Kata Coh Thian-su dengan dingin:
"Kau juga bukan murid Hoa-san, bila'murid Hoa-san cukup kalau
kau menangkap dia, aku tidak akan ikut campur."
Orang itu terpaku dan bertanya: "Kau tahu siapa aku?"
Kata Coh Thian-su: "Aku melihatmu melempar senjata rahasia, aku tidak tahu siapa
kau, tapi maksudku itu..."
"Maksudmu bagaimana?"
'"Menjatuhkan batu ke dalam sumur pada saat orang itu berada
di dalam sumur, itu bukan perbuatan dari perkumpulan lurus."
Kata orang itu: "Bocak tengik, kau berani tidak sopan kepadaku, sebenarnya aku
harus tanya jelas dulu identitasmu baru membereskanmu, di sini
ada 2 jalan pilihan untukmu."
Dia menganggap Coh Thian-su dan siluman perempuan masih
satu komplotan Dengan tertawa dingin Coh Thian-su berkata: "Aku tahu kau
ingin melampiaskan kemarahanmu padaku, aku lebih tidak sudi
bicara denganmu. Baiklah, apa maumu?"
Kata orang itu: "Pertama, aku ingin kau sendiri yang memusnahkan ilmu silatmu
atau kau boleh mencari cara yang mudah lainnya untuk
memusnahkan." Coh Thian-su tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Kenapa bukan dengan cara yang lebih berat" Yang paling berat
adalah dengan cara bunuh diri."
Kata orang itu: "Mengapa kau tidak memilih jalan ini saja?"
"Benar, kau tidak perlu menggunakan banyak tenaga untuk
membunuhku!" Orang itu berkata: "Baik, jalan yang kedua adalah bertarung. Asal kau bisa
menerima 10 jurusku..."
Kata Coh Thian-su: "Asalkan kau bisa membunuhku, mati pun aku rela, tidak perlu
menghitung berapa jurus." Kata orang itu,
"Baiklah aku harap dalam 10 jurus kau tidak mati dan bisa
menerka aku sebenarnya dari perguruan mana." Kata-kata ini
mengandung 2 arti. Pertama: Coh Thian-su pasti tidak dapat menahan 10 jurusnya.
Kedua: walaupun bisa bertahan, Coh Thian-su tidak akan tahu dia
berasal dari perguruan mana.
Kata Coh Thian-su: "Baiklah, kalau tuan ingin mengukur kemampuanku. Maaf, bila
aku mulai bertindak tidak sopan."
Coh Thian-su mengeluarkan jurus Poan-koan-pit mencoba
menotok dari kiri dan kanan.
Orang itu tidak menghindar, malah mencengkram ke arah Coh
Thian-su, caranya mencenkrannya sangat aneh, apalagi tenaga
dalamnya pun tidak biasa, sepertinya dia ingin merebut Poan-koanpit dari tangan Coh Thian-su.
Guratan pena Coh Thian-su sangat aneh, pena kiri ke atas pena
kanan ke arah luar, gerakan dua senjata ini diluar perhitungan
orang itu. Orang itu sangat terkejut, dalam hati dia berpikir, 'Sepertinya ini
adalah ilmu silat sepasang pena menotok jalan darah.'
Dia memuji coretan pena Coh Thian-su yang indah. Dia langsung
mengganti posisi, sepasang pena Coh Thian-su pun mengikuti ke
arah orang itu. Orang itu berteriak:
"Sekarang aku akan menyerangmu. Hati-hati!" telapak tangan
kirinya dengan ringan digerakan, telapak tangan kanan
mengeluarkan 2 jari untuk menotok.
Dia bukan menotok melainkan membuat 2 jari sebagai pengganti
pedang dan jurus ini adalah jurus pedang.
Dia memakai jari untuk menotok, terus menerus mengarah pada
7 jalan darah Coh Thian-su. Coh Thian-su mengeluarkan semua
kemampuannya untuk melawan orang itu. Orang itu memakai jari
sebagai pengganti pedang tapi tidak sehebat Poan-koan-pit.
Meskipun begitu Tapi Coh Thian-su tetap kalah dalam hal tenaga
dalam. Dalam hati Coh Thian-su terkejut,
"Bila dia benar-benar memakai pedang, habislah aku!"
Orang itu langsung mengeluarkan 7 jurus serangan, walaupun
hanya memakai jari tapi Poan-koan-pit nya hampir lepas dari tangan
Coh Thian-su. "Coretan yang hebat, sekarang sudah-memasuki jurus ke 13, jadi
aku yang kalah! Maaf aku ingin bertanya kepadamu, Coh Kim-sung
dari Yang-ciu itu siapamu?"'
Orang itu terus menatap Coh Thian-su dan bertanya:
"Dia adalah ayahku, maaf aku ingin bertanya, Cianpwee ini
adalah paman Bu-tong yang mana?"
Orang itu terkejut dan berkata:
"Benar-benar hebat, aku pun kalah dalam hal yang kedua."
Kata Coh Thian-su: "Tidak, dalam jurus yang ke 12 aku baru mengetahui jurus
Cianpwee yaitu Lian-hoan-tui-beng-kiam-hoat (Jurus pedang
berantai pencabut nyawa). Akulah yang kalah, karena jurus Lianhoan-tui-beng-kiam-hoat sangat rumit, murid-murid Bu-tong hanya
bisa menguasai sedikit, hanya 5 Bu-tong Tianglo yang baru bisa
mengusai dengan lancar dan menggunakannya."
Orang itu tertawa terbahak-bahak dan berkata:
"Aku percaya dengan kata-katamu tadi, aku bersalah kepadamu,
harap kau jangan marah."
Kata Coh Thian-su: "Cianpwee terlalu sungkan, aku yang bersalah, aku harus minta
maaf kepadamu." Orang itu berkata: "Sudah, sudah, kita tidak perlu basa basi lagi, tapi aku yakin kau masih curiga kepadaku, mengapa dengan kejam menghadapi
perempuan tadi." Kata Coh Thian-su: "Aku yang ceroboh, bila Cianpwee berbuat seperti itu, pasti ada
alasannya." "Apakah kau tahu siapa siluman itu" Baiklah aku akan
memberitahumu siapa siluman itu Dua puluh tahun yang lalu di
dunia persilatan ada seorang penjahat besar, ilmunya sangat tinggi
dan dia masih muda, orang itu bernama Kie Lek-beng dan dia
adalah putra Kie Yan-gan, mengenai ayah dan anak ini, kau pasti
sudah tahu ." Dia bicara tapi matanya memelototi Coh Thian-su seperti ingin
mengetahui rahasia dalam hati Coh Thian-su.
Coh Thian-su merasa aneh, dalam hati dia berpikir, 'Mengapa dia
memandangiku begitu" Apakah dia tahu bahwa aku sudah pernah
bertemu dengan Kie Yan-gan"'
Dia segera menjawab: "Ya, aku pernah dengar."
Orang itu berkata lagi: "Kau pasti tahu bahwa Kie Lek-beng mati di bawah pedang milik
5 Bu-tong Tianglo." Kata Coh Thian-su: "Ya, aku pernah dengar. Maaf Cianpwee, aku ingin bertanya, kau
adalah 5 Bu-tong Tianglo yang mana?"
Coh Thian-su sudah bertanya sebanyak 2 kali mengenai identitas
orang itu. Orang itu terpaku dan bertanya:
"Mengapa kau bisa tahu bahwa aku adalah salah satu di antara 5
Bu-tong Tianglo?" "Ilmu pedang Cianpwee sangat lihai, bila bukan salah satu dari 5
Bu-tong Tianglo, pastilah ketua perguruan."
Orang itu seperti sangat menikmati pujian Coh Thian-su, dia
tertawa dan berkata: "Kau benar, aku adalah salah satu dari 5 Bu-tong Tianglo benama
Yu He-cu, karena ingin mencari tahu tentang suatu hal maka aku
berpakaian seperti orang biasa."
Kata Coh Thian-su: "Ternyata Anda adalah Yu He-cu Tosu, terimalah hormatku
kepada Anda." Tapi dalam hati dia berpikir, 'Yu He-cu yang diceritakan oleh
orang-orang sepertinya tidak sama dengan sosok orang ini.'
Ternyata Yu He-cu sebelum menjadi Tosu bernama Pang Kun,
Kun berarti tampan, dia adalah salah satu di antara 5 Bu-tong
Tianglo yang paling muda. Sudah menjadi Tianglo sebelum berusia
40 tahun, sekarang walaupun sudah berumur 50 tahun lebih,
seharusnya sisa ketampanannya masih ada, tidak akan berubah
menjadi begitu menakutkan.
Yu He-cu seperti tahu pikirannya, dia berkata, 'Apakah kau ingin
melihat wajah asliku"'
Sewaktu berkata seperti itu sorot matanya memancarkan
kesedihan yang sangat kental.
Coh Thian-su merasa perasaannya menjadi dingin, dia tidak
berani menjawab. Yu He-cu menarik nafas dan berkata:
"Dalam waktu 10 tahun ini, aku tidak pernah bertemu orang
dengan wajah asliku, tapi hari ini merupakan pengecualian."
Tiba-tiba dia menarik kulit wajahnya, ternyata dia memakai
topeng yang sangat tipis dan ringan yang dibuat oleh tangan
manusia. Begitu topeng itu dibuka, Coh Thian-su berteriak, dia baru sadar
bahwa itu tidak sopan. Ternyata wajah asli Yu He-cu tidak tampan malah terlihat sangat
jelek, tapi bila diperhatikan lagi lebih teliti lagi, wajah itu bukan
bentuk aslinya karena sudah dirusak oleh orang lain.
Melihat wajahnya yang penuh dengan bekas luka ada yang lurus
dan horizontal, seperti jaring laba-laba, menurut sepengetahuan
Coh Thian-su, luka ini dibuat dalam 1 jurus serangan seperti diukir
dengan pedang di wajahnya, luka itu seperti tulisan yang dibuat
dengan goresan cepat. Coh Thian-su sangat terkejut, dalam hati dia berpikir, 'Orang
yang melukainya pasti ilmu pedangnya sudah sangat tinggi. Wajah
orang yang berkulit tipis, begitu diukir sudah terjadi banyak luka,
tapi tidak terkena tulangnya juga tidak melukai hidung dan mata.'
Sasarannya sangat tepat tidak dapat dilukiskan dengan katakata. Yu He-cu kembali memasang topengnya, dengan sedih tapi
mencoba untuk tertawa, dia berkata,
"Apakah kau terkejut" Luka ini adalah pemberian dari Kie Lekbeng, aku masih membencinya walaupun dia sudah mati."
Coh Thian-su terdiam, dia tidak dapat menjawab, karena tidak
tahu dendam antara 5 Bu-tong Tianglo dengan Kie Lek-beng, dia
tidak mau demi menjilat Yu He-cu and membenci Kie Lek-beng. Coh
Thian-su bertanya, "Lalu apa hubungannya dengan perempuan itu?"
Kata Yu he-cu: "Perempuan itu adalah salah satu dari sepasang siluman rase
yang jernama Gin-ho. Dia adalah si adik yang bernama Bok Koankoan Bok
Dalam hati Coh Thian-su berpikir, 'Ternyata dia adalah Gin-ho,
Bok Koan-koan, wah ternyata aku sudah salah menolong orang.'
Yu he-cu melihat Coh Thian-su dan bertanya:
"Apakah kau juga kenal dengan Bok Koan-koan?"
"Ada yang pernah membicarakan dia."
"Siapa yang pernah membicarakannya?"
Coh Thian-su menjadi kesal dalam hati dia berpikir, 'Tosu ini
;rlalu banyak tanya' Dia tidak ingin rahasia ini diketahui, terpaksa dia berbohong,
"Waktu aku ke rumah Hie Tiong-gwee untuk memberi selamat, ada
yang membicarakan sepasang adik kakak ini." Kata Ju Mie Zi:
"Bagaimana mereka mengatakannya?"
"Sepertinya mereka sedang membicarakan mengenai senjata
rahasia, mereka bilang senjata rahasia sepasang adik kakak ini bisa
menandingi kehebatan senjata rahasia keluarga Tong dari Suchuan,
tapi aku tidak percaya."
Kata-kata Coh Thian-su tidak dicurigai oleh Yu he-cu, dia tertawa
dan berkata: "Yang berkata seperti itu memang sangat tepat, Bok Koan-koan
adalah iblis perempuan yang tadi. Kau sudah lihat kehebatan
senjata rahasianya, tapi dia tidak begitu lihai, kakaknya Kim-ho
(rase emas) lebih kuat. Yang pernah menyaksikannya, berkata mirip
dengan senjata rahasia keluarga Tong dari Suchuan. Katanya
keluarga Tong sudah curiga kepada sepasang adik kakak ini."
Pikir Coh Thian-su, 'Keahlian senjata rahasia mereka memang
berasal dari keluarga Tong, kelihatannya selain Kie Yan-gan belum
ada yang tahu, paling sedikit orang-orang Bu-tong juga belum
tahu." Yu He-cu berkata: "Ternyata kau pernah mendengar secara tidak sengaja, kau
hanya tahu sedikit mengenai sepasang iblis ini, ternyata aku salah
tebak." Kata Coh Thian-su:
"Guru, kira-kira siapa yang memberitahuku." Yu He-cu tidak
menjawab, tapi segera dia berkata, "Aku dan ayahmu sudah 10
tahun lebih tidak bertemu tapi aku juga bersahabat dengan ayahmu.
Aku kira kau juga tahu." Kata Coh Thian-su:
"Memang ayah sering bercerita tentang guru."
Sebenarnya ayahnya hanya berkata tentang 5 Bu-tong Tianglo.
Yu He-cu yang sombong, tidak menyangka Coh Thian-su begitu
hormat kepada yang lebih tua, dia sangat puas dan dia berkata:
"Aku ingin bertanya kepadamu, harap kau mau menjawab
dengan jujur." "Aku jarang tahu keadaan di dunia persilatan juga jarang
mengurusi masalah orang lain, apa yang ingin guru tanyakan?"
Tapi dalam hati Coh Thian-su sudah siap menjawab, bila dia bisa
menjawab dia akan menjawab bila tidak, dia tidak akan menjawab.
Yu he-cu seperti tahu pikirannya, dia berkata:
"Aku ingin bertanya tentang ayahmu, boleh dibilang untuk
kebaikan ayahmu." Kata Coh Thian-su: "Kalau ada kebaikan untuk ayahku, kenapa aku harus menutupnutupinya?" Dia berkata seperti itu supaya bisa mundur. Apakah un umum
demi kebaikan ayahnya, dia yang menentukan. Bila perlu berbohong
akan dilakukannya. Tanya Yu He-cu: "Apakah kau pernah tinggal di rumah Kie Yan-gan?"
"Guru dengar dari mana?"
Yu He-cu senang bertanya-tanya, dalam hati Coh Thian-su juga
harus berpikir, harus berkata jujur atau tidak.
Kata Yu He-cu: "Tamu yang datang ke rumah Hie memberitahuku, setelah Hui
thian membuat keributan, beberapa hari kemudian ada yang melihat
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kau bersama dengan cucu Kie Yan-gan naik dalam satu perahu."
Kie Su-giok dan Hui-thian sama-sama membuat keributan di
rumah Hie, mereka diperhatikan oleh tamu-tamu Hie, itu tidak aneh.
Coh Thian-su terkejut dan berpikir, 'Untung mereka hanya tahu
Kie Su-giok tapi tidak tahu Kang Hiat-kun juga ada di dalam
perahu." "Benar, aku menerima undangan untuk tinggal di rumah Su Giok
karena aku ingin mengenal kakeknya yang terkenal itu. Aku juga
tahu dia adalah adik seperguruan Hui-thian, tapi dendam antara
Hui-thian dengan Hie Tiong-gwee aku tidak tahu juga tidak mau
tahu. Aku jadi tamunya tapi telah mau membantu Hui-thian." Kata
Coh Thian-su. Yu he-cu tertawa dan berkata,
"Kau tidak perlu menjelaskannya, aku tahu kau tidak membantu
Hui-thian. Hui-thian, dia juga tidak mau kau membantunya. Katanya
Nona Kie itu sangat cantik apalagi kakeknya adalah pesilat nomor
satu di duiuu persilatan, bila aku jadi kau, aku juga tidak bisa
menolak undangannya."
Sewaktu dia masih muda dia dijuluki laki-laki yang berwajah
tampan, walaupun Coh Thian-su tidak tahu Yu He-cu sewaktu masih
muda tapi dia tahu pasti banyak berhubungan dengan perempuan.
Wajah Coh Thian-su menjadi merah dan berkata:
"Guru, jangan tertawakan aku."
Sebenarnya dia ingin Yu He-cu salah sangka kepadanya.
Kata Yu He-cu: "Aku tidak bercanda, jujur saja, aku berharap kau bisa menikah
dengan cucu Kie Yan-gan, putra Kie Yan-gan tidak baik, begitu juga
dengan cucu muridnya, tapi bila Kie Yan-gan adalah orang yang
netral, bila tidak terpaksa, kita tidak akan mau bermusuhan
dengannya. Bila kau menjadi menantu cucunya mungkin kita bisa
mendapat kebaikan." Kata Coh Thian-su, "Aku dan Nona Kie hanya bertemu secara tidak sengaja mana
bisa membicarakan tentang pernikahan, aku bukan orang yang ingin
mencapai posisi tinggi."
Yu He-cu tertawa dan berkata:
"Dia baru mengenalmu tapi sudah mengundangmu bertamu ke
rumahnya, bila bukan karena sayang mana mungkin kalian langsung
cocok" Aku harap kau bisa menjadi menantu keluarga Kie, banyak
orang persilatan yang ingin seperti ini, tetapi mengapa kau tidak?"
Kata Coh Thian-su, "Guru, apa yang ingin anda ceritakan" Mengapa menyangkut
pautkan dengan diriku?"
Yu He-cu tertawa dan berkata:
"Masalahmu juga masalah yang penting!"
"Apakah kau tahu sebabnya" Karena mereka khawatir Hui-thian
sudah membuat keributan di rumah Hie walaupun aku tidak berada
di sana, tapi ada yang memberitahuku, Hui-thian terluka karena
Nyonya Hie, terakhir Nona Kie datang dan menolong kakak
seperguruannya, apakah benar?"
"Benar." Kata Yu He-cu lagi: "Karena mereka sudah tahu hubungan antara Hui-thian dan Nona
Kie, mereka adalah kakak adik seperguruan juga sepasang kekasih,
bila Nona Kie mau menikah dengan kakak seperguruannya, Huithian akan menjadi menantu Kie Yan-gan. Kita akan lebih sulit
menghadapi Hui-thian. Sayang Tuan Kiam-ta dan Hie Tiong-gwee
belum tahu hubunganmu dengan Nona Kie, bila tahu mereka tentu
akan senang, paling sedikit bisa mengurangi kekhawatiran."
Kata Coh Thian-su: "Guru, aku dan Nona Kie tidak mempunyai hubungan apa-apa,
kau jangan menyebarkan gossip." Kata Yu He-cu:
"Aku tahu kau khawatir karena belum tiba waktunya, aku tidak
akan menanyakannya. Aku dan Kiam-ta memiliki perbedaan, mereka
ingin berhadapan dengan cucu murid Kie Yan-gan, Hui-thian. Bila
aku berhadapan dengan putra Kie Yan-gan lebih sulit lagi, karena itu
aku hanya bisa membereskan sendiri masalah ini."
Coh Thian-su mendengar "yang aku hadapi adalah putra Kie Yangan', dia sudah mengerti kalimat ini. Apa yang ingin dia ketahui"
Benar saja Yu He-cu berkata lagi:
"Yang ingin kuketahui adalah mengenai putra Kie Yan-gan,
katanya dia belum mati, apakah kabar ini benar" Kau harus jawab
dengan jujur." Di bawah pedang, wajah sudah rusak
Dua puluh tahun dendam lama, tidak dapat dilupakan
Apa yang akan terjadi"
Bersambung...Jilid 2 ---ooo0dw0ooo--- BAB 10 Keanehan membuat terkejut
Ketua dibunuh Terkurung di batu yang sepi
Perempuan cantik menaruh hati
A. Perubahan di Hoa-san Coh Thian-su pura-pura terkejut dan berkata,
"Apa" Kie Lek-beng belum mati" Bukankah kau yang bilang dia
mati di bawah ilmu pedang Bu-tong" Dia terluka parah dan jatuh ke
sungai, mengapa masih bisa hidup?"
Kata Yu He-cu: "Lebih dari 10 tahun aku juga mengira seperti itu, tapi sekarang
aku mendapat kabar yang membuatku berpikir kembali."
"Apakah ada yang sudah bertemu dengannya?"
"Benar, ada orang yang pernah bertemu dengannya, dan orang
itu mempunyai ciri-ciri seperti dia."
"Seperti dia" Apa maksudnya?" Tanya Coh Thian-su.
"Teman yang bertemu dengannya, sangat mengenali ilmu
silatnya, memang wajahnya tidak mirip jadi belum dapat dipastikan
apakah dia Kie Lek-beng atau bukan. Kejadiannya begini, di ibu kota
ada sebuah kantor Piau (pengiriman barang) yang bernama Sinhoan, ketua kantor itu bernama Tong Hwie-yan, adiknya bernama
Tong Hwai-ie mempunyai seorang teman baru, tidak ada yang tahu
identitasnya tapi ilmu silatnya sangat tinggi. Melihat ilmu silatnya,
sepertinya itu adalah ilmu silat keluarga Kie."
Kata Coh Thian-su: "Apakah temanmu sebelumnya memang sudah kenal, dengan Kie
Lek-beng?" "Mereka kenal dan juga pernah dirugikan oleh Kie Lek-beng,
menurut mereka wajah orang itu sama sekali tidak mirip dengan Kie
Lek-beng, wajahnya ada bekas luka, ilmu silat dan gerak geriknya
sehari-hari memang mirip dengan Kie Lek-beng."
"Bila wajahnya tidak mirip pasti bukan dia."
"Wajah bisa diubah dengan ketrampilan tangan, walau
bagaimana pun ilmu silatnya ditutup-tutupi, tapi di mata pesilat lain
tetap bisa tahu berasal dari mana gerak ilmu silatnya. Kami 5 Butong Tianglo tidak mampu membunuh Kie Lek-beng, bila Kie Lekbeng memang hidup kembali, dia pasti akan kembali mencari 5 Butong Tianglo, walau kemungkinannya kecil tapi kami tetap harus
waspada karena itu sebelum tahu apakah Kie Lek-beng masih hidup
atau memang sudah mati, tapi aku lebih percaya bahwa dia masih
hidup....Adik, kau sekarang sudah tahu mengapa aku harus
menangkap siluman perempuan itu, dia adalah kekasih gelap Kie
Lek-beng bila Kie Lek-beng masih hidup dia pasti tahu, tapi
sayang..." "Aku sangat malu dan minta maaf, ini semua kesalahanku,
merusak rencana guru."
Kata Yu He-cu: "Hal itu sudah lewat, jangan salahkan dirimu lagi, lebih baik kita cari jalan kedua, melalui jalan ini kita bisa menemukan Kie Lek-beng
yaitu menemui ayahnya, Kie Yan-gan."
Yu He-cu tertawa kecut dan berkata lagi:
"Kie Cianpwee dan siluman itu tidak sama, aku bisa menangkap
perempuan itu dan memaksanya mengatakan di mana Kie Lekbeng, tapi pak tua itu adalah pesilat nomor satu di dunia persilatan,
aku tidak bisa berbuat apa-apa terhadapnya.
Kali ini aku ke Hoa-san adalah untuk meminta bantuan kepada
teman-teman Hoa-san, menurutku ketua perkumpulan Hoa-san
yaitu Thian Koan, dan Thian Hian mereka pernah berteman dengan
Kie Yan-gan, aku tidak meminta mereka untuk bertarung dengan
Kie Yan-gan, hanya meminta Kie Yan-gan jangan melindungi
anaknya, bila putranya sudah kembali ke rumah, harap dia mau
menyerahkannya kepada kami."
Kata Coh Thian-su: "Apakah kau mengira Kie Yan-gan mau melakukannya" Apalagi
dia hanya mempunyai anak satu-satunya."
"Benar, dia memang hanya mempunyai satu anak, putranya
icrluka di bawah pedang Bu-tong Tianglo. Dia tidak membalas
dendam kepada kami itu juga sudah sangat menguntungkan,
sekarang bila disuruh untuk menyerahkan putranya dia pasti tidak
akan bersedia. Walau dia tidak bersedia, tapi kami sudah minta ijin asal dia tidak
turut campur, perkumpulan Bu-tong masih sanggup mengalahkan
Kie Lek-beng, kami sudah memikirkan hal yang terburuk, bila perlu
kami akam mengundang ketua Siauw-lim, Go-bi Ceng-seng, dan Butong, meminta agar mereka mau bergabung untuk menghadapi Kie
Yan-gan dan putranya bila Kie Yan-gan masih melindungi putranya
kami akan langsung bergabung melawannya."
Dalam hati Coh Thian-su berpikir, 'Kau terlalu pandai dalam
memperhitungkan segalanya, perkumpulan-perkumpulan itu pasti
akan menolak' Dengan sengaja Coh Thian-su berkata:
"Apakah ketua Hoa-san sudah berjanji akan mendukungmu?"
"Apakah kau tidak melihat aku seorang diri turun dari gunung"
Bila mereka setuju, aku tidak perlu menangkap siluman itu."
"Thian Hian tosu sebenarnya adalah temanku tapi sekarang dia
sedang bertapa dan tidak bisa terus diganggu, yang lainnya
kumohon mencari Kie Yan-gan pun pasti tidak akan mau.
Tapi aku juga tidak menyangka, secara kebetulan begitu turun
dari gunung sudah bertemu dengan siluman itu. Siluman itu kabur
setelah bertemu denganmu, jalan pertama tidak berhasil, begitu
juga dengan jalan kedua, sekarang sudah kutemukan jalan ketiga"
Coh Thian-su tertawa kecut dan berkata:
"Apakah guru menganggapku sebagai jalan yang ketiga"
Mungkin jalan ketiga pun akan gagal." Kata Yu He-cu:
"Kau baru pulang dari keluarga Kie, sepertinya kau tidak bertemu
dengan Kie Lek-beng, tapi sedikit banyak kau pasti tahu. Apakah Kie
Yan-gan pernah cerita kepada cucunya bahwa ayahnya masih
hidup?" "Aku tidak tahu, apakah mereka pernah membicarakan hal ini,
tapi Nona Kie belum pernah bercerita tentang ayahnya."
Coh Thian-su tidak ingin mengatakan kepada Yu He-cu bahwa
Kie Lek-beng masih hidup karena dia mempunyai rencana lain.
Memang benar, Kie Lek-beng adalah musuh ayahnya, Coh Thiansu tidak ingin mengatakan kepada Yu He-cu bahwa Kie Lek-beng
masih hidup karena dia mempunyai rencana lain.
Memang benar, Kie Lek-beng adalah musuh ayahnya, Kie Yangan juga takut kalau putranya akan membunuh ayahnya, tapi dalam
hati Coh Thian-su berharap permusuhan ini bisa diselesaikan
dengan baik. Hari itu ketika dia pura-pura tidak sadar, kemudian mendengar
pembicaraan antara Kie Yan-gan dan Ting Po, dia jadi mengetahui
semua masalah itu, yaitu sebelum menikah dengan ayahnya ibu
itirnya pernah menikah dengan Kie Lek-beng dan sebelum menikah
dengan Kie Lek-beng, ibu tirinya sudah pernah berkasih-kasihan
dengan ayahnya. Kie Lek-beng selalu menyiksa ibu tirinya, terakhir
setelah Kie Lek-beng meninggal, ibu tirinya baru menikah dengan
ayahnya Ayah dan ibu tirinya tidak salah, karena tidak mendapat
cinta dari istrinya, Kie Lek-beng menjadi marah. Sepertinya semua
ini masih bisa dimaafkan.
Dia juga tidak tahu siapa yang sudah menyerangnya secara tibatiba, apakah dia Kie Lek-beng" Bila dia memang Kie Lek-beng, dia
tidak akan dendam, walaupun Kie Lek-beng ingin dia mati (entah
mengapa dia tidak yakin penyerangnya adalah Kie Lek-beng), tapi
yang menolongnya adalah ayah Kie Lek-beng yaitu Kie Yan-gan.
Apalagi dia dan Su-giok bukan teman yang kenal begitu saja.
Dari pembicaraan antara Kie Yan-gan dan Ting Po dia merasa
walau Kie Yan-gan terus memaki-maki putranya tapi di dalam
hatinya, sebenarnya dia sangat sayang kepada putranya. Kie Yangan menyuruh Ting Po ke Yang-chi dengan tujuan melarang
putranya membuat kesalahan lebih besar lagi, dia ingin melindungi
ayah Coh Thian-su di lain sisi, dia juga melakukan semua ini demi
putranya. Dia berhutang budi kepada Kie Yan-gan, biia dia membantu
orang lain membunuh Kie Lek-beng, apakah ini berarti air susu
dibalas dengan air tuba"
Dia berpikir, 'walaupun rencana Yu He-cu bisa membuat Kie Lekbeng mati sekali lagi, tapi juga akan membuat banyak orang
persilatan berkorban, orang yang tidak berdosa akan banyak mati,
dan mereka tidak bisa seperti Kie Lek-beng, bisa hidup kembali.'
Karena itu dia menutup mulutnya, tidak akan membuka rahasia
tentang hidup atau matinya Kie Lek-beng.
Yu He-cu sangat kecewa dan berkata,
"Coba kau pikir lagi, apakah mereka pernah mengatakan tentang
putra Kie Yan-gan?" Coh Thian-su menggelengkan kepala, Yu He-cu terdiam lama
baru berkata: "Kie Yan-gan dan Ting Po adalah rubah tua, mereka tidak akan
memberitahu kepada orang lain, ketika kau di sana, apakah Kie
Cianpwee memperlakukanmu dengan baik?"
Coh Thian-su menjawab: "Aku berbeda 2 generasi dengan beliau, dia memperlakukanku
tidak baik juga tidak buruk."
Yu He-cu berkata pada dirinya sendiri: "Ini sangat aneh, mungkin
dia belum tahu." "Belum tahu tentang apa?"
"Kie Lek-beng adalah musuh Bu-tong juga musuh ayahmu,
apakah kau tidak tahu?"
Coh Thian-su pura-pura terkejut dan berkata:
"Apakah benar" mengapa ayahku tidak pernah memberitahuku"
Mengapa dia bisa bermusuhan dengan ayahku?"
"Aku pun tidak tahu, kabar ini aku ketahui dari Tong Hwai-ie,
katanya teman barunya ini sangat benci kepada Pendekar Kang-lam,
Coh Kim-sung, bila orang itu adalah Kie Lek-beng ini akan
berbahaya untuk ayahmu."
Coh Thian-su agak tenang:
"Ternyata dia hanya tahu tentang itu saja."
Kata Coh Thian-su, "Bila guru ingin tahu, mengapa tidak pergi ke ibukota dan
menanyakannya langsung kepada Tong Hwai-ie, walau sedikit
berbahaya itu lebih baik daripada ke rumah Kie."
Kata Yu He-cu, "Kau tidak tahu aturan Bu-tong Pertama: tidak boleh menjadi
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pejabat, kedua: tidak boleh bekerja di kantor Piau Aku adalah Butong Tianglo, aku harus menjadi contoh bagi murid-murid Bu-tong,
kalau bisa jangan berteman dengan mereka."
Sebenarnya dia takut bertemu dengan Kie Lek-beng di ibukota,
bila 5 Bu-tong Tianglo pergi ke ibukota akan segera diketahui oleh
Kie Lek-beng. Coh Thian-su mulai kesal kepada Yu He-cu, dalam hati dia
berpikir, 'Aku harus tetap melayaninya' Kemudian dia berkata:
"Terima kasih kau sudah menasihatiku, aku pamit dulu karena
akan pergi ke ibukota"
Waktu itu terdengar bunyi lonceng, suara itu datang dari puncak
gunung, membuat gendang telinga berdenging. Coh Thian-su
melihat ke puncak gunung, puncak itu tertutup oleh kabut. Dia
terkejut, dalam hati dia berpikir,
"Dari tempat yang begitu jauh, bisa terdengar bunyi lonceng dan
suaranya begitu terburu-buru, tidak seperti suara lonceng dari kuilkuil biasa" "Kau jangan turun gunung dulu." Kata Yu He-cu
"Guru, ada pesan apa untukku?"
"Apakah kau mendengar bunyi lonceng itu?"
"Suaranya begitu keras, orang tuli pun dapat mendengar!"
Kata Yu He-cu,: "Kau dengar bunyi lonceng itu begitu terburu-buru bukan"
Apakah kau tahu itu artinya apa?"
"Aku ingin bertanya kepada guru." Kata Yu He-cu:
"Itu adalah suara lonceng untuk mengumpulkan semua orang
Hoa-san, lonceng itu terletak di puncak gunung, beratnya 5.400
kilogram, sekali berbunyi bisa terdengar hingga 10 kilometer, bila
bukan hal yang penting, lonceng itu tidak akan dibunyikan."
"Itu artinya apa?" Tanya Coh Thian-su.
"Pasti lelah terjadi sesuatu di perkumpulan Hoa-san kalau itu
gara-gara orang dalam sepertinya tidak akan apa-apa, tapi bila hal
itu disebabkan oleh orang luar yang masuk ke Hoa-san dan
membuat keributan di sana serta merugikan perkumpulan Hoa-san,
bila sekarang kau turun gunung, kau akan dicurigai oleh muridmurid Hoa-san." Walaupun Coh Thian-su tidak menyukai Yu He-cu, tapi dia
memikirkan kata-katanya yang masuk akal, segera dia berhenti
melangkah dan berkata: "Perkumpulan Hoa-san adalah perkumpulan besar, murid-murid
Hoa-san paling sedikit ada ratusan hingga seribu orang, siapa yang
berani membuat keributan di sana?"
Mereka dengan cepat naik ke atas gunung, terlihat di dinding
jurang ada tulisan Hwi-sim-sik (Batu hati pulang) dengan huruf yang
besar. Di jurang itu terbentang rantai besi yang panjang, kira-kira
panjangnya ada puluhan meter dan rantai itu sudah berkarat,
bergoyang-goyang karena hembusan angin yang kencang, membuat
hati orang menjadi tidak tenang Di sebelah kiri dinding ada tulisan
'harus ingat kepada ayah dan ibu', di kanan dinding tertulis "berani untuk maju'.
Kata Coh Thian-su: "Kedua kalimat itu sangat bertolak belakang, setiba di tempat
yang begitu berbahaya, bila ingat terus kepada ayah dan ibu
bagaimana bisa punya semangat untuk terus maju?"
"Karena yang menulis adalah orang yang berbeda."
"Belum tentu orang dalam, seperti siluman perempuan Gin-ho,
dia juga tidak ada hubungannya dengan perkumpulan Hoa-san."
Dia terdiam sebentar dan berkata lagi:
"Mengapa siluman perempuan itu bisa berada di Hoa-san" Benarbenar aneh, tapi ini pasti bukan tanpa alasan, apakah dia ada
komplotannya di sini" Kemudian diketahui oleh murid-murid Hoasan?" Kata Coh Thian-su dengan tertawa:
"Apakah guru curiga bahwa aku adalah komplotannya?"
Yu He-cu juga tertawa: "Kita sudah membicarakannya dari tadi, aku tidak mencurigaimu,
tapi apakah murid-murid Hoa-san akan percaya kepadamu, lebih
baik sekarang kau ikut aku, aku akan melindungimu."
Smbil bicara dia mulai mendaki gunung, terpaksa Coh Thian-su
mengikutinya Bunyi lonceng sudah berhenti, terlihat ada asap biru keluar dari
puncak itu, kata Yu He-cu,
"Kelihatannya benar-benar ada musuh yang datang dari luar,
murid-murid Hoa-san sedang mencarinya."
Lanjut Yu He-cu lagi: "Aku baru bertemu dengan ketua Hoa-san yaitu Thian Koan tojin.
Rupanya telah terjadi sesuatu di perkumpulan Hoa-san, aku harus
kembali untuk melihatnya, walaupun tidak membutuhkan
bantuanku, aku harus menggunakan nama Bu-tong sebagai rasa
simpatiku." Kata Coh Thian-su: "Aku tidak mengenal satu pun dari murid-murid Hoa-san, aku
hanya orang kecil tidak bisa berteman dengan mereka."
Yu He-cu mengerutkan dahi dan berkata,
"Walaupun kau tidak berteman dengan mereka, tapi mereka pasti
mengenal ayahmu, kau ikutlah naik ke puncak, setelah kita tahu apa
yang sudah terjadi, saat itu kau mau turun gunung pun tidak apaapa." Coh Thian-su tertawa kecut:
"Aku harus menghindari kecurigaan mereka. Guru, dengan
terpaksa kau harus menjadi pengawalku."
Kata Coh Thian-su. "Huruf yang terdapat di sebelah kanan adalah "berani untuk
maju', huruf itu ditulis dengan sangat tegas, sepertinya orang yang
menulis huruf itu bisa ilmu silat."
"Benar," jawab Yu He-cu, "huruf-huruf ini adalah kakek guru yang pertama yang mendirikan perkumpulan Hoa-san yang
menuliskannya. Dia memakai tempat ini untuk melatih muridmuridnya, yaitu melatih ilmu meringankan tubuh karena itu dia
memberi semangat "berani untuk maju'."
"Sepertinya murid-murid Hoa-san jarang naik turun di sini?"
tanya Coh Thian-su. "Benar, karena murid-murid yang bisa berlatih hingga berjalan di
jurang ini tidak banyak. Tapi orang yang belajar ilmu silat biasanya
ingin mendapat ilmu silat yang lebih tinggi, selalu memegang rantai
dan dengan susah payah mendaki, tapi di sini adalah jalan yang
tercepat untuk mendaki ke atas."
Kata Coh Thian-su: "Yang kiri tertulis 'harus ingat kepada ayah dan ibu', coretannya hampir sama dengan huruf 'Hwi-sim-sik', ditulis dengan mantap dan
pelan, sepertinya yang menulis adalah orang yang terpelajar."
Kata Yu He-cu, "Benar, dia berasal dari Dinasti Tong. Yang menuliskannya adalah
Han-ih, di sini pun ada sedikit ceritanya, katanya pada saat Han-ih
naik ke atas gunung ini dia tidak berani turun lagi, karena itu dia
menangis dan melempar bukunya, setelah tiba di rumah dia menulis
Hwi-sim-sik dan "harus ingat kepada ayah dan ibu', kedua kalimat
ini dia menyuruh tukang ukir untuk mengukirnya, maksudnya adalah
orang yang sudah sampai di tempat ini harus berhenti dan kembali
lagi ke tempat asal."
"Kita sudah tiba di sini, kita mau naik terus atau kembali ke
tempat tadi?" Kata Coh Thian-su.
"Kita bukan murid Kong-hu-cu karena ini adalah jalan pintas
untuk naik ke atas gunung, karena itu aku mengajakmu lewat sini."
"Apakah aku sanggup melakukannya?"
"Ilmu meringankan tubuhmu pasti tinggi, jangan sungkan, ayo
kau dulu!" Coh Thian-su mengerti maksudnya dari berkata: "Baiklah, aku
akan jalan dulu meskipun jatuh akan ada guru yang menolongku."
Coh Thian-su memegang rantai, seperti main ayunan, semakin
diayun semakin tinggi, terakhir dia melepaskan rantai dan terbang
ke atas, di tengah udara dia berkata:
"Guru, jangan tertawakan aku!"
Yu He-cu terkejut dan memuji:
"Ilmu meringankan tubuh yang bagus!"
"Ilmu meringankan tubuh yang bagus!" dari Hwi-sim-sik juga ada yang berteriak. Orang itu bukan memuji, Coh Thian-su baru turun,
orang itu sudah menusuknya dengan pedang dan berteriak:
"Siapa kau! Berani tidak sopan datang ke Hoa-san! robohlah!" dia adalah seorang tosu.
Pedang datang dengan cepat dan ganas, Coh Thian-su sangat
marah, "Kau beium tahu aku siapa, tapi sudah menyuruhku menyerah
sungguh tidak sopan!"
Dia tahu orang itu pasti murid Hoa-san. Coh Thian-su marah
karena, pertama: kedua kaki baru menapak tanah sudah diserang
dengan begitu cepat, Coh Thian-su harus berjaga supaya tubuhnya
bisa seimbang. Terlihat Coh Thian-su hampir jatuh dan tubuhnya miring ke
depan sebenarnya dengan tubuh condong ke depan dia bisa
menotok orang itu dengan penanya.
Orang itu terkejut, segera dia membalikkan tubuh dan pedangya
pun dimiringkan untuk menghindari pena Coh Thian-su Kemudian
dia menusuk ke arah tenggorokan Coh Thian-su. Jurus yang
pertama adalah menotok dengan pedang, jurus yang kedua
dikeluarkan untuk membunuh Coh Thian-su.
Waktu itu juga Coh Thian-su sudah mengangkat Poan-koan-pit,
berdatang pula seorang tosu yang lain, dia berteriak, "Adik, tangkap dia hidup-hidup!"
Jurus pedangnya digerakan lebih cepat lagi, dalam satu jurus
sudah menotok kearah 6 jalan darah. Coh Thian-su berteriak:
"Mengapa kalian tidak bertanya jelas dulu, dengarkan katakataku..." Kata-kata Coh Thian-su belum habis, kedua tosu itu menyerang
dari kiri dan kanan, Coh Thian-su sudah tidak mempunyai waktu
untuk bicara Ternyata kedua tosu itu adalah murid dari ketua Hoa-san, yaitu
Thian Koan. Yang pertama bernama Han He, yang kedua bernama
Han Ku. Yang menyerang Coh Tkian-su pertama kalinya adalah Han
Ku, sifatnya pemarah, dia sedang sedih karena dalam perkumpulan
mereka sedang terjadi perubahan yang menyedihkan. Dia melihat
ada orang yang tidak dikenal dengan silat yang begitu tinggi masuk
ke dalam perkumpulan mereka Dia menganggap Coh Thian-su
adalah musuh, jurus pertama yang dikeluarkan bukan untuk
membunuh Coh Thian-su, tapi setelah bertarung dia hampir kalah,
hal itu memaksanya mengeluarkan serangan untuk membunuh.
Sekarang dia mengikuti kata-kata kakak seperguruannya.
Kembali dia memakai jurus menotok jalan darah dengan pedang.
Coh Thian-su tentu saja tidak mau ditotok, dia menahan serangan
kakak beradik ini. Coh Thian-su mengangkat sepasang kuasnya
untuk menahan serangan Han He, terdengar suara senjata
berbunyi. Coh Thian-su ingin bicara lagi tapi dia sudah diserang oleh Han
Ku dan Han Ku berkata: "Aku tidak punya waktu mendengar cerita palsumu, setelah
tertangkap kau baru bisa berkata dengan jujur."
Pikir Coh Thian-su, 'Menotok jalan darah dengan pedang
memang jurus yang aneh, tapi belum tentu bisa mengalahkanku.'
Dia sedang marah, dia ingin mengeluarkan jurus yang mematikan
tapi akhirnya dia memilih untuk menahan diri.
Pikir Coh Thian-su, 'Bila Yu He-cu tosu sudah datang, semuanya
akan menjadi jelas."
Coh Thian-su menahan serangan mereka, saat itu dia melihat
ada 2 orang lagi yang bersiap-siap mengeluarkan pedang untuk
menyerangnya. Kata Han He: "Adik Pai, Adik Hi, kalian lihat ke dekat jurang, apakah masih ada komplotannya" Si bocah tengik ini tidak akan bisa lari, di sini tidak
perlu bantuan kalian."
Dua orang itu berjalan mendekati jurang, belum sampai di ujung,
Yu He-cu sudah naik. Begitu naik Yu He-cu berteriak: "Berhenti! Semua adalah orang
sendiri!" Tapi kedua orang itu tidak berhenti, malah menyerangnya
dengan pedang. Yu He-cu berteriak lagi: "Apakah kalian tidak mengenalku?"
Kedua orang itu masih menyerang, dan berkata:
"Siapa kau..." Belum habis bicara, mereka merasa jalan darah di tangan
tertotok, ternyata Yu He-cu dengan ringan telah menotok mereka.
Pada waktu yang sama, Coh Thian-su juga mengalami
perubahan. Kedua orang itu tidak berhenti tapi kedua tosu itu
berhenti terlebih dulu. Karena Coh Thian-su melihat kedua orang itu masih menyerang
Yu He-cu, harapan Coh Thian-su langsung hilang, segera dia
mengeluarkan jurus yang lebih tinggi, penanya disilangkan, yang kiri
menotok Han He yang kanan menotok Han Ku.
Tapi begitu Coh Thian-su mengeluarkan jurus, Han He sudah
keluar dari lingkaran pertarungan, dia lolos dari totokan Coh Thiansu, tapi Han Ku malah maju ke depan, untung dengan cepat Coh
Thian-su masih menahan penanya. Tapi baju Han Ku di bagian dada
sudah berlubang, bila Coh Thian-su tidak cepat-cepat menarik
kembali tangannya, dada Han Ku pasti sudah berlubang.
Han Ku terpaku dan Han He berteriak,
"Sute, jangan kurang ajar! Guru ini adalah guru Bu-tong yaitu Yu
Tosu." Ilmu silat Han He masih di bawah Coh Thian-su, Coh Thian-su
pun melihat sikapnya sudah tidak bermusuhan lagi, dia tahu Coh
Thian-su belum mengeluarkan semua jurusnya. Dia melihat Han Ku
tidak terluka, maka dua orang itu berteriak lagi.
Kedua orang itu belum habis bicara, mereka merasa tangan
mereka sudah mati rasa, pedang yang dipegang pun sudah terlepas.
Kedua pedang hampir jatuh bersamaan, Yu He-cu melambaikan
lengan bajunya, pedang sudah terguling terangkat lagi dan
pegangan pedang sudah kembali lagi kepada pemiliknya. Dengan
tersenyum dia berkata, "Maafkan aku! Apakah kalian adalah murid-murid Hoa-san?"
Orang persilatan lebih mementingkan mati daripada dihina.
Senjata dijatuhkan oleh musuh, itu adalah hal yang paling
memalukan. Walaupun kalah oleh orang yang berilmu lebih tinggi
tapi hati mereka tetap tidak suka. Yu He-cu tahu aturan ini karena
itu dia mengembalikan pedang itu dengan cepat, orang tidak
sempat melihatnya. Bila tidak berdiri di sisinya, tidak akan tahu
bahwa pedang milik kedua orang itu pernah terlepas.
Kedua orang itu terkejut dan berterima kasih, dalam hati mereka
berpikir, "Kelima Bu-tong Tianglo benar-benar bukan nama kosong."
Dengan senang hati kedua orang itu membungkukkan tubuh dan
memberi hormat kepada Yu He-cu.
Yu He-cu tertawa dan berkata:
"Kali itu aku ke Hoa-san, tapi sudah 18 tahun yang lalu, sekarang aku sudah berbeda dengan yang dulu, wajahku sudah bukan wajah
asli lagi pantas kalian tidak kenal denganku."
Han He dan Han Ku pun datang untuk memberi hormat.
Karena Han Ku dan Han He adalah murid dari ketua Hoa-san
yakni Thian Koan tojin jadi ketika Yu He-cu mengunjungi gurunya,
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka sudah pernah bertemu.
Sebelum Yu He-cu sempat bertanya kepada mereka, mereka
sudah bertanya dulu kepada Coh Thian-su.
Dua buah mata memelototi Coh Thian-su, pedang yang panjang
belum dikembalikan ke tempatnya, dengan dingin dia bertanya:
"Pendekar ini adalah..." karena dia dirugikan oleh Coh Thian-su, kemarahannya belum reda.
Yu He-cu tertawa dan berkata:
"Dia adalah putra dari Pendekar Kang-lam, Coh Kim-sung."
"Aku adalah Coh Thian-su, maaf bila telah berlaku tidak sopan."
Kata Han He: "Ini hanya salah paham, tidak ada hubungan dengan Coh Toako,
seharusnya kami yang minta maaf."
Han Ku berkata: "Mengapa Coh Tayhiap bisa berada di sini" Kau mewakili ayahmu
datang ke sini atau sekedar menikmati keindahan Hoa-san?"
"Aku hanya lewat Hoa-san dan bertemu dengan Guru Yu He-cu."
Kata Han Ku: "Benar-benar suatu kebetulan, maaf aku ingin bertanya, apakah
Coh Tayhiap bertemu dengan Yu He-cu di kaki gunung atau di atas
gunung" Apakah Coh Tayhiap mendengar suara lonceng?" karena
dua jam yang lalu Yu He-cu baru pamitan dengan Thian Koan, dia
diantar oleh Han He dan Han Ku keluar dari pundak gunung itu.
Sekarang Yu He-cu sudah berada di Hwi-sim-sik, bila dihitunghitung Coh Thian-su bertemu dengan Yu He-cu pasti bukan di kaki
gunung. Dia bertanya dengan sangat jelas bila Coh Thian-su sudah tiba
lebih dulu di puncak gunung berarti dia adalah orang yang dicurigai.
Kata Han He: "Sute, jangan bertindak tidak sopan kepada putra Coh Kimsung." Yu He-cu juga tampak tidak senang dan berkata:
"Aku dan Coh Tayhiap hanya bertemu secara kebetulan, bila
bertemu dengan gurumu baru aku akan memberitahunya, aku
mendengar bunyi lonceng yang terburu-buru, tolong beritahu
kepadaku, sudah terjadi apa di sini?"
Han He menjawab dengan sedih:
"Terima kasih atas perhatiannya, tapi anda tidak akan bisa
bertemu dengan guruku lagi."
Yu He-cu terkejut dan berteriak:
"Apa kau bilang" Aku baru saja berpisah dengan gurumu,
apakah..." Dengan suara rendah Han Yu menjawab: "Guruku sudah
meninggal." Ini benar-benar seperti mendengar petir di siang bolong, mimpi
pun tidak menyangka. Suara lonceng berbunyi begitu tergesa-gesa, dia tahu pasti telah
terjadi sesuatu yang penting tapi tidak disangka, kabar yang
diperoleh lebih buruk dari dugaannya.
Dia bengong sebentar dan langsung berteriak,
"Bagaimana bisa terjadi" Tadi ketika kami berbincang-bincang,
beliau masih sehat walafiat."
Han He menjawab: "Guruku mati dengan tidak jelas!"
Kalimat ini membuktikan bahwa gurunya mati dengan tidak
wajar! Gurunya adalah ketua perkumpulan Hoa-san bukan orang
biasa! Pikir Coh Thian-su, 'Pantas harus membunyikan lonceng untuk
mengumpulkan semua orang karena ketua mereka mati dengan
tidak wajar, mereka ingin cepat-cepat mencari pembunuhnya.
Untung saja tadi aku tidak turun gunung, bila tidak aku akan
disangka sebagai pembunuhnya.'
"Apakah dia dibunuh?" Tanya Yu he-ca
"Penyebab kematiannya masih belum diketahui, tapi dugaan
besar dia diserang secara diam-diam, sekarang paman kedua yang
menggantikan kedudukan guru, kami akan mencari orang yang kirakira mencurigakan." Tiba-tiba Han-ih berkata:
"Orang jarang yang datang kemari, jadi bila di jalan bertemu
dengan orang yang tidak dikenal dan ilmunya sangat tinggi, itu
lebih-lebihmencurigakan.CohTayhiap,akubukan
membicarakanmu, pada saat kau naik gunung, apakah kau bertemu
dengan seseorang yang tidak dikenal?"
Coh Thian-su merasa marah karena disindir, dia berpikir, 'Gin-ho,
Bok Koan-koan dilepaskan olehku dan bila diketahui oleh mereka
akan lebih baik, aku bicara dulu dengan mereka, bila mereka tidak
percaya, apa boleh buat.'
Yu He-cu mengatakannya lebih dulu:
"Ada, aku yang bertemu dengannya."
"Orangnya seperti apa?" Tanya Han Ku.
"Dia adalah perempuan, dia adalah Gin-ho, Bok Koan-koan."
Han-he terkejut dan berkata :
"Gin-ho, Bok Koan-koan, dia sangat lihai menggunakan senjata
rahasia yang beracun."
"Dia juga kekasih gelap Kie Lek-beng, menurutku Kie Lek-beng
belum mati." Han He dan Han Ku hampir bersamaan berkata: "Kie Lek-beng"
Bukankah dia musuh Bu-tong?"
"Dia musuh Bu-tong juga musuh dari ayah Coh Tayhiap!" Kata Yu he-cu.
Dia memanfaatkan nama ayah Coh Thian-su dan Bu-tong, dia
tahu maksud Yu He-cu agar Coh Thian-su bisa terlepas dari rasa
curiga mereka. "Mana siluman itu?" Tanya Han Ku. Dia merasa aneh karena Yu
He-cu tidak menangkapnya.
Kata Yu He-cu: "Tadinya aku tidak ingin melepaskan siluman itu tapi sayang aku
tidak dapat mengejarnya."
"Apakah ilmu meringankan tubuh siluman itu lebih tinggi dari
guru?" "Dia mengeluarkan asap beracun, Coh Thian-su juga hampir
terkena racun itu, walaupun aku tidak terkena asap, tapi akhirnya
aku kehilangan jejaknya."
Perasaan Coh Thian-su tidak enak, dalam hati dia berfikir :
'Supaya aku tidak dicurigai maka guru berbohong, bila aku
membencinya itu sungguh tidak pantas.'
Yu He-cu berkata lagi: "Han He, kau diajarkan mengenai obat-obatan dari gurumu, coba
kau periksa jalan darah Coh Thian-su, apakah masih ada sisa
racunnya?" Walaupun waktu itu Coh Thian-su menahan nafas, tapi sedikit
banyak racun sudah masuk ke dalam tubuhnya, karena tenaga,
dalam Coh Thian-su kuat hanya mengalami sedikit gangguan pada
jalan darahnya dengan orang normal tidak berbeda jauh, tabib biasa
tidak akan bisa tahu Setelah tahu identitas Coh Thian-su, Han Ku pun mulai tidak
mencurigai Coh Thian-su lagi. Dia juga mendengar Coh Thian-su
terkena asap beracun, dan setelah 1 jam racun itu baru bisa bersih,
itu pun berkat kekuatan tenaga dalam Coh Thian-su.
Kata Han He: "Walaupun siluman itu sangat mahir menggunakan racun, tapi
dia tidak akan bisa meracuni guru dan ilmu silatnya tidak begitu
tinggi, sepertinya tidak mungkin dia bisa masuk ke dalam kuil kami."
Kata Han Ku: "Pembunuhnya bukan dia, tapi dia tiba-tiba muncul di Hoa-san,
ini sangat mencurigakan, lebih baik kita cari dan tangkap dia!"
Kata Han He: "Benar, masalah ini kita saja yang membereskannya, paman guru
menunggu kedatangan Guru Yu He-cu, silahkan menemui mereka."
Karena Yu He-cu adalah salah satu dari 5 Bu-tong Tianglo, maka
dia mewakili Bu-tong mengucapkan turut berduka cita. Mencari
pembunuh itu'adalah tugas Hoa-san, walaupun Yu He-cu sendiri
sedang mencari Bok Koan-koan.
Begitu keempat murid Hoa-san pergi, Yu He-cu berkata:
"Tidak disangka, Hoa-san-pai pun mendapat musibah yang
begitu aneh, tiba-tiba ketuanya meninggal, dan murid andalannya
pun tidak tahu apa penyebabnya, Adik Coh, walaupun kau ingin
cepat-cepat tiba di ibukota, tapi sekarang sudah terjadi hal ini,
apakah..." Kata Coh Thian-su, "Ayahku tidak begitu kenal dengan Hoa-san-pai, demikian juga
denganku, tapi ketua mereka sudah meninggal, aku harus mewakili
ayah mengucapkan turut berduka cita."
Kata Yu He-cu, "Benar, kalau begitu temani aku menginap satu malam di sini."
Yu He-cu sambil berjalan berkata:
"Hal mengenai kita pernah bertemu dengan Bok Koan-koan,
harus mengatakan dengan jujur kepada mereka, bila kita tidak
mengatakannya, murid Hoa-san pasti ada yang tahu, karena murid
Hoa-san itu sangat banyak karena itu tadi aku mengatakannya."
Kata Coh Thian-su: "Demi diriku agar tidak dicurigai, guru telah mengatakannya aku
sangat berterima kasih, tapi aku sudah melakukan kesalahan besar,
aku tidak enak hati."
Yu He-cu tertawa dan berkata,
"Aku bukan sengaja berbohong kepada mereka, karena Han Ku
sudah mencurigai mu, nanti aku akan beritahu kepada Cianpwee
mereka." "Memang seharusnya demikian." Kata Coh Thian-su.
"Tenanglah, tidak semua orang Hoa-san seperti Han Ku, dengan
sembarangan mencurigai orang."
Tiba-tiba ada 2 ekor merpati pos yang lewat, kata Yu He-cu,
"Itu adalah merpati pos milik Hoa-san, apakah mereka sudah
mempunyai bukti?" Mereka sambil bercakap-cakap sambil berjalan, mereka melalui
jalan setapak. Jalan itu juga sangat berbahaya, akhirnya mereka
tiba di tempat murid-murid Hoa-san. Lalu Yu He-cu berkata:
"Kau lihat bangunan rumah ini" Posisi dan bangunannya tepat,
seperti rumah-rumah yang berada dalam lukisan kuno yang
bernama Sian-san-ke-lou."
Ayah Coh Thian-su selain ilmu silatnya tinggi, di bidang tulis
menulis keahliannya tidak kalah dengan ilmu silatnya, sebeium Yu
He-cu menjadi tosu, dia bernama Pang Kun, dijuluki laki-laki
berwajah tampan. Dia pun seperti Coh Kim-sung ilmu silat dan
bidang tulis menulis sama tingginya, karena itu mereka sangat
cocok, begitu bertemu lebih banyak bercakap-cakap tentang lukisan
dan tulis menulis, malah tidak menyinggung ilmu silat Tiba-tiba
Pang Kun menjadi tosu, terakhir dia bertarung dengan Kie Lek-beng
bersama 5 Bu-tong Tianglo lainnya. Wajahnya dihancurkan oleh Kie
Lek-beng, semenjak itu sudah 10 tahun lebih dia belum pernah
turun dari gunung Bu-tong dan juga tidak pernah bertemu dengan
Coh Kim-sung lagi Yu He-cu mengenang kembali masa lalu. menarik nafas dan
berkata: "Aku pernah melihat lukisan itu di rumahmu, tapi itu sudah 20
tahun yang lalu, waktu itu pun aku belum menjadi tosu, kau juga
masih anak ingusan dan tentu tidak akan ingat"
Kata Coh Thian-su: "Ayahku juga sudah jarang mengajak teman-temannya ke rumah
untuk melihat lukisan dan kaligrafi. Biasanya lukisan-lukisan yang
sudah disimpan jarang dikeluarkan, aku juga pernah melihat lukisan
itu sekali, waktu itu aku belum bisa menikmati lukisan. Aku sudah
lupa semua, hanya teringat kepada salah satu puisi yang mengisi
lukisan itu." "Puisi yang mana?" Tanya Yu He-cu.
Coh Thian-su merasa aneh, mereka pergi dengan tergesa-gesa
untuk mengucapkan bela sungkawa, tapi dia masih mempunyai
waktu untuk menceritakan puisi itu.
"Lukisan itu berasal dari Dinasti Song, aku yang memberi puisi itu ke dalam lukisan itu. Puisi itu juga bukan puisi buaianku melainkan
diambil dari jaman Dinasti Tong," Kata Yu He-cu
Puisinya seperti ini: Di luar batu tumbuh lumut hijau
Sang-ceng terdampar tidak bisa pulang
Selalu bermimpi hujan membasahi atap
Tapi ada angin tidak ada hujan
Sampai sekarang masih terkatung-katung
Aku belum berubah pikiran
Kapan Yu-long bisa melalui langit memberitahu
Ini harus ditanyakan kepada dewi berbaju ungu di langit
SengLi-ci Seng Li-ci Puisi ini diambil dari puisi orang lain, dan aku menulis
kaligrafinya, itu.pun harus ditulis pada saat aku sedang mabuk, bila
sudah sadar, apa yang sudah aku tulis aku sudah tidak ingat lagi."
Pikir Coh Thian-su, 'Pertama kali berjumpa dengannya karena dia
terlalu cerewet aku jadi tidak suka, di mataku dia adalah seorang
tosu yang sombong, cerewet, dan membuatku ingin marah, tapi
sekarang aku baru tahu bahwa dia adalah orang yang mempunyai
ilmu silat yang tinggi, tulis menulis pun sama bagusnya dengan
silatnya, dia selalu melindungi yang lebih muda. Aku dan Hui-thian
saling benci, apakah karena kami belum mengenal dengan baik?"
Tidak terasa mereka sudah tiba di kuil Kun-sian.
Sudah ada 2 orang hweesio tua yang menyambut mereka, Yu
He-cu terkejut dan berkata,
"Terima kasih kakak sudah menyambut kami."
Dua orang hweesio itu salah satunya adalah 6 Cianpwee Hoa-san
Pai, yang satu lagi adalah teman baik dari Yu He-cu yaitu Hweesio
Thian Hian. Yang membuat Yu He-cu terkejut adalah bukan karena mereka
keluar untuk menyambut, karena Cianpwee menyambut Cianpwee
lain itu sudah tidak aneh. Yang membuatnya terkejut adalah wajah
teman baiknya terlihat lesu, matanya pun terlihat tidak
bersemangat. Bila ketua meninggal mereka pasti sedih tapi Yu He-cu tahu
Thian Hian tosu hampir tersesat latihannya dan hampir mati,
walaupun dia masih hidup, tapi tenaganya hampir habis.
Ternyata sewaktu Thian Koan tosu sedang bertapa, seharusnya
selesai dalam waktu 2 hari lagi, biasanya dalam bertapa dan melatih
silat bila belum tiba waktunya dan berhenti di tengah jalan akan
membuat tubuh menjadi lumpuh. Hal ringan yang dialami adalah
tenaga dalam akan terkuras habis, yang paling fatal adalah
nyawanya berada dalam bahaya, malah mungkin bisa jadi orang
cacat, masih ada hal lain yang tidak baik yang mungkin dapat
terjadi. Murid-murid Hoa-san pasti sudah tahu, menurut kebiasaan
mereka berita mengenai kematian ketua sementara akan
disembunyikan dulu. Tapi dari sini sudah dapat tertebak bahwa
mereka melakukannya dengan tergesa-gesa, mengundang dia
keluar, dari sini dapat diketahui bahwa ketua mereka diserang
hingga mati oleh orang lain. Karena kejadian ini sangat tiba-tiba
terpaksa mereka mengundangnya untuk merundingkannya
bersama-sama mencari cara menahan serangan musuh.
Yu He-cu sudah lupa kepada sopan santun, begitu melihat teman
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
baiknya segera Yu He-cu menarik tangannya dan berkata:
"Sudah lama tidak bersua, harap kau mau menerima hadiah kecil
ini." Dia langsung memberi sebutir obat kepada Thian Hian tosu.
"Ketua kami sudah meninggal untung kau datang kemari untuk
membantu." Dia tidak mengucapkan terima kasih untuk obat yang diberikan
oleh Yu He-cu, karena dia tahu dengan teman sendiri tidak perlu
ada rasa sungkan. Yu He-cu melihat sahabatnya, setelah meminum obat itu baru
Thian Ki tojin berkata, "Tadinya aku ingin menjemput kalian ke bawah, ternyata kalian
sudah datang dengan cepat ke sini."
Yu He-cu terpaku dan menjawab:
"Apakah kau sudah tahu bahwa aku datang bersama dengannya?" Kata Thian Ki tojin: "Aku baru tahu tadi, jujur bicara kau adalah teman baik kami,
kau kembali tidak membuatku terkejut tapi Coh Tayhiap datang ke
sini, sungguh di luar dugaan."
Coh Thian-su dalam hati merasa aneh dia berpikir, 'Aku tidak
mengenal murid Hoa-san, bila kami tadi melewati jalan setapak,
walau ada yang memberi kabar, dia pasti tidak tahu siapa aku.'
Kata Yu He-cu: "Benar, hari ini sudah banyak terjadi hal yang aneh dan di luar
dugaan. Bertemu dengan Coh Tayhiap adalah salah satunya."
Yu He-cu bertanya lagi: "Apakah Han He dan Han Ku sudah memberitahu Anda?"
"Benar, aku baru mendapat surat dari mereka yang dikirim oleh
merpati pos, mereka sendiri sedang turun gunung"
Kata Yu He-cu: "Aku dengar katanya Guru Thian Koan sudah meninggal, apakah
itu benar" Maaf, tidak seharusnya aku bertanya dulu."
'Tidak apa-apa." Kata Thian-ki
"Belum lama aku pamitan dengan ketua, malah menjadi
perpisahan untuk selama-lamanya, mengapa bisa terjadi hal ini?"
Jawab Thian Ki: "Kakak dan para Cianpwee Hoa-san sedang mencari tahu
mengenai kematian ketua, aku tidak bisa sembarangan memberi
tahu dan menebak-nebak"
'Tidak boleh sembaragan menebak' seperti mengatakan pada
dirinya sendiri juga kepada Yu He-cu dan ini membuat Yu He-cu
menjadi marah, dalam hati dia berpikir, "Thian Ji adalah orang yang paling sabar dalam Hoa-san Pai, dia tidak suka membuat orang
menjadi marah, mengapa hari ini dia begitu lain" Apakah dia curiga
bahwa aku mempunyai hubungan dengan kematian ketua Hoa-san"'
Kata Thian Hian tosu, "Kakak Yu He-cu bukan orang lain, kita tidak perlu menutupnutupi, menurut Suheng Thian Wu, ketua kami mati karena
dibunuh. Tapi dia terluka karena luka apa" Pembunuhnya berasal
dari mana" Semuanya belum di ketahui, kami meminta bantuan
kepada perkumpulan kakak dan mencari pembunuhnya"
Kata-kata Thian Hian sangat jujur dan benar, malah membuat
Thian Ki menjadi marah karena dia mengira Thian Hian berniat
memojokkannya. Thian Ki sangat iri juga menyesal, segera dia berkata,
"Benar, aku bilang kemarian ketua belum jelas, ilmu sukuku pun
kurang tinggi, pergaulan Yu He-cu lebih luas, kami membutuhkan
bantuanmu." Kata Yu He-cu, "Kakak tidak perlu merasa sungkan, sudah 10 tahun lebih aku
tidak pernah meninggalkan Gunung Bu-tong. Kali ini aku kembali
lagi ke dunia persilatan, banyak nama yang belum pernah kudengar,
sepertinya aku juga tidak dapat membantu, tapi Hoa-san-pai dan
Bu-tonhai adalah perkumpulan yang sudah bersahabat sekian lama,
perkumpulan kalian mengalami musibah, aku pun tidak dapat
berpangku tangan begitu saja."
Yu He-cu dan Coh Thian-su ditemani oleh 2 orang Cianpwee Hoasan-pai masuk ke dalam kuil Sang-ceng Di dalam sudah penuh
dengan orang-orang. Thian Bu Tosu mengucapkan beberapa kata sambutan untuk
menyambut Coh Thian-su, kata-katanya sopan selain itu juga sangat
jujur. Yu He-cu melihat begitu banyak orang dia menjadi sulit bicara,
dia berkata, "Apakah aku bisa memberi penghormatan terakhir kepada
almarhum?" Kata Thian Wu, "Harap tunggu sebentar lagi, murid-murid yang berada di luar
sedang mencari pembunuhnya kalau semua sudah pulang dengan
laporan tidak ada orang yang bisa dicurigai."
Thian Bu tosu menarik nafas dan berkata,
"Panjahat itu lebih pintar dari kami, biarpun menyuruh muridmurid untuk menangkapnya itu pun rasanya sulit, perintahkan saja
mereka supaya tidak usah melapor lagi."
Kemudian dia berkata lagi kepada murid-murid Hoa-san,
"Ketua kami dibunuh, dendam ini harus dibalas, tapi kalian
jangan bocorkan peristiwa ini dulu. Pertama, karena hal ini sangat
memalukan. Kedua, kita tidak boleh memberi kesempatan kepada
musuh, lebih baik membiarkan dia mengira bahwa kita belum tahu
bahwa ketua sudah meninggal."
"Apakah guru sudah tahu siapa pelakunya?" tanya Yu he-cu.
Jawab Thian Bu, Mereka sedang mencari pembunuhnya, ini adalah rahasia besar,
murid mereka sendiri pun tidak boleh mendengar rahasia mereka,
walaupun mereka tidak mencurigai bahwa aku bisa membocorkan
rahasia mereka, tapi aku sendiri harus tahu diri.''
Semua murid-murid Hoa-san sudah dibubarkan, tapi Thian Bu
belum menyuruh orang membawa Coh Thian-su ke kamar, terpaksa
dia masih berdiri. Baru saja dia mau berpamitan, Thian Bu tojin sudah berkata:
"Coh Siauhiap tidak perlu sungkan kepada kami, ada pepatah yang
mengatakan: mengumpulkan pikiran yang luas pasti akan banyak
gunanya. Pendekar muda banyak belajar, ilmu silatnya pun tinggi,
aku harus banyak belajar kepada pendekar muda. Maaf, harap
Siauhiap jangan pergi dulu!"
Kata Coh Thian-su : "Aku adalah orang yang masih banyak belajar, bila Anda mau
belajar kepadaku, aku tidak berani menerimanya."
Kata Thian Bu tojin: "Jangan sungkan-sungkan, walaupun aku dan ayahmu bukan
sahabat karib tapi kami juga saling mengenal, kami saling percaya.
Pendekar muda, kau mewakili ayahmu menngucapkan bela
sungkawa, bila ayahmu ada di sini, dia pun tidak akan lepas
tangan." Terpaksa Coh Thian-su tinggal di sana.
"Terima kasih Cianpwee begitu mempercayaiku, tapi ada 1 hal
yang ingin kukatakan," kata Coh Thian-su.
"Silahkan bicara, Siauhiap!"
"Murid-murid Hoa-san tidak menganggapku sebagai musuh, tapi
ada orang yang patut dicurigai, tapi karena kesalahanku maka dia
terlepas." "Biar aku saja yang bercerita...." Kata Yu He-cu.
Dia baru akan bercerita, tiba-tiba Thian Bu tojin sudah bicara
lagi, "Aku sudah tahu, kau sudah bertemu dengan kekasih Kie Lekbeng, tapi karena Siauhiap tidak tahu identitasnya, kami tidak
menyalahkanmu." "Sewaktu aku mendengar bunyi lonceng, aku sudah berada di
tengah gunung, menghitung perkiraan waktu saat aku berpisah
dengan Thian Koan hanya ada dua jam. Mengapa dia bisa dibunuh"
Dan mengapa kalian bisa tahu?" tanya Yu He-cu.
Kata Thian Bu: "Waktu kau pergi, kami masih sempat bertemu dengan beliau.
Waktu itu ketua kami masih berunding mengenai masalah-masalah
yang menggegerkan dunia persilatan "
Tanya Yu He-cu: "Apakah mengenai Hui-thian yang membuat keributan di Lokyang" Dan masalah Hui-thian dengan Tuan Kiam-ta dan Hie Tionggwee yang menjadi musuhnya?"
"Apakah mengenai Hui-thian yang membuat keributan di Lokyang" Dan masalah Hui-thian dengan Tuan Kiam-ta dan Hie Tionggwee yang menjadi musuhnya?"
"Benar, Tuan Kiam-ta, Hie Tiong-gwee dan Tong Hwie-yan
menyebarkan undangan kepada para pendekar, apakah kalian
sudah menerimanya?" "Aku sudah menerimanya, tapi kami tidak ingin masuk ke dalam
pergulatan ini. Bagaimana dengan kalian?"
"Kami pun demikian, tapi ketua mempunyai kesulitan."
"Kesulitan apa?" Tanya Yu He-cu.
"Orang persilatan sudah tahu bahwa Hui-thian adalah cucu murid
kesayangan dari Kie Yan-gan, ketua dengan Kie Yan-gan adalah
teman baik. Ini sudah banyak orang yang tahu"
"Apakah Thian Koan Toako takut orang akan mengatakan hal
yang macam-macam?" Tanya Yu He-cu.
Kata Thian Bu: "Benar, bila kami tidak menanggapi undangan itu pasti orang
akan mengatakan hal yang macam-macam, karena Kie Yan-gan
adalah teman ketua jadi kalian tidak mau merusak persahabatan
atau kalian takut kepada Kie Yan-gan, atau takut kepada cucu
muridnya, pasti itu yang mereka katakan."
Kata Yu He-cu: "Jadi kalian memutuskan untuk ikut ambil bagian?"
"Hingga kau bertemu dengan Thian Koan Toako, kami belum
mengambil keputusan."
"Pantas ketika aku mengatakan masalah keluarga Kie dia selalu
menghindar, dia berteman lebih akrab dengan Tuan Kiam-ta
daripada denganku. Tuan Kiam-ta meminta bantuannya, dia pun
tidak bisa mengambil keputusan." Kata Yu He-cu.
Kata Yu He-cu: "Dalam perundingan terakhir, apakah sudah ada keputusan?"
"Kali ini bukan berunding, tapi kakak memberitahu kepada kami
suatu hal, hal ini belum pernah terpikir oleh kami, dari hal itulah
membuat kami bisa mengambil keputusan."
"Hal ini pasti ada hubungannya dengan undangan untuk para
pendekar bukan?" Kata Yu He-cu.
Thian Bu mengangguk dan berkata:
"Begitu kau pergi, dia menerima sepucuk surat dari Tuan Kiam-ta
surat itu dititipkan kepada perkumpulan pengemis."
"Apa isi surat itu?" tanya Yu He-cu.
Thian Bu menyerahkan surat itu kepada Yu He-cu dan berkata."
"Silahkan toako lihat sendiri, apakah itu adalah tulisan Tuan
Kiam-ta?" Surat itu isinya sangat sederhana, yaitu mengenai perselisihan
antara Tuan Kiam-ta dan Hui-thian, dan dia meminta agar Hoa-sanpai "Ini benar-benar sangat aneh, surat ini benar-benar ditulis oleh
Tuan Kiam-ta, kata-kata yang berada dalam surat itu sangat
berbeda isinya dengan undangan para pendekar, mengapa dia bisa
berubah pikiran" Apakah ide ini juga merupakan pikiran Hie Tionggwee dan Tong Hwie-yan?"
"Di mana pengemis yang mengantar surat ini?" Tanya Coh Thian-su.
"Mereka memakai merpati untuk mengantar surat-surat itu,
burung merpati perkumpulan pengemis bisa terbang jarak jauh dan
di tiap kota mereka mempunyai cabangnya." Kata Thian Bu.
"Apakah kau curiga bahwa surat itu palsu?" Tanya Yu He-cu.
"Aku percaya Cianpwee bisa meyakinkan bahwa tulisan di dalam
surat itu memang ditulis oleh Tuan Kiam-ta, tapi kata-kata Tuan
Kiam-ta pada surat awal dan surat terakhir tidak sama, ini
membuatku agak curiga."
Tanya Yu He-cu: "Karena itu kau mengira saat Tuan Kiam-ta mengirim surat ini,
berarti dia mempunyai pesan yang lain?"
"Benar, tapi mereka mengirim surat dengan merpati pos.
walaupun ada maksud lain, kita pun tidak tahu." Jawab Coh Thiansu. Setelah lama dia baru berkata lagi,
"Menurut kebiasaan yang ada, bila ada hal yang begitu penting,
dia harus menitipkan kepada muridnya yang bisa dipercaya untuk
menyampaikannya." Kata Yu He-cu: "Kalau begitu, kau curiga bahwa yang menyebarkan undangan
untuk para pendekar adalah palsu?"
"Benar, aku mempunyai pikiran seperti itu, surat itu memang
ditulis oleh Tuan Kiam-ta dan undangan itu adalah palsu."
Kata Thian Ki tojin: "Apakah dia bukan tiba-tiba berubah pikiran?"
"Hal ini sangat penting dan bukan main-main, bila tiba-tiba
berubah pikiran, orang seperti Tuan Kiam-ta pasti akan langsung
menjelaskannya " Kata Yu He-cu. "Bila ada yang memalsukan namanya, mengapa Tuan Kiam-ta
tidak membuka kedoknya" Dalam surat itu dia pun menjelaskan
bahwa dia dan Hui-thian mempunyai perselisihan, harus dia sendiri
yang bisa membereskannya, dan dia juga tidak membantah bahwa
surat untuk para pendekar itu dia sendiri yang menyebarkannya!"
"Kata-kata Anda benar guru. Karena itu aku merasa seperti
masuk ke dalam kabut yang tebal!" Kata Coh Thian-su.
"Semua pun tidak dapat menebak, lebih baik kita dengar cerita
dari Thian Bu Toako, tadi Toako bilang bahwa ketua kalian pada
saat mengeluarkan surat Tuan Kiam-ta, kalian sudah mengambil
keputusan yaitu....."
"Semua pun tidak dapat menebak, lebih baik kita dengar cerita
dari Thian Bu Toako, tadi Toako bilang bahwa ketua kalian pada
saat mengeluarkan surat Tuan Kiam-ta, kalian sudah mengambil
keputusan yaitu tidak akan ikut campur tangan dalam masalah Huithian dan Tuan Kiam-ta, apakah benar?" kata Yu He-cu.
"Benar!" Jawab Thian Bu
"Lalu bagaimana lagi?"
Wajah Thian Bu berubah kemudian berkata:
"Setelah pertemuan itu dibubarkan, kami keluar dari ruangan itu,
tiba-tiba Thian Koan Toako berteriak 'Kau, kau...!'. Suara Thian
Koan Toako sangat terkejut dan marah. Kami berlari untuk
melihatnya, tapi saat itu juga dia sudah meninggal, siapa
pembunuhnya" Bayangannya pun tidak terlihat!"
Dia melihat Coh Thian-su dan bertanya:
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Katanya kemarin kau bertamu ke rumah Kie Yan-gan, apakah
Kie Yan-gan ada di rumah?"
Yu He-cu tampak terkejut dan bertanya: "Apakah kau mencurigai
Kie Yan-gan?" Kata Thian Bu: "Kie Yan-gan adalah pesilat nomor satu di dunia persilatan, dia
tidak akan menggunakan cara seperti itu untuk membunuh orang
lain. Sebenarnya aku tidak mencurigai dia tapi kecuali dia, siapa
yang bisa membunuh dalam waktu yang begitu singkat dapat
membunuh kakakku" Apakah aku harus mencurigai Ketua Siauw-lim
atau Ketua Bu-tong" "Kita semua bukan orang luar, aku harus jujur, apakah Ketua
Siauw-lim mempunyai ilmu silat yang begitu tinggi" Tapi Ketua Butong tidak mempunyai ilmu sehebat itu." Kata Yu He-cu.
"Yang pasti juga bukan Kie Cianpwee." Kata Coh Thian-su.
"Coh Siauhiap, mengapa kau bisa yakin?" Tanya Thian Ki.
"Kie Cianpwee tidak pernah keluar dari rumah, paling sedikit
waktu aku pergi dari rumahnya, beliau masih ada di sana, dan aku
datang ke sini menunggang kuda. Walaupun bukan kuda yang
terbaik, orang yang bisa meringankan tubuh mungkin bisa lebih
cepat dari kudaku, tapi dari Gunung Ong-bu hingga Hoa-san paling
sedikit jaraknya 700-800 li, aku tidak percaya dengan jarak yang
begitu jauh, ada orang yang bisa lari lebih cepat dari kudaku."
"Daripada kita hanya menebak-nebak, lebih baik kita beri
penghormatan terakhir kepada almarhum." Kata Yu He-cu.
"Baiklah Coh Tayhiap, kau pun ikut bersama kami untuk melihatlihat" Kata Thian Bu.
Mereka memasuki ruang rahasia, posisi Thian Koan masih seperti
ketika dia diburuh, posisinya berbaring di tempat tidur. Wajah orang
yang sudah meninggal, menampakkan ekspresi yang aneh. Ada
ekspresi marah, terkejut, semua bercampur menjadi satu. Walaupun
sudah kaku tapi dari wajahnya terlihat kegetiran hatinya.
"Kelihatannya si pembunuh ini adalah orang yang dikenal oleh
Thian Koan Toako." Kata Yu He-cu.
Thian Bu mengangguk dan berkata,
"Bisa jadi dia itu sahabatnya, bila tidak wajahnya tidak akan
begitu menunjukan roman terkejut" Kata Giauw Rwang suthay:
"Aku juga berpikir seperti ini, karena pembunuhnya adalah orang
yang dikenal, maka Toako tidak menyangka dan dia tidak waspada,
bila tidak ketua masih bisa menahan serangan, sekalipun dia adalah
Kie Yan-gan, juga tidak akan bisa langsung membunuhnya."
Kata Thian Bu: "Aku masih curiga orang itu adalah orang yang dikenal oleh
Toako, dan kamipun kenal dengannya, tapi aku tidak tahu silat si
pembunuh ini berasal dari mana" Apakah Kakak Yu He-cu bisa
melihatnya?" Coh Thian-su dan Yu He-cu melihat dengan teliti, pakaian bagian
dada Thian Koan sudah robek, tapi tubuhnya tidak terluka, yang
lebih aneh lagi kepalanya melengkung masuk ke dalam, seperti
dipukul oleh benda berat, tapi bila dipukul oleh benda berat
seharusnya luka itu membengkak. Bila dibunuh oleh tenaga telapak
tangan agaknya mustahil membunuh pesilat tangguh seperti Thian
Koan mati dan kepalanya tidak hancur, tapi setidaknya juga harus
meninggalkan luka, tiba-tiba Coh Thian-su teringat pada satu hal
segera dia menjadi curiga tapi wajah Yu He-cu masih terlihat seperti
kebingungan. "Sepertinya si pembunuh ini merobek baju ketua untuk mencari
surat itu, untung surat itu tidak ada di tangannya" Kata Thian Bu.
Kata Yu He-cu: "Mengapakakakmutidakmenyimpansendirimalah
memberikannya padamu, apakah dia tahu akan terjadi sesuatu?"
"Bukan memberikannya kepadaku, tapi kepada Thian Ki." Thian
Ki juga berkata: "Surat itu juga bukan diberikan kepadaku, karena waktu itu aku
akan menyuruh Thian Hian keluar lebih awal dari bertapanya, ketua
menyuruhku memberinya kepada Thian Hian, karena hanya dia
satu-satunya orang yang ada di perkumpulan kami yang tahu tulisan
Tuan Kiam-ta dan Kie Cianpwee. Yang ditakutkan oleh ketua adalah
adanya pemalsuan tulisan Kie Yan-gan kepada Tuan Kiam-ta!"
Kata Thian Hian: "Tapi itu benar-benar tulisan Tuan Kiam-ta!" Kata Giauw Kwang suthay:
"Lebih baik kita menyelidiki ilmu silat si pembunuh itu, apakah
Kakak Yu He-cu sudah melihatnya?" Kata Yu He-cu:
"Tenaga telapak tangan yang sangat kuat dan lembut yang
digabungkan. Tenaga ini disebut ilmu telapak tangan Kim-kong dan
ilmu Bian-ciang yang dipadukan."
"Tenaga telapak tangan yang sangat kuat dan lembut yang
digabungkan. Tenaga ini disebut ilmu telapak tangan Kim-kong dan
ilmu Bian-ciang yang dipadukan."
Kata Coh Thian-su secara tiba-tiba:
"Itu bukan telapak tangan Kim-kong tapi itu adalah ilmu Ta-sikpek-jiu dengan Bian-ciang yang dikombinasikan menjadi satu."
Kata Thian Bu Tosu: "Kau benar-benar jeli Coh Tayhiap, aku juga mencurigainya
seperti itu. Ta-sik-pek-jiu sangat keras, sedangkan Bian-ciang
sangat lembut, bila kedua ilmu ini dijadikan satu, membunuh orang
tidak akan meninggalkan bekas luka, tapi sekarang aku tidak tahu
siapa yang bisa ilmu silat ini. Apakah Coh Siauhiap bisa memberi
petunjuk?" Jawab Coh Thian-su: "Sebenarnya aku tidak tahu, tapi pernah ada orang yang
memberitahuku, sepertinya yang memiliki ilmu silat semacam ini
hanya Tuan Kiam-ta."
Dia tahu dari Hiat-kun, karena paman dan ibunya dibunuh oleh
ilmu silat ini, Hiat-kun juga pernah menggambarkan keadaan korban
pada saat mati. Begitu Coh Thian-su melihat mayat Thian Koan
Tosu, sudah mengetahui bahwa pembunuhnya adalah orang itu
Nama Tuan Kiam-ta pernah disebut oleh ibu Hiat-kun sebelum
dia meninggal, waktu itu Wie Thian-hoan dan Hiat-kun
mendengarnya malah Wie Thian-hoan sempat mengejar pembunuh
itu, dari belakang orang itu terlihat seperti Tuan Kiam-ta. Terakhir
pada saat Wie Thian-hoan masuk ke tempat kediaman Hie Tionggwee untuk ketiga kalinya, dia bertarung dengan Tuan Kiam-ta
sebanyak 2 kali. Dia pun menggunakan ilmu silat ini untuk melawan
Hui-thian. Walaupun masih menjadi teka teki, tapi dalam hati Hiat-kun
sudah menganggap Tuan Kiam-ta adalah pembunuh ibunya tapi Coh
Thian-su hanya mempercayai setengahnya dia tidak percaya kepada
Wie Thian-hoan. Waktu Coh Thian-su mengatakan bahwa Tuan Kiam-ta adalah
pembunuhnya, Thian Hian Tosu segera mengerutkan dahinya dan
mengatakan, "Pembunuhnya tidak mungkin Tuan Kiam-ta. Dia menitipkan
surat-surat itu kepada merpati pos milik Kai-pang. Walaupun setelah
menitipkan surat dia langsung datang ke sini, tapi tidak akan
secepat burung merpati pos. Walaupun Tuan Kiam-ta adalah orang
ternama, tapi ilmu silatnya masih di bawahku. Aku tidak percaya dia
menyembunyikan silat ini selama puluhan tahun."
Kata Thian Bu Tosu, "Coh Siauhiap, tadi kau yang mengatakan itu, apa alasanmu?"
Jawab-Coh Thian-su, "Aku pernah bertarung dengan Tuan Kiam-ta satu kali, ilmu
silatnya lebih tinggi dariku, tapi juga tidak terlalu jauh, aku tidak...."
Bagaimana bisa menjelaskannya" Karena dia sendiri pun tidak
tahu jawabannya, maka dia hanya bisa berkata 'sepertinya'. Tapi
masih banyak teka teki yang belum terjawab maka dia pun tidak
dapat menjelaskannya. Kata Giauw Kwang suthay: "Siapa temanmu?" tanya Thian Ki tojin.
"Maaf, aku tidak dapat memberitahunya."
Kata Thian Bu tojin: "Mungkin Tuan Kiam-ta tidak mendapat ilmu silat ini tapi leluhur
keiuarga Kiam juga ada yang berlatih ilmu seperti ini, tapi karena
tidakmampumenguasainyamakamerekapuntidak
meneruskannya." Kata Thian Hian tojin, "Toako, yang kau katakan leluhurnya, apakah dia adalah ayah
Tuan Kiam-ta" Aku ingat guru pernah mengatakan bahwa 10 tahun
yang lalu, namun telapak tangan milik ayah Tuan Kam-ta adalah
menempati posisi nomor satu di dunia persilatan." Kata Thian Bu
tojin, "Aku tahu, waktu aku baru masuk ke dunia persilatan, dia masih
hidup, aku pun pernah melihat ilmu silatnya, dia sudah mengusai
Ta-sik-pek-jiu membelah batu dan Bian-ciang yang bisa memukul
batu menjadi bubuk. Tapi ilmu yang dikeluarkan satu-satu, belum
bisa menggabungkan 2 ilmu silat ini. Yang aku maksud leluhurnya
adalah ayah dari kakeknya, dia sudah bisa menyatukan ilmu ini, tapi
dia sendiri belum bisa menguasainya. Nama leluhurnya adalah Kiam
Hin. Katanya bila ilmu silatnya sudah terlatih, sebuah tahu yang
diletakkan di atas papan batu, dan dengan tenaga telapak tangan
memukulnya, tahu itu tidak akan hancur tapi papan batunya yang
terbelah, kemampuan ayah Tuan Kiam-ta masih jauh dengan
kemampuan ayah dari kakeknya, dan ayah kakeknya termasuk
pesilat yang hebat."
Kata Thian Hian: "Kalau begitu yang membunuh ketua kami juga belum terlatih
hingga tingkat tertinggi?"
Kata Thian Bu: "Benar! Tapi orang itu kemampuannya berada di atas Kiam Hin,
kalian tahu bagaimana kemampuan ilmu silat ketua kami, ternyata
sekarang bisa dibunuh oleh penjahat itu, tabuh tidak terluka, ilmu
silat mi seperti membelah tahu tapi yang hancur adalah papan
batunya. Tubuh bagian luar tidak terluka tapi tubuh bagian dalam
sudah hancur oleh tenaga telapak tangan "
Kata Yu He-cu: "Apakah keluarga Kiam tidak ada lagi yang bisa ilmu ini Atau
adakah lagi orang yang bisa menguasai ilmu silat ini?"
Kata Thian Bu: "Pepatah mengatakan: di luar langit masih ada langit, di luar
orang masih ada orang lain. Di dunia persilatan ini masih banyak
tersembunyi naga dan harimau yang belum diketahui."
Kata Giauw Kwang Tokow: "Katanya Tuan Kiam-ta memiliki seorang adik tapi adiknya jarang
berkelana di dunia persilatan."
Kata Thian Ki tosu: "Adik, apakah kau mencurigai Tuan Kiam-ji" Tapi Tuan Kiam-ji
karena salah berlatih ilmu silat dia menjadi lumpuh, karena itulah
dia mengundurkan diri dari dunia persilatan."
Siapakah pembunuh itu" Tetap tidak ada jawaban, terpaksa
Thian Bu mempersilahkan para tamu untuk beristirahat
Malam harinya, Coh Thian-su tidak dapat tidur, ayahnya sudah
menerima undangan untuk para pendekar dan pergi ke ibukota.
Apakah Tuan Kiam-ta itu adalah seorang penjahat" Dia juga tidak
tahu. Tapi sekarang ada orang yang akan membuat susah ayahnya,
dia adalah Kie Lek-beng. Ilmu silat Kie Lek-beng lebih tinggi dari
pembunuh Thian Koan Tosu. Dia ingin segera menolong ayahnya.
Dia memutuskan setelah hari terang dia akan berpamitan.
Sebenarnya Thian Bu Tosu ingin menyuruh murid-muridnya
mengantar Coh Thian-su turun gunung, tapi akhirnya Yu He-cu
sendiri yang mengantarkannya turun gunung.
Kata Coh Thian-su: "Aku sudah tahu jalannya, tidak perlu diantar lagi!" Kata Yu He-cu:
"Aku datang bersama denganmu, walau tidak bisa pulang samasama setidaknya aku harus mengantarkanmu turun gunung, masih
ada yang ingin kukatakan kepadamu."
Ternyata karena kesalahpahaman kemarin, cara berpikir Coh
Thian-su kepada Yu He-cu sudah berubah dan Yu He-cu
menganggap Coh Thian-su sebagai sahabatnya, sekarang mereka
akan berpisah, Coh Thian-su merasa sedih.
Sepanjang jalan Yu He-cu tetap membicarakan 2 topik masalah
ini. Pertama adalah mengenai Kie Lek-beng, masih hidup atau sudah
mati. Kedua, dia menitip salam untuk ayahnya, kemarin masalah ini
sudah dibicarakan, sekarang pendapatnya bertambah lagi, dia
berkata: "Bila Kie Lek-beng masih hidup, hal pertama yang dilakukannya
adalah membunuh 5 Bu-tong Tianglo, yang kedua yang dicari
olehnya adalah ayahmu dan banyak bukti yang mengarah bahwa
Kie Lek-beng masih hidup dan ilmu silatnya bertambah hebat, bukan
aku meremehkan ayahmu. Ayahmu juga tidak akan bisa menahan
serangannya, aku kira ayahmu juga harus bergabung dengan Butong, bila tidak pergilah ke kuil Siauw-lim untuk menghindar."
Coh Thian-su tahu bahwa Kie Lek-beng belum mati, tapi dia
sudah memutuskan. Jadi dia hanya menjawab ya, ya, ya, dan ya.
"Ada apa Toako mencariku?" Tanya Yu He-cu
Thian Ki tertawa dan berkata:
"Bukan aku yang mencarimu tapi Giauw Kwang suthay."
"Setelah aku mengantar tamu, nanti aku baru akan menemuinya.'' Thian Ki tertawa lagi dan berkata:
"Kau harus mengerti sifat Giauw Kwang suthay, kau
menyuruhnya menunggu begitu lama tentu dia akan marah, biar
aku saja yang mengantar tamu turun gunung."
"Baiklah!" Coh Thian-su berkata: "Anda berdua tidak perlu lagi mengantarkanku turun gunung, aku
sudah tahu jalan yang harus ditempuh, biar aku pergi sendiri."
Yu He-cu ingin cepat-cepat bertemu denga Giauw Kwang suthay.
Dan dia berkata: "Baiklah, terpaksa kau sendiri yang turun gunung."
Thian Ki tojin berkata: "Kalau begitu, aku pun tidak akan mengantar."
Coh Thian-su turun gunung sendiri.
Tidak lama kemudian dia sudah tiba di Kian-ti-ciang. Kian-ti-ciang
adalah 2 sisi tebing yang curam dan di tengah-tengahnya terdapat
jalan yang kecil, tapi tidak dapat dikatakan sebagai jalan karena itu
hanya celah batu saja, karena sulitnya medan yang harus ditempuh
maka jalan pun harus memegang rantai besi, tempat itu hanya ada
sedikit cahaya, tidak ada pemandangan yang bagus, dapat
dikatakan seperti terowongan dengan jalan yang miring. Kedua
sisinya adalah dinding batu, hanya bisa dilewati oleh satu orang,
orang harus selangkah demi selangkah memanjat naik hingga ke
puncak, lubang itu panjangnya 6 meter, di pinggirnya terdapat
papan besi. Bila papan besi ini ditutup, akan terputuslah jalan ke
Hoa-san. Jalan itu adalah jalan menuju Hoa-san yang paling dekat.
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Karena Coh Thian-su terburu-buru, tiba-tiba dalam kegelapan
terjadi sesuatu, tidak terduga meluncur keluar beberapa panah,
untung saja dia cepat menghindar. Panah yang pertama hampir
mengenai tubuhnya, kemudian panah kedua dan ketiga mampu
ditangkisnya dengan Poan-koan-pit.
Coh Thian-su berteriak: "Siapa yang berani menyerangku secara curang"!!"
Walaupun dia tidak memegang rantai tapi dia pun tidak dapat
menggunakan ilmu meringankan tubuh karena jalan ku sangat
sempit dan berada di tengah-tengah celah batu. Orang itu
sepertinya sudah mengetahui keadaan di sana, Coh Thian-su hanya
melihat ada bayangan orang yang berkelebat. Yang lebih celaka lagi
belum sampai di ujung jalan itu, tempat itu sudah gelap dan tidak
terlihat apa pun. Ternyata orang itu menutup ujung lubang keluar dengan papan
besi, dengan cara apa pun Coh Thian-su tidak dapat membuka
tutup besi itu. Ternyata orang itu menutup ujung lubang keluar dengan papan
besi, dengan cara apa pun Coh Thian-su tidak dapat membuka
tutup besi itu. Tiba-tiba Coh Thian-su mencium bau yang sangat harum dan
manis. Setelah Coh Thian-su mencium harum ini, dia segera
menguap dan merasa sangat mengantuk.
Coh Thian-su sering berkelana di dunia persilatan, walaupun
pengalamannya belum begitu banyak, tapi sekarang dia langsung
tahu bahwa wewangian ini mengandung racun. Racun ini datang
dari sela-sela batu. Bila dia pingsan maka dia akan seperti kura-kura
dalam gentong, tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga, dia akan
mati karena asap beracun itu.
Dia segera menahan nafas, mundur selangkah demi selangkah,
sebenarnya dia ingin cepat keluar melalui lubang lain.
Karena jalan itu bukan jalan yang rata ditambah lagi dia sudah
menghisap sedikit asap beracun, bila memakai ilmu meringankan
tubuh, racun akan dengan cepat menyebar, bila ingin kembali ke
jalan asal juga sulit karena keadaan sudah sangat gelap.
Dia mengira-ngira bahwa dia sekarang berada di tengah-tengah
Kian-ti-ciang. Di dalam Kian-ti-ciang sangat gelap, kelihatannya jalan keluar sudah ditutup oleh papan besi itu. Coh Thian-su tidak ingin
menghabiskan tenaga, dia duduk bersila di bawah, entah bisa
bertahan berapa lama dia juga tidak tahu. Dia hanya berharap ada
orang lain yang tahu dia berada di sana.
Bau harum terus keluar dari sela-sela batu, Coh Thian-su merasa
dia makin tidak sadar. Sepertinya sudah begitu lama berlalu dia baru sadar dan dia
merasa sedang dipeluk oleh seseorang, tubuh orang itu sangat
lembut seperti tubuh seorang perempuan.
"Apakah aku sedang bermimpi?" Coh Thian-su masih merasa
terkejut, tiba-tiba dia merasa ada yang menekan bibirnya dengan
bibir orang itu, dan memberi nafas buatan, sekarang dia sudah
sadar, dan dia merasa orang itu adalah perempuan.
Coh Thian-su terkejut dan mendorongnya, tapi tenaganya belum
pulih, sebenarnya dia tidak mampu mendorong perempuan itu. Tapi
karena ada reaksinya perempuan itu juga lebih terkejut dari Coh
Thian-su maka dia melepaskan Coh Thian-su.
Coh Thian-su berteriak: "Siapa kau" Kau sedang apa?"
"Coh Siauhiap, kau jangan curiga, aku bukan orang jahat, aku
mau menolongmu, kau sudah menghirup asap beracun itu, obat
penawarku tidak cocok maka terpaksa aku melakukan,
melakukan..." Suara perempuan itu bergetar, dia tidak dapat melihat wajah
perempuan itu dalam kegelapan, tapi dari suaranya terdengar dia
sangat malu. 'Terima kasih kau sudah menolongku, tadi aku belum sadar dan
telah membuatmu marah, maafkan aku."
Kata perempuan itu: "Coh Siauhiap, syukurlah kau sudah sadar, biar aku yang
memapahmu keluar." "Aku bisa keluar dengan menarik rantai ini, Nona tidak perlu
khawatir." Sekarang sudah terlihat ada cahaya yang masuk, dia sudah pulih
seperti sedia kala, dia mulai menarik rantai, selangkah demi
selangkah mulai berjalan. Perempuan itu mengikutinya dari
belakang, walau Coh Thian-su tidak berani membalikkan tubuh
untuk melihat tapi dia tahu perempuan itu dengan teliti sedang
memperhatikannya. "Nona, apakah kau murid Hoa-san " Mengapa kau tahu aku
terkurung di sini" Siapa siluman yang telah meracuniku?" tanya Coh Thian-su
"Aku tidak tahu iblis itu, hati-hati, kita keluar dulu baru bicara lagi..." sekarang Coh Thian-su sudah meloncat keluar dari mulut
terowongan itu. Terlihat sinar matahari yang begitu cerah, Coh Thian-su
menghirup udara yang segar, segera dia merasa tubuhnya penuh
dengan semangat. Dia membalikkan kepala untuk melihat, ternyata
di belakang Coh Thian-su adalah seorang tokow yang cantik,
wajahnya masih kelihatan merah.
Orang itu bukan orang lain, Coh Thian-su pernah melihatnya
kemarin, dia bernama Ceng Loan. Gurunya adalah Giauw Kwang
suthay, satu-satunya Tokow yang berada di Hoa-san Pai.
"Terima kasih kau telah menolongku, maaf bila aku sudah
berbuat tidak sopan." Kata Coh Thian-su.
Wajah Ceng Loan lebih menjadi merah lagi, dia berkata:
"Kau mendapat musibah di Hoa-san, aku wajib menolongmu,
jangan mengatakan apa-apa lagi."
"Benar." Tapi dia tidak mengerti mengapa perempuan itu bisa datang
tepat pada waktunya. Kata Ceng Loan: "Tadi pagi guruku menyuruh mencari Guru Yu He-cu, ternyata
Guru Yu He-cu mengantarkanmu turun gunung. Guruku sifatnya
sangat aneh, aku takut Guru Yu He-cu akan lama mengantarmu,
jadi aku menyusul Guru Yu He-cu agar cepat kembali, kenapa kau
seorang diri, mana Guru Yu He-cu?"
Kata Coh Thian-su: "Dia sudah ikut dengan Guru Thian Ki kembali ke perkumpulan,
apakah kau tidak bertemu dengan mereka?"
Sekarang Ceng Loan terlihat agak tenang dan berkata:
"Bila Guru Yu He-cu sudah kembali itu lebih baik, bila tidak
guruku akan marah, untung juga tidak bertemu dengan mereka di
tengah jalan jadi aku bisa melewati jalan ke Kian-ti-ciang."
Dia berkata lagi: "Setiba di Kian-ti-ciang, melihat mulut terowongan itu ditutup aku merasa aneh, kemudian aku mencium ada bau harum yang keluar
dari sana, aku tahu keadaan sangat berbahaya dan aku membuka
papan besi itu, dan ternyata kau sudah pingsan di sana."
Coh Thian-su sangat berterima kasih dan berkata: "Kau
melakukan hal yang berbahaya, bila iblis itu masih berada di sekitar
sana dan menutup kembali papan itu, kau pun akan terkurung di
dalam" Kata Ceng Loan: "Aku hanya berpikir saat itu aku tidak mempunyai obat penawar,
aku lupa pada keadaan sekelilingku yang berbahaya."
Tiba-tiba mereka mendengar suara Yu He-cu, "Coh Siauhiap,
mengapa kau masih berada di sini?"
Kemudian ada suara perempuan:
"Ceng Loan, mengapa kau bersembunyi di sini" Apa yang sudah
terjadi?" orang itu adalah Giauw Kwang Tokow.
Karena Ceng Loan tidak kembali-kembali maka Giauw Kwang
Tokow dan Guru Yu He-cu menyusul dan mencarinya.
Ternyata Guru Yu He-cu langsung tahu apa yang sudah terjadi
karena wajah Coh Thian-su terlihat sangat pucat, segera dia
berkata: "Cepat kemari! Di mana lukamu?"
"Aku tidak terluka, hanya menghirup asap beracun yang wangi
tapi aku sudah ditolong oleh guru kecil ini."
Terhadap Yu He-cu dia tidak berani bohong juga tidak mau
menjelaskan dengan detil.
Kata Yu He-cu. "Jangan banyak bicara dulu, aku tolong kau dulu!" dia membantu Coh dengan tenaga dalam meluruskan nafasnya, Coh Thian-su
sudah mulai merasa tubuhnya menjadi hangat dan tenaga pun
sudah mulai pulih kembali.
Giauw Kwang Tokow berkata:
"Kau sudah menolong orang jadi aku tidak menyalahkanmu, coba
kau ceritakan, mengapa kau tahu bahwa Coh Siauhiap berada di
dalam sana?" Ceng Loan mulai bercerita kepada gurunya tapi tidak secara
mendetil, tapi wajahnya mulai menjadi merah, Giauw Kwang sudah
bisa menebak apa yang sudah terjadi.
Kata Giauw Kwang Tokow: "Aku akan melihat keadaan Kian-ti-ciang."
"Aneh! Sangat aneh!"
"Apa yang aneh?" tanya Yu He-cu
Kata Giauw Kwang suthay: "Sepertinya asap beracun yang harum itu berasal dari keluarga
Tong!" Kata Yu He-cu: "Keluarga Tong selalu berprinsip, bila kita tidak membuat
masalah dengan mereka, maka mereka tidak akan menyerang
terlebih dahulu kepada kita. Apakah Hoa-san-pai punya bermasalah
dengan mereka?" "Sudah tentu tidak!"
Kata Yu He-cu: "Ini sangat aneh, sepengetahuanku, sudah puluhan tahun
keluarga Tong tidak pernah berkelana di dunia persilatan.
Merekapun tidak akan menggunakan cara keji menyerang orang
lain. Apakah kau tidak salah ?"
Yu He-cu sangat tahu mengenai senjata rahasia dan racun. Dia
baru mengalirkan tenaga dalamnya untuk Coh Thian-su, dia pun
tahu bahwa tenaga dalam Coh Thian-su sudah terkuras dan sudah
terkena Su-kut-san (racun bubuk pelemas tulang). Dia terkejut dan
berkata: "Seharusnya memang bukan orang dari keluarga Tong tapi
setelah melihat semuanya aku jadi bingung."
"Aku juga bingung." Kata Giauw Kwang.
"Bingung mengenai apa?" Tanya Yu He-cu.
Kata Giauw Kwang: "Mengapa orang itu bisa tahu rahasia Kian-ti-ciang" Aku bisa
pastikan ini adalah wewangian dari keluarga Tong, tapi tidak dapat
memastikan bahwa orang itu adalah murid keluarga Tong."
"Senjata rahasia keluarga Tong tidak boleh dipelajari oleh orang
lain." Kata Yu He-cu.
Yu He-cu dan Giauw Kwang sama-sama kebingungan, mereka
tidak dapat menebaknya, tapi Coh Thian-su sudah tahu, dia
mengetahui sebuah kenyataan.
Dia tahu di keluarga Tong pernah ada seorang anak haram, dia
hampir menguasai seluruh ilmu silat Tong, karena istrinya diketahui
berselingkuh, maka anak itu diusir oleh ayahnya dengan cara aneh.
Rahasia ini didengar oleh Coh Thian-su secara diam-diam dari
perbincangan antara Kie Yan-gan dan Ting Po.
Yang membuatnya pingsan bukan Su-kut-san dari keluarga Tong
melainkan keluarga Bok. Tapi dia juga belum yakin apakah keturunan keluarga Bok hanya
ada Kim-ho dan Gin-ho"
Yang paling dia curigai adalah Bok Koan-koan, karena Bok Koankoan pernah diusir oleh Yu He-cu apakah dia masih berani datang
ke sini" Yang dilihat oleh Coh Thian-su hanya bayangan orang itu, walau
tidak jelas tapi sepertinya sosok perempuan.
Ini adalah rahasia keluarga Tong, Kie Yan-gan sudah berpesan
kepada Ting Po agar tidak menyebarkan kepada orang luar karena
itu juga Coh Thian-su tidak berani mengatakannya.
Yu He-cu berkata lagi: "Apakah kau curiga kepada murid-murid Hoa-san sendiri?" Jawab Giauw Kwang:
"Aku tidak berani mengatakannya, tapi ketua kami dibunuh, bila
tidak ada pengkhianat orang luar pun tidak akan semudah itu
beraksi, aku hanya menyimpulkannya sendiri, kalian jangan
menyebarluaskan dulu berita ini."
Tiba-tiba Giauw Kwang Tokow bertanya:
"Ceng Loan, dengan cara apa kau membersihkan racun dari
tubuh CohSiauya?" "Aku memakai obat Kiong-hoa-ih-lu-wan yang guru pernah
berikan." Kata Giauw Kwang: "Racun ini adalah racun dari keluarga Tong obat sepertinya
Kiong-hoa-ih-lu-wan tidak dapat menawarkan racun itu. Dengan
cara apa kau membuat Coh Siauya cepat sadar" Dan dia bisa sendiri
keluar dari Kian-ti-ciang?"
Wajah Ceng Loan menjadi merah dan menjawab: "Mungkin
tenaga dalam Coh Siauya sangat tinggi."
Kata Giauw Kwang: "Tenaga dalam Coh Siauya tinggi atau tidak, aku tidak tahu, Yu
He-cu bagaimana menurutmu?"
Dalam pikiran Yu He-cu berkata, "Menolong orang, mengapa
harus terus menerus menanyakan hal itu kepada muridnya"'
Yu He-cu menjawab". "Mungkin obatmu bisa menawarkan racun, kau sendiri belum
pernah mencobanya, jadi tidak tahu khasiatnya"
"Mungkin aku sendiri sudah linglung" Tiba-tiba dia bertanya
kepada Coh Thian-su: "Siapa lagi anggota keluargamu selain
dirimu?" Coh Thian-su menjadi terpaku dan menjawab: "Ayah, ibu tiriku,
dan seorang adik perempuan."
Kata Giauw Kwang Tokow: "Artinya kau belum punyai istri?"
Wajah Coh Thian-su menjadi merah, tapi dia harus tetap dengan
sopan menjawab: "Aku belum menikah."
"Apakah kau sudah bertunangan?"
"Belum," jawab Coh Thian-su, wajahnya lebih memerah.
Coh Thian-su benar-benar tidak bisa menjawab, dalam pikirannya
ada bayangan Kang Hiat-kun, tapi dia tahu Hiat-kun menyukai Huithian. Dia tidak dapat menganggap Hiat-kun sebagai kekasihnya.
Kata Giauw Kwang, "Ada ya bilang ada, kalau tidak ada ya bilang tidak ada, untuk
apa malu-malu" Cepatlah kaujawab!"
"Tidak ada," terpaksa Coh Thian-su menjawab seperti itu.
Dengan senang Giauw Kwang berkata:
"Baiklah, kalau begitu menikahlah dengan muridku ini!"
Walaupun sejak tadi Coh Thian-su sudah dapat menebak maksud
Giauw Kwang, dia tidak menyangka tokow ini akan begitu terangterangan melamarnya, Coh Thian-su hanya bisa bengong dan
wajahnya memerah. " Mengapa kau diam saja " Apakah kau tidak menyukai muridku
ini?" tanya Giauw Kwang suthay.
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ceng Loan menangis dan berkata: "Guru, jangan berkata seperti
itu!" "Apakah kau tidak menyukai Coh Siauya" Bila sudah dewasa
harus menikah, kalian tidak perlu merasa malu."
Kata Ceng Loan: "Apakah guru sudah lupa, bahwa aku dan guru sama-sama
seorang Tokow?" Kata Giauw Kwang suthay: "Kita tidak sama, kau masih mempunyai ayah, tahun lalu aku
sudah mencarinya dan dia berharap kau bisa pulang untuk
mengurusnya, aku sudah memberitahumu."
Ternyata ayah dan ibu Ceng Loan adalah sahabat Giauw Kwang,
semenjak istrinya meninggal, ayah Ceng Loan meninggalkannya lalu
bergabung dengan para pemberontak untuk menggulingkan
pemerintahan. Sudah lama dia tidak pulang, semua mengira bahwa
ayah Ceng Loan sudah meninggal. Ceng Loan dibawa oleh Giauw
Kwang dan menjadikannya sebagai murid satu-satunya
Ceng Loan terlihat hampir menangis dan berkata: "Aku akan
mengikuti guru, seumur hidup tidak akan masuk ke dunia ramai."
"Menjadi seorang pendeta adalah untuk menenangkan hati, demi
diriku kau tidak mau mengurus ayahmu, kau jangan terlalu banyak
ikut campur, aku tidak mau kau ikuti terus, pulanglah, jadilah orang
biasa dan menikah." Hati Yu He-cu terasa geli dan dia ingin tertawa, 'Mana ada cara
seperti itu melamar orang"'
Dia pun tidak mau Ceng Loan merasa sedih, dia berkata: "Aku
pun setuju bila Ceng Loan menjadi orang biasa tapi tidak perlu
menikah sekarang, itu tidak ada hubungannya!"
Yu He-cu belum habis berkata-kata sudah dimarahi oleh Giauw
Kwang, "Kau tahu apa" Ceng Loan adalah muridku, dia dibesarkan
olehku, apakah kau lebih mengerti dia dibanding diriku" Dia tidak
bicara, tapi aku tahu dia menyukai Coh Siauya!"
Ceng Loan sangat malu, dia menutup wajahnya dan segera
berlari menjauh. Kata Giauw Kwang Tokow: "Lihatlah dia! Aku sudah tahu dia menyukai Coh Siauya,
perempuan biasanya lebih pemalu, jadi aku yang mengambil
keputusan. Kakak Yu He-cu, kau yang menjadi mak comblang dari
pihak laki-laki." Giauw Kwang terus berkata seperti itu seakan-akan Coh Thian-su
sudah setuju, maka dia tidak perlu lagi meminta pendapat Coh
Thian-su. Coh Thian-su hanya terpaku, akhirnya dia bisa bicara:
"Terima kasih atas kebaikan Cianpwee, tapi maaf aku tidak bisa
menuruti kemauan Cianpwee!"
Giauw Kwang Tokow marah dan berkata,
"Apakah muridku tidak sepadan denganmu" Kau tidak menyukai
wajahnya" Atau ilmu silatnya tidak sebanding denganmu?"
"Semuanya bukan!"
"Jadi karena apa?"
Dalam hati Coh Thian-su berpikir, 'di dunia ini ternyata ada juga
orang yang memaksa seperti itu.'
Dia merasa marah sekaligus malu, dia melihat ke arah Yu He-cu,
dia meminta 'bantuan' kepada Yu He-cu.
Yu He-cu tertawa dan berkata:
"Sahabat, memilih menantu tidak perlu terburu-buru, kau harus
tahu bahwa keluarganya adalah keluarga pesilat nomor satu di
Kang-lam " Belum habis kata-katanya, wajah Giauw Kwang sudah berubah,
dia berkata: "Ternyata Coh Siauya tidak suka kepada muridku karena merasa
tidak serasi! Benar, aku memang Tokow yang miskin muridku juga
orang miskin. Baiklah, kami tidak akan mencari posisi dan menjilat
Coh Siauya Silahkan kau pergi!"
Dari tadi memang Coh Thian-su sudah ingin pergi, tapi dia juga
tidak mau Giauw Kwang Tokow salah paham kepadanya, dia
berkata: "Aku bukan orang yang berpandangan sempit, kata-kata tadi
semua diucapkan olehmu bukan olehku." Dari kata-kata Coh Thiansu, dia mulai berlaku tidak sopan kepada Giauw Kwang.
Giauw Kwang Tokow malah terlihat senang, dia berkata:
"Ternyata kau tidak bermaksud seperti itu."
Dia berkata lagi, "Kakak Yu He-cu, kau tidak bisa memakai
hatimu sendiri untuk mengukur dalamnya hati Coh Siauya."
"Lebih baik Coh Siauya sendiri yang menjawab, mau atau tidak
mau, maka urusan pun akan menjadi selesai"
Kata Coh Thian-su: "Aku tetap mempersilakan Guru Yu He-cu yang menolak, karena
dia lebih tahu kesulitanku."
Giauw Kwang menggeleng-gelengkan kepala dan berkata:
"Perempuan dan laki-laki saling menyukai kemudian menikah,
bukankah itu adalah hai yang menyenangkan, mengapa kau malah
merasa susah" Benar-benar merepotkan, kakak Yu He-cu, bila kau
memang tahu, coba katakan kepadaku!"
Jawab Yu He-cu: "Kau bersikap seperti itu, hingga membuatku lupa sudah
mengtakan sampai dimana "
"Kau bilang dia berasal dari keluarga pesilat nomor satu di Kanglam." Kata Yu He-cu: "Benar, maka dia pun harus mendapat restu dari ayah dan
ibunya, biar mereka yang mengambil keputusan."
Kata Giauw Kwang: "Ayahnya adalah teman baikmu, apakah kau tidak bisa
mengambil keputusan" Ibunya adalah ibu tiri, kita tidak perlu
bertanya kepadanya."
Yu He-cu melihat Giauw Kwang yang tidak tahu aturan, dia
tertawa dan berkata: "Teman adalah teman, hal kecil aku bisa membantunya
mengambil keputusan, bila masalah besar, harus ayah dan ibunya
yang mengambil keputusan."
Kata Giauw Kwang: "Aku juga tahu aturan ini, tapi itu hanya untuk kalangan orang
terpelajar, tidak kusangka dalam keluarga pesilat pun harus seperti
itu. Baiklah, aku akan menunggu kau memberitahu kepada ayah
dan ibumu. Ceng Loan pun akan menunggumu!"
Kata Coh Thian-su: "Kali ini aku akan ke ibukota untuk mencari ayahku. Apakah aku
bisa bertemu dengannya, aku pun tidak tahu. Bila kau
menginginkan muridmu menjadi orang biasa, kemudian menikah
kau tidak perlu menungguku. Aku tidak mau menghalangi masa
depan muridmu." Kata Giauw Kwang: "Bila ayahmu sudah meninggalkan ibukota, pasti ada suatu hari
kau bisa bertemu dengannya. Apakah kau takut Hui-thian
membunuh ayahmu" Bila Hui-thian membunuh ayahmu, aku pun
akan menyuruh Ceng Loan menunggumu melewati masa duka
selama 3 tahun." Yu He-cu mengerutkan dahi dan berkata:
"Giauw Kwang, kau jangan mengatakan yang tidak-tidak!"
Giauw Kwang tertawa dan berkata:
"Coh Siauhiap, aku selalu seperti ini, jangan salahkan aku, aku
bukan menyumpahi ayahmu, aku hanya berpikir seperti itu. Aku
berdoa agar ayahmu panjang umur."
Coh Thian-su dibuat tidak berdaya oleh Giauw Kwang, menangis
tidak bisa, tertawa pun tidak bisa, dia berkata,
"Hui-thian memang berilmu tinggi, tapi tidak akan bisa sampai
membunuh ayahku. Bukan ini yang kupikirkan..."
Tanya Giauw Kwang: "Apakah ayahmu seperti orang lain, melihat guru dan murid yang
miskin seperti kami dengan sebelah mata?"
Yu He-cu menahan tawanya dan berkata:
"Bagaimana bila ayahnya dalam waktu dekat ini sudah melamar
orang lain?" Jawab Giauw Kwang: "Kalaubegitu, kau beritahu saja kepada ayahnya agar
membatalkan lamaran itu."
Kata Yu He-cu: "Baiklah, kau masih membutuhkan bantuan apa lagi" Tapi kau
harus membiarkan Coh Thian-su pergi, jangan ganggu dia lagi!"
Giauw Kwang Tokow tahu bicara terus pun percuma, maka dia
membiarkan Coh Thian-su pergi. Coh Thian-su segera pamit
kemudian pergi. Dia seperti melepaskan beban yang beratnya
beribu-ribu kilo di pundaknya.
"Di dunia ini ternyata ada juga orang yang tidah tahu aturan."
Coh Thian-su sudah turun gunung, tapi bila kembali memikirkan
masalah tadi, dia ingin marah sekaligus ingin tertawa.
Walaupun dia marah, tapi dia sangat berterima kasih kepada
Ceng Loan, melihatnya lari karena marah dan malu, Coh Thian-su
pun merasa kasihan kepadanya.
"Dia mau menolongku karena hatinya baik malah disalah sangka
oleh gurunya." Pikir Coh Thian-su.
Apakah benar Ceng Loan menaruh hati kepadanya seperti yang
dikatakan oleh gurunya" Tidak mungkin! Dari kecil Ceng Loan sudah
menjadi Tokow. "Aku bukan laki-laki tampan dan juga bukan pendekar, tidak
mungkin dia jatuh cinta kepadaku, bila aku punya pikiran seperti itu
berarti sudah menghinanya!"
Coh Thian-su sudah menenangkan hatinya kemudian dia
meneruskan langkahnya. Pada hari ketiga dia sudah tiba di Propinsi Ho-pak di kota Lengpau Karena kudanya sudah direbut oleh Gin-ho, Bok Koan-koan, dia
tidak bisa pergi ke ibukota hanya dengan mengandalkan kedua
kakinya, maka dia memutuskan untuk membeli seekor kuda. Dalam
beberapa hari ini tempat-tempat yang dilewati olehnya adalah
tempat yang miskin dan tidak ada pasar yang menjual kuda. Di
perjalanan kadang-kadang dia melihat kuda yang sedang menarik
kererta barang tapi kuda itu pun kurus dan pemiliknya pun beium
tentu mau menjualnya. Alasan kedua, kuda itu tua dan kurus, Coh
Thian-su pun tidak berniat untuk membelinya.
"Hari ini aku sudah tiba di Leng-pau," pikir Coh Thian-su,
"Walaupun Leng-pau bukan tempat kuda yang bagus dan
ternama tapi bila nasibku mujur, mungkin aku bisa mendapat kuda
yang cocok." Di kota itu ada pasar yang menjual kuda, tapi Coh Thian-su tetap
tidak mendapat kuda yang cocok. Dia tahu pasar kuda itu dibuka
pada siang hari, maka dia memutuskan untuk mampir ke rumah
makan dulu untuk makan siang.
Baru saja dia duduk, masuklah seorang tamu perempuan.
Perempuan itu berusia kira-kira 30 tahun, tusuk kondenya
terbuat dari emas, bajunya berwarna merah yang disulam oleh
sutra, matanya terlihat besar. Dandanannya benar-benar berlebihan
dan terlihat sangat genit.
Perempuan yang datang sendiri untuk minum arak itu tidak aneh,
tapi perempuan di kota itu tidak ada yang segenit dia. Ini membuat
heran orang-orang di sana.
Begitu dia masuk ke dalam sudah menarik perhatian para tamu.
Tamu yang sedang minum arak segera menaruh cangkirnya, yang
sedang makan segera menaruh sumpitnya
Coh Thian-su melihatnya setelah melihat Coh Thian-su merasa
terkejut. Tamu itu tidak lain adalah orang yang pernah dia temui di Hoasan, yaitu Bok Koan-koan.
Bok Koan-koan telah merebut kudanya, tapi tadi dia datang tidak
menunggang kuda seperti Coh Thian-su dia pun berjalan kaki ke
kota ini. Dengan suara manja dia berteriak:
"Pelayan, aku pesan setengah kilogram daging dan 1 kilogram
arak, juga dua macam-sayur."
Pesanannya seperti pesanan Coh Thian-su, dia menuruti pesanan
Coh Thian-su dan cara bicaranya pun sama, satu kata pun tidak
tertinggal, terdapat seorang tamu yang masih muda yang tidak
dapat menahan tawanya, tamu yang lebih tua yang berada di
sisinya melarangnya lintiiv tertawa.
Coh Thian-su sekali melihat sudah ingin marah, apalagi sekarang
ini Bok Koan-koan seperti sedang mempermainkannya, Coh Thiansu menjadi gemas. Tapi Coh Thian-su berusaha menahan diri.
Memang benar dia ingin segera membuat perhitungan dengan
Bok Koan-koan, tapi ini adalah rumah makan. Bok Koan-koan sering
menyerang menggunakan racun, bila benar-benar bertarung
dengannya, Coh Thian-su takut akan melukai orang lain. Dia malah
menunduk dan minum arak, tapi Bok Koan-koan terus menatapnya.
Coh Thian-su berlagak tidak tahu kelakuannya, tamu yang muda
itu tidak tahan dan mengejek kepadanya, berkata:
"Hei hidung belang, apakah kau sejak lahir memang sudah
bodoh?" Coh Thian-su berlaku pura-pura bodoh dan bertanya: "Kakak,
apa artinya ini?" Tamu yang muda itu berkata: "Minum arak sendiri, apa
enaknya?" Bok Koan-koan menaruh cangkir araknya dan berdiri kemudian
dia berteriak: "Pelayan, hitung berapa semuanya!" Kata pelayan itu:
"Nona, sayur yang kau pesan belum matang, arak Anda pun
masih ada separuh, duduklah sebentar lagi!"
Kata Bok Koan-koan: "Di sini bau, aku tidak bisa minum lagi, berapa semuanya" Aku
bayar semuanya!" setelah dia membayar dia langsung pergi.
Tamu yang muda itu melihat sosok Bok Koan-koan dari belakang,
dengan tertawa dingin dia berkata:
"Seluruhnya tubuhnya penuh dengan kecabulan masih berpurapura jadi orang baik, masih sempat marah-marah lagi."
Kata tamu yang lebih tua berkata lagi:
"Kau jangan sembarangan bicara! Musibah biasanya datang dari
mulut orang!" Coh Thian-su mengambil keputusan untuk mengikuti Bok Koankoan, dia tidak peduli dengan omongan orang lain, dia ikut berdiri
dan membayar pesanannya kepada pelayan.
Dia melihat Bok Koan-koan sedang berjalan ke depan.
Coh Thian-su ingin mengikuti Bok Koan-koan hingga ke tempat
sepi, baru dia mulai berani bergerak, dia tidak bersuara, hanya
menjaga jarak sepanjang mata masih bisa melihat.
Tidak terasa mereka sudah berjalan sejauh 10 li, mulai memasuki
jalan di pegunungan, jalan sudah sepi.
"Tidak ada orang," pikir Coh Thian-su.
Sekarang Bok Koan-koan berjalan menuju ke tempat yang agak
menurun, dia tidak dapat melihat Bok Koan-koan lagi dan Bok Koankoan pun tidak dapat melihatnya.
Jala Pedang Jaring Sutra Seri Thiansan Kiam Bong Cian Sie Karya Liang Ie Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Coh Thian-su langsung mencarinya, tiba-tiba dia mendengar ada
tawa perempuan dan berkata,
"Aku ada di sini!" itu adalah suara Bok Koan-koan.
Coh Thian-su merasa terkejut dan mulai berjaga-jaga, dia bersiap
akan menyerang, dia mundur beberapa langkah, begitu dia melihat,
Bok Koan-koan yang sudah berada di hadapannya.
Ternyata sewaktu Bok Koan-koan berjalan dijalan yang menurun,
dia langsung bersembunyi di balik batu besar.
Coh Thian-su mengira tadinya dia bisa menyerang Bok Koankoan dengan tiba-tiba, ternyata yang terjadi malah sebaliknya.
Dua bersaudara Bok sangat mahir menggunakan senjata rahasia,
bila Koan-koan tiba-tiba menyerang dengan senjata rahasia Coh
Thian-su pasti tidak akan bisa mengelak.
Anehnya Koan-koan tidak menyerangnya, malah mendekati Coh
Thian-su dan mulai bicara. Yang lebih aneh lagi, Koan-koan
sepertinya tidak kenal dengannya, dia tertawa dan berkata:
"Aku tahu kau pasti akan mengejarku. Hai kau, tadi begitu
berani, mengapa sekarang menjadi takut?"
Jawab Coh Thian-su dengan marah: "Jangan sembarangan
bicara! Aku, aku..."
Bok Koan-koan tertawa dan berkata:
"Kau mau apa" Di rumah makan tadi kau mencuri pandang ke
arahku, aku tahu kau menyukaiku, apakah kau malu sehingga tidak
mengakuinya?" Coh Thian-su berkata: "Siluman tidak tahu malu! Aku ke sini untuk membuat
perhitungan denganmu!"
Wajah Bok Koan-koan langsung berubah, tapi segera dia tertawa
dan berkata. "Mencariku untuk membuat perhitungan" Aku berhutang budi
kepadamu" Atau mempunyai hutang apa kepadamu?"
Coh Thian-su berkata: "Jangan sembarangan bicara! Apakah kau tidak tahu siapa aku
Tujuh Pedang Tiga Ruyung 11 Memanah Burung Rajawali Karya Jin Yong Badai Laut Selatan 20