Kedele Maut Karya Khu Lung Bagian 14
Buru-buru Dewi In Un memberi hormat:
"Untuk kelancangan ini boanpwee mohon maaf yang sebesarbesarnya,
tapi untuk membuktikan keaslian dari identitas kau orang
tua, mau tak mau terpaksa boanpwee harus mengambil tindakan
demikian ini." Kho Beng benar-benar amat terperanjat. Tapi sedapat mungkin ia
mengunjuk sikap tenang. setelah mendengus, katanya:
"Apakah kau masih menaruh curiga terhadap identitasku" Kalau
berbicara sesungguhnya, memang demikian adanya Kenapa?" seru
Kho Beng gusar. "Mungkin hal ini hanya merupakan firasat boanpwee, jadi tak
dapat kulukiskan dengan perkataan."
Lalu sambil menunding kedepan katanya lagi:
"Padahal apa yang boanpwee ajukan bukan termasuk suatu
masalah pelik, apalagi jarak sejauh delapan puluh kaki bukan suatu
pekerjaan yang terlalu sulit untuk cianpwee, disamping dapat
menghilangkan kecurigaanku, bisa menunjukkan pula kebolehanmu,
aku rasa cianpwee pasti tak akan menampik bukan."
Kho Beng mencoba memperhatikan tebing yang dimaksud,
tampak kabut tebal menyelimuti sekeliling tempat tersebut sehingga
sulit baginya untuk melihat keadaan disekitar sana dengan jelas,
tentu saja dia pun tak dapat mengukur berapa lebarkah jurang
tersebut sesungguhnya. sementara dia masih berpikir, Chin sian kun telah berbisik dengan
ilmu menyampaikan suara. "Kong cu tak boleh menyanggupi permintaannya, sudah jelas dia
telah mengetahui titik lemah dalam penyamaran kita sehingga
hendak menggunakan cara demikian untuk mencelakai kongcu."
Kho Beng segera menyahut pula dengan ilmu menyampaikan
suara" "Apakah nona hapal dengan daerah perbukitan disekitar sini?"
"sama sekali tidak hapal, baru pertama kali ini aku berkunjung
kebukit Cian san, apalagi daerah disekitar sini, boleh dibilang aku
belum pernah mendatanginya."
"Akupun belum pernah mendengar kalau disini terdapat jurang
yang lebarnya delapan puluh kaki, mungkin saja dia hanya sengaja
hendak mencoba kita?"
sementara dia masih termenung. Kakek tongkat sakti telah
berkata pula dengan ilmu menyampaikan suara.
"Tampaknya siluman perempuan itu sudah berhasil mengetahui
penyamaranmu, kau tidak boleh menuruti permintaannya."
"Tapi sekarang kita sudah berada didalam perangkapnya,
yakinkah cianpwee untuk membebaskan diri dari perangkap bahaya
yang berada didepan mata?"
Kakek tongkat sakti menghela napas panjang.
"Aku akan berusaha keras untuk membendung siluman
perempuan In Un, kau nona Chin kaburlah secepatnya meninggalkan
tempat ini." "Kita datang bersama-sama, sudah sewajarnya kalau mundur
bersama pula, boanpwee tak bisa meninggalkan cianpwee dengan
begitu saja, apalagi keempat Lengcu dan kedua orang nenek
tersebut merupakan jago jago yang berilmu tinggi, boanpwee..."
setelah termenung sebentar, dia meneruskan:
"Boanpwee rasa lebih baik biar kucoba dengan menyerempet
bahaya, siapa tahu nasibku mujur dan berhasil melampauinya."
Kakek tongkat sakti serta Chin sian kun tidak berbicara apa-apa
lagi, sebab mereka semua telah berada dalam posisi maju tak bisa
mundurpun tak dapat, entah tindakan apa pun yang dilakukan,
boleh dibilang mereka pasti berada dipihak yang kalah. Terdengar
Dewi In Un berkata lagi sambil tertawa terkekeh-kekeh :
"Locianpwee, apa lagi yang mesti kaupikirkan" Toh permintaanku
hanya suatu urusan kecil?"
Kho Beng berpikir sebentar, kemudian sahutnya :
"Aku memang benar-benar harus memeras otak. sebab apabila
permintaanmu tidak kukabulkan, jelas akan menimbulkan
kesalahpahaman yang mendalam, sebaliknya bila kuturuti
permintaanmu, dengan kedudukanku sebagai sahabat karib
kakekmu, rasanya aku seperti dipecundangi oleh angkatan muda
saja." Dewi In Un segera tertawa terkekeh-kekeh :
"Kalau Cuma soal ini mah cianpwee tak perlu kuatirkan, setelah
tiba ditebing seberang nanti boanpivee pasti akan berlutut dan
menyembah dihadapanmu sambil minta ampun, pokoknya aku tak
akan sampai membuat kau orang tua kehilangan muka."
"Baiklah" Kho Beng bergelak tertawa gembira, "rasanya bila aku
tidak menunjukkan kelihaian naga terbangku mungkin kau tak akan
mempercayai diriku dengan begitu saja."
"Tepat sekali silahkan locianpwee memperlihatkan kebolehanmu
itu." sementara itu si Kakek tongkat sakti serta Chin sian kun sudah
bermandi peluh dingin saking cemas dan gelisahnya, akan tetapi
mereka tak berdaya untuk mencegah, selain gelisah dalam hatinya
apalagi yang bisa diperbuatnya"
Kho Beng sendiripun merasa terkejut bercampur gelisah, akan
tetapi hanya satu jalan yang tersedia baginya saat ini, kecuali
melaksanakannya memang tiada cara lain yang lebih baik lagi.
Diam-diam dia menghimpun segenap tenaga dalam yang
dimilikinya, lalu sambil tertawa katanya:
"Nah, akan kutunggu kedatangan kalian di tebing seberang sana"
Tubuhnya Nampak melejit ke udara dengan kecepatan tingi,
sewaktu mencapai ketinggian tujuh delapan kaki, tubuhnya berputar
satu lingkaran lebih dulu kemudian melesat kedepan dengan
kecepatan luar biasa- Namun kabut tebal yang menyelimuti sekeliling itu amat tebal,
bayangan tubuh Kho Beng seketika lenyap tertelan dibalik kabut
yang tebal dan hilang dari pemandangan.
Memandang hingga bayangan tubuh Kho Beng lenyap dari
pandangan mata. Dewi In Un baru berseru memuji:
"Ilmu gerakan tubuh yang sangat indah-"
Tapi menyusul kemudian ia tertawa terbahak-bahakTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Apa yang kau tertawakan" " chin sian kun tak dapat menahan
diri lagi dan segera menegur.
Dewi In Un agak tertegun, lalu serunya :
"Walaupun usiamu kelihatan masih sangat muda, tapi kalau
dihitung-hitung tentu sudah mencapai seratus tahun lebih bukan?"
Merah jengah selembar wajah Chin sian kun, tapi segera
jawabnya : "Tentu saja, tahun ini aku telah berusia seratus sembilan tahun"
"Waaah, kalau begitu akupun wajib menghormati dirimu" kata
Dewi In Un sambil tertawa.
"Kepandaian naga terbang yang dimiliki Kong ci cianpwee
memang sangat indah, hanya"
Kakek tongkat sakti sebera menukas :
"Majikan kami telah menunggu ditebing seberang, silahkan siancu
menyuruh orang mengajak kami kesana, kita harus segera
menyeberang ketempat tersebut,"
"sungguh tak beruntung, mungkin sulit baginya untuk bisa
mencapai ke tebing seberang"
Kakek tongkat sakti serta Chin sian kun menjadi terperanjat
sekali- Dengan perasaan kaget dan cemas Chin sian kun menegur:
"Kenapa., apakah lebar jurang ini lebih dari seratus kaki?"
Dewi In Un menggeleng : "Berbicara sejujurnya, luas jurang ini paling banter hanya empat
puluhan kaki-" "Kalau hanya berjarak empat puluh kaki, atas dasar apa kau
menduga kalau majikan kami tak sanggup melampauinya?" tukas
Kakek tongkat sakti. Dewi In Un tertawa terbahak-bahak"Haaahh.haaaahh.haaahhh.mungkin ilmu meringankan tubuh
naga terbang yang dimiliki Kong ci cianpwee telah mengalami
kemunduran drastis, masa kalian berdua tak bisa melihat bahwa dia
paling banter Cuma dapat melampaui jarak sejauh enambelas kaki"
Bagaimana mungkin jurang tersebut bisa terlampaui?"
"sesungguhnya apa maksudmu?" tegur Kakek tongkat sakti
dengan penuh amarah-Kembali Dewi In Un tertawa tergelak"sepantasnya akulah yang mengajukan pertanyaan itu, bukankah
dia bukan si naga terbang dari see ih Kong ci Cu yang asli"
Bukankah Kong ci Cu sudah lama mati?"
Kemudian setelah memutar biji matanya, dia berkata lebih jauh :
"Walau dongeng yang kalian susun amat mengasyikan dan
memakan hati pendengar, sayang pada akhirnya kebohongan kalian
berhasil juga kubongkar."
Mendengar perkataan ini, dengan ilmu menyampaikan suara
Kakek tongkat sakti segera berbisik kepada Chin sian kun:
"Kini Kho Beng sudah terperosok kedalam jurang, kita tak boleh
melayani mereka dalam suatu pertarungan yang kelewat lama,
secepat mungkin kita loloskan diri dari kepungan mereka dan segera
turun kedasar jurang untuk menolongnya."
"Baik baik " sahut Chin sian kun cepat.
sementara itu Dewi In Un telah berkata lagi sambil tertawa
terbahak-bahak: "sekarang tibalah saatnya bagi kalian untuk muncul dalam wujud
yang sebenarnya, siapakah kalian yang sebenarnya dan mengapa
mempunyai pikiran untuk berbuat demikian" "
sambil mengayunkan tongkat kepala ularnya si Kakek tongkat
sakti berkata : "Berdasarkan tongkat andalanku ini, seharusnya kau dapat
menduga siapa gerangan diriku ini"
sambil berkata lantang ia lantas mengetuk ujung tongkatnya
keras-keras sehingga patung paisu yang semula berada disana
terlepas dari tempatnya, dengan begitu muncullah bentuk yang asli
yakni sebuah kepala ularMula-mula Dewi In Un agak tertegun, tapi dengan cepat ia sudah
tertawa terkekeh-kekeh: "Heeehhhheeehhhheehhh.rupanya si Kakek tongkat sakti,
pemimpin dati tokoh aneh dunia persilatan, waaah kalau begitu
maaf, aku bersikap kurang hormat."
Lalu dengan suara dalam katanya lebih jauh"Kalau begitu tak usah ditanya lagi, orang yang menyamar
sebagai Kong ci Cianpwee tadi tak lain adalah Hui im san ceng Kho
Beng-" "Hmmm, kau pintar sekali" dengus Kakek tongkat sakti"Terima kasih banyak atas pujianmu" kata Dewi In Un banggaKemudian sambil berpaling ke Chin sian kun, bentaknya pula keraskeras
: "Dan kau, siapa dirimu?"
"Kau tak usah tahu" sahut Chin sian kun dengan penuh
kegusaran. "HaaahWh.haaahhhaaahhhh.kedengarannya kau adalah seorang
wanita, kalau bagitu biar kucoba menebaknya, eeehm..aaah betul.
kau pasti siwalet terbang, sibudak dari marga Chin bukan"
"Tepat, memang nonalah orangnya " sahut Chin sian kun sambil
mengkertakkan gigi. Untuk kesekian kalinya Dewi In Un tertawa terkekeh-kekeh,
nampaknya dia merasa amat gembira.
Dalam pada itu Kakek tongkat sakti telah memperhatikan sekejap
sekeliling tempat itu, kemudian bisiknya kepada Chin sian kun.
"Didepan tiada jalan, kita harus mundur dari sini "
dengan segera sambil menarik tangan chin sian kun, mereka
berdua serentak melompat m undur kebelakang.
Tapi sayang belakang mereka adalah tebing bukit yang terjal,
walaupun mereka bergerak mundur menuju kesana, ternyata Dewi
In Un tidak bermaksud mengejar, hanya gelak tawanya masih
kedengaran jelas sekali..
Baru saja Kakek tongkat sakti dan chin sian kun mundur sejauh
belasan kaki dari tempat semula, mendadak dari balik batu cadas
dikedua sisi jalan bermunculan belasan sosok bayangan manusia.
sambil munculkan diri, belasan orang tersebut serentak
mengayunkan sepasang telapak tangan mereka melepaskan pukulan
maha dahsyat kearah Kakek tongkat sakti serta Chin sian kun.
Tenaga gabungan dari belasan orang tersebut dalam waktu
singkat mencintakan segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat,
sedemikian hebatnya tenaga pukulan itu sehingga rasanya susah
untuk dibendung oleh siapa saja..
Bukan hanya begitu, yang lebih mengerikan lagi adalah kesebelas
orang yang melancarkan serangan bersama-sama itu adalah
kesebelas pelindung hukum dari Dewi In Un. Padahal rata-rata
mereka memiliki tenaga dalam yang amat sempurna.
Berada dalam keadaan seperti ini, biarpun tenaga dalam yang
dimiliki Kakek tongkat sakti jauh lebih hebat pun susah rasanya bagi
kakek itu untuk membendung datangnya pukulan yang datang
secara tiba-tiba itu, apalagi dia sedang berada dalam posisi
berduaan. selain daripada itu, serangan gabungan dari kesebelas pelindung
hukum pun meluncur datang laksana sambaran petir.
Dalam gugupnya terpaksa dia harus menyambut datangnya
serangan tersebut dengan posisi keras melawan keras.
Kasihan chin sian kun yang bertenaga dalam agak rendah, dia tak
mampu menghadapi pukulan tersebut dengan begitu saja, terpaksa
sambil mengerahkan tenaga dalamnya untuk melindungi badan, ia
menjatuhkan diri bergulingan diatas tanah-B la a a a mmmm- suara ledakan yang amat memekakkan telingan berkumandang
memecahkan keheningan malam. Dalam waktu singkat angin
pukulan menderu-deru, pasir dan batu beterbangan memenuhi
angkasa, begitu mengerikan keadaan waktu itu sehingga tak
ubahnya seperti dilanda gempa bumi dahsyat.
Menanti pasir dan batu sudah mereda, pemandangan disekeliling
tempat itu pun mulai Nampak dengan jelas.
Kakek tongkat sakti masih berdiri tegak dengan posisinya semula,
namun paras mukanya telah berubah hebat, tongkat kepala ularnya
juga telah tergetar lepas dari cekalannyasebaliknya
Chin sian kun yang menjatuhkan diri bergulingan
diatas tanah ternyata belum berhasil juga untuk meloloskan diri dari
musibah ini, dia tergetar sampai muntah darah dan roboh tak
sadarkan diri. Disaat suasana telah mereda kembali, bergemalah suara langkah
manusia yang makin lama makin mendekat, tak lama kemudian
tampak kesebelas orang pelindung hukum Dewi In un. Nenek
penunjang langit, nenek perata bumi, keempat orang Lengcu
beserta sekawanan dayang berpakaian ringkas pelan-pelan maju
mengurung dan mengepung Kakek tongkat sakti ditengah arenaDalam keadaan begini Kakek tongkat sakti hanya membungkam
diri dalam seribu bahasa, ia menggertak gigi kencang-kencang,
sambil tersenyum, Dewi In un segera berkata :
"Aku dengar Kakek tongkat sakti yang menduduki kursi pemimpin
diantara tiga tokoh aneh dunia persilatan memiliki ilmu silat yang
amat hebat, kenapa dalam kenyataannya tak kuat menahan sebuah
gempuran pun?" Lalu sambil menatap wajah Kakek tongkat sakti dengan sinar
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
matanya yang tajam. kembali dia menambahkan.
"Beranikah anda bertarung sekali lagi?"
Waktu itu Kakek tongkat sakti telah merasakan gejolak darah
yang amat deras didalam dadanya, ia sadar dirinya sudah terluka
maka setelah menatap sekejap Chin sian kun yang tergeletak tak
sadar diatas tanah, ia menghela napas sedih tanpa menyahut.
Dengan sombongnya Dewi In Un berkata lagi.
"Tidak berbicara pun tak menjadi masalah bagiku. Ketahuilah aku
mengharapkan suatu penyelesaian yang tuntas atas persoalan ini,
malam ini juga" "Menurut pendapat anda, apa pula yang harus kulakukan" "
Kakek tongkat sakti balik bertanya dengan suara dalam. Dewi In Un
segera tertawa dingin: "Dihadapanmu sekarang hanya tersedia dua pilihan, pertama
meneruskan pertarungan dan kedua mengaku kalah?"
Kakek tongkat sakti segera menghela napas panjang :
"Aaaaai, baiklah biar aku mengaku kalah-" Dewi In Un segera
tertawa tergelak. "Haaahtyh>haaahhhhaaahhh.orang bilang Kakek tongkat sakti
pandai menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi, ternyata kabar
tersebut memang amat tepat. "
Kakek tongkat sakti tertawa sedih.
"Walaupun aku bersedia mengaku kalah, namun akupun ingin
mengajukan dua syarat."
"Tak ada salahnya untuk kau sebutkan asal syaratmu masih bisa
diterima dengan akal sehat, tentu saja dapat kukabulkan."
sambil menunjuk kearah Chin sian kun yang tergeletak tak
sadarkan diri. Kakek tongkat sakti berkata:
"gadis ini suci dan berhati mulia, tapi sekarang telah menderita
luka dalam yang cukup parah, kalian wajib mengobati luka dalamnya
itu" "ooooh, kalau soal ini mah tanpa permintaan anda pun pasti kami
akan berbuat begitu"
Kemudian dengan suara dalam segera bentaknya :
"Tang soat Lengcu"
Buru-buru Tang soat Lengcu maju dua langkah kedepan seraya
menyahut: "Tecu siap menerima perintah"
"segera gotong nona Chin kedalam gua dan obati luka dalamnya
dengan obat paling mujarab dari partai kita, kemudian utuslah orang
untuk melayani segala kebutuhannya secara baik"
"Tecu terima perintah"
Ia segera memanggil dua orang dayang untuk menggotong
Chinsian kun, setelah itu ia beranjak pergi meninggalkan bukit itu.
sepeninggal mereka. Dewi In Un baru berpaling kembali kearah
Kakek tongkat sakti, sambil katanya:
"Apakah anda masih ada syarat lain?"
"Kho Beng yang terjatuh kedalam jurang pasti sudah tewas,
bagaimanapun juga dia masih terhitung keturunan dari seorang
pendekar sejati dunia persilatan, kasihan kalau mayatnya harus
dibiarkan terlantar didasar jurang yang sepi, oleh sebab itu aku
berhasrat hendak menguburkan jenasah itu."
"Aku rasa cianpwee terlalu banyak urusan "
"Kenapa?" Tanya Kakek tongkat sakti agak tertegun.
"Dalamnya jurang ini paling banter hanya dua ratusan kaki,
berbicara dari ilmu meringankan tubuh yang diperlihatkan Kho Beng
tadi, tak mungkin dia sampai mati atau paling tidak sudah pasti akan
menderita luka dalam yang cukup parah, tujuan dari perbuatanku
sekarang tak lain adalah hendak menangkapnya hidup-hidup, tentu
saja aku tak bakal membiarkan dirinya terlantar disana."
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh :
"Terus terang saja kukatakan, aku telah mengutus empat orang
dayang untuk menantikan kehadirannya didasar jurang sana."
"Kau benar-benar seorang wanita yang amat licik" seru Kakek
tongkat sakti sambil tertawa getir. Dewi In Un tertawa.
"Untung saja aku termasuk seorang yang amat menghormati
angkatan tua. Coba usia anda lebih muda berapa tahun saja, dengan
perkataanmu barusan, sudah pasti aku bakal menampar mulutmu
keras-keras." Merah padam selembar wajah Kakek tongkat sakti lantaran
jengah, dia segera mendengus dan mengalihkan pembicaraan kesoal
lain, katanya kembali: "Aku tetap bersikeras hendak menuruni jurang tersebut untuk
meninjau sendiri" "Bukan hanya kau saja yang ingin turun kebawah, bahkan
akupun akan menyuruh anak buahku turun kesana guna menjemput
Kho Beng dan mempertemukan dirinya dengan encinya didalam gua
pengikat cinta." "Kalau begitu anda boleh segera berangkat" kata Kakek tongkat
sakti cepat-Tapi Dewi In Un segera menggelengkan kepalanya
berulang kali, ia berkata :
"Maafkan diriku karena ada satu hal terpaksa harus menyiksa
dirimu sebentar, kuharap kau bersedia mengijinkan kepadaku untuk
menotok jalan darah Cian keng hiat diatas bahumu itu."
sambil menggertak gigi Kakek tongkat sakti tertawa dingin tiada
hentinya : "Heeehhh-heeehhhhheeehhhh-setelah aku bersedia mengaku
kalah, mengapa tidak kuijinkan dirimu untuk menyumbat jalan darah
ku" silahkan anda segera turun tangan"
Kembali Dewi In Un tertawa hambar.
"Sayang akupun mengidap suatu penyakit yang aneh, yaitu
enggan mendekati kaum lelaki "
setelah berhenti sejenak, dengan suara dalam segera serunya :
"Tang huhoat, lebih baik kau saja yang mewakili diriku"
Dari kesebelas orang pelindung hukum segera muncul Tang Bok
kong, dia memberi hormat lebih dulu kepada Dewi In lalu kemudian
baru berpaling kearah Kakek tongkat sakti sambil berkata: "Maaf"
Jari tangannya segera bertindak cepat menotokjalan darah ciang
keng hiat dibahu kiri dan kanan kakek itu.
Dengan tertotoknya jalan darah Cian keng hiat maka sepasang
tangan Kakek tongkat sakti pun seketika berubah menjadi lumpuh
dan tak berbeda jauh dengan orang cacat-sambil tertawa paksa
kakek itu berkata kemudian,
"sekarang kita boleh berangkat bukan?" Dewi In Un tertawa"Tebing karang yang tersebar dibawah sana amat susah dilalui,
kini jalan darah Cian keng hiat anda sudah tertotok- aku kuatir gerak
gerikmu menjadi kurang leluasa-"
sambil berpaling segera serunya : "Cun hong, Hee im"
Cun hong Lengcu dan Hee im Lengcu sebera maju memberi
hormat: "Tecu siap menerima perintah"
"Kalian berdua mendapat tugas untuk melayani kakek Ang secara
baik-baik, jangan biarkan dia sampai terjerumus kedalam jurang"
"suhu tak usah kuatir" kata Cun hong Lengcu segera.
Kepada Hee im Lengcu dia sebera memberi kode dengan
kerlingan mata kemudian mereka bersama-sama maju mendekati
Kakek tongkat sakti, ujarnya kemudian:
"Loya, silahkan jalan pelan-pelan, kami akan menuntunmu secara
hati-hati." seraya berkata, satu berada dikiri yang lain disebelah kanan,
mereka segera mengempit ketiak Kakek tongkat sakti untuk dibantu
melakukan perjalanan. Diam-diam Kakek tongkat sakti mengumpat dan menyumpahi
kekejian siluman perempuan tersebut, namun berada dalam keadaan
apa boleh buat, terpaksa dia hanya mengikuti kemauan mereka.
"Mari kita berangkat" ujar Dewi In Un kemudian sambil tertawa
hambar. Dibimbing kedua orang nenek tersebut, mereka berbelok kesisi
kiri lalu turun kebawah jurang.
Ternyata tebing disisi kiri tak lebih hanya berupa sebuah tebing
yang menjorok kebawah, keadaan medannya tidak terlampau terjal
seperti apa yang diduga semula.
Mereka menelusuri tebing tersebut berjalan turun kearah bawah,
lebih kurang dua ratusan kaki kemudian, sampailah mereka didasar
jurang tersebut. Ditengah dasar jurang terdapat aliran air sungai yang berliuk-liuk
diantara batuan karang yang amat besar, selain itu batu cadas pun
Nampak berserakan dimana-mana.
Dewi In un sekalian segera mempercepat langkahnya menuju
kearah mana Kho Beng terjatuh kedalam jurang tadiKakek tongkat sakti dibawah bimbingan cun hong Lengcu dan
Hee im Lengcu berjalan dipaling belakang dengan begitu ia tak
sempat melihat secara jelas keadaan didepan.
Tapi secara tiba-tiba ia mendengar suara jeritan kaget yang
diperdengarkan ciu hoa Lengcu.
jeritan kaget ini membuat hatinya ikut terperanjat, ingatan yang
segera terlintas didalam benaknya adalah Kho Beng pasti sudah mati
terbaring didasar jurang tersebut. Namun yang sebenarnya telah
terjadi, ternyata sama sekali diluar dugaannya.
sementara itu terdengar Dewi In Un berseru dengan nada benci:"
Aneh, sungguh aneh."
Akhirnya Kakek tongkat sakti pun berhasil mendekati tempat
kejadian, buru-buru dia melongok kemuka, tapi dengan cepat diapun
dibuat tertegun serta tak habis mengertiTernyata disitu tak menjumpai jenasah dari Kho Beng, juga tak
Nampak bayangan tubuh dari si anak muda tersebut, tapi sebagai
gantinya terlihat ada empat orang dayang berbaju kuning telah
menggeletak mati disekitar sanaLama setelah tertegun akhirnya Kakek tongkat sakti tak bisa
menahan rasa gembiranya lagi, ia tertawa terbahak-bahak:
"Haaahhaaahhh-hahhh-siapa suruh anda terlalu memandang
rendah kemampuan Kho Beng, nah rencanamu kali ini pun
tampaknya mengalami kegagalan total-"
"Tak mungkin Kho Beng memiliki kepandaian silat sehebat ini"
seru Dewi In Un sambil menggigit bibir menahan amarah.
Kakek tongkat sakti kembali tertawa.
Bersambung ke jilid 30 Jilid 30 "Waaahi kalau begitu sudah pasti keempat orang dayangmu yang
merasa kasihan kepada Kho Beng sehingga mereka
membebaskannya pergi, lalu menghabisi nyawa sendiri"
"Tutup mulut" bentak Dewi In Un keras- keras
"Jika kau berani bicara sembarangan lagi, jangan salahkan kalau
kucabut selembar jiwa tuamu itu"
Walaupun Kakek tongkat sakti tidak berbicara lagi namun diujung
bibirnya tersungging sekulum senyuman yang dingin sekali.
Walaupun dia sendiripun tak tahu apa yang sebenarnya telah
terjadi, namun ditinjau dari hilangnya Kho Beng serta ditemukannya
keempat sosok mayat dari dayang-dayang tersebut, paling tidak ia
dapat menyimpulkan bahwa Kho Beng belum tewas.
Dalam pada itu para petugas telah mendekati keempat sosok
mayat dari dayang-dayang tersebut serta melakukan pemeriksaan
yang amat seksama. Namun seluruh badan dayang-dayang itu kelihatan masih utuh
sama sekali tidak terluka oleh bacokan senjata, sedangkan dari
ketujuh lubang inderanya pun tidak ditemukan darah yang mengucur
keluar, untuk berapa saat lamanya mereka jadi bingung dan
kesulitan untuk memeriksa sebab musabab kematian orang-orang
itu. Menyaksikan hal ini, sambil menghentakkan kakinya keatas
tanahi Dewi In Un berteriak keras :
"Hayo cepat lakukan pemeriksaan, apa yang menyebabkan
kematian mereka berempat?"
Akhirnya terdengar Ciu hoa Lengcu berseru :
"Lapor suhu, luka yang menyebabkan kematian mereka terletak
dibagian dada" Dewi In Un sangat terkejut, buru-buru ia berjongkok dan
melakukan pemeriksaan sendiri
Dibawah pemeriksaan yang amat seksama segera ditemukan
sebuah lubang berwarna hitam sebesar jari telunjuk diatas dada
keempat orang dayang tersebut, walaupun tiada darah yang
mengalir keluar, namun bisa diduga lubang tersebut menembus
sampai kejantung, sehingga luka inilah yang menyebabkan kematian
mereka. Meskipun lubang luka itu berwarna hitam namun jelas bukan
hitam karena keracunan, karena hitam yang berada disekitar mulut
luka tersebut tak ubahnya seperti luka terbakar, kulit disekitarnya
pun kelihatan agak hangus seperti terbakar.
Kakek tongkat saktipun dapat menyaksikan keadaan luka
tersebut dengan sangat jelas, tiba-tiba saja dia merasa terkejut
bercampur gembira. Dalam pada itu Dewi In Un telah menghentakkan kakinya keatas
tanah dengan penuh kegusaran, katanya :
"Apa-apan ini?"
Lalu setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, kembali
serunya lantang : "siapakah diantara kalian yang tahu, luka ini disebabkan oleh ilmu
pukulan apa?" Tiada jawaban yang berkumandang dari sekeliling tempat itu,
tampaknya tiada seorangpun yang mengetahui keadaan sebenarnya.
Terdengar Kakek tongkat sakti tertawa ringan, lalu berkata secara
tiba-tiba. "Aku tahu" "oya?" Dewi In Un segera mengalihkan pandangan mata
kearahnya, lalu berseru "hayo cepat katakan, ilmu sesat apa kah yang menyebabkan luka
terbakar itu?" Sambil tertawa Kakek tongkat sakti menggelengkan kepalanya
berulang kali, dia berkata :
"Ilmu tersebut bukan termasuk jenis ilmu sesat, melainkan
artalah ilmu jari Tong kim ci yang merupakan sejenis ilmu keras dari
dunia persilatan." "Ilmu jari Tong kim ci?"
Dewi In Un kelihatan terperanjat sekali, sesudah termangumangu
berapa saat, kembali serunya :
"Kau maksudkan ilmu warisan dari dewa Kim ka sian?"
Kakek tongkat sakti segera mengangguk berulang kali :
"Tepat sekali dugaanmu, memang ilmu tersebut merupakan ilmu
kebanggaan dari dewa Kim ka sian, pemimpin dari tiga dewa See
gwa sam sian" Sambil mengalihkan pandangan matanya kewajah Dewi In Un,
dia berkata lebih lanjut :
"Nah, sekarang kau mestinya sudah percaya bukan bahwa anak
keturunan dari tiga dewa betul-betul telah terjun kedalam dunia
persilatan?" Dewi In Un tertegun berapa saat lamanya, tiba-tiba dia
mendongakkan kepalanya sambil tertawa seram :
"Haaaahihaaahh...haaaah, kebetulan sekali kalau mereka berani
tampilkan diri dalam dunia persilatan, aku memang berhasrat
membalaskan dendam bagi kematian kakekku dibawah tebing hati
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
duka seabad berselang, paling baik lagi jika keturunan dari tiga dewa
muncul secara bersama-sama."
Lalu dengan suara dalam ia berteriak :
"Lakukan penggeledahan"
Ciu hoa lengcu beserta kesebelas orang pelindung hukumnya
segera mengiakan bersama, mereka menyebarkan diri keempat
penjuru dan mulai melakukan penggeledahan seksama disekeliling
tempat itu. Dewi In Un sendiri berjalan mondar-mandir kesana kemari
dengan wajah gelisah bercampur panik, sesaat kemudian serunya
pada Cun hoa lengcu serta Hee im lengcu dengan suara dalam :
"Kalian pun ikut pergi kesana, serahkan tua Bangka ini kepadaku"
selama itu, nenek penunjang langit dan nenek perata bumi masih
mengikuti saja dibela kang pemimpinnya, mereka tak pernah
meninggalkan sisi tubuhnya walau hanya setengah langkah pun.
Kini perasaan kakek tongkat sakti sudah jauh lebih tentram, ia
segera menjatuhkan diri duduk bersila diatas tanah, kemudian
memejamkan mata dan mulai mengatur pernapasan.
Lebih kurang setengah jam kemudian, para petugas yang
melakukan pemeriksaan berbondong-bondong telah balik kembali,
namun hasil pemeriksaan mereka tetap nihil. sambil membuka
matanya kembali, kakek tongkat sakti berkata dengan suara hambar
: "Menurut pendapatku lebih baik tak usah kalian lakukan
pemeriksaan lagi" "Hmmm, siapa yang suruh kau banyak bicara" teriak Dewi In Un
sambil menggigit bibir menahan amarah.
"Aku Cuma berniat baiki sebab pemerikasaan yang dilakukan
secara begini tak mungkin akan membuahkan hasil."
Kemudian setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu,
ujarnya lebih jauh : "Coba bayangkan sendiri, mungkinkah keturunan dari dewa Kim
ka sian akan tetap mengendon didalam jurang ini sambil menunggu
kedatangan kalian untuk menggeledahnya."
Dewi In Un mendengus . "siapa tahu mereka memang berbuat
begitu?" Kakek tongkat sakti termenung dan berpikir sejenak, kemudian
katanya lagi : "Disamping itu akupun masih mempunyai suatu kesimpulan yang
sangat masuk akal." Tampaknya pikiran dan perasaan Dewi In Un sudah amat kalut
dan kehilangan pegangan, ketika mendengar perkataan tersebut,
buru-buru dia berseru dengan bersemangat :
"Apa kesimpulanmu?"
"Pertama-tama aku ingin bertanya dulu kepadamu, bukankah Kho
yang Ciu belum dipindahkan dari gua pengikat cinta?"
"Yaa benar, dia masih tetap berada dalam gua tersebut." sahut
Dewi In Un cepat. sambil berkata dengan pandangan mata penuh kegemasan,
ditatapnya wajah kakek tongkat sakti itu lekat-lekat, kemudian
melanjutkan : "Apa sangkut pautnya masalah itu dengan persoalan yang berada
didepan mata sekarang" "
Kakek tongkat sakti tertawa :
"Tentu saja besar sekali sangkut pautnya, coba bayangkan
sendiri kalau toh keturunan dari dewa Kim ka sian bersedia
menolong Kho Beng, tentu saja diapun pasti menerima
permohonannya untuk menolong Kho Yang ciu dari sekapan,
padahal persoalan yang dipikirkan Kho Beng saat ini hanyalah
menolong cicinya dari ancaman bahaya, coba bayangkan sendiri,
apa tidak mungkin mereka telah menyerbu kedalam gua pengikat
cinta saat ini." Dewi In Un segera memutar biji matanya sambil berpikir sejenak,
akhirnya dia manggut-manggut :
"ehmmm, kesimpulanmu memang bisa dipercaya juga, yaa,
kemungkinan kesana memang ada."
Maka dengan suara dalam ia berseru kembali :
"Cepat kita kembali kegua"
Tanpa membuang waktu lagi ia membalikkan badan dan segera
berangkat lebih dulu menuju ke puncak bukit.
Cun hong lengcu dan Hee im lengcu cepat-cepat membimbing
tubuh kakek tongkat sakti dan menyusul kebelakangnya.
Dalam waktu singkat rombongan tersebut sudah berangkat
meninggalkan dasar jurang, bayangan tubuh mereka lenyap
kemudian dibalik kabut pagi yang tebal.
-ooo00000oooketika tubuhnya melambung ketengah jurang tadi, Kho Beng
sudah kosongkan semua pikiran, sebab dia terpaksa harus berbuat
demikian demi menyelamatkan jiwa rekan- rekannya .
Disamping itu dia pun mempunyai suatu pandangan yang salahi
dia menganggap jurang yang terbentang dihadapannya sekarang tak
mungkin seluas apa yang dikatakan Dewi In Un tadi. sebab dia
mengira Dewi In Un hanya berniat untuk mencobanya.
Akan tetapi tatkala tubuhnya sudah meluncur sejauh enam tujuh
belas kaki dari tepi jurang, pemuda ini segera sadar bahwa dia
memang sudah melakukan suatu kesalahan yang amat besar.
Dalam keadaan demikian tak sempat lagi baginya untuk menarik
diri serta balik kembali ketepi jurang.
Dalam gugup dan paniknya, terpaksa dia hanya bisa berusaha
untuk mengurangi daya luncurnya kebawah, sedapat mungkin
tangan serta kakinya melakukan gerakan mendayung untuk
mengurangi kecepatan daya luncuran badannya.
Akan tetapi, jurang yang dalamnya mencapai dua ratusan kaki
bukanlah suatu pekerjaan yang mudah ditanggulangi. Ia merasakan
daya luncur tubuhnya makin lama semakin bertambah cepat dan
akhirnya. ia jatuh tak sadarkan diri
Namun tak selang berapa saat kemudian, dia telah mendusin
kembali dari pingsannya. Ketika membuka mata kembali, ia menjumpai ada empat orang
dayang berbaju kuning sedang berdiri disekeliling tubuhnya, salah
seorang diantaranya malah sedang menusuk jalan darah tay yang
hiat dikeningnya dengan sebatang jarum besar.
Dia ingin meronta bangun, namun baru saja tubuhnya hendak
terangkat dia sudah roboh kembali keatas tanah.
Kepalanya terasa amat pening, matanya berkunang-kunang dan
keempat anggota badannya seolah-olah sudah tidak menjadi
miliknya, disamping itu dadanya pun terasa sakit sehingga hampir
saja ia jatuh pingsan untuk kedua kalinya.
Ia sadar, isi perutnya telah menderita luka yang cukup parahi
maka sambil menghembuskan napas panjang dia pun pejamkan
mata dan tidak berbicara lagi. Terdengar si dayang yang memegang
jarum itu berkata sambil tertawa :
"Perhitungan siancu memang sangat tepat, ternyata dia memang
bukan Kong cin cu." sekarang Kho Beng baru sadar, ternyata hasil penyaruannya telah
dicopot oleh keempat dayang tersebut.
salah seorang diantara dayang itu segera berkata pula :
"Bukan saja siancu telah memperhitungkan bahwa dia adalah Kho
Beng, bahkan telah diperhitungkan pula kalau dia bakal terjatuh
kedasar jurang dalam keadaan setengah mati, nyatanya dia memang
sudah berada dalam keadaan setengah sekarat kita tinggal
menggotongnya pulang."
setelah berhenti sejenak, serunya kemudian :
"Hayo, kita gotong dia dan segera pulang ke gua"
Kho Beng mencoba untuk meronta, namun hasilnya nihil, dia
merasa tubuhnya seakan-akan sudah tak bertenaga lagi.
Berada dalam keadaan seperti ini, terpaksa dia hanya pasrah dan
menuruti saja kemauan keempat orang dayang tersebut. Tiba-tiba
terdengar dayang yang memegang jarum itu berseru : "Dia tak usah
digotong Kenapa?" "Walaupun dia telah sadar kembali, namun luka yang dideritanya
terlampau parah, bila digerak-gerakkan tubuhnya mungkin saja
dapat menyebabkan nyawanya melayang, nah, kalau dia sampai
mampus, kitalah yang bakal memikul tanggung jawabnya."
"Lantas apa yang harus kita perbuat sekarang?"
"Siancu pernah berkata, dia akan menengok sendiri kedasar
jurang ini, terpaksa kita harus menunggu kedatangannya disini"
Mendadak. sementara keempat orang dayang itu sedang
berbincang-bincang, terdengar suara langkah kaki manusia
berkumandang datang. Dayang yang memegang jarum itu segera
berseru : "Sudah pasti Siancu yang datang"
sambil berkata dia segera melompat bangun lebih dahulu disusul
ketiga orang dayang lainnya, dengan mementangkan matanya lebarlebar
mereka berusaha melongok kesana kemari.
Rupanya kabut yang menyelimuti tempat tersebut tebal sekali,
karenanya meski terdengar suara langkah manusia yang berjalan
mendekat, namun susah untuk melihat dengan jelas siapa gerangan
yang telah datang" orang tersebut berjalan mendekat dengan langkah yang amat
lambat, sampai setengah harian belum juga mendekati tempat
tersebut. Dengan kening berkerut dayang yang memegang jarum itu
segera berseru : "Tampaknya bukan, yang pasti bukan siancu yang datang"
"Benar" sambung dayang yang lain,
"bila siancu yang datang, mustahil dia berjalan selamban ini,
paling tidak suara langkahpun bukan hanya dua orang saja"
"Peduli amat siapa yang datang, toh sebentar lagi Siancu bakal
menyusul kemari.mungkin juga orang yang sedang berburu pagi."
Dengan perasaan ingin tahu, Kho Beng turut membuka matanya
san menengok kearah mana datangnya suara langkah manusia tadi.
Akhirnya dari balik kabut yang sangat tebal itu muncul dua sosok
bayangan manusia. Perasaan gembira yang semula meluap didalam hati Kho Beng
seketika menyurut kembali, sebab yang munculkan diri disitu
ternyata adalah dua orang nona muda.
seorang diantaranya berbaju hijau dan berusia delapan sembilan
belas tahunan, meski dalam suasana remang-remang dapat terlihat
betapa cantiknya wajah gadis tersebut.
Sedangkan yang seorang lagi berbaju hijau pupus, berdandan
seperti seorang dayang, ia berusia antara enam tujuh belas tahunan.
Menyaksikan kehadiran kedua orang ini, perasaan Kho Beng yang
sudah tenggelam, entah mengapa, ternyata bergelora kembali.
Waktu itu dajar belum menyingsing, tapi apa sebabnya kedua
orang gadis tersebut berjalan sendirian didasar jurang tersebut"
Ditinjau dari sikap. gerak-gerik maupun dandanan kedua orang
itu, dalam sekilas pandangan saja ia telah mengetahui bahwa
mereka pasti bukan anak buah Dewi In Un.
Dalam pada itu, keempat orang dayang berbaju kuning itu pun
kelihatan agak tertegun, mereka bersama-sama mengawasi gerakgerik
kedua orang nona tersebut tanpa berkedip.
sewaktu kedua orang nona tersebut mengetahui didasar jurang
sana terdapat orang lain, mereka pun kelihatan agak tertegun dan
segera menghentikan perjalanannya.
sidayang berbaju hijau pupus itu segera berseru :
"Nona, coba kau perhatikan dari mana datangnya orang-orang
itu?" sigadis berbaju hijau mengalihkan pandangan matanya kearah
orang-orang itu, ia lalu berkata :
"Yaa betul, fajar belum lagi menyingsing apa sebabnya mereka
mendatangi tempat semacam ini" Siau wan, coba kau tanyakan
persoalan ini kepada mereka."
Baru saja siau wan hendak maju kedepan, tiba-tiba ia berseru
kembali : "Nona disitu terdapat pula sesosok mayat"
Rupanya Kho Beng yang tergeletak tak bergerak diatas tanah itu
Nampak seperti sudah mati.
si gadis berbaju hijau itu berseru tertahan tanpa terasa dia maju
sendiri mendekati orang-orang itu.
Dengan gerakan yang cekatan dayang yang memegang jarum itu
sebera menghadang jalan pergi mereka berdua, tegurnya ketus :
"Kalian mau apa?"
"seharusnya akulah yang mengajukan pertanyaan ini kepada
kalian," kata nona berbaju hijau itu dingin.
seorang dayang berbaju kuntng yang lain sebera mendengus :
"Hmmm, kalian tak berhak menanyakan persoalan itu kepada
kami" si dayang berbaju hijau pupus yang mengikuti nona berbaju hijau
tadi menjadi sangat marahi segera tegurnya :
"Besar amat nyali kalian, berani betul berbicara sekasar ini
terhadap nona kami, hmmm, tampaknya kalian sudah pada bosan
hidup?" Baru saja dayang berbaju kuning itu hendak mengumbar
amarahnya, si dayang yang memegang jarum tadi telah
menghalanginya seraya berkata :
"Adikku, orang lain toh Cuma bertanya secara baik-baiki buat apa
kau mesti cekcok dengan mereka?"
sementara itu si nona berbaju hijau itu pun telah membentak
dayangnya : "siau wan, jangan bersikap kurang sopan"
Dayang yang bernama siau wan mendengus, dia sebera
mengundurkan diri kebelakang majikannya sementara bibirnya
Nampak cemberut, jelas dia masih merasa tak senang hati.
Dalam pada itu, si Nona berbaju hijau tersebut sudah
memandang sekejap kewajah Kho Beng yang tergeletak ditanah itu
lalu menegur : "sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"oooh tak ada apa-apa" sahut si dayang yang membawa jarum
itu cepat. Kemudian sambil tertawa paksa katanya lagi :
"Dia adalah kongcu kami, barusan bertindak kurang hati-hati
hingga terlepas jatuh kemari, itulah sebabnya buru-buru kami
menyusulnya kesini."
"Mengapa kalian tidak sebera menggotongnya untuk dibawa
pulang kerumah?" "sebab.sebab." dayang itu menjadi tergagap hingga tak sanggup
melanjutkan perkataannya. siau wan yang menyaksikan kejadian ini
segera berseru : "Nona, bicara orang ini tersendat-sendat seperti orang gugup,
aku yakin dibalik kesemuanya itu pasti ada persoalan yang tidak
beres." Nona berbaju hijau itu tertawa, ia tidak menanggapi ucapan
dayangnya tadi, segera ia berkata :
"Kalian tak usah kuatir, kami tidak bermaksud jahat kepada kalian
semua, bila ada kesulitan katakana saja, siapa tahu kami dapat
memberikan bantuan."
Setelah ragu-ragu sejenak, dayang yang memegang jarum itu
segera berkata : "oleh karena luka yang diderita kongcu kami amat parahi maka
kami tak berani menggerakkan badannya, itulah sebabnya
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kami..kami harus menunggu sampai kedatangan majikan kami."
"Siapakah majikan kalian?" Tanya si Nona berbaju hijau. Kembali
dayang itu tergagap. "Dia adalah..dia adalah nona kami"
Nona berbaju hijau itu segera berkerut kening, kembali dia
membungkukkan badan memeriksa keadaan Kho Beng.
Sementara itu Kho Beng tidak menaruh harapan apa-apa
terhadap kedua orang gadis tersebut, oleh sebab itu dia membiarkan
dayang yang memegang jarum itu berbicara semaunya sendiri.
Selama ini ia tetap membungkam dan sama sekali tidak ikut
menimbrung. Tampak Nona berbaju hijau itu mengamati wajah Kho Beng
sampai lama sekali, selama ini pula pandangan matanya tak pernah
beralih dari wajahnya sementara pipinya pun tiba-tiba berubah
menjadi semu merah. Si dayang Siau wan yang melihat sikap majikannya itu, ikut
datang mendekati sambil berkata :
"Nona, kasihan sekali kongcu ini, nampaknya ia telah menderita
luka yang cukup parah." Lalu ia melanjutkan :
"Bukankah nona mempunyai obat yang amat mujarab, berikanlah
sedikit agar dia cepat sembuh"
Nona berbaju hijau berpikir sebentar, lalu dengan cepat ia
berkata : "Kami berdua sedang berpesiar disekitar sini, sementara ini kami
berdiam disini, bagaimana kalau kalian pergi ketempat kami
sehingga aku dapat memberikan pengobatan seperlunya."
Kho Beng yang mendengar hal ini, semangatnya menjadi
berkobar kembali. Namun dayang yang memegang jarum itu dengan
cepat menjawab : "Kami sangat berterima kasih atas kebaikan nona berdua, namun
kami tidak berani mengganggu nona, maka lebih baik kami
menunggu majikan kami yang akan datang kemari"
"Masa kalian tidak kasihan sama sekali dengan kongcu ini?"
"Bagaimana kalau kita tanyakan sendiri kepadanya?" balas siau
wan dengan curiga. "Dia dapat mengerdipkan matanya jika setuju karena memang
seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan sama sekali" lanjutnya.
Nona berbaju hijau berpikir dan manggut-manggut, sambil
katanya : "Begitupun ada baiknya juga, coba kau saja yang bertanya?"
Tapi sebelum siau wan sempat mengajukan pertanyaan, dayang
berbaju kuning yang memegang jarum itu sudah menghalangi
sambil berteriak keras : "Tunggu sebentar"
"Kenapa?" hardik siau wan gusar.
"Perbuatan nona hanya suatu tindakan yang berlebihan. Lebih
baik tak usah ditanyakan lagi"
"Kenapa?" saking mendongkolnya siau wan mulai bertolak
pinggang, sikapnya menantang.
"Pertama, kongcu kami sedang menderita luka yang sangat parah
sehingga tidak diperbolehkan banyak bicara. Kedua, sekalipun
kongcu kami bersedia menerima tawaran kalian pun, kami tak akan
membiarkannya pergi dengan begitu saja"
siau wan sebera mendengus.
"Hmmmm, dia toh majikan, sedang kamu semua Cuma dayangdayangnya,
apakah dia tak bisa mengambil keputusan untuk diri
sendiri?" "Kalau berada dalam keadaan sehat, bisa saja kongcu mengambil
keputusan sendiri Tapi kini dia menderita luka dalam yang cukup
parah, otomatis keadaannya menjadi berbeda bila kalian sanggup
menyembuhkan lukanya tentu saja amat kebetulan, tapi seandainya
tidak berhasil" Bukankah nyawa kami semua yang menjadi taruhan?"
Nona berbaju hijau itu tidak berkata apa-apa, tapi siau wan justru
memutar biji matanya sambil berteriak keras :
"Nona, aku lihat ada yang tidak beres" Apanya yang tidak beres"
Bisa jadi orang ini bukan kongcu mereka"
teriak siau wan lagi dengan wajah bersungguh-sungguh .
"Darimana kau bisa tahu?"
"Dia sendiri yang bilang, coba lihat ."
Rupanya Kho Beng sedang meronta-ronta dan menggoyangkan
tangannya berulang-ulang kali, namun karena tenaganya kurang
sehingga tak mampu berbicara, bahkan gerakan tangannya pun
kelihatan lemas sekali. serentak keempat dayang lainnya berdiri berjajar dihadapan Kho
Beng, sikap mereka Nampak bengis dan siap bertempur.
"Jangan sentuh dia" bentak dayang yang memegang jarum itu
keras-keras. Nona berbaju hijau itu segera tersenyum,
"Kalau dilihat dari sikap kalian sekarang, jelas terlihat sudah
bahwa hubungan diantara kalian memang ada yang tak beres."
Dayang yang memegang jarum itu makin bengis, sikapnya
setengah mengancam dia berseru
"Bila tahu diri, lebih baik cepat-cepat tinggalkan tempat dan tak
usah mencari kesulitan buat diri sendiri, sebab bila tindakan kalian
kurang berhati-hati, bisa jadi kedua lembar nyawa kalian akan cepat
melayang." "Hmmm, aku kuatir kalian tak akan memiliki kemampuan untuk
berbuat demikian" jengek Nona berbaju hijau itu sambil mendengus
dingin. "Hmmm, mampukah kami berbuat demikian dalam waktu singkat
akan kami buktikan dihadapanmu, tapi sebelumnya kami ingin
menyatakan lebih dulu, sebetulnya kami tidak bermaksud untuk
rebut dengan kalian secara bersungguh-sungguh."
Lalu setelah berhenti sejenak, dengan suara nyaring katanya
lebih jauh : "Asal kalian bersedia untuk menyingkir dari sini, kami anggap tak
pernah terjadi masalah diantara kita"
"seandainya kami tak bersedia untuk menyingkir dari sini?" Tanya
Nona berbaju hijau itu sambil tertawa tak acuh.
"Ini berarti kalian sedang mencarijalan kematian bagi diri sendiri"
bentak dayang yang memegang jarum itu.
Nona tiba-tiba siau wan menyela,
"lebih baik kita bunuh mereka semua, apalah artinya rebut
dengan orang-orang semacam begini?"
Nona berbaju hijau itu segera tertawa :
"Paling tidak kita toh mesti bertanya dulu sampai sejelasnya,
mana boleh membunuh orang semaunya sendiri"
Mendadak terdengar suara langkah manusia yang amat ramai
berkumandang datang, ditinjau dari suaranya dengan hiruk pikuki
bisa diduga bukan saja yang datang berjumlah sangat banyaki
lagipula bergerak mendekat dengan langkah yang cepat sekali.
Dayang berbaju hijau pupus siau wan, segera berteriak :
"Nona, bala bantuan mereka telah datang, kau.."
Nona berbaju hijau itu menggoyangkan tangannya berulang kali
mencegah dayangnya berbicara lebih jauhi lalu dengan sikap yang
masih santai katanya : "Bukankah bala bantuan kalian telah datang, tentunya kamu
semua tak usah merasa takut lagi, cepat katakana siapakah majikan
kalian?" Dayang yang memegang jarum itu sebera mendengus :
"Hmmm, diberitahukan kepadamujuga tak apa, majikan kami
tidak lain adalah Dewi In Un"
"Dewi In Un?" agaknya Nona berbaju hijau itu tidak mengenali
orang tersebut. "sebuah nama yang asing sekali, dia termasuk aliran partai
mana?" "Partai kupu-kupu?" tiba-tiba paras muka Nona berbaju hijau itu
berubah hebat, bentaknya keras-keras,
"Anggota partai kupu-kupu jahanam"
Kelima jari tangannya segera diayunkan kemuka melancarkan
empat buah serangan jari yang amat dahsyat, belum sempat
keempat orang dayang itu mengetahui apa yang terjadi, mereka
telah terkena serangan dan roboh binasa keatas tanah.
Keempat orang itu tewas dalam keadaan yang sangat tenang,
bahkan memekikkan jerit kesakitanpun tidaki begitu saja mereka
roboh ketanah dan menghembuskan napas yang penghabisan.
sementara itu suara derap langkah kedengaran makin lama
semakin dekat, tidak menanti sampai diperintah lagi siau wan
membopong tubuh Kho Beng lalu berseru : "Nona, cepat kita pergi
dari sini" Nona berbaju hijau itu manggut-manggut, dia segera melejit
keudara dan bersama dayangnya berlalu dari situ.
Kegelapan malam telah mencekam seluruh jagat, waktu
menunjukkan kentongan kedua.
Didalam sebuah goa yang bersih dan ditengah celah jurang, Kho
Beng sedang berbaring tenang diatas lantai.
Gua tersebut berada lebih kurang lima enam kaki dari permukaan
tanah, didepan gua tumbuh pepohonan yang rimbun sehingga
menutupi letak gua tersebut.
oleh karena mulut gua berada jauh diatas permukaan tanah,
maka pencarian besar-besaran yang dilakukan anak buah Dewi In
Un tidak memberikan hasil apapun.
Keadaan didalam gua amat kering, disisi rerumputan kering yang
dipakai sebagai alas tidur Kho Beng terletak sebuah kantung air,
ransum kering serta dua botol obat.
sementara itu dayang berbaju hijau pupus sedang duduk
disampingnya, dia sedang mengawasi wajah Kho Beng sambil
tertawa cekikikan tiada hentinya. sambil meronta bangun, Kho Beng
sebera berseru : "Nona." Biarpun suaranya masih kedengaran lemah, amat jelas terdengar.
Dayang itu segera menghentikan tawanya dan berkata :
"Nona kami sedang mempersiapkan hidangan untukmu, aku
bernama siau wan, sebut saja namaku secara langsung. Nona, nona,
nona melulu, haaaau.bikin telingaku terasa geli"
"Berada dimanakah aku sekarang?" Kho Beng bertanya sambil
tertawa getir. Dayang tersebut segera tertawa :
"Masa kau lupa, bukankah selama ini kau berada dalam keadaan
sadar" Kau terjatuh dari puncak bukit sana.."
setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya :
"aku tebak kau pasti didorong mereka, bukan kau sendiri yang
terpeleset jatuh kebawah bukan?"
sambil menghembuskan napas panjang, Kho Beng tertawa getir,
sahutnya : "sesungguhnya aku sendiri yang melompat turun kebawah
jurang." "Kau melompat sendiri kedalam jurang?" dayang itu Nampak
agak terkejut, "Kenapa kau berbuat demikian" Kulihat usiamu masih sangat
muda, kenapa kau harus mengambil keputusan pendek?"
Kembali Kho Beng menghela napas panjang.
"Aaaai..aku tidak bermaksud mengambil keputusan pendeki aku
dipaksa keadaan untuk berbuat demikian."
Dayang itu mengerdipkan matanya berulang kali, lalu ujarnya
lagi. "Aku semakin tidak memahami maksud perkataanmu itu, kau
betul-betul manusia aneh, kalau memang tidak bermaksud
mengambil keputusan pendek apa sebabnya kau terjun kedalam
jurang?" Kho Beng tidak langsung menjawab pertanyaan itu, dia mencoba
memperhatikan sekejap keadaan disekelilingnya, lalu balik bertanya :
"sekarang sudah pukul berapa?"
"Kentongan kedua lebih sedikit"
Lalu sambil tertawa katanya lebih jauh :
"sepanjang hari kau mementangkan mata tanpa berbicara, kau
tahu nona kami menjadi panik setengah mati, dia mencoba
memberimu ransum kering namun tubuh tak menerimanya, maka ia
sedang mengusahakan makanan yang lain. Aku pikir sebentar lagi
dia akan sampai disini, apakah kau sudah lapar?"
Kho Beng sebera menggeleng.
"Terima kasih banyak atas kebaikan kalian."
Rupanya setelah mendapat pertolongan tadi, pikirannya menjadi
kendor sehingga walaupun sepasang matanya masih tetap melotot
namun orangnya berada dalam keadaan tak sadar.
Tanpa disadari satu hari telah berlalu dengan begitu saja.
Kini dia benar-benar telah sadar kembali, membayangkan apa
yang telah terjadi, pikiran dan perasaannya mulai kalut dan tidak
tentram. situasinya sudah bertambah jelas, kakek tongkat sakti dan chin
sian kun pasti sudah tertawan musuh atau bahkan sudah mengalami
musibah. Teringat kembali semua peristiwa tersebut gara-gara kepentingan
dirinya, ia merasa masgul dan amat bersedih hati.
Masalah lain yang mencekam perasaannya adalah tentang
keselamatan Kho Yang ciu encinya, dimanakah dia sekarang"
Membayangkan kesemuanya itu, tanpa terasa air matanya jatuh
bercucuran. siau wan menjadi amat terkejut setelah menyaksikan kejadian ini,
segera tegurnya : "Hey kenapa kau" Mengapa menangis?"
Tapi kemudian sambil tertawa katanya lagi :
"Jelek-jelek begini kau toh seorang lelaki sejati, kenapa tanpa
sebab melelehkan air mata?"
Merah jengah selembar wajah Kho Beng, sambil menahan
cucuran air matanya dia berkata
"Aku bukan menangis untuk diri sendiri tapi demi orang lain, aku
merasa telah bersalah terhadap beberapa orang, gara-gara urusanku
akibatnya orang lainlah yang turut menderita."
"Hmmmm, tak nyana kau adalah seorang yang punya perasaan,"
bisik si dayang simpatik, Kho Beng tertawa getir,
"sayang Thian tidak melindungi orang baik, persoalan apapun
yang kukerjakan selamanya tak pernah memperoleh balasan yang
baik" "Mungkin kali ini berbeda pengalamanmu," kata si dayang sambil
tertawa. Kemudian sambil menatap wajah Kho Beng lekat-lekat, tanyanya
: "siapa namamu?"
"Aku bernama Kho Beng"
"siapa saja yang berada dirumahmu?"
"Aaai.aku Cuma mempunyai seorang cici," kata Kho Beng sambil
menghela napas panjang, "tapi sekarang dia berada dimulut macan, nasibnya masih
menjadi tanda Tanya besar."
"Apakah kau tak mempunyai orang tua dan saudara?" dayang itu
bertanya keheranan. "sebenarnya memang ada," kata Kho Beng sambil menggigit
bibir. "Keluarga kesemuanya berjumlah tujuh puluh jiwa, tapi"
Tiba-tiba ia merasa amat sedih sehingga tak sanggup
melanjutkan kembali kata-katanya. siau wan membelalakkan
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
matanya lebar-lebar, serunya keheranan :
"Tujuh puluh lembar jiwa" Kemana mereka telah pergi" Cepat
katakan" Kho Beng tak mampu menahan cucuran air matanya lagi, dia
berkata : "Mereka telah dibantai musuh besarku sehingga tumpas, tianggal
aku dan ciciku berdua yang masih hidup. Itupun berkat pertolongan
serta pengorbanan seorang pelayan kami yang setia menukar kami
berdua dengan putra putri mereka."
"oooooh Sungguh kasihan," dayang itu sesenggukan,
"Akupun pingin menangis rasanya." Betuljuga, sepasang matanya
menjadi merah dan nampaknya seperti mau menangis. Tapi
kemudian sambil menghela napas panjang, katanya lagi :
"Bagaimana pula ceritanya sampai cicimu berada dimulut
harimau, apakah kejadian ini merupakan perbuatan orang-orang
tadi?" "Yaa, betul Memang ulah orang-orang tadi" Kho Beng
mengengguk membenarkan. "Kau tak usah bersedih hati, nona kami pasti akan membantumu
untuk membalaskan dendam, ilmu silat yang dimiliki nona kami
sangat lihay." "oya.." seru Kho Beng setelah berpikir sebentar,
"Aku belum sempat mengetahui siapa nona."
"Nona kami bernama Beng Gi ciu, tahun ini genap berusia
delapan belas tahun." Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya
lagi : "Bagaimana dengan kau" Tahun ini berapa usiamu?"
"Aku sembilan belas tahun" jawab Kho Beng dengan jening
berkerut kencang. Dengan gembira dayang itu bertebuk kegirangan
: "waaaa, kau memang sepasang sejoli yang amat serasi dengan
nona kami, usia kalian sepadan"
Tapi dengan cepat dia menyadari kalau telah salah bicara, buruburu
dia menghentikan pembicaraannya dan tak berkata-kata lagi.
