Ceritasilat Novel Online

Misteri Rumah Berdarah 5

Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D Bagian 5


Si-poa dengan wajah serius. "Sejak kecil kau sudah
kehilangan ayahmu, ibumu kawin lagi dengan orang lain,
sedang kau sendiri hidup sebatang kara, sehingga akhirnya
angkat guru dan berkelana didalam dunia kangouw,
Sesudah menikah dan beristeri tidak beruntung, Hujin kena
penyakit aneh, sehingga harus berbaring terus dirumah,
karena itu sering sekali kau orang mencari kesenangan
ditempat luaran, Tapi aku lihat nasibmu biasa-biasa saja. . "
Mendengar sampai disitu, silelaki yang bernama Lim
Cun Seng itu tak dapat menahan gejolak hatinya lagi, ia
berteriak keras; "Kau sungguh2 seorang dewa, tepat. .
.tepat. . .tepat. .terlalu tepat!"
"Aaaach. . kawan! Kau terlalu memuji."
"Berapa ongkosnya?"
"Tidak perlu, aku hanya bekerja menurut kemauan hati
saja!" "Terima kasih. . .terima kasih. ."
Dengan langkah lebar Lim Cun Seng segera putar badan
dan langsung menuju kedalam ruangan Istana Perempuan.
Sewaktu Lim Cun Seng menjerit kaget tadi, dari dalam
Istana Perempuan kebetulan sekali muncul pula lima enam
orang lelaki kekar. Agaknya orang2 itupun mendengar pembicaraan dari Sin
Si-poa serta teriakan Lim Cun Seng, kelihatan beberapa
orang itu berdiri ter-mangu2.
"Eeeee. . . kawan!" akhirnya seorang lelaki berusia
pertengahan menegur diri Lim Cun Seng, " Apakah siorang
tua itu bisa meramal tepat?"
"Tepat. . .tepat. . .terlalu tepat!" Sembari berkata, ia
langsung menuju kedalam ruangan Istana.
"Mari kita pergi lihat kesana." ajak siorang berusia
pertengahan itu kepada kawan2nya, "Kita buktikan apakah
orang tua itu benar-benar seorang dewa hidup."
Tidak menanti jawaban dari kawannya lagi, ia langsung
menerjang kehadapan Sin Si-poa diikuti kawan- kawannya
dari belakang. Pek Thian Ki yang menonton jalannya peristiwa itu dari
samping, mendadak merasakan keadaan sedikit kurang
beres, kedatangan Sin Si-poa ditempat ini pasti membawa
hal-hal yang luar biasa, apalagi ditengah malam buta ia
meramalkan nasib orang, dibalik kesemuanya ini tentu
mengandung suatu latar belakang yang misterius. Perlahanlahan
iapun berjalan mendekati si Sin Sipoa.
Ketika itu. . . . "Kawan! Apakah kalian beberapa orang pun hendak
melihat nasib?" tegur si Sin Si-poa sambil mendengakkan
kepalanya memperhatikan silelaki berusia pertengahan itu
sekejap. "Benar!" "Kalau begitu kalian harus berbaris dan antri satu demi
satu." Keenam orang itu tidak banyak cakap lagi, mereka
berbaris dan antri memanjang kebelakang dengan silelaki
berusia pertengahan itu berada dipaling depan.
"Kawan! Coba beritahu siapakah namamu" Dan beritahu
pula kapan kau dilahirkan apa yang ingin kau tanyakan?"
ujar Sin Si-poa tertawa. "Aku she Nyioo bernama Hong dilahirkan pada tanggal
delapan bulan delapan siang. . ."
Sinar mata Sin Si-poa per-lahan2 dialihkan keatas wajah
Nyioo Hong, lama sekali ia baru menggeleng. "Tidak
benar!" "Apa yang tidak benar?"
"Namamu tidak benar, jika ditinjau dari hari
kelahiranmu serta namamu rasanya tidak ada persesuaian
kawan! Bagaimanapun kau tidak boleh mencari nama palsu
seenaknya!" Air muka Nyioo Hong langsung berubah hebat.
"Loocianpwee, perkataanmu tepat sekali, aku bukan
bernama Nyioo Hong. . . aku tidak jadi melihat nasib. . ."
Tubuhnya segera diputar dan berlalu dengan ter-gesa2 dari
sana. Tiba-tiba. . . "Kawan! Apakah hitunganmu cocok?" Suara seseorang
yang nyaring bergema datang.
Saking nyaring dan kerasnya suara tersebut, semua orang
yang ada disana termasuk juga Pek thian Ki merasa amat
terperanjat, karena mereka merasa bahwa nada suara orang
itu kuat bertenaga, jelas bukan seorang sembarangan.
Ketika ia mendongakkan kepalanya, tampaklah ditengah
kalangan sudah bertambah lagi dengan seorang kakek tua
berbaju hitam yang mempunyai raut muka buas dan jelek.
Sin Si-poa alihkan sinar matanya memandang sekejap
kearah orang itu kemudian ia melengos dan tidak lagi
memnggubris siorang tua berbaju hitam itu.
Kepada seorang lelaki yang berada dihadapannya ia
berseru; "Sekarang ada seharusnya giliranmu."
Sikakek tua berbaju hitam yang melihat Sin Si-poa tidak
ambil gubris terhadap dirinya, air mukanya kontan berubah
hebat, hawa gusarpun melintasi wajahnya.
"Kawan!" bentaknya sambil menerjang maju kedepan,
Perkataan yang aku tanyakan padamu sudah kau dengar
belum?" "Emmm! Memang aku dengar sangat jelas!"
"Mengapa kau tidak menjawab?"
"Aku lihat sepasang matamu masih utuh dan normal,
tidak seharusnya buta terhadap tulisan diatas kain itu?"
Beberapa patah perkataan ini terang2an terlalu tidak
pandang mata terhadap siorangt tua berbaju hitam itu, air
muka siorang tua tersebut sudah tentu berubah semakin
hebat lagi. "Baik. . .baik. . .baik. . . akan kubiarkan kau menghitung
nasibku, jika tidak tepat, hmmm! Akan kujagal dirimu."
Sembari berkata tubuhnya menerjang maju kedepan meja.
"Eeeei kawan! Sekarang bukan giliranmu, sana antri
dulu," tegur Sin Si-poa dingin.
Siorang tua berbaju hitam itu semakin gusar lagi, tetapi
ia tak dapat berbuat apa-apa terhadap diri Sin Si-poa,
terpaksa badannya mundur kembali kebelakang untuk antri.
Pada waktu itu Sin Si-poa sudah mulai membanyol
dengan orang kedua. "Pek sauw-hiap kau pun sudah tiba disini?" Pek thian Ki
yang sedang melamun seorang diri, mendadak ditegur
seseorang dari belakang tubuhnya.
Mendengar teguran tersebut pada mulanya Pek Thian Ki
rada melengak, buru-buru ia menoleh kebelakang,
tampaklah si dara berbaju hijau Suma Hun dengan gaya
sangat menggiurkan sudah berada dibelakangnya.
"Nona Suma! Kebetulan sekali akupun sedang mencari
dirimu." teriak Pek Thian Ki rada melengak. "Sewaktu
berada digunung Lui Im-san mengapa secara mendadak kau
berlalu?" "Ooooouw. . . aku ada urusan," Suma Hun tersenyum.
Ia merandek sejenak, sinar matanya lantas dialihkan keatas
wajah Sin Sin-poa, kemudian sekali lagi tersenyum;
"Akupun kepingin melihat-lihat apakah ramalannya
tepat atau tidak. . ." Sembari berkata, ia langsung berjalan
mendekati diri Sin Si-poa tersebut.
Melihat seorang gadis berjalan mendekati kearahnya,
situkang ramal itu lantas menoleh;
"Oooouw. . kiranya kau orang!" sapanya tersenyum.
"Beruntung sekali tempo hari kau suka menahan badanku,
sehingga tidak sampai mati terbanting, Nona, kaupun ingin
diramal?" "Sedikitpun tidak salah!"
Diantara biji mata Suma Hun yang jeli terlintaslah suatu
hawa membunuh yang sangat menyeramkan, tapi sebentar
kemudian sudah pulih kembali seperti sedia kala.
"Kalau begitu, kaupun harus antri." ujar situkang ramal
itu lagi. "Tidak, tidak bisa jadi, perempuan harus nomor satu."
potong Suma Hun dingin. "Oooh, yaa. . benar. .benar. . Perempuan harus nomor
satu, perempuan harus nomor satu!"
Suma Hun tersenyum, ia berjalan mendekati Sin Si-poa
tanpa banyak berpikir panjang lagi.
"Nona, apa yang ingin kau tanyakan?"
"Aku ingin kau orang suka meramalkan diriku, coba kau
hitung siapakah diriku dan bagaimana nasibku tempo dulu,
Loocianpwee! Kau harus berhati-hati, salah sedikit, batok
kepalamu akan pindah rumah.
"Soal ini kau boleh berlega hati, sekarang kau harus
sebutkan nama serta tanggal kelahiranmu."
Suma Hun menyebutkan nama serta tanggal
kelahirannya tanpa banyak rewel-rewel lagi. Lama sekali
Sin Si-poa memperhatikan wajah Suma Hun, sidara berbaju
hijau itu akhirnya berkata lagi;
"Coba kau keluarkan tangan kananmu agar bisa aku
periksa." Suma Hun menurut dan keluarkan tangannya kehadapan
Sin Si-poa. Sesudah diperiksa lama sekali, mendadak
situkang ramal itu kerutkan alisnya.
"Nona, hal ini sedikit tidak benar!"
"Apanya yang tidak benar?"
"Agaknya kau bukan bernama Suma Hun?"
"Omong kosong!" bentak Suma Hun dengan air muka
berubah hebat. "Apa kau kira aku bisa mencari nama palsu
untuk membohongi dirimu?"
"Jadi, namamu itu adalah yang asli?"
"Benar." "Waah. . . ! Kalau begitu urusan jadi sangat aneh." seru
situkang ramal sambil manggut2. "Jika ditinjau dari garis
nyawamu, seharusnya kau orang tidak seramah dan sehalus
ini, sebaliknya nona merupakan seorang manusia yang
berhati ganas dan kejam, karena ditanganmu banyak
terdapat garis- garis melintang. . . ."
Mengikuti perkataan dari Sin Si-poa, air muka Suma
Hun pun ikut berubah tiada hentinya. . . .
"Walaupun garis jelek sangat banyak, tapi akhirnya
terputus oleh garis Liang-sim, oleh sebab itu hingga sampai
saat ini semua orang yang sudah roboh ditanganmu hanya
terluka saja, tidak sampai terbunuh. . . . sedangkan
mengenai basibmu, sejak ayahmu mati lantas. . . .
Munggkin sekali nasibmu akan berubah jauh lebih baikan,
sedangkan didalam soal cinta, tidak begitu sukses. . . .
karena watakmu terlalu cemburuan, Soal ini asalkan kau
bisa berubah, tentu tidak sukar untuk banyak menolong
dirimu. "Sungguh tepat sekali."
"Kalau tidak cocok mana aku berani bergurau dengan
taruhan batok kepalaku sendiri?"
"Sekarang aku ingin menemukan sebuah benda. coba
kau lihat aku berhasil menemukan atau tidak?"
"Coba kau ambil sebuah ciam-si!" Dari dalam sakunya ia
mengambil keluar delapan lembar kertas persegi delapan,
kemudian sambil berkemak-kemik, ia suruh Suma Hun
memilih satu. Setelah gadis itu memilih dan diperiksa sebentar olehnya,
siorang tua itu menggeleng.
"Sukar!" "Bagaimana" Sukar ditemukan?"
"Benar! Sulit untuk ditemukan kembali, Tetapi
kemungkinan sekali pihak lawan bisa bermurah hati dan
mengembalikan barang itu kepadamu!"
"Hmmm. . .hmmm. . . ilmu meramal dari Loocianpwee
benar-benar sangat tepat, entah bagaimana dengan ilmu
silat?" "Lohu sendiri pernah belajar beberapa jurus, cuma
kurang bagus, nona, apa maksudmu menanyakan soal ini?"
"Jikalau kepandaian silatmu sama-sama lihaynya dengan
ilmu meramalmu, maka keadaannya akan jauh lebih bagus.
Bab 23 Pek Thian Ki mendengar perkataan tersebut, agaknya
secara mendadak menemukan kalau dibalik perkataan
Suma Hun masih terselip juga maksud yang lebih
mendalam, hanya saja untuk beberapa waktu ia tak
mengerti apakah arti dari perkataannya itu.
"Masing-masing orang mempunyai keahlian yang
berbeda-beda, jika seseorang bisa menguasai segalanya. . .
wah. . . itu baru hebat." sambung Sin Si-poa sambil tertawa.
"Entah aku harus membayar berapa untuk ramalanmu
ini?" "Tempo hari nona sudah menerima badanku, sehingga
tidak sampai jatuh terbanting, kali ini bagaimanapun, aku
tak bisa menerima uang pemberianmu itu."
"Tidak! Lebih baik aku beri sedikit uang untukmu." Dari
dalam sakunya ia mengambil keluar setahil perak, dan
dilemparkan kearah situkang ramal tersebut.
"Setahil perak ini aku hadiahkan semua untukmu!"
serunya. Dimana tangan kanan Sin Si-poa menyambar lewat,
uang tersebut tahu-tahu sudah berada didalam
genggamannya, tetapi sebentar kemudian air mukanya
sudah berubah hebat, tangan yang digunakan untuk
menerima uang perak itupun kelihatan gemetar keras.
Cukup ditinjau dari hal ini, jelas membuktikan kalau
Suma Hun telah menggunakan tenaga lweekang tingkat
teratas untuk melemparkan uang perak tersebut kearah Sin
Si-poa. Meninjau dari keadaan ini, diam-diam Pek Thian Ki
merasa sangat terperanjat dan pada saat yang bersamaan
pula Suma Hun sudah putar badan berlalu.
Pada waktu itu. . . Terdengar Sin Si-poa tertawa ter-bahak2 dengan amat
kerasnya. "Haaaa. . . . haaa. . . haaa. . . kalau memang nona
paksa juga diriku untuk menerima uang ini, rasanya kurang
enak kalau aku tidak menerima hadiah kebaikan hatimu itu,
tapi tidak usah sebegini banyaknya, Nah, nona boleh ambil
kembali separuh bagian."


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dimana cahaya putih berkelebat lewat dengan
memancarkan cahaya tajam uang perak tersebut sudah
meluncur kembali kearah Suma Hun.
Dengan sebat Suma Hun putar badan menerima uang
perak tersebut, ketika ia memperhatikan lebih teliti lagi
benda yang berada ditangannya, mendadak sang air muka
berubah hebat, Kiranya uang perak yang berada
ditangannya kini sudah tinggal separuh bagian.
Kesempurnaan dari tenaga dalam yang dimiliki Sin Sipoa,
benar2 luar biasa tingginya, Dia ternyata bisa
memutuskan uang perak tersebut jadi dua bagian hanya
didalam sekali gerak tangan saja, hal ini membuktikan
kalau kepandaian silatnya benar-benar sangat lihay.
"Loocianpwee! Kepandaianmu ternyata kuar biasa!" seru
Suma Hun sambil tertawa tawar. Tubuhnya segera
berkelebat kesisi Pek Thian Ki dan melemparkan satu
senyuman manis kearahnya.
"Eeeeei. . . . si Bay-kut kurus, kau orang hendak melihat
nasib tidak?" tegur situkang ramal dengan suara keras.
"Melihat nasib" Tapi cayhe tidak punya waktu. . ."
Baru saja Pek Thian Ki berbicara sampai disitu,
mendadak terdengar suara langkah manusia bergerak
mendekat memecahkan kesunyian, Tampaklah sidara
berbaju kuning yang dijumpainya sewaktu ada didalam
Istana Perempuan sudah berjalan mendekati dirinya.
Kepada pemuda tersebut, ia menjura, lalu ujarnya;
"Kongcu, cong-koan kami ada undangan."
"Terima kasih."
Tanpa banyak cakap lagi, ia mengikuti dari belakang
tubuh dara berbaju kuning itu masuk kedalam ruangan
Istana Perempuan. "Pek Sauw-hiap, tunggu sebentar," teriak Suma Hun
mendadak. "Nona Suma, kau masih ada urusan yang lain?" jawab
sang pemuda sambil berhenti dan menoleh.
"Kau. . . apa yang hendak kau lakukan disini?"
"Aku". . . aku sudah datang kemari sudah tentu untuk
bermain dengan nona-nona."
"Kau. . . lelaki busuk!"
Setelah memaki Suma Hun segera putar badan dan
berlalu dari sana. Melihat gadis itu berlalu Pek Thian Ki
tertawa ter-bahak2, air mukapun menunjukkan sikap yang
sombong dan memandang tinggi diri sendiri.
Belum jauh pemuda itu berjalan kedalam istana,
mendadak Sin Si-poa kembali berteriak;
"Eeee. . . . baykut kurus kau benar-benar seorang
manusia gemar main perempuan, badanmu sudah sekurus
itu masih juga kau orang ingin main perempuan, kau harus
hati-hati. . . main perempuan kebanyakan akan berbahaya
bagi dirimu." Pek Thian Ki bergidik mendengar peringatan tersebut.
"Hey Baykut-kut kurus, hati-hati, wanita adalah racun
dunia, berhati-hatilah mengdahapi segala kejadian." teriak
Sin Si-poa kembali. Terutama sekali beberapa patah kata terakhir dari
situkang ramal itu, bagaikan kena strom seluruh tubuh Pek
Thian Ki gemetar keras. Justeru karena kedatangannya ke Istana Perempuan
inilah ia merasa keadaan sangat berbahaya apa lagi sesudah
mendengar peringatan tersebut.
Kedatangannya untuk mencari It Peng Hong
bagaimanapun jelas pasti akan dihalangi oleh Kiang To.
"Baiklah aku akan menanyakan pula nasibku." akhirnya
tanpa sadar ia sudah putar badan dan mendekati meja
situkang ramal tersebut. "Haaa. . .haaa. . .haaa. . .suatu dagangan yang amat
besar. . ." Ketika itu kembali si Sin Si-poa meramalkan nasib dari
kelima orang yang terdepan, dan setiap orang merasa
ramalannya sangat tepat. Kini adalah gilirang dari siorang
tua berbaju hitam itu. "Saudara, siapakah namamu?" tanya Sin Si-poa sambil
memandang pihak lawannya.
"Bun Tong Yen, aku ingin mencari seseorang."
"Cari orang" Siapa yang sedang kau cari?"
"Soal ini kau tidak perlu tahu, aku ingin bertanya apakah
aku bisa menemukan orang itu atau tidak?"
"Coba ambil Ciam-si."
Kembali ia mengeluarkan beberapa lembar kartu,
kemudian sambil membaca mantera, ia suruh Bun Tong
Yen pilih satu lembar kartu. Setelah itu dengan perlahanlahan,
situkang ramal itu baru berkata;
"Kawan sebelum aku membebaskan dirimu dari
persoalan yang sulit ini, terlebih dahulu ada satu persoalan
hendak kusampaikan kepadamu, cuma aku takut kau tidak
kuat untuk membayarnya."
"Berapa?" "Sebenarnya tidak banyak, juga tidak sedikit hanya
seratus tahil uang emas!"
"Apa" Seratus tahil uang emas!" Kau. . .kau. . .bukankah
kau sedang memeras?"
"Waaaah. . .waaah. . . dugaanmu salah besar, kawan!
Mau atau tidak itu terserah pada dirimu sendiri, jika kau
tidak kuat untuk bayar, kitapun tak usah berunding lebih
lanjut." "Hmmm! Mana ada ongkos meramal yang demikian
mahalnya?" "Soalnya keadaan saudara sangat teristimewa!"
Beberapa patah perkataan dari Sin Si-poa ini segera
membuat wajah siorang tua berbaju hitam itu berubah
hebat, dengan perasaan kaget, ia melototi situkang ramal itu
tajam-tajam. "Apa keistimewaannya?"
"Aku tidak perlu terangkan rasanya kau sendiripun jelas
bukan?" Bagaimana mau diteruskan atau tidak?"
Agaknya siorang tua berbaju hitam itu sudah terjebak
didalam siasat Sin Si-poa, ujarnya dingin;
"Dalam sakuku tinggal beberapa puluh tahil perak saja,
bagaimana kalau aku berikan semua kepadamu?"
"Tidak bisa jadi!"
Siorang tua berbaju hitam itu mengerutkan alisnya,
secara samar-samar hawa membunuh mulai melintas diatas
wajahnya, akhirnya dari dalam saku ia mengambil keluar
sebutir mutiara berwarna merah dan dilemparkan keatas
meja. "Bagaimana kalau aku membayar dengan sebutir mutiara
tersebut?" teriaknya.
Dengan hati-hati dipungutnya mutiara tersebut, lalu
diperiksa dengan teliti, setelah itu situkang ramal baru
mengangguk; "Boleh. . . boleh. . ."
"Tapi kau harus ingat, jika tidak tepat ramalanmu hatihati
kepalamu akan pindah rumah."
"Boleh. . .boleh. . . aku lihat saudara sedang menerima
perintah untuk mencari orang, tapi orang yang sedang kau
cari agaknya sukar untuk ditemukan dan saudara sudah
sangat lama mencarinya. . "
"Teruskan. . .!"
"Tapi, malam nanti kau dapat menemui orang yang
sedang kau cari itu!"
"Apakah perkataanmu itu sungguh-sungguh?"
"Kawan, coba kau pikir, apakah aku orang bisa
menggunakan batok kepalaku sendiri sebagai bahan
banyolan?" "Heeee. . .heeee. . .heeee, baik. .baik!" seru siorang tua
berbaju hitam itu kemudian. "Bilamana aku tak berhasil
menemukan orang itu, Hmmm! Aku bisa datang kemari
untuk menuntut kerugian."
Tanpa ambil pusing lagi keadaan disana, ia lantas putar
badan dan berlalu. Pek Thian Ki yang menonton jalannya peristiwa tersebut
dari samping kalangan rada tertegun juga dibuatnya, Ia
merasa siorang tua berbaju hitam itu terlalu misterius dan
membuat orang men-duga2 asal-usulnya.
"Bangsat cilik, apa yang membuat kau tertegun?" Tibatiba
tegur situkang ramal dengan suara yang keras.
"Loocianpwee, siapakah orang itu?"
"Bagaimana aku bisa tahu?"
"Kalau begitu, tolong loocianpwee ramalkan nasibku."
Air muka Sin Si-poa berubah jadi memberat ujarnya
tegas; "Bocah kurus lebih baik jangan punya ingatan untuk
menggoda It Peng Hong kalau tidak, hal ini akan
mendatangkan ketidak beruntungan buat dirimu."
Beberapa patah perkataan ini penuh mengandung nada
yang seram, membuat setiap orang yang mendengar ikut
merasa bergidik. Dengan tanpa sadar, Pek Thian Ki mundur selangkah
kebelakang, teriaknya keras; "Si i. . .siapa kau?"
"Soal ini kau tidak perlu bertanya. . ."
"Tapi It Peng Hong pasti akan kudapatkan."
"Aku pikir tidak semudah itu. . ."
"Cayhe akan coba-coba."
Dalam pembicaraan tersebut, tanpa terasa Pek thian Ki
sudah timbul perasaan curiga terhadap Sin Si-poa ini,
sebenarnya darimanakah asal-usul orang ini"
Agaknya pemuda tersebut tidak ingin banyak ribut lagi
disitu, tubuhnya mendadak berputar dan langsung
berkelebat kearah ruangan Istana Perempuan.
"Bocah kurus, tunggu dulu!" kembali situkang ramal itu
membentak dingin. "Loocianpwee, kau masih ada pesan apa lagi?"
"Aku bermaksud menasehati dirimu dengan baik-baik,
mau percaya atau tidak, itu terserah dirimu sendiri, kau
jangan pergi dulu, ada sebuah urusan hendak kutitipkan
kepadamu dan hampir saja aku lupa."
"Urusan apa?" Dari dalam sakunya Sin Si-poa mengambil keluar secarik
kertas diserahkan kepada Pek Thian Ki. Tolong kau
serahkan kertas ini buat nona Suma itu. . ." pesannya.
"Mengapa tidak kau sampaikan sendiri, sewaktu
berjumpa tadi". . ." tanya pemuda tersebut melengak.
"Hal ini tidak mungkin terjadi, kalau tidak, kenapa tidak
aku serahkan sendiri" Maukah kau orang membantu diriku"
Jika kau setuju, maka sewaktu berjumpa dengan dirinya
lebih baik jangan sekali-kali menyebutkan kalau kertas ini
akulah yang berikan kepadamu."
Secara mendadak, Pek Thian Ki mulai merasakan bahwa
Sin Si-poa penuh mengandung misteri. Ia mulai
memperingatkan dirinya untuk berwaspada, karena ia
belum tahu maksudnya baik ataukah bermaksud jelek"
Tiba-tiba, seperti pemuda itu sudah teringat akan sesuatu,
tubuhnya kelihatan merinding dan suatu bayangan yang
sangat menakutkan mendadak berkelebat didalam
benaknya. "Apa mungkin dialah Kiang To". . ." pikirnya dihati.
Sudah tentu hal inipun ada kemungkinannya, sebelum
Kiang To munculkan dirinya didepan umam setiap orang
bisa dicurigai dialah samaran dari Manusia yang bernama
Kiang To itu. "Baiklah!" sahut Pek Thian Ki kemudian setelah berpikir
sebentar. "Akan kubantu serahkan benda ini kepadanya."
"Kalau begitu aku harus mengucapkan terima kasihku
kepadamu." seru situkang ramal sambil serahkan kertas
tersebut ketangannya. Didalam benak Pek thian Ki pun mulai bertambah lagi
dengan beberapa persoalan yang mencurigakan hatinya.
Sebenarnya berasal darimanakah Suma Hun serta Sin Sipoa
ini" Dan siapa pula siorang tua berbaju hitam tadi"
Teka-teki ini sulit untuk dipecahkan oleh Pek thian Ki.
Benar, didalam benak Pek Thian Ki dasarnya memang
sudah dipenuhi dengan berbagai persoalan yang
mencurigakan hatinya, dan kini ditambah pula dengan
beberapa persoalan yang demikian banyaknya, sudah tentu
tak akan terjawabkan olehnya persoalan-persoalan tersebut.
Ia menarik napas panjang-panjang dan berguman
seorang diri. "Buat apa aku turut campur didalam persoalan
sampingan ini" Lebih baik cepat-cepat aku mencari seorang
gadis, lalu menyewa rumah tersebut dan menyelidiki jejak
dari suhu. . ." Kepada sidara berbaju kuning itu ia lantas mengangguk.
"Mari kita pergi!"
Demikianlah, dibawah bimbingan dara berbaju kuning
itu, Pek Thian Ki berjalan masuk kedalam pintu istana,
melewati ruangan besar dan menuju kesebuah ruangan
disebelah belakang. Setelah masuk kedalam ruangan
belakang suara tertawa cekikikan dari gadis2pun mulai
kedengaran sangat ramai, Dan dara berbaju kuning itupun
telah mengetuk pintu kamar belakang tersebut.
"Siapa?" Dari dalam ruangan berkumandang datang
suara pertanyaan dari seorang perempuan.
"Aku! Lapor Cong-koan, ada orang hendak mencari
nona untuk menemani dirinya satu malam."
"Ehmmm. . .! Suruh dia masuk!"
"Baik!" Dara berbaju kuning itu lantas menoleh kearah
Pek Thian Ki dan serunya; "Kawan, silahkan masuk
kedalam." Pek Thian Ki mengangguk, per-lahan2 ia mendorong
pintu tersebut dan dengan sombong melangkah masuk
kedalam. Ruangan yang berada dihadapannya pada saat ini
merupakan sebuah ruangan yang sangat indah sekali dan
mewah, seorang wanita setengah baya sedang berjalan
mendekati kearahnya. Wanita setengah baya itu amat cantik, walaupun usianya
sudah lanjut, tapi kecantikan wajahnya masih belum luntur,
Setelah tiba dihadapan Pek Thian Ki, ujarnya sambil
tersenyum; "Aku dengar mereka berkata bahwa saudara kesepian
dan ingin mencari seorang nona untuk menemani dirimu
satu malam?" "Betul!"

Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Entah siapakah namamu?"
"Cayhe she Pek bernama Pek Thian Ki."
"Apa" Pek Thian Ki?"
Ketika mendengar disebutnya nama tersebut, sang Congkoan
berubah muka, agaknya ia sangat terperanjat,
tubuhnya ber-turut2 mundur dua tiga langkah kebelakang,
dan memandang kearah pemuda tersebut dengan mata
melotot. "Apanya yang salah?" tegur pemuda she Pek sambil
tertawa. Sikap yang gugup dari Cong-koan itupun perlahan-lahan
jadi tenang kembali, "Kau. . .kau bernama Pek Thian Ki?"
"Benar, bagaimana" Apakah tidak mirip?"
"Hmmm! Bukan saja tidak mirip, bahkan aku tidak
percaya dengan sekerat tulang bay-kutnya yang amat kurus
ternyata bisa mengacau diistana Arak serta Istana Harta."
pikir Cong-koan tersebut.
Dilain pihak, iapun mendengar orang berkata bahwa Pek
thian Ki adalah Kiang To.
Walaupun It Peng Hong sudah diborong oleh Kiang To,
tapi kecuali It Peng Hong sendiri belum ada seorang
manusiapun yang pernah menemui wajah Kiang To yang
asli. Setelah pikirannya berputar, siwanita setengah baya sang
cong-koan dari Istana Perempuan itupun tersenyum,
bagaimanapun juga sebagai pekerjaan sehari-harinya, ia
sudah sering menemui tamu macam begini.
"Oooouw. . . kiranya saudara sudi mengunjungi istana
kami, hal ini benar2 ada diluar dugaanku, dan inipun
merupakan suatu kehormatan buat istana kami." serunya
serius. "Cong-koan terlalu memuji, kau boleh mulai menjajal
kepandaian silatku."
"Bagus sekali, aku tahu kepandaian silat yang saudara
milki sangat lihay, tapi terpaksa aku harus bergebrak juga
dengan dirimu, harap saudara suka memaafkan kelakuanku
ini." "Silahkan Cong-koan beri petunjuk,"
"Baiklah, terimalah seranganku ini."
Selesai berkata, tubuhnya laksana sambaran kilat
mencelat kedepan mengirim beberapa pukulan yang maha
dahsyat keatas tubuh Pek thian Ki, kecepatan geraknya
sangat luar biasa. Pada saat ini, tenaga dalam yang dimiliki Pek thian Ki
pun sudah pulih delapan bagian, menanti serangan wanita
setengah baya itu, hampir mengenai tubuhnya, dengan
sebat ia mencelat kesamping.
Baru saja Pek thian Ki mencelat kesamping serangan
berikut dari wanita itu kembali sudah menggulung datang.
Melihat datangnya serangan tersebut, bukannya mundur
sebaliknya Pek thian Ki malah maju kedepan, gerakan
tubuhnya jauh lebih cepat beberapa bagian daripada
gerakan sang Cong-koan tersebut.
Hanya didalam sekejap mata iapun sudah mengirim dua
buah serangan balasan. Walaupun wanita setengah baya itu
mengerti bila kepandaian silat yang dimiliki Pek thian Ki
sangat tinggi, tetapi ia tidak menduga bisa setinggi begini,
sewaktu pemuda tersebut melancarkan dua buah serangan
itulah tubuhnya tahu-tahu sudah menjadi kaku, sedang Pek
thian Ki sendiripun telah melayang mundur kebelakang.
Seketika itu juga wanita setengah baya itu berdiri
mematung ditempatnya semula.
"Cong-koan terima kasih atas petunjukmu." seru Pek
Thian Ki sambil tertawa ringan.
Seperti baru saja bangun dari impian, wanita setengah
baya itu tertawa pahit. "Kepandaian sakti yang saudara
miliki benar2 sangat mengejutkan, aku merasa sangat
kagum." "Kalau begitu aku sudah boleh mencari nona untuk
menemani aku tidur bukan?"
"Sudah tentu boleh, saudara baru pertama kali ini
mengunjungi Istana kami, bagaimana kalau aku pilihkan
seorang nona buat saudara?"
"Tidak perlu, walaupun cayhe baru pertama kali
mengunjungi Istana ini, tetapi terhadap empat orang gadis
cantik. . .'Giok Kong Su Kiauw' sudah lama merasa kagum.
. ." "Lalu saudara hendak cari yang mana?" sambung wanita
setengah baya itu dengan cepat. "Ting Siang Giok Lian
Hoa" ataukah Siauw Tauw Hong?"
"Cong-koan, agaknya kau sudah lupa menyebutkan
nama seorang nona diantaranya. . .?" tegur pemuda tersebut
sambil tertawa. "Kau. . .kau maksudkan It Peng Hong?" tanya wanita
setengah baya itu dengan wajah berubah.
"Tidak salah. . ."
"Tapi. . ." "Tapi It Peng Hong telah diborong oleh Kiang To?"
"Benar!" "Tapi aku tetap menginginkan dirinya!"
"Tidak bisa jadi!"
Air muka Pek thian Ki berubah, bentaknya dingin; "Aku
sudah bulatkan tekad untuk minta nona It Peng Hong,
sekalipun tidak bisa, juga harus bisa!"
"Kawan kau hendak menggunakan kekerasan" Giok
Kong Su Kiauw rata-rata memiliki wajah yang cantik jelita,
mengapa kau harus mengingini dirinya?"
Pek Thian Ki begitu ngotot menginginkan It Peng Hong,
sudah tentu dalam hatinya memiliki alasan sendiri, justru ia
ada maksud untuk mencari gara-gara dengan Kiang To
sibangsat cabul tersebut.
"Heee. . . heeee. . . heeee. . .banyak orang berkata
kecantikan It Peng Hong melebihi siapapun, karena itu
cayhe baru ada maksud mencicipi dirinya, kalau tidak buat
apa aku datang kemari. . ." Jengek pemuda itu sambil
tertawa dingin. "Tapi Kiang To. . ."
"Kau takut dengan Kiang To?"
"Tidak salah, aku takut pada dirinya, orang lainpun takut
pada dirinya. . ." "Hmmm! Dugaanmu salah, ak Pek Thian Ki tak akan
menaruh rasa jeri terhadap dirinya."
"Walaupun kau tidak takut dengan Kiang To, tapi
jikalau seluruh akibat ini ia jatuhkan ketangan istana kami
bukankah hal ini berarti pula kalau kamilah yang harus
bertanggung jawab?" "Cukup omonganmu!" teriak Pek Thian Ki sangat gusar.
"Aku sudah pastikan untuk mendapatkan It Peng Hong,
jika kau tidak setuju maka akan kuhancurkan Istana
Perempuan ini, Jika kau tidak percaya, tunggu saja
akibatnya." Beberapa patah perkataan dari Pek thian Ki ini penuh
mengandung napsu membunuh, hal ini sudah tentu
membuat Cong-koan itu pun jadi bergidik dibuatnya.
Dengan sinar mata ketakutan, ia melototi diri Pek Thian Ki
tak berkedip, lama sekali ia baru berkata;
"Jikalau saudara benar-benar menginginkan It Peng
Hong, aku pikir masih ada satu cara yang bisa ditempuh. .
." "Apa caramu itu?"
"Punahkan dulu sebuah jurus serangan Kiang To yang
ditinggalkan didalam istana kami, jikalau kau berhasil
memunahkan jurus serangannya itu, maka kau boleh
mendapatkan It Peng Hong. . . Jurus serangan yang ia
tinggalkan bernama 'Pauw Yu Hwie Hoa'(Hujan Badai
Bunga Berguguran)!" "Hujan Badai Bunga Berguguran?"
"Benar!" Bab 24 Dengan alis yang dikerutkan, Pek Thian Ki mulai
memikirkan jurus-jurus serangan yang dipahaminya untuk
memecahkan serangan tersebut, ia merasa jurus yang
ditinggalkan oleh Kiang To tersebut benar-benar merupakan
suatu jurus serangan yang amat lihay.
Untuk beberapa saat lamanya, Pek Thian Ki tak berhasil
mendapatkan cara untuk memecahkan jurus serangan yang
maha lihay itu, lama. . . .sekali. . . akhirnya ia menghela
napas panjang. "Suatu jurus serangan yang benar-benar amat lihay."
"Bila saudara tak dapat memecahkan jurus serangan ini,
lebih baik kau jangan punya niat untuk mengingini It Peng
Hong." "Soal ini aku tahu. . ." pemuda itu manggut perlahan.
Kembali Pek thian Ki berjalan mondar-mandir ditengah
kalangan, mendadak ia berhenti dan tertawa hambar;
"Hujan Badai Bunga Berguguran. . . . aaach! Sudah ada. ."
"Entah jurus apakah bisa pecahkan serangan tersebut?"
"Jurus Hujan Badai Bunga Berguguran hanya bisa
dipunahkan dengan Jurus 'Hoa Lok Hoa Kay'! (Bunga
Rontok Bunga Mekar). "Bunga Rontok Bunga Mekar?"
"Sedikitpun tidak salah, jika Kiang To datang lagi, maka
katakan saja kepadanya bahwa jurus serangannya 'Hujan
Badai Bunga Berguguran' telah dipunahkan dengan
menggunakan jurus 'Bunga Rontok Bunga Mekar!"
"Saudara ingin memborongnya juga ataukah hanya
memakai satu malam saja?" tanya wanita setengah baya itu
kemudian. "Akupun ingin memborong dirinya."
"Bila saudarapun ingin memborong It Peng Hong, maka
ada seharusnya kaupun tinggalkan satu jurus serangan
untuk aku punahkan, bila akupun tak bisa maka It Peng
Hong sejak hari ini merupakan orangmu!"
"Boleh aku bawa pergi?"
"Tidak salah!" "Kalau begitu sangat bagus sekali." seru Pek thian Ki
sambil tertawa tawar. "Aku mengeluarkan jurus 'Thian Hoa
Luan Swi'(Bunga Langit jatuh Berantakan), dapatkah kau
pecahkan?" Jurus 'Thian Hoa Luan Swi' ini jangan dikata Cong-koan
tersebut tak dapat menjawab, sekalipun Pek Thian Ki
sendiripun tak bisa memecahkannya.
Jurus serangan ini adalah jurus terakhir yang didapatkan
dari kitab pusaka pemberian suhunya, dan hingga ini hari
Pek Thian Ki sendiripun masih belum dapat memecahkan
jurus serangan tersebut. Mendengar disebutkannya nama jurus itu, wanita
setengah baya tersebut kelihatan tertegun. "Biar aku pikir2
dulu dan besok pagi akan kuberi jawabannya, sekarang aku
akan kirim orang untuk antar kau pergi kekamar tinggal It
Peng Hong." "Terima kasih atas kemurahan Cong-koan."
"Hey pelayan!" teriak wanita itu kemudian lantang.
Dari pintu luar bergema datang suara sahutan sidara
berbaju kuning itu, sang wanita setengah baya tersebut
lantas memerintahkan dara itu untuk mengantarkan Pek
Thian Hong kekamar It Peng Hong.
Demikianlah dengan mengikuti dari belakang tubuh dara
berbaju kuning itu, Pek Thian Ki keluar dari ruangan dan
berbelok masuk kedalam sebuah lorong panjang. Dan
dalam sekejap mata mereka sudah tiba dihalaman belakang.
Halaman belakang bersambung dengan sebuah
bangunan loteng yang mungil dan indah, sidara berbaju
kuning itu langsung membawa pemuda tersebut menuju
kearah loteng tadi. Mendadak. . . "Berhenti!" bentak seseorang memecahkan kesunyian
disekitar tempat itu. Begitu suara tersebut berkumandang keluar, Pek thian Ki
merasakan hatinya tergetar sangat keras, dengan cepat ia
putar badannya kebelakang.
Tampaklah sesosok bayangan manusia tahu-tahu sudah
berdiri dibelakang tubuhnya, Tanpa sadar pemuda she Pek
ini mundur satu langkah, ketika ia mendongakkan
kepalanya, maka segera mengenali kembali kalau siorang
berbaju hitam itu bukan lain adalah Bun Tong Yen yang
baru saja ditemuinya diluar istana.
Hal ini membuat Pek Thian Ki jadi melengak; "Apa
maksudmu memanggil diri cayhe?" tegurnya.
Selintas senyuman yang amat menyeramkan menghiasi
wajahnya. "Saudarakah yang bernama Pek Thian Ki?"
"Sedikitpun tidak salah."
"Juga yang bernama Kiang To?"
"Bukan, aku tidak bernama Kiang To!"
"Barusan saja aku dengar orang berkata bahwa kau Pek
thian Ki adalah Kiang To. Kawan, kau tidak usah mungkir
lagi sudah amat lama aku mencari dirimu. . ."
"Apa maksudmu mencari diriku?"
"Mendapat perintah untuk sampaikan sepucuk surat
kepadamu!" "Tapi cayhe adalah Pek Thian Ki dan bukan Kiang To,
lebih baik kau pergi mencari Kiang To saja."
Tanpa menanti jawaban lagi, pemuda itu putar badan dan
berlalu. "Berhenti!" kembali Bun Tong Yen membentak keras,
tubuhnya meloncat kedepan menghalangi jalan pergi dari
Pek Thian Ki, sedang diatas wajahpun terlintas hawa napsu
membunuh yang sangat menyeramkan.
"Apa yang hendak kau lakukan?" teriak Pek thian Ki
mulai panas hatinya. "Kau mempunyai nyali untuk membunuh orang,
mengapa tidak berani mengakui dirimu sendiri?"
"Haaaa. . .haaaa. . . kawan, kau salah." seru Pek Thian
Ki tertawa lantang, "Selama ini aku Pek thian Ki
merupakan seorang manusia yang tidak ternama, sudah. . .
susahlah, kau tak usah banyak rewel lagi, kalau usil terus. . .
Hmmm! Jangan salahkan kalau aku tidak sungkan2 lagi."
"Apa yang hendak kau lakukan?"
"Perintahkan kau orang segera menyingkir."


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kawan, aku hanya menerima tugas untuk
menyampaikan sepucuk surat kepadamu, mengapa tidak
berani kau terima?" "Sudah kukatakan, bahwa aku bukan Kiang To."
"Kau tidak mau mengaku" Hmmm! Akan kupaksa untuk
mengaku." Tubuhnya segera melesat ketengah udara laksana
sambaran kilat cepatnya langsung menerjang kearah Pek
thian Ki, Kelima jari tangannya dipentangkan dan
mencengkeram wajah pemuda tersebut.
Serangan cengkeraman yang dilancarkan olehnya ini
boleh dikata dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa,
Tak urung Pek thian Ki dibuat terperanjat juga melihat
kedahsyatan pihak lawan, Terburu-buru ia mencelat
kesamping. Baru saja pemuda itu berkelit, serangan dahsyat pihak
lawan kembali menubruk datang. Lama-lama Pek Thian Ki
dibuat gusar juga oleh sikap serta tingkah laku pihak lawan,
ia membentak keras diantara berkelebatnya bayangan
manusia, dengan menggunakan satu jurus serangan yang
amat dahsyat, ia tangkis datangnya serangan lawan.
Telapak tangan kanannya menangkis, tangan kirinya
menggulung keluar. Dua buah serangan yang dilancarkan
oleh Pek Thian Ki ini hampir dilakukan dalam waktu yang
bersamaan, tetapi kepandaian silat yang dimiliki siorang tua
berbaju hitam itupun agaknya tidak lemah.
Tubuhnya berputar keras meloloskan diri dari dua buah
serangan tersebut, kemudian meluncur kebelakang dengan
gerakan tubuh yang sangat cepat.
"Kawan, sungguh mengagumkan sekali kepandaian silat
yang kau miliki. . ." jengek Bun Tong Yen sambil tertawa
dingin. Kembali dua jurus serangan mematikan dengan
mengambil arah dari sebelah kiri serta sebelah kanan
langsung mengencet diri Pek Thian Ki ditengah kalangan.
"Kurang ajar, kubunuh dirimu. . ." bentak pemuda
tersebut gusar. Tubuhnya berkelebat lewat, bayangan tangan
menyambar silih berganti memunahkan setiap serangan
yang meluncur datang. Dari dua belas bagian tenaga dalam
yang dimiliki Pek Thian Ki, pada saat ini sudah ada
delapan bagian yang sudah pulih seperti sedia kala,
melancarkan serangan dalam keadaan gusar kehebatannya
ber-puluh2 lipat mengerikan.
Mendadak. . . "Braaaaak!" Ditengah suara bentrokan
keras yang diiringi abu, pasir beterbangan memenuhi
angkasa, tampak dua sosok bayangan manusia berpisah dan
mundur kearah belakang. Siorang tua berbaju hitam itu mundur sempoyongan
beberapa puluh langkah kebelakang dan muntah darah
segar, agaknya ia sudah berhasil dilukai oleh pemuda
tersebut. "Kawan kau masih menganggap aku adalah Kiang To?"
bentak Pek Thian Ki sambil mengangkat tubuh pihak
lawannya keatas. "Sedikitpun tidak salah!"
"Saudara berasal dari mana?"
"Dalam surat tertulis sangat jelas, kau boleh membaca
dari surat tersebut."
"Cepat serahkan surat itu kepadaku." Ternyata Pek
Thian Ki minta sendiri surat tersebut, hal ini jauh berada
diluar dugaan Bun Tong Yen, ia rada melengak kemudian
buru-buru mengambil keluar sepucuk surat dan diangsurkan
kedepan. "Cepat pulang dan beritahukan kepada majikanmu,
bahwa surat ini aku Pek Thian Ki akan menyimpannya
sementara dan akan kuserahkan sendiri kepada Kiang To,
cepat menggelinding pergi." bentak sang pemuda setelah
menerima surat tersebut. Tangannya langsung diayunkan kedepan melemparkan
tubuh siorang tua berbaju hitam itu beberapa kaki jauhnya
dari kalangan. Bagaikan anjing kena gebuk, Bun Tong Yen
sipat kuping dan lari terbirit-birit dari sana.
Menanti bayangan orang itu sudah lenyap dari
pandangan, Pek Thian Ki baru mengalihkan sinar matanya
keatas surat tersebut. "Dipersembahkan kepada; Kiang Tayhiap. Kiang To."
Pek Thian Ki tertawa dingin tiada hentinya, dalam hati
diam-diam pikirnya; "Entah apa isi dari surat tersebut?"
Sudah tentu iapun bisa menduga kalau didalam surat itu
penuh berisikan hawa pembunuhan.
Pek Thian Ki suka menerima suka tersebut, ia punya
perhitungan bahwa Kiang To pasti akan munculkan dirinya
sewaktu ia mencari It Peng Hong, dan sampai waktunya ia
akan serahkan sendiri surat itu kepadanya.
Hanya saja ia tidak tahu berasal darimanakah surat
tersebut. Sinar matanya per-han2 dialihkan kearah dara
berbaju kuning itu, kemudian manggut.
"Nona, silahkan tunjuk jalan!"
"Oooouw. . . hampir-hampir saja saya lupa dengan
sebuah urusan," teriak dara berbaju kuning itu seperti
terbangun dari impian, "Tadi ada seorang menitipkan
sepucuk surat untukmu."
"Sepucuk surat?"
"Benar!" Dari dalam sakunya gadis itupun mengambil
keluar sepucuk surat dan langsung diserahkan ketangan Pek
thian Ki. "Surat ini siapa yang berikan kepadamu?" tanya pemuda
tersebut tertegun. "Entah, aku tidak berhasil melihat wajahnya dengan
jelas." Karena tidak berhasil mendapatkan keterangan yang
berarti, Pek thian Ki mengalihkan sinar matanya keatas
surat tersebut. Tampaklah diatas sampul surat bertuliskan
beberapa patah kata; Dipersembahkan kepada: "Pek Thian Ki pribadi."
Pemuda itu langsung merobek sampulnya dan membaca
isi surat tersebut; "Pek Thayhiap, Jangan coba-coba punya
maksud mengganggu It Peng Hong, kalau tidak jangan
salahkan aku orang akan ambil tindakan ganas terhadap
kau orang!" Habis membaca surat tersebut, Pek Thian Ki rada
tertegun, akhirnya simanusia paling menakutkan Kiang To
munculkan dirinya juga, bahkan mengirim peringatan
untuk yang kedua kalinya kepada dirinya. Tempo dulu
sewaktu berada didalam Istana Arak, pihak lawan sudah
memberikan satu kali peringatan agar dirinya jangan
mengganggu rumah aneh tersebut.
Teringat akan persoalan ini, pemuda tersebut lantas
mengambil keluar surat yang diberikan Kiang To tempo
dulu. Tapi sebentar kemudian, ia sudah menjerit kaget, air
mukanya berubah hebat, sedang matanya kelihatan
melongo. Ternyata gaya tulisan dari dua pucuk surat peringatan
tersebut sangat berlainan sekali! Untuk beberapa waktu
pemuda itu merasa kebingungan, jika dilihat dari nada
peringatan kedua pucuk surat tersebut, jelas hasil perbuatan
dari Kiang To, Tetapi gaya tulisannya berbeda, apakah
mungkin Kiang To ada dua orang"
Peristiwa yang terjadi secara mendadak ini benar-benar
membuat Pek Thian Ki jadi seperti orang bodoh, persoalan
yang mencurigakan hatinya semakin menumpuk didalam
benak, tapi tak sebuahpun yang berhasil ia pecahkan.
"Kongcu, mari ikut aku!" tegur dara berbaju kuning itu
tiba-tiba. Pek Thian Ki manggut, dengan mengikuti dari belakang
tubuh dara berbaju kuning itu, mereka naik keatas loteng.
"Heeee. . . sudah, sudahlah, pikir pemuda tersebut sambil
menghela napas panjang. Bagaimanapun sekarang aku
harus mencari seorang gadis cantik untuk menyewa rumah
aneh itu." Pada waktu itu. . . Sementara irama lagu yang sangat sedih diiringi
tetabuhan Pie-pa bergema dari atas loteng tersebut, irama
lagu itu sangat sendu dan mempesonakan. Walaupun Pek
thian Ki tidak kenal irama lagu, tetapi hatinyapun ikut
tergerak oleh suara alat Pie-pa yang dimainkan dengan ahli,
dalam hati ia ikut merasa berduka.
Setelah memasuki sebuah ruangan kecil, suara bunyi2an
Pie-pa kedengaran semakin jelas lagi dari atas loteng.
"Kongcu, mari ikut aku naik keatas loteng." kata sidara
berbaju kuning perlahan. Mereka naik keloteng dan tiba didepan subuah ruangan
kamar, suara irama Pie-pa masih ditabuh tiada hentinya. . .
. "Nona It Peng Hong!" sapa sang gadis berbaju kuning itu
sambil mengetuk pintu. Suara Pie-pa berhenti, kemudian bergema keluar suara
yang amat merdu; "Siapa?" "Aku, Ah Mie!" "Ada urusan apa?"
"Nona It Peng Hong, Cong-koan suruh aku mengantar
seorang Pek Kongcu kemari, kau harus melayani satu
malam buat dirinya."
"Tapi, bukankah aku sudah diborong oleh Kiang
Kongcu?" "Benar, tapi kongcu ini sudah berhasil menghancurkan
persoalan sulit yang diajukan oleh Kiang Kongcu, sekarang
kau bukan milik Kiang Kongcu lagi."
"Kalau begitu, suruh dia masuk, dan kau sendiri boleh
mengundurkan diri." "Baik!" jawab sigadis itu dengan hormat, kepada Pek
Thian Ki lantas serunya; "Pek Kongcu, kau masuklah
sendiri." Untuk beberapa saat lamanya Pek Thian Ki berdiri
termangu-mangu didepan pintu, perbuatan macam ini boleh
dikata baru untuk pertama kalinya hendak ia lakukan.
Lama. . . lama sekali, ia baru mendorong pintu dan
melangkah masuk kedalam kamar, sinar matanya menyapu
sekejap keseluruh isi ruangan.
Tampaklah kamar tersebut benar-benar merupakan
sebuah kamar yang sangat mewah, dengan segala perhiasan
yang mahal harganya, didepan jendela duduklah seorang
gadis berbaju merah. Tak usah ditanya lagi, gadis tersebut tentunya nona yang
bernama It Peng Hong itu. Untuk beberapa waktu Pek thian
Ki kebingungan, ia cuma bisa berdiri termangu-mangu
sambil memandang bayangan punggungnya dengan
terpesona. . . "Pek Kongcu, silahkan duduk!" ujar It Peng Hong tibatiba
memecahkan kesunyian. Nada suaranya amat mempesonakan, pemuda itupun
tersadar kembali dari lamunannya, kemudian tertawa;
"Nona, kau bernam It Peng Hong?"
"Benar!" "Ini hari cayhe dapat berkenalan dengan nona, kejadian
ini benar-benar merupakan suatu rejeki buat diriku!"
"Aaaach. . . Pek Kongcu terlalu sungkan, apakah
Kongcu sering sekali bercanda ditempat luaran?"
"Cayhe. . . memang sering sekali mencari kesenangan
ditempat luaran. . .!"
"Berapakah usia Kongcu tahun ini?"
"Delapan belas, dan nona. . ."
"Akupun baru delapan belas!"
"Nona memainkan Pie-pa mu tadi benar-benar amat
mempesonakan!" "Pek Kongcu terlalu memuji!"
Perlahan-lahan gadis itu putar badannya, sehingga
kelihatanlah selembar wajah yang amat cantik jelita dengan
bibir yang kecil mungil merah merekah, hidung yang
mancung, sepasang sujen menghiasi pipinya terutama sekali
sepasang biji matanya yang jeli.
"Waaaduhhh. . .! seorang gadis yang benar-benar amat
cantik. . ." pikir Pek thian Ki didalam hatinya.
Beberapa saat lamanya, ia hanya bisa memandang It
Peng Hong dengan termangu-mangu, apalagi senyumannya
sangat mengiurkan, benar-benar membuat hatinya berdebardebar
keras. "Eeeei. . . Pek Kongcu! Kau kenapa?" Tiba-tiba It Peng
Hong menegur sambil tersenyum.
"Kecantikan wajah nona benar-benar bagaikan bidadari
yang baru turun dari kahyangan. . ."
"Pek Kongcu, kau betul-betul pintar membuat kaum
gadis gembira!" Akhirnya ia tertawa. . . . senyumannya itu
benar2 amat cantik, amat mempesonakan dan membuat
birahi per-lahan2 memuncak. .
Mendadak. . . "Aaaaaach. . .! Pek Thian Ki berseru tertahan dan
memandang kearah It Peng Hong dengan mata terbelalak.
"Pek Kongcu, kenapa kau?" teriak gadis tersebut kaget.
"Kau. . . aku seperti pernah berjumpa dengan dirimu. . ."
Sedikitpun tidak salah, kecantikan wajah dari It Peng
Hong yang tiada tandingannya ini seperti pernah ditemui
Pek thian Ki disuatu tempat, hanya saja untuk beberapa
waktu ia tidak teringat. "Tidak, aku pernah menemui dirimu. . . . biar aku
berpikir sebentar. . ." Pek Thian Ki mulai berguman dan
untuk beberapa saat lamanya ia duduk tepekur dan berpikir
keras. Mendadak. . . Akhirnya Pek thian Ki berteriak tertahan; "Ooooo. . .
kau ". . ." Diatas air muka pemuda itu terlintaslah suatu
perasaan terperanjat yang belum pernah dijumpainya
selama ini. Jeritan tertahan dari Pek Thian Ki segera membuat It
Peng Hong itupun merasa ikut terperanjat, air mukanya
kelihatan berubah hebat. "Kau katakan aku mirip siapa?" tanyanya rada gemetar.
"Kau adalah Tong Ling!?"


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sedikitpun tidak salah, kecantikan wajah dari It Peng
Hong mirip dengan wajah Tong Ling, Oleh karena itu
sewaktu untuk pertama kalinya Pek thain Ki bertemu muka
dengan gadis It Peng Hong tersebut, ia lantas merasa
pernah mengenalinya. Tetapi sewaktu It Peng Hong
mendengar disebutkannya kata-kata Tong Ling, sikapnya
kelihatan rada melengak. "Siapakah Tong Ling?"
"Kau!" Agaknya It Peng Hong dibuat keheranan dan sedikit ada
diluar dugaan melihat perbuatan serta perkataan dari
pemuda tersebut. "Siapakah Tong Ling" Kekasihmu?" tanyanya kemudian
sambil tertawa tawar. "Bukan, kawanku. . . Kau bukan Tong Ling?"
"Bukan, kau salah! Aku bukan Tong Ling, aku bernama
It Peng Hong dan semua orang mengetahui jelas urusan ini.
. ." Walaupun pemuda tersebut juga mendengar perkataan
ini dengan jelas, tapi ia merasa bahkan hal tersebut tidaklah
mungkin, Walaupun ia belum pernah melihat Tong Ling
dengan memakai pakaian perempuan, tetapi wajahnya
seratus persen adalah wajah dari Tong Ling.
Tetapi apakah mungkin Tong Ling bisa berada disini"
Agaknya persoalan inipun tidak mungkin terjadi, ia tidak
seharusnya memandang Tong Ling sebagai perempuan
macam begitu, Kalau tidak maka ini berarti pula ia sedang
menghina dan merusak nama baik dari Tong Ling, gadis
tersebut. Akhirnya ia tertawa pahit; "Kemungkinan sekali
wajahmu rada mirip dengan wajahnya." ia mendusta.
"Benar!" Sahut It Peng Hong tertawa, "Dikolong langit
memang banyak sekali terdapat manusia dengan wajah
yang hampir sama, kemungkinan besar saudara sudah salah
melihat orang." "Nona It Peng Hong, bolehkah aku bertanya satu urusan
kepadamu?" "Silahkan kau utarakan!"
"Pernahkah kau orang berjumpa dengan Kiang To?"
"Kau maksudkan Kiang Kongcu?"
"Sedikitpun tidak salah!"
Agaknya It Peng Hong dibuat melengak oleh pertanyaan
yang mendadak ini, lama sekali ia baru mengangguk. "Aku
pernah bertemu. . ."
"Bagaimana wajahnya?"
"Amat tampan sekali."
"Dan berapa besar usianya?"
"Kelihatannya hampir sama dengan usiamu, hanya saja
ia tidak semurung dirimu!"
"Dia. . . seorang lelaki atau perempuan?"
"Eeeei. . . Pek Kongcu." tegur It Peng Hong sambil
memandang pemuda itu dengan pandangan keheranan,
"Pertanyaanmu ini benar-benar membingungkan sekali."
"Maksudku Kiang To sebenarnya seorang lelaki atau
seorang gadis". ."
"Pek Kongcu! Pandai benar kau bercanda, coba kau
pikirkan dengan wajar, apakah dikolong langit ada seorang
perempuan yang memborong seorang gadis untuk
bersenang-senang?" "Jadi maksudmu Kiang To adalah seorang lelaki?"
"Sedikitpun tidak salah!"
"Pernahkah kau orang. . ."
"Maksudmu pernahkah dia orang tidur seranjang dengan
diriku?" "Benar. . . benar. . . aku memang bermaksud demikian."
"Hal ini sudah tentu, karena pekerjaan tersebut
merupakan pekerjaannya serta pekerjaanku yang rutin. . ."
Alis Pek Thian Ki berkerut semakin rapat, jika perkataan
dari It Peng Hong ini tidak bohong, maka Kiang To benar2
seorang lelaki tulen, dan hal ini tak ada hal2 yang patut
dicurigai lagi. "Pek Kongcu, apakah kau kenal dengan Kiang Kongcu?"
tanya It Peng Hong lagi. "Ehmmmm!" Setelah mengiyakan Pek Thian Ki membungkam dalam
seribu bahasa, agaknya dia sedang mencari sebab akibat
dari persoalan ini, hanya saja jawabannya tak kunjung
datang. Akhirnya pemuda itu disadarkan kembali oleh suara
tawa cekikikan dari It Peng Hong.
"Pek Siangkong, malam hari semakin kelam, kentongan
keempat hampir berlalu. . . mari kita tidur, membuang
waktu dengan percuma sungguh patut disayangkan, mari
aku bantu lepaskan bajumu!"
"Melepaskan pakaian?" teriak Pek Thian Ki terperanjat.
"Benar, bukankah kita akan tidur bersama" Kalau tidak
buka pakaian bagaimana mungkin. . ."
"Aku. . ." "Pek Kongcu, untuk menghilangkan kemurungan
dimalam yang panjang, mari biarlah aku melayani semalam
buat dirimu!" "Aku. . ." "Pek Kongcu, kau sebagai seorang yang sering cari
mangsa ditempat luaran tentunya sudah memahami bukan,
permainan ini!" Akhirnya Pek Thian Ki tertawa. . . senyumannya penuh
kesunyian, penuh kemurungan, Selama hidup belum pernah
dia orang disukai orang dan tak ada seorang gadispun yang
pernah menyukai dirinya. Ia mempunyai napsu yang matang, napsu yang besar,
hanya saja sukar untuk dipersembahkan buat gadis pujaan
hatinya. . . karena wajahnya tidak cakap, raut mukanya
tidak ganteng, dan tak seorang gadispun yang suka
kepadanya. Keadaannya mirip pula dengan para pemuda lainnya
yang tidak berhasil mendapatkan cinta kasih dari gadisgadis
pujaannya, sehingga akhirnya mempersembahkan
cintanya itu kepada 'Bidadari'.
Dan kini, ia sedang berada dalam keadaan murung,
dalam keadaan sedih, kemudian secara mendadak menaruh
simpati pada seorang gadis, sudah tentu ia sendiripun tidak
tahu perasaan ini sebetulnya normal atau tidak.
"Pek Kongcu apakah kau melihat aku kurang cantik?"
terdengar It Peng Hong menegur dengan suara yang lirih.
"Tidak, wajah nona cantik jelita dan tiada bandingan. . .
." ---oodwoo--- Jilid 9 Bab 25 "Kalau begitu apakah aku kurang menggairahkan?"
"Tidak!" "Jikalau bukan, mengapa tuan kelihatan tidak gembira?"
Dengan termangu-mangu Pek thian Ki memandang
alisnya yang berkerut, serentetan rasa cinta, kasihan,
mengalir keluar melalui sepasang matanya yang jeli.
Akhirnya pemuda ini tertawa pahit; "Kau jangan banyak
curiga, aku sama sekali tidak murung. . ."
"Berlalunya waktu sangat berharga, cepat lepas pakaian
dan tidur!" Belum sempat pemuda she Pek ini memberikan jawaban,
It Peng Hong telah mengulur sepasang tangannya yang
halus dan putih bersih untuk bantu sang perjaka lepas
pakaian. "Nona. . . aku sudah biasa tidur dengan berpakaian, kini
lebih baik aku tidur dalam keadaan begini saja," buru-buru
Pek Thian Ki berseru. It Peng Hong melirik sekejap kearahnya kemudian tertawa,
agaknya tindakannya ini sedikit ada diluar dugaannya;
"Ternyata kau benar-benar seorang tamu pencari bunga
yang lain dari pada yang lain, Kalau begitu tidurlah."
Ia membereskan pembaringan dan mempersilahkan Pek
Thian Ki berbaring diatas tempat tidur yang empuk dan
menyiarkan bau semerbak itu, hal ini membuat pemuda she
Pek ini sedikit merasa terangsang.
Ia melihat It Peng Hong melepaskan pakaian merahnya
yang tebal, sehingga hanya tertinggal selapis kain sutera
yang sangat tipis dan tembus pandangan, kecuali itu
ternyata gadis ini sama sekali tidak memakai sehelai benang
penutuppun. Sepasang payudaranya yang tinggi menjulang, kulitnya
yang putih bersih bagaikan salju, serta lekukan-lekukan
yang menggairahkan satu per-satu tertera dengan amat
jelas. Kapankah perjaka ini pernah melihat seluruh lekukan
tubuh seorang dara dalam keadaan telanjang bulat macam
begini" Dan kapan pernah ia sentuh lekukan-lekukan yang
menggairahkan itu". . . apalagi It Peng Hong adalah
seorang gadis yang sangat cantik melebihi kecantikan
bidadari yang turun dari kahyangan, sekalipun iman Pek
Thian Ki sangat tebalpun, lama kelamaan tak bisa
menghindarkan diri dari pengaruh keadaan yang
terpancang didepan mata. Perlahan-lahan It Peng Hong jatuhkan diri berbaring
disisi Pek thian Ki, Ia melihat sekejap air muka perjaka
tersebut, lalu tegurnya; "Pek Kongcu, kenapa kau?"
"Aku. . ." Tangannya yang halus dan putih bersih bagaikan salju
itu perlahan-lahan dieluskan keatas dada Pek Thian Ki yang
kurus, lalu dengan nada bergantian serunya;
"Pek Kongcu, apa yang sedang kau pikirkan?" Ayo, coba
beritahukan kepadaku."
Pemuda itu alihkan sinar matanya memandang wajah
gadis tersebut, sepasang matanya yang jeli membawa
kegairahan sungguh membuat hati manusia berdebar keras,
tidak terkecuali pula diri Pek Thian Ki, darah panas dalam
rongga dada mulai bergolak sangat keras.
Akhirnya ia balikkan badan, bagaikan binatang buas
ditubruknya tubuh perempuan tersebut, lalu diciumi
bibirnya yang kecil mungil. . . seluruh lekukan badannya
yang menggairahkan dengan penuh napsu. . . . gadis itu
kelihatan merinding, desisnya lirih; "Pek Kongcu. . . . ."
Desisnya semakin lama semakin pendek, semakin lirih
dan akhirnya sunyi senyap, suasana begitu hening. . . .sepi. .
. bibirnya yang kecil mungil, kena disumpeli oleh bibir Pek
Thian Ki yang jauh lebih besar, ia merinding, gemetar dan
akhirnya lemas. Agaknya peristiwa ini tak dapat dihindarkan lagi, sudah
tentu Pek Thian Ki bukan seorang jagoan main perempuan
dan sembarangan cari hiburan di-mana2, tapi, saat ini ia
sudah tak dapat mengendalikan dirinya lagi. Ia mulai kalap,
mulai dipengaruhi oleh napsu birahi. . . .
Ditengah kekalapan, pemuda itu mulai melupakan segala
sesuatu, termasuk dirinya yang berada dalam keadaan
bahaya. . . . Dalam detik ini yang dipikirkan adalah mengalirkan
napsu birahinya kepada pihak lawan jenis, perduli siapakah
lawan mainnya ini. Sehingga akhirnya ia terpengaruh, kesadarannya mulai
penuh. . . Tangannya menggerayangi seluruh lekkan tubuh
gadis itu, meraba sepasang payudaranya yang montok. . .
Gadis itu kembali gemetar keras, seluruh tubuhnya
tergetar oleh rabaan tersebut. "Pek Kongcu. ." jeritnya
kaget. Tapi, Pek Thian Ki tetap membungkam, ia meneruskan
pekerjaannya. Tiba-tiba. . . . Pada waktu itulah sesosok bayangan
manusia berbaju hitam bagaikan kilat menyambar masuk
melalui jendela. "Eeei! orang she Pek, kau mencari mati. . ." bentaknya
keras. Diam-diam Pek Thian Ki merasa terperanjat, dengan
cepat ia meloncat bangun dan turun dari atas pembaringan,
sinar matanya dengan tajam menyapu sekejap simanusia
berkerudung yang telah berdiri dihadapannya.
"Kau. . . kau adalah Kiang To?" bentaknya keras.
"Kemungkinan besar dugaanmu tidak salah."
"Kawan Kiang, akhirnya kau suka munculkan diri juga. .
." "Hmm! Kaulah yang paksa aku muncul."
"Sedikitpun tidak salah, memang aku yang paksa kau
orang, sehingga suka perlihatkan bentuk badanmu."
"Heee. . . heee heee. . . tapi, orang she Pek, karena
perbuatanmu ini, maka yang rugi adalah kau sendiri!"
"Kiang To! Ada satu persoalan hendak aku tanyakan
kepadamu!" "Bicaralah!" "Apa sangkut pautmu dengan sipemilik rumah yang
disewakan itu?" "Apa perlunya kau menanyakan persoalan ini?" jengek
orang itu ketus. "Aku ingin tahu."
"Maaf, dalam soal ini aku orang tak dapat memberikan
jawaban." "Delapan jago pedang dari kolong langit apakah mati
ditanganmu semua". . ." kembali tanya Pek Thian Ki.
"Aku tak akan berbicara, dan karena saudara tidak suka
mendengarkan peringatanku, maka sekarang aku tak akan
berlaku sungkan lagi terhadap dirimu."
Begitu ucapan selesai diutarakan, sesosok bayangan
manusia berkelebat lewat diiringi segulung angin pukulan
yang dahsyat menghajar seluruh tubuh Pek Thian Ki.
Melihat datangnya serangan begitu dahsyat, pemuda she
Pek ini tak urung merasa bergidik juga dibuatnya.
"Apa kau anggap aku takut menerima seranganmu ini?"
teriaknya gemas. Dengan cepat bayangan manusia saling menyambar,
dalam sekejap mata masing-masing pihak sudah saling
melancarkan tiga buah serangan dahsyat, Saat ini tenaga


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dalam Pek Thian Ki belum pulih kembali seperti sedia kala,
oleh sebab itu untuk beberapa saat ia bukan tandingan dari
Kiang To simanusia misterius itu.
Dalam serangan tiga jurus beruntun itu, ia sudah kena
terdesak mundur satu langkah kebelakang. It Peng Hong
sewaktu melihat kedua orang itu saling melancarkan
serangan dengan begitu mengerikan, saking kagetnya
seluruh air mukanya berubah pucat pasi bagaikan mayat,
seraya menyambar pakaiannya, ia mencoba melarikan diri
melalui pintu samping. Pada waktu itu. . . Antara Pek Thian Ki dengan Kiang
To sudah saling bergebrak sebanyak lima enam jurus
banyaknya. "Tahan!" tiba-tiba Pek Thian Ki membentak keras.
Ditengah suara bentakan yang amat keras ia mengunci
sebuah serangan lawan, lalu melayang mundur kebelakang.
"Heee. . .heeee. . .heeee. . . orang she Pek, ada ucapan
apa lagi yang hendak kau utarakan?" bentak Kiang To sinis.
"Lebih baik kita selesaikan dulu pembicaraan kita,
kemudian baru bergebrak kembali!"
"Ada ucapan cepat utarakan, jangan buang waktu
dengan percuma." "Ada seseorang memerintahkan diriku untuk
menyampaikan sepucuk surat untukmu, Nih! ambillah!"
Tangannya diayun kedepan, ia melemparkan surat yang
diterimanya dari sikakek tua berbaju hitam Bun Tong Yen
itu kearah Kiang To. Sang manusia misterius dengan sebat menerima surat
tadi, lalu disambit kembali kearah pemuda tersebut.
"Kaupun tahu kalau aku bukan Kiang To yang asli, apa
gunanya surat itu kau serahkan kepadaku, lebih baik
serahkan saja kepada si Kiang To yang benar-benar tulen. . .
." "Bagaimana" Jadi kau tidak suka menerima surat ini?"
seru Pek Thian Ki melengak.
"Benar, aku tak mau terima!"
"Bagaimana" Kau. . . !"
"Aku sudah berulang kali memberi keterangan
kepadamu, aku bukan Kiang To yang tulen. . . ."
"Lalu dimanakah Kiang To yang asli?"
"Kemungkinan sekali sudah mati, kemungkinan juga
belum munculkan dirinya dalam dunia persilatan."
"Tapi orang lain sedang mencari dirimu."
"Kau berani memastikan kalau orang yang dicari itu
adalah diriku?" Untuk beberapa waktu Pek Thian Ki tak dapat
memberikan jawaban yang memuaskan hati, lama. . lama
sekali ia baru berkata; "Tidak mau terima ya. . .tidak mau terima, tapi. .aku
mau bertanya kepadamu lagi, kau berani menyaru sebagai
Kiang To seharusnya tahu bukan, akan asal-usulnya pada
masa yang lalu?" "Sedikitpun tidak salah!"
"Cepat kau terangkan padaku. . .!"
"Heee. . . heee. . .heee. . . aku rasa soal ini sih tidak
penting untuk diberitahukan kepadamu."
Sepasang alis Pek Thian Ki melentik, bentaknya gusar;
"Sungguh kau orang tidak mau bicara?"
"Sedikitpun tidak salah."
"Akan kupaksa dirimu sampai suka bicara dengan
sendirinya!" Bayangan manusia kembali berkelebat lewat, laksana
seekor elang raksasa yang mencari mangsa dengan dahsyat
ia tubruk badan Kiang To, telapak tangannya dibabat
kemuka melancarkan satu serangan yang aneh dan dahsyat.
"Kau tidak suka mendengarkan peringatanku, akan
kubunuh dirimu sampai mati," bentak Kiang To pula
dengan nada yang dingin. Ditengah suara bentakan keras telapak tangannya
disilangkan didepan dada memunahkan datangnya
serangan lawan, telapak kiri menggurat ditengah angkasa
balas mengirim satu pukulan gencar.
Jikalau misalnya tenaga dalam dari Pek Thian Ki sudah
pulih kembali seperti sedia kal, maka kepandaian silat yang
ia miliki tidak berada dibawah kepandaian dari Kiang To
ini, cuma saja keadaannya pada saat ini sangat merugikan
dirinya. Tenaga dalam yang dimiliki pada saat ini betul-betul
masih bukan tandingan dari Kiang To. Waktu itu puluhan
jurus sudah berlalu dengan cepatnya.
Ber-turut2 Pek Thian Ki kena terdesak mundur lima
enam langkah kebelakang, akhirnya perjaka ini bulatkan
tekad untuk mengadu jiwa.
Ia meraung keras, bayangan manusia berkelebat lewat
berturut-turut ia mengirim tiga buah serangan dahsyat
mendahului serangan dengan pihak lawan.
Tiba-tiba. . . Kiang To berkelebat, lalu mencelat ketengah
udara dengan gerakan lincah, telapak tangannya mengebut
berulang kali, dengan gerakan yang sangat aneh tapi
lihaynya luar biasa, mengirim tiga buah serangan
mematikan yang maha hebat.
Ketika itu Pek Thian Ki sudah ada maksud untuk adu
jiwa, sekalipun begitu, ia tidak berani berlaku ayal.
Tubuhnya dengan sebat menyingkir kesamping, Tapi belum
sempat pemuda she Pek itu benar-benar berkelit kesamping,
serangan dahsyat dari Kiang To sudah menerjang datang.
Dengan demikian mau tak mau ia harus menerima
serangan tersebut dengan keras lawan keras, Telapak
tangannya diayun kemuka dengan menyalurkan seluruh
tenaga lweekang yang dimilikinya, ia menyambut
datangnya serangan tersebut.
"Braaaaaak!" angin pusaran berhembus melanda empat
penjuru, debu pasir beterbangan memenuhi angkasa,
berpuluh-puluh rentetan angin desiran memecahkan seluruh
kalangan bagaikan ombak besar membentur tepian.
Didalam bentrokan kali ini, Pek Thian Ki merasa
hatinya tergetar keras, darah segar bergolak dalam rongga
dadanya, berturut-turut ia kena terdesak mundur sejauh
berpuluh-puluh langkah kebelakang, akhirnya setelah
bersusah payah, ia berhasil juga mempertahankan
keseimbangannya. Tiba-tiba. . . Pada waktu itulah sesosok bayangan manusia
menyambar lewat, bagaikan kilat orang itu langsung
menerjang kearah Kiang To.
"Kiang To bangsat, tidak tahu malu, lihat serangan!"
bentaknya keras. Datangnya terjangan orang ini benar-benar sangat cepat,
hal ini memaksa Kiang To dalam keadaan tidak
mempersiapkan diri segera melesat kesamping untuk
berkelit. "Tahan!" Seraya membentak Kiang To meloncat mundur
beberapa langkah. Orang itupun segera menghentikan badannya ditengah
angkasa, lalu berjumpalitan beberapa kali dan melayang
turun keatas tanah. "Aaaach! Tong-te, kiranya kau!" Pek Thian Ki yang ada
disisi kalangan segera menjerit tertahan.
Kiranya orang yang baru saja datang memang Tong Ling
adanya. Belum sempat Tong Ling mengucapkan sesuatu,
Kiang To telah menegur dengan suara dingin;
"Siapa kau?" "Kawan karib Pek Thian Ki!"
"Maksudmu datang kemari ingin mencampuri urusan
sampingan ini?" "Sedikitpun tidak salah!"
"Jadi kau sudah bulatkan tidak untuk cari mati?"
"Heee. . .heee. . .heee. . . sungguh besar bacotmu, belum
tentu kau bisa membinasakan diriku dengan begitu
gampang." Ooou, kau tidak percaya, baik! Silahkan kau orang
mencoba-coba bagaimanakah dahsyatnya seranganku ini."
Diiringi suara bentakan keras Kiang To meluncur
kedepan menubruk kearah Tong Ling, dimana tangannya
diayun berturut-turut mengirim dua buah serangan gencar.
Gerakan serangan dari Kiang To amat cepat, tapi Tong
Ling jauh lebih cepat lagi, tampak bayangan manusia
berkelebat lewat, iapun mengirim sebuah serangan kedepan.
Suara bentrokan bergema memenuhi angkasa diikuti
berpisahnya kedua sososk bayangan manusia tersebut.
"Hmm! Hebat juga kepandaiaan silat yang kau miliki,"
seru Tong Ling dingin. "Kaupun berada diluar dugaanku. . ." Perkataan terakhir
baru saja meluncur keluar, badannya sekali lagi meluncur
kearah Tong Ling, melancarkan dua buah serangan
dahsyat. Tong Ling tidak mau kalah, melihat datang serangan
amat dahsyat ia berkelit lantas menubruk maju pula
kedepan. Dalam sekejap mata terjadilah suatu pertarungan sengit
yang sangat ramai, masing-masing pihak dengan
mengandalkan gerakan yang tercepat, berusaha
merubuhkan pihak lawannya.
Lima jurus sudah lewat, tapi keadaan masih kelihatan
berimbang, agaknya untuk beberapa saat lamanya susah
bagi kedua orang itu untuk menentukan siapa menang siapa
kalah. Sekonyong-konyong. . . . "Kiang To!" bentak Pek Thian Ki keras. "Ini hari akan
kulihat siapakah sebenarnya dirimu!"
Ketika itu pemuda tersebut tidak mengindahkan
peraturan Bu-lim lagi, ditengah suara bentakan penuh
kegusaran tubuhnya melesat kedepan menerjang tubuh
Kiang To, tangannya dengan lima jari terpentang lebarlebar
mencengkeram dadanya. Diam-diam Kiang To merasa amat terperanjat. Tapi
akhirnya ia tidak malu kalau disebut sebagai seorang jagoan
berilmu tinggi, perubahan jurusnya dilakukan diluar
dugaan, tahu-tahu tangan kanannya dibabat kearah Pek
Thian Ki, sedang tangan kirinya menyambut datangnya
serangan dari Tong Ling, kemudian menggunakan
kesempatan itu mencelat kesamping.
Tapi dengan terjunnya Pek Thian Ki kedalam
pertarungan ini, maka posisi Kiang To semakin tergencet.
Untuk menghadapi seorang Tong Ling saja sudah
kepayahan, apalagi bertambah pula dengan seorang Pek
Thian Ki, Sekalipun kepandaian silat yang ia miliki jauh
lebih lihaypun jangan harap bisa menahan serangan dari
dua orang yang bergabung menjadi satu.
Setelah menyingkir kesamping, segera tegurnya sinis;
"Hmmmm! Kalian semua tidak tahu malu beraninya
turun tangan berbareng mengeroyok seorang."
"Hmm! Terhadap dirimu, rasanya kita orang tak perlu
mengindahkan kata-kata memalukan atau tidak, yang jelas
kau harus mati!" teriak Pek Thian Ki gusar.
Baru saja perkataan selesai diucapkan, badannya kembali
meluncur kedepan. Pada saat Pek Thian Ki menerjang
kemuka tadi, Tong Ling pun ikut mencelat kearah pihak
lawan dengan mengirim satu serangan dahsyat menghajar
tubuh Kiang To. Agaknya simanusia she Kiang itu mulai merasa bahwa
keadaan sangat tidak menguntungkan posisinya, melihat
datangnya serangan dahsyat dari Tong Ling, iapun
kumpulkan seluruh tenaga yang dimilikinya lantas balas
mengirim sebuah pukulan. "Pek Thian Ki, aku bisa balik mencari dirimu,"
bentaknya keras. Bayangan manusia berkelebat lewat, ia menerjang keluar
melalui jendela. Agaknya baik Pek Thian Ki maupun Tong
Ling tidak menduga kalau Kiang To bisa melarikan diri dari
sana, ketika mereka sadar tubuh orang itupun sudah
meluncur keluar melalui jendela.
"Kiang To, kau anggap dirimu bisa lolos dari tanganku?"
bentak Tong Ling gusar. Bayangan manusia berkelebat lewat, iapun mencelat
keluar melakukan pengejaran. Pek Thian Ki ikut menyusul
dari belakang, tapi dalam waktu singkat itulah ia sudah
ketinggalan puluhan kaki jauhnya dari Kiang To maupun
Tong Ling, dan akhirnya kedua orang itu lenyap dibalik
hutan. . . Saking khekinya Pek Thian Ki cuma bisa menggertak
giginya rapat-rapat, hingga saat ini ia masih belum tahu
siapakah sebenarnya Kiang To itu. . .
Sinar matanya dengan cepat menyapu sekejap kearah
seluruh ruangan, ketika dilihatnya gadis It Peng Hong tak
ada disana, ia jatuhkan diri duduk diatas kursi, Lama. . .
lama sekali ia baru menghela napas, agaknya pemuda ini
sedang memikirkan suatu persoalan.
Mendadak. . . "Aaaach. . .!" Pemuda she Pek ini menjerit tertahan. . .
dalam keadaan tidak sengaja sinar matanya telah terbentur
dengan sebuah lengan kanan dari perempuan yang sedikit
muncul dari bawah pembaringan.
Rasa terkejut yang dialami Pek Thian Ki kali ini bukan
alang kepalang lagi, dengan cepat ia melompat maju dan
berjongkok untuk memeriksa siapakah orang itu.
Tapi sebentar kemudian sekali lagi ia merasa terperanjat.
Dilihatnya seorang perempuan yang sangat cantik dengan
lekukan badan yang mempesonakan menggeletak dibawah
ranjang, sekali pandang dapat diketahui kalau ia
menggeletak karena tertotok jalan darahnya.
Sepintas berkelebat. . . secara mendadak Pek Thian Ki
teringat akan sesuatu, pikirnya;
"Tidak salah! Perempuan yang menggeletak diatas tanah
ini tentu nona It Peng Hong dan nona tadi pasti bukan
dirinya, Ada seseorang yang sengaja menyaru sebagai nona
It Peng Hong. . . Tapi apa maksudnya berbuat begitu. . . .?"
Akhirnya pikiranpun teringat kembali akan diri Tong
Ling. Gadis yang menyaru sebagai It Peng Hong tadi, jelas
adalah Tong Ling, tapi apa tujuannya menyaru sebagai


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

orang lain" Peristiwa ini benar-benar merupakan suatu kejadian yang
susah untuk dipahami keadaannya!
Tapi ada satu hal yang nyata dan tak bisa dibantah lagi,
yaitu Tong Ling benar-benar telah menyaru sebagai It Peng
Hong, bahkan samarannya sangat mirip. . . dan gadis itu
berusaha keras untuk bertindak persis.
Pada waktu itu. . . . Dari luar pintu berkumandang
datang suara langkah kaki seseorang yang memecahkan
kesunyian. "Siapa?" bentak pemuda itu keras.
"Pek Kongcu. . . aku!"
Inilah suara nona It Peng Hong yang telah dijumpainya
tadi. "Eeehmmm! Tidak salah lagi." pikir Pek Thian Ki diamdiam;
"Pada mulanya kau keluar dulu untuk menyaru
sebagai orang laki dan pergi mengejar Kiang To, kemudian
sekarang balik lagi kemari menyaru sebagai It Peng Hong. .
. ." Waktu itu suara gadis tersebut kedengaran gemetar, jelas
ia sengaja memperdengarkan suaranya dalam keadaan
ketakutan. Selintas senyuman dingin berkelebat diatas wajah Pek
Thian Ki, agaknya ia sudah teringat akan sesuatu. . . .
"Nona It Peng Hong, kau kenapa. . .?" tegurnya halus.
"Aku. . . aku takut?"
"Apa yang kau takuti?"
"Aku takut melihat kalian. . . . kalian berkelahi!"
"Kau masuklah kedalam kamar sekarang sudah tak ada
pertempuran lagi." "Oooouw. . . .!"
Perlahan-lahan It Peng Hong berjalan masuk kedalam
kamar, wajahnya masih terlintas perasaan ketakutan yang
luar biasa, sinar matanya memandang Pek Thian Ki dengan
mendelong. "Nona It Peng Hong, aku minta maaf. . ." sengaja ujar
Pek Thian Ki dengan nada menyesal.
"Kiang. . . Kiang Kongcu sudah pergi?"
"Benar! Ia sudah pergi!"
"Mungkinkah ia kembali lagi?"
"Mungkin tidak akan kembali lagi! Kentongan keempat
hampir lewat, marilah kita tidur!"
Ia mengangguk, sikapnya kelihatan rada ragu-ragu tapi
sebentar kemudian ia sudah melangkah mendekat. Waktu
itu Pek Thian Ki sudah menjatuhkan diri berbaring diatas
pembaringan. Perlahan-lahan It Peng Hong melepaskan baju merahnya
kembali, sehingga tinggal selembar kain sutera yang tipis
menempel diatas badannya, setelah itu ia menjatuhkan diri
berbaring disisi pemuda tersebut, keadaannya persis seperti
keadaan semula. Hanya saja perasaan dihati Pek Thian Ki pada saat ini
jauh berbeda dengan perasaannya semula.
"Nona It Peng Hong, bolehkah aku orang menanyakan
satu urusan kepadamu". . ." sengaja tanyanya.
"Silahkan bertanya!"
"Kau sudah pernah terima berapa orang tamu?"
"Aku. . . aku. . . ach! aku tidak mau beritahu. . ."
mendadak ia tertawa, senyumannya begitu mempesonakan,
begitu menggairahkan. . ., "Pek Kongcu, mengapa kau
tanyakan soal ini?" "Aku hanya ingin tahu."
Gadis itu kembali tertawa. . . Ia tertawa begitu manis,
begitu menarik hati, kiranya gadis itu berusaha untuk
menunjukkan sikap seorang perempuan nakal, dengan
paksakan diri ia berusaha untuk menyesuaikan keadaan
sebenarnya. Mendadak Pek Thian Ki membalikkan badannya dan
memeluk tubuh gadis itu kencang-kencang. . . seperti pula
keadaan tadi, dengan buas dan penuh napsu diciumnya
seluruh tubuh dara manis ini.
Beberapa kali It Peng Hong kelihatan gemetar keras. . .!
"Pek. . . Pek Kongcu. . . .!
Ia mendesis berulang kali, suaranya penuh mengandung
daya rangsang yang membangkitkan hawa napsu.
Perlahan-lahan tangan kanan Pek Thian Ki yang semula
memeluk pinggang lalu naik ke atas depan, menyentuh
sebentuk dada padat menggelembung yang masih tertutup
kain tipis. Diremasnya dengan lembut dada kenyal-padat
sebelah kanan. "Ughh ... " It Peng Hong mendesah merasakan nikmat
saat ujung-ujung jari tangan Pek Thian Ki mempermainkan
sebentuk benda bulat kecil yang ada di atas gumpalan padat
menggelembung dari luar. Bersamaan dengan itu, It Peng
Hong makin liar membalas ciuman Pek Thian Ki ke arah
telinga pemuda itu. Melihat sinona membalas perlakuannya dengan tidak
kalah liar, kembali pemuda itu menyerang leher hingga
membuat merinding bulu tengkuk sang gadis.
"Iiih ... " Bahkan, saat tangan kanan pemuda itu mulai
menyusup ke balik kain atas It Peng Hong yang entah
kapan, ikat pinggang gadis itu sudah luruh dan jatuh ke
lantai, mungkin saat ia menarik sinona dalam pelukan, ia
melepas ikat pinggang. Tangan Pek Thian Ki meraba-raba
dada montok itu dengan lembut dan penuh perasaan kasih.
Kembali tubuh gadis itu berkelejat liar saat jemari Pemuda
itu mempermainkan tonjolan dada kanan dari dalam.
"Oooh ... ssshh ... " It Peng Hong hanya bisa
mendongakkan kepala ke atas, menikmati lumatan dan
remasan yang dilakukan oleh sipemuda.
"Nona, kainnya kulepas saja, ya?"
Pelukan Pek Thian Ki sedikit merenggang, diikuti
dengan Pek Thian Ki membuka kain yang melekat ditubuh
sinona, bahkan It Peng Hong sendiri turut membantu apa
yang dilakukan sipemuda. Setelah semua kain tipis gadis terbebas, kemudian dilepas
dari tubuh langsing It Peng Hong hingga sepasang payudara
putih mulus padat kencang yang masih segar terpampang
jelas. "Dadamu indah sekali, Nona!" ujarnya begitu sebentuk
benda bulat besar yang tadi sempat diremas-remas.
"Kongcu, jangan dipandangi begitu! Aku kan malu,"
ucap sinona sambil menutupi dadanya dengan dua tangan
bersilangan. "Kenapa harus malu" Lihat ... aku saja sudah tidak
memakai apa-apa sedang Nona masih setengah komplit,"
kata Pek Thian Ki dengan kedua tangan direntangkan,
kemudian memeluk It Peng Hong yang malu-malu kucing
sambil bibirnya menghujani leher, pipi, dan bibir gadis itu
dengan ciuman menggelora.
"Ooouchh ... " Di antara hisapan dan gigitan mesra, sukma gadis itu
bagai melayang ringan di awan saat tangan kiri sipemuda
mengelus-elus pada bagian paha, melingkar-lingkar
membentuk bulatan tak beraturan, sehingga napas gadis itu
semakin memburu, pelukan semakin kuat dan ia mulai
merasakan bagian gerbang istana kenikmatannya mulai
basah. "Oooch ... Kongcu ... "
It Peng Hong hanya pasrah dan membiarkan bibir dan
tangan Pek Thian Ki menjelajahi setiap lekuk dari tubuh
sintalnya. Sesukanya, karena memang gadis itu sangat
menikmati sentuhan lembut si pemuda. Bahkan tanpa sadar
tangan sinona memegang tangan Pek Thian Ki seolah-olah
membantunya untuk memuaskan dahaga birahi yang
semakin meninggi. Ia semakin menggelinjang kegelian!
Halaman 27-28 robek Bab 26 Haripun telah terang tanah.
Sinar sang surya menyoroti wajah It Peng Hong yang
cantik jelita, titik air mata jatuh berlinang membasahi
wajahnya. . . Ia menangis, menangis dengan begitu sedihnya.
Akhirnya meluncurlah suara sesenggukan yang lirih
dimana makin lama semakin keras. .dan akhirnya
meledaklah suara tangisan yang memilukan hati.
"Eeeeei. . . kau . . . kenapa kau?" tanya Pek Thian Ki
melengak. "Aku. . ." Baru sepatah kata meluncur keluar, kembali dara tersebut
menangis. Pek Thian Ki semakin melengak lagi dibuatnya,
ia bangun berdiri dan dan dipandangnya gadis itu tajamtajam.
Mendadak. . . . sinar matanya tertuju pada segumpal
noda darah yang membekas diatas sprei nan putih.
Benar! Sekarang Pek Thian Ki baru paham kalau gadis
cantik ini pasti bukan It Peng Hong, melainkan Tong Ling.
Tapi ia tidak ingin memecahkan rahasia ini. . . .sudah
tentu sebelum ia melakukan perbuatan ini pemuda kita
telah berpikir sampai disana, dan sekarang apa gunanya
memecahkan rahasia" "Nona, kenapa kau?" sengaja tanyanya.
"Aku. . . ." "Perbuatanku terlalu kasar, sehingga menyakiti dirimu?"
"Tidak. . ." "Lalu, mengapa kau menangis?"
Mendadak It Peng Hong menarik kembali suara
sesenggukan tangisannya, ia berkata; "Suami isteri
semalaman, buat apa kita bicarakan soal ini lagi?"
"Kalau begitu, tidurlah! Hari sudah terang tanah!"
Dengan halus penuh mesra diciumnya gadis tersebut,
lalu dipeluknya tubuh yang kecil dan dengan membawa
perasaan hati yang berbeda, akhirnya mereka tertidur juga
dengan pulasnya. . . Ketika ia terbangun kembali, sinar matahari sudah
berada tepat diatas kepala. Ketika Pek Thian Ki membuka
matanya, waktu itu It Peng Hong sedang berdiri didepan
jendela seorang diri. "Nona, kau sudah bangun?" segera tegur pemuda itu.
Gadis itu menoleh, bibirnya kelihatan bergerak tapi tak
sepatah katapun yang meluncur keluar dari mulutnya.
Perlahan-lahan Pek Thian Ki berjalan menghampirinya.
"Nona It Peng Hong, suami isteri semalaman tak akan
aku lupakan walau terpaut ratusan tahun, aku memohon
diri terlebih dahulu."
"Kau hendak pergi kemana?"
"Aku" Pergi mencari seorang nona, aku mau pergi
menyewa sebuah rumah!" Tanpa menoleh lagi, ia lantas
berjalan keluar melalui pintu kamar dan menuju kebawah
loteng. "Tunggu sebentar!" tiba-tiba It Peng Hong berteriak
keras. Mendengar teriakan tersebut, Pek Thian Ki berhenti.
"Nona! Terima kasih atas pelayananmu malam tadi, juga
terima kasih untuk semua hal, Lain waktu kita berjumpa
lagi didunia kangouw!" Ia dorong pintu dan melangkah
keluar. "Kau. . .! jerit It Peng Hong sangat terperanjat.
"Perkataanku adalah sesungguhnya, cayhe mohon diri
terlebih dulu." demikianlah pemuda itupun berlalu!
"Pek Kongcu, bila ada waktu luang, datanglah
berkunjung kemari. . " kembali teriak It Peng Hong.
Pek Thian Ki tertawa pahit, mendadak suara langkah
manusia memecahkan kesunyian, sipelayan berbaju kuning
yang kemarin menghantar pemuda itu kekamar dengan
langkah lambat berjalan mendekati. Ia memandang sekejap
kearah sang pemuda, lalu tersenyum;
"Pek Kongcu, pagi sekali kau sudah bangun, aku
memang lagi siap mengundang dirimu!"
"Ada urusan apa?"
"Kau diundang oleh Cong-koan kami."
Pek Thian Ki mengangguk, dan mengikuti dibelakang
dara berbaju kuning itu, ia berjalan menuju keruang tengah.
Mendadak. . . . "Berhenti!" Bentak seorang dengan suara yang amat
dingin. Mendengar suara bentakan itu, Pek Thian Ki rada
tercengang dibuatnya, dengan cepat ia menoleh, Dilihatnya
seorang dara cantik berbaju hijau telah berdiri
dibelakangnya. Gadis itu bukan lain adalah Suma Hun. Tampak
sepasang matanya memancarkan cahaya buas, sambil
melototi diri sang pemuda, tegurnya dingin;
"Sungguh menyenangkan sekali bukan semalaman ini?"
"Haaa. . . haaa. . .haaaa. . . sudah tentu menyenangkan
sekali!" "Hmmm! Kau lelaki bangsat!"
"Setiap ada kesempatan, main-main perempuanpun
merupakan olah raga yang baik, apa salahnya?"
Saking gusarnya, Suma Hun melototkan sepasang
matanya bulat-bulat, agaknya ia hendak mengumbar hawa
amarahnya. Tiba-tiba Pek Thian Ki teringat akan sesuatu, ia merogoh
kedalam sakunya seraya berkata;
"Nona Suma, ada satu urusan hampir-hampir saja aku
lupa untuk disampaikan kepadamu, ada orang titipkan
sepucuk surat untukmu!"
"Apa?" teriak Suma Hun tersentak kaget, air mukanya
kontan saja berubah sangat hebat.
"Nih, ambillah!" seru Pek Thian Ki kembali seraya
sodorkan surat tadi ketangan Suma Hun.
Diterimanya surat itu, lalu sinar matanya memeriksa
isinya, tapi sebentar kemudian air muka gadis ini sudah
berubah sangat hebat, tanpa sadar ia mundur satu langkah
kebelakang. Kelihatannya Pek thian Ki sama sekali tidak menemukan
perubahan wajah dari Suma Hun ini, ia tertawa hambar.
"Nona Suma, aku mohon diri terlebih dahulu." Habis
berkata, ia putar badan dan berlalu.
"Berhenti!" tiba-tiba gadis she Suma ini membentak
keras. "Nona Suma, kau masih ada pesan-pesan apa lagi?"


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa yang menyerahkan surat ini kepadamu?"
"Pihak lawan melarang aku untuk memberitahukan
persoalan ini, maaf aku tak mengutarakannya keluar."
"Pek Thian Ki, sebenarnya kau suka berbicara tidak?"
bentak Suma HUn teramat gusar, serentetan napsu
membunuh melintasi wajahnya.
"Bukannya tidak mau berbicara, tapi titipan orang lain
harus aku sampaikan sebagaimana mestinya, dan janji
dengan orang lain tak boleh diingkari, kau suruh aku secara
bagaimana memberi jawaban?"
"Jadi kau mencari mati?"
Secara tiba-tiba Pek thian Ki mulai merasa tidak paham,
sebenarnya apa yang ditulis dalam surat yang diberikan Sin
Si-poa kepadanya ini sehingga mengakibatkan wajah Suma
Hun penuh dilintasi napsu membunuh"
"Sebenarnya apa yang ditulis diatas surat tersebut?"
tanyanya agak tertegun. "Soal ini sih kau tidak perlu tahu, ayo jawab! Siapa yang
serahkan surat ini kepadamu" Jikalau kau tidak suka
berbicara lagi, aku akan menggunakan kekerasan untuk
memaksa dirimu buka mulut."
Air muka Pek thian Ki sedikit berubah mendengar
perkataan tersebut. Urusan sudah jelas tertera didepan
mata, diatas surat itu tentu tertuliskan sesuatu yang
menyangkut suatu urusan besar, Kalau tidak, maka sikap
gadis itu tak akan berubah semacam begini.
Hanya saja untuk beberapa saat ia tak mengerti apa
sebenarnya urusan itu! "Nona Suma, mana boleh kau orang memaksa orang lain
dengan menggunakan kekerasan?" katanya tertawa.
"Kau suka bicara tidak?"
"Tidak!" "Akan kupaksa dirimu untuk buka suara berbicara terus
terang!" Tubuhnya berputar kencang, laksana sambaran petir
meluncur kearah Pek Thian Ki, telapak tangannya dengan
disertai suara desiran tajam langsung menghantam tubuh
Pek Thian Ki. Serangan yang dilancarkan Suma Hun kali ini lebih
mirip serangan mengadu jiwa, kecepatannya sangat
mengejutkan hati. Pek Thian Ki merasakan hatinya
bergidik, buru-buru ia gerakkan tangannya menangkis.
"Nona Suma, kau sungguh-sungguh hendak turun
tangan?" bentaknya gusar.
"Sedikitpun tidak salah!"
Ditengah suara bentakan keras, berturut-turut ia
melancarkan dua buah serangan mengancam tubuh pemuda
she Pek itu, kecepatannya jauh lebih hebat dari serangan
yang pertama tadi. Rasa kejut yang dialami Pek thian Ki kali ini bukan
alang kepalang lagi. Ketika itu. . . . Didalam sekejap mata Suma Hun sudah melancarkan
tiga buah serangan gencar yang memaksa sang perjaka
berturut-turut terdesak mundur sejauh tiga empat langkah
lebih. Jikalau dibicarakan dari tenaga lweekang yang dimiliki
Pek Thian Ki pada saat ini, ternyata kena didesak mundur
sejauh tiga empat langkah oleh Suma Hun, kejadian ini
benar-benar merupakan suatu peristiwa yang tidak mungkin
terjadi. "Nona Suma, jikalau demikian, kau jangan salahkan aku
orang akan turun tangan kejam," bentak sang pemuda
teramat gusar. Bayangan manusia berkelebat lewat, ia menghalau
datangnya sebuah serangan lawan yang gencar.
Tangkisannya barusan ini ia telah gunakan dua belas bagian
tenaga lweekangnya, apalagi seranganpun datangnya cepat
dan ganas, kontan Suma Hun kena didesak balik ketempat
semula. "Nona Suma, kau sungguh-sungguh ingin cari mati?"
bentaknya keras. "Sedikitpun tidak salah!"
"Jikalau demikian adanya, terpaksa aku Pek Thian Ki
harus berlaku tidak sungkan-sungkan lagi terhadap dirimu."
Bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu ia sudah
melancarkan serangan dahsyat kedepan. Begitu Pek thian
Ki turun tangan, Suma Hun pun tidak ingin menunjukkan
kelemahannya, ia ikut melancarkan serangan kearah
musuhnya, dan masing-masing saling menyerang dengan
kecepatan laksana petir menyambar, Dalam beberapa kali
kelebatan saja kedua orang itu sudah saling menyerang
sebanyak puluhan jurus. Kepandaian silat yang dimiliki Suma Hun jelas bukan
tandingan dari Pek thian Ki, karena tenaga lweekang yang
dimiliki Pek thian Ki saat ini telah mencapai titik puncak
yan teratas. Sekonyong-konyong. . . . Pek Thian Ki membentak keras, telapak tangannya
didorong kemuka menghajar dada gadis tersebut. Kekuatan
dari pukulan kali ini telah diikuti oleh segulung tenaga
lweekang yang luar biasa dahsyatnya, bagaikan guntur
membelah bumi dengan gencar menghantam tubuh Suma
Hun. Dengan adanya kejadian ini, mau tak mau Suma Hun
terpaksa harus menggerakkan tangannya menangkis ia
menggigit bibirnya rapat-rapat, tangan kanan digetarkan
keras lantas dibabat kedepan menangkis datangnya
serangan musuh dengan keras lawan keras.
"Braaaak!. . . ." Suara bentrokan keras meledak
memenuhi angkasa, desiran angin tajam menyebar keempat
penjuru, ranting, dedaunan, pasir maupun debu
beterbangan memenuhi angkasa.
Kena terhantam oleh serangan yang maha dahsyat dari
pemuda tersebut, Suma Hun terdesak mundur sepuluh
langkah lebih kebelakang.
Cahaya putih berkelebat lewat, tahu-tahu diatas tangan
Pek Thian Ki telah bertambah dengan sebilah pedang
'Ciang Liong Kiam', tegurnya seraya tertawa dingin tiada
hentinya. "Nona Suma, aku Pek Thian Ki sama sekali tidak ingin
mengikat permusuhan dengan dirimu, buat apa kau paksa
kita berdua untuk saling mengadu jiwa?"
"Lalu apa mau-mu?"
"Jawab! Siapakah sebenarnya dirimu?" bentak Pek Thian
Ki gusar, selintas napsu membunuh berkelebat diatas
wajahnya. "Aku bernama Suma Hun!" jawab gadis itu keras.
"Dari mana asal-usulmu?"
"Hmm! Aku rasa didalam soal ini kau tidak berhak untuk
mengetahuinya dan akupun tiada berkepentingan untuk
memberikan jawaban yang benar."
"Sekalipun kau tidak suka berbicara terus terang, akupun
tahu siapakah kau orang."
"Siapa?" "Kiang To!" Baru saja kata-kata itu meluncur keluar dari mulutnya,
ujung pedang dari Pek Thian Ki sudah dicukilkan keatas
baju Suma Hun. Diiringi suara robeknya pakaian, kain sebelah depan dari
nona itu sudah kena tergurat robek, sehingga kelihatan
kutangnya yang berwarna merah.
"Kau. . .!" teriak Suma Hun amat gusar.
"Aku sedang mencari tanda membunuh yang berada
disakumu." "Pek Thian Ki, mengandalkan apa kau bisa menuduh
aku adalah Kiang To". . ."
"Heee. . . heee. . . heee. . . Suma Hun, samaranmu benarbenar
terlalu mirip." seru Pek Thian Ki sambil tertawa
dingin tiada hentinya. "Kemarin malam Kiang To
memasuki kamar kediaman dari It Peng Hong dan pernah
pula bergebrak melawan diriku, jurus serangan yang ia
gunakan persis seperti apa yang kau gunakan saat ini. . . ."
"Jadi kau mengandalkan soal ini saja lantas menuduh
aku adalah Kiang To. . ."
"Masih ada lagi, sewaktu berada diatas gunung Lui Im
San, aku sudah menaruh curiga bahwa kau adalah Kiang
To, seharusnya kau belum lupa bukan kehadiranku
digunung Lui Im San adalah atas ajakanmu?"
"Sedikitpun tidak salah!"
"Tapi sejak mulai, hingga berakhir, aku tidak pernah
menemui kau barang sekejappun, dan kebetulan sekali
sewaktu kedua orang kawanku sedang saling bergebrak kau
munculkan diri, ditengah persoalan ini kau masih punya
cukup waktu untuk mengembalikan wajah aslimu."
"Masih ada yang lain?"
"Mengandalkan beberapa hal ini rasanya sudah cukup
untuk membuktikan kau adalah Kiang To."
"Anggap saja benar aku adalah Kiang to, lalu kau mau
apa?" bentak Suma Hun dingin.
"Baik, cukup menjawab beberapa buah pertanyaanku,
tahukah kau asal-usul dari Kiang To?"
"Tidak tahu!" "Apa sangkut pautmu dengan rumah yang disewakan
itu?" "Tidak tahu!"
"Mengapa kau menyaru sebagai Kiang To" Dan
dimanakah Kiang To yang asli?"
"Tidak tahu!" Ternyata beberapa kali gadis tersebut hanya menjawab
setiap pertanyaan dengan kata-kata tidak tahu belaka. Lama
kelamaan Pek Thian Ki tak dapat menahan kegusaran yang
berkobar dalam hatinya lagi.
"Sungguh-sungguhkah kau orang tidak mau berbicara
barang sekejappun". . ." teriaknya melengking.
"Sedikitpun tidak salah!"
"Kau jangan lupa, asalkan pedangku ini aku tusukkan
lebih kedalam, maka nyawamu akan segera melaporkan diri
keakhirat." "Asalkan kau Pek Thian Ki punya kemampuan, ayoh!
Turun tanganlah, bila kau jago, silahkan cepat2 tusukkan
pedang itu keperutku."
"Buat apa kau paksa aku untuk turun tangan keji?" seru
pemuda itu lagi sambil tertawa dingin.
Suma Hun pejamkan matanya rapat-rapat dan tidak
menjawab lagi pertanyaan dari pihak lawannya. Bicara
sesungguhnya, asalkan Pek Thian Ki sedikit kerahkan
tenaga, maka seketika itu juga Suma Hun akan menemui
ajalnya disana. "Nona Suma! Baiklah, aku tak akan membinasakan
dirimu," bentak Pek Thian Ki kemudian sambil menggertak
gigi. "Tapi pada suatu hari aku bisa tahu siapakah kau
orang, dan sekarang sana menggelinding pergilah jauhjauh."
"Pek Thian Ki!" teriak Suma Hun pula sambil meloncat
bangun, "Selamanya aku tak akan melupakan
penghinaanmu semacam ini hari, lain waktu akupun akan
merobek pakaianmu dihadapan umum."
Habis berkata, tubuhnya melejit dan mencelat pergi dari
sana, dalam sekejap mata telah lenyap dari pandangan.
Pek Thian Ki tertawa dingin tiada hentinya, ia masukkan
kembali pedangnya kedalam sarung dan melangkah pergi.
Ketika itulah mendadak serentetan suara berkumandang
datang memecahkan kesunyian.
"Eeeeei bocah cilik, sungguh bagus sekali tindakanmu!
Ternyata kaupun mengerti juga tentang menyayangi kaum
gadis!" Munculnya suara tersebut secara mendadak langsung
membuat Pek Thian Ki jadi tersentak kaget, buru-buru ia
putar badannya. Terlihatlah kurang lebih satu tombak dibelakang
punggungnya entah sejak kapan sudah berdiri seorang lelaki
setengah baya berdandan seorang sastrawan. Melihat
munculnya sastrawan berusia setengah baya itu Pek Thian
Ki rada tertegun dibuatnya.
"Siapa kau?" tegurnya cepat.
"Sin Hoa Khek atau si tetamu pencari bunga!"
"Apa" Si tetamu pencari bunga?"
"Ehmmm! Apakah kau merasa namaku lucu?"
Kena ditanya oleh pihak lawan hampir-hampir saja Pek
Thian Ki tertawa ter-bahak2, sudah tentu setiap orang yang
mendatangi Istana Perempuan boleh disebut sebagai si
tetamu pencari bunga! Pek Thian Ki tertawa, senyuman yang membawa
kejumawaan, sedang langkah kakipun meneruskan
perjalanannya kedepan. Tiba-tiba. . . .! Sreet! Sreet!. . . berturut-turut muncul delapan sosok
bayangan manusia yang langsung menghadang perjalanan
pergi dari sang pemuda tersebut.
Pek Thian Ki rada tertegun dibuatnya, sinar mata yang
tajam perlahan-lahan menyapu sekejap kearah orang2 itu,
dilihatnya dari kedelapan orang berbaju hijau yang baru
saja munculkan dirinya itu, masing-masing orang
menggembol sebilah pedang diatas punggungnya. Orang
yang pertama adalah seorang kakek tua, dengan sangat
cepat ia menghadang dihadapan Pek Thian Ki.
"Tolong tanya apakah saudara adalah Pek Thian Ki?"
tegurnya seraya menjura. "Sedikitpun tidak salah, siapakah kalian?"
"Loohu, San Hoa Kiam Khek (Jagoan pedang penyebar
bunga), sebagai anak murid dari Kiam Kok, atau Lembah
Pedang, saat ini memperoleh perintah dari Kokcu sengaja
datang mengundang saudara untuk mengunjungi lembah
kami sebentar." "Apa keperluannya?"
"Soal ini Loohu sendiripun tidak tahu, setelah saudara
tiba disana rasanya segera akan jadi paham kembali."
"Heee. . .heee. .heee cayhe tidak saling kenal mengenal
dengan Kokcu kalian, apa kepentingannya untuk pergi
kesana?" seru Pek Thian Ki sambil tertawa dingin tiada
hentinya. "Tolong sampaikan kepada Kokcu kalian,


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

katakan saja aku Pek Thian Ki tiada waktu luang untuk
menyambangi dirinya."
"Saudara pastikan diri tidak mau pergi?"
"Kenapa aku harus pergi?" jengek sang pemuda lagi
sambil tertawa hambar. "Kau harus pergi kelembah kami!"
"Mengapa aku harus pergi kelembah kalian?"
"Karena Kokcu kami ada urusan penting. . ."
"Itukan urusan pribadi ia sendiri!" potong sang pemuda
tidak menanti siorang tua itu menyelesaikan kata2nya.
"Apa sangkut pautnya antara urusan pribadinya dengan
urusanku?" Melihat keketusan sang pemuda she Pek ini, si jagoan
pedang penyebar bunga langsung kerutkan alisnya rapatrapat.
"Loohu harap kau suka memandang diatas wajahku. . ."
"Cukup! Antara kau dan aku tidak saling mengenal,
Mengapa aku harus memandang diatas wajahmu lantas
mengabulkan permintaanmu itu," sela Pek Thian Ki
kembali. Merah padam selambar wajah San Hoa Kiam Khek.
"Jadi kau sungguh-sungguh tidak suka mengikuti kami
untuk mengunjungi Lembah Kiam Kok"
"Sedikitpun tidak salah!"
"Saudara, apakah kau menaruh minat untuk
menyusahkan diri Loohu karena persoalan ini?" desak San
Hoa Kiam Khek lebih lanjut.
"Sudah aku katakan bahwa aku tak ada waktu." teriak
Pek Thian Ki sangat mendongkol. "Bagaimana" Apakah
kalian tidak dengar?"
"Dengar sih Loohu sudah dengar."
"Kalau begitu cepat enyah dari sini!"
"Tapi. . . " Air muka Pek Thian Ki berubah semakin menghebat,
bentaknya keras; "Aku suruh kalian enyah dari sini, sudah
dengar belum" Congek!"
Air muka San Hoa Kiam Khek pun kelihatan rada
berubah. "Jikalau saudara keraskan kepala tidak mau ikut kami
pergi, terpaksa kami akan mengundang dengan
menggunakan kekerasan!"
"Hmmmm! Kau berani?"
"Adalah saudara yang terlalu memaksa, sehingga kami
harus turun tangan menggunakan kekerasan. ."
"Kentutmu, Jikalau kalian tahu diri, lebih baik cepatcepat
enyah dari sini, kalau tidak. . Hmm! Aku sungguhsungguh
tak akan berlaku sungkan-sungkan lagi kepada
kalian." "Menurut berita kangouw yang aku dengar, para jago
mengatakan kau memiliki kepandaian silat yang luar biasa,
terpaksa Loohu beberapa orang menanti beberapa petunjuk
darimu." seru San Hoa Kiam Khek akhirnya sambil tertawa
dingin. Begitu ia membungkam, serentetan cahaya tajam laksana
sambaran petir sudah meluncur kedepan mengancam tubuh
Pek Thian Ki. Serangan ini dilancarkan bagaikan seekor
naga sakti ditengah awan, cepat dan dahsyat sangat
mengejutkan, bersamaan dengan turun tangannya si jagoan
pedang penyebar bunga ini, sisanya pun ber-turut2 turun
tangan melancarkan serangan.
Delapan bilah pedang dengan membentuk delapan
kuntum bunga-bunga pedang mengancam datang dari
delapan penjuru yang berlainan, sungguh luar biasa sekali.
Melihat datangnya serangan itu, Pek Thian Ki jadi
sangat terperanjat. Dalam keadaan kaget, ia mengirim satu
pukulan dahsyat kedepan, tubuhpun mengiringi serangan
tersebut mencelat kesamping.
Delapan bilah bayangan pedang bersama-sama mencapai
sasaran yang kosong dan menyebabkan diatas tanah
muncul delapan buah lubang kecil yang cukup dalam.
"Tahan!" bentak pemuda itu keras.
Suara bentakan tersebut keras bagaikan guntur
membelah bumi, delapan orang jagoan lihay bersama-sama
menarik kembali serangannya dan mundur kebelakang.
Si jagoan pedang penyebar bunga maju kedepan seraya
tertawa dingin tiada hentinya; "Apakah saudara sudah
berubah pikiran?" tegurnya.
"Aku hanya ingin bertanya, apakah kalian benar-benar
ada maksud hendak membinasakan aku orang she Pek?"
teriak Pek Thian Ki dengan air muka berubah hebat.
"Tidak pernah terjadi urusan semacam ini."
"Kalau begitu, apa maksud kalian delapan orang
bersama-sama melancarkan serangan. . ."
"Tujuan kami hanya ingin mempersilahkan saudara suka
mengikuti kami mengunjungi Lembah Kiam Kok."
"Sudah aku katakan kalau aku tak ada waktu."
"Maka dari itu terpaksa kami mengundang dengan
kekerasan." "Jadi kalian hendak paksa aku untuk turun tangan. . ."
jengek Pek Thian Ki dengan wajah penuh diliputi napsu
membunuh. Baru saja ia bicara sampai disitu pedang Ciang Liong
Kiam sudah dicabut ditangan, sedang sang wajahpun
dilintasi oleh selapis napsu membunuh yang belum pernah
diperlihatkan selama ini.
Benar! Pek Thian Ki sudah dibuat gusar pula, ia sama
sekali tidak saling mengenal dengan Kiam Kok Kokcu,
Tindakan dari anak murid orang-orang Lembah Kiam Kok
ini jelas hendak mencari sengketa dengan dirinya.
"Saudara, aku lihat lebih baik ikuti kami saja berangkat
ke Lembah Kiam Kok. . ." seru si San Hoa Kiam Khek lagi
sambil tertawa hambar. "Tidak dapat!" "Kalau begitu, akan kulihat sebenarnya saudara
mempunyai kepandaian andalan seberapa lihay. . ."
Belum habis ia berkata bayangan manusia sudah berkelebat
lewat, pedangnya langsung menusuk dada Pek Thian Ki.
Setelah San Hoa Kiam Khek turun tangan, ketujuh orang
jago pedang lainnya pun laksana kilat masing-masing
mengirim sebuah serangan kedepan.
Bab 27 Tiba-tiba. . . Pek Thian Ki membentak keras, pedang Ciang Liong
Kiam-nya disapu keluar, terlihatlah cahaya tajam
menyambar lewat, Ia sudah melancarkan jurus pertama dari
ilmu pedang 'Ciang Liong Kiam Hoat'.
Ilmu pedang 'Ciang Liong Kiam Hoat' ini merupakan
kepandaian andalan dari pemimpin sembilan jagoan pedang
dari kolong langit, kedahsyatannya luar biasa, hanya
didalam sekali kelebatan saja ia sudah berhasil menghalau
datangnya kedelapan buah serangan tersebut.
Suara bentakan itu muncul dari balik ruangan, dan
Cong-koan dari Istana Perempuan pun tahu-tahu sudah
munculkan dirinya ditengah kalangan, seraya menyapu
semua orang yang sedang bergebrak tegurnya;
"Apa yang hendak kalian lakukan disini?"
"Heeee. . .heeee. . .heeee. . . lebih baik kau bertanya
langsung dengan mereka saja." sahut Pek Thian Ki dingin.
"Kawan, sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"Kokcu dari Lembah kami ada urusan hendak mencari
saudara ini, tapi ia tidak suka mengikuti kami untuk
menghadap, terpaksa kami harus menggunakan kekerasan
untuk mengundang dirinya."
"Urusan ini menyangkut persoalan pribadi kalian kawan!
Tindakanmu salah besar, haruslah kau ketahui setiap
kawan-kawan Kang-ouw dilarang melakukan pertarungan
dalam lingkungan Istana kami!"
"Kecuali kawan ini suka mengikuti kami berangkat ke
Lembah Kiam Kok!" kata San Hoa Kiam Khek kembali.
"Apakah kawan tidak pandang sebelah mata terhadap
Istana kami?" "Soal ini bukan menyangkut soal memandang sebelah
mata atau tidak terhadap Istana kalian, sekalipun kawan ini
berada didalam Istana terlarang dari Maha Kaisar pun kami
juga sama saja akan menemui dirinya."
"Heee. . .heee. . .heeee. . .sungguh besar lagak kalian,
entah kamu semua berasal dari perguruan mana?"
"Lembah Kiam Kok!"
"Apa" Lembah Kiam Kok?"
Tampaklah air muka sang Cong-koan tersebut berubah
hebat, kelihatan sekali ia merasa sangat jeri terhadap nama
besar dari Lembah Kiam Kok.
Keadaan tersebut langsung saja membuat hati Pek Thian
Ki merasa bergidik, diikuti dari atas wajahnya, terlintaslah
serentetan rasa gusar yang sukar dibendung. Cara paksaan
yang digunakan orang-orang ini, benar2 membangkitkan
hawa amarah dihati pemuda she Pek.
Setelah berhasil menenangkan hatinya, Ujar Cong-koan
dari Istana Perempuan itu lagi;
"Kiranya kawan-kawan dari Kiam Kok, selamat
bertemu, selamat bertemu, cuma. . .Kawan! Maukah kalian
memandang diatas wajah kami dan jangan bergebrak
didalam Istana Perempuan?"
"Kecuali saudara ini suka mengikuti kami pergi!"
"Jadi dengan demikian, kalian paksa aku harus turun
tangan?" bentak Pek Thian Ki teramat gusar.
"Sedikitpun tidak salah!"
"heeee. . .heeee. . . jangan dikata cuma sebuah lembah
Kiam Kok saja, sekalipun Kaisar sendiripun setelah aku Pek
Thian Ki bilang tidak pergi, tetap tidak pergi, bilamana
kalian tidak tahu diri, dan memaksa terus. . . Hee. . .heee. .
.hati-hati, aku orang she Pek akan melakukan
pembunuhan." "Kalau begitu kau boleh coba-coba!"
Tubuh si jagoan pedang Penyebar Bunga ini segera
menerjang maju kedepan, laksana sambaran kilat, ia
mengirim sebuah serangan dahsyat kearah pinggang Pek
Thian Ki. Serangan tersebut segera disusul oleh tujuh orang lainnya
yang bersama2 menggerakkan pedangnya mengirim sebuah
serangan. "Bagus sekali! Jadi kalian sungguh-sungguh mau cari
gara-gara dengan aku orang, akan kubunuh kalian semua!"
teriak Pek Thian Ki. Bayangan manusia berkelebat lewat, pedang tahu-tahu
sedah berkelebat laksana seekor naga sakti. Pada saat ini
Pek Thian Ki ada maksud untuk melakukan serangan
mengadu jiwa, serangannya ini telah disisipkan pula tenaga
lweekang yang dimilikinya selama ini, sungguh amat luar
biasa. "Criiiiing!" suara bentrokan keras memecahkan
kesunyian disusul percikan bunga api menyebar keempat
penjuru. Delapan bilah pedang bersama-sama kena tersapu pental
oleh datangnya serangan dari Pek Thian Ki ini, sedang
pemuda tersebut mengambil kesempatan itu melanjutkan
kembali terjangannya kemuka.
Suara jeritan ngeri bergema memenuhi angkasa, seorang
jagoan pedang yang tidak keburu menyingkir kena terbabat
pedang lawan, sehingga rubuh binasa dengan bermandikan
darah. "Ayooh! Siapa lagi yang tidak takut mati, boleh maju
coba-coba ketajaman pedangku!" teriak pemuda tersebut
dengan sepasang mata memancarkan cahaya penuh napsu
membunuh. "Bangsat cilik, aku adu jiwa dengan kau orang!" teriak
San Hoa Kiam Khek pula dengan kalap ketika dilihatnya
seorang jagoan pedang yang ia bawa mati terbunuh.
Cahaya pedang berkelebat bagaikan pelangi, dengan
jurus 'Man Thian Hoa Im'(Seluruh Angkasa Bayangan
Bunga), ia serang tubuh pemuda she Pek ini.
Dengan munculnya maksud untuk mengadu jiwa dari
sang pemimpin, sisanya beberapa orangpun bagaikan
banteng terluka bersama-sama menubruk maju kedepan.
Seketika itu juga bayangan manusia saling menyambar,
bayangan pedang berkelebat memenuhi angkasa. Suara
jeritan ngeri kembali berkumandang menembusi awan, tiga
orang jagoan pedang dari Lembah Kiam Kok menemui
ajalnya dengan sangat mengerikan ditangan Pek Thian Ki.
Seluruh peristiwa ini hanya terjadi dalam waktu yang
amat singkat, Pek Thian Ki yang sudah terpengaruh oleh
napsu membunuh, tidak kepalang tanggung lagi, segera
membuka suatu kalangan penjagalan secara besar-besaran.
Yang mati pada menggeletak diatas tanah, sedang yang
masih hidup bagaikan kalap menerjang maju terus kedepan.
"Kalian cari mati?" bentak sang perjaka teramat gusar.
Pedangnya digetarkan keras, dimana bayangan pedang
berkelebat lewat beruntun, ia mengirim tiga buah serangan
gencar, Tiga rentetan jeritan kesakitan berkumandang lagi
diangkasa diikuti robohnya tiga orang menggeletak ditanah.
Melihat anak buahnya banyak yang sudah roboh
bermandikan darah, San Hoa Kiam Khek menjerit aneh,
seranganya dipertingkat, tubrukannya kearah Pek Thian Ki
pun semakin ganas. Seraya menangkis datangnya serangan gencar dari San
Hoa Kiam Khek, pemuda ini kembali menegur; "Kau betulbetul
cari mati?" "Tidak salah. . ."
Baru saja perkataan terakhir meluncur keluar, serangan
pedang dari pemuda itu sudah menyambar datang. Suara
jeritan kesakitan langsung meluncur keluar dari bibirnya,
tidak ampun lagi lengan kanannya tertembus oleh tusukan
pedang lawan. Seketika itu juga darah segar mengucur keluar sangat
deras, air mukanya pucat pasi bagaikan mayat sedang
keringat dingin sebesar kacang kedelai mengucur keluar
membasahi bajunya. "Ayoh cepat enyah dari sini dan beritahu kepada Kokcu
kalian!" bentak Pek Thian Ki keras, "Katakan aku orang she
Pek tidak suka menerima perintah maupun petunjuk dari
siapapun, Jika ada waktu luang lebih baik ia sendiri yang


Misteri Rumah Berdarah Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keluar untuk menemui diriku." Sehabis berkata, ia
masukkan pedangnya kedalam sarung.
Peristiwa ini benar-benar merupakan suatu penghinaan
bagi San Hoa Kiam Khek, saking khekinya, hampir-hampir
saja ia jatuh semaput. Bukan saja orang yang dimaksud tak berhasil datang,
bahkan keenam orang anak buahnya sama-sama menemui
ajal ditangan orang itu, Saking tak tahan menyimpan rasa
dongkolnya, ia tertawa seram;
"Kokcu kami tentu akan mencari saudara untuk
menuntut balas hutang2 berdarah kita kali ini." Selesai
bicara bagaikan anjing kena digebuk, dengan sipat kucing ia
melarikan diri terbirit2 dari sana diikuti seorang anak
buahnya yang beruntung lolos dari cengkeraman elmaut.
"Waaduuh. . .waaduh. . . ilmu pedang yang saudara
mainkan barusan ini jauh lebih sempurna dari pada
permainan Ciang Liong Kiam Khek sendiri," tiba2 si tamu
pencari bunga itu berseru memuji.
Mendengar perkataan tersebut, Pek Thian Ki merasa
sangat terperanjat, karena cukup ditinjau dari perkataannya
ini jelas menunjukkan bila si tamu pencari bunga itu bukan
manusia sembarangan. Pemuda she Pek ini rada tertegun dibuatnya; "Cianpwee,
apakah kau kenal dengan Ciang Liong Kiam Khek?"
"Tidak kenal. . .?"
"Lalu, secara bagaimana kau bisa tahu kalau ilmu
pedang yang aku mainkan adalah ilmu pedang Ciang Liong
Kiam Hoat?" "Pedang itu adalah sebilah pedang Ciang Liong Kiam,
sudah tentu ilmu pedang yang kau mainkan adalah ilmu
pedang Ciang Liong Kiam Hoat!"
Jawaban ini walaupun tidak sesuai, tapi untuk beberapa
waktupun Pek Thian Ki tidak berhasil mencari alasan yang
lain untuk membantah jawabannya itu.
Pek Thian Ki tertawa dingin, ia tidak menggubris diri si
tamu pencari bunga itu lagi, kepalanya berpaling kearah
sang Cong-koan dari Istana Perempuan.
"Apakah kau sudah berhasil pecahkan jurus seranganku
itu?" tanyanya. "Tidak!" "Kalau begitu kau harus serahkan It Peng Hong
kepadaku!" "Soal ini. . ."
"Aku hendak bawa ia pergi dari sini!"
"Apa" Saudara hendak membawa pergi nona It Peng
Hong?" "Sedikitpun tidak salah!"
"Tidak bisa jadi, dalam Istana kami tiada peraturan
semacam ini." "Sekalipun tidak bisa jadi, kali ini harus dibisa-bisakan."
teriak sang pemuda dengan air muka berubah hebat.
"Kau. . .kau. . . apa yang hendak kau lakukan?"
"Congek! Bukankah tadi sudah aku katakan, nona
tersebut hendak aku bawa pergi?"
"Jika kami tidak mengijinkan?"
"Tidak mengijinkan?" tak kuasa lagi Pek Thian Ki
tertawa dingin tiada hentinya. "Aku takut Istana
Perempuan ini tak bisa meloloskan diri dari kehancuran."
Air muka siwanita setengah baya yang bertindak sebagai
Cong-koan itu langsung berubah hebat, jelas sekali maksud
dari pemuda itu, jikalau ia tidak suka menyerahkan It Peng
Hong kepadanya, maka pemuda tersebut akan turun tangan
menghancurkan Istana itu.
"Giok Mo Hoa! Jikalau orang ini sudah mengucapkan
kata-katanya, kenapa kau tidak pikir2 dulu, dengan masak."
Tiba-tiba si tamu pencari bunga itu berseru.
Dengan perasaan bergidik, sang Cong-koan Giok Mo
Hoa melirik sekejap kearah Pek Thian Ki; "Kapan kau
hendak minta nona It Peng Hong?"
"Ini hari juga!"
"Baiklah! Biar aku laporkan dulu urusan ini kepada
Pemilik Istana, kemudian baru memberi jawaban kepada
saudara." Habis berkata, ia lantas berlalu dari sana.
Menanti wanita setengah baya itu sudah lenyap dari
pandangan, si tamu pencari bunga kembali buka suara;
"Eeeei. . . bocah cilik, apakah kau benar2 bernama Pek
Thian Ki". . ." tegurnya.
"Sedikitpun tidak salah!"
"Aku rasa hal ini tidak mungkin. . ."
"Apa maksud perkataanmu itu?" Seketika itu juga air
muka Pek Thian Ki berubah hebat.
Si tamu pencari bunga itu tersenyum;
"Saudara, kau jangan menyalah artikan maksudku,
maksudku namamu yang sebenarnya pasti bukan Pek Thian
Ki!" "Apa alasanmu?" seru perjaka itu kembali dengan hati
dak dik duk. "Pertama, Pek Thian Ki adalah si Sin Mo Kiam Khek,
salah satu dari Sembilan jago pedang dari kolong langit. . ."
Mendengar perkataan tersebut sekali lagi Pek Thian Ki
merasakan hatinya berdesir, Sekarang, agaknya ia mulai
merasa bahwa namanya yang sesungguhnya bukan Pek
Thian Ki, dan orang yang benar-benar bernama Pek Thian
Ki adalah si Sin Mo Kiam Khek itu. Lalu apakah dirinya
sungguh-sungguh bernama Kiang To"
"Lalu apa alasanmu yang kedua?" desaknya lebih lanjut.
"Kedua, watak maupun wajahmu mirip seseorang?"
"Siapa?" "Kiang Lang. . ."
"Aaaach! Beberapa patah kata ini tidak akan terlepas
bagaikan godam berat yang menghajar hatinya, membuat
seluruh badan pemuda ini kelihatan gemetar keras.
"Kau pernah berjumpa dengan 'Sam Ciat Sin Cun' Kiang
Lang". . ." tanyanya tercenggang.
"Hmm! Pernah berjumpa beberapa kali."
"Bagaimanakah macam orang itu?"
"Kau ingin tahu?"
"Sedikitpun tidak salah!"
Si tamu pencari bunga itu segera tertawa; "Kalau begitu,
kau boleh pergi mencari Sin Si-poa, kemungkinan besar ia
bisa memberitahukan kesemuanya ini kepadamu dengan
sangat jelas." "Dia?" "Tidak salah! Kau harus pergi mencari dirinya!"
Bicara sampai disitu, mendadak si tamu pencari bunga
itu mencelat ketengah udara, kemudian dalam beberapa kali
kelebatan saja sudah lenyap dari pandangan.
Dengan hati terperanjat Pek Thian Ki berdiri mematung
ditengah kalangan. Hatinya pada saat ini mulai bergolak
keras, ia mulai berpikir, apakah 'Sam Ciat Sin Cun' Kiang
Lang benar2 ayahnya" Benarkah dirinya bernama Kiang
To" Tubuhnya dengan cepat mencelat kemuka, kemudian
meluncur keluar dari pintu besar, saat itu juga ia ingin
mencari tahu urusan ini sehingga jadi sejelas-jelasnya.
Ketika ia tiba didepan pintu Istana Perempuan,
ditemuinya si Sin Si-poa masih duduk2 dibawah pohon Liu,
pemuda ini tertawa dingin, sekali loncatan, ia melayang
kehadapannya. "Eeeei. . . si kurus Bay-kut, apa maksudmu datang
kemari?" tegur si Sin Si-poa sambil melirik sekejap kearah
Pek Thian Ki. "Cari kau orang!"
"Mau apa" ooouw. . . mau meramalkan nasibmu?"
Pek Thian Ki mendengus dingin.
"Sin Si-poa, kau jangan berlagak pilon lagi, aku mau
bertanya kepadamu, macam apakah manusia yang bernama
'Sam Ciat Sin Cun' itu" Apa hubungannya antara dia
dengan aku orang?" "Bagaimana aku bisa tahu?"
"Jadi kau tidak suka berbicara terus terang?"
"Aku tidak tahu tentang urusan ini, Kau suruh aku
menjawab secara bagaimana?"
"Jikalau kau orang tidak suka bicara terus terang, aku
segera akan berlaku tidak sungkan-sungkan lagi terhadap
dirimu." teriak sang perjaka dengan air muka berubah
Dendam Iblis Seribu Wajah 10 Pendekar Super Sakti Serial Bu Kek Siansu 7 Karya Kho Ping Hoo Ksatria Negeri Salju 6

Cari Blog Ini