Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen Bagian 2
itu membuat ular menyurut kembali.
"Leng lo-cianpwe, bangunlah!" seru si nona. Ketua Lembah-seribu-racun itu merekah senyum
menyahut, "Ada apa?"
Waktu berkata, dengkurnya berhenti. Tetapi habis berkata, iapun kembali mendekur lagi.
Siangkwan Wan-ceng marah, "Lo-cianpwe, maukah engkau hentikan dengkuranmu itu?"
Ketua Lembah-seribu-racun tertawa, "Selama hidup aku tak mau diperintah orang.
Kecuali apabila orang itu sanggup memberi imbalan yang menyenangkan hatiku."
Siangkwan Wan-ceng mencuri kesempatan untuk berpaling. Dilihatnya Kim loji sudah akan
gerakkan tangannya untuk menari.
Jelas kalau dia sudah tak kuat menahan daya sakti dari dengkuran ketua Lembah seribu-racun
itu. Sedangkan orangtua alis panjang lebih hebat lagi. Orangtua itu menari dan melonjak lonjak
seperti anak kecil. Kepalanya basah kuyup dengan peluh, rambutnya bertebaran tak keruan.
Tetapi ada suatu hal yang mengejutkan Siang Wan-ceng. Han Ping yang baru sadar dari
pingsan itu, juga mengunjuk tanda-tanda hendak bergerak".
"Katakanlah, apa yang engkau kehendaki?"
Mendengar dengkur ketua Lembah-seribu maka orang tua alis panjang, Kim loji dan Pingpun
serempak menari nan menurutkan dengkuran itu.buru-buru si nona berseru kepada ketua Lembah
seribu racun. Kakek bertubuh pendek itu membuka mata menatap Siangkwan Wau-ceng, serunya, "Aku tak
mau memaksa tetapi kalau engkau rela sendiri, janganlah menyalahkan aku."
"Maukah engkau hentikan dengkuranmu dan kita bicara dengan tenang?" seru Siangkwan WanCeng. Siangkwan Wan-ceng melirik pula Dilihatnya Kim loji dan Han Ping sudah mulai menari.
Bahkan kera bulu emas itupun juga ikut menari.
Siangkwan Wan ceng makin gugup, serentak ia berseru, "Tak peduli apa saja, aku akan
meluluskan"." Ketua Lembah-seribu-racun tertawa dingin, ujarnya, "Aku mempunyai seorang putera tetapi
ujutnya aneh. Kalau menurut pandangan umum"."
"Apakah jelek sekali "sehingga malu dilihat orang?" tukas Siangkwan Wan-ceng.
Ketua Lembah-seribu racun batuk-batuk, sahutnya, "Ya, anggaplah begitu! Tetapi dengan
mengandalkan namaku, untuk mencarikan sepuluh nona cantik sebagai isterinya, bukanlah hal
yang sukar"." Ia berhenti sejenak untuk mendengkur keras sehingga orang-orang yang menari itu tambah
mempercepat gerakannya. Setelah itu baru berkata dingin, "Tetapi akU tak menyukai puteri-puteri orang biasa. kalau
engkau meluluskan untuk menjadi isteri puteraku, bukan saja engkau akan bahagia pun ayahmu
tentu bertambah cemerlang namanya."
Siangkwan Wan-ceng terkesiap, serunya "Lalu apakah syarat yang kedua?"
"Serahkan pedang Pemutus-asmara itu sebagai jaminan, baru kuhentikan dengkurku. Tetapi
apakah mereka dapat meninggalkan tempat ini, tergantung dari nasib mereka masing-masing."
Siangkwan Wan-ceng merenung sejenak lalu berkata, "Kalau aku meluluskan syaratmu yang
pertama untuk menjadi isteri puteramu, apakah engkau tetap hendak menyulitkan mereka?"
Ketua Lembah-seribu-racun tertawa, "Kalau engkau menerima syarat itu, berarti kita sudah
menjadi orang sendiri. Aku sebagai orangtua tentu harus dan wajib melindungi engkau."
Dalam pada berkata kata itu tampak wajahnya berobah tenang dan ramah. Sedang matanya
memancarkan sinar mengharap.
Serasa dadanya tertimpa pukulan keras, Siangkwan Wan ceng terhuyung dua langkah
kebelakang. Diam-diam ia berpikir, "Ah, tak kira kalau seorang durjana ganas ternyata begitu
sayang sekali kepada puteranya"."
Sambil memberesi rambutnya yang kusut, Siangkwan Wan-ceng bertanya, "Apakah
keinginanmu untuk menjodohkan aku dengan puteramu karena engkau melihat aku berwajah
cantik?" "Selain cantikpun cerdik, melebihi dari kedua gadis Lembah Raja-setan itu!"
Siangkwan Wan-ceng tertawa hambar, "Entahlah sampai bagaimana buruknya wajah putramu
itu?" "Hanya pancainderanya yang luar biasa, sedikit menyeramkan orang. Tetapi kaki tangan dan
semua anggauta tubuhnya lengkap semua."
Siangkwan Wan-ceng melekatkan tangan ke dahi dan tertawa keras, "Ah, sejak dahulu kala,
seorang jelita itu tentu bernasib malang. Isteri cantik sering mendapat suami jelek.
Ya, baiklah, aku menerima syaratmu!"
"Sungguhkah?" seru ketua Lembah-seribu-racun dengan gembira.
"Keluar dari mulutku, tertangkap ditelingamu, masakan masih diragukan?" seru Siangkwan
Wan-ceng. Ketua Lembah-seribu-racun hentikan dengkurnya lalu tertawa terbahak-bahak, "Hendak kuajak
engkau menjumpahi si Raja-setan TingKo agar dia melihat bahwa aku berhasil mendapatkan
menantu yang melebihi kecantikan kedua puterinya . "
Tiba-tiba terdengar Kim loji berseru, "Locianpwe, engkau sudah mandi keringat, harap berhenti
dan beristirahat!" Siangkwan Wan-ceng cepat berseru kepada ketua Lembah-seribu-racun, "lekas hentikan kalau
terus menerus menari, dia tentu akan mati kehabisan tenaga!".
Tampak Han Ping menegakkan kepala seperti mengenangkan suatu peristiwa lampau yang
penting. Mendengar teriakan si nona ia gelagapan terus menyambar tubuh orangtua alis panjang itu.
Walaupun belum lama siuman tetapi tenaganya masih utuh maka gerakannyapun cepat sekali.
Dicekalnya lengan kiri orangtua alis panjang dan berhentilah orangtua itu menari.
Orangtua itu berpaling memandang Han Ping, tiba-tiba tertawa, "Hai, manusia beracun,
manusia beracun". "Manusia beracun?" Han Ping kerutkan alis. "Ya, aku dan engkau serupa, menjadi manusia
beracun. Darah dalam tubuhmu semua mengandung racun."
Han Ping tercengang dan lepaskan cekalannya. Sambil mengangkat kedua tangannya orangtua
alis panjang itu bertepuk tangan sekerasnya dan tertawa keras, "Aha, aku hendak menyiarkan
kepada seluruh manusia didunia bahwa sekarang aku bukan satu-satunya manusia beracun!
Habis berkata tiba-tiba ia terus lari keluar. "Lo cianpwe Siangkwan Wan-ceng menjerit dan
menyambarnya tetapi luput.
"Nak, biarlah, dia takkan dapat lari," kata ketua Lembah seribu racun. Sekali gentakkan
tangannya, ular kembang yang melilit lengannya segera meluncur mengejar orangtua alis panjang.
Bluk, karena tak menduga, orangtua alis panjang tergigit kakinya dan rubuh.
Siangkwan Wan-ceng terkejut. Cepat ia melesat keluar. Ia berjongkok hendak memegang
tubuh orangtua itu, tiba-tiba ia menarik kembali dan mundur dua langkah.
Ternyata nona itu terkejut karena ular yang masih melilit dipaha orangtua itu tiba-tiba
menggangkat kepalanya keatas dan melengking keras.
Ketua Lembah-seribu-racun mengankat tangan dan berkemak kemik mengucap bcberapa patah
kata. Ular kembang itu tiba-tiba merayap kembali kepada tuannya dan hinggap dilengan.
Orangtua alis panjang itu pelahan-lahan duduk dan memandang terlongong-longong kearah
ular kembang itu, serunya, "Aku sudah merasa bangga karena dapat menjinakkan kera bulu emas.
Tetapi tak kira masih ada lain orang yang mampu menjinakkan ular beracun". ,"
Rupanya gigitan ular itu telah mengembalikan kesadaran pikirannya.
"Huh, Raja Lembah-seribu-racun masakan hanya bernama kosong saja?" seru ketua Lembah
seribu-racun dengan tertawa.
Siangkwan Wan-ceng menghela napas longgar ujarnya, "Paman, mengapa engkau buru-buru
hendak lari keluar" Hendak kemanakah tujuanmu?"
Dengan pandangmata hampa, orangtua alis panjang itu menatap Han Ping, katanya, "Dia
serupa dengan aku, menjadi seorang manusia beracun"."
Kemudian ia beralih memandang Siangkwan Wan-ceng, katanya, "Sejak saat ini, dia dapat
menemani aku makan segala macambarang beracun.
Tiba-tiba Han Ping maju memberi hormat, "Atas pertolongan lo cianpwe untuk menghidupkan
jiwaku, apabila kelak setelah melakukan beberapa tugas aku masih hidup aku tentu akan mencari
lo-cianpwe lagi dan akan menemani lo-cianpwe hidup bersama. Takkan lagi aku akan keluar
kedalam dunia persilatan."
Orangtua alis panjang itu berbangkit pelahan-lahan katanya, "Jika omonganmu itu dapat
dipercaya, aku rela memberikan seluruh ilmu kepandaianku kepadamu". "
Tiba-tiba kata-katanya terputus oleh suara mengeluduk dari bawah tanah.
"Hai, apakah itu?" teriak Kim loji.
"Sudah tentu dibawah ruangan ini," seru ketua Lembah-seribu racun tertawa keras.
"Hm, bukan suatu lelucon," kata orangtua alis panjang dengan nada dingin, "dalam kamar
rahasia itu memang terdapat suatu aliran aneh. Tiap satu bulan, tentu akan mengeluarkan
getaran." "O, suatu aliran?" desah Han Ping.
"Benar, suatu aliran yang kuat sekali. Apabila aliran itu dipindah keatas permukaan bumi, tentu
akan merupakan sebuah sungai.
" kata orangtua alis panjang.
"Ada sebuah kuburan tunggal, berapa jauh jaraknya dari sini?" tanya Han Ping gopoh
Orangtua alis panjang merenung sejenak lalu menjawab, "Jika tak teralang gunung ini,
jaraknya kurang lebih sepuluh li."
Tiba-tiba ketua Lembah-seribu-racun berseru kepada Siangkwan Wan-ceng, "Nak, lekaslah
engkau kemari, aku hendak memberitahu sebuah urusan penting kepadamu."
Siangkwan Wan-ceng dan Han Ping serempak berpaling memandang ketua Lembah-seriburacun.
Siangkwan Wan ceng tersenyum, "Apakah memanggil aku?"
"Ya, sudah tentu engkau". kata ketua Lembah-seribu-racun dan ketika nona itu datang, ia pun
membisikinya, "Nak tahukah engkau sebabnya mengapa aku menuju ketempat yang sesunyi ini?"
"Entah." Sambil memandang kearah Kim loji dan Han Ping yang berada diluar ruangan, ketua Lembahseriburacun gunakan ilmu menyusup suara kepada si nona."Saat ini seluruh golongan kaum
persilatan sedang berkumpul di makam tunggal itu untuk mencari rahasianya. Akupun mengetahui
bahwa dirumah ini terdapat suatu aliran rahasia yang menjurus ke makam itu. Apabila bisa masuk
ke makam itu dengan menggunakan aliran dibawah ruang ini, tentulah orang-orang persilatan itu
takkan mmengetahui Begitu pula tentu tak usah melalui berbagai alat rahasia yang terdapat dalam
makam itu"." Berhenti sejenak ketua Lembah-seribu-racun melanjutkan pula: Tetapi hal itu amat berbahaya.
Oleh karena engkau sudah meluluskan untuk menjadi isteri puteraku maka mulai saat ini
engkau sudah menjadi orang Lembah-seribu-racun. Aku wajib melindungimu. Lembah-seriburacun
dan marga Siangkwan, harus bekerja-sama untuk menghadapi orang luar"."
Karena menggunakan ilmu menyusup, suara Coan-im-jip-bi, maka lain orang tak dapat
mendengar. Siangkwan Wan-ceng berdiri diam, mendengarkan dengan penuh perhatian.
Rupanya Kim loji melihat gerak gerik ketua Lembah-seribu-racun itu tak wajar maka cepatcepat
ia mengajak Han Ping keluar.
Tiga tombak jauhnya, Kim loji berhenti dan berbisik kepada Han Ping, "Ping-ji, apakah
tenagamu tak kurang suatu apa?"
"Semangatku penuh, ilmu kepaidaiankupun sudah beberapa bagian pulih," kata Han Ping.
"Ketua Lembah seribu-racun itu adalah tokoh yang paling ganas dan licik. Selain kepandaiannya
tinggi, pun paham menggunakan ular beracun, Dia bicara dengan nona Siangkwan itu, tentu
bukan mengenai urusan yang baik Sekalipun kepandaianmu sudah pulih, engkau masih belum
dapat menandinginya. Tempat ini kurang baik, mari kita lekas-lekas pergi agar terhindar dari
kesulitan"." Han Ping gelengkan kepala, "Apakah paman tak mendengar keterangan orangtua alis panjang
tadi" Walaupun aku masih hidup tetapi aku kini menjadi seorang manusia beracun. Seluruh tubuhku
beracun!" "Ah, omong kosong!" tukas Kim loji," orang yang hidup masakan tubuhnya mengandung racun.
Tak ada manusia begitu dalam dunia"."
Han Ping tiba-tiba berlutut dan memberi hormat "Paman, terimalah hormat Han Ping!"
Kim loji tertegun, "Apakah maksudmu?"
Han Ping bangkit tertawa, "Dihadapan paman, sesungguhnya aku tak berani mengatakan.
Tetapi karena keadaan sekarang sudah lain, terpaksa aku harus mengatakan "
"Katakanlah!" Han Ping menghela napas pelahan, "Maka aku rela menjadi manusia beracun asal masih dapat
hidup, adalah karena dendam sakit hati orang tuaku masih belum tertumpas. Setelah hal itu
terlaksana, matipun aku rela"."
Han Ping tertawa garang, katanya pula, "Bermula aku ingin memperdalam ilmusilat sampai
beberapa tahun lagi sehingga tujuan untuk membalas sakit hati itu makin mudah. Tetapi keadaan
sekarang memaksa aku harus merobah rencana."
Kim loji menghela napas, "Lalu bagaimanakah rencanamu" "
"Sekalipun lo cianpwe itu sudah menyembuhkan lukaku tetapi kini aku menjadi seorang
manusia beracun. Kemanapun aku pergi, mungkin akan memberi bencana kepada orang. Aku tak mengerti ilmu
pengobatan, apabila obat dalam tubuhku itu hilang dayanya, setiap waktu aku tentu mati.
Oleh karena itu aku harus menggunakan waktu sebaik baiknya umuk melaksanakan
pembalasan itu secepat mungkin"."
Kata-katanya penuh dengan keyakinan dan kebulatan tekad.
Berkata Kim loji, "Kecuali berilmu sakti, Ih Thian-heng juga seorang yang licin sekali. Melakukan
pembalasan, memang mudah diucapkan tetapi mungkin harus menghadapi banyak kesulitan."
Han Ping tertawa hambar, "Ucapan paman memang benar, tetapi ibarat anakpanah sudah
dipasang pada tali busur, terpaksa harus dibidikkan juga!"
Rupanya Kim loji masih membekas sekali rasa gentarnya terhadap Ih Ihian-heng.
Setelah termenung sejenak ia berkata, "Aku mengagumi keberanian dan tekadmu tetapi
hendak engkau bertindak menurut gelagat. Dia 1cm seperti belut. Kecuah memang hendak
meigunjukdiri, apabila engkau hendak menearinya, bukailah suatu hal yang mudah."
Han Ping tersenyum, "Soal itu aku sudah memikirkannya"." tiba-tiba ia berbisik, "tadi ketua
Lembah seribu-racun samar-samar sudah mengatakan maksud kedatangannya kemari.
Dan menilik keterangan orangtua alis panjang itu. Aliran raha-Sja dalam kamar ini, kebanyakan
tentulah arus air yang terdapat dibawah makam tua itu."
Kim loji mengangguk, "Dugaanmu tepat. Hanya saja jelas kalau aliran air itu deras sekali
arusnya. Kiranya sukar bagi seorang yang mahir berenang untuk melintasinya.
"Memang begitu," sahut Han Ping, "tetapi karena ketua Lembah-seribu racun itu sudah berani
datang kemari tentulah dia sudah mempunyai rencana. Mendengar berita tentang penyelundupan melalui jalan
dibawah tanah itu, tentulah Ih Thian-heng tak rela kalau pusaka dalam makam itu akan jatuh
ketangan orang. Dia tentu akan nekad masuk.
Demikian pula dengan dara baju ungu dari perguruan Lam-hay-bun itupun tentu juga tak mau
ketinggalan. Aku akan berusaha untuk ikut menyelundup dari aliran air dibawah tanah itu.
Sudah tentu aku akan bertindak menurut gelagat. Bila Tuhan mengabulkan, tentulah aku akan
berhasil menemukan musuh itu untuk mengambil batang kepalanya guna kusembahyangkan dimakam orangtuaku.
Sekurang kurangnya aku akan berusaha untuk menggerakkan alat-alat rahasia dalam makam itu
untuk sama-sama mati dengan Ih Thian-heug"."
"Baik," kata Kim loji. "aku akan ikut engkau masuk kedalam makam itu. Mungkin aku dapat
membantumu"." "Telah kukatakan semua isi hatiku dan rencanku kepada paman." kata Han Ping gelengkan
kepala," tetapi aku hendak minta agar paman su di meluluskan."
Kim loji tersanyum, "Apakah engkau suruh aku meluluskan soal diriku"."
"Paman sudah menderita cacad tubuh," tukas Han Ping, "apabila paman ikut masuk kedalam
makam, belum tentu dapat memberi bantuan yang berarti kepadaku. Peristiwa-peristiwa yang
kualami dalam beberapa waktu terakhir, telah membuat pikiranku menjadi makin masak:"."
Kim loji menghela napas, "Nak, engkau memang tampak besar sekali kedewasaanmu"."
Han Ping tertawa, "Umur dan penga laman datang dengan serempak sehingga aku merasa
sudah jauh lebih tua. Kurasa aku sudah hampir nendekati hari kematian sehingga pikiranku makin mantap
"Hai. apakah engkau mengalami suatu perobahan dalam lahir dan batinmu?" Kim loji berseru
kaget "Tidak!" "Lalu mengapa engkau mempunyai perasaan begitu?"
"Saat ini kurasakan semangat dan tenagaku semangat penuh demikian pula semangatku
bertempur menyala-nyala. Dalam keadaan dan tempat dimana saja, aku mempunyai keyakinan
tentu menang." "O, orangtua alis panjang itu mengatakan bahwa setelah makan obatnya, engkau tentu akan
merangsang keberaniaumu. Rupanya memang benar," kata Kim loji. Han Ping mengangguk, "Mungkin benar begitu.
Aku merasa belum pernah memiliki semangat yang menyala nyala seperti saat ini."
"Ji siangkong"." tiba-tiba terdengar Siangkwan Wan ceng berseru lembut.
Han Ping berpaling. Dilihatnya nona itu tersenyum. Tetapi wajahnya tampak sayu, senyumnya
senyum baru. Beberapa hari bersama-sama dengan nona itu dan telah banyak mendapat pertolongannya,
mau tak mau Han Ping merasa iba hati.
Ia menghela napas, "Ada urusan apa" ia menghampiri.
"Jangan kemari tiba-tiba Siangkwan Wan-ceng berseru pelahan lalu hendak maju
menyongsong. Han Ping mempunyai kesan yang mendalam terhadap nona itu. la berhenti dan menatap nona
yang tengah menghampirinya itu.
Tiba-tiba ia terkejut ketika tahu-tahu nona itu merebahkan kepalanya kedadanya.
"Aku hendak memberitahu kepadamu sebuah hal," kata Siangkwan Wan-ceng dengan rawan.
"Silahkan," kata Han Ping."Tampaknya saat ini engkau jauh lebih dewasa dari beberapa hari,"
kata Siangkwan Wan-ceng.
Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Derita perebutan jiwa dari tangan Elmaut, menyebabkan orang makin masak pikirannya.
Banyak sekali kesalahan-kesalahan yang kusadari," kata Han Ping.
Siangkwan Wan-ceng tersenyum rawan lalu berkata dengan penuh nada haru, "Saat ini aku
sudah bukan lagi seorang gadis yang bebas"."
Han Ping terkesiap, "Apakah engkau sudah mengikat janji perkawinan dengan orang ia tertawa
nyaring dan berseru pula, "apabila aku masih dapat hidup samperti hari itu, bagaimanapun jauh
dan sukarnya perjalanan, aku pasti akan datang untuk menghaturkan selamat kepadamu "
"Mungkin sebelum saat itu tiba, aku sudah menjadi badan halus"
Han Ping tertawa menghiburnya, "Ah, nona terlalu ketakutan sendiri."
Tiba-tiba Siangkwan Wan-ceng menegakkan tubuh dan berkata dengan nada bersungguh,
"Sudah, jangan membicarakan soal itu Saat ini masih ada suatu soal yang hendak kuminta engkau
memberi keputusan." "Apa?" tanya Han Ping.
"Tahukah engkau mengapa sebabnya ketua Lembah seribu-racun itu datang kemari?"
"Apakah bukan karena hendak menyelundup kedalam makam tua itu?""
Siangkwan Wan ceng mengangguk, "Benar, dibawah kamar ini terdapat aliran air yang dapat
menembus kedalam makam itu"."
Ia cepat mengendapkan suara setengah berbisik, "entah bagaimana dia dapat mengetahui hal
itu, dan diapun sudah mempunyai rencana untuk melintasi arus dibawah tanah itu".tiba-tiba ia
hentikan kata katanya. Sesungguhnya ingin sekali Han Ping hendak bertanya bagaimana rencana ketua Lembahseriburacun untuk melintasi arus dibawah
tanah itu. Tetapi ia sungkan maka hanya tersenyum saja.
Menatap Han Ping dengan pandang penuh arti berkatalah Siangkwan Wan-ceng pula,
"Sebenarnya aku juga ingin melihat-lihat keadaan dalam makam tua itu tetapi ketua Lembahseriburacun tak mengijinkan. Katanya makam tua itu penuh alat-alat
perkakas rahasia, berbahaya sekali . ."
"Apakah hubungan antara Lembah-seribu-racun dengan marga Siangkwan itu amat erat
sekali?" tanya Han Ping.
Siangkan Wan-ceng gelengkan kepala.
"Kalau begitu mengapa ketua Lembah-seri-beracun begitu memperhatikan sekali kepadamu?"
tanya Han Ping pula. Memang pertanyaan itulah yang dinantikan si nona akan keluar dari mulut Han Ping.
Dengan tersenyum segera ia menjawab, "Karena aku adalah calon menantunya".!"
Nona itu mempunyai rencana tertentu maka tanpa malu-malu ia mengatakan hal itu kepada
Han Ping. Entah bagaimana ketika mendengar keterangan itu hati Han Ping serasa seperti diguyur es.
Wajahnya tampak menampilkan kerawanan. Segera ia palingkan muka dan berkata, "Lembahseriburacun dan marga Siangkwan sama-sama ternama, Perkawinan itu memang tepat sekali"."
Setelah mengucap begitu, Han Pingpun merasa tenang kembali.
"Nak engkau harus tinggalkan tempat ini, "tiba-tiba terdengar nada suara yang ramah dan pada
lain saat ketua Lembah-seribu-racunpun sudah berada disamping kedua muda mudi itu. Tubuh
ketua. Lembah-seribu-racun itu membaurkan bau anyir. Buru-buru dia gentarkan lengannya dan
kedua eKor ular yang melilit pada lengannya itupun segera menyusup kepunggungnya. Rupanya ia
kuatir akan mengejutkan calon menantunya.
"Kudengar dalam makam tua itu terdapat harta pusaka tak ternilai jumlahnya, Sesungguhnya
ingin aku kesana untuk menambah pengalaman," kata Siangkwan Wan-ceng.
Ketua Lembah seribu-racun gelengkan kepala, "Makam tua itu merupakan suatu rahasia yang
telah tersiar hampir seratus tahun dalam dunia persilatan. Tetapi apakah benar dalam makam itu
mengandung harta karun, masih sukar ditentukan. Banyak sekali tokoh-tokoh persilatan yang
telah berusaha untuk masuk kedalam makam kuno itu"."
"Dalam makam kuno itu"." tiba-tiba Han Ping menyeletuk tetapi secepat itu pula ia diam lagi.
"Hmm, dalam makam bagaimana?" ketua Lembah-seribu-racun curahkan pandang mata
kepada Han Ping. Han Ping yang tak biasa bohong, saat itu terpaksa menyahut, "Kalau dalam dunia persilatan
memang tersiar berita semacam itu rasanya tentu bukan isapan jempol". ."
"Hm, ocehan tak berguna," dengus ketua Lembah-seribu-racun.
Siangkwan Wan-ceng tahu perangai Han Ping yang keras demikian pula ketua Lembah-seriburacun
yang aneh. Ia kuatir kedua orang itu akan bentrok maka cepat-cepat ia menyeletuk, "Memang sudah lama
kudengar tentang rahasia makam kuno itu dan ingin juga aku masuk kesitu. Kalau disuruh pulang
kemanakah aku harus pulang kalau tidak kerumah"
Bukankah dalam Lembah-seribu-racun aku tak kenal seorangpun kecuali hanya paman
seorang?" Ketua Lembah-seribu-racun tertawa meloroh "Rupanya rumah ini sebelumnya memang sudah
sering didatangi oleh tokoh-tokoh
persilatan. Buktinya sebelum masuk kesini aku harus berhadapan dengan lima orang tokoh
persilatan dulu sebelum mereka berhasil kubunuh. Sekarang diempat penjuru rumah ini telah
kutanam duabelas anak buahku yang berkepandaian tinggi.
Tak mudah bagi orang luar hendak masuk kemari."
Ketua Lembah seribu-lacun merogoh baju dan mengeluarkan sebuah lencana dari tembaga,
serunya kepada si nona, "Bawalah lencana ini. Setiap orang Lembah-seribu-racun tentu akan
menghormat kepadamu. Suruh mereka antarkan engkau pulang Lembah-seribu-racun dulu.
Selekas urusan disini selesai aku tentu segera akan pulang dan beramai-ramai akan
mengantarkan engkau pulang untuk melangsungkan peernikahan dengan anaku."
Siangkwan Wan-ceng keliarkan mata, lalu berseru, "Tetapi aku ingin bersama engkau masuk
kedalam makam itu." Ketua Lembah-seribu-racun yang termasyhur sebagai manusia ganas, saat itu dengan lemah
lembut tertawa, "Nak, tiada sesuatu yang berharga dilihat dalam makam itu. Dan lagi disitu penuh
dengan alat-alat perangkap yang berbahaya.
Lebih baik engkau pulang sajalah."
Siangkwan Wan-ceng gelengkan kepala dan berkata dengan nada mantap, "Tidak, aku tetap
ingin masuk kemakam itu."
Setelah merenung beberapa saat, akhirnya ketua Lembah-seribu-racun iiu mengalah, "Baiklah,
tetapi dikala masuk kedalam makam engkau harus menurut perintahku tak boleh berbuat
sekehendak hatimu sendiri."
Siangkwan Wan-ceng mengangguk. Kemudian berpaling kearah Han Ping, katanya, "Dia
bersama locianpwe itu juga hendak masuk kedalam makam, baiklah kita ajak mereka bersamasama."
Seketika mata ketua Lembah seribu racun itu memancarkan hawa pembunuhan, serunya, "Arus
dibawah tanah itu amat keras dan dahsyat sekali pun gelap gulita Apabila tak mempunyai
persiapan, sekalipun jago berenang yang pandai, juga tak nanti mampu melintasinya."
"Lalu bagaimana?" Siangkwan Wan-ceng kerutkan sepasang alis.
"Ketua Lembah"seribu-racun tertawa, "Nak karena kedua orang itu anak buah Ih Thian-heng,
mareka tak ada hubungannya dengan marga Siangkwan. Lebih mereka dilenyapkan daripada kelak
akan mendatangkan bahaya"."
Tiba-tiba terdengar orangtua alis panjang itu tertawa dingin, "Tanpa mendapat ijinku, siapakah
yang berani sembarangan membunuh orang, ditempatku ini?"
"Kalau aku hendak membunuh orang, engkau mau apa?" ketua Lembah-seribu-racun tertawa
mendengus. Orangtua alis panjang itupun tertawa gelak-gelak serunya, "Bagus, bagus"." tetapi walaupun
tertawa, jelas wajahnya menampilkan sinar yang menyeramkan.
Siangkwan Wan-ceng kerutkan dahi lalu tiba-tiba tampil kemuka ketua Lembah seribu-racun,
"Ayah". "Apa?" ketua Lembah-seribu-racun terbeliak."Bukankah kita hendak masuk kedalam makam tua
itu?" tanya si nona pula.
Ketua Lembah-seribu-racun mengiakan."Kalau begitu mengapa kita harus lama-lama berada
disini?" Ketua Lembah seribu-racun itu tertawa keras, "Benar, benar, perlu apa kita ngotot disini?"
Habis berkata ketua Lembah-seribu-racun itu pun kebutkan lengan baju hendak melangkah
keluar. Sebenarnya Han Ping sudah mendongkol melihat nada dan sikap ketua Lembah seribu-racun.
Tetapi tiba ia tahankan hati dan berkata, "Akupun hendak masuk kedalam makam tua itu.
Sekiranya kocu (tuan pemilik lembah) suka bersamaku, sekurang-kurangnya aku tentu dapat
membantu." Wajah ketua Lembah-seribu racun berobah seketika tetapi sebelum ia berkata, Siangkwan Wanceng
sudah mendahului, "Yah, aku merasa heran, bagaimana mungkin engkau dapat melintasi
arus dibawah tanah yang begitu dahsyat itu?"
Ketua Lembah-seribu-racun berkilar-kilat memandang kearah calon menantunya itu dengan
pandang mata tak menentu.
Marah-marah sayang. Beberapa saat kemudian ia menengadahkan kepala dan tertawa nyaring,
"Anakku yang baik, apakah karena dia ia menunjuk pada Han Ping lalu berkata lagi, "maka engkau
minta ayah mengatakan rencana itu?"
Wajah nona itu berhamburan merah warnanya lalu tundukkan kepala dan berkata tersedatsedat,
"Aku". aku"
Tiba-tiba ketua Lembah seribu-racun iru tertawa lagi, "Anakku, tak apalah. Karena aku sayang
kepadamu, segala apa tak kupedulikan. Hanya Tiba-tiba wajahnya berobah gelap dan dengan
kata-kata serius ia melarang, "Untuk hal itu, entah berapa banyak tenaga dan harta yang telah
kuhamburkan. Telah kubuat beberapa potong pakaian kulit yang khusus untuk menyeberangi
aliran sungai itu. Dengan pakaian itu jangankan hanya sungai yang deras arusnya, sekalipun) air
banjir mencurah dari langit, dengan mengenakan pakaian istimewa itu tetap kita dapat bergerak
bebas ke-mana-mana"."
"Apakah ayah hanya memiliki sebuah pakaian istimewa itu?" tanya Siangkwan Wan-ceng
dengan nada manja. "Kalau hanya sebuah, bagaimana aku meluluskan engkau hendak ikut serta?" balas bertanya
jago tua itu dengan tertawa.
Sejenak melirik kepada Han Ping, Siangkwan Wan ceng berkata pula, "Aliran sungai itu jauh di
dalam tanah. Sekalipun sudah mempunyai perlengkapan baju kulit tetapi bagaimana kita dapat menyusup
kebawah tanah " Tiba-tiba ketua Lembah-seribu-racun itu memandang kearah orangtua alis panjang lalu berkata
dingin, "Sebenarnya kedatanganku kemari perlu hendak memaksamu untuk memberitahukan
tentang lubang yang mencapai aliran dibawah tanah itu. Tetapi karena saat ini hatiku sangat
gembira, akupun tak mau membunuh orang.
Kalau engkau mau mengatakan jalan itu, tentu akupun takkan mengganggu jiwamu." Orang
tua alis panjang tertawa panjang.
Rupanya ketua Lembah- seribu-racun tak sabar menunggu. serunya bengis, "Seumur hidup
belum pernah aku berlaku begini baik hati. Kalau engkau masih tetap tak mau mengatakan,
jangan sesalkan kalau aku terpaksa bertindak ganas!"
Tiba-tiba orangtua alis panjang itu hentikan tertawa dan berkata dengan nada ramah, "Mudah
saja kalau suruh aku membawa kalian masuk kebawah tanah itu. Tetapi lebih dulu kalian harus
menunjukkan pakaian kulit itu kepadaku."
Ketua Lembah-seribu racun merenung sejenak, lalu berkata, "Seumur hidup belum pernah aku
berjumpa dengan orang yang berani membantah perkataanku"."
"Tujuan ayah yalah hendak mencari aliran dibawah bumi itu. Kalau dapat memaafkan orang,
kita harus memberinya maaf.
Masakan dia akan berani berbuat apa-apa kepada ayah kalau ayah memperlihatkan pakaian itu
kepadanya?" seru Siangkwan Wan-ceng.
Ketua Lembah seribu-racun memandang calon menantunya, menghela napas, ?"Ai, engkau anak
ini"." Ia menyingkap jubahnya dan mengambil sebuah bungkusan kain minyak, lalu berbisik, "Nak,
bukalah bungkusan itu agar mereka dapat melihat."
Siangkwan Wan ceng segera melakukan perintah. Isi bungkusan itu ternyata dua buah pakaian
dari kulit berbulu hitam yang lemas.
"Membuat dua buah pakaian dari bulu kera laut itu telah memakan waktu beberapa tahun.
Rahasia makam tua Wan ceng kerutkan alis lalu pelahan lahan memakai pakaian kulit itu. Ketua lembah seribu
racun membantu untuk menutup kancing dan memasangkan leher baju. Dalam sekejab saja
sijelita Siangkwan Wan-ceng menjadi seorang mahluk aneh yang berbulu hitam, Dalam pada
memperhatikan baju kulit yan lainnya, tak lepaslah pikiran Han Ping dari per golakan batin.
Adakah baik kalau ia saat itu segera turun tangan merebutnya"
"Bagus, bagus!" seru orangtua alis panjang seraya tertawa nyaring, "akupun kepingin juga
masuk kedalam makam tua itu.
"Hm, apakah engkau ingin pinjam baju kulit yang satu?" ketua Lembah-seribu-racun
mendengus. Orang tua alis panjang tertawa, "omong kosong, aku sudah punya pakaian yang lebih baik dari
itu. Mari, akan kubawa kalian kedalam aliran itu!"
Mendengar itu tergerak hati Han Ping. Ia melangkah maju menghampiri dan berbisik, "Apakah
aku boleh ikut dengan kalian?"
Orangtua alis panjang tertawa, "Boleh, boleh! Selain engkau, akupun hendak membawa juga
kera piaraanku itu!"
Kim lojipun bergegas menghampiri dam memberi hormat, "Lo-cianpwe, akupun ingin juga
masuk kedalam makam itu."
Sambil ayunkan langkah kemuka, orangtua alis panjang itu berseru, "Boleh, boleh, makin
banyak makin baik. Sambil berkata ia mulai mengemasi beberapa bbat-obatan dalam kamar itu.
Tak berapa lama nampaklah sebuah dmding batu. Menunjuk pada dinding batu itu ia berkata,
"Apabila dinding itu dibuka, itulah terowongan air yang akan menuju kebawah bumi."
Ketua Lembah-seribu-racun maju dan menutuk pelahan-lahan dinding itu.
Terdengar suara mengema dari dinding yang kosong. Ia berpaling arah orangtua alis panjang,
"Apakah perlu dengan pukulan untuk membuka dinding ini?"
"Sesungguhnya dulu terdapat sebuah pintu rahasia. Ketika kutempatkan obat-obatanku disini,
tiada sengaja pintu itu tertutup hingga"."
"Bagaimana caranya pintu itu menutup?" tanya ketua Lembah-seribu-racun.
"Aku tak ingat lagi!" jawab orangtua alis panjang, "kalau aku dapat memutarnya tentu tak perlu
kukatakan kepadamu" Ia berhenti sejenak lalu melanjutkan berkata lagi "Tetapi dibalik dinding batu ini terdapat
sebuah terowongan yang menuju kearah aliran dibawah tanah itu. Walaupun pintunya dibuka, tak
mungkin air akan melanda kemari."
Ketua Lembah seribu-racun tertawa menyeringai, "Biarlah kalian saksikan pukulanku yang
sekeras baja ini!" Habis berkata ia mengangkat tangan dan menghantam dinding, duk".
Tampak dinding itu berguguran lubang sampai beberapa jari dalamnya Diam-diam Han Ping
terkejut, "Hebat benar tenaga pukulannya. Tetapi entah berapakah dalamnya dinding itu. Kalau
menggunakan cara memukul itu, entah sampai kapan baru dapat jebol."
Cepat ia melesat dan berkata kepada jago tua itu, "Lo-cianpwe, harap beristirahat dulu.
Biarlah kugunakan pedang pusaka untuk membobolnya."
Pedang Pemutus-asmara memang sudah termashur dalam dunia persilatan. Betapapun
angkuhnya namun ketua Lembah-seribu-racun itu terpaksa harus mengalah. la segera menyingkir
kesamping. Han Ping melolos pedang Pemutus-asmara-setelah kerahkan tenaga lalu mulai menabas.
Ketajaman pedang itu memang tak bernama kosong. Dalam beberapa saat saja, dinding telah
bobol dan terbukalah sebuah lubang yang cukup untuk dimasuki orang.
Kim loji yang memperhatikan bagaimana mata ketua Lembah-seribu-racun selalu menatap
kepada pedang Pemutus-asmara saja, menghela napas dan beseru, "Ping-ji, hati-hatilah dengan
pedang-mu itu!" Ketua Lembah-seribu-racun sejenak memandang Kim loji lalu berkata kepada Siangkwan Wanceng,
"Nak, apakah pedang pusaka itu bukan milikmu" Biarlah ayah yang akan merebutnya
kembali untukmu!" Habis berkata ia terus melesat kedekat Han Ping. Tetapi Siangkwan Wan ceng cepat
menghadang dan berkata gopoh .
"Pedang itu bukan milikku, harap ayah jangan merebutnya."
Ketua Lembah-seribu racun tertegun lalu tertawa menyeringai, "Hm, kalau bukan milik kita,
akupun takkan mengambil"."
Kemudian ia bertanya kepada orangtua alis panjang apakah lubang dinding itu benar
terowongan yang menuju kebawah tanah.
"Apakah engkau takut?" seru orangtua alis panjang lalu mendahului melangkah masuk.
Ketua Lembah-seribu-racun gentakkan lengan, kedua ekor ularnya menjulur dan mendesis
untuk menghadang Han Ping dan Kim loji supaya jangan mendahului masuk. Tetapi ketika ia
hendak melangkah menyusul orangtua alis panjang, ternyata Siangkwan Wan-ceng sudah
mendahului melesat masuk.
Tetapi tokoh Lembah seribu-racun yang tersohor kejam dan ganas iiu, selalu bersikap ramah
dan menyayang terhadap Siangkwan Wan-ceng, "Ih, engkau ini, mengapa begitu terburu-buru?" katanya seraya
menyusul. Han Ping dan Kim lojipun segera ikut masuk, Ternyata terowongan itu memang cukup tinggi
untuk berjalan orang. Dan lebarnya cukup untuk dua orang. Gemuruh air tak sehebat seperti terdengar diatas tadi.
Setelah membiluk beberapa tikungan, suara air makin jelas sehingga menimbulkan rasa gigil
dalam hati. Tiba-tiba orangtua alis panjang berhenti dan berpaling, "Eh, mengapa bunyi air itu tak seperti
biasanya?" "Apanya yang lain?" tanya Siangkwan Wan-ceng.
"Biasanya suara air bergelora dahsyat tetapi mengapa sekarang hanya mendesir-desir"."
"Benar," teriak ketua Lembah-seribu-racun, "tentu sudah ada orang yang masuk kedalam
makam itu dan membuka pintu air."
"Karena air mendapat penyaluran maka tak mengalir kebawah sana."
"Benar," sahut Han Ping.
Ketua Lembah-seribu-racun berpaling, "Bagaimana engkau tahu?"
Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Han Ping terkesiap, "Menilik persoalannya, cepatlah kita dapat menduga. Tak perlu harus
banyak pikir." Ketua Lembah-seribu-racun menyeringai, "Huh, tak kira kalau engkau secerdas itu."
"Pintu besi disebelah muka itu, bila dibuka sudah merupakan terowongan air," kata orangtua
alis panjang. Saat itu mereka sudah tiba diujung terakhir dan berhadapan sebuah dinding batu.
Tiba-tiba ketua Lembah-seribu-racun suruh Singkwau Wan-ceng menyisih karena ia hendak
memeriksa dinding itu. Pada saat ketua Lembah-seribu-racun maju kemuka, Siangkwan Wan-cengpun menyisih
kesamping lalu gunakan ilmu menyusup suara berkata kepada Han Ping, "Aku hendak masuk lebih
dulu dengan dia. Entah apakah orangtua alis panjang yang mengatakan mempunydi daya untuk
mengatasi aliran air, dapat dipercaya atau tidak."
"Rasanya memang benar mempunyai cara," sahut Han Ping dengan gunakan ilmu
menyusupsuara juga. "Baik, aku hendak masuk dulu baru nanti akan kucari akal untuk menyambutmu," kata si nona.
Berkata Han Ping memberi peringatan kepada si nona agar berhati-hati karena tampak ketua
Lem-bah-senbu-racun itu beringas wajahnya.
"Biarlah," sahut Siangkwan Wan-ceng," toh aku juga tak dapat hidup lama Soal mati atau hidup
tak kuhiraukan lagi."
"Nak, kemarilah engkau. Air begini dahsyat arusnya, baiklah engkau jangan ikut menyebrang
saja!" tiba-tiba terdengar ketua Lembah-seribu-racun berseru kepada Siangkwan Wanceng.
Siangkwan Wan ceng cepat menghampiri. Han Ping dan Kim lojipun segera mengikuti.
Ternyata pintu besi pada dinding itu telah terbuka dan tampaklah air mendampar datang.
Tetapi rupanya orang yang membuat terowongan itu telah mengetahui lebih dulu akan hal itu.
Maka dikedua tepi pintu besi, dipasang dua buah pintu air. sehingga arus tak mungkin
menerobos keluar dari dinding.
Karena lahir didaerah Sepak yang jarang terdapat sungai, maka Siangkwan Wan cengpun tak
pandai berenang. Ia terkejut melihat kedahsyatan arus air itu.
"Kalau aku mengikuti ayah dibelakang, tentu takkan terjadi suatu apa. Aku tak takut yah,
sahutnya. Ketua Lembah-seribu-racun menghela napas, "Ah, sungguh seorang anak yang keras kepala.
Sedang aku sendiri saja merasa ngeri mengapa engkau tak takut?"
"Ai, kecuali ayah tak jadi, akupun juga tak jadi"." seru Siankwan Wan-ceng dengan nyaring.
Ketua Lembah-seribu-racun tersenyum, "Apakah ucapanmu itu engkau perdengarkan untukku"
"ia gentarkan kedua lengannya dan kedua ekor ular segera meluncur kebawah kakinya.
"Ai, sudah tentu kuperdengarkan untuk ayah. Kalau tak percaya marilah kita kembali saja," seru
Siangkwan Wan-ceng. "Ya, ya, anggap saja kalau engkau bicara kepadaku," kata ketua Lembah-seribu racun seraya
mulai mengenakan pakaian kulit.
Iapun melepas sehelai sabuk sutera dan diberikan kepada Siangkwan Wan ceng, "Nak. ikatlah
tubuhmu dengan ujung sabuk ini, habis memberikan ujung sabuk. ia sendiripun lalu mengikat
ujung lain pada pinggangnya.
Setelah mengikatkan sabuk pada tubuhnya. Siangkwan Wan-ceng lalu berteriak, "Yah, mari kita
jalan." Walaupun nadanya keras tetapi suaranya mengandung getar perasaan yang rawan.
"Jangan menutup pintu besi ini dulu. Apabila dalam sehari semalam kami tak kembali, bolehlah
engkau tutup"." kata ketua Lembah-seribu-racun kepada orangtua alis panjang.
"Tetapi andaikata kalian segera akan menutup pintu itu, akupun tak takut," ketua Lembah-seriburacun menambahkan kata-kata lagi.
Dengan mencekal kedua ekor ularnya lalu pelahan-lahan menuju kearah aliran air.
Siangkwan Wan-ceng sejenak berpaling kearah Han Ping lalu cepat melangkah maju
mendahului dimuka ketua Lembah-seribu racun.
Han Pingpun menyelinap dari samping orangtua alis panjang untuk menyusul dibelakang ketua
Lembah-seribu-racun. Lebih kurang enam langkah, tibalah mereka di tepi alian sungai itu. Serangkum hawa dingin,
menghembus Siangkwan Wan-ceng yang berjalan paling muka mau tak mau menggigil.
Cepat ia berpaling kearah ketua Lembah-seribu-racun, "Yah"."
Tetapi serta melihat Han Ping berada dibelakang ketua Lembah-seribu-racun, entah bagaimana,
ia lupa untuk bicara lebih lanjut.
"Nak, cobalah engkau pikir lagi mumpung belum terlambat. Engkau mau ikut atau tidak sahut
ketua Lembah seribu racun.
Sebagai jawaban nona itu terus loncat kedalam air.
"Hm, benar-benar anak perempuan yang keras kepala," ketua Lembah seriDu-racun menghela
napas lalu loncat juga kedalam air.
Arus sungai itu ".memang dasyat sekali. Kedua orang itu segera tenggelam kedasar sungai
dan tak kelihatan lagi. Sambil memangdang kepermukaan sungai, Han Ping berkata seorang diri, "Hm, arus. yang
hebat." Orangtua alis panjang itu tertawa gelak-gelak, "Ha, ha, kurasa kedua orang itu tentu mati."
"Mereka memakai pakaian kulit, mana bisa mati tenggelam?" bantah Han Ping.
"Selain arusnya hebat, pun arus itu berputar-putar seperti roda terus masuk kedalam bumi
Kalau tidak makan tiga hari tiga malam, orang masih kuat bertahan. Tetapi kalau tak bernapas
beberapa waktu saja, mana orang tahan?"
Seorang yang menyakinkan ilmu tenaga-dalam dapat menghentikan pernapasannya sampai
sejam dua jam," kata Han Ping pula.
Orangtua alis panjang tertegun, serunya, "Oh, hal itu aku tak tahu."
"Menilik keadaan arus, kemungkinan pintu air dalam makam itu tentu sudah dibuka orang,"
tiba-tiba Kim loji menyelutuk, "kalau mau pergi, kita harus lekas bertindak."
"Benar"." Han Ping berpaling kepada orangtua alis panjang, katanya, "lo-cianpwe mengatakan
mempunyai cara untuk melintasi aliran air itu, lalu bagaimanakah caranya?"
Orangtua alis panjang tersenyum, "Jauh lebih aman dari cara mereka. Kalian tunggu
sebentar!"ia berputar diri dan lari.
"Hayo, kita kejar, jangan sampai dia menutup pintu besi!" seru Kim loji.
"Tak perlu," Han Ping gelengkan kepala, "rasanya dia bukan orang yang berbabaya."
Tak berapa lama, orangtua alis panjang itupun kembali bersama seekor kera bulu emas.
"Apakah engkau hendak membawanya juga?" tanya Kim loji.
"Apa yang kukatakan tentu kulakukan. Sudah berpuluh tahun dia ikut padaku. Kali ini, kita
entah hidup atau mati. Biarlah kubawanya sebagai kawan," jawab orangtua alis panjang.
"Bukankah sudah ada kita berdua sebagai kawan" Apakah masih kurang cukup?"
Orangtua alis panjang tertawa, "Kera ini sejak kecil sudah ikut aku. Dia sudah seolah olah
menjadi kaki tanganku, sewaktu-waktu dapat menolong aku."
Kim loji tak mau berbantah lagi. Ia mendesak supaya segera orangtua alis panjang itu
mengatakan caranya melintasi arus sungai.
Orangtua itu memandang kesebelah kiri lalu tersenyum, "Ketua Lembah seribu racun itu,
congkak bukan main. Dia tak mau berpikir, kalau aliran sungai disini bisa tembus kedalam makam, orang yang
mendirikan makam itu tentu akan meningalkan sesuatu barang untuk melintasi aliran air. .
Kim loji memandang kian kemari tetapi tak melihat suatu apa. Ia kerutkan kening.
Orangtua alis panjang tertawa gelak-gelak, "Kalau alat yang ditinggalkan disini oleh pendiri
makam itu mudah dilahat, tentu ketua Lembah-seribu-racun sudah dapat menemukan."
Ia berputar diri melangkah dua tindak, menarik dinding batu. Bum". terdengar suara gemuruh
dan dinding itu tiba-tiba terbuka sebuah lubang besar.
Han Ping cepat menghampiri. Dilihatnya didalam lubang itu seperti terdapat sebuah benda yang
bentuknya mirip dengan peti mati.
Orangtua alis panjang mencekal benda mirip peti mati itu lalu ditariknya keluar.
Terdengar pula suara gemuruh ketika benda menyerupai peti mati itu berderak derak keluar.
Ternyata benda itu memang kepalanya mirip peti mati tetapi ekornya ternyata serupa dengan
buritan perahu. Dibawahnya terdapat enam buah roda kayu masing sebesar setengah meter. Entah terbuat dari
apakah benda yang mirip perahu itu.
Walaupun sudah berselang sekian puluh tahun tetapi tampaknya masih tetap baru.
Sambil membuka penutup perahu, orangtua alis panjang itu tertawa, "Hayo, kita naik kedalam!"
Karena melihat kedalam perahu itu sudah tersedia tempat duduk, Kim lojipun segera
melangkah masuk. Demikian pula Han Ping. Dikanan kire perahu itu dilengkapi dengan dua buah pintu kaca
sehingga air tak dapat masuk tetapi orang dapat melihat keluar.
Diam-diam Han Ping menimang, "Hm, rupanya perahu ini memang alat untuk melintasi aliran
sunigai. Pendiri makam tua itu sungguh seorang ajaib. Dengan susah payah ia membangun makam
tetapi rahasia makam itu ia lukis pada kotak pedang Pemutus-asmara. Pula telah menyediakan
peti kayu untuk melintasi arus sungai.
Ketiga peninggalannya itu benar membingungkan orang, seakan-akan ia hendak membuka
kesempatan supaya orang masuk kedalam makam itu "."
Sambil menggendong kera peliharaannya, orang tua alis panjang juga masuk dan duduk lalu
menutup penutupuya. Saat itu gelap peti yang menyerupai perahu aneh itu.
"Lo cianpwe, kalau kita masuk semua, lalu cara bagaimana perahu itu akan meluncur kedalam
air?" tanya Han Ping.
"Sudah tentu ada caranya," kata orangtua alis panjang lalu tiba-tiba ulurkan tangan,
menggerakgerakkan kepala perahu.
Hai". peti yang menyerupai perahu itu tiba-tiba berjalan. Han Ping, Kim loji dan orangtua alis
panjang itu bergoncang-goncang tubuhnya karena dihempas oleh perahu yang berderak- derak
keras. Tak berapa lama, goncangan itupun lenyap. Ketika Han Ping membuka jendela kaca dan
memandang keluar ternyata perahu itu sudah meluncur didalam air dan berjalan pesat.
Tiba-tiba mereka melihat dua sosok benda hitam berputar-putar dalam kisaran air.
Dengan matanya yang amat tajam dapatlah Han Ping melihat kedua benda itu terbungkus
dalam pakaian kulit binatang.
Tetapi ia tak dapat membedakan mana ketua Lembah-seribu-racun, mana Siangkwan Wanceng.
Tampak salah seorang berusaha untuk menyambar peti perahu. Tetapi karena arus terlampau
deras dan peti perahu itu tak terdapat bagian yang dapat dibuat pegangan, maka perahupun
meluncur terus, meninggalkan kedua orang itu dibelakang.
Han Ping memekik keras. "Ping ji, kenapa engkau?" tegur Kim loji.
"Mereka tentu mati!" , Kim loji tertawa gembira, "Apa ketua Lembah-seribu-racun itu yang
engkau maksudkan" Kalau dia mati, bukankah kita berkurang seorang musuh yang tangguh Mengapa engkau
merasa sayang?" "Tetapi nona Siangkwan"." ia tak melanjutkan kata-katanya tetapi terus berseru sekeraskerasnya
kepada orangtua alis panjang, "Lo-cianpwe, apakah penutup peti ini dapat dibuka, aku
hendak keluar!" "Aku masih ingin hidup sampai dapat melihat keadaan makam tua itu. Penutup dibuka, kita
pasti mati semua!" sahut orangtua alis panjang dengan nada dingin.
Han Ping menghela napas, "Ah lo cianpwe benar"."ia tundukkan kepala berdiam diri.
"Ping-ji," kata Kim loji pelahan, "nona Siangkwan walaupun melepas budi besar kepadamu,
tetapi dia sudah menjadi menantu dari ketua Lembah-seribu-racun, engkau"."
"Paman!" tukas Han Ping agak keras, "janganlah memandang rendah pribadiku.
Seorang lelaki harus membalas setiap budi yang diterimanya. Aku tak menganggap apa-apa
kepadanya kecuali sebagai seorang yang pernah melepas budi kepadaku. Dan budi itu harus
kubalas!" "Hai, harap kalian jangan ribut2 saja!" tiba-tiba orangtua alis panjang berteriak," kita segera
akan mencapai makam itu!"
Dan serempak dengan kata-katanya itu tiba-tiba perahu berguncang keras lalu berhenti.
"Hai, mengapa berhenti" Apakah rusak" seru Kim loji.
"Mungkin sudah sampai dimakam itu," sahut orangtua alis panjang.
Melihat bagaimana dahsyat arus aliran air, Han Ping kerutkan alis, menggumam, "Ah, mungkin
perahu memang rusak"."
Belum habis berkata tiba-tiba perahu itu bergoncang keras dan meluncur kebawah.
Bum".! bergoncang keras lagi lalu perahupun mulai meluncur kemuka pula. Kali ini agak
lambat jalannya. Han Ping terkejut. Ia duga perahu itu rusak atau aliran air yang berobah makin rendah.
"Lo-cianpwe, apakah engkau dapat menghentikan perahu!" serunya kepada oiangtua alis
panjang. Orang tua itu mengiakan lalu me mutar alat penggerak roda perahu. Perahu berputar-putar
keras, sepeminum teh lamanya baru berhenti.
Dari kaca jendela dapatlah Han Ping melihat bahwa saat itu perahu berhenti diantara dua buah
dinding batu. Air disitupun kecil alirannya. Ketika memandang dinding itu dengan seksama, berserulah Han
Ping kaget "Hai, apakah benar-benar sudah tiba di makam itu?"
"Kita buka saja penutup perahu ini!" seru Kim loji.
Tiba-tiba Han Ping tertawa keras, "Benar sudah tiba di makam itu. Tetapi entah siapakah yang
menutup pintu air" Kalau terlambat sedikit, kita tentu sukar masuk kemari."
Memang air yang menggenangi tempat itu cepat sekali menyusut. Tak berapa lama sudah
mencapai dasar perahu. Sekali mendorong keras, orangtua alis panjang membuka penutup perahu. Tetapi aneh sekali.
Penutup perahu itu hanya dapat terbuka separoh.
Entah bagaimana seolah-olah seperti tertindih suatu tenaga kuat. Begitu terbuka, penutup
perahu itupun menutup kebawah lagi.
Kim loji tergerak hatinya, cepat ia berseru, "Diluar ada orang. Ping ji, bersiaplah menghadapi
musuh. Aku akan membantunya membuka penutup perahu."
Orangtua alis panjang tertawa nyaring. Ia menepuk bahu kera bulu emas, "Bantulah!"
Kera bulu emas itu segera bantu mendorong penutup perahu. Orangtua alis panjang dan Kim
lojipun segera kerahkan tenaga mendorong.
Han Ping berdiri lebih dulu sambil rangkapkan kedua tangan kedada. Memandang kemuka
tampak ketua Lembah seribu-racun memanggul Siangkwan Wan-ceng, berdiri kira2 dua tiga meter
jauhnya Kedua ekor ularnya tetap melilit ditubuhnya.
Air hanya sampai pada lututnya.
" "Dia". bagaimana?" seru Han Ping cemas.
"Apa pedulimu".sahut ketua Lembah-seribu-racun dengan nada dingin. Matanya berkilat-kilat
memandang orangtua alis panjang, serunya, "Tersedia perahu yang dapat melintasi arus sungai,
mengapa engkau tak memberitahu kepadaku?"
Orangtua alis panjang itu menyahut dengan riang gembira" "Siapa suruh engkau tak
mendengar kata-kataku"."
Tiba-tiba terdengar suara orang berseru, mengatakan kalau air sudah surut.
Ketua Lembah-seribu-racun cepat melesat kedalam perahu dan berseru; "Lekas duduk dan
tutuplah penutupnya."
Tetapi orangtua alis panjang hanya mendengus, "Hm, perahu ini adalah milikku. Aku mau
duduk atau berdiri. itu sesuka hatiku.
Mengapa engkau berani memerintah aku, hayo, lekas engkau keluar!"
Seumur hidup belum pernah ketua Lembah-seribu racun dimaki orang seperti itu. Sesaat ia
terlongong, serunya, "Apakah engkau memaki aku?"
"Sudah tentu memaki engkau"." tiba-tiba oTang tua alis panjang itu tertawa karena geli
melihat ketua Lembah-seribu-racun tak tabu kalau dimaki.
"Sst, pelahan saja, ada orang datang," Kim loji cepat menggamit baju orangtua itu.
Han ping tahu kalau orangtua alis panjang itu tak mengerti ilmusilat, Diam-diam ia kerahkan
tenaga untuk melindunginya apabila ketua Lembah-seribu racun turun tangan.
Tetapi diluar dugaan, momok ganas seperti ketua Lembah-seribu racun itu, ternyata tak marah
karena dimaki orangtua alis panjang. Ia letakkan tubuh Siangkwan Wan-ceng, melolosi pakaian
kulit lalu mengurut jalandarahnya.
Setelah nona itu tersadar, baru ia sendiri juga membuka pakaian kulitnya "Kalau tak mencekal
perahumu, mungkin aku tak kuat menahan arus. Ya, kali ini kuampuni jiwamu," serunya kepada
orangtua alis panjang. Siangkwan Wan-ceng memandang kepada Han Ping dan berseru, "Apakah aku berada dalam
mimpi" Dimanakah kita sekarang?"
Han Ping tertawa, "Kita masih hidup dan saat ini berada didalam makam tua itu."
Sambil memberesi rambutnya yang kusut, nona itu mengatakan kalau ia pingsan dilanda arus
air yang hebat. "Semoga kita terkurung dalam makam ini sampai satu bulan baru dapat keluar lagi," ia
menghela napas. Han Ping tak tahu kalau ucapan nona itu mengandung maksud yang dalam, yalah secara halus
hendak memberitahukan bahwa dalam satu bulan itu ia tentu sudah mati. Han Ping menduga
mungkin pikiran nona itu tidak terang akibat pingsan maka dengan sekenanya saja ia menyahut,
"Mudah-mudahan kita dapat melaksanakan cita2 hati kita dan lekas-lekas tinggalkan tempat ini."
Ketua Lembah-seribu-racun mendengus, "Anak, engkau sudah ada yang punya. Aku dan
ayahmu adalah tokoh-tokoh yang ternama. Kalau bicara supaya yang lurus, jangan omong
sembarangan." Pelahan lahan Siangkwan Wan ceng berbangkit lalu berpaling menatap calon mertuanya, "Sejak
kecil aku memang biasa begitu.
Ayahbundaku yang melahirkan aku saja tak dapat mengurusi, masakan engkau hendak meributi
aku!" Ketua Lembah-seribu-racun batuk-batuk lalu menjawab, "Tetapi sekarang lain keadaannya.
Engkau adalah menantu keluarga Leng."
Tiba-tiba nona itu tertawa mengikik, "Kalau aku mati?"
"Ucapanku seteguh gunung. Walaupun engkau meninggal tetap akan kubawa jenazahmu ke
Lembah-seribu-racun," sahut jago tua itu.
Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Siangkwan Wan ceng tertawa rawan, "Tak perlu kuatir! Waktu masih hidup belum tentu dapat
masuk kedalam keluarga Leng tetapi kalau mati sudah tentu akan menjadi setan dari keluarga
Leng!" "Nak, apakah engkau menyesal?" berobahlah wajah orang tua Lembah-seribu-racun seketika.
"Tak pernah ada tindakan yang kusesali". yang sudah kujanjikan, tentu takkan kuingkari lagi,"
sahut si nona. Orang tua Lembah-seribu-racun tiba-tiba menghela napas, "Bila Siangkwan Ko dapat mengasuh
engkau sampai sekian besar, masakan aku tak dapat" Nak, asal engkau tak lupa bahwa
kehidupanmu sekarang ini sudah menjadi orang keluarga Leng, apapun yang hendak engkau
lakukan aku tentu tetap akan melindungi engkau."
Dua titik airmata meluncur dari mata Siangkwan Wan-ceng, "Mungkin umurku pendek, tak
dapat memenuhi kecintaan hati ayah."
"Hai, siapa itu!" tiba-tiba terdengar suara bentakan keras.
Ketua Lembah-seribu-racun tertawa dingin, "Hm, orang celaka!"
Bentakan ketua Lembah seribu-racun itu bernada kuat sekali sehingga menimbulkan gelombang
kumandang yang bergema lama. Orang yang berseru tadipun serentak diam. Rupanya tak mau
mengunjuk diri lagi. Ketua Lembah seribu-racunpun segera suruh Siangkwan Wan ceng keluar dari tempat
persembunyiannya kerena sudah diketahui orang.
Han Ping anggap perkataan itu memang benar. Menilik bahwa pintu air terbuka lalu ditutup
lagi, jelas mengunjukkan bahwa didalam makam itu telah didatangi beberapa orang. Demikian
iapun keluar dari perahu aneh itu diikuti Kim loji dan orangtua alis panjang.
"Mengapa perlu membawa binatang yang suka meliar" Bagaimana kalau kulenyapkan saja,"
seru ketua Lembah-seribu-racun kepada orangtua alis panjang.
"Coba saja kalau engkau hendak mengusiknya," sahut orangtua alis panjang.
"Hm, aku tak percaya pada segala omong besar"." tiba-tiba ketua Lembah-seribu-racun menyambar
tangan Siangkwan Wan-ceng dibawa mundur sampai dua tombak jauhnya.
Melihat itu Han Ping sudah mempunyai firasat tak baik. Cepat ia berseru meminta Kim loji
mundur merapat dinding. Orangtua alis panjang terlongong heran mengapa orang-orang itu berloncatan menyingkir.
Baru ia hendak bertanya tiba-tiba tampak segumpal sinar api meluncur dan menghantam
keatas perahu aneh. Dar! terdengar letusan dan gumpal sinar itupun meledak menjadi umpalan asap.
"Lo-cianpwe, lekas menyingkirlah!" Han Ping meneriaki orangtua alis panjang.
Rupanya orangtua alis panjang itu menyadari dirinya dalam keadaan bahaya. Cepat ia
menyelinap bersembunyi dibelakang perahu.
Tetapi kera bulu emas itu kalah tajam perasaannya. Melihat tuannya bersembunyi diapun hanya
bercuit-cuit aneh. Cress". benda berapi yang meluncur, tepat mengenai kera bulu emas itu. Seketika terbakarlah
badan kera itu. Melihat itu orangtua alispanjang nekad hendak menghampiri tetapi dicegah Han Ping dengan
mencekal tangan orangtua itu, serunya, "Lo cianpwe, keramu terkena anakpanah berapi yang
terbuat daripada belirang.
Bukan saja sukar dipadamkan pun kita sendiri juga terancam bahaya. Jangan sembarangan
bergerak!" Walaupun melarang siorangtua bergerak, tetapi ia sendiri tak sampai hati melihat kera itu
terbakar. Sekali loncat ia melayang ketempat kera dan secepat kilat menampar punggung
binatang, lalu menggaet kakinya.
Bluk, kera itupun rubuh. Kemudian dengan cepat ia mengguling-gulingkan kera itu ketanah
sehingga api pada badannya padam.
Wut". kembali terdengar melayangnya benda berapi dari belirang. Untunglah karena kera itu
sudah diguling gulingkan ketanah, benda berapi itu tak dapat mengenainya.
Panah berapi itu menancap kedalam "dinding. Mirip dengan sebatang tombak.
Ujungnya dilekatiselembar panji segi tiga warna hitam. Dari api yang masih menyala tampak
juga gambar sulaman pada panji itu berupa tengkorak putih.
Han Ping bergerak cepat. Setelah dapat menghindari panah tombak, ia memondong kera itu
dan loncat kebelakang perahu.
Orangtua alis panjang tak putusnya memuji, "Anakmuda, pada masa ini walaupun banyak
orang yang meyakinkan ilmu Racun dan obat-obatan beracun, tetapi yang patut mendapat gelar
sebagai Manusia Racun, mungkin hanya kita berdua"."
Ia mengeluarkan dua butir pil lalu dimasukkan kemulut kera bulu etmas. Setelah menelan pil,
kera itupun pejamkan mata dan tidur.
"Telah kuberinya minum racun yang paling ganas." katanya, "karena aku tak mempunyai
harapan akan dapat keluar dengan selamat dari makam ini, maka akupun tak rela kalau kera yang
telah kupelihara berpuluh tahun ini akan diambil orang.
Dalam tiga hari setelah dia sadar dari tidurnya, dia akan berobah menjadi kera yang luar biasa
tenaganya. Mampu untuk merobek-robek harimau. Tokoh persilatan yang sakti, pun tak mudah
mengalahkannya. Dia akan merobah liar dan ganas. Sekarang hendak kuajarkan kepadamu cara
untak menguasai kera itu.
"Asal engkau menurut ajaranku, kera itu tentu akan mau mengerjakan apa suja yang engkau
perintahkan"." Ia berhenti sejenak menghela napas, lalu melanjutkan pula, "Tak usah engkau merasa kasihan
kepadanya. Setelah dalam tiga hari ia mencurahkan seluruh sisa tenaganya, dia tentu akan mati
sendiri. Maka selama dia masih hidup, suruhlah dia mengerjakan apa saja yang engkau inginkan."
Belum Han Ping hendak membuka mulut, orang tua alis panjang itupun berkata lagi, "Saat ini
kita berada dalam bahaya, setiap waktu setiap detik jiwa kita terancam, Sekarang lekas engkau
dengarkan dan ingat apa yang hendak kuajarkan."
Han Ping mengiakan. Dan dengan berbisik-bisik orangtua alis panjang itupun segera
menurunkan ilmunya untuk menguasai kera.
Samar-samar seperti terdengar dua buah jeritan ngeri dan rintihan dari orang yang tengah
meregang jiwa. "Hm, ternyata makam ini memang telah didatangi orang," pikir Han Ping.
"Eh, apakah engkau sudah ingat apa yang kuajarkan?" tanya orangtua alis panjang."Sudah."
"Bagus, dalam sepeminum teh lamanya, kera itu tentu bangun. Engkau boleh mencoba apakah
dapat menguasainya atau tidak?" kata orangtua alis panjang.
Tiba-tiba terdengar suara gadis melengking, "Ji siangkong, harap suka datang kemari, aku
hendak bicara kepadamu. Han Ping terkejut. Jelas didengarnya bahwa yang memanggil itu bukan suara Siangkwan Wanceng.
"Siapakah engkau?" serunya bertanya.
"Asal kemari engkau tentu dapat mengetahui sendiri. Apakah engkau takut?"
Han Ping cepat berbangkit dan melangkah kearah suara itu. Tiba-tiba Kim loji memberi
peringatan supaya Han Ping jangan bertindak gegabah.
"Ping-ji, waktu engkau bertempur dihalaman makam, kulihat ilmu kepandaianmu bertambah
maju pesat sekali, Hal itu tentu makin menambah nafsu musuh untuk membunuh engkau," kata
Kim loji. "Ji siangkong, Ji siangkong"." kembalisuara itu terdengar pula. Nadanya penuh dengan rintih
kesakitan dan kasihan. "Harap paman jangan kuatir," kata Han Ping dan iapun terus menghampiri ketempat suara
itu". JILID 3 Musuh bermusuh. "Ping-ji, tunggulah!" teriak Kim loji, "kita sama-sama pergi!" ia terus berbangkit dan mengikuti
dibelakang Han Ping. Sejenak merenung, Han Ping berkata, "Lo-cianpwe ini tak mengerti ilmusilat, lebih baik paman
tinggal disini untuk melindunginya!"
Kim Ioji tersenyum, "Baik, mungkin kalau aku ikut, tentu merepotkan engkau"."
Kemudian berhenti sejenak, ia meLanjutkan berkata pula, "Kalau menghadapi bahaya, harap
engkau lekas-lekas kembali kemari". "
Lalu dengan kata bisik-bisik ia memberi pesan agar Han Ping jangan gegabah bertempur dengan
orang apabila tidak perlu.
Han Ping mengiakan. "Menurut pengamatanku," kata Kim loji, "nona itu tentu menderita sesuatu sehingga ia terpaksa
menerima menjadi menantu dari ketua Lembah-seribu racun. Tentulah bukan atas kehendaknya
sendiri." Han Ping memang mengindahkan pamannya itu. Dia tak mau membantah dan mengatakan akan
melihat bagaimana keadaan yang sesungguhnya, "Yang memangil aku tadi, tentulah seorang
gadis yang tengah menderita luka."
Kim loji menghela napas, "Ping ji, bukan aku seorang yang banyak curiga tetapi aku memang
sudah melihat banyak makan asam garam dunia persilatan. Pergilah tetapi harus hati-hati."
Han Ping mengangguk lalu ayunkan langkah menuju kearah suara yang memanggil namanya tadi.
Yang dilaluinya itu sebuah jalan terowongan yang lebarnya hanya beberapa depa. Suara gadis
yang memanggil namanya dan taburan senjata rahasia bukan berasal dari satu arah.
Setelah berjalan tiga empat tombak, Han Ping tetapi belum menemukan suatu apa. Diam-diam ia
heran, pikirnya, "Aneh, apakah dia sudah terbunuh"
"Hai, siapakah yang memanggil aku tadi?" teriaknya dengan keras.
Tetapi yang menjawab hanyalah kumandang suara teriakannya. Gadis yang dipanggil itu sama
sekali tak kedengaran suaranya.
"Aneh," pikirnya.
Han Ping mendengus dingin. Ia memandang kemuka dengan seksama. Ternyata tiga tombak
disebelah muka pada kedua tepi terowongan, tampak seperti dilintas oleh sebuah simpang jalan.
Dia heran dan makin keras dugaannya bahwa makam itu tentu telah dimasuki orang.
Ketika tiba diujung terowangan, tiba-tiba dari jalan yang melintang itu muncul sesosok tubuh yang
lari menyongsong. Han Ping cepat berhenti, menghindar kesamping. Bermula ia hendak membiarkan orang itu lewat
tetapi karena dibelakangnya terdapat Kim loji dan orangtua alis panjang, Han Pingpun buru-buru
melintang ditengah jalan lagi.
Cepat sekali orang itu tiba. Melihat ada orang menghadang ditengah jalan, tanpa berkata apa-apa,
dia terus menghantam. Sambil menangkis Han Ping membetaknya, "Huh, mengapa datang terus memukul?"
Ketika pukulan saling beradu, orang itu tersurut mundur dua langkah. Ketika memperhatikan, Han
Ping melihat pendatang itu seorang bertubuh kecil, mengenakan pakaian pendek dan punggung
menyangul sebuah bungkusan panjang.
Orang itu tertegun. Rupanya dia terkejut melihat kesaktian Han Ping, "Siapa engkau!" bentaknya
marah. Han Ping tertawa dan balas bertanya, "Dan engkau sendiri siapa "
Diam-diam orang itu kerahkan tenaga dalam, siap hendak menghantam. Namun mulutnya pura2
berkata, "Kita tak kenal, mengapa engkau menghadang jalanku?"
Han Ping terkesiap. Dia tak dapat menjawab pertanyaan orang yang memang tepat.
Tiba-tiba terdengar pula jeritan nyaring. Jeritan kematian. Lalu menyusul terdengar suara tertawa
panjang. Pendatang yang bertubuh kecil itu rupanya gemetar mendengar jeritan itu. Dia berpaling dan
menjerit, "Ular ".,.!"- ia ulurkan tangan menyambar ketanah.
"Heh, hei, ular beracun ganas, jalan kearah kematian".," tiba-tiba terdengar suara orang tertawa
dingin dan tahu-tahu pendatang yang dihadang Han Ping itupun rubuh ketanah.
Seekor ular kecil melesat dari tubuh orang itu dan meluncur lari. Rupanya orang itu telah berhasil
mencengkeram ular kecil tetapi sebelum sempat meremas, ular itu sudah menggigitnya sehingga
mati. Walaupun tempat gelap sehingga tak dapat melihat jelas warna ular kecil itu tetapi Han Ping
menduga ular itu tentu ular peliharaan ketua Lembah-seribu-racun. Diam-diam Han Ping terkejut
akan kegesitan ular kecil itu dan racunnya yang luar biasa ganasnya.
Tiba-tiba ia mendapat pikiran lalu berteriak keras, "Leng lo cianpwe, apakah masih belum mulai
bergerak?" Terdengar penyahutan yang bernada dingin, "Saat ini makam telah diliputi oleh hawa
pembunuhan, Karena memandang anak menantuku, kali ini kuampuni jiwamu. Tetapi kalau lain
kali bertemu lagi, tentu tak kuberi ampun."
Seketika teringatlah Han Ping akan diri Siangkwan Wan-ceng. Mengapa nona itu tak
menampakkan diri" Sarentak ia berseru, "Harap Leng lo cianpwe tunggu dulu sebentar, aku masih
hendak mohon keterangan."
SAmbil berkata ia terus lari menuju ketempat yang diduga tentu terdapat ketua Lembah seriburacun.
Tetapi tokoh dari Lembah-seribu-racun itu tak kedengaran suaranya.
"Siapa itu?" tiba-tiba dari jalan yang melintang terowongan terdengar suara bentakan bengis dan
meuyusul deru angin pukulah yang dahsyat.
Tetapi Han Ping sudah bersiap Sambil menangkis, iapun berkisar kesamping. dar, terdengar
letupan dari kedua pukulan yang beradu.
"Tua beracun, sudah duapuluh tahun tak muncul, sekarang jauh lebih hebat pukulanmu!" seru
orang itu. JeJas dia salah sangka, mengira Han Pmg sebagai ketua Lembah-seribu-racun.
Han Ping terkejut, Dia tak tahu siapa orang itu. Tiba-tiba ia mendapat pikiran. Tegak tempelkan
tubuh paka dinding dan berdiam diri.
Beberapa saat kemudian terdengar pula orang itu berseru, "Ho, tua bangka beracun, sekalipun tak
mau menjawab, tetapi jangan harap engkau dapat mengelabuhi aku!"
Han Ping menyadari bahwa setiap orang yang masuk kedalam makam tua itu, kenal atau tak
kenal, tentu mengandung hati bermusuhan. Beberapa kali ia mendengar jeritan ngeri dari setiap
orang yang rubuh binasa. Bahkan dengan mata kepala sendiri tadi ia menyaksikan ketua Lembah-seribu racun melepas ular
berbisa untuk membunuh orang.
Maka Han Pingpun berlaku hati-hati dan waspada.
Karena tak mendapat penyahutan, rupanya orang itu tak sabar. Terdengar ia ayunkan langkah
menghampiri. Rupanya ia hendak memberi kesan bahwa ia berjalan pelahan maka langkah-kakinyapun
terdengar berat. Tak berapa lama, langkah kaki itupun berhenti. Sebagai gantinya sesosok tubuh melayang keluar.
Han Ping cepat hendak ayunkan pukulannya tetapi tiba-tiba ia teringat sesuatu. Orang itu berjalan
dengan langkah berat, tentulah hendak memasang perangkap.
Bluk". orang itu membentur dinding disebelah depan dan rubuh. Semula Han Ping terkejut tetapi
setelah melihat dengan seksama barulah ia mengetahui bahwa yang melayang dan membentur
dinding itu hanya seperangkat tulang kerangka manusia.
Mayat itu dilemparkan orang dengan tenaga dalam. Apabila tadi Han Ping terus turun tangan
tentulah dia masuk perangkap.
"Hm, orang-orang persilatan memang licik. Sekali tak hati tentu mati," diam-diam ia menghela
napas. Tiba-tiba sebatang korek melayang kesamping tengkorak itu. Apinya menyala terang.
Han Ping cepat menyurut mundur sampai dua tombak untuk menghindari sinar api.
Sesaat kemudian muncullah seorang lelaki tinggi besar. Dia melangkah pelahan-lahan ke
terowongan dan berdiri ditengah simpangan. Walaupun rambut dan jenggotnya sudah putih
namun sikapnya tetap perkasa.
Setelah memandang sekeliling beberapa saat, ia menengadahkan muka dan tertawa keras.
"Tua beracun," serunya, "apa-apaan engkau main sembunyi seperti tikus begitu"
Apabila aku sudah keluar dari makam ini tentu akan kucopot papan nama Lembah-seribu-racun
disarangmu!" Sekonyong-konyong dari arah terowongan disebelah muka terdengar suara lengking jeritan dan
derap kaki orang berlari.
Seorang dara baju hitam yang rambutnya terurai memanjang, lari tergopoh-gopoh.
Orang tinggi besar tiba-tiba lintangkan tangannya menghadang dan menyarabar dara itu.
Entah dara itu membiarkan dirinya dicekal atau memang sudah letih maka sampai begitu mudah
dicengkeram oleh orang tinggi besar itu seperti burung rajawali mencengkeram anak ayam.
Dari sinar korek yang memancar terang, dapa lah Han Ping mengetahui bahwa gadis baju hitam
itu tak lain yalah Ting Ling, salah seorang kedua taci-beradik puteri Lembah Setan. Tetapi
mengapa Ting Ling, berada dalam makam situ dan mengapa pula tampaknya ia berlari-lari
sedemikian gopoh seperti melihat setan"
Rupanya karena merasa tak dapat meloloskan diri, Ting Lingpun memejamkan mata dan diam.
Orangtua tinggi besar itu menutuk jalandarah Ting Ling lalu ditaruh ditempat yang gelap
Tetapi pada saat orang tinggi besar itu berputar tubuh tiba-tiba meluncur sepercik sinar dan
padamlah api korek tadi. Terowongan kembali gelap gulita.
Secepat kilat Han Ping mengempos semangat dan melangkah kembali kemulut terowongan yang
ditempatinya tadi. "Hai, siapakah itu?" kembali terdengar orangtua tinggi besar itu berseru seraya tamparkan tangan
memukul Han Ping. "Engkau cari mati!" tiba-tiba terdengar suara dengusan dingin dan berhamburan serangkum angin
pukulan menyongsong pukulan orangtua tinggi besar. Yang jelas, bukan Han Ping yang menangkis
pukulan orangtua tinggi besar itu.
Terdengar benturan keras dari dua pukulan dahsyat, kemudian deru angin menyambar-nyambar
keras. Rupanya kedua orang itu sudah terlibat dalam pertempuran dahsyat. Dan dari deru angin yang
berhamburan keras itu, dapatlah Han Ping menduga bahwa kedua orang itu tentulah jago2 silat
yang berilmu tinggi. Han Ping cepat menyelinap maju untuk mengangkat tubuh Ting Ling. Tetapi sesaat ia bingung.
Jalan terowongan dalam makam tua itu banyak sekali dan melingkar-lingkar, penuh dengan
persimpangan. Kalau tak hati-hati, tentu akan tersesat ketempat yang berbahaya.
Akhirnya ia memutuskan untuk kembali ketempat Kim Ioji dan orangtua alis panjang tadi. Namun
apabila kesana ia harus melintasi kedua orang yang sedang bertempur itu. Walaupun dngan
tenaga-dalamnya Han Ping tentu takkan menderita apa-apa, tetapi ia kuatir dirinya tentu akan
ketahuan oleh keadaan orang yang tengah bertempur itu.
Tetapi tak ada lain jalan. Setelah menimbang sejenak, ia memutuskan untuk mencoba menempuh
bahaya. Ia membuka kain sabuk Ting Ling lalu mengikat tubuh nona itu pada punggungnya.
Dengan memanggul nona itu maka ia segera berjalan merapat pada dinding.
Sejak menyelinapkan pandang mata kemuka, dilihatnya kedua orang yang sedang bertempur itu
Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
amat seru sekali. Kekuatan dan kesaktiannya tampaknya berimbang Karena tengah mencurahkan perhatian dan
semangat untuk menghadapi lawan, maka kedua orang itu tak memperhatikan Han Ping yang
melintasi tempat mereka. Bergegas-gegas Han Ping lari menuju ketempat perahu lalu meletakkan tubuh Ting Ling dan
membuka jalan darahnya yang tertutuk.
"Aih". engkau siapa?" sesaat kemudian nona itu membuka mata dan menghela napas panjang.
"Aku Han Ping"."
"Ih".tiba-tiba Ting Ling .merintih dan terus susupkan kepala kedada Han Ping," dalam beberapa
hari ini mereka telah menyiksa diriku."
"Siapa?" tanya Han Ping.
"Nyo Bun giau dan Ih Thian heng,"
"Bilakah mereka masuk kedalam makam ini?"
"Lebih kurang empat jam yang lalu."
"Apakah mereka pernah terkurung dalam genangan air?" tanya Han Ping pula.
Ting Ling gelengkan kepala, "Kudengar suara air mengalir yang bergemuruh keras sekali."
"Kalau begitu, tak sedikit orang-orang persilatan yang sudah masuk kedalam makam ini?" kata
Han Ping pula. "Selain memilih delapan jago sakti untuk masuk kedalam makam ini, pun Ih Thian heng telah
memerintahkan jago2 silat yang berilmu tinggi untuk menjaga. Dan mereka sama membuat
senjata rahasia yang beracun.
Sungguh berbahaya sekali keadaan terowongan2 dalam makam itu".
"Selain Ih Thian-heng dan anak buahnya, masih terdapat pula Nyo Bun-giau, Ca Cu-jing dan
puteranya," kata Ting Ling pula.
Tiba-tiba terdengar sebuah seruan keras, "Hai, tak perlu berkelahi. Budak perempuan itu sudah
digondol pergi oleh si Tua Beracun. Hm, kita yang ngotot. lain orang yang memetik hasilnya."
"Hm, siapa suruh engkau perintah orangmu menyerang?" sahut sebuah suara lain.
Suara nyaring tadi melantang pula, "Tua Beracun, orang lain takut kepadamu karena engkau
beracun. Tetapi aku tidak takut. Hayo keluarlah kalau engkau hendak mencoba rasanya kepalan tanganku!"
Han Ping bertanya kepada Kim loji, siapakah kedua orang yang tantang menantang itu.
"Kalau melihat orangnya baru tahu. Hanya mendengar nada suaranya saja, masih belum jelas,"
kata Kim loji. "Walaupun dibawah kekuasaan mereka tetapi aku masih sempat untuk memperhatikan gerak gerik
mereka." kata Ting Ling,"
menurut pengamatanku. masuknya Ih Thian-heng kedalam makam ini hanya sebagai pengaburan
saja. Dia bukan sungguh-sungguh hendak mencari harta karun tetapi sebenarnya hendak membasmi
seluruh kaum persilatan. Nyo Bun giau dan Ca Cu-jing ,tokoh-tokoh yang sakti itu, kini sudah didalam cengkeramannya,"
Ia berhenti sejenak menghela napas pelahan, lanjutnya pula, "Makam tua yang sunyi ini, tentu
akan mengalami pertumpahan darah yang hebat.
Entah nanti akan jatuh berapa banyak kaum persilatan yang menjadi korban,"
"Dalam pertempuran ini, menang dan kalah masih belum ketahuan mengapa Ih Thian-heng begitu
yakin akan menang?" kata Han Ping.
"Ih Thian heng seorang yang licik dan licin serta cermat sekali. Pada setiap pos penjagaan dalam
terowongan ini, dia selalu menaruh seorang anak buahnya. Dalam Keadaan perlu. setiap kali ia
dapat menggerakkan alat-alat rahasia dalam makam ini dan anak buahnya. Andaikata dia
menghendaki, dia dapat membuat makam itu runtuh dan menimpah orang-orang persilatan yang
berada didalamnya." Berkata Han Ping dengan hambar, "Nama dan Keuntungan, benar-benar
penyebab dan segala Kejahatan.
Walaupun sudah tahu bahwa makam ini penuh dengan alat pekakas yang berbahaya tetapikarena
terdapat harta karun serta pusaka Tenggoret Kumala dan Kupu2 Emas, mereka tak tetap berani
menempuh masuk kemari"."
Tiba-tiba kata-katanya itu terputus ,oleh suara jeritan yang ngeri.
Dering senjata beradupun makin lama makin teedengar dekat. Ting Ling melihat pada terowongan
yang gelap itu, tiada henti-hentinya berkiblat sinar senjata yang makin lama makin menghampiri
ketempatnya. Cepat nona itu dapat menduga bahwa kedua orang yang bertempur tadi, sudah mulai
menampakkan hasil siapa yang kalah dan menang.
Yang kalah didesak mundur kebelakang.
"Celaka, kalau kita tak lekas-lekas tinggalkan tempat ini, kita tentu akan terlibat dengan mereka,"
seru Ting Ling. Orangtua alis panjang yang sejak tadi tak bicara, saat itu tiba-tiba membuka mulut, "Lihatlah, kera
bulu emas sudah bangun, lekas engkau coba memberi perintah apakah bisa atau tidak?"
Memandang kemuka, memang Han Ping melihat kera bulu emas itu tengah berbangkit pelahanlahan.
Walanpun jarak cukup jauh tampak juga betapa menyeramkan wajah kera itu Matanya melotot,
giginya merentang keluar dan sikapnya beringas sekali.
"Uh, ngeri sekali kera itu," kata Ting Ling seraya beringsut mundur.
Diantara keempat orang itu, Han Pinglah yang paling tajam pendengarannya. Diantara dering
senjata beradu, ia masih dapat menangkap derap kaki orang berjalan pelahan sekali.
Begitu mendengar ucapan orangtua alis panjang jtu, cepat ia bercuit-cuit seperti yang diajarkan
orangtua alis panjang itu.
Yalah cara untuk memberi perintah kepada kera bulu emas.
Kera itu tiba-tiba melonjak dan secepat kilat terus melesat kemuka.
"Hai, binatang keparat!" tiba-tiba terdengar suara orang memaki marah dan menyusul terasa
suatu goncangan keras. Kuatir kalau kera bulu emas itu terluka, Han Ping cepat loncat menghampiri.
Semula karena terowongan amat gelap, Han Ping tak dapat melihat apa yang telah terjadi.
Tetapi setelah kerahkan tenaga murni dan semangatnya, barulah ia dapat melihat jelas.
Ternyata kera bulu emas itu tengah mengayun ajunkan kedua tangannya menyerang kemuka.
Lawannya, entah siapa, tak henti-hertinya lepaskan pukulan dahsyat namun tetap tak dapat
menahan serangan kera dan terpaksa harus mundur.
Karena pertempuran itu berlangsung amat seru, dan tempatnya gelap, Han Ping tak dapat melihat
jelas siapa lawan dari kera itu.
Hanya samar-samar ia dapat melihat potongan tubuh orang itu tinggi besar seperti orangtua
berjenggot panjang tadi. "Ih, orangtua itu hebat sekali pukulannya tetapi mengapa tetap terdesak oleh serangan kera?"
diam-diam Han Ping terkejut dalam hati.
Tiba-tiba ia dikejutkan mendengar suara pamannya Kim Ioji, "Kalau benar, lalu bagaimana. .
Tanpa merghiraukan bagaimana kesudahan bertempuran antara kera dan orang tinggi besar itu.
lalu buru-buru lari kembali kebelakang.
Dilihatnya pada ujung perahu, tegak seorang lelaki dalam pakaian jubah panjang, mencekal
sebatang pedang yang ujungnya menjulai ketanah. Dia bukan lain adalah Nyo Bun-giau. pemimpin
marga Nyo yang sakti. "Siapapun orangnya apabila telah kudengar suaranya, jangan harap dapat menghampiri
ketempatku," seru orang itu dengan tertawa dingin.
Secepat kilat ia menyulut korek lalu dilemparkan kemuka. Dari cahaya korek itu, dapatlah Han
Ping melihat bahwa dibelakang Nyo Bun-gau itu terkapar sesosok mayat. Ingat lupa, rasanya ia
pernah kenal orang itu tetapi entah dimana".
Pun karena penerangan korek itu dapatlah Nyo Bun giau melihat Ting Ling, serunya, "Hai, budak
setan, kutahu engkau memang tak mungkin lolos dari sini Ternyata engkau berada disini."
Dan alihkan pandang mata, iapun melihat Han Ping tegak berdiri dengan mata berapi-api
memancarkan kemarahan. Diam-diam ia terkejut dan tercekat dalam hati. Wajahnya yang berseri seketika berobah seperti
kedua menyengir. Han Ping mencabut pedang Pemutus-asmara, berseru, "Nyo Bun-giau!"
Melihat musuh lama muncul, mau tak mau Nyo Bun-giau seperti kehilangan kegarangannya.
Tetapi cepat-cepat ia menenangkan hatinya dan tertawa dingin. serunya, "Hm, berani benar
engkau bicara begitu tak tahu adat kepadaku!"
Han Ping loncat maju kehadapan Nyo Bun-giau tertawa mengejek, "Dimana Ih Thian-heng saat
ini?" "Nyo Bun-giau menyurut mundur, serunya, "Ih Thian-heng" Dia berada dibagian tengah makam
ini." "Berhenti! Bawalah aku kepadanya"." kata Han Ping seraya berkisar maju mendekati.
Nyo Bun-giau mencongkelkan pedangnya kearah sesosok mayat dan mayat itu segera melayang
ketempat Han Ping. Tetapi dengan tangan kiri Han Ping menyambuti dan letakkan mayat itu
ditanah. Tiba-tiba terdengar Ting Ling berseru keras2, "Ji siangkong. harap lekas mundur kemari.
"Kalian tunggu disitu, jangan pergi kemana-mana," sahut Han Ping lalu melesat maju mengejar.
"Dia hendak mencari Ih Thian-heng, hayo kita mengikutinya!" seru Kim Ioji.
"Kalau kita sungguh-sungguh hendak mencari Ih Thian-heng jangan harap kita dapat hidup".Ting
Ling membantah, "dia tak mau mendengar kata-kataku, lekas panggil dia kembali kesini."
Tetapi ternyata Han Ping sudah tak tampak Dan dari kejauhan, terdengar suara kera bulu emas itu
meraung raung keras. Rupanya dia bertemu musuh tangguh dan dihalau mundur.
Rupanya orangtua alis panjang menyadari hal itu. Serentak ia berbangkit, serunya, "Hm, rupalnya
kera itu bertemu musuh sakti dan dikuatirkan akan mundur kemari."
"Aku sudah menderita luka parah, tiada daya untuk melawan mereka lagi," kata Ting Ling.
"Mati dan bidup sudah ada garisnya. Aku orang she Kim ini sudah banyak kali menghadapi bahaya
maut didunia persilatan, tetapi sampai saat ini tetap masih hidup. Apabila memang sudah garis
hidupku harus mati dimakam ini, aku pun paserah saja.
Tak peduli siapa musuh yang akan datang itu tetapi kita tak dapat berpeluk tangan mengawasi
saja," kata Kim loji dengan garang.
"Baiklah, locianpwe," kata Ting Ling," karena aku menderita luka nanti aku akan bersembunyi
dibelakang lo cianpwe. Dengan meminjam kegelapan tempat ini apabila memperoleh kesempatan akan kutabur musuh
dengan bubuk Bi-hun-yok. Mungkin kita dapat mengatasinya "
"Hai, benar," seru Kim loji girang, "hampir aku lupa akan obat Bi-hun-yok yang termasyhur dari
lembah Raja-setan!" Terdengar raung dahsyat. Rupanya kera bulu emas itu telah menderita pukulan dahsyat.
Karena tahu kalau orangtua alis panjang itu tak mengerti ilmusilat maka Kim loji cepat minta
kepadanya supaya masuk kedalam perahu. Dia dan nona Ting Ling yang akan menghadapi musuh.
Sejenak berdiam diri, orangtua alis panjang itu mengiakan, "Baik, kalau kalian tak mampu
menghadapi, lekas kalian pancing musuh itu ke samping perahu. nanti aku yang
membereskannya." Kim loji setuju. Ia memadamkan api korek yang masih menyala lalu mengambil golok dari
belakang perahu. Tiba-tiba raung kerapun sirap.
Ting Ling mengambil sebuah botol kumala lalu bersiap-siap melekatkan diri pada dinding Sambil
menghampiri, Kim loji menghela napas, "Sejak aku ditipu masuk kedalam makam ini oleh Nyo
Bun-giau dan sebelah lenganku ditabasnya, sampai sekarang belum pernah bertempur lagi Entah
apakah aku masih dapat memainkan golok ini."
"Jangan kuatir," Ting Ling menghiburnya, "asal locianpwe mampu menahan musuh sampai dua
jurus saja, aku tentu sudah dapat menaburnya dengan bubuk Bi-hun-yok."
"Tempat kita ini gelap sekali tetapi malah, menguntungkan kita," kata Ting Ling pula.
tetapi tiba-tiba napasnya terengah-engah sehingga tak dapat melanjutkan bicara, "Nak,
bagaimana keadaanmu?" Kim Ioji kasihan juga. Walaupun ia tak mempunyai kesan baik terhadap
kedua gadis puteri lembah Raja-setan. Tetapi pada saat dan tempat seperti saat itu, mereka sudah
merupakan kawan seperjuangan, bahu membahu menghadapi musuh.
Ting Ling menghampiri, katanya, "Mereka telah melukai aku parah sekali. Asal banyak bicara, luka
itu terasa sakit sekali"."
Kembali ia terengah-engah, "Botol ini berisi obat penawar. Asal engkau lumurkan pada hidung,
tentu tak takut pada bubuk Bi-hun-yok."
Sambil menyambuti, Kim loji menghela napas, "Dunia persilatan menyatakan kalian berdua puteri
lembah Raja-setan ini ganas, tetapi apa yang kulihat saat ini, ternyata tidak benar.
"Saat ini kita menghadapi musuh dan bahaya bersama, masakan aku berani mencelakai engkau,"
jawab Ting Ling. Saat itu tampak sesosok bayangan hitam, beringsut2 mundur kearah tempat mereka. Ting Ling
bersembunyi dibelakang Kim loji, serunya, "Harap lo-cianpwe bersikap yang garang."
Kim loji menamburkan obat pada hidungnya lalu tegak berdiri lintangkan golok. Sosokc hitam
itupun cepat mundur kesamping mereka. Ternyata memang kera bulu emas. Binatang itu sudah
kepayahan, kedua tangannya ditutupkan ke dada.
Dan yang mendesaknya mundur, seorang tua jenggot panjang dan bertubuh tinggi besar.
Rupanya dia juga payah. "Berhenti!" bentak Kim loji seraya tabaskan golok.
Orang tua tinggi besar itu terkejut. Tetapi ia masih sempat tamparkan tangan kiri untuk menahan
golok Kim loji. Baru ia hendak membuka mulut, dari belakang Kim loji tiba-tiba menjulur sebuah tangan putih.
Orang tua tinggi besar itu tertegun dan saat itu Ting Lingpun lepaskan bubuk Bi-hun-yok.
Bluk, rubuhlah orangtua tinggi besar itu. Dan Kim lojipun terus ayunkan golok hendak
menabasnya. "Jangan, lo cianpwe, jangan melukainya," cegah Ting Ling. Lalu menyiak tangan Kim loji sekuatkuatnya.
Huak, walaupun dapat menyiak tangan Kim loji, tetapi luka dalam tubuhnya menumpahkan darah.
Habis muntah darah, nona itupun duduk ditanah. Sambil mendekap dada, nona itu masih
paksakan diri berseru, "Jangan melukainya."
"Nak, lekas salurkan pernapasanmu, jangan bicara dulu, "Kim loji maju menghampiri.
"Hai, rupanya berat juga lukamu. Biar kuperiksanya," tiba-tiba orangtua alis panjang keluar dari
perahu dan tanpa menunggu lagi, ia terus mencekal tangan sinoua dan memeriksa denyutan
pergelangan tangannya. Suasanapun hening Kera bulu emas itupun amat letih dan rebah ditanah.
Beberapa saat kemudian kedengaran orangtua alis panjang itu berkata, "Nak, lukamu berat sekali.
Sayang obat yang kubawa ini mengandung racun keras. Apakah engkau suka minum?"
Kata Ting Ling, "Aku masih ingin hidup untuk beberapa hari lagi. Segala derita kesakitan aku tak
takut." Orangtua alis panjang tertawa, "Bagus, berapa lamakah engkau ingin hidup".
Kim loji cepat memberi peringatan agar orangtua alis panjang itu jangan tertawa keras2, agar
jangan diketahui musuh. "Aku ingin hidup 10 hari lagi".," jawab Ting Ling.
"Hai, itu mudah sekali," sahut orangtua alis panjang seraya mengeluarkan beberapa butir pil,
"simpan dan makanlah sendiri. Kalau engkau dapat menghabiskannya, kita akan tambah anggauta
seorang lagi." "Hai, apakah engkau hendak menciptakan seorang manusia beracun lagi?" tegur Kim loji.
"Kalau sejak dulu aku sudah keluar kedunia persilatan, tentu sudah banyak manusia2
beracunnya," kata orangtua alis panjang.
"Ho, engkau hendak mendirikan partai Manusia Beracun?" seru Kim loji pula.
"Sayang, waktunya sudah tak mengijinkan, sudah terlambat," sahut orang tua itu.
Sambil menjemput sebutir pil, Ting Ling bertanya kepada Kim Loji apakah pil itu benar-benar
dapat menyembuhkan?"
"Memang dapat menyembuhkan, tetapi obat seperti candu. Sekali minum, racun tentu akan masuk
kedalam tubuh kita,"
menerangkan Kim loji. Tetapi rupanya nona itu tak menghiraukan. Obat apapun yang penting dapat menyembuhkan dan
menambah hidupnya sampai beberapa waktu. Dan Kim lojipun menyadari bahwa luka nona Ting
itu sudah sedemikian rupa.
Ia tak mau mencegahnya lagi.
Kim Loji berbangkit lalu membopong orangtua alis panjang dibawa ketempat Ting Ling.
Tiba-tiba orang yang pingsan tadi tersadar bangun. Ia kuatir dan cepat-cepat melekatkan pedang
keleher orang itu. Setelah memberi obat, orangtua alis panjang itu menunggu dengan sabar akan perobahan luka si
nona. Sepeminum teh lamanya nona itu tersadar dan tertawa kepada orangtua alis panjang, "Ih, obatmu
manjur sekali, sekarang aku merasa sudah banyak sembuh."
"Kalau benar begitu, kurasa dalam dunia dewasa ini dapatlah aku menganggap diriku sebagai
Dewa Racun". ."
orangtua alis panjang itu menghela napas dan berkata kepada Kim loji", kurasa dalam dunia iui
masih terdapat seorang yang mampu menandingi kepandaianku."
"Siapa?" tanya Kim loji.
Orangtua alis panjang gelengkan kepala, "Entahlah. Rasanya dia seorang wanita"."
"Kalau dia seorang perempuan, jelas tentulah budak perempuan dari perguruan Lam-hay-bun
itu".," Ting Ling menyelutuk.
Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara orang tertawa, "Ih, dibelakang orang berani mengatakan
kejelekannya, apakah tak kuatir dipotong lidahnya?"
Nadanya jelas dari seorang wanita. "Siapa?" Ting Ling terperanjat dan cepat memandang kemuka
dan pasang telinga. Tetapi tak terdengar suatu penyahutan apa, Rupanya orang itu sudah pergi.
"Huh, makam ini benar-benar seperti gedung setan". ," kata orangtua alis panjang.
"Ya, memang makam ini dibangun dengan rencana yang hebat, penuh dengan jalan lorong dan
kamar2 yang serba pelik!?" kata Kim loji.
"Apakah engkau tak melukainya?" tanya Ting Ling kemudian kepada orangtua alis panjang.
"Tidak," sahutnya, "tetapi apa keperluanmu menahannya disini?"
"Dia berkepandaian tinggi, sayang kalau dibunuh"." jawab Ting Ling.
"Ho, kalau begitu tunggu saja setelah dapat bangun, kita yang akan dibunuhnya," seru Kim loji.
"Harap lo cianpwe jangan salah mengerti. Bukan kita suruh dia membunuh kita tetapi kita dapat
menggunakan tenaganya untuk melindungi kita," Ting Ling memberi penjelasan.
"Ah, nungkin tak semudah itu," gerutu Kim loji.
"Tetapi aku mempunyai siasat yang bagus supaya dia mau taat kepada kita," kata Ting Ling
seraya berbangkit dan menghampiri ketempat orangtua jenggot panjang dan lalu berjongkok
disampingnya.
Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kim lojipun menarik kembali pedangnya dan suruh Ting Ling segera memberi orang itu obat
supaya dia dapat ditundukkan. Setelah itu baru diberi obat penawar. Kalau tunggu sampai orang
itu terjaga, tentu sukar dan berbahaya.
"Harap lo cianpwe jangan kuatir," kata Ting Ling lalu tiba-tiba menutuk kedua bahu dan kedua
lutut orang itu. Setelah itu baru ia mengeluarkan obat penawar, dilumurkan kehidung orang itu.
Terdengar orang itu menguak lalu membuka mata dan memandang Ting Ling, Kim Loji. Serentak
iapun menggeliat duduk. Tetapi karena kaki dan tangannya sudah tertutuk maka kecuali tubuh, ia
tak dapat bergerak lagi. Bahkan ketika ia mengangkat tangan kanannya, serentak terus melentuk
lunglai lagi. "Kalau engkau hendak mencoba menyalurkan tenaga dalam untuk membuka jalan-darahmu yang
tertutuk, berarti engkau mencari sakit sendiri," kata Ting Ling memberi peringatan.
Orang tua jenggot panjang itu diam saja. Walaupun dalam pertempuran maut, ia tetap bersikap
tenang. Ting Ling menyambar golok dan berseru dingin, "Sekarang engkau boleh pilih satu diantara dua
jalan." Dengus orangtua jenggot panjang itu, "Beruang yang jatuh kedalam air tentu akan dibuat
permainan, macan yang tiba disungai datar tentu akan dihina kawanan anjing".
Cret! Ting Ling ayunkan pedang dan jenggot orangtua yang menjulai kedada itupun kutung dan
berhamburan ke tanah".
"Tak peduli dengan kata-kata apa engkau hendak memaki aku tetapi yang jelas saat ini engkau
sudah berada dalam kekuasaanku. Sekali tangan kuayun, kepandaianmu setiap saat dapat
menggelinding!" seru Ting Ling.
Orangtua jenggot panjang itu tertegun, "Kedua jalan yang engkau suruh aku pilih itu, coba
katakan dulu baru aku dapat menjawab."
"Sederhana sekali," kata Ting Ling, "pertama, engkau meluluskan untuk menerima setiap
perintahku, tak boleh menghianati. Sampai nanti keluar dari makam ini baru kubuka lagi
jalandarahmu. Dan kubebaskan engkau. Jalan kedua, engkau menolak permintaauku dan kutabas
kepalamu." "Ho, engkau anggap aku ini orang apa" Apakan aku sudi tunduk pada perintahmu!" orang tua itu
marah, Ting Ling tertawa mengejek, "Kalau begitu, engkau memilih jalam kematian!" Nona itu
perlahan2 mengangkat golok," sebagai hukuman di-muka, sekarang hendak kutabas sebelah
kakimu kanan." Habis berkata ia terus ayunkan golok.
"Tunggu!" seru orangtua itu gopoh.
Ting Lingpun hentikan golok dan tertawa, "Apakah engkau masih ingin hidup" Hm, dapat keras
bisa lunak, barulah seorang gagah sejati. Apalagi setelah keluar dari makam ini engkau tentu
masih dapat menebus hinaan yang engkau derita saat ini. Kalau sekarang kutabas kepalamu,
selama-lamanya engkau tentu tak dapat membalas dendam.
"Kelak apabila dapat keluar dari makam ini tentu akan kujadikan engkau budakku, baru aku puas."
kata orangtua jengot panjang itu.
"Hm, kalau begitu berani sikarang engkai dapat menyetujui, bukan?"
Orangtua jenggot panjang itu mengangguk "Ya, anggaplah saja aku sudati menerima syarat mu!
Tiba-tiba Kim Loji berseru memberi peringatan "Nak, didunia persilatan sukar untuk menanam
kepercayaan pada orang. Bagaimana begitu engkau lepaskan dia terus ingkar janji?"
"Seorang lelaki berani berkata tentu aka pegang janji. Kurasa setelah setuju, lo cianpwe itu tentu
takkan menyesai dan ingkar," kata Ting Ling.
"Engkau percaya tetapi aku tidak"."gumam Kim Loji.
Ting Ling tak mau berbantah. Ia menampar jalandarah orangtua yang tertutuk lalu mengurutnya,
Melihat itu Kim Loji benar-benar gelisah. Cepat ia menyambar golok yang berada pada Ting Ling
lalu ditujukan pada orangtua jenggot panjang itu dalam sikap setiap saat akan dibacokkan.
Ting Ling mengeluarkan sebutir pil dan menghela napas, ujarnya., "Lo cianpwe, walaupun aku
percaya kepadamu tetapi sukar untuk mendapat kepercayaan dari pamanku ini, harap
maklumlah." Sambil memandang kearah golok Kim Loji, orangtua jenggot panjang itu berkata pelahan, "Engkau
menghendaki bagaimana agar engkau percaya?"
"Asal engkau mau menelan pil ini, tentu sudah cukup mendapat kepercayaan kami."
Sambil masih memandang pada golok ditangan Kim Loji, orangtua jenggot panjang itu
menggumam seorang diri, "Aku seorang ksatrya besar, mana harus mati secara tak wajar
begini".?" "Ilmu kesaktian lo-cianpwe memang layak sejajar dengan tokoh persilatan kelas satu.
Kalau binasa secara begini tak diketahui, mamang harus disayangkan sekali," kata Ting Ling.
Berpaling kepada nona itu, orangtua jenggot panjang bertanya, "Obat apakah pil itu"
Katakan dulu baru aku nanti mempertimbangkan mau minum atau tidak."
Ting ling tertawa, "Pil ini disebut Pekpoh-toan-jong-san seratus langkah menghancurkan usus.
Terbuat dari ramuan lima macam racun. Setelah minum, apabila berjalan seratus langkah, racun
tentu akan bekerja dan usus dalam tubuh akan putus semua"."
Ia mengacungkan pil lalu tertawa, "Benar, memang aku membawa obat penawarnya, Setelah
minum obat racun engkau harus cepat minum obat penawarnya. Dalam waktu satu jam, racun itu
takkan bekerja " Rupanya orangtua jenggot panjang itu amat sayang pada jiwanya, ia bertanya, "Hanya satu jam
saja?" "Akan kuberimu sebutir pil lagi"." cepat Ting Ling menyusulketerangan.
"Dengan begitu aku harus terus menerus minum obat penawar. Tetapi bukankah pil penawar itu.
bakal habis juga?" "Jangan kuatir,"setelah makan dua belas biji pil penawar, racun itu akan lenyap semua," kata Ting
Ling, seraya mengeluarkan botol kumala menuangkan duabelas butir pil warna putih Sedang
sisanya dihancurkan dan dibuang ketanah.
"Sekarang aku hanya tinggal mempunyai dua belas butir pil saja. Asal sebutir pil penawar ini
kuhancurkan, jangan harap enkau dapat hidup ?".|
Orangtua jenggot panjang itu kerutkan dahi!
"Apakah maksudmu melakukan tindakan semacam itu kepada diriku?"
"Sederhana sekali, sahut Ting Ling, "asal engkau mengandung maksud hendak menghianati, tentu
segera kuhancurkan sebutir pil penawar itu. Mungkin engkau akan membunuh aku tetapi engkau
sendiripun jangan harap dapat hidup. Dengan begitu kita akan sama-sama mati."
"Hm, cara yang bagus juga," kata orangtua jenggot panjang.
"Saat ini engkau sudah berada dalam keadaan mati. Hanya itulah satu-satunya jalan hidup.
Kini meluluskan atau tidak, tergantung padamu sendiri,"
Orangtua jenggot panjang menghela napas, "Dengan jiwa mempertaruhkan kepercayaanmu,
bukankah aku yang menderita kerugian "
Ting Ling tertawa, "SIlahkan engkau mencari daya untuk membatasi jiwanya supaya dapat hidup
duabelas jam saja. Nanti pada aku menyerahkan pil penawar yang terakhir, engkau harus membebaskan ancaman
mau yang engkau lakukan pada diriku."
Mengerling kearah Kim Loji, orangtua jenggot panjang itu bertanya, "Apakah dia juga masuk
hitungan?" Ting Ling kerutkan alis, "Ini, ini"."
"Ho, tak sangka kalau engkau juga menginginkan jiwaku sioraog she Kim ," seru Kim Loji.
"Benar, kalau satu tukar satu, memang aku merasa rugi sekali," sahut orangtua jenggot panjang.
"Baiklah, sekarang coba engkau katakan bagaimana caramu hendak membatasi jiwa kami berdua
hanya dapat hidup duabelas jam itu!" seru Kim Loji.
"Akan kututuk tubuh kalian dengan ilmu tutukan perguruanku yang istimewa," kata orangtua
jenggot panjang," dalam duabelas jam apabila tak kutolong, pekakas dalam tubuhmu tentu akan hancur berantakan.
Kim Loji memandang Ting Ling, serunya, "Nak, jangan menerimanya."
"Menurut hematku, tak ada harapan lagi kita dapat keluar dari makam ini.
Maka kalau kita menerima berarti mungkin kita dapat memberi bantuan kepadanya."
"Apakah yang engkau maksudkan kepadanya itu anak Han Ping?" Kim Loji menegas.
"Benar, benar," sahut Ting Ling, "siapa lagi kalau bukan dia?"
"Oh, bagus," Kim Loji tertawa, "asal dapat memberi bantuan kepada auak, itu matipun kita rela!"
Ting Ling lalu menjemput pil beracun dengan kedua jari tangannya, "Lo cianpwe, perjanjian sudah
kita setujui, sekarang silahkau engkau minum pil ini!"
Ternyata orangtua jenggot panjang itu tak banyak omong lagi terus membuka mulut menerima pil
yang disusupkan jari si nona.
Setelah itu Ting Ling lalu menutuk buka jalandarah orang tua jenggot panjang yang tertutuk tadi.
Tiba-tiba orangtua jenggot panjang itu melonjak bangun terus mencekal siku lengan kanan Ting
Ling. Tetapi Ting Ling cepat gerakkan tangan kiri menyerahkan sebutir pil kepada Kim Loji, "Paman,
peganglah baik2. Kalau dia membunuh aku, cepat hancurkan pil itu."
Kim Loji terpisah jauh dari tempat orangtua jenggot panjang itu. Tak mungkin diraihnya.
Maka orangtua jenggot panjang itupun tak dapat berbuat apa-apa kecuali banting2 kakinya
ketanah. Secepat pula Ting Lingpun mengangkat tangan kirinya lagi dan berseru, "Sudah, jangan coba
mempunyai pikiran untuk menghianati janji, lekas engkau telah pil penawar ini. Apabila terlambat,
racun dalam tubuhmu tentu akan bekerja "
Orangtua jenggot panjang itu terpaksa menyambuti lalu berseru dingin, "Lekas engkau putar
tubuh aku segera akan menutuk kelima uratnadimu."
Sambil berputar tubuh. Ting Ling tertawa, "Aku masih menyimpan sepuluh butir pil dan pamanku
itu sebutir. Apabila engkau tak dapat membunuh kami dengan serempak, jangan harap engkaupun jangan
harap hidup, " "Hm, jangankan kalian berdua sekalipun sepuluh orangpun tetap tak sembabat ditukar dengan
jiwaku," dengus orangtua jengot panjang itu, seraya mulai menutuk jalandarah tubuh nona itu. Setiap kali
menerima tutukan, Ting Ling tentu merasa tubuhnya gemetar. Dan setelah ditutuk beberapa
tempat, ia rasakan dirinya sakit sekali hampir tak kuat ia menderitanya.
Setelah selesai, orangtua jenggot panjang itu lalu menghampiri Kim Loji.
"Hai, setelah tubuhku merjadi mati separo begini, bagaimana aku masih dapat bergerak?" tanya
Ting l ing. "Sebentar lagi, rasa sakit itu tentu akan hilang dan dalam duabelas jam kemudian, engkaupun
sudah dapat bergerak dengan leluasa lagi," sahut orangtua jengot panjang.
Kim Loji segera berputar diri, siap roenerima tutukan siorangtua jenggot panjang. Tetapi rupanya
orangtua itu masih meragu.
Tiba-tiba ia melangkah dua tindak dan menyambar tangan orangtua alis panjang.
"Lepaskan!" cepat Ting Ling berteriak, "dalan perjanjian dia tak termasuk. Apabila engkau berani
mengganggunya, pil penawar tentu akan ku hancurkan semua, agar engkau jangan hidup!"
Walaupun sudah tua tetapi rupanya orangtu jenggot panjang itu masih amat sayang kepada
jiwanya. Mendengar peringatan Ting Ling, iapun hentikan gerakannya.
Orangtua alis panjang saat itu tengah mengobati kera bulu emas yang terluka.
Sama sekali ia tak menyadari akan ancaman orangtua jenggot panjang tadi.
Sambil menyalurkan tenaga dalam, Ting Ling pun menelan lagi dua butir pil racun.
Dan ternyata semangatnyapun bertambah baik sekali. Katanya sesaat kemudian, "Kalau terus
menerus berada disini kurang baik. Lebih baik kita lanjutkan perjalanan lagi."
Nona itu meminta orangtua jenggot panjang untuk menunjukkan jalan. walaupuu nona itu paling
muda usianya tetapi dia memang cerdas sekali. Selama dalam pembicaaan makin menonjollah
sifat2 kepemimpinannya. Demikian mereka segera berjalan lagi. Kurang lebih sepuluh tombak, mereka belum bertemu
dengan simpang jalan. Sedang orangtua jenggot panjang itu makin lama makin pesat jalannya.
"Berhenti!" tiba-tiba Ting Ling membentak." jangan lanjutkan perjalanan lagi."
Orangtua jenggot panjang berpaling, tertawa dingin, "Mengapa?"
"Terowongan ini merupakan jalan saluran air, melintasi terowongan ini tentu kita akan berada
diluar makam." Orangtua jenggot panjang itu tertawa keras.
"Hm, karena mendongkol menerima perintahmu, maka aku berjalan asal berjalan saja, tak peduli
melintasi jalanan air atau kering!" sahutnya.
Ting Lingpun balas mendengus, "Hm, apapun yang akan terjadi, tetapi aku sudah berbulat tekad
untuk mati disini"."
"O, rupanya engkau mempunyai kesadaran yang tinggi," seru orangtua jenggot panjang itu.
"Dalam duabelas jam, sebaiknya janganlah engkau mempunyai hati yang jahat.
Setelah dua belas jam dan makan obat penawar, barulah boleh engkau mengandung pikiran jahat
lagi." Ting Ling memberi peringatan.
Orangtua jenggot panjang membuka mulut tetapi tak jadi bicara.
Ting Ling suruh dia mengetuk dinding karang untuk mencari tahu apakah disebelah dinding itu
terdapat ruangannya. Dan orangtua jenggot panjang itupun menurut Tung". terdengar bunyi mendengung, ketika
tangannya memukul dinding.
"Ditilik dari kumandang suaranya, disebelah dinding ini tentu terdapat terowongan atau ruang
kosong. Usahakanlah supaya dapat membobol dinding itu!" kata Ting Ling pula.
Orangtua jenggot panjang kali ini marah, "Dinding karang begini keras, bagaimana dapat
kubobolkan dengan pukulan tangan kosong?"
"Hm, itu urusanmu,"Ting Ling mendengus pula.
Aku hanya hidup sampai duabelas jam saja. Lebih lekas mati dari duabelas jam, bukan apa-apa
bagiku." Tiba-tiba orangtua jenggot panjang itu mundur dua langkah dan mengeluarKan sebuah palu besi.
Serunya dengan nada dingin, "Hm, untung engkau bertemu dengan seorang tua yang teliti seperti
Jodoh Rajawali 15 Perang Ilmu Gaib Karya Mpu Wesi Geni Ilmu Ulat Sutera 13
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama