Ceritasilat Novel Online

Wanita Iblis 18

Wanita Iblis Karya S D Liong Bagian 18


antara benar dan salah. "Dalam saat ini sekali wanpwe berkering lidah, tetapi tentu tak dapat menjernihkan
kecurigaan yang tertuju pada diri wanpwe. Yang menghadiri dalam perjamuan ini, adalah
tokoh-tokoh ternama dan berkedudukan tinggi. Demi kehormatan, wanpwe menyatakan
disini bahwa wanpwe hanyalah seorang kerucuk yang tak bernama. Tetapi wanpwe lebih
baik mati daripada dihina. Karena tuan tuan sekalian mencurigai, lebih baik wanpwe pergi.
Dan sekali lagi Wanpwe tandaskan, bahwa wanpwe sama sekali tak bermaksud hendak
mencelakakan Siau-lim-si. Harap tuan-tuan suka mengijinkan aku pergi."
Ciok Sam kong tertawa nyaring dan menukas kata-kata Siu lam, "Dengan dapat
melawan wanita Beng gak itu, tentulah engkau memiliki kepandaian sakti. Asal engkau
mampu menerobos keluar dari ruangan ini, akupun tak akan merintangi lagi dan silahkan
engkau pergi." Jago Swat San-pay itu menutup kata kata-nya dengan sebuah gerak loncatan. Ia
melayang melampaui beberapa orang yang tengah duduk, kemudian melayang turun
menggagah di ambang pintu.
Siu lam kerutkan alis. Matanya berkilat kilat dan wajahnya bengis, "Jangan keliwat
mendesak wanpwe!" "Jika engkau mampu menerobos keluar dari ruangan ini, dapatlah membuktikan sebuah
kenyataan.!" setu Thong soh Tek Cin.
"Soal apa?" tanya Siu lam.
"Bahwa engkau benar benar mempunyai kepandaian sakti"."
"Soal itu dengan soal kecurigaan kalian tadi, apakah ada hubungannya?"
Ciok Sam kong tertawa. "Terus terang saja aku tak percaya akan kemampuanmu dapat melawan orang Beng
gak!" seru jago Swat San pay itu.
Dalam keadaan seperti itu, tiada lain jalan bagi Siu lam kecuali harus menggunakan
kekerasan. rasanya dengan seribu satu macam alasan orang sudah tak mau menerima
lagi. Sekalipun dalam beberapa bulan ini, ia makin bertambah dewasa dalam pikiran dan
pertimbangan, tetapi bagaimanapun juga ia tetap seorang anak muda yang masih
berdarah panas. Ditekan sedemikian rupa, akhirnya habislah kesabarannya.
"Tangan dan kaki tidak bermata. Jika bertempur, tentu tak terhindar dari terluka dan
kematian"." "Jangan bermulut besar, budak" bentak Tek Cin seraya maju mencengkeram Siu lam.
Siu lam menghindar kesamping, gerakannya tenang dan indah sekali.
Tek Cin merah padam mukanya. Ia malu karena cengkeramannya luput.
Bahkan Ciok Sam kong jago tua dari Swat San pay yang tadi begitu mendesak Siu lam,
ketika menyaksikan gerakan luar biasa dari anak muda itu, diam diam tekejut. Ia
menyadari, sekalipun ia yang menyerang, tetapi tentu tidak mungkin dapat
mencengkeram pemuda itu. Saat itu ia tak berani memandang rendah lagi. Diam-diam
salurkan Iwekangnya bersiap siap.
Setelah bebatuk- batuk kecil. Thong soh Tek Cin memuji; "Ilmu kepandaian yang
bebat!" kanan kiri maju setengah langkah dan mengangkat tinjunya kanan. Pengalaman
yang pertama tadi, menyuruh dia harus lebih hati-hati. Tidak berani ia gegabah
menyerang sembarangan. Melainkan mengawasi pemuda itu dengan tajam.
Tetapi Siu lam tetap tegak berdiri dengan tenang. Seperti orang yang menunggu
serangan tetapipun seperti orang yarg sedang berpikir. Ternyata dia tengah mengingat
gerak langkah Chit seng-tun heng ajaran Su Boh-tun.
Pada saat Thong soh Tek Cin hendak luncurkan serangan yang kedua. Tiba tiba Ceng
Hud totiang berbangkit dari tempat duduknya, "Tek lo-cianpwe, harap berhenti dulu. Pinto
hendak bicara!" Thong Soh Tek Cin menarik pulang tinjunya tanyanya, "Apakah yang hendak totiang
katakan?" Sejenak Ceng Hun Totiang memandang kepada hadirin, katanya, "Pinto berani
membulatkan bahwa luka Pui tayhiap itu memang parah. Sama sekali bukan berpurapura"."
Can Yan hui ketua wanita dari Tiam jong-pay segera menyeletuk, "Ucapan toheng,
sukar orang percaya" Sekalipun terdapat obat yang dapat menghidupkan orang mati,
tetapi tak mungkin dalam waktu singkat, dia sudah pulih tenaganya."
Ceng Hun tersenyum, "Jika tak mempunyai bukti yang nyata, mengapa pinto berani
bicara sembarangan" Pil itu, diberikan kepada siapapun juga, tentu dapat
menyembuhkannya dalam waktu dua-tiga jam!"
Ciok Sim kong berseru dingin, "Oh, aku ingin sekali mengetahui apakah nama pil
mujijad itu?" "Pil Hoat-beng sin-tan!" seru Ceng Hun. Mendengar itu, terkejutlah sekalian hadirin.
Hoat beng sin tan artinya pil mukjijad yang dapat menyembuhkan orang mati.
Can Yan hui, ketua Tiam-jong pay bertanya setengah tak percaya. "Bagaimana toheng
tahu kalau dia makan pil itu?"
Ceng Hun totiang mengulurkan tangannya, "Didalam telapakannya terdapat pecahan
kumala putih. Serunya, "Dari botol kumala inilah pinto dapat menetapkan dia tentu makan
pil Hoan-beng sin tan!"
Sekalian hadirin memandang pada pecahan kumala ditangan ketua Ceng sia pay itu.
Terhadap diri Ceng Hun totiang yang telah mengambil alih kedudukan ketua dari
tangan orang yang lebih tua, Thong soh Tek Cin mempunyai pandangan yang
merendahkan. Maka segera ia tertawa dingin, "Saudara adalah seorang ketua partay.
Bagaimana dapat bicara secara sembarangan" Pecahan batu kumala mana dapat dijadikan
bukti kalau dia makan pil Hoat beng sin tan?"
Ciok Sam kongpun menumpangi bicara; "Selama berkecimpung dalam dunia persilatan,
hampir seluruh wilayah Kang-lam Kang pak telah kujelajahi. Tetapi kudengar hanya orang
pernah membicarakan benda itu, tetapi selama itu belum pernah melihat"."
Kemudian ia memandang dengan dingin kepada Ceng Hun dan melanjutkan berkata,
"Di antara hadirin disini, entah siapakah yang pernah melihat pil Hoat beng Sin tan itu?"
Ceng Hun totiang pelahan lahan meletakkan pecahan kumala diatas meja, "Memang
sebelumnya pintopun hanya mendengar cerita orang saja. Tetapi beruntung hari ini pinto
dapat melihatnya!" Can Yan hui kerutkan alis, "Jika toheng tak dapat mengemukakan contoh yang nyata, di
kuatirksn sekalian orang tak dapat menerima alasan toheng."
Kata Ceng Hun totiang pula, "Pinto telah memeriksa pergelangan tangan Pui tayhiap.
Bigaimana lukanya, pinto cukup jelas. memang menurut keadaannya, napasnya sudah
lemah"." "Setiap orsng yang meyakinkan silat, tentu mampu menjalankan napas untuk menekan
peredaran darahnya. Hanya berdasar pemeriksaan urat nadi, tentu tak dapat dijadikan
pegangan yang kuat!"
"Pinto percaya kalau tentang ilmu pengobatan, telah mempelajari secara mendalam
rasanya takkan dapat dikelabui orang!" kata ketua Ceng-sia-pay dengan tandas.
Ciok Sam kong mendengus dingin, "Benarkah Apakah engkau melihat sendiri dimakan
pil Hoan beng-sin tan itu?"
"Kecuali pil tersebut, didunia tiada lagi pil yang melebihi mujarabnya!" sahut Ceng Hun.
"Tahukah engkau dari mana dasar pil itu?" tanya Ciok Sam kong pula.
"Dari Lo Hian, seorang perdekar yang termasyur!"
"Tahukah engkau dimana Lo Hian sekarang?" jago Swat San pay itu mendesak pula.
"Ditempat penjuru langit, tujuh seberang lautan, tiada orang yang dapat mengetahui
jejaknya," jawab Ceng Hun totiang.
Tiba tiba Ciok Sam-kong membentaknya; "Katak dalam tempurung! Engkau berani
mengoceh tentang peristiwa didunia persilatan" Ketahuilah bahwa Lo Hian itu sudah lama
tak berada didunia lagi".!"
Tiba tiba Ceng Hun topang tertawa nyaring sehingga kata kata jago tua Swat san-pay
itu tekerat. Meledaklah amarah Ciok Sam-kong. Sambil ayunkan kakinya ia membentak keras,
"Bocah kemarin sore berani menghina orang tua! Apa yang engkau tertawakan, hai!"
Brak?". meja yang berada dimuka Ciok Sam kong hancur berantakan. Seorang
pemuda yang duduk dihadapannya serentak berbangkit dan mendamprat, "Swat San- pay
dan Ceng Sia Pay, tiada permusuhan. Sekalipun engkau seorang tua tetapi tak seharusnya
menghambur melukai perasaan orang!"
Siu-lam berpaling. Didapatinya pemuda gagah yang tegak berdiri menatap Ciok Samkong
itu adalah Tio Gan, murid Ceng Sia pay.
Ciok Sam kong berkaok kaok seperti orang kebakaran jenggot, "Celaka, seorang bayi
yang masih menyusu, berani kurang ajar terhadap orang tua! Jika tak diberi hajaran, aku
tentu ditertawa orang persilatan!"
Melihat gelagat kurang baik, cepat Tay Ih kebutkan lengan jubah dan melesat ketengah
kedua orang itu, "Harap saudara suka tenang. Jika ada persoalan, baiklah dirunding
dengan damai." Ceng Hun totiang marah terhadap muridnya; "Hm, tempat apakah ini" Mengapa kau
berani berlaku kurang sopan" Hayo lekas haturkan maaf kepada Ciok lo cianpwe!"
Sejenak Tio Gan meragu tetapi pada lain saat ia memberi hormat kepada jago SwatSan pay, "Wanpwe telah kelepasan omong, harap Ciok locianpwe suka memaafkan!"
Sambil mengurut urut, Ciok Sam kong berkata "sudahlah, dan akupun tak bersungguhsungguh."
"Tay Ih lo siansu, aku hendak berkata beberapa patah kata lo sianSu. Mohon lo siansu
suka memberi izin," tiba tiba Thong soh Tek Cin berkata.
Tay Ih segera mempersilahkan.
"Pada waktu fihak beng-gak mengirim undangan untuk menghadiri pertemuan
dilembah Coat Beng-koh, bukankah undangan itu tidak semata mata tertuju kepada Siaulim
si?" Tay Ih mengiakan. "Beng gak hendak menguasai dunia persilatan. Maka setiap partay maupun tokoh
persilatan tentu berhak untuk menyelidiki persilatan itu, benar tidak?" kata Tek Cin pula.
"Benar!" "Oleh karena itulah maka aku dan Ciok-heng mengajukan pertanyaan yang melilit untuk
menyelidiki asal usul Pui tayhiap. Kita harus membersihkan musuh didalam dulu. Jika
tidak, ibarat bubuk memakan kayu".
Tiba-tiba Can Yan bui berbangkit dan melangkah maju, ujarnya; "Tek locianpwe
memang benar. Musuh didalam harus lebih dulu dibasmi baru tubuh kita kuat untuk
menghadapi bahaya dari luar, lebih baik kita menyalahi seorang yang baik tetapi takkan
membiarkan seorang musuh dalam selimut!"
"Ciok lo cianpwe mengapa yakin bahwa Lo Hian sudah meninggal?" tiba tiba Ceng Hun
totiang berseru lantang: Rupanya ketui Ceng Sia pay itu sengaja menukas pembicaraan, untuk mengalihkan
persoalan. Can Yan hui ketua wanita dari Tiam jong-pay kerutkan dahi. Rupanya ia dapat
mengetahui maksud ketua Ceng Sia pay Tanyanya, "Adakah Ceng Hun totiang sudah kenal
dengan Pui tay-hiap ini!"
"Tidak kenal," sahut Ceng hun totiang.
"Oh, tetapi totiang agaknya bermaksud bertindak melindunginya!"
"Sama sekali tidak," Sahut Ceng Hun totiang," melainkan pinto hanya bermaksud
hendak meredakan perasaan sesama kaum agama"."
"Sejak toheng menerima jabatan sebagai ketua, hubungan partay Ceng sia pay dengan
lain-lain partay tampaknya makin jauh. Dalam hal itu harap toheng suka mengadakan
penilaian diri." kata Ceng Yan hui.
Ceng Hun tertawa, "Pinto percaya, semua tindakan pinto tak merugikan orang "
Thong soh Tek Cin mendengus, "Hmm, ucapan dan sikap toheng. Serasi benar dengan
Pui tayhiap. Jika kalian berdua menganggap tindakan kalian tak merugikan orang, apakah
engkau anggap aku dan lain-lain orang merugikan orang lain?"
Agaknya Ceng Hun totiang marah mendengar ejekan beberapa orang itu sahutnya
dingin. "Jika saudara saudara berhak menyelidiki urusan ini, apakah aku tak mempunyai
hak?" Dengan segera ketua Ceng-Sia-pay itu alihkan pandangannya kearah Ciok Sam-kong,
ujarnya. "Lo cianpwe memaki pinto seperti katak dalam tempurung, tak tahu keadaan
dunia luar. Tetapi entah, apakah Lo Hian itu sudah mati" Dengan bukti apa lo cianpwe
mengatakan begitu?" Ciok Sam kong marah, "Setiap orang yang hadir disini semua tahu bahwa Lo Hian itu
sudah mati. Perlu apa engkau meminta bukti dari aku?"
Jawab Ceng Hun, "Segala berita yang tersiar didunia persilatan, tanyalah desas desus
yang berpangkal pada dugaan saja. Adalah karena sudah berpuluh tabun tak muncul,
maka orang mengira Lo Hian tentu sudah mati. Misalnya dengan Lam koay dan Pak-koay,
pun dikira sudah mati. Tetapi nyatanya kedua tokoh itu masih berada di biara gereja Siau
lim si. Dengan contoh itu, jelas bahwa segala desas desus itu tak dapat dijadikan bukti
yang meyakinkan. Jangan salah faham, sekali kali bukan Pinto hendak menentang
pendapat sekalian hadirin terhadap diri Pui tayhiap. Yang pinto harapkan hanyalah agar
segala sesuatu dapat dipertimbangkan dengan tenang dan seksama. Jika menggunakan
kata kata untuk menekan, dapat menimbulkan akibat akibat yang tak kita harapkan, Maka
kumohon locianpwe suka mempertimbangkan kata-kata pinto ini."
Ucapan ketua Ceng sia pay yang masih muda itu, ternyata membuat Ciok Sam kong
tokoh tua dan Swat San pay bungkam.
"Tetapi jika dia tak mau menerangkan dan tetap bungkam, bukankan sia sia saja
menggunakan kata kata yang ramah menanyainya?" kata Thong soh Tek Cin.
Tiba tiba ketua wanita Tiam jong pay, berseru; "Tay Ih siansu memuji setinggi langit
kepadanya yang dikatakan dapat menahan serangan Beng gak dengan gigih. Dengan
begitu tentu dia memiliki kepandaian yang Sakti. Maka sebaiknya hendak kuminta barang
dua tiga jurus untuk membuktikan kebenarannya."
Kemudian tokoh wanita itu memandang kepada Siu lam. serunya- "Apakah engkau
berani menyambuti tiga jurus seranganku saja?"
Siu-lam menghela napas, "Ah, jika lo cianpwe berkeras menguji, terpaksa wanpwe akan
melayani." Tay Ih siansu terkejut dan buru-buru hendak mencegah tetapi didahului Can Yan-hui,
"Ah. jangan kuatir, lo siansu. Tentu tak akan mengakibatkan jiwanya!"
Ketua wanita dari Tiam-jong pay itu segera membuka serangannya dengan jurus Tating
se sia "Ah, lo cianpwe-terlalu memandang tinggi pada wanpwe," Siu lam berseru seraya
gunakan jurus Liam coan se hong. Tanpa berkisar kaki, kelima jarinya menyambar
pergelangan tangan tokoh wanita itu.
Can Yan hui berobah wajahnya, "Hmm, cengkeraman yang hebat!" serunya sembari
rubah jurus Tat ing se shia menjadi Ki hong tie eng kau atau burung Hong terkejut naga
meloncat. Dia gunakan tujuh bagian- tenaga untuk mendorong lawan.
Karena menyadari lukanya baru sembuh, Siu lam tak mau adu kekerasan, Cepat ia
berkisar kesamping dengan gerak langkah Cit sing tin-heng. Dengan indah sekali ia
menyelinap ke samping terus memukul awan dengan jurus Goat loh-ce Sim atau rembulan
jatuh bintang tenggelam. Dua jurus yang dimainkan Siu lam itu, yang satu ilmu dari Swat San pay dan yang satu
dari Kun lun pay. Ciok Sam kong dan Thian Ce totiang melongo. Can Yan hui loncat mundur.
Sebagai tetua Tiam-jong pay, sudah tentu Can Yan-hui terkejut bukan kepalang. Dua
buah serangannya telah dipecahkan Siu lam. Jika serangan yang ketiga dapat ditangkis
lagi, nama Tiam jong pay tentu akan ternoda. Maka mundurlah ia.
Sebaliknya Siu lam tak merasa apa-apa. Tadi ia hanya sembarangan saja menangkis.
Sama sekali ia tidak menganggap hal itu serius. MaKa begitu wanita itu mundur, ia segera
memberi hormat, "Maafkan, lo cianpwe!"
"Jangan bergirang dulu, masih ada sebuah jurus!" sahut Can Yan hui dengan dingin.
Jawaban itu membuat Siu lam marah, "Silahkan mulai lagi!" tanyanya.
Wajah ketua wanita dari Tiam jong pay itu membeku. Dipandangnya Siu-lam dengan
berkilat kilat. Tetapi ternyata dia tak berani gegabah menyerang.
Menilik sikap dan wajah tokoh wanita itu, Siu lam menduga serangan yang keiga itu
tentu menggunakan jurus yang istimewa. Diam-diam ia kerahkan Iwekang untuk berjaga.
Sekalian hadirinpun menduga demikian. Can Yan hui tentu akan menggunakan
serangan ketiga itu untuk merebut kembali muka partai Tiam jong-pay.
"Tunggu dulu Can toyu"." tiba tiba Tay Ih siansu berseru.
Tetapi seruan ketua Siau lim si itu terlambat karena saat itu Cau Yau hui sudah
ayunkan tangan kearah Siu lam, "Engkau berani menyambut pukulan ini?"
Tamparannya itu tiada keras, tiada mengeluarkan sambaran angin. Tampaknya tiada
sesuatu ang luar biasa. Siu lam menangkis dengan tangan kanan. Sebenarnya ia tak bermaksud untuk adu
kekerasan, tetapi karena wanita itu mengucapkan kata kata jengek, maka iapun panas. Ia
menangkis keras. itulah yang diharapkan Can Yan bui. Memang ia sengaja hendak memancing
kemarahan lawan. Ketika kedua pukulan Saling berbentur, terkejutlah Siu-lam seketika. Ia dapatkan
pukulan ketua Tiam-jong pay itu mengeluarkan hawa panas seperti ilmu pukulan dari Lamkoay.
Ketika ia hendak menarik kembali tangan, Can Yan-hui sudah cepat benturkan jari".
Seketika Siu-lam merasakan terangkum gelombang panas melanda lengannya
Tenaganya lunglai, jantung serasa merekah pecah. Ia terhuyung huyung tiga langkan
kebelakang dan muntahkan segumpal darah".
Tetapi pemuda itu seorang yang keras hati. Dengan kerahkan sisa tenaganya ia berdiri
tegak seraya berseru, "Pukulan lo cianpwe sakti sekali. Wanpwe tak dapat menandingi."
Tay Ih siansu buru buru menghampiri Siu lam dan memapah tubuh pemuda yang
gemetar itu, "Apakah Pui sicu terluka berat?"
Sui lam tertawa rawan, "Tidak apa. Aku memang sudah tak memikirkan soal jiwa. Mati
pun takkan penasaran!"
Juga Ceng Hun totiang bergegas-gegas menghampiri seraya memberi sebutir pil,
"Harap Pui tayhiap segera minum pil itu untuk melindungi jantung!"
Siu-lam menyambuti, menelannya dan menghaturkan terima kasih. Ketua Ceng 8ia-pay


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu pun segera malangkah kembali ketempat duduknya.
Tiy Ih siansu hendak mengantarkan Siu-lam beristirahat keruang Hong-tiang tetapi Siulam
menolak. "Wanpwe tidak berani tinggal lebih lama di gereja ini lagi. Wanpwe hendak pergi," kata
Siu-lam. "Ini"." Tay Ih slansu tertegun, "luka Pui sicu belum sembuh, lebih baik tinggal di-sini
dulu. Setelah sembuh barulah sicu boleh pergi!"
Dengan ucapan itu jelas Tay Ih telah terpengaruh oleh Ciok Sam kong dan Thong soh
Tek Cin. Ia menghendaki agar Siu-lam jangan sampai pergi dulu.
Wajah Siu lam berobah seketika tetapi pada lain saat kembali tenang. Ujarnya, "Apakah
maksud losiansu" Wanpwe benar benar tak mengerti. Baiklah, wanpwe akan beristirahat
setengah hari di ruang Hong-tiang. Sebelum matahari silam, wanpwe akan pergi. Jika losiansu
masih perlu dengan wanpwe, silahkan mencari wanpwe, di ruang tersebut!"
Tegas dan tandas Siu-lam mengucapkan kata-kata itu. Lalu melangkah keluar ruangan.
Setelah melancarkan pukulan tadi, Can Yan hui tidak berani menyusuli lagi. Karena
diam diam ia mengagumi juga kepandaian anak muda itu. Maka ketika pemuda itu
melangkah iapun melangkah mundur memberi jalan.
Tetapi Ciok Sam kong tetap menghadang di ambang pintu. Hal itu mencemaskan Tay
Ih siansu. Ia tahu pemuda itu sedang menderita luka dalam yang parah. Jika jago tua
Swat San pay itu turun tangan lagi, anak muda itu tentu celaka.
"Ciok lo cianpwe, harap sudi memandang muka lohu dan memberi jalan," serunya
sambil memberi hormat. Jago Swat san pay itu kerutkan alis. Setelah berbatuk batuk sejenak, ia menyingkir kesamping,
"Pemuda ini menyangkut kepentingan dunia persilatan. Sebelum seluruh
persoalan jelas, lebih baik jangan ijinkan dia pergi!"
Tay Ih Siansu tidak mau menyinggung perasaan Siu lam tetapi pun tak mau
bertentangan dengan Ciok Sam-kong. Ia hanya mengiyakan tak lampias.
Siu-lam menekan kemarahannya dan terus melanjutkan langkahnya. Tay Ih siansu
menyusul. Setelah tiba di ruang Hong tiang, barulah ketua Siau-lim-si itu berkata, "Pui sicu
banyak sekali menderita kesulitan dan bahaya karena membela gereja Siau-lim si. Lohu
pribadi takkan melupakan budi sicu. Adalah karena tak mengetahui jelas riwayat sicu maka
tokoh-tokoh persilatan yang berkumpul di ruang besar itu bertindak menyulitkan Sicu.
Tetapi harap sicu jangan kecewa. Emas tidak takut di bakar api. Dalam beberapa jam lagi,
segala apa tentu akan jelas".,"
Siu-lam hanya tertawa hambar."Harap lo siansu tak perlu cemaskan diri wanpwe.
Sebelum urusan itu selesai, Wanpwe takkan tinggalkan tempat ini!"
Tay Ih menyadari bahwa ucapan Siu lam itu mengandung kemarahan kepadanya. Maka
paderi itu segera minta diri. Siu lam tak mau mengantar. Ia duduk bersemedhi
menyalurkan darah. Pemuda itu berlaku setenang mungkin agar jangan sampai diketahui Lam-koay dan Pak
koay. Karena jika kedua tokoh itu tahu keadaan Siu-lam, dikuatirkan tentu akan
menimbulkan peristiwa. Pil pemberian dari Ceng Hun totiang tadi ternyata manjur sekali. Setelah bersemedhi
beberapa saat, darahnya tenang kembali. Setelah itu baru ia melangkah masuk kedalam
ruang. Tampak Lam koay dan Pak-koay duduk bersemedhi dengan saling menyandar
punggung. Siu lam tak berani mengganggu. Ia segera duduk disudut ruang dan
bersemdhi. Entah lewat berapa lama, tiba tiba diluar ruang terdengar derap kaki berhamburan
mendatangi, Siu-lam terkejut bangun.
Melongok keluar, ternyata diluar ruang tampak Ciok Sam kong dan Thong Soh Tek Cin
diiring dengan belasan orang. Ternyata tokoh tokoh persilatan yang berada diruang
perjamuan tadi, kini mendatangi keruang Hong tiang.
Kecuali Ciok sam-kong dan Thong Soh Tek Cin, rombongan dibelakangnya sama
membekal senjata. Lam koay dan Pak koay tetap duduk saling bersandar panggung. Mereka tetap
pejamkan mata seolah-olah tak mengacuhkan kehiraukan diluar Kong-ran.
Tetapi Siu lam tak dapat tinggal diam. Ia menyambar pedang Pek kau kiam, terus
melangkah keluar. Melihat pemuda itu menghunus pedang, Ciok Sam kong dan Thong soh
Tek Cin menyurut mundur untuk bersiap Siap.
Sambil lintangkan pedang didada, berserulah Siu lam diambang pintu, "Apa maksud
kalian datang kemari?"
Melihat kedua tokoh yang duduk bersemedi dalam ruang, Ciok Sam kong tertawa dingin
dan balas bertanya "Apakah kedua orang itu Lam koay dan Pak koay?"
"Kalau benar, lalu?" Sahut Siu lam.
"Bocah kemarin sore berani kurang hormat kepada orang tua!" bentak Thong Soh Tek
Cin seraya maju dan mencengkeram Siu-lam dengan tangan kiri.
"Karena kamu berdua terus mendesak saja, apa boleh buat terpaksa aku berlaku
kurang berbuat!" Siu-lam menjabat dengan ilmu pedang tong pay.
Thong soh Tek Cin adalah satu satunya angkatan tua yang masih hidup dalam partay
Kong tong-pay. Sudah tentu dalam hal ilmu pedang partay itu, ia mahir sekali.
Dengan tertawa dingin, ia menyongsong maju. Sebuah jari tangan kanan mengancam
siku lengan pemuda itu. Gerak itu sekaligus mempunyai dua maksud. Sambil menghindari tabasan, jari itu telah
siap menyambut apabila lawan menarik pedangnya. Dengan demikian lawan pasti
terpaksa harus menyurut mundur.
Begitu Siu lam mundur, Tek Cin cepat menerobos masuk kedalam ruang.
Sekalipun sudah beristirahat, tetapi luka Siu lam masih belum sembuh sama sekali.
Ketika menyerang dengan pedang tadi ia rasakan jantungnya mendebur keras, darah
bergolak lagi. Tetapi karena melihat saat itu keadaan memaksa, ia tak mau menghiraukan
lukanya lagi. Dengan mengempos semangat ia menyerang lagi dalam jurus -Khong jiok
gui-ping atau burung merak-pentang sayap.
Yang dipentingkan ialah Lam koay dan Pak koay. Jika orang hendak mancelakai, kedua
tokoh itu tentu celakalah. Maka ia harus menghalau Tek Cin keluar.
Melihat hebatnya serangan anak muda itu, Tek Cin mundur Sambil menghantam
dengan tangan kiri. Sedang Siu lam terdorong mundur, darah makin bergolak keras dan akhirnya mulutnya
muntah darah lagi. Berbareng itu, siku lengannya terasa tertutuk jari. Tring". Ia terpaksa
mundur dan lepaskan pedangnya.
Buru buru ia hendak memungut pedang itu. Tapi sekonyong-konyong Ciok Sam kong
loncat menginjak pedang itu sembari ulurkan tangan mencengkeram lengan kiri Siu lam,
"Kukira engkau ini manusia yang berkepala tiga berlengan enam, kiranya hanya sebuah
kantong nasi yang tiada berguna!"
Pada saat itu Siu lam sudah kehilangan daya perlawanannya lagi, sekali Ciok Sam kong
menekan lebih keras, Siu lam rasakan separoh tubuhnya mati rasa dan tak kuasa lagi ia
mempertahankan diri ketika tubuhnya dilempar kemuka.
Jika saat itu Ciok Sam kong menyusuli sebuah hantaman lagi, Siu-lam tentu melayang
jiwanya! Tek Cin memungut pedang Pek-kau-kiam, Ia terkesiap melihat ketajaman pedang
pusaka itu. Ciok Sam-kong menghampiri dan berkata bisik, "Dikuatirkan paderi tua Tay Ih akan
mencegah, jika kita bertindak untuk menggunakan kekerasan mengorek keterangan budak
ini. Anak ini keras kepala sekali. Jika tidak disiksa tentu takkan mengaku."
"Aku mempunyai akal," kata Tek Cin. "Atas permintaan Ciok Sam-kong, Tek Cin
mengutarakan rencananya "Lebih dulu anak itu kusuruh murid muridku membawa keluar
gereja. begitu ada kesempatan, kita kesana untuk memeriksanya. Setelah itu kita bawa
lagi kedalam gereja dan melaporkan hasil keterangannya itu kepada sekalian orang!"
Ciok Sam-kong setuju. Kemudian ia menanyakan tentang kedua orang tua yang duduk
bersemedhi itu, "Apakah kedua orang itu benar Lam koay dan Pak koay?"
"Menilik raut wajahnya, memang menyerupai. Tetapi mana tokoh semacam Lam-koay
dan Pak-koay yang begitu sakti, mau duduk diam seperti patung?" kata Tek Cin.
Ciok Sam kong mengamati dengan seksama. Dilihatnya wajahnya kedua orang itu
sebentar merah sebentar pucat dan dadanya berombak keras.
"Ah, kedua orang itu mungkin sedang melatih suatu iimu kesaktian. Lebih baik kita
hancurkan saja sekali!" kata jago Swat San-pay itu.
Tek Cin tiba tiba kepalkan tinjunya. Tubuhnya agak gemetar. Tetapi entah bagaimana
pada lain saat ia tenang kembali dan hanya memandang ke arah Lam koay dan Pak-koay
dengan tajam. Rupanya dalam hati jago Kong tong pay itu timbul pergolakan sendiri. Sebenarnya ia
gentar terhadap Lam koay dan Pak koay. Tetapi ia merasa sayang kalau menghilangkan
kesempatan bagus seperti saat itu. Ia mencekal sebatang pedang pusaka. Sekali tabas,
kedua tokoh termasyur itu tentu terbelah menjadi dua".
Ciok Sam kong menutuk pingsan Siu-lam lalu memberi isyarat kearah luar. Dua orang
pemuda muncul menggotong Siu lam keluar. Setelah itu Ciok Sam-kong memandang Tek
Cin, lalu perlahan lahan masuk menghampiri Lam koay dan Pak koay.
Karena terpengaruh oleh kegagahan Ciok Sam-kong. nyali Tek Cin pun berkobar.
Dengan mencekal pedang Pek-kau kiam erat erat, ia mengikuti dibelakang jago Swan-Sanpay
itu. Lam koay dan Pak-koay masih tetap bersemedhi dengan saling menyambar punggung.
Rupanya mereka tak menyadari akan bahaya maut yang mengancam diri mereka".
Setelah tiba disamping kedua tokoh itu, Ciok Sam kong tak berani gegabah terus
bertindak. Lebih dulu ia goyang goyangkan tangannya kemuka Lam-koay untuk
mengetahui apakah tokoh itu benar-benar tak mengetahui kedatangan mereka.
Ternyata Lam koay diam saja. Ciok Sam kong menyurut mundur kesamping Tek Cin
dan membisikinya, "Tek-heng lekas kerjakan!"
Tokoh dari Kong tong pay itupun tak ragu-ragu lagi. Ia maju dan mengangkat pedang
pusaka Pek Kau kiam yang tajam".
"Lo cianpwe, jangan timbulkan bencana!" Sekonyong konyong terdengar seruan
bernada berat. Dan sesosok tubuh melesat kesamping kedua orang itu. Seorang imam yang berjenggot
panjang. "Ho lagi lagi engkau yang mengacau!" bentak Ciok Sam kong ketika mengetahui bahwa
yang muncul itu Ceng Hun totiang, ketua Ceng sia pay.
Ceng Hun menatap jago Swat San pay itu dengan tajam, serunya, "Pinto selalu
menghormat kepadamu. Kita sama sama lain golongan karenanya tiada terikat dengan
peraturan apa apa, Seharusnya lo cianpwe sedikit sungkan kalau bicara!"
Ciok Sam kong tertawa hina. Cepat ia mengisar kemuka ketua Ceng sia pay itu, lalu
menyuruh Tek Cin, "Tek heng, lekas turun tangan!"
Tek Cinpun segera ayunkan pedangnya untuk menabas Lam koay dan Pak koay".
Pada saat pedang Pek kau kiam hendak menabas tubuh kedua tokoh itu, tiba tiba Ceng
Hun bersuit nyaring. Tangan kanan mendorong tubuh Ciok Sam kong, tangan kiri
menampar pedang Pek kau kiam.
Mimpipun tidak Ciok Sam kong kalau Ceng Hun berani turun tangan kepada mereka
berdua. Maka ia tak bersedia dan tak keburu memangkis. Tubuhnya serasa terdorong oleh
tenaga yang kuat sehingga menyisih kesamping.
Sebenarnya Thong seng Tek Cin tetap gentar terhadap Lam koay dan Pak-koay. Maka
begitu mendengar suitan tajam dari Ceng Hun tadi, gerakannya menjadi lambat dan pada
saat itulah angin tamparan Ceng Hun cepat melandanya. Buru buru ia menyurut
kebelakang untuk menghindar. Dan karena orangnya menyurut, pedangpun ikut tertarik
kebelakang. Setelah tersisih tiga langkah, barulah Ciok Sam-kong dapat berdiri tegak lagi. Secepat
kilat ia berputar tubuh dan maju menghantam dada orang; "Huh, kau berani kurang ajar
terhadap orang tua!"
Ceng Hun totiang menghindar kesamping, berdiri dihadapan Lam koay dan Pak-koay.
Sambil lintangkan sebuah tangan ke dada, ia berseru; "Harap lo cianpwee berdua bersabar
dulu. Pinto hendak bicara!"
"Seluruh partai-partai persilatan tak puas dengan tindakanmu merebut kedudukan
orang yang lebih tua!" bentak Ciok Sam kong, "dan apa yang kusaksikan hari ini memang
menyatakan bahwa pribadimu jauh lebih jahat apa yang dikabarkan orang!"
Dampratan itu membuat Cong Hun totiang gemetar karena menahan kemarahanSekalipun dalam kalangan ketua partai persilatan, dia yang paling muda sendiri usianya,
tetapi dia mempunyai watak dan pribadi yang mengagumkan.
"Ditempat dan saat ini, bukanlah waktunya untuk memperbincangkan urusan partaiku!
Jika saudara berdua menganggap aku telah merebut kedudukan ketua dari tangan orang
yarg lebih tua, silahkan bersama-sama seluruh partai persilatan menyelidiki hal itu"."
Ia berhenti sejenak. Lalu mengalihkan pembicaran, "Saudara berdua berkeras menuduh
Pui tayhiap itu orang Beng-gak. Tetapi tuduhan itu hanya berdasar dugaan saja. Pinto tak
menentang tindakan saudara untuk menyelidiki hal itu, tetapi selama persoalan belum itu
jelas, jika saudara hendak menetapkan orang itu bersalah, pinto tak setuju!"
Kemudian ketua Ceng sia pay itu berpaling ke belakang. Dilihatnya Lam koay dan Pakkoay
masih duduk mematung. Hanya kepala kedua tokoh itu bercucuran keringat dan
kadang kali kelopak matanya bergerak gerak.
Jelas kedua tokoh iru sudah mendengar apa yang terjadi dalam ruangan situ. Tetapi
mereka tak dapat bangun. Tiba-tiba Ceng Hun totiang gunakau ilmu menyusup suara Coan-im-jib-bi kepada Ciok
Sam-kong dan Tek Cin, "Ketahuilah, bahwa Lam koay dan Pak-koay segera akan terjaga.
Harap lo cianpwe berdua tinggalkan tempat ini dan segera lepaskan Pui tayhiap."
Ciok Sam-kong terbeliak kaget. Jika Lam koay dan Pak kOay sampai terbangun,
keadaan tentu berubah. Daripada harus menghadapi bahaya, lebih baik saat itu kedua
tokoh tersebut dilenyapkan.
Cepat ia berpaling kepada Tek Cin, "Apa bila tak cepat bertindak, kita tentu kehilangan
kesempatan yang bagus. Harap Tek-heng lekas turun tangan. Ceng Hun totiang biar aku
yang menghadapi"."
Ia menutup kata katanya dengan sebuah pukulan kepada Ceng Hun totiang. Sedang
tangan kiri membarengi mendorong dengan jurus Hong-bud ko bo atau Angin mentiup
teratai lapuk sekaligus ia lancarkan dua serangan.
Ketua Ceng-Sia pay tak gentar. Ia menyiak dengan kedua tangan. Mengarah bagian
jalan darah penting dari jago Swat san pay. Dalam pada ini ia berpaling dan berseru
kepada Tek Cin, "Kalian berdua adalah tokoh angkatan dari partai Ceng-sia-pay.
Kedudukan saudara di indahkan sekali oleh kaum persilatan. Tetapi mengapa bertindak
tidak selayaknya?" Terdengar angin menderu deru. Dalam beberapa kejap saja, Ciok Sam kong sudah
lancarkan tiga empat kali jurus pukulan. Tetapi Ceng Hun totiang tetap dapat
menghalaunya. Ketua Ceng Sia pay yang masih muda itu, hanya menghalau dan
membuyarkan pukulan lawan. Sama sekali tidak melakukan serangan balasan.
Walaupan kian lama pukulan Ciok Sam kong tampak makin keras, tetapi diam-diam
jago Swat-san pay itu tertejut. Nyata kepandaian ketua Ceng sia-pay yang jauh lebih
muda itu tak di bawah kepandaiannya.
Sedang Tek Cin memandang Lam koay dan Pak koay dengan berkilat-kilat. Sangat
bernapsu rupanya ia, dengan sekali tabas dapat membelah tubuh kedua momok itu.
Dalam pada itu karena merasa serangan Ciok sam kong makin lama makin dahsyat,
Ceng Hun totiang diam diam mempertimbangkan satu langkah. Jika ia terus menerus
hanya bertahan saja, sekalipun dapat menahan, tetapi ia tentu tak mempunyai
kesempatan untuk mencegah Thong Soh Tek Cin.
Akhirnya ketua Ceng sia pay itu memutuskan. Ia harus mengambil inisiatif sebagai
penyerang, bukan sebagai yang diserang. Agar ia dapat mencegah tindakan Tek Cin.
Keputusan itu segera ia tuangkan dalam bentuk perobahan gaya permainan. Saat itu ia
gunakan jari untuk menotok. Berturut-turut ia lancarkan tiga buah serangan totokan jari.
Tiga desir angin tajam, berhampiran memburu tiga buah jalan darah berbahaya pada
tubuh Ciok Sam kong. Ilmu totokan jari tengah itu. merupakan ilmu istimewa dari partai Ceng sia pay. Ceng
Hun totiang dapat menguasai ilmu itu dengan mahir. Walaupun hanya menggunakan tujuh
bagian tenaga tetapi anginnya cukup dahsyat sehingga memaksa Ciok Sam kong
menyurut mundur. Setelah dapat mengundurkan lawan, cepat Ceng Hun totiang mencabut pedangnya,
serunya "Sekalipun harus bentrok dengan lo cianpwe, tetapi aku terpaksa harus
melindungi Lam koay dan Pak koay!"
Wajah Ciok Sam kong berubah seketika, serunya:"Jika Tek heng tak lekas turun tangan
sehingga kedua lo koay itu keburu bangun, keadaan tentu akan runyam!"
"Benar!" Susul Tet Cin terus ayunkan pedangnya dengan gerak Hun toan bu sad atau
awan mengerat maju dan mendorong dengan jurus Hiap san cau hay.
Didesak mundur oleh ketua Ceng-sia-pay tadi, benar-benar jago tua itu merasa
kehilangan muka. Maka pakaiannya itu dilambari dengan sembilan bagian tenaganya.
Belum pukulan tiba, anginnya sudah menyambar dahsyat.
Ceng Hun totiang menyadari bahwa serangan pedang dan tinju dari kedua tokoh itu
untuk mengundurkan dirinya agar mereka leluasa menyerang Lam-koay dan Pak-koay.
Iapun nekad. Tangan kiri menangkis pukulan Ciok Sam kong, tangan kanan yang
mencekalnya ia gerakan dalam jurus tiong hiong tiam-than untuk menutuk lengan Tek Cin.
Bum". terdengar dua buah pukulan saling beradu. Tubuh Ceng Hun totiang tergetar
dan kakinya mundur selangkah. Tetapi pedangnya berhasil memaksa Tek Cin menarik
pulang senjatanya. Dari hasil adu kekuatan itu, jelas bahwa pertempuran itu takkan selesai dalam empat
lima puluh jurus. Kecuali jika kedua belah pihak menggunakan seluruh tenaga untuk
mengadu tenaga sepenuhnya.
Thong soh Tek Cin melongok kearah anak muridnya yang berada diluar ruangan.
Kemudian mengancam Ceng Hun totiang, "Sama sama dari golongan sembilan partay
persilatan, sebelumnya aku tak menghendaki terjadinya pertikaian antar partay. Tetapi
karena keadaan memaksa dan jika engkau tetap hendak melindungi kedua momok itu,
jangan salahkan jika aku dan Ciok heng terpaksa akan menindakmu!"
Ketua Ceng-sia-pay itu menghela napas, ujarnya, "Sesungguhnya pinto tak kenal


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan kedua tokoh Lam koay dan Pak koay. Dan sama sekali pinto tidak bermaksud
hendak memusuhi locianpwe berdua Tetapi dalam hal ini menyangkut kepentingan dunia
persilatan dan ratusan jiwa manusia"."
Ciok Sam kong membentak, "Jika tahu kalau hal ini menyangkut kepentingan dunia
persilatan mengapa engkau tetap berkeras hendak menentang partay partay persilatan
dan melindungi kedua lokoay yang termasyur itu."
"Justru tindakan pinto ini adalah demi kepentingan kerja sama dengan partay-partay
persilatan. Sayang lo cianpwe tak mengijinkan pinto untuk menjelaskan persoalan ini"."
"Bunuh dulu kedua lokoay itu baru aku suka mendengar keteranganmu!" bentak Ciok
Sam Kong. Ceng Hun totiang berubah wajahnya. Dengan wajah bersungguh ia berkata, "Lo
cianpwe berdua tetap hendak bertindak sendiri, tanpa mau mendengarkan penjelasan
pinto. Demi kepentingan orang banyak, terpaksa pinto akan menjalani locianpwe berdua,
Dibawah lindungan pinto. kiranya tak mudah locianpwe hendak mencelakai Lam koay dan
Pak koay!" Ciok Sam kong mencuri lirik kepada Lam koay dan Pak koay. Tampak kepala kedua
tokoh itu makin basah dengan peluh. Napasnya makin terengah keras tetapi matanya
tetap merata. Tek Cin berpaling kepada Ciok Sam-kong. serunya; "Rupanya bentrokan dengan partay
Ceng Sia pay tak dapat kita hindari lagi. Harap Ciok heng menghantam kedua Lo koay itu
sedang aku yang menghadapi Ceng Hun totiang!"
Dengan jurus Peng Ko gui-tang atau Sungai es meleleh dari kebekuan, ia terus
menusuk Ceng Hun totiang.
Ketua Ceng sia-pay itu memang sudah memperhatikan bahwa pedang ditangan jago
tua Kong tong pay itu sebuah pedang pusaka yang hebat. Maka Ia tak beranilah ia
menangkis dengan pedangnya ia gelincirkan pedangnya dan merobah dengan sebuah
tusukan dalam jurus Kim- Si jan wan.
Sebagai angkatan tua dari Kong tong pay sudah tentu Tong-soh Tek Cin memiliki
tenaga yang sakti. Pengalamannyapun luas. Ia mahir dalam ilmu pedang partay Kong-tong
pay yang termasyur kesaktiannya. Delapan buah serangan pedang yang dilancarkan
dengan kemarahan itu bukan olah olah hebatnya. Ruang seolah olah di penuhi dengan
pancaran sinar pedang Pek kau Kiam.
Kelemahan Cing Hun totiang terletak karena ia tak berani beradu senjata. Disamping
menjaga gerak perubahan pedang lawan, pun ia masih harus menjaga jangan sampai
pedangnya terpapas kutung pula masih memperhatikan gerak gerik Ciok Sam kong apabila
tokoh itu sampai mengirimkan pukulan maut kepada Lam koay dan Pak koay. Karena
perhatiannya bercabang tiga, terpaksa dapat didesak mundur oleh Tek Cin.
ciok Sam peng agak pejamkan mata dan berdiri tegak. Rupanya ia tengah kerahkan
seluruh tenaga sakti untuk lepaskan pukulan maut. Tapi belum sempat ia laksanakan
rencananya, tiba-tiba terdengar suara Tay Ih Siansu berseru, "Harap saudara berhenti
dulu"." Sekonyong konyong Ciok Sam-kong menggembor keras untuk menukas kata kata ketua
Siau-lim-si dan serempak dengan itu ia lepaskan sebuah pukulan dahsyat kearab Lam koay
dan Pak koay. Ia gunakan seluruh tenaganya untuk memukul. Maka perbawanyapun
seperti gunung rubuh. Ceng Hun totiang memang sudah memperhitungkan kemungkinan itu. Maka tangan
Ciok Sam kong bergerak, iapun cepat membarengi dengan sebuah pukulan juga.
Jilid 34 DUA BUAH Pukulan sakti saling berbentur. Ruang itu seolah olah dilanda angin puyuh.
Beberapa lukisan penghias ruangan itu jatuh berhamburan pecah dilantai. Meja dan kursi
berterbangan". Tring".diantara kegaduhan itu terdengar gemerincing senjata beradu, Pedang Ceng
Hun terpapas kutung oleh pedang Tek Cin.
Terdengar dua buah suara. Yang satu suara orang melantangkan Omitohud. Dan yang
lain suara bentakan penuh amarah. Tay Ih siansu melesat kemuka Ciok Sam kong. Dan
seorang pemuda menyerang Tek Cin dengan pedang.
Tek Cin tajam sekali pendengarannya. Begitu mendengar sambaran angin dingin
menampar dirinya, cepat ia berputar diri dan membabatkan Pek kau kiam.
Kembali terdengar gemerincing suara senjata beradu. Dan pedang pemuda itu terpapas
kutung! Tetapi rupanya pemuda itu nekad benar, Sekalipun pedangnya kutung, ia tak gentar.
Separuh pedang yang masih dipegangnya itu segera ditaburkan seperti senjata rahasia
dan orangnya loncat menerjang.
"Huh, engkau minta mati. Jangan salahkan aku bertindak ganas!" bentak Tek Cin
seraya menghindari timpukan pedang kutung dan diteruskan menabas bahu orang.
Pemuda itu tak menyangka sama sekali bahwa jago tua Kong-tong-pay itu mempunyai
gerak perobahan yang sedemikian cepat. Buru buru ia empos semangat dan buang
tubuhnya kebelakang. Cret". baju bahu kiri terpapas dan darah segar menyembur
keluar". "Ha ha ha," Tiba tiba Ceng Hun totiang tertawa menghina, "ganas benar ilmu pedang lo
cianpwe itu!" Jika saat itu Tek Cin gerakkan lagi pedangnya, pemuda itu tentu melayang jiwanya.
Tetapi begitu mendengar cemohan Ccng Hun totiang.
Tay Ih siansu menghadang Ciok Sam kong ujarnya, "Harap lo cianpwe suka
memandang muka pinceng dan jangan turun tangan. Kita sekalian bertujuan sama hendak
menyelamatkan Siau-lim-si. Siapapun yang terluka. Lohu merasa menyesal seakli!"
Dalam pada berkata kata itu Tay Ih siansu membayangi gerak gerik Ciok Sam-kong:
Jika jago tua Swat san pay itu berkeras headak turun tangan, Tay Ih pun terpaksa akan
merintangi. Setelah kekacauan dalam ruang itu surut tampak Ceng Hun totiang berdiri dibelakang
Pak-koay dan Lam koay. Tangan kiri melindungi dada, tangan kanan mencekal sebatang
pedang pendek dan matanya tetap memandang lekat pada Tek Cin.
Ternyata pedang pendek dari ketua Ceng sia pay itu disebut Liu-Sing-ngo kiam.
Merupakan senjata rahasia yang termasyhur didunia persilatan. Tetapi pedang pendek itu
tak dilumuri racun.Kelihayannya terletak pada ilmu timpuknya. Sekaligus kelima pedang itu
dapat ditimpuk serentak. Gerak ancamannya meliputi setombak luasnya. Merupakan
senjata rahasia yang paling sukar dihindari musuh.
Dalam kedudukan sebagai ketua Ceng sia-Pay, kemarahan Ceng Hun totiang sudah
memuncak sehinggal ia perlu mempersiapkan senjata maut itu. Ia anggap keadaan sukar
diredakan dengan penjelasan kata-kata lagi.
Pemuda yang terluka bahu kanannya tadi, masih memandang Tek Cin dengan marah.
Tiba-tiba terdengar Thian Cu toting, ketua Kun-Lun-pay,berseru dengan tandas,
"Gurumu sekalian, hanya salah faham. Jika bertempur ini terus berlangsung, tentu
menimbulkan korban dan permusuhan yang tak diinginkan. Hayo mundur!"
Ternyata pertempuran antara Ciok Sam kong, Tek Cin lawan Ceng Hun totiang itu,
telah menimbulkan kegaduhan dari murid-murid yang berada di luar ruangan. Hampir saja
terjadi pertempuran sendiri diantara murid murid itu. Untung Tay Ih siansu dan Tian Ce
totiang datang pada saat yang tepat, sehingga pertempuran itu dapat dicegah.
Dengan dingin Tek Cin menatap Ceng Hun totiang, serunya, "Kudengar Liu Siang ngo
kiam dari Ceng sia pay itu disohorkan orang sebagai senjata rahasia nomor satu. Bahwa
hari ini aku beruntung sekali dapat menyaksikannya."
Ternyata pemuda yang terluka bahunya itu adalah Tio Gan, murid Ceng Hun totiang.
Setelah melihat ketegangan mereda dan luka muridnya tak berapa berat. barulah Ceng
Hun totiang menyimpan pedang pendeknya.
"Sekalipun dengan kepandaian rendah tak mampu mencapai tangga yang tinggi, tetapi
sekiranya locianpwe ingin menguji, kelak pinto teatu akan mepertunjukkan permainan
jelek itu kepada lo cianpwe, agar lo cianpwe suka memberi petunjuk!" seru ketua Ceng
sia-pay itu sambil tertawa hambar
Begitu melangkah masuk, Thian Ce totiang geleng geleng kepala, "Saudara-saudara
adalah tokoh-tokoh yang berkedudukan tinggi. mengapa tak dapat mengendalikan diri
dalam pertikaian?" Tay Ih siansu diam diam merasa tak puas dengan sikap orang yang sok bijaksana
sendiri, tentu juga tak dapat menghindarkan diri dari kemarahan juga.
Tiba tiba keuta Siau lim si itu teringat sesuatu. Ia segera bertanya kepada Ciok Sam
kong, "Dimanakah Pui tayhiap sekarang ini?"
Sambil memandang ke arah murid-murid yang berada di luar, Jago Swat-San pay itu
gelengkan kepala, "Entah kemana dia tadi!"
Berkata Tay Ih siansu dengan nada bersungguh, "Lohu teringat kaan beberapa hal.
Setelah lohu renungkan, kini lohu dapat menarik kesimpulan yang jelas tentang Pui
tayhiap itu sama sekali bukan mata mata dari Beng gak!"
Mulut Ciok Sam kong bergerak hendak bicara tapi tak jadi.
Tek Cin pun berbatuk batuk kecil lalu berkata, "Jika taysu datang sedikit lambat lagi,
aku tentu dapat menikmati kesaktian dari senjata Liu-sing-ngo- kiam partai Ceng Sia pay
yang termasyur itu. Ah, sayang benar!"
Ceng Hun totiang tahu bahwa jago Kong Tong pay itu sengaja hendak mengacau
pembicaraan. Tetapi ia pura-pura tak dengar dan hendak berpaling ke arah Lam koay dan
Pak koay. Dalam pada itu Thian Ce totiang menghampiri ke samping Tek Cin dan berbisik "Lo
cianpwe"." "Ah, jangan keliwat sungkan. Kita sama-sama bukan sekaum, aktu tak berani menerima
panggilan begitu dari toheng!" tukas Tek Cin.
Ketua Kun Lun pay tertawa, "Ah, kita datang kemari dengan suatu tujuan untuk
membantu Siau-lim-si. Karena nyatanya bahwa tindakan wanita siluman dari Beng-gak
bukan hanya semata-mata di tujukan pada Siau lim-si tetapi kepada dunia persilatan
seluruhnya. Oleh karena itu lebih nyata pula pentingnya persatuan kita. Apabila Sebelum
musuh datang kita sudah saling bertempur sendiri, bukankah kita akan menjadi lemah dan
mudah di hancurkan musuh?"
"Ucapan toheng memang benar, justru karena itu kita harus melakukan pada matamata
dalam tubuh kita!" kata Tek Cin
"Tetapi setelah pinto renungkan sedalam-dalamnya, nyatalah Pui tayhiap itu bukan
seorang mata-mata"."
"Lohupun sependapat demikian," cepat Tay In siansu mendukung.
Tek Cin terkejut karena perobahan sikap ketua Kun-lun-pay itu tak di duga sama sekali.
Dan kalau Kun-lun pay berpihak kepada golongan yang mendukung Siu-lam, jelas
kekuatannya tentu lebih unggul".
Mulut jago tua dari Kong tong pay itu berkomat kamit tetapi tak mengucapkan
perkataan suatu apa. Ketika melihat Siu lam tak berada dalam ruangan situ. Tay Ih terkejut dan menanyakan
kepada Tek Cin. Tetapi jago Kong tOng-pay itu menyahut tak tahu.
"Eh, apakah yang lo cianpwe cekal itu?" Tay Ih Siansu terkejut.
"Sebilah pedang pusaka!"
"Pedang itu adalah pusaka milik gereja Siau-lim-si. Lohu telah menyerahkan kepada Put
tayhiap demi untuk membalas Dudinya"."
"Pedang pusaka berhak di miliki setiap oraug. Aku tak mengerti asal usul pedang ini.
Tetapi memang benar kudapatkan dan budak She Pui itu!" sahut Tek Cin.
"Kalau pedang itu dari Pui tayhiap. tentu tahu juga dimana orangnya sekarang!" kata
Tay Ih siansu. "Memang tadi kulihatnya bahkan bertempur dan dapat merebut pedangnya. Tetapi
setelah itu, entah kemana dia," jawab Tek Cin.
Tiba-tiba Ceng Hun totiang menyeletuk "Pui tayhiap tidak dibawa orang keluar dari
gereja ini! Biarlah pinto tanyakan pada murid-murid diluar ruangan."
Tiba tiba seorang paderi bergegas gegas masuk dan membisiki beberapa patah kata
kepada Tay Ih-siansu. "Oh"." Tay Ih siansu terkejut dan menyuruh paderi itu lekas mengejar. Paderi itu pun
buru-buru lari keluar. Tay Ih SianSu menatap Ciok Sam kong :
"Apakah dua orang yang membawa Pui tayhiap itu anak murid Swat san pay?"
Jago tua itu memandang keluar. Ternyata memang dua orang murid Swat-San-pay tak
tampak. Dengan tak jelas, Ciok Sam kong memberi jawaban kepada pertanyaan Tay Ih.
Perobahan pendirian Thian Ce totiang dan sikap Tay Ih siansu, menyebabkan Tek Cin
dan Ciok Sam kong tak berani berkeras kepala lagi.
Memandang kearah Lam-koay dan Pak-koay. tiba tiba Ceng Hun totiang berkata bisikbisik,
"Kedua tokoh itu rupanya akan segera bangun. Jika kita berada disini rasanya
kurang enak. Baiklah lo-siansu suruh beberapa paderi menjaga ruangan ini agar
persemedian kedua tokoh ini tak terganggu."
Tay Ih siansu mengiakan. Ia segera melangkah keluar. Ciok Sim-kong, Tek Cio terpaksa
mengikuti. Dan yang terakhir adalah Ceng Hun totiang sendiri.
"Sebaiknya kita berkumpul di ruang besar untuk merundingkan cara menghadapi Beng
gak. Jika ternyata mereka tak datang, kita pun tak dapat tinggal diam tetapi leoih baik kita
menuju ke Beng gak untuk menghancurkan sarang mereka," kata Ceng Hun totiang
kepada Tay Ih siansu. Ketua Siau lim si itu sedang cemas memikirkan lenyapnya Siu lam. Maka ia hanya
sembarangan saja menyahut dan menyetujui usul ketua Ceng sia pay itu. Tay Ih pun tak
lupa menyuruh empat orang paderi yang berilmu tinggi untuk menjaga di ruang yang
ditempati Lam-koay dan Pak koay.
Diam-diam Giok Sam-kong memandang Ceng Hun totiang dan membatin, "Ah, apakah
orang ini hendak melindungi aku dari kemungkinan mengamuknya Lam koay dan Pakkoay"
Entah bagaimana maksud sesungguhnya!"
Ketika tiba di ruang besar ternyata yang belum tampak hanya ronbongan dari Tiamjong
Pay. Tay Ih siansu segera suruh muridnya mengundang.
Suasana perjamuan kembali dimulai lagi. Hidangan barupun disiapkan pula. Tetapi
dalam perjamuan itu ada orang yang tampak gelisah. Yang kesatu, adalah Tay Ih siansu.
Tak henti-hentinya tuan rumah itu memandang kearah pintu seperti sedang menunggu
sesuatu. Dan yang kedua adalah Ciok Sam-kong serta Thong-soh Tek Cin mengerat gelap
seperti menanti datangnya badai.
Hanya Ceng Hun totiang dan Thiak Tie totiang yang tampak tenang dan saling
bercakap cakap dengan suara pelahan.
Cau Yan hui, ketua wanita dari Tiam jong pay, tak mengerti akan kelainan wajah
beberapa tokoh itu sedang rombongan murid murid, masing masing duduk menurut
tempatnya semula. Tiba tiba seorang paderi Siau lim si bergegas menghampiri Tay Ih siansu untuk
memberi laporan, "Pui tayhiap tak dapat diketemukan, sedang kedua orang yang
membawanya itu, telah dibunuh orang. Mayatnya dilempar diluar gereja!"
"Hii, apakah yang telah terjadi?" Ciu Yan hui berseru.
Ciok Sam-kong serentak berbangkit, "Bagaimana kesaktian kedua orang itu?"
"Rupanya terkena pukulan atau tutukan jari yang kuat. Tubuhnya tak terdapat suatu
luka apapun!" kata paderi Siau lim si itu.
"Dimana mayat mereka" Lekas bawa aku kesana!" Ciok Sam Kong maju menghampiri.
Tetapi paderi Siau lim si itu diam saja. Rupanya ia menunggu perintah dan Tay Ih Siansu
dulu. Ciok Sam kong memandang Tay Ih siansu dengan gelisah. Katanya kepada Ceng Hun
totiang dan lain lain. "Toheng sekalian, marilah kita bersama-sama melihat kesana!"
Ceng Hun totiang berbangkit, mengiakan. Begitupula Thian Ce totiang, Tek Cin dan Cau
Yan Hui. Mereka mengikuti paderi Siau Lim si tadi menuju ke luar gereja.
Tiba disebuah tikungan gunung, paderi itu menunjuk, "Disanalah mayat kedua orang itu
dilempar!" Ciok Sam kong lari menghampiri. Sekalian orang terpaksa mengikutinya. Ah, benarlah
kedua murid Swat san pay itu sudah terkapar menjadi mayat. Wajah mereka pucat lesi.
Ciok sam Kong memeriksanya. Ketika hendak membalikkan tubuh mayat yang
disebelah kanan untuk menyelidiki sebab kematiannya. tiba tiba paderi Siau lim si tadi
mendesis kaget. Ciok sam Kong pun tertegun.
"Mengapa" "tanya Tay Ih siansu.
Paderi itu menghela napas, "Tadi jelas kedua mayat itu tidur tengkurap. Mengapa
sekarang berjarar" Dan pula"." tiba tiba ia hentikan omongannya.
Kedua murid yang menyertai Ciok Sam-kong itu termasuk murid pilihan dari Swat-Sanpay.
Ia malu dan marah sekali karena kedua murid itu telah dibunuh orang.
"Mengapa" Lekas bilang!" bentaknya.
Pun Tay Ih segera suruh murid Siau lim-si mengingat perlahan-lahan apa yang
diketahuinya. "Murid tak berani"." tiba-tiba tubuh paderi itu menggigil dan bluk".! ia jatuh rubuh.
Sekalian orang terkejut. "Saudara-saudara, lekas pergi!" tiba tiba Ceng Hun totiang berseru dengan bengis
seraya loncat setombak jauhnya.
Karena rombongan itu tokoh tokoh yang memiliki kepandaian sakti, begitu mendengar
seruan ketua Ceng sia pay, mereka serempak loncat sampai setombak jauhnya.
Ciok Sam-kong deliki mata kepada Ceng Hun totiang, "Mengapa engkau berteriak
membuat orang kaget!"
"Ketika kecil, pinto sering ikut guru mencari obat-obatan"."
"Cari obat dengan peristiwa ini ada hubungan apa?" tukas Ciok Sam kong.
Karena jago tua Swat-san-pay itu selalu bersikap kasar kepadanya, akhirnya Ceng Hun
marah juga. Sahutnya dingin, "Jika tak percaya silahkan engkau mencobanya!"
Karena tidak dapat menghindar, akhirnya Ciok Sam-kong menghampiri lagi mayat
murid nya. Thong soh Tek Cin memandang Ceng Hun totiang. Ia hendak berseru mencegah Ciok
Sam kong. Tetapi tak jadi. Bahkan ia malah ikut pada jago tua dari Swat-San pay itu.
Tay In siansu sudah pernah menyaksikan keganasan racun dari gerombolan Beng gak.
Tapi sepintas pandang, ia tidak melihat tanda-tanda mayat kedua Swat-san-pay itu
terkena racun. "Toheng, apa toheng membaui sesuatu?" tanyanya agak meragu kepada Ceng Hun.
"Di ujung tikungan itu. diantara gundukan batu dan semak Semak rumput,


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kemungkinan terdapat musuh yang bersembunyi. Dan pintopun seperti mencium bau obat
yang di tebarkan diatas gunduk batu dan rumput. Apa bila angin berhembus, obat racun
itu akan bertebaran. Jika agak lama berada disitu, orang tentu terkena racun itu," kata
Ceng Hun totiang. "Ih, keterangan toheng memang tepat," kata Can Yan hui ketua Tiam jong pay. "tetapi
mengapa anak murid Siau-lim si itu mendadak rubuh?"
Ketua wanita itu sengaja bicara keras agar Ciok Sam kong dan Tek Cin dapat
mendengar. Benarlah! Ciok Sam kongpun berhenti dan berpaling memandang Can Yan-hui. Tetapi
pada lain saat, jago tua dari Swat san-pay itu teruskan langkahnya kemuka.
Ceng Hun totiang menghela napas; "Menurut hemat pinto, di dalam gundukan batu
berumput itu tentu terdapat musuh tangguh.
Kematian dari suhu (paderi) Siau lim si tadi, mung kin terkena sejata rahasia yang halus
dan beracun!" Tay Ih siansu menyatakan sependapat. sedang disana Ciok Sam kon pun sudah hampir
tiba ditempat kedua mayat muridnya. Tetapi tiba tiba ia berhenti. Jelas bahwa makin
depat jago tua Swat San pay makin cemas.
Thong soh Tek Cin segera gunakan ilmu menyusup suara berkata kepada jago Swatsan
pay, "Harap Ciok heng jangan terlalu gegabah! Imam hidung kerbau sangat
mempunyai hidung tajam. Ucapannyapun kurasa beralasaan!"
Ciok Sam Long pun menyahut dengan ilmu menyusup suara juga. "Meang kata-katanya
itu bukan sembarangan. Tetapi dalam saat dan tempat seperti sekarang ini, aku seperti
naik di punggung harimau, apa boleh buat". "
"Tek heng, harap suka membantu mengawasi keadaan di sekeliling." katanya pula.
Tek Cin memberikan kesediaannya. Tiba tiba Ciok Sam kong berpaling dan minta pada
Tek Cin supaya jangan ikut maju. "Jangan kita berdua terancam bahaya semua!"
Tek Cin menganjurkan agar jago Swat san pay itu menutup pernafasan apabila maju ke
muka. Untuk menghindari serangan racun musuh.
Ciok sam kong mengiakan. Sekali loncat ia melayang ke tempat kedua mayat muridnya.
Ia sudah mengadakan penjagaan. Menutup pernafasan. Begitu tiba di gunduk batu dan
gerombol rumput, ia segera mengadakan penyelidikan.
Tiba tiba sebuah bendan melayang kearahnya. Benda itu sehalus bulu kerbau besarnya.
Untunglah Ciok Sam Kong saat itu tumpahkan seluruh perhatian, mengamati dan
mendengar setiap berakan yang betapa kecilnya.
Cepat ia ayunkan tangan kanan untuk menampar serangan gelap itu. Benda itu jatuh
lenyap dalam gerumbul rumput. Rumput bergetar dan menghamburkan debu putih
semacam kabut. "Ciok lo cianpwe,! harap mundur!" seru Tay Ih siansu.
Ciok sam kong kebutkan lengan baju lalu dengan gerak Ciam Liong seng thian atau
naga menjulang kelangit, ia melayang semapai dua tombak tinggi dan diatas udara ia
gunakan ilmu Pat poh teng gong, suatau ginkang yang sakti, melayang turun sampai 3
tombak jauhnya. Tiba-tiba Ceng Hun totiang melepaskan dua buah hantaman kemuka seraya berseru
perlahan, "Tempat ini tidak aman lagi, lebih baik kita menyingkir!"
Ketika Ciok Sam kong melayang tadi, Tek Cinpun ikut apungkan tubuh. Dan serempak
pada saat itu rombongan tokoh-tokoh tadipun loncat sampai lima tombak jauhnya.
Selekas turun ditanah, Ciok Sam kong hendak bicara tetapi tak jadi.
Dengan nada bersungguh, Ceng Hun totiang memberi peringatan kepada jago Swat
San pay itu, "Mungkin pakaian lo cianpwe terlekat racun! Lekas baik lo cianpwe tetap
berjaga diri" Thong-soh Tek Cin menyeletuk, "Ah, cara menggunakan racun semacam itu, memang
baru pertama kali ini kulihat. Walaupun sudah menjelajahi empat belas wilayah, tetapi
belum pernah ku bersua dengan cara begini."
Cau Yan Hui mengela napas "Dikuatirkan Pui tayhiap tentu takkan tertolong dari racun
ganas itu. Baiklah kita lepaskan semua rencana mencarinya. Yang penting sekarang kita
harus cepat merundingkan cara untuk menghadapi musuh!"
Thian Ce totiang gelengkan kepala, "Jika berhadapan dengan tombak dan pedang,
masih melayani untuk melayani. Tetapi cara wanita siluman dari Beng gak menggunakan
racun begini sukarlah untuk kita jaga!"
Tay Ih siansu menghela napas dan berkata dengan rawan, "Rasa kecewa yang pernah
ku derita selama hidup ini, adalah karena ttak dapat menolong Pui tayhiap!"
"Ah, karena lo siansu berkata begitu, sekarang aku teringat kana suatu hal"." kata
Thian Ce totiang. Ia memandang kesekeliling penjuru, lalu tersenyum, "Tadi ketika Ciok
dan Tek lo cianpwe hendak mencelakai Lam koay dan Pak koay, walaupun tidak jadi.
Tetapi kedua lokoay itu tentu tak mau tinggal diam!"
Tay Ih siansu hanya mengangguk-angguk kepala.
Thian Ce totiang melanjutkan pula, "Jika gerombolan Beng gak yang menebarkan
racun, jelas mereka tentu masih berada disekitar gereja Siau-lim si. Dengan begitu,
keadaan kita runyam sekali. Dari dalam menghadapi ancaman Lam-koay Pak-koay. Dari
luar gerombolan Beng gak. Benar jumlah kita cukup banyak. Tetapi karena harus dipecah
dua, kekuatan kita tentu berkurang. Maksud Pinto"."
Sejenak ia memandang kepada sekian orang untuk mencari kesan. Katanya, "Lebih
dulu kita harus membasmi kedua Lam-koay Pak koay itu baru kemudian kita kerahkan
tenaga untuk menghadapi gerombolan Beng gak!"
Thong soh Tak Cin serentak menyambut setuju, "Betul, totiang mempunyai pandangan
tajam dan kebijaksanaan seorang ketua partay!"
Tiba tiba Thian Ce totiang memandang Ceng Hun. Tanyanya "Bagaimanakah pendapat
toheng?" "Menilik keadaan, memang rencana itu tepat, Hanya kalau menurut pendapat pinto,
rencana itu mengandung bahaya besar. Kita beberapa orang ini belum tentu mampu
menandingi kesaktian Lam koay dan Pak koay, Jika rencana membunuh kedua lokoay itu
gagal, kita akan bertambah musuh lagi!"
kembali Tay Ih siansu mendukung pernyataan ketua Ceng-sia-pay itu.
Akhirnya Ciok Sam-kong membuka mulut, "Kalau hanya omongan saja, sudah sejak tadi
telah kulaksanakan. Yang penting sekarang kita harus menentukan keputusan terhadap
Lam-koay Pak-koay". Ceng Hun totiang dari partay Ceng sia pay menyatakan pendapatnya. Daripada
bersusah payah membunuh Lam-koay dan Pak koay, lebih baik berusaha mendapatkan
bantuannya untuk menghadapi Beng gak.
Rupanya Thian Ce totiang dari Kun-lun pay setuju dan ia minta agar ketua Ceng sia pay
itu suka membuat rencana.
Setelah merenung sebentar, Ceng Hun totiang berkata, "Baiklah, pinto hendak
menemui kedua tokoh itu. Mudah mudahan pinto dapatmembujuk mereka supaya suka
membantu fihak kita!"
"Bagaimana kalau mereka tak mau?" tanya Ciok Sam kong.
"Apabila begitu, terserah saja bagaimana keputusan saudara saudara sekalian. Pinto tak
akan merintangi." sahut ketua Ceng sia pay.
Rupanya Thain Ce totiang masih kuatir. Tetapi karena tiada jalan lain yang lebih baik,
maka ia serahkan kepada usaha Ceng Hun totiang.
Thong Soh Tek Cin memberi pendapatnya. "Terhadap tokoh semacam Lam koay dan
Pak koay, tak perlu kita harus berpegang pada tata kesopanan. Kalau satu lawan satu,
jelas tiada seorang pun diantara kita yang dapat mengalahkan. Maka bila nanti terjadi
bentrokan terpaksa kita harus mengeroyoknya!"
"ah, rencana Ceng Hun totiang tadi memang paling baik. Kita selesaikan dulu persoalan
Lam koay dan Pak koay itu. Mereka mau menjadi kawan atau lawan. Setelah itu baru kita
bersatu menghadapi Beng gak!" kata Cau Yan hui dari partay Tiam jong pay.
"Pinto pun berpendapat demikian." kata Thian Ce totiang. "Kita tugaskan masingmasing
empat orang murid yang berilmu tinggi untuk menjaga diruang Hong tiang si itu.
Kemudian kita tunggu hasil pembicaraan Ceng Hun toheng dengan Lam koay dan Pek
koay. Jika hasilnya nihil, kita serempak menyerbu kedua orang itu!"
Thong soh Tek Cin mengangguk dan memuji buah pikiran ketua Kun lun pay itu.
Kemudian ia berpaling kepada Tay Ih siansu, "Entah bagaimana pendapat siansu?"
Sebelum menjabat ketua Siau lim si, Tay Ih lebih banyak membenam diri dalam soal
pelajaran agama. Dia jarang sekali keluar kemasyarakat ramai. Maka tak tahulah ia
tentang seluk beluk tipu siasat. Mengingat bahwa yang mengatur rencana itu adalah para
ketua partai persilatan, Tay Ih siansu pun hanya setuju saja.
Thian Ce totiang segera mengakhiri pembicaraan itu. Ia mengusulkan agar keputusan
itu segera dilakukan. "Sebelum hari malam, Lam koay dan Pak koay itu haru sudah
diselesaikan. Karena menilik gelagatya gerombolan Beng gak itu belum meninggalkan
gereja ini. kemungkinan besar malam ini mereka akan datang menyerang!"
Rupanya Ciok Sam kong masih memikirkan mayat kedua muridnya. Ia mendesak
supaya segera menuju ke tempat Lam koay dan Pak koay. Setelah itu baru mengurus
ketiga mayat. Tiba tiba Ceng Hun totiang berkata dengan nada berat "Pinto mempunyai firasat akan
terjadi peristiwa hebat. Peristiwa yang menghancurkan seluruh dunia persilatan"."
Sambil berkata, ketua Ceng-sia pay itu segera melangkah keluar. Sekalian orangpun
segera mengikutinya. Ketika tiba di luar ruang Hong-tiang-si, Ceng Hun totiang diam saja melihat Ciok Sam
kong uplek bicara dengan Thian Ce totiang dan Tek Cin untuk merancang rencana
menghadapi Lam koay dan Pak koay. Setelah mereka selesai barulah ketua Ceng sia pay
itu berkata. "Apakah pinto seorang diri yang masuk atau dengan beberapa orang?"
"Aku bersedia menemanimu masuk!" kata Cau Yan hui. Ketua Tiam Jong pay itu
seorang wanita yang cantik, tetapi memiliki ilmu iwekang yang sakti.
Ceng Hun totiang tersenyum. Keduanya segera menuju ke kamar Lam koay dan Pak
koay. Tak lama kemudian empat belas tokoh tokoh daru partay Kun lun pay, Ceng sia pay,
Khong tong pay dan siau lim pay segera menyusul. Dibawah pimpinan Ciok Sam kong,
Thian Ce totang dan Tek Cin, mereka mengatur penjagaan kuat di luar ruangan. Tay Ih
siansu tak diminta untuk memimpin penjagaan itu karena ketua Siau lim-si itu tampaknya
sungkan terhadap Lam-koay,
Ketika Ceng Hun totiang dan Cau Yan-hui masuk, ternyata Lam-koay dan Pak koay
sudah terjaga dari semedhinya.
Kedua momok yang telah membunuh berpuluh puluh jiwa manusia tanpa berkedip
mata saat itu seperti lahir menjadi manusia baru. Wajah mereka tampak berseri ramah.
Begitu melihat Ceng Hun totiang, mereka menyambut dengan anggukan kepala.
Ketua Ceng Sia-pay itu menjura memberi hormat, "Pinto menghaturkan selamat atas
selesainya persemedian lo cianpwe berdua."
Lam-koay menyahut dengan tertawa tawar "Jika tadi totiang tak mencegah mereka,
saat ini aku dan Ui lo-koay tentu sudah mati!"
Ceng Hun totiang tersenyum. Cepat ia alihkan pembicaraan, "Ketika pinto beramai
melakukan pemeriksaan di luar gereja, teryata rombongan Beng gak masih belum
meninggalkan gereja ini."
"Soal ini memang sudah kami perhitungkan. Maka bukan hal yang mengherankan,"
Sahut Pak-koay. Cau Yau huipun ikut membujuk, "Lo-cianpwe berdua memiliki kepandaian yang sakti
sekali. Kami sangat berharap agar locianpwe berdua sudi membantu kami untuk
menghadapi Beng-gak."
"Maaf inilah nona Cau Yan-hui, ketua Tiam-jong-pay," buru-buru Ceng Hun totiang
memperkenalkannya kepada kedua lokoay.
Pak-koay tertawa, "Memang benar seorang ketua partai persilatan itu berkedudukan
tinggi tetapi bagiku tidak berarti apa-apa!"
Wajah Cau-hui berubah. Agak penasaran, "Kemasyhuran nama Lam-koay dan Pakkoay,
belum tentu di pandang mata oleh Tiam jong pay!"
Pak-koay tertawa dingin, Ia hendak buka mulut tetapi di cegah Lam-koay. Lam koay
menatap Ceng Hun totiang. ujarnya, "Apakah maksud kalian berdua akan minta kami
membantu?" "Benar." sahut Ceng Hun totiang, "Soal ini menyangkut seluruh dunia persilatan, Mohon
locianpwe berdua sudi meluluskan."
Lam koay tiba-tiba tertawa nyaring, seru nya, "Jika kami berdua tidak meluluskan,
bukankah kalian hendak membunuh kami?"
Dengan cerdik sekali Ceng Hun totiang mengelakan pertanyaan itu dan dialihkan pada
soal semula, "Wanita siluman Beng gak itu merencanakan untuk melenyapkan seluruh
tokoh persilatan yang ternama. Lo cianpwe berduapun tak terkecuali!"
Tak henti-hentinya mata Lam koay berkeliaran memandang keluar. Rupanya ia sudah
mencium bau tentang persiapan diluar.
Tiba-tiba Pak koay berbangkit dan memberi isyarat tangan kepada Ceng Hun totiang.
"Lam koay dan Pak koay selamanya tidak suka menerima tekanan orang, Kami akan
membantu atau tidak, nanti sampai waktunya akan kami putuskan. Mengingat tadi engkau
telah melindungi kami berdua, maka aku tak mau membongkar siasat yang terkandung
dalam hati kalian. Silahkan tinggalkan ruangan ini!"
Ceng Hun totiang terbungkan. Terpaksa ia melangkah keluar, Cau Yan huipun
mengikuti. Tiba-tiba Pak koay berseru pula, "Ceng Hun totiang, apakah peristiwa ngeri yang akan
terjadi didalam ruangan ini, harap toheng jangan ikut campur. Jangan melibatkan diri
dalam peristiwa itu nanti!"
Ceng Hun totiang kerutkan alis dan menghela napas, "Jika lo cianpwe tak mau
menerima permintaan pinto, pintopun tak dapat memaksa dan mohon diri." Ketua Ceng
sia-pay memberi hormat. "Tak dapat mengantar," kata Pak-koay.
"Ah, tak apalah," sahut ketua Ceng sia pay seraya rangkapkan kedua tangannya kedada
memberi hormat seraya berseru-, "Pinto doakan lo cianpwe berdua sehat sehat selalu!"
Habis berkata, ia berputar diri terus melangkah keluar.
Thian Ce totiang, Ciok Sam kong dan Tek Cin sudah menunggu diluar ruangan
sekeliling ruang itu sudah dijaga ketat. Dua puluh empat jago jago dari tiap tiap partay
persilatan telah siap bertempur.
"Bagaimana?" Ciok Sam kong cepat menegur Ceng Hun totiang, "apakah kalian berdua
berhasil membujuknya?"
Cau Yan hui gelengkan kepala, "Lam koay dan Pok koay, rupanya sudah tahu rencana
kita. Dalam ucapannya mereka telah menyinggung nyinggung tindakan kita ini."
Seketika wajah Ceng Hun totiang tampak mengerut gelap tetapi tak bicara apa apa.
Thian Ce totiang kerutkan alis dan bertanya kepada Ceng Hun, "Ceng Hun toheng".?"
"Ya?" sahut ketua Ceng sia pay itu
"Karena kedua lokoay itu sudah mengetahui, bagaikan anak panah yang sudah
dipasang diatas busur, terpaksa harus dilaksanakan.!"
Tetapi pinto merasa tindakan itu kurang tepat". "
"Engkau menyesal?" tegur Ciok Sam kong. Sambil menengadah memandang kelangit
yang awan putih, ketua Ceng sia pay itu berat-, "Rencana kita itu rupanya akan gagal.
Pada saat kita sedang bertempur melawan kedua Lo koay itu, pihak Beng gak tentu akan
muncul menghancurkan kita semua"."
"Ah, engkau terlalu memandang tinggi, sekali kepada kedua lokoay itu!" Tek Cin tokoh
tua dari Kong tong pay menukasnya.
"Tidak, pinto sama sekali tak menyanjung kedua lokoay itu," bantah Ceng Hun totiang,
"tetapi memang suatu kenyataan. Siapakah diantara kita yang dapat menang dengan
mereka jika bertempur satu lawan satu"."
Ketua Ceng sia pay itu berhenti sejenak.lalu berkata pula, "Tadi secara diam pinto telah
mengamati wajah kedua tokoh itu. Walau pun mukanya hampir tertutup oleh rambut,
tetapi masih tampak jelas sinar matanya yang luar biasa tajamnya. Suatu pertanda bahwa
mereka telah mencapai tingkat baru dalam ilmu Iwekang. Jelas mereka telah memperoleh
kemajuan setingkat lebih tinggi lagi"."
Seketika teringatlah Tek Cin akan perbuatan ketua Ceng sia-pay yang mencegahnya
membunuh Lam koay dan Pak koay tadi. Dan murkalah tokoh Kong tong pay itu.
"Jika tadi saudara tak mencegahnya, saat ini kedua lokoay itu tentu sudah bertamasya
ke alam baka!" ia menyindir.
Kuatir kedua orang itu akan bercekcok lagi, buru buru Thian Ce totiang menyela,
"Peristiwa yang lalu, tak perlu kita angkat lagi. Yang penting kita harus menghadapi
keadaan sekarang ini Oleh karena persiapan sudah begiu jauh, bagaimana pendapat
toheng?" Ketua Ceng Sia pay tak segera menyahut melainkan memandang kepada beberapa
orang, Kemudian baru ia berkata, "Menurut hemat pinto, kita harus bertindak menurut
sasaran yang terarah. Karena setiap tindakan itu akan membawa akibat pada seluruh
dunia persilatan. Harap jangan salah faham. Pinto tak kenal dan tak ada hubungan apa
apa dengan kedua tokoh itu. Dan pinto pun takkan bicara untuk membela mereka. Tapi
pinto hendak bicara menurut kenyataan saja. Musuh kita yang sesungguhnya ialah Beng
gak, bukan kedua lo koay itu. Maka jika saudara tetap akan membunuh mereka, lebih baik
tunggu apabila sudah selesai menempur Beng gak. rasanya pun masih belum terlambat!"
Rupanya Thian Ce terpengaruh juga akan ucapan ketua Ceng sia pay itu. Beberapa
jenak ia merenung. Kemudian meminta pendapat dari Cau Yan hui ketua Tiam jong-pay.
Ketua Tiam jong-pay itu walaupun sudah hampir empat puluh tahun umurnya tapi
masih belum menikah maka sebutannyapun masih nona.
Ia kerutkan sepasang alisnya yang bagus, merenung. Sampai lama baru berkata, "Ah,
kiranya pernyataan Ceng Ha toheng itu memang beralasan juga. Tapi sebalikannya, pun
ada bahaya juga. Ialah apabila kita sedang bertempur dengan Beng gak lalu tiba tiba
kedua lokoay nu menyerang kita, bukankah kita akan celaka" Tentang kemungkinan ini,
entah apakah Ceng Hun sudah memperhitungkannya.?"
Ketua Ceng Sia pay tertawa rawan, ujarnya-; "Kebalikannya jika kita sedang bertempur
dengan Lam koay dan Pak koay lalu Beng gak menyerang dengan tiba tiba, lalu
bagaimanakah tindakan kita" Sekarang ini masih ada kesempatan untuk
mempertimbangkan hal itu"."
Tiba tiba terdengar suara tertawa lantang memutuskan ucapan Ceng Hun totiang.
Tokoh tokoh itu terkejut dan berpalirg ke belakang. Astaga".kiranya Lam koay dan Pak
koay tegak berjajar diambang pintu ruang! Barisan murid murid partay persilatan segera


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menghunus senjata dan mengepungnya.
Berkata Ciok Sam kong kepada Ceng Hun "Rupanya keadaan sudah tak dapat dicegah
lagi, Jika tak bertindak, tentu salah!"
Ceng Hun memandang seksama kepada Lam koay dan Pak koay. Tanpak sikap kedua
tokoh itu seperti tak mengacuhkan keadaan disekelilingnya.
Dalam saat seperti itu. Ceng Hun tak dapat tinggal diam lagi. Ia menganggukkan kepala
"Keadaan sudah begini, kita harus bertindak menurut gelagat!"
Sekalipun ia menentang tindakan menggempur Lam koay dan Pak koay, tapi dalam
menghadapi penentuan, ia telah berubah tegas. Cepat ia mendahului maju menghampiri.
"Menghadapi momok seganas itu, tak perlu kita berpegang pada segala peraturan
dunia persilatan lagi. Sekali bertempur, kita maju mengeroyok. Nona Cau harap membantu
Ceng Hun totiang menghadapi satu. Thian Ce totiang bersiap memberi bantuan pada fihak
yang memerlukan"." kata Ciok Sam kong dengan berbisik.
Kata Tek Cin, "Kalau jadi bertempur, ku harap saudara keluarkan masing masing
kepandaian. Sebaiknya dalam seratus jurus sudah dapat menyelesaikan mereka!"
"Ayo, kita cepat membantu Ceng Hun to-heng itu," Thian Ce totiang menyeletuk.
Keempat tokoh itu segera bergegas maju.
Ceng Hun totiang melintas diantara barisan murid-murid partai persilatan itu. Ia
berhenti tiga langkah di hadapan Lam-koay dan Pak-koay.
"Apakah lo-cianpwe berdua hendak tinggalkan ruangan ini?" serunya sambil memberi
hormat. Lam koay memandang kearah barisan jago jago partai persilatan itu dan balas
bertanya, "Apakah maksud kalian suruh orang orang itu menghunus senjata dan
mengepung ruangan ini?"
Dengan cerdik Ceng Hun totiang memberi jawaban, "Tadi karena mengetahui jejak
orang Beng-gak masih berkeliaran disekitar gereja ini."
"Apakah hubungan hal itu dengan tindakan kalian mengepung ruang ini?" tukas Pekkoay.
"Pinto dan beberapa saudara memutuskan, sebelum orang Beng-gak pergi dari gunung
ini sebaiknya lo cianpwe berdua jangan tinggalkan ruang ini"."
"Mengapa?" tukas Lam koay tertawa tawar.
Saat itu Ciok Sam kong, Tek Cin, Thian Ce totiang dan lain lain orang sudah tiba. Tek
Cin yang menghunus pedang Pek kau-kiam, cepat menyeletuk, "Sebabnya sederhana
sekali. Dikuatirkan kalian berdua bersekutu dengan fihak Beng gak maka untuk menjaga
kemungkinan itu, terpaksa kami minta kalian supaya beristirahat lagi barang beberapa
hari!" Pak koay tertawa dingin, ujarnya, "Ah, memang sukar untuk menjadi orang baik itu.
Shin loji, jika tak memberi sedikit hajaran, mereka tentu menganggap kita takut!"
Lam koay menghela napas. Ia berkata perlahan kepada Ceng Hun totiang, "Jika
beberapa hari yang lalu, soal ini tentu menimbulkan kemarahanku. Tetapi sekarang hatiku
sudah tawar"." ia alihkan pandangannya kepada barisan yang mengepung itu, katanya
pula, "Sekalian orang orang itu maju berbareng, tak mungkin menang. Jangan mimpi
hendak menahan kami dalam ruangan ini. Lekas mundurlah!."
Lam koay dan Pak-koay sudah termasyur sebagai momok ganas yang tak peduli segala
alasan. Biasanya mereka bertindak menurut sekehendak hatinya. Kebiasaan membunuh
sudah mendarah daging. Tetapi ucapan mereka pada saat itu benar- benar
mengherankan. Thian Ce totiang dan kawan-kawannya tercengang cengang".
Ceng Hun totiang menghela napas, "Sikap lo-cianpwe berdua ini, Sungguh membuat
kami malu dalam hati. Pinto mohon maaf dan terima kasih"."
Ketua Ceng-sia-pay itu memberi hormat, lalu melangkah pergi. Ia berpaling kepada
Thian Ce totiang, "Toheng, mari kita pergi! Jangan mengganggu ketenangan kedua locianpwe
itu!" Thian Ce totiang bersangsi. Tetapi pada lain saat iapun memberi hormat kepada kedua
lo koay itu, "Maaf, kami mengganggu ketenangan lo-cianpwe berdua!"
Karena kedua tokoh tulang punggung itu mundur, terpaksa Ciok Sam-kong dan Tek Cin
mengikuti jejak mereka, keduanya berputar tubuh hendak melangkah pergi.
"Tunggu!" tiba-tiba Pak-koay berteriak.
Thian Ce totiang dan kawan-kawannya berhenti.
"Tinggalkan pedangmu itu!" Pak-koay memberi perintah kepada Tek Cin.
Jago Kong tong pay itu berpaling kepada Ciok Sam-kong, sahutnya; "Pedang ini milik
Siau- lim si, entah apa maksudmu?"
Pak koay membentak marah, "Pedang itu oleh paderi Tay Ih telah diserahkan kepada
adikku. Barang yang sudah diberikan masakan akan diminta kembali?"
Jago Lam-koay marah karena mendengar jawaban Tek Cin tadi. Ia tertawa dingin,
"Kamu ke sembilan partai itu adalah partai-partai yang tergolong Ceng-cong-pay ( aliran
putih ) biasanya menjunjung keperwiraan. Tetapi mengapa bertindak demikian nyata"
Jelas pedang itu engkau rampas, tetapi mengapa tak berani mengaku?"
Dampratan tajam itu membuat muka Tek Cin merah padam. Dia pun marah, "Aku
mempunyai kemampuan untuk merampasnya. Mengapa aku harus malu?"
Pak koay tertawa nyaring, "Shin loji, aku tak tahan melihatnya"." Sekonyong-konyong
ia menerjang Tek Cin. Sebagai tokoh angkatan tua dari Kong-tong-pay, sudah tentu Tek Cin mempunyai
pengalaman yang luas di dunia persilatan. Waktu menjawab tadi, diapun sudah menduga
kemungkinan kedua lokoay itu akan menyerangnya. Maka dian-diam ia sudah berjaga
jaga. Begitu Pak-koay menerjang, iapun cepat menyambut dengan tabasan pedang.
Pek-kau-kiam memang benar benar pedang pusaka yang tiada tara tajamnya.
Sekalipun berhati angkuh, teapi Pak-koay tak berani juga menangkis- Ia tutukkan dua
buah jari kanan. Serangkum angin kuat menahan laju pedang dan serempak dengan itu ia
ulurkan tangan kiri untuk mencengkeram siku lengan Tek Cin.
Tek Cin terkejut dan loncat mundur. Dengan gunakan cara apa saja, ia merasa tidak
sanggup menangkis serangan lawan yang luar biasa anehnya itu.
"Hm, cobalah rasakan bagaimana rasanya pukulan Hian peng ciang ku ini!" Pak-koay
mendengus dan tamparkan tangan kanan.
Disaksikan oleh sekian banyak tokoh tokoh, mau tidak mau Tek Cin harus menangkis.
Ia pindahkan pedang ketangan kiri dan menyongsong dengan tangan kanan.
Terdengar letupan macam api terbenam di air. Angin keras bergolak golak. Beberapa
orang yang berada didekat situ, menggigil kedinginan.
Tek Cin mundur lagi dua langkah lalu menyerang dengan jurus Tiang bong keng-thian
atau pelangi melintas langit.
Kiranya dalam adu tenaga pukulan tadi, ia merasa kalah sakti. Ia harus menggunakan
kesempurnaannya dalam ilmu pedang untuk menghadapi lawan.
Lima jurus yang dilancarkan berturut-turut oleh jago Kong tong pay itu segera
menimbulkan sinar pedang yang bergulung gulung laksana bianglala.
Pertempuran itu merupakan pertempuran yang menentukan mati hidupnya. Maka sekali
serang, ia pun keluarkan ilmu pedang istimewa dari Kong tong pay yang disebut Thian-kan
sa-cap lak-kiam atau tiga puluh enam pedang Mayapada. Sinar pedang bagaikan arus
sungai bengawan yang meluncur deras".
Walaupun Kong tong pay itu termasuk empat besar dari partay persilatan yang
termasyur ilmu pedangnya, tetapi ilmu pedang partay itu merupakan suatu aliran
tersendiri. Sehingga ketika menyaksikan permainan pedang dari jago tua Kong-tong-pay
itu, Thian Ce totiang dari partay Kun lun-pay dan Ceng Hun totiang ketua Ceng sia-pay,
dua tokoh pedang yang termasyhur mau tak mau termangu heran juga. Diam-diam kedua
tokoh itu memperhatikan gerakan pedang Tek Cin.
Tetapi tubuh Pak koay seperti bayangan yang berlincahan dalam sinar bianglala. Tokoh
itu gunakan pukulan dan tutukan jari untuk menghalau serangan pedang.
Sepuluh jurus kemudian, tiba tiba Pak koay tertawa memanjang lalu berseru lantang,
"Ah, tangan, tangan, mengapa engkau harus berlumuran darah lagi walaupun hati rindu
akan kebaikan budi?"
Ia menutup ucapannya dengan sebuah hantaman yang dahsyat. Sesaat lingkaran
pedang terpecah, tiba tiba ia melambung sampai tiga tombak tingginya, kemudian
berjumpalitan dan dengan kepala dibawah, ia menukik turun menyerang lawan.
Tek Cin cepat menyongsongkan dengan ujung pedang dalam jurus Ya-hwa-Soh thian
atau Api ganas membakar langit.
Tetapi tiba tiba Pak-koay lepaskan dua buah pukulan dahsyat. Lantai bertebaran
keempat penjuru dan dengan meminjam tenaga pukulan itu ia bergeliat melambung
keatas lagi. Berjumpalitan lain menendang lengan kanan lawan.
Uh". Tek Cin mendengus kaget. Tangannya kesemutan, pedang Pek-kau kiam
terlempar keudara. Terdengar suitan nyaring sesosok tubuh melambung keatas menyambar pedang pusaka
itu. Dan serempak dengan itu pula terdengar sebuah suitan nyaring lagi, disusul dengan
lain sosok tubuh yang mencelat keluar.
Lam koay Pak koay ternyata sudah lenyap dari ruang itu".
Tek Cin, jago tua Kong tong pay yang bermula garang sekali sikapnya, tak dapat
berbuat apa apa ketika melihat kedua tokoh itu meloloskan diri.
Setelah termenung beberapa saat, baru ia menghela napas, "Kemasyuran nama Lam
koay Pak koay ternyata memang nyata"." Wajah jago Kong tong-pay itu berkabut malu
dan sesal. Saat itu barulah Ceng Hun totiang menumpahkan isi hatinya, "Rupanya kedua momok
yang menggetarkan dunia persilatan itu sudab mendapat kesadaran batin! Dengan
demikian tampak setitik sinar cerah dalam awan hitam yang menutupi dunia persilatan!"
Oleh karena ketua Ceng sia pay itu seolah olah berkata sendiri menumpahkan isi
hatinya, maka orangpun tak mengerti apa yang dimaksudkannya.
"Toheng, kemanakah gerangan kedua lokoay itu?" tanya Thian Ce totiang,. Agaknya
ketua Kun-lun-pay itupun terpesona menyaksikan kesaktian kedua tokoh itu.
Ceng Hun tertawa, "Dalam dunia yang begini luas bebas, bagaimana dapat mengetahui
jejak mereka" Tetapi satu hal yang pinto dapat memastikan. Lam koay dan Pak koay saat
ini bukan lagi merupakan momok yang ganas. Bagi dunia persilatan hal itu suatu berkah!"
"Ceng Hun toheng, aku mohon tanya," Cau Yan-hui berkata dengan suara pelahan.
Ceng Hun totiang mempersilahkannya.
"Apakah Pui tayhiap itu benar benar sudah mati?" tanya ketua Tiam-jong pay itu.
Ceng Hun totiang merenung sampai lama baru menyahut, "Menurut perasaan pinto. Pui
tayhiap itu masih hidup. Tetapi entah disembunyikan dimana."
Tiba tiba Thian Ce totiang teringat akan usaha yang pernah dilakukan Siu lam untuk
mendamaikan tantangannya dengan Lam koay dan Pak koay.
Menurut kesan pinto. rupanya Pui tayhiap itu membawa hubungan erat sekali dengan
Lam koay, Pak koay," ia menyeletuk.
"Kalau begitu, dia seorang pemuda baik. Kecurigaan kita kepadanya itu, tentu
membuatnya kecewa," kata Cau Yan-hui. Ceng Hun hanya tersenyum lalu perlahan-lahan
ayunkan langkah. Ciok Sam kong dah Tek Cin sekalipun merasa kehilangan muka tapi
mereka menyadari bahwa kesaktian kedua lo koay itu memang jauh diatas mereka.
"Ceng Hun toheng," tiba-tiba Cau Yan-hui menyusul ketua Ceng sia-pay itu. "Apakah
Pui tayhiap itu benar benar belum mati" Ah, jika kuingat, aku merasa menyesali
tindakanku padanya!"
Ceng Hun menatap wanita itu dengan berkilat-kilat, ujarnya, "Pertanyaan itu sukar
pinto jawab"., tetapi semoga dia tidak kurang suatu apa"."
Tiba tiba ia dikejutkan oleh dering gemerincingan senjata beradu. Ceng Hun cepat
cepat menghampiri. "Apakah orang Beng gak datang menyerang?" Cau Yan-huipun agak gugup dan lari
mendahului Ceng Hun. "Sukar dikata," jawab ketua Ceng-sia-pay, "Dalam saat dan tempat seperti sekarang,
setiap saat pecah pertempuran maut!"
Ciok Sam-kong Tek Cin dan kawan-kawan pun bergegas lari menyusul. Setelah
membelok beberapa bangunan, tiba di gedung ketiga, mereka terkejut melibat seorang
nona baju hitam sedang bertempur melawan empat orang paderi Siau-lim-si.
Pedang nona baju hitam itu laksana seekor naga yang bercengkerama diatas samudera.
Menghamburkan gumpalan air yang sukar dihindari.
Tay Ih siansu berdiri di muka gedung itu sambil bersiap dengan tongkat sian ciangnya.
Di sampingnya terdapat empat-lima paderi yang telah menderita luka.
Sekali enjot tubuh, Ceng Hun totiang melesat masuk kedalam ruang dan melayang disamping
Tay Ih siansu. "Siapakah nona baju hitam itu?" tanyanya kepada Tay Ih siansu.
"Entahlah," sahut ketua Siau lim si itu.
"Mengapa tak menanyainya?"
"Dia tak mau mengaku"." Tay Ih siansu berhenti sejenak lalu berkata pula, "Dia
seorang diri masuk kemari. Bermula paderi-paderi mengira dia anak murid Tiam-jong-pay
maka di biarkan saja. Tetapi dia terus masuk kegedung kedua sehingga di tegur oleh
murid murid Siau-lim si yang bertugas disitu. Tetapi bukan menyahut, ia malah
mendamprat dan menyerang. Lima paderi di lukainya. Setelah itu ia terus menerobos
kegedung ketiga. Ah".tak kira gereja ini batal meajadi tempat yang kotor"."
Ceng Hun totiang mendapat kesan bahwa ketua Siau-lim-li itu merasa kurang senang
atas kedatangan tokoh-tokoh persilatan. Mungkin karena beradanya rombongan partaipartai
persilatan itu maka gereja timbul pertengkaran dan pertempuran tak berkesudahan.
Ceng Hun totiang maloloskan pedang, katanya, "Biarlah pinto menanyainya!"
Sekali loncat, ketua Ceng Sia pay itupun sudah tiba ditempat pertempuran dan
membentaknya, "Harap sekalian taysu menyingkir dulu-Pinto akan menyambut
pedangnya." Sebagai seorang ketua, Ceng Hun totiang memang mempunyai wibawa. Apalagi ke
empat paderi Siau-lim-sie itu sudah tak kuat menahan serangan sinona baju hitam.
Mereka segera mundur. Sambil menusuk kedada Ceng Han totiang membentak, "Dalam gereja terdapat seorang
itu imam tua. Mau apa kau, hai!"
Ceng Hun tebarkan pedangnya dalam jurus Thui-san tiam-hay atau Mendorong gunung
Menembus laut, Seraya menyahut, "Pinto Ceng Hun"."
Sret, sret. sret". nona itu kiblatkan pedangnya untuk mendesak mundur Ceng Hun,
baru ia membuka mulut pula, "Apa itu Ceng Hun atau Hong Hun! Aka tak peduli, aku
hendak mencari dia!"
Ceng Hun artinya awan biru. Hong Hun artinya awan merah.
Ceng Hun totiang walaupun masih muda terapi lapang dada dan penuh toleransi. Sekali
pun dihina, ia tetap sabar.
"Siapakah yang hendak nona cari itu?" serunya.
Tiba-tiba nona itu hentikan pedengnya, "Ih. rupanya engkau seorang yang tahu
aturan!" Ceng Hun totiang hanya tersenyum, "Asal nona mau mengatakan orang itu, pinto tentu
akan membantu memberitahukan!"
"Aku hendak mencari Pui Siu-lam!"
Ceng Hun totiang terbeliak kaget. "Pui Siu-lam"."
"Mengapa" Ada orang memberitahukan kepadaku bahwa dia berada dalam gereja ini.
Jangan coba bicara bohong!"
Sejenak Ceng Han berpaling ke arah Tay Ih siansu lalu katanya pula; "Maaf, siapakah
nama nona yang terhormat?"
"Namaku Tan Hian Song " Sahutnya dengan nada kekanak-kanakan.
"Masih mempunyai hubungan apakah nona dengan Pui tayhiap itu?"
Mendapat pertanyaan itu, Hian-song tertegun. Berselang beberapa saat kemudian baru
ia menyahut, "Lekas suruh dia keluar! Aku mencarinya dengan amah payah!"
Ceng Hun totiang batuk-batuk kecil untuk menutupi kegetaran hatinya. Kemudian
berkata, "Tetapi saat ini dia sudah tak berada dalam gereja sini."
Wajah Hian Song yang bermula cerah tiba-tiba mengerat gelap, "Kemanakah dia?"
Ceng Hun totiang benar benar sulit menjawab pertanyaan itu Maka sampai beberapa
saat ia diam saja. Menilik terus terangnya dara iu memberi keterangan, jelas tentu
seorang dara yang belum berpengalaman luas. Dan justeru inilah yang membuat ketua
Ceng sia pay itu merasa sukar. Jika hendak membohonginya, memang dapat
mengenyahkan dara itu. Tetapi sebagai seorang ketua persilatan, hati nuraninya melarang
untuk berdusta! "Hai, mengapa engkau diam saja" Apakah engkau merancang siasat membohongi
aku?" tegur Hian song karena Ceng Hun tidak cepat menyahut.
"Selama hidup pinto tak pernah berdusta!"
"Lalu kemanakah dia?"
"Mungkin di bawa lari oleh orang Beng gak, Jejaknya belum terang!" setelah menimang
beberapa lama barulah ketua Ceng sia-pay itu memperoleh kata kata jawaban.
Hian song terlongong. Beberapa butir air mata menetes turun. Ujarnya rawan, "Orang
Beng gak benci sekali kepadanya. Jika dia sampai jatuh ketangan mereka, tentu di
bunuh!" "Omitohud!" tiba tiba Tay Ih siansu menghampiri, dan memberi hormat, "Nona tentu
lelah karena habis menempuh perjalanan jauh. Harap beristirahat dulu di gereja ini."
Hian song gelengkan kepala, "Aku tidak lelah."
Kemudian memandang Ceng Hun totiang dara itu bertanya pula, "Apakah engkau
menyaksikan sendiri dia dilarikan orang Beng gak?"
"Jauhkah tempat itu?" tanya Hian song.
"Tidak, dekat dari sini," Sahut Ceng Hun totiang.
Tiba tiba Hian-song lemparkan pedangnya, dan memberi bormat. "Kuminta engkau
suka membawaku kesana."
Ceng Hun tak menduga kalau nona itu akan mengajukan permintaan semacam itu.
Tempat mayat itu merupakan daerah berbahaya, penuh dengan hawa yang mengandung
racun. Sekalipun tokoh sakti, pun sukar untuk menjaga diri.
Sampai beberapa saat, ketua Ceng sia pay itu baru dapat menyahut "Sekalipun dekat,
tetpai tempat itu berbahaya sekali. Jika nona tetap hendak kesana, lebih dulu pinto
hendak mengajukan sebuah syarat."
"syarat apa?" tanya Hian Song.
"Sederhana sekali." sahut Ceng Hun totiang, "jika tiba ditempat itu nona hanya boleh
melihat dari jarak jauh, hangan mendekatinya!"


Wanita Iblis Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hian Song menghela napas dan mengiakan. Ia memungut pula peadang yang dilempar
tadi. Ceng Hun totiang berpaling ke arah Tay Ih Siansu, Ciok Sam kong, Tek Cin dan lainnya.
Ia memberi hormat kepada mereka, "Harap saudara saudara menunggu disini sebentar.
Pinto hendak mengantar ke tempat mayat"."
Kemudian ketua Ceng Sia pay itu menghampiri Cau Yan, katanya "Pinto hendak minta
nona, ke sana maukah?"
Ketua Tiam jong pay itu mengangguk.
Demikian mereka segera berangkat. Cepat sekali mereka sudah tiba didaerah maut itu.
Menunjuk pada tiga sosok mayat yang terkapar diujung tikungan gunungan. Ceng Hun
totiang berkata, "Disekeliling tikungan gunung itu, rumput dan batu mengandung taburan
racun"." Hian Seng mendengus lalu melangkah ke-muka.
"Dibalik batu itu kemungkinan musuh yang bersembunyi disitu. Mereka menaburkan
bermacam macam senjata rahasia beracun. Harap nona jangan menghimpiri dekat dekat!"
kata Cau Yan hui. Setelah mengamati bahwa ketiga mayat itu tak terdapat Pui Siu lam. Hian song
kerutkan alis, "Apakah Pui suhengku diculik disini?"
"Benar"." tiba tiba Ceng Hun tak lanjutkan ucapannya.
"Harap kalian tunggu disini, aku hendak memeriksanya," Hian-song terus loncat menuju
ketempat itu. "Jangan, nona!" Ceng Hun kaget dan mengejar. Pikirnya, sebelum mencapai tempat itu
tentu dapat mengejar si dara. Tapi alangkah terkejutnya kstika ia tak mampu mengejar si
dara yang Saat itu sudah tiba di muka ketiga mayat.
"Toheng, berhentilah!" Cap Yan hui loncat kesisi Ceng Hun, "jika nona itu sampai mati
kena racun, itulah salahnya sendiri".
Ceng Hun totiang menghela napas; "Jika tak kubawanya kemari, dia tentu takkan
mengalami nasib yang mengerikan"."
Sambil mencongkel ketiga sosok mayat, Hian song lanjutkan langkah menuju kedalam
lembah. "Hai, toheng, tampaknya nyonya itu tak takut racun!" Cau Yan hui termangu.
Tetapi Ceng Hun totiang rupanya tak mendengar kata-kata ketua Tiam jong pay.
Seluruh perhatiannya tercurah pada gerak-gerik Hian-Song.
"Budak perempuan itu benar-benar mengherankan!" kembali Cau Yan hui berseru.
Ceng Hun totiang berpaling, "Pinto membawa pil pemunah racun, buatan Ceng sia pay
yang istimewa. Pinto hendak menyelidiki daerah mati itu. PintO hendak minta bantuan
nona. Bila terjadi sesuatu pada pinto. Sukalah memberitahukan kepada anak murid Ceng
sia pay. Suruh mereka lekas kembali ke Ceng sia pay. Sebelum tinggalkan gunung, pinto
sudah mengatur segala sesuatu yang perlu bertindak menurut surat pesan pinto itu,
tentulah partay Ceng sia-pay takkan mengalami kegoncangan suatu apa!"
Ia mengeluarkan sebuah gin-pay atau lencana perak dan diberikan kepada Cau Yan hui,
katanya pula, "Asal nona tunjukan gin-pay ini, murid-murid Ceng sia pay tentu takkan ragu
lagi " Ceng Hun totiang lemparkan gin pay itu dan terus loncat kemuka. Dalam dua kali
loncatan saja, ia sudah tiba ditempat mayat.
Memandang bayangan jago Ceng sia pay itu, diam diam timbul rasa kagum dalam Cau
Yan hui pikirnya, "Partay partay persilatan tak mengenal pribadinya. Hanya karena dia
menerima jabatan ketua partay Ceng sia pay maka timbul dugaan yang tak baik sehingga
partay partay persilatan itu putuskan hubungan dengan Ceng sia pay. Tetapi ketika timbul
peristiwa Beng gak. dialah yang mempelopori datang ke Siau lim si. Dan ternyata dalam
setiap langkah yang direncanakan, Selalu tepat dan bijaksana."
Pada saat itu Ceng Hun totiang sudah tiba ditempat bahaya. Sewaktu loncat tadi, ia
sudah menelan pil anti racun. Iapun menutup pernapasannya, melintasi ketiga sosok
mayat lalu terus memasuki lembah.
Kedua samping jalan lembah itu terdiri dari karang yang tingginya tak kurang dari
sepuluh tombak. rumput tunbuh setinggi perut orang. Disana sini penuh bertaburan batu
batu yang runcing dan aneh bentuknya. Lembah itu kecuali rumput, tiada ditumbuhi
pohon sama tekali. "Jika Beng gak tebarkan racun dalam lembah ini lalu memikat paderi Siau-lim si supaya
masuk mencari mereka, jelas paderi paderi siau-lim si tentu binasa semua"." diam diam
ketua Ceng sia-pay itu menimang.
Ceng Hun mencabut pedang lalu melangkah kedalam lembah. Dia seorang yang keras
hati, cerdik dan berani. Makin menjelajah masuk, Sikapnya makin berhati hati.
Hian Song tadi pergi lebih dulu kira kira seperminum teh lamanya. Untuk mencari
jejaknya sebenarnya tak susah. Tetapi ternyata dalam lembah padang rumput itu. Ceng
Hun totiang tak dapat menemukan jejak darah itu.
Mau tak mau, Ceng Hun yang biasanya tenang, saat itu menjadi gelisah Walaupun
lembah itu luasnya seratusan tombak, tetapi bagi seorang berilmu tinggi seperti Ceng Hun.
dalam waktu singkat tentu sudah dapat menyelidiki seluruh tempat itu.
Diam diam ketua Ceng-sia-pay itu makin cemas. Disamping mencari si dara, iapun
harus berhati hati melindungi diri terhadap bahaya racun.
Berjalan kira kira lima tombak jauhnya, ia sudah mencapai separuh lebih dari lembah
itu. Namun Hian song tetap tak diketemukan. Bayang bayang ngeri segera mencengkram
perasaannya. Makin keras dugaannya bahwa lembah itu memang dijadikan tempat
persembunyian orang Beng gak. Hian-Song kemungkinan benar benar sudah jatuh
ketangan mereka. Jilid 35 AKHIRNYA ia memperoleh akal untuk mengelabui darimana dara itu. Ia harus berteriak
menmanggil dara itu sekeras-kerasnya.
Tapi sebelum ia melaksanakan rencananya, tiba-tiba dari balik sebuah batu aneh yang.
terlelak disisi kanan, terdengar suara helaan napas".
Ceng Hun totiang buru buru tenangkan pikirannya dan mengerahkan hawa murni dalam
tubuhnya. Ia merogoh keluar dua batang pedang pendek. Dengan dua pedang pendek
ditangan kiri dan pedang panjang ditangan kanan, ia menatap kearah batu aneh itu dan
membentak, "Siapa itu!"
Dari balik batu aneh itu menyembul sebuah sebuah wajah yang tertutup rambut.
Sepasang matanya yang besar bundar memandang Ceng Hun lekat-lekat.
Sebesar besarnya nyali Ceng Hun, tetapi pada saat seperti itu, ia hampir kehilangan
daya perlawanan lagi. Perasaan yang tajam, menduga bahwa disekelilingnya tentu
terdapat orang Beng gak yang membayanginya. Mungkin anak murid, mungkin ketua Beng
gak sendiri. Ceng Hun totiang memandang kesekeliling dengan tajam. Sampai beberapa saat ia tak
membuka mulut tetapi diam diam siap sedia menjaga segala kemungkinan.
Sepeminum teh lamanya, kepala yang menyembul dari balik batu itu, tiba tiba
menyurut kebalik batu lagi. Rupanya orang itu tak sabar lagi menghadapi ketenangan
Ceng Hun totiang, Tetapi sebagai gantinya, dari balik batu itu tiba-tiba bertebaran bubuk putih yang pecah
berhamburan menjadi biji-biji bundar yang kecil sekali.
Cepat Ceng Hun menyadari bahwa bubuk bubuk pupur itu tentulah racun yang berbisa
sekali. Sekali tersedot kedalam mulut, ia tentu rubuh binasa. atau pingsan, lalu ditangkap
musuh. Dengan sebat sekali Ceng Hun totiang loncat kesamping sambil menghembuskan
napasnya keluar. Tebaran pupur beracun itu tertiup jatuh.
"Siapa itu?" tiba tiba dari balik batu aneh itu terdengar lengking seorang wanita.
"Mencelakai orang dengan obat racun, bukan laku seorang gagah. nona berani
menegur, mengapa tak berani muncul keluar?" seru Ceng Hun.
Tiada penyahutan terdengar. Tetapi gerumbul rumput tampak bergerak gerak. Terang
orang itu bersembunyi disitu dan hendak menyingkir.
Ceng Hun tertawa dingin, "Lembah ini dikelilingi dinding gunung. Hanya sebuah jalan
keluar. Asal kubakar tempat ini, bagaimanakah engkau hendak melarikan diri?"
Ancaman Ceng Hun itu berhasil membuat orang jeri. Perlahan lahan orang itu berdiri.
gerumbul rumput panjang, tampak seorang wanita yang cantik jelita.
Ceng Hun mengagumi kecantikan wanita itu tetapi iapun memperhatikan bahwa
sepasang mata wanita itu, memancar sinar api, api yang tajam.
"Apakah nona orang Beng-gak?" tegurnya.
Sepasang mata bundar dan sicantik berkicup kicup dan mulutnya nyungging tawa,
"Kalau benar, lalu bagaimana?"
"Sudah lama pinto mendengar bahwa ilmu dari Beng gak itu luar biasa aneh"."
nona itu tertawa, "Karenanya masa engkau hendak mencoba beberapa jurus, bukan"
Melihat sikap dan nada ucapan nona cantik itu mengandung daya pemikat yang keras,
diam diam Ceng Hun mempertinggi kewaspadaan. Sahutnya dengan tegas, "Benar, pinto
memang mempunyai maksud begitu!"
Tiba-tiba nona itu mengangkat tangan kanannya dan melambai, "Datanglah lebih dekat
kemari. Aku hendak berunding dengan kau!"
Sikapnya mesra sekali seperti terhadap orang sahabat lama.
Walaupun cerdas dan gagah, tetapi Ceng Hun belum pernah menghadapi peristiwa
seperti itu dalam hidupnya. Ia tertegun.
Gadis itu bertepuk tangan tiga kali dan berseru pula, "Jangan kuatir, kemarilah!"
Tetapi Ceng Hun totiang tetap bersangsi.
"Eh, apakah engkau masih merasa kuatir" Akan kuangkat kedua tanganku, masakan
engkau masih takut?" kembali gadis itu berseru ramah.
"Dari sini kita dapat bicara dengan jelas. Silahkan bicara, aku dapat mendengar dengan
terang!" kata Ceng Hun.
"Yang hendak kubicarakan kepadamu ini, penting sekali dengan takut, Jika engkau
meluluskan, kita akan menjadi sahabat yang bersama tujuan"."
"Jika aku tak meluluskan?"
nona baju merah itu tertawa kecil, "Menurut perasaanku, engkau takkan menolak. Soal
itu penting sekali artinya. Dapat merubah keadaan dunia persilatan dan dapat menjadikan
engkau seorang jago nomor satu dalam dunia persilatan!"
Sebenarnya tertarik juga Ceng Hun akan ucapan nona itu. Tetapi ia seorang yang
berhati hati. "Kita baru saja kenal dan kebetulan saling bermusuhan. Mengapa nona mempercayai
diriku?" tanyanya. "Suatau pertanyaan yang tepat." sahut nona baju merah itu. "Sebenarnya aku sedang
menderita luka dalam yang parah. Maka terpaksa meminta kepadamu. Jika tidak terluka,
engkau sudah terluka ditanganku!"
Tiba-tiba Ceng Hun teringat akan Hian-song, serunya, "Tadi kemanakah perginya gadis
baju hitam itu?" nona baju biru itu mendengus, "Jika tadi aku tak salah menilai kepandaian budak baju
hitam itu, tentu takkan terluka begini!"
Ia berhenti sejenak lalu berkata pula, "Dia kutabur dengan obat bius. Tetapi sebelum
rubuh dia menghantam sekuat-kuatnya sehingga aku menderita luka parah ini."
"Apakah engkau telah membunuhnya?" cepat Ceng Hun bertanya.
"Belum. dia berada dibalik batu sini. Kemarilah, engkau tentu menemukannya!"
Diam diam Ceng Hun kerahkan iwekang untuk melindungi tubuh. Setelah mengiakan ia
melangkah maju perlahan-lahan. Dengan pedang ditangan kanan dia menyibak gerumpul
rumput. Sedang tangan kiri tetap menyiapkan kedua batang pedang pendek.
Ternyata nona baju merah itu memang pegang janji. Ia mengangkat kedua tangannya
keatas. Setelah Ceng Hun tiba disisinya, baru ia berkata, "Tanganku pegal, boleh
kuturunkan!" Ketika melihat nona itu tak membekal senjtaa, Ceng Hun pun mengangguk, serunya,
"Jika nona hendak menggunakan siasat mencelakai aku, mungkin berhasil. Tetapi nonapun
tentu tak terluput dari akibat pembalasanku!"
nona baju merah perlahan-lahan turunkan tangannya, "Lukaku parah sekali. TAdi
sewaktu menaburkan obat racun, lukaku tergoncang. Jika saat ini engkau hendak
membunuhku, mudah sekali.
"Pinto tak pernah mencelakai orang yang sedang menderita kesukaran!" sahut Ceng
Hun seraya membabat rumput.
Dan alangkah terkejutnya ketika di balik batu itu terdapat Hian song menggeletak di
samping Siu lam. "Apakah mereka masih dapat ditolong?" serunya agak gugup, saat itu ia dapat melihat
jelas keadaan si nona baju merah. Dimuka nona itu terletak sebilah pedang pusaka yang
berkilat-kilat dan sebuah benda aneh macam tanduk rusa, serta seorang aneh yang
rambutnya terurai kusut. Memandang kearah orang aneh itu, bertanyalah nona baju merah itu kepada Ceng Hun
totiang, "Kenalkah engkau pada orang itu?"
Ceng Hun memandang orang itu dengan seksama, Kemudian menyatakan tidak kenal.
"Tahukah engkau akan seorang yang bernama Ti-kicu Gan Leng Poh?"
"Seorang tabib yang termahsur di seluruh dunia persilatan. sudah lama pinto
mengaguminya," jawab Ceng Hun.
"Aku letih sekali, mari kita duduk ber-omong omong." tiba-tiba nona itu gelisah dan
terus duduk, "inilah tabib Gan Leng poh yang engkau kagumi itu!"
Ceng Hun mengamatinya lagi dengan cermat. Dalam gumpalan rambut yang kusut
masai itu tersembunyi sebuah wajah yang berpanca indera penuh wibawa. Diam diam
ketua Ceng-sia pay itu heran mengapa hari ini bermunculan beberapa peristiwa yang
aneh. "Kemashyuran Gan Leng poh itu bukan karena sakti dalam ilmu pengobatan tetapipun
sakti dalam ilmu silat. Maaf, bukan pinto memandang rendah nona. Tetapi dalam soal
menggunakan obat racun dan kepandaian silat, rasanya nona sukar untuk menandinginya
" nona itu tertawa hambat; "Saat ini aku sedang terluka parah. Tiada berdaya sama
sekali. Baiklah dengan membicarakan soal ilmu Silat"." ia berhenti sejenak lalu berkata
pula: "Masih ada sebuah hal yang dapat, kuberitahukan kepadamu. Ialah saat ini jika engkau
hendak membunuh, semudah orang membalikkan telapak tangannya. Asal engkau
menusuk, aku tentu mati. Tetapi kupercaya engkau tentu tak mau membunuh aku!"
"Sekalipun tak mau mencelakai orang yang sedang menderita, tetapi pinto pun tetap
melihat gelagat. dengan terlalu yakin pada anggapanmu sendiri," sahut Ceng Hun.
nona itu tertawa, "Aku tak percaya di dunia ini terdapat orang yang tak berhati
memikirkan kepentingan diri seodiri"."
Ia berhenti sejenak lalu berkata lagi, "Harap suka tolong mengurutkan jalan darah
didadaku ini. Aku akan segera mati keengapan"."
Ceng Hun batuk batuk, serunya, "wanita dan pria tak boleh campur dekat dekat.
Apalagi pinto seorang imam"."
Napas nona itu makin terengah engah, serunya, "Apa artinya mencukur rambut masuk
menjadi pertapa apabila melihat orang terancam bahaya tetapi tak mau memberi
pertolongan?" "Berikanlah obat pemunah kepadaku lebih dulu setelah kau tolong nona itu akan
kuminta di mengurut dadamu."
"Terlambat"." tiba tiba nona baju merah itu melengking lalu muntahkan segumpal
darah segar. Melihat itu tak sampai hati Ceng Hun. Segera ia maju menghampiri dan segera lekatkan
tangan kanannya kedada Sinona. Ia salurkan iwekang untuk menenangkan darah sinona
yang bergolak keras, "Lekas turut dadanya dan buah dada kanan kiri. Aku akan muntah darah lagi"."
Ceng Hun hanya memikirkan untuk menolong orang. Diluar kesadarannya, iapun
melakukan perintah nona itu. Ketika menyenuh buah dada nona itu, hatinya tergetar dan
buru-buru menarik tangannya!
nona itu meratap ratap, "Luka dalam tubuhku mulai menyerang lagi, aduh sakitnya"."
Ceng Hun termangu. Seumur hidup belum pernah ia mengalami peristiwa semacam itu. Ia
terpukau. Tetapi karena mendengar rintihan nona itu, batinya tak tega. Terpaksa ia
ulurkan tangan mengurut dada nona itu.
Hawa wangi membaur dari tubuh nona itu. Ditambah pula dengan erang mulutnya yang
meruntuhkan semangat, membuat darah Ceng Hun, Iman yang sejak kecil sudah masuk
kedalam biara itu, menjadi bergolak keras.
Pada saat Ceng Hun kelelap dalam buaian perasaan, tiba-tiba nona baju merah itu
balikan tangan dan secepat kilat ia menutuk.
Karena tak menyangka sama sekali, Ceng Hun tak keburu menghindar lagi. Jalan darah
bahu kanannya kena terkutuk.
nona itu cepat berbangkit bangun sambil menyambar pedang lalu ditujukan keleher
ketua Ceng sia pay itu. "Coba kau terka, aku dapat atau tidak membunuhmu!" serunya tertawa.
Dari anginnya yang dingin. Ceng Hun menyadari bahwa pedang sinona itu bukan
pedang biasa, melainkan pedang yang luar biasa tajamnya. Sedikit saja nona itu gunakan
tenaga, lehernya tentu putus. Tapi hawa dingin pedang itu-pun segera dapat
membuyarkan perasaannya yang melayang tadi.
"Mati hidup, bukan soal bagi pinto!" ia tertawa hambar.
nona itu tiba-tiba menarik kerrbali pedangnya.
"Apa kau sudah tahu kalau kau tentu takkan membunuhmu?" ia tertawa.
Ceng Hong bingung melihat sikap aneh dari nona itu. Mengancam dan bersahabat.
Pedang dan senyum, tak tahu ia bagaimana menjawabnya,
nona baju merah itu tertawa mengikik, "Bagaimana harus bicara?"
"Pinto tak tahu bagaimana harus bicara."
nona itu menghela napas, ujarnya, "Tak perlu engkau takut. Bahwa aku hendak
mengajakmu berunding dengan soal penting, memang bukan berdusta. Jika kau setuju,
kita dapat bekerja sama. Dan apabila berhasil, seumur hidup takkan habis kita nikmati.
Tetapi kalau engkau menolak terpaksa kubunuh!"
Sambil diam-diam mengerahkan Iwekang untuk membuka jalan daranya yang tertutuk
berkatalah ketua Ceng Sia pay itu, "Silahkan bilang dulu, apakah soal itu agar pinto dapat
menimbangnya!"

Wanita Iblis Karya S D Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Tahukah engkau tentang berita mengenai peta Telaga darah?" tanya sinona.
"Kalau tahu?" "Didalam telaga darah itu terdapat pusaka peninggalan Lo Hian. Siapa yang
mendapatkannya, tentu dapat merajai dunia persilatan"."
Ceng Hun menjawab dingin, "Peta itu hanya desas desus belaka. Tiada seorangpun
yang pernah melihatnya"."
"Sekalipun belum pernah melibat, tetapi aku tahu tentang peta pusaka itu!" sahut si
nona, Dalam pada itu diam diam Ceng Hun totiang tetap berusaha untuk melepaskan jalan
darahnya yang tertutuk. Dua kali ia mengerahkan iwekang, tetapi masih belum berhasil.
Diam diam ia terkejut. "Desas desus hanya semacam kabar burung dengan mudah mempercayainya. Mungkin
dikabarkan juga bahwa Lo Hian itu masih hidup!" buru-buru Ceng Hun totiang membuka
mulut agar dengan diketahui usahanya mengerahkan tenaga dalamnya itu.
Tiba-tiba wajah nona baju merah itu berubah gelap; "Benar, memang Lo Hian masih
belum meninggal. Dan dalam beberapa hari ini datang ke Siauw lim-si"."
Ia berhenti sejenak, lalu berkata pula, "Jika Lo Hian tak muncul, Siauw lim Si tentu
sudah rata dengan tanah!"
Ceng Hun totiang tergetar hatinya. Namun ia berusaha sekuatnya untuk mengendalikan
diri dan berseru menegas, "Benarkah itu?"
"sudah tentu benar!" sabut si nyonya baju biru seraya mengatupkan mata, "uh, dengan
coba berusaha untuk melepaskan jalan darahmu yang tertutuk itu. Sia sia sajalah. Ilmu
tutukanku merupakan ilmu istimewa dari Beng gak. Kecuali aku yang membantu, jangan
harap engkau dapat memebebaskan dirimu!"
Ceng Hun totiang anggap peringatan si nona memang benar. Bukan ancaman kosong.
Ia hanya tertawa hambar. "Aku hendak bicara secara sungguh-sungguh dengan kau," kata si nona pula, "setiap
patah kataku ini memang timbul dari kesungguhan sanubariku karena suasana sekarang
ini tak memungkinkan kita melakukan hal seorang diri.*
Ia berhenti untuk mengalihkan pandang kearah Siu lam, ujarnya, "Sebenarnya aku
akan meminta bantuannya, tetapi dia keras kepala sekali"."
"Jika dia mau mendengar perkataanku sampai melesai, kupercaya dia tentu bersedia
kerjasama dengan aku," katanya lebih jauh.
Melihat kesungguhan wajah nona itu, diam diam Ceng Hun totiang mulai tertarik
perhatiannya. "Soal apakah itu" Pui tayhiap memang seorang pemuda perwira. Mungkin dia tak mau
menerima tekanan dan bujukanmu!" kata imam itu,
"Soal ini sebenarnya menguntungkan kedua belah fihak. Apalagi masih dapat
menggunakannya untuk kepentingan dunia persilatan!" kata nona,
"Sedemikian pentingkah hal itu?"
"Benar," sinona mengiakan, "suhuku bercita-cita keras untuk menguasai dunia
persilatan. Dia sudah berpuluh tahun menyiapkan rencananya itu. Anak buah Beng gak
tersebar luas di seluruh wilayah Kang lam, Kan pak, disegenap penjuru bahkan sampai
diluar perbatasan"."
Ia berhenti sejenak, lalu melanjutkan lagi "Entah apakah kalian memperhatikan
kejadian-kejadian didunia persilatan selama ini. Memang tampaknya suasana dunia
persilatan tenang, tapi diam-diam banyak tokoh tokoh sakti yang menghilang dan tak
ketahuan jejak. Tokoh tokoh itu meliputi bajak-bajak laut yang kenamaan, anak murid ke
Pertempuran Di Lembah Bunga Hay Tong 8 Kekaisaran Rajawali Emas Pendekar 4 Alis I Karya Khu Lung Pendekar Pengejar Nyawa 18

Cari Blog Ini