Ceritasilat Novel Online

Iblis Sungai Telaga 9

Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung Bagian 9


Lauw ini, tak nanti terjadi urusan kita sekarang ini."
Pikiran Giok Peng kacau, kata-kata Hong Kun membuat
otaknya bekerja keras, tapi mendengar kata-katanya itu
hatinya menjadi panas. Orang telah mencela It Hiong! Iapun
turut terembet! "Tutup mulutmu!" mendadak ia membentak.
"Adik Tio adalah seorang laki-laki sejati, dia tak berhati
kotor sepertimu! Aku justru telah melihat kelicikanmu, maka
aku menjauhkan diri darimu! Tentang hubunganku dengan
adik Hiong, kau tanyakan Teng Hiang, kau nanti tahu dengan
jelas sekali! Kenapa kau menuduh yang tidak-tidak" Kenapa
kau memfitnah adik Hiong?"
Hong Kun menghela napas panjang.
"Semua hal sudah lewat, tak mau aku menimbulkannya
pula," katanya perlahan. "Cuma hendak aku bertanya, adik
Peng bagaimanakah perasaanmu pada saat pertama kita
bertemu" Kenapa kau menjauhkan diri" Apakah aku pernah
melakukan kesalahan terhadapmu" Hari ini adik, aku bilang
terus terang tak peduli apa sikapmu terhadapku aku tetap
mencintaimu dan untuk kebaikan kita, maka aku telah datang
kemari, bukan anjuran dan tipu muslihat orang" Apakah sebab
memang kau rela?" Kembali si anak mda menatap tajam. Ia bilang urusan
dapat dilewati namun dia masih menegasi!
Giok Peng tertawa tawar. "Aku terima kebaikan hatimu!" katanya sama tawarnya.
"Urusanku dengan adik Hiong tidak ada sangkut pautnya
dengan kau!" Mata Hong Kun terbuka lebar.
"Kau tidak bicara menurut suara hatimu!" bentaknya,
"Selama aku masih hidup, kau nanti lihat!"
Giok Peng mencelat bangun.
"Kau berani berbuat kurang ajar!" bentaknya.
Hong Kun tunduk, dia terdiam. Rupanya dia tengah
berpikir, karena kemudian sambil mengangkat kepalanya dia
bertanya : "Saat ayahmu membuat persiapan tentang
persiapan pernikahan kita, kenapa kau tidak menentangnya"
Kenapa setelah tiba hari pernikahan kau berpura sakit dan
menunda harinya" Kenapa keu menyuruh Teng Hiang
menemui aku untuk kita membuat pertemuan diluar desa"
Dengan begitu, bukankah kau mempermainkan cintaku, kau
menjual aku Gak Hong Kun" Kalau tidak, kau pastilah sudah
kena didesak Tong Wie Lam si tua bangka".!"
Mau tak mau Giok Peng tertawa.
"Gak Hong Kun, kau berpikir berlebihan!" tegurnya, "Mana
dapat kau main menerka-nerka dan menuduh saja" Baiklah
aku teus terang, Jodohku dan adik Hiong sudah terangkap
selama berada dikota Hap Hui, disebabkan satu tusukan
pedang! Pada bahuku masih ada tandanya! Apakah kau
hendak melihatnya, baru hatimu puas?"
Tubuh Hong Kun menggigil mendengar keterangan Giok
Peng itu, mukanyapun pucat. Ia berdiri diam bagaikan boneka
kayu. Pada saat itu, dari luar ruangan terdengar tindakan kaki
perlahan dibarengi tawanya seorang anak kecil, lalu meyusul
masuk seorang budak perempuan yang masih kecil dengan
Hauw Yan dalam rangkulannya.
"Nona!" memanggil sibudak yang bernama Kui Hoa, "Tuan
kecil ini ribut mencari nona!"
Hauw Yan sibocahpun sudah lantas memanggil: "Mama!
Mama!" dan lantas dia mengulurkan kedua belah tangannya
untuk minta dirangkul ibunya itu, kemudian didalam rangkulan
sang ibu dia masih mengoceh saja".
Sambil memeluk anaknya itu, Giok Peng melirik Hong Kun.
"Hong Kun!" tanyanya, "Kau hendak bicara apalagi" Aku
akan pergi!" Orang yang ditanya itu berdiam, Cuma kepalanya
digelengkan. Dia tampak sangat putus asa.
Giok Peng membawa anaknya bertindak ketangga loteng,
tiba di muka tangga ia memutar tubuh, lalu berkata pada si
anak muda :"Peristiwa kita yang lampau sekarang sudah elas
dapat dimengerti! Kaulah seorang cerdas, pasti kau dapat
mengenali salah paham diantara kita itu! Karena itu janganlah
karena kecewa dan bersusah hati kau terjerumus kedalam laut
penasaran yang luas. Dengan wajah dan ilmu silat yang kau
miliki, tak usah kau kuatir dalam dunia ini tidak ada seorang
nona yang akan mencocoki hatimu! Aku bilang terus terang
padamu, Giok Peng tidak ada kelebihannya, bahkan sekarang
dia adalah seorang ibu yang telah mempunyai anak, karena itu
tidak ada harganya lagi untuk kau menggilainya"."
Tiba-tiba Hong Kun mengangkat mukanya menatap si nona
atau lebih tepat nyonya! Dia menatap sebentar saja, lantas dia
merangkapkan kedua tangannya untuk memberi hormat dan
berkata: "Adik Peng, kata-katamu ini mengenai hatiku yang
cupat dan pepat, jangan kau sangka Gak Hong Kun adalah
seorang yang hina dina, yang Cuma menggemari muka yang
berpupur! Sebenarnya wajahmu adik, sudah tertera didalam
hatiku dan tak mudah dihapus! Bicara tentang kecantikan, kau
kalah setingkat dari Pek Lah Hoa, sedang dalam kecerdikan
dan pandai melayani kau kalah dua kali lipat dari Teng Hiang
sibudak, tetapi". Ah, sudahlah aku Gak Hong Kun, aku telah
kehilangan landasan asmaraku, maka tidak ada jalan lain lagi
daripada pergi menjadi pendeta"."
Giok Peng terharu mendengar kata-kata itu. Hatinya
guncang, tanpa terasa air matanyapun mengembang, maka ia
lantas berkata perlahan: "Beginilah hidup manusia".kita
menjadi permainan cinta".. Baiknya kau jangan menyulitkan
dirimu sendiri, jangan menjadi tawar hati, jangan karena aku
seorang wanita biasa, kau merusak hari depanmu yang penuh
pengharapan!...." Hong Kun gelak tertawa. "Ya, kita hidup sebagai permainan cinta!" serunya, lalu ia
menghela napas dan menambahkan: "Bagaimana adik Peng"
Dapatkah kau menemani aku minum arak barang satu cawan
saja buat melewati detik malam ini, sebagai kata selamat
jalan" Dapatkah?"
Giok Peng berpikir keras, ia mengangguk.
"Baik, akan aku temani kau minum satu cawan arak,"
sahutnya. "Aku harap dengan secawan arak itu nanti kau cuci
bersih semua lakon yang telah lau, supaya selanjutnya kita
menjadi sahabat-sahabat orang Kang Ouw yang baru!"
Terus si nona berpaling kepada budaknya buat menyuruh
dia lekas membawakan arak berikut barang hidangannya.
Tatkala itu sudah mendekati magrib. Diatas meja loteng itu
sudah tersedia perjamuan lengkap.
Hauw Yan mengiler melihat barang hidangan yang masih
mengepul itu. Giok Peng menjepit sepotong daging ayam terus disuapi
kemulut anaknya, kemudian sambil menyerahkan si anak
kepada Kui Hoa, ia berkata: "Anak yang baik, pergi kau ikut
Kui Hoa untuk menemui nenekmu, sebentar mama akan
menemani kau bersantap!" sedangkan kepada sibudak ia
menambahkan: "Bawalah tuan kecilmu ini turun?"
Kiu Hoa menurut, ia lantas berlalu bersama Hauw Yan.
Dilain saat kedua muda mudi itu duduk berhadapan
menghadapi barang hidangan.
Hong Kun mengisikan cangkir si nona dan cangkirnya
sendiri, lalu ia mengangkat cangkirnya itu sambil berkata : "
Adik Peng, aku bersyukur karena kau begini baik hati
terhadapku, maka dengan jalan ini juga aku mohon pamitan
dari kau! Mari minum!"
Giok Peng mengangkat cawannya, dia tertawa da berkata:
"Akupun mau memberi selamat jalan padamu! Kakak Hong
Kun semoga kau berhasil dan bahagia!"
Bukan main senangnya Hong Kun mendengar ucapan
"Kakak Hong Kun" hatinya nyeri sekali. Segera ia mengangkat
kepala dan cawannya untuk menegak dan mengeringkan
isinya, sesudah mana ia cepat mengisikannya pula.
Giok Peng mengawasi pemuda itu, ia melihat wajah orang
bercahaya lalu suaram pula. Lantas ia sadar akan
kekeliruannya sudah memanggil "Kakak Hong Kun" itu. Karena
itu ia lekas-lekas berkata nyaring: "Seorang laki-laki dia harus
memandang jauh ke depan, jika Cuma berkecimpung didalam
asmara dia akan kehilangan sifat jantannya! Itulah yang
dibilang pinter keblinger! Benar , bukan?"
Hong Kun mmenyeringai sedih.
"Adik Peng kau membawa tingkahnya siguru sekolah yang
lagi memberikan kuliahnya"." Katanya lesu. "Tak berani Hong
Kun menerima itu, usaha itu kosong melompong! Harta
bagaikan mega yang melayang-layang! Mana dapat
dibandingkan dengan seseorang yang rindu akan cinta dan
selalu didampingi kekasihnya" Siapa menyayangi cinta kasihku
itu, barulah namanya bahagia!"
"Telah aku bilang!" kata Giok Peng. "Aku hanya itu seorang
ibu yang telah mempunyai anakku, Hauw Yan! Bagiku soal
asmara ialah masa lalu, maka itu baiknya jangan kita
bicarakan lagi. Itu Cuma menambah keruwetan pikiran saja!"
Hong Kun menghela napas. "Tak apa untuk tidak membicarakannya," katanya berduka.
"Hanya itu".." sang gunting tak sanggup mengguntingnya
putus".Gak Hong Kun harus merasa malu karena dia tak
mempunyai kemampuan untuk mengatasinya".. Ia lantas
mengangkat cawannya untuk terus berkata: "Malam ini mari
kita minum sampai habis kegembiraan kita! Bukankah
menghadapi arak orang harus mabuk" Peduli apa kita akan
soal esok hari!" Anak muda ini menghirup pula cawanya itu, diisi lagi dan
dihirup lagi beruntun sampai lima cawan!
Giok Peng melihat poci arak sudah kosong, tapi ia berpikir
untuk meloloh orang dan membuatnya rebah tak berdaya,
maka ia tertawa, "Ya, kalau kau begini gembira baiklah akan
aku panasi arak Pek Lo Cun untukmu, sekalian buat mengucap
selamat jalan padamu!"
Segera si nona memanggil seorang kacung yang menanti
dibawah loteng buat menyuruhnya lekas memanaskan arak
yang ia sebutkan itu dan dibawa kepada mereka.
Ketika itu lilin telah dinyalakan hingga ruang mungil dari
loteng dimana mereka duduk berhadapan tampak terang
sekali. Hatinya Giok Peng tidak tenang, tetapi pada wajahnya
ia menunjukkan tampang sabar sekali. Sebisa-bisa ia berlaku
tentram. Hong Kun sebaliknya, dia tampak bergembira.
Giok Peng mengangkat poci arak untuk mengisi cawannya
pemuda itu. "Kau cobailah arak Pek Lo Cun ini," katanya tertawa.
"Bagaimana tentang harum dan lezatnya"...."
Hong Kun menghirup arak itu, tiba-tiba dia tertawa
bergelak da matanya bersinar tajam galak, terus dia menatap
si nona di depannya. Matanya itu bersinar dingin
menakutkan" "Kau kenapa ah?" tanyanya. "Apakah arak itu kurang
keras?" Hong Kun menyeringai. "Araknya baik sekali" sahutnya, "Itu hanya membangkitkan
aku"." Nona Pek mengawasi. "Apakah itu?" tanyanya, "Dapatkah kau menuturkannya"
Barangkali dapat aku membantu kau untuk
memecahkannya?" Hong Kun mengawasi nyalanya licin.
"Itulah aneh!" katanya menjawab si nona. "Kita bersamasama
berada diatas loteng Ciat Yan Lauw ini, kau menemani
aku bersantap dan minum arak, adik tetapi dengan kau
terpisah bagaikan langit dan bumi!" demikian katanya.
Giok Peng mendelong. "Ah!.....apa katamu?" tanyanya.
Hong Kun tertawa pula, tertawa sedih.
"Buat apa mengatakannya?" katanya. "Beberapa tahun lalu,
saudara Tio bersama adik Peng makan dan minum arak
bersama disini, dan dia telah berhasil seperti seorang calon
yang telah lulus memenangkan ujian tertinggi! Tapi sekarang
kau dan aku bersama minum disini, tapi arak sekarang
berlainan dengan arak yang dulu itu! Kalau dulu orang
berbahagia, kita sekarang justru bersusah hati soalnya kita
bakal segera berpisah! Oh, sungguh kejam Tuhan mengatur
jalan hidup Gak Hong Kun!"
Walaupun mengatakan hal demikian, si anak muda tetap
tertawa bergelak, hanya berbareng dengan itu air matanya
keluar dua tetes dari matanya".
Giok Peng mengawasinya dan tertawa.
"Kau sudah mabuk!" katanya nyaring, "Sudah jangan
minum lebih banyak lagi! Pergilah masuk kedalam kamar!"
Biar bagaimana tak tega hatinya menyaksikan penderitaan
sipemuda. Tubuh Giok Kum menggigil.
"Semoga aku mabuk tak sadarkan diri!" katanya. Dan
kembali ia minum araknya, hanya kali ini lantas kepalanya
mendekam diatas meja hingga sumpit dan cawannya
berserakan jatuh kelantai.
Giok Peng lantas berbangkit hendak menghampiri si anak
muda buat mengangkat tubuhnya, buat dibantui pindah
kekamarnya, mendadak Thian Liong muncul diambang pintu.
"Adik kau pulanglah!" demikian kakak itu berkata, "Nanti
aku yang membantunya naik keatas pembaringannya!"
Si adik melengak tapi dia menurut tanpa berkata suatu apa.
Ia keluar dari ruang itu dan turun dari tangga yang disambut
oleh ibunya yang mengajaknya pulang kerumah besar.
Thian Liong dengan dibantu seorang kacung memondong
tubuhnya Hong Kun kedalam kamar dimana dia direbahin
setelah mana dia ditinggalin seorang diri.
Paginya Hong Kun tampak duduk simpruh diatas
pembaringan memikirkan apa yang terjadi tadi malam. Arak
membuatnya tidur lupa daratan tapi setelah sadar, dapat ia
mengingat-ingatnya. Ia merasa pikirannya makin kacau.
"Apakah setelah sadar begini aku lantas pergi angkat kaki?"
kemudian dia Tanya pada dirinya sediri. Lantas dia berpikir
keras. Angin pagi berhembus kedalam kamar, meniup dan
mengerak-gerakkan gambar lukisan yang tergantung didinding


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kamar. Mendengar suara bergerak-gerak si anak muda
terkejut, segera ia menoleh maka ia melihat perihalnya
gambar lukisan itu, "Co Beng Tek Melintangkan Tombak" yang
diikuti syairnya, lukisan itu bagaikan hidup dan tulisan
hurufnya bagus sekali, entah siapa pelukisnya.
Hong Kun terpelajar, tahulah ia siapa Co Beng Tek itu, yaitu
Co Coh si perdana menteri dorna jaman kerajaan Han, bahkan
ia ingat juga kata-katanya dorna itu: "Biarlah aku
mengecewakan orang dikolong langit, jangan orang dikolong
langit yang mengecewakan aku." Mengingat itu tiba-tiba
tergeraklah hatinya, maka katanya seorang diri: "Apakah aku
Gak Hong Kun dapat bersabar menerima perbuatan orang
yang mengecewakanku" Dapatkah aku menerima hinaan dari
Tio It Hiong yang telah merampas kekasihku" Dapatkah aku
menerimanya semua itu dengan tunduk kepala saja! Tak
peduli apa juga aku mesti membikin adik Peng berada kembali
dalam rangkulanku! Biarlah aku turut kata-katanya Co Coh,
biarlah aku mengecewakan orang dikolong langit! Aku harus
lakukan itu sekehendak hatiku! Sepuasku!.
Adalah biasa bahwa seseorang suka berbuat keliru, karena
kekeliruannya disatu saat hingga tertutuplah kesadaran hati
sanubarinya yang putih bersih hingga akhirnya celakalah
tubuh raganya, hingga berakhir dengan kesudahan yang
menyedihkan. Demikian dengan Gak Hong Kun ini.
Dia telah terjerat dengan kata-katanya Co Coh itu karena
kalah bersaing asmara, dia hendak melakukan pembalasan
dan tak memikirkan akibatnya nanti.
Segera setelah mengambil keputusan, maka Hong Kun
lantas memikirkan cara atau jalannya pembalasan yang
hendak diperbuatnya itu. Ia memikirkan diri Giok Peng sampai
ia ingat kepada Hauw Yan, anaknya yang masih kecil itu.
Pikirnya, "Lenyapnya Sam Kiam tidak membuatmu sibuk,
hanya si orang she Tio yang repot mencarinya kembali, tapi
Hauw Yan adalah buah hatinya, kalau dia terjatuh kedalam
tanganku mustahil kau tak bakal tunduk dan menurut saja
segala kehendakku?" Memikir demikian, maka bersemangatlah anak muda itu,
mendadak ia lompat turun dari pembaringannya, dengan
cepat merapikan pakaiannya dan mengambil pedangnya. Dan
bergerak turun dari loteng Ciat Yan Lauw.
Sudah banyak hari Hong Kun tinggal di Lek Tiok Po, maka
ia kenal baik rumah itu dan sekitarnya. Maka itu seturunnya
dari loteng, ia berjalan diantara pohon-pohon bunga dengan
hati-hati. Ia menyingkir dari pandangan siapapun penghuni
rumahnya Giok Peng dengan begitu dia berhasil lompat naik
ketembok halaman dalam dimana dia lantas mendekam untuk
menyembunyikan diri. Diwaktu demikian semua pegawai pria dan wanita tengah
berdiam didalam rumah. Itulah sebabnya kenapa Hong Kun
tak terpergoki. Dengan sendirinya diapun jadi bebas bergerak.
Sambil mendekam anak muda ini melihat kesekitarnya.
Tatkala itu seluruh Lek Tiok Po sunyi sekali, maka juga
orang lantas dapat mendengar nyata ketika tiba-tiba ada
suara anak kecil bernyanyi-nyanyi: "Matahari muncul ditimur,
bunga harum, kupu-kupu repot beterbangan"." Nyanyian itu
kadang-kadang terhenti sebentar.
Hong Kun lantas melompat kesebuah pohon da
bersembunyi diantara dahan-dahan dan daun. Dia melihat
kebawah, ke arah darimana suara nyanyian itu datang.
Segera tampak Hauw Yan lari mendatangi dengan tindakan
perlahan, tangannya dituntun seorang budak perempuan kecil.
Sibudak yang bernyanyi mengajari sibocah cilik itu".
Bukan main girangnya Hong Kun ketika ia melihat Hauw
Yan dan budaknya itu, Kui Hoa. Disaat mereka itu menikung
disebuah jalan kecil, ia berlompat turun diatas sebuah pohon.
Tubuhnya yang ringan dan lincah membuatnya menginjak
tanah tanpa bersuara. Lalu ia menguntit dengan hati-hati.
Belum jauh, maka Hong Kun memungut sebuah batu kecil,
terus ia timpukkan ke depan Hauw Yan bedua sejarak tiga
kaki di muka mereka itu. Karena caranya ia menimpuk, ia
membuat batu berkisar seperti berputar.
"Bagus sekali!" Hauw Yan berseru sambil bertepuk tangan.
"Kakak Kui Hoa, lihat, katak hijau itu bagus sekali"!"
Dia mengatakan katak, sebab ia tak dapat segera
mengenalinya. Kui Hoa hendak menjawab anak asuhannya itu namun
mendadak mulutnya dibekap dari belakang, hingga ia tak
dapat membuka mulutnya. Sedangkan satu totokan pada jalan
darah hek tiam di belakang kepalanya membuat ia tak
sadarkan diri. Itulah Hong Kun yang telah menurunkan tangannya yang
lihai sebelum sibudak memergokinya. Sesudah itu ia lompat
kepada Hauw Yan untuk merangkulnya sambil menutup mulut
si anak. Segera anak itu dibawa lari ketembok Pekarangan dan
berkat larinya yang gesit dan pesat ia sudah berada diluar
wilayah Lek Tiok Po. Giok Peng dan ibunya yang duduk bersantap, waktu itu
mereka mendengar laporan dari kacungnya yang membawa
makanan buat Hong Kun bahwa loteng itu sudah kosong.
Giok Peng mengangguk dan tertawa.
"Kau boleh mengundurkan diri!" katanya pada sikacung,
setelah mana ia meneruskan pada ibunya: "Mama, selanjutnya
kita tak usah pusing-pusing lagi! Rupanya Gak Hong Kun tidak
mempunyai muka untuk bertemu dengan kita, maka dia pergi
tanpa pamitan lagi, benarkah itu?"
"Selama beberapa hari kita telah diganggnya hingga kita
menjadi merasa tidak aman," berkata sang ibu, "Maka itu lebih
cepat dia berlalu lebih baik pula!"
Sang putri tersenyum. Habis bersantap, Giok Peng ingat anaknya. Biasanya
setelah bangun pagi, Hauw Yan diajak Kui Hoa kedalam taman
untuk bermain atau jalan-jalan sebentar. Setelah itu barulah
anak itu sarapan. Tapi sampai sekarang, lebih siang dari
biasanya, si anak dan sibudak belum juga muncul, sang ibu
berpikir: "Mungkin mereka terlalu gembira bermain-main maka
mereka terlambat pulang?" Tapi ia teap berkata pada ibunya:
"Ah, si Kui Hoa dia main entah apa! Sampai begini hari belum
juga mengajak Hauw Yan pulang untuk bersantap?"
Berkata begitu, ibu ini lantas bertindak keluar. Ia tak mau
menyuruh orang mencarinya, ia mau pergi melihat sendiri. Ia
berjalan perlahan-lahan. Lantas ia menjadi heran karena tidak
melihat siapa-siapa dan juga tak terdengar suaranya Hauw
Yan atau Kui Hoa. "Ah, kemanakah mereka?" pikirnya, setelah mana ia
berteriak nyaring memanggil: "Hauw Yan, Hauw Ya anak
manis, mari pulang, anak kau belum bersantap! Kau bermain
dimana?" Pertanyaan atau panggilan itu juga tiada jawabannya.
"Aduh!" pikir ibu itu yang lantas tercekat hatinya, karena ia
mulai berkuatir sebab ia lantas menduga jelek. Dengan
sendirinya ia lantas bertindak cepat memasuki taman bunga.
Taman sunyi disitu, tak nampak siapapun juga.
"Ku Hoa! Kui Hoa!" Giok Peng memanggil-manggil.
Kembali tiada jawaban, taman tetap sunyi senyap.
"Mungkinkah Kui Hoa membawa Hauw Yan keruang besar
untuk bermain dengan kakeknya?" pikirnya pula. "Hanya
biasanya diwaktu pagi begini, mereka tak suka pergi ke
depan".." Maka ibu ini berjalan terus dengan langkah dipercepat.
Baru setelah menikung dipengkolan ia melihat punggungnya
Kui Hoa yang lagi berdiri diam saja."
"Kui Hoa! Kui Hoa!" ia memanggil manggil pula sambil
berlari menghampiri. Kekuatirannya timbul sebab Hauw Yan
tak nampak dan cara berdirinya sibudak tampak aneh.
Segera setelah datang dekat, Giok Peng menjadi kaget
sekali, sebab Kui Hoa itu berdiri bagaikan patung sebab
terkena totokan. Maka kekuatirannyapun mencapai
puncaknya, sebab ia mengkuatirkan keselamatan Hauw Yan.
Tanpa ayal lagi ia membuka totokan Kui Hoa.
Hanya sedetik, Kui Hoa terasadar, bingung mirip orang
yang mendusin dari mimpinya. Dan selekasnya ketika tidak
melihat Hauw Yan, ia lantas menjerit menangis!
"Kui Hoa, jangan menangis!" Giok Peng lantas menghibur,
"Mana Hauw Yan?"
Kui Hoa takut bukan main, dia menangis terus, ditanya
begitu dia hanya menggelengkan kepalanya.
Giok Peng dapat menenangkan diri, ia mengusap rambut
bocah itu dan berkata: "Kui Hoa jangan takut," katanya
perlahan. "Tak nanti aku persalahkan kau, kau bilanglah apa
yang terjadi?" Lama-lama bisa juga budak itu menenangkan diri, ia
menepis air matanya. Rupanya sikap manis dari majikannya
itu membuat hatinya tentram.
"Barusan aku mengajak tuan kecil Hauw Yan bermain-main
disini," sahutnya perlahan. "Tiba-tiba aku melihat".."
"Kau lihat apa Kui Hoa?" Tanya Giok Peng tetap sabar.
"Apakah kau melihat orang" Dia laki-laki atau wanita" Lekas
bilang!" Kata-kata yang terakhir itu ditanyakannya dengan cepat.
Kui Hoa menangis pula. "Aku melihat katak hijau"." Katanya sukar. "Katak itu
bergerak-gerak"..kiranya hanya baru kecil"."
Dan ia menunjuk batu yang dilihatnya seperti katak hijau
itu. Giok Peng bertindak ke arah batu kecil itu dan
memeriksanya. "Apa katamu barusan?" ia menegaskan. "Kenapakah batu
ini?" "Batu itu bergerak berlompatan seperti katak hijau?" sahut
sang budak, "Aku dan tuan kecil mengawasinya, bahkan tuan
kecil bertepuk tangan saking girangnya. Tapi belum lama,
tiba-tiba aku tidak melihat lagi tuan kecil dan batu itu"."
Giok Peng mengasah otaknya dan menerka-nerka.
"Kui Hoa coba bilang," katanya kemudian. "Cobalah kau
pikir benar-benar. Apakah kau melihat atau mendengar ada
suara orang atau tindak kakinya di belakangmu?"
Kui Hoa menggeleng kepala.
"Tidak!...." sahutnya.
Giok Peng menatap budaknya itu, budak masih kecil yang
tak ia sangsikan kejujurannya. Melihat sibudak ditotok orang
dia sudah menduga, bahkan ia segera ingat Hong Kun.
Bukankah pemuda itu lenyap tak keruan pula. Dalam
bingungnya ia lantas lari pulang dan mencari ibunya untuk
menuturkan lenyapnya Hauw Yan.
Kali ini nona ini tak dapat menahan perasaannya. Ia lantas
menangis dan air matanya meleleh keluar dengan deras".
Nyonya Pek tua pun kaget.
"Kui Hoa yang mengajak Hauw Yan, kau lekas tanyakan
dia!" katanya. "Dia tak dapat menerankan apa juga." Kata Giok Peng, "Dia
kutemukan dalam keadaan menjublak seperti patung
disebabkan totokan hingga tak dapat ia bergerak, berbicara
atau melihat "..dia tak tahu apa-apa!"
Kembali nyonya tua itu kaget sekali, hanya kali ini
berbareng dia gusar. Segera dia memerintah mengumpulkan
semua bujang laki-laki dan perempuan, guna didengar
keterangannya. Maka dilain saat berkumpullah semua hamba dari Lek Tiok
Po. Giok Peng menangis tapi tidak lama. Sebagai orang Kang
Ouw dia cepat menguasai dirinya. Dia menghapus air
matanya, sekarang dia justru bergusar.
"Menurut dugaan anakmu, ini tentu perbuatan Gak Hong
Kun!" katanya mengutarakn terkaannya.
"Benarkah binatang itu berani berbuat gila semacam ini
terhadap Lek Tiok Po?" Tanya sinyonya tua heran.
Ketika itu semua sudah berkumpul dan atas pertanyaan
Nyonya Pek itu mereka menerangkan tidak melihat siapa juga,
tak ada orang asing yang datang atau melintas. Di Toa-thia
ruang besar, diapit kedua putranya Thian Liong dan Siauw
Houw. Giok Peng duduk disisi ibunya.
Pada saat itu datang laporan dari pegawainya yang
bertugas menjaga pintu gerbang. "Tadi aku melihat tuan Gak
Hong Kun bersama tuan kecil Hauw Yan keluar dari Lek Tiok
Po. Atas pertanyaanku Tuan Gak kata dia mau pesiar bersama
tuan kecil. Aku memberitahukan bahwa menurut aturan kita
disini, siapa mau keluar dari wilayah rumah kita, dia
membutuhkan perkenan, tapi disaat aku bicara itu tuan Gak
lantas omong besar dan menyerang kami hingga kena
dirobohkan. Lantas dengan membawa tuan kecil dia segera
pergi dan aku segera datang kesini untuk memberi laporan
ini"." Kiu Jie gusar sekali, hingga tubuhnya menggigil dan giginya
berkerutukan, tanpa disengaja dia menggebrak meja hingga
pingiran meja itu pecah rusak, sebab dia pandai Tiat See
Ciang, ilmu kekuatan tangan pasir besi. Dia terlebih gusar
daripada saat diganggu kelima "bajingan" untuk
mengacaukannya. Giok Peng bergusar berbareng bersusah hati. Inilah sebab
ia menyaksikan kegusaran luar biasa dari ayahnya itu. Tanpa
merasa ia melinangkan air mata.
"Sudah, ayah jangan gusar." Ia mencoba menghibur.
"Sekarang hendak aku menyusul dia, tak perduli sampai
diujung langit akan aku binasakan manusia tak
berprikemanusiaan itu!"
"Akupun mau sekarang juga pergi ke Heng San!" berkata
Kiu Jie dalam sengitnya. "Hendak aku menemui It Yap Tojin
guna minta keadilan, kalau perlu akan aku korbankan jiwa
tuaku ini, supaya aku bisa mendapatkan pulang cucuku!"
"Sabar, saudara Pek"." Berkata Wie Lam menghela napas.
"Urusan ini masih harus dipikirkan dahulu dengan tenang,
jangan kita menuruti saja bujukan hawa amarah?"
"Tong Loyacu," Nyonya Pek turut bicara, "Cobalah tolong
pikirkan data apakah yang rasanya paling baik?"
Nyonya Pek Kiu Jie tidak memanggil paman kepada sahabat
suaminya itu, hanya "loyacu", suatu ucapan yang penuh
kehormatan. Paman hanya ucapan biasa saja. Wie Lam pun
berusia terlebih tua daripada Kiu Jie.
Wie Lam menatap semua hadirin.


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Menurut pendapatku sekarang ini," berkata ia kemudian.
"Sekarang juga baiklah kedua keponakan thian Liong dan
Siauw Houw segera pergi menyusul secara berpisahan kepada
orang she Gak itu! Demikian juga kau keponakanku.
Disamping itu kita juga segera mengirim kepelbagai sahabat
rimba persilatan guna memberitahukan peristiwa ini seraya
memohon bantuan mereka mencari tahu kemana perginya
anak celaka she Gak itu!"
Giok Peng mengangguk. "Paman benar," katanya. "Baik, mari kita lekas berangkat!"
Belum sampai nona ini berbangkit namun ia berseru
tertahan: "Oh! Aku lupa! Akupun mesti mengrim orang ke Kiu
Kiong San guna menyampaikan kabar ini kepada adik Hiong
dan kakak In, supaya mereka itu turut membantu mencari
Hauw Yan!" Berkata begitu, nona ini lantas menyuruh kacungnya segera
menyiapkan pedang dan buntalannya yang berisikan uang dan
pakaian seperlunya. Sementara itu Nyonya Pek melarang suaminya pergi ke
Heng San, buat mencari It Yap Tojin, katanya suaminya perlu
berdiam didalam rumah untuk mengurus sesuatu. Bukankah
anak mereka telah pergi semua dan rumah menadi kosong.
Kiu Jie dapat dikasih mengerti, ia suka membatalkan
kepergiannya ke Heng San.
Ketika itu Thian Liong yang telah berpikir turut bicara, kata
dia: "Menurut terkaanku, Gak Hong Kun berbuat begini untuk
memancing adik Peng pergi menyusulnya seorang diri. Kalau
adik Peng menyusul dia, ia pasti bakal kena terpancing dan
terjebak. Karena itu aku pikir baik aku pergi berdua adik Peng,
sedangkan adik Houw pergi bersama beberapa orang kita.
Asal Hong Kun ketahuan jejaknya, salah seorang mesti lekas
pulang memberi kabar"
Kiu Jie mengangguk. "Begitupun baik" bilangnya. "Cuma kalian semua harus
berhati-hati!" Lantas ayah ini mengatur orangnya :"Empat pegawai
ditegaskan turut bersama Giok Peng dan Thian Long dan
delapan orang ikut Siauw Houw, segera mereka dititahkan
berangkat" Wie Lam dan nyonya Pek menyetujui cara bekerja seperti
itu. Sementara itu Gak Hong Kun yang menculik Hauw Yan
sekeluarnya dari wilayah Lek Tiok Po dia lalu tiba dipelabuhan
sungai Tiang Kang dan lantas membeli seekor kuda untuk
melanjutkan perjalanannya. Dia tak mau menyingkir secara
cepat-cepat, tapi dengan menunggang kuda dia merasa lebih
leluasa. Ini disebabkan dia mesti mengasuh Hauw Yan,
sedangkan dia adala seorang laki-laki, dia nanti kuatir orang
mencurigainya. Dengan bercokol diatas kuda sehingga seolaholah
mereka tengah berpesiar"
Disepanjang jalan Hauw Yan dibujuki, diajak bicara sambil
tertawa-tawa, hingga anak itu tidak ingat apa-apa. Dilain
pihak diam-diam dia memasang mata, kuatir Giok Peng atau
lainnya menyusul". Biar bagaimanapun hati pemuda ini tidak tenang. Kalau dia
sedang sadar, dia malu sendiri, sebab dia sebagai seorang
laki-laki sejati telah melakukan perbuatan hina dina itu.
Diapun kuatir Giok Peng menyusulnya. Dilain pihak lagi dia
sangat ingin bertemu nona itu"
"Dengan Hauw Yan ditanganku, mesti dia akan turuti
segala kehendakku"." Demikian dia melamun.
Selang dua hari Hong Kun sudah sampai dikecamaTan
Hong Bwe, dia singgah semalam. Tidak juga dia melihat Giok
Peng yang dia harapkan datang menyusul. Karena dia sengaja
mengambil jalan memutar guna memperlambat perjalanannya
untuk menantikan nona Pek"..
Hari itu diwaktu lohor, Hong Kun tiba di Thian Kee Tiu.
Itulah sebuah kota perdagangan yang tak besar tapipun tak
kecil. Perumahannya Cuma enam tujuh puluh pintu. Tapi
sebagai kota perdagangan lalu lintasnya ramai sekali. Diluar
itu adalah segundukan rimba pohon yangliu dan bunga toh
hoa yang indah pemandangannya. Didalam rimba itu diantara
sinar sang surya, Hong Kun menjalankan kudanya perlahan.
Keindahan sang alam hendak dinikmati supaya hatinya tenang
dan lega. Tiba-tiba saja kesunyian sang rimba diganggu oleh
bentakan berulang ulang serta bentrokan nyaring diantara
senjata tajam yang datangnya dari sebelah dalam rimba itu.
Hong Kun terkejut, apalagi ketika dia lantas mendengar suara
seorang wanita yang mirip dengan suaranya Giok Peng. Dia
lantas memasang telinganya, tapi tak dapat dia mendengar
lagi suara wanita itu. Lalu dengan ragu-ragu dia melarikan
kudanya kedalam rimba, ke arah dimana suara pertempuran
terdengar. Setelah memasuki rimba sejauh sepuluh tombak lebih,
kembali Hong Kun mendengar beradunya senjata, hanya kali
ini dia lantas mendengar juga suara orang bertanya: "Nona,
apakah nona datang dari Lek Tiok Po!"
Sejenak itu bergetarlah hatinya si orang she Gak.
"Dia pasti Giok Peng!" pikirnya. Dia ragu-ragu, toh dia
mencambuk kudanya untuk disuruh lari.
Meskipun kuda dilarikan keras, Hauw Yan dalam usia lima
tahun tidak takut sama sekali, sebaliknya dia tertawa. Dia
menjadi sangat girang. Ini disebabkan dia bertubuh kekar dan
bernyali besar dan selama di Pay In Nia dia sering mengikuti
Giok Noaw berlari-lari ditanah pegunungan.
Setelah menikung beberapa kali, Hong Kun tiba disebuah
tempat terbuka kecil yang tanahnya penuh berumput, di sana
dia melihat dua orang lagi bertarung, yang satu pria dan satu
wanita. Yang pria berumur lima puluh tahun lebih, bajunya
panjang senjatanya tongkat bambu, sepatunya sepatu ringan.
Dia adalah Ngay Eng Eng dari lembah Kian kok Wan di
Lokyang. Sementara yang wanita dandanannya ringkas dan
rambutnya berponi, senjatanya sepasang ruyung Sae ho pang,
dialah Tan Hong dari Hek Keng To, pulau ikan lodan. Hanya
terhadap nona itu, Hong Kun tidak kenal. Dia cuma heran
suara orang sama dengan suaranya Giok Peng.
Selagi si orang she Gak menjublak menyaksikan
pertempuran itu, Hauw Yan justru bersorak-sorak tangannya
ditepuk-tepuk dengan sangat kegirangan.
Tatkala itu Ngay Eng Eng sebenarnya sedang repot. Setelah
membantu pihak Siauw Lim Pay mengusir kawanan bajingan
yang menyerbu kesana lalu disebabkan ada janji pertempuran
digunung Tay san, dia repot mondar mandir mengundang
sahabat-sahabat guna membantu pihak Siauw Lim Pay.
Kebetulan saja lohor itu selagi ia lewat dirimba itu, dia
bertemu dengan Tan Hong, segera dia menghadang nona itu.
Sebabnya ialah dia telah mendengar berita halnya Tan Hong
sudah mencuri kitab ilmu pedangnya It Hiong. Jadi dia mau
merampas pulang kitab itu untuk dikembalkan kepada si anak
muda. Tan Hong sebaliknya panas hati, sebab meski ia sudah
memberi keterangan berulang-ulang, si jago tua ngotot tak
mau mengerti. Maka habislah sabarnya dan bertempurlah
mereka berdua. Selagi bertempur itu masih dapat Nona Tan menguasai
dirinya, maka sambil melayani berkelahi dalam hal mana ia
lebih banyak bertahan sambil menjelaskan perihalnya ia kenal
Giok Peng dan lainnya dan baru belum lama ini ia berpisah
dari nona Pek itu. Karena ia menyebut kenal Giok Peng, Eng
Eng menyangka ia datang dari Lek Tiong Po.
Jilid 19 Tan Hong mempunyai telinga yang Peka dan mata yang
awas, sedangnya bertempur itu telinganya lantas mendengar
suara kuda berlari-lari disusul dengan tawa riang dari anak
kecil. Segera ia menangkis satu serangan dari Eng Eng, lantas
ia lompat mundur beberapa tindak, untuk menoleh ke arah
darimana datangnya suara kuda dan tawa, hingga ia lantas
mendapat lihat Hong Kun diatas kudanya lagi memeluki si
bocah riang gembira itu. Ia heran hingga ia terus mengawasi
saja. Selama It Hiong dan Hong Kun mengadu kepandaian di kuil
Go In Ih di Heng San, Nona Tan Hong telah mencintainya
maka itu ia tahu dan mengenali Gok Hong Kun, sekarang ia
melihat pemuda itu bersama seorang bocah, mengawasi siapa
ia merasa bahwa ia rada-rada mengenalnya.
"Ah, siapakah bocah itu ?" pikirnya.
Karena orang berlompat mundur, karena datangnya si anak
muda dan si bocah, Ngay Eng Eng juga menunda
penyerangannya. Bahkan ia lantas menghadapi Gak Hong Kun
untuk bertanya : "Saudara, apakah kaulah murid pandai dari It
Yap Totiang dari Heng San ?"
Hong Kun merangkapkan kedua belah tangannya.
"Tenaga ingatan dari Ngay Locianpwe kuat sekali."
sahutnya sambil memberi hormat itu. "Kita sudah berpisah
beberapa tahun tetapi locianpwe tetap masih ingat kepadaku,
Gak Hong Kun, murid dari Heng San Pay."
Jago tua itu tertawa. "Bagaimana dengan gurumu, saudara, adakah ia baik-baik
saja ?" tanyanya. "Sudah beberapa tahun aku tidak bertemu
dengannya." "Terima kasih, locianpwe, guruku sehat-sehat saja." sahut
si pemuda. Eng Eng menunjuk Hauw Yan.
"Saudara Gak, adakah anak itu puteramu ?" ia tanya pula.
"Sungguh seorang anak yang tampan sekali !"
Ditanya begitu, Hong Kun tergugu. Tak dapat ia menjawab
"ya" tapi juga tak boleh ia menyebut anaknya Giok Peng atau
It Hiong. Terpaksa, ia berpura-pura batuk.
Eng Eng menghela nafas. Kata ia perlahan.
"Ketika beberapa tahun yang lampau itu, aku si orang tua
berkunjung ke Go In Ih, saudara Gak, kau masih seperti
seorang bocah, maka tidaklah disangka sang waktu mengalir
lewat cepat sekali. Sebentar saja beberapa tahun sudah
berlalu, atau sekarang saudara adalah ayah dari seorang anak
! Haa !" Tak ada maksudnya Eng Eng akan menggodia orang atau
mengejek, tetapi kata-kata dan tawanya itu membuat merah
muka dan telinga Hong Kun. Dia ini malu sendirinya hingga dia
mencari alasan untuk menoleh ke lain arah.
Ketika Hauw Yan telah melihat Tan Hong, tiba-tiba dia
memanggil : "Mama ! Mama !"
Eng Eng mendengar suara bocah itu, ia heran. Ia ingat
sikapnya Hong Kun barusan yang agak jengah. Maka mau ia
menerka yang wanita itu adalah istrinya si anak muda. Hal ini
membuatnya likat sendirinya. Sebab sebagai seorang dari
angkatan tua, ia sudah menghadang istrinya seorang dari
angkatan muda. "Oh, saudara Gak, harap sudi apalah kau memaafkan aku"
katanya kemudian. "Aku hendak membantu mencari kitab ilmu
pedangnya Tio It Hiong, maka barusan aku telah berlaku
keliru, sudah bertempur dengan Nyonya Gak.."
Tan Hong pun melengak karena bocah itu memanggil
mama kepadanya. Ia mengingat-ingat kapannya dan dimana
pernah ia melihat si bocah. Sekarang ia mendengar suaranya
si jago tua, ia menjadi tidak senang. Ia bukan istrinya Hong
Kun ! Maka berbangkitlah sepasang alisnya melentik!
"Orang she Ngay, jangan kau mengaco tidak karuan !"
bentaknya. "Jangan kau beragak dengan ketuabangkaanmu !
Siapa bilang aku istrinya dia " Kau tahu, dia justru lagi
kebingungan sebab dia gagal dalam urusan asmaranya
dengan Pek Giok Peng !"
Mendengar suaranya si nona, Hong Kun segera memutar
kudanya untuk terus dikasih lari kembali ke arah dari mana dia
datang tadi, dia merasakan suasana tidak baik bagi dirinya.
Dalam bingungnya dia berlalu tanpa menyapa lagi Ngay Eng
Eng ! Sementara itu Tan Hong selekasnya ia menyebut namanya
Giok Peng, sekonyong-konyong ia ingat tampangnya bocah
tadi, bocah mana pernah ia lihat di gunung Siauw Sit San
ketika di sana ia bertemu dengan Giok Peng.
Selagi ia menempur Nona Pek, nona itu telah mengempo
seorang anak kecil dan anak itu mirip dengan anak ini.
Mengingat ini lantas ia ingat juga bahwa anaknya Pek Giok
Peng adalah anaknya Tio It Hiong !
"Oh !" Kenapa anaknya It Hiong berada di tangannya Gak
Hong Kun ?" demikian pikirnya atau kecurigaan berkelebat di
benak otaknya nona ini. Inilah heran ! Inilah aneh !
Maka berpikirlah ia dengan keras.
"Gak Hong Kun aneh ! Mungkinkah dia tengah main gila ?"
demikian Tan Hong pikir pula.
"Hatiku telah aku serahkan pada adik Hiong. maka itu perlu
aku ketahui urusan ini !"
"Aku mesti susul Hong Kun guna memperoleh kepastian
tentang anak itu !" Maka itu segera setelah mengambil keputusan ia memberi
hormat pada Ngay Eng Eng seraya berkata : "Locianpwe"
katanya. "Locianpwe hendak membantu Tio It Hiong mencari
kitab ilmu pedangnya yang hilang, karena itu hendak aku
menanya, tahukah locianpwe anaknya It Hiong itu siapa
namanya ?" Itulah pertanyaan diluar sangkaan, Eng Eng heran hingga
ia menunduki kepalanya untuk berpikir.
"Kalau tidak keliru, anak itu bernama Hauw Yan" sahutnya
kemudian. "Mau apakah kau menanyakan tentang anaknya It
Hiong itu ?" Setelah memperoleh keterangan itu, Tan Hong berkata
diluar jawaban yang ia harus berikan kepada si jago tua.
Katanya singkat. "Demi urusannya adik Hiong mesti aku ludas
menyusul Gak Hong Kun ! Maka itu maafkan aku tak dapat
menemani locianpwe lebih lama pula !"
Dan berhenti kata-kata itu, si nona sudah berlompat lari
hingga dilain detik ia sudah lenyap ditelan sang rimba.
Lagi-lagi Eng Eng melengak. Dialah seorang jago tua tetapi
dia kena dibikin bingung tindak tanduknya Tan Hong dan
Hong Kun itu. Karena dia tidak dapat menyusul pemuda dan
pemudi itu, terpaksa dengan lega dia pun pergi melanjuti
perjalanannya. Tan Hong kabur ke Thian-keetin, ia sampai di pasar
sesudah cuaca gelap. Di sana sini, rumah-rumah sudah


