Ceritasilat Novel Online

Iblis Sungai Telaga 27

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bagian 27


ialah batu itu lantas menjadi hangus seperti bekas terbakar !
Maka celakalah siapa terkena piauw jahat itu !
Masih satu piauw mencelat kepada si orang utan, ketika dia
ini berkelit, piauw meluncur terus pada seseorang yang
berseragam hitam itu. Dia terkena pipinya, dia menjerit, terus
dia roboh seketika, tak berkutik pula. Ketika dia kena terhajar,
piauw mengeluarkan asap biru, waktu dia roboh terkulai,
cepat sekali dagingnya lodoh dan lepas dari tulang-tulangnya !
Tatkala itu It Hiong pun maju. Sebab ia tak dapat
membiarkan orang nanti menyerangnya dengan piauw "walet"
yang lihai itu. Ketika itu pula, Yan Tio Siang Cian sudah
berhasil merapatkan diri pula satu dengan lain, hingga golok
mereka dapat dibuat bersatu padu kembali.
Kembali Kiauw In menempur kedua musuhnya. Nampaknya
kedua belah pihak seimbang kekuatannya. Tapi setelah It
Hiong dan Ya Bie maju, perubahan sudah mengambil tempat
dengan cepat sekali. Lebih-lebih karena si anak muda tak sudi
memberi hati. Baru sepuluh, dua saudara Leng sudah lantas kena
terkurung. Syukur bagi mereka, ilmu golok Cu-NgoHap Pek To
lihai sekali, mereka masih sanggup bertahan. Kiauw In tidak
sudi mengepung lawan. Melihat majunya It Hiong bersama Ya
Bie, ia lantas mencari kesempatan buat mengundurkan diri,
untuk berdiri diam di pinggiran seraya memasang mata,
bersiap sedia buat sesuatu kejadian. Dari empat orang
berseragam hitam, semua sudah melayang jiwanya. Kecuali
yang satu yang terbinasa piauw jahat itu, tiga yang lain
menyerahkan jiwanya pada pagutannya sang ular hijau.
Pertempuran di antara It Hiong dan YanTio Siang Cian
berjalan terus, hanya kali ini tak berlarut-larut lagi. Lewat
sesaat, sinar pedang menyambar kedua saudara she Leng itu,
Leng Gan menangkis dengan goloknya, hingga kedua senjata
bentrok keras dan berisik sekali, hanya menyusul itu, darah
muncrat berhamburan, disusul robohnya tubuh si penderita
cacat yang terguling di tanah ! Namun korban itu bukannya
sang kakak, hanya Leng Ciauw sang adik !
Apakah yang telah terjadi " Kejadian itu membuat It Hiong
menjublak sedetik ! Sebenarnya ilmu silat Cu-Ngo Hap Pek To dari Yan Tio
Siang Cian juga berdasarkan kedudukan Ngo Heng atau panca
benda, ialah emas, kayu, air, api dan tanah, yang satu sama
lain saling menarik manfaatnya. Dengan demikian, kedua
saudara itu biasa bergerak saling mengambil atau menukar
tempat. Ketika It Hiong menikam, tepat Leng Gan dan Leng
Ciauw sedang menukar tempat, maka itu Leng Gan selamat
dan sang adik bercelaka !
Sebenarnya Leng Ciauw masih sempat menangkis, tetapi
disini mereka mengadu bukan melulu tenaga luar, golok
melawan pedang, hanya tenaga dalam, maka itu, sebab si
orang she Leng keteter, dialah yang kalah dan roboh sebagai
korban ! Kagetnya Leng Gan bukan kepalang, sendirinya tubuhnya
segera mencelat mundur, hatinya giris menyaksikan
saudaranya roboh dengan bermandi darah. Dia bergemetar
dan bermandikan peluh seketika juga. Tanpa ragu pula, dia
memutar tubuhnya buat terus melangkah, mengangkat kaki
panjang untuk kembali ke dalam rumah batu itu !
Bukan main mendelnya It Hiong menyaksikan cara
pengecut dari Leng Gan tiu. Dia bukan bergusar dan berdaya
membalaskan sakit hati adiknya, dia justru kabur. Saking
mendongkol, anak muda kita berlompat menyusul.Leng Gan
dapat berlari keras, sebentar saja dia sudah memisahkan diri
belasan tombak jauhnya dari anak muda kita, akan tetapi dia
keliru menerka anak muda itu. Orang dapat lari keras dengan
mengandalkan ilmu ringan tubuh Tangga Mega dan juga Gie
Kiam Sut, terbang mengendalikan pedang. Dalam sengitnya, si
anak muda menyerang dengan satu lemparan pedang ! Itulah
jurus silat yang diberi nama "Melemparkan Pedang Tercipta
Menjadi Naga", pedang diluncurkan dengan dorongan tenaga
dalam, dengan demikian, senjata itu racun menyerang ke
tempat jauh. Hanya sekejap terdengarlah jeritan hebat dari si orang she
Leng, yang tubuhnya lantas roboh dengan bermandikan
darah, sedang larinya belum sejauh tiga puluh tombak. Yang
paling hebat ialah ketika kepalanya jatuh bergelutukan di
tanah sebab batang lehernya kena tertebas kutung !
Sambil berseru nyaring, It Hiong menarik pulang
pedangnya itu, yang mirip pedang mustika.
Ya Bie melongo mengawasi pedang itu atau si anak muda.
"Sungguh pedang mujizat !" pujinya.
Kiauw In sebaliknya, menghela nafas.
"Ah, adik....."katanya. "Mengapa kau bertindak secara
demikian ?" It Hiong mengangkat alisnya, terus dia tertawa.
"Mungkin ini disebabkan kutukan pembunuhanku......"
sahutnya, singkat. Ketika itu, gunung sangat sunyi dan dari rumah batu juga
tidak terlihat gerakan atau terdengar suara apa-apa. It Hiong
mengawasi ke rumah batu itu, kemudian ia menoleh pada
Kiauw In. "Aku kira jalan untuk turun gunung mesti dengan melewati
rumah batu itu," katanya, "karena itu, mari kita pergi ke sana
akan melihat-lihat !"
Tanpa menanti jawaban, habis berkata itu, si anak muda
terus bertindak maju. Tanpa kata apa-apa, Kiauw In
mengikuti. Ia dibuntuti oleh Ya Bie serta So Hun Cian Li.
Kiranya rumah batu itu berpintu satu, ditengah-tengah, dan
ketika itu, pintunya pun tengah terpentang lebar-lebar !
"Tahan !" mencegah Kiauw In, waktu ia melihat It Hiong
dan Ya Bie mau lancang masuk ke dalam rumah itu.
Si anak muda segera menghunus pedangnya.
"Kepandaiannya Im Ciu It Mo mengandalkan pada racun
melulu !" katanya. "Kalau bicara tentang ilmu silat......."
Belum selesai kata-katanya si anak muda ini atau Ya Bie
telah bersiul nyaring, atas mana terus So Hun Cian Li
berlompat memasuki pintu !
Kiauw In menoleh kepada nona polos itu, katanya : "Adik
cerdas sekali dan pengetahuanmu tentang kaum Kang Ouw
telah bertambah banyak ! Nona itu tertawa. "Kakak cuma memuji !" katanya, tertawa. "Dengan caraku
ini, aku cuma seperti melemparkan batu untuk menanyakan
jalanan !" Kiauw In bersenyum, begitu juga It Hiong.
Langit sementara itu makin guram.
Dari pihaknya si orang utan tidak terdengar apa-apa, dia
masuk ke dalam rumah batu itu bagaikan dialah batu besar
yang tenggelam ke dalam lautan. Terpaksa, Ya Bie bertiga
menjadi heran, dari heran lantas timbul kecurigaannya. Kiauw
In bertindak maju ke undakan tangga, terus ia melongok ke
dalam rumah. Di sebelah dalam, keadaan gelap sekali. Tidak
ada api di dalam situ. Tengah nona Cio mengawasi terus dengan otaknya bekerja,
ia mendengar suara angin bersiur di belakangnya, atau tahutahu
satu bayangan orang berlompat memasuki rumah itu,
disusul dengan jeritannya Ya Bie : "Kakak Hiong !" Dan belum
suara si nona berhenti, orang sudah lompat pada Nona Cio,
yang dia tarik ujung bajunya. Dia pun berkata tergesa-gesa :
"Kakak, mari kita masuk !"
Kiauw In melengak sebentar, lantas bersama kawannya itu
ia lari masuk ke dalam rumah batu.
Di dalam terdapat sebuah lorong, di kiri dan kanannya ada
kamar-kamar dengan semua pintunya tertutup. Setelah masuk
lagi lima tombak, gelapnya bukan main, sampai kamar pun tak
tampak. Maka itu dengan cepat Ya Bie menyalakan apinya.
Berjalan di lorong yang panjang itu, kedua nona merasai
angin dingin bersiur ke muka dan tubuh mereka, hawanya
menggigilkan tubuh, masih saja lorong panjang, masih saja
pelbagai kamar di kiri dan kanan. Tak usah diterangkan lagi
suasana sangat diam dan sunyi mencekam. Tiada terdengar
suara apapun. Kiauw In cerdas dan berani, toh ia merasa cemas
sendirinya. Maka timbul kesangsian dan kecurigaannya. Dari It
Hiong atau dari So Hun Cian Li juga tidak terdengar apa-apa.
Ya Bie jalan terus mengikuti Kiauw In, ia tak jeri sedikit juga.
Ia berdiam saja. Ia mengandal betul kepada kakak In itu......
Mereka berjalan hingga sumbu di tangan muridnya Touw
Hwe Jie hampir habis. Justru itu baru pertama kali mereka
mengkol di sebuah tikungan. Di situ, ruang tetap gelap.
Sampai mendadak, nyala api di tangan si Nona Tanggung
padam sendirinya. "Kakak !" panggil Ya Bie.
Kiauw In mencekal keras tangan orang. Itulah isyarat buat
sang kawan menutup mulut. Sebaliknya, sambil menarik
tangan orang, ia berjalan cepat sekali. Barusan itu, disebelah
depan tampak cahaya api, yang padam dalam sekelebatan.
Nona Cio mencurigai api itu. Ia bertindak semakin cepat,
untuk menyusulnya. Sampai disitu, tiba sudah mereka di ujung lorong itu. Itulah
sebuah Toa-thia, ruang besar. Di sebelah kiri ada sebuah
kamar samping, yang pintunya separuh tertutup, dari situ
tampak sinar api yang memain tak hentinya. Dengan langkah
yang ringan sekali, Kiauw In menghampiri pintu itu, untuk
terus mengawasi ke dalam kamar. Ia mendapati sebuah
kamar orang perempan dan diatas pembaringan tampak dua
tubuh manusia tengah rebah merapat satu dengan lain.
Karena lain menghadapnya, muka mereka tidak terlihat. Kaki
mereka separuh turun ke sisi pembaringan.
Teranglah itu tubuhnya masing-masing seorang pria dan
seorang wanita. Karena kedua tubuh tak pernah bergeming,
entahlah orang hidup atau mayat.
Mukanya Kiauw In merah sendiri menyaksikan cara
rebahnya kedua tubuh manusia hingga ia mesti menenangkan
diri. Ia mesti mengawasi terus sebab ia perlu mendapat tahu
siapa mereka itu dan kenapa keduanya berdiam saja.
Lewat beberapa detik, Nona Cio masih terus mengawasi.
Kedua orang itu tetap berdiam saja, maka ia juga tidak
berkutik atau bersuara, keculai memasang mata. Selama itu,
Ya Bie pun membungkam. Di lain pihak, Kiauw In memikirkan It Hiong, bahkan ia
menguatirkannya. Kemana perginya pemuda itu " Dia
selamatkah atau menemui suatu rintangan "
"Cis !" Ya Bie memperdengarkan suara jemunya setelah ia
mengawasi kedua tubuh diatas pembaringan itu. Ia menoleh
ke lain arah dengan kulit mukanya merah saking jengah. Ia
polos tetapi ia mengerti keadaan itu.
"Asal dia bukannya Kakak Hiong......." katanya kemudian,
perlahan. Kiauw In terkejut mendengar suara si nona, hingga ia
membuka lebar matanya mengawasi tubuh pria di
pembaringan itu. Likat atau tidak, jemu tak jemu, ia toh mesti
mengawasinya. "Adik, kau tunggu disini, " katanya kemudian. "Aku mau
masuk ke dalam kamar guna melihat tegas siapa mereka
itu...." Ya Bie mengangguk, menyatakan setuju. Kiauw In berjalan
berjinjit memasuki kamar, pedangnya ia hunus ketika ia
berlompat ke depan pembaringan. Api lilin di dalam kamar
membuat orang bisa melihat cukup terang. Sekarang nona Cio
dapat melihat. Si wanita ialah Peng Mo si Bajingan Es.
Entahlah si pria, yang mukanya teraling bantal sulam. Hanya
pakaiannya menandakan dialah It Hiong....
Saking terkejut, tubuhnya Kiauw In menggigil, hatinya
goncang. Tak kelirukah penglihatannya itu " demikian
pikirnya. Ia bingung bukan main. Selagi pikirannya kacau itu,
Kiauw In toh ingin sekali ia memperoleh kepastian. Maka juga
ia mencoba menenangkan hatinya, sembari mengawasi, ia
meluncurkan tangannya yang memegang pedang. Hendak ia
menowel tubuh pria itu. Tau-tau tiba-tiba.
"Jangan bergerak !"
Itulah suara yang tawar sekali. Yang nadanya bengis,
namun tak dapat dipastikan itulah suara pria atau wanita....
Tiba-tiba saja api lilin bergerak, terdengar suara
meletupnya bunga apinya, yang mengeluarkan sinar kebirubiruan.
Sinar itu membuat suasana di dalam kamar menjadi
seram...... Dalam terkejutnya, Kiauw In menarik pulang
tangannya yang di ulur ke pembaringan serta ia segera
berpaling, buat melihat siapa itu yang membuka suara yang
nadanya bengis itu. Di belakangnya, Nona Cio melihat seseorang dengan
rambut panjang yang teriap-riap ke bahunya, mukanya ditutup
dengan kain hitam, hingga tampak saja dua biji matanya yang
sinarnya tajam dan galak, sinar mata itu kebiru-biruan. Tubuh
orang tertutup jubah hitam gelap, yang tangan bajunya lebar.
Ujung tangan bajunya itu sama panjangnya dengan ujung
bajunya, turun sampai nempel dengan lantai. Hingga kalau
dipakai berjalan, pasti kedua ujung itu bakal terseret-seret !
Biar bagaimana, hatinya Nona Cio toh giris, orang nampak
seram sekali. Tapi dengan lekas ia dapat menentramkan
hatinya. Maka lantas ia dapat menerka, orang tentunya
muridnya Im Ciu It Mo atau orangnya si Bajingan yang telah
menjadi korban obatnya yang lihai.
"Kau pergilah !" akhirnya dia mengusir.
Orang bertopeng itu berdiri tegak, dia seperti tak
mendengar bentakan si nona. Tetap dia menatap dengan
matanya yang tajam itu. Kiauw In menjadi tidak puas. Ia
memang paling tak menyukai orang menatapnya tanpa sebab
atau urusan. Tidak bersangsi pula, ia meluncurkan pedangnya
pada orang itu ! Aneh si orang berjubah hitam mirip bajingan itu. Dengan
mudah dia berkelit setindak, habis itu dia berdiri diam pula,
sama sekali dia tak mau membalas menyerang.
"Sahabat !" Nona Cio menegur dengan bengis, "kalau kau
tetap membawa lagakmu seperti bajingan ini, jangan kau
sesalkan yang pedang nonamu nanti tak mengenal kasihan
lagi !" Masih orang itu tidak mau membuka mulutnya, tetap dia
membisu. Dia berdiri laksana patung dengan cuma matanya
yang terus mengawasi dengan sinarnya yang bengis. Dengan


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

si nona cuma terpisah kira tiga kaki.
Kiauw In meliriki kepada dua orang yang rebah diatas
pembaringan, kapan ia melihat pula yang dandanannya mirip
dengan dandanannya It Hiong, hatinya bercekat. Sedangnya
melirik itu, si orang bertopeng hitam mau dua tindak
kepadanya. Hingga sekarang mereka berdiri berhadapan
sejarak satu kaki ! Mau tak mau, Kiauw In mundur satu tindak, akan tetapi
berbareng dengan itu, dengan pedangnya ia menikam, terus
ia membabat ke kiri dan kanan pergi dan pulang -- sasarannya
ialah dada dan pinggang. Ia pula menggunakan jurus-jurus
dari Khie-bun Patkwa Kiam. Walaupun ia sabar, kali ini dia
habis sabarnya....... Masih saja si orang berjubah hitam itu selalu berkelit, tak
sekali juga dia mau membalas menyerang. Masih pula dia
mengawasi dengan tajam. "Aneh !" pikir Kiauw In. Lantas ia menyerang pula, secara
berantai. Kembali ia heran dibuatnya. Orang tetap tak
melayaninya. Yang mengherankan yaitu orang pun bisa bergerak
demikian lincah di dalam sebuah kamar yang sedemikian
sempit. Mestinya orang tak dapat menyingkir dari pelbagai
tusukan atau bacokannya itu. Diakhirnya, saking herannya,
Nona Cio jadi berpikir keras. Orang aneh sekali, mesti ada
sebabnya ! Apakah sebab itu "
Tiba-tiba muridnya Tek Cio Siangjin menyerang pula, kali
ini beruntun sampai delapan kali. Dan kali ini, si orang aneh
terus melayani dengan main mundur hingga dia berada dekat
pinggir pembaringan. Sampai disitu, disaat sinar matanya
bergemerlap bengis, mendadak dia menggerakkan kedua
belah tangannya, hingga ujung bajungay terus menungkrap
nona di depannya ! Kiauw In terkejut, akan tetapi ia menyambut dengan
sabetan pedangnya, membuat kedua ujung baju itu kutung !
Hingga kedua ujung baju itu jatuh ke lantai ! Orang berjubah
itu agak terperanjat, dia sudah lantas mundur satu tindak.
Saat ini digunakan baik sekali oleh nona Cio. Ia maju dan
menebas, gerakannya cepat bagaikan kilat ! Dan ia berhasil
!Tubuhnya orang itu sebatas pinggang telah kena tertebas,
pinggangnya kutung, kedua tubuhnya terus roboh, hanya
aneh, walaupun dia telah berlaku demikian hebat, dia tak
menjerit atau suara lainnya, dia pula tidak mengeluarkan
darah ! Kiauw In berdiri diam sambil mengawasi tajam. Sampai
disitu, lenyap sudah keheranan si nona. Kalau toh ia heran, ia
cuma mengherani orang yang membuat orang berjubah hitam
itu. Dia bukannya manusia yang berdarah daging, dia hanya
sebuah boneka ! Apa yang aneh, dari manakah datangnya tadi suara
tawanya boneka itu "
Kiauw In melihat rahasia orang setelah dia memeriksa
pinggang orang yang terkutung itu, yang terbuat dari benang
perak. "Hm !" si nona memperdengarkan suara dinginnya. Ia telah
menjadi korban kelihaiannya Im Ciu It Mo. Karena ini dengan
perlahan ia bertindak ke pembaringan. Ia lantas mengulur
sebelah tangannya, niat meraba tubuhnya It Hiong, guna
menyadarkannya. Atau mendadak ia menarik pulang
tangannya itu. "Ah !" pikirnya tiba-tiba. "Bukankah dua orang ini dua
orang manusia palsu belaka ?"
Dengan merandak itu, Kiauw In mengawasi tajam. Untuk
memperoleh kepastian, ia lalu menowel dengan ujung
pedangnya, menyingkap baju si pria. Kembali ia heran
dibuatnya. Orang itu bukannya boneka, dialah orang benar.
Anehnya ialah kenapa dia terus berdiam saja.
Habis menyingkap pakaiannya yang pria, Kiauw In juga
menyingkap bajunya yang wanita. Dia ini pun manusia
adanya.Kenapa mereka tidur bagaikan mayat " Bahkan suara
menggerosnya pun tak terdengar " Sekarang Kiauw In dibikin
sangsi oleh si pria. Dia It Hiong atau bukan " Ia belum melihat
muka orang. Ia menjadi berfikir keras. Ia memasuki tempat itu
saling susul dengan It Hiong. Mungkinkah It Hiong lantas
bertemu dengan Peng Mo dan keduanya terus tidur bersama "
Kalau memangnya mereka tidur bersama, kenapa mereka
menjadi lupa daratan seperti itu " Kalau It Hiong kena
perangkap, itu pun disangsikan si nona. Tak mudah anak
muda itu dirobohkan orang. Dia cerdas dan waspada. Dia pula
tak nanti terkena racun mengingat yang pada tubuhnya ada
Lee-cu, mutiara mustikan yang mujizat itu. Kalau bukannya It
Hiong, habis siapakah orang itu " Kenapa dia justru
mengenakan pakaiannya si anak muda "
Bukan main kerasnya Kiauw In berpikir, sampai akhirnya ia
menggertak giginya. Tak mestinya ia menerka-nerka saja. Tak
benar buat membiarkan dirinya terus terbenam dalam keraguraguan.
Mesti ia mengambil keputusan. Maka lantas ia
bekerja. Dengan sebelah tangannya, ia memegang dan
mengangkat tubuhnya "It Hiong", buat dikasih berduduk
diatas pembaringan ! Tubuh orang itu sangat lemas, kedua matanya ditutup
rapat. Dia rupanya sangat mengantuk.
Tapi yang membuat nona Cio kaget ialah ketika ia melihat
muka orang. Itulah mukanya Tio It Hiong !
"Ah !" serunya.
It Hiong tidur bersama-sama Peng Mo ! It Hiong yang
demikian muda-lela dan gagah perkasa !
Tanpa merasa, Kiauw In melelehkan air matanya. Ia heran
berbareng berduka, bersedih hati. Inilah diluar sangkaannya
sama sekali. Sebagai seorang wanita, ia toh merasa jelus juga.
Tapi dasar dia sabar dan luwes, hanya sejenak, lantas dapat
berlaku tenang pula. Ia tetap heran dan penasaran. Maka ia
terus menatap anak muda di depannya itu. Ia seperti hendak
menembusi muka dan hati orang !
It Hiong bukannya tidur, dia juga bukannya terkena racun.
Kiranya dia adalah korban totokan !
Maka itu, dengan satu gerakan cepat, Kiauw In menotok
tubuh anak muda itu. Hanya sekejap, It Hiong lantas terasadar. Dia membuka
matanya, terus dia mengawasi orang di depannya. Dia
menghela nafas perlahan. Terus dia masih mengawasi saja.
"Adik, kau kenapakah ?" Kiauw In akhirnya tanya.
Orang muda itu melepaskan tangannya Kiauw In, yang
sejak tadi masih memegangi tubuhnya, terus dia bergerak
bangun, untuk melempangkan pinggangnya.
"Tidak kenapa-napa...." sahutnya kemudian.
Kembali Kiauw In heran. Ia mendengar suara orang. Itulah
bukan suaranya It Hiong. Ia mengenal baik suara adik
seperguruannya dengan siapa baru beberapa menit yang
berselang ia berpisah. Karenanya, ia segera menatap.
Si anak muda berpaling, dia memandang si nona. Maka
sekarang sinarnya empat buah mata bertemu satu dengan
lain. Lagi-lagi Kiauw In terkejut, hatinya bercekat. Ia melihat
dua buah mata dengan sinar sesat bengis. Itu bukanlah sinar
matanya It Hiong. "Siapakah kau ?" bentaknya sambil ia lantas lompat
mundur. Habis menatap, anak muda itu nampak telah pulih
kesadarannya. "hm !" ia memperdengarkan suara dinginnya. "Aku ialah
aku ! Buat apa kau menanya aku selagi kau sudah tahu ?" Ia
menatap pula dengan terlebih tajam, wajahnya
memperlihatkan kecentilan. Tiba-tiba ia bersenyum. Katanya
pula : "Akulah Tio It Hiong ! Akulah adik Hiong mu ! Kenapa
kau tidak mengenali aku ?"
Kiauw In terus menatap tajam. Terang itulah bukan
suaranya Tio It Hong ! Tapi, kenapakah pakaian bahkan wajah
orang demikian mirip " Saking heran ia menjadi bingung.
Syukur juga, lekas sekali ia memperoleh pula ketenangannya.
Ya, suara dia itu bukannya suara si adik Hiong !
Karena memikir demikian, nona Cio lantas berpikir keras.
Segera ia mengerjakan otaknya. Ia lantas dibantu
kesadarannya. Mendadak ia ingat ! Orang itu orang yang
memakai topeng ! Orang itu ialah Tio It Hiong palsu ! Dialah
Gak Hong Kun yang menyamar sebagai Tio It Hiong !
"Gak Hong Kun !" teriaknya kemudian.
"Ha ha ha !" sela Hong Kun dengan tawa tawarnya. "Nah,
kakak Cio, bagaimanakah kalau kau menganggap aku sebagai
Tio It Hiong " Bukankah......"
Mendadak saja darahnya Kiauw In meluap. Ia menjadi
sangat gusar. Maka mendadak pula ia menebas ke muak
orang ! Itulah serangan jurus silat "Daun Yangliu Mengusap
Muka". Si nona gusar sebab Hong Kun bersikap centil.
Hong Kun sudah sadar betul-betul, dia cerdik sekali dan
matanya pun sangat tajam. Dia mengerti kemarahannya si
nona, maka dia selalu waspada. Atas datangnya sontekan, dia
lantas berkelit ke samping, tubuhnya terus berlompat maka di
saat berikutnya dia sudah mencelat keluar dari jendela dengan
lompatan "Ikan Meletik di Antara Gelombang". Hingga lantas
dia lenyap di luar jendela itu !
Untuk sedetik, Kiauw In melongo. Ia heran, menyesal dan
penasaran. Setelah itu kembali ia dapat menguasai dirinya.
Maka paling dahulu ia masuki pedangnya ke dalam sarungnya.
"Ah !" katanya seorang diri, kemudian ia merasai kulit
mukanya panas, sebab kulit muka itu menjadi merah. Ia
jengah kapan ia ingat tanpa sengaja ia menjeluskan
pemandangan di depan matanya itu. Lantas ia memikir buat
mengangkat kaki dari dalam kamar itu bilamana melihat di
atas pembaringan masih ada satu orang. Orang itu entah tidur
pulas atau sebab kena ditotok orang seperti Hong Kun tadi.
Sebagai seorang kaum sadar, yang hatinya mulia, tak tega
Kiauw In meninggalkan orang itu secara begitu saja. Maka
timbul keinginannya buat membantu. Maka ia lantas
menghampiri, untuk mengawasi terlebih dahulu. Ya, dari cara
berdandannya, orang itu Peng Mo atau si Bajingan Es adanya.
Peng Mo menjadi salah satu dari Hong Gwa Sam Mo, dia
dengan nona Cio beda diantara sesat dan sadar. Si nona tidak
mempunyai hubungan dengan si Bajingan Es, tetapi itu tak
mengurangi minatnya menolong. Kecuali menumpas
kejahatan, nona kita tak nanti turun tangan membunuh atau
melukai orang. Apa pula ia tahu selama di Kiap Gee Kok dari
Im Ciu It Mo, Peng Mo pernah membantu It Hiong. Dalam hal
ini ia tidak mengambil pusing Peng Mo menolong dengan
sejujurnya atau dikarenakan mengandung sesuatu maksud
lain. Maka itu, tanpa ragu pula, ia menotok si Bajingan Es
membuat orang sadar. Peng Mo berbangkit untuk berduduk, setelah ia membuka
matanya, ia melihat Kiauw In berdiri di depan
pembaringannya. "Ah !" serunya seranya terus mukanya menjadi merah
karena jengah. Ia malu sendirinya kapan ia ingat lakonnya tadi
sudah berplesiran dengan si anak muda yang ia sangka Tio It
Hiong adanya. Dan sekarang ia berhadapan dengan Kiauw In,
yang ia tahu siapa adanya. Ia insyaf yang dirinya adalah orang
kaum sesat dan si nona orang golongan lurus. Betapa malu ia
merasa yang orang telah memergokinya. Tapi, kapan ia tidak
melihat "Tio It Hiong" di sisinya atau di seluruh kamar itu,
perlahan-lahan bisa ia menenangi diri. Ia mau menerka yang
Kiauw In tak memergokinya....
Walaupun semua itu, si Bajingan Es lantas menunduki
kepala dan mulutnya bungkam. Ia masih khawatir orang tahu
rahasianya. Ia hanya tidak tahu, pria kawan plesirannya itu
bukannya Tio It Hiong hanya Gak Hong Kun si It Hiong palsu !
Kiauw In terus mengawasi si Bajingan Es, menantikan
sampai ia rasa orang sudah sadar seluruhnya, kemudian sebab
orang tunduk dan diam saja, ia menyapa juga.
"Toa suhu, apakah kau bertemu dengan Tio It Hiong ?"
demikian tanyanya. Itulah pertanyaan biasa saja dan diajukannya juga dengan
sabar tetapi Peng Mo terkejut bagaikan dia mendengar guntur,
tanpa merasa tubuhnya bergemetar, hingga sekian lama dia
tak dapat memberikan jawabannya.
Kiauw In mengawasi. Ia melihat orang likat. Tahulah ia apa
artinya itu. Ia masih belum mengulangi pertanyaannya ketika
Peng Mo berkata perlahan : "tidak..... tidak... aku tidak
bertemu dengan Tio sicu...."
Kiauw In menerka hati orang tetapi ia tidak mau
menggoda. Maka ia cuma mengatakan : "Baiklah, Toa suhu!
Aku hendak mencari adik Hiong, di sini saja kita berpisahan !"
Begitu ucapannya itu dikeluarkan, begitu Kiauw In lompat
keluar kamar. Tentu saja ia tak tahu lakonnya Peng Mo itu.
Si Bajingan Es bertemu dengan Hong Kun secara kebetulan
saja. Dari Hek Sek San, dia pergi mendahului Tio It Hiong
beramai. Dia tidak diganggu oleh Im Ciu It Mo. Sebab mereka
berdua sama-sama kaum sesat dan kedua, It Mo tidak mau
bentok dengan Hong Gwa Sam Mo. Biar bagaimana, si
Bajingan Tunggal memandang mata juga pada ketiga Bajingan
itu. Maka itu, Peng Mo dibiarkan mengambil jalan di dalam
terowongan istimewa itu. It Mo hanya mengharap orang lekas
meninggalkan wilayahnya. Kebetulan sekali, diluar terowongan, Peng Mo bertemu
dengan Gak Hong Kun yang tetap menyamar sebagai Tio It
Hiong. Ketika itu si anak muda justru habis kabur dari wilayah
gunung Ngo Tay San dimana ia telah bertempur dengan Hiat
Mo Hweshio dan Tam Mo Tosin dari Hong Gwa Sam Mo dan
kena orang totok pingsan, sampai It Hiong menolong
menyadarkannya. Ketika itu Hong Kun tidak sadar seluruhnya. Dia masih
terpengaruhkan obat Thay-siang Hoan Hun Tan dari Im Ciu It
Mo. Maka dia mirip orang setengah gila. Dia kabur mengikuti
jalan pegunungan, tanpa tujuan. Dia cuma tahu yang ia lapar
atau berdahaga. Dia melakukan perjalanan buat beberapa hari
dan malam, sampai dia tiba di Hek Sek San. Di kaki gunung, di
rimba yang jurang, dia berhenti untuk duduk beristirahat.
Kebetulan sekali, hari itu Gwa To Sin Mo muncul bersama
dua orang muridnya, In Go dan Bu Pa. Mereka itu dalam
perjalanan pulang ke Tian Cong San habis bertempur dengan
Im Ciu It Mo dan saling menukar obat pemunah racun. Sin Mo
melakukan perjalanan cepat tetapi toh ia sambil berfikir,
memikirkan cara bagaimana nanti ia dapat mengalahkan It
Mo. Inilah sebabnya, tanpa dikehendaki, langkahnya menjadi


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pelan. Bu Pa mengerti pemikiran gurunya itu, ia mengikuti
berjalan perlahan pula di belakangnya sang guru. Tidak
demikian dengan In Go, yang masih muda sekali, yang cuma
tahu bermain-main, yang gemar akan keindahan alam, apa
pula waktu itu pikirannya lagi terbuka habis dia berhasil
menggunakan jarumnya di Kian Gee Kiap. Terus dia berjalan
cepat hingga tahu-tahu dia sudah jauh melewati guru dan
kakak seperguruannya itu, masih saja ia berjalan terus. Dia
berjalan dengan air muka berseri-seri saking riang hatinya.
Tanpa merasa, dia memasuki rimba yang tidak lebat dimana
Hong Kun tengah duduk seperti ngelamun. Hong Kun tidak
menghiraukan si nona walaupun dia melihat nona yang cantik
itu. Di lain pihak, In Go jadi tertarik hati. Si pemuda tampan
dan gagah tampangnya. Dia sebaliknya, dia sedang muda
belianya, hatinya mudah tergoda. Ketika itu, mereka pun
berada berdua saja. Lama dia mengawasi pemuda itu,
akhirnya dia mendongkol juga. Kenapa orang berdiam saja "
Kenapa orang tak tergiur akan kecantikannya" Dia tidak tahu
yang Hong Kun adalah korban obat dan kesadarannya seperti
lenyap. Dalam mendongkolnya, In Go berpaling ke lain arah, akan
mengawasi burung-burung kecil tengah beterbangan
berpasangan, hanya tanpa merasa, kelakuannya burungburung
itu justru membangunkan hati mudanya itu. Dengan
perlahan-lahan hatinya bergolak, hingga pikirannya pun mulai
kacau...... Buat sejenak, In Go pun berdiri diam, sampai suara burung
mengejutkannya. Apabila dia sudah coba menentramkan
hatinya, dia tertawa sendirinya. Mengingat gejolak hatinya itu,
terasa kulit mukanya panas. Tetap dia penasaran. Masih si
anak muda duduk menjublak saja. Beberapa kali dia menoleh
dan mengawasi. Pernah dia pikir, tak usah dia hiraukan
pemuda itu. Dia ingat akan harga dirinya.
Selama itu, In Go terus berdiri diam saja. Dia masih
mengawasi burung-burung kecil itu, yang terbang bersenda
gurau. Tak tahu dia bagaimana harus mengambil keputusan,
meninggalkan rimba itu atau tidak.
Akhir-akhirnya muridnya Gwa To Sin Mo kata secara
menggerutu : "Kau tidak mempedulikanku, buat apa aku
mempedulikanmu ?" Hong Kun sebaliknya masih berdiam terus, hanya dengan
lewatnya sang waktu, pengaruh obat Thay-siang Hoan Hun
Tan atas dirinya berkurang sendirinya, berkurang dengan
perlahan-lahan. Terlalu banyak bergerak atau hati
bergolakpun dapat melemahkan tenaga obat itu. Di lain pihak,
kalau obat itu merangsang obatnya, itu bertambah hebat.
Demikian kali ini, dia seperti sedang lupa akan dirinya hingga
dia tak tahu In Go berdiri di dekatnya lagi mengawasi
padanya. Biasanya, dalam keadaan sadar, tak pernah Hong Kun
menyia-nyiakan waktunya andiakata ia didekati seorang nona
cantik apa pula nona seperti In Go yang hati mudanya itu
tengah terbangun hingga si nona tampak sangat cantik dan
manis. Sekarang ia telah duduk terbengong buat banyak
waktu, itu berarti yang ia sudah beristirahat cukup lama, maka
juga perlahan-lahan dengan berkurangnya tenaga obat, ia
sedikit sadar. Akhir-akhirnya, dia dapat melihat juga pada si
nona. Ia melihat tubuh orang yang langsing. Dengan melihat
punggung orang, ia toh sudah tertarik hati.
Angin rimba meniup-niup rambut dan bajunya In Go, yang
menjadi memain-main. Angin itu pula membawa bau harum
dari tubuhnya, harumnya pupur dan yancie. Bau harum itu
membantu banyak menjernihkan otaknya si anak muda. Maka
kemudian, dia berbangkit, matanya terus menatap nona itu.
Tak berani ia berlaku sembrono.
Di saat Hong Kun memikir buat menyapa nona itu,
kebetulan sekali In Go pun tengah menoleh pula ke arahnya,
maka sinar mata mereka beradu satu pada lain. Sama-sama
mereka saling melihat dengan tegas. Maka dua-duanya lantas
melengak, lebih-lebih si nona, yang memperdengarkan suara
kaget lalu menunduki kepala sebab dia likat sendirinya.
Dalam keadaan hampir sadar, hatinya Hong Kun pun
terbuka. Ia senang menemui nona cantik itu. Lantas ia
menoleh ke sekitarnya. Di situ tidak ada orang lain kecuali
mereka berdua. Maka legalah hatinya.
Akhir-akhirnya : "Nona !" sapanya, dan ia tertawa. "apakah
nona mau pergi ke Kian Gee Kok ?"
In Go mengawasi, matanya dibuka lebar.
"Buat apa kau tanya-tanya tentang nonamu ?" dia
menjawab, suaranya keras tetapi dia tertawa. "Toh bukan
urusanmu sendiri !" Di mulut dia menegur akan tetapi kakinya
tak bergeming, tak ada niatnya buat mengangkatnya.
Hong Kun tertawa. "Aku ialah murid dari Kian Gee Kiap !" katanya. "Aku
menyapa kau, nona, sebab aku khawatir nanti tidak dapat
menyambut kau sebagaimana selayaknya."
In Go merapikan rambutnya.
"Kau murid dari Kian Gee Kiap ?" ia balik menanya. "Kau
hendak memperdaya siapa ?"
"Tidak aku mendusta, nona !" kata Hong Kun. "Aku
memang muridnya Im Ciu It Mo !'
In Go menatap. "Kau tahu atau tidak, apakah aku pernah mendatangi Kian
Gee Kiap ?" tanyanya.
Hong Kun melengak. "Kita baru pernah bertemu satu dengan lain, mana aku
ketahui tentang kau, nona ?" katanya. "Laginya......."
"Sudah !" si nona menyela. Tapi dia tertawa. "Kaulah
seorang penipu !" Alisnya Hong Kun terbangun, tetapi dia pun tertawa.
"Jangan sembarang menuduh, nona ! Siapa bilang aku
penipu ?" In Go mengawasi dari menatap, matanya menjadi separuh
mendelik. "Mari aku tanya dahulu padamu !" ktanya. "Tadi pagi
siapakah itu nona yang membawa-bawa ular hijau yang
muncul di ruang besar dari rumah barunya locianpwe Im Ciu It
Mo " Nona itu ada bersama-sama kau ! Dia pernah apakah
denganmu " Dan, kemana perginya dia sekarang ?"
In Go menerka pasti orang di depannya ini ialah It Hiong.
Sekarang ia telah mengenalinya. Hanya ia mengenali It Hiong
yang palsu. Sebaliknya, pertanyaannya itu membuat Hong Kun
melengak. Hong Kun tidak tahu peristiwa It Hiong dengan It
Mo itu. Melihat orang berdiam saja, alisnya In Go terbangun.
"Kamu sudah menyerbu Kian Gee Kiap dan mengacau !"
tegurnya, bengis. "Kau sudah tidak sanggup melawan, lantas
kau tinggalkan nona itu ! Sekarang di depanku, kau masih
berani berpura-pura pilon begini macam ! Bagaimana kau
masih berani menipu aku dengan kau mengaku dirimu sebagai
muridnya It Mo " Kalau kau bukannya penipu, habis apakah ?"
Di desak begitu, Hong Kun menjadi tidak senang. Ia gusar.
"Sebenarnya kau mempunyai kepandaian bagaimana lihai
maka kau berani mengatakan aku Gak Hong Kun sebagai
penipu ?" tegurnya. "Buat apakah aku menipumu ?"
"Hm !" In Go memperdengarkan suara dingin. Dia pun
mendongkol. "Kalau kau menjadi orang rimba persilatan,
tahukah kau akan harga dirimu sendiri " Seorang jago rimba
persilatan, dia berjalan, dia berduduk, tidak nanti dia merubah
she dan namanya !" Hong Kun maju satu tindak.
"Kau mengaco belo, ya ?" tegurnya. "Apakah maksudmu ?"
In Go mencibirkan bibirnya.
"Bilang !" katanya bengis. "Bilang sebenarnya, siapakah kau
" Kau Tio It Hiong atau Gak Hong Kun " atau....."
"Tutup bacotmu !" teriak Hong Kun bengis.
In Go gusar hingga dia tertawa berkakak. Dia belum
berpengalaman, dia menyangka orang kalah suara dan
karenanya menjadi gusar. Dia tertawa sampai dia melengking.
Hong Kun gusar tetapi dia tetap tertarik oleh paras elo si
nona. Dia mencoba menguasai dirinya. Dia pun tertawa. Dia
lantas menggunakan akal. "Nona," katanya. "nona, kau cerdik sekali ! Tak dapat aku
memperdayaimu ! Nona.... aku mempunyai kesulitan......."
In Go mengawasi. Memangnya dia tertarik oleh
ketampanan pemuda itu. Melihat orang menjadi sabar, ia turut
menjadi sabar juga. Tak lagi ia tertawa, ia justru lantas
menanya : "Bilanglah terus terang, sebenarnya siapakah kau
dan apa namamu " Dan, apa kesulitanmu itu ?"
Hong Kun menghela nafas. Ia senang menyaksikan orang
berubah sikap. "Sebenarnya musuhku ialah Tio It Hiong," katanya
kemudian. "Dia telah menyamar sebagai aku, baik wajah
maupun pakaiannya ! Dimana dia berada, disitu dia
menerbitkan onar, untuk menimpakan kesalahan padaku......"
"Benarkah itu ?" si nona menyela, "Tadi pagi ada seorang
anak muda yang datang bersama-sama seorang nona yang
membawa-bawa ular ! Dia itu memusuhkan gurumu ! Apakah
benar dia itu ?" "Coba nona bilang, wajah dan pakaiannya dia itu, bukankah
semuanya sama benar dengan wajah dan dandananku
sekarang ini ?" Hong Kun bicara dengan lemah lembut !
"Ya, segala-galanya sangat mirip !" sahut si nona, yang
mengangguk. "Manusia itu sangat jahat !" Hong Kun kata pula. "Sengaja
dia datang mengacau ke Kian Gee Kiap, guna meminjam
tangan guruku supaya guruku membersihkan rumah
perguruannya ! Dengan begitu, itu artinya dia ingin aku
dibinasakan guruku !"
In Go mementang matanya lebar-lebar.
"Apakah kau tidak sanggup merobohkan musuhmu itu ?"
tanyanya. Hong Kun menghela nafas. "Sudah beberapa kali kami bertempur," sahutnya. "Hanya,
selama itu kami berdua sama tangguhnya, kami selalu seri
saja....." In Go tidak puas terhadap "It Hiong", tetapi berbareng
merasa kasihan terhadap Hong Kun, pemuda di depannya ini.
Lantas ia menatap pemuda itu.
"Kau memikir atau tidak untuk menghajar musuhmu itu,
guna melampiaskan sakit hatimu ?" tanyanya kemudian.
Hong Kun berpura girang. "Kau tentunya murid seorang guru yang ternama, nona,"
katanya. "Kau pasti mempunyai kepandaian silat yang mahir
sekali ! Nona, kalau kau benar hendak membalaskan sakit
hatiku maka kelak di belakang hari buat selama-lamanya akan
aku mendampingimu, untuk setiap saat melayani padamu...."
Hebat kata-kata bergula itu. Sedangkan sebenarnya Hong
Kun berniat memiliki tubuh orang.
In Go kurang jelas tetapi ia toh merasa senang, hatinya
puas. Manis sekali rasanya kata-kata si anak muda. Lantas ia
tertawa dan kata : "Kepandaianku tidak mahir akan tetapi
akulah muridnya Gwa To Sin Mo si Bajingan Sakti ! Guruku itu
ternama semenjak beberapa puluh tahun dahulu !"
Hong Kun terkejut mendengar si nona muridnya Gwa To
Sin Mo, tanpa merasa kulit mukanya menjadi panas. Tapi,
karena dia cerdik, dia lekas-lekas bersenyum, terus dia
tertawa. "Oh, nona !" serunya. "Kiranya kaulah muridnya seorang
guru yang termashur ! Nona, maaf ! Memang telah lama aku
mendengar nama besar dari gurumu itu yang aku kagumi !" Ia
berhenti sedetik, lalu menambahkan, "Nona kebetulan saja
kita bertemu, sudah sekian lama kita bicara, akan tetapi aku
masih belum kenal dengan nona, maka itu, apakah dapat
nona memberitahukan aku nama nona yang mulia ?"
In Go mengangkat tangannya dan menuding. Tapi dia
tertawa. "Jika kau hendak menanya namaku, tanyakanlah secara
langsung !" sahutnya. "Kenapa kau mesti bicara panjang lebar
dahulu " Lagakmu mirip dengan seorang guru sekolah si kutu
buku." Hong Kun merangkap tangannya, buat memberi hormat.
"Kau baik sekali, nona !" ujarnya. Tanpa merasa ia pun
sudah bertindak menghampiri nona itu hingga mereka terpisah
hanya satu kaki. In Go tertawa manis, kepalanya pun digoyangi, sedangkan
sinar matanya memain dengan indah sekali. Kemudian ia
melirik pemuda itu. "Namaku In Go !" katanya kemudian.
"Oh !" seru Hong Kun, bagaikan orang kaget. "Oh, kiranya
nona, Nona In ! Maaf, maaf,aku kurang hormat !"
Puas In Go mendengar panggilan Nona In itu.
"Ya, aku bernama In Go !" katanya. "Baguskah nama itu "
Baik kau panggil saja aku In Go ! Kau toh terlebih tua dari
pada aku." "Baik, nona, aku menurut perintahmu !" berkata Hong Kun.
"Adik In Go ! Adik In Go !"
Manis panggilan itu terdengarnya, In Go puas sekali.
Ketika berkata begitu, Hong Kun menatap, air mukanya
tersungging senyuman hingga tampak ketampanannya.
Dengan begitu, ia menambah girangnya si nona. Si nona
sendiri balik menatap dengan sinar matanya mengandung
arti.......... Keduanya berdiam, wajah mereka bersenyum berseri-seri.
Masih mereka saling mengawasi, sampai Hong Kun merasa
yang ia sudah memperoleh kemenangan. Lantas ia
menganggap baiklah jangan ia melewatkan ketika yang baik
itu. "Adik". katanya. "Kita bertemu secara kebetulan, kita
menjadi sahabat, aku girang sekali !"
"Apakah kau ingin bersahabat denganku ?" si Nona Tanya,
menatap. "Asal kau tidak menolak, adik !" sahut Hong Kun cepat.
"Bukankah sekarang kita sudah bicara dengan akrab sekali "
Benar bukan ?" "Benar !" kata si nona, alisnya berkerut. "Sayang,
sayang.....kita harus akan berpisah pula......."
Hong Kun melongo.

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Memangnya kau hendak pergi kemana, adik ?" dia tanya.
Dengan berani dia mengangsurkan tangannya, akan
menyingkap merapikan rambut di dahi si nona, yang
dikacaukan angin. In Go diam saja, membiarkan orang merapikan rambutnya
itu. "Aku harus pulang !" katanya kemudian.
Hong Kun sengaja menurunkan tangannya ke bahu orang.
"Kenapa begini tergesa-gesa, adik ?" tanyanya, prihatin.
"Buat apa kau lekas-lekas pulang " Kita toh baru berkenalan,
bukan " Bukankah lebih baik kita mencari tempat yang sunyi
dimana kita dapat duduk memasang omong dengan asyik ?"
Si nona menggeleng kepala.
"Kenapa " Kenapa ?" tanya Hong Kun. Mendadak sekali,
agaknya dia bingung. "Kau bilang, bilanglah, adik ! Apakah
kau mencela aku buruk hingga aku tak pantas menjadi
sahabatmu ?" In Go menghela nafas. "Jangan menyebut demikian," katanya perlahan. "Bukannya
soal tidak pantas..... Aku mesti lekas-lekas pulang karena
aturan guruku sangat keras. Laginya......."
