
dan terpencil dari masuk ke kebun belakang lewat pintu samping.
Dia tak ingin mengganggu orang lain, lagipula bersikeras tidak membiarkan Lo Ciang
menemaninya. Seringkali ada banyak persoalan yang tak bisa kau lakukan jika ada orang lain menemanimu,
sering juga ada hanya persoalan yang harus kau selesaikan seorang diri.
Ia tidak percaya kalau didunia ini benar-benar ada setan, tapi ia percaya didunia ini masih
terdapat manusia yang justru jauh lebih menakutkan dari pada setan.
Ada kalanya seorang teman jauh lebih menakutkan dan berbahaya daripada sekawanan setan.
Selamanya ia tak suka membiarkan orang lain menemaninya menyerempet bahaya.
Halaman gedung, kebun bunga terasa lenggang, gelap dan dingin, kehangatan, ketenuangan
dan kelembutan tempo hari kini telah berubah menjadi sepi dan menyeramkan.
Sejak ayahnya mati, bahkan tempat itupun seakan-akan diliputi oleh bayangan kematian.
447 Tapi bagaimanapun juga, tempat ini adalah tempatnya ia dibesarkan, terdapat banyak
kenangan lama yang membuatnya tak akan melupakan untuk selamanya.
Jangkerik di musim panas, comberat di musim gugur, salju dimusim dingin, semua kenangan
yang menggembirakan dan menyenangkan, sekarang hanya mendatang-kan perasaan sedih
dan pedih saja untuk dikenang kembali.
Ia berusaha keras untuk tidak mengenang semua persoalan itu sekalipun hendak mengenangnya
kembali, tak ada salahnya untuk dikenang kembali esok hari.
Ia tak ingin membiarkan siapapun manusia yang masih hidup di dunia ini menyaksikan
kelemahan dan kesedihannya, diapun tak ingin membiarkan setan manapun mengetahui akan
hal ini. Gedung dimana Hong-nio berdiam dulu, letaknys di paling sudut perkampungan yang sepi
dan terpencil, hakekatnya gedung itu berdiri sendiri, sehingga jalan lewat kesanapum tetap
sama jauhnya. Sejak ayah ibunya meninggal dunia, Tio jiya telah mengajaknya pindah kesana, sebelum
mereka menikah secara resmi tentu saja antara dia dengan Bu ki harus dijaga suatu jarak
tertentu. Tapi itu bukan berarti Bu ki tak pernah berkunjung ke sana.
Dulu sewaktu ia datang kesana asal menyeberangi jembatan kecil ditepi hutan bunga Tho, dia
akan menjumpai sinar lampu yang memancar ke luar dari balik jendela dan memantulkan
bayangan manusia dibawah sinar lampu tersebut.
Jendela itu letaknya diatas loteng, loteng yang berada diantara beberapa ratus batang bambu
dan beberapa puluh batang pohon bunga bwee.
Bayangan manusia itu selalu menantikan kedatangannya.
Jilid 16________ Sekarang ia menyeberangi kembali jembatan kecil itu, bunga Tho telah mekar, tiba tiba dari
balik hutan bunga Tho berkumandang suara tertawa dingin.
Di suatu malam yang gelap, dingin dan mendung, disuatu halaman gedung yang luas dan
lebar, apalagi disuatu tempat yang dikatakan banyak orang sebagai tempat setan berdiam, tiba
tiba saja mendengar suara tertawa dingin semacam itu, siapapun pasti akan terkejut dibuatnya.
Tapi Bu ki seolah olah tidak mendengarnya.
448 Suara tertawa dingin kembali berkumandang keluar dari balik hutan bunga Tho, bila ingin
menuju ke gedung yang dikatakan ada setannya, orang harus menembusi hutan bunga Tho itu.
Bu ki pun berjalan menembusi hutan bunga Tho tersebut.
Suara tertawa dingin itu berkumandang terputus putus, sebentar berasal dari timur, lalu dari
barat sebentar berpindah ke kiri, sebentar ke kanan, sebentar dari atas pohon bunga Tho,
sebentar pula datang dari balik semak belukar.
Bu ki masih belum juga mendengar.
Mendadak sesosok bayangan hitam tergantung diatas sebatang dahan pohon dan meniupkan
sehembus angin dibelakang tengkuknya.
Bu ki seakan tidak merasakan apa apa, buka saja tidak pingsan karena ketakutan, diapun tidak
berpaling untuk mengengoknya barang sekejappun.
Bayangan hitam itu malahan habis kesabarannya, tubuh yang semula tergantung dipohon
mendadak melayang lewat dari atas kepala Bu ki.
Setelah berjumpalitan dengan indahnya ditengah udara, ia melayang turun tepat dihadapan Bu
ki dengan enteng, sepasang tangannya bertolak pinggang, dengan sepasang matanya yang
besar ia melotot ke arah Bu ki dengan gemas, meskipun sedang marah, masih bisa terlihat
sepasang lesung pipinya yang manis diatas pipinya.
Pada hakekatnya Bu ki tak perlu berpalingpun ia sudah dapat menebak, siapa gerangan
manusia itu. Sebetulnya, dia mengira sahabatnya itu adalah Li Giok Tong, sungguh tak disangka Lian It
lian si sukma gentanyangpun tak mau melepaskan dirinya dengan begitu saja.
Sesungguhnya dia sudah tak ingin banyak ribut lagi dengan nona gede yang bukan saja tak
tahu aturan, bahkan mempunyai banyak tipu muslihat yang licin ini.
Sayangnya si nona gede ini justru sedang cerewet dihadapannya, tiba tiba ia bertanya:
"Kau benar benar sedikitpun tak takut?"
"Takut apa?" tanya Bu ki.
"Taku setan!" "Kau toh bukan setan, kenapa aku mesti takut keapdamu, kau seharusnya yang takut
kepadaku!" "Kenapa aku mesti takut kepadamu memangnya kau ini setan?"
"Apakah kau masih belum dapat melihat bahwa aku adalah setan?"
Lian it lian ingin tertawa, tapi tak tahan harus menarik muka juga, serunya kemudian,
"Kau ini setan apaan"Setan perempuan" Setan judi" Atau setan arak...?"
449 "Aku adalah setan yang lagi sial!"
Akhirnya Lian it lian tertawa juga.
"Sebenarnya aku masih mengira kau adalah manusia, kenapa tahu tahu bisa berubah menjadi
setan yang lagi sial?"
"Karena lagi lagi aku berjumpa denganmu"
Ia menengok sekejap kebelakang punggungnya, kemudian berkata lagi:
"Kalau toh kau datang kemari dengan membawa seorang teman, kenapa tidak kau
perkenalkan temanmu itu kepadaku?"
Lian it lian memeperhatikannya dari atas hingga kebawah sekejap, kemudian berkata:
"Hei, apakah kau sedang mabuk arak?"
"Setetes arakpun belum kuminum, darimana mungkin bisa mabuk oleh arak...?"
"Kau sudah tahu dengan jelas kalau akau datang seorang diri darimana pula datangnya
teman?" "Itu tuh... orang yang berdiri dibelakangmu sekarang, memangnya dia bukan temanmu?"
Lian it lian mulai tak bisa tertawa, ia bertanya agak menggigil:
"Mana mungkin dibelakangku ada orang?"
"Ahhh...! Bagaimana sih kau ini" Sudah jelas disana berdiri seorang manusia, kenapa kau
mengatakan tidak ada?"
Tiba tiba ia menuding ke belakang tubuhnya sambil menambahkan:
"Coba lihat, bukankah dia adalah manusia?"
Paras muka Lian it lian berubah hebat, kemudian sambil tertawa dingin serunya:
"heeehhh.heeehhh...heeehhh...apakah kau hendak menaku nakuti aku" Kau kira aku bisa
benar benar ketakutan?"
Bu ki memandang ke arahnya, seperti seorang yang merasa amat terkejut.
"Apakah kau tidak percaya kalau dibelakangmu ada seseorang?" ia berseru kembali.
Lian it lian masih tertawa dingin,
tapi suara tertawanya sudah mulai menggigil keras,
"Kenapa kau tidak berpaling untuk memperhatikan sendiri?" kata Bu ki lebih lanjut.
Padahal semenjak tadi Lian it lian sudah ingin berpaling ke belakang, tapi entah apa
sebabnya, tengkuk serasa menjadi kaku, tiba tiba ia menerjang maju ke depan, lalu sambil
menuding ujung hidung Bu ki serunya,
"Kau...kau harus bicara terus terang, sebenarnya dibelakangku benar benar ada orang atau
tidak?" Ujung jarinya terasa amat dingin, seperti es.
450 Bu ki menghela napas panjang, kembali ia berkata:
"Sejak tadi aku toh sudah memberitahukan kepadamu, kalau kau sendiri yang kurang percaya,
lantas apa pula dayaku?"
Lian it lian menggertak giginya kencang kencang, mendadak ia melompat ke tengah udara
berjumpalitan dan mengitari sekeliling hutan bunga Tho itu sekali, meski masih cepat namun
gerakkan tubuhnya jauh dari kelincahannya semula.
Hutan bunga Tho berada dalam kegelapan yang mencekam, jangankan sesosok bayangan
manusia, setengah pun tak ada.
Dengan gemas dan jengkel dia melotot kearah Bu ki, dia ingin tertawa, ingin pula mengumbar
hawa amarahnya. "Sekarang, pada akhirnya kau sudah melihat sendiri bukan" kata Bu ki kemudian.
"Melihat apa?" Jelas Bu ki merasa amat terkejut, serunya,
:Apakah kau masih belum melihatnya" Jangan jangan matamu berpenyakitan?"
Sepasang mata Lian it lian sedikitpun tidak berpenyakitan, sayangnnya ia mempunyai nyali
yang tidak bisa terhitung amat besar.
Jika sekarang ia masih bersikeras mengatakan "tidak takut" bahkan dia sendiripun tahu kalau
orang lain tak akan memepercayainya.
Bu ki gelengkan kepalanany berulang kali kemudian menghela napas panjang tampaknya ia
sudah mulai bersiap sedia untuk meninggalkan tempat itu.
Tiba tiba Lian it lian menerjang maju kemuka, menarik tanganya dan berseru gugup:
:Kau...kau tak boleh pergi!"
"Kenapa aku tak boleh pergi!"
"Karena...karena..."
"Apakah dikarenakan kau sudah tahu kalau tempat ini ada setannya, maka kau mulai agak
takut?" "Ternyata Lian it lian mengakuinya.
"Tapi sekarang, dengan jelas kau toh sudah tahu kalau ada seorang telah menemanimu,
apalagi yang mesti kau takuti?" kembali Bu ki berkata.
Paras muka Lian it lian berubah menjadi memucat, agaknya dia bakal jatuh semaput,
Bu ki paling takut dengan perbuatannya ini.
451 Sekarang ia baru tahu, seorang perempuan yang setiap sat bisa jatuh semaput sebenarnya
seratus kali lebih sulit dihadapi dari pada perempuan cengeng.
"Kau harus beritahu kepadaku dengan berterus terang, apakah kau sedang menakut nakuti
aku?" tanya Lian it lian.
"Yaaa benar!" "Dibelakangku ada orangnya atau tidak?"
"Tidak ada!" Lian it lian menghembuskan napas lega, seakan akan sekujur badannya menjadi lemas semua,
tiba tiba ia menjatuhkan dirinya keatas badan Bu ki.
Untung saja Bu ki telah menduga apa yang akan dilakukannya pada langkah selanjutnya.
Ternyata apa yang diduganya tidak salah.
Tubuh Lian it lian sama sekali tidak roboh kedalam pelukannya, tapi sebuah tempelengan
yang keras telah diayunkan keatas wajahnya.
Tentu saja tempelengannya kali ini tidak mengena pada sasaran.
Sekali menyambar, Bu ki telah menangkap tangannya kencang kencang, kemudian sambil
tertawa katanya: "Akalmu sudah tidak manjur lagi, kenapa kau tidak mencoba untuk berganti dengan siasat
yang lain?" "Seorang kuncu hanya beradu mulut tidak beradu kekerasan, mau apa kau memengangi
tanganku terus menerus?"
"karena aku sesungguhnya bukan seorang kuncu, kaupun bukan!"
Ia tidak lupa kalau dia masih mempunyai sebuah tangan yang lain, dengan kecepatan yang
luar biasa ditangkapnya pula tangan tersebut.
Tapi ia lupa kalau dia masih mempunyai selembar mulut.
Tiba tiba ia membuka mulutnya dan dengan gemas menggigit kearah hidungnya.
Tindakan ini benar benar jauh diluar dugaan siapapun, ia tidka mengira kalau seorang nona
ternyata berani menggunakan mulutnya untuk menggigit hidung seorang pria.
Terpaksa ia harus cepat cepat melepaskan tangannya sambil melompat mundur ke belakang,
adaikata ia tidak mundur dengan cepat, siapa tahu hidungnya benar benar akan tergigit hingga
kutung separuh. Lian it lian tertawa keras, tertawa cekikikan katanya:
452 "Kau bukan seornag kuncu biar aku yang menjadi kuncu, kau tak mau turun tangan dengan
kekerasan, maka biar aku saja yang menggunakan mulut"
Gelak tertawanya amat riang dan keras, ini menandakan betapa gembiranya dia saat itu.
Sepasang matanya yang sebetulnya amat besar, setelah tertawa sekarang berubah menjadi
tinggal segaris, sepasang lesung pipinya tampak makin bulat dan dalam.
Terhadap perempuan semacam ini, apalagi yang bisa kau lakukan terhadap dirinya"
***** Bu Ki hanya mempunyai sebuah cara.
Agaknya Lian It Lian juga mengetahui caranya itu:
"Sekarang, bukankah kau ingin kabur dari sini?"
"Benar" "Tapi sayang kau tak bakal berhasil untuk kabur dari sisiku!"
Diapun mempunyai sebuah cara untuk menghadapi Bu Ki:
"Kemanapun kau pergi, kesitu pula aku mengikuti!"
"Tahukah kau, aku hendak kemana sekarang?"
"Aku tak perlu untuk mengetahuinya!"
"Tapi aku merasa perlu untuk memberitahukan kepadamu, sebab aku hendak berkunjung
kerumah yang konon dikabarkan ada setannya itu..." ucap Bu Ki.
"Aku ikut kesitu, sebab kedatanganku yang sebenarnya kemari adalah untuk berkunjung
kesana, ke rumah yang dikatakan ada setan sebagai penghuninya"
Bu Ki gelengkan kepalanya berulang kali.
"Jika kau mau mendengarkan perkataanku maka kuanjurkan kepadamu, lebih baik kau tak
usah ikut kesana" "Kenapa...?"teriak Lian It Lian amat penasaran.
"Aku tidak percaya kalau penghuni rumah gedung itu benar benar adalah setan sungguhan!"
"Mau percaya atau tidak terserah kepadamu, sebab aku hanya bermaksud baik untuk
menasehati dirimu saja, tapi...kalau memang kau tak mau menurut..."
Mendadak ia menutup mulut secara tiba tiba, kemudian terkejut memandang kebelakang
punggungnya, seolah olah dibelakangnya tiba tiba saja muncul kembali sesosok bayangan
manusia, sesosok... manusia yang mengerikan.
Lian It Lian segera manggut manggut,
Harimau Kemala Putih Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kali ini, kau tak akan berhasil menakut nakuti diriku lagi, caramu itu sudah pasti tidak
manjur lagi! Kuanjurkan kepadamu, lebih baik tukarlah dengan cara lainnya yang lebih jitu
sebelum ingin menakut nakuti diriku lagi"
453 Kemudian sambil tertawa cekikikan, pelan pelan ia berpaling ke arah belakang.
Walaupun ia mengetahui dengan jelas bahwa dibelakangnya pasti tak ada orang, tapi untuk
menunjukkan bahwa dia tak akan dibikin ketakutan lagi, maka sengaja dia berpaling untuk
melihat sendiri. Baru saja kepalanya dipalingkan ke belakang, kontan saja ia tak mampu tertawa lagi.
Bukan saja Lian It Lian tak bisa tertawa lagi, bahkan kepalanya tak dapat berpaling pula,
sebab tengkuknya telah menjadi kaku, sepasang kakinya mulai terasa lemas.
Kali ini ia benar benar menyaksikan sesosok bayangan manusia berdiri dibelakangnya.
***** Sesungguhnya orang itu tidak mirip dengan manusia.
Bahkan dia sendiri pun tak tahu apakah yang dilihatnya itu adalah manusia atau bukan" Sebab
dia tak lebih hanya menyaksikan sesosok bayangan berwarna putih berabu abuan.
Bayangan itu adalah sesosok bayangan yang panjang, panjang sekali, siapapun tak bisa
membedakan dengan jelas apakah dia itu manusia" Ataukah setan"
Tiba tiba bayangan itu lenyap tak berbekas,. Akhirnya tengkuk Lian It Lian pelan pelan
menjadi lemas kembali... pelan pelan mulai bisa digerakkan kembali.
Untuk menunjukkan bahwa barusan ia sama sekali tidak merasa takut, sinona yang bernyali
kecil tapi banyak tipu muslihatnya kini kembali bersiap siap untuk memberi pelajaran adat
kepada Tio Bu Ki. Kecuali dia sendiri, siapapun tak tahu kenapa ia bisa menaruh perhatian yang demikian
khusus terhadap Tio Bu Ki.
Sayangnya ketika ia berpaling kembali kebelakang, ternyata Tio Bu Ki sudah tak nampak lagi
batang hidungnya. ***** Ditengah malam yang sunyi, ditengah hutan yang gelap gulita, tiba tiba melintas lewat
bayangan setan... Hampir saja ia tak sanggup mepertahankan diri hampir saja ia menjerit keras.
Tapi sekalipun ia benar benar berhasil memanggil kembali Tio Bu Ki, rasanya hal ini terlalu
menghilangkan gengsinya. 454 Ia menggigit bibirnya dengan sekuat tenaga.
"Kau anggap aku tak berani mendatangi tempat yang dibilang ada setannya itu" Aku justru
sengaja akan kesitu untuk memperlihatkan kepadamu bahwa aku ini tak takut."
Bagaimanapun juga dimana mana ada setannya, apa bedanya kalau berkunjung kesana"
Dari kejauhan ia melihat jelas bahwa tempat yang dibilang ada setannya itu, entah sedari
kapan sudah terang benderang bermandikan cahaya lampu.
Ia mulai menghibur diri sendiri.
Setan tak dapat memasang lampu.
Tempat yang ada cahaya lampunya, tak mungkin ada setan.
Sayang sekali pendapat tersebut dengan cepat telah dibantahnya kembali.
Sebenarnya ia sedang berjalan menuju kedepan, ketika pendapat yang pertama didapatkan, ia
pun berhenti, ketika pendapat kedua melintas dalam benaknya, ia mulai mundur beberapa
langkah ke belakang, mendadak ia seperti menumbuk diatas sebuah benda yang amat lunak.
Tempat itu adalah hutan bunga Tho yang ada hanya berbatang batang pohon bunga tho, pohon
bunga tho tak mungkin selunak itu.
Untuk kali ini dia tidak menjerit, karena sewaktu tubuhnya menumbuk pada benda lunak itu,
ternyata benda yang lunak itu menjerit sekeras kerasnya lebih dulu.
Ternyata benda yang lunak itupun seorang manusia, bahkan seorang perempuan lagi.
Itulah seorang nona bercelana merah yang berwajah ayu dan mempunyai kucir yang besar.
Ketika dilihatnya orang itu adalah seorang nona juga, Lian It Lian menghembuskan napas
lega, apalagi setelah diektahuinya nona itu jauh lebih ketakutan daripadanya, ia merasa makin
mantap hatinya. Saking takutnya, nona bercelana merah itu menyusutkan tubuhnya menjadi satu, lalu
memandang kearahnya dengan terperanjat.
"Kau...kau ini manusia atau setan?" serunya tergagap.
"Kau lihat aku mirip manusia" ataukah mirip setan?" Lian It Lian balik bertanya
"Kau tidak mirip setan!"
Lian It Lian segera tertawa merdu.
"Dari bagian yang manakah kau beranggapan demikian?" tanyanya cepat.
Nona bercelana merah itu menundukkan kepalanya makin rendah, jawabnya dengan lirih:
455 "Setan tak akan berwajah menarik seperti kau!"
Lian It Lian tertawa senang.
"Tapi aku dengar orang bilang, disini ada setannya!" kata nona bercelana merah lagi.
"Aku kan berada disini, apalagi yang mesti kau takuti" Sekalupun betul betul ada setan yang
datang, mungkin akupun masih sanggup untuk mengusirnya pergi!"
Sekarang sikapnya telah berubah menjadi lebih gagah dan lebih perkasa, karena pada
akhirnya ia berhasil mengetahui bahwa disini masih ada seorang lagi yang bernyali lebih kecil
daripadanya. Agaknya nona bercelana merah itu merasakan juga kegagahan serta keperkasaan orang,
sambil menundukkan kepalanya dan tertawa, ia bertanya kembali:
"Apakah kau adalah teman suko ku?"
"Siapakah suko mu?"
"Dia bernama Tio Bu Ki!"
Lian It Lian menatapnya tajam tajam, setengah harian kemudia tiba tiba ia menghela napas
panjang, katanya: "Sungguh tak kusangka Tio Bu Ki ternyata memiliki seorang siau sumoy yang begini cantik
seperti kau" Merah padam selembar wajah nona bercelana merah itu karena jengah.
Tampaknya bukan saja ia bernyali kecil, lagipun ia sangat pemalu.
Diam diam Lian It Lian tertawa geli dalam hatinya, agaknya nona itu seperti menaruh sedikit
maksud kepadanya, hakekatnya seperti tertarik kepadanya.
Nona bercelana merah itu menundukkan kepalanya rendah rendah kemudian berbisik:
"Koncu, siapa...siapa namamu?"
"Aku she Lian!"
"Lian kongcu!" bisik nona bercelana merah itu lagi, "Kau..."
"Jangan memanggil aku Lian kongcu, kau musti menyebut Lian toako kepadaku"
paras muka nona itu berubah semakin merah, kepalanya tertunduk semakin rendah, dan hal itu
justru membuatnya merasa semakin bangga, sambil sengaja menarik tangannya ia berkata:
"Kau adalah sumoynya, tentu saja pernah belajar silat bukan?"
"Ehmmm...!" si nona bercelana merah cuma mendesis lirih.
Pelan pelan dengan penuh kasih sayang Lian It Lian membelai telapak tangannya, kemudian
berkata lagi: 456 "Kalau dilihat dari kulit telapak tanganmu, kau tidak mirip seorang yang pernah belajar silat,
tanganmu halus lagi lembut"
Nona bercelana merah itu seperti ingin sekali melepaskan diri dari cekalannya, tapi iapun
seperti merasa berat hati untuk melepaskan diri dari gengaman tangan orang.
Hampir tertawa tergelak Lian It Lian mneyaksikan tingkah laku nona itu. Pikirnya:
"...Seandainya dayang kecil ini mengetahui akupun seorang perempuan, entah bagaimana
keadaannya nanti?" Andaikata ia tahu kalau Tio Bu Ki pada hakekatnya tidak mempunyai sumoy, entah ia masih
dapat menarik narik tangan sidayang kecil ini lagi atau tidak"
Akhnirnya nona bercelana merah itu membuka kembali mulutnya seraya berkata:
"Apakah kau telah berjumpa dengan suko ku" Aku dengar, begitu sampai dirumah ia
langsung datang kemari"
"Apakah kau datang untuk mencarinya?"
"Ehmmm...!" nona bercelana merah itu mengangguk.
"Baru saja ia berada disini, tapi begitu mengetahui kalau disini ada setannya, ia menjadi
ketakutan setengah mati dan segera kabur terbirit birit"
"Apa kau sedikitpun tidak merasa takut?" tanya nona bercelanan merah itu.
"Takut apa?" "Takut setan!" "Apa yang perlu ditakuti dengan setan" Barusan saja aku telah bertemu dengan satu
diantaranya" "Bagaimana kemudian?" tanya si nona bercelana merah itu dengan gelisah bercampur dengan
cemas. "Sebenarnya hendak kutangkap setan itu, akan kusuruh ia memperlihatkan beberapa muka
setan kepadaku, siapa sangka bukan aku yang takut kepadanya, malahan dia yang rada takut
kepadaku" Pandai betul orang ini mengibul, tapi belum habis kibulannya itu, tiba tiba paras mukanya
telah berubah hebat, senyuman di ujung bibirpun mendadak berubah menjadi kaku.
Ia telah menangkap kembali bayangan setan tadi.
Sesosok bayangan setan yang panjang dan panjang sekali, sambil bergelantungan diantara
dahan pohon, ia tertawa seram tiada hentinya.
Si nona bercelana merah itupun melihat juga bayangan setan tersebut, entah karena ketakutan
setengah mati ataukah karena terlalu gembira, sekujur badannya ikut gemetaran keras,
teriaknya keras keras. "Cepat kau maju kedepan dan tangkap setan itu, suruh dia memperlihatkan beberapa macam
muka setannya untuk kita!"
"Baik...baik..."
457 Meskipun mulutnya mengatakan "Baik" tapi sekalipun kau palangkan mata golok diatas
tengkuknya, diapun takan berani untuk maju lebih kedepan.
TIba tiba bayangan setan itu tertawa seram.
"Heeehhh...heeehhh...heeehhh...aku tak pandai membuat muka setan, aku tak punya muka!"
katanya. ia benar benar tak punya muka! Hidungnya, mulutnya, telinganya dan alis matanya sama
sekali tak kelihatan. Kecuali suatu permukaan yang data dengan batok kepala berwarna abu abu hanya sepasang
matanya saja yang memancarkan sinar tajam yang berkilauan.
Diatas kepalanya ia mengenakan sebuah topi lancip yang tingginya tiga depa dan terbuat dari
kain mori putih, ketika terhembus angin, tubuhnya begoyang kesana kemari tiada hentinya.
Tiba tiba nona bercelana merah itu berkata:
"Setanpun punya muka, kemana perginya mukamu itu?"
"Mukaku sudah kukembalikan kepada orang lain!"
"Hmmm, muka sendiripun tak punya, masih berani berlagak sok didepan kami, hanya
cepatlah dikit enyah dari sini, enyah makin jauh semakin baik...!"
Ternyata ucapan tersebut manjur sekali, agaknya bayangan setan itu masih agak punya rasa
malu, dengan ujung bajunya yang besar dan lebar, buru buru ia menutupi mukanya sendiri,
kemudian menyelinap ketempat kegelapan dan lenyap tak berbekas,
Akhirnya Lian It Lian dapat juga menghembuskan napas lega katanya:
"Mengapa nyalimu semakin lama tiba tiba saja semakin bertambah besar...?"
Nona bercelana merah itu tertawa manis.
"Bukankah kau berkata sendiri, asal ada kau disini, maka apapun tak perlu ditakuti lagi"
Ternyat sikapnya terhadap dirinya amat kagum begitu percaya seakan akan telah menganggap
dirinya sebagai seorang manusia yang luar biasa...
Akan tetapi Lian It Lian justru tak sanggup bersikap gagah dan perkasa seperti tadi lagi,
bahkan bayangan setan yang tak bermukapun tahu malu, apalagi dia"
Sepasang pipinya berubah agak merah karena jengah.
Nona bercelana merah itu tertawa, katanya lagi:
"Ternyata setan setan itu sedikitpun tidak menakutkan seperti apa yang telah kuduga semula"
"Tapi...tapi... ada sementara setan yang jauh lebih bengis"
458 "Asal berada disisimu, setan yang lebih bengispun tak akan kutakut!"
Kemudian sambil menarik tangan Lian It Lian ia berkata lagi:
"Hayo berangkat, kita harus segera berangkat!"
"Kau hendak kemana?"
"Menangkap setan!"
Lian It Lian menjadi amat terperanjat, serunya tergagap:
"Kau... kau bilang apa?"
"Kita pergi menangkap setan yang punya muka dan suruh ia pertunjukkan beberapa macam
muka setannya kepada kita berdua"
Lian It Lian benar benar ketakutan setengah mati, sepasang kakinya seakan akan sudah
terpantek diatas tanah, sedemikian kokohnya sampai dibelah delapan ekor kudapun belum
tentu bisa berkutik. "Apakah sekarang kau malahan yang merasa takut?" tiba tiba nona bercelana merah itu
bertanya. 'Takut?" Kenapa aku musti takut?"
Dia ingin tertawa, namun tak mampu bersuara, maka setelah mendehem beberapa kali
katanya: "Cuma saja, setan yang punya muka tak banyak jumlahnya, aku kuatir tidak gampang untuk
menemukannya" Dari balik kegelapan tiba tiba berkumandang suara tertawa yang menyeramkan:
"Heeehhhh... heeehhh... heeehhhh.... kau tak usah pergi mencari lagi, aku telah mencarikan
satu untuk kalian!" Setan tak bermuka itu ternyata muncul kembali bukan begitu saja malahan benar benar
membawa seorang rekannya.
Bayangan setan yang dibawanya datang itu berambut panjang dan hitam, sedemkian
panjangnya sehingga hampir saja mengenai tanah, sebagian besar wajahnya tertutup oleh
rambut yang panjang itu. "Kau benar benar punya muka?" tanya nona bercelana merah itu kemudian dengan suara
lantang. "Apakah kau ingin melihat wajahku?" tanya bayangan setan berambut panjang itu.
"Yaaa, aku ingin!"
Lian It Lian ingin menutup mulutnya, sayang terlambat! Bayangan setan berambut panjang itu
telah menggerakkan tangannya yang pucat untuk menyingkap rambut panjangnya yang
menutupi wajah. 459 Setan itu adalah setan perempuan, bukan saja betulb etul punya muka, lagi pula amat cantik,
cuma sayangnya muka yang dimilikinya hanya separuh bagian.
Wajah sebelah kirinya seakan akan sudah terbakar hangus, seperti juga segumpal tanah
lumpur yang kotor, dibandingkan dengan separuh bagian muka sebelah kanannya yang cantik,
hal mana justru menambah seram dan misteriusnya setan itu.
Lian It Lian merasakan isi perutnya teraduk aduk tak karuan. sedemikian melilitnya sehingga
hampir saja tumpah keluar.
Setan perempuan berambut panjang itu tertawa terkekeh kekeh, kemudian katanya:
"Walaupun aku cuma memiliki separuh bagian wajah, untun saja jauh lebih bagus daripada
tak punya muka sama sekali"
"Jika kalian bernaggapan bahwa wajahnya terlamapu sedikit, biar kucarikan rekan lain yang
berwajah lebih banyakkan" kata bayangan setan tak bermuka lagi.
Dari balik kegelapan segera berkumandang kembali suara tertawa seram yang aneh dan
mengerikan: "Aku telah datang....!"
***** Setan yang munculkan dirinya kali ini bukan saja punya muka, lagipula punya mata, punya
hidung, telinga dan mulut secara komplit.
Setan ini sesungguhnya memang jauh lebih menarik daripada dua setan lainnya.
Setan perempuan berambut panjang itu tertawa seram, kemudian katanya keras:
"Coba kau lihat, bagaimana dengan tampangnya?"
"Lumayan juga!" jawab nona bercelana merah itu.
Setan perempuan berambut panjang itu tertawa makin menyeramkan,
"Padahal selembar wajahnya itu masih belum terhitung seberapa, dia masih memiliki
selembar wajah lain yang jauh lebih menarik lagi!"
Setan itu tertawa terkekeh kekeh ke arah mereka, kemudian pelan pelan memutar badannya,
ternyata dibelakangpun persis seperti keadaan dimuka.
Ternyata dibagian belakangnya masih terdapat lagi selembar wajah yang lebih "menarik".
Tampaklah tubuhnya berputar terus tiada hentinya, sehingga mana yang sesungguhnya depan
dan mana yang sebenarnya belakang susah ditentukan secara pasti.
460 Setan yang punya muka ini pada hakekatnya jauh lebih menakutkan dariapada setan setan tak
Playboy Dari Nanking 11 Jangan Ganggu Aku Karya Wen Rui An Panji Tengkorak Darah 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama