Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen Bagian 9
lagi. Daripada hal itu terjadi besok, lebih baik kita selesaikan sekarang saja. Biar mati atau hidup,
tetapi hanya kita beberapa orang ini saja. Tak sampai menyeret lain2 orang yang tak sedikit
jumlahnya!" Cong To tertawa gelak-gelak, serunya, "Benar, soal itu aku sendiripun sampai tak dapat memikir
jauh." Nyo Bun-giau tiba-tiba menyelutuk, "Kalau saudara Ji memang bermaksud begitu, kiranya tak
perlu tadi saudara melepas Siangkwan Ko dan Ting Ko keluar. Bukan saja kekuatan kita akan
berkurang, pun dengan bebasnya kedua orang itu, dunia persilatan tentu tak mungkin akan
aman." Jawab Han Ping, "Kedua orang itu sudah tua dan menderita kemalangan nasib karena puterinya
meninggal dan terluka. Kiranya pelajaran itu cukup mahal. Tetapi kalau memang tak sadar dan
tetap berkecimpung dalam kancah dunia persilatan untuk memburu nama mereka pasti akan
menderita kekecewaan "."
Tiba-tiba Ca Cu-jing menyelutuk, "Kami ayah dan anak, kalau harus mati semua dalam ruang ini,
bukankah terlalu penasaran sekali"." sejenak ia berhenti lalu berkata pula, "Anakku, engkau juga
harus tinggalkan tempat ini."
Tetapi Ca Giok menolak, "Tidak yah, aku akan menemani ayah disini"."
Ca Cu-jing membentak marah, "Mau tinggal disini agar ayahmu menderita kedukaan" Lekas
pergilah!" Wut, ia lepaskan sebuah hantaman.
Ca Giok tak berani menangkis. Ia miringkan bahu ke samping untuk menerimanya. Seketika ia
rasakan sebuah arus tenaga dahsyat melanda sehingga tubuhnya terdorong mundur beberapa
langkah dan tepat tiba di samping pintu batu.
Ca Cu jing cepat menyusuli sebuah hantaman lagi kepada sang putera sehingga Ca Giokpun
terdorong keluar dari pintu.
Tiba-tiba Han Ping menengadahkan kepala dan bersuit nyaring. Ia lepaskan diri dari si dara baju
ungu lalu dengan mata berkilat-kilat dan tangan kanan mencekal pedang Pemutus asmara, ia
menjura di hadapan ketua Lam-hay bun.
"Lo-cianpwe. aku"."
Ketua Lam hay-bun mendengus dingin, "Apakah engkau hendak menguji aku dengan pukulan?"
Sahut Han Ping tegas2, "Silahkan lo-cianpwe memberi perintah untuk menutup pintu batu dan
siapkanlah barisan. Akulah yang pertama ingin mencoba kehebatan dari ilmusilat Lam-hay-bun."
Kiranya pada saat itu benak Han Ping membayangkan ketika Hui Gong taysu tengah menurunkan
pelajaran kepadanya. Walaupun secara resmi dia bukan murid dari Hui Gong taysu, tetapi ia telah
menerima pelajaran dari tokoh Siau-lim itu. Ia harus mencurahkan segenap tenaga untuk menjaga
keharuman nama Hui Gong taysu sebagai bintang cemerlang dalam angkasa persilatan.
Pikiran aneh dalam hati Han Ping itu, tiada seorangpun yang dapat menduga. Bahkan Ih Thianheng
yang cerdik, juga tak mengerti.
Sesaat Ih Thian-heng hanya tegak termangu-mangu memandang wajah Han Ping. Beberapa jenak
kemudian baru ia berkata pelahan-lahan, "Apakah saudara Ji hendak adu kepandaian di dalam
ruangan ini?" Han Ping menyahut dengan nada bersungguh-sungguh, "Walaupun dalam ruang ini terdapat
barisan gelap, tetapi kupercaya, Lam-hay Sin-siu lo-cianpwe pasti takkan menggerakkannya."
Ketua Lam-hay-bun tertegun, serunya, "Apakah di antara kalian ada yang layak menjadi lawanku?"
"Lo-cianpwe hanya karena mendendam kepada Hui Gong taysu maka dengan jerih payah
membangun triaLtien tua ini dan memperlengkapinya dengan segala bermacam alat-alat rahasia
untuk membunuhi kaum persilatan dunia Tiong-goan," kata Han Ping, "tujuan lo-cianpwe tak lain
yalah karena hendak merebut kembali kehilangan muka dari Hui Gong taysu. Padahal peristiwa locianpwe
dikalahkan Hui Gong taysu, kaum persilatan Tiong-goan hanya sedikit sekali orang yang
tahu. Apalagi kini Hui Gong taysu sudah meninggal dunia."
Berhenti sejenak, Han Ping melanjutkan pula, "Seorang lelaki, masakan takut menghadapi
kematian" Walaupun tahu bahwa diriku bukan lawan yang layak dari lo-cianpwe. tetapi aku ingin
sekali menyerahkan jiwaku untuk menerima pelajaran ilmu kesaktian dari lo-cianpwe. Kalau aku
sampai terluka di tangan lo-cianpwe, mungkin dendam kemarahan Lo-cianpwe itu tentu akan
mereda. Tetapi kalau aku beruntung dapat mengalahkan lo-cianpwe, kuharap lo-cianpwe benarbenar
rela mengaku kalah kepada Hui Gong taysu."
Seketika wajah ketua Lam-hay bun berubah gelap. Pelahan-lahan ia maju tiga langkah, serunya:
Hendak kuuji dulu sampai pada tataran manakah Ilmu Pedang terbang yang engkau yakinkan itu?"
Diam-diam Han Ping memang sudah kerahkan tenaga-murni. Pedang Pemutus asmara pelahanlahan
digerakkan dalam bentuk setengah lingkaran di muka dadanya. Kemudian berkata dengan
serius. "Silahkan lo-cianpwe!"
"Aku akan mengalah sebanyak tiga jurus," kata ketua Lam-hay-bun.
"Kalau lo-ciaupwe hendak mengalah, kurasa satu jurus saja sudah cukup," seru Han Ping seraya
ajukan tangan melmutar pedang pusaka menjadi tiga kelompok sinar yang sekaligus menyerang
pada tiga buah jalandarah di tubuh ketua Lam-hay-bun.
Tampak ketua Lam Hay-bun gatarkan bahu kanannya. Tanpa berkisar kaki dan meliukkan lutut ia
menghindari serangan itu.
Han Ping menarik pulang pedang, serunya, "Harap lo-cianpwe suka turun tangan!"-ia terus loncat
maju. Pedang Pemutus-asmara berkiblat-kiblat memancarkan lingkaran Sinar bergulung2 bagai
ombak mendampar. Ih Thian-heng yang menyaksikan dari samping diam-diam merasa bahwa ilmupedang anakmuda
itu dalam waktu yang singkat telah mencapai kemajuan besar.
Rupanya ketua Lam-hay-bun tetap pegang gengsi. Dia tak mau menggunakan senjata dan
melainkan menggunakan sepasang tangan untuk menghadapi serangan Han Ping. Tetapi gerakan
tangannya memang amat aneh sekali. Benar-benar suatu ilmu silat yang jarang terdapat di dunia
persilatan. Ujung jarinya selalu mengarah untuk menusuk ke jalandarah lengan Han Ping sehingga anakmuda
itu terpaksa tiap kali harus hentikan serangan pedangnya di tengah jalan.
Sepintas pandang tampak pedang Han Ping itu menyambar bagai bianglala. Dan sambarannya pun
sedahsyat gelombang mendampar. Tetapi sesungguhnya, dia harus bertempur dengan susah
payah sekali. tangan ketua Lam hay- bun itu seperti ular yang selalu membayangi kemana
pemuda itu bergerak. Pertempuran yang seru dan dahsyat itu membuat sekalian tokoh yang menyaksikan sama
membelalakkan mata lebar-lebar. Mereka seperti kena pesona. Perhatian dan mata tokoh-tokoh itu
mencurah lekas pada gerak gerik kedua orang yang sedang bertempur. Kerut wajah merekapun
berobah-obah tenang tenang menurutkan perobahan2 yang terjadi pada jurus2 pertempuran.
Menyaksikan adegan itu, tiba-tiba darah si dara baju ungu meluap ke atas kepala, Kepalanya
pusing dan rubuhlah ia ke tanah.
Untunglah si wanita cantik tahu dan cepat-cepat menyambar tubuh puterinya itu lalu dipeluk. "Toji,
to-ji"." Dalam beberapa waktu yang singkat itu berulang kali si dara baju ungu telah menderita
keguncangan perasaan hatinya. Dia memang seorang dara yang bertubuh lemah sehingga mudah
pingsan. Melihat Han Ping bertempur sedemikian dahsyatnya dengan ketua Lam hay-bun, dara baju ungu
itu menjadi tenang sekali. Yang satu adalah ayah kandungnya. Dan yang satu adalah pemuda
yang amat dicintainya. Siapa pun diantara kedua orang itu yang akan rubuh, tentu akan membuat
hati si dara menderita sekali.
Melihat ayahnya dan Han Ping bertempur makin lama makin hebat, hati dara baju ungu itupun ikut
meningkat ketegangannya. Darah meluap dan akhirnya rubuhlah ia tak ingat diri".
Mendengar isterinya berseru memanggil puterinya, ketua Lam-hay-bun tanpa sadar memalingkan
muka sehingga perhatiannya lengah. Kesempatan itu telah diisi Han Ping dengan Dua buah
tahasan telah menutup serangan jari ketua Lam- hay bun itu. Dan kemudian Han Ping menyusuli
dengan menamparkan tangan kiri dalam jurus Tengah-malam-memukul-lonceng ke arah bahu
kanan lawan. Ketua Lam-hay-bun hanya memperhatikan serangan pedang Han Ping. Sama sekati ia tak
menduga akan menerima pukulan dari anakmuda itu. Kalau ia menghindar, tentu harus loncat
mundur. Dan gerakan itu pasti akan dikuasai oleh Han Ping lagi.
Maka ketua Lam hay-bun itu memutuskan. Ia mendengus dingin lalu songsongkan bahunya ke
arah tangan Han Ping. Dukk". pukulau Han Ping tepat bersarang pada bahu kanan ketua Lam-hay-bun. Tetapi Han
Pingpun menderita, kerugian. Ternyata dalam mengorbankan bahunya itu, ketua Lam-hay-bunpun
dengan suatu gerakan jari yang luar biasa anehnya telah berhasil menutuk siku lengan Han Ping
sehingga pedang Pemutus-asmara tak kuasa dicekalnya tagi. Tring". pedang pusaka itu jatuh ke
tanah. Tetapi Han Ping tak mau menyerah begitu saja. Serentak ia tendangkau kakinya dan tangan
kirinya balas menutuk. Cara yang dilakukan Han Ping itu adalah cara adu jiwa. Dia sudah tak menghiraukan lagi apakah
pertahanan dirinya terbuka atau tidak. Pokoknya serangan itu harus mengenai lawan.
Sekalian tokoh heran melihatnya. Mereka benar-benar tak menyangka Han Ping berbuat begitu
nekad. Diam-diam mereka menilai, "Hm. ketua Lam hay- bun ini mempunyai kesempatan yang
lebih besar. Asal dia menyerang ke sebelah kanan tentulah dapat melukai Han Ping. Aneh,
mengapa dia malah menyurut mundur dengan mendadak?"
Tiba-tiba terdengar ketua Lam-hay-bun itu mendengus dingin. serunya, "Dahulu aku kalah dengan
Hui Gong taysu karena menghadapi jurus ini. Berpuluh tahun kemudian engkau hendak
mengulang lagi adegan itu, Hm, masakan aku akan dapat terjebak lagi?"
Siku lengannya terkena tutukan, walaupun tak sampai mengenai jalandarahnya tetapi Han Ping
rasakan seluruh lengannya kesemutan dan lunglai. Ternyata ujung Jari ketua Lam hay bun itu
mengandung tenaga yang Luar biasa kuatnya.
Waktu ketua Lam-hay-bun menyurut mundur, diam-diam Han Ping menggunakan kesempatan itu
untuk menyalurkan darahnya. Kemudian bersiap-siap lagi untuk menghadapi lawan. Maka apa
yang dikatakan ketua Lam-hay-bun itu, ia seolah-olah tak mendengarkan.
Ih Thian-heng berpaling ke arah Pengemis sakti Cong To dan berkata, "Saudara Cong, jurus yang
dimainkan saudara Han Ping itu sungguh tak dapat kuketahui keistimewaannya?"
Cong To tertawa, "Apakah engkau hendak minta penjelasan dari pengemis tua ini?"
"Ya, aku ingin sekali mendengar keterangan tentang hal itu."
Cong To tertawa, "Jurus yang dimainkan dengan tangan dan kaki itu, sebuah ilmu yang
mempunyai nama besar."
"Apakah mama jurus itu?" tanya Ih Thianheng.
"Itulah yang disebut jurus Lengan-satu-kaki-pincang-memukul-anjing "."
"Ah, nama itu kurang sedap didengar," kata Ih Thian-heng.
Cong To tertawa gelak-gelak, serunya, "Kalau hanya ingin mendengar yang bagus2 saja, jangan
tanya kepada pengemis tua."
Ih Thian-heng tersenyum, katanya, "Bersuit bangga di tengah hutan, bicara dengan tertawa-tawa
dalam saat diancam kematian. Sikap yang perwira dan saudara Cong itu, sungguh membuat aku
kagum." Tampak Han Ping mengulurkan tangan menjemput pedang Pemutus-asmara di tanah. Setelah
dimainkan sejenak lalu diserangkan kepada ketua Lam-hay-bun.
Tampak wajah Pengemis-sakti Cong To tertawa-tawa tetapi sesungguhnya dalam hati pengemis
itu merasa heran juga melihat gerak gerik Han Ping. Diam-diam ia mencurahkan segenap
perhatiannya kepada anakmuda itu. Dilihatnya wajah Han Ping tampak muram, sepasang matanya
pun agak redup tak bersinar dan membelalak lebar-lebar.
"Eh, mengapakah anak itu?" diam-diam Cong To terkejut dalam hati.
Rupanya Ih Thian-hengpun mengetahui juga tentang sikap yang tak wajar dari Han Ping. segera
ia bertanya kepada pengemis sakti, "Saudara Cong, rupanya ada sesuatu yang tak wajar pada diri
saudara Han Ping." Cong To batuk-batuk, sahutnya, "Baik, pengemis tua akan menariknya mundur."
"Engkau seorang tentu bukan tandingannya," kata Ih Thian-heng, "kalau mau maju baiklah kita
bersama-sama. Walaupun sebelah lenganku sudah lumpuh tetapi saat ini tenagaku sudah pulih
kembali." Tampak gerakan kaki Han Ping meluncur deras seperti air mengalir dan sambaran pedangnya pun
sederas sungai bengawan. Gerakannya aneh dan jurus2 permainannya luar biasa, gerak
perobahannya selalu berobah-robah tak pernah berhenti. Memang permainan anakmuda itu cepat
dan tangkas sekali, tetapi gaya serangannya tampak ngawur tiada menentu sasarannya".
Cong To dan Ih Thian-heng diam-diam siapkan diri. Tetapi sampai sekian saat belum juga mereka
melihat kesempatan untuk turun tangan.
Sekalian tokoh-tokoh lain makin menggelora semangatnya. Mereka menyaksikan pertempuran itu
dengan menahan napas. Tiba-tiba Han Ping lempangkan pedang lurus ke muka. Tangan kiripun melepas hantaman.
Seketika wajah ketua Lam-hay-bun berobah. Ia meliukkan jari dan menjentikkannya. Serentak
mendesislah sedesir suara tajam ke arah jalandarah lengan kiri Han Ping.
Han Pingpun cepat mengendapkan tubuh ke bawah lalu lontarkan pedang Pemutus asmara.
Sepercik sinar biru melayang dan berputar-putar di udara. Sekali Han Ping melingkarkan tangan
kirinya, terus menghantam.
Ketua Lam- hay-bun memutar lengannya untuk menymnbut. Tetapi sekonyong-konyong Han Ping
bersuit panjang lalu tangan kanannya serentak menyambar pedang pusaka itu dan diputarnya
kencang2. Sekalian tokoh-tokoh makin melekat perhatiannya. Dilihatnya setiap kali Han Ping memutar
pedang itu sampai satu lingkaran, sinar biru pedang itu pun makin bertambah panjang. Tokohtokoh
itu menyadari apa artinya itu tetapi tak mengerti bagaimana hal itu dapat terjadi.
Sinar biru pedang Pemutus asmara itu, makin lama makin membesar dan dalam waktu beberapa
jenak kemudian hampir mencapai semeter panjangnya. Dan Han Pingpun seolah olah lenyap
ditelan sinar biru itu. Tiba-tiba si dara baju ungu bertanya dengan bisik-bisik, "Apakah itu yang disebut ilmu pedang
tataran tinggi?" Belum sempat ibunya atau si wanita cantik berpakaian seperti puteri keraton menjawag, tiba-tiba
sinar pedang berobah memanjang seperti sebuah bianglala yang mencurah ke arah ketua Lamhaybun. Tetapi rupanya ketua Lam-hay-bun itu sudah bersiap lebih dulu. Kedua tangannya yang menjulur
lurus di muka dadanya, tiba-tiba didorongkan. Sebuah gelombang tenaga-dalam yang dahsyat
segera melanda ke arah sinar pelangi biru itu.
Rupanya pelangi terbang itu seperti tertahan oleh gelombang tenaga dalam dari ketua Lam-haybun.
Sinar biru itu segera melingkar-lingkar mengitari tubuh ketua Lam hay bun.
Ketua Lam-hay-bun tak henti-hentinya menghantam dengan tenaga dalam tetapi tetap tak mampu
menghalau sinar pedang yang melingkari dirinya.
Kira2 sepeminum teh lamanya, muka ketua Lam-hay-bun mulat bercucuran keringat. Dan sinar
pedang itu bahkan makin lama makin dekat kepada dirinya. Pada lain saat, tiba-tiba sinar biru itu
menembus, memecah dinding tenaga-dalam dari ketua Lam-hay-bun dan langsung menyusup ke
arah dadanya. Melihat itu tanpa disadari, menjeritlah si dara baju ungu, "Han Ping. jangan melukai ayahku!"
Serentak sinar pedang pun lenyap dan tampaklah pula tubuh Han Ping. Sebelum orang tahu apa
yang telah terjadi, tiba-tiba terdengar sebuah bentakan keras dan sesosok tubuh terhuyung rubuh.
"Han Ping!" Pengemis-sakti Cong To menjerit keras dan terus menyanggapi tubuh itu.
Saat itu si dara baju ungupun lari melihat apa yang terjadi, ia serentak berhenti dan membentak
dingin, "Yah, engkau melukai dia!"
"Aku tak keburu menarik pulang tanganku," sahut ketua Lam-hay-bun dengan tegang.
"Kalau aku tak menyerukan supaya dia hentikan serangannya kepadamu?" seru si dara pula.
Seketika pucatlah wajah ketua Lam hay-bun itu, sahutnya, "Ayahmu tentu akan binasa di bawah
pedang Pemutus-asmara yang tiada tandingnya di dalam dunia ini!"
"Ayah!" menjerit si dara baju ungu, "dengan begitu engkau memperoleh kemenangan karena aku
menyuruhnya berhenti tadi?"
Ketua Lam hay-bun tak dapat menjawab.
Berkata pula si dara baju ungu dengan tajam, "Mamaku telah membenci engkau seumur hidup
Aku sebagai seorang anak, tentu tak dapat ikut-ikutan membencimu mati-matian. Tetapi aku ingin
agar engkau merasakan betapa kesedihan hati seorang tua yang kehilangan puterinya"."
Habis berkata dara baju ungu itu terus berlari menghampiri ke tempat Han Ping.
Tampak ketua Lam-hay-bun tegang sekali hatinya. Sejenak ia berpaling memandang kearah
wanita cantik atau isterinya.
Wanita cantik berpakaian seperti puteri keraton itu hanya mengunjuk wajah dingin. Jelas ia tak
mau mencegah kehendak puterinya.
Dalam suasana yang berkabut dengan hawa pembunuhan tercampur dengan rasa kasih sayang
antara orangtua dengan anaknya. ditambah pula dengan getar2 asmara murni dari sepasang
muda mudi, Berhamburan mencekam suasana.
Perlahan-lahan terlihat jelas, kabut hawa pembunuhan itu mulai menipis dan lenyap.
Ih Thian-heng menghela napas.
"Saudara Cong," serunya kepada Pengemis-sakti Cong To," bagaimana keadaan luka saudara Han
Ping?" "Jalandarah jantungnya sudah berhenti, pusat sumber jiwanya sudah kosong. Rasanya sukar
ditolong lagi. Tiba-tiba dara baju ungu menangis keras.
"Bagus, bagus! Engkau mati dengan bagus sekali!" serunya.
Mendengar itu Pengemis-sakti Cong To marah, serunya, "Jika engkau tidak memanggilnyatentulah
batang kepala ayahmu itu sudah menggelinding di tanah. Dalam detik-detik menghadapi
pertempuran maut, dia tetap mencurahkan kasihnya kepadamu. Tetapi mengapa engkau berbalik
malah gembira sekali melihat kematiannya, Hm, manusia liar yang tak beradab, ternyata memang
tak mempunyai rasa budi kecintaan sama sekali."
Ih Thian-hengpun marah. la tak tahan lagi melihat peristiwa itu. Sekonyong-konyong ia gerakkan
lengan kanannya dan berseru, "Keadilan hari ini, terpaksa memang harus demikian. Hancurkan
dulu mana yang dapat dihancurkan, setiap kesempatan harus diisi dengan kemenangan!"
Ca Cu jingpun tak mau banyak pikir lagi. ia menjemput jarum Hong-wi-ciam yang beracun, terus
ditaburkan ke arah ketua Lam-hay-bun juga.
Ketua Lam-hay-bun kebutkan lengan bajunya. Serangkum tenaga dahsyat segera menyapu
jarum2 Hong-wi-ciam itu sehingga berjatuhan ke tanah.
Kemudian ketua Lam-hay bun itupun gerakkan tangan kanan untuk menangkis pukulan Ih Thianheng.
Seketika Ih Thian-heng segera rasakan segelombang tenaga-dalam mengembalikan tenaga dari
pukulannya. Sedemikian hebat tenaga- membalik itu sehingga Ih Thian-heng rasakan jantungnya
berdebar keras. Ca Cu-jing masih penasaran. Segera ia lepaskan sebuah pukulan Peh- poh-sin ciang atau Pukulansaktiseratus-langkah ke arah ketua Lam-hay-bun. Tetapi murid pertama dari Lam-hay-bun ialah
Ong Kwan-tiong cepat maju menyongsongnya.
Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si Bungkuk, si Kate dan Kaki-buntung baju merahpun segera mainkan senjatanya maju menyerang
dan menyambut serangan orang Tiong-goan.
Seketika pecahlah pertempuran hebat antara orang Lam-hay-bun lawan tokoh-tokoh persilatan
Tiong-goan. "Berhenti!" tiba-tiba ketua Lam-hay-bun membentak, "aku hendak bicara!"
Kedua belah fihak segera berhenti dan tegak mendengarkan.
Tampak ketua Lam-hay-bun mengusap jenggotnya yang panjang dan berkata, "Kutahu dalam
dunia persilatan ini hanya aku dan Hui Gong taysu yang pantas menjadi lawan. Tetapi dia pun
belum tentu dapat meugalahkan aku. Hanya dia ternyata dapat memenangkan setengah jurus dari
aku. Sejak itu aku selalu mendendam dalam hati, Siang malam aku memikirkan daya dan rencana
bagaimana dapat berjumpa lagi dengan dia dan mengadu kepandaian. Tetapi sayang dia sudah
dipenjarakan oleh ketua Siau-lim-si dan tak dapat keluar ke dunia persilatan lagi.
Dia berhenti sejenak lalu berkata pula, "Beberapa tahun kemudian, aku pernah datang ke gereja
Siau-lim-si untuk mencarinya. Malam hari aku menyelundup masuk ke dalam penjara gereja Siaulim
dan menantang bertempur lagi dengan taruhan pedang Pemutus-asmara. Siapa yang menang
boleh mengambil pedang"."
Tiba-tiba ketua Lam-hay-bun itu hentikan kata-katanya dan berpaling memandang ke arah wanita
cantik lalu menghela napas.
"Soal urusan peribadi kami, aku tak dapat mengumumkan kepada dunia. Maka baiklah kalian
jangan menanyakan hal itu," katanya sesaat kemudian.
Tiba-tiba wanita cantik berpakaian seperti puteri keraton itu menghela napas panjang dan
tundukkau kepala berdiam diri.
Saat itu Pengemis saktipun sudah letakkan tubuh Han Ping dan siap2 hendak turun tangan.
Mendengar penuturan itu, ia segera menyelutuk pertanyaan, "Lalu bagaimana kelanjutan peristiwa
itu?" Kata ketua Lam hay-bun, "Setelah mendengar tantanganku sampai tiga kali barulah Hui Gong
taysu keluar meluluskan. Di dalam ruang tempat dia dipenjarakan itulah Aku dan Hui Gong
melangsungkan pertempuran adu tenaga-sakti". ."
Tiba-tiba nada suaranya berobah pelahan, katanya, "Setengah malam bertempur mati-matian, aku
tetap kalah dengan dia"."
Suaranya makin lama makin pelahan sehingga tak kedengaran lagi.
Pengemis-sakti Cong To mendengus dingin, "Adakah kali ini hatimu sudah rela menerima
kekalahan tadi?" Tanpa melihat pada si pengemis, ketua Lam-hay-bun itu menghela napas panjang, ujarnya,
"Tempo dulu memang aku masih penasaran karena menderita kekalahan. Maka dari ribuan li
jauhnya kutempuh perjalanan untuk menuju ke gunung Ko-san. Tiba di gereja Siau-lim-si aku pun
harus bersusah payah untuk menghindari barisan tersembunyi dari paderi2 berilmu sakti yang
menjaga gereja itu. Akhirnya setelah melalui jerih payah, barulah aku berhasil menemui dan
menantangnya bertempur. Tetapi dia tetap seenaknya saja duduk dalam ruang tempat penjaranya
tanpa banyak mengeluarkan tenaga. Aku letih dan dia masih tegar, sekalipun akhirnya aku
menderita kekalahan tetapi hatiku masih penasaran!"
Wajah ketua Lam- hay-bunpun berobah tegang dan sarat. Kemudian ia memandang ke arah
tokoh-tokoh Tiong-goan lalu berkata pula, "Hari ini setelah berhadapan dengan Ji Han Ping,
barulah aku menyadari akan kebesaran alam dan kegaiban mahluk di dunia ini, tak dapat diduga
manusia biasa. Makin banyak tokoh-tokoh sakti dalam dunia persilatan, makin tipislah harapanku
untuk merajai dunia persilatan"."
Nadanyapun mengikuti ketegangan wajahnya. Mengalun tinggi kemudian mengendap turun.
Wajahnya makin sarat dan muram kemudian ia menghela napas, "Itulah sebabnya maka aku rela
mengaku kalah"."
Pengemis-sakti Cong To tertawa dingin, serunya, "Ho, ternyata engkau masih memiliki jiwa
ksatrya!" Tiba-tiba ketua Lam-hay-bun menyilangkan kedua matanya. Berkilat-kilat seperti memancarkan api
lalu berseru bengis, "Tetapi kalian jangan lupa. Di seluruh dunia ini, jago yang dapat mengalahkan
aku, setelah Hui Gong taysu, pun hanya Han Ping seorang saja. Lain orang". lain orang"."
Perlahan-lahan dia memandang ke bawah dan suaranyapun makin mengendap. Rupanya hatinya
sudah tawar dan dingin dan ia pun sudah tak mempunyai selera untuk bicara lagi.
Tokoh-tokoh Tiong-goan itupun juga mempunyai perasaan gelo dan menyesal sehingga
merekapun tak buka bicara.
Suasana menjadi hening lelap. Bahkan suara napas orangpun mulai kedengaran jelas.
Beberapa saat kemudian barulah ketua Lam- hay- bun itu mulai berkata pula, "Nafsu berkelahi
mencari kemenangan hanya memburu kesenangan hati untuk sesaat tetapi meninggalkan bekas
penyesalan ratusan tahun. Tokoh-tokoh ternama yang silih berganti menjagoi dunia persilatan,
pada akhirnya tak lain tak bukan hanya menjadi segunduk impian saja"."
Ketua Lam hay-bun itu menengadahkan kepala dan bersuit panjang. Suitanuya memantulkan
suara macam Naga meringkik. Dahi sekalian tokoh-tokoh yang berada dalam ruangan itu pucatlah
seketika. Rupanya ketua Lam-hay-bun ini telah menyalurkan kesesakan dadanya yang telah menghimpit
napasnya. "Mulai saat dan detik ini," katanya dengan nada sarat, "aku sudah menemukan kesadaran dan
penerangan. Aku tak mau mengucurkan darah dan bertempur dengan orang lagi"."
Habis berkata ia terus berjalan dengan langkah berat menuju ke luar ruangan. Seiring dengan
langkah kakinya, mulutnyapun berkata dengan pelahan-lahan, "Apabila ada orang yang hendak
mencelakai aku, silahkan turun tangan. Tak nanti aku akan membalasnya!"
Sekalian tokoh-tokoh Tiong-goan itu saling berpandangan sendiri. Rupanya perasaan hati
merekapun seperti tenggelam dalam laut kedukaan sehingga tak seorangpun yang memikirkan
hendak turun tangan kepada ketua Lam hay-bun.
Setapak demi setapak terdengar kaki ketua Lam-hay-bun itu melangkah keluar dari ruang batu
dan makin lama pun makin jauh.
Walaupun dalam ruang itu masih terdapat isterinya yang tercinta dam puterinya yang tersayang.
namun sekalipun ketua Lam-hay-bun itu tak mau berpaling kepada mereka. Seolah kepergiannya
kali itu, dia takkan berjumpa dengan manusia di dunia lagi.
Setelah suara langkah kaki itu lenyap, si Kaki buntung baju merah, Ong Kwan-tiong dan anak
buah Lam-hay-bun, tiba-tiba berlutut ke tanah dan menangis. Sedemikian mengharukan tangis
mereka sehingga sekalian tokoh-tokoh Tiong-goan pun ikut rawan.
Wanita cantik berpakaian puteri keraton memandang bayangan suaminya yang lenyap keluar
ruangan lalu berkata dingin, "Sebaiknya memang dia pergi"."
Tetapi kata-kata itu walaupun diucapkan dengan nada dingin tetapi jelas pada sepasang matanya
berlinang-linang airmata.
Ih Thian-heng memandang kepada lengan kirinya yang lumpuh dan berkata, "Ah, memburu nama
itu sungguh menyusahkan orang. Orang gagah tentu pendek umurnya. Saudara Cong, kitapun
juga harus pergi dari sini!"
Wanita cantik berpakaian puteri keraton berputar tubuh, mengusap airmatanya lalu berkata
kepada puterinya, "To ji, ikutlah kepada mamah! Selama belasan tahun ini aku tak merawatmu.
Sejak saat ini aku akan berlaku sayang kepadamu."
Dara baju ungu gelengkan kepala, "Silahkan mamah pergi sendiri! Aku akan tinggal disini selamalamanya"."
"Apa?" wanita cantik itu terkejut bukan kepalang.
Sahut si dara baju ungu dengan tenang dan tegas, "Saat ini aku sudah bukan Siau Toto lagi. Ya,
sejak saat ini, aku sudah menjadi nyonya Ji Han Ping"."
"Toto!" nenek Bwe menjerit, "mengapa engkau berkata begitu" Bukankah Ji siangkong sudah
meninggal?" Jawab dara itu, "Justeru karena dia sudah meninggal itu. Apabila dia masih hidup"."
"Apakah engkau sudah mengikat janji dengan dia?" ibunya menyelutuk.
Berkata si dara baju ungu, "Sudah lama sekali aku telah menyerahkan hatiku kepadanya. Tusuk
Kundai Kumala menjadi pengikat janji, kuberikan kepadanya dalam makamnya. Tetapi tak kudugaduga
ternyata dia masih hidup"."
Sejenak dara itu merenungkan kenangan yang lama dimana dengan secara besar-besaran dan
khidmat ia telah melakukan upacara pemakaman dari sesosok jenazah yang dikiranya Han Ping.
tetapi ternyata bukan. Han Ping saat itu masih hidup.
Sesaat kemudian tiba-tiba dara baju ungu itu tertawa keras. serunya "Mah, engkau belum pernah
melihat wajah puterimu ini. Apakah engkau sudah pernah tahu bagaimana wajah puterimu ini?"
Wanita cantik berpakaian puteri keraton terkesiap, serunya, "Dahulu pernah aku secara diam-diam
pulang ke Lam hay. Kala itu kulihat engkau sedang bermain-main di tepi laut. Cuma engkau tak
tahu mamah." "Apakah mamah masih ingat akan wajahku?" tanya si dara baju ungu pula.
"Jauh lebih cantik dari mamah," sahut wanita cantik berpakaian puteri keraton itu.
Siau Toto tertawa nyaring lalu pelahan-lahan ia membuka kain kerudung mukanya.
Wajah cantik dari dara baju ungu itu masih meninggalkan bekas kenangan yang tak pernah
dilupakan oleh sekalian tokoh-tokoh Tiong-goan.
Pada saat Siau Toto membuka kain kerudung mukanya, sekalian orang pun segera mengarahkan
pandang mata ke arahnya. Tetapi serentak pandang mata berobah membelalak seperti melihat suatu pemandangan yang
mengejutkan. Ternyata wajah dara baju ungu yang dahulu cantik berseri laksana kuntum bunga yang tengah
mekar di pagi hari, wajah yang membuat para bidadari di kahyangan mengiri karena telah
mendapat saingan. Saat itu, ya saat itu telah berobah". mengerikan!
Wajahnya yang halus dan secantik bidadari itu telah berhias dergan gurat-gurat merah, silang
menyilang malang melintang.
Melihat itu wanita cantik yang biasanya berhati dingin, saat itu seperti orang yang kehilangan
pikiran. Ia menjerit histeris, "Toto, Toto! siapakah yang telah merusakkan wajahmu?"
Dengan bercucuran airmata, dara itu menjawab "Aku sendiri, mah!"
Wanita cantik gemetar tubuhnya, "Engkau sendiri" Mengapa engkau merusak wajahmu sendiri?"
Dara baju ungu itu sejenak memandang ke arah Han Ping yang menggeletak di tanah, sahutnya,
"Karena dia sudah meninggal "."
Tiba-tiba dara itu meraih pedang Pemutus- asmara dan didekatkan ke dadanya.
"Apabila mamah benar sayang kepadaku, mamah tentu akan mengijinkan aku tinggal disini!"
serunya. Wanita cantik berpakaian puteri keraton yang berhati sedingin es itu, saat itu bercucuran
airmatanya. Beberapa saat kemudian ia mencabut sebatang TUSUK KUNDAI KUMALA dari rambutnya dan
berkata, "To-ji, Tusuk Kundai Kumala itu semula ada sepasang. Ketika kutinggalkan Lam-hay,
kubawanya sebatang. Tusuk kundai ini terbuat dari batu kumala dingin yang berumur ribuan
tahun. Apabila membawanya, dapat membuat wajah tetap tak rusak. Ji siangkong sudah
meninggal dunia. Tenaga pukulan ayahmu dahsyat sekali, kemungkinan siangkong sudah sukar
disembuhkan lagi. Dengan menggunakan tusuk kundai ini, Jenazahnya dapat terpelihara tak
sampai rusak!" Siau Toto menyambuti. Kemudian sambil membolang-baling pedang Pemutus-asmara, ia berseru,
"Silahkan kalian pergi! Dalam waktu sepeminuman lagi, alat perkakas rahasia segera kugerakkan
agar pintu batu tertutup. Saat itu tentu kalian akan tertutup di sini dan jangan harap kalian
mampu keluar lagi!" Sekalian tokoh-tokoh Tiong-goan saling bertukar pandang lalu perlahan-lahan mereka
mengayunkan langkah keluar dari ruangan.
Saat itu hati sekalian orang memang diliputi rasa sesal dan tawar. Sikap mereka pun tampak lesu,
tidak seperti ketika mereka masuk dan berhadapan dengan musuh, begitu beringas dan buas
seperti harimau menghadapi musuh.
Pengemis-sakti Cong To setiap melangkah setapak tentu akan berpaling ke arah si dara baju ungu.
Dipandangnya dara itu dan tubuh Han Ping yang terbaring di tanah. Dalam hati pengemis tua itu
timbul rasa haru dan sayang yang tak terhingga besarnya. Diam-diam ia tak henti-hentinya
menghela napas. Siau Toto, seorang dara jelita yang tiada tara kecantikannya. Boleh diumpamakan sebagai seorang
bidadari yang menjelma di dunia. Thian telah menganugerahkannya wajah yang luar biasa
cantiknya. Betapa menyengsamkan hati apabila dara itu tertawa. Betapa indah apabila dara itu
sedang berkata-kata. Kesemuanya itu menggores kesan yang tak dapat dilupakan seumur hidup
oleh Pengemis- sakti. Tetapi saat itu, wajah ayu dari si dara telah berobah menyeramkan. Seluruh mukanya penuh
berhias gurat-gurat warna merah. Dari seorang bidadari, dia telah berobah menjadi dara yang
berwajah seram. Hanya dalam waktu beberapa tahun Han Ping muncul di dunia persilatan, namanya sudah harum
semerbak sebagai seorang jago muda yang gemilang dan Sakti. Tokoh-tokoh dunia persilatan
kelas satu, segan dan gentar terhadap dia. Bagaikan mentari pagi, dia muncul dan memancarkan
sinar yang gilang gemilang. Merupakan utusan muda dari angkatan yang sudah lalu. Berhati keras
tetapi berbudi emas. Secara tak resmi dia sudah diakui sebagai seorang tokoh muda yang
berpengaruh dan besar wibawanya. Tetapi nasib menentukan lain. Pemuda yang berbakat dan
berotak cerdas itu harus kehilangan jiwa di dalam makam tua.
Kematian Han Ping itu adalah karena ia memikirkan kepentingan dara itu. Demi untuk si dara, Han
Ping rela mengorbankan jiwanya.
Si darapun tahu dan membalas pengorbanan itu dengan merusakkan wajahnya yang cantik dan
menunggu dalam makam itu selama-lamanya".
Han Ping mengutamakan kepentingan si dara. Demi mematuhi permintaan si dara, ia rela
mengorbankan jiwanya. Dan untuk itu si dara pun rela membalas dengan pengorbanan besar. Ia
merusak wajahnya yang cantik dan rela menjaga jenazah Han Ping dalam makam itu untuk
selama-lamanya". Tiba-tiba Ih Thian-heng melangkah balik masuk kembali. Serta merta ia berlutut di hadapan mayat
Han Ping. Dengan melintangkan sebelah tangannya ke dada, ia mulai berdoa, "Dunia menganggap
aku Ih Thian-heng seorang manusia yang berlumuran dosa setinggi gunung. Tetapi mereka tak
tahu bahwa akan siasat buas yang kulakukan itu sesungguhnya pancaran dari hati nuraniku yang
baik. Kebaikan dan kejahatan, sebelum berakhir dengan jelas, memang sukar dibedakan."
Melihat tingkah laku Ih Thian-heng, sekalian tokohpun hentikan langkah dan mendengarkan katakata
Ih Thian-heng dengan penuh perhatian.
Kedengaran Ih Thian-heng berkata lebih lanjut, "Aku Ih Thian-heng, dalam sepanjang hidup ini,
selain kepada Cong To aku menaruh hormat, hanya engkau seorang yang paling kukagumi, Ji Han
Ping. Rupanya Thian tak mengijinkan usia panjang kepada ksatrya muda yang luar biasa. Dan kini
engkau telah mendahului kita. Kumohon arwahmu yang ksatrya itu dapat memberi berkah
kepadaku. Ijinkanlah aku, Ih Thian-heng, menyelesaikan tugas2mu yang belum engkau selesaikan
itu. Setelah dunia persilatan tentram dan aman, aku Ih Thian-heng, akan kembali kemari dan
tinggal dalam makam ini untuk melewati sisa hidupku menemani arwahmu"."
Dua butir airmata ksatrya, telah menitik turun dari pelupuk matanya.
Pengemis-sakti Cong To menghela napas panjang, serunya, "Saudara Ih, marilah kita pergi!"
Ih Thian-heng berbangkit, mengusap airmatanya terus ayunkan langkah. Ketika hampir tiba di
pintu batu, tiba-tiba ia berputar tubuh dan berjalan masuk kembali.
"Nona Siau," katanya kepada si dara.
Siau Toto tertawa hambar, serunya, "Soal apa lagi yang akan engkau katakan?"
"Nona memiliki kecerdasan yang luar biasa," kata Ih Thian-heng, "bagi nona tiada, soal yang sulit
di dunia ini yang tak dapat nona pecahkan. Entah apakah di dunia terdapat obat yang mampu
menghidupkan saudara Han Ping kembali?"
"Baiklah," sebut si dara, "tiada halangan kuberitahukan kepadamu. Tetapi aku percaya tentu tak
ada orang yang mampu mencarinya!"
"Harap nona suka mengatakan. Aku bersedia mendengarkan dan akan berusaha untuk
mencarinya," kata Ih Thian-heng.
Maka berkatalah Siau Toto mengenai ramuan obat yang dibutuhkan itu, "Ban lian Swat-lian-cu,
Cian-lian Tok-coa-tan, Pek-lian Le-hi-hiat. Ho-siu-oh tua. Keempat ramuan itu harus lengkap. Satu
pun tak boleh kurang."
Ban-lian Swat-lian-cu artinya Biji Teratai yang berumur selaksa tahun, Cian-lian Tok-coa-tan
artinya Empedu ular beracun yang berumur seribu tahun. Pek-lian Le-hi-hiat artinya, darah ikan
lehi yang berumur seratus tahun. Ho-siu-oh semacam bahan tanaman obat yang berkhasiat
seperti jinsom. Pengemis-sakti Cong To tertegun. serunya, "Bila terdapat obat yang mampu menolong saudara
Han Ping, tentulah begitu juga akan dapat memulihkan wajah nona."
Siau Toto tertawa, "Sekalipun wajahku dapat pulih kembali tetapi siapakah yang akan
menikmatinya?" Dara itu berhenti sejenak. "Makam tua ini kusebut MAKAM ASMARA!" serunya.
"Ohh"." terdengar Cong To dan Ih Thian-heng serempak mendesuh.
"Dan pertunjukan dalam Makam Asmara ini sudah selesai. Silahkan saudara2 segera tinggalkan
tempat ini," seru si dara pula.
Wanita cantik berpakaian puteri keraton kedengaran menghela napas panjang. Nadanya penuh
kerawanan yang beriba-iba.
"Anakku Toto, seribu satu macam peristiwa dendam kesumat itu, dari dahulu sampai sekarang, tak
lain hanya karena asmara. Baiklah, anakku, mamah hendak pergi"."
"Maaf mah, aku tak dapat mengantar," seru Toto.
Wanita cantik itu memandang ke arah rombongan anak buah Lam-hay-bun, lalu membentak,
"Mengapa kalian masih berada di sini?"
Anak murid Lam-hay-bun saling bertukar pandang lalu ayunkan langkah mengikuti di belakang
wanita cantik itu atau ibu guru mereka. Kemudian rombongan tokoh-tokoh Tiong-goan pun
berbondong-bondong keluar dari pintu batu.
Belum berapa lama mereka berjalan, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang menggetarkan.
Ternyata pintu batu yang amat berat itu tertutup lagi.
Tiba-tiba dari dalam pintu batu itu berkumandang segelombang nyanyian. Nyanyian yang bernada
kedukaan dari rintihan kalbu. Mengalun tinggi, menyayat hati.
Langkah kaki sekalian tokoh itupun terasa makin berat. Hatipun makin tenggelam dalam
kehampaan. Nafsu memburu nama. kegagahan, kesombongan dan keangkaraan, lenyap seketika.
Malampun kelam. TAMAT JILID 9 Anak buah Lam-hay-bun telah mengambil posisi yang rapi. Betapapun Ih Thian-heng dan
tokoh-tokoh Tiong-goan itu melancarkan serangan yang gencar dan melontarkan pukulan2 yang
dahsyat namun orang-orang Lam-hay-bun itu selalu dapat menghindar ataupun menangkis dan
akhirnya menggagalkan serangan lawan.
Saat itu suasana dalam ruangan berobah kacau dan acak-acakan. Deru angin pukulan dan
lengking teriakan serta bentakan kemarahan dan hawa pembunuhan, telah memenuhi seluruh
ruangan. Pertempuran telah dimulai.
Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiba-tiba si dara baju ungu yang masih rebah di dada Han Ping berbisik-bisik, "jangan lepaskan
aku. Ayah sudah mempersiapkan rencana pembunuhan besar-besaran dalam ruang itu. Sekalipun
kepandaianmu sakti tetapi tetap engkau tak dapat melawan. Adanya mereka tak mau segera
menjalankan alat pembunuhan itu adalan karena ayah dan Ibu masih saling bertengkar dan juga
masih menguatirkan keselamatan diriku."
Mendengar itu Han Ping amat bersyukur, sahutnya, "tetapi nona begini"."
"Sudahlah saat ini jangan engkau banyak bicara," cepat si dara baju ungu menukas. "Kalau
ayahku mengetahui engkau tak dapat melukai aku, celakalah"."
Han Ping menghela napas panjang dan diam.
Tiba-tiba Pengemis sakti Cong To berteriak keras, "Saudara2 sekalian, harap berhenti dulu.
Pengemis tua hendak bicara!"
Sekalian jago2 segera berhenti menyerang, dan menyurut mundur.
Sejenak Cong To keliarkan mata memandang ke segenap ruangan. Dilihatnya lelaki tua baju
biru atau ketua Lam-hay bun masih tetap bersikap dingin terhadap isterinya, wanita cantik
berpakaian puteri keraton. Demikian pula sikap wanita cantik itu terhadap ketua Lam-hay-bun.
Tampaknya kedua suami isteri yang tak akur itu tak mempedulikan suasana pertempuran disitu.
Melihat itu diam-diam pengemis sakti menghela napas, "Hai, kedua suami isteri itu benar-benar
manusia yang berhati dingin". "
Kemudian Pengemis sakti berseru kepada sekalian tokoh-tokoh Tiong-goan, "Mereka sudah
mengatur kedudukannya dengan rapi, dapat saling memberi bantuan. Apabila fihak kita
menyerang secara acak-acakan, bagaimana mungkin bcrhasil membobolkan barisan mereka?"
Sekalian tokoh itu adalah tokoh-tokoh yang banyak pengalaman dalam dunia persilatan.
Mendengar kata-kata Cong To, segera mereka menyadari kekeliruannya.
Memang anak buah Lam-hay-bun itu mempersiapkan diri dalam tempat-tempat yang tepat.
Walaupun hanya Ong Kwan-tiong bertiga dengan si Bungkuk dan si Kate, tetapi mereka mampu
menghadapi serangan dari tokoh ternama seperti Ih Thian-heng, Ca Cu-jing, Nyo Bun-giau, Ting
Ko ketua Lembah raja-setan.
Kiranya rahasia dari pertahanan ketiga anak-buah Lam-hay-bun itu tak lain ialah gerak
perubahan kedudukan mereka yang begitu lancar dan rapi. Mereka dapat menggunakan siasat
"meminjam tenaga lawan untuk memukul kembali". Dengan demikian pukulan2 dari Ih Thian-heng
dan tokoh-tokoh lainnya itu, dapat dimanfaatkan dan dikembalikan kepada pengirimnya. Ketiga
orang Lam-hay-bun itu dapat bertahan betapapun lamanya.
Demikianlah dalam waktu singkat, Pengemis sakti Cong To dapat mengetahui rahasia kekuatan
orang Lam-hay-bun, lalu berseru menghentikan sekalian jago2 Tiong-goan.
Tiba-tiba wanita cantik tertawa dingin lalu melangkah ke tempat Bwe Nio. Menepuk beberapa
jalandarah pada tubuhnya lalu mengeluarkan sebutir pil diminumkan ke mulut Bwe Nio.
Sesaat kemudian terdengar nenek Bwe itu mengerang pelahan lalu pelahan-lahan duduk.
"Terima kasih cu-bo," serunya pelahan kepada wanita cantik itu.
Sahut wanita cantik itu dengan dingin, "Sejak aku meninggalkan pulau Lam-hay Toto, telah
banyak menerima perawatanmu. Pertolonganku anggaplah sebagai pembalasan jasamu melayani
Toto sampai sekian tahun itu."
"Ah, mana hamba berani menuntut jasa?" kata nenek Bwe, "nona, memiliki kecerdasan luar
biasa dan hamba selama mengikutinya banyak sekali mendapat manfaat"."
"Sudah, jangan banyak omong tak karuan," tukas si wanita cantik lalu berpaling memandang si
dara baju ungu, "Toto, ibu hendak pergi, apakah engkau hendak ikut aku" Ataukah engkau akan
tinggal disini?" Tiba-tiba dara baju ungu itu menjerit, "Aduh". tulang lenganku hampir pecah, sakit sekali!"
Wanita cantik itu kerutkan dahi dan wajahnya pun segera menampilkan hawa pembunuhan.
Dengan tenang ia segera melangkah ke tempat Han Ping, tegurnya dengan nada dingin, "Kalau
engkau berani melukai puteriku, jangan harap engkau mampu hidup. Lekas lepaskan Toto!"
Jawab Han Ping, "Asal engkau memberi perintah supaya orang-orang itu membuka jalan, aku
tentu akan melepaskannya"."
Dan Han Ping lalu menutup kata-katanya dengan melekatkan pedang Penmutus asmara ke
leher si dara jelita, serunya, "Apabila nyonya menggerakkan tangan, puterimu terpaksa tentu
menjadi mayat." Mendengar ancaman itu seketika menyurutlah hawa pembunuhan pada wajah si wanita cantik.
Kini wajahnya bertebar keramahan dan matanya pun tampak berlinang-linang. Wajahnya berseri
keibuan yang penuh kasih sayang terhadap puterinya.
Sesaat kemudian ia berpaling dan berseru kapada Ong Kwan-tiong. "Kalian menyingkirlah ke
samping buka pintu dan lepaskan mereka!"
Ong Kwan-tiong terkesiap, serunya tersekat-sekat, "Ini, ini"."
"Kalian mendengar perintahku atau tidak?" seru wanita cantik itu dengan murka.
Ong Kwan-tiong serentak memberi hormat, serunya, "Ya, murid mendengar."
"Kalau mendengar mengapa masih tak mau menyingkir ke samping," seru wanita cantik pula.
"Suhu menitahkan murid menjaga tempat sekuat-kuatnya," jawab Ong Kwan-tiong, "tak boleh
seorangpun melintasinya!"
Wanita cantik itu tertawa dingin, "Baik! Omonganku tadi seperti dianggap angin saja! Hm, dia
hendak mempergunakan makam ini sebagai tempat menyembunyikan alat-alat rahasia dan
benda2 beracun. Dia hendak membasmi seluruh tokoh-tokoh persilatan Tiong-goan. Untuk
melaksanakan citacitanya itu, dia tak mempedulikan lagi jiwa anaknya. Tetapi aku takkan
membiarkan dia bertindak begitu"."
Wanita cantik itu melangkah ke arah Ong Kwan-tiong dan melepaskan sebuah hantaman.
Ong Kwan-tiong tak berani menangkis, juga tak berani menghindar. Dia hanya berdiri
menunggu ajal. Tiba-tiba ketua Lam-hay-bun lepaskan sebuah pukulan jarak jauh Biat-gong-ciang untuk
menghalau pukulan isterinya.
"Kalian menyingkirlah!" serunya kepada Ong Kwan-tiong.
Ong Kwan-tiong menurut, ia menyurut mundur ke samping. Melihat itu si Bungkuk dan si Kate
pun ikut mundur ke samping dan membuka sebuah jalan.
Wanita cantik tertawa dingin, serunya, "Buka Pintu dan lepaskan mereka keluar!"
Ong Kwan-tiong terkesiap. Tak tahu ia bagaimana harus bertindak.
Tiba-tiba ketua Law-hay-bun maju menghampiri dan berkata, "Betapa susah payah kubangun
makam tua ini. Kalau sekarang hendak engkau kacau, bukankah akan sia2 belaka segala jerih
payahku itu"." Sahut wanita cantik, "Kalau engkau memang mempunyai kesaktian, mengapa engkau tak
menantang mereka untuk adu kepandaian" Dengan mengandalkan perkakas2 rahasia dalam
makam ini untuk mencelakai orang, bukanlah laku seorang ksatrya!"
"Apa pedulimu!" teriak ketua Lam-hay-bun dengan murka, "siapa suruh Engkau ikut campur?"
Tetapi wanita cantik itu tak gentar, bahkan malah menantang, "Kalau aku senang ikut campur,
engkau mau apa?" "Yah". mah".,! Aduh aku sakit sekali ini!" tiba-tiba dara baju ungu berteriak.
Ketua Lam-hay-bun tergetar hatinya. Ia berpaling ke arah puterinya lalu tertawa keras, "Ah".
ternyata Thian tak mengabulkan kehendakku. Hm, apa boleh buat."
Tiba-tiba ia menampar dinding dengan tangan. Dinding batu yang licin itu seketika merekah
sebuah pintu. Wanita cantik berpaling dan berkata dingin2 kepada Han Ping, "Pintu sudah terbuka.
Seharusnya engkau lepaskan dia!"
Han Ping keliarkan pandang. Dilihatnya mata sekalian tokoh-tokoh Tiong-goan itu mencurah
kepadanya dengan sikap yang tegang.
Karena melihat Han Ping masih ragu-ragu, ketua Lam-hay- bun marah dan membentaknya.
"Nanti mayatmu tentu akan kucincang sampai hancur lebur agar kebencian hatiku bisa
terlampias." Rupanya wanita cantik itu memang sengaja hendak cari perkara dengan suaminya. Ia tertawa
mencemooh, "Rupanya dia telah mewarisi kepandaian dari Hui Gong taysu. Mungkin engkau tak
mampu mengalahkannya."
Seketika berobah pucat pasilah wajah ketua Lam hay bun. Ucapan isterinya benar-benar
menyinggung hatinya. Han Ping menghela napas panjang, serunya, "Lo-cianpwe berdua, harap suka memberi jalan
agar mereka yang terluka dapat keluar dari sini. Aku tetap akan tinggal disini. Asal sekalian orang
yang menderita luka itu sudah keluar semua, aku pasti akan melepaskan puterimu."
Ketua Lam-hay-bun saling bertukar pandang dengari isterinya. Kemudian keduanyapun masingmasing
mundur selangkah. "Silakan para suhu sekalian keluar dahulu," seru Han Ping kepada golongan paderi Siau-lim-si.
Rombongan paderi Sian-lim-si itu memandang Han Ping lalu memanggul jenazah Goan-thong
dan Hui Ko, kemudian mengangkut Hui In taysu dan keluar dari ruangan itu.
Tiba-tiba terlintas sesuatu dalam benak Han-Ping cepat ia, berseru, "Suhu sekalian, harap
berhenti dahulu." Rombongan paderi itu tertegun dan hentikan langkah.
Han Ping segera maju menghampiri. Diam-diam ia kerahkan tenaga-murni dan beberapa kali
menutuk jalandarah di tubuh Hui In taysu. Kemudian mempersilahkan para paderi itu lanjutkan
keluar. Para paderi menyambut dengan doa, pelahan lalu melangkah keluar.
Sejenak keliarkan pandang, berkata pula Han Ping dengan pelahan, "Siangkwan pohcu, Ting
koh-cu berdua, menderita luka parah. Harap lekas-lekas berobat. Mungkin masih dapat tertolong.
Maka silahkan keluar lebih dahulu."
Mendengar itu Ting Ko lalu memanggul Ting Ling melangkah keluar. Pun Siangkwan Ko juga
segera memimpin tangan Siangkwan Wan-ceng, mengikuti di belakang Ting Ko.
Sikap dan keberanian Han Ping menghadapi maut bagai suatu hal yang tak mengerikan, benarbenar
telah membuat sekalian tokoh-tokoh Tiong-goan kagum dan secara, tak sadar mereka
menganggap pemuda itu sebagai pemimpin mereka.
Ketua Lam-hay-bun dan wanita cantik ternyata tak berbuat apa-apa. Mereka membiarkan saja
orang-orang itu keluar dari makam.
Tiba-tiba ketua Lembah-seribu-racun pesatkan langkah dan terus menerobos keluar dari pintu
batu itu. Han Ping kerutkan alis. membentaknya perlahan, "Lo-cianpwe, nanti dulu, giliran yang
belakang." Saat itu ketua Lembah-seribu-racun sudah hampir dekat pada pintu batu. Ia berhenti
mendengar suara Han Ping lalu balas membentak, "Mengapa?"
Kata Han Ping, "Cara lo-cianpwe bergerak mau menyelamatkan jiwa terlalu terburu-buru "."
Betapapun halnya tetapi ketua Lembah seribu-racun itu merah juga mukanya mendengar katakata
Han Ping. Sahutnya, "Lambat atau cepat toh sama saja!"
Sesungguhnya yang ingin lekas-lekas keluar dari tempat itu bukan melainkan hanya Leng Kongsiau.
ketua Lembah seribu-racun itu seorang. Nyo Ban-giau, Ca Cu-jing dan lain2 juga ingin sekali.
Hanya saja mereka tak mau bergerak seperti ketua Lembah-seribu-racun yang begitu tergopohgopoh
itu. Ternyata selain sayang akan jiwanya, pun orang-orang itu memang mengandung pikiran untuk
keuntungan diri sendiri. Mereka mengharapkan supaya lekas keluar baru ketua Lam-hay-bun itu
gerakkan alat perkakas rahasia agar semua orang yang masih berada dalam makam itu tertimbun
mati semua. Tambah seorang yang mati dalam makam itu, bagi yang masih hidup berarti suatu
keringanan karena berkurang seorang musuh yang kuat.
Ketua Lam hay-bun itu dingin2 saja melihat Han Ping laksana seorang laksamana yang
memberi perintah kepada anak buahnya. Demikian pula dengan wanita cantik, ibu si dara baju
ungu. Rupanya kedua suami isteri itu terpaksa harus mengalah demi memikirkan keselamatan
puterinya yang ditawan Han Ping.
Suasana dalam ruangan sunyi senyap. Tampak Han Ping tengah merenung dan entah apa yang
sedang dipikirkan. Pengemis-sakti Cong To batuk-batuk pelahan sehingga kesunyian terpecah. Kemudian berkata,
"Saudara, apa yang engkau pikirkan?" tegurnya kepada Han Ping.
"Aku tengah berpikir apakah kita perlu tinggal disini atau tidak, untuk menyelesaikan
pertempuran dengan pihak Lam hay-bun. Memang kemungkinan kita bisa keluar dari tempat ini
dengan selamat, tetapi rasanya persoalan takkan habis sampai disitu saja. Dunia persilatan tentu
masih bergolak-golak dan kacau. Entah kelak akan membawa berapa banyak korban yang tak
berdosa lagi. Daripada hal itu terjadi besok, lebih baik kita selesaikan sekarang saja. Biar mati atau
hidup, tetapi hanya kita beberapa orang ini saja. Tak sampai menyeret lain2 orang yang tak sedikit
jumlahnya!" Cong To tertawa gelak-gelak, serunya, "Benar, soal itu aku sendiripun sampai tak dapat
memikir jauh." Nyo Bun-giau tiba-tiba menyelutuk, "Kalau saudara Ji memang bermaksud begitu, kiranya tak
perlu tadi saudara melepas Siangkwan Ko dan Ting Ko keluar. Bukan saja kekuatan kita akan
berkurang, pun dengan bebasnya kedua orang itu, dunia persilatan tentu tak mungkin akan
aman." Jawab Han Ping, "Kedua orang itu sudah tua dan menderita kemalangan nasib karena puterinya
meninggal dan terluka. Kiranya pelajaran itu cukup mahal. Tetapi kalau memang tak sadar dan
tetap berkecimpung dalam kancah dunia persilatan untuk memburu nama mereka pasti akan
menderita kekecewaan "."
Tiba-tiba Ca Cu-jing menyelutuk, "Kami ayah dan anak, kalau harus mati semua dalam ruang
ini, bukankah terlalu penasaran sekali"." sejenak ia berhenti lalu berkata pula, "Anakku, engkau
juga harus tinggalkan tempat ini."
Tetapi Ca Giok menolak, "Tidak yah, aku akan menemani ayah disini"."
Ca Cu-jing membentak marah, "Mau tinggal disini agar ayahmu menderita kedukaan" Lekas
pergilah!" Wut, ia lepaskan sebuah hantaman.
Ca Giok tak berani menangkis. Ia miringkan bahu ke samping untuk menerimanya. Seketika ia
rasakan sebuah arus tenaga dahsyat melanda sehingga tubuhnya terdorong mundur beberapa
langkah dan tepat tiba di samping pintu batu.
Ca Cu jing cepat menyusuli sebuah hantaman lagi kepada sang putera sehingga Ca Giokpun
terdorong keluar dari pintu.
Tiba-tiba Han Ping menengadahkan kepala dan bersuit nyaring. Ia lepaskan diri dari si dara
baju ungu lalu dengan mata berkilat-kilat dan tangan kanan mencekal pedang Pemutus asmara, ia
menjura di hadapan ketua Lam-hay bun.
"Lo-cianpwe. aku"."
Ketua Lam hay-bun mendengus dingin, "Apakah engkau hendak menguji aku dengan pukulan?"
Sahut Han Ping tegas2, "Silahkan lo-cianpwe memberi perintah untuk menutup pintu batu dan
siapkanlah barisan. Akulah yang pertama ingin mencoba kehebatan dari ilmusilat Lam-hay-bun."
Kiranya pada saat itu benak Han Ping membayangkan ketika Hui Gong taysu tengah
menurunkan pelajaran kepadanya. Walaupun secara resmi dia bukan murid dari Hui Gong taysu,
tetapi ia telah menerima pelajaran dari tokoh Siau-lim itu. Ia harus mencurahkan segenap tenaga
untuk menjaga keharuman nama Hui Gong taysu sebagai bintang cemerlang dalam angkasa
persilatan. Pikiran aneh dalam hati Han Ping itu, tiada seorangpun yang dapat menduga. Bahkan Ih Thianheng
yang cerdik, juga tak mengerti.
Sesaat Ih Thian-heng hanya tegak termangu-mangu memandang wajah Han Ping. Beberapa
jenak kemudian baru ia berkata pelahan-lahan, "Apakah saudara Ji hendak adu kepandaian di
dalam ruangan ini?" Han Ping menyahut dengan nada bersungguh-sungguh, "Walaupun dalam ruang ini terdapat
barisan gelap, tetapi kupercaya, Lam-hay Sin-siu lo-cianpwe pasti takkan menggerakkannya."
Ketua Lam-hay-bun tertegun, serunya, "Apakah di antara kalian ada yang layak menjadi
lawanku?" "Lo-cianpwe hanya karena mendendam kepada Hui Gong taysu maka dengan jerih payah
membangun triaLtien tua ini dan memperlengkapinya dengan segala bermacam alat-alat rahasia
untuk membunuhi kaum persilatan dunia Tiong-goan," kata Han Ping, "tujuan lo-cianpwe tak lain
yalah karena hendak merebut kembali kehilangan muka dari Hui Gong taysu. Padahal peristiwa locianpwe
dikalahkan Hui Gong taysu, kaum persilatan Tiong-goan hanya sedikit sekali orang yang
tahu. Apalagi kini Hui Gong taysu sudah meninggal dunia."
Berhenti sejenak, Han Ping melanjutkan pula, "Seorang lelaki, masakan takut menghadapi
kematian" Walaupun tahu bahwa diriku bukan lawan yang layak dari lo-cianpwe. tetapi aku ingin
sekali menyerahkan jiwaku untuk menerima pelajaran ilmu kesaktian dari lo-cianpwe. Kalau aku
sampai terluka di tangan lo-cianpwe, mungkin dendam kemarahan Lo-cianpwe itu tentu akan
mereda. Tetapi kalau aku beruntung dapat mengalahkan lo-cianpwe, kuharap lo-cianpwe benarbenar
rela mengaku kalah kepada Hui Gong taysu."
Seketika wajah ketua Lam-hay bun berubah gelap. Pelahan-lahan ia maju tiga langkah,
serunya: Hendak kuuji dulu sampai pada tataran manakah Ilmu Pedang terbang yang engkau
yakinkan itu?" Diam-diam Han Ping memang sudah kerahkan tenaga-murni. Pedang Pemutus asmara pelahanlahan
digerakkan dalam bentuk setengah lingkaran di muka dadanya. Kemudian berkata dengan
serius. "Silahkan lo-cianpwe!"
"Aku akan mengalah sebanyak tiga jurus," kata ketua Lam-hay-bun.
"Kalau lo-ciaupwe hendak mengalah, kurasa satu jurus saja sudah cukup," seru Han Ping
seraya ajukan tangan melmutar pedang pusaka menjadi tiga kelompok sinar yang sekaligus
menyerang pada tiga buah jalandarah di tubuh ketua Lam-hay-bun.
Tampak ketua Lam Hay-bun gatarkan bahu kanannya. Tanpa berkisar kaki dan meliukkan lutut
ia menghindari serangan itu.
Han Ping menarik pulang pedang, serunya, "Harap lo-cianpwe suka turun tangan!"-ia terus
loncat maju. Pedang Pemutus-asmara berkiblat-kiblat memancarkan lingkaran Sinar bergulung2
bagai ombak mendampar. Ih Thian-heng yang menyaksikan dari samping diam-diam merasa bahwa ilmupedang
anakmuda itu dalam waktu yang singkat telah mencapai kemajuan besar.
Rupanya ketua Lam-hay-bun tetap pegang gengsi. Dia tak mau menggunakan senjata dan
melainkan menggunakan sepasang tangan untuk menghadapi serangan Han Ping. Tetapi gerakan
tangannya memang amat aneh sekali. Benar-benar suatu ilmu silat yang jarang terdapat di dunia
persilatan. Ujung jarinya selalu mengarah untuk menusuk ke jalandarah lengan Han Ping sehingga anakmuda
itu terpaksa tiap kali harus hentikan serangan pedangnya di tengah jalan.
Sepintas pandang tampak pedang Han Ping itu menyambar bagai bianglala. Dan sambarannya
pun sedahsyat gelombang mendampar. Tetapi sesungguhnya, dia harus bertempur dengan susah
payah sekali. tangan ketua Lam hay- bun itu seperti ular yang selalu membayangi kemana
pemuda itu bergerak. Pertempuran yang seru dan dahsyat itu membuat sekalian tokoh yang menyaksikan sama
membelalakkan mata lebar-lebar. Mereka seperti kena pesona. Perhatian dan mata tokoh-tokoh itu
mencurah lekas pada gerak gerik kedua orang yang sedang bertempur. Kerut wajah merekapun
Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berobah-obah tenang tenang menurutkan perobahan2 yang terjadi pada jurus2 pertempuran.
Menyaksikan adegan itu, tiba-tiba darah si dara baju ungu meluap ke atas kepala, Kepalanya
pusing dan rubuhlah ia ke tanah.
Untunglah si wanita cantik tahu dan cepat-cepat menyambar tubuh puterinya itu lalu dipeluk.
"To-ji, to-ji"."
Dalam beberapa waktu yang singkat itu berulang kali si dara baju ungu telah menderita
keguncangan perasaan hatinya. Dia memang seorang dara yang bertubuh lemah sehingga mudah
pingsan. Melihat Han Ping bertempur sedemikian dahsyatnya dengan ketua Lam hay-bun, dara baju
ungu itu menjadi tenang sekali. Yang satu adalah ayah kandungnya. Dan yang satu adalah
pemuda yang amat dicintainya. Siapa pun diantara kedua orang itu yang akan rubuh, tentu akan
membuat hati si dara menderita sekali.
Melihat ayahnya dan Han Ping bertempur makin lama makin hebat, hati dara baju ungu itupun
ikut meningkat ketegangannya. Darah meluap dan akhirnya rubuhlah ia tak ingat diri".
Mendengar isterinya berseru memanggil puterinya, ketua Lam-hay-bun tanpa sadar
memalingkan muka sehingga perhatiannya lengah. Kesempatan itu telah diisi Han Ping dengan
Dua buah tahasan telah menutup serangan jari ketua Lam- hay bun itu. Dan kemudian Han Ping
menyusuli dengan menamparkan tangan kiri dalam jurus Tengah-malam-memukul-lonceng ke
arah bahu kanan lawan. Ketua Lam-hay-bun hanya memperhatikan serangan pedang Han Ping. Sama sekati ia tak
menduga akan menerima pukulan dari anakmuda itu. Kalau ia menghindar, tentu harus loncat
mundur. Dan gerakan itu pasti akan dikuasai oleh Han Ping lagi.
Maka ketua Lam hay-bun itu memutuskan. Ia mendengus dingin lalu songsongkan bahunya ke
arah tangan Han Ping. Dukk". pukulau Han Ping tepat bersarang pada bahu kanan ketua Lam-hay-bun. Tetapi Han
Pingpun menderita, kerugian. Ternyata dalam mengorbankan bahunya itu, ketua Lam-hay-bunpun
dengan suatu gerakan jari yang luar biasa anehnya telah berhasil menutuk siku lengan Han Ping
sehingga pedang Pemutus-asmara tak kuasa dicekalnya tagi. Tring". pedang pusaka itu jatuh ke
tanah. Tetapi Han Ping tak mau menyerah begitu saja. Serentak ia tendangkau kakinya dan tangan
kirinya balas menutuk. Cara yang dilakukan Han Ping itu adalah cara adu jiwa. Dia sudah tak menghiraukan lagi
apakah pertahanan dirinya terbuka atau tidak. Pokoknya serangan itu harus mengenai lawan.
Sekalian tokoh heran melihatnya. Mereka benar-benar tak menyangka Han Ping berbuat begitu
nekad. Diam-diam mereka menilai, "Hm. ketua Lam hay- bun ini mempunyai kesempatan yang
lebih besar. Asal dia menyerang ke sebelah kanan tentulah dapat melukai Han Ping. Aneh,
mengapa dia malah menyurut mundur dengan mendadak?"
Tiba-tiba terdengar ketua Lam-hay-bun itu mendengus dingin. serunya, "Dahulu aku kalah
dengan Hui Gong taysu karena menghadapi jurus ini. Berpuluh tahun kemudian engkau hendak
mengulang lagi adegan itu, Hm, masakan aku akan dapat terjebak lagi?"
Siku lengannya terkena tutukan, walaupun tak sampai mengenai jalandarahnya tetapi Han Ping
rasakan seluruh lengannya kesemutan dan lunglai. Ternyata ujung Jari ketua Lam hay bun itu
mengandung tenaga yang Luar biasa kuatnya.
Waktu ketua Lam-hay-bun menyurut mundur, diam-diam Han Ping menggunakan kesempatan
itu untuk menyalurkan darahnya. Kemudian bersiap-siap lagi untuk menghadapi lawan. Maka apa
yang dikatakan ketua Lam-hay-bun itu, ia seolah-olah tak mendengarkan.
Ih Thian-heng berpaling ke arah Pengemis sakti Cong To dan berkata, "Saudara Cong, jurus
yang dimainkan saudara Han Ping itu sungguh tak dapat kuketahui keistimewaannya?"
Cong To tertawa, "Apakah engkau hendak minta penjelasan dari pengemis tua ini?"
"Ya, aku ingin sekali mendengar keterangan tentang hal itu."
Cong To tertawa, "Jurus yang dimainkan dengan tangan dan kaki itu, sebuah ilmu yang
mempunyai nama besar."
"Apakah mama jurus itu?" tanya Ih Thianheng.
"Itulah yang disebut jurus Lengan-satu-kaki-pincang-memukul-anjing "."
"Ah, nama itu kurang sedap didengar," kata Ih Thian-heng.
Cong To tertawa gelak-gelak, serunya, "Kalau hanya ingin mendengar yang bagus2 saja,
jangan tanya kepada pengemis tua."
Ih Thian-heng tersenyum, katanya, "Bersuit bangga di tengah hutan, bicara dengan tertawatawa
dalam saat diancam kematian. Sikap yang perwira dan saudara Cong itu, sungguh membuat
aku kagum." Tampak Han Ping mengulurkan tangan menjemput pedang Pemutus-asmara di tanah. Setelah
dimainkan sejenak lalu diserangkan kepada ketua Lam-hay-bun.
Tampak wajah Pengemis-sakti Cong To tertawa-tawa tetapi sesungguhnya dalam hati pengemis
itu merasa heran juga melihat gerak gerik Han Ping. Diam-diam ia mencurahkan segenap
perhatiannya kepada anakmuda itu. Dilihatnya wajah Han Ping tampak muram, sepasang matanya
pun agak redup tak bersinar dan membelalak lebar-lebar.
"Eh, mengapakah anak itu?" diam-diam Cong To terkejut dalam hati.
Rupanya Ih Thian-hengpun mengetahui juga tentang sikap yang tak wajar dari Han Ping.
segera ia bertanya kepada pengemis sakti, "Saudara Cong, rupanya ada sesuatu yang tak wajar
pada diri saudara Han Ping."
Cong To batuk-batuk, sahutnya, "Baik, pengemis tua akan menariknya mundur."
"Engkau seorang tentu bukan tandingannya," kata Ih Thian-heng, "kalau mau maju baiklah kita
bersama-sama. Walaupun sebelah lenganku sudah lumpuh tetapi saat ini tenagaku sudah pulih
kembali." Tampak gerakan kaki Han Ping meluncur deras seperti air mengalir dan sambaran pedangnya
pun sederas sungai bengawan. Gerakannya aneh dan jurus2 permainannya luar biasa, gerak
perobahannya selalu berobah-robah tak pernah berhenti. Memang permainan anakmuda itu cepat
dan tangkas sekali, tetapi gaya serangannya tampak ngawur tiada menentu sasarannya".
Cong To dan Ih Thian-heng diam-diam siapkan diri. Tetapi sampai sekian saat belum juga
mereka melihat kesempatan untuk turun tangan.
Sekalian tokoh-tokoh lain makin menggelora semangatnya. Mereka menyaksikan pertempuran
itu dengan menahan napas.
Tiba-tiba Han Ping lempangkan pedang lurus ke muka. Tangan kiripun melepas hantaman.
Seketika wajah ketua Lam-hay-bun berobah. Ia meliukkan jari dan menjentikkannya. Serentak
mendesislah sedesir suara tajam ke arah jalandarah lengan kiri Han Ping.
Han Pingpun cepat mengendapkan tubuh ke bawah lalu lontarkan pedang Pemutus asmara.
Sepercik sinar biru melayang dan berputar-putar di udara. Sekali Han Ping melingkarkan tangan
kirinya, terus menghantam.
Ketua Lam- hay-bun memutar lengannya untuk menymnbut. Tetapi sekonyong-konyong Han
Ping bersuit panjang lalu tangan kanannya serentak menyambar pedang pusaka itu dan
diputarnya kencang2. Sekalian tokoh-tokoh makin melekat perhatiannya. Dilihatnya setiap kali Han Ping memutar
pedang itu sampai satu lingkaran, sinar biru pedang itu pun makin bertambah panjang. Tokohtokoh
itu menyadari apa artinya itu tetapi tak mengerti bagaimana hal itu dapat terjadi.
Sinar biru pedang Pemutus asmara itu, makin lama makin membesar dan dalam waktu
beberapa jenak kemudian hampir mencapai semeter panjangnya. Dan Han Pingpun seolah olah
lenyap ditelan sinar biru itu.
Tiba-tiba si dara baju ungu bertanya dengan bisik-bisik, "Apakah itu yang disebut ilmu pedang
tataran tinggi?" Belum sempat ibunya atau si wanita cantik berpakaian seperti puteri keraton menjawag, tibatiba
sinar pedang berobah memanjang seperti sebuah bianglala yang mencurah ke arah ketua
Lam-hay-bun. Tetapi rupanya ketua Lam-hay-bun itu sudah bersiap lebih dulu. Kedua tangannya yang
menjulur lurus di muka dadanya, tiba-tiba didorongkan. Sebuah gelombang tenaga-dalam yang
dahsyat segera melanda ke arah sinar pelangi biru itu.
Rupanya pelangi terbang itu seperti tertahan oleh gelombang tenaga dalam dari ketua Lamhaybun. Sinar biru itu segera melingkar-lingkar mengitari tubuh ketua Lam hay bun.
Ketua Lam-hay-bun tak henti-hentinya menghantam dengan tenaga dalam tetapi tetap tak
mampu menghalau sinar pedang yang melingkari dirinya.
Kira2 sepeminum teh lamanya, muka ketua Lam-hay-bun mulat bercucuran keringat. Dan sinar
pedang itu bahkan makin lama makin dekat kepada dirinya. Pada lain saat, tiba-tiba sinar biru itu
menembus, memecah dinding tenaga-dalam dari ketua Lam-hay-bun dan langsung menyusup ke
arah dadanya. Melihat itu tanpa disadari, menjeritlah si dara baju ungu, "Han Ping. jangan melukai ayahku!"
Serentak sinar pedang pun lenyap dan tampaklah pula tubuh Han Ping. Sebelum orang tahu
apa yang telah terjadi, tiba-tiba terdengar sebuah bentakan keras dan sesosok tubuh terhuyung
rubuh. "Han Ping!" Pengemis-sakti Cong To menjerit keras dan terus menyanggapi tubuh itu.
Saat itu si dara baju ungupun lari melihat apa yang terjadi, ia serentak berhenti dan
membentak dingin, "Yah, engkau melukai dia!"
"Aku tak keburu menarik pulang tanganku," sahut ketua Lam-hay-bun dengan tegang.
"Kalau aku tak menyerukan supaya dia hentikan serangannya kepadamu?" seru si dara pula.
Seketika pucatlah wajah ketua Lam hay-bun itu, sahutnya, "Ayahmu tentu akan binasa di
bawah pedang Pemutus-asmara yang tiada tandingnya di dalam dunia ini!"
"Ayah!" menjerit si dara baju ungu, "dengan begitu engkau memperoleh kemenangan karena
aku menyuruhnya berhenti tadi?"
Ketua Lam hay-bun tak dapat menjawab.
Berkata pula si dara baju ungu dengan tajam, "Mamaku telah membenci engkau seumur hidup
Aku sebagai seorang anak, tentu tak dapat ikut-ikutan membencimu mati-matian. Tetapi aku ingin
agar engkau merasakan betapa kesedihan hati seorang tua yang kehilangan puterinya"."
Habis berkata dara baju ungu itu terus berlari menghampiri ke tempat Han Ping.
Tampak ketua Lam-hay-bun tegang sekali hatinya. Sejenak ia berpaling memandang kearah
wanita cantik atau isterinya.
Wanita cantik berpakaian seperti puteri keraton itu hanya mengunjuk wajah dingin. Jelas ia tak
mau mencegah kehendak puterinya.
Dalam suasana yang berkabut dengan hawa pembunuhan tercampur dengan rasa kasih sayang
antara orangtua dengan anaknya. ditambah pula dengan getar2 asmara murni dari sepasang
muda mudi, Berhamburan mencekam suasana.
Perlahan-lahan terlihat jelas, kabut hawa pembunuhan itu mulai menipis dan lenyap.
Ih Thian-heng menghela napas.
"Saudara Cong," serunya kepada Pengemis-sakti Cong To," bagaimana keadaan luka saudara
Han Ping?" "Jalandarah jantungnya sudah berhenti, pusat sumber jiwanya sudah kosong. Rasanya sukar
ditolong lagi. Tiba-tiba dara baju ungu menangis keras.
"Bagus, bagus! Engkau mati dengan bagus sekali!" serunya.
Mendengar itu Pengemis-sakti Cong To marah, serunya, "Jika engkau tidak memanggilnyatentulah
batang kepala ayahmu itu sudah menggelinding di tanah. Dalam detik-detik menghadapi
pertempuran maut, dia tetap mencurahkan kasihnya kepadamu. Tetapi mengapa engkau berbalik
malah gembira sekali melihat kematiannya, Hm, manusia liar yang tak beradab, ternyata memang
tak mempunyai rasa budi kecintaan sama sekali."
Ih Thian-hengpun marah. la tak tahan lagi melihat peristiwa itu. Sekonyong-konyong ia
gerakkan lengan kanannya dan berseru, "Keadilan hari ini, terpaksa memang harus demikian.
Hancurkan dulu mana yang dapat dihancurkan, setiap kesempatan harus diisi dengan
kemenangan!" Ca Cu jingpun tak mau banyak pikir lagi. ia menjemput jarum Hong-wi-ciam yang beracun,
terus ditaburkan ke arah ketua Lam-hay-bun juga.
Ketua Lam-hay-bun kebutkan lengan bajunya. Serangkum tenaga dahsyat segera menyapu
jarum2 Hong-wi-ciam itu sehingga berjatuhan ke tanah.
Kemudian ketua Lam-hay bun itupun gerakkan tangan kanan untuk menangkis pukulan Ih
Thian-heng. Seketika Ih Thian-heng segera rasakan segelombang tenaga-dalam mengembalikan tenaga dari
pukulannya. Sedemikian hebat tenaga- membalik itu sehingga Ih Thian-heng rasakan jantungnya
berdebar keras. Ca Cu-jing masih penasaran. Segera ia lepaskan sebuah pukulan Peh- poh-sin ciang atau
Pukulan-sakti-seratus-langkah ke arah ketua Lam-hay-bun. Tetapi murid pertama dari Lam-haybun
ialah Ong Kwan-tiong cepat maju menyongsongnya.
Si Bungkuk, si Kate dan Kaki-buntung baju merahpun segera mainkan senjatanya maju
menyerang dan menyambut serangan orang Tiong-goan.
Seketika pecahlah pertempuran hebat antara orang Lam-hay-bun lawan tokoh-tokoh persilatan
Tiong-goan. "Berhenti!" tiba-tiba ketua Lam-hay-bun membentak, "aku hendak bicara!"
Kedua belah fihak segera berhenti dan tegak mendengarkan.
Tampak ketua Lam-hay-bun mengusap jenggotnya yang panjang dan berkata, "Kutahu dalam
dunia persilatan ini hanya aku dan Hui Gong taysu yang pantas menjadi lawan. Tetapi dia pun
belum tentu dapat meugalahkan aku. Hanya dia ternyata dapat memenangkan setengah jurus dari
aku. Sejak itu aku selalu mendendam dalam hati, Siang malam aku memikirkan daya dan rencana
bagaimana dapat berjumpa lagi dengan dia dan mengadu kepandaian. Tetapi sayang dia sudah
dipenjarakan oleh ketua Siau-lim-si dan tak dapat keluar ke dunia persilatan lagi.
Dia berhenti sejenak lalu berkata pula, "Beberapa tahun kemudian, aku pernah datang ke
gereja Siau-lim-si untuk mencarinya. Malam hari aku menyelundup masuk ke dalam penjara gereja
Siau-lim dan menantang bertempur lagi dengan taruhan pedang Pemutus-asmara. Siapa yang
menang boleh mengambil pedang"."
Tiba-tiba ketua Lam-hay-bun itu hentikan kata-katanya dan berpaling memandang ke arah
wanita cantik lalu menghela napas.
"Soal urusan peribadi kami, aku tak dapat mengumumkan kepada dunia. Maka baiklah kalian
jangan menanyakan hal itu," katanya sesaat kemudian.
Tiba-tiba wanita cantik berpakaian seperti puteri keraton itu menghela napas panjang dan
tundukkau kepala berdiam diri.
Saat itu Pengemis saktipun sudah letakkan tubuh Han Ping dan siap2 hendak turun tangan.
Mendengar penuturan itu, ia segera menyelutuk pertanyaan, "Lalu bagaimana kelanjutan peristiwa
itu?" Kata ketua Lam hay-bun, "Setelah mendengar tantanganku sampai tiga kali barulah Hui Gong
taysu keluar meluluskan. Di dalam ruang tempat dia dipenjarakan itulah Aku dan Hui Gong
melangsungkan pertempuran adu tenaga-sakti". ."
Tiba-tiba nada suaranya berobah pelahan, katanya, "Setengah malam bertempur mati-matian,
aku tetap kalah dengan dia"."
Suaranya makin lama makin pelahan sehingga tak kedengaran lagi.
Pengemis-sakti Cong To mendengus dingin, "Adakah kali ini hatimu sudah rela menerima
kekalahan tadi?" Tanpa melihat pada si pengemis, ketua Lam-hay-bun itu menghela napas panjang, ujarnya,
"Tempo dulu memang aku masih penasaran karena menderita kekalahan. Maka dari ribuan li
jauhnya kutempuh perjalanan untuk menuju ke gunung Ko-san. Tiba di gereja Siau-lim-si aku pun
harus bersusah payah untuk menghindari barisan tersembunyi dari paderi2 berilmu sakti yang
menjaga gereja itu. Akhirnya setelah melalui jerih payah, barulah aku berhasil menemui dan
menantangnya bertempur. Tetapi dia tetap seenaknya saja duduk dalam ruang tempat penjaranya
tanpa banyak mengeluarkan tenaga. Aku letih dan dia masih tegar, sekalipun akhirnya aku
menderita kekalahan tetapi hatiku masih penasaran!"
Wajah ketua Lam- hay-bunpun berobah tegang dan sarat. Kemudian ia memandang ke arah
tokoh-tokoh Tiong-goan lalu berkata pula, "Hari ini setelah berhadapan dengan Ji Han Ping,
barulah aku menyadari akan kebesaran alam dan kegaiban mahluk di dunia ini, tak dapat diduga
manusia biasa. Makin banyak tokoh-tokoh sakti dalam dunia persilatan, makin tipislah harapanku
untuk merajai dunia persilatan"."
Nadanyapun mengikuti ketegangan wajahnya. Mengalun tinggi kemudian mengendap turun.
Wajahnya makin sarat dan muram kemudian ia menghela napas, "Itulah sebabnya maka aku
rela mengaku kalah"."
Pengemis-sakti Cong To tertawa dingin, serunya, "Ho, ternyata engkau masih memiliki jiwa
ksatrya!" Tiba-tiba ketua Lam-hay-bun menyilangkan kedua matanya. Berkilat-kilat seperti memancarkan
api lalu berseru bengis, "Tetapi kalian jangan lupa. Di seluruh dunia ini, jago yang dapat
mengalahkan aku, setelah Hui Gong taysu, pun hanya Han Ping seorang saja. Lain orang". lain
orang"." Perlahan-lahan dia memandang ke bawah dan suaranyapun makin mengendap. Rupanya
hatinya sudah tawar dan dingin dan ia pun sudah tak mempunyai selera untuk bicara lagi.
Tokoh-tokoh Tiong-goan itupun juga mempunyai perasaan gelo dan menyesal sehingga
merekapun tak buka bicara.
Suasana menjadi hening lelap. Bahkan suara napas orangpun mulai kedengaran jelas.
Beberapa saat kemudian barulah ketua Lam- hay- bun itu mulai berkata pula, "Nafsu berkelahi
mencari kemenangan hanya memburu kesenangan hati untuk sesaat tetapi meninggalkan bekas
penyesalan ratusan tahun. Tokoh-tokoh ternama yang silih berganti menjagoi dunia persilatan,
pada akhirnya tak lain tak bukan hanya menjadi segunduk impian saja"."
Ketua Lam hay-bun itu menengadahkan kepala dan bersuit panjang. Suitanuya memantulkan
suara macam Naga meringkik. Dahi sekalian tokoh-tokoh yang berada dalam ruangan itu pucatlah
seketika. Rupanya ketua Lam-hay-bun ini telah menyalurkan kesesakan dadanya yang telah menghimpit
napasnya. "Mulai saat dan detik ini," katanya dengan nada sarat, "aku sudah menemukan kesadaran dan
penerangan. Aku tak mau mengucurkan darah dan bertempur dengan orang lagi"."
Habis berkata ia terus berjalan dengan langkah berat menuju ke luar ruangan. Seiring dengan
langkah kakinya, mulutnyapun berkata dengan pelahan-lahan, "Apabila ada orang yang hendak
mencelakai aku, silahkan turun tangan. Tak nanti aku akan membalasnya!"
Sekalian tokoh-tokoh Tiong-goan itu saling berpandangan sendiri. Rupanya perasaan hati
merekapun seperti tenggelam dalam laut kedukaan sehingga tak seorangpun yang memikirkan
hendak turun tangan kepada ketua Lam hay-bun.
Setapak demi setapak terdengar kaki ketua Lam-hay-bun itu melangkah keluar dari ruang batu
dan makin lama pun makin jauh.
Walaupun dalam ruang itu masih terdapat isterinya yang tercinta dam puterinya yang
tersayang. namun sekalipun ketua Lam-hay-bun itu tak mau berpaling kepada mereka. Seolah
kepergiannya kali itu, dia takkan berjumpa dengan manusia di dunia lagi.
Setelah suara langkah kaki itu lenyap, si Kaki buntung baju merah, Ong Kwan-tiong dan anak
Makam Asmara Lanjutan Persekutuan Tusuk Konde Kumala Karya Wo Lung Shen di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
buah Lam-hay-bun, tiba-tiba berlutut ke tanah dan menangis. Sedemikian mengharukan tangis
mereka sehingga sekalian tokoh-tokoh Tiong-goan pun ikut rawan.
Wanita cantik berpakaian puteri keraton memandang bayangan suaminya yang lenyap keluar
ruangan lalu berkata dingin, "Sebaiknya memang dia pergi"."
Tetapi kata-kata itu walaupun diucapkan dengan nada dingin tetapi jelas pada sepasang
matanya berlinang-linang airmata.
Ih Thian-heng memandang kepada lengan kirinya yang lumpuh dan berkata, "Ah, memburu
nama itu sungguh menyusahkan orang. Orang gagah tentu pendek umurnya. Saudara Cong,
kitapun juga harus pergi dari sini!"
Wanita cantik berpakaian puteri keraton berputar tubuh, mengusap airmatanya lalu berkata
kepada puterinya, "To ji, ikutlah kepada mamah! Selama belasan tahun ini aku tak merawatmu.
Sejak saat ini aku akan berlaku sayang kepadamu."
Dara baju ungu gelengkan kepala, "Silahkan mamah pergi sendiri! Aku akan tinggal disini
selama-lamanya"."
"Apa?" wanita cantik itu terkejut bukan kepalang.
Sahut si dara baju ungu dengan tenang dan tegas, "Saat ini aku sudah bukan Siau Toto lagi.
Ya, sejak saat ini, aku sudah menjadi nyonya Ji Han Ping"."
"Toto!" nenek Bwe menjerit, "mengapa engkau berkata begitu" Bukankah Ji siangkong sudah
meninggal?" Jawab dara itu, "Justeru karena dia sudah meninggal itu. Apabila dia masih hidup"."
"Apakah engkau sudah mengikat janji dengan dia?" ibunya menyelutuk.
Berkata si dara baju ungu, "Sudah lama sekali aku telah menyerahkan hatiku kepadanya. Tusuk
Kundai Kumala menjadi pengikat janji, kuberikan kepadanya dalam makamnya. Tetapi tak kudugaduga
ternyata dia masih hidup"."
Sejenak dara itu merenungkan kenangan yang lama dimana dengan secara besar-besaran dan
khidmat ia telah melakukan upacara pemakaman dari sesosok jenazah yang dikiranya Han Ping.
tetapi ternyata bukan. Han Ping saat itu masih hidup.
Sesaat kemudian tiba-tiba dara baju ungu itu tertawa keras. serunya "Mah, engkau belum
pernah melihat wajah puterimu ini. Apakah engkau sudah pernah tahu bagaimana wajah puterimu
ini?" Wanita cantik berpakaian puteri keraton terkesiap, serunya, "Dahulu pernah aku secara diamdiam
pulang ke Lam hay. Kala itu kulihat engkau sedang bermain-main di tepi laut. Cuma engkau
tak tahu mamah." "Apakah mamah masih ingat akan wajahku?" tanya si dara baju ungu pula.
"Jauh lebih cantik dari mamah," sahut wanita cantik berpakaian puteri keraton itu.
Siau Toto tertawa nyaring lalu pelahan-lahan ia membuka kain kerudung mukanya.
Wajah cantik dari dara baju ungu itu masih meninggalkan bekas kenangan yang tak pernah
dilupakan oleh sekalian tokoh-tokoh Tiong-goan.
Pada saat Siau Toto membuka kain kerudung mukanya, sekalian orang pun segera
mengarahkan pandang mata ke arahnya.
Tetapi serentak pandang mata berobah membelalak seperti melihat suatu pemandangan yang
mengejutkan. Ternyata wajah dara baju ungu yang dahulu cantik berseri laksana kuntum bunga yang tengah
mekar di pagi hari, wajah yang membuat para bidadari di kahyangan mengiri karena telah
mendapat saingan. Saat itu, ya saat itu telah berobah". mengerikan!
Wajahnya yang halus dan secantik bidadari itu telah berhias dergan gurat-gurat merah, silang
menyilang malang melintang.
Melihat itu wanita cantik yang biasanya berhati dingin, saat itu seperti orang yang kehilangan
pikiran. Ia menjerit histeris, "Toto, Toto! siapakah yang telah merusakkan wajahmu?"
Dengan bercucuran airmata, dara itu menjawab "Aku sendiri, mah!"
Wanita cantik gemetar tubuhnya, "Engkau sendiri" Mengapa engkau merusak wajahmu
sendiri?" Dara baju ungu itu sejenak memandang ke arah Han Ping yang menggeletak di tanah,
sahutnya, "Karena dia sudah meninggal "."
Tiba-tiba dara itu meraih pedang Pemutus- asmara dan didekatkan ke dadanya.
"Apabila mamah benar sayang kepadaku, mamah tentu akan mengijinkan aku tinggal disini!"
serunya. Wanita cantik berpakaian puteri keraton yang berhati sedingin es itu, saat itu bercucuran
airmatanya. Beberapa saat kemudian ia mencabut sebatang TUSUK KUNDAI KUMALA dari rambutnya dan
berkata, "To-ji, Tusuk Kundai Kumala itu semula ada sepasang. Ketika kutinggalkan Lam-hay,
kubawanya sebatang. Tusuk kundai ini terbuat dari batu kumala dingin yang berumur ribuan
tahun. Apabila membawanya, dapat membuat wajah tetap tak rusak. Ji siangkong sudah
meninggal dunia. Tenaga pukulan ayahmu dahsyat sekali, kemungkinan siangkong sudah sukar
disembuhkan lagi. Dengan menggunakan tusuk kundai ini, Jenazahnya dapat terpelihara tak
sampai rusak!" Siau Toto menyambuti. Kemudian sambil membolang-baling pedang Pemutus-asmara, ia
berseru, "Silahkan kalian pergi! Dalam waktu sepeminuman lagi, alat perkakas rahasia segera
kugerakkan agar pintu batu tertutup. Saat itu tentu kalian akan tertutup di sini dan jangan harap
kalian mampu keluar lagi!"
Sekalian tokoh-tokoh Tiong-goan saling bertukar pandang lalu perlahan-lahan mereka
mengayunkan langkah keluar dari ruangan.
Saat itu hati sekalian orang memang diliputi rasa sesal dan tawar. Sikap mereka pun tampak
lesu, tidak seperti ketika mereka masuk dan berhadapan dengan musuh, begitu beringas dan buas
seperti harimau menghadapi musuh.
Pengemis-sakti Cong To setiap melangkah setapak tentu akan berpaling ke arah si dara baju
ungu. Dipandangnya dara itu dan tubuh Han Ping yang terbaring di tanah. Dalam hati pengemis
tua itu timbul rasa haru dan sayang yang tak terhingga besarnya. Diam-diam ia tak henti-hentinya
menghela napas. Siau Toto, seorang dara jelita yang tiada tara kecantikannya. Boleh diumpamakan sebagai
seorang bidadari yang menjelma di dunia. Thian telah menganugerahkannya wajah yang luar
biasa cantiknya. Betapa menyengsamkan hati apabila dara itu tertawa. Betapa indah apabila dara
itu sedang berkata-kata. Kesemuanya itu menggores kesan yang tak dapat dilupakan seumur
hidup oleh Pengemis- sakti.
Tetapi saat itu, wajah ayu dari si dara telah berobah menyeramkan. Seluruh mukanya penuh
berhias gurat-gurat warna merah. Dari seorang bidadari, dia telah berobah menjadi dara yang
berwajah seram. Hanya dalam waktu beberapa tahun Han Ping muncul di dunia persilatan, namanya sudah
harum semerbak sebagai seorang jago muda yang gemilang dan Sakti. Tokoh-tokoh dunia
persilatan kelas satu, segan dan gentar terhadap dia. Bagaikan mentari pagi, dia muncul dan
memancarkan sinar yang gilang gemilang. Merupakan utusan muda dari angkatan yang sudah
lalu. Berhati keras tetapi berbudi emas. Secara tak resmi dia sudah diakui sebagai seorang tokoh
muda yang berpengaruh dan besar wibawanya. Tetapi nasib menentukan lain. Pemuda yang
berbakat dan berotak cerdas itu harus kehilangan jiwa di dalam makam tua.
Kematian Han Ping itu adalah karena ia memikirkan kepentingan dara itu. Demi untuk si dara,
Han Ping rela mengorbankan jiwanya.
Si darapun tahu dan membalas pengorbanan itu dengan merusakkan wajahnya yang cantik dan
menunggu dalam makam itu selama-lamanya".
Han Ping mengutamakan kepentingan si dara. Demi mematuhi permintaan si dara, ia rela
mengorbankan jiwanya. Dan untuk itu si dara pun rela membalas dengan pengorbanan besar. Ia
merusak wajahnya yang cantik dan rela menjaga jenazah Han Ping dalam makam itu untuk
selama-lamanya". Tiba-tiba Ih Thian-heng melangkah balik masuk kembali. Serta merta ia berlutut di hadapan
mayat Han Ping. Dengan melintangkan sebelah tangannya ke dada, ia mulai berdoa, "Dunia
menganggap aku Ih Thian-heng seorang manusia yang berlumuran dosa setinggi gunung. Tetapi
mereka tak tahu bahwa akan siasat buas yang kulakukan itu sesungguhnya pancaran dari hati
nuraniku yang baik. Kebaikan dan kejahatan, sebelum berakhir dengan jelas, memang sukar
dibedakan." Melihat tingkah laku Ih Thian-heng, sekalian tokohpun hentikan langkah dan mendengarkan
kata-kata Ih Thian-heng dengan penuh perhatian.
Kedengaran Ih Thian-heng berkata lebih lanjut, "Aku Ih Thian-heng, dalam sepanjang hidup ini,
selain kepada Cong To aku menaruh hormat, hanya engkau seorang yang paling kukagumi, Ji Han
Ping. Rupanya Thian tak mengijinkan usia panjang kepada ksatrya muda yang luar biasa. Dan kini
engkau telah mendahului kita. Kumohon arwahmu yang ksatrya itu dapat memberi berkah
kepadaku. Ijinkanlah aku, Ih Thian-heng, menyelesaikan tugas2mu yang belum engkau selesaikan
itu. Setelah dunia persilatan tentram dan aman, aku Ih Thian-heng, akan kembali kemari dan
tinggal dalam makam ini untuk melewati sisa hidupku menemani arwahmu"."
Dua butir airmata ksatrya, telah menitik turun dari pelupuk matanya.
Pengemis-sakti Cong To menghela napas panjang, serunya, "Saudara Ih, marilah kita pergi!"
Ih Thian-heng berbangkit, mengusap airmatanya terus ayunkan langkah. Ketika hampir tiba di
pintu batu, tiba-tiba ia berputar tubuh dan berjalan masuk kembali.
"Nona Siau," katanya kepada si dara.
Siau Toto tertawa hambar, serunya, "Soal apa lagi yang akan engkau katakan?"
"Nona memiliki kecerdasan yang luar biasa," kata Ih Thian-heng, "bagi nona tiada, soal yang
sulit di dunia ini yang tak dapat nona pecahkan. Entah apakah di dunia terdapat obat yang mampu
menghidupkan saudara Han Ping kembali?"
"Baiklah," sebut si dara, "tiada halangan kuberitahukan kepadamu. Tetapi aku percaya tentu
tak ada orang yang mampu mencarinya!"
"Harap nona suka mengatakan. Aku bersedia mendengarkan dan akan berusaha untuk
mencarinya," kata Ih Thian-heng.
Maka berkatalah Siau Toto mengenai ramuan obat yang dibutuhkan itu, "Ban lian Swat-lian-cu,
Cian-lian Tok-coa-tan, Pek-lian Le-hi-hiat. Ho-siu-oh tua. Keempat ramuan itu harus lengkap. Satu
pun tak boleh kurang."
Ban-lian Swat-lian-cu artinya Biji Teratai yang berumur selaksa tahun, Cian-lian Tok-coa-tan
artinya Empedu ular beracun yang berumur seribu tahun. Pek-lian Le-hi-hiat artinya, darah ikan
lehi yang berumur seratus tahun. Ho-siu-oh semacam bahan tanaman obat yang berkhasiat
seperti jinsom. Pengemis-sakti Cong To tertegun. serunya, "Bila terdapat obat yang mampu menolong saudara
Han Ping, tentulah begitu juga akan dapat memulihkan wajah nona."
Siau Toto tertawa, "Sekalipun wajahku dapat pulih kembali tetapi siapakah yang akan
menikmatinya?" Dara itu berhenti sejenak. "Makam tua ini kusebut MAKAM ASMARA!" serunya.
"Ohh"." terdengar Cong To dan Ih Thian-heng serempak mendesuh.
"Dan pertunjukan dalam Makam Asmara ini sudah selesai. Silahkan saudara2 segera tinggalkan
tempat ini," seru si dara pula.
Wanita cantik berpakaian puteri keraton kedengaran menghela napas panjang. Nadanya penuh
kerawanan yang beriba-iba.
"Anakku Toto, seribu satu macam peristiwa dendam kesumat itu, dari dahulu sampai sekarang,
tak lain hanya karena asmara. Baiklah, anakku, mamah hendak pergi"."
"Maaf mah, aku tak dapat mengantar," seru Toto.
Wanita cantik itu memandang ke arah rombongan anak buah Lam-hay-bun, lalu membentak,
"Mengapa kalian masih berada di sini?"
Anak murid Lam-hay-bun saling bertukar pandang lalu ayunkan langkah mengikuti di belakang
wanita cantik itu atau ibu guru mereka. Kemudian rombongan tokoh-tokoh Tiong-goan pun
berbondong-bondong keluar dari pintu batu.
Belum berapa lama mereka berjalan, tiba-tiba terdengar suara ledakan yang menggetarkan.
Ternyata pintu batu yang amat berat itu tertutup lagi.
Tiba-tiba dari dalam pintu batu itu berkumandang segelombang nyanyian. Nyanyian yang
bernada kedukaan dari rintihan kalbu. Mengalun tinggi, menyayat hati.
Langkah kaki sekalian tokoh itupun terasa makin berat. Hatipun makin tenggelam dalam
kehampaan. Nafsu memburu nama. kegagahan, kesombongan dan keangkaraan, lenyap seketika.
Malampun kelam. TAMAT Bentrok Rimba Persilatan 13 Imam Tanpa Bayangan Karya Tjan I D Pendekar Wanita Penyebar Bunga 15
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama