Ceritasilat Novel Online

Pedang Hati Suci 4

Pedang Hati Suci Karya Jin Yong Bagian 4


toako!" ~ mendadak dadanja terasa kesakitan sekali.
Waktu Tik Hun melirik dadanja sendiri, ia lihat pedang jang dipegang Tjiu Kin itu telah
menusuk diatas dadanja. Ia dengar Tjiu Kin sedang ter-bahak2 girang, suara ketawa orang jang
lupa daratan oleh kemenangannja itu.
Memang dapat dimengerti djuga bahwa pantaslah kalau Tjiu Kin kegirangan setengah mati
oleh karena berhasilnja serangannja jang terachir itu. Habis, Leng-tihu memberi perintah
dengan hadiah jang besar bagi siapa jang dapat menawan hidup2 Ting Tian dan Tik Hun
berdua, kalau tak dapat menangkap dengan hidup, boleh djuga dibinasakan ditempat itu djuga.
Kini Ting Tian terang sudah menggeletak mati, Tik Hun djuga tertusuk oleh pedangnja tinggal
menunggu adjalnja sadja, sedangkan Ma Thay-beng dan Kheng Thian-pa sudah terbinasa djuga
disitu, dengan sendirinja djasa besar ini akan diterima sendirian oleh Tjiu Kin.
Dalam sekedjap itu dalam benak Tik Hun djuga telah berganti ber-matjam2 pikiran. Terbajang
olehnja waktu masih ketjil beladjar silat dirumah Suhu dan memain bersama dengan sang
Sumoay jang menjenangkan itu. Lalu teringat djuga olehnja penganiajaan selama lima tahun
hidup didalam pendjara ....... kesemuanja
itu seketika membandjiri benaknja, rasa dendam kesumat itu membuatnja bagaimanapun
djuga tidak rela menerima kematian begitu sadja.
Sementara itu didengarnja Tjiu Kin masih bergelak tertawa iblis. Dengan murka Tik Hun terus
sadja berteriak: "Biarlah aku ...... aku mati bersama engkau!" ~ berbareng kedua tangannja terus
merangsang madju dan kena mentjengkeram dibahu Tjiu Kin.
Meski Sin-tjiau-kang jang dilatih Tik Hun itu belum djadi, tapi paling tidak sudah ada dua
tahun alas dasarnja. Kini karena merasa djiwanja terantjam, antero tenaga jang ada telah
dikerahkan pada kedua tangannja untuk mentjengkeram se-kentjang2nja dibahu musuh hingga
SERIALSILAT.COM ? 2005 116 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
mirip djepitan sepasang tanggam jang kuat. Seketika Tjiu Kin mendjadi kesakitan, dengan
napas memburu ia tjoba meronta untuk melepaskan diri, tapi tetap takbisa terlepas.
Diam2 Tik Hun memikir: "Kalau aku dapat mentjengkeram tempat lain jang lemah ditubuhnja
mungkin akan dapat mampuskan dia, tapi kini tjuma dapat memegang bahunja, terang aku
takdapat meng-apa2kan dia."
Namun begitu toh dia takdapat melepaskan tangannja, asal kedua tangannja mendjadi kendor
mentjengkeram, pasti kesempatan itu akan digunakan Tjiu Kin untuk meloloskan diri dan
untuk memegangnja lagi pastilah susah. Ia merasa dadanja tambah lama tambah sakit, ia tahu
udjung pedang lawan sedang menusuk lebih dalam. Kini tiada tempo lagi baginja untuk
memikir, kalau Tjiu Kin kena ditjengkeramnja sedikit, berarti sedikit pula ia telah membalas
dendam kesumat itu. Dalam pada itu udjung pedang Tju Kin menusuk semakin keras, sedang Tik Hun djuga
mentjengkeram semakin kuat dan menarik se-kuat2nja kearah sendiri. Dan aneh djuga, pedang
lawan ternjata tidak dapat menusuk lebih mendalam lagi se-akan2 kebentur oleh sematjam
tenaga kebal jang tidak mempan sendjata, bahkan batang pedang Tjiu Kin berbalik menekuk
dan pelahan2 melengkung. Sungguh kedjut dan heran Tjiu Kin tak terkatakan, sekuatnja ia mendorong pedangnja
menusuk lebih keras agar badan Tik Hun kena ditembus oleh sendjatanja. Akan tetapi
pedangnja seperti tidak mau turut perintahnja lagi, sedikitpun tidak dapat ambles kedepan
pula, sebaliknja sendjata itu semakin melengkung karena tekanannja itu.
Kedua mata Tik Hun sudah merah membara, dengan beringas ia melototi Tjiu Kin. Semula ia
melihat wadjah Tjiu Kin mengundjuk rasa sangat girang dan mengedjek dengan kedji, tapi
lambat-laun air mukanja berubah heran2 kedjut, lalu penuh rasa kuatir, sedjenak kemudian
dari rasa kuatir itu berubah mendjadi ketakutan, dan rasa ketakutan itu makin lama makin
hebat, hingga achirnja kebingungan.
Kiranja Tjiu Kin merasa Tik Hun telah berhasil mejakinkan sematjam ilmu weduk jang tidak
mempan sendjata. Meski pedangnja sudah kena menusuk dibadan pemuda itu, tapi tjuma
membuat daging tempat itu mendekuk kedalam dan tidak dapat menembus kulit dagingnja.
Karena selama hidupnja tidak pernah melihat didunia ini ada ilmu sakti seperti itu, maka rasa
takutnja makin lama semakin besar. Beberapa kali ia tjoba dorong pedangnja lebih kuat
kedepan, tapi tetap tidak dapat menembus badan lawan, achirnja ia tidak berani
mengharapkan melukai Tik Hun lagi, jang dipikir olehnja asal dapat meloloskan diri sudah
beruntung baginja. Namun djusteru untuk melepaskan diri itulah jang susah, sebab dengan
kentjang Tik Hun memegangi bahunja sambil menarik sekuatnja.
Lambat-laun Tjiu Kin merasa tangan kanan sendiri jang memegang pedang itu mulai menikung
balik dengan pelahan, menjusul gagang pedang sudah menempel didada sendiri, batang pedang
djuga semakin melengkung hingga berwudjut setengah lingkaran.
SERIALSILAT.COM ? 2005 117 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Mendadak terdengarlah suara "pletak" sekali, batang pedang Tjiu Kin itu patah bagian tengah.
Tjiu Kin mendjerit sekali terus terdjungkal kebelakang, kedua potong pedang jang patah itu
telah menantjap semua kedalam perutnja.
Dan karena robohnja Tjiu Kin itu, Tik Hun djuga ikut djatuh dan menindih diatas badan Tjiu
Kin, tapi kedua tangannja masih memegang diatas bahu orang takmau melepaskan. Segera Tik
Hun mentjium bau anjirnja darah jang sangat keras, tiba2 dilihatnja Tjiu Kin meneteskan air
mata, menjusul dari mulutnja mengeluarkan darah, ketika kemudian kepalanja terkulai
kebawah, achirnja tidak berkutik lagi.
Tik Hun mendjadi heran. Semula ia mengira Tjiu Kin tjuma pura2 mati sadja, maka tetap ia
mentjengkeram se-kentjang2nja dibahu orang. Ketika lain saat merasa dada sendiri sudah tidak
sakit lagi, ia tjoba menunduk dan ternjata tiada terluka. Dengan bingung Tik Hun melepaskan
Tjiu Kin dan berdiri, ia melihat kedua potong pedang patah itu menantjap diperut Tjiu Kin,
hanja sebagian ketjil sadja menondjol diluar. Waktu ia periksa dada sendiri, ternjata badjunja
terobek beberapa senti lebarnja dan kelihatanlah badju kutang warna hitam jang dipakainja. Ia
pandang pula pedang patah diperutnja Tjiu Kin dan mengamat-amati badju sendiri jang sobek,
maka tahulah dia duduknja perkara.
Kiranja "Oh-djan-kah" atau badju kutang dari sutera hitam hadiah dari Ting Tian tempo hari
itulah telah menolong djiwanja, bahkan berkat badju itulah telah dapat membunuh musuh.
Oh-djan-kah itu tidak mempan sendjata, maka tusukan Tjiu Kin itu hanja membikin dada Tik
Hun kesakitan karena tertikam, tapi takdapat menembus badju kutang mestika itu. Ketika
kemudian pedangnja patah, karena Tik Hun memegang bahunja se-kentjang2nja serta ditarik
merapat, maka pedang patah jang tadjam itu telah tertikam masuk kedalam perut Tjiu Kin
sendiri hingga terdjadilah sendjata makan tuannja.
Sesudah Tik Hun dapat tenangkan diri, segera ia berlari mendekati Ting Tian, ia berdjongkok
sambil berseru: "Ting-toako, ken ....... kenapakah engkau?"
Pelahan2 Ting Tian membuka matanja dan memandang Tik Hun dengan sorot mata jang
lemah se-akan2 memandang tapi tidak melihatnja lagi atau seperti tidak mengenal Tik Hun
pula. "Ting-toako, biar bagaimanapun djuga aku pasti ........... pasti akan menolong engkau kaluar dari
sini," seru Tik Hun.
"Sajang ......... sajang Kiam-koat itu sedjak kini ....... sedjak kini akan musna untuk selamanja,"
kata Ting Tian dengan lemah dan ter-putus2. "Harap ...... harap kubur ...... kuburlah aku ber .......
bersama Siang ...... Siang-hoa ...."
"Aku akan ingat baik2 pesanmu ini." seru Tik Hun dengan tegas. "Pasti aku akan menguburkan
engkau bersama Leng-siotjia sesuai dengan tjita2 kalian berdua."
SERIALSILAT.COM ? 2005 118 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Pelahan2 Ting Tian menutup kembali matanja, napasnja semakin lemah, tapi bibirnja tampak
ber-gerak2 sedikit seperti ingin mengatakan sesuatu. Tjepat Tik Hun mendempelkan telinganja
kepinggir bibir sang Toako, lapat2 terdengar Ting Tian berkata: "Dan angka ....... angka
seterusnja ........" ~ sampai disini lantas tiada kedengaran lagi.
Telinga Tik Hun tidak merasakan pernapasan sang Toako lagi, ia tjoba meraba dada Ting Tian,
ternjata denjut djantungnja djuga sudah berhenti.
Sebelumnja Tik Hun sudah tahu bahwa djiwa Ting Tian tentu susah dipertahankan, tapi kini
menjaksikan saudara angkatnja jang hubungannja selama beberapa tahun ini melebihi saudara
sekandung itu telah meninggal, maka rasa duka dalam hatinja sungguh susah dilukiskan. Ia
berlutut disamping Ting Tian dan meniupkan napasnja kemulut sang Toako se-kuat2nja
sambil hatinja berdoa: "O, Tuhan, hidupkanlah kembali Ting-toako, aku lebih suka kembali
kedalam pendjara lagi untuk selamanja tidak keluar, lebih suka pula tidak membalas dendam
dan biarlah selama hidup ini dihina dan dianiaja oleh Ban-bun-tetju (anak murid keluarga Ban),
ja Tuhan, asalkan dapatlah Ting-toako dihidupkan kembali."
Akan tetapi kedua tangannja jang merangkul dibadan Ting Tian itu makin lama terasa badan
sang Toako itu makin dingin. Ia tahu doa sutjinja itu tidaklah berhasil dan tak terkabul. Sesaat
itu ia merasakan kesunjian jang tak terkatakan, merasa hidupnja hampa dan merasa dunia
bebas diluar ini djauh lebih menakutkan daripada didalam kamar pendjara jang sempit itu. Ia
sadar hidup selandjutnja pastilah sangat sulit, ia lebih suka kembali kedalam pendjara lagi
bersama Ting Tian. Ia pondong majatnja Ting Tian itu dan berdiri. Tiba2 berbagai rasa duka derita jang tak
terkatakan berketjamuk membandjiri benaknja, kesedihannja pada saat itu boleh dikata susah
dibendung. Tak tertahan lagi ia menangis, menangis ter-gerung2 seperti anak ketjil.
Sama sekali tak terpikir olehnja bahwa akibat dari tangisannja jang keras itu mungkin akan
didengar musuh, dan tak terpikir pula olehnja bahwa sesungguhnja memalukan seorang laki2
sedjati bertangisan sedemikian rupa. Tapi ia ingin menangis dan menangis terus oleh karena
rasa sedihnja jang susah ditahan itu.
Ketika kemudian air matanja pelahan2 mulai kering, gerung tangisnja berubah mendjadi suara
sesenggukan pelahan karena rasa duka dalam hatinja masih tetap susah ditahan. Namun
pikirannja sudah djauh lebih djernih daripada tadi, maka ia mulai me-nimang2: "Tjara
bagaimana aku harus menjelesaikan djenazah Ting-toako ini" Dengan djalan bagaimana agar
aku dapat membawanja untuk dikubur bersama dengan Leng-kohnio?"
Dalam saat demikian, soal paling penting jang terpikir olehnja sekarang hanja tentang
penguburan Ting Tian mendjadi suatu kuburan dengan nona Leng itu.
Tengah ia ragu2, tiba2 terdengar suara derapan kuda jang ramai dari kedjauhan dan makin lama
makin mendekat, djumlahnja kira2 ada belasan penunggang kuda. Lalu terdengarlah suara
SERIALSILAT.COM ? 2005 119 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
orang berteriak diluar taman bobrok itu: "Ma-toaya, Kheng-toaya, Tjiu-djiya, apakah kalian
sudah dapat menemukan buronannja!"
Kemudian terdengar belasan ekor kuda itu diberhentikan serentak diluar taman dan ada orang
berseru lagi: "Marilah kita tjoba memeriksa kedalam!"
"Tidak mungkin mereka bersembunji disini!" demikian kata seorang lain.
"Darimana kau tahu?" debat orang pertama tadi. Lalu terdengar suara orang melompat turun
dari kuda. Tanpa pikir lagi Tik Hun terus pondong majat Ting Tian itu dan dibawa lari keluar dari taman
bobrok itu melalui pintu samping. Dan begitu dia melangkah keluar lantas terdengarlah suara
orang mendjerit kaget didalam taman itu oleh karena mengetahui Ma Thay-beng bertiga sudah
menggeletak terbinasa disitu.
Tik Hun ber-lari2 terus didalam kota Kanglenghu itu, iapun tahu tjaranja melarikan diri sambil
membawa majat sang Toako itu sangat berbahaja, sudah larinja takbisa tjepat, setiap saat
mungkin akan dipergoki orang pula. Namun ia lebih suka ditawan dan didjebloskan lagi
kedalam pendjara dan menerima siksaan atau boleh djuga dihukum mati dengan segera,
sebaliknja tidak nanti ia mau meninggalkan djenazah Ting Tian begitu sadja.
Setelah beberapa ratus meter ia berlari, tiba2 dilihatnja disuatu pagar tembok dipinggir djalan
ada sebuah daun pintu ketjil jang terpentang, tanpa pikir lagi ia terus menjelinap masuk
kedalam rumah itu, lalu pintu itu didepaknja dari dalam hingga tertutup.
Kiranja pintu itu adalah pintu sebuah kebun sajur jang sangat luas dan penuh tertanam
matjam2 djenis sajur seperti sawi putih, lobak, labu, tomat, ketimun dan lain2 lagi.
Sedjak ketjil kerdja Tik Hun jalah bertani bertjotjok tanam. Tapi sudah lima tahun lamanja ia
meninggalkan kebun sajurnja. Kini melihat suasana kebun itu, seketika timbul rasanja seperti
berada dikampung halamannja sendiri.
Ia tjoba mengamat-amati sekitarnja, ia melihat diarah timur-laut sana ada sebuah gudang kaju
bakar, dari djendela gudang itu tampak djelas penuh tertumpuk kaju bakar dan onggok
djerami. Tik Hun mendjadi girang, sekenanja ia bubut beberapa buah lobak sambil
memondong majatnja Ting Tian, segera ia menjusup kedalam gudang kaju itu.
Hlm 35: Gambar: Dengan penuh rasa duka nestapa dan air mata meleleh Tik Hun pondong majatnja Ting Tian
untuk meninggalkan taman itu dengan tjepat.
SERIALSILAT.COM ? 2005 120 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Ia tjoba dengarkan sekeliling gudang itu dan tidak kedengaran ada suara orang. Segera ia
menjingkirkan kaju dan djerami hingga lantainja terluang sedikit, ia taruh djenazah sang Toako
disitu dan menutupinja dengan djerami dengan pelahan2. Diwaktu menguruk djenazah Toako
dengan rumput djerami itu, Tik Hun merasa se-akan2 Ting Tian masih mempunjai daja rasa,
maka tidak berani membikin sakit badannja. Dalam benak Tik Hun timbul sematjam sugesti:
"Boleh djadi Ting-toako mendadak bisa mendusin kembali."
Ia duduk disamping majat sang Toako, ia mengupas kulit lobak dan menggeragotinja mentah2.
Air lobak jang manis2 masam itu pelahan2 mengalir kedalam kerongkongannja. Ja, maklum
sudah lima tahun lamanja ia tidak pernah merasakan makanan segar seperti itu. Teringat
kampung halamannja di Ouwlam, disana entah sudah beberapa kali ia membubut lobak dan
makan bersama sang Sumoay ~ Djik Hong, mereka bersenda gurau dengan gembira di sawahladang kampung halamannja itu sambil menggeragot lobak mentah ...........
Sebuah lobak mentah itu sudah habis dimakan olehnja dan mulai ia menggeragoti lobak jang
kedua, kelopak matanjapun agak basah mengenangkan masa dahulu jang indah itu. Sekonjong2 didengarnja suatu suara. Seketika badannja bergemetar, separoh lobak jang terpegang
ditangannja djatuh kelantai tanpa terasa, lobak jang putih bersih itu berlepotan tanah pasir dan
debu djerami. Ia mendengar suara seorang jang halus dan merdu sedang memanggil: "Khong-sim-djay! Khongsim-djay! Dimanakah engkau?"
Saking terguntjangnja perasaan, segera Tik Hun bermaksud berteriak mendjawabnja: "Aku
berada disini!" ~ Tapi belum lagi kata2 "aku" itu mentjetus dari mulutnja, ia merasa
tenggorokannja seperti tersumbat, tjepat ia menutup mulutnja sendiri dengan badan gemetar.
Sebab apakah Tik Hun terguntjang perasaannja oleh suara itu"
Kiranja "Khong-sim-djay" atau sayur tak berhati alias kubis adalah nama djulukan Tik Hun.
Didunia ini hanja ada dua orang jang tahu nama djulukannja itu, jakni Tik Hun sendiri dan
Djik Hong. Bahkan gurunja sendiri djuga tidak tahu.
Djulukan itu adalah pemberian Djik Hong, sebab sang Sumoay itu berpendapat Tik Hun tidak
punya otak, terlalu polos, terlalu lugu, sedikitpun tidak bisa berpikir, selain beladjar silat, segala
apa tak dipikir olehnja dan segala apa tak dipahaminja, maka pemuda itu diibaratkan Khongsim-djay atau kubis jang tidak punya hati.
Dikatakan orang tidak punya otak djuga Tik Hun tidak marah, sebaliknja ia ganda tertawa
sadja. Ia malah senang kalau Djik Hong suka memanggilnja: "Khong-sim-djay!" ~ biar pun
sehari penuh dipanggil begitu djuga dia tidak marah, asalkan sadja sigadis itu betah.
Dan setiap kali kalau Tik Hun mendengar panggilan "Khong-sin-djay" atau si Kubis, selalu
hatinja merasakan sematjam kenikmatan manisnja madu. Sebab kalau ada orang ketiga diantara
SERIALSILAT.COM ? 2005 121 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
mereka pasti sekali2 Djik Hong takkan memanggil nama djulukannja itu. Dan kalau dia
dipanggil si Kubis, maka saat itu tentu tjuma mereka berada berduaan sadja.
Pabila Tik Hun berada berduaan sadja bersama Djik Hong, baik sigadis sedang gembira
maupun sinona lagi marah, jang terasa oleh Tik Hum hanja rasa bahagia jang tak terkatakan. Ia
adalah seorang botjah ke-tolol2an jang tidak pandai bitjara, terkadang kedogolannja itu
membikin Djik Hong mendjadi marah, tapi asal terdengar panggilan "Khong-sim-djay, Kongsim-djay", maka tertawalah keduanja dengan ter-kakah2
Tik Hun masih ingat pada waktu Bok Heng membawakan surat undangan kepada Suhunja
dahulu, malam itu sang Sumoay telah memasak untuk mendjamu tamu, diantara lauk-pauk
dan sajur-majur itu djuga terdapat semangkok gorengan Kubis. Tengah sang Suhu asjik
berbitjara dengan Bok Heng mengenai kedjadian2 didunia persilatan, Tik Hun sendiri
mendengarkan dengan ter-mangu2, tiba2 tanpa sengadja sinar matanja telah kebentrok dengan
sinar mata Djik Hong, ia melihat sang Sumoay telah menjumpit setjomot kubis goreng dan
akan dimakan, tapi kubis itu tidak latas dimasukkan kedalam mulut, melainkan dengan
bibirnja jang merah tipis sedang mendjilati kubis itu dengan pelahan2, sorot matanja penuh
mengandung maksud tertawa. Terang gadis itu bukan lagi hendak makan sajur, tapi sedang
mentjiumi kubis itu. Tatkala itu Tik Hun tjuma mengira: "Ah, Sumoay sedang mentertawai aku lagi sebagai Khongsim-djay!" ~ Tapi kini setelah dikenangkan kembali didalam gudang kaju ini, tiba2 ia dapat
menangkap maksud jang mendalam dari kelakuan sang Sumoay itu, njata itulah tanda tjiuman
mesra seorang kekasih. Kini suara panggilan "Khong-sim-djay" itu terdengar pula, terang gamblang suara itu adalah
suaranja Djik Hong, hal mana sedikitpun tak bisa keliru lagi. Suara panggilan itu penuh
mengandung rasa tjinta kasih jang mesra, lemah-lembut dan meresap.
Dahulu, panggilan Djik Hong itu tjuma dirasakannja sebagai tanda persahabatan, suara
panggilan jang penuh perhatian dan terkadang bermaksud sebagai tanda marah dan
mengomelnja. Namun suara panggilan jang didengarnja sekarang hanja penuh rasa tjinta kasih
jang mendalam. "Apakah karena dia telah mengetahui penderitaanku selama ini setjara
penasaran makanja dia bertambah baik kepadaku?" demikian Tik Hun bertanja pada diri
sendiri. Sesungguhnja Tik Hun tidak berani pertjaja kepada pendengarannja sendiri itu. "Apa aku
sedang mimpi" Sebab tidak mungkin Sumoay datang kekebun sayur ini" Bukankah sudah lama
ia mendjadi isterinja Ban Ka, masakah dia dapat datang kesini untuk mentjari aku?"
Namun demikian suara panggilan tadi berdjangkit pula, bahkan sekali ini semakin mendekat


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lagi. "Khong-sim-djay, dimanakah engkau bersembunji?" demikian suara itu dengan rasa senang
dan penuh kasih-sajang. SERIALSILAT.COM ? 2005 122 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Pelahan2 Tik Hun berdiri dan mengintip dari belakang tumpukan djerami. Ia melihat seorang
wanita berdiri membelakangi dirinja sedang mentjari sesuatu. Ja, itulah dia, memang tidak
salah lagi, pinggangnja jang ramping, perawakannja jang langsing, siapa lagi dia kalau bukan
Djik Hong" Terdengar ia sedang memanggil pula dengan tertawa: "Hajolah Khong-sim-djay, masih engkau
tidak mau keluar?" ~ dan mendadak wanita itu membalik tubuhnja kebelakang.
Seketika pandangan Tik Hun mendjadi kabur dan kepalanja mendjadi pujeng. Memang
benarlah gadis itu adalah Djik Hong. Bidji matanja jang bundar besar dan hitam pekat,
hidungnja jang mantjung, hanja kelihatan agak kurus sedikit hingga tidak semontok dan segar
seperti waktu masih berada dipedusunan didaerah Oulam dahulu. Akan tetapi gadis itu njata2
adalah Djik Hong, benar2 adalah sang Sumoay jang ditjintainja dan dirindukannja senantiasa
itu. Dengan wadjah jang masih ber-seri2 tawa, Djik Hong sedang me-manggil2 pula: Khong-simdjay, hajolah, tidak lekas engkau keluar sadja?"
Saking tak tahan segera Tik Hun bermaksud menjahut dan menemui Sumoay jang senantiasa
dirindukannja itu. Tapi belum lagi ia bertindak, mendadak teringat olehnja: "Ting-toako sering
mengatakan aku terlalu djudjur, terlalu lugu dan gampang ditipu orang. Kini Djik-sumoay
sudah menikah dengan Ban Ka, harini Tjiu Kin terbinasa pula ditanganku, siapa berani
mendjamin bahwa Sumoay bukan lagi sengadja memantjing aku keluar?" ~ Berpikir demikian,
hatinja mendjadi dingin dan urung undjuk diri.
Ia dengar Djik Hong sedang me-manggil2 si Kubis pula. Kembali pendirian Tik Hun gojah.
Pikirnja: "Suara panggilannja sedemikian mesra penuh kasih-sajang, tentu bukanlah pura2. Lagipula, djika dia benar2 inginkan djiwaku, biarlah kumati dibawah tangannja sadja!" ~ Sekali
hatinja terasa pedih, ia mendjadi nekat lagi.
Tapi belum lagi ia berbuat apa2, tiba2 terdengar suara ketawa seorang anak perempuan ketjil,
menjusul anak itu telah berkata: "Mak, mak, aku berada disini!"
Ketika Tik Hun mengintai keluar djendela, ia lihat seorang anak perempuan berbadju merah
sedang ber-lari2 mendatangi dari sebelah sana. Tjuma umur botjah itu masih sangat muda,
maka larinja masih belum kuat dan agak sempojongan.
"Khong-sim-djay, kau bersembunji dimana barusan?" terdengar Djik Hong menanja dengan
suaranja jang lemah lembut. "Dari tadi ibu mentjari kau tak ketemu."
"Khong-sim-djay berada dikebun sajur sana melihat semut," sahut botjah itu dengan senang.
Seketika telinga Tik Hun serasa mendengung dan dadanja se-akan2 digodam orang sekali.
Sungguh ia tidak pertjaja pada pendengarannja sendiri. Apa mungkin Sumoay sudah punja
anak" Apakah puterinja inilah jang bernama "Khong-sim-djay?" Djadi panggilannja tadi
SERIALSILAT.COM ? 2005 123 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
ditudjukan kepada puterinja jang ketjil itu dan bukan memanggil aku" Djadi setjara tidak
sengadja dirinja sekarang telah masuk sarang harimau pula, jaitu rumahnja Ban Tjin-san jang
bikin tjelaka dirinja itu"
Begitulah Tik Hun mendjadi bingung seketika. Selama beberapa tahun ini lapat2 dalam hati
Tik Hun terdapat suatu harapan, ia mengharap semoga kelak dapat melihat sang Sumoay itu
toh tidak menikah dengan Ban Ka dan apa jang dikatakan Sim Sia adalah bohong belaka.
Pikirannja ini tidak berani dikatakannja kepada Ting Tian, tapi hanja terkeram dilubuk hatinja
sendiri. Terkadang bila ia bertemu dengan Djik Hong didalam mimpi, sering ia melontjat
bangun saking girangnja. Tapi sekarang ia sendiri menjaksikan dan mendengar sendiri pula ada
seorang dara tjilik sedang memanggil ibu kepada Djik Hong. Dari selah2 djendela dapat
dilihatnja Djik Hong sedang mengangsurkan kedua tangannja dan anak dara itu terus
menubruk kedalam pelukannja. Berulang kali Djik Hong telah mentjiumi pipi botjah itu dan
berkata dengan suara lembut: "Khong-sim-djay pintar main sendiri, sungguh anak jang manis!"
Hanja dari sisi Tik Hun dapat melihat keadaan Djik Hong dengan alisnja jang masih tetap
lentik dan udjung mulutnja jang mungil, mukanja tampak sedikit lebih montok daripada dulu,
lebih putih halus dan lebih tjantik. Kembali hati Tik Hun pedih: "Selama ini engkau sudah
mendjadi njonja Ban, engkau tidak perlu bertjotjok-tanam lagi dibawah terik matahari dan
kehudjanan, dengan sendirinja badanmu lebih terawat.
Ia dengar Djik Hong sedang berkata pula: "Marilah Khong-sim-djay ikut ibu kembali
kekamar!" Disini sangat menjenangkan, Khong-sim-djay akan melihat semut lagi," demikian sahut sidara
tjilik. "Djangan," kata Djik Hong. "Harini diluar ada orang djahat akan mentjulik anak ketjil. Lebih
baik Khong-sim-djay ikut ibu pulang kekamar."
"Orang djahat apa" Kenapa mengganggu anak ketjil?" tanja botjah itu.
"Dua orang djahat jang buas telah lolos dari pendjara, maka ajah sedang pergi menangkap orang
djahat itu," kata Djik Hong sambil menarik tangan sianak. "Dan kalau orang djahat itu lari
kesini, Khong-sim-djay akan ditangkap olehnja. Maka, marilah anak manis, marilah pulang
kekamar, nanti ibu buatkan boneka kain, ja?"
"Tidak, Khong-sim-djay tidak suka boneka, tapi akan bantu ajah tangkap orang djahat," sahut
sibotjah dengan bandel. Mendengar dirinja dikatakan djahat dan buas, hati Tik Hun semakin lama semakin mentjelos.
Dan pada saat itu, diluar kebun sana terdengar suara derapan kuda jang riuh, beberapa
penunggang kuda berlari lewat kesana. "Sret", tiba2 Djik Hong melolos pedang jang terselip
dipinggangnja dan berlari kepintu kebun.
SERIALSILAT.COM ? 2005 124 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Karena ditinggal sang ibu, anak perempuan tadi tjelingukan kian-kemari dan pelahan2
mendekati pintu gudang kaju. Tik Hun tetap berdiri dipinggir djendela dan tidak berani
menggeser, kuatir kalau menerbitkan suara hingga mengagetkan Djik Hong. Ja, maklum,
sampai disini betapapun ia tidak sudi bertemu lagi dengan sang Sumoay. Hal ini bukanlah
karena dia merasa rendah diri atau menjesalkan hubungan baik dimasa lalu, tapi disebabkan
rasa duka dan penasaran jang susah ditahan didalam dadanja. Dirinja sedikitpun tidak pernah
berbuat djahat, tapi sudah disiksa semikian rupa, sampai achirnja orang jang senantiasa
dirindukannja itu setjara terang2an mengatakan dirinja adalah "orang djahat".
Ia melihat anak itu mendekati pintu gudang, ia mengharap botjah itu djangan masuk, tapi
entah apa jang diinginkan anak dara itu, achirnja ia melangkah masuk djuga kedalam gudang.
Tjepat Tik Hun berdjongkok dibalik onggok djerami dan dalam hati berharap botjah itu lekas
keluar! Tapi mendadak anak itu mempergoki Tik Hun, saking kagetnja ia mendjadi melongo ketika
melihat keadaan Tik Hun jang tjompang-tjamping badjunja dengan berewok dimukanja jang
tak keruan matjamnja itu. Botjah itu mewek2 dan hendak menangis, tapi tidak berani karena
ketakutan. Tik Hun insaf urusan bakal runjam, asal botjah itu menguwak sekali, pasti djedjaknja akan
diketahui Djik Hong. Tjepat ia melompat madju untuk membopong anak itu sambil sebelah
tangannja menekap mulutnja. Tapi toh sudah terlambat sedikit, anak itu keburu menangis
dulu sekali. Tjuma suara tangisannja lantas berhenti karena mulutnja tertutup oleh tangan Tik
Hun. Namun begitu Djik Hong jang selalu ingat kepada anaknja, begitu mendengar suara sibotjah
jang agak aneh itu segera ia menoleh, tapi puterinja sudah tidak kelihatan, menjusul
didengarnja didalam gudang kaju ada suara berkeresekan, tjepat ia memburu kedepan pintu
gudang. Maka tertampak olehnja puterinja telah dibopong oleh seorang laki2 jang rambutnja
kusut masai tak keruan, muka dan tangannja penuh noda darah, bahkan sebelah tangan orang
itu sedang menekap kentjang2 dimulut sang puteri. Karuan kedjut Djik Hong tak terkatakan,
sekali pedangnja bergerak, terus sadja ia menusuk kearah Tik Hun sambil membentak:
"Lepaskan anakku!"
Hati Tik Hun mendjadi pedih, timbul lagi kenekatannja: "Kau hendak membunuh aku,
bolehlah kau bunuh sadja!" ~ Karena itu, ia hanja tinggal diam sadja tanpa berkelit atas
serangan Djik Hong itu. Namun Djik Hong mendjadi tertegun karena kuatir melukai puteri sendiri, tjepat ia tarik
kembali pedangnja dan membentak pula: "Lekas lepaskan puteriku!"
Mendengar Djik Hong melulu minta melepaskan puterinja, tapi sama sekali tiada ingat
hubungan baik dimasa lalu, Tik Hun mendjadi tambah mendongkol dan sengadja tidak mau
melepaskan botjah itu. SERIALSILAT.COM ? 2005 125 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Melihat laki2 bengis itu masih belum mau melepaskan puterinja, Djik Hong semakin kuatir,
djangan2 anaknja akan ditjulik. Segera pedangnja bergerak pula menusuk kebahu kanan Tik
Hun. Tjepat Tik Hun mengegos, menjusul ia sambar sepotong kaju bakar itu, ia menangkis dan balas
menusuk. Djik Hong terkesiap oleh gerakan serangan Tik Hun itu, ia merasa tipu serangan ini
sudah dikenalnja, jaitu gerakan Kiam-hoat "Ko-hong-han-siang-lay" (seharusnja Koh-hong-haysiang-lay). Maka tanpa pikir lagi ia mendakan tubuh untuk menghindar, menjusul iapun balas
menjerang dengan tipu timpalannja "Si-heng-put-kam-koh" (seharusnja Ti-heng-put-kam-koh).
Sebenarnja gudang kaju itu sangat sempit dan penuh kaju dan rumput djerami, tempat jang
luang itu hanja tiba tjukup untuk dibuat putar dua orang sadja. Maka pertarungan mereka
sesungguhnja kurang bebas dan sangat terganggu. Tapi karena sedjak ketjil Tik Hun satu guru
dengan Djik Hong serta selalu latihan bersama, setiap hari mereka mesti saling gebrak untuk
melatih ilmu pedang, maka terhadap setiap gerak serangan masing2 sudah saling diapalkan.
Kini melihat Djik Hong mengeluarkan tipu serangan seperti biasanja diwaktu mereka latihan
dahulu, segera ia putar pedangnja kesamping untuk kemudian dibuat menangkis. Akan tetapi
"plak" tahu2 kaju jang dipakai sebagai pedang itu kesampluk djatuh kelantai, seketika ia
tertjengang, tapi segera iapun sadar: "Ah, djariku sebagian sudah terpapas, selama hidup ini aku
takkan dapat menggunakan pedang lagi!"
Untuk sedjenak ia ter-mangu2 memandangi djari tangan sendiri jang sudah hilang sebagian itu.
Ketika ia mendongak pula, ia lihat udjung pedang Djik Hong sudah mengantjam diulu hatinja
dengan agak gemetar, wadjah sang Sumoay itu tampak kaget tak terhingga. Untuk beberapa
lama mereka tjuma saling pandang belaka dan sama2 tidak sanggup buka suara.
"Eng ....... engkau?" sampai agak lama baru dapat tertjetus sepatahkata ini dari mulut Djik Hong
dengan suara jang serak dan hampir2 tak terdengar.
Tik Hun mengangguk dan mengangsurkan dara tjilik jang dibopongnja itu, Djik Hong
membuang pedangnja dan tjepat menerima puteri kesajangannja, untuk sesaat ia tidak tahu
tjara bagaimana harus bitjara. Rupanja saking ketakutan, dara tjilik itu menjisipkan kepalanja
dipelukan sang ibu dan tidak memandang lagi kepada Tik Hun jang menakutkan itu.
"Aku .......... aku tidak tahu adalah engkau," kata Djik Hong kemudian. "Selama be ....... beberapa
tahun ini ........" Belum selesai utjapannja tiba2 terdengar suara seorang lelaki sedang me-manggil2 diluar sana:
"Hong-moay, Hong-moay! Dimanakah dikau?" ~ suara itu semakin dekat dan kedengaran
menudju kedalam kebun sajur.
Seketika air muka Djik Hong berubah hebat, segera ia membisiki puteri dalam pelukannja itu:
"Khong-sim-djay, Pepek (paman) ini bukan orang djahat, djangan kau katakana kepada ajah ja,
manis?" SERIALSILAT.COM ? 2005 126 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tanpa merasa dara tjilik itu memandang sekedjap lagi kepada Tik Hun dan melihat tjoraknja
jang menjeramkan itu, kembali ia mewek dan menangis lagi.
Mendengar suara tangisan anak perempuan itu segera laki-laki diluar itu memburu datang
kearah suara dan berseru: "Khong-sim-djay! Djangan menangis, djangan menangis! Ajah berada
disini!" Djik Hong memandang sekedjap kepada Tik Hun, lalu putar tubuh bertindak keluar, sekalian
ia tarik daun pintunja dan dirapatkan. Ia bawa puterinja memapak kearah datangnja sang
suami. Dengan ter-mangu2 Tik Hun terpaku ditempatnja, aneka-matjam perasaan mentjengkam
hatinja. Ditepi telinganja se-akan2 mendenging sesuatu suara: "Aku ingin mati sadja, biarlah aku
mati sadja!" Ia dengar suara lelaki tadi sedang berkata diluar sana dengan tertawa: "Kenapa Khong-sim-djay
menangis" O, manis, kau terkedjut barangkali?"
Tik Hun kenali suara itu adalah suaranja Ban Ka, suami Djik Hong sekarang. Ia sangat ingin
mengintip keluar untuk melihat bagaimana tjetjongor orang itu, tapi kakinja serasa takmau
turut perintahnja dan tetap terpaku dilantai. Sebaliknja terdengar Djik Hong sedang berkata
dengan tertawa: "Aku sedang memain dibelakang dengan Khong-sim-djay dan mendadak
mendengar dua penunggang kuda lewat dengan tjepat, penunggang2 kuda itu bersendjata dan
tampaknja sangat buas, Khong-sim-djay mendjadi ketakutan dan menangis,"
"O, mereka bukan orang djahat, tapi mereka adalah petugas pemerintah jang sedang menguber
pendjahat," udjar Ban Ka. "O, manis, marilah ajah membopong. Nanti ajah hadjar pendjahat.
Khong-sim-djay djangan takut, pendjahat2 itu tentu ajah bunuh semua."
Diam2 Tik Hun terperandjat, sungguh tak terpikir olehnja bahwa kepandaian berdusta kaum
wanita ternjata begitu hebat. Setelah begitu tjerita Djik Hong, tentu suaminja tidak akan
tjuriga lagi biarpun nanti sianak berkata apapun. Namun lantas terpikir oleh Tik Hun: "Hm,
aku toh tidak perlu perlindungannja. Kau hendak menangkap aku, hendak membunuh aku,
hajolah kemari!" Segera ia melangkah kepinggir djendela dan mengintip keluar, ia lihat seorang pemuda
berpakaian sangat perlente sedang berdjalan kesana sambil membopong anak perempuan tadi.
Djik Hong tampak berdjalan berendeng dengan pemuda itu sambil menggelendot dibahunja,
sikapnja sangat mesra sekali.
Tentang Djik Hong diperisterikan oleh Ban Ka, dahulu meski sering dipikirkan oleh Tik Hun,
tapi baru sekarang untuk pertama kalinja ia menjaksikan dengan mata kepala sendiri. Dahulu
bila timbul chajalannja, selalu tinggal suatu harapan baginja, jaitu mengharap agar tjerita
tentang Djik Hong telah menikah dengan Ban Ka itu adalah bualan Sim Sia belaka. Akan tetapi
SERIALSILAT.COM ? 2005 127 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
kini bukti mendjadi saksi, keadaan jang kelihatan didepan matanja pastilah bukan omong
kosong. Seketika darahnja mendidih dan mata gelap. Teringat olehnja sebab musababnja dia
dipendjarakan dan menderita sebagai dineraka, semuanja berkat ketjulasan orang didepan
matanja itu. Bahkan kekasih jang ditjintainja dengan segenap djiwa raganja itu kini telah
dipersunting oleh musuh besar itu.
Dalam keadaan pikiran pepet, tiada djalan lain baginja daripada membunuh Ban Ka atau mesti
dibunuh olehnja. Tanpa ajal lagi terus sadja ia sember pedang jang ditinggalkan Djik Hong itu
sambil berteriak: "Aku .............."
Namun mulutnja mendjadi mengap tak meneruskan teriakannja, maksudnja menerdjang
keluar untuk mengadu djiwa dengan Ban Ka diurungkan ketika diwaktu berdjongkok sekilas
dilihatnja majat Ting Tian jang diuruknja dengan rumput djerami itu, wadjah sang Toako jang
sudah tak bernjawa itu tampak tenang2 dengan kedua matanja tertutup rapat. Tiba2 mendjadi
teringat olehnja pesan Ting Tian sebelum menghembuskan napasnja jang penghabisan, dengan
sangat sang Toako minta agar majatnja dikubur mendjadi satu liang bersama Leng-siotjia. Dan
kini kalau dirinja menerdjang keluar untuk melabrak Ban Ka, djika dirinja mati itu tidaklah
mendjadi soal, tapi tjita2 Ting-toako itulah mendjadi tak terlaksana.
Segera timbul pula pikirannja: "Ah, mengenai hal ini aku dapat minta bantuan Sumoay,
mungkin ia takkan keberatan untuk menjelesaikannja bagiku." ~ Tapi ia lantas memaki pula
dirinja sendiri. "Fui, fui! Kau Tik Hun anak jang tak berguna! Engkau sendiri tidak mau
bertanggung djawab atas tugas sutji itu, mengapa kau pasrahkan kepada orang lain" Djika kau
sudah mati, apa kau ada muka untuk bertemu dengan Ting-toako dialam baka" Apalagi
perempuan jang tipis budi dan tidak teguh imannja seperti Djik Hong itu masakah masih
dapat dipertjaja" Apa jang dia bisa lakukan bagimu?"
Karena pikirannja itu, pelahan2 dapatlah ia mengatasi bergolaknja perasaan. Tapi suara
teriakannja jang urung tadi sudah lantas mengedjutkan Ban Ka. Terdengar orang she Ban itu
sedang berkata: "He, aku seperti mendengar digudang kaju sana ada suara orang?"
"Apa ja?" sahut Djik Hong tertawa. "Ah, tentu sikoki Lau Ong, tadi kulihat dia masuk kesana
untuk mengambil kaju. Eh, engkoh Ka, Yan-oh-theng (sop sarang burung) jang kubuatkan itu
mungkin sudah dingin, lekaslah engkau pergi memakannja. Khong-sim-djay sedari tadi hanja
ribut sadja, biarlah aku membawanja kekamar biar tidur."
Ban ka mengiakan keterangan sang isteri itu. Sambil membopong puterinja, suami-isteri itupun
pergilah dari situ. Seketika itu otak Tik Hun se-akan2 kosong blong, ia takdapat memikirkan apa2 lagi. Selang
agak lama, ia ketok2 kepalanja sendiri dengan kepalan dan membatin: "Betapapun gudang kaju
ini bukan tempat sembunyi jang sempurna, kalau benar2 apa jang dikatakan sikoki Lau Ong itu
datang kemari hendak mengambil kaju, lantas bagaimana" Rasanja lebih baik kusembunjikan
djenazah Ting-toako disini, lalu aku sendiri menggelojor keluar dari sini, malam nanti aku akan
SERIALSILAT.COM ? 2005 128 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
kembali lagi untuk mengusung djenazah Ting-toako. Ja, djalan ini sangat bagus!" Ia pukul
tangan sendiri dengan keputusannja itu.
Akan tetapi toh dia merasa berat untuk melangkah keluar dari gudang itu. Baru ia melangkah
setindak, mendadak suatu suara se-akan2 sedang membisiki telinganja. "Djangan, djangan pergi
dari sini! Djik-sumoay pasti akan datang kembali untuk mendjenguk aku. Pabila aku pergi dari
sini, untuk selandjutnja takkan dapat berdjumpa lagi dengan dia."
Kemudian timbul pula pikiran2 lain: "Ah, andaikan aku berdjumpa lagi dengan dia, apa
paedahnja" Dia toh sudah bersuami, punja anak, sekeluarga mereka hidup bahagia dan riang
gembira, masakah dia masih ingat kepada seorang buronan seperti aku ini" Sekalipun aku
berdjumpa lagi dengan dia djuga akan menjusahkan diri sendiri?" ~ "Ai, sudah sekian tahun
aku menunggu didalam pendjara, jang kuharap jalah dapat bersua pula dengan Sumoay, kini
orangnja sudah disini, masakah kesempatan ini ku-sia2kan" Aku toh tidak punja maksud apa2,


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

aku hanja ingin bertanja bagaimana dengan Suhu selama ini, apakah ada kabar berita tentang
beliau" Aku ingin tanja Sumoay mengapa suka jang baru dan bosan jang lama, mengetahui aku
masuk pendjara, lantas sama sekali tak ingin lagi padaku." ~ "Tapi ai, apa gunanja bertanja
padanja" Hanja ada dua kemungkinan dari djawabannja. Kalau dia tidak berdusta, tentu
mengaku terus terang, mungkin malah akan menambah rasa dukaku sadja."
Begitulah Tik Hun mendjadi ragu2, sebentar ambil keputusan akan pergi dari situ, lain saat
timbul pula pikirannja jang lain. Sebenarnja tabiat Tik Hun sangat lugu dan tegas, tidak pernah
sangsi2 untuk mengambil sesuatu tindakan. Tapi menghadapi persoalan maha besar selama
hidupnja ini, ia mendjadi bingung apa jang dia harus lakukan. Tinggal disitu rasanja kurang
aman, kalau tinggal pergi, rasanja berat.
Sedang Tik Hun ditjengkam rasa bimbang, tiba2 didengarnja ada suara tindakan orang dikebun
sajur itu. Terdengar seorang mendatangi dengan berdjalan ber-djindjit2. Berdjalan beberapa
langkah, orang itu lantas berhenti seperti sangat ber-hati2, kuatir kalau dipergoki orang.
Makin lama orang itu makin mendekat. Hati Tik Hun mendjadi ber-debar2. "Achirnja Djiksumoay datang djuga mentjari aku. Apakah jang hendak dia bitjarakan padaku" Apa ingin
minta ma"af padaku" Masihkah dia ingat pada hubungan baik dimasa silam?"
Tapi ia mendjadi ragu2 pula: "Apakah jang harus kubitjarakan dengan Sumoay" Ai, sudahlah,
sudahlah! Mereka suami-isteri hidup bahagia, lebih baik aku djangan menemuinja lagi untuk
selamanja." Begitulah hatinja jang penuh rasa dendam itu seketika mendjadi tjair sebagai es. Ia pikir dirinja
asalnja tjuma seorang pemuda desa, andaikan tidak menderita dipitenah seperti ini dan Sumoay
dapat mendjadi isterinja, benar dirinja akan merasa bahagia, tapi sang Sumoay mesti memeras
tenaga berdjerih-pajah selama hidup disawah-ladang, hidup seperti itu tentu takkan
membahagiakan sang kekasih. Kini apakah aku harus menuntut balas dan membunuh Ban Ka"
Sumoay tentu akan mendjadi djanda dan apakah mungkin masih akan menikah padaku,
menikah kepada pembunuh suaminja" Ai, permusuhan ini biarlah kita hapuskan sampai disini
SERIALSILAT.COM ? 2005 129 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
sadja, biarkan mereka suami-isteri, ibu dan anak hidup beruntung untuk hari2 selandjutnja.
Demikian keputusan Tik Hun achirnja.
Karena itu, ia sudah ambil ketetapan takkan banjak bitjara dengan Djik Hong lagi. Segera ia
hendak mengangkat keluar djenazah Ting Tian dari dalam timbunan djerami.
Mendadak terdengar suara "blang" jang keras, pintu gudang itu telah didepak orang dari luar.
Keruan Tik Hun kaget, tjepat ia berpaling dan terlihatlah seorang laki2 djangkung dengan
pedang terhunus telah berdiri diambang pintu. Ternjata orang itu bukanlah Djik Hong seperti
apa jang disangkanja, tapi adalah Ban Ka.
Tik Hun bersuara heran pelahan, tanpa pikir lagi ia djumput kembali pedang jang ditinggalkan
Djik Hong tadi. Wadjah Ban Ka tampak sangat beringas, apalagi melihat pedang jang dipegang Tik Hun itu
adalah milik Djik Hong, keruan ia tambah tjemburu dan bentji, segera katanja dengan dingin:
"Bagus! Mengadakan pertemuan gelap digudang kaju ini, bahkan sendjatanja djuga ditinggalkan
untukmu, apakah merentjanakan pembunuhan suami ja" Hm, mungkin tidak sedemikian
mudah!" Tik Hun sendiri sedang bingung pikirannja hingga seketika tidak tahu apa jang sedang
dikatakan Ban Ka. Jang terpikir olehnja hanja: "Mengapa ia bisa datang kemari" Dari siapa ia
mengetahui aku bersembunji disini" Ja, ja, tentu dia jang mengatakan dan suruh suaminja
menangkap aku untuk mendapatkan hadiah jang disediakan Leng-tihu itu. Ai, mengapa dia
sedemikian tak berbudi dan tidak ingat kebaikan dahulu?"
Melihat Tik Hun bungkam sadja, Ban Ka menjangka pemuda itu merasa salah hingga
ketakutan, tanpa bitjara lagi pedangnja terus menusuk tjepat kedada Tik Hun.
Tapi sekali putar pedangnja, dengan sendirinja Tik Hun menangkis dengan sedjurus Kiam-hoat
adjaran sipengemis tua dahulu, berbareng udjung pedangnja memuntir dan balas mengintjar
tenggorokan lawan. Djurus ilmu pedang Tik Hun ini sangat aneh, dahulu Ban Ka tak mampu menangkis, selang
lima tahun kemudian, tetap ia tidak sanggup menangkis, walaupun sebenarnja selama ini ilmu
pedangnja sudah banjak lebih madju. Sebab tahu2 udjung pedang Tik Hun sudah mengantjam
dilehernja, dalam kagetnja Ban Ka mendjadi bingung tjara bagaimana harus mengelakan diri.
Untuk menangkis terang tidak keburu lagi, hendak balas menjerang djuga sudah ketinggalan.
Dan karena sedikit ragu2 itu, djiwanja boleh dikata sudah tergantung diudjung pedangnja Tik
Hun. Ia mendjadi penasaran dan murka, tapi toh takbisa berkutik.
Melihat wadjah Tik Hun penuh berewok jang tak teratur dan kotor, rasa murka Ban Ka
pelahan2 berubah mendjadi djeri. Teringat olehnja dirinja jang mendjebloskan pemuda itu
kedalam pendjara dengan tipu akal jang litjik untuk kemudian merebut kekasihnja sebagai
isteri sendiri, siapa duga sampai achirnja toh Djik Hong djuga membohongi dirinja. Masih
SERIALSILAT.COM ? 2005 130 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
terhitung dirinja tjukup tjerdik, ketika melihat ada bekas darah jang mengarah kegudang kaju,
ditambah lagi sikap Djik Hong dan puterinja jang masih ketjil itu agak aneh, makanja timbul
tjuriganja. Akan tetapi, ilmu pedang buronan ini ternjata sangat aneh, sedjurus sadja dirinja
sudah tak berdaja. Apakah aku akan mati dibawah tangannja sekarang"
Namun tusukan Tik Hun ternjata tidak diteruskan, ber-ulang2 timbul pertanjaan dalam
hatinja: "Aku membunuh dia atau tidak" Aku membunuh dia atau tidak?"
Dasar watak Ban Ka memang sangat tjerdik dan tjulas, pada detik berbahaja itu tiba2 dilihatnja
sinar mata Tik Hun mengundjuk rasa ragu2, tangan jang memegang pedang itu djuga rada
gemetar, terus sadja ia berseru: "Djik Hong, kemarilah kau!"
Tik Hun mendjadi kaget mendengar Djik Hong disebut, ia berpaling sedikit hendak melihat
Sumoay itu. Tak terduga itu tjuma akal bulus si Ban Ka belaka, sedikit Tik Hun lengah, tanpa
ajal Ban Ka sampukan pedangnja keatas sekuatnja.
Karena djari tangannja sudah terpapas sebagian, dengan sendirinja genggaman Tik Hun kurang
kentjang, kena dibentur pedang Ban Ka jang kuat itu, kontan pedangnja terlepas dari tjekalan
dan mentjelat keluar djendela.
Sekali serang membawa hasil, Ban Ka tidak mau berbuat kepalang tanggung; menjusul
pedangnja menusuk pula. Terpaksa Tik Hun mesti berkelit kian kemari dan mengumpet
dibelakang onggokan kaju. Sekenanja ia sambar sebatang kaju sebagai pedang dan balas
menjerang dengan tjepat. Tapi ketika kedua sendjata saling beradu, pedang Ban Ka jang tadjam telah papas kutung
batang kaju Tik Hun itu. Tjepat Tik Hun timpukan sisa kajunja itu kearah Ban Ka, dan dikala
Ban Ka terpaksa melompat berkelit, segera Tik Hun melolos lagi sebatang kaju jang lain untuk
menjerang pula. Melihat lawannja sudah kehilangan sendjata tadjam, kemenangan sudah pasti berada ditangan
dirinja, Ban Ka mendjadi girang. Ia pikir meski badan sendiri terkena sekali dua oleh pedang
kaju musuh djuga tiada halangannja. Maka sesudah tenangkan diri, ia ganti siasat, ia mainkan
ilmu pedangnja dengan kalem dan menjerang setjara beraaturan.
Taktik Ban Ka itu ternjata berhasil djuga, hanja sebentar sadja lantas terdengar suara gerengan
Tik Hun jang murka, rupanja tangan kanannja terluka, entah otot-tulangnja tjatjat tidak, jang
terang darah lantas mengutjur keluar, karena itu, tangannja mendjadi lemas dan melepaskan
batang kaju jang dipakai sebagai sendjata itu.
Tanpa ampun lagi Ban Ka lantas menambahi sekali lagi hingga paha Tik Hun tertusuk,
menjusul kakinja mendepak, kontan Tik Hun terdjungkal. Ia me-ronta2 hendak merangkak
bangun, tapi lagi2 Ban Ka menendang kerahangnja, seketika Tik Hun kelengar.
SERIALSILAT.COM ? 2005 131 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Hm, pura2 mati?" damperat Ban Ka, kembali pedangnja membatjok sekali dibahu kanan Tik
Hun. Ketika melihat pemuda itu tak berkutik, baru ia pertjaja orang sudah pingsan sungguh2.
Ia pikir: "Leng-tihu telah mendjandjikan lima ribu tahil emas sebagai hadiah kepada siapa jang
dapat menawan kembali kedua buronannja, dengan sendirinja ada lebih baik aku
menangkapnja hidup2. Toh sekali ini kalau didjebloskan lagi kedalam pendjara, sitolol ini pasti
akan melajang djiwanja, buat apa aku mesti membunuhnja dengan tanganku sendiri?"
Lain saat, sekilas tiba2 dilihatnja dibawah onggokan djerami sana mendjulur keluar sebelah
kaki orang. Ia terkedjut dan bergirang pula. "He, disini masih ada seorang lagi!" serunja didalam
hati. Ia tidak tahu kalau Ting Tian sudah mati, maka pedangnja terus membatjok kekaki majat
Ting Tian itu. Ber-ulang2 ia membatjok dua kali dan melihat orang itu tidak bergerak, baru sekarang ia tahu
orang sudah mati. Segera ia hendak menariknja keluar.
Dalam pada itu meski Tik Hun djatuh semaput karena tendangan Ban Ka tadi, namun dalam
benaknja se-akan2 ada satu suara telah berteriak padanja: "Aku tidak boleh mati! Aku tidak
boleh mati! Aku sudah berdjandji kepada Ting-toako untuk menguburnja bersama dengan
Leng-siotjia. Entah disebabkan pikiran jang kuat itu atau bukan, jang terang segera ia dapat siuman kembali,
pelahan2 ia membuka matanja, samar2 ia melihat pedang Ban Ka sedang membatjok keatas
djenazahnja Ting Tian. Semula Tik Hun masih belum djernih pikirannja dan tidak tahu apa artinja kedjadian didepan
matanja itu. Tapi segera dilihatnja Ban Ka hendak menjeret keluar djenazah Ting Tian dari
dalam onggokan rumput djerami. Terus sadja Tik Hun berteriak.
"Djangan mengganggu Ting-toakoku!" ~ dan entah tenaga mendadak timbul dari mana,
seketika ia melontjat bangun terus menubruk kebelakang Ban Ka, sekuat tenaga ia mentjekik
leher lawan itu. Dalam kagetnja segera Ban Ka tusukan pedangnja kebelakang. Tak tersangka olehnja bahwa
Tik Hun memakai Oh-djan-kah jang kebal, meski pedangnja kena menusuk diperut Tik Hun,
tapi toh tidak dapat masuk kedalam perut. Sebaliknja tjekikan Tik Hun dilehernja itu makin
lama semakin kentjang. Karena melihat djenazah Ting Tian dirusak Ban Ka, Tik Hun mendjadi murka seperti orang
kalap. Sakit hati tentang dirinja dipitenah dan disiksa selama ini, sang kekasih direbut,
semuanja ini masih dapat dia hapuskan seperti keputusannja tadi. Tapi kini djenazah Ting Tian
ditjatjat pula sedemikian rupa, hal ini betapapun ia tidak terima. Seketika itu tiada pikiran lain
lagi dalam benaknja selain ingin tjepat2 mentjekik mati musuhnja itu.
Tapi karena ia terluka beberapa tempat, darah mengutjur terus dari lukanja, ia merasa lambatlaun Ban Ka tidak kuat meronta lagi, sebaliknja tenaga tjekikannja sendiri djuga lantas lenjap
SERIALSILAT.COM ? 2005 132 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
dengan tjepat. Ia tjoba kuatkan diri: "Tahanlah sebentar lagi! Tahanlah sebentar lagi! Supaja
dapat mentjekik mati dia!" ~ dan sampai achirnja matanja mendjadi ber-kunang2 dan
pikirannja gelap, achirnja segala apa tidak dapat dirasakan lagi.
Meski Tik Hun sudah pingsan, tapi tangannja jang mentjekik dileher Ban Ka itu masih belum
dilepaskan, namun dengan sendirinja sudah tidak bertenaga pula. Ban Ka djatuh pingsan karena
takdapat bernapas, berbareng Tik Hun djuga tak sadarkan diri.
Maka menggeletaklah kedua pemuda musuh bebujutan itu diatas rumput djerami. Keduanja
seperti sudah mati semua, tapi dada mereka masih berkempas-kempis, napas mereka masih
bekerdja. Keadaan mereka mendjadi untung2an, siapa lebih dulu siuman, siapa akan menang. Kalau Tik
Hun siuman lebih dulu, dengan sendirinja Ban Ka akan dibunuh olehnja, sebaliknja kalau Ban
Ka sadar dulu, djiwa Tik Hun pasti melajang, tidak nanti ia berani mengambil risiko menawan
Tik Hun hidup2 seperti rentjana semula.
Segala apa mungkin terdjadi didunia jang fana ini. Orang baik belum tentu bernasib baik dan
orang djahat belum tentu bernasib buruk. Begitu pula sebaliknja. Setiap orangpun pasti akan
mati, orang jang mati kemudian djuga belum tentu hidup beruntung, tapi bagi orang jang
masih hidup, seperti mengenai Djik Hong dan puterinja jang masih ketjil, soal siapa jang mati
lebih dulu diatara Tik Hun dan Ban Ka terdapat suatu perbedaan jang sangat besar. Pabila
dalam keadaan seperti itu Djik Hong disuruh pilih salah satu diantara mereka agar bisa siuman
lebih dulu, entah siapa jang akan dipilih oleh Djik Hong"
Begitulah kedua orang jang menggeletak didalam gudang kaju itu masih tetap belum sadarkan
diri, sementara itu terdengar suara tindakan seorang jang pelahan2 mendatangi.
Siapakah gerangannja jang datang itu..........."
*** Sebelum djernih pikiran Tik Hun lebih dulu ia mendengar suara mendeburnja air, mukanja
terasa dingin2 perih oleh tetesan2 benda tjair, lalu badannja terasa kedinginan dan sangat lemah.
Dan begitu pulih daja perasaannja, segera kedua tangannja mentjengkeram keras2 sambil
berteriak: "Kutjekik mampus kau, kutjekik mampus kau!" ~ Namun benda jang terpegang
ditangannja itu adalah benda keras dan bukan leher Ban Ka lagi. Menjusul ia merasa badannja
terombang-ambing kekanan dan kekiri.
Ia terkedjut dan tjepat membuka mata, tapi suasana didepannja gelap gelita, air ber-ketes2
diatas kepalanja, didadanja dan diseluruh badannja. Kiranja air hudjan.
Badan Tik Hun masih terus terombang-ambing, dadanja terasa enek dan ingin muntah. Tiba2
dilihatnja sebuah perahu meluntjur lewat disampingnja, perahu itu berlajar. Ja, terang
SERIALSILAT.COM ? 2005 133 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
gamblang itulah benar2 sebuah perahu lajar. Ia mendjadi heran, mengapa disampingnja bisa ada
perahu lewat" Ia ingin bangun untuk melihat apa jang sebenarnja" Tapi antero tubuhnja terasa lemah tanpa
tenaga sedikitpun. Pendek kata, tempat dimana dia berada sekarang terang bukan didalam
gudang kaju lagi. Mendadak timbul ingatan padanja: "He, dimanakah Ting-toako?" ~ Teringat pada Ting-toako,
mendadak timbul sematjam tenaga padanja, segera ia gunakan tangannja untuk menahan dan
dapatlah ia berduduk, walaupun badannja tergeliat beberapa kali.
Maka dapatlah Tik Hun mengetahui keadaan sekitarnja. Kiranja dia berada didalam sebuah
sampan jang sedang meluntjur kemuara sungai mengikuti arus air. Saat itu adalah malam, langit
gelap gelita dengan awan mendung jang tebal dan sedang hudjan lebat. Ia tjelingukan kesana
dan kesini, tapi keadaan kelam-lebam, ia mendjadi kuatir dan ber-teriak2: "Ting-toako! Tingtoako!" Ia tahu sang Toako sudah meninggal, tapi djenazahnja sekali2 tidak boleh hilang. Se-konjong2
sebelah kakinja menjenggol suatu benda jang agak lunak, waktu ia periksa, ia mendjadi girang
tertjampur kedjut. "He, engkau disini, Ting-toako!" serunja tak tertahan. Terus sadja ia rangkul
erat2 djenazah sang Toako jang ternjata berada disamping kakinja didalam perahu.
Sebenarnja keadaan Tik Hun sudah sangat pajah dan tiada punja tenaga, untuk memikirpun
takbisa, tapi ia masih merangkul djenazahnja Ting Tian. Ia merasa kerongkongannja kering,
segera ia mendongak dan pentang mulutnja membiarkan air hudjan membasahi
tenggorokannja. Dalam keadaan sadar-tak-sadar seperti itu, sampai achirnja tjuatja sudah terang
dan hudjanpun sudah reda.
Tiba2 ia melihat paha sendiri diperban sepotong kain. Ia tjoba pusatkan perhatian, ia melihat
kain itu membalut ditempat lukanja. Menjusul ia dapatkan luka2 dilengan dan dipundak djuga
sudah dibalut oleh kain, bahkan sajup2 hidungnja mengendus pula bau obat jang diibubuhkan
diatas luka2 itu. Oleh karena air hudjan, maka kain pembalut itu sudah basah kujup, tapi darah
sudah tidak mengutjur keluar lagi.
"Siapakah jang membalut lukaku" Djika lukaku ini tak dibalut tak usah aku dibunuh orang,
asal darah mengutjur keluar terus djuga pasti djiwaku akan melajang. Lantas siapakah
gerangannja jang membalut lukaku ini?" demikian ia tidak habis mengerti.
Mendadak hatinja merasa berduka dan penuh kesunjian, pikirnja: "Siapa lagi didunia ini jang
sudi memperhatikan diriku dan membantu aku" Ting-toako sudah meninggal, masakah masih
ada orang lain jang mengharapkan hidupku dan membuang temponja jang berharga untuk
membalut lukaku?" Ia tjoba perhatikan kain2 pembalut itu, ia lihat tjara membalutnja dilakukan sangat ter-gesa2.
Kain pembalutnja bukan kain kasaran, sebaliknja adalah kain sutera pilihan, dipinggir kain itu
SERIALSILAT.COM ? 2005 134 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
terdapat pula wiru sulaman jang radjin dan tepi kain jang lain adalah bekas sobekan. Terang
kain sutera itu disobek dari badju kaum wanita jang dilakukan dengan ter-gesa2.
Apakah perbuatan Djik-sumoay" Demikian hati Tik Hun berdebar pula dan dadanja ikut
panas kembali. Ia tersenjum getir dengan sikap mengedjek pada diri sendiri: "Huh, dia telah
suruh suaminja membunuh aku, masakah dapat pula membalut lukaku" Pabila bukan dia jang
memberitahukan kepada suaminja, darimana Ban Ka mendapat tahu aku bersembunji didalam
gudang kaju itu?" Akan tetapi terang dirinja sekarang berada didalam perahu jang terombang-ambing ditengah
sungai Tiangkang dan entah sudah berapa djauhnja meninggalkan kota Kangleng" Betapapun
djuga, paling tidak sementara ini ia sudah meninggalkan tempat berbahaja dan takkan di-uber2
lagi oleh Leng-tihu. "Siapakah gerangannja jang membalut lukaku dan siapakah jang menaruh aku didalam perahu
ini" Bahkan Ting-toako djuga diikut-sertakan bersama aku," demikian ia tidak habis mengerti.
Ia tidak begitu peduli lagi kepada mati atau hidupnja sendiri, tapi djenazah Ting Tian ternjata
tidak lupa disertakan kepadanja, hal inilah jang membuat Tik Hun mau-tidak-mau harus
merasa berterima kasih. Ia terus peras otak memikirkan hal itu, tapi biarpun sampai kepalanja pening djuga tetap tak
terdjawab. Ia tjoba meng-ingat2 kembali apa jang terdjadi selama sehari penuh kemarin. Tapi
terpikir sampai kedjadian Ban Ka membatjok djenazahnja Ting Tian dan dirinja mendjadi
murka serta mentjekik lehernja, dan apa jang terdjadi selandjutnja ia sama sekali tidak tahu
lagi. Ketika tanpa sengadja ia berpaling, tiba2 sikutnja menjentuh sesuatu benda jang keras. Segera ia
melihat disampingnja terdapat satu bungkusan dari kain sutera. Ia mendjadi girang, ia pikir
didalam bungkusan ini pasti akan diperoleh tanda2 jang dapat mendjawab pertanjaannja itu.
Dengan tangan jang gemetar segera ia membuka bungkusan itu. Ia lihat didalamnja adalah
beberapa rentjeng uang perak, seluruhnja kurang-lebih ada 30 tahil, Ketjuali itu ada empat
bentuk perhiasan wanita: sebuah Tju-hoa (tusuk konde dari mutiara jang dibingkai seperti
bunga), sebuah gelang emas, sebuah kalung emas dan sebentuk tjintjin bermata batu mestika.
Selain itu adalah seuntai kalung emas berbandul jang biasa dipakai anak ketjil. Rantai kalung
bandul itu putus seperti ditarik orang dalam keadaan buru2, dan diudjung rantai jang putus itu


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih terkait sepotong ketjil kain sobek, terang bekas ditarik setjara buru2 dari leher anak
ketjil hingga mirip barang tjopetan jang dirampas setjara kasar.
Pada bandul kalung jang berbentuk Kim-so atau gembok emas, jaitu sematjam tabung, bagian
tengah dapat ditjopot dan ditutupkan. Diatas bandul itu terukir empat huruf "Tek Yong Siang
Bo". Tik Hun tidak banjak makan sekolahan, maka ia tidak paham apa artinja empat huruf itu. Ia
pikir mungkin itu adalah nama anak jang memakai kalung bandul itu.
SERIALSILAT.COM ? 2005 135 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Sambil memainkan keempat matjam perhiasan itu, ia mendjadi tambah bingung daripada
sebelum membuka bungkusan itu tadi. Ia pikir: "Uang perak dan perhiasan ini dengan
sendirinja adalah pemberian orang jang menolong aku itu agar aku mempunjai sangu dalam
pelajaran ini. Akan tetapi, siapakah gerangannja" Perhiasan ini bukanlah milik Djik-sumoay,
sebab aku tidak pernah melihat dipakai olehnja."
Siapakah gerangan penolong Tik Hun itu, apakah benar Djik Hong atau bukan"
Pengalaman apa lagi jang diketemukan Tik Hun sesudah lolos dari bahaja"
~Batjalah djilid ke-4~ SERIALSILAT.COM ? 2005 136 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Djilid 4 Begitulah ditengah air sungai jang bergelombang, sampan ketjil itu terbawa arus menudju
kehilir. Sehari suntuk Tik Hun tidak merasa lapar dan djuga tidak merasa lelah, tapi terus memutar
otak memikir: "Siapakah gerangan jang membalut lukaku ini" Siapakah gerangan jang
memberikan uang dan perhiasan dalam buntalan ini?"
Tiang-kang atau sungai Pandjang (Yangtjekiang) jang menghilir ketimur Hengtjiu dan
menjusuri propinsi2 Oulam dan Oupak itu djalannja ber-liku2, arusnja tidak santar, maka
sampan ketjil itupun lambat sekali djalannja. Tertampak djelas satu persatu kota dan desa
dikedua tepi sungai berlalu disamping perahu, kapal2 datang dari hulu sungai, baik jang berlajar
maupun jang didajung, banjak pula sudah berlalu-lalang. Setiap kapal jang lewat disamping
perahu Tik Hun dan melihat keadaan pemuda itu tak keruan matjamnja, rambut dan
berewoknja gondrong tak terawat, mereka memandangnja dengan ter-heran2 dan tjuriga.
Mendjelang magrib, achirnja Tik Hun merasa lapar, perutnja mulai kerontjongan. Ia berbangkit
dan duduk, ia ambil sepotong papan perahu dan mendajung kendaraan air itu ketepi utara
dengan pelahan dengan maksud akan beli sedikit nasi atau djadjan seadanja. Tapi sial baginja,
sekitar situ ternjata melulu ladang belukar belaka, sudah hampir setengah djam sampan itu
terhanjut kehilir menjusur tepi pantai, tetap tiada sebuah rumahpun jang terlihat olehnja.
Setelah perahunja membiluk mengikuti tikungan sungai, tiba-tiba Tik Hun melihat dibawah
pohon Liu jang rindang ditepi sungai situ tertambat tiga perahu nelajan. Diatas perahu itu
tampak asap mengepul. Waktu sampan Tik Hun dekat dengan perahu2 nelajan itu, segera
terdengarlah suara minjak mendidih disertai bau sedap gorengan ikan. Mengendus bau sedap
itu, perut Tik Hun mendjadi tambah lapar. Terus sadja ia rapatkan sampannja keperahu
nelajan itu dan katanja kepada seorang nelajan tua jang berduduk di haluan perahu: "Paman
tukang tangkap ikan, dapatkah aku membeli sepotong ikan gorengmu?"
Melihat muka Tik Hun jang menakutkan itu, nelajan itu mendjadi djeri, mestinja tidak boleh,
terpaksa ia tidak berani menolak, sahutnja: "Ja, baiklah!"
Lalu ia memilihkan seekor ikan goreng jang masih hangat2 ia wadahi didalam mangkok terus
diangsurkan kepada Tik Hun.
"Djika ada nasi, tolong beli pula semangkok," mohon Tik Hun.
SERIALSILAT.COM ? 2005 137 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Terpaksa nelajan itu mengia pula dan kembali menjerahkan satu mangkok penuh nasi pada
Tik Hun. Penghidupan kaum nelajan miskin, maka nasi jang dimakannja itu adalah beras
murahan ditjampur dengan ubi dan Kaoliang (Kaoliang, sematjam tanaman bahan pangan,
Djawawut"). Tik Hun sendiri berasal dari keluarga melarat, apa jang dia makan didalam pendjara djauh
lebih buruk lagi, kini dalam keadaan lapar, nasi jang diterimanja dari nelajan tua itu boleh
dikata seperti nasi liwet, apalagi saking laparnja, maka isi mangkok itu hanja beberapa kali sapu
sadja sudah dilangsir masuk semua kedalam perutnja.
Karena merasa belum tjukup, selagi Tik Hun bermaksud membuka mulut untuk minta
ditambahi semangkok nasi lagi, tiba2 didengarnja suara orang jang serak sedang berseru ditepi
pantai: "Hai, nelajan! Ada ikan besar tidak" Berikan padaku beberapa ekor jang segar!"
Waktu Tik Hun menoleh, ia lihat seorang Hwesio tinggi kurus matanja besar bersinar, sedang
menanja sinelajan dengan bertolak pinggang, sikapnja kasar.
Hati Tik Hun tergetar seketika. Teringat olehnja Hwesio itu adalah satu diantara kelima paderi
jang pernah meretjoki Ting Tian didalam pendjara dahulu itu. Setelah memikir sedjenak,
segera ia pun ingat tjeritanja Ting Tian bahwa Hwesio tingggi kurus ini bergelar Po-siang.
Malam itu, dengan Sin-tjiau-kang jang lihay Ting Tian telah berhasil membinasakan dua
diantaranja, sisa ketiga paderi jang lain sempat melarikan diri. Dan Po-siang ini adalah satu
diantara ketiga orang itu.
Demi mengenali Po-siang, maka Tik Hun tidak berani memandang lagi padanja. Pernah
didengarnja dari Ting Tian, katanja ilmu silat Hwesio ini sangat hebat, sampai Ting Tian
sendiri waktu itu tidak berani jakin dirinja pasti menang. Sekarang Tik Hun insaf pabila Posiang melihat djenazahnja Ting Tian, pasti Tik Hun sendiri djuga akan mendjadi korban
keganasan paderi itu. Begitulah dengan kebat-kebit Tik Hun memegangi mangkok nasi jang sudah kosong itu, saking
kuatirnja sampai tangannja rada gemetar djuga. Dalam hati diam2 ia berdoa: "Djangan gemetar,
djangan gugup, kalau sampai diketahui musuh, tentu tjelaka!" ~ Tapi semakin ia ingin
tenangkan diri, semakin takdapat menguasai diri.
Maka didengarnja sinelajan tua tadi sedang mendjawab: "Maaf Toahwesio, ikan jang kutangkap
harini sudah terdjual habis, sudah tidak ada lagi."
"Siapa bilang tidak ada?" bentak Po-siang dengan gusar. "Aku sudah kelaparan, aku tak peduli,
lekas kau adakan beberapa ekor."
"Tapi benar2 sudah habis, Thaysuhu," sahut sinelajan. "Kalau masih ada, siapa jang tidak dojan
duit, masakah tidak didjual?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 138 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Habis berkata, ia angkat kerandjang ikannja dan dituang terbalik, benar djuga, memang
kerandjang itu kosong melompong tanpa isi.
Namun Po-siang sedang kelaparan sekali, tiba2 dilihatnja Tik Hun sedang menghadapi seekor
ikan goreng didalam mangkoknja ikan itu baru termakan sebagian ketjil. Terus sadja ia berseru:
"Hai, orang itu, disitu ada ikan atau tidak?"
Tik Hun sendiri lagi bingung, mendengar orang bitjara padanja, ia salah sangka orang telah
mengenali dirinja. Keruan ia tambah kuatir, tanpa mendjawab lagi ia terus angkat papan
perahu dan sekali ia tolak kebatang pohon Liu ditepi sungai, segera mendajung sampannja
ketengah sungai. Po-siang mendjadi gusar, kontan ia memaki: "Badjingan, aku tanja engkau punja ikan tidak,
mengapa engkau seperti maling jang ketakutan terus melarikan diri?"
Padahal Tik Hun bukan maling, tapi memang benar ketakutan mendengar tjatji-maki paderi
itu, ia semakin takut. Ia mendajung lebih tjepat hingga sampannja meluntjur ketengah sungai.
Dengan gusar Po-siang terus djemput sepotong batu, segera ia sambitkan kearah Tik Hun
dengan sekuatnja. Walaupun tenaga dalam Tik Hun sudah lenjap, tapi ilmu silatnja belum terlupa. Melihat
sambaran batu jang ditimpukan Po-siang itu sangat keras, kalau kena, pasti djiwanja akan
melajang. Maka tjepat ia mendakan tubuh hingga batu jang ditimpukan Po-siang itu
menjambar lewat diatas kepalanja dengan membawa sambaran angin jang keras. "Plung", batu
itu mentjemplung kedasar sungai hingga air memuntjrat tinggi. Njata tenaga sambitan Po-siang
itu benar2 sangat kuat. Melihat tjara Tik Hun menghindarkan timpukan batunja, gerak-geriknja tjukup gesit, terang
seorang jang pernah melatih silat dan sekali2 bukan kaum nelajan biasa, maka Po-siang
mendjadi tjuriga. Bentaknja segera: "Hajo engkau lekas balik kemari, kalau tidak, segera
kutjabut njawamu!" Sudah tentu Tik Hun tak gubris pada teriakannja, ia mendajung lebih keras malah. Po-siang
mendjadi murka, tjepat ia djemput lagi sepotong batu jang lebih besar terus menimpuk,
menjusul tangan jang lain sambar sepotong batu lagi dan segera disambitkan pula.
Tik Hun sendiripun sedang tjurahkan antero perhatiannja terhadap batu sambitan paderi itu
sambil tetap mendajung se-kuat2nja. Batu pertama dengan mudah dapat dihindarkannja
dengan mendakan tubuh, tapi batu kedua menjambar datang dengan sangat rendah, serendah
badan perahunja, terpaksa Tik Hun merebahkan diri kelantai perahu hingga batu itu persis
menjambar lewat didepan hidungnja, selisihnja tjuma beberapa senti sadja. Dan baru sadja ia
berbangkit, se-konjong2 batu lain menjambar tiba pula, "plok". Dengan tepat batu itu kena
dihaluan perahu hingga kaju bubuk bertebaran, papan haluan perahu telah sempal sebagian.
SERIALSILAT.COM ? 2005 139 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Melihat tjara Tik Hun menghindari batu itu sangat tjekatan, sedangkan sampan ketjil itu
semakin terhanjut oleh arus, diam2 Po-siang memikir: "Kata pribahasa: Memanah orang
sebaiknja memanah kudanja lebih dulu." ~ Maka tjepat ia djemput pula dua potong batu dan
disambitkan, tapi jang diintjar sekarang hanja perahunja sadja.
Tindakannja menjambit perahu ini kalau sedjak mula dilakukan, mungkin sedjak tadi Tik Hun
sudah karam kedasar sungai bersama sampannja. Tapi kini djaraknja sudah makin djauh, berturut2 batu sambitan Po-siang itu mesti tepat mengenai sasarannja, namun tjuma
menghantjurkan sedikit papan dan dinding perahu sadja.
Keruan Po-siang bertambah gopoh ingin lekas2 dapat membekuk Tik Hun. Ia semakin
mendongkol ketika melihat pemuda itu dapat menghindarkan setiap timpukannja. Dari djauh
dilihat rambut Tik Hun jang gondrong itu menjiak tertiup angin, mendadak teringatlah satu
orang olehnja: "Eh, orang ini mirip pelarian dari pendjara itu. katanja Ting Tian telah melarikan
diri dari pendjara Hengtjiu, berita ini ramai dibitjarakan orang Kangouw, boleh djadi dari
buronan ini dapat diperoleh sedikit kabarnja Ting Tian."
Berpikir demikian, napsu serakahnja lantas timbul, jaitu ingin mendapatkan hadiah besar jang
dijanjikan Leng-tihu bila dapat menangkap kembali pelarian pendjara itu. Segera ia ber-teriak2:
"Hai, nelajan! Lekas kemari, bawalah aku memburu orang itu!"
Tak terduga ketiga perahu nelajan jang tadi berlabuh dibawah pohon Liu itu kini sudah
meluntjur pergi karena para nelajan itu mendjadi ketakutan waktu melihat Po-siang
menimpuk orang dengan batu, perbuatannja sangat kasar dan djahat. Maka sekalipun Po-siang
ber-kaok2 hingga tenggorokannja bedjat djuga tiada seorangpun jang sudi kembali untuk
mengangkutnja. Hlm. 7: Gambar: Sambil menghudjani sampan jang didajung Tik Hun itu dengan batu, Po-siang masih terus
mengedjar menjusur sepandjang pantai.
Dengan sendirinja Po-siang semakin kalap. Ia djemput pula beberapa potong batu dan
menimpukan serabutan kepada nelajan2 itu. "Plok", batu kedua telah mengenai batok kepala
salah seorang nelajan itu hingga kepala petjah dan otak berantakan terus terdjungkal kedalam
sungai. Keruan nelajan2 jang lain ketakutan setengah mati, mereka mendajung lebih tjepat
untuk menjelamatkan diri.
SERIALSILAT.COM ? 2005 140 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Po-siang masih tidak rela melepaskan Tik Hun begitu sadja, ia harus mengedjar menjusur tepi
sungai. Begitu tjepat larinja hingga sampan Tik Hun kalah tjepat meluntjurnja. Tjuma Po-siang
mengedjar dipantai utara, sebaliknja Tik Hun mendajung perahunja menjorong ketepi selatan.
Meski kedjaran Po-siang dapat melampaui perahunja Tik Hun, tapi djaraknja djuga bertambah
djauh. Diam2 Tik Hun memikir bila sampai Po-siang dapat memperoleh sebuah perahu dipantai sana
serta memaksa tukang perahu mengangkutnja untuk mengedjar, maka dirinja pasti akan susah
meloloskan diri. Dalam kuatirnja, djalan satu2nja baginja adalah berdoa: "Ting-toako, Tingtoako, undjukanlah kesaktian arwahmu, bikinlah supaja paderi djahat itu tidak mendapatkan
perahu untuk mengedjar."
Biasanja lalu lintas kapal2 dan perahu2 disungai Tiang-kang itu sangat banjak, untunglah
sepandjang beberapa li dipantai utara sana tiada sebuah kapalpun jang berlabuh disana. Maka
selama itu Po-siang takdapat berbuat apa2.
Sekuatnja Tik Hun mendajung perahunja ketepi selatan, meski lebar sungai didaerah sini tidak
terlalu luas, tapi banjak tumbuh2an air jang dapat dipakai sebagai aling2 hingga Po-siang susah
memandang kearahnja. Setelah menepi, Tik Hun lantas panggul buntalan kain itu
dipunggungnja, ia pondong majatnja Ting Tian dan mendarat. Tapi mendadak terpikir suatu
akal olehnja. Ia balik ketepi sungai dan mendorong perahunja tadi ketengah sungai dengan
harapan akan membilukan perhatian Po-siang bila memandang dari djauh tentu akan
menjangka pemuda itu masih terus mendajung perahunja kehilir sungai.
Begitulah Tik Hun lantas melarikan diri tjepat2 tanpa pilih djalanan pula, jang dia harapkan
jalah sedjauh mungkin meninggalkan sungai itu. Akan tetapi siapa duga, belum seberapa
djauhnja tiba2 ia melihat didepan ombak mendebur, kembali ia diadang sungai itu lagi. Kiranja
didaerah situ Tiang-kang djuga membiluk kearah selatan, djadi merupakan sebuah delta ketjil,
maka Tik Hun telah sia2 berlari sedjauh itu.
Lekas2 ia putar balik kekanan, tidak djauh, tiba2 dilihatnja didepan sana ada sebuah kelenteng
bobrok. Segera ia menudju kekelenteng itu sambil pondong majatnja Ting Tian. Setiba didepan
pintu, selagi dia hendak mendorong pintu kelenteng, tiba2 kakinja terasa lemas, ia terdjatuh
mendoprok ketanah dan tidak sanggup berbangkit pula.
Kiranja sesudah terluka, Tik Hun terlalu banjak mengeluarkan darah, badannja sebenarnja
sudah sangat lemah, se-kuat2nja ia telah mendajung perahu pula, ditambah lagi ber-lari2 kuatir
dibekuk Po-siang, maka sampai didepan kelenteng itu ia benar2 sudah kehabisan tenaga.
Ia tjoba me-ronta2 untuk berdiri, tapi tetap lemas, terpaksa ia hanja duduk bersandarkan
dinding pintu dengan napas megap2. Ia mendjadi agak lega ketika melihat tjuatja sudah
remang2, hari sudah mulai gelap. Pikirnja: "Asal menunggu hari sudah malam, paderi djahat itu
tentu takkan dapat menemukan kami lagi,"
SERIALSILAT.COM ? 2005 141 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Meski Ting Tian sudah mati, tapi dalam batinnja ia masih tetap anggap sang Toako sebagai
kawan karibnja jang masih hidup berada disampingnja.
Begitulah sesudah merebah tjukup lama diluar kelenteng lambat-laun tenaganja mulai pulih
dan barulah ia dapat berbangkit. Ia pondong pula majatnja Ting Tian dan membawanja
kedalam kelenteng. Kelenteng itu adalah sebuah "Tho-te-bio", jaitu Toapekong malaikat bumi. Artja Toapekong
itu terbuat dari tanah, potongannja pendek ketjil dan lutju bentuknja.
Pada umumnja, manusia jang kepepet dan sedang menghadapi djalan buntu, sering kali lalu
pasrah nasib kepada jang berkuasa. Begitu pula halnja dengan Tik Hun sekarang, dalam
keadaan merana, timbul djuga rasa hormatnja kepada patung malaikat bumi jang lutju itu,
dengan penuh chidmat iapun berlutut memberi hormat beberapa kali kepada Toapekong itu,
dengan demikian sedikit banjak penderitaan bathinnja mendjadi agak terhibur.
Sambil berduduk didepan altar Toapekong, Tik Hun memandangi djenazah Ting Tian dengan
ter-menung2 sambil bertopang dagu. Keadaan Tik Hun sekarang dapat diibaratkan anjing jang
tak punja rumah madjikan lagi. Mungkin nasib andjing begitu masih lebih baik daripadanja.
Hanja suatu hal jang membuatnja semakin lega jalah tjuatja sudah semakin gelap, hari sudah
malam. Begitulah Tik Hun lalu merebah disamping djenazahnja Ting Tian tiada ubahnja seperti
hidupnja se-hari2 selama beberapa tahun dahulu didalam pendjara jang sempit itu.
Mendjelang tengah malam, tiba2 turun hudjan pula. Hujan itu mula2 rintik2, kemudian sangat
deras, lalu rintik2 pula tiada ber-henti2.
Karena dingin, badan Tik Hun meringkuk hingga mirip babi. Ia tjoba mendesak mendekati
Ting Tian. Tapi mendadak ia menjentuh majat Ting Tian jang sudah kaku dan dingin itu, ia
mendjadi ingat sang Toako sudah meninggal dan tidak dapat bitjara lagi dengan dirinja. Tiba2 ia
berduka dan pilu tak terlukiskan.
Dibawah hudjan rintik2 itu, tiba terdengar ada suara orang berdjalan menudju kekelenteng
bobrok ini. Suara tindakan orang ditanah betjek karena hudjan itu ternjata sangat tjepat.
Tik Hun terkedjut, ia dengar orang itu sudah makin dekat. Lekas2 ia sembunjikan djenazah
Ting Tian itu kebawah medja sembahjang, ia sendiri lantas mengumpet kebelakang altar
Toapekong. Semakin dekat suara tindakan orang itu, semakin berdebar djantung Tung Tik Hun. Kemudian
terdengarlah pintu kelenteng berkeriut dan didorong orang dari luar. Menjusul suara orang itu
lantas memaki: "Keparat, bangsat tua itu entah telah lari kemana hingga antero badan Lotju
basah-kujup kehudjanan!"
SERIALSILAT.COM ? 2005 142 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Njata, memang tidak salah, itulah suaranja Po-siang. Sungguh tidak pantas sekali tjatji-makinja


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

itu, masakan seorang paderi bermulut sekotor itu, demikian diam2 Tik Hun membatin.
Meski Tik Hun tidak banjak pengetahuannja tentang kehidupan manusia, tapi selama
beberapa tahun ini, setiap hari ia telah digembleng oleh Ting Tian dan saban2 mendengar
tjerita sang Toako tentang kedjadian2 dikalangan Kangouw, maka Tik Hun sekarang sudah
bukan Tik Hun pemuda desa jang bodoh lagi. Diam2 ia memikir pula: "Meski Po-siang ini
berdandan sebagai paderi, tapi ia tidak pantang makan dan suka membunuh orang, besar
kemungkinan dia adalah seorang bandit jang maha djahat.
Dalam pada itu terdengar tjatji-maki Po-siang itu semakin kotor, sesudah puas memaki, Posiang terus duduk didepan altar malaikat bumi, menjusul terdengar suara membuka badju,
kiranja Hwesio itu telah mentjopot antero pakaiannja jang basah kujup itu, lalu diperasnja
hingga kering ketepi emper, kemudian pakaiannja digelar diatas altar, ia sendiri lantas
menggeletak dilantai, tidak lama terdengarlah suara menggeros, kiranja sudah tertidur pulas.
"Sungguh berdosa Hwesio djahat ini, masakah tanpa risih sedikitpun tidur telandjang bulat
didepan malaikat bumi?" demikian pikir Tik Hun. Lalu terpikir olehnja: "Dalam keadaan dia
tidak ber-djaga2, biarlah kudjemput sepotong batu dan kepruk kepalanja hingga mampus,
besok tentu aku tidak perlu takut lagi padanja."
Tapi dasar djiwa Tik Hun sangat baik budi, ia tidak suka sembarangan membunuh orang, pula
tjukup tahu ilmu silat Po-siang berpuluh kali lebih tinggi dari dirinja, kalau sekali kepruk
takdapat mampuskan paderi itu, asal dia masih ada tenaga untuk balas menjerang, tentu dirinja
sendiri jang akan mati modar.
Dalam keadaan begitu kalau Tik Hun mau melarikan diri setjara diam2 melalui djalan belakang
kelenteng itu, tentu Po-siang takkan mengetahui.Tapi djenazah Ting Tian masih berada
dibawah medja sembahjang, meski insaf besok djuga akan mati terbunuh musuh, namun Tik
Hun tidak nanti meninggalkan pergi.
Ia dengar hudjan rintik2 masih tiada hentinja, sama seperti kebat-kebit hatinja jang djuga tiada
henti2nja. Ia berharap hudjan lekas terang, dengan demikian Po-siang dapat meninggalkan
kelenteng itu. Tapi melihat gelagatnja, hudjan rintik2 seperti itu biarpun semalam suntuk djuga
belum tentu berhenti. Dan bila hari sudah pagi serta Po-siang tidak mau berangkat dibawah
hujan, tentu dia akan memeriksa keadaan kelenteng itu untuk mentjari barang makanan
umpamanja, dengan demikian pasti dirinja akan dipergokinja.
Namun demikian, timbul djuga harapan untung2an dalam hati Tik Hun, pikirnja: "Boleh djadi
sebelum terang tanah hudjan akan berhenti dan paderi djahat ini karena buru2 ingin mengedjar
aku, mungkin dia terus berangkat dengan ter-gesa2 dan selamatlah aku."
SERIALSILAT.COM ? 2005 143 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tiba2 teringat sesuatu olehnja: "Waktu datang tadi ia telah mentjatji-maki, katanja "bangsat tua"
itu entah telah lari kemana. Usiaku toh belum landjut, mengapa aku dimaki sebagai "bangsat
tua?" Apakah mungkin dia sedang menguber seorang lain lagi jang tua?" ~ Dan pada saat lain
tanpa sengadja ia telah meraba berewoknja sendiri jang tak terawat itu, mendadak ia mengarti
duduknja perkara: "Ah, tahulah aku. Disebabkan rambut dan berewokku ini gondrong tak
terawat hingga bagi pandangan orang lain dengan sendirinja disangka seorang tua. Djadi dia
memaki aku sebagai "bangsat tua?" Hehe, "bangsat tua?""
"Bluk", mendadak Po-siang membalik tubuh dalam tidurnja. Tjara tidur paderi itu ternjata
sangat rusuh, maka kakinja telah menjampar kebawah altar dan tepat mengenai djenazah Ting
Tian. Djago silat setinggi Po-siang, begitu merasa ada sesuatu jang mentjurigakan, seketika akan
terdjaga dari tidurnja. Maka ia menjangka dibawah altar Toapekong itu bersembunji musuh,
terus sadja ia melompat bangun sambil sambar golok jang terletak disampingnja, dalam
kegelapan iapun tidak tahu ada berapa orang musuh jang bersembunji disitu, maka terus sadja
ia membabat dan membatjok serabutan kekanan dan kekiri agar musuh tidak berani
mendekatinja. "Siapa" Djahanam! Keparat!" demikian Po-siang membentak dan memaki. Tapi meski sudah
dibentak dan dimaki toh masih tiada suara sahutan orang. Tjepat ia berdiam sambil menahan
napas untuk mendengarkan apakah ada suara orang.
Dalam keadaan begitu, sudah tentu Tik Hun harus lebih hati2 bahkan bernapaspun tidak
berani keras2, kuatir kalau diketahui paderi djahat itu.
Karena masih kuatir, kembali Po-siang ajun goloknja membatjok kian kemari hingga belasan
kali, menjusul kakinja ikut mendepak, "blang", medja sembahjang kena ditendang roboh, segera
goloknja membatjok pula, "tjret", goloknja kena membatjok sesuatu benda dan terdengar ada
suara tulang remuk. Kiranja majat Ting Tian telah kena dibatjok.
Dengan djelas Tik Hun dapat mendengar suara terbatjoknja majat Ting Tian itu oleh
sendjatanja Po-siang. Meski Ting Tian sudah meninggal dan pada hakikatnja tiada punja daja
rasa lagi, tapi bagi Tik Hun masih tetap menganggapnja sebagai kaka angkat jang terhormat
dan tertjinta. Kini paderi djahat itu berani merusak djenazah sang Giheng, keruan Tik Hun
sangat murka. Dalam pada itu sesudah membatjok sekali serta tidak mendengar sesuatu suara reaksi apa2, Posiang mendjadi ragu2. Tjelakanja dalam kegelapan, tiada sesuatu jang dapat dilihatnja.
Sedangkan alat ketikan api jang dibawanja sudah takdapat digunakan lagi karena basah oleh air
hudjan. Terpaksa ia main mundur kebelakang dengan pelahan2, ia pepetkan punggungnja
kedinding untuk mendjaga kalau disergap musuh dari belakang. Kemudian ia berdiam pula
untuk mendengarkan kalau2 ada sesuatu suara apa2.
SERIALSILAT.COM ? 2005 144 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Begitulah, djikalau Po-siang berada didalam keadaan siap siaga dan penuh tjuriga, adalah
sebaliknja Tik Hun dalam keadaan takut tertjampur gusar pula.
Ketika mendengar majat Ting Tian dibatjok Po-siang tadi, sebenarnja Tik Hun segera ingin
menerdjang keluar untuk mengadu djiwa dengan paderi djahat itu. Tjuma sesudah digembleng
selama lima tahun didalam pendjara, pemuda Tik Hun jang ke-tolol2an dahulu itu telah
berubah mendjadi seorang pemuda jang dapat berpikir. Baru dia hendak melangkah keluar,
segera teringat olehnja: "Djika aku menerdjang dan mengadu djiwa padanja, ketjuali jiwaku
akan melajang pertjuma, terang tiada manfaat lain. Sebaliknja tjita2 Ting-toako jang minta
dikubur bersama Leng-siotjia itu mendjadi gagal dan tak terlaksana, padahal aku sudah
berdjandji padanja, maka sedapat mungkin aku harus bersabar."
Kedudukan kedua orang waktu itu hanja terpisah oleh sebuah dinding aling2 sadja, ketjuali
suara hudjan jang rintik2, suara lain sama sekali tiada terdengar.
Tik Hun insaf apabila suara napas sendiri sedikit keras, seketika djiwanja pasti akan melajang.
Terpaksa ia bernapas dengan sangat pelahan, sedangkan benaknja tiada henti2nja berpikir:
Beberapa djam lagi hari sudah akan terang tanah. Dan kalau paderi djahat itu melihat djenazah
Ting-toako, pasti dia akan merusaknja untuk melampiaskan rasa gusarnja. Lantas apa dajaku
agar djenazah Ting-toako dapat diselamatkan"
Dasar otak Tik Hun memang puntul, sedangkan usaha untuk menjelamatkan djenazah Ting
Tian dari keganasan Po-siang adalah sesuatu tugas jang maha sulit, sekalipun seorang jang
tjerdas djuga pasti akan bingung, apalagi seorang Tik Hun jang bodoh.
Begitulah meski sampai lama ia pikir, sampai kepalanja petjah djuga tetap tiada sesuatu akal
jang dapat diperolehnja. Karuan ia tambah gopoh dan sesalkan diri sendiri: "Wahai Tik Hun,
dasar engkau ini memang pemuda jang goblok, dengan sendirinja engkau takdapat memikirkan
sesuatu akal bagus. Tjoba kalau engkau pintar, tidak mungkin kelabakan seperti sekarang ini."
~ Dan karena saking gelisahnja, ia djambat2 rambut sendiri, tanpa sengadja ia mendjambat
terlalu keras hingga setjomot rambutnja ikut terbubut.
Se-konjong2 benaknja terkilas suatu pikiran: "He, paderi djahat ini menjebut aku sebagai
"bangsat tua", rupanja karena melihat rambut dan berewokku gondrong tak keruan, maka
menjangka aku adalah seorang tua. Pabila sekarang aku mentjukur bersih ...... bukankah dia
akan pangling dan takdapat mengenali diriku" Tjuma sajang, aku tidak membawa pisau tjukur,
tjara bagaimana membersihkan berewok jang kaku ini" Hm, mati djuga aku tidak takut,
kenapa mesti takut sakit" Biarlah aku tjabut sadja dengan tangan satu-persatu.
Apa jang dipikir Tik Hun, segera dilakukannja djuga. Maka seudjung demi seudjung ia
mentjabuti djenggotnja jang kaku2 itu. Sambil mentjabut ia sembari memikir: "Seumpama
paderi djahat ini takdapat mengenali aku lagi, paling2 aku takkan dibunuhnja. Tapi tjara
bagaimana pula harus menjelamatkan Ting-toako" Ah, sudahlah, dapat madju selangkah,
SERIALSILAT.COM ? 2005 145 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
biarlah kumadju terus, asal djiwaku sendiri dapat dipertahankan sementara, tentu aku dapat
mendekati paderi djahat itu dan dikala dia tidak ber-djaga2, aku akan mentjari akal untuk
membunuhnja." Maka satu persatu ia membubuti djenggotnja itu. Pabila hal itu dilakukan dengan pelahan2 dan
hati2, tentu takkan terlalu sakit rasanja. Tapi Tik Hun kuatir kalau hari keburu terang tanah
dan djenggotnja belum lagi tertjabut bersih hingga diketahui oleh Po-siang. Dari itu, tjara
tjabutnja mendjadi buru2 dan sekenanja, dan penderitaannja dapat dibajangkan.
Serta sudah sebagian besar djenggotnja terbubut, tiba2 terpikir pula olehnja: "Seandainja
djanggutku sudah bersih tanpa djenggot, namun rambutku jang gondrong ini tentu djuga akan
dikenali olehnja. Ia telah mengedjar aku sepandjang pantai, tentu keadaan rambut dan
djenggotku jang gondrong ini sudah dilihatnja dengan djelas."
Berpikir begitu, ia mendjadi nekat. Tanpa ragu2 lagi iapun mentjabuti rambutnja.
Mentjabut djenggot masih mending dan tidak terlalu sakit, tapi mentjabut rambut, bahkan
sampai habis kelimis, sungguh rasa sakitnja tak terkatakan.
Tapi dasar watak Tik Hun memang keras dan tidak gampang menjerah, sangat setia pula
kepada Ting Tian, djangankan tjuma mentjabut rambut dan djenggot jang sepele, sekalipun
demi Ting Tian ia mesti korbankan anggota badannja djuga dia takkan mengkerut kening
sedikitpun. Sebetulnja karena usianja masih sangat muda, pula berasal dari desa dan masih
hidjau, maka setjara tolol2an ia telah melakukan akalnja jang aneh dan lutju itu, pabila seorang
Kangouw jang sudah berpengalaman dan lebih tua umpamanja, tentu takkan melakukan usaha
jang bodoh itu. Tik Hun kuatir kalau Po-siang mendengar suaranja, maka setiap mentjabut sedikit rambut dan
djenggotnja, pelahan2 iapun menggeremet mundur setindak, setelah hampir satu djam lamanja,
barulah ia dapat mundur sampai di Tjimtjhe (karas dalam rumah). Dan setengah djam pula,
achirnja dapatlah ia mentjapai pintu belakang kelenteng itu. Ketika mukanja merasa tertetes
air hudjan, barulah pelahan2 ia menghela napas lega.
Tjepat tapi hati2 Tik Hun pendam rambut dan djenggot jang dia tjabut itu kedalam lumpur
untuk mendjaga kalau dilihat Po-siang hingga menimbulkan tjuriganja. Lalu ia raba2 dan gosok2
djanggut dan kepala sendiri, ia merasa dirinja sekarang bukan lagi seorang "bangsat tua", tapi
lebih tepat dikatakan "bangsat gundul". Dalam sedih dan dongkolnja ia mendjadi geli sendiri
pula. Pikirnja: "Setelah kutjabut setjara ngawur begini, tentu kepala dan djanggutku babakbelur penuh darah. Aku harus mentjutjinja hingga bersih, supaja tidak diketahui musuh."
Segera ia djulurkan kepalanja kebawah emper dan membiarkan air hudjan menjirami kepala
dan mukanja jang berlepotan darah itu. Ia mendjadi meringis perih karena luka2 tjabutan itu
kena air. SERIALSILAT.COM ? 2005 146 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Kemudian ia pikir pula: "Wadjahku sekarang susah dikenali lagi. Tapi pakaianku ini kalau
dikenali paderi djahat itu, bukankah usahaku ini akan sia2 belaka" Sedangkan disini tiada jang
dapat kuganti, eh, kenapa aku tidak meniru tjara paderi djahat itu, biarpun telandjang, kenapa
sih?" Maka tjepat ia melepaskan badju dan tjelananja. Badju sudah terbuka, kini tinggal Oh-djan-ih
jang tidak mungkin djuga ditjopot, terpaksa ia hanja mengenakan badju dalam itu dan tanpa
bertjelana. Segera ia robek badju luar serta digubat dipinggangnja hingga mirip bergaun. Ia
kuatir kalau Oh-djan-ih jang dipakainja itu dapat dikenali Po-siang, tanpa pikir lagi ia terus
ber-guling2 ditanah lumpur hingga badju pusaka itu penuh lumpur jang kotor.
Dengan dandanan Tik Hun sekarang jang memper Tarzan, sekalipun Ting Tian hidup kembali
djuga rasanja akan pangling padanja.
Diam2 Tik Hun geli sendiri, pikirnja: "Entah berubah mendjadi matjam apa diriku sekarang
ini" Nanti kalau sudah terang tanah, biarlah aku mengatja dulu dimuka air empang."
Pelahan2 ia menggerumut kebawah sebatang pohon rindang, dengan tangan ia menggali sebuah
liang untuk memendam buntalan ketjil jang dibawanja itu. Pikirnja diam2: "Pabila aku dapat
lolos dari antjaman paderi djahat itu dan dapat menjelamatkan Ting-toako, kelak aku pasti
akan membalas budi pertolongan orang jang telah mengobati lukaku serta memberi sangu dan
perhiasan ini." Setelah selesai ia pendam buntalannja, sementara itu hari sudah remang2. Pelahan2 Tik Hun
berdjalan menudju keselatan, lalu membiluk kebarat, tiada beberapa li djauhnja, hari sudah
terang tanah, tapi hudjan masih belum lagi reda. Ia menaksir Po-siang pasti tidak meninggalkan
kelenteng itu, ia pikir harus mendapatkan sesuatu gaman untuk menghadapi segala
kemungkinan, tapi dihutan belukar demikian, kemana mesti mentjari sendjata" Terpaksa ia
djemput sepotong batu jang tadjam dan lantjip, ia selipkan batu itu dipinggang, ia pikir kalau
dapat menikam sekali sadja ditempat jang mematikan dibadan Po-siang boleh djadi paderi itu
akan dapat dimampuskan. Sebaliknja kalau sekali serang tidak berhasil, maka tjelakalah dirinja,
untuk mana terpaksa ia menjerah nasib.
Dan karena teringat pada sang Toako, iapun tidak sabar menanti sampai mendapatkan sesuatu
sendjata jang tjotjok, terus sadja ia kembali menudju kekelenteng Toapekong itu. Ia pikir
bagaimana nanti harus menghadapi musuh jang djahat itu. "Eh, aku harus pura2 tolol dan
seperti orang sinting, biar aku berlagak sebagai seorang pengemis gelandangan ditempat ini."
demikian pikirnja. Maka waktu mendekati kelenteng itu, segera ia pentang batjot dan tarik suara, ia menjanjikan
"San-ko" (njanjian rakjat didaerah pegunungan) dengan se-keras2nja, begini lagunja:
SERIALSILAT.COM ? 2005 147 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Oiii, adik manis diseberang bukit!
Dengarkan aku menjanji, kalau engkau mentjari suami,
djangan tjari orang sekolah,
orang sekolah moralnja bedjat,
tjarilah suami kepala botak seperti aku si A Sam,
Oi, kepalaku kelimis! Dahulu waktu tinggal dipedesaan di Oulam, Tik Hun memang djagoan njanji, dikala
bertjotjok-tanam disawah ladang atau diwaktu ber-djalan2 dilereng bukit jang indah bersama
Djik Hong, sering mereka sahut-menjahut menjanjikan San-ko jang sangat digemari rakjat
setempat itu. Menurut kebiasaan adat istiadat pedesaan Oulam, lagu San-ko itu dinjanjikan setjara spontan
menurut keadaan setempat dimana sipenjanji berada. Lagunja sering2 kasar dan umum, tiada
ubahnja seperti kata2 se-hari2, hanja tjara menjanjikannja berirama dan pakai tekukan suara
hingga kedengarannja merdu mentakdjubkan.
Dan habis menjanji, tiba2 Tik Hun merasa pilu, teringat penghabisan kalinja memain bersama
Djik Hong, njanjian itu sudah lima tahun tidak pernah membasahi tenggorokannja lagi. Kini
dapat menjanji pula, tapi pemandangan keadaan disekelilingnja ternjata sangat aneh dan
berlainan, kalau dulu sipendengarnja adalah sang Sumoay jang tjantik molek, adalah sekarang
pendengarnja adalah seorang Hwesio gede jang djahat dan........ telandjang bulat.
Begitulah ia sengadja lewat dikelenteng itu dengan pelahan2 lalu ia tjekik lehernja sendiri dan
menjanji pula dengan menirukan suara wanita:
Oi, engkau A Sam sibotak apanja jang menarik"
Berani mimpi beristerikan aku sitjantik"
Emangnja aku kepintjuk kepalamu jang kelimis"
Atau terpikat karena .......
SERIALSILAT.COM ? 2005 148 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Belum lagi njanjiannja selesai, se-konjong2 Po-siang sudah berlari keluar dengan hanja
menutupi badannja dengan badju luar. Rupanja ia ingin tahu siapakah gerangan jang menjanji
itu. Dan ketika melihat kepala Tik Hun gundul pelontos, ia sangka pemuda itu memang
benar2 seorang desa dan botak, ia merasa geli pula mendengar lagu Tik Hun jang meng-olok2
kepala sendiri jang botak serta tjaranja menirukan suara wanita jang lutju itu.
"Hai, gundul, kemari!" seru Po-siang segera.
Tik Hun mendjawabnja dengan menjanji pula:
"Ada keperluan apa Toasuhu memanggil daku"
Apa mau persen emas dan perak"
Harini sibotak A Sam lagi ketumplek redjeki,
Makanja Toasuhu hendak mengundang aku makan babi."
Begitulah sambil menjanji dengan lagak jang di-buat2 djenaka, mau-tak-mau Tik Hun
mendekati Po-siang. Meski sedapat mungkin ia berlagak sebagai pemuda desa jang ke-tolol2an,
tapi hatinja ber-debar2 hebat, wadjahnja djuga berubah.
Untung Po-siang tidak dapat mengenalnja. Dengan tertawa paderi itu berkata: "Hai, A Sam
sibotak, lekaslah engkau mentjarikan makanan untukku dan Toasuhu pasti akan memberi
persen padamu. Ada babi gemuk tidak disini?"
"Ditanah pegunungan sunji tidak ada babi ......"
"Hus," bentak Po-siang sebelum Tik Hun melandjutkan njanjianja. "Bitjaralah jang betul,
djangan pakai njanji2 segala ......
Maka Tik Hun melelet lidah sekali dan pura2 mengundjuk lagak djenaka, lalu menjahut
dengan suaranja jang di-bikin2: "A Sam sudah biasa menjanji, kalau bitjara biasa malah kaku
SERIALSILAT.COM ? 2005 149 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
rasanja. Toasuhu, disekitar sini seluas belasan li tiada kampung djuga tiada desa, djangankan
engkau hendak makan babi, sekalipun mentjari sajur dan bubur djuga susah. Tapi dari sini
kira2 sedjauh 15 li kebarat ada sebuah kota ketjil, disana dapat membeli daging dan arak, ada
ikan ada ajam, apa jang Toasuhu ingin, segala apa djuga dapat dibeli disana, boleh tjoba
Toasuhu pergi kesana sadja."


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tik Hun insaf waktu ini masih belum mampu membunuh Po-siang untuk membalas sakit hati
batjokannja kepada majat Ting Tian itu. Maka jang dia harap tjuma moga2 paderi djahat itu
mau pertjaja pada obrolannja dan mentjari makanan ketempat jang dikatakan itu, dengan
demikian ia ada kesempatan untuk melarikan diri dengan membawa majat Ting Tian.
Akan tetapi hudjan djustreru tidak mau ber-henti2, sedangkan Po-siang tidak mau kehudjanan
lagi, maka mendadak Po-siang telah membentak: "Baiklah lekas kau pergi mentjarikan sedikit
makanan kalau ada arak dan daging lebih baik, kalau tidak, boleh djuga sembelih seekor ajam
atau bebek." Tapi Tik Hun sedang memikirkan bagaimana keadaan majat sang Toako itu, maka sambil
berkata tadi ia terus melangkah masuk djuga kedalam kelenteng. Ia lihat djenazah Ting Tian
sudah diseret keluar oleh Po-siang, pakaian djenazah itu tampak kumal dan tjompang-tjamping
tak keruan, terang sudah pernah digeledah oleh Po-siang. Dalam gemas dan dukanja,
betapapun Tik Hun ingin menahan perasaan djuga takbisa, maka dengan putus2 ia berkata: "Di
..... disini ada orang mati, apakah ....... Toasuhu jang membunuhnja?"
Melihat perubahan wadjah Tik Hun itu, Po-siang menjangka sigundul itu mendjadi ketakutan
melihat orang mati. Maka dengan menjengir ia mendjawab: "Bukan aku jang membunuhnja.
Boleh tjoba kau periksa dia, siapakah orang ini" Apa kau kenal dia?"
Tik Hun terkedjut, ia mendjadi takut karena menjangka dirinja dikenali. Tjoba kalau bukan
bertekad hendak melindungi djenazah Ting Tian, boleh djadi ia sudah angkat langkah seribu.
Maka sedapat mungkin ia tjoba tenangkan diri dan mendjawab: "Potongan orang ini sangat
aneh, bukan orang kampung sini."
"Sudah tentu ia bukan orang kampung sini," udjar Po-siang dengan tertawa. Dan mendadak ia
membentak: "Ajo, lekas pergi mentjarikan sedikit makanan. Kau tidak turut perintahku, apa
minta kugetjek kepalamu?"
Melihat keadaan Ting Tian toh baik2 sadja, Tik Hun merasa lega, maka ber-ulang2 ia
mengiakan sambil putar tubuh hendak keluar kelenteng, pikirnja: "Sementara ini biar aku
menjingkir pergi sadja, asal setengah hari aku tidak datang kembali, karena kelaparan, tentu dia
akan pergi mentjari makanan sendiri, tidak mungkin ia akan membawa serta Ting-toako.
Apalagi dia geledah badan Ting-toako dengan hasil nihil, tentu dia akan putus harapannja."
Tak terduga, baru beberapa langkah ia berdjalan, mendadak Po-siang membentak pula:
"Berhenti! Kau hendak kemana?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 150 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Bukankah Toasuhu minta ditjarikan barang makanan?" sahut Tik Hun.
"Ehm, bagus, bagus!" kata Po-siang. "Dan berapa lama baru engkau dapat kembali?"
"Hanja sebentar sadja, selekasnja tentu aku akan kembali," sahut Tik Hun pula.
"Baiklah, boleh kau pergi lekas!" udjar Po-siang.
Sebelum melangkah keluar, Tik Hun menoleh pula untuk memandang sekedjap kepada
djenazah Ting Tian, habis itu baru ia bertindak pergi. Tapi baru dua tindak ia berdjalan, tibatiba terasa ada angin menjambar dari belakang, menjusul "plak-plok" dua kali, kedua belah
pipinja masing2 telah kena ditampar sekali.
Untung Po-siang menjangka sibotak itu pasti seorang desa jang tidak paham ilmu silat, maka
tjara tempilingnja tidak tidak terlalu keras; Dan untung djuga gerak serangan Po-siang teramat
tjepat, sekali pukul sudah kena sasarannja hingga Tik Hun sama sekali tidak sempat berkelit.
Kalau tidak, tentu rahasia Tik Hun akan ketahuan, sebab otomatis pemuda itu pasti akan
berusaha menghindar dan lupa bahwa dirinja harus berlagak bodoh.
Begitulah Tik Hun mendjadi kaget. "Kenapa kau ...... kau ...." tanjanja dengan tergagap.
Sedangkan dalam hati telah ambil keputusan: "Pabila engkau telah mengetahui rahasiaku,
terpaksa aku mengadu djiwa dengan kau."
Tapi didengarnja Po-siang telah membentak: "Kau membawa uang berapa banjak" Tjoba
keluarkan ingin kulihat!"
Tik Hun melengak sekedjap oleh pertanjaan itu, sahutnja gugup "Aku ..... aku ...."
"Hm, badanmu telandjang begini, orang rudin matjammu masakan punja uang. Potongan
seperti kau ini apa djuga mungkin dapat memindjam atau utang pada orang lain" Hm, kau
bilang akan mentjari makanan, tapi sebenarnja kau hendak menggelojor pergi bukan?"
Mendengar itu, Tik Hun mendjadi lega malah. Njata paderi djahat itu tjuma menjangka dia
hendak melarikan diri sadja.
Maka Po-siang telah berkata pula: "Kau sigundul ini tadi mengatakan bahwa sekeliling sini
tiada sesuatu kampung dan tempat tinggal orang, lalu kemana engkau hendak membeli
makanan serta dapat kembali dalam waktu sebentar. Hm, hm, bukankah kau sengadja
membohong" Ajo, mengaku terus terang sebenarnja apa tudjuanmu."
"Sebab ...... sebab aku takut pada Toasuhu dan ... dan ingin lari pulang," sahut Tik Hun dengan
sengadja gelagapan. SERIALSILAT.COM ? 2005 151 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Po-siang ter-bahak2 senang, ia tepuk2 simbar dadanja jang berbulu hitam ketat itu sambil
berkata: "Takut apa" Takut aku akan makan dirimu?"
Dan karena menjebut soal "makan", seketika perut Po-siang berkerontjongan hingga laparnja
susah ditahan. Padahal sesudah terang tanah, lebih dulu antero pelosok kelenteng itu sudah
digeledahnja, tapi tiada setitik makanan apapun jang diperolehnja. Maka komat-kamit ia telah
menggumam sendiri: "Takut aku makan dirimu" Takut kumakan dirimu?" ~ sambil
menggumam, tiba2 sorot matanja mendjadi bengis sambil mengintjar diri Tik Hun.
Keruan Tik Hun mengkirik, ia dapat membade apa jang sedang dipikir oleh paderi djahat itu.
Dan memang saat itu Po-siang sedang memikir: "Ehm, daging manusia memangnja enak djuga,
hati manusia lebih2 lezat. Ha, kebetulan didepan mata ini ada seekor "babi", mengapa aku tidak
menjembelihnja sekarang djuga?"
Sebaliknja diam2 Tik Hun sedang mengeluh: "Wah, tjelaka! Kalau aku dibunuh olehnja tidak
mendjadi soal, tapi melihat gelagatnja, paderi djahat ini agaknja hendak menjembelih aku
untuk dimakan. Wah inilah sangat penasaran, bagaimanapun aku harus melawannja."
Akan tetapi sekali melawan tentu akan terbunuh, dan sesudah dibunuh tetap ia akan mendjadi
isi perut paderi itu. Apa bedanja melawan dan tidak"
Dalam pada itu setindak demi setindak Po-siang sudah mendekati Tik Hun dengan wadjah
jang menakutkan, dan pemuda itupun setindak demi setindak main mundur kebelakang.
"Hehe, kau terlalu kurus, tinggal tulang belaka, kalau dimakan tentu tidak enak rasanja,"
demikian Po-siang ketawa ter-kekeh2. "Tetapi terpaksa, babi gemuk tidak ada, babi kurus
djuga bolehlah!" ~ dan begitu tangannja mendjulur, segera lengan kiri Tik Hun kena
dipegangnja. Se-kuat2nja Tik Hun meronta, namun tidak mungkin terlepas lagi. Sesaat itu ia mendjadi
kuatir dan takut tak terkatakan. Sesudah menderita siksaan lahir-batin selama beberapa tahun
ini, baginja kematian sendiri bukan soal lagi, tapi bila membajangkan bakal dimakan mentah2
oleh paderi djahat itu, halini benar2 membuatnja mengkirik.
Dasar watak Po-siang itu ternjata sangat djahat dan kedjam, tapi djuga malas. Ia lihat Tik Hun
sudah pasti takdapat melarikan diri dan merupakan daging jang tinggal ditjaplok sadja, ia pikir
lebih baik suruh pemuda itu memasak air dulu, habis itu barulah menjembelihnja. Ia merasa
sajang pemuda itu tidak dapat menjembelih diri sendiri, lalu mengolah pula satu porsi Ang-siolang-bak (bistik daging manusia) dan dihaturkan kepadanja untuk dimakan tanpa repot2
sendiri. Maka katanja kemudian: "Tjara aku menjembelih dirimu dua djalan. Pertama kuiris daging
pahamu sepotong demi sepotong untuk dibuat daging panggang sambil memakannja, hal ini
SERIALSILAT.COM ? 2005 152 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
tentu akan membuat kau banjak lebih menderita kesakitan. Tjara kedua jalah sekaligus
membunuh kau untuk dimasak dan dan dibuat sop daging. Nah, menurut kau, tjara mana jang
lebih enak?" "Sudah tentu daging panggang lebih enak," djawab Tik Hun tanpa pikir. Tapi segera ia tekap
mulutnja sendiri ketika teringat jang akan didjadikan daging panggang adalah dirinja sendiri.
Achirnja ia terus ber-teriak2: "Lebih baik kau lekas?"lekas bunuh aku sadja, kau ". kau "..
paderi djahat ?"" ~ dengan gusar sebenarnja ia terus ingin mentjatji maki, tapi kuatir pula
kalau2 paderi itu mendjadi murka hingga dirinja akan disiksa lebih berat, maka achirnja ia
mengurungkan maksudnja. Dalam pada itu Po-siang sudah lantas berkata dengan tertawa: "Benar, benar! Pintar benar
engkau ini, segala apa tahu. Memang daging panggang lebih enak. He, A Sam, pergilah kedapur
sana dan ambil kuali besi itu kemari, isi pula kuali itu dengan air."
Sudah terang Tik Hun tahu kuali itu akan digunakan untuk memasak dirinja, tapi ia toh masih
tanja: "Untuk apa kuali itu?"
"Hehe, hal ini tak perlu kau tanja," sahut Po-siang dengan tertawa. "Nah lekas pergi sana,
lekas!" "Hendak masak air, biarlah kumasak didapur sadja, kuali itu terlalu berat, dibawa kesini djuga
tidak leluasa," udjar Tik Hun.
"Keparat! Apa jang kuperintahkan harus segera kau kerdjakan tahu" Kau berani
membangkang?" bentak Po-siang dengan gusar. Berbareng ia tempiling Tik Hun sekali.
Sambil memegangi pipinja jang merah begap itu, belum lagi Tik Hun sempat memikir,
menjusul Po-siang telah mendepaknja pula hingga pemuda itu terguling.
Tapi sesudah dihadjar, otak Tik Hun mendjadi tadjam mendadak, pikirnja: "Daripada mati
konjol, biarlah aku melabrak dia mati2an. Dia suruh aku masak air, inilah kesempatan baik
malah, nanti kalau air dalam kuali sudah mendidih, diluar dugaannja segera kusiram badannja.
Dia telandjang bulat, mustahil takkan melotjot dan mati terbakar?"
Renjana Pendekar 8 Pedang Kayu Harum Karya Kho Ping Hoo Pendekar Kidal 3

Cari Blog Ini