"Adik....." berkata Hong Kun, yang terus bersandiwara,
buat membikin lemah hati orang. Ia menggoyang-goyang
bahu nona itu, agaknya ia menyesal sekali. "Adik, tak
kusangka kau begini tega, lantas saja kau hendak
meninggalkan aku ! Tahu begini, terlebih baik kita tak usah
bertemu...." Kata-kata itu menarik hatinya In Go tetapi ada sesuatu
yang membuatnya menahan diri. Itulah tak lain dan tak bukan
karena lebih dahulu daripada ini, ia sudah mencintai Bu Pa,
kakak seperguruannya, dan Bu Pa pun membalas
mencintainya. Kalau sekarang ia tertarik oleh Hong Kun, itulah
karena dimatanya anak muda ini tampan luar biasa dan
sangat menggiurkannya. Di saat itu maka terbayanglah dua orang muda : Hong Kun
dan Bu Pa ! In Go mengenal Bu Pa semenjak mereka berguru bersama,
keduanya selalu berada berdua-duaan, sudah sekian lama
mereka mencintai satu dengan lain. Sekarang, mendengar
kata-katanya Hong Kun, ia bagaikan tidak mendengarnya.
Itulah sebabnya kenapa ia tidak lantas memberikan
jawabannya. Hong Kun bersenyum. Ia maju lebih jauh. Ia memang
pandai beraksi. "Adik........" katanya, seraya maju terlebih rapat setelah
mana ia memeluk pinggang langsing nona itu, "adik, tak dapat
aku berpisah dari kau........ Aku pikir, kau juga tentu tak tega
meninggalkan aku......"
In Go terkejut dipeluk laki-laki itu. Mendadak saja ia sadar.
Maka merahlah mukanya. Dia malu. Dengan satu gerakan
tubuhnya, dia meloloskan diri dari pelukan si anak muda.
Tetapi dia tidak menjadi gusar. Dia bersenyum, lalu dia kata
perlahan, nadanya berduka : "Aku mau lekas pualgn sekarang,
tentang diriku, jangan kau pikir terlalu banyak........"
Hong Kun maju mendekati pula. Dia menyangka si nona
malu-malu kuCing. "Kalau kau toh mau pulang, adik, tak usah kau begini
tergesa-gesa," katanya tertawa. "Mari kita duduk pula, kita
bicara lebih jauh. Kita bakal berpisah, bukan " Kenapa kita
tidakmau bicara lebih lama sedikit " Kita harus melakukan
sesuatu yang kelak sukar kita lupakan........" Dan ia maju lagi,
berniat memeluk kembali. In Go menatap tajam. "Eh, eh, kau mau apakah ?" tanyanya.
Hong Kun tertawa manis. "Mau apa ?" katanya bertanya. "Kau tentu telah ketahui
sendiri, adikku. Kita harus saling mencinta, dari semula hingga
di akhirnya. Sampai kita mati. Mustahil kau tidak tahu itu,
adikku ?" Dan dia tertawa pula, lau dengan satu sambaran, dia
memeluk pinggang si nona !
In Go kaget. Inilah ia tidak sangka. tak sempat berkelit, tak
dapat ia melepaskan pula tubuhnya. Si anak muda memeluk
keras sekali. Mendadak ia menjadi gusar. Maka ia
melayangkan sebelah tangannya !
"Plok !" mukanya si pemuda kena terhajar.
Hong Kun terperanjat. Pipinya sampai balan, bertandakan
lima jari tangan si nona, hingga ia mesti mengusapnya.
Menggunakan saatnya orang terperanjat, In Go meronta,
membebaskan diri, setelah mana ia mundur dua tindak. Ia
menatap anak muda itu, agaknya ia pun bingung
sendirinya....... Hong Kun mengawasi pula si nona. Mulanya hendak ia
menggunakan kekerasan, akan tetapi kapan ia melihat wajah
orang, ia percaya si nona masih belum dapat membaca
maksudnya yang sebenarnya. Ia mengawasi, lalu tertawa.
"Ah, adik !" katanya sambil bertindak maju. "Adik, kau
main-main secara kelewatan. Kenapa kau menggunakan
tanganmu ?" Kembali ia maju mendekati satu tindak.
In Go menatap tajam. Ia bisa melihat wajah orang.
Nampaknya si anak muda itu bersikap keras tetapi segera
sikap itu berubah pula. Buktinya dia itu tertawa dan berlaku
manis lagi. Tapi ia sudah sadar, maka ia waspada.
"Apakah kau marah padaku ?" tanyanya, tertawa. "Aku
telah terlepasan tangan. Apakah kau masih merasa nyeri ?"
Hong Kun mengusap-usap pula pipinya, kemudian dia
mengasi lihat tapak balannya, yang masih bersemu merah.
"Nyeri di pipiku tetapi girang di dalam hati !" sahutnya.
"Mungkin inilah tanda dari cinta kasihmu, adik..."
Selagi orang maju, In Go mundur pula. Sekarang ia sadar
benar-benar, maka juga dari menyukai pemuda itu, di dalam
waktu sependek ini, ia jadi memandang tak mata. Ia mundur
dengan sepasang alisnya terbangun.
"Aku menyesal atas kelakuanmu ini," katanya. "Aku
menyayanginya !" Hong Kun heran hingga ia melengak. Sungguh hebat
perubahan sikapnya si nona.
"Apakah yang kau sayangi, adik ?" tanyanya berlagak pilon.
"Apakah yang kau maksudkan yang pertemuan kita ini
terlambat ?" Lagi-lagi In Go mundur satu tindak.
"Bukan itu," sahut si nona. "Aku melihat gerak gerikmu ini !
Dengan orang dengan lagak sepertimu ini, tak suka aku
bergaul lagi ! Kau harus ketahui aku bukanlah orang yang
dapat dipermainkan !"
Habis mengucap itu, In Go memutar tubuh terus
melangkah keluar rimba. Panas hatinya Hong Kun yang kedoknya dibuka si nona,
sedangkan nafsunya memiliki nona itu keras sekali. Ia
menggertak gigi, lantas ia bertindak ringan tetapi cepat untuk
menyusul, setelah datang dekat, tiba-tiba saja dia menotok
jalan darah hektiam nona itu !
In Go tidak menyangka jelek, dia tidak bersedia sama
sekali. Begitu dia kena totok, tubuhnya terus terhuyung
beberapa tindak. Dia pun mengeluarkan jeritan kaget. Justru
dia mau jatuh itu, si pria lompat padanya merangkul
pinggangnya tanpa dia dapat berbuat apa-apa.
Hong Kun puas sekali berhasil menawan nona itu, dari
bersenyum ewah, ia tertawa bergelak. Kemudian ia
memandang ke sekitarnya, guna mencari tempat yang cocok
dimana ia dapat memuaskan nafsu hatinya terhadap nona itu.
Rimba jarang tetapi di sana sini terdapat semak-semak
pohon rendah atau rumput yang tebal dan lebat ! Ketika itu
pula, suasana sangat sunyi, sampai suara kupu atau binatang
kecil lainnya pun tidak terdengar.
Segera si anak muda melihat batu besar dan rata dibawah
pohon dimana tadi dia duduk, itulah batu yang menurutnya
pantas dijadikan pembaringan. Maka kesana dia pergi sambil
memondong In Go. Dengan perlahan-lahan ia meletakkan
nona itu di atas batu tersebut.
Di dalam keadaan seperti itu, Hong Kun ingat untuk berlaku
hati-hati. Ia lantas melihat sekelilingnya. Rimba tetap sunyi,
tak ada lain orang disitu. Kemudian ia mengawasi batu besar,
maka ia mendapat kenyataan, meskipun suasana sunyi, batu
itu toh terlalu terbuka. Tapi, selekasnya ia mengawasi In Go
yang rebah diam saja, yang kecantikannya, juga potongan
tubuhnya, sangat menggairahkan, tiba-tiba tak dapat ia
menguasai dirinya lagi. Cepat luar biasa, ia lantas membukai
kanCing bajunya si nona !
Tepat pemuda itu tengah membukai kanCing orang, hingga
dia tak memikir lainnya apa juga, mendadak saja dia merasai
kedua belah iganya ada yang sentuh hingga dia terkejut
sekali. Kedua iga itu pun terasa sedikit sesemutan. Lantas ia
menduga kepada penyerangan pembokongan, maka tanpa
ayal pula, berbareng dia memutar tubuhnya, untuk melakukan
penyerang hebat dengan dua-dua tangannya.
Akan tetapi, dia menyerang tempat kosong. Tak ada orang
disitu. Serangannya itu hanya mengenai daun-daun pohon,
yang rontok berhamburan. Dia heran sekali. Menurut dia,
sekalipun orang yang tubuhnya paling ringan tak nanti lolos
dari hajarannya itu. Toh tadi ia merasa tubuhnya tersentuh
dan tubuh itu sedikit bergemetar. Habis apakah itu kalau
bukannya serangan gelap "
Dengan perasaan heran sekali, anak muda ini melihat pula
ke sekitarnya, terutama ia memperhatikan pohon-pohon dan
semak di seputarnya itu. Tetap ia tidak melihat suatu apa-apa,
tetapi --ia merasa-- seperti telinganya mendengar langkah kaki
di atas daun-daun dan bagaikan ada bayangan orang diantara
semak....... Dari merasa aneh, Hong Kun menjadi bersangsi bahkan
bercuriga. Ia lantas menerka yang tidak-tidak. Ia menyangka
mesti ada orang yang mengintai dan membokongnya. Tapi,
mana orang itu dan siapakah dia " Ia berdiam tetapi ia
waspada, matanya dibuka lebar-lebar, mengawasi tajam ke
sekelilingnya. Rimba tetap sunyi. "Sahabat yang mana yang berada disini ?" akhirnya si anak
muda bertanya nyaring. "Sahabat, silahkan kau perlihatkan
dirimu supaya kita dapat saling bertemu muka !"
Pertanyaan itu tidak memperoleh jawaban walaupun telah
diulangi beberapa kali. Setelah itu, baru anak muda ini merasa
hatinya tenteram. Ia mengawasi pula, ia tidak melihat
bayangan orang dan tidak mendengar suara langkah kaki
diantara dedaunan. Rupanya tadi, ia merasa, bahwa ia
dipermainkan daun-daun rontok hingga ia mendapat perasaan
yang tidak-tidak...... Matahari pun bersinar terang.
Segera sesudah berfikir tenang, Hong Kun menghampiri
pula batu besar dimana In Go tetap rebah tak berdaya.
Keadaannya mirip seorang nona yang lagi tidur nyenyak.
Tubuh dan wajah nona itu sangat menggiurkan hatinya. Sang
nafas membuat dadanya si nona naik dan turun dengan
perlahan. Mengawasi nona itu, dadanya Hong Kun pun memain naik
turun seperti dadanya si nona. Dia dipengaruhi sangat
perasaan hatinya. Darahnya lantas bergolak, dadanya itu
terasa sesak. Dia mirip si srigala kelaparan tengah
menghadapi sang kelinci !
Di dalam keadaan seperti itu, masih anak muda ini
bercuriga, hingga ia merasa batu besar itu bukanlah tempat
yang tepat untuk ia melampiaskan nafsu hatinya. Maka juga
lantas ia mengambil keputusan. Segera ia mengangkat dan
memondong tubuhnya In Go buat dibawa masuk ke dalam
sebuah ruyuk tak jauh di depannya. Dengan berada di dalam
situ, mereka berdua akan tak terlihat siapa juga. Karena
merasa senang dan puas, selagi memasuki ruyuk, ia
menggerutu seorang diri....
Tepat tengah ia melangkah masuk ke dalam ruyuk itu,
sekonyong-konyong Hong Kun merasa ada jari tangan yang
menekan sin-tong, jalan darahnya yang berarti kematian
untuk setiap orang. Dia kaget, hingga lantas saja dia memutar
tubuhnya berniat melakukan penyerangan. Atau segera dia
didahului bentakan bengis : "Jangan bergerak !" Terpaksa dia
membatalkan serangannya. Dia tahu, asal dia menyerang,
jiwanya bakal lenyap seketika........
"Hm !" ia lantas mendengar suara yang dingin. "Sahabat,
kau datang kemari, apakah maumu " Apakah yang kau
hendak lakukan ?" Dari suara orang, Hong Kun menerka pada seseorang yang
usianya telah lanjut. Pertanyaan itu bernada tak bermaksud
jahat. Karenanya ia memikir baiklah ia berlaku sabar,
selekasnya ada kesempatan, baru ia mau mengasi hajaran.
Maka lekas-lekas ia menjawab : "Urusanku, lotiang, tidak ada
sangkut pautnya denganmu !"
Ia membahasakan "lotiang" -- orang tua yang dihormati
karena ia percaya orang itu benar seorang tua.
"Oh !" orang itu memperdengarkan suaranya.
Hong Kun telah bersiap sedia, hendak dia menyerang tetapi
dia batal. Jari tangannya orang tak dikenal itu tetap
mengancam jalan darah kematiannya itu......
"Lotiang," kata ia kemudian, "kaulah seorang dari tingkat
tertua, kenapa kau melakukan ini ancaman menggelap atas
diriku " Apakah lotiang tidak takut yang perbuatanmu ini akan
merendahkan derajatmu sendiri ?"
Agaknya orang itu melengak, sebagaimana terasa tekanan
tangannya tak berat seperti semula.
"Sahabat !" kemudian terdengar suaranya pula, "sahabat,
jika kau masih menyayangi jiwamu, kau mesti dengar setiap
pertanyaanku dan menjawabnya dengan sebenar-benarnya !
Jika tidak, hm !" "Kau tanyakanlah !" sahut Hong Kun cepat. "Aku yang
rendah, biasanya tak pernah aku mendustai !"
Orang itu tidak menjawab, hanya dia lantas mulai dengan
pertanyaannya. "Sahabat," demikian tanyanya. "Siapakah nona yang kau
pondong ini?" Sinar mata galak dari Hong Kun memain beberapa kali.
"Dia ini sahabatku !" demikian sahutnya.
"Sungguh licik !" kata orang itu, suaranya menandakan
kemendongkolannya. "Jangan sembarangan mencaci orang, lotiang !" Hong Kun


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pun sengaja memperdengarkan suaranya yang menyatakan
dia tak puas. "Di dalam dunia ini, urusan yang paling besar
pun tak melebihkan kematian ! Kenapa lotiang mendongkol
tidak karuan ?" Agaknya orang itu terpengaruhkan kata-kata si anak muda,
maka ketika ia bersuara pula, suaranya sabar seperti semula.
"Jika benar seperti katamu, nona ini adalah sahabatmu,"
katanya, "coba kau jelaskan she dan namanya serta juga
nama perguruannya. Kau tentunya tahu jelas, bukan " Kau
bicaralah !" Hong Kun melengak. Ia cuma tahu namanya In Go, tidak
perguruannya. Tapi ia toh menjawab cepat : "Sahabatku ini
bernama In Go, kami baru saja bertemu secara kebetulan,
lantas kami mengikat persahabatan."
Sebenarnya In Go pernah menyebutkan namanya Gwa To
Sin Mo tetapi Hong Kun melupai itu sebab tadi sewaktu si
nona memberitahukannya pikirannya masih belum sadar
seperti sekarang ini dan ia pun tidak memperhatikannya.
"Oh !" kembali orang itu memperdengarkan suaranya.
"Kenapa nona ini tak sadarkan diri di dalam pondonganmu ?"
Kembali Hong Kun terkejut.
"Sebenarnya kita sedang bergurau....." sahutnya kemudian,
sebab tak ada alasan lainnya yang bisa dia kemukakan.
"Sedang bergurau ?" tanya orang itu, suaranya
menandakan kemurkaannya. Dia pun terus menekan,
membuat si anak muda berjengit menahan nyeri, sampai
giginya dijatrukan atas dan bawah.
Lewat sesaat, tekanan reda pula.
"Sahabat, kau bicaralah baik-baik." katanya pula orang itu.
"Kau harus mengaku dengan sebenar-benarnya ! Jika kau
memikir mendustai lohu, itu artinya kau mencari
penderitaanmu sendiri ! Mengertikah kau ?"
Dengan kesabarannya, orang itu membahasakan dirinya
"lohu", kata-kata merendah dari seorang tua, yang sama
artinya dengan "aku".
Hong Kun cerdik sekali. Dia bukannya menjawab, dia justru
balik menanya. "Lotiang," demikian tanyanya, "lotiang pernah apakah
dengan nona ini, maka juga lotiang begini memperhatikan
tentang dirinya ?" Sebagai jawabannya, orang itu tertawa bergelak-gelak
hingga kumandang tawanya itu menggetarkan rimba. Lalu,
terasakan kata-kata demi kata oleh Hong Kun, dia
menambahkan, "In Go ini ialah muridku si orang tua !"
Kagetnya Hong Kun tak terkirakan. Dia seperti mendengar
guntur. Dia sampai bergemetar seluruh tubuhnya. Dengan
lantas, tapinya ia mengasah otaknya. Hingga dia bisa lekaslekas
memulihkan ketenangan dirinya.
"Oh, kiranya nona ini murid kesayangan lotiang," demikian
katanya, tertawa. "Bagus !"
Orang itu heran. "Apa katamu ?" tanya dia.
Hong Kun tertawa pula, tertawa licik.
"Coba lotiang tanyakan dirimu sendiri," dia menjawab.
"Sebelumnya lotiang dapat membinasakan aku, mampukah
lotiang membantu murid kesayanganmu ini ?"
Si orang tua melengak. Baru sekarang ia insyaf yang
muridnya berada di dalam tangan orang. Jadinya murid itu
terancam bahaya seperti sekarang si anak muda berada dalam
ancamannya sendiri. "Aku si tua bukanlah orang yang dapat diancam, dipaksa !"
katanya kemudian. "Kalau muridku mati, aku cuma kehilangan
seorang murid ! Sahabat, kau agaknya licik sekali, maka itu
silahkan kau ambil jalanmu ke neraka sana !"
Kata-kata itu disusul dengan satu tekanan jari tangannya.
Hong Kun kaget sekali, segera ia merasakan nyeri sampai
alisnya berkerut rapat satu pada lain. Terpaksa ia mesti
menyerah, maka ia kata susah : "Lotiang, kau berlakulah
murah hati ! Aku yang muda akan bicara dengan sebenarbenarnya......"
Orang itu mengendorkan pula tekanannya, dia tertawa.
"Hm, bocah yang baik !" katanya mengejek, "bukankah kau
barusan mengatakan manusia itu cuma mati satu kali " Kalau
benar kaulah seorang gagah sejati, buatmu mati ialah mati !
Habis kau mau bicara apakah lagi ?"
Hong Kun meluruskan nafasnya yang sesak, dengan begitu
juga ia memperbaiki saluran nafasnya itu.
"Aku yang rendah," sahutnya kemudian, "aku sebenarnya
bukan takut mati. Aku hanya tidak memikir akan terjadinya
permusuhan diantara guruku dengan kau, lotiang.
Permusuhan itu akan berarti hebat, akan merupakan balas
membalas dengan kematian !"
Orang itu tertawa perlahan.
"Di dalam hal ini, bicaramu beralasan," katanya. "Tapi
dapat aku jelaskan pada kau, aku Gwa To Sin Mo, jika aku
bunuh kau, aku tidak takut yang gurumu nanti datang mencari
balas !" Girang Hong Hun mendengar suara itu. Ia memperoleh
kesempatan. "Lotiang," tanyanya. "Apakah lotiang bersahabat dengan
guruku ?" Pemuda licik ini tidak tahu Gwa To Sin Mo mengenal
gurunya atau tidak, ia menggoyang lidah sekenanya saja.
Gwa To Sin Mo sebaliknya heran.
"Siapakah itu gurumu ?" tanyanya.
Ditanya begitu Hong Kun lekas memikir. Ia tahu Gwa To
Son Mo yang berdiam di jurang Houw Tauw Gay di gunung
Tiaom Chong san menjadi seorang lihai yang sesat bukannya
sesat, sadar bukannya sadar. Dia itu bertindak sesat atau
lurus dengan melihat suasana. Dia ingat, mesti ada sebabnya
kenapa Gwa To Sin Mo muncul di Hek Sek San ini. Maka dia
pun menerka jangan-jangan Sin Mo mempunyai hubungan
dengan It Mo dan mungkin Sin Mo mengandung sesuatu
maksud dalam urusan Bu Lim Cit Cun. Dia menduga juga,
kalau Sin Mo mengenal gurunya, ada kemungkinan ia pasti
pergi ke Heng San. Di dalam sekejap, Hong Kun mendapat akal. Maka lekaslekas
dia menjawab : "Lotiang, guruku ialah Im Ciu It Mo !"
Mendengar jawaban itu, mukanya Gwa To Sin Mo berubah
menjadi suaram, tetapi cuma sejenak, dia terus tertawa dan
menanya : "Sahabat, apakah she dan namamu yang mulia "
Kau sebutkanlah !" Mendengar suara orang bernada sungkan, timbul pula
kelicikannya Hong Kun. "Aku yang rendah bernama Tio It Hiong." demikian
jawabannya. Dia sadar pula akan peranannya.
Gwa To Sin Mo heran hingga ia berdiri melengak. Pernah ia
bertemu dengan Tio It Hiong, hanya ketika itu It Hiong
bersama Ya Bie, muridnya Touw Hwe Jie. Di Kiam Gee Kiap ia
bertemu dengan Im Ciu It Mo dan Im Ciu It Mo mengatakan
bahwa muridnya bernama Tio It Hiong, hanya ketika itu Tio It
Hiong agaknya terganggu urat syarafnya. Ketika ia dan muridmuridnya
bertiga melayani Im Ciu It Mo bertempur, Tio It
Hiong bersama Ya Bie lenyap tidak karuan. Sekarang di sini ia
bertemu dengan orang yang menyebut dirinya Tio It Hiong
dan bukannya Gak Hong Kun ! Bagaimanakah duduknya hal "
Benarkah dua nama itu tetapi orangnya satu " Kalau It
Hiong dari Kiam Gee Kiap, maka manakah kawan wanitanya "
Kenapa dia justru muncul disini tengah mempermainkan In Go
" Kenapakah In Go berdiam saja itu " Ia tercelakakan atau
hanya ditotok hingga pingsan "
Bingung si Bajingan, tetapi di akhirnya ia dapat pikiran
bahwa cuma sesudah muridnya terasadar barulah ia akan
mendapat keterangan jelas tentang duduknya hal. Dasar ia
telah berpengalaman, walaupun terbenam dalam kesangsian,
ia dapat tertawa ringan, pada wajahnya tak nampak sesuatu
perubahan. "Kiranya kaulah laote Tio It Hiong !" katanya tertawa pula.
Bajingan ini telah memikir tak mau menanam bibit
permusuhan baru, cukup asal muridnya dapat ditolong dan
terasadar, tetapi sebab si naka muda nampak licik, ia berpikir
keras bagaimana ia harus mendapati muridnya itu.
Habis tertawa, Sin Mo lantas mengendorkan tekanannya
pada jalan darah orang. "Kiranya kaulah orang sendiri, Tio laote !" katanya pula
kemudian. "Aku minta supaya peristiwa barusan jangan kau
buat pikiran !" Hong Kun merasa lega mendapatkan jalan darahnya tak
tertekan pula, hanya untuk sejenak ia masih bingung.
"Terima kasih, locianpwe !" katanya yang mendadak
berlompat memisahkan diri beberapa tindak, setelah mana dia
memutar tubuhnya, terus dia menatap orang dari atas ke
bawah dan dari bawah ke atas. Orang itu sebaliknya pun
mengawasi, sebab ia tetap bersangsi, It Hiong dan Hong Kun
satu orang atau dua........
"Tio laote," tanya pula Sin Mo lewat sesaat. "kenapa In Go
tidak sadarkan diri " Tahukah kau sebabnya " Bagaimana
kalau lohu memeriksanya ?"
Hong Kun menjadi bingung. Sebenarnya apa yang
dipikirkan ialah segera kabur dengan membawa In Go, supaya
di lain tempat, dapat ia ganggu kehormatannya nona itu.
Sekarang si jago tua menanya demikian padanya. Buat kabur
dengan begitu saja, dia ragu-ragu. Dia memondong tubuh si
nona, tak nanti dia dapat lari cepat dan lolos dari tangannya si
bajingan. Bagaimana sekarang "
Di dalam keadaaan sadar sejenak itu, mendadak Hong Kun
ingat halnya si nona adalah muridnya si Bajingan. Maka inilah
kebetulan, bajingan itu dapat ia pengaruhi selama si nona
belum ia bebaskan atau serahkan. Nona itu dapat digunakan
sebagai alat mengancam. Gwa To Sin Mo menghampiri In Go. Seperti katanya
barusan, hendak ia memeriksa kenapa murid itu berdiam saja,
tak bergerak, tak sadar. Hong Kun tak mau dengan mudah saja menyerahkan murid
orang. Maka itu selagi si bajingan menghampiri dan sudah
mendekati, mendadak ia membentak : "Tahan ! Berdiri diam
disitu !" Sin Mo heran hingga dia berdiri melengak, setelah sadar,
dia mengawasi tajam. "Kau kenapa, Tio Laote ?" tanyanya heran. "Kenapa
sikapmu ini ?" Hong Kun bersikap dingin ketika dia menjawab : "Dalam
dunia Kang Ouw terdapat banyak sekali kecurangan, karena
itu, aku harus berhati-hati ! Demikian dalam urusan kita ini !
In Go ini sahabatku, dari itu lotiang, kau perlu membuktikan
dahulu bahwa dia benarlah muridmu ! Apakah bukti lotiang ?"
Gwa To Sin Mo berdiri menjublak mendengar pertanyaan
itu, tetapi cuma sejenak, lantas timbul kemarahannya. Alis dan
janggut kambing hutannya bangkit berdiri, janggut itu
bergoyang-goyang sendirinya ! Dia pun mesti menahan hawa
amarahnya. Kemudian lagi, dia tertawa dingin.
"Ka menyebut diri sebagai sahabatnya In Go, apakah
buktinya ?" dia balik bertanya.
Hong Kun tertawa. Ia mendongkol yang usahanya
dirintangi, ia lupa segala apa.
"Dia berdiam saja ditanganku, itulah buktinya !" ia
menjawab keras, sikapnya mengejek. "Dia bukan melulu
sahabatku, dia juga daging suguhanku ! Hm !"
Mukanya Gwa To Sin Mo menjadi pucat dan biru saking
gusarnya. "Bagaimana dapat Im Ciu It Mo mendidik murid begini
bagus ?" katanya sengit. "Baik, Tio laote! Seakrang hendak
aku menyaksikan bagaimana kelicinanmu ! Hendak aku
mendapat bukti, siapakah pemilik daging suguhan itu."
Sembari berkata Sin Mo bertindak perlahan menghampiri si
anak muda. Hong Kun bingung. Tadi ia cuma membuka mulut lebar
saja. Lantas dia mengangkat tubuhnya In Go, di bawa ke
depan dadanya. Sembari berbuat begitu, dia berkata nyaring :
"Jika lotiang maju lagi satu tindak maka aku akan
membinasakan dahulu nyawanya In Go !" Sembari
mengancam itu, dia bertindak mundur. Dia mau mundur ke
dalam rimba, untuk terus melarikan diri !
Gwa To Sin Mo tidak menghiraukan ancaman itu. Ia melihat
orang mundur, ia maju terus. Karena si anak muda mundur
tindak demi tindak, ia pun maju langkah demi langkah.
Tak berani Hong Kun membuktikan ancamannya akan
membinasakan si nona. Dia masih berat. Dia percaya, kalau In
Go mati, tentu si Bajingan tak mau sudah dengan begitu saja.
Demikian dua orang itu, dengan yang satu mundur yang
lain maju. Walaupun dengan sangat lambat, akhir-akhirnya
mereka masuk juga ke dalam rimba, diantara banyak
pepohonan ke dalam mana Hong Kun berniat lari
menyelindung agar si jago tua sukar mengejarnya.......
Mendadak Sin Mo menghentikan langkahnya. Lantas dia
kata dingin : "Kau harus ketahui sifatku si orang tua !
Seumurku, belum pernah aku menerima ancaman atau
paksaan ! Apakah kau memikir menggunakan In Go sebagai
manusia jaminan supaya aku tidak turun tangan terhadapmu "
Hm, kau keliru ! Dengan begitu kau justru mencari
mampusmu sendiri ! Kau tahu atau tidak ?"
Hong Kun makin bingung. Jantungnya berdebaran. Tak
tega dia membinasakan In Go. Dia juga tidak berani
melakukannya ! Dia menjadi serba salah ! Tanpa merasa, dia
rangkul pula si nona dalam pelukannya.
"Tua bangka ini mengikuti aku, belum juga dia mau turun
tangan. Apakah yang dia pikirkan ?" demikian tanyanya di
dalam hatinya. "Ah, dia juga tentu cuma menggertak aku......"
Terus si anak muda mengasah otaknya. Kemudian ia
mendapat satu akal, maka ia lantas menanya : "Lotiang,
bagaimana lotiang pikir kalau keadaan kita berdua berubah
menjadi sebaliknya " Lotiang menjadi aku dan aku menjadi
lotiang ?" Sin Mo menjadi berpikir pula. Ia mengangguk-angguk dan
kata seorang diri : "Seorang muda dalam keadaan berbahaya,
pikirannya tidak kacau itulah pertanda dari orang yang
bersemangat......" Lantas ia mengusuti janggutnya dan mengawasi anak muda
itu. Lalu lewat sekian lama, dengan wajah menjadi sabar lagi,
ia kata perlahan " "Kau letakan dahulu In Go ! Percaya, lohu
akan berbuat suatu kebaikan untuk dirimu !"


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jago tua ini mau menghargai orang yang bernyali besar.
Karena itu, kata-katanya itu mempunyai arti yang sebenarnya.
Dia berniat merekoki jodoh muridnya dengan jodoh si
pemuda. Dia belum tahu yang In Go adalah kekasihnya Bu Pa
! Tapi lain adalah niatnya Hong Kun. Dia bukan mencintai In
Go. Hanya dia ingin mendapatkan tubuh orang, guna
melampiaskan nafsu birahinya.
Lantas si anak muda tertawa dan tanya : "Lotiang,
kebaikan apa itu yang lotiang hendak perbuat atas diriku ?"
dia pikir, kalau ada kesempatannya, janji si jago tua ini
hendak dia memegangnya erat-erat.
Gwa To Sin Mo tertawa. "Laote !" katanya, yang merubah pula cara panggilannya.
"Laote, telah lohu melihat jelas segala tindak tandukmu diatas
batu besar tadi ! itulah bagus sekali ! Maka itu cobalah kau
terka, kebaikan apa hendak kuberikan terhadapmu ?"
Puas Hong Kun mendengar suaranya si Bajingan tua. Tapi
dia bermain komedi. Dia menggeleng kepala.
"Sulit, sulit lotiang !" sahutnya. Teka-teki lotiang sukar
sekali untuk diterkanya ! Aku minta lebih baik lotiang saja
yang menjelaskannya ! Sulitkah ?"
Habis berkata begitu, si anak muda menurunkan tubuhnya
In Go, untuk diberdirikan. Supaya si nona dapat berdiri tegak,
ia mengulurkan lengan kirinya guna menjagai tubuh orang.
In Go rapat kedua belah matanya. Dia berdiri menyender di
tubuhnya si pemuda. Dengan caranya itu, Hong Kun mau mengelabui Gwa To Sin
Mo, agar si Bajingan menyangka nona itu lagi berdiri supaya
dia dikira sudah meluluskan permintaan orang itu.
Sin Mo mengawasi, dia mengangguk.
"Tio laote !" katanya. "apakah dengan sesungguhnya
hatimu yang kau mencintai In Go ?"
Hong Kun mengangguk. "Ya," sahutnya. "Lotiang mau apakah ?"
Sin Mo menatap, dia menjawab : "Lohu berniat agar In
Go......" Belum sempat si jago tua melanjuti kata-katanya itu,
mendadak dari antara segunduk pohon rumput tampak
mencelat keluarnya seorang anak muda, yang terus lari ke
arah Gak Hong Kun ! Pemuda she Gak itu waspada, dia melihat munculnya
orang, lekas-lekas dia memegangi tubuhnya In Go buat diajak
menyingkir dari anak muda itu. Tapi si anak muda maju terus
dengan sama cepatnya, bahkan dia segera menyerang !
Hong Kun mengenali serangan itu serangan Ngo Heng
Ciang. Lekas-lekas dia berkelit. Sekarang dia mengenali Bu Pa,
maka dia berseru dengan tegurannya : "Eh, Bu Pa, kau berani
kurang ajar ya?" Dia sengaja menyebut keras-keras namanya
anak muda tu karena ada pula maksudnya, yang supaya Sin
Mo yang mencegak sepak terjang muridnya itu. Dia mau
menunjuki yang dia sabar luar biasa, bahwa dia tak mau
sembarang bertempur........
Walaupun demikian, Hong Kun tidak pernah menyangka
yang segala gerak geriknya yang tadi dipergoki Gwa To Sin Mo
telah terlihat oleh Bu Pa sebab muridnya si Bajingan ini
mengiringi gurunya. Dan Bu Pa gusar sekali karena kekasihnya
telah orang permainkan . Sebegitu jauh, Bu Pa terus bersembunyi di luar rimba. Ia
mengintai dan melihat segala apa. Ia telah menyaksikan gerak
geriknya In Go. Ia pun menyaksikan sikap gurunya. Biarnya ia
panas hati, ia tetap mentaati pesan gurunya buat tidak
sembarang muncul. Terus ia melihat dan mendengari. Paling
akhir habislah sabarnya kapan ia dapat menerka maksudnya
gurunya, yang agaknya tertarik hati oleh si anak muda dan
berniat merekoki jodohnya In Go dengan pemuda itu. Maka
tanpa menanti guru itu menyatakan mau menyerahkan In Go,
ia lantas muncul dan terus menyerang Hong Kun.
Si anak muda she Gak berkelit, ketika ia diserang pula,
kembali ia mengegos tubuhnya. Hal itu membuat
kemurkaannya Bu Pa meluap. Maka waktu dia menyerang
buat ketiga kalinya, dia sekalian menyiapkah tok-ciam, jarum
beracun di tangan kirinya.
Sampai disitu, tak dapat Hong Kun berkelit terus. Terpaksa
dia menangkis serangan orang, hingga tangan mereka berdua
bentrok keras. Justru kedua tangan beradu, justru tangan
kirinya Bu Pa bergerak. Menyusul mana benda-benda halus
dan berkeredepan menyambar ke arahnya.
Hong Kun melihat senjata rahasia itu. Dia tahu itulah mesti
senjata beracun. Bukankah Gwa To Sin Mo tukang membuat
benda beracun " Maka itu, supaya tidak berkelit untuk sia-sia
belaka, ia mengajukan tubuhnya In Go guna dijadikan
semacam perisai. Jarum rahasia dari Bu Pa dilepaskan bukan hanya satu kali.
Itulah serangan berantai. Jarum pertama mengenai tubuhnya
In Go, segera menyusul yang kedua. Inilah tidak disangka
Hong Kun. Dia baru kaget ketika ada senjata rahasia yang
mengenakan bahu kanannya dimana nancap sampai empat
atau lima batang jarum ! "Aduh !" dia berteriak disebabkan rasa nyeri, menyusul
mana bahunya itu bagaikan beku karena kesemutan dan
nyerinya. Menyusul itu, tangan kanannya Bu Pa pun tiba. Karena dia
ini tidak berhenti sampai disitu saja.
Dengan bahu kanannya terkena jarum rahasia, tidak dapat
Hong Kun menggunakan tangannya itu buat menangkis
membela diri, terpaksa ia mengajukan pula tubuhnya In Go
yang ia masih belum mau melepaskannya.
Kali ini Bu Pa berlaku cerdik. Melihat tubuh kekasihnya
diajukan, dia membatalkan serangannya yang hebat itu. Ia
mengubahnya dengan serangan lainnya. Kalau serangan yang
pertama menuruti ilmu Ngo Heng Ciang, yang belakangan
satu jurus dari Kim Liok Ciu, Tangan Menawan Naga. Maka
juga, hanya di dalam sedetik, In Go sudah pindah ke dalam
rangkulannya. Hampir pemuda itu menangis menyaksikan kekasihnya
pingsan bagaikan tidur nyenyak. Lekas-lekas ia menyuapi obat
pemunah racunnya. Setelah itu menyusul tepukannya pada
jalan darah si nona buat menyadarkannya.
Lewat sesaat, mendadak In Go mengeluarkan suara
tertahan, terus dia membuka matanya. Maka dia lantas
melihat yang tubuhnya berada dalam pelukan kekasihnya.
"Kakak !" panggilnya lemah, seperti berbisik.
Dengan sikap sangat menyayangi, Bu Pa tanya : "Adik, apa
yang kau masih rasakan pada tubuhmu ?"
In Go menggeleng kepala, terus ia memejamkan pula
matanya. Sebagai gantinya, airmatanya terus meleleh keluar.
Ia menangis terisak-isak perlahan.
Sampai disitu, Bu Pa mencabuti jarum rahasianya dari
tubuhnya kekasihnya itu. Bahaya sudah tidak ada lagi, karena
obatnya sudah bekerja, menolak dan membasmi racunnya.
Bahkan lekas juga si nona pulih tenaganya hingga ia bisa
berbangkit, akan bangun berdiri seperti sedia kala. Ia melirik
pada kakak seperguruannya seraya bertanya : "Kakak, kau
mengawasi saja padaku, kenapakah ?"
Bu Pa menatap, terus dia menghela nafas.
"Adik, kau tak tahukah bagaimana bahayanya keadaanmu
barusan ?" dia balik bertanya.
In Go menggigit bibinya. Ia tunduk. Mukanya pun berubah
merah sampai ke telinganya. Lagi-lagi ia melirik si anak muda.
Bu Pa tetap mengawasi, maka itu sinar empat mata mereka
beradu satu dengan lain. Sinar mata itu jauh lebih berarti dari
pada kata-kata mereka. Tiba-tiba mereka berdua itu dikejutkan oleh satu suara
merintih. Lantas keduanya menoleh ke arah dari mana suara
itu datang. Maka mereka menoleh ke arah dari mana suara itu
datang. Maka mereka melihat si anak muda yang lagi rebah di
tanah. "Dia kenapakah ?" tanya In Go kaget, lalu tubuhnya mau
lompat menghampiri. Bu Pa menarik bajunya si nona.
"Adik masih mau melihatnya ?" tanya. "Dialah seorang hina
dina !" Suara itu bernada menyesali dan beririh hati.
In Go menatap anak muda itu.
"Kakak," tanyanya. "kenapa kakak menghina orang "
Kenapa kakak agaknya sangat membenci pemuda itu ?"
Bu Pa membuka matanya lebar-lebar, dari mulutnya
terdengar suara tawar "Hm !"
"Kau tak tahu, adikku," sahutnya kemudian. "Hampir saja
kau bercelaka ditangannya sebab lenyapnya kesucian dirimu !"
Bu Pa bicara terus, menuturkan apa yang ia saksikan
perihal gerak geriknya si anak muda, yang mau merusak
kehormatannya si nona. Mukanya In Go menjadi merah, hatinya pun memukul
keras. Di luar dugaannya, segala perbuatannya si anak muda,
segala gerak geriknya sendiri telah terlihat gurunya serta
kakak seperguruannya itu.
Bu Pa melihat kekasih itu malu sekali. Lantas ia menghibur
: "Tak usah kau bersusah hati, adik. Dia pun telah seperti
selaruh diantara api, jiwanya tinggal sekali hembusan
saja......." In Go mengawasi kakak seperguruan itu dengan matanya
dibuka lebar. "Kakak" tanyanya, "apakah dia tak sanggup melawan kakak
dan telah terluka parah ?"
Bu Pa tertawa, agaknya dia puas.
"Dia terkena beberapa batang jarum beracun." sahutnya.
"Dia bersuara itu tentu disebabkan racunnya jarum sedang
bekerja." Si nona tampak kurang puas, matanya berkesip beberapa
kali. "Kakak, tahukah kakak siapa dia itu ?" kemudian dia tanya.
Bu Pa melihat sikapnya si nona, ia merasa tak enak hati. Ia
pun berpikir : "Aneh adik ini ! Dari ancaman maut aku
menolongnya, tak juga dia menghaturkan terima kasih
padaku.... Kenapa dia justru prihatin terhadap manusia rendah
itu ?" Tapi dia toh menjawab kekasihnya itu.
"Kau tahu dia siapa, adikku ?" demikian tanyanya. "Dialah
Gak Hong Kun muridnya Im Ciu It Mo ! Dia tampan tetapi
hatinya busuk seperti racun...."
"Eh, kakak !" si nona menyela kata-kata orang. "Kakak,
kaulah seorang laki-laki sejati. Kenapa kau bicara seperti
perilakunya seorang wanita ?"
Bu Pa tertawa terpaksa. "Itulah hal yang harus ditanyakan kepada kau sendiri,
adik." sahutnya. Lalu ia mengangkat kepalanya dan menarik
nafas perlahan. In Go tertawa. "Ah, kakak kau aneh !" katanya, manis. "Kakak, kau jenaka,
kau pun harus dikasihhani !"
Tapi si anak muda kata sungguh-sungguh : "Adik, hatimu
telah berubah ! Kau telah melupakan hari kita dulu-dulu !"
In Go tertawa terus sampai terpingkal-pingkal. Kemudian ia
mendelik pada si pria. "Tolol !" katanya keras. "Jangan jadi tolol ! Jangan kau
memikir terlalu banyak ! Apakah kau sangka aku In Go
seorang wanita yang mudah berubah hatinya ?"
Bu Pa memperlihatkan wajah dingin, sebisa-bisa ia
mengendalikan hatinya yang panas. Kata dia : "Adik, suaramu
manis didengarnya, tetapi hatimu...." Tiba-tiba ia berhenti di
tengah jalan. In Go tertarik kata-kata pemuda itu, lenyap tawanya.
Sebaliknya, dengan jari tangannya ia menekan dahi orang,
sembari menggertak gigi ia kata : "Siapa suruh apa yang kau
katakan , kau anggap seperti tidak ada..."
"Kapan aku berbuat demikian, adik " Thian menjadi
saksinya...." "Tapi cobalah kau pikir-pikir !" kata si nona.
Bu Pa berdiam, otaknya bekerja. Akhirnya ia kata : "Adik,
jangan kau bergurau pula padaku ! Asal hatimu tidak berubah,
bersedia aku andiakata kau menitahkan aku naik ke langit
atau masuk ke dalam tanah !"
Si nona mengawasi. "Aku bukannya mau menyuruh kau naik ke langit atau
masuk ke dalam bumi !" katanya manja. "Buat apa melakukan
sesuatu sesukar itu " Asal kau buktikan kata-katamu dan
memberi itu suatu wujud, itu sudah cukup ! Itu saja akan
menjadi tanda kasihmu padaku !"
Bu Pa mencekal keras tangan si nona. Dia nampaknya
Bingung, hatinya tegang. "Jangan main teka teki, adik." katanya perlahan. "Tak
dapat aku menerkanya. Coba kau memberikan penjelasan
padaku." In Go menatap muka orang, terus dia tertawa.
"Itulah musuhnya Tio It Hiong !" katanya kemudian. "Kalau
kau benar mencintai aku, kenapa kau melupakan itu ?"
Mendengar itu, barulah Bu Pa sadar. Dahulu pernah satu
kali, selagi keduanya berlatih silat, mereka berjanji buat nanti
sehidup semati. Dan ketika itu In Go sembari bergurau
mengasi tahu si anak muda kalau dia sudah memiliki
kepandaian sebagai Tio It Hiong dan dapat mengalahkan
pemuda she Tio itu, baru ia -- si pemudi -- sudi menyerahkan
diri pada si pemuda, buat mereka berdua menjadi pasangan
suami istri. Bu Pa telah memberikan janjinya, hanya
kemudian, dia telah melupakan itu sampai sekarang dia
ditegur sang kekasih ! Satu hal harus dijelaskan, Bu Pa dan In Go belum pernah
merantau. Maka itu tentang namanya Tio It Hiong mereka
cuma mendengar orang buat sebutan, orangnya sendiri belum
pernah mereka menemui atau melihatnya. Laginya, tanpa
sebab musabab, tak ada alasannya buat Bu Pa mencari It
Hiong guna mengadu kepandaian kecuali dia mencari alasan
yang dibikin-bikin. Siapa tahu sekarang, si adik ingin dia
membuktikan janjinya itu. Dan justru ditimbulkan di saat si
nona habis bertemu dengan Tio It Hiong palsu !
Bu Pa tahu benar tabiatnya sang adik seperguruan yang
keras dan sukar buat ditundukkan. Tapi dia pun cerdas. Justru
Hong Kun merintih itu, justru dia mendapat suatu akal.
Jilid 56

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Adik", katanya sambil dia menunjuk pemuda itu, "kau lihat
dia ! Nah, inilah harinya yang aku akan mewujudkan katakataku
dahulu hari itu !" "Hus !" bentak si nona. "kau mengaco belo !"
"Eh, eh," kata Bu Pa, "kalau kau tidak merasa pasti, pergi
kau tanya suhu ! Tadi dia ini sendiri yang menyebut Tio It
Hiong !" In Go menarik tangannya, dia menunjukkan tampang tidak
puas. "Kenapa tadi kau menyebut dia dia Gak Hong Kun ?"
tanyanya. Bu Pa berdiam hingga sekian lama.
"Mungkin dia mempunyai dua nama," sahutnya kemudian.
"Satu Gak Hong Kun dan satu lagi Tio It Hiong ......."
In Go mencibirkan mulutnya. Ia tidak mengatakan sesuatu
lagi pada kakak seperguruannya itu hanya segera menoleh.
"Suhu !" panggilnya kepada gurunya.
Ketika itu hari mendekati magrib, uap mulai tampak di
empat penjuru jagat. Rimba sudah mulai gelap.
Sia-sia saja In Go memanggil gurunya, gurunya tidak
tampak. Jawabannya tidak terdengar, ketika ia mengulangi
memanggil beberapa kali tetap tanpa penyahutan dari
gurunya, ia lantas bertindak pergi untuk mencari.
Gwa To Sin Mo sebenarnya tidak pergi kemana-mana, dia
membiarkan murid-muridnya itu, dia sendiri bercokol diatas
pohon sambil bersemadhi, tetapi tak lama, In Go dapat
mencarinya. Maka ujung bajunya ditarik-tarik, dia dikasihh
bangun oleh muridnya itu, yang dengan manja berkata
padanya : "Suhu, mari lekas ! Mari memberikan keputusan adil
kepada muridmu......."
"Ah, anak tolol !" berkata guru itu tertawa. "Mengapa masih
rewel saja " Sekarang langit sudah gelap, mari lekas kita
pulang !" In Go tidak menghiraukan kata-katanya guru itu, dia
bahkan menariknya, untuk kemudian menunjuk Hong Kun, dia
berkata : "Suhu, siapakah namanya orang ini " Aku minta
suhu menjadi saksi !"
Sin Mo mengawasi si anak muda. Ia tidak tahu kedua murid
itu rewel di dalam urusan apa, lantas ia menjawab dengan
seenaknya saja : " Dia pernah menyebut namanya yaitu Tio It
Hiong..." "Nah, adik, kau telah dengar, bukan ?" Bu Pa menyela,
tampangnya sangat girang. "Dia memangnya Tio It Hiong !"
Si nona membanting-banting kakinya.
"Aku tidak mau mengerti !" katanya, manja. "Suhu, suhu,
kenapa suhu membantu kakak ?"
"Hus, jangan bingung !" bentak si guru. "Mungkin orang ini
tengah memalsukan diri."
"Suhu !" berseru Bu Pa. "Suhu, jangan suhu sembarang
mengatakan !" "Nah, kakak, kau dengar tidak ?" In Go menyela. Dia
tertawa. "Kata suhu dialah si orang palsu!"
Bu Pa melengak. Lantas dia mengawasi gurunya, untuk
bertanya : "Suhu, entah dialah Gak Hong Kun atau sebaliknya
Tio It Hiong yang menyaru menjadi Gak Hong Kun ?"
"Suhu berkata apa yang benar," In Go menyela pula, "maka
itu, tak usah kita saling membantah lagi !"
"Nampaknya dia bakal kehilangan jiwa...... " kata sang
guru. "Suhu !" Bu Pa kata, bingung, "suhu, tolonglah bilang,
sebenarnya dia ini menyamar menjadi siapa ?"
Sang guru tertawa. "Dua-dua ada kemungkinannya !" sahutnya. "Buat apa kita
perdulikan dia !" In Go mengawasi gurunya. Terang guru itu pun ragu-ragu.
Kemudian ia menoleh ke lain arah, mulutnya bungkam. Tapi
cuma sejenak, ia menoleh pula, sinar matanya pun memain.
"Suheng !" katanya, pada si kakak seperguruan, "aku
mempunyai satu pikiran....."
"Apakah itu ?" tanya sang suheng cepat.
In Go menghampiri, tangannya merogoh sakunya dari
mana terus ia menarik keluar sebuah peles kecil yang isinya
tiga butir yang warnanya berlainan. Ia menuang
mengeluarkan itu, buat terus dijejalkan ke dalam mulutnya It
Hiong, tubuh siapa ia angkat bangun berduduk, kemudian ia
meneruskan mencabut jarum beracun yang nancap di
bahunya orang itu. Kemudian lagi, sembari bangkit berdiri si nona memandang
Bu Pa dan tertawa. Katanya : "Aku memberikan dia obat
pemunah racun. Aku juga mencabut jarumnya. Itulah ada
faedahnya buat dia ! Kakak, tahukah kau maksudku berbuat
begini ?" Hatinya Bu Pa tak mengasih menyaksikan pacarnya itu
mengobati si pemuda. Akan tetapi karena ia menyayanginya,
ia mencintai nona itu, tak mau ia membuat orang mendongkol
dan bergusar. Maka ia membiarkan saja. Sekarang ia ditanya,
itulah sangat menyulitkan padanya. Ia tidak dapat menerka
maksudnya si nona itu. Namun dia ditanya, terpaksa ia
menjawab sekenanya saja : "Mungkin kau, adikku, kau....."
"Jangan sembarang bicara !" In Go menyela. "Baik, mari
aku beritahukan ! Aku mengobati dia supaya dia mendusin
dan sadar, lalu kita tunggu sampai dia pulih seperti biasa.
Setelah itu, aku ingin kau, kakak, menempur dia !"
Bu Pa mementang lebar matanya.
"Apakah yang hendak diadu pula ?" tanyanya heran. "Aku
toh telah menghajarnya hingga kalah?"
In Go memperlihatkan wajah sungguh-sungguh, matanya
menyilak. "Melukai orang dengan senjata rahasia, itulah bukan
perbuatan secara laki-laki !" katanya sungguh-sungguh.
"Dengan caramu itu kau merebut kemenangan, itulah yang
paling aku tak sukai !"
Di dalam hati, Bu Pa ragu-ragu. Tadi pun, selagi menempur
si anak muda, ia merasa orang lihai sekali. Tak ada kepastian
baginya untuk memperoleh kemenangan dengan mudah.
Sekarang timbulnya soalnya In Go ini. Maka ketika ia berkata
pula, ia bicara secara menyimpang. Katanya : "Janji kita
bukankah janji asal aku dapat mengalahkan Tio It Hiong !
Benar, bukan ?" In Go mengangguk. "Tidak salah !" sahutnya lantas.
"Nah, sekarang tinggal soalnya !" kata Bu Pa. "Orang ini
benar Tio It Hiong atau bukan ! Suhu sendiri tak dapat
memastikannya. Maka itu aku pikir, baik kita tungguh sampai
dia siuman. Baru kita tanya tegas padanya dia sebenarnya
siapa ! Setelah itu masih ada waktu buat aku menguji
kepandaiannya......."
In Go mengawasi kawannya dengan dia mementang mata
lebar-lebar. Dia berpikir. Kemudian dia bersenyum.
"Kakak, kenapa kau memikir banyak begini ?" katanya.
"Apakah mungkin kau pun mendusta waktu kau mengatakan
kau mencintai aku ?"
Bu Pa melengak. Dia bingung.
"Jangan salah mengerti, adik !" katanya. "Dapat aku
membelek dadaku buat aku mengasi lihat hatiku padamu !
Adik, aku harap kau menjunjung cinta kasih kita berdua......."
In Go tunduk. "Cinta kasih kita berdua........" katanya perlahan.
"Ya, adik ! Apakah adik memandang itu hanya main-main
saja ?" "Bukan begitu, kakak." kata si nona. "Selama kedua orang
pria dan wanita belum menikah, cinta kasih diantara keduanya
adalah hal mengasi dan menerima bersama. Benar begitu,
bukan ?" "Ah, kembali adik main-main !"
"Bukan, kakak ! Aku hanya ingin bicara jelas. Bukankah
dalam keadaan seperti kita sekarang, kaulah pihak yang
meminta dan aku pihak yang menerima ?"
Bu Pa mengawasi. Ia sungguh tidak mengerti. Mau apa
kekasih ini. Apakah yang dikandung di dalam hatinya.
Karenanya, tak berani ia sembarang memberikan jawabannya.
Lewat sejenak, In Go berkata pula : "Kakak, kau harus
membedakan kedudukan meminta dan menerima. Itulah
mengasi dan memberikan. Kita harus sama-sama saling
mengetahui keadaan masing-masing. Buat minta cinta kasih
seorang nona, kau harus mendengar kata-kata oarng, kau
harus membuat hati orang senang ! Tahukah kau artinya itu
?" Bu Pa kata di dalam hatinya, "Hm, kiranya dia mau tunduk
di bawah pengaruhnya ! Keadaan tapinya adalah sedemikian
rupa......" Karena ini, ia lantas menjawab : "Adik, kau benar !
Nah, kau bilanglah, bagaimana kehendakmu !"
Alisnya In Go bangkit. "Kata-kataku ialah perintahku." sahutnya. "Jika kau memikir
tentang cinta, kau harus mendengar kata......"
Justru si nona baru berkata sampai disitu, kata-katanya
disela Gak Hong Kun yang tiba-tiba mengeluarkan suara
tertahan. Kiranya dia sadar terus hendak tumpah-tumpah, lalu
dia memuntahkan ilarnya. Habis itu dia menghela nafas
panjang. Tatkala itu sang malam telah tiba dan si puteri malam
sudah muncul. Di antara cahaya rembulan, In Go melihat
Hong Kun mendusin untuk terus bangun duduk.
Melihat pemuda itu siuman, Bu Pa ingat kepada janjinya
pada In Go, maka lantas ia kata : "Adik, dia sudah sadar. Coba
kau suruh dia bangun. Buat dia mengadu silat denganku !"
In Go mengangguk. "Nah, ini barulah tandanya kau mencinta !" katanya,
tertawa, terus dia bertindak menghampiri si orang muda untuk
berkata : "Tio It Hiong, aku telah memberikan kau obat serta
mencabut jarum beracun dari tubuhmu. Itu artinya aku telah
membantu jiwamu. Maka buat itu, kau harus mengucap
terima kasih padaku ! Kau bangunlah !"
Hong Kun mengangkat kepalanya, sinar matanya tolol. Ia
mengawasi si nona. Ia tidak kata apa-apa. Ia pun tidak
bergerak sama sekali. "Orang bertabiat keras !" kata si nona. "Kau bangunlah !
Nonamu hendak bicara denganmu !"
Hong Kun bagaikan mendengar dan tidak mendengar. Ia
duduk diam saja. In Go heran. Ia menjadi tidak senang. Ia angkat kakinya
dan mendupak perlahan pada paha orang.
"Bangun !" bentaknya.
Hong Kun tetap tidak bangun. Ia cuma mengusut-usut
pahanya itu. "Bangun !" si nona membentak pula. "Bangun !"
Percuma In Go memperdengarkan suaranya itu berulangulang.
Hong Kun tetap duduk diam saja. Maka makin panaslah
hatinya. Lantas ia berpaling kepada Bu Pa.
"Kau lihat, kakak." katanya. "Dia berpura-pura atau
tubuhnya belum bersih seluruhnya dari racun ?"
"Dia tidak mau berkata terima kasih kepada kau, adik."
kata si kakak seperguruan. "Dia juga tak mau mendengar kata
terhadapmu. Menurut aku, kita bereskan saja padanya. Habis
perkara !" Bu Pa berkata dengan terus bekerja. Dengan tangannya,
dengan satu pukulan Ngo Han Ciang, ia lantas menghajar ke
arah ubun-ubun Hong Kun. Anak muda itu melihat serangan, sewajarnya saja ia
berlompat bangun dan menangkis, tetapi karena tangkisannya
itu, tubuhnya terhuyung, terus ia jatuh pula, jatuh duduk !
Hong Kun bukannya tidak menghiraukan si nona,
sebenarnya dia belum bersih seluruhnya dari sisa pengaruh
racunnya jarum. Sebab kebetulan sekali, racun itu bekerja
sama dengan sisanya Thay-siang Hoan Hun Tan. Maka dia
kembali kepada keadaannya tak sadar seperti semula.
Bu Pa heran. Tapi ia tetap berpikir, bukankah lebih baik ia
binasakan saja pemuda itu " Bukankah In Go pun telah
merasa tidak puas " Dengan begitu, ia pun jadi bertinak
menuruti keinginannya si nona. Maka ia maju pula sambil
menyerang lagi. Masih sempat Hong Kun menangkis serangan yang ia dapat
lihat. Habis menangkis, kembali ia jatuh duduk.
Menyaksikannya keadaannya si anak muda, In Go heran.
"Tahan, kakak !" serunya.
Bu Pa mengawasi si nona. "Kau hendak menarik perintahmu, adik ?" tanyanya. Dia
agak girang. "Bukan !" sahut si nona yang menggelengkan kepalanya.
"Aku hendak melihat dahulu padanya!" Dan lantas ia
mengawasi si anak muda. Hong Kun bermandikan peluh pada dahinya dan sinar
matanya tolol sekali. "Aneh !" pikir si nona. "Dia telah diberi obat, kenapa dia
masih belum sadar seluruhnya " Apakah mungkin jarum kakak
telah dipakaikan lain racun ?" Maka ia menoleh pada kakak
seperguruan itu seraya berkata : "Kakak, mari obat
pemunahmu !" Bu Pa tidak mau menentang adik seperguruan itu. Ia
berikan peles obatnya, walaupun demikian ia toh menanya :
"Kau hendak bikin apa, adik ?"
In Go menyambuti peles, ia buka tutupnya dan menuang
isinya ke dalam tangannya. Lalu ia periksa obat itu, memeriksa
berulang-ulang, setelah mana ia kata dingin : "Ah, kiranya
suhu pun bisa menyimpan sesuatu. Dia berat sebelah
terhadapmu, kakak !"
Bu Pa heran. "Jangan sembarangan omong, adik !" katanya mencegah.
Terus dia berpaling ke arah gurunya. Khawatir guru itu
mendengar perkataan adik seperguruan itu.
In Go melengak melihat kelakuan kakak itu.
"Kau takut apa ?" katanya. "Akan aku beri dia obatmu ini,
kakak. Hendak aku lihat bagaimana hasilnya !" Terus dia
menuang tiga butir obat yang semua berlainan warnanya.
Obat selebihnya, ia angsurkan pada kakak seperguruannya itu.
Setelah itu ia bertindak menghampiri Hong Kun, guna
memberi makan obat itu. Tiba-tiba saja, berbareng dengan itu terdengar batuk-batuk
dari Gwa To Sin Mo yang terus berkata : "Ah, anak tolol !
Mana dapat gurumu berlaku berat sebelah " Sudah, jangan


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kau sia-siakan obat pemunah itu yang dibikin dengan sangat
bersusah payah !" Sembari berkata begitu, guru itu bertindak perlahan
menghampiri. In Go terperanjat. Ia menghentikan tindakannya. Ia
khawatir gurunya itu gusar.
Lantas Sin Mo berkata pula, dengan suara dan sikapnya
yang sungguh-sungguh : "In Go, kau sudah tidak kecil lagi.
Jika kau bicara, kau berlakulah hati-hati !"
Cepat-cepat si murid menjura.
"Tak berani aku, suhu !" katanya.
Bu Pa khawatir adik dimarahi atau dihukum. Ia
menghampiri, sembari tertawa ia kata pada gurunya : "Suhu,
anak muda itu aneh sekali ! Dia sudah diberi makan obat
tetapi dia masih tetap tolol ! Coba suhu periksa, apakah dia
bukan lagi berlagak pilon ?"
Sang guru agak heran. "Nanti aku lihat !" katanya.
Mendadak saja Sin Mo berlompat pada si anak muda,
sebelum si orang sempat berdaya, ia sudah menotok jalan
darah hek-tiam, atas mana Hong Kun terus rebah tetapi
mulutnya tidak memperdengarka sepatah kata juga.
Dengan kedua tangannya, Sin Mo lantas mengusap-usap
sekujur tubuh orang, buat mencari sesuatu. Di akhirnya, ia
menekan jalan darah Pek-hiat yang mana dilakukan beberapa
kali. Kemudian ia berbangkit sambil memperdengarkan tawa
dingin. "Suhu, dia kenapakah ?" tanya In Go heran.
"Dia pandai berpura-pura. Tak nanti dia dapat mengelabui
suhu !" kata Bu Pa. Masih Sin Mo menepuk-nepuk tubuh Hong Kun, membuat
orang tetap rebah. Setelah itu, dia bertindak kepada muridmuridnya
seraya berkata : "Di dalam tubuhnya pemuda ini
masih mengeram sisa racun. Itulah yang menyebabkan dia tak
sadar. Racun itu bukannya racun yang dapat disembuhkan
oleh obat kita....."
"Heran !" kata In Go. "Tadi, sebelum dia terkena jarum, dia
sehat seperti kita. Kenapa sekarang dia jadi begini ?"
Habis berkata, nona itu tunduk dan mukanya merah.
Mendadak ia ingat lakon berguraunya dengan Hong Kun tadi.
Ia menjadi malu sendirinya.
"Pengetahuan kalian tentang racun masih sangat dangkal."
berkata guru itu kemudian. "Kalian pasti tak dapat melihat.
Racun itu racun istimewa untuk mengekang urat syaraf orang
! Tidak salah, ini pasti buah tangannya Im Ciu si tua bangka !"
Mendengar demikian, Bu Pa lantas berakat : "Dia tak
sadarkan diri. Mana dapat aku menempur padanya ! Taruh
kata aku menang, itulah bukan berarti kegagahan ! Adik,
bukankah benar kata-kataku ini !"
In Go tidak menjawab. Ia tunduk saja.
"Sebenarnya telah aku menang satu kali darinya." kata pula
Bu Pa. "Maka itu, kalau aku menempurnya pula, bukankah
kesudahannya akan sama saja ?"
Dengan kata-katanya itu, ingin Bu Pa membebaskan diri
dari tugas yang diberikan kepadanya oleh In Go, si adik
seperguruan. In Go membungkam, bahkan ia tak menghiraukan orang.
Tetapi kali ini ia mengangkat kepalanya, akan berkata kepada
gurunya : "Suhu, aku tidak mengerti kenapa obat suhu tidak
mempan terhadap racun dia itu " Ya, racunnya Im Ciu It Mo !"
Di tanya begitu, Gwa To Sin Mo menunjukkan tampang
bersemangat. Kata dia sungguh-sungguh : "Kalau di dalam
halnya racun Im Ciu It Mo terlebih lihai dari pada aku, kenapa
dia datang ke Tiang Chong Sang memohon bantuanku "
Mustahil dia nanti minta aku membuatkannya obat Hoa Hiat
Thian-lo ?" "Benar,suhu !" kata si murid perempuan. "Bagaimana kalau
suhu menolong orang ini, lalu terus suhu menggunakan
tenaganya " Aku pikir dia dapat dipakai sebagai pengkhianat
terhadap Im Ciu It Mo ! Biar dia mendekam di dalam Bu Lim
CIt Cun ! Aku percaya dengan begitu, suhulah yang bakal
menjadi kepala rimba persilatan !"
Manusia umumnya senang diangkat-angkat. Demikianpun
Gwa To Sin Mo. Dia girang sekali mendengar perkataan
muridnya ini. Lantas dia tertawa dan berkata : "Anak tolol !
Jangan kau memuji aku ! Apakah aku sangka aku tidak tahu
perasaan hatimu ?" Mukanya In Go menjadi merah. Dia malu sendirinya.
Kembali ia tunduk. Sinar rembulan memanjang ke mukanya nona ini. Nyata dia
cantik sekali. Tak heran kalau Bu Pa melihat wajah orang,
telah goncang hatinya......
Lewat sesaat, In Go mengangkat kepalanya dan tertawa.
"Suhu, kalau suhu hendak mengangkat diri suhu, sedikitnya
suhu harus perlihatkan kepandaian suhu menggunakan obat
beracun !" demikian katanya.
Sang guru memandang kepada si puteri malam. Ia
berdiam, hatinya bekerja. Lewat sesaat, ia kata perlahan :
"Selaksa aliran air, sumbernya ialah satu ! Demikian juga,
seratus macam racun asalnya satu saja !"
Berkata begitu, guru ini merogoh ke dalam tangan bajunya.
Ia mengeluarkan setangkai pohon obat ban-lian cie-cie. Ia
kepal remuk sedikit kemudian ia keluarkan sebutir pil merah
yang ia terus aduk dengan remasan itu hingga keduanya
menjadi serupa bubuk. Dengan tangannya sendiri, ia terus
masuki obat itu ke dalam mulutnya Hong Kun, yang rebah tak
berdaya. In Go heran menyaksikan gerak gerik gurunya itu. Apa
yang ia tahu ialah pil merah gurunya justru pil beracun,
bukannya obat pemunah racun.
"Su... suhu !" serunya kaget. "Suhu kenapa dia dikasih
makan Cek Ang Tan Wan ?"
Cek Ang Tan Wan itu adalah namanya pil merah itu.
"Anak tolol !" sahut sang guru, tertawa. "Gurumu tahu apa
yang dia lakukan ! Aku mempunyai caraku sendiri ! Kau lihat
selewatnya satu jam, kesadarannya orang ini akan pulih !"
Terus si guru pergi ke batu besar, akan berduduk di sana.
Bu Pa dan In Go heran sekali. Karena itu mereka mau
menerka mungkin obat guru itu benar mempunyai khasiat
istimewa, bisa untuk melawan racun...... Mereka berdiam
tetapi sering mereka saling mengawasi dan mengawasi juga
guru mereka.......... Bulan purnama ketika itu sedang indahnya dan suasana
rimba tenang sekali. Tanpa merasa, satu jam telah berlalu.
Tepat seperti katanya Gwa To Sin Mo, Hong Kun sadar
setelah lewat satu jam habis dia dikasihh makan obat oleh si
Bajingan Sakti. Obat yang pertama ialah ban-lian cie-cie yang
telah dicampur menjadi satu dengan Cek Ang Tan Wan.
Benar-benar obat istimewa itu berhasil menumpas
kejahatannya Thay-siang Hoan Hun Tan. Selekasnya sisa
racunnya si Bajingan Tunggal musnah, dia tersadar. Pulih
kesehatannya seperti sedia kala. Matanya menjadi bersinar
tajam, semangatnya terbangun. Selekasnya dia menggerakkan
pinggangnya, lantas saja dia bangun berdiri !
In Go yang melihat paling dahulu, sebab dia selalu
memasang mata. "Tio It Hiong !" segera ia memanggil "Tio It Hiong,
sadarkah kau ?" Hong Kun menoleh ke arah suara yang memanggilnya. Ia
melihat tak jauh dari tempatnya berdiri sepasang muda mudi
yang wajahnya ia seperti pernah mengenalnya. Hanya ketika
itu, tak dapat ia segera mengingatnya. Maka ia terus
mengawasi. "Jiwie, siapakah kalian ?" tanyanya sambil memberi hormat.
Bu Pa dan In Go melengak sejenak tetapi lekas-lekas
mereka membalas hormat. Lantas Hong Kun bertindak menghampiri. Masih ia
mengawasi muda mudi itu sebelum ia tertawa dan kata :
"Jiwie, agaknya aku mengenali kalian " Harap dimaafkan yang
aku suka lupa. Tak ingat aku dimana kita pernah bertemu satu
dengan lain......Sukakah jiwie memberi keterangan paadku ?"
Dalam syarafnya sadar seperti itu, muridnya It Yap Tojin
dapat bicara dengan rapi. In Go menjawab cepat : "Inilah Bu
Pa, kakak seperguruanku. Kakakku ini pernah bertemu
denganmu di Tiam Chong San. Aku sendiri In Go. Akulah yang
baru tadi bertemu denganmu disini !"
Tak berani In Go bicara lebih banyak. Sebab ia kuatir
pemuda itu nanti menimbulkan urusan mereka tadi di dalam
rimba. "Oh, kiranya kakak Bu Pa bersama nona In Go !" kata Hong
Kun hormat. "Maaf, maafkan aku !"
Bu Pa mengawasi. "Saudara, apakah kau saudara Gak Hong Kun ?" tanyanya
sengaja. "Benar !" sahut Hong Kun cepat.
In Go tampak heran. "Eh, eh, apakah kau bukannya Tio It Hiong ?" tanyanya.
Hong Kun melengak sejenak. Segera ia ingat yang ia
tengah mainkan peran sebagai Tio It Hiong, si saingan dalam
medan asmara. Lekas-lekas dia tertawa dan kata : "Ruparupanya
jiwie juga kena dipermainkan oleh Gak Hong Kun !
Jahanam itu telah menyamar sebagai aku, dimana-mana dia
melakukan kejahatan. Maka itu aku tengah mencarinya.
Karenanya, setiap sahabat Kang Ouw menyebut diriku Gak
Hong Kun, aku mengiakan saja. Dengan itu kuingin supaya
mudah aku mencari jahanam itu !"
Dengan kata-katanya ini, Hong Kun hendak memperbaiki
penyahutannya tadi terhadap Bu Pa, supaya pemuda itu tidak
ragu-ragu lagi. "Maafkan aku, saudara Tio." kata Bu Pa. "Aku tidak tahu
yang saudara tengah menderita kesulitan itu !"
In Go pun girang sekali. Ia tertawa dan kata : "Harap kau
maafkan kelancangan kami ini."
Lantas Hong Kun menunjuki sikap yang gagah.
"Jangan mengatakan demikian, nona In." katanya sembari
tertawa. "Namaku yang tidak berarti itu disebabkan
kebaikannya para sahabat yang memberi muka terang
padaku. Nona, sekarang ini tak berani aku bertanding pula
dengan kakak seperguruanmu."
In Go melirik manis. Kata dia tertawa : "Kita sudah
mengikat perasahabata, sebagai sahabat-sahabat tidak ada
halangannya kita melatih diri. Lagi pula....."Ia terus menatap
dan sengaja menunda kata-katanya selanjutnya.
Hong Kun tertawa. "Mengapa kau tidak bicara terus, Nona In ?" tanyanya
manis. "Apakah maksud nona " Aku tolol sekali, aku tidak
mengerti. Maka itu aku mohon nona tolong jelaskan......"
"Adikku hendak mengatakan........." Bu Pa campur bicara.
Dengan adik ia artikan adik seperguruan wanita.
"Ah, kakak !" In Go menyela kakak seperguruannya itu.
"Aku......." Ia terus menoleh pada Hong Kun atau It Hiong
palsu, untuk menambahkan : "Saudara Tio, kau telah orang
bikin secara diam-diam ! Di dalam tubuhmu telah mengeram
racun yang berbahaya, yang membuat ingatanmu tidak sadar
seluruhnya. Rupanya kau tak mengetahuinya, bukan ?"
Hong Kun menunjuki tampang kaget dan heran.
"Bagaimana kau ketahui itu, nona In ?" tanyanya.
In Go memperlihatkan tampang puas. Dia tertawa.
"Guru kami menjadi ahli racun ! Orang Kang Ouw siapakah
yang tak kenal nama termashurnya?" katanya. "Racun di
dalam tubuhmu, saudara Tio, mana dapat lolos dari
pandangan matanya ?"
Hong Kun ragu-ragu. "Entah tubuhku telah terkena racun apa ?"tanyanya.
"Tahukah kau, nona In ?"
In Go menunjuki tampang puas. Hanya kali ini dia menahan
untuk tertawa. "Tapi kau jangan khawatir, saudara Tio !" katanya
kemudian. "Racun di dalam tubuhmu telah dibersihkan oleh
guruku !" Hong Kun heran, ia berpikir keras. Bukankah mereka
berdua pihak tidak mengenal satu dengan lain dan tanpa budi
juga, bahkan bertemunya baru kali ini " Kenpa orang sudah
lantas membantu, membebaskannya dari sisa racun "
"Siapakah guru kalian itu, Nona In ?" tanyanya kemudian.
"Aku telah ditolongi, ingin aku menemuinya guna
menghaturkan terima kasih......"
Si nona melirik. "Nama guruku itu, sudah aku beritahukan !" sahutnya.
"Coba kau ingat-ingat, akan kau ketahuinya. Sebentar, habis
kau berlatih dengan kakakku ini, baru kau menemui guru
kami." It Hiong palsu heran sekali. Tak dapat ia menerka maksud
orang ! Kenapa dia seperti dipaksa untuk main-main dengan
Bu Pa " Tapi ia lekas mengambil keputusan. Ia memberi
hormat dan berkata : "Baiklah, aku yang muda akan
menerima perintah. Silahkan saudara Bu Pa maju !'
Lantas pemuda itu lompat keluar dari dalam rimba akan
pergi ke tanah datar itu.
Bu Pa menyambut dan terus menyusul. Ia tahu,
pertandingan ini akan menentukan soal cinta kasihnya dengan
In Go. Lantas keduanya berhadapan. Lantas mereka mulai
bertempur. Di sisi mereka, In Go berdiri menonton. Hatinya
puas. Bu Pa bersilat dengan ilmu Ngo Heng Ciang ajaran gurunya
Gwa To Sin Mo dan Hong Kun dengan ilmu Tauwlo-ciang dari
Im Ciu It Mo. Ia tidak menggunakan ilmu pedang Heng San
Pay. Hanya menggunakan Tauwlo-ciang, ia kurang kemahiran.
Tidak demikian dengan Bu Pa. Sebaliknya, sebagai murid
Heng San Pay, ia memiliki kelincahan dan telah
berpengalaman. Hingga ia menjadi menang unggul.
Bu Pa ingin merebut kemenangan. Ia berkelahi dengan
keras. Karenanya, Hong Kun melayani dia dengan kecerdikan.
Namanya berlatih tetapi sebenarnya itulah pertempuran
mati atau hidup, hingga kesudahannya terjadilah pertandingan
diantara ilmu Ngo Heng Ciang dari Gwa To Sin Mo melawan
Tauwlo-ciang dari Im Ciu It Mo merangkap Keng Sin Kang,
ilmu ringan tubuh Heng San Pay. Di bawah sinar rembulan,


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bayang kedua orang bergerak-gerak luar biasa cepat dan
anginnya bersiur-siur. Menarik hati untuk ditonton.
Sejak dia muncul dalam dunia Kang Ouw, baru kali ini In
Go menyaksikan pertempuran demikian hebat. Sudah matanya
berkunang-kunang dan hatinya pun berdebaran, dan beberapa
kali dia hampir menjerit kaget disebabkan menyaksikan
pukulan-pukulan yang membahayakan. Sekarang ia menjadi
bersangsi, siapa yang ia harapkan akan menang.........
Di atas batu, Gwa To Sin Mo terus duduk beristirahat. Dia
juga kena terganggu suara berisiknya pertempuran. Sang
angin pun membuat dedaunan rontok yang pada terbang
berhamburan. Saking tak dapat menguasai diri lagi, ia
membuka matanya, hingga ia pun menyaksikan pertempuran
itu. Sendirinya ia bertindak maju, akan mencari tahu siapa
yang lagi bertarung itu. Pertarungan berlangsung terus. Kedua pemuda sekarang
mempunyai pikirannya sendiri-sendiri. Bu Pa hendak merebut
kemenangan guna merebut sekalian cinta adik
seperguruannya. Dan Hong Kun mau melindungi nama baik
perguruannya. Lama-lama Bu Pa menjadi penasaran. Ia ingin sekali
menang. Maka itu ia lantas ingat senjata rahasianya, jarum
beracun. Di lain pihak, Hong Kun juga ingat ilmu pedangnya
hingga ia berpikir buat apa ia membuat pertempuran berteletele.......
Hanya di dalam keadaan mendesak itu, belum ada
kesempatannya akan kedua belah pihak mewujudkan apa
yang mereka masing-masing pikir. Mereka lagi repot dengan
pelbagai penyerangan dan penangkisan, sebab siapa ayal atau
lalai, dia akan bercelaka......
Sementara itu, perlahan-lahan keduanya mulai merasa
letih. Mereka telah menguras tenaga mereka. Lantas juga dahi
mereka mengeluarkan peluh dan nafas mereka mulai
terengah. In Go melihat dan memperhatikan, baru sekarang timbul
rasa cemasnya. Ia tidak menyangka bahwa orang berlatih
sedemikian rupa. Sekarang ia merasa menyesal yang tadi ia
tidak memikir lebih jauh.
Gwa To Sin Mo mengawasi tajam. Ia melihat bahwa
tenaganya kedua orang itu bakal lekas habis. Itu berarti, duaduanya
mereka akan bercelaka bersama. Tentu sekali ia
menyayangi muridnya, yang ia telah didik bertahun-tahun dan
tak sudi ia si murid mati konyol. Siapa nanti mewarisi
kepandaiannya " Di lain pihak lagi, ia tertarik kepandaiannya
Hong Kun dan menyayangi kepandaiannya anak muda itu.
Bahkan ia memikir juga akan membersihkan racun dari
tubuhnya anak muda itu.......
Adalah luar biasa yang Sin Mo dapat berpikir demikian.
Pertanda dari munculnya liangsim, kesadaran hati nuraninya
sebagai manusia sejati. Sedangkan tadi-tadinya dialah si
Bajingan kejam tak kenal perikemanusiaan........
Selagi pertempuran berlangsung terus, nafasnya kedua
orang itu bekerja makin keras. Dari hanya terengah-engah,
nafas mereka itu mulai memburu.
Tepat disaat genting itu, mendadak Gwa To Sin Mo
memperdengarkan seruan geledeknya : "Tahan !" Maka
berkumandanglah gemuruh suaranya itu hingga burungburung
kaget dan beterbangan sambil bercowetan berisik !
Perintah itu ditaati kedua orang yang lagi mengadu jiwa itu,
keduanya terperanjat dan berlompat mundur masing-masing.
Tubuh mereka terus terhuyung-huyung, akan akhirnya samasama
jatuh terduduk. Nafas mereka mendesak.
"Lekas tolong mereka !" Sin Mo menitahkan In Go kepada
siapa ia memberikan dua butir obat pulungnya Kiu Coan Siok
Beng Hoan Hun Tan, atas mana si murid wanita lantas bekerja
dengan cepat. Dia menjejalkan masing-masing mereka itu
sebutir pil seraya terus memesan mereka untuk beristirahat.
"Kenapa mereka bertempur ?" tanya Sin Mo kepada In Go
sesudah ia mengawasi muridnya itu.
Sang murid tidak menjawab, sebaliknya dia menangis. Baru
saja dia berhasil menenangkan diri atau datanglah pertanyaan
sulit itu. Dasar dia manja, lantas dia melempar diri jatuh dalam
rangkulan gurunya sambil terus menangis sedu sedan........
Si Bajingan tua heran. Tak tahu dia sebabnya kesedihannya
muridnya itu. Ia mengelus-elus rambut hitam indah si murid,
sikapnya sangat menyayangi.
"Anak Go," katanya sabar. "kau bicaralah ! Kenapa mereka
itu bertempur ?" Akhirnya In Go mengangkat mukanya, mengawasi sang
guru hingga tampak air matanya masih berlinang-linang dan
kedua belah pipinya pun berpetah dengan air suci murni itu.
"Semua ini karena salahnya muridmu, suhu," sahutnya
kemudian berterus terang. "Akulah yang minta kakak Bu Pa
dan Tio It Hiong bertanding untuk mereka melatih diri, lalu
kejadiannya diluar dugaanku, mereka bertempur matimatian......."
"Hm !" bersuara si guru. "Itukah namanya berlatih ?"
In Go mengangguk. Pasangan Naga Dan Burung Hong 10 Ksatria Negeri Salju Karya Sujoko Jago Kelana 4

Cari Blog Ini