Ceritasilat Novel Online

Pedang Keadilan 6

Pedang Keadilan Karya Tjan I D Bagian 6


genggaman tubuhnya justru tergelincir mundur sejauh
tujuh delapan langkah sebelum berhasil berdiri tegak.
Ketika memandang lagi ke arah Lim Han-kim, terlihat
di atas mantelnya telah muncul sebuah sobekan
sepanjang lima inci, Buru-buru Han-gwat berlari
menghampiri sambil bertanya: "Lim siangkong, apakah
kau terluka?" "Tidak. untung saja aku selamat," sahut Lim Han-kim
sambil menggeleng. 458 sementara itu lelaki ceking berbaju hitam tadi telah
memandangi kutungan pedangnya yang tergeletak di
tanah. Dengan wajah hijau membesi karena menahan
gusar, katanya kemudian- "Kalian boleh naik gunung..."
Habis berkata ia balik badan dan berlalu dari situ.
Dalam sekejap mata tubuhnya sudah lenyap dari
pandangan. Lim Han-kim coba mengawasi kemana orang
itu berlalu, ternyata di atas dinding bukit persis di
tikungan tersebut terdapat sebuah gua yang dapat
dilewati tubuh manusia, Ke dalam gua itulah lelaki ceking
tadi masuk. Rupanya gua itu merupakan tempat tinggal lelaki
tersebut. sebagai penjaga selat sempit itu bukan saja ia
memiliki ilmu silat yang tinggi, tampaknya orang inipun
pandai memanfaatkan keadaan medan yang
menguntungkan- Tak heran kalau selama ini ia berhasil
mencegah bermacam jago lihai untuk datang
mengunjungi Thian-hok sang jinsementara
itu Han si-kong telah bergabung dengan
kedua orang rekannya, sambil tertawa ia berkata:
"Untung pedang ini sangat tajam, kalau tidak... mungkin
hari ini aku sudah terluka oleh pedang orang itu."
sambil berkata ia sodorkan kembali pedang tersebut
Lim Han-kim menyarungkan kembali pedangnya lalu
disimpan ke dalam saku, setelah itu baru ia kembali
berkata: "llmu pedang kalian berdua sama-sama sudah
459 mencapai pada puncaknya, Andaikata aku tidak
menggunakan borgol di tanganku yang sangat kuat ini
untuk membendung serangan gedang kalian berdua,
mungkin pada saat ini akupun sudah terluka oleh cahaya
pedang kalian berdua,"
"Saudara Lim, terus terang saja aku kagum dengan
kehebatanmu Sudah puluhan tahun aku berkelana dalam
dunia persilatan tapi baru kali ini kujumpai orang
semacam saudara Lim ternyata telah memiliki ilmu silat
demikian hebatnya. Dilihat dari hal ini tampaknya
pengalamanku berkelana selama puluhan tahun dalam
dunia persilatan benar-benar hanya perjalanan sia-sia."
"Han locianpweejangan kelewat memu-ji," kata Lim
Han- kim merendah^ "Buktinya pemilik muda dari Laksengtong Hongpo Lan malah berapa tingkat lebih hebat
ketimbang aku." "Kau tak usah merendah, Kalau aku bilang kamu
berdua sama-sama mutiara yang gemilang, sama-sama
jagoan paling tangguh dalam kalangan muda, Aaaai...
Generasi muda memang sudah waktunya menggantikan
generasi lama, sekarang aku baru merasa kalau usiaku
sudah tua." Beberapa patah kata itu diucapkan dengan nada
sedih, hal ini mencerminkan betapa pedihnya perasaan
orang tua itu. 460 "Mari kita berangkat," ajak Han-gwat tiba-tiba setelah
memungut kutungan pedang dari tengah selat "setelah
naik ke puncak bukit ini, kita akan sampai di Lian-im-lu."
Mendadak Lim Han- kim seperti teringat akan sesuatu hal
yang amat penting, ia segera bertanya: "Bagaimana sih
watak dan perangai Thian-hok totiang itu?"
"Ramah sekali." jawab Han-gwat sambil tertawa,
"Asalkan dua rintangan ini berhasil dilampaui, maka
setiap orang yang tiba di puncak bukit itu akan disambut
dengan ramah sekali bahkan akan dijamu secara meriah.
Kalian berdua tak usah kuatir, ikuti saja aku"
Setelah melewati dinding bukit berbatu, tampak
sebuah jalan bukit yang sempit tapi panjang bagaikan
bacokan golok ke punggung saja, menjulang sampai ke
tengah angkasa, Han-gwat berjalan paling depan dengan
gerakkan tubuh yang ringan- Angin gunung yang
kencang membuat ujung bajunya yang berwarna hijau
berkibaran seperti kupu-kupu yang beterbangan di
antara bunga-bunga. setelah menempuh perjalanan beberapa saat lamanya,
jalan setapak itu tampak semakin lebar dan makin lama
jalanan pun makin datar, sejauh mata memandang yang
tampak hanya awan putih yang bergerak terhembus
angin, sedang jurang yang menganga lebar tak kelihatan
dasarnya, Memandangi pemandangan alam yang
461 terbentang di hadapannya, Lim Han-kim merasakan
dadanya mendadak jauh lebih lapang dan lega.
Mendadak terdengar Han si-kong bergumam seorang
diri, "Wah... hari ini aku baru menyadari betapa luasnya
kolong langit dan betapa kecilnya kita sebagai umat
manusia di dunia ini."
setelah beberapa kali mengalami pengalaman pahit
dan penderitaan lahir batin, kakek berangasan ini mulai
merasa agak kecewa dan putus asa. Agaknya Han-gwat
sama sekali tidak memperhatikan pemandangan alam di
sekelilingnya, sambil menuding ke arah kabut yang
bergerak rendah di atas puncak bukit itu katanya: "Di
situlah letak Lian-im-lu"
Tanpa terasa Lim Han-kim dan Han si-kong samasama
melongok ke depan, Tiba-tiba saja mereka
mengendus bau harumnya bunga di antara hembusan
angin gunung yang menerpa lewat.
Berjalan beberapa li kemudian terlihatlah sebidang
tanah penuh tumbuhan aneka bunga terbentang di
bawah bukit. Ketika tersorot oleh cahaya matahari
terpantullah cahaya emas yang menyilaukan mata dari
balik kabut. sebuah jalan kecil beralas batu putih
terbentang menembusi bebungaan warna kuning itu.
Di bawah beberapa batang pohon cemara -berdiri
angkuh tiga lima ekor bangau berwarna abu-abu. Ada
462 kalanya burung-burung bangau itu berpekik, ada pula
kalanya menepuk-nepuk sayapnya. Meski tampak ada
orang asing yang mendekat, burung-burung itu sama
sekali tak menyingkir karena ketakutan.
Keadaan seperti ini tak ubahnya seperti lukisan
pemandangan alam, begitu indah, nyaman membuat
siapa pun merasakan hatinya tenteram. Di ujung jalan
setapak tadi berdiri beberapa buah bangunan rumah
gubuk. dindingnya terbuat dari batu putih dengan
rumput kuning sebagai atap rumah.
Meski bangunan itu sederhana, namun kehadirannya
di sekitar pemandangan alam yang begitu mempesona
membuat keadaan terasa makin tenteram.
"Benar-benar sebuah bangunan yang indah," puji Han
si-kong tanpa terasa setelah menyaksikan pemandangan
itu. "Yaa, benar," sambung Lim Han-kim. "Bangunan
rumahnya saja begini indah, dapat diduga penghuninya
pasti seorang tokoh sakti yang berjiwa besar."
Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba dari
balik bangunan rumah gubuk itu muncul seorang kakek
berjubah merah. perawakan tubuh orang itu tinggi besar,
wajahnya ramah dan langkahnya tegap. sambil berjalan
mendekat katanya sambil tertawa:
463 "Rupanya ada tamu agung yang berkunjung kemari,
Maaf, maaf Kalau pinto tidak menyambut dari jauh."
Melihat itu, Han Si-kong segera berbisik, " orang
persilatan mengatakan bahwa Thian-hok sangjin adalah
seorang kakek yang angkuh, dingin dan suka menyendiri
Tak nyana dia benar-benar ramah seperti apa yang Hangwat
lukiskan." Lim Han-kim hanya tertawa hambar tanpa memberi
komentar apa pun- sementara itu Han-gwat telah maju
menyongsong kedatangan kakek itu sambil berseru
manja: "Totiang tua, aku telah mengajak dua orang
tamu untuk datang mengunjungimu, dengan cara apa
kau hendak menjamu tamu-tamumu?"
Dilihat dari sikapnya terhadap Thian-hok sangjin dapat
disimpulkan bahwa kakek ini mempunyai watak yang
amat ramah. "sudah banyak tahun aku hidup menyendiri di atas
bukit" katanya sambil tersenyum. "Sepanjang hari aku
hanya berteman dengan burung bangau, tentu saja aku
amat berharap ada tamu yang sudi berkunjung ke mari,
Kini kalian berdua jauh-jauh datang kemari, tentu aku
merasa girang bukan kepalang."
Buru-buru Lim Han-kim membungkukkan badan
memberi hormat sedangkan Han si-kong bergumam lagi:
"Bila kau benar-benar mengharapkan kunjungan tamu,
464 semestinya semua penjagaan di bawah bukit situ segera
dibubarkan- setelah itu kujamin pasti banyak tamu yang
akan berkunjung ke mari."
Tentu saja beberapa patah kata itu hanya
digumamkan dalam hati, sedang di luar ia tetap bersikap
ramah dan sopan- sebenarnya Thian-hok sangjin
sendiripun merasa keheranan ketika melihat kedua orang
tamunya memakai borgol tangan, namun perasaan heran
itu tidak diperlihatkan pada raut wajahnya, ia tetap
menyambut kedatangan ramunya dengan penuh
senyuman. Memasuki rumah gubuk ini mereka dapatkan jendela
maupun lantai disapu amat ber-sih. sekeliling dinding
tidak berwarna, meja kursi terbuat dari kayu cemara,
sedang luas ruangan hanya tiga kaki saja. Dua orang
bocah lelaki berbaju hijau segera muncul menghidangkan
air teh. semua peralatan minum seperti poci dan cawan
terbuat dari bahan kayu cemara. Air teh pun berwarna
hijau muda tapi harumnya luar biasa.
Ketika melihat Thian-hok sangjin tidak juga
menanyakan maksud kedatangan mereka, dengan
perasaan tak sabar Han-gwat segera bertanya: "Totiang
tua, dapatkah kau orang tua mengundang keluar majikan
tuaku" Mereka berdua ingin berjumpa dengannya."
465 sambil tersenyum Thian-hok totiang manggutmanggut
"Sekarang ia sedang duduk bersemedi, sebelum
magrib nanti rasanya sukar untuk bertemu dengannya."
"Jadi setelah magrib kami baru dapat berjumpa
dengan dia, orang tua...?" tanya Han-gwat sambil
mengerdipkan matanya, "Benar." "saat ini dengan menjelangnya magrib sudah tak
terlalu lama, lebih baik kita tunggu di sini saja," sambung
Han si-kong cepat sesungguhnya perkataan semacam ini
diutarakan atau tidak sama saja, hanya saja karena
sudah lama ia tak berbicara maka sekarang ia tak tahan
untuk mengucapkan beberapa patah kata.
Tampaknya Thian-hok sangjin sudah mengetahui
maksud hatinya, sambil tersenyum ujarnya kemudian:
"Melihat sikap sicu dan mendengar perkataanmu
barusan, biar kucoba untuk menerka identitasmu Bila aku
tak salah menebak tentunya sicu adalah si Raja Monyet
Ceking Han si-kong, Han tayhiap bukan?"
Melihat tokoh maha sakti yang hidup mengasingkan
diri ini bukan saja mengetahui namanya bahkan seakanakan
sudah pernah mendengar pula bentuk wajahnya,
Han si-kong bukan cuma merasa terkejut juga girangnya
bukan kepalang, sahutnya buru-buru: "Totiang, kau
sudah banyak tahun hidup mengasingkan diri di atas
466 bukit dan hidup santai bagaikan para dewa, darimana
kau bisa tahu nama kecilku?"
Thian-hok sangjin tertawa, " orang kuno bilang:
seorang sastrawan tidak keluar pintu pun dapat
mengetahui urusan di dunia, apa salahnya jika aku pun
mengetahui namamu?" Kemudian sambil berpaling ke arah Lim Han- kim,
katanya lagi sambil tersenyum ramah: "Sicu masih muda
dan amat gagah, jelas ilmu silatmu juga sangat hebat
Boleh aku tahu siapa namamu?"
Lim Han- kim segera bungkukkan badannya memberi
hormat, lalu jawabnya singkat: "Lim Han- kim"
selesai menjawab ia duduk kembali dan tidak berkata
sepatah katapun. Lama sekali Thian-hok sangjin
memperhatikan wajah anak muda ini, baru saja sekulum
senyuman ramah menghiasi bibirnya, mendadak
terdengar Han si-kong berkata lagi:
"Pada puluhan berselang totiang pernah bertarung
sengit melawan pendekar pedang tanpa nama, Tentang
kejadlan tersebut dalam dunia persilatan telah banyak
beredar cerita yang berbeda. Totiang, apabila hari ini kau
bersedia menceritakan duduk persoalan yang
sebenarnya, kami benar-benar akan merasa bahwa
perjalanan kali ini tidak sia-sia belaka."
467 "Peristiwa yang sudah lewat biarkan saja lewat, untuk
apa kita singgung kembali?"
tampik Thian-hok sangjin sambil tertawa hambar,
"Aku tahu totiang hidup mengasingkan diri dari
keramaian dunia dan jarang sekali melakukan perjalanan
dalam dunia persilatan sebaliknya aku, boleh dibilang
separuh hidupku kuhabiskan dalam dunia kangouw,


Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Namun demikian aku hanya mendengar Totiang hanya
satu kali saja mencampuri pertikaian dunia, Meski hanya
satu kali namun ke cemerlanganmu betul-betul
menggemparkan kolong langit. Betul kejadiannya sudah
lewat puluhan tahun, tapi bagi umat persilatan yang
punya umur tetap merupakan kisah yang sangat
menarik. jadi akupun sangat berharap bisa ikut
menikmati kisah tersebut."
Ketika mengangkat kepalanya, ia lihat wajah Thianhok
Sangjin tetap tenang, sedikitpun tidak menampilkan
rasa gembira lantaran pujian tersebut, Karenanya setelah
berhenti sejenak. lanjutnya: "Menurut apa yang
kudengar, pendekar pedang berbaju perlente itu bukan
orang Tionggoan melainkan datang dari kepulauan di
Lautan Timur." "Pengetahuan Han tayhiap benar-benar amat luas,"
puji Thian-hok sangjin sambil tersenyum "Benar, orang
itu memang bukan berasal dari daratan Tionggoan,
468 perubahan ilmu pedangnya sangat aneh, mendalam dan
ganas." "Totiang, aku dengar ketika bertarung melawan
pendekar pedang dari Lautan Timur itu kalian naik
sampan kecil yang diikat dengan tali, benarkah begitu"
Waaah,., kalau dibayangkan bagaimana sampan itu
dibiarkan terbawa arus sedang kalian di samping harus
menjaga keseimbangan perahu agar tidak terguling oleh
sapuan ombak. juga harus saling menggempur dengan
hebat, tentu kejadiannya amat tegang dan mengerikan
sayang sekali tak seorang manusia luar pun yang punya
rejeki dapat menyaksikan jalannya pertempuran seru
tersebut...." sesudah tertawa terbahak-bahak. terus-nya: "Biarpun
tak ada orang yang sempat menyaksikan hasil
pertarungan antara to-tiang dengan pendekar pedang
itu, tapi semenjak kejadian itu jejak si pendekar pedang
itu lenyap dari wilayah Kang-lam, Boleh aku tahu
bagaimana hasil pertarungan itu sesungguhnya?"
"Waktu itu aku lebih beruntung dan berhasil menang
satu jurus darinya, jadi sebetulnya tak ada yang aneh,"
sahut Thian-hok sangjin tersenyum.
"Apakah orang itu sudah terluka atau tewas di ujung
pedang totiang?" 469 Agaknya Thian-hok sangjin enggan untuk
mengungkap kembali peristiwa tersebut, namun ia pun
tak ingin membuat Han si-kong susah hati, maka setelah
termenung berpikir sejenak sahutnya: "setelah aku dan
pendekar pedang berbaju perlente itu naik ke atas
sampan dan membiarkan sampan itu terbawa arus
sampai sejauh tiga puluh li, kami saling bergebrak hampir
ratusan jurus banyaknya, Terakhir aku berhasil
menangkan satu jurus darinya, dan orang itupun
memutuskan tali pengikat sampan dan berlalu dari situ."
Han si-kong menghela napas panjang.
"Aaaai... andaikata totiang tidak turun dari Lian-im-lu,
mungkin dunia persilatan pada umumnya dan wilayah
Kang-lam pada khususnya sudah dibikin obrak-abrik tak
karuan oleh ulah pendekar pedang berbaju perlente itu.
seandainya sampai terjadi begitu, entah berapa banyak
jago tangguh yang bakal terluka atau tewas di tangannya
lagi." Tampaknya Han-gwat sudah tak sabar mendengarkan
kisah itu, sambil menatap wajah Han si-kong lekat-lekat,
tegurnya: "Han locianpwee, aku lihat lebih baik kita tak
usah menyingkap kejadian lama lagi...." Thian-hok
sangjin hanya tersenyum tanpa mengucapkan kata.
sebaliknya Han si-kong melototi Han-gwat sekejap.
kemudian serunya: "Biarpun kejadian ini sudah lewat
puluhan tahun lamanya, namun mempunyai pengaruh
470 yang besar sekali terhadap situasi dunia persilatan Hasil
pertarungan antara Thian-hok totiang dan orang itupun
hingga kini masih menjadi teka teki umat persilatan
Betul, dari lenyapnya si pendekar pedang berbaju
perlente ini orang bisa menduga kalau Thian-hok totiang
yang berhasil menangkan pertarungan tersebut, tapi
kejadian yang sebenarnya toh belum diketahui orang,"
"Hmmm, kamu kaum wanita tahu apa tentang urusan
dunia persilatan, lebih baik jangan komentar."
"Kau tak usah marah," ujar Han-gwat sambil
tersenyum, "Masalahnya apa yang kau bicarakan tidak
kami pahami, bagaimana kalau kita tukar dengan bahan
pembicaraan yang lain?"
Pelan-pelan Thian-hok sangjin bangkit berdiri, katanya
sambil tertawa: "Kalian datang dari kejauhan apalagi
harus mendaki bukit, tentu sudah merasa lapar bukan"
Hanya saja di tengah gubuk begini tak ada hidangan
lezat, harap dimaafkan-"
Bicara sampai di sini, ia pun bertepuk tangan dua kali,
Dua orang bocah lelaki muncul dengan membawa baki
kayu, Di atas baki kayu itu terletak empat buah piring
yang terbuat dari batu, empat macam hidangan yang
masih mengepul hawa panas tertera di atasnya.
471 "Silahkan kalian bersantap dulu, sedang aku akan
mohon diri sementara waktu," kata Thian-hok sangjin
lagi sambil tertawa. Tanpa menunggu jawaban dari Han si-kong, dia putar
badan dan berlalu dari situ. sejak memasuki perbukitan
M ao-san, ketiga orang itu hanya berpikir untuk
melanjutkan perjalanan sehingga sudah cukup lama tidak
bersantap. sekarang setelah melihat hidangan yang
menyiarkan bau harum, perut mereka seketika terasa
lapar. Dengan sikap amat menghormat dua orang bocah itu
menghidangkan sayur-sayur itu ke meja, kemudian baru
mengundurkan diri. Han si-kong mencoba memperhatikan beberapa
macam hidangan itu, namun ia tak dapat mengenali
terbuat dari bahan apa. Ketika dicicipi ternyata rasanya
enak dan belum pernah dirasakan sebelumnya. Tak
kuasa lagi ia memuji: "Selama hidup aku paling suka
makan. Hidangan terkenal di Utara maupun selatan
sungai besar pernah kucicipi, tapi belum pernah kucicipi
hidangan seperti apa yang dihidangkan hari ini. Benarbenar
lezat Benar-benar lezat"
sambil memuji, sumpitnya bekerja tanpa berhenti
menyumpiti hidangan yang tersedia dan dimakannya
dengan lahap. Han-gwat tersenyum geli melihat ulah
rekan-nya, kepada Lim Han- kim segera serunya sambil
472 tertawa: "Lim siangkong, cepat kita makan, Kalau tidak.
bisa jadi semua hidangan akan dihabiskan dia seorang."
Lim Han- kim menggerakkan sumpitnya mencicipi
Betul juga, hidangan yang tersedia benar-benar 1ezat.
Dalam waktu singkat ketiga orang itu sudah menyikat
habis ke-empat piring hidangan yang tersedia itu tanpa
sisa. Tak lama kemudian dua orang bocah tadi muncul
kembali membereskan sisa piring dan cawan kotor
kemudian mengundurkan diri
Kedua orang bocah itu semuanya berwajah bersih dan
tampan, namun sikapnya amat serius, selama ini mereka
tidak bicara maupun tertawa tapi sikapnya amat sopan
dan ramah. Memandang hingga bayangan punggung dua orang
bocah itu lenyap dari pandangan, Han-gwat baru berbisik
kepada Han si-kong dan Lim Han-kim: "Sebenarnya
watak majikan tuaku amat ramah dan halus, namun
berhubung belakangan ini penyakit nonaku gawat
sehingga majikan tua sangat merisaukan kesehatannya,
maka wataknya agak berubah sedikit berangasan. Bila
kalian berjumpa dengan dia orang tua nanti, harap
sudilah bersikap lebih sabar."
Lim Han-kim hanya tertawa hambar tanpa menjawab,
sedang Han si-kong bertanya: "Siapa nama majikanmu
itu, boleh di beritahu kepada kami?"
473 "Han locianpwee, kau menyombongkan diri punya
banyak kenalan dan mengenal banyak tokoh sakti dari
kolong langit, coba sekarang kau terka siapakah majikan
tuaku itu." kata Han-gwat tersenyum.
Han si-kong sebera berkerut kening, "Di kolong langit
jago silat bukan cuma satu dua, darimana aku bisa
menebak nama majikanmu itu?"
Tiba-tiba Thian-hok sangjin munculkan diri didalam
ruangan, sambil melangkah masuk tegurnya sambil
tersenyum: "Apakah kalian berdua membawa teman?"
"Teman?" Han si-kong keheranan, "Kami berdua
datang bersama nona Han-gwat saja."
Mula-mula Thian-hok sangjin agak tertegun, tapi
kemudian ujarnya sambil tersenyum: "Kalau begitu ada
rombongan jago lain yang telah datang ke Lian-im-lu."
"siapa mereka?"
"Soal ini sih aku belum tahu."
"Apakah pendatang telah menembusi dua rintangan?"
"Aku mendapat laporan dari penjaga rintangan
pertama, katanya musuh yang datang sangat tangguh,
tapi soal apakah dia telah berhasil menembusi rintangan
pertama atau belum, aku kurang jelas."
474 Han si-kong segera bangkit berdiri, kepada Lim Hankim
ajaknya: "Ayoh kita tengok siapa yang telah datang"
"Jangan" cegah Thian-hok sangjin menggeleng, "Kalau
memang mereka bukan rekan kalian, tak usah kalian ikut
repot." Mendadak Han-gwat bangkit berdiri, bisiknya sedih:
"Totiang" "Ada apa?" "Tentunya totiang tahu bukan bahwa majikan tuaku
amat ketat menjaga peraturan?"
"Teruskan" "Lian-im-lu adalah tempat yang terpencil dan jauh dari
keramaian dunia, jarang ada orang luar yang mengetahui
jalan menuju kemari, Aku kuatir kedatangan mereka itu
justru karena menguntit kami, Bila totiang berjumpa
dengan majikanku nanti, tolong jangan kau singgung
bahwa akulah yang menjadi petunjuk jalannya."
Thian-hok sangjin manggut-manggut, setelah
memandang Han si-kong dan Lim Han- kim sekejap.
terusnya: "Pondok Lian-im-lu ku ini sudah puluhan tahun
lamanya tak pernah dikunjungi orang asing, sungguh tak
disangka hari ini bisa disinggahi tamu agung secara
beruntun-..." 475 Tiba-tiba terdengar suara suitan panjang
berkumandang datang memotong perkataan Thian-hok
sangjin yang belum selesai, Thian-hok sangjin yang
selalu bersikap santai dan berwajah penuh senyuman itu
tiba-tiba berubah air muka, alisnya berkerut kencang,
Katanya kemudian agak serius: "silahkan kalian
menunggu sejenak. aku akan segera menyambut
kedatangan tamu agung itu." Terburu-buru ia
meninggalkan ruangan- BAB 15. sepasang Pendekar Memburu Mestika
Memandang hingga bayangan punggung Thian-hok
sangjin lenyap dari pandangan, Han sokong berkata: "
Entah jagoan tangguh darimana yang telah datang,
ternyata kecepatan mereka mendaki bukit jauh lebih
cepat daripada kita."
"Yaa, didengar dari suara pekikan nyaring tersebut
bisa diduga kalau pendatang telah berhasil melewati
kedua rintangan itu."
Mendadak Han si-kong bangkit berdiri dan melangkah
menuju ke luar ruangan pondok, Buru-buru Han-gwat
mengejar dan menghadang jalan pergi rekannya itu,
tegurnya: "Mau apa kau?"
"Aku ingin menonton keramaian-"
476 "Jangan- cegah Han-gwat sambil menggoyangkan
tangannya berulang kali. "Meskipun Thian-hok totiang
ramah dan baik hati, namun keempat bocah penjaga
bukitnya ganas, telengas dan tidak kenal ampunsebelum
mendapat persetujuan dari Thian-hok totiang,
lebih baik kita jangan pergi sembarangan"Apa salahnya kalau aku pergi menonton keramaian?"
protes Han Si-kong tak puas.
"Hmmmm Sudah setua umurmu masih senang amat
nonton keramaian" Kalau sampai berakibat terjadinya
gara-gara, bagaimana nanti?" Paras muka Han Si-kong
beberapa kali mengalami perubahan, jelas ia merasa
sangat tak puas dengan tindakan Han-gwat yang
menghalangi kepergiannya, tapi pada akhirnya ia dapat
menahan diri, hanya ujarnya dengan suara ketus:
"Hmmm Aku tak sudi ribut dengan anak perempuan
macam kau...." Pada saat itu terdengar suara pekikan panjang yang
berkumandang datang, amat nyaring bagaikan pekikan
naga sakti. Dengan kening berkerut Lim Han-kim segera berkata:
"Jika didengar dari suara pekikan itu, jelas penerobos
telah sampai di puncak bukit. Lagi pula di balik pekikan
nyaring itu lamat-lamat terdengar hawa pembunuhan
yang sangat tebal, mungkinkah Thian-Hok totiang telah
477 turun tangan sendiri menghadang jalan pergi mereka
sehingga terjadi pertarungan sengit di puncak bukit?"
"Jika Thian-Hok totiang benar- benar turun tangan
sendiri, inilah sebuah tontonan yang amat menarik.
Menyesal aku jika tak sempat menyaksikan pertunjukan


Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menarik ini." Tanpa banyak membuang waktu lagi Han si-kong
segera melejit ke depan dan menerobos keluar dari
ruangan itu lewat jendela, Han-gwat berniat menghalangi
namun teriambat tahu-tahu kakek itu sudah berada di
luar ruangan, Lim Han-kim memandang Han-gwat
sekejap. ajaknya kemudian: "Mari, kita pun ikut nonton
dari luar pintu." "Mau lihat sih boleh saja," kata Han-gwat setelah
tertegun sejenak, "Tapi lebih baik kita jangan
meninggaikan ruangan." Tidak membuang waktu lagi Lim
Han-kim melangkah keluar dari ruangan dan berdiri di
depan pintu. Di kejauhan sana terlihat bayangan punggung Han sikong
sedang berdiri empat lima kaki di depan, agaknya ia
sedang menonton jalannya pertarungan dengan asyik.
Tepat di muka pintu ruangan tumbuh sebatang pohon
cemara besar. Di bawah cemara tumbuh aneka bunga
yang mengelilingi sebuah batu hijau yang amat besar,
batu itu rata lagi licin, seorang bocah lelaki - sedang
478 merawat bebungaan tampaknya tidak tertarik untuk
mengawasi jalannya pertarungan yang berlangsung seru
itu, menoleh pun tidak. Diam-diam Lim Han-kim memuji di dalam hati
kecilnya: " Hebat betul bocah ini, meski usianya masih
muda ternyata ketenangannya sudah mencapai tingkatan
yang luar biasa.." Pada saat yang sama terdengar suara Han Si-kong
sedang memuji tiada habisnya dari kejauhan sana: "llmu
pedang bagus, ilmu pedang bagus...."
Jalan menuju kepuncak bukit dengan pintu ruangan
pondok gubuk itu berjarak tujuh- delapan kaki, hal ini
membuat orang yang berada di muka pondok sukar
menyaksikan kejadian disana secara jelas, Ketika
mendengar Han si-kong memuji tiada hentinya, tanpa
terasa timbul rasa ingin tahu dalam hati Lim Han-kim, tak
kuasa lagi dia melangkah keluar meninggaikan ruangan.
Bocah lelaki yang sedang membenahi tumbuhan
bunga itu mendadak berpaling memandang Lim Han-kim
sekejap. lalu bergumam sendiri: "sebagai tetamu yang
datang berkunjung, lebih baik taatilah peraturan yang
berlaku." sebenarnya Lim Han-kim sudah menyadari kesalahan
itu dan siap menarik kembali kaki kirinya yang
melangkah keluar, tapi setelah mendengar peringatan
479 dari bocah lelaki tersebut, tiba-tiba saja timbul perasaan
gusar dalam hatinya, segera pikir-nya: "Kau menyindir
aku" Hmmm, aku justru sengaja akan keluar, akan
kulihat kau bisa berbuat apa terhadapku?"
sesungguhnya pemuda ini halus di luar namun keras
wataknya. Begitu ingatan tersebut melintas, dengan
langkah lebar ia berjalan keluar dari ruangan, Bocah
lelaki yang berada di bawah pohon cemara itu tidak
berniat menghalangi kepergiannya, hanya dengan
pandangan dingin ia awasi bayangan punggung Lim Hankim
pergi menjauh. Gerakan tubuh Lim Han-kim cepat
sekali, dalam sekejap mata ia sudah tiba di samping Han
si-kong. Tampaknya orang tua itu tidak menyadari kehadiran
Lim Han-kim, seluruh pikiran dan perhatiannya telah
dicurahkan ke tengah arena, Cepat pemuda itu
mengalihkan pandangan matanya ke arena, tampak tiga
orang bocah berjubah tosu hijau sedang memainkan
senjata pedangnya menghadang jalan lewat seorang
nenek berambut putih, pertempuran berjalan amat seru
dan ramai. Nenek berambut putih itu dengan senjata tongkat
berkepala naganya sebentar menyodok sebentar
mengerut, menciptakan lapisan bayangan tongkat yang
menyelimuti angkasa, memaksa ketiga orang lawannya
480 terdesak tiga depa di luar arena dan tak sanggup
mendesak maju satu langkah punEmpat- lima depa di belakang nenek berambut putih
itu, tampak berdiri bersandar pada dinding tebing yang
terjal seorang kakek berjenggot panjang membawa
kantung tembakau sambil menghisap pipanya dengan
penuh kenikmatan Asap berwarna biru tampak
menyembur keluar dari mulutnya mengiringi suara
pekikan panjang yang menusuk pendengaran,
tampaknya ia sedang memberi semangat kepada
rekannya. Lim Han-kim mencoba memperhatikan beberapa
orang bocah tosu itu dengan lebih seksama 1agi. Usia
mereka rata-rata empat -lima belas tahun, tapi jurus
pedang yang mereka mainkan betul-betul ganas dan
hebat, terutama gerak kerja sama mereka bertiga. Bukan
hanya cepat dan lincah, perubahannya sukar diduga.
sebaliknya permainan tongkat si nenek berambut putih
itu sangat hebat, setiap gerakan mengandung gerakan
lain, perubahan jurusnya cepat sukar diduga. Bagaimana
pun ganas dan hebatnya ketiga orang tosu kecil itu
menyerang, tak pernah berhasil mencari keuntungan
dirinya. Lim Han-kim memeriksa lagi keadaan disekitar situ,
ternyata di tanah lapang yang cukup luas di puncak bukit
itu selain keempat orang yang sedang bertempur sengit
481 serta kakek itu, hanya Han si-kong, dia dan bocah di
bawah pohon