Ceritasilat Novel Online

Iblis Sungai Telaga 10

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bagian 10


arah karena ia mengajak Hauw Yan bersamanya.
It Hiong bersama Hoay Giok dan Tan Hong mengambil
jalan dipropnsi Secuan untuk memasuki propinsi inlam.
Mereka melakukan perjalanan cepat, sehingga dalam sembilan
hari mereka sudah tiba dikaki gunung Ay Lao San.
Selama didalam perjalanan itu, hatinya Tan Hong terbuka
bukan main. Ia gembira sekali karena dapat berdekatan
dengan pemuda yang diidam-idamkannya. Tiada waktu yang
tidak ia bersuka ria, tersenyum atau tertawa. Kegembiraannya
itu diam-diam seperti membantu membangun semangatnya
kedua anak muda. Tiba dikaki gunung, hatinya It Hiong terutama Hoay Giok
menjadi tegang sekali. Buat Hoay Giok ini berarti ia telah
kembali ketempat yang ia kenal baik, tetapi yang sangat
berbahaya dan mengancamnya. Toh ia maju terus tanpa
rintangan, berkat tempat yang pernah ia kenal itu. Tidak ada
tempat perangkap maupun cegatan lawan.
Sesudah mengikuti jalanan yang berliku-liku, tibalah
mereka di depan Lo Sat Tong atau pintu gua raksasa. Disitu
Hoay Giok memberi tanda kepada kedua kawannya untuk
duduk istirahat disebuah batu karang.
"Lembah di depan itu, yang tak jauh dari sini, itulah Lo Sat
Tong," ia memberi keterangan.
It Hiong mengangkat kepalanya menatap ke depan,
ketempat yang ditunjuk kakak seperguruannya itu. Ia melihat
mulut lembah dikaki puncak, kecuali batu-batu aneh, disitupun
ada tedapat rumput yang hijau. Hanya sepi saja, tak tampak
seorang juga. "Kenapa di muka gua tidak ada orang yang menjaga?"
Tanya It Hiong. Tan Hong juga heran. "Kakak Wie, apakah kau tidak keliru?" Tanya dia.
"Tidak, aku tidak akan salah mata!" jawab Hoay Giok
dengan segala kepastian. "Sebentar, kalau kita maju lebih jauh, pasti akan muncul
orang yang bakal menghadang kita!"
"Jika begitu, biarlah aku yang maju dahulu seorang diri,"
Tan Hong berkata, "Aku akan berpura-pura membuat
kunjungan kepada ketua dari Lo Sat Bun! Kalian setuju
bukan?" It Hiong memikir lain, dengan sungguh-sungguh ia berkata:
"Baiklah kita berkunjung secara terus terang menuruti aturan
kaum Kang Ouw dan berterus terang juga kita
memberitahukan bahwa kita datang memenuhi janji untuk
membereskan urusan kita. Buat apa kita takuti, sekalipun Lo
Sat Tong merupakan sarang naga atau harimau!"
Lalu tanpa menanti persetujuan kedua kawannya, anak
muda ini lantas bertindak maju, guna berjalan di muka. Maka
terpaksa Hoay Giok dan Tan Hong menyusul, mengikutinya.
Benar seperti dugaan Hoay Giok tadi, mendekati pintu
belum ada belasan tindak, mereka sudah dirintangi oleh dua
orang yang muncul secara tiba-tiba.
"Tahan!" mereka itu berseru.
It Hiong mengawasi tajam, ia melihat dua orang berdiri
berendeng, baju mereka itu seragam berkembanng, juga
kopiahnya sedang punggungnya menggembol golok.
"Kamilah Wie Hoay Giok bersama sute Tio It Hiong!" si
orang she Wie segera memperkenalkan diri. Suaranya nyaring,
sikapnya gagah. "Kami datang kemari memenuhi
undangannya Keng Su buat membereskan perhitungan kita,
maka itu tolong tuan-tuan berdua mengabarkan perihal
datangnya kami ini!"
Kedua orang itu mengawasi ketiga tamunya itu, lantas
mereka merogoh saku mereka dan mengeluarkan semacam
pluit, lalu mereka meniupnya maka segera terdengar suaranya
yang nyaring. Hingga dilain saat dari dalam lembah muncul
juga serombongan orang bertubuh besar yang seragamnya
serupa dan dipaling belakang tampak seorang wanita yang
dandanannya sangat perlente dan tampangnya sangat centil.
Hoay Giok segera mengenali wanita itu ialah Cia Ciu Koan
Im atau Dewi Koan Im yang telengas dan namanya Lou Hong
Hui. Dengan sikap dingin Lou Hong Hui mengawasi ketiga
tetamunya itu, lantas dia menegur takabur: "Apakah kamu
bertiga murid-muridnya Beng Kee Eng" Kamu mempunyai
nyali datang kemari membuat perhitungan, kamu sungguh
berani! Tapi kepandaian kalian, bagaimanakah itu" Dapatkah
kalian melintasi lembah kami yang dinamakan Lok Hun Kok,
Lembah Roh Berjatuhan" Kalian harus berpikir masak-masak!
Siapa memasuki lembah kami biasanya belum pernah ada
yang bisa keluar pula dengan masih bernyawa!"
Sudah suaranya jumawa, skapnyapun sangat temberang.
Sungguh tak sedap untuk mengawasi tingkah pola semacam
itu. Tan Hong berlompat maju ke depan, lantas ia meluncurkan
sebelah tangannya. Segera ia menggunakan ilmu lunak Mo
Teng Ka dari Hek Keng To. Sambil menyerang ia membentak:
"Bagaimanapun lihainya Lok Han Kok, nonamu hendak
mencobanya!" Lou Hong Hui memandang ringan terhadap serangan itu, ia
tidak merasakan hembusan angin yang keras seperti biasanya
suatu serangan yang hebat. Ia menyambut secara
sembarangan saja. Kedua tanganpun beradu tanpa terdengar
suara nyaring, hanya setelah kedua tangan menyampok satu
dengan lain, barulah Hong Hui menjadi kaget sekali.. Dia
tertolak keras hingga dia mundur enam tujuh tindak, namun
dia dapat mempertahankan diri tak sampai roboh terguling.
Baru sekarang dia kaget berbareng gusar, maka matanya
mengawasi dengan sorot bengis. Sambil mengawasi dengan
jengekan "Hm!" mendadak dia mau menyerang Nona Tan!
Jago wanita dari Hek Keng To itu mendapat angin, justru ia
mau maju terus, begitu diserang ia lantas menyambut, malah
ia menggunakan kedua belah tangannya dengan jurus silat
"Siang Hee Kauw Tay" atau atas dan bawah saling
menyambut. Tangan yang satu mencari jalan darah hoakay
didada, sedang yang lain meluncur kejalan darah tantian
diperut lawannya itu. Ia berpendirian untuk mempercepat
pertempuran, semua itu cuma buat "adik Hiong".
Hong Hui menjadi salah satu tongcu dari Losat Bun, dia
bukan sembarang orang. Begitu bentrokan pertama itu lantas
dia insyaf bahwa lawannya bukan sembarang lawan. Segera
dia berlaku waspada. Dia melihat si nona mengeluarkan dua
buah tangannya dia dapat menerka maksudnya itu. Maka dia
menyambut dengan kedua tangannya juga dengan ilmu Im
Yang Ciang, tangan Im Yang. Itulah semacam khiekang, ilmu
tenaga dalam dari Losat Bun.
Tan Hong bisa melihat gelagat, matanya jeli, tangannya
lincah. Ia tidak menyingkir dari sambutan yang sekalian
merupakan serangan balasan dari lawan itu, ia justru
menyambutnya hingga mereka menjadi mengadu kekuatan
tenaga dalam mereka. Lou Hong Hui cerdik. Tak sudi dia
mengadu tenaga, cepat luar biasa ia merubah gerakan
tangannya dan memotong tangan lawannya itu! Tan Hong pun
bermata jeli dan gesit, ia membarengi menyerang pula
menolak dengan tenaga dalam Mo Teng Ka. Tenaga dalam itu
lunak dan ringan nampaknya, anginnyapun bersiur halus, tapi
sekali menemui perlawanan lantas jadi keras luar biasa.
Hong Hui kenal baik tenaga dalam itu, ia tak sudi
melayaninya. Ia lompat satu tombak, sesudah tenaga itu
hilang ia menyerang kebawah, kembali ia menggunakan
tangan Im Yang Ciang. Tan Hong melihat tubuh lawan turun
kepala dibawah dan kaki diatas, ia ingin mencoba pula tenaga
dalam lawan itu. Maka ia menyambut dengan jurus silat
"Dengan Tangan Mengelilingi Langit"
Kembali bentroklah kedua tangan hingga terdengar suara
nyaring. Kali ini Hong Hui tak sempat menyingkir lagi, bahkan
telapak tangannya bagai tersedot hawa lawan. Untuk
membebaskan diri ia menyerang dengan tangan kanannya.
Kedua wanita itu belum kenal satu dengan lain, mereka juga
tidak bermusuhan. Kalau mereka bentrok, yang satu mau
membela kaumnya sedang yang lain bekerja untuk pemuda
yang dicintainya". Tan Hong nampaknya terdesak, tapi sebenarnya dialah yan
menolak lawan membikin tenaga lawan berkurang, asal lawan
kalah tenaga maka lawan bakal celaka. Ternyata mereka
seimbang, maka itu kelihatannya mereka seperti tengah
melakukan pertunjukkan, hingga menarik hati untuk ditonton.
Tan Hong berjalan berputar, mukanya diangkat, nampak ia
bersungguh-sungguh. Mulanya Hong Hui bersikap biasa saja, mungkin ia
memandang ringan kepada lawannya itu, namun sekarang
mukanya menjadi merah dan dahinya dibasahi peluh. It Hiong
bersama Hoay Giok dan orang-orang Losat Bun tercengang
menyaksikan pertempuran tersebut. Syukur Hoay Giok sadar
terlebih dahulu. "Sute mari kita maju!" ia mengajak It Hiong, suara mana
mengejutkan Tan Hong. Hingga si nonapun menyadari dirinya,
demikian juga dengan Hong Hui, serentak mereka sama-sama
mundur lima tindak. It Hiong sudah melompat maju ketika melihat Tan Hong
mundur dengan tubuh limbung ia lantas menahan tubuh nona
itu. "Kau terluka kakak?" tanyanya.
"Tidak," sahut si nona, ia memang tidak terluka, ia menjadi
limbung sebab undurnya secara mendadak. Ia merasa sangat
bahagia mendengar si adik Hiong memanggilnya kakak. Justru
saat dia disangga itu sengaja ia menyenderi tubuhnya
dilengan yang kuat si anak muda. Iapun memejamkan mata.
Habis menjawab baru ia buka matanya untuk menambahkan
kata-kata : "Adik, aku sebenarnya membela mengadu jiwa ini
untukmu"." Dan ia menatap si anak muda, parasnya
menunjukkan bagaimana ia sangat memperhatikan anak muda
itu. Hatinya It Hiong memukul.
"Kau duduklah kakak," katanya cepat, "kau istirahatlah."
Ia masih memegangi, membantui orang duduk, kemudian
ia mengeluarkan saputangan untuk menyusuti peluh didahi si
nona. Dipihak sana, Lou Hong Hui pun mundur dengan limbung,
bahkan ia segera jatuh terduduk karena tidak sanggup
mempertahankan diri, lekas-lekas ia menyalurkan
pernapasannya. Hoay Giok menyaksikan keadaan nona Lou
itu, ia berseru sambil melompat maju kepada nona, hingga ia
membuat kaget pada orang-orang Losat Bun. Serentak
mereka itu melompat maju untuk menghadang. Melihat itu, ia
lantas mundur pula, ia telah berhasil memisahkan dua jago
wanita itu. Ia kembali kepada kawannya seraya terus
menanya It Hiong apa Tan Hong terluka parah. Ia prihatin
terhadap nona itu dan mengawasi mukanya yang elok.
It Hiong menggeleng kepala.
"Ia tidak terluka, ia cuma terlalu banyak mengeluarkan
tenaga," sahutnya yang terus memandang Tan Hong untuk
melanjuti :"Kakak baik sekali, entah bagaimana aku
membalasnya nanti?"" kata-kata itu ditujukan seperti
terhadap si nona dan juga terhadap Hoay Giok.
Hoay Giok diam melengak, tak mengerti ia akan arti katakatanya
anak muda itu. Ia Cuma pikir: "Sungguh beruntung
adik Hiong, orang sudah mempunyai dua enso(ipar) dan
sekarang akan tambah dengan satu Tan Hong ini. Ia Tanya
dirinya: "Bagaimana meeka diaturnya nanti?"
Tak lama maka Hong Hui bangkit berdiri. Dengan cepat
tenaganya telah pulih kembali. Terus ia melihat cuaca dan
mengawasi rombongannya It Hiong dan berkata jumawa: "Lo
Han Kok bukannya tempat yang dapat kalian masuki
sembarangan! Masihkah kalian tak mau lekas pergi dari sini?"
Mendengar itu, alisnya It Hiong terbangun, Dia justru
melompat maju. "Lou Tongcu!" katanya nyaring, "Jika benar kau
menghendaki kami pergi, silahkan kau bebaskan dahulu Beng
Bee Kee pamanku itu!"
Nona itu memperlihatkan tampang menghina.
"Bocah kau tidak menerima kebaikan hati orang!"
bilangnya, "Orang she Beng itu berada didalam penjara Losat
Bun yang berada disebelah kanan pendopo pusat kami, jika
kalian berani kalian majulah kependopo kami itu."
It Hiong mendongkol. "Kau tidak tahu diri!" bentaknya. Barusan selagi kau
beristirahat, kami tidak menyerbumu! Kami tahu aturan Kang
Ouw dan mematuhinya! Kenapa sekarang sikapmu begini, jika
kau tak sudi membiarkan kami masuk, baiklah mari coba
rasakan pedangku!" Lantas si anak muda menghunus Keng Hong Kiam, hingga
terdengar suaranya yang berisik disertai sinar berkilauan.
Hong Hui terkejut oleh suara dan sinar itu.
"Pasti bocah ini bukan sembarang orang," pikirnya. "Aku
baru saja beristirahat, mana tepat aku melayani tenaga
baru"..." Maka berputarlah matanya dan bekerja pula otaknya.
Terus dia mengejek, "Apakah kau hendak menempur aku
bergantian" Apakah itu cara orang Kang Ouw sejati?"
It Hiong tahu orang licik dan sengaja mengatakan
demikian, hendak ia menjawabnya namun Tan Hong sudah
mendahuluinya. Nona Tan melompat maju ke depan si anak
muda sambil terus berkata pada lawan. "Kalau Lou Tongcu
takut nanti dilawan dengan bergilir, baiklah nonamu yang
melayani pula padamu!" lantas ia maju lebih jauh sambil
mengangkat sanhopang senjatanya itu.
Hong Hui segera meloloskan senjatanya, yaitu sabuk sulam
emas yang melibat pinggangnya. Selekasnya ia kibaskan itu
sabuk menjadi panjang satu tombak lebih, kaku mirip
sebatang tombak. Sebab ujungnya mempunyai ujung tombak
yang tajam. Diapun terus berkata menantang. "Budak bau!
Kalau kau mempunyai kepandaian buat melayani aku sepuluh
jurus, aku akan ijinkan kau memasuki lembah kami ini."
Tan Hong berpengalaman, tahu ia bagaimana harus
melayani senjata lawan itu. Ia menyambut tantangan sambil
terus melompat maju dengan loncatan Walet Menyambar Air,
sedang setibanya di depan lawan, ia segera menyerang
dengan jurus silat Guntur dan Kilat saing berbunyi, senjatanya
ruyung Sanho pang segera menyerang ditiga arah, atas,


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tengah dan bawah. Hong Hui terkejut buat serangan mendadak itu, hingga ia
mundur dengan mencelat, menyusul mana sebelah tangannya
menyambar ujung sabuknya yang terlepas, hingga tangannya
mencekal kedua ujung sabuknya, niatnya guna dipakai
mengekang ruyung lawan. Tan Hong mendak, selekasnya ruyung menyambar kekaki
lawan" Itulah serangan hebat, merupakan Loh bwe atau kuda
runtuh, "Tipu daya seperti menjatuhkan diri"
Hong Hui terkejut ia lompat mundur. Segera ia insyaf
lihainya sang lawan. Maka lekas-lekas ia memutar tangannya
mencoba melibat tubuh lawan. Ia bisa bergerak dengan
bebas. Lantas juga Tan Hong yang terancam bahaya, sabuk
lawan membuatnya repot. Asal ruyungnya terlibat, ia bisa
mendapat susah. Maka kembali ia menggunakan tipu, ia menjatuhkan diri
dalam jurus silat, CaCing Menggulung Pasir, dengan tubuh
bergulingan ia menghampiri lawannya kemudian mendadak ia
berjingkrak bangun sambil membarengi menyerang iga lawan,
itulah jurus silat "Guntur Berbunyi ditanah datar"
Buat membantu si adik Hiong, Tan Hong dengan lantas
mengeluarkan kepandaiannya, cara berkelahinya itu
mengagumkan siapa yang manyaksikannya. Dilain pihak Hong
Hui bukan sembarang nona, ia insyaf akan lihainya lawan itu
yang malah ia katakan telengas. Ia tidak melompat mundur,
sebaliknya ia terus memasang kuda-kuda rendah dengan kaki
kiri bertahan dan kaki kanan mendahului menyambar, itulah
tendangan Kaki Menyapu Awan.
Tan Hong menyelamatkan diri dengan lompat jumpalitan
sebanyak tujuh atau delapan kali. Itulah Lompatan Bayangan
Burung Yang Menyerbu Langit. Setelah berjumpalitan itu,
tubuhnya turun ketanah. Namun sabuk lawan memapaki
tubuhnya itu. Ujung tombak bagaikan kepala ular menyambar
bau orang, mirip gerakan ular menyemburkan racun".
Tan Hong terperanjat. Nyata lawan lihai dan telengas juga.
Disaat sangat mengancam tadi, ia sampai membela diri
dengan jalan mengelit bahaya itu. Ia mengira sudah lolos dan
lawannya tidak akan sempat berdaya lebih jauh, siapa tahu
tobak diujung sabuk lawan terus mencari sasarannya, kali ini
punggung orang! Tan Hong dapat berjumpalitan dengan waktu lebih lama
dari biasanya, itulah disebabkan mahirnya ia dengan ilmu
tenaga dalam dari Hek Keng To. Sesudah lewat ancaman
bahaya itu, ia meneruskan turun dengan cepat tangan kirinya
menyerang, sedang tangan kanannya melindungi diri.
Lou Hong Hui sudah berkecimpung dalam dunia Kang Ouw
selama sepuluh tahun lebih, sampai ia memperoleh julukan
"Cia Ciu Koan Im" belum pernah ia menemukan lawan seperti
nona ini. Ia tidak menyangka bahwa serangannya barusan
bisa gagal, hingga sekarang ialah yang berbalik terancam. Ia
menjadi repot. Dalam tergesa-gesa, ia menolak dengan
tangan kiri, ia berhasil. Tapi setelah itu datang pula tangan
kanan lawannya mengancam dada! Kembali ia menjadi repot,
secara tergesa-gesa ia menangkis dengan sabuknya,
menyusul mana kakinya menendang.
Kedua pihak sama-sama terancam bahaya bergantian.
Disaat itulah Tan Hong yang terancam bahaya, kaki kirinya
baru saja menginjak tanah ketika serangan lawan datang. Ia
berkelit miring, berbareng dengan itu lagi-lagi iapun
menendang dengan kaki kanannya.
Sebagai orang Kang Ouw ulung, masih bisa Hong Hui
menyelamatkan diri. Ia mundur sejauh lima kaki. Hanya dala
tergesa-gesanya itu, ia membuat senjatanya terlepas dari
tangannya. Tan Hong tidak menyerang terus, ia hanya mengawasi. Ia
melihat sabuk lawan menggeletak ditanah, ia lantas tertawa
dan berkata: "Terima kasih Lou Tongcu, karena kau sudi
mengalah! Sepuluh jurus sudah lewat"."
"Budak jangan menghina orang!" Hong hui membentak.
"Kapan kau menang?"
Tan Hong tertawa pula. Dia menunjuk kepada sabuk ditanah itu.
"Bukankah sabukmu itu senjatamu?" Tanyanya. "Kau lihat!
Apakah itu bukan berarti bahwa kau sudah kalah?"
Merah mukanya Hong Hui, ia malu sekali.
"Baik!" serunya mendongkol. "Kau sungguh beruntung!
Sekarang aku ijinkan kamu bertiga melintasi lembah Lok Han
Kok, Ular Melingkar, kita nanti bertempur pula!"
Habis berkata, nona Lou memberi isyarat dengan
tangannya, terus ia mengundurkan diri diikuti orang-orangnya.
It Hiong bertiga mengawasi lawan itu masuk kedalam lembah
dan lenyap didalam waktu singkat.
Tatkala itu sudah jam satu kira-kira dan rembulan sedang
bersinar terang, sunyi sekitar mereka.
"Kakak, kau capek," kata It Hiong menghampiri si nona.
Senang Tan Hong mendengar si anak muda memanggilnya
kakak, tidak nona lagi. Itulah hasil usahanya menempur Lou Hong Hui tadi. Ia
tertawa dan berkata: "Ah tidak! Demi kau adik Hiong, tak apa
aku mesti mengeluarkan sedikit tenagaku atau mengucurkan
beberapa tetes peluh."
Jilid 21 Kami sangat berterima kasih kepadamu, Nona Tan" Hoay
Giok terus bicara. "Sungguh besar bantuanmu ini ! Nanti
setelah guru kami dapat dibebaskan dari tangan kaum Losat
Bun, akan aku menghaturkan pula terima kasihku...."
"Kakak Wie, aku minta janganlah kau memandang aku
sebagai orang luar !" berkata si nona. "Bahkan menjadi satu
kehormatan yang Tan Hong dapat membantu dalam usaha
menolong Beng Locianpwe !"
It Hiong melihat langit. "Selekasnya kakak sudah beristirahat, kita akan segera
memasuki Poan Coa Kok" katanya. "Setujukah kakak ?"
Tan Hong melirik pemuda itu.
"Kakakmu tidak terlalu letih." katanya tertawa. "Tak ada
halangannya buatku ! Aku selalu mengiringi kau, adik !"
Tetapi It Hiong lantas duduk diatas rumput.
"Kita beristirahat sebentar" bilangnya.
Malah mereka lantas mengisi perut mereka dengan
rangsum kering yang dibekalnya.
Kira jam dua, rembulan nampak makin terang. It Hiong
berlompat bangun, tangannya pada gagang pedangnya.
"Malam ini juga kita mesti sampai di pendopo pusat Losat
Bun !" kata ia. "Mari !"
Tan Hong tapinya tunduk. Dia berpikir.
"Kakak Whie", tanya ia pada Hoay Giok, "sebelumnya ini
pernahkah kau masuk kemari " Pernahkah kau tiba di Poan
Coa Kok ?" Orang yang ditanya menggeleng kepala.
"Malu untuk mengakuinya," sahutnya. "Bahkan sebelum
melintasi Lok Hun Kok telah aku dirobohkan jurus silat Imyang
ciang dari Cie Cia Koan Im..."
"Peduli apa mereka mempunyai banyak lembah atau
perangkap !" berkata It Hiong. "Peduli apa disarang gua
harimau atau sarang naga ! Mari kita maju guna membantu
paman Beng ! Sebelum maksudku berhasil, aku sumpah tak
akan keluar dengan masih hidup dari gunung Ay Lao San !"
Gagah bicaranya anak muda ini yang demi pamannya
menjadi tidak kenal takut.
Tan Hong tertawa. Ia menepuk bahu orang.
"Sungguh kau gagah, adik !" pujinya. "Nah, mari kita maju
! Asal kita berhati-hati buat segala tipu daya musuh... !"
Hoay Giok pun tertawa. "Kamu begini gagah, kamu membuat malu !" katanya yang
terus berlompat maju, untuk mendahului berjalan di muka.
Dengan beriringan, ketiga muda mudi ini berjalan
memasuki lembah. Cahaya rembulan membuat mereka
melihat banyaknya batu disepanjang tempat yang dilalui
mereka. Di kiri dan kanan sebaliknya tampak dinding tembok
gunung yang tinggi. Jalanan menuju mendaki.
Satu jam sudah mereka bertiga berjalan cepat, telah
melalui kira sepuluh lie. Kiranya lembah itu panjang. Sunyi
disekitar mereka. Yang berisik melainkan suara angin gunung.
Tanpa merasa mereka telah tiba di pinggang gunung !
Disitu mereka menikung disebuah pengkolan. Lantas mereka
menyaksikan sebuah jurang, kedua tepinya dihubungi satu
dengan yang lain dengan sebuah batu besar dan panjang
yang melintang mirip penglari. Di bawah itu tak tampak batu
atau lain macam barang. Seluruhnya gelap. Dinding juga tak
berpohon apa jua. It Hiong menghampiri tepi jurang. Ia melihat jembatan
mirip penglari itu. Tak bersangsi pula, ia lompat ke batu itu
untuk jalan diatasnya. Ia mendahului kedua kawannya.
Tan Hong dan Hoay Giok mengikuti.
Di lain tepi, pada dinding gunung terdapat banyak lubang
gua kecil dan besar hingga mirip sarang tawon. Dari gua yang
besar terlihat molosnya sinar api mirip dengan cahanya
kunang-kunang. "Mari kita memasuki gua dan melihatnya." It Hiong
mengajak. Ia berani sekali. Ia pula kembali jalan disebelah
depan. Gua yang dimasuki itu, ditempat dalam belum sepuluh
tombak sudah terhadang sebuat batu besar sekira seperdirian
orang. Pada dinding sisinya dengan huruf-huruf yang bersinar
mirip terangnya kunang-kunang terlihat ukiran dari tiga huruf
besar "Poan Coa Kok" artinya Lembah Ular Melingkar.
Melihat pertanda itu Tan Hong berlari ke depan,
menghampiri It Hiong, ujung baju siapa ia lantas tarik terus
dengan perlahan ia kata : "Lekas menempel di dinding !
Kitapun harus sering mendekam ! Kita mesti bersiaga dari
serangan senjata gelap dari musuh !"
It Hiong bersyukur, ia bagaikan disadarkan si nona. Lantas
ia mepet pada dinding berjalan dengan merapatkan diri terus
menerus. Demikian pun dengan kedua kawannya itu.
Tepat mereka datang dekat pada batu besar dan tinggi
penghadang, mereka lantas mendengar suara melesatnya
panah api tiga kali, panah itu bukan melesat ke depan hanya
ke belakang mereka sejauh satu tombah dan nancap di
dinding, hingga ketiganya mirip obor !
Menyusul itu maka dari balik sebelah batu besar terdengar
suara dingin bagaikan es ini : "Bocah yang baik ! Masihkah
kau hendak menyembunyikan dirimu " Kalau kau benar pandai
mari sambut golokku ini !"
Dengan golok, orang itu maksudkan "Liu kio-to" yaitu golok
tipis dan ringan. Nama itu berarti "golok daun Yang-liu".
Dan menyusul itu sembilan buah golok tersebut
menyambar kepada It Hiong bertiga, seorang menjadi
sasarannya tiga batang golok yang suara menyambarnya
terdengar nyata dan goloknya sendiri berujung berkilauan
Diantara ketiga orang itu yang kepandaiannya paling lemah
ialah Whie Hoay Giok tetapi dia menang pengalaman, dengan
mudah saja dia dapat menyelamatkan dirinya yaitu dengan
maju ke depan sambil mendekam, hingga ketiga golok lewat
di belakang penggungnya dan nancap pada dinding.
It Hiong lain lagi. Dia mengandal kepada tenaga "Hang
Liong Hok Houw Ciang" dengan satu tolakan jurus silat itu ia
membuat ketiga golok runtuh berjatuhan ke tanah.
Tan Hong sebaliknya keras lawan keras. Dengan sanho
pang ia menangkis meruntuhkan ketiga golok yang
mengancamnya itu, hingga tiga kali terdengar suara
bentrokan nyaring. It Hiong berlaku cepat. Ia bermata sangat celi. Ia
berlompat ke arah belakang batu sambil membarengi
menyerang dengan pukulan "Now Sie Toat Hian" yang roboh
dengan muntah darah. Tan Hong lompat menyusul, ia terus mendengar satu suara
menjerit sesudah waktu ia tiba dibalik batu. Ia melihat It
Hiong sedang memegangi tangan seorang berseragam lain,
yang mukanya meringis kesakitan. Orang itu berlutut,
tubuhnya bergemetar, peluhnya membasahi dahinya.
"Ampun" masih terdengar ratapannya.
"Bilang, kau jadi apa di Poan Coa Kok ini ?" Tan Hong
tanyanya. Tak dapat orang itu menjawab. Maka It Hiong
menamparnya jatuh sambil terus berkata bengis : "Lekas kau
bicara kalau kau masih menyayangi jiwamu !"
Masih orang itu tidak dapat membuka mulutnya. Dia rebah
telentang mata mengawasi si anak muda dan mudi.
"Mana lagi anggota kalian yang lain ?" It Hiong tanya.
"Siapakah yang menjadi tongcu kamu ?"
"Aku cuma dapat menjawab satu kali !" cibirnya, orang itu
membuka juga suaranya dingin. "Tong cu dari Pan Coa Kok
bernama Sioaw Kit gelar Cian Ciu Longkun, si Tangan Seribu
Yang, lainnya sebab aturan kami sangat keras, tak dapat aku
bocorkan !" "Beranikah kau tidak bicara ?" bentak Tan Hong. "Kau tahu
ruyung nonamu in biasa tak mengasihani orang yang bacotnya
keras !" Orang itu tertawa sedih. "Nyawaku sudah hilang!" sahutnya. "Kalau aku membuka
rahasia disini, maka tubuh tak dapat bertahan dari siksaan
besi panas. Kalau aku tidak bicara, aku tak akan lolos dari
tangan kalian ! Maka itu lebih baik aku menutup mulut dan
terima binasa ditanganmu !"
It Hiong kagum buat sikapnya orang itu.
"Nah, kau pergilah !" kata dia akhirnya. "Aku beri ampun
padamu !" "Segala manusia jahat buat apa dikasihh tinggal hidup ?"
berkata Tan Hong. "Kita bukannya penggemar melakukan pembunuhan
terhadap sesamanya !" kata It Hiong tertawa. "Membunuh
lebih satu jiwa bagi kita tidak ada faedahnya. Dimana bisa
harus kita mengampuni orang...Kakak, mari !"
Berkata begitu si anak muda lantas mengikuti orang
tawanannya yang telah dibebaskan itu yang terus berlari
pergi. Hoay Giok menyusul, begitu pun Tan Hong.
Mereka keluar dari dalam gua itu dan tiba disebuah lembah
sempit dengan dinding batu gunung dikiri dan kanam, luasnya


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cuma satu tombak. Menengadah ke langit, orang melihat si
putri malam. Karena suasananya sangat sunyi mereka
mendapat dengar tindakan dari kaki tawanan yang dibebaskan
itu. Sempit dan berliku-liku, nama lembah itu mirip sekali, Pan
Coa Kek atau lembah ular melingkar. Tikungannya ada yang
besar dan kecil. Sampai kira tiga jam, tetap mereka masih
berada di lembah itu. Disini lembah gelap sebab cahaya
rembulan tak tembus. It Hiong sementara itu heran. Bukankah mereka berjalan
cepat " Kenapa lembah seperti tak ada akhirnya " Pula kenapa
sampai sebegitu jauh mereka tak menemukan lain rintangan
pula " Kenapakah "
Sebenarnya mereka telah kehilangan tawanan mereka pun
berlari-lariputar balik disitu-situ juga.
"Tahan !" berseru Tan Hong yang heran seperti si anak
muda, hingga dia lantas menggunakan otaknya.
It Hiong berhenti berlari dan menoleh.
"Kau melihat musuh kakak ?" tanyanya.
"Mari adik !" kata si nona. "Mari kita bicara !"
It Hiong segera menghampiri nona itu.
"Ada apakah ?" tanyanya.
Tan Hong menyalakan api sumbunya untuk menyuluhi batu
yang ia injak, sembari menunjuk batu itu, ia menjawab : "Lagi
berlari-lari beberapa kali aku telah kena injak ini batu koral
sebesar telor gangga. Batu ini besar dan licin, setiap kena
menginjaknya hampir aku terpeleset jatuh. Karena aku
menginjaknya beberapa kali, apakah itu bukan berarti kita
berlari-lari sia-sia saja ?"
It Hiong berdiam, otaknya bekerja. Ia ingat bahwa iapun
tadi pernah menginjak batu itu. Pula aneh batu serupa berada
hanya disitu. Akhirnya ia bagaikan terasadar.
"Kau benar kakak !" kata ia. "Mestinya lembah ini
mempunyai jalan keluar lainnya. Bukankah orang tadi telah
hilang dan tak terdengar juga suara larinya ?"
Ketika itu Hoay Giok pun datang menghampiri. Dia bernafas
memburu. "Ada apakah ?" tanya dia yang terus menyampok
memadamkan api ditangannya si nona.
Nona Tan memberi keterangan perihal kecurigaan itu.
"Lembah begini gelap, inilah sulit !" kata Hoay Giok
kemudian. "Kalau kita terus menyalakan api itulah berbahaya.
Adalah satu pantangan kalau musuh gelap dan kita terang."
It Hiong mengangkat kepalanya. Tinggi dinding mungkin
seratus tombak. Dari sinar rembulan, dapat diduga mungkin
itu waktu sudah jam empat kira-kira.
"Baik kita duduk beristirahat disini" katanya kemudian. "Kita
menanti sampai terang tanah baru kita lihat bagaimana
baiknya." Tan Hong tertawa. "Bukannya tak dapat kita melewati waktu sambil
beristirahat disini !" kata ia. "Cuma apakah orang tak akan
menertawakan kita kalau murid utama dari Tek Cio Siangjin
dari Pay In Nia menunjuki kelemahannya terhadap kaum Losat
Bun ?" Kata-kata itu membangunkan semangatnya si anak muda
she Tio, sampai ia lupa kepada pantangan "Pria dan wanita
tak dapat berpegangan tangan". Ia telah memegang erat-erat
tangannya si nona seraya berkata : "Kakak benar ! Terima
kasih untuk kebaikan kau ini !"
Tan Hong bersenyum. Ia merasakan telapak tangan si anak
muda berhawa panas hingga bagaikan terkena tenaga listrik,
tubuhnya menggigil sendirinya. Tidak tahu ia, ia kaget atau
girang. Ia mendekati telinganya si anak muda dan berkata
perlahan : "Asal saja kau tidak menyia-nyiakan kakakmu ini,
adik...." It Hiong terkejut. Ia insyaf bahwa ia telah berbuat
berlebihan terlalu terpengaruhkan rasa hatinya yang polos.
Sebenarnya ia justru hendak menyingkir dari urusan asmara.
"Kakak Whie" ia lekas menyimpangi pembicaraan, "apakah
pendapat kakak ?" Berkata begitu, ia lekas-lekas menarik pulang tangannya.
"Mari kita pikir bersama !" sahut Hoay giok yang tengah
menyusuti peluhnya. Memangnya ia belum memikir sesuatu.
Tan Hong tertawa. kata ia, "Orang tawanan kita barusan
bisa menghilang. Itulah pertanda bahwa disini mesti ada satu
jalan keluar, sebuah jalan rahasia. Bagaimana kalau kita
mencari berbareng kita maju sambil kita terus berpegangan
tangan " Mungkin pada dinding ada jalan rahasia itu ! Dan ini
batu koral kita jadikan tanda, apabila kita menemuinya pula,
itu bukti bahwa kita sudah jalan satu putaran. Bukankah baik
kalau kita jalan dahulu disebelah kanan ?"
"Nona benar. "Hoay Giok menyatakan setuju. "Cuma,
apakah tak baik kita jalan berbareng tetapi misah dikiri dan
kanan " Bukankah itu berarti menghemat waktu ?"
"Aku hanya menguatirkan apabila kita menemuinya jalan
keluar terjaga musuh atau ada pesawat perangkapnya" kata
Nona Tan. "Aku kuatir kalau kita berpisahan selagi ada
ancaman bahaya kita sukar saling tolong. Baik kita jalan
disebelah kanan saja. Aku percaya jalan keluar itu berada
dikanan kita !" Nona ini melihat tak mungkin jalan rahasia berada di
sebelah kiri. Diam-diam mengagumi nona itu yang gagah dan cerdas. Ia
tidak berkata apa-apa lagi hanya harus ia membungkuk akan
mengumpuli batu koral agar menjadi tanda yang mudah
dikenali. "Nah, mari kita mulai" ia mengajak. "Kita ambil jalan
kanan." Lantas bertiga mereka mulai bekerja, masih sambil merabaraba,
maju dengan perlahan. Sampai sebegitu jauh apa yang
tangan mereka sentuh adalah batu atau batu karang yang
keras-keras. Belum ada sesuatu yang membuat mereka
curiga. Maka mereka maju terus dengan sabar.
Mungkin sudah melampaui selama satu jam atau mendadak
It Hiong berseru : "Ah ! Aku telah menemukannya !"
Tan Hong sudah lantas menyalakan sumbunya dan Hoay
Giok dengan tangan bajunya mengalinginya ! Sama-sama
mereka memasang mata ke arah tangannya si anak muda
yang bersuara itu. Pada dinding itu terdapat beberapa buah batu besar, yang
diatur mirip gigi anjing yang merupakan sebuah lubang yang
besarnya cukup buat tubuh seorang. Terang itulah batu
buatan manusia. It Hiong menyambuti api dari tangannya Tan Hong.
"Nanti aku yang merayap masuk !" katanya. "Kalian
menantikan pertanda dari aku, baru kalian menyusul !"
Tan Hong dan Hoay Giok bersiap menantikan.
Dilain saat, begitu mereka sudah melintasi jalan rahasia itu
hingga mereka menghadapi pula sebuah lembah lainnya.
Mulai lembah-lembah belasan tombak dan penuh dengan
rumput tinggi-tinggi. Teranglah itu sebuah lembah yang sudah
bertahun-tahun jarang di sana manusia.
It Hiong menyingkap rumput tebal itu, sampai ia
menemukan sebuah jalan yang tak berumput dimana terdapat
banyak tapak kaki orang. Sembari tertawa dan menunjuk
jalanan itu, ia kata kepada kedua kawannya "Lihat !
Bagaimana cerdiknya kawanan Losat Bun ! Bukankah kita tak
usah takut " Mari kita ikuti jalan ini !"
Pemuda ini maju dengan diikuti kedua kawannya. Lewat
sejauh empat puluh tombak, tiba-tiba mereka mendengar
bentakan : "Anak-anak bernyali besar yang sembrono ! Kalian
pendamlah tulang-tulang kalian di lembah Holouw Kok ini ! Ha
ha ha !" Nyata itulah Lembah Buli-buli atau Holouw Kok, seperti
bentakan itu. Menyusul itu sebatang panah api menyambar ke dasar
lembah mengenai rumput terus menyala dan apinya lantas
merembet perlahan, mendekati ke belakang It Hiong bertiga.
Api itu pun menutup mulut lemah.
Dengan menyalanya api, lembah bisa tertampak jelas mirip
siang hari. Dasar lembah itu makin lama makin lebar dan
dalam seratus tombak lebih, macamnya mirip dengan buli-buli
(ho louw), penuh rumput, tiada pohonnya. Disekitarnya tidak
ada jalanan, jadi itulah lembah mati....
Makin lama api merembet makin mendekati. Banyak tikus
dan ular lari serabutan sebab panasnya hawa api.
Tan Hong berpengalaman, tetapi toh ia jeri, sendirinya ia
menyender pada It Hiong. "Bagaimana sekarang, adik ?" tanyanya.
"Celaka !" berseru Hoay Giok sebelum It Hiong menjawab si
nna. "Hai begini mengancam, jalan tidak ada---Bukankah ini
berarti kita terancam kematian ?"
It Hiong mengangkat kepalanya, dia bersiul nyaring, hingga
dia mirip harimau menderung. Kumandangnya itu bagaikan
menggetarkan seluruh lembah, mengalunnya lama.
"Seorang laki-laki sejati, mati atau hidup itulah takdir !"
berkata dia, gagah dan sungguh-sungguh. "Dihadapan lawan,
tak dapat kita menunjuk kelemahan ! Biarnya api hebat, belum
tentu dia mengancam jiwa kita. Selama kita masih bernapas,
kita mempunyai harapan ! Mari tenangkan diri, untuk kita
dapat berpikir !" Habis berkata, pemuda ini menjatuhkan diri, untuk duduk
numprah, matanya mengawai api.
Ia seperti tak menghadapi bencana apa jua, saking
tenangnya. Tan Hong dan Hoay Giok mendapat emposan semangat,
lantas mereka turut duduk berdiam seperti kawannya yang
gagah berani itu, terus mereka mengasah otak mereka.
Selama itu, mereka tidak mendengar suara bentakan orang
tadi. Cuma suara api yang membakar rumput, terdengarnya
meretak dan terus mendatangi makim lama makin dekat
sampai lagi hampir lima tombak jauhnya hingga bisa
dimengerti apabila hawa panasnya mulai terasa ketiga muda
mudi itu. Tan Hong dapat berduduk dengan tenang. Dia tak takut
mati bahkan dia senang berada bersama It Hiong kepada
siapa didalam hatinya dia telah menyerahkan seluruh tubuh
nyawanya. Dia memejamkan mata. Dia percaya habis pada si
anak muda. Disamping berdiam diapun berpikir keras mencari
daya. Hoay Giok terganggu hawa api, hatinya menjadi tidak
tenteram. Ia membuka matanya melirik It Hiong dan Tan
Hong. Ia mendapati orang berduduk tak bergeming maka
iapun mencoba menentramkan hatinya itu.
Api merembet terus, sekarang tinggal lagi kira tiga tombak
dan hawanya sudah terasa panas bukan main. Tepat itu waktu
It Hiong berjingkrak bangun.
"Kalian turut aku !" serunya. Dan terus ia membuka
langkahnya. Tan Hong berlompat bangun, juga Hoay Giok. Tanpa
menanya mereka lantas mengikut berjalan pergi.
It Hiong berlari-lari ke tempat kemana api jauh belum
sampai sejauh sepuluh tombak. Disitulah dia berhenti.
"Disini kita melepas api !" berkata dia.
"Inilah buat mempercepat habisnya rumput ini !" Dan terus
ia bekerja. Rumput di dekatnya dibakar setelah itu dia
membuat beberapa gulungan rumput buat menyulut itu buat
dipakai membakar dilain-lain bagian. Habis itu ia menyingkir
ke tempat dimana tidak ada api.
Tan Hong menurut buat ia bekerja seperti si anak muda
walaupun ia belum mengerti jelas akan maksud orang.
Tinggallah Hoay Giok yang berdiri menjublak saking heran....
Ia melihat It Hiong dan Tan Hong melakukan pentebaran
melintangi lembah itu membuat api menuju ke arah dasar
atau tengah-tengahnya lembah.
Segera juga ketiga orang itu berdiri diam ditempat yang
bagian depan dan belakangnya penuh dengan api berkobarkobar,
jauhnya api sekira sepuluh tombak.
Hoay Giok jeri menyaksikan api mengancam akan
menembus mereka. "Sute", akhirnya dia tanya adik
seperguruannya itu, " kita melepas api ini buat menolong atau
membunuh diri " Kakakmu ini masih belum mengerti
maksudmu." It Hiong tertawa lebar. "Jangan kuatir suheng !" sahutnya
sambil bersenyum. Inilah daya untuk menyelamatkan diri
sendiri ! Jika kita bertiga tidak dapat memikir jalan keluar dari
lembah ini, maka kita bertiga bakal mati tertambun disini !"
Justru pemuda ini menjawab kakak seperguruannya, justru
pikirannya Tan Hong terbuka, hingga ia dapat menangkap
mukanya It Hiong. Dengan lantas ia pun tertawa. Bahkan ia
segera berkata : "Oh, adik Hiong yang baik ! Sungguh kau
cerdas ! Di saat menghadapi bahaya kematian seperti ini kau
dapat menggunakan otakmu begini sempurna !"
Hoay Giok mendelong. Dia tetap bingung. "Bukankah kita
lagi menghadapi lantas apa ?" katanya. "Bukankah masih ada
soal kita akan dapat lolos atau tidak " Kenapa kau berkata
begini, nona " Aku minta sukalah kau memberikan penjelasan
!" Tan Hong bersenyum mengawasi It Hiong. "Adik Hiong,
tolong kau jelaskan kepada kakak Whie tentang ilmu
hitunganmu itu !" kata dia.
It Hiong mengangguk. "Inilah soal mudah suheng, "kata dia
pada Hoay Giok. "Cuma baru-baru saja ancaman api membuat
kita bingung hingga pikiran kita menjadi tertutup rapat. Kita
terancam api, habis dimana kita harus menaruh kaki kita di
tempat yang aman " Tak ada jalan lain daripada kitapun
membakar rumput ini, guna mempercepat musnahnya rumput
disekitar kita. Dimana tidak ada rumput disitu tidak ada api
atau api akan padam sendirinya. Lihat di sana itu, tempat
mulainya api ! Bukankah setibanya ditempat tidak ada rumput,
api lantas berhenti dan mati sebab dia tak dapat merambar
lebih jauh " Kesana kita pergi ! Mari !"
Dan si anak muda bertindak jalan sambil tertawa.
Hoay Giok mendelong setibanya ia ditempat tidak ada api
sebab rumputnya sudah padam dan hawa panas api pun
lenyap. Baru sekarang ia mengerti. Sebaliknya, api yang
dilepas si anak muda masih merambat terus ke tengah atau
dasarnya lembah itu, menghabiskan tempat yang
dilandanya....

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sementara itu dengan selewatnya sang waktu, fajar mulai
tiba. Perlahan-lahan tampak udara terang. Kalau tadi It Hiong
bertiga mengandalkan sinar api untuk melihat tegas ke
sekitarnya, sekarang mereka ditolong matahari. Lantas
mereka bertindak ke mulut lembah. Di sana dinding tinggi
seratus tombak ! Mana mereka dapat memanjatnya " Maka
mereka jalan kembali. Sekarang ini mereka pikirkan soal jalan keluar. Mereka baru
berhenti bertindak selekasnya It Hiong melihat tumpukan batu
yang tadi malam ia buat ! Tanpa merasa ia tertawa sendirinya.
Tan Hong sebaliknya melihat ke sekitarnya, ia memasang
mata tajam. Jauh lima tombak dari tumpukan batu itu tampak
sebuah batu besar mirip daun pintu nempel pada dinding.
Pintu itu tak terlihat tadi malam selagi mereka terbenam
dalam kegelapan. dengan berlompatan, ia menghampiri batu
mirip pintu itu, bahkan dengan kedua tangannya, ia lantas
menolak dengan keras. "Plak !" Demikian terdengar suara pada pintu itu hingga percikan
batu dan hancurannya berterbangan, tetapi pintunya sendiri
tidak bergeming. Hoay Giok nampak heran. "Mungkin inilah jalan keluar !"
berkata dia. "Sute, apakah yang kau lihat ?"
It Hiong mengawasi tajam. Tidak ada sesuatu yang
mendatangkan rasa curiganya. Maka ia mengawasi terus. Dari
pintu dan semua pinggirannya ia memasang mata terus ke
sekitarnya. Dua kaki dari pintu itu ada sebuah batu yang mirip
tanduk kambing tergantung pada tembok dinding itu tingginya
kira sebatas pundak. Ia lantas menghampiri batu itu, terus ia
memegangnya dan memutarnya menarik ke kiri dan kanan.
Mendadak saja terdengar suara nyaring, tahu-tahu daun
pintu batu itu telah terbuka sendirinya hingga diambang pintu
itu nampak sebuah jalan. Hoay Giok bersorak tertawa sambil bertepuk tangan.
"Dasar orang baik dilindungi Thian !" serunya. "Siapa
sangka mudah saja kita menemui jalan keluar."
Tan Hong pun bergirang, ia bersenyum melirik si anak
muda. It Hiong lantas bertindak ke pintu buat memasukinya.
Hoay Giok dan Tan Hong mengikuti.
Pintu rahasia itu memimpin mereka ke sebuah tempat
terbuka yang berupa seperti punggung gunung. Dari situ
mereka dapat memandang ke sekitarnya, semua puncak atau
rentetan pegunungan yang penuh dengan pepohonan. Di
waktu pagi, sang angin mendatangkan rasa nyaman. Di kaki
puncak yang tertinggi di tempat yang rata terlihat segunduk
bangunan yang gentingnya memberi cahaya kilau keemasan.
"Mungkin itu sarangnya Losat Bun !" berkata Tan Hong
sambil menunjuk. "Baik kita beristirahat dahulu disini, baru
kita hampiri mereka. Setujukah kau ?"
Dua-dua It Hiong dan hoay Giok setuju. Memang setelah si
nona bicara, mereka seperti mendadak saja merasa letih.
Mereka tidak tidur semalam suntuk, mereka habis berjalan
jauh dan berpikir keras. Jalan jauh sebab mereka berputaran
disitu-situ juga ! Lantas ketiganya duduk untuk mengisi perut dengan
rangsum kering, habis mana mereka berdiam bersemedhi.
Di dalam waktu satu jam It Hiong telah mengembalikan
seluruh tenaganya luar dan dalam hingga ia menjadi segar
sekali, sehat lahir dan bathin. Ketika ia berbangkit bangun,
Tan Hong dan Hoay Giok masih terus duduk mematung. Ia
tidak mau menganggu mereka itu, ia hanya berdiri sambil
mengawasi ke sekitarnya. Secara demikian, ia pun secara
diam-diam tengah melindungi kedua kawan itu.
Mereka berada di tempat terbuka, tidaklah heran kalau
lewat lagi sekian lama mereka kena dipergoki orang Losat Bun
yang lagi tugas meronda, maka atas seruan dia lantas muncul
serombongan kawannya yang berseragam diantara siapa
orang yang menjadi pemimpin adalah orang usia setengah
tua, jubahnya panjang, pinggangnya dilibat sabuk. Dia
bermuka putih dan bersih hingga dia tampak seperti seorang
pelajar. Cuma sepasang matanya tajam dan bersinar mirip
mata tikus serta kopiahnya yang membuatnya mirip seperti
sastrawan. Kopiahnya kopiah kembang juga kopiah seragam.
Dialah Cian Pek Longkun Sutouw Kit si Sastrawan Seribu
Lengan. Di belakang dia terlihat Cia Cu Koan Im Lou Hong Hui
karena merekalah sepasang suami istri yang menjadi anggotaanggotanya
dari Losat Bun Hong Hui adalah yang
menganjurkan suaminya menempur ketiga musuh itu yang dia
benci sebab dia dikalahkan mereka itu.
Beda daripada istrinya itu Sutouw Kit bertabiat tinggi, suka
mengungguli diri. Dia pula sangat cerdik dan licik. Kalau dia
mencelakai orang, dia ingin berbareng memperoleh sama
karenanya. Demikianlah sebabnya kecuali melepas api di Poan Coa
Kok, dia seperti membiarkan orang dari malam sampai pagi itu
sampai orang terpergok perondanya. Dia tidak menyangka
orang tak mati terbakar sedangkan tadinya dia sudah
kegirangan siang siang dan percaya orang akan mati semua
hangus menjadi abu. Sutouw Kit mengawasi ketiga orang itu. Nampak tegas dia
heran. "Hai, manusia bau !" dia membentak selekasnya dia datang
dekat, "kamu sudah tidak mampus terbakar, bukannya kamu
kabur untuk menolong jiwa kamu, kenapa kamu masih
berdiam disini " Mau apakah kamu, mempunyai berapa
banyak batok kepala ?"
It Hiong tidak menjadi gusar walaupun orang bersikap
galak itu. Ia malah memberi hormat seraya berkata sabar,
"Tuan, partaimu dan aku yang rendah tidak bermusuh, kenapa
sekalipun sekarang kita baru bertemu, tuan telah menjadi
begini bergusar " Aku harap tuan dapat ketahui bahwa kami
datang kemari adalah karena mentaati janjinya Kui Cie Hoan
Keng Su, guna kami ialah dia dan aku membereskan urusan
kami. Aku percaya tuan adalah yang menjadi cianpwe kaum
Kang Ouw,maka itu kenapa dengan tiba-tiba saja tuan
mencampuri urusanku dengan Keng Su ?"
Hoay Giok dan Tan Hong terasadarkan karena suara keras
dari Sutouw Kit, mereka membuka mata dan melihat tibanya
musuh, dengan lantas mereka menghampiri It Hiong bersiap
sedia untuk turun tangan.
Wajahnya Sutouw Kit berubah selekasnya dia mendengar
suara halus dari si anak muda. Ia pun telah diangkat menjadi
cianpwe, orang dari angkatan tua. Itulah suatu kehormatan
untuknya. "Kau bicara manis, anak" katanya tertawa. "Ya, katakatamu
beralasan juga. Cuma tahukah kau aturan kami disini
" Siapa lancang masuk ke tempat kami hukumannya ialah
hukuman tanpa ampun lagi ! Kamu sudah memasuki Lok Han
Kok dan sekarang Poan Bon Kok, dua lembah, jika aku Sutouw
Kit tidak menjalankan aturan kami itu, mana dapat aku
memberikan pertanggungan jawabku ?"
Diam-diam It Hiong bergirang. Telah ia dengan akalnya
mengangkat orang memakai topi tinggi-tinggi. Maka lagi ia
memberi hormat dan berkata hormat seperti tadi : "Kita kaum
rimba persilaran, yang kita utamakan ialah kepercayaan dan
hormat menghormati, dapat kita membedakan budi dari
perasaan, terutama harus kita bedakan permusuhan lama dan
permusuhan baru, supaya dua-duanya itu dapat diputuskan
pada waktu gilirannya. Karena itu aku yang rendah, aku minta
supaya aku dapat membereskan dahulu perhitunganku
dengan Keng Su, supaya aku dapat menolong Paman Beng
kami. Habis itu, cianpwe, apa juga yang kau kehendaki,
bersedia kau mengiringinya !"
Lou Hong Hui panas hati. Dia menyela, "Sakit hati di Lok
Hun Kok kemarin tak dapat aku lepaskan ! Maka itu, budak,
apakah katamu ?" Dia lantas menuding Tan Hong, matanya
mendelik bengis. Tan Hong berpengalaman. Ia dapat menerka kenapa It
Hiong bersikap demikian merendah. Karena itu, tak suka ia
menyambut kegalakan Hong Hui dengan kekerasan.
Sebaliknya, ia lantas tertawa.
"Harap kau tidak keliru mengerti, Lou Tongcu" ia berkata
hormat. "Apa yang terjadi di Lok Hun Kok itu adalah tongcu
yang memberi pengajaran padaku, bukannya tongcu keliru
menangkis, tetapi kalau tongcu masih merasa kurang puas,
baiklah, aku bersedia menghaturkan maafku ! Nah, kakak,
terimalah hormatnya adikmu !"
Tepat seperti gerak geriknya It Hiong, Tan Hong memberi
hormat kepada wanita jago Losat Bun itu.
Hung Hui berdiam. Dia memang suka diangkat
sebagaimana suaminya. It Hiong puas melihat suasana itu. Ia maju satu tindak
terus ia memberi hormat pula pada suami istri itu seraya ia
berkata : "Sekarang ini aku yang rendah mohon diberi ketika,
akan menghadap kepada ketua kalian untuk memohon
petunjuknya, dengan cara bagaimana urusan dengan Keng Su
dapat diputuskan. Bagaimana kalau aku minta perantara
kedua tongcu " Adat itu terlebih dahulu aku mengucap banyak
banyak terima kasih !"
Di mulut It Hiong berkata hormat tetapi dalam perbuatan
dia bertindak menurut rencananya sendiri ialah tanpa menanti
jawaban kedua tongcu itu, terus ia bertindak maju, perbuatan
mana diturut oleh Tan Hong dan Hoay Giok.
Tanpa merasa Sutouw Kit tertawa, terus ia memberi isyarat
kepada rombongannya itu membuka jalan bagi ketiga tetamu
yang tak diundang itu. Hingga It Hiong bertiga bisa maju
tanpa rintangan bahkan mereka lantas mempercepat jalan
mereka. Habis melewati sekelompok rimba, It Hiong tiba di depan
pintu gerbang dari sebuah bangunan yang tinggi dan besar
yang tadi mereka lihat dari jauh. Di muka tangga tampak
penjagaan delapan anggota berseragam dari Losat Bun,
pemimpin siapa tadi It Hiong menyebutnya "ketua".
Sebenarnya ketua Losat Bun itu adalah kauwcu semacam raja
agama. Para penjaga itu mengenakan kopiah dan pakaian
seragam dan pinggangnya masing-masing tergantungkan
sebuah golok partainya yang seragam juga.
Di atas pintu gerbang tedapat tiga huruf besar : "Lo Sat
Bun". Tembok berwarna merah, jubahnya putih. Halaman luar
itu luas. Di kiri dan kanannya terpancang bendera partai yang
berkibaran diantara setinggi empat tombak.
Dilihat sekilar, tempat itu mirip markasnya seorang jendral !
It Hiong bertiga lantas bertindak ditangga batu itu. Dia
lantas disusul Sutouw Kit yang terus menitahkan ketiga
tetamunya berhenti untuk menanti disitu, katanya dia hendak
melaporkan dahulu dan harus menanti kesudahannya laporan
itu. Habis berkata dia segera bertindak masuk dengan cepat.
Hoay Giok heran terhadap apa yang dia lihat itu, kata dia :
"Pernah aku menyaksikan ini dalam kaum Kang Ouw tapi juga
cara Ay Lao San ini adalah suatu yang baru untukku !"
"Partai sesat dan orang-orangnya semuanya memang beda
daripada partai dan orang yang kebanyakan" berkata Tan
Hong. "Mereka semua bersikap aneh, karena itu perlu guna
mengelabui mata orang banyak ! Karena itu kakak Whie,
janganlah kau heran. Yang terang ialah kita harus waspada
sebab aku percaya sebentar kita akan mengalami suatu
pertumpahan darah !"
"Tetapi kita harus sabar !" It Hiong turut bicara. "Kita
datang kemari buat membantu paman Beng, jadi tak usah kita
bertempur selekasnya kita melihat orang. Jangan kita
menanam bibit permusuhan dengan kaum sesat !"
Tan Hong dan Hoay Giok mengangguk.
Ketika itu muncullah seorang kacung yang berseragam
juga. Dia menggapai pada It Hiong dan kata : "Tetamu she
Tio, silahkan masuk !"
Itu pun cara mempersilahkan tamu-tamu yang beda sekali
dengan caranya kaum Kang Ouw di Tionggoan. It Hiong tidak
mengatakan apa-apa dengan tangan kanan dipegangnya Keng
Hong Kiam, dia bertindak maju dengan sikapnya yang gagah.
Tan Hong dan Hoay Giok mengintil di belakang kawan itu.
Selewatnya pintu gerbang tiba sudah mereka disebuah
halaman berlantai bata, di kiri dan kanannya adalah beranda
didalam mana terdapat ukiran dari dewa-dewa atau malaikatmalaikat
yang aneh macamnya. Ada wanita, ada pria, ada
juga pelbagai macam binatang. Bahkan ada ukiran orang
tanpa pakaian ! Di muka Toa tian yaitu pendopo besar terdapat patung
kayu yang tinggi dan besar, tubuhnya tubuh manusia,
kepalanya binatang, rambutnya merah dan riap-riapan
mukanya biru, matanya tajam seperti mata singa, sedangkan
mulutnya merah seperti darah. Di kedua gigi mulutnya tumbuh
gigi yang merupakan caling yang tajam. Sebagai penutup
tubuh adalah jubah suci kaum agama Tao dan kakinya
telanjang. Pada tangan dan kaki terdapat gelang emas.
Mengawasi patung aneh itu, orang heran dan siapa yang
nyalinya kecil hatinya bisa menjadi ciut.
Di bawah patung aneh itu terdapat dua buah meja terbuat
dari kayu semacam pohon aren. Di atas meja tidak ada tempat
abu atau cipok, cuma ada sebuah para dari kayu yang panah
tertancap lengkie yaitu bendera-bendera kecil pertanda
pelbagai perintah. Disamping para-para bendera itu terdapat
sebuah tempat air dingin dimana tampak sebilah pisau belati
yang tajam mengkilat. Ditengah-tengah pendopo ada sebuah kursi emas, diatas
kursi itu duduk bercokol seorang wanita tua yang rambutnya
sudah putih, semua mukanya keriputan, tangannya
memegang sebuah seruling hitam mengkilat. Di belakang kursi
kebesaran itu berdiri enam orang nona, pakaiannya
berkembang seragam, kepalanya ditutup kain penutup
berkembang juga hingga ke dahinya. Rambut mereka juga
riap-riapan. Selagi senjata dipinggang mereka terdapat
goloknya masing-masing. Di kiri dan kanan terdapat lima buah kursi, dua di kanan,
tiga di kiri. Dua kursi di kanan yang serupa perlengkapannya,
kosong, tidak ada yang duduk. Adalah yang dikiri diduduki
oleh Sutouw Kit, Lou Hong Hui dan Keng Su.
Kacung tadi memimpin ketiga tetamunya sampai dipendopo
besar itu, sembari membungkuk. Ia kata pada si nyonya tua :
"Melaporkan kepada Kauwcu, para tetamu sudah tiba !" Habis


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu dia mundur dengan hormat.
It Hiong baru saja hendak memberi hormat atau dia
didahului wanita tua dan keriputan itu yang berkata keras :
"Bocah she Tio tak usah kau bawa lagak hormatmu ! Tentang
maksud kedatanganmu, aku si wanita tua sudah mendapat
tahu dari muridku, jadi tak usah kau bicara banyak lagi !
Hanya sekarang kau harus turut agama kami, kau harus
menusuk diri mengeluarkan darahmu buat menghormati
Couwsu kami, setelah itu baru kita bertindak buat
membereskan perhitungan !"
It Hiong tidak menjawab atau mengutarakan sesuatu. Ia
hanya berkata dengan sungguh-sungguh. "Sekarang ini
dimana adanya Tin Pet Hong Kee Eng yang menjadi pamanku
" Aku minta diberitahukan."
"Tutup mulut !" bentak si nenek gusar.
Tan Hong segera maju dan tindak untuk menghadang di
depannya It Hiong. Ia tidak menanti anak muda ini sempat
bertindak. "Kwie Tiok Giam Po Ciok Kauwcu !"kata ia. "Kenalkah kau
akan Tan Hong dari Hek Keng To ?"
Nona itu tahu aturan Losat Bun yang aneh-aneh, maka
juga langsung ia memanggil orang dengan sebutan "kauwcu".
Matanya Kwik Tiok Giam Po lantas mengawasi si nona.
Mata itu bersinar sangat dingin. Ia tidak lantas menjawab
hanya balik bertanya : "Terhadap Beng Leng Cinjin,
bagaimanakah kau membahasanya ?"
"Dialah Toasuheng ku !" sahut Tan Hong singkat. Toa
suheng ialah kakak seperguruan kesatu.
"Kau telah datang ke tempat kami ini dengan siapakah kau
bersangkut paut ?" tanya pula si nenek.
"Yang utama ialah akan menanyakan kesehatan dari Ciok
Kauwcu !" Nenek itu membuka matanya, kembali mata bersinar tajam.
"Hai budak setan !" mendadak dia membentak. "Bagaimana
kau berani mendusta terhadap aku si orang tua " Jika aku
tidak memandang muka kakak seperguruanmu itu, pasti
sudah akan mengalir lidahmu yang tajam. Lekas bicara terus
terang !" Maka si nenek yang julukannya itu Kwie Tiok Giam Po
berarti si Nyonya Giam Bang si Bajingan nampak menjadi
sangat bengis seperti suaranya pun keren sekali. Tetapi Tan
Hong tidak jeri. Mulanya si nona terperanjat parasnya sampai
berubah, hanya sedetik dia mendapat pulang ketenangannya.
Bahkan dia tertawa. "Jangan salah paham, Ciok Kauwcu !" katanya seenaknya
saja. "Dengan sebenarnya selainnya menunjukkan kesehatan
kauwcu, masih ada dua buah soalku, dua rupa permintaan !"
Matanya Kwie Tiok Giam Po dikasihh turun. Ia tidak
sebengis semula. "Apa yang kau pikir hendak minta itu ?" tanyanya.
Tan Hong memberikan jawaban cepat dan langsung.
"Permintaan kesatu" demikian sahutnya. "Inilah supaya
Beng Kee Eng dibebaskan !" Ia hening sejenak akan melihat
sikap orang. Lantas ia meneruskan, "yang kedua ialah soal
upacara memuja Couwsu kalian yang diharuskan kepada adik
Hiong ku ini, dalam hal mana adik Hiong mengeluarkan
darahnya ! Aku minta supaya dia dibebaskan !"
Mendengar itu si nenek tertawa. Itulah tawanya yang
sangat jarang orang dengar.
"Hai budak setan, kau sangat cerdik !" katanya. "Kau
membuat aku si orang tua sangat menyukaimu ! Sekarang
soal kedua permintaanmu itu ! Dan soal itu bergantung
kepada kepandaian kalian !"
It Hiong tak sudi mendengari lebih lama pula
pembicaraannya dua orang itu. Dengan suara nyaring ia kata :
"Aku memohon keadilan Kauwcu ! Inilah dalam perkaranya
pamanku Beng Kee Eng yang telah ditawan dan dikurung di
Kiu ci Hui Hoan Keng Sa !"
Nenek itu tidak menjawab hanya ia mengibasi tangannya
ke belakang atas mana salah seorang pengiringnya si nona
berseragam baju berkembang maju kemeja suci untuk
menjemput sebatang lengkie yang terus ia bawa ke depan
kursinya. Mulanya ia menjura dalam setelah berdiri pula
dengan tegak, ia memutar tubuhnya seraya terus berkata
nyaring : "To cu Keng Su, terimalah lengkie ini ! Lantas kau
boleh membereskan perselisihanmu dengan tamu she Tio ini
!" Keng Su sudah lantas berbangkit untuk berkata terang dan
tegas : "Hambamu ini bukanlah lawannya bocah ini, karena itu
hambamu ini mohon belas kasihan Kauwcu atas cacatnya
tubuhku supaya tugas itu diserahkan kepada lain orang saja !"
"Keng Su !" berkata si raja agama heran. "Musuhmu ini
kaulah yang mengundang dan menjanjikan maka sudah
selayaknya kalulah yang menyambut dia buat membereskan
perhitungan kalian. Couwsu sudah mengeluarkan perintahnya,
apakah kau benar demikian berayal buat berani menolaknya "
Jika kau tidak dapat merobohkan lawanmu, aku si wanita tua
dapat membalaskan sakit hatimu ! Nah, pergilah kau mati
dengan hatimu tenang !"
Mendengar penolakan ketuanya itu muka Keng Su menjadi
pucat, sembari tunduk, ia menyambuti lengkie dari tangannya
hamba wanita itu, kemudian dengan mengangkat kaki
palsunya dengan memperdengarkan suara nyaring, dia maju
melompat berjingkrakan ke halaman di muka tangga.
It Hiong melihat gerak geriknya Keng Su, lantas ia nyaring
berkata kepada ketua dari Losat Bun, "Dalam hal urusanku ini
aku yang rendah telah membuat rencanaku ! Jika aku Tio It
Hiong kalah akan kupatahkan pedangku ! Jika apa untung aku
yang menang, aku minta supaya Paman Beng segera
dibebaskan. Bagaimana kauwcu " Aku minta kau memberikan
persetujuanmu!" Kwie Tiok Giam Po menjawab dengan cepat : "Baik, aku
terima kehendakmu ini ! Sudah jangan banyak bicara lagi !"
Mendengar suara itu It Hiong segera memutar tubuhnya,
hendak ia pergi menghadapi Keng Su atau ia melihat satu
bayangan berkelebat disusul dengan suara beradunya senjata
tajam yang nyaring sekali !
Apakah yang telah terjadi "
Itulah karena Whie Hoay Giok telah mendahului turun
tangan. Ketika Keng Su pergi ke halaman muka itu, dia sudah
lantas mengeluarkan senjatanya. Itulah Tiat pit atau pit besi
dan Hoay Giok segera mengenali senjata istimewa dari
gurunya, hingga habislah sabarnya sedetik itu, terus saja dia
melompat maju dan menyerang kepalanya Kiu Cio Hot Hoan !
Lengan kanan dan kaki kiri dari Keng Su telah ditebas
kutung oleh It Hiong ketika terjadi pertempuran di kaslor
sewaktu di Haphui, dia telah mengganti itu dengan besi
hingga dia mempunyai lengan dan kaki besi. Dengan
pergantian itu maka kelincahannya berkurang, tetapi ilmu
silatnya tetap lihai. Bahkan dibanding dengan Hoay Giok, dia
terlebih lihai satu tingkat, tetapi dalam gusarnya si anak muda
lupa segala apa. Girangnya Keng Su melihat orang berlompat kepadanya.
Dia memang benci anak muda itu, hingga dia berkeinginan
membinasakannya buat melampiaskan penasarannya.
Demikian ketika dia diserang dengan golok dia mengangkat
tiat pit kanan dengan apa dia menangkis dengan keras,
berbareng dengan itu, tiat pit kirinya dibarengi diluncurkan ke
dada orang ! Kalau dengan tangan kanan dia menggunakan
jurus silat "Membakar langit Memberaikan mata" dengan
tangan kirinya dia memakai jurus "Langsung Menyerbu Istana
Naga Kuning". Dia bersikap telengas, ini karena dia percaya
sangat akan ketangguhannya.
Hoay Giok sedang sangat bergusar ketika ia menyerang
secara mendadak itu, toh ia terkejut waktu ia mendapatkan
sambutan demikian keras hingga tangannya menggetar dan
terasakan nyeri. Tapi yang membuatnya lebih kaget ialah
waktu ia merasai sambaran angin dan melihat senjata lawan
yang kiri mengarah dadanya, dengan gugup ia terpaksa
menggunakan goloknya melakukan penangkisan. Hingga
dengan susah payah bisa juga ia menyelamatkan dirinya. Ia
lantas mundur lima tindak !
Keng Su tidak mau mengerti, sudah penasaran ia pun
diserang terlebih dahulu. Maka ia lantas berlompat maju
membalas menyerang ! Hoay Giok juga penasaran, ia menyambut serangan itu,
dengan demikian, keduanya jadi bertarung seru. Ia tahu ia
kalah lihai tetapi ia nekad. Ia keluarkan dua-dua
kepandaiannya, ilmu golok Lohan To dibantu dengan ilmu
tangan kosong Lohan Ciang. Maka itu dapat ia bertahan.
Karena pertempuran terjadi secara demikian mendadak,
ketua dari Losat Bun sampai diam saja, begitu juga It Hiong
dan Tan Hong. Kedua pihak bahkan jadi menonton.
Lewat sekian lama kedua pihak masih terus saling
menyerang dengan hebat sekali. Keng Su kecele, sedang
menurut pikirannya dia akan berhasil merobohkan lawan
dalam waktu tiga sampai lima jurus. Karena kecele hatinya
menjadi bertambah panas. Maka tibalah saatnya yang dia
mengeluarkan seluruh tenaganya. Golok disampok tiat pit !
Hoay Giok terkejut. Ia kalah gesit, goloknya kena terhajar.
Hebatnya golok itu terlepas dari cekalan dan terpental !
Keng Su melihat ketika baiknya dia meneruskan menyerang
pula ke arah pampilingan lawan atau dia segera menjadi
kaget. Serangannya itu disambut dengan satu sinar putih
berkelebat, lalu tahu-tahu senjatanya sudah kena
terkutungkan dan di depannya berdiri seorang muda yang
tampan dan gagah. Itulah It Hiong yang membantu kakak seperguruannya. Ia
datang pada saatnya yang tepat.
Keng Su melengak. Lebih dulu dari pada itu tangkisan si
anak muda membuatnya terkejut dan mundur dua tindak.
Hanya habis melengak ia lantas menunjuki kemarahannya.
Matanya pun sampai bersinar berapi.
"Kau berani melanggar pantangan kaum Kang Ouw
menyelak diantara orang yang lagi berkelahi satu sama satu ?"
tegurnya dingin. Dia pula lantas mengasi keluar joan pian
yaitu ruyung lunaknya. It Hiong bersenyum. "Kau menjanjikan tuan kecilmu datang kemari buat
membereskan hutang lama kita !" sahutnya lantang.
"Sekarang aku telah tiba disini, inilah urusan kita ! Sekarang
aku beri ketika kepadamu untuk kau yang mulai menyerang
supaya kalau sebentar kau roboh, kau roboh dengan puas,
kau menerima nasibmu !"
Keng Su sudah siap sedia, joan pian ditangan kiri, hui hoan
gelang terbangnya ditangan kanan. Ia telah membuang tiat pit
rampasan dari Beng Kee Eng. Sebab senjatanya itu tak dapat
dipakai melayani lawannya yang muda ini. Ia pun tidak sudi
banyak omong lagi. Maka ia geraki joan pian dari atas ke
bawah, menyerang kerongkongan si anak muda. Jurus
silatnya ialah yang dinamakan "Ikan terbang melintasi
gelombang." "Bagus !" berseru It Hiong yang berkelit ke samping, untuk
meneruskan membalas membacok pedangnya naik ke atas
terus turun ke bawah mengarah batok kepala lawan itu ! Ia
cuma berkelit setengah tindak membebaskan diri dari senjata
lawan itu. Keng Su melihat ancaman bahaya, ia mundur dua tindak.
It Hiong tak sudi memberi ketika lagi pada lawannya begitu
orang mudur, begitu ia merangsak. Ia lantas menggunakan
ilmu silat pedang Khie bun Pat Kwa Kiam.
Keng Su mempunyai pengalaman dari tiga puluh tahun,
sekarang dia keluarkan semua itu. Dia insyaf salah sedikit
saja, jiwanya bisa melayang. Dia bergerak gesit bagaikan naga
sebab dia telah melihat sinar pedang lawan sudah seperti
mengurungnya. Semua orang Losat Bun menonton dengan prihatin. Ratarata
mereka ngeri menyaksikan bergeraknya pedang lawan
itu. Keng Su berkelahi sambil berpikir keras. Ia tahu yang pasti
ia menang waktu. Di samping mendesak ia selalu mencari
kesempatan yang baik. Ketika itu tiba lewat beberapa jurus
pula. Disaat datang satu bacokan yang sangat hebat, ia lantas
berkelit habis itu, ia lantas membalas dengan ruyung
lunaknya. Tapi ia tidak cuma membalas, ia membarengi
menyerang. Hanya ia memakai tangannya yang lain dan
dengan menerbangkan gelang mautnya ! Sekali menimpuk, ia
melepaskan tiga buah gelang yang menyambarnya berupa
benda hitam ! Sasarannya ialah dada, perut dan kaki !
Jilid 22 It Hiong berkelahi dengan keras, tetapi berhati-hati sempat
ia melihat lawan menggerakkan tangan kirinya. Ia dapat
menerka maksud lawan. Tak mau ia berlaku sembarangan.
Lantas ia menjejak tanah dan lompat tinggi dengan ilmu
ringan tubuh Tangga Mega. Satu kali tubuhnya melesat naik,
bebaslah dia dari ancaman gelang maut itu yang semuanya
menyerang kesasaran kosong.
Melihat lawan menggunakan senjata rahasia, hatinya It
Hiong menjadi panas. Kalau ia kurang awas dan terlambat
sedikit saja ia bisa roboh konyol. Maka ia memandang musuh
itu dengan sinar mata menyala, terus dari atas ia melesat
turun dengan gerakan capung menyambar, sedangkan dengan
pedangnya ia menikam kedada lawan dengan tikaman
"Burung Air Mematuk Ikan."
Semua gerakan itu dilakukan dengan sangat cepat. It Hiong
tahu tak dapat lawan diberi kesempatan menyingkir. Keng Su
sebaliknya melongo ketika mendapatkan hajarannya gagal
semua. Ia mendapatkan tubuh musuh bagaikan lenyap dari
depan matanya. Justru ditengah keheranan itu, serangan
balasan dari si anak muda telah tiba.
Ia kaget sekali, dengan gugup ia menangkis dengan
joanpian! "Tass!" terdengar satu suara dan putuslah senjata lunak itu
yang tak dapat merintangi pedang, sehingga ujung pedang itu
meluncur terus kedada lawan yang jadi sasaran! Keng Su
mengeluar-kan jerit tertahan, tubuhnya lantas roboh terkulai.
Ia kehilangan jiwa tanpa berdaya lagi.
It Hiong mengawasi tubuh musuh-musuh, terus ia
memasuki pedangnya kedalam sarung. Adalah disaat itu ia


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mendengar suara menyambar dari belakangnya. Ia menerka
kepada serangan gelap. Ia berlompat maju satu tindak sambil
terus memutar tubuhnya berbalik ke belakang sambil ia
menolak dengan tangannya. Satu suara nyaring terdengar.
Itulah akibat serangan yang kena terbendung.
Karena hebatnya bentrokan kedua pihak sama-sama
mundur dua tindak! "Curang!" demikian teriakan nyaring tetapi halus. Itulah
suara Tan Hong yang melompat maju menyerang kepada
pembokongnya si anak muda.
It Hiong segera mengenali penyerangnya itu, ialah Cian Pek
Long kun Sutouw Kit salah seorang tongcu, ketua seksi dari
Losat Bun. Ia menjadi heran, pikirnya: "Kenapa dia main
bokong" Bukankah dia telah berlaku sebagai cianpwe hingga
aku menghargainya?" Kiranya Sutouw Kit berbuat demikian saking tak tahannya
menyaksikan kebinasaan Keng Su, sesama tongcu. Ia
menganggap kematian itu memalukan Losat Bun, maka
hendak ia mencoba memperbaiki citra partainya.
Iapun merasa jeri menyaksikan ilmu pedang si anak muda
demikian mahir hingga lantas ia memikir untuk membokong
adalah cara yang baik. Tapi Tan Hong melihat orang berbuat
curang, tak dapat si nona mengendalikan diri lagi. Iapun maju
menyerang hingga mereka berdua jadi bergebrak. Dalam
waktu yang pendek, mereka sudah lantas bertarung secara
seru sekali. "Tahan!" terdengar suaranya Kwie Tiok Giam Po. Seruan itu
tajam bagi siapa yang mendengarnya.
Menyusul itu, tubuhnya Sutow Kit mencelat meninggalkan
kalangan pertempuran untuk kembali kedalam ruangan.
Tan Hong tidak mengejar, dia hanya tertawa dan berkata
kepada It Hiong: "Musuh telah terbinasa, Beng Locianpwe
dapat ditolongi!" Tapi It Hiong berkata perlahan: "Aku masih menyangsikan
kejujuran pihak Losat Bun ini, aku kuatir mereka
menggunakan akal licik. Karenanya jangan kita dibutakan oleh
kemenangan kita ini. Berhati-hatilah!"
Berkata begitu si anak muda menarik ujung bajunya si
nona untuk kembali kedalam pendopo. Hoay Giok sudah
lantas mengikuti, selekasnya dia memungut goloknya yang
tadi terlepas jatuh. "Perhitunganku dengan Keng Su sudah dapat diselesaikan,"
berkata si anak muda kepada ketua Losat Bun, "Oleh karena
itu aku minta sudi apalah Kauwcu memenuhi janji dengan
membebaskan Paman Beng! Dapatkah?"
"Kata-katanya Losat Bun tegak bagaikan kiu-teng!"
menjawab sinenek dengan keras dan dingin nadanya. "Mana
dapat aku menghilangi kepercayaanku terhadap kau, bocah
jika kau mempunyai kepandaian, pergilah kau kegua batu di
belakang puncak sana, sambutlah sendiri pamanmu itu!"
It Hiong tidak mau membuang waktu, ia bahkan tanpa
berkata apa-apa lagi, setelah emberi isyarat tangan kepada
Tan Hong dan Hoay Giok, ia mengundurkan diri dari pendopo
besar itu, terus diikuti kedua kawannya. Tapi begitu ia
menindak dianak tangga, tiba-tiba dari belakang ia mendengar
suara nyaring: "Anak she Tio, kau kembalilah!"
Itulah suaranya sinenek. Kontan It Hiong dan dua
kawannya menduga-duga. Entah apa maunya raja agama
Losat Bun tu" Si anak muda menghentikan langkahnya dan
memutar tubuh untuk menghadapi sinenek itu.
"Ada pengajaran apakah dari Kauwcu?"
"Mari, kemari!" berkata sinenek bengis.
"Aku hendak memberitahukan kau satu hal yang ada
kebaikannya untukmu!"
It Hiong bertindak maju, ia mengawasi tajam semua orang
Losat Bun. "Ada bicara apa, Kauwcu" Silahkan!" katanya singkat.
"Oh, bocah bau!" Lou Hong Hui menyela.
"Kau baru menang sedikit, lantas kau bersikap begini
sombong terhadap ketua kami! Kau kurang ajar!"
Sepasang alisnya sipemuda bangun berdiri, tapi dia
menahan sabar. Ia Cuma mengawasi bengis pada wanita itu
da berkata : "Kau boleh mengatakan apa yang kau suka, tak sempat aku
melayanimu!" "Eh, anak she Tio, jangan tergesa-gesa!" sinenek berkata :
"Aku si tua belum habis bicara!" Dia berhenti sebentar
sesudah mana baru dia meneruskan : "Sudah sepatutnya aku
memenuhi janjiku kepadamu! Urusannya Keng Su sudah
beres, tinggal urusanmu sendiri! Kau telah lancang memasuki
tampat kami ini! Kau telah melanggar aturan kami! Tahukah
kau apakah hukumannya buat pelanggaran itu?"
It Hiong gusar, orang hendak mempermainkannya.
"Kauwcu hendak menghukum bagaimana kepadaku?"
tanyanya, "Coba jelaskan!"
Sinenek menatap tajam. "Siapa lancang memasuki tempat ini, hukumannya ialah
hukuman mati!" Katanya seram. Lagi ia berhenti sejenak.
"Tapi ditanganku si orang tua, suka memberi satu kesempatan
kepadamu supaya kau dapat jalani hidupmu!"
It Hiong terus mengawasi. Tak mau ia segera menjawab.
"Jalan hidup itu," kata sinenek melanjuti : "Kau harus
meyambut sepuluh jurus dari masing-masing tongcu kami.
Habis itu kau mesti mendengar sebuah lagu dari tanganku
yang kuberi nama BIE CIN TOAN HUN MENYESATKAN YANG
BENAR DAN MEMUTUSKAN ROH. Sekarang ini tongcu kami
yang nomor satu dan dua kebetulan tidak hadir, sebab mereka
lagi menghadiri rapat pertandingan ilmu pedang digunung Tay
San, hingga sekarang tinggallah tongcu nomor tiga dan nomor
empat, yaitu Satouw tongcu dan Lou tongcu. Hal ini
memudahkan kau, sebab kau hanya harus melayani dua puluh
jurus"." It Hiong tidak takut, ia suka menerima syarat itu. Maka ia
berkata : "Tio It Hiong mempunyai nyali mendatangi gunung
ini, pasti dia bernyali juga untuk menyambuti jurus-jurus
kamu! Nah, tongcu yang mana yang hendak paling dahulu
menjalankan peraturan kamu, silahkan maju! Jangan kalian
banyak rewel lagi!" Sutouw Kit gusar sekali. "Bocah jangan takabur!" bentaknya.
"Tunggu dahulu!" berkata Kwie Tiak Giam Po dingin. "Partai
kami harus mentaati peraturannya, maka itu kamu pergi
dahulu menolong si orang tua she Beng, habis itu barulah
kamu datang kemari untuk menjalankan hukuman! Asal kamu
masih mempunyai jiwa kamu1"
Hoay Giok pun sengit. "Sute," katanya pada It Hiong. "Jangan layani mereka
mengoceh! Mari kita lekas-lekas pergi menolong suhu!"
Hoay Giok senantiasa ingat gurunya.
It Hiong merapatkan kedua tangannya.
"Jika kauwcu tidak mempunyai ajaran lainnya, dengan ini
aku yang rendah mohon diri!"
Walaupun dia berkata demikian, It Hiong memutar
tubuhnya dan berlalu tanpa menanti jawaban lagi.
Tan Hong mendelik terhadap Sutouw Kit dan Lou Hong Hui,
setelah itu sambil mengasi suara menghina "Hm!" ia menyusul
si anak muda, maka iapun disusul Hoay Giok.
Sekeluarnya dari pintu gerbang. It Hiong beramai
memperhatikan letak bangunan yang menjadi sarang Losat
Bun itu. Dengan begitu mereka bisa menyaksikan gunung di
belakang gedung itu, yang puncaknya berentet-rentet
terutama puncak utamanya yang tinggi sekali. Dari jauh itu,
mereka cuma melihat sebuah jalan naik. Dari situ, tak
kelihatan gua dimana guru atau paman mereka dikurung.
Sudah sinenek tidak memberi keterangan, merekapun tidak
menanyakan. Tan Hong mengawasi si adik Hiong itu, "Sudah adik,"
katanya perlahan. "Buat apa kita memutar otak memikirkan
letaknya gua itu" Lihat di muka pintu gerbang itu, bukankah
disitu ada orang" Bukankah mereka adalah petunjuk jalan kita
yang telah tersedia?"
Nona itu memonyongkan mulutnya ke arah beberapa orang
berseragam itu, yang bertugas di muka pintu gerbang.
It Hiong menggeleng kepala.
"Tak dapat." Katanya keras kepala, tak menyukai
menggunakan kekerasan yang merendahkan martabatnya.
"Itu namanya main paksa-paksa!"
"Kenapa tidak adik" Tanya si nona heran. "Lebih dahulu
dengan hormat kita minta keterangan mereka itu, lalu kalau
mereka menyangkal kita bekuk satu diantaranya1 Musahil
mereka tak takut mati?"
It Hiong memperlihatkan tampang sungguh-sungguh.
"Kakak maafkan, kali ini aku tak dapat menerima baik
saranmu ini!" kata dia. "Dua jalan itu tak akan ada faedahnya,
kalau kita bicara hormat mereka tak akan mempedulikan dan
kalau kita memaksa kita bakal dicela orang! Mustahil kita
bertiga tak mampu mencari gua itu" Mari!"
Pemuda ini terus emutar tubuh, bertindak ke arah belakang
gedung besar itu. Tan Hong dan Hoay Giok terpaksa mengikuti. Selagi
memutar tubuhnya, si anak muda berkata pada si nona:
"Memang pendapatnya Tio sute mengatasi kita satu tingkat!
Aku sangat mengaguminya! Bagaimana dengan kau, Nona
Tan?" Selalu pemuda ini memanggil nona kepada pemudi itu.
Tan Hong tesenyum, ia cuma mengangguk tidak
menjawab. It Hiong berjalan terus, ia tidak menghiraukan dua
orang kawannya itu. Sebentar saja ia sudah melalui belasan
tombak. Maka mau tidak mau Tan Hong dan Hoay Giok lari
menyusul! Selanjutnya mereka berlari-lari. Dalam keuletan, It Hiong
unggul banyak. Itulah karena kasiatnya darah belut. Iapun
menang latihan ilmu ringan tubuh Tangga Mega. Makin lama
ia lari main pesat. Itulah sebab semangatnya, didorong
keinginannya lekas-lekas menyelamatkan pamannya!
Tan Hong menjadi jago dari Hek Keng To, diapun dapat lari
keras, dia mencoba menyusul pemuda yang dicintainya itu.
Tidak demikian halnya dengan Wie Hoay Giok. Dia ini
ketinggalan, meskipun dia sudah termasuk hitungan kelas
satu. Dia mencoba menyusul hingga lekas juga pakaiannya
basah dengan peluhnya. Dimata dia Tan Hong terutama It
Hiong mirip bayangan saja".
Tiga puluh lie sudah dilalui, jalanan makin sukar. Ada
gangguan pohon lebat, pohon berduri dan juga otot-otot
rotan. Jalannya pun berliku.
"Ah?" It Hiong memperdengarkan suaranya. Terus
berhenti bertindak, matanya diarahkan kesekitar.
Tak ada gua yang nampak, yang ada hanya itu batu-batu
karang, rumput dan pohon rotan. Disamping itu gunung sunyi
sekali. "Apakah aku salah mengambil jalan?" pikir anak muda ini,
"Apakah kaum Losat bun sengaja menipu kita?"
Berpikir begini, anak muda ini menyesal juga telah menolak
sarannya Tan Hong untuk minta keterangan orang-orang
Losat Bun sebagai petunjuk jalan. Sekarang ia jadi
memperlambat pertolongannya.
Selagi pemuda ini berpikir terus, tiba-tiba ia mendengar
suaranya Tan Hong : "Adik Hiong".adik Hiong".adik Hiong!"
suara itu terbawa angin" hingga kadang-kadang terputus.
Hanya melengak sebentar, ia lantas lari balik hingga ia melihat
si nona sedang berdiri diatas sebuah batu besar dan
tangannya menggapai ke arahnya, Diantara tiupan angina
yang santer, tampak rambut hitam nona itu bagaikan
gelombang sutera, sungguh indah dipandang.
Lekas sekali It Hiong telah tiba pada si nona.
"Kakak," tanyanya segera, "Apakah kakak mendapati
guanya?" Tan Hong menunjuk ke arah kiri, pada dinding gunung
yang ditutup akar-akar rotan.
"Barusan saja aku melihat satu bayangan manusia
berkelebat di sana." Sahutnya memberi keterangan. "Ketika
aku menyusul sampai disini, bayangan itu sudah lenyap, Kau
lihat pohon rotan demikian lebat, mungkin mulut gua ketutup
pohon itu?" It Hiong mengawasi tempat yang ditunjuk itu. Ia juga
menoleh ke belakang kesarangnya sinenek tua. Untuk pergi
ketempat itu ia terpaksa jalan balik".
"Mari!" katanya, lalu dengan terpaksa ia jalan kembali.
Tepat disebuah tikungan, mereka berpapasan dengan Hoay
Giok yang ketinggalan jauh. Kasihan pemuda itu, ia bermandi
peluh dan napasnya memburu keras. Melihat simuda-mudi dia
menjadi heran. Dia lantas melihat dirinya.
"Eh, eh kenapa kalian kembali?" tanyanya Bicara susah.
Tanpa menantikan jawaban dia menjatuhkan diri untuk duduk
menghilangkan lelah. Tan Hong mengawasi It Hiong.
"Kita membuang-buang waktu?" katanya.
It Hiong sebaliknya mengawasi sang suheng.
"Suheng, apakah kau kurang sehat?" tanyanya. "Dahulu
dilembah Pek Keng Kok kau kuat lari puluhan lie dan bahkan
masih dapat berkelahi dengan musuh tangguh! Kenapa
sekarang kau tampak payah?"
Tan Hong melirik sipemuda, terus dia berkata : "Kau
menggunakan Te In Ciong hingga kau lari bagaikan terbang,
masih kau mengatakan orang lain tak punya guna" Mana
dapat!" It Hiong mengerti, maka lantas ia tampak jengah.
"Maaf suheng," katanya sabil memberi hormat kepada Hoay
Giok. "Aku sangat memikirkan Paman Beng sampai aku lari
tanpa kira-kira, hingga aku membuat suHeng Sangat capek?"
Hoay Giok tidak gusar, bahkan ia melompat bangun sambil
tertawa. Habis istirahat sebentar, ia menjadi segar pula.
"Yang salah ialah aku yang tidak punya guna." Katanya
kemudian, "Tidak dapat aku menyesalkan kau, bahkan dengan
begini aku jadi dapat menghemat lariku?"
Mau tidak mau It Hiong tersenyum, juga Tan Hong.
"Tapi inilah pengalaman!" berkata si nona. "Sekarang kita
boleh berlari sedikit perlahan. Kita ambil jalan disisi dinding itu
untuk pergi kedinding karang di sana yang mungkin ada


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lobang guanya?" Hoay Giok heran. "Kalian belum mendapatkan gua itu?"
"Belum," sahut It Hiong, sedangkan Tan Hong menuturkan
perihal bayangan yang dilihatnya
"Kalau begitu, pastilah itu sebuah gua yang dirahasiakan?"
kata Hoay Giok. Bertiga mereka berjalan bersama. Mereka mesti jalan
perlahan. Sesudah melalui kira-kira lima puluh tombak sampai
juga mereka dikaki dinding itu, yang dibawahnya terdapat
sumber air. "Tadi aku melihat bayangan orang di sana." Tan Hong
memberitahukan sambil menunuk tempat orang melenyapkan
diri. "Karena jaraknya masih sangat jauh, sukar aku melihat
dia tegas-tegas." It Hiong memperhatikan tempat yang ditunjuk itu juga
keatasnya. Dinding tinggi cuma ada akar rotan dan pohonpohon
kecil. Sumber air muncrat dari dinding, airnya
berhamburan. Dibawah sekali barulah ada sumber air itu. Ada
sebuah kolam kecil tempat air itu berkumpul. Kolam itu
terpisah jauh dari sumber air mungkin seratus tombak.
Dengan melihat gerak-gerik bayangan orang yang dilihat
Tan Hong itu, It Hiong menerka mesti ada lobang atau gua
rahasia didekat situ. Ia kasih tau apa yang ia duga itu, maka
bersama-sama mereka memasang mata mencari lubang gua
itu. Sebegitu jauh Cuma tampak akar rotan dan daun-daun,
tiada sesuatu yang mencurigakan, Hoay Giok menjadi
penasaran. "Mungkin nona keliru melihat bayangan" katanya. "Disini
dimana ada tempat untuk orang bersembunyi" Buat apa kita
berdiam lebih lama disini?"
"Kenapa kau menjadi tak sabaran, kakak Wie?" Tanya Tan
Hong tertawa. "Memang sulit mencari lubang gua itu, tetapi
aku merasa pasti, disini kita bakal menemui orang Losat
Bun?" It Hiong memandang nona itu dan juga Hoay Giok.
"Kau pasti merasa letih suheng, baiknya kau duduk menanti
disini." Katanya kemudian pada kakak seperguruannya itu.
"Nanti aku mencoba mendaki dinding gunung itu, untuk
memeriksa akar rotan yang menutupinya."
Kata-kata itu ditujukan juga pada Tan Hong. Habis berkata
si anak muda lantas melompat tinggi dengan lompatan Te In
Ciong, sebab ilmu ringan tubuh itu tidak melulu buat lari jauh
dan cepat tapi juga untuk melompat tinggi. Maka dalam
sekejap tubuhnya mencelat lincah dan pesat seumpama
burung terbang. Tengah It Hiong mendaki itu, mendadak dari dinding
ditempat dimana dia tiba, ada kepala orang yang nongol,
orang itu terlepas rambutnya, mukanya hitam begitupun sinar
matanya tajam sekali. Selekasnya dia melihat orang, dia
menyambar tangannya yang sebelah, buka untuk menangkap
hanya buat melepaskan senjata rahasia, senjata itupun hitam
warnanya. Hampir berbareng dengan It Hiong, juga Tan Hong dan
Hoay Giok yang lagi menanti sambil menyaksikan temannya
melompat naik, telah mendapat serangan serupa. Hanya
serangan ini datangnya dari tempat tidak seberapa jauh dari
tempat pertama. Penyerangnyapun hitam muka dan sinar
matanya sangat tajam. It Hiong kaget karena serangan mendadak itu, tapi dia
tidak bingung. Dengan cepat dia berhasil menyampoknya. Ia
hanya terkejut pula setelah mendapatkan kenyataan senjata
rahasia itu berupa seekor ular beracun! Tan Hong pun bebas
dari serangan gelap itu. Dia melihat serangan datang sambil
berkelit. Dia menghajar dengan sanhu pang. Maka senjata
rahasia itu juga roboh mati dengan mengeluarkan darah
sebab badannya remuk. Tidak demikian dengan Hoay Giok, pemuda ini sedang
duduk diam sambil matanya dipejamkan, ia mendusin dengan
terkejut ketika merasakan angina menyambar ke arahnya.
Lantas ia berkelit, tapi terlambat sedikit, tahu-tahu bahu
kirinya telah kena terpagut senjata rahasia yang istimewa itu.
"Aduh!" ia menjerit perlahan, tanan kanannya terus dipakai
menyampok, tapi tangan itu juga disambut dengan pagutan
bahkan kali ini nyerinya luar biasa sampai keulu hati.
Ular licik itu habis menggigit dia menjatuhkan diri dan
menghilang diantara rumput tebal!
Hebat Hoay Giok. Dia roboh seketika, mukanya menjadi
pucat, mulutnya mengeluarkan rintihan, bakan tangan dan
kakinya terus menggigil. Tan Hong menyaksikan kawannya itu, dia menjadi kaget
sekali. "Kakak Wie, kau kenapa?" tanyanya, terus ia cepat
menghampiri untuk memeriksa lukanya yang berada didua
tempat, bahu kiri dan tangan kanan. Disaat ia hendak
membangunkan tubuh kawannya itu, mendadak dua
bayangan orang melompat kepadanya, masing-masing
menyerang dengan golok dan cambuk.
Walaupun ia kaget, ia lompat berkelit membebaskan diri
dari bacokan dan cambukan. Setelah itu ia membalas dengan
senjatanya. Lebih dahulu ia lompat kepada lawan yang
bersenjata cambuk, untuk mendesaknya mundur sebelum
orang sempat menggunakan lagi senjatanya. Habis itu ia
melompat ke arah Hoay Giok, yang sedang dihampiri musuh
yang bersenjata golok, yang mau membacoknya. Satu
sampokan ruyung membuat golok musuh terpental dan
tubuhnya tertolak mundur dua tindak!
Setelah mengawasi kedua penyerangnya, Tan Hong heran,
kiranya mereka orang-orang suku Biatuw yang mukanya
hitam-hitam, juga matanya, rambut riap-riapan. Kakinya tanpa
sepatu, tubuh bagian atas telanjang dan bagian bawahnya
tertutup semacam kain. Usia mereka rata-rata tiga puluhan.
Karena terpukul mundur, kedua orang Biauw itu melengak,
tapi hanya sebentar lantas keduanya maju pula. Sambil
berseru-seru mereka mengurung si nona.
Tan Hong menjadi sangat mendongkol, mukanya menjadi
merah berapi. Sudah dikerubuti tadipun dibokong. Tak ayal
lagi ia mengeluarkan ilmu silat pulau Hek Keng To dan balas
menyerang. Ia bergerak lincah berputaran sebab ia selalu
mesti menjauhkan diri dari cambuk. Setelah jauh lalu
mendesak. Kalau ia terus merenggangkan diri, ia menjadi
repot. Itulah maunya cambuk hingga ia bisa dicambuki tanpa
henti. Dilain pihak dengan ruyung tak dapat ia membuat
kutung cambuk itu. Ternyata dua orang Biauw itu bukan sembarang orang,
mereka dapat bersilat dengan baik dengan masing-masing
senjatanya itu. Mereka pun sangat bersemangat dan cerdik,
sebab mereka tak membiarkan senjata mereka terhajar
ruyung si nona! Mereka dapat maju dan mundur dengan
cepat. It Hiong sementara itu habis menyampok ular terus
menyambar akar rotan, hingga dia dapat mempertahankan
dirinya tak jatuh. Tepat waktu itu, telinganya mendengar
suara mendatangi. Datang dari bawahnya! Maka segera ia
melihat Tan Hong tengah dikepung dua orang musuh dan
Hoay Giok rebah tak berkutik ditanah.
Ia terkejut dan segera ia melepaskan tangannya untuk
lompat turun bahkan tanpa mengatakan sesuatu, dengan
pedangnya ia terus menyerang orang Biauw yang bersenjata
cambuk itu. Hanya dengan satu gebrakan, orang Biauw itu
sudah kaget sekali. Cambuknya kutung, saking jerinya dia
memutar tubuh dan menjauhkan diri.
It Hiong tidak mengejar hanya terus ia menghadapi orang
itu dan bertanya : "Siapakah kau?"
Anak muda ini tidak ketahui bahwa orang Biauw itu
bernama Michi dan kawannya yang bersenjata golok Shali.
Mereka adalah murid-muridnya Kiu Lam It Tok Sia Hong, Si
Tunggal Beracun dari Kwiecu Selatan.
Sia Hong menjadi ahli racun ular. Semua senjatanya
empunyai racun, maka orang berikan dia gelar tersebut, jago
ahli racun satu-satunya. Dia tinggal menyepi di Kwiecu
Selatan, hidup diantara ular-ular jahat.
Karena ia sering memasuki wilayah suku Biauw, ia jadi
kenal bangsa itu dan mengetahui adapat kebiasaannya hingga
akhirnya ia menerima dua orang muridnya itu, yang ia ajari
ilmu silat dan cara menggunakan racun. Sebenarnya Sia Hong
hidup diantara dua golongan sesat dan lurus. Diapun
bersahabat dengan Kwie Lok Giam Po. Pertemuannya dengan
ketua Losat Bun terjadi waktu dia mengejar seekor ular
beracun sampai di Ay Lao san, dimana dia tinggal beberapa
bulan lamanya dan telah bertemu dengan orang Losat Bun
yang mengajaknya kenal dengan sinenek, hingga mereka itu
menjadi sahabat erat. Bersama dua muridnya itu, Sia Hong tingal didalam gua,
guna memperdalam kepandaiannya menggunakan racun ular.
Guanya itu ia beri nama "Sarang Ular" tempat melatih racun.
ketika Beng Kee Eng kena dipancing Keng Su mendatangi Ay
Lao San, ia kena racunnya Sia Hong hingga ia menjadi
kehilangan tenaganya hingga tertawan dan dikurung didalam
gua batu. "Aku Mikhi!" sahut orang Biauw itu yang bersenjata
cambuk. Dia bicara keras dan bersikap bengis. "Kalau kau
berani mendekati aku satu langkah lagi. Awas, akan aku
berikan kau racun jahat dari guruku Kin Lam It Tok!"
Mendengar disebutnya gelar Kin Lam It Tok itu, alisnya It
Hiong berbangkit, terus ia berpikir. Pernah ia dengar nama itu
entah dari siapa, ia lupa. Maka ia lantas mengingat-ingatnya.
Dua kali ia mnyebut gelaran itu serta menerka-nerka dia orang
macam apa" Tengah si anak muda berpikir, ia mendengar jeritan
"Aduh!" dan melihat orang Biauw bersenjata golok itu roboh
dengan mulutnya mengeluarkan darah sebab dia terhajar Tan
Hong hingga terluka dalam.
Menyusul itu Tan Hong berkata keras : "Adik Hiong, lekas
tolongi kakak Wie! Kenapa kau masih bicara saja dengan
orang Biauw itu?" It Hiong terkejut. Ia lantas lompat mendekati Hoay Giok
serta memegangi tubuhnya buat dibangunkan. Ia melihat
muka orang merah dan panas, matanya dipejamkan, mulut
mengeluarkan busa, sedangkan napasnya tersengal-sengal.
Tampak kedua lengannya bengkak dan melar dua kali lipat.
"Kakak! Kakak!" Ia memanggil-manggil, "Kakak! Kau
kenapakah?" Hoay Giok tidak menjawab, dia diam saja, tubuhnya sangat
lemas san tak kuat ia berdiri.
Tan Hong menghampiri. "Dia pasti terkena racun ular!" kata si nona.
"Tadi aku lihat dia roboh setelah terpanggut ular yang
dilempar ke arahnya, Adik Hiong dapatkah obat Hosin Ouw
menolong dia?" Ketika itu It Hiong bingung bukan main, sampai ia
mengeluarkan air mata. Masih ia memanggil-manggil sang
kakak, sampai suara Tan Hong menyadarkannya. Karena itu ,
ia lantas ingat obat untuk melawan racun hadiah dari pendeta
tua dari Bie Lek Sie digunung Kiu Kiong San.
"Tertolong!Tertolong!" serunya berulang-ulang kegirangan.
Tan Hong menggantikan memegang Hoay Giok.
"Lekas! Lekas keluarkan obat itu!" dia menganjurkan It
Hiong, diapun sangat kuatir melihat kondisi kawannya itu.
It Hiong merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah botol
kecil dari kaca hijau, ia lantas membuka tutupnya dan
mengeluarkan enam butir obat pulung yang langsung diremas
dalam kepalannya, setelah itu ia menotok jintiong, hisungnya
Hoay Giok, terus memaksa membuka mulutnya
untukmemasukkan obat tersebut. Tapi saat itu Hoay Giok tak
dapat mengunyah sehingga obat tetap terkumur saja!
Tan Hong merebahkan tubuh Hoay Giok ditanah.
"Adik Hiong, coba paksa memasukkan obat itu dengan
tenaga dalammu!" katanya.
Dia bingung, tapi dia cerdas dan bisa berpikir cepat. Diapun
lantas membantu dengan menekan tangan kanannya pada
jalan darah teng-bun dari pemuda yang keracunan tersebut.
It Hiong menurut, ia lantas bekerja. Ia membungkuk
membawa mulutnya ke depan mulut Hoay Giok sesudah mana
ia segera mengemposkan tenaga dalamnya.
Ternyata usaha itu memberi hasil. Obat dapat terdorong
masuk kedalam tenggorokannya. Lalu tak berselang satu jam,
perutnya anak muda itu berbunyi keruyukan nyaring. Itulah
tanda obat sudah bekerja dengan baik.
Menyusul itu lekas sekali tampak Hoay Giok membuka
kedua matanya dan kaki tangannyapun bergerak-gerak.
Karena itu It Hiong lantas menghentikan bantuannya.
"Kakak! Kakak Wie!" ia memanggil-manggil.
Tan Hong menarik pulang tangannya dan membantu orang
buat diangkat bangun guna duduk menyandar pada sebuah
batu besar. Lewat sekian lama baru Hoay Giok dapat membuka
mulutnya. "Sute aku mual sekali?" katanya sukar. Dan belum
suaranya habis lantas dia muntah mengeluarkan cairan hitam
yang bau.nyaksikan itu, It Hiong dan Tan Hong lega, itu
artinya semua racun sudah dapat dikeluarkan hingga tidak lagi
mengancam jiwa Hoay Giok.
"Kakak wie, bagaimana kau rasa sekarang?" Tanya Tan
Hong. "Sekarang aku tidak merasakan apa-apa kecuali letih."
"Kalau begitu kakak istirahatlah!" kata It Hiong, "Lebih baik
lagi kalau kau meluruskan pernapasanmu."
Hoay Giok menurut, ia mencoba duduk dengan tegak.
Baru sekarang It Hiong ingat musuh. Ia mendapati
lawannya Tan Hong lagi duduk meluruskan dirinya, sedangkan
lawannya, yaitu Mikhi telah pergi entah kemana, rupanya dia
sudah kabur dari tadi. Tan Hong menunjuk orang Biauw itu, katanya pada It
Hiong : "Dialah yang membantu kita mencari mulut gua itu!"
Si anak muda mengangguk. Ketika itu sudah mendekati
magrib, setelah melirik Hoay Giok, iapun duduk dibatu dan
nampaknya lesu. Tan Hong menghampiri seraya membawa kue kering.


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mari makan!" kata nona itu tertawa.
"Kakak Wie mengalami bencana, kelihatannya Kin Lam It
Tok benar-benar lihai. Entah dia memiliki racun apa lagi yang
lebih dahsyat." It Hiong makan kue itu, tak dapat ia menjawab, lalu ia
minum dari kantungnya. "Tak usah kita takut padanya!" katanya kemudian. "Dunia
Kang Ouw boleh memuji dia tapi kita membekal obat mujarab
dari pendeta tua Bie Lek Sie."
Tan Hong mengangguk. "Kau benar adik, cumalah tak ada salahnya kita waspada?"
katanya. It Hiong mengawasi nona it, ia terharu untuk kebaikan
hatinya. "Kau baik sekali kakak," katanya sungguh-sungguh. "Kau
telah membantu kami tanpa menghirauka ancaman bencana,
tak tahu aku bagaimana membalas budimu ini?"
Tan Hong tersenyum, ia merasaka hatinya sangat bahagia.
Ia memandang pemuda itu lalu tertunduk.
"Dengan kata-katamu ini adik, kau seperti memandang aku
sebagai orang luar?" katanya perlahan. Dari duduk ia berdiri
lalu membalikkan tubuhnya. Lantas juga terdengar bisiknya
perlahan. It Hiong melengak, ia lantas berdiri dan menghampiri nona
itu dan memegang bahunya.
"Oh kakak," katanya, "Aku meyesal karena kata-kataku tadi
kau berduka, apa salahku" Harap kau sudi memaafkan aku?"
Dia a maju ke depan nona itu buat menjura.
Tan Hong berbalik, air matanya berlinang. Ia menatap si
anak muda hingga sinar mata mereka bentrok, keduanya
berdiam saja. Hati mereka yang bekerja masing-masing.
Tiba-tiba Tan Hong tertawa, dengan saputangannya lekaslekas
ia menghapus air matanya dan melirik si anak muda.
"Bukankah telah aku katakan, adik?" katanya kemudian,
suaranya rada menggetar. "Buatku sudah cukup asal kau tidak
menyia-nyiakan hatiku?"
It Hiong terdiam. Ia bukannya tak mengerti maksud orang.
Hanya keadaan menyulitkannya. Diam-diam ia menggigil
sendirinya, kenapa selalu asmara mengganggunya" Kenapa
setiap wanita yang ditemuinya menyukainya" Kenapa orang
ska membantu dia dengan mempertaruhkan jiwanya" Maka
itu, tegakah ia menampik budi kebaikan itu" Pasti ia akan jadi
manusia tak berbudi, tak mempunyai perasaan kemanusiaan"
Dalam masgul, anak muda ini Cuma bisa menghela napas"
"Kau kenapa, adik?" Tanya Tan Hong yang mengawasi
orang. "Aku rasa aku dapat menebak hatimu itu. Aku ingat
pepatah kuno : Dapat satu, mengetahui diri sendiri matipun
tak meyesal. Kakakmu ini justru mau bekerja untukmu,
biarpun darahku harus muncrat digunung sunyi ini aku akan
tersenyum diaLam Sana! Sebaliknya aku tak suka mendengar
kau mengucapkan terima kasih atau bersyukur terhadapku,
itulah artinya kau mengaanggap aku orang asing! Sudah,
jangan memikir terlalu banyak, kau membikin ruwet dirimu
sendiri!" It Hiong menarik napas dalam dalam, ia tidak mengatakan
sesuatu. Sang angin bersiur perlahan, membuat ujung lengan baju
mereka bergerak-gerak. Anginpun membawakan harum tubuh
si nona memasuki hidung It Hiong, hingga sipemuda tak
keruan rasa. Ia mengendalikan diri, ia mengangkat kepala
memandang langit, mengawasi malam.
Tanpa merasa sang malam telah tiba. Malam sunyi seperti
diwaktu siang, hanya kali ini mendadak ada satu suara yang
menggangunya. Sebuah siulan lama dan nyaring membuat
gunung bagaikan bergetar dan berkumandang ke empat
penjuru lembah. Menyusul itu dua bayangan orang tampak
berlari mendatangi. Orang yang pertama sampai itu lantas
menghampiri si orang Biauw yang masih duduk diam. Terus
tubuhnya diangkat dan dibawa pergi.
It Hiong melompat maju, ia menyerang punggung orang
dengan satu serangan tangan kosong.
Orang itu berkelit, terus membalas menyerang dengan
senjata rahasia, terus lari lebih jauh. Tapi It Hiong sudah
melompat lagi menghadang di depannya.
"Jika kau benar gagah, mari sambut pukulan Hang Liong
Hok Houw ku!" tantangnya, dan terus ia menyerang pula.
Orang itu terdesak, kalau ia terhajar pasti akan mendapat
luka dalam. Dasar ia lihai berkelit, dengan lompat kesisi jauh satu
tombak lebih. Sekarang dia tak lari lebih jauh, hanya dia
berdiri diam sambil tertawa berulang kali, suaranya tak sedap
didengar. Habis itu dia berkata tawar : "Hm! Hm! Bocah! Kau
pernah apakah dengan Pat Pie Sin Kit" Kenapa kau berani
banyak tingkah dengan Hiang Liong Hok Houw Ciang di depan
aku si orang tua?" It Hiong heran hingga ia melengak. Segera ia mengawasi
orang itu hingga sekarang ia dapat melihatnya dengan jelas.
Dia ternyata seorang tua dengan tubuh sedang, tampangnya
bersih , tatapan matanya tajam, sinarnya berkilau. Dia
memelihara kumis dan janggut "kambing gunung", bajunya
baju kasar, sepatunya ringan. Pada pinggangnya, kiri dan
kanan, ia gantungkan beberapa karung, entah apa isinya
semua itu. Dan dipunggungnya ada semacam benda,
dikatakan seruling bukan seruling, warnanya hitam mirip pipa
panjangnya tiga kaki lebih. Ia bersikap jumawa, wajah dan
tampangnya mendatangkan perasaan tegang.
Selekasnya dia sadar, It Hiong merasa kurang puas, maka
ia juga menjawab nyaring :"Akulah Tio It Hiong dan Put Pie
Sin Kit In Gwa Sian adalah ayah angkatku! Kau sudah berusia
lanjut tapi lagakmu tak menghormati diri sendiri! Kenapa kau
mudah saja bicara keras?"
Mendengar itu, sepasang alis si orang tua bangun. Segera
ia berkata dengan dingin : "Bocah, kau dengar! Kamu sudah
melukai muridku, tapi sekarang kau masih berani putar lidah
dihadapanku! Nampaknya kaulah si orang mampus! Nah, coba
kau rasai tangannya Kin Lam It Tok!"
It Hiong terperanjat mendengar orang memperkenalkan
diri. Kiranya inilah si racun tunggal dari Inlam selatan, jago
atau ahli racun ular. Ia segera ingat pamannya, maka
bukannya menyambut tantangan malah ia bertanya : "Apakah
paman Beng ku dikurung olehmu didalam guamu?"
Kin Lam It Tok tidak menjawab, ia hanya tertawa dingin,
keras dan nyaring. "Eh, bocah! Kalau kau berpikir untuk
membebaskan si orang she Beng dari guaku sarang ular, sama
saja kau menyia-nyiakan jiwamu! Aku si orang tua
menyayangkan usiamu yang masih muda, dan kaupun
nampaknya bukan sembarang orang Kang Ouw karena
nyalimu besar! Nah, bocah, meskipun kau sudah melukai
muridku, suka aku memberi ampun padamu! Jika kau tahu diri
pergilah kau turun gunung!"
It Hiong tak puas dengan tingkahnya orang tua itu.
"Kebaikan hatimu ini orang tua, aku terima dengan baik!"
Katanya. "Akan tetapi aku mempunyai pendirian lain. Seorang
laki-laki dia harus tahu budi dan wajib tahu membalasnya!
Apakah kau sangka It Hiong adalah seorang yang takut dan
cuma memahami hidup" Tidak! Aku bukan manusia rendah
semacam itu! Jika aku tak mempunyai kepandaian untuk
menolong pamanku, tidak nanti aku datang kegunung Ay Lao
San ini. Aku sudah berkeputusan tidak akan meninggalkan
tempat ini selama aku masih bernyawa! Ada berapa banyak
racun dalam sarang ularmu yang dapat menghadang aku
memasukinya!" Kin Lam It Tok menjawab dengan jumawa :"Tidak banyak!
Tidak banyak! Julukanku It Tok, si tunggal racun, tapi
walaupun tunggal kau bakal merasakan cukup banyak!" Ia
berhenti sedetik lantas menambahkan : "Guaku itu berada
diatas dinding itu, jika kau benar mempunyai nyali besar,
naiklah kesana kau boleh coba-coba racunku!"
Habis berkata itu , dia menjemput pula muridnya dan terus
mengangkat kaki. Perlahan-lahan jalannya.
It Hiong kuatir orang nanti meracuni pamannya, hendak ia
mencegahnya, maka lantas ia berkata pula : "Orang tua,
namamu menggetarkan dunia Kang Ouw, tapi kenapa kau
berbuat begini macam terhadap aku. Bukankah kita tidak
saling kenal dan tidak bermusuhan" Sungguh sayang, kau
termasyur tapi kau kesudian menjadi andalannya pihak Losat
Bun! Kenapa kau mengurung Paman Beng yang telah melepas
budi besar padaku" Aku datang kemari buat menolong orang
guna membalas budinya itu, karena itu terpaksa aku telah
mendatangi wilayahmu ini! Orang tua karena kaulah seorang
tersohor, bersediakah kau menjanjikan sesuatu" Supaya
hatiku Tio It Hiong menjadi puas dan takluk!"
Kin Lam It Tok menunda langkahnya dan berkata dingin :
"Bocah kembali kau hendak main-main! Apakah kau sangka
kau sederajat denganku hingga kau menantang janji
menghendaki aku menawarkan syarat kepadamu?"
"Itu bukan maksudku orang tua!" It Hiong berkata. "Yang
kukehendaki adalah satu cara lain! Hendak aku mengutarakan
itu, kau suka menerima baik atau tidak, terserah padamu!"
Si Tunggal Racun heran hingga dia mendelong.
"Eh, bocah kau sebutkanlah!"
It Hiong menunjuk tampang sungguh-sungguh dan berkata
: "Kami tidak hendak merintangi kau menolong muridmu!
Bahkan sebaliknya mungkin aku dapat mengobati lukanya
itu"..!" Kin Lam It Tok memotong kata-katanya dengan tertawa.
Dengan lagak san suara memandang remeh dia berkata :
"Syaratnya itu ialah aku membebaskan si orang she Beng"
Benarkah?" It Hiong tidak menjawab langsung, katanya sabar : "Kita
tidak bermusuhan satu sama lain, atas nama dunia Kang Ouw,
dapatkah kau lakukan itu, orang tua! Walaupun demikian
itulah syarat yang tak aku kehendaki!"
Orang tua itu agak habis sabar.
"Eh bocah!" bentaknya, "Kenapa kau bicara setengahsetengah?"
Alisnya It Hiong bangkit berdiri lantas ia berkata dengan
gagah : "Kau harus berjanji akan tidak mencelakai pamanku
itu, setuju!" It Tok tertawa dingin. "Oh, kiranya begitu?" katanya. "Jika aku tidak suka berjanji,
habis kau mau apa" Apa kau sangka kau dapat mencegah aku
si orang tua?" Tepat waktu itu, diantara sinar rembulan terlihat satu
bayangan orang berkelebat, terus terdengar suara nyaring tapi
merdu , "It Tok! Kalau kau benar jago, beranikah kau
merampas muridmu dari tanganku?"
Berbareng dengan suaranya, orangnya sudah berada di
depannya jago tua dari Kwiecu Selatan itu. Dialah si Nona Tan
Hong, yang dengan kecerdikannya sudah merampas Michi
yang ia pegang nadinya atau urat kematiannya. Dengan tak
dapat berkutik, orang Biauw itu mandah dituntun.
Kit Lam It Tok berdiam, dia melihat suasana tidak baik, lalu
ia batuk-batuk. "Bagaimana dengan syaratmu kalau itu ditukar dengan
muridku ini?" tanyanya kemudian.
It Hiong menjawab dengan cepat dan secara polos. "Kalau
itu yang kau kehendaki orang tua, terserah!"
Tan Hong tertawa terkekeh-kekeh, katanya : "Dengan
syarat ini orang tua, kau telah menang diatas angin! Masihkah
kau tak mau menerima dengan baik?"
It Tok menjawab dengan cepat : "Baik, beginilah janji kita!
Aku tak akan mencelakai pamanmu itu!"
"Tapi kami tidak menerima dengan baik!" mendadak
datang satu suara keras dan galak, menyusul mana muncullah
orangnya berlompat datang.
Merekalah Tok Pie Longkun Sutouw Kit dan Cie Ciu Koan
Im Lou Hong Hui. Mereka lantas berdiri di depan It Tok dan
rombongan It Hiong. Lantas Sutouw Kit mengawasi It Tok untuk berkata : "Kami
dari Losat Bun, kami orang-orang yang tak suka melakukan
sesuatu yang gelap! Kami datang kemari untuk mengambil
jiwanya si orang she Beng! Inilah saatnya buat membalas
darah yang dimuncratkan. Locianpwe, buat apa kau melayani
mereka ini?" Mendadak parasnya It Tok berubah menjadi seram, dengan
dingin ia berkata : "Aku si orang tua, aku bisa mengatakan
satu tapi tak pernah menjadi dua. Dengan bocah ini aku telah
berunding dan berjanji! Perkataanku telah keluar, aku harus
membuktikan itu! Dalam urusanku ini, apakah kalian sangka
ada orang diluar yang dapat campur tangan" Tidak! Nah
kedua tongcu, kalian ada bebas, kalian dapat melakukan apa
yang kalian suka asal itu urusan masing-masing! Nah, maaf
aku si orang tua tak dapat melayani kalian lebih lama!"
Menutup katanya itu, jago tua ini menyambuti Mikhi dari
tangan Tan Hong untuk dipondong dan dibawa pergi! Kali ini
dia berlalu sambil berlari-lari hingga dilain saat lenyap sudah
bayangannya! It Hiong pandai melihat suasana. Ia lantas mendapat
kekuatiran Sutouw Kit dan Lou Hong Hui nanti pergi
kesarangnya It Tok untuk mencelakai pamannya, lekas-lekas
ia berkata pada Tan Hong! "Kakak, sebenarnya buat apa kita
datang kegunung Ay Lao San ini?"
Tan Hong heran mendengar pertanyaan itu, tapi ia dapat
berpikir cepat, dan dapat menangkap maksud It Hiong. Maka
dengan cepat juga ia memberikan jawaban : "Kita datang
kemari guna menolong Beng Locianpwe bebas dari dalam
kurungan !" "Sekarang ada orang hendak mencelakai Beng Locianpwe
itu." Kata pula It Hiong, "Maka itu apa yang harus kita
lakukan?" Tan Hong menjawab nyaring : "Orang yang ingin
mencelakai Beng Locianpwe itu ialah musuh besar kita, maka
kita basmi saja tanpa ampun!"
Suara nyaring si nona sampai menyadarkan Wie Hoay Giok
yang sekian lama itu terus bersemadi memulihkan
kesehatannya. Dia melompat bangun dan lari menghampiri.
Selekasnya dia melihat Sutouw Kit berdua, dia mengawasi
mereka itu dengan bengis.
Lou Hong Hui gusar, dia membentak : " Kamu dua mahluk


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

celaka, jangan kamu banyak bicara yang tidak-tidak! Kamu
tahu gunung Ay Lao San ini adalah tempat kuburanmu
semua!" Kata-kata nyonya ini ditutup dengan satu serangan
joanpian kepada It Hiong.
Si anak muda tidak menangkis atau mundur. Ia justru
melompat maju dua tindak terus ia balas menyerang dengan
dua tangan berbareng. Ia menggunakan dua jurus dari ilmu
silat Hiong Liong Hok Ciang, Tangan Menaklu Naga
Menundukkan Harimau. Tangan kanan dengan jurus "Didalam
Awan Mengambil Bulan, sasarannya ialah jalan darah siuteng
sedang tangan kiri dengan jurus "Dengan Sebelah Tangan
Menawan Naga" yang bergerak untuk menangkap tangan
lawan yang memegang joanpian itu.
Hong Hui terperanjat. Ia menyerang siapa tahu ia justru
yang didahului. Ia menjadi repot sebab sulit buat ia
menggunakan terus senjatanya itu. Ia justru harus
menyelamatkan diri untuk mundur atau berkelit juga sukar.
Maka terpaksa ia lantas menggunakan jurus "Tian Poan Kio"
Jembatan Papan Besi. Ia bebas dari sambaran tangan kanan
lawan tapi anginnya itu membuat mukanya terasa panas.
Dilain pihak ia menurunkan tangan kanannya dengan kaget
sambil menggerakkan senjatanya untuk melindungi diri.
Barulah setelah itu ia dapat melompat mundur dua tindak.
It Hiong tidak mau memberi hati. Orang mau
membinasakan pamannya, ia menjadi gusar. Setelah musuh
itu mundur, ia maju menyusul kembali menyerang, kedua
tangannya bergerak tak hentinya.
Karena dia telah terdesak, Hong Hui menjadi sangat repot.
Tak berdaya dia dengan senjatanya itu. Diapun merasa tangan
lawannya bergerak secara luar biasa. Tapi diapun tersohor
sebagai siganas, dia tidak takut lantas menggertak gigi.
Segera ia menggunakan ilmu silat Im Yang Ciang, ilmu tenaga
dalam Losat Bun. Dengan begini diapun menggunakan kedua
tangannya. Tangan kirinya lantas berubah menjadi bayanganbayangan
dari seratus lebih tangan yang semua eluncur
kepada si anak muda, kemuka, dada dan perut.
Demikianlah, maka bertempurlah kedua macam ilmu silat
dari kedua partai lurus dan sesat.
Tenaga dalam Hian Bun Sian Thian Khie kang melawan
Losat Bun dan Hong Hok Louw Ciang melawan Im Yang Ciang.
Bahkan sebenarnya It Hiong sendiri mewakili dua partai, yaitu
Pay In Nia dan Pat Pie Sin Kit.
Jilid 23 Bertarung belum lama Hong Hui terperanjat sendirinya. Ia
mendapat kenyataan lama-lama gerak gerik tangan kirinya tak
cocok dengan gerakan tangan kanannya yang mencekal
joanpian. Ia cerdik, hendak ia menggunakan akal. Hendak ia
melayani tetap pada It Hiong dengan dilain pihak berniat
melepaskan joanpian hanya bukan diledaki dengan begitu saja
tetapi sambil dipakai menyerang secara menggelap kepada
pihak musuh! Pada musush yang lagi menonton dipinggiran
yang tak bersiap sedia! Akan tetapi Tan Hong yang dijadikan sasaran adalah
seorang yang berpengalaman ia jeli telinganya awas matanya
ia lantas melihat ada bayangan melesat ke arahnya dengan
cepat ia berkelit sambil membungkuk dalam sedangkan
dengan tau ho pang ia menangkis katas. Maka itu joanpian
lawan terhajar menggeletak ditanah!
Hong Hui menyesal akan kegagalannya itu, tetapi dia tak
dapat berpikir lagi, dia mesti mengutamakan perlawanannya
terhadap It Hiong. Dia melayani selama lima puluh jurus
Pendekar Bodoh 4 Pangeran Anggadipati Seri Kesatria Hutan Larangan Karya Saini K M Memanah Burung Rajawali 8

Cari Blog Ini