Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 38

Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung Bagian 38


dia, dia adalah Toakokoku!" Sembari berkata nona itupun memandang kejaran Nyo Ko.
Kebetulan saat itu Nyo Ko juga memandang padanya, sorot mata kedua orang kebentrok.
Tapi Nyo Ko memakai kedok, air mukanya kaku tanpa emosi, hanya sorot matanya jelas menunjukkan rasa akrab yang menghangatkan perasaan.
Tergerak hati Kwe Yang, terpikir olehnya: "Jika benar aku mempunyai seorang toakoko(ka-kak tertua) seperti ini, tentu dia akan menjaga dan membantu diriku, pasti tidak rewel dan selalu mengomeli aku seperti kakak Hu.
gini salah, gitu salah, ini dilarang, itu tidak boleh.
" Berpikir sampai disini, air mukanya lantas penuh rasa hormat dan kagum kepada Nyo Ko.
Didengarnya Nyo Ko lantas berkata: "Ya, adik ku yang kecil ini tidak tahu urusan, maka kubawa dia keluar cari pengalaman Ketika dilihatnya Kiu-bwe-leng-hou ini sangat aneh dan menarik, dia tahu pasti binatang piaraan oaang kosen angkatan tua, sebab itulah dia minta Wanpwe membawanya berkunjung ke sini dan sungguh beruntung sekali dapat bertemu dengan Locianpwe.
" "Hm kalian menguber dan memukuli rase piaraanku, apakah begini caranya kalian menghormati kaum Cianpwe?" jengek nenek itu, "Hayo, lekas enyah dari sini dan selamanya jangan menemui aku lagi!" Habis itu kedua tangannya terus mengebas ke depan, tangan yang satu mendorong ke arah Nyo Ko dan tangan lain mendorong Kwe Yang.
Jarak mereka ada dua-tiga meter jauhnya, sodokan tangan nenek itu jelas tak dapat mencapai tubuh Nyo Ko berdua, tapi tenaga pukulannya ternyata keras dan keji, serentak Kwe Yang merasakan angin dingin menyampuk tiba.
Tapi lengan baju Nyo Ko sempat bergerak sehingga angin pukulan si nenek dapat dipatahkan, sebaliknya tenaga pukulan yang ditujukan kepadanya itu sama sekali tidak dielakkannya.
Sebenarnya nenek itupun tidak bermaksud mencelakai Nyo Ko berdua, ia hanya ingin mengusir mereka saja.
sebab itulah hanya separoh tenaganya saja yang digunakan.
Tapi dilihatnya kedua orang itu ternyala tidak bergeming sama sekali, mau-tak mau ia terkejut dan gusar pula.
Segera ia himpun tenaga, kembali kedua tangan menyodok ke depan dengan lebih kuat, kini ia tidak pedulikan lagi mati- hidup pihak lawan.
Ketika merasakan angin pukulan nenek itu menyamber tiba, dada Kwe Yang terasa sesak, namun lengan baju Nyo Ko mengebas lagi sehingga serangan si nenek di patahkan pula, ia tahu Nyo Ko dan nenek itu sedang mengadu tenaga dalam, tampaknya si nenek menjadi beringas dan menakutkan sebaliknya Nyo Ko berdiri tenang2 saja, jelas berada di atas angin alias lebih unggul.
Se-konyong2 si nenek berkelebat maju, gerakannya sungguh cepat luar biasa, "BIang" dengan tepat dan keras kedua tangannya menghantam dada Nyo Ko.
Sekali menyerang segera nenek itu melompat mundur pula tanpa memberi kesempatan Nyo Ko untuk balas menyerang.
Keruan Kwe Yang terkejut, cepat ia menarik tangan Nyo Ko dan bertanya: "Ap.
. . . apakah engkau terluka?" Si nenek lantas berteriak bengis: "Dia sudah terkena pukulanku "Han-im-cian" (tenaga panas dingin), ajalnya takkan lebih lama daripada satu hari saja, dia menerima ganjarannya karena perbuatannya sendiri dan takdapat menyalahkan orang lain.
" Dengan ilmu silat Nyo Ko 15 tahun yang lalu saja tak dapat ditandingi oleh si nenek, apalagi sekarang luar-dalamnya sudah tergembleng sedemikian sempurna, betapapun lihaynya tenaga pukulan si nenek juga takdapat melukainya.
Soalnya Nyo Ko tiada permusuhan apapun dengan si nenek kedatangannya ini juga ingin memohon barang kesayangan orang tua itu, maka dia sengaja membiarkan si nenek menyerang tiga kali tanpa balas menyerang.
Selama likuran tahun nenek itu giat berlatih ilmu pukulan "Han im cian" dan sekaligus sudah dapat menghancurkan 17 potong bata dalam keadaan luar utuh dan dalam remuk, tapi kini jelas Nyo Ko terkena pukulannya dengan telak, ia yakin orang pasti akan remuk isi perutnya, tapi lawan justeru tetap berdiri tenang dan tertawa seperti tidak terjadi sesuatu, ia pikir bocah ini benar2 kepala batu, sudah dekat ajal masih berlagak gagah, segera ia berkata: "Mumpung belum roboh binasa, lekas kau pergi membawa anak dara ini dan jangan sampai mampus ditengah tambakku ini.
" Nyo Ko mendongak dan berseru lantang.
"Hahaha, rupanya sudah lama Locianpwe menyepi di tempat terpencil begini, tentunya Locianpwe tak dapat membayangkan betapa kemajuan ilmu silat di dunia ini.
" Habis berkata ia sengaja bergelak tertawa, suara tertawanya nyaring keras menggelegar dengan tenaga dalam yang kuat.
Mendengar suara Nyo Ko itu, si nenek tahu orang ternyata tidak mengalami luka sedikitpun, seketika mukanya menjadi pucat, tubuhnya sempoyongan baru sekarang ia menyadari bahwa Nyo Ko sengaja membiarkan diserang tiga kali, kalau bicara kepandaian sejati, jelaslah dirinya bukan tandingannya.
Tiba2 si nenek angkat rase kecil dalam pelukannya itu, lalu ia bersuit, rase yang lain juga lantas menerobos keluar dari onggokan rumput dan melompat ke dalam pangkuan si nenek, Lalu ia ber-kata: "Kepandaianmu memang hebat, sungguh aku sangat kagum.
Tapi kalau engkau ingin merebut rase ini secara kekerasan, hm, jangan kau harap.
Asalkan kau melangkah maju setindak, seketika ku cekik mati kedua ekor rase ini agar kau datang dan pergi dengan bertangan hampa.
" Melihat sikap dan ucapan si nenek yang tegas dan pasti itu, Nyo Ko tahu watak orang tua itu sangat keras dan kaku, biarpun mati juga tidak mau menyerah.
Mau-tak-mau ia menjadi serba susah, kalau mendadak menubruk maju dan menutuk Hiat-to si nenek, lalu merebut rase, rasanya si nenek bisa membunuh diri saking gusarnya, jika demikian jadinya, maka biarpun Su Siok kang dapat diselamatkan tapi harus korbankan jiwa orang lain.
Selagi Nyo Ko merasa ragu2, tiba2 dari jauh sana berkumandang suara orang menyebut: "0mi tohud!" Menyusul orang itu berkata: "Loceng (paderi tua) It-teng mohon berjumpa, sudilah kiranya Eng koh menemuinya!" Kwe Yang memandang sekeliling tambak, tapi tidak tampak seorangpun padahal suara orang itu tidak begitu keras, jelas datang dari tempat dekat saja, namun sekitar situ jelas tiada tempat bersembunyi, lalu berada di manakah orang yang bersuara itu?" Dia pernah mendengar cerita dari ibunya bahwa Ii-teng Taysu adalah tokoh angkatan tua, pernah menolong jiwa ibunya, juga terhitung kakek guru kedua saudara Bu, hanya selama ini paderi sakti itu belum pernah dilihatnya.
Kini tiba2 didengarnya ada orang menyebut "lt-teng", tentu saja ia terkejut dan bergirang.
Nyo Ko juga sangat gembira mendengar suara It-teng, ia tahu yang digunakan it-teng Taysu adalah Lwekang maha sakti, yaitu ilmu menyiarkan gelombang suara dari tempat beberapa li jauhnya, semakin tinggi Lwekangnya, semakin halus pula suaranya sehingga mirip orang bicara dari dekat saja.
Kagum sekali mendengar suara It-teng Taysu yang luar biasa itu, betapapun ia merasa tenaga dalam sendiri tak dapat menandingi paderi sakti itu, pikirnya pula: "Kiranya nenek ini bernama Engkoh.
Entah ada urusan apa It teng Taysu ingin menemui-nya" jika paderi itu suka tampil ke muka, mungkin sekali rase ini akan bisa diperoleh.
" Kiranya nenek penghuni Hek-liong-tam ini memang betul bernama Eng-koh.
Sewaktu masih menjadi raja negeri Tayli, aslinya It-teng Taysu she Toan dan terkenal sebagai tokoh Raja di Selatan di dunia Kangouw.
Sebagai raja, sudah tentu cukup banyak selir-nya, Eng-koh adalah salah satu selir kesayangannya ketika itu, Tapi suatu waktu Toan-hongya (raja Toan) kedatangan tamu yang terkenal, yaitu Ong Tiong-yang dari Coan-cin-kau beserta Sutenya, yakni si Anak Tua Nakal Ciu Pek-thong.
Mungkin sudah suratan nasib, selama tinggal beberapa lama di negeri Tayli, dasar watak Ciu Pek-thong memang suka keluyuran, maka secara kebetulan dia pergoki Eng-koh sedang berlatih silat (ajaran Toan-hongya), karena sifatnya yang jahil dan tidak sirik mengenai adat lelaki dan perempuan, Ciu Pek-thong telah mendekati Eng-koh dan mengajaknya ngobrol tentang ilmu silat (Ciu Pek-thong itu memang orang yang keranjingan ilmu silat).
Bicara punya bicara, akhirnya keduanya jatuh cinta dan "ada main" serta membuahkan seorang anak laki2.
Ketika Toan-Hongya kedatangan musuh, yaitu Kiu Jian-yim yang kemudian terkenal sebagai Cu-in Hwesio, secara licik Kiu Jian-yim telah melukai anak haram hasil "semokel" antara Ciu Pek-thong dan Eng-koh itu, tujuannya untuk memaksa Toan-hongya menyelamatkan orok itu dengao It-yang-ci, dengan demikian tenaga dalamnya terpaksa harus dikorbankan dan sukar dipulihkan dalam waktu singkat, pada saat demikian Kiu Jian-yim yakin pasti dapat mengalahkan Toan-hongya.
Tak terduga tipu muslihatnya ternyata diketahui Toan-hongya, pula dia cemburu karena hubungan gelap Eng-koh dengan Ciu Pek-thong itu, maka dia bertekad tidak mau menolongnya, akhirnya anak itupun mati.
Toan-hongya sangat menyesal, akibatnya ia cukur rambut dan menjadi Hwesio dengan gelar It-teng.
Kematian anaknya sudah tentu membuat Eng-koh juga sakit hati dan merana, ia terus minggat dari negeri Tayli, suatu ketika di puncak Hoa-san dipergokinya Kiu Jian-yim, tapi tidak berhasil membunuhnya, iapun bertemu dengan Ciu Pek-thong dan ingin bicara dengan dia, tapi asal melihat bayangan Eng-koh seketika si Anak Tua Nakal itu kabur lebih dulu, soalnya dia malu dan merasa ber-dosa, maka tidak berani menemui bekas kekasih itu.
Eng-koh lantas mengembara tanpa tujuan dan akhirnya menetap di Hek-liong-tam ini.
Sebenarnya sudah belasan hari It-teng Taysu berada di tepi Hek- liong-tam dan setiap hari selalu berseru untuk mohon bertemu, Namun Eng-koh masih sakit hati karena dahulu bekas raja Tayli itu tega tidak mau menolong jiwa anaknya, maka dia tetap tidak mau menemuinya.
Begitulah Eng-koh tampak lesu dan mundur berduduk di atas onggokan kayu, sorot matanya kelihatan dendam dan benci.
Selang tak lama, terdengar It-teng berseru pula: "Dari jauh It-teng datang ke sini, hanya untuk mohon bertemu sejenak dengan Eng-koh.
" Namun Eng-koh tetap tidak menggubrisnya.
Nyo Ko menjadi heran, ia pikir kepandaian It-teng jauh lebih tinggi daripada Eng-koh, kalau dia mau menemuinya ke sini toh nenek ini tak dapat menolaknya, mengapa dia mesti memohon dari kejauhan" Dalam pada itu terdengar It-teng berseru memohon lagi, setelah Eng-koh tetap tidak memberi jawaban, lalu tidak diulangi lagi, suasana kembali sunyi.
"Toakoko," kata Kwe Yang, "It-teng Taysu itu adalah tokoh yang luar biasa, maukah kita ke sana menemuinya?" "Baik, memangnya aku ingin menemui beliau," "jawab Nyo Ko.
Terlihat Eng-koh berbangkit pelahan dengan sorot mata bengis, meski Nyo Ko merasa tidak gentar padanya, tapi tidak enak juga perasaannya melihat sikap orang ini, Segera ia pegang tangan Kwe Yang dan berkata: "Marilah pergi!" Sekali melayang, segera kedua orang meluncur ke tengah tambak.
Setelah berpuluh meter di bawa meluncur Nyo Ko, Kwe Yang lalu bertanya: "Toakoko, berada di manakah Taysu" suaranya seperti berada di sebelah sini saja.
" Dua kali Nyo Ko dipanggil "Toakoko" dengan suara yang halus dan mesra, hatinya terkesiap juga pikirnya "Cintaku kepada Liong-ji suci murni dan tak mungkin bergoyah, betapapun aku tidak boleh terjerumus lagi kejaringan asmara.
Usia nona cilik ini masih muda dan ke-kanak2an, ada lebih baik selekasnya berpisah dengan dia agar tidak menimbulkan hal2 yang tidak diharapkan" - Akan tetapi berada di atas lumpur bcrselimutkan salju itu, sedetikpun tidak boleh berhenti, lebih2 tidak mungkin mengendurkan pegangannya pada tangan si nona.
"Toakoko", kembali Kwe Yang berkata, "ku-tanya kau, apakah engkau tidak mendengar.
" "lt-teng Taysu berada di timur laut sana, kira2 dua-tiga li dari sini," jawab Nyo Ko.
"Suaranya kedengarannya dekat, tapi sebenarnya berada cukup jauh.
dia menggunakan ilmu jian-li-toan- im" (me-ngirim gelombang suara dari jauh).
" "He, apakah engkau juga mahir ilmu itu?" tanya Kwe Yang.
"Maukah engkau mengajarkan padaku" Kelak kalau kita berpisah di tempat jauh agar akupun dapat bicara denganmu dengan ilmu itu, kan menyenangkan bukan?" "Namanya saja mengirim gelombang suara dari jauh, sebenarnya kalau dapat mencapai dua-tiga li sudah luar biasa," ujar Kwe Yang dengan tertawa, "Untuk mencapai kepandaian setingkat lt-teng Taysu, biarpun secerdas kau juga harus berlatih hingga rambut ubanan.
" Kwe Yang sangat senang karena orang memuji-nya cerdas, katanya pula: "Ah, aku ini cerdas apa" Kalau aku mempunyai dua bagian kecerdasan ibuku saja aku sudah merasa puas.
" Tergerak hati Nyo Ko, dari raut muka si nona ia melihat samar2 ada beberapa bagian menyerupai Ui Yong, Pikirnya: "Tokoh2 yang kukenal selama hidup baik lelaki maupun perempuan, kalau bicara tentang kepintaran dan kecerdasan rasanya tiada orang lain yang mampu menandingi Kwe pekbo, apakah mungkin nona cilik ini adalah puteri bibi Kwe?" Tapi segera ia tertawa geli sendiri dan anggap jalan pikirannya itu terlalu meng-ada2, masakah di dunia ini bisa terjadi sedemikian kebetulan" Kalau benar nona ini puteri Kwe-pekbo, mana mungkin paman dan bibi Kwe membiarkannya berkeliaran di Iuaran.
Maka ia coba bertanya kepada Kwe Yang: "Siapakah ibumu?" "lbu ya ibu, meski kukatakan juga kau tidak kenal," jawab Kwe Yang dengan tertawa "Eh, Toa-koko, kepandaianmu lebih tinggi atau kepandaian It-teng Taysu lebih tinggi?" Usia Nyo Ko sekarang sudah mendekati setengah baya, iapun kenyang mengalami gemblengan kehidupan dan merasakan betapa pahit getirnya sejak berpisah dengan Siao-liong-Ii, walaupun semangat ksatrianya tidak berkurang, tapi sifat dugal-nya di masa mudanya sudah hampir lenyap seluruhnya, Maka ia menjawab: "lt-teng Taysu sangat terhormat di dunia persilatan, berpuluh tahun yang lalu namanya sudah sama tingginya dengan Tho-hoa tocu dan lain2, beliau adalah Lam-te (raja di selatan), yaitu satu diantara lima tokoh terkemuka di jaman itu, mana aku dapat dibandingkan beliau.
" "Wah, jika begitu, kalau engkau dilahirkan lebih dini beberapa puluh tahun yang lalu, tentu tokoh tertinggi waktu itu bukan lagi lima orang, tapi enam jadinya.
Konon mereka disebut Tang-sia Se-tok, Lam-te, Pak-kay dan Tiong-sin-thong, lalu engkau berjuluk apa" Ah, pasti juga Sin-tiau-tayhiap.
Oya, masih ada lagi Kwe-tayhiap dan Kwe-hujin.
" Nyo Ko bertanya pula: "Apakah kau pernah melihat Kwe-tayhiap dan Kwe-hujin?" "Sudah tentu aku pernah melihat mereka, malahan mereka sangat sayang padaku," sahut Kwe Yang, "Eh, Toakoko, apakah engkau juga kenal beliau2 itu" Nanti kalau urusan di sini sudah beres2 maukah kita pergi menyambangi mereka?" Nyo Ko benci pada Kwe Hu yang telah membuntungi lengannya, setelah lewat sekian tahun, rasa benci itu semakin menipis.
Tapi Siao-liong-li mengidap racun dan terpaksa harus berpisah 16 tahun, persoalan ini takdapat tidak membuatnya sangat dendam kepada Kwe Hu.
Maka dengan hambar saja ia menjawab: "Tahun depan bisa jadi aku akan berkunjung kepada Kwe-tayhiap dan isterinya, tapi harus tunggu dulu setelah kuberjumpa dengan isteriku dan kami berdua akan pergi ke sana bersama.
" Begitu menyebut Siao-Iiong-li, tanpa terasa timbul hasratnya yang menyala, Kwe Yang dapat merasakan telapak tangan Nyo Ko yang mendadak menjadi panas.
Segera ia bertanya pula. "lsterimu tentu sangat cantik dan ilmu silatnya pasti pula sangat tinggi.
" "Kukira di dunia ini tiada orang lain yang lebih cantik daripada dia," kata Nyo Ko.
"Bicara tentang ilmu silat, saat ini dia tentu juga melebihi diriku.
" Kwe Yang menjadi sangat hormat dan kagum, katanya: "Toakoko, engkau harus membawa diriku menemui isterimu, maukah kau berjanji?" "Mengapa tidak?" ujar Nyo Ko dengan tertawa, "Kuyakin nyonyaku juga pasti suka padamu, Saat mana barulah kau benar2 memanggil aku Toakoko.
" "Apakah sekarang aku tidak boleh memanggil demikian padamu?" t mya Kwe Yang dengan melenggak.
Karena sedikit merandek itulah, sebelah kakinya lantas kejeblos ke dalam lumpur, Untung Nyo Ko lantas menariknya melompat jauh ke depan.
Tertampaklah di kejauhan sana berdiri seorang dengan jenggot panjang dengan memakai jubah paderi warna kelabu, siapa lagi kalau bukan It- teng Taysu.
Segera Nyo Ko berseru: "Tecu Nyo Ko memberi hormat kepada Taysu!" Sambil menarik Kwe Yang sekaligus ia meluncur ke depan paderi sakti itu.
Tempat berada It teng itu di tepi kolam lumpur Hek-liong-tam itu, ia menjadi girang ketika mendengar nama Nyo Ko.
maka ia lantas membangunkannya ketika Nyo Ko datang menyembah padanya, katanya dengan tertawa" "Baik2kah selama ini, saudara Nyo" Pesat amat kemajuan ilmu sakti-mu, sungguh menggembirakan dan mengagumkan.
" Waktu Nyo Ko berbangkit dilihatnya di belakang It-teng sana menggeletak seorang dengan muka pucat lesi seperti mayat, ia melengak.
Ketika ia awasi, kiranya Cuin Hwesio adanya.
"Kenapakah Cu-in Taysu?" tanya Nyo Ko terkejut.
"Dia dilukai orang, meski sudah kutolong sepenuh tenaga tetap sukar menyembuhkan dia," tutur It-teng menyesal.
Nyo Ko coba mendekati Cu-in dan memeriksa nadinya, terasa denyutnya amat Iemah, lama sekali barulah berdenyut pelahan sekali, kalau saja Lwe kang Cu-in tidak kuat, mungkin sudah lama menghembuskan napas penghabisan.
"Kepandaian Cu-in Taysu sedemikian tinggi, entah siapakah yang mampu melukainya?" tanya Nyo Ko heran.
"Kami bermaksud pulang ke Tayli waktu itu karena ada kabar bahwa pasukan Mongol ada maksud menyerbu ke daerah selatan," tutur It-teng.
"Sebelum berangkat, Cu-in telah keluar untuk mencari keterangan keadaan, di tengah jalan kepergok seorang dan mereka bertempur selama tiga-hari-tiga-malam, akhirnya Cu in terluka parah.
" "Ah, kiranya keparat Kim-lun Hoat-ong datang ke Tionggoan lagi," ujar Nyo Ko sambil membanting kaki ke tanah.
"He, Toakoko, darimana engkau mengetahui orang itu ialah Kim-lun Hoat-ong?" tanya Kwe Yang heran, "padahal It-teng Taysu tidak menyebut dia.
" "lt-teng Taysu bilang mereka bertempur selama tiga-hari-tiga-malam, maka jelas luka Cu-in bukan disergap musuh yang licik," jawab Nyo Ko.
"Di dunia ini, orang yang mampu melukai Cu-in Taysu rasanya jumlahnya dapat dihitung dengan jari, dan di antaranya beberapa orang ini hanya Kim-lun Hoat-ong saja tergolong orang jahat.
" "Toakoko, lekas engkau mencari bangsat itu dan hantam dia untuk membalaskan sakit hati Toahwesio ini," ujar Kwe Yang.
Tiba2 Cu-in yang menggeletak dengan kempas-kempis di tanah itu membuka matanya sedikit dan menggeleng pelahan kepada Kwe Yang.
"Kenapa" Memangnya kau tidak ingin membalas dendam?" tanya Kwe Yang heran, "Ah, barangkali maksudmu Kim-lun Hoat-ong itu terlalu lihay dan kuatir Toakoko tak dapat menandingi dia?" "Kau salah sangka, nona cilik," sela It-teng.
"Soalnya muridku ini telah banyak berbuat dosa, selama belasan tahun ini dia berusaha menebus dosanya itu dan ternyata tak pernah tercapai, hal inilah selalu mengganjal hatinya dan membuatnya matipun tidak tenteram.
Jadi bukan maksudnya ingin orang membalaskan sakit hatinya, tapi justeru mengharapkan pengampunan dari seseorang agar dia dapat mangkat dengan hati tenteram.
" "Apakah nenek di kolam lumpur ini yang dia inginkan?" tanya Kwe Yang, "Hati nenek ini sangat keras, jika bersalah padanya, tidak nanti dia mengampuni orang begitu saja.
" "Justeru begitulah," kata It-teng dengan menghela napas, "Kami sudah memohonnya di sini selama tujuh-hari-tujuh-malam dan sama sekali dia tidak mau menemui kami.
" Tiba2 hati Nyo Ko tergerak, teringat olehnya ucapan si nenek tentang anaknya yang terluka dan orang yang dimintai pertolongan tidak mau menyembuhkannya itu.
Segera ia bertanya: "Apakah berhubungan dengan anaknya yang terluka dan tak tertolong itu?" Badan It-teng tampak bergetar, sahutnya sambil mengangguk: "Ya, kiranya kaupun sudah tahu?" "Tecu tidak tahu," jawab Nyo Ko.
"Cuma tadi Locianpwe di tengah kolam itu menyinggungnya sedikit.
" Lalu iapun mengisahkan pengalaman-nya bertemu dengan si nenek tadi.
"Dia bernama Eng-koh," tutur It-teng pula, "dahulu ialah isteriku.
wataknya memang keras. Ai, kalau tertunda lebih lama lagi mungkin Cu in tidak tahan.
" Seketika timbul macam2 tanda tanya dalam benak Kwe Yang, tapi ia tak berani bertanya.
Dengan gegetun Nyo Ko lantas berkata: "Setiap orang tentu pernah berbuat salah, kalau menyadari salahnya, maka apa yang sudah lampau bisalah dianggap selesai, Rasanya jiwa Eng-koh ini juga teramat sempit.
" - Dilihatnya ajal Cu-in sudah dekat, seketika timbul jiwa ksatrianya yang ingin menolong, segera ia menambahkan: "Taysu, maafkan jika Tecu memberanikan diri memaksa Engkoh keluar ke sini.
" It-teng termenung sejenak, ia pikir kedatangannya dengan Cu-in ini adalah untuk minta ampun kepada Eog-koh, rasanya tidak pantas memakai kekerasan.
Tapi permohonan dengan sopan sudah sekian lamanya dan Eng-koh tetap tidak mau menemuinya, tampaknya kalau tetap memohon begitu saja juga percuma.
jika Nyo Ko mempunyai caranya sendiri, rasanya boleh juga dicoba, seumpama tidak berhasil, paling2 juga cuma gagal bertemu saja, Maka ia lantas menjawab: "Jika Nyo heng dapat membujuknya keluar, tentu segala persoalan menjadi beres, cuma sebisanya jangan sampai menimbulkan sengketa baru sehingga malah menambah dosa mereka.
" Nyo Ko mengiakan, Lalu ia merobek sapu-tangan menjadi empat potong, dua potong digunakan, menyumbat telinga Cu in, dua potong lain di si nona menyumbat lubang kupingnya, Habis itu ia lantas menghimpun tenaga dalam dan minta maaf dulu kepada It-teng lalu ia menengadah dan mengeluarkan suara nyaring panjang.
Suara suitannya ini muIa2 nyaring bening dan berkumandang jauh, lama2 suaranya berubah melengking tajam, lalu berubah keras gemuruh laksana bunyi guntur.
Meski kupingnya sudah disumbat kain, tidak urung muka Kwe Yang berubah pucat karena getaran suara yang membuat jantungnya ber-debar2.
Suara gemuruh itu terus berlangsung secara bergelombang sehingga mirip deburan ombak samudera, Kwe Yang merasa dirinya seperti berdiri di tanah lapang dan guntur terus berbunyi mengelilinginya, ia menjadi takut dan gelisah.
"Toakoko, lekas berhenti, aku tidak tahan," teriaknya.
Akan tetapi suaranya ternyata tenggelam di tengah suitan Nyo Ko yang hebat itu, bahkan ia sendiri tidak mendengar apa2, terasa pikiran menjadi linglung dan pandangan kabur, Untung pada saat itulah It-teng telah mengulurkan tangannya untuk memegangi telapak tangan Kwe Yang.
segera terasalah hawa hangat tersalur dari tangan paderi sakti itu.
Tahulah dia paderi sakti itu sedang membantunya dengan tenaga dalamnya yang kuat, Segera iapun memejamkan mata dan mengerahkan tenaga dalam sendiri.
Sejenak kemudian, meski suara gemuruh tadi masih tetap memekak telinga, namun pikirannya sudah tidak bergolak lagi.
Setelah bersuit panjang sekian lamanya, ternyata Nyo Ko tetap bersemangat dan kuat, sedikitpun tiada tanda2 lelah.
Diam2 It-teng merasa kagum, ia merasa semasa mudanya dahulu juga tidak sekuat Nyo Ko sekarang ini, apalagi kini usianya sudah lanjut, jelas takdapat dibandingkan anak muda itu.
Selang tak lama, tertampaklah sesosok bayangan meluncur dari Hek liong tam sana.
Sekali Nyo Ko mengebaskan lengan bajunya, suara suitan lantas berhenti.
Baru saja Kwe Yang menghela napas lega dan belum lagi pulih air mukanya, terdengar bayangan orang tadi berseru melengking dan jauh: "Toanhongya, caramu malang melintang memaksa aku keluar, sebenarnya ada urusan apa?" "Adik Nyo inilah yang mengundang kau," jawab It-teng.
Tengah bicara, tahu2 bayangan orang tadi sudah mendekat.
Siapa lagi kalau bukan Eng koh.
Dia menjadi ragu2 mendengar jawaban It-teng ttu, ia heran di dunia ini kecuali Toan-hongya ternyata ada lagi yang memiliki kekuatan sehebat ini padahal orang yang mukanya sukar diketahui dengan pasti ini berambut hitam, umurnya paling banyak juga belum ada 40 tahun, tapi Lwekangnya ternyata selihay ini, sungguh luar biasa dan mengagumkan.
Sebenarnya Eng-koh bertekad tidak mau menemui Toan-hongya alias It-teng Taysu, tapi suara Nyo Ko tadi telah membuatnya gelisah, ia tahu jika dirinya tidak keluar, sekali tenaga dalam orang dikerahkan, maka pikirannya pasti akan terguncang dan mungkin sekali akan roboh dan terluka dalam.
Karena itulah terpaksa ia keluar walaupun dengan sikap ogah2an.
"lni, rase ini kuberikan padamu, anggaplah aku menyerah padamu dan lekas pergi dari sini," kata Eng-koh kepada Nyo Ko dengan rasa dongkol.
Habis itu dia pegang leher seekor rasenya terus hendak dilemparkan ke arah Nyo Ko.
"Nanti dulu," seru Nyo Ko, "urusan rase adalah soal kecil, ada urusan penting yang hendak dibicarakan It-teng Taysu, harap engkau suka mendengarkannya.
" Eng-koh memandang It-teng dengan sikap dingin, katanya: "Baiklah, silakan Hongya memberitahu.
" "Kejadian di masa lampau laksana impian belaka, sebutan diwaktu dahulu buat apa digunakan lagi?" ujar It-teng dengan gegetun.
"Eng-koh, apakah kau masih kenal dia?" - Berbareng iapun menuding Cu-in yang menggeletak di tanah itu.
Kini Cu-in memakai jubah Hwesio, bahkan mukanya sudah banyak berbeda daripada pertemuan di Hoa-san lebih 30 tahun yang lalu, Maka hakikatnya Eng-koh sudah pangling, katanya setelah memandang sekejap ke arah Cu-in: "Mana ku kenal Hwesio ini?" "Dahulu siapakah yang menyerang anakmu dengan cara keji?" tanya lt-teng.
Seketika tubuh Eng-koh gemetar, air mukanya berubah pucat, lalu berubah menjadi merah, katanya dengan suara ter-putus2: "Jadi.
. . . . . jadi dia ini bangsat Kiu Jian-yim itu" Biarpun.
. . biarpun tulang belulangnya menjadi abu juga tetap kukenali.
"Kejadian itu sudah berpuluh tahun yang lalu dan kau masih tetap dendam dan tidak melupakannya," ujar It-teng dengan menghela napas.
"Orang ini memang betul Kiu Jian-yim.
Sedangkan mukanya saja kau pangling, tapi dendam lama itu belum pernah kau hipakan.
" Mendadak Eng-koh menubruk ke sana, kesepuluh jarinya laksana kaitan terus hendak ditancapkan ke dada Cu-in, ia coba meng-amat2i wajahnya, samar2 ia merasa rada mirip Kiu Jian-yim, tapi setelah diawasi lebin teliti, rasanya seperti bukan.
Kedua pipi paderi ini cekung dan menggeletak tak bergerak, tampaknya sudah tiga perempat mati.
"Apakah orang ini benar2 Kiu Jian-yim," teriak Eng-koh bengis, "Untuk apa dia menemui aku?" "Dia memang betul Kiu Jian yim," kata It-teng" "Dia merasa dosanya terlalu besar dan sudah memeluk agama Buddha serta menjadi muridku, nama agamanya ialah Cu-in.
" "Hm, setelah berbuat dosa, dengan menjadi Hwesio lantas segala dosanya akan punah, pantas di dunia ini tambah banyak orang menjadi Hwesio," jengek Eng-koh.
"Dosa tetap dosa, mana mungkin ditebas dengan menjadi Hwesio?" ujar It-teng.
"Kini Cu-in terluka parah, ajalnya tinggal beberapa saat saja, teringat olehnya, dosanya mencelakai anakmu, dia merasa tidak tenteram, maka sekuatnya ia bertahan hembusan napas terakhir dan dari jauh datang kesini untuk memohon ampun padamu atas dosanya.
" Dengan mata melotot Engkoh memandangi It-teng hingga lama sekali, wajahnya mengunjuk penuh rasa dendam dan benci, se-akan2 seluruh duka derita selama hidupnya ingin dilampiaskannya dalam sekejap ini.
Melihat air muka Eng-koh yang menyeramkan itu, Kwe Yang menjadi takut.
Terlihat kedua tangan Eng-koh telah diangkat dan segera akan dijatuhkan atas tubuh Cu-in.
walaupun merasa takut tapi dasar pembawaan Kwe Yang memang berbudi luhur, segera ia membentak: "Nanti dulu! Dia sudah tak bisa berkutik, tapi kau hendak menyerangnya pula.
sebab apa kau tega berbuat demikian?" "Hm, dia membunuh anakku, selama berpuluh tahun aku menanti dengan menderita dan akhirnya aku dapat mencabut jiwanya dengan tanganku sendiri walaupun rasanya sudah agak terlambat tapi kau masih bertanya sebab2nya?" jengek Eng-koh.
"Kalau dia sudah menyadari kesalahannya dan mengaku berdosa, kejadian yang sudah lampau, buat apa di-ungkat2 lagi?" ujar Kwe Yang.
"Hehehehe!" Eng-koh terkekeh sambil menengadah.
"Enak saja kau bicara, anak dara, Coba jawab andaikan yang dibunuhnya adalah anakmu, lalu bagai mana?" "Dari.
. . darimana aku mempunyai anak?" jawab Kwe Yang gelagapan.
"Atau yang dibunuhnya adalah suamimu, ke-kasihmu, atau Toakokomu ini?" jengek Eng-koh pula.
Muka Kwe Yang menjadi merah, katanya: "Ngaco-be!o! Dari.
. . darimana datangnya suami atau kekasihku?" Makin bicara makin meluap rasa gusar Eng-koh, mana dia tak mau banyak omong lagi, sambil menatap Cu-in segera tangannya hendak menghantam ke bawah.
Tapi mendadak terlihat Cu-in menghela napas dengan menyungging senyum dan berkata dengan perlahan: "Terima kasih Eng-koh sudi menyempurnakan diriku.
" Eng-koh jadi melengak dan pukulannya tidak jadi diteruskan, bentaknya: "Menyempurnakan apa katamu?" Tapi segera ia paham maksud orang, rupanya Cu-in yakin pasti dirinya mati, maka dia ingin diberi satu pukulan agar dapat mati di tangannya, jadi pukulan yang dahulu pernah menewaskan anaknya telah dibalas dengan pukulan maut pula, dengan begitu dosanya menjadi tertebus.
Dengan tertawa dingin Engkoh lantas berkata.
"Masakah begini enak bagimu" Aku takkan membunuh kau, tapi akupun tak pernah mengampuni kau!" Kalimat2 ini diucapkan dengan tegas dan seram sehingga membuat orang mengkirik.
Nyo Ko tahu watak It-teng Taysu welas asih dan tidak mungkin bersitegang dengan bekas selirnya itu, sedangkan Kwe Yang adalah anak kecil, apa yang dikatakan tentu tidak mendapat perhatian Eng-koh, kalau dirinya tidak ikut campur tentu urusan ini takkan beres.
Maka dengan ketus ia lantas berkata: "Eng-locianpwe, persoalan suka-duka di antara kalian sebenarnya tidak jelas bagiku, hanya saja ucapan dan tindak-tanduk cianpwe terasa agak keterlaluan bagiku, betapapun aku menjadi ingin ikut campur tangan urusan ini.
" Eng-koh berpaling dengan terkesiap, dia sudah pernah bergebrak dengan Nyo Ko, dari suara suitan-nya tadi iapun tahu kepandaian orang ini jauh di atasnya dan tidak mungkin ditandingi.
Sungguh tak terduga dalam keadaan demikian ada orang tampil ke muka dan main kekerasan padanya setelah dipikir dan pikir lagi, tanpa terasa ia menjadi sedih dan merasa nasibnya teramat tidak beruntung, terus saja ia duduk mendeprok dan menangis ter-gerung2.
Tangisnya Eng-koh ini tidak saja membuat bingung Nyo Ko dan Kwe Yang, bahkan juga di luar dugaan It-teng Taysu.
Terdengar Eng-koh menangis sambil mengomeli "Kalian ini bertemu dengan aku, cara halus tidak dapat lantas memakai kekerasan, tapi orang itu tidak mau menemui aku, kenapa kalian tidak ambil pusing?" "He, Locianpwe, siapakah yang tidak mau bertemu dengan kau?" tanya Kwe Yang cepat "Bagaimana jika kami membantu kau?" Tanpa menjawab Eng-koh melanjutkan keluhannya: "Kalian hanya dapat menganiaya kaum wanita macam diriku, kalau ketemu tokoh yang besar2 lihay masakah kalian berani mengutiknya?" Kwe Yang lantas menanggapi lagi: "Anak kecil seperti diriku sudah tentu tak berguna, tapi di sini sekarang kan ada It-teng Taysu dan Toakoko-ku, memangnya kita ikut kepada siapa?" Eng-koh termenung sejenak, mendadak ia berbangkit dan berseru: "Baik, asalkan kalian mencari dia dan membawanya ke sini untuk menemui aku dan biarkan dia bicara sebentar dengan aku, maka apapun kehendak kalian, ingin rase atau minta aku berdamai dengan Kiu Jian-yim, semuanya kuterima.
" "Eh, Teakoko, apakah transaksi ini dapat diterima?" tanya Kwe Yang kepada Nyo Ko.
"Siapakah yang ingin cianpwe temui, masakah begitu sulit?" tanya Nyo Ko.
"Boleh kau tanya dia.
" jawab Engkoh sambil menuding It-teng Taysu.
Sekilas melihat air muka bersemu merah, Kwe Yang menjadi heran, masakah sudah tua begitu masih bisa malu2 seperti anak perawan.
Melihat Nyo Ko dan Kwe Yang sama menatap ke arahnya, dengan pelahan It-teng lantas menutur: "Yang dia maksudkan adalah Ciu-suheng, Lo-wan-tong Ciu Pek-tong.
" "Ah, kiranya Lowantong yang dimaksudkan," seru Nyo Ko girang, "Dia sangat baik padaku, biarlah kupergi mencari dan membawanya ke sini untuk menemuinya.
" "Namaku Eng-koh, kau harus katakan jelas2 kepadanya bahwa dia akan dibawa ke sini menemui aku," kata Eng-koh.
"Kalau tidak, begitu melihat bayanganku segera dia kabur dan sukar lagi mencarinya.
Asakan dia mau datang ke sini maka setiap permintaan kalian pasti akan kupenuhi.
" Nyo Ko coba melirik It-teng, terlihat paderi itu menggeleng pelahan, maka diduganya di antara Ciu Pek-thong dan Eng-koh pasti ada persengketaan berat dan keduanya tidak mungkin dipertemukan.
Tapi lantas teringat olehnya bahwa Ciu Pek-thong itu berpikiran seperti anak kecil, bukan mustahil akan dapat memancingnya ke sini dengan sesuatu akal aneh, Maka ia lantas berkata: "Lo wan-tong itu berada di mana sekarang" Pasti akan kudayakan untuk mengajaknya ke sini.
" "Kira2 lebih 200 li dari sini ke utara ada sebuah lembah Pek-hoa-kok (lembah seratus bunga), dia mengasingkan diri di sana dan mencari kesenangan dengan beternak lebah," tutur Eng koh.
Mendengar kata2 "beternak lebah", seketika Nyo Ko terkenang kepada Siao liong-li.
Teringat olehnya dahulu Ciu Pek-thong diajari oleh Siao-liong-li cara memiara tawon dan menguasainya, tanpa terasa hatinya menjadi sedih dan mata merah katanya kemudian: "Baiklah, sekarang juga Wanpwe akan mencari Lo-wan-tong, harap kalian tunggu saja di sini.
" Habis itu ia tanya letak Pek-hoa-kok lebih jelas, lalu melangkah pergi.
Tanpa bicara Kwe Yang lantas ikut di belakangnya, Nyo Ko lantas mengisiki anak dara itu: "ilmu silat It-teng Taysu maha tinggi, orangnya juga welas asih, kau tinggal sementara di sini dan mohon belajar sedikit kepandaian padanya, asalkan beliau mau memberi petunjuk, maka beruntungan bagimu.
" "Tidak, kuingin ikut kau pergi menemui Lo-wan-tong itu," kata Kwe Yang.
Nyo Ko mengernyit kening, katanya: "Sebenarnya inilah kesempatan yang sukar dicari, mengapa kau sia2kan?" "Aku tidak ingin belajar ilmu apapun," ujar Kwe Yang, "Setelah ketemu Lo-wan-tong tentu kau akan pergi, akupun harus pulang, maka biarlah aku ikut pergi saja dengan kau.
" Arti ucapan ini adalah merasa waktu berkumpul tidak banyak lagi, kalau dapat berdampingan dengan sang toa-koko lebih lama lagi inilah yang diharapkan.
Melihat anak dara itu marasa berat untuk berpisah dengan dirinya, diam2 Nyo Ko merasa ter-haru, dengan tersenyum ia lantas berkata: "Semalaman kau tidak tidur, apakah kau tidak letih kantuk?" "Kantuk sih memang kantuk, namun aku tetap ingin ikut kau," kata Kwe Yang.
"Baiklah," segera Nyo Ko gandeng tangan anak dara itu dan melayang ke depan secepat terbang dengan Ginkang yang tinggi.
Karena tarikan Nyo Ko ini, seketika tubuh Kwe Yang terasa enteng, langkahnya tanpa mengeluarkan tenaga sedikitpun, dengan tertawa ia ber-kata: "Apabila tanpa digandeng olehmu dan aku sendiri sanggup berlari secepat ini, maka puaslah aku.
" "Ginkangmu sudah mempunyai dasar yang baik, kalau berlatih terus, akhirnya kau pasti mencapai tingkatan seperti ini," ujar Nyo Ko.
Mendadak ia menengadah dan bersuit.
Kwe Yang kaget dan cepat mendekap kuping-nya, tapi Nyo Ko tidak bersuit lagi, maka tertampaklah si rajawali raksasa itu muncul dari balik semak2 pohon.
"Tiau-heng, ada sesuatu urusan kita harus ke utara, mariah engkaupun ikut," kata Nyo Ko.
Rajawali itu lantas tegak leher dan berkaok beberapa kali, entah paham entah tidak, yang jelas dia lantas ikut berangkat bersama Nyo Ko.
Kira2 dua tiga li jauhnya, lari rajawali itu semakin cepat, meski Kwe Yang mengganduI Nyo Ko masih juga tidak mampu menyusul burung itu.
Rupa-nya rajawali itu menjadi tidak sabar lagi, tiba2 ia berhenti dan mendakkan tubuh di depan Kwe Yang.
"Tiau-heng bersedia menggendong kau" kata Nyo Ko dengan tertawa, "Kau harus berterima kasih padanya.
" Kwe Yang tidak berani kasar lagi kepada rajawali itu, lebih dulu ia memberi hormat, lalu mencemplak ke atas punggungnya.
Segera rajawali itu mengayunkan langkahnya yang lebar, seketika Kwe Yang merasa seperti di-bawa- terbang, pepohonan di kedua samping sama melayang ke belakang, meski belum secepat terbang kedua ekor rajawali di rumahnya, namun sudah lebih cepat daripada kuda lari.
"Nyo Ko kelihatan mengintil di sebelah burung itu tanpa ketinggalan sedikitpun, terkadang ia malah mengajak bicara dan bergurau.
Senang sekali hati si nona, ia merasa pengalamannya sekali ini jauh lebih aneh dan menggembirakan, daripada pengalaman sebelumnya.
Menjelang lohor, sudah lebih 200 li mereka lalui, Nyo Ko terus melintasi bukit menurut petunjuk Eng-koh, akhirnya pandangannya terbeliak, di depan sana sebuah lembah menghijau permai dengan aneka macam bunga mekar mewangi, sepanjang jalan mereka menyelusuri tanah salju melalu, sampai di sini se-akan2 memasuki suatu dunia lain, serentak Kwe Yang bersorak gembira dan melompat turun dan punggung rajawali sambil ber-teriak: "Wah, pintar sekali Lo wan-thong menikmati hidup, sungguh suatu tempat ajaib yang sukar dicari.
Eh, Toakoko, coba katakan, mengapa tempat ini sedemikian indahnya?" "Lembah ini menghadapi selatan, gunung di belakangnya mengalingi angin dari utara, mungkin di bawah tanah banyak tambang batu bara dan belerang atau sebangsanya, makanya suhu tanah di sini cukup hangat, sebab itu pula suasana selalu semarak seperti di musim semi dan bunga mekar serentak.
" BegituIah sambil bicara mereka terus memasuki lembah gunung itu.
Setelah membelok lagi beberapa kali, terlihatlah di depan sana sebuah selat diapit tebing gunung di kanan kiri, di tengahnya tumbuh tiga pohon Siong tua menjulang tinggi laksana malaikat penjaga pintu selat.
Menyusul lantas terdengar suara mendengung riuh ramai, banyak sekali, tawon putih beterbangan di sekitar pohon.
Nyo Ko tahu Ciu Pek-thong pasti berada di situ, segera ia berseru lantang: "Hai, Lo-wan-tong, adik Nyo Ko membawa kawan cilik ingin bermain dengan kau!" Sebenarnya tingkatan Nyo Ko selisih jauh dengan Ciu Pek-thong, menyebutnya kakek juga belum cukup, namun ia tahu Ciu Pek-thong itu tua2 nakal, kocak dan suka bermain seperti anak kecil, semakin blak2an dengan dia tanpa membedakan tua dan muda, semakin senang dia.
Benar saja, baru lenyap suaranya, segera dari balik pohon sana menongol satu orang, Sekali pandang, Nyo Ko berjingkat kaget.
Belasan tahun yang lalu ketika Nyo Ko pertama kali kenal Ciu Pek-thong, rambut alis Anak Tua Nakal itu sudah putih seperti perak, sekarang wajahnya memang tidak berubah sedikitpun tapi rambut, jenggot dan alisnya malahan berubah menjadi sebagian putih dan sebagian hitam sehingga tampaknya jauh lebih muda daripada dulu.
"Hahaha. . . adik Nyo, mengapa baru sekarang kau datang mencari aku?" demikian Ciu Pek-thong lantas menyambut dengan bergelak tertawa.
"Aha, kau memakai kedok segala untuk me-nakut2i siapa sih?" - Berbareng itu sebelah tangannya terus terjulur hendak meraih kedok tipis yang dipakai.
Cengkeraman Ciu Pek-thong itu mengarah sebelah kiri, tapi sedikit menarik pundak kanan, kepala Nyo Ko berbalik miring ke kiri malah dan anehnya cengkeraman Ciu Pek-thong itupun mengenai tempat kosong.
Kelima jarinya yang terpentang itu berhenti di sisi leher Nyo Ko, Lo-wantong tampak rada melengak, habis itu lantas terbahak2 dan memuji: "Adik Nyo, hebat benar kepandaianmu Mungkin sudah jauh melebihi waktu muda Lo-wan-tong dahulu" Rupanya dalam satu kali cengkeram dan satu kali mengegos itu, kedua orang telah sama2 memperlihatkan ilmu silat mereka yang tinggi luar biasa.
. sebenarnya cengkeraman Ciu Pek-thong itu mencakup sasaran cukup luas, jangankan Nyo Ko menghindar dengan miringkan kepala, sekalipun melompat juga sukar menghindari cengkeramannya itu, dalam keadaan terpaksa bisa jadi Nyo Ko menangkis dengan keras lawan keras barulah dapat mematahkannya.
Tapi sedikit angkat pundak kanan tadi Nyo Ko lantas siap dengan lengan bajunya, rupanya Ciu Pek-thong juga tahu kemungkinan itu, terpaksa ia siap menangkis dan karena itu raihan tangannya menjadi kendur sehingga Nyo Ko dapat memiringkan kepalanya dan bebas dari cengkeraman itu.
Sudah tentu Kwe Yang tidak tahu seluk-beluk gebrakan itu, ia merasa senang mendengar Ciu Pek-thong memuji Nyo Ko, segera ia berkata: "Eh, Ciu-loyacu, kepandaianmu sekarang lebih tinggi atau lebih tinggi waktu masih muda?" "Waktu muda rambutku putih, kini rambutku hitam, dengan sendirinya sekarang lebih hebat daripada dulu," jawab Ciu Pek-thong.
"Tapi sekarang engkau takdapat mengalahkan Toakokoku, dengan sendirinya dahulu lebih2 bukan tandingannya," ujar Kwe Yang.
Ciu Pek thong tidak marah, ia hanya tertawa dan bertanya: "Hahaha, nona cilik sembarangan omong!" - Mendadak kedua tangannya bekerja sekaligus, satu pegang bagian kuduk dan lainnya mencengkeram punggung, tubuh Kwe Yang terus diangkat tinggi2 dan diputar tiga kali, dilemparkannya pelahan ke atas untuk kemudian ditangkap kembali, lalu diturunkan pelahan ke tanah.
Kwe Yang datang bersama Nyo Ko, rajawali sakti itu tahu si nona adalah teman Nyo Ko, ia menjadi marah melihat Lo-wah-tong mempermainkan-Kwe- Yang, "Bret", mendadak sebelah sayapnya menyabet ke arah Lo-wan-tong.
Seketika Ciu Pek-thong merasakan angin keras menyamber tiba, ia pikir akan kucoba betapa hebat kekuatan binatang ini.
Segera ia mengerahkan tenaga, kedua tangannya terus menghantam ke depan.
Rajawali sakti itu memang makhluk luar biasa, sayapnya yang terpentang itu ada dua-tiga meter lebarnya, maka terdengarlah suara "blang", kedua, tenaga saling bentur, Ciu Pek-thong tetap berdiri tak bergeming, tenaga sabetan sayap rajawali yang dahsyat itupun menyamber lewat ke samping.


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Segera rajawali itu hendak menyusuIkan serangan lain, tapi Nyo Ko cepat membentaknya: "Jangan, Tiau-heng! Kawan kita ini adalah orang kosen angkatan tua!" Rajawali itu lantas mengurungkan serangannya, tapi tetap bersikap angkuh.
"Besar juga tenaga hewan ini, pantas berani berlagak," ujar Ciu Pek-thong dengan tertawa "Usia Tiau-heng ini entah sudah berapa ratus tahun, jelas jauh lebih tua daripadamu," ujar Nyo Ko.
"He, Lo-wan tong, mengapa dari tua kau kembali muda, rambutmu yang sudah ubanan semuanya kini malah berubah hitam.
" "Habis apa mau dikata?" jawab Ciu Pek-thong dengan tertawa.
"Rambut dan jenggot ini tidak mau dipimpin, dahulu dia lebih suka dari hitam menjadi putih, terpaksa kubiarkan, sekarang dia ingin dari putih menjadi hitam, ya, akupun tak berdaya dan masa bodoh.
" "Tapi kelak kalau kau semakin lama makin kecil, setiap orang yang ketemu kau suka raba2 kepalamu dan memanggil kau adik kecil, nah, jika begitu barulah menarik," ujar Kwe Yang.
Sekelika Ciu Pek-thong benar2 rada kuatir, ia berdiri menjublek tanpa bicara lagi.
Padahal di dunia inii tidak mungkin terjadi orang tua kembali muda, soalnya sifat Ciu Pek-thong itu lugu, polos, selama hidup tidak kenal kuatir sedih.
Lwekangnya juga sangat tinggi, ditambah lagi dia suka makan tumbuh2an pegunungan sebangsa Ho siu-oh, Hok-leng (bahan obat, kuat) dan madu tawon, semua itu besar manfaatnya bagi kesehatan, sebab itulah rambut-alisnya yang tadi nya putih malah kembali menjadi hitam.
Malahan juga sering terjadi orang tua yang sudah ompong tumbuh gigi lagi, tulang yang sudah lapuk berubah menjadi kuat, apalagi Ciu Pek thong memang paham cara merawat diri sehingga umurnya sudah dekat seabad masih tetap segar dan bersemangat Mendengar ucapan Kwe Yang yang membuat kuatir tidak perlu bagi Ciu Pek-tbong itu, diam2 Nyo Ko merasa geli, segera ia berkata: "Ciu-heng, asalkan kau mau menemui satu orang, kujamin kau takkan berubah menjadi kecil.
" "Menemui siapa?" tanya Ciu Pek-thong "Jika kusebut nama orang ini, jangan kau terus pergi begitu saja," kata Nyo Ko.
Bahwa watak Ciu Pek-thong hanya lugu saja, tapi sekali2 bukan orang bodoh, Kalau tidak masakah dia mampu meyakinkan ilmu silat setinggi ini.
Maka diam2 telah dapat menangkap maksud kedatangan Nyo Ko, segera ia menjawab: "Di dunia ini ada dua orang-yang takdapat kutemui, seorang ialah Toan hongya dan yang lain ialah bekas selirnya, Eng-koh.
Kecuali mereka berdua, siapapun aku mau menemuinya.
" Diam2 Nyo Ko pikir harus menggunakan akal pancingan, segera ia berkata pula: "Ah, kutahu, tentu kau pernah dikalahkan mereka, ilmu silatmu lebih rendah daripada mereka, makanya kau kapok dan takut bertemu dengan mereka.
" "Tidak, tidak," sahut Lo-wan tong sambil meng-ge!eng2.
"Soalnya perbuatanku terlalu kotor dan rendah, aku merasa bersalah kepada mereka, maka malu untuk bertemu dengan mereka," Nyo Ko melengak, sama sekali tak terduga olehnya bahwa begitulah sebabnya Cui Pek-thong tak berani bertemu dengan Eng-koh.
Tapi dia dapat berpikir cepat, segera ia menambahkan "Kalau kedua orang itu terancam bahaya dan jiwa mereka sudah dekat ajalnya, apakah kaupun tidak sudi memberi pertolongan?" Melenggong juga Ciu Pek-thong, dalam hati ia sangat menyesal dan merasa berdosa terhadap It-teng dan Eng-koh, kalau kedua orang itu ada kesukaran, biarpun mengorbankan jiwa sendiri juga dia akan menolong mereka tanpa ragu sedikitpun.
Tapi sekilas ia melihat Kwe Yang tersenyum simpul, sama sekali tiada rasa cemas dan kuatir, segera ia menjawab dengan tertawa: "Aha, kau ingin menipuka ya" Kepandaian Toan-hongya maha sakti, mana mungkin dia terancam bahaya" Andaikan benar dia menemukan lawan maha lihay, kalau dia tidak sanggup menandingi ya, maka akupun tidak mampu.
" "Terus terang kukatakan, sesungguhnya Eng-koh sangat rindu padamu, betapapun kau diminta ke sana menemuinya.
" Seketika air muka Ciu Pek-thong berubah sambil meng-goyang2 kedua tangannya, katanya: "Adik Nyo, jika kau mengungkat urusan ini sepatah kata lagi, segera kusilakan kau keluar dari Pek-hoa-kok ini dan jangan menyalahkan aku jika aku tidak kenal sahabat lagi.
" Setelah mengalami gemblengan selama belasan tahun, sifat latah Nyo Ko sudah lenyap, tapi semangat jantannya tidak menjadi berkurang, sekali bajunya mengebas, segera ia menjawab: "Ciu-Ioheng seumpama kau ingin mengusirku pergi dari sini, kukira juga tidak begitu mudah.
" "Hehe, memangnya kau ingin berkelahi dengan aku?" kata Lo-wan-tong dengan tertawa.
"Boleh juga jika kau ingin berkelahi," jawab Nyo Ko.
"Kalau aku kalah, segera kupergi dari sini dan takkan menginjak tempatmu lagi, tapi kalau kau kalah, kau harus ikut aku pergi menemui Eng-koh.
" "Tidak, tidak, salah!" seru Ciu Pek-thong.
"Pertama, mana bisa kukalah daripada anak muda seperti kau ini.
Kedua, seumpama aku kalah juga aku takkan menemui Lau-kui-hui (Lau, she Eng-koh)" Nyo Ko menjadi marah, katanya: "Jika kau menang adalah hakmu untuk tidak menemui dia, tapi kalau kau kalah juga tetap tidak mau, lalu apa taruhan kita?" "Sekali aku bilang tidak mau menemui dia-ya tetap tidak mau, tidak perlu banyak omong lagi, hayolah mulai!" seru Ciu Pek-thong sambil menyingsing lengan baju dan gosok2 kepalan Nyo Ko pikir Lo-wan-tong ini sukar dipancing dan ditipu, terpaksa harus memakai kekerasan.
Kalau benar2 harus bergebrak rasanya juga tidak yakin pasti akan menang, tiada jalan lain, terpaksa harus melihat gelagat saja nanti.
Watak Ciu Pek-thong memang keranjingan ilmu silat, meski tinggal terpencil di Pek-hoa-kok masin tetap berlatih setiap hari, tapi kepandaiannya sudah maha tinggi, dengan sendirinya sukar mencari pamer berlatih.
Kini melihat Nyo Ko mau bertanding dengan dirinya, tentu saja ia menjadi gatal tangan dan ingin coba2 selekasnya, ia pikir kalau tertunda Iama2, jangan nanti Nyo Ko mencari alasan dan membatalkan niatnya, kan hilanglah kesempatan baik ini" Karena itu, segera ia mendahului membentak, menjotos ke depan, yang dimainkan adalah 72 jurus "Khong-beng-kun-hoat", ilmu pukulan sakti.
Cepat Nyo Ko angkat tangan kiri dan balas menghantam satu kali, mendadak ia merasa tenaga pukulan orang seperti ada juga seperti tidak ada, kalau dirinya menghantam benar2 terasa per cuma, sebaliknya kalau tidak jadi diterusnya, rasanya juga berbahaya.
Diam2 ia terkejut dan menyadari benar2 ketemu tandingan berat yang belum pernah ditemukannya.
Segera ia memainkan ilmu pukulan yang dilatihnya secara giat selama belasan tahun di bawah damparan ombak samudera itu, ia balas menyerang dengan dahsyat.
Terdengar suara gemuruh, tiga kali ia melancarkan pukulan keras hingga pepohonan di sekitarnya sama tergetar, seketika terjadilah hujan kelopak bunga beraneka warna, Semula Nyo Ko rada kuatir kalau usia Ciu Pek-thong sudah lanjut dan tidak tahan tenaga pukulannya yang semakin dahsyat ini, maka setiap pukulannya selalu ditahan sedikit, tapi setelah beberapa kali bergebrak dan melihat tenaga dan ilmu pukulan lawan bahkan di atasnya, kalau dirinya meleng sedikit saja mungkin malah bisa dirobohkan oleh si Anak Tua Nakal, maka iapun tidak sungkan2 lagi dan melayaninya dengan sepenuh tenaga.
Ciu Pek-thong menjadi semakin bersemangat, teriaknya: "Kepandaian hebat, ilmu pukulan lihay! Wah, perkelahian ini benar2 menarik dan memuaskan!" Lingkaran yang dicapai tenaga pukulan mereka semakin meluas, selangkah demi selangkah Kwe Yang terpaksa mundur terus, sedangkan si rajawali tetap berdiri di tempatnya dengan sayap setengah terpentang dan siap membela Nyo Ko bila perlu, rupanya burung itupun tahu lawan yang dihadapi Nyo Ko sekarang teramat lihay.
Melihat ilmu pukulan yang dilatihnya selama berpuluh tahun itu tidak dapat mengalahkan Nyo Ko, diam2 Ciu Pek-thong memuji kehebatan Iawannya, Mendadak ia ganti siasat, kini tangan kiri mengepal dan tangan kanan pakai telapak tangan, kedua tangan menyerang dengan cara yang berbeda, inilah ilmu silat ciptaan Ciu Pek-thong-sendiri yang pernah diajarkan kepada Kwe Cing dan Siao-liong-li itu, yakni dua tangan menyerang dengan cara yang berbeda, Dengan demikian-seorang Lo-wan-tong seperti berubah menjadi dua orang, ia menggempur Nyo Ko dari kiri-kanan.
Dengan melulu sebelah tangannya melawan serangan Ciu Pek-tbong yang hebat tadi memangnya Nyo Ko merasa tak dapat menang, apalagi sekarang satu harus lawan dua serangan berlainan, tentu saja ia tambah kewalahan.
Diam2 ia terkejut dan terpaksa lengan baju yang kosong itupun digunakan menyambut sebagian serangan orang tua itu.
Meski Kwe Yang tidak dapat memahami di mana letak kehebatan tipu serangan kedua orang itu, tapi dari sama kuat berubah menjadi Nyo Ko yang terdesak, betapapun ia dapat melihat keadilan itu, tentu saja ia terkejut dan heran pula, tiba2 teringat olehnya waktu ayahnya mengajarnya pernah menggunakan kedua tangan melayani dirinya dan adik lelakinya sekaligus dengan gerakan yang berbeda, tampaknya apa yang dimainkan Ciu Pek-thong sekarang adalah kepandaian yang sama seperti ayahnya itu.
Sudah tentu Kwe Yang tidak tahu bahwa ilmu silat aneh ini justeru Ciu Pek-thong yang mengajarkan kepada Kwe Cing, dia malah menyangka mungkin si anak Tua ini telah mencuri belajar kepandaian khas sang ayah.
Karena itulah ia lantas berteriak2: "He, berhenti, berhenti! Tidak adil, tidak adil, Lo-wan tong! Toakoko, jangan mau lagi bertanding dengan dia!" Ciu Pek thong melengak sambil melompat mundur, bentaknya: "Tidak adil bagai mana?" "Seranganmu yang aneh ini tentu kau curi dari ayahku, sekarang kau gunakan berkelahi dengan toakokoku, huh, apa kau tidak malu?" omel Kwe Yang.
Ber-ulang2 mendengar Kwe Yang menyebut Nyo Ko sebagai "toakoko", Ciu Pek-thong menyangka anak dara itu benar2 adik perempuan Nyo Ko, tapi seketika ia tidak ingat siapakah ayah Nyo Ko.
"Ah, nona cilik sembarangan omong," katanya kemudian dengan tertawa, "ilmu aneh ini adalah hasil-renunganku di dalam gua dahulu, masakah kau tuduh kucari belajar dari ayahmu?" "Baiklah, seumpama kau tidak mencuri belajar, kau mempunyai dua tangan, sedangkan Toakokoku lanya sebelah tangan, perkelahian sudah berlangsung sekian lama, apalagi yang dipertandingkan" Coba kalau Toakoko juga punya dua tangan, tentu sejak tadi sudah kalah.
" Ciu Pek-thong melengak, katanya kemudian: "Ya, beralasan juga ucapanmu, tapi biarpun dia mempunyai dua tangan juga tak dapat sekaligus memainkan dua macam ilmu silat.
" Habis berkata ia lantas bergelak tertawa.
"Huh jelas kau tahu lengan Toakokoku takkan tumbuh lagi, makanya kau bicara seenaknya, jika kau benar2 laki2 sejati dan pahlawan tulen, cara bertanding ini harus dilakukan dengan adil.
dengan demikian barulah dapat dibedakan benar2 siapa yang lebih unggul atau asor.
" "Baik jika begitu ke dua tanganku akan memainkan semacam ilmu pukulan saja," kata Ciu Pek-thong.
"Hehe, masakah ada cara begitu" Kau benar2 tidak tahu malu," ejek Kwe Yang.
Ciu Pek-thong menjadi kurang senang, omeInya: "Habis apakah aku harus meniru dia dan membiarkan sebelah lenganku dikutungi perempuan," Kwe Yang melengak dan memandang sekejap ke arah Nyo Ko, pikimya: "Kiranya sungguh kejam dia!" Segera ia menjawab: "Tidak pertu lenganmu dibikin buntung, cukup asalkan sebelah tanganmu diikat pada pinggangmu, kalian bertanding lagi sama2 satu tangan, kan jadi adil bukan?" Karena merasa cara bertanding yang diusulkan Kwe Yang ini, cukup menarik, pula yakin kepandaian sendiri cukup dikuasai dengan satu tangan maka tanpa tawar menawar lagi segera ia menyelipkan lengan kanan ke ikat pinggang, lalu berkata pada Nyo Ko: "Baiklah, kita mulai lagi, supaya kau kalah tanpa menyesal.
" Nyo Ko diam2 saja selama Kwe Yang bicara dengan Ciu Pek-thong, dia tidak pantang orang menyebut lengannya buntung, tapi ia percaya pada dirinya sendiri dan merasa tidak lebih lemah daripada orang yang bertangan lengkap, maka demi nampak Ciu Pek-thong mengikat tangan sendiri untuk menghadapinya, jelas ini sikap meremehkan dirinya, segera ia berkata dengan tegas! "Lo-wan-tong, caramu ini bukankah memandang rendah pada diriku" Kalau dengan lengan tunggal aku tidak mampu menandingi kau, biarlah nanti aku.
. . aku. . . " menuruti wataknya ia hendak mengatakan "aku membunuh diri di Pek-hoa-kok ini", tapi mendadak ia ingat janjinya bertemu dengan Siao--liong-li sudah dekat waktunya, mana boleh diri-nya berpikiran pendek begini, maka ia tidak meneruskan ucapannya itu.
Kwe Yang sangat menyesal, maksudnya ingin membela Nyo Ko, tak tahunya malah menimbulkan suasana yang tidak mengenakkan ini, Cepat ia mendekati Nyo Ko dan berkata: "Toakoko, akulah yang salah.
. . " lalu ia mendekati Ciu Pek-thong dan menarik tangannya yang terselip di ikat pinggang itu bahkan tali pinggangnya di betotnya hingga putus, lalu katanya: "Meski dengan satu tangan saja pasti toakokoku dapat menandingi kedua tanganmu, kalau tidak percaya boleh kau mencobanya.
" Tanpa menunggu Ciu Pek-thong bicara lagi, sedikit melangkah ke samping, segera Nyo Ko mendahului menghantam.
Cepat Ciu Pek-tong membalas dengan tangan kiri, Meski tangan kanannya tak terikat lagi, tapi ia pikir takkan melayani Nyo Ko dengan dua tangan, maka tangan kanan tetap dijulurkan ke bawah tanpa digunakan.
Walaupun begitu, karena tipu serangannya tetap lihay, maka Nyo Ko masih juga kewalahan.
Diam2 Nyo Ko penasaran, masakah dirinya yang lebih muda tak dapat mengalahkan seorang kakek yang usianya sudah dekat seabad, lalu kepandaian yang terlatih selama belasan tahun ini dikemanakan perginya" Ia merasakan daya pukulan Ciu Pek-thong ini semakin keras dan kuat, sama sekali berbeda dengan "Khong-beng kun-hoat" yang mengutamakan lunak tadi.
Tiba2 pikirannya tergerak, teringat olehnya "Kiu im cin-keng yang pernah dibacanya di dinding kuburan kuno di Cong-Iam-san dahulu itu, rasanya gerak serangan Cui Pek-thong sekarang ini adalah sebagian daripada ilmu silat yang tercantum dalam kitab pusaka yang terukir itu, kalau tidak salah ia ingat namanya Hok-mo-kun-hoat (ilmu pukulan penakluk iblis).
Mendadak Nyo Ko membentak: "Apa artinya Hok mo kun hoatmu ini" Silakan kau menggunakan kedua tanganmu dan sambut aku punya Im -jian-soh-hun-kun" ini!" Ciu Pek-thong melengak karena nama ilmu pukulannya sendiri dengan tepat dapat disebut oleh Nyo Ko, ia tambah melongo demi mendengar lawan hendak memainkan "lm-jian-soh-hun-kun" (ilmu pukulan pengikat sukma) segala.
Sejak kecil Ciu Pek-thong sudah "gila silat" ilmu silat dari golongan dan aliran manapun sudah hampir seluruhnya diketahuinya, tapi nama "lm jan-soh-hun-kun?" baru pertama kali ini didengarnya, Dilihatnya lengan tunggal Nyo Ke terpanggul di punggung, matanya memandang jauh, langkahnya mengambang dan bagian dada tidak terjaga, gayanya itu sangat berlawanan dengan teori ilmu silat manapun juga.
Segera Ciu Pek-thong melangkah maju satu tindak, tangan kiri berlagak siap menyergap, maksudnya ingin memancing reaksi lawan.
Tapi Nyo Ko seperti tidak tabu saja dan tidak menggubrisnya.
"Awas!" seru Ciu Pek-thong terus menghantam ke perut Nyo Ko, ia kuatir melukai lawan, maka pukulan ini hanya memakai tiga bagian tenaga saja.
Tak terduga baru saja kepalan hampir mengenai tubuh Nyo Ko, mendadak terasa perutnya seperti bergetar, dada mendekuk terus mental keluar lagi.
Karuan Ciu Pek-thong terkejut dan cepat melompat mundur, kalau orang mendekukkan perut untuk menghindari serangan adalah kejadian biasa, tapi menggunakan kulit daging dada untuk menyerang musuh, sungguh belum pernah terlihat dan terdengar.
Tentu saja Ciu Pek-thong ingin tahu, segera ia membentak: "Ilmu silat apa ini namanya?" "lnilah jurus ke-13 dari Im-jian-soh-hun-ciang, namanya "Sim-keng-bak-tiau" (hati kaget daging kedutan)!" Ciu Pek-thong menggumam mengulangi nama jurus itu: "Sim-keng bak-tiau" Tak pernah dengar" tak pernah dengar!" "Sudah tentu kau tidak pernah dengar," ujar Nyo Ko, "soalnya Im-jian-soh-hun-ciang adalah 17 jurus ilmu pukulan ciptaanku sendiri.
" Kiranya sejak di tinggal menghilang oleh Siao-liong-li, kemudian Nyo Ko bersama si rajawali sakti menggembleng diri di bawah darnparan ombak samudera yang dahsyat, beberapa tahun kemudian, kecuali Lwekangnya bertambah kuat rasanya tiada apa-2 lagi yang dapat dilatihnya, tapi rindunya kepada SiaoliongIi tak pernah pudar, bahkan semakin hari semakin menjadi sehingga tambah kurus dan kehilangan gairah hidup.
Suatu hari dia gerak badan bebas di tepi pantai, saking isengnya ia ayun tangan dan gerakkan kaki untuk melemaskan otot, mungkin tenaga dalamnya sudah mencapai tingkatan yang sempurna sehingga sekali hantam saja ia telah menghancurkan tempurung punggung seekor penyu raksasa, Dari sinilah ia mulai merenung dan akhirnya menciptakan Im-jian-soh-hun-ciang-hoat yang meliputi 17 jurus dan mengutamakan tenaga dalam yang kuat.
Bahwa Nyo Ko dapat berdiri dan menciptakan ilmu silat baru tidaklah perlu diherankan.
SeIama hidupnya telah mendapat ajaran mahaguru ilmu silat berbagai aliran, seperti ilmu silat Coan cinkau Giok-li-sim-keng dari Ko-bong-pay sendiri serta Kiu-im-cin-keng yang sudah diapalkannya di luar kepala itu, dari Auyang Hong diperoleh ajaran Ha-mo-kang, ilmu weduk katak, Ang Jit-kong juga mengajarkan Pah-kau-pang hoat, Ui Yok-su menurunkan Giok-siau-kiam-boat dan Sian-ci-sin thong, kecuali It-yang-ci dari It-teng Taysu, hampir seluruh ilmu silat paling disegani di dunia ini telah dipelajari, maka tidaklah sulit baginya untuk meleburnya lalu menciptakan yang baru.
Hanya saja lengannya buntung sebelah, sebab itulah dia tidak mengutamakan tipu serangan melainkan terletak pada tenaganya, bahkan sengaja dimainkan secara berlawan daripada teori ilmu silat umumnya.
Ilmu pukulannya itu diberi nama "Im-jiansoh-im-ciang" dan selama ini belum pernah digunakan, baru sekarang dia keluarkan setelah bertemu dengan lawan maha tangguh seperti Ciu Pek-thong yang keranjingan ilmu silat ini.
Karuan Anak Tua Nakal ini sangat senang demi mendengar si Nyo Ko berhasil menciptakan ilmu pukulan sendiri, segera ia berseru gembira: "Aha, kebetulan, aku ingin belajar kenal dengan ilmu ciptaanmu itu," Habis berkata segera ia melangkah maju dan menyerang pula, yang digunakan tetap tangan kiri saja.
Nyo Ko juga tetap anggap tidak tahu saja, "brek", ia memukul ke atas, tapi tenaga pukulannya itu dapat menyebar ke bawah dalam lingkup yang cukup luas.
Ciu Pek-thong merasa sukar untuk menghindar segera ia angkat tangan menangkis, "Plak", kedua tangan saling bentur, tanpa terasa Ciu Pek-thong tergeliat oleh getaran itu.
Kalau orang lain pasti sudah sesak napas dan roboh binasa oleh tenaga pukulan Nyo Ko yang dahsyat itu, tapi cepat Lo-wan-tong dapat mengatur pernapasannya, lalu bersorak memuji.
"Bagus ! Apakah namanya jurus ini?" "Namanya "Ki-jin-yu-thian" (si tolol menguatirkan runtuhnya langit )! " jawab Nyo Ko.
"Dan awas, jurus berikutnya adalah " Bu-tiong-seng-yu" i tidak ada tapi meng-ada2 )!" Ciu Pek-thong melengak sambil mengulang nama jurus itu, segera ia mengikik geii, "Butiong-seng-yu", nama ini sungguh aneh dan jenaka, bisa saja bocah ini memberi nama jurus serangan ini,demikian pikirnya.
Segera ia meng-gosok2 kepalan dan menubruk maju lagi, Dilihatnya tangan Nyo Ko melambai ke bawah, sedikitpun tidak pasang kuda2 dan siap ber-tempur, tapi begitu serangan Ciu Pek-thong dilontarkan mendadak kaki dan tangan Nyo Ko bergerak serentak, telapak tangan kiri, lengan baju kanan, kedua kakinya dan juga gerak kepalanya, bahkan punggung dan perut, hampir semua tempat di sekujur badannya dapat digunakan untuk melukai musuh.
Meski sebelumnya Ciu Pek-thong sudah menduga lawannya pasti mempunyai jurus simpanan yang hebat, tapi tidak menduga bahwa sekujur badan lawan dapat dikerahkan untuk menyerang hanya sekejap saja belasan macam gaya serangan dilontarkan sekaligus.
Keruan Ciu Pek-thong kerepotan juga menghadapi serangan aneh itu, tangan kirinya yang tidak digunakan mau-tak-mau terpaksa diangkat untuk menangkis dan dengan sepenuh tenaga barulah serangan Nyo Ko dapat di patahkan.
"He, Ciu-loyacu, tampaknya dua tangan tidak cukup bagimu, paling baik kalau kau mempunyai satu tangan lagi!" seru Kwe Yang.
Sama sekali Ciu Pek-thong tidak marah, ia hanya mengomel: "Brengsek! Memangnya kau kira namaku si tangan tiga?" Diam2 Nyo Ko juga kagum terhadap kelihayan Ciu Pek-thong yang dapat mematahkan setiap serangannya dengan baik, segera ia berseru pula: "Awas, jurus selanjutnya bernama "Do-ni-taysui (basah kuyup dan berlumpur)!" Ciu Pek-thong dan Kwe Yang sama tertawa dan bersorak: "Haha, nama bagus!" "Jangan memuji dulu, rasakan saja serangan ini!" seru Nyo Ko, lengan baju kanan terus bergerak enteng, sedangkan telapak tangan kiri lantas menyodok ke depan dengan kuat.
Tentu saja Ciu Pek-thong tidak berani ayal, segera iapun mengeluarkan Hok-mo-kunhoat dengan tangan kanan dan tangan kiri menggunakan Khong-beng-kun yang enteng, jadinya keras lawan keras dan enteng lawan enteng, kedua orang sama2 membentak sekali, lalu sama2 mundur pula beberapa tindak.
Setelah mengadu pukulan lagi, kedua orang sama2 mengagumi pihak lawan, diam2 Nyo Ko merasa tidak mudah untuk mengalahkan si Tua Nakal ini, kalau mesti mengadu tenaga dalara, bukan mustahil akibatnya akan mati konyol bersama seperti halnya Ang Jit-kong dan Auyang Hong dahulu, kiranya juga tidak perlu sampai berakhir demikian.
Maka ia lantas menghentikan serangannya, dengan sikap rendah hati ia memberi hormat dao berkata: "Ciu-locianpwe, sungguh aku sangat kagum padamu dan terima mengaku kalah.
" Lalu ia berpaling dan berkata kepada Kwe Yang: "Adik cilik, Ciu-locianpwe jelas tidak terima undangan kita, marilah kita pergi saja.
" "Nanti dulu!?" tiba2 Ciu Pek-thong mencegah malah.
"Kau bilang linu pukulanmu ini meliputi 17 jurus, sedangkan kau baru mengeluarkan empat jurus, itu berarti masih ada 13 jurus yang belum kau mainkan, Mengapa sekarang kau mau pergi begini saja?" "Selamanya kita tidak bermusuhan dan dendam apapun juga, buat apa kita mengadu jiwa" Biarlah Wanpvve mengaku kalah saja," kata Nyo Ko.
"Tidak, tidak bisa," seru Ciu Pek thong sambil goyang2 kedua tangannya.
"Kau belum kalah, akupun tidak menang.
Jika kau ingin keluar Pek-hoa-kok ini.
kau harus memainkan ke-17 jurus ilmu pukulanmu secara lengkap.
" Rupanya Ciu Pek-thong menjadi sangat terpikat oleh nama2 jurus serangan seperti "Sim-keng-bak-tiau", Ki jin-yu-thian", "Bu-tiong seng yu" dan "Do-ni tay-sui" segala, ia merasa namanya menarik dan permainannya juga aneh, biarpun orang biasa juga ingin tahu permainan selengkapnya, apalagi dasar pembawaan si Tua Nakal ini memang "gila silat", tentu saja ia lebih2 ingin tahu ilmu pukulan ciptaan Nyo Ko itu.
Tapi Nyo Ko sudah mempunyai perhitungan sendiri, ia sengaja jual mahal, jawabnya: "Hah, sungguh aneh, Engkau menolak undanganku, terpaksa kupergi saja dan habis perkara.
Memangnya orang mengundang tamu malah hendak ditahan di sini?".
. Dengan sikap memelas Ciu Pek-thong berbalik memohon: "O, adik yang baik, betapapun sukar kubayangkan ke-13 jurus ilmu pukulanmu itu.
Kumohon belas kasihanmu, sudilah kau menguraikan namanya padaku, sebagai imbalannya, kepandaian apa yang kau inginkan, tentu kuajarkan kepadamu" Hati Nyo Ko tergerak, segera ia berkata: "Ku-kira tidak sulit jika kau ingin tahu lengkap ilmu pukulanku ini, Akupun tidak ingin minta belajar kepandaianmu sebagai imbalan cukup asalkan kau berjanji ikut pergi menemui Eng-koh.
" "Biarpun kau potong kepalaku juga aku tidak mau menemuinya," jawab Ciu Pek-thong dengan serba susah.
"Jika begitu, kumohon diri saja," segera Nyi Ko hendak melangkah pergi pula.
Namun Ciu Pek-thong terus melompat maju mencegatnya, tangan bergerak, segera ia menghantar sambil berkata: "Adik yang baik, coba mainkan lagi jurus seranganmu selanjutnya!" Nyo Ko menangkis serangan Lo-wan-tong itu, tapi yang digunakan adalah ilmu pukulan Coan-cin-pay.
Beberapa kali Ciu Pek-thong menyerang pula dengan pukulan lain, namun Nyo Ko tetap dengan ilmu silat Coan-cin-pay dan apa yang per:nah dipelajari dari Kiu-im-cin-keng, dengan demikian serangan Ciu Pek-thong selalu gagal mencapai sasarannya.
Untuk mengalahkan Ciu Pek-thong memang juga tidak mudah bagi Nyo Ko, tapi kalau cuma mempertahankan diri saja, betapa Anak Tua itupun takbisa berbuat apa", Nyo Ko tidak ambil pusing orang menyerangnya dengan cara2 memancing, ia justeru tidak memperlihatkan lagi jurus serangan baru dari Im-jian-soh-hun-ciang, hanya terkadang ia mengulangngi keempat jurus yang telah diperlihatkannya tadi dan hal ini tentu saja semakin mengitik-ngitik rasa ingin tahu si Anak Tua Nakal.
Sampai lama sekali Ciu Pek thong tetap tak berdaya memaksa Nyo Ko memenuhi harapannya betapapun usianya sudah lanjut, tenaga terbatas, lama2 iapun merasa lelah, ia tahu sukar lagi memancing dan memaksanya, mendadak ia melompat mundur dan berseru: "Sudahlah, sudahlah! Biarlah aku menyembah delapan kali padamu dan memanggil guru padamu, dengan begitu sukalah kau mengajari aku?" Diam2 Nyo Ko merasa geli bahwa di dunia ini ada orang yang "gila silat" sedemikian rupa, cepat ia menjawab:"Ah, mana berani kuterima.
Biar-lah "kuberitahu saja nama ke-13 jurus sisanya dari Im jian-soh-hun ciang itu.
" Seketika Ciu Pek-thong berjingkrak kegirangan serunya; "Aha, sungguh adik yang baik!" Tapi Kwe Yang lantas menyela: "Nanti dulu dia kan tidak mau ikut kita ke sana, maka jangan kau mengajarkan dia.
" Namun Nyo Ko justeru sengaja hendak membikin si Anak Tua itu kepingin tahu, jika sudah tahu nama jurusnya, tentu akan semakin tertarik.
Maka dengan tersenyum ia menjawab: "Kukira cuma mengetahui namanya saja tidaklah menjadi soal.
" "Ya, hanya nama jurusnya saja, kan tidak soal?" cepat Ciu Pek-thong menukas.
Nyo Ko lantas duduk di bawah pohon, lalu berkata: "Dengarkan yang betul, ,Ciu-heng, sisa ke 13 jurus itu disebut: Bok-beng-ki-miau (bingung tidak paham), Yak-yu-soh-sit (seperti kehilangan sesuatu), To-heng-gik-si (tindak terbalik dan berbuat berlawanan), Keh-hoa-soh-yang (menggaruk gatal dari balik sepatu), Lik-put-ciong-sim (keinginan besar tenaga kurang), Bin-bu-jin-sik (muka pucat tanpa pcrasaan)" Begitulah Kwe Yang sampai ter-pingkal2 geli mendengar nama2 yang aneh itu, sebaliknya Ciu Pek-thong mengikuti dengan penuh perhatian sambil menggumam dan mengulang nama2 jurus itu.
Ciu Pek-thong menjadi seperti orang linglung saking kesemsemnya pada nama ke-13 jurus itu, sampai lama sekali ia merenung, lalu berkata: "Coba, jurus "Bin-bu-jin-sik" itu cara bagaimana menggunakannya menghadapi musuh?" "Jurus ini memang banyak perubahannya," tutur Nyo Ko.
"Jurus ini intinya terletak pada milik muka yang ber-ubah2, sebentar gembira, lain saat gusar, mendadak sedih.
tiba2 girang pula sehingga membuat perasaan musuh juga tidak tenteram dan teratasi, akibatnya kalau kita gembira musuh ikut gembira, kita sedih musuh juga sedih, dalam keadaan demikian musuhpun tunduk sama sekali di bawah perintah kita, inilah caranya mengalahkan musuh tanpa tenaga dan tanpa suara, lebih tinggi setingkat daripada cara mengatasi musuh dengan suara suitan dan lain sebagainya.
" "Ah, agaknya jurus itu perubahan dari "Liap-sim-tay-hoat" ilmu pengaruhi pikiran, sejenis ilmu hipnotis) yang terdapat dalam Kiu-im-cin-keng.
" "Benar," jawab Nyo Ko.
"Lantas bagaimana dengan jurus "To-heng-gik-si?"" Mendadak Nyo Ko menjungkir dengan kepala di bawah dan kaki di atas, lalu tubuhnya berputaran tangan menghantam, katanya: "lnilah Co-heng giksi yang juga banyak gerak perubahannya.
ilmu ini bersumber dari ilmu silat Se- tok Auyang Hong tentunya" Ciu Pek-thong mengangguk, "Betul" kata Nyo Ko setelah berbangkit kembali, semua ilmu pukulan ini masih banyak corak perobahannya, seringkali saling bertentangan dan sukar dijelaskan.
" Ciu Pek-thong tetap tidak paham, tapi ia tidak berani tanya lagi, ia tahu biar pun ditanyai juga Nyo Ko takkan menerangkan.
Melihat Anak Toa Nakal itu garuk2 kepala dan tampaknya kelabakan ingin tahu, diam2 Kwe Yang merasa kasihan, ia mendekatinya dan berbisik padanya: "Ciu-loyacu, sebenarnya apa sebabnya engkau tidak mau menemui Eng koh" Eh, bagaimana kalau kita mencari suatu akal untuk memohon Toakoko mengajarkan kepandaiannya ini padamu?" Cin Pek-thong menghela napas, katanya "Tentang Eng koh, memang akulah yang bersalah karena perbuatanku waktu masih muda, kalau kuceritakan rasanya tidak enak.
" "Tidak apa2" ujar Kwe Yang.
"Kalau sudah kau ceritakan tentu terasa lebih enak daripada selalu disimpan di dalam hati.
Umpamanya aku juga pernah berbuat salah, tapi kalau ditanya ayah dan ibu, tentu aku bicara terus terang dan selesailah persoalannya kalau sudah diomeli ayah-ibu.
Kalau tidak misalnya kita berdusta atas perbuatan sendiri, tentu rasanya tidak tenteram.
" Melihat wajah si nona yang kekanak2an itu, Ciu Pek-thong memandang sekejap pula pada Nyo Ko, lalu berkata: "Baiklah, akan kuceritakan perbuatanku yang tidak senonoh di waktu muda itu, tapi jangan kau tertawakan diriku.
" "Tidak, tak ada yang akan menertawai kau, anggaplah kau sedang berkisah mengenai diri orang lain, Nanti akupun akan bercerita kesalahan yang pernah kulakukan," habis berkata Kwe Yang lantas geser lebih mendekati si Tua Nakal dengan sikap yang akrab sekali.
"Kau juga pernah berbuat salah?" Pek-thong memandangi wajah yang halus dan cantik itu.
"Tentu saja, memangnya kau kira aku tak dapat berbuat salah?" , "Baiklah, coba kau ceritakan dulu sesuatu perbuatanmu itu.
" "Hah, tidak cuma sekali saja, bahkan beberapa kali pernah ku berbuat salah," tutur Kwe Yang.
"Misalnya pernah satu kali seorang perajurit penjaga benteng tertidur dalam tugasnya, ayah memerintahkan meringkus perajurit itu dan akan kami penggal kepala, aku merasa kasihan padanya dan tengah malam kubebaskan perajurit itu, Tentu saja ayah sangat marah, tapi aku mengaku terus terang dan dipukul ayah, tapi lantas habis perkara, dan masih banyak lagi kejadian lainnya" Ciu Pek-thong menghela napas, katanya.
"Permasalahan itu belum apa2 kalau dibandingkan perbuatanku ini-" - Lalu berceritalah dia hubungannya dengan Lao-kuihui alias Eng-koh sehingga mengakibatkan kemarahan Toan-Ongya dan meninggalkan tahtanya untuk menjadi Hwesio, sebab itulah ia merasa malu untuk bertemu muka dengan kedua orang itu.
Kwe Yang mendengarkan cerita itu dengan asyiknya, sampai Ciu Pek-thong habis berkisah dan wajahnya tampak merasa malu, lalu Kwe Yang bertanya.
"Selain Lau-kuihui itu, Toan-hongya masih mempunyai beberapa orang selir lagi?" "Kerajaan Tayli tidak besar, dengan sendirinya tidak mempunyai ratusan atau ribuan selir seperti raja Song kita, tapi puluhan selir kukira pasti ada," jawab Ciu Pek-thong.
"Nah, kalau dia mempunyai berpuluh orang selir, sedangkan kau seorang isteri saja tidak punya, sebagai sahabat sepantasnya dia hadiahkan lau kuihui padamu kan?" ujar Kwe Yang.
Nyo Ko mengangguk tanda setuju atas ucapan Kwe Yang itu, diam2 ia pikir jalan pikiran si nona yang tidak suka terikat oleh adat kebiasaan umum itu sangat cocok dengan seleranya.
Ciu Pek-thong lantas menjawab "Waktu itu Toan-hongya juga berucap begitu, tapi Lau-kuihui adalah selir kesayangannya, untuk ini dia sampai meninggalkan tahta dan rela menjadi Hwesio, suatu tanda perbuatanku itu sesungguhnya sangat berdosa padanya.
" "Keliru kau" mendadak Nyo Ko menyela.
"sebabnya Toan-Ongya menjadi Hwesio adalah karena dia merasa bersalah padamu dan bukan kau yang bersalah padanya, masakah kau belum tahu persoalan ini?" "Aneh, dia berbuat salah apa padaku?" tanya Ciu Pek-thong ter-heran2.
"Soalnya ada orang mencelakai anakmu dan dia sengaja tidak mau menolongnya sehingga bocah itu akhirnya meninggal" tutur Nyo Ko.
Selama berpuluh tahun ini Ciu Pek-thong tidak tahu bahwa hubungan gelapnya dengan Eng koh telah menghasilkan seorang anak laki2, maka ia tambah heran mendengar ucapan Nyo Ko, cepat ia menegas: "Anakku apa maksudmu" "Akupun tidak tahu seluk-beluknya, hanya kudengar dari It-teng Taysu," jawab Nyo Ko.
Lalu iapun menguraikan kembali apa yang didengarkan dari It-teng di tepi Hek liong-tam itu.
" Mendadak mengetahui dirinya pernah mempunyai seorang anak laki2, seketika kepala Ciu Pek-thong merasa seperti disamber geledek, ia melenggong kaget hingga lama sekali, hatinya sebentar sedih sebentar girang, teringat kepala nasib Eng-koh yang malang dan menderita selama puluhan tahun ini, ia menjadi tambah menyesal dan merasa kasihan padanya.
Melihat keadaan Ciu Pek-thong itu, diam2 Nyo Ko merasa si Tua Nakal ini sesungguhnya juga seorang yang berperasaan dan dirinya kenapa meski sayang menjelaskan 17 jurus Imjiansoh-hun-ciang itu.
Segera ia berkata: "Ciu-locianpwe, baiklah ku perlihatkan secara lengkap ilmu pukulan ini, kalau ada kekurangannya masih diharapkan petunjukmu.
" Habis ini ia memainkan ilmu pukulan ciptaannya sambil mulut mengucapkan nama2 jurus yang bersangkutan.
Ciu Pek-thong paham isi Kiu-im-cin-keng, maka uraian Nyo Ko itu dengan mudah saja dapat di terima dan dimengerti dengan baik, hanya dua-tiga jurus yang tetap sukar dipahami letak intisarinya.
meski sudah diulangi dan dijelaskan lagi oleh Nyo Ko, namun Ciu Pek-thong tetap tidak paham.
Rupanya ilmu pukulan itu hasil ciptaan Nyo Ko setelah berpisah dengan Siao-liong-li sehingga setiap jurus itu se-akan2 menggambarkan kisah cintanya.
Dengan menghela napas ia lantas berkata: "Ciulocianpwe.
15 tahun yang lalu isteriku berpisah dengan aku, karena rindu timbul ilham dan terciptalah jurus ilmu pukulan ini.
Locianpwe sendiri tidak kenal apa artinya sedih dan duka, engkau senantiasa riang gembira, dengan sendirinya engkau tidak dapat mengerti apa rasanya orang yang sedih dan duka.
" "Ah, isterimu mengapa berpisah dengan kau?"" tanya Ciu Pek-thong.
"Dia sangat cantik, hatinya juga baik, jika kau cinta dan merindukan dia adalah pantas.
" Nyo Ko tidak ingin mengungkat tentang kecerobohan Kwe Hu yang melukai Siao-liong-li dengan jarum berbisa itu, maka ia cuma sekedarnya katakan isterinya keracunan dan dibawa pergi Lam-hay-sin-ni dan baru dapat sehat lagi 16 tahun kemudian" Habis itu ia lantas menceritakan rasa rindu sendiri dan berdoa siang dan malam agar Siao-liong-Ii dapat pulang dengan selamat, Akhirnya ia menambahkan "Kuharap dapat bertemu sekali lagi dengan dia, untuk itu biarpun tubuhku ini harus hancur lebur juga aku rela.
" Sebegitu jauh Kwe Yang tidak tahu rasa rindu Nyo Ko kepada isterinya ternyata begini mendalam, ia menjadi terharu dan mencucurkao air mata, ia pegang tangan Nyo Ko dan berkata dengan suara lembut: "Somoga Thian memberkahi dan akhirnya, kalian dapat berjumpa dan berkumpul kembali.
" Sejak berpisah dengan Siao-liong-li, untuk pertama kalinya ini Nyo Ko mendengar ucapan orang yang simpatik dan tulus, ia merasa sangat berterima kasih dan tak pernah melupakan selama hidup ini, ia lantas berbangkit sambil menghela napas, ia memberi hormat kepada Ciu Pek-thong dan berkata: "Sekarang kumohon diri saja, Ciu-locianpwe!" Lalu ia ajak Kwe Yang dan melangkah pergi.
Setelah belasan langkah, Kwe Yang menoleh dan berseru kepada si Tua Nakal: "Ciu-locianpwe, Toakokoku sedemikian rindu kepada isterinya, Eng koh juga sangat merindukan engkau, tapi engkau tetap tidak mau menemui Eng-koh tega benar kau ini?" Ciu Pek-thong terkesiap, air mukanya berubah hebat.
Nyo Ko lantas membisiki Kwe Yang: "Adik cilik, jangan menyinggung lagi, setiap orang mempunyai cita2 masing2, tiada gunanya banyak bicara.
" Begitulah mereka lantas melangkah ke arah datangnya tadi, "Toakoko," tiba2 Kwe Yang berkata pula, "jika kutanya tentang isterimu, apakah kau akan berduka lagi?" "Tidak," jawab Nyo Ko, "Toh beberapa bulan lagi dapatlah kuberjumpa dengan dia.
" "Cara bagaimana engkau berkenalan dengan beliau?" tanya Kwe Yang.
Nyo Ko lantas bercerita kisah hidupnya sejak kecil sebatangkara, lalu diantar Kwe Cing ke Coan-cinpay untuk belajar sjlat, di sana dianiaya sesama saudara seperguruan sehingga minggat dan masuk ke kuburan kuno, di sanalah dia berkumpul dengan Siao liong-li, lama2 timbul rasa cinta antara mereka dan setelah mengalami macam2 suka-duka akhirnya terikat menjadi suami isteri.
Kwe Yang mendengarkan cerita itu dengan penuh perhatian, diam2 ia terharu terhadap cinta murni Nyo Ko yang suci dan mendalami itu, akhirnya ia berkata pula.
"Semoga Thian memberkahi pertemuan kembali kalian berdua dengan selamat!" "Terima kasih, adik cilik, akan kuingat selalu kebaikan hatimu ini, kalau sudah bertemu dengan isteriku kelak tentu juga akan kuberitahukan tentang dirimu," ujar Nyo Ko.
"Setiap hari ulang tahunku, ibu dan aku suka bersembahyang dan berdoa, ibu menyuruhku menyebut tiga buah nazar, tapi setelah kupikirkan hingga lama, tak pernah kutahu nazar apa yang harus kusebutkan.
Tapi pada hari ulang tahun yang akan datang sudah kusiapkan nazarku, akan ku katakan harapanku semoga Toakoko berjumpa dan hidup bahagia dengan isterinya yang cantik.
" "Lalu apa kedua nazarmu yang lain?" tanya Nyo Ko, Kwe Yang tersenyum, katanya: "Takkan ku katakan padamu.
" Pada saat itulah, tiba2 dibelakang sana ada orang ber-teriak2-, "Hai, adik Nyo, tunggu! Nyo Ko, tunggu!" Dari suaranya dapat dikenali adalah suara Ciu Pek-thong.
Nyo Ko sangat girang, cepat ia berpaling, benar saja dilihatnya Ciu Pek-thong sedang berlari datang secepat terbang sambil berseru: "Adik Nyo, sudah kupikirkan dengan baik, kuharap engkau lekas mambawaku menemui Eng-koh!" "Nah, memang seharusnya begitu," ujar Kwe Yang, "Kau tahu betapa orang merindukan dirimu.
" "Ya, setelah kalian berangkat, kupikirkan ucapan adik Nyo tadi dan semakin kupikir semakin tidak enak rasa hatiku," tutur Pek-thong.
"Kurasa kalau aku tidak menemuinya, maka selama hidupku ini pasti tak dapat tidur nyenyak, soalnya aku ingin tanya sesuatu padanya.
" Nyo Ko dan Kwe Yang tidak tanya soal apa yang hendak ditanyakan si Tua Nakal itu kepada Eng-koh, yang jelas perjalanan mereka ini ternyata tidak sia2, maka mereka sangat gembira.
Kalau menuruti watak Ciu Pek-thong yang tidak sabar, seketika juga ingin bertemu dengan Eng-koh, namun malam sudah tiba, Kwe Yang merasa lelah dan lapar serta kantuk pula, Maka tiga orang dan satu rajawali lantas bermalam dibawah pohon.
Esoknya pagi2 mereka sudah melanjutkan perjalanan, sebelum lohor mereka sudah sampai di tepi Hek-liong-tam.
Melihat Nyo Ko benar2 dapat mengundang datang Ciu Pek-thong, sungguh girang Eng-koh tak terlukiskan, hatinya ber-debar2 dan mulut melongo, seketika tak dapat mengucapkan sekatapun.
Ciu Pek-thong mendekati Eng-koh, dengan suara keras ia bertanya: "Eng-koh, anak kita itu punya satu atau dua pusar kepala?" Eng-koh melengak, sama sekali tak terduga olehnya bahwa kekasihnya yang terpisah sejak muda dan kini dapat berjumpa kembali setelah sama2 tua, tapi pertanyaan yang diucapkan per-tama2 justeru adalah urusan yang tidak penting, yakni tentang pusar kepala segala, Tapi ia lantas menjawab: "Dua pusar kepalanya.
" "Hahaha, jadi sama seperti aku, sungguh anak yang pintar," seru Ciu Pek-thong kegirangan.
Tapi ia lantas menghela napas dan menambahkan: "Tapi, tapi sayang sudah mati, sayang sudah mati!" Rasa suka-duka Eng-koh tak tertahan Iagi, segera ia menangis keras2.
"Jangan menangis, jangan menangis!" demikian Pek-thong menghiburnya sambil menggabloki punggungnya dengan keras.
Lalu katanya kepada It-teng: "Toan-hongya, kupikat isterimu, tapi kaupun tak mau menolong jiwa anakku, jadi kita anggap saja seri, urusan dimasa lampau tidak perlu di-ungkap lagi.
" It-teng menuding Cu-in yang menggeletak di tanah itu dan berkata: "lnilah pembunuh anakmu itu, sekali hantam boleh kau binasakan dia!" Pek-thong memandang sekejap ke arah Cu-in, lalu berkata: "Kau saja yang turun tangan, Eng-koh!" Sekejap Eng-koh memandang Cu-in, lalu berkata dengan lirih: "Jika bukan lantaran dia, selama hidup ini mungkin aku tak dapat berjumpa pula dengan kau, apalagi orang mati tak dapat dihidupkan kembali, biarlah kita merayakan pertemuan kita ini dan melupakan dendam masa lalu saja," "Betul juga ucapanmu, baiklah kita mengampuni dia," ujar Pek-thong.
Keadaan Cu-in sangat parah, dia bertahan dengan sisa tenaganya dengan harapan akan mendapat pengampunan dari Eng-kob, kini mendengar sendiri Ciu Pek-thong dan Eng-koh bersedia mengampuni dosanya itu, hatinya sangat terhibur, katanya dengan lemah kepada It-teng: "Banyak terima kasih atas penyempurnaan Suhu!" Lalu iapun mengucapkan terima kasih pada Nyo Ko, habisi itu ia lantas menutup mata untuk selamanya.
It-teng menunduk dan membacakan doa bagi kepergian Cu-in, habis itu bersama Nyo Ko dan Kwe Yang mereka mengubur Cu in di situ, Memandangi kuburan Cu-in itu, Nyo Ko menjadi terharu, teringat olehnya ketika dia dan Siao-liong li baru saja menikah dan memergoki Cu-in yang kumat di puncak gunung bersalju itu, tak tersangka tokoh yang termashur dengan telapak tangan besi itu kini sudah kembali ke asalnya.
Eng-koh dan Ciu Pek-thong saling pandang dengan penuh rasa haru, banyak sekali ingin mereka bicarakan, tapi entah cara bagaimana harus mulai.
Kemudian Ehg-koh mengeluarkan kedua ekor rase kecil itu, katanya: "Nyo-kongcu, budi pertolonganmu sukar kubalas, kedua ekor binatang ini bolehlah kau ambil saja.
" Tapi Nyo Ko hanya menerima seekor saja, katanya: "Cukup seekor saja dan terima kasih!" Tiba2 It-teng berkata: "Nyo-kongcu, boleh kau bawa kedua ekor rase itu, tidak perlu kau membunuhnya, cukup membelih pahanya dan ambil darahnya secangkir kecil setiap hari, kukira luka kawanmu itu dengan cepat dapat disembuhkan.
" Nyo Ko dan Eng-koh sangat girang, kata mereka: "Kalau jiwa rase dapat diselamatkan adalah paling baik.
" Segera Nyo Ko terima kedua ekor rase itu dan mohon diri pada It-teng, Eng-koh dan Ciu Pek-thong.
"Sehabis ambil darahnya, lepaskan saja disana, tentu kedua rase itu akan pulang sendiri ke sini," pesan Eng-koh.
Mendadak Ciu Pek-thong menyela: "Eh, Toan-hongya dan Eng-koh, silakan kalian tinggal beberapa hari di Pek-hoa-kok sana.
Adik Nyo, setelah menyembuhkan luka kawanmu, silakan juga bersama adik kecil itu bermain ke tempatku.
" Nyo Ko menerima undangan itu dengan baik, ia berjanji kalau urusannya sudah beres tentu akan berkunjung ke sana.
Habis itu ia lantas melangkah pergi bersama Kwe Yang, ia merasa sangat gembira karena sekaligus dapat membuat Ciu Pek-thong dan Eng-koh berkumpul kembali sehingga Cu-in juga dapat mati dengan tenteram, pula dengan mudah mendapatkan kedua ekor rase kecil itu.
Setiba kembali di Ban-siu-san-ceng, kelima saudara Su sangat girang melihat Nyo Ko berhasil membawa pulang kedua ekor rase yang diharapkan itu, ber-ulang2 mereka mengucapkan terima kasih kepada Nyo Ko.
Segera mereka mulai mengambil darah rase dan diminumkan kepada Su Siok-kang.
Malamnya diadakan perjamuan besar dan Nyo Ko diangkat sebagai tamu kehormatan utama.
Ma-cam2 santapan lezat, terutama yang sukar diperoleh dan biasanya dianggap santapan yang mewah di restoran jaman kini, seperti bibir singa, paha harimau, telapak kaki beruang dan belalai gajah, biasanya sejenis makanan seperti itu saja sukar diperoleh, sekarang sekaligus ada belasan macam yang dihidangkan.
Su-si-hengte dan Gerombolan Setan Se-san tidak mengutarakan terima kasih mereka lagi kepadi Nyo Ko, yang pasti di dalam hati mereka sudah menganggap Nyo Ko sebagai tuan penolong mereka, kelak kalau ada urusan dan memerlukan tenaga mereka, biarpun di suruh terjun ke jurang jugi mereka takkan menolak.
Di tengah perjamuan yang meriah itu, semua asyik bicara tentang pengalaman masing2 serta kejadian2 menarik di dunia Kangouw, Hanya Kwe Yang saja yang duduk termenung tanpa bicara, padahal anak dara ini biasanya sangat gembira ria, rupanya ia sedang bersedih mengingat dalam waktu tidak lama lagi harus berpisah dengan Nyo Ko.
Tidak lama kemudian, tiba2 di sebelah sana berkumandang suara melengking seekor kera, menyusul suara kera yang lain juga lantas membalas sehingga ributlah suasana.
Air muka Su-si-bengte tampak berubah.
Su Beng-ciat lantas minta maaf lan mohon diri sebentar untuk memeriksa keadaan di sana.
Semua orang tahu tentu di luar hutan sana ada musuh yang datang, Toa-thau-kui berkata: "!Paling baik yang datang itu adalah pangeran Hotu, biar kita labrak dia untuk membalas sakit hati Su-samko" Belum habis ucapannya, tiba2 terdengar Su Beng-ciat membentak di luar sana: "Siapa itu malam2 berkunjung ke sini" Silakan berhenti!" Lalu suara seorang perempuan menjawab: "lAdakah seorang cebol berkepala besar di sini" ingin kutanya dia kemana dia membawa adik perempuanku?" Kejut dan girang Kwe Yang mendengar suara Kwe Hu itu, ia coba melirik Nyo Ko dan melihat sorot matanya berkedip aneh, diam2 ia heran, seketika ia tidak jadi berseru memanggil "Cici" "Hei, kau tahu aturan tidak, mengapa tidak menjawab pertanyaanku, sebaliknya kau terobosan sesukamu?" demikian terdengar Su Beng-ciat mendamperat.
Segera terdengar Kwe Hu membentak: "Menyingkir!" - Menyusul lantas terdengar suara nyaring beradunya senjata, agaknya nona itu hendak menerjang masuk, tapi dirintangi Beng-ciat dan kedua orang itu lantas bergebrak.
Sejak berpisah dengan Kwe Hu di Coat-ceng-kok dahulu, sudah belasan tahun Nyo Ko tidak pernah berjumpa dengan nona itu, kini mendadak mendengar suaranya, seketika macam2 perasaan berkecamuk dalam benaknya.
Didengarnya suara benturan senjata sudah mulai menjauh, agaknya Su Beng-ciat berhasil memancing Kwe Hu ke tempat lain.
"Yang dicarinya adalah diriku, biar kutemui dia," seru Toa-thau-kui sambil berlari keluar Menyusul Su Ki-kiang dan Hong It-ong juga ikut ke sana.
Tiba2 Kwe Yang berbangkit dan berkata kepada Nyo Ko: "Toakoko, ciciku datang mencari diri-ku, kini aku harus pulang.
" Nyo Ko terkejut: "Jadi dia.
. . . . dia itu cicimu?" "Ya, jawab Kwe Yang, "Kuingin melihat Sin-tiau-tayhiap, paman Toathau kui lantas membawaku ke sini menemuimu, Aku.
. . aku sangat senang. . . " belum habis ucapannya mendadak kepalanya menunduk terus berlari pergi.
Sekilas Nyo Ko melihat dua tetes air mata meleleh di pipi anak dara itu, tiba2 terpikir olehnya, "Dia ingin menemui aku, tentu adaurusan penting, mengapa sekarang pergi begitu saja tanpa bicara apa2?" - Segera ia menyusul ke sana dan berseru: "Adik cilik, jika kau ada kesulitan, boleh katakan saja padaku.
" Kwe Yang tersenyum dan menjawab: "Ah, tidak, aku tiada kesulitan apa2.
" Di bawah cahaya bulan muda yang remang2 Nyo Ko dapat melihat wajah si nona yang putih bersih itu masih basah air mata, dengan suara lembut ia lantas berkata pula: "Kiranya kau adalah anak dara Kwe Tayhiap dan Kwe-hujin, apakah Tacimu nakal padamu?" Menurut perkiraan Nyo Ko, tidak mungkin puteri Kwe- tayhiap yang termashur itu mengalami kesulitan, besar kemungkinan Kwe Hu yang suka se-wenang2 itu telah menghina atau memukuli adik perempuan nya ini.
Ternyata Kwe Yang menjawab dengan tertawa: "Sekalipun Cici nakal padaku juga aku tidak takut padanya, kalau dia mengomel aku lantas adu muIut dengan dia, betapapun dia juga tak berani memukuli aku.
" ?"Habis untuk apa kau mencari aku" Silakan bicara terus terang saja.
" "Di tempat penyeberangan sana kudengar orang bercerita tentang tindakanmu yang baik budi dan yang sangat terpuji itu, hatiku menjadi sangat kagum dan sangat ingin melihat wajahmu, selain itu tiada sesuatu maksudku yang lain lagi.
Dalam perjamuan tadi aku teringat kepada pameo yang mengatakan: "Tiada pesta yang tidak bubar di dunia ini.
Hatiku menjadi sedih, siapa tahu pesta tadi Selum bubar dan aku.
. . . . aku harus segera pergi," sampai di sini suara Kvve Yang menjadi rada tersendat.
Tergetar hati Nyo Ko, teringat olehnya waktu anak dara ini dilahirkan, beberapa saat kemudian dirinya lantas memondongnya dan membawanya.
Ketika dikejar oleh Kim-lun Hoat-ong, malah kemudian terjadi perebutan beberapa kali antara dirinya dengan Kim-lun Hoat-ong dan Li Bok chi, juga pernah menangkap induk harimau tutul untuk dijadikan mak inangnya yang menyusuinya, akhirnya dibawanya lagi ke kuburan kuno itu dan dipelihara sekian lamanya di sana.
Tak tersangka sekarang dapat bertemu pula di sini dan jabang bayi dahulu itu kini telah berubah menjadi gadis remaja yang molek.
Tanpa terasa Nyo Ko berdiri ter-mangu2 mengenangkan kejadian di masa lampau di bawah sinar bulan yang remang2 itu.
Selang sejenak, Kwe Yang berkata puIa: "Toa-koko, aku harus pergi sekarang, Aku hanya ingin minta tolong sesuatu padamu.
" "Katakan saja," ujar Nyo Ko.
"Bilakah engkau akan bertemu dengan isterimu?" "Antara musim dingin tahun ini," "Setelah engkau berjumpa dengan isterimu, sukalah engkau mengirim kabar padaku di Siang-yang agar aku ikut bergirang bagimu.
" Nyo Ko sangat berterima kasth, ia pikir meski anak dara ini dilahirkan dari ibu kandung yang sama dengan Kwe Hu, tapi tabiat keduanya ternyata sangat berbeda, Segera ia bertanya pula: "Apakah ayah-ibumu sehat2 semua?" "Ayah dan ibu semua baik2 saja.
" jawab Kwe Yang.

Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiba2 timbul suatu pikirannya, cepat ia memyambung pula: "Toakoko, setelah engkau berjumpa dengan isterimu, maukah kalian datang ke Siangyang dan menjadi tamu kami" Ayah-ibu dan kalian suami-isteri sama2 kesatria besar jaman ini, tentu kalian akan sama cocok satu sama lain.
" "Hal ini biarlah kita lihat dulu keadaan nanti," jawab Nyo Ko, "Eh, adik cilik, tentang pertemuan kita ini sebaiknya jangan kau ceritakan pada Cicimu, kukira juga tidak perlu diceritakan pada ayah-ibumu.
" "Sebab apa?" Kwe Yang menjadi heran, Tiba2 teringat olehnya ketika orang2 sama mengobrol di kota tambangan itu, tampaknya Cici kurang senang dengan Sin-tiau-hiap yang di-sebut2 itu, bisa jadi diantara mereka pernah terjadi sengketa apa2.
Maka ia lantas menambahkan: "Baiklah, takkan kuceritakan pada mereka.
" Dengan mata tak berkedip Nyo Ko memandangi anak dara itu, dalam benaknya terbayang wajah kecil si orok yang pernah dipondongnya 15 tahun yang lalu itu.
Karena dipandangi sedemikian rupa, Kwe Yang menjadi rada malu dan menunduk.
Timbul pikiran Nyo Ko ingin membela dan melindungi anak dara di depannya sekarang ini sama halnya seperti perlindungannya kepada jabang bayi yang lemah pada masa belasan tahun yang lalu itu.
Segera ia berkata pula: "Siaumoaycu, (adik perempuan cilik), ayah-ibumu adalah pendekar besar masa kini dan dihormati siapapun juga, jika kau ada kesulitan kiranya juga tidak perlu bantuanku Namun kejadian di dunia ini seringkali ber-ubah2, suka duka sukar diduga.
Andaikah kau mempunyai sesuatu persoalan yang tidak ingin dikatakan kepada ayah-ibumu dan perlu bala bantuan, maka bolehlah kau mengirim berita padaku, aku berjanji akan membereskannya bagimu dengan se-baik2nya.
"Kwe Yang tertawa manis, katanya: "Engkau sungguh sangat baik padaku, Cici sering pamer di depan umum bahwa dia adalah puteri Kwe-tayhiap dan Kwe-hujin, terkadang aku merasa risi dan kikuk bagi ucapannya itu, Betapapun termasyhurnya ayah dan ibu kan tidak pantas kalau hal itu selalu ditonjolkan.
Tapi nanti kalau kukatakan kepada orang bahwa Sintiau- tayhiap adalah Toakokoku, maka Cici pasti takdapat menirukannya.
" Meski ucapan Kwe Yang ini setengah bergurau, namun jelas tampak rasa bangganya karena dapat berkenalan dengan Nyo Ko.
"Ah, cicimu mana menghargai orang macam diriku ini?" ujar Nyo Ko dengan tersenyum.
Setelah merandek sejenak sambil meng-hitung2 dengan menekuk jari, lalu ia berkata pula: "Tahun ini kau sudah berusia 15, ya, bulan sepuluh, tanggal 22, 23, 24 ya, kau lahir pada tanggal 24 bulan sepuluh, betul tidak?" Kwe Yang ter-heran2, serunya: "He! Memang benar, darimana kau tahu?" Nyo Ko tersenyum dan tidak menjawab, katanya pula: "Kau dilahirkan di Siangyang, makanya kau diberi nama Yang, betul tidak?" "He, jadi kau tahu semuanya, tadi pura2 tidak kenal padaku," seru Kwe Yang, "Engkau pasti sahabat baik ayahku.
" . Seperti melamun, Nyo Ko tidak menjawabnya, tapi berkata pula dengan menengadah: "Pada hari itu, pertarungan hebat melawan Kim-lun Hoat-ong, Liong-ji memondong anak itu.
. . " Kwe Yang tidak paham apa yang digumamkan Nyo Ko itu, sayup2 ia dengar suara benturan senjata di sebelah sana, ia menjadi kuatir kalau cicinya dilukai Su Beng-ciat, segera ia berkata: "Toakoko, aku benar2 akan pergi sekarang.
" Nyo Ko masih menggumam: "Tanggal 24 bulan sepuluh, sungguh cepat sekali, 16 tahun sudah hampir lalu.
" Mendadak ia tersadar karena teguran Kwe Yang tadi dan berkata: "Ah, kau hendak pergi.
. . Ehm, pada tanggal 24 bulan sepuluh nanti, katamu akan sembayang dan berdoa untuk mengemukakan tiga buah nazar pada Thian.
" Rupanya ia jadi teringat pada ucapan Kwe Yang tadi bahwa waktu sembayang dan berdoa, anak dara itu akan memohon Thian memberi berkah supaya dia lekas bertemu kembali dengan Siao-Iiong-li.
Tiba2 Kwe Yang berkata pula: "Eh, Toakoko, jika kelak akupun mohon tiga soal padamu, apakah engkau dapat menyanggupi?" "Asalkan dapat kukerjakan sekuat tenagaku tentu akan kuterima," jawab Nyo Ko tegas, Lalu dari sakunya ia mengeluarkan sebuah kotak kecil, dikeluarkannya tiga buah jarum lembut yang biasa digunakan Siao-liong-li sebagai senjata rahasia itu dan diberikannya kepada Kwe Yang, katanya "Jika kulihat jarum ini nanti, sama saja seperti kulihat wajahmu.
Kalau kau tak dapat menemui aku sendiri, boleh kau suruh orang membawa jarum ini untuk menyampaikan keinginanmu padaku dan tentu akan kulaksanakannya bagimu.
" "Terima kasib," ucapan Kwe Yang sambil menerima jarum2 itu, lalu berkata puIa: "Sekarang akan kukemukakan keinginanku yang pertama.
" - segera ia mengembalikan sebuah jarum itu kepada "Nyo Ko dan menambahkan "Kuminta engkau menanggalkan kedokmu agar aku dapat melihat wajah aslimu " "Soal ini terlalu kecil dan mudah dilaksanakan karena aku tidak ingin dikenali kawan lama, maka sengaja memakai kedok," kata Nyo Ko dengan tertawa, "Tapi caramu sembarangan menggunakan sebuah jarum emas ini, apakah tidak sayang?" "Jika muka aslimu saja tidak kuketahui mana dapat dikatakan kukenal kau" ini sekali2 bukan soal kecil," ujar Kwe Yang.
Harus diketahui bahwa kaum pendekar jaman dahulu paling taat pada janji yang pernah diucapkan, karena sudah menyanggupi, dengan menyerahkan jarum itu sekalipun Kwe Yang minta Nyo Ko berbuat sesuatu yang maha sulit juga akan dilakukannya tanpa pikir, Karena itu juga iapun tak dapat menolak permintaan si nona yang pertama ini, "Baiklah," katanya sambil menanggalkan kedoknya.
Seketika pandangan Kwe Yang terbeliak, di depannya muncul seraut wajah yang cakap dengan alis panjang tebal dan mata besar bercahaya cuma sudah lama memakainya, air mukanya agak pucat dan kekurus2an.
"Ahhh!" terasa Kwe Yang berteriak.
"Kenapa?" tanya Nyo Ko.
Muka Kwe Yang menjadi meraj, "O, tidak apa2," jawabnya, Tapi dalam hatinya berkata: "Sungguh tidak nyana engkau begini cakap.
" Setelah tenangkan diri, kembali Kwe Yang menyerahkan pula jarum kedua dan berkata: "Sekarang ini kukatakan cita2ku yang kedua.
" Nyo Ko tersenyum dan berkata: "Katakau saja beberapa tahun lagi juga belum terlambat.
Anak gadis belum tahu urusan, yang kau ucapkan hanya cita2 kanak2 saja.
" Karena itulah ia tidak lantas menerima jarum kedua itu.
Tapi Kwe Yang lantas menaruh jarum digenggaman tangan Nyo Ko dan berkata: "Cita2ku yang kedua ini adalah pada tanggal 24 bulan sepuluh yang akan datang, yakni pada hari ulang tahunku nanti, hendaklah kau datang ke Siangyang daa menemui aku untuk ber-cakap2 sebentar.
" Meski permintaannya yang kedua ini lebih repot, daripada permintaan yang pertama, namun bersifat ke-kanak2an.
Maka dengan tertawa Nyo Ko menjawab "Baiklah, kusanggupi memangnya apa susahnya" Cuma aku hanya menemui kau sendiri saja, ayah-ibu dan Cicirnu takkan kutemui.
" "Terserah padamu," ujar Kwe Yang dengan tertawa, jari tangannya yang lentik dan putih halus itu memegangi jarum ketiga yang berkilau di bawah cahaya bulan, katanya pula: "Tentang permintaanku yang ketiga ini.
. . " Nyo Ko meng-geleng2 kepala, pikirnya: "Busyet! Memangnya aku Nyo Ko begini mudah berjanji pada orang" sungguh nona cilik yang tidak tahu urusan, janjiku dianggapnya seperti permainan anak kecil saja.
" Mendadak wajah Kwe Yang tampak merah jengah, katanya dengan tertawa: "Cita2ku yang ketiga ini sementara belum terpikir olehku, biarlah kelak akan kukatakan padamu.
" - Habis ini ia membalik dan lari ke sana sambil ber-teriak2: "Cici! Cici!" Kwe Yang terus menuju ke arah datangnya pertempuran dilihatnya Kwe Hu sedang bertempur sengit melawan Su Beng-ciat dan Toa-thau kui.
Hoan It-ong dan Su Ki kiang mengikuti pertarungan itu di samping dengan siap siaga.
"Cici, inilah aku," seru Kwo Yang, "Beberapa orang ini adalah teman sendiri.
" Selama ini Kwe Hu banyak mendapat petunjuk dari ayah-ibunya, suaminya yaitu Yalu Ce juga tokoh silat pilihan, maka kepandaiannya sekarang sudah berbeda jauh dengan daripada belasan tahun yang lalu.
Cuma wataknya berangasan dan tidak telaten berlatih sebab itulah tingkat ilmu silatnya selalu berkisar antara kelas dua atau tiga saja meski ayah-bunda dan suami nya terhitung tokoh terkemuka.
Kini meski dia sanggup menempur kerubutan Su Beng-ciat dan Toa-thau-kui dengan sama kuatnya, tapi lama2 tentu dia akan kewalahan dan terdesak di bawah angin.
Tengah gelisah karena takdapat mengalahkan lawan dengan cepat, tiba2 Kwe Hu mendengar seruan sang adik, segera ia membentak "Lekas kemari, Moaymoay!" Su Beng-ciat mendengar sendiri Kwe Yang memanggil Nyo Ko sebagai Toakoko, kini didengarnya pula Kwe Hu menyebut Kwe Yang sebagai Moaymoay atau adik perempuan, seketika ia terkesiap dan ragu2 apakah wanita ini adalah isteri atau adik Sin-tiau-tayhiap" Karena itulah serangannya yang sedang dilontarkannya pada saat itu segera ditarik kembali, berbareng iapun melompat mundur.
Kwe Hu sendiri tahu lawan sengaja mengalah, tapi hatinya sudah kadung mendongkol tanpa pikir pedangnya terus menasuk, "sret" dengan tepat dada Su Beng-ciat tertusuk.
Keruan Toa-thau kui terkejut dan berseru: "Hei, mengapa kau.
. . " Tapi sekali pedang Kwe Hu lantas berkelebat, tahu2 lengan Toathaukui juga terluka.
Dengan pongahnya Kwe Hu lantas membentak pula: "Nah, rasakan lihaynya nyonyamu ini!" "He, Cici, kubilang orang2 ini adalah teman sendiri.
" seru Kwe Yang pula.
Kwe Hu menjadi gusar dan membentak: "Lekas pulang bersamaku! Siapa kenal temanmu yang tidak keruan ini?" Luka di dada Su Beng-ciat itu ternyata tidak ringan.
dia ter-huyung2 dan jatuh tersungkur.
Cepat Kwe Yang memburu ke sana dan membangunkannya sambil bertanya: "Su-goko, bagaimana lukamu?" Darah segera mengucur dari dada Su Beng-ciat hingga baju Kwe Yang berlepotan lekas anak dara itu merobek ujung bajunya untuk membalut luka orang.
Sementara itu Kwe Hu sedang mendesak pula: "Hayo lekas berangkat lekas! setiba di rumah nanti kulaporkan kepada ayah dan ibu, mustahil kau tak kan dipukuli hingga kau minta2 ampun.
" Dengan gusar Kwe Yang menjawab: "Kau sembarangan melukai orang, akan kulaporkan juga kepada ayah dan ibu.
" Melihat muka Kwe Yang merah padam dan mengembang air mata, Su Beng-ciat menghiburnya dengan tertawa yang di paksakan: "jangan kuatir, nona cilik, lukaku ini takkan membuatku mati.
" Di samping Su Ki-kiang memegangi gadanya dengan napas ter-engah2, seketika ia menjadi ragu2 apa mesti melabrak Kwe Hu atau menolong adiknya dahulu.
Mendadak Kwe Hu menjerit kaget, kiranya dari depan dua ekor harimau loreng telah mendekatinya secara diam2, segera ia hendak menyingkir ke kiri, tapi terlihat pula dua ekor singa jantan sudah mendekam di situ, waktu ia menoleh, di sebelah kanan bahkan berdiri empat ekor macan tutul.
Rupanya dalam sekejap itu Su Tiong-beng sudan memimpin kawanan binatang buas itu dan mengepung rapat Kwe Hu.
Keruan muka Kwe Hu menjadi pucat dan hampir2 jatuh kelengar, Syukur pada saat itu juga suara seorang di dalam hutan hutan berseru: "Gote, bagaimana lukamu?" "Mendingan, tidak begitu parah!" sahut Su Beng-ciat.
"Oh, perintah Sin-tiau-hiap agar kedua nona ini dibiarkan pergi saja," kata orang itu.
Segera Su Ki-kiang bersuit beberapa kali, kawanan binatang buas itu lantas memutar tubuh dan menghilang ke dalam semak2.
"Su-goko, atas nama Ciciku kuminta maaf padamu," kata Kwe Yang.
Sesungguhnya luka Su Beng-ciat itu membuatnya sangat sakit, dengan meringis ia menjawab: "Mengingat Sin tiau-tayhiap, sekalipun Cicimu membunuh aku juga tidak menjadi soal.
" Kwe Yang hendak bicara pula, tapi Kwe Hu lantas menariknya sambil membentak: "Hayo pulang!" Berbareng anak dara itu terus diseret berlari keluar hutan.
Melihat kedua kakak beradik itu sudah per-gi, Su-si hengte dan Gerombolan Setan lantas berlari keluar untuk memeriksa keadaan Su Beng ciat dan Toa-thau- kui, be-ramai2 mereka mencela tindakan Kwe Hu yang tidak pantas itu, cuma ucapan merekapun tidak berani kasar kerena belum mengetahui ada hubungan apa antara Kwe Hu dan Nyo Ko.
Dengan gemas Su Ki-kiang berkata: "Nona cilik itu sangat baik hati, tapi kakaknya ternyata begitu galak, sudah jelas adik Ciat mengalah pada-nya, tapi dia malah melukainya secara keji, Coba kalau tusukannya masuk sedikit lagi tentu jiwa adik Ciat sudah melayang.
" "Marilah kita tanya kepada Sin-tiau-hiap tentang asal usul perempuan itu," kata Toa thau-kui.
"Di tempat penyeberangan sana ber-ulang2 dia juga mengeluarkan kata2 yang tidak baik terhadap Sin tiau- hiap.
Badai Awan Angin 15 Hati Budha Tangan Berbisa Karya Gan K L Pendekar Sakti 15

Cari Blog Ini