Ceritasilat Novel Online

Pangeran Perkasa 7

Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D Bagian 7


Siu Cing sebenarnya merasa gembira setelah memperoleh petunjuk kakek cebol, namun ia merasa takut juga setelah gurunya ikut berbicara, buru-buru selanya : "Supek cebol, coba kau lihat apakah aku mampu ?"
"Kalau cuma kau sih tak becus..." si kakek cebol melotot besar,
"cuma bila si dayang setan pun berada disini, dengan kerja sama kalian berdua, niscaya kerbau dungu itu akan dibuat kheki setengah mati..."
Menyinggung kembali soal dayang kecil, tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Sik Tiong Giok, segera pikirnya : "Aaaam hampir saja aku lupa, sudah sekian lama berdiam di istana Cui wi kiong, kenapa tidak kujumpai si dayang jelek Li Peng, jangan-jangan dia tidak berada disini...?"
Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, mendadak dari beranda depan situ kedengaran seseorang berseru sambil tertawa cekikikan.
"Gara-gara pulang terlambat, hampir saja aku kehilangan kesempatan yang begitu baik, paman guru cebol, kali ini kau tak bisa mangkir lagi."
Ketika mendengar suara itu, si kakek cebol segera
menyembunyikan diri ke belakang Siong he lojin.
Ketika Sik Tiong Giok mendongakkan kepalanya, dia
saksikanorang tersebut adalah si gadis jelek Li Peng, dengan keheranan ia lantas berpikir : "Eeeh, benar-benar suatu kejadian aneh, tak nyana nona ini sangat hebat, baru saja dia disinggung, orangnya telah muncul pula di depan mata."
Sementara itu si gadis jelek Li Peng seperti walet telah meloncat masuk ke dalam ruangan dan langsung menerjang ke belakang tubuh Siong he lojin sambil teriaknya : "Paman guru cebol, kau takakan bisa menghindarkan diri sebagai seorang angkatan tua, mana kau akan mengingkari janjimu?"
Tiba-tiba Siong he lojin membentak keras : "Anak Ping, mengapa kau begitu tak tahu sopan " Ayo cepat mengundurkan diri!"
Dengan membuka mulutnya lebar-lebar terpaksa si gadis jelek Li Peng menghentikan langkahnya, kemudian serunya merdu :
"Siapa suruh Paman guru cebol mengingkari perkataan sendiri "
Kalau ingin menyalahkandia orang tua yang mesti disalahkan."
Kakek cebol Kongsun Swan segera menongol kepalanya dari balik ketiak Siong he lojin, setelah itu teriaknya pula : "Budak setan, kapan sih aku berjanji sesuatu kepadamu " Siapa yang telah mengingkari janji ?"
"Hmmmm, macam begitupun kau berani mengaku sebagai paman guru, bicaranya tak bisa dipercayai, huuh, tak tahu malu."
Sambil berkata dia lantas membuat muka setan sambil
mengejek. Kakek naga sakti yang menyaksikan adegan ini segera berkata pula sambil tertawa : "Hei tikus bumi, sebetulnya kau sudah berjanji apa terhadap budak Ping...?"
Dengan cepat kakek cebol menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya : "Tidak, tidak, aku tidak menjanjikan apapun, aku hanya menyuruh dia melaksanakan sebuah tugas dan setelah itu dia pun datang minta upah kepadaku, coba bayangkan saja haruskah upahnya dibayar olehku " Padahal demi orang lain ?"
"Siapa yang kau maksudkan bagi orang lain, katakan dulu."
Tapi si gadis jelek Li Peng telah berteriak keras : "Tak bisa, aku hanya tahu mencari paman guru cebol seorang bukankah kau yang mengurusku ?"
Ku tiok lojin menimbrung pula sambil tertawa : "Tikus bumi, sebenarnya siapa sih yang kau maksudkan orang lain ?"
"Dia, pangeran cilik itu," sahut kakek cebol sambil menunjuk ke arah Sik Tiong Giok.
"Aku...?" Sik Tiong Giok menjerit kaget.
"Kenapa" Apakah kau si bocah hendak mungkir ?" seru kakek cebol sambil melotot. Sik Tiong Giok jadi tertegun dibuatnya dengan cepat ia berkata : "Aku tak bakal mungkir, tapi aku tdoh harus mengetahui lebih dulu persoalan macam apakah itu?"
"Baik, aku mau bertanya kepadamu, ketika kau mengintip perempuan orang lain main kepalan, kemudian tertangkap dan dikurung dalam peti, siapa yang menolongmu keluar ?"
"Dengan wajah memerah cepat-cepat Sik Tiong Giok bangkit berdiri dan memberi hormat kepada si gadis jelek Li Peng seraya ujarnya : "Oooh, rupayna nona yang telah menolongku, budi yang begini besarnya harus dibalas di kemudian hari, sekarang terimalah dulu rasa terima kasihku."
Gadis jelek Li Peng mendepak-depakkan kakinya berulang kali ke atas tanah, lalu serunya : "Siapa yang menolongmu " Aku hanya melaksanakan tugas dari paman guru cebol untuk memancingmu datang ke istana Cui wi kiong ini."
Sekali lagi Sik Tiong Giok tertegun tapi dengan cepat dia memberi hormat pula kepada kakek cebol sambil berkata :
"Kalau begitu pasti locianpwee yang menolongku."
Kakek cebol tertawa terbahak-bahak.
"Haah... haahh... haah... tepat sekali, nah anak muda, kau harus membayar upah ini."
"Tentu saja boanpwee akan turut perintah, entah apa yang diinginkan oleh nona Ping ?"
"SEBETULNYA GAMPANG SEKALI," sahut Kakek cebol sambil tertawa tergelak. "Cukup asal kau memberitkan seluruh tubuhmu kepadanya."
Begitu ucapan tersebut diutarakan Sik Tiong Giok menjadi tersipu-sipu dengan wajah memerah, sebaliknya para jago yang lain tertawa terbahak-bahak.
Gadis jelek Li Peng berkelebat cepat ke hadapan Kakek cebol dan mencengkeram lengannya sambil berseru : "Aku tak mautahu, kau si paman cebol benar-benar bicara ngawur..."
Ketika lengannya kena dicengkeram oleh Li Peng, agaknya kakek cebol tahu kalau dia tidak akan berhasil untuk kabur, maka katanya kemudian : "Baiklah, akan kuajarkan jurus bayangan setan mencakar sukma kepadamu, cuma..."
Dia lantas membisikkan sesuatu ke sisi telinga Li Peng yang disambut si nona dengan suara tertawa cekikikkan : "Paman guru cebol benar-benar mempunyai banyak tipu muslihat, tak kusangka kalau kau bisa memperoleh cara semacam ini."
"Bukankah kau senang nakal ?" kakek cebol berkata sambil tertawa, "nah kalau mau nakal, nakallah sejadinya, kalau ingin muntah pun muntahlah sejadinya."
"Baik, sekali lagi aku aka menuruti perkataan ini. Cuma kau tak boleh mungkir lagi," kata Li Peng sambil tertawa.
Setelah melirik sekejap ke arah Sik Tiong Giok dia lantas menggapai ke arah Siu Cing sambil katanya lagi : "Siu sute kita harus segera berangkat, hati-hati kalau orang lain sampai menyerbu kemari, bisa berabe jadinya."
"Aku masih kuatir kalau tak mampu mengungguli lawan, bila sampai rugikan tidak sepadan dengan pengorbanannya..." ucap Siu Cing tertawa.
"Asal paman guru cebol hadir disini, dia pasti tak akan membua kita menderita rugi. Ayo berangkat !"
Pada saat itulah orang yang berada di seberang istana Cui Im Kiong sudah tak sabar menanti ketika nampak seorang mana siapun yang munculkan diri untuk menghadapinya. Ia tak tahu bagaimana caranya menyeberangi jembatan hay thian kiau dan sudah bersiap-siap untuk beranjak dari situ.
Ketika secara tiba-tiba menyaksikan sepasang muda mudi munculkan diri melewati awan, satu ingatan segera melintas di dalam benaknya, pikirnya : "Aaaah, mungkinkah si tua bangkaku telah menjadi dewasa sungguhan sehingga muridnya pun datang dengan menunggang awan, jangan-jangan di bawah awan
tersebut terdapat suatu rahasia."
Baru saja ingatan tersebut melintas lewat, Li Peng dan Siu Cing telah muncul di atas daratan, ketika diamati ternyata mereka hanya seorang bocah berusia empat lima belas tahunan. Yang lelaki berwajah tampan membawa gaya seperti bocah dewa, sebaliknya yang perempuan mesti bertubuh indah namun wajahnya benar-benar jelek.
Baru saja dia mengamati lawannya, Li Peng telah membentak nyaring : "Hei, siapakah kau, berani amat mengusik ketenangan nirwana, emangnya kau sudah bosan hidup ?"
Siu Cing dengan sorot mata yang seksama mengamati pula orang itu dengan seksama, ternyata lawannya seorang lelaki yang berperawakan tinggi kekar, mukanya bulat ditambah alis matanya tebal dan mulutnya lebar mata besar tampangnya sedikit agak gagah dan perkasan.
Ketika mendengar perkataan mana, orang itu mengelus
jenggotnya yang panjang dan menuding ke arah Li Peng.
"Apakah kalian berdua adalah muridnya Siong hee si tua bangka itu " Mengapa kalian baru muncul setelah aku berteriak sampai setengah harian, kurang ajar betul..."
Li Peng tertawa dingin. "Sungguh aneh, kami menjadi murid siapa apa sangkut pautnya dengan dirimu, apakah kami mesti menengok keluar gara-gara mendengar gonggongan anjing saja ?"
Meluap hawa orang itu setelah mendengar kata-kata itu yang bernada menghina itu, setelah mendengus ujarnya : "Apakah Ku Keng si tua bangka itu berdiam disini " Ayo cepat suruh dia keluar, katakan akusi tangan darah penggetar langit Lu Ma telah berkunjung kemari, sudah sepantasnya bila ia dadtang menyambut kedatanganku."
"Aduuuh mak galaknya," kembali Li Peng mengejek kembali sambil tertawa dingin. "Apa sih arti dari julukanmu itu " Tangan darah penggetar langi... huuuh, aku lihat otakmu rada miring, mungkin saking pusingnya sehingga mengucapkan kata-kata secara mengawur."
"Suci," sela Siu Cing pula, "mengapa aku belum pernah mendengar orang membicarakan tentang ini. Apakah di dalam dunia persilatan memang terdapat manusia dengan julukan tersebut ?"
"Huuh, sesungguhnya dia memang bukan manusia, mana mungkin punya nama di dalam persilatan ?"
Tangan darah penggetar langit Lu Ma betul-betul naikpitam, serunya kemudian penuh amarah : "Dua setan busuk, kalian benar-benar bedebah, coba kalian tidak kuingat usiamu masih mudah tak tahu urusan, sekali kuayunkan tanganku, niscaya klian akan kehilangan nyawa. Ayoh cepat suruh Ku Keng si tua bangka itu datang menjumpaiku."
"Huuuh... rupanya mulutmu itu masih bisa juga membual besar, kalau memang merasa punya ilmu, ayo keluarkan saja, asalkan bisa mengungguli diriku berdua, sudah pasti ada orang dewasa yang akan memberi pelajaran kepadamu, tapi bila tak ada keyakinan, lebih baik sipat ekor dan kabur saja."
Perlu diketahui si Tangan darah penggetar langit Lu Ma adalah jagoan yang punya nama besar di dalam golongan sesat.
Kepandaian silatnya sama sekali tidak berada di bawah kemampuan Pat Huang Sin Mo, cuma wataknya berangasan dan paling tak tahan menghadapi hasutan orang lain.
Ia bisa muncul disitu karena mendapat hasutan dari si nikou siluman Man Tou, dlaam anggapannya ia sudah memiliki kepandaian silat yang tiada tandingannya di kolong langit, sehingga Sionghe lojin pun tidak dianggap sebelah mata. Tentu saja dia lebih memandang rendah terhadap kedua orang bocah itu.
Siapa tahu begitu bersua ia usah diumpat habis-habisan oleh kedua orang anak muda tersebut, kontan saja dia mencak-mencak saking gusarnya, dengan suara keras teriaknya : "Budak yang tidak tahu diri, kau berani mencari gara-gara denganku "
Kalau begitu jangan salahkan diriku."
Di tengah bentakan tersebut, telapak tanganya segera diayunkan ke depan, segulung angin serangan yang bercampur bau amis langsung menyambar tubuh kedua orang itu.
Siu Cing segera menjerit keras : "Suci, kepandaian silat apakah itu, huuh bau sakali !"
"Kepandaian apa, paling banter juga ilmu pukulan kencing anjing yang paling bau dan apek, ayo cepat menyingkir..." Li Peng tertawa cekikikan.
Sambil mengejek musuhnya, kedua orang itu kembali menyingkir ke samping dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
"Blaaamm...!" Dimana angin pukulannya menyambar lewat, sebatang pohon yang amat besar segera terhajar sehingga patah menjadi dua dan roboh ke tanah.
Namun bayangan tubuh dari Li Peng maupun Siu Cing sama sekali tak terlihat, hal ini menunjukkan kalau serangannya mengenai sasaran yang kosong.
"Cepat benar gerakan tubuh kedua orang setan cilik ini..." tangan darah penggetar langit Lu Ma menjerit kaget.
Baru saja dia hendak memutar tubuhnya, tiba-tiba dari balik lautan awan muncul lagi seseorang, dia adalah seorang bocah muda yang tampan dan gagah.
Dengan senyum di kulum terdengar pemuda itu berkata :
"Tenaga yang anda miliki benar-benar luar biasa, hana sayang digunakan bukan pada tempatnya, mending kalau digunakan menghadapi pohon dan kayu yang tak bernyawa, coba kalau dipakai untuk menghadapi manusia, percuma..."
Pada saat itu si Tangan darah penggetar langit Lu Ma sedang dipengaruhi oleh amarah yang amat membara, ketika mendengar perkataan tersebut, sepasang matanya segera melotot besar, bentaknya keras-keras : "Jadi kau si bocah keparat kurang puas
" Beranikah kau menyambut sebuah pukulanku?"
Baru saja perkataan itu selesai, mendadak dari atas pohon di belakang tubuhnya telah berkumandang suara seruan dari Li Peng : "Pangeran cilik, tua bangka ini terlalu menggemaskan, kau sudah seharusnya memberi pelajaran yang setimpal kepadanya!"
"Betul," sambung Siu Cing, "lebih baik bunuh saja dirinya sampai mampus."
Pemuda yang baru saj munculkan ini bukan lain adalah Pangeran Serigala langit Sik Tiong Giok, tak disangkal lagi kedatangannya pun atas permintaan dari kakek cebol Kongsun swan.
"Kalian tak usah kuatir," katanya sambil tersenyum, "aku pastik tidak akan mengampunyinya."
Pada dasarnya si Tangan darah penggetar langit Lu Ma adalah seorang manusia liar yang tak sudi tunduk kepada siapapun.
Sudah barang tentu diapun tidak akan tahan mendengar ejekan lawan, sambil berteriak penuh amarah serunya : "Bocah keparat, kau jangan mengibul dulu, mari, mari, coba kita lihat siapayang akan memberi pelajaran kepada siapa."
Selesai berkata, tenaga dalamnya segera dihimpun dan ia mengayunkan telapak tangannya melepaskan sebuah bacokan maut.
Perlu diketahui kepandaian silat yang diandalkan si Tangan darah penggetar langit Lu Ma adalah ilmu pukulan darah, ini menunjukkan kalau dia memiliki kemampuan yang luar biasa di dalam permainan tangan kosong.
Akan tetapi kepandaian silat yang dimiliki Pangeran Serigala Sik Tiong Giok pun bukan sembarangan, selain telah mendapatkan tenaga dalam sebesar enam puluh tahun hasil latihan dari kakek serigala langit, dia pun telah memperoleh petunjuk dari Siong he lojin, sudah barang tentu kemampuannya bukan sembarangan.
Maka ketika melihat datangnya serangan lawan, dia segera menghimpun tenaga dalamnya di pusar dan menyambut
datangnya seranganlawan dengan kekerasan.
"Blaaamm!" Ketika sepasang telapak tangan saling bertemu, kepulan asap putih segera membumbung di angkasa. Akibatnya Sik Tiong Giok tergetar mundur sejauh dua langkah sebaliknya pukulan darah Lu Ma pun terdorong sejauh dua langkah.
Akibatnya si pukulan darah penggetar langit Lu Ma menjadi kaget bercampur tercengang, segera pikirnya : "Tidak kusangka lawan yang masih muda belia pun memiliki kemampuan yang hebat, mengapa dia mampu menahan seranganku?"
Dia dtahu pukulan dari Sik Tiong Giok itu menggunakan tehnik meminjam tenaga, semakin besar kekuatan lawan maka akibat dari tenaga pantulannya juga semakin besar, untuk saja dalam gebrakan pertama hanya dipakai tenaga sebesar lima bagian, kalau tidak, niscaya kerugian lebih besar yang akan diterimanya.
Setelah tertegun beberapa saat, si pukulan darah penggetar langit Lu Ma mengawasi lawannya sekali lagi, tampak olehnya Sik Tiong Giok masih tetap berdiri tenang di tempat semula.
Kejadian tersebut segera mengobarkan amarahnya. Setelah mendengus dingin serunya : "Bocah keparat, beranikah kau menyambut pukulanku lagi" ....Hmmm!"
Sik Tiong Giok tertawa. "Berapa besar sih kemampuan yang aku miliki, silahkan saja di pergunakan semua, aku tak berani?"
"Baik!" Tangan darah penggetar langit Lu Ma berteriak keras, sepasang telapak tangannya segera didorong ke muka dengan sejajar dada, dimana angin pukulannya menyambar lewat terasa desingan dan gemuruh suara yang keras.
Sekali lagi Siu Cing berteriak keras : "Aduh baunya, pukulan kencing anjing..."
Sik Tiong Giok tak berani berayal, tubuhnya berkelebat ke samping lalu dengan tehnik meminjam tenaga mempergunakan tenaga didorong telapak tangan kanannya untuk menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Ketika kedua gulungan angin pulan saling bertemu, terjadilah gulungan angin berpusing yang amat keras namun Sik Tiong Giok segera melontarkan pula telapak tangan kirinya ke depan, angin serangan ini segera membuat hasil gabungan dari kedua gulung angin pukulan itu berputar seperti gangsing dan memental balik.
Menyaksikan kejadian ini si Tangan darah penggetar langit Lu Ma menjadi terkejut sekali, dengan cepat dia memperkuat kuda-kudanya, sambil mendorongkan telapak tangannya ke depan, angin pulan yang menderu segera menerjang ke arah Sik Tiong Giok.
Tampaknya Sik Tiong Giok dibuat agak tegang juga, sambil merendahkan bahu menekuk sikut dia himpun segenap tenaga dalamnya lalu dengan wajah serius telapak tangan kanannya ditarik kembali sementara tangan kirinya didorong ke depan.
Dalam waktu singkat terjadi deruan angin puyuh yang sebentar mundur tiada menentu.
Li Peng yang bersembunyi di atas pohon amat kuatir bila tenaga dalam yang dimiliki Sik Tiong Giok tidak memadai, maka lama kelamaan dia pasti akan rugi sendiri, maka setelah memberi tanda kepada Siu Cing, mereka berdua serentak turun tangan sambil membentak : "Lihat serangan!"
Segulung jarum cemara segera mengurung tubuh si Pukulan darah penggetar langit Lu Ma diiringi desingan angin serangan yang tajam dan luar biasa.
Di dalam suatu pertarungan adu tenaga maka pecahkan
perhatian merupakan pantangan terbesar, suara bentakan mana segera menggetarkan perasaannya, cepat-cepat dia menarik tenaga pelindung badannya dan melepaskan sebuah pukulan dahsyat.
Pada saat itu pula secara tiba-tiba Sik Tiong Giok membuyarkan tangan kirinya, kemudian menyusul perputaran lengan, telapak tangan kanannya didorong pula ke depan.
Dengan demikian Lu Ma masuk perangkap, dia tidak menyangka kalau musuh bakal membuyarkan serangannya secara tiba-tiba, dengan lenyapnya tenaga perlawanan tersebut maka diapun kehilangan keseimbangan badannya. Apalagi berhubung dia menggunakan tenaganya kelewat kuat untuk sesaat sulit baginya untuk menarik diri, tubuhnya kontan saja terjerambab ke muka.
Tapi dengan demikian dia terhindar pula dari serangan jarum cemara yang gencar itu.
"Huuh, sungguh berbahaya!" pekiknya kemudian di dalamhati.
Cepat-cepat dia mencoba menahan tubuhnya agar tidak sampai mencium tanah, namun tak disangka sama sekali pukulan tangan kanan Sik Tiong Giok telah menyusul.
Dimana angin pukulannya menyambar lewat, terdengar si Pukulan darah Lu Ma mendengus tertahan, tubuhnya bagaikan bola yang bergelinding segera mencelat sejauh tiga empat kaki.
Kejadian ini segera disambut si kalajengking kecil Siu Cing dan Li Peng dengan tempik sorak yang gegap gempit, sambil bertepuk tangan serunya : "Haaaahh... haaahh... pukulan darah penggetar langit gagal menggetar langit, akibatnya kepala berguling dan berguling... lalu berguling masuk ke dalam jamban."
Merasakan kerugian yang amat besar ini, sekalipun ada keingin untuk melanjutkan pertarungan, namun kekuatannya sudah tiada lagi.
Maka sambil menenangkan perasaannya dia melotot sekejap ke arah ketiga orang lawannya kemudian membalikkan badan kabur dari tempat tersebut.
Kembali Siu Cing berteriak sambil tertawa : "Hey, kalau jaan hati-hati sedikit, bila sampai berjungkal dan bergulingan, jangan-jangan akan terguling lagi ke dalam lubang jamban."
Sebaliknya Li Peng lebih mengutamakan keselamatan Sik Tiong Giok, dia lari menghampiri pemuda tersebut.
Namun ketika tiba di hadapan Sik Tiong Giok, tiba-tiba saja nona itu dibuat tertegun.
Ternyata Sik Tiong Giok masih berada dalam posisi semula, satu tangan melindungi dada, angan yang lain didorong ke muka, dengan sepasang mata melotot besar dia mengawasi tempat kejauhan sana tanpa bergerak.
Siu Cing segera menghampiri pula, dengan wajah tertegun tanyanya kemudian, "Suci, mengapa dengan pangeran cilik ?"
"Aku sendiripun tidak tahu," jawan Li Peng sambil menggelengkan kepalanya. "Si pukulan bau pun sudah dihajarnya sampai kabur, mengapa dia masih juga memasang gaya?"
Siu Cing menerdipkan mata berulang kali, mendadak ia mendapat sebuah akal, buru-buru serunya : "Suci, mari kita menggotongnya ke dalam!"
Li Peng mengangguk dan mereka berdua segera maju ke depan bersama. Baru saja akan menggotong tubuh Sik Tiong Giok, mendadak terdengar seseorang membentak keras : "Tahan, kalian jangan menyentuhnya."
Sesosok bayangan manusia segera munculkan diri, ternyata dia adalah si kakek cebol Kongsun Swan.
Dihampirinya Sik Tiong Giok lalu secara tiba-tiba dia menotok lima buah jalan darah penting di tubuhnya sebelum
menghembuskan napas panjang.
Cepat-cepat Li Peng bertanya : "Paman guru cebol, mengapa...
mengapa dengannya?" Setelah menghela napas, kata si kakek cebol : "Kesemuanya ini gara-garaku, aku lupa kalau dia sudah terkena pukulan beracun Kiu yu tok ciang dan tak boleh mempergunakan tenaga dalam lagi, akibatnya mungkin dia tidak akan mampu bertahan selama setengah tahun lagi, tubuhnya akan membusuk dan akhirnya akan meninggal dunia."
Baru selesai perkataantsb diutarakan Li Peng telah menjerit kaget
: "Aduuh mak... bagaimana baiknya sekarang" Paman guru cebol kau harus mencarikan sebuah akal yang bagus."
Dengan cepat kakek cebol menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Apa pula yang dapat kulakukan" Sekalipun Hoa Sua menjelma kembalipun belum tentu dia sanggup mengobati luka beracun ini."
Li Peng menjadi gelisah sekali sehingga airmatanya jatuh bercucuran, segera katanya kemudian : "Tidak bisa, kau yang telah mengutusnya agar bertarung melawan orang, dan sekarang dia terluka parah, bagaimanapun juakau harus
bertanggungjawab." Siu Cing yang berada di sisinya segera ikut pula menimbrung :
"Paman guru cebol, apabila kau benar-benar tidak akan mengurusinya, maka mulai hari ini aku Siu Cing tak akan mengakui kau ini sebagai jagoan dari golongan lurus lagi, mana pendekar yang berpeluk tangan saja membiarkan orang lain sekarat?"
Direcoki kedua orang itu, si kakek cebol benar-benar menjadi kewalahan. Akhirnya ia berkata : "Cara menolong sih ada saja, cuma terlalu sukar. Aku kuatir tidak gampang untuk
dipraktekkan." Mendengar masih ada cara lain, cepat-cepat Li Peng berkata lagi
: "Su siok memang selamanya begini, kalau toh masih ada cara untuk menolongnya, mengapa tidak kau katakan sedari tadi?"
Kakek cebol tertawa getir .
"Sekalipun aku katakan sedari tadi, kalau tak dapat dilaksanakan bukankah sama saja tak berguna?"
"Coba kau utarakan keluar, siapa tahu ada orang yang mampu melakukannya?"
"Kiu yu tok ciang adalah ilmu pukulan andalan Pat Huang Sin Mo, barang siapa terkena sapuannya maka selain mendapat pil penawar racun bikinannya, tak seorangpun dapat
menyembuhkan luka itu. Yang enteng satu tahun, yang parah setengah tahun kemudian tubuhnya akan membusuk sebelum akhirnya mati."
"Asalkan ada obat penawar racunnya saja sudah cukup, kitakan bisa pergi meminta kepada Pat Huang Sin Mo ?" kata Siu Cing dengan kening berkerut.
"Pat Huang Sin Mo mempunyai dendam sakit hati sedalam lautan dengan kita, apakah dia akan memberikan obat penawar racun tersebut kepada kita?"
"Jika dia tak mau kasih, kita rampas denga kekerasan!" teriak bocah itu penuh bersemangat.
Mendengar perkataan tersebut, si kakek cebol segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaahhh... haaaahhhh... haaaahhh... benar-benar anak macan yang tak takut langit bumi, bocah Siu, jangan lagi kau biarpun ketiga sesepuh perguruanmu mau bersamapun belum tentu mampu menandingi kemampuan lawan..."
"Wah, kalau begitu apa daya..." Siu Cing segera merentangkan tangannya tanda menyerah.
"Susiok," dengan kening berkerut Li Peng berseru lagi, "apakah sudah tiada cara yang lain lagi?"
"Cara sih masih ada, cuma harus menyerempet bahaya."
Mendadak Li Peng mengerutkan dahinya seraya berseru : "Bagi kita yang hidup di dalam dunia persilatan, bukankah setiap saat dan dimanapun kita sedang menyerempet bahaya" Asalkan kita bisa mendapatkan obat mustika untuk menolong orang, kenapa mesti takut untuk menyerempet bahaya?"
"Baik," kata kakek cebol kemudian sambil tertawa, "kalau memang kau memiliki keberanian tersebut akan aku beritahukan cara untuk mengobat luka racun tersebut, sebenarnya obatnya hanya emepedu kelabang langit saja, apakah kau dapat memperolehnya?"
Setelah tertegun sejenak, Li Peng segera bertanya : "Siapa yang tahu kelabang langit itu berdiam dimana dan kemana pula kita harus mencari?"
Kakek cebol menarik napas sejenak, lalu sahutnya : "Sekarang ada seekor kelabang langit yang akan munculkan diri ke atas permukaan tanah. Beranikah kau untuk mencoba?"
"Dimana?" tanya Li Peng.
"Di bawah tebing Ci im gay, bukit Pay lau san. Kau berani kesana...?"
"Mengapa tidak" Cuma..."
"Cuma kau merasa berat hati untuk meninggalkan bapak gadunganmu bukan?" tukas kakek cebol bayangan tanah sambil tertawa.
Li Peng segera melototkan matanya bulat-bulat seraya berseru :
"Siapa bilang aku merasa berat hati" Tapi demi membalas dendam, mau tidak mau aku mesti bersabar cuma inipun merupakan usul dari guruku..."
"Jangan-jangan si tua Ku telah memberitahukan asal usulmu..."
tanya si kakek cebol. "Ehmmmm, itulah sebabnya aku menjadi serba salah, ooh paman guruku yang baik, dapatkah kau carikanjalan terbaik untukku?"
Kakek cebol termenung sejenak, kemudian ujarnya dengan suara dalam : "Baiklah, biar kupikirkan dulu. Sekarang kita kembalikan dulu si bocah muda ini."
Sembara berkata dia lantas membungkukkan badan mengempit tubuh Sik Tiong Giok lalu meluncur ke depan menyeberangi jembatan dalam lautan mega.
Li Peng dan Siu Cing saling berpandangan sekejap, kemudian merekapun menyusul kembali ke istana Ciu wi kiong.
Waktu itu suasana dlaamruangansudah sepi karena perjamuan telah bubaar, semua orang sedang duduk bersila sambil mengatur napas, tapi kemunculan si kakek cebol yang riuh seketika membangunkan kembali semua orang.
Melihat keadaan Sik Tiong Giok tersebut, kakek naga langit merasa hatinya jadi kecut. Dia segera mendelik ke arah kakek cebol sambil serunya : "Hey tikus tanah, semuanya gara-gara kau. Tahukah kau bahwa Tio Song hanya mempunyai seorang keturunan saja " Bila dia sampai terjadi sesuatu, akan kulihat bagaimanakah pertanggunganjawabmu terhadap sahabat-sahabat lain.
Kakek cebol segera tertawa.
"Bagaimana kalau kau jangan gelisah dulu " Sekarang si tua Ku berada disini, aku tidak percaya kalau dia hanya berpeluk tangan saja membiarkan bocah ini menderita."
"Hey, bencana toh terjadi gara-gara ulahmu, masa kau melimpahkan tanggung jawabnya kepadaku?" seru Siong he lojin sambil tertawa, "wah nampaknya aku terus mencampuri persoalan ini..."
Sambil berbicara diapun menghampiri pemuda tersebut, menggunakan kesempatan tersebut kakek cebol membebaskan jalan darah dari Sik Tiong Giok, namun si anak muda itu masih tak sadarkan diri.
Dalam sekilas pandangan, Siong he lojin dapat menyaksikan pula wajah murung yang meliputi wajah Li Peng, satu ingatan segera melintas dalam benaknya, dengan suara dalam ia lantas berseru
: "Ping ji, cepat ambil semangkuk air bersih!"
Tak selang berapa saat kemudian Li Peng sudah muncul dengan membawa semangkuk air, Siong he lojin segera mengeluarkan sebutir pil dan dicairka dalam air, kemudian dengan gunting ia merobek pakaian dari pemuda tersebut, tampaklah lengan kanan itu sudah membengkak sebesar dua inci lebih, warnanya merah kehitam-hitaman sehingga nampak amat mengerikan.
Sambil menghela napas Siong he lojin berkata : "Sungguh berbahaya, untung bocah ini memiliki dasar tenaga dalam yang cukup sempurna, kalau tidak mungkin sulit untuk dikatakan.
Sambil berkata dia mengambil lagi sebutir pil dan dijejalkan ke dalam mulut Sik Tiong Giok, lalu memerintahkan kepada Li Peng untuk mempoleskan air bercampur obat tadi di atas lengan kanan Sik Tiong Giok yang membengkak itu.
Kurang lebih seperminum teh kemudian, bengkak yang
mengerikan itu lambat laun semakin mengempis dan hilang.
Baru saat itulahShl menghembuskan napas sambil berkata pelan
: "Kehebatan racun pukulan Kiu yu tok ciang benar-benar bukan hanya nama kosong belakan, sekarang kendatipun nyawanya sudah tidak terancam lagi namun lengan kanannya masih menjadi tanda tanya besar. Syukur kalau masih bisa
dipergunakan lagi, bila sampai cacad seumur hidup. Aaaai manusia dengan bakat sebaik ini masa harus menerima
kenyataan yang sepahit ini?"
"Hmm kalau bukan gara-gara si tikus bumi yang memerintahkan kepadanya untuk menyambut musuh, tak mungkin dia akan mengalami seperti ini," seru kakek bangau sakti cepat.
"Hey itik liar, kau jangan bicara sembarangan," bentak kakek cebol dengan cepat. "Sekalipun hari ini aku si cebol tidak menyuruhnya, tiga bulan kemudian racun dalam tubuhnya akan bekerja juga, masa aku saja yang disalahkan?"
"Kami tidak menyalahkan dirimu," kakek naga langit segera berkata, "kami hanya merasa sayang bila bocah dengan bakat sebaik ini harus menjadi cacad seumur hidup!"
"Tapi kita toh bukannyatak ada jalan untuk membuat tubuhnya tak sampai menjadi cacad..." kata kakek cebol sambil tertawa.
"Kau maksudkan pengobatan dengan kelabang langit?" sela Ku tiok lo in sambil tertawa.
"Betul empedu Goan wan dari kelabang langit merupakan benda mestika dunia persilatan, bila benda mestika tersebut sampai terjatuh ke tangan si makhluk beracun, tak disangkal lagi dunia persilatan akan menjadi kacau ballau tak karuan. Sebaliknya bila diperoleh kaum sesat, maka ibarat harimau yang tumbuh sayap, sudah pasti dunia persilatan akan dicekam musibah yang paling besar."
"Maka dari itu kau ingin menyerempet bahaya untuk mengambil benda tersebut?" tanya kakek bangau sakti.
"Sekalipun kami tak berani melakukannya, siapa yang berani menjamin kalau pihak kaum sesat tak bermaksud untuk
memperoleh mestika itu" Bila benda tersebut sampai terjatuh ke tangan mereka, bukankah kita semua tak bisa hidup dengan tenang?"
Siong he lojin segera manggut-manggut.
"Yaa, apa yang dikuatirkan saudara Kongsun (kakek cebol) memang benar, akupun sudah berpikir sampai kesitu hana saja pekerjaan tersebut bukan pekerjaan yang gampang."
"Kita tak boleh angkat tangan karena pekerjaan tersebut sulit, bila benda tersebut itu sampai diperoleh kaum sesat, jangan lagi sulit bererak, mau hiduppun bukan suatu pekerjaan yang mudah."
Siong he lojin termenung beberapa saat lamanya, kemudian ia baru berkata : "Baiklah! Tapi kapan kelabang langit baru akan munculkan diri?"
"Aku sudah memperhitungkan secara jelas, makhluk beracun itu sepantasnya menampakkan diri pada tengah hari Toan yang."
"Itu berarti masih ada waktu selama tiga bulan. Kita masih sempat melakukan persiapan."
"Persoalan itu tak bisa ditunda lagi, lebih baik mulai sekarang kita lakukan persiapan agar sampai waktunya tak sampai kelabakan dibuatnya."
Siong he lojin segera manggut-manggut, mereka baru berpisah setelah melakukan perundingan beberapa waktu.
Dalam pada itu Sik Tiong Giok telah dibaringkan di sudut ruangan, meskipun ia nampak seperti pingsan, padahal sejak tadi sudah mendusin kembali. Dalam hati kecilnya dia sedang memikirkan satu persoalan, pikirnya : "Gara-gara luka sekecil ini, berapa orang cianpwe itu sampai bersiap-siap menyerempet bahaya. Aah... aku tak boleh membiarkan mereka berbuat begitu."
Karenanya secara diam-diam ia mencoba untuk mengatur pernapasan, segera dijumpai keadaannya sudah jauh membaik, sekalipun ada berapa bagian jalan darahnya masih kurang lancar, namun garis besarnya tidak terlalu mengganggu.
Karenanya dia segera berpikir kembali : "Aku yang terjatuh harus bangun sendiri, paling baik jika segala sesuatu dilakukan sendiri tanpa bantuan orang lain. Kalau toh mereka bisa mendatangi Pay lau san, mengapa aku Sik Tiong Giok tidak dapat?"
Maka dari itu setelah mengambil keputusan, diapun meneruskan sandiwaranya berlagak belum sadara.
Sampai para dayang mengotongnya masuk pesangggrahan dan membaringkannya di pembaringan, dia baru membuka matanya sambil diam-diam tertawa kecil.
Kemudian dia melompat turun dari pembaringan, mengenakan pakaian dan membereskan semua buntalannya, setelah melihat keadaan disanan tiada orang lain, tubuhnya langsung menerobos keluar lewat jendela dan meluncur ke arah selatan.
Dengan menempuh perjalanan semalaman suntuh, keesokan harinya dia telah meninggalkan bukit Bok cau san, tapi pemuda ini tak berani berhenti karena kuatir Siong he lojin sekalian menyusul dirinya.
Setelah menempuh perjalanan seharian penuh, malamnya ia sudah sampai di Peng kang.
Ia tak berani menginap di dalam kota, dengan meneruskan perjalanan sejauh lima li ke selatan, akhirnya tibalah pemuda itu di sebuah dusun di tepi sungai.
Waktu itu kentonganpertama baru sja menjelang, semua orang sudah terlelap tidur sehingga suasana di sekitar situ amat sepi.
Pada saat itulah mendadak dari kejauhan sana terdengar seseorang berteriak minta tolong.
Tanpa terasa Sik Tiong Giok menjadi tertegun dan mengalihkan pandangan matanya memperhatikan sekejap ke sekeliling tempat itu. Namun suasana amat sepi dan tak kelihatan seorang manusia pun.
Akhirnya pada jarak sepuluh kaki di depan sana ia menjumpai sebuah kuil kecil, dari arah situlah suara tersebut berkumandang datang.
Tanpa berpikir panjang lagi pemuda itu segera berlarian menuju ke arah kuil tersebut.
Pintu kuil itu tertutup rapat, di atas pintu tergantung sebuah papan nama yang lamat-lamat terbaca olehnya tiga huruf besar yang berbunyi : 'TAY HU SI'
Setelah berada di depan kuil itu, suara teriakan tadi kedengaran semakin jelas lagi. Ia mencoa untuk mendorong pintunya, namun pintu kuil terkunci rapat-rapat sehingga sukar dibuka.
Saat itulah dia mendengar seseorang menjerit lengking.
"Bajingan tengik, aku akan beradu jiwa dengan kalian."
Kemudian terdengar lagi suara seorang lelaki yang tertawa tergelak dan berseru dengan kasar : "Mestika kecil, kau jangan adu jiwa, toaya keberatan kalau kau berbuat begitu. Ha...ha..."
Menyusul kemudian terdengar lagi seorang yang lain berseru :
"Lo sam, kau tekan badannya di atas tanah, akan kukerjai lebih dulu kemudian baru giliranmu."
Lelaki yang pertama tadi mendengus.
"Hemm, jiko, enak benar kalau bicara; bocah perempuan ini toh hasil culikanku, masa kau yang akan mengerjai dirinya duluan"
Lebih baik kau saja yang membantu aku untuk menekan
tubuhnya, biar aku bekerja dulu kemudian baru kau."
Dari semua pembicaraan yang terdengar, Sik Tiong Giok segera tahu apa gerangan yang telah terjadi disitu, dengan cepat dia melompat masuk melewati pekarangan.
Di ruang tengah, di bawah cahaya lentera yang terang benderang, nampak seorang lelaki berpakaian ringkas sedang menindih seorang nona, bajunya sudah dilepas sehingga tinggal pakaian dalamnya yang minim, saat itu lelaki kasar tadi sedang berusaha mencopot celana dalamnya...
Sementara itu seorang lelaki bercodet memegangi sepasang tangan si nona sambil mencium pipi dan bibirnya, kemudian sambil tertawa berkata : "Sayangku, locu sudah mengembara ke seantero jagad, sudah banyak perempuan yang kutiduri, namun belum pernah menjumpai perempuan secantik kau... hemm...
hmm.. eeit..." Hampir pingsan nona itu saking marahnya, dengan sekuat tenaga dia berusah meronta dan melepaskan diri.
Sik Tiong Giok pun tak dapat membendung hawa amarahnya setelah menyaksikan peristiwa ini, ia segera membentak keras :
"Bajingan keparat, manusia bedebah, berani benar kalian menganggu gadis. Hmmm! serahkan nyawa anjingmu..."
Betapa terkejutnya dua orang lelaki kekar itu ketika mendengar suara bentakan yang menggelegar secara tiba-tiba, terutama di saat usaha mereka untuk menunggangi nona tersebut hampir berhasil, serentak mereka mendongakkan kepalanya.
Tapi setelah mengetahui bahwa orang tersebut tak lebih hanya seorang pemuda berusia enam tujuh belas tahunan, semua rasa kaget itu seketika hilang lenyap tak berbekas. Sudah barang tentu mereka tak memandang sebelah mata pun terhadap seorang pemuda ingusan.
Lelaki kekar yang sedang berusah mencopot celana dalam nona itu segera melepaskan pekerjaannya dan membentak dengan penuh amarah : "Bocah keparat, siapa suruh kau mencampuri urusan toaya mu" Huuh... aku lihat kau sudah bosan hidup nampaknya?"
Sambil berkata dia meloloskan senjatanya dan berseru kepada rekannya : "Jiko, kau jangan lepaskan nona itu, biar kujagal dulu bajingan cilik ini sebelum bersenang-senang."
Dengan suatu gerakan cepat di amelompat ke hadapan Sik Tiong Giok, lalu teriaknya lagi : "Bocah keparat, kau sendiri yang mencari mampus, jangan salahkan kalau Hek samya mu
bertindak keji." Sembari berkata, goloknya segera diayunkan ke muka
melepaskan sebuah bacokan kilat.


Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di dalam amarahnya Sik Tiong Giok mengayunkan pula
tangannya untuk menyambut datangnya ancaman tersebut dengan tangan kosong.
Lelaki itu segera menjadi kaget, kemudian serunya : "Hey, tidak kusangka kau si bocah keparat pun seorang ahli ilmu silat!"
Cepat-cepat dia menarik kembalik goloknya sambil membalikkan pergelangan tangannya, kemudian dengan suatu tusukan secepat sambaran kilat dia tusuk dada lawan.
Sebagaimana diketahui, Sik Tiong Giok telah terluka sewaktu bertarung melawan si pukulan dardah pengempur langit, oleh karena itu dia tak berani menggunakan tenaga dalamnya kelewat batas, akibatnya untuk sementara waktu pun dia tak mampu berbuat banyak terhadap lelaki kekar itu.
Pada saat itulah, lelaki yang satunya lagi berseru sambil tertawa terbahak-bahak.
"Lo sam, pertahankan dirimu baik-baik, maaf, aku sudah tak kuat menahan dirilagi.Aku akan mendahuluimu meniduri nona ini duluan..."
Mendengar seruan tersebut, lelaki yang sedang bertarung melawan Sik Tiong Giok segera berteriak : "Ji ko, kau tak boleh curang, ada rejeki kita nikmati bersama, ada bencana kita tanggulangi bersama, bagaimana kalau kita nikmati nona cilik itu selesai menghabisi keparat ini?"
Namun lelaki yang bernama Ji ko itu tidak ambil perduli, secara brutal dia berusah kembali untuk melepaskan celana dalam nona tersebut...
Sik Tiong Giok benar-benar merasa sangat geram, dia segera perketat serangannya, kemudian dengan menggunakan gerakan egosan serigala, dia menyelinap ke depan.
Pada saat yang bersamaan, nona yang berada di atas tanah itupun sedang melawan dengan sekuat tenaga.
"Breeet..." Akhirnya pakaian dalam yang dikenakan nona itu robek dan terbuka sama sekali.
Dengan demikian nona itu berada dalam keadaan bugil sehingga semua bagian tubuhna yang paling raahasia terlihat jelas.
Nona itu menjadi ketakutan dan segera merintih dengan penuh rasa yang memilukan hati.
Sebaliknya lelaki itu memperdengarkan gelak tertawannya yang amat keras.
"Haa, haa, haa..."
Tiba-tiba gelak tertawanya terhenti di tengah jalan, lelaki itu nampak meronta dan kepalanya tahu-tahu terjatuh di antara belahan paha nona tersebut.
Lelaki yang sedang bertarung melawan Sik Tiong Giok itu tidak mengetahui apa gerangan yang terjadi, dia masih mengira jikonya sedang menyusupkan kepalanya di bawah selangkangan orang untuk menjilati bau aneh dari nona tersebut.
Tak terasa dia segera tertawa tergelak sambil tertawa : "Ji ko, kau jangan berbuat begitu, masa kau tak tahu kalau bagian tempat itu baunya apek dan busuk, masa kau malah menjilati dengan bibirmu" Haa, haa, haa, tampaknya kau sudha keblinger saking kebeletnya."
Sik Tiong Giok pun merasa gelisah sekali, dia tak ambil perduli dengan keadaan lukanya yang baru sembuh lagi, tiba-tiba sebuah pukulan dahsyat dilancarkan ke depan.
Angin pukulan yang sangat kuat bagaikan amukan puyuh langsung saja menggulung lelaki tersebut.
Mimpi pun lelaki itu tidak menyangka kalau Sik Tiong Giok memiliki tenaga dalam yang begitu sempurna, begitu merasakan datangnya angin pukulan yang amat keras itu, dia hendak menjerit ketakutan, tapi sayang tubuhnya sudah keburu terpental menumbuk di atas dinding belakang ruang kuil tersebut.
"Blaaammm..." Dinding kuil itu segera jebol dan tubuh lelaki itu hancur berantakan terkena tumbukan dan jatuhan batu-batu dinding tersebut. Tak ampun lagi jiwanya turut melayang.
Sementara itu si nona yang tak sadar tadi segera mendusin kembali ketika mendengar suara benturan keras, begitu melihat lelaki yang hendak memperkosanya berada di atas
selangkangannya, dia segera melompat bangun, menunggangi punggung lelaki itu da mengayungkan kepalannya berulang kali menghajar lelaki tersebut.
Merah pada selembar wajah Sik Tiong Giok menyaksikantubuh si nona yang berada dalam keadaan bugil tanpa secuwil benang pun menempel di tubuhnya itu, dia tak berani memandang lebih lama lagi dan segera berpaling ke arah lain.
Sementara itu si nona yang melancarkan pukulannya secara bertubi-tubi mulai merasa keheranan setelah tidak mendengar suara rintihan maupun mengaduh dari lawannya, dia segera memperhatikan dengan lebih seksama lagi.
Dengan cepat dijumpai lelaki itu sudah menjadi mayat, dari lubang hidung dan mulutnya nampak darah bercucuran,
sementara di atas keningnya terdapat sebuah lubang darah bahkan masih jelas terlihat sekeping hancuran genting yang menancap disitu.
Mula-mula dia agak tertegun, lalu jeritnya keras-keras : "Aduh...
tolong..." Tubuhnya segera melompat bangun dan menubruk ke sisi Sik Tiong Giok...
Ketika Sik Tiong Giok mendengar jeritan tersebut, dia segera membalikkan badannya, siapa tahu nona itu sudah menerjan datang malah kakinya jadi lemas dan segera terjatuh ke dalam pelukannya.
Tentu sja Sik Tiong Giok tak akan membiarkan nona itu terjerembab ke tanah, cepat-cepat dia merentangkan tangannya dan memeluk nona itu erat-erat.
Dengan cepat pemuda itu merasakan tangannya meraba sebuah tubuh yang halus dan lembut, bau harum semerbak berhembus ke dalam lubang hidungnya.
Tanpa terasa ia menundukkan kepalanya, tapi ia segera berseru tertahan, ternyata ia sedang memeluk seorang gadis dalam keadaan polos alias bugil.
Agaknya nona itupun sudah merasakan juga bahwa dia berada dalam keadaan bugil, dia tidak menjerit kaget melainkan berjongkok di atas tanah sambil menangis tersedu-sedu.
Akibatnya Sik Tiong Giok jadi gelagapan sendiri, untuk sesaat ia jadi tertegun dan tak tahu apa yang harus dilakukan.
Mendadak pemuda itu merasakan sesuatu yang aneh, segera pikirnya : "Sungguh heran, kenapa aku merasa begitu kenal dengan wajah nona ini?"
Sementara itu si nonapun sedang berpikir : "Aneh, kenapa suara orang ini sangat ku kenal" Siapakah dia?"
Tanpa terasa nona itu mengangkat kepalanya dan
memperhatikan wajah lawan dari celah-celah jari tangannya.
Kalau tidak diperhatikan masih mendingan, tiba-tiba sja gadis itu menjerit lengking dan segera menyembunyikan dirike belakang altar tersebut.
Sik Tiong Giok tidak mengetahui apa yang terjadi, ia segera menjerit kaget : "Hey, hey, kenapa kau" Hey..."
Bagaimanapun dia berteriak, orang itu sama sekali tidak menghiraukan malah bersembunyi semakin ketat, akhirnya dengan perasaan cemas pemuda itu mengejar lebih ke depan.
Pada saat dia hampir mencapai sisi altar itulah, tiba-tiba terdengar nona itu berseru dengan cemas : "Sik Tiong Giok, kau tak boleh mendekat kemari!"
Sik Tiong Giok semakin tertegun lagi, malah untuk sesaat dia terbelalak dengan mulut melongo, segera pikirnya : "Sungguh aneh, dari mana dia bisa mengenali diriku?"
Berpikri sampai disitu, tanpa terasa dia menghentikan pula langkahnya, kemudian setelah termangu sejenak, tegurnya :
"Nona, siapakah kau?"
"Aku tidakakan menyebutkan namaku, tetapi aku rasa kau adalah Pangeran Serigala Sik Tiong Giok, betul bukan?" kata nona itu semakin lembut.
"Benar, aku adalah Sik Tiong Giok, tapi siapa nona?"
"Apakah kau tak bisa menebaknya?"
Sik Tiong Giok tertawa. "Aku merasa amat mengenal dengan wjah nona, tapi untuk sesaat tidak teringat olehku, darimana bisa menebaknya?"
Tiba-tiba nona itu memperlihatkan wajahnya dari balik altar, kemudian berkata : "Coa kau perhatikan wajahku lebih seksama, apakah masih belum mengenaliku?"
Setelah memperhatikan wajah nona itu dengan lebih seksama, tiba-tiba Sik Tiong Giok berseru keras : "Aaaaah, rupanya kau adalah Bun Un, kenapa kau sampai disini?"
Sambil berkata kembali dia berjalan maju ke depan.
Mendadak Bun Un membentak lagi : "Berhenti, kau tidak boleh kemari!"
"Kenapa!" Sik Tiong Giok tertegun, "apakah di depan sana ada sesuatu yang berbahaya?"
"Sesuatu yang berbahaya sih tak ada, tapi kau tidak boleh mendekati aku."
"Aaai, kalian anak perempuan memang sangat aneh," gumam Sik Tiong Giok sambil menggelengkan kepalanya berulang kali,
"kalau toh tiada sesuatu yang berbahaya, apalagi yang kau takuti?"
"Kau tidak takut, aku takut sekali, tolol!" bentak Bun Un segera.
Sik Tiong Giok segera terbungkam, dia tidak habis mengerti apa sebabnya nona itu menunjukkan sikap yang begitu aneh.
Selang beberapa saat kemudian, Bun Un baru berkata lagi : "Sik Tiong Giok, sebenarnyaapa yang hendak kau lakukan
dalamlembah To bwee kok di bukit Kui boen san?"
"Bukankah semanjak di jeram Soh liong kiansudah kukatakankepadamu, aku mendapat permintaan dari ayahmu untuk datang menolongmu?"
"Tapi kau toh tidak menolongku, justru aku sendiri yang kabur dari To bwee kok?"
"Tapi barsan aku toh sudah turun tangan membunuh kedua orang lelaki itu?"
"Sekalipun kau yang membunuh mereka, tapi menolong orang kan mesti menolong sampai selesai, sekarang aku mau tahu apa yang hendak kau kerjakan?"
Sambil menghela nafas kata Sik Tiong Giok : "Sekarang aku ada urusan hendak pergi ke Pau lau san, bagaimana mngkin bisa mengantarmu ke Say leng sia" Sebentar, coba kupikirkan apakah ada cara lain yang lebih baik..."
Melihat si anak muda itu sama sekali tidak memahami maksud perkataannya, tanpa terasa Bun Un segera berseru : "Ah, kau memang tolol!"
Satu ingatan segera melintas dalam benaknya, sambil tertawa Bun Un berseru : "Tentu saja, seandainya kau bisa menemukan kembali pakaian ku."
"Apa kau bilang?" seru pemuda itu tercengang.
Bun Un termenung lagi sejenak, kemudian baru berkata : Aku maksudkan pakaianku, jika kau belum mengerti juga, jelas kau memang tolol."
Sekali lagi Sik Tiong Giok dibuat tertegun, mendadak seperti memahami akan sesuatu segera katanya sambil tertawa : "Aah, betul! Aku memang tolol, masa aku lupa kalau kau tidak mengenakan pakaian... yaa... bagaimana kalau kuambil pakaian dari manusia-manusia laknat?"
"Kalau apa boleh buat, yaa.. sudahlah, tapi bersedia toh kau membantu untuk mengambilkan?""
Dengan perasaan apa boleh Sik Tiong Giok menggelengkan kepalanya berulang kali dengan cepat dia melepaskan pakaian yang dikenakan kedua sosok mayat itu dan segera dilemparkan ke arah Bun Un.
Tak selang berapa saat kemudian, Bun Un sudahselesai berpakaian dan dia segera muncul dari balik altar.
Sik Tiong Giok segera mengamati nona itu dari atas sampai ke bawah, meskipun wajahnya tetap sayu namun pakaian yang dikenakan ternyata cukup serasi, sehingga tanpaterasa ia bertepuk tangan sambil tertawa tergelak.
Dengan gemas Bun Un mengerling sekejap ke arahnya kemudian berseru dengan manja.
"Hmmm, dalam keadaan begini pun kamu masih bisa mentertawakan aku. Sungguh membuat aku makin malu..."
Ketika membayangkan persoalan yang memedihkan hati, tak terbendung lagi air matanya segera jatuh bercucuran.
Melihat itu Sik Tiong Giok segera menghentikan tertawanya dan berkata dengan nada minta maaf : "Nona Ban, semuanya memang kesalahan aku, tidak seharusnya kutertawakan dirimu.
Maaf..." Dengan wajah masih basah oleh air mata Bun Un mengerling sekejap ke arahnya, kemudian menghela napas panjang :
"Aaaaii... masa aku akan salahkan dirimu" Andaikata kau tidak datang tepat pada saatnya, aku tentu sudah dinodai oleh kedua orang bajingan keparat itu, dan akibatnya aku tak akan bisa hidup lagi..."
"Aku pernah melihat ketangguhan ilmu silatmu, mengapa kau bisa terjatuh ke tangan manusia cecunguk macam mereka?"
Tiba-tiba Sik Tiong Giok bertanya keheranan.
"Semenjak jalan darah Gwa leng hiat ku ditotok oleh si Bayangan Setan Coa Toan, murid dari Pat Huang Sin Mo itu, segenap kemampuanku telah punah."
"Apakah kedua orang itu adalah murid Pat Huang Sin Mo juga?"
"Bukan!" Bun Un menggeleng, "Coan Toan telah dibunuh mereka dan mayatnya dibuang di kaki bukit Beng cau san, mereka segera melarikan aku sampai disini. Bila tidak bertemu dengan kau, entah bagaimana akibatnya. Dapatkah kau membebaskan jalan darahku yang tertotok?"
Sik Tiong Giok termenung sejenak, lalu katanya : Walaupun aku banyak mengetahui cara membebaskan jalan darah yang tertotok dari berbagai aliran, namun sama sekali tidak mengerti tentang aliran silat dari iblis tersebut, seandainya toa supek ku berada disini urusan tentu akan beres."
"Aaaah, kau masih mempunyai seorang toa supek" Belum pernah kudengar tentang soal ini, siapakah dia?"
"Dia adalah kakek naga langit..."
"Ooooh, kakek naga langit... kalau begitu kau benar-benar adalah ahli waris dari kakek Serigala?" seru Bun Un semakin tercengang lagi.
Sik Tiong Giok tertawa. "Dia adalah ayah angkatku, kalau tidak masa aku pun memakai nama marga Sik?"
Konon di masa lalau si kakek serigala banyak mempelajari ilmu silat dari berbagai aliran, apakah ilm silat tersebut tidak diwariskan kepadamu?"
Setelah mendengar perkataan gadis tersebut, Sik Tiong Giok sekali lagi memutar otak untuk berpikir, semua ilmu
membebaskan totokanyang pernah dipelajari mulai diingat kembali dari awal, namun hasilnya kemudian tetap nihil.
Pada saat itulah, mendadak dari atas atap kuil itu kedengaran seseorang berseru dengan suara yang tua tapi nyaring : "Bocah muda, kegagahan kakek serigala di masa lampau hakekatnya dibuat buyar oleh perbuatanmu itu, silahkan berpikir terus, mau kulihat kau sudah belajar sampai dimana saja."
Sik Tiong Giok terkejut sekali setelah mendengar seruan itu, cepat-cepat dia membentak keras : "Siapa kau?"
"Aku!" Dengan cepat Sik Tiong Giok menerobos keluar dari ruangan dan naik ke atap rumah.
Tapi disitu hening dan tak nampak sesosok bayangan manusia pun, segera bentaknya lagi : "Sobat, siapakah kau" Mengapa tidak segera menampakkan dirimu?"
Pihak lawan sama sekali tidak menjawab tapi Bun Un yang berada dalam ruang kuil tiba-tiba mendengus tertawa.
Satu ingatan segera melintas dalam benaknya, dengan cepat dia melompat turun, namun disitupun tak nampak bayangan manusia dari nona Bun, tanpa terasa ia segera berpekik : "Aduh celaka, aku sudah termakan oleh siasat memancing harimau turun gunung dari lawan sehingga nona erjatuh kembali ke mulut harimau, jika kejadian ini sampai tersiar di tempat luaran, aku benar-benar membuat suhu jadi malu."
Pada saat itulah dari luar pintu kuil kedengaran lagi seseorang berseru sambil tertawa : "Huuuh, hanya mengandalkan sedikit kemampuan semacam itupun masih ingin berkelana di dalam dunia persilatan..."
Tidak sampai lawan menyelesaikan kata-katanya Sik Tiong Giok sudah menerobos keluar dari pintu, kemudian sambil
merendahkan badannya dia lepaskan sebuah pukulan dahsyat ke atas atap rumah.
"Blaaammm..." Diiringi suara benturan keras, tiang dan atap berguguran ke atas tanah dengan hebatnya.
Namun pukulan tersebut tidak berhasil menghantam musuhnya bahkan bayanganpun tak nampak, Sik Tiong Giok baru terkejut, dia tahu sudah berjumpa dengan tokoh berilmu tinggi dari dunia persilatan.
Maka dia tak berani berayal lagi, cepat-cepat dia tarik kembali serangannya kemudian melompat ke tengah halaman dengan gerakan naga berkelebat.
Sesudah memperhatikan sekejap sekitar tempat itu, dia melompat naik ke atap rumah, di kejauhan sanalah dia saksikan sesosok bayangan manusia sedang menghilang di balik
kegelapan. Sambil medengus Sik Tiong Giok berseru dengan gemas :
"Manusia durjana, kau berani mencari gara-gara dengan diriku..."
Begitu ingatan tersebut melintas lewat, tubuhnya ikut pula melayang ke depan.
Dalam keadaan begini, Sik Tiong Giok tidak ambil perduli lagi apakah dia boleh mengerahkan tenaga dalamnya atau tidak.
Dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimilikinya dia langsung meluncur ke depan dan melakukan pengejaran secara ketat.
Berbicara soal kepandaian yang dimiliki Sik Tiong Giok sekarang, boleh dibilang jarang sekali dijumpai dlam dunia persilatan terutama ilmu larian boleh dibilang termasuk ilmu silat yang hebat sekali.
Tidak sampai satu jam kemudian, bayangan manusia yang diikuti sedari tadi makin lama semakin mendekat.
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itupun sungguh amat hebat, sekalipun harus membopong tubuh seseorang, ternyata dia masih sanggup bergerak dengan kecepatan luar biasa.
Dalam beberapa lompatan saja dia sudah tiba di tepi sungai lalu berlarian menelusuri tepi sungai tersebut.
Biarpun Sik Tiong Giok telah mengejar dengan sekuat tenaga, namun gerakan tubuh orang yang berlari di depan pun tak kalah cepatnya, jarak mereka masih tetap selisih sejauh enam tujuh kaki.
Dari kejauhan sana sudah nampak Tiang lok si, di luar dusun terdapat pula sebuah hutan lebar, kesitulah orang itu menelinapkan diri.
Bagi umat persilatan berlaku satu pantangan, yaitu jangan mengejar musuh yang memasuki hutan.
Tapi Sik Tiong Giok sedang dicekam oleh amarah yang membara, dia tak ambil perduli terhadap segala pantangan tersebut.
Begitu sampai di luar hudtan, tanpa membuang waktu lagi dia menerobos masuk ke dalam.
Tapi hutan itu sangat lebat sekali, tak sesosok bayangan manusia pun yang terlihat di situ.
Sik Tiong Giok semakin tak berani berayal lagi, dengan cepat dia menerobosi hutan itu hingga tiba di tepi sungai.
Siapa tahu disitu pun sama sekali tidak ditemukan sesosok bayanga manusia. Karena itu cepat-cepat si anak muda itu balik kembali ke tempat semula, kenyataannya disana pun tidak ditemukan seorang manusiapun.
Satu jam sudah lewat tanpa terasa, namun bayangan manusia yang dicari belum ditemukan juga. Akhirnya dengan tubuh yang mulai lelah dia berpikir : "Sekarang aku masih ada urusan penting lainnya untuk dikerjakan, bodoh amat aku ini, buat aku mesti berdiam diri terus disini..."
Begitu ingatan tersebut melintas lewat, dia pun berpikir lebih jauh.
"Bukankah aku telah berjanji pada Ban locianpwee untuk menyelamatkan putrinya" Masa aku harus membatalkan di tengah jalan" Harus kuletakkan kemana wajahku nanti?"
Pikir punya pikir belum juga ia temukan suatu keputusan yang pasti, dia tak tahu haruskah mengobati luka sendiri lebih dulu ataukah menolong orang lain lebih dulu.
Pada saat itulah, mendadak terdengar seseorang membentak keras : "Lihat serangan!"
Dengan perasaan terkejut Sik Tiong Giok segera mendongakkan kepalanya, tampak sebuah titik hitam meluncur datang dengan kecepatan luar biasa.
Tergopoh-gopoh dia segera menyambar dan berusaha
menangkap cahaya hitam tersebut.
Tapi dengan cepat pula dia melepaskan kembali genggamannya atas benda tadi.
"Koookk.." Ternyata benda yang dilempar ke arahnya itu adalah seekor ktak, kata tersebut sudah dibanting mati olehnya ketika sedang kaget tadi.
Belum pernah Sik Tiong Giok dipermainkan orang seperti ini, amarahnya segera berkobar kembali, sambil menghimpun tenaga dalamnya dia lepaskan sebuah serangan ke atas pohon besar sambil membentak : "Bila kau memang memiliki kepandaian mengapa tidak segera menampakkan diri untuk bertarung?"
"Krraaaakkk...!"
Batang pohonitu segera tumbang menjadi dua bagian akibat terkena serangan tersebut.
Terdengar orang itu kembali mengejek sambil tertawa dingin :
"Bocah macamkau benar-benar tak berguna, apa gunanya kau marah-marah besar" Tampaknya sudah bosan hidup..."
Bersama dengan ucapan tersebut, tampak sesosok bayangan manusia meluncur masuk ke dalam hutan dengan kecepatan tinggi.
Sudah barang tentu Sik Tiong Giok tak mau melepaskan musuhnya dengan begitu saja, dengan cepat dia melakukan pengejaran secara ketat.
Bayangan manusia itu keluar dari hutan dan lari kembali dengan menelusuri sungai, gerakan tubuhnya cepat sekali dan sekejap kemudian sudah berada jauh sekali.
Sik Tiong Giok seorang anak muda yang berdarah panas, tentu saja tak rela membiarkan lawannya kabur dengan begitu saja, tanpa memperdulikan bagaimana akibatnya nanti, dia segera mengerahkan pula segenap kemampuan yang dimilikinay sambil mengejar dari belakang.
Saat ini fajar sudah menyingsing, kabut tebal menyelimuti tepi sungai membuat pemandangan jadi terhalang.
Ketika sudah mengejar sejauh lima li lebih, mendadak ia saksikan di tepi sungai berdiri seseorang, tanpa dilihat lagi siapakah orang itu, dia segera membentak keras : "Sobat, hendak kemana kau"
Ayoh bertarung dulu sebanyak lima ratus gebrakan sebelum pergi, coba lihat kemampuan siapa yang lebih hebat."
Ketika mendengar perkataan tersebut, orang itu segera membalikkan badan dan menegur sambil tertawa : "Hey, sejak kapan sih aku menyalahimu" Mengapa kau mengajak aku
berkelahi?" Sik Tiong Giok segera mengawasi lawannya dengan lebih seksama lagi, tapi dia segera berteriak kaget : "Heey, mengapa bisa kau?"
"KAU INI benar-benar manusia tak tahu diri," kembali terdengar orang itu mengomel,"aku toh sama sekali tidak mengganggumu, mengapa kau malah menantang aku untuk berkelahi?"
Sik Tiong Giok benar-benar terkejut sekali, terutama setelah mendengar suara orang itu, pikirnya : "Masa si gadis jelek Li Peng telah mengejar sampai disini" Dia..."
Berpikir sampai disitu, dia segera mengawasi lawannya dengan lebih seksama lagi, tapi dengan cepat pemuda itu menjerit kaget
: "Hey, kenapa bisa kau nona Siau hong?"
Orang ini memang tak lain adalah Cu Siau hong yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan itu, ia mengerling sekejap ke arah Sik Tiong Giok, katanya dingin : "Kenapa kalau aku" Aku tahu kamu memang tidak suka denganku!"
"Tapi akupun tak pernah membencimu!" kata Sik Tiong Giok sambil tersenyum.
"Lantas mengapa kau menyerangku begitu bersua" Untung saja aku dapat menghindar dengan cepat kalau sampai mati terkena pukulanmu, bukankah berabe?"
"Aku sedang mengejar seseorang, sungguh tak nyana akan berjumpamu disini, tapi... kenapa kau bisa sampai disini?"
Cu Siau hong mengerutkan dahinya seakan-akan kuatir bila air matanya jatuh berlinang, katanya kemudian : "Aku datang mencarimu."
"Mencari aku" Kau mencari aku" Ada urusan apa?" tanya Sik Tiong Giok semakin keheranan.
"Ayah sudah tidak mau aku lagi, akupun tak punya sanak keluarga terpaksa aku datang mencarimu."
"Tapi aku pun bukan sanak keluargamu, apa gunanya kau mencari aku" Apalagi saat inipun aku masih ada urusan, tak mungkin aku dapat mengurusimu."
"Aku tidak membutuhkan perhatianmu, cukup asal kau mengijinkan aku selalu mengikutimu!"
Dengan cepat Sik Tiong Giok gelengkan kepalanya berulang kali, serunya : "Tidak bisa, aku masih ada urusan penting, mustahil bagiku untuk mengajakmu pergi kemana-mana."
"Kenapa..." Jadi kau keberatan?" Cu Siau hong mengerutkan dahinya.
"Aku benar-benar masih ada urusan."
Mendadak Cu Siau hong menarik mukanya dan berseru : "Baik, kalau begitu kembalikan pedangku, dengan membawa pedang tersebut ayah tentu akan mencintai diriku lagi."
Sambil berkata dia lantas menyodorkan tangannya ke depan sambil melanjutkan : "Ya sebenarnya saja kita memang bukan sanak keluarga, masa pedang mestika pun dipinjamkan orang, bila sudah selesai digunakan kau harus mengembalikannya padaku atau mungkin kau hendak menyikat pedang tersebut?"
Sik Tiong Giok segera dibut tertegun dan berdiri termangu-mangu seperti patung.
Sebagaimana diketahui, pedang yang diperolehnya dari tangan Cu Siau hong itu sudah dirampas pula oleh selir kesayangan Pat Huang Sin Mo, bayangkan saja kemana dia harus menemukan kembali pedang mestika itu"
Melihat keadaan ini Cu Siau hong segera melotot besar lalu serunya sambil mendengus dingin : "Aku tahu kau tak akan mampu menyerahkan kembali kepadaku. Ayoh cepat katakan, kau telah memberikan kepada siapa?"
"Maaf pedangmu telah dirampas orang, biarlah kucarikan sebilah pedang yang lebih baik lagi tuk mengganti pedangmu itu," kata Sik Tiong Giok kemudian sambil menghela napas.
"Bagus sekali," tiba-tiba Cu Siau hong berteriak keras, "kau harus ganti dengan pedang yang lebih bagus, bagaimana kalau tidak berhasil" Hmm, manis benar perkataanmu itu tapi siapa tahu kau sedang membohongi aku?"
"Aku tak akan membohongi dirimu," cepat-cepat Sik Tiong Giok membantah, "sesunguhnya pedang itu sudah dirampas orang, apa yang bisa kulakukan sekarang?"
"Aku tidak percaya, siapa sih yang mampu merampas benda mestika dari tangan seorang Pangeran Serigala?"
Sik Tiong Giok segera tertawa getir.
"Setiap manusia tentu ada saatnya teledor, demikian juga dengan diriku. Siapa bilang aku tak pernah dipecundangi orang?"
"Aku tak perduli, pokoknya jika kau tidak mengembalikan pedang tersebut kepadaku aku akan mengikuti terus kemanapun kau pergi."
Dengan perasaan apa boleh buat Sik Tiong Giok menggelengkan kepalanya berulang kali katanya : "Nona, bagaimana kalau kau jangan memaksa ku terus menerus?"
"Siapa sih yang memaksamu?" teriak Cu Siau hong semakin keras, "wahai Pangeran Serigala, kau harus pergunakan liangsim mu untuk berbicara. Gara-gara kau merampas pedangku, ayahku menjadi marah dan tidak maui diriku lagi, tolong tanya siapa yang telah memaksa siapa?"
"Hey mengapa sih kau berkaok-kaok?"
"Aku hendak memberitahukan semua orang di dunia ini agar mereka semua tahu kalau Pangeran Serigala pandai
mempermaikan anak perempuan saja, dia bukan seorang
enghiong." Sik Tiong Giok sama sekali tidak menyangka kalau Cu Siau hong adalah seorang gadis yang sukar dihadap, dia tidak mengira nona yang nampaknya sangat mengenaskan sewaktu bertemu di tebing Ki cui gan tempo hari sekarang telah berubah menjadi manusia lain, dia tidak mirip seperti Cu Siau hong lagi, tapi lebih mirip si nona jelek Li Peng.
Berpikir sampai disini tanpa terasa dia awasi kembali wajah nona tersebut dengan lebih seksama.
Merasakan dirinya diawasi dengan gusar Cu Siau hong segera berseru keras : "Hey, buat apa kau awasi diriku terus" Tidak ada jalan lain kau harus mengembalikan pedangku jika kau menginginkan aku tidak mengikutimu, tidak ada pedang berarti aku harus mengikutimu."
"Baik kalau mau ikut, silahkan ikut, akan kulihat berpa lama kau bisa mengikuti aku," ucap Sik Tiong Giok sambil menghela napas.
"Pokoknya selama kau belum bisa mengembalikan pedangku, aku akan mengikutimu terus sepanjang masa..."
Mendengar itu Sik Tiong Giok segera tertawa cekikikan serunya : Kalau sampai begitu, aku pasti akan menyiksa nona dan akupun makin merasa salah padamu..."
Cu Siau hong bukan gadis yang bodoh, sudah barang tentu diapun dapat mendengar arti di balik perkataan tersebut, pipinya kontan saja berubah menjadi merah padam, serunya dengan cepat : "Hey, apa yang kau bayangkan" Hati-hati jangan sampai edan! Hmm asal kau mengembalikan pedangku, siapa sih yang kemudian mengikutimu terus?"
Sik Tiong Giok tersenyum dan tidak berdebat terus dengannya, ia segera membalikkan badan dan berlalu dari situ.
Tiba-tiba Cu Siau hong berteriak lagi : "Hey, kau hendak pergi kemana?"
"Buat apa kau menanyakan soal itu" Kalau memang mau ikut, silahkan saja mengikuti aku terus menerus."
Cu Siau hong tersenyum misterius, diapun tidak berbicara lagi dan segera berjalan mengikuti di belakang Sik Tiong Giok.
Tengah hari itu Sik Tiong Giok balik kembali ke kuil Tay hu si, ketika masuk ke dalam ruangan disana tidakdijumpai bayangan tubuh Bun Un, maka sambil mendepakkan kakinya dengan gemas dia berseru : "Kemana perginya budak itu?"
"Siapa" Aku toh mengikutimu terus?" tukas Cu Siau hong.
"Hmm... siapa sih yang mencari kau, aku sedang mencari seseorang nona yang lain."
"Apakah nona itu sudah bersedia untuk kawin denganmu?"
Sik Tiong Giok kontan mendelik, serunya : "Eeeh, kalau bicara jangan sembarangan, siapa sih yang bersedia kawin denganku?"
"Lantas siapakah dia" Mengapa menarik perhatianmu?"
Sik Tiong Giok benar-benar dibuat mati kutu oleh perbuatan nona ini, terpaksa dia menceritakan pengalamannya secara ringkas.
Setelah selesai mendengar kisah tersebut, Cu Siau hong seperti baru memahami akan sesuatu ia segera berseru : "Oooohh...
rupanya kau maksudkan Bun Ciang cu yang berhasil lolos dari jeram Cong liong kian?"
"Dia bernama Bun Un sedang ayahnya memanggilnya sebagai Ciang cu, maksudnya nona itu adalah anak semata wayangnya, mengerti ?"
"Aku tidak mengerti dan apa sangkut pautku dengan Ciang cu"
Aku duga dia tentu sudah kabur dengan orang lain."
"Mungkin seperti kau juga mati-matian mengikuti di belakang orang..." seru Sik Tiong Giok sambil mendelik gusar.
Sambil berkata dia berjalan keluar dari tempat itu.
Tiba-tiba terdengar Cu Siau hong membentak keras : "Berhenti, hey manusia she Sik. Kau harus berbicara sejelasna, aku mengikutimu bukan dikarenakan suatu maksud tertentu, pokokna asal kau mengembalikan pedangku itu, aku segera akan pergi, siapa sih yang sudi mengikuti kau" Kau tak usah sok gaya."
Menghadapi seorang nona yang begini binalnya, Sik Tiong Giok boleh dibilang sudah mati kutuna dan sama sekali kehabisan akal, terpaksa dia hanya menggelengkan kepalanya sambil menghela napas dan segera berlalu dari situ.
Cu Siau hong pun dengan senyum dikulum mengikuti di
belakangnya. Sepanjang perjalanan mereka berdua tidak berkata apa-apa, setelah keluar dari dusun Kang Sun mereka berangkat ke selatan.
Menjelang senja telah tiba di Ko Kiau dan menginap disitu, kemudian keesokan harinya meneruskan perjalanan dengan melewati Tiang Sah.
Yang mengherankan adalah Cu Siau hong itu, di saat orang lain enggan mengajaknya pergi bersama, dia justru memaksakan kehendaknya untuk mengikuti orang, dan sekarang di saat orang lain sudah menyanggupi, dia justru pergi tanpa pamit.
Begitu lewat kota Tiang Sah, diapun ikut lenyap tak berbekas.
Diam-diam Sik Tiong Giok merasa gembira sekali setelah menyaksikan kejadian tersebut, kuatir kalau gadis itu mengintilnya lagi dia tak berani berdiam di kota Tiang Sah lagi.
Begitu meninggalkan kota, pemuda itu berganti menuju ke arah barat dan menempuh perjalanan semalam suntuk.
Menjelang kentongan kedua malam itu, Sik Tiong Giok sudah tiba di bawah bukit Soat Hong San, dia mulai menjumpai kesulitan.
Di kaki bukit itu terdapat sebuah dusun kecil yang bernama Yan Si, dusun itu kecil sekali sehingga boleh dibilang tidak terdapat sebuah rumah penginapan pun, biarpun rumah gubuk sih ada namun dalam waktu seperti ini tak nanti orang akan
membukakan pintu baginya.
Apalagi diapun tidak kenal dengan situasi disitu, kemanakah dia harus mencari tempat untuk berteduh"
Sementara dia masih ragu-ragu, mendadak dari kejauhan sana berkumandang datang suara bentakan keras disusul seseorang menjerit kesakitan, lalu bergema pula suara benturan yang keras sekali.
Sik Tiong Giok sangat terkejut sesudah mendengar semuanya itu, cepat-cepat dia memburu ke situ.
Di ujung dusun itu terdapat sebuah rumah yang amat pendek.
Seorang pemuda berdiri di depan pintu dan sedang membentak ke arah ruangan : "Anjing tua, aku Han Seng bermaksud baik hendak membereskan jenasahmu agar nama besarmu dulu tidak sampai berakhir dengan keadaan yang mengenaskan..."
"Ketika mendengar suara tersebut, Sik Tiong Giok segera mengamati pemuda itu dengan seksama, dia merasa wajah orang ini seperti pernah dikenalnya, hanya untuk sesaat lupa untuk mengingat-ingatnya kembali.
Dalam pada itu, orang yang berada di balik rumah telah bergeser pula ke depan pintu, di balik cahaya rembulan yang redup terlihat jelas bahwa orang itu adalah seorang kakek yang berambut kusut.
Sambil bersandar di depan pintu dan bermata tajam seperti binatang buas yang terluka, dia awasi Han Seng dengan mata melotot, badannya basah oleh darah, tampakna dia sedang diliputi oleh hawa amarah yang membara.
Terdengar Han Seng berkata lagi sambil tertawa senang : "Anjing tua, lebih baik berpikir lebih terbuka. Kau toh sudah terkena jarum Si Kut Ciam ku dan tak mungkin bisa hidup lebih lama, mengapa tidak kau serahkan saja barang kesayanganmu itu agar akupun bisa mengaturkan urusan akhirmu."
Beberapa patah kata ini diutarakan olehnya dengan suara yang keras nyaring dan buas, membuat Sik Tiong Giok segera teringat kembali siapa gerangan orang itu.
"Aaah, rupanya dia," demikian dia berpikir, mendadak kakek itu membentak keras : "Binatang keparat... kau pingin mampus!"
Di tengah bentakan tersebut, pergelangan tangannya segera diayunkan ke depan, sekilas cahaya perak segera meluncur dari tangannya dan segera menyerang Han Seng.
Ternyata Han Seng cukup licik, cepat-cepat dia membungkukkan badannya sambil menghindarkan diri, cahaya perak itupun segera menyambar lewat dari atas kepalanya.
Sungguh keras tenaga sambitan tersebut, benda tadi meluncur lagi sejauh beberapa kaki sebelum akhirnya menancap di atas sebatang pohon besar.
Ternyata benda itu adalah sebilah pisau belati.
Sik Tiong Giok yang menyaksikan kejadian tersebut, diam-diam dibuat terkesiap juga, pikirnya kemudian : "Aaah, sungguh tidak kusangka kalau kakek tua ini memiliki tenaga yang begitu besar."


Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dalam pada itu Han Seng sudah tertawa terbahak-bahak sambil berseru keras : "Haaahh... haaahhh anjing tua, tidak kusangka kau masih memiliki tenaga yang cukup besar setelah terluka keracunan, hanya sayang sasaranmu masih meleset, mana mungkin kau dapat menimpuk secara jitu."
Belum habis dia berkata, mendadak kakek itu sudah menerobos keluar dari ruangan dan langsung menerjang ke arah Han Seng sambil membentak keras : "Biar tidak tertimpuk... coba kau lihat bacokanku ini."
Menyaksikan hal tersebut, paras muka Han Seng segera berubah hebat, dengan cepat dia membalikkan badan dan segera melarikan diri terbirit-birit.
Ketika kakek itu melayang sampai di tengah jalan, tiba-tiba saja tenaga dalam yang dimilikinya buyar, badannya segera bergetar keras dan terjatuh kembali ke atas tanah, sepasang tangannya masih juga mencengkeram tiada hentinya.
Ketika termakan cengkeraman tersebut, tanah yang keras itu segera terkorek hingga muncul sebuah liang yang besar sekali.
Dari sini dapat dilihat betapa gusar dan kalapnya dia.
Namun apa daya ia sudah terluka akibat keracunan, dalam keadaan demikian tidak mungkin baginya untuk menyusul lelaki bernama Han Seng tersebut.
Sik Tiong Giok menjadi tak tega setelah menyaksikan kejadian itu, dia segera munculkan diri dan berseru sambil mendehem :
"Ehmmm... lotiang..."
Mendengar teguran tersebut, si kakek segera mendongakkan kepalanya, tampak sepasang matanya merah membara seperti darah, tampangnya di samping menyeramkan, nampak juga mengenaskan.
Dari keadaan kakek itu, tanpa terasa Sik Tiong Giok teringat kembali dengan keadaan ayah angkatnya si kakek serigala, diam-diam ia menghela napas dan segera maju dua langkah lagi ke depan.
Keadaan dari kakek tersebut kelihat semakin bertambah kalap, tiba-tiba saja dia membentak keras : "Siapakah kau" Ayoh pergi, jangan kau dekati diriku..."
Sambil berteriak tangannya masih mencakar-cakar tanah dengan mata melotot besar penuh amarah, keadaannya persis seperti seekor binatang buas yang terluka dan siap menerkam
mangsanya. "Lotiang, aku benar-benar datang untuk menolongmu, aku sama sekali tidak bermaksud mencelakai dirimu..." kata Sik Tiong Giok segera.
"Cuuh, menolongku?" kakek tersebut segera mendongakkan kepalanya dan tertawa seram, "haaahh... haaahh.. menolong apa?"
"Lotiang, kau jangan salah menilai orang," kembali Sik Tiong Giok membantah.
"Aku salah menila?" kakek itu mendelik tiba-tiba, "hmm, kau tak lebih sama seperti orang-orang itu, yang menjadi sasaranmu adalah benda yang berada di tanganku. Jangan harap bisa membohongi aku."
"Aku mah tidak akan sudi dengan benda mestikamu itu, aku hanya berniat hendak menolongmu, harap kau percaya
kepadaku." Sambil berkata, tubuhnya kembali maju selangkah ke depan.
Mendadak kakek itu meluruskan badannya lalu sambil
merentangkan sepasang cakarnya dia membentak gusar :
"Berhenti, jika kau berani mendekat selangkah lagi, jangan lihat aku sudah terluka parah, aku tetap sangguh membereskan dirimu."
Sik Tiong Giok yang menyaksikan kejadian tersebut, segera mengerutkan dahinya rapat-rapat; dengan gusar teriaknya :
"Kalau kau tidak percaya kepadaku ya sudahlah, nampaknya niatku menjadi orang baik memang sukar terlaksana..."
"Orang baik?" kakek itu menyegak dengan marah, "aku tidak percaya di kolong langit masih ada orang baik, enyah, ayoh cepat enyah dari sini."
Setelah berulang kali dibentak-bentak kakek itu, Sik Tiong Giok menjadi mendongkol juga dibuatnya, dan segera mendengus dingin kemudian sambil membalikkan badannya beranjak pergi dari situ.
Memandang bayangan punggung Sik Tiong Giok yang menjaduh, mendadak kakek itu seperti merasakan sesuatu, titik air mata segera jatuh berlinang membasahi wajahnya, mendadak dia berteriak keras : "Anak muda, kembali kau..."
Mendengar perkataan itu, Sik Tiong Giok menghentikan langkahnya seraya berpaling, tanyanya : "Apakah lotiang percaya kepadaku?"
Kakek itu termenung sejenak, kemudian setelah menghela napas panjang katanya : "Semoga sja aku bisa percaya kepadamu, namun akan kucoba nasib baikmu. Mari bimbing aku kembali ke dalam rumah."
Sekalipun Sik Tiong Giok gampang tersinggung, namun dia tak ingin melukai perasaan seorang kakek yang sudah terluka parah maka tanpa mengucapkan sepatah katapun dia membimbing kakek itu masuk ke dalam rumah.
Rumah gubuk itu jelek sekali dan kotor, disitu tak ada pembaringan. Di sudut ruangan hanya terdapat setumpuk jerami, sebuah meja kecil dengan beberapa mangkok pecah terletak di sisi jerami. Sedangkan di balik jerami tersebut terdapat pula sebuah bungkusan berwarna kuning.
Sementara itu si kakek sudah duduk di atas tumpukan jerami itu sambil mengatur pernapasan, selang sesaat kemudian dia baru membuka kembali matanya dan mengawasi pemuda itu dengan sorot mata yang berkilat.
Kini hawa amarah yang semula menyelimuti wajahnya telah lenyap, sebagai gantinya dia nampak sangat keren dan serius.
Akhirnya pelan-pelan kakek itu baru bertanya : Bocah muda, pakah kaupun belajar ilmu silat?"
Sik Tiong Giok manggut-manggut.
"Apakah kau kenal denganku?" kakek itu bertanya lebih jauh.
Sik Tiong Giok segera menggeleng.
Maka kakek itu menghela napas panjang lalu katanya : "Sudah hampir sepuluh tahun lamanya aku diam disini, orang persilatan memang jarang sekali mengetahui tentang diriku, siapa tahu sepuluh tahun kemudian ternyata ada begitu banyak orang yang datang mencariku."
"Apakah merekka mempunyai dendam atau sakit hati dengan lotiang?"
"Antara aku dengan mereka boleh dibilang sama sekali tak terikat dendam sakit hati apapun, tapi gara-gara sebuah benda mereka jadi kalap dan menganggap aku sebagai musuhnya."
"Benda bestika apa sih" Aku rasa benda tersebut tentu sangat berharga."
"Sekalipun benda itu tidak seberapa berharga, namun justru mempunyai hubungan dengan jaya atau tidaknya dunia
persilatan." Mendengar ucapan tersebut Sik Tiong Giok merasakan hatinya bergetar keras, cepat-cepat dia bertanya : "Benda mestika apakah itu?"
"Apakah kau punya suatu maksud?" bentak kakek itu dengan wajah berubah.
Sik Tiong Giok segera tersenyum.
"Haaah aku hanya bertanya saja, siapa sih yang kesudian dengan mestika mu itu, biar diberikan kepadaku pun belum tentu aku mau..."
Kakek itu segera mengalihkan sorot matanya ke wajah Sik Tiong Giok dan mengawasi dengan seksama, lalu setelah menghela napas katanya : "Aaaai, mungkinkau belum mengetahui betapa pentingnya benda tersebut, bila terjatuh ke tangan orang, niscaya cunia persilatan akan tertimpa musibah lagi. Untuk melindungi benda ini, aaaio... apa yang bisa kulakukan sekarang?"
"Parahkah luka yang kau derita itu?"
"Aku sudah terkena jarum beracun Si kut tok ciam dari Ji seng yau coa (siluman ular tujuh bintang) An Kiau nio, racunya sudah menyusup ke dalam tubuhku sehingga mati hidupku boleh dibilang sudah ditetapkan akan berakhir. Aaai... bila aku belum mengatur segala sesuatunya sampai tuntas, bagaimana mungkin aku bisa mati dengan perasaan lega...?"
Setelah menghela napas panjang, nada suaranya semakin lama semakinpelan dan akhirnya tinggal suara gumamam belaka.
Sik Tiong Giok yang menyaksikan keadaan tersebut menjadi semakin tak tega lagi, dia tak berani pula menyinggung kembali soal benda mestika tersebut, karenya sambil menundukkan kepalanya dia terbungkam dalam seribu bahasa.
Pada saat itulah mendadak dari luar rumah kedengaran seseorang berkata sambil tertawa merdu : "Tio Leng Kong, firman wasiat dlam kotak kemala itu tak boleh kau bawa pulang ke neraka, bagaimanapun harus diwariskan kepada seseorang bukan?"
Paras muka si kakek itu segera berubah, tiba-tiba bentaknya keras-keras : "Siapa disitu?"
"An Kiau nio," jawa orang di luar sambil tertawa merdu, "sobat lamamu bukan" Masa suara sobat lama pun sudah tidak kau kenal lagi?"
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu dari depan pintu muncul dua orang manusia yang seorang adalah wanita cantik berbaju sederhana mungkin orang itu adalah silumanular tujuh bintang An Kiau nio, sedangkan yang lain adalah si tikus cecunguk Han Seng.
Tio Leng kong atau si kakek itu segera melototkan matanya bulat-bulat sambil membentak keras : "An Kiau nio, kau masih berani datang menjumpaiku?"
Siluman ular tujuh bintang An Kiau nio kembali tertawa cekikikkan, katanya : "Sesungguhnya aku memang datang untuk menengok apakah kau sudah mampus atau belum, agar aku pun bisa membereskan mayatmu nanti."
"Hmm, terima kasih banyak atas maksud baikmu itu, sayang sekali aku belum akan mampus dalam waktu singkat," dengus Tio Leng kong.
Kembali An Kiau nio tertawa.
"Aku rasa kau pun sudah cukup lama hidup di dunia ini, tapi bila kau memang punya rencana untuk hidup terus, kami pun punyai beberapa syarat untuk dipertukarkan, asal kau serahkan kotak kemala Ciok Hap ciau tersebut kepadaku, aku pun akan memberi penawar racun untukmu. Coba mana pendapatmu tentang barter yang adil ini?"
Paras muka Tio Leng kong berubah menjadi dingin
menyeramkan, sudah jelas ia merasa gusar sekali, bentaknya kemudian : "Kau... kau... perempuan siluman."
Sekali lagi An Kiau nio tertawa terkekeh-kekeh : "Tio Leng kong apakah kau tak sudi arah kehormatan dan sengaja mencari arak hukuman" Saat ini, asal nyonya muda mu mengayunkan telapak tangan, maka jangan harap kau bisa hidup lebih lama lagi.
Asalkan kau sudah mampus pun kotak mestika itu tetap akan terjatuh ke tangan ku, buat apa sih kau mesti berpikiran kolot?"
Pucat pias selembar wajah Tio Leng kong, dengan napas tersengkal-sengkal katanya : "Kau... kau benar-benar berhati keji, aku lebih suka..."
Dalam keadaan gusarnya, ia sampai berbicara dengan suara gemetar dan tak mampu melanjutkan kembali kata-katanya : An Kiau nio tertawa dingin, mendadak dia berkelebat ke muka dan mendekati Tio Leng kong sampai sejauh empat depa darinya, kemudian serunya dengan dingin : "Bawa kemari atau tidak!"
Sambil mengucapkan kata-kat tersebut, selangkah demi selangkah dia maju ke muka menghampiri Tio Leng kong.
Sik Tiong Giok tak mampu menahan diri lagi, dia menyelinap keluar dari balik kegelapan dan menghadang di hadapan An Kiau nio sambil bentaknya ketus : "Keluar kau dari sini!"
Ketika melihat kehadiran seseorang dari balik kegelapan secara mendadak, An Kiau nio segera mundur selangkah dengan perasaan terkejut, namun setelah mengerling sekejap dan mengetahui bahwa orang itu adalah seorang bocah cilik, dia segera tidak memandangnya dengan sebelah matapun juga.
Kepada Tio Leng kong kembali serunya dengan suara dingin :
"Oooh, sungguh tak kusangka kau masih menyembukan tukang pukul disini..."
Sementara masih berbicara, mendadak ia mengayunkan telapak tangannya melepaskan sebuah pukulan dahsyat ke depan dada Sik Tiong Giok.
Pada saat itu pula tiba-tiba terdengar Han Seng menjerit kaget :
"Aaah, rupanya kau bocah keparat."
Mendengar seruan tersebut cepat-cepat An Kiau nio menarik kembali serangannya sambil mundur, lalu sambil mengerling sekejap ke arah Han Seng tanyanya : "Siau han kau tahu siapakah orang ini."
"Dia adalah orang yang menolong tua bangka Pui di Soat lam dan menghadang Jian nian hiap..."
"Kau maksudkan dia adalah Pangeran Serigala?"
"Benar, dia adalah si bocah keparat yang disebut Pangeran Serigala itu."
An Kiau nio segera berpaling dan memperhatikan sekejap wajah Sik Tiong Giok, kemudian ujarnya : "Sungguh tak kuduga kalau Pangeran Serigala adalah kau."
"Hmm, kalau benar kenapa" Kalau tidak benar kenapa pula?"
jengek Sik Tiong Giok dingin.
"Konon ilmu silat yang dimiliki Pangeran Serigala diperoleh dari didikan langsung Kakek Serigala, aku masih sedikit tidak percaya..."
Belum habis perkataan tersebut diutarakan, dari luar pintu terdengar seseorang menyambung : "Bagus sekali! Aku lagi h erang mengapa tak dapat mengejarmu, rupanya kau sedang berkelahi dengan orang disini, tidak bisa jadi, babak pertama ini mesti kau serahkan kepadaku!"
Bersamaan dengan ucapan tersebut, muncul seorang gadis berbaju hidup dari luar pintu, namun nona itu mempunyai raut muka yang jelek sekali sehingga tak sedap dipandang, membuat beberapa orang yang berada dalam ruangan itu sama-sama tertegun dibuatnya.
Sik Tiong Giok segera menjerit kaget.
"Aaah, rupanya kau nona Li. Kau pun sudah sampai disini...?"
Ternyata di adalah si gadis jelek Li Peng, setelah mengerling sekejap ke arah pemuda itu, katanya dingin : "Kenapa" Setelah kau minggat apakah ku tak akan mampu untuk menyusulmu?"
Sik Tiong Giok segera terbungkam dalam seribu bahasa.
Sebaliknya An Kiau nio menyela dari samping : "Hey, budak jelek, bukankah kau ingin berkelahi" Ayoh, silahkan melancarkan serangan dengan segera."
Li Peng mencibirkan bibirnya yang lebar lagi tebal itu kemudian tertawa : "Bila aku sudah turun tangan, kau pasti akan mampus tanpa ampun lagi."
"Aaaah, sama sekali tidak kusangka budak jelek semacam kaupun bisa marah, kalau memang punya kemampuan, ayoh dikeluarkan semua..." ejek An Kiau nio sambil tertawa.
Sembari berkata, tiba-tiba saja dia melancarkan sebuah serangan mencengkeram tubuh Li Peng yang jelek sama sekalitidak nampak perubahan mimik wajahnya, diiringi suara tertawa merdu tahu-tahu saja dia sudah menyelinap ke samping.
Begitu serangannya mengenai sasaran yang kosong An Kiau nio segera membentak nyaring, lenganya diputar kencang dan jurus serangan dilepas pun berubah arah, dari cengkeraman menjadi jotosan, jari tangannya segera disodok ke muka menghandam dada Li Peng.
Menghadapi datangnya ancaman kali ini ternyata Li Peng tidak berusaha untuk menghindarkan diri, ambil memutar tangan dia mendesak maju ke depan, lalu sambil merendahkan tubuhnya, dia menerobos keluar lewat bawah ketiak An Kiau nio dengan jurus Tikus sawah mencuri buah.
Dalam sekejap mata itulah An Kiau nio sudah merasakan keadaan yang tidak beres, cepat-cepat dia mundur ke belakang mengayunkan tangannya melepaskan sebuah bacokan.
Namun tindakan tersebut masih terlambat juga selangkah, tahu-tahu...
Breeeettt ! Celana yang dikenakan olehnya sudah tersambar oleh jari tangan Li Peng sehingga robek sepanjang dua depa lebih.
Li Peng segera tertawa cekikikan sambil berseru : "Waduh, kau nampak sangat menarik dalam keadaan begini, lagi pula lebih mempesonakan hati. Bagaimana kalau tukar dulu pakaian mu sebelum melanjutkan pertarungan ini ?"
An Kiau nio adalah seorang perempuan jalang yang sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini, dia sama sekali tidak perduli terhadap kejadian mana, malahan tangannya segera merogoh ke dalam saku untuk mengambil segenggam jarum beracun
menembus tulang kemudian diayunkan ke muka melepaskan ancaman.
Hujan jarum itu ditujukan ke arah Li Peng tanpa menimbulkan sedikit suara pun, jarum-jarum itupun muncul bagaiman rombongan lebah, dalam keadaan begini sekalipun Li Peng memiliki kepandaian silat sepuluh kali lipat lebih hebat pun rasanya sulit juga untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut.
Dalam keadaan yang sangat kritis inilah mendadak terdengar Tio Leng kong menjerit kaget : "Aduuh, celaka..."
Menyusul kemudian dari belakang sebatang pohon besar bergema suara gelak tertawa yang keras sekali, "Haaah haaah haaah."
Menyusul gelak tertawa itu, mendadak terasa segulung angin pukulan menyambar datang dan menghantam gumpalan jarum beracun penembus tulang itu hingga terpental dan menyambar ke empat penjuru.
Tampaknya Li Peng merasa tidak senang hati dengan kejadian tersebut, serunya sambil mendengus : "Hmm, aku sudah tahu kalau susio cebol tak akan bisa menahan diri, siapa sih yang menyuruh kau turun tangan?"
Bersamaan dengan perkataan tersebut, tiba-tiba dari belakang pohon muncul seseorang, dia dalah seorang kakek cebol yang bermuka jelek dan berbaju merah, rambutnya disisir ke atas menjadi sebuah kepang, sehingga kelihatan seperti seorang bocah yang berusia tujuh delapan tahunan.
Terdengar kakek cebol itu tertaawa tergelak kembali, kemudian sambil mendelik ke arah Li Peng tegurnya : "Budak... ka sudah salah anggapan, aku turun tangan bukan dikarenakan ingin menolong mu?"
Tentu saja Li Peng tidak kenal dengan orang ini, maka dia cuma bisa tertegun dengan mata terbelalak setelah mendengar perkataan tersebut.
Sebaliknya si siluman ular tujuh bintang An Kiau nio segera menjerit kaget : "Ang loya cu, rupanya kau?"
"Benar, tidak nyana kau masih kenal dengan aku," ujar kakek cebol berbawah jelek itu dengan suara dingin. "Apakah sepuluh tahun pantanganmu meninggalkan Hoa san sudah sampai pada waktunya untuk bebas?"
"Belum sampai waktunya," jawab An Kiau nio dengan gugup,
"tapi budak sedang melaksanakan perintah majikan yang tidak berani ku bantah."
"Hmmm, karena itu kau telah terjun kembali ke dunia keramaian untuk membuat kejahatan lagi?"
Melihat si kakek cebol yang keren dan marah, An Kiau nio menjadi ketakutan setengah mati sehingga cepat-cepat jatuhkan diri berlutu ke atas tanah dan merengek : "Budak benar-benar berbuat demi menolong majikanku saja, sama sekali tidak terlintas dalam benak budak untuk melanggar larangan tersebut, harap loya cu sudi memaafkan."
Kake cebol itu nampak agak tertegun setelah menyaksikan kejadian itu, kemudian katanya lagi : "Apa yang sudah terjadi atas dari majikanmu sehingga kau telah melanggar pantangan dengan terjun kembali ke dalam dunia persilatan...?"
"Majikan kami terkurung di dalam gua Lui in tong di tebing Be hwee nia, saban hari beliau harus menerima siksaan akibat disambar guntur yang menggelegar, keadaannya sudah payah sekali, apakah budak harus berpeluk tangan belaka menyaksikan kejadian seperti ini?"
"Aaah... masa ada kejadian seperti ini, lantas dimanakah letak kesulitannya?" kata kakek cebol itu dengan perasaan terkejut bercampur tercengang.
"Gui Lui ing tong itu dalamnya mencapai ratusan kaki di dalam perut bumi, apabila kita tak berhasil membongkar bukit tersebut, maka jangan harap bisa menyelamatkan jiwa majikanku."
"Lantas apa maksudmu datang kemari untuk berkelahi dengan orang, apakah dengan berbut demikian maka kau akan peroleh kemampuan untuk membelah bukit?"
"Aku datang kemari karena hendak meminjam sesuatu benda dari si tua bangka Tio lai, apabila berhasil maka benda tersebut dapat kupakaiuntuk memohon seseorang agar bersedia menolong manjikan ku..."
"Siapakah orang yang kau maksudkan?"
"Di antara jago-jago persilatan yang terdapat di dalam dunia persilatan saat ini, rasanya hanya si kakek cebol berjalan dalam tanah Kongsun Swan seorang yang mampu menerobos masuk ke dalam lambung bukit, hanya saja..."
"Benar, hanya saja si tua bangka itu sulit untuk dimintai pertolongannya bukan?" kakek cebol itu manggut-manggut.
"Itulah sebabnya aku punya rencana untuk meminjam kotak mestika tersebut, bila kuperoleh tentu saja dia pun akan bersedia pula untuk membantu ku."
"Apakah kotak mestik sudah kau peroleh?"
Sambil menghela napas An Kiau nio menggelengkan kepalanya berulang kali, sahutnya : "Tio Leng kong terlalu keras kepala..."
"Kalau begitu biar aku saja yang berunding dengannya..." cepat-cepat kakek cebol itu berkata.
Belum habis dia berkata, mendadak dari kejauhan terdengar seorang menukas : "Ia sedang menderita luka keracunan, jiwanya sudah amat kritis, soal apalagi yang hendak
dirundingkan?" Ketika kakek cebol mendongakkan kepalanya dia melihat seorang pemuda berdiri di depan rumah bobrok tersebut, maka sambil mendengus dingin segera tegurnya : "Siapakah kau?"
"Pangeran Serigala Sik Tiong Giok!" jawab pemuda itu dengan sorot mata berkilat.
Mendengar nama itu si kakek cebol agak tertegun, lalu katanya lagi dingin : "Ooh, kau adalah Pangeran Serigala yang belum lama terjun dalam dunia persilatan" Apa hubunganmu dengan Kakek Serigala?"
"Kau tak usah menanyakan persoalan ini, kalau tahu diri ayoh cepat tinggalkan tempat ini?"
Kemudian sambil berpaling ke arah Li Peng, kembali ujarnya :
"Nona Li, jangan kau biarkan siluman perempuan itu melarikan diri, kita harus meminta obat penawar racun darinya."
"Kau tak usah kuatir, dia tak bakal bisa kabur dari sini," sahut Li Peng sambil tertawa.
Kakek cebol itupun tidak banyak berbicara lagi, dia segera berjalan menuju ke rumah bobok tersebut.
Baru saja dia tiba di depan pintu, mendadak Sik Tiong Giok melintangkan badannya menghalangi jalan pergi orang itu sambil menegur keras-keras : "Apa yang hendak kau lakukan?"
"Aku hendak masuk ke dalam untuk melihat keadaan luka dari Tio loji, akan kulihat apakah lukanya separah apa yang kau katakan barusan."
"Tidak bisa, siapa tahu kalian mempunyai niat busuk di balik alasan tersebut, hemm, jika ingin memanfaatkan kesempatan tersebut untuk melarikan kotak mestika Gio hap ih ciau, hal ini tak akan berhasil kau lakukan secara gampang."
Kakek cebolitu segera mendengus penuh kegusaran : "Hemm, bocah keparat, kau berani memaksa aku untuk turun tangan?"
"Kau anggap aku takut kepadamu...?"
Belum habis dia berkata, tiba-tiba dari balik rumah bobrok itu berkumandang datang suara seseoerang yang amat lirih : "Anak muda, apakah orang yang hendak menyerangmu seseorang yang berdandan seperti bocah nakal?""
"Tio tua, kau masih ingat denganku" Betul, aku adalah bocah sakti iblis langit Ang Cun, bagaimana keadaanmu?"
Tio Leng kong segera menghela napas panjang, lalu sahutnya :
"Tubuhku sudah terluka oleh serangan jarum beracun penembus tulang yang dilepaskan An Kiau nio si perempuan busuk itu, aku lihat jiwaku tak bisa bertahan sampai besok pagi."
Kakek cebol itu segera menjerit kaget : "Aaah, masa ada kejadian seperti ini, kalau begitu aku harus menengok dulu keadaan mu."
"Tidak usah," tiba-tiba Tio Leng kong tertawa seram, "aku telah bersumpah tak akan menjumpai dirimu lagi."
Agaknya ucapan tersebut segera membuat Bocah sakti iblis langit Ang Cun menjadi tertegun : "Kau pernah bersumpah demikian, mengapa pula begitu?"
Tio Leng kong tertawa dingin : "Hmm, aku dengar kau sudah menyerah kepada Yashu Khan, dan sekarang menjadi pemimpin dari sepuluh pengawal berkuda. Aku sebagai rakyat dari dinasti yang lewat tak sudi tunduk dan bersahabat dengan pihak lawan, buat apa pula aku mesti berjumpa muka denganmu?"
"Tio tua," bocah sakti iblis langit Ang cun segera menukas, "kau jangan berkata begitu, setiap orang kan mempunyai pandangan yang berbeda, masa kau menuduhku berubah pikiran, apalagi kita kan tak usah terlalu keras kepala dan ngotot terhadap suatu masalah?"
Pada saat itulah mendadak dari belakang tubuhnya terdengar seseorang membentak keras : "Perempuan siluman, mau kemana kau?"
Ternyata siluman ular tujuh bintang An Kiau nio berusaha untuk kabur dengan memanfaatkan kesempatan itu, tapi usaha tersebut segera dihadang oleh Li Peng.
Menyaksikan kejadian tersebut, dia segera mendengus dingin seraya berseru :
"Budak, apa yang kau andalkan untuk menghambat
kepergianku?"?"
"Jika kau tidak percaya kalau aku punya kemampuan, silahkan saja untuk dibuktikan sendiri."
Sambil berkata dia meloloskan pedangnya sambil menggetarkan tangan, senjata tersebut dengan membawa desingan angin tajam langsung membacok ke muka.
An Kiau nio yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi sangat terkejut, dia sama sekali tidak menyangka kalau lawannya seorang budak cilik berwajah jelek ternyata memiliki tenaga dalam yang begitu sempurna. Dari ayunan pedangnya itu bisa diketahui kalau kepandaian silat yang dimiliki gadis tersebut bukan sembarangan.
Dalam keadaan demikian, tentu saja dia tak berani bertindak gegabah, cepat-cepat tubuhnya menghindar ke samping lalu menyembunyikan diri sejauh lima enam depa.
Menyusul kemudian dia mendengus dingin dan mendesak maju ke depan, sambil melakukan terkaman, senjata andalannya
"Sapu tangan dupa hitam pembingung sukma" nya segera diayunkan ke depan.
Tio Leng kong yang berada di dalam ruangan mesipun tidak dapat melihat keadaan di luar, namun dapat didengar olehnya akan suasana pertarungan di luar rumah tersebut, cepat-cepat dia berteriak keras : "Siapa yang sedang bertempur di luar" Hati-hati dengan sapu tangan pembingung sukma dari perempuan siluman itu."
An Kiau nio yang mendengar ucapan itu kontan saja mengumpat penuh kegusaran : "Anjing tua, kematian sudah diambang pintu, siapa suruh kau masih ngebacot terus?"
Sebaliknya Li Peng segera berkata sambil tertawa terkekeh-kekeh
: "Empek tua, kau tak usah kuatir, orang dari istana Cui wi kiong kebal terhadap segala macam racun."
Dalam pembicaraan tersebut tangannya segera diputar kencang dengan jurus "putri naga mengibaskan baju" pedangnya segera berubah menjaditujuh delapan batang banyaknya dan melindungi seluruh badannnya rapat-rapat.
Sementara itu An Kiau nio yang mendengar kata 'Cui wi kiong'
tersebut hatinya menjadi terkesiap, otomatis gerakanna bertambah lamban, akibatnya dia kehilangan posisi yang menguntungkan dan tubuhnya segera terkurung oleh bayangan pedang lawan.
Sementara itu bocah sakti iblis langit Ang Cun telah memandang dua orang yang bertarung itu sekejap kemudian katanya lagi kepada Sik Tiong Giok : "Bocah keparat, ayoh minggir dari situ!"
"Kau tetap bersikeras hendak masuk?"
"Kecuali kau menghalangiku!"
"Boleh saja, cuma sebelum masuk ke dalam kau mesti merobohkan aku lebih dulu."
Bocah sakti iblis langit segera mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak.
"Haah...haah...haah... bocah keparat, ingin kulihat sampai dimanakah kepandaian silat yang berhasil kau latih itu."
Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, ia segera meloloskan senjata kipas yang aneh sekali bentuknya, kemudian sambil dikebaskan berulang kali, katanya sambil tertawa : "Bocah keparat, ayoh cabut keluar senjata mu."
"Hmmm, belum pernah aku membawa senjata bila sedang keluar rumah..." jengek Sik Tiong Giok.
Bocah sakti iblis langit segera mendengus dingin : "Hmmm, apakah kau berniat menghadapi serangan kipas iblis ku ini dengan tangan kosong belakang?"
"Selamanya aku belum pernah bertarung melawan orang dengan menggunakan senjata biarpun kuhadapi senjata kipas mautmu dengan tangan kosong, aku tak akan meras dirugikan."
Kembali Bocah sakti iblis langit tertawa seram : "Haaah... haah...
haaah... bocah tekebur, silahkan kau melancarkan serangan lebih dulu, lagi pula aku adalah angkatan tua, sudah sepantasnya bila mengalah satu jurus untukmu...."
"Hmmm, kau menyebut dirimu sebagai angkatan tua, mengapa sih pelit amat, kalau tak mau mengalah yaa tak usah mengalah, kalau mau mengalah, paling tidak harus mengalah beberapa jurus."
Berbicara soal kemampuan si Bocah sakti iblis langit ini boleh dibilang termasuk jagoan kelas satu di dalam dunia persilatan, tenaga dalamnya tidak berada di bawah kemampuan Pat Huang Sin Mo, selain itu ilmu Kun goan it khi kang yang dimilikinya terhitung asatu ilmu sakti dalam dunia persilatan, sedangkan kipas mautnya memiliki jurus serangan yang luar biasa, sudah barang tentu dia tak memandang sebelah mata pun terhadap seorang bocah ingusan.
Maka sambil tertawa terbahak-bahak katanya : "Mengingat kau masih muda dan tak tahu urusan, aku mengalah tiga jurus untukmu."
Belum selesai dia berkata, Sik Tiong Giok sudah mengiakan danmendesak ke muka sambil melancarkan sebuah pukulan dengan jurus 'Menghancur lembut naga sakti'. Serangan cepat tenaga yang terkandung pun sangat kuat.
Melihat datangnya ancaman ini, bocah sakti iblis langit menjadi terkejut sekali, cepat-cepat dia menghindarkan diri ke samping kiri kemudian setelah maju ke depan, dia melompat mundur kembali sejauh tiga depan sambil berkata dengan tertawa :
"Jurus pertama!"
Sik Tiong Giok segera menyerang kembali dengan jurus 'naga muncul mega menutup', sernagan ini disertai dengan desingan angin pukulan yang amat kuat.
Serangan ini benar-benar sangat dahsyat sehingga mendesak si Bocah sakti iblis langit harus menghindar kian kemari dengan penuh kebingungan.
Melihat itu, pemuda kita balas berseru keras : "Inilah jurus keduaku!"
Dalam bentakan mana, badannya kembali melompat ke tengah udara siap menerjang kembali ke bawah.
Pada saat itulah dari balik rumah terdengar Tio Leng kong berteriak keras : "Manusia bedebah, kau pingin mampus!"
Menyusul kemudian terdengar lagi suara getaran yang keras sekali disusul sesosok tubuh mencelat keluar dari atap rumah sambil menjerit kesakitan.
Empat orang yang sedang bertarung sama-sama dibuat tertegun oleh kejadian tersebut, Sik Tiong Giok segera membalikkan badan dan langsung menubruk masuk ke dalam rumah bobrok itu.
Di bawah tiang rumah yang roboh berserakan, tampak tubuh Tio Leng kong tergeletak bermandikan darah segar, sebilah pedang menancap di atas dadanya.
Dengan perasaan gelisah Sik Tiong Giok bereriak : "Locianpwee...
locianpwee.. sadarlah..."
Sementara itu si Bocah sakti iblis langit Ang Cun telah melompat masuk pula sambil berseru : "Lo tio... Tio tua..."
Pelan-pelan Tio Leng kong membuka mata dan memandang sekejap ke arah Sik Tiong Giok dengan lemah, kemudian dengan napas tersengal katanya : "Kotak kemala itu.. kotak... kotak kemala itu..."
"Kau maksudkan kotak kemala itu sudah direbut orang" Siapakah orang itu?"
"Dia.. dia adalah manusia, manusia she Han."
Sementara itu Li Peng ikut menerjang masuk pula ke dalam rumah gubuk, dia saksikan sesosok mayat tergeletak kaku di balik semak di luar rumah, dadanya sudah hancur dan isi perutnya berhamburan keluar dan menyebar kemana-mana.
Maka ketika mendengar perkataan tersebut, cepat-cepat dia berkata : "Empek tua, orang she Hanitu sudah mampus oleh pukulanmu itu."
"Kotak... kotak kemala itu..." napas Tio Leng kong semakin tersengal-sengal.
Ketika mendengar ucapan itu, baru sja Sik Tiong Giok hendak melompat keluar, Bocah sakti iblis langit sudah keburu melompat lebih dulu ke sisi mayat Han Seng.
Hal ini kontan saja menggusarkan pemuda kita, dia mendengus dingin, tapi tiba-tiba sja kakinya terasa ditarik orang, ketika ia menunduk, tampak kakinya sedang ditarik oleh tangan Tio Leng kong, maka dengan keheranan tanyanya : "Loocianpwee, kau..."
Sekulum senyuman penuh penderitaan segera tersungging di ujung bibir Tio Leng kong, selainitu tangannya masih tetap memegangi kakinya kencang-kencang.
Satu ingatan segera melintas dalam benak Sik Tiong Giok, sekali lagi ia menundukkan kepalanya, tampak di antara tumpukan jerami muncul seujung kain kuning, cepat-cepat dia berseru lagi :
"Lo.." belum habis dia berkata, mendadak dari luar rumah sudah kedengaran si Bocah sakti iblis langit sedang membentak penuh kegusaran : "Budak sialan, kau pingin mampus?"
Ternyata di saat dia sedang melayang turun ke atas tanah tadi, mendadak dari balik semak muncul sesosok bayangan manusia yang menyambar jenasah Han Seng tersebut, kemudian secepat kilat pula melarikan diri dari situ.
Menanti si Bocah sakti iblis langit tiba di sana, bayangan manusia tadi sudah kabuar sejauh dua kaki lebih dari posisi semula.
Bocah sakti iblis langit bukan manusia sembarangan, dalam sekilas pandangan saja ia sudah melihat kalau orang yang kabur dengan melarikan mayat Han Seng itu adlaah siluman ular tujuh bintang An Kiau nio, itulah sebabnya dia segera mendengus marah.
Justru pada saat itu pula Li Peng berteriak keras : "Siluman perempuan itu sudah melarikan kotak kemala..."
Akibat dari teriakan ini, si Bocah sakti iblis langit menjadi semakin naik darah, dia mendesis sinis lalu melakukan pengejaran yang amat ketat.
Li Peng yang menyaksikan kejadianitu segera bersiap sedia pula untuk melakukan pengejaran, tapi Sik Tiong Giok segera menghalanginya sambil berseru : "Nona Li, biarkan saja mereka pergi, ayoh cepat membantu aku..."
"Apa yang harus kubantu," tanya Li Peng sambil melompat balik ke tempat semula.
"Mari, coba kau singkirkan tiang tersebut, agar aku bisa membebaskan Tio loocianpwee dari himpitan tiang kayu."
Maka mereka berdua segera bekerja keras menyingkirkan kayu-kayu besar itu, tapi saat itu pula selembar jiwa Tio Leng kong sudah melayang meninggalkan raganya.
Sambil menghela napas Li Peng berkata : "Sayang sekali kotak kemala itu sudah direbut orang, apakah kita perlu untuk mengejar mereka dan merebutnya kembali?"
"Mungkin yang berhasil mereka rebut bukan yang asli, jika dugaanku tak salah, kotak kemala tersebut masih berada disini."
"Darimana kau bisa tahu?" tanya Li Peng sambil mengerdipkan matanya berulang kali.
Sambil menyepak kain kuning di bawah kakinya sahut Sik Tiong Giok : "Coba kau lihat, kain pembungkus kuning itu masih berada disini..."
Sambil berkata dia segera menyingkirkan jerami dan
mengeluarkan bungkusan kain kuning itu, ketika dibuka ternyata isinya adalah sebuah kotak kemala yang besar.
Mendadak Li Peng berseru keras : "aii, coba lihat, mengapa di atas bungkus itu ada tulisannya?"
"Oooo, ditulis dengan darah."
Sik Tiong Giok segera membuka bungkusan kain kuning itu dan memeriksa tulisan tersebut, ternyata tulisannya masih baru dan darah yang digunakan menulis pun masih kelihatan segar.
Terbaca olehnya tulisan tersebut berbunyi demikian : "Kotak kemala Gio hap ih ciau adalah benda kepercayaan yang diberikan Kaisar yang lalu kepada Tiong gi si, sayang nyawaku mesti melayang sehingga tak dapat mempertahankan benda ini lagi, bila benda ini kebetulan terjatuh ke tangan orang budiman, tolong serahkankepada Cho hui loni di bukit Hoa san, sebaliknya kalau direbut orang jahat, dunia akan terancam bencana, aku benar-benar sudah tak berkekuatan lagi..."
Selesai membaca tulisan itu, Li Peng segera mengerdipkan matanya berulang kali sambil berkata : "Berapa besar sih pentingnya benda ini" Mengapa mereka harus
memperebutkannya?" "Sudah jelas benda ini merupakan tanda kekuatan dari kelompok Tiong gi si, dengan mengandalkan benda ini maka kita bisa memerintahkanpartai besar untuk berbakti kepada kita, sudah barang tentu penting sekali artinya."
"Apakah kita harus menghantar benda itu ke atas bukit Hoa san...?"
"Kita telah mendapat titipan untuk berbuat demikian, tentu saja aku harus menghantar sampai ke tempat tujuan, tapi sekarang...
mana mungkin kita punya waktu?"
"Kalau begitu bawa saja di dalam saku."
"Tidak bisa," Sik Tiong Giok segera menggeleng, "membawanya di dalam saku sama artinya dengan mencari kesulitan buat diri sendiri, akibatnya tentu tak terbayangkan sekarang."
"Lantas bagaimana baiknya?"
Sik Tiong Giok termenung sejenak, tiba-tiba serunya : "Aaah, aku punya akal..."
Baru saja berkata sampai disitu, mendadak ucapannya tertelan kembali, sambil mengawasi gadis di hadapannya dia berseru agak tergagap : "Kau... kau..."
Ternyata si gadis jelek Li Peng tiba-tiba saja telah berubah menjadi Cu Siau hong yang cantik jelita bagikan bidadari, hanya saja nona itu masih belum merasakannya, malahan agak tertegun dia berkata : "Kenapa dengan aku" Kau bilang hendak menyerahkan kotak kemala itu kepadaku" Aku sih tak
berminat..." Mendadak Sik Tiong Giok melompat bangun, kemudian berkata dengan suara dingin : "Se... sebenarnya siapakah kau?"
Li Peng mengerdipkan matanya beberapa kali kemudian tertawa cekikikan : "Aku lihat kau pasti sudah kemasukan setan, masa tidak kenal aku" Aku adalah gadis jelek Li Peng?"
"Kau adalah Li Peng, haaah... haaah, kau adalah Li Peng."
Menyaksikan sikap sang pemuda yang begitu aneh, tanpa terasa Li Peng menyeka ke atas wajah sendiri, mendadak dia berteriak keras lalu membalikkan badan dan kabur dari situ.
Sik Tiong Giok segera mencabut keluar pedang yang menancap di tubuh Tio Leng kong itu dan mengejar pula dari belakang sambil membentak keras : "Cu Siau hong, mau kabur kemana kau!"


Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mendadak Li Peng berhenti berlari, lalu membentak keras : "Coba kau lihat tampangmu yang begitu galak, apa sih yang hendak kau lakukan?"
"Aku hanya ingin bertanya kepadamu, apakah nona Li sudah kau celakai...?"
"Bukankah aku adalah Li Peng" Siapa yang telah mencelakai dia?"?"
"Kau tak akan bisa membohongi aku, kau adalah Cu Siau hong, aku tebak kau pasti datanga dikarenakan kotak mestika Giok hap ih ciau tersebut..."
"Kau jgn sembarangan mengaco belo," bentak Li Peng, "siapa sih yang suda dengan kotak Gio hap ih ciau tersebut?"
"Aku tahu, kau memang tidak butuh, tapi Cu Bu ki tentunya sangat menginginkan bukan" Terus terang aku bilang, kotak tersebut sudah berada di tanganku sekarang, kalau kau memang merasa punya kepandaian, silahkan untuk mencoba
merampasnya dari tanganku."
Ucapan tersebut diutarakan dengan suara yang keras dan nyaring, membuat Li Peng yang mendengar jadi terkesiap, kontan saja nona itu membentak keras : "Hmm! Aku tahu kau berbuat demikian kepadaku karena kotak mestika Giok hap ih ciau. Bagus... bagus sekali."
Pendekar Sadis 12 Mentari Senja Seri Arya Manggada V Karya S H Mintardja Cinta Bernoda Darah 5

Cari Blog Ini