Ceritasilat Novel Online

Kembalinya Pendekar Rajawali 7

Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung Bagian 7


BegituIah, sesudah Siao-liong-li ter-menung2 sejenak, lalu ia membatin lagi: "Kiranya anak ini sudah mempunyai dasar Lwekang yang kuat, soalnya tidak dipergunakan secara baik dan tepat, Maka sekarang tidak perlu kesusu mengajarkan dia Lwekang dari perguruannya sendiri " Paginya, sesudah mereka sarapan, berkatalah Siao-liong-li kepada Nyo Ko: "Ko-ji, ada suatu soal, ini boleh kau pikirkan sendiri dengan masak jika sungguh2 kau ingin mengangkat guru padaku, maka seumur hidup ini kau harus tunduk pada kata2ku, Tetapi jika kau tidak angkat guru padaku, akupun tidak nurunkan ilmu kepandaian padamu, kelak kalau kau mampu menangkan aku, maka dengan ilmu silatmu itu boleh kau terjang keluar Hoat-su-jin-bong ini.
" "Sudah tentu aku ingin angkat kau sebagai guru," sahut Nyo Ko tanpa pikir sedikitpun "Sekalipun kau tidak mengajarkan kepandaian padaku juga pasti aku akan turut segala perkataanmu.
" Keruan Siao-liong-li heran oleh jawaban ini.
"Sebab apa ?" tanyanya.
"Kokoh, dalam hati engkau sangat baik terhadapku memang kau kira aku tidak tahu ?" sahut Nyo Ko.
"Baik tidak aku terhadapmu selanjutnya tidak boleh dipakai membacot," kata Siao-liong-li dengan menarik muka, "Baiklah, jika kau angkat guru padaku, mari kita pergi ke ruangan belakang buat menjalankan upacara.
" Maka ikutlah Nyo Ko ke ruangan belakang, di ruangan ini Nyo Ko melihat keadaanpun kosong belaka tanpa sesuatu pajangan, hanya diantara kedua belah dinding timur dan barat tampak tergantung dua lukisan.
Lukisan yang tergantung di dinding sebelah barat menggambarkan dua gadis jelita, yang satu usianya 25-26 tahun dan sedang bersolek menghadapi cermin, sedang gadis yang lain berumur 14-15 tahun, dari dandanannya jelas adalah seorang dayang atau pelayan, tangannya terlihat memegang sebuah baskom sedang melayani junjungannya yang sedang bersolek itu.
Kedua gadis ini semuanya berwajah cantik molek, yang berumur lebih tua itu alisnya lentik panjang sampai mendekati pelipis, diantara sorot matanya lapat2 membawa perbawa yang agung dan keren, Tanpa terasa Nyo Ko memandang beberapa kali lebih banyak kepada gadis ini, dalam hati se-akan2 dengan sendirinya timbul semacam perasaan hormat kepadanya.
"lni dia Cosu-popoh (nenek guru), hayo menjuralah kau," demikian Siao-liong-li lantas berkata padanya sambil menunjuk gambar gadis yang tua-an itu.
"Dia ini Cosu-popoh ?" tanya Nyo Ko dengan heran, "Kenapa usianya begini muda ?" "Waktu membikin lukisan ini dia masih muda, kemudian tentunya tidak muda lagi," sahut Siao-liong-li.
Kata2 jawaban ini diulangi Nyo Ko di dalam hati, tiba2 ia merasakan semacam kesunyian yang memilukan, maka dengan tercengang ia pandang lukisan itu, tanpa tertahan air matanya meleleh.
Sudah tentu Siao-liong-li tidak tahu isi hati bocah ini, kembali dia tuding gambar gadis yang berdandan sebagai pelayan itu dan berkata pula : "lni adalah Suhuku, Nah, lekas kau menjura.
" Waktu Nyo Ko mengamat-amati pula lukisan itu, ia lihat gadis jelita yang dimaksud ini masih bodoh pelonco, wajahnya bersifat anak2, siapa tahu telah menjadi gurunya Siao-liong-li.
Akan tetapi tanpa ragu2 lalu ia berlutut terus menjura terhadap lukisan itu.
Menunggu sesudah Nyo Ko berdiri kembali kemudian Siao-liong-li tuding lagi pada lukisan yang tergantung di dinding sebelah timur itu sambil berkata: "Sekarang ludahi sekali pada Tojin itu !" Waktu Nyo Ko menegasi, ia lihat lukisan itu memang menggambarkan seorang Tojin atau imam yang berperawakan jangkung, pada pinggangnya tergantung sebatang pedang dan jari telunjuk kanannya sedang menuding ke jurusan timur-laut, hanya gambar Tojin ini dalam keadaan mungkur, maka wajah imam ini tidak jelas tertampak.
Tentu saja Nyo Ko sangat heran.
"Siapa dia " Kenapa harus meludahi dia ?" tanyanya kemudian, "Dia adalah Kaucu (ketua agama) Coan-cin-kau, Ong Tiong-yang," tutur Siao-liong-Ii.
"Kita mempunyai satu peraturan, apabila sudah menyembah pada Cosu-popoh, kemudian harus meludahi dia," Dalam hati kecilnya Nyo Ko memang sudah dendam dan benci terhadap orang2 Coan-cin-kau, setelah diberi penjelasan itu, tanpa pikir lagi segera ia meludahi lukisan itu dan tepat mengenal punggung gambarnya Ong Tiong-yang.
"Kokoh, apakah Cosu-popoh kita sangat benci kepada Ong Tiong-yang ?" tanya Nyo Ko.
"Ya," jawab Siao-liong-li "Kalau begitu kenapa gambar ini tidak dibakar saja, sebaliknya malah digantung di sini?" ujar Nyo Ko.
"ltulah aku tak tahu, Aku hanya dengar dari Suhu dan Sun-popoh bahwa kaum laki2 di jagat ini tiada satupun yang baik," demikian sahut Siau liong-li.
Habis ini suaranya seketika berubah menjadi bengis dan membentak: "Kelak kalau kau sudah besar dan berani melakukan perbuatan jahat, hm, lihat saja apa aku akan mengampuni kau ?" "Sudah tentu kau mengampuni aku," tiba2 Nyo Ko menjawab.
Keruan Siao-Iiong-li tertegun seketika, Maksudnya dengan kata2 terakhirnya tadi sebenarnya hanya buat me-nakut2i dan sebagai peringatan saja, tak terduga Nyo Ko ternyata berani menjawab Dalam tertegunnya, Siao-liong-Ii menjadi bingung malah dan kehabisan akal.
"Lekas menyembah guru !" akhirnya ia membentak lagi.
"Kepada guru sudah tentu aku, akan menyembah," sahut Nyo Ko lagi, "Cuma engkau harus berjanji dulu satu hal padaku, kalau tidak, aku tak mau menyembah.
" "Kurang ajar anak ini," diami Siao-liong-li menggerutu dalam hati "Selamanya hanya guru yang minta murid harus berjanji, mana ada aturan bahwa murid malah meminta janji dari sang guru ?" Akan tetapi dasar sifatnya memang sabar dan pendiam, maka iapun tidak menjadi gusar.
"Soal apa " Boleh coba kau katakan," sahutnya kemudian.
"Begini," kata Nyo Ko, "dalam hati sudah terang kuanggap engkau sebagai Suhu, aku menghormati kau dan menjunjung kau, apa yang kau katakan tentu kuturut, tetapi dalam sebutan aku tidak panggil engkau sebagai Suhu melainkan tetap panggil engkau Kokoh (bibi) saja" Permintaan ini kembali membikin Siao-liong li tercengang.
"Sebab apa ?" tanyanya kemudian.
"Ya, sebab sudah dua kali aku mengangkat Suhu, tetapi mereka perlakukan aku tidak baik, diwaktu mimpi saja aku akan mengutuki Suhu," demikian Nyo Ko menutur, "Oleh sebab itu adalah lebih baik kupanggil kau Kokoh saja, agar bila aku mengutuki Suhu engkau tidak ikut tersangkut.
" Tanpa tertahan Siao-liong-Ii tertawa geli oleh keterangan Nyo Ko ini, ia merasa walaupun kelakuan anak ini terlalu aneh dan nakal, tapi cara berpikirnya ternyata menarik juga.
"Baiklah, aku terima permintaanmu," janjinya kemudian.
Nyo Ko lantas berlutut, dengan sangat hormat ia menyembah delapan kali pada Siao-liong-li Lalu Nyo Ko mengucapkan janji pula: "Tecu (anak murid) Nyo Ko hari ini mengangkat Siao-liong-li Kokoh sebagai guru, sejak kini, selamanya Nyo Ko akan dengar kata Kokoh, jika Kokoh ada kesulitan dan menghadapi bahaya, Nyo Ko akan mati-matian membela Kokoh tanpa hiraukan jiwa sendiri jika ada orang jahat berani menghina Kokoh, Nyo Ko pasti akan membunuh orang jahat itu.
" Sungguh lucu sekali sumpah setia Nyo Ko: ini Padahal waktu itu ilmu silat Siao-liong-Ii entah berapa puluh kali lebih tinggi daripada Nyo Ko, tapi Nyo Ko anggap orang adalah gadis jelita yang lemah lembut, maka tiba2 timbul sikap perkasa sebagai seorang jantan sejati yang wajib melindungi wanita lemah, sampai akhirnya, makin lama semakin bersemangat dan gagah ucapannya.
Meski lagu suara Nyo Ko masih berbau kanak2, tetapi kata2 yang diucapkannya dengan sungguh2 dan penuh semangat itu, mau-tak-mau membikin hati Siao-liong-Ii rada terguncang juga.
BegituIah, sesudah Nyo Ko menjura, kemudian ia berdiri kembali dihadapan orang dengan muka ber-seri2 tanda gembira.
"Apa yang membikin kau begini senang ?" tanya Siao-Iiong-li.
"Kepandaianku toh belum tentu bisa menangkan imam2 tua dari Coan-cin-kau itu, lebih2 tak mungkin bisa diatas kau punya Kwe-pepek.
" "PeduIi apa meski kepandaian mereka lebih tinggi," sahut Nyo Ko spontan, "yang penting, engka mau mengajarkan ilmu kepandaian padaku dengan sungguh-sungguh.
" Siao-liong-li menghela napas mendengar jawaban orang.
"Padahal apa gunanya meski sudah belajar ilmu silat ?" ujarnya, "Cuma, daripada iseng menganggur di dalam kuburan sunyi ini, baiklah aku akan ajarkan padamu, sekarang kau tunggu dulu disini, biar aku keluar sebentar.
" Mendengar dirinya akan ditinggal pergi, Nyo Ko menjadi takut karena harus tinggal sendirian dalam kuburan.
"Kokoh, aku ikut keluar saja," demikian katanya cepat Akan tetapi Siao-liong-Ii segera pelototi padanya.
"Baru saja kau berjanji akan turut perkataanku untuk selamanya, tapi hari pertama kau sudah membangkang," damperatnya.
"Tetapi, aku aku takut," sahut Nyo Ko.
"Laki2 jantan sejati, takut apa ?" damperat Siao-liong-li pula, "Tadi kau masih bilang hendak membela diriku dan bunuh orang jahat segala !" "Baiklah, kalau begitu lekasan engkau kembali ya !" kata Nyo Ko sesudah berpikir.
"ltupun tak bisa ditentukan, bagaimana jika seketika sukar menangkapnya ?" ujar Siao-Iiong-li.
Nyo Ko menjadi heran oleh jawaban ini.
"Menangkap apa, Kokoh ?" tanyanya.
Namun Siao-liong-Ii tak menjawab, ia terus bertindak pergi sendiri.
Dengan keluarnya Siao-liong-Ii, keadaan di dalam kuburan menjadi sepi nyenyap.
Dalam pada itu Nyo Ko masih me-nerka2 dalam hati oleh kata2 Siao-liong-li tadi yang bilang hendak pergi menangkap sesuatu, ia tidak tahu siapakah yang hendak ditangkapnya.
Tapi mengingat Siao-liong-li tidak pernah turun selangkah pun dari Cong-km-san, Nyo Ko yakin tentu sasaran yang ditangkapnya adalah imam Coan-cin-kau, hanya tidak diketahui imam mana yang akan ditangkapnya dan guna apa menangkapnya ?" BegituIah Nyo Ko berpikir serabutan sendirian, tanpa terasa iapun sudah melangkah keluar ruangan besar kuburan itu dan menuju ke arak syrat melalui satu lorong, tetapi baru belasan tindak dilalui, tiba2 pandangannya menjadi gelap gulita.
Karena kuatir akan kesasar, lekas2 Nyo Ko balik kembali pe-lahan2 dengan merembet dinding, siapa tahu meski sudah beberapa puluh tindak ia berjalan masih belum juga dilihatnya sinar pelita di ruangan besar tadi.
Dalam gelisah dan takutnya, Nyo Ko tambah cepat melangkah ke depan, Akan tetapi ia jadi kesasar lebih jauh lagi.
Memangnya ia sudah salah jalan, dalam keadaan gugup semakin salah pula.
Makin jalan makin cepat, beberapa kali ia kebentur sini dan tertumbuk sana, dalam kegelapan ia merasa jalan lorong itu bersimpang-cabang belaka, hingga tak bisa lagi ia kembali ke ruangan besar di depan tadi.
"Kokoh, Kokoh ! Lekas tolong !" saking kuatirnya ia ber-teriak2.
Akan tetapi suara gemborannya segera berkumandang balik diantara lorong kuburan itu hingga membisingkan telinga.
Namun Nyo Ko tidak putus asa, ia maju terus mencari jalan keluarnya, kemudian tiba2 terasa tanah di mana dia injak ternyata basah becek, kiranya dirinya sudah tidak berada di lorong kuburan lagi melainkan berada di jalan lembah pegunungan yang bertembusan dengan lorong kuburan dibawah tanah itu.
Keruan Nyo Ko semakin ketakutan.
"Jika aku kesasar di dalam kuburan, bagaimanapun Kokoh pasti dapat mencari kembali di-riku," demikian ia pikir.
"Kini aku telah sampai disini, kalau tak bisa menemukan aku, tentu ia mengira aku melarikan diri, dan tentu pula dia akan berduka sekali.
" Oleh karena itu, sesudah me-raba2 mendapatkan sebuah batu, lalu ia bersedakap tangan dan berduduk di atas batu itu sambil ter-menung2.
Lama sekali ia duduk ter-mangu2, tiba2 ia dengar suara sajup2 orang sedang memanggilnya: "Ko-ji Ko-ji!" Nyo Ko dapat mengenali suara orang itu, tentu saja ia sangat girang, tanpa ayal lagi ia melompat bangun dan balas berteriak : "Aku ada di sini, Kokoh !" Akan tetapi suara panggilan "Ko-ji, Ko-ji" itu bukannya makin mendekat, sebaliknya malah menjauh.
Keruan saja Nyo Ko sangat cemas, lekas-lekas ia pantang mulut dan berteiak lebih keras: "Aku ada di siniiiiiii!" Tetapi sejenak kemudian ia tidak mendengar suara panggilan lagi, tentu saja ia menjadi kesal dan putus asa.
Tak terduga, mendadak ia merasakan daun kupingnya menjadi "nyes" dingin, tahu2 kupingnya dijewer orang terus diangkat.
Dalam kagetnya hampir saja Nyo.
Ko- menjerit akan tetapi segera ia menjadi girang sekali "He, Kokoh, kau ! Kenapa sedikitpun aku tidak merasa," demikian teriaknya kemudian.
"Apa yang kau lakukan di sini ?" omel Siao-liong-li.
"Aku kesasar," sahut Nyo Ko.
Siao-liong-li tidak menanya lebih jauh, ia tarik tangan Nyo Ko dan diajak kembali walaupun dalam keadaan gelap gulita, namun Siao-liong-li ternyata bisa jalan dengan cepat dan belak-belok seperti jalan di siang hari saja.
"Kokoh, kenapa engkau dapat melihat dengan terang ?" tanya Nyo Ko kagum.
"Seumur hidupku dibesarkan dalam kegelapan dengan sendirinya aku tidak memerlukan sinar terang," sahut Siao-liong-li.
Tidak antara lama, kembali Siao-liong-li membawa Nyo Ko sampai di ruang besar semula.
"Kokoh," kata Nyo Ko sambil tarik napas panjang, "sungguh, tadi aku merasa kuatir sekali" "Kuatir apa " Toh pasti aku akan menemukan kau," sahut Siao-liong-li "Bukan kuatirkan soal ini," kata Nyo Ko pula, "tetapi aku kuatir engkau akan menyangka aku melarikan diri hingga merasa berduka dalam hati" "Jika kau lari, janjiku pada Sun-popoh lantas batal pula, apanya yang perlu dibuat duka ?" sahut Siao-liong-li Nyata watak kedua orang ini sama sekali terbalik, jika Nyo Ko berpikir dengan penuh perasaan hangat, sebaliknya Siao-liong-li berhati dingin sebagai es.
"Apa engkau telah berhasil menangkapnya, Kokoh ?" tanya Nyo Ko lebih jauh.
"Sudah," jawab Siao-liong-li "Kenapa engkau menangkap dia ?" tanya Nyo Ko lagi "Bukankah buat membantu kau melatih silat, sahut Siao-liong-li, "Sini, ikut padaku," Mendengar jawaban ini, seketika Nyo Ko menjadi girang.
"Eh, kiranya dia pergi menangkap imarn Coan-cin-kau untuk dibuat untuI (mangsa latihan) bagiku," demikian pikirnya, Keruan ia sangat ketarik, maka tanpa berkata lagi dia ikut di belakang Siao-liong-li Setelah memutar beberapa kali kemudian Siao-liong-li membuka sebuah pintu dan masuk ke dalam sebuah kamar batu.
Yang aneh jalan kamar batu ini ternyata sangat kecil dan sempit, dua orang berada di dalamnya saja sukar memutar tubuh, pula langit2an kamar sangat rendah, hampir Siao-liong-li menyundul langit2 kamar itu apabila mengangkat tangannya.
. . Dalam pada itu Nyo Ko juga heran, sebab tiada satu imam Coan-cin-kau yang terdapat di dalam kamar itu.
"Di manakah Tosu yang engkau tangkap itu ?" begitulah ia lantas tanya.
"Tosu apa ?" berbalik Siao-long-li balas tanya.
"Bukankah engkau bilang hendak pergi menangkap orang buat membantu aku latihan silat?" sahut Nyo Ko.
"Siapa bilang orang ?" kata Siao-liong-li "Tetapi ini, di sini" Habis ini ia berjongkok dan tarik sebuah kantong kain dari pojok kamar, setelah tali pengikat kantong dilepas, kantong itu dia kebas beberapa kali, maka terbang keluarlah tiga ekor burung gereja.
Luar biasa herannya Nyo Ko setelah mengetahui isi kantong itu.
"Eh, kiranya Kokoh keluar tadi untuk menangkap burung gereja," demikian ia membatin.
"Nah, sekarang coba kau tangkap ketiga burung gereja itu, tetapi tak boleh kau membikin rontok bulunya atau melukai cakarnya," demikian Siao-liong-li berpesan padanya.
Nyo Ko menjadi senang oleh permainan ini.
"Bagus !" serunya gembira, Dan begitu menubruk maju segera ia hendak menangkap salah satu burung gereja itu.
Akan tetapi burung2 gereja itu ternyata sangat gesit, meski Nyo Ko sudah tubruk sini dan samber sana, tetap tak bisa menyenggol sedikitpun, jangankan hendak menangkapnya, Akhir-nya napas Nyo Ko sendiri yang ter-engah2 dan berkeringat.
"Cara kau menangkapnya itu salah, Harus begini, lihat ini kuajarkan kau caranya," kata Siao-liong-Ii.
Habis itu, dia lantas memberi beberapa petunjuk caranya meloncat ke atas dan menubruk ke bawah, cara menangkap dan mencekal dengan cepat.
Nyo Ko memang sangat pintar, ia tahu dengan melalui cara menangkap burung gereja itu sebenarnya Siao-liong-li lagi mengajarkan semacam ilmu silat yang tinggi padanya, maka ia memperhatikan sepenuhnya semua pelajaran itu dan di-ingatnya dengan baik.
Dengan main tubruk dan samber tanpa teratur nyata Nyo Ko kewalahan sendiri untuk menangkap ketiga ekor burung gereja itu.
Cara2 yang diajarkan Siao-liong-li padanya itu sudah bisa dipahaminya, hanya seketika belum dapat dia pergunakan Namun Siao-liong-li tidak peduli lebih jauh, ia membiarkan Nyo Ko sibuk sendiri didalam kamar itu dengan burung2-nya, sedang ia sendiri lantas keluar sesudah merapatkan pintunya.
Hari pertama itu nyata Nyo Ko belum sanggup menangkap burung gereja itu meski hanya seekor saja, sesudah bersantap malam, dia latih Lwekangnya lagi di atas ranjang batu pualam dingin, Besok paginya, kembali ia mengudak burung gereja lagi, cara melompatnya ternyata sudah bertambah tinggi, gerak tangannya pun jauh lebih cepat daripada tadinya.
Begitulah seterusnya, sampai hari kelima, akhirnya berhasil juga dia menangkap seekor burung gereja itu, luar biasa girang Nyo Ko, segera ia mencari Siao-liong-li dan melaporkan kemajuannya itu.
Siapa tahu, bukannya Siao-liong-li memuji atas hasilnya itu, sebaliknya ia dingin saja menerima laporan itu, bahkan ia menyindir: "Huh, apa gunanya hanya seekor " Tetapi harus menangkap tiga ekor sekaligus !" Nyo Ko tak berani menjawab, dalam hati ia pikir: "Kalau sudah bisa menangkap seekor, menangkap lagi dua ekor apa susahnya ?" Tak tersangka prakteknya ternyata tidak begitu gampang sebagaimana dia sangka, beruntun-runtun dua hari seekor saja tak mampu ditangkapnya lagi.
Setelah ketiga burung gereja itu sudah payah karena terus menerus di-uber2 oleh Nyo Ko, kemudian Siao-liong-li melepaskannya setelah di-lolohi sedikit makanan, lalu ia menangkap lagi tiga ekor yang baru yang masih segar dan kuat untuk melatih Nyo Ko.
Dan pada hari kedelapan barulah sekaligus Nyo Ko mampu menangkap ketiga burung gereja itu.
"Cukuplah sekarang, mari kita pergi ke Tiong-yang-kiong," kata Siao-Iiong-li.
Tentu saja Nyo Ko rada terperanjat oleh ajakan ini.
"Untuk apa ke sana ?" tanyanya heran.
Akan tetapi Siao-liong-li tidak menjawab pertanyaannya, ia tarik tangan bocah itu terus diajak menuju Tiong-yang-kiong.
Selama itu meski hanya selisih delapan hari saja, namun keadaan Nyo Ko ternyata sudah berlainan, kini tindakannya kuat dan langkahnya enteng, jelas sekali lebih tangkas daripada sebelumnya.
"Thio Ci-keng ! Hayo lekas keluar!" seru Siao-liong-li sesudah sampai di depan Tiong-yang-kiong kaum Coan-cin-kau itu.
Tadi sebelum mereka berdua sampai di depan istana ini, lebih dulu sudah ada imam Coan-cin-kau yang telah melaporkan kedatangan mereka, maka baru saja Siao-liong-li berteriak, segera dari dalam istana itu membanjir keluar beberapa puluh orang Tosu atau imam, Di antaranya dua imam cilik memayang Thio Ci-keng.
Wajah Ci-keng tertampak pucat lesu, kedua matanya cekung, kelihatannya tak sanggup berdiri sendiri.
sementara itu para imam dapat mengenali Siao-liong-li berdua, mereka semua memegang ferijata dan memandang dengan mata melotot gusar Siao-liong-li lantas keluarkan sebuah botol putih dari bajunya, "Ini adalah air madu untuk menyembuhkan racun antupan tawon, ambil dan berikan pada Thio Ci-keng," katanya dengan suara keras sambil menyerahkan botol itu kepada Nyo Ko.
Waktu melihat Thio Ci-keng, sebenarnya hati Nyo Ko masih belum hilang rasa benci dan dendamnya pada imam ini.
Hanya karena dihadapan orang banyak, rasanya tak enak membantah maksud Siao-liong-li itu, Maka dengan langkah lebar terpaksa ia membawa botol madu tawon itu, dan ditaruh di depan Thio Ci-keng.
Ketika para imam Coan-cin-kau mendengar bahwa Siao-liong-li datang lagi, mereka menyangka gadis ini tentu akan cari gara2 dan bikin onar, untuk membalas sakit hatinya Sun-popoh, maka disamping mereka siap berjaga, di lain pihak segera dilaporkan kepada Ma Giok dan Khu ju-ki yang tingkatannya lebih tua.
Tak terduga bahwa kedatangan Siao-liong-li ini ternyata sama sekali tidak bersifat permusuhan melainkan malah mengutarakan madu tawon penawar racun, keruan mereka menjadi heran, dalam bingungnya sampai mereka tak bisa menyambut perkataan Siao-liong-li" tadi, sementara itu setelah Nyo Ko menaruh botol madu tawon didepan orang, ia pandang sekejap pula kepada Thio Ci-keng dengan sorot mata yang penuh menghina dan merasa jijik,habis ini ia putar tubuh terus jalan kembali.
Slkap Nyo Ko ini agaknya dapat dilihat dengan jelas oleh Ceng kong yang berada juga di antara kawanan imam itu, ia tak bisa menahan amarahnya lagi.
"Anak celaka, sudah mengkhianati perguruan, sekarang kau mau pergi begitu saja ?" demikian segera ia membentak sambil memburu maju hendak menawan Nyo Ko.
"Ko-ji, hari ini jangan membalas serangannya," tiba2 Siao-liong-li berpesan pada Nyo Ko.
Dalam pada itu Nyo Ko mendengar dari belakangnya ada suara tindakan orang dengan cepat, menyusul mana terdengar pula menyambernya angin pukulan, nyata ada orang hendak menjamberet punggungnya, Karenanya, tanpa pikir segera ia mendaki tubuh ke bawah, lalu mendadak ia meloncat ke samping.
Meski baru delapan hari Nyo Ko berlatih menangkap burung gereja di dalam Hoat-su-jin-bong atau kuburan orang hidup itu dan tidur di atas ranjang batu pualam dingin delapan malam pula, walaupun Siao-liong-li hanya mengajarkan sedikit caranya menangkap burung, akan tetapi semua itu justru adalah intisari dari kunci dasar latihan Ginkang atau ilmu entengkan tubuh yang tinggi dari Ko-bong-pay (aliran kuburan kuno) itu, maka kepandaiannya sekarang sudah jauh berbeda daripada waktu bertanding dengan imam Coan-cin-kau dahulu.
BegituIah, maka dengan tepat sekali, pada saat tangan Ceng-kong hampir menempel punggungnya, mendadak ia melompat pergi, bahkan berbareng itu sekalian ia tarik kain baju orang, Memangnya karena Ceng-kong luput menubruk orang dan tubuhnya mendoyong ke depan, kini ditambah oleh tarikan Nyo Ko, keruan ia tak sanggup berdiri tegak lagi, tanpa ampun ia jatuh tersungkur dengan antap sekali.
Ketika Ceng-kong bisa merangkak bangun, sementara itu Nyo Ko sudah berdiri di samping Siao-liong-li.
Dalam gusarnya Ceng-kong berteriak murka terus hendak menyeruduk maju lagi, syukur pada saat itu mendadak dari rombongan imam2 itu telah maju satu orang dan secepat kilat menghadang dihadapan Ceng-kong sambil menarik tangannya dan diseret kembali ke tempat berdiri mereka semula.
Seketika Ceng-kong merasakan setengah tubuhnya menjadi kaku kesemutan, waktu ia mendongak kiranya yang menariknya adalah Susiok atau paman gurunya, In Ci-peng.
Karena itu, kata2 makian yang sebenarnya akan dia lontarkan, seketika juga ia telan kembali mentah2.
"Banyak terima kasih atas pemberian obat nona tadi," demikian In Ci-peng membuka suara sambil membungkuk memberi hormat.
Sebaliknya Siao-liong-li ternyata tidak balas hormat orang, iapun tidak menjawab, Dia gandeng tangannya Nyo Ko terus diajak kembali: "Mari Ko-ji, kita pulang saja !" "Liong-kohnio," tiba2 In Ci-peng Berseru lagi, "Nyo Ko ini adalah anak murid Coan-cin-kau kami, tetapi secara paksa kau telah menerimanya sebenarnya cara bagaimana urusan ini harus diselesaikan ?" Siao-liong-H tertegun oleh teguran ini dan tak bisa menjawab.
"Aku tak senang mendengarkan ocehan orang," katanya akhirnya.
Habis ini, tanpa menghiraukan orang Iain ia tarik tangan Nyo Ko dan masuk kembali ke dalam rimba dengan langkah cepat Di lain pihak In Ci-peng dengan para imam Coan-cin-kau jadi terkesima, mereka hanya saling pandang saja dengan bingung.
"Ko-ji, kepandaianmu memang nyata sudah ada kemajuannya," demikian kata Siao-liong-li kepada Nyo Ko sesudah berada di dalam kuburan kuno itu,cuma cara kau hajar imam gemuk tadi itu sebaliknya salah besar.
" "lmam gendut itu pernah hajar aku secara tidak se-mena2, sayang tadi aku belum sempat membalas dia dengan setimpal," sahut Nyo Ko.
"Dan mengapa Kokoh bilang aku salah menghajarnya ?" "Maksudku bukan tak boleh menghajar dia, tetapi caramu menghajarnya itu yang salah," ujar Siao-liong-li "Seharusnya jangan kau tarik dia hingga jatuh tersungkur ke depan, tetapi harus tidak pakai tarikan dan biar dia jatuh terjengkang sendirinya ke belakang," Nyo Ko menjadi girang mendengar penuturan ini.
"Ha, menarik sekali hal ini, hayo, Kokoh, ajarkan caranya !" serunya cepat.
"Nah, anggap aku ini Ko-ji dan kau adalah imam gendut busuk itu, coba kau tangkap diriku," demikian kata Siao-liong-li puIa, Habis berkata, segera dia mulai melangkah pelahan ke depan.
Nyo Ko menurut, dengan tertawa2 ia ulur tangannya untuk memegang tubuh orang, Akan tetapi seperti bermata saja dipunggung Siao-liong-li, meski Nyo Ko menubruk dan meraup bagaimanapun juga, tetap tak dapat menyenggol baju orang, kalau Nyo Ko berlari cepat, Siao-liong-li segera lari lebih cepat, dan kalau Nyo Ko lambat, Siao-liong-li pun ikut lambat, jarak mereka selalu berselisih kira2 satu kaki jauhnya.
"Haha, Kokoh, awas sekali ini !" dengan tertawa Nyo Ko berseru, mendadak ia menubruk maju dengan gerak cepat, dan Siao-liong-li ternyata tidak menghindarinya.
Tentu saja Nyo Ko bergirang, ia yakin kedua tangannya segera pasti akan dapat merangkul leher orang, Siapa duga, baru saja kedua tangannya dipentang dan hampir merangkul, se-konyong2 Siao-liong-li mencelat ke belakang hingga terlepas dari rangkulannya.
Karena menangkap angin, dengan cepat pula Nyo Ko mendongak dan hendak menjambret akan tetapi dia baru saja menubruk ke depan lalu mendadak menekuk ke belakang sambil mendongak, karena terlalu besar menggunakan tenaga, maka Nyo Ko tak bisa berdiri tegak lagi, ia jatuh terjengkang ke belakang hingga tulang punggung terasa sakit sekali.
"Caramu ini sangat bagus, Kokoh," teriak Nyo Ko girang sesudah merangkak bangun, "Dan kenapa engkau bisa begini cepat ?" "Jika kau berlatih menangkap burung gereja setahun lagi, tentu kau akan jadi begini juga," sahut Siao-liong-li.
"He, bukankah aku sudah bisa menangkapnya," ujar Nyo Ko.
"Hm, dapatkah itu dianggap ?" Siao-liong-H menjengek, "Apa kau kira ilmu silat Ko-bong-pay kita ini begitu gampang kau pelajari ?" Karena dampratan ini, Nyo Ko tak berani bicara lebih jauh.
"Sini ikut padaku," kata Siao liong-li kemudian.
Lalu ia bawa Nyo Ko pergi ke satu kamar batu yang lain.
Kamar batu yang sekarang ini ternyata sekali lebih besar dan luas daripada yang dulu waktu mula2 Nyo Ko belajar menangkap burung, di dalam kamar ini sudah tersedia lagi enam ekor burung gereja.
Kalau tempatnya bertambah luas, dengan sendirinya untuk menangkap burung gereja itu menjadi jauh lebih sulit, Tetapi Nyo Ko tak perlu kuatir karena Siao-liong-li telah memberi petunjuk beberapa kepandaian lagi cara meloncat tinggi dan melompat jauh dari ilmu entengkan tubuh dan ilmu cara menangkap dan menawan.
Dengan demikian lewat delapan atau sembilan hari lagi, sekaligus Nyo Ko sudah bisa menangkap enam burung gereja itu.
Selanjutnya kamar latihannya lantas bertambah besar dan makin luas, jumlah burung gereja yang harus ditangkapnya bertambah banyak juga, dan akhirnya dia harus menangkap 9x9 - 81 burung gereja di ruangan tengah yang sangat besar, Untung ranjang batu pualam dingin yang dibuat tidur Nyo Ko itu ternyata besar sekali khasiatnya untuk membantu latihan Lwekang, hanya dalam tempo tiga bulan saja, 81 ekor burung gereja itu sekaligus dapat Nyo Ko tangkap semua.
Tentu saja Siao-liong-li sangat girang melihat kemajuan Nyo Ko yang begitu pesat.
"Dan sekarang kita harus menangkapnya di luar kuburan," demikian katanya kemudian.
Selama tiga bulan itu Nyo Ko terkurung di dalam kuburan, memangnya ia sudah bosen dan kesal juga, kini mendengar akan latihan di luar kuburan, keruan ia menjadi senang dan muka ber-seri2.
"Apanya yang perlu digirangkan ?" ujar Siao-liong-li dingin, "justru ilmu kepandaian ini sukar sekali melatihnya.
81 burung gereja ini seekor saja tidak boleh terlolos.
" Begitulah dengan membawa kantong kain yang penuh berisi 81 ekor burung gereja ia ajak Nyo Ko keluar kuburan kuno itu.
Tatkala itu adalah bulan tiga dan terhitung permulaan musim semi, karena itu alam semesta di luar kuburan itu boleh dikatakan menghijau permai dan hawa sejuk diselingi hembusan harum bunga yang semerbak.
Ketika mendadak Siao-liong-li mengebas kantong yang dibawanya, maka terbanglah ke-81 ekot burung gereja itu, tetapi justru pada saat burung itu hendak kabur, tiba2 kedua tangan Siao-liong-li putih halus itu bergerak, dari sana ia tarik sini dan dari sana ditepuk pula, tahu2 dua ekor burung gereja yang hampir kabur itu dapat ditoIaknya kembali.
Begitu mendapat kebebasan, dengan sendirinya ke-81 ekor burung gereja itu segera ingin terbang pergi Tetapi aneh juga, ketika Siao-liong-li keluarkan Ciang-hoat atau ilmu pukulan tangan kosong, di sana ia menolak dan di sini mengebas, ke-81 ekor burung gereja itu ternyata terhimpit semua di depan dadanya dalam jarak tiga kaki satupun tak sanggup kabur.
Terlihat Siao-liong-li geraki kedua tangannya se-akan2 sedang menari kedua tangan seperti berubah menjadi 81 tangan saja, bagaimanapun ke-81 ekor burung gereja menubruk sana dan menerobos sini namun tetap tak mampu kabur keluar dari lingkaran kedua tangan Siao-liong-li.
Nampak keajaiban ini Nyo Ko hanya ternganga belaka, dalam kagumnya iapun bergirang pula, waktu ia tenangkan diri ia pikir: "Ah, ini adalah ciang-hoat hebat tiada bandingannya yang Kokoh sedang ajarkan padaku, aku harus mengingatnya dengan baik.
" Karena itu, segera ia pusatkan perhatiannya untuk mengikuti gerak-gerik Siao-liong-li, ia ingat dengan baik cara bagaimana orang ulur tangan buat menahan dan cara bagaimana membaliki tangan buat meraup, meski cara Siao-liong-li menggerakkan tangan sangat cepat dan aneh, tetapi tiap gerakan dan tiap jurus cukup jelas dan teratur.
Sesudah mengikuti agak lama, walaupun Nyo Ko masih belum paham di mana letak keajaiban Ciang-hoat orang, namun sedikitnya ia tidak bingung lagi seperti tadi.
Sementara itu sudah lama Siao-liong-li menari ketika mendadak kedua tangannya mengebas lagi sekali, lalu ia luruskan tangannya ke belakang, Karena terlepas dari kekangan tenaga tangan Siao-liong-li, segera burung2 gereja itu bercuitan hendak terbang kabur pula, Diluar dugaan, mendadak Siao-liong-li mengebas lagi dengan kedua lengan bajunya yang membawa sambaran angin santer, Karena itu, ke-81 ekor burung itu seketika terjatuh kembali ke atas tanah dengan suara cuitan yang ramai.
Lewat agak lama, kemudian burung2 gereja itu baru bisa pentang sayap dan terbang pergi satu demi satu.
Sungguh luar biasa girang Nyo Ko oleh pertunjukan kepandaian yang hebat itu, ia tarik2 baju Siao-liong-li sambil berkata: "Kokoh, kukira sekalipun Kwe-pepek juga tak bisa seperti engkau tadi.
" "Chiang-hoat yang kutunjukkan tadi disebut "Thian-lo-te-bang-sik" (gaya jaring langit dan jala bumi), adalah ilmu kepandaian pengantar dari Ko-bong-pay kita," sahut Siao-liong-li menerangkan.
"Maka kau harus belajar dengan baik.
" Lalu Siao-liong-li mengajarkan belasan jurus Ciang-hoat itu dan semuanya dipelajari Nyo Ko dengan baik.
Lewat belasan hari lagi, Nyo Ko ternyata sudah bisa mempelajari "Thian-lo-te-bang-sik" yang meliputi 108 jurus itu dengan baik dan apal sekali.
Oleh karena itu, Siao-Iiong-Ii lantas pergi menangkap seekor burung gereja dan suruh Nyo Ko mencoba merintangi kaburnya burung ini dengan Ciang-hoat yang baru dipelajarinya itu.
Tentu saja dengan senang hati Nyo Ko melakukan perintah itu, Mula2 ia hanya sanggup menahan dua-tiga kali dan burung gereja itu sudah menerobos lolos dibawah telapak tangannya.
Tetapi Siao-liong-li selalu mendampingi dia, hanya sekali ulur tangannya, segera burung gereja itu dapat ditolak kembali.
Maka Nyo Ko lantas melanjutkan permainan Ciang-hoatnya lagi, tapi lantaran gerak geriknya masih kurang cepat, pula kurang tepat mengepas waktunya, maka hanya beberapa kali gerakan kembali burung gereja itu lolos lagi.
Begitulah, tiap2 hari Nyo Ko meneruskan latihannya itu tanpa kenal lelah.
Sang tempo lewat dengan cepat, hari berganti bulan dan bulan berganti bulan puIa, tanpa terasa perawakan Nyo Ko sudah tambah tinggi, suaranya yang kekanak-kanakan dulu sudah berubah besar pula seperti orang dewasa umumnya, pelahan ia sudah berubah menjadi pemuda yang tampan, berlainan daripada waktu dia masuk ke dalam kuburan kuno ini.
Berkat juga bakat pembawaan Nyo Ko, pula Siao-liong-li telah mengajar dengan sepenuh tenaga, maka selewatnya, musim rontok, ilmu pukulan gaya "jaring langit dan jala bumi" itu telah berhasil dilatihnya.
Kini bila ia permainkan Ciang-hoat ini, sekaligus ia sudah sanggup menahan ke-81 burung gereja tanpa bisa lolos, kalau terkadang terlolos juga satu ekor, itu boleh dikatakan hanya penyakit kecil saja dari Ciang-hoat yang baru dia pelajari itu.
"Ko-ji," kata Siao-liong-Ii pada suatu hari, "Ciang-hoat yang kau latih ini, dikalangan kangouw sudah jarang lagi ada tandingannya, maka kapan bertemu pula dengan imam gendut itu, boleh kau banting dia beberapa kali lagi yang keras.
" "Tetapi jika bergebrak dengan Thio Ci-keng, bagaimana ?" tanya Nyo Ko.
Siao-liong-li tidak menjawab pertanyaan itu, sebab dalam hati ia lagi pikir: "Ya, Thio Ci-keng itu adalah jago terkemuka dari anak murid Coan-cin-kau angkatan ketiga, kalau hanya dengan kepandaian Ko-ji sekarang, memang betul masih belum bisa mengalahkan dia.
" Melihat Siao-liong-li tidak menjawab pertanyaannya, segera Nyo Ko tahu juga apa yang sedang dipikirkan orang.
"Tak bisa menangkan dia juga tidak mengapa, lewat beberapa tahun lagi tentu aku dapat menangkan dia," demikian ia kata, "Kokoh, bukankah ilmu silat Ko-bong-pay kita memang jauh lebih lihay dari ilmu silat Coan-cin-kau ?" "Apa yang kau katakan ini, dijagat ini mungkin hanya kita berdua saja yang percaya," sahut Siao-liong-Ii sambil menengadah memandang langitl mangan.
"Tempo hari waktu aku bergebrak dengan imam she Khu dari Coan-cin-kau itu, rasanya kalau soal ilmu silat memang aku belum bisa menangkan dia, tetapi ini tidak berarti Ko-bong-pay kita tidak bisa menandingi Coan-cin-kau, melainkan karena aku masih belum berhasil meyakinkan ilmu kepandaian yang paling hebat dari Ko-bong-pay kita.
" Sebenarnya Nyo Ko kuatir kalau Siao-liong-li tak dapat menangkan Khu Ju-ki, kini mendengar kata2 itu, ia bergirang dan mantap.
"llmu kepandaian apakah itu, Kokoh ?" cepat ia tanya, "Apa susah melatihnya " Kenapa engkau tidak mulai melatihnya ?" "Biarlah kututurkan satu cerita pendek dahulu, supaya kau mengetahui asal usul golongan Ko-bong-pay kita ini," sahut Siao-liong-li "Pada sebelum kau menyembah aku sebagai guru, bukankah kau ingat pernah menjura pada Cosu popoh, Dia itu she Lim, namanya Tiao-eng.
Pada, kira-kira 60-70 tahun yang talu, di kalangan Kangouw terkenal dengan kata2 "di selatan ada Lim dan di utara ada Ong, tetapi Im (negatip, perempuan) menangkan Yang (positip, 1aki2), apa yang dikatakan Lim di selatan itu ialah Cosu-popoh, dia berasal dari Kwisay, dan Ong di utara bukan kiri ialah Ong Tiong-yang dari Soa-tang.
"Di kalangan Bu-lim waktu itu, ilmu silat mereka berdua terhitung paling tinggi sebenarnya kepandaian mereka boleh dikatakan sembabat dan sukar dibedakan mana yang lebih tinggi, tapi belakangan karena Ong Tiong-yang sibuk dengan gerakan membela tanah air untuk melawan pasukan Kim, ia repot siang dan malam, sebaliknya Cosu-popoh bisa berlatih silat lebih tekun, maka akhirnya dia jadi lebih tinggi setingkat daripada Ong Tiong-yang, oleh karena itu orang sama bilang Im lebih unggul dari Yang" "Kemudian pergerakan Ong Tiong-yang gagal, dengan perasaan menyesal ia lantas asingkan diri di dalam Hoat-su-jin-bong ini, saking iseng setiap hari, waktu senggang itu ia lewatkan buat berlatih silat dan mempelajari segala ilmu sakti, sebaliknya waktu itu Cosu-popoh malah menjelajahi Kangouw untuk melakukan berbagai perbuatan yang terpuji, oleh sebab itu, sampai Ong Tiong-yang untuk kedua kalinya turun gunung, kembali ilmu Cosu-popoh tak lebih unggul daripadanya.
Dan paling akhir kedua orang entah soal apa terjadi percekcokan hingga saling gebrak dan bertaruhan, ternyata akhirnya Ong Tiong-yang kalah dan kuburan kuno inipun diserahkan pada Cosu-popoh.
Mari sini, biar kubawa kau pergi melihat bekas2 yang ditinggalkan kedua Locianpwe itu.
" Sebenarnya kuburan kuno itu seluruhnya dibangun dari batu dan entah dibangun sejak kapan, Tetapi kamar yang ditunjukkan Siao-liong-li pada Nyo-Ko sekarang ternyata sangat aneh bentuknya, depan sempit, bagian belakang lebar, sedang sebelah timur bundar, sebaliknya sebelah barat berbentuk lencip hingga berwujud segi tiga "Kenapa kamar ini dibikin sedemikian rupa Kokoh?" saking herannya Nyo Ko bertanya.
"lni adalah tempat Ong Tiong-yang mempelajari ilmu silat," sahut Siao-Iiong-li, "baglan depan yang sempit dibuat latihan pukulan telapakan, dan yang lebar di belakang buat latihan pukulan kepalan, yang bundar disebelah timur buat mempelajari ilmu pedang dan bagian barat yang lancip itu buat latihan senjata rahasia.
" Dengan jalan mondar-mandir di dalam kamar aneh ini, Nyo Ko menjadi heran luar biasa, sama sekali ia tidak paham kegunaannya.
"ltu intisari ilmu silat Ong Tiong-yang semuanya berada di situ," tibal Siao-liong-li berkata sambil menuding ke atas.
Waktu Nyo Ko mendongak, ia lihat langit2 kamar yang terbuat dari papan batu itu ternyata penuh terukir goresan dan tanda2 rahasia yang beraneka macamnya.
Coretan itu semuanya digores dengan senjata tajam, ada yang dalam dan ada yang cetek secara tidak teratur.
Nyo Ko tidak tahu apa maksudnya.
Sementara itu Siao-liong-li telah mendekati dinding sebelah timur, ia mendorong tembok yang mendekuk setengah bundar itu, dengan pelahan sebuah batu menggeser, lalu tertampak sebuah pintu rnembentang, dengan membawa lilin Siao-liong-li ajak Nyo Ko masuk ke situ.
Kiranya di dalam sana kembali terdapat sebuah kamar batu, kamar ini ternyata mirip sekali dengan kamar yang duluan, cuma tiap2 tempatnya berlawanan, kalau yang duluan sempit di depan dan bagian belakang luas, maka kamar yang kedua ini terbalik menjadi depan luas dan belakang sempit, begitu pula bagian ,barat bundar dan ujung timur lancip.
Waktu Nyo Ko mendongak ia lihat di atas langit2an kamar itu juga penuh terukir tanda2 rahasia yang aneh.
"lni adalah rahasia ilmu kepandaian Cosu-popoh", demikian Siao-liong-li berkata padanya, "Dahulu meski beliau menangkan kuburan ini, namun boleh dikatakan berkat tipu akal belaka, kalau soal ilmu silat sebenarnya belum bisa menandingi Ong Tiong-yang, Tetapi sesudah Cosu-popoh berdiam di dalam kuburan kuno ini, ia telah mempelajari dan menyelami ilmu silat yang ditinggalkan Ong Tiong-yang di atas langit2 kamar sebelah tadi, akhirnya beliau bahkan berhasil menciptakan tipu2 cara mematahkan ilmu silat Ong Tiong-yang, Dan tipu2 yang dia ciptakan itu semuanya telah ditulis di atas ini.
" "Bagus kalau begitu, Kokoh," teriak Nyo Ko girang, "Pikir saja, sekalipun kepandaian Khu Ju-ki dan Ong Ju-it bisa lebih tinggi lagi juga tak akan melebihi Ong Tiong-yang yang menjadi guru mereka, kini kalau kau sudah mempelajari ilmu silat tinggalan Cosu-popoh ini, bukankah dengan sendirinya akan menangkan para imam Coan-cin-kau itu.
" "Kata2mu memangnya tidak salah, hanya sayang tiada orang Iain yang bisa membantu aku," sahut Siao-Iiong-li.
"Aku bantu kau," seru Nyo Ko tiba2 dengan membusungkan dada.
Diluar dugaan, Siao-liong-li sambut kata2nya itu dengan mata melotot.
"Tetapi sayang kepandaianmu belum cukup," sahutnya kemudian dengan dingin.
Muka Nyo Ko menjadi merah karena malu.
"llmu silat ciptaan Cosu-popoh itu disebut Giok-li-sim-keng (ilmu suci si gadis ayu), untuk melatihnya harus dilakukan dua orang berbareng dengan saling bantu membantu," demikian kata Siao-liong-li lebih lanjut.
Dahulu, Cosu-popoh telah melatihnya bersama dengan guruku.
" Mendengar penjelasan ini, dari rasa malu tadi Nyo Ko berubah menjadi girang.
"Ha, kalau begitu, aku adalah muridmu, tentu bisa juga berlatih bersama engkau," serunya cepat.
Karena kata2 ini, Siao-liong-li ter-mangu2 sejenak.
"Baiklah, boleh juga kita mencobanya dahulu," akhirnya ia berkata, "Langkah pertama, lebih dulu kau harus latih ilmu silat perguruan kita sendiri langkah kedua baru kau mempelajari ilmu kepandaian Coan-cin-kau dan langkah penghabisan baru kita latih Giok-li-sim-keng yang diciptakan untuk mengalahkan ilmu silat Coan-cin-kau itu.
" BegituIah, maka sejak hari itu Siao-liong-li lantas ajarkan semua ilmu kepandaian Ko-bong-pay kepada Nyo Ko, baik mengenai Kun-hoat dan Ciang-hoat (ilmu pukulan telapak tangan) maupun pakai senjata tajam dan senjata rahasia.
Selang setahun, semua ilmu kepandaian itu sudah diperoleh Nyo Ko, walaupun latihannya masih belum cukup masak, namun berkat bantuan ranjang batu pualam dingin, kemajuannya ternyata sangat pesat sekali.
ilmu silat Ko-bong-pay atau aliran kuburan kuno ini asalnya diciptakan seorang wanita, yakni kakek guru Siao-liong-Ii yang menjadi kekasih Ong Tiong-yang, sedang guru dan murid mereka tiga turunan juga wanita semua, dengan sendirinya ilmu silat yang diciptakan itu gerak-geriknya rada2 halus dan lincah sebagai kaum wanita.
Karena sifat Nyo Ko memang suka bergerak, maka semua tipu silat Ko-bong-pay ini menjadi sangat cocok dengan tabiatnya malah.
Sementara usia Siao-liong-Ii makin bertambah, makin lama wajahnya ternyata semakin cantik, Tahun ini umur Nyo Ko pun menginjak enam belas, anak ini ternyata mempunyai perawakan tinggi, kalau berdiri sudah setinggi gurunya, walaupun demikian, Siao-liong-Ii masih tetap anggap Nyo Ko sebagai bocah saja, sama sekali mereka tidak pusingkan soal perbedaan laki-perempuan.
Di lain pihak, semakin lama Nyo Ko tinggal bersama Suhunya semakin menaruh hormat juga kepadanya, selama dua tahun itu, ternyata belum pernah dia membantah sesuatu perintah sang guru, Bocah ini ternyata pandai menuruti kemauan orang, baru saja Siao-liong-li inginkan Nyo Ko melakukan sesuatu, belum sampai diutarakan atau Nyo Ko sudah mendahului mengerjakannya dengan baik.
Hanya saja sifat Siao-liong-li yang dingin laksana es masih tetap seperti sediakala, terhadap apa saja yang dikatakan Nyo Ko masih selalu ia sambut dengan dingin dan kadang2 menyindir sedikitpun ia tidak mengunjuk rasa kasih sayang.
Tetapi karena sudah biasa, lambat laun Nyo Ko tidak memikirkan pula sikap sang guru ini.
Pada suatu hari, berkatalah Siao-liong-li kepada Nyo Ko: "Ko-ji, kini ilmu lo-bong-pay kita sendiri sudah kau pelajari semua, maka mulai besok bolehlah kita mulai berlatih ilmu silat Coan-cin-kau.
" Karena itu, besoknya mereka lantas mendatangi kamar batu yang berbentuk aneh dengan ukiran2 aneka macam di atas langit2-an, dengan menurutkan tanda2 yang terukir ini mereka mulai berlatih.
Kiranya tanda2 ukiran itu dahulu digores oleh Ong Tiong-yang dengan meloncat ke atas dengan ujung pedang, Dan karena Lim Tiao-eng adalah bekas kekasih Ong Tiong-yang, maka ia cukup paham intisari ilmu silat orang, sesudah diselaminya mendalam, kemudian ia turunkan kepada dayang kepercayaannya dan dayang ini akhirnya mengajar kepada Siao-liong-li, dan kini Siao-Iiong-Ii mengajarkan pula rahasia silat itu kepada Nyo Ko.
Sesudah Nyo Ko berlatih beberapa hari, oleh karena dia memang sudah punya landasan yang tidak jelek, maka banyak bagian penting begitu diberi petunjuk segera dapat dia terima, maka kemajuannya mula2 sangat cepat.
Akan tetapi sesudah belasan hari, keadaan mendadak berubah lain, -be-runtun2 beberapa hari Nyo Ko ternyata tidak memperoleh kemajuan kalau tidak mau dikatakan malah mundur, semakin ia latih, semakin keliru dan nyasar.
Waktu Siao-liong-li membantu muridnya ini memecahkan kesulitan itu, namun dia juga tak tahu di mana letak gangguan itu.
Dasar Nyo Ko ingin lekas pandai, keruan ia menjadi gopoh hingga sering uring2-an sendiri.
"Tidak perlu kau uring2-an," demikian kata Siao-liong-li padanya, "soal ini sebenarnya tidak sulit, asal kita pergi tangkap seorang imam Coan-cin-kau dan paksa dia mengajarkan kunci rahasia penuntun ilmu silat mereka, bukankah lantas beres urusannya " Nah, marilah kita pergi ke sana !" Kata2 Siao-liong-ll telah menyadarkan Nyo Ko, tiba2 teringat olehnya dahulu Thio Ci-keng pernah ajarkan istilah2 penuntun dasar ilmu silat Coan-cin-kau itu.
Maka dengan segera ia apalkan-nya pada Siao-liong-li.
Siao-liong-li sangat memperhatikan istilah2 yang diucapkan Nyo Ko jni, dengan cermat ia menyelami intisari istilah2 itu.
"Ya, memang tepat itulah yang kita inginkan," katanya kemudian setelah berpikir "Dahulu waktu kubelajar ilmu silat Coan-cin-kau ini dengan mendiang guruku, sesampainya setengah jalan tiba2 sukar untuk maju setindak lagi, saat mana Cosu-popoh sudah meninggal maka tiada orang yang bisa kami mintai petunjuk2, walaupun kami tahu juga soalnya karena belum mengetahui rahasia penuntun dasarnya, tetapi kami tak berdaya pula, justru mendiang guruku orangnya sangat alim, pernah kukatakan hendak pergi mencuri dengar rahasia ilmu Coan-cin-kau itu, tetapi aku telah didamperat habis2-an olehnya, Syukurlah kini kau sendiri malah sudah mengetahuinya, sudah tentu hal ini sangat baik sekali" Kemudian satu persatu Nyo Ko memberitahukan pula yang lebih jelas dari apa yang pernah dia pelajari dari Thio Ci-keng.
Tempo hari apa yang diajarkan Thio Ci-keng kepada Nyo Ko itu memang betul2 adalah istilah2 pelajaran dasar Lwekang Coan cin kau yang paling tinggi, soalnya karena sengaja Nyo Ko tidak diberi pelajaran cara bagaimana mempraktekkannya, Kini setelah diselami mendalam oleh Siao-Iiong-li, tentu saja segera menjadi terang dan semua kesulitan dapat ditembus, ditambah lagi Lwekang yang dahulu Tjin Lam-khim ajarkan pada Nyo Ko memang juga Lwekang asli ajaran Ma Giok dari Coan-cin-kau, dengan digabungnya dua dasar ini, keruan tidak antara beberapa bulan Siao-liong-li dan Nyo Ko sudah dapat mempelajari seluruh intisari ilmu silat yang ditinggalkan Ong Tiong-yang di atas langit2 kamar batu itu.
Pada suatu hari, setelah kedua orang selesai berlatih ilmu pedang di dalam kamar batu itu, dengan menghela napas Siao-liong-li berkata: "SemuIa aku pandang rendah ilmu silat Coan-cin-kau, kuanggap apa yang disebut sebagai ilmu silat asli dunia persilatan toh tidak lebih hanya sekian saja, tapi hari ini barulah aku mengerti bahwa ilmu silat mereka sesungguhnya terlalu dalam untuk dimengerti dan tidak ada habis2nya untuk dipelajari Ko-ji, meski sekarang kau sudah paham semua rahasia ilmu ini, tetapi untuk bisa mencapai tingkatan yang sempurna hingga dapat dipergunakan sesuka hati, untuk ini entah harus sampai tahun kapan ?" Akan tetapi Nyo Ko se-akan2 anak banteng yang baru lahir dan tidak kenal apa artinya takut, segera dia menjawab: "Ya, sungguhpun ilmu silat Coan-cin-kau sangat bagus, tetapi ilmu yang ditinggalkan Cosu-popoh itu dengan sendirinya ada jalannya untuk menangkan dia.
" "Ya, maka mulai besok kita harus latih Giok-li-sim-keng," ujar Siao-liong-li.
Hari berikutnya, lalu Siao-liong-li ajak Nyo Ko ke dalam kamar batu yang kedua, mereka melatih diri pula dengan menuruti petunjuk2 ukiran yang terdapat di atas kamar itu, sekali ini mereka sudah lebih gampang melatihnya daripada yang pertama, sebab ilmu silat yang diciptakan Lim Tiao-eng untuk mematahkan ilmu silat Ong Tiong-yang ini berinti ilmu silatnya sendiri, hanya di mana dipandang perlu telah ditambah hingga lebih bagus dan lebih sempurna.
Maka dalam beberapa bulan saja, mereka berdua sudah berhasil melatih Gwa-kang (bagian luar) dari "Giok-li-sim-keng" dengan baik, waktu latihan, kalau Nyo Ko menggunakan Kiam-hoat dari "Coan-cin-kau, maka Siao-liong-li lantas pakai Giok-li-kiam-hoat untuk mematahkannya, sebaliknya, kalau Siao-liong-li memainkan Coan-cin-kiam-hoat, maka Nyo Ko yang mengeluarkan kepandaian Giok-li-kiam-hoat untuk mengatasinya.
Nyata, Giok-li-kiam-hoat (ilmu pedang gadis ayu) itu sengaja diciptakan untuk mengalahkan Coan-cin-kiam-hoat, setiap gerakan dan setiap tipu serangan Coan-cin-kiam-hoat selalu dapat dipatahkan dengan tepat sekali hingga tak mampu berkutik, walaupun bagaimana Coan-cin-kiam-hoat bisa berubah dan berganti gerakan, namun selalu tak dapat melepaskan diri dari kurungan lingkaran Giok-li-kiam-hoat.
Karena Gwakang yang dilatih mereka sudah jadi, langkah selanjutnya lantas berlatih Lwekang (ilmu bagian dalam).
Sebenarnya Lwekang Coan-cin-kau sangat luas dan bagus sekali kalau ingin menangkannya dengan menciptakan Lwekang baru sesungguhnya bukan suatu soal gampang.
Akan tetapi Lim Tiao-eng ternyata pintar luar biasa, nyata ia bisa mencari jalan lain untuk menembus kesukaran itu, ia telah kumpulkan ilmu silat berbagai aliran lainnya untuk mengungkulinya, Meski ilmu silat yang dia ciptakan ini sulit sekali untuk dilatih, tapi bila sampai berhasil mempelajari, maka dengan mudah menangkan lwekang Coan-cin-kau.
Untuk mempelajarinya, Siao-Iiong-li mendongak memahami lukisan dan tulisan penjelasan yang terukir di atas langit2 kamar batu itu, lama sekali ia berdiam diri tanpa buka suara, dengan tekun ia membacanya sampai beberapa hari, tetapi akhirnya.
"Apa ilmu kepandaian ini sangat sukar dilatih, Kokoh ?" tanya Nyo Ko demi nampak sikap sang guru.
"Ya," sahut Siao-liong-li, "dahulu pernah kudengar dari Suhu bahwa Giok-li-sim-keng ini harus dilatih dua orang bersama, semula kukira bisa melatihnya bersama kau, siapa tahu ternyata tak dapat.
" Tentu saja Nyo Ko menjadi cemas oleh keterangan ini.
"Sebab apa, Kokoh ?" tanyanya cepat.
"Jika kau wanita, itulah soal lain lagi," sahut Siao-liong-li.
"Apa bedanya untuk itu ?" kata Nyo Ko.
"Laki2 atau perempuan yang melatihnya, bukankah sama saja ?" "Tidak, Iain", sahut Siao-liong-li sambil menggeleng kepala, "Tidakkah kau lihat, bagaimana corak gambar yang terukir di atas itu ?" Waktu Nyo Ko angkat kepalanya dan memandang dengan penuh perhatian menurut arah yang ditunjuk Siao-liong-li, maka tertampaklah olehnya dipojok langit2 kamar itu ada ukiran gambar bentuk manusia, rupanya seperti potongan kaum wanita, tetapi gambar itu semuanya telanjang bulat tanpa terukir memakai baju selembar-pun, Gambar2 wanita itu seluruhnya ada beberapa puluh, gerak-gerik dan gayanya berlainan semua, semuanya juga dalam keadaan telanjang.
Melihat gambar2 itu, segera pikiran Nyo Ko tergerak, iapun segera mengerti akan maksudnya.


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"O, jadi waktu berlatih Lwekang Giok-li-sim-keng ini orang tidak boleh berpakaian, begitukah, Kokoh ?" katanya kemudian.
"Ya, betul," sahut Siao-liong-li.
"Di dalam kitab pelajaran ini telah dikatakan dengan jelas bahwa waktu berlatih Lwekang seluruh badan orang yang berlatih menjadi panas dan beruap, maka harus dipilih suatu tempat terbuka yang luas dan sepi tanpa orang lain, dengan begitu baru bisa berlatih dengan melepas baju supaya hawa panas badan bisa buyar keluar tanpa tertahan di dalam.
Kalau tidak, tentu hawa panas itu akan tertimbun di dalam badan dan sedikitnya akan bikin orang sakit berat atau mungkin jiwanya akan melayang pula.
" "Jika begitu, marilah kita melatihnya tanpa pakai baju," sahut Nyo Ko tanpa pikir.
Muka Siao-liong-li menjadi merah oleh kata2 ini.
"Tetapi akhirnya kedua orang yang latihan harus membantu satu sama lain dengan hawa murni badannya masing2, kau dan aku berlainan jenis, jika harus berhadapan tanpa pakaian, lalu apa jadinya ?" sahut Siao-liong-li.
Tatkala itu umur Nyo Ko sudah menginjak enambelas, walaupun perawakannya tinggi besar, urusan 1aki2 dan perempuan dan soal cinta segala sama sekali ia tidak paham, sedikit belum tahu.
Hanya lapat2 ia merasa sang guru ini cantik luar biasa, setiap kali melihat dia dengan sendirinya timbul semacam rasa suka dalam batinnya, ia pikir kalau berhadapan dengan melepas pakaian, agaknya memang tidak baik, tetapi sebab apa tidak baik, inilah dia sendiri tidak dapat menjawab.
Sebaliknya Siao-liong-li sejak kecil sudah hidup di dalam kuburan kuno ini, terhadap segala urusan keduniawian boleh dikatakan lebih tak mengerti daripada Nyo Ko.
Tahun ini ia sudah berusia 22 tahun, tetapi karena giat berlatih dan tekun belajar, maka segala cita rasa manusia umumnya ternyata sudah terlatih hingga lenyap sama sekali Meski guru dan murid berdua, mereka boleh dikatakan merupakan pasangan gadis cantik dan pemuda tampan, namun siang malam berhadapan, yang satu dingin dan yang lain jujur polos, sedikitpun mereka tak pernah berbuat sesuatu yang melanggar susila.
Kini meski berbicara tentang telanjang bulat untuk melatih silat, merekapun merasakan itu hanya suatu soal sulit saja dan sama sekali tiada pikiran lain yang menyimpang.
"Sudahlah, asal kita berlatih lebih masak lwekang ini, kiranya sudah cukup juga untuk mengalahkan para imam kolot Coan-cin-kau itu.
Tentang Lwekang yang sulit ini tak perlu kita mempelajarinya," ujar Siao-liong-li.
Karena pendapat gurunya ini, Nyo Ko mengiakan juga, urusan inipun tidak dia pikirkan lagi.
Hari itu, setelah Nyo Ko latihan, ia keluar untuk berburu sebangsa kijang dan kelinci buat rangsum, setelah dapat seekor menjangan kecil kemudian ia meng-uber2 lagi seekor kelinci, siapa tahu kelinci ini ternyata licin luar biasa, binatang ini lari ke sini dan loncat ke sana, meski Ginkang atau ilmu entengkan tubuh Nyo Ko kini sudah hebat, namun seketika ternyata tak mampu menyandaknya.
Karena uber2an ini, hati kanak2 Nyo Ko menjadi timbul, ia tak ingin melukai kelinci itu dengan Am-gi atau senjata rahasia, pula ia tak mau menangkapnya dengan paksa pakai Kim-na-jiu-hoat (ilmu menawan dan menangkap), tapi ia malah berlomba Ginkang dengan binatang kecil itu, ia ingin bikin kelinci itu kehabisan tenaga dan akhirnya berhenti tak sanggup lari lagi.
BegituIah, maka satu manusia dan satu kelinci terus udak2an dan makin lama semakin jauh hingga melintasi sebuah lereng bukit, kelinci itu tiba2 memutar beberapa kali lalu menyelusup masuk semak2 bunga merah yang tumbuh sangat lebat di sana.
Semak2 bunga merah itu terbentang seluas beberapa tombak jauhnya dan tumbuh lebat dan rapat sekali, baunya pun wangi semerbak, ketika Nyo Ko kemudian memutar lewat semak2 bunga ini, nyata kelinci itu sudah menghilang tanpa bekas Iagi.
Sebaliknya Nyo Ko melihat semak2 bunga ini bagaikan sebuah pintu angin raksasa saja yang membentang Iebar, bunga2nya tumbuh merah dengan tangkai segar menghijau, sungguh indah sekali, begitu lebat tumbuhnya bunga2 itu hingga mirip sebuah panggung alam.
Sesaat itu pikiran Nyo Ko jadi tergerak, lekas2 ia kembali dan mengajak Siao-liong-li datang lagi buat melihat semak2 bunga itu.
"Aku tak suka bunga, jika kau suka, bolehlah kau memain sendiri di sini," demikian dengan dingin Siao-liong-li berkata.
"Bukan itu maksudku, Kokoh," sahut Nyo Ko menjelaskan keinginannya," tempat ini justru adalah suatu tempat bagus untuk kita gunakan, tapi siapapun tak bisa melihatnya, Di waktu kau berlatih aku menjaga engkau, kalau aku yang berlatih, engkau yang melindungi aku, bukankah itu sangat bagus ?" Kiranya diwaktu berlatih Lwekang yang paling hebat, orang harus tekun dengan memusatkan segala pikirannya, terhadap segala kejadian di luar tidak boleh memandang dan tidak boleh melihat, jika ada serangan dari pihak luar, sekalipun tempat yang tidak berarti juga sukar menangkisnya dan pasti akan celaka dan gagal semua ilmu yang dilatihnya.
Begitu lihay akibatnya, maka perlu ada orang lain yang menjaganya di samping.
Oleh karena itulah, Siao-Iiong-li merasa apa yang dikemukakan Nyo Ko tadi masuk di akal juga, Segera ia panjat ke atas satu pohon dan memandang sekeliling, ia lihat semua penjuru sunyi senyap belaka, yang terdengar hanya suara mata air yang gemercik dan berkicaunya burung, tetapi bayangan manusia satupun tidak kelihatan, nyata tempat ini memang satu tempat yang sangat bagus untuk berlatih ilmu.
"Bagus sekali tempat ini, beruntung kau bisa mendapatkannya, baiklah malam nanti kita datang ke sini mulai berlatih," demikian katanya kemudian.
Tentang penuntun dasar Giok-li-sim-keng itu memangnya Siao-liong-li sudah apal sekali, maka tanpa susah ia ajarkan kepada Nyo Ko.
Malamnya antara pukul sebelas mereka lantas mendatangi semak2 bunga yang sangat lebat itu.
Di tengah malam sunyi, bau harum bunga terlebih terasa, Mereka berdua mengambil tempat sendiri2 di dalam semak2 bunga itu, mereka lepas baju dan berlatih Giok-li-sim-keng.
Nyo Ko ulur tangan kanannya melalui semak2 dan saling menempel dengan telapak tangan Siao-liong-li, dengan demikian bila salah seorang mengalami kesulitan dalam latihan itu, segera pihak yang lain akan terasa dan segera kumpul tenaga buat membantunya.
Sejak itulah malam hari mereka anggap sebagai siang hari dan tekun berlatih, Malam hari latihan di semak2 bunga dan siangnya mengaso di dalam kuburan kuno.
Tatkala itu justru musim panas, tentu saja menjadi lebih segar dan nyaman menggunakan malam hari untuk berlatih, maka dengan cepat lebih dua bulan telah lewat tanpa terjadi sesuatu.
Giok-li-sim-keng itu seluruhnya terbagi dalam sembilan bagian, malam itu, Siao-liong-li sudah melatihnya sampai bagian ketujuh, Menurut kitab Giok-Ii-sim-keng itu, bagian hitungan yang ganjil waktu menjalankan tenaga adalah "lm-cin" atau perempuan yang aktip, sebaliknya bila jatuh angka genap, yang menjalankan tenaga adalah "Yang-dwe" atau laki2 yang pasip, Waktu itu Siao-liong-li sudah sampai bagian ketujuh, sedang Nyo Ko sampai bagian keenam.
Dalam pada itu, dengan di-aling2i semak bunga, mereka berdua sedang tekun menjalankan tenaga dalam hingga seluruh badan mereka panas beruap, bunga2 yang mekar itu se-akan2 ter-garang, keruan harumnya semakin semerbak.
Sementara itu rembulan kelihatan sudah berada di tengah cakrawala, lewat setengah jam lagi latihan kedua orang bagian ketujuh dan keenam itu dengan segera akan selesai, pada saat itu juga se-konyong2 dari belakang sana terdengar suara kumandang orang berjalan, terdengar pula ada dua orang sedang bicara.
Apa yang dilatih Nyo Ko waktu itu adalah "Yang-dwe" atau bagian yang pasip, maka se-waktu2 ia boleh berhenti latihannya, sebaliknya Siao-liong-li tidak bisa demikian karena yang dilatihnya waktu itu adalah aktip, bila terdapat gangguan, maka akan timbul bahaya besar.
Karena waktu itu Siao-liong-li sedang berlatih sampai titik yang penting, maka terhadap suara tindakan dan bicara orang sama sekali ia tidak mendengarkan, sebaliknya Nyo Ko telah mendengar dengan jelas, dalam hati ia heran sekali, Iekas2 ia atur pernapasannya dan berhentikan Iatihannya.
Sementara itu ia dengar kedua orang yang bercakap itu semakin mendekat, suaranya kedengaran sudah dikenalnya, waktu Nyo Ko pasang telinga lebih cermat, kiranya kedua orang itu adalah gurunya: Thio Ci-keng dan In Ci-peng adanya.
Suara pembicaraan kedua orang itu semakin menjadi keras, nyata sekali mereka sedang bertengkar.
"ln-sute", demikian terdengar Thio Ci-keng berkata, "meski kau mungkir lagi juga percuma.
Biarlah kulaporkan Khu-supek dan terserah dia untuk memeriksanya sendiri.
" "Dengan sengaja kau mendesak diriku, apakah tujuanmu sebenarnya ?" terdengar In Ci-peng menjawab dengan gusar, "Apa kau kira aku tak tahu, bukankah karena kau ingin menjadi murid pertama dari angkatan ketiga" Dengan begitu ke Mk kau "bisa menjadi ciangbunjin kita ?" "Kau sendiri tak patuh pada peraturan suci ini, telah melanggar larangan besar agama kita, mana bisa kau menjadi murid pertama lagi dari angkatan ketiga kita ?" sahut Thio Ci-keng dengan tertawa dingin.
"Larangan besar apa yang kulanggar ?" terdengar In Ci-peng mendebat.
"Larangan ke-4 Coan-cin-kau kita, yaitu: "berjinah !" bentak Ci-keng dengan suara keras.
Nyo Ko coba mengintip dari tempat sembunyinya, ia lihat kedua iniam itu berdiri berhadapan muka In Ci-peng tertampak pucat.
"Berjinah apa ?" demikian terdengar Ci-peng menjawab dengan suara berat sambil mengucapkan kata2 ini tangannya meraba pedangnya.
"Sejak kau melihat itu Siao-liong-li dari Hoat-su-jin-bong, bukankah setiap hari kau selalu tak bersemangat siang-malam kau selalu mengenangkan wajahnya, dalam hatimu entah sudah beratus kali atau mungkin ribuan kali ingin sekali memeluk Siao-liong-li untuk dicumbu dan dirayu," demikian sahut Ci-keng.
"Justru agama kita mengutamakan latihan batin, kini hatimu menyeleweng berpikirnya, apa itu bukan melanggar pantangan berjinah ?" Terhadap Siao-liong-li yang menjadi gurunya boleh dikatakan Nyo Ko menghormat tiada taranya, ia pandang orang se-akan2 dewi kayangan saja, kini mendengar percakapan kedua imam Coan-cin-kau ini, keruan luar biasa gusar dan dendam, walaupun tidak begitu dipahami apa artinya "dicumbu dan dirayu" seperti apa yang dikatakan Thio Ci-keng tadi, tapi ia yakin tentu perbuatan yang busuk, Sementara ia dengar In Ci-peng telah mendebat lagi dengan suara rada2 gemetar.
"Ngaco-belo, sampai apa yang kupikirkan dalam hati kaupun mengetahuinya ?" demikian sahutnya.
"Hm, apa yang kau pikirkan sudah tentu aku tak tahu, tetapi waktu kau mengigau dalam tidur, apakah tidak mungkin didengar orang lain?" kata Ci-keng dengan mengejek "Dan bolak-balik kau menuliskan nama Siao-liong-li di atas kertas, kau robek kertasnya lalu tulis lagi, apakah perbuatan inipun tidak bisa diketahui orang lain ?" Karena isi hatinya kena betul dikatai, seketika muka In Ci-peng menjadi lebih pucat lagi, ia bungkam dan tak bisa mendebat pula.
Dilain pihak rupanya Thio Ci-keng jadi mendapat angin, dengan ber-seri2 ia keluarkan selembar kertas putih dan dibeberkan kehadapan Ci-peng.
"lni, apa ini bukan tulisanmu ?" katanya, "Nah, biarlah kita serahkan pada Ma-supek dan gurumu sendiri Khu-supek untuk mengenalinya.
" Karena kata2 yang lebih mirip ancaman ini, Ci-peng tak tahan lagi, dengan cepat pedangnya dilolos terus menusuk ke ulu hati orang.
Namun dengan sedikit mengegos Ci-keng bisa hindarkan serangan itu, ia masukkan kembali kertas tadi ke dalam bajunya.
"Hm, kau ingin bunuh aku untuk menghilangkan saksi bukan ?" ejeknya lagi dengan tertawa dingin.
"Tetapi rasanya tidak begitu gampang.
" Ci-peng tidak buka suara puIa, be-runtun2 ia menusuk tiga kali lagi secepat kilat, tapi tiap2 serangannya selalu dapat dihindarkan Ci-keng.
Sampai jurus ke-empat, mendadak terdengar suara "trang" yang nyaring, Ci-keng telah lolos senjata juga, maka bertempurlah kedua saudara seperguruan itu dengan serunya disamping semak2 bunga dan di bawah sinar bulan yang terang.
Ci-keng dan Ci-peng sama2 tergolong murid pandai Coan-cin-kau angkatan ketiga, yang satu murid utama Ong Ju-it dan yang lain murid pertama Khu Ju-ki, ilmu silat mereka sebenarnya sama kuatnya.
Tapi In Ci-peng terus-menerus merangsak dengan mati-matian, sebaliknya Thio Ci-keng kadang2 menyelingi pula kata-kata ejekan ditengah pertarungan sengit itu dengan maksud membikin marah lawannya agar terjadi kesalahan2.
Waktu itu Nyo Ko sendiri sudah mempelajari semua Kiam-hoat dari Coan-cin-kau, maka demi menyaksikan pertarungan sengit kedua imam ini, ia lihat setiap tipu yang dikeluarkan meski banyak sekali perubahannya, namun tiap2 gerakan selalu dalam dugaannya, Karenanya ia pikir apa yang Kokoh (Siao-liong-li) ajarkan itu ternyata tidak salah.
Sementara itu kedua orang itu sudah saling labrak beberapa puluh jurus lagi, tiap2 tipu yang dilontarkan In Ci-peng semuanya adalah tipu serangan, maka ber-ulang2 Thio Ci-keng terpaksa harus menggeser langkah.
"Hm, apa yang aku bisa, kaupun bisa semua, begitu pula apa yang kau bisa, akupun sudah seluruhnya bisa, kini kau hendak membunuh aku, itulah jangan kau harap selama hidup ini," demikian Ci-keng mengejek pula.
Dan memang nyata penjagaannya terlalu rapat hingga meski In Ci-peng sudah berusaha menyerangnya dari segala jurusan yang dianggapnya lemah, tapi selalu dapat dipatahkan oleh Ci-keng.
Tak lama kedua orang itu menggeser ke dekat semak2 dimana Siao-liong-li berada, keruan Nyo Ko terkejut.
"Kurangajar, jika kedua imam bangsat ini saling labrak sampai di samping Kokoh, tentu keadaan bisa runyam !" demikian pikirnya, Oleh karenanya ia lantas ber-siap2.
Dalam pada itu mendadak Thio Ci-keng melakukan serangan balasan, Ci-peng kena didesak mundur, ia merangsak maju tiga kali, beruntun2 Ci-peng pun mundur tiga langkah.
Diam2 Nyo Ko bergirang karena jarak mereka makin menjauh dari tempat gurunya, Diluar dugaan, mendadak In Ci-peng menyerang lagi, ia pindahkan pedang ke tangan kiri dan tangan kanan se-konyong2 memukul ke depan mengarah dada orang.
"Sekalipun kau punya tiga tangan, paling banter kau hanya pandai curi perempuan, tidak nanti kau bisa bunuh diriku," dengan tertawa Thio Ci-keng menyindir lagi, Habis ini ia angkat tangannya buat menangkis.
BegituIah kembali mereka saling labrak terlebih seru dan lebih sengit daripada tadi.
Sementara Siao-Iiong-Ii masih tekun berlatih, terhadap semua kejadian di luar tetap ia tidak mau tahu dan tidak mau Iihat.
Sebaliknya Nyo Ko melihat kedua orang yang lagi saling labrak itu mendekat, dalam hati ia lantas kuatir, dan bila mereka menggeser pergi lagi, ia menjadi lega pula.
Sampai akhirnya, mendadak Ci-peng membentak dengan murka, habis ini ia merangsak maju dengan kalap, dia tidak hiraukan lagi serangan lawan, ia sendiri merangsak dengan hebat.
Nampak Ci-peng sudah nekat, diam2 Ci-keng mengeluh, ia tahu kedudukan Ci-peng memang sulit dan lebih suka ditusuk mati olehnya dari pada rahasianya yang secara diam2 mencintai gadis orang disiarkan walaupun biasanya Ci-keng tidak akur dengan Ci-peng, tetapi sebenarnya tiada maksud buat bunuh orang, karenanya, dengan perubahan Ci-peng yang menjadi nekat, seketika ia sendiri terdesak dibawah angin.
Setelah berapa jurus berlangsung pula, tiba2 Ci-peng membuka serangan lagi, pedangnya menusuk cepat berbareng tangan yang lain menghantam pula, bahkan dia tambah dengan menyapu dengan sebelah kakinya, inilah tipu serangan "sam-lian-hoan" (serangan mata-rantai tiga) yang lihay.
Untuk menghindari lekas2 Ci-keng meloncat ke atas berbareng pedangnya memotong ke bawah, Namun Ci-peng terlebih lihay lagi, se-konyong2 pedangnya ditimpukkan se-keras2nya, menyusul ini kedua tangannya dipukulkan berbareng sekaligus.
Menyaksikan beberapa kali serangan yang mendebarkan hati ini, mau-tak-mau Nyo Ko ikut berkeringat dingin, ia lihat tubuh Ci-keng waktu itu masih terapung di udara, mungkin pukulan Ci-peng yang hebat itu akan bikin tulangnya patah dan ototnya putus.
Namun Thio Ci-keng betul2 tidak malu sebagai jago utama anak murid angkatan ketiga Coan-cin-pay, dalam saat yang sangat kepepet dan luar biasa bahayanya, tiba2 ia berjumpalitan di udara terus mencelat mundur sejauh beberapa tombak, lalu dengan enteng ia turun ke bawah.
Menurunnya ini bukan soal tetapi tempat di mana ia akan tancapkan kaki justru tempat sembunyian Siao-Iiong-li, walaupun tidak persis akan menjatuhi kepala orang, namun bila sampai terjatuh ke dalam semak2 bunga itu, sedikitnya tubuh Siao-liong-li yang telanjang bulat sedang berlatih ilmu Giok-Ii-sim-keng itu pasti akan kelihatan di bawah sinar cahaya bulan.
Karena ituIah, luar biasa kaget Nyo Ko, tanpa pikir lagi segera ia meloncat ke atas, sebelah tangannya dia ulur untuk menyanggah punggung Thio Ci-keng, lalu dengan gerak tipu "Say-cu-bau-kiu" (singa melempar bola), dengan kuat dia kipatkan ke samping, maka tidak ampun lagi tubuh Thio Ci-peng yang besar terlempar sejauh lebih tiga tombak.
Tetapi waktu turunnya kembali, Nyo Ko sendiri tanpa sengaja sebelah kakinya menginjak pada setangkai bunga, karena tergoyangnya tangkai bunga yang sedikit mentul itulah, maka separoh tubuh Siao-liong-li bagian atas sekilas berkelebat juga dibawah sinar bulan yang terang.
Meski tangkai bunga itu dengan cepat dapat merapat kembali, namun karena itu Siao-liong-li jadi terkaget, seketika keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya, sesaat pernapasannya jadi terganggu hingga tak bisa dihempas keluar dari perut, maka jatuhlah dia semaput.
Ketika melihat Nyo Ko mendadak unjuk diri dan sekilas pula melihat nona yang di-idam2kan siang dan malam itu tahu2 ternyata sembunyi di antara semak2 bunga itu, sesaat itu In Ci-peng jadi terkesima, ia ternganga ragu, apa yang dilihatnya itu entah sungguh2 atau khayal belaka.
Sementara itu Thio Ci-keng sudah sempat tancapkan kakinya ke bawah, sebagai seorang ahli silat, dengan sendirinya pandangan matanya sangat tajam sekali, meski dalam jarak sejauh beberapa tombak, namun sekilas ia sudah dapat melihat juga wajah Siao-liong-li.
"Bagus, bagus ! Kiranya dia sedang main gila dengan laki2 di sini," demikian segera ia berteriak.
Keruan Nyo Ko menjadi gusar.
"Kalian imam busuk ini jangan coba lari, se-kembaliku nanti kubikin perhitungan dengan kalian," dengan suara geram segera ia membentak.
Berbareng itu cepat ia samber celananya sendiri dan dipakai, lalu ia jemput juga pakaian Siao-liong-li dengan maksud hendak menyerahkan ke-padanya.
"lni pakailah dulu, Kokoh !" serunya-sambil mengangsurkan pakaian Siao-liong-li itu.
Akan tetapi ditunggu-tunggu masih tidak terdengar suara jawaban, juga orang tidak angsur-kan tangan buat menerima baju itu, waktu ia berpaling, diantara semak2 yang remang2 itu ia lihat Siao-liong-li sudah menggeletak roboh.
Tiba2 teringat olehnya Siao-liong-li pernah pesan wanti2 bahwa diwaktu latihan harus menjaga diri sepenuh tenaganya, sekalipun hanya ditubruk atau diterjang seekor kelinci saja pasti akan mengakibatkan malapetaka.
Kini dia terkaget oleh peristiwa tadi, tentu tidak kecil bahaya yang menimpa gurunya ini.
Keruan Nyo Ko gugup dan kuatir, lekas2 ia jereng baju orang dan dike-muIkan pada badan Siao-liong-li.
Waktu Nyo Ko meraba jidatnya, ia merasa dingin sekali seperti es, maka lekas2 ia samber pula bajunya sendiri dan bungkus rapat seluruh tubuh Siao-liong-li dan kemudian dipondongnya.
"Kau tak apa2 bukan, Kokoh ?" demikian ia bertanya dengan kuatir.
Terdengarlah suara sahutan Siao-liong-li yang sangat lemah, lalu nona ini tidak membuka suara lagi.
Namun demikian, sedikit lega juga hati Nyo Ko.
"Marilah kita pulang dulu, Kokoh," kata Nyo Ko pula, "Nanti kudatang lagi buat bunuh kedua imam bangsat ini.
" Namun seluruh badan Siao-liong-li ternyata lemas tak bertenaga sedikitpun, ia hanya meggelendot dalam pelukan Nyo Ko, Maka berjalanlah Nyo Ko dengan langkah lebar melalui samping kedua imam Coan-cin-kau itu.
Ternyata In Ci-peng masih terpesona dengan berdiri menjublek di tempatnya, sebaliknya Thio Ci-keng lantas tertawa ter-bahak2.
"Hahaha, In-sute, jantung hatimu itu telanjang bulat sedang melakukan perbuatan yang tidak tahu malu dengan orang lain di sini, daripada kau hendak bunuh aku, tidakkah lebih baik kau bunuh saja dia (maksudnya Nyo Ko) !" demikian ia berolok-olok.
Namun In Ci-peng anggap tidak mendengar ia tidak gubris dan tetap bungkam.
Mendengar kata2 "perbuatan yang tidak tahu malu" yang diucapkan Thio Ci-keng tadi, meski Nyo Ko masih hijau pelonco dan tidak paham apa maksud orang sebenarnya, namun ia yakin pasti kata2 caci-maki yang sangat keji.
Maka ia naik darah juga, dalam gusarnya ia letakkan Siao-liong-li tanah, ia biarkan gurunya ini bersandar pada satu pohon dan betulkan bajunya yang membungkus tubuhnya, lalu dengan menjemput setangkai kayu segera ia dekati Ci-keng.
"Kau membacot apa tadi ?" damperatnya segera sambil menuding dengan kayunya.
Semula sebenarnya Ci-keng tidak tahu bahwa laki2 yang berada bersama dengan Siao-liong-li itu ialah Nyo Ko, sebab sudah lewat dua tahun, tubuh Nyo Ko sudah tumbuh menjadi jejaka cakap, kini sesudah Nyo Ko bersuara untuk kedua kalinya, pula mukanya menghadap sinar bulan, maka tertampak jelas olehnya bahwa orang ini kiranya adalah muridnya sendiri.
Tadi waktu dirinya sedang terapung di udara malah kena dibanting pergi olehnya, keruan ia menjadi malu tercampur gusar, "Ha, Nyo Ko, kiranya kau si binatang cilik ini!" segera ia membentak memaki.
"Hm, kau mencaci maki aku tidak mengapa, tapi kenapa kau memaki juga aku punya Kokoh ?" jawab Nyo Ko.
Namun kembali Ci-keng bergelak tertawa.
"Haha, orang bilang Ko-bong-pay turun-temurun hanya kepada wanita dan tidak menurun kepada pria, katanya tiap2 murid suci bersih tetap perawan, siapa tahu secara diam2 berbuat begini kotor dan rendah, mengeram anak 1aki2 dan melakukan perbuatan terkutuk secara blak2an di tempat terbuka seperti ini!" demikian ia ber-olok-olok dan memfitnah pula.
Belum lagi Nyo Ko paham maksud kata-kata orang, saat itu juga Siao-Iiong-li baru siuman kem-bali, demi mendengar fitnahan kotor itu, dalam marahnya napasnya yang sudah teratur kembali itu tiba2 terasa sesak lagi di dada, ia tahu dirinya telah terluka parah dalam, Dan baru saja ia mendamperat: "Tutup bacotmu, kami tidak.
. . " Mendadak darah segar menyembur dari mulutnya seperti pancuran air.
Kaget sekali Nyo Ko dan In Ci-peng, keduanya memburu maju serentak.
"Kenapakah kau ?" tanya Ci-peng.
Lalu ia membungkuk dengan maksud hendak memeriksa keadaan Siao-liong-li.
Tapi Nyo Ko menyangka Ci-peng bermaksud jahat, tanpa pikir ia ayun tangannya terus menghantam dada orang.
Sudah tentu In Ci-peng tidak tinggal diam, ia angkat tangannya buat menangkis, Tak terduga, setiap gerak tipu serangan Coan-cin-kau boleh dikata sudah dipahami semua oleh Nyo Ko, maka begitu telapak tangannya membalik seketika tangan Ci-peng malah kena terpegang, segera Nyo Ko mendorong dan dilepaskan, kontan Ci-peng kena disengkelit pergi.
Kalau soal ilmu silat sejati sebenarnya Nyo Ko belum lebih unggul dari pada Ci-peng, cuma dahulu sewaktu Lim Tiao-eng menciptakan ilmu silatnya yang khusus buat mematahkan tipu serangan silat Coan-cin-kau, setiap gerakan dan setiap tipu melulu dipergunakan untuk melawan Coan-cin-pay.
Pula sejak ciptaannya ini berhasil selama itu belum pernah dipergunakan maka anak murid Coan-cin-kau selama itu juga belum tahu bahwa di jagat ini ternyata ada semacam kepandaian yang khusus dapat mengalahkan ilmu silat mereka.
Kini kepandaian luar biasa itu mendadak dikeluarkan Nyo Ko, sudah tentu In Ci-peng tidak mampu bertahan, walaupun ia tidak sampai jatuh terjengkang, namun tubuhnya telah terlempar sejauh beberapa tombak dan berdiri sejajar dengan Thio Ci-keng.
"Sudahlah tak perlu kau gubris mereka, Kokoh, biar aku pondong kau pulang dahulu.
" Nyo Ko berkata. "Tidak-tidak," sahut Siao-liong-Ii dengan napas memburu, "kau bunuh saja mereka, supaya.
. . supaya mereka tak bisa siarkan di luaran bahwa.
. . bahwa kita. . . " "Baiklah," kata Nyo Ko tanpa menunggu perintah lagi, Segera ia angkat tangkai kayunya tadi, sekali bergerak, segera ia tutulkan ke dada Thio Ci-keng.
Sudah tentu Ci-keng tidak pandang sebelah mata pada Nyo Ko, pedangnya bergerak, segera ia bermaksud memotong tangkai kayu orang.
Tak terduga Kiam-hoat Ko-bong-pay yang dimainkan Nyo Ko ini justru merupakan lawan keras yang tiada bandingannya dari Coan-cin-kiam-hoat, begitu Nyo Ko sedikit sendal ujung kayunya, se-konyong2 tangkai kayu itu seperti bisa melengkung dan tahu2 menerobos lewat terus menutul Hiat-to pergelangan tangan Ci-keng.
Begitu cepat serangan ini hingga tiba2 Ci-keng merasakan tangannya kesemutan, diam2 ia mengeluh Dalam pada itu, serangan susulan Nyo Ko sudah dilontarkan lagi, sekali ini telapak tangan kirinya hendak menempeleng pipinya.
Gerak tempelengan ini caranya ternyata sangat aneh, yakni tahu2 datang dari jurusan yang tak ter-sangka2.
jika Ci-keng ingin pertahankan pedangnya, maka dia harus terima ditempeleng mentah2, sebaliknya kalau mau berkelit, maka pedangnya tidak boleh tidak harus terlepas dari tangan.
Namun ilmu silat Ci-keng sudah terlatih cukup sempurna, meski berada dalam kedudukan berbahaya, sedikitpun ia tidak jadi bingung, ia lepas tangan buang pedang, berbareng kepala menunduk menghindarkan pukulan, bahkan menyusul tangan kirinya terus diulur maju, dalam sekejap ia bermaksud merebut kembali pedangnya yang dia lepaskan itu.
Tetapi lagi2 tak terduga bahwa beberapa puluh tahun yang lalu Lim Tiao-eng yang menciptakan ilmu silat yang lihay itu sudah memperhitungkan lebih dulu akan adanya perubahan gerakan ini, terhadap segala kemungkinan perubahan tipu lihay dari Coan-cin-pay, semuanya sudah dia atur cara2 untuk melanyaninya.
Dengan tipu serangan balasan buat merebut kembali pedangnya, Thio Ci-keng mengira bisa merubah kalah menjadi menang.
Tapi sama sekali tak diduganya bahwa Nyo Ko dan Siao-liong-Ii justru sudah apal dengan cara2 untuk mematahkan tipunya ini, hanya melihat tangannya bergerak segera Nyo Ko tahu ke mana Ci-keng hendak mengarah.
Maka segera ia mendahului, dengan pedang yang dapat rebut dari Ci-keng itu ia menabas tangan lawan.
Karuan saja tidak kepalang kaget Ci-keng, lekas2 ia tarik kembali tangannya.
Walaupun demikian, namun sudah terlambat juga, tahu2 ujung pedang Nyo Ko telah menempel di dadanya, "Rebah !" bentak Nyo Ko sambil kaki menjegal.
Karena tempat berbahaya terancam, Thio Ci-keng jadi tak bisa berkutik, apalagi ditambahi pula dengan terjegal kakinya, tanpa ampun lagi ia jatuh terlentang.
Dengan segera pula Nyo Ko angkat pedangnya terus menusuk ke perut orang.
Diluar dugaan, mendadak dari belakang terdengar suara samberan angin, nyata ada senjata telah menusuk punggungnya.
"Berani kau bunuh guru sendiri ?" terdengar suara bentakan keras In Ci-peng.
Serangannya ini mengarah tempat yang harus dihindari apabila Nyo Ko tetap meneruskan tusukannya hingga Ci-keng dibinasakan maka ia sendiripun akan tertembus oleh pedang In Ci-peng.
Karena itu, tanpa pikir Nyo Ko putar kembali pedangnya buat menangkis, maka terdengarlah suara "trang" yang nyaring, kedua pedang telah saling bentur.
Nampak balikan senjata orang begitu cepat lagi jitu, mau-tak-mau In Ci-peng memuji juga di dalam hati sementara itu mendadak terasakan pula pedangnya sendiri telah kena ditarik pergi seperti melengket dengan senjata orang, dalam kagetnya lekas2 Ci-peng kumpulkan tenaga dalamnya untuk menarik kembali sekuatnya.
Tenaga Ci-peng dengan sendirinya lebih kuat daripada Nyo Ko, maka dengan segera pedang Nyo Ko kena ditarik ke jurusan Iain, Di luar dugaan, justru hal ini sengaja dilakukan Nyo Ko untuk memancingnya, sebab begitu orang menarik mendadak ia malah lepaskan senjatanya sendiri menyusul kedua telapak tangannya dipukulkan berbareng ke dada orang, sedang batang pedangnya juga mental ke depan, dengan demikian serangannya sekaligus datang dari tiga jurusan, yakni kedua telapak tangan dan satu pedang.
Dalam keadaan demikian, lebih tinggi lagi ilmu silat In Ci-peng juga sukar hendak menangkis tipu serangan yang aneh luar biasa ini.
Dibawah ancaman elmaut ini, terpaksalah In Ci-peng melepaskan senjatanya sendiri dan tekuk tangannya, dengan tangan melintang di dada lekas2 ia paksakan diri buat menangkis serangan orang yang hebat tadi, tapi karena tangannya ter-tekuk terlalu rapet hingga sukar mengeluarkan tenaga besar, syukur latihan Nyo Ko juga belum mendalam, maka kedua tulang tangannya tidak sampai dipatahkan, walaupun demikian, dadanya juga terasa sakit sekali karena getaran pukulan itu dan kedua lengannya pegal linu, cepat ia lompat mundur beberapa tindak, dengan mengatur pernapasannya ia coba lindungi Hiat-to penting di dadanya itu.
Sementara itu, demi kedua pedang lawan terebut semua olehnya, segera Nyo Ko melakukan rangsakan pula.
Hanya beberapa gebrakan saja, Ci-keng dan Ci-peng telah dibikin kalang kabut oleh seorang pemuda "anak kemarin", mereka terperanjat lagi gusar, mereka tak berani ayal lagi.
Segera mereka berdiri sejajar dan mengeluarkan ilmu menjaga diri saja dan tidak menyerang, tiap2 serangan lawan selalu dipatahkan, dengan demikian supaya mereka menyelami sampai dimana kelihayan musuh, Dengan perubahan siasat ini, kini Nyo Ko tak bisa se-mau2nya lagi seperti tadi, sekalipun ia bersenjata, namun kedua lawannya bertahan dengan rapat, bagaimanapun ia menyerang tetap tak sanggup menembus pertahanan mereka.
Sungguhpun Kiam-hoat Ko-bong-pay diciptakan sebagai penunduk ilmu pedang Coan-cin-kau, tetapi kesatu karena Ci-keng dan Ci-peng jauh lebih ulet dari pada Nyo Ko, kedua, mereka bertahan bersama, ketiga, mereka hanya menjaga diri saja dan tidak balas menyerang, maka akhirnya Nyo Ko berbalik tak berdaya.
Meski kedua pedangnya masih me-layang2 kian kemari, tapi lambat laun ia sendiri malah terdesak di bawah angin, apalagi tenaga pukulan Thio Ci-keng teriak berat dan kuat, pelahan senjata Nyo Ko malah kena tertekan ke bawah.
Dalam pada itu Ci-peng sudah bisa menenangkan dirinya diam2 ia pikir apa orang akan berkata bila mengetahui dua orang tua mengerurbut seorang anak kecil " Kini tampaknya pihak dirinya sudah dalam kedudukan tak terkalahkan pula hatinya sesungguhnya sangat menguatirkan keadaan Siao-liong-li, Maka tiba2 ia membentak "Nyo Ko, lekas kau bawa pulang Kokoh-mu saja, untuk apa kau masih terus membabi-buta berkelahi dengan kami ?" "Kokoh benci cara kalian mengoceh tak keruan dan suruh aku membunuh kalian," jawab Nyo Ko.
Mendadak In Ci-peng menghantam sehingga pedang kiri Nyo Ko terguncang ke samping, berbareng Ci-peng melompat mundur tiga tindak lagi berseru : "Bethenti dulu l" "Apa kau ingin kabur ?" kata Nyo Ko.
"Nyo Ko," jengek In Ci-peng, "kau ingin membunuh kami, memangnya kau mampu " Cuma untuk membuat lega hati Kokohmu, biarlah aku berjanji bahwa kejadian hari ini pasti takkan ku siarkan, jika sampai kusiarkan sepatah saja segera kubunuh diri, kalau mungkir janji biarlah serupa jari ini.
" sampai di sini mendadak ia menyerobot maju dan merampas sebuah pedang Nyo Ko terus menabas kutung dua jari tangan kiri sendiri.
Beberapa gerakan In Ci-peng itu dilakukan dengan cepat luar biasa, sedikitpun Nyo Ko tidak menduga dan tidak berjaga, seketika ia menjadi kesima, tapi segera iapun tahu ucapan In Ci-peng itu memang timbul dari hati yang tulus, ia pikir untuk mengalahkan Ci-peng berdua memang sulit, ada lebih baik bunuh saja orang she Thio itu lebih dulu, habis itu baru kubunuh orang she In ini.
Walau usia Nyo Ko masih muda, tapi pikirannya sangat cerdik, segera ia membentak: "Orang she In ini, apa gunanya kau mengutungi jari tanganmu, jika kau memenggal kepalamu sendiri barulah tuanmu mau percaya padamu.
" Ci-peng menjawab dengan menyeringai: "Menghendaki jiwaku, hehe, boleh juga asalkan, Kokohmu membuka suara sepatah kata saja.
" "Baik !" kata Nyo Ko sambil melangkah maju, tapi mendadak pedangnya menusuk kebelakang mengarah dada Thio Ci-keng.
Tipu serangan ini lihay luar biasa, Saat itu Ci-keng lagi mendengarkan percakapan mereka dengan penuh perhatian, sama sekali tak menduga akan diserang secara mendadak ketika dia menyadari apa yang terjadi namun ujung pedang menempel ulu hatinya.
Di sini tertampak juga betapa hebat kepandaian Ci-keng, sebisanya dia menarik napas sehingga perutnya seakan-akan mendekuk dua-tiga senti ke dalam, berbareng sebelah kakinya terus menendang, dalam keadaan kepepet ternyata dia dapat mengubah keadaan menjadi kemenangan, pedang Nyo Ko tertendang terbang ke udara.
Namun Nyo Ko juga tidak kalah lihaynya, sebelum kaki orang tertarik mundur, cepat ia tutuk Hiat-to dengkul musuh dengan tepat Meski Ci-keng berhasil menyelamatkan jiwanya, tapi ia tidak sanggup berdiri lagi, dengan sebelah kaki ia bertekuk lutut di depan Nyo Ko.
Pada saat lain Nyo Ko sempat menangkap kembali pedang yang mencelat ke udara tadi, dengan ujung pedang itu ia tuding tenggorokan Ci-keng dan membentak: "Aku pernah mengangkat dan menyembah padamu, sekarang kau bukan lagi guruku, lekas kau menyembah kembali padaku!" Sungguh tidak kepalang gusar Ci-keng sehingga mukanya merah padam, Ketika Nyo Ko sedikit tekan pedangnya, ujung pedang menusuk masuk satu senti ke dalam daging lehernya dan menimbulkan sakit.
" Dengan bandel Ci-keng mendamperat: "Mau bunuh boleh bunuh, untuk apa banyak omong ?" Baru saja Nyo Ko hendak menusukkan pedangnya lebih keras, tiba-tiba terdengar Siao-liong-li berkata: "Ko-ji, membunuh guru sendiri tidak membawa berkah, Boleh kau suruh dia bersumpah takkan menyiarkan kejadian ini, lalu boleh boleh mengampuni dia.
" Nyo Ko mematuhi ucapan Siao-Iiong-li seperti titah malaikat dewata, tanpa pikir segera ia membentak Ci-keng: "Nah, lekas kau bersumpah!.
" Dalam keadaan demikian, sungguhpun tidak kepalang rasa gusar Thio Ci-keng, namun apa da-ya, selamatkan jiwa paling perlu, Maka berkatalah dia : "Asal aku tidak biIang2, buat apa bersumpah segala ?" "Tidak bisa, harus bersumpah berat," sahut Nyo Ko.
Mau-tak-mau Ci-keng harus menurut "Baik, kejadian ini, hanya kita berempat saja yang tahu.
jika aku sampai mengatakan pada orang kelima, biarlah badanku sial dan namaku rusak, diusir keluar perguruan dan tidak akan diampuni sesama orang Bu-lim, akhirnya mati tak teram-punkan !" demikian sumpahnya kemudian, Nyo Ko dan Siao-liong-li sama2 belum paham seluk-beluk orang hidup, mereka mengira orang betul2 telah bersumpah berat, sebaliknya In Ci-peng menarik kesimpulan bahwa diantara sumpah itu tersembunyi akal licik, sebenarnya ia hendak peringatkan Nyo Ko, namun merasa salah juga, karena tidak baik terang2an membantu orang luar.
Sementara ia lihat Nyo Ko telah pandong Siao-liong-Ii dan dengan langkah cepat melintasi lereng bukit sana, Saking terkesimanya, meski darah segar dari luka jarinya yang kutung tadi masih mengucur tak terasakan sakit olehnya.
Di lain pihak, setelah Nyo Ko pondong Sao-liong-li kembali ke kuburan kuno mereka, ia letakkan gurunya ini di atas ranjang batu pualam dingin.
"Aku terluka parah, darimana ada kekuatan melawan hawa dingin itu ?" dengan menghela napas Siao-liong-Ii berkata.
Nyo Ko bersuara kaget, ia menjadi kuatir, pikirnya diam2: "Kiranya Kokoh begini berat lukanya.
" Karena itu, dia lantas pondong Siao-Iiong-li ke bekas kamarnya Sun-popoh.
Tetapi baru saja Siao-Iiong-li rebah, kembali ia menyemburkan darah segar pula, tatkala itu Nyo Ko masih belum memakai bajunya, keruan seluruh dadanya penuh tersemprot darah.
Siao-liong-li coba pejamkan mata buat mengatur pernapasan dengan maksud menutup urat nadinya, siapa tahu otot darahnya yang sudah terluka itu semakin dia gunakan tenaga dalam, luka itu semakin hebat, darah segarpun menyembur terus menerus.
Sudah tentu Nyo Ko kelabakan, ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya, hanya air mata saja yang bercucuran.
"Asal darahku sudah habis keluar, dengan sendirinya akan berhenti, untuk apa kau berduka," dengan senyum tawar Siao-liong-li coba menghibur padanya.
"Kokoh, jangan kau mati," kata Nyo Ko.
"Ha, kau sendiri takut mati bukan ?" kata Siao-liong-li.
"Aku ?" tukas Nyo Ko bingung.
"Ya, sebab sebelum aku mati, sudah tentu kubunuh kau dahulu," kata Siao-liong-li pula.
Apa yang dikatakan ini dua tahun yang lalu sudah pernah diucapkannya juga, sebenarnya Nyo Ko sudah lama melupakannya, tak dinyana sekarang Siao-liong-li mengulangi kata2 itu 1agi.
"Jika aku tidak bunuh kau, setelah mati cara bagaimana aku harus menemui Sun-popoh ?" kata Siao-liong-li demi nampak muka Nyo Ko mengunjuk heran dan kaget "Dan kau seorang diri hidup di dunia ini, siapa lagi yang akan menjaga kau ?" Pikiran Nyo Ko sudah kusut, saking ruwetnya hingga ia tak tahu bagaimana menjawabnya.
Dalam pada itu Siao-liong-li masih terus muntahkan darah, tapi sikapnya ternyata sangat tenang, ia anggap saja bukan soal apa-apa.
Tiba2 tergerak kecerdasan Nyo Ko, ia ber-lari2 pergi mengambil semangkok madu tawon dan di-cekokan pada Siao-liong-li.
Khasiat madu tawon itu untuk menyembuhkan luka dalam ternyata sangat mujarab, selang tak lama, Siao-liong-li tidak muntah darah lagi, ia rebah di ranjang dan akhirnya terpuIas.
Melihat gurunya bisa tidur, hati Nyo Ko rada lega, ia sendiri sudah letih ditambah rasa kuatir pula, sesungguhnya diapun tak tahan lagi, maka sambil berduduk di lantai, ia bersandar pada dinding dan akhirnya ia pun tertidur.
Sampai suatu saat entah sudah lewat berapi lama, se-konyong2 Nyo Ko terjaga dari kantuknya karena terasa lehernya sendiri rada dingin, dalam kagetnya segera ia meleki matanya, ia sudah beberapa tahun tinggal di dalam kuburan kuno itu, meski dia tak dapat melihat sesuatu benda dalam kegelapan seperti siang hari seperti kepandaian Siao-liong-Ii, tapi untuk mondar-mandir di dalam kuburan yang gelap itu sudah tidak memerlukan sinar lampu lagi Demi matanya terpentang, tertampaklah olehnya Siao-liong-li duduk di pinggir ranjang, tangannya mencekal pedang dan ujung senjata ini tepat ditudingkan ketenggorokannya, maka terasa dingin.
"Kokoh !" teriak Nyo Ko kaget.
"Ko-ji," dengan sikap tawar Siao-liong-li berkata padanya, "lukaku ini terang tak akan bisa baik, maka kini juga kubunuh kau, marilah kita pergi bersama untuk menemui Sun-popoh!" Sungguh bukan buatan kejut Nyo Ko, ia berteriak lagi memanggil: "Kokoh!" "Dalam hati kau sangat ketakutan, bukan ?" Siao-liong-li berkata lagi "jangan takut, hanya sekali saja sudah cukup, cepat sekali.
" Tiba2 Nyo Ko lihat mata Siao-liong-li memancarkan sinar yang aneh, ia tahu dengan segera orang pasti akan turun tangan, dalam saat demikian ini, keinginan buat pertahankan hidup menjadi berkobar, iapun tidak hiraukan Iain2 lagi, dengan sekali jatuhkan diri kesamping, kakinya berbareng melayang hendak menendang senjata yang dipegang Siao-liong-Ii.
Siapa tahu meski luka Siao-liong-li susah disembuhkan namun gerak tangannya masih gesit dan cepat luar biasa, begitu tubuhnya miring sedikit dapatlah ia hindarkan tendangan orang dan kembali ujung pedangnya menuding di tenggorokan Nyo Ko.
Beberapa kali lagi Nyo Ko ganti ti-punya buat meloloskan diri, tapi setiap gerak tipunya semuanya diperoleh dari petunjuk2 Siao-liong-li sendiri sudah tentu ke mana ia hendak pergi selalu dalam dugaannya, pedang Siao-liong-li selalu membayanginya dan tidak pernah berjarak lebih jauh dari tiga inci di depan lehernya.
Saking takutnya hingga Hyo Ko mandi keringat dingin, Diam2 ia mengeluh: "Celaka, jika hari ini tak bisa menyelamatkan diri, akhirnya aku pasti akan dibunuh Kokoh.
" Karena kepepet, se-konyong2 ia angkat kedua tangannya memukul ke depan sekaligus, ia pikir dalam keadaan luka tentu Siao-liong-li tak bertenaga dan tentunya kurang kuat untuk mengadu tangan dengan dirinya.
Rupanya Siao-liong-li mengetahui juga maksud tujuannya, ia hanya sedikit miringkan tubuh saja dan membiarkan tenaga pukulan itu susul menyusul menyambar lewat di atas pundaknya, Habis ini mendadak ia berseru : "Ko-ji tak perlu kau melawan lagi!" Berbareng itu, mendadak pedang diluruskan ujung senjata ini tergetar beberapa kali, lalu dengan tipu "hun-hoa-hut-liu" (memisahkan bunga mengebut pohon liu), seperti mengarah ke kiri, tapi tahu2 menjurus ke kanan, leher Nyo Ko se-konyong2 sudah ditempel oleh ujung pedang.
Dan selagi Siao-liong-li hendak menyurung senjatanya ke depan, dengan demikian tenggorokan Nyo Ko pasti akan tertusuk tembus, Diluat dugaan, mendadak seluruh tubuhnya menjadi lemas dan lumpuh, "trang", terdengar suara nyaring, pedang jatuh ke lantai, menyusul tubuhnya ikut roboh dan pingsan.
Ketika Siao-liong-li menusukkan pedangnya tadi Nyo Ko sudah pejamkan mata menantikan kematian, siapa tahu pada saat yang menentukan itu mendadak Siao-liong-li jatuh pingsan, Keruan Nyo Ko tertegun, sungguh dia boleh dikatakan lolos dari lubang jarum, lekas2 ia merangkak bangun, tanpa hiraukan apa yang bakal terjadi lagi, dengan langkah cepat segera ia lari keluar kuburan kuno itu.
Begitu ia injak keluar pintu kuburan, tertam-paklah olehnya sinar sang surya yang menyilaukan mata, angin meniup sepoi2, burung berkicauan di atas pohon, nyata bukan lagi suasana yang gelap seram seperti di dalam kuburan kuno tadi.
Dalam keadaan masih ber-debar2, Nyo Ko kuatir kalau2 Siao-liong-li mengejarnya dari belakang, maka ia angkat langkah seribu lebih jauh, dengan menggunakan Ginkang ia lari cepat ke bawah gunung.
Kini tenaga dalamnya sudah terlatih kuat dan penuh, meski ilmu silatnya belum terlatih sampai puncaknya kesempurnaan, tapi sudah terhitung jago kelas atasan di kalangan Bu-lim.
Dengan cara larinya yang cepat itu, pula jalan pegunungan yang menurun dengan sendirinya lebih cepat daripada menanjak, maka pada lohor itu juga ia sudah sampai di kaki gunung.
Melihat Siao-liong-li tidak mengubernya, barulah Nyo Ko merasa lega, kini dia baru berani lambatkan langkahnya untuk melanjutkan perjalanan.
Ia jalan dan jalan terus, akhirnya ia merasa lapar, perutnya sudah keroncongan, sudah berkeruyukan, ia pikir harus mencari rumah penduduk untuk membeli sedikit penganan buat tangsal perut, tetapi ketika dia rogoh sakunya, nyata duit tak ada, satu mata uang saja tidak gableg.
Namun Nyo Ko tidak kurang akal, sudah sejak kecil ia terlunta-Iantung di kalangan Kangouw, kepandaiannya mencari pangan sudah sangat besar, ketika ia melongok sekitarnya, tertampaklah olehnya di lereng bukit sebelah barat sana banyak tanaman jagung, segera ia menuju ke sana dan memetiknya beberapa buah jagung itu.
Jagung itu belum cukup tua, tetapi sudah bisa dimakan, Nyo Ko kumpulkan sedikit kayu kering, sedang akan menyalakan api buat bakar jagung, tiba2 terdengar di belakangnya ada suara keresekan pelahan, nyata ada orang sedang jalan mendekatinya.
Lekas2 Nyo Ko miringkan tubuh dengan maksud meng-aling2i jagung colongan itu agar tidak dilihat orang apabila yang datang ini adalah penduduk setempat, tetapi ketika ia melirik, ternyata yang datang ini adalah seorang To-koh yang masih muda jelita, To-koh atau imam wanita ini memakai jubah kuning langsat, langkahnya enteng dan bergaya manis seperti bidadari yang baru turun dari kayangan.
Nyo Ko melirik lebih jauh, ia lihat di punggung To-koh itu terselip dua batang pedang, gagang senjata yang bertali sutera berwarna merah darah itu menambah kecantikan si To-koh, jelas sekali To-koh ini pandai ilmu silat.
Nyo Ko pikir tentu orang ini adalah imam yang hendak naik ke Tiong-yang-kiong, besar kemungkinan adalah murid jing-ceng Sanjin Bun Put-ji, itu imam wanita satu2nya dari Coan-cin-ciat-cu.
Karena Nyo Ko tak ingin mencari onar, maka ia sengaja menunduk kepala dan menyalakan api lagi.
Sesudah dekat di samping Nyo Ko, mendadak To-koh itu berhenti "Eh, adik cilik, mana jalannya kalau hendak naik ke atas gunung ?" tiba2 ia bertanya.
"Aneh", diam2 Nyo Ko heran, "Jika perempuan ini adalah anak murid Coan-cin-kau, mengapa dia tak kenal jalan ke atas gunung" Hah, tentu dia tidak mengandung maksud baik !" Karena itu tanpa menoleh ia menunjuk ke atas gunung dan menjawab : "lkut saja jalan besar ini terus ke atas.
" Melihat baju Nyo Ko compang-camping dan jongkok di pinggir jalan sedang membakar jagung, To-koh itu mengira Nyo Ko adalah anak petani.
Biasanya To-koh ini sangat bangga dengan kecantikannya sendiri, lelaki mana saja bila meIihat dia pasti akan terpesona hingga mata tak berkesip, tetapi pemuda desa ini ternyata hanya melirik sekali saja padanya lalu tidak memandang buat kedua kalinya, nyata kecantikannya dianggap seperti rupa wanita pegunungan saja, diam2 To-koh itu rada mendongkol.
Akan tetapi segera ia berpikir pula: "Ah, orang desa semacam ini tahu apa ?" Karena itu, ia lantas membuka suara lagi : "He, berdirilah, aku ingin tanya padamu.
" Tetapi Nyo Ko sudah terlanjur berpikir jelek terhadap semua orang Coan-cin-kau, dia tidak mau menggubrisnya lagi, ia pura2 tuli dan berlagak bisu.
"Hei, anak tolol, apa yang kukatakan kau dengar tidak ?" To-koh itu menanya lagi.
"Dengar, cuma aku malas berdiri," sahut Nyo Ko.
Karena jawaban ini To-koh itu tertawa geli.
"He, lihatlah kau, ini, lihat dulu padaku, aku lah yang suruh kau berdiri!" dengan tertawa merdu ia berkata pula.
Suara ucapannya ini begitu halus dan genit pula, rasanya menis lagi berminyak.
Keruan mau-tak-mau hati Nyo Ko terkesiap, "He, kenapa suara wanita ini begitu aneh," demikian ia membatin.
Lalu ia mendongak dan tertampak olehnya wanita ini berkulit putih bersih, kedua pipinya bersemu merah, sinar matanya bening dan sedang memandang mesra padanya, Nyo Ko menunduk lagi untuk menyalakan api pembakaran jagungnya.
Demi nampak muka Nyo Ko yang masih bersifat hijau, sudah melihat dirinya untuk kedua kalinya, namun sedikitpun tetap tidak terguncang hatinya, maka bukannya marah, sebaliknya si To-koh tertawa geli.
"Eh kiranya anak yang masih pelonco, kebetulan dapat kuperalat dia sebagai pembantu," demikian pikirnya.
Karena pikiran ini, dari bajunya segera ia mengeluarkan dua renceng uang perak dan sengaja dikocok-2 hingga menerbitkan suara gemerincing yang nyaring, dengan uang perak ini ia coba mengiming-imingi Nyo Ko.
"Adik cilik, asal kau turut perkataanku, dua renceng perak ini segera kuberikan padamu," katanya kemudian.
Nyo Ko sangat cerdik, sebenarnya dia tidak ingin cari penyakit, tetapi demi mendengar kata2 orang semakin aneh, akhirnya ia tertarik juga dan ingin tahu cara bagaimana orang akan perlakukan dkinya, maka sekilas ia sengaja pura2 tolol dan berlagak bodoh, dengan rasa tercengang ia pandang kedua renceng perak itu.
"Eh, barang mengkilap ini apa namanya ?" dengan sikap dungu ia sengaja tanya.
Kembali To-koh itu tertawa geli oleh kebodohan "anak udik" ini.
"lni uang perak. " sahutnya kemudian.
"Kau ingin pakaian baru, ingin ayam goreng, nasi liwet, semuanya dapat dibeli dengan ini!" "Ah, kembali kau justai aku lagi, aku tak percaya," kata Nyo Ko dengan air muka seperti orang linglung.
"Kapankah pernah aku mendustai kau ?" sahut imam wanita itu dengan tertawa pula, "He, siapa namamu ?" "Aku bernama Sah Thio (Thio si tolol), apa kau belum kenal ?" jawab Nyo Ko dengan nama palsunya, "Dan kau sendiri bernama siapa ?" "Ah, tak usah tanya, panggil saja Sian-koh (bibi dewi)," sahut si To-koh.
"Dimana makmu ?" "Buat apa kau tanya mak-ku ?" berbalik Nyo Ko tanya.
"Dia sedang mencari kayu di atas gunung.
" "Ha, kebetulan, akupun ingin naik ke atas gunung," kata To-koh itu.
"Pakaianku ini tidak baik di pakai ke sana, pergilah kau mengambilkan baju mak-mu dan pinjamkan padaku !" Luar biasa heran Nyo Ko oleh kelakuan orang.
Tetapi lahirnya ia unjuk muka tololnya semakin mirip, ber-ulang2 ia geleng kepala oleh bujukan orang tadi.
"Tidak, tak berani aku, mencuri baju mak, nanti aku pasti akan dihajar, kalau menghajar, mak-ku menggunakan palang pintu," sahutnya dengan lagak lucu.


Kembalinya Sang Pendekar Rajawali Sin Tiaw Hiap Lu Karya Chin Yung di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Begitu melihat uang perak ini, mak-mu pasti akan kegirangan, tentu kau tak takkan dipentung lagi," ujar si To-koh dengan tertawa.
Berbareng itu, sekali tangannya bergerak, se-renceng uang perak itu segera dia lemparkan pada Nyo Ko.
Nyo Ko ulur tangannya buat menangkap, tetapi dia sengaja membiarkan rencengan perak itu tertimpuk pada pundaknya dan jatuh ke bawah membentur sebelah kakinya.
"Aduh kau pukul aku," ia berteriak-teriak sambil memegang sebelah kaki yang tertimpuk uang perak itu dan dengan sebelah kaki yang lain ia ber-jingkrak2, pura2 kesakitan "Akan ku adukan pada mak !" Habis ini, sambil masih menjerit, uang perak itu ia tinggalkan terus lari pergi dengan cepat.
Nampak kelakuan orang yang tolol2 lucu itu, si To-koh tersenyum geli.
Tiba2 ia lepaskan ikat pinggang yang terbikin dari kain sutera, dengan sekali mengebas, ikat pinggang disabetkan dan menggubet sebelah kaki Nyo Ko terus diseret kembali.
Mendengar suara menyambarnya ikat pinggang dan merasakan tenaga tarikan yang menggulung kakinya itu, seketika Nyo Ko menjadi kaget.
"He, gaya ini terang sekali adalah ilmu golongan Ko-bong-pay kami, apa dia ini bukan imam dari Coan-cin-pay ?" diam2 ia bertanya dalam hati.
Oleh karena itu, ia sengaja lemaskan badannya, ia membiarkan dirinya diseret kembali si To-koh, hanya dalam hati ia bertambah waspada dan ber-siap2 untuk menjaga segala kemungkinan "la hendak naik ke atas gunung, apa tujuannya hendak memusuhi Kokoh ?" demikian ia membatin pula.
Apabila teringat olehnya keadaan Siao-liong-li yang waktu itu tidak diketahui mati atau hidup, mau-tak-mau ia menjadi kuatir dan sedih sekali, segera ia ambil suatu keputusan: sekalipun nanti harus mati di tangan Siao-liong-li, dia bertekad akan naik lagi ke atas buat menyambanginya.
Pikiran itu sekilas bekerja dalam otaknya, sementara tubuhnya sudah kena diseret ke hadapan si To-koh tadi.
Ketika si To-koh melihat muka Nyo Ko penuh berlepotan debu, tetapi toh tidak menutupi wajahnya yang cakap, diam2 ia berpikir: "Anak gunung ini mukanya ternyata tampan juga, cuma sayang, bantal sulam, isinya jerami belaka.
" Dalam pada itu ia dengar Nyo Ko masih ber-teriak2 dan mengoceh sendiri tak keruan.
"He, Sah Thio kau cari mampus atau ingin hidup ?" dengan tersenyum segera ia menegur, "Sret", tahu2 pedangnya sudah dilolos dan ditudingkan ke dada Nyo Ko.
Melihat gerak tangan orang barusan ini jelas adalah tipu "kim-pit-tiam-cu" (potlot emas menutul titik) yang merupakan ajaran asli - Ko-bong-pay, maka Nyo Ko tidak ragu2 lagi.
"Orang ini pasti anak murid Li Bok-chiu Su-pek, ia hendak naik ke atas gunung mencari Ko-koh, tentu tidak bermaksud baik, Kalau melihat caranya mengayun ikat pinggang dan caranya melolos senjata ini, terang keuletannya masih jauh di atas diriku, Orang ini hanya bisa dimenangkan dengan akal, tapi tak boleh dilawan dengan kekerasan aku harus pura2 bodoh sampai saat terakhir agar supaya dia sama sekali tidak ber-jaga2," demikian Nyo Ko berpikir Oleh karenanya atas ancaman orang tadi, dengan mengunjuk rasa takut segera ia memohon: "Jangan.
. . jangan kau bunuh aku, Sian-koh, aku.
. . aku akan menurut perkataanmu !" "Baiklah, tetapi bila kau membangkang lagi, "ngek", sekali gorok saja aku sembelih kau," kata si To-koh dengan ketawa sambil memberi contoh dengan pedang menggorok leher.
"Menurut, pasti menurut," sahut Nyo Ko cepat, Habis itu, sekali geraki tangannya lagi, tahu2 To-koh itu telah ajun ikat pinggangnya hingga melilit kembali pada pinggangnya sendiri gayanya manis dan caranya menarik.
"Bagus !" dalam hati Nyo Ko memuji juga atas kepandaian orang, Tetapi wajahnya tidak mengunjuk sesuatu perasaannya melainkan masih ber-pura2 seperti orang linglung.
Sudah tentu hal ini tidak diketahui si To-koh, dalam hati ia membatin: "Hm, si tolol ini mana mengerti kebagusan kepandaianku tadi " Aku ini seperti main mata dengan orang buta saja.
" "Nah, Sah Thio, lekas kau pulang dan mengambilkan sebuah kampak, aku mau pakai," demikian katanya kemudian.
Nyo Ko menurut, ia ber-lari2 menuju ke rumah petani yang tertampak di depan sana, ia sengaja berjalan lambat, tubuhnya ber-goyang2 dengan gaya "lenggang sampan", langkahnya berat, kelakuannya lucu, tampaknya tepat sekali sebagai seorang yang goblok, mana bisa orang berilmu silat berlaku seperti dia ini " Menyaksikan macam orang ini, agaknya si To-koh rada2 muak, "He, Sah Thio, jangan kau bilang2 pada orang lain, lekas pergi dan lekas kembali!" serunya pula memesan.
Kesatria Baju Putih 2 Pendekar Sakti Dari Lembah Liar Karya Liu Can Yang Memanah Burung Rajawali 26

Cari Blog Ini