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyalakan api terutama rumah-rumah makan. Sekalipun
malam, keadaan ramai sekali. Ada banyak orang masih
mondar mandir. Ia melalui beberapa jalan besar tidak juga ia
menemukan Hong Kun. "Mungkinkah dia melewati tempat ini ?" pikirnya kecewa
berbareng penasaran. Di depan situ justru seorang jongos lagi
memelihara seekor kuda. Ia masih mengenali itulah kudanya
Hong Kun tadi. Sekarang si nona mendapat kenyataan itulah penginapan
merangkap rumah makan. Dengan tindakan perlahan, ia
memasuki ruang restoran. Matanya diam-diam dialihkan ke
seluruh penjuru. Maka legalah hatinya waktu di satu pojok
terlihat Hong Kun ada bersama Hauw Yan tengah menghadapi
barang santapan. Meja itu berada di dekat jendela.
Untuk memperoleh kepastian anak itu Hauw Yan atau
bukan kalau benar Hauw Yan dialah putranya It Hiong atau
Giok Peng lantas ia bertindak menghampiri terus secara tibatiba
ia memanggil : "Hauw Yan ! Hauw Yan ! Mama datang !"
Anak itu tengah dibujuki Hong Kun untuk menmakan
nasinya, ia mendapat dengar panggilan itu secara mendadak
ia mengangkat kepalanya dan menoleh.
"Mama !" ia lantas memanggil. "Mama !" dan lantas tanpa
menghiraukan nasinya, hendak ia berlompat turun dari
kursinya ! Hong Kun terkejut, dia heran. Dia menahan bocah itu dan
membujukinya. Ketika dia menoleh, dia mengenali nona yang
tadi bertarung dengan Ngay Eng Eng di dalam hutan. Dia tidak
kenal nona itu, dia makin heran. Kenapa nona itu memanggil
Hauw Yan " Tadi didalam rimba juga heran yang Hauw Yan
memanggil mama kepada wanita itu.
"Itulah bukan mamamu" kata ia kepada si anak. "Dialah
seorang moler ! Hauw Yan anak manis, makanlah. Mari !
Lekas makan !" Kata-kata Hong Kun tidak keras, tetapi karena jarak antara
ia dan Tan Hong dekat, si nona mendapat dengar dengan
nyata. Seketika juga merahlah mukanya. Ia dikatakan "moler".
Bukan main gusarnya ia. Di pihak lain, sekarang ia
memperoleh kepastian anak itu ialah anaknya It Hiong dan
Giok Peng, maka hendak ia merampas si anak dari tangannya
pemuda itu. Tapi ia adalah seorang nona Kang Ouw yang
berpengalaman, tak peduli usianya masih muda. Ia tidak mau
segera menunjuki kemurkaannya. Maka ia menghampiri meja
yang dekat dengan mejanya Hong Kun.
Ia kata pada jongos yang menghampirinya. Ia menyebut
beberapa rupa sayuran. Hong Kun terus membujuki Hauw Yan yang ia layani
dengan telaten. Ia mengeluarkan sapu tangan guna menyusuti
mulut si anak dan menyeka kedua tangannya. Sembari
berbuat begitu, ia pun menggunakan ketika untuk makan dan
minum. Sembari menantikan barang hidangan, Tan Hong
mengasah otaknya. Mulanya dia berniat berlompat kepada
Hauw Yan untuk memeluknya dan terus melompat pergi guna
mengangkat kaki. Hanya sesaat ia merobah pikirannya itu. Ia
kuatir percobaan itu gagal. Ia percaya Hong Kun bukan
sembarangan orang. Pasti tak mudah baginya bertempur
sambil mendukung Hauw Yan. Ia tentu tidak dapat lari pesat
dan bakal tersusul kalau Hong Kun mengejarnya. Pula masih
ada satu soal lain : Bagaimana kalau Hauw Yan kaget dan
menangis " Maka ia menyabarkan diri seraya terus memutar otaknya,
mencari pikiran dan kesempatan yang baik.
Hong Kun sendiri, berat dia merasai pikirannya. Karena si
nona tidak bertindak terlebih jauh dan Hauw Yan pun diam
saja, tak dapat dia berbuat apa-apa terhadap nona yang tidak
dikenal itu. Dia berdiam tetapi otaknya bekerja terus. Biar
bagaimana, dia mencurigai nona itu.
Hauw Yan sendiri tak dapat duduk berdiam saja. Entah apa
yang dipikirkannya. Dia mengawasi Hong Kun, yang matanya
mendelong ke satu arah, kedua tangannya ada pada pipi dan
telinganya yang dia garuk-garuk tanpa dia merasa gatal.
Tan Hong terus memasang mata secara diam-diam.
Tak lama datanglah jongos dengan barang hidangan yang
dipesannya. Justru itu si nona mendapat satu pikiran. Tidak
ayal pula, ia mencoba mewujudkan itu. Secara diam-diam ia
mengisyaratkan jongos itu membawa semangkok daging ayam
ke mejanya Hong Kun, ia sendiri secara diam-diam berbangkit
bangun, bertindak mengintil di belakang jongos itu yang
kebetulan bertubuh besar dan gemuk. Selekasnya ia sudah
datang dekat Hauw Yan, dengan kecepatannya yang luar
biasa, ia mengulur tangannya dan menyambar bocah itu, terus
ia berlompat lari keluar !
Hauw Yan menyangka orang bermain-main dengannya, ia
bukan takut atau kaget, ia justru tertawa, maka Tan Hong
lekas-lekas membekap mulutnya. Setibanya di luar, nona itu
berlompat naik ke atas genteng.
"Tuan, mari cobai daging masakan kami ini !" berkata si
jongos kepada Hong Kun sambil ia meletakkan mangkuk ayam
di depannya pemuda itu. Dia bicara sambil bersenyum.
Dia menuruti kehendaknya si nona sebab menuruti
kebiasaannya menyangka tentulah muda mudi itu mau main
pacar-pacaran hingga ia bakal mendapat hadiah berarti. "mari
cobai, tuan, itulah si nona di sana yang memesannya untuk
tuan..." Hong Kun tengah berpikir hingga pikirannya itu terintang,
ia mengawasi jongos itu yang kembali berkata padanya :
"Lekas cobai, tuan ! Jangan tuan sia-siakan kebaikan nona
itu..." Kali ini si jongos menoleh, akan menunjuk kepada Tan
Hong, atau dia lantas berdiri menjublak sebab si nona tak
nampak sekali pun bayangannya !
Hong Kun juga terperanjat. Ia tidak melihat nona yang
ditunjuk itu. Yang hebat ialah ketika ia menoleh ke kirinya
Hauw Yan, bocah itu tidak ada di tempatnya !
"Celaka !" serunya. Lantas ia menolak tubuh si jongos buat
terus berlompat keluar. Dia tahu yang dia telah kena orang
akali. Dia menyesal sekali yang dia seperti buta mata dan
pikiran sebab dia terlalu keras mengasah otaknya hingga dia
tidak melihat Hauw Yan telah orang sambar !
Tepat diambang pintu, Hong Kun berhadapan dengan
seorang tua. "Eh, eh, saudara Gak, kau tergesa-gesa kenapakah ?" tanya
si orang tua ialah Ngay Eng Eng yang baru saja tiba.
Mulanya Hong Kun melengak atau segera dia menanya :
"Locianpwe, apakah barusan locianpwe mendapat lihat nona
yang kita ada urusan di dalam rimba tadi ?"
Eng Eng menggeleng kepala.
"Tidak" sahutnya.
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Hong Kun lompat ke
samping orang tua itu, buat terus lari keluar guna menyusul
Tang Hong. Maka dilain saat, lenyap sudah ia di jalan besar
yang gelap, yang tak disampaikan cahaya api.
Tan Hong berlaku cerdik sekali. Sengaja ia lompat naik ke
atas genteng. Ia percaya Hong Kun pasti menerkanya sudah
kabur terus. Ia pula tidak lari terus, hanya sambil mendekam
diatas wuwungan, ia mengintai ke arah pintu penginapan
hingga ia melihat si anak muda lari keluar itu, mungkin untuk
terus meninggalkan Thian-keetin !
Sampai sekian lama, jago wanita dari Hek Keng To itu
masih mendekam saja dan Hauw Yan ia peluki terus. Setelah
mendapatkan Hong Kun belum juga kembali, legalah hatinya.
Tapi yang paling membuatnya lega ialah waktu ia mendapat
kenyataan bocah di dalam pelukan atau empoannya itu sudah
tidur pulas ! Rupanya bocah itu senang sekali dipeluki seorang wanita
yang membuatnya merasa hangat, apa pula itulah wanita
yang dia panggil mama ! Dengan berhati-hati Tan Hong berjalan di atas wuwungan
menuju ke ujung genteng dimana terdapat sebuah gang yang
gelap. Di situ dia berlompat turun. Ia tidak terpergoki siapa
juga. Di dalam gang itu ia berjalan cepat melalui tiga tikungan
baru ia muncul di jalan besar.
Selama si nona berdiam di atas genteng sang waktu berlalu
dengan cepat. Maka itu waktu mungkin sudah jam dua. Di
jalanan umum itu sangat sedikit orang yang masih berlalu
lalang. Dengan cepat ia kembali ke rumah makan tadi, kali ini
untuk meminta kamar, maka selanjutnya ia tidur pulas
bersama-sama puteranya It Hiong itu.
Selama itu Nona Tan ini sudah memikirkan tentang Hong
Kun. Ia berpengalaman dan teliti. Ia dapat menerka apa yang
Hong Kun bakal lakukan sesudah anak muda itu gagal
menyusulnya. Ia menerka mesti Hong Kun menyusul keluar
kota. Maka itu dengan berani ia ke hotel bahkan untuk tidur
nyenyak. Itulah yang dinamakan tipunya "Kakak tua pulang ke
sarangnya". Dan dengan demikian Hong Kun kena
diperdayakan ! Besok paginya Tan Hong mendusin dari tidurnya, buat
seterusnya membawa sikap tenang-tenang saja. Dapat ia
membuat Hauw Yan tidak banyak rewel, sebab anak itu
memangnya anak baik. Paling dahulu ia ajak si bocah
bersantap lantas ia membayar uang penginapan dan santapan
baru ia bawa Hauw Yan meninggalkan rumah penginapan itu.
Sekarang ini Tan Hong sudah memikirkan masak-masak.
Hendak ia menyerahkan Hauw Yan kepada It Hiong sendiri
supaya senang dan puaslah hatinya pemuda yang ia gilai itu.
Ia percaya kapan Giok Peng ketahui ialah yang membantu
anak mereka, nona itu tentulah berkesan baik terhadap
dirinya. Ia tidak jelas bersedia ia bersuamikan It Hiong tak
perduli pemuda itu telah mempunyai istri. Asal It Hiong
menerimanya puas sudah hatinya.
Dengan membawa Hauw Yan, nona cantik dari pulau Ikan
Lodan Hitam itu menuju Kiu Kiong San.
Selagi Nona Tan melakukan perjalana itu, baiklah kita
menoleh dahulu kepada Gak Hong Kun.
Benar seperti terkaan Tan Hong, dia lari terus keluar kota.
Inilah sebab didalam kota sendiri semua jalan besar dan gang
sudah ia jelajahi dan nona itu bersama Hauw Yan sudah tak
tampak. Dia masgul dan mendongkol sekali. Di luar kota, dia
menghampiri rimba yang gelap. Disini siuran angin malam
membuatnya bagaikan terasadar. Dia menggigil lantas sirna
pengaruh alkohol yang membutakan pikirannya. Lantas dia
berdiri diam dan berpikir. Ia memperhatikan keadaan di
sekitarnya. Ia melihat jalanan. Ia juga menduga-duga kemana
si nona telah mengambil jalan.
Di luar kota itu sama ada sebuah jalan besar yang
jalanannya berliku-liku sampai ke rimba itu. Tak ada jalan
lainnya. Di waktu malam seperti itu rimba gelap. Itulah
saatnya untuk orang bersembunyi dengan aman.
Lantas Hong Kun menggunakan akal liciknya. Berkatalah ia
seorang diri dengan perlahan. "Eh, budak bau berapa
tinggikah kepandaianmu " Mana dapat kau lolos dari mata dan
telingaku " Lihat, akan aku bekuk kau."
Habis berkata, ia berdiam sebentar.
Itulah tipu menakut-nakuti orang yang bersembunyi
andiakata dia benar mengumpatkan diri disitu. Lewat sesaat
karena tidak ada hasil dari gerakannya itu, ia lari memasuki
rimba buat mulai menggeledah rimba itu !
Sampai kepalanya bermandikan keringat tak juga Hong Kun
berhasil dengan usahanya itu. Ia mendongkol berbareng
bingung. Mendesak Giok Peng ia tidak berhasil, mencuri kitab
Sam Cay Kiam gagal dan kali ini menculik Hauw Yan bocah itu
kena orang bawa kabur di depan matanya, sia-sialah segala
dayanya maka sekarang ia menjadi uring-uringan sendiri
sampai tubuhnya bergemetaran...
Masih anak muda ini berjalan mundar mandir, masih dia
mencoba mencari Tan Hong. Ia mirip orang yang otaknya
terganggu. Satu kali dia bersiul nyaring sekali hingga burungburung
kaget dan terbang. Tidak lama rasanya terdengar sudah suara turun burung
kucica bernyanyi dan itulah tanda dari tibanya sang fajar.
Anak muda ini kantuk, letih dan pening kepalanya, pikirannya
kacau, napasnya memburu. Ia menembusi hutan menuju ke
jalan umum, jalan tanpa tujuan. Tengah hari itu, ia tiba
kembali di kecamaTan Hong bwe. Dengan surat cekat,
terdengar dari mulutnya : "Anak Hauw Yan ! Adik Peng !" Ia
berjalan dengan kepala tunduk. Maka itu, diwaktu ia
membelok disebuah pengkolan, hampir ia bertabrakan dengan
seorang wanita, sampai telinganya mendengar cicitan : "Orang
buta ! Kau main gila, ya ?" Dan tangannya wanita itu
melayang ! Hong Kun terperanjat, ia mengangkat kepalanya, melihat
datang serangan, ia berkelit. Lantas ia berdiri mengawasi.
Maka ia melihat seorang nona dengan baju merah serta
pedang di punggung, rambutnya yang panjang tergerai di
punggungnya dan matanya mendelik terhadapnya !
Di dalam keadaan seperti itu, matanya Hong Kun bagaikan
kabur, maka juga ia melihat si nona seperti Tan Hong. Ia
menjadi gusar. "Budak bau !" bentaknya. "Apakah kau sangka kau dapat
lolos dari tangannya Tuan Gak mu ini" Ha !" Dia lantas maju
satu tindak, kedua tangan berbareng diluncurkan.
Nona itu bukannya Tan Hong, ialah Cit Mo Siauw Wan
Goat, bajingan wanita nomor tujuh dari pulau To Liong To. Dia
sebenarnya tengah dalam perjalanan bersama kedua orang
kakaknya yaitu Lie Mo Lam Hong Hoan, bajingan nomor lima.
Mereka bertiga mau pergi ke Heng San buat mengundang It
Yap Tojin guna sudi membantui mereka. Di tengah jalan
pengunungan Heng San, Wau Goat kebetulan bertemu dengan
Tio It Hiong kontan di jatuh cinta terhadap pemuda tampan
dan gagah itu. It Hiong mirip pulau suci di tengah lautan,
mudah dipandangi sukar dijamah, hingga ia menjadi bersusah
hati dan kesusahan hatinya itu cuma dapat disimpan di dalam
dada. Dengan hati tidak karuan rasa dia mengajak kakak
seperguruannya berpesiar kemana dia suka. Dia berniat
melegakan hati, siapa tahu justru dia berpapasan dengan
Hong Kun, Dia tidak kenal si anak muda yang justru adalah
muridnya It Yap Tojin karena ia menyangka pemuda itu
ceriwis, dia lantas mendamprat dan menyerang !
Lantas Nona Siauw menjadi marah sekali. Orang bukan
minta maaf tapi justru menyerangnya. Dengan gerakan jurus


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

silat "Bajingan berkelebat", ia berkelit terus ke belakang orang
guna dari situ balik menghajar.
Hong Kun bukan sembarang orang, tak kena ia diserang
secara begitu. Cepat luar biasa ia membalik tubuh guna
menghajar balik pada nona itu. Maka beradulah tangan
mereka berdua hingga keduanya sama tertolak mundur
separoh terpelanting. Justru itu tibalah Lam Hong Hoan dan Bok Cee Lauw yang
berjalan belakangan. Mereka itu terkejut sebab mereka
mengerti muridnya It Yap Tojin, sedangkan imam itu adalah
orang yang bantuannya mereka harapkan. Sambil lari
menghampiri mereka berseru : "Su-moay tahan !"
Su-moay ialah panggilan yang berarti adik seperguruan
wanita. Siauw Wan Goat mengangkat mukanya mengawasi anak
muda itu atau si anak muda mendahului berlompat pula,
menyerang lagi padanya. Itu pula serangan dahsyat sekali . Ia
berniat berkelit atau rambut kepalanya kena terasampok
hingga jepitan rambutnya yang berkepala burung pong kena
terasampok jatuh. Ia menjadi sangat gusar, ia lantas
menghunus pedangnya. Justru itu waktu ia mendengar
cegahan kedua saudara seperguruannya itu, terpaksa ia
menyimpan pedangnya dan mundur setindak akan menoleh
kepada kedua saudara itu.
Hong Hoan dan Cee Lauw sudah lantas tiba. Mereka itu
menggoyang -goyangi tangannya.
"Jangan bertempur !" mereka kata. "Kita ada orang sendiri
!" Hong Kun mendelong mengawasi dua orang yang baru tiba
itu mulutnya bungkam. Hong Hoan mengawasi anak muda itu dan memandang
adiknya, ia menyangka diantara dua orang itu ada suatu
perselisihan untuk dapat mendamaikan ia terus bersenyum
kepada mereka kemudian sembari tertawa ia kata kepada si
anak muda, "Gak Laote dengan memandang muka tipis dari
aku yang mengenal gurumu yang terhormat dan kau sendiri,
aku minta sukalah kau memaafkan adikku ini andiakata dia
telah melakukan sesuatu yang tak menyenangimu..."
Kemudian kepada Wan Goat ia lantas menerangkan. "Su
moay, inilah saudara Gak murid pandai dari It Yap Totiang !
Hahahaha ! Kalau tidak bertempur kalian tentulah tak kenal
satu dengan yang lain."
Suara tawa orang membuat Hong Kun dapat berpikir
hingga ia tak lagi seperti orang lupa ingatan. Ia lantas
mengawasi Hong Hoan bertiga terutama Hong Hoan, terus ia
berkata : "Oh, kakak Lam sudah lama kita tak berjumpa !"
Meski ia mengucap demikian pemuda ini belum sadar
seluruhnya. Maka itu ia lantas nampak keheran-heranan.
Bok Cee Lauw melihat gerak gerik orang ia menarik ujung
bajunya Wan Goat dan bertanya perlahan, "Sumoay, kenapa
kau bentrok dengannya ?"
Ditanya kakaknya merah mukanya si nona. "Cis !" katanya
sengit. "Dia nampak sopan tetapi dia ceriwis sekali !"
Cee Lauw bersenyum, ia menggodia adik seperguruannya
itu. "Kau cantik bagaikan bunga, jangan heran kalau kupukupu
beterbangan mengitari ataupun menowelmu.
Hahahaha." Nona itu merasa likat, dia menoleh kelain arah. Dengan
begitu dia tidak mengambil kata-kata kakaknya yang nomor
dua. Lam Hong Hoan melihat suasana masih keruh itu, lantas ia
memberi hormat pada Hong Kun untuk berkata pula. "Gak
Laote, sampai jumpa pula !"
Lantas ia menoleh kepada dua kawannya untuk mengedipi
mata setelah mana ia bertindak mengajak dua saudara itu
melanjuti perjalanan mereka.
Siauw Wan Goat berlalu dengan ogah-ogahan bahkan ia
menjebih terhadap si anak muda yang dianggapnya ceriwis
itu. Gak Hong Kun melengak sebentar lalu mendadak ia
berseru. "Saudara Lam tunggu dulu !"
Hong Hoan membalik tubuh. Ia berdiri menanti. "Ada
apakah Gak Laote ?" tanyanya.
Hong Kun masih berpikir sejenak sebelumnya ia tanya,
"Saudara Lam, apakah tadi ditengah jalan kau bertemu
dengan seorang nona dengan baju hitam ?"
Pertanyaan itu membikin Hong Hoan lantas menerka bahwa
si nona berpakaian hitam itu adalah pacarnya anak muda ini
yang nampak lagi bingung sekali, bahwa mungkin mereka itu
berdua tengah bertengkar maka ia tertawa dan menjawab,
"Tidak, saudara, aku tidak menemui nona seperti yang kau
tanyakan itu. Baiklah saudara jangan bingung. Kau harus
ketahui sifatnya wanita ! Mungkin dia sedang bergurau
dengan saudara ! Baiklah saudara lekas susul, barangkali kau
akan lekas dapat menyandaknya."
Habis berkata Hong Hoan membalik pula tubuhnya buat
melanjuti perjalanannya, dengan cepat menyusul kedua
saudaranya. Hong Kun sebaliknya menganggap kata-kata orang benar
adanya tanpa berpikir lagi ia pun melanjuti perjalanannya
sekarang dengan cepat. Segala sesuatu bisa terjadi, demikian dengan Hong Kun ini,
disaat ia mendekat Hong bwe koan ditangah jalan besar ia
justru berpapasan dengan rombongannya Pek Giok Peng dan
Pek Thian Liong, dan selekasnya Nona Pek melihat si anak
muda, naiklah darahnya. Dengan mata merah dibuka lebar ia
menghunus pedangnya. "Mana Hauw Yan ?" ia menegur dengan tebasan
pedangnya itu. Hong Kun terkejut, dia tak sempat berlompat mundur maka
dia melengak dengan jurus silat Thia Poan Kio, Jembatan Besi.
Masih dia terlambat sedikit, baju didadanya kena terpapas
hingga ke kulitnya hingga kulitnya itu terluka dan
mengeluarkan darah. Mulanya dia terkejut akhirnya dia
tertawa. Sekarang dikenali nona di depannya justrulah si adik
Giok Peng, yang ia buat pikiran siang dan malam ! Lupa dia
pada bajunya yang robek dan kulitnya yang terluka itu, dia
kata sambil tertawa. "Oo, adikku ! Kenapa baru saja bertemu denganku kau
menyerang secara begini telengas."
Habis menyerang itu, Giok Peng menatap. Ia tidak lihat
Hauw Yan ditangannya pria itu. Ia melihat ke kiri dan kanan,
tak juga ada puteranya itu. tiba-tiba ia menjadi sangat
berkuatir, hingga ia lantas menangis !
"Mana Hauw Yan ?" teriaknya. "Lekas kembalikan anakku !"
Mendengar disebutnya nama anak itu, Hong Kun bingung
bukan main, dia kaget dan malu tanpa merasa tubuhnya
menggigil, peluhnya membasahi tubuhnya, dia berdiri diam
saja, matanya mendelong terhadap si nona. Memang selagi
pikirannya kacau itu, tak dapat berbicara.
Pek Thian Liong tidak turut berbicara tetapi ia sudah lantas
memencar semua pengikutnya akan mencari Hauw Yan
disekitar tempat itu. Ia menyangka Hong Kun
menyembunyikan keponakannya itu.
Giok Peng berhenti menangis. Ia insyaf bahwa itulah bukan
waktunya. Ia menghadapi pula si anak muda.
"Hong Kun !" bentaknya. "Kalau kau tidak kembalikan
Hauw Yan kepadaku, akan aku adu jiwaku denganmu !"
Meski begitu ia maju lebih jauh untuk menikam. Kali ini
dengan jurus pedang "Anak panah menyerang sasarannya."
Hong Kun berkelit pula. Tak berani ia menangkis atau balas
menyerang. "Aku tengah mencari Hauw Yan !" sahutnya kemudian.
"Sudah satu malam dan setengah harian aku mencarinya !"
oooOooo Giok Peng mengawasi. Ia mendapat kenyataan anak muda
itu mirip orang linglung hingga timbul kekuatirannya, janganjangan
ditengah jalan pemuda telah membinasakan
puteranya. Ia bingung dan berkuatir sekali.
"Kakak" kata ia kepada Thian Liong. "Jangan-jangan Hauw
Yan sudah mendapat kecelakaannya di tangan manusia busuk
ini ! Mari kita bereskan dia !"
Kembali si nona menyerang, dalam kuatir dan bingung,
tangannya bergemetar. Hong Kun berkelit lagi. Kali ini ikat kepalanya kena ditebas
ujung pedang, hingga rambutnya terlepas dan awut-awutan.
Masih ia tidak berani melakukan perlawanan. Dia merangkap
kedua tangannya memberi hormat seraya berkata : "Adik
Peng, jangan berduka ! Hauw Yan tidak kurang suatu apa, dia
cuma... dia cuma..."
Ketika itu semua pengikut sudah kembali, laporannya ialah
kosong. Thian Liong bingung juga dari bingung ia menjadi gusar.
Maka ia menghunus pedangnya menuding anak muda itu.
"Hong Kun, dimanakah kau sembunyikan Hauw Yan ?"
tanyanya bengis. "Jangan kau tidak memberikan
keteranganmu, jangan harap kau bisa berlalu dari sini dengan
masih hidup." Kata-kata itu diikuti dengan satu loncatan untuk datang
dekat pada si anak muda, untuk mengancam hendak
menyerang. Empat orang pengikut turut bergerak juga, mereka maju
mengurung. "Cuma... cuma apa ?" tanya Giok Peng. "Kau mau katakan
atau tidak ?" Muka Hong Kun pucat, lalu menjadi merah. Ia berkuatir
dan menyesal, dia mulai mendongkol. Dia merasa orang
memaksanya, hal itu membuatnya tidak puas.
"Menyesal adik, aku lalai." katanya kemudian. "Lantas lalai,
selagi berada diatas loteng rumah makan di Thian kee tin, aku
telah membuat Hauw Yan lenyap.."
Berkata begitu, si anak muda lantas menangis mengerunggerung
dan memukul juga dadanya.
"Aku menyesal, adik " katanya pelan. "Aku telah membikin
anakmu itu hilang ! Memang Gak Hong Kun harus mati ! Nah,
kau bunuh !" Pek Thian Liong heran. "Benarkah katamu ini ?" tanyanya. Ia mau cari
keponakannya bukan buat membunuh orang.
"Kakak, jangan percaya dia !" teriak Giok Peng. "Jangan
kita percaya ocehannya !"
Lagi-lagi si nona menyerang !
Hong Kun tidak berkelit atau menangkis, dia berdiri tegak.
Dia cuma mengawasi si nona dan selanjutnya berkata : "Aku
puas mati ditangannya orang yang aku cintai.."
Thian Liong menangkis pedang adiknya.
"Tenang, adik !" ia kata. "Kalau dia dibunuh mati, mana
mungkin kita mencari Hauw Yan ?" terus ia menoleh kepada
Hong Kun untuk menanya, "kalau kau benar mencintai adikku,
lekas bilang Hauw Yan terjatuh ke dalam tangan siapa " Lekas
!" Hong Kun mengangkat kepalanya, dia berpikir keras.
Sekian lama dia membungkam, kemudian baru dia berkata :
"Ke dalam tangannya si nona berbaju hitam..."
"Apakah kau bilang ?" Giok Peng tegaskan.
"Seorang wanita muda berpakaian baju hitam." sahut Hong
Kun pelan. "Siapa wanita itu ?" Thian Liong tanya menegaskan.
"Apakah kau kenal dia " Habis merampas Yan, dia lari kemana
?" Selagi kakaknya menanya itu, Giok Peng menatap si anak
muda. Ia mendapat kenyataan orang seperti sadar dan tidak.
"Ambil air !" Ia memerintahkan orang, maka dilain saat ia
telah membanjur pemuda yang bicaranya selalu tak tegas dan
sikapnya seperti orang linglung.
Basahlah pakaiannya Hong Kun karena banjuran dia, tetapi
justru karena disiram itu dia sadar seketika. Dia terus menatap
si nona, habis menarik napas panjang diapun lantas berkata :
"Adik, lantaran aku terlalu mencintaimu hingga aku putus asa
dan menderita karenanya, dua kali sudah aku melakukan
perbuatan-perbuatannya yang memalukan itu, hingga aku
membikin kau turut bercapek lelah dan bersusah hati
karenanya..." "Kalau sampai terjadi sesuatu atas diri Hauw Yan, kau
harus mengganti jiwa !"
"Hong Kun !" Thian Liong turut bicara, "lekas kau jelaskan
bagaimana caranya kau membuat Hauw Yan hilang !"
Hong Kun mengusap mukanya yang masih basah.
"Aku membuat Hauw Yan hilang di dalam rumah makan di
Thian kee tin." sahutnya. "Aku membujuki Hauw Yan makan,
aku sendiri minum arak buat melegakan hati yang pepat dan
kacau...." Ia berhenti akan mengawasi si nona baru ia
melanjuti : "Tengah aku minum itu jongos datang
membawakan makanan katanya itulah makanan yang disuruh
si nona baju hitam untukku. Bertepatan dengan itu, Hauw Yan
hilang, waktu aku menoleh nona itu juga sudah tidak ada. Aku
lantas pergi keluar akan mencari dan satu malam suntuk aku
mencarinya secara sia-sia. Demikian aku mencari terus sampai
sekarang aku berada disini, tengah mencari terlebih jauh.
Tidak kusangka disini aku bertemu dengan kalian..."
"Nona berbaju hitam itu berusia berapa kira-kira dan dia
membekal senjata apa ?" Giok Peng tanya.
Hong Kun berpikir sebelumnya dia menjawab.
"Kira-kira dua puluh empat atau dua puluh lima tahun"
sahutnya sejenak kemudian. "Dia membawa senjata atau tidak
itulah aku tidak perhatikan.."
Giok Peng dan Thian Liong saling mengawasi. Mereka pun
tunduk untuk berpikir guna menduga-duga. Siapakah nona
berbaju hitam itu " Dia golongan mana " Kenapa dia
merampas Hauw Yan " Mendadak Giok Peng bagaikan terasadar. Ia mengangkat
kepalanya dengan cepat dan mengawasi si anak muda dengan
tajam. "Hong Kun !" katanya keras. "Kau mengarang cerita !
Apakah kau sangka dengan demikian dapat kau mengelabui
aku " Sebenarnya kau perbuat apakah atas diri Hauw Yan.
Bilang secara terus terang ! Ingat, akan aku bikin darahmu
muncrat !" Masih si nona mengawasi dengan tajam, matanya
berkilauan karena air matanya mulai mengembang pula. Ia


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pun mengancam dengan pedangnya.
Hong Kun menarik nafas panjang, ia tunduk.
"Karena asmara Hong Kun sudah roboh" sahutnya
perlahan. "Karena itu dimata kau adik, dia menjadi seorang
yang tak tahu malu ! Apa yang aku bisa bilang lagi " Tapi buat
melakukan pemeriksaan bagaimana kalau kita pergi bersama
ke Thian kee-tin ?" "Gak Hong Kun !" menegur Thian Liong. "Kau bisa
mengungguli diri cerdas kenapa sekarang karena seorang
wanita kau menjadi begini roboh tak berdaya " Ya, kanapakah
?" Hong Kun berdiam, terus ia tunduk, mukanya merah.
"Adik, " tanya Thian Liong pada saudaranya. "Kau banyak
mengembara, ingatkah kau di dalam dunia Kang Ouw, wanita
siapakah yang gemar mengenakan pakaian hitam ?"
"Mereka yang gemar pakaian hitam banyak jumlahnya."
sahut si adik, "jadi untuk mengenalinya lebih penting
andiakata kita tahu senjata yang dipakainya..."
Thian Liong berpikir. "Apakah dia bukannya Teng Hiang ?" tanyanya. "Cuma
Teng Hiang yang kenal Hauw Yan..."
"Tak mungkin !" berkata Giok Peng. "Mustahil Hong Kun tak
kenal dia." Karena terkaan buntu, rombongan ini jadi saling berdiam di
tengah jalan itu. Tak dapat mereka menerka siapa perampas
atau penculiknya Hauw Yan itu.
Ketika itu sudah mendekati magrib, burung-burung mulai
pulang kesarangnya, beberapa orang Thian Liong menjadi
tidak sabaran maka yang satu kata pada majikan mudanya itu
: "Tuan muda, kita berdiri diam saja disini buat apakah " Buat
apa kita membiarkan saja orang she Gak yang setengah gila
itu " Lebih baik kita bereskan dahulu dia kemudian baru kita
pergi mencari tuan kecil Hauw Yan ! Sekarang ini langit sudah
mulai gelap...." Thian Liong mengawasi orang itu, ia melihat langit.
"Adik" katanya kemudian pada saudaranya, "baik kita
kembali dahulu ke Hong bwe atau terus ke Thian kee tin ?"
Giok Peng berpaling, ia berpikir. Kemudian dia menuding
dengan pedangnya kepada Hong Kun seraya berkata bengis :
"Sebelum Hauw Yan dapat kutemukan, jangan kau lari dari
kami walaupun sejauh setengah tindak !" Kemudian ia
berpaling kepada kakaknya untuk meneruskan : "Kakak, aku
pikir kita pergi dahulu ke Tian kee tin, akan minta
keterangannya jongos rumah makan di sana."
Mendengar itu, Hong Kun turut bicara.
"Pikiranku sudah kacau sekali, " berkata ia, "tetapi buat
pergi ke Tiankee tin, itulah paling baik ! Di sana adik bersama
kakakmu, kau minta keterangannya jongos hotel, mungkin dia
dapat memberi keterangan penting. Di sanapun kau akan
dapat bukti bahwa aku tidak bicara dusta ! Nah, marilah !"
Lantas pemuda ini mendahului bertindak pergi, dia terus
lari. Giok Peng terkejut. Ia mengira orang mau kabur, lantas ia
berlompat mengejar sampai ia menggunakan lari ringan tubuh
Tangga Mega. Selekasnya ia menyandak, ia samber leher baju
anak muda sambil berkata keras :" Kau hendak menggunakan
akal bulus ya " Apakah dengan begini kau dapat lolos dari aku
?" Thian Liong sekalianpun dapat menyusul, lantas dua orang
ditugaskan mengiringi pemuda yang nampaknya sudah habis
daya itu. Mereka berjalan terus. Pada jam dua lewat, mereka
sudah duduk bersantap di rumah makan yang ditunjuki Hong
Kun, dimana Hong Kun kehilangan Hauw Yan.
Menurut keterangan si jongos itu, senjatanya si nona yang
dia layani berupa semacam ruyung mengkilat seperti berbahan
beling. Pakaian dan potongannya nona itu, cocok dengan
lukisannya Hong Kun. Giok Peng berpikir keras akan ketahui senjata itu senjata
apa. Ia menerka pada sanho pang. Masih lama ia mengasah
otaknya, lantas ia menduga pada Tan Hong dari Hek Keng To,
pulau Ikan Lodan Hitam. "Kalau benar dia, Hauw Yan tidak dalam bahaya jiwa." pikir
ibu yang muda itu, "Hanya aneh, apa perlunya Tan Hong
merampas anakku itu dari tangannya Hong Kun " Oh,
bukankah inipun soal asmara " Kalau benar, di jurusan itu,
penghidupanku masih ada kesulitannya..."
Nona ini tidak mau memberitahukan Hong Kun tentang
nona yang ia terka itu. Ia kuatir si anak muda juga
terasangkut soal asmara. Buat ia ialah, selama ia belum
menemukan Hauw Yan, Hong Kun ini tak akan dibiarkan
bebas... Malam itu Giok Peng semua bermalam di rumah makan
merangkap hotel itu. Besoknya pagi habis bersantap mereka
berangkat. Hong Kun dipaksa turut bersama. Maka bersamasama
juga mereka pergi mencari Hauw Yan ke segala tempat
atau arah. Sementera itu Tan Hong seperti yang telah dipikirnya sudah
membawa Hauw Yan langsung ke Kiu Kiong San. Karena ada
bersama bocah, ia tidak dapat berjalan cepat, bahkan
terpaksa diperlahankan. Begitulah di Kay Pay, mereka dapat
dilihat rombongannya Siauw Houw. Paman itu sudah lantas
mengenali keponakannya. Tapi Tan Hong lihai, dia melihat
gerak gerik orang, sebelum sempat Siauw Houw menegurnya
atau menegur Hauw Yan, ia mendahului kabur. Siauw Houw
penasaran, dia menyusul. Selang dua puluh lie, ia telah
bermandikan peluh dan nafasnya tersengal-sengal, sedangkan
delapan pengikutnya ketinggalan jauh di belakang.
"Hebat ilmu ringan tubuh wanita ini" pikir pemuda she Pek
ini yang memaksakan diri mengejar terus.
Dari Kay pay, Siauw Houw menyusul terus sampai di Sintan
Po. Di sini Tan Hong memasuki sebuah rumah makan. Siauw
Houw menyusul ke rumah makan itu, sesudah ditengah jalan
ia meninggalkan tanda untuk orang-orangnya.
Rumah makan itu tidak besar, tetamunya cuma beberapa
orang. Hauw Yan lagi dibujuki Tan Hong untuk bersantap.
Dengan lantas bocah itu melihat pamannya, lantas juga ia
memanggil "Paman ! Paman !"
"Hauw Yan !" menyambut sang paman yang terus
menghampiri bahkan dia mengulur tangannya guna
memegang keponakan itu. Tan Hong menghadang. Ia menolak orang hingga
terpelanting. "Siapakah kau ?" tegurnya. "Kenapa kau hendak merampas
anak orang ?" Alis Siauw Hoaw terbangun.
"Bagus benar ya !" ia balik menegur. "Bagaimana dan
berani mengakui anak orang sebagai anakmu " Apakah kau
seorang nona tak tahu malu ?"
Muka Tan Hong menjadi merah. Dia memang keliru omong,
Tapi dia pun tidak senang.
"Kau jangan usil !" bentaknya.
"Hm !" Siauw Houw mengasi suara dinginnya. Suaranya
pun keras. "Aku tak dapat usil " Kau tahu siapakah aku "
Akulah Pek Siauw Houw, pamannya anak ini ! Dialah Hauw
Yan keponakanku yang lagi cari. Aku justru mau membekuk
penculiknya !" Tan Hong tidak mau mengalah. Diapun tertawa dingin.
"Penculik itu adalah kau bukannya aku" teriaknya. "Kau
memalsukan diri sebagai paman. Dapatkah kau mengelabui
nonamu ?" Tepat itu waktu kedelapan orangnya Houw tiba, mereka
lantas mengurung. Siauw Houw mengambil keputusan. Dia maju dekat.
"Budak, tak sudi tuanmu mengadu lidah denganmu !" katanya
keras. Terus dia bertindak. Dengan tangan kanan, dia menyampok
muka si nona, dengan tangan kiri dia menyambar
keponakannya. Tapi dia tidak berhasil. Di dalam sekejap dia kehilangan si
nona dan si anak. Luar biasa cepat Tan Hong berkelit, sambil menyambar
Hauw Yan. Dia pindah ke meja yang lain. Tak sudi dia
berkelahi. Dia tahu sekarang Pek Siauw Houw ialah
saudaranya Pek Giok Peng.
Hanya dia tak ingin menyerahkan keponakan itu kepada
lain orang kecuali kepada Tio It Hiong. Maka ia memutar otak
memikirkan jalan untuk dapat menyingkirkan diri.
"Eh, orang tak tahu malu !" kata dia pula. "Dengan
mengandalkan jumlah yang banyak kau hendak memperhina
seorang perempuan ! Tak takutkah orang nanti tertawakanmu
?" Berkata begitu dia maju menerobos. Tapi dua orang Lek
Tiok Po menghadang. Dia batal.
"Hai, budak bau !" seru Siauw Houw, "jika kau tidak
serahkan Hauw Yan keponakanku itu, jangan harap kau bisa
meninggalkan tempat ini !"
Parasnya Tan Hong merah, dia gusar sekali.
"Hm !" ia kasih dengar suara dingin. "Karena aku
memandang adikmu, Nona Pek Giok Peng, suka aku
mengalah. Tapi kau mendesak aku ! Apakah kepandaianmu
hingga kau berani menghadang nonamu ini ?"
"Kau coba saja Tiat See Ciang dari Lek Tiok Po !" kata
Siauw Houw singkat. "Tiat See Ciang" yaitu pukulan tangan
pasir besi. Habis berkata dia maju pula niat menyerang.
Justru itu dari pojok kamar terdengar satu suara nyaring.
"Kalian dari Lek Tiok Po, kalian pernah apakah dengan Nona
Pek Giok Peng ?" Menyusul itu orangnya berlompat maju
menghalang diantara si anak muda dan si pemudi. Dia
bertubuh besar, alisnya tebal, matanya gace. Dipunggunggnya
dia menggendol sebatang golok. Menghadapi muda mudi itu
dia memberi hormat. Tan Hong mengawasi orang itu, ia berkemak kemik tetapi
tidak mengatakan sesuatu.
Tidaklah demikian dengan Siauw Houw. "Aku yang rendah
adalah Pek Siauw Houw dari Lek Tiok Po." dia berkenalan.
"Mohon tanya tuan adakah kau sahabat kaum Kang Ouw dari
adikku Giok Peng itu ?"
Orang bertubuh besar itu nampak terkejut.
"Aku yang rendah ialah Whie Hoay Giok" dia
memperkenalkan diri. "Aku sekarang singgah disini sebab aku
ini mewakilkan adik seperguruanku Tio It Hiong menantikan
tibanya Nona Pek Giok Peng, supaya kita berangkat bersamasama
ke Kiu Kiong San. Tuan apakah adikmu itu turut tiba
disini ?" Siauw Houw tidak lantas menjawab pertanyaan orang itu,
ia hanya menunjuk Hauw Yan ditangannya Tan Hong sambil
berkata : "Anak ini adalah anaknya adik seperguruanmu itu,
dia dibawa lari oleh budak ini ! Kakak Whie, maukah kau
bekerja sama denganku merampas pulang anak ini ?"
Hoay Giok memperlihatkan tampang heran. Ia mengawasi
Tan Hong dan Hauw Yan dan Siauw Houw juga otaknya
bekerja : "Apa yang aku lihat tunangannya Tio sute ialah nona
Cio dan mereka belum lagi menikah ! Kenapa anak ini
bolehnya anak sute " Dan kenapa anak ini didapatnya dari
Nona Pek Giok Peng " Kalau tidak demikian kenapa Pek Siauw
Houw mengaku dirinya sebagai paman dari anak itu ?"
Lagi-lagi ia mengawasi ketiga orang itu bergantian.
Tan Hong tertawa dingin. Kata dia berani : "Di dalam dunia
Kang Ouw kalau ada manusia-manusia yang tak menghendaki
lagi mukanya itulah kalian berdua ! Yang satu mengaku diri
sebagai kakak seperguruannya Tio It Hiong dan yang lain
sebagai pamannya Hauw Yan ! Tak lain tak bukan kalian cuma
memikir menculik anak ini ! Kepandaian semacam ini mana
dapat dipakai menipu nonamu ini ?"
Hoay Giok jujur dan keras hati, tak dapat dia perhina
secara demikian. Lantas saja ia menunjuki kegusarannya.
"Budak hina, jangan sembarangan ngoceh !" bentaknya.
Tan Hong tertawa dingin. "Apa yang nonamu bilang ada buktinya !" katanya berani.
"Kau tidak dapat menipuku lantas kau buka suara keras-keras
! Apakah dengan begitu kau hendak membikin kaget dan takut
nonamu ini !" Hoay Giok makin gusar. "Budak berlidah tajam !" teriaknya. "Apakah kau hendak
mencari usahamu sendiri ?"
Menuruti hawa amarahnya Hoay Giok berlompat maju
sambil melancarkan sebelah tangannya yang terbuka
menyampok tangannya si nona !
Tan Hong mundur setengah tindak dengan begitu amanlah
pipinya. Ia tidak gusar hanya tertawa dan kata : "Lihat, lihat !
Sang rase telah memperlihatkan ekornya !"
Hoay Giok menahan tubuhnya sebab ia melihat orang
berkelit itu, ia heran. Tan Hong melirik, dia tertawa dan kata : "Barusan kau
menyerang aku dengan satu jurus dari Lohan Ciang hoat dari
Siauw Lim Pay ! Kau pula menggendol golok pada
punggungmu ! Toh kau menyebut dirimu sebagai kakak
seperguruan dari Tio It Hiong ! Tek Cio Totiang dari Pay In Nia
mana dapat mengajari murid dengan ilmu silat semacam yang
dimilikimu ini " Maka juga aku kata ekormu tampak ! Benar
atau tidak ?" Hoay Giok melengak, memang ilmu silatnya ilmu silat Siauw
Lim Pay. Gurunya ialah Tiat Pit Tin Pat Hong Beng Kauw dan
kakek gurunya adalah Siauw In, adik seperguruan dari Siauw
Lim Pay itu. Memang ilmu silatnya beda daripada ilmu silatnya
Tek Cio Siangjin. Kalau ia dan It Hiong menjadi saudara
seperguruan satu dengan lain, itu ada sebab lainnya. Tentu
saja hubungan itu tak dapat dan tak perlu ia beritahukan Tan
Hong. Karenanya ia cuma bisa mendongkol sekali.
Siauw Houw mengawasi orang she Whie itu. Dia pun heran
mengetahui orang adalah kakak seperguruannya It Hiong.
Tapi dia mempunyai urusannya sendiri, tak dapat dia usil
urusan lain orang. Maka selagi Hoay Giok berdiam saja, dia
menuding Tan Hong sambil kata bengis : "Budak bau, lidahmu
tajam ! Tapi aku tak perduli itu ! Lekas kau serahkan Hauw
Yan padaku ! Kalau tidak..."
Tan Hong tertawa geli. "Kau juga orang Kang Ouw," katanya, "sekarang aku minta
kau tenangkan dirimu. Kau tahu, bukankah banyak orang
berbahaya dalam dunia Kang Ouw " Kau menyebut diri
sebagai pamannya Hauw Yan, lantas aku dengan mudah saja


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

harus menyerahkan darah dagingnya Tio It Hiong kepadamu "
Nonamu tak setolol kau, mengerti ?"
Siauw Houw bungkam, hingga dia berdiam bersama Hoay
Giok. Karena mereka berdiam itu, yang lain-lain berdiam juga.
Dengan demikian sejenak itu sunyilah ruang rumah makan itu
yang barusan ramai berisik. Walaupun demikian, Nona Tan
telah terkurung. Sampai sebegitu jauh, Hauw Yan tidak berdiam saja
sebagaimana biasanya. Dia mencoba meronta dari pelukannya
Tan Hong. "Mama ! Mama !" katanya berulang-ulang.
"Hauw Yan anak baik !" berkata Tan Hong membujuki,
"anak baik dengar aku ! Mari kita pergi bersama kepada ibumu
! Kau mau bukan ?" Berkata begitu si nona memikir buat berlompat melawan
para pengurung, tetapi baru ia bergerak, kedelapan orang Lek
Tiok Po lantas maju merangsak. Kembali ia membatalkan
niatnya. Bukannya ia takut, ia hanya kuatir Hauw Yan nanti
terluka atau lolos... Dengan hati panas, Tan Hong mengawasi sekalian
penghadang itu. Ia memegang Hauw Yan ditangan kiri dan
menyediakan sanho pang di tangan kanan. Lantas ia
mengancam. "Diantara kalian semua, siapa berani merintangi
nonamu, jangan menyesal ! Asal kamu bergerak pula, jangan
salahkan nonamu tak mengenal kasihan ! Awas dapatkah
kamu bertanggung jawab kalau Hauw Yan sampai terluka ?"
Setelah berdiam sekian lama itu, Hoay Giok dapat
menenangi diri. Ia memang telah banyak pengalamannya
walaupun ia masih muda. Ia insaf sungguh berbahaya kalau
kedua pihak berlaku keras sama keras. Lantas ia maju satu
tindak akan memberi hormat kepada Tan Hong sambil berkata
: "Nona sabar, kita dapat bicara dengan baik-baik !"
Tan Hong mengawasi anak muda itu. Ia tak membiarkan
orang bicara. Kata ia : "Kamulah yang tidak pakai aturan !
Kenapa kamu hendak merampas anak orang "'
"Nona" berkata pula Hoay Giok, "kalau benar kau
mempunyai hubungan persahabatan dengan Tio sute, adik
seperguruanku itu, maka ingin aku minta kau dengan
memandang dia untuk berbicara dengan jelas tentang
duduknya urusan ini. Maukah kau " Andiakata nona berselisih
dengan adik seperguruanku itu, baiklah urusan diselesaikan
dengan dia sendiri, janganlah nona hubungan itu dengan
anaknya ini ! Bukankah anak ini masih belum tahu apa-apa ?"
Anak muda itu bicara beralasan, tidak ada jalan buat Tan
Hong bersikap keras lebih jauh tetapi mana dapat ia membuka
rahasia hatinya kepada lain orang " Mana ada muka buat ia
berkatai bahwa ia mencintai It Hiong " Maka terpaksa, ia
mesti terus bersikap keras. Maka berkatalah ia : "Inilah
mestikaku ! Dapatkah kalian merawat mestikaku ini ?"
Jilid 20 Siauw Houw menganggap lucu bahwa orang ngotot
mengakui Hauw Yan sebagai anaknya. Dari mendongkol dia
menjadi tertawa lebar. Maka dia Tanya: "Baik! Kau mengakui
anak ini sebagai anakmu! Nah bilanglah, siapakah namanya
ayah dari anak ini" Siapakah dia?"
Parasnya si nona menjadi merah, ia telah salah bicara
hingga orang menanya dia sedemikian rupa.
Justru itu Hoay Giok turut bicara pula.
"Saudara Pek, buat apa melayani dia bicara?" katanya.
"Kaum laki-laki bukankah dapat mempunyai satu atau dua
istri" Ini toh tidak aneh! Lagipula adik seperguruanku itu
gagah da tampan!" Berkata begitu dia tertawa.
Tan Hong melirik anak muda itu..
"Cis!" ia perdengarkan suara perlahan sedangkan didalam
hati ia merasa manis. Kata-kata Hoay Giok cocok dengan rasa
hatinya". "Mama!Mama!" kembali Hauw Yan memanggil.
Siauw Houw terkejut mendengar suara keponakannya itu,
mendadak dia melompat maju, goloknya diputar.
Hoay Giok turut maju, tapi dia menghadang di depan anak
muda itu. "Urusan si anak baiknya diserahkan padaku?" katanya.
"Kau setuju bukan" Urusan ini tak dapat dipecahkan dengan
kekerasan!" Siauw Houw heran, dia mengawasi orang she Wie itu.
"Apakah artinya kata-katamu ini, saudara Wie?" tanyanya.
Hoay Giok tertawa. "Menurut penglihatanku, kalian berdua bukanlah orang
asing satu dengan lain" katanya. "Bahkan sebaliknya kalian
mirip orang dalam, karena itu baiklah kita bicara dengan hati
yang tenang. Dengan ketenangan tidak ada soal yang tidak
dapat dibereskan. Sekarang begini saudara Pek. Silahkan kau
lekas pulang ke Pek Tiok Po. Kau beritahukan hal ini kepada
adikmu itu, lantas kau minta dia segera datang kemari
menyusul kami! Aku sendiri akan temani Nona ini pergi ke Kui
Kiong San buat mencari adik seperguruanku itu. Andiakata
anak ini hilang, aku yang akan bertanggung jawab! Nah,
bagaimana pikiran saudara" Akur tidak?"
Pek Siauw Houw berdiam untuk berpikir.
Sebaliknya Tan Hong, dia lantas berkata pada Hoay Giok,
"Kau baik sekali saudara Wie, dengan begini kau dapat
memecahkan urursan ini, terlebih dahulu terimalah ucapan
terima kasihku!" Dia lantas memberi hormat, terus
menambahkan: "Cuma ada satu hal yang memberatkan aku.
Aku adalah seorang perempuan, tak leluasa buatku berjalan
bersama-sama kau. Maka itu mengenai Hauw Yan, baiknya
kau percayakan dia padaku. Pasti aku akan antarkan dan
menyerahkannya pada adik It Hiong! Kitalah orang-orang
Kang Ouw, apa yang kita satu dibilang satu tidak dua! Kalian
percayakan padaku?" "Baiklah!" menjawab Hoay Giok. Dia jujur, dia mudah
menaruh kepercayaan. Tan Hong menggunakan kesempatan itu untuk bertindak
keluar dengan cepat. Beberapa orang Lek Tiok Po mau
mencegahnya, tapi Siauw Houw melarang mereka. Dengan
demikian dapatlah dia berlalu tanpa rintangan.
"Sampai berjumpa pula!" kemudian Siauw Houw berkatakata
pada Hoay Giok, kepada siapa ia memberi hormat terus
dia mengajak delapan orang pengikutnya meninggalkan
rumah makan itu.. Hoay Giok membalas hormat. Ia mengawasi orang pergi. Ia
bernapas lega. Habis itu ia membayar uang makan, terus ia
juga berlalu menuju kegunung Kiu Kiong San"
Tio It Hiong bersama Cio Kiauw In sementara itu sudah
turun dari gunung Kiu Kiong San bagian selatan, mengambil
jalan besar dimana dahulu ia bertemu dengan Wie Hoay Giok,
maksudnya ialah setelah bertemu dengan kakak seperguruan
itu, hendak mereka bersama-sama pergi ke Ay Kao San guna
menolong Beng Kee Eng sang paman. Setelah mendapatkan
kembali kitab Sam Cay Kiam, hatinya It Hiong lega sebagian
besar. Ia berkata pada Kiauw In, "Kakak, aku kuatir terhadap
paman Beng, maka itu mari kita lekas menemukan kakak Wie
serta kakak Peng, setelah itu baru kita singgah untuk
bersantap. Setujukah kakak?"
Kiauw In tertawa, ia mengangguk. Ia sangat sabar, ia
taidak banyak pikir, mudah saja ia menyatakan
persetujuannya. Ketika itu jalanan sepi, lantas mereka lari dengan
menggunakan Te In Ciong, ilmu lari ringan tubuh Tangga
Mega. Belum lama mereka berlari, mereka lantas melihat
disebelah depan mereka ada dua orang penunggang kuda lagi
mendatangi dengan cepat. Hingga tidak heran apabila lekas
sekali kedua pihak sudah tiba satu pada yang lain.
Dengan matanya yang tajam, It Hiong melihat kedua
penunggang itu berseragam hitam ringkas, dipunggung
mereka tergantung golok tunggal.
Mereka itu selalu mengawasi ke kiri dan ke kanan,
beberapa kali mereka terlihat berhenti untuk bertanya kepada
orang di pinggir jalan. "Kakak aku rasanya mengenali seragam mereka," kata It
Hiong selagi orang masih mendatangi. "Dapatkah kakak
menerka siapa mereka itu?"
Belum si nona menjawab, kedua penunggang kuda itu
sudah tiba, bahkan keduanya lantas lompat turun dari
kudanya masing-masing untuk memapaki muda mudi itu.
Sambil memberi hormat, yang satu segera bertanya: "Mohon
bertanya saudara, apakah saudara ini Tio It Hiong?"
It Hiong menarik bajunya Kiauw In, ia lekas-lekas
membalas hormat. "Aku yang rendah benar Tio It Hiong," sahutnya terus
terang. "Dapatkah aku ketahui saudara berdua dari pihak
mana dan ada petunjuk apa dari saudara untukku?"
"Kami yang rendah lagi melakukan perintahnya Pek Pocu
dari Lek Tiok Po, sahut seorang diantaranya, "Kami mau pergi
ke Kiu Kiong San buat mencari tuan Tio untuk menyampaikan
suatu berita penting tidak disangka kita dapat bertemu disini."
Orang agaknya mau bicara lebih jauh, tetapi dia melirik ke
arah Kiauw In. Beberapa kali dia melirik si nona.
Bercekat hatinya It Hiong, ia mau menerka tentu ada
terjadi sesuatu atas dirinya Giok Peng, maka lekas-lekas ia
berkata: "Nona ini" nona ini ialah nona Cio Kiauw In, ia kakak
seperguruanku. Kakakku ini pernah bersama kakak Peng
datang ke Lek Tiok Po. Apakah saudara-saudara ini telah
melupakan nona ini" Nah, kalau ada urusan silahkan bicara
terus terang!" Kedua orang itu memberi hormat kepada Kiauw In.
"Maaf nona, buat mata kami yang kurang awas!" kata
mereka dengan hormat. Kiauw In tersenyum, ia memandang mereka itu.
"Apakah berita dari Pek Pocu itu?" tanyanya. "Silahkan
tuan-tuan menyebutkannya, tak usah kalian mengunakan adat
peradatan." Orang Lek Tiok Po itu lantas bicara, mulanya ia menutur
tentang pulangnya Giok Peng yang lantas menemui Hong Kun.
Bahwa pertemuan keduanya berjalan baik dan Hong Kun
mengutarakan niatnya untuk meninggalkan Pek Tiok Po.
Namun ternyata pemuda she Gak itu berhati tidak baik, besok
paginya dia menghilang dengan membawa lari tuan kecil
Hauw Yan. Sehingga Giok Peng bersama Thian Liong dan
Siauw Houw serta orang-orangnya telah pergi menyusul dan
mencari dengan berpencaran, sedangkan mereka berdua
ditugaskan untuk menyusul ke Kiu Kiong San sekaligus turut
menyelidiki perihal anak yang hilang itu."
Mendengar keterangan itu, It Hiong kaget sekali. Anaknya
diculik orang! Tentu saja ia menjadi kuatir dan bingung serta
gusar. Sejenak itu ia berdiri menjublak saja.
Kiauw In juga terperanjat dan gusar, sepasang alisnya yang
lentik sampai bangun berdiri, tapi ia sabar dan cerdas. Cepat
ia mendapatkan ketenangannya dan lantas berpikir.
"Sekarang ini dimanakah adanya adik Peng?" tanyanya,
"Tahukah kalian?"
"Segera setelah ketahuan lenyapnya tuan kecil, tindakan
sudah lantas diambil. Nona Peng berangkat bersama tuan
muda Thian Liong menyusul ke Hong Bwe koan sedang tuan
muda Siauw Houw kelain arah, karena itu sekarang kami tidak
tahu dimana mereka itu".."
It Hiong menganggap sudah tidak perlu bicara lagi, maka ia
menghadapi kedua orang itu dan memberi hormat sambil
berkata: "Terima kasih telah merepotkan kalian! Tolong
sampaikan kepada Pocu tua, bahwa Tio It Hiong telah
mengetahui urusan cucunya terculik itu. Bahwa sekalipun Gak
Hong Kun jahat, dia tidak akan dapat berbuat terhadap
anakku, dari itu tolong minta supaya pocu tua jangan kuatir!
Nah silahkan kalian pulang!"
Dua orang itu memberi hormat.
"Baiklah!" katanya. "Cuma, tuan Tio, Nona Peng ada
memesan dalam hal ini urusan apa juga lainnya diminta tuan
menundanya, supaya urusan tuan kecil Hauw Yan
didahulukan!" "Aku tahu!" jawab si anak muda.
Seberlalunya dua orang itu, Kiauw In menoleh kepada It
Hiong, ia mendapati anak muda itu berdiam saja, matanya
memandang langit. Ia segera menarik ujung baju orang.
"Adik Hiong, mari!" ajaknya.
Tanpa mengucap sepatah kata, It Hiong turuti kakak itu,
hingga mereka dapat lari berbareng. Selang kira-kira dua jam,
sampai sudah mereka disebuah desa, terpisah dari Kiu Kiong
San kira-kira lima puluh lie. Mereka lantas mendatangi rumah
makan dimana It Hiong dan Wie Hoay Giok membuat janji. Si
anak muda memikir akan mendengar kata-kata dari saudara
seperguruannya itu. Sebenarnya It Hiong sudah lapar, akan tetapiriknya, dia
menunda sumpitnya dan sambil tertawa ia berkata: "Adik,
lupakah kau akan peribahasa "bahwa urusan yang harus
dibereskan tapi tak dibereskan, itu berarti perbuatan orang
bodoh!" , maka itu apalagi yang kau pikirkan" Mari makan!"
It Hiong menoleh, mengawasi istrinya itu, lalu ia menghela
napas. "Rupanya adikmu ini ditakdirkan menjadi barang mainan
segala bajingan!" katanya masgul. "Lihat, segala peristiwa tak
disangka-sangka datang susul menyusul! Ombak yang satu
belum reda, sudah tiba gelombang lainnya, membuat aku
repot sekali!" Kiauw In memandang tajam pemuda itu. Lalu ia berkata
dengan sungguh-sungguh. "Kalau kita menghadapi berlaksa
urusan, kita menyambutnya pula dengan berlaksa perubahan
dan itulah perbuatan seorang laki-laki sejati! Baru dua urusan
seperti ini, mengapa kau biarkan dirimu dipengaruhi begini
rupa?" Mendengar ucapan si nona, tubuh It Hiong menggigil,
mendadak saja ia sadar. "Kau benar, kakak!" katanya lantas. "Kata-kata kakak mirip
lonceng diwaktu fajar! Aku tolol, urusan ini membuatku
bagaikan kehilangan ingatan!"
Lantas pemuda ini makan dengan cepat.
Kiauw In senang, ia tertawa.
"Nah adikku," katanya habis bersantap. "Bagaimana
sekarang hendak kau bertindak?"


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

It Hiong minum tehnya. "Justru aku hendak menanyakan pikiran kakak," sahutnya.
"Baik adik dulu mengutarakan pikiranmu untuk kita
rundingkan," katanya kemudian.
It Hiong dapat berpikir cepat.
"Menurut pikiranku, urusan, urusan Hauw Yan dapat
ditunda," jawabnya. "Paling dulu kita pergi ke Ay Lao San
untuk menolong paman Beng!"
Nona Cio heran, ia melengak.
"Bagaimana kau berpikir demikian, adik?" tanyanya, "Kau
jelaskan!" It Hiong mengawasi nona cantik di depannya itu.
"Didalam segala hal kita harus mengambil keputusan cepat.
Kitapun harus dapat membedakan kalau urusan bukan Cuma
satu, terutama kita harus mengambil keputusan sendiri! Dalam
hal ini, tak usah aku menjelaskan sebab sebabnya
keputusanku ini!" Mendengar demikian Kiauw In tertawa.
"Kalau begitu, adik bertindak sesukamu saja, kau tak
memikir banyak lagi! Itulah tindakan yang tidak tepat. Didalam
urusan yang penting pada saat kita menyesal sudah kasip. Aku
meminta penjelasanmu justru karena aku ingin melihat jalan
pikiranmu." "Memang aku tidak memikir panjang, kakak," sahut si anak
muda. "Aku Cuma pikir ada budi mesti dibalas, dan budinya
paman Beng besar sekali, maka itu aku ingin pergi membantu
dia terlebih dahulu baru kita urus urusa anak kita. Paling
utama aku tidak mau mendapat sebutan "Melupakan budi,
menyia-nyiakan kebijaksanaan"!"
Kiauw In menatap tajam suaminya itu. Ia melihat
bagaimana orang sangat bersemangat! Diam-diam dia sangat
girang, tapi ia ingin mencoba hati orang.
"Bagaimana kau dapat membiarkan urusan puteramu itu?"
demikian tanyanya. "Bagaimana kalau anakmu itu menghadapi
ancaman bahaya jiwa" Sekarang kau hendak pergi dulu ke Ay
Lao San! Bagaimana nanti kau bicara terhadap adik Peng?"
Kembali It Hiong menatap si nona, lalu ia tertawa.
"Anak Hauw Yan tidak terancam bahaya jiwa." Katanya.
Kiauw In tersenyum, ia menyingkap rambutnya.
"Keputusanmu ini terlalu cepat, adik. Kau tahu kejamnya
Hong Kun. Bukankah ia gagal dalam urusan cinta" Bagaimana
dia dapat membiarkan pikirkan dulu dalam-dalam."
It Hiong tetap bersemangat.
"Prak!" ia menepuk meja.
"Tio It Hiong bukannya seorang hina dina!" katanya keras.
"Aku bukannya orang yang mengutamakan urusan pribadi!
Aku tak sudi menjadi manusia tak berbudi. Biarpun Hauw Yan
bakal hilang jiwanya, aku tetap hendak menolong dahulu
paman Beng! Lagipula aku masih muda, ada kemungkinan lagi
beberapa tahun aku akan dapat anak pula! Kakak, kenapa
kakak demikian sibuk memikirkan Hauw Yan?"
Diam-diam hati nona Cio girang luar biasa, itulah yang ingin
ia dengar dari suaminya yang tampan dan gagah itu. Ia puas,
maka ia tertawa dan berkata: "Ah adik, bagaimanakah kau
ini" Kakakmu Cuma ingin mengetahui kecerdasanmu."
It Hiong pun dapat lekas menenangkan diri, ia turut
tersenyum. "Dalam kecerdasan, aku tak dapat menyusuli kakak!"
katanya. Kiauw In tersenyum pula. "Nah, mari kita berangkat!" ia mengajak.
It Hiong berbangkit, ia membayar uang lalu ia turut kakak
itu keluar dari rumah makan untuk melanjutkan perjalanan
mereka. Tepat mereka tiba diuung jalan besar, mata jeli dari
Kiauw In melihat Tan Hong lagi berdiri sedang dalam
gendongannya terdapat Hauw Yan. Ia segera menarik ujung
bajunya It Hiong yang lalu bersama-sama mereka berlompat
lari. Hingga dilain detik mereka sudah berada di depan nona
dari Hek Keng To itu! "Nona Tan hendak pergi kemanakah kau?" Kiauw In
menanya. "Oh, kau?" seru Tan Hong terperanjat, "Kau, kakak Cio,
mana adik"." Kata-kata itu tak diteruskan, dia mau menanyakan "adik
Hiong" tapi si adik justru berdiri di belakangnya Kiauw In.
Bukan main girangnya ia melihat pemuda yang ia buat pikiran
siang dan malam itu. Tanpa terasa merahlah mukanya, karena
itu kata-katanya pun turut tertahan.
Hauw Yan melihat Kiauw In, ia segera memanggil : "Mama!
Mama!" Diapun tertawa.
Nona Cio tidak menjawab Tan Hong, hanya ia lantas
menghampirinya, untuk merangkul bocah manis itu, yang
terus ia hujani dengan ciuman. Setelah mana ia menoleh
kepada It Hiong dan berkata sambil tersenyum.
"Adik Hiong, kau harus mengucapkan terima kasih kepada
Nona Tan ini , yang telah melepas budi membantu anakmu!"
"Ah, kakak malu-malu saja!" berkata Tan Hong cepat tetapi
rada likat. "Ini tidak berarti apa-apa!" Walaupun demikian, ia
melirik si anak muda. It Hiong menghampiri nona dari Hek Keng To itu, dengan
sungguh-sungguh ia menjura memberi hormat seraya berkata:
"Nona Tan, terlebih dahulu aku menghaturkan banyak-banyak
terima kasih padamu yang telah menolong Hauw Yan.
Tentang budimu ini, It Hiong akan ingat didalam hatinya, nanti
kelak di belakang hari anak ini berdaya membalasnya!"
Wajah berseri-seri dari Tan Hong lenyap, matanya
sebaliknya tergenang air, ia mengangkat kepalanya guna
mencegah mengalirnya airmata itu. Toh ia tak dapat menahan
hatinya. "Adik Hiong, begini asingkah kau terhadapku?" katanya,
"Ah".." Tak dapat ia mencegah lagi air matanya yang terus
bercucuran mengalir dikedua belah pipinya yang putih halus.
Hingga ia mirip dengan bunga per yang ada air hujannya.
Tampangnya sangat mendatangkan rasa kasihan orang.
Lekas-lekas ia menoleh kesamping sambil berkata: "Tan Hong
adalah seorang budak keluaran kaum sesat, walaupun ia
mencoba dengan sesungguh hatinya bersahabat dengan
murid yang pandai dari Pay In Nia, pada akhirnya dia Cuma
mendapat malu saja"."
Kiauw In yang menggendong Hauw Yan dengan tangan
kiri, menggunakan tangan kanannya mengeluarkan
saputangan lalu menghapusi air matanya nona dari pulau ikan
lodan hitam itu. Sambil berbuat begitu, ia berkata sambil
tertawa: "Eh, Nona Tan kau kenapakah" Kita adalah orangorang
wanita Kang Ouw, kalau ada hal-hal keliru yang kami
lakukan, tolong jelaskan secara terus terang. Kenapakah kau
agaknya begini berduka?"
Tan Hong terus tunduk, ia menangis sesegukan.
Kiauw In menoleh kepada It Hiong yang ia kedipi mata,
maksudnya menganjurkan si anak muda. Sedang anak muda
"berkepala batu" itu tak biasa ia mengalah. Dilain pihak berat
ia menolak kehendak Kiauw In, kakak seperguruannya yang
baik hati. Dalam keadaan sulit itu, ia berdiri diam sambil
tunduk saja" Maka sejenak itu bertiga mereka berdiri melintang ditengah
jalan itu. Syukurlah Kiauw In lekas dapat memecahkan
kesunyian itu. "Anak, kau ciumlah bibimu," katanya pada Hauw Yan.
"Lekas kau menghaturkan terima kasih dan minta supaya
Bibimu jangan bersusah hati?" Iapun mengembalikan sibocah
kedalam rangkulan Tan Hong.
Hauw Yan menurut, dengan kedua tangannya yang halus,
dia memegangi pipinya Tan Hong dan menciumnya, lalu
dengan kata-kata terputus, ia berkata: "Mama"jangan
bersusah hati"." Dan jenakanya, kata-kata "bibi" ia tukar
dengan "mama", seperti biasanya ia memanggil"
Mau tidak mau Tan Hong jadi tertawa.
"Ah, Hauw Yan anak yang baik?" katanya girang. Meski
begitu ia rada jengah, mukanya menjadi merah. Cuma
didalam hati ia merasa sangat bahagia".
Kembali Kiauw In mengawasi It Hiong, mulutnya dibuat
main untuk menganjurkan pula, kali ini sambil ia terus
berkata: "Hauw Yan, anak yag baik. Bibi Tan ini adalah
penolong jiwamu, tak apa kau memanggilnya mama, Cuma
ingat jangan kau memanggil mama kepada setiap orang!
Tahukah kau?" Ada artinya kenapa nona Cio mengucap demikian. Dialah
seorang yang polos dan ada minatnya menyempurnakan
keinginannya Tan Hong itu, terutama untuk membuat hati
orang terbuka". It Hiong terdesak oleh kakak seperguruannya itu, yang
hatinya demikian suci murni, tanpa terasa ia mendekati Tan
Hong dua tindak untuk berkata perlahan: "Nona Tan, kalau
adikmu ini ada mengatakan sesuatu yang keliru, aku mohon
supaya kau memaafkannya".."
Tan Hong mengawasi anak muda itu.
Kembali wajahnya menjadi ramai dengan senyuman. Ia
tertawa dan berkata: "Adik Hiong, tak usah kau pakai banyak
peraturan, sudah cukup asal kau ingat kepada kakakmu ini!"
Kali ini si nona lantas mengangsurkan Hauw Yan kepada
pemuda itu, hingga ia berada dekat sekali dengannya, lalu
berkata: "Adik, ini aku kembalikan anakmu. Semoga tidaklah
sia-sia belaka apa yang telah aku lakukan ini?"
Belum sempat It Hiong berkata apa-apa, ia sudah
dikejutkan dengan suara tindakan kaki yang cepat yang
mendatangi, ketika ia menoleh, ia terkejut saking herannya.
"Wie suheng!" serunya.
Belum berhenti suara itu, Wie Hoay Giok sudah berdiri di
depannya ketiga muda-mudi itu. Dengan kegirangan luar biasa
ia berkata nyaring: "Tidak kusangka disini aku dapat
menemukan kalian!" Ia melihat It Hiong lagi menggendong
Hauw Yan, sedangkan Kiauw In dan Tan Hong berdiri
berendeng mengawasi dirinya. Sebagai orang jujur ia lantas
menghadapi Nona Tan untuk memberi hormat sambil berkata
gembira: "Nona, sungguhlah kau seorang yang dapat
dipercaya! Sekarang sudah terbukti kau sampai dengan
mendahului aku, kau sudah lantas menyerahkan anak ini
kepada ayahnya! Nona, aku sangat berterimakasih dan sangat
mengagumimu!" Heran It Hiong mendengar kata-kata kakak
seperguruannya itu. "Suheng," katanya, "Apakah terlebih dahulu daripada ini,
kau sudah bertemu Nona Tan ditengah jalan?"
Hoay Giok tertawa bergelak.
"Kita kaum Kang Ouw, dimana saja kita dapat bertemu!"
sahutnya. "Kalau mau dibicarakan ceritanya panjang! Aku
sudah berlari-lari hingga perutku kosong sekali, maka itu mari
kita cari rumah makan dahulu, habis bersantap baru kita
bicara pula!" Dan tanpa menanti jawaban orang, ia menarik tangannya It
Hiong buat diajak pergi kesebuah rumah makan!
Dengan terpaksa tapipun dengan gembira, It Hiong
menerima baik ajakan kakak seperguruannya itu. Maka itu
Kiauw In dan Tan Hong lantas mengikuti mereka sampai
mereka duduk bersama menghadapi sebuah meja makanan.
"Nona mari minum!" Hoay Giok mengajak Tan Hong. Dia
sangat menghargai nona itu yang dapat memegang janji.
Sebagai seorang jujur, ia girang sekali berhadapan dengan
seorang yang dapat dipercaya. Ia berkesan sangat baik,
hingga ia tidak merasa likat. Ia tidak tahu bahwa Tan Hong
berlaku demikian sebab si nona ada maksudnya"
Habis menegak beberapa cawan arak, barulah Hoay Giok
dapat bicara dengan gembira, maka menuturlah ia tentang
pertemuannya dengan Tan Hong dan Siauw Houw, ia
menceritakan segalanya dengan jelas.
It Hiong menghela napas lega.
"Jika bukannya aku disibukkan urusan kitab pedang guruku
dan lekas-lekas pergi ke Kiu Kiong San," berkata dia, "Pasti
waktu itu aku menemani kakak Peng pulang ke Lek Tiok Po
dan pastilah Hong Kun tak dapat melakukan segala
perbuatannya! Kasihan kakak Peng, dia menjadi mendapat
banyak pusing dan bercapek lelah?"
"Tidak Cuma menyusahkan adik Peng tapi juga nona
Hong?" Kiauw In menambahkan.
Tan Hong tertawa, senang ia mendengar kata-katanya
nona Cio itu. "Jika kau tidak mengasihani aku, kakak panggillah aku
adik," pintanya pada Kiauw In, " Dan aku minta supaya aku
tak usah diangkat-angkat saja"."
Berkata begitu dia melirik kepada It Hiong.
Justru itu si anak muda lagi mengawasi nona itu, maka
bentroklah sinar mata mereka hingga hatinya jadi tergetar, ia
masgul sekali mendapat kenyataan Nona Tan demikian tergilagila
terhadap dirinya. Kali ini nona itu telah melepas budi
demikian besar terhadapnya. Ingin ia berbicara tapi ia malu
hati. Disitu ada Hoay Giok si suheng yang berhati terbuka dan
Kiauw In yang berhati emas. Maka ia menyimpang soal.
"Suheng," katanya, "Kejadian atas dirinya Paman Beng
membuatku tak enak makan dan tidur, maka itu ingin aku
Tanya kau kapan kita pergi ke Ay Lao San dan bagaimana
cara kita menolongnya" Coba suheng memberikan aku
petunjuk!" Mendengar disebut tentang gurunya, Hoay Giok menunda
cawan araknya, tangannya gemetar, segera cawan itu diletaki
diatas meja. Wajah gembiranya pun berubah menjadi lesu.
"Celaka kakakmu ini!" katanya menyesalkan diri. "Kenapa
disini aku gila arak sedangkan guru kita didalam bahaya" Kau
benar adikku, mari kita berangkat!" dan ia berjingkrak bangun.
Tan Hong tidak tahu duduknya hal ini, ia heran Hoay Giok
bersikap begini aneh, begitu bergirang dan lekas menjadi
berduka! Sampai-sampai ia tertawa.
"Saudara wie, kau kenapa?" tanyanya.
"Kenapa kata-kata adik Hiong membuat kau melupakan
perut laparmu dalam sejenak?"
It Hiong pun memegang tangan orang untuk ditarik.
"Duduk dulu saudara," katanya, "Kita tidak boleh tergesagesa,
sebaliknya kita harus memikir dan bicara dahulu!
Dengan tergesa-gesa tidak keruan mana kita akan
memperoleh hasil" Kau makan dulu baru kita berunding!"


Iblis Sungai Telaga Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hoay Giok dapat dikasihh mengerti, maka ia duduk lagi
untuk terus makan hingga ia merasa cukup, hanya tak lagi ia
minum puas-puasan. Baru setelah itu, It Hiong bicara, "Tentang berbahayanya
gunung Ay Lao San, pernah suheng memberitahukan aku.
Sekarang aku ingin bertanya, kecuali Cie Ciu Koan Im Lee
Hong Hui dan Kiu Cie Hoan Keng Su, ada siapakah lagi jagoan
lihai di sana" Apakah suheng dapat menjelaskan perihal alatalat
rahasianya?" Ditanya begitu Hoay Giok memperdengarkan suara "Oh?".
Agaknya ia merasa kecewa, lalu ia menambahkan: "Ketika aku
pergi kepintu goa Lo Sat Tong dari pihak Lo Sat Bun, aku
cuma menuruti hawa amarahku saja, sama sekali aku tidak
memikir buat melakukan penyelidikan. Aku pikir asal Kiu Cie
Hoan Keng Su dapat dibekuk, guru kita bakal segera dapat
ditolong"." Saat itu Hauw Yan tidur pulas dalam rangkulan Kiauw In, si
nona mendengar suaranya orang she Wie itu, lantas turut
bicara: "Suheng pikiranmu itu terlalu sederhana, rombongan
Lo Sat Bun menjagoi di Ay Lao San sudah belasan tahun. Jika
mereka tidak memiliki kepandaian tinggi, mana dapat mereka
bertahan begitu lama" Bukankah mereka sangat terkenal
sebagai jago-jago yang jahat" Mereka jadi sangat berani
sebab kedudukan tempat mereka yang bagus serta jumlah
pengikutnya yang banyak! Kita sebaliknya, jumlah kita kecil
sekali. Maka itu kita harus dapat menggunakan akal."
Baru sekarang Tan Hong mengerti duduk persoalannya.
Pamam It Hiong atau gurunya Wie Hoay Giok terkurung dalam
gunung Ay Lao San dan mereka ini mau membantu, maka
tertawalah dia. "Jika kalian hendak menggunakan akal, aku bersedia
membantu sebisaku!" katannya. "Kebetulan aku kenal dengan
rombongan Lo Sat Bun itu"."
Hoay Giok memberi hormat pada nona itu.
"Jika Nona Tan sudi membantu kami, aku sangat
bersyukur!" katanya yang terus menghaturkan terima kasih.
Tan Hong sebenarnya hendak merapatkan diri pada It
Hiong, maka ia bersedia memberikan tenaganya. Dari itu ia
girang sekali Hoay Giok segera menerima bantuan tenaganya
itu. Diam-diam ia melirik kepada si anak muda dan juga
kepada Kiauw In. It Hiong masih mengukuhi nama perguruannya yang putih
bersih, tak ingin ia bersama dengan Tan Hong, tapi Hoay Giok
sudah mendahului menerima baik tawaran si nona. Ia tidak
bisa berbuat lain daripada turut menerimanya. Karenanya
hatinya menjadi tidak tenteram. Dengan tampang likat ia
mengawasi Kiauw In, ia ingin mendengar pandangan kakak
seperguruannya itu. Nona Cio sangat cerdas, ia mengerti maksudnya It Hiong.
Ia pun dapat menerka hatinya Tan Hong. Ia bersimpati pada
Nona Tan, tak perduli nona itu dari rombongan Hek Keng To.
Bahkan ia ingin si nona mencapai angan-angannya. Maka ia
lantas berkata dengan sungguh-sungguh. "Didalam suatu
usaha besar kita jangan menggubris segala urusan kecil, jadi
walaupun adik Tan Hong asal dari Hek Keng To, ia tetaplah
sahabat-sahabat kita. Karena ia suka membantu kita, itulah
hal yang kita mintapun sebenarnya sukar terjadi. Adik Hiong,
janganlah kau menyia-nyiakan kebaikan hatinya adik Tan
Hong!" Bukan main girangnya Tan Hong mendengar perkataan
Kiauw In, namun ia menyembunyikan kegirangannya itu,
lekas-lekas ia mengangkat tangannya berpura menyingkap
rambutnya, hingga mukanya teraling tangannya itu.
Hatinya It Hiong pun berubah setelah ia mendengar suara
Kiauw In itu. Maka berkatalah ia: "Kakak benar! Baiklah mari
kita mengharapkan tenaga bantuannya Nona Tan! Sekarang
bagaimana dengan Hauw Yan" Dapatkah ia dibawa bersama
ketempat yang berbahaya itu?"
Kiauw In tertawa. "Mengenai Hauw Yan telah aku pikirkan, kalian bertiga
berangkat lebih dulu, aku sendiri akan pergi ke Lek Tiok Po
dengan membawa anak ini untuk menemui adik Peng sekalian
memulangkan Hauw Yan, kemudian bersama adik Peng itu,
aku akan menyusul kalian, bukankah itu baik?"
"Kau benar sekali nona Cio!" Hoay Giok memuji girang.
"Tidak ada jalan yang lebih baik daripada itu! Aku sangat
memuji pada nona! Nah adik Tio, sebelum malam tiba, mari
kita berangkat!" Begitulah keputusan mereka, maka lantas mereka
berangkat pergi. Cuma nona Cio sendiri yang mengambil lain
Pahlawan Dan Kaisar 19 Pendekar Setia Pendekar Kembar Bagian Ii Karya Gan K L Pertemuan Di Kotaraja 4

Cari Blog Ini