Ceritasilat Novel Online

Pedang Hati Suci 9

Pedang Hati Suci Karya Jin Yong Bagian 9


membabat rumput harus berikut akar2nja, kita harus mentjari Siau-ok-tjeng dan
membinasakan dia!" demikian Tik Hun mendengar Hoa Tiat-kan sedang menghasut djago2
silat dari Tionggoan itu didalam gua.
itu, seorang pemuda gagah ganteng mesti mentjintai seorang gadis jang sebenarnja hina-dina,
benar2 tjelaka. Hahaha!"
Begitulah tengah mereka bitjara, sementara itu suara teriakan Ong Siau-hong tadi kedengaran
makin mendjauh malah, agaknja dia tidak tahu letak gua itu, dimana kawan2nja berada, maka
telah membiluk kedjurusan lain. Tjepat Tjui Sing berlari kedepan dan berseru: "Piauko,
Piauko! Aku berada disini, aku berada disini!"
Sungguh girang Ong Siau-hong melebihi orang putus lotere 25 djuta ketika mendadak
mendengar suara djawaban sang Piauwmoay: "Piauwmoay, benar2 kau" Piauwmoay! Dimana
kau" Piauwmoay!" serunja pula.
"Aku berada disini, Piauko!" sahut Tjui Sing.
SERIALSILAT.COM ? 2005 302 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Maka tertampaklah dari arah timur-laut sana ada suatu orang sedang mendatangi setjepat
terbang. Sambil berlari orang itupun ber-teriak2: "Piaumoay! Piauwmoay!"
Mendadak orang itu jang tiada lain adalah Ong Siau-hong ~ terpeleset hingga djatuh
terbanting. Rupanja saking girang demi mendengar suara Tjui Sing tadi, Siau-hong mendjadi
lupa daratan dan berlari terlalu napsu, maka sebelah kakinja telah kedjeblos kedalam satu
lubang hingga dia terdjungkal. Tapi begitu djatuh, segera ia melompat bangun untuk kemudian
lantas berlari pula. Melihat sang Piauko tiba2 djatuh, Tjui Sing berteriak kaget dan kuatir, tjepat iapun berlari
memapak kedepan. Makin lama makin mendekat djarak kedua muda-mudi itu, sampai
achirnja keduanja lantas saling berpelukan dengan terharu.
Sudah lama nama mereka terkenal sebagai "Leng-kiam-siang-hiap", sepasang pendekar muda
jang tersohor, sedjak ketjil mereka berkumpul dan dibesarkan bersama, sudah tentu mereka
mendjadi girang tak terhingga dapat bertemu kembali sesudah mengalami marabahaja jang
penuh gemblengan itu. Dari djauh Tik Hun dapat menjaksikan djuga pelukan mesra antara Tjui Sing dan Ong Siauhong itu. Aneh djuga, entah mengapa timbul djuga sematjam perasaannja jang rada tjemburu.
Sebenarnja selamanja Tik Hun takkan melupakan Djik Hong, meski dia sudah tinggal selama
setengah tahun dilembah bersaldju ini bersama Tjui Sing dan selama itu tidak pernah timbul
sesuatu perasaaan antara pria dan wanita. Tjuma sesudah tinggal bersama sekian lamanja dan
kini mesti berpisah, mau-tak-mau lantas timbul sematjam rasa berat. Pikirnja kemudian: "Ja,
biarlah dia ikut pulang bersama Piauwkonja, itulah djalan paling baik, semoga "Leng-kiamsiang-hiap" mereka hidup bahagia sampai hari tua."
Mendadak didengarnja suara tangisan Ong Siau-hong, mungkin berduka ketika Tjui Sing
memberitahu tentang meninggalnja Tjui Tay.
Selang tak lama, tertampaklah Tjui Sing putar balik ketempat gua sambil bergadengan tangan
dengan Ong Siau-hong. Dengan suara sesenggukan pemuda itu sedang berkata: "Sedjak ketjil
aku dibesarkan Kuku, sungguh aku sangat berduka atas wafatnja, terutama bila teringat
kebaikan Kuku jang selama ini menganggap aku sebagai putera sendiri.
Mendengar sang Piauko menjinggung sang ajah, Tjui Sing mendjadi ikut sedih dan
mentjutjurkan air mata pula.
"Piauwmoay," kata Siau-hong dengan suara pelahan, "selandjutnja kita berdua tidak boleh
berpisah lagi, djanganlah kau berduka, selama hidup ini aku pasti akan mendjaga dirimu sebaik2nja." SERIALSILAT.COM ? 2005 303 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Sedjak ketjil Tjui Sing memang sudah sangat mentjintai sang Piauko, lebih2 sesudah berpisah
sekian lamanja, sesungguhnja siang-malam ia sangat merindukan pemuda pudjaannja itu. Kini
mendengar djandji san Piauko pula, keruan alangkah bahagia rasa hatinja.
Begitulah mereka berdjalan berendeng kearah gua. Tapi setelah dekat, tiba2 Tjui Sing berhenti
dan berkata: "Piauko, marilah sekarang djuga kita pergi sadja dari sini, aku tidak ingin melihat
orang2 itu." "Sebab apa?" tanja Siau-hong dengan heran. "Para paman dan kawan2 jang ikut mentjari kemari
itu dengan tekad bulat bertudjuan menjelamatkan dirimu, dengan tak kenal pajah mereka rela
menderita selama setengah tahun diluar lembah sana, sungguh rasa setia kawan mereka itu
harus dipudji dan dikagumi, masakah kau tidak mengutjapkan terima kasih apa2 dan lantas
tinggal pergi begini sadja?"
"Aku ?".. aku sudah berterima kasih kepada mereka," udjar Tjui Sing dengan menunduk.
"Mereka ber-sama2 datang kesini dari tempat djauh, kalau sekarang kitapun pulang setjara beramai2, bukankah tjara ini lebih baik?" kata Siau-hong. Pula djenazah Kuku harus dibojong
kembali ketanah leluhur, andaikan dibiarkan bersemajam untuk selamanja disini djuga kita
mesti minta persetudjuan dulu dari para Lotjianpwe jang ikut hadir itu. Dan bagaimanakah
dengan Liok-pepek, Lau-totiang dan Hoa-pepek?"
"Marilah kita pergi dulu, nanti akan kudjelaskan padamu." Adjak Tjui Sing. "Hoa-pepek adalah
manusia djahanam, djangan kau suka pertjaja kepada obrolannja jang ngatjo!"
Biasanja Ong Siau-hong tidak suka membangkang segala keinginan sang Piauwmoay, maka
demi sigadis berkeras adjak pergi, sebenarnja Siauw-hong sudah menjerah dan bermaksud
menuruti keinginan Tjui Sing. Tapi sebelum dia mendjawab, tiba2 dimulut gua sana seorang
telah menegur padanja: "Ong-hiantit, baru sekarang kau tiba" Marilah kesini!"
Itulah suara Hoa Tiat-kan. Maka tjepat Siau-hong mendjawab: "Baik, Hoa-pepek!"
Keruan Tjui Sing mendjadi kuatir, dengan membanting kaki ia berkata: "Djadi kau tidak mau
turut lagi pada omonganku?"
Sedjenak Siau-hong mendjadi ragu2. Tapi segera terpikir olehnja: "Hoa-pepek adalah angkatan
tua dari Bu-lim, perintah orang tua mana boleh dibangkang" Apalagi para kawan jang telah
bantu mentjarikan Piauwmoay tanpa kenal lelah itu masih belum ditemui barang sekedjap
lantas kutinggal pergi tanpa pamit, hal ini sesungguhnja tidak pantas. Piauwmoay masih
bersifat kanak2, asal sebentar lagi aku menimangnja dan minta maaf padanja, tentu dia takkan
marah padaku." ~ Maka tangan Tjui Sing lantas digandengnja dan menudju kegua.
Tjui Sing tahu apa jang akan dibitjarakan Hoa Tiat-kan nanti tentu takkan menguntungkan
dirinja, tapi lantas terpikir olehnja: "Aku sutji bersih dan tidak berdosa, biarpun mereka akan
SERIALSILAT.COM ? 2005 304 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
mempitenah dan menjangka djelek padaku, kenapa aku mesti takut?" ~ Maka iapun tidak
membantah lagi dan ikut Ong Siau-hong menudju kegua, tjuma wadjahnja mendjadi putjat
[asi. Setiba didepan gua, berkatalah Hoa Tiat-kan. "Ong-hiantit, kebetulan kau sudah datang, Hiatto-ok-tjeng sudah kubunuh, tinggal seorang Siau-ok-tjeng jang berhasil lolos, marilah kita harus
menangkapnja lagi untuk dibinasakan. Siau-ok-tjeng itu adalah pembunuh Kukumu."
"Sret", mendadak Siau-hong lolos pedangnja, sambil berteriak gusar. Sedjak ketjil ia dipelihara
Tjui Tay, budi kebaikan pendekar besar itu dirasakannja bagaikan orang tua sendiri, kini
mendengar pembunuhnja belum tertangkap, keruan ia mendjadi murka dan bertekad akan
mentjarinja. Dan begitu melolos pedang, segera ia berpaling kearah Tjui Sing untuk melihat
bagaimana sikap sang Piauwmoay.
Dibawah sinar obor jang terang, terlihatlah air muka sang Piauwmoay jang sudah setengah
tahun berpisah itu dalam keadaan putjat pasi, hati Siau-hong mendjadi sedih dan kasihan. Tapi
dilihatnja pula gadis itu sedang menggeleng kepala pelahan atas tindakannja melolos pedang
itu. Tjepat Siau-hong menanja: "Kenapa, Piauwmoay?"
"Ajahku bukan dibunuh oleh ?".. oleh orang itu," kata Tjui Sing.
Mendengar utjapan ini, seketika orang2 jang sudah berkerumun itu mendjadi gusar. Kata
mereka didalam hati. "Sungguh perempuan rendah! Kami telah ikut berkorban bagimu, bahkan
demi nama baikmu dimasa hidup jang akan datang dan demi kehormatan Tjui-tayhiap kami
sengadja menutupi perbuatanmu jang tidak kenal malu dengan Siau-ok-tjeng itu, tapi sampai
sekarang kau masih membela paderi djahat ini, sungguh dosamu ini tak berampun!"
Dilain pihak Ong Siau-hong mendjadi heran demi melihat wadjah semua orang mengundjuk
rasa gusar. Dasarnja dia memang seorang pemuda tjerdik dan pintar, segera terpikir olehnja
mengapa Tjui Sing tadi tidak mau bertemu dengan orang2 ini dan sekarang orang2 inipun
bersikap memusuhi sang Piauwmoay, pasti dibalik kesemuanja ini terdapat rahasia apa2.
Segera Siau-hong berkata: "Piaumoay, marilah kita menurut maksud Hoa-pepek, lebih dulu
kita tangkap Siau-ok-tjeng itu untuk mentjatjahnja hingga hantjur lebur untuk menjembajangi
arwah Kuku. Dan djika masih ada urusan lain lagi, biarlah kita kesampingkan untuk sementara
ini." "Dia ?" dia bukan Siau-ok-tjeng," kata Tjui Sing pula.
Siau-hong melengak dan bingung. Dan ketika dilihatnja pula sikap semua orang mengundjuk
djidjik dan menghina pada sang Piauwmoay, kembali ia terkesiap, lapat2 ia merasa ada sesuatu
jang tidak beres didalamnja. Tapi ia tidak ingin lantas mengusut rahasia apa jang disembunjikan
itu, segera katanja pula dengan suara keras. "Para paman, para saudara dan sobat2 baik, marilah
sekali lagi mohon kalian suka mentjurahkan sedikit tenaga untuk menjelesaikan urusan ini.
Habis Siau-ok-tjeng itu tertangkap, satu-persatu pasti aku orang she Ong akan menghaturkan
SERIALSILAT.COM ? 2005 305 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
terima kasih atas budi kebaikan kalian." ~ Habis berkata, lebih dulu ia lantas membungkuk
untuk memberi hormat. "Ja, marilah kita mentjari Siau-ok-tjeng itu, kita harus bergerak setjepatnja agar paderi
djahanam itu tidak keburu melarikan diri lebih dulu!" seru semua orang be-ramai2. Berbareng
mereka lantas menerdjang keluar gua dengan ber-bondong2.
Maka hanja dalam sekedjap sadja didalam gua itu mendjadi sepi tertinggal Tjui Sing dan Ong
Siau-hong berdua. Entah siapa jang membuang obornja didepan gua, sinar api obor jang
sebentar terang sebentar gelap itu membikin suasana didalam gua itu djadi seram. Wadjah
"Leng-kiam-siang-hiap" djuga sebentar terang sebentar gelap, kedua muda-mudi berhadapan
sambil tangan bergandeng tangan, banjak sekali isi hati masing2, tapi entah tjara bagaimana
mereka harus mulai bitjara.
Diam2 Tik Hun membantin: "Kedua saudara misan telah bertemu kembali sesudah terpisah
sekian lamanja, tentu banjak kata-kata mesra jang ingin mereka utarakan, kalau aku ikut
mendengarkan disini rasanja tidaklah pantas."
Dan selagi Tik Hun bermaksud merajap pergi, tiba2 didengarnja suara tindakan dan dua orang
sedang menudju ketempat sembunyinja itu. Terdengar seorang diantaranja sedang berkata:
"Tjoba kau mentjari kearah sana, aku akan mentjari dari sebelah sini, sesudah satu keliling,
nanti kita bertemu kembali disini."
"Baik," sahut seorang lain "Eh, disekitar sini banjak bekas tapak kaki, mungkin Siau-ok-tjeng itu
bersembunji disekitar sini, kita harus hati2 mentjarinja!"
"He, Lau Song," tiba2 orang jang pertama berkata pula dengan menahan suara: "Nona Tjui itu
tjantik molek, selama setengah tahun ini, sungguh redjeki Siau-ok-tjeng itu bukan main
besarnja setiap hari dilajani seorang gadis djelita seperti nona Tjui!"
"Hahaha! Memang benar!" demikian sahut kawannja dengan ter-bahak2. "Pantas orang she Ong
itu tidak pikirkan hal itu dan rela menerima "barang bekas". Habis susah sih mentjari gadis
setjantik itu." Begitulah kedua orang itu sambil berkelakar dan ter-bahak2 lalu terpentjar untuk mentjari
"Siau-ok-tjeng" alias Tik Hun.
Rupanja mereka tidak tahu bahwa Ong Siau-hong dan Tjui Sing masih berada didalam gua,
mereka mengira bahwa muda-mudi itu tentu sudah ikut keluar gua untuk mentjari musuh,
maka tjara bitjara mereka mendjadi tidak tedeng aling2 hingga pembitjaraan jang tidak sedap
itu dapat didengar semua oleh Siau-hong dan Tjui Sing.
Sudah tentu Tik Hun ikut mendengar semua pembitjaraan kedua orang tadi, diam2 ia merasa
pedih bagi kedua muda-mudi jang didjadikan bulan2an itu, pikirnja: "Hoa Tiat-kan itu benar2
SERIALSILAT.COM ? 2005 306 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
maha djahanam, dia sengadja mengarang tjerita2 kotor jang tidak benar itu untuk merusak
nama baik nona Tjui, apa paedahnja sih baginja?"
Ketika ia mengintip lagi kedalam gua, ia melihat Tjui Sing sedang mundur2 kebelakang dengan
wadjah putjat dan badan gemetar, katanja dengan suara ter-putus2: "Piau ?" Piauko, djangan
kau pertjaja pada ?"pada omongan mereka jang ngatjo-belo!"
Siau-hong tidak mendjawab, tapi mukanja tampak ber-kerut2 menahan perasaan. Terang
utjapan kedua orang tadi se-akan2 ular berbisa jang telah memagut lubuk hatinja. Selama
setengah tahun ini dia menanti diluar lembah bersaldju itu, siang-malam selalu terpikir djuga
olehnja: "Piauwmoay berada ditjengkeram kedua paderi tjabul itu, rasanja sulitlah baginja
untuk mempertahankan kesutjian badannja. Asal djiwanja tidak terganggu, rasaku sudah puas
dan berterima kasih kepada langit dan bumi."
Akan tetapi tiada manusiapun jang mempunjai batas rasa puas. Djika dulu ia berpikir begitu,
adalah sekarang sesudah bertemu kembali dengan Tjui Sing, ia berharap pula agar gadis itu
dapat mendjaga diri tetap dalam keadaan sutji bersih. Dan demi mendengar pertjakapan kedua
orang tadi, diam2 ia memikir: "setiap orang Kangouw sudah mengetahui peristiwa ini, sebagai
seorang laki2 sedjati, aku Ong Siau-hong masakah terima dibuat tertawaan orang?"
Tapi demi nampak keadaan Tjui Sing jang harus dikasihani itu, kembali hatinja lemas lagi, ia
menghela napas sambil menggeleng kepala, katanja kemudian: "Sudahlah, mari kita pergi,
Piauwmoay!" "Tapi kau pertjaja tidak kepada utjapan orang2 itu?" tanja Tjui Sing.
"Kata2 iseng orang luar jang tak keruan itu buat apa mesti digubris?" sahut Siau-hong.
"Tapi, kau pertjaja tidak?" Tjui Sing menegas pula sembari gigit bibir sendiri.
Siau-hong ter-mangu2 sedjenak, kemudian ia menjahut: "Baiklah, aku takkan pertjaja!"
"Tapi didalam hati kau masih ragu2, bukan" Kau pertjaja penuh omongan mereka, bukan?"
kata Tjui Sing. Dan sesudah merandek sedjenak, kemudian sambungnja pula. "Sudahlah,
selandjutnja kau tidak perlu bertemu dengan aku lagi, anggaplah aku sudah mati didalam
lembah bersaldju ini."
"Ai, Piauwmoay, kenapa kau berkata demikian," sahut Siau-hong.
Sungguh pedih sekali rasa hati Tjui Sing, air matanja lantas bertjutjuran. Jang dipikirnja
sekarang hanja selekasnja dapat meninggalkan lembah saldju itu dan meninggalkan orang
banjak, ia ingin menjingkir kesuatu tempat jang tak dikenalnja, suatu tempat jang djauh dari
manusia. Segera ia angkat kaki dan berlari keluar gua, tapi baru ia melangkah keluar gua, tanpa
merasa ia menoleh kepodjok dalam gua itu.
SERIALSILAT.COM ? 2005 307 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Selama setengah tahun ini dipodjok gua itu dia berteduh siang dan malam, meski tiada suatu
alat perabot apa2, tapi dasarnja gadis itu memang radjin dan suka akan kebersihan, maka
banjak djuga barang keradjinan tangan jang telah dibuatnja dari bulu burung seperti tikar, kasur
dan sebagainja. Kini mendekati detik akan berpisah dengan barang2 jang berdampingan selama
setengah tahun dengan dirinja itu, betapapun ia merasa berat djuga.
Tiba2 terlihat olehnja mantel bulu jang pernah dihadiahkannja kepada Tik Hun dahulu itu.
Hatinja tergerak segera dan teringat kepada pemuda itu: "Orang itu bergembar-gembor katanja
dia adalah paderi tjabul dan bertekad akan membunuhnja. Pabila dia diketemukan mereka,
dalam keadaan satu lawan musuh sebanjak itu, apakah dia sanggup menjelamatkan diri?"
Tanpa merasa ia putar balik ketempat tidurnja itu, ia ambil mantel bulu itu dan dipandangnja
dengan ter-mangu2 hingga sekian lamanja.
Melihat badju bulu itu terletak ditempat Tjiu Sing, sedangkan badju itu tampak tjukup
longgar dan besar, bentuknja adalah mantel orang laki2, mau-tak-mau Siau-hong mendjadi
tjuriga. Segera ia menanja: "Badju apakah itu?"
"Badju bulu jang kubuat sendiri," sahut Tjui Sing.
"Apakah untuk kau pakai sendiri?" Siau-hong menegas.
Hampir2 Tjui Sing ketelandjur mendjawab bukan, tapi segera ia merasa tidak tepat djawaban
itu, ia mendjadi ragu2 hingga tidak menjahut.
"Bentuknja seperti badju lelaki?" tanja Siau-hong pula, suaranja bertambah kaku, suatu tanda
hatinja dirangsang rasa gusar.
Tjui Sing mengangguk tanpa mendjawab.
"Kau jang bikin untuk dia?" tanja Siau-hong lagi.
Kembali Tjui Sing mengangguk.
Siau-hong mengambil badju bulu itu dan memeriksanja sedjenak, lalu katanja: "Ehm, bagus
sekali buatanmu ini."
"Piauko," tiba2 Tjui Sing membuka suara, "djanganlah kau memikir jang tidak2, dia dan aku
tiada ?". tiada ?""." ~ ia tidak melandjutkan utjapannja demi melihat sorot mata Siauhong mengundjuk sesuatu sikap jang aneh.
Mendadak Siau-hong membanting badju bulu itu ketempat tidur Tjui Sing sambil berkata
dengan nada mengedjek: "Hm, badjunja mengapa berada ditempat tidurmu?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 308 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Seketika Tjui Sing merasa hampa, sungguh tak tersangka olehnja sang Piauko jang biasanja
menjandjung pudja padanja itu kini mendadak bisa berubah begitu kasar dan mendjemukan.
Dalam dongkolnja iapun tidak sudi banjak memberi pendjelasan lagi, pikirnja: "Ja, sudahlah,
djika kau bertjuriga dan menuduh aku berbuat serong, bolehlah kau bertjuriga dan menuduh
sesukamu, buat apa aku mesti memohon belas kasihanmu untuk memahami penasaranku?"
Dari tempat sembunjinja Tik Hun dapat mengikuti keadaan didalam gua itu dengan djelas, ia
melihat Tjui Sing menanggung penasaran karena disangka menjeleweng dari garis2 kesusilaan,
air muka gadis itu tampak sangat tjemas dan sedih, diam2 Tik Hun ikut merasa tidak enak,
pikirnja: "Aku Tik Hun sudah biasa didakwa dan dipitenah orang setjara se-mena2, bagiku hal2
itu tidak mendjadi soal. Tapi nona Tjui, seorang lemah lembut jang tak berdosa, mana boleh
dia dibiarkan menanggung tuduhan jang tak benar itu?"
Berpikir begitu, djiwa kesatria Tik Hun seketika terbangkit, meski dia tjukup tahu dirinja
sedang ditjari ber-puluh2 djago silat Tionggoan diluar gua sana, kalau kepergok mereka, pasti
djiwanja tak mungkin diampuni. Tapi ia tidak dapat berpikir pandjang lagi,
Hlm. 15 Gambar:

Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ehm, bagus djuga badju bulu ini. Apa kau sendiri jang membuatnja untuk dia?" demikian Tik
Hun mendengar Ong Siau-hong sedang menanja Tjui Sing dengan penuh tjuriga.
sekali lompat segera ia menjusup kedalam gua lagi dan berseru: "Ong Siau-hong, salah besar
apa jang telah kau pikir itu!"
Tjui Sing dan Siau-hong terkedjut semua ketika mendadak nampak seorang menerobos
kedalam gua. Kini Tik Hun tidak gundul lagi seperti dulu, rambutnja sudah panjang kembali,
sesudah memperhatikan sedjenak barulah Ong Siau-hong dapat mengenalnja. Tjepat ia lolos
pedangnja, tangan lain lantas dorong mundur Tjui Sing, dengan pedang siap melintang didepan
dada, sedapat mungkin ia tenangkan diri untuk menghadapi musuh.
"Kedatanganku ini bukan untuk mengadjak berkelahi padamu," kata Tik Hun. "Aku ingin
mengatakan padamu, nona Tjui adalah seorang gadis jang sutji bersih, seorang perawan "tingting", djika kau memperisterikan dia, sungguh redjekimu tak terperikan besarnja. Maka djangan
kau sembarangan berprasangka atas dirinja."
Sungguh sama sekali Tjui Sing tidak menjangka bahwa didalam saat demikian itu mendadak
Tik Hun bisa tampil kemuka tanpa mengenal bahaja jang akan mengantjam padanja, hanja
demi untuk membuktikan kebersihan Tjui Sing jang dituduh setjara kotor oleh orang banjak
itu. Sungguh rasa terima kasih Tjui Sing tak terhingga dan berkuatir pula, maka segera katanja:
"Lekas ?". lekas kau pergi sadja dari sini, semua orang ingin membunuh kau, disini terlalu
bahaja bagimu." "Aku tahu, tapi aku harus mendjelaskan urusan ini kepada Ong-siauhiap, pertjajalah padaku,
nona Tjui adalah seorang gadis sutji bersih, djangan ?". djangan kau sembarangan
mempitenah dia." SERIALSILAT.COM ? 2005 309 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Dasarnja Tik Hun memang tidak pandai bitjara, biarpun sesuatu urusan biasa sadja djuga susah
berbitjara setjara terang, apalagi urusan sekarang ini adalah sesuatu jang rumit dan penting
hingga apa jang dikatakan itu ternjata belum melenjapkan rasa tjuriganja Ong Siau-hong.
Sudahlah, lekas kau pergi sadja! Terima kasih atas maksud baikmu, biarlah kubalas padamu
didjelmaan hidup jang akan datang," demikian kata Tjui Sing dengan terharu. "Nah, lekaslah
kau pergi dari sini, mereka ingin membunuh kau ?".."
Mendengar utjapan Tjui Sing jang penuh memperhatikan keselamatan "Siau-ok-tjeng" itu, rasa
tjemburu Siau-hong mendjadi ber-kobar2. Bentaknja mendadak: "Rasakan pedangku!" ~
Berbareng itu pedangnja terus menusuk kedada Tik Hun.
Meski serangan itu dilakukan dengan sangat tjepat dan teramat lihay, tapi Tik Hun sekarang
sudah bukan Tik Hun dulu lagi. Kini Tik Hun telah memiliki ilmu2 silat kelas wahid "Sintjiau-kang" dan "Hiat-to-bun" sekaligus, dengan kedua matjam ilmu sakti dari dua aliran jang
berbeda itu, biarpun sekarang Ting Tian dan Hiat-to Lotjo hidup kembali djuga belum tentu
mampu menandinginja. Ketika melihat serangan Ong Siau-hong tiba, sedikit Tik Hun mengegos sadja dapatlah ia
menghindarkan tusukan itu. Katanja: "Aku tidak ingin bergebrak dengan kau. Tapi aku
mengharap engkau suka mengambil nona Tjui sebagai isteri, djanganlah bertjuriga sedikitpun
atas kesutjiannja, dia ". dia adalah seorang nona jang baik."
Diwaktu Tik Hun bitjara, susul-menjusul Ong Siau-hong sudah melantjarkan serangan2 pula
setjara gentjar. Tapi seperti tidak terdjadi apa2 sadja Tik Hun dapat berkelit kian kemari
dengan mudah. Diam2 Tik Hun heran: "Aneh, ilmu silat orang ini dahulu sangat bagus,
mengapa selama setengah tahun ini dia tiada kemadjuan, sebaliknja mundur malah?"
Rupanja ia salah sangka, bukanlah ilmu pedang Ong Siau-hong tiada kemadjuan, tapi dia
sendirilah jang selama ini ilmu silatnja telah madju pesat. Padahal Ong Siau-hong tjuma
tergolong djago kelas dua atau tiga dikalangan Bu-lim, sebaliknja Tik Hun sekarang sudah
memiliki dua matjam ilmu silat dari dua aliran Tjing dan Sia jang hebat, ketjuali pengalaman
kurang dan praktek menghadapi musuh masih harus ditambah, tapi dalam hal ilmu silat sedjati
kini dia boleh dikata sudah tergolong kelas tertinggi jang djarang ada tandingannja.
Maka sia2 sadja Ong Siau-hong menjerang ber-ulang2, setiap tusukannja selalu dapat
dihindarkan Tik Hun seperti tiada terdjadi apa2 sadja. Keruan Siau-hong bertambah murka, ia
menjerang makin gentjar dan tjepat.
"Ong-siauhiap," kata Tik Hun, "asal kau berdjandji takkan mentjurigai nona Tjui dan aku
segera akan pergi dari sini. Kawan2mu itu akan membunuh diriku, aku tidak boleh tinggal
terlalu lama disini." ~ Sembari bitjara, tetap ia menghindarkan serangan2 Siau-hong dengan
seenaknja sadja. SERIALSILAT.COM ? 2005 310 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Dalam murkanja, permainan Kiam-hoat Ong Siau-hong semakin lama semakin tjepat. Dalam
hal Ginkang Tik Hun memang belum mentjapai tingkatan jang sempurna, maka lambat-laun ia
mendjadi kewalahan djuga menghadapi serangan pedang jang terlalu gentjar itu. Mendadak ia
intjar batang pedang lawan, sekali djarinja menjentil, "trang", kontan Ong Siau-hong merasa
genggamannja kesakitan, pegangannja mendjadi kendur, pedang terlepas dari tangan dan djatuh
ketanah. Segera Siau-hong bermaksud mendjemput kembali sendjatanja itu, diluar dugaan Tik Hun
terus melangkah madju dan mendorong pundaknja. Dorongan itu sebenarnja tidak keras, tak
terduga Siau-hong tak sanggup lagi bertahan ia terdorong djatuh hingga terguling2 kebelakang,
"bluk", tubuhnja tertumbuk didinding gua dengan keras.
Dasar hati Tjui Sing memang badjik, apalagi sedjak ketjil sudah bergaul dengan baik dengan
sang Piauko, kini melihat Siau-hong terdjungkal sedemikian berat, lekas2 ia memburu madju
untuk membangunkannja. Sebaliknja Tik Hun mendjadi melongo dan terpatung ditempatnja, sungguh bukan maksudnja
hendak mendorong djatuh Ong Siau-hong, sebenarnja ia tjuma bertudjuan mentjegah agar
pemuda itu tidak djemput kembali pedangnja, siapa duga begitu Ong Siau-hong terbentur oleh
tenaganja, kontan sadja terpental begitu berat seperti anak ketjil bertabrakan dengan manusia
raksasa. "Ma ?" maaf, aku tidak sengadja!" kata Tik Hun kemudian sambil melangkah madju.
Sementara itu Tjui Sing sedang menarik lengan kanan Siau-hong sambil bertanja: "Piauko, tidak
apa2, bukan?" Gusar dan tjemburu Ong Siau-hong tak tertahankan lagi, ia anggap Tjui Sing telah tjondong
kepihak Tik Hun, sesudah dirinja dihadjar kini sengadja hendak menjindir padanja. Maka tanpa
mendjawab terus sadja tangan kirinja menampar, "plok", tepat pipi Tjui Sing kena digampar
sekali. "Enjahlah!" bentak Siau-hong.
Keruan Tjui Sing terkedjut, sungguh tak tersangka olehnja bahwa sang Piauko jang biasanja
ramah-tamah dan suka merendah padanja itu kini bisa memukul padanja. Seketika Tjui Sing
mendjadi ter-longong2 malah sambil me-raba2 pipi jang digampar itu.
Sebaliknja Tik Hun mendjadi gusar, bentaknja: "Tanpa sebab apa2, mengapa kau memukul
orang?" Pada saat itulah dari luar gua lantas terdengar suara orang ber-lari2 mendatangi dan beberapa
diantaranja lantas ber-teriak2: "He, didalam gua ada suara orang bertengkar, lekas periksa
kedalam situ, djangan2 Siau-ok-tjeng itu bersembunji didalam gua?"
Tjepat Tjui Sing berkata kepada Tik Hun: "Lekas kau pergi sadja, aku " sangat berterima
kasih kepada maksud baikmu."
SERIALSILAT.COM ? 2005 311 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Untuk sedjenak Tik Hun memandang Tjui Sing, lalu pandang Ong Siau-hong pula, kemudian
djawabnja: "Baiklah, aku akan pergi sadja!" ~ segera ia putar tubuh dan bertindak keluar gua.
Se-konjong2 Ong Siau-hong terus ber-teriak2" "Siau-ok-tjeng itu berada disini! Paderi tjabul itu
berada disini! Lekas tjegat pintu gua, djangan sampai dia lolos!"
"Piauko," seru Tjui Sing dengan kuatir, "tjaramu ini bukankah akan bikin susah pada orang
baik?" Tapi bukannja berhenti, sebaliknja Ong Siau-hong berteriak lebih keras lagi: "Lekas tjegat pintu
gua, lekas! Siau-ok-tjeng akan lari!"
Mendengar suara itu, segera beberapa orang diluar gua sana terus memburu madju untuk
menghadang dimulut gua agar Tik Hun tidak dapat lolos.
Dan begitu melihat Tik Hun sedang mendatangi dengan langkah lebar, salah seorang pentjegat
itu lantas menggertak: "Hendak lari kemana!" ~ berbareng goloknja terus membatjok keatas
kepala Tik Hun. Namun sedikit Tik Hun mengegos, luputlah serangan itu, bahkan ketika Tik Hun tolak kedada
orang itu terus didorong pergi, kontan orang itu terpental keluar hingga tiga orang kawannja
jang berdiri dibelakangnja ikut terseruduk, sekaligus empat orang itu terdjungkal bersama
dengan kepala dan muka bendjut karena saling bentur.
Dan ditengah bentakan dan makian orang2 itulah dengan tjepat Tik Hun lantas menerobos
keluar gua. Rupanja suara ribut2 itu telah didengar djuga oleh djago2 Tionggoan jang lain hingga be-ramai2
mereka memburu datang dari berbagai djurusan. Namun Tik Hun sudah melarikan diri tjukup
djauh. Segera ada tudjuh-delapan djago kelas tinggi menguber kearahnja. Tapi Tik Hun tidak
ingin bertempur dengan mereka, ia pilih termpat semak2 rumput jang lebat untuk
bersembunji, ditengah malam buta, djedjaknja takbisa diketemukan lagi oleh pengedjar2 itu.
Karena mengira Tik Hun telah lari keluar lembah saldju itu, ber-bondong2 para djago
Tionggoan itu lantas ikut mengedjar keluar lembah. Dari tempat sembunjinja Tik Hun dapat
menjaksikan kepergian orang2 itu, ia melihat Ong Siau-hong dan Tjui Sing berdjalan paling
belakang, meski djarak kedua muda-mudi itu terpisah agak djauh, tapi arah jang mereka tudju
adalah sama, makin djauh hingga achirnja bajangan merekapun lenjap dibalik bukit.
Hanja sebentar sadja lembah saldju jang tadinja riuh ramai oleh berisik manusia itu kini telah
berubah mendjadi sunji senjap.
SERIALSILAT.COM ? 2005 312 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Para djago Tionggoan itu sudah pergi semua, Hoa Tiat-kan djuga tiada lagi, Tjui Sing pun
sudah berangkat, hanja tinggal Tik Hun seorang diri. Ia tjoba mendongak, sampai elang
pemakan bangkai jang biasanja suka ber-putar2 diangkasa itupun sekarang tak tertampak lagi.
Suasana benar2 hening sepi, sekarang Tik Hun benar2 merasakan keadaan jang sebatangkara
?"?". *** Tik Hun tinggal pula setengah bulan dilembah saldju itu. Lwekang dan To-hoat jang
diperolehnja dari "Hiat-to-keng" itu telah dilatihnja hingga masak dan sempurna betul, rasanja
sudah tak mungkin akan lupa, lalu ia membakar "Hiat-to-keng" itu, ia taburkan abu kitab
pusaka Hiat-to-bun itu diatas kuburan Hiat-to Lotjo.
"Sudah saatnja kini aku harus berangkat!" demikian pikirnja. "Ehm, badju bulu burung ini tidak
perlu kubawa, biarlah kalau segala urusan sudah kubereskan, segera aku akan kembali
kelembah bersaldju jang selamanja tiada ditinggali manusia ini, selama hidupku biarlah
kulewatkan disini. Hati manusia didjagat ini terlalu kedjam dan tjulas, aku tidak sanggup
menghadapinja!" Begitulah Tik Hun lantas meninggalkan lembah itu dan menudju kearah timur.
Tudjuannja jang pertama jalah pulang kekampung halaman sang guru ~ Djik Tiang-hoat ~
jang berada di Oulam itu. Ia ingin tahu bagaimana keadaan orang tua jang sudah berpisah
sekian lamanja itu. Sedjak ketjil Tik Hun sudah jatim-piatu, ia dibesarkan oleh gurunja itu,
maka melulu sang guru itulah merupakan pamili satu2nja didunia ini. Walaupun perasaannja
kepada Suhunja sekarang sudah djauh berbeda daripada waktu dahulu, tapi ia harus mentjari
tahu dan menjelidikinja hingga djelas.
Dari wilajah Tibet menudju ke Oulam harus melalui Sutjwan. Tik Hun pikir bila ditengah
djalan kepergok pula dengan djago2 Tionggoan itu, tentu tak terhindar dari suatu pertarungan
sengit, padahal dirinja dengan mereka toh tiada punja permusuhan dan sakit hati apa2, kenapa
mesti terdjadi pula pertarungan jang tidak bermanfaat itu" Adapun sebab-musabab daripada
apa jang terdjadi dahulu hakikatnja tjuma salah paham belaka, jaitu gara2 ia mebubut
rambutnja sendiri hingga pelontos, lalu disangka sebagai Siau-ok-tjeng dari Hiat-to-bun jang
djahat itu. Karena itulah, untuk menghindari kesulitan2 ditengah djalan, ia lantas menjamar sedikit, ia
gosok muka sendiri dengan hangus kuali hingga kelihatan kotor dan hitam mirip seorang
pengemis dekil, lalu melandjutkan perdjalanan ketimur. Benar djuga ditengah djalan terkadang
bertemu dengan djago2 jang pernah ikut menguber dirinja itu, tapi mereka tiada jang dapat
mengenalnja, bahkan tidak memperhatikannja.
Kira2 lebih 20 hari, achirnja sampailah Tik Hun dikampung halamannja, jaitu di Moa-keh-po
dipropinsi Oulam barat. SERIALSILAT.COM ? 2005 313 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tatkala itu hawa udara sudah sangat panas, ia melihat tanaman sawah-ladang menghidjau
permai. Semakin dekat dengan kampung halamannja, semakin banjak perasaan2 jang
berketjamuk dalam benaknja, pelahan2 mukanja terasa panas, debaran hatinja djuga makin
keras. Ia terus menjusuri djalan pegunungan jang sudah biasa dilaluinja diwaktu muda dahulu,
achirnja tibalah dia dirumah tinggalnja jang lama. Ketika ia memandang, mau-tak-mau ia
mendjadi kaget, hampir2 ia tidak pertjaja pada matanja sendiri.
Ternjata ditepi kali dibawah pohon Liu jang rindang, dimana dulu berdiri tiga petak rumah
ketjil gurunja itu kini telah berubah mendjadi sebuah gedung jang megah, gedung itu
berdinding putih dan bergenting hitam mengkilap. Gedung itu sedikitnja tiga kali lebih besar
daripada rumah2 ketjil semula itu. Kalau dipandang lebih tjermat, bangunan gedung itu
walaupun tidak terlalu indah, bahkan seperti dibangun setjara ter-gesa2, tapi kemegahannja
sudah bolehlah. Sungguh kedjut dan girang sekali Tik Hun, ia tjoba memeriksa sekeliling situ, ia memang tidak
salah lagi, itulah kampung halamannja dimana ia telah dibesarkan. Pikirnja: "Sungguh sangat
hebat, rupanja Suhu telah mendjadi orang kaja mendadak, makanja pulang kampung dan
bangun gedung." Saking girangnja, tanpa pikir lagi Tik Hun terus berteriak: "Suhu!"
Tapi baru memanggil sekali, segera ia tutup mulut pula. Pikirnja: "Keadaanku jang mirip
pengemis ini mungkin akan membikin Suhu kurang senang, biarlah aku tidak bersuara dulu
untuk melihat gelagat sadja."
Tengah ia memikir, tertampaklah dari dalam gedung itu muntjul seorang, dengan melirik orang
itu mengamat-amati Tik Hun, sikapnja penuh menghina dan memandang djidjik. Tegurnja
kemudian: "Kau mau apa?"
Tik Hun melihat orang itu memakai kopiah miring, badannja kotor penuh debu pasir, sangat
tidak sesuai dengan gedung jang megah itu. Dari sikapnja jang garang itu, Tik Hun menduga
orang mungkin adalah mandor tukang batu dan sebagainja. Maka djawabnja: "Tolong tanja, Pak
Mandor, apakah Djik-suhu ada dirumah?"
"Djik-suhu atau Djak-suhu apa" Entah, tidak kenal!" sahut orang itu sambil melirik.
Keruan Tik Hun melengak, tanjanja pula: "Bukankah tuan rumah disini she Djik?"
"Untuk apa kau tanja tuan rumah segala?" demikian orang itu berbalik menanja. "Apa kau ingin
minta sedekah padanja" Kalau mau mengemis sadja kau tidak perlu tjari tahu siapa tuan rumah
segala. Sekali kukatakan tidak ada ja tetap tidak ada. Hajo, pengemis bau, lekas enjah, lekas!"
SERIALSILAT.COM ? 2005 314 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Djauh2 Tik Hun sengadja datang buat mentjari Suhu jang sudah berpisah sekian lamanja itu,
sudah tentu ia tidak rela pergi begitu sadja hanja mendapat djawaban jang tidak memuaskan
itu. Maka ia berkata pula: "Kedatanganku bukan untuk minta2, aku ingin mentjari keterangan
padamu, dahulu jang tinggal disini adalah orang she Djik, entah sekarang beliau apakah masih
tinggal disini atau tidak!"
"Dasar pengemis jang tjerewet, sudah kukatakan Tauke disini bukan orang she Djik atau she
Djok segala, hajolah lekas pergi kelain tempat sadja!" sahut orang itu dengan mendjengek.
Tengah mereka bitjara, sementara itu keluar lagi seorang dari dalam gedung itu. Orang ini
memakai kopiah tile, pakaiannja bersih dan radjin, dandanannja mirip seorang Koan-keh
(pengurus rumah tangga) keluarga hartawan. Dengan lenggang kangkung Koan-keh itu
berdjalan keluar, segera ia menegur dengan tertawa: "He, Lau Peng, kau bergembar-gembor lagi
ribut mutut dengan siapa?"
"Itu dia, pengemis dekil seperti itu sedjak tadi tjerewet sadja disini, kalau mau minta sedekah
mestinja bitjara terus terang sadja, tapi dia mentjari tahu siapa nama Tauke kita segala,"
demikian simandor jang dipanggil Lau Peng itu mendjawab.
Mendengar keterangan itu, air muka Koan-keh itu rada berubah, ia mengamat-amati Tik Hun
sedjenak, lalu berkata: "Eh, sobat, ada apakah kau mentjari tahu nama Tauke disini?"
Djika Tik Hun beberapa tahun jang lalu tentu akan terus terang mendjawab maksud
tudjuannja. Akan tetapi lain-dulu-lain-sekarang, Tik Hun sekarang sudah bertambah tjerdik,
sudah kenjang pahit getir jang dialaminja didunia Kangouw, kepalsuan manusia umumnja
sudah tjukup dikenalnja. Kini melihat si Koan-keh itu bertanja dengan sorot mata jang penuh
sangsi dan tjuriga, diam2 Tik Hun membatin: "Biarlah djangan kukatakan terus terang, aku
harus mentjari keterangan lebih djauh dengan sabar, bukan mustahil dibalik urusan ini ada
sesuatu jang gandjil."
Karena pikiran itu, maka ia mendjawab: "Ah, tiada apa2, aku ingin tahu she Tauke disini,
perlunja agar aku dapat berseru memanggilnja agar sudi memberi sedekah padaku. Ap.......
apakah engkau ini adalah Tauke sendiri?"
Begitulah Tik Hun sengadja berlagak pilon dan pura2 bodoh supaja tidak menimbulkan tjuriga
orang. Benar djuga Koan-keh itu lantas ter-bahak2. Meski ia merasa Tik Hun itu terlalu tolol, tapi ia
disangka sebagai Taukenja, mau-tak-mau ia merasa senang djuga hingga timbul rasa sukanja
kepada sibotjah tolol itu. Segera katanja: "Aku bukan Tauke disini. He, botjah tolol, mengapa
kau sangka aku sebagai Tauke?"
"Habis, engkau........ engkau sangat gagah dan berwibawa, engkau mempunjai potongan Tauke
besar," sahut Tik Hun sengadja mengumpak.
SERIALSILAT.COM ? 2005 315 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Keruan Koan-keh itu bertambah senang, katanja dengan tertawa: "Botjah tolol, djika kelak aku
Lau Ko benar2 mendjadi Tauke, pasti aku akan memberi persen padamu. He, anak tolol,


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kulihat badanmu kekar dan tenagamu kuat, mengapa tidak tjari kerdja jang benar, tapi malah
mendjadi pengemis." "Habis tiada jang suka memberi pekerdjaan padaku," sahut Tik Hun. "Eh, Tauke, sukalah kau
memberi sedekah sesuap nasi padaku?"
Koan-keh itu ter-pingkal2 saking geli, mendadak ia gablok pundak simandor Peng tadi dan
berkata: "Tjoba kau dengar, ber-ulang2 ia memanggil aku sebagai Tauke. Kalau aku tidak
memberi persen sesuap nasi djuga tidak pantas rasanja. Lau Peng, bolehlah kau suruh dia ikut
gali tanah dan memikul, berikan upah sekedar padanja."
"Baiklah, apa jang kau orang tua kehendaki tentu kulaksanakan," sahut simandor she Peng itu.
Dari logat bitjara mereka itu Tik Hun dapat mengenali mandor she Peng itu adalah penduduk
setempat, sebaliknja Koan-keh she Ko itu berlogat orang utara. Tapi ia pura2 tidak tahu,
dengan penuh hormat ia berkata: "Terima kasih, Tauke besar dan Tauke ketjil!"
"Kurangadjar, sembarangan omong!" maki simandor Peng dengan tertawa.
Sedang si Koan-keh she Ko itu semakin ter-pingkal2. "Hahaha, aku dipanggil sebagai Tauke
besar dan kau adalah Tauke ketjil, bukankah......... bukankah kau disangka sebagai puteraku?"
katanja dengan ter-engah2.
Mandor Peng geli2 dongkol, segera ia djewer telinga Tik Hun, katanja dengan tertawa:
"Sudahlah, masuk kesana! Makan dulu jang kenjang, nanti malam mulai melembur."
Tanpa membangkang sedikit Tik Hun ikut masuk kedalam gedung itu, dalam hati ia merasa
heran: "Aneh, mengapa kerdja lembur diwaktu malam?"
Sesudah masuk kedalam dan menjusur suatu serambi samping, tiba2 Tik Hun terkedjut,
hampir2 ia tidak pertjaja pada matanja sendiri.
Ternjata ditengah gedung itu sedang digali suatu lubang jang sangat dalam dan lebar, begitu
lebar lubang itu hingga pinggir lubang itu hampir mepet dengan dinding disekelilingnja, hanja
tertinggal satu djalan jang sempit untuk orang berlalu. Didalam lubang tanah itu tertampak
penuh menggeletak alat2 gali sebangsa patjul, sekop, kerandjang, pikulan dan sebagainja.
Terang bahwa lubang itu belum selesai digali dan masih dikerdjakan. Kalau melihat gedung
semegah itu dari luar, sungguh siapapun tiada jang menjangka bahwa didalam rumah terdapat
suatu lubang galian jang begitu besar.
"He, botjah tolol, apa jang kau lihat disini dilarang kau tjeritakan pada orang luar, tahu?" kata
simandor Peng tiba2. SERIALSILAT.COM ? 2005 316 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Ja, ja! Aku tahu," demikian sahut Tik Hun tjepat. "Tentu disini Hongsui-nja sangat bagus, tuan
rumah ingin mengubur disini, maka orang luar tidak boleh mengetahuinja."
"Benar, ha, sitolol ternjata pintar djuga," demikian kata simandor. "Marilah ikut aku kebelakang
untuk makan." Sesudah makan se-kenjang2nja didapur, simandor suruh Tik Hun mengaso dan menunggu
diserambi belakang itu dan dipesan djangan sembarangan kelujuran. Tik Hun mengiakan
perintah itu, tapi didalam hati ia semakin tjuriga.
Ia melihat didalam rumah itu tiada sesuatu perabotan jang baik, segala perlengkapan sangat
sederhana, bahkan dapur itu tiada dibuat tungku permanen, tapi tjuma sebuah tungku darurat
jang ditumpuk dengan batu bata sadja dan diatas tungku darurat itu tertaruh sebuah kuali besi.
Medja kursi jang ada djuga sangat kasar, sama sekali tidak sesuai dengan gedung jang megah itu.
Waktu magrib, didapur umum itu penuh ber-djubel2 orang, semuanja adalah orang desa
setempat jang masih muda dan kuat. Be-ramai2 mereka asjik makan-minum dengan gembira.
Tanpa sungkan2 Tik Hun ikut makan bersama orang banjak itu, ia bitjara dengan logat daerah
setempat jang tulen, dengan sendirinja si Koan-keh she Ko dan mandor Peng tidak menaruh
tjuriga apa2, mereka menjangka Tik Hun adalah satu pemuda gelandangan setempat jang tidak
punja pekerdjaan apa2. Selesai makan, mandor Peng lantas membawa orang2 itu keruangan tengah jang terdapat
lubang galian itu, segera ia mengutjapkan kata permbukaan: "Saudara2 sekalian, hendaklah
kalian menggali sepenuh tenaga, mudah2an malam ini ada redjeki, pabila ada jang berhasil
menggali sesuatu benda, baik berupa buku, kertas, maupun sebangsa mangkok-piring dan
sebagainja, tentu kalian akan mendapat hadiah jang pantas."
Maka be-ramai2 para kuli itu telah mengiakan, segera terdengarlah suara riuh dari bekerdjanja
patjul dan sekop jang menggali tanah.
"Huh, sudah menggali selama dua bulan, tapi ada benda mestika apa jang diketemukan" Benar2
orang jang menjuruh kita ini sudah gila harta dan lupa daratan," demikian seorang penggali jang
tidak djauh disebelah Tik Hun itu mendadak menggerutu sendiri.
Hlm. 25 Gambar: Segera Tik Hun menggeser kedekat kuli penggali jang sedang mengomel itu, ia bertanja dengan
suara pelahan: "Sebenarnja barang apakah jang mereka hendak tjari?"
"Menurut Pak Mandor, katanja mereka ingin tjari sebuah baskom wasiat," sahut orang itu.
Sudah tentu Tik Hun tertarik oleh gerundelan kuli kampung itu. "Mestika apakah jang hendak
mereka gali" Masakah disini terdapat sesuatu harta apa segala?" demikian pikirnja. Ia menunggu
simandor agak meleng, segera ia menggeser kedekat kuli jang mengomel tadi, dengan suara
tertahan ia menanja: "Toatjek, sebenarnja mereka ingin mentjari benda mestika apakah?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 317 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"O, benda mestika jang mereka tjari ini benar2 sangat berharga," sahut orang itu dengan suara
berbisik. "Katanja Tauke disini mahir ilmu gaib. Ia bukan orang daerah sini, tapi berasal dari
lain tempat. Dari djauh katanja ia melihat ditempat penggalian ini ada tjahaja mestika jang
menjorong kelangit, ia tahu ditempat ini terdapat benda mestika, maka tanah ini telah
dibelinja, agaknja kuatir kalau rahasianja botjor, maka lebih dulu gedung ini telah dibangun,
lalu mengumpulkan orang, siang hari kami disuruh tidur dan malam hari disuruh kerdja."
"O, kiranja begitu. Apakah Toatjek tahu benda mestika apa jang dia tjari?" tanja Tik Hun pula.
"Sudah tentu aku tahu," sahut kuli itu dengan lagak sok tahu. "Menurut simandor, katanja jang
ditjari adalah sebuah "Tjip-po-bun" (baskom wasiat). Djika kau masukan satu mata uang
kedalam baskom itu, maka lewat semalam, besok paginja mata uang itu akan berubah
mendjadi satu baskom penuh. Kalau dimasuki satu tahil emas, besoknja akan berubah
mendjadi satu baskom emas, pendek kata segala matjam barang jang kau masukan kedalam
baskom, maka dalam semalam sadja barang sedikit ini akan melahirkan barang banjak. Wah,
bukankah itu suatu benda mestika adjaib?"
"Wah, benar2 mestika adjaib!" pudji Tik Hun sambil tiada ber-henti2 mulutnja ber-ketjek2.
Lalu orang itu mengotjeh pula: "Mandor sengadja memesan kita agar tjara kita mematjul harus
pelahan2, tidak boleh keras2, sebab kalau sampai baskom wasiat itu mendjadi rusak kena
patjul, wah, bisa runjam! Kata pak Mandor, bila baskom wasiat itu sudah dapat diketemukan,
kita masing2 akan diberi pindjam pakai satu malam, apa jang kau ingin masukan didalam
baskom itu boleh kau lakukan mana suka. Nah, anak tolol, mulai sekarang boleh kau tjoba2
rentjanakan, barang apakah jang akan kau masukan didalam Tjip-po-bun itu."
Tik Hun pura2 memikir sedjenak, lalu mendjawab: "Aku sering kelaparan, perutku selalu
berkerontjongan, maka aku akan taruh sebutir beras didalam baskom itu dan besok paginja,
wah, sudah mendjadi satu baskom penuh beras putih, bagus bukan?"
"Hahaha! Memang bagus! Haha!" demikian orang itu mendjadi lupa daratan dan bergelak
tertawa. Keruan simandor lantas menoleh demi mendengar ada suara tertawa orang, lantas ia
membentak: "Hus, djangan banjak omong doang! Hajo, lekas kerdja! Lekas gali!"
Orang itu mendjadi ketakutan dan tjepat bekerdja pula dengan giat.
Diam2 Tik Hun membatin: "Masakah didunia ini terdapat Tjip-po-bun apa segala" Emangnja
seperti tjerita Aladin dalam 1001 malam sadja" Ah, madjikan rumah ini pasti bukan seorang
tolol, dibalik kesemuanja ini pasti ada sesuatu tipu muslihat, tapi ia sengadja mengarang tjerita
tentang baskom wasiat segala untuk menipu orang."
Maka sedjenak kemudian, dengan suara tertahan kembali ia menanja orang tadi: "Siapakah
nama Tauke disini" Engkau tadi mengatakan dia bukan orang daerah sini?"
SERIALSILAT.COM ? 2005 318 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Itu dia, bukankah si Tauke sudah berada disitu?" sahut orang itu.
Waktu Tik Hun memandang kearah jang dimaksudkan, ia melihat dari ruangan belakang sana
telah muntjul satu orang, perawakannja tinggi kurus, kedua matanja bersinar tadjam,
pakaiannja sangat perlente, usianja kira2 setengah abad.
Hanja sekedjap sadja Tik Hun memandang orang itu, tapi kontan djantungnja ber-debar2,
tjepat ia berpaling dan tidak berani memandang pula. Didalam hati tiada hentinja ia bertanja2:
"Orang ini sudah pernah kukenal, ja, sudah pernah kukenal. Dimanakah itu" Siapakah dia?"
Begitulah ia merasa muka si Tauke sudah dikenalnja, tjuma seketika tak teringat dimanakah
dulu telah melihatnja. Dalam pada itu si Tauke sudah mulai berkata: "Malam ini harap kalian menggali lebih dalam
lagi satu-dua meter, tidak peduli apakah diketemukan potongan kertas, remukan batu atau
petjahan kaju, satu bendapun tidak boleh dianggap sepele, harus diperlihatkan padaku."
Mendengar suara si Tauke, Tik Hun terkesiap, segera ia sadar: "Ja, ingatlah aku sekarang.
Kiranja dia!" Kiranja Tauke pemilik gedung megah itu tak-lain-tak-bukan adalah sipengemis tua jang pernah
mengadjarkan tiga djurus ilmu pedang kepada Tik Hun ketika berada dirumah Ban Tjin-san di
Heng-tjiu dahulu itu. Tatkala mana badjunja rombeng, rambutnja kusut-masai, sekudjur badannja kotor dekil,
seratus prosen adalah dandanan pengemis.
Tapi kini telah berubah mendjadi seorang hartawan, hampir semuanja telah berganti bulu,
pantas sadja Tik Hun takbisa lantas mengenalnja, dan sesudah mendengar suaranja barulah Tik
Hun ingat siapa gerangannja.
Dan begitu mengenali si Tauke, sebenarnja Tik Hun bermaksud lantas melompat keluar dari
lubang galian untuk menjapanja. Tapi penderitaan dan pengalaman selama beberapa tahun ini
telah menggembleng Tik Hun mendjadi seorang pemuda jang bisa berpikir dan dapat
bertindak hati2 dalam segala hal. Pikirnja: "Paman pengemis tua ini pernah berbudi padaku.
Dahulu djika aku tak ditolong olehnja, mungkin aku sudah terbinasa ditangan bandit terkenal
dari Thay-heng-san jang bernama Lu Thong itu. Kemudian ia telah mengadjarkan tiga djurus
Kiam-hoat lagi padaku hingga aku dapat menghadjar anak murid Ban-supek. Kini kalau dipikir,
sebenarnja ketiga djurus ilmu pedang jang dia adjarkan padaku itu toh sepele sadja, tiada
sesuatu jang luar biasa, tapi pada waktu itu telah menghindarkan diriku dari hinaan dan
penganiajaan orang. Kini dapat berdjumpa pula dengan dia, aku harus menjatakan terima
kasihku selajaknja. Akan tetapi tempat ini adalah bekas kediaman Suhuku, mengapa dia
menggali tanah disini" Dan untuk apa dia membangun gedung sebesar ini untuk menutupi
SERIALSILAT.COM ? 2005 319 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
pandangan orang luar" Dahulu dia adalah seorang pengemis, seorang kere, kenapa sekarang bisa
kaja mendadak?" Begitulah diam2 Tik Hun me-nimang2 dan ambil keputusan akan diam sadja dulu untuk
melihat gelagat. Pikirnja pula: "Aku utang budi padanja, untuk mengutjapkan terima kasih
adalah soal gampang. Tapi mengapa dia tidak kuatir Suhuku akan pulang kesini" Djangan2
.......... djangan2 Suhu sudah meninggal?"
Sedjak ketjil ia sudah ikut dan dibesarkan Djik Tiang-hoat, perasaannja kepada guru itu adalah
mirip orang tua sendiri, kini demi - terpikir gurunja mungkin sudah mati, seketika ia mendjadi
sedih. Tiba2 dipodjok sana terdengar suara gemerinting sekali, patjul kuli penggali itu entah kena
mematjul sesuatu benda keras apa. Tapi demi mendengar suara njaring itu, segera si Tauke
melompat turun kedalam lubang galian itu, tjepat ia djemput sepotong benda.
Serentak kuli2 penggali itu berhenti kerdja semua dan memandang kearah benda jang dipegang
si Tauke. Maka tertampaklah Tauke lagi memegang sebuah....... paku, bolak-balik Tauke
memeriksa paku itu dengan wadjah agak ketjewa. Achirnja ia lemparkan paku itu kepinggir
lubang galian dan memerintah: "Hajo mulai lagi, lekas gali terus!"
Tik Hun kerdja keras semalam suntuk bersama para kuli kampung, selama itu si Tauke terus
mengikuti kemadjuan galian itu. Setelah fadjar menjingsing dan tiada diketemukan sesuatu apa,
barulah si Tauke memerintahkan istirahat.
Sebagaian besar kuli2 kampung itu adalah penduduk sekitar situ, mereka pulang kerumah
masing2. Tapi ada sebagian jang bertempat tinggal agak djauh, mereka lantas merebah dan tidur
diserambi samping rumah gedung itu.
Tik Hun djuga ikut tidur diserambi samping itu. Sampai sore harinja barulah mereka bangun
tidur untuk makan. Badan Tik Hun terlalu kotor, orang lain tidak suka berdekatan dengan dia, diwaktu tidur
maupun makan, selalu orang2 itu mendjauhi Tik Hun. Tapi hal ini malah kebetulan bagi Tik
Hun, risiko dirinja akan dikenali orang mendjadi lebih sedikit.
Selesai makan, dalam isengnja Tik Hun lantas djalan2 kesuatu pedusunan ketjil tidak djauh dari
gedung besar itu untuk mentjari tahu apakah sang guru pernah pulang kampung atau tidak.
Ditengah djalan diketemukan djuga beberapa teman memain diwaktu ketjil, kini teman2 itu
sudah tinggi besar dan asjik bertjotjok-tanam disawah-ladang. Ia tidak ingin dirinja diketahui
orang, maka ia tidak menjapa teman lama itu, tapi sengadja mentjari satu anak tanggung untuk
ditanja tentang keadaan rumah gedung itu. Menurut keterangan botjah tanggung itu, katanja
gedung itu dibangun pada musim rontok tahun jang lalu, pemiliknja sangat kaja dan datang
kesini buat mentjari Tjip-po-bun, namun sudah sekian lamanja benda mestika jang ditjari itu
SERIALSILAT.COM ? 2005 320 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
masih belum ketemu. Sembari berkata botjah itu sambil ketawa2, suatu tanda dongeng tentang
Tjip-po-bun atau baskom wasiat itu telah mendjadi bahan obrolan iseng penduduk setempat.
Ketika ditanja tentang rumah2 petak jang dulu, anak tanggung itu mengatakan sudah lama
rumah2 ketjil itu tidak ditinggali orang dan selamanja djuga tidak pernah ditengok jang
empunja. Maka waktu gedung besar itu dibangun, dengan sendirinja rumah2 petak itu
dibongkar. Tik Hun mengutjapkan terima kasih dan tinggalkan anak tanggung itu, hatinja mendjadi
masgul dan penuh tjuriga pula. Sungguh ia tidak tahu sebenarnja apakah maksud tudjuan
tindak-tanduk sipengemis tua jang penuh rahasia itu.
Ia berdjalan menjusur gili2 sawah dan ladang, ketika melewati sepetak ladang sajur, ia melihat
tanaman ladang itu menghidjau lebat, subur sekali tertanam sajur Khong-sim-djay.
"Khong-sim-djay! Khong-sim-djay!" ~ tiba2 benak Tik Hun bergema suara panggilan jang
njaring merdu dan nakal itu.
"Khong-sim-djay" adalah sajur jang sangat umum didaerah Oulam barat situ, sesuai dengan
namanja, maka sajur itu kopong tengahnja tak bersumbu. Dari itu Sumoaynja Tik Hun, jaitu
Djik Hong, telah memberi nama pojokan itu kepada Tik Hun sebagai olok2 bahwa pemuda itu
berotak kopong, takbisa berpikir, polos dan djudjur, takbisa ber-belit2.
Sedjak Tik Hun meninggalkan kampung halaman itu, selama itu dia mengeram didalam
pendjara di Hengtjiu, kemudian di-uber2 musuh dan achirnja terkurung ditengah lembah
bersaldju. Dan baru harini dia dapat melihat Khong-sim-djay pula.
Tik Hun ter-mangu2 sedjenak memandangi sajur jang bersedjarah itu. Ia berdjongkok dan
memetik setangkai, lalu pelahan2 melandjutkan perdjalanan kebarat.
Disebelah barat adalah pegunungan sunji jang tandus penuh batu karang, pepohonan susah
tumbuh disitu. Ditengah bukit tandus itu terdapat sebuah gua jang tidak pernah didatangi
manusia ketjuali Tik Hun dan Djik Hong jang dulu sering memain kesitu.
Karena terkenang pada masa lalu jang menggembirakan itu, tanpa merasa Tik Hun berdjalan
terus kearah gua. Sesudah melintasi tiga bukit lain dan menerobos dua terowongan besar,
achirnja sampailah dia digua jang terpentjil dan sunji senjap itu.
Didepan gua itu ternjata sudah penuh tumbuh rumput alang2, hingga mulut gua tertutup
rapat. Hati Tik Hun mendjadi berduka terkenang teman main diwaktu ketjil jang ditjintainja
itu kini telah berada dipangkuan orang lain. Ia tjoba menerobos kedalam gua itu, ia melihat
barang2 jang terdapat digua itu masih tetap seperti dulu waktu ditinggal pergi bersama Djik
Hong, sedikitpun tidak pernah didjamah atau pindah tempat. Barang2 seperti bandring jang
dahulu sering digunakannja untuk menangkap burung, boneka tanah jang dibuat Djik Hong,
SERIALSILAT.COM ? 2005 321 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
alat perangkap kelintji, seruling milik Djik Hong diwaktu angon sapi. Semuanja itu masih
terletak baik2 diatas medja batu didalam gua.
Disebelah sana terdapat pula sebuah kerandjang ketjil. Dulu Djik Hong sering datang kegua ini
dengan membawa kerandjang djindjing jang berisi bahan2 dan alat mendjahit. Tertampak
gunting didalam kerandjang itu sudah berkarat, Tik Hun tjoba ambil sedjilid buku pola
menjulam jang sudah kuning dari kerandjang itu. Ia mem-balik2 halaman buku itu dan terkenanglah dimasa dahulu bila dia bersama Djik Hong "pik-nik" kegua ini, sering ia mengajam
kerandjang disitu dan Djik Hong lantas menjulam, terkadang sigadis menjulam bunga atau
burung2an diatas kain tebal guna bahan sepatunja.
Ter-menung2 Tik Hun mengenangkan kedjadian dimasa lampau: ketika satu pasang kupu2
besar warna hitam terbang kian kemari didepan gua, selalu sepasang kupu2 itu terbang
berdjadjaran keatas dan kebawah bagaikan sepasang kekasih jang sedang bertjumbu. Saat itu
Djik Hong telah ber-teriak2: "Nio San-pek, Tjiok Eng-tay! Nio San-pek, Tjio Eng-tay!"
Kiranja penduduk didaerah Oulam barat itu menamakan kupu2 besar warna hitam itu sebagai
Nio San-pek dan Tjio Eng-tay, jaitu sepasang kekasih jang saling tjinta-mentjintai dan sehidupsemati dalam tjerita roman klasik jang terkenal.
Waktu itu Tik Hun sedang mengajam sepatu rumput, pasangan kupu2 itu telah terbang diatas
kepalanja. Mendadak Tik Hun meneplok dengan sepatu rumputnja hingga seekor kupu2
diantaranja tergablok mati. Melihat itu, Djik Hong mendjerit kaget dan menegur dengan
marah: "Ken........ kenapa kau membunuhnja?"
Tik Hun mendjadi gugup karena sigadis mendadak marah, tjepat sahutnja: "Karena kau suka
kupu2, maka aku hendak menangkapnja untukmu."
Kupu jang diteplok mati itu djatuh ditanah, sedang kupu jang lain masih terus terbang
mengitar diatas kawannja jang sudah tak berkutik itu. Maka Djik Hong berkata: "Lihatlah,
bukankah kau berdosa" Mereka adalah pasangan suami-isteri jang rukun, tapi sekarang kau
telah membunuh satu diantaranja."
Dan barulah Tik Hun merasa menjesal, sahutnja: "Ai, memang aku bersalah."
Kemudian Djik Hong telah menirukan bentuk kupu2 jang mati itu dan dibuatnja sebuah pola


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

atau patrun untuk disulam diatas sepatunja sendiri. Waktu tahun baru, kembali ia menjulam
sebuah dompet kain dengan lukisan kupu2 jang sama untuk Tik Hun. Dompet kain itu selalu
tersimpan didalam badju pemuda itu dan baru hilang ketika dia dimasukan pendjara di
Hengtjiu. Patrun itu masih terselip didalam buku pola itu. Ia mengambil patrun kupu2 itu, telinganja
sajup2 seperti mendengar suara Djik Hong: "Lihatlah, bukankah kau berdosa" Mereka adalah
pasangan suami-isteri jang rukun, tapi sekarang kau telah membunuh satu diantaranja."
SERIALSILAT.COM ? 2005 322 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tik Hun ter-menung2 agak lama, ketika ia membalik2 pula halaman buku pola itu, tiba2
didengarnja dari djauh ada suara berkeletakan batu paling bentur, terang itulah suara tindakan
orang jang sedang mendatangi. Diam2 Tik Hun heran, pikirnja: "Djarang ada manusia jang
datang dibukit tandus ini, djangan2 adalah sebangsa binatang buas?"
Segera ia masukan buku pola itu kedalam badjunja, saat lain tiba2 didengarnja ada suara orang
sedang berkata: "Sekitar tempat ini sunji senjap dan bukit karang belaka, tidak mungkin
terdapat disini." "Semakin sepi semakin besar kemungkinanan orang menjimpan harta mestika disini," demikian
suara seorang tua mendjawab. "Maka kita harus mentjarinja dengan tjermat."
"Ha, mengapa ada orang mentjari harta mestika lagi ketempat ini?" pikir Tik Hun. Tjepat ia
menjelinap keluar gua, ia bersembunji dibalik satu pohon besar.
Tidak lama kemudian lantas terdengar ada suara orang bertindak kearah gua. Dari suaranja
dapat diduga sedikitnja adalah 7-8 orang.
Waktu Tik Hun mengintip dari belakang pohon, ia melihat seorang jang djalan paling depan
berpakaian perlente dan berdandan setjara ber-lebih2an, mukanja seperti sudah dikenal Tik
Hun. Menjusul seorang dibelakangnja membawa tjangkul, orang kedua ini berbadan tegap
gagah, mukanja tjakap. Begitu melihat orang kedua ini, seketika darah Tik Hun tersirap,
sungguh kalau bisa ia ingin lantas menerdjang madju untuk menghadjarnja, bahkan sekali
tjekik ia ingin mampuskan orang itu.
Kiranja orang kedua itu tak-lain-tak-bukan adalah musuh besarnja jang telah membikin
sengsara padanja, orang jang telah merebut Sumoaynja jang tjantik serta mendjebloskan Tik
Hun kedalam pendjara, jaitu si Ban Ka adanja.
Sedang orang pertama jang lebih muda tadi ternjata adalah Sim Sia, anak murid Ban Tjin-san
jang buntjitan. Dan dibelakang Ban Ka dan Sim Sia, lalu muntjul pula anak murid Ban Tjin-san jang lain, jaitu
Loh Kun, Sun Kin, Bok Heng, Go Him dan Pang Tan.
Murid Ban Tjin-san seluruhnja ada delapan orang, tapi murid kedua, jaitu Tjiu Kin, dahulu
telah dibunuh oleh Tik Hun didalam taman bobrok dikota Hengtjiu waktu dia bersama Ting
Tian di-uber2 oleh Tjiu Kin dan kawan2nja. Maka kini murid Ban Tjin-san hanja tinggal tudjuh
orang sadja. Sudah tentu Tik Hun sangat heran: "Hendak mentjari harta mestika apakah orang2 ini?"
Pada lain saat tiba2 terdengar Sim Sia berseru: "Suhu, Suhu! Disini ada sebuah gua!"
"O, ja?" sahut suara orang tua tadi. Nadanja penuh rasa girang.
SERIALSILAT.COM ? 2005 323 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Menjusul lantas muntjul seorang jang tinggi besar, itulah dia Ngo-in-djiu Ban Tjin-san adanja.
Sudah beberapa tahun tak bertemu, Tik Hun melihat semangat orang tua itu masih segar dan
kuat, sedikitpun tidak terlihat tanda2 lojo sebagaimana lazimnja orang tua.
Hanja beberapa langkah lebar sadja Ban Tjin-san sudah masuk kedalam gua. Menjusul lantas
terdengar suara2 orang banjak: "He, disini pernah ditinggali orang!" ~ "Debu kotorannja begini
banjak, sudah lama tidak didatangi orang." ~ "Tidak, tidak! Lihatlah ini, disini terdapat tapak
kaki baru." ~ "Ja, disini djuga ada bekas djari tangan!" ~ "Benar, pasti Gian-susiok telah.............
telah mendahului menggondol Soh-sim-kiam-boh itu."
Terkedjut dan geli pula Tik Hun mendengar pembitjaraan orang2 itu. Pikirnja: "Apa barang
jang hendak mereka tjari adalah Soh-sim-kiam-boh" Mengapa sudah sekian lamanja mereka
masih terus mentjari" Menurut Suhu, katanja beliau mempunjai seorang Suheng kedua jang
bernama Gian Tat-peng, tapi Gian-supek itu sudah lama menghilang tanpa ada kabar beritanja,
mungkin sudah lama orangnja meninggal dunia, mengapa sekarang dapat muntjul lagi untuk
berebut Soh-sim-kiam-boh apa segala" Sudah terang bekas tapak kaki dan tangan itu adalah
tinggalanku barusan, tapi mereka menerka setjara ngawur, sungguh lutju!"
Begitulah maka terdengar Ban Tjin-san sedang berkata: "Diam, diam! Djangan ribut! Tjoba
tjarilah sekitar sini dengan tenang."
Lalu ada jang mengomel: "Djika Gian-susiok sudah mendahului datang kesini, mustahil
barangnja tak digondol lari lebih dulu."
"Djik Tiang-hoat itu benar2 seorang jang litjin dan pintar mengatur, ia sembunjikan Kiam-boh
(kitab peladjaran pedang) itu disini, tentu sadja orang lain sudah mentjarinja," udjar jang lain.
"Sudah tentu ia sangat litjin dan pandai mengatur, kalau tidak masakah dia berdjuluk "Tiat-sohheng-kang?"" demikian kata seorang lagi.
Begitulah sambil bitjara mereka terus mengobrak-abrik gua itu. Memangnja didalam gua tidak
terdapat benda apa2, maka sesudah dibongkar-bangkir orang2 itu, tetap tiada sesuatu jang
mereka ketemukan. Menjusul lantas terdengar suara gemerantang jang njaring, itulah suara
tjangkul. Tapi gua itu adalah batu karang, dengan sendirinja tjangkul itu tidak mempan
menggalinja. "Sudahlah, disini tiada terdapat apa2, marilah kita keluar, tjoba kita rundingkan lagi diluar
sana," kata Ban Tjin-san kemudian.
Be-ramai2 ketudjuh anak muridnja lantas ikut sang Suhu keluar gua, mereka mengambil
tempat ditepi suatu sungai ketjil, disanalah mereka berduduk diatas batu karang jang banjak
terserak disitu. SERIALSILAT.COM ? 2005 324 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tik Hun kuatir dipergoki mereka, maka tidak berani mendekat.
Sedangkan suara pertjakapan kedelapan orang itu sangat lirih, maka apa jang dirundingkan
mereka itu takbisa didengar Tik Hun.
Tidak lama kemudian, selesai berunding, kedelapan orang itu tampak berbangkit semua dan
berangkat pergi. Diam2 Tik Hun memikir pula: "Katanja mereka ingin mentjari Soh-sim-kiam-boh apa segala,
tapi belum lagi ketemu sudah lantas tjuriga telah ditjuri lebih dulu oleh Gian-supek.
Sedangkan bekas tempat tinggal Suhu telah dirombak pula mendjadi suatu gedung megah,
katanja sipengemis tua itu ingin mentjari Tjip-po-bun apa segala............. Ah, benar, tahulah
aku!" Begitulah se-konjong2 terkilas sesuatu pikiran pada benaknja, mendadak ia sadar akan
duduknja perkara: "Terang sipengemis tua itu bukan bertudjuan mentjari Tjip-po-bun segala,
tapi iapun ingin mentjari Soh-sim-kiam-boh. Ia jakin kitab pusaka itu berada ditangan Suhuku,
maka sengadja mentjari kemari, dan agar tidak menimbulkan rasa tjuriga orang lain, lebih dulu
ia membangun gedung besar itu, kemudian menggali pekarangan didalam rumah itu untuk
mentjarinja, dan agar tidak membikin geger chalajak ramai, ia sengadja menjiapkan berita
dongengan katanja ingin mentjari Tjip-po-bun, sudah tentu alasan itu tjuma buat membohongi
orang kampung jang bodoh sadja."
Lalu terpikir pula olehnja: "Tempo dulu waktu Ban-supek mengadakan perajaan hari ulang
tahun di Hengtjiu, pengemis tua itu siang-malam selalu mengintjar disekitar kediaman Bansupek, suatu tanda dia mempunjai sesuatu maksud tudjuan. Ja, sesudah tidak menemukan
Soh-sim-kiam-boh jang ditjari itu, masakah rombongan Ban Tjin-san takkan mendatangi
rumah gedung itu untuk menjelidiki lebih djauh" Mungkin kedatangan mereka kesini sudah
lama, maka gedung itu sudah pernah mereka datangi. Namun urusan ini terang belum selesai,
biarlah aku menanti dirumah gedung itu sadja untuk menonton keramaian. Ja, dibalik semua
kedjadian ini pasti ada sesuatu rahasia lain."
"Tapi kemanakah perginja Suhu selama ini?" demikian pikirnja pula. "Bekas tempat tinggalnja
telah dibongkar-bangkir orang sedemikian rupa, masakah beliau sama sekali tidak tahu" Apa
benar beliau tidak pernah pulang kemari" Lalu bagaimana dengan Djik-sumoay" Ja, mungkin
dia masih tinggal di Hengtjiu dan sedang menikmati kebahagiaan sebagai njonja muda keluarga
Ban jang kaja-raja. Sudah tentu orang2 keluarga Ban itu tidak memberitahukan pada Sumoay
bahwa bekas tempat tinggalnja itu akan diobrak-abrik. Dan apakah jang sedang dikerdjakan
Sumoay saat ini"......"
*** Hlm. 35 Gambar: SERIALSILAT.COM ? 2005 325 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Mendadak terdengar suara "blang" jang keras, pintu depan telah didobrak orang hingga
terpentang, serempak anak-murid Ban Tjin-san terus menjerbu kedalam dan mengepung Gian
Tat-peng di-tengah2. Malamnja, kembali didalam rumah gedung itu terang-benderang dengan tjahaja lilin, belasan
kuli kampung asjik mengajun tjangkul mereka untuk menggali tanah.
Tik Hun djuga berada diantara kuli2 penggali itu, ia tidak terlalu giat, tapi djuga tidak malas,
dengan demikian ia mengharap tidak menarik perhatian orang lain. Apalagi rambutnja kusutmasai, djenggot dan kumisnja tak tertjukur hingga hampir seluruh mukanja tertutup oleh
berewoknja jang tak terawat itu, ditambah lagi debu tanah jang berlepotan dimukanja, keruan
muka aslinja mendjadi lebih susah dikenali.
Malam ini penggali2 itu menitik-beratkan podjok utara dari lubang tanah itu, sedang
sipengemis tua sedang berdjalan mondar-mandir ditepi lubang galian itu sambil menggendong
tangan. Sudah tentu sekarang ia bukan lagi seorang pengemis jang dekil dan mesum, tapi adalah
seorang Tauke besar jang hidup mewah, badjunja buatan dari bahan sutera satin, pada djari
manis kiri memakai sebuah tjintjin permata djamrud, ikat pinggangnja djuga terikal sepotong
batu kemala jang susah dinilai harganja.
Se-konjong2 Tik Hun mendengar diluar gedung itu ada suara orang merajap datang, dari kanankiri dan muka-belakang, semua djurusan ada suara merajap orang. Djarak pendatang2 itu masih
sangat djauh, agaknja sipengemis tua masih belum mengetahui sedikitpun.
Tik Hun tjoba miringkan tubuh untuk melirik sipengemis itu, tapi sang Tauke ternjata tenang2
sadja seperti tidak merasakan apa2. Sementara itu Tik Hun mendengar suara tindakan orang2
dari berbagai djurusan itu sudah makin mendekat. Satu, dua, tiga........ enam, tudjuh, delapan, ja,
benarlah itu Ban Tjin-san beserta ketudjuh anak muridnja. Tapi sipengemis tua ternjata masih
tidak mengetahui. Sungguh heran Tik Hun, baginja kedatangan rombongan Ban Tjin-san itu dapat didengarnja
dengan djelas, bahkan dapat dihitung djumlahnja. Tapi mengapa pengemis tua itu seperti orang
tuli sadja tanpa mendengar apa2"
Lima tahun jang lampau, Tik Hun kagum dan memudja pengemis tua itu bagaikan malaikat
dewata. Pengemis itu hanja mengadjarkan tiga djurus ilmu pedang kepada Tik Hun dan
pemuda itu sudah sanggup menghadjar Ban-bun-pat tetju atau delapan murid keluarga Ban,
hingga pontang-panting, sedikitpun kedelapan lawan itu tak mampu melawan. "Tapi kini,
mengapa kepandaian pengemis tua ini telah berubah sedjelek ini dan mundur malah" Djangan2
Tauke ini bukan pengemis tua jang dahulu itu" Barangkali aku salah mengenali dia" Tapi,
tidak, tidak mungkin, tidak mungkin aku salah lihat!" demikian Tik Hun bertanja-djawab
sendiri. Ternjata Tik Hun tidak memikir bahwa sebenarnja ilmu silatnja sendiri jang telah mentjapai
kemadjuan pesat hingga sudah hampir mentjapai tingkatan jang tiada taranja. Sesuatu jang
SERIALSILAT.COM ? 2005 326 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
dapat didengarnja dengan djelas bagi telinga orang lain sebaliknja sedikitpun tidak terdengar
apa2. Dalam pada itu kedelapan orang itu makin lama sudah makin mendekat. Sungguh Tik Hun
sangat heran: "Perbuatan kedelapan orang itu benar2 sangat lutju, memangnja mereka mengira
tiada seorangpun jang mengetahui kedatangan mereka hingga mesti main germat-germet
seperti maling kuatir kepergok?"
Sementara itu kedelapan orang itu sudah lebih dekat lagi. Mendadak sipengemis tua tampak
bergetar sambil miringkan kepalanja untuk mendengarkan.
"Ha, dia sudah dengar sekarang barangkali" Kenapa baru dengar sekarang, apa tuli?" demikian
Tik Hun membatin. Padahal sipengemis tua jang sudah mendjadi Tauke itu sebenarnja tidak tuli. Soalnja djarak
kedelapan orang itu memang masih djauh. Kalau Tik Hun dua-tiga tahun jang lalu pasti djuga
takkan mendengar suara rombongan Ban Tjin-san, bahkan lebih dekat djuga belum tentu dapat
mendengarnja. Sementara itu kedelapan orang itu sudah dekat benar2, kini mereka melangkah setindak demi
setindak dengan hati2, terkadang berhenti dulu, lalu melangkah madju pula, terang mereka
djuga kuatir diketahui oleh orang didalam rumah.
Namun sekarang sipengemis tua sudah mengetahui kedatangan musuh. Dengan tenang ia
mendekati podjok ruangan dan mengambil sebatang tongkat jang tertaruh disitu. Itulah
sebatang "Liong-thau-bok-koay" atau tongkat kaju berukiran kepala naga.
"Masakah tongkat begitu akan dipakai sebagai sendjata?" demikian Tik Hun merasa heran.
Se-konjong2, serempak kedelapan orang diluar rumah itu berlari madju dan mengepung dari
empat djurusan kearah gedung. "Blang", mendadak pintu didobrak orang hingga terpentang,
setjepat kilat seorang telah mendahului menerdjang masuk, itulah dia Ban Ka.
Menjusul Sim Sia, Bok Heng dan lain2 djuga lantas ikut menjerbu kedalam.
Sesudah ketudjuh Ban-keh-te-tju itu menjerbu masuk, serentak mereka mengepung
sipengemis tua di-tengah2 sambil sendjata siap ditangan.
Namun pengemis tua itu ternjata tenang2 sadja, bahkan ia ter-bahak2 dan berkata: "Hahahaha!
Bagus, bagus! Apa anak2 sudah datang semua" Dan dimana Ban-suko, mengapa tidak nampak?"
Maka terdengarlah suara tertawa lepas seorang diluar rumah, menjusul masuklah orang itu
dengan langkah berlenggang, itulah dia "Ngo-in-djiu" Ban Tjin-san.
SERIALSILAT.COM ? 2005 327 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Sesudah berada didalam rumah, Ban Tjin-san berdiri berhadapan dengan pemngemis itu
terpisah oleh lubang galian, kedua orang sama2 mengamat-amati masing2, selang sebentar
barulah Ban Tjin-san membuka suara: "Gian-sute, wah, berpisah selama lima tahun, tahu2
engkau sudah mendjadi OKB (orang kaja baru)."
Begitu selesai mendengar utjapan Ban Tjin-san itu, seketika katjau-balau pikiran Tik Hun oleh
berketjamuknja matjam2 pertanjaan. "Ha" Djadi......... djadi pengemis tua inilah tak-lain-takbukan adalah Djisupek Gian Tat-peng jang selama ini tjuma dikenal namanja sadja itu?"
demikian ia tidak habis heran.
Maka terdengar sipengemis tua itu sedang mendjawab: "Suko, aku tjuma mendapat sedikit
redjeki jang tak berarti, tapi selama beberapa tahun ini usahamu tentu banjak kemadjuan,
bukan?" "Terima kasih atas pudjimu," sahut Ban Tjin-san. "He, anak2, mengapa tidak lekas memberi
hormat kepada Susiok?"
Serentak Loh Kun dan lain2 lantas berlutut memberi hormat kepada pengemis tua itu dan
berkata: "Terimalah hormat kami, Susiok!"
"Sudahlah, sudahlah! Sambil memegang sendjata, tentu tidak leluasa untuk mendjura, maka
boleh tak usahlah," seru pengemis tua itu dengan tertawa.
Diam2 jakinlah Tik Hun: "Djika demikian, djadi pengemis ini memang betul Gian-supek
adanja." "Sute," demikian Ban Tjin-san telah berkata pula, "ada apa kau menggali tanah didalam rumah
sini" O, barangkali kau mengusahakan pertambangan, ja" Besar amat lubang jang kau gali ini?"
Tapi sipengemis tua alias Gian Tat-peng itu tetang2 sadja, ia tertawa dingin, lalu mendjawab:
"Dugaan Suheng salah semua. Soalnja musuh Siaute terlalu banjak, aku ingin bersembunji
disini, maka sengadja menggali lubang perlindungan ini. Tapi lubang inipun serta guna, djika
musuh terbunuh oleh Siaute, maka sekalian aku lantas menguburnja disini dengan tidak perlu
menggali liang kubur lain. Sebaliknja djika Siaute dibinasakan musuh, maka lubang inipun
dapat dianggap sebagai tempat tidurku untuk se-lama2nja."
"Wah, bagus, bagus! Sute memang pintar berpikir!" demikian Ban Tjin-san tertawa memudji.
"Tapi badan Sute toh tidak terlalu gede, kulihat liang inipun sudah lebih dari tjukup, rasanja
tidak perlu menggali lebih dalam lagi."
"Benar, untuk mengubur seorang memang lebih dari tjukup, tapi kalau untuk mengubur
delapan orang mungkin masih kurang dalam," sahut Gian Tat-peng.
Melihat kedua saudara perguruan itu begitu berhadapan sudah lantas perang mulut dengan
kata2 tadjam, tiba2 Tik Hun mendjadi teringat kepada apa jang pernah ditjeritakan Ting Tian
SERIALSILAT.COM ? 2005 328 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
dahulu. Pikirnja: "Menurut tjerita Ting-toako, katanja Suhu bersama Ban-supek dan Giansupek bertiga telah mengerojok dan membunuh guru mereka, Bwe Liam-seng. Sedangkan guru
mereka sendiri sadja dibunuh, apalagi diantara mereka masakah dapat diharapkan adanja
hubungan persaudaraan jang baik" Menurut tjerita Ting-toako (batjalah hal 38 djilid 2), katanja
mereka bertiga telah berhasil merebut Soh-sim-kiam-boh dari guru mereka, tapi tidak
mendapatkan Kiam-koat jang merupakan inti rahasia dari peladjaran ilmu pedang itu. Padahal
Kiam-koat itu melulu terdiri dari angka2 sadja, katanja angka pertama adalah "4", angka kedua
adalah "51", angka ketiga adalah "33", angka keempat adalah "53", angka kelima "18", angka keenam
"7" dan .......... sampai adjalnja Ting-toako angka2 itupun belum selesai diutjapkan. Bukankah
Kiam-boh sudah mereka rebut dari guru mereka, mengapa sekarang mereka mentjari lagi
kesini?" Dalam pada itu Ban Tjin-san telah berkata: "Sute jang baik, kita berdua adalah saudara
seperguruan sedjak ketjil, kau tjukup kenal pikiranku, akupun paham isi hatimu, buat apa
mesti bitjara setjara ber-putar2! Mana, serahkan!" ~ Begitu kata2 terachir itu dilontarkan,
berbareng ia sodorkan tangannja kedepan.
Namun Gian Tat-peng hanja geleng2 kepala, sahutnja: "Belum dapat kutemukan. Kelitjinan
Djik-losam memang harus diakui kita bukan tandingannja. Sampai sekarang aku masih belum
dapat mengetahui dimanakah dia telah menjembunjikan Kiam-boh itu."
Kembali Tik Hun terkesiap, pikirnja pula: "Agaknja sesudah mereka bertiga berhasil merebut


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Soh-sim-kiam-boh dari guru mereka, kemudian Suhu berhasil pula mengangkangi sendiri kitab
ilmu pedang itu. Tapi mengapa selama itu tiada terdjadi apa2" Ja, tentu disebabkan Suhu dapat
bertindak dengan sangat litjin hingga selama itu perbuatannja tak diketahui oleh kedua Supek
ini. Dan kalau Suhu tidak tinggal disini, dengan sendirinja Kiam-boh itu selalu dibawanja kemana2, masakah Kiam-boh itu dapat disembunjikan atau dipendam didalam rumah ini"
Sekarang mereka membongkar-bangkir tempat ini, bukankah terlalu tolol perbuatan mereka
itu?" Akan tetapi ia tahu sekali2 Ban Tjin-san dan Gian Tat-peng itu bukan orang tolol, mungkin
berpuluh kali, bahkan beratus kali lebih pintar dan tjerdik daripada Tik Hun sendiri. Habis,
rahasia dan muslihat apakah jang berselubung dibalik kesemuanja ini"
SERIALSILAT.COM ? 2005 329 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Ja, rahasia dan muslihat apakah jang terselubung dibalik semua kedjadian itu"
Apa benar maksud tudjuan Gian Tat-peng dan Ban Tjin-san melulu untuk
mendapatkan Soh-sim-kiam-boh sadja"
Tidak! Masih ada maksud tudjuan mereka jang lain. Dan apakah itu" Harta karun!!
Dan siapakah jang akan menang dan kalah diantara usaha Ban Tjin-san dan Gian
Tat-peng jang mulai tjakar2an sendiri itu"
Batjalah djilid ke-9. SERIALSILAT.COM ? 2005 330 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Djilid 9 Dalam pada itu terdengar Ban Tjin-san telah tertawa ter-bahak2. Katanja: "Sute, masakah kau
perlu berlagak pilon lagi" Ha-ha, orang mengatakan Samsute kita adalah Tiat-soh-heng-kang,
tipu-akalnja lihay, tapi menurut hematku, adalah Djisute kau jang lebih lihay. Mana serahkan!"
Dan kembali ia mendjulurkan kedua tangannja pula.
Tapi Gian Tat-peng me-nepuk2 kantongnja jang kosong itu, sahutnja: "Djika sudah
kudapatkan, masakah antara kita masih perlu di-beda2kan milikmu atau milikku" Djika barang
itu dapat ketemukan, tentu akan kutundjukan setjara terbuka, kita boleh melatihnja bersama
dan kita dapat tukar pikiran pula, bukankah begini lebih baik. Bukan aku sengadja membesar2kan hal ini, tapi sesungguhnja Suheng, andaikan mestika itu kudapatkan, seorang diri
saudaramu ini djuga tak sanggup melatihnja, tapi mesti minta Suheng jang memegang
pimpinan ini. Sebaliknja, hehe, seumpama Suheng jang menemukan mestika itu, biarpun anak
muridmu tjukup banjak, tapi kepandaian mereka masih hidjau, maka perlu djuga rasanja
bantuan saudaramu ini untuk berkongsi."
"Kau sudah pernah mendatangi gua disana itu, apa jang telah kau ketemukan?" tanja Ban Tjinsan. "Gua apa?" sahut Gian Tat-peng dengan heran. "Didekatan sini ada gua, maksudmu?"
"Sute," kata Tjin-san, "kita adalah saudara seperguruan selama puluhan tahun, buat apa
achirnja mesti tjektjok sendiri" Harap kau keluarkan sadja, marilah kita mempeladjari bersama,
ada untung sama dirasakan, ada rugi sama dipikul."
"Sungguh aneh, mengapa kau jakin benar2 menuduh aku sudah memperolehnja?" tanja Tatpeng. "Djika betul aku sudah mendapatkan barangnja, buat apa aku masih susah-pajah
menggali disini?" "Huh, banjak tipu akalmu jang litjin, siapa tahu permainan apa jang sedang kau lakukan?" udjar
Tjin-san. "Suko, kau sendiri toh tjukup kenal Samsute, masakah barangnja akan begini gampang kita
ketemukan?" kata Tat-peng. "Menurut pendapatku, belum tentu pula disimpannja didalam
rumah ini, bila menggali tiga hari masih belum kutemukan apa2, maka akupun tidak ingin
meneruskan lagi penggalian ini."
"Haha, kukira lebih baik kau menggali sebulan atau dua bulan supaja permainan sandiwaramu
ini bisa lebih hidup," djengek Ban Tjin-san.
SERIALSILAT.COM ? 2005 331 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Seketika air muka Gian Tat-peng berubah, segera ia bermaksud undjuk gigi, tapi sesudah
dipikir pula, sedapat mungkin ia menahan gusarnja, sahutnja kemudian: "Suheng, tjara
bagaimana aku harus berbuat supaja kau mau pertjaja?" ~ Habis berkata, ia terus membuka
djubahnja dan dibalik, ia kebas2 djubahnja itu, maka terdengarlah suara gemerintjing jang
njaring, dari djubahnja itu djatuh beberapa tahil perak dan sebuah pipa tembakau, ia pun tidak
mendjemput kembali barang2 itu, tapi masih mengebas beberapa kali djubahnja itu.
"Hm, memangnja kau begitu bodoh, masakah kau membawanja didalam badjumu?" kata Ban
Tjin-san. "Ja, andaikan kau bawa, tentu djuga kau simpan dibagian dalam, tidak mungkin kau
taruh disaku luar." Gian Tat-peng menghela napas, sahutnja: "Djikalau Suheng tetap tidak pertjaja, ja apa boleh
buat, silakan menggeledah badan Siaute sadja."
"Maafkan kalau begitu," kata Tjin-san. Lalu ia memberi tanda kepada Ban Ka dan Sim Sia.
Kedua pemuda itu mengangguk tanda tahu, lalu mereka memasukkan pedang mereka
kesarungnja, dari kanan-kiri segera mereka mendekati Gian Tat-peng.
Menjusul Ban Tjin-san memberi isjarat pula kepada Bok Heng dan Loh Kun, kedua orang itu
pelahan2 lantas menggeser kebelakang Gian Tat-peng dengan pedang tetap terhunus.
Dalam pada itu Gian Tat-peng telah tepuk2 lagi saku badju dalam dan berkata: "Nah, silakan
geledah!" "Maaf, Susiok," kata Ban Ka, terus sadja ia mengulur tangannja kedalam saku sang paman guru.
Tapi mendadak ia mendjerit tadjam sekali, tjepat ia menarik kembali tangannja, waktu
diperiksa dibawah sinar obor jang terang itu, maka tertampaklah dipunggung tangannja
terdapat seekor ketungging jang besar. Rupanja sangat kesakitan hingga Ban Ka ber-djingkrak2,
"plok", tjepat ia baliki tangan dan menggablok ketepi tanggul liang galian, seketika ketungging
berbisa itu terpukul hingga hantjur. Tapi punggung tangannja sudah terkena bisa binatang itu,
kontan sadja terus abuh. Ban Ka masih berlagak djagoan, sedikitpun ia tidak sudi merintih, tapi keringat dingin
didjidatnja sudah lantas merembes keluar ber-butir2 sebesar kedelai.
Kemudian terdengar Gian Tat-peng berseru kaget: "Ai, Ban-hiantit, darimanakah kau
mendapatkan serangga berbisa seperti itu" Wah itu adalah ketungging loreng, lihaynja tidak
kepalang. Suko, hajolah lekas, lekas, kau membawa obat penawar ratjun tidak" Kalau
terlambat sebentar lagi, wah tentu tjelaka, tentu tjelaka!"
Maka tertampak punggung tangan Ban Ka jang abuh itu dari warna merah berubah mendjadi
matang biru, lalu mendjadi hitam, ada satu garis merah pelahan2 menaik kearah lengan.
SERIALSILAT.COM ? 2005 332 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Namun Ban Tjin-san insaf telah terdjebak oleh tipu kedji sang Sute, karena sudah kepepet,
terpaksa ia menahan perasaannja dan berkata: "Sute, kakakmu ini terimalah menjerah padamu,
aku mengaku kalah sudah, harap kau berikan obat penawarnja dan kami lantas pergi, untuk
seterusnja kami takkan datang kembali untuk merusuhi kau lagi.
"Tentang obat penawar, ja, dulu aku memang punja, tapi kemudian, lama kelamaan entah
tertaruh dimana, biarlah lewat beberapa hari lagi akan kutjarikan dan mungkin akan dapat
diketemukan. Pabila tidak, nanti aku akan pulang ke Tay-beng-hu untuk mentjari resep obat
itu dan membelikannja diapotik. Ja, apa mau dikata, habis kita sesama saudara seperguruan
sih." Mendengar djawaban itu, sungguh dada Ban Tjin-san hampir2 meledak saking gusarnja. Luka
terpagut ular atau diatup ketungging seperti itu dalam waktu singkat sadja djiwa penderita
mungkin akan melajang, asal garis merah jang mulai menaik ke lengan itu menembus sampai
didada, maka kontan penderita itu akan terbinasa, tapi sang Sute enak2 bitjara tentang "lewat
beberapa hari lagi obat penawar itu akan ditjari" dan katanja akan tjari resepnja dulu ke Taybeng-hu, padahal djarak Tay-beng-hu itu be-ribu2 li djauhnja, bahkan setjara tidak kenal malu
mengatakan pula tentang hubungan baik sesama saudara seperguruan apa segala.
Tapi apa daja, djiwa putera kesajangannja tergantung diudjung rambut, terpaksa Ban Tjin-san
menahan perasaannja, seorang laki2 hendak membalas dendam masih belum terlambat untuk
menunggu sepuluh tahun lagi. Maka katanja pula: "Sute, harini sudah terang aku terdjungkal
habis2an. Apa jang kau inginkan, hendaknja kau katakan terus terang sadja."
Gian Tat-peng benar2 seorang litjik, biar orang kerupukan setengah mati, tapi ia djusteru
bersikap ngular kambang, dengan pe-lahan2 ia miring kepala untuk memikir, habis itu barulah
ia mendjawab: " Suko, apa sih keinginan jang kuharapkan dari kau" Sudahlah, kau suka
bagaimana dan aku akan menurut sadja."
Diam2 Ban Tjin-san gemas tidak kepalang, didalam hati ia bersumpah: "Baik, sedemikian kau
mendesak diriku, sedikitpun tidak mau mengalah, pada suatu hari kelak pasti aku akan suruh
kau kenal akan kelihayanku." ~ Dan lahirnja ia tenang2 sadja dan mendjawab: "Baiklah aku
berdjandji untuk selandjutnja takkan bertemu lagi dengan Sute, kalau aku meng-utik2 apa2 lagi
kepada Sute anggaplah aku orang she Ban ini bukan manusia."
"Ai, mana aku berani terima sumpahmu seberat itu," udjar Gian Tat-peng dengan senjum
tjulas. "Begini, aku hanja mohon Suko menjatakan bahwa 'Soh Sim Kiam-boh" itu diakui
sebagai milik Gian Tat-peng. Kalau jang menemukan kelak adalah Gian Tat-peng sendiri itulah
tidak perlu lagi dipersoalkan, tapi umpama Suko jang menemukan, maka djuga harus
diserahkan kepada Sutemu ini."
Dalam pada itu separoh tubuh Ban Ka sudah kaku lumpuh, hawa ratjun pelahan2 mulai
menjerang otaknja hingga kepalanja terasa pening, mata mendjadi gelap, tubuhnja
sempojongan, tanpa kuasa lagi ia berkeledjetan seperti orang kena penjakit ajan.
SERIALSILAT.COM ? 2005 333 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
"Sute, Sute!" seru Loh Kun dengan kuatir, tjepat ia madju untuk memajang Ban Ka. Waktu di
periksa lengannja, ternjata garis merah itu sudah lewat ketiak dan mendjurus kedada. Tjepat ia
berpaling kepada Ban Tjin-san dan berseru: "Suhu, segala permintaannja kita sanggupi sadja!"
Dibalik kata2nja itu se-olah2 menjatakan bahwa kita terpaksa menerima sjaratnja, tapi kelak
kita masih dapat ingkar djandji dan membalas sakit hati.
Ban Ka adalah putera tunggal kesajangan Ban Tjin-san, dengan sendirinja djago "Ngo-in-djiu"
itu tidak dapat menjaksikan puteranja itu mati konjol begitu sadja, terpaksa ia lantas berseru:
"Baiklah, 'Soh-sim-kiam-boh' itu anggaplah sebagai milik Sute. Kionghi. Kionghi!"
"Djika begitu, biarlah kutjari dulu kedalam kamar sana, boleh djadi aku akan mendapatkan
obat penawar apa jang berguna, hal ini tergantunglah nasib Ban-hiantit sendiri jang entah akan
mudjur atau malang."
Habis berkata, tetap dengan tjaranja jang ngular kambang ia bertindak kedalam. Segera Ban
Tjin-san mengedipi Loh Kun dan Bok Heng dan segera kedua pemuda itupun ikut masuk
kedalam. Selang agak lama, tunggu punja tunggu ketiga orang itu masih belum keluar, suara merekapun
tidak kedengaran. Sebaliknja keadaan Ban Ka semakin pajah, sudah dalam keadaan tak
sadarkan diri dan tak berkutik lagi bersandar dalam pegangan Sim Sia.
Keruan Ban Tjin-san semakin kelabakan bagaikan orang kebakaran djenggot. Segera ia berkata
kepada muridnja jang lain, jaitu Pang Tam: "Tjoba kau lihat kedalam sana!"
Pang Tan mengiakan, tapi belum lagi ia bertindak, sementara itu tertampak Gian Tat-peng
sudah berdjalan keluar dengan muka ber-seri2 dan berkata: "Untung, untung! Ini, dapat
kutemukan ~ sembari berkata ia lantas undjukan sebuah botol porselen ketjil dan
menjambung pula: "Ini adalah obat penawar ratjun, tentu akan mandjur sekali untuk
menjembuhkan ratjun antupan ketungging."
Habis berkata, ia terus mendekati Ban Ka, ia membuka sumbat botol dan menuang keluar
sedikit obat bubuk warna hitam, ia bubuhkan obat dipunggung tangan Ban Ka sambil berkata:
"Ban-hiantit, agaknja nasibmu masih mudjur!"
Obat penawar itu ternjata sangat mustadjab, hanja sekedjap sadja dari luka itu lantas
merembes keluar air hitam dan menetes ketanah, makin lama makin banjak darah hitam jang
menetes itu dan garis merah dilengan Ban Ka itupun pelahan2 menurun kembali kepergelangan
tangan. Ban Tjin-san menghela napas lega, tapi mendongkol pula. Djiwa puteranja memang telah dapat
diselamatkan, tapi pamornja sekarang benar2 bangkrut habis2an. Bertempur sadja belum dan
dia mesti mengaku kalah, bukankah hal ini terlalu penasaran baginja"
SERIALSILAT.COM ? 2005 334 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Selang tak lama pula, achirnja Ban Ka membuka mata dan memanggil: "Ajah!"
Lalu Gian Tat-peng menutup kembali botolnja dan menjimpannja kedalam badju, katanja
dengan tertawa: "Nah, selamat djalan, aku tidak menghantar, ja!"
"Panggil mereka keluar," kata Ban Tjin-san kepada Sim Sia, maksudnja kedua muridnja jang
menjusul Gian Tat-peng keruangan belakang tadi.
Sim Sia mengiakan, lalu menudju keruangan belakang sambil berseru: "Loh-suko, Bok-suko,
hajolah lekas keluar, kita akan berangkat!"
Tapi ia tidak mendapat sahutan seorangpun, kembali ia menggembor lagi beberapa kali dan
tetap sunji senjap tiada suara apa2. Tanpa menunggu perintah sang Suhu lagi segera Sim Sia
menerdjang kebelakang. Namun sial benar2, sekali ia sudah masuk, untuk selandjutnja iapun tidak keluar lagi.
Keruan Ban Tjin-san tjuriga dan kuatir, tapi segera iapun sadar: "Didalam rumah keparat Gian
Tat-peng ini kalau bukan ada djagoan silat lihay, tentu didalam situ dipasang perangkap rahasia
apa2 hingga ketiga muridku sekali masuk lantas terdjebak tipu muslihatnja. Dalam keadaan
demikian biarpun aku memohon lagi dengan merendah diri djuga tiada gunanja."
Karena pikiran itu, tanpa bitjara segera ia lolos pedang, sekali bergerak, kontan ia menusuk
keleher Gian Tat-peng. Selamanja Tik Hun belum pernah melihat sang Toasupek Ban Tjin-san mengundjukan ilmu
silatnja, kini melihat tusukannja itu sangat kuat dan kedji pula, diam2 ia memudji: "Ehm,
bagus, serangannja ini sangat tepat."
Hendaklah diketahui bahwa kepandaian Tik Hun sekarang sudah luar biasa, maka setiap
permainan silat orang lain baginja boleh dikata seperti mengambil barang disaku sendiri
gampangnja, apakah permainan silat orang itu salah atau benar dengan segera akan dapat
diketahui olehnja. Ia melihat serangan pertama Ban Tjing-san itu sedikitpun tiada tempat
kelemahan, maka dapat diduga ilmu silat sang paman guru itu memang tidak rendah.
Begitulah maka Gian Tat-peng telah mengegos untuk hindarkan tusukan Ban Tjin-san tadi,
menjusul kedua tangannja jang memegangi tongkat tadi mendadak dipentang, tahu2 tongkat
itu putus mendjadi dua, "tjreng", tahu2 tangannja telah bertambah sebatang pedang jang
gemilapan menjilaukan mata.
Kiranja tongkat itu sebenarnja adalah sendjata "dwi-guna", boleh dipakai sebagai tongkat dan
dapat pula digunakan sebagai pedang bila udjung tongkat jang berukir kepala naga itu ditarik,
maka kepala naga itu akan berubah tugasnja mendjadi garan pedang dan bagian tongkat jang
bawah sebenarnja adalah sarung pedang.
SERIALSILAT.COM ? 2005 335 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Maka begitu pedang sudah dilolos, segera Gian Tat-peng melantjarkan serangan balasan hingga
dalam sekedjap sadja terdengarlah suara "trang-tring" jang njaring, kedua saudara seperguruan
itu lantas saling labrak ditengah lubang galian luas itu.
Sedjak tadi para kuli kampung itu sudah kuatir menjaksikan pertengkaran mulut kedua orang
itu, kini melihat mereka mulai saling tempur dengan sendjata, keruan kuli2 kampung itu
bertambah ketakutan hingga mereka sama menjingkir kepodjok ruangan dan tiada seorangpun
jang berani membuka suara.
Tik Hun djuga pura2 ketakutan, tapi diam2 iapun perhatikan pertarungan kedua paman guru
itu. Sesudah mengikuti belasan djurus lagi, diam2 Tik Hun merasa gegetun, pikirnja: "Tenaga
dalam kedua Supek ini mengapa begitu tjetek" Meski tipu serangan mereka masing2 ada
keunggulannja sendiri2, tapi kalau kebentur lawan jang punja Lwekang tinggi, sekali sendjata
beradu, sekali gebrak sadja pasti sendjata mereka akan mentjelat keudara, djangan lagi hendak
bitjara serang-menjerang segala" Dan kalau kedua Supek ini ingin ilmu silat mereka tambah
madju, mereka harus mulai dengan memupuk tenaga dalam, kalau tiada memiliki tenaga
dalam jang kuat, sekalipun mendapatkan Soh-sim-kiam-boh djuga tiada gunanja. Apalagi usia
mereka sudah landjut begini, untuk melatih Lwekang agaknja djuga sudah susah."
Dan setelah mengikuti beberapa djurus pula, kembali ia lebih gegetun lagi: "Njata sekali ilmu
silat Lau Seng-hong berempat pendekar jang bergelar "Lok-hoa-liu-tjiu" adalah djauh lebih
tinggi daripada kedua Supek ini. Kulihat ilmu silat kedua Supek ini memang sedjak mula
sudah sesat djalan, melulu mengutamakan perubahan2 tipu serangan jang indah dipandang, tapi
sebenarnja tak berguna. Mereka tidak pikir tjara bagaimana harus memupuk tenaga dalam jang
merupakan landasan ilmu silat.
Apakah sebabnja mereka bisa salah" Ja, aku mendjadi ingat, dahulu waktu Suhu mengadjarkan
ilmu pedang padaku djuga demikian tjaranja dia memberi petundjuk. Agaknja mereka, Bansupek, Gian-supek dan Suhu bertiga saudara seperguruan memang


Pedang Hati Suci Karya Jin Yong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

beginilah memperoleh didikan dari Sutjo (kakek guru). Pada hal ilmu silat kembangan begini
kalau ketemukan lawan jang bertenaga dalam sedikit lebih kuat, maka silat kembangan mereka
ini seketika tiada gunanja sama sekali. Ja, sungguh aneh, mengapa mereka beladjar ilmu pedang
tjara begini?" Begitulah Tik Hun tidak habis mengerti oleh tjara beladjar silat Suhu dan kedua Supeknja itu.
Dalam pada itu dilihatnja Sun Kin, Pang Tan dan Go Him bertiga djuga sudah mulai
mengerubut madju, mereka tidak pikirkan pula tentang peraturan Kangouw apa segala.
Maka tertawalah Gian Tat-peng dengan ter-bahak2: "Bagus, bagus! Toasuko, makin lama
makin djempol kau! Sekian banjak begundalmu jang kau bawa untuk mengerojok Sutemu
SERIALSILAT.COM ? 2005 336 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
ini!" ~ Meski ia bersikap tenang2 sadja seperti tak terdjadi apa2, tapi permainan pedangnja
sudah mulai katjau menghadapi empat lawan itu.
Pikir Tik Hun pula: "Ilmu pedang kedua Supek masing2 mempunyai keunggulannja sendiri2.
Dahulu Gian-supek telah mengadjarkan tiga djurus 'Dji-koh-sik', 'Ni-kong-sik' dan 'Gi-kiamsik' padaku hingga aku dapat melabrak habis2an kedelapan Ban-bun-tetju, tapi kini ia sendiri
menggunakan tipu2 serangan itu untuk menghadapi Ban-supek ternjata tiada sedikitpun
gunanja. Ai, mengapa mereka tidak paham bahwa ilmu pedang jang indah2 permainannja kalau
tidak dilandasi dengan tenaga dalam jang kuat, apa sih gunanja" Dan sungguh aneh, mengapa
mereka tidak tahu hal ini?"
Se-konjong2 dalam benaknja terkilas sesuatu kedjadian dimasa lampau: "Menurut tjerita Tingtoako mengenai asal-usul Sin-tjiau-keng, njata Sutjo Bwe Liam-sing pasti paham betapa
pentingnja landasan Lwekang tapi mengapa beliau tidak mengatakan kepada ketiga muridnja"
Djangan2 ?" djangan2 "." ~ berpikir sampai disini, tanpa merasa ia menggigil dan keringat
dingin merembes keluar dipunggungnja, badannja gemetar sedikit.
Seorang kampung disebelahnja jang berusia sudah tua tiada hentinja menjebut Budha dan
berdoa: "Omitohud, Omitohud! Semoga djangan terdjadi pembunuhan disini. Adik tjilik,
djangan takut, djangan takut!"
Rupanja ia melihat Tik Hun gemetar, maka disangkanja pemuda itu ketakutan oleh
pertarungan sengit itu, maka orang tua itu lantas menghiburnja. Padahal hatinja sendiri
sebenarnja djuga sangat ketakutan.
Begitulah sekali Tik Hun sudah dapat menerka dimana letak kegandjilan itu, tjuma hal ini
terlalu kedji dan penuh kepalsuan hati manusia, maka ia tidak ingin banjak memikirkan pula,
bahkan tidak ingin membentangkan satu djalan pikiran jang membenarkan pendapatnja itu.
Namun Tik Hun tadi sudah berhasil memetjahkan teka-teki jang gandjil itu, dengan sendirinja
segala sesuatu hal jang paling ketjil sekalipun djuga akan dapat diarahkan kesitu. Dan setiap
gerak serangan Ban Tjin-san dan ketiga muridnja itu selalu menambah dan membuktikan
kebenaran pendapat Tik Hun itu.
"Ja, ja, tidak salah lagi, tentu beginilah halnja. Tetapi, ah apa mungkin" Sebagai guru masakah
bisa berlaku sekedji ini" Tidak, tidak bisa ~ namun djika bukan begitu, mengapa bisa begini"
Sungguh sangat aneh?"
Achirnja terbajanglah suatu adegan jang sangat djelas dalam benaknja. "Beberapa tahun jang
lalu, itulah ditempat jang sama ini, aku dan Djik Hong sumoay sedang latihan dan Suhu berdiri
disamping untuk memberi petundjuk. Suhu telah mengadjarkan suatu djurus jang indah dan
aku telah melatihnja dengan giat. Tapi ketika untuk kedua kalinja aku bertanja apa jang Suhu
adjarkan lantas tidak sama lagi, gajanja sih tetap sangat bagus tapi sudah berbeda daripada jang
pertama. Tatkala itu aku mengira ilmu pedang Suhu itu terlalu hebat dan banjak
perubahannja, tapi kini demi dipikir sebab apakah satu djurus ilmu pedang bisa ber-beda2 tjara
mengadjarkan, maka terang gamblang sekali dapat kuketahui sekarang.
SERIALSILAT.COM ? 2005 337 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Mendadak ia merasa sangat berduka, sangat sedih, pikirnja pula: "Suhu telah sengadja
menjesatkan aku, sengadja mengadjarkan ilmu pedang jang tidak baik padaku. Sebenarnja
kepandaiannja tjukup tinggi, tapi ia sengadja mengadjarkan padaku ilmu pedang jang tjuma
indah dipandang tapi tidak berguna dipakai ?".. dan Ban-supek djuga begitu, kepandaiannja
terang djauh berbeda daripada para anak muridnja ini "."
Dalam pada itu dilihatnja Gian Tat-peng sedang beraksi pula, tangan kiri bergaja, dan tangan
kanan bergerak, udjung pedang disendal hingga ber-putar2 dalam bentuk lingkaran2, lalu
dengan tjepat luar biasa terus menusuk kedada lawan.
Sebaliknja Ban Tjin-san djuga tjepat menangkis, pedangnja menabas melintang ber-ulang2,
lawannja tudjuh kali memutar pedang, iapun menabas tudjuh kali hingga lingkaran2 ketjil
pedang lawan dipetjahkan semua olehnja.
Menjaksikan itu, kembali Tik Hun berpikir pula: "Ketudjuh lingkaran2 itu sebenarnja tidak
perlu, sebab paling achir toh dia menusuk kedada Ban-supek, djika begitu, mengapa tidak terus
langsung menusuk sadja, bukankah lebih tjepat dan lebih ganas" Sebaliknja Ban-supek djuga
menabas dan menangkis lingkaran2 ketjil itu, nampaknja memang bagus, tapi sebenarnja
gobloknja keliwat. Kalau dia balas menusuk keperut Gian-supek, bukankah sedjak tadi dia
sudah menang!" Mendadak benaknja terbajang pula suatu adegan dimasa dahulu.
Waktu itu dia sedang berlatih bersama sang Sumoay Djik Hong. Banjak djuga variasi ilmu
pedang jang dimainkan Djik Hong, sebaliknja ia sendiri agak lupa kepada tipu djurus jang
diadjarkan oleh Suhunja hingga dia terdesak kalang-kabut oleh serangan Djik Hong, ber-ulang2
terpaksa ia mundur. Dan selagi Djik Hong mentjetjar pula tiga kali hingga dia kelabakan
takbisa menangkis, nampaknja pasti dia akan kalah, pada saat sudah kepepet inilah ia tidak
memikirkan apa jang pernah dipesan sang guru lagi, tapi pedangnja diangkat untuk menangkis
sekenanja, menjusul terus menusuk kedepan.
Aneh djuga, serangan Djik Hong itu tampaknja bergaja indah dan lihay, dan tangkisan Tik Hun
tampaknja kaku ngawur, tapi malah serangan Djik Hong itu dapat dipatahkan, bahkan tusukan
Tik Hun terus mengantjam ke pundak Djik Hong. Sedang Tik Hun bingung karena tak sempat
menarik kembali tusukannja itu, se-konjong2 Djik Tiang-hoat melompat madju dengan
membawa sepotong kayu, tjepat ia sampuk hingga pedang Tik Hun kena dihantam djatuh
terpental. Dalam pada itu Djik Hong dan Tik Hun sudah kaget setengah mati. Maka Djik
Tiang-hoat telah damperat Tik Hun mengapa tidak menurut petundjuk adjaran sang guru, tapi
main ngawur. Tatkala itu Tik Hun djuga pernah memikir: "Aku menjerang setjara 'ngawur', tapi mengapa
malah menang?" SERIALSILAT.COM ? 2005 338 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Tapi pikiran itu hanja sekilas sadja lantas hilang. Segera terpikir olehnja: "Ja, mungkin ilmu
pedang Sumoay sendiri pun kurang sempurna, bila betul2 ketemukan lawan tangguh, tjaraku
ngawur tadi tentu akan bikin tjelaka diri sendiri."
Begitulah sama sekali ia tidak pikirkan bahwa tipu serangan jang dilontarkan setjara mendadak
itu sebenarnja djauh lebih hebat dan lebih praktis daja gunanja.
Dan kalau dipikir sekarang, terang berbeda sama sekali pendapatnja. Kini ilmu silat Tik Hun
sudah sempurna, dengan terang gamblang ia dapat melihat dengan djelas bahwa diantara
permainan silat Tjin-san dan Gian Tat-peng itu hanja gerak kembangan jang tiada gunanja,
sedangkan apa jang diadjarkan Ban Tjin-san kepada muridnja dan apa jang diadjarkan Djik
Tiang-hoat kepada Tik Hun, gerak tipu jang tak berguna itu lebih banjak pula. Njata sekali
bahwa Sutjo Bwe Liam-sing sebenarnja sudah tahu bahwa djiwa ketiga muridnja itu tidak
djudjur, maka diwaktu mengadjar sengadja menjesatkan mereka kedjalan jang tidak benar.
Kemudian waktu Ban Tjin-san dan Djik Tiang-hoat mengadjar kepada muridnja, djalan sesat
itu mendjadi makin djauh lagi.
Sungguh Tik Hun tidak habis mengarti, dengan tipu serangan jang tidak berguna itu kalau
dipakai bertempur melawan musuh, itu berarti menjerahkan djiwa sendiri kepada musuh.
Mengapa Sutjo, Supek dan Suhu begitu kedji dan kedjam" Mengapa mereka begitu tjulas.
Sambil memandangi muka Gian Tat-peng, kemudian Tik Hun mendadak ingat sesuatu
kedjadian dimasa dahulu. Jaitu pada hari Bok Heng datang untuk mengundang gurunja
menghadiri perajaan ulang tahun sang Supek. Tatkala itu ia sedang berlatih dengan Djik Hong,
mendadak terdengar suara orang tertawa dibalik onggok djerami sana, waktu Suhunja
memeriksa kesana, kiranja adalah seorang pengemis tua jang sedang mendjemur diri dibawah
sinar matahari sambil mentjari tuma dibadjunja jang rombeng itu. Tatkala itu Suhu tidak tahu,
padahal sebenarnja pengemis tua itu adalah samaran Gian Tat-peng. Senantiasa Gian-supek itu
mengintai disekitar rumah tinggal Suhunja itu untuk mentjari sesuatu dan sudah tentu jang
ditjari adalah Soh-sim-kiam-boh, malahan sampai sekarang kedua Supek itu masih bertempur
memperebutkan kitab pusaka itu.
Begitulah djika disana Tik Hun sedang mengelamun mengenangkan kedjadian2 dahulu, adalah
ditengah kalangan pertempuran sana Ban Tjin-san masih saling labrak dengan sengit bersama
Gian Tat-peng. Tapi karena Ban Tjin-san mengerojok bersama ketiga muridnja, maka Gian
Tat-peng makin lama makin terdesak.
Se-konjong2 Sun Kin menusuk kepunggung Gian Tat-peng, tapi tjepat Tat-peng sempat
membaliki pedangnja untuk menangkis, berbareng pedangnja menjabat kebawah, maka
mendjeritlah Sun Kin, "trang" pedangnja djatuh ketanah, pergelangan tangannja djuga luka
terkena sendjata lawan. Dan pada saat jang hampir sama itu, kesempatan itu telah digunakan
dengan baik oleh Ban Tjin-san, "tjret" pedangnja djuga kena menggores suatu luka pandjang di
lengan kanan Gian Tat-peng.
SERIALSILAT.COM ? 2005 339 P E D A N G H A T I S U C I / L I A N C H E N G Q U E
Sambil mengikuti pertarungan Ban Tjin-san melawan Gian Tat-peng itu. Tik Hun mendjadi
ter-heran2 mengapa tipu2 serangan mereka hanja indah dalam gaja permainan sadja, tapi sama
sekali tidak berlandaskan Lwekang"
Karena kesakitan, tjepat Tat-peng mengoperkan pedangnja ketangan kiri. Dan sudah tentu ia
kurang biasa menggunakan pedang dengan tangan kiri, apalagi lukanja djuga tidak ringan, darah
mengutjur membasahi tubuhnja, maka setelah beberapa djurus lagi, kembali bahu-kirinja
tertusuk pula oleh pedang Ban Tjin-san.
Para kuli kampung jang menonton disamping itu mendjadi putjat ketakutan, mereka saling
berbisik menjatakan kekuatiran mereka akan kemungkinan terdjadinja perkara djiwa, tapi
tiada seorangpun diantara mereka jang berani bersuara keras.
Sebaliknja Ban Tjin-san sudah bertekad harus membunuh sang Sute, maka serangan2nja
semakin gentjar dan semakin kedji. "Tjret", kembali dada kanan Gian Tat-peng kena tertusuk
lagi. Tampaknja dalam berapa djurus lagi djiwa Gian Tat-peng pasti akan melajang dibawah pedang
sang Suheng, tapi toh dia masih melawan mati2an, sepatahkatapun dia takmau minta ampun.
Rupanja ia tjukup kenal watak sang Suheng jang tjulas, apalagi selama belasan tahun mereka
telah "perang dingin" setjara diam2, kalau dia minta ampun, itu berarti akan makin dihina dan
tidak mungkin berguna. Dalam pada itu Tik Hun sedang memikir: "Dahulu waktu di Hengtjiu, Gian-supek pernah
Golok Halilintar 15 Pedang Asmara Karya Kho Ping Hoo Kisah Para Pendekar Pulau Es 17

Cari Blog Ini