Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D Bagian 8
"Kau tak usah ambil perduli mengapa aku bersikap demikian, bila kau tahu diri ayoh cepat pergi meninggalkan tempat ini."
"Baik, aku segera pergi," seru Li Peng mendongkol.
Tampaknya nona ini merasa dirinya terhinda, tanpa melanjutkan kata-katanya dia segera membalikkan badan dan berlalu dari situ.
Sik Tiong Giok mengawasi sampai bayangan tubuh nona itu lenyap dari pandangan baru balik kembali ke rumah bobrok itu untuk mengubur jenasah Tio Leng kong, kemudian memandam pula kotak kemala tadi ke dalam tanah setelah tidak menemukan sesuatu jejak, dia bakar rumah gubuk tersebut baru pergi meninggalkan tempat itu.
Entah apa sebabnya, dia merasa menaruh kesan yang mendalam sekali terhadap Tio Leng kong, ini membuat perasaannya jadi sangat berat, malah beberapa kali air matanya jatuh bercucuran.
Fajar telah menyingsing, sinar matahari memancar ke empat penjuru dan kehidupan barupun mulai berlangsung.
Hanya saja Sik Tiong Giok seorang yang berjalan menyulusuri jalan bukit dengan wajah murung dan sedih, berulang kali ia menghela napas panjang sambil bergumam : "Aaai... mengapa sih aku hari ini, hatiku begitu murung dan masgul..."
Karena murung, pemuda itupun teringat akan arak, pikirnya :
"Sering aku dengar arak bisa melenyapkan kemurungan, mengapa aku tidak pergi meneguknya secawan..."
Ia teringat akan arak karena tidak tahu sampai dimanakah daya pengaruh alkohol terhadap tubuh, semangatnya segera bangkit kembali, kalau bisa dia ingin segera memasuki rumah penjual arak dan minum sampai mabuk.
Tengah hari itu dia sudah memasuki Toa kang ko.
Tempat ini merupakan sebuah bandar yang sangat ramai karena merupakan kota persimpangan antara jalan darat dengan jalan air, tidak heran kalau kotanya ramai sekali.
Di tepi sungai berdiri sebuah rumah makan yang memakai merek Hong bok loo.
Rumah makan ini sangat termashur, selain servicenya baik, hidangannya pun lezat, tidak heran kalau banyak tamu yang bersantap disitu.
Sik Tiong Giok langsung menuju ke rumah makan itu, ketika akan melangkah masuk, terendus olehnya bau arak yang wangi, pemuda itu tampak agak sangsi sejenak, namun kemudian meneruskan langkahnya naik ke loteng tingkat kedua, mencari tempat dekat jendela dan segera memesan arak dan sayur.
Menanti hidangan sudah datang, diapun meneguk secawan arak dengan lahapnya sambil berpikir : "Oooh... ehmm... ehmm...
rupanya begini rasanya arak, getir lagi pedas..."
Perlu diketahui, baru pertama kali ini Sik Tiong Giok minum arak, lagi pula dalam tegukan pertama ia habiskan seisi cawannya kontan mukanya berubah menjadi merah padan jantungnya berdebar keras.
Mendadak ia mendengar seseorang tertawa seram sambil berseru
: "HAAAHH... haaahh... haaahh... bocah kecil akan kulihat kau hendak kabur kemana!"
Menyusul kemudian terdengar seorang bocah menyahut dengan nada yang nyaring pula : "Buat apa kau mencampri urusanku"
Aku pun ingin minum arak..."
Tak lama kemudian terdengar orang naik ke atas loteng, kemudian muncul dua orang, yang berjalan di muka adalah seorang bocah berusia sebelas dua belas tahunan, namun gayanya seperti orang dewasa, dengan langkah lebar dia naik ke ruang loteng.
Dalam sekilas pandangan saja Sik Tiong Giok sudah mengenali sebagai si kalajengking kecil Siu Cing, cepat-cepat ia menundukkan kepalanya dan pura-pura tidak melihat.
Di belakang Siu Cing mengikuti tiga orang lelaki bertubuh kekar yang semuanya memancarkan hawa membunuh yang membara, namun seperti merasa jeri pula terhadap bocah itu.
Setelah naik ke atas loteng, mereka langsung mencari tempat duduk. Siu Cing yang menempati kursi utama langsung berkata kepada ketiga orang lelaki itu sambil tertawa : "Hari ini kalian bertiga mengundangku bersantap, tentunya tidak merasa penasaran bukan?"
Ketiga orang lelaki itu segera mendengus dingin, kemudian salah seorang di antarannya membentak : "Setan cilik, kau tak usah keburu merasa bangga dulu. Coba saja kalau toaya sekalian tidak teledor, tak nanti kami akan terpecundangi olehmu. Sekarang asalkan kau kembalikan barang milik toaya sekalian, apa pura artinya mentraktir kau makan besar?"
Siu Cing segera tertawa terkekeh-kekeh : "Bukankah kalian anak murid Pat Huang Sin Mo" Aku hanya tahu kau bernama Si Kiu, semenjak kapan ganti nama menjadi Toaya?"
"Tak disangka matamu cukup tajam. Betul, toaya mu memang bernama si Tangan setan Si Kiu."
"Lantas setan apa lagi dengan kedua orang ini?" tanya Siu Cing sambil tertawa.
"Dia adalah sam tayya mu si Cakar Setan Ui Kak, sudah kau ingat baik-baik setan cilik?"
"Kalau begitu kalian bertiga ini adalah tayya" Wah, aku mesti pergi meninggalkankalian kalau begitu, selamat tinggal," seru Siu Cing sambil tertawa lagi.
Sambil berkata dia segera bangkit berdiri dan siap meninggalkan tempat tersebut.
Si Tangan setan Si Kiu menjadi gelisah sekali, dia segera menghalangi jalan perginya sambil membentak : "Setan cilik, kau hendak kemana?"
"Berhubung disini hadir tiga orang tayya, terpaksa aku mesti angkat kaki dari sini, toh aku masih ada urusan lain, biarlah kuselesaikan dulu pekerjaanku sebelum datang menemui kalian lagi."
"Boleh saja kalau mau pergi," bentak Cakar Setan Ui Kak dengan marah, "tapi kau tinggalkan dulu barang kami, kalau tidak...
hmmm!" "Kenapa, ingin berkalahi" Jangan angap aku takut kepada kalian, cuma tempat ini bukan tempat untuk berkelahi, kalau toh kalian bisa mengungguli diriku, belum tentu barang itu bisa diperoleh kembali."
"Hmm, bila kau tidak menyerahkan benda itu, lihat saja tayya akan membacokmu atau tidak?"
Siu Cing segera tertawa. "Sekalipun kalian akan mecincangku lalu menanaknya sampai matang dan diberikan kepada gembong iblis tua itu, belum tentu luka yang dideritanya dapat disembuhkan, lebih baik tahulah diri bila ingin mendapatkan kembali benda itu, kalian mesti mau menuruti pula perkataanku."
"Bocah keparat, apalagi yang kau kehendaki?" tanya si Mata setan Khu Lim dengan gemas.
Siu Cing kembali tertawa terbahak-bahak.
"Haaahh, haaahh... haaahh, itu mah gampang sekali, biarlah aku menjadi toaya dan kalian menjadi pegawaiku, asalkan kalian bersedia urusanpun mudah dirundingkan lagi."
Mendengar perkataan tersebut, ketiga setan itu saling berpandangan sekejap, mereka tahu bocah yang berada di hadapannya ini sukar dihadapi, terpaksa mereka menghela napas panjang.
"Baiklah," kata Tangan setan Si Kiu kemudian, "kami akan mempersilahkan kau untuk menjadi tayya sekali ini!"
"Nah, begitu baru cocok dengan seleraku. Ayoh pesan sayur, setelah direcoki kalian sekian lama, aku mulai merasa lapar."
Dalam waktu singkat sayur dan arakpun segera dihidangkan.
Si kalajengking kecil Siu Cing memang kecil orangnya banyak tipu muslihatnya, setelah berhasil menundukkan ketiga murid Pat Huang Sin Mo ini, dia segera bersantap dengan lahapnya seakan-akan disitu tidak nampak orang lain.
Sementara ketiga setan berdiri di belakang Siu Cing seperti pelayan saja, tak heran kalau mereka pada melotot penuh rasa gusar bercampur mendongkol.
Kejadian tersebut dengan cepat memancing rasa heran dari semua tamu yang hadir dalam rumah makan itu. Mereka tak habis mengerti dengan cara apakah seorang bocah berusia sebelas dua belas tahun bisa menundukkan tiga orang lelaki bengis.
Pada saat itulah kembali terdengar suara langkah manusia menaiki anak tangga, lalu muncul tiga orang perempuan cantik yang memakai baju ringkas berwarna putih, merah dan hijau dengan ikat kepala yang indah pedang tersoren di punggung.
Begitu melihat kemunculan ketiga orang itu, suasan adalam rumah makan itu segera menjadi kacau balau, banyak di antara mereka yang segera membayar rekening dan meninggalkan tempat tersebut sedangkan yang bernyali besar pun segera menyingkir ke sudut-sudut ruangan yang terpencil.
Ternyata ketiga orang itu adalah tiga walet di antara lima walet dari telaga Tong ting yang termashur namanya di dalam dunia persilatan. Mereka adalah mansia bengis baju merah Cu Thian yan, setan perempan baju hijau dan iblis wanita baju putih Liang Siang yan.
Begitu tiga di atas loteng, dalam sekilas pandangan saja ketiga orang itu sudah melihat kehadiran si tiga setan dan kalajengking kecil Siu Cing, Liang Siang yan segera tertawa terkekeh-kekeh sambil tegurnya : "Aduuuh, sejak kapan anak murid iblis tua sakti menjadi pegawai orang lain?"
Godaan tersebut kontan saja membuat paras muka ketiga setan itu berubah menjadi merah padam.
Sambil tertawa jengah si tangan setan Si Kiu segera berkata :
"Harap Ngo koh jangan menggoda hari ini kami tiga bersaudara benar-benar telah dipecundangi orang, kami benar-benar dibuat mati kutunya oleh ulah bocah keparat tersebut."
Mendengar perkataan mana, ketiga burung walet itu sama-sama dibuat tertegun dan segera memandang ke arah Siu Cing dengan mata melotot besar, mereka sama sekali tidak mengira kalau seorang bocah cilik pun mampu menaklukkan tiga setan yang ganas, kejadian ini benar-benar di luar dugaan mereka dan membuat ketiga orang perempuan itu menjadi tak percaya.
Siu Cing pun seorang bocah yang aneh, berada dalam keadaan demikian ternyata ia sama sekali tidak jeri malahan setelah membuat muka setan terhadap ketiga walet itu, dia melanjutkan daharnya dengan amat lahap.
Setan perempuan berbaju hijau Bwee Soat yan segera tertawa sambil berkata : "Benar-benar ombak belakang sungai Tiang kang mendorong ombak depan, semangat tidak pernah
membedakan usia, tidak kusangka kau si bocah cilik pun sanggup menaklukkan anak murid dariPhs."
Siu Cing segera tertawa cekikikan : "Aaah, mana, mana, untuk menghadapi beberapa setan mah bukan sesuatu yang luar biasa."
"Aku lihat kau tentu menggunakan akal muslihat, kalau tidak dengan mengandalkan kepandaian silatmu itu mustahil akan memberikan hasil yang bagus."
Sambil tertawa Siu Cing segera menggeleng : "Itu mah sukar untuk dikatakan, seandainya benar-benar berkelahi belum tentu aku tak becus."
"Setan cilik, kau tak usah terkebur dulu," tukas si cakar setan Ui Kak dengan gemas. "Andaikata kau tidak mencuri barang penting milik kami, tak nanti kami bersaudara mau menuruti
perkataanmu itu..." Mendengar ini si perempuan iblis baju putih Liang Siang yang segera tertawa cekikikan.
"Ooooh... rupanya kau si bocah keparat adalah seorang pencuri ulung..."
Siu Cing mengerdipkan matanya berulang kali, kemudian katanya sambil tertawa : "Anggap saja aku memang pencuri, tapi itu pun tidak lebih hebat daripada kalian semua, bukankah begitu?"
"Setan cilik, aku ingin mendengar darimu, kemampuan apa sih yang kau andalkan?" bentak manusia bengis baju merah Ciu Thian yan dengan mata mendelik.
"Aku adalah murid dari guru kenamaan, berasal dari perguruan besar, apakah kedua hal ini tidak cukup?"
"Lantas mengapa kau harus menjadi pencuri dan menyerobot barang milik orang lain?"
"Tahukah kau darimana mereka dapatkan benda itu" Hmmm dengan mengandalkan kepandaian mereka telah menyerang perkampungan Cing hong ceng di bukit Leng lou san dan membunuh si tabib sakti Liok It huan sekeluarga lalu merebut pula pil Hwee cun pek cau wan. Berbicara soal kebenaran, apa slahnya bila kurampas kembali pil itu dari tangan perampok"
Apalagi akupun sama sekali tidak mencelakai jiwa seorang manusiapun?"
Atas perkataan itu, tiga walet segera dibuat terbungkam dalam seribu bahasa, sebaliknya tiga setan yang berada di belakangnya menggertak gigi menahan amarahnya kalau bisa mereka ingin menggigit bocah itu sampai mampus.
Si tangan setan Si Kiu segera mendengus lalu serunya : "Mau merampok kek atau membunuh Liok It huan, itu semua adalah urusan kami, apa sangkut pautnya dengan dirimu?"
Siu Cing segera tertawa cekikikan.
"Baik, anggap saja memang tiada sangkut pautnya dengan ku, kalau begitu selamat tinggal."
Dalam pembicaraan mana tiba-tiba dia menyambar semangkuk kuah lalu disiramkan di atas kepala Si Kiu, bersamaan waktunya dia menjejakkan kakinya ke tanah dan tangan kirinya mendayung ke samping, tubuhnya segera meluncur ke tengah udara.
Si cakar setan Ui Kak segera membentak keras, ia menerjang ke muka sambil melancarkan cengkeraman.
"Braaaaakk..." Diiringi suara keras kuah dan sayur berhamburan dimana-mana dan mengotori seluruh tubuh tiga walet yang berdiri tidak jauh dari sana, keadaannya segera berubah menjadi mengenaskan sekali.
Kontan saja paras muka tiga walet itu berubah hebat di tengah bentakan keras serentak mereka ikut turun tangan.
Siu Cing benar-benar seorang bocah yang bernyali besar, menghadapi datangnya terjangan dari beberapa orang jago itu, bukannya mundur dia malah maju ke depan di tengah jalan kakinya segera menjejak tanah lalu melejit kembali ke belakang.
Saat tubuhnya mental kembali inilah ia menjejak bahu si cakar setan Ui Kak keras-keras, membuat setan itu terjengkang beberapa langkah ke belakang lalu terguling ke atas tanah.
Menyaksikan gerakan ini, serentak semua penonton yang ada di dalam ruanganrumah makan itu bersorak memuji-muji.
"Suatu gerakan tubuh yang amat bagus."
Perlu diketahui, meskipun nama tiga setan dan tiga walet amat termashur dalam dunia persilatan, namun mereka lebih dikenal sebagai manusia-manusia bengis yang berhati jahat, itulah sebabnya ketika semua orang menyaksikan Siu Cing berhasil mempermainkan mereka, kontan saja semua orang merasakan hatinya gembira dan segera bersorak sorai memberi dukungan kepadanya.
Sementara Siu Cing sudah melompat ke sisi jendela, tiba-tiba ia berpaling dan seruna sambil tertawa terbahak-bahak : "Haaaa, haaa... selamat tinggal saudara sekalian."
Di antara sekian orang, manusia bengis berbaju merah Ciu Tian yan yang berhati paling keji tapi wataknya paling berangasan, setelah dipermainkan oleh seorang bocah cilik di hadapan umum sekarang, amarahnya kontan saja memuncak.
Maka dari itu, begitu dilihatnya Siu Cing berusah kabur dari situ, dia segera membentak keras lalu melompat ke muka sambil melakukan pengejaran.
Siapa sangka Siu Cing sudah mengira sampai ke situ, di saat dia melompat naik ke daun jendela tadi tangannya sudah
menyambar sebuah poci arak, maka sesaat sebelum melompat turun, dia yang sudah melemparkan arak itu ke wajah Ciu Thian yan yang sedang menerjang datang sambil bentaknya keras :
"Lihat senjata rahasia!"
Ciu Thian yan hanya melihat segumpal cahaya perak menyambar datang, untuk sesaat dia tak tahu senjata rahasia apakah itu, ia tak berani menyambut dengan kekerasan, dengan menghimpun tenaga dalamnya ke tangan kanan, sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan ke muka.
Poci arak yang sedang menyambar datang itu segera terhadang di tengah jalan dan mencelat ke arah lain.
Dalam pada itu Sik Tiong Giok yang baru pertama kali ini mencicipi rasanya arak telah menghabiskan bercawan-cawan arak, namun pikirannya makin lama semakin bertambah kalut, terhadap keributan yang sedang terjadi di rumah makan itu ia bersikap acuh tak acuh.
Pelbagai ingatan melintas dalam benaknya, sebentar muncul bayangan dari Bun Un lalu berubah menjadi gadis jelek Li Peng...
lalu Siau hong... Yang membuatnya tak mampu melupakan adalah kematian Tio Leng kong yang mengerikan.
Pada saat ia berada dalam keadaaan setengah mabuk itulah mendadak terdengar suara benturan yang keras sekali, dengan perasaan kaget ia seera mengangkat kepalanya.
Ternyata poci arak yang mencelat tadi persis terjatuh di hadapannya, membuat cawan dan mangkuk hancur dan isinya berhamburan mengotori mukanya.
Hawa amarahnya tiba-tiba meluap, dia segera melompat bangun lalu sambil menggebrak meja bentaknya keras-keras : "Siapa yang berani mencari gara-gara dengan aku!"
Dalam gebrakannya itu, entah berapa besar kekuatan yang disertakan, meja itu bukan cuma hancur berantakan saja, bahkan seluruh ruangan loteng itu turut menjadi goncang.
Tiba-tiba terdengar seseorang menjerit kaget : "Aaah, Pangeran Serigala!"
Teriakan itu dengan cepat menggetarkan perasaan semua orang dan serentak mereka berpaling ke arah Sik Tiong Giok, ternyata orang itu cuma seorang pemuda yang berusia lima enam belas tahunan.
Di antara ke enam orang itu, hanya setan perempuan berbaju hijau Bwee Soat yan seorang yang pernah merasakan kehebatan dari Sik Tiong Giok.
Sedangkan lainnya meski pernah bersua muka namun belum pernah bertarung secara sungguh-sungguh sehingga mereka sama sekali tak punya bayangan atas kemampuan lawannya.
Tiga setan yang sedang mendongkol dan tiada tempat sebagai pelampiasannya konta saja mendengus dingin setelah mendengar ucapanitu, teriak mereka dengan keras-keras : "Apa sih hebatnya dengan Pangeran Serigala?"
Waktu Sik Tiong Giok sudah delapan bagian dalam keadaan mabuk, ketika mendengar perkataan tersebut ia segera membentak penuh amarah : "Hmm, kau ini manusia macam apa, berani benar memandang hina diriku."
Sambil berkata ia segera bangkit berdiri meninggalkan tempat duduknya dan mendekati ketiga setan tersebut.
Si cakar setan Ui Kak segera mencabut keluar senjata cakar elang berantainya dan langsung diayunkan ke muka untuk mencengkeram tubuh Sik Tiong Giok sambil bentaknya : "Aku Ngo tayya justru memandang hina dirimu, mau apa kau?"
Sik Tiong Giok tertawa terbahak : "Haaah, haaah, haaah dengan kemampuan yang kau miliki pun berani mengajak aku bertarung.
Hmm, ayoh bawa kemari!"
Di tengah bentakan tersebut, tidak nampak bagaimana caranya menggerakkan tubuh, tahu-tahu ia sudah berhasil
mencengkeram senjata cakar elang berantai itu.
Ui Kak disebut orang sebagai si cakar setan ini berarti permainan cakar elang berantainya sangat hebat, siapa tahu gerakan tubuh lawan begitu cepat sehingga belum lagi dia mengerdipkan matanya, tahu-tahu cakar elang di tangannya sudah kena dirampas lawan.
Dalam gelisahnya ia tak sempat lagi untuk berpikir panjang, tangan kanannya segera membetot cakar elangnya keras-keras sementara kirinya dengan menghimpun segenap tenaga yang dimilikinya langsung menghantam Sik Tiong Giok.
Pada waktu itu Sik Tiong Giok sedang dicekam kemurungan dan tiada sempat untuk melampiaskan amarahnya, menyaksikan keadaan tersebut, ia mendengus dingin, rantai musuhnya dicengkeramannya tak bergerak, sedangkan tangan kanannya diayunkan ke muka untuk menyambut datangnya ancaman
musuh itu. Ui Kak sebagai anak murid Pat Huang Sin Mo tentu saja memiliki tenaga dalam yang cukup sempurna, belum lagi dua gulung angin pukulan saling beradu, terasa segulung kekuatan yang amat dahsyat telah menggulung tiba.
Akan tetapi Sik Tiong Giok masih tetap berdiri tegak bagaikan sebongkah batu karang, tubuhnya sama sekali tidak bergetar.
Ui Kak menjadi semakin kalap, sambil membentak keras, dengan mengerahkan tenaga dalamnya sebesar dua belas bagian ia melepaskan sebuah pukulan lagi ke depan.
Andaikata ia tidak menggunakan seluruh tenaganya, mungkin keadaannya masih mendingan. Begitu seluruh kekuatanya digunakan, seketika itu juga terasa segulung tenaga pantulan yang amat kuat menerjang balik ke arahnya.
Bersamaan waktunya pula Sik Tiong Giok menyentil jari tangannya ke muka, segulung desingan angin tajam langsung menotok jalan darah Lau Kiong hiat di atas telapak tangan Ui Kak.
Bagaikan dipagut oleh ular berbisa, Ui segera menjerit kesakitan
: "Aduuuh...." Tubuhnya segera tergulung oleh tenaga pantulan yang sangat kuat itu sehingga terpental ke arah jendela belakang, kemudian...
"Blumm!" terjatuh keluar dari jendela itu.
Kebetulan sekali di belakang rumah makan itu adalah sebuah perusahaan pembuat kecap, di luar pekarangan terdapat tujuh delapan puluh gentong berisi kecap, dua orang pekerja yang berada di sekitar tempat itu segera berteriak kaget dan melarikan diri ketika melihat ada sesosok tubuh terjatuh dari atas udara.
Akibatnya si cakar setan Ui Kak menjadi mengenaskan sekali, ia persis terjatuh ke dalam gentong berisi kecap tadi.
Siu Cing yang sudah kabur tadi tiba-tiba saja muncul dari balik kegelapan kemudian menutup gentong berisi kecap itu dengan sebuah penutup batu, lalu sambil menduduki penutup gentong tadi, serunya sambil tertawa : "Haaa haa haa ini baru kejutan namanya orang mampus kebanyakan minum kecap!"
Dalam pada itu si tangan setan Si Kiu dan mata setan Khu Lim yang berada di ruanganl oteng dan menyaksikan adik
seperguruannya dihajar orang sampai mencelat, serentak bersama-sama membentak penuh amarah : "Bocah keparat, kau pingin mampus!"
Di tengah bentakan, Si Kiu segera menggetarkan senjatanya berupa sebuah sian jin ciang yang berbentuk telapak tangan, sedangkan Khu Lim menggetarkan pula senjata palu berantainya bersama-sama mengurung Sik Tiong Giok rapat-rapat.
Melihat senjata tajam sudah mulai berbicara, para penonton yang semula menyaksikan jalannya pertarungan itu menjadi gempar, mereka sama-sama kabuar menyelamatkan diri sendiri.
Sik Tiong Giok yang sudah dipengaruhi oleh alkohol boleh dibilang sudah kehilangan kesadarannya, nafsu membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, dia mencabut pula pedangnya.
Begitu pedang diloloskan, tiga walet segera berseru memuji :
"Pedang bagus!"
Perlu diketahui, bagi orang yang belajar silat, melihat pedang bagus seperti halnya pemabuk melihat arak wangi atu hidung bangor yang melihat wanita cantik, mereka segera dibuat terpesona jadinya.
Namun dengan jeritan kaget dari perempuan-perempuan itu Sik Tiong Giok pun menjadi tergetar hatinya.
Rupanya ketika Tio Leng kong terbunuh waktu itu, berhubung malam sangat gelap dan dicekam rasa sedih yang mendalam, pemuda itu segera menyorenkan pedang itu di punggungnya setelah dicabut keluar dari tubuh Tio Leng kong tersebut, karenanya dia sama sekali tidak tahu kalau benda itu sebenarnya sebuah senjata mustika.
Setelah mendengar pujian dari tiga walet, sekarang ia baru memperhatikan senjata itu sekejap. Benar juga pedang tersebut memancarkan cahaya yang gemerlapan, benar-benar suatu benda yang amat berharga.
Tapi sekejap mata itu juga hawa nafsu membunuhnya segera berkobar, karena dari cahaya pedang ini dia menjadi teringat kembali dengan kematian Tio Leng kong yang mengenaskan.
Kedua setan itupun bukan orang bodoh, begitu melihat senjata lawan memancarkan cahaya berkilauan, hati mereka pun segera terkesiap; baru saja serangannya melamban, pedang Sik Tiong Giok sudah menciptakan selapis kabut pedang yang menyelimuti angkasa.
Cepat-cepat dua setan itu menarik kembali serangannya, tapi Sik Tiong Giok mendesak lebih jauh.
'Traaang, traaang...' Dua kali benturan keras bergema memecahkan keheningan, sepasang senjata Jit gwat sian jin ciang dari si tangan setan Si Kiu yang menerjang lebih duluan segera terpapas kutung dan mencelat keluar jendela.
Belum habis jeritan kaget dari Si Kiu bergema, hawa pedang yang menyeramkan telah menyapu tiba.
Tiba-tiba terdengar tiga walet menjerit keras lalu disusul jeritanngeri yang menyayat hati dari Si Kiu, darah segera memancar ke empat penjuru dan tubuh Si Kiu terpapas kutung menjadi dua bagian.
Si mata setan Khu Lim yang menyaksikankejadian itu menjadi tertegun dan berdiri bodoh, sementara berbuat sesuatu, angin pedang dari Sik Tiong Giok kembali menyapu datang.
Untuk kedua kalinya terdengar jeritan ngeri yang menyayat hati bergema memecahkan keheningan, sebuah tusukan pedang telah menembusi dadanya.
Belum bergerak satu jurus, dua setan sudah kehilangan nyawanya secara beruntun. Kejadian ini membuat tiga walet menjadi terkejut dengan paras muka berubah mereka saling berpandangan sekejap kemudian memutar badannya dan
melarikan diri terbirit-birit.
Sik Tiong Giok yang berhasil membunuh dua manusia dalam satu gebrakan saja dibuat tertegun juga melihat kejadian ini, terhadap kaburnya tiga walet pun ia tidak berusaha untuk melakukan pengejaran, hanya gumamnya : "Pergilah... pergi yang cepat, semoga kau jangan berjumpa lagi denganku di kemudian hari."
Badai pun berlalu dengan begitu saja, sementara suasana di rumah makan Hong hok lo menjadi sepi dan tak kedengaran sedikit suara pun, keadaaan benar-benar sangat mengerikan hati.
Tiba-tiba dari luar jendela menongol keluar selembar wajah yang putih semua merah, sambil mengerdipkan matanya berulang kali serunya : "Engkoh Sik, ilmu pedangmu benar-benar amat ganas!"
Dengan perasaan terkejut Sik Tiong Giok melintangkan pedangnya di depan dada, kemudian bentaknya : "Siapa disitu?"
"Engkoh Sik jangan galak-galak, aku kan Siu Cing!" seru seorang sambil tertawa nyaring.
Bersamaan dengan bergemanya seruan itu, Siu Cing melompat keluar dari balik jendela.
Dengan pandangan agak tertegun Sik Tiong Giok melototi sekejap orang itu, kemudian ia baru menghembuskan napas panjang dan pelan-pelan menyimpan kembali pedangnya.
"Rupanya saudara Siu, apakah mereka sudah pada kabur!"
"Engkoh Sik sangat lihay, tentu saja mereka tak ingin menunggu kematian disini!" jawab Siu Cing sambil tertawa.
"Bagus, bagus sekali, ayoh saudaraku, kita minum lagi barang dua cawan arak."
Dari sikap maupun tindak tanduk Sik Tiong Giok, Siu Cing segera mengetahui kalau pemuda itu sudah rada mabuk, tentu saja dia tidak membiarkan rekannya minum lebih jauh, apalagi yang akan menjual arak untuk mereka?"
Karena itu ujarnya sambil tertawa : "Engkoh Sik, aku rasa lebih baik kita pergi saja dari sini secepatnya...!"
"Kenapa?" seru Sik Tiong Giok dengan mata melotot, "aku belum puas minum araknya?"
"Kau telah membunuh orang disini, apabila para opas datang kemari, kita akan mengalami kesulitan untuk pergi dari sini."
"Apa yang perlu ditakuti?" kembali Sik Tiong Giok melotot besar,
"kalau mereka berani kemari, datang sepuluh orang bunuh sepuluh orang, datang seratus kita bunuh."
"Aduuuh mak, engkoh Sik ku yang baik, itu mah namanya memberontak. Aku sih tak ingin menemani kamu menerima hukuman penggal kepala. Ayoh... cepatan kabur dari sini!"
"Sambil berseru dia lantas menarik ujung baju Sik Tiong Giok dan turun dari loteng.
Denganlangkah sempoyongan karena mabuk Sik Tiong Giok mengikuti saja kepergian Siu Cing.
Setelah keluar dari rumah makan Hong hok lo, kedua orang itu menyeberang sungai besar dan melaju ke arah barat daya.
Menjelang hari gelap mereka telah tiba di Liong tau bio, seharusnya malam begini mereka harus mencari penginapan, tapi si kalajengking kecil Siu Cing yang sudah berbuat kesalahan kuatir dikejar oleh para jago Siu lo kau yang diundang ketiga walet apalagi Sik Tiong Giok pun sedang mabuk hebat sudah jelas dia seorang diri tak mampu menghadapi kerubutan mereka.
Oleh karena itu dia tidak berhenti melainkan meneruskan perjalanannya dengan cepat.
Sementara itu Sik Tiong Giok yang sebenarnya delapan puluh persen sudah mabuk kini menjadi semakin mabuk lagi setelah menempuh perjalanan, pikirannya menjadi kosong dan tak tahu apa yang terjadi, dia hanya tahu menempuh perjalanan dengan diseret Siu Cing.
Setelah melewati Liong tau bio, lambat laun kedua orang itu mulai memasuki daerah pegunungan Soat hong san, sepanjang jalan mereka mendaki bukit tanpa arah tujuan tertentu.
Lambat laun Sik Tiong Giok mulai merasa lelah sekali napasnya terasa sesak dan pandangan matanya menjadi berkunang-kunang, tampaknya ia sudah tak sanggup lagi untuk melanjutkan perjalanan.
Semalam suntuk, entah sudah berapa jauh perjalanan yang mereka tempuh, menjelang fajar mulai menyingsing mereka telah tiba di bawah sebuah kaki bukit.
Puncak bukit itu menjulang tinggi ke angkasa, kabut putih mengitari di sekelilingnya membuat puncak tersebut seakan-akan menembusi langit...
Tiba-tiba Siu Cing menjerit kaget : "Haaaah, jangan-jangan disinilah letak puncak Thian cu hong tersebut...?"
Sambil berkata dia berpaling ke arah Sik Tiong Giok, tapi apa yang terlihat membuat bocah itu menjerit kaget dan hatinya berdebar sangat keras.
Rupanya setelah bertarung sengit melawan musuh tangguh semalam, kemudian beberapa kali menghimpun tenaga murni ditambah pula perasaannya yang tak tenang dan minum arak kelewat batas, membuat luka yang dideritanya berkembang semakin memburuk apalagi harus menempuh perjalanan
semalaman suntuk, siapa yang mampu mempertahankan diri lebih jauh?"
Tampak wajahnya berubah menjadi pucat pias seperti mayat langkahnya menjadi sempoyongan dan tubuhnya hampir saja roboh terjungkal ke atas tanah.
Siu Cing yang menyaksikan kejadian ini menjadi sangat gelisah, cepat-cepat dia memburu ke muka dan berusaha untuk
merangkulnya serta membimbingnya duduk di sisi jalan lalu dengan perasaan gelisah dia berseru keras : "Engkoh Sik, kenapa... kenap kau?"
Dengan napas tersengal-sengal Sik Tiong Giok tertawa getir :
"Saudaraku, aku... aku tidak apa-apa... uaaak!"
Belum selesai perkataanitu diutarakan, ia sudah memuntahkan darah segar.
Kejadian ini membuat si kalajengking kecil Siu Cing bertambah gugup dan gelisah, saking cemasnya air mata pun sampai jatuh bercucuran, serunya dengan gelisah : "Engkoh Sik, jgn berbicara lagi, aturlah pernapasan lebih dulu."
Biarpun dia berusaha untuk menghibur Sik Tiong Giok, namun dia sendiri justeru dibuat gelisah dan kalang kabut setengah mati.
Sik Tiong Giok memejamkan matanya sambil mengatur
pernapasan, ketika keadaannya bertambah baik, pelan-pelan dia baru membuka matanya seraya berkata : "Saudaraku, kau tak usah gelisah, aku masih tak apa-apa."
"Kau minum arak kelewat banyak, kalau tak dapat minum, mengapa sih kau memaksakan diri juga" Aaai, kau ini memang keterlaluan."
"Bukan begitu," Sik Tiong Giok menggelengkan kepalanya berulang kali. "Aku bersalah karena harus menggunakan tenaga dalam kelewat batas, akibatnya lukaku menjadi kambuh."
"Lantas mengapa kau harus menggunakan tenaga dalam?"
"bila musuh tangguh berada di depan mata, apalagi yang dapat kulakukan" Bila tidak melawan, bukankah aku akan dijagal orang?"
Siu Cing manggut-manggut : "Ya, hal ini memang tak dapat disalahkan, orang-orang itukelewat jahat dan buas. Aku sungguh merasa kagum dengan cara dan tindakan engkoh Sik sewaktu berada di loteng Hong hok lo tadi, memang paling baik membunuh beberapa orang lebih banyak."
Sik Tiong Giok menghela napas ringan : "Aaai, orang jahat tak akan habis dibunuh, saudaraku. Aku merasa haus sekali."
"Baiklah, beristirahatlah dulu disini, akan kucarikan air untukmu."
Seraya berkata, dari dalam buntalannya dia mengambil kantung air dan berjalan menelusuri kaki bukit.
Padahal dia sendiripun merasa agak haus. Baru setelah diingatkan oleh Sik Tiong Giok rasa haus itu terasa semakin menghebat, itulah sebabnya dia segera percepat langkah kakinya lari menuju ke depan.
Setelah bejalan lebih kurang setengah jam, ia baru mendengar suara gemercik air yang tampaknya bergema dari suatu tempat tak jauh letaknya dari sana.
Mengikuti sumber dari suara air itu, kembali dia berjalan sejauh setengah li lebih, benar juga di punggung bukit sebelah depan sana terdapat sebuah air terjun.
Dalam girangnya dia segera melompat ke depan dan mendekati tempat itu, ternyata air terjun itu sangat besar dengan di bawahnya merupakan sebuah telaga, menelusuri kaki bukit merupakan sebuah selokan air yang mengalirkan air jernih, udara terasa amat dingin.
Siu Cing merasa amat gembira setelah menyaksikan hal itu dan cepat-cepat menghampirinya, mula-mula dia meneguk dulu beberapa tegukan sampai puas, kemudian baru memenuhi kantung air itu dan berjalan kembali ke tempat semula.
Lebih kurang setengah jam kemudian Siu Cing baru tiba kembali di tempat semula. Dengan rasa gembira ia segera berteriak :
"Engkoh Sik, airnya sudah datang!"
Tapi dengan cepat ia dibuat tertegun, ternyata bayangan tubuh Sik Tiong Giok tidak nampak lagi disitu, tanpa terasa pikirnya :
"Aneh, mengapa dia tak ada di tempat" Mungkinkah dia telah pergi seorang diri" Tapi rasanya hal ini tak mungkin!"
Berpikir sampai disitu, timbul kecurigaan dalam hatinya, cepat-cepat ia berseru keras : "Engkoh Sik, Engkoh Sik!"
Sambil berteriak dia melompat naik ke atas sebatang pohon dan mencoba untuk memperhatikan keadaan di sekeliling tempat itu, namun tidak sesosok bayangan manusia pun yang nampak.
Dalam keadaan begini diapun hanya bisa garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal sambil bergumam keheranan : "Aneh benar, kemana dia telah pergi...?"
Berpikir begitu diapun berlarian menuju ke kaki bukit sebelah kanan, disitu ia temukan banyak bekas telapak kaki yang kacau di antara semak belukar, sadarlah bocah itu, tentu sudah terjadi sesuatu di tempat tersebut.
Ketika diteliti lagi dengan seksama segera ditemukan tanda panah yang menunjukkan ke satu arah, dengan gemas ia mendengus dingin lalu berlarian ke depan.
Daerah di sekitar tempat itu merupakan bukit-bukti terjal dengan batu cadas yang curam, sesungguhnya memang tak enak dilalui, ditambah pula fajar baru menyingsing dan kabut pagi masih amat tebal, jalanan semakin sukar ditelusuri.
Belum lagi belasan li, sekujur badannya sudah basah kuyup oleh keringat.
Dia berhenti sebentar sambil mengeluarkan kantung air, maksudnya hendak minum dulu sebelum meneruskan perjalanan.
Mendadak... "Plaaak..." Kepalanya seperti tertimpa sesuatu dari atas, sekalipun tidak terasa sakit, namun ketika diusap dengan tangannya ditemukan cairan merah meleleh turun.
Ketika diperhatikan lebih seksama lagi, ternyata benda yang menimpa kepalanya adalah sebuah buah tho yang besar
semangkuk. Dia mengira ada buah tho yang masak dan jatuh dari tangkainya, tanpa terasa pikirnya kemudian : "Kalau toh disini terdapat buah tho, pasti buahnya tidak cuma satu, mengapa tidak kudahar untuk menghilangkan rasa haus dan lapar?"
Berpikir demikian diapun mendongakan kepalanya sambil memeriksa keadaan di sekitar situ, benar juga, pada sebuah tebing tumbuh puluhan batang pohon tho yang kekar dan segar.
Biarpun tebing itu tinggi lagi curam, namun dengan kepandaian silat yang dimiliki si kalajengking kecil Siu Cing, tidak sulit baginya untuk mendaki ke atas.
Sambil menjilati lidahnya bocah itupun bersiap-siap untuk mendaki ke atas tebing tersebut.
Tiba-tiba tampak sebiji buah tho kembali melayang tiba, dengan cepat ia menyambut buah tersebut dan berseru sambil tertawa terbahak-bahak : "Haaaahh... haaahh... ini baru namanya hidangan yang lezat."
Baru saja dia bersiap-siap untuk menggigit buah itu, tahu-tahu sebiji buah tho kembali meluncur tiba.
Kali inipun Siu Cing sama sekali tidak menduga sehingga tidak sempat mempersiapkan diri untuk menerimanya, diapun tak sempat berkelit sehingga tepat mengenai jidatnya.
Cairan buah tho yang hancur kontan saja mengotori seluruh wajah dan badannya.
Begitu keras hantaman buah tho itu disusul pula dengan sambaran buah tho berikut bahkan semuanya meluncur tiba dengan kecepatan tinggi dan ketepatan yang mengagumkan, sekalipun Siu Cing telah berusaha untuk menghindarkan diri, dia toh terkena juga dua tiga biji.
Dengan kejadian tersebut, dengan cepat Siu Cing tahu kalau dia sedang dipermainkan orang, amarahnya kontan saja berkobar.
Dengan sinar mata yang tajam dia mencoba untuk
memperhatikan keadaan di sekitar itu.
Benar juga di balik rimbunnya pohon buah tho itu tampak seorang nona cilik berusia dua belas tahunan sedang duduk disana. Ia memakai baju merah, bermuka bulat seperti buah apel, rambutnya berkepang dua dan bermata bulat lagi besar.
Saat itu dia sedang mengawasi wajah Siu Cing sambil
menggerakkan jari tangannya di wajah sendiri, serunya sambil tertawa : "Hey setan cilik, malu ah... masa mau menuri buah tho milik orang...?"
Mendengar ejekan itu Siu Cing sangat marah, bentaknya : "Kalau aku setan cilik, apa pula dengan kau sendiri" Siapa sih yang mencuri buah tho mu" Nih, aku kembalikan kepadamu?"
Sambil berseru ia segera menyambit sebiji buah tho ke depan.
Tapi dengan cekatan nona cilik itu menyambutnya, lalu berseru lagi sambil tertawa : "Aduuh tidak kusangka kau mempunyai kepandaian silat juga, nah sambutlah kembali, siapa yang kesudian menerima buah tho busukmu itu?"
Dia menyambitnya kembali ke depan.
Siu Cing segera menyambut sambitan tersebut dengan cekatan, baru saja akan ditimpuk kembali, tiba-tiba bayangan merah di atas pohon tho itu sudah berkelebat lewat dan lenyap dari pandangan.
Dengan hati mendongkol Siu Cing berkerut kening sambil mendengus, ia menjejakkan kakinya ke atas tanah lalu seperti seekor burung walet melejit ke udara dan meluncur ke depan.
Tapi sewaktu tiba di balik pepohonan buah tho itu, ternyata tak nampak sesosok bayangan manusiapun disitu, tanpa terasa pikirnya : "Cepat amat gerakan tubuh dari budak cilik itu..."
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sementara dia masih ragu-ragu, mendadak dari belakang tubuhnya berkumandang datang suara ujung baju yang
terhembus angin. Siu Cing sudah banyak belajar dari Pek hun lojin, apalagi semenjak berusia delapan tahun sudah mengembara dalam dunia persilatan, selain kepandaian silatnya hebat, pengalamannya pun sangat luas.
Begitu mendengar suara tersebut, kendati pun suaranya amat lirih, namun tak dapat mempengaruhi dirinya.
Dengan cepat dia membalikkan badan sambil menerobos ke depan, dengan cara begini menurut perhitungannya pasti akan berhasil menemukan jejak lawan.
Siapa tahu meski dia bergerak cepat ternyata orang lain jauh lebih cepat lagi, diiringi suara jeritankaget dari si nona cilik itu, tampak bayangan merah berkelebat kembali di balik pepohonan dan lenyap dari pandangan.
"Budak cilik, mau kabur kemana kau?" bentak Siu Cing dengan rasa mendongkol.
Sambil membentak dia segera melakukan pengejaran dengan ketat, dalam keadaan mendongkol dan marah, bocah ini seakan-akan lupa persoalan Sik Tiong Giok, dia hanya tahu berlarian di antara pepohonan sambil mencari jejak si nona cili tadi.
Tiba-tiba dari atas pohon besar kedengaran seseorang berseru sambil tertawa : "Hey kerbau dungu... tak tahu malu, mana mengejar orangpun tak mampu, benar-benar memalukan sekali, hati-hati lho, jangan sampai pohon yang kau tubruk."
Dengan cepat Siu Cing mendongakkan kepalanya, ternyat nona cilik itu sedang duduk di atas pohon dan mengejeknya sambil bertepuk tangan.
Sambil mendengus, pikir Siu Cing di hati : "Kali ini kau tak akan bisa lolos lagi dari tanganku..."
Sesudah mengambil keputusan diapun tidakmenuju ke pohon tersebut secara langsung melainkan lari ke pohon yang lain, setelah berada dekat dengan pohon yang dituju, dia baru menjejakkan ujung kakinya ke atas tanah dan melejit ke udara langsung menerjang nona cilik itu.
Agaknya nona tersebut tidak mengira kalau Siu Cing begitu licik dan pintarnya, karena gegabah hampir saja dia tertipu, dengan gemas segera teriaknya : "Setan cilik, kau memang licik!"
Dengan cepat ia melompat turun ke bawah.
Siu Cing tak mau melepaskan korbannya dengan begitu saja, dengan cepat dia mengejar pula ke bawah.
Tampaknya nona cilik itupun amat licik dan pintar, sesudah sadar kalau tak mungkin baginya untuk meloloskan diri, ternyata dia pun berlarian di antara pepohonan sambil menghindar kian kemari, persis seperti orang yang bermain petak saja, sulit buat Siu Cing untuk membekuk dirinya.
Bukan cuma begitu, ternyata nona cilik itu masih sempat membuat muka setan untuk mengejeknya.
Semakin lama Siu Cing merasa semakin mendongkol, dia mulai mengumpat dengan marah : "Budak cilik, kau jangan keburu merasa bangga, bila hari ini aku gagal membekukmu, aku pasti akan berganti nama marga ku..."
Belum selesai ia berkata, tiba-tiba terdengar nona cilik itu menjerit kaget : "Aduuuh..."
Siu Cing tidak mengetahui apa yang terjadi, mendengar jeritan kaget nona itu, dia mengira si non sudah dibuat takut oleh ancamannya itu, maka sambil tertawa kembali ujarnya : "Budak cilik, kau jangan takut sekalipun berhasil kubekuk pun tak akan kulukai dirimu, paling banter aku cuma memukul pantatmu saja."
Belum habis dia berkata, tiba-tiba dari belakang tubuhnya kedengaran suara auman keras disusul segulung hembusan angin kencang menerjang dari belakang.
Dengan cepat Siu Cing meloloskan diri dari tubrukan tersebut, ketika berpaling, dia menjadi terperanjat sehingga
menghembuskan naps dingin.
Ternyata di belakang tubuhnya telah berdiri seekor gorila yang sangat besar dengan bulu tebal, mata melotot dan wjah mengerikan, binatang tersebut mengawasinya dengan buas dan liar.
Sekalipun Siu Cing sudah banyak berkelana mengikuti Pek hun lojin, dan banyaksudah binatang buas yang dijumpai selama ini, namun belum pernah menjumpai gorila sebesar ini, tak urung hatinya dibuat bergidik juga.
Padahal seandainya kau tidak memperlihatkanrasa takut terhadap makhluk tersebut, maka gorila itu belum tentu akan menyerangmu, tapi sekali kau tunjukkan raja jeri, maka dia akan lebih bergaya lagi, malahan sambil merentangkan lengannya dia menerjang tiba.
Siu Cing segera merendahkan tubuhnya sampai menyelinap ke samping, dengan mudah sekali dia meloloskan diri dari ancaman tersebut.
Gagal dengan tubrukannya, gorila raksasa itu berpekik nyaring sambil membalikkan badan untuk kedua kalinya dia menerjang kembali batok kepala bocah itu.
Sekali lagi Siu Cing berkelit ke samping untuk menghindarkan diri, tapi dengan begitu pun keberaniannya semakin bertambah.
Setelah tubrukannya beerapa kali mengalami kegagalan total, sifat buas gorila itu semakin membara, sambil berpekik penuh amarah tubrukannya dilepaskan makin ganas.
Siu Cing tahu makhluk semacam ini memang berwatak buasa dan cekatan, kekuatannya mampu untuk membelah harimau dalam keadaan hidup, sudah barang tentu dia tak berani berayal sambil mengandal kecepatan tubuhnya dia berkelit kian kemari.
Sementara si nona cilikitu sudah dibuat tertegun saking kagetnya, diapun lupa untuk melarikan diri, melainkan hanya duduk di atas dahan sambil melototkan matanya bulat-bulat.
Waktu itu kebetulan sekali Siu Cing sudah terdesak mundur sampai di depan batang pohon, padahal gorila itu menerjang kembali dengan ganasnya, satu ingatan segera melintas dalam benak nona cilik itu, diambilnya dua batang ranting lalu disambit ke muka dengan cepat.
Waktu itu sang gorila sedang mementangkan sepasang
lengannya yang panjang sambil menerjang ke depan, meskipun Siu Cing gesit namun dalam keadaan begitu dia jadi mati kutu dan tak bisa mundur lebih jauh, pekiknya tanpa terasa : "Habis sudah riwayatku kali ini."
Mendadak gorila itu berpekik keras, sepasang lengannya dipelukkan satu sama lainnya dan sepasang cakarnya
ditancapkan dalam-dalam pada batang pohon.
Ternyata sambitan ranting dari nona cilikitu dengan tepat sekali menembusi sepasang mata gorila tersebut, dalam kesakitannya binatang itu meraung semakin keras, apalagi sepasang cakarnya yang menancap di atas pohon tak dapat dilepaskan, terpaksa ia memeluk pohon tersebut sambil digoncang-goncangkan dengan sekuat tenaga.
Biarpun pohon itu besar sekali, ternyata dahannya tergoncang hebat oleh kekuatan gorila itu, tak selang berapa saat kemudian batang pohon tersebut telah patah menjadi dua bagian.
Siu Cing segera memanfaatkan peluang yang ada untuk
menerobos keluar dari bawah ketiak gorila itu, dia sangat benci terhadap binatang buas yang hampir merengut jiwanya ini.
Begitu lolos dari bahaya, timbul nafsu membunuh dalam hatinya, serta merta daia meloloskan pedang pendeknya dan langsung ditusukkan ke pinggang gorila tersebut.
"Crriiiingg...!"
Percikan bunga api memancar ke empat penjuru, ternyata tusukan tidak mempan karena gorila itu mempunyai kulit badan yang tebal dan kebal terhadap senjata.
Sementara Siu Cing masih tertegun dan siap melancarkan tusukan berikut, tiba-tiba terdengar seseorang membentak keras dari arah belakang : "Bocah keparat darimana yang berani melukai binatang saktiku, memangnya kau sudah bosan hidup?"
Siu Cing segera berpaling, namun sebelum melihat dengan jelas siapa gerangan lawannya, deruan angin kecang kembali meluncur datang dari belakang.
Cepat-cepat dia merendahkan tubuhnya untuk menghindar, sementara pedang pendeknya dengan jurus 'bintang lewat melintang di angkasa' badannya menyelinap ke samping.
Telinganya sempat mendengar suara auman keras, lalu dadanya terasan dihantam keras-keras, pandangannya menjadi kabur, sesaat sebelum jatuh pingsan ia masih sempat pula mendengar jeritan keras dari nona kecil itu.
Ternyata jurus serangan yang barusan dipergunakan itu memang tepat sekali sebab persis menusuk pusar dari gorila itu sehingga perutnya robek dan ususnya berhamburan kemana-mana.
Tapi sebelum tewasnya, gorila itupun sempat menyarangkan sebuah pukulannya yang keras sehingga membuat Siu Cing jatuh tak sadarkan diri.
Bersamaan waktunya dari balik pohon muncul pula seorang nenek bermata tunggal yang berwajah bengis. Ketika melihat gorila raksasa itu sudah mati, dengan mata berapi-api karena gusar dia berseru sambil tertawa dingin : "Sudah tiga puluh tahunan aku si nenek tak pernah meninggalkan tebing harimau buas ini, tak nyana ada orang berani berkunjung kemari bahkan melukai binatang sakti penjaga guaku. Hmmm... tampaknya aku harus melakukan pembunuhan hari ini."
Sementara berkata dia pun selangkah demi selangkah berjalan menghampiri Siu Cing yang masih terkapar di tanah.
Nona cilik yang bersembunyi di balik pohon menjadi amat terkejut sekali ketika menyaksikan nenek bermata tunggal itu lambat laun semakin dekat dengan Siu Cing.
Agaknya untuk melampiaskan rasa gusarnya karena kematian dari gorila raksasa itu si nenek bermata tunggal tersebut berniat untuk mencincang tubuh Siu Cing menjadi berkeping-keping.
Nona cilik itu menjadi gugup dan panik, tiba-tiba saja dia membentak keras : "Nenek jelek, jangan kau lukai dia!"
Sambil membentak dia meloloskan sepasang pedang pendeknya, lalu menjejakkan kakinya ke atas dahan dan meluncur ke depan.
Tampak dua kilas cahaya bianglala meluncur ke depan dan langsung membacok tubuh nenek tua bermata tunggal itu.
Sementara si nenek bermata tunggal itu masih tertegun oleh suara bentakan itu, tiba-tiba saja dia merasakan datangnya desingan angin tajam dari belakang tubuhnya, sera merta dia memutar badan sambil menengok.
Ternyata seorang nona cilik telah melepaskan tusukan ke arahnya dengan sebilah pedang pendek yang bersinar tajam, nona itu bermuka bulat apel dan sangat galak.
Nenek bermata tunggal itu tertawa seram.
"Budak cilik, kaupun berani melancarkan serangan terhadap aku si nenek..."
Tidak nampak gerakan apa yang digunakan, tahu-tahu saja serangan pedang nona cilik itu sudah mengenai sasaran kosong, tapi menyusul kemudian serangan pedang kirinya telah menyambar tiba.
Nenek bermata tunggal itu menjadi terkesiap setelah menghadapi kejadian tersebut, segera serunya dengan perasaan kaget bercampur tercengang : Bukan saja jurus pedang yang
dipergunakan si nona cilik dengan serangan kiri kanannya berbeda aliran, kedua bilah pedang pendek itu pun bukan benda sembarangan, karean merupakan benda penakluk iblis dari istana Thian poo hu di masa lampau.
Buru-buru ia membentak keras : "Budak, siapakah kau?"
Nona cilik itu tidak menggubris, malah serunya lagi sambil mendengus dingin.
"Aku tak sudi berbicara dengan orang jahat seperti kau!"
Dalam pembicaraan tersebut, serangan pedang kirinya lagi-lagi kena sasaran kosong.
Melihat kedua serangannya mengenai sasaran kosong, nona itu mendongkol selain gelisah, tiba-tiba ia mendesak ke muka dan sepasang tangannya melancarkan serangan bersama, tangan kirinya menggunakan jurus menghimpun tenaga mencip pelangi dari ilmu pedang Ya li kiam hoat, sementara pedang kirinya mengeluarkan jurus 'daun berguguran di musim gugur' dari ilmu pedang Cing peng kiam hoat.
Dua buah serangan dilepaskan bersamaan waktunya dan saling menunjang satu sama lainnya.
Kalau dibilang nenek bermata tunggal itu sesungguhnya terhitung seorang jago kenamaan pula dalam dunia persilatan, tapi dia toh dibuat kelabakan juga selagi menghadapi dua serangan berantai tersebut.
Terpaksa toya ditangkis keluar, kemudian dtubuhnya mundur dua langkah.
Melihat hal itu si nona bukannya mundur sebaliknya malah mendesak lebih ke depan.
"Crinnngg...!" Di tengah desingan nyarng yang memekikkan telinga dan percikan bunga api yang menyebar keempat penjuru, nampak nona itu berkerut kening dan mundur sejauh delapan langkah dengan sempoyongan, lengannya menjadi linu dan kaku, hampir saja badannya terjungkal ke atas tanah.
"Heeeh... heeeh... heeeh... budak cilik, tentunya kau sudah tidak mampu lagi bukan!"
Nona cilik itu mendelik besar sambil mencibirkan bibirnya yang kecil, lalu setelah mendengus dingin, sepasang pedangnya secara beruntun melepaskan dua lingkaran cahaya yang menggulung seperti roda kereta.
Nenek bermata tunggal itu segera mengangkat toyanya untuk menangkis, bentaknya : "Akan ku suruh kau ketahui kelihaian nyonya mu!"
Tiba-tiba saja tongkatnya dibenturkan ke atas pedang nona itu, bukan saja serangannya dilepaskan dengan cepat, lagi pula serangan tongkat itu membawa deruan angin yang kuat, jelas terbukti kalau kekuatan yang dimiliki nenek ini sangat hebat.
Nona cilik itu cukup cekatan, sepasang pedang tidak berani menyambut dengan kekerasan sebaliknya malah memanfaatkan tenaga serangan lawan yang kuat untuk melejit ke aas dahan pohon dengan ringan, lalu bentaknya dengan nada sinis :
"Hmmm, kau sih nyonya apaan" Aku lihat kau lebih mirip makhluk tua yang aneh!"
Umpatan tersebut membuat si nenek bermata tunggal itu berkerut kening, nafsu membunuh segera menyelimuti seluruh wajahnya, sambil mendengus dia berseru : "Budak keparat, ternyata kau adalah ahli waris dari Pek hun si setan tua itu!"
Perlu diketahui Pek hun lojin dari Leng san sam yu termashur di dalam dunia persilatan karena ilmu pedang Pek hun kiam hoat dan ilmu meringankan tubuh yang sempurna.
Gerakan yang dipergunakan si nona cilik untuk melayang ke muka dengan memanfaatkan tenaga pukulan lawan tadi tidak lain adalah gerakan 'awan melayang angin berhembus' sebuah jurus serangan maut dari Pek hun lojin, tak heran kalau nenek bermata tunggal itu segera mengenalinya sebagai ahli waris dari Pek hun lojin.
Tapi nona cilik itu segera mendengus dingin : "Hmmm, belum tentu! Coa kau saksikan lagi jurus seranganku ini..."
Sepasang kakinya segera menjejak tanah dan tubuh berikut pedangnya bersama-sama meluncur ke bawah, tampak segulung cahaya kilat langsung menyerang bagian tengah tubuh nenek bermata tunggal itu.
Nenek bermata tunggal itu adalah Ang lo hujin, salah seorang di antara tujuh iblis dunia persilatan, usianya sudah melebihi sembilan puluh tahun, pengalamannya boleh dibilang sudah amat luas dan matang, itulah sebabnya dalam sekilas pandangan saja dia dapat mengenali jurus serangan yang dipergunakan nona cilik itu adalah jurus tangguh dari Jit sat kiam aliran perguruan Cing shia pay.
Setelah mengetahui akan asal usul ilmu pedang tersebut, nenek ini tak berani memandang enteng musuhnya lagi, sambil mendengus dingin segera ujarnya : "Bocah cilik, tak nyana kalau kepandaian silatmu cukup tangguh dan hebat."
Dengan cepat dia menggetarkan pergelangan tangannya, dalam waktu singkat tongkatnya telah berubah menjadi tujuh delapan buah bayangan semu yang bersama-sama mengurung seluruh badan nona itu.
Jangan dilihat si nona cilik itu masih ingusan, nyatanya jurus
'gulungan ombak memecah pantai' tersebut digunakan amat matang, bertenaga dan sempurna.
Di saat bayangan tongkat lawan sudah tinggal tiga depa dari tubuhnya, ujung pedangnya tahu-tahu menggetarkan tujuh delpaan kuntum bunga pedang yang amat menyilaukan mata, serangan ini persis menghantam ujung tongkat lawan.
"Criiingg... cringg..."
Suara gemerincingan nyaring bergema memecahkan keheningan, saking hebat dan dahsyatnya serangan pedang nona cilik itu ternyata Ang lo hujin dipaksa mundur sejauh dua langkah dari posisi semula.
Sebaliknya si nona cilik itupun kena tergetar sampai mundur sejauh satu kaki lebih karena tenaga dalamnya yang jauh dari kesempurnaan, sambil memutar sepasang biji matanya, dia hanya bisa mengawasi lawannya dengan tertegun.
Tiba-tiba ia menjerit kaget : "Aaaah...!"
Rupanya kalajengking kecil Siu Cing yang tergeletak di atas tanah itu tahu-tahu sudah melambung sendiri ke tengah udara dalam keadaan masih terlentang, seolah-olah tubuhnya dibetot sesuatu kekuatan besar dari tengah udara.
Tatkala sudah melambung setinggi lima enam depa, mendadak Siu Cing yang masih melambung dalam keadaan terlentang itu berjumpalitan beberapa kaki di udara, kemudian secepat anak panah yang terlepas dari busurnya dan meluncur ke arah Ang lo hujin.
Ang lo hujin agak tertegun ketika mendengar jeritan kaget dari nona cilik itu, baru saja ia berpaling tubuh Siu Cing telah melesat tiba secepat anak panah, cepat-cepat ia berusaha untuk meloloskan diri, sayang terlambat maka tak ampun lagi...
"Blaamm!" tubuhna tertumbuk secara telak.
Tumbukan tersebut sungguh keras dan kuat membuat Ang lo hujin mendengus tertahan dan mundur sejauh enam tujuh langkah, dengan paksakan diri ia menahan tubuhnya yang terhuyung sementara matanya melotot dengan wajah tertegun.
Setelah terjadi tumbukan itu, kalajengking kecil Siu Cing terbanting kembali ke atas tanah sehingga bocah itu segera mengaduh : "Aduhh... sakitnya..."
Tapi dengan cepat dia duduk kembali, apalagi setelah menjumpai si nona cilik yang berada di hadapannya, dengan mata melotot tegurnya : "Adik cilik, kau... kau lagi bermain apa" Sakit benar tumbukan tadi."
"Kau sendiri yang lagi main setan siapa sih yang menumbukmu?"
bentak nona cilik. "Waah, kalau begitu aku tentu sudah bertemu setan?" kata Siu Cing agak tertegun.
"Tepat sekali perkataanmu itu," seru nona cilik itu sambil tertawa, "kau memang sudah bertemu setan, coba kau lihat, bukankah di hadapanmu berdiri seorang setan bermata satu?"
Siu Cing berpaling, dengan cepat ia jumpai seorang nenek bermata satu dengan rambut yang kusut, pakaian yang compang camping sedang berdiri lebih kurang satu kaki di hadapannya dengan mata melotot, sinar pembunuhan memancar keluar dari mata tunggalnya itu.
Dengan ketakutan cepat-cepat dia melompat bangun.
"Nah, sudah melihat dengan jelas bukan?" kembali nona cilik itu berseru sambil tertawa, "dia adalah setan mata satu berambut panjang, lihaynya bukan."
"Aku tidak takut, mengapa kita sebagai manusia hidup takut dengan setan?" kata Siu Cing pelan.
Biarpun Ang lo hujin tidak sampai menderita luka apa-apa akibat dari tumbukan tadi namun kejadian tersebut telah mengobarkan sifat bengis dan buasnya.
Setelah mengamati lawannya beberapa saat dengan pandangan buas, ia mendengus dingin, lalu sambil memutar tongkatnya, nenek itu langsung menerjang ke muka.
Tiba-tiba nona cilik itu berteriak : "Engkoh cilik, kau mesti hati-hati, nenek setan itu galak sekali!"
"Aku mah tak takut," sahut Siu Cing sambil tertawa, sedari tadi ia memang sudah melakukan peristiwa.
Belum habis perkataan itu diselesaikan, Ang lo hujin telah berpekik keras penuh amarah, cepat-cepat Siu Cing memasang kuda-kuda sedang nona cilik itu mempersiapkan diri.
"Haah... haaahh... aaahh..."
Tiba-tiba Ang lo hujin tertawa terbahak-bahak sendiri seperti orang gila, suara tawanya tinggi melengking dan amat menusuk pendengaran, membuat bulu kuduk orang pada bangun berdiri.
Di tengah gelak tertawa itu, bagaikan orang tak waras sja dia membuang tongkatnya ke atas tanah kemudian kabur dari tempat itu.
Kejadian itu tentu saja mencengangkan Siu Cing serta nona cilik itu, untuk sesaat mereka jadi tertegun dan tidak habis mengerti penyakit sinting apakah yang tiba-tiba menyerang Ang lo hujin itu.
Dari kejauhan sana masih kedengaran suara gelak tertawanya yang keras dan menyeramkan, suara itu pada hakekatnya tidak mirip suara manusia, tapi lebih mirip dengan suara lolongan serigala atau tangisan kutilanak.
"Aduuh... suaranya benar-benar tak sedap!" omel si nona lalu dengan kening berkerut.
Siu Cing menarik pula kesiapsediannya kemudian mengelipkan matanya berulang kali.
"Aneh benar, penyakit edan menyerangnya barangkali?" ujarnya agak terteguk.
"Yaa, aku tebak dia pasti sudah edan atau tak waras otaknya, kalau tidak masa suaranya begitu mengerikan macam jeritan setan."
"Aku sampai terperanjat," Siu Cing menambahkan sambil tertawa.
"Huuh, dasar setan bernyali kecil," damprat si nona segera,
"kalau nyalimu sekecil nyali tikus, apa gunanya mengembara dalam dunia persilatan?"
"Jadi kau tak percaya kalau aku sudah mengembara di dalam dunia persilatan semenjak berumur delapan tahun?" seru Siu Cing sambil mendelik, "hitung saja sendiri, sudah berapa tahun aku mengembara hingga kini...?"
"HUUUH... MEMBUAL. AKU TIDAK akan percaya."
"Kau masih juga tak percaya...?" Siu Cing semakin sengit.
"Sekali tidak percaya, untuk selamanya aku tidak percaya, barangkali setan yang akan percaya dengan bualanmu itu, ada apa" Pingin berkelahi?"
"Lelaki sejati tak akan berkelahi dengan perempuan, ayam tidak akan bertarung dengan anjing, aku sih tidak sudi berkelehai dengan mu."
Tidak sampai Siu Cing menyelesaikan perkataannya, nona cilik itu telah melepaskan sebuah tusukan kembali dengan jurus 'Kuda liar mengangkat kaki', bentaknya : "Kau berani memaki aku sebagai anjing" Lihat pedang!"
Cepat-cepat Siu Cing menarik diri sambil mundur sejauh beberapa depa dari tempat semula, katanya sambil tertawa :
"Adik cilik, bagaimana kalau jangan mengambek dulu" Sejak tadi toh sudah kukatakan, aku tak akan berkelahi dengan mu, anggap saja akulah yang seperti anjing."
Nona cilik itu segera tertawa cekikikan sampai pedangnya pun ikut bergetar keras, serunya kemudian, "Nah, begitu baru pantas.
Hey, siapa sih namamu?"
"Aku tak punya nama," sahut Siu Cing sambil menggeleng.
Belum habis perkataan itu diutarkan, tiba-tiba dari belakang sebatang pohon besar berjalan keluar seorang yang segera berseru keras : "Kalajengking kecil! Dia bernama si Kalajengking kecil!"
Teriakan itu sangat keras dan menggelegar, membuat Siu Cing berdua menjadi terkejut dan bersama-sama mundur ssejauh satu langkah.
Tapi nona cilik segera menjejakkan kembali kakinya setelah mundur tadi, sepasang pedangnya dengan jurus tanduk naga bagai tombak serta memukul keras genderang langit segera menciptakan selapis bayangan pedang yang menyelimuti seluruh angkasa.
Menyaksikan datangnya serangan pedang yang begitu gencar, serta merta lelaki berbaju hijau yang baru saja munculkan diri dari belakang pohon itu berkelebat dan menyembunyikan diri lagi ke belakang pohon.
"Duuukk...! Duuukk...!"
Sakitng cepatnya tusukan yang dilancarkan nona cilik itu sehingga tidak mungkin baginya untuk menarik kembali ancaman mana, tak ampun pedangnya langsung menancap pada batang pohon sedalam lima enam inci lebih.
Dalam keadaan begini, cepat-cepat nona itu mengerahkan tenaganya dan berusaha untuk mencabut kembali sepasang pedangnya.
Sayang sekali orangna terlalu pendek sedang sasaran tusukannya terlampau tingi, ini membuat si nona tiada tempat untuk berpijak, jadi untuk sementara waktu pun pedangnya tak berhasi ldicabut keluar.
Lelaki berbaju hijau itu kembali menampilkan diri dari belakang pohon, katanya kemudian sambil tertawa tergelak :
"Haaahh...haaahh.. ternyata susiok pendek tidak membohongiku.
Aku memang puna ilmu pohon yang hebat, nyatanya tusukan nona cilik inipun mengenai batang pohon."
Sementara itu si kalajengking kecil Siu Cing telah mengenali lelaki itu sebagai tendangan geledek Wan Poo, segera teriaknya keras-keras : "Hei si tolol, mengapa kaupun muncul disini?"
Kembali si tendangan geledek Wan Poo tertawa bodoh : "Aku sedang mengejar paman guru pendek, tua bangka itu jahat sekali, dia suruh aku mencarinya tapi tidak kujumpai, begitu aku mau pergi diapun mengacau kembali, aaah."
Belum selesai perkataan itu diutarakan, mendadak terdengar suara jeritan kaget disusul kemudian dari belakang tubuhnya berkumandang lagi jeritan kaget.
Rupanya si nona cilik dengan muka hijau membesi telah melepaskan sebuah tusukan kilat dari belakang punggung Wan Poo begitu ia berhasil mencabut keluar sepasang pedangnya dari dahan pohon.
Si tendangan geledek Wan Poo memiliki tiga belas macam ilmu kebal yang membuat tubuhnya keras dan tidak mempan dibacok senjata, betul pedang dari nona cilik itu merupakan senjata mestika, tapi tanpa diarahkan ke titik kelemahan pada tubuh Wan Poo, bagaimana mungkin tusukan tersebut datang melukai badannya"
Itulah sebabnya tusukan pedangnya tidak lebih hanya berhasil merobek sebagian dari celananya. Itulah yang menyebabkan Wan Poo berteriak kaget tadi.
Tapi dengan peristiwa ini, api amarah Wan Poo pun berkobar, dengan mata melotot teriaknya : "Hey, nona cilik, kau tidak tahu malu mengapa kau robek celanaku...?"
Dalam bentakan penuh amarah itu tiba-tiba saja dia
merendahkan badannya, dengan kaki kiri sebagai as kaki kanannya diluruskan ke depan dan melepaskan sebuah sapuan maut.
Hembusan angin puyuh yang amat dahsyat diiringi suara gemuruh yang keras pun segera menggulung ke muka.
Sebaliknya si nona yang mendengar perkataan dari Wan Poo itu segera berpikir di dalam hatinya : "Kalau dilihat orangnya sih sudah dewasa, mengapa begitu tak pandai berbicara..."
Belum habis ingatan tersebut melintas lewat, angin tendangan yang menderu bagaikan amukan topan itu sudah menyambar tiba, terpaksa dia gunakan gerakan 'Awan melambung angin berhembus untuk memanfaatkan kekuatan itu bergerak mundur ke belakang.
Siapa tahu angin tendangan dari Wan Poo begitu keras dan kuat, tenaga serangannya keras dan dahsat , sehingga betapapun lincah dan cekatannya gerakan tubuh si nona itu, tak urung kena tergulung juga hingga mencelat sejauh sepuluh kaki lebih.
Deruan angin yang menggemuruh keras membuat pohon
bertumbangan dan batu berterbangan, keadaannya sungguh mengerikan hati.
Siu Cing yang melihat kejadian ini, cepat-cepat berseru keras :
"Hey si tolol, mau apa kau?"
Sewaktu habis melepaskan tendangan yang pertama tadi, Wan Poo sudah membalikkan badannya bersiap sedia melancarkan tendangan yang kedua, serta merta dia membatalkan serangan berikut setelah mendengar seruan tersebut, katanya kemudian sambil tertawa : "Nona cilik itu kelewat benar, dia telah merobek celanak; paling tidak dia mesti diberi pelajaran yang setimpal."
Belum lagi perkataan itu selesai diutarakan tiba-tiba dari belakangnya kedengaran lagi suara si nona cilik itu membentak keras : "Kau tak usah mengibul, memangnya tendanganmu itu hebat" Rasain sebuah tusukan pedangku lagi!"
Sepasang pedangnya disertai desingan angin tajam bersama-sama menyerang sepasang bahu Wan Poo.
Si tendangan geledek Wan Poo tidak mengira kalau serangan dari si budak kecil itu demikian cepatnya, lagipula lincah cekatan, menanti dia bermaksud untuk menghindar setelah mendengar peringatan tersebut, desingan tajam telah mengenai tubuhna.
Biarpun bacokan pedang mana tak sampai melukai badannya, toh pakaian yang dikenakan sempat terbabat sampai robek menjadi dua bagian.
Akibatna Wan Poo semakin gusar sambil membabat dia
melancarkan kembali sebuah sapuan kilat.
Tapi lagi-lagi dia kehilangan bayangan tubuh nona kecil itu, malah kedengaran seseorang membentak keras : "Bocah tolol, berani amat kau bersikap kurang ajar terhadap aku si orang tua, lihat saja nanti akan kuundang dewa guntur untuk memebelah kepalamu."
Sesosok tubuh menampakkan diri dari balik liang tanah di bawah akar pohon, orang itu bertubuh cebol dan memelihra jenggot kambing, badannya penuh berlumpur, keadaannya tak berbeda dengan manusia terbuat dari lumpur.
Belum sempat Siu Cing melihat wajah orang itu dengan jelas, Wan Poo sudah ketakutan setengah mati dan menyembunyikan diri di belakang Siu Cing sambil seruna : "Aduh celaka, si tua cebol main setan lagi!"
Sedangkan nona cilik itu segera menjerit kaget bercampur gembira : "Ay susiok, rupanya kau!"
Orang yang barusan munculkan diri tak lain adalah kakek cebol berjalan dalam tanah KC. Ketika mendengar sapaan tersebut ia lantas menggetarkan bajunya untuk merontokkan debu dan pasir dari pakaiannya, kemudian sambil tertawa tergelak berkata :
"Haaahh... haaahh.. budak Cui, tak nyana kau masih kenal aku, mana gurumu?"
"Dia orang tua masih berada di puncak bukit Im Wu san, masa kau sudah melupakannya?" kata si nona sambil tertawa.
"Aku bukannya lupa, cuma merasa heran apa sebabnya kau si budak kecil bisa munculkan diri di bukit Thian cu san ini."
"Aku datang untuk mencarimu, bukankah kau bilang berdiam di bawah bukit Thian cu hong dalam gua bumi. Itulah sebabnya aku datang mencarimu di puncak Thian cu hong."
"Wah, tampaknya daya ingatmu memang hebat, sayang sekali kau telah salah mencari, Thian cu san bukan terlah di Thian cu hong."
"Lantas dimana sih letak Thian cu hong itu?" seru si nona sambil cemberut.
"Aku tak bisa memberitahukan kepadamu, katakan dulu ada urusan apa kau datang mencariku?"
"Aku ingin bertemu dengan Pangeran Serigala langit, pingin kulihat sampai dimanakah kemampuan yang dimilikinya."
"Haaah, haaah, haaah, budak cilik, besar amat nyalimu, berani betul kau datang mencari gara-gara dengan Pangeran Serigala langit, tapi... sudahkah kau bertemu dengannya?" kata kakek cebol berjalan di bawah tanah sambil tertawa tergelak.
Mendengar pertanyaan ini si nona segera berpaling ke arah si Kalajengking kecil Siu Cing, artinya Siu Cing telah dianggapnya sebagai Pangeran Serigala langit.
Sementara itu si Kalajengking kecil Siu Cing pun sudah mengenali siapakah lawannya, cepat-cepat dia memberi hormat.
Tiba-tiba terdengar nona cilik itu berkata : "Ay susiok, benarkah dia... adalah Pangeran Serigala langit?"
Sekali lagi Kakek cebol berjalan di bawah tanah tertawa terbahak-bahak, katanya kemudian : "Haaah, haaah, haaah, budak cilik, masa dengan bocah muda ini kamu tidak kenal?"
"Atau mungkin dia bukan Pangeran Serigala langit" Lantas siapakah dia?" tanya nona cilik itu kebingungan.
Siu Cing turut tertawa pula : "Ay susuiok, siapa sih nona ini?"
Kakek cebol berjalan di bawah tanah tidak menjawab pertanyaan dari kedua orang itu, dia hanya mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak tiada hentinya, membuat kedua orang itu semakin kebingungan dan tidak habis mengerti.
Akhirnya mereka hana saling berpandangan dengan wajah penuh tanda tanya.
Sebaliknya si tolol Wan Poo segera menimbrung : "Bila Ay susiok mulai tertawa, itu berarti dia mau main setan, siapa tahu dai mau mempermainkan seseorang di antara kita."
Mendadak si Kakek cebol menghentikan tertawanya, kemudian sambil mendelik serunya, "Bocah tolol, bila susiok mau menghukum orang, kaulah orang pertama yang menjadi
sasaran." Si tendangan geledek Wan Poo menjadi ketakutan setengah mati setelah mendengar perkataan itu, cepat-cepat dia
menyembunyikan diri ke belakang.
Sikapnya yang kocak dan lucu ini kontan saja membuat si nona cilik itu tertawa terpingkal-pingkal.
"Bagaimana bocah tolok, kau merasa ketakutan?" ejek si kakek cebol kemudian sambil tertawa.
Si tendangan geledek Wan Poo menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya dengan wajah tertegun : "Asalkan kau tidak main setan kepadaku, aku tak bakal takut."
"Susiok," si Kalajengking kecil Siu Cing segera menyela,
"bagaimana kalau kau jangan mengacau terus, belum kau jelaskan kepadaku siapakah nona ini?"
Nona cilik itupun berseru pula dengan cepat : "Hey susiok, kau belum memberitahukan kepadaku, benarkah dia bernama
Pangeran Serigala langit?"
Kakek cebol itu tertawa. "Bocah muda ini bukan Pangeran Serigala langit, dia bernama kalajengking Siu Cing."
"Lalu siapakah namanya?" seru Siu Cing segera.
"Dia bernam Sin Cui, murid dari subomu Pek hun jin, masa kalian tidak saling mengenal?"
Tidak heran kalau jurus "Awan mengambang angin berhembus yang dia pergunakan tadi sangat hebat, rupanya dia adlaah adik seperguruanku sendiri!" kata Siu Cing sambil melongo-longo.
Sin Cui mengerdipkan matanya berulang kali, tiba-tiba ia membentak keras : "Kau tak usah berlagak sok di hadapanku, siapa sih yang kesudian menjadi sumoaymu?"
"Lho... bukankah kau adalah murid suboku" Kalau bukan sumoayku, memangnya suciku?" seru Siu Cing sambil melotot.
Dengan bibir mencibir Sin Cui berseru : "Dari suhu pernah kudengar katanya Pek hunlojin adalah manusia paling jaat di kolong langit, dia berpesan kepadaku bila suatu saat bertemu dengannya, maka aku harus berdaya upaya untuk
membunuhnya." "Kau berani?" bentak Siu Cing dengan marah.
"Mengapa tidak" Kalau tak percaya kita boleh buktikan dengan perkelahian!" tantang Sin Cui sambil membentak pula.
Si kakek cebol yang mendengar percekcokan itu buru-buru melerai sambil tertawa : "Apa sih yang kalian berdua cekcokkan"
Suhu dan subo kalian sudah banyak tahun hidup berpisah sebagai muridnya kalian wajib untuk mendamaikan mereka berdua, masa belum apa-apa sudah cekcok duluan?"
"Toh dia yang menantangku lebih dulu" Memangnya dia kira aku takut kepadanya?" seru Siu Cing segera.
"Memangnya kau anggap aku takut juga kepadamu" Hehhh...
tampangnya saja soknya luar biasa," balas Sin Cui.
"Tentu saja aku harus sok, ilmu silatku lebih hebat daripada kepandaianmu. Kau tidak percaya?"
"Tidak percaya, tidak percaya, sekali aku bilang tidak percaya selamanya tak akan percaya, atau bagaimana kalau kita buktikan saja dengan perkelahian."
Sambil cekcok kedua orang itu mulai menggosok kepalan dan siap beradu otot kembali.
Mendadak si kakek cebol berjalan di bawah tanah membentak keras : "Hentikan perbuatan kalian berdua, pingin digebuk rupa-rupanya kalian berdua ini..."
Terpaksa kedua orang muda mudi itu menarik kembali gerakan masing-masing dan mundur selangkah namun mereka masih tetap saling melotot dengan penuh kegusaran.
"Bukan kalian sedang mencari bocah she Sik itu..." tiba-tiba kakek cebol berkata lagi.
Belum selesai perkataan itu diutarkan, Siu Cing dan Sin Cun berdua hampir bersamaan waktunya berseru bersama :
"Susiok..." Namun ketika mendengar pihak lawan memanggil dengan kata yang sama, kedua orang itu sama-sama menutup mulutnya kembali sambil berpandangan dengan mata melotot.
Menyaksikan keadaan dari muda mudi dua orang itu, kakek cebol segera tersenyum katanya : "Kalau dilihat dari tampang kalian berdua, tak ubahnya persis seperti dua ekor ayam jago aduan."
Mendadak Sin Cui mendepakkan kakinya berulang kali seraya berseru keras : "Kalau mau bicara, ayohlah cepat katakan sebenarnya Pangeran Serigala langit berada dimana?"
"Tidak terlalu jauh, di dalam bukit Bian peng san..."
"Bian peng san luasnya mencapai ratusan li, kemana kita harus mencarinya?" sela Siu Cing.
"Aku sendiripun tidak tahu, tapi tak ada salahnya kalau kita mencarinya secara berpisah."
"Baik, aku akan menempuh perjalanan bersama Ay susiok," seru Sin Cui cepat-cepat.
"Biar aku bersama si Kalajengking kecil," cepat-cepat si tolol Wan Poo menambahkan.
Maka keempat orang itupun memisahkan diri menjadi dua rombongan. Si Kakek cebol bersama Sin Cui menuju ke belakang bukit, sementara Siu Cing dan Wan Poo mencari di depan bukit.
Sementara itu, Siu Cing mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna dapat bergerak lincah di antara tebing-tebing batu yang curam, biarpun pegunungan yang ditempuh susah dilalui namun tidak terlampau menyulitkan baginya.
Sedangkan si tendangan geledek Wan Poo meski bodoh
orangnya, berhubung kepandaian andalannya terletak pada kaki, secara otomatis kekuatan kakinya sangat mengagumkan dimana dia berjalan batu dan debu segera beterbangan kemana-mana Begitulah dengan mengandalkan kemampuan dan kelebihan yang dimiliki masing-masing pihak, bergeraklah kedua orang itu melakukan pencarian, tak sampai setengah harian kemudian, tujuh delapan buah bukit telah dilalui dengan cepat, namun yang dicari belum juga ditemukan.
Akhirnya habis sudah kesabaran si tendangan geledek Wan Poo, dia berteriak : "Hey Kalajengking kecil, mau berjalan kemana lagi?"
"Bila kau sudah tak mampu berjalan lagi, berbaring saja kau disini dan tidur dulu sepuasnya!" sahut Siu Cing tertawa.
"Siapa bilang aku sudah tak kuat" Cuma perutku lapar sekali!"
jawab Wan Poo. "Tahanlah sebentar lagi, di tengah pegunungan yang sepi tak bakal ada makanan lezat, cuma batu sih banyak sekali, kalau doyan silahkan saja kau kunyah batu-batu itu sebagai pengisi perut."
Sementara mereka sedang bergurau, mendadak dari kejauhan sana terdengar seseorang berteriak keras : "Susiok cepat kemari, orangnya berada disini."
Pangeran Perkasa Pangeran Srigala Perkasa Karya Can I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Hanya teriakan itu yang terdengar, sedang ucapan selanjutnya seperti terputus di tengah jalan, tapi kedengaran sekali bahwa suara itu sangat dikenal.
Tergerak hati Siu Cing setelah mendengar teriakan itu, cepat-cepat dia memberi tanda kepada Wan Poo sambil serunya : "Wan tolol, ayoh berangkat, kita segera mencari makanan."
Mendengar ada makanan untuk dicari, si tolol Wan Poo segera merasakan semangatnya berkobat kembali, sambil tertawa terbahak-bahak ia segera mengerahkan tenaganya untuk mengejar di belakang rekannya.
Dua buah bukit kembali dilalui, kemudian setelah menelusuri sebuah hutan akhirnya di bawah sebuah tebing dijumpai sebuah gua.
Di depan gua itu terdapat sebuah air terjun yang sangat deras, air yang mengalir ke bawah mendatangkan suara gemuruh yang memekikkan telinga.
Di bawah air terjun itu merupakan sebuah telaga dan telaga ini merupakan sumber dari air sungati Siau keng kang yang berair amat jernih.
Di sekitar telaga tumbuh pepohonan siong yang rindang dengan suasana yang hening, benar-benar sebuah tempat yang
berpemandangan alam sangat indah menawan.
Tapi suasana di sekitar situ amat sepi dan tak nampak sesosok bayangan manusiapun disitu.
Siu Cing merasa sangat keheranan setelah menyaksikan keadaan tersebut, dia mencoba untuk memperhatikan keadaan di sekitar sana. Ia semakin keheranan lagi setelah mengetahui bahwa tempat itu merupakan sebuah lembah buntu yang dikelilingi tebing curam, bentuknya persis seperti sebuah bule-bule, sehingga jalan keluarnya praktis hanya terdapat sebuah saja.
"Kalau didengar dari teriakan tadi, agaknya suara tersebut berasal dari tempat ini. Tapi heran, mengapa tak nampak sesosok bayangan manusiapun" Jangan-jangan orangnya sudah masuk ke dalam gua?"
Sementara dia masih berpikir, si tolol Wan Poo telah berteriak kembali : "Hey Kalajengking kecil, bukankah kau berjanji untuk mencari makanan, mana makanannya sekarang?"
Satu ingatan kembali melintas di dalam benak Siu Cing, dia segera menuding ke dalam gua sambil katanya : "Itu dia, berada di dalam gua. Ehmm, sudah kuendus bau harumnya daging sapi masak ang siu. Aduh... harumnya."
Si tendangan geledek Wan Poo tidak menyangka kalau Siu Cing sengaja membohonginya, dia mengira apa yang dikatakan memang betula maka sambil tertawa lebar katanya : "Ya betul, akupun sudah mengendusnya, agaknya seekor kijang yang lagi dipanggang."
Sambil berkata dia segera lari masuk ke dalam gua itu bahkan mulutnya berkecap-kecap seperti sudah tak dapat menahan rasa laparnya lagi."
Dalam hati kecil Siu Cing mengerti bahwa gua tersebut bukan tempat yang aman, maka dengan kesiapsiagaan yang tinggi ia mengikuti terus di belakang tubuh Wan Poo.
Apa yang diduga ternyata benar, belum sampai berapa langkah mereka memasuki gua tersebut, mendadak terdengar suara dentingan lirih berkumandangan datang dari dinding batu sebelah depan.
Sekalipun suara dentingan itu sangat lirih dan tak gampang didengar oleh orang awam, namun dengan ketajaman
pendengaran dari Siu Cing ia dapat menangkap suara dentingan itu dengan amat jelas sekali, cepat-cepat dia berseru : "Engkoh tolol, hati-hati!"
Sambil berseru dia segera menyelinap ke samping dan
menyembunyikan diri di belakang batu besar.
Dengan jelas sekali dia saksikan segumpal cahaa perak sedang meluncur ke dinding sebelah bawah dengan kecapan luar biasa.
Si tendangan geledek Wan Poo adalah seorang manusia tolol, dia tak tahu apa yang terjadi waktu itu, ketika mendengar seruan dari Siu Cing cepat-cepat dia membalikkan badannya seraya berseru : "Kalajengking kecil, kau, hmm!"
Belum habis perkataannya diutarakan, benda tersebut telah menumbuk di atas punggungnya dengan telak.
Diiringi dengusan tertahan, tubuhnya segera terjungkal ke atas tanah.
Biarpun usia Siu Cing masih kecil tapi berhubung sudah banyak tahun menembara di dalam dunia persilatan ditambah lagi gurunya sering memberi wejangan dan penjelasan kepadanya, pengetahuan yang dimilikinya luas sekali.
Dengan cepat dia kenali senjata rahasia tersebut adalah Kan khi san hoa (hawa murni pembuyar bunga) yang merupakan senjata paling lihay dalam kalangan hitam, tanpa sadar sekujur badannya basah kuyup oleh keringat dingin saking kagetnya.
Perlu diketahui bahwa senjata rahasia semacam ini tak dapat dilontarkan dengan tenaga manusia, melainkan harus
ditembakkan dengan tabung khusus yang dilengkapi dengan pegas berkekuatan tinggi.
Adapun segumpal cahaya perak tersebut tak lain terbuat dari lapisan baja yang mengandung puluhan jarum tajam,
apabilalapisan baja itu ditahan oleh hawa murni seseorang, maka benda itu akan meledak dan jarum tajam yang terkandung di dalamna pun akan menyebar kemana-mana serta melukai
korbannya, serangan macam ini paling susah untuk dihindari.
Untung saja si tendangan geledek Wan Poo memiliki tiga belas macam ilmu kebal yang hebat, ditambah pula dia sedang membalikkan badannya dan segera roboh dengan cepat ketika tertumbuk dengan begitu tubuhnya tak sampai dilukai sedikitpun juga.
Coba kalau ilmu kebalnya tidak terlatih dengan sempurna, dapat dipastikan dia akan terluka parah.
Siu Cing yang bersembunyi di belakang batu diam-diam mengeluh ketika melihat Wan Poo roboh terjungkal ke atas tanah, pikirnya : "Musibah yang dialami engkoh tolol kali ini sudah jelas gara-gara ulahku. Andaikata aku tidak bohong dan mengatakan gua ituada hidangan yang lezat, tak mungkin dia akan menerobos masuk ke dalam gua secara semberono.
Makin dipikir, dia merasa semakin sedih. Dia merasa dialah yang mengakibatkan orang lain menjadi celaka, dia merasa malu terhadap engkoh bodoh.
Sementara dia masih menegur atas kesalahan sendiri, serangan senjata rahasia itu sudah habis, tiba-tiba tampak si tolol Wan Poo merangkak bangun dari atas tanah dan lari ke arahnya sambil berteriak keras : "Kalajengking kecil kau jahat, mengapa kau melepaskan lebah untuk menyengat badanku?"
Siu Cing merasa amat lega setelah mengetahui Wan Poo sama sekalitak terluka, cepat-cepat dia berseru : "Engkoh tolo, apakah kau terluka?"
Wan Poo segera menghentikan langkahnya, meluruskan
tangannya dan membungkam seribu bahasa setelah mendengar perkataan itu, untuk sesaat ia hanya bisa mengawasi wajah Siu Cing dengan wajah termangu : Dari atas sampai ke bawah Siu Cing memeriksa seluruh badan Wan Poo dengan seksama, ketika tidak menjumpai sesuatu cedera di tubuhnya, kembali dia berseru : "Engkoh tolol, sebetulnya kau terluka tidak?"
Wan Poo memutar biji matanya berulang kali lalu menggeleng :
"Hey kalajengking kecil, kau sedang main gila nampaknya" Bila kau tidak berbuat lebih jujur hati-hati kalau kulaporkan kejadian kepada ayahmu!"
"Ngaco belo," bentak Siu Cing keras-keras. "Itukan senjata rahasia orang, ayo cepat jawab, kau terlupa apa tidak, kalau ngoceh tidak karuan terus jangan salahkan kalau kutinggalkan dirimu disini."
Wan Poo tertawa nyaring, "Jangan lupakan aku toh mempunyai ilmu kebal badan, senjata lebah tersebut tak akan mampu melukai aku, badanku hanya terasa sedikit gatal."
"Kaujangan main-main saudaraku yang tolol, senjata rahasia itu merupakan senjata terhebat dari golongan hitam."
"Aku tidak takut dengan senjata rahasia, tubuhku ini kebal sekali."
"Tapi senjata rahasia ituhebat sekali dan khusus menghancurkan perlindungan tenaga murni seseorang."
"Akupun tidak takut, suhuku telah berjaga-jaga terhadap keadaan semacam ini, karena itu beliau telah menghadiahkan sebuah sarung pelindung tubuh."
Diam-siam Siu Cing merasa amat terkejut, pikirnya : "Tak heran kalau dia sangat kebal, rupanya Ku supek telah menghadiahkan tameng Tou liong ka yang merupakan salah satu mestika dari dunia persilatan kepadanya, dengan perlindungan mestika tersebut, jangan lagi senjata rahasia Kan Khi Jan Hoa, biarpun guntur pelenyap kesunyian Ciu Miat Sin Lui pun tak akan mampu melukainya."
Ketika menjumpai Siu Cing berdiam saja, Wan Poo mengira rekannya ini tak percaya, cepat-cepat katanya lagi :
"Kalajengking kecil, apakah kau tak percaya" Baiklah akan kulepas untuk diperlihatkan kepadamu."
Seraya berkata, ia benar-benar bersiap sedia melepaskan pakaiannya.
"Tidak usah, tidak usah," cepat-cepat Siu Cing mencegah. "Aku percaya dengan perkataanmu itu, tapi masih beranikah kau memasuki gua ini?"
"Berani saja... cuma benarkah disana ada makanan yang lezat?"
"Tentu saja ada! Apabila kau merasa takut, biar aku saja yang berjalan di muka."
"Tidak bisa, tidak bisa," buru-buru Wan Poo berseru lagi. "Siapa bilang aku takut" Biar aku yang berjalan di depan."
Selesai berkata ia lantas membalikkan badan dan berjalan masuk ke dalam gua, langkahnya begitu terburu-buru, seakan-akan kuatir kalauada orangyang hendak merampas makanannya.
Sebaliknya Siu Cing tetap berjalan dengan langkah yang berhati-hati, siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Setelah melewati dinding batu itu sepanjang perjalanan mereka tidak menjumpai serangan lagi tapi Siu Cing tetap tak berani bertindak gegabah lagi.
Gua itu sangat besar, dalam serta penuh dengan simpangan-simpangan jalan yang mudah membuar orang tersesat, jalan di dalam gua itupun berputar seperti gangsingan dimana yang tersempit hanya bisa dilalui satu orang.
Terutama sekali bagian tengah gua itu, udarannya sangat lembab dan tanahnya basah, biarpun mereka berdua memiliki mata yang luar biasa, itupun secara paksa hanya dapat melihat setitik bayangan hitam.
"Kalajengking kecil..." akhirnya tak tahan lagi Wan Poo berseru.
"Engkoh tolol, jangan keras keras-keras kalau berbicara," buru-buru Siu Cing memperingatkan, "kalau sampai mengejutkan si empunya hidangan jangan salahkan aku."
Wan Poo benar-benar memperkecil suaranya, kembali dia berkata
: "Kalajengking kecil, kau benar-benar tidak membohongi aku"
Betulkah disitu ada makanan lezat?"
"Kau toh punya hidung, masa tak dapat mendengus sendiri?"
hardik Siu Cing cepat. Wan Poo segera memasang hidungnya dan mencoba untuk
mendengus di sekitar tempat tersebut, kemudian katanya :
"Eeeem... memang terasa juga, cuma kok baunya sedap?"
Hampir meledak gelak tertawa Siu Cing sesudah mendengar perkataan itu, buru-buru dia berkata lagi : "Kau betul-betul tolol, masa bau busuk atau harum pun tak dapat kau beda-bedakan?"
Di bawah ejekan dari Siu Cing, Wan Poo benar-benar tak bisa membedakan bau tersebut, busuk atau harum terpaksa diapun melanjutkan kembali perjalanan.
Puluhan kaki kemudian medang lorong guanya itu semakin melebar, dimana-mana terlihat batu stalagtit dan stalagnit bergantungan di seluruh ruangan gua, bentuknya beraneka ragam dan indah dipandang.
Selain itu terdapat pula banyak lorong gua yang tersebar disana sehingga membuat Siu Cing berdua kehilanganjalan keluar, untuk sesaat kedua orang itu masih berdirikebingungan, dan Wan Poo belum sempat mengucapkan sesuatu, mendadak dari
kejauhansana terdengar suara seorang wanita sedang tertawa terbahak-bahak : "Haaaa... haa... haaa..."
Dengan perasaan tertegun kedua orang itu segera berpaling ke arah mana asal suara tawa itu, rupanya suara tersebut berasal dari balik gua ketujuh di sebelah kanan.
Siu Cing segera memberi tanda kepada Wan Poo kemudian dengan suatu gerakan cepat meluncur ke muka.
Setelah melalui pintu gua dan belok ke kanan, tiba-tiba dari depan sana muncul sebuah lorong yang panjangnya sepuluh kaki dan berdinding bening seperti kaca kristal. Kalau dari depan gua sampai tempat itu gelap gulita tidak nampak setitik cahayapun, maka hanya di tempat ini saja suasananya terang benderang bagaikan di tengah hari.
Maju lebih ke depan, tempat tersebut kembali berupa sebuah gua yang berbentuk bulat, dari situlah agaknya cahaya tersebut berasal. Gelak tertawa yang amat keras tadi kembali
berkumandang dari balik gua tersebut, bahkan kali suaranya kedengarannya jauh lebih keras, malah secara lamat-lamat kedengaran seperti ada orang sedang bertanya jawab, kenyataan tersebut sudah barang tentu membuat Siu Cing merasa
keheranan. Berada dalam keadaan seperti ini bocah tersebut tidak berani bertindak gegabah, ia menembunyikandiri lebih rapat lagi.
Tiba-tiba terdengar suara seseorang perempuan sedang berkata :
"Pangeran Serigala ku yang manis, kau harus mengerti, biar kau berteriak sampai suaramu serak, jangan harap ada orang yang tahu kalau kau berada di dalam gua ini!"
"Bila kau menginginkankematianku hari ini, itu mah soal mudah tapi kalau menginginkan aku menyerah... hmmm... lebih baik tak usah bermimpi di siang hari bolong," suara seseorang menjawab dengan nyaring dan penuh bertenaga.
Siu Cing segera merasakan dadanya menjadi sesak dan hampir saja ia berteriak keras, diam-diam pikirnya : "Aaah...! Rupanya engkoh Giok berada disini!"
Sambil berpekik di dalam hati, ia melangkah maju lebih ke depan lagi, kemudian mengintip dari celah-celah batu gua.
Ternyata tempat itu merupakan sebuah ruangan gua yang luasnya delapan sembilan kaki, semuanya dilapisi dengan batu kristal berwarna putih di atas langit-langit gua terdapat sebuah batu permata yang memancarkan sinarnya menerangi seluruh ruangan.
Sinar tersebut amat lembut dan halus, sama sekali tidak menyolok mata.
Berbagai macam perabot berserakan di dalamruangan gua itu, semula dia mengira Pangeran Serigala yang disekap tentu di belenggu oleh lawan sehingga sama sekali tak dapat bergerak.
Namun setelah dapat menyaksikanapa yang tertera di depan mata, bocah itu benar-benar tertegun dan berdiri melongo.
Rupanya orang yang disekap di dalam gua itu bukanhanya Sik Tiong Giok seseorang malahan Sin Cui si nona yang binar itupun telah disekap orang.
Kedua orang itu duduk di atas tanah saling berhadapan, Sik Tiong Giok duduk membungkam sambil memejamkan matanya rapat-rapat, tampaknya sudah berada dalam keadaan lupa segalanya, sebaliknya nona Sin Cui melototkan sepasang matanya seperti lagi mengumpat musuhnya, tapi entah mengapa tak sepatah katapun yang kedengaran.
Di antara kedua orang itu berdiri seorang perempuan berdandan keraton yang memakai baju halus dan mewah, dandanannya seperti seorang bidadari, dengan wajah yang cantik dan senyuman yang manis ia sedang menuding kedua orang itu sambil mengolok-olok.
Bila berada di hari-hari biasa, Siu Cing tentu sudah menerjang keluar dan melancarkan serangan mautnya ke arah lawan, tapi kali ini ia tidak berani bertindak gegabah, apalagi setelah menyaksikan Pangeran Serigala yang begitu tangguhpun berhasil dirobohkan lawan.
Terserah bila kau enggan menyerah, tapi kau harus menyerahkan sebuah benda kepadaku sebelum kubebaskan."
Sik Tiong Giok tetap membungkam diri dalam seribu bahasa, bahkan matanya berkedippun tidak, sedangkan Sin Cui kelihatan menggerakan bibirnya seperti lagi mencaci maki, namun tak sepotong katapun yang kedengaran.
Sambil tertawa terkekeh-kekeh perempuan itu segera berkata :
"Budak cilik, biar kau memiliki selembar bibir yang tajam, sayang sekali nampak sangat jelek bila tak kedengaran suaranya."
"Apakah kau telah menotok jalan darah bisunya?" belum habis ia berkata, Sik Tiong Giok telah membuka matanya sambil menegur.
Perempuan cantik itu tertawa.
"Mulut si budak ini kelewat jahat, kalau jalan darah bisunya tidak ditotok, ia pasti akan mencaci maki tak karuan."
"Bebaskan dulu jalan darah bisunya, akan kunasehati dia agar tak mengumpat lagi."
"Urusan tak akan semudah itu, kecuali kau memberitahukan jejak kotak wasiat Giok Hap Kui Siau. Kalau tidak... hm kau sendiripun janganharap bisa bebas dari sini."
"Bukankah sudah kukatakan sejak tadi, kalau benda itu telah direbut oleh An Kiau Nio?"
"Aku tak akan percaya dengan perkataan mu itu!" bentak perempuan cantik itu dengan gusar. "An Kiau Nio hanya berhasil mendapat sepotong balok kayu."
"Kalau begitu, bisa jadi telah dibegal oleh bocah iblis langit An Cun di tengah jalan."
Perempuan cantik itu nampak tertegun setelah mendengar perkataan itu, lalu gumamnya : "Bocah iblis langit" Mengapa An Kiau nio tidak menyinggung soal ini?"
"Siapa tahu kalau kedua orang itu memang berkomplot untuk menipu nona..." sambung Sik Tiong Giok lebih jauh.
Perempuan cantik itu segera mendelik besar : "Huuh ia berani"
Majikan ular Pek Soh Cing pun tak berani menipu nonamu Thi cu."
"Mau percaya atau tidak terserah kepadamu sendiri, yang jelas aku tak punya kotak wasia apapun, bila ingin membunuh atau mencincang, silahkan saja lakukan."
Habis berkata kembali ia pejamkan matanya rapat-rapat dan tidak berbicara lagi.
Thi cu mengerdipkan matanya berulang kali, lalu ujarnya dengan suara dingin : "Baiklah, untuk sementara waktu aku percaya dengan perkataanmu itu, tapi bukan berarti aku akan
membebaskan dirimu, tunggu saja sampai urusan ini selesai kuselidiki hingga tuntas."
Dalam pada itu Wan Poo si bocah dungu itu berteriak secara tiba-tiba dengan suara keras : "Kalajengking kecil, kau ada dimana"
Mengapa aku tidak menjumpai jalan keluarnya?"
Biarpun Siu Cing dapat mendengar teriakan Wan Poo itu dengan jelas, namun dia tak berani menjawab.
Sebaliknya Thi cu menjadi tertegun setelah mendengar teriakan itu, dengan suatu gerakan cepat dia membalikkan badan dan melompat keluar dari gua langsung menuju ke arah mana berasalnya suara teriakan itu.
Siu Cing merasa kesempatan baik ini tak boleh disia-siakan dengan begitu saja, dengan suatu gerakan cepat dia menyelinap ke dalam gua, lalu bisiknya : "Engkoh Sik, Siu Cing telah datang, siluman perempuan itu telah pergi, ayoh cepat bangun."
Sik Tiong Giok membuka matanya dan tertawa getir, "Saudara Siu, terima kasih atas jerih payahmu, sayang sekali aku tak bisa bangkit berdiri, sebab bila aku mampu bangkit, semenjak tadi aku sudah angkat kaki dari sini."
"Mengapa demikian?" tanya Sc dengan perasaan gelisah, "apa jalan darahmu telah ditotok siluman perempuan itu" Baik, tunggulah sebentar segera akan kubebaskan totokan jalan darahmu itu."
Sambil berkata diapun bersiap sedia untuk menghampiri Sik Tiong Giok.
Mendadak Sik Tiong Giok membenak keras : "Berhenti!"
Siu Cing segera menghentikan langkahnya, kemudian berseru dengan wajah tercengang : "Engkoh Sik, mengapa sih?"
"Siluman perempuan itu telah menaburkan bubuk racun penghancur tulang di sekitar tempatku berada seluas tiga depa, siapa saja yang tersentuh bubuk beracun itu maka daging dan tulangnya akan hancur dan berubah menjadi segumpal air kuning, oleh sebab itu lebih baik kau mundur saja dari sini."
Tak terlukiskan rasa kaget Siu Cing setelah mendengar keterangan itu, dengan cepat dia melayangkan pandangan matanya ke atas tanah.
Benar juga, di atas permukaan tanah memang sudah ditaburi selapis bubuk berwarna hijau muda, jaraknya hanya satu depat di hadapannya, itu berarti bila dia maju setengah langkah lagi maka kakinya akan menginjak bubuk beracun itu.
Dengan perasaan terperanjat, cepat-cepat pemuda itu melompat lima depa ke belakang lal serunya agak tertegun : "Engkoh Sik, benarkah bubuk beracun itu begitu hebatnya?"
Sik Tiong Giok kembali menghela napas panjang : "Aaai, andaikata tidakhebat, masa bubuk tersebut dapat menyekap ku disini..."
Belum selesai dia berkata, tiba-tiba kedengaran seseorang berseru keras : "Bocah tolol, kemana larinya ilmu ilmu tendangan geledek yang kau latih?"
Begitu mendengar seruan tersebut, Siu Cing segera berseru dengan perasaan terkejut bercampur girang : "Aman sudah sekarang, paman cebol pun telah datang kemari, tunggulah sebentar, biar kucari dia agar mengusahakan suatu cara yang baik."
Dengan ceapt dia membalikkan badan dan lari menuju keluar.
Sementara itu terdengar suara Wan Poo sedang berteriak keras :
"Perempuan ini berputar terus mengitari badanku, bagaimana mungkin aku bisa menendangnya?"
Terdengar kakek cebol segera membentak keras : "Kau betul-betul seorang yang amat tolol, kau toh bisa menendang batuan tersebut?"
Rupanya sewaktu keluar dari lorong tadi, Siu Cing keluar lebih duluan dan Wan Poo terlambat selangkah sehingga dia salah memasuki jalan cabang lainnya, dengan begitu dia terkurung dalam sebuah barisan batu kerikil yang bertumpuk-tumpuk.
Akibatnya dia menjadi tersesat dan tak mampu keluar dari situ lagi, Wan Poo telah berusaha untuk meloloskan diri, namun semua usahanya menemui kegagalan total, di dalam gelisahnya dengan keringat bercucuran dia pun mulai berteriak-teriak memanggil si Kalajengking kecil.
Siapa tahu teriakannya itu justru memancing kehadiran perempuan iblis tersebut, sedang perempuan berbaju perlente ini sesungguhnya adalah murid dari Tok sim Siancu (dewi berhati racun) Yu Siang atau guru dari Tong tiang ngo yan (lima walet dari telaga tong ting) yang bernama perempuan iblis Thi cu.
Jangan dilihat usianya masih kelihatan sangat muda, padahal umurnya waktu itu sudah mencapai lima puluh tahunan.
Perempuan iblis Thi cu tersebut bukan saja menjagoi dunia persilatan dengan mengandalkan bubuk beracun penghancur tulang, diapun memiliki sejenis ilmu silat maha dahsyat yang sanggup membetot sukma dan menguasai pikiran.
Betapapun lihaynya tenaga dalam yang dimiliki seseorang, apabila namanya sempat kena disebut tiga kali olehnya, niscaya pikiran dan kesadarannya menjadi terpengaruh dan serta merta korban akan menuruti semua perintahnya tanpa membantah.
Satu-satunya cara untuk memecahkan ilmu kepandaian tersebut adalah tidak menyebut apabila dipanggil, dengan begitu kendatipun dia akan berteriak dengan suara macam apa pun, korbannya tak akan terpengaruh bila tidak menggubris.
Wan Poo yang bodoh tentu sja tak menduga akan kelihayan musuhnya itu, ketika menyaksikan datangnya seorang
perempuan cantik secara mendadak ia segera berteriak lebih dahulu : "Perempua ayu, apakah Kalajengking kecil yang menyuruh kau datang kemari" Tempat ini benar-benar menawan hati, cepatlah ajak aku keluar dari sini."
Thi cu si perempuan iblis itu sama sekali tidak menjawab, diawasinya pemuda tolol itu sekejap, lalu dengan mengerahkan ilmu gerakan tubuhnya yang sempurna dia berputar mengitari tubuh pemuda tersebut sampai tujuh delapan kali kemudian setelah berhenti baru ujarnya dengan suara dingin.
"Hey pemuda tolol, siapa namamu?"
Wan Poo tidak ambil perduli apakah dia sedang dimaki orang sebagai pemuda tolol atau tidak, ditambah lagi hatinya sudah jengkel karena terlalu lama terkurung disana, maka sambil melotot bear penuh amarah segera teriaknya : Hey perempuan ayu, sebetulnya kau bersedia mengajak aku keluar dari sini atau tidak?"
"Asal kau bersedia memberitahukan namamu, aku pasti akan mengajakmu keluar dari situ, kalau tidak akan kubiarkan kau terkurung sampai mampus disitu."
Biarpun Wan Poo kelihatan agak ketolol-tololan, sesungguhnya hal ini disebabkan karena kejujuran serta kepolosan hatinya, jadi bukan berarti otaknya begitu bebal sehingga tak bisa memikirkan apa-apa.
Tatkala menjumpai sikap musuhnya yang dingin dan angkuh, pemuda itu segera berpikir : "Hmm, bila aku enggan menyebutkan namaku, apa pula yang bisa kau perbuat?"
Berpikir sampai disitu diapun menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menutup mulut rapat-rapat, sementara sepasang matanya yang melotot besar mengawasi lawan tanpa berkedip.
Perempuan iblis Thi cu sama sekali tidak menyangka kalau pemuda yang nampaknya ketolol-tololan tersebut ternyata begitu cekatan dan waspada, dia segera mengerdipkan matanya berulang kali, lalu pikirnya di dalam hati : "Baiklah, akan kusekap dulu bocah muda ini dengan bubuk beracun penghancur tulang."
Dengan suatu gerakan cepat kembali dia bergerak mengitari pemuda tersebut.
Wan Poo tidak paham apa gerangan yang sedang dilakukan lawannya, melihat perempuan itu berputar, diapun segera ikut berputar, tapi baru beberapa kali putaran saja ia sudah mulai pusing dan pandangan matanya berkunang-kunang.
Di saat yang kritis inilah terdengar suara kakek cebol memberi petunjuk padanya agar menendang dengan kaki, semula dia mengira tendangannya tak mengena karena lawan berputar terlalu cepat, tapi kemudian kakek cebol kembali menyuruhnya menendang batu.
Wan Poo memang bodoh di luar cerdik di hati, sekali berpikir saja ia sudah memahami maksudnya, bila barusan batu itu sudah terhajar hancur, bukankah secara otomatis dia dapat lolos pula dari kurungan tersebut?"
Maka dia segera menghimpun seluruh tenaga dalam yang dimilikinya, lalu sambil merendahkan badan, sepasang kakinya mulai melancarkan sapuan-sapuan berantai.
Sebaliknya Thi cu yang mendengar ada orang memberi petunjuk kepada Wan Poo secara diam-diam, lalu melihat pula cara Wan Poo melancarkan tendangannya, dalam hati kecilnya diapun berpikir : "Hmm, akan kulihat sampai dimanakah kehebatanilmu tendanganmu itu, memangnya bisa menghancurkan tumpukan batuan cadas tersebut" Huuh, sekali kau terkena bubuk racunku, baru tahu rasa nantinya..."
Siapa tahu belum habis ingatan tersebut melintas lewat, mendadak terdengar suara ledakan keras yang memekikkan teling berkumandang memecahkan keheningan.
"Blaaammm...!" Menyusul tendangan dari Wan Poo itu, batu cadas beterbangan keempat penjuru, batu-batu yang terkena tendangan tadi segera menumbuk dinding gua dan hancur berantakan kemana-mana, keadaannya sunguh mengerikan hati.
Akibatnya gerakan tubuh Thi cu menjadi termangu dan semakin melamban, malah beberapa kali hampir saja tubuhnya tertimbun oleh hancuran dinding gua yang roboh menimpa dirinya.
Tiba-tiba terdengar kakek cebl berseru lagi : "Hay bocah tolol, ayoh cepat keluarkan ilmu tendangan simpananmu..."
"Kakek cebol, apakah kau maksudkan ilmu tendangan geledek Kan khi luitui?" tanya Wan Poo.
"Kalau bukan tendangan api guntur, memangnya kau anggap panggangan kaki babi?"
"Tapi suhuku pernah berpesan, ilmu tendangan tersebut tak boleh digunakan pada sembarangan tempat," kata Wan Poo ragu-ragu.
"Bila suhumu marah, biar aku yang menanggung, ayoh cepatan sedikit."
Belum selesai perkataan itu diucapkan, rupanya Thi cu berhasil menemukan tempat persembunyian dari si kakek cebol, dengan suatu gerakan cepat dia melepaskan ikatan rambutnya dan berpekik amat keras.
Suara pekikan itu tinggi melengking dan amat menusuk pendengaran, membat siapa saja yang mendengarkan segera merasakan darah yang mengalir dalam tubuhnya serasa
mendidih. Menyusul pekikan tersebut, kembali terjadi perubahan yang luar biasa, suasana di sekeliling tempat itu seperti berubah menjadi menyeramkan dan menggidikkanhati sehingga membuat bulu kuduk siapa saja yang berada disitu sama-sama pada bangun berdiri.
"Kongsun Swan... Kongsun Swan," teriakan memanjang bergema menyusul suara pekikan tadi.
Suasana di dalam gua tersebut kembali terjadi perubahan yang drastis, keadaan yang menyeramkan dan menggidikkan hati membuat hati orang berdebar dan merasa amat tak tenang.
Wan Poo menjadi tertegun untuk sesaat, apalagi setelah menyaksikan mimik muka Thi cu yang begitu aneh dan
menyeramkan, dia segera menggaruk-garuk kepalanya sambil berpikir : "Aneh betul, entah lagi apa-apaan perempuan ayu itu"
Sungguh tak sedap dipandang..."
Dalam pada itu kakek cebol yang menyembunyikan diri di balik gua sudah gemetar keras dibuatnya, apalagi sesudah mendengar beberapa kali teriaknya yang memanggil namanya, pucat pias selembar wajahnya, hatinya berdebar dan anggota badannya menjadi lemas tak bertenaga.
Saat itu dia cuma dapat melototkan matanya, membuka lebar mulutnya dan berteriak dengan paksa : "Bocah tolol, ayoh cepat menendang..."
Belum selesai perkataan itu diucapkan orangnya sudah roboh tak sadarkan diri dan melingkar di dalam liang gua seperti ulat berburu yang mati kedinginan.
Wan Poo masih termangu untuk beberapa saat lamanya,
mendadak dia melotot besar, seakan-akan terdorong oleh sesuatu kekuatan besar, tiba-tiba saja dia melepaskan sebuah sapuan kilat dan berseru sambil tertawa tergelak : "Perempuan ayu, sekarang kau sudah tidak berputar lagi, lihat tendanganku!"
Biarpun pemuda tolol itu berseru lebih dulu sebelum melancarkan tendangannya, akan tetapi Thi cu sama sekali tidak menduga kalau lawannya akan berbuat demikian.
Menanti keadaan sudah tak beres, segulung kekuatan yang maha dahsyat telah menggulung ke arah tumpukan batuan cadas.
Thi cu amat terperanjat setelah menyaksikan keadaan ini, dengan gelagapan dia putar sepasang tangannya untuk menahan serangan maut tersebut, maksudnya dia hendak membendung ancaman lawan sambil berusaha mencari peluang untuk
mengundurkan diri dari situ.
Siapa tahu dalam keragu-raguan tadi, bukan saja serangan itu tak berhasil dibendung olehnya sehingga hancuran batu menyebar kemana-mana dengan menimbul suara keras, bahkan perempuan itu dapat dibuat menderita kerugian besar dan kelabakan setengah mati.
Karena kurang berhati-hati atau mungkin juga bersikap terlalu gegabah, tahu-tahu saja sebuah hancuran batu cadas
menghantam paha kirinya keras-keras.
Perempuan iblis itu segera menjerit kesakitan, lalu membalikkan badan dan melarikan diri terbirit-birit.
Melihat kejadian ini, Wan Poo segera tertawa terbahak-bahak, serunya keras-keras : "Haah... haaah... haaah... perempuan itu sudah kabur terkena tendanganku."
Belum habis teriakan itu, tiba-tiba tengkuknya sudah dihantam orang keras-keras, menyusul kemudian terdengar seseorang menegurnya dengan suara nyaring : "Kau benar-benar tolol, sekalipun berhasil mengusir perempuan itu tapi kau telah menyiksa paman guru cebol. Hmm, tunggu saja nanti, akan kuminta kepada dewa guntur untuk menghukummu!"
Dengan perasaan terkejut Wan Poo bepaling, ketika menjumpai orang itu adalah Siu Cing, dia segera mendelik sambil serunya dengan penuh amarah : "Kalajengking kecil, aku toh suhengmu, masa kau memukulku..?"
"Hmm, terhadap manusia yang tidak setia kawan dan tidak berbakti seperti kau, setiap orang pantas menghajarmu."
"Tapi kesalahan apa yang telah kuperbuat?"
"Kau telah mencelakai paman guru cebol sampai mampus, coba katakan sendiri, kau pantas dihukum atau tidak?"
Wan Poo segera menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal sambil katanya : "KK, kau jangan bicara sembarangan, kalau sampai ketahuan guruku dia tentu akan membakarku sampai mati."
"Siapa yang bicara sembarangan" Coba kau lihat sendiri, bukankah paman guru cebol telah mati di tanganmu?"
"Tapi dimanakah orangnya sekarang?" tanya Wan Poo keheranan,
"bayangan tubuhnya saja tidak kelihatan, bagaimana mungkin aku bisa mencelakai jiwanya?"
"Baiklah," kata Siu Cing kemudian sambil mengerdipkan matanya berulang kali, "ayoh cepat ikuti aku!"
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan beranjak pergi sedang Wan Poo mengikut di belakangnya dengan wajah
termangu. Setelah menerobosi tumpukan demi tumpukan batu cadas, akhirnya sampailah mereka di dalam sebuah liang gua berbatu.
Ketika menyaksikan keadaan di dalam gua tersebut, Wan Poo segera berseru lebih dulu sambil tertawa : "Aaah, kenapa paman guru cebol berubah menjadi seekor ulat berbulu yang sedang melingkar?"
"Huuh, kau masih bisa bergurau?" bentak Siu Cing, "andaikata kau sudah melancarkan tendangan sebelum perempuan siluman itu menjerit-jerit tadi, paman guru cebol tak akan berubah menjadi begini rupa."
Wan Poo segera menggoyangkan kepalanya berulang kali, kembali dia berkata : "Kalajengking kecil, bagaiaman sekarang?"
Dengan kening berkerut Siu Cing berpikir beberapa saat, tiba-tiba ia mendapat akal, ditariknya tangan Wan Poo lalu bisiknya :
"Ayoh berangkat, ikuti aku dulu, yang penting sekarang kita harus menolong engkoh Sik lebih dulu!"
Biarpun Wan Poo berperawakan tinggi besar, tapi ia kena ditarik sampai terhuyung oleh Siu Cing dan terseret menuju ke gua dimana Sik Tiong Giok terkurung.
Sik Tiong Giok menjadi amat keheranan setelah melihat Siu Cing muncul kembali sambil menyeret Wan Poo, dengan wajah tercengang segera tegurnya : "Saudara Siu, mau apa kau datang kemari?"
"Kami datang utnuk menolongmu," jawab Siu Cing sambil tertawa, "engkoh bodoh, cepat angkut kemari batuan cadas yang berhasil kau rontokkan tadi."
Wan Poo segera membalikkan badan dan lari keluar gua setelah mendengar perkataan itu, tak selang berapa saatkmd dari kejauhan sana berkumandang suara gemuruh yang amat keras.
Siu Cing segera tertawa. "Saudara perguruanku yang tolol sedang mengangkuti batu kerikil, tentunya dia sedang menyepak batuan tersebut dengan tendangan mautnya."
"Masa mengangkuti batu pun tidak pakai tangan tapi menggunakan kaki, hopo tamon?" kata Sik Tiong Giok tertawa.
"Dia memang sudah terbiasa memakai kaki, selain bersantap menggunakan tangan, rasanya pekerjaan yang lain hampir total menggunakan kakinya."
Sementara pembicaraan masih berlangsung tampak batu gunung yang besar satu per satu menggelinding langsung menumbuk ke arah gua dimana Sik Tiong Giok sedang duduk.
Tanpa menggerakkan posisi duduknya, tahu-tahu Sik Tiong Giok sudah melejit ke tengah udara, dimana ia menggerakkan badannya dengan lincah untuk melompat ke atas batu, dari situ dia melejit kembali dan meluncur keluar dari gua.
Pendekar Pengejar Nyawa 18 Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H Makam Asmara 6
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama