Ceritasilat Novel Online

Pangeran Perkasa 12

Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D Bagian 12


Atas perubahan ilmu pedang yang begitu hebat dari Cu Siau hong, Ki Beng terdesak hebat dan mundur berulang kali, jurus serangannya pun menjadi kacau balau.
Sebaliknya Sik Tiong Giok yang melihat kejadian tersebut segera berpikir dengan perasaan kaget :
"Hey, sejak kapan budak ini mempelajari ilmu pedang Ciu hong lok yap kiam hoat" Jangan-jangan dia bukan Cu Siau hong" Tapi Li Peng adalah Cu Siau hong" Atau mungkin dia memang mempunyai dua nama?"
Sementara dia masih termenung, Ki Beng di tengah arena sudah dibuat terdesak hebat dan kalang kabut tak karuan, sedang serangan yang dilancarkan Cu Siau hong makin lama semakin bertambah gencar.
Berada dalam keadaan begini dia tak sempat lagi untuk berpikir panjang, cepat-cepat serunya dengan ilmu menyampaikan suara
: "Ki toako, untuk menghadapi ilmu pedang dari budak tersebut, kau tak boleh cuma berjaga-jaga saja, berusahalah untuk saling berebut menyerang dengannya, akan kubantu dirimu secara diam-diam."
Waktu itu Ki Beng memang sudah tidak tahan, setiap saat ada kemungkinan baginya untuk roboh bermandikan darah,
untunglah di saat yang amat kritis ini suara bisikan tersebut bergema.
Dia kenal sekali dengan suara itu, sadarlah Ki Beng bahwa si Pangeran Serigala langit Sik Tiong Giok telah datang.
Kendatipun dia tak tahu mengapa pangeran tersebut enggan menampakkan diri, namun semangatny toh berkobar kembali, segera dia merubah taktik dan balas melancarkan serangan-serangan yang gencar dan bertubib-tubi.
Benar juga, dengan serangkaian serangan gencarnya itu, situasi yang tidak menguntungkan bisa teratasi malahan diapun dapat mendesak lawannya untuk mau tak mau harus bertahan.
Cu Siau hong menjadi mendongkol sekali, paras mukanya berubah hebat, mendadak ia menarik kembali serangannya sambil melompat mundur sejauh enam tujuh depa.
Sambil tersenyum Ki Beng segera mengejek :
"Hey nona, kenapa ilmu pedangmu begitu jelek?"
"Keparat, hari ini pertarungan tak akan berakhir sebelum salah seorang di antara kita roboh terkapar menjadi mayat," seru Cu Siau hong dengan suara dingin.
Begitu selesai berkata, tiba-tiba saja dia mengayunkan pedangnya sambil melancarkan sebuah tusukan ke tubuh lawan.
Ki Beng tak berani berayal, cepat-cepat dia menciptakan segulung bayangan pedang untuk menangkis ancaman tersebut, lalu dengan menggetarkan bunga-bunga pedang dia melindungi tubuh sendiri.
"Traaaang... traaang..."
Serangkaian bentrokan nyaring segera berkumandang
memecahkan keheningan, cahaya tajam tahu-tahu lenyap dan bayangan manusiapun nampak kembali.
Suasana pertarungan dalam arena saat ini sama sekali telah berubah, jelas sudah bahwa kedua orang itu sama-sama telah mengerahkan segenap tenaga yang dimilikinya.
Ki Beng berdiri dengan napas tersengkal-sengkal, sementara Cu Siau hong dengan berjaga pada pedangnya yang menancap di atas tanah mengatur pula pernapasannya.
Selang beberapa saat kemudian, mendadak Cu Siau hong mengangkat pedangnya lagi sambil berseru :
"Orang she Ki, beranikah kau menyambut sebuah seranganku lagi?"
Ki Beng segera menghimpun tenaga dalamnya lalu menyahut :
"Asalkan nona masih mempunyai kemampuan untuk melanjutkan pertarungan, Ki Beng bersedia menerima seranganmu itu."
"Bagus!" dengus Cu Siau hong.
Dengan menghimpun hawa murninya ke dalam pedangnya,
pelan-pelan dia lancarkan sebuah tusukan ke muka.
Ki Beng sendiripun segera menghimpun semangatnya dengan menggetarkan pedangnya sejajar dada.
Tampaknya saja gerakan yang dilakukan kedua orang itu sangat lamban, padahal berbahaya bukan kepalang, sebab dalam gebrakan ini siapa mati siapa hidup akan segera ketahuan.
Sik Tiong Giok yang bersembunyi di balik kegelapan dapat menyaksikan semua peristiwa ini secara jelas, melihat kedua orang itu sudah bersiap-siap beradu jiwa, ia segera berpikir :
"Bila kubiarkan kedua orang itu bertarung lebih lanjut, salah seorang di antaranya pasti akan mati. Padahal aku tidak berharap mereka berdua terluka atau mati..."
Sementara dia masih berpikir, kedua orang berada di arena sudah mulai menggerakkan tubuh masing-masing untuk
melepaskan serangannya yang paling akhir.
Sik Tiong Giok segera melompat keluar dari tempat
persembunyiannya sambil membentak keras :
"T a h a n !" Secepat kilat dia menerobos lewat dari antara kedua bilah pedang lawan...
T r a a a n g... ! Di tengah dentingan nyaring, dua orang yang sedang bertarung itu tahu-tahu kehilangan kekuatan dan terperosok jatuh ke bawah.
Sementara di tengah arena telah bertambah seseorang, di adalah Pangeran Serigala Sik Tiong Giok.
Serentak para jago dari partai serigala bersama-sama memberi hormat, Ki Beng juga menjura seraya berkata :
"Tecu menjumpai pangeran cilik."
Hanya Cu Siau hong seorang yang jatuh terduduk di atas tanah sambil memandang lawannya dengan pandangan tertegun serta terelalak...
Sik Tiong Giok maju ke depan seraya berkata :
"Nona Cu, masih ingat dengan Sik Tiong Giok?"
Dengan wajah kebingungan Cu Siau hong menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Aku tidak kenal denganmu, dan akupun tidak she Cu!"
"Lantas siapakah kau?"
Mendadak Cu Siau hong melompat bangun lalu sahutnya dingin :
"Memberitahukan kepadamupun tak ada salahnya, aku merupakan salah seorang di antara lima tusuk konde di bawah pimpinan Gi liong kuncu, si gadis suci Li Peng."
"Li Peng," Sik Tiong Giok menjerit kaget, kemudian lanjutnya,
"kau benar-benar adalah Li Peng" Aku justru kemari menolongmu, ayoh cepat ikut aku pergi dari sini."
Seraya berkata ia segera menangkap lengan gadis itu.
Mendadak Li Peng membabat dengan pedangnya sambil
membentak : "Mau apa kau?" "Apakah kau tidak kenal lagi denganku" Aku adalah Pangeran Serigala Sik Tiong Giok?"
"Hmm siapa sih yang kenal dengan lelaki busuk macam kau?"
Selesai berkata ia membalikkan badan dan segera beranjak pergi dari situ.
Serta merta sg menghadang jalan perginya seraya menegur :
"Li Peng, mau kemana kau?"
"Kembali ke telaga Gi liong oh. Ada apa" Kau hendak menyandera diriku?"
Sik Tiong Giok memutar biji matanya berulang kali sambil berpikir, teringat keadaan dari Hong Cu Yu, dia sadar nona inipun bisa jadi sudah terpengaruh oleh obat pembingung sukma.
"Aku tak dapat melepaskannya pergi," demikian pikirnya,
"apalagi maksud kedatanganku memang untuk menolongnya, setelah bertemu masa harus kulepaskan dengan begitu saja?"
Begitu ingatan tersebut melintas lewat, dia segera mendesak ke muka sambil melancarkan totokan untuk menotok tiga buah jalan darah penting di tubuh nona itu.
Pada saat itulah mendadak dari tengah udara berkumandang datang suara pekikan nyaring disusul kemudian tampak sesosok bayangan manusia melayang turun ke atas dan menyambar tubuh Li Peng yang tergeletak di tanah.
Kemudian setelah melirik sekejap ke arah Sik Tiong Giok, tegurnya dingin :
"Siapa kau" Besar nyalimu, berani melukai orang-orang Gi liong oh kami."
Sik Tiong Giok merasakan segulung angin berbau harum berkelebat lewat, sementara dia masih tertegun, orang itu sudah melayang turun di hadapannya.
Apa yang kemudian terlihat kontan saja membuat hatinya amat terperanjat.
"Ternyata orang yang berada di hadapannya adalah seorang nona berbaju merah yang berwajah mirip sekali dengan Li Peng malah kalau tidak bisa dibilang bagaikan pinang dibelah dua.
Gadis itu segera mendengus setelah melihat Sik Tiong Giok tertegun, kembali tegurnya :
"Hey, sudah kau dengar belum pertanyaanku itu?"
"Aaaah... apa yang kau tanyakan?" Sik Tiong Giok masih tertegun.
"Anak muda tolol, aku bertanya siapakah kau?"
"Pangeran Serigala Sik Tiong Giok!"
"Oooooh, jadi kau yang bernama Pangeran Serigala," seru nona itu kaget, "cepat amat kedatanganmu, tentunya kau sudah menerima surat kami bukan?"
"Betul, dan siapa pula namamu?"
"Aku bernama Li Peng!"
"Apa" Kau pun bernama Li Peng?"
"Benar, kami kakak beradik lima orang semuanya bernama Li Peng dan wajah kamipun mirip sekali satu sama lainnya."
Sik Tiong Giok semakin terkejut lagi, tanpa terasa dia berpikir :
"Walaupun di dunia ini banyak terdapat orang yang berwajah mirip dan bernama sama, tetapi kalau sekaligus ada lima enam orang yang berwajah sama, ini baru aneh namanya, apalagi Huan Li ji pun berwajah mirip sekali dengan mereka?"
Ketika Li Peng melihat Sik Tiong Giok hanya membungkam diri, sambil tertawa segera katanya lagi :
"Apakah kau tidak percaya?"
Mendadak ia mengulapkan tangannya, mendadak dari balik pepohonan muncul lagi tiga orang nona berbaju merah yang berdandan maupun berwajah serupa antara yang satu dengan lainnya.
Untuk beberapa saat lamanya Pangeran Serigala Sik Tiong Giok merasa pandangan matanya berkunang-kunang, ia tak bisa membedakan lagi satu dengan lainnya.
Dalam pada itu si Gadis cantik Li Peng telah menepuk bebas jalan darah si gadis suci Li Peng, kemudian katanya lagi sambil tertawa merdu :
"Nah, pangeran cilik, coba kau lihat, bukankah kami kakak beradik mempunyai wajah yang serupa?"
Dengan wajah termangu-mangu Sik Tiong Giok mengangguk :
"Ya, kalian memang berwajah serupa, tapi bukankah kalian telah menculik seseorang yang juga bernama Li Peng" Berada dimanakah dia sekarang?"
"Kini dia berada di telaga Gi Liong oh, bila kau memang merasa mampu, tidak ada salahnya untuk menjenguk kesana."
Padahal di antara kita tak pernah terikat dendam sakit hati apapun juga, mengapa kau selalu mencari gara-gara denganku?"
"Terus terang saja tuan putri kami berniat mengumpulkan dua belas orang tusuk konde emas yang harus memiliki wajah yang mirip dengan kami, itulah sebabnya Li Peng mu itu terpilih, aku rasa kau tak akan bisa membawanya pulang."
Mendadak si gadis mungil Li Peng menyela :
"Satu hal ingin kusampaikan pula kepadamu, orang she Huan yang berhasil kami tangkap di Goan kang belum lama berselang, kebetulan sekali berwajah mirip pula dengan kami."
"Apa" Jadi kalian pun telah menangkapnya?"
"Bukankah sudah kukatakan padamu, tuan putri kami membutuhkan dua belas orang yang berwajah mirip untuk dijadikan dua belas orang tusuk konde emas, dan sekarang baru mendapatkan tujuh orang."
"Aku rasa selama hidup harapan kalian itu tak akan tercapai, mana ada orang yang berwajah mirip dalam jumlah sebanyak itu?"
"Itu sih tidak menjadi soal, andaikata memang tak bisa terkumpul, kami pun mempunyai seorang suhu ahli rias, dia bisa merias seseorang yang berwajah beda menjadi berwajah mirip."
Sik Tiong Giok mendengus.
"Tolong tanya bagaimana pula rencana kalian dengan orang she Hong yang telah kalian tangkap itu?" tanyanya.
"Kau maksudkan si Hoa tou bertangan racun Hong Cu Yu" Tentu saja kami membutuhkanilmu pengobatan yang dimilikinya."
"Bagaimana pula dengan Hong Kai im serta Bun Un...?"
"Kau masih lupa menyebutkan seorang lagi yakni Ki soat ji, mereka termasuk dalam urutan tusuk konde emas dan di dalam waktu singkat paras muka mereka akan dirubah...."
Belum habis perkataan itu diucapkan, Sik Tiong Giok sudah mengumpat dengan marah.
"Bagus sekali perbuatan kalian, hmmm! Selama Sik Tiong Giok masih hidup di dunia ini, aku tak akan membiarkan perbuatan gila kalian itu terwujud."
Li Peng segera tertawa terkekeh-kekeh.
"Kau jangan mendongkol dulu; tiga bulan kemudian dari tepi telaga Gi liong oh bakal muncul dua belas orang Pangeran Serigala, nah sampai waktunya kau sendiripun tanggung tak bisa membedakan."
"Benar-benar suatu siasat keji, hari ini kalian mesti ditahan lebih dulu," seru Sik Tiong Giok marah.
"Aku kuatir kau justru tak memiliki kemampuan semacam itu,"
ejek Li Peng tertawa, "ayoh berangkat!"
Mendadak dia mengayunkan sebuah benda ke depan yang segera meledak keras.
Begitu ledakan terjadi, asap putih yang amat tebal segera menyambar kemana-mana membuat bayangan manusia disitu sama sekali tak nampak lagi.
Sik Tiong Giok menjadi teramat gusar, sambil membentak dia segera menerobos kabut tebal itu untuk melakukan pengejaran.
Dari kejauhan sana lamat-lamat dia seperti medengar Ki Beng berteriak keras :
"Pangeran cilik... pangeran cilik..."
Tapi waktu itu Sik Tiong Giok benar-benar sudah naik darah, sekalipun ia dengar teriakan tersebut namun sama sekali tidak digubris, malah dia semakin mempercepat langkahnya untuk melakukan pengejaran.
Ketika fajar mulai menyingsing jejak kelima orang gadis itu sudah tak nampak lagi sementara ia sendiri sudah tiba di depan sebuah lembah.
Di depan situ terbentang sebuah tanah lapang seluas beberapa puluh bau yang ditumbuhi rumput hijau, pemandangan di sekitar sana indah menawan hati, hanya sayang Sik Tiong Giok sama sekali tak berminat untuk menikmatinya.
Mendadak dari balik hutan lebih kurang sepuluh kaki di depan sana terlihat ada bayangan manusia melintas.
Sik Tiong Giok mengumpat :
"Hmmm, permainan setan kalian tak lebih cuma begitu. Akan kulihat kalian lima siluman perempuan bisa kabur kemana?"
Berpikir sampai disitu ia segera mengejar lebih lanjut, dalam tiga lima kaki lompatan saja di sudah mencapai tepi hutan, kemudian bentaknya lagi :
"Siluman perempuan, jangan kabur kalian, Sik Tiong Giok telah datanga!"
Sambil membentak dia langsung menerjang ke muka dengan jurus rajawali sakti menerkam kelinci.
Mendadak terdengar seseorang berseru nyaring :
"Engkoh Sik, rupanya kau!"
Mendengar seruan mana, cepat-cepat Sik Tiong Giok
menghentikan gerakannya dan merubah jurus 'rajawali sakti menerkam kelinci' menjadi jurus 'bangau berdiri mematuk ular', dengan ringannya dia melayang turun ke atas tanah.
Apa yang kemudian dilihatnya segera membuat hatinya terkejut.
Ternyata orang yang berada di hadapannya adalah Siu Cing dan Sim Cui, hanya kedua orang itu nampak kuyub serta basah bermandikan keringat, waktu itu mereka sedang menggotong tandu di atas tandu berbaring seseorang yang sudah payah keadaannya.
Setelah berhasil menenangkan hatinya, Sik Tiong Giok baru menegur pelan :
"Saudara Siu, kenapa kalian sampai disini" Siapa yang kalian gotong itu?"
Siu Cing segera menghela napas panjang.
"Aaai, engkoh Sik jangan disinggung lagi, hari ini aku si Kalajengking kecil benar-benar sudah ketemu rajawali bermata emas."
"Sebenarnya apa sih yang terjadi?"
"Waktu itu kami sedang menuju ke San kang ko, di tengah jalan tiba-tiba bertemu si bocoh tolol she Poo itu, siapa tahu dia sudah berubah pikiran dan sama sekali tidak kenal dengan siapa saja, mending kalau dia tidak membalas sapaan kami bahkan dia menendang kami sampai terguling-guling."
"Lantas siapa yang kau gotong itu?"
"Agaknya semua kejadian sial terjatuh ke tanganku seorang, baru saja berjalan setengah jalan, kami telah bertemu dengan raja setan berkepala botak, dia bilang sudah hampir mati, dan katanya sebelum mati ingin bertemu dulu denganmu terpaksa kami pun menggotongnya kemari."
"Untung saja Lo Thian ya masih punya perasaan sehingga mempertemukan kita disini," sambung Sim Cui pula, "kalau tidak, kami pun tak tahu harus kemana untuk mencari."
Sik Tiong Giok makin terkejut setelah mendengar laporan itu segera pikirnya :
"Jangan-jangan ketujuh iblis pun sudah terkena musibah."
Belum habis dia berpikir, si raja setan berkepala botak telah mengangkat kepalanya dan berkata dengan napas tersengal-sengal :
"Habis sudah riwayat kami, lima puluh orang anak murid kami di kota Ci shia serta ke-enam saudara ku telah dimakan semua oleh siluman iblis, pangeran cilik kau harus membalaskan dendam buat kami semua."
Setelah dihadapkan dengan peristiwa demi peristiwa yang datang secara bertubi-tubi, Sik Tiong Giok yang dikenal karena cerdik dan banyak akal pun sempat dibuat gelagapan setengah mati dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Apalagi setelah mendengar laporan dari si Raja setan kepala botak yang mengatakan ke lima puluh orang muridnya lenyap dimakaniblis, iblis apakah yang begitu besar lambungnya sampai lima enam puluh orang dilalap semuanya?"
Untuk sesaat Sik Tiong Giok tertegun dan berdiri melongo saking kagetnya, lama kemudian dia baru menghela napas seraya berkata :
"Aku rasa semua peristiwa ini tentu hasil karya dari orang-orang Gi Liong oh."
"Pangeran cilik, jadi kau... kaupun tahu tentang Gi Liong oh?"
seru Raja setan kepala botak keheranan, "kami memang mendapat musibah disana."
"Aku sendiripun baru dua hari belakangan ini mengetahui tentang nama tersebut, tapi belum pernah bertemu secara langsung, sebenarnya siluman macam apakah yang telah kalian jumpai?"
Raja setan kepala botak mengatur pernapasan lebih dulu, kemudian baru menceritakan kisah pengalamannnya yang mengerikan.
Rupanya tujuh iblis setelah berangkat meninggalkan Ci sui ho dengan disertai anak buahnya, merasa sangat tak puas dengan Pangeran Serigala karena dibuat tak berkutik oleh lencana tujuh iblis yang terjatuh ke tangan pemuda tersebut.
Maka merekapun berunding untuk segera berangkat ke bukit Pay lau san serta mengatur persiapan sambil berusaha menunggu kesempatan baik untuk menangkap si kelabang langit.
Asalkan kelabang langit diperoleh dan ilm sakti berhasil dipelajari, tentu mereka bisa malang melintang dalam dunia persilatan tanpa harus takut dengan Pangeran Serigala lagi.
Begitu keputusan diambil, merekapun segera memotong jalan untuk berangkat menuju ke bukit Pay lau san.
Menurut keterangan penduduk pribumi disitu, dikatakan ada sebuah jalan potong yang bisa mempersingkat jarak perjalan selama dua tiga hari dengan melewati Siu pi ciong dan telaga Gi Liong oh.
Tapi menurut penuturan penduduk suku Biau disitu, katanya di tengah telaga Gi Liong oh terdapat seekor naga yang sudah banyak melukai jiwa manusia
Sebagai jago-jago silat yang berpengalaman luas, tentu sjaa cerita tahayul semacam itu tak digubris, maka berangkatlah mereka menembusi jalan setapak melalui Siu pi ciong menuju ke telaga Gi Liong oh.
Perjalanan yang mereka tempuh memang merupakan daerah yang terpencil serta jarang dilalui manusia, hanya ada satu hal yang aneh yaitu tak seekor binatang atau burung pun yang kelihatan di sekitar sana.
Thian mo longcu atau budak sakti iblis langit Ang Cun yang terkenal dengan kecerdikannya segera menjadi curiga setelah melihat peristiwa itu, cepat-cepat dia berkata kepada sema orang
: "Aku rasa keadaan disini memang kurang beres, mau tak mau kita harus mempercayai cerita tahayul itu, siapa tahu kalau di sekitar sini memang benar-benar terdapat naga?"
Pat Huang Sin Mo yang mendengar perkataan ini segera berseru sambil tertawa :
"Losam, mengapa si nyalimu makin lama semakin kecil, perduli amat dengan naga atau makhluk aneh, memangnya kita mesti merasa takut?"
"Kalau makhluk itu tidak menakutkan, mengapa dalam hutan ini tak nampak seekor binatang atau seekor burung pun?"
"Jadi menurut anggapanmu dalam telaga Gi Liong oh benar-benar ada naganya?" seru Pat Huang Sin Mo.
"Menurut penuturan dari suku Biau," kata Thian mo tongcu Ang Cun kemudian, "jauh sebelumitu disini memang sering kali muncul makhluk aneh berbentuk naga, itulah sebabnya tempat ini dinamakan telaga 'Gi Liong oh', siapa tahu kalau makhluk tersebut memang benar-benar bercokol disana?"
"Yaa, akupun merasakan sesuatu yang tak beres," sela stkb,
"sepanjang perjalanan sampai disini, tidak seekor harimau atau binatang buaspun yang kujumpai, bahkan binatang kecilpun tidak ada yang nampak."
Setelah mendengar perkataan itu, maka semua orang pun segera meningkatkan kewaspadaan masing-masing.
Tak lama kemudian mereka sudah melewati tanah berbukit-bukit dan tiba di sebuah mulut lembah.
Lembah tersebut penuh dengan tebing yang terjal serta pepohonan yang besar dan lebat, sekilat pandangan saja cukup mendatangkan suasana yang menyeramkan."
Han biau sian koh Lu Yong pun menjadi tertegun setelah menyaksikan suasana disitu, kepada Raja setan kepala botak segera katanya :
"Toako, aku rasa lembah ini bukan tempat yang aman, bagaimana kalau kita mencari jalan berputar saja?"
Hua sin mo li Thi Cu segera menimbrung :
"Cici, apakah kau menjadi takut" Padahal banyak tebing dan lembah sudah kita lewati, kenapa kali ini kau nampak amat ketakutan...?"
"Ji moay memang tak bisa merubah sifat tergesa-gesanya," sela Raja setan kepala botak sambil tertawa, "andaikata kita tak pernah mendengar tentang makhluk aneh seperti naga, apa pula yang mesti kita takuti?"
"Betul," seru Han biau sian koh cepat, "alangkah baiknya kalau kita dapat bertindak lebih hati-hati."
Maka Thian mo tongcu pun berseru :
"Lebih baik kita utus dua orang untuk melakukan pemeriksaan lebih dulu kemudian baru memutuskan tindakan selanjutnya."
Dua orang anggot Mo hu segera diirim ke dalam lembah untuk melakukan pemeriksaan tak lama kemudian mereka muncul kembali sambil melaporkan :
"Situasi dalam lembah aman, tanahnya luas dan penuh dengan pohon siong di bagian luar, tapi setelah menembusi hutan berupa sebuah tebing yang berbatu luas, tecu sudah memeriksa di sekitar sepuluh li lebih tanpa menemukan dasarnya, mungkin tempat ini berupa selat yang tembus sampai ke tebing lain."
"Apakah ditemukan sesuatu yang mencurigakan?" tanya Thian mo tongcu lagi.
"Disitu tidak terlihat sesuatu apapun, bahkan burungpun tak nampak."
Thian mo tongcu segera termenun sejenak, kemudian baru ujarnya kepada Raja setan kepala botak :
"Toako, aku bermaksud meninggalkan semua anggota di luar lembah sedang kita masuk melihat-lihat, bagaimana menurut pendapatmu?"
"Baik!" jawab Raja setan kepala botak.
Ia segera menerobos masuk ke dalam lembah itu lebih dulu disusul keenam iblis lainnya di belakang.
Berapa kaki setelah memasuki lembah berupa sebuah hutan pohon cemara yang lebat, ranting bertumpang tindih sehingga sukar untuk dilewati.
Tiba-tiba satu ingatan melintas di dalam benak Thian mo tongcu, segera pikirnya :
"Membiarkan kelima puluh orang anggot Mo hu menunggu di luar lembahpun bukan suatu tindakan yang benar, apa salahnya kalau suruh mereka mengikuti saja di belakang sehingga kalau sampai terjadi suatu ada yang akan membantu?"
Karena pendapat tersebut maka diapun segera mengulapkan tangannya memerintahkan kelima puluh orang anggota Mo hu itu mengikutina masuk ke dalam lembah.
Pohon cemara yang tumbuh disana memang lebat sekali, ditambah lagi senja sudah menjelang tiba, membuat suasana di sana menjadi remang-remang.
Tumpukan daun kering yang rontok ke atas tanah bertumpuk-tumpuk amat tebal dan menimbulkan bau busuk yang menusuk hidung.
Dengan susah payah rombongan tersebut menembus hutan cemara itu sebelum akhirnya tiba di hutan batu.
Sejauh mata memandang, lembah itu hanya dipenuhi dengan aneka macam batuan yang tinggi rendah tak menentu tersebar dimana-mana, sebagian besar batuan disitu telah dilapisi dengan lumut yang tebal.
Dengan susah payah pula hutan batu ini berhasil dilalui, kini di depan mata terpentang sebuah sungai dengan air yang deras.
Baru saja tujuh iblis hendak menyeberang sungai tadi, si telapak darah pengusik langit Lu Ma yang berpegangan pada sebuah batuan mendadak merasa tangannya memeganga suatu cairan lembek yang baunya busuk sekali, saking kagetnya ia segera berteriak :
"Aaaah...!" "Lo liok, apa yang telah kau temukan?" cepat-cepat Thian mo tongcu bertanya.
"Coba kau lihat cairan apakah ini?"
Dengan seksama Thian mo tongcu memperhatikan sekejap cairan yang menodai tangan telapak darah pengusik langit, kemudian ujarnya :
"Kemungkinan sekali benda itu adalah cairan racun dari bangsa ular, cepat cuci sampai bersih, hati-hati jangan sampai keracunan."
Mendengar itu Telapak darah pengusik langit Lu Ma segera mencuci bersih tangannya lalu mengejar rombongan lainnya.
Makin ke dalam, batuan makin berkurang, aliran selokan berubah menjadi sungai yang mengalir bersih.
Dengan menelusuri sungai itu mereka berjalan lagi sekian waktu sebelum akhirnya perjalanan itu terhadang oleh sebuah tebing, tampaknya mereka telah tiba di dasar lembah.
Thian mo tongcu segera maju ke kaki bukit untuk melakukan pemeriksaan, ternyata di bawah bukit itu merupakan sumber mata air di antara dindingnya terdapat sebuah gua yang mirip dengan sebuah pintu.
Walaupun mulut gua itu hanya selebar dua tiga kaki, namun nampak amat rahasia letaknya dan sukar diukur berapa dalamnya, bau busuk yang sangat amis serta desingan angin yang dingin membuat suasana disitu terasa mengerikan.
Di sisi kiri mau pun kanan gua merupakan tebing-tebing curam yang menjulang ke angkasa, disitu tiada jalan lain lagi.
Dalam pada itu matahari sudah tenggelam, suasana dalam lembah pun menjadi gelap dan pemandangan di sekitar situ mulai sukar untuk dibedakan lagi."
Memandang mulut gua itu, Thian mo tongcu segera berpikir :
"Kini langit sudah gelap dan jika masuk ke dalam gua itu dan berjumpa dengan makhluk aneh, pasti akan sulit untuk menghadapinya... tapi kalau tak berhasil menemukan jalan keluarnya, bukankah kami semua akan terkurung disini...?"
Berpikir begitu, diapun bermaksud merundingkan persoalan ini dengan si Raja setan kepala botak sekalian.
Tapi di saat dia berpaling inilah, tampak olehnya si Raja setan kepala botak sekalian sedang berjalan mondar mandir di bawah beberapa batang pohon besar di tepi selatan jeram, seakan-akan sedang mencari sesuatu.
Timbul rasa dalam hati Thian mo tongcu setelah menyaksikan kejadian ini, cepat-cepat dia menyusul kesana.
Di saat tubuhnya sedang melewati mulut gua dan kebetulan menengok ke dalam sekejap, mendadak terasa olehnya ada beberapa cahaya bintang yang memancar keluar dari gua tersebut, karena heran ia segera menghentikan langkahnya.
Dengan seksama penemuannya itu diperiksa sekali lagi, ternyata cahaya bintang yang berkedip itu sedang bergerak naik turun tiada hentinya bahkan makin lama berkembang makin luas, agaknya sedang mengembang ke arah mulut gua, malah secara lamat-lamat dia pun menangkap suara dengusan napas.
Peristiwa ini kontan saja mengejutkan Thian mo tongcu, tanpa terasa teriaknya :
"Aduh celaka, kita telah memasuki sarang dari ular besar."
Sambil berseru dengan sekuat tenaga dia melompat ke lain sisi tebing dan berlarian menuju ke sisi Raja setan kepala botak, serunya dengan gugup :
"Toako, di dalam gua itu bersembunyi sejumlah harimau ganas, rupana merasa dibikin terkejut sehingga berbondong menerjang keluar.
"Benarkah begitu?" kata Pat Huang Sin Mo, "kalau begitu kita harus cepat-cepat bersedia untuk menghadapi mereka, lebih baik sumbat mulut guanya, lalu kita bunuh setiap harimau yang keluar, apa sih yang kita takuti?"
"Betul!" dukung Ang lou hujin sambil mempersiapkan toyanya,
"mari kita bertindak cepat, jangan sampai mereka menerjang keluar lebih dulu, bakal kerepotan jadinya, apalagi hari sudah gelap, salah-salah jiwa kita bakal terancam."
Sambil berkata dia lantas memberi tanda dan memimpin kawanan iblis tersebut untuk menyumbat gua.
Mendadak Thian mo tongcu menghalangi perjalanannya sambil berkata :
"Sa moay, kau tak usah gugup, dengarkan dulu perkataanku..."
"Harimau-harimau itu sudah hampir keluar dari gua, apalagi yang mesti dibicarakan?"
"Menyumbat gua bukan tindakan yang tepat, lagi pula harimau-harimau itupun belum tentu takut mati, andaikata mereka menyerang secara bergerombol, bukankah kita bakal berabe"
Lebih baik kita bagi semua anggot menjadi lima rombongan serta bersembunyi untuk sementara waktu di atas pohon, bila ada kesempatan kita bidik saja dengan senjata-senjata rahasia, aku rasa cara ini jauhlebih baik."
Raja setan kepala botak segera manggut-manggut :
Maka dia pun memerintahkan ke lima puluh anggota Mo kiong itu agar naik semua ke atas pohon.
Tapi biarpun orangnya bisa naik pohon, beberapa ekor keledai pengangkut rangsum justru tak mungkin naik ke pohon, maka mereka pun disembunyikan dalam beberapa lubang pohon.
Ketika persiapan sudah selesai, rombangan harimau ganas yang ditunggu ternyata belum nampak juga.
Kini semua orang sudah berada di atas pohon kecuali Thian mo tongcu seorang tetap berada di bawah sambil mengawasi situasi di sekelilingnya dan termenung dengan keheranan.
"Andaikata makhluk yang berada dalam gua itu cuma binatang buas sebangsa harimau, urusan lebih mudah diatasi, takutnya kalau binatang itu adalah makhluk aneh yang menghebohkan, siluman naga... bisa berabe..."
Sementara dia masih berpikir, mendadak terdengar Raja setan kepala botak berseru :
"Losam, cepat naik ke atas pohon."
Bagaikan baru sadar dari lamunan, Thian mo tongcu bersiap-siap hendak melompat naik ke pohon.
Siapa tahu kakinya baru diangkat, ia sudah tersandung sebuah batu besar sehingga hampir saja terjerembab, ketika diperiksa lagi dengan seksama, dia pun berseru kaget :
"Aaaaah, sungguh aneh!"
Kalau tadi ia tak sempat memeriksa keadaan di sekitar sana karena suasan dalam lembah gelap gulita dan lagi dilapisi kabut tipis, maka setelah tersandung batu, ia baru memeriksa dengan seksama.


Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dan saat itulah ia baru menemukan begitu banyak batuan yang berada di tanah kosong itu, semuanya berupa batu granit alam yang diatur secara rapi sekali.
Semakin dilihat Thian mo tongcu merasa makin keheranan, tanpa terasa pikirnya lagi :
"Mungkinkah selain terdapat makhluk aneh dan binatang buas, disinipun terdapat manusia" Tapi mungkinkah itu...?"
Sementara dia masih termenung, dari dalam gua sudah
terdengar suara auman yang amat keras sehingga menggetarkan seluruh permukaan bumi.
Dalam waktu singkat angin kencang berhembus lewat
menerbangkan pasir dan debu, begitu kuatnya hembusan angin tersebut sampai untuk berdiripun tak mampu.
Berada dalam keadaan seperti ini biarpun Thian mo tongcu bernyali besar dan berilmu silat tinggi pun tak berani berdiam lebih lama lagi, cepat-cepat dia membalikkan tubuhnya lalu melompat naik ke atas pohon dengan gerakan musim kering mencabut rumput.
Menanti ia sudah berada di pohon serta menengok kembali ke bawah, kontan saja iblis ini dibikin terperana saking kagetnya.
Ternyata dari dalam gua telah muncul tujuh delapan ekor harimau ganas yang rata-rata bertubuh sebesar kerbau.
Rombongan macam itu langsung menuju ke arah tebing sebelah atas dengan menyeberangi sungai, suara percikan air menambah seramnya keadaan waktu itu.
Sebenarnya mereka yang bersembunyi di atas pohon tak akan terancam jiwanya asal tak bersuara.
Tapi beberapa ekor keledai yang disembunyikan dalam lubang pohon itu menjadi panik dan meringkik tiada hentinya setelah mendengar auman harimau yang menyeramkan itu.
Tak bisa dihindari lagi serentak binatang-binatang itu menerjang keluar dari tempat persembunyiannya dan melarikan diri ke dalam hutan.
Harimau-harimau ganas itu menjadi makin berang, apalagi melihat ada makanan lezat melintas di hadapannya, diiringi suara auman keras mereka segera mengejar dari belakang.
Menyaksikan kejadian ini, meski ke tujuh iblis itu merasa terkejut namun tak seorang pun yang mampu berkutik, apalagi hari sudah gelap, panah yang mereka siapkan sma sekali tak berguna lagi.
Selang beberapa saat kemudian, rombongan harimau ganas itu telah muncul kembali, ternyata beberapa ekor keledai itu tak satupun yang berhasil melarikandiri, semunya kena terseret kembali.
Hanya anehnya, setelah menyeret kembali keledai-keledai itu serta mengumpulkannya di tengah lapangan, ketujuh delapan ekor harimau itu tidak melahapnya, tapi cuma mengawasi dengan mata melotot besar :
Saat itulah, tiga ekor harimau di antaranya membalikkan badan dan berjalan masuk kembali ke dalam gua.
Raja setan kepala botak yang menjumpai adegan ini menjadi keheranan, pikirnya kemudian :
"Mungkinkah kawanan harimau ini mempunyai raja harimau"
Atau mungkin juga masih terdapat makhluk lainnya..." Atau jangan-jangan di dalam gua itu terdapat makhluk aneh yang menghebohkan...?"
Belum habis ingatan tersebut melintas, dari balik gua telah muncul cahaya api yang menerangi seluruh mulut gua itu.
Bahkan terdengar pula suara gemericikan yang sangat ramai, seolah-olah ada banyak langkah kaki yang berat sedang berjalan melalui permukaan air.
Sekali lagi Raja setan kepala botak berpikir dengan keheranan :
"Jangan-jangan orang itu adalah manusia aneh yang mampu mengendalikan binatang-binatang tersebut" Tapi rasanya belum pernah kudengar ada manusia semacam ini di dalam dunia persilatan."
Belum habis pikiran itu melintas, ketiga ekor harimau yang masuk ke dalam gua tadi kini sudah muncul kembali.
Lalu terlihatlah cahaya api yang makin lama semakin terang, menyusul kemudian muncul dua makhluk aneh yang tinggi besar, berjalan seperti manusia biasa tapi seluruh badannya berbulu panjang, bulu itu berwarna emas dengan rambut di atas kepalanya terurai ke pundak.
Hidungnya nampak pesek dengan bibir yang tebal, gigi taringnya mencuat keluar, matanya besar, sementara lengannya panjang lagi kasar, ia memilikir ekor yang pendek.
Betapa pun luasnya pengetahuan yang dimiliki tujuh iblis, untuk sesaat tertegun juga mereka setelah menjumpai dua makhluk aneh manusia bukan manusia, gorila bukan gorila ini.
Kedua makhluk aneh itu masing-masing membawa sebuah obor yang memercikkan cahaya api yang besar, ketika terhembus angin segera memperdengarkan suara yang nyaring.
Satu di antara mereka segera menancapkan obornya di atas dinding gua, sedangkan yang lain segera menyeberangi air menuju ke daratan.
Dengan kehadiran dua makhluk aneh tadi, dari balik gua kembali terdengar suara langkah kaki yang ramai, menyusul kemudian muncul serombongan makhluk aneh yang bentuknya sama, mereka semua memanggul senjata yang besar dan berat, sementara makhluk yang paling akhir membawa sebuah kuali besi yang besar sekali.
Kuali itu paling tidak beratnya mencapai delapan ratus kati, namun makhluk itu membawanya secara mudah tanpa
membuang banyak tenaga. Di bawah bimbingan cahaya api inilah kawanan makhluk aneh itu bersama-sama menyeberangi sungai menuju ke arah tanah kosong di seberang.
Agaknya rombongan harimau ganas itu takut sekali terhadap kawanan makhluk aneh itu, seperti kucing-kucing yang jinak mereka mengikuti di samping mereka sambil mengibas-ngibaskan ekornya, sehingga mengenaskan sekali keadaannya.
Tatkala makhluk aneh itu mengayunkan cakarnya yang panjang sembari berpekik rendah, kawanan harimau ganas itu serentak sipat ekor dan menyingkir jauh-jauh, namun merekapun tak berani meninggalkan tempat tersebut, boleh dibilang
kewibawaannya sebagai raja hutan sama sekali telah hilang.
Dalam waktu itu kawanan makhluk aneh itu telah menancapkan obor-obor tersebut di atas di sepanjang sungai dan meletakkan kuali besi di atas batu besar.
Kemudian merekapun mengerubungi keledai-keledai yang tergeletak di atas tanah itu sambil tertawa seram, sehingga kelihtan gigi-gigi taringnya yang panjang.
Suara tertawa mereka sangat menakutkan, karena tak akan terdengar di antara manusia dan tak akan ditemukan pula di antara binatang.
Kalau dibilang sedang tertawa pun sebenarnya tidak, sebab lebih mirip dengan suara lolongan.
Ketika ke delapan makhluk aneh itu melolong bersama, suara yang ditimbulkan segera menggetarkan seluruh rimba, apalagi di tengah malam buta begini, siapa saja yang mendengar suara tersebut niscaya akan dibuat ketakutan dan ngeri.
Ke tujuh orang iblis terhitung gembong-gembong iblis yang membunuh orang tanpa berkedip dalam dunia persilatan, saat inipun dibuat ketakutan setengah mati sampai mandi keringat dingin.
Jangan lagi bergerak, menghembuskan napas dinginpun tak berani, mereka cuma bisa menyaksikan semuanya itu dengan mata melotot.
Setelah tertawa keras beberapa saat, kawanan makhluk aneh itu mulai turun tangan mencabik-cabik keledai tersebut, dan dalam waktu yang singkat percikan darah segar telah berhamburan kemana-mana.
Ke enam keledai itu segera tercabik jadi beberapa potong masing-masing mencomot segumpal daging segar itu dan segera dimakan dengan lahapnya.
Sementara itu kawanan harimau ganas itu hanya mengawasi dari kejauhan sambil menahan air liur, mereka tidak berani meraung, tak berani pula bergerak, mengenaskan sekali keadaannya.
Tak sampai setengah jam kemudian ke enam ekor keledai itu sudah habis dimakan kawanan makhluk aneh tersebut, sedang kawanan harimau ganas itu hanya kebagian isi perutnya saja, namun binatang-binatang itu justru makan dengan tenang sekali.
Selesai bersantap, makhluk aneh itu mulai berkumpul dan kasak kusuk seakan-akan merundingkan sesuatu.
Mendadak mereka mendongakkan kepalanya memandang
keadaan cuaca, lalu dengan tergopoh-gopoh lari masuk ke dalam gua.
Tak selang sesaat kemudian mereka muncul kembali dengan masing-masing menggotong benda yang nampaknya berat sekali, lalu ditumpukkan di bawah pohon dekat sungai.
Ke delapan makhluk aneh itu segera turun tangan bersama-sama memindahkan kuali besar itu ke lapangan kosong lalu diganjal dengan batu besar dan menyulut api di bawahnya.
Kemudian beberapa makhluk aneh itu memindahkan barang-barang yang semula ditaruh di bawah pohon ke sisi kuali, dan memasukkan sesuatu benda ke dalam kuali.
Api yang berkobat di bawah kuali makin lama semakin bertambah besar sampai akhirnya seluruh angkasa jadi merah membara.
Ketika uap panas sudah mulai mengepul, merekapun buru-buru memasukkan senjata sebangsa garpu yang semula diletakkan di sisi kuali itu ke dalam api.
Tampaknya cairan yang berada dalam kuali itu adalah sebangsa minyak-minyakan, ketika angin berhembus lewat, terenduslah bau harum yang semerbak.
Pada saat inilah satu makhluk aneh itu memasukkan sesuatu benda ke dalam kuali.
Seketika itu juga bunyi minyak yang mendidih bergema sangat keras, bau harum semerbak pun memencar ke seluruh lembah itu.
Tindak-tanduk dari makhluk aneh itu sangat mencekam hati ke tujuh iblis itu, mereka tidak mengira setelah habis makan daging keledai tadi, kawanan makhluk aneh tersebut kembali
mempersiapkan hidangan lain yang harum baunya.
Namun dugaan mereka itu keliru besar karena sesudah
memasukkan sekantong benda ke dalam minyak, mendadak kawanan makhluk aneh itu kelihatan sangat tegang, serentak mereka melompat bangun dan celingukan ke sekeliling tempat itu dengan mata melotot.
Sementara itu bau minyak mendidih yang harum semerbak sudah menyebar ke seluruh lembah tersebut.
Kayu bakar di bawah kuali segera ditambah sehingga kobaran api pun semakin besar.
Tiba-tiba terjadi angin ribut yang sangat deras, pasir dan debut beterbangan kemana-mana seakan-akan terdapat beribu-ribu orang prajurit yang sedang bergerak menunggang kuda.
Sejak angin ribut melanda, kawanan makhluk aneh itupun membungkam diri dalam seribu bahasa, serentak mereka berjongkok di belakang kuali sambil menambah kayu bakar, tiada hentinya mereka mengawasi senjata garpu dalam api.
Waktu itu ujung garpu yang berada dalam gorengan api telah membara merah menganga.
Kalau dilihat dari begitu banyaknya garpu dalam api tersebut bisa diperkirakan jumlahnya mencapai tujuh delapan puluh batang lebih.
Menyaksikan kejadian ini, ketujuh iblis tersebut menjadi semakin keheranan, mereka tak tahu apa yang sedang diperbuat kawanan makhluk aneh itu, kecurigaan segera menyelimuti perasaan mereka semua.
Ketika angin puyuh telah berhembus lewat, semua jago segera mengendus semacam bau amis yang sangat menusuk
penciuman, begitu baunya membuat orang merasa pusing dan mual.
Thian mo tongcu tak dapat menahan diri lagi ia segera berbisik :
"Aah! Aneh benar, bau apaan ini" Kok begitu tak sedap?"
Belum habis dia berkata, dari atas puncak tebing sebelah sana telah memancar datang dua buah sinar yang aneh sekali.
Agaknya kedua sinar aneh itu membawa pula deruan angin puyuh yang sangat kuat sebab tampak pasir dan debu
beterbangan di kejauhan sana, semua pepohonan nampak bergoncang keras.
Bau busuk yang sangat menusuk hidung pun makin lama makin bertambah tebal.
Ketujuh iblis itu rata-rata adalah jago-jago persilatan yang berilmu silat sangat tinggi, merasa memiliki ketajaman mata yang luar biasa.
Dalam sekilas pandangan saja mereka sudah mengetahui bahwa dari balik puncak tebing darimana sinar tajam itu berasal, telah muncul sebuah kepala yang aneh sekali bentuknya.
Kepala itu besar seperti gentong, kalau dibilang sebagai kepala ular maka di bawah mulutnya terdapat jenggot yang panjang, kalau dibilang dagu justru mempunyai sebuah kaki tunggal kedua sinar tajam tadi tak lain adalah sepasang matanya yang besar sekali bentuknya.
Bergidik hati si Raja setan kepala botak setelah menyaksikan peristiwa ini, segera pikirnya dalam hati :
"Aduh celaka, nampaknya naga yang menghebohkan itu telah muncul kembali."
Sementara dia masih berpikir, bau amis itu makin lama semakin bertambah tebal, kepala naga pun semakin dekat.
Dalam waktu singkat kepala naga itu sudah muncul di atas pohon di seberang sana, sedang tubuhnya yang besar lagi panjang masih melintang di tengah udara bagaikan sebuah jembatan gantung, kulitnya bersisik hijau nampak berkilap menyilaukan mata.
Sementara itu, tujuh iblis yang berada begitu dekat telah melihat dengan jelas kepala aneh yang besar dan menakutkan itu, dari mulutnya yang lebar kelihatan kabut beracun berwarna putih menyembur keluar tiada hentinya, lidah merah membara yang melintas bagai halilintar menambah seramnya makhluk tersebut.
Berada dalam keadaan seperti ini, sekalipun tujuh iblis dikenal sebagai jago-jago nekad yang berayal, saat ini dibuat ketakutan juga sampai mereka tak berani bergerak barang sedikitpun juga.
Tiba-tiba kepala naga itu berpaling dan mengalihkan sorot matanya ke atas sebatang pohon yang tumbuh di dekatnya, menyusul kemudian terdengar jeritan ngeri bergema dari sana.
Sesosok bayangan hitam terpental dari pohon tersebut, lalu secepat panah yang terlepas dari busurnya meluncur masuk ke mulut naga tersebut.
Thian Mo tongcu dapat mengenali bahwa bayangan hitam yang tersedot masuk ke dalam mulut naga itu tak lain adalah seorang anak buahnya. Dalam terkejutnya dia tak sempat berpikir panjang lagi, segera teriaknya keras-keras :
"Lepaskan anak panah..."
Begitu bentakan bergema, panah beracun yang telah disiapkan semenjak tadi segera dibidikkan ke arah naga itu.
Raja setan kepala botak sekalain beserta anak buahnya tak berani berayal lagi, dengan tekad berupaya untuk
menyelamatkan diri serentak mereka turun tangan bersama.
Dalam waktu singkat, anak panah serta berbagai macam senjata rahasia berhamburan ke arah naga tersebut.
Si naga itu sama sekali tak ambil peduli, sembari menggeleng-gelengkan kepalanya ia menyemburkan kabut beracun yang segera menyelimuti seluruh angkasa.
Semua senjata yang tertuju ke arahnya tahu-tahu lenyap dengan begitu saja, setelah masuk ke dalam lapisan kabut putih itu, sama sekali tidak memberi manfaat apapun.
Raja setan kepala botak semakin ketakutan lagi, terutama setelah melihat senjata mereka tak mempan, apalagianak buahnya satu persatu dilalap oleh binatang aneh itu.
Mendadak terdengar lagi beberapa kali jeritan ngeri bergema dari pohon yang berada tak jauh darinya, lalu terlihat sebatang tongkat besi terjatuh dari tengah udara.
Kalau ditinjau dari bentuk senjata itu, kemungkinan besar Ang Lou hujin telah mendapat musibah.
Mendadak terdengar Pat Huang Sin Mo menjerit kaget :
"Hati-hati Jit Moay..."
Belum habis jeritan itu, dari atas pohon kembali terdengar jeritan keras, disusul raungan kalap, agaknyaphs pun sudah mendapat musibah.
Apa yang disaksikan dan didengar oleh Raja setan kepala botak sekarang adalah suatu pemandangan yang betul-betul
menggidikkan hati, jerit-jeritan menyeramkan masih saja berkumandang tiada hentinya.
Akibatnya ia merasakan sepasang kakinya menjadi lemas tak bertenaga, suatu ketika menginjak tempat kosong, tak ampun tubuhnya segera terjatuh dari atas pohon.
Masih untung ia tidak terjatuh ke tanah melainkan tercebur ke dalam air.
Sungai tersebut lebar lagi dalam, begitu terjatuh dia segera berenang untuk berusaha munculkan diri kembali ke atas permukaan air.
Untung saja dia pun mengerti ilmu berenang, sehingga biarpun ia meneguk air sungai tapi pikirnya dapat segera ditenangkan kembali, ia sadar mara bahaya masih mengancam dan yang terpenting sekarang adalah berusaha untuk menyelamatkan diri.
Diam-diam ia berenang ke tepi sungai kemudian
menyembunyikan diri di balik semak belukar, biar begitu toh tak tertahan juga ia berpaling ke tepi seberang.
Kalau tidak melihat musuh mendingan, begitu memandang hatinya semakin bergidik.
Rupanya makhluk-makhluk aneh yang mirip manusia namun bukan manusia itu telah mulai melancarkan serangan.
Tampak mereka berebut mencabut senjata-senjata garpu yang digarang di atas api itu kemudian sambil berteriak keras bersama-sama mendekati kepala naga dan melontarkan senjata garpu yang membara itu ke arah kepala naga itu.
WAKTU itu angin puyuh masih menderu-deru dengan hebatnya, banyak pohon yang tumbang dan pasir serta debut berterbangan menyelimuti seluruh angkasa.
Ditambah pula teriakan makhluk-makhluk aneh serta suara auman harimau, menambah suasana disitu bertambah
mengerikan. Senjata-senjata garpu yang merah membara itu menghantam tubuh naga itu secara telak, tapi berhubung tubuh naga itu terlindung oleh sisik-sisik yang tebal, nyatanya tak sebatang pun yang berhasil melukainya.
Mendadak dari arah gua muncul kembali cahaya api yang amat terang disusul kemudian tampak belasan manusia aneh berwajah buasa dan bertubuh tinggi besar munculkan diri.
Di antara rombongan manusia aneh itu terlihat ada dua di antaranya menggotong sebuah tandu bambu, di atas tandu dudul seorang manusia berbaju merah yang bertubuh kecil mungil, anehnya justru dia mengenakan topeng berwarna merah.
Begitu munculkan diri dari dalam gua manusia berbaju merah itu segera membentak nyaring, suaranya halus dan merdu
menandakan kalau dia seorang wanita.
Di tengah bentakan, tubuhnya melejit setinggi dua tiga kaki ke tengah udara lalu dengan jurus 'burung walet melintasi pohon liu'
dia meluncur ke arah kuali besi itu.
Menyaksikan kemunculan manusia berbaju merah, kawanan makhluk aneh itu makin bersemangat lagi, sambil berteriak mereka menyerang naga tersebut makin gencar.
Menyusul kemudian tampak beberapa batang panah berapi yang ujungnya berkobar cahaya api berwarna biru dibidikkan ke arah kabut putih.
Begitu panah berapi meluncur; dua sinar hijau di balik kabut beracun itu segera lenyap sementara serangan senjata garpu yang membara dari arah bawah menyerang semakin gencar dan menghebat.
Tampak seluruh angkasa penuh dengan letupan bunga-bunga api, persis seperti pesta mercon di malam tahun baru, beberapa pohon segera termakan oleh panah berapi sehingga menimbulkan kebakaran hebat.
Begitu kebakaran melanda pepohonan, suasana di seluruh lembah pun berubah menjadi terang benderang, semua keadaan yang sedang berlangsung disitu dapat diikuti dengan nyata.
Di bawah kobaran api yang membara, naga aneh itu tak kelihatan bengis lagi sebab sepasang matanya telah terbidik oleh panah api, tubuhnya yang panjang melingkar kini telah ditarik ke atas tebing sambil bergeleparan tiada hentinya.
Ekornya yang panjang tiada hentinya menghantam batuan berpasir di atas tebing, hancuran karang dan potongan kayu berguguran ke bawah dengan menimbulkan suara yang amat memekakkan telinga.
Ditambah lagi angin puyuh berhembus kencang membuat
keadaan di lembah tersebut benar-benar menggidikkan hati.
Agaknya kawanan makhluk aneh serta binatang buas itu sudah tak mampu lagi untuk mempertahankan diri, serentak mereka mengundurkan diri ke depan gua sambil tiada hentinya melepaskan panah berapi serta garpu tajam.
Sesudah beralngsung pertarungan sekian lama agaknya nga itu sudah tak mampu lagi untuk mempertahankan diri, semburan kabut beracunnya makin tipis, sementara napasnya mulai tersengkal-sengkal.
Mendadak sepucuk panah berapi membidik perut bagian
mematikan dari naga itu secara telak.
Akibatnya naga itu makin tak mampu untuk mempertahankan diri lagi.
Tiba-tiba naga itu mengangkat kepalanya ke udara sambil menarik ekornya ke tengah udara kemudian sambil dijatuhkan ke bawah melakukan sapuan kuat-kuat.
Getaran akibat dari sapuan itu betul-betul menggidikkan hati, bumi serasa bergoncang kena gempa, batu cadas berguguran dengan hebatnya, suara yang menggelegar bagaikan dunia mau kiamat.
Raja setan kepala botak yang bersembunyi di balik semak belukar menjadi ketakutan setengah mati saking ngerinya roboh tak sadarkan diri.
Entah berapa saat sudah lewat, ketika mendusin kembali ia baru teringat bahwa tempat itu tak aman dan sebaiknya lekas-lekas angkat kaki dari situ.
Begitu teringat kabur, diapun teringat kembali dengan keenam iblis serta anak buahnya yang lain, tanpa terasa ia melayangkan pandangannya sejenak ke sekeliling tempat itu.
Hutan yang semula membentang di bawah tebing kini sudah hilang wujudnya yang asli, yang nampak hanya batang-batang pohon serta ranting-ranting yang berserakan dimana-mana.
Sementara kawanan makhluk aneh, manusia berbaju merah serta kawanan harimau ganas itu telah hilang dari pandangan.
Di tengah lapangan hanya tertinggal kuali besi besar serta api yang masih menyala di bawahnya.
Suasana terasa begitu sepi, hening dan tak kedengaran sedikit suara pun, kegelapan telah menyelimuti angkasa, yang tertinggal kini hanya bau amis yang amat menusuk hidung.
Ia merasa seperti mendapat impian buruk, tapi mimpi tersebut benar-benar menakutkan.
Ke lima puluh anggota istana iblis beserta ke enam rekannya sudah tak kelihatan lagi batang hidungnya, tanpa terasa ia berpikir :
"Jangan-jangan mereka telah melarikan diri."
Berpikir demikian ia bermaksud untuk bangun dan melakukan pencarian di sekeliling tempat itu.
Siapa tahu sepasang kakinya justru seakan-akan berakar sedikitpun tak mau bergerak.
Sinar fajar telah menyingsing, langit telah menjadi terang, embun di atas pohon pun meleleh ke bawah.
Raja setan kepala botak merasakan pakaiannya yang dikenakan telah menjadi basah apalagi tatkala terhembus angin, dinginnya serasa menggigilkan badan.
Matahari makin meninggi, seluruh pemandangan dalam lembah itu pun nampak semakin nyata.
Tampak olehnya suasana di sekeliling sana telah hancur total dan porak poranda tak karuan.
Kepala naga yang besar dan aneh dengan mulut terpentang lebar-lebar tergantung di atas pohon dan meneteskan air liurnya.
Sementara tubuhnya yang besar telah menindihi pohonan rimbun di bawah tebing.
Raja setan kepala botak segera mengatur pernapasan untuk memperlancar jalannya peredaran darah dalam tubuhnya, kemudian baru merangkak bangun dari balik semak belukar bermaksud hendak mencari rekan-rekannya.
Belum lagi ia menggerakkan tubuhnya, tiba-tiba terdengar seseorang membentak :
"Berhenti!" Bagi pendengaran orang lain, suara bentakan tersebut kedengaran merdu merayu, tapi bagi pendengaran Raja setan kepala botak yang belum hilang rasa kagetnya justru ibarat guntur yang membelah bumi di siang bolong, dia semakin tak berkutik lagi.
Entah sejak kapan di belakang tubuhnya telah muncul seorang perempuan berbaju merah.
Terdengar perempuan berbaju merah itu berkata dengan suara dingin :
"Aku tahu kau adalah Raja setan kepala botak pemimpin dari tujuh iblis, meninjau dari perbuatanmu yang berani memasuki tebing Mo Im Gay kami secara sembarangan, dosa tersebut harus ditebus dengan kematian tapi berhubung kau masih bermanfaat bagi kami sebagai penyampai berita bagi Pangeran Serigala, maka kami ampuni jiwamu untuk kali ini, katakan kepada Pangeran Serigala bahwa tuan putri kami menantikan
kedatangannya di tepi telaga Gi Liong oh.
Dalam keadaan seperti itu Si Raja setan kepala botak hanya tahu menyelamatkan diri lebih dahulu, cepat-cepat dia mengiakan berulang kali.
Tiba-tiba perempuan berbaju merah itu berkata lagi sambil tertawa dingin :
"Aku dengar orang-orang dari gedung iblis kalian paling tak bisa dipercaya, tapi aku tak kuatir kau tak akan menyampaikan pesanku ini sebab sekarang kau telah menderita luka kabut beracun yang amat parah, karena itu kau harus secepatnya menemukan Pangeran Serigala dan suruh ia datang mintakan obat untuk menolongmu, mengerti?"
Raja setan kepala botak trkesiap sekali setelah mendengar perkataan itu, dengan memberanikan diri ia bertanya lagi :
"Bagaimana pula dengan nasib rekan-rekanku?"
"Sebagian besar telah ditelanoleh naga aneh itu, sedang sisa tiga orang yang masih tertolong telah kami bawa ke telaga Gi Liong oh, asalkan kau sampaikan pesanku itu dengan sendirinya merekapun akan kubebaskan."
Raja setan kepala botak ingin bertanya siapakah ketiga orang itu, tapi perempuan berbaju merah itu sudah habis kesabarannya, dengan cepat ia menukas :
"Ayo cepat berangkat! Jangan menunggu sampai luka racunmu mulai bekerja, kau bisa tersesat di tebing Mo Im Gay ini."
Mendengar ucapan tersebut, Raja setan kepala botak tak berani berayal lagi, cepat-cepat ia membalikkan badan dan kabur meninggalkan tempat itu.
Ternyata perkataan dari perempuan berbaju merah itu bukan cuma gertak sambal belaka, baru saja ia melewati Siu Pi Cong sepasang kakinya sudah tak mau menuruti perintah. Ketika dengan susah payah mencapai Sam Kang Ko tiba-tiba
pandangannya menjadi gelap, tenggorokanna terasa anyir dan muntahkan darah segar, tak ampun tubuhnya segera roboh terjerembab ke atas tanah.
Kebetulan sekali Si Kalajengking kecil Siu Cing serta Sim Cui lewat disitu, dengan perkataan yang terbata-bata diapun minta pertolongan kepada mereka agar membantunya mencarikan Pangeran Serigala.
Dalam pada itu Sik Tiong Giok menarik napas dingin setelah mendengar penuturan dari Raja setan kepala botak itu.
Setelah lama sekali termenung dia baru berkata :
"Baiklah akan kutemui Gi Liong kuncu, tapi sebelum itu kalian harus mencari tempat persembunyian dahulu."
"Pangeran cilik soal ini tak perlu kau risaukan, jarak dari sini sampai Sin Peng cay tidak terlalu jauh, bagaimana kalau kami menanti kabarmu disitu saja?"
"Baiklah?" sahut Sik Tiong Giok sambil manggut-manggut,
"paling lama tiga hari lagi aku tentu sudah kembali."
"Engkoh Sik, kau mesti berhati-hati," sru Siu Cing penuh rasa kuatir.
"Lima puluh orang anggota Mo Hu dan tujuh iblis pun mengalami musibah, aku kuatir sekali membiarkan kau pergi seorang diri."
Sik Tiong Giok segera tertawa :
"Bukankah naga itu sudah terbunuh" Apalagi yang mesti ditakuti?"
"Tapi disanakan masih ada harimau-harimau ganas serta belasan kawanan makhluk aneh?"
"Harimau itu bisa diperintah oleh perempuan berbaju merah itu, masa aku tak bisa memerintahnya pula?"
"Walaupun Siu Cing masih merasa keberatan namun diapun tak berdaya untuk mencegah Sik Tiong Giok menyerempet bahaya.
Akhirnya dengan perasaan apa boleh buat ia berkata :
"Bagaimanapun juga aku tetap merasa kuatir, lebih baik aku pergi bersamamu saja."
"Adik Cing, kau tak usah kuatir," kata Sik Tiong Giok kemudian sambil tertawa, "aku rasa Gi liong kuncu tak bakal mempergunakan kekerasan terhadapku sebab ia mengundangku sebagai tamu agung."
Tanpa memberi kesempatan lagi kepada Siu Cing untuk berkata ia segera membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.
Ketika tiba di Sam Kang ko hari sudah mulai senja, kegelapan malam mulai menelimuti perjalanan pemuda itu sampai lupa kalau perutnya belum diisi, apalagi berada di tengah pegunungan yang terpencil, bukan suatu pekerjaan yang mudah untuk mencari makanan.
Sementara ia masih berdiri di tepi sungai sambil mengawasi ombak yang menggulung-gulung di tengah sungai, tiba-tiba nampak sebuah sampan bergerak mendekat tanpa arah tujuan tertentu.
Sebagai seorang yang dibesarkan di tepi sungai, dalam sekilas pandangan saja telah mengetahui bahwa perahu tersebut tak ada orangnya.
Satu ingatan segera melintas di dalam benaknya, dengan gerakan Burung nuri menembusi awan lalu dirubah menjadi gerakan Burung manyar menerjang ombak dia meluncur ke arah sampan tersebut.
Di saat ujung kakinya hampir menempel di ujung sampan tersebut, sampan tersebut berputar kencang lalu meluncur ke arah lain.
Dengan begitu maka Sik Tiong Giok pun menginjak di tempat kosong, tubuhnya segera meluncur ke dalam sungai dengan cepatnya, andaikata ia tidak menghimpun hawa murninya niscaya sekujur badannya akan tercebur ke dalam sungai.
Pangeran Serigala memang seorang yang hebat, dia sama sekali tidak menjadi gugup atau panik menghadapi kejadian tersebut, dengan cepat kaki kirinya menjejak di atas kaki kanannya lalu dengan meminjam tenaga pantulan tersebut tiba-tiba saja tubuhnya berjumpalitan di tengah udara kemudian dengan gerakan Elang Sakti menubruk Kelinci disambarnya sampan tersebut.
Dengan akal ini diapun berhasil mencengkeram pinggiran sampan itu.
Lalu tubuhnya melejit ke atas dan melompat naik ke atas perahu tersebut, tapi begitu menyaksikan keadaan dasar sampan itu, tanpa terasa pemuda itu berseru tertahan :
"Aduh celaka!" Ternyata sampan itu kosong tanpa alat pendayung maupun alat kemudi, tak heran kalau terbawa arus tanpa bisa dikendalikan lagi.
Diam-diam Sik Tiong Giok menggertak gigi sambil memutar otak, dengan cepat ia peroleh sebuah akal bagus.
Sepasang kakinya segera diluruskan ke depan kemudian setelah menarik napas panjang-panjang ia mendorong telapak tangannya ke arah pantai.
Nyata sekali cara tersebut memberikan hasil yang mustajab, sampan yang semula bergerak tanpa arah tujuan itu sekarang menerjang ke arah pantai seberang.
Baru saja Sik Tiong Giok bergembira karena akalnya memberikan hasil dan sampan tersebut hampir mencapai pantai, mendadak perahu tersebut berhenti tak bergerak, disusul kemudian perlahan-lahan bergerak mundur ke belakang.
Sik Tiong Giok tahu bahwa di dalam air tentu ada apa-apanya, maka diapun tak mau menyerah dengan begitu saja, sambil mengerahkan segenap tenaganya dia membawa sampan itu pelan-pelan maju lagi ke muka.
Akan tetapi begitu ia mengatur pernapasan, sampan tersebut kembali bergerak mundur.
Kejadian semacam ini berlangsung hampir setengah jam lamanya, lama kelamaan Sik Tiong Giok jadi berang sendiri, tiba-tiba ia mengerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya sembari memutar badan lalu sepasang telapak tangannya bersama-sama didorong ke belakang.
'Blaam!' Trjadi benturan keras yang mengakibatkan timbulnya gulungan air setinggi dua tiga kaki lebih kemudian memercik ke empat penjuru.
Menggunakan tenaga getaran inilah sampan tersebut langsung menerjang ke pantai.
"Blaaam!" Kembali terjadi benturan yang maha dahsyat, sampan yang menerjang di atas batu karang itu segera hancur berantakan menjadi berkeping-keping, Sik Tiong Giok tak sanggup berdiri tegak lagi, tubuhnya segera tercebur ke dalam sungai.
Untungnya saja dia pandai sekali dalam ilmu berenang, begitu tercebur air ia segera munculkan diri di atas permukaan sambil memperhatikan sekejap ke sekeliling tempat itu, namun tak sesosok bayangan manusia pun yang nampak.
"Aneh! Benar-benar sangat aneh," pekiknya di dalam hati,
"sebenarnya apakah yang telah beradu teanga dalam denganku?"
Di balik kegelapan yang mulai mencekam seluruh jagad, hancuran sampan itu terbawa ombak dan berhamburan kemana-mana.
Setelah lama sekali berdiri tertegun, Sik Tiong Giok melompat naik ke daratan sambil melepaskan pakainnya yang basah, kemudian setelah kering kembali dengan membawa perasaan kaget bercampur keheranan dia melanjutkan kembali
perjalannnya. Setelah melalui Siu Pi Ciong, tanah pegunungan yang dilalui makin lama semakin tinggi, perjalanan makin sukar ditempuh, ditambah pula angin berhembus kencang, membuat Sik Tiong Giok merasakan tubuhnya menggigil.
Dengan hati yang mendongkol Sik Tiong Giok mulai mengumpat sambil bersumpah serapah, namun selain bunyi burung-burung yang berkicau sama sekali tak terdengar suara jawaban apapun.
Lama kelamaan ia menjadi lelah sendiri, perutnya yang belum diisi pun mulai keroncongan minta diisi.
Tiba-tiba ia merasa ada kunang-kunang sedang lewat tapi setelah diawasi dengan lebih seksama ternyata cahaya tersebut adlah setitik cahaya lentera.
Tanpa terasa semangatnya kembali berkobar, pikirnya :
"Bisa jadi cahaya lentera itu berasal dari rumah penduduk suku Biau, lebih baik aku mengisi perut disitu sambil menunggu pakaianku menjadi kering, tepi hutan ini akan kutagih pada Gi Liong kuncu setelah bertemu nanti."
Berpikir demikian diapun meneruskan perjalanannya menuju ke arah mana berasalnya sinar lentera tersebut.
Ternyata tempat itu merupakan sebuah kuil Cu Kat Bio yang dibangun di tengah bukit terpencil, Sik Tiong Giok keheranan sekali melihat hal tersebut, ia tak bisa mengerti mengapa di gunung yang terpencil pun terdapat sebuah kuil.
Darimana dia tahu kalau bangunan kuil di wilayah In lam memang sama sekali berbeda dengan bentuk kuil di propinsi lain, boleh dikata semua kuil disini merupakan kuil Cu Kat bio.
Sebagaimana diketahui tatkala Khong Beng berperang ke wilayah selatan dulu, ia pernah tujuh kali membekuk Beng Hu di wilayah In lam sehingga peristiwa ini meninggalkan kesan yang amat mendalam di masyarakat suku Biau untuk memperingati
kehebatannya itulah rakyat suku Biau khusus membangun kuil baginya.
Sik Tiong Giok tidak mengetahui akan hal tersebut, tidak heran kalau dia merasa keheranan sekali setelah menyaksikan bentuk kuil itu.
Begitu menaruh curiga terhadap bangunan kuil itu, Sik Tiong Giok pun tak berani memasuki secara gegabah, lama sekali ia berdiri di depan kuil sambil termenung, kemudian pikirnya :
"Masa di tengah pegunungan yang sepi dan terpencil bisa terdapat sebuah bangunan kuil sebesar ini, jelas hal ini sangat aneh, jangan-jangan tempat ini adalah salah satu markas dari Gi liong kuncu?"
Berpikir demikian diapun langsung menerjang masuk ke dalam kuil.
Setelah melalui pintu kuil tempat itu merupakan sebuah halaman yang sangat luas sepanjang jalan berbatu tumbuh dua deret pepohonan siong yang amat rindang, gelap dan lebat sehingga mendatangkan perasaan bergidik bagi siapapun yang berada disana.
Biarpun Sik Tiong Giok terhitung seorang pemuda yang bernyali besar, tak urung hatinya berdebar juga setelah menghadaPi keadaan seperti ini.
Untuk sesaat lamanya ia berdir ragu di depan pintu, kemudian sambil menghimpun tenaga dalamnya bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan, pelan-pelan dia berjalan maju ke depan.
Habis melalui jalan berbatu, ia menembusi ruang tengah, namun anehnya tak sesosok bayangan manusia pun yang kelihatan.
Di belakang gedung utama kembali terdapat sebuah halaman di sisi kiri dan kanannya merupakan ruang serambi, di depan situ terdpat ruang belakang, tampak setitik cahaya lentera memancar dari sana.
Sesudah termenung sejenak akhirnya ia berteriak keras :
"Adakah seorang disana?"
Tiada seorangpun yang menyahut, beberapa kal ia berteriak lagi namun belum juga terdengar suara jawaban.
Sik Tiong Giok semakin keheranan lagi menghadapi kejadian seperti ini, tenaga murninya segera dihimpun ke dalam telapak tangannya, kemudian sambil mendorong pintu ruangan dia berseru kembali :


Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Bila kalian sama sekali tidak mengacuhkan kedatangan ku ini, jangan salahkan kalau aku akan bertindak kasar."
Berbicara sampai disitu dia segera mengerahkan tenaga dalamnya sambil mendorong ke muka...
"Braaak...!" Mendadak pintu ruangan terbuka lebar, menyusul kemudian segulung angin kencang berhembus lewat, lentera yang berada di dalam ruangan itu segera terhembus angin hingga padam.
Dengan padamnya lentera, suasana dalam ruangan itu pun menjadi gelap gulita sehingga sukar untuk melihat keadaan di sekeliling sana.
Sik Tiong Giok berdiri sejenak lagi di depan pintu, setelah yakin kalau tidak terdapat sesuatu yang mencurigakan dia baru melanjutkan perjalannya memasuki ruangan.
"Andaikata aku membawa alat pembuat api aah, betapa bagusnya!" demikian ia berpikir dalam hati.
Sementara dia masih berpikir, mendadak terdengar suara helaan napas yang amat terperancat dan cepat-cepat mundur dua langkah ke belakang kemudian bentaknya keras-keras :
"Siapa disitu?"
Seraya membentak, sorot matanya segera dialihkan pula ke sekeliling tempat itu, namun apa yang dilihatnya konta saja membuatnya terkesiap sehingga mundur selangkah ke belakang.
Ternyata di sekeliling ruangan duduk berjajar banyak orang, sehingga ruangan tersebut boleh dibilang hampir terisi penuh.
Biarpun Sik Tiong Giok bernyali lebih besar pun tak urung dibuat terkesiap juga setelah menyaksikan peristiwa itu, tanpa terasa bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Tiba-tiba terdengar seseorang berkata lagi dengan suara yang lemah :
"Kau tak usah takut, di atas meja ada lampu lentera... dan batu api, sulutlah lampu itu lebih dulu."
Kalau didengar dari suaranya yang tersendat-sendat dan amat lemah, jelas sudah bahwa si pembicara itu telah menderita luka dalam yang cukup parah.
Dengan cepat ia berusaha untuk menenteramkan hatinya, kemudian pelan-pelan berjalan menuju ke meja altar, disana ia temukan sebuah batu api.
Sesudah menyulut lentera suasana di sekeliling tempat itupun menjadi terang benderang, pemuda tersebut baru bisa
menyaksikan pemandangan disana dengan lebih jelas lagi, tapi apa yang terlihat segera membuatnya berdiri terbelalak dengan mulut melongo saking kagetnya.
Ternyata di dalam ruangan itu duduk dua tiga puluh orang yang semuanya duduk kaku disitu tanpa bergerak sedikitpun juga.
Kalau dilihat dari dandanannya, sudah jelas orang-orang itu adalah jago-jago persilatan dari daratan Tiong goan bahkan di antaranya terdapat juga kaum pendeta dan rahib.
Di antara mereka hanya seorang pendeta tua berjubah kuning yang nampak masih menggerakkan sepasang matanya, ia seperti ingin mengucapkan sesuatu, mulutna berkemak-kemik namun tak sepatah katapun yang dapat diutarakan keluar.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok berjalan mendekati dan
menempelkan telapak tangannya di punggung pendeta itu.
Dengan bantuan tenaga dalam yang disalurkan Sik Tiong Giok ke dalam tubuhnya, peredaran darahnya yang semua sudah
tersendat-sendat, tiba-tiba menjadi lancar kembali.
Setelah menghela napas panjang Sik Tiong Giok baru berkata :
"Toa suhu, bila ingin mengucapkan sesuatu cepatlah kau utarakan."
Pendeta tua itu mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap ke arah pemuda tersebut, kemudian setelah menghela napas panjang, katanya pelan :
"Aku adalah Ci Hoat dari Siau lim pay."
Sik Tiong Giok merasa terperanjat sekali setelah mendengar perkataan itu, segera pikirnya :
"Aah! Pendeta penakluk harimau Ci Hoat dari Siau Lim pay kan jago yang disegani orang, mengapa ia bisa mengalami nasib setragis ini" Tampaknya si penyerang memiliki kepandaian silat yang amat lihay."
Berpikir sampai disitu, cepat-cepat ia bertanya :
"Toa suhu mengapa kau bisa sampai disini" Siapa yang telah melukaimu?"
"Semua yang hadir di dalam ruangan ini sekarang adalah anggota dari sembilan partai besar. Mereka datang kemari disebabkan kelabang langit yang akan muncul di bukit Pay Lau San, kami kuatir mustika yang langka itu terjatuh ke tangan kaum laknat sehingga merugikan kaum persilatan pada umumnya, sayang sekali..."
Ketika berbicara sampai disitu, ia nampak terpengaruh oleh gejolak emosi, sehingga napasnya menjadi tersengal-sengal.
Cepat-cepat Sik Tiong Giok menempelkan kembali telapak tangannya ke pungung hwesio itu kemudian menyalurkan tenaga dalamnya ke tubuh pendeta tersebut.
Hu Hau siansu (Pendeta penakluk harimau) batuk-batuk sebentar, kemudian baru berkata lebih jauh :
"Sayang... sayang sekali bukit Pay Lau San belum tercapai, kami semua sudah harus mampus lebih dulu di pegunungan terpencil ini, aaai... biar matipun aku tak akan mati dengan mata meram...
uhu... uhu..." Setelah batuk-batuk beberapa kali, suaranya menjadi semakin lirih dan lemah hingga sulit untuk ditangkap.
Sekali lagi Sik Tiong Giok mengerahkan tenaga dalamnnya, cepat-cepat dia bertanya :
"Toa suhu, kalian dilukai oleh siapa?"
Di bawah dorongan tenaga dalam dari Sik Tiong Giok, denyut nadi Hu Hau siansu yang makin lemah itu seakan-akan mendapat dorongan yang kuat segera sahutnya :
"Gi Liong kuncu... dari... telaga... Gi Liong oh..."
Berbicara sampai disitu sepasang matanya segera dipejamkan rapat-rapat dan melayanglah selembar jiwanya meninggalkan raga.
Sik Tiong Giok tak segan-segan menggunakan tenaga dalamnya dan beberapa kali mencoba untuk membantu denyutan jantung Hu Hau siansu, sayang usahanya itu tak berhasil mendorong daya kehidupan pendeta itu lagi.
Di bawah sinar lentera yang redup, tampaklah dua tiga puluh sosok mayat duduk kaku di dalam ruangan itu.
Dalam keheningan yang mencekam jagad, berada di sekeliling mayat yang berserakan sungguh terasa menyeramkan dan menggidikkan hati.
Apalagi di saat angin malam berhembus lewat dan menerbangkan dedaunan serta ranting, Sik Tiong Giok merasakan hatinya semakin bergidik.
Tanpa terasa pikirnya kemudian :
"Tempat ini bukan tempat yang menguntungkan, lebih baik aku pergi saja dari sini secepatnya."
Baru saja ia hendak beranjak pergi meninggalkan tempat itu, mendadak dilihatnya Hu Hau siansu mati dengan mata tidak meram, sepasang matanya masih memandang ke arahnya
dengan mata melotot. Menyaksikan hal ini, sambil menghela napas Sik Tiong Giok segera menjura katanya :
"Thaysu beristirahatlah dengan tenang, bila kujumpai Gi Liong kuncu dendam sakit hati kalian tentu akan kubalaskan."
Kalau dibilang sungguh aneh, baru selesai ia berkata, sepasang mata Hu Hau siansu segera terpejam kembali.
Pada saat itulah mendadak terdengar seseorang berkata dengan suara yang lembut tapi dingin bagaikan es :
Di saat berjumpa dengan Gi Liong kuncu, saat itulah ajalmu akan tiba, hmm ingin membalaskan dendam" Jangan mimpi di siang hari bolong."
Sik Tiong Giok terperanjat sekali, dengan cepat ia membalikkan badan kemudian melayang keluar dari ruangan tersebut, bentaknya keras-keras :
"Siapa disitu?"
Bersamaan dengan bergemanya suara bentakan itu, terdengar suara gemerisik dari atas pohon lalu tampak sesosok bayangan hitam bagaikan burung walet yang terbang melintas meluncur terus ke atas tanah dari balik sebatang pohon.
Dengan suara dingin orang itu menyahut :
"Hek Bo Tan dari telaga Gi Liong oh."
Sik Tiong Giok segera mengalihkan pandangan matanya ke depan, lebih kurang dua tiga kaki di hadapannya telah berdiri seseorang yang mengenakan pakaian ringkas berwarna hitam, membawa sebuah kantung kulit di bawah ketiaknya, rambutnya dibungkus dengan kain dan memegang sepasang senjata kaitan Yan Yang Kou."
Dia adalah seorang gadis berbaju hitam, tak heran kalau menyebut dirinya sebagai "Bo Tan Hitam", bukan saja mengenakan pakaian berwarna hitam, diapun mempunyai wajah berbentk oval yang berwarna hitam pula.
Sambil mendengus dingin Sik Tiong Giok segera berseru :
"Hmm, tentunya kau adalah anak buah dari Gi Liong kuncu?"
"Betul!" sahut Bo Tan hitam ketus, "aku memang anak buah dari Gi Liong kuncu, dan ku terka kau pastilah Pangeran Serigala."
"Kaukah yang membinasakan semua orang yang berada di dalam ruangan ini?"
"Kalau memang aku yang membunuh mau apa kau" Pokoknya setiap orang yang berani membangkang perintah dari istana Gi Ling Kiong kami jiwanya tak bisa diampuni lagi."
Sik Tiong Giok menjadi sangat gusar setelah mendengar perkataan itu, sambil meloloskan pedangnya ia segera membentak :
"Hari ini aku orang she Sik justru mau menantang kalian, mau apa kau?"
"Huuh, juga sama saja! Kau pun akan mampus!"
"aku kuatir kau tak akan memiliki kemampuan sebesar itu!"
Di tengah bentakan keras ia segera menjejakkan kakinya ke atas tanah kemudian menerjang ke muka pedangnya dengan jurus
'Bianglala menutupi sang surya' secepat sambaran kilat langsung menusuk ke dada lawan.
Hek Bo Tan sedikit pun tidak menjadi gugup, segera bentaknya pula :
"Anak muda, kau berani menantang aku secara terang-terangan?"
Di tengah bentakan, tubuhnya mengigos ke samping, lalu dengan senjata kaitan di tangan kanan menangkis serangan pedang itu kaitan kiri disilangkan di depan dada.
Kemudian tanpa melancarkan serangan balasan ia malahan mendesak lebih ke muka sehingga berada di hadapan anak muda tersebut.
Setelah melirik sekejap ke wajah pemuda itu sambil tertawa genit, bentaknya keras-keras :
"Anak mua, biarpun ingin beradu jiwa toh tak perlu terburu nafsu, perkataanku kan belum selesai kusampaikan."
Berbicara sampai disitu kembali ia tertawa, mendadak kaitan di tangan kanannya disodorkan ke arah kiri, lalu secepat kilat tangan kanannya menowel pemuda itu.
Baru Sik Tiong Giok merasakan serangan pedangnya mengenai sasaran kosong, tahu-tahu angin harum telah berhembus lewat, sementara ia masih tertegun dibuatnya, pipinya telah kena ditowel.
Tak terlukiskan rasa dongkol dan jengkel Sik Tiong Giok menghadapi kejadian seperti itu segera bentaknya keras :
"Kau betul-betul budak tak tahu malu."
Di tengah bentakan, pergelangan tangannya segera digetarkan dan pedangnya bagaikan seekor ular sakti langsung menusuk ke muka."
"Bocah keparat," Hek Bo Tan segera membentak nyaring, "diberi muka tak mau, memangnya kau anggap nonamu taku
kepadamu" Baiklah hari ini akan kusuruh kau rasakan kelihayan dari ilmu silat Gi Liong oh."
Belum habis perkataan itu diucapkan, bayangan senjata kaitan disertai deruan angin tajam telah menggulung ke muka.
Sik Tiong Giok tidak ambil diam, diapun segera mengeluarkan ilmu 'Tay Cou Cao Pwe Ta' untuk melayani serangan lawan.
Pedangnya diputar sedemikian kencangnya sehingga air hujanpun sulit rasanya untuk menembusi lapisan cahaya yang dihasilkan dengan semangat yang tinggi ia layani setiap serangan dari Hek Bo Tan dengan tak kalah hebatnya.
Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah terlibat dalam suatu pertarungan yang amat seru.
Ilmu 'Tay Cou Cao Pwe Ta' dari Sik Tiong Giok merupakan warisan langsung dari Gao Hui siani, kehebatannya termasuk dalam deretean ilmu silat tingkat atas.
Sebaliknya permainan sepasang senjata kaitan Yen Yang Kou dari Hek Bo Tan pun merupakan ilmu silat telaga Gi Liong oh yang terhitung juga ilmu silat kelas satu.
Tapi jika kedua orang itu dibandingkan maka kepandaian silat yang dimiliki Sik Tiong Giok masih setingkat lebih tinggi, itulah sebabnya dua puluh gebrakan kemudian Hek Bo Tan telah dipaksanya berada di bawah angin.
Si nona berbaju hitam yang berkulit hitam ini ternyata hatinya juga hitam, begitu merasa permainan sepasang senjata kaitannya tidak berhasil mengungguli lawannya, dia segera menggertak gigi dan merubah jurus serangannya.
Tiba-tiba ia mengeluarkan jurus serangan 'Belalang
mempersembahkan sakar' menanti musuhnya telah menarik kemabali serangannya sambil berganti jurus mendadak ia berubah kembali serangannya menjadi jurus 'Bangau Putih menentang sayap."
Bersamaan dengan waktunya, ia melompat mundur sejauh beberapa kaki ke belakang sembari merapatkan sepasang senjata kaitannya, saat itulah tangan kanannya dengan cepat merogoh ke dalam saku bermaksud hendak mengambil senjata rahasia.
Tapi sayang Sik Tiong Giok bertindak lebih cepat, dengan gerakan serigala mengigos dia menyusup maju ke depan lalu sebelum perempuan itu sempat merogoh ke dalam sakunya, ia telah mencengkeram pergelangan tangannya sambil membentak keras :
"Hey nona hitam, tak perlu kau pamerkan besi rongsokanmu itu di hadapanku, simpan saja di dalam saku, kalau ingin kau perlihatkan lebih baik lain kali saja."
Sudah tentu Hek Bo Tan tak sudi dibekuk lawannya dengan begitu saja; senjata kaitan di tangan kirinya segera diayunkan ke depan membacok batok kepala Sik Tiong Giok.
Pemuda itu tertawa menyegir, sementara tangan kirinya mencengkeram genggamannya, pedang di tangan kanannya digunakan untuk menangkis, ejeknya kemudian :
"Wah sayang sekali nona seranganmu yang ini masih kelewat ringan, belum cukup sempurna untuk dipakai menghadapiku, lain kali berlatih dengan lebih tekun..."
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, terjadilah suatu benturan yang keras sekali :
'Traaaang...!" Di tengah bentakan tersebut, tahu-tahu sepasang senjata kaitan itu sudah tergetar lepas dan jatuh ke atas tanah sementara bersamaan waktunya ujung jari tangan kanan Sik Tiong Giok diayunkan ke depan kantong kulit tempat menyimpan senjata rahasia dari Hek Bo Tan hingga lepas talinya dan jatuh pula ke atas tanah.
Bisa dibayangkan betapa paniknya Hek Bo Tan menghadapi kejadian kejadian seperti ini, dengan sepasang mata terbelalak lebar dia mengawasi wajah Sik Tiong Giok dengan mata melotot.
"Hey, nona hitam manis, mengapa sih kau pelototi diriku?" ejek Sik Tiong Giok sambil tertawa, "apakah tidak puas" Baiklah kalau begitu mari kita beradu kepandaian lagi."
Sambil berkata iapun mengendorkan cengkeramannya atas urat nadi pada pergelangan tangan Hek Bo Tan.
Hek Bo Tan mengerling sekejap ke arah Sik Tiong Giok dengan pandangan matanya yang jeli, lalu diapun membungkukkan badannya bermaksud hendak memungut kembali kantung kulit miliknya.
Tapi Sik Tiong Giok bertindak cepat, sambil menginjak kantung itu dengan kakinya ia berkata :
"Kalau dugaanku tidak keliru, isi kantung ini pasti obat-obatan atau benda-benda yang amat beracun, bukannya begitu" Maaf aku tak bisa membiarkan kau mendapatkan kembali barang-barang itu, karena pada kemudian hari tentu kau pakai untuk mencelakai orang lain."
"Hmm, atas dasar apa kau berkata begitu?" seru Hek Bo Tan dengan suara dingin.
"Kau bukannya memungut sepasang senjata kaitan itu lebih dulu, sebaliknya malah mengambil kantung ini duluan, hal ini menunjukkan kalau benda ini mempunyai arti yang penting bagi pandanganmu, kalau isinya bukan benda-benda beracun yang terbukti?"
"Huuh, kau pikir aku benar-benar berhasrat mendapatkan kembali benda itu" Kalu toh kau mau ambil saja..."
Berbicara sampai disitu, dia membungkukkan badannya lagi untuk memungut sepasang senjata kaitannya kembali, kemudian disisipkan ke belakang punggungnya, tapi dia tidak
memanfaatkan kesempatan melarikan diri, sebaliknya dengan pandangan tak berkedip mengawasi terus wajah pemuda itu.
Dilihat dari sorot matanya itu, bisa dilihat betapa seram dan buasanya nona itu, terutama rasa bencinya yang kentara sekali menghiasi wajahnya.
Sik Tiong Giok segera tersenyum, katanya :
"Mengapa sih kau belum melarikan diri dari sini" Apa yang kau nantikan" Benarkah kau merasa berat h ati karena harus kehilangan senjata rahasia beracun yang berada di dalam kantung ini?"
"Hm, darimana kau tahu kalau senjata rahasiaitu beracun?" seru Hek Bo Tan dingin.
"Cukup memandang dari sorot matamu itu, aku sudah dapat menduga semuanya. Eehm, bila kau ingin memperoleh kembali isi kantung ini boleh saja, cuma kau harus menyambut tiga buah pukulanku terlebih dahulu."
Tiba-tiba saja Hek Bo Tan merasakan semangatnya bangkit kembali sambil tertawa dingin serunya :
"Heeeh... heeeh... heeh, jangan kau anggap setelah berhasil mengungguli aku dalam ilmu pedang lantas ingin meraih kemenangan lagi dalam ilmu pukulan. Hmmm... hmm... belum tentu aku akan menderita kekalahan di tanganmu."
"Apakah kau berniat untuk mencoba?" tanya pemuda itu cepat.
Semula Hek Bo Tan agak ragu-ragu, lalu setelah mundur sejauh satu kaki, katanya :
"Kalau hendak kau lancarkan seranganmu, silahkan saja dilancarkan nona akan menyambut ketiga seranganmu itu."
"Baik, kalau begitu bersiap-siaplah!"
Walaupun dalam hati Hek Bo Tan tidak percaya kalau lawannya memiliki tenaga dalam yang jauh melampaui dirinya, akan tetapi diapun tak berani bertindak gegabah.
Begitu mendengar perkataan tersebut, dia segera mengerahkan tenaga dalamnya untuk melindungi badan, setelah itu baru manggut-manggut :
Sik Tiong Giok tetap berdiri tegak di tempat semula, pelan-pelan telapak tangan kanannya diangkat ke tengah udara lalu didorong ke depan ke arah Hek Bo Tan dari jauh.
Melihat datangnya ancaman tersebut, Hek Bo Tan segera mendorong pula sepasang telapak tangannya ke muka untuk menahan datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.
'Blaammmmm....!' Di tengah benturan keras yang kemudian terjadi, tubuhnya nampak bergetar keras kemudian secara beruntun mundur sejauh tujuh delapan langkah.
Sambil tersenyum Sik Tiong Giok segera mengejek lagi :
"Bagaimana" Apakah kau masih mampu untuk melanjutkan pertarungan" Kalau memang sanggup bersiap-siaplah untuk menerima seranganku yang kedua."
"Cuik," sahut Hek Bo Tan dingin.
Kali ini dia tak berani bertindak dengan gegabah lagi, segenap tenaga dalamnya yang dimilikinya segera dikerahkan keluar dan dihimpun ke dalam sepasang telapak tangannya.
Jarak antara kedua orang itu sekarang hanya selisih antara dua kaki saja, namun Sik Tiong Giok sama sekali tidak ambilpeduli soal selisih jarak di antara mereka berdua, malah seeenak hatinya saja dia mengangkat tangan kanannya dari kejauhan lalu melepaskan sebuah pukulan dengan begitu saja.
Hek Bo Tan segera membentak nyaring, dengan mengerahkan tenaga murni yang dimilikinya dia melepaskan juga sebuah pukulan untuk menyambut datangnya ancaman tersebut.
Tenaga dalam yang dimiliki perempuan itu sebenarnya sangat hebat dan luar biasa sekali, andaikata musuh yang dihadapi bukan Sik Tiong Giok melainkan kawanan jago silat lainnya rasanya tak ada berapa orang di antara mereka yang mampu menandinginya.
Begitu sepasang telapak tangannya didorong ke muka, segera terasalah gulungan angin puyuh yang maha dahsyat bagaikan amukan gelombang raksasa di tengah samudra luas melanda tiba, pasir dan debu pun beterbangan memenuhi angkasa.
Pangeran Serigala pun bukan manusia sembarangan, ia telah mewarisi segenap kepandaian silat yang dimiliki kakek serigala langit, di samping itu pun tenaga dalam yang dimiliki kakek serigala langit sebesar enam puluh tahun hasil latihan telah disalurkan pula ke tubuh anak muda itu, tak heran kalau serangan dahsyat yang dilancarkan pemuda itu luar biasa sekali kehebatannya.
Begitu serangan dilancarkan, seketika itu juga terdengar suara gemuruh yang memekakkan telinga bergema memecahkan
keheningan. Tatkala kedua gulung kekuatan itu saling bertemu satu sama lainnya, sekali lagi sekujur badan Hek Bo Tan bergetar keras, sampai-sampai ujung bajunya pun turut berkibar kencang.
Tapi kali ini Hek Bo Tan tidak sampai tergetar mundur dari posisinya semula, ia tetap berdiri teguh bagaikan sebuah batu karang.
Sambil tersenyum Sik Tiong Giok segera berkata :
"Kau hanya mampu menerima seranganku yang kedua ini, jika kulepaskan serangan yang ketiga, niscaya kau akan mampus."
Hek Bo Tan membungkam diri dalam seribu bahasa, agaknya dia sedang mengatur pernapasan.
Kembali Sik Tiong Giok berkata :
"Sudahlah kau tak perlu memaksakan diri lagi, sesudah kau sambut seranganku tadi dengan kekerasan, isi perutmu telah menderita luka dalam yang cukup parah, apabila tidak secepatnya mengatur pernapasan sekalipun jiwamu tak sampai melayang namun segenap kepandaian silat yang kau miliki bakal punah."
Hek Bo Tan menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu, tiba-tiba sepasang lututnya menjadi lemas dan ia segera roboh terjungkal ke atas tanah.
Pada saat itulah, mendadak terdengar seseorang membentak keras dari belakangnya.
"Bagus sekali perbuatanmu Pangeran Serigala, rupanakau cuma bisa menganiaya seorang nona sja, huuh...! Terhitung orang gagah macam apa kau ini?"
Bersamaan waktunya dengan suara bentakan ini, terasa segulung angin pukulan yang sangat kuat menghantam bahunya,
sementara segulung desiran dingin lainnya menyergap iga kirinya.
Merasakan datangnya ancaman tersebut, tanpa berpaling sama sekali Sik Tiong Giok melontarkan sebuah bacokan ke belakang tubuhnya lalu menyahut :
"Eem, aku pun ingin mengetahui manusia apa pula dirimu!"
Serangan dahsyat yang dilancarkan orang itu segera terbendung oleh tenaga serangan yang dilancarkan Sik Tiong Giok ke arah belakang.
Detik itu juga orang tersebut merasakan daya serangannya seakan-akan terbendung oleh selapis dinding yang tak berwujud sehingga badannya mencelat sejauh enam tujuh depa dari posisi semula.
Kepalanya menjadi terasa amat pening dan matanya berkunang-kunang, hampir sja ia tak sanggup berdiri tegak.
Menanti ia berhasil berdiri tegak, Sik Tiong Giok telah berpaling sambil membentak nyaring :
"Bagaimana sih kau ini sobat" Masa hanya sebuah pukulan pun dtak bisa kau hadapi?"
Ornag itu berbaju hitam dan berusia empat puluh tahunan, dengan tangan kanan memegang sebilah golok dia mengawasi wajah Sik Tiong Giok dengan perasaan terkesiap, serunya kemudian :
"Aah! Kau benar-benar adalah Pangeran Serigala."
Begitu selesai berkata gumpalan darah menerjang lewat tenggorokannya dan menyembur kemana-mana.
Sik Tiong Giok tertawa dingin, jengeknya :
"Kalau ingin memperhatikan, perhatikanlah dengan seksama, ditanggung aku bukan barang tiruan."
Dengan segala kemampuan yang dimiliki lelaki berbaju hitamitu berusaha mengendalikan gejolak hawa darah di dalam dadanya, lalu menjawab :
"Kalau memang yang asli yaa sudahlah, tuan putri kami sudah lama menunggu kedatanganmu."
"Bagus sekali!" seru Sik Tiong Giok tertawa, "aku pun sudah lama ingin bersua dengannya, ingin kulihat manusia macam apakah dirinya itu, apakah benar-benar manusia tiga kepala dan enam buah lengan."
"Baik, kita bersua lagi di telaga Gi Liong oh!"
Sembari berkata ia segera melejit ke tengah udara dan mengundurkan diri dari situ.
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak pemuda itu, segera pikirnya :
"Mengapa tidak kubekuk orang ini dan memaksanya untuk menghantar aku menuju ke telaga Gi Liong oh?"
Berpikir demikian, ia segera membentak keras :
"Berhenti! Hendak kemana kau?"
Cepat-cepat lelaki berbaju hitam itu menarik napas panjang-panjang kemudian membalikkan badan dan kabur dari situ.
Sik Tiong Giok merasa agak sangsi dan berpaling kembali memandang ke arah Hek Bo Tan, akhirnya ia mengurungkan niatnya untuk melakukan pengejaran lebih lanjut, sambil berjalan kembali menuju ke sisi Hek Bo Tan, katanya :
"Berhubung manusia itu sudah keburu pergi, terpaksa kau yang haru smengajak aku pergi ke telaga Gi Liong oh."
Hek Bo Tan melototkan matanya bulat-bulat, kemudian
menjawab dengan suara dingin :
"Apabilakau tak dapat menyanggupi permintaanmu itu, mau apa kau?"
Sik Tiong Giok segera tertawa.
"Jika kau enggan mengabulkan permintaanku itu, aku pun tidak akan memaksa, paling banter aku cuma memusnahkan ilmu silatmu lalu membiarkan kau pergi dari sini."
Tiba-tiba Hek Bo Tan menjerit keras setelah mendengar perkataan itu :
"Lebih baik kau sekalian membunuh diriku saja..."
"Ooh, mengapa aku harus membunuhmu" Pokoknya kalau tidak bersedia mengantarku pergi ke telaga Gi Liong oh, terpaksa aku pun akan memusnahkan ilmu silatmu lebih dulu!"
Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Hek Bo Tan menghela napas panjang, ia membungkam diri dan tidak berkata apa-apa lagi.
"Bagaiamana?" ejek Sik Tiong Giok lagi sambil tertawa, "apakah kau hendak menunggu sampai aku turun tangan" Ayoh bangun, sekarang juga kita akan berangkat."
Dengan perasaan mendongkol Hek Bo Tan melotot sekejap ke arahnya, kemudian pelan-pelan bangkit berdiri.
Demikianlah kedua orang itu segera berangkat meninggalkan kuil Cu Kat Bio langsung menuju ke telaga Gi Liong oh.
Perjalanan yang mereka tempuh kebanyakan melalui jalan perbukitan yang terjal dan berbahaya, jauh dari perumahan penduduk dan penuh dengan semak belukar yang berduri.
Menjelang fajar mereka telah melewati Sin Pi Ciong dan tiba di jalan masuk menuju ke lembah Mo Im Say.
Ketika sampai disitu, tiba-tiba Hek Bo Tan melejit ke depan lalu dengan gerakan secepat sambaran kilat dia kabur menuju ke hutan lebat yang tumbuh tak jauh dari tempat itu.
Sik Tiong Giok sama sekali tak menduga akan hal ini, dalam kagetnya ia bermaksud melakukan pengejaran, tapi pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara ujung baju berhembus angin berkumandang datang.
Dengan cepat ia berhenti sambil berpaling, ternyata dari balik sela-sela tebing karang telah bermunculan tujuh delapan orang manusia berbaju hitam.
Sementara ia masih dicekam oleh perasaan kaget dan keheranan, mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang suara Hek Bo Tan sedang berseru :
"Sik Tiong Giok, inilah pos rintangan yang pertama dari telaga Gi Liong oh."
Dengan suatu gerakan yang amat cepat Sik Tiong Giok
membalikkan badannya, ternyata Hek Bo Tan telah berdiri di tepi hutan, sedang di kiri kanannya masing-masing berdiri empat lima orang lelaki berbaju hitam.
Terdengar Hek Bo Tan berkata lebih jauh :
"Asal kau mampu menembusi pos penjagaan yang pertama ini, berarti jalan menuju telaga Gi Liong oh semakin dekat."
"Huuhh! Berapa banyak sih pos penjagaan yang telah dipersiapkan?" tanya Sik Tiong Giok dingin.
"Dari sini hingga di tepi telaga Gi Liong oh semuanya terdapat lima buah pos penjagaan. Hey manusia keparat, aku lihat kau tak akan memiliki kemampuan sedemikian besarnya untuk
menembusi rintangan itu."
Sik Tiong Giok tertawa dingin.
"Heeh... heeeh... heeh... aku tidak percaya kalau ada pos penjagaan yang tak mampu ku lewati, hari ini aku manusia she Sik pingin lihat, sampai dimanakah kehebatan dari kelima pos penjagaan itu."
"Bagus sekali, kalau begitu silahkan kau mencoba untuk menembusinya!" seru Hek Bo Tan sambil tertawa dingin.
Begitu selesai berkata, ia segera berkelebat dan
menyembunyikan diri lagi di balik hutan lebat.
Sik Tiong Giok tidak membuang waktu lagi, ia segera meloloskan pedangnya kemudian berjalan menembusi hutan tersebut.
Mendadak terdengar seseorang membentak keras :
"Hey manusia Sik, berhenti aku!"
"Waduh, buat apa sih kau main membentak?" jengek Sik Tiong Giok sambil tertawa, "apa kau kira setelah main bentak dengan suara yang menggeledek maka nyaliku menjadi copot dan ketakutan setengah mati?"
"Mengapa kami harus menakut-nakuti kau" Coba kau lihat sendiri, kami semua telah siap sedia dengan busur serta anak panah, bila kau berani maju mendekat selangkah lagi, panah-panah kami akan segera mengubah tubuhmu menjadi seperti landak."
"Huuh...! Kalian memang kelewat memandang rendah diriku.
Disangkanya ancaman ini bisa menghalangi perjalananku?"
"Jadi kau tidak percaya?"
"Percaya atautidak sudah untuk dikatakan tapi yang jelas pos penjagaan ini pasti dapat kulewati, itulah sebabnya kuanjurkan kepada kalian untuk mempertimbangkan secara baik-baik sebelum melepaskan anak-anak panah itu, karena sekali kalian bertindak berarti akupun akan membuka pantangan membunuh secara besar-besaran, aku pasti akan merubah tempat ini menjadi sebuah telaga darah."
Orang itu segera mendengus dingin :
"Hmm, kalau begitu silahkan kau coba!"
Sik Tiong Giok mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak-bahak, di tengah gelak tertawanya yang amat nyaring, selangkah demi selangkah ia berjalan maju ke muka.
Kembali orang itu mendengus dingin, tiba-tiba bentaknya nyaring
: "Lepaskan panah!"
Sik Tiong Giok yang telah mempersiapkan diri sedari tadi segera melejit ke tengah udara begitu pihak lawan membentak keras.
Bersamaan waktunya ia menciptakan segulung cahaya tajam yang menyilaukan mata dengan ayunan pedangnya, setelah melindungi seluruh tubuh dari ancaman, ia langsung menerjang ke arah orang yang memberi komando itu.
Tampak cahaya pedang menggulung datang bagaikan air bah, diiringi suara guntur yang memekakkan telinga, serentak menggulung datang dengan hebatnya.
Belasan batang anak panah yang berhampuran dengan
kecepatan tinggi itu seketika berhamburan keempat penjuru setelah membentur cahaya pedang itu, seolah-olah menumbuk di atas bukit karang yang tak berwujud, panah-panah itu berguguran ke atas tanah.
Tiba-tiba Sik Tiong Giok membentak keras :
"Nah, berhati-hatilah saudara sekalian."
Di tengah bentakan, mendadak permainan pedangnya berubah, secara lamat-lamat terdengar suara gemuruh serta deretan angin yang segera menyergap ke bawah bagaikan hujan gerimis.
Mimpi pun ke delapan orang lelaki berbaju hitam itu tidak menyangka kalau pihak lawan memiliki tenaga dalam yang sedemikian hebatnya, begitu merasakan datangnya serangan pedang dari Sik Tiong Giok yang begitu dahsyat, ternyata tak seorang pun di antara mereka yang sanggup mempertahankan diri, serentak mereka mundur ke belakang dengan sempoyongan.
Sik Tiong Giok sama sekali tidak memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang lebih jauh, sambil menarik kembali
serangannya, ia berkata kepada ke delapan orang jago itu :
"Aku rasa lebih baik kalian maju bersama-sama saja, daripada aku musti membuang waktu lebih lama lagi."
Sambil berkata tiba-tiba saja pedangnya digetarkan ke muka menciptakan segulung cahaya pedang yang amat menyilaukan mata, kemudian menerjang ke muka dengan hebatnya.
Sebentar ia menerjang ke kiri sebentar lagi menerjang ke kanan, kecepatan jurus serangan yang dipergunakan boleh dibilang jarang ditemui di dunia ini.
Ke enam belas orang lelaki berbaju hitam itupun tidak ambil diam, serentak mereka meloloskan senjata masaing-masaing kemudian membendung datangnya ancaman tersebut mati-matian.
Sayang sekali ilmu Tay Cou Cap Pwee Ta dari Sik Tiong Giok memiliki daya serangan yang kelewat hebat, hal ini memaksa ke enam belas orang lelaki berbaju hitam itu menjadi kerepotan sendiri, semua serangannya gagal untuk mendesak lawannya.
Sembari melanjutkan serangannya Sik Tiong Giok segera berkata sambil tertawa :
"Nah, kalau keadaan sudah berubah menjadi begini, jangankan kalian tak akan mampu untuk menghalangi perjalananku, buat mengundurkan diri dari sinipun sudah merupakan suatu kejadian yang tak mudah."
Di tengah pembicaraan itu, serangannya segera diperkuat, serangkaian serangan gencar yang maa dahsyat kembali dilontarkan ke depan.
Dalam waktu singkat dua puluh jurus sudah lewat, dan selapis hawa pedang yang amat tangguh bagaikan selapis dinding baja segera terwujud di sekitar tubuhnya.
Tiba-tiba ia berpekik nyaring tubuhnya melejit ke tengah udara lalu bagaikan burung rajawali ia melejit ke atas pohon, kemudian dari sana meluncur ke balik hutan lebar di depan sana.


Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam pada itu belasan orang lelaki yang terkurung di balik hawa pedang itu saling bertumbukan dan menerjang saling berusaha meloloskan diri dari kurungan tersebut, keadaan mereka tak ubahnya seperti sekelompok lalat yang terkurung dalam kotak kaca.
Atas peristiwa tersebut, semua orang dibuat makin bergidik dan ketakutan setengah mati. Biarpun lawan telah pergi jauh, namun kekutannya masih tetap utuh, dan hebatnya biarpun keenam belas orang yang terkurung itu telah bekerja sama dengan sepenuh tenaga, namun tetap gagal untuk menembusi dinding lapisan hawa pedang itu.
Mereka harus berjuang selama hampir setengah jam lamanya sebelum hawa lingkaran cahaya pedang itu makin lama semakin memudar sehingga akhirnya mereka dapat meloloskan diri dari kepungan, walau begitu mereka toh dibuat kelelahan juga sehingga nampak kehabisan tenaga.
Setelah saling bertukar pandangan sekejap, mereka bersama-sama menjerit kaget...
Ternyata di dalam perjuangannya untuk meloloskan diri secara mujur, namun akibatnya terpengaruh oleh sapuan hawa pedang tak berwujud itu, semuanyatelah berubah menjadi hwesio, bukan saja ikat kepalanya terlepas bahkan rambut mereka pun sudah terpapas sambil gundul dan licin.
Dengan terjadinya peristiwa ini, semua orang dibuat menjadi tertegun dan berdiri mematung bagaikan arca batu, untuk setengah harian lamanya mereka cuma termangu-mangu tak sanggup mengucapkan sepatah kata pun.
Waktu itu Sik Tiong Giok telah menembusi semak yang lebat dan tiba di tepi hutan batu yang rapat, mengawasi berbagai bentuk batuan yang aneh itu dia tertegun dan melongo.
Ternyata di atas batuan cadas tersebut telah berdiri beberapa orang berbaju putih, wajah mereka dikerudungi pula dengan kain berwarna putih, bagaikan potongan batu saja, mereka berdiri di ujung batuan tersebut.
Semuanya berdiri membungkam seribu bahasa bagaikan belasan sosok mayat saja, mereka berdiri tak bergerak dari situ.
Untuk beberapa saat kedua belah pihak berdiri saling berhadapan dan saling berpandangan tanpa berkata-kata.
Tiba-tiba dari bawah batuan cadas itu muncul selapis kabut berwarna putih yang semakin membumbung ke atas semakin tinggi, dalam waktu singkat seluruh hutan batu itu telah diselimuti rapat-rapat.
Makin berkembang kabut putih itu, semakin tebal wilayah yang diselimuti pun semakin bertambah luas, berbareng itu kawanan manusia berbaju putih yang semula berdiri di atas batuan cadas itu, kini sudah duduk semua sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi, bunyi desingan angin tajam segera menderu-deru sehingga memekakkan telinga.
SIK TIONG GIOK mengawasi kawanan manusia beraju putih itu dengan keheranan, segera pikirnya :
"Heran seenarnya permainan setan apakah yang sedang dilakukan kawanan manusia aneh itu?"
Sementara ia masih berdiri dengan perasaan heran bercampuran curiga, mendadak dari balik hutan berkumandang suara teguran seseorang yang amat dingin :
"Apakah orang yang berdiri di depan sana adalah Pangeran Serigala" Mengapa kau tidak segera memasuki pos penjagaan yang kedua ini?"
Sik Tiong Giok segera berpaling setelah mendengar teguranitu, dibalik kabut putih yang tebal tampak seorang gadis berbaju putih berdiri tegak disitu, ujung bajunya yang berkibar terhembus angin membuat gadis itu kelihatan seperti bidadari yang turun dari kahyangan.
Dengan perasaan tertegun cepat-cepat ia menegur :
"Siapakah kau?"
"Pek Peng Bwee dari telaga Gi Liong oh," jawab gadis berbaju putih itu dingin.
"Oooh, rupanya nona Pek adalah pemimpin dari pos penjagaan yang kedua ini?"
"Tepat sekali! Dari keberhasilan menembusi pos penjagaan yang pertama, hal ini menunjukkan bahwa kepandaiansilat yang kau miliki memang sangat hebat, beranikah kau menembusi pos penjagaan yang kedua ini?"
Sik Tiong Giok segera tertawa.
"Kalau orang sudah berdiri di tepi sungai otomatis dia akan memandang ke tengah sungai, tentu saja aku akan
menembusinya." "Hee heeee heee... kalau begitu silahkan memasuki barisan,"
kata Pek Peng Bwee sambil tertawa dingin.
Sambil tersenyum Sik Tiong Giok segera melangah masuk ke dalam hutan batu itu.
Dalam pada itu, suara deruan angin tajam menggema makin lama semakin tinggi bahkansangat menusuk pendengaran.
Sementara hawa dingin yang menyerang Sik Tiong Giok
membuat sekujur badannya terasa dingin membeku dan susah ditahan, darah yang mengalir di dalam tubuhnya seakan-akan menjadi beku dan kaku.
Sik Tiong Giok menjadi sangat terkejut, cepat-cepat ia menggerakan tenaga dalamnya untuk melawan serangan hawa dingin yang menyerang yang maha dahsyat itu.
Kian lama hawa dingin yang menyerang badan semakin menebal, kabut putih yang menyelimuti wilayah di sekeliling tempat itupun seolah-olah menjadi beku dan mengeras bagaikan bongkah-bongkah es yang melekat di antara batuan cadas tersebut.
Tiba-tiba terdengar Pek Peng Bwee berseru dari kejauhan :
"Sik Tiong Giok, percayakah kau" Barangsiapa yang sudah memasuki barisan Han Li Tio ini, maka di dalam satu jam saja bisa membuat orang mati karena membeku darahnya."
"Aku... aku... aku rada ku... kurang percaya..." sahut Sik Tiong Giok dengan suara gemetar.
Kembali Pek Peng Bwee tertawa dingin :
"Heee... hehehe... dari nada pembicaraanmu itu, dapat kuketahui bahwa peredaran darah mu sudah mulai tak lancar, apa gunanya kau berkeras kepala terus" Lebih baik sedikitlah tahu diri dan segera menyerah kepada Gi Liong oh kami, kalau tidak... kau tak akan mampu bertahan selama satu jam lagi."
Sik Tiong Giok terkejut sekali setelah mendengar perkataan itu, segera pikirnya :
"Aku tak boleh mandah dibunuh dengan begitu saja, biarpun harus mati paling tidak aku harus mencari teman."
Berpikir sampai disitu dengan memaksakan diri segera menghimpun hawa murninya dan berpekik nyaring.
Berhubung sedari tadi dia sudah mengerahkan tenaganya untuk melawan serangan hawa dingin, halini membuat peredaran darahnya menjadi kurang lancar, otomatis suara pekikannya juga kedengarannya agak gemetar dan sama sekali tidak terasa bersemangat.
Namun justru dengan perbuatannya itu, diapun berhasil pula menembusi lapisan hawa dingin yang mencekam itu.
Begitu merasa timbulnya hawa hangat di dalam tubuh, Sik Tiong Giok tak berani berayal lagi, tiba-tiba saja dia memutar telapak tangannya sambil melancarkan sebuah pukulan ke depan.
Serangan tersebut dilancarkan dengan mengerahkan seluruh tenaga dalam yang dimilikinya, dimana angin serangannya menyambar hawa dingin yang mencekamitu segera berhamburan kemana-mana.
Berhasil dengan serangannya, Sik Tiong Giok merasakan semangatnya makin berkobar, tanpa terasa ia mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring.
Pekikannya kali ini berbeda sekali dengan pekikan yang pertama tadi, kali ini boleh dibilang suaranya tinggi melengking, kuat tajam dan amat menusuk pendengaran.
Menyusul kemudian, pedang di tangan kanan dan pukulan di tangan kiri. Secepat kilat ia mendadak maju ke depan.
Blaamm, blaammmmm! Di tengah benturan yang amat keras, batuan yang berada di sekeliling tempat itu beterbangan ke tanah dalam keadaan hancur.
Sementara itu kawanan manusia berbaju putih itu menjadi lemah juga kondisi badannya setelah mengerahkan tenaga dalamnya sekian lama. Di bawah serangan pedang dan telapak tangan berantai, pada hakekatnya mereka tidak memiliki tenaga lagi untuk melancarkan serangan balasan.
Setelah posisinya makin mantap, Sik Tiong Giok bertarung semakin bersemangat, serangan demi serangan yang dilancarkan juga semakin ganas.
Sesungguhnya hal ini merupakan kekuatan yang tumbuh dari balik kehangatan dengan menghilangnya hawa dingin yang menggigilkan, otomatis semangatnya pun berkobar kembali serangan yang dilancarkan juga semakin lancar, sehingga kekuatan yang dihasilkan pun berlipat ganda lebih hebat.
Di tengah serangkaian serangan pedang dan pukulan, hutan batu itu menjadi berantakan sehingga muncul tanahdatar seluas puluhan kaki sementara manusia berbaju putih itupun ada separuh di antaranya yang menggelepar di atas tanah.
Pelan-pelan Sik Tiong Giok menarik kembali serangannya, memandang tubuh-tubuh manusia yang berserakan di atas tanah itu dia menghela napas panjang kemudian melanjutkan
perjalanannya lagi ke muka.
Setelah melewati hutan batu, tibalah pemuda itu di tempat ketujuh iblis mengalami musibah.
Saat itu kedua sisi sungai telah berubah menjadi sebidang hutan yang gundul, sedang permukaan tanah penuh dengan ceceran darah yang amis sekali baunya.
Dengan kening berkerut Sik Tiong Giok memandang sekejap ke arah gua batudi hadapannya, lalu setelah ragu sejenak ia pun mengangkat kepalanya dan meneruskan langkahnya memasuki gua tersebut.
Suasana di dalam gua itu gelap gulita lagi lembab, air menggenangi batas tungkai, anehnya permukaan di bawah air justru sangat datar sehingga kalau dipakai untuk berjalan mendatangkan perasaan yang amat nyaman.
Walaupun demikian, Sik Tiong Giok tak berani bertindak gegabah, selangkah demi selangkah dia maju ke depan dengan berhati-hati sekali.
Sementara ia masih berjalan menelusuri gua itu, tiba-tiba terdengar suara helaan napas...
Dengan perasan tergetar cepat-cepat pemuda itu menegur :
"Siapa disitu?"
"Apakah yang datang adalah Pangeran Serigala Sik Tiong Giok?"
seorang tua bertanya. "Benar, akulah Pangeran Serigala Sik Tiong Giok, siapakah kau?"
"Kau tak perlu tahu siapakah kami, sebab setelah tahu malah tidak bermanfaat bagimu," jawab seseorang yang lain.
"Kalau dugaanku tak salah, semestinya orang yang berada di dalam gua ini bukan hanya berdua saja, untuk bertanya jawab seharusna kalian puna nama sebutan bukan?"
"Ehm, orang bilang serigala kecil lebih tangguh daripada serigala tua, nyatanya hal ini memang benar," orang ketiga angkat bicara pula.
Orang keempat segera menyusul pula :
"Yang berada di tempat ini memang semuanya berjumlah empat orang, panggil saja kami semua setan-setan gentayangan."
Suara tua yang terdengar pertama kali tadi segera menyambung kembali :
"Bagus sekali, sebuah nama yang sangat tepat, aku adalah si kakek menyendiri Hu To Siu."
"Kalau begitu sebut saja aku sebagai Si Hun Kek (tamu yang kehilangan sukma)," sambung orang yang kedua.
"Dan aku si hweesio liar..." orang yang ketiga menambahkan.
Sedang orang yang keempat menyambung sambil tertawa
terbahak-bahak : Haa haaa haaa... kalaubegitu aku menjadi Si Tosu setan."
Mendadak Hu To Siu berkata sambil menghela napas panjang :
"Aaaai, pada dua puluh tahun berselang kami pernah memiliki nama besar yang harum dan terkenal di seluruh dunia persilatan tapi sekarang kami justru telah menjadi setan-setan
gentayangan. Peristiwa ini benar-benar merupakan suatu tragedi yang amat mengenaskan..."
"Lantas apa maksud locianpwee berempat menghalangi jalan pergiku?"
Tanya Sik Tiong Giok dengan perasaan kaget.
"Sudah banyak tahun kami disekap di dalam gua ini, jadi kami tidak bermaksud menghalangi jalan pergimu," jawab tamu kehilangan sukma.
"Yaaa," sambung Hu To Siu sambil menghela napas, "kami disekap dalam gua yang tak kelihatan langit, benar-benar suatu kehidupan yang tidak menyenangkan, aaai..."
"Apa gunanya kita singgung kembali soal penyekapan itu," tukas si Hweesio liar, "lebih baik kita cepat-cepat berkenalan dengan bocah serigala."
"Walaupun perkataan bocah serigala tak enak didengar bagi pendengaran orang lain namun justru mendatangkan perasaan hangat dan akrab bagi pendengaran Sik Tiong Giok, cepat-cepat serunya :
Kasih Diantara Remaja 2 Tujuh Pedang Tiga Ruyung Karya Gan K L Pendekar Lembah Naga 2

Cari Blog Ini