Paras muka Kho Beng pun berubah menjadi merah dadu, cepatcepat
dia mengalihkan pembicaraan ke soal lain, katanya :
"Mengapa kau bersama nonamu bisa datang kemari dan berdiam
didalam gua ini?" siau wan menghela napas panjang :
"Aaaaai..kalau dibicarakan yang sesungguhnya, nona kami pun
seorang yang bernasib jelek, walaupun keluarga kami tak tertimpa
sesuatu musibah yang mengenakan ati, namun jumlah keluarga
kami tidak terlalu banyak, turun temurun hanya nona seorang yang
mewarisi generasi keluarga kami."
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh :
"Walaupun hanya tinggal nona kami seorang, namun kalau
dihitung jumlah dayang dan pelayannya, seluruh anggota kami
mencapai seratusan orang lebih."
Kho Beng manggut-manggut : :
"Lantas mengapa kalian..."
sambil tertawa siau wan menukas :
"sekarang toh aku menyinggungnya, nona kami merasa murung
karena berdiam diri terus menerus dirumah, maka dia ingin keluar
untuk berjalan-jalan, tapi aku mengetahui dengan jelas, paling tidak
dia mempunyai dua tujuan"
"Apa tujuannya?"
"Kesatu, dia hendak mencari kedua empek angkatnya, seorang
dari marga oh dan seorang lagi dari marga Thian. Kedua, dia."
Berbicara sampai disini ia kembali berhenti berkata dan tidak
melanjutkan kembali. Kho Beng jadi keheranan, desaknya :
"Mengapa tidak kau lanjutkan?"
"sebab persoalan ini menyangkut rahasia nona kami, bila
kuutarakan keluar bisa jadi dia akan marah kepadaku.."
"Kalau memang begitu lebih baik jangan kau utarakan keluar"
siau wan memutar biji matanya sebentar, katanya :
"Aaaah benar, aku rasa persoalan ini biar kukatakan saja
kepadamu, sebenarnya nona kami sedang mencari seorang
pasangan yang serasi"
Ucapan tersebut kontan saja membuat paras muka Kho Beng
berubah menjadi merah jengah.
suasana hening segera mencekam seluruh ruangan gua itu,
sampai lama sekali siau wan baru berkata sambil tertawa paksa :
"Apakah sekarang kau merasa rada baikan?"
"Yaaa, jauh lebih baik." sahut Kho Beng sambil tertawa penuh
rasa terima kasih. Dengan kening berkerut kembali siau wan berkata
: "Dari penuturan nona kami, kudengar peredaran darah pada
jalan darah Ki hay hiat mu menderita luka yang cukup parahi paling
tidak sepuluh hari kemudian lukamu itu baru sembuh kembali seperti
sedia kala." "sepuluh hari?" Kho Beng terkejut.
"Aku tak bisa menunggu selama sepuluh hari." siau wan tertawa
iba, hiburnya : "Sepuluh hari toh bukan suatu jangka waktu yang terlalu lama
.tapi apakah kau terburu-buru ingin menolong cicimu?"
Kho Beng mengangguki "Bukan saja aku akan menolong ciciku, masih banyak masalah
dan pekerjaan yang mesti kuselesaikan secepatnya, aku tak mungkin
bisa menunggu sepuluh hari lagi."
Mendadak siau wan berkata dengan suara dalam :
"sebetulnya aku pun termasuk orang yang berangasan, tidak
sabaran. Tapi kenyataannya kau lebih berangasan daripada diriku,
kau harus mengerti, luka dalam yang kau derita amat parahi biarpun
tak bisa ditunggupun kau harus menunggu, sebabnyaaa apa boleh
buat." setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh :
"Andaikata kau sampai ditangkap orang jahat dari partai kupukupu,
atau nasibmu kurang mujur hingga mati. Bukankah jauh lebih
baik menanti sepuluh hari lagi?"
Kho Beng menghembuskan napas panjang.
"seandainya benar-benar mati, urusan malah beres sama sekali,
karena akupun tak bisa berbicara lainnya, tapi sebelum napasku
berhenti, aku takkan mampu untuk bersandar dan menahan diri
terus menerus." siau wan berpikir sebentar, kemudian katanya :
"Aku rasa lebih baik kita bicara lagi persoalan ini setelah nona
kami pulang nanti. Mungkin dia mempunyai akal yang lain untuk
membuat lukamu itu sembuh lebih cepat lagi."
Dengan masgul Kho Beng manggut-manggut, dia tak berbicara
apa-apa lagi. siau wan celingukan sebentar dimulut gua, lalu setelah balik
kembali ketempat semula ujarnya :
"Kho siangkong, ada sebuah persoalan ingin kutanyakan
kepadamu lebih dulu."
"Tanyalah" sahut Kho Beng dengan hati bergetar.
"Dengan bersusah payah nona kami telah menyelamatkan dirimu.
Ditengah malam buta untuk mencari makanan untukmu, tentunya
dia terhitung tuan penolong mu bukan?"
"ooooh, tentu saja." sahut Kho Beng cepat .
"selama hidup aku tak akan melupakan budi kebaikannya itu."
Dengan girang siau wan tertawa merdu.
"Kau adalah seorang pemuda yang punya perasaan, dengan cara
apakah kau hendak membalas budi kebaikan dari nona kami ini?"
"Biar tubuh hancur lebur pun pasti akan kubalas budi
kebaikannya ini." Buru-buru siau wan menggoyangkan tangannya berulang kali,
katanya : "Nona kami bukan seorang yang mengharapkan balas jasa dari
orang lain atas pertolongan yang telah diberikan, namun terhadap
kau. nampaknya...nampaknya." sedikit rasa tersipu-sipu, ia
melanjutkan : "Hey, apa yang mesti kukatakan tentang persoalan ini?"
Kho Beng sendiripun dibuatnya jengah, cepat dia menukas :
"Tak usah kau lanjutkan perkataan itu, aku sudah memahami apa
yang kau maksudkan."
"Ya a, paling baik kalau kau memang mengerti yang
kumaksudkan.." seru siau wan gembira. setelah berhenti sebentar,
diapun berkata lagi : "Dikemudian hari, asal nonamu membutuhkan bantuan ataupun
tenaga dari aku orang she Kho, biar mesti terjun kelautan api pun
tak akan kutampiki" kata Kho Beng gagah.
"ooooh masalahnya sih tak segawat itu," seru siau wan sambil
menggoyangkan tangannya berulang kali.
"Asal kau bersedia mengabulkan permintaan nona kami untuk.."
Mendadak siau wan membatalkan perkataan selanjutnya.
Ternyata saat itulah Nampak sesosok bayangan manusia
menerobos masuk kedalam ruangan gua dan bagaikan sukma
gentayangan langsung meluncur kehadapan mereka berdua.
"Nona, kau telah kembali" seru siau wan gembira.
Ternyata orang yang datang adalah si Nona berbaju hijau yang
bernama Beng Gi ciu itu. Air mukanya kelihatan bersemu merah, butiran keringat
membasahi jidatnya, jelas baru saja dia menempuh perjalanan yang
cukup jauh. Ditangannya dia membawa sebuah kotak makanan- yang segera
diletakkan dihadapan Kho Beng, tegurnya kemudian sambil tertawa
manis : "Rupanya kau.kau telah sadar?"
Buru-buru Kho Beng menjawab :
"Terima kasih banyak atas pertolongan nona, aku merasa
berterima kasih sekali dengan kebaikan mu.aaaai, budi kebaikan
yang begini besar membuat aku tak tahu apa yang mesti
diucapkan." Dengan suara dalam Beng Gi ciu menghela napas :
"Kau tentu sangat lapar, dalam kotak terdapat bubur dan
beberapa sayuran, bersantaplah dulu"
Kepada siau wan segera serunya pula :
"Hayo cepat, layani Kho kongcu untuk bersantap."
"Nona, darimana kau bisa tahu kalau dia bermarga Kho?" Tanya
siau wan keheranan. Beng Gi ciu tersenyum, sambil mengawasi
wajah anak muda tersebut, katanya lagi :
"Bukan saja aku tahu kalau dia berasal dari marga Kho, bahkan
mengetahui juga kalau dia adalah cengcu muda dari perkampungan
Hui im ceng, betul bukan?" setelah tertawa manis, dia
menambahkan : "sewaktu berada diluar tadi aku telah menyelidiki hal tersebut
hingga jelas." "Cengcu muda dari mana?" Tanya siau wan tercengang.
"sudahlah tak perlu banyak bertanya lagi," tukas Beng Gi ciu
dengan suara dalam. "Cepat layani Kho kongcu untuk bersantap setelah itu kita harus
meninggalkan tempat ini secepatnya"
sekali lagi Kho Beng dibuat tertegun sehabis mendengar
perkataan tersebut. siau wan sendiripun agak tertegun, segera
tanyanya : "Nona, bukankah kau sendiri yang bilang kalau luka yang diderita
Kho kongcu amat parah dan tak boleh meninggalkan tempat ini"
Mengapa kita harus pergi dari sini sebelum luka yang dideritanya
menjadi sembuh." Dengan kening berkerut Beng Gi ciu menyahut :
"Memang benar begitu, tapi situasi saat ini telah terjadi
perubahan, tak mungkin bagi kita untuk berdiam lebih lanjut disini."
"sebenarnya apa yang telah terjadi" Bersediakah nona memberi
penjelasan?" pinta Kho Beng ragu-ragu.
"Ketua partai kupu-kupu Ui Thian it telah membawa sekawanan
jago lihaynya berangkat kemari, mungkin hari inijuga mereka akan
tiba disini, ini berarti seluruh bukit Cian san telah berubah menjadi
lingkungan kekuasaan partai kupu-kupu, bila hal ini sampai terjadi,
maka sulitlah bagi kita untuk meninggalkan tempat ini dengan
selamat." "Apakah nona berhasil mendapatkan berita lain?" Tanya Kho
Beng sambil menggertak gigi kencang-kencang .
"Berita lain yang kuperoleh adalah Dewi In Un yang bercokol
dibukit ini sesungguhnya adalah putri dari Ui Thian it, ketua partai
kupu-kupu saat ini, aku rasa persoalan ini kau tentu lebih jelas
daripada aku bukan?"
"sudah tak ada yang lain?" Kho Beng berkerut kening. Beng Gi
ciu menggeleng. "Persoalan lain tentang Dewi In Un tak berhasil kuperoleh,
apakah Kho Beng menguatirkan keselamatan jiwa dari cicimu
sekalian?" "Benar, persoalan inilah yang sesungguhnya membuat hatiku
gelisah dan tak tenang."
"Ya a, apa boleh buat, kita tak bisa banyak berkutik, ketahuilah
pihak partai kupu-kupu akan menghimpun kekuatan intinya disini,
kekuatan mereka sudah berubah menjadi himpunan kekuatan yang
luar biasa hebatnya, untuk menghadapi hal semacam ini kita perlu
mengadakan perencanaan jangka panjang ."
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya dengan suara
dalam : "Tapi masalah penting yang kita hadapi dewasa ini adalah
berusaha meninggalkan tempat ini secepatnya."
Sementara itu Siau wan telah membuka kotak makan dan
menghidangkan semangkuk bubur serta empat macam sayur
dihadapan Kho Beng. Dengan pikiran dan perasaan yang berat karena beban yang
dipikulnya, sulit bagi Kho Beng untuk menelan bubur tersebut,
namun agar tidak mengecewakan Beng Gi ciu yang telah bersusah
payah mencarikan hidangan baginya, terpaksa dia harus
menghabiskan bubur yang tersedia.
Ketika ia selesai bersantap. tampak Beng Gi ciu serta siau wan
telah mempersiapkan sebuah usungan dari rotan. Beng Gi ciu sebera
berkata dengan suara dalam :
"Tengah malam telah tiba, mari kita sebera berangkat"
Tiba-tiba Kho Beng merasa amat kikuki hatinya tergagap : "Nona,
aku." "Kho kongcu, apalagi yang hendak kau ucapkan?" Tanya Beng Gi
ciu dengan kening berkerut.
"setelah nona Beng mengetahui identitasku yang sesungguhnya,
tentu kau juga mengerti bukan bahwa saat ini aku telah menjadi
musuh dari partai kupu-kupu"
"Ya a a, aku memang tahu," jawab si nona sambil tertawa.
"setelah nona mengetahui akan hal ini, mengapa kau masih
bersedia menyerempet bahaya yang amat besar untuk
menyelamatkan aku" Apakah kau tak kuatir mengikat tali
permusuhan dengan pihak partai kupu-kupu?" Beng Gi ciu sebera
tertawa. "Tahukah Kho kongcu akan asal usulku yang sebenarnya?"
"Aku memang ingin mengetahuinya."
setelah menatap pemuda itu sekejap dan tersenyum, Beng Gi ciu
berkata pelan : "Leluhurku sudah lama bermusuhan dengan pihak partai kupukupu,
malah permusuhan kami ibarat air dengan api, tak mungkin
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
bisa didamaikan kembali, oleh sebab itu aku tak perlu mengikatnya
kembali sekarang." Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata
lagi : "Pernahkah Kho kongcu mendengar kisah pertarungan antara
tiga dewa see gwa sam sian dengan ketua partai kupu-kupu dibawah
tebing hati duka?" "Tentu saja aku pernah mendengarnya, apakah nona adalah."
"Yaa benar, aku adalah keturunan keempat dari dewa Kim ka
sian" sahut si nona sambil tertawa hambar.
"Haaahh" kejut dan girang Kho Beng, segera berseru tertahan.
Beberapa saat kemudian baru ia bisa berkata :
"Tak heran kalau ilmu silat yang nona miliki begitu hebat dan luar
biasa, ternyata nona adalah keturunan dari tiga dewa, kalau begitu
maaf atas ketidak tahuanku" sambil berkata ia siap-siap meronta
bangun. Cepat-cepat Beng Gi ciu menekan bahunya seraya berbisik :
"Lebih baik kau jangan bergerak dulu."
"Tapi aku merasa agak baikan," kata Beng Gi ciu dengan napas
tersengal-sengal, "Aku bisa berjalan sendiri"
"Mungkin saja kau bisa berjalan sendiri kalau dipaksakan," kata
Beng Gi ciu sambil tertawa dan menggeleng,
"Tapi tahukah kau apa akibatnya bila kau berbuat begitu" "Tidak
menunggu Kho Beng menjawab, dia telah melanjutkan kembali katakatanya
: "Apabila darah sampai membeku didalam nadi dan berbalik
menembusi pusat, bila parah bisa berakibat kematianmu atau paling
ringanpun akan menyebabkan kau menjadi cacat seumur hidup,"
"Yaa, betul kongcu?" seru siau wan pula sambil berkerut kening,
"bila kau benar-benar ingin membalas budi nona kami, maka kau
harus menuruti nasehat nona kami."
"Sudahi tak usah banyak bicara lagi" tukas Beng Gi ciu tiba-tiba,
"siau wan, cepat bopong Kho Beng kongcu keatas tandu
tersebut" siau wan tak berani banyak bicara lagi, bersama Beng Gi ciu
mereka bersama-sama membohong tubuh Kho Beng dan
dibaringkan diatas usungan yang telah disediakan.
Berada dalam keadaan seperti ini Kho Beng tak leluasa untuk
bicara lagi, terpaksa dia hanya memandang kedua orang itu dengan
penuh rasa terima kasihi ia membiarkan mereka berbuat sesuka hati
atas dirinya. Beng Gi ciu bertindak amat cepat, setelah membaringkan Kho
Beng diatas usungan tersebut, kembali dia menyelimuti tubuh anak
muda tersebut dengan sebuah mantel, kemudian baru menggotong
usungan tersebut dan berjalan keluar dari gua.
Jarak antara mulut gua dengan permukaan tanah masihada
beberapa kaki tingginya, namun dengan ilmu meringankan tubuh
yang amat sempurna, kedua orang nona itu telah melompat turun
kedasar jurang dengan gerakan yang amat ringan.
Bahkan sewaktu mencapai atas permukaan tanah pun, usungan
tersebut hanya bergoyang sedikit saja.
setelah keluar dari mulut gua, kedua orang itu menempuh
perjalanan dengan sangat cepat, mereka mengikuti arah aliran
sungai didasar jurang tersebut, berangkat menuju keluar bukit.
Dalam waktu singkat mereka bertiga telah menempuh perjalanan
sejauh tiga li lebih. Mendadak tampak Beng Gi ciu menghentikan langkahnya secara
tiba-tiba kemudian dengan suatu gerakan cepat menyembunyikan
diri dibalik semak belukar disisi jalan.
siau wan mencoba pasang telinga baik-baik akan tetapi ia tak
berhasil menangkap suara apa pun dengan perasaan heran segera
tegurnya : "Nona kau." "ssssstttt" Cepat-cepat Beng Gi ciu menempelkan jari telunjuknya diatas
bibir sendiri dan memberi tanda agar tidak berisik,
siau wan tidak berani membantah, ia benar-benar membungkam
diri dalam seribu bahasa.
Benar juga lebih kurang setengah peminuman teh kemudian
terdengar suara ujung baju yang tersampok angin bergema tiba, lalu
tampak tiga sosok bayangan manusia meluncur datang dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat, dalam waktu singkat mereka
telah meluncur kedalam dasar jurang sana.
Gerakan tubuh ketiga orang ini benar-benar amat cepat, sekali
lompatan sepuluh kaki telah dilalui..dalam kegelapan malam yang
terlihat hanya tiga sosok bayangan manusia yang remang-remang
serta suara desingan ujung baju yang terhembus angin.
Tak terlukiskan rasa kagum Kho Beng setelah melihat kenyataan
ini, sebab dari sini terbukti betapa lihaynya ketajaman pendengaran
Beng Gi ciu. Sementara itu siau wan telah menjulurkan lidahnya
sambil berbisik : "Wouw.lihay betul ilmu meringankan tubuh yang dimiliki ketigg
orang itu." Diam-siam Kho Beng setuju dengan pendapat tersebut, sebab
ilmu meringankan tubuh yang dimiliki ketiga orang tersebut sama
sekali tidak lebih lemah daripada kemampuan jago nomor satu
malah bisa jadijauh lebih hebat daripada kemampuannya. setengah
berbisik siau wan bertanya :
"Apakah orang-orang itu berasal dari partai kupu-kupu?"
"Hmmm, kecuali kawanan begal tersebut, siapa lagi yang bakal
datang kemari" Kelihatannya Ui sik kang segera tiba disini"
siau wan segera memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu,
kemudian katanya : "Nona, mari kita segera berangkat, kalau menunggu sampai
terang tanah nanti, waaah kita bisa berabe"
Tapi Beng Gi ciu segera menggeleng. "Tunggu sebentar"
Lalu sambil menunjuk kedepan, bisiknya lebih jauh :
"Dibelakang sana masih ada seorang lagi."
Kho Beng amat tergetar hatinya setelah mendengar perkataan
itu, dia mencoba untuk memasang telinga , akan tetapi sama sekali
tak terdengar suara langkah manusia maupun suara ujung baju yang
terhembus angin. Namun diapun sadar, luka yang dideritanya saat ini amat parah,
jelas sudah mempengaruhi ketajaman pandangan mata serta
pendengarannya, meski begitu dia merasa kagum sekali dengan
kemampuan Beng Gi ciu jelas sudah tenaga dalam yang dimiliki
gadis tersebut amat sempurna.
Lewat setengah peminuman teh kemudian mereka baru
mendengar suara langkah manusia yang cukup nyaring.
Bersambung ke jilid 31 Jilid 31 Sewaktu diperlihatkan dengan seksama, terdengar si pendatang
hanya terdiri dari seorang.
Siau wan segera berbisik:
"Yang datang kali ini hanya seorang, mari kita bunuh saja orang
itu" "Tutup mulut" buru-buru Beng Gi ciu membentak.
Belum habis suara langkah manusia itu sudah kedengaran
semakin nyata, tampaknya orang tersebut berjalan amat lamban.
Tanpa terasa Kho Beng berpikir dengan perasaan ragu-ragu :
"Benar-benar kejadian yang sangat aneh, bila didengar dari suara
derap langkahnya orang itu seperti seseorang yang tidak mengerti
akan ilmu silat." Tapi ingatan lain kembali melintas, pikirnya dengan
perasaan terkejut. "Biasanya orang yang lihay tak suka jual tampang, mungkin juga
orang itu adalah seorang jagoan yang berilmu tinggi?"
Sementara ingatan tersebut masih melintas dalam benaknya,
suara langkah manusia tadi telah tiba dua kaki dihadapan mereka.
Toook.toooktook Makin lama makin lambat, akhirnya dia berhenti
hanya dua kaki jaraknya dari tempat persembunyian mereka.
Kabut malam yang makin menipis membuat raut wajah orang
tersebut lamat-lamat sudah mulai kelihatan, ternyata dia adalah
seorang kakek yang rambutnya telah beruban semua.
orang itu berperawakan gemuk lagi pendek, mengenakan baju
berwarna ungu, ditangannya membawa sebuah tongkat bambu
sementara dicunggungnya tergantung sebuah buli-buli besar.
sementara orang itu sudah mengambil tempat duduk diatas sebuah
batu besar. Ketika Kho Beng secara diam-diam mengintip keluar, tampak
olehnya sekulum senyuman seolah-olah selalu menghiasi wajah
kakek tersebut, ia tak memiliki suatu keistimewaan, mungkin setelah
menempuh perjalanan jauh dan merasa lelahi kini sedang
beristirahat disitu. satu-satunya masalah yang mencurigakan adalah
mengapa dia memasuki dasar jurang yang terpencil sepi ini ditengah
malam buta begini. Beng Gi ciu maupun siau wan telah mengawasi pula gerak gerik
kakek berbaju ungu itu dengan penuh perhatian, sikap mereka
Nampak tegang dan amat serius.
Berada dalam keadaan begini, Kho Beng merasa kurang leluasa
untuk mengajukan pertanyaan, karenanya dia Cuma membungkam
diri seribu bahasa. setelah duduk beberapa saat, mendadak Kakek
berbaju ungu itu bergumam seorang diri :
"Waaah.rasanya makin lama semakin tak beres, ditengah malam
buta begini, kemanakah aku mesti menemukan langgananku itu?"
sembari berkata dia menarik buli-buli dipunggungnya ke depan,
membuka penutupnya serta mengeluarkan bungkusan besar
maupun bungkusan kecil yang banyak sekali jumlahnya.
setelah diperiksanya semua, sekali lagi dia masukkan kembali
bungkusan tersebut kedalam buli-bulinya.
oleh karena udara malam masih menyelimuti angkasa, kabutpun
masih melayang diatas permukaan tanah, maka walaupun selisih
jarak mereka hanya dua kaki, namun tak terlihat dengan jelas
benda-benda apakah itu. Begitulah, selesai memeriksa barang-barang yang berada didalam
buli-bulinya, Kakek berbaju ungu itu mulai celingukan
memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, lalu mengendus pula
dengan hidungnya kesana kemari, pada akhirnya dia bergumam :
"semestinya di tempat ini aku harus bertemu langganan, kenapa
tak seorang manusia pun yang menyapaku?"
Mendengar perkataan tersebut tanpa terasa perasaan Kho Beng
serta Beng Gi ciu agak tergerak.
Mendadak terdengar Kakek berbaju ungu itu berkata lagi :
"Aaahi rupanya ada lagi yang datang, tapi bisa jadi orang itu
bukan langganan yang kucari"
Ia segera melompat turun dari atas batu dan mendekam diatas
tanah untuk menyembunyikan diri.
Tindakan dari Kakek berbaju ungu itu sangat mengejutkan hati
Beng Gi ciu, sebab dia pun merasa ada orang yang mendekati
tempat tersebut, namun ia baru mengetahuinya setelah Kakek
berbaju ungu itu menyembunyikan diri baik-baik.
setengah peminuman teh kemudian, betul juga tampak ada
sesosok bayangan hitam melintas lewat dengan kecepatan luar
biasa, orang itu berjalan lewat persis didepan batu cadas dimana
kakek itu menyembunyikan diri.
Tapi agaknya orang yang berjalan malam itu sama sekali tidak
menyadari akan kehadiran si Kakek berbaju ungu disitu, buktinya dia
lewat dengan begitu saja tanpa berpaling.
Dalam hati kecilnya Kho Beng segera sadar, kakek yang berada
dihadapannya sudah pasti bukan manusia sembarang.
Ditinjau dari tingkah laku si Kakek berbaju ungu itu yang dinilai
amat misterius, kemudian menyembunyikan diri dari pengintaian
orang berjalan malam yang jelas merupakan anggota partai kupukupu,
pemuda tersebut segera menarik kesimpulan bahwaannya
kakek tersebut sudah pasti merupakan seorang tokoh persilatan
yang berilmu tinggi. Ketika ia mencoba berpaling untuk mengawasi Beng Gi ciu
berdua, tampak kedua orang gadis itu masih mengawasi lawannya
dengan tanpa berkedip. melihat itu terpaksa dia harus menelan
kembali kata-katanya. Berapa saat kemudian Kakek berbaju ungu itu telah merangkak
bangun dan duduk kembali diatas batu cadas semula.
Terdengar ia tertawa ringan lalu bergumam lagi seorang diri :
"Kalau obat mujarab datang secara tiba-tiba, segala penyakit
pasti akan hilang dengan sendirinya, tapi kalau memang orang lain
tidak berjodoh dengan aku si orang tua, yaa.apa boleh buat lagi,
lebih baik aku pergi saja dari sini"
selesai berkata dia segera menggerakkan tubuhnya dan berjalan
menuju kearah jurang sana.
Tapi baru saja berjalan beberapa langkahi dia telah balik kembali
dan berkata sambil tertawa :
"Aaaahi aku tak usah terburu napsu, biarlah kutunggu sejenak
lagi." sambil berkata dia mengeluarkan batu api dan menyulut
huncwenya, kemudian sambil duduk dibatu, ia menikmati
huncwenya dengan penuh keasyikan.
sejak kedatangan Kakek berbaju ungu itu, bila diperhatikan
secara sungguh-sungguhi maka dapat dilihat bahwa sinar matanya
selalu dan sekelebatan tanpa sengaja mengawasi tempat
persembunyian dari Kho Beng sekalian.
Akhirnya Beng Gi ciu tak dapat menahan diri lagi, tiba-tiba dia
berbisik kepada Kho Beng dengan ilmu menyampaikan suara :
"Aku lihat kakek ini sedikit rada aneh, bagaimana kalau kita
menemui dirinya?" Buru-buru Kho Beng menjawab dengan ilmu
menyampaikan suara pula : "Terserah kepada nona Beng, bagi diriku
sih tiada pendapat yang lain."
Beng Gi ciu tersenyum, dia segera bangkit berdiri dan berjalan
keluar dari tempat persembunyiannya .
Kakek berbaju ungu itu sama sekali tidak tercengang melihat
kemunculan gadis tersebut, sambil tertawa hambar dia malah
bergumam lagi, "Untung saja aku menunggu sejenak tadi, kalau tidak tentu
kesempatan baik dilewatkan dengan begitu saja."
Beng Gi ciu maju beberapa langkah kedepan, sambil memberi
hormat, sapanya : "Mungkin lotiang sudah tahu kalau siau li sekalian berada disini?"
sambil tersenyum Kakek berbaju ungu itu balas memberi hormat.
"Yaa betul, betul, aku tahu kalau disini ada langganan yang
menunggu." "Boleh aku tahu siapa nama lotiang?" Tanya Beng Gi ciu
kemudian dengan suara dalam.
Kakek berbaju ungu itu tersenyum.
"Dulu sih aku punya nama, tapi kemudian kurasakan nama
bukanlah suatu yang penting, lama kelamaan aku tak pernah
menggunakannya lagi sehingga akhirnya aku sendiripun
melupakannya ." "Bagaimana pun juga, saban orang pasti punya nama, kalau
tidak, bagaimana cara orang lain memanggilmu?" kata Beng Gi ciu
lagi sambil tertawa. "Panggilan sih ada."
sambil menunjuk kearah rambut sendiri yang telah beruban
semua, Kakek berbaju ungu melanjutkan,
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Berhubung rambutku putih bagaikan saiju, orang menyebutku
sebagai si kakek berambut putih, tapi ada pula yang memanggilku si
setan tua dari Lam ciang"
"setan tua dari Lam ciang?" gumam Beng Gi ciu lirih,
"sayang sekali pengetahuan serta pengalaman siauli amat cetek
sehingga belum pernah mendengar nama besar dari lotiang, tapi
akum percaya kau pastilah seorang tokoh dunia persilatan yang
berilmu tinggi" Kakek berambut putih itu tertawa terbahak-bahak :
"Haaaahhhihaaahhhhaaaahhhhinona, nona.terang saja aku si
kakek pun baru pertama kali ini melangkah masuk ke daratan
Tionggoan, sehingga tak banyak jago persilatan yang kukenal"
"Apakah selama ini lotiang berdiam diwilayah Lam ciang?" Kakek
berambut putih itu mengangguk berulang kali.
"Hampir empat lima puluh tahunan , aku tak pernah
meninggalkan wilayahku barang setengah langkah pun, tapi berapa
tahun belakangan, makin lama kehidupanku disana semakin susah,
maka dengan perasaan apa boleh buat terpaksa aku situa harus
hijrah ke utara, aku ingin mencari keuntungan didaratan Tionggoan
sehingga bisa dibuat sebagai biaya untuk hari tua ku nanti."
"apa sih pekerjaan lotiang?" Tanya Beng Gi ciu sambil mencoba
mengawasinya. sambil menepuk buli-buli dipunggungnya, kakek itu
menjawab : "sepanjang hidupku bergumul dengan obat-obatan, meski belum
bisa dibilang mampu menghidupkan kembali orang mati, namun
penyakit dalam maupun penyakit luar bisa kusembuhkan secara
cepat" "oooohi rupanya lotiang adalah seorang tabib yang gemar
menolong orang, maaf..maaf" Kemudian setelah berhenti sejenak,
kembali dia berkata : "Bila kutinjau dari perkataan lotiang barusan, agaknya kau
mengatakan bahwa kami adalah langganan lotiang."
Tiba-tiba ia menghentikan perkataannya dan tidak dilajutkan
kembali. sambil tertawa terkekeh-kekeh, Kakek berambut putih itu
menjawab : "Yaa benar, sudah hampir sebulan lamanya aku melangkah
masuk kedaratan Tionggoan, namun selama ini belum berhasil juga
menemukan seorang langganan pun, padahal bekal yang kubawa
keluar sudah hampir habis terpakai, bila kau gagal mendapatkan
langganan dalam waktu singkat, bisa jadi aku bakal mati kelaparan
didaratan Tionggoan ini."
sambil tertawa dingin Beng Gi ciu menyela :
"Lotiang belum memberikan jawaban yang sejelasnya atas
pertanyaan siauli barusan."
Kemudian dengan suara dalam dia melanjutkan :
"Dari mana lotiang bisa tahu kalau siauli sekalian bersembunyi
disini dan dari mana pula bisa tahu kalau bakal menjadi
langgananmu?" Kakek berambut putih itu segera tertawa terbahak-bahak :
"Haaahhaaa.haaahi.aku mengandalkan hidungku ini."
"Mengandalkan hidung?" Beng Gi ciu tertawa geli,
"lotiang memang pandai bergurau, apa sangkut pautnya masalah
ini dengan hidungmu?"
"Tentu saja amat besar hubungannya," kata Kakek berambut
putih itu tertawa ringan.
"sebab hidungku ini memiliki ketajaman penciuman yang luar
biasa, jauh berbeda dengan orang biasa."
"Jadi maksud lotiang, kau mengandalkan ketajaman dari daya
penciuman hidungmu itu?"
"Tepat sekali" kakek itu manggut-manggut,
"Memang begitulah yang kumaksudkan." Beng Gi ciu segera
mendesak lebih jauh. "Jadi lotiang pun mengandalkan ketajaman daya ciummu itu
untuk mengetahui tempat persembunyian kami disini?"
Kembali Kakek berambut putih itu mengangguk.
"Yaa, memang, demikianlah keadaan yang sesungguhnya."
Lalu sambil berpaling dan memandang sekejap kearah semak
belukar dihadapannya, ia berkata lebih jauh :
"Yang menarik perhatianku justru perasaanku yang mengatakan
bahwa didalam sana, agaknya terdapat seseorang yang sedang
menderita luka parah, terus terang saja aku sedang menaruh
perhatian atas dirinya."
"Apa yang kau inginkan?" bentak Beng Gi ciu dengan suara
dalam lagi berat. Buru-buru Kakek berambut putih itu menggoyangkan tangannya
berulang kali seraya berkata :
"Harap nona jangan salah paham, aku sudah menyembuhkan
beribu-ribu penyakit yang diderita orang, sudah memeriksa keadaan
luka yang diderita beribu jago, tentu saja perhatian yang kucurahkan
saat ini adalah luka yang diderita rekanmu itu."
Kemudian sambil menepuk buli-buli dipunggungnya, dia berkata
lebih jauh : "Bila aku tak berhasil mendapatkan uang lagi, bisa jadi aku betulbetul
akan mati kelaparan."
setengah percaya setengah tidak, Beng Gi ciu berseru :
Lotiang benar-benar tidak mempunyai tujuan yang lain"
Apa tujuan yang lain itu" kakek itu balik bertanya dengan wajah
amat serius. Beng Gi ciu termenung s ej enaki lalu berkata :
Peristiwa ini terlampau aneh dan susah membuat orang untuk
mempercayainya, coba bayangkan sendiri, apa sebabnya kau
menelusurijulan yang terpencil seperti ini ditengah malam buta dan
kebetulan sekali mengapa kau memiliki ketajaman daya cium yang
jauh lebih tajam daripada penciuman anjing. Kemudian dengan
suara dalam ia berkata lebih jauh :
"Terus terang saja kukatakan, aku agak mencurigai dirimu
sebagai kaki tangan dari partai kupu-kupu"
sambil tertawa Kakek berambut putih itu menggeleng kepalanya
berulang kali, ujarnya : "akupun pernah mendengar tentang berita munculnya kembali
partai kupu-kupu didalam dunia persilatan, terus terang saja
kukatakan, aku sendiripun amat membenci orang-orang partai kupukupu,
bila keadaan mengijinkan aku pun ingin sekali membunuh
beberapa orang anggota dari partai kupu-kupu."
"Mengapa?" Tanya Beng Gi ciu keheranan.
Mendadak Kakek berambut putih itu menjadi emosi, sambil
mengkertak gigi kencang-kencang katanya :
"sebab aku mempunyai ikatan dendam kesumat sedalam lautan
dengan mereka..tatkala partai kupu-kupu kehilangan kitab pusaka
Thian goan bu boh pada seabad berselang dan melakukan
pembantaian didalam dunia persilatan, leluhur ku terbunuh pula
ditangan mereka." Menurut hasil pengamatan Beng Gi ciu, dia menemukan kalau
Kakek berambut putih itu sama sekali tidak berbohong, karena rasa
benci dan dendam yang menyelimuti wajahnya tak mungkin bisa
ditunjukkan orang lain. Maka katanya kemudian sambil tersenyum,
"Tentunya lotiang sangat mahir didalam ilmu pertabiban?"
"Telah kukatakan tadi, biar pun penyakit itu berada didalam
ataupun diluar, aku sanggup membuatnya sembuh sama sekali."
"Ditinjau dari kesanggupan lotiang untuk mengendus seseorang
diantara kami menderita luka dalam yang cukup parah,
membuktikan kalau kemampuan lotiang memang sangat hebat,
silahkan" "Haaaahh.haaaahhhaaahh.kalau begitu transaksi kita pasti akan
berhasil." Tukas si kakek dengan wajah kegirangan.
Beng Gi ciu manggut-manggut.
"Yaa, bila lotiang memang mampu menyembuhkan luka, tentu
saja siauli merasa amat bersyukur dan berterima kasih sekali."
"Bagus sekali kalau begitu, bagus sekali, tapi kami harus
memeriksa keadaan luka nya lebih dulu sebelum berbicara soal
harga, silahkan nona mengajakku menjumpainya."
Beng Gi ciu tidak ragu-ragu lagi, dia berjalan lebih dulu menuju
ketempat persembunyian Kho Beng serta siau wan.
sambil membawa tongkat bambunya, Kakek berambut putih itu
mengikuti dibelakangnya. Mula-mula dia memperhatikan dulu seluruh tubuh Kho Beng
dengan seksama, kemudian baru katanya :
"Luka yang dideritanya tidak enteng, masalahnya darahnya telah
membeku didalam isi perutnya..apakah nona telah memberi obatobatan
kepadanya?" "Ya a" sinona mengangguk, "Aku hanya memberi obat penambah
darah untuk memperkuat kondisi tubuhnya."
sekali lagi Kakek berambut putih itu memperhatikan air muka Kho
Beng, selang beberapa saat kemudian dia baru berkata :
"Kalau kita ikuti cara pengobatan yang nona lakukan paling tidak
masih dibutuhkan waktu selama sepuluh hari untuk menyembuhkan
kembali lukanya itu, lagipula dalam sepuluh hari ini dia tak boleh
bergerak ataupun melakukan gerakan yang melelahkan, terutama
sekali tak boleh emosi dan menuruti gejolak perasaan sendiri, kalau
tidak keselamatan jiwanya akan berbahaya sekali."
"Betul Pandangan lotiang memang tepat sekali" puji Beng Gi ciu
dengan perasaan kagum. setelah berhenti sejenak, desaknya lagi :
"Menurut cara pengobatan yang lotiang lakukan, kira-kira
beberapa lama yang dibutuhkan?"
Kakek berambut putih itu tersenyum.
"Biarpun luka dalamnya cukup parah, aku Cuma membutuhkan
waktu setengah peminuman untuk bisa membuatnya sembuh dan
segar kembali seperti sedia kala"
"Hanya setengah peminuma n teh saja dapat memulihkan
kembali kesehatannya?" hampir saja Beng Gi ciu melompat bangun
saking kagetnya, "Lotiang kan tidak sedang bergurau, bukan?"
Dengan suara dalam Kakek berambut putih itu berkata :
"Kalau persoalan yang lain boleh saja kita bergurau, tapi dalam
soal mengobati penyakit, hal semacam ini tak boleh sekali-kali
sampai terjadi, aku bukan termasuk manusia macam begitu."
Beng Gi ciu menjadi kegirangan setengah mati, segera serunya :
"Baiklah, bila lotiang benar-benar mampu menyembuhkan
lukanya dalam setengah peminumanteh saja, siauli pasti akan sangat
berterima kasih kepadamu."
"Bagus sekali," Kakek berambut putih itu tersenyum,
"Tapi. .kita harus membicarakan soal bayarannya dulu."
"Berapa tahil yang lotiang minta?" Tanya si nona agak tertegun.
Kakek berambut putih itu termenung serta berpikir sebentar,
kemudian sahutnya sambil tertawa,
"Dalam transaksi yang terjadi pertama kali, aku merasa canggung
untuk membuka harga keliwat tinggi, dari para pasien, kedua jadi
mengurungkan niatnya"
setelah garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, dia baru berkata
: "Bagaimana kalau lima tahil perak, bersediakah kau
membayarnya?" Beng Gi ciu segera tersenyum,
"Bila kau minta lima ribu atau lima laksa tahil peraki mungkin
siauli tak mampu membayar sekaligus, tapi kalau Cuma lima tahil
peraki itu mah tak terhitung seberapa."
sambil berpaling kearah siau wan, segera bentaknya :
"Ambil lima tahil emas dan serahkan kepada lotiang ini"
siau wan jadi tertegun. "Nona, dia kan cuma menghendaki lima tahil peraki bukan lima
tahil emas." "Tak usah banyak bicara lagi" tukas Beng Gi ciu sambil tertawa,
"Cepat ambil keluar dan serahkan kepadanya"
Terpaksa siau wan mengiakan, dengan rasa berat hati dia
membuka buntalannya dan mengeluarkan sebatang emas sambil
disodorkan kemuka. Kontan saja paras muka Kakek berambut putih itu berubah
menjadi berseri-seri karena kegirangan, katanya :
"Lima tahil emas..wow, ini berarti nilainya hampir mencapai
seratus tahil perak. nona, kau.."
"Tak terhitung seberapa, terima saja." Tukas si nona hambar.
Kakek berambut putih itu segera menyimpan batangan emas
tersebut kedalam sakunya, kemudian ia mengambil buli-bulinya dan
mengeluarkan sebutir pil berwarna putih, katanya kemudian :
"Apakah kantung air nona berisi air?"
"Ya a, ada" Beng Gi ciu mengangguk. sambil berkata dia
melepaskan kantung airnya.
Kakek berambut putih itu menyodorkan pil bewarna putih tadi
kehadapan sinona sambil berkata :
"silahkan nona melolohkan obat tersebut kedalam mulutnya."
Beng Gi ciu menerima pil tadi, diamati sejenak lalu berdiri
termangu, tampaknya dia merasa agak ragu-ragu.
sambil menggelengkan kepalanya dan tertawa, Kakek berambut
putih itu bertanya : "Apakah nona masing sangsi?"
"Ya a, mungkin saja aku memang banyak curiga,"
"tapi Aku cukup memahami perasaan nona." Tukas si kakek
cepat. "Apa yang kaupahami?" Tanya Beng Gi ciu agak tergetar.
Mendadak Kakek berambut putih itu berkata dengan ilmu
menyampaikan suara : "Nona tidak akan gusar bila aku berbicara blak-blakan dan terus
terang?" "Katakan saja terus terang" sahut Beng Gi ciu dengan perasaan
agak tergetar. Tentu saja jawaban dari si nona pun diberikan dengan ilmu
menyampaikan suara. sambil tersenyum kakek itu berkata :
"Aku lihat pemuda itu tentulah kekasih hati nona bukan,
karenanya nona bagitu menguatirkan keselamatan jiwanya?"
"Aaahi ngaco belo" seru Beng Gi ciu dengan wajah bersemu
merah karena jengah. Kakek berambut putih itu tertawa terbahak-bahak dan segera
mengalihkan pandangan matanya kearah lain.
Beng Gi ciu tidak ragu-ragu lagi, dengan cepat ia menjejalkan pil
tersebut kedalam mulut Kho Beng.
Paras muka Kakek berambut putih itu segera berubah serius
kembali, buru-buru dia mendekati Kho Beng dan bertanya lembut :
"Bagaimana rasanya pil tersebut?"
"Rada getir, tapi setelah berada dalam perut rasanya
menyegarkan" "Kalau begitu tak salah lagi, cepat kau himpun tenaga dalammu
dan membawa sari obat tersebut keseluruh badan, aku jamin
kesehatan tubuhmu segera akan pulih kembali seperti sedia kala."
Kho Beng segera memejamkan matanya rapat-rapat dan meng
ikuti petunjuk tersebut mulai mengatur pernapasan.
sementara itu Beng Gi ciu serta siau wan menjaga disisi arena
dengan wajah teggng dan serius.
Benar juga, tak sampai setengah peminuman teh kemudian, Kho
Beng telah membuka matanya kembali.
Kho kongcu Beng Gi ciu segera menegur dengan agak emosi,
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kau.." Kesegaran telah memancar dari balik wajah Kho Beng, tiba-tiba
dia melompat bangun seraya berkata :
"Aku. benar- benar telah segar kembali."
Beng Gi ciu menjadi kegirangan setengah mati, siau wan pun
turut memuji kehebatan kakek itu, katanya :
"Locianpwee, obatmu benar-benar amat mujarab, rupanya
khusus dipakai untuk mengobati luka dalam" Lain waktu aku tentu
akan membantumu untuk menyiarkan nama besarmu dimana-mana,
tanggung kau pasti akan menjadi kaya raya."
Kakek berambut putih itu tertawa.
"Aku tidak mengharapkan punya nama besar, asal bisa mendapat
sejumlah uang sebagai biaya dihari tuaku serta sebuah peti mati
untuk mengubur jenasahku lain waktu, rasanya itu sudah lebih dari
cukup bagiku untuk pulang kedusun."
"Kau orang tua, apakah masih punya keluarga lain?" Kakek itu
menggeleng. "Aku siorang tua adalah manusia bernasib jelek, sejak dilahir
sudah hidup seorang diri, sampai saat ini pun aku tetap hidup
sebatang kara tanpa anak tanpa bini."
"ooooh . kasihan benar," bisik siau wan simpatik. Kemudian
setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya,
"Kau bilang sejak dilahirkan sudah hidup sebatang kara, aku
kurang percaya dengan perkataan itu, apakah.."
sambil menghela napas, Kakek berambut putih itu menyela :
"Bila sudah kuterangkan nanti, kau pasti akan menjadipaham.
Disaat ibu sedang mengandung aku, ayahku dibunuh orang secara
keji, lalu dikala ibuku melahirkan aku dia mengalami kesulitan dalam
kelahiran sehingga terjadi pendarahan hebat, akibatnya aku lahir
diapun ikut mati. Aaaai.justru aku bernasib agak baikan ternyata aku
bisa hidup sampai berusia sembilan puluh tahunan tanpa sekalipun
menderita sakit." "Kau telah berusia sembilan puluh tahunan?" seru siau wan
tercengang, "Wahi aku tak menyangka."
"Lalu menurut pendapatmu, berapa usiaku sekarang?"
"Paling banter baru berusia tujuh puluh tahunan."
Mendadak terdengar Kho Beng mengeluh :
"Aduuuuh ada yang kurang beres."
"Apanya yang kurang beres?" Tanya Beng Gi ciu dengan
perasaan amat terkejut. Tampak paras muka Kho Beng berubah sangat hebat, peluh
dingin telah membasahi seluruh badannya, setelah menghela napas
sedih, ia terduduk kembali keatas tanah. siau wan turut gelisah,
sambil menghampiri teriaknya cemas,
"Kho kongcu, sebenarnya apa yang kau rasakan" cepat katakan"
"Aaaai punggungku" seru Kho Beng menghela napas.
"Mengapa dengan punggungmu?" Tanya Beng Gi ciu dengan
perasaan amat terkejut. "Linu, sakit bagaikan ditusuk jarum, aku tak mampu meluruskan
badanku kembali." Sekarang Beng Gi ciu baru mengetahui bahwa Kho Beng telah
membungkukkan badannya persis seperti udang, dengan perasaan
kaget bercampur gelisah dia segera berpaling kearah Kakek
berambut putih itu, tegurnya
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
"sudah pasti penyakitnya berasal dari pil tadi" seru siau wan pula
sambil meraba gagang pedangnya.
Kakek berambut putih itu mengerutkan dahinya kencangkencang,
katanya : "obat yang kugunakan tak mungkin salahi aku men.." setelah
berhenti sejenak, katanya lagi dengan suara dalam :
"Cepat. .suruh dia membaringkan diri biar kulakukan pemeriksaan
yang seksama, aku percaya dalam waktu singkat dapat menemukan
penyebabnya." Berada dalam keadaan begini, Beng Gi ciu tidak berpikir lebih
jauhi dia segera turun tangan sendiri membaringkan Kho Beng
keatas tanah, kemudian melepaskan pula pakaian yang dikenakan.
Kakek berambut putih itu cepat-cepat berjongkok dan melakukan
pemeriksaan dengan seksama.
Tapi sebentar saja dia sudah mendongakkan kepalanya dan
berseru sambil menghentakkan kakinya keatas tanah :
"Aduh celaka." "sebenarnya apa yang terjadi?" buru-buru Beng Gi ciu bertanya.
setelah menghela napas, Kakek berambut putih itu berkata :
"Semula kukira dia hanya menderita luka dalam, siapa tahu dia
pun sudah menderita keracunan hebat.."
"Ia sama sekali tidak keracunan" kata Beng Gi ciu sambil
menggretak gigi. "Dari raut mukanya kau tak akan melihat kalau dia sudah
keracunan, kalau bukan begitu racun tersebut tak bisa dibilang
sebagai racun luar biasa."
sambil menunding kearah tulang punggung Kho Beng, dia
berkata lebih lanjut : "sudah kau lihat bekas merah ditulang punggungnya itu?"
Beng Gi ciu serta siau wan berebut melihat arah yang ditunjuk
kakek berambut putih itu, benar juga diantara tulang punggung
pemuda tersebut benar-benar terdapat sebuah bekas garis panjang
bewarna merah. sambil menghela napas dan menggelengkan kepalanya berulang
kali, Kakek berambut putih itu berkata :
"Jangan kau anggap remeh garis merah tersebut, padahal inilah
gejala yang khas dari racun Ang bong tok, salah satu racun yang
terkeji didunia ini."
"Apa yang bisa terjadi dengan seseorang yang terkena racun Ang
bong tok tersebut?" Tanya Beng Gi ciu gelisah. Kakek berambut
putih itu tertawa getir :
"Dalam satu bulan ilmu silatnya akan musnah, tiga bulan
kemudian tulang belulangnya membusuk jadi darah kental dan lima
bulan kemudian selurh tubuhnya akan membusuk sebelum mati
dalam keadaan yang amat mengerikan."
Berubah hebat paras muka Beng Gi ciu setelah mendengar
ucapan tersebut, tanyanya kemudian :
"Lantas apa yang mesti kita perbuat sekarang?"
Dengan suara dalam Kakek berambut putih itu berkata :
"Andaikata gejala keracunan ini bisa kuketahui lebih awal
mungkin bisa diatasi lebih mudah, tapi sekarang kita mesti
memunahkan racun tersebut lebih dulu sebelum menyembuhkan
lukanya, tapi kini berhubung racun tersebut belum punah padahal
tenaga dalamnya telah pulih kembali, keadaan tersebut semakin
mempersulit usaha pengobatan yang hendak kulakukan."
"sebenarnya apakah masih ada cara untuk menyembuhkan
lukanya atau tidak?" Tanya Beng Gi ciu sambil menggertak gigi.
Kakek berambut putih itu tertawa angkuh.
"sudah kukatakan tadi, selamanya belum pernah ada penyakit
yang gagal kusembuhkan, bila kubilang tak sanggup, bukankah
sama artinya dengan merusak nama sendiri, hanya saja"
setelah biji matanya berputar sejenak kian kemari, dia berkata
lebih lanjut : "Untuk pengobatan luka semacam ini, aku benar-benar
menjumpai banyak kesulitan."
Disaat biji matanya berputar inilah Beng Gi ciu dapat melihat
dengan jelas bahwa dibalik sinar matanya seakan-akan terpancar
sifat licik, keji dan jahatnya. Namun setelah dipikir sebentar,
terpaksa dengan nada merengek katanya lagi :
"Lotiang adalah tabib Hua tou jaman sekarang, bagaimana juga
kau harus berusaha untuk menyelamatkannya ."
Tentu saja Kakek berambut putih itu manggut-manggut,
"tapi. .kali ini tak mungkin lukanya bisa kusembuhkan hanya
dalam waktu setengah peminuman teh saja."
"Peduli berapa waktu pun yang kau butuhkan, asal lotiang bisa
menyembuhkan lukanya, itu sudah cukup, siauli pasti akan berterima
kasih sekali padamu." Kakek berambut putih itu berpikir sebentar,
lalu katanya : "Kali ini bukan dengan biaya lima tahil emas saja bisa
menyembuhkan luka tersebut."
Rasa tidak simpatik segera timbul didalam hati kecil Beng Gi ciu,
namun ia tidak mempersoalkan masalah kecil tersebut, katanya :
"Terserah berapa pun biaya yang kau minta, coba terangkan
berapa jumlah yang kau inginkan?"
"Begini saja, bagaimana kalau ditambah dengan sepuluh kali
lipat" siau wan, berikan dua puluh tahil emas kepadanya." seru Beng
Gi ciu tanpa ragu. sambil menggertak gigi siau wan segera berseru :
"Nona, dia pasti seorang penipu, sudah jelas dia telah
membohongi kita habis-habisan, apakah kau bersedia dibohongi
sekali lagi." "Kau tak usah banyak bicara, siapa sih yang menyuruh kau tak
tahu aturan?" tegur Beng Gi ciu dengan suara dalam.
Namun siau wan tetap merasa tak puas, katanya lebih jauh :
"Nona, dengan asal usul kita yang terhormat selama hidup belum
pernah ditipu orang mentah-mentah. Mengapa kau bersedia
menuruti perkataan situa Bangka ini" sudah jelas racun tersebut
berasal dari dalam pil yang diberikan olehnya tadi."
"Tutup mulut" bentak Beng Gi ciu gusar.
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi :
"Persoalan ini menyangkut hidup mati Kho kongcu, siapa suruh
kita kurang berhati-hati sehingga dipecundanginya" Apakah kau
masih merasa saying dengan uang sebesar lima puluh tahil emas
itu?" siau wan tidak banyak bicara lagi, dia segera mengeluarkan
sebatang emas dan diserahkan kepada Beng Gi ciu.
Tanpa merasa sayang barang sedikitpun Beng Gi ciu
menyerahkan batangan emas tersebut kepada Kakek berambut putih
tadi, katanya : "Ini lima puluh tahil emas, silahkan lotiang menerimanya." Kakek
berambut putih itu tertawa terkekeh-kekeh :
"Bila kudengar dari pembicaraan nona serta budak tersebut,
seakan-akan kau menuduh racun tersebut berasal dari obat yang
kuberikan tadi bukan?"
"siauli telah salah bicara, harap lotiang sudi memaafkan," sahut
Beng Gi ciu dengan wajah tanpa emosi.
Kakek berambut putih itu menggelengkan kepalanya berulang
kali, katanya : "Walaupun aku amat membutuhkan uang tapi aku lebih
mementingkan soal nama, bila kalian berdua merusak nama baikku
aku tak terima" "Lantas apa yang lotiang kehendaki?" Tanya Beng Gi ciu sambil
menggigit bibir menahan diri
"Emas ini aku tak akan menerimanya lebih dulu, tunggu saja
sampai aku berhasil menyembuhkan luka racunnya itu."
"Dengan cara apa lotiang hendak mengobati lukanya" Apakah
diberi obat yang lain?" Kakek berambut putih itu segera tertawa
dingin : "ang bong tok merupakan racun paling keji didunia ini, belum
pernah kudengar kalau didunia ini terdapat obat-obatan yang
mampu memunahkan racun tersebut?"
"Lantas apa yang hendak kau perbuat?" Tanya Beng Gi ciu
dengan wajah berubah menjadi pucat pias seperti mayat.
"Hanya ada satu cara yakni menghisap keluar sisa racun yang
berada didalam tubuhnya dengan tangan dingin. "
Kemudian setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu,
kembali dia berkata : "Mustahil bagiku untuk melakukan pengobatan ditempat seperti
ini, aku pikir hendak kubawa ke kuil Hian thian koan dibukit Wang hu
san." "Apakah harus berbuat demikian?" Tanya Beng Gi ciu sambil
menghela napas panjang. Kakek berambut putih itu mendengus :
"Masih ada sebuah cara lagi, yaitu aku angkat tangan dan pergi
dari sini. Nah, silahkan nona memilih sendiri"
Beng Gi ciu termenung berapa saat lamanya, setelah itu dia baru
berkata dengan suara dalam :
"Baiklah aku akan menuruti kehendak lotiang." Kakek berambut
putih itu tertawa terbahak-bahak :
"Haaaahhhi.haaahhhaaahhhhi.nona memang seorang yang tegas
dan cepat mengambil keputusan, ketegasanmu jauh melebihi lakilaki
sejati, bagus..bagus sekali"
Saat itu paras muka Beng Gi ciu telah berubah menjadi dingin
dan kaku bagaikan sebuah batu karang, sepatah demi sepatah ia
berkata kepada siau wan : "Mari kita gotong Kho kongcu dan segera
berangkat" "Tunggu dulu" mendadak Kakek berambut putih itu mengulapkan
tangannya mencegah. "Apakah lotiang masih ada pesan lain?" Tanya si nona agak
tertegun. "Kuil Hian thian koan dibukit Wang hu san bukan merupakan
tempat yang bisa dikunjungi kaum wanita, lebih baik serahkan saja
pemuda itu kepadaku."
Paras muka Beng Gi ciu seketika berubah menjadi lebih tak sedap
lagi, sambil menggigit bibir katanya : "soal ini."
"Nona toh seorang yang tegas dalam mengambil keputusan,
apakah kau tak bersedia?" Rengek Kakek berambut putih sambil
tertawa. Kemudian setelah berhenti sejenak dengan suara dalam ia
berkata lebih jauh : "Menggunakan sisa waktu yang luang ini, nona toh bisa
memanfaatkannya untuk melakukan penyelidikan apakah Kho
kongcu benar-benar telah keracunan Ang bong tok lebih dulu,
kemudian kita baru menentukan waktu dan alamat guna saling
menyerahkan orang dan uang "
"Apakah kau mempunyai keyakinan untuk menyembuhkan
lukanya itu?"" "Bila tak berhasil kusembuhkan luka tersebut, bukan saja aku tak
akan menerima lima puluh tahil emas tersebut, bahkan aku pun
akan menyerahkan selembar jiwaku ini kepadamu." Beng Gi ciu
segera manggut-manggut. "Kalau begitu silahkan lotiang menentukan waktu serta
tempatnya." Kakek berambut putih itu berpikir sebentar kemudian jawabnya :
"Bagaimana kalau sepuluh hari kemudian didepan bukit Wang hu
san?" "Baik kita tetapkan dengan sepatah kata ini." sahut si nona
seraya mengangguk. sementara itu racun yang mengeram didalam tubuh Kho Beng
sudah mulai bekerja, peluh dingin membasahi seluruh tubuhnya,
kesadarannya pun berada dalam keadaan ada dan tidak ada,
karenanya terhadap pembicaraan yang berlangsung antara kedua
orang itu pun dia seperti mendengar seperti jUga tidak, yang pasti
sama sekali tiada reaksi dari dirinya pribadi.
Dengan langkah cepat Kakek berambut putih itu berjalan
mendekati Kho Beng dan membopongnya, kemudian sambil tertawa
ia berkata :
Kedele Maut Karya Khu Lung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Kita berjumpa lagi sepuluh hari kemudian"
sambil membalikkan badan, tanpa berpaling lagi dia beranjak
pergi dari situ dengan langkah lebar.
Mengawasi bayangan punggungnya hingga lenyap dari
pandangan mata, tanpa terasa Beng Gi ciu menghela napas panjang.
siau wan pun tak mampu menahan diri lagi, dengan air mata
bercucuran bisiknya : "Nona"
Mendadak Beng Gi ciu berpaling seraya menegurnya untuk tidak
menangis. siau wan menyeka air matanya yang membasahi wajahnya, siau
wan berkata amat sedih : "Nona, bukankah kau sendiri sedang menangis?"
Beng Gi ciu tertegun, sekarang dia baru menyadari bahwa dia
sendiripun telah melelehkan air mata.
Kontan saja paras mukanya berubah menjadi merah padam,
buru-buru dia menyeka air mata dipipinya.
setelah menghela napas panjang, siau wan berseru :
"Nona dihari-hari biasa, kau adalah seorang yang berhati keras,
mengapa kau bersedia dipermainkan kakek tersebut semaunya
sendiri?" sambil tertawa getir, Beng Gi ciu menggeleng.
"siapa suruh aku telah salah menilai orang"
"Jadi menurut nona, dia juga yang telah melepaskan racun keji
itu?" "Ya a, paling tidak tujuh delapan puluh persen adalah hasil
perbuatannya." sahut sinona serius.
sambil menggertak gigi, siau wan berseru lagi :
"Kalau toh kau sudah mengetahui akan hal ini, mengapa kau
biarkan dia membawa pergi Kho kongcu?"
"Apa boleh buat" selain dia seorang mungkin tiada orang kedua
yang mampu menyembuhkan racun didalam tubuh Kho kongcu."
"Menurut pendapatmu, apakah dia benar-benar akan
memunahkan racun yang bersarang dalam tubuh Kho kongcu?"
"Paling tidak kita harus menyerempet bahaya dengan melakukan
suatu pertaruhan besar."
Cepat-cepat siau wan menggeleng, katanya :
"seandainya aku menjadi nona, akan kutangkap orang itu lalu
memaksanya untuk menyerahkan obat pemunah racun tersebut,
asal kita iris daging tubuhnya sepotong demi sepotong, aku percaya
akhirnya dia pasti akan menyerah."
Beng Gi ciu segera menghela napas panjang.
"Aaaai.anak bocah, kau tidak mengerti akan kelicikan dan
kebusukan orang dunia persilatan, bila kau sampai berbuat
demikian, sama artinya kau telah mencelakakan jiwa Kho kongcu."
"Asal kita bisa memaksanya untuk menyerahkan obat penawar
racun tersebut, bukankah racun yang bersarang dalam tubuh Kho
kongcu akan lenyap dan kesehatan tubuhnya akan pulih kembali,
kenapa..?" Kembali Beng Gi ciu menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya : "Pertama, agaknya ilmu silat yang dimiliki tua Bangka itu tidak
berada dibawah kemampuanku, andaikata betul-betul sampai terjadi
pertarungan, masih susah untuk diramalkan siapa yang bakal
Pendekar Pedang Sakti 9 Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo Misteri Kapal Layar Pancawarna 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama