Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung Bagian 11
"Nah, begitulah seharusnya," kata Bu-siang.
Sungguhpun perut si gadis terasa lapar, tapi dadanya terasa sakit oleh tulang yang patah itu, ia menjadi uring2an dan maunya melampiaskan marah2nya pada Nyo Ko saja, tetapi karena orang sudah duduk begitu jauh, ia tak ada alasan lagi untuk mem-bentak2 atau mengomel padanya.
Begitulah selagi ia kesel sekali, tiba2 didengarnya di luar pintu sana ada suara orang ber-dendang : "Nona cilik berlakulah murah hati.
" Habis ini ada seorang lagi terus menyambung: "Sedekahlah semangkok nasi pada si pengemis !" Waktu Bu-siang angkat kepalanya, terlihatlah empat pengemis berdiri sejajar di luar pintu, ada yang tinggi, ada yang pendek, semuanya sedang memandang ke arahnya.
Karena dia pernah melukai seorang pengemis dengan senjatanya "Gin-ko-to" atau golok perak melengkung, kini nampak kedatangan empat orang ini tidak mengandung maksud baik, diam2 ia terkejut.
Sementara itu ia dengar orang ketiga dari pengemis2 itu sedang menyambung dendangan kawannya tadi: "Jalan ke sorga tidak kau tempuh !" Lalu orang keempat lantas menyambung juga : "Neraka tak berpintu hendak kau masuki!" Begitulah lagu yang dinyanyikan keempat pengemis itu adalah lagu minta2 yang biasa disuara-kan kaum pengemis, Pada tangan kanan tiap2 pengemis itu membawa sebuah mangkok rusak dan tangan kiri mencekal sepotong kayu yang masih berkulit, pundak mereka masing2 menggendong 6 buah kantong goni.
Melihat dandanan pengemis2 ini, teringat oleh Bu-siang apa yang pernah dia dengar dari cerita sang Suci - Ang Ling-po, bahwa anggota Kay-pang mem-beda2kan tingkatan dengan menghitung kantong goni yang digendong mereka, melihat empat pengemis yang membawa 6 kantong ini, maka dapatlah diketahui mereka adalah anak murid 6 kantong yang tergolong tinggi tingkatannya dalam Kay-pang.
Pengaruh Kay-pang di daerah utara dan selatan sungai - Yangce - waktu itu sangat besar, maka demi nampak sekaligus didatangi empat jago2 Kay-pang berkantong 6, kuasa hotel lantas tahu bakal terjadi peristiwa besar, keruan ia menjadi gugup dan tegang, Iekas2 ia memberi tanda pada kawan2 pelayannya dan suruh mereka sekali2 jangan membikin marah tokoh2 Kay-pang itu.
Di samping Iain Liok Bu-siang tidak lagi memandang empat pengemis itu, ia hanya pandang daharan yang berada di mejanya, sedang dalam hati ia memikirkan tipu-daya untuk meloloskan diri, Tetapi musuh ada empat orang, dirinya sendiri terluka, sedang si Tolol itu apa betul2 pandai ilmu silat masih sukar dipastikan sekalipun betul bisa silat, namun kelakuannya gila-gilaan tak genah, tidak nanti tinggi ilmu silatnya dan susah juga melawan empat jagoan Kay-pang.
Begitulah meski Bu-siang biasanya sangat pintar dan cerdik, kini terasa tak berdaya juga seketika.
Sebaliknya Nyo Ko lagi sibuk urusi isi mangkoknya dan sama sekali tidak ambil pusing terhadap empat pengemis itu, sehabis "langsir" isi se mangkok ke dalam perutnya, ia mendekati mejanya Bu-siang dan tambah nasi lagi semangkok penuh, berbareng itu ia samber sepotong ikan (laut), karena ikan itu masak kuah, maka airnya menetes-netes di atas meja.
"Hehe, makan ikan !" dengan ke-tawa2 tolol ia berkata.
Melihat rupa orang, alis Bu-siang terkerut terlebih rapat, tetapi kini tiada banyak tempo lagi buat mendamperat orang, sebab terdengar olehnya keempat pengemis tadi sesudah melagukan "si nona cilik" tadi secara sambung-menyambung hingga berulang tiga kali, empat pasang mata merekapun terus membelalak ke arahnya.
Oleh karena masih belum mendapatkan sesuatu akal untuk melayani orang, terpaksa Bu-siang pura2 tidak dengar saja dan dengan kepala menunduk menyumpit nasinya dengan pelahan.
"Nona cilik, jika semangkok nasi saja tak kau beri, maka harap memberi sedekah sebilah golok lengkung saja," kata seorang diantara pengemis itu tiba2, rupanya mereka sudah tak sabar.
"Marilah kau ikut bersama kami, takkan kami persulit kau, kami hanya ingin tanya duduknya perkara dan tentu ada keputusan secara adil," demikian kata yang lain pula.
Selang tak lama, pengemis yang ketiga pun mendesak lagi: "Hayo, lekaslah, apa perlu kami gunakan kekerasan ?" Dalam keadaan demikian Bu-siang menjadi serba salah, ia tidak tahu apa harus menjawab atau tidak.
"Tidak nanti kami minta2 secara paksa dan empat laki2 menghina seorang nona cilik, kami hanya ingin kau ikut pergi untuk menimbang siapa kiranya di pihak yang benar," akhirnya pengemis yang keempat pun ikut berkata.
Mendengar lagu suara orang, Bu-siang insaf sebentar lagi tentu pakai kekerasan, meski tahu tak ungkulan, namun tak bisa mandah menerima kematian, maka dengan tangan kiri memegang bangku ia, tunggu bila lawan berani maju, segera dengan bangku itu akan kuhantamkan dahulu kepada musuh.
"Sudah tiba waktunya kini," demikian Nyo Ko juga sedang pikir, Kemudian ia mendekati meja Bu-siang lagi, ia angkat piring ikan orang untuk mengambil lauk-pauk.
"Ah aku minta kuahnya," demikian dengan samar2 ia bicara karena mulutnya sedang mengunyah sepotong ikan dengan lezatnya.
Sembari berkata, piring ikan yang dia angkat tadi sengaja ia miringkan hingga setengah mangkok kuah yang masih panas tertuang semua di atas lengan Bu-siang.
Karena kejadian ini, tiba2 Bu-siang berpaling dan menggeser sedikit tubuhnya untuk periksa kuah yang menuang badannya itu.
"Ai, celaka !" seru Nyo Ko pura2 kaget, habis ini ia berlagak kelabakan hendak membersihkan noda kuah itu, Pada saat itu juga, dengan sedikit miringkan mukanya keluar, tiba2 ia menguap terus menyemprot hingga belasan duri tulang ikan yang tajam menyamber keluar dengan cepat ke arah keempat pengemis tadi.
Sama sekali keempat pengemis itu tidak menduga akan kejadian ini, sedikitpun mereka tidak nampak jelas atau tiba2 siku mereka tempat "kiok-ti-hiat" terasa kesemutan, lalu terdengar suara gedubrakan, empat mangkok mereka yang bobrok itu terbanting ke lantai hingga pecah berantakan be-himpun empat pentung kayu mereka.
Sementara itu dengan bajunya yang sudah rombeng Nyo Ko tiada hentinya menyeka air kuah yang menuang lengan Bu-siang tadi sambil dengan ter-putus2 ia berkata: "Ja.
. . jangan kau marah, aku. . . aku bersihkan kau. " "Pergi!" mendadak Bu-siang membentak.
Ketika ia menoleh kembali untuk melihat keempat pengemis tadi menghilang di simpang jalan raya sana, sedang empat pentung dan mangkok yang sudah pecah berantakan terserak di lantai Bu-siang menjadi ragu2 dan heran oleh kelakuan pengemis2 itu, mengapa tanpa sebab lantas pergi begitu saja " Dalam pada itu ia lihat Nyo Ko dengan kedua tangannya yang kotor dengan kuah ikan dan air sayur lainnya masih mengusap dan menyeka serabutan di atas meja, ia menjadi marah dan men-damperat lagi.
"Pergi menyingkir apa kau kira tak kotor ?" "Ya, ya !" sahut Nyo Ko ber-ulang2 sambil kedua tangannya menggosok2 bajunya untuk menghilangkan kotorannya.
"Cara bagaimanakah keempat pengemis itu pergi ?" tanya Bu-siang kemudian sambil mengkerut kening.
"Tentunya karena nona tak mau memberi sedekah, toh tiada gunanya minta2 terus, maka mereka lantas pergi," ujar Nyo Ko.
Si gadis ber-pikir2 sejenak lagi dan tetap tak diketahui apa sebabnya, Lalu ia ambil serenceng uang perak dan suruh Nyo Ko membeli seekor keledai sesudah bayar uang daharan, dia lantas menunggang keledai yang baru dibeli ini untuk berangkat.
Tetapi tulang iga dekat dadanya yang patah itu belum sembuh, maka baru saja ia naik, terasa lah sakit sekali sampai mukanya putih pucat.
"Sayang aku terlalu kotor lagi bau, kalau tidak, boleh juga kudukung kau di atas pundak", demikian kata Nyo Ko.
"Hm, omong yang tidak2," Bu-siang menjengek berbareng ia tarik tali kendali menjalankan keledainya.
Siapa duga binatang itu ternyata sangat bandel, tabiatnya pun buruk, bukannya ia jalan ke depan, sebaliknya tubuhnya me-nyirik2 minggir hingga mepet tembok bahkan badan Bu-siang di-gosok2kan lagi pada tembok itu.
Memaognya Bu-siang masih lemas karena luka, keruan ia berteriak kaget dan terbanting jatuh.
Untung ilmu silatnya cukup hebat, begitu sebelah kakinya menginjak tanah, dengan segera ia bisa berdiri tegak, cuma ia menjadi kesakitan lagi lukanya "Sudah terang kau lihat aku jatuh terbanting kenapa kau tidak memayang diriku ?" dengan gusar ia melampiaskan rasa dongkolnya pada Nyo Ko.
"Bu. . . . bukankah badanku kotor!" sahut Nyo Ko, "Apa kau tak bisa cuci dulu ?" kata Bu-siang lagi Nyo Ko tidak menjawab melainkan nyengir saja.
"Lekas kau dukung aku ke atas keledai," bentak si gadis pula.
Nyo Ko menurut, ia menaikkan ke punggung keledai Tetapi begitu merasa punggungnya ada penunggang, segera keledai itu hendak main gila.
"Lekas kau tuntun keledai ini," kata Bu-siang.
"Ti. . . tidak, aku takut didepak olehnya.
" sahut Nyo Ko. Bu-siang menjadi dongkol "Kurangajar si tolol ini, bilang dia tolol nyatanya dia tidak tolol, bilang tidak ia justru tolol, sudah terang maksudnya ingin memondong diriku," demikian pikirnya.
Karena terpaksa, akhirnya ia berkata lagi: "Baiklah, kaupun menunggang ke atas sini.
" "Nah, kau sendiri yang suruh aku, tapi jangan kau bilang aku kotor, lalu mendamperat dan memukul aku lagi," ujar Nyo Ko.
"Ya, ya, cerewet saja !" sahut Bu-siang mengkal.
Maka dengan tertawa kecil barulah Nyo Ko melompat ke atas keledai dengan pelahan, dengan kedua tangannya ia rangkul si gadis yang duduk di depannya, ketika kedua kakinya sedikit mengempit karena kesakitan, maka keledai itu tak berani binal lagi, dengan jinak berjalan menurut perintah.
"Pergi ke mana ?" tanya Nyo Ko.
"Sana," sahut Bu-siang sambil menunduk ke arah tenggara.
ia sudah mencari tahu sebelumnya tentang perjalanan sebenarnya hendak ditempuhnya arah timur melalui Ciongkoan dan kemudian baru memutar ke daerah selatan, ini memang jalan raya yang biasa dilalui.
Tetapi sejak ketemu empat pengemis yang lain, adalah lebih baik menempuh jalan kecil saja, walaupun sedikit lebih jauh, paling perlu cari selamat.
Begitulah terdengar suara tapak kaki keledai yang ketuprak2 berjalan pelahan ke arah yang dipilihnya itu.
Baru saja mereka keluar dari kota, tiba2 dari tepi jalan ber-Iari2 mendatangi satu anak petani yang berumur belasan, "Nona Liok, ini sesuatu barang buat kau," demikian seru bocah itu sambil mapaki keledai yang mereka tunggangi.
Berbareng itu menimpukkan seikat bunga ke arah Bu-siang, habis ini ia angkat kaki dan berlari pergi lagi Waktu karangan bunga itu diterima Bu-siang dan diperiksa, ia lihat hanya seikat bunga biasa saja dan disamping terikat sepucuk surat dengan benang, lekas si gadis membuka sampulnya dan keluarkan selembar kertas kuning dari dalamnya, ia lihat surat itu tertulis: "Sekejap lagi gurumu bakal datang, lekas sembunyikan diri, lekas !" Kertas surat itu sangat kasar, sebaliknya tulisannya ternyata bergaya sangat bagus.
Bu-siang ter-heran2 dan ragu2 mengapa orang kenal dia she Liok dan siapakah anak itu " Mengapa mengetahui juga gurunya segera bakal datang ?" "Apa kau kenal anak tadi ?" demikian ia lantas tanya Nyo Ko.
"Apa Kokohmu yang suruh dia ke sini ?" Sementara itu dari belakang Bu-siang si Nyo Ko juga dapat membaca isi surat itu, maka iapun sedang memikir : "Terang sekali anak tadi hanya anak petani biasa, tentu datangnya ini disuruh orang lain untuk mengirim surat.
Cuma entah siapakah orang yang menulis surat itu " Tampak-orang memang bermaksud baik, kalau betul sampai Li Bok-chiu mengejar datang, lalu bagaimana baiknya ?" Harus diketahui meski Nyo Ko sudah mempelajari Giok-li-sim-keng dan Kiu-im-cin-keng, seorang diri memiliki dua macam ilmu silat yang paling tinggi di dunia persilatan, sejak dulu hingga kini boleh dikatakan hanya dia sendiri saja, cuma sayang karena waktunya belum Iama, meski sudah dipahami intisari pelajaran ilmu silat yang hebat itu, namun latihannya masih kurang matang, maka belum banyak hasilnya untuk digunakan.
Kalau sampai kena disusul Li Bok-chiu, terang ia masih bukan tandingan orang, karena inilah ia sedang pikir dan ragu-ragu.
Mendengar pertanyaan Bu-siang tadi, maka Nyo Ko menjawab: "Entah, aku tak kenal dia, tampaknya juga bukan Kokoh yang menyuruh dia.
" Baru habis ia menjawab, tiba2 terdengar bunyi alat2 tetabuhan dan tiupan, menyusul mana dari depan muncul sebuah joli yang digotong dengan belasan orang pengiringnya, kiranya ada orang sedang melangsungkan perkawinan, " Meski alat2 musik yang dibunyikan itu berbau kampungan, tetapi suasana cukup riang gembira.
Nampak keadaan ini, tiba2 pikiran Nyo Ko tergerak, ia pikir kalau betul2 Li Bok-chiu dan Ang Ling-po mengejar tiba, di siang hari bolong sesungguhnya tiada tempat untuk bersembunyi lagi, Karena itu segera ia tanya Bu-siang: "Nona Liok, kau ingin menjadi pengantin tidak ?" Bu-siang sendiri memangnya lagi bingung karena kuatir tertangkap gurunya yang kejam itu, kini mendengar orang bertanya secara tolol, kemari ia gusar.
"ToIol, kau mengaco-belo apa lagi ?"j damperatnya.
"Haha, maukah kita main sembayang dan jadi pengantin ?" demikian sahut Nyo Ko dengan tertawa, "Mau tidak kau menyamar pengantin perempuan " Sungguh cantik sekali tampaknya, muka ditutup kudung merah, pasti orang lain takkan mengenali kau.
" Karena kata2 Nyo Ko terakhir ini, Bu-siang tergerak hatinya.
"ToIol, apa kau suruh aku menyamar untuk menghindari guruku ?" ia tanya.
"Aku tak tahu, hihi, kalau kau jadi pengantin perempuan, aku akan jadi pengantin Ielakinya," sahut Nyo Ko.
Dalam keadaan terpaksa, Bu-siang tak sempat lagi mendamperat orang, ia pikir: "Kelakuan si Tolol ini sungguh aneh sekali, tapi kecuali jalan ini memang tiada cara lain lagi.
" Karena itu segera ia tanya: "lalu cara bagaimana menyamarnya ?" Nyo Ko tidak menjawab, ia tak berani membuang tempo lagi, segera ia pecut bokong keledai mereka maka binatang ini lantas kabur ke depan dengan cepat.
Pada umumnya jalan pedusunan memang sempit, sebuah joli besar dengan digotong delapan orang dengan sendirinya memenuhi jalan, kedua sampingnya sudah tentu tiada lowongan lagi, kini nampak ada keledai berlari memapak dari depan, keruan pengiring2 kemanten itu menjadi ribut, mereka berteriak dan membentak dengan maksud menyuruh penunggang keledai menahan tali kendalinya.
Tetapi bukannya Nyo Ko menahan keledainya.
bahkan ia mengempit semakin kencang hingga lari binatang itu bertambah cepat, maka sekejap saja sudah menerjang sampai di depan pengiring kemanten itu.
Dengan sendirinya mereka tidak tinggal diam, segera ada dua lelaki kekar menyerobot maju hendak menarik tali kendali keledai supaya jangan menubruk joIi pengantin yang digotong.
Mendadak Nyo Ko ayun cambuknya, dengan tepat ujung cambuk itu melilit betis kedua lelaki itu, ketika Nyo Ko menarik dan diulur lagi, maka kedua orang itu lantas terlempar ke pinggir jalan.
"Sekarang aku mau menyamar jadi pengantin !" demikian katanya pada Bu-siang.
Habis ini mendadak ia mendoyong ke depan, ketika sebelah tangannya mengulur, tahu2 pengantin laki2 yang menunggang seekor kuda putih itu kena dicengkeramnya.
Pengantin laki2 itu usianya antara 17-18 tahun, badannya lengkap memakai baju pengantin baru, di atas kepalanya tertancap hiasan bunga2 emas, kini mendadak kena dicengkeram oleh Nyo Ko, keruan bukan main kagetnya.
Bukan begitu saja, bahkan Nyo Ko sengaja lemparkan tubuh pengantin laki2 itu ke udara setinggi dua tombak lebih, ketika jatuh ke bawah, di tengah2 ramai suara jeritan orang banyak tahu2 Nyo Ko ulur tangannya dan menangkapnya lagi pengantin laki2 itu, Pengiring2 pengantin itu seluruhnya hampir tiga puluhan orang, sebagian besar bertubuh tinggi besar dan kekar kuat, tetapi melihat ketangkasan Nyo Ko, pula pengintin laki2 jatuh dalam cengkeraman orang, tentu saja mereka ketakutan dan tiada yang berani maju.
Seorang diantara mereka rupanya lebih banyak merasakan asam garam, ia menduga Nyo Ko pasti begal besar, maka dengan cepat ia lantas tampil ke depan.
"Mohon "Tay Ong" suka ampuni pengantin-nya," demikian pintanya sambil memberi hormat, "Berapa banyak kiranya "Tay Ong" perlu pakai ongkos, pasti kami turut perintah dengan baik.
" "Hihi, nona Liok, kenapa mereka panggil aku "Tay Ong" ! (raja besar, sebutan bagi pembegal) " Aku kan tidak she Ong ?" kata Nyo Ko pada Bu-siang dengan tertawa.
"Sudahlah, jangan main gila Iagi, aku seperti sudah mendengar suara keleningan keledai tunggangan Suhu," sahut Bu-siang.
Nyo Ko kaget oleh jawaban itu, ia coba pasang kuping, betul saja sajup2 terdengar suara berkumandangnya keleningan Kiranya Li Bok-chiu suka unggulkan ilmu silatnya yang tiada tandingannya di seluruh Kang ouw, maka setiap tindak tanduknya selalu main gertak dahulu, misalnya sebelum dia bunuh sasarannya, lebih dulu ia memberi tanda cap tangan berdarah di rumah orang itu, tiap cap tangannya berarti jumlah jiwa yang akan dibunuh dan sama sekali tak gentar meski lawannya mengundang pembantu atau melarikan diri meninggalkan rumah, sedang keledai belang yang dia tunggangi sengaja dia pasangi tiga belas keleningan emas pada lehernya, suara keleningan ini bisa berkumandang jauh sampai beberapa li, belum tiba orangnya, suara keleningannya sudah terdengar lebih dulu, dengan demikian supaya musuh sebelum lihat mukanya tapi lebih dulu sudah ketakutan setengah mati "Sungguh cepat sekali datangnya," begitulah Nyo Ko berpikir, Tetapi ia masih berlagak bodoh atas peringatan Bu-siang tadi: "Keleningan " Keleningan apa maksudmu " Apa keleningan tukang jual jamu, kenapa aku tak mendengarnya ?" Habis ini, dengan sikap mengancam ia berpaling dan berkata pada orang tua tadi: "Kalian harus turut perintahku dengan begitu aku lantas bebaskan dia, kalau tidak, hm.
. . " mendadak ia lemparkan pengantin laki2 tadi ke udara lagi Rupanya saking ketakutan, pengantin laki2 itu sampai menjerit dan menangis ter-gerung2.
Sedang si orang tua tadipun terus-menerus memberi hormat sambil memohon : "Ya, ya, pasti kami turut segala perintah Tay Ong" "Dia adalah biniku," kata Nyo Ko tiba2 sambil tuding Bu-siang, "la lihat kalian main sembahyang jadi pengantin segala, maka diapun ketarik dan ingin main2 juga.
" "Apa kau bilang, Tolol ?" damperat Bu-siang dari samping.
Akan tetapi Nyo Ko tak mengurusnya, ia meneruskan pembicaraannya tadi: "Maka kalian lekas copot pakaian pengantin perempuan itu dan biarkan dipakai dia, akupun main menjadi pengantin lelaki.
" Keruan para pengiring kemanten itu menjadi bingung hingga saling pandang, sungguh mereka tidak mengerti mengapa pembegal di tengah jalan ini tiba2 ingin main kemanten2an.
Waktu mereka awasi Nyo Ko dan Liok Bu-siang, yang satu pemuda cakap dan yang lain gadis jelita, kalau dibilang sepasang suami isteri, memangnya sangat mirip juga.
Selagi kejadian itu berlangsung, tiba2 Nyo Ko dengar suara keleningan sudah semakin dekat, lekas2 ia lompat turun dari keledainya dan membiarkan Bu-siang yang menjaganya, ia sendiri lantas pergi ke - joli kemanten, tiba2 ia tarik tirai joli dan tarik keluar pengantin perempuannya.
Tentu saja pengantin itu kaget hingga menjerit tetapi mukanya pakai kerudung kain merah, maka tak diketahuinya apa yang terjadi sesungguhnya.
Di lain pihak Nyo Ko tidak berhenti begitu saja, sekalian ia tarik pula kain penutup muka orang, maka tertampaklah muka pengantin perempuan itu yang bundar bak bulan purnama, badan tampak montok pula.
"Ha, sungguh ayu kemantinnya," demikian Nyo Ko menggoda pula tertawa, bahkan ia towel pipi orang dengan jarinya, Dalam ketakutannya pengantin perempuan itu malah menjadi bungkam tak berani berkutik sedikitpun.
"Jika ingin kuampuni jiwanya, lekas kau tukar pakaian biniku itu dengan pakaian kemantin-mu," Nyo Ko mengancam lagi sambil tarik tubuh perempuan itu dan diangkat ke atas.
Sementara Bu-siang mendengar juga suara keleningan keledai belang gurunya sudah tambah dekat lagi datangnya, ia mendelik pada Nyo Ko ketika mendengar kata2 Nyo Ko tadi, pikirnya: "Si Tolol ini sungguh tak kenal tebalnya bumi dan tingginya langit, sudah dalam keadaan demikian masih terus bergurau ?" Dalam pada itu didengarnya juga suara si orang tua tadi sedang mendesak kawan2nya : "Lekas tukar pakai pengantin padanya !" Maka dengan gugup para pengiring lantas lepaskan pakaian pengantin dengan perlengkapannya dari gadis tadi dan dikenakan pada Liok Bu-siang.
Di sebelah sana Nyo Ko tidak perlu bantuan lagi, ia sendiri lantas mencopot topi pakaian kemantin laki2 tadi terus dipakainya sendiri.
"Nah, isteriku yang baik, sekarang masuklah ke dalam joIi," demikian ia berkata pada Bu-siang sesudah selesai penyamarannya.
Tetapi Bu-siang menyuruh pengantin perempuan tadi masuk dulu ke joli, ia sendiri lantas duduk dipangkuan orang, habis itu tirai joli baru ia tutup.
Semetara itu sebenarnya Nyo Ko masih ingin ganti sepatunya dulu, tetapi sudah tak keburu lagi, suara keleningan sudah berada di tikungan jalan sana.
"Lekas menuju ke arah tenggara, lekas tiup dan tabuh lagi!" segera ia memberi perintah, berbareng ini iapun melompat ke atas kuda putih yang dipakai kemantin Iaki2 tadi.
Karena sepasang kemantin baru sudah berada dalam cengkeraman kawanan "penjahat", tentu saja para pengiring itu tak berani membantah, segera mereka tabuh gembreng dan meniup trompet lagi hingga keadaan berubah riuh ramai Dan baru saja joli itu putar kembali ke jalan lain, belum ada belasan tombak ditempuh atau suara keleningan sudah berbunyi dengan kencang di belakang mereka, dua keledai belang dengan langkah cepat telah memburu datang.
Hati Bu-siang ber-debar2 keras demi mendengar suara keleningan yang sudah berada di belakang itu, ia pikir bisa tidaknya lolos dari elmaut hanya tergantung sedetik ini saja, maka dengan penuh perhatian ia dengarkan gerak-gerik yang terjadi di luar joli.
Di lain pihak Nyo Ko yang menyamar sebagai pengantin laki2, ia pura2 malu dengan kepala menunduk.
"Hai, kalian melihat satu gadis pincang lewat disini tidak ?" demikian terdengar Ang Ling-po bertanya.
"Ti. . . tidak !" sahut si orang tua tadi dengan suara tak lancar.
"Apa tidak melihat seorang gadis jelita menunggang keledai lewat sini ?" tanya Ang Ling-po lagi.
"Tidak," sahut orang tua itu tetap.
Karena itu, Li Bok-chiu berdua lantas keprak keledai mereka melampaui iring2an kemantin itu dan kabur ke depan dengan cepat.
Tetapi hanya sebentar saja tiba2 Li Bok-chiu dan Ang Ling-po telah putar balik kembali, sesudah dekat joli, mendadak Li Bok-chiu ayun kebutnya, dengan ekor ketat ia lilit kain tirai joIi terus ditarik pelahan, maka terdengarnya suara memberebet, sebagian tirai itu telah robek.
Terkejut sekali Nyo Ko oleh kejadian itu, ia larikan kudanya mendekati joli, ia tunggu apabila Li Bok-chiu ayun ketatnya untuk kedua kalinya, dengan segera ia akan turun tangan buat menolong orang.
Siapa duga Li Bok-chiu tidak geraki tangannya kgi, ia hanya melongok sekejap ke dalam joli, lalu dengan tertawa ia berkata: "Hah, kemantin-nya sungguh cantik !" - Habis ini ia menoleh dan berkata pula kepada Nyo Ko : "He, rejekimu sungguh tidak jelek !" Tetapi dengan cepat Nyo Ko telah menunduk, tak berani ia kesamplok pandang dengan orang.
. Lalu terdengar pula suara keteprak2 kaki binatang, Li Bok-chiu berdua telah pergi lagi.
Keruan Nyo Ko ter-heran2 oleh kejadian itu.
"Aneh, kenapa dengan begitu saja ia lepaskan nona Liok ?" demikian pikirnya tidak habis mengerti.
Waktu ia melongok juga ke dalam joli, ia lihat si kemantin perempuan asli mukanya pucat lesi saking ketakutan dan badannya gemetaran pula, sedang Liok Bu-siang ternyata tak diketahui ke mana perginya, Keruan saja Nyo Ko bertambah heran.
"He, nona Liok, dimanakah kau ?" segera ia berseru memanggil.
"Aku sudah hilang," terdengar suara sahutan li gadis dengan tertawa.
Ketika kain panjang yang dipakai pengantin perempuan itu tersingkap, tahu2 Bu-siang muncul dari bawah, kiranya ia sembunyi di bawah kain panjang pengantin perempuan itu.
Nyata nona ini memang cerdik, ia cukup kenal sang guru yang biasanya berlaku sangat teliti dan tidak gampang diingusi meski barang yang kecil saja, ia menduga selewatnya sang guru, tentu sebentar akan balik kembali oleh karena itu ia telah sembunyi lebih dulu.
"Nah, boleh kau menjadi kemanten perempuan dengan tenang, naik joli bukankah jauh lebih enak daripada menunggang keledai ?" kata Nyo Ko.
Bu-siang memanggut tanda setuju, lalu ia berkata juga pada si kemanten perempuan itu : "Kau berdesakan di sini dan membikin aku sum-pek, lekas kau enjah keluar!" Karena terpaksa, mau-tak-mau perempuan itu menurut, ia turun joli dan ganti menunggang keledai yang tadinya dipakai Nyo Ko itu.
Begitulah iring2an itu melanjutkan perjalanan, setelah belasan li dilalui pula, cuaca pelahan mulai gelap.
Dengan tiada hentinya si orang tua tadi memohon pada Nyo Ko agar suka bebaskan tawanan nya supaya tidak bikin kacau waktu upacara mereka, Tetapi Nyo Ko masih belum mau sudah, ia mendongkol oleh kerewelan orang.
"Apa yang kau cerewetkan terus ?" demikian ia mendamperat, tetapi baru sekecap saja, tiba2 dilihatnya ada bayangan orang berkelebat di pinggir jalan, ada dua orang dengan tangkas cepat telah lari masuk hutan.
Nyo Ko menjadi curiga, ia tarik tali kendali kudanya dan memburu dengan cepat, lapat2 dapat dilihatnya bayangan kedua orang itu berbaju compang-camping dengan dandanan sebagai kaum pengemis.
"Jangan2 orang Kay-pang sudah mengetahui penyamaranku dan menyiapkan orang di depan sana ?" demikian pikir Nyo Ko sambil tahan kudanya, "Tetapi urusan sudah terlanjur, terpaksa harus diteruskan sampai akhirnya.
" Tidak lama kemudian joli kemanten itupun sudah menyusul datang, karena sebagian tirai joli sudah terobek oleh kebut li Bok-chiu, maka Bu-siang melongok keluar dan tanya Nyo Ko : "Apa kau melihat sesuatu ?" Nyo Ko tidak memberi penjelasan sebaliknya ia berkata menyimpang: "Sebagai temanten, layaknya kau menangis, sekalipun hatimu seribu kali ingin kawin, seharusnya kau menangis tak mau meninggalkan rumah, mana ada temanten perempuan di jagat ini tak malu seperti kau ini ?" Bu-siang pun seorang gadis yang sangat pintar, demi mendengar kata2 orang se-akan2 bilang sasarannya sudah diketahui orang, maka dengan pelahan ia mengomel sekali, lalu tidak membuka para pula.
Setelah berjalan tak lama, jalan pegunungan di depan mulai sempit dan menanjak hingga sangat susah ditempuh, para pengiring kemanten itu sudah dalam keadaan letih, tapi karena kuatir betapa marah Nyo Ko, maka mereka tak berani mengunjuk rasa dongkol.
Tak lama lagi sang dewi malam mulai menongol di ufuk timur, burung gagak dengan suara yang serak terbang di udara kembali ke sarangnya.
Sepasang temanten yang kini menjadi tawanan Nyo Ko itu selamanya belum pernah bertemu muka, kini yang lelaki melihat yang perempuan mengunjuk rasa takut2 namun tak menutupi paras yang cantik, sedang yang perempuan memandang si lelaki yang juga cakap, kedua orang itu disamping merasa kuatir, diam2 pun merasa girang.
Begitulah sedang mereka melanjutkan perjalanan, tiba2 dari balik bukit sana terdengar suara berdendang belasan orang lagi melagukan : "Nona cilik berbuatlah murah hati, berikanlah sedekah sebelah kuping dan sebuah hidung !" Mendengar suara nyanyian itu, seketika muka Bu-siang berubah, "Ha, kiranya keempat pengemis itu bersembunyi di sini," demikian pikirnya.
" Sesudah joli kemanten itu melintasi bukit, tertampaklah di depan sana menanti tiga pengemis yang berperawakan tinggi jangkung, sama sekali berlainan dengan keempat pengemis yang dilihatnya siang tadi.
Waktu Nyo Ko meneliti kantong goni yang berada di pundak ketiga pengemis itu, ia lihat masing2 menggendong tujuh buah, "Tentu ketiga pengemis tujuh kantong ini jauh lebih lihay dari pada empat orang yang berenam kantong itu, tampaknya tidak bisa tidak harus turun tangan sungguh2" pikirnya.
Dalam pada itu karena sudah letih dan sedang uring2an, keruan para pengiring kemanten itu menjadi lebih mendongkol demi nampak ketiga pengemis itu mengadang di tengah jalan, segera ada diantaranya ayun cambuk menyabet kepala salah satu pengemis itu.
"Hai, lekas enyah, lekas minggir !" demikian bentak mereka.
Akan tetapi pengemis itu tidak berkelit, hanya sekali tarik pucuk cambuk terus dibetot, maka tidak ampun lagi orang yang menyabet itu jatuh ngusruk ke depan seperti anjing menubruk tahi.
Melihat kawan mereka dijungkalkan, kalau dalam keadaan biasa, tentu ramai2 para pengiring itu akan mengerubut maju, tetapi kini mereka sedang ketakutan karena sudah dihajar Nyo Ko tadi, mereka pikir ketiga pengemis ini tentu juga sekomplotan dengan pembegal ini, maka tiada seorang pun yang berani maju, sebaliknya malah pada menyurut mundur.
"Selamat dan bahagialah nona, kami tukang minta2 ini ingin mohon diberi persen beberapa duit," demikian salah satu pengemis itu membuka suara dengan lantang, "Tolol," kata Bu-siang pada Nyo Ko, "aku terluka dan tak bisa turun tangan sendiri, kau saja wakilkan aku enyahkan mereka.
" "Baik," sahut Nyo Ko tanpa rewel.
Habis ini kudanya lantas dilarikan ke depan terus membentak: "He, hari ini adalah hari baikku sedang kalian pengemisl ini jangan banyak cerewet, lekas pergi dari sini!" Karena dibentak, salah satu pengemis itu mengamat-amati Nyo Ko, namun mereka tak dapat meraba siapakah gerangan pemuda yang berani mem-bentak2 mereka ini.
Kiranya keempat pengemis kentong enam yang tertutuk oleh duri tulang ikan itu, semuanya menyangka Bu-siang yang menyerang mereka, maka sama sekali mereka tak sebut2 tentang Nyo Ko pada paman2 guru mereka, yakni ketiga pengemis kantong tujuh ini.
Dalam pada itu, salah seorang pengemis itu tiba2 angkat tangannya, karena itu kuda yang ditunggangi Nyo Ko menjadi kaget hingga berdiri dengan kaki belakang, Nyo Ko pura2 terperosot dari kuda dan terbanting jatuh dengan keras2, dan sampai lama tak sanggup bangun.
"Ha, kiranya orang ini memang pengantin laki2nya," pikir ketiga pengemis itu demi menyaksikan jatuhnya Nyo Ko itu.
Kay-pang sebenarnya adalah perkumpulan kaum jembel yang selamanya membela keadilan kaum lemah dan memberantas kaum penindas, sebabnya mereka bermusuhan dengan Liok Bu-siang adalah karena gadis ini tanpa sebab telah melukai orang mereka.
Kini melihat Nyo Ko tak pandai silat, malahan telah jatuh terbanting dengan berat" rasa mereka menjadi menyesal, satu diantara pengemis itu telah menariknya bangun.
"Ai, kalian ini terlalu.
. . " demikian Nyo Ko pura2 mengomel, "minta ya minta, kenapa biki kaget binatang tungganganku?" Sambil berkata iapun rogoh keluar tiga mata uang dan diberikan kepada pengemis2 itu, Mengingat peraturan Kay-pang, ketiga pengemis itu terima pemberian itu dan menghaturkan terima kasih.
"Nah, kau suruh aku bereskan mereka, sekarang sudah kuIakukan," dengan menyengir kemudian Nyo Ko berkata pada Liok Bu-siang.
"Hm, untuk apa kau berlagak tolol padaku?" omel Bu-siang.
Tetapi Nyo Ko hanya mengia saja dan mundur kepinggk jalan sambil mengebut debu yang berada di badannya.
"Sebenarnya kalian inginkan apa ?" dengan sikap dingin kemudian Bu-siang tegur ketiga pengemis itu, karena orang masih menghadang di tengah jalan.
"Anak murid golongan kami bilang nona adalah jago dari Ko-bong-pay, karena kagum, maka kami ingin minta petunjuk beberapa gebrakan dari nona," sahut satu diantaranya.
"Aku dalam keadaan terluka, cara bagaimana bisa bergebrak dengan kalian ?" kata Bu-siang.
"Jika betul2 kalian penasaran, bolehlah tetapkan harinya, nanti kalau lukaku sudah sembuh, pasti ku datang minta pengajaran kalian, Kalian bertiga adalah jago dari Kay-pang, kini sengaja hendak mengeroyok satu gadis yang sedang luka parah, apakah ini terhitung orang gagah perkasa ?" Dengan kedudukan yang cukup tinggi ketiga pengemis itu, mereka jadi terdesak oleh debat Bu-siang ini.
"Baiklah, nanti kalau lukamu sudah sembuh, kami cari kau lagi," kata pengemis yang kedua.
"Nanti dulu," tiba2 pengemis yang ketiga berpikir lain: "Dimanakah lukamu " Apa betul atau pura2, kami harus periksa dulu, kalau benar kau terluka, hari ini kami boleh ampuni kau.
" Ia berkata begitu karena tak diketahuinya luka Bu-siang berada di bagian dadanya, maka tidak sengaja ingin mengetahui tempat luka ini, tapi bagi Bu-siang seketika mukanya menjadi merah, iapun menjadi gusar hingga untuk sesaat tak bisa bicara.
"Hm, orang Kangouw bilang sahabat2 dari Kay-pang semuanya ksatria sejati, siapa tahu semuanya adalah manusia2 yang tak kenal malu," kemudian Bu-siang mendamperat.
Mendengar nama baik perkumpulan mereka dihina, air muka ketiga pengemis itu berubah semua, satu diantaranya yang berwatak berangasan segera melompat maju, dan hendak tarik Bu-siang keluar dari jolinya.
"Eeeeh, nanti duIu, nanti dulu !" tiba2 Nyo Ko menyela demi dilihatnya keadaan sudah mendesak "Kalian minta duit, bukankah aku sudah memberi tadi, kenapa sekarang masih merecoki biniku ?" Sembari berkata iapun maju menghadang di depan joli, lalu ia sambung lagi, "Tampaknya kalian meski pengemis, tapi tampangmu gagah, potonganmu pun banyak rejeki, kelak banyak harapan akan menjadi orang kaya atau orang berpangkat, kenapa sekarang berani goda biniku dan melakukan perbuatan2 rendah seperti bajingan ini ?" Teguran ini membikin ketiga pengemis menjadi tercengang hingga mereka tak bisa menjawab.
"Kau menyingkir, kami hanya ingin belajar kenal dengan ilmu silatnya dari Ko-bong-pay, siapa yang melakukan perbuatan rendah ?" sahut si pengemis yang berangasan tadi Sambil berkata, berbareng ia mendorong Nyo Ko.
"Haya !" Nyo Ko berteriak dan pura2 jatuh ke tepi jalan.
Dalam perserikatan kaum pengemis itu ada peraturan yang melarang bergebrak dengan orang yang tak mahir ilmu silat, Sungguh tak terduga oleh pengemis itu bahwa "pengantin laki2" ini ternyata begitu tak becus.
hanya sekali dorong pelahan saja sudah terbanting jatuh, kalau terbanting luka, tentu bakal terima hukuman berat dari perkumpulan, dua kawannya pun tidak terluput dari tanggung jawab ini.
Karena itu mereka terkejut, lekas2 mereka memburu maju buat bangunkan orang, sebaliknya Nyo Ko sengaja menjerit kesakitan Karena hari sudah gelap waktu itu, maka pengemis itupun tak jelas apa betul2 orang terluka - atau tidak.
"Ai, kalian bertiga inipun orang tolol, biniku baru jadi pengantin dan masih malu2.
mana mau dia bicara dengan orang yang tak dikenalnya," demikian sambil ber-teriak2 sakit masih Nyo Ko berkata lagi, "Begini saja, pelajaran apakah yang kalian inginkan " Coba katakan padaku, nanti aku yang bicara dengan biniku yang baru ini.
habis itu nanti kuberitahukan lagi pada kalian bukankah baik begitu ?" Melihat macam Nyo Ko yang dibilang tolol toh tidak tolol, akhirnya mereka tak sabar Iagi.
"Kau mau menyingkir tidak ?" pengemis yang berwatak keras tadi membentak pula.
Akan tetapi Nyo Ko sengaja pentang kedua tangannya malah.
"Tidak, kalian hendak hina biniku, itulah jangan harap," sahutnya dengan suara keras.
"Nona Liok," kata pengemis yang lain, "kau pakai si tolol ini sebagai tamengmu, apa dia bisa merintangi kami " Lekas kau berterus terang saja, apa yang hendak kau katakan !" "Eh, darimana kaupun tahu namaku si Tolol" Sungguh aneh bin ajaib !" tukas Nyo Ko tiba2 dengan lagak heran.
Tetapi pengemis yang berangasan tadi tak gubris padanya, ia masih berteriak pada Liok Bu-siang: "Kami tidak ingin belajar lain, cukup asal belajar kenal dengan tipu seranganmu dengan golok membacok punggung itu saja, apakah nama tipu serangan itu?" Bu-siang tahu juga bahwa dengan caranya Nyo Ko menggoda mereka itu, sukar juga urusan ini diselesaikan, karena itu dalam hati sedang memikirkan sesuatu jalan meloloskan diri, ketika mendengar orang menanya lagi, tanpa terasa ia telah menjawab : "Namanya "Tiau-siang-pay-gwe", ada apakah ?" "Ya, betul, namanya "Tiau-sian-pay-gwe", begini gerak goloknya, bet, lantas kena bacok di punggungmu," tiba2 Nyo Ko menyambung sambil mulutnya "bat-bet, bat-bet", tangan pun mendadak memotong ke belakang pundak orang "plok", dengan pinggiran telapak tangan ia hantam punggung pengemis itu.
Keruan saja ketiga pengemis itu sangat terkejut oleh gerak serangan Nyo Ko, berbareng mereka melompat mundur.
"Ha, kiranya orang ini pura2 menyamar sebagai pengantin untuk mempermainkan kami," demikian pikir mereka.
Walaupun tak banyak tenaga yang dikeluarkan Nyo Ko, namun punggung pengemis itupun terasa sakit.
"Bagus, anak keparat, kau pura2 tolol Mari, mari sini, biar kubelajar kenal dulu dengan kepandaianmu yang tinggi," segera pengemis itu ber-teriak2 menantang, berbareng tongkat diketokkan ke tanah hingga menerbitkan suara nyaring keras.
"Tadi kau bilang ingin belajar pada biniku, kenapa sekarang hendak belajar kenal padaku ?" sahut Nyo Ko berlagak bodoh.
"Belajar kenal dengan kau pun sama saja," kata pengemis itu dengan gusar.
"Wah, bisa celaka, aku tak bisa apa2," ujar Nyo Ko, habis ini ia berpaling dan tanya Bu-siang : "Bini cilik yang baik, menurut kau, apa yang harus kuajarkan padanya?" Kini Bu-siang sudah tidak ragu2 lagi akan si Nyo Ko yang pasti memiliki ilmu silat yang sangat tinggi, kalau tidak, mana berani ia cengar cengir berlagak bodoh menggoda ketiga jago Kay-pang ini" Tetapi karena belum kenal aliran ilmu silat orang, maka sekenanya ia menjawab pula: "Kau unjuk sekali lagi jurus Tiau-sian-pay-gwe !" "Baik !" sahut Nyo Ko, berbareng ini, tiba2 ia membungkuk ke depan, tangan mengulur, "plok", dengan tipu "Tiau-sian-pay-gwe" atau Tiau-sian menyembah rembulan, kembali ia gebuli sekali lagi punggung si jembel itu.
Melihat serangan Nyo Ko, semua orang bertambah kaget dan heran pula, Terang Nyo Ko berdiri berhadapan dengan lawan dan sama sekali tak menggeser selangkahpun tetapi hanya sedikit membungkuk dan tangan mengulur, tahu2 tangannya berhasil menggebuk punggung orang, sungguh ilmu pukulan yang sangat aneh dan mengherankan.
Bukan saja orang2 itu heran, bahkan Bu-siang pun tergetar hatinya.
"Bukankah ilmu pukulannya ini adalah aliran Ko-bong-pay kami, kenapa diapun bisa ?" demikian ia bertanya dalam hati.
Dengan ragu segera ia berkata lagi: "Coba sekali Iagi, sekarang jurus "Se-si-hong-sim !" "Baik !" sambut Nyo Ko cepat.
Ketika tinjunya menyodok ke depan, dengan tepat kena pukul ulu hati lawan, itulah tipu serangan "Se-si-hong-sim" atau Se Si meraba dada.
Karena genjotan itu, maka terasalah oleh pengemis itu didorong suatu kekuatan yang maha besar hingga tubuhnya mencelat pergi sejauh lebih setombak, anehnya disana ia bisa berdiri dengan tegak, tempat yang terkena pukulan pun tidak terasa sakit.
Walaupun begitu, kedua pengemis yang lain segera menerjang maju berbareng.
"Haya, celaka, bini cilik, tak sanggup aku melawan mereka, lekas ajarkan tipu padaku," Nyo Ko ber-teriak2.
"Ciau-kun-jut-sat, Moa-koh-hian-siu !" tiba2 Bu-siang menyebut dua nama tipu serangan.
Maka dengan cepat Nyo Ko ulur tangan diri, lima jarinya menjentik berbareng seperti orang menabuh Pi-peh dan lima jari itu juga dengan tepat kena menyentil tubuh pengemis sebelah kanan memang betul itulah tipu "Ciau-kun-jut-sat" atai Ciau-kun keluar negeri MenyusuI mana, tubuhnya tiba2 mengegos ke samping, ia hindarkan tendangan si pengemis sebelah kiri yang sementara itu sudah melayang, sedangkan kedua kepalan telah disodokkan ke atas, "plak", dengan jitu sekali dagu pengemis sebelah kiri itupun kena ditonjok.
"lni "Moa-koh-hian-siu", betul tidak ?" teriak "Nyo Ko, Karena tak ada niat buat celakai pengemis itu, maka tenaga hantamannya tadipun tidak keras.
Begitulah ber-turut2 Nyo Ko telah unjuk empat kali serangan dan tiap2 tipu serangan adalah "Bi-li-hoat" "dari Ko-bong-pay, Ko-bong-pay dimulai sejak cakal-bakalnya, ya itu Lim Tiao-eng, selamanya hanya terima murid wanita dan tidak lelaki, Lim Tiao-eng telah ciptakan ilmu pukulan yang disebut "Bi-li-kun-hoat" atau ilmu pukulan gadis ayu, maka tiap2 tipu serangannya diberi nama dengan mengambil nama2 wanita cantik jaman purbakala, waktu ilmu pukulan itu dimainkan, orangnya lemah gemulai gayanya indah luar biasa.
Sebab Siao-Iiong-li sudah melanggar kebiasaan menerima murid wanita dan telah terima Nyo Ko sebagai murid, dengan sendirinya "Bi-li-kun-hoat" itupun diajarkan padanya, Tetapi Nyo Ko merasa tipu2 serangan itu meski lihay, namun gayanya selalu kiyat-kiyut, tidak pantas dilakukan orang Ielaki, maka waktu ia melatih ilmu pukulan itu, ia sendiri telah tambahi dengan tenaga besar dan gaya kaum lelaki, dari gaya yang lemah gemulai itu ia rubah menjadi gaya lelaki yang gagah perkasa, walaupun gayanya lain, tetapi intilnya masih tetap.
Begitulah, sesudah kena diserang Nyo Ko dengan cara2 yang sukar dimengarti, ketiga pengemis yang terhitung jago kelas tinggi dari Kay-pang itu masih belum mau menyerah begitu saja, sekali bersuit berbareng mereka mengerubut maju Iagi.
"Haya, celaka, bini cilik, sekali ini kau bisa menjadi janda!" teriak Nyo Ko sambil berkelit ke sana kemari.
Bu-siang terkikik geli oleh teriakan itu, "Thian-sun-cit-kim!" tiba-tiba ia menyebut satu nama tipu serangan lagi.
Tanpa pikir Nyo Ko mengayun tangan kanan ke kiri dan tangan kiri menyodok ke kanan, ia bergaya seperti orang memintal, sesuai dengan nama tipu "Thian-sun-cit-kim" atau Thian-sun memintal sutera, maka sekaligus pundak kedua pengemis itu kena dihantam semua.
"Bun-kun-taog-lo, Kui-hui-cui-ciu!" kembali Bu-siang menyebut dua nama Iagi.
Eh, betul juga, si Nyo Ko lantas angkat tangan seperti menuang arak dan ketok ke atas kepala si pengemis yang bertabiat berangasan itu, menyusul tubuhnya ter-huyung2 dan miring ke kiri, maka perut si pengemis yang lain dengan tepat kena ditumbuk oleh pundak kanannya.
itulah tipu2 "Bun-kun-tang-lo" dan "Kui-hui-cui-ciu" atau Bun-kun mengipas anglo dan Kui-hui mabuk arak.
Terkejut dan gusar pula ketiga pengemis itu, mereka telah keluarkan ilmu silat seluruhnya, tapi sedikitpun tak bisa menghantam orang, sebaliknya lawannya bebas mengayun tangan atau melayangkan kakinya, ke mana dipukulnya, di situ tentu kena, meski tak sakit tempat yang kena serangan, namun luar biasa anehnya.
Kemudian ber-ulang2 Bu-siang menyebut lagi beberapa tipu serangan yang satu per satu dilakukan Nyo Ko lagi dengan betul.
Sungguh kagum sekali Liok Bu-siang oleh kepandaian "si ToIol", Segera timbul juga kejadiannya untuk permainkan "si Tolol", ia lihat Nyo Ko waktu itu sedang ulur kepalan menghantam ke depan, mendadak ia berteriak : "Cek-thian-sui-liam !" Menurut keadaan Nyo Ko waktu itu se-kali2 tidak mungkin bisa memakai tipu serangan yang disebut itu, tetapi betapa tinggi Lwekang Nyo Ko sekarang, bisa saja dilakukan tipu apa yang orang inginkan, se-konyong2 tubuhnya menubruk ke depan, kedua tangannya memotong ke bawah dengan gaya seperti menurunnya kerai, tidak salah lagi ini memang tipu "Cek-tbian-sui-Iiam" atau Bu Cek-thian menurunkan kerai.
Sebelum itu sebenarnya ketiga pengemis itu lagi menubruk maju karena melihat ada kesempatan, siapa tahu oleh tubrukan Nyo Ko ini, mereka terbalik terdesak mundur beberapa langkah.
Luar biasa heran dan senangnya Liok Bu-siang oleh kemahiran "si Tolol" ini, kembali ia berseru : "lt-siau-cing-kok !" "lt-siau-cing-kok" atau sekali tertawa meruntuhkan negara, inilah satu tipu pilihan Bu-siang sendiri yang tak pernah ada dalam pelajaran "Bi-li-kun-hoat", sebab meski wanita cantik dengan senyum dan tawanya bisa meruntuhkan suatu negara: tapi mana dapat digunakan untuk bergebrak dengan pihak lawan " Akan tetapi disinilah Nyo Ko unjuk kemahirannya, sesudah tertegun sedetik karena nama tipu yang aneh itu, namun segera ia menengadah dan tertawa: "hahaha.
. . hehehehe. . . huhuhu. . . hohoho. . . hahahaha !" Sungguh aneh sekali suara tertawanya ini, ternyata Nyo Ko telah keluarkan Lwekang yang paling tinggi dari "Kiu-im-cin-keng" yang dilatihnya walau latihannya belum bisa dibilang masak dan belum dapat dipakai untuk melawan jago kelas wahid, tetapi ketiga pengemis itu hanya anak murid Kay-pnng kelas dua-tiga saja, ketika mendengar suara ketawa yang aneh itu, tak tahan lagi telinga mereka se-akan2 pekak dan kepala pusing, mereka ter-huyung2 untuk kemudian terguling'jatuh semua saking tak tahan.
Bukan saja tiga pengemis itu, bahkan Bu-siang ikut terkena juga akbiatnya, iapun merasa pusing hingga hampir jatuh semaput, lekas2 ia pegang erat2 tiang joiij sementara itu di bagian luar keadaan sudah kacau balau, suara jeritan dan gedubrakan bercampur aduk, para pengiring kemanten dan kedua penganten baru itu sudah jatuh terguling semua karena tak tahan oleh suara tertawa Nyo Ko.
Setelah Nyo Ko hentikan tertawanya, dengan cepat ketiga pengemis itu melompat bangun, tanpa berpaling lagi segera mereka angkat kaki.
Dan sesudah mengaso lagi tak lama, kemudian iring2an joli penganten itu melanjutkan perjalanan agi, terhadap Nyo Ko kini para pengiring itu menganggapnya seperti malaikat dewata saja, tiada seorangpun yang berani membangkang lagi.
Menjelang tengah malam, barulah mereka sampai di satu kota, di situlah Nyo Ko membubarkan para pengiring kemanten itu, ia dan Bu-siang antas mendapatkan sebuah hotel untuk menginap.
" Waktu mereka hendak bersantap dulu, baru saja mereka duduk, tiba2 Nyo Ko melihat di depan pintu ada berkelebatnya bayangan orang, satu orang telah longak-longok ke dalam dan demi nampak Nyo Ko dan Bu-siang, cepat orang itu meng-eret dan putar pergi.
Nyo Ko jadi curiga, dengan cepat ia menyusul keluar, maka tertampaklah olehnya di pelataran hotel sana berdiri dua Tojin atau imam.
Begitu melihat Nyo Ko keluar, segera kedua imam itu menubruk maju ke arahnya.
Kedua imam itu dapat dikenali Nyo Ko sebagai Tio Put-hoan dan Ki Jing-si yang pernah saling labrak dengan Liok Bu-siang di lembah Srigala tempo hari.
"He, ada apakah kalian marah padaku ?" |nikian Nyo Ko heran karena orang menubruk ke jurusannya, ia berdiri tegak saja tanpa gubris mereka.
Tak terduga tujuan kedua imam itu ternyata bukan diri Nyo Ko, tiba2 mereka mengegos lewat di sampingnya terus melompat ke depan Bu-siang.
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Akan tetapi sebelum terjadi sesuatu, pada saat itu juga, tiba2 terdengar suara keleningan yang nyaring.
Suara kelenengan ini datangnya mendadak dan tahu2 sudah berada dalam jarak yang dekal sekali.
Muka kedua Tosu itu berubah hebat demi mendengar suara kelenengan, sesudah saling pandang sekejap, segera mereka lari kembali ke kamar yang berada di sebelah barat sana, dengan keraj mereka gabrukan daun pintu dan dikunci rapat untuk kemudian tak berani keluar lagi.
"Ha, imam2 busuk ini tentu pernah merasakan pahit getir tangannya Li Bok-chiu, makanya mereka begitu takut padanya," diam2 Nyo Ko membatin.
"Suhu sudah datang, bagaimana baiknya, Tolol ?" dengan suara tertahan Bu-siang menanya Rupanya iapun berkuatir.
"Bagaimana baiknya ?" Dan selagi ia hendak pondong si gadis, mendadak suara kelenengan tadi sudah berhenti di depan "pintu hotel" Betul saja lantas terdengar suara Li Bok-chi sedang berkata: "Ling-po, kau menjaga atas wuwungan rumah !" Terdengar Ang Ling-po menyahut sekali, dengan cepat sang murid melompat ke atas.
Menyusul terdengar lagi suara kasir hotel yang berkata: "Sian-koan, engkau orang tua.
. aduh. . . Aku. . . " Suara si kasir hotel ternyata terputus sampai di situ saja, sebab orangnya mendadak terguling ke lantai dan jiwanya sudah melayang.
Kiranya Li Bok-chiu paling benci bila orang menyebut kata2 "tua" di hadapannya, apalagi orang terang2an katakan dia "orang tua", keruan tanpa ampun lagi, sekali kebutnya menyabet, seketika jiwa kasir hotel itu melayang.
"Ada seorang nona pincang tinggal di sini tidak ?" lalu Li Bok-chiu tanya pelayan hotel.
Tetapi pelayan itu sudah ketakutan melihat keganasannya.
"Aku. . . aku. . . " demikian sahutnya tak terang.
Li Bok-chiu menjadi tak sabar, sekali dorong ia sengkelit pelayan itu hingga cium tanah, habis ini lantas terdengar suara "bang" yang keras, pintu kamar pertama di sebelah barat itu didobraknya hingga terpentang, itulah kamar para imam.
"lnilah kesempatan untuk melarikan diri melalui pintu belakang, meski akan dipergoki Ang Ling-po, tetapi aku tak takut padanya," diam2 Nyo Ko terpikir.
Karena itu, dengan suara lirih ia berkata pada Liok Bu-siang: "Bini cilik, lekas ikut aku melarikan diri" Si gadis pelototi Nyo Ko karena orang berulang kali panggil "bini cilik" padanya, tetapi ia berdiri juga, ia pikir sekali ini kalau bisa selamat pula, betul2 Tuhan yang melindungiNya.
Pada saat itu juga, dari pojok ruangan hotel, itu satu tetamu telah berdiri, waktu ia jalan melalui samping Nyo Ko dan Bu-siang, tiba2 dengan suara tertahan ia berkata : "Aku pancing dia pergi, lekas cari jalan buat selamatkan diri.
" Orang ini sejak tadi duduk di satu meja di pojok yang rada gelap, maka Nyo Ko dan Bu-siang sama sekali tak perhatikan muka orang, Kini waktu bicara mukanya pun berpaling ke jurusan lain, baru selesai bicara, dengan cepat orangnya sudah melangkah keluar, hanya potongan belakangnya yang tertampak jelas bahwa perawakannya tidak tinggi, malahan lebih pendek sedikit dari pada Liok Bu-siang, baju yang dipakainya berwarna hijau dan rada kebesaran.
Tentu saja Nyo Ko dan Bu-siang terkejut oleh kata2 orang tadi, sedang mereka bingung, mendadak terdengar suara kelenengan keledai berbunyi riuh terus menjauh menuju ke utara.
"Suhu, ada orang mencuri keledai kita !" terdengar Ang Ling-po berteriak.
Dengan cepat pula satu bayangan berkelebat dari dalam kamar tadi, Li Bok-chiu melayang keluar terus mengudak ke arah perginya si pencuri keledai.
"Lekas kita lari!" segera Bu-siang mengajak.
Akan tetapi Nyo Ko berpandangan lain, ia pikir: "llmu entengkan tubuh Li Bok-chiu cepat luar biasa, tentu segera orang tadi akan dicandaknya dan segera pula ia bisa balik kembali.
Kalau aku pondong nona pincang ini, karena tak bisa cepat berlari, sukar juga buat meloloskan diri.
" Mendadak ia mendapat akal, dengan cepat kamar pertama di sebelah barat sana dimasukinya.
Di kamar itu ia lihat Tio Put-hoan dan Ki Jing-si dalam keadaan ketakutan sedang duduk di atas pembaringan.
Tahu keadaan mendesak tanpa menunggu kedua imam itu bersuara, dengan cepat Nyo Ko menubruk maju, sekali ia tutuk roboh kedua orang itu.
"Bini cilik, masuk sini!" teriaknya pada Bu-siang.
Tanpa pikir lagi si gadis menurut, pintu kamar dengan cepat dirapatkan kembali oleh Nyo Ko.
"Lekas copot pakaian !" katanya pula.
Apa kau bilang, Tolol ?" Bu-siang mengomel dengan muka merah jengah.
"Terserah ksu mau copot pakaian tidak, tetapi aku sendiri akan mencopot!" sahut Nyo Ko sambil melepaskan baju luarnya, menyusul jubah Tosu yang dipakai Tio Put-hoan telah dia lucuti dan dikenakan sendiri, malahan kopiah orang ia samber, dan dipakainya pula.
Nampak perbuatan Nyo Ko ini, segera Bu-siang mengerti, "Baiklah, kita menyamar sebagai Tosu buat mengelabui Suhu," katanya kemudian.
Habis itu bajunya sendiri lantas hendak dibukanya, tetapi mukanya menjadi merah pula, tiba2 ia depak Ki Jing-si sekali sambil mendamperat: "Pejamkan matamu, imam keparat !" Meski badan kedua imam itu tertutuk dan tak bisa berkutik, namun pancaindera mereka masih bisa bekerja biasa, maka mata lantas mereka pejamkan mana berani mereka mengintip tubuh Liok Bu-siang " "Tolol, kaupun berpaling ke sana," kata Bu-siang pula pada Nyo Ko.
"Takut apa " Waktu aku sambung tulangmu, bukankah aku sudah melihatnya," sahut Nyo Ko dengan tertawa.
Tetapi sesudah berkata, segera Nyo Ko merasa kata2nya itu terlalu bambungan, maka ia menjadi rikuh.
Di lain pihak Bu-siang menjadi marah, "plek", kontan ia baliki telapak tangannya dan tempeleng orang.
Sebenarnya sedikit menunduk saja Nyo Ko bisa hindarkan tamparan itu, tetapi dalam keadaan linglung, ia tak menghindar hingga pukulan itu kena pipi kirinya dengan antap.
Kiranya mendadak Nyo ko teringat pada Siao-liong-li karena mimik wajah Liok Bu-siang yang sedang marah2 itu, maka ia menjadi ternganga diam.
Sebaliknya Bu-siang menyangka pukulannya tentu mengenai tempat kosong, siapa tahu justru tepat kena sasarannya dengan keras, mau-tak-mau iapun tertegun.
"Sakit tidak, Tolol " Makanya jangan ngaco-belo dan ngoceh semaunya," katanya kemudian dengan tersenyum.
Nyo Ko tidak menjawab, ia raba2 pipinya sendiri yang panas pedas itu, lalu berpaling ke jurusan lain.
"Coba lihat, aku mirip imam kecil tidak ?" tanya Bu-siang dengan tertawa sesudah jubah pertapaan orang dikenakannya.
"Tak kelihatan, manaku tahu," sahut Nyo Ko.
"Balik sini, Tolol," omel si gadis.
Kefika Nyo Ko berpaling kembali, ia lihat jubah itu terlalu besar dipakai Bu-siang, tapi makin menunjukkan betapa ramping tubuh Bu-siang.
Selagi Nyo Ko hendak buka suara, sekonyong-konyong terdengar Bu-siang menjerit tertahan sambil menuding ke atas pembaringan.
Eh, kurangajar, kiranya dari dalam selimut di atas pembaringan itu kelihatan menongol satu kepala imam yang dapat Nyo Ko kenali sebagai Bi Jing-hian, imam yang tertabas tangannya oleh Bu- siang di lembah Srigala itu.
Rupanya ia rebah di atas pembaringan karena lukanya, tadi waktu melihat Bu-siang, dalam takutnya ia telah mengkeret ke dalam selimut Karena Nyo Ko dan si gadis sedang sibuk menukar pakaian, maka tak memperhatikan kalau di situ masih ada satu imam lagi.
"Dia. . . dia. . . " demikian dengan suara samar2 Bu-siang hendak bicara, sebenarnya ia hendak bilang: "dia mengintip aku tukar pakaian", tetapi tak enak diucapkannya.
Pada saat itu juga, kembali suara kelenengan keledai belang milik Li Bok-chiu terdengar lagi.
Nyo Ko tahu iblis perempuan itu kembali lagi, tiba2 tergerak kecerdasannya, ia tarik Bi Jing-hian yang meringkuk di dalam selimut itu, dengan sekali cekal dan tarik itu berbareng ia sudah tutuk jalan darah orang, lalu ia buka rongga pembaringan dan masukkan imam sial itu ke dalam.
Hendaklah diketahui bahwa balai2 atau pembaringan yang biasa digunakan di daerah utara itu terbuat dari tanah liat dan dibawahnya berlubang, karena daerah utara hawa sangat dingin, maka rongga balai2 itu dinyalakan api unggun untuk memanaskan badan bagi yang rebah di atasnya.
Tetapi waktu itu bukan musim dingin, di bawah kolong balai2 itu tak ada api, sungguhpun begitu di dalamnya hitam gelap penuh debu arang, keruan Bi Jing-hian seluruh muka dan kepalanya berubah menjadi hitam.
Sementara itu suara keleningan tadi sudah berhenti.
Li Bok-chiu telah sampai di depan hotel.
"Naiklah ke atas baIai2," kata Nyo Ko pada Bu-siang.
"Tak mau, sudah digunakan imam busuk itu, "tentu kotor dan bau.
" sahut si gadis. "Jika tak mau, terserah kau !" ujar Nyo Ko, Sembari berkata, tangan pun bekerja, Tio Put-hoan telah dijebloskan pula kedalam koIong, sebaliknya tutukan Ki Jing-si malah dia lepaskan.
Di lain pihak, walaupun merasa selimut bekas terpakai itu kotor dan bau, namun bila ingat kekejian gurunya yang tak kenal ampun, terpaksa Bu-siang merangkak ke atas balai2, ia tiduran dengan muka menghadap ke bagian dalam dan baru saja ia rebah, pintu kamar sudah ditendang Li Bok-chiu, untuk kedua kalinya iblis ini melakukan penggeledahan.
Di sebelah sana Nyo Ko pura2 memegangi sebuah cangkir dan dengan kepala tunduk sedang minum, padahal sebelah tangannya ia tekan punggung Ki Jing-si pada Hiat-to yang mematikan hingga imam ini tak berani berkutik.
Melihat isi kamar itu masih tetap tiga imam, pula melihat wajah Li Jing-si pucat lesi seperti mayat dan dalam ketakutan maka Li Bok-chiu hanya tersenyum, lalu pergilah dia menggeledah ke kamar yang Iain.
Tadi waktu pertama kali Li Bok-chiu menggeledah wajah ketiga imam itu sudah jelas dilihatnya, sebab ia kuatir Liok Bu-siang, ganti pakaian dan menyamar, maka waktu menggeledah lagi untuk kedua kalinya, ia tidak memeriksa pun dengan teliti, karena sedikit lengahnya ini ia kena dikelabuhi oleh Nyo Ko.
Malam itu Li Bok-chiu dan Ang Ling-po berdua telah obrak-abrik seluruh kota itu hingga setiap rumah merasa terganggu sebaliknya dengan aman sentausa Nyo Ko merebah di baIai2 berendeng dengan Liok Bu-siang, alangkah senangnya dia waktu mencium bau harum yang menggiurkan dari si gadis.
Pikiran Bu-siang sendiripun timbul tenggelam seperti mendamparnya ombak, ia rebah tanpa berani bergerak sedikitpun, ia pikir kalau si ToIol ini dibilang goblok, nyatanya pintar tiada bandingannya, dikatakan dia pintar, sebaliknya kelakuannya agak2an, sungguh aneh orang ini ia rada kikuk juga karena bertiduran berendeng dengan pemuda, tetapi sampai lama sedikitpun tiada sesuatu gerak-gerik dari Nyo Ko, barulah ia merasa lega hingga akhirnya ia terpulas.
Besok paginya Nyo Ko mendusin lebih dulu, ia lihat Ki Jing-si masih menggeros mendekam di atas meja, sedang Bu-siang dengan napasnya yarig pelahan kelihatan masih nyenyak juga, kedua pipi gadis ini semu merah, bibirnya mungil tanpa terasa jantung Nyo Ko memukul keras.
"Jika pelahan2 aku mencium dia sekali, tentu dia tak akan tahu," demikian ia pikir.
Dasar Nyo Ko baru injak dewasa, walaupun tiada maksud jahat yang terkandung padanya, namun ingin juga mengecup sekali bibir si gadis yang merah mungil itu.
Maka dengan hati2 ia menjulurkan kepalanya, bau harum yang teruar dari badan si gadis membikin Nyo Ko makin lupa daratan.
Tetapi baru saja kedua bibir hampir bersentuh, se-konyong2 Nyo Ko merasakan punggungnya tertimpuk sesuatu Am-gi atau senjata gelap, Luar biasa kaget Nyo Ko hingga ia meloncat bangun.
Sebenarnya dengan kepandaian Nyo Ko sekarang, segala macam senjata rahasia pasti akan diketahuinya sebelum mendekati, tetapi tadi ia sedang lupa daratan hingga pikirannya kabur, maka tak heran senjata rahasia orang bisa mengenai punggungnya.
BegituIah, waktu ia meloncat kaget, segera dapat dilihatnya sebuah wajah sekilas melintas di balik lubang jendela, Wajah itu aneih luar biasa, seperti manusia tapi bukan manusia, dibilang setan pun bukan setan.
Dalam herannya Nyo Ko menguber keluar, namun tiada satu bayangan yang dia dapatkan "jangan2 ini tipu pancingan belaka ?" tiba2 terpikir olehnya.
Ketika ia kembali ke kamar dan periksa senjata rahasia tadi, ia lihat di atas lantai hanya terdapat segelintir kertas saja, ia menjemputnya dan diperiksa, ternyata di atas kertas yang dilinting itu tertulis sesuatu.
Waktu itu Bu-siang sudah terjaga bangun, ia pun mendekati Nyo Ko untuk melihat isi surat itu, Maka tertampaklah apa yang tertulis itu berbunyi".
"Kalau berani kurangajar, segera jiwamu melayang !" Seperti diketahui sehari sebelumnya ada satu anak petani menghantarkan seikat bunga pada Liok Bu-siang dengan secarik surat pengantar yang memberi peringatan, bahwa gurunya segera tiba dan gadis ini disuruh lekas sembunyi.
Gaya tulisan surat itu ternyata mirip dengan tulisan yang sekarang ini.
Heran sekali Nyo Ko tercampur malu demi membaca kata2 surat itu, pikirnya: "Kiranya diam2 ada jagoan tinggi sedang melindungi dia, semalam kalau aku melakukan sesuatu yang tak pantas, bukankah.
. . " Berpikir sampai disini, tanpa terasa seluruh mukanya merah semua.
"Hm, tolol busuk, kau didamperat Kokohmu bukan ?" tanya Bu-siang.
"He, ya, jangan2 memang Kokoh ?" terkesiap hati Nyo Ko.
Tetapi lantas teringat lagi olehnya : "Ah, tak mungkin, muka orang itu luar biasa aneh-nya, bukan lelaki juga tidak perempuan, seperti manusia, tapi juga bukan setan, terang bedanya seperti langit dan bumi dengan Kokoh, apapula tulisan ini pun bukan tulisan tangan Kokoh !" Pada saat itu juga suara kelenengan keledai belang Li Bok-chiu berkumandang lagi dan menuju ke arah barat laut Rupanya karena kitab "Ngo-tok-pit-toan" (kitab pelajaran "panca-bisa") digondoI Liok Bu-siang, kitab itu belum didapatkan kembali, selama itu pula ia tak tenteram, maka selama beberapa hari ini Li Bok-chiu boleh dikatakan tidur tak nyenyak dan makan tak enak, meski hari masih sangat pagi, dengan keledainya ia telah berangkat mencari Liok Bu-siang.
"Kalau kembalinya ke sana tak ketemukan kau, pasti dia akan balik ke sini puIa," kata Nyo Ko.
"Cuma sayang kau terluka parah dan tak boleh terguncang keras, kalau tidak, kita bisa menunggang dua ekor kuda dan kabur secepat2nya".
"Bukankah kau sendiri tak luka, kenapa tak kau curi kuda dan kabur sekaligus sehari semalam?" Bu-siang mengomel Melihat orang marah, Nyo Ko menjadi senang, ia sengaja memancing pula: "Kalau bukan kau yang mohon diantar ke Kanglam, mana aku mau menghadapi bahaya ini.
" "Kalau begitu, bolehlah kau pergi, Tolol, melihat macammu saja aku lantas marah, biar lebih baik aku mati saja," sahut Bu-siang.
"Wah, jika kau mati, akulah yang rugi," kata Nyo Ko tertawa.
Tetapi kuatir si gadis betul naik darah hingga tulangnya yang sudah tersambung itu patah lagi, maka tak digodanya lebih jauh, ia ke kantor hotel dan pinjam tinta bak, dengan bahan tulis ini ia campur air baskom yang akan dibuat cuci muka Bu-Siang, mendadak Nyo Ko celup tangannya pada air baskom dan dengan cepat diusapkan ke muka si gadis.
Sama sekali Bu-siang tak ber-jaga2 kalau orang akan berbuat begitu, 1ekas2 ia keluarkan saputangan buat bersihkan air kotor itu sambil tiada pentinya ia mendamperat "si Tolol".
Dalam pada itu dilihatnya Nyo Ko sendiripun menggosok tangannya kekolong balai2 yang penuh arang itu, lalu ia campur dengan lak dan dipoles pada mukanya sendiri, karena itu, wajahnya yang tadinya ganteng, kini berubah menjadi jelek.
Bu-siang adalah gadis pintar dan cerdas, nampak kelakuan Nyo Ko itu, segera iapun mendusin.
"Ah, memang betul meski aku sudah salin pakaian-kaum imam, tetapi mukaku masih bisa dikenalnya, kalau tersusul Suhu, mana bisa mengelabui matanya ?" Maka tak sangsi2 lagi air bak tadi ia poles, rata di mukanya, dasar anak gadis memang suka akan kecantikan, meski poles muka dengan air bak, toh masih dilakukannya seperti biasa kalau bersolek dengan bedak dan gincu.
Selesai kedua orang menyamar, Nyo Ko ulur kakinya dan menendang ke kolong balai2 buat lepaskan Hiat-to kedua imam yang dia tutuk itu.
Menyaksikan caranya Nyo Ko melepaskan tutukan orang, tanpa lihat sedikitpun, hanya kakinya menendang beberapa kali sekenanva, lalu kedua imam itu bisa bersuara dan bergerak lagi, sungguh tidak kepalang kagum Bu-siang.
"Si Tolol ini berpuluh kali lebih tinggi kepandaiannya dari pada aku," demikian ia betul2 menyerah kini.
Walaupun begitu, mukanya sama sekali tak mengunjuk sesuatu tanda bahkan ia masih me-maki2 orang "tolol".
Sementara luka Bu-siang sudah baikan, ia sudah bisa menunggang keledai sendiri dengan jaIan pelahan, karena tak ingin setunggangan lagi dengan Nyo Ko, maka masing2 lalu mengambil seekor keledai sendiri dan melanjutkan perjalanan ke tenggara, Apabik letih, mereka mengaso, lalu meneruskan lagi menunggang keledai.
Siapakah gerangan orang yang telah dua kali kirim surat itu ?" begitulah sepanjang jalan Ko selalu ber-tanya2 dalam hati.
"Hai, Tolol, kenapa kau diam saja tak bicara?" tiba2 Bu-siang menegur.
Waktu itu memang Nyo Ko lagi ter-menung2, karena teguran orang, mendadak ia ingat sesuatu, "Ai, celaka, sungguh aku terlalu ceroboh!" ia berteriak.
"Memangnya kau ceroboh, siapa yang bilang kau pintar!" kata si gadis.
"Kita sudah menyamar dan ganti rupa, tetapi semua ini telah dilihat ketiga Tojin itu, kalau dia lapor pada gurumu, bukankah kita bakal celaka ?" ujar Nyo Ko.
Bu-siang tertawa geli oleh pikiran orang ini.
"Tiga imam busuk itu sudah mendahului kabur ke depan sana, mana berani dia tinggal di sana menunggu datangnya Suhu," sahutnya kemudian.
"Kau ter-menung2 saja seperti orang gendeng sejak tadi, masakah mereka sudah mendahului di depan sana kau tak melihatnya?" "Oh !" kata Nyo Ko sambil tertawa ke arah Bu-siang.
Gadis itu menjadi bingung oleh tertawaan itu yang tampaknya mengandung arti yang dalam.
Pada saat itu mendadak keledai yang ditungganginya itu meringkik keras, Waktu Bu-siang menoleh, ia lihat di tikungan jalan sana sudah berdiri Iima pengemis, mereka berdiri berjajar merintangi jalannya, Mata Nyo Ko sangat jeli, sekilas saja dapat dilihatnya dibalik jalan sana ada dua orang lain yang mengkeret kembali sesudah melongok sekejap kedua orang itu bukan lain adalah Tio Put-hoan dan Ki Jing-si.
"Ah, kiranya tiga imam busuk itu telah beritahu orang Kay-pang mengenai penyamaran kami sebagai Tojin.
" demikian segera ia jadi terang duduknya perkara.
Karena itu, ia lantas melompat turun dari keledainya dan memapak maju.
"Tuan2 besar pengemis, kalian minta2 di delapan penjuru, maka hari ini mohon kalian suka menderma pada kami," segera Nyo Ko buka suara dahulu.
"Hm, sekalipun kalian cukur gundul menjadi Hwesio, jangan harap bisa mengelabui mata-telinga kami," satu diantara pengemis2 itu menyahut, suaranya keras bagai genta, "Sudahlah, jangan berlagak bodoh lagi, baiknya terus terang saja dan ikut kami pergi menghadap Pangcu (ketua perserikatan).
" Mendengar orang menyebut Pangcu, diam Nyo Ko memikir: "Menurut cerita Kokoh, Pangcu dari Kay-pang bernama Kiu-ci-sin-kay Ang Chit kong, betapa tinggi ilmu silatnya orang tak mampu merabanya, walaupun Kokoh sendiri tak pernah tinggalkan kuburan kuno, tapi pernah juga Sui popoh bercerita padanya, agaknya Pangcu mereka ini sangat lihay, kalau betul2 ada disini, rasanya susah buat loloskan diri lagi" Kedua pengemis yang mencegat di jalan seberang ini adalah murid berkantong delapan dari Kay-pang, menjadi ragu2 melihat Nyo Ko dan Liok Bu-siang hanya anak2 muda yang belum genap 20 tahun usianya, tapi bisa kalahkan empat murid Kay-pang dari kantong enam dan tiga murid kantong tujuh.
Begitulah, sedang kedua belah pihak sama2 ragu2, tiba2 suara kelenengan nyaring berkumandang lagi dari jurusan barat laut, suaranya begitu tajam dan riuh menusuk telinga.
"Celaka, sekali ini bisa celaka," demikian Bu-siang pikir, "Meski aku sudah ganti rupa dan tukar corak, tapi justru dirintangi kedua pengemis setan ini kalau rahasia penyamaran kami dibongkar olehnya, cara bagaimana aku bisa lolos dari tangab Suhu yang kejam " Ai, betul2 sial.
" Bukannya Bu-siang sesalkan dirinya sendiri yang tanpa sebab melukai anak murid Kay-pang hingga menanam bibit permusuhan, kini ia malah salahkan orang Kay-pang yang merintangi dia.
Memang anak gadis kadang2 lebih suka menyalahkan orang lain daripada koreksi diri sendiri, ditambah pula tabiat Bu-siang memang aneh hingga apa yang diperbuatnya dianggapnya pasti betul dan apa yang dilakukan orang tentu salah.
Dalam pada itu, sekejap saja suara kelenengan Li Bok-chiu sudah tambah dekat, "Terang aku bukan tandingan Li Bok-chiu itu, tiada jalan lain lagi kecuali terjang ke depan saja," pikir Nyo Ko.
Sungguhpun dalam hati ia berkuatir, tapi pada lahirnya ia masih bisa berlaku tenang.
"Haha, kalau kalian tak sudi memberi sedekah itupun tak apalah, harap memberi jalan saja," ia berkata lagi pada kedua pengemis tadi dengan lagak setengah tolol.
Habis berkata, dengan langkah lebar iapun jalan ke depan.
Melihat tindakan orang yang enteng dan seperti tak paham ilmu silat sedikitpun kedua pengemis itu mengulur tangan kanan hendak jambret Nyo Ko.
Namun Nyo Ko sudah siap, tiba2 telapak tangannya mendorong maju, maka beradunya tiga tangan tak terhindarkan lagi, hanya sekali gebrak, ke-tiga2nya sama-sama tergetar mundur semua.
Kiranya murid Kay-pang kantong delapan itu sudah punya keuletan latihan beberapa puluh tahun, tenaga dalam mereka begitu hebat dan jarang ada tandingan lagi di kalangan Kangouw, kalau melulu soal keuletan, boleh dikatakan puluhan kali lebih kuat dari Nyo Ko.
Cuma hal kebagusan dan keanehan gerak serangan, hal ini berbalik jauh di bawah pemuda kita.
Oleh sebab itulah, dengan pinjam tenaga pukulan orang untuk memukul balik, Nyo Ko dapat patahkan tenaga pukulan orang tadi tetapi untuk menerjang lewat begitu saja juga sukar baginya, Karenanya, ketiga orang sama-sama terkejut.
Pada saat itu juga Li Bok-chiu dan Ang Lmg-po sudah datang dekat.
"Hai, pengemis, imam cilik, kalian melihat seorang gadis pincang lewat disini tidak ?" segera Ang Ling-po berteriak tanya.
Kedudukan kedua pengemis itu di kalangan Bulim tergolong tinggi tentu saja mereka mendongkol oleh cara tanya Ang Ling-po, cuma terikat oleh peraturan Kay-pang yang keras yang melarang sianak muridnya berkelahi dengan orang dalam persoalan kecil, maka mereka menyahut juga dengatt pendek : "Tak melihat!" Namun mata Li Bok-chiu sangat tajam, ia lihat perawakan kedua Tosu muda ini seperti pernah dilihatnya entah di mana, maka timbul rasa curiganya.
Dalam pada itu dilihatnya pula keempat orang itu sedang berhadapan dalam keadaan siap hendak saling labrak, maka diambilnya keputusan akan menonton perkelahian itu, pertama ia ingin menyaksikan sampai dimanakah ilmu silat anak murid Kay-pang, kedua ingin tahu juga dari aliran manakah kedua Tosu cilik itu.
Di lain pihak Nyo Ko pun sedang pikir karena datangnya iblis perempuan itu, waktu ia melirik, ia lihat wajah orang mengunjuk senyum dan hendak menyaksikan perkelahian tiba2 pikirannya tergerak : "Ah, begini, tentu akan hilang rasa curiganya.
" Lalu didekatnya Ang Ling-po, ia memanggut memberi salam, Karena itu, Ang ting-po membalas hormat orang.
"Siauto (imam kecil) kebetulan lewat disini dan tanpa sebab dicegat kedua pengemis galak ini serta ditantang berkelahi" demikian kata Nyo Ko, "Tetapi Siauto tidak membawa senjata, maka tolong Tosu (kawan dalam agama toa) sudilah memberi pinjam pedangmu.
" Melihat muka orang benjal-benjol sangat jelek, tetapi budi bahasanya sopan, ditambah lagi orang mengemukakan agama, maka Ang Ling-po merasa tak enak buat menolak permintaan orang pedang lantas dilolosnya, ia berpaling dulu pada gurunya, waktu melihat Li Bok-chiu mengangguk maka disodorkan pedangnya kepada Nyo Ko.
. "Terima kasih sebelumnya," kata Nyo Ko pula sambil terima senjata orang, "dan bila Siauto tak ungkulan, masih mengharap Tosu memandang pada sesama agama kita, sudilah memberi bantuan sedikit" Ang Ling-po mengkerut kening oleh ceriwis-nya Njo Ko, ia hanya menjengek sekali dan tidak menjawab.
Sementara itu Nyo Ko sudah putar balik kesana, dengan suara keras ia berkata pula pada Bu-siang: "Hai Sute, kau saksikan kutempur mereka dan tak usah ikut turun tangan, biar pengemis2 Kay-pang ini berkenalan dengan ilmu kepandaian anak murid Coan-cin-pay kita.
" "Ha, kiranya kedua imam cilik ini adalah orang Coan-cin-kau," Li Bok-chiu terkesiap mendengar Nyo Ko ngaku sebagai anak murid Coan-cin-kau, "Tetapi biasanya hubungan Coan-cin-kau dan Kay-pang sangat baik, kenapa sekarang saling labrak ?" Dalam pada itu kuatir kalau kedua pengemis itu ber-teriak2 menyingkap rahasianya Bu-siang, dengan cepat Nyo Ko lantas merangsang maju.
"Hayo, majulah Iekas, biar aku seorang diri lawan kalian berdua", segera ia menantang.
Mendengar kata2 Nyo Ko semakin temberang, hati Bu-siang menjadi kuatir.
"Si Tolol ini sudah menyamar sebagai Tosu, masa berani mengaku dari Coan-cin-kau," demikian pikir gadis itu.
"la tak tahu bahwa guruku entah sudah berapa puluh kali berkelahi dengan imam2 Coan-cin-kau, ilmu silat Coan-cin-pay mana yang tak dikenalnya" sungguh kelewat berani dia memalsukan nama orang lain.
" Di sebelah sana, demi mendengar Nyo Ko mengaku sebagai anak murid "Coan-cin", seketika juga kedua pengemis itu terkejut, berbareng mereka membentak tanya: "Apa betul2 kau anak murid Coan-cin" Kau dan dia.
. . " Tak nanti Nyo Ko memberi kesempatan pada mereka untuk menyebut Liok Bu-siang, maka sebelum selesai perkataan orang, secepat kilat pedangnya menusuk, sekaligus ia mengarah perut kedua pengemis itu, dan itu memang betul adalah tipu serangan dari "TIong-yang-kiam-hoat" yang tulen.
Sebenarnya dengan kedudukan mereka yang tinggi di kalangan Bu-lim, kedua pengemis itu tidak nanti mau tempur Nyo Ko dengan dua lawan satu, akan tetapi serangan Nyo Ko ini datangnya terlalu cepat dan aneh, mau-tak-mau mereka berdua harus angkat tongkat untuk menangkisnya.
Nyata, tongkat mereka yang tadinya tak menarik perhatian itu, kiranya terbikin dari besi Tetapi baru saja mereka angkat tongkat, tahu2 pedang Nyo Ko sudah menerobos lewat melalui sela2 tongkat mereka dan masih terus menusuk ke dada kedua orang itu.
Sama sekali tak diduga kedua pengemis itu bahwa ilmu pedang orang bisa begitu cepat, terpaksa mereka mundur ke belakang.
Tetapi Nyo Ko sedikitpun tak kenal ampun, ia mendesak terus setiap detik hingga sekejap saja sudah menusuk 18 kali, bahkan tiap2 tusukan sekaligus membagi dua jurusan puIa, yakni mengarah lawan yang berjumlah dua orang.
itu adalah ilmu silat Coan-cin-pay yang paling hebat yang disebut "lt-gi-hoa-sam-jing" atau satu menjelma menjadi tiga, bila sudah terlatih sampai tingkat yang paling hebat, maka sekali serangan bisa berubah menjadi tiga tipu gerakan, dengan begitu, seorang sama dengan tiga orang maju berbareng.
Begitulah, maka tiap2 Nyo Ko menusuk, saban2 kedua pengemis itu dipaksa mundur, sekali saja ternyata tak mampu mereka balas menyerang.
Nampak betapa bagus Kiam-hoat imam cilik ini, diam2 Li Bok-chiu terperanjat katanva dalam hati: "Pantas nama Coan-cin-kau disegani di seluruh jagat, sebab anak muridnya memang semuanya pilihan, kepandaian orang ini kalau sepuluh tahun lagi pasti aku sendiri tak bisa menandinginya, Tampaknya jabatan Ciangkau (ketua) Coan-cin-kau kelak pasti akan jatuh di tangan orang ini.
" Jika Li Bok-chiu saja begitu kagum pada kepandaian Nyo Ko, maka jangan ditanya lagi Ang Ling-po dan Liok Bu-siang, mereka berdua Iebih2 terpesona dan ternganga.
Dalam pada itu Nyo Ko sendiri sedang berpikir: "Jika sedikit aku main kendur, pasti mereka akan buka suara, dan kalau mereka pentang mulut pasti banyak celaka dari pada selamatnya.
" Karena itulah sesudah 18 jurus "Tiong-yang-kiam-hoat" habis dimainkan, dengan cepat Kiam-hoatnya berubah, tiba2 ia memutar ke belakang kedua lawannya dan kembali pedangnya menusuk lagi sekali-dua-gerakan, terpaksa kedua pengemis itu membalik tubuh dengan cepat untuk menangkis, namun sebelum tongkat mereka menyentuh pedang, tiba2 Nyo Ko sudah melesat pergi, lagi2 ia mengitar ke belakang orang dan kembali menusuk pula, bila kedua orang itu memutar menangkis, segera Nyo Ko menggeser ke belakang mereka lagi.
Kiranya Nyo Ko insaf bila melulu mengandalkan keuletan, jangan kata satu lawan dua, melawan seorang pengemis itu saja tak nanti bisa menandinginya, oleh sebab itu, ia sengaja main putar dengan Ginkang untuk mengitari kedua lawannya.
Cara Nyo Ko memutar dan menggeser ini, bagi tiap2 anak murid Coan-cin-kau yang sudah cukup matang memang diwajibkan melatih Ginkang semacam ini untuk kelak digunakan dalam barisan bintang2 "Thian-keng-pak-tau-tin".
Hanya saja sekarang Nyo Ko kombinasikan cara bernapasnya dengan inti pelajaran "Giok-li sim-keng" yang dilatihnya.
Harus diketahui bahwa Ginkang atau ilmu entengkan badan dari Ko-bong-pay adalah ilmu yang tiada bandingannya, oleh sebab itulah kecepatan Nyo Ko memutar dan berganti tempat se-kali2 tak bisa diikuti oleh kedua jago Kay-pang itu, yang kelihatan hanya bayangan Nyo Ko yang berlari secepat kilat dengan sinar mengkilap menyamber Karena tusukan pedangnya yang silih bergilir.
Dalam keadaan demikian, bila Nyo Ko sungguh2 hendak celakai jiwa kedua pengemis itu, sekalipun berjumlah dua puluh orang juga gampang saja dibunuhnya semua.
Tentu saja kedua orang itu kewalahan, sembari ikut memutar cepat, mereka berusaha ayun tongkat untuk melindungi tempat2 bahaya di tubuh sendiri, kini mereka sudah tak pikirkan buat tangkis serangan orang lagi, mereka hanya berusaha melindungi diri sendiri sepenuh tenaga dan terserah nasib.
Dengan begitu, setelah ratusan kali berputar cepat, akhirnya kedua pengemis itu kepalanya menjadi puyeng dan mata ber-kunang2, tindakan merekapun mulai sempoyongan, tampaknya sudah akan jatuh semaput.
"Hai, kawan dari Kay-pang," tiba2 Li Bok-chiu berseru dengan tertawa, "nih, kuajarkan satu akal, kalian punggung berdempetan punggung, dengan begitu tak perlu lagi ikut putar2.
Karena peringatan ini, kedua pengemis itu sangat girang, dengan segera mereka akan turut akal itu.
"Celaka, jika mereka berbuat begitu, tentu aku akan kalah," pikir Nyo Ko.
Maka sebelum kedua lawannya berganti tempat, mendadak ia ganti siasatnya, ia tidak geser lagi, melainkan pedangnya sekali serang-dua-gerakan, ia tusuk punggung kedua orang.
Merasa angin santar menyamber dari belakang, tak sempat kedua pengemis itu menangkis, terpaksa mereka melompat maju, tak terduga, baru saja kakinya menginjak tanah, kembali tusukan orang sudah tiba pula, keruan saja tidak kepalang kaget kedua pengemis itu, tanpa pikir lagi mereka angkat kaki terus lari ke depan seperti diudak setan.
Siapa duga ujung pedang Nyo Ko bagaikan bayangan saja yang selalu melengket dengan tubuh mereka, tidak peduli mereka berlari betapa cepatnya, senantiasa Nyo Ko geraki pedangnya di belakang mereka, bila sedikit lambat saja mereka melangkah, segera daging di punggung mereka terasa sakit-tertusuk ujung senjata.
Merekapun tahu kini bahwa tiada maksud Nyo Ko buat membunuh, kalau tidak, asal tangan pemuda ini sedikit diulur lebih panjang saja, pasti punggung mereka akan tertembus oleh ujung pedang walaupun begitu, sedikitpun mereka tak berani berhenti dan masih berlari kesetanan.
Ketiga orang yang udak2an ini memiliki ilmu entengkan badan yang sangat tinggi, maka sekejap saja mereka sudah berlari beberapa li, hingga Li Bok-chiu ditinggalkan jauh di belakang.
Ketika itulah mendadak Nyo Ko tambah "gas" sedikit, tahu2 ia sudah mendahului di depan kedua pengemis itu.
"Eeeeeh, kenapa buru2, pe!ahan2 sedikit, jangan jatuh kesandung !" demikian dengan menyengir ia hadang di depan orang.
Tanpa berjanji kedua pengemis itu mengemplang berbareng dengan tongkat mereka, namun sekali meraup, dengan tangan kiri Nyo Ko dapat menangkap sebuah tongkat orang, berbareng itu pedang di tangan kanan ia tempelkan tongkat yang satu dari didorong sedikit ke kiri hingga dengan tepat dua tongkat sekaligus kena dicekal pula olehnya.
Tahu gelagat jelek, lekas2 kedua pengemis itu berusaha membetot sekuatnya, Tapi Nyo Ko cukup cerdik, ia tahu keuletannya masih belum memadat kedua pengemis itu, tentu saja ia tak mau betot2an dengan orang, dengan pedang sekonyong-konyong ia membabat mengikuti batang tongkat yang lempeng itu, dalam keadaan demikian, jika kedua pengemis itu tidak lepas tangan, delapan jari mereka pasti akan tertabas kutung.
Karena itu, terpaksa mereka lepaskan senjata dan melompat ke belakang, habis ini dengan mata melotot mereka pandang Nyo Ko dengan gusar, sikap merekapun kikuk dan serba salah, hendak tempur orang tak ungkulan, kalau lari rasanya merendahkan derajat.
Dalam pada itu terdengar Nyo Ko berkata pada mereka: "Kami dengan perkumpulan kalian biasanya bersahabat hendaklah kalian jangan percaya omongan yang sengaja mengadu-domba.
Siapa yang utang harus bayar, bukankah Jik-lian-sian-cu Li Bok-chtu dari Ko-bong-pay itu berada di sana, kalian berdua kenapa tidak mencari padanya saja ?" Kedua pengemis itu tak kenal Li Bok-chiu, tetapi cukup tahu betapa lihay iblis perempuan itu, karena itu, mereka terkesiap demi mendengar penuturan Nyo Ko.
"Apa betul katamu ?" sahut mereka bersama.
"Buat apa aku berdusta," kata Nyo Ko.
"Justru Siauto sendiri kepepet oleh desakan iblis itu, maka tadi telah bergebrak dengan kalian berdua," Berkata sampai disini, dengan laku sangat hormat dikembalikannya tongkat2 rampasannya tadi dan disambungnya pula: "Jik-lian-sian-uu itu selalu membawa benda2 pertandaannya yang terkenal di seluruh jagat, masakah kalian tidak mengenalnya ?" "Aha, tak salah lagi," kata salah satu pengemis itu, "la membawa kebut keledai belangnya pakai kelenengan emas, bukankah dia itu yang memakai baju kuning tadi ?" "Betul-betul," sahut Nyo Ko tertawa, "Dan nona yang melukai anak murid perkumpulan kalian dengan golok melengkung itu, bukan lain adalah muridnya Li Bok-chiu.
. . " sampai disitu mendadak ia berhenti dan pura2 memikir sejenak lalu dilanjutkannya : "Cuma saja, jangan2.
. . ah, sulit, sulit. . . " "Jangan2 apa ?" tanya si pengemis yang berwatak aseran.
"Ah, sulit, sulit," kata Nyo Ko lagi.
"Sulit apa ?" kembali pengemis itu mendesak.
"Coba pikir saja, Li Bok-chiu itu malang melintang di jagat ini dan siapa di kalangan Kangouw yang tidak pecah nyalinya bila mendengar namanya," demikian sahut Nyo Ko.
"Sungguhpun golonganmu sangat lihay, tapi terang tiada satupun yang bisa menandinginya.
Sebab yang melukai kawanmu itu adalah muridnya, maka baiknya kalian anggap sial saja.
" Karena, kata2 yang bersifat memancing pengemis itu dibikin murka hingga ber-teriak2.
"Hm, peduli dia setan iblis, hari ini pasti kami tempur dia," demikian teriaknya sambil tarik tongkatnya terus hendak lari kembali ke tempat tadi.
Syukur pengemis yang satu bisa berlaku tenang, ia pikir, melawan seorang bocah ini saja kami berdua tak ungkulan, apalagi hendak perang tanding dengan Jik-lian-sian-cu, apa itu bukan berarti menghantarkan jiwa belaka " Karena itu, segera ia tarik tangan kawannya dan mencegah: "Tak perlu buru2 marilah kita kembali dulu buat berunding lebih jauh.
" - Habis ini ia rangkap tangan memberi hormat pada Nyo Ko sambil tanya : "Dapatkah mengetahui nama Toyu (sahabat dalam agama) yang terhormat?" "Siauto she Sat dan bernama Hua-cu," sahut Nyo Ko.
"Sampai ketemu lagi.
" Habis berkata, iapun mohon diri dan balik ke jurusan tadi.
?"Sat Hua-cu, Sat Hua-cu " Aneh sekali nama ini, kenapa tak pernah kudengar, dengan usianya yang masih begitu muda, ilmu silatnya ternyata sudah sangat hebat.
" Begitulah kedua pengemis itu menggumam mengulangi nama palsu Nyo Ko yang mengherankan Tetapi sesaat kemudian, mendadak satu diantaranya berjingkrak sambil mencaci maki: "Ku-rangajar, jahanam, keparat!.
" "Ada apakah ?" tanya kawannya.
"Bukankah dia mengaku bernama Sat Hua-cu " itu artinya Sat-hua-cu (menyembelih pengemis)! Kurangajar, kita dicucimaki olehnya tanpa merasa !" Karena itu, ke-dua2nya lantas mengumpat Nyo Ko, namun demikian merekapun tak berani mencari orang lagi buat bikin perhitungan.
Di lain pihak Nyo Ko sedang tertawa geli sendiri.
Kuatir keselamatan Bu-siang terjadi sesuatu, lekas2 ia kembali ke tempat tadi, di sana ia lihat Bu-siang sedang longak-longok ke arahnya di atas keledainya, tampaknya si gadis kuatir luar biasa.
Tetapi demi melihat Nyo Ko sudah kembali, mukanya berubah girang, lekas2 ia keprak keledainya memapaki.
"Tolol, bagus ya kau, aku ditinggalkan sendirian," dengan suara tertahan ia mengomeli Nyo Ko.
Tetapi pemuda ini tak menjawabnya melainkan tersenyum saja, lalu pedang yang dia pinjam dari Ang Ling-po tadi disodorkan kembali kepada pemiliknya sambil memberi hormat dan menyatakan terima kasih.
Setelah senjata itu diterima kembali Ang Ling-po, selagi Nyo Ko hendak putar tubuh, se-konyong2 Li Bok-chiu berkata : "Nanti dulu!" Kiranya karena melihat ilmu silat Nyo Ko sangat bagus, ia pikir kalau orang ini dibiarkan hidup, kelak pasti akan bikin susah dirinya saja, ada baiknya mumpung ilmu-silatnya masih belum memadai dirinya, sekarang juga dibunuh kan beres urusannya, " Tetapi betapa cerdiknya Nyo Ko, begitu mendengar orang berkata "nanti du!u", segera diketahuinya keadaan bakal runyam, lekas2 pedang yang dia serahkan di tangan Ang Ling-po itu dilepaskan.
Sebenarnya Li Bok-chiu hendak pancing orang agar bergebrak padanya, dengan begitu sekali ke-but akan dibunuhnya Nyo Ko, tetapi kini Nyo Ko sudah tak bersenjata, dengan kedudukan Li Bok-chiu, tidak nanti ia sudi mencelakai orang dengan senjatanya.
"Kau ini murid siapa di antara Coan-cin-chit-cu itu?" tanyanya kemudian sembari tancapkan ke-butnya ke baju Iehernya.
"Aku adalah murid Ong Tiong-yang cinjin," sahut Nyo Ko tertawa.
Seperti diketahui sebenarnya Nyo Ko adalah murid Tio Ci-keng dan cucu murid Coan-cin Ghit-cu, tetapi terhadap imam2 Coan-cin-kau itu ia sudah mendapat kesan jelek, dalam hati sedikitpun imam2 itu tak dihormatinya lagi, walaupun Khu Ju-ki tidak jelek terhadap dirinya, namun waktu berkumpulnya dengan imam tua itu terlalu singkat, maka sedikit kebaikan itu sudah habis ludes tertutup oleh kesan2 jelek yang dia dapat dari Tio Ci-keng dan Hek Tay-thong, sebab itulah ia, tak sudi mengaku sebagai muridnya Ci-keng.
Tetapi sewaktu berdiam di dalam kuburan kuno, ia telah melatih inti ilmu "Kiu-im-cin-keng" yang diukir Ong Tiong-yang dahulu, maka bila dia mengatakan anak murid-cakal bakal Coan-cin-kau itu, sebenarnya juga tidak berlebihan.
" Sebenarnya kalau menurut umur Nyo Ko, pa-ling banyak hanya sesuai menjadi murid tingkatannya Tio Ci-keng dan In Ci-peng, tapi melihat ilmu silatnya tidak lemah, maka Li Bok-chiu telah tanya dia murid siapa diantara Coan-cin Chit-cu, yaitu tujuh imam utama murid Ong Tiong-yang, dengan pertanyaan ini sebetulnya sudah meninggikan diri Nyo Ko, kalau pemuda ini menjawab salah satu nama umpamanya Khu Ju-ki atau Ong Ju-it, pasti Li Bok-chiu dapat mempercainya.
Siapa tahu hati muda Nyo Ko masih belum hilang, ia tak sudi lebih rendah tingkatannya daripada Hek Tay-thong yang telah membunuh Sun-popoh yang dicintainya itu, maka nama Ong Tiong-yang sengaja ditonjolkan olehnya.
Padahal Ong Tiong-yang adalah cakal bakal Coan-cin-kau, semua orang Bu-lim tahu kalau dia hanya mempunyai tujuh orang murid yaitu seperti apa yang disebut "Coan-cin Chit-cu" itu, sewaktu Nyo Ko lahir malahan Tiong-yang cinjin sudah lama meninggal dunia.
Begitulah, maka Li Bok-chiu menjadi sangsi "Hm, kau imam cilik ini sungguh tak kenal tebalnya bumi dan tingginya langit, rupanya kau tak kenal aku ini siapa, maka berani main gila dengan aku," demikian ia pikir, Tetapi lantas teringat lagi olehnya: "Namun imam2 Coan-cin-kau se-kaIi2 tak nanti berani main gila dengan nama Cosuya mereka.
Kalau dia ini bukan anak murid Coan-cin, mengapa tipu2 ilmu silatnya tadi jelas adalah keluaran Coan-cin-pay ?" Melihat orang mengkerut kening sedang ber-pikir, Nyo Ko kuatir nanti dikenali Ang Ling-po yang dahulu pernah dikibulinya dengan menyamar sebagai anak gembala, maka tak berani ia tinggal lama2, ia pikir paling perlu kabut dulu, Maka dengan cepat ia cemplak ke atas keledainya tetus hendak dilarikan "Turun dulu, ada yang hendak kutanyakan padamu" demikian kata Li Bok-chiu.
"Tak perlu kau bicara juga, aku sudah tahu apa yg hendak kau tanyakan," sahut Nyo Ko tiba2.
"Bukankah kau hendak tanya apa aku melihat seorang gadis pincang atau tidak" Dan tahu tidak kitab yang dibawanya itu, bukan?" Li Bok-chiu terkejut mengapa orang tahu akal maksud hatinya, Namun dengan adem saja ia menyahut: "Ya, kau sungguh pintar.
Kemanakah kitab itu dibawanya ?" "Tadi waktu aku dan Suteku ini beristirahat di tepi jalan, kami melihat gadis pincang itu saling gebrak dengan tiga pengemis," sahut Nyo Ko dengan karangannya.
"Satu diantara pengemis itu terkena timpukan goloknya yang melengkung, walaupun demikian, karena masih ada dua pengemis yang lain, maka gadis itu tak ungkulan, akhirnya ia tertawan" Biasanya Li Bok-chiu selalu berlaku tenang, tetapi kini mendengar Liok Bu-siang tertawan pengemis2 dari Kay-pang, sedang pada gadis itu membekal "Ngo-tok-pit-toan" yang tentu akan terjatuh di tangan mereka juga, ingat akan hal ini mau-tak-mau mukanya mengunjuk rasa kuatir juga.
Melihat obrolannya berhasil, keruan Nyo Ko sengaja obral ceritanya yang ditambah dan di bumbu2i pula, ia bilang: "Dan sesudah tertawan, seorang pengemis telah geledah keluar satu kitab dari badan gadis pincang itu, tapi karena nona itu tak mau menyerahkannya, maka pengemis itu telah persen dia dengan sekali tamparan.
" Mendengar dirinya dibuat buIan2an mengobrol tidak kepalang mendongkolnya Bu-siang, lebih2 Nyo Ko bilang dirinya ditempeleng oleh pengemis, maka dengan gemas ia mendeliki Nyo Ko, sedang dalam hati ia berkata: "Bagus, kau tolol ini, berani kau fitnah diriku, lihat saja kelak kalau aku tidak hajar kau?" Di lain pihak si Nyo Ko ternyata sangat jahil, ia tahu betul2 hati si gadis waktu itu pasti sangat ketakutan karena berhadapan dengan gurunya yang kejam, tapi ia justru sengaja menanya padanya: "Betul tidak, Sute" Bukankah itu sangat menggemaskan orang " Bukankah nona itu telah dipegang sini dan diraba sana oleh beberapa pengemis itu, betul tidak?" Bukan buatan dongkolnya Bu-siang, tapi ia tak berani membantah, terpaksa ia mengiakan sambil kepala menunduk.
Tengah berbicara, tiba2 terdengar suara derapan kuda yang ramai, menyusul muncul sepasukan tentara dari balik bukit sana dengan persenjataan lengkap dan berbaris sangat rapi, kiranya adalah pasukan tentara Mongol.
Tatkala itu negeri Kim dari Manchu sudah dibasmi oleh bangsa Mongol, maka daerah utara sungai seluruhnya berada dibawah pemerintahan Mongol.
Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sudah tentu Li Bok-chiu tidak pandang sebelah mata pada pasukan tentara itu, tetapi karena tujuannya ingin lekas mendapatkan jejaknya Bu siang, maka ia tak ingin banyak cecok lagi dengan pihak lain, ia menyingkir ke tepi jalan untuk menghindari pasukan tentara itu.
Sejenak kemudian, di bawah derapan kuda yang riuh dan mengepulnya debu yang tinggi, ratusan serdadu yang mengiringi seorang pembesar Mongol telah dapat lewat disamping mereka.
pembesar itu berdandan sebagai pembesar sipil, tetapi kepandaiannya menunggang kuda ternyata sangat bagus, meski wajahnya tak kelihatan jelas, namun sikapnya di waktu melarikan kudanya ternyata sangat gagah dan perkasa.
Menunggu setelah pasukan itu lewat, kemudian Li Bok-chiu angkat kebutnya buat membersihkan debu yang mengotori bajunya.
Tiap-tiap kali kebutnya mengebas, tiap-tiap kali juga jantung Bu-siang memukul keras, Ya harus diketahui, bila kebut itu bukan dibuat membersihkan debu melainkan jatuh diatas kepala orang, maka tak perlu disangsikan lagi kepala sasarannya itu seketika pasti pecah berantakan.
"Lalu bagaimana?" Li Bok-chiu tanya lagi.
"Lalu pergilah pengemis2 itu menuju ke utara dengan membawa nona itu," sahut Nyo Ko menuding ke utara, "Aku dengar, katanya mereka pergi ke Ciong-koan.
" "Em, bagus, terima kasih," Li Bok-chiu memanggil dan tersenyum.
"Aku she Li bernama Bok-chiu, orang Kangouw menyebut aku Jik-lian-sian-cu, tetapi ada juga yang panggil aku Jik-lian- mo-tau (iblis ular belang rantai), pernah tidak kau mendengar namaku ?" "Tak pernah.
" sahut Nyo Ko menggeleng kepala, "Nona, kau begini cantik pantasnya kau disebut Sian-cu (dewi), mana boleh dipanggil Mo-tau (iblis)?" Memang dengan paras Li Bok-chiu yang cantik, meski umurnya sudah lebih setengah abad, tapi karena lwekangnya sudah terlatih tinggi, maka kulitnya yang putih halus tanpa keriput sedikitpun kalau dipandang laksana wanita berumur 30 tahun saja.
Selama hidup Li Bok-chiu memang sangat bangga atas kecantikannya, kini mendengar Nyo Ko memujinya, dengan sendirinya ia sangat senang.
"Kau berani main gila dengan aku, sebenarnya kau harus diberi rasa sedikit," katanya kemudian sambil goyangi kebutnya, "Tetapi mengingat kau pintar bicara, biarlah aku melulu gunakan kebut ini untuk hajar kau," "Ah, jangan, jangan, mana bisa tanpa sebab Siauto bergebrak dengan kaum Siaupwe (tingkatan muda)," sahut Nyo Ko geleng kepala.
"Hm, ajalmu sudah di depan mata, masih berani kau main gila.
Cara bagaimana kau anggap aku ini kaum Siaupwe?" damperat Bok-chiu.
"Guruku Tiong-yang cinjin setingkat dengan nenek gurumu Lim-popoh, bukankah aku setingkat lebih tinggi dari kau?" kata Nyo Ko.
Gusar sekali Li Bok-chiu oleh jawaban itu, tetapi ia tetap tersenyum saja dan berpaling kepada Ang Ling-po: "Pinjamkan lagi pedangmu padanya.
" "Eh, tak boleh jadi, tak.
. . . boleh jadi. . . " ia berteriak sambil goyangl tangannya, akan tetapi di sebelah sana Ang Ling-po sudah cabut pedang-nya, maka terdengarlah suara "kraak", yang terpegang di tangannya melulu garan pedang saja, sedang mata pedangnya masih ketinggalan di dalam sarungnya.
Sesaat Ang Ling-po tercengang, tetapi segera ia mendusin bahwa itu adalah perbuatan Nyo Ko tadi yang secara diam2 telah bikin patah garan pedang sewaktu mengembalikan padanya, kini mendadak dicabut, dengan sendirinya lantas terpisah menjadi dua.
Keruan saja berubah hebat air muka Li Bok-chiu.
"Nah, memangnya aku tak bisa bergebrak dengan kaum Siaupwe, tapi kau memaksa hendaki saling gebrak dengan aku," ujar Nyo Ko, "Baiklah begini saja, dengan tangan kosong aku sambut tiga kali serangan kebutmu, Kita berjanji yang terang, hanya tiga gebrakan saja, selewatnya tiga gebrakan, asal kau sanggup bertahan, aku lantai lepaskan kau pergi.
Tetapi sehabis itu, kaupun tak boleh recoki aku terus.
" Kiranya dalam hati Nyo Ko tahu dalam keadaan demikian tak bisa tidak harus saling gebrak tetapi bila bergebrak sungguh2, dirinya masih bukan tandingan Li Bok-chiu, maka sengaja ia berlagak orang tua, pura2 sebagai kaum Locianpwe ditambah pula kata2 yang tajam, asal Li Bok-chj berjanji hanya bergebrak tiga jurus saja dan tidak lebih.
------------------------Keterangan gambar.
Dengan menjungkir dan berputar Nyo Ko patahkan serangan "Sam-bu-put-jiu" Li Bok-chiu dengan kebutnya, malah kakinya sempat balas menendang dan jari menutuk Wi-tiong-kiat, ------------------------Li Bok-chiu bukan orang bodoh, dengan sendirinya iapun tahu maksud tujuan orang, cuma ia pikir masakah bocah ini sanggup terima tiga kali seranganku " Sebab itulah iapun tidak banyak bicara, segera ia buka serangan sambil berseru: "Bagus, Locianpwe, berikanlah petunjuk pada Siau-pwe.
" "Ah, tak berani.
. . " sambut Nyo Ko. Maka berkelebatlah bayangan orang, sekitarnya penuh dengan bayangan kebut, Li Bok-chiu telah serang dengan tipu "bu-khong-put-jin" (tiada lubang yang tak dimasuki) yang mengarah setiap tempat maut di tubuh Iawan, meski hanya sekali gerakan, sebenarnya luar biasa perubahannya dan berbareng mengincar 36 Hiat-to di tubuh Nyo Ko.
Li Bok-chiu melihat Nyo Ko melawan anggota Kay-pang kantong delapan tadi dengan Kiam-hoat yang sangat bagus, tampaknya memang bukan lawan lemah, dalam tiga gebrakan hendak merobohkan dia, agaknya tidak gampang juga oleh sebab itu, sekali serang segera digunakannya tipu yang paling dibanggakan selama hidupnya, yakni yang disebut "Sam-bu-put-jiu" atau serangan tiga serangkai "aksara tidak" Kaget sekali Nyo Ko oleh serangan yang sangat aneh itu, begitu hebat tipu serangan itu hingga boleh dikatakan tak tertahankan lagi kalau berkelit ke kiri, pasti Hiat-to di kanan akan tersabet dan begitu pula sebaliknya, dalam kepepetnya itu mendadak, ia berjumpalitan dan menjungkir.
Dengan cepat dikeluarkannya ilmu mujija ajaran Auwyang Hong dahulu itu, ia menjalankan darahnya secara terbalik dan tutup rapat semua Hiat-to di tubuhnya, walaupun segera terasa ke-36 Hiat-to rada kesemutan berbareng, namun segera pula tidak berhalangan, Bahkan tubuhnya yang memutar cepat itu tiba2 balas menendang sekali.
Heran sekali Li Bok-chiu, dengan jelas ia sudah berhasil tutuk Hiat-to orang, siapa duga masih bisa Nyo Ko balas menyerang, Karena itu, menyusul tipu serangan kedua dilontarkan lagi, tipu ini disebut "Bu-so-put-ci" (tiada sesuatu yang tak didatangi), yang diarah adalah 72 tempat Hiat-to di seluruh badan lawan.
Akan tetapi mendadak Nyo Ko malah mengukir tangan kirinya, dengan jarinya segera ia jojoh "wi-tiong-hiat" di lutut kanan Li Bok-chiu.
Keruan Li Bok-chiu bertambah heran, lekas2 a berkelit, menyusul segera serangan ke tiga "Bu-so-put-wi" (tiada sesuatu yang tak diperbuatnya).
Serangan ini tidak lagi menutuk Hiat-to, melainkan mengincar mata, tenggorokan perut dan bagian belakangan yang lemah, oleh sebab itu disebut tipu Bu-so-put-wi" atau "tiada sesuatu yang tak di-perbuatnya", yang berarti mendekati cara2 yang rendah dan kotor.
Cuma diwaktu Li Bok-chiu lontarkan serangan itu, ia lupa bahwa di dunia ini ternyata ada orang yang berkelahi secara menjungkir seperti Nyo Ko ini, maka serangannya yang dilontarkan secara ter-gesa2 itu bagian mata yang diarah lantas mengenai telapak kaki Nyo Ko, tenggorokan yang diserang berbalik kena betis, begitu pula perut, yang kena pahanya, selangkangan yang diserang, yang kena dadanya, maka sedikitpun tidak membawa hasil yang diharapkan.
Sungguh tidak kepalang kejut Li Bok-chiu sekali ini, selama hidupnya entah berapa banyak pertempuran besar yang pernah dia hadapi, malahan orang yang ilmu silatnya lebih tinggipun pernah dilawannya, segala tindak-tanduknya selalu diperhitungkannya dengan teliti sebelumnya, tapi kini sama sekali tak terpikir olehnya, seorang imam cilik ternyata memiliki ilmu silat yang sukar dijajaki.
Karena sedikit tertegunnya itu, mendadak Nyo Ko mengap mulutnya, tahu2 buntut kebutnya kena dicokot kencang, lalu pemuda itupun membalik, berdiri kembali.
Bahkan sedikit Nyo Ko menarik, tiba2 tangan Li Bok-chiu terguncang hingga kebutnya kena dirampas olehnya.
Hendaklah diketahui bahwa tenaga mana saja dari anggota badan manusia tiada yang bisa lebih kuat daripada gigi, dengan gigi orang biasa sanggup kertak pecah sesuatu benda yang keras sebaliknya betapa kuat tangan seseorang tak bisa membikin remuk dengan remasan tangannya, Oleh sebab itulah, meski tenaga dalam Nyo Ko masih jauh di bawah Li Bok-chiu, namun dengan giginya yang menggigit ujung kebut, senjata kebanggaan Li Bok-chiu ini ternyata kena direbutnya.
Kejadian yang sama sekali tak terduga ini membikin Ang Ling-po dan Liok Bu-siang sama menjerit kaget.
Sebaliknya meski Li Bok-chiu terkejut juga namun sedikitpun ia tak gentar, ketika telapak tangannya ia gosok, dengan "Jik-Iian-sin-cianJ atau pukulan sakti ular belang, segera ia memburu maju buat merebut kembali kebutnya.
Tetapi baru saja pukulannya hendak dilontarkan mendadak ia berteriak: "He, kiranya kau! Di-manakah gurumu?" Kiranya muka Nyo Ko yang tadinya terpoles dengan debu arang, setelah dia berjungkir dan berputar tanpa sengaja debu arang mukanya itu tergesut hilang sebagian hingga wajah aslinya dapat dikenali orang.
"He, dia adalah Sumoay, Suhu!" mendadak Ang Ling-po berteriak juga, sebab waktu itupun Liok Bu-siang dapat dikenaIinya.
Namun Nyo Ko bertindak cepat sekali, kakinya sedikit mengenjot, keledai Li Bok-chiu diceng-klaknya dan terus dilarikan, bahkan sekalian tangan kirinya menjentik, sebuah "Giok-hong-ciam" jarum tawon putih) telah ditimpukkan dan dengan jitu masuk di kepala keledainya Ang Ling-po.
Dalam murkanya, tanpa pikir lagi Li Bok-chiu lantas menguber, sekuat tenaga ia melayang ke depan dan tubruk si Nyo Ko dari belakang.
Lekas2 Nyo Ko meloncat dan tinggalkan binatang tunggangan itu, garan kebut rampasannya tadi dia gunakan untuk ketok kepala keledai itu hingga pecah dan otak berhamburan.
"Hayo, lekas, bini cilik, lekas lari ikut lakimu !" Nyo Ko ber-teriak2 pula sambil turunkan tubuhnya di atas keledainya, lalu kebut rampasannya digunakan menyabet serabutan ke belakang untuk menahan uberan Li Bok-chiu.
Di sebelah sana, tanpa menunggu perintah lagi, Liok Bu-siang telah keprak keledainya dilarikan secepatnya.
Sebenarnya dengan Ginkang Li Bok-chiu, dalam satu-dua li saja dia pasti dapat menyusul binatang tunggangan orang, cuma tadi ia sudah merasakan tipu serangan aneh dari Nyo Ko hingga hatinya rada jeri maka tak berani ia terlalu mendesak melainkan dengan "Kim-na-jm-hoat" ia rebut kembali kebutnya saja.
Di pihak lain, keledai Ang Ling-po yang kepalanya tertimpuk jarum tawon putih yang sangat lembut itu, mendadak binatang ini berjingkrak terus menyeruduk ke arah Li Bok-chiu, bahkan pentang mulut hendak menggigit.
"Hai, Ling-po, ada apakah?" bentak Li Bok-chiu.
"Binatang ini menjadi gila," sahut Ling-po sambil tarik tali kendali sekuat tenaga hingga seluruh mulut keledai itu penuh darah.
Sejenak kemudian se-konyong2 keledai itu menjadi lemas, terguling mati.
"Kita kejar saja, Suhu!" seru Ang Ling-po melompat bangun.
Tetapi waktu itu Nyo Ko dan Bu-siang sudah berlari pergi hampir satu li jauhnya, hendak mengejar pun tak bisa menyandak lagi.
Sesudah melarikan keledai mereka se-keras2-nya, kemudian Nyo Ko dan Bu-siang berpaling, namun tak tertampak bayangan Li Bok-chiu yang mengejar.
"ToIol, dadaku sangat sakit, tak tahan lagi aku," seru Bu-siang.
. Nyo Ko tidak menjawab, ia melompat turun dan mendekam ke tanah untuk mendengarkan tetapi tiada suara derapan kuda yang didengarnya.
"Tak perlu takut lagi, kita lanjutkan lengan pe-lahan2 saja," ujarnya.
Habis itu, mereka melanjutkan perjalanan dengan berendeng.
Tetapi hanya sebentar saja, karena kuatir disusul Li Bok-chiu, kembali mereka keprak keledai dan dilarikan pula, Begitulah, sebentar cepat dan lain saat alon2 hingga haripun sudah magrib.
"Bini cilik, jika kau ingin selamat, hendaklah kau tahan sakit dan lari terus semalaman ini," kata Nyo Ko.
"Ngaco-belo! Awas, kalau aku tidak iris lidah-mu?" damperat Bu-siang karena terus-menerus Nyo Ko sebut "bini" padanya, Nyo Ko me-lelet2 lidah, tetapi ia berkata lagi: "Hanya sayang binatang2 ini sudah terlalu letih, kalau semalam berlari terus mungkin akan mampus di tengah jalan.
" Dalam pada itu haripun mulai gelap, mendadak terdengar di depan sana ada suara meringkiknya kuda.
"Haha, itu dia, marilah kita tukar kuda ke sana!" seru Nyo Ko girang.
Segera mereka kencangkan lari keledai lagi lewat beberapa li, tertampaklah di depan sana ada sebuah perkampungan dan di bagian luar tertambat ratusan ekor kuda.
Kiranya pasulcan berkuda Mongol yang dilihat mereka siang tadi berhenti di sini.
"Kau tunggu di sini, biar aku masuk ke kampung sana menyelidiki keadaan dulu," kata Nyo Ko Lalu ia turun dari keledainya dan masuk sendiri ke perkampungan itu, Pada jendela sebuah gedung besar dilihatnya ada sinar lampu, dengan cepat Nyo Ko menyelinap ke sana, ia mengintip melalui jendela itu, ia lihat seorang pembesar MongoI sedang berduduk di dalam dengan mungkur.
Tiba2 tergerak pikiran Nyo Ko, "He, daripada tukar kuda, tidakkah lebih baik tukar orang saja," demikian pikirnya.
Tidak antara lama, ia lihat pembesar Mongol itu berdiri, lalu berjalan mondar-mandir di dalam kamar.
Umur pembesar ini ternyata masih sangat muda, hanya likuran saja, tetapi sikap dan tidak tanduknya ternyata sangat kereng, tampaknya pangkatnya tidak rendah.
Nyo Ko menunggu pada waktu pembesar itu mungkur lagi, dengan pelahan ia dorong daun jendela, lalu melompatlah dia ke dalam terus ulur jari buat tutuk punggung orang.
Siapa duga, begitu mendengar ada suara angin menyamber dari belakang, secepat kilat pembesar itu melangkah maju, dengan sendirinya tutukan Nyo Ko menjadi luput, kesempatan itu telah dipergunakan pembesar itu untuk mengayun tangan kirinya buat menangkis, menyusul mana iapun putar tubuh dan sepuluh jari tangannya laksana kaitan-lantas mencakar ke muka Nyo Ko, ternyata yang dipakai adalah tipu serangan yang lihay dari "Tay lik-eng-jiau-kang" atau ilmu cakar elang bertenaga raksasa.
Rada terkejut juga Nyo Ko, sungguh tak nyana bahwa seorang pembesar Mongol ternyata memiliki ilmu silat begitu tinggi Karena itu, sedikit mengegos iapun berkelit menghindarkan cakaran tadi.
Pusaka Rimba Hijau 3 Panji Wulung Karya Opa Pedang Bunga Bwee 1
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama