Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long Bagian 16
dengan kening berkerut. "Betul!" "Waaaaah tidak betul !" seru kakek latah awet muda sambil
garuk-garuk kepala dan menggeleng berulang kali, "seharusnya dia mesti pergi ke Biau-hong-san!"
"Biau-hong-san?" kembali Oh Put Kui tertegun.
Kakek latah awet muda segera tertawa:
"Anak muda, tahukah kau apa sebabnya aku mengatakan
bahwa dia seharusnya pergi ke Biau-hong-san ?"
"Boanpwe memang ingin mohon petunjuk!"
"sebab diatas bukit Biau-hong-san berdiam seorang
manusia aneh dari dunia persilatan!"
Oh Put Kui tidak percaya, mungkinkah dibukit Biau-hongsan berdiam manusia aneh dari dunia persilatan"
Sambil tertawa segera ujarnya:
"Boanpwe merasa kurang percaya!"
"Anak muda, pernahkah kau mendengar tentang dua
manusia aneh tertawa dan menangis?"
Setelah tertegun sejenak sahut Oh Put Kui:
"Boanpwe pernah bersua dengan Tiang-siau-sin-ang
(Kakek sakti tertawa keras) Beng Pek-tim, mungkinkah kakek
Beng berdiam diatas bukit Biau-hong-san yang banyak
dikunjungi pelancong itu?"
Timbul perasaan tertarik dalam hati kakek latah awet muda
setelah mendengar ucapan ini, dia segera bertanya:
"Anak muda, kapan sih kau pernah bersua dengan si cebol
Beng........?" "Boanpwe pernah bersua dengan mereka ketika berada
diperkampungan Tang-mo-san-ceng!"
"Kau pernah beradu kepandaian dengan sicebol she Beng
itu?" "Belum pernah!" Oh Put Kui menggeleng.
Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak:
"untung saja kau tidak mencobanya, kalau tidak kau benarbenar tak akan mampu berbuat apa-apa terhadapnya!"
Oh Put Kui tertawa hambar sesudah mendengar ucapan
tersebut. "Jadi kau tidak percaya?" tanya kakek latah awet muda
sambil mendelik. "Boanpwe mengerti kalau bukan tandingan dari kakek
Beng, itulah sebabnya tak sampai bertarung dengannya,"
pemuda itu tertawa. Mendadak terdengar pengemis pikun yang berada didepan
pintu berteriak: "Lote, kau jangan kelewat merosotkan kemampuan
sendiri!" "Tapi loko......... aku toh tidak bertarung dengannya waktu
itu," bantah Oh Put Kui.
"Siapa bilang tidak" Bukankah kau telah memperlihatkan
kehebatan ilmu Thian-liong-sian-kang mu?"
"Aaaaahh, itu sih tidak terhitung seberapa............." kata Oh
Put Kui sambil tertawa. Mendadak kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Haaaaahhhh..........
haaaaaaaaahhhh........ haaaaaahhhhhh......... aku tahu sekarang, rupanya disebabkan
kau telah mendemontrasikan kehebatan ilmu sakti tersebut,
maka tua bangka itu dipaksa mundur sebelum bertarung.........."
"Memang begitulah keadaan yang sebenarnya !"
Kakek latah awet muda segera berpaling kearah pengemis
pikun, lalu serunya: "Pengemis kecil, bukankah kau yang memberitahukan soal
ini kepadanya?" Pengemis pikun tertawa: "Aku si pengemis adalah orang yang takut menderita rugi!"
"Nah itulah dia," seru kakek latah awet muda lagi,
"seandainya mereka berdua betul bertarung, yang jelas bocah
muda ini pasti akan menderita kekalahan........"
Pengemis pikun segera menjulurkan lidahnya sambil
menarik kembali kepalanya.
Sedangkan Oh Put Kui bertanya lagi sambil tertawa
hambar: "Ban tua, apakah Beng lojin berdia di bukit Biau-hong-san?"
"Bukan hanya sicebol Beng, kakek cengeng beralis putih
Cin Huay-wan sisetan ceking itupun berdiam pula disana."
Oh Put Kui terkejut sekali, sedangkan Nyoo Siau-sian dan
Kiau Hui-hui dibuat tertegun.
Sebenarnya hubungan apakah yang terjalin antara bibi Lian
dengan kakek cengeng beralis putih itu"
Tak tahan lagi mereka segera bertanya:
"Ban tua, sebenarnya apa sih hubungan bibi Lian dengan si
manusia cengeng itu?"
"Tunggu saja setelah bertemu dengan setan ceking itu, kau
boleh bertanya sendiri kepadanya............."
"Jadi kita pergi mencari si manusia cengeng itu?" tiba-tiba
Nyoo Siau-sian bertanya dengan wajah tertegun.
Seakan-akan teringat akan sesuatu, kakek latah awet muda
segera berkata sambil tertawa:
"Budak, pernahkah kau bertemu dengan si ceking she Cin
itu?" Nyoo Siau-sian mengangguk.
"Yaaa, pernah bertemu dua kali!"
"Apakah bertemu didalam gedung?"
"Ayah boanpwe yang mengundang kehadirannya.........."
"Nah itulah dia, apa sebabnya Lian Peng pergi mencarinya
tentu sudah kau pahami bukan !"
Nyoo Siau-sian menjadi terperanjat sekali teriaknya tanpa
terasa: "Ban tua, jadi maksudmu ayahku............."
Dia tak ingin mengetahui kalau ayahnya mempunyai watak
berganda dengan peran yang berbeda.
Dia lebih suka menjumpai ayahnya mati dari pada
menemukan hal yang lain, sebab hal semacam itu pasti akan
mendatangkan penderitaan penghinaan baginya.
Itulah sebabnya dia tak ingin mendengar kalau ayahnya
berada ditempat kediaman si manusia cengeng.
Kakek latah awet muda segera tertawa katanya:
"Budak, besar kemungkinannya bapakmu yang sebentar
mati sebentar hidup kembali itu saat ini sudah berada didalam
istana Pek soat goan-kunnya dibukit Biau-hong-san!"
"Tidak........ tidak......... " mendadak Nyoo Siau-sian
menutupi wajah sendiri sambil menangis tersedu-sedu.
Melihat keadaan itu, Oh Put Kui menggelengkan kepalanya
berulang kali sambil menghela napas, bisiknya:
"Adik Sian, kau tak usah menyiksa diri........."
Tapi perkataan ini justru makin melukai perasaan Nyoo
Siau-sian, bagaimana mungkin ia tak sedih mengetahui
semuanya itu" Kakek latah awet muda sama sekali tidak ambil pusing
akan keadaan tersebut, kembali dia berkata:
"Apa sih yang perlu kau sedihkan" Hey budak, ayahmu toh
bernama Nyoo Thian-wi, setelah bertemu dengan Wi Thianyang nanti, asal kau tak mau mengenalinya toh urusan jadi
beres?" Tapi mungkinkah hal ini bisa dilakukan" Mungkinkah Nyoo
Siau-sian bisa tak mengenalinya"
Tak heran kalau gadis itu menangis semakin sedih.
Kiau Hui-hui berusaha untuk menghibur hatinya, sayang hal
ini pun tak ada gunanya. Oh Put Kui mengerutkan dahinya, tiba-tiba dengan
perasaan tak sabar dia beranjak dari ruangan dan menuju
keluar ruangan.............
@oodwoo@ Jilid 38 Kakek latah awet muda yang menyaksikan kejadian ini
menjadi gelisah sekali. "Hey anak muda, jangan mencoba kabur............."
Ia segera bangkit berdiri dan siap mengejar keluar.
Oh Put Kui berhenti didepan pintu lain sahutnya sambil
tertawa: "Boanpwe hanya ingin bersemedhi sebentar mumpung
waktu masih pagi.................."
"Tidak bisa, kau tidak bisa meninggalkan aku seorang
untuk menghadapi kedua orang bocah perempuan itu, dulu
gara gara Hian-hian akupun sudah cukup dibikin pusing................."
"Mereka kan masih muda, apa yang mesti kau takuti?" ujar
Oh Put Kui sambi tertawa.
Sambil membenarkan rambutnya yang beruban, kakek
latah awet muda menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Anak muda, kau terlalu sedikit yang diketahui................"
Setelah berhenti sejenak dan menghela napas, terusnya:
"Dulu, bukankah nona Hian-hian pun munculkan diri
sebagai seorang angkatan muda?"
"Tapi waktu itu usiamu kan masih muda?"
Kembali kakek latah awet muda tertawa:
"Anak muda, bagaimanapun juga kau memang belum
banyak berpengalaman, kau tahu, belakangan ini anak gadis
lebih suka mencari kaum tua, terutama lelaki yang sudah
banyak pengalaman tapi lemah lembut dan tahu mengasihinya, tidak seperti kalian kaum muda, sedikit-sedikit
lantas ngambek dan diajak bercekcok.................."
Oh Put Kui merasa geli sekali dan ingin sekali tertawa
tergelak, dia tak menyangka kalau begitu banyak persoalan
yang diketahui oleh si kakek latah awet muda.
Tapi dia tak sampai tertawa, hanya ujarnya dengan tertawa
hambar: "Ban tua, belum pernah boanpwe bayangkan persoalanpersoalan semacam ini............."
"Itulah sebabnya kau harus banyak berpikir kesana
dikemudian hari.........."
Mendadak pengemis pikun bangkit berdiri dan menyela
sambil tertawa: "Ban tua, sesungguhnya dia sudah memikirkan persoalan
ini sedari dulu." Lalu sambil memonyongkan bibirnya menunjuk kedalam
kamar, dia berkata lebih jauh:
"Ban tua, seandainya dia tidak memikirkan persoalan ini,
buat apa mesti melakukan perjalanan dengan membawa serta
kedua orang perempuan itu" Bukankah hal ini terlalu
merepotkan dan menjemukan?"
Oh Put Kui memandang sekejap kearah pengemis pikun
itu, kemudian tertawa getir.
Sebaliknya kakek latah awet muda segera tertawa terbahak
bahak: "Tak kusangka pengemis cilik ini makin lama semakin
bertambah pintar.........."
Pada saat itulah, mendadak Nyoo Siau-sian berjalan keluar
dari dalam kamar, lalu bertanya dengan sedih:
"Toako, apakah kau sedang marah kepadaku?"
"Tidak!" Oh Put Kui menggeleng, "aku cuma ingin
beristirahat dan mengatur pernapasan sebentar!"
Nyoo Siau-sian segera menyeka airmatanya, lalu berkata
lagi dengan lirih: "Toako, aku tak akan menangis lagi, mau bukan kau jangan
marah lagi?" Mendengar perkataan itu Oh Put Kui merasakan hatinya
bergetar sekali. Ia sadar, bila kedudukannya didalam hati kecil Nyoo Siausian jauh melebihi kedudukan ayahnya, maka banyak
kesulitan yang bakal dihadapinya dikemudian hari.
Diapun segera merasakan bahwa dia berusaha untuk
menghindarkan diri. Tapi, sanggupkah dia untuk menghindarkan diri"
:Aku tak akan marah adik Sian, pulanglah dulu keruang
belakang bersama nona Kiau, bagaimana pun juga gedung
Sian-hong-hu ini toh tak bisa tanpa kepala keluarga....................."
Lalu setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh:
"Bagaimana kalau adik Sian mengumpulkan terlebih dahulu
segenap jago yang belum pergi lalu merundingkan persoalan
ini secara baik-baik."
"Toako, kau masih begitu menguatirkan persoalanku?""
Nyoo Siau-sian tertawa sedih.
Mendengar itu Oh Put Kui segera berpikir:
"Bila kau tidak menguatirkan permintaanmu, tak akan nanti
kutempuh perjalanan kemari........"
Tapi diluarnya dia segera menyahut:
"Tentu saja adik Sian, oh ya, tiba-tiba saja aku teringat
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
akan suatu persoalan................"
"Soal apakah itu?"
"Lebih baik adik Sian lakukan pemeriksaan yang teliti, coba
lihat apakah ciangbunjin dari keempat partai besar serta Wiei
tianglo dari Kay-pang masih berada didalam gedung.........."
"Agaknya mereka sudah berlalu dari sini.........." sahut Nyoo
Siau-sian cepat. Tapi setelah berhenti sejenak dia menambahkan:
"Mereka datang bersama engkohku, mungkin pergi juga
bersama-sama engkohku, tapi tentu akan kuselidiki persoalan
ini dari mereka yang masih berada disini..............."
Sambi tertawa Oh Put Kui segera manggut-manggut:
"Yaaaa betul, kau memang harus menyelidikinya kembali,
mungkin aku dan Ban tua berniat mengganggu di gedung
kalian ini barang setengah bulan lamanya, adik Sian,
pergunakanlah waktu selama belasan hari ini untuk
menyelesaikan semua masalah besar didalam gedung ini !"
"Toako, kau tak akan mengurusinya ?" tanya Nyoo Siausian sambil berkerut kening.
"Persoalan apa yang harus kuurusi?" Oh Put Kui balik
bertanya dengan wajah tertegun.
"Tentu saja urusan dalam gedung ini."
Oh Put Kui segera tertawa.
"Bagaimana pun juga aku termasuk orang luar, mana boleh
mencampuri rumah tangga adik Sian ?"
Cepat-cepat Nyoo Siau-sian menggelengkan kepalanya,
dia berkata: "Toako, urusan ini kan bukan urusan rumahku, kehadiran
Sian-hong-hu dalam dunia persilatan cukup berbobot, masa
toako akan cuci tangan begitu saja?"
Tanpa terasa Oh Put Kui berpaling dan memandang
sekejap kearah si kakek latah awet muda.
Sebaliknya kakek latah awet muda pun sedang
memandang kearahnya sambil tersenyum.
Tiba-tiba saja Oh Put Kui merasakan wajahnya menjadi
panas, cepat-cepat dia menggelengkan kepalanya seraya
berkata: "Adik Sian, lebih baik semua urusan tentang gedung ini kau
selesaikan sendiri, andaikata timbul banyak persoalan
dikemudian hari, dengan kehadiran kakek Ban disini, tentunya
kau tak usah menguatirkan lagi.........."
Belum habis perkataan itu diutarakan, kakek latah awet
muda sudah berkaok-kaok: "Anak muda apa sangkut pautnya persoalan itu dengan
aku..............?" "Haaaaaaaaahhhhhhhhh......... hhhaaaaaaaaaahhhhh........
hhhaaaaaahhhhhhhhh...... ban tua, kau toh tak akan bisa
melepaskan tanggung jawab tersebut dengan begitu saja,"
sahut sang pemuda sambil tertawa.
Suatu tindakan yang benar-benar mencekik leher kakek
latah awet muda sehingga dia tak mampu berkutik lagi.
"Aku tak bisa melepaskan tanggung jawab ini?" kakek latah
awet muda segera mendelik, "bocah muda, kau sendiripun
jangan harap bisa enak-enakkan belaka."
Oh Put Kui tertawa makin keras.
"Tentu saja, sebab boanpwe memang sudah bertekad akan
mengiringi disisimu."
"Waaaaah, aku memang sial banget........... tak nyana aku
mesti bertemu setan cilik macam kau........"
"Tampaknya kau seperti menyesal karena harus meninggalkan bangunan loteng batu ini?" ejek pemuda itu.
"Tidak, tidak...." cepat-cepat kakek latah awet muda
berteriak keras, "siapa bilang aku menyesal" Setiap kali
mendengar nama loteng batu itu, kepalaku segera menjadi
pusing lagi." "Nah, kalau memang begitu kau orang tua tak usah
menggerutu lagi, bila kau tak mau mencampuri urusan besar
dunia persilatan lagi, mungkin sepuluh tahun kemudian orang
orang dari golongan putih cuma tinggal separuhnya
saja.........." Kata-kata yang terakhir ini sangat berbobot dan benarbenar memberikan daya pengaruh yang amat besar.
Pengemis pikun segera berseru pula sambil manggutmanggut: "Betul, perkataan lote memang tepat sekali !"
"Kentutnya yang tepat !" umpat kakek latah awet muda
sambil tertawa gemas, "Seorang bocah muda cukup
memusingkan, apanya yang betul" Dia catut namaku tak lebih
hanya merupakan kembangan saja........ padahal aku
disuruhnya menjadi mak comblang.........."
Tiba-tiba paras muka Oh Put Kui berubah menjadi merah
padam. Sebab dia menemukan bahwa perkataan dari kakek latah
awet muda itu sangat mengena dihatinya. Dia memang
sedang membonceng kakek tersebut untuk mempersatukan
kekuatan kaum lurus dan bersama-sama membasmi kaum
jahat. Hanya saja persoalan tersebut tak pernah terpikirkan
olehnya selama ini. "Nah, bagaimana anak muda" Apa yang kukatakan betul
bukan..........?" kembali kakek latah awet muda itu mengejek.
Oh Put Kui segera tertawa.
"Boanpwe tahu bahwa persoalan ini memang tak bisa
mengelabui kau orang tua....... hanya saja........."
Dia ingin sekali memberikan suatu penjelasan.
Dan pengemis pikun serta Nyoo Siau-sian pun berniat
mendengarkan penjelasan tersebut.
Tapi kakek latah awet muda segera menukas dengan
cepat: "Sudahlah, kau tak usah banyak bicara lagi, asal aku sudah
tahu, ini sudah cukup."
Oh Put Kui tertawa hambar dan tidak bicara lagi.
Nyoo Siau-sian pun tidak merasa sedih lagi, tiba-tiba ia
berkata kepada Kiau Hui-hui.
"Enci Kian, mari kita kembali keruang belakang."
"Adik Sian, kau..........."
Sebetulnya Kiau Hui-hui ingin bertanya apakah gadis itu
sudah dapat menembusi masalah tersebut, tapi ketika sampai
dibibir, tiba-tiba saja dia merasa pertanyaan itu tak ada
gunanya, karena itu segera diurungkan kembali.
Sambil tertawa Nyoo Siau-sian segera berkata:
"Mari enci Kiau, kita periksa dulu masih ada siapa saja
yang tetap tinggal didalam gedung ini............."
Kiau Hui-hui tersenyum dan manggut-manggut.
Mereka berduapun segera memberi hormat kepada kakek
latah awet muda serta pengemis pikun, lalu setelah minta diri
kepada Oh Put Kui berangkatlah kedua orang itu
meninggalkan ruangan tersebut.
Memandang bayangan punggung kedua orang gadis itu,
Oh Put Kui menghela napas lirih:
"Aaaaaiiii, betapa malang nasib mereka.............."
oOdwOooo0dw0oOdwOooo Suasana didalam gedung Sian-hong-hu tetap tenang
seperti sedia kala. Lian Peng, siperempuan bunga dari Thian he wan itu tak
pernah muncul kembali. Panji sakti pencabut nyawa Ku Bun-wi juga tak pernah
muncul kembali disitu. Kini, untuk sementara waktu Nyoo Siau-sian menjadi tuan
rumah gedung tersebut. Dan semua masalah yang dihadapipun telah diatasi oleh si
tukang ramal setan Li Hong-siang serta kakek pencari kayu
dari bukit utara Siang Ki-pia.
Sepuluh hari lewat dengan cepat.
Didalam sepuluh hari ini, Oh Put Kui selalu merawat
keadaan luka dari Peng-goan-koay-kek dengan teliti dan
seksama. Kini, Lan Ciu-sui telah sehat dan tumbuh kembali seperti
sedia kala. Terhadap cucu luar yang satu ini, Lan Ciu-sui kelihatan
amat senang dan menyayanginya sepenuh hati, oleh sebab itu
tak heran kalau Oh Put Kui juga memperoleh banyak
keuntungan dari kakek luarnya ini.
Disamping itu, dari pembicaraan kakek luarnya diapun
memperoleh berita tentang suatu rencana busuk yang maha
besar. Rupanya Wi Thian-yang adalah utusan yang dikirim untuk
membunuh ibunya. Ia berbuat demikian karena ingin mendapatkan jubah
wasiat Thian-sun-gwat-lo-san.
Dan konon jubah wasiat Thian-sun-gwat-lo-san ini hendak
dihadiahkan kepada seseorang.
Satu-satunya persoalan yang paling disesali oleh Lan Ciusui adalah ketidak berhasilannya untuk menyelediki siapa
gerangan orang yang bakal diberi jubah wasiat tersebut oleh
Wi Thian-yang. Atas persoalan yang pelik ini, Oh Put Kui mulai murung dan
risau sekali. Sebenarnya dia berniat langsung pergi mencari Wi Thianyang. Tapi Lan Ciu-sui tidak setuju, sebab Wi Thian-yang belum
berhasil mendapatkan jubah wasiat Thian-sun-gwat-lo-san
tersebut, disamping itu dia sendiripun harus menderita
terkurung dalam penjara bawah tanah selama hampir dua
puluh tahun lamanya gara-gara kena dicelakai oleh Wi Thianyang. Itulah sebabnya Lan Ciu-sui minta kepada Oh Put Kui agar
mau bersabar sejenak. Tentu saja Oh Put Kui tidak ingin menolak permintaan dari
kakek luarnya ini. Tapi diapun balik bertanya:
"Yaya, mana jubah wasiat milik ibuku. Apakah tidak kau
pakai ditubuhmu?" Menghadapi pertanyaan ini Lan Ciu-sui segera tertawa.
Seandainya jubah Thian-sun-gwat-lo-san dikenakan ibunya, tak mungkin ibunya akan tewas, sebab dengan
kemampuan dari Oh Ceng-thian serta Lan Hong suami istri,
andaikata Pek-ih-ang-hud Lan Hong tidak terluka lebih dulu,
tak mungkin mereka akan menderita kekalahan total.
Lan Ciu-sui pun memberitahukan kepada Oh Put Kui
bahwa baju wasiat itu telah dipinjamkan ibunya kepada Thianhian-huicu. Sekarang Oh Put Kui baru mengerti, apa sebabnya selama
dua puluh tahun Wi Thian-yang belum berhasil juga
menemukan jejak dari baju wasiat Thian-sun-gwat-lo-san
tersebut, rupanya baju itu sudah dipinjamkan kepada Thianhian-Huicu Ki Un-hong. Tiba-tiba satu ingatan melintas lewat dalam benak Oh Put
Kui........... Ia seperti mempunyai firasat bahwa diantara dipinjamnya
baju wasiat gwat-lo-san tersebut dengan kematian yang
menimpa ibunya terdapat suatu sangkut paut yang sangat
erat. Tapi disaat ia mencoba untuk memikirkan persoalan ini
lebih jauh, diapun merasa agak bingung.
Kini, Lan Ciu-sui telah mengatakan bahwa raja setan
penggetar langit Wi Thian-yang merupakan dalang yang
membunuh ibunya, dalam hal ini ia tidak menaruh curiga lagi,
tapi dia tetap beranggapan bahwa mencari tahu baju wasiat itu
hendak dihadiahkan Wi Thian-yang kepada siapa mungkin
jauh lebih berharga. Karena itulah diapun berkata kepada kakek latah awet
muda bahwa dia bermaksud hendak berangkat ke Biau-hongsan lebih dulu. kakek latah awet muda segera menggelengkan kepalanya
berulang kali seraya berkata:
"Tunggulah tiga hari lagi, kakekmu perlu beristirahat lagi
selama tiga hari sebelum berbuat sesuatu."
Terpaksa Oh Put Kui harus menanti lebih jauh.
Tapi menunggu selama tiga hari ini ternyata memberikan
manfaat yang sangat besar kepadanya.
Ternyata pada hari kedua, Bong-ho siansu serta Kit Bun-siu
munculkan diri disitu. Menurut perkiraan Oh Put Kui, munculnya dua orang tokoh
silat ini sudah pasti karena dihubungi oleh situkang ramal
setan Li Hong-siang. Bagaimanapun juga secara diam-diam
Oh Put Kui harus mengakui atas ketelitian dari Li Hong-siang.
Sebab situkang ramal setan telah memberitahukan kepada
Nyoo Siau-sian bahwa sebagian besar jago yang berada
digedung Sian-hong-hu sekarang, dimasa lampau mereka
adalah anak buah dari Kit Bun-siu.
Padahal Kit Bun-siu sendiripun merupakan orang yang
paling dipercaya dari Bong-ho siansu.
Oleh sebab itu dengan mendapatkan dukungan dari Bongho siansu, hal ini sama artinya dengan memperoleh dukungan
penuh dari segenap jago yang masih tersebar dalam gedung
Sian-hong-hu. Sudah barang tentu Nyoo Siau-sian amat setuju dengan
usul dari Li Hong-siang ini.
Itulah sebabnya Li Hong-siang segera menulis surat dan
memberi kabar kepada Bong-ho siansu.
Bahkan bersama-sama Kit Bun-siu, mereka muncul
bersama diibukota. Malam itu, diruang Wan-sim-teng diselenggarakan sebuah
perjamuan kecil untuk merayakan kedatangan Bong-ho siansu
serta Kit Bun-siu, tapi dalam kenyataan pesta itu khusus
diadakan untuk menyambut munculnya wadah dan wajah baru
dalam gedung Sian-hong-hu.......
oOdwOooOdwOo0dw0oOdwOooo Pada hari keempat, Oh Put Kui minta diri kepada Nyoo
Siau-sian. Diluar dugaan ternyata Nyoo Siau-sian serta Kiau
Hui-hui telah menyiapkan pula barang-barang perbekalannya,
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
mereka berdua telah bertekad akan mengikuti Oh Put Kui
kemanapun pemuda itu hendak pergi...........
Menghadapi keadaan tersebut, Oh Put Kui segera berkerut
kening sambil tertawa getir.
Sebaliknya kakek latah awet muda menyambutnya dengan
gelak tertawa keras. Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui sendiri hanya tersenyum
menyaksikan kesemuanya ini.
Akhirnya merekapun berangkat mengikuti Oh Put Kui.
Pengemis pikun segera mendekati Oh Put Kui dan berbisik
lirih: "Lote, aku lihat kau memang muur sekali nasibnya, sekali
panah memperoleh dua gadis manis sekaligus................"
Istana Pek-soat-goan-kun dibukit Biau-hong-san berdiri
megah dan mentereng. Hari ini, didepan istana tiba-tiba muncul empat orang lelaki
dan dua orang gadis muda.
Dari ke tujuh orang itu, tiga orang sudah lanjut usia dan tiga
yang lainnya masih muda. Mereka bukan peziarah, tapi keenam orang itu langsung
menuju kehalaman belakang bangunan istana.
Pengemis pikun dengan rambutnya yang awut-awutan
berjalan dipaling muka. Pengurus istana Pek-soat-kiong berniat menghalangi
mereka, tapi usaha tersebut tak berhasil dalam waktu singkat
keenam orang itu sudah memasuki halaman belakang.
Halaman belakang istana Pek-soat-kiong luas sekali,
pepohonan tumbuh disitu dengan rimbunnya.
Ketika pengemis pikun berjalan menembusi sebuah hutan
bwee, mendadak dia menghentikan langkahnya.
Dengan perasaan tegang Nyoo Siau-sian segera
memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, lalu tanyanya:
"Liok tua, ada dimana?"
Dimana" Pengemis pikun membelalakan matanya lebar-lebar, dia
sendiripun tidak tahu. Kiau Hui-hui segera berkata sambil tertawa:
"Adik Sian, Liok tua sendiripun tidak tahu!"
Pada saat itulah Oh Put Kui telah berkata sambil tertawa:
"Liok loko, bagaimana kalau kita lakukan pemeriksaan lebih
dahulu disekitar tempat ini ?"
Pengemis pikun memperhatikan sekejap sekeliling tempat
itu, disitu semuanya terdapat empat buah pesanggarahan
indah, sambil menggelengkan kepala segera katanya:
"Tidak usah diperiksa lagi, asal diumpat diakan bakal
muncul dengan sendirinya!"
"Aaaaahh, mana boleh begitu..........." seru Oh Put Kui
sambil berkerut kening. Mendadak............. Kakek latah awet muda telah tertawa tergelak sambil
berteriak keras: "Setan kurus she Cin, kau keluar tidak" Jangan dikira
permainanmu itu dapat menghalangiku..............."
Bersamaan dengan teriakan dari kakek latah awet muda itu
mendadak muncul segulung asap tipis dari sisi kanan dimana
keenam orang itu berada. Andaikata kakek latah awet muda tidak keburu berteriak
lebih dulu, Oh Put Kui sekalian tak nanti akan menaruh
perhatian ke situ, dan bisa jadi mereka akan termakan oleh
serangan gelap tersebut. Begitu asap tipis itu muncul, Peng-goan-koay-kek Lan Ciusui segera tersenyum. Dia segera mengebaskan ujung bajunya kedepan, asap
tipis itupun hilang lenyap tak berbekas.
Pada saat itulah..........
Dari balik sebuah pesanggarahan disisi kanan berkumandang datang suara jeritan aneh yang jauh lebih tak
sedap didengar daripada suara tangisan.
"Kau situa bangka celaka ada urusan apa datang
mencariku" Hey........."
Setelah terhenti sejenak, orang itu berseru lagi:
"Siapa yang telah menghancurkan dupa sepuluh li ku itu?"
Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui segera tertawa tergelak:
"Haaaaaaaaahhhhhh.............
haaaaaaaaaaahhhhh..........
haaaaahhhhhhhh........ siapa lagi, tentu saja aku si Lan
manusia aneh!" Tampaknya orang itu merasa terkejut sekali disamping rasa
herannya, kembali dia berteriak:
"Hey Lan lokoay, kau telah berhasil memulihkan kembali
seluruh tenaga dalammu?"
Lan Ciu-sui tertawa seram:
"Permainan busuk dari Wi Thian-yang masih belum cukup
untuk menhancurkan diriku secara keseluruhan.............."
Sementara itu kakek latah awet muda telah berteriak pula
keras-keras: "Hey setan kurus, kau bersedia keluar tidak?"
Hening sesaat, kembali dia berteriak.
"Terus terang kubilang, andaikata kau tidak keluar lagi dari
sini, jangan salahkan bila aku tak akan sungkan-sungkan, kau
anggap pesanggrahan kecilmu itu mampu menahan sebuah
seranganku..........."
Belum habis perkataan itu bergema, suara yang
menyerupai orang menangis itu telah bergema lagi:
"Tua bangka celaka, kau jangan berbuat semaunya
sendiri........!" Bersamaan itu pula didepan pintu pesanggrahan telah
muncul seorang kakek bertubuh kurus bagaikan bambu,
dengan ketinggian sembilan depa dan memakai jubah
berwarna hitam. Oh Put Kui segera menjumpai kalau paras muka kakek itu
pucat pias tak ubahnya seperti sesosok mayat.
Dalam pada itu kakek latah awet muda telah berjalan lebih
dulu menghampiri pesanggrahan tersebut dengan langkah
lebar. "SEtan kurus, lebih baik kita berbicara didalam rumah
saja.........." ajaknya.
"Silahkan!" sahut kakek kurus itu sambil berkerut kening,
"setelah bertemu dengan tua bangka semacam kau, memang
aku tak bisa banyak berkutik........."
Dibalik pintu merupakan sebuah ruang tamu kecil, dikedua
sisinya merupakan kamar tidur yang tertutup dengan tirai
tebal, sehingga orang yang berada diluar sulit untuk melihat
keadaan didalamnya. Begitu melangkah masuk kedalam ruang tamu, kakek latah
awet muda segera menempati kursi utama.
"Lan lote, silahkan duduk disini!" serunya kemudian.
Bukan saja dia sendiri menempati kursi utama, bahkan
mengundang pula Lan Ciu-sui untuk menempati disampingnya. Kakek kurus beralis putih itu tidak banyak berbicara, dia
hanya mengawasi sampai keenam orang tamunya duduk
semua. Kemudian Lan Ciu-sui baru bertanya sambil tertawa:
"Saudara Ciu, mana Wi Thian-yang?"
Sekarang Oh Put Kui sudah tahu kalau kakek kurus itu tak
lain adalah kakek cengeng beralis putih Ciu Hway-wan, satu
diantara dua manusia menangis dan tertawa, tapi sebelum
diperkenalkan dia tak ingin turut menimbrung dalam
pembicaraan tersebut. Mendadak terdengar kakek cengeng beralis putih menjerit
lengking : "Wi Thian-yang tidak berada disini!"
"Apa" Wi Thian-yang tidak berada disini?" seru Lan Cui-siu
dengan kening berkerut. "Betul!" "Aku tidak percaya!"
Mendadak kakek cengeng beralis putih menjerit lagi
dengan suara yang melengking:
"Aku paling tak suka berbohong dengan orang, apabila
saudara Lan tidak percaya, akupun tak ingin memberi
penjelasan lebih lanjut, terserah kepadamu sendiri..............."
Berkilat-kilat sepasang mata Lan Ciu-sui memperhatikan
sekejap sekeliling tempat itu, lalu setelah tertawa dingin
serunya kembali: "Mana Ku Bun-wi?"
"Diapun tak ada disini !!"
"Saudara Ciu," dengan gusar Lan Ciu-sui segera berseru,
"aku harap kau jangan bermain gila dihadapan kami !"
Kakek cengeng beralis putih pun segera tertawa
menyeramkan: "Heeeeeehhhhhh.........
hhhhheeeeeeeeehhhhhh..........
heeeeehhhhhhhhh........ saudara Lan, terhadap kalian semua
tak perlu ku gunakan sesuatu tingkah, memang dalam
kenyataannya mereka sudah pergi meninggalkan bukit Biauhong-san ini semenjak lima hari berselang.........."
"Kemana mereka telah pergi ?" tiba-tiba kakek latah awet
muda menimbrung. "Aku sendiripun tak tahu..............."
"Kau berani mengulangi sekali lagi?" teriak kakek latah
awet muda sambil melotot besar.
Mencorong sinar mata yang mengerikan hati dari balik
mata orang tua itu. Kakek cengeng beralis putih Ciu Hway-wan benar-benar
tak berani mengulangi kata-katanya sekali lagi.
Dia mengangkat bahunya lalu berteriak:
"Tua bangka Ban, mengapa sih kau bersikap galak dan
garang terhadapku?" "Untuk menghadapi manusia-manusia macam kau, selain
bersikap garang rasanya tak ada cara lain lagi yang bisa
kulakukan, apa boleh buat..............."
"Hey, kau memang tua bangka yang tak mau
mampus.............?" umpat kakek cengeng lagi sambil
gelengkan kepala. Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berkata lagi dengan
suara lirih: "Mereka telah pergi ke Ngo Tay-san!"
"Bukit Ngo Tay-san?"
"Benar!" "Mau apa mereka pergi ke bukit Ngo-tay-san?" desak
kakek latah awet muda lebih jauh dengan kening berkerut.
"Aku juga tidak tahu!"
Kali ini si kakek latah awet muda tidak mendesak lebih
jauh, seakan-akan dia tahu kalau orang itu juga tak tahu.
Lan Ciu-sui segera bertanya pula:
"Berapa orang yang telah pergi kesana?"
"Mungkin terdiri dari belasan orang !"
Lan Ciu-sui menjadi tertegun:
Sudah hampir dua puluh tahun lamanya dia dikurung dalam
penjara, sudah barang tentu diapun tidak mengetahui segala
sesuatu tentang dunia persilatan secara jelas.
Siapa-siapa saja yang kini menjadi anak buah Wi Thianyang" Tentu saja dia tak tahu secara pasti.
Sementara itu kakek latah awet muda telah bertanya lagi
sambil tertawa tergelak: "Setan kurus, mengapa kau sendiri tidak ikut pergi?"
Ketika mendengar pertanyaan ini, diam-diam Oh Put Kui
berpikir: "Pertanyaan dari Ban tuan ini memang tepat sekali, aku
sendiripun merasa keheranan apa sebabnya si tua Ciu ini
tidak ikut pergi bersama mereka.............."
Kakek cengeng beralis putih menggelengkan kepalanya
berulang kali, sahutnya: "Aku malas untuk berjalan jauh!"
"Apanya yang malas berjalan jauh?" jengek Lan Ciu Sui
sambil tertawa dingin, "sudah jelas kau bermaksud duduk
dirumah sambil berusaha mengumpulkan berita dari manamana, bukan kah begitu tujuanmu..........."
Kakek cengeng beralis putih kembali tertawa seram:
"Kau anggap aku adalah seorang pencari berita untuk
kepentingan orang lain?"
"siapa tahu memang begitu............" kembali Lan Cui-siu
mengejek sinis. Kakek latah awet muda segera menambahkan pula sambil
tertawa: "Setan kurus, selain kau, siapa saja yang masih tertinggal
dibukit Biau-hong-san ini?"
"Tak ada siapa-siapa lagi, semua anak buah Wi Thian-yang
telah pergi dari sini!"
"Bagaimana dengan keempat pengawal pedangnya?" pada
saat itulah tiba-tiba Oh Put Kui menimbrung.
"Mereka juga ikut pergi!"
Tapi setelah berbicara sampai ditengah kalimat, tiba-tiba
dengan marah kakek cengeng beralis putih berteriak:
"Siapakah kau sianak muda" Berani amat mengajak bicara
diriku?" Mendengar perkataan tersebut Oh Put Kui segera tertawa
hambar, katanya: "Masa untuk berbicara dengan kau pun masih dibedakan
juga siapa yang berhak dan siapa yang tidak?"
Kakek cengeng beralis putih segera berteriak aneh:
"Tentu saja harus dibedakan mana yang berhak dan mana
yang tidak.............. bocah keparat, siapakah kau?"
Oh Put Kui tertawa tergelak:
"Aku she Oh bernama Put Kui.........."
"Oohh, jadi kau yang bernama Oh Put Kui?" teriak kakek
cengeng beralis putih tiba-tiba sambil berkerut kening.
"Betul, kau katakan cukup berhak tidak untuk berbicara
denganmu?"
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kakek cengeng beralis putih melototkan matanya bulatbulat, agaknya dia hendak mengumbar hawa amarahnya.
Tapi kemudian dia gelengkan kepalanya berulang kali
sambil menghela napas panjang, kembali katanya:
"Cukup, cukup! Dengan memandang diatas wajah saudara
Beng, aku tak akan menyalahkan dirimu lagi!"
Suatu perkataan yang ingin mencari menangnya sendiri.
Agaknya dia mau mengalah karena memandang diatas
wajah si kakek sakti tertawa panjang Beng Pek-tim.
Sudah barang tentu Oh Put Kui tak sudi menerima
keramahan tersebut karena membonceng kemampuan orang.
Tiba-tiba sja dia tertawa dingin, lalu berseru:
"Kau maksudkan memandang diatas wajah si kakek sakti
she Beng..........?"
"Yaa, andaikata aku tidak memandang diatas wajah
saudara Beng, tak nanti akan mengampuni dirimu."
Dengan menguarnya perkataan tersebut, suatu kesempatan baik buat Oh Put Kui telah tiba.
Sesungguhnya sianak muda itu memang berniat untuk
mengobarkan hawa amarahnya, dan sekarang dia telah
memperoleh peluang yang baik untuk keberhasilan rencananya itu. Serta merta dia pun berseru keras:
"Aku rasa kau tidak usah memperdulikan soal kakek sakti
she Beng lagi, disamping itu akupun yakin tak perlu
menggantungkan diri pada kebolehan orang lain, tanpa
dukungan orang lain, aku merasa diriku cukup berhak!"
"Bocah keparat, kau betul-betul keras kepala........." seru
kakek cengeng beralis putih dengan kening berkerut.
Oh Put Kui kembali tertawa:
"Bila kau tak percaya, mengapa kita tidak mencoba-coba
kemampuan masing-masing?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, Lan Ciu-sui segera
mengerutkan dahinya rapat-rapat.
Sebagai seorang kakek yang baru bersua dengan cucunya,
sudah barang tentu dia tak ingin menyaksikan cucunya
menderita kerugian ditangan orang lain, segera serunya pula
sambil tertawa dingin: "Bocah ini adalah cucu luarku, saudara Ciu apakah kau
masih merasa kurang puas?"
Kakek cengeng beralis putih nampak tertegun setelah
mendengar perkataan itu, serunya kemudian:
"Dia adalah cucumu?"
"Yaaa, dia adalah putra dari putri sulungku, kalau bukan
cucuku lantas apa namanya?"
Kakek cengeng beralis putih segera termenung dan
membungkam diri dalam seribu bahasa.
Lama kemudian................
Kakek cengeng beralis putih membuka matanya kembali,
lalu berkata dengan lantang:
"Saudara Lan, aku tetap akan mencoba kemampuan dari
bocah muda ini..........."
Timbul hawa amarah diatas wajah Lan Ciu-sui, agaknya dia
menjadi berang karena perkataan itu, baru saja hendak
mengumbar hawa amarahnya, tiba-tiba kakek latah awet
muda menimbrung dari samping sambil tertawa tergelak:
"SEtan kurus, jika kau kurang percaya tentu saja boleh
mencoba kemampuannya, tapi aku rasa nama besarmu tidak
gampang diperoleh, lebih baik tak usah mencari penyakit buat
diri sendiri..........."
Dengan perkataan dari kakek latah tersebut, kakek
cengeng beralis putih tak bisa mengundurkan diri lagi dari
keadaan tersebut, bagaimanapun juga dia harus mencoba
kemampuan dari lawan mudanya ini................
Sebab perkataan tersebut sangat mengena dihatinya
memaksa dia tak mungkin berpeluk tangan belaka.
Dengan penuh amarah kakek cengen beralis putih segera
berteriak keras: "Ban tua, terima kasih banyak atas maksud baikmu
memperingatkan aku, tapi bagaimanapun juga aku tetap akan
mencoba kemampuan dari bocah keparat ini!"
Sesudah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berpaling kearah
Oh Put Kui sambil serunya pula:
"Hey, anak muda, aku telah bertekad akan mencoba
kemampuan yang kau miliki itu........"
"Bagus sekali, aku sendiripun mempunyai keinginan yang
sama," jawab Oh Put Kui tertawa.
Setelah berhenti sejenak, segera bisiknya pula kepada Lan
Ciu-sui, kakeknya: "Yaya, cucunda tidak takut dengannya!"
"Tapi kau mesti berhati-hati, tenaga dalam yang dimiliki
mahluk tua itu amat lihay!" kata Lan Ciu-sui sambil memberi
peringatan. "Cucunda tahu.................."
Dalam pada itu kakek cengeng beralis putih telah menjerit
keras dengan suara melengking:
"Hey anak muda, aku ingin mencoba tenaga dalam lebih
dulu............." "AKu yakin cukup mampu untuk menghadapimu, tapi kau
harus berhati-hati, jangan sampai mendapat malu nanti..............." seru sang pemuda sambil tertawa.
Perkataan dari anak muda itu benar-benar sangat lihay, lagi
pula tajam sekali. Kakek cengeng beralis putih benar-benar dibuat naek
darah sesudah mendengar perkataan tersebut.
SEpanjang alis matanya segera berkerut, kemudian setelah
tertawa seram katanya: "Bajingan muda, berhati-hatilah kau.............."
Mendadak Oh Put Kui merasa hatinya bergetar keras.
Rupanya bersama dengan selesainya perkataan lawan,
sikakek cengen beralis putih telah mengerahkan ilmu Jut-siawkui-ku (tangis setan berhati remuk) yang merupakan ilmu sakti
andalannya selama ini. Berhubung diarena masih hadir dua gadis dan pengemis
pikun, maka sikakek cengeng beralis putih terpaksa
mengerahkan ilmu tangisan setan penghancur hatinya dengan
lewat cara ilmu menyampaikan suara.........
Dengan begitu orang lain tak akan mendengar sura
tersebut, tapi Oh Put Kui seorang diri dapat menangkap
serangan tersebut secara nyata sekali.
Dengan perasaan tergetar, cepat-cepat Oh Put Kui duduk
bersila diatas tanah sambil mengatur pernapasan.
Ilmu Thian-liong-sian-kang yang maha dahsyatnyapun
dikerahkan untuk melindungi detak jantungnya.
Suara tangisan sikakek cengeng beralis putih itu memang
sangat hebat dan sanggup membetot sukma siapapun yang
tak kuat mendengarnya, kini walaupun sudah dioancarkan
dengan sangat hebat, tapi bagi Oh Put Kui, serangan tersebut
sama sekali tidak mendatangkan daya pengaruh apapun.
Pemuda tersebut tetap duduk bersila dengan tenang,
mantap dan kuat tak ubahnya seperti seorang hwesio.
Menyaksikan kejadian tersebut, diam-diam si kakek
cengeng beralis putih menjadi terkejut sekali.
Dia tidak menyangka kalau kemampuan yang dimiliki Oh
Put Kui telah mencapai tingkatan sedemikian hebatnya..........
Biarpun dia sudah mengerahkan ilmu tangisan setan
penghancur hatinya sampai paling puncak, namun daya
pengaruh tersebut tidak berhasil mengalutkan jalan pikiran
lawan. Dalam keadaan demikian, tiba-tiba saja timbul niat jahat
dalam hati kakek cengeng tersebut, mendadak dia
melancarkan serangan yang mematikan.
Tenaga dalamnya segera dikerahkan mencapai dua belas
bagian, tangisan keras macam lolongan serigala itu makin
lama semakin bertambah merendah, lalu setelah dihimpun
dalam pusar, secara tiba-tiba saja dia menangis kembali
sekeras-kerasnya. Tenaga serangan yang digabungkan menjadi satu ini
benar-benar mendatangkan daya pengaruh yang luar biasa.
Walaupun Oh Put Kui mengandalkan ilmu Thian-liong-siankang untuk melindungi badan, nyaris juga kena kebobolan
oleh serangan suara tangisan yang membetot sukmanya
sehingga hawa murninya hampir saja buyar.
Tapi untung saja pihak lawan hanya mampu mengerahkan
semacam itu hanya satu kali saja.
Andaikata secara beruntun kakek cengeng beralis putih
dapat melakaukan dua kali penyerangan secara beruntun,
mungkin saja Oh Put Kui tak akan mampu menahan diri
sehingga isi perutnya menderita luka parah..............
Padahal waktu itu si kakek cengeng beralis putih telah
kehabisan tenaga sama sekali.
Atas getaran akibat serangan maut itu Oh Put Kui masih
tetap duduk tenang di tempat semula.
Peristiwa ini kontan saja membuat kakek cengeng beralis
putih menjadi kaget bercampur tertegun.
Nyata sekali kemampuan yang dimiliki bocah muda ini
memang sangat hebat dan luar biasa.
Padahal kakek cengeng beralis putih yakin, apabila tenaga
dalamnya dihimpun menjadi satu dan ilmu tangisan setan
penghancur hatinya dipancarkan secara langsung terhadap
seseorang, biar dia seorang ketua dari sebuat partai
besarpun, tak nanti ada orang yang akan sanggup untuk
mempertahankan diri. Tapi kenyataannya bocah muda she Oh masih sanggup
untuk menerima serangannya tanpa kekurangan sedikit apa
pun, mungkinkah kemampuan yang dimiliki bocah muda ini
jauh lebih tangguh daripada kemampuan para ketua partai
lainnya" Padahal Oh Put Kui sendiripun dibuat terperanjat sekali
atas kehebatan lawannya. Dia bisa mempertahankan diri tanpa menderita kalah tak
lain tak bukan karena mengandalkan hawa murninya.
Andaikata si kakek cengeng beralis putih mampu
menghimpun kembali sisa kekuatan hawa murninya serta
sakali lagi melancarkan serangan dengan ilmu tangisan setan
penghancur hati, tak disangkal lagi Oh Put Kui tentu akan
menderita kerugian besar................
Dengan demikian kedua belah pihak sama-sama dibuat
terkesiap oleh kemampuan lawannya.
Tapi dengan kejadian itu pula mereka berdua sama-sama
memperoleh kesan bahwa mereka tak boleh memandang
enteng kemampuan yang dimiliki lawannya.
Kakek cengeng beralis putih mengernyitkan alis matanya,
lalu setelah membuyarkan hawa murninya, dia berseru keras:
"HEy anak muda, kau telah unggul! Selama hidup
meskipun aku enggan tunduk kepada orang lain, tapi hari ini
mau tak mau aku harus takluk kepadamu.........."
Setelah menggelengkan kepalanya berulang kali diiringi
helaan napas panjang kakek yang kurus lagi jangkung kembali
berkata: "Bocah muda, aku yakin Beng loko pasti pernah menderita
kerugian pula secara diam-diam sehingga waktu itu dia
mundurkan diri sebelum melakukan pertarungan denganmu..........?"
Rupanya kakek cengeng beralis putih tetap enggan
mengakui kelemahannya, terutama dengan rekannya sikakek
sakti tertawa panjang..............
Oh Put Kui membuyarkan kembali hawa murninya
kemudian berkata sambil tertawa:
"Kakek Ciu terlalu merendah, sesungguhnya Beng tua
memang pernah beradu ilmu denganku sebelum mengundurkan diri tempo hari.............."
Kakek cengeng beralis putih segera tertawa keras, meski
suara tertawanya jauh lebih mirip dengan tangisan seseorang.
"Apakah kau pergunakan ilmu Thian-liong-ci waktu itu?"
tanyanya cepat. "Betul, memang ilmu jari tersebut yang kugunakan."
"Itulah dia anak muda............."
Setelah berhenti sejenak, dia berpaling kearah Lan Ciu-sui
dan berkata lebih jauh: "Saudara Lan, kuucapkan selamat kepadamu karena kau
mempunyai seorang cucu yang sangat hebat!"
Dari mimik wajahnya dapat diketahui kalau perkataan
tersebut diutarakan setulus hatinya tanpa sesuatu paksaan
sedikitpun juga................
Peng-goan-koay-kek Lan Cui-siu segera tertawa terbahakbahak karena girang: "Saudara Ciu, aku segera akan menyuruh cucuku minta
maaf kepadamu, disamping itu ku ucapkan terima kasih juga
kepadamu karena telah berbelas kasih dengan menjaga nama
baik cucuku ini." Cepat kakek cengeng beralis putih menggelengkan
kepalanya berulang kali, dia berkata:
"Saudara Lan, bila kau lakukan hal tersebut, maka sama
artinya dengan mengejek diriku.............."
Tiba-tiba kakek latah awet muda tertawa tergelak, selanya:
"HEy, bagaimana kalau
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kalian berdua tak usah bersungkan-sungkan terus" Setan kurus she Ciu, kau berdiam
di bukit Biau-hong-san selama ini apakah bermaksud menjadi
tulang punggung si raja setan penggetar langit?"
"Tidak!" diluar dugaan kakek cengeng beralis putih
menggelengkan kepalanya. Jawaban yang diberikan ini kontan saja membuat kakek
latah awet muda sekalian menjadi tertegun.
Mereka tidak menyangka kalau kakek cengeng beralis putih
Ciu Hway-wan yang bersahabat dengan raja setan penggetar
langit Wi Thian-yang, ternyata tidak berkomplot dengannya
bahkan tidak pula memberi dukungan kepada rekannya itu.
Tak heran kalau semua orang dibuat terbelalak dan berdiri
termangu.......... Kakek cengeng beralis putih Ciu Hway-wan memandang
sekejap wajah orang-orang itu, kemudian serunya lagi dengan
suara lengking: "Ban tua, sesungguhnya aku sendiripun dijadikan
sandera.............."
"Oleh siapa?" Hampir saja kakek latah awet muda melompat bangun
saking kagetnya. Benarkah dua manusia aneh tertawa dan menangis telah
dijadikan sandera" Tapi oleh siapa" Yaa, oleh siapa"
Mereka tidak percaya kalau raja setan penggetar langit
mempunyai kemampuan sehebat ini.
Tapi selain Wi Thian-yang, siapa pula yang memiliki
kemampuan semacam ini"
Biarpun dalam dunia persilatan terdapat banyak sekali
jago-jago berilmu tinggi, tapi siapakah diantara mereka yang
mampu menguasai dua manusia aneh tertawa dan menangis
sekaligus" Pertanyaan yang diajukan oleh kakek latah awet muda
ternyata tidak memperoleh jawaban yang memuaskan hati.
Kakek cengeng beralis putih menggelengkan kepalanya
dan menyahut dengan suara dalam:
Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui segera berseru pula
dengan suara dalam: "Saudara Ciu, mengapa sih kau nampak ragu untuk
mengutarakannya keluar?"
Kakek cengeng beralis putih segera memperdengarkan
suara tertawanya yang mirip dengan lolongan serigala:
"Saudara Lan, aku bukannya ragu untuk berbicara, tapi
sesungguhnya terikat oleh sumpah..........."
"Kaupun terikat oleh sumpah?" kakek latah awet muda
segera tertawa keras sesudah mendengar perkataan ini, "hey
si kurus, kalau dilihat dari kemampuan orang tersebut untuk
memaksa kau si manusia cengengpun harus pegang teguh
sumpahmu, bisa kuduga dia tentunya seorang tokoh ternama
didalam dunia persilatan."
Kakek cengeng beralis putih tidak menjawab, dia hanya
tertawa getir belaka. Tampaknya dia merasa mengaku tak enak, tidak
mengakupun tidak enak, sehingga serba salah jadinya.
Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui yang menyaksikan
keadaan tersebut segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaaaaaaaaaahhhhhhhh...........hhhhhhhhhaaaaaaaahh
hhhhhh......... haaahhh..... saudara Ciu apakah orang ini
adalah Wi Thian-yang?"
Kakek cengeng beralis putih segera menggelengkan
kepalanya berulang kali. Dengan kening berkerut kakek latah awet muda berkata
pula: "Kalau orang itu bukan Wi Thian-yang, sudah pasti dia
mempunyai hubungan yang erat hubungannya dengan Wi
Thian-yang bukan?" Kali ini kakek cengeng beralis putih mengangguk:
"Ban tua, orang itu seperti juga Wi Thian-yang............."
Kesan yang segera timbul dari perkataannya itu adalah
rasa kaget dan tercengang.
Tapi bagi pendengaran Nyoo Siau-sian justru menimbulkan
pengharapan yang besar dan tak terhingga.
Dia sangat berharap bahwa ayahnya bukan orang jahat.
"Saudara Ciu", Peng-goan-koay-kek berseru lagi dengan
kening berkerut, "Kalau begitu, masih ada seseorang lain yang
mengatur segala sesuatunya dibelakang mereka?"
"Perkataan saudara Lan memang tepat sekali........" kakek
cengeng beralis putih menjawab sedih.
"setan kurus, cepat kau sebutkan siapa orang itu!" kakek
latah awet muda segera berteriak keras.
Kakek cengeng beralis putih menggelengkan kepalanya
berulang kali: "Maaf Ban tua, aku tak dapat menuruti permintaanmu
itu........." Meledak hawa amarah si kakek latah awet muda setelah
mendengar perkataan itu. Tapi mungkinkah baginya untuk turun tangan memaksa
orang itu berbicara"
Jelas hal ini tak mungkin, sebab diapun tahu paksaannya
tak akan menghasilkan apa yang diharapkan.
Itu berarti perjalanan mereka ke buit Biau-hong-san kali ini
hanya satu perjalanan yang sia-sia belaka.
Mendadak Oh Put Kui berhasil mendapatkan sebuah akal
bagus, dia segera berseru:
"Ban tua, kalau toh kakek Ciu enggan berbicara, boanpwe
justru memperoleh sebuah akal bagus yang bisa menyelidiki
siapa gerangan manusia dibelakang layar itu secara pelanpelan........." "Akal bagus apa yang berhasil kau dapatkan........" seru
kakek latah awet muda sambil mendelik.
Tapi dia segera terbungkam, seakan-akan baru teringat
apa yang baru dikatakan Oh Put Kui kembali teriaknya:
"Hey anak muda, coba kau utarakan bagaimana akalmu
itu?" Hampir tertawa Oh Put Kui saking gelinya, dia segera
berkata: "Boanpwe rasa bila ingin menyelidiki orang dibelakang
layar itu, maka kita harus mengikuti jejak dari Wi Thian-yang!"
Mendengar ucapan tersebut kakek latah awet muda
tertawa tergelak, teriaknya:
"Omong kosong, siapa yang tidak tahu cara tersebut?"
"Ban tua, cara ini memang amat sederhana dan boleh
dibilang diketahui setiap orang tapi bila tidak dikemukakan
oleh seseorang, siapa pula yang akan menduga sampai
kesitu?" "Ehmmmm, betul juga perkataanmu itu........" kakek latah
awet muda manggut-manggut dengan mata melotot.
Oh Put Kui tertawa geli didalam hati, tapi diluarnya dia
segera berkata: "Ban tua, bagaimana kalau kita berangkat ke bukit Ngo taysan...........?" "Baik..........."
"Apakah kita akan pergi bersama-sama?" tiba-tiba Penggoan-koay-kek Lan Ciu-sui bertanya dengan kening berkerut.
@oodwoo@ Jilid 39 "Yaa, tentu saja kita semua akan pergi bersama!"
Lan Ciu-sui segera tertawa tergelak:
"Aaaahh, menbuang tenaga degnan percuma, aku tak ingin
turut!" Oh Put Kui menjadi tertegun, dia tak habis mengerti
mengapa kakeknya enggan turut serta.
"Yaya, kau hendak pergi kemana?" tanyanya kemudian.
"Nak, yaya akan pergi menjemput ayahmu sekalian untuk
diajak pulang kedaratan Tionggoan........"
Rupanya disaat Lan Cui-siu telah memperoleh kembali
tenaga dalamnya, Oh Put kui telah menceritakan pengalamannya sewaktu dipulau neraka kepada orang tua itu.
Ketika memperoleh berita tersebut Lan Cui-siu segera
menyatakan rasa gusarnya, dia menganggap tiga dewa dari
luar wilayah dan sepasang manusia sakti dari Thian-tok
adalah manusia-manusia busuk yang kelewat menghina
orang........... Tapi setelah Oh Put Kui menuturkan pula kisah
perjumpaannya dengan Thian-hiang-huicu, amarah Lan Cuisiu baru agak mereda. Waktu itu diapun segera memutuskan akan berangkat
kepulau neraka serta menjemput kembali ayahnya sekalian
untuk diajak pulang kedaratan Tionggoan.........
Karena inilah, ketika Peng-goan-koay-kek mengemukakan
keinginannya sekarang, Oh Put Kui merasa serba salah
dibuatnya. Dia tak tahu apakah Poan-cay siansu telah bertemu serta
berunding dengan keempat orang lainnya"
Disamping itu dia pun percaya perkataan dari Thian-hianhuicu yang minta kepadanya menjemput tujuh orang tua
dipulau neraka setelah hari Pekcun mengandung satu maksud
tertentu............... Sekarang dia ingin mencegah kepergian orang tua
tersebut, tapi diapun tak tahu bagaimana harus berkata........
Terpaksa Oh Put Kui mengalihkan sorot matanya kewajah
si kakek latah awet muda.
Kakek latah awet muda segera tersenyum, kepada Penggoan-koay-kek serunya keras-keras:
"Lan lote, buat apa kau mesti bersusah payah pergi
kelautan timur" Setengah bulan lagi bocah muda ini akan
pergi kepulau neraka, cepat atau lambat toh cuma menunggu
setengah bulan saja, masa kau tak sabar untuk menunggu ?"
Lan Ciu-sui termenung sejenak, lalu sahutnya:
"Saudara Ban, aku cuma merasa penasaran dengan
hwesio-hwesio liar itu........."
Kakek latah awet muda segera menukas sambil tertawa:
"Sudahlah Lan lote, buat apa sih kau mesti mengambek
terhadap mereka" Lebih baik kita cari dulu manusia licik yang
berada dibelakang layar itu sebelum membicarakan persoalan
lain." Lan Ciu-sui yang mendengar ucapan tersebut segera
menggelengkan kepalanya sambil tertawa getir.
"Saudara Ban, terpaksa aku mesti menyetujui usulmu itu."
Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak:
"Nah, tindakanmu ini baru cocok dengan seleraku
lote........... hanya manusia yang tahu keadaan barulah
manusia sejati............."
Oh Put Kui yang menjumpai kesemuanya ini diam-diam
tertawa geli, dia tak mengira Kakek latah awet muda pandai
juga membujuk seseorang..........
Dalam pada itu kakek cengeng beralis putih telah berkata
pula secara tiba-tiba: "Ban tua, kepergian kalian kebukit Ngo-tay-san tidak
termasuk diriku..............?"
"Kau sikurus enggan pergi?" tanya Kakek latah awet muda
sambil berkerut kening. "Ban tua, bagaimana mungkin aku bisa pergi...................."
"Mengapa kau tak bisa pergi?"
"Ban tua, apakah kau menyuruh aku menyingkap rahasia
keterlibatanku dihadapan mereka...............?"
Mendengar itu, Kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Haaaaaaahhhhhh...........
haaaaaahhh........... haaaaaaaaahhhhhh.......... berbicara pulang pergi toh yang
pasti kau sikurus memang bernyali kecil. Baiklah, aku tak akan
memaksa kau sikurus untuk turut serta, tapi akupun hendak
memberitahukan kepadamu lebih dulu, lain kali kaupun tak
boleh menjual tenaga lagi buat orang yang berada dibelakang
layar itu..........."
Dengan mata terbelalak kakek cengeng beralis putih
manggut-manggut: "Ban tua, malam ini juga akupun hendak pergi
meninggalkan bukit Biau-hong-san ini"
"Kau hendak kemana?" tanya Kakek latah awet muda
tertegun. Kakek cengeng beralis putih tertawa getir:
"Jika tidak kabur, bukankah keadaan bakal bertambah
berabe" Cuma saja............."
Setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata:
"Cuma saja aku akan terpaksa berlagak seolah-olah
sedang mencari si kakek sakti tertawa panjang Beng Pek-tim
untuk diajak beradu kepandaian serta menentukan siapa yang
lebih unggul diantara kami sepuluh tahun terakhir ini, dengan
demikian mereka baru bisa dikelabuhi dan tidak menyangka
kalau aku sedang berusaha melarikan diri dari sini.............."
Mendengar itu, Kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Haaaaaaahhhhhh...........
haaaaaahhh........... haaaaaaaaahhhhhh.......... berbicara pulang pergi toh yang
pasti kau sikurus memang bernyali kecil. Baiklah, aku tak akan
memaksa kau sikurus untuk turut serta, tapi akupun hendak
memberitahukan kepadamu lebih dulu, lain kali kaupun tak
boleh menjual tenaga lagi buat orang yang berada dibelakang
layar itu..........."
Dengan mata terbelalak kakek cengeng beralis putih
manggut-manggut: "Ban tua, malam ini juga akupun hendak pergi
meninggalkan bukit Biau-hong-san ini"
"Kau hendak kemana?" tanya Kakek latah awet muda
tertegun. Kakek cengeng beralis putih tertawa getir:
"Jika tidak kabur, bukankah keadaan bakal bertambah
berabe" Cuma saja............."
Setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata:
"Cuma saja aku akan terpaksa berlagak seolah-olah
sedang mencari si kakek sakti tertawa panjang Beng Pek-tim
untuk diajak beradu kepandaian serta menentukan siapa yang
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lebih unggul diantara kami sepuluh tahun terakhir ini, dengan
demikian mereka baru bisa dikelabuhi dan tidak menyangka
kalau aku sedang berusaha melarikan diri dari sini.............."
"Yaaaaa, usulmu itu memang bagus sekali,naaaahhh
silahakan..........."
Oh Put Kui yang mendengar ucapan mana segera berpikir
didalam hatinya: "Perkataan macam apa ini" Masa sang tuan rumah kabur
lebih dulu sebelum tamunya pergi?"
Sementara dia masih berpikir, kakek cengeng beralis putih
telah berseru pula: "Nah Ban tua, kita sampai bertemu lagi dikemudian
hari............" Belum habis kata-katanya, dia sudah melompat pergi
meninggalkan tempat tersebut.
Kakek cengeng beralis putih memang aneh, begitu dia
bilang mau pergi, ternyata tanpa memberi pesan kepada
siapapun juga, dia segera angkat kaki dengan begitu saja,
tindakan ini segera mencengangkan semua orang.
Sambil gelengkan kepala Oh Put Kui segera berpikir:
"ORang-orang tua itu memang pada aneh wataknya.............."
Dalam pada itu Kakek latah awet muda malah berteriak lagi
sambil tertawa: "Hey si kurus, bila bertemu sicebol Beng, tolong titip salam
untuknya............."
Oh Put Kui yang mendengar perkataan itu segera bertanya
sambil tertawa: "Ban tua, benarkah dia hendak pergi mencari Beng lojin?"
Kakek latah awet muda berpaling dan memandang sekejap
kearah Oh Put Kui, lalu sahutnya:
"Dia memang mengatakan akan pergi mencari Beng Pektim, masa kau tidak mendengar?"
"Tapi bukankah dia mengatakan juga kalau kepergiannya
mencari Beng Pek-tim cuma dibuat alasan saja?"
"Anak muda, dugaanmu kali ini keliru besar," kata Kakek
latah awet muda sambil menggelengkan kepalanya, "padahal
sikurus ini jauh lebih cerdik daripada siapapun justru karena
dia kuatir tak mampu mengungguli Beng Pek-tim, maka
sengaja dia berkata begitu."
"Tapi apa sangkut pautnya antara bertarung dengan tidak
bertarung.............?" tanya Oh Put Kui kebingungan.
"Masalah ini menyangkut masalah gengsi. Yang kosong
sebetulnya sungguh, yang sungguh justru kosong. Bila ia tak
berhasil mengungguli si cebol Beng, maka diakan bisa
mengatakan kepada orang luar bahwa dia tak pernah pergi
mencarinya............."
Sekarang Oh Put Kui baru paham.
Rupanya masalah gengsi memang merupakan masalah
gawat yang jauh lebih penting daripada segala-galanya.
Tiba-tiba Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui menghela napas
sambil berkata: "Saudara Ban, mari kita berangkat!"
"Lote, sudah hampir empat puluh tahun lamanya aku tak
pernah menunggang kuda," kata Kakek latah awet muda
sambil tertawa, "mumpung kita ditemani dua orang budak cilik
itu, bagaimana kalau kita beli beberapa ekor kuda dan
meneruskan perjalanan dengan naik kuda?"
"Baik sih baik, cuma aku tidak mempunyai uang sebanyak
itu, "kata Lan Ciu-sui sambil tertawa.
"Haaaahhhhhhhhh..........hhhhhaaaaaahhhhhh........
hhhaaaahhhh.......... biarpun kita tak punya, tapi orang lain sih
mempunyai banyak sekali.........,."
SEmbari berkata dia mengerling sekejap kearah pengemis
pikun. Entah mengapa tiba-tiba saja pengemis pikun jadi sangat
kikir, sambil menggelengkan kepalanya berulang kali dia
berseru, "Ban tua, kau jangan memandangi aku terus menerus, kau
toh mengerti aku si pengemis cuma bisa meminta belas
kasihan orang, sejak kapan ada orang memberi uang
kepadaku............."
"Kau berani mengatakan tak punya ?" bentak Kakek latah
awet muda sambil mendelik.
Pengemis pikun memandang sekejap kearah Oh Put Kui
yang cuma berdiri sambil tersenyum itu, lalu katanya lagi
sambil tertawa getir: "Ban tua, aku sipengemis amat rudin, kalau tidak, buat apa
aku harus bergabung dengan kay-pang?"
Kakek latah awet muda mendengus dingin.
Bila dia sedang tertawa maka orang akan kerasan terus
untuk memandangi terus wajahnya, tapi begitu dia
mendengus, pengemis pikun kontan saja menjadi gemetar
karena ketakutan. "Pengemis cilik, aku akan menggeledah sakumu............."
ancamnya kemudian. Oh Put Kui segera tertawa geli, bila benar-benar digeledah,
segera akan ditemukan empat lembar cek disaku pengemis
tersebut. Tak heran kalau pengemis pikun menjadi semakin panik,
dia gelengkan kepalanya berulang kali sambil berteriak:
"Ban tua, seorang kuncu hanya akan menggunakan mulut,
tidak akan menggerakkan tangan.........."
"Aaaah, aku tak ambil perduli siapa kuncu siapa bukan,"
tukas Kakek latah awet muda ngotot, "pokoknya apa yang
ingin kulakukan segera akan kulaksanakan, bawa kemari
sakumu pengemis!" Pengemis pikun benar-benar sangat panik.
Dengan mata terbelalak ia segera menengok ke arah Oh
Put Kui sambil serunya: "Lote, cepat kau ambil kembali uangmu itu..............."
"Wah, itu sih urusanmu sendiri," tukas Oh Put Kui sambil
menggelengkan kepalanya, "aku kan sudah menghadiahkan
uang tersebut untukmu............."
"tapi aku juga tak mau..........." jerit pengemis pikun.
Tampaknya Oh Put Kui juga berminat untuk menggoda
pengemis tersebut, tiba-tiba ia berkata:
"Liok loko, bukankah kau sendiripun mempunyai tiga ratus
tahil perak?" Seketika itu juga pengemis pikun berdiri lemas, tapi segera
jeritnya: "Lote, uang itu sengaja kusediakan untuk membeli peti
matiku, kau toh sudah tahu aku tua dan lemah, masa uang
sebesar tiga ratus tahil perakpun..........."
"Konyol!" umpat Kakek latah awet muda sambil menarik
muka, "cepat katakan, mau diserahkan atau tidak" Pengemis
cilik, aku tak ambil perduli uang itu buat membeli peti mati atau
tidak, pokoknya hari ini harus membeli kuda dan kau yang
membayar." Dimaki oleh Kakek latah awet muda, si pengemis pikun
menjadi ketakutan setengah mati.
Akhirnya dengan susah payah, dia mengeluarkan juga tiga
ratus tahil perak itu dan mengomel sambil menghela napas:
"Aaaaaii, apa boleh buat, peti mati untuk aku sipengemis
tua telah diseret pergi oleh kuda-kuda sialan!"
oOdwOooo0dw0oOdwOooo Mencari jejak seseorang dibukit Ngo tay-san bukanlah
suatu pekerjaan yang gampang.
Pengemis pikun yang harus menempuh perjalanan
bersama mereka, boleh dibilang benar-benar lagi sial.
Sebab setibanya diatas bukit, kuda-kuda tersebut jadi tak
ada gunanya sama sekali. Tapi pengemis pikunpun merasa sayang untuk membuangnya dengan begitu saja, maka tugas menjaga
kudapun terjatuh ketangan pengemis tersebut.
Satu orang harus merawat enam ekor kuda sekaligus, jelas
hal ini merupakan suatu pekerjaan yang amat menyiksa.
Apalagi jalan bukit berliku-liku dan lebarnya cuma sekian
depa, manusia saja susah lewat, apalagi harus mengurusi
enam ekor kuda sekaligus, bisa dibayangkan betapa repotnya
dia. Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui yang menyaksikan
kerepotan pengemis itu, terutama melihat peluh yang
membasahi tubuhnya meski udara sangat dingin, segera
merasa kasihan disamping geli...............
Bukan hanya begitu, siKakek latah awet mudapun masih
saja menyindir dan mendampratnya, ini menyebabkan
pengemis pikun selain mesti mendongkol terhadap kuda,
mendongkol terhadap kakek itu.
Masih untung Oh Put Kui sering memberikan bantuannya.
Beberapa kali dia harus menarik kuda-kuda yang hampir
saja jatuh terpeleset kedalam jurang.
Enam orang dengan enam ekor kuda harus berjalan
menyelusuri bukit Ngo-tay-san yang luasnya mencapai
limaratus li itu hampir tiga hari lamanya, tapi mereka belum
berhasil juga menemukan tempat tinggal dari Lian peng
sekalian. Bagi orang lain disamping gelisah, sama sekail tidak
merasakan penderitaan apapun.
Berbeda dengan pengemis pikun, dia nampak mengenaskan sekali..............
Bukan saja dia dibuat lelah karena musti mengurusi enam
ekor kuda, disamping itupun harus mencarikan rumput dan
membersihkan kotoran kuda, akibatnya dia menjadi dekil lagi
bau. Hingga mencapai hari kelima.
Tiba-tiba Kakek latah awet muda menghentikan perjalanannya dipuncak bukit sebelah utara, kemudian
serunya: "Lan lote, kita sudah sampai ketempat tujuan!"
Sudah sampai" Mungkinkah berada dipuncak tertinggi dari
bukit Ngo-tay-san ini"
"Mana mungkin mereka akan berdiam di sini ?" Peng-goankoay-kek segera tertawa hambar.
"Yaa, setiap orang memang berpendapat demikian.
Tapi si Kakek latah awet muda kembali tertawa terbahakbahak: "Haaaahhhhh.........
haaaaahhhh.......... haaaaaahhhhhhhhhh............. bila kita belum sampai juga
ditempat tujuan, apakah sipengemis cilik yang lebih suka
memeluk emas terjun kesumur dan mati-matian mempertahankan hartanya itu
tidak mampus karena kecapaian?" Perkataan ini memang sejujurnya dan benar.
Gara-gara keenam ekor kuda itu hampir saja si pengemis
pikun telah mengorbankan separuh lembar jiwanya.
Sambil tersenyum Oh Put Kui segera berkata:
"Ban tua, tentunya kau sudah mengetahui bukan tempat
persembunyian Wi Thian-yang?"
Baru selesai dia berkata, Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui
sudah tak tahan lagi tertawa cekikikan.
"Toako, perkataanmu itu benar-benar kelewat tolol.........."
"Oh toako, andaikata Ban tua sudah mengetahui
tempatnya, buat apa dia mesti mengajak kita untuk berputar
sekian lama sehingga harus menempuh perjalanan ditengahtengah salju dengan penuh resiko?"
Sambil tertawa kembali Oh Put Kui berkata:
"Apabila adik Sian dan nona Kiau tidak percaya, mari kita
dengarkan bersama-sama apa yang dikatakan Ban tua nanti !"
Dalam pada itu Kakek latah awet muda telah tertawa
tergelak tiada hentinya, ia berkata:
"Hey anak muda, agaknya tak ada sebuah persoalanpun
yang dapat mengelabuhi dirimu?"
"Ban tua, kesemuanya ini tak lebih hanya dugaan boanpwe
saja, "sahut pemuda itu tertawa.
Sebaliknya Nyoo Siau-sian segera berseru kaget:
"Ban tua, kau benar-benar mengetahui tempat tinggal dari
bibi Lian?" "Haaaaaaahhhhhhhh...........
haaaaahhhhh.......... haaaaaaahhhhhhhhh.......... kalau semacam itu saja tidak
kuketahui, buat apa orang menyebutku sebagai si Ban tua
yang tahu akan segala-galanya?"
"Ban tua," seru Kiau Hui-hui pula dengan kaget, "kalau
memang sudah tahu, apa sebabnya kau menyiksa kami
semua sehingga mesti mendaki bukit selama beberapa hari?"
Kakek latah awet muda melirik sekejap kearah pengemis
pikun, kemudian baru katanya sambil tertawa:
"Bertemu dengan orang yang lebih suka uang daripada
nyawa merupakan suatu kesialan bagi kita semua, oleh sebab
itu untuk menghilangkan bencana tersebut, lebih baik kita
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sedikit menderita lebih dulu, kalau tidak, bila sampai betulbetul ketemu musibah mungkin penderitaan yang kita alami
jauh berapa kali lipat lebih hebat..........."
Kiau Hui-hui serta Nyoo Siau-sian hanya mendengarkan
perkataan itu dengan mata terbelalak lebar.
Sebaliknya Peng-goan-koay-kek Lan ciu-sui segera berseru
sambil tertawa: "Loko, memang disinilah kelebihan yang kau punyai............."
"Haaaaahhhhh..........
haaaaaaaahhhhh...........
hhhhhhhhahhhhhhhhh......... lote hidup dalam dunia persilatan,
setiap kali kita memikul resiko kepala bakal dikutungi orang,
bila kita tidak berusaha mencari kesempatan untuk bergurau,
lantas apa artinya kehidupan ini" Apakah lama kelamaan kau
tak akan merasa bosan sendiri?"
Pengemis pikun yang mendengar perkataan itu langsung
saja mendelik besar saling mendongkolnya, dia segera
berkaok-kaok berulang kali:
"Bagus sekali, jadi rupanya kau memang sengaja hendak
mempermainkan aku sipengemis, aku tak takut disambar
geledek.........." Sambil berkata dia segera mengendorkan tali les keenam
ekor kuda itu seraya teriaknya lagi:
"Kuda wahai kuda........... silahkan kalian pergi, aku
sipengemis sudah kenyang menderita..............."
Bukan cuma begitu, bahkan dia memukul pantat kuda-kuda
itu agar lari dari situ. Oh Put Kui tak bisa menahan rasa gelinya setelah
menyaksikan kejadian ini, segera serunya:
"Liok loko. buat apa kau mesti berbuat demikian" Bila
sedari dulu kau lepaskan kuda-kuda itu, bukankah kau tak
perlu menderita" Lagipula kamipun sudah menempuh
perjalanan yang cukup jauh."
Sambil tertawa getir pengemis pikun menggelengkan
kepalanya berulang kali, katanya:
"Saudara ku, apakah kau belum pernah mendengar
pepatah yang mengatakan: Burung mati karena makanan,
manusia mati karena harta" Justru karena pikiranku tak dapat
terbuka, akibatnya banyak penderitaan yang harus kualami."
Setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh:
"Tapi sekarang lote, pikiranku betul-betul sudah terbuka,
yaaa......... aku memang kelewat penasaran."
"Waaah, masa kaupun dapat berkata begitu?" ejek kakek
latah awet muda sambil tertawa tergelak, "nah pengemis cilik,
makanya lain kali harus ingat baik-baik peristiwa ini.............."
"Saudara ban, mari kita kerjakan persoalan yang
sesungguhnya!" sela Lan Ciu-sui kemudian.
"Ban tua, sebenarnya Wi Thian-yang bersembunyi
dimana?" kata Oh Put Kui pula.
"Masa kau tidak tahu anak muda?" tanya kakek latah awet
muda sambil tertawa tergelak.
"Bagaimana mungkiin boanpwe bisa tahu?"
"Tidak kunyana ternyata ada persoalan yang tidak kau
ketahui juga anak muda........."
Agaknya orang tua ini masih saja berupaya untuk
menyusahkan Oh Put Kui. Oh Put Kui terpaksa tertawa getir setelah mendengar
perkataan itu katanya: "Mana mungkin boanpwe bisa dibandingkan dengan kau
orang tua" Cepatlah kau katakan dimana Wi Thian-yang telah
menyembunyikan diri.................."
"Anak muda, coba kau alihkan pandanganmu mengikuti
arah yang kutunjuk..............."
Oh Put Kui segera berpaling dan mengalihkan pandangan
matanya........... Diantara bukit sebelah utara dan sebelah tengah, ia
temukan sebuah selat yang dalam.
Dipandang dari ketinggian, lembah itu nampak hijau segar
tertutup oleh pepohonan atas pepohonan yang tumbuh
disekitar sana lebat sekali.
"Tempat itu pasti sebuah lembah yang dalam.......... dengan
pemandangan yang indah.........."
Kiau Hui-hui yang turut berpaling segera berseru pula
memuji. Mendadak terdengar Oh Put Kui berseru kaget:
"Ban tua, disitu terdapat bangunan bata merah, mirip sekali
dengan sebuah perkampungan besar!"
"Haaaaaahhhhhhhh..........
haaaaaahhhhh.......... haaaaaaaahhh........... perkampungan itu tak lain bernama
Kang-thian-lo............." kakek latah awet muda menjelaskan
sambil tertawa. Belum habis perkataan itu diutarakan, Lan Ciu-sui telah
menimbrung dengan cepat: "Jadi tempat ini adalah tempat kediaman dari Ang-lo-cuikek (Jago pemabok dari loteng merah) Siau Yau?"
"Betul, dan aku yakin si kakek penggetar langit Siau Hian
pasti sudah pulang pula!"
"Kebetulan sekali aku memang hendak mencari mereka
dan bersaudara untuk membuat perhitungan, tidak disangka
akan kutemukan disini, " seru Lan Ciu-sui lagi sambil tertawa,
"dulu, aku hanya pernah mendengar tentang loteng Keng
Thian-lo, tapi belum pernah berhasil kutemukan letak loteng
itu..........................."
"Haaaaaahhh.......... haaaahhhh......... haaaaaahhhh.........
kalau begitu kedatangan lote ke bukit Ngo-tay-san ini tidak sia
sia belaka.............." seru kakek latah awet muda sambil
tertawa. Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata:
"Wi Thian-yang sekeluarga sudah pasti berdiam didalam
rumah Siau Yau.........."
"Ban tua, mari kita turun kebawah..........." seru Oh Put Kui
kemudian sambil tersenyum.
Seraya berkata dia langsung meluncur turun dari atas bukit
tersebut....... Lan Ciu-sui nampak tertegun, kemudian cepat-cepat
serunya: "Nak, Siau Yau bukan seorang manusia yang gampang
dihadapi................"
Tampak bayangan biru berkelebat lewat, ia segera
menyusul pula kebawah. Dengan gerakan secepat sambaran kilat kedua orang itu
melayang turun dari bukit Ngo-tay-san dan langsung meluncur
kearah loteng Keng-thian-lo dibalik lembah dikejauhan sana.
Menyaksikan kejadian ini, keempat orang jago lainnya yang
masih berada diatas puncak bukit menjadi terkejut sekali.
kakek latah awet muda pun tidak menyangka kalau Oh Put
Kui bakal meluncur sedemikian cepatnya.
Sambil berkerut kening ia segera berseru kepada ketiga
orang lainnya: "Ayoh kalian pun boleh ikut turun, siapa tahu sampai
waktunya terdapat beberapa orang gembong iblis yang perlu
kalian hadapi." Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui segera menyambut usul
itu dengan amat gembira. Selain itu merekapun sangat menguatirkan keselamatan
dari Oh Put Kui, kendatipun pemuda itu didampingi Lan Ciusui tak mungkin akan menemui bahaya, tapi begitulah
keanehan manusia, mereka tetap menguatirkan keselamatan
jiwanya. Itulah sebabnya ketika kakek latah awet muda baru selesai
berbicara, Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui sudah meluncur
kebawah dengan kecepatan tinggi, kemudian langsung
mengejar Oh Put Kui dan Lan Ciu-sui.
Pengemis pikun memandang sekejap kearah kakek latah
awet muda, lalu tanyanya sambil tertawa:
"Apakah kita juga ikut pergi?"
kakek latah awet muda tertawa aneh:
"Pengemis sialan, rupanya sifat pengecutmu kambuh lagi,
kau takut mampus?" "Boanpwe tidak berani!"
"Kalau memang tak berani itu sih gampang, ayoh, kau
mesti bertarung bagiku pada babak yang pertama."
"Bertarung pada babak pertama" Waaaahh" Mana boleh
jadi?" teriak pengemis pikun tertegun "entah Siau Yau, Siau
Hian,aku tak bakal sanggup menahan seujung jarinya, masa
kau orang tua malah menyuruh boanpwe bertarung pada
babak yang pertama?"
"Kau tak mau bukan?" seru kakek latah awet muda sambil
tertawa mengejek. Pengemis pikun tertawa getir.
"Boanpwe bukannya tidak mau, tak sesungguhnya
memang tidak mampu............."
Mendadak kakek latah awet muda tertawa tergelak, sambil
mencengkeram ujung baju pengemis itu, serunya keras-keras:
"Bocah keparat, aku akan membantumu, membantu
melemparkan tubuhmu kebawah....."
Seketika itu juga tubuh pengemis pikun terlempar kedalam
lembah yang dalam itu bagaikan sebuah keranjang rongsok.
Pengemis pikun menjadi ketakutan setengah mati, dia
menjerit-jerit keras seperti babi yang baru disembelih...........
"Tolong.......... Ban tua........... gara-gara lemparanmu itu,
semua tenaga dalamku menjadi buyar..........."
Kakek latah awet muda sama sekali tidak ambil perduli,
pengemis pikun berteriak semakin keras karena ketakutan, dia
merasa semakin kegirangan.
Apalagi setelah menyaksikan gerak gerik pengemis pikun
yang gelagapan ditengah udara, dia tertawa semakin keras
lagi: "Hhaaaaahhhhhhhh........
haaaaaaaaah......... haaaaaaaaahhhhh............. pengemis busuk, inilah yang
dinamakan dengan "Kura-kura" terbang diangkasa.........."
Mendadak Kakek latah awet muda menghentikan perkataannya sampai ditengah jalan, lalu sepasang ujung
baunya dikebaskan, bagaikan sebatang anak panah yang
terlepas dari busurnya, dia langsung menerjang kearah
pengemis pikun. Jangan dilihat selisih jarak antara Kakek latah awet muda
dengan pengemis pikun terpaut sampai lima puluh kaki,
nyatanya dia telah tiba lebih duluan.
Sekali tangannya menyambar, tahu-tahu dia sudah
mencengkeram tubuh pengemis pikun itu lalu dengan
ringannya mereka berdua melayang turun didasar lembah.
Begitu sampai diatas tanah, Kakek latah awet muda segera
membanting tubuh si pengemis pikun itu keatas tanah, lalu
umpatnya: "Kau sipengemis busuk memang betul-betul tak becus,
masa menghadapi persoalan semacam ini pun ketakutan
setengah mati !" Dengan susah payah pengemis pikun merangkak bangun
dari atas tanah, lalu sambil tertawa getir, keluhnya:
"Ohhh...... Ban tua, selama hidup belum pernah boanpwe
melompat dari ketinggian seperti ini, apalagi terjun kedalam
jurang yang begitu dalam, Ooh....... Thian, kau tahu aku sudah
semaput sedari tadi."
"Aaaaaiii, kalau dibilang kau manusia tak becus, nyatanya
kau memang betul-betul tak becus." keluh si Kakek latah awet
muda sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, "Ayoh
cepetan sedikit, mereka sudah pada tak nampak, bila kau ku
tinggal seorang diri disini, tentu bakal asyik.........."
Begitu selesai berkata, dia langsung kabur terlebih dahulu
menuju ke arah loteng Keng-thian-lo.
Pengemis pikun benar-benar ketakutan setengah mati,
sambil meraung keras dia segera lari mengejar sekuat tenaga,
teriaknya sambil mengejar:
"Eeeeeehh....... tunggu dulu........ tunggu sebentar...........
Ban tua, kau tak boleh meninggalkan aku seorang
diri.............." "Kenapa" Toh lebih baik bermalas-malasan lebih dulu
diatas tanah sambil santai?" goda Kakek latah awet muda
seraya tertawa tergelak. "Oh...... Ban tua, maafkan daku, boanpwe sudah tahu
salah," pinta pengemis pikun kemudian sambil tertawa getir.
Kakek latah awet muda segera memperlambat larinya, lalu
berkata sambil tertawa: "Kau.... aaaaai, kalau dilihat dari wajahmu yang begitu
mengenaskan, yaaaa sudahlah!"
Mendadak tubuhnya melejit setinggi satu setengah kaki lalu
melewati pagar pekarangan yang tinggi dan melayang turun
dibalik kebun Keng-thian-lo.
Pengemis pikun tak berani berayal lagi cepat-cepat dia
menyusul dari belakang. Setelah berada didalam kebun, Kakek latah awet muda
langsung menuju kearah bangunan loteng disisi kebun.
Agaknya keempat orang yang berjalan duluan telah
memasuki gedung Keng-thian-lo itu lebih dulu, tapi anehnya
ternyata tak terdengar suara bentakan ataupun suara orang
sedang ribut. Seandainya Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui telah berjumpa dengan dua bersaudara Siau, tak mungkin
suasananya akan begini tenang dan hening, orang tak akan
percaya bila mereka sampai berbaikan kembali.
Mendadak si Kakek latah awet muda berkerut kening, lalu
ujarnya: "Eeeeii pengemis cilik, kenapa tak kedengaran suara
pertarungan" Jangan-jangan gedung
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ini sudah tak berpenghuni lagi?" "Yaaaa........... darimana boanpwe bisa tahu?" sahut
pengemis pikun sambil berkerut kening.
"Huuuuuh, dasar goblok! Percuma saja aku bertanya
kepadamu," seru Kakek latah awet muda menjadi marah.
"Aku memang goblok, siapa suruh kau bertanya kepada
ku?" batin pengemis pikun penasaran.
Sudah barang tentu jalan pikirannya ini tak berani
keutarakan keluar. sementara pembicaraan masih berlangsung kedua orang
itu sudah melangkah masuk kedalam bangunan loteng itu.
Pada tingkat dasar bangunan tersebut terbentang sebuah
ruangan yang sangat lebar, namun tak nampak sesosok
bayangan manusiapun disekitar sana.
"Mana orangnya?" seru Kakek latah awet muda sambil
berkerut kening rapat-rapat.
"Diatas loteng!" kali ini pengemis pikun menjawab dengan
cepat sekali. Mendengar itu si Kakek latah awet muda segera tertawa
terbahak-bahak: "Haaaaahhhhh..........
haaaaaaaaaahhhhh..............
haaaaahhhh........... buat apa mesti kau jawab" Kalau tak
berada dibawah, tentu saja berada diatas loteng, ayoh kita
langsung naik keatas!"
"Duuukk......... duuukkkk........duuuuukk........."
Langkah si Kakek latah awet muda yang begitu berat dan
bersuara keras ini kontan saja mengejutkan pengemis pikun,
buru-buru dia mempercepat langkahnya dan menebos naik
keatas loteng lebih dahulu.
Namun suasana diatas lotengpun sangat hening, tak
nampak sesosok bayangan manusiapun.
Kakek latah awet muda bersama pengemis pikun mencari
secara beruntun hingga tiga lantai, namun bukan saja tidak
nampak pemilik dari gedung Keng-thian-lo tersebut, bahkan
Lan Ciu-sui sekalian berempatpun seakan-akan hilang lenyap
dengan begitu saja. Dengan perasaan bingung pengemis pikun segera berseru:
"Kemana perginya orang-orang itu?"
"Haaaaaahhhh.........
haaaaaaaahhhhh....... haaaaaaaahhhhh.......... pengemis cilik, bila seseorang ingin
berbicara, janganlah sekali-kali mencoba belajar dari orang
lain, mengerti?" kata Kakek latah awet muda sambil tertawa
keras, "kini terbukti pada lantai atas maupun lantai bawah
tiada penghuninya, bisa jadi gedung Keng-thian-lo ini memang
bukan merupakan tempat untuk didiami orang!"
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berseru kembali:
"Hey pengemis,ayoh turut aku!"
Tergopoh-gopoh dia lari turun kebawah, kemudian dengan
langkah cepat pula menuju ke lantai dasar.
Pengemis pikun yang mengikuti dibelakangnya menjadi
kegelian melihat ketergopohan rekannya, dia segera berseru
keheranan: "Ban tua, sebenarnya apa sih yang telah terjadi?"
"Tentu saja lagi mencari orang! Coba kau periksa ke empat
dinding ruangan ini pengemis..........."
Sambil memerintahkan pengemis pikun untuk mengetuk
keempat dinding dalam ruangan tersebut, dua sendiri justru
menuju ketengah ruangan dimana terdapat sebuah meja altar
dan dibalik altar terdapat sebuah kelambu tipis.
Ternyata arca yang dipuja dalam meja altar tersebut adalah
Tong-peng Cousu. Waktu itu, si Kakek latah awet muda benar-benar merasa
amat terkejut bercampur keheranan, sebab berdasarkan
pengamatan sepasang matanya yang tajam, dalam sekilas
pandangan saja dia sudah melihat bahwa patung pujaan
tersebut bukan terbuat dari kayu ataupun tanah liat.
Sebab biarpun si tukang pahat tersohor Lu Pan menjelma
lagi pun, tak nanti dia dapat mengukir sebuah arca menjadi
sedemikian hidupnya mirip manusia asli, bahkan memancarkan pula hawa kemanusiaan.
Namun dalam kenyataannya, patun tersebut memang
kelihatan sangat hidup dan nyata.
Itulah sebabnya Kakek latah awet muda segera menegur
sambil tertawa: "Hey, sebenarnya siapakah kau" Mengapa harus berlagak
menjadi dewa disini?"
Patung tersebut tetap membungkam tidak menjawab.
Kakek latah awet muda menjadi tidak senang hati.
Tiba-tiba saja dia menggerakkan tangannya lalu menarik
patung tersebut dari tempat duduknya.
Bersamaan dengan gerakan itu, dia membentak pula
keras-keras: "Bila anda adalah Siau Yau, maka usahamu untuk menipu
orang hanya akan sia-sia belaka."
Seketika itu juga si patung sudah terseret oleh Kakek latah
awet muda sehingga roboh terguling diatas tanah.
Nyatanya patung itu memang bukan terbuat dari kayu
ataupun tanah liat, sebab benda mana sama sekali tidak
pecah, atau hancur karena terguling diatas tanah.
Namun anehnya, si orang yang menyaru sebagai dewa ini
justru tetap membungkam dalam seribu bahasa tanpa
bergerak barang sedikitpun juga.
Lama kelamaan meluap juga hawa amarah Kakek latah
awet muda, namun dia sendiripun merasa keheranan.
Dalam marahnya, tiba-tiba saja dia menampar patung
tersebut keras-keras. Coba bayangkan saja dengan kemampuan tenaga dalam
yang dimiliki Kakek latah awet muda, bagaimana mungkin
orang itu akan sanggup menahan diri"
Paling tidak, pipi kirinya pasti akan merah membengkak
akibat terkena tempelengan tersebut.
Tapi alhasil, apa yang dijumpai sama sekali berada diluar
dugaan si Kakek latah awet muda tersebut.
Wajah si patung itu bukan saja tidak membengkak, malah
sebaliknya berbunyi gemerutukan keras bagaikan tulangtulangnya pada retak semua, malahan warna emas di
wajahnya pun turut rontok beberapa potong.
Kakek latah awet muda benar-benar dibuat tertegun.
Tiba-tiba saja dia teringat, bisa jadi patung tersebut adalah
seorang manusia hidup. Begitu ingatan tersebut melintas lewat, dengan suatu
gerakan yang amat cepat Kakek latah awet muda segera
mencopot kopiah yang dikenakan patung tadi.
Dalam waktu singkat terurailah rambut yang berwarna
hitam dan panjang, ternyata orang itu memakai gaun panjang.
Jelas terlihat bahwa dia adalah seorang wanita.
Kembali si Kakek latah awet muda menjerit tertahan
lantaran kaget bercampur henar.
Sementara itu, pengemis pikun yang mencoba untuk
mengetuk keempat belah dinding ruangan tidak berhasil
mendapatkan sesuatu gejala apapun, sewaktu mendengar
jeritan tertahan dari Kakek latah awet muda, cepat-cepat dia
datang menghampiri. Begitu dia menjumpai patung tersebut berisikan seorang
wanita, pengemis pikun pun segera menjerit keras-keras,
hampir saja dia melarikan diri terbirit-birit.
Untung saja disampingnya terdapat Kakek latah awet
muda, sehingga nyalinya rada membesar, dengan keheranan
segera tanyanya: "Ban tua, sebenarnya apa sih yang telah terjadi?"
"Coba kau korek lepas semua warna emas itu dari
wajahnya!" perintah Kakek latah awet muda sambil tertawa.
Biarpun perasaan dan pikiran si pengemis pikun diliputi
pelbagai kecurigaan, namun dia tak berani banyak bertanya.
Dengan cepat dia berjongkok disamping patung perempuan
itu, kemudian mulai mengelupasi kerak emas yang menempel
diatas wajahnya. Sedikit demi sedikit, kerak emas itu berhasil juga terkelupas
dari wajahnya. Dan terakhir muncullah seraut wajah yang sangat dikenal
oleh mereka berdua. Perempuan itu bukan lain ternyata adalah perempuan
bunga dari Thian-ho-wan, Lian Peng adanya.
Mimpipun si Kakek latah awet muda tidak mengira kalau si
perempuan bunga dari Thian-ho-wan Lian Peng bisa jadi
patung dalam ruangan Keng-thian-lo, bahkan sudah menemui
ajalnya. Tapi siapa yang telah melakukan pembunuhan ini" si kakek
penggetar langit Siau Hian" ataukah sijago pemabuk dari
loteng utara Siau-Yau. Atau mungkin juga perbuatan ini merupakan hasil karya
dari si raja setan penggetar langit Wi thian-yang"
Kakek latah awet muda gagal unutk memperoleh jawaban,
sudah barang tentu si pengemis pikun lebih-lebih tak sanggup
untuk menberikan jawabannya.
Dalam sesaat lamanya, kakek yang dikenal sebagai orang
yang tahu segala-galanya ini dibuat berdiri tertegun dan tak
habis mengerti. "Ban tua, mengapa budak ini bisa mampus?" tanya
pengemis pikun kemudian sambil menghela napas dan
menggelengkan kepalanya berulang kali.
Kakek latah awet muda yang berkerut kening segera
menjawab setelah mendengarkan pertanyaan itu.
"Pengemis cilik, bukankah pertanyaan itu sama sekali tidak
ada gunanya" Bagaimana mungkin aku siorang tua bisa tahu
apa sebabnya dia mati" Mungkin dia sudah bosan hidup,
mungkin juga dia memang kepingin menjadi dewa yang
dipuja-puja!" Kemudian setelah berhenti sejenak, kemudian ujarnya:
"Kemana orang-orang itu pergi" Ayoh cepat kau cari
mereka sampai dapat..........."
"Baik, baik, boanpwe segera pergi mencari..........."
Setelah memberi hormat, cepat-cepat pengemis pikun
berangkat menuju kederetan rumah yang berada disamping
kiri. Sebaliknya Kakek latah awet muda sendiri tetap berdiri
ditempat semula sambil memejamkan mata dan memeras
otak. Selang beberapa saat kemudian...........
Tiba-tiba Kakek latah awet muda membuka matanya
kembali, sambil mencorongkan sinar tajam dia menegur:
"Siapa disitu?"
"Aku!" Jawaban tersebut berasal dari suara Oh Put Kui.
"Oohh, rupanya kau sianak muda!?" Kakek latah awet
muda tertawa. Oh Put Kui segera berjalan menghampirinya, akan tetapi
sewaktu menjumpai Lian Peng yang tergeletak diatas tanah, ia
segera berseru agak tertegun:
"Ban tua, bukankah dia adalah Lian Peng?"
"Yaa, kalau bukan dia siapa lagi" Anak muda, kemana
perginya kakekmu serta kedua orang budak itu?"
"Sebentarpun mereka akan berdatangan kemari!" jawab
san pemuda sambil tertawa.
Baru selesai dia berkata, Lan Ciu-sui bersama kedua orang
gadis itu sudah muncul dari pintu sebelah kanan.
"Ban loko, dalam gedung ini tiada penghuninya!" seru Lan
Ciu-sui begitu muncul dalam ruangan.
Mendadak terdengar Nyoo Siau-sian menjerit kaget lalu
berlarian mendekat. "Bibi Lian.........." jeritnya pilu.
Gadis itu segera berjongkok diatas tanah dan menangis
tersedu-sedu. Walaupun ia sudah mengetahui akan watak serta perangai
Lian Peng yang sesungguhnya, namun dia toh tak bisa
menahan diri setelah melihat jenasah Lian Peng membujur
diatas tanah, saking pedihnya ia menangis tersedu-sedu.
Selama banyak tahun terakhir ini, mereka telah berkumpul
dan bergaul dengan sangat akrab.
Bagaimanapun juga, manusia itu memang berperasaan,
dan tak bisa disalahkan bila Nyoo Siau-sian menangis sedih
saat ini, sebab memang wajarlah bila manusia memperlihatkan luapan emosinya.
Cepat-cepat Kiau Hui-hui mendekati rekannya dan
berusaha menghibur hatinya.
Cuma Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui seorang yang tidak
nampak kaget atau tercengang, malah sambil tertawa dingin,
katanya: "Akhir yang diterima budak ini hanya menunjukkan betapa
kejam dan buasnya Wi Thian-yang serta Siau Yau! Saudara
Ban, tidak nampak kehidupan didalam gedung berloteng ini,
mungkin dua bersaudara Siau telah melarikan diri setelah
memperoleh kabar tentang kehadiran kita disini?"
"Aaaah, mustahil, darimana mereka bisa menduga kalau
kita akan datang kebukit ngo-tay-san ini ?" sahut Kakek latah
awet muda seraya tersenyum.
"Tapi kau jangan lupa, saudara Ban tua, kita sudah
berputar selama berapa hari di bukit Ngo-tay-san ini sebelum
akhirnya tiba digedung Keng Thian-lo, apa tidak mungkin dua
bersaudara Siau mempunyai mata-mata diseputar sini?"
"Haaaaaahhhhhh........
haaaaaaah............. haaaaaaaaaaaaahhh.............. Lan lote, apabil dua bersaudara
Siau menyingkir dari sini hanya disebabkan kita semua akan
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
datang mencarinya, mungkin mereka tak berhak lagi disebut
sebagai gembong iblis!"
Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui termenung sejenak,
kemudian katanya lagi: "Ehmmmm, benar juga perkataan ini, selamanya Siau Yau
hidup dengan santai, orangnya pun sangat sombong dan amat
tekebur, andaikata dia tahu bahwa kita akan datang
mencarinya, bukan saja dia tak bakal mengambil langkah
seribu, malahan bisa jadi akan menyambut kedatangan kita
secara besar-besaran."
"Yaya, mengapa dia akan menyambut kedatangan kita
secara besar-besaran?" tanya Oh Put Kui.
Lan Cui-siu kembali tertawa.
"Nak, dia sengaja menyambut kedatangan kita tak lebih
hanya ingin menunjukkan kepada seluruh orang didunia ini
bahwa dia tak takut menghadapi kita. Kau anggap sambutan
tersebut dilakukan dengan hati yang tulus" Kau tahu, kedua
orang she Siau itu amat membenci yayamu!"
"Yaya, kalau begitu kepergian mereka dikarenakan
mempunyai rencana atau maksud lain?"
"Haaaaaaahhhh.............
haaaaahhhh......hhhhhhhhaaaaaahhhhh......
memang demikian keadaannya!" kata Kakek latah awet muda sambil
tertawa tergelak, "Hei anak muda, kalian datang lebih duluan,
apakah tak sedikit jejakpun yang berhasil kalian temukan?"
Oh Put Kui segera menggelengkan kepalanya berulang
kali. Sementara itu Nyoo Siau-sian telah berhenti pula
menangis, kepada Kakek latah awet muda katanya:
"Locianpwe bolehkah kukubur jenasah dari bibi Lian?"
Kakek latah awet muda tahu kalau perbuatan tersebut
hanya merupakan rasa bakti Nyoo Siau-sian terhadap bekas
bibinya itu, dia segera mengangguk:
"Yaa, tentu saja boleh, tapi mengapa kalian tidak
periksakan dili seluruh tubuh dari budak tersebut, coba kalian
periksa mungkinkah terdapat sesuatu benda yang bisa
menunjukkan kepergian dari Siau Yau bersaudara?"
"Boanpwe memang bermaksud menggantikan pakaian bibi
Lian dengan pakaian bersih." sahut gadis itu.
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya pula kepada
Kiau Hui-hui: "Enci Kiau, bersedia membantu aku bukan!"
"Tentu saja!" Sambil berbicara, dua orang gadis itu segera menggotong
jenasah dari perempuan bunga dari Thian-ho-wan Lian Peng
yang sudah didandani sebagai patung dewa itu menuju
kedalam ruangan sebelah kiri.
Sepeninggal kedua orang gadis itu, Oh Put Kui baru
bertanya dengan perasaan tak tenang:
"Ban tua, mana Liok loko?"
"Aku menyuruh dia pergi mencari kalian," sahut Kakek latah
awet muda sambil tertawa, "tapi nampaknya pengemis cilik itu
memang benar-benar tak becus, begitu pergi dia seolah-oleh
tak mampu balik kembali, masa sampai sekarang pun belum
nampak batang hidungnya kembali?"
"Ban tua, jangan-jangan sudah terjadi hal yang tak
diinginkan............" kata Lan Ciu Sui sambil tertawa.
Didalam gedung ini tak nampak seorang manusia
hiduppun, bagaimana mungkin bisa terjadi hal-hal yang tak
diinginkan" Sambil menggelengkan kepalanya Oh Put Kui segera
berseru: "Ban tua, biar boanpwe pergi menengoknya, siapa
tahu........." Belum habis tanya jawab dari kedua orang itu, mendadak
dari balik ruangan sebelah kiri sudah berkumandang datang
jeritan si pengemis pikun yang amat keras bagaikan babi
disembilih: "Ban tua........... empek jenggot putih............ kongkong
mampus.......... tolong......... tolong........."
SEcepat sambaran kilat Oh Put Kui segera berkelebat
menuju kedepan dan menerjang kedalam kesederetan
bangunan rumah disebelah kiri itu.
Kakek latah awet muda serta Peng-goan-koay-kek Lan Ciusui segera menyusul pula dibelakangnya.
SEtelah melalui lima buah ruangan, akhirnya mereka
temukan kembali pengemis pikun.
Ternyata tubuh pengemis pikun sudah terjepit oleh tiga
buah gelang besi yang besar sekali.
Menyaksikan keadaan itu, Kakek latah awet muda segera
berseru sambil tertawa: "Huuuhhh........ tak nyana si pengemis cilik masih tak tahu
rikuh untuk berteriak minta tolong, andaikata bukan lantaran
kemaruk harta, mungkin dia tak akan menderita pula, keadaan
yang begitu mengenaskan........."
Bagaimanakah keadaan yang sesungguhnya dari pengemis itu" Bahkan Oh Put Kui sendiripun tak bisa menahan rasa
gelinya dan tertawa tergelak.
Ternyata ruangan itu merupakan sebuah kamar tidur.
Waktu itu leher, sepasang tangan serta sepasang kaki si
pengemis pikun telah terjepit oleh gelang besi yang
dihubungkan dengan seutas rantai besar, ujung dari rantai
tersebut terletak pada sebuah peti besar.
Penutup dari peti besar itu, kini sudah terbuka lebar.
Dilihat dari pemandangan tersebut dapatlah disimpulkan
bahwa sipengemis pikun telah membuka peti itu dan berusaha
mencari barang berharga, siapa tahu dia telah menyentuh alat
rahasia sehingga tubuhnya terjepit oleh gelang besi dan
terantai disitu. Sambil menempelkan wajahnya diatas peti karena jengah,
pengemis pikun kembali berteriak:
"Saudara Oh, cepat bebaskan aku............."
Sambil tertawa Oh Put Kui maju kemuka lalu menjepit
gelang besi tersebut dengan jepitan jari tangannya, sekali
pencetan saja gelang-gelang besi tersebut sudah patah
menjadi dua. Dengan lemas pengemis pikun terjatuh kebawah dan
tergelak diatas tanah. Tapi dengan jatuhnya sang badan kelantai, dari sakunya
segera berhamburan pula kepingan-kepingan uang perak
yang amat banyak jumlahnya.
Menyaksikan hal ini, Oh Put Kui kembali berseru sambil
tertawa tergelak: "Liok koko, kali ini kau betul-betul bakal
kaya mendadak..............."
Sambil tertawa Kakek latah awet muda berseru pula:
"Hey pengemis cilik, kalau begitu beberapa ekor kudamu
tidak sia-sia terbuang, aku lihat harta kekayaan yang
tersimpan dalam gedung Keng-thian-lo ini tak sedikit
jumlahnya, asal kau sanggup unutk membawanya semua, tak
ada salahnya bila kau penuhi sakumu dengan benda-benda
tersebut." Pengemis pikun menghela napas panjang, sambil
merangkak bangun dari atas tanah, katanya:
"Ban tua, lain kali boanpwe tidak kepingin memperoleh
uang lagi........." "Waaaaah, pasti akan menyulitkan dirimu," seru Kakek
latah awet muda tertawa, "tapi akan kubuktikan perkataanmu
itu! Nah pengemis, kecuali uang-uang perak tersebut apakah
kau berhasil menemukan sesuatu benda yang mencurigakan?" "Tidak, apapun tidak berhasil kutemukan!" sahut pengemis
pikun sambil menggeleng. Dengan kening berkerut Kakek latah awet muda segera
berpaling kearah Lan Ciu-sui, kemudian katanya lagi:
"Lote, jangan-jangan kedatangan kita kemari hanya
perjalanan yang sia-sia?"
"Yaaa, mungkin juga!" jawab Peng-goan-koay-kek Lan Ciusui tertawa. Tapi setelah berhenti sejenak, tiba-tiba ujarnya lagi:
"Ban tua, bagaimanapun juga aku tetap merasakan sesuatu
yang tak beres!" "Apa yang tak beres?"
@oodwoo@ Jilid 40 "Mengapa dua bersaudara Siau meninggalkan markas
besarnya dengan begitu saja" Seandainya bukan disebabkan
sesuatu sebab yang serius, dengan watak mereka, mustahil
kedua orang tersebut akan berbuat demikian."
"Saudara Lan, perkataanmu memang benar, tetapi jika Wi
Thian-yang datang kemari untuk mengajak mereka berkomplot, kepergian mereka secara mendadak jadi tak aneh
lagi!" "Nah itulah dia, saudara Ban, coba kau lihat, gedung
Kheng-thian-lo telah menjadi sebuah bangunan kosong yang
tak ada penghuninya kecuali sesosok mayat dari Lian Peng
yang telah mereka dandani sebagai patung dewa, mungkinkah
dibalik kejadian tersebut masih terdapat hal-hal yang perlu kita
selidiki?" "Tentu saja, persoalan semacam ini memang ada nilainya
untuk diselidiki lebih jauh!" sahut kakek latah awet muda
cepat. Kemudian dia berpaling kearah Oh Put Kui dan ujarnya
lagi: "Anak muda, apakah kau berhasil mendapatkan suatu
kesimpulan tentang kejadian tersebut?"
Oh Put Kui tertawa. "Walaupun boanpwe berhasil menemukan beberapa hal
yang mencurigakan namun tidak kuketahui apakah dugaanku
tersebut benar atau tidak."
"Kalau begitu coba kau utarakan cepat!"
"Boanpwe rasa mereka tentu sudah tahu kalau kakek
cengeng beralis putih Ciu Hway-wan bukan seorang manusia
yang dapat dipercaya, oleh karena itu disaat Lian Peng datang
melaporkan tentang kedatangan kau orang tua bersama
boanpwe yang berhasil menolong gwakong dari penjara,
orang orang itu segera berkesimpulan bahwa gedung Keng
Thian-lo inipun tak dapat dipertahankan lebih jauh, itulah
sebabnya mereka segera memutuskan untuk pindah ketempat
lain." Mendengar sampai disitu, kakek latah awet muda segera
manggut-manggut sambil tertawa:
"Ehm, sangat beralasan sekali, tetapi apa yang
menyebabkan mereka menghukum mati Lian-Peng?"
"Aku rasa dalam peristiwa ini hanya terdapat sebuah
kemungkinan saja." "Apakah kemungkinan itu?"
"Wi Thian-yang merasa amat gusar kepadanya karena
perempuan itu tak mampu mempertahankan gedung Sianhong-hu, karena itu dalam gusarnya ia segera membinasakan
istri mudanya ini." "Kalau memang begitu, apa sebabnya pula mereka dandani
mayatnya sebagai patung dewa yang dipuji dimeja altar?"
tanya Lan Ciu-sui pula sambil tertawa.
Oh Put Kui turut tersenyum.
"Yaya, menurut cucunda, ada dua kemungkinan apa
sebabnya mereka berbuat demikian."
"Kalau begitu cepatlah kau kemukakan."
"Kemungkinan pertama, mereka hendak menggunakan
cara begini untuk merahasiakan perbuatan mereka yang telah
membunuh Lian Peng, agar selamanya tak ada orang yang
mengetahui tentang kematian perempuan tersebut, sebab
orang lain tak pernah akan berhasil menemukan mayatnya
selama-lamanya.........."
"Ehm......... alasan yang terlempau dipaksakan," Lan Ciusui sambil tertawa, "andaikata diatas mayat ditaburi obat
penghancur tulang, bukankah hal ini semakin beres lagi?"
"Yaaa, cucunda sendiripun beranggapan alasan yang
pertama ini terlampau dipaksakan."
"Kalau begitu cepat kau kemukakan alasan yang kedua!"
seru kakek latah awet muda lagi.
"Kemungkinan yang kedua, bisa jadi mereka sudah
menduga kalau patung tersebut tak akan bisa mengelabuhi
Ban tua, oleh sebab itu mereka kalau bukan ingin
menggunakan mayat dari Lian Peng sebagai alat gertakan
atau peringatan kepada kita, tentunya didalam tubuh mayat
Lian Peng telah dipersiapkan suatu rencana jebakan lainnya
yang amat keji............."
Ketika berbicara sampai disitu, mendadak pemuda itu
tersentak kaget, cepat-cepat serunya kepada kedua orang tua
itu: "Celaka, bisa jadi kedua orang nona itu akan menemui
ancaman bahaya.........."
"Betul, mereka betul-betul kelewat gegabah," seru kakek
latah awet muda sambil berkerut kening, "mari cepat kita
tengok keadaan mereka............."
Belum habis perkataan itu diucapkan, ia sudah bergerak
lebih dulu menyusul kedua orang gadis tersebut.
Oh Put Kui dan pengemis pikun segera mengikuti pula
dibelakangnya. Hanya Peng-goan-koay-kek Lan Cui-siu seorang yang tidak
turut pergi, dia tetap tertinggal didalam kamar tersebut, sebab
Misteri Pulau Neraka Ta Xia Hu Pu Qui Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kakek itu berpendapat bahwa riangan ini cukup mencurigakan
dan harus diselidiki dengan seksama.
Tak lama setelah kepergian kakek latah awet muda
sekalian bertiga, Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui segera
melakukan penyelidikian yang seksama didalam kamar yang
luasnya tiga kaki itu, tak sejengkal tanahpun yang dilewatkan
olehnya. Alhasil Lan Ciu-sui berhasil mendapatkan sebuah benda
yang berharga sekali. Benda yang tertinggal itu berupa kutungan sebatang
pedang. Bahkan pedang itu tak lain adalah pedang milik Peng-goankoay-kek Lan Ciu-sui dimasa lampau.
Tiga puluh tahun berselang, dia telah menyerahkan pedang
kesayangannya itu kepada putri tunggalnya Lan Hong.
Tapi sekarang, tiba-tiba saja ia menemukannya kembali
didalam ruang kamar Keng Thian-loo, menemukan pedang
kesayangannya yang pernah dipergunakan selama banyak
tahun ini sudah patah hingga tinggal sebagian kecil saja.
Bisa dibayangkan betapa sedih dan gusarnya orang tua
tersebut waktu itu. Sambil menggenggam kutungan pedang tersebut, Lan Ciusui berdiri termenung sampai lama sekali didalam ruangan, tak
sedikitpun dia bergeser dari posisi semula.
Sebab dia tak perlu berpikir terlalu jauh lagi, jelaslah
terbukti sekarang bahwa pembunuh yang telah menghabisi
nyawa putrinya tak lain adalah pemilik gedung ini, si jago
pemabok dari loteng merah Siau Yau serta kakek pengejut
langit Siau Hian. Dendam baru sakit hati lama datang bersama-sama, hal ini
membuat pikiran dan perasaan jago tua ini menjadi amat
kalut. Sedemikian kalutnya pikiran dan perasaannya, hingga
kemunculan Oh Put Kui disisinya pun sama sekali tak
diketahui olehnya. Oh Put Kui sendiripun dibuat tertegun oleh kejadian dalam
ruangan tersebut, dia tak habis mengerti kenapa kakek
luarnya hanya berdiri termangu didalam kamar tersebut sambil
membelai sebilah kutungan pedang.
Pelan-pelan dihampirinya orang tua itu, lalu tegurnya:
"Yaya............."
Dengan perasaan bergetar keras Lan Ciu-sui berpaling dan
memandang sekejap ke arah Oh Put Kui, kemudian teriaknya:
"Cucu, yaya telah berhasil mengetahui pembunuh
ibumu..............."
Kontan saja Oh Put Kui merasakan darah yang mengalir
didalam tubuhnya mendidih keras, serunya tanpa terasa:
"Yaya, siapakah dia?"
"Dua bersaudara Siau!"
"Apakah yaya berhasil menemukan bukti yang kuat?"
Lan Ciu-sui menghela napas panjang, sambil menggenggam kutungan pedang itu, katanya:
"Nak, pedang ini merupakan pedang andalan yaya pada
empat puluhan tahun berselang, sejak diwariskan kepada
ibumu, yaya tak pernah mempergunakan pedang ini lagi,
sungguh tak disangka pedang ini berhasil kutemukan lagi
disini." "Kalau begitu............. ibu benar-benar sudah tewas
ditangan gembong-gembong iblis she Siau itu!"
"Ketika ibumu mewarisi pedang tersebut dulu, dia pernah
bersumpah selama pedangnya ada orangnya ada, bila
pedangnya hilang orangnya mati! Kini pedang tersebut
kutemukan sudah kutung, pedang tersebut ditemukan dalam
gedung Khong thian-loo, hal ini membuktikan pula kalau
pembunuhnya sudah pasti dua bersaudara she Siau
tersebut.........................."
Kembali Oh Put Kui merasakan darahnya mendidih keras,
segera teriaknya lantang:
"Yaya, cucunda pasti akan membunuh kedua orang
gembong iblis ini untuk membalaskan dendam bagi
ibu.................."
"Nak, yaya pasti akan membantumu hingga mencapai
tujuan tersebut! Aaaaaaaiii..... bila teringat ibumu, aku jadi
teringat kembali dengan masa kecilnya dulu................"
Sepasang mata Oh Put Kui berkaca-kaca, tanpa terasa
butiran air mata jatuh berlinang membasahi pipinya..................
Lama sekali kakek dan cucu dua orang ini berdiri
berhadapan tanpa berkata-kata.
Sampai akhirnya kakek latah awet muda dengan membawa
pengemis pikun serta kedua orang gadis she Nyoo dan Kiau
muncul kembali disitu, mereka baru menyeka air mata serta
memperlihatkan sekulum senyuman getir...............
Mungkin Oh Put Kui maupun Lan Ciu-sui tak ingin
mengemukakan persoalan tersebut kepada mereka.
Yaaaa, ketika kakek latah awet muda menjumpai mimik
wajah kedua orang itu kurang beres dan ingin bertanyam Lan
Ciu-sui telah berkata lebih dulu sambil tertawa hambar:
"Saudara Lan, Put Kui teringat kembali ibunya secara tibatiba sehingga siautepun turut terbuai kedalam kesedihan. Nah,
bagaimana dengan kedua orang nona tersebut" Tidak apa
apa bukan?" Rupanya Lan Ciu-sui menemukan kedua orang gadis itu
menunjukkan tanda-tanda lemah dan lemas, karena itu
mengajukan pertanyaan tersebut.
Dengan gemas kakek latah awet muda berseru:
"Siau Yau si bangsat tua ini benar-benar berhati kejam dan
buas, andaikata kami tidak datang tepat pada waktunya, dan
cucumu tidak memiliki sebutir mutiara penolak bala, mungkin
dua lembar nyawa gadis-gadis ini tak dapat tertolong lagi."
"Apakah diatas tubuh Lian Peng telah ditaburi racun jahat?"
tanya Lan Ciu-sui tertegun.
"Betul! Mereka telah menaburkan bubuk beracun yang
amat keji itu dibalik pakaian yang digunakan Lian Peng..........."
Ketika mendengar perkataan tersebut, satu ingatan kembali
melintas dalam benak Oh Put Kui.
Tadi, sewaktu mereka menyusul kedua orang gadis
tersebut, ditemukan mereka berdua sudah tergeletak tak
sadarkan diri disisi mayat si perempuan bunga dari Thian hoowan Lian Peng. Sedangkan pakaian yang dikenakan Lian Peng belum
terlepas semua, pakaian dalamnya masih menempel diatas
tubuh. Saat itu Oh Put Kui hanya berpikir untuk cepat-cepat
memasukkan pil penolak bala ke mulut kedua orang gadis itu
serta menawarkan racun yang mengeram ditubuhnya,
sehingga tak sempat menyelidiki dimanakah racun jahat
tersebut ditaburkan pada tubuh Lian Peng.
Selain daripada itu Oh Put Kui pun sangat menguatirkan
keselamatan kakeknya yang sampai lama sekali belum juga
muncul, maka disaat racun didalam tubuh kedua orang nona
itu sudah mereda dan mereka telah sadar kembali, cepatcepat dia menyusul kakeknya tanpa sempat menyelidiki
kembali dari bagian manakah racun tersebut menyerang Nyoo
Siau-sian serta Kiau Hui-hui.
Sekarang, setelah dia mendengar racun itu berasal dari
balik pakaian Lian Peng, tanpa terasa diapun jadi terbayang
kembali, mungkinkah semua gerak gerik mereka telah berada
didalam perhitungan lawan"
Mungkin mereka sudah menduga kalau Nyoo Siau-sian
serta Kiau Hui-hui pasti akan menggantikan pakaian yang
dikenakan oleh Lian Peng, bahkan mereka pun pasti sudah
memperhitungkan, disaat Nyoo Siau-sian menggantikan
pakaian dari Lian Peng, beberapa orang lelaki tentu tak akan
hadir disitu, sebaliknya menyerahkan tugas itu semua kepada
Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui.
Bila hal ini berlangsung seperminum teh saja, niscaya Nyoo
Siau-sian serta Kiau Hui-hui sudah keracunan hebat dan
jiwanya tak akan tertolong lagi.
Hal ini membuktikan bahwa tujuan mereka bukan lain
adalah ingin meracuni Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui
sampai mati. Ingatan tersebut melintas lewat dengan cepatnya dalam
benak Oh Put Kui, begitu kakek latah awet muda selesai
berbicara dan Lan Cui-siu baru sempat menghela napas
sebelum menjawab, dia telah berteriak lebih dulu:
"Ban tua, jadi racun itu dioleskan dibalik pakaian dalam
Lian Peng...............?"
"Benar!" sahut kakek latah awet muda sambil tertawa,
"bahkan akupun berhasil menemukan bahwa racun yang
digunakan juga merupakan racun yang paling keji di dunia
ini..............." "Racun apakah itu?" tanya Lan Ciu-sui.
"Salep pembusuk hati seribu ular dari wilayah Biau!"
Mendengar nama racun tersebut, Peng-goan-koay-kek Lan
Ciu-sui segera berdiri tertegun.
Sedangkan Oh Put Kui berseru kaget dengan wajah
berubah hebat, diam-diam ia bersyukur dihati karena tak
sampai jatuh korban jiwa.
Dia pernah mendengar tentang
keganasan salep pembusuk hati seribu ular dari wilayah Biau tersebut, konon
racun itu terbuat dari pelbagai macam racun yang ganas,
malah jauh lebih ganas dari pada racun Kim-jan-ku yang
termashur itu. Andaikata dia tidak meiliki pil penolak bala yang ampuh
kasiatnya, tidak mustahil Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui
sudah menemui ajalnya. Setelah terkejut dan berdiri tertegun sejenak, Oh Put Kui
kembali berkata dengan suara dalam:
"Ban tua, bila ditinjau dari semua kejadian yang tertera
didepan mata sekarang, dapat disimpulkan kalau tuan rumah
tempat ini telah memperhitungkan secara tepat akan
kedatangan kita, dan sudah memperhitungkan juga kalau
nona Nyoo bakal menggantikan pakaian buat jenasah Lian
Peng. "Perkataanmu itu memang tepat sekali, yaa memang harus
diakui kecerdasan Siau Yau patut dikagumi, dia memang
hebat dan luar biasa, tapi sayangnya betapapun tepatnya
perhitungan yang dia lakukan, ia tak pernah menyangka kalau
Alap Alap Laut Kidul 13 Pusaka Tongkat Sakti Karya Tjoe Beng Siang Persekutuan Pedang Sakti 12
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama