Ceritasilat Novel Online

Badai Laut Selatan 20

Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo Bagian 20


yang sakti dan berani ini la lu menggunakan keris pusakanya
untuk menggali tanah, kemudian ia menana m keris pusaka
Brojol Luwuk di dalam tanah, di lantai kamar itu. Ditutupinya
kembali lantai itu dengan jerami kering sehingga tidak ta mpak
bekasnya. Namun ia telah terlampau la ma bertahan,
terlampau banyak mengerah kan tenaga sakti sehingga setelah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia selesai menana m ker is pusaka, begitu ia bernapas panjang
dengan lapang, tubuhnya roboh miring di atas lantai dan
tertidurlah Endang Patibroto, tidur yang tidak sewajarnya,
tidur seperti orang pingsan!
0o-dw-o0 Pasukan Jenggala yang dipimpin oleh Endang Patibroto,
yang jumlahnya tiga ribu orang, berhenti di dalam hutan di
mana mengalir sungai yang jernih itu. Para perwira yang tahu
akan kelelahan pasukan, segera memberi komando supaya
beristirahat, apalagi ketika melihat bagian depan pasukan
menjad i kacau dengan teriakan-teriakan dan tertawaan,
seakan-akan ada sesuatu yang menggembirakan mereka.
Ketika lima orang perwira itu
men ghampiri dengan
menunggang kuda, mereka tersenyum lebar dan juga
terheran-heran. kiranya yang membuat anak buah mereka
tadi bersorak-sorak adalah sekumpulan gadis cantik-cantik
yang sedang mandi di sungai itu. Mereka terheran karena
gadis-gadis itu benar-benar cantik jelita, tidak seperti
kebanyakan gadis di dusun. Selain cantik, juga tubuh yang
telanjang bulat itu berkulit kuning dan berbentuk indah.
Lebih hebat lag i, ketika melihat pasukan yang besar
jumlahnya ini, gadis-gadis itu tertawa-tawa genit, kemudian
bangkit berdiri dan berlari-lari kecil dalam keadaan telanjang.
Jumlah mereka banyak, tidak kurang dari tiga puluh orang!
Tentu saja para perajurit Jenggala yang sebagian besar adalah
orang-orang yang sudah biasa mengganggu wanita-wanita
cantik, setelah diberi waktu beristirahat, kini segera melakukan
pengejaran sambil bersorak-sorak.
"Tangkap yang paling cantik untuk perwira-perwira!"
Terdengar teriakan disana-sini dan ributlah keadaan di dalam
hutan itu. Gadis-gadis itu berpencaran ke sana-sini sehingga
ramai pula mereka yang me lakukan pengejaran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
o)O---dw---O(o Jilid 36 ANEHNYA, gadis-gadis itu a mat cepat gerakannya. Gesit
seperti kijang betina muda. Melihat betapa gadis-gadis itu
berpencaran dan menyusup-nyusup ke dalam se mak dikejar
oleh banyak perajurit ini, keadaan di hutan itu tiada ubahnya
dengan sekumpulan pemburu mengejar kijang-kijang muda.
Tak la ma kemudian, kegembiraan para perajurit yang
mengejar gadis-gadis itu berubah menjadi jerit ma ut. Kiranya
hutan itu penuh dengan perajurit-perajurit Nusabarung yang
bersembunyi dan begitu pasukan Jenggala tercerai-berai dan
kacau-balau karena mengejar gadis-gadis cantik, mereka ini
muncul dari te mpat persembunyiannya dan secara tiba-tiba
me lakukan serangan! Bahkan gadis-gadis itu sendiri me mbalik
dan dengan senjata tombak yang digerakkan secara cekatan
sekali mereka ini merobohkan banyak perajurit yang mengejar
mereka. Memang anak murid Bhagawan Kundilomuko adalah
wanita-wanita cantik yang terlatih, me miliki ilmu kepandaian
tinggi seh ingga terjangan mereka yang mengejutkan ini
meroboh kan banyak lawan.
Sisa perajurit yang tadinya tertawa-tawa di pinggir sungai,
kaget mendengar teriakan-teriakan maut teman mereka yang
mengejar. Akan tetapi sebelum mereka se mpat bersiap, hujan
anak panah menyerang mereka dari e mpat penjuru! Makin
panik dan kacau keadaan di situ. Banyak sekali perajurit
Jenggala yang terjungkal dan mati seketika tanpa mereka itu
tahu siapa yang me manah mereka.
Tiba-tiba terdengar sorak-sorai menggegap-gempita dan
dari tempat-tempat tersembunyi itu menerjang keluar ribuan
orang perajurit Nusabarung. Perang campuh terjadi secara
hebat di dalam hutan itu. Akan tetapi karena fihak Jenggala
sudah panik dan kacau-balau, tidak ada yang me mimpin lagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena lima orang perwira itu sudah roboh binasa, mereka
tertekan hebat dan banyak korban roboh di antara mereka.
Akhirnya, hanya beberapa ratus orang perajurit Jenggala yang
berhasil melarikan diri, meninggalkan kawan-kawan yang
tewas atau terluka berat. Mereka lari pulang ke Jenggala
untuk me laporkan malapetaka yang menimpa pasukan mereka
itu. Akan tetapi, apakah yang didapatkan perajurit-perajurit
pelarian itu ketika mereka mundur dan kembali ke Jenggala"
Ternyata pasukan besar dari Nusabarung telah menyerang
Jenggala, menimbulkan malapetaka besar di sepanjang jalan.
Perampokan, pe mbunuhan, perkosaan dan pemba karan
dusun-dusun dilakukan oleh pasukan Nusabarung yang kejam,
bahkan kini pasukan itu sudah mulai menerjang kota raja
sehingga terjadi perang hebat
Sisa perajurit-perajurit yang mengundurkan diri ini cepat
me mbantu pasukan te man ketika me lihat kota raja terancam.
Betapapun juga, pasukan-pasukan Jenggala masih cukup kuat
dan di sana masih terdapat banyak senopati yang pandai
sehingga setelah berperang sampa i sepekan la manya, barisan
musuh dapat dipukul mundur. Namun, mundurnya pasukan
Nusabarung sa mbil
me mbawa banyak sekali barang
rampasan, selain harta benda, juga banyak para wanita
mereka tawan. Sambil kembali ke Nusabarung untuk
menyusun kekuatan baru, mereka me mba kari rumah-rumah di
setiap dusun yang mereka la lui, menyebar maut sehingga
keadaan Jenggala menjadi kacau-balau!
Adipati Jagalmanik menjad i girang sekali dengan hasil
penyerbuan pertama ini. Sang adipati me muji-muji Bhagawan
Kundiiomuko dan Ki Jatoko serta mengirim banyak hadiah ke
Durgaloka. Mereka berdua ini segera berjanji kepada adipati di
Nusabarung untuk me mbantu penyerbuan-penyerbuan
mendatang sa mpai Jenggala takluk di bawah kekuasaan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nusabarung. Di lain fiha k, adipati itupun menjanjikan pang kat
dan ke muliaan.
Biarpun pasu kan Nusabarung dipukul mundur dan dalam
penyerbuan pertama belum berhas il men undukkan Jenggala,
namun penyerbuan itu boleh dibilang berhasil baik. Apalagi di
samping kemenangan dan banyaknya barang rampasan itu,
pasukan Nusabarung ju ga berhasil menumpas sebagian besar
barisan yang dipimpin oleh Endang Patibroto. Tentu saja hal
ini me mbesarkan hati mereka, bahkan para adipati-adipati
kecil yang mendengar akan kemenangan Nusabarung, secara
suka rela lalu menawarkan bantuan untuk bersekutu dengan
harapan kelak akan mendapat bag ian hasilnya.
Bhagawan Kundilomuko girang setengah mati. Se mua
siasat Ki Jatoko yang dijalankan ternyata berhasil dengan
baiknya. Kakek pendeta ini selain kegirangan mendapat pujian
dan hadiah dari Adipati Jagalman ik di Nusabarung, juga ia
girang tekali ketika s iasat Ki Jatoko untuk me mancing dan
menawan Endang Patibroto ternyata berhasil baik. Dan gadis
itu....... ah, seketika lenyaplah kemarahan dari hati kakek ini
ketika ia melihat Endang Patibroto! Gadis yang cantik jelita
seperti bidadari! Gadis yang sakti mandraguna! Gadis seperti
inilah yang patut menjadi isterinya. Patut dipuja-puja di
Durgaloka, disembah-sembah oleh para murid yang juga
menjad i selir-selirnya.
Juga Ki Jatoko menjadi girang sekali. Ia telah dipuji-puji
adipati di Nusabarung. Biarpun kini ia menjad i orang buntung,
namun derajatnya sudah terangkat lagi dan masa depannya
amat luas dan baik. Kini ia men jadi se kutu dan pe mbantu
Adipati Nusabarung di sa mping seorang sakti seperti
Bhagawan Kundilomuko! Endang Patibroto, gadis yang a mat
berbahaya itu, sudah dapat ditawan, dan ia sudah
mendapatkan kembali Ayu Candra! Alangkah baik nasibnya!
Dan kini maklumlah ia bahwa a mat tidak mungkin kalau ia
mengharapkan balas cinta kasih seorang gadis muda belia dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cantik je lita seperti Ayu Candra. Hanya dengan cara yang tidak
wajar saja ia boleh mengharapkan cinta kasih Ayu Candra!
Dengan guna-guna, yaitu Aji Guno-asmoro, akan tetapi
tidak cukup kuat untuk me mpengaruhi seorang gadis yang
berwatak bersih seperti Ayu Candra. Hanya seorang saja di
dunia ini yang dapat me mbantunya. Bhagawan Kundilomuko!
Kakek ini seorang ahli ilmu hita m, ahli sihir, dan ahli ramuramuan beracun yang me mabokkan!
Ketika Ki Jatoko mengajukan per mohonannya kepada ka kek
itu untuk menolongnya "menundukkan" Ayu Candra, kakek itu
tertawa bergelak sambil mengelus-elus jenggotnya yang putih.
"Ha-ha-ha-ha! Anak-mas Jatoko, tentu saja aku akan
meno longmu. Kita sudah menjadi sahabat-sahabat baik, harus
bantu-me mbantu dan tolong-me nolong. Memang sudah
semestinya orang-orang maca m kita ini menggunakan
kekuatan ilmu untuk menundukkan gadis-gadis cantik jelita
yang muda belia. Untuk mendapatkan Endang Patibroto, aku
harus menggunakan ja mpi-ja mpi. Ha-ha-ha! Ka lau tida k, mana
mungkin orang seperti Ayu Candra suka melayani seorang
seperti kau dan si cantik jelita Endang Patibroto mau me layani
seorang kakek maca m aku" Ha-ha-ha!"
Sungguh mengerikan dan berbahaya sekali nasib Ayu
Candra dan Endang Patibroto terjatuh ke tangan dua orang
yang berwatak rendah dan keji ini. Sebelum Endang Patibroto
dan Ayu Candra sadar daripada pengaruh aji penyirepan dan
jampi, mereka berdua dice koki (diberi minum dengan paksa)
jamu yang terdiri dar i ra muan a kar-akar dan daun-daun yang
me mpunyai khasiat penghapus ingatan! Karena Bhagawan
Kundilomuko ma klum akan kesaktian Endang Patibroto, maka
ia bersabar diri dan setiap hari menyuruh ana k muridnya
me mber i minum ja mu yang beracun itu sehingga keadaan
Endang Patibroto dan juga Ayu Candra seperti patung hidup.
Mereka berdua sudah sadar dari tidur, akan tetapi ingatan
mereka tertutup awan tebal. Endang Patibroto duduk seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
arca matanya melamun me mandang jauh sekali. Ia selalu
menurut saja setiap kali seorang pelayan menyuruhnya
minum, makan atau tidur. Kalau mulutnya mengeluarkan
bunyi, yang keluar hanya, "Kubunuh engkau, buntung...!
Kubunuh engkau... "
Keadaan Ayu Candra juga sama dengan keadaan Endang
Patibroto. Hanya bedanya, bisikan-bisikan yang keluar dari
mulutnya hanyalah, "Kakang Joko Wand iro....... kakang Joko
Wandiro... !" Hal ini adalah karena sebelum jatuh pulas,
ingatannya yang terakhir tertuju kepada Joko Wandiro.
Adapun Endang Patibroto sebelum roboh oleh pengaruh
penyirepan, teringat kepada Ki Jatoko, maklum bahwa ia
dijebak dan karenanya ia ingin me mbunuh orang buntung itu.
Ki Jatoko kecewa melihat keadaan Ayu Candra yang seperti
patung hidup itu. Ia bukan men ghendaki gadis itu tak
berdaya, karena kalau hanya demikian yang ia kehendaki,
tanpa bantuan Bhagawan Kundilomuko sekali pun ia sanggup
menggunakan kepandaiannya menggagahi Ayu Candra.
Dengan kepandaiannya ia sanggup membuat gadis itu tidak
berdaya. Maka ia menya mpaikan kekecewaannya kepada
Bhagawan Kundilomuko.
"Ha-ha-ha-ha, anak-mas Jatoko, mengapa begitu tak sabar
dan tergesa-gesa" Tentu saja tidak hanya sampai di sini.
anak-mas. Aku sendiripun tentu saja tak suka dilayani Endang
Patibroto yang seperti mayat hidup. Heh-heh-heh, apakah
anak tidak me lihat bagaimana murid-muridku yang denok ayu
itu me layani aku dengan penyerahan diri sebulatnya dan
disertai kasih sayang mesra?"
"Saya percaya, paman, dan itulah yang saya harapkan dari
Ayu Candra." .
"Tentu, tentu! Akupun menghendaki de mikian dari Endang
Patibroto. Akan tetapi tidak sekarang. Aku me mbuat mereka
kehilangan ingatan agar mereka itu menjad i penurut dan tidak
me mbantah se mua apa yang kita per intahkan. Nanti,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersabarlah. Sepekan lagi bulan purnama akan muncul, di s ini
akan diadakan perayaan pesta pemujaan Sang Hyang Bathari,
Pada ma la m itulah, dengan berkah dan cahaya Sang Hyang
Bathari, kita akan me mber i minum anggur darah kepada
me mpe lai kita mas ing-masing, heh-heh-heh!"
Sepasang mata Ki Jatoko bersinar-sinar penuh nafsu.
"Apakah anggur darah itu, paman" Dan mengapa ada
me mpe lai" Siapa yang akan kawin?"
"Ha-ha-ha, heh-heh, siapa lagi kalau bukan kita" Pengantin
kembar, ha-ha-ha! Engkau dengan Ayu Candra, aku dengan
Endang Patibroto si cant ik man is, si denok montok, s i ayu
kuning, ha-ha-ha"
"Cocok dengan dugaanku dahulu, paman. Bukankah
Endang Patibroto benar-benar cantik seperti dewi kahyangan"
Apakah sekarang paman masih berniat me mbunuhnya?"
"Wah-wah, eman-eman (sayang) kalau dibunuh! Memang
kau benar, anak-mas. Tentang anggur darah itu, ha-ha-ha,
kaulihat sendiri nanti. Kau akan payah menghadapi tantangan
dan ke mesraan Ayu Candra, ha-ha-heh heh-heh!"
Keduanya makan minum dengan ge mbira, dilayani anakanak murid sang bhagawan yang cantik-cantik dan genitgenit. Ki Jatoko merasa tak sabar lagi menanti datangnya
ma la m bulan purnama. Bhagawan Kundilomuko ma klum akan
hal ini, ma ka sebagai pengobat rindu, ia me merintahkan
seorang di antara anak muridnya yang cantik untuk menjadi
kawan Ki Jatoko dan melayani si buntung itu!
Memang, semenjak ja man dahulu kala sampai sekarang
inipun, manusia merupakan mah luk yang paling le mah
menghadap i keliaran nafsu-nafsu mereka sendiri. Setelah
menjad i ha mba nafsu, lenyaplah keagungan seorang manusia


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan ia tidak akan segan-segan untuk melakukan segala
maca m perbuatan rendah. Gila akan kedudukan, akan harta
benda, kemuliaan, nama besar, pemuasan panca indra,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemuasan nafsu berahi, semua itu timbul sebagai akibat
daripada kele mahan menghadap i nafsu pribadi. Sekali menjadi
hamba nafsu, manusia tidak segan-segan me lakukan segala
maca m daya upaya tanpa memperhitungkan lagi ba ik
jahatnya, demi pe muasan nafsunya sendiri yang dipertuan.
Dan inilah jalan menuju ke segala maca m kesengsaraan.
Tuhan pencipta sekalian alam se mesta, telah me mberi
petunjuk dan peringatan me lalui kekuasaan alamNya kepada
manusia. Namun, sekali ma nusia diperha mba nafsu, ia
seakan-akan buta dan tuli. Seorang pendeta ahli tapa seperti
Bhagawan Kundilomuko, setelah menjadi ha mba nafsu,
menjad i seperti buta pula. Rambutnya sudah putih semua, hal
sepele (sederhana) ini saja sudah merupakan nasehat dan
peringatan, bahwa usia tua mendatangkan rambut putih
berarti si manusia supaya me mikirkan ha l yang bersih-bersih
saja seperti warna rambut yang menyelimuti kepalanya!
Namun sayang, setua itu masih saja ia picik dan lemah. Nafsu,
terutama nafsu berahi, me mang seperti anggur yang keras
me mabukkan. Sekali orang mencucupnya, ia akan menghendaki leb ih dan lebih dan lebih, tak kunjung puas.
Karena itu, semenjak dahulu kala sa mpai sekarang inipun,
bahagialah dia yang selalu e ling (ingat) dan waspada. Ingat
kepada Hyang Maha Wisesa dan waspada terhadap dirinya
sendiifl Waspada dalam arti kata awas dan hati-hati meneliti
budi pekerti dan tindak-tanduknya sendiri. Kokoh dan teguh
dalam menghadapi godaan nafsu pribadi seh ingga akhirnya
bukan dia yang diperhamba nafsu, me lainkan nafsu yang
diperha mbanya. Nafsu hanya sekedar alat hidup yang
dipergunakan seperlunya, pada waktu, tempat, dan keadaan
yang tepat sebagai pelengkap hidup.
Mala m bulan purnama yang dinanti nanti itu akhirnya tiba
juga. Semenjak sore hari, pertapaan Durgaloka telah dihias
megah. Daun-daun, kembang-kembang dan janur (pupus
daun kelapa) yang dianyam dan dibentuk beraneka maca m
menghias pertapaan, terutama sekali bangsal besar te mpat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang khusus dibuat sebagai tempat pemujaan Bathari Durgo,
yaitu di bawah pohon waringin, dekat sumber mata air Sungai
Bondoyudo. Tempat pemujaan itu terbuka dan agak tinggi se maca m
panggung, lebih dari dua puluh lima meter lebarnya. Tempat
ini dihias dengan bunga-bunga. Semua anak murid Bhagawan
Kundilomuko sudah siap berkumpul. Lima belas murid pria
menabuh ga me lan, yang lima belas orang lagi me mbawa obor
dan berdiri mengelilingi te mpat pe mujaan itu. Murid
perempuan berjumlah semua seratus dua puluh orang! Kini
sebagian menjaga sekitar pertapaan secara bergilir, sebagian
pula sibuk di dapur, sebagian sibuk me mpersiapkan kebutuhan
upacara pemujaan, dan sebagian pula yang bertugas sebagai
penyanyi dan penari sibuk bersolek. Se mua orang berge mbira
ria. Tentu saja dua orang tidak ta mpak ge mbira. Mereka ini
adalah Ayu Candra dan Endang Patibroto. Dua orang gadis
tawanan ini duduk di atas bangku dalam biliknya, duduk
me la mun seperti patung, dijaga masing-masing oleh lima
orang wanita. Di tengah-tengah pemujaan itu terdapat sebuah patung
Bathari Durgo yang amat indah dan seolah-olah hidup. Patung
itu sebesar manusia, mengenakan pakaian sutera serba indah
dan mahal, bahkan tubuhnya memakai perhiasan-perhiasan
emas permata yang gilang-gemilang.
Ketika bulan purna ma mulai muncul, ga melan ditabuh keras
dan meriah. Suara game lan ini aneh dan tidak sa ma dengan
gamelan biasa, juga lagu dan iramanya liar merangsang.
Gadis-gadis yang duduk bersimpuh d i pinggir te mpat upacara
berlutut menyembah ketika Sang Bhagawan Kundilomuko
muncul bersama Ki Jatoko. Mereka inipun sudah berpakaian
serba indah sehingga Ki Jatoko yang buntung dan berwajah
buruKitu kini kelihatan tidak begitu buruk dan agak gagah.
Dengan lagak yang berwibawa, Bhagawan Kundilomuko
mengangkat tangan kanan ke atas sebagai balasan salam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada murid-muridnya, kemudian ia duduk di atas kursi yang
sudah dihias, di sebelah kanan patung Bathari Durgo. Ki
Jatoko juga dipersilah kan duduk di atas sebuah kursi yang
lebih kecil, agak jauh menghadap pendeta itu dan patung
dewinya. Dilihat dari jauh, seolah-olah Bhagawan Kundilomuko
duduk berdua dengan isterinya, seorang dewi yang berwajah
cantik na mun menyera mkan. Di bawah per ma inan api obor
yang bergerak-gerak, sepasang mata patung itu seperti
me lirik-lirik, bibirnya seperti tersenyum-senyum! Di sebelah
kanan Sang Bhagawan Kundilomuko terdapat sebuah kursi
kosong, demikian pula di sebelah kanan Ki Jatoko terdapat
sebuah kursi kosong.
Tak la ma kemudian, game lan ditabuh lebih la mbat dan
perlahan, kemudian dari da la m pondok keluar lah menuju ke
tempat itu dua orang gadis yang cantik jelita dan berpakaian
sutera putih indah sekali. Mereka itu bukan lain adalah Ayu
Candra dan Endang Patibroto! Mereka masing-masing dituntun
oleh dua orang anak murid sang bhagawan dan kini menaiki
anak tangga ke tempat pemujaan. Pakaian sutera putih yang
me mbungkus tubuh mereka itu a mat tipis dan ha lus sehingga
di bawah sinar bulan purnama dibantu sinar-sinar api obor,
tampaklah tubuh mereka me mbayang, elok mengga irahkan.
Mereka itu berjalan seperti mayat hidup, menurut saja ketika
pelayan-pelayan itu menggandeng mereka dan menyuruh
mereka bersama berlutut dan me nyembah patung Bathari
Durgo. Setelah itu, pelayan-pelayan atau anak murid sang
bhagawan mengundurkan diri.
Ki Jatoko yang sudah diberi tahu jalannya upacara, sebagai
"me mpelai pria" bangkit dari kursinya, mengha mpari Ayu
Candra yang masih berlutut di depan patung itu, menariknya
bangun dan menggandengnya dengan senyum dan pandang
mata mesra, me mbawanya ke tempat duduknya dan
menyuruhnya duduk di atas kursi sebelah kanannya. Juga
Bhagawan Kundilomuko sudah menggandeng tangan Endang
Patibroto dan mendudukkan gadis je lita itu sampingnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Game lan kini berbunyi gencar dan rama i serta meriah
sekali" Beberapa orang gadis yang cantik dan lincah datang
berlari-lari me mbawa buah-buah dan minuman untuk "dua
pasang me mpelai". Karena ingatan mereka kosong akibat
cekokan jampi setiap hari selama dua pekan lebih, Ayu Candra
dan Endang Patibroto tidak dapat mengingat maupun berpikir
apa-apa. Ketika ditawari buah oleh "me mpelai la ki-laki",
mereka mengambil dan makan buah itu secara otomatis.
Mulailah kini dihidangkan tari-tarian oleh belasan orang
gadis yang berpakaian indah beraneka warna. Sebelum
menari, mereka ini berjongkok menye mbah patung Bathary
Durgo, lalu menyebarkan kembang yang sejak tadi dibawa
dengan selendang mereka. Tubuh patung itu penuh bunga,
demikian pula di sekitarnya, di atas lantai penuh bunga.
Patung itu seakan-akan memper lebar senyumnya. Kemudian
gadis-gadis itu menari indah, seperti kupu-kupu beterbangan.
Pakaian mereka dari sutera tipis, berkibar-kibar ketika mereka
bergerak setengah berlari Setelah tari permulaan sebagai
pemuja Sang Bathari ini selesai dan para penari turun kemba li
dari tempat itu, mendadak semua obor yang dipegang oleh
lima belas orang anak murid pr ia dipada mkan. Kini te mpat Itu
hanya diterangi oleh sinar bulan purnama. Langit terangbenderang. Keadaan amat romantis dan indah. Bunyi ga melan
juga berbeda daripada tadi, kini a mat luar biasa ira manya.
Kemudian terdengar nyanyian koor belasan orang gadis,
makin la ma rnakin nyaring mengiringi munculnya serombongan penar i baru yang keluar dari dalam pondok
dekat tempat pe mujaan.
Begitu tiba di tempat pemujaan, gadis-gadis penari yang
jumlahnya tiga puluh orang ini, murid-murid yang tercantik
dari Bhagawan Kundilomuko, dipimpin oleh lima orang
muridnya tersayang, sudah berjalan jongkok lalu berlutut di
depan patung Bathari Durgo. Mula ilah mere ka mengikuti para
penyanyi, menyanyikan lagu puja-puji kepada Sangl Bathari.
Upacara pemujaan dimulailah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bhagawan Kundilomuko bangkit dari kursinya, lalu
mengha mpiri seorang anak murid yang me mbawa bokor e mas
berisiJ air kembang. Dia mbilnya setangkai bunga, dicelup ke
dalam "air suci" ini dan diperc ik-percikkan ke arah patung.
Kemudian ia menuangkan secawan anggur, membawa cawan
itu ke dekat mulut patung sampai mene mpe l bibirnya,
kemudian ia menaru h cawan d i depan patung. Demikian pula
dengan beberapa maca m buah. Inilah upacara "menghidangkan makan minu m" bagi Bathari Durgo yang
hanya boleh dilakukan oleh sang bhagawan yang oleh para
murid didesas-desuskan sebagai "kekasih" Sang Bathari
Durgo! Upacara ini a mat lama. Setelah Bhagawan Kundilomuko
kembali duduk ke kursinya, seorang anak murid perempuan
datang me mbawa sebuah bokor besar sekali. Melihat betapa
gadis itu kuat me mbawa bokor besar yang terisi penuh, dapat
dibayangkan bahwa ia tentulah anak murid sang bhagawan
yang me miliki ilmu kepandaian tinggi dan bertenaga besar.
Bokor itu ditaruh di depan kaki sang bhagawan, kemudian
setelah menyembah, murid itu mengundurkan diri. Sang
bhagawan meno leh ke arah Ki Jatoko dan tersenyum sa mbil
berbisik. "Inilah anggur darah," katanya, menuding ke arah
bokor besar tertutup yang terletak di depan kakinya.
Sementara itu, upacara dilakukan terus sampai lama oleh para
penari yang tiga puluh orang jumlahnya itu. Mereka
bernyanyi-nyanyi puja-puji dan wajah mereka ta mpak berseriseri. Sementara itu, bulan naik makin tinggi dan sinarnyapun
makin terang. Tiba-tiba Bhagawan Kundilomuko bangkit berdiri dan
me mber i isyarat dengan tangan. Para penari itu berhenti
menyanyi, kemudian mulai bangkit dan mengatur te mpat
masing-masing untuk mulai menar i. Gamelanpun merobah
iramanya, kini bernada ge mbira dan lebih merangsang
daripada tadi. Tarianpun dimulailah. Indah se kali tarian ini,
tidak seperti tadi, jauh lebih indah. Lima orang anak murid
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tersayang itu menjad i penari inti, menari di tengah-tengah,
dikelilingi dua puluh lima orang kawannya. Mereka berputarputar, melenggang-lenggok, berlari-lar ian, menggoyanggoyang pundak, perut, dan kibul, menggeleng-geleng kepala,
makin la ma game lan dibunyikan makin meriah, suara penyanyi
makin keras dan gerakan para penari makin penuh gairah.
Melihat gerak tubuh para penari yanj penuh ga irah dan
merangsang nafsu itu Ki Jatoko sudah tak enak d uduknya. Ia
me lirik ke arah Ayu Candra dan kecewalah hatinya. Ayu
Candra tetap saja duduk seperti patung. Lebih mati daripada
patung Bathari Durgo itu.
Agaknya Bhagawan Kundilomuko melihat keadaan Ki Jatoko
yang kecewa ini. Ia bangkit berdiri sa mbil tertawa, me mberi
isyarat dengan kedua tangan diacungkan ke atas. Seketika
para penairi itu berhenti menari dan menjatuhkan diri ber lutut
di atas lantai, terengah-engah dan napas mereka mendengusdengus, muka mere ka penuh keringat. Game lan masih
berbunyi, perlahan dan lambat ira manya. Sambil menoleh ke
arah patung Bathari Durgo, Bhagawan Kundilomuko ber kata,
suaranya nyaring,
"Kini tiba saatnya me muja Sang Hyang Bathari dengan
pengorbanan darah dan daging!"
Terdengarlah sorak-sorai dan tertawa cekikikan di antara
anak-anak murid bhagawan Kundilomuko. Kakek pendeta itu
sendiri la lu me mbuka bokor besar, menga mbil cawan e mas
dan menciduk ke dalam bokor. Tercium bau yang harum
bercampur a mis, dan cawan emas itu penuh dengan benda
cair yang merah seperti darah. Cawan yang penuh "anggur
darah" itu oleh sang pendeta dibawa ke depan patung Bathari
Durgo seperti tadi, iapun mene mpelkan cawan ke bibir patung
itu sampa i la ma, kemudian mulutnya berkema k-ke mik
me mbaca mantera dan akhirnya menaruh cawan e mas itu di
depan kaki patung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah itu, tertawalah Bhagawan Kundilomuko. Ia
menengadah me ma ndang bulan purnama, tertawa-tawa
menyeramkan. Kedua anting-anting di telinganya bergerakgerak. "Marilah, anak-anak ma nis, majulah ke s ini. Dengan
berkah Sang Hyang Bathari, mari kalian minu m anggur darah,
cicipilah kesenangan yang menjadi hakmu sepuas hati. Ha-haha-ha!" Tiga puluh orang penari tadi denganj pandang mata penuh
gairah lalu mengha mpiri sang bhagawan, seorang demi
seorang diberi minum anggur merah itu dari sebuah cawan.
Gerak mereka ketika mengha mpiri, ketika minu m anggur,
ketika menge mbalikan cawan kosong, semua adalah gerak tari
indah yang diiringi ga me lan. Tak la ma kemudian semua murid
yang tiga puluh orang jumlahnya itu sudah minum dan kini
gamelan dibunyikan keras-keras dan liar sekali. Aneh bukan
ma in, para penari itupun menari dengan gerakan liar, penuh
dengus-dengjs nafsu. Tiga puluh orang gadis cantik itu seperti
mabuk, seperti bukan kehendak sendiri dan agaknya roh-roh


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jahat telah menyusupi diri mereka. Wajah mereka yang
diangkat menengadah me mbayangkan nafsu, hidung kembang-ke mpis mendengus-dengus, mulut menyeringai
dalam berahi yang me muncak, gerak tari mereka ma kin
menggila. Tak la ma kemudian, beterbanganlah sutera-sutera
halus yang tadinya membungkus tubuh mereka. Dengan gerak
tari merangsang, mereka menang galkan sutera-sutera halus
itu sambil terus menar i.
Ki Jatoko me mandang dengan mata melotot, seakan-akan
kedua biji matanya ha mpir terloncat keluar dari pe lupuknya.
Selama hidupnya, belum pernah ia menyaksikan pertunjukan
yang begini hebat merangsang. Bhagawan Kundilomuko hanya
tersenyum-senyum
dan tertawa-tawa, mengelus-elus jenggotnya dan melirik ke arah Endang Patibroto yang seperti
keadaan Ayu Candra, duduk tak bergerak seperti arca mati.
Kemudian bhagawan ini bangkit berdiri, menyembah ke arah
patung Bathari Durgo, kemudian iapun menanggalkan pakaian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang me mbungkus patung itu satu de mi satu sehingga tak
la ma kemudian patung itupun telanjang bulat seperti para
penari itu! Terkena bayangan para penari yang bergerak-gerak
di bawah sinar bulan purnama, patung dewi yang telanjang itu
kini agaknya juga ikut bergerak-gerak, ikut berlengganglenggok genit. Ki Jatoko menjadi makin tak sabar. Alangkah akan bahagia
hatinya kalau Ayu Candra bersikap seperti para penari itu,
penuh gairah, penuh semangat, penuh nafsu berahi! Ia
meno leh ke arah Bhagawan Kundilomuko dan ber kata,
suaranya menggigil,
"Paman, mengapa mempelai kita tidak diber i minum anggur
darah?" "Ha-ha-ha, engkau sudah tak sabar sekali, anak-mas
Jatoko! Mempelai kita ini harus dipisahkan dari mereka.
Tunggulah sebentar lagi!"
Kini para penari itu agaknya sudah tak dapat menahan
gelora nafsu mereka. Mereka me nari ma kin liar dan ma kin
mende kati sang bhagawan, bahkan ada yang mendekati Ki
Jatoko. Dengan gerakan-gerakan me mikat mereka seakanakan menggoda dan menarik perhatian dua orang laki-la ki
yang duduk di atas kursi itu. Makin la ma makin mende kati dan
akhirnya di antara mereka ada yang mulai menyentuh dan
mengusap. Agaknya sebentar lagi mereka itu akan nekat
menubruk sang bhagawan dan Ki Jatoko. Si buntung itu sudah
me mandang bingung ke arah sang bhagawan.
Bhagawan Kundilomuko bangkit berdiri dan tertawa lebar
lalu menggerak-gerakkan kedua tangannya mendorong halus
murid-muridnya yang merubung dan hendak mengeroyoknya
dengan belaian-belaian mesra itu. "Ha-ha-ha, anak-anak
man is. Tidak ada waktu bagi aku untuk menyambut pelayanan
kalian. Mala m ini ma la m baik, berkat restu Sang Hyang
Bathari, aku mengizinkan kalian me layani tiga puluh orang
murid-murid pria sebagai wakilku! "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ucapan ini disa mbut sorak-sora i dan suara ga melan
terhenti ketika lima belas orang murid pria bersa ma lima be las
lagi yang tadi me megang obor sudah ber lompatan naik ke
atas tempat pemujaan. Terjadilah adegan-adegan yang
mendirikan bulu ro ma ketika tiga puluh orang penari cantik itu
me milih pasangan mas ing-mas ing, tertawa-tawa, menari-nari
dan menyanyi-nyanyi, bercumbu-rayu tanpa malu-ma lu lagi,
berpeluk cium dan bersendau-gurau, kemudian pasangan
demi pasangan turun dari tempat pe mujaan, menyelinap di
balik pohon-pohon. Hanya suara ketawa genit cekikikan
terdengar dari tempat-tempat terse mbunyi.
Tempat pemujaan menjadi sunyi. Kini tinggal dua pasang
"me mpelai" itu. Bhagawan Kundilomuko lalu mengis i sebuah
cawan dengan "anggur darah", me mberikannya kepada Ki
Jatoko sambil ber kata,
"Anak-mas Jatoko, berilah minum me mpelaimu dan kau
akan mendapatkan seorang isten yang panas dan mencinta,
tiada keduanya di dunia ini, ha-ha-ha!" Ki Jatoko menerima
cawan itu sedangkan Bhagawan Kundilomuko juga mengisi
sebuah cawan kosong dengan anggur itu. Kedua orang itu kini
mengangkat cawan, mendekatkan cawan ke mulut Endang
Patibroto dan Ayu Candra yang sama sekali tidak melawan.
Bibir cawan sudah menyentuh bibir dua orang gadis yang
cantik jelita itu, dan inilah detik yang menentu kan karena
sekali dua orang gadis itu minu m anggur kotor ini, tentu
mereka akan mabuk dan lupa diri pula seperti tiga puluh orang
penari itu! "Takkk! Takkk!"
Dua sinar hita m itu baga ikan kilat menyambar telah
mengenai cawan-cawan berisi anggur darah. Benturan ini
hebat dan keras sekap seh ingga bauk Ki Jatoko maupun
Bhagawan Kundilomuko tak dapat mempertahankan dan
cawan itu terpental, terlepas dari tangan sehingga isinya
menwa m muka mereka sendiri! Sambil berseru keras mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me loncat mundur dan pada saat i tu terdengar teriakan
menyayat hati dan di sekitar tempat itu telah terjadi
pertandingan yang hebat antara murid-murid Durga loka la kilaki dan wanita yang sebagian besar bertelanjang bulat
me lawan puluhan perajurit wanita perkasa yang dipimpin oleh
lima orang gadis je lita. Mereka ini bukan la in adalah Dewi,
Lasmi, Mini, Sari dan Sundari yang me mimpin kawankawannya menyerbu Durgaloka!
"Sabbe satta avera hontu, sadhu-sadhu-sadhu (Semoga
semua mah luk hidup da mai)" Tiba-tiba terdengar pujian ini
dan muncullah seorang pendeta yang kepalanya gundul
bersama seorang pemuda yang bukan lain adalah Joko
Wandiro. Sedangkan pendeta Buddha itu bukan lain adalah
Sang Wiku Jaladara! Sang wiku ini adalah seorang pendeta
Buddha yang dahulu pernah mengobati Jokowanengpati di
lereng Gunung Lawu akan tetapi kemudian ma lah hendak
dibunuh oleh Jokowanengpati karena sang wiku telah melihat
bahwa dia yang mencuri patung kencana pusaka Matara m.
Bagaimanakah Joko Wandiro bersa ma anak buahnya yang
dipimpin oleh Dewi dapat datang pada saat yang begitu
kebetulan dan tepat" Hal ini adalah jasa para anak buahnya.
Seperti telah dicer itakan di bagian depan, Joko Wandiro
ditolong oleh Dewi dan adik-adiknya ketika ia terluka oleh
jarum beracun Ki Jatoko, kemudian baukan diangkat menjadi
kepala dan junjungan oleh sekalian wanita cantiKitu. Di
Gunung Anjas moro ini pula dia akhirnya berhasil menewaskan
musuh besar gurunya, Dibyo Mamangkoro yang sakti
mandraguna. biarpun dia sendiri me nderita luka-luka dan
kembali ia dirawat penuh kasih sayang oleh Dewi dan ad ikadiknya. Kemudian datanglah berita dari anak buah Dewi tentang
perang antara Jenggala dan Nusabarung. Betapapun juga,
Joko Wandiro tak dapat melupakan Endang Patibroto, dan
Juga Puteri Mayagaluh. Apalagi ketika ia mendengar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penuturan Dewi bahwa Adipati Nusabarung adalah seorang
yang sakti dan kejam, ia lalu mengajak anak buahnya,
sebanyak tiga puluh orang itu, untuk menyelidiki ke Jenggala
dan untuk mencegah hal-ha l yang kurang ba ik, ia mengajari
anak buahnya, kecuali Dewi berlima, untuk menya mar sebagai
pria. Setibanya di Jenggala, dengan kaget Joko Wandiro
mendengar bahwa pasukan yang dipimpin oleh Endang
Patibroto menyerbu ke Nusabarung mengalami kehancuran
sedang Endang Patibroto sendiri tidak ada kabar ceritanya! Ia
menjad i khawatir sekali, apalagi ketika Dewi menge mukakan
pendapatnya bahwa menurut penuturan para perajurit
Jenggala yang tidak tewas, jelas di fihak Nusabarung dibantu
oleh orang-orang pandai yang menggunakan wanita-wanita
cantik untuk me mancing sehingga me ngakibatkan hancurnya
pasukan itu. "Aku pernah mendengar penuturan eyang Dibyo Mamangkoro bahwa di kaki Gunung Bromo, di sumbar mata
air Sungai Bondoyudo, terdapat sebuah pengikut-pengikut
seorang pendeta tua yang me muja Bathari Durgo. Tempat itu
disebut pertapaan Durgaloka. Kata eyang Dibyo Mamangkoro,
pendeta itu sakti dan pandai ilmu hita m, kalau tidak salah,
namanya Bhagawan Kundilomuko. Siapa tahu, dia ini yang
menggerakkan anak buahnya me mbantu Nusabarung sehingga Endang Patibroto yang kaukhawatirkan itu terpedaya
olehnya." Tanpa ragu-ragu lagi Joko Wandiro lalu me mimpin anak
buahnya untuk melakukan pengejaran ke tempat itu. Sehari
sebelum tiba di Durgaloka, ia bertemu dengan Wiku Maladara!
Sang wiku yang ber mata tajam dapat mengenal Joko Wandiro
dan pengikutnya
sebagai orang-orang
yang me miliki kepandaian. Akan tetapi hatinya juga khawatir melihat sekian
banyaknya gadis-gadis cantik yang sebagian besar tidak
terlalu tinggi ilmunya itu melakukan perjalanan yang menuju
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke Durgaloka. Maka ia menyalami dan berkata sungguhsungguh, "Andika sekalian kalau me lakukan perjalanan, hendaknya
berhati-hati dan kalau andika suka mendengarkan nasehat
orang tua, sebaiknya andika menga mbil jalan lain dan jangan
me lanjutkan perjalanan ini."
Joko Wandiro juga dapat menduga bahwa kakek yang
sudah tua akan tetapi berwajah sehat dan bermata lembut ini
tentulah seorang berilmu t inggi, maka cepat ia me mberi
hormat dan berkata,
"Banyak terima kasih atas petunjuk dan nasehat paman.
Akan tetapi maafkan kami orang-orang muda yang kurang
terima dan ingin tahu lebih jelas lagi, yaitu apa sebabnya
paman menganjurkan agar kami menga mbil jalan lain. Adakah
bahaya menghadang di depan?"
Wiku Jaladara menarik napas panjang la lu menjawab, "Di
depan sana terdapat bahaya mengancam," ia menuding ke
depan. "Di sana terdapat orang-orang yang sedang diliputi
kegelapan yang mengeruhkan budi pekerti mereka sehingga
menyelewengkan mereka daripada kebenaran. Menjauhi
kekotoran dan mencegah kekerasan, pergi dengan tenang dan
damai ada lah pekerti orang-orang bijaksana. Orang muda,
harap kauajak rombonganmu ini menga mbil jalan lain."
Joko Wandiro bertukar pandang dengan Dewi. Gadis ini
tersenyum lalu melangkah maj u dan ber kata lantang,
"Eyang, bukankah yang kaumaksudkan itu adalah
pertapaan Durgaloka di mana Bhagawan Kundilomuko t inggal
bersama murid-muridnya?"
Sejenak pendeta tua itu tertegun, memandang taja m
kepada Dewi dan ad ik-adiknya, lalu menge lus jenggotnya dan
menghela napas pula. "Sadhu-sadhu-sadhu. semoga da mai
dan bahagialah diantara semua manusia di per mukaan bumi!
Ah, nini, terutama sekali engkau dan te man-teman mg ini,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seyogyanya jangan melanjutkan perjalanan me lalui pertapaan
Durgaloka. Sungguh baik kalau kalian sudah tahu, dan orang
yang secara sadar menjauhkan diri daripada bencana, adalah
seorang bijaksana."
Joko Wandiro cepat bertanya, "Paman, kalau tidak keliru
penglihatan saya, paman adalah seorang wiku. Sebagai
seorang wiku yang sudah lanjut usia, paman menasehatkan
kami orang-orang muda supaya menjauhi bahaya. Akan tetapi
mengapa pa man sendiri yang sudah tua malah hendak
mene mpuh bahaya itu" Apakah kalau terhadap paman, orangorang Durgaloka tidak akan mengganggu?"
Kakek itu kemba li me ngelus-elus jenggotnya
dan me mandang taja m kepada Joko Wandiro, kemudian ber kata,
"Orang muda, aku yang tua dan bodoh me man g sengaja
hendak mene mui Bhagawan Kundilomuko. Mendengar akan
penyelewengannya, sudah menjadi kewajibanku untuk
berusaha mengingatkannya agar jangan makin berlarut-larut
dan banyak menimbulkan banyak korban."
"Maaf, paman wiku. Kalau begitu, tugas kita ada
persamaannya, yaitu me mbersihkan dunia daripada yang
kotor dan jahat. Hanya bedanya, kalau paman mengusahakan
dengan jalan halus dan menyadarkan mereka dengan petuah,
kami a kan me lenyapkan segala kekotoran itu dengan
me mbas mi mereka kalau perlu!"
"Ahhh... manusia dapat berusaha, hanya Hyang Maha
Agung yang menentukan. Hamba Mu sudah berusaha dan
segalanya terserah.... terserah...!" Pendeta itu tidak bicara
lagi, hanya berjalan dengan kedua tangan dirangkap dan
ditaruh di depan dada, mulutnya berkemak-ke mik me mbaca
mantera dan doa.
Demikianlah maka Joko Wandiro bersa ma anak buahnya
datang ke Durgaloka bersama dengan Wiku Jaladara ini. Dan
atas desakan dan anjuran sang wiku pula maka perjalanan itu
diteruskan biarpun malam sudah tiba. Sang Wiku Jaladara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sudah awas paningal (berpemandangan waspada) ini


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tahu bahwa pada malam bulan purnama itu tentulah terjadi
hal-hal mengerikan dan hebat di Durga loka. Dan untunglah
bahwa Sang Wiku Jaladara mendesak Joko Wandiro
me lanjutkan perjalanan di ma la m itu, karena terlambat
sebentar saja, keadaan Ayu Candra dan Endang Patibroto tak
mungkin dapat tertolong lagi!
Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Joko Wandiro
ketika dala m penyusupannya ke Durgaloka itu ia me lihat. .....
Ayu Candra dan Endang Patibroto yang duduk seperti arca
hidup itu sedang dirangkul oleh Ki Jatoko dan Bhagawan
Kundilomuko untuk diberi minum dari sebuah cawan.
Karena dapat menduga bahwa isi cawan itu tentulah benda
yang amat berbahaya, maka ia cepat bertindak. Kemarahan
yang me mbakar hatinya jauh melampauhi kekagetannya,
maka begitu kedua tangannya bergerak, dua buah batu kerikil
terbang dan berhasii me mukul jatuh cawan berisi anggur
darah yang menger ikan itu.
Sementara itu, Dewi dan ad ik-cidiknya serta anak buahnya
sudah pula menyerbu dan mereka ini mendapat sambutan dari
para anak murid Bhagawan Kundilomuko seh ingga terjadilah
perang tanding yang amat seru di sekitar tempat pemujaan
dan taman be lukar sekeliling sumber mata air Sungai
Bondoyudo. Pertandingan mati-matian yang hanya diterangi
sinar bulan purnama.
Bhagawan Kundilomuko dan Ki Jatoko sudah menerjang
dengan berbareng, menyerang Joko Wand iro. Ki Jatoko
maklum bahwa pe muda ini sakti luar biasa, akan tetapi karena
di situ terdapat Bhagawan Kundilomuko, ma ka ia tidak takut.
Dengan keris di tangan ia menerjang Joko Wandiro,
sedangkan Bhagawan Kundilomuko juga sudah men ubruk
maju sa mbil men ggerakkan sebatang tongkat yang bentuknya
seperti seekor ular.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat gerakan mere ka berdua itu, Joko Wandiro yang
sudah siap lalu me mapa ki mereka dengan gerak tangan yang
me lancarkan pukulan Bojro Dahono.
"Werrrrr.. desssss.......!!" Ki Jatoko terjungkir-balik oleh
hawa pukulan yang dahsyat itu, bahkan Bhagawan
Kundilomuko juga terkejut karena tubuhnya terhuyung ke
belakang sa mpai dua langkah. Maklumlah sang bhagawan
bahwa pemuda ganteng
yang datang ini me miliki
kesaktian yang hebat, maka
ia cepat berteriak minta
bantuan murid-muridnya,
Memang jumlah ana k
murid Bhagawan Kundilomuko jauh leb ih banyak, ada kurang lebih
seratus onang sedangkan
Joko Wandiro hanya diikuti
oleh Dewi dan adik-ad iknya
dan anak buahnya yang
jumlahnya hanya tiga puluh
orang. Maka kini belasan orang anak murid Bhagawan
Kundilomuko sudah menerjang na ik ke atas tempat pemujaan
untuk mengurung dan men geroyok Joko Wandiro. Yang naik
adalah murid-murid wanita sehingga dalam sekejap mata saja
Joko Wandiro menjad i merah pada m mukanya karena harus
menghadap i pengeroyokan hampir dua puluh orang gadis
yang sebagian besar bertelanjang bulat tidak berpakaian sama
sekali! Ia menjadi muak dan marah, akan tetapi juga bingung
karena wataknya yang baik me mbuat ia tidak tega
menjatuhkan tangan maut kepada wanita-wanita muda itu.
Sang Wiku Jaladara juga sudah naik ke tempat pemujaan.
Ia menghela napas panjang menyaksikan pertempuran yang
tak mungkin dapat dicegah lagi itu, kemudian ia lari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengha mpiri Endang Patibroto dan Ayu Candra. Dipegangnya
kedua tangan gadis ini dan ditariknya mereka itu ke pinggir.
Kemudian ia cepat-cepat menga mbil secepu k obat dari dalam
sakunya dan ditekankan cepuk yang sudah dibukanya itu di
bawah hidung Ayu Candra, kemudian di bawah hidung Endang
Patibroto. Dua orang gadis yang menurut saja seperti arca
hidup itu kini terbangkis-bangkis sampa i beberapa ka li. Mereka
berbangkis terus ketika Wiku Jaladara menaruh kedua tangan
di atas kepala mereka sambil me mbaca mantera dan
mengerahkan kekuatan batinnya untuk me ngusir hawa
beracun dan awan hitam yang menyelimuti kesadaran dan
ingatan kedua orang gadis itu. Kakek ini begitu tekun dalam
usahanya menyadarkan mereka berdua sehingga ia sama
sekali tidak me mperdulikan pertempuran yang ma kin
menghebat di seke lilingnya.
Sang Wiku Jaladara sama sekali tidak tahu betapa
Bhagawan Kundilomuko dan Ki Jatoko mengha mpirinya
dengan mata mendelik saking marahnya. Dua orang ini dapat
menduga apa yang sedang dikerjakan oleh pendeta Buddha
itu, maka tanpa diberi koma ndo lagi keduanya meloncat maju
dengan keris dan tongkat di tangan.
"Cepp! Trakkkk!!" Keris di tangan Ki Jatoko menancap
la mbung, sedangkan tongkat ular di tangan Bhagawan
Kundilomuko menghanta m pelipis kepala sa mpai pecah!
Tanpa mengeluh tub uh Wiku Jaladara menjadi le mas dan
terguling. Dari mulutnya terdengar ucapan lemah, "Se moga
Sang Buddha me mberi penerangan kepada kalian.. !"
Ayu Candra ikut pula terguling dan roboh pingsan. Akan
tetapi tidak de mikian dengan Endang Patibroto. Tentu saja
Endang Patibroto me miliki daya tahan dan kekuatan sakti yang
jauh lebih unggul daripada Ayu Candra, maka usaha sang
wiku tadi sudah berhasil. Begitu ia terlepas daripada
penyelimutan hawa hita m dari ilmu s ihir dan racun, ia
me loncat dan me mbuka mata lebar-lebar. Seketika ingatlah ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan semua pengalamannya, ma ka sambil me ngeluarkan
pekik Sardulo Bairowo, tubuhnya menerjang ke depan. Kaki
kanannya menendang dada Ki Jatoko me mbuat si buntung ini
terguling-guling
jauh sedangkan tangan kirinya mencengkeram ke arah muka Bhagawan Kundilomuko.
Bhagawan itu kaget sekali, cepat membanting tubuh ke
belakang, lalu melarikan diri secepatnya. Juga Ki Jatoko
sudah melarikan diri.
Sejenak Endang Patibroto tertegun, lalu ia menggoyanggoyang kepalanya mengusir sisa kepeningan dan kehampaan.
Ketika ia me mandang sekeliling, ia menjadi terheran-heran
me lihat sekian banyaknya orang bertanding, sebagian besar
wanita. Ia tidak tahu siapa kawan siapa lawan, dan ma kin
heranlah ia ketika melihat Joko Waridiro dikeroyok oleh dua
puluh, lebih gadis-gadis cantik yang telanjang. Mereka itu
mengeroyok sa mbil cekikikan dan merayu-rayu! Muak rasa
perutnya, dan ia segera meloncat dari situ. Satu-satunya yang
ia ketahui benar adalah bahwa Ki Jatoko harus ia bunuh,
karena Ki Datoko inilah yang menyebabkannya. Dan juga
kakek tua bangka yang datang bersama Ki Jatoko itu agaknya
Bhagawan Kundilomuko, maka kakek itupun harus ia bunuh.
Ia dapat menduga! bahwa ia tentu terpedaya oleh kakek itu
dengan ilmu mujijat. Cepat-cepat ia lari mencar i pondok di
mana ia dikera m untuk menga mbil kembali pusa kanya yang ia
sembunyikan. Dengan hati lega dan ge mbira Endang Patibroto
mendapatkan kemba li keris pusakanya, Brojol Luwuk. Ia
merasa bersyukur bahwa sebelum ia pingsan, ia masin ingat
untuk menyembunyikan pusakanya. Kalau tidak, tentu pusaka
itu terjatuh ke tangan musuh dan hal ini a mat berbahaya. Kini
dengan Brojol Luwuk di tangannya, pulih kembali se mua
kekuatan dan kegagahannya, maka ia lalu berlari keluar.
Begitu ia me loncat keluar, tiga orang laki-laki anak murid
Bhagawan Kundilomuko mencegat dan serta- merta men ubruk
hendak menangkapnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ma mpuslah kalian anjing-anjing keparat!" bentak Endang
Patibroto, tangan kirinya mena mpar. Terdengar suara keras
dan tiga orang laki-laki itu roboh dengan kepala pecah terkena
pukulan halilintar tangan kiri Endang Patibroto! Gadis perkasa
ini segera mulai mencari dua ocang yang amat dibencinya di
saat itu. Bhagawan Kundilomuko dan Ki Jatoko!
Dengan sikap beringas penuh amarah bagaikan seekor
singa betina, Endang Patibroto mencari Bhagawan Kundilomuko dan Ki Jatoko. Ia melihat betapa Joko Wandiro
dikeroyok puluhan orang wanita telanjang dan anak murid
Bhagawan Kundilomuko, melihat pula sepasukan wanita
berperang tanding mati-matian me lawan para anak murid
sang bhagawan, namun ia tidak me mperdulikan itu se mua.
Setiap kali ada anak buah Durgaloka menghadap di depannya,
tangan kirinya menampar dan robohlah si penghadang itu
dengan kepala pecah atau dada remuk! Gadis ini sudah marah
sekali sehingga setiap gerakannya mengandung hawa pukulan
yang amat ganas dan keji. Semua rumah dimasu kinya,
diobrak-abrik dalam usahanya mencari Bhagawan Kundilomuko dan Ki Jatoko. Bahkan setiap kali keluar dari
pondok kosong, gadis ini mendorong dan menendang roboh
pondoKitu, kemudian memasuki pondok lain untuk mencari
dua orang yang disangkanya bersembunyi di sebuah di antara
pondok-pondoKitu. Ketika ia me masu ki pondok di mana
selama ini ia ditahan dan di mana ia tadi mendapatkan
kembali pusa kanya, ia melihat pakaiannya bertumpuk di atas
pembaringan. Teringatlah ia bahwa ia masih mengenakan
pakaian sutera putih halus yang amat me malukan itu. Cepatcepat ia berganti pakaian, me makai pakaiannya sendiri.
Kemudian ia melanjutkan usahnya mencari dua orang yang
amat dibencinya itu.
Setelah semua pondoKia robohkan dan belum juga ia
mene mukan dua orang yang dicar inya, Endang Patibroto
menjad i marah sekali. Ia meloncat keluar dan menyambar
seorang anak murid pertapaan yang terdekat. Anak murid itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang wanita dan melihat bahwa ia tidak telanjang, tentu
bukan seorang d i antara tiga puluh orang penari tadi. Wanita
itu berusaha melawan dan menusukkan kerisnya ke arah
Endang Patibroto.
"Takk!"
Wanita itu menjer it dan me mandang dengan muka pucat.
Bukan perut gadis itu yang pecah, melainkan keris di
tangannya yang patah dan tinggal gagangnya saja! Sebelum
hilang kagetnya, tangan kiri Endang Patibroto sudah
mencengkeran pundaknya. Wanita itu menjerit-jerit. Rasa
nyeri yang amat luar biasa mene mbus jantung meresap ke
seluruh tulang sumsum seakan-akan ribuan ekor semut
me masu ki tubuhnya dan menggigitnya dari dalam.
"Aduh, mati aku aduhh ampun....... bunuh saja aku" Wanita
itu bersambat, menggeliat-geliat seperti cacing terkena abu
panas. Namun Endang Patibroto tidak melepaskan cengkeraman pada pundaknya.
"Hayo katakan di mana tempat sembunyi gurumu dan Ki
Jatoko!" Endang Patibroto me mbentak sa mbil me ma ndangi
penuh kebencian.
"Aduhh....... ah, kau....... kau mencari pengantin pr ia......."
Auggghh!!" Wanita itu tak se mpat me lanjutkan kata-katanya
karena sebuah tamparan tangan kiri Endang yang a mat keras
me mbuar rahang bawah mukanya remuk. Ia berkelojotan
sekarat, tak dapat bicara lagi.
Endang Patibroto kini melompat ke depan dan menyambar
seorang anak murid pria, tidak perduli bahwa anak murid ini
masih telanjang dan sedang sibuk mengeroyok Joko Wandiro
di barisan terbelakang. Sekali banting, laki-la ki itu roboh dan
Endang Patibroto menggerakkan tangan kirinya, menangkap
lengan kiri la ki-laki itu dan me milinnya.
"Krekk" Lengan itu patah tulangnya dan laki-Iaki itu
me lolong kesakitan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hayo katakan, ke mana larinya gurumu dan Ki Jatoko?"
"Aku.. aku tidak tahu....... mungkin ....... ke mana lagi kalau
tidak lag i ke hutan Gumuk-mas dekat pantai
?" "Gumuk-mas. Tempat apa itu dan di mana" Jawab cepat!"
Endang Patibroto sudah mencengkeram lengan kanan orang
itu, me mbuat gerakan anca man untuk me matahkan lagi
lengan ini. "Am....... ampun.....Gumuk-mas tempat pertapaan juga
dari sini terus ke selatan....... mungkin dia belum jau h......."
Hanya sampai di situ, anak murid ini dapat bicara karena
tiba-tiba jari tangan kiri Endang Patibroto sudah menyambar
ke lehernya dan terdengar suara tulang patah. Laki-laki itu
tewas di saat itu juga!
Endang Patibroto me le mpar pandang ke sekelilingnya.
Pertandingan masih berlangsung hebat. Joko Wandiro boleh
jadi sakti mandraguna, akan tetapi ia melihat bahwa pemuda
itu terlalu le mah hatinya. Dikeroyok banyak wanita telanjang
itu kelihatan gugup dan agaknya pemuda itu tidak cukup tega
untuk menjatuhkan tangan maut, hanya merobohkan mereka


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanpa melukai berat. Tentu saja hal ini me mbuat para
pengeroyoknya makin ganas dan berani sehingga pertempuran menjadi ma kin la ma. Sementara itu, para wanita
yang merupakan pasukan yang datang bersama Joko Wandiro
juga bertanding ramai sekali melawan anak murid Durga loka.
Harus diakui bahwa anak murid Durga loka rata-rata me miliki
kepandaian yang lu mayan dan karena jumlah mereka jauh
lebih besar, maka para penyerbu menghadap i perlawanan
berat dan banyak di antara para penyerbu roboh pula.
Endang Patibroto tersenyum mengejek ke arah Joko
Wandiro, kemudian seperti seekor burung srikatan saja
gesitnya, ia sudah melompat dari situ, lenyap di antara pohonpohon kemudian lari bagaikan seekor kijang menuju ke arah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selatan, melakukan pengejaran terhadap dua orang yang
me larikan diri itu.
Pemberitahuan anak murid Durgaloka yang bernasib sial itu
tadi me mang tidak bohong. Ketika Dhagawan Kundilomuko
dan Ki Jatoko tahu bahwa gadis sakti itu sudah sadar kemba li
dari pengaruh ja mpi dan guna-guna, mereka menjadi terkejut
dan ketakutan, menggunakan kesempatan selagi gadis itu
belum sadar benar, cepat mereka berdua melarikan diri.
Setelah di situ muncul seorang pe muda sakti seperti Joko
Wandiro, ditambah lag i Endang Patibroto yang sudah sadar,
tentu saja mereka berdua tidak berani me mbahayakan
keselamatan diri untuk melawan pendekar-pendekar muda itu.
Dan satu-satunya tempat yang dianggap paling aman oleh
Dhagawan Kundilomuko adalah hutan Gumuk-mas, te mpat
pertapaannya yang kedua karena tempat ini berada di de kat
pantai dan dekat pula dengan Pulau Darung (Nusabarung).
Semalam suntuk mereka lari dengan kecepatan mereka.
Pada keesokan harinya, setelah matahari terbit, barulah kedua
orang ini tiba di hutan Gumuk-mas. Biarpun Bhagawan
Kundilomuko seorang tua yang sakti, namun oleh karena ia
terlalu suka mengumbar nafsu keadaan tubuhnya kekurangan
daya sakti sehingga dipakai lari se malam s untuk itu ia merasa
lelah dan kehabisan tenaga. Terengah-engah ia lari men ubruk
dan me me luk kaki sebuah arca Sang Bathari Durgo yang
menjad i dewi pujaannya, ke mudian mengeluh,
"Duh Sang Bathari pujaan ha mba! Hamba mohon
perlindungan, Sang Dewi.... i"
Ki Jatoko yang sepagi itu sudah berpeluh seluruh muka dan
lehernya, mengusap peluh sambil me mandang dengan hati
kecut. Kecewa ia me lihat keadaan pendeta itu. Ternyata
biarpun sakti mandraguna, pendeta ini seorang pengecut dan
penakut. Pertapaan dan anak muridnya diserbu musuh, malah
lari seperti seekor anjing digebuk! Dia m-dia m ia merasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kecewa telah bersekutu dengan seorang yang sama sekali tak
dapat diandalkan itu.
"Paman, kenapa kita berhenti di sini" Bukankah lebih ba ik
kita terus saja berlindung di Nusabarung?"
Bhagawan Kundilomuko menggeleng kepala, menar ik
napas panjang. Wajahnya mura m dan ia berduka juga
mengingat anak-anak muridnya yang terkasih itu yang tentu
akan terbasmi oleh dua orang muda sakti bersama
pasukannya. "Tidak, anak-mas, aku tidak akan pergi ke
Nusabarung! Setelah kawan-kawan seperti Cekel Aksomolo
dan yang lain-lain tewas, siapa lagi boleh diandalkan" Tentu
Jenggala akan mengerahkan pasukan besar menyerang
Nusabarung dan kalau kita berada di sana, sama dengan
mencari ma mpus. Tidak, anak-mas, biarpun sudah tua, aku
belum kepingin mati. Aku hendak pergi kepada keponakan ku,
Adipati Bla mbangan."
"Kenapa, paman bhagawan" Kalau kita me mbantunya dan
mengerahkan pasukan me mpertahankan Nusabarung, belum
tentu kalah oleh barisan Jenggala."
"Tida k, kau pergilah ke Nusabarung kalau kaukehendaki,
anak-mas. Aku tetap akan pergi ke Bla mbangan."
Tiba-tiba wajah Ki Jatoko menjadi pucat, matanya
terbelalak. Tanpa mereka ketahui datangnya, tahu-tahu ia
me lihat bayangan....... Endang Patibroto di ba lik sebatang
pohon, di belakang Bhagawan Kundilomuko! Rasa takut yang
hebat menggetarkan jantung Ki Jatoko. Namun tidak
menghilangkan kecerdikannya yang luar biasa. Ia maklum
dalam sedetik itu bahwa jalan satu-satunya
untuk menyelamatkan diri haruslah menga mbil sikap tepat dan
cepat. Ia pura-pura tidak melihat bayangan Endang Patibroto
dan meloncat ke depan Bhagawan Kundilomuko, menudingkan
telunjuknya ke hidung pendeta itu sambil me mbentak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Huh, kau pendeta bajul buntung! Sudah kusangka bahwa
engkau adalah seorang pendeta yang tak patut, siapa kira
kenyataannya lebih buruk lagi. Engkau tidak setia, pengecut
dan pengkhianat! Sungguh aku menyesal sekali telah
mendengar bujukan mu. Dengan baik-baik aku mengajak
Endang Patibroto untuk meru ndingkan perihal perang antara
Jenggala dan Nusabarung, tahu-tahu engkau peranakan akal
keji untuk merobohkannya! Karena aku tidak ingin me lihat dua
orang gadis itu kaubunuh, terpaksa aku me nurut dan......."
''Jatoko! Tutup mulutku yang busuk....! Kau... kau.......!"
Pendeta itu marah sekali sehingga tak dapat melanjutkan
kata-katanya dan langsung saja ia menerjang ke depan dan
menghanta mkan kepalan tangan kanan ke arah dada Ki
Jatoko. Melihat pukulan yang mendatangkan angin dingin itu, Ki
Jatoko cepat mengangkat lengan kanan pula dan menang kis
dari samping. Inilah kesalahannya. Ia tidak tahu bahwa
Biarpun dalam ilmu silat ia belum tentu kalah oleh sang
pendeta, namun dalam hal tenaga mujijat ia kalah a mpuh,
kalah kuat. Pendeta ini seorang ahli ilmu hitam, tenaga sakti di
tubuhnya me mang melemah karena ia ha mburkan untuk
mengumbar nafsu, akan tetapi tenaga yang timbul dar i ilmu
hitam a mat kuat dan hebat.
"Dukkk !!" Hebat pertemuan kedua lengan ini dan Ki Jatoko terkejut
sekali, berseru keras ketika tubuhnya terlempar ke belakang
sampai beberapa meter jauhnya, kemudian ia terbanting
roboh di depan arca Bathari Durgo yang sebesar manusia itu.
Untuk mencegah tubuhnya terhuyung-huyung, Ki Jatoko
me me luk arca itu seh ingga. Kelihatannya ia me meluk dan
mencium tubuh arca yang telanjang! Cepat sekail Ki Jatoko
menjatuhkan diri untuk me ngelak kalau- kalau lawannya
me lanjutkan serangannya dari belakang. Akan tetapi pada
saat itu terdengar bentakan nyaring,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kundilomuko, bersiaplah kau menerima hukuma nku!!"
Ki Jatoko cepat menengok dan me lihat betapa Endang
Patibroto telah menyerang Bhagawan Kundilomuko dengan
garang, ia menonton dengan hati risau dan gelisah sekali.
Memang ia telah dapat menyelamatkan diri dari tangan
Endang Patibroto untuk sementara waktu dengan jalan
"mengadu" gadis sakt i itu melawan Bhagawan Kundilomuko.
Akan tetapi sampa i di mana kah hasil dar ipada akalnya tadi itu"
Keadaannya sekarang masih tidak leb ih ba ik dar ipada tadi.
Sebelum ia menja lankan siasat "me mbalikkan kepala"
menentang Bhagawan Kundilomuko, ancaman mutlak datang
dari Endang Patibroto, akan tetapi ia masih bersahabat
dengan pendeta itu. Kini ia telah merobah keadaannya sendiri.
Ia menjadikan pendeta itu sebagai musuhnya, akan tetapi
mungkin sekali gadis itu dapat ia bujuk kemba li dan sikapnya
tadi mungkin akan berhasil mengurangi kebencian Endang
Patibroto kepadanya.
Kini ia ge lisah send iri. Gadis itu sakti mandraguna,
andaikata ia me mbantu Bhagawan Kundilomuko, belum tentu
dapat menangkan gadis itu. Kalau kini ia me mbantu Endang
Patibroto seperti pernah ia lakukan ketika gadis itu bertanding
me lawan Joko Wandiro, tentu sang bhagawan akan dapat
dirobohkan lebih cepat dan ia
akan me nggunakan kecerdikannya untuk me mbujuk gadis yang masih hijau ini.
Dia m-dia m Ki Jatoko sudah me mpersiapkan jarum racun ular
di tangannya. Pertandingan antara Endang Patibroto dan Bhagawan
Kundilomuko berlangsung seru dan mati-matian. Sang
bhagawan mula- mula menerjang hebat mengerahkan se mua
kepandaian dan mengerahkan tenaga dalamnya, menghujankan pukulan-pukulan tangan miring ke arah tubuh
Endang Patibroto. Namun dengan mudah Endang Patibroto
menge lak dan me nangkis. Melihat rangkaian serangannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gagal sama sekali, sang bhagawan meloncat mundur dan
berkata, "Endang Patibroto, aku masih merasa sayang kepadamu.
Mengapa kau berkeras hendak bertanding me lawanku"
Sayang kalau sampai kau roboh binasa. Sebelum terlambat,
kuperingatkan kau bahwa leb ih baik kita bersahabat. Aku
sayang kepadamu, manis. Engkau akan bahagia hidup
menjad i isteri Bhagawan Kundilomuko, minta apapun akan
terlaksana. "
"Tua bangka jahana m! Sudah mende kati ma mpus mas ih
banyak cakap?" bentak Endang Patibroto gemas.
Bhagawan Kundilomuko tiba-tiba tertawa, tertawa bergelak
sampai suaranya menggetarkan se luruh hutan Ki Jatoko yang
menonton, tiba-tiba merasa perutnya kegelian dan tak dapat
tertahan lagi iapun tertawa-tawa mengikuti suara ketawa sang
bhagawan. Makin la ma makin hebat sampa i Ki Jatoko
terpingkal-pingka l dan bergulingan di atas tanah, di depan
kaki arca Bathari Durgo. Endang Patibroto juga merasa geli
dan ingin sekali tertawa, sukar untuk me mpertahankannya.
Mulutnya sudah bergerak-gerak, bibirnya tersenyum-senyum,
akan tetapi sebagai murid tunggal Dibyo Mamangkoro yang
sakti mandraguna, ia teringat bahwa-ini adalah pengaruh ilmu
hitam yang hebat. M$ka ia segera mengerahkan Aji Sardulo
Birowo (Pekik Harima u) la lu menjerit atau mengau m dengan
keras dan nyaring sekali. Hebat sekali pengaruh pekik mujijat
yang disalurkan dengan dorongan tenaga sakti ini. Seketika
Bhagawan Kundilomuko menghent ikan tawanya, mukanya
pucat dan dahinya penuh keringat. Begitu sang bhagawan
berhenti tertawa, Ki Jatoko juga oto matis berhenti tertawa. Ki
jatoko terkejut dan melompat bangun, mukanya pucat
napasnya terengah-engah. Celaka pikirnya, hampir ia menjadi
korban. Ia kurang berhati-hati tadi seh ingga terseret hawa
mujijat dari suara ketawa ka kek itu.
o)O---dw---O(o Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 37 BHAGAWA N Kundilomuko kini berdiri dengan kedua
lengannya bergoyang- goyang ke atas dan jari-jari tangannya
bergerak-gerak mencengkeram
me mbuka seperti kuku harimau. jari-jari tangan ini tergetar dan terdengarlah suara
"kletak-kletuk"
seakan-akan semua kuku-kuku jarinya me ledak-ledak. Bibirnya berkemak kemik dan kulit tubuhnya
seakan-akan menge luarkan minyak, menjadi mengkilat. Sang
Bhagawan Kundilomuko sedang mengerahkan kesaktiannya
dan dalam keadaan seperti itu ia seakan-akan berotot kawat
bertulang besi!
"Bocah perawan sombong! Tak boleh diberi hati! Tidak bisa
menjad i isteriku, kau akan menjadi mangsaku. Kuminum
darahmu, kuganyang dagingmu, kuhisap sumsummu!"
Setelah menge luarkan anca man yang menyeramkan ini,
sang bhagawan meloncat ke depan. Ki Jatoko ha mpir berteriak
kaget ketika dalam pandangan matanya, kakek itu berubah
menjad i seekor ular naga yang bertubuh manusia, atau
manusia berkepala ular naga!
Endang Patibroto juga melihat perubahan ini, na mun sekali
lagi ia me mekik dengan Aji Sardulo Bairowo dan lenyap pula
perubahan itu dalam pandang matanya, kemudian ia
me mpergunakan kegesitan tubuhnya untuk menyelinap ke
samping, menghindarkan diri dari tubrukan yang disertai
cengkeraman ganas itu. Kemudian, dari samping ia mengirim
pukulan dengan jari-jari tangan dikembangkan dan ia telah
menggunakan aji pukulan Gelap Musti yang ia pe lajari dari
kakeknya dahulu. Sang bhagawan menang kis dan ketika dua
lengan bertemu, terdengar suara keras seperti loga m beradu.
Endang Patibroto terkejut karena ia merasa betapa lengan
tangannya dingin sekali, rasa dingin yang meresap ke dalam
tulang dan me mbuatnya bergidik kedinginan. Pada saat itu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sang bhagawan sudah menerjang lagi dan kini hawa
pukulannya mengandung hawa dingin yang mengejut kan.
Endang Patibroto harus me mpergunakan gerak kecepatan
Bayu Tantra untuk menyelamatkan diri, bahkan ia lalu
me ma kai ilmu ibunya, yaitu gerakan burung walet dan camar.
Dengan gesit sekali tubuhnya berkelebatan, kadang-kadang
me lompat tinggi seperti burung terbang dan menyelinap dari
bawah amat capetnya. Kakek ini menjadi geram dan
penasaran. Ia maklum bahwa kali ini ia menghadapi lawan
tangguh

Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan harus mengerahkan seluruh aji dan kepandaiannya, karena pertandingan ini adalah pertandingan
mengadu nyawa! Sambil me mekik dahsyat, ia meloncat ke
depan, mencegat tubuh gadis itu yang baru me layang turun
ketika menghindar dari tendangan kakinya. Sebelum tubuh
Endang Patibroto tiba kembali di atas tanah, Bhagawan
Kundilomuko sudah menya mbutnya dengan pukulan kedua
tangannya yang dilakukan berbareng, yang kawan menghanta m perut, yang kiri mena mpar ke arah muka.
Pukulan yang a mat berbahaya ini menyamar cepat sekali,
menge luarkan hawa yang amat dingin.
Endang Patibroto terkejut, tidak menyangka lawannya
dapat bergerak secepat itu. Pukulan ke arah muka mudah saja
dielakkan, akan tetapi pukulan tangan terbuka dan miring ke
arah perutnya tak mungkin dielakkan lagi. Terpaksa ia
menang kis ke bawah.
"Dukkk...!!"
Tubuh Endang Patibroto yang masih di atas itu terlempar
ke belakang dan gadis ini merasa pundaknya kaku dan a mat
dingin. Ia kaget dan marah sekali, apalagi melihat pendeta tua
itu terkekeh mentertawakannya. Dengan muka beringas
Endang Patibroto menggosok-gosok kedua telapak tangannya
dan mengebut lah asap dari kedua tangannya itu sedang
telapak tangannya menjadi makin merah. Itulah aji
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wisangnolo, aji pukulan jarak jauh Api Beracun yang ia warisi
dari gurunya, Dibyo Mamangkoro!
Menyaksikan kehebatan ini, seketika terhenti suara ketawa
Bhagawan Kundilomuko, akan tetapi kekagetannya ini masih
kalah oleh rasa kagetnya ketika pada saat itu terdengar suara
mendesir dari sebelah kiri. Cepat ia mengebutkan tangan
kirinya dan runtuhlah tiga batang jarum hitam. Ia me mandang
Ki Jatoko dengan mata mendelik, saking marahnya tak dapat
menge luarkan kata-kata, seperti hendak menelan h idup-hidup
orang buntung itu. Ki Jatoko menjad i pucat wajahnya. Tak
disangkanya bahwa sang bhagawan itu benar-benar sakti dan
tinggi kepandaiannya.
Sementara ftu, ketika Endang Patibroto me lihat bantuan ini,
ia bukan menjad i girang, sebaliknya ia me ma ki, "Iblis
buntung! Siapa sudi akan bantuan mu" Berdia mlah kau d i situ
menanti giliran!"
Setelah berkata demikian, tanpa me mperdulkan si buntung
yang berdiri di dekat arca dengan muka pucat dan dahi penuh
keringat, Endang Patibroto sudah menerjang maju, menggunakan tangan kanan yang penuh dengan saluran
tenaga Wisangnala untuk menyerang lawan. Bhagawan
Kundilomuko melangkah mundur menghindar, kemudian ba las
me mukul dengan tangan kiri. Endang Patibroto yang sudah
mengerahkan Aji W isangnala, tidak takut bahkan sengaja
menang kis dengan tangan kanannya.
"Plakkkk"
Lengan kiri Bhagawan Kundilomuko dan tangan kanan
Endang Patibroto bertemu seakan-akan lengket. Mereka
berdua tak bergerak seperti patung, namun kedua lengan
yang bertemu itu menggigil karena di s itu terjadi adu
kekuatan yang dahsyat. Hawa dingin yang keluar dari tangan
kiri pendeta itu bertemu dengan hawa panas yang keluar dari
tangan Endang Patibroto! Beberapa menit mere ka dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keadaan seperti ini, muka Endang Patibroto menjadi
kemerahan dan muka pendeta itu makin la ma makin pucat.
Sebagai seorang yang me miliki ilmu tinggi, Ki Jatoko
maklum apa yang sedang terjadi. Ia bukan seorang bodoh.
Kalau Sang Bhagawan Kundilomuko menang, dia tentu akan
diserang kakek itu dan me lihat kesaktian kakek ini dalam
pertandingan me lawan Endang Patibroto, ia merasa tidak kuat
untuk menandinginya. Sebaliknya, kalau Endang Patibroto
yang menang, biarpun mungkin ia dapat me mbujuknya namun
masih tetap ada bahayanya, mengingat akan watak gadis itu
yang liar dan ganas. Mengapa kesempatan sebaiKini tidaKia
pergunakan" Mereka sedang mengadu tenaga sakti, s iapa
yang mengalihkan perhatian a kan kalah. Oleh karena itu,
dia m-dia m kakinya yang buntung bergerak dan ia menyelinap
pergi dari tempat itu. Ia harus melarikan diri, lebih cepat lebih
baik. Tak la ma setelah bayangan Ki Jatoko menyelinap pergi,
terdengar Endang Patibroto mengeluarkan pekik Sardulo
Bairowo sedangkan Bhagawan Kundilomuko juga menge luarkan lengking panjang. Keduanya terhuyung ke
belakang, akan tetapi keadaan Bhagawan Kundilomuko lebih
payah karena tangan kirinya menjadi lumpuh dan tergantung
le mas di sa mping pinggangnya. Endang Patibroto hanya
merasa betapa lengan kanannya kaku dan kesemutan saja.
Sang Bhagawan Kundilomuko menjadi ma kin marah.
Sambtt berteriak keras ia melolos ikat pinggangnya yang
terbuat daripada logam kuning seperti e mas. Senjata itu ia
pegang dengan tangan kanan, diputar di atas kepala dan
menerjang lah ia dengan dahsyat.
"Trang-trang.. !!"
Alangkah kaget hati pendeta ini ketika melihat ikat
pinggangnya patah-patah menjadi beberapa potong ketika
bertemu dengan sebatang keris yang mengeluarkan cahaya
menyeramkan. Kiranya Endang Patibroto yang marah sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pula mencabut keris pusaka Brojol Luwuk dan dengan mudah
keris pusaka ini me mbabat putus senjata lawan.
"Celaka..!" Teriakan Bhagawan Kundilomuko ini disusul
dengan jerit mengerikan ketika ujung keris pusaka Brojol
Luwuk menyentuh la mbungnya. Kemba li keris yang ganas ini
telah mendapat mangsa. Seketika tubuh pendeta tua itu roboh
dan kering menghitam, tewas di saat itu juga!
Endang Patlbroto menyimpan kerisnya, sepasang matanya
mencari-cari dengan pandang mata liar, kemudian tubuhnya
berkelebat cepat menyelinap di antara pohon-pohon. Ia tadi
juga me lihat betapa Ki Jatoko pergi na mun karena
pertandingan me lawan Bhagawan Kundilomuko tadi me mbutuhkan pencurahan tenaga dan perhatian, terpaksa ia
mendia mkannya saja. Belum la ma si buntung perg i, maka
iapun cepat mengejar dan mencari. Setelah beberapa kali
me layang naik ke atas pohon yang tinggi, akhirnya ia melihat
betapa si buntung berlari-lari cepat menuju ke arah barat..
Senyum mengejek menge mbang di bibirnya ketika Endang
Patibroto melayang turun kembali lalu mengerah kan aji berlari
cepat melakukan pengejaran ke barat.
Agak lega rasa hati Ki Jatoko setelah ia me ninggalkan
hutan Gumuk-mas dan me masuki hutan lain di sebelah barat.
Bhagawan Kundilomuko berniat pergi ke Bla mbangan yang
letaknya di sebelah timur. Nusabarung letaknya di seberang
pantai selatan dan Jenggala berada di sebelah utara. Agaknya,
siapapun yang menang di dntara dua orang itu, tidak akan
ada yang mengejar ke arah barat. Hatinya lega, dadanya
terlalu lapang. Akan tetapi ia cukup hati-hati dan terus
me mpergunakan ilmu lari cepat. Ia akan berlari-lari terus
sehari penuh ftu dan takkan mau berhenti sebelum dunia
menjad i gelap yang berarti bahwa ia sudah bebas dan aman
betul daripada ancaman dua orang sakt i itu.
"Ha-ha-ha! Siapa yang kalah okol (kuat) harus mencari
kemenangan mengandalkan akal" katanya dalam hati, akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetapi saking girangnya, suara hati ini terucapkan keluar
me lalui mulutnya.
Akan tetapi, bibirnya yang belum tertutup rapat sehabis
menge luarkan kata-kata itu, kini terbuka lebar, bersaing lebar
dengan kedua matanya. Kedua kakinya yang buntung
otomatis berhenti bergerak, tubuhnya menggigil dan merasa
betapa rambut di tengkuknya bergerak-gerak meremang dan
leher terasa kering, jantung di dada berdetak-detak seperti
genderang. Tak jauh di depannya, hanya empat meter
jauhnya, berdiri Endang Patibroto dengan senyum di bibir,
senyum yang dingin menger ikan! Beberapa kali Ki Jatoko
berusaha mengeluarkan suara. Kecerdikannya me mbuat
otaknya bekerja cepat dan ia hendak menyelamatkan diri
menggunakan kata-kata, akan tetapi celaka, lidahnya serasa
mene mpe l dengan telak, mulutnya tak dapat digerakkan! Dan
senyum itu makan me lebar, makin manis makin mengerikan,
sepasang mata yang bening itu bersinar-sinar seperti hendak
mene mbus jantungnya.
"E..eh.. Endang.. eh, syukurlah.. syukur kau menang!
Pendeta kementhus (sombong) itu me mang patut ma mpus!
Aku... hemm, aku tadi berusaha me mbunuhnya dengan jaru m,
tapi.. tapi ia terlampau sakti.. sehingga tak... berhasil... hehheh, Endang, kau sungguh hebat, sakti mandraguna. Sungguh
bagaikan dewi kahyangan saja.. heh-heh" Ki Jatoko yang
sudah pulih kembali perasaannya makin lancar bicaranya,
mulutnya menyeringai, sikapnya menjilat-jilat.
"Cukup! Kau man usia jahana m, jangan mengira a ku akan
terbujuk oleh omonganmu yang man is lag i! Kau sengaja
menjebakku di Durgaloka, kau bersekongkol dengan
Bhagawan Kundilomuko untuk menangkap aku! Manusia
maca m engkau ini sudah selayaknya ma mpus!"
Endang Patibroto maju perlahan, senyumnya makin d ingin,
matanya seperti mata harimau marah. Serasa lolos melayang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semangat Ki Jatoko dari raganya. Ia mundur-mundur dan
wajahnya pucat.
"Jangan.. ! Endang Patibroto, jangan........ aku.. aku tertipu
oleh Kundilomuko, aku terbujuk... apakah kau tadi tidak
me lihat betapa aku marah dan menyerangnya" Aku ...
aku... tidak berniat busuk terhadap mu, mana aku berani" Se lain
tidak berani, akupun tidak sudi ber laku jahat kepadamu,
Endang, karena kau sudah baik kepadaku.... kau tidak
me mbunuh Ayu Candra....."
"Tutup mulut" Endang Patibroto menerjang maju dan
sebuah tamparan tangannya tak dapat dielakkan Ki Jatoko,
tepat mengenai pipinya. "Plakkk!" Serasa kiamat dunia ini bagi
Ki Jatoko. Matanya berkunang-kunang, tubuhnya terhuyung
ke belakang. Untung ia seorang yang me miliki kesaktian, kalau
tidak tentu sudah pecah kepalanya terkena tamparan itu.
"Endang, jangan bunuh aku... ingat... aku bukan
musuhmu... aku sudah me mbuka rahasia..."
"Wuuuutt...dessss !!"
"Aduh mati aku...!" Tubuh Ki Jatoko bergulingan. Untung
pukulan perta ma yang mengarah pelipisnya dapat ia elakkan
dan hanya sebuah tendangan saja yang membuat ia
terjungkal dan bergulingan. Kalau pukulan tadi yang
mengenainya, belum tentu ia dapat menahannya.
"Me mang kau akan mati di tanganku! Hayo bangkit lah. Kau
bukan seorang lemah. Kau me miiyg kesaktian. Bangkitlah dan
mari kita bertanding, jijik a ku melihat lawan yang tidak mau
bertanding. Jijik aku me mbunuh orang yang tidak mau
me lawan. Hayo bangkit!"
"Endang.. .
betul-betulkah kau berniat me mbunuh aku.......?"" Suara
Ki Jatoko gemetar
dan nadanya men imbulkan iba.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Betul! Mengapa tidak" bentak Endang Patibroto, kedua
tangannya sudah menegang, siap me ngirim pukulan maut.
"Tida k ........ tidak ! Jangan bunuh aku, aku tidak mau
me lawan mu. Jangan kaubunuh aku, anakku........ jangan !"
"Wuuuuttt..!!" Pukulan ini merupakan ta mparan yang hebat
sekali, akan tetapi untung bagi Ki Jatoko bahwa ia sudah siap
dan cepat-cepat ia menggulingkan tubuh di atas tanah terus
mengge linding men jauhkan diri. Endang Patibroto dengan
langkah ringan me ngejar.
"Hayo bangun! Pengecut menjijikkan! Hayo bangun dan
pergunakan kepandaian mu. Bukankah kau laki-laki" Hayo
kaulawan aku!"
'Tida k! Tidak bisa kau me mbunuh aku, Endang Patibroto!"
"Mengapa tidak?"
"Lupakah kau a kan ceritaku, akan pe mbukaan rahasia
besar dalam kehidupanmu" Ceritaku belum habis, kau
ingatkah ?"
Berubah wajah Endang Patibroto, keningnya yang bagus
bentuknya itu berkerut-kerut,
matanya menyinarkan kebimbangan hatinya dan mata itu menjad i basah. Cerita itu
mengguncangkan hatinya. Dia bukan puteri Pujo" Ayah


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kandungnya Jokowanengpati yang telah dibunuh ibunya dan
isteri muda Pujo"
"Andaikata benar dongengmu itu, tetap tidak ada
hubungannya dengan kau. Justeru karena kau menceritakan
dongeng busuk kepadaku, kemudian menjeba kku bersama
Bhagawan Kundilomuko, maka sekarang kau akan kubunuh?"
Kembali Endang Patibroto menerjang dengan tamparan
tangannya yang ampuh. Dua kali ia menampar, sekali kena
dielakkan oleh Ki Jatoko, yang kedua kali ditangkis, me mbuat
tubuh si buntung kembali jungkir balik dan roboh. Sebelum
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Endang Patibroto mengirim pukulan terakhir, Ki Jatoko
berteriak, "Jangan bunuh aku! Aku.. aku ayahmu! Aku ayah
kandungmu, karena akulah Jokowanengpati!"
Tangan yang sudah diangkat ke atas dan sudah menegang
penuh tenaga sakti itu, tertahan, menggigil ke mudian menjadi
le mas dan turun kembali. Sepasang mata itu me mandang
wajah Ki Jatoko, terbelalak dan kosong, bergerak-gerak
bingung, hidungnya kembang-kempis, bibir yang tersenyum
dingin kini tertarik seperti orang menderita nyeri yang hebat.
"Kau bohong.. . kau ...
kau bohong........ kuhancurkan kepala mu..."
"Boleh. Kaupukullah, kaubunuhlah, akan tetapi ingat, aku
benar-benar ayah kandungmu. Aku Jokowanengpati dan kau
ini anakku, karena dahulu akulah kekasih ibumu, Kartikosari!"
Kini suara Ki Jatoko tenang, hilang rasa takutnya karena ia
sudah me mpunyai pegangan. Pegangan yang menguatkan
hatinya, yang men imbulkan keyakinannya bahwa hanya inilah
jalan keluar dari bahaya maut di tangan gad is sakti ini.
"Bohong! Tak mungkin ibu sudi dengan manusia buruk
maca m engkau! Kau bukan Jokowanengpati karena orang itu
sudah tewas di tangan ibuku "
"Ha-ha-ha! Memang mereka mengira aku telah tewas.
Memang, ibumu bersama Roro Luhito mengeroyokku di pantai
Laut Selatan. Aku terpelanting dan terjatuh ke dalam lautan.
Ibumu dan Roro Luhito tak dapat mengejarku. Akan tetapi
ma lang bagiku, seekor ikan hiu besar menyergap dan
menyeretku. Biarpun aku berhasil me mbunuh ikan itu, akan
tetapi kedua Kakiku menjad i buntung, tubuhku menjadi cacat
dan mukaku rusa k. Mereka tentu mengira aku mati karena
me lihat aku diseret ikan. Kautanyalah ibumu. Bitorpun aku
sudah menjadi begini, ibumu tentu akan men genal aku. HaTiraikasih Website http://kangzusi.com/
ha-ha, karena aku kekasihnya dahulu, aku ayah mu. Ha-haha!" Ki Jatoko tertawa bergelak ketika melihat betapa Endang
Patibroto terhuyung ke belakang seperti disambar petir. Dialah
yang kini me langkah maj u dan me nantang,
"Endang Patibroto, kau anakku, karena itu mana mungkin
aku berniat buruk dan jahat terhadap dirimu" Tidak, anakku,
sama sekali tidak. Kalau kau t idak percaya dan me mbunuhku,
silahkan. Ini kepalaku, pukullah. Ini dadaku, tusuklah, aku
takkan melawan anak kandungku sendiri!"
"Dia m! Cukup!!" Endang Patibroto menyumbat kedua
telinga dengan jari telunjuknya, matanya dipejamkan. Ki
Jatoko tertawa bergelak dan baru berhenti ketika gadis itu
me mbuka matanya.
"Dahulu aku tampan sekali, anakku. Tak usah kau ma lu,
karena dahulu aku jadi seorang laki-la ki yang dijadikan
rebutan kaum wanita! Kau tanyakan saja kepada ibumu.
Wajahmu mirip dengan wajahku ketika itu dan..."
"Cukup! Diam kau dan mari kau ikut bersama ku!"
"Ikut" Ke mana...?" Akan tetapi Ki Jatoko tak dapat
me lanjutkan kata-katanya karena tiba-tiba Endang Patibroto
sudah menyambar tangannya dan me nyeretnya dengan berlari
cepat sekali. Ki Jatoko tak berdaya meronta, terpaksa iapun
mengerahkan kepandaiannya untuk berlari cepat kalau tidak
mau terseret-seret oleh gadis yang hebat ini. Hatinya mulai
berdebar, akan tetapi ia menganda lkan kecerdikannya.
Dengan akalnya, kali inipun ia terbebas daripada maut yang
menger ikan di tangan Endang Patibroto. Karena itu, ia tidak
mau bicara lagi hanya ikut lari, menyerahkan diri kepada nasib
dan kecerdikannya.
0oodwoo0 Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perang kecil yang terjadi di pertapaan Durgaloka
berlangsung sema la m suntuk dan amat serunya. Biarpun Dewi
dan teman-te mannya merupa kan wanita-wanita terlatih dan
rata-rata me milih ketangkasan, namun karena jumlah mereka
kalah banyak sehingga setiap orang harus melayani
pengeroyokan dua orang, bahkan Dewi dan adik-adiknya
berlima dikeroyok oleh belasan orang, ma ka mereka mene mui
tanding yang berat dan banyaklah korban yang jatuh di antara
kedua fihak. Joko Wandiro maklum akan hal ini. Akan tetapi ia hanya
tega merobohkan para pengeroyok laki-laki saja karena ia
merasa ragu-ragu kalau harus me mbunuh gadis-gadis yang
mengeroyoknya. Baru setelah ia me ndengar jerit Dewi
menyebut na manya, la terkejut dan cepat kaki tangannya
bekerja merobohkan para pengeroyoknya. Hanya dengan
me mbuka jalan darah, merobohkan belasan orang di sebelah
kiri, ia dapat lolos dari kepungan. Sa mbil menyerang kanan kiri
dan depan, ia maju terus menuju ke arah suara panggilan
Dewi. Betapa sedih hatinya ketika melihat bahwa anak buah Dewi
banyak yang roboh tewas. Pertempuran tinggal beberapa
kelompok dan yang terbanyak adalah mereka yang
mengeroyoknya. Kini Joko Wandiro menjadi marah. Apalagi
ketika ia mene mukan Dewi rebah telentang dengan tombak
menancap di la mbungnya, Joko Wandiro mengeluarkan pekik
dahsyat dan mengamuk seperti seekor banteng teriuka. Anak
buah pertapaan Durgaloka terkejut dan gentar, lalu mereka
yang masih belum teriuka melarikan diri tersebar ke segala
penjuru. Sinar matahari mulai menerangi bumi. Hati Joko Wandiro
makin hancur setelah ia dapat me lihat keadaan Dewi dan
teman-temannya. Dewi masft merintih-rint ih ketika ia pangku
kepalanya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dewi..! Kau.. teriuka......." tanya Joko Wandiro lirih sa mbil
me mangku kepala gadis itu. Sekali pandang saja ia tahu
bahwa gadte ini tak mungkin dapat ditolong lagi. Tombak
yang menusuk lambung amat dalam, ha mpir tembus!
Dewi me mbuka matanya. Mulut yang tadinya menyeringai
kesakitan itu kini tersenyum, bibirnya bergerak-gerak le mah,
"Joko.. kita.. kita menang...."
Joko Wandiro terharu, menangguk dan mendekap kepala
yang tersenyum-senyum itu ke dadanya. Ketika ia menengok
ke kanan kiri, ia me lihat bahwa Lasmi, Mini, Sari, dan Sundari
juga sudah roboh tak bernyawa lagi. Ia terisak dan
me meja mkan matanya.
"Joko..."
Ia me mbuka mata, me mangku kepala dan me mandang
wajah Dewi. "Joko... tak perlu kau bersedih. Kami ber korban dengan
segala kerelaan...hati... kami... kami puas... kami... telah
mene mukan kau... seorang yang... patut kami bela... kami
mencinta mu, Joko...!"
Kedua mata Joko Wandiro menjadi basah. Teringatlah ia
betapa lima orang gadis ini selalu mengharapkan ba lasan
cumbu rayu mereka. Akan tetapi ia selalu berteguh hati tidak
me layani mereka. Kini ia merasa menyesal, ia selalu
mengecewakan hati mereka, padahal mereka itu benar-benar
mencintanya, bersetia sampai mati! Tanpa ia sadari, ia ia
menundukkan mukanya dan mencium mulut yang menyatakctn cinta kasih di a mbang maut itu. Kini ia mencium
penuh perasaan, penuh cinta kasih, penuh berahi. Ia merasa
dengan bibirnya betapa mulut itu terbuka, mengeluh dan
keluar sedu-sedan dar i dada Dewi yang terengah-engah.
Ketika ia me lepaskan ciu mannya dan me man dang, ternyata
Dewi sudah tak bernafas lagi, sudah mati dalam keadaan
masih tersenyum bahagia! Memang bahagialah siapa saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang mati dengan keyakinan bahwa dirinya mencinta dan
dicinta! Tiga puluh orang anak buah Dewi kini tinggal dua belas
orang saja. Yang lain sudah tewas. Joko Wandiro berulang kali
menghela napas panjang penuh penyesalan dan kengerian.
Mayat-mayat bergelimpangan. Mayat anak buah Dewi yang
telah bertempur mati-matian, mati dengan senjata di tangan,
dan mayat anak buah Bhagawan Kundilomuko, banyak yang
telanjang bulat, menyeramkan. Ia juga menyesal sekali
me lihat mayat Sang Wiku Jaladara. Banyak sekali yang tewas
dalam pertempuran se malam. Tidak kurang dari ena m puluh
orang anak buah Durgaloka tewas.
Dua belas orang anak buah Dewi yang masih h idup se mua
menang isi te man-teman yang tewas, Joko Wandiro menjadi
makin berduka. Tiba-tiba terdengar suara me manggil,
"Kakang.. .!"
Joko Wandiro menoleh dan sejenak terusirlah kedukaannya, wajahnya berseri ketika ia law mengha mpiri dan
berseru, "Ayu Candra...!"
Mereka saling tubruk, dan saling pe luk. Ayu Candra
menang is sesenggukan di dada kakaknya. Tadi ketika ia
siuman dan sadar akan keadaan dirinya, melihat pertempuran
hebat, Ja menyelinap mencari pakaiannya yang lalu dipa kainya
untuk mengganti pakaian s utera tipis yang menjijikan itu. la
masih pening, masih belum sadar benar dan ntasih bingung.
Maka ia menjauhkan diri lalu duduk bersila, bersamadhi untuk
me mulihkan tenaga dan mengusir sisa-sisa pengaruh buruk
yang menguasai dirinya.
Ketika ia sadar dari sa madhinya, perang sudah berhenti,
keadaan sunyi, hanya terdengar suara beberapa orang wanita
menang is. Ia keluar dari tempat se mbunyinya, melihat bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ma la m telah berganti pagi dan alangkah bahagia hatinya
ketika ia melihat Joko Wandiro.
"Terima kasih kepada Hyang Maha Agung yang telah
me lindungimu sehingga kita dapat bertemu dalam keadaan
selamat adikku," kata Joko Wandiro sambil mengelus rambut
yang harum dan halus itu, membiarkan adiknya sesenggukan
me lepas perasaan hati.
"Aduh, kakang, alangkah banyak derita yang kualami.......
semua karena aku t idak menurut nasehat mu kakang. Aku
menyesal....... maafkan aku......."
"Husshhh, sudahlah, adikku sayang. Kau perlu mengaso
dulu. Kelak kita bicara karena sekarang aku harus melurus
semua jenazah yang begini banyak ini".
Joko Wandiro melepaskan Ayu Candra yang ia suruh
mengaso, kemudian ia minta bantuan dua belas orang anak
buah Dewi untuk me nggali lubang-lubang dan mengubur
semua jenazah baik kawan ma upun lawan, secara sederhana.
Khusus untuk jenazah W iku Jaladara, Dewi, Lasmi, Mini, Sari,
dan Sundari mereka buatkan tempat kubur terpisah. Sehari
penuh mereka bekerja dan baru selesai setelah matahari
tenggelam. Joko Wandiro lalu mengumpulkan dua belas orang
wanita itu dan berkata,
"Kalian semua dengarlah nasehatku baik-baik. Setelah Dewi
dan adik-adiknya tewas dalam pertempuran se ma la m, kiranya
tidak ada perlunya lagi kehidupan da la m hutan di Anjasmoro
yang kalian tempuh selama ini dilarutkan. Seperti telah
menjad i peraturanku, kalian masing-masing berhak untuk
hidup wajar dalam masyarakat umum, mencari jodoh dan
hidup berumah tangga me mbentuk keluarga. Kalian telah
berjasa besar. Tempat ini, di dalam pondok Bhagawan
Kundilomuko itu, banyak terdapat barang-barang berharga.
Nah, kalian ambil dan bawa, bagi rata di antara kalian dan
pergilah kalian, kembali ke masyarakat ramai. Kuanjurkan
untuk ke mbali ke keluarga mas ing-mas ing."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil menang is dua beias orang wanita itu mentaati
perintah Joko Wandiro, mengumpulkan emas intan dan benda
berharga yang banyak terdapat di Durgaloka, kemudian
setelah berpamit mereka pergi berbondong meninggalkan
tempat itu, menuju penghidupan baru.
Setelah semua wanita Gunung Anjas moro itu pergi, Ayu
Candra yang sudah pulih kembali kesehatannya lalu
mengha mpiri Joko Wandiro yang masih termenung karena
belum lenyap kedukaannya oleh jatuhnya demikian banyak
korban dalam .pertempuran se malam.
"Kakang Joko Wandiro, kau berduka karena akibat
perbuatanku, ya?" Suara gadis itu penuh haru dan penyesalan,
tangannya merangkul lengan Joko Wand iro.
Joko Wandiro menoleh, lalu merang kul pundak gadis itu.
"Tida k karena perbuatan mu, Ayu. Jatuhnya banyak korban ini
adalah sewajarnya. Untuk me mberantas kejahatan harus pula
berani berkorban. Dewi dan saudara-saudaranya tewas
sebagai wanita-wanita perkasa yang patut dipuji, demikian
pula Wiku Jaladara sudah me me nuhi kewajibannya sebagai
seorang suci. Aku tidak marah kepadamu, adikku, bahkan aku
bahagia sekali dapat bertemu denganmu dalam keadaan
selamat. Mengapa engkau men inggalkan aku, adikku"
Bencikah engkau kepadaku"
Ayu Candra memundurkan mukanya dan dua butir air mata
menetes turun. Ia menarik napas panjang berkali-ka li


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemudian berkata lirih, "Aku seperti menjadi buta karena
bujukan dan hasutan Ki Jatoko, manusia buntung yang amat
keji dan jahat itu. Kaumaafkan aku, kakang. Terus terang saja
semenjak berp isah denganmu di Sarangan.. semenjak......
semenjak kau menjadi... eh, kakak...kandungku....aku kecewa
dan... seperti me mbencimu. Kemudian dita mbah oleh hasutan
Ki Jatoko, aku ma kin curiga kepadamu...... ah, aku menyesal,
kakang Joko......."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Joko Wandiro me megang kedua tangan gadis itu. Sejenak
mereka saling pandanf dan rasa haru menyelinap ke dalam
jantung masing-masing. Betapapun, keduanya harus mengaku
di dalam hati bahwa mereka tak dapat melenyapkan cinta
kasih d i antara merekal Hanya oleh kenyataan bahwa mereka
bersaudara sekandung, mereka me maksa diri, me ma ksa
menyelimuti rasa cinta kasih dengan rasa persaudaraan yang
dipaksakan. Hal ini menimbulkan rasa nyeri seperti ditusuktusuk jarum da la m hati.
"Ki Jatoko me mang seorang jahat yang amat berbahaya
dan curang. Engkau yang masih belum berpengalaman sa mpai
terkena hasutan dan terbujuk, hal ini tidak dapat aku
menyalahkan engkau, Ayu. Bahkan seorang gadis sakti
mandraguna dan ganas seperti Endang Patibroto pun jatuh ke
dalam bujukannya sehingga sa mpai menjad i tawanan di sini.
Apalagi engkau yang jujur dan polos. Ah, tentu engkau banyak
mender ita kesengsaraan, adikku. Kalau saja dahulu kau lebih
percaya kepadaku, takkan terjadi se mua itu."
Ayu Candra memberengut. Setelah berkumpul dengan Joko
Wandiro, timbul pula gaya manjanya. Entah mengapa, di
dekat, pemuda ini. selalu ia me mpunyai hasrat ingin
bermanja, baik dahulu sebagai kekas ih maupun kini sebagai
adik! "Kalau dipikir, engkau pula yang menjad i biang keladinya,
kakang! Mengapa pula engkau tidak mau menuruti keinginan
hatiku me mba las denda m kepada mereka yang me musuhi
ayahku dan ibunda kita" Mengapa engkau tidak me mbolehkan
aku menuntut ba las kepada orang yang me mbunuh ayah
bundaku?" "Panjang sekali ceritanya, adikku. Kalau kau sudah
mendengar se mua penuturanku, tentu kau akan mengerti dan
akan sependapat dengan aku bahwa permusuhan itu tidak
semestinya dilanjutkan sampai berlarut-larut. Terputus atau
tersambungnya rantai karena tergantung daripada kita sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kalau balas-me mbalas dan permusuhan dilanjutkan, takkan
ada habisnya. Kita tidak boleh hanya dipengaruhi oleh akibat
dan bertindak tanpa menyelidiki sebabnya terlebih dahulu.
Adikku, kematian kedua orang tua mu adalah akibat daripada
sebab-sebab yang amat panjang dan nanti akan kuceritakan
kepadamu. Se karang leb ih ba ik kita men inggalkan te mpat ini."
"Ke mana, ka kang?"
"Kau ikut lah saja, aku akan pergi ke Pulau Sempu."
Ayu Candra kelihatan kaget dan ia melepaskan tangannya
dari pegangan Joko Wandiro, "Ke Pulau Se mpu" Di sana
tinggal Kartikosari dan Roro Luhito, musuh besarku!"
Joko Wandiro segera merangkul adiknya. "Ssttt, kau masih
belum dapat melenyapkan pengaruh bujukan beracun dari
mulut Ki Jatoko. Kau percayalah kepadaku dan sebelum kau
kuajak bertemu dengan mereka, kau akan mendengarkan
cerita yang menjad i sebab ke matian ayah bundamu, Ayu."
Sejenak Ayu Candra dia m, bingung dan ragu. Kemudian ia
menubruk Joko Wandiro dan menang is di dada pe muda itu.
Joko Wandiro mengerti akan perasaan adiknya, maka ia hanya
menge lus-elus ra mbut yang halus itu sambil mera mkan mata
menahan hati yang seperti akan mencair oleh rasa cinta kasih.
Akhirnya Ayu Candra dapat menekan perasaannya dan
berkata, "Aku menurut, kakang. Mula i sekarang a ku akan
mentaati segala perintahmu, kau... kau pengganti orang tuaku
dan apapun yang kau katakan, akan kutaati."
Joko Wandiro mencium ra mbut di ubun-ubun kepala gadis
itu. "Aku tahu, kau seorang gadis yang mulia, Ayu. Mari kita
pergi, tidak enak lama-lama berada di tempat yang sudah
berubah menjadi kuburan ini."
Mereka bergandeng tangan meninggalkan tempat itu.
Ketika hendak keluar dari hutan, mereka me lihat seekor kuda
yang sedang makan rumput. Kuda itu cukup baik, lengkap
dengan pelananya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, tentu ini kuda Durga loka, yang lain-lain tentu telah
me larikan diri dalam keributan tadi. Lumayan kuda ini, lebih
baik kaunaiki, adikku. Mala m ha mpir tiba, mari kita cepatcepat pergi dari s ini."
"Dan kau, kakang?"
"Aku lari di sebelah mu, apa kaukira kalah oleh kuda?"
"Hi-hik, kau me mang seperti kuda!" Ayu Candra sudah
mulai timbul kejenakaannya.
"Hushh, masa kakakmu seperti kuda" Kalau kakaknya kuda,
adiknya apa?" Joko Wandiro mengimbangi kelakar adiknya.
Ayu Candra tersenyum dan melompat ke atas pelana kuda,
lalu me mbalapkan kuda di sebelah Joko Wandiro yang
mengerahkan ilmu lari cepat menuju ke barat. Setelah gelap
baru mereka berhenti di bawah pohon besar untuk
me lewatkan ma la m, Joko Wandiro menang kap seekor ayam
hutan. Malam itu setelah makan ba kar ubi dan daging ayam
hutan, mereka bercakap-cakap dan Joko Wand iro mulai
mencer itakan kepada Ayu Candra akan peristiwa be lasan
tahun yang lalu. Ia menceritakan hal yang ia dengar dari
penuturan bibinya, Roro Luhito dan dari Kartikosari.
"Terus terang saja, Ayu, bahwa pokok pangkal segala
peristiwa ini adalah karena kesalahan dua orang, yaitu yang
pertama ayah kandungku send iri, mendiang Raden Wisangjiwo, dan ke dua adalah seorang bernama Jokowanengpati. Paman Pujo dan isterinya, bibi Kartikosari
yang mula- mula menjadi korban kejahatan."
Mulailah ia menutur kan betapa Kartikosari dan Pujo yang
sedang bertapa itu diganggu oleh kedatangan Raden
Wisangjiwo sehingga terjadi pertempuran dan yang me mbuat
Pujo dan Kartikosari roboh pingsan. Ketika sadar Pujo tahu
bahwa Kartikosari telah diperkosa orang yang tentu saja oleh
mereka berdua dianggap bukan lain orang kecuali Raden
Wisangjiwo. Perbuatar. keji ini menimbulkan dendam sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pujo yang hendak me mba las dendam me nyerbu ke
Selopenangkep, kemudian karena Pujo tidak mene mukan
Wisangjiwo, dalam sakit hati dan kebencian me mbuta ia
menculik Listyakumolo bersa ma anaknya.
"Akulah anak itu, Ayu. Aku baru berusia dua tahun ketika
ibu diculik Pujo. Akan tetapi sebagai seorang ksatria uta ma,
paman Pujo tidak tega untuk me mba las dendam dengan
me mper kosa ibuku. Dia hanya pergi me mbawaku dan
kemudian aku dianggapnya sebagai puteranya sendiri dan
dididiknya seperti murid terkasih. Sa mpai menjadi dewasa,
aku masih beranggapan bahwa aku adalah putera kandung
paman Pujo."
Ayu Candra mendengarkan dengan muka pucat. Rasa
kasihan yang besar terhadap Pujo dan Kartikosari sudah
menghapus sebagian besar
denda m hatinya. Tanpa
mengganggu sedikitpun ia mendengarkan terus, pandang
matanya bergantung pada bibir Joko Wandiro.
"Peristiwa itu me mbuat, paman Pujo dan bibi Kartikosari
berpisahan, mereka menderita lah ir batin sa mpai be lasan
tahun dan bibi Kartikosari yang sudah mengandung kemudian
me lahirkan anak dalam keadaan yang menger ikan dan
mender ita sekali
" "Endang Patibroto !!" Ayu Candra me motong cepat.
"Benar," Joko Wand iro mengangguk. "Ke mudian ibumu,
juga ibuku, Listyakumolo yang bernasib ma lang, karena
kehilangan aku, mener ima pukulan batin hebat sehingga
terganggu pikirannya. Ayahku yang ketika itu masih
menyeleweng dar i kebenaran malah mengirimnya..... pulang..
kerumah orang tua ibu kita, di lereng Lawu. Kalau nasib
sedang dirundung kemalangan, belum la ma setelah ibu
dipulangkan, daerah itu diserbu perampok, semua keluarga
kakek kita di sara habis dibunuh, kecuali ibu kita yang diculik
oleh kepala pera mpok."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, kasihan ibu.. .!" Ayu Candra terisak, teringat kepada
ibunya yang tercinta.
"tentang nasib ibu kita selanjutnya, aku tidak pernah
mendengar ceritanya, dan tahu-tahu ibu kita telah tinggal
bersama ayahmu di Sarangan. Sangat boleh jadi ibu kita
tertolong oleh ayahmu, kemudian mereka menjad i sua mi isteri
dan lahirlah engkau."
Ayu Candra mengangguk-angguk, air mata bertetesan di
atas kedua pipi. Sejenak mere ka dia m, masing-masing
tenggelam dalam la munan. Ayu Candra mengenangkan ibunya
yang tercinta. Adapun Joko Wandiro menekan perasaannya
yang terasa perih dan sakit karena selama hidupnya, belum
pernah ia berjumpa dengan ibu kandungnya, belum pernah ia
me lihat bagaimana wajah ibunya. Untuk mencegah agar
kenangan pahit ini tidak meracun i hatinya, ia melanjutkan
ceritanya. Ia menceritakan betapa ayahnya, Raden Wisangjiwo, akhirnya sadar namun sudah terlambat karena
ketika ayahnya mencari ibunya di lereng Lawu, ibunya sudah
tidak ada. Diceritakan pula betapa ayahnya tewas dalam
perang ketika me mbantu Pangeran Sepuh yang kini menjadi
sang prabu di Panjalu.
"Akhirnya, paman Pujo dan bibi Kartikosari bertemu dengan
ayahku dan barulah mereka itu tahu bahwa yang melakukan
perbuatan keji terhadap diri bibi Kartikosari di da la m Guha
Siluman itu bukan lah ayahku, melainkan Jokowanengpati.
Paman Pujo menyesali perbuatannya, telah menculik aku dan
menyengsarakan kehidupan ibuku. Karena itulah, ketika ibu
kita bersama ayah mu datang ke Sungapan dan bertemu
dengan paman Pujo, maka pa man Pujo menyerahkan
nyawanya di tangan ibu kita. Tanpa melawan paman Pujo rela
ditusuk keris oleh ibu kita, untuk me mbalas dan menebus
dosanya dahulu. Bahkan sebelum meninggal dunia, paman
Pujo melarang bibi Kartikosari dan bibi Roro Luhito, yaitu adik
kandung ayahku yang juga menjadi isteri pa man Pujo, untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
me mba las dendam. Paman Pujo rela menebus per musuhan itu
dengan nyawa dan menghabis kan sa mpai di situ saja."
Ayu Candra memandang wajah kakaknya yang me mbayangkan keharuan, kekaguman dan kedukaan. Tahulah
Ayu Candra bahwa guru kakaknya ini, Pujo, tentulah seorang
ksatria yang amat gagah perkasa dan mulia sehingga rela
menebus kesalahan dengan menyerahkan nyawa. Iapun
menjad i terharu.
"Sayang sekali," Joko Wandiro me nghela napas, "manusia
berdaya upaya, namun Sang Hyang Wisesa yang menentukan
kesudahannya. Maksud mulia pa man Pujo itu ternyata gagal
karena pada saat itu sebelum ia mati, datang secara tiba-tiba
Endang Patibroto
yang telah menjad i
murid Dibyo Mamangkoro dan me miliki ilmu kesakt ian yang luar biasa. Bibi
Kartikosari dan bibi Roro Luhito mentaati pesan paman Pujo,
akan tetapi tidak de mikian dengan Endang Patibroto. Begitu
mendengar bahwa pa man Pujo adalah ayah kandungnya yang
baru saja ia jumpai selama hidupnya, dan melihat betapa
ayahnya yang baru dijumpainya itu tewas tanpa melawan oleh
ibu kita yang masih berada di situ, ia lalu menerjang dan
berhasil menewaskan ibu kita, bahkan melukai ayahmu
sehingga ayahmu meninggal dunia."
Ayu Candra terisak menangis. Joko Wandiro mencjfa mkannya sa mpai tangis adiknya mereda. Barulah ia
bicara lag i dengan suara halus,
"De mikian lah, adikku. Kita tidak boleh dihanyutkan oleh
dendam. Kalau kita renungkan, bukan kah perbuatan Endang
Patibroto itupun wajar, seperti engkau pula yang melihat
orang tua terbunuh lalu timbul kemarahan dan dendam"
Memang, dia terlalu ganas sehingga tidak me mperdulikan
pesan ayahnya, tidak me mperdulikan cegahan ibunya. Akan
tetapi, apakah kita perlu meniru dia" Bukankah lebih
sempurna kalau kita taati pesan pa man Pujo yang hendak
menghabiskan urusan permusuhan dengan penebusan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nyawanya" Dan terutama sekali, bukankah ayahmu send iri
men inggalkan pesan terakhir sebelum meninggal dunia,
bahwa kau dilarang me mba las denda m, dilarang untuk


Badai Laut Selatan Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

me lanjutkan per musuhan" Inilah sebabnya, adikku sayang,
mengapa aku melarang engkilii mencar i bibi Kartikosari dan
bibi Roro Luhito untuk me mba las dendam."
Ayu Candra tidak menjawab, hanya menubruk kaka knya
dan menangis dengan muka di atas pangkuan Joko Wandiro.
Sampa i la ma sekali Ayu Candra menang is dan Joko Wandiro
mendia mkannya saja, membiarkan gadis itu menghanyutkan
semua rasa denda m dan sakit hati keluar bersa ma air
matanya. Setelah Ayu Candra kini mingsek-mingsek sebagai sisa
tangisnya, Joko Wandiro lalu me megang kedua pundaknya
dan mendorongnya duduk kembali. "Sekarang, aku sengaja
akan mengajakmu ke Pulau Se mpu mene mui mereka berdua,
Ayu, dan aku yakin bahwa kalau kau telah bicara dengan
mereka berdua, kaupun pasti a kan me mbenarkan pendapatku
ahwa mereka berdua itu bukanlah orang-orang jahat yang
patut dijadikan musuh. Kita pergi mengunjungi Pulau Se mpu
yang tak jauh lagi, kemudian dari saa aku akan mengajakmu
ke Panjalu untuk encari Joko Seto
" "Siapa?" Suara Ayu Candra masih ge metar.
"Joko Seto, putera paman Darmobroto. Lupakah kau akan
pesan ayahmu" Engkau dijodohkan dengan Joko Seto, dan
sudah menjadi kewajibanku untuk mengurus perjodohanmu,
karena sekarang akulah yang menjadi pengganti orang tuamu,
akulah yang menjadi walimu karena aku adalah kakak
kandungmu!"
Ayu Candra mengerutkan keningnya yang bagus, lalu
mengge leng kepalanya. "ku....... aku tidak mau menikah!"
"Eh, jangan begitu, adikk. Tak mungkin pesan terakhir
ayahmu akan engkau baikan begitu saja dan
" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah, aku t idak su ka bcara tentang itu. Terserah saja
kepadamu kelak. entang Pulau Sempu.. kakang, perlu
benarkah kita ke sana" Rasanya tidak nyaman hatiku kalau
harus bertemu dengan mereka, sungguhpun penuturanmu
tadi cukup menekan dan menghilangkan tekadku untuk
me mba las dendam."
Joko Wandiro me megang jari-jari tangan adiknya yang
kecil-kecil dan halus. "Ayu Candra, sesungguhnya bukan
hanya untuk menghadap kedua orang b ibi itu, me lainkan aku
me mpunyai kepentingan yang besar di Pulau Se mpu. Aku
hendak menga mbil pusa ka yang kusimpan di sana. Urusan ini
amat pentingnya, karena itu adalah urusan Kerajaan Panjalu
dan aku harus mentaati pesan eyang guru Resi Bhargowo dan
bapa guru Narota ma."
Ayu Candra mengangguk-angguk. Sebagai puteri seorang
pendekar sakti, ia tahu akan kepentingan ini. "Akan tetapi
setelah itu, mengapa harus ke Panjalu" Aku lebih senang
kalau kauajak kembali ke Sarangan, aku... aku kepingin
nyekar (menabur bunga) di telaga untuk arwah ayahku ..."
Joko Wandiro menarik napas panjang. Ia maklum bahwa
sebetulnya gadis ini menyatakan keberatannya pergi ke
Panjalu untuk mencari Joko Seto. Dia m-dia m ia menjadi
bingung. Ada rasa syukur dan senang di sudut hatinya melihat
betapa gadis ini agaknya tidak suka berjodoh dengan lain
orang, berarti tak dapat menghapus cinta kasih di antara
mereka, akan tetapi kesadarannya membisukan bahwa ia
harus berusaha merangkap perjodohan yang sudah dipesankan oleh ayah gadis ini.
"Begini, adikku. Setelah aku menga mbil pusaka, aku harus
menghaturkan pusaka itu kepada sang prabu di Panjalu, maka
terpaksa aku harus ke sana. Setelah hal itu beres, barulah aku
akan mengantarmu ke Sarangan."
Ayu Candra tidak me mbantah lagi dan malam itu ia tertidur
dengan kepala berbantal paha Joko Wandiro yang duduk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersila. Kuda tunggangan mereka juga men gaso di bawah
pohon, kadang-kadang menyabetkan ekornya, kadang-kadang
mendengus mengusir nya muk.
0o-dw-o0 Ketika Joko Wand iro dan Ayu Candra sudah sampai di
hutan terakhir di Pegunungan Kidul, dekat pantai selatan, tibatiba pemuda itu berhenti berlari dan Ayu Candra juga
menahan kendali kuda. Dua orang muda ini berd iri
me mandang ke depan dengan mata terbelalak, karena di
depan mereka telah menghadang dua orang yang sama sekali
tak pernah mereka sangka-sangka akan mereka jumpai di situ.
Mereka berdua itu adalah Endang Patibroto dari Ki Jatoko!!
Endang Patibroto tersenyum men gejek ketika Ayu Candra
me loncat turun dari kuda dan menggandeng tangan kiri Joko
Wandiro karena gadis ini merasa gelisah dan ngeri. Ia
mengenal dua orang itu dan tahu bahwa mereka ada lah iblisiblis yang ganas dan keji lagi berbahaya. Ayu Candra sama
sekali t idak tahu bahwa sikapnya yang ta mpak mesra ini bagi
Endang Patibroto merupakan minyak yang menyiram api
didada, me mbuat Endang Patibroto tersenyum dingin untuk
menye mbunyikan hati yang panas.
"Hern m, bagus sekali! Kebetulan d i s ini kita bertemu, Joko
Wandiro. Di sinilah kita lanjut kan pertandingan kita dahulu.
Terimalah seranganku!!"
Endang Patibroto sama sekali tidak mau me mberi
kesempatan kepada Joko Wandiro dan langsung menerjang
dengan gerakan kilat, me mukulkan tapak tangannya ke arah
dada pemuda itu. Joko Wandiro kaget dan cepat ia
mendorong tubuh Ayu Candra ke kiri, kemudian mengelak ke
kanan sambil me nggerakkan tangan menangkis pukulan
Endang Patibroto.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dukk...!!" Dua orang itu terdorong mundur.
"Endang Patibroto ! Gilakah engkau" Begitu tak berbudikah
engkau sehingga kau lupa bahwa kakang Joko yang
menyelamatkan engkau dari tangan Bhagawan Kundilomuko?"
Ayu Candra berteriak-teriak untuk mencegah pertandingan
yang seru. Akan tetapi sia-sia belaka. Endang Patibroto mana
mau mendengarkan cegahannya" Gadis ini dengan ganas
menerjang terus, seperti dahulu ia mengerahkan seluruh
tenaga dan menge luarkan se mua kepandaiannya.
"He mm, Endang Patibroto.
Engkau benar keterlaluan sekali! Juga kau sombong
bukan main. Apa kaukira aku
tak dapat menanggulangimu?"
bentak Joko Wandiro yang
mulai marah dan pe muda
inipun balas menyerang dengan antep dan cepat.
Ketika Ayu Candra yang
gelisah hendak mencegah, tiba-tiba lengannya dipegang
orang dari belakang. Ia menjer it dan mena mpar ke belakang, akan tetapi kemba li
tangannya itu tertangkap. Melihat bahwa yang menangkapnya
adalah Ki Jatoko, ia meronta-ronta sekuatnya.
"Heh-heh, cah ayu, biarkan mereka berdua saling hantam.
Mari menyelamatkan diri bersa maku. Mari kita cari musuhmusuh kita, kita hancurkan mereka. Lekas, kau ikut
denganku!!"
"Tida k... kaulepaskan aku! Lepaskan.......! Manusia iblis
kau, jahanam busuk, aku tidak mau dibujuk lagi! " Ayu Candra
merenggutkan tangannya dan me mutar tubuh sambil
me mukulkan tangan itu ke arah leher Ki Jatoko. Karena marah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan benci, Ayu Candra menjadi nekat dan serangannya cukup
keras dan kuat.
"Wuuuttt.....!!" Dengan mudah Ki Jatoko yang me mang
me miliki ilmu kepandaian dan pengalaman jauh lebih tinggi
daripada gadis je lita itu, miringkan tubuh menge lak dan
secepat kilat lenganj kirinya me lingkar dan me me luk pinggang
Ayu' Candra yang kecil ramping.
"He mm, bocah bodoh!" Sa mbil berkata begini, dua buah
jari tangan kanan Ki Jatoko menusuk tengkuk Ayu Candra,
menotok ja lah darah dengan kuat dan cepat sekali. Seketika
tubuh Ayu Candral menjadi le mas karena ia telah pingsan. Ki
Jatoko menang kap dan me mondongnya.
Dala m pertandingan menghadapi Endang Patibroto kali ini,
Kampung Setan 8 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Riwayat Lie Bouw Pek 16

Cari Blog Ini