Ceritasilat Novel Online

Pedang Hati Suci 3

Pedang Hati Suci Karya Jin Yong Bagian 3


sebuah kursi, dan sebuah ranjang, benda lain tak tertampak lagi. Hanja dirandjang itu
tergantung kelambu putih, diatas randjang terdapat sebuah selimut dan sebuah bantal,
SERIALSILAT.COM ? 2005 80 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
diudjung randjang ada pula sepasang sepatu kain wanita. Dari sepatu inilah baru bisa diketahui
bahwa kamar ini adalah tempat tinggal seorang wanita.
Tik Hun tertegun sedjanak, kemudian ia memeriksa pula kamar kedua, disana lebih hampa
lagi, bahkan medja-kursipun tidak ada. Melihat gelagatnja perabor dalam kamar toh bukan
baru sadja dikosongkan, tetapi memang sudah sedjak lama keadaan telah hampa begitu.
Tik Hun turun kembali kebawah dan tjoba periksa tempat2 lain, namun bajangan seorangpun
tidak kelihatan. Diam2 ia merasa keadaan demikian agak gandjil, segera ia keluar untuk
memberitahukan kepada Ting Tian apa jang telah dilihatnja itu.
"Djadi keadaan sudah kosong, tidak sesuatu barang apa2?" Ting Tian menegas.
Tik Hun mengangguk membenarkan. Agaknja keadaan demikian memang sudah dalam dugaan
Ting Tian, maka sama sekali ia tidak kaget atau heran. Segera katanya:"Marilah kita tjoba
melihat kesuatu tempat lain lagi."
Suatu tempat lain jang dikatakn itu ternjata adalah sebuah gedung besar dengan pintu gerabang
tjat merah, diluar pintu tergantung dua tenglong beesar, jang satu djelas tertulis "Kantor Kangleng-hu" dan jang lain tertulis "Kediaman keluarga Leng."
Tik Hun mendjadi kaget, pikirnja" "Ini adalah kediaman Tihu kota Kang-leng, Leng Dwe-su,
untuk apakah Ting-toako datang kesini" Apakah hendak membunuhnja?"
Sambil meng-gosok2 tangan sendiri, tanpa bersuara Ting Tian terus melintasi pagar tembok
gedung itu dan masuk kedalam. Terhadap seluk-beluk rumah keluarga Leng itu Ting Tian
seperti sudah sangat apal, ia menjusur kesana dan menerobos kesini seperti berdjalan didalam
rumahnja sendiri sadja. Setelah menjusur dua serambi pandjang, achirnja sampailah mereka didepan sebuah ruangan
tertutup, mendadak Ting Tian rada gemetar, katanja kepada Tik Hun: "Tik-hiati, tjobalah
engkau masuk melihatnja dulu."
Tik Hun terus mendorong pintu ruangan itu, jang tertampak olehnja per-tama2 jalah api lilin
jang terang benderang menjilaukan, diatas medja tersulut dua batang lilin sembahjangan,
ternjata ruangan ini adalah tempat abu orang mati.
Sedjak mula Tik Hun memang sudah kuatir akan melihat ruangan abu, peti mati atau majat,
achirnja benar2 telah dilihatnja sekarang. Walaupun sudah dalam dugaannja, tidak urung ia
merinding djuga. Ketika diperhatikannja, ia lihat dimedja sembajang itu sebuah papan kaju
tertulis: "Tempat abu puteri kesajangan Leng Siang-hoa." Dan pada saat itulah, tiba2 terasa
angin berkesiur disampingnja, Ting Tian sudah memburu kedalam situ. Terlihat ia kesima
sedjenak didepan medja abu itu, kemudian ia terus menubruk keatas medja sambil menggerung2 menangis, teriaknja: "Siang-hoa, o, Siang-hoa, engkau ternjata sudah mendahului aku."
SERIALSILAT.COM ? 2005 81 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Sesaat itu dalam benak Tik Hun timbul matjam2 pikiran, tindak-tanduk Ting-toako jang aneh
dan menjendiri itu dengan tangisannja mendekap diatas medja itu telah membuat Tik Hun
mendjadi paham duduknja perkara. Tapi bila dipikir lebih teliti, ia merasa banjak djuga segi2
jang ruwet dan susah dimengerti.
Sama sekali Ting Tian tidak pikirkan bahwa dirinja adalah pelarian dari pendjara, iapun tidak
peduli tempat itu adalah kediamannja tuan besar Tihu. Tapi suara tangisannja makin lama
semakin keras dan bertambah duka.
Tik Hun tahu pertjuma sadja menghibur sang Toako itu, maka dibiarkannja Ting Tian
menangis se-puas2nja. Lambat-laun Ting Tian menghentikan tangisannja, pelahan2 ia berbangkit dan membuka tirai
dibelakang medja perabuan itu, maka tertampaklah sebuah peti mati jang masih baru, tanpa
pikir lagi ia menubruk madju dan merangkul peti mati itu dengan kentjang, ia tempelkan
pilinja keatas peti mati dan katanja dengan ter-guguk2: "O, Siang-hoa, Siang-hoa! Mengapa
engkau begitu tega meninggalkan daku" Sebelumnja mengapa engkau tidak memberi
kesempatan padaku untuk melihat engkau sekali lagi?"
Tiba2 Tik Hun mendengar ada suara orang berdjalan mendatangi, beberapa orang sudah sampai
diluar pintu ruangan itu, tjepat serunja: "Toako, ada orang jang datang!"
Namun Ting Tian asjik tempelkan bibirnja untuk mentjium peti mati itu, sama sekali tak
dipedulinja apa ada orang jang datang atau tidak.
Didahului oleh tjahaja obor jang sangat terang, masuklah dua orang sambil membentak:
"Siapakah jang bikin ribut disini?"
Menjusul kedua orang itu, masuk pula seorang laki2 setengah umur berdandan sangat
mentereng, sikapnja sangat tjekatan.
Ia memandang sekedjap kepada Tik Hun, lalu menanja: "Siapakah engkau" Ada keperluan apa
datang kesini?" "Dan engkau sendiri siapa serta untuk apa datang kemari?" demikian Tik Hun balas menanja
dengan penuh dongkol. "Bangsat, barangkali matamu sudah buta, ja?" bentak kedua orang jang membawa obor tadi.
"Ini adalah Leng-taydjin dari Kang-leng-hu, tengah malam buta kau berani sembarang masuk
kesini, tentu kau tidak bermaksud baik. Hajo lekas berlutut!"
Namun Tik Hun hanja mendengusnja sekali dan tidak menggubris lagi.
SERIALSILAT.COM ? 2005 82 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tiba2 Ting Tian mengusap air matanja, lalu menanja: "Hari apakah wafatnja Siang-hoa" Ia
menderita sakit apa?"
Tik Hun ter-heran2 mendengar suara pertanjaan sang Toako itu diutjapkan dengan nada jang
tenang dan ramah. Leng-tihu memandangnja sekedjap, lalu katanja: "Aha, kukira siapa, tak tahunja adalah Tingtayhiap. Tidak beruntung Siauli (putriku) meninggal dunia, penjakit apa jang dideritanja tabib
pun takbisa menerangkan, hanja dikatakan Siauli terlalu menanggung rasa sedih jang tak
terhapus." "Dan dengan demikian tertjapailah tjita2mu bukan?" kata Ting Tian dengan mendongkol.
"Ai, Ting-tayhiap, engkau sendiripun terlalu kepala batu," sahut Leng-tihu dengan gegetun.
"Tjoba kalau sedjak dulu engkau mengatakan padaku, pastilah Siauli takkan meninggal gara2
kebandelanmu dan kitapun akan terikat mendjadi menantu dan mertua, bukankah hal itu akan
sama2 baiknja?" Mendadak sorot mata Ting Tian memantjarkan sinar kebentjian, teriaknja. "Djadi kau anggap
aku jang mengakibatkan matinja Siang-hoa dan bukan engkau sewndiri jang mentjelakainja?" -Sembari berkata ia terus mendesak madju selangkah.
Namun Leng-tihu sebaliknja sangat tenang, sahutnja dengan menggojang kepala: "Urusan sudah
ketelandjur begini, apa jang bisa kuktakan lagi" Siang-hoa, o, Siang-hoa, dialam baka tentu
djuga engkau akan menjalahkan ajahmu ini tidak dapat memmahami isi hatimu." ~ sambil
berkata ia terus mendekati medja perabuan serta mengusap air matanja.
Hlm 31: Gambar Melihat Ting Tian terantjam bahaja, tjepat Tik Hun melompat madju dan berhasil menawan
Leng-tihu hingga begundalnja mati kutu dan tidak berani sembarangan bertindak.
"Hm, kalau harini aku membunuh kau, dialam baka tentu djuga Siang-hoa akan bentji
padaku," demikian kata Ting Tian dengan gemas. "Leng Dwe-su, mengingat kebaikan
puterimu, biarlah derita selama tudjuh tahun jang kau siksa atas diriku, sekaligus kuhapuskan
sekarang djuga. Tapi kelak kalau engkau kebentur lagi tanganku, djanganlah engkau
menjalahkan orang she Ting tidak kenal budi. Marilah, Tik-hiati, kita pergi!"
"Ting-tayhiap," sahut Leng-tihu tiba2 menghela napas, "sudah begini akibat perbuatan kita,
apakah manfaatnja sampai sekarang.
"Kau boleh tanja pada dirimu sendiri, apakah engkau djuga merasa menjesal?" kata Ting Tian.
"Hm, engkau serakah dan senantiasa mengintjar Soh-sim-kiam-boh, hingga tidak sajang
membikin tjelaka puterinja sendiri."
SERIALSILAT.COM ? 2005 83 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Ting-tayhiap," kata Leng-tihu pula, "engkau djangan buru2 pergi, lebih baik engkau katakan
lebih dulu tentang rahasia ilmu pedang itu dan segera kuberi obat penawarnja, supaja djiwamu
tidak melajang pertjuma."
"Apa katamu" Obat penawar?" seru Ting Tian terkedjut. Dan pada saat itulah tiba2 terasa pipi,
bibir dan tangannja makin lama makin kaku dan lumpuh. Sadarlah ia telah keratjunan, tapi
mengapa sampai keratjunan, seketika iapun tidak tahu.
"Aku kuatir ada kaum pendjahat mungkin akan membongkar peti mati untuk menodai lajon
puteriku jang sutji bersih itu, maka........."
Belum selesai utjapan Leng-tihu itu, maka tahulah Ting Tian duduknja perkara, serunja dengan
gusar: "Djadi engkau telah memoles ratjun diatas peti mati" Sungguh kedji amat engkau Leng
Dwe-su!" ~ Berbareng ia terus menubruk madju dan mentjengkeram kearah Leng-tihu.
Tak tersangka kasiat ratjun itu benar2 lihay luar biasa, seketika telah memunahkan tenaga
orang dan menjesap ketulang. Sin-tjiau-kang jang sakti itu takdapat dikerahkan lagi oleh Ting
Tian. Sambil berkelit, Leng-tihu lantas berseru memberi tanda, segera menerobos masuk pula empat
laki2 bersendjata dan berbareng mengerubut Ting Tian.
Sekali lihat sadja Tik Hun lantas tahu bahwa kepandaian empat orang itu adalah pilihan
semua. Terlihat Ting Tian angkat sebelah kakinja hendak menendang pergelangan lawan jang
sebelah kiri, sebenarnja tendangan itu sangat djitu dan tjepat, pasti sendjata golok orang itu
akan terpental dari tjekalannja. Siapa tahu tenaga tendangannja itu mendadak lenjap sampai
ditengah djalan, kedua kakinja tidak mau mendengar perintah lagi. Ternjata ratjun sudah
menjerang sampai dikakinja.
Kesempatan itu tidak di-sia2kan orang itu, goloknja membalik, "tak", punggung golok tepat
mengetok dibetis Ting Tian hingga tulang remuk dan orangnja roboh.
Tik Hun terkedjut, dalam kuatirnja ia tidak sempat lagi memikir, mendadak ia menubruk
kearah Leng-tihu. Ia pikir djalan satu2nja harus menawan Leng-tihu sebagai barang djaminan,
dengan begitu barulah djiwa Ting Tian dapat diselamatkan.
Tak terduga ilmu silat Leng-tihu itu ternjata bukan kaum lemah, mendadak tangan kirinja
memapak kedada Tik Hun, baik tenaganja maupun ilmu pukulannja terang golongan kelas
tinggi. Namun Tik Hun sudah nekat, ia tidak menangkis djuga tidak berkelit, tapi tetap menubruk
madju. "Plak", terang gamblang pukulan Leng-tihu itu mengenai dada sasarannja. Tapi aneh bin
heran, Tik Hun sama sekali tidak bergeming dan tetap menerdjang madju.
SERIALSILAT.COM ? 2005 84 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Sudah tentu Leng-tihu tidak tahu bahwa Tik Hun memakai "Oh-djan-kah" atau badju kutang
dari sutera ulat hitam jang tidak mempan sendjata. Karena itu, ia malah menjangka ilmu silat
Tik Hun tingginja susah diukur. Dalam kagetnja, tahu2 "Tan-tiong-hiat" didadanja telah kena
dipegang oleh Tik Hun. Dan karena madjikan mereka tertawan musuh, orang2 tadi mendjadi
mati kutu dan tidak berani sembarangan bertindak.
Sekali berhasil serangannja, terus sadja Tik Hun menggendong Ting Tian sambil
mentjengkeram kentjang2 Hiat-to berbahaja didada Leng-tihu itu. Melihat madjikan hendak
ditjulik, laki2 tadi mendjadi djeri dan serba susah, mereka mem-bentak2, tapi tidak berani
sembarangan madju. "Buang obor kalian dan padamkan api lilin!" bentak Ting Tian.
Terpaksa laki2 itu menurut, maka seketika ruang lajon itu mendjadi gelap gelita.
Sambil sebelah tangannja tetap mentjengkeram Leng-tihu dan diseret keluar, Tik Hun
menggunakan tangan lain untuk menggendong Ting Tian, dengan tjepat ia lari keluar dari
gedung pembesar itu. Ting Tian jang memberi petundjuk djalannja, maka sebentar sadja sudah
sampai dipintu taman. Segera Tik Hun depak pintu itu hingga terpentang, entah darimana pula
datangnja tenaga, terus sadja ia gendjot sekali se-keras2nja di "Tan-tiong-hiat" didada Leng-tihu,
lalu ditinggalkannja untuk lari sambil menggendong Ting Tian. Ia terus lari se-tjepat2nja dalam
kegelapan. Sebenarnja sebelumnja Leng Dwe-su sudah menduga Ting Tian pasti akan datang berziarah
kepada lajon puterinja, maka sudah disiapkannja djago2 pilihan untuk menangkap Ting Tian.
Tak tersangka perhitungannja telah meleset satu tindak, jaitu tak terduga olehnja bahwasanja
Ting Tian telah membawa serta seorang pembantu.
Selama dua tahun Tik Hun giat melatih Sin-tjiau-kang, walaupun belum dapat dikatakan ada
sesuatu hasil jang hebat, tapi dalam hal tenaga dalam sudah djauh lebih madju dan kuat
daripada dahulu. Apalagi hantamannja ke Tan-tiong-hiat didada Leng Dwe-su itu dilakukan
dalam keadaan kepepet, maka tenaganja mendjadi keras luar biasa. Keruan tanpa berkutik
Leng Dwe-su terus roboh menggeletak. Ketika kemudian begundalnja memburu datang dan
buru2 berusaha menolong madjikan mereka, maka tiada seorangpun jang sempat memikir
pengedjarannja kepada Ting Tian dan Tik Hun.
Berada diatas gendongan Tik Hun, Ting Tian merasa anggota badannja makin lama makin
kaku, tapi pikirannja masih tetap sangat djernih. Terhadap djalanan didalam kota ia sudah
sangat apal, maka ia jang menundjukan djalannja kepada Tik Hun membiluk kekanan dan
menikung kekiri, achirnja dapatlah mereka meninggalkan pusat kota jang ramai dan sampai
disuatu kebun luas jang tak terawat.
"Leng-tihu pasti akan memberi perintah pendjagaan rapat dipintu gerbang kota dan diadakan
pemeriksaan keras, keadaanku sudah sangat pajah keratjunan, untuk keluar kota setjara paksa
SERIALSILAT.COM ? 2005 85 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
terang tidak dapat lagi," demikian kata Ting Tian. "Kebun besar ini katanja ada setannja hingga
tiada berani dikundjungi orang, biarlah kita bersembunji sementara disini sadja."
Tik Hun menurut, ia meletakan Ting Tian dengan pelahan kebawah sebuah pohon Bwe
(plum), lalu katanya: "Ting-toako, ratjun apakah jang telah mengenai badanmu" Tjara
bagaimana harus mengadakan pertolongan?"
Ting Tian menghela napas, sahutnja dengan tertawa getir: "Djangan dipikir lagi, pertjumalah!
Ratjun ini sangat djahat, namanja "Hud-tjo-kim-lian" (teratai emas tempat duduk Budha), tiada
obat penawar didunia ini jang dapat menjembuhkannja. Biarlah aku bertahan sebisanja, dapat
hidup sedjam lebih lama akan kupertahankan sedjam."
Kedjut Tik Hun tak terhingga, serunja dengan gemetar: "Apa ka ?".. katamu" Tiada obat
penawarnja" Engkau ?".. engkau tjuma bergurau sadja bukan?" ~ Namun demikian, iapun
tahu sekali2 Ting Tian tidak sedang berkelakar dengan dia.
Ting Tian lantas ter-bahak2, katanja: "Ratjun "Hud-tjo-kim-lian" milik Leng Dwe-su ini
terkenal sebagai ratjun nomor tiga djahatnja didunia ini. Njatanja memang tidak omong
kosong! Hahaha, dia benar2 tjukup sabar, sudah menunggu selama tudjuh tahun dan baru
harini dia berhasil."
"Ting ?"..Ting-toako, djangan ?".. djangan engkau berduka," udjar Tik Hun kuatir. "Ja,
selama masih ada kesempatan, masakah ?"" masakah ?".. ai, kembali gara2 wanita lagi,
aku ?"". aku djuga begitu, rupanja kita memang ?". memang senasib ?" tapi engkau
harus mentjari daja-upaja untuk menghilangkan ratjunmu ini ?"" biarlah kupergi mentjari
air untuk mentjutji badanmu jang terkena ratjun." ~ oleh karena pikirannja katjau, susunan
kata2nja mendjadi tak keruan dan tak teratur.
Ting Tian menggeleng kepala, katanja: "Sudahlah, usahamu akan sia2 sadja. "Hud-tjo-kim-lian"
ini kalau ditjutji dengan air, seketika kulit daging jang keratjunan akan membengkak dan
membusuk, matinja akan lebih mengerikan. Tik-hiante, banjak sekali ingin kukatakan padamu,
hendaklah engkau djangan sibuk dan bingung, sebab kalau kau bingung, mungkin akan
mengatjaukan pikiranku hingga kata2 penting jang hendak kuberitahukan padamu ada jang
terlupa. Waktunja sekarang sudah mendesak, aku harus lekas mentjeritakan padamu, maka
lekas engkau duduklah jang tenang dan djangan mengganggu tjeritaku?"
Terpaksa Tik Hun menurut dan duduk disamping Ting Tian, akan tetapi betapapun hatinja
susah ditenangkan. "Aku berasal kota Hengbun, keturunan keluarga Bu-lim," demikian Ting Tian mulai menutur
dengan sangat tenang, ja, tenang dan wadjar, se-akan2 jang ditjeritakan itu adalah urusan orang
lain jang tiada sangkut-paut apa2 dengan dirinja. "Ajahku djuga seorang tokoh persilatan jang
rada terkenal disekitar Oulam dan Oupak. Dasar ilmu silatku masih lumajan djuga, ketjuali
adjaran dari orang tua, aku pernah mendapat didikan pula dari dua orang guru lain. Diwaktu
SERIALSILAT.COM ? 2005 86 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
mudaku, aku suka membela keadilan dan membasmi kedjahatan. Karena itu namaku lambatlaunpun sedikit terkenal.
"Kira2 delapanbelas tahun jang lalu aku menumpang kapal dari Sutjwan menudju kemuara,
sesudah lewat Sam-kiap (tiga selat dimuara sungai Tiangkang), kemudian perahu kami
berlabuh ditepi Sam-tau-peng. Malamnja tiba2 kudengar ditepi pantai ada suara ribut orang
berkelahi. Dasar watakku memang gemar silat, tentu sadja aku tertarik oleh perkelahian jang
ramai itu dan melongok kepantai melalui djendela perahu.
"Malam itu bulan sedang memantjarkan sinarnja jang terang benderang hingga aku dapat
melihat djelas pertarungan dipantai itu. Kiranja ada tiga orang sedang mengerojok seorang tua.
Ternjata ketiga pengerojok itu sudah kukenal semua, mereka adalah tokoh Bu-lim jang
terkenal didaerah Liang-ou (dua propinsi Ou, jaitu Oulam dan Oupak). Jang pertama bernama
Ngo-in-djin Ban-tjing-san..........."
"He, itulah Supekku!" seru Tik Hun tanpa merasa, walaupun tadi ia telah dipesan djangan
mengganggu tjerita Ting Tian.
Ting Tian hanja melototinja sekedjap, lalu meneruskan tjeritanja: ......... dan jang kedua adalah
Liok-te-sin-liong (naga sakti di daratan) Gian Tat-peng........"
"Ehm, dia adalah Djisupekku!" kembali Tik Hun menjela.
Ting Tian tak menggubrisnja lagi dan tetap meneruskan: "Dan jang ketiga memakai sendjata
pedang, gerak-geriknja sangat gesit, itulah Tiat-so-heng-keng Djik Tiang-hoat."
"Ha, Suhuku!" seru Tik Hun sambil melontjat kaget.
"Ja, memang benar ialah gurumu," kata Ting Tian dan menjambung pula: "Aku sudah pernah
beberapa kali bertemu dengan Ban Tjin-san, maka tjukup tahu ilmu silatnja sangat hebat.
Melihat mereka bertiga saudara perguruan mengerojok seorang musuh, kujakin mereka pasti


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

akan menang. "Waktu aku perhatikan pula sikakek jang dikerubut itu, kulihat punggungnja sudah terluka,
darah mengutjur terus dari lukanja itu. Ia tak bersendjata pula hingga tjuma menempur ketiga
pengerojoknja itu dengan bertangan kosong. Akan tetapi ilmu silatnja ternjata djauh lebih
tinggi daripada Ban Tjin-san bertiga. Bagaimanapun djuga mereka bertiga tidak berani
mendekati sikakek. "Makin lama aku melihat, makin penasaran hatiku, Ban Tjin-san bertiga selalu melontarkan
serangan2 jang mematikan, se-akan2 sikaker itu harus mereka bunuh. Perbuatan mereka bertiga
sesungguhnja tidak pantas, masakah tiga orang muda mengerubut seorang tua. Tapi sedikitpun
aku tidak berani bersuara, kuatir kalau diketahui mereka hingga akan merugikan diriku sendiri.
Sebab dalam urusan bunuh-membunuh dikalangan Kangouw seperti itu bila dilihat orang luar,
bukan mustahil jang melihat itu akan dibunuhnja djuga agar rahasianja tidak tersiar.
SERIALSILAT.COM ? 2005 87 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Setelah lama sekali pertarungan sengit itu berlangsung, darah jang mengutjur dari punggung
kakek itu semakin banjak, tenaganja lambat-laut mendjadi habis. Se-konjong2 orang tua itu
berseru: "Baiklah, ini kuserahkan pada kalian!" ~ berbareng ia mengulur tangannja kedalam
badju seperti sedang mengambil sesuatu. Buru2 Ban Tjin-san bertiga merubung madju, satusama-lain seakan2 kuatir ketinggalan redjeki.
"Diluar dugaan sikakek mendadak memukul kedepan dengan kedua telapak tangannja, karena
terantjam oleh serangan itu, terpaksa Ban Tjin-san bertiga melompat mundur. Kesempatan itu
telah digunakan oleh sikakek untuk berlari ketepi sungai, plung, ia menerdjun kedalam sungai,
Ban Tjin-san bertiga tampak mendjerit terkedjut, tjepat mereka memburu ketepi sungai.
"Akan tetapi arus air jang mendampar dari arah Sam-kiap itu sangat derasnja, betapa kerasnja
arus sungai dimuara Sam-tau-peng itu, hanja sekedjap sadja bajangan sikakek itu sudah lenjap.
Tapi Suhumu masih belum putus asa, ia melompat keatas perahuku, ia sambar galah situkang
perahu terus digunakan untuk mengaduk ketengah sungai. Sudah tentu hasilnja nihil alias nol
besar! "Lazimnja sesudah mematikan kakek itu, seharusnja Suhumu bertiga akan kegirangan. Tapi
aneh, wadjah mereka djusteru muram dan sangat menakutkan. Aku tidak berani mengintip
lebih djauh, tjepat aku merebahkan diri ditempat tidurku sambil berkerudung selimut. Sampai
lama sekali lapat2 aku mendengar mereka bertiga ribut mulut ditepi pantai, satu-sama-lain
saling menjalahkan karena lolosnja musuh.
"Sesudah suara ribut ditepi pantai lenjap dan menunggu mereka bertiga sudah pergi djauh,
kemudian barulah aku berbangkit. Pada saat itulah tiba2 kudengar situkang perahu diburitan
sedang berseru kaget: "Tolong, ada setan!" ~ Tjepat aku memburu keburitan dan melihat ada
seorang jang basah kujup sedang merangkak, lalu menggeletak digeladak perahu. Itulah dia
sikakek jang menerdjunkan diri kedalam sungai tadi. Rupanja setelah tjeburkan diri kedalam
sungai, kakek itu lantas selulup kebawah perahu dan memegang kentjang dasar perahu dengan
Tay-lik-eng-djiau-kang jang lihay, setelah musuh pergi, barulah dia keluar dari bawah air.
"Lekas2 aku memajang orang tua itu kedalam perahu, kulihat keadaannja sudah sangat pajah,
napasnja kempas-kempis, bitjarapun takbisa lagi. Kupikir Ban Tjin-san bertiga boleh djadi
masih belum putus asa dan akan datang kembali, atau mungkin djuga akan mentjari majat
orang tua ini kemuara sungai sana. Terpengaruh oleh djiwaku jang suka menolong sesamanja
dan membela keadilan, kupikir djiwa orang tua ini harus diselamatkan, dan agar djangan
sampai dipergoki Ban Tjin-san bertiga segera aku minta situkang perahu mendjalankan
perahunja kehulu sungai, menudju kearah Sam-kiap. Mendjalankan perahu menjongsong arus
air jang deras, sudah tentu situkang perahu keberatan dan menolak, pula ditengah malam buta
susah mentjari pandu kapal, menjusur kehulu Sam-kiap bukanlah suatu pekerdjaan mudah.
Akan tetapi, hahaha, uang memang berkuasa. Setanpun dolan duit. Pendek kata, achirnja
situkang perahupun menurut keinginanku.
SERIALSILAT.COM ? 2005 88 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Aku membawa obat luka, aku lantas mengobati luka orang tua itu. Luka dipunggungnja
ternjata sangat parah, bekas tusukan itu menembus paru2nja, teranglah luka separah itu tidak
mungkin disembuhkan. Namun aku berusaha sekuat tenagaku untuk mengobatinja, segala apa
aku tidak tanja padanja, sepandjang djalan aku membelikan arak dan makanan2 jang enak
untuknja. Aku sudah menjaksikan ilmu silatnja dan dengan mata kepala sendiri melihat dia
tjeburkan diri kedalam Tiangkang serta selulup dibawah air begitu lama, dari nilai
kepandaiannja serta keperkasaannja itu sudah tjukup berharga bagiku unuk berkorban djiwa
baginja. "Setelah kurawat orang tua itu tiga hari, ia telah tanja memaku, lalu katanja dengan tertawa
getir: "Bagus, bagus!" ~ kemudian dikeluarkannja sebungkus kertas minjak dari badjunja dan
diserahkan padaku. Tanpa pikir kukatakan padanja: "Silahkan Lotiang (bapak) beritahu dimana
tempat tinggal sanak keluargamu, barang Lotiang ini pasti akan kuhantarkan padanja, djangan
engkau kuatir" ~ Orang tua itu tidak mendjawab, sebaliknja tanja padaku: "Tahukah kau siapa
diriku?" ~ Aku mendjawab tidak tahu. Maka katanja pula: "Aku adalah Bwe Liam-seng." ~
Sungguh kedjutku tak terkatakan demi mengetahui siapa gerangan sikakek itu."
Dan ketika melihat Tik Hun mendengarkan tjeritanja itu dengan melongo tanpa mengundjuk
sesuatu perasaan apa2, segera ia menegurnja: "He, engkau tidak heran oleh nama orang tua itu"
Siapakah Bwe Liam-seng itu, apakah engkau tidak tahu" Ialah Tiat-kut-bek-gok Bwe Liamseng. Engkau benar2 tidak kenal nama itu?"
Tik Hun menggeleng kepala, sahutnja: "Selamanja aku tidak pernah mendengar nama orang
itu." "Hehe, pantas sadja, sudah tentu Suhumu tak mungkin mengatakan padamu," djengek Tiang
Tian dengan tertawa dingin. "Tiat-kut-bak-gok Bwe Liam-seng adalah tokoh Bu-lim
terkemuka dipropinsi Oulam. Dia mempunjai tiga orang murid, jang tertua bernama Ban Tjinsan, murid kedua bernama Gian Tat-peng dan murid ketiga bernama........."
"Apa katamu Ting........ Ting-taoko" Djadi orang tua itu kakek-guruku?" seru Tik Hun.
"Ja, murid ketiganja memang Djik Tiang-hoat adanja," sahut Ting Tian. "Kagetku waktu
mendengar dia mengaku sebagai Bwe Liam-seng djuga kurang kagetnja seperti engkau sekarang
ini. Aku sendiri menjaksikan pertarungan sengit ditepi pantai dibawah sinar bulan purnama itu
dan melihat betapa ganasnja Ban Tjin-san bertiga hendak mematikan guru mereka, maka tidak
heran kagetku djauh diatas kagetmu sekarang.
"Dengan tersenjum getir lalu Bwee-losiansing berkata kepadaku, "Muridku jang ketiga itu
paling lihay, lebih dulu punggungku telah ditusuk olehnja setjara mendadak, terpaka aku
menjeburkan diri kesungai untuk menjelamatkan diri." ~ Aku diam sadja, aku tidak tahu tjara
bagaimana harus menghiburnja. Kupikir mereka guru dan murid berempat saling gebrak
dengan mati2an, tentulah disebabkan oleh sesuatu urusan jang maha penting, aku adalah orang
luar, tidak enak untuk ikut tahu urusan dalam mereka, maka akupun tidak tanja lebih banjak.
Tapi Bwe-losiansing lantas berkata pula: "Didunia ini aku tjuma mempunjai tiga orang murid
SERIALSILAT.COM ? 2005 89 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
jang kuanggap sebagai anak sendiri. Siapa duga demi untuk mengintjar sedjilid Kiam-boh,
mereka tidak segan2 untuk membunuh guru. Hehe, sungguh murid baik, murid pintar! Kini
Kiam-boh jang diintjar itu memang sudah kena mereka rebut, tapi apa gunanja kalau tidak ada
Kiam-koat (tanda2 rahasia, kuntji daripada ilmu pedang) jang lebih penting itu" Betapapun
bagusnja Soh-sim-kiam-hoat masakah dapat menandingi Sin-tjiau-kang" Biarlah sekarang djuga
kukatakan Kiam-koat dari Soh-sim-kiam-hoat dan kuberikan djuga Sin-tjiau-keng (kitab ilmu
pantjaran sukma) padamu, harap engkau melatihnja dengan baik2. Pabila Sin-tjiau-kang
berhasil engkau jakinkan, pastilah engkau tiada tandingannja didunia ini, maka djangan sekali2
salah mengadjarkan lagi kepada orang djahat, ~ demikianlah asal-usul aku mendapatkan Sintjiau-keng hingga berhasil kujakinkan seperti sekarang ini.
"Selesai Bwe-losiansing berkata, tiada dua djam kemudian iapun meninggal. Aku telah
menguburnja ditepi pantai Bu-kiap (sehat Bu diantara Sam-kiap). Waktu itu aku tidak sadar
bahwa Kiam-boh dan Kiam-koat dari Soh-sim-kiam jang diperebutkan itu mempunjai latar
belakang jang begitu penting, kusangka tjuma perebutan sedjilid kitab ilmu pedang diantara
perguruan mereka, makanja tidak pikir harus mendjaga rahasia menginggalnja Bwe-losiansing,
tapi aku telah mendirikan batu nisan diatas kuburannja dengan tulisan: "Disinilah kuburan
Liang-ou-tayhiap Bwe Liam-seng". Dan djusteru karena batu nisan itulah telah mengakibatkan
aku kebentur banjak kesukaran2 jang tiada habis2nja. Segera ada orang mentjari keterangan
mulai dari batu nisan itu, melalui situkang batu, tukang perahu dan achirnja dapat diketahui
akulah jang mendirikan batu nisan itu, diketahui pula akulah jang mengebumikan Bwelosiansing, dan dengan sendirinja mereka jakin barang tinggalan Bwe-losiansing pasti telah
djatuh kedalam tanganku semua.
"Benar djuga, tiga bulan kemudian rumahku lantas kedatangan seorang Kangouw. Pendatang
itu sangat sopan, tapi bitjaranja melantur dan ber-tele2 tak keruan udjung pangkalnja. Tapi
sampai achirnja ketahuan djuga maksud tudjuan kundjungannja itu. Ia mengatakan ada sebuah
peta tentang suatu harta karun berada dalam simpanan Bwe-losiansing, tentunja peta itu kini
sudah berada padaku, maka aku diminta suka mengundjukan peta itu untuk dipeladjari
bersama dengan dia, pabila harta karun itu dapat diketemukan, aku akan diberi tudjuh bagian
dan dia tjukup tiga bagian sadja.
"Kupikir apa jang diberikan Bwe-losiansing padaku tjuma sematjam kuntji rahasia melatih
Lwekang jang tinggi serta beberapa kalimat rahasia dari Soh-sim-kiam jang hanja terdiri dari
beberapa angka sadja, ketjuali itu tiada apa2 lagi, masakan ada peta harta karun segala seperti
apa jang dikatakan. Karena itu aku lantas mengatakan terus terang, tapi orang itu tetap tidak
pertjaja dan minta aku undjukan kuntji rahasia ilmu silat itu padanja. Padahal waktu Bwelosiansing menjerahkan warisannja itu kepadaku telah memberi pesan agar djangan sekali2
salah diadjarkan lagi kepada orang djahat. Dengan sendirinja akupun menolak permintaan
orang itu. Maka dengan tidak senang pergilah orang itu. Tapi tiga hari kemudian ia telah
menggerajangi rumahku ditengah malam hingga bergebrak dengan aku, achirnja pundaknja
kulukai dan melarikan diri.
"Dan sekali beritanja tersiar, orang jang datang mentjari aku mendjadi semakin banjak, keruan
aku kewalahan melajani mereka. Sampai achirnja Ban Tjin-san sendiri djuga datang menjelidiki
SERIALSILAT.COM ? 2005 90 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
diriku. Untuk menetap terus dirumah sendiri terang tidak aman, terpaksa aku harus
menjingkir djauh2 dengan berganti nama dan tukar she. Aku menjingkir keluar perbatasan dan
mengusahakan peternakan disana. Setelah lewat 7-8 tahun, setelah suasana agak reda, pula
sudah sangat merindukan kampung halaman, maka diam2 aku menjamar dan pulang ke
Hengbun. Siapa duga rumah tinggalku sudah lama dibakar orang mendjadi puing, baiknja aku
memang tidak punja sanak-kadang apa2, dengan demikian aku mendjadi bebas malah dan tidak
perlu memikirkan apa2 lagi.........."
Dengan bingung dan kusut pikirannja Tik Hun mengikuti tjerita Ting Tian tentang asal-usulnja
Sin-tjiau-keng itu. Hendak tidak pertjaja kepada apa jang dikatakan sang Toako itu, namun
selama ini Ting-toako itu tidak pernah sekalipun bohong padanja, apalagi hubungan mereka
sekarang sudah bagai saudara sekandung, untuk apa sang Toako mendustainja dengan sengadja
mengarang dongengan2 bohong itu" Tapi kalau pertjaja, masakah Suhu jang sangat dihormati
dan dikenalnja sangat djudjur dan sederhana itu ternjata adalah seorang manusia jang begitu
kedji dan tjulas" Hlm.41: Gambar "Dengan ter-mangu2 aku mengikuti djedjak nona tjantik itu hingga keluar dari taman pameran
itu," demikian Ting Tian mentjeritakan pengalamannja."
Ia lihat muka Ting Tian ber-kerut2, agaknja ratjun sedang mendjalar dengan hebatnja, maka
tjepat katanja: "Ting-toako, tentang perselisihan antara Suhuku dan Thaysuhu itu tidak perlu
kupusingkan. Jang penting sekarang hendaklah engkau tjoba pikirkan apakah........... apakah ada
sesuatu akal untuk menjembuhkan ratjun ditubuhmu?"
"Sudahlah, aku telah minta engkau djangan menjela tjeritaku hendaklah engkau mendengarkan
dengan diam," sahut Ting Tian dan melandjutkan tjeritanja: "Sampai achirnja kira2 didalam
bulan sembilan pada delapan tahun jang lalu, waktu itu aku berada dikota Hankau untuk
mendjual sedikit Djinsom dan bahan obat lainnja jang kubawa dari Kwangwa. 1).
"Pemilik toko obat jang suka membeli barang daganganku itu adalah seorang jang suka
keindahan, selesai mengadakan transaksi dagang dengan aku, Ia lantas mengadjak aku pergi
melihat "Kiok-hoa-hwe" 2) jang terkenal dikota itu. Bunga seruni jang dipamerkan didalam
Kiok-hoa-hwe itu ternjata sangat banjak dan terdiri dan djenis2 pilihan. Jang berwarna kuning
antara lain terdapat djenis Ui-ho-ek, Kim-khong-djiok, Eng-ub-ui dan lain2; jang berwarna
putih ada: Gwe-boh-tan, Tiau-Sian-pay-gwe dan matjam2 lagi; jang ungu terdapat: Tji-gioklian, Tji-lo-lan, Tju-hte-sia, dan lain2 dan jang djambon terdapat: Ang-hun-wan, Se-si-hun, dan
banjak lagi lainnja........"
Begitulah Ting Tian menguraikan nama2 bunga seruni dengan lantjar dan tanpa pikir se-akan2
djauh lebih apal baginja daripada nama2 gerak tipu ilmu silatnja.
Semula Tik Hun heran oleh pengetahuan Ting Tian jang luar dalam hal bunga seruni itu, tapi
segera ia mendjadi teringat bahwa Ting-toako itu memang seorang penggemar bunga. Ia
hubungkan pula dengan bunga segar jang selalu menghias didalam pot bunga jang tertaruh
SERIALSILAT.COM ? 2005 91 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
diambang djendela gedung bersusun itu, maka tahulah Tik Hun duduknja perkara, tentu Tingtoako ini dengan Leng- siotjia itu mempunjai kesukaan jang sama dan sama2 pula merupakan
ahli bunga. 1) Kwangwa = diluar Kwan atau diluar perbatasan Jang diartikan Kwan adalah tembok besar
jang merupakan perbatasan didjaman itu.
2) Kiok-hoa-hwe = pameran bunga Seruni. Kegemaran bunga Seruni di Tiongkok sama halnja
dengan kegumaran bunga Anggrek dinegeri lain.
Waktu bertjerita tentang pameran bunga itu, tertampak Ting Tian selalu mengulum senjuman
bahagia, sikapnja sangat ramah dan lemah lembut. Terdengar ia melandjutkan tjeritanja:
"Sungguh menawan hati pameran bunga Seruni itu sembari menikmati akupun tidak habis2nja
memudji dan menjebut nama2 bunga jang dipamerkan itu. Tapi dimana ada jang djelek,
akupun lantas memberi penilaian jang tegas. Habis menikmati bunga2 itu, ketika hampir
keluar dari taman pameran, aku telah berkata kepadaku kawanku sipemilik toko obat itu:
"Pameran ini boleh dikatakan sudahlah berhasil, tjuma sajang tidak terdapat Seruni warna
hidjau." ~ Tiba2 kudengar suara seorang nona ketjil menanggapi utjapanku itu dibelakang:
"Siotjia, orang ini tahu djuga kalau Seruni ada jang berwarna hidjau. Memangnja "Djun-sui-pekpoh" dan "Lik-giok-dji-ih" dirumah kita itu masakah dapat sembarangan dinikmati orang biasa?"
"Tjepat aku menoleh, kulihat dibelakangku ada seorang gadis djelita sedang menikmati bunga
Seruni jang dipamerkan itu. Gadis itu memakai badju kuning muda, tjantik dan sederhana
seperti Seruni dalam pameran itu. Sungguh selama hidupku belum pernah kulihat seorang
nona setjantik seperti itu. Disampingnja tampak mengiring seorang pelajan ketjil berumur
belasan. Melihat aku berpaling dan memandangnja, Siotjia itu mendjadi merah mukanja,
dengan pelahan ia berkata kepadaku: "Maaf tuan, harap djangan marah karena otjehan budak
tjilik jang tidak tahu aturan ini". ~ Seketika aku terkesima hingga sepatahkatapun aku tidak
sanggup bersuara. "Dengan ter-mangu2 aku mengikuti djedjak Siotjia itu hingga dia meninggalkan taman pameran
itu. Melihat aku terkesima begitu rupa, kawanku sipemilik toko obat lantas berkata kepadaku:
"Siotjia ini adalah anak gadis keluarga Leng-hanlim dikota Buhan (Budjiang dan Hankau) kita
ini. Tentu sadja lain daripada jang lain bunga jang terdapat dirumahnja itu."
"Sekeluarnja dari taman pameran dan berpisah dengan kawanku, sepandjang djalan hingga
sampai dikamar hotelku, dalam benakku waktu itu melulu terbajang kepada Siotjia jang
tjantik itu sadja. Lewat lohor, aku lantas menjeberang ke Budjiang, setelah tanja tempatnja, aku
lantas menudju kerumah Leng-hanlim". Sudah tentu aku mendjadi ragu2, tidak mungkin aku
" Hanlim = gelar udjian sastra djaman khala Beng dan Tjing
SERIALSILAT.COM ? 2005 92 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
masuk kerumah orang begitu sadja, padahal masing2 tidak kenal mengenal. Maka aku tjuma
mondar-mandir sadja didepan rumah, kulihat ada beberapa anak ketjil sedang memain
dipelataran situ. Hatiku dak-dik-duk berdepar2 dengan matjam2 perasaan, aku merasa girang
dan merasa takut2 pula. Aku memaki diriku sendiri jang semberono itu. Tatkala itu usiaku
sudah tjukup dewasa, tapi kelakuanku waktu itu mirip seperti pemuda remadja jang baru
sadja untuk pertama kalinja djatuh kedalam djaring2 asmara!"
Tjara bagaimanakah Ting Tian berkenalan dengan Leng-siotjia hingga saling djatuh
tjinta dan achirnja gugur bersama"
Benarkah Tiat-so-heng-kang Djik Tiang-hoat ~ itu gurunja Tik Hun ~ adalah
seorang tjulas dan kedji"
Batjalah djilid 3 SERIALSILAT.COM ? 2005 93 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
SERIALSILAT.COM ? 2005

Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

94 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Djilid 3 Terkenang kepada masa pertemuannja dengan puteri Leng-hanlim dipameran bunga Seruni
dahulu, wadjah Ting Tian menampilkan sematjam tjahaja jang aneh, sorot matanja djuga terang
penuh semangat. Tapi Tik Hun djusteru merasa kuatir kalau2 sang Toako itu mendadak kehabisan tenaga, maka
katanja: "Ting-toako, lebih baik engkau berbaringlah mengaso dengan tenang. Biarlah kupergi
mentjari seorang tabib, aku tidak pertjaja bahwa engkau benar2 takdapat disembuhkan." ~
sembari berkata, terus sadja ia berbangkit hendak pergi.
Tapi tjepat Ting Tian telah menarik lengannja dan berkata: "Begini dandananmu engkau
hendak pergi mentjari tabib, apa engkau mentjari kematian sendiri?" ~ dan setelah merandek
sedjenak, lalu katanja pula sambil menghela napas: "Tik-hiante, tempo hari waktu engkau
mengetahui Sumoaymu sudah menikah dengan orang lain, saking menjesalnja sampai engkau
hendak menggantung diri. Sumoaymu itu tak berbudi dan menghianati kau, tiada harganja
engkau mesti mati baginja."
"Benar, selama beberapa tahun ini akupun sudah insaf," sahut Tik Hun.
"Akan tetapi bila Sumoaymu benar2 tjinta padamu dan achirnja rela mati bagimu, maka
engkaupun harus mati djuga baginja," udjar Ting Tian.
Mendengar itu, tiba2 Tik Hun mendjadi sadar, tanjanja segera: "Djadi kematian Leng-siotjia itu
adalah demi engkau?"
"Ja," sahut Ting Tian tegas. "Dia mati bagiku, maka sekarang akupun rela mati untuknja.
Hatiku kini sangat senang. Tjintanja padaku sangat mendalam, aku ........ akupun sangat
mentjintainja. Tik-hiante, djangankan ratjun jang mengenai tubuhku ini memang tiada obat
jang dapat menjembuhkannja, sekalipun dapat disembuhkan djuga aku tidak mau diobati."
Se-konjong2 perasaan Tik Hun mendjadi hampa, timbul sematjam rasa duka jang sulit
dilukiskan. Jang utama sudah tentu disebabkan sedih menghadapi adjal sang Toako itu, namun
dalam lubuk hatinja sebaliknja malah rada mengagumi keberuntungannja, sebab paling tidak
didunia ini terdapat seorang gadis jang benar2 telah mentjintainja dengan hatinja jang sutji
murni dan rela mati baginja, sebaliknja sang Toako itupun membalas tjinta murni kekasihnja
dengan sama sutjinja. Tetapi bagaimana dengan dirinja" Ja, bagaimana dengan dirinja sendiri"
Melihat pemuda itu tepekur, pelahan2 Ting Tian memegang tangannja dan tenggelam pula
dalam lamunannja pada masa jang lampau. Kemudian tuturnja pula: "Begitulah aku terus
mondar-mandir selama beberapa djam didepan gedung Leng-hanlim itu hingga magrib sudah
SERIALSILAT.COM ? 2005 95 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
tiba masih tidak merasa lelah dan lupa lapar. Aku sendiripun tidak tahu sebenarnja apakah jang
kuharapkan disitu?" "Hari sudah mulai gelap, tapi aku tetap belum pikir untuk pergi dari situ. Tiba2 sadja dari
pintu ketjil disamping gedung itu keluar seorang gadis ketjil dan menghampiri aku pelahan2,
lalu bisiknja kepadaku dengan lirih: "Tolol, kenapa berada disini terus" Siotjia mengharapkan
engkau pulang sadjalah!" ~ Ketika kuperhatikan, eh kiranja adalah pelajan ketjil jang mengiringi
Leng-siotjia waktu menonton pameran Seruni itu. Hatiku mendjadi ber-debar2, dengan tergagap2 aku mendjawab: "Ap....... Apa katamu?" ~ Dengan tertawa pelajan ketjil itu berkata
pula: "Siotjia telah bertaruhan dengan aku mengenai kapan engkau akan pergi dari sini. Sampai
sekarang aku sudah menangkan dua tjintjin perak dan engkau masih belum mau pergi?"
"Aku bergirang tertjampur gugup, tanjaku tjepat: "Djadi..... djadi Siotjiamu sedjak tadi sudah
tahu bahwa aku berada disini?" ~ Pelajan tjilik itu tertawa, sahutnja: "Malahan sudah beberapa
kali aku melongok keluar, tapi engkau tetap tidak mengetahui aku, rupanja semangatmu sudah
terbang ke-awang2 bukan?" ~ Habis itu, ia lantas putar tubuh hendak masuk lagi. Tjepat
kuberseru: "Nanti dulu, Tjitji!" ~ Ia berpaling dan menanja: "Ada apa lagi?" ~ Maka berkatalah
aku: "Kata Tjitji, didalam gedung kalian ini terpelihara beberapa djenis Lik-kiok-hoa (seruni
hidjau), maka aku sangat ingin melihatnja." ~ Gadis itu angguk2, ia tuding sebuah loteng
berlabur merah diudjung belakang gedung itu dan berkata: "Baiklah, akan kusampaikan
permintaanmu kepada Siotjia, pabila beliau meluluskan, tentu akan taruh bunga2 itu diatas
ambang djendela diatas loteng berlabur merah itu!"
"Semalam suntuk itu aku duduk menunggu diluar gedung Leng-hanlim itu. Sungguh Hokkhiku memang besar, Tik-hiante, esok paginja diambang djendela loteng jang dikatakan itu benar2
muntjul dua pot bunga Seruni berwarna hidjau pupus. Kukenal Seruni salah satu pot itu
bernama "Djun-tjui-pik-poh" (air dimusim semi beriak menghidjau) dan pot jang lain bernama
"Pek-giok-dju-ih" (kemala jidjau sesuai keinginan). Kedua pot bunga Seruni itu benar2 sangat
indah, akan tetapi jang terpikir olehku hanja orang jang menaruh kedua pot bunga itu. Itulah
dia, kulihat dibalik tirai djendela itu ada sebuah wadjah jang paling tjantik didunia ini sedang
mengintip kearahku, hanja separoh wadjahnja kelihatan, ia memandang sekedjap kepadaku,
mendadak mukanja merah djengah terus menghilang dibalik tirai dan untuk selandjutnja tidak
muntjul lagi." "Tik-hiante, engkau tahu sendiri, begini djelek muka Ting-toakomu ini, gagah tidak, ganteng
tidak, kaja tidak, pangkatpun tidak, mana aku berani mengharapkan tjinta seorang gadis
setjantik itu" Akan tetapi sedjak itu setiap pagi aku pasti datang keluar taman keluarga Leng
dan memandang ter-mangu2 hingga lama. Rupanja Leng-siotjia djuga tidak pernah melupakan
daku, setiap hari ia pasti mengganti sebuah pot bunga jang segar dan ditaruh diambang
djendela loteng." "Keadaan begitu berlangsung lebih dari sembilan bulan, tidak peduli hudjan angin atau hudjan
saldju, setiap pagi aku pasti pergi menikmati keindahan bunga, sebaliknja Leng-siotjia djuga
tidak pernah mengenal bosan untuk selalu mengganti sebuah pot bunga jang segar lagi indah.
Setiap hari ia tjuma memandang sekedjap padaku dan tidak lebih. Setiap kali memandang,
SERIALSILAT.COM ? 2005 96 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
tentu wadjahnja bersemu merah, lalu menghilang dibalik tirai. Dan setiap hari asal kulihat
kerlingan matanja dan semu diwadjahnja, rasaku sudah puas dan bahagia untuk selamanja.
Tidak pernah ia bitjara padaku, akupun tidak berani mengadjak bitjara padanja. Kalau mau,
dengan ilmu silatku sebenarnja aku dapat melompat keatas lotengnja dengan sangat mudah.
Akan tetapi selama itu sedikitpun aku tidak berani mengundjuk kekasaran padanja. Untuk
menulis surat pernjataan tjinta padanja aku lebih2 tidak berani lagi."
"Suatu malam pada tanggal 5 bulan 2 dalam tahun itu, pondokku telah kedatangan dua orang
Hweshio dan serentak aku diserang. Kiranja Hweshio2 itu telah mendapat kabar dan ingin
merebut Sin-tjiau-keng dan Soh-sim-kiam-koat dariku. Paderi2 itu adalah dua diantara kelima
Hweshio dari Bi-tjong-ngo-hiong itu. Satu diantaranja telah kubinasakan tempo hari didalam
pendjara dan telah disaksikan sendiri olehmu. Namun tatkala itu aku belum berhasil
mejakinkan Sin-tjiau-kang, ilmu silatku djauh dibawah mereka, aku terluka parah dihadjar
mereka, hampir2 djiwaku melajang, untung aku sempat sembunji ditengah onggok rumput
dikandang kuda. Karena lukaku itu, aku mesti menggeletak selama lebih tiga bulan baru
achirnja dapat paksakan diri berbangkit. Begitu aku dapat berbangkit, segera aku menggunakan
tongkat dan datang keluar taman keluarga Leng dengan berintjang-intjuk. Akan tetapi aku
mendjadi ketjewa, setiba aku disana, suasananja sudah berubah sama sekali. Kutjoba tanja
tetangga disekitar situ dan mengetahui keluarga Leng itu sudah berpindah rumah pada tiga
bulan jang lalu. Kemana pindahnja ternjata tiada seorangpun jang tahu."
"Tjoba bajangkanlah, Tik-hiante, betapa ketjewa dan pedih hatiku pada waktu itu sungguh
djauh lebih hebat daripada ratjun jang mengenai badanku sekarang ini. Aku merasa heran,
Leng-hanlim adalah tokoh kenamaan dikota Budjiang ini, kemana beliau berpindah rumah
masakah sama sekali tiada jang tahu" Namun memang begitulah keadaannja, meski aku sudah
menjelidiki kesana dan kesini, tidak sedikit aku korban harta dan tenaga, toh tetap tidak
memperoleh sesuatu kabar apa2. Aku jakin dibalik kepindahan keluarga Leng setjara rahasia
itu pasti ada sesuatu jang mentjurigakan, kalau bukan Leng-hanlim ingin menghindari
datangnja musuh, tentu ada sebab2 lain jang luar biasa hingga mesti pindah rumah setjara
mendadak. Dan setjara kebetulan jalah diwaktu aku terluka parah itulah, mereka lantas pindah
rumah." "Sedjak itu aku mendjadi seperti orang linglung, aku tidak dapat bekerdja dengan tenang,
achirnja aku terluntang-lantung di-kangouw tanpa sesuatu pekerdjaan jang benar. Dasar
redjekiku memang setinggi langit, suatu hari, ketika aku sedang minum disuatu kedai dikota
Tiangsah, tanpa sengadja aku telah mendengar pertjakapan dua orang gembong Pang-hwe
(perkumpulan rahasia) jang lagi berunding hendak pergi ke Hengtjiu untuk mentjari Ban
Tjing-san, katanja hendak merebut Soh-sim-kiam-boh dari orang she Ban itu."
"Kupikir sebabnja Ban Tjing-san bertiga saudara perguruan tempo hari berani berdurhaka
hendak membunuh guru mereka, pangkal utamanja adalah karena hendak merebut Kiam-boh
jang dimaksudkan itu. Sebenarnja apa matjamnja Kiam-boh itu, aku mendjadi ingin melihatnja
djuga. Maka diam2 aku menguntit kedua gembong Pang-hwe itu ke Kangleng (nama lain dari
Hengtjiu pada djaman itu). Tjita2 kedua gembong Pang-hwe itu memang boleh djuga, tapi
napsu besar tenaga kurang, begitu kepergok Ban Tjing-san mereka lantas keok dan kena
SERIALSILAT.COM ? 2005 97 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
ditangkap serta digusur kepada pembesar Kanglenghu. Karena iseng, aku ikut2 pergi melihat
keramaian dalam pemeriksaan kedua pesakitan itu."
"Setiba didepan kantor Kanglenghu dan membatja papan pengumuman didepan kantor itu,
sungguh girangku laksana orang putus lotre 10 djuta. Kiranja Leng-tihu itu tak-lain-tak-bukan
adalah ajahnja Leng-siotjia, Leng Dwe-su adanja. Malamnja, diam2 aku membawa satu pot
bunga mawar utk ditaruh didepan djendela diatas loteng belakang tempat tinggal Leng-siotjia,
lalu aku menunggu dibawah loteng situ semalam suntuk. Esok paginja ketika Leng-siotjia
membuka djendela dan melihat pot bunga itu, ia telah berseru kaget sekali, tapi segera iapun
dapat melihat diriku. Sudah lebih setahun kami tidak bertemu dan masing2 sudah menjangka
selama hidup ini takkan bersua kembali. Kini dapat berdjumpa lagi, sudah tentu sama2 girang
tak terkatakan. Leng-siotjia memandangi aku sedjenak untuk kemudian menutup pula
djendelanja dengan muka merah. Ketika hari kedua bertemu pula, mulailah ia buka suara,
tanjanja padaku: "Apakah engkau djatuh sakit" Engkau telah banjak lebih kurus!?"
"Sungguh rasa bahagiaku waktu itu susah dilukiskan. Untuk hari2 selandjutnja hidupku bukan
lagi hidup manusia, tapi lebih menjerupai hidup dewata disorga. Ja, sekalipun dewata rasanja
djuga tidak sebahagia seperti aku pada waktu itu. Setiap malam, bila orang lain sudah pergi
tidur, aku lantas mendatangi loteng Leng-siotjia untuk mengadjaknja keluar dan ber-djalan2
disekitar rimba pegunungan diluar kota Kangleng. Kami senantiasa bergaul setjara sopan,
sedikitpun tidak pernah menjeleweng dari adat istiadat. Tapi segala isi hati kamipun
dibitjarakan setjara terbuka, djauh lebih akrab daripada sobat karib umumnja."
"Pada suatu malam Leng-siotjia telah menuturkan suatu rahasia besar kepadaku. Kiranja
ajahnja meski ikut udjian sastra dan mendapat gelar Hanlim, tapi sebenarnja adalah
Toaliongthau (kepala) dari Liong-soa-pang jang sangat berpengaruh diwilayah Liang-ou
(Ouwlam dan Ouwpak). Karena Leng-siotjia adalah dewi pudjaanku, dengan sendirinja
akupun sangat menghormati ajahnja, maka akupun tidak heran oleh tjeritanja itu."
"Pada suatu malam lagi, kembali Leng-siotjia mentjeritakan padaku bahwa sebabnja ajahnja
tidak mau mendjadi Hanlim jang dihormati tapi tanpa tugas itu, malahan sengadja membuang
ber-laksa2 tahil perak dan dengan susah pajah menjogok pembesar pusat hingga ajahnja
diangkat mendjadi Tihu dari kota Hengtjiu, dibalik itu sebenarnja memang ada sesuatu
maksud tudjuan tertentu."
"Kiranja ajahnja telah memperoleh ilham dari kitab sedjarah jang pernah dibatjanja bahwa
disesuatu tempat didalam kota Hengtjiu itu pasti terpendam suatu partai harta karun jang tak
ternilai djumlahnja. Menurut keterangan jang dibatja, didjaman dynasti Liang (502 ~ 557)
dimasa Lak-tiau atau Lam-pak-tiau (Tiongkok selatan dan utara, 420 ~ 581), setelah kaisar
Liang-bu-te wafat oleh karena pemberontakan Hou Keng, tahta digantikan oleh Liang-bun-te,
tapi kaisar ini ditewaskan pula oleh Hou Keng, kemudian pangeran Siang-tong-ong Siau Tik
naik tachta dikota Kangleng dengan gelar Liang-goan-te. Tapi Liang-goan-te ini terlalu lemah
dan tidak betjus mengurus negaranja, jang dipentingkan tjuma mengumpulkan harta-benda
pribadi atas derita rakjat djelata, hanja tiga tahun ia mendjadi radja di Kangleng, tapi hartabenda jang dikeduknja sudah tak ternilai djumlahnja. Pada tahun ketiga itulah keradjaan Gui
SERIALSILAT.COM ? 2005 98 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
menjerang Kangleng dan Liang-goan-te terbunuh. Pada hari tamatnja Liang-goan-te itu, radja
jang lalim itu telah membakar habis perpustakaan negara jang berisi kitab2 berharga tidak
kurang dari 140 ribu djilid djumlahnja. Akan tetapi dimana ia menjembunjikan harta bendanja
hasil pemerasan darah-keringat rakjat itu ternjata tiada seorangpun jang tahu. Guna menjelidiki
harta karun jang besar djumlahnja itu, panglima tentara Gui jang bernama Ih Kin telah
menawan ber-ribu2 orang jang disangkanja tahu rahasia tempat harta karun itu disembunjikan,
namun meski orang2 itu disiksa dan dibunuh toh tetap tiada sesuatu keterangan jang diperoleh.
Achirnja karena kuatir tempat pendaman harta karun itu dikemudian hari mungkin akan
dikeduk oleh orang jang mengetahui, panglima kedjam itu tidak berbuat kepalang tanggung
lagi, antero penduduk Kangleng lantas digiring semua ke Tiangan, jaitu ibukota keradjaan Gui.
Beratus ribu penduduk Kangleng itu belum lagi tiba di Tiangan sudah terbunuh atau dipendam
hidup2 ditengah djalan hingga tiada seorangpun jang lolos. Karena itulah, selama be-ratus2
tahun rahasia tentang harta karun itu tetap tidak terbongkar, dan lambat-laun tiada seorangpun
jang tahu lagi." "Menurut tjerita Leng-siotjia, ajahnja telah mengorbankan temponja selama 7-8 tahun untuk
membongkar arsip sedjarah kota Kangleng serta mempeladjari segala tjatatan dan kitab kuno,
maka dapatlah dipastikan bahwa harta karun jang dikumpulkan Liang-goan-te itu tentu
dipendam di sesuatu tempat di sekitar kota Kangleng ini. Radja Liang-goan-te itu sangat
kedjam, bukan mustahil setelah dia menjembunjikan harta-bendanja itu, lalu petugas2 jang
mengetahui rahasianja itu terus dibunuhnja semua. Makanja Ih Kin, itu panglima tentara Gui,
meski betapapun kedjamnja dia menjiksa rakjat untuk menjelidiki tempat harta karun itu
dipendam, namun tetap tiada sedikitpun keterangan jang diperolehnja."
Mendengar sampai disini, satu-persatu tanda tanja jang meliputi hati Tik Hun mendjadi
terdjawab dan terang. Tanjanja kemudian: "Ting-toako, djika begitu, engkau tentu mengetahui
rahasia tempat harta karun itu bukan" Makanja begitu banjak orang jang mentjari engkau
kedalam pendjara, tentu karena merekapun ingin mendapatkan harta terpendam itu."
Ting Tian tidak mendjawab, dengan tersenjum getir ia meneruskan tjeritanja pula: "Setelah
mendengar tjerita Leng-siotjia itu, waktu itu aku merasa ajahnja sesungguhnja terlalu serakah.
Dia sudah "Bun-bu-tjoan-tjay" (serba pandai ilmu silat dan sastra), sudah kaja lagi berpangkat,
kenapa masih mengintjar harta karun apa segala" ~ Kemudian ketika aku berbitjara tentang
matjam2 kedjadian dan pengalaman Kangouw, dengan sendirinja akupun mentjeritakan
padanja tentang peristiwa Ban Tjing-san bertiga saudara perguruan mengerojok guru mereka
untuk merebut Kiam-boh ditepi sungai Tiangkang itu. Dengan terus terang akupun
mentjeritakan tentang Sin-tjiau-keng dan Soh-sim-kiam-koat jang kumiliki itu kepadanja."
"Dengan begitulah kami telah lewatkan hari bahagia selama setengahan tahun. Pada hari tanggal
14 bulan tudjuh tahun itu, Leng-siotjia telah berkata kepadaku: "engkoh Tian, hubungan kita
ini betapapun harus dibitjarakan kepada Tiatia untuk minta persetudjuannja, habis itu kita
tidak perlu lagi pakai sembunji2 seperti sekarang ini.........." ~ baru berkata sekian ia sudah lantas
susupkan kepalanja kepangkuanku saking malunja."
SERIALSILAT.COM ? 2005 99 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Maka aku mendjawab: "Tapi engkau adalah Djian-kim-siotjia (puteri bernilai ribuan emas,
maksudnja puteri keluarga hartawan atau bangsawan), aku kuatir ajahmu akan memandang
hina padaku." ~ Leng-siotjia menjahut: "Leluhurku sebenarnja djuga orang kalangan persilatan,
hanja ajahku sekarang telah mendjadi pembesar negeri, dan akupun tidak bisa ilmu silat
sedikitpun. Namun ajah paling sajang padaku, sedjak ibuku meninggal, setiap permintaanku
pasti diluluskan oleh beliau."
"Mendengar utjapannja itu, sudah tentu girangku tak terkatakan. Siang harinja aku biasanja
tidur, tapi hari tanggal 15 bulan tudjuh itu sehari suntuk aku tidak dapat memedjamkan
mataku barang sedetikpun. Sampai tengah malam, kembali aku mendjumpai Leng-siotjia diatas
lotengnja. Begitu bertemu, dengan wadjah merah ia lantas berkata: "Kata ajah, segala apa
terserahlah kepada keinginanku." ~ Keruan girangku melebihi orang putus lotre 100 djuta.
Saking senangnja sampai aku tak sanggup bersuara, untuk beberapa saat lamanja kami tjuma
dapat saling pandang dengan tertawa.
"Kemudian kami bergandengan tangan turun dari loteng, sampai ditaman, dibawah sinar sang
dewi malam jang terang benderang, tiba2 kulihat diantara bunga2 disitu telah bertambah
beberapa pot bunga jang berwarna kuning indah bagai emas jang gemilapan. Bentuk bunga
kuning itu rada mirip bunga teratai, tjuma lebih ketjil. Kami berdua memangnja adalah
penggemar bunga, segera kami menghampiri bunga kuning itu untuk menikmatinja. Lengsiotjia ber-ketjak2 merasa heran dan menjatakan tidak pernah melihat bunga kuning seindah
itu. Segera kami bersama mendekatkan hidung untuk mentjium bunga itu agar mengetahui
sampai dimana bau harum bunga itu......."
Waktu mendengar tjerita sang Toako ber-djalan2 ditaman bunga dibawah sinar bulan purnama
sambil tangan bergandeng tangan bersama sang kekasih, betapapun Tik Hun ikut kesemsem
djuga, maklum semangat muda. Tapi achirnja demi mendengar nada suara Ting Tian berubah
berat dengan napas jang rada seram, mau-tak-mau Tik Hun mendjadi tegang djuga hingga
dadanja serasa sesak, se-akan2 ditaman bobrok itu penuh dikelilingi setan iblis jang siap
menubruk kepadanja. Se-konjong2 teringat sesuatu nama olehnja, terus sadja ia berteriak: "He,
itulah bunga "Hud-tjo-kim-lian"!"
Udjung mulut Ting Tian menampilkan senjuman pahit. Selang agak lama barulah ia berkata
pula: "Njata engkau sudah tidak bodoh lagi. Selandjutnja engkau takkan mudah ditipu orang
Kangouw pula, untuk mana bolehlah aku merasa lega."
Mendengar utjapan orang penuh mengandung rasa kasih sajang dan penuh perhatian melebihi
saudara sekandung, Tik Hun mendjadi terharu hingga air matanja bertjutjuran. Katanja
kemudian dengan gemas: "Sipembesar andjing Leng-tihu itu kalau tidak...... tidak boleh


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

puterinja diperisteri olehmu, sebenarnja ia bisa katakan sadja terus terang, tapi mengapa...........
mengapa mesti memakai tipu sekedji itu untuk mentjelakai engkau?"
"Waktu itu darimana aku bisa mendapat tahu?" sahut Ting Tian. "Darimana pula aku bisa
mengetahui bahwa bunga kuning emas itu tak-lain-tak-bukan adalah Hud-tjo-kim-lian jang
berbisa luar biasa itu" Dan begitu aku mentjium bau harum bunga itu seketika kepalaku terasa
SERIALSILAT.COM ? 2005 100 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
pening, sekilas kulihat Leng-siotjia djuga ter-hujung2 terus roboh, tjepat aku bermaksud
membangunkan dia, tapi aku sendiripun tidak kuat berdiri pula. Selagi aku mengerahkan
Lwekang dan mengatur napas untuk menahan serangan ratjun bunga itu, tiba2 dari sekitar situ
sudah muntjul beberapa laki2 bersendjata. Aku tjuma sanggup bergebrak beberapa djurus
dengan mereka, habis itu pandanganku mendjadi gelap, menjusul aku tidak tahu lagi apa jang
terdjadi." "Ketika aku sadar kembali, aku merasa kaki-tanganku sudah terbelenggu, bahkan Pi-pe-kut
dipundak djuga sudah ditembus dengan rantai. Kulihat Leng-tihu dengan pakaian biasa sedang
mengadakan pemeriksaan atas diriku, petugas2 jang berada disitu djuga bukan lagi petugas2
negara, tapi adalah anggota2 perkumpulan rahasianja. Sudah tentu sikapku sangat keras, kontan
sadja aku memaki kalang kabut. Segera Leng-tihu memberi perintah begundalnja menghadjar
aku, kemudian aku dipaksa harus menjerahkan Sin-tjiau-keng dan Soh-sim-kiam-koat..........
Kedjadian selandjutnja tidak perlu lagi kutjeritakan, engkau sendiripun sudah tahu, jaitu setiap
bulan tanggal 15 aku pasti diseret keluar untuk dihadjar dan memaksa aku menjerahkan Bukeng (kitab ilmu silat) dan Kiam-koat (kuntji ilmu pedang). Tapi tetap aku tidak guris
padanja. Sungguh kesabarannja memang luar biasa djuga hingga bertahan sampai sekarang."
"Tapi bagaimana dengan Leng-siotjia waktu itu" Mengapa dia tiak berdaja untuk menolong
engkau?" tanja Tik Hun tjepat. "Pula, kemudian setelah engkau berhasil mejakinkan Sin-tjiaukang, engkau dapat pergi-datang dengan bebas, mengapa engkau tidak pergi mendjenguk
padanja" Mengapa engkau terima menunggu pertjuma didalam pendjara sampai kematiannja?"
Begitulah serentetan pertanjaan Tik Hun mengenai Leng-siotjia. Tapi saat itu Ting Tian sedang
merasakan pening kepala jang luar biasa, tubuhnja se-akan2 enteng dan terapung di udara. Ia
ulur tangannja meraba dan memegang sekenanja seperti ingin mendapatkan sesuatu pegangan.
Segera Tik Hun angsurkan tangannja untuk memegang tangan Toako itu. Tapi mendadak Ting
Tian terkedjut dan mengipatkan tangannja sekuatnja sambil berseru: "Tanganku beratjun,
djangan menjentuh aku!"
Tik Hun terharu pula dan tjemas melihat keadaan sang Toako itu.
Sesudah pening sebentar, pelahan2 Ting Tian dapat tenangkan pikirannja lagi, ia membuka mta
dan menanja: "Tadi kau omong apa?"
Tik Hun tidak mendjawab, tapi mendadak teringat sesuatu olehnja, tjepat ia menanja: "Tingtoako, waktu itu apakah pernah terpikir olehmu bahwa Leng-siotjia itu mendapat perintah
dari ajahnja dan sengadja menipu engkau untuk.........."
"Omong kosong!" bentak Ting Tian mendadak dengan gusar sambil angkat tangannja hendak
menggablok. Tik Hun insaf telah kelepasan omong, maka ia tidak berani menangkis, tapi rela menerima
hadjaran sang Toako. SERIALSILAT.COM ? 2005 101 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Diluar dugaan kepalan Ting Tian lantas berhenti ditengah djalan, ia melototi Tik Hun sedjenak
dengan terkesima, kemudian menarik kembali kepalannja pelahan2, lalu katanja: "Tik-hiante,
rupanja engkau sendiri dihianati gadismu, maka kepertjajaanmu kepada kaum wanita didunia
ini sudah hilang, untuk mana memang aku tidak dapat menjalahkan engkau. Tapi bila Sianghoa benar2 diperintahkan ajahnja dengan menggunakan "Bi-djin-keh" (tipu menggunakan
wanita tjantik) untuk menipu Sin-tjiau-keng dan Soh-sim-kiam-koat dariku, hal itu akan
sangat gampang aku tertipu. Bahkan ia tidak perlu berkata apa2, tjukup asal bilang: "Tingtoako, berikanlah kitabmu Sin-tjiau-keng dan Soh-sim-kiam-koat kepadaku." ~ Bahkan dia
boleh tidak usah buka suara, tjukup memberi isjarat atau menundjukan sedikit keinginannja
sadja, kontan tanpa tawar2 pasti akan kuberikan segala apa jang dia minta. Aku takkan pusing
apakah kitab itu akan diserahkannja kepada ajahnja, akan disedekahkan kepada pengemis
dipinggir djalan atau akan dia sobek2 sebagai mainan kanak2, ja, sekalipun akan dia bakar, pasti
aku takkan mengkerut kening sedikitpun. Ketahuilah, Tik-hiante, meski Bu-keng dan Kiamkoat itu adalah kitab mestika jang tak ternilai di dunia Bu-lim, tapi kalau dibandingkan diri
Leng-siotjia, dalam pandanganku kitab2 mestika itu tidak lebih tjuma sebangsa sampah belaka.
Huh, Leng Dwe-su pertjuma mendjadi seorang Bun-bu-tjoan-tjay, tapi hakekatnja adalah
seorang jang goblok. Tjoba kalau dia suruh puterinja membuka mulut minta padaku, tidak
mungkin aku menolaknja."
"Boleh djadi ia sudah pernah bitjara dengan Leng-siotjia, tapi Leng-siotjia tidak mau menurut,"
udjar Tik Hun. "Tidak mungkin," sahut Ting Tian menggeleng kepala. "Andaikan terdjadi begitu, pasti Sianghoa takkan membohongi aku." ~ Ia menghela napas, lalu menjambung pula: "Hm, manusia
matjam Leng Dwe-su itu lebih mementingkan nama dan kedudukan, harta dan kekajaan,
dengan djiwanja jang ketjil itulah dia angap setiap manusia didjagat ini djuga serupa dirinja jang
tidak berpribadi, ia menjangka kalau menjuruh puterinja minta padaku, tentu aku akan
menolaknja, sebaliknja maksud djahatnja mendjadi ketahuan hingga aku akan lebih waspada.
Disamping itu ada pula suatu alasan. Seperti diketahui, dia adalah seorang Tihu keluaran
Hanlim, tapi puterinja djusteru djatuh hati kepada seorang kasar seperti aku. Ia merasa terhina
dan harus membunuh diriku."
"Sesudah aku tertangkap, antero badanku telah digeledah merata, tapi tiada sesuatu jang
diketemukan, pondokku djuga tiak terluput dari penggeledahan teliti, namun djuga tidak
diketemukan apa2. Sedjak itu tiap2 tanggal 15 tentu aku diseret keluar pendjara untuk disiksa
dan ditanjai, sudah banjak sekali usaha mereka, segala budjukan manis dan kata2 madu sudah
habis terpakai, segala paksaan dan antjaman djuga sudah dilakukan, tapi aku tetap bungkam. Ia
pernah mengirim orangnja menjamar sebagai pesakitan dan dikurung sekamar dengan aku
dengan tudjuan memantjing pembitjaraanku. Orang itu pura2 penasaran karena dipendjarakan
tanpa berdosa, ia mentjatji-maki Leng Dwe-su adalah manusia djahat. Akan tetapi segera aku
dapat mengetahui rahasia penjamarannja, tjuma sajang waktu itu aku belum berhasil
menjakinkan Sin-tjiau-kang, tenagaku tidak seberapa besarnja, maka kurang keras kuhadjar
dia." ~ berkata sampai disini udjung mulutnja menampilkan senjuman puas. Lalu
melandjutkan: "Nasibmu djuga djelek, telah banjak menderita hadjaranku setjara penasaran.
SERIALSILAT.COM ? 2005 102 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Pabila engkau tidak bermaksud menggantung diri, boleh djadi sampai harini djuga sudah mati
dihadjar olehku." Sahut Tik Hun: "Aku sendiri menanggung penasaran dan dipitenah orang, pabila tak ditolong
Toako ....." Tiba2 Ting Tian menggojang tangannja menjetop utjapan pemuda itu, lalu katanja: "Pertemuan
kita ini boleh dikatakan ada "djodoh". Segala kedjadian didunia ini memang tak terlepas dari
"djodoh"."
Sekilas ia melihat diudjung taman bobrok sana bertumbuh setangkai bunga ungu jang ketjil
dan sedang tergontai oleh tiupan angin bagai hidup kesunjian disitu. Katanja segera: "Petikanlah
bunga itu!" Tik Hun menurut, ia petik tangkai bunga itu dan menjerahkannja kepada sang Toako.
Sambil memandangi bunga ungu ditangannja itu, terbajang pula kedjadian2 dimasa lampau,
pelahan2 Ting Tian menutur lagi: "Setelah tulang pundakku ditembus rantai dan
dipendjarakan, segala apa sudah dapat kupikirkan dengan djelas, kujakin Leng Dwe-su pasti
akan menghabiskan njawaku. Sehari lebih tjepat kuserahkan Keng dan Koat*) jang dia inginkan
itu, sehari lebih lekas pula aku akan dibunuh olehnja. Tapi kalau aku tetap bungkam,
mengingat benda2 mestika jang diintjarnja itu tentu ia malah tidak berani membunuh diriku,
sekalipun dihadjar dan disiksa, paling2 djuga tjuma melukai sedikit kulit sadja, untuk
menamatkan njawaku rasanja masih sajang baginja."
"Pantas!" udjar Tik Hun. "Makanja tempo hari waktu Toako suruh aku pura2 hendak
membunuh engkau, seketika sipir bui mendjadi kuatir malah dan tidak berani berlaku sewenang2 lagi kepada kita."
"Ja. Setelah lebih sebulan aku disekap dalam pendjara, saking gusar dan penasaranku, hampir2
aku mendjadi gila," tutur Ting Tian pula. "Pada suatu malam, datanglah seorang pelajan ketjil,
ia adalah Kiok Yu (kawan seruni), itu dajang pribadi Leng-siotjia. Sebabnja aku dapat
berkenalan dengan Leng-siotjia adalah gara2 utjapan dajang itu ditaman pameran seruni di
Budjian. Aku tidak tahu betapa banjak Leng-siotjia memberi sogokan kepada sipir bui hingga
Kiok Yu diperbolehkan menemui aku. Akan tetapi sepatahkatapun Kiok Yu ternjata tidak
buka suara dan tiada membawakan sesuatu benda atau setjarik kertaspun untukku, melainkan
menatap aku dengan ter-mangu2 sadja. Sipir bui itu membawa golok tadjam dan mengantjam
dipunggung Kiok Yu. Maka tahulah aku bahwa sipir bui itu terang ketakutan atas
perbuatannja menerima uang sogok, maka Kiok Yu tjuma diperbolehkan bertemu muka
dengan aku, tapi dilarang berbitjara."
"Dengan terkesima Kiok Yu memandangi aku sedjenak, sampai achirnja iapun mengutjurkan
air mata. Sementara itu sipir bui ber-ulang2 memberi tanda mendesaknja lekas keluar dari situ.
Kiok Yu melihat dipelataran diluar kamar pendjara bertumbuh setangkai bunga seruni jang
ketjil, ia terus memetiknja dan diangsurkan kepadaku melalui langkah besi, lalu ia tuding2 pula
SERIALSILAT.COM ? 2005 103 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
kearah djendela diatas suatu loteng dikedjauhan. Diatas ambang djendela itu ternjata tertaruh
sebuah pot bunga jang segar. Aku mendjadi girang dan tahu bunga itu diletakan oleh Lengsiotjia disitu untuk menghilangkan rasa hampaku."
"Kiok Yu tidak berani tinggal terlalu lama disitu, segera ia putar tubuh bertindak keluar. Siapa
duga baru sadja ia melangkah keluar pintu pendjara, tiba2 dari tempat jang tinggi menjambar
datang sebatang panah, "tjrat", punggung dajang ketjil itu tepat tertembus oleh panah itu dan
seketika menggeletak terbinasa. Njata Leng Dwe-su kuatir kalau ada kawanku jang mengatjau
kependjara untuk menolong aku, maka di-mana2 disekitar pendjara itu sudah didjaga dengan
kuat. Ketika panah kedua menjambar pula, sipir bui jang korupsi itupun tidak terluput dari
kematian. Bagitulah djalan pikiran Leng-Dwe-su jang tjulas dan begitulah kedji rentjananja."
"Belum lagi bunga seruni ditanganku itu laju, ternjata Kiok Yu sendiri sudah tewas. Sungguh
aku mendjadi ketakutan, takut kalau Leng Dwe-su mendjadi kalap hingga puterinja sendiripun
dibunuhnja. Maka aku tidak berani membikin marah lagi padanja, setiap kali ia memeriksa aku
pula, aku tjuma membudek dan membisu sadja dan tidak memakinja lagi.
Hlm. 15: Gambar: ".................... diluar dugaan, baru sadja Kiok Yu melangkah keluar kamar pendjara, mendadak
dari tempat jang tinggi menjambar tiba sebatang panah dan tepat menembus punggung gadis
itu............................."
"Kiok Yu telah mati bagiku, usianja masih sangat muda, semuda bunga jang baru mekar. Kalau
bukan karena pengorbanannja itu, mana aku sanggup menahan derita selama beberapa tahun
ini" Dan darimana aku bisa tahu bahwa bunga segar dalam pot jang tertaruh diambang
djendela loteng itu adalah kerdjaan Siang-hoa untukku" Akan tetapi Siang-hoa tetap tidak
mengundjuk muka, ia tidak pernah mengintip lagi barang sekedjap dari balik djendela itu.
Sungguh aku merasa tidak mengerti apakah sebabnja" Terkadang aku mendjadi menjesalkan
dia mengapa begitu tega padaku?"
"Maka aku bertambah giat melatih Sin-tjiau-keng dengan harapan selekasnja dapat terlatih
tamat dan sempurna, lalu takkan terkekang lagi kebebasanku oleh belenggu itu. Kuharap bisa
terlepas dari pendjara untuk membawa kabur Leng-siotjia dari kurungan ajahnja. Akan tetapi
Sin-tjiau-keng itu mengutamakan kesadaran pikiran dan harus melatih dengan sewadjarnja,
sedikitpun takbisa dipaksakan dengan tjepat. Achirnja djerihpajahku toh tidak ter-sia2, sampai
beberapa hari sebelum engkau hendak menggantung diri barulah ilmu sakti itu berhasil
kujakinkan. Selama ini hanja berkat bunga segar dalam pot jang setiap hari ditaruh diambang
djendela loteng oleh Leng-siotjia itulah dapat sekedar menghibur hatiku nan lara. Dengan
segala tipu-dajanja Leng Dwe-su tetap berusaha memantjing rahasiaku. Engkau dikurung
sekamar bersama aku djuga termasuk tipu-dajanja. Ia tahu aku tidak mudah terdjebak oleh
SERIALSILAT.COM ? 2005 104 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
begundalnja jang disuruhnja menjamar kedalam kamar pendjara, maka sekali ini ia sengadja
mendjebloskan seorang pemuda jang benar2 tak berdosa kedalam kamar pendjara dengan aku."
"Menurut perhitungannja, lama kelamaan tentu aku akan dapat mengetahui benar tidaknja
engkau berdosa dan dipendjarakan. Pabila tahu engkau benar2 pemuda jang tak berdosa,
dengan sendirinja aku akan anggap engkau sebagai kawan senasib serta membeberkan
rahasiaku kepadamu. Mereka tidak berhasil mengorek sesuatu apa dari diriku, besar
kemungkinan akan dapat mengorek dari mulutmu. Sebab engkau masih muda dan kurang
pengalaman, djudjur dan polos, engkau akan mudah terperangkap oleh kepalsuan manusia
djahat. Tak terduga oleh mereka bahwa sebegitu djauh aku djusteru mentjurigai dirimu. Ja,
oleh karena pengalamanku jang pahit, ditambah kematian Kiok Yu jang menjedihkan, maka
kepertjajaanku kepada siapapun djuga sudah lenjap. Apa engkau mengira aku tidak pernah
keluar dari pendjara" Ketahuilah bahwa pada hari Sin-tjiau-kang berhasil kuselesaikan, hari itu
djuga aku lantas keluar pendjara. Tjuma sebelum pergi lebih dulu aku telah menutuk "Hunsui-hiat" (djalan darah membuat orang tak sadarkan diri) dibadanmu, dengan sendirinja engkau
tidak mengetahui." "Malam itu, ketika kulolos keluar pendjara, kusangka pasti akan menghadapi suatu
pertarungan sengit. Tak terduga keadaan sudah berubah, mungkin sesudah sekian tahun, rasa
waspada Leng Dwe-su kepadaku sudah lenjap, pendjagaan diluar pendjara sudah dihapuskan.
Sudah tentu tak terduga sama sekali olehnja bahwa Sin-tjiau-kang jang kujakinkan ini bisa
begini hebat, orang jang sudah ditembus Pi-pe-kutnja dan dipotong otot kakinja toh masih
dapat menggunakan ilmu silatnja jang hebat."
"Sesudah aku sampai dibawah djendela loteng itu, hatiku ber-debar2 dengan keras sekali
seperti kembali kepada perasaanku pada waktu untuk pertama kalinja aku bertemu dengan
Leng-siotjia dibawah djendelanja dulu. Tapi achirnja aku memberanikan diri dan mengetok
djendelanja perlahan2 sambil memanggil: "Siang-hoa!" ~ Ia terdjaga bangun dari tidurnja terus
berseru: "Ting-toako, Engkoh Tian, engkaukah jang datang" Apa aku bukan sedang mimpi?" ~
Sesudah berpisah sekian lamanja dan kini dapat mendengar suaranja pula, sungguh girangku
melebihi takaran, dengan suara gemetar aku menjahuti: "Ja, Siang-moay, akulah jang datang!
Aku telah lolos keluar dari pendjara!?"
"Aku menunggu djendela itu dibuka olehnja, sebab biasanja diwaktu kami mengadakan
pertemuan, selalu dia membukakan djendelanja dan barulah aku melompat masuk kedalam
kamarnja, selamanja aku tidak pernah sembarangan masuk kekamarnja itu. Tak tersangka
sekali ini dia tidak lantas membukakan djendelanja, tapi ia menempelkan mukanja diatas
kertas penutup daun djendela sambil berkata dengan perlahan: "O, engkoh Tian, djadi engkau
benar2 masih hidup dengan baik" Njata ajah tidak mendustai aku" ~ "Ehm, ajahmu memang
tidak mendustai kau," kataku dengan suara pedih. "Sampai saat ini djuga aku masih tetap sehat
walafiat. Marilah, harap engkau membuka djendela, aku ingin melihat engkau." ~ Tapi tjepat ia
mendjawab dengan gugup: "Tidak! Djang ..... djangan!" ~ "Sebab apa?" tanjaku dengan tjemas.
Maka djawabnja: "Sebab aku sudah berdjandji kepada ajah. Beliau mendjamin keselamatan
djiwamu, tapi untuk selamanja aku dilarang berdjumpa dengan engkau lagi. Ia mengharuskan
aku bersumpah, suatu sumpah jang kedji bahwa pabila aku bertemu pula dengan engkau,
SERIALSILAT.COM ? 2005 105 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
arwah ibuku dialam baka akan tersiksa setiap hari oleh setan djahat," ~ berkata sampai disini,
suaranja mendjadi sesenggukan. Sedjak ketjil ia sudah ditinggalkan ibundanja, maka tjinta
kasihnja kepada mendiang ibunja boleh tidak usah diragukan lagi."
"Sungguh aku bentji kepada kekedjian Leng Dwe-su itu, dia tidak lantas membunuh aku
adalah lantaran mengintjar kitab pusaka dariku, tapi apa sangkut-pautnja dengan Siang-hoa
hingga puterinja itu diharuskan mengangkat sumpah sedjahat itu" Akan tetapi Siang-hoa sudah
dipaksa mengutjapkan sumpah berat itu dan sumpah itupun telah melenjapkan segala
harapanku. Namun aku tetap meminta: "Siang-hoa, marilah kita minggat sadja bersama.
Tutuplah matamu dengan kain supaja tidak melihat aku untuk selamanja." ~ Ia menangis,
sahutnja dengan ter-isak2: "Itulah ti ....... tidak mungkin, dan akupun tidak ingin engkau melihat
aku pula." ~ Maka tertjetuslah rasa dendam jang memenuhi dadaku selama ber-tahun2 itu,
seruku: "Sebab apa" Aku ...... aku harus melihat engkau.?"
*) Keng = kitab. Kiam-keng = kitab peladjaran ilmu pedang.
Kang = ilmu, kepandaian. Koat = tanda2 rahasia atau kuntji dari sesuatu ilmu. Kiam-koat = kuntji ilmu
pedang. Hoat = ilmu. Kiam-hoat = ilmu permainan pedang.
"Mendengar nada suaraku agak lain, dengan lemah-lembut iapun berkata lagi: "Engkoh Tian,
kutahu engkau telah ditawan ajah, ber-ulang2 akupun memohon beliau membebaskan dikau.
Tapi semua permintaanku ditolaknja, bahkan aku lantas dipilihkan djodoh orang lain untuk
mematikan tjintaku kepadamu. Ketika aku membangkang, ajah lantas hendak menggunakan
kekerasan, maka....... maka aku telah menggurat mukaku sendiri dengan pisau.?"
Mendengar sampai disini, tak tertahan lagi Tik Hun berseru kaget dengan perasaan jang
terguntjang hebat. Namun Ting Tian menjambung lagi: "Betapa rasa terima kasih dan kasih-sajangku demi
mengetahui kesetiaannja kepadaku. Terus sadja kuterdjang djendelanja hingga terpentang. Ia
mendjerit kaget sekali dan tjepat memedjamkan kedua matanja sambil menutupi pula
mukanja dengan tangan. Namun aku sudah dapat melihatnja dengan djelas. Selebar wadjah
jang paling tjantik didunia ini kini sudah berubah sedemikian rupa bagai langit dan bumi
bedanja, mukanja tergores malang-melintang belasan guratan pisau hingga dagingnja membalik
keluar. Matanja jang djeli, hidungnja jang mantjung dan mulutnja jang mungil kini telah penuh
dihiasi guratan2 tjodet merah bekas luka, wadjah jang tjantik bagai bidadari itu kini telah
SERIALSILAT.COM ? 2005 106 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
berubah seperti setan. Aku memeluknja dengan mesra. Biasanja Siang-hoa sangat sajang pada
wadjahnja sendiri jang tjantik itu, pabila bukan disebabkan oleh laki2 sial seperti aku, mana dia


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mau merusak mukanja sedikitpun" Maka kataku: "Siang-hoa, ketjantikan lahir mana dapat
membandingi ketjantikan batin" Engkau merusak muka sendiri untukku, dalam pandanganku
engkau malah berpuluh kali, bahkan beratus kali lebih tjantik daripada dahulu.?"
"Ia menangis, katanja: "Keadaan sudah begini dapatkah kita hidup berdampingan lagi" Aku
sudah berdjandji kepada ajah untuk selamanja tidak akan mendjumpai engkau lagi. Maka ...........
Eangkoh Tian, haraplah engkau pergi dari sini sadja." ~ Aku insaf hal itu tak dapat ditarik
kembali lagi, maka sahutku: "Siang-moay, aku akan kembali kedalam pendjara dan setiap hari
akan kunikmati bunga segar didepan djendelamu ini." ~ Sebaliknja ia lantas merangkul leherku,
katanja setengah meratap: "O, Engkoh Tian, djangan......... djangan engkau pergi!?"
"Begitulah kami saling berpelukan hingga lama dan tidak berbitjara pula. Ia tidak berani
memandang aku, akupun tidak berani memandang dia. Sudah tentu bukan disebabkan aku
tidak sudi kepada mukanja jang sudah djelek itu, tetapi....... tetapi, ja, mukanja sesungguhnja
terlalu hebat rusaknja. Sampai lama dan lama sekali, dari djauh sudah terdengar ajam djago
berkokok. Achirnja ia berkata pula: "Engkoh Tian, aku......... aku tidak boleh membikin susah
ibuku jang sudah meninggal itu, maka...... maka selandjutnja djanganlah engkau datang
menjambangi aku pula." ~ Aku mendjawab: "Apakah sedjak kini kita takkan berdjumpa pula?"
~ Dengan menangis ia menjahut: "Ja, takkan berdjumpa pula. Jang kuharapkan hanja sesudah
kita berdua meninggal dunia, semoga dapatlah dikubur didalam satu liang. Kuharap ada
seseorang jang baik hati akan sudi melaksanakan tjita2ku ini, untuk mana dialam baka djuga
aku akan berdoa untuk memberkatinja." ~ Aku berkata pula: "Siang-moay, aku mengetahui suatu rahasia besar,
menurut tjerita orang Kang-ouw, katanja rahasia ini ada sangkut-pautnja dengan sesuatu harta
karun. Rahasiaku ini disebut mereka Soh-sim-kiam-koat. Maka rahasia ini akan kuberitahukan
padamu, engkau harus mengingatnja dengan baik2." ~ Ia menjahut tegas: "Tidak, aku tidak ingin
mendengarnja, untuk apa aku mesti mengingatnja baik2?" ~ Kataku: "Tapi engkau dapat
mentjari seorang jang djudjur dan dapat dipertjaja untuk minta dia suka mengerdjakan tjita2
kita agar dikubur mendjadi satu liang, sebagai balas djasanja engkau akan beritahukan Kiamkoat ini kepadanja." ~ "Tapi selama hidupku sudah terang aku takkan turun dari loteng ini lagi,
dengan matjamku ini mana dapat kutemukan orang pula?" demikian ia menjahut. Tapi sesudah
memikir sedjenak, segera katanja lagi: "Baiklah, katakanlah kepadaku. Engkoh Tian, betapapun
aku ingin dikubur bersama dengan engkau. Biarpun aku harus memohon pertolongan orang
dengan mukaku jang buruk ini, aku takkan takut." ~ Dengan begitu akupun lantas
memberitahukan kepadanja tentang rahasia Soh-sim-kiam-koat, ia mendengarkan dengan
penuh perhatian. Sampai ufuk timur sudah remang2, fadjar sudah hampir menjingsing, barulah
aku berpisah dengan dia dan kembali kedalam pendjara."
Utjapan Ting Tian itu makin lama makin berat hingga sampai achirnja suaranja semakin lirih
dan hampir2 tak kedengaran.
SERIALSILAT.COM ? 2005 107 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Ting-toako," kata Tik Hun kemudian, "djangan engkau kuatir, pabila terdjadi apa2 atas dirimu,
aku pasti akan mengubur engkau bersama dengan Leng-siotjia. Tapi aku tidak mengharapkan
balas djasamu tentang Kiam-koat apa segala, biarpun engkau akan memberitahukan kepadaku
djuga aku tidak mau mendengarkan."
Wadjah Ting Tian menampilkan senjuman jang puas dan tulus, katanja: "Saudara jang baik,
tidak pertjumalah aku berkenalan dengan kau. Engkau berdjandji akan mengubur djenazah
kami mendjadi satu liang, matipun aku dapatlah merasa lega. Sungguh aku merasa sangat
girang.........." ~ lalu dengan bisik2 ia menjambung pula: "Sebenarnja bila harta karun itu dapat
engkau ketemukan, kujakin engkau pasti takkan menjelewengkan penggunaannja, tapi dapat
dipakai untuk menolong sesamanja, untuk membantu kaum miskin, untuk menjokong kaum
tertindas didunia ini. Orang2 jang menderita seperti aku, seperti engkau, seperti kita ini,
didunia fana ini masih teramat banjak. Maka Soh-sim-kiam-koat ini bila engkau tidak mau
mendengarkan, setelah aku mati, itu berarti akan musna untuk selamanja dan berarti pula
suatu kerugian besar bagi kaum tertindas, bukankah sangat sajang?"
Tik Hun meng-angguk2 dan merasa utjapan sang Toako itu ada benarnja djuga.
"Makanja kuharap engkau sudilah mendengarkan rahasia Soh-sim-kiam-koat ini," kata Ting
Tian lebih djauh. Ketika dilihatnja Tik Hun sudah siap dan mentjurahkan sepenuh perhatian
untuk mendengarkan, segera ia meneruskan: "Nah, dengarkanlah jang baik2. Kuntji daripada
Soh-sim-kiam itu terdiri dari beberapa angka hitung sadja tapi bukan angka "buntut", djangan
engkau salah sangka. Angka pertama adalah 4, angka kedua adalah 51, angka ketiga 33, dan
angka keempat adalah 53 ............"
Tengah Tik Hun mendengarkan uraian itu dengan bingung, tiba2 terdengar suara tindakan
orang mendatangi diluar taman bobrok itu. Seorang diantaranja sedang berkata: "Hajolah kita
tjoba memeriksa kedalam taman ini!"
Wadjah Ting Tian berubah seketika, tjepat ia melompat bangun. Segera Tik Hun ikut
melompat bangun djuga. Ia lihat dari pintu belakang taman bobrok itu telah menerobos masuk
tiga orang laki2 kekar. Dua orang diantaranja bersendjata.
Ting Tian melirik sekali kepada ketiga orang itu, diam2 ia menghela napas gegetun, katanja
didalam hati: "Pabila aku belum keratjunan sedjahat ini, betapapun kuatnja ketiga kaki-tangan
penguasa ini djuga akan kubereskan dengan Sin-tjiau-kang. Tapi kini aku tidak berani jakin
kepada kemampuannja sendiri lagi. Apa barangkali Soh-sim-kiam-koat akan musna sedjak
kini?" ~ Tapi dalam sekedjap sadja ia sudah ambil keputusan: "Betapapun aku harus berdjuang
mati2an." Maka segera tanjanja kepada Tik Hun: "Tik-hiante, keempat angka jang kukatakan tadi apa
sudah kau ingat dengan baik?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 108 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tapi Tik Hun sendiri lagi kesima melihat ketiga musuh sudah mendesak madju dan telah
mengurung mereka di-tengah2, jang seorang bersendjata golok dan jang lain bersendjata
pedang, orang ketiga bertangan kosong, tapi bermuka paling litjik dan bengis.
Karena itulah ia mendjadi lupa untuk mendjawab pertanjaan Ting Tian tadi.
"Tik-hiante, engkau sudah ingat dengan baik belum?" kembali Ting Tian menggembornja.
Karena itu, barulah Tik Hun terkedjut dan tjepat menjahut: "Sudah, angka pertama adalah........"
sebenarnja ia hendak mengatakan angka "4" itu, tapi segera teringat olehnja bahwa musuh
sudah didepan mata, kalau dia berkata, bukankah akan didengar musuh" Maka tjepat ia berdiri
mungkur dan atjungkan empat djarinja kearah Ting Tian.
Dalam pada itu lelaki jang bersendjatakan golok sudah lantas berkata dengan tertawa dingin:
"Orang she Ting, betapapun engkau djuga terhitung seorang gagah, mengapa pada saat
demikian ini engkau masih mengotjeh dan merengek seperti anak ketjil" Hajolah lebih baik
ikut kembali dengan kami sadja, agar kita tidak saling menjusahkan."
Sedang kawannja jang memakai pedang lantas ikut bersuara: "Tik-toako, sudah lama tidak
berdjumpa, baik2kah engkau selama ini" Senang sekali bukan hidup didalam pendjara?"
Tik Hun terperandjat oleh teguran itu, ia merasa suara orang sudah pernah dikenalnja. Waktu
ia mengamat-amati orang, maka teringatlah dia. Kiranja orang ini tak-lain-tak-bukan adalah
murid kedua Ban Tjin-san jang bernama Tjiu Kin. Sudah berpisah sekian tahun, kini Tjiu Kin
telah piara kumis diatas bibir, ditambah pakaiannja perlente, maka Tik Hun mendjadi
pangling. Teringat Tjiu Kin adalah murid Ban Tjin-san dan termasuk salah seorang biangkeladi jang
menjebabkan dirinja didjebloskan kedalam pendjara hingga menderita sampai kini, seketika
Tik Hun mendjadi naik darah, dengan gusarnja terus sadja ia membentak: "Hai, kukira siapa,
tak tahunja adalah Tjiu........... Tjiu-djiko!"
Sebenarnja Tik Hun bermaksud menjebut langsung nama orang tapi achirnja urung dan tetap
memanggilnja sebagai "Tjiu-djiko".
Rupanja Ting Tian dapat meraba perasaan Tik Hun, ia berseru: "Bagus!" ~ Ia pikir sebentar lagi
pasti akan terdjadi pertarungan mengadu djiwa, pertarungan jang menentukan mati atau hidup,
tapi Tik Hun toh dapat mengekang perasaan dendamnja kepada Tjiu Kin dengan memanggil
"Tjiu-djiko" padanja, itu suatu tanda pemuda itu sudah tambah tjerdik dan bukan lagi orang
kasar jang tahunja melulu hantam-kromo sadja.
Lalu Ting Tian berkata pula: "Hm, Tjiu-djiya ini tentunja adalah murid pilihan Ban Tjin-san,
Ban-loyatju, bukan" Bagus, bagus, entah sedjak kapan Tjiu-djiya telah menghamba kepada
Leng-tihu" ~ Ini, Tik-hiante, biarlah aku memperkenalkan padamu. Ini adalah tokoh
SERIALSILAT.COM ? 2005 109 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
terkemuka dari "Ban-sing-to", Ma Tay-beng, Ma-toaya, orang memberi djulukan "Kiap-gi-khek"
kepadanja." "Kiap-gi-khek (pendekar budiman)" Hm, indah amat djulukannja ini" Tapi entah tulen atau
palsu, sesuai tidak perbuatannja dengan namanja?" djengek Tik Hun.
Tentang hal itu, haha, aku tidak sanggup mengatakan," kata Ting Tian dengan mengedjeknja.
"Dan jang itu adalah djago djebolan Siau-lim-pay, terkenal karena Tiat-sah-tjiangnja jang lihay
dan bernama "Siang-to" Kheng Thian-pa. Orang Bu-lim mengatakan telapak tangannja terlalu
tadjam bagai sendjata, maka memberikan djulukan "Siang-to" (sepasang golok) padanja. Padahal
selamanja dia tidak pernah menggunakan sendjata."
"Bagaimana dengan kepandaian kedua tuan ini?" tanja Tik Hun.
"Hanja djago pilihan diantara djago2 kelas dua sadja," sahut Ting Tian. "Untuk bisa naik tingkat
mendjadi kelas satu, ha, selama hidupnja tiada harapan."
"Sebab apa?" tanja Tik Hun.
"Habis, bukan bahan dari kwalitet jang baik," kata Ting Tian.
"Sudah tiada mendapatkan didikan guru pandai, bakat merekapun terlalu djelek."
Begitulah mereka bertanja-djawab seenaknja se-akan2 disamping mereka sudah tiada orang lain
lagi. Keruan hampir2 meledak dada Kheng Thian-pa dan Ma Tay-beng saking gusarnja.
Ma Tay-beng wataknja lebih sabar, ia tjuma mendengus sekali dan diam sadja. Sebaliknja
Kheng Thian-pa takdapat menahan gusarnja lagi, terus sadja ia memaki: "Keparat, adjalmu
sudah sampai, masih berani mengotjeh. Rasakan golokku ini!"
Apa jang dia katakan "golok" itu sebenarnja adalah telapak tangannja, tjuma tenaganja sangat
kuat, asal kena ditubuh musuh, tadjamnja tidak kalah daripada golok badja. Maka berbareng
dengan bentakannja itu, terus sadja sebelah telapak tangannja memotong kearah Ting Tian.
Karena badannja keratjunan, Ting Tian tidak dapat lagi mengerahkan tenaga dalamnja dengan
baik, maka ia tidak berani menangkis, melainkan mengegos untuk menghindar.
Tak terduga dalam hal Tjiang-hoat atau ilmu pukulan denga telapak tangan, Kheng Thian-pa
itu memang benar2 lihay, sekali hantam luput, segera menjusul serangan kedua dengan
menabas dari samping. Ting Tian kenal serangan perubahan lawan itu, tjepat ia turunkan sebelah tangannja untuk
menangkis. Akan tetapi gajanja bagus, tjaranja tepat, hanja tenaganja kurang, hasilnja sama
sekali diluar harapannja. "Plok", iganja tepat kena disabet sekali oleh telapak tangan Kheng
Thian-pa. SERIALSILAT.COM ? 2005 110 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tiat-sah-tjiang atau ilmu pukulan pasir besi dari Siauw-lim-pay memang benar2 tidak bernama
kosong. Kontan Ting Tian sempojongan dan muntahkan darah segar.
"Nah, bagaimana" Aku hanja djago kelas dua, lantas kau kelas berapa?" demikian Kheng Thianpa mengedjek dengan tertawa dingin.
Ting Tian menarik napas dalam2 sekali, mendadak ia merasa djalan napasnja sangat lantjar.
Kiranja setelah ratjun "Hud-tjo-kim-lian" jang djahat itu meresap masuk kedalam pembuluh
darah, djalannja makin lama makin lambat. Meski tadi ia memuntahkan darah dan luka dalam
jang dideritanja sangat parah,tapi bekerdjanja ratjun untuk sementara mendjadi hilang malah.
Dalam girangnja, kontan sadja Ting Tian balas menjodokan sebelah telapak tangannja kedepan.
Ketika Thian-pa menangkis, mendadak Ting Tian memutar tangannja terus menampar keatas,
"plok", tepat sekali pipi Thian-pa kena digampar. Menjusul tangan Ting Tian jang lain
memutar pula dan menghantam, "plak", kepala Thian-pa kena ditabok djuga sekali.
"Mati aku!" djerit Thian-pa ketika insaf kepalanja susah menghindarkan tabokan lawan itu.
Namun begitu, tjepat ia berusaha mendakan tubuh dan melangkah mundur. Diluar dugaan
kembali sebelah tangan Ting Tian menghantam lagi kedepan dan dadanja digendjot pula.
Kembali Thian-pa mendjerit: "Aduuh!" dan tergentak mundur.
Melihat tiga kali serangan sendiri tepat mengenai tempat bahaja dibadan sasarannja, tapi
musuh tidak roboh, hanja ter-hujung2 mundur. Diam2 Ting Tian mendjadi tjemas, ia insaf
tenaga dalamnja sudah banjak lenjap akibat keratjunan Hud-tjo-kim-lian itu. Sebenarnja kalau
Sin-tjiau-kang dapat mendorong kekuatan ketiga kali serangannja tadi, biarpun djago nomor
satu didunia ini djuga akan binasa seketika oleh salah satu serangannja itu. Tapi kini Kheng
Thian-pa jang tjuma tergolong djago kelas dua ternjata sanggup menahan serangan2nja itu
tanpa roboh, maka dapatlah dibajangkan keadaan Ting Tian jang sudah lemah itu.
Ting Tian sendiri tahu adjalnja sudah dekat, tapi kalau dirinja mesti dibinasakan oleh kerotjo
seperti Kheng Thian-pa, sungguh ia sangat penasaran. Diam2 ia berduka dan gelisah.
Sebaliknja Kheng Thian-pa sendiri sebenarnja sudah ketakutan dan merasa tak terhindar dari
kematian ketika merasa muka, atas kepala dan dada kena dihantam lawan, padahal ketiga
tempat itu adalah tempat2 berbahaja. Namun ia tjuma ter-hujung2 mundur dan tidak
terbinasa, ia mendjadi heran, tapi njalinja sudah petjah hingga untuk sementara ia tidak berani
merangsang madju pula. Segera Ma Tay-beng mengedipi Tjiu Kin sambil berseru: "Tjiu-hiati, marilah kita madju
bersama!" Tjiu Kin mengiakan. Sebenarnja ia merasa bukan tandingan Tik Hun, tapi mengingat dirinja
sendiri bersendjata pedang, sedang lawan bertangan kosong, ditambah lagi djari tangan kanan
pemuda itu dahulu sudah terpapas, otot kaki telah dipotong dan tulang pundak ditembus lagi,
SERIALSILAT.COM ? 2005 111 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
biarpun ilmu silat setinggi langit djuga takkan mampu dimainkannja. Karena itulah Tjiu Kin
mendjadi tabah, sekali pedangnja bergerak, terus sadja ia menusuk kepada Tik Hun.
Ting Tian tahu Sin-tjiau-kang jang dilatih Tik Hun itu belum djadi. Ilmu silatnja kini malah
belum setarap seperti waktu didjebloskan kedalam pendjara dulu. Kalau mesti melawan Tjiu
Kin dengan bertangan kosong, tentu djiwanja akan melajang pertjuma. Segera ia bertindak,
tjepat ia menggeser kesamping, dengan tangan kiri terus sadja ia hendak merampas pedangnja
Tjiu Kin. Gerak serangan Ting Tian itu sangat tjepat dan aneh luar biasa hingga sebelum diketahui Tjiu
Kin, tahu2 ketiga djari Ting Tian sudah berhasil menggantol dipergelangan tangan murid Ban
Tjin-san itu. Keruan kedjut Tjiu Kin tak terkatakan, ia mengeluh sendjatanja pasti akan terlepas dari
tjekalan dan tjelakalah dirinja. Tak terduga meski djari musuh sudah kena pentjet diuratnadinja ternjata Hiat-to pergelangan tangan itu tidak terganggu apa2.
Tanpa ajal lagi kesempatan itu digunakan Tjiu Kin untuk mengipatkan tangannja dan menjusul
pedangnja membalik terus menusuk kedada kiri Ting Tian dengan tjepat.
Ting Tian menghela napas pandjang sekali dan berkata didalam hati: "Ada tenaga takbisa
dikerahkan, apa dajaku?" ~ namun begitu dengan mudah dapatlah serangan Tjiu Kin itu
dihindarinja. Diantara ketiga penjatron itu, Ma Tay-beng adalah paling luas pengalamannja. Ia telah
menjaksikan Ting Tian bergebrak dengan Kheng Tian dan Tjiu Kin, dalam pertarungan itu dua
kali Ting Tian sudah diatas angin, tapi dua kali djuga tidak memperoleh kemenangan
sebagaimana diduganja. Maka sesudah dipikir, segera tahulah dia apa sebabnja. Dari Leng-tihu
ia diberitahu bahwa Ting Tian sudah keratjunan jang tiada obatnja, maka dapat diduga pasti
ratjun dalam tubuhnja itu telah bekerdja hebat, maka tenaga dalamnja telah banjak berkurang.
Achirnja Keng Thian-pa dapat mengetahui djuga keadaan Ting Tian jang sudah pajah itu, ia
pikir makanan empuk jang tinggal ditelan sadja itu djangan sampai diganjang lebih dulu oleh
kawannja. Begitu pula Ma Tay-beng djuga mempunjai pikiran jang sama, maka berbareng
mereka terus menubruk madju.
"Huh, katanja djulukanmu adalah "Kiap-gi-khek", tapi perbuatanmu ini apakah dapat dikatakan
kelakuan seorang Kiap-gi?" bentak Tik Hun dengan gusar. Segera iapun mendjotos kearah Ma
Tay-beng. Namun Ting Tian sempat mendorong kepundak Tik Hun sambil berkata padanja: "Engkau
mundur sadja, Tik-hiante!" ~ Menjusul mana tangannja membalik terus mentjengkeram hingga
djidat Ma Tay-beng tepat kena dipegang.
SERIALSILAT.COM ? 2005 112 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tjengkeraman Ting Tian ini djuga serangan jang mematikan, djangankan Ting Tian
menggunakan tenaga dalam jang hebat dari Sin-tjiau-kang, sekalipun Lwekang jang biasa sadja
djuga tjukup membikin njawa sasarannja amblas.
Keruan Ma Tay-beng ketakutan setengah mati dan tjepat mendjatuhkan diri ketanah terus
menggelinding kesamping. Dalam keadaan begitu Ting Tian merasa tenaga dalam sendiri semakin lama semakin lemah,
sementara ini tjuma berkat tipu serangannja jang djauh lebih lihay daripada musuh, maka
dapatlah bertahan sekadarnja, pabila "Soh-sim-kiam-koat" tidak segera diberitahukan
seluruhnja kepada Tik Hun, boleh djadi rahasia maha besar ini selandjutnja akan musna untuk
selamanja, djika demikian rasanja sangatlah sajang. Oleh karena dirinja bagaimanapun akan
mati, maka lebih baik berusaha agar Tik Hun berhasil menjelesaikan tugas jang diselubung
rahasia Kiam-koat itu. Setelah ambil keputusan, segera ia berkata: "Tik-hiante, dengarkanlah kata2ku. Engkau
berlindung dibelakangku dan djangan gubris pada musuh, engkau tjuma apalkan sadja istilah
rahasia jang akan kukatakan ini. Urusan sangat penting, maka djangan kau pandang sepele,
sebabnja Ting-toakomu bisa mengalami nasib seperti harini djusteru disebabkan membela
rahasia ini." Tik Hun mengia dan tjepat sembunji kebelakang sang Toako.
"Ingatlah baik2, angka kelima adalah "18" dan ........ dan angka keenam adalah "7"!" demikian Ting
Tian menjambung rahasia Soh-sim-kiam-koat tadi.
Ma Tay-beng tahu sebabnja Leng-tihu memerintahkan penangkapan kepada Ting Tian,
tudjuan pokoknja jalah ingin mentjari sesuatu rahasia Soh-sim-kiam-koat. Sedangkan Tjiu Kin
sudi menghamba dibawahnja Leng Dwe-su, tudjuannja bukan pangkat dan harta, tapi adalah
tugas jang diberikan gurunja agar diam2 menjelidiki rahasia Kiam-koat itu. Kini kedua orang itu
mendengar Ting Tian mengutjapkan angka2 "18" dan "7", segera merekapun ikut mendengarkan


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan tjermat dan mengingatnja baik2 didalam hati.
Sebaliknja kedatangan Kheng Thian-pa ini adalah ditugaskan untuk menangkap Ting Tian.
Kini melihat Ting Tian berkomat-kamit mengutjapkan delapanbelas atau sembilanbelas segala,
lantas Ma Tay-beng dan Tjiu Kin ter-mangu2 menirukan berkomat-kamit. Ia pikir kalau bukan
Ting Tian sedang main ilmu sihir untuk pengaruhi lawan2nja, tentu adalah Ma Tay-heng dan
Tjiu Kin sengadja hendak melepaskan musuh. Sebab itulah Thian-pa terus membentak: "Hai,
kalian sedang main gila apa?" ~ berbareng sebelah tangannja lantas membelah kearah Ting
Tian. Tapi karena djeri kepada kesaktian lawan, belum lagi serangannja mengenai sasaran atau
mendadak ia tarik kembali terus melompat mundur.
Ting Tian sendiri lantas mengegos kekiri dengan maksud menghindarkan serangan Kheng
Thian-pa itu. Tapi karena tenaga dalamnja sudah pajah, langkahnja mendjadi hampa, ia
sempojongan akan roboh. SERIALSILAT.COM ? 2005 113 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Melihat ada kesempatan bagus, tanpa ajal lagi golok Ma Tay-beng tjepat membatjok kepundak
kiri Ting Tian. Untuk sesaat Ting Tian merasa matanja mendjadi gelap hingga lupa untuk
menghindarkan serangan itu.
Keruan Tik Hun sangat terkedjut, dalam keadaan mendesak, tanpa pikir lagi ia terus
menjeruduk madju hingga kepalanja kena tumbuk keperut Ma Tay-beng.
Pertarungan setjara menggelut demikian djika perlu ternjata membawa hasil djuga. Pertjuma
sadja Ma Tay-beng memiliki kepandaian tinggi, karena diseruduk oleh Tik Hun seperti
banteng ketaton, Tay-beng mendjadi tidak sempat menggunakan ilmu goloknja jang lihay.
Dilain pihak sesudah kepalanja pujeng, waktu Ting Tian membuka mata pula, ia melihat Tik
Hun sedang gulat dengan Ma Tay-beng, sedang Tjiu Kin lagi angkat pedangnja hendak
menusuk kepunggung Tik Hun. Tjepat Ting Tian bertindak, setjepat kilat ia gunakan dua
djarinja untuk mentjolok kedua mata Tjiu Kin. Insaf tenaga sediri sudah habis, ketjuali
menjerang kedua mata lawan jang merupakan tempat jang paling lemah itu, rasanja tiada
djalan lain lagi. Benar djuga, karena kuatir mendjadi buta, tjepat Tjiu Kin melompat mundur kesamping. Dan
pada saat itulah Ma Tay-beng berhasil menggunakan gagang goloknja untuk mengetok kepala
Tik Hun hingga pemuda itu terperosot ditanah.
Hlm. 27: Gambar: Ketika Ma Tay-beng dan Tjiu Kin menubruk madju pula, mendadak Ting Tian memapak
madju, maka terdengarlah "tjrat-tjret" dua kali, sendjata2 kedua lawan menantjap semua didada
Ting Tian. Melihat keadaan sudah mendesak, tjepat Ting Tian berseru pula: "Tik-hiante, djangan sekali2
engkau ikut turun tangan lagi. Ingatlah baik2 bahwa angka ketudjuh adalah ......." ~ mendadak
dadanja terasa sesak hingga susah bersuara. Sedangkan pukulan Keng Thian-pa sudah tiba pula.
Ia geleng2 putus asa, pikirnja: "Rupanja sudah takdir ilahi, apa jang dapat kukatakan lagi" Sohsim-kiam-koat ini agaknja akan musna untuk selamanja dari dunia ramai."
Akan tetapi dasar watak Ting Tian memang sangat teguh, sekali bertekad akan mengadjarkan
Kiam-koat itu kepada Tik Hun, betapapun ia akan berdaja untuk mentjapai maksud itu. Ia
pikir kalau tidak membunuh ketiga "tjakar alap2" (maksudnja kaki tangan pembesar lalim) itu,
biar bagaimana tentu akan susah untuk mengtakan Kiam-koat itu kepada Tik Hun. Kalau
tjuma mengatakan satu angka demi satu angka seperti sekarang ini sembari bergebrak, sampai
kapan baru bisa selesai diuraikan" Dan djika suatu ketika kepalanja pujeng lagi, mungkin djiwa
kedua orang akan segera melajang malah.
SERIALSILAT.COM ? 2005 114 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Dalam pada itu sinar sendjata tampak ber-kelebat2, Ma Tay-beng dan Tjiu Kin sudah
menubruk madju pula bersama. Tubuh Ting Tian tampak bergeliat sekali, mendadak ia
memapak madju kearah sendjata2 lawan, tanpa ampun lagi, "tjrat-tjret dua kali, golok dan
pedang lawan tepat membatjok diatas badan Ting Tian hingga darah memuntjrat.
Tik Hun mendjerit kuatir dan tjepat memburu madju untuk menolong. Tapi Ting Tian telah
gunakan saat darah mengutjur dan daja ratjun dalam badannja agak berkurang itulah,
sekonjong-konjong ia ajun telapak tangan kanan sekuatnja dan tepat menggablok kepilingan
kanan Ma Thay-beng, menjusul tangannja membalik mengantjam Tjiu Kin pula.
Serangan kedua itu sebenarnja pasti susah dihindarkan Tjiu Kin, tapi untung baginja dan
kedjadiannja sangat kebetulan pula, pada saat itulah tahu2 Kheng Thian-pa menubruk tiba,
saking keras ia menerdjang madju, tanpa ampun lagi dadanja persis memapak pada telapak
tangan Ting Tian, "plak", seketika tulang iganja patah semua dan kontan terdjungkal dan tak
berkutik lagi. Serangan Ting Tian itu sudah memakan antero sisa tenaganja jang masih ada, boleh dikata kini
ia sudah berada dalam keadaan seperti pelita kehabisan minjak atau motor kehabisan bensin.
Gablokannja jang pertama paling keras, maka kontan Ma Thay-beng terbinasa, sedangkan
Kheng Thian-pa djuga sudah senin-kemis napasnja tinggal menunggu adjal sadja. Hanja Tjiu
Kin sadja jang masih sehat dan bergas belum terluka, dengan tangan kanan memegang pedang
jang menantjap dibadan Ting Tian itu, ia sedang berusaha hendak mentjabut sendjatanja itu
untuk kemudian akan dipakai menusuk Tik Hun pula.
Tekad Ting Tian sekarang jalah menjelamatkan Tik Hun, maka mendadak ia pepetkan
badannja kedepan dan kedua tangannja terus menjikap pinggang Tjiu Kin sambil berseru:
"Lekas lari, Tik-hiante, lekas!" ~ Dan karena badannja mendesak madju itulah, pedangnja Tjiu
Kin ambles lebih dalam lagi beberapa senti didalam badannja.
Namun TikHun bukan pemuda pengetjut, mana ia mau melarikan diri sendiri" Tanpa pikir
lagi ia menubruk kebelakang Tjiu Kin untuk mentjekek leher lawan itu sambil berteriak2:
"Lepaskan Ting-toakoku! Kau mau lepas tangan atau tidak?"
Keruan Tjiu Kin meringis kesakitan dan mendongkol pula. Sebab bukan dia tidak mau
melepaskan Ting Tian, tapi dia sendiri jang disikap se-kentjang2nja oleh Ting Tian, djadi Ting
Tian jang mesti melepaskan dia dan bukan Tjiu Kin jang harus melepaskan Ting Tian.
Ting Tian merasa tenaga sendiri semakin lemas dan hanpir tidak kuat lagi menjikap Tjiu Kin.
Pabila sampai lawan dapat melepaskan diri, sekali pedangnja kena ditjabut, psti djiwa Tik Hun
djuga akan melajang. Maka tjepat teriaknja: "Tik Hun, lekas lari, djang..... djangan engkau urus
diriku, aku..... aku toh takkan hidup lagi!"
"Kalau mati, biarlah mati bersama!" sahut Tik Hun sambil berusaha mentjekek lebih kuat.
Tapi sedjak tulang pundaknja ditembusi dan otot pundak sudah rusak, maka betapapun ia
mentjekek se-keras2nja, tetap susah membikin Tjiu Kin mati sesak napas.
SERIALSILAT.COM ? 2005 115 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Saudara baik, engkau sangat....... sangat setia kawan.... tidak pertjumalah aku mempunjai
seorang kawan seperti kau..... sajang ...... sajang Kiam-koat itu takbisa lengkap kukatakan ..... aku
sangat senang..... sangat senang .......Djun-tjui-pik-po .... itu seruni hidjau ...... jang dia taruh
didepan djendela .... lihatlah ..... lihatlah betapa indahnja .... betapa bagusnja ......" demikian suara
Ting Tian semakin lama semakin lemah dan lirih, tapi tjahaja mukanja ber-seri2, sebaliknja
tangan jang menjingkap Tjiu Kin itu lambat-laun mendjadi kendor.
Merasa kedua tangan Ting Tian sudah tak bertenaga, segera Tjiu Kin meronta sekuatnja,
berbareng ia tjabut pula pedang jang menantjap ditubuh Ting Tian itu hingga sendjata itu
penuh berlepotan darah. Waktu ia putar tubuh, maka berhadapanlah dia dengan Tik Hun
muka dengan muka, djaraknja tjuma belasan senti sadja. Ia menjeringai iblis sekali, pedangnja
diangkat terus menusuk se-kuat2nja kedada Tik Hun.
Saat itu Tik Hun sedang kuatir atas diri Ting Tian, ia telah berteriak2: "Ting-toako, Ting Hina Kelana 30 Naga Dari Selatan Karya Liang Ie Shen Kemelut Blambangan 10

Cari Blog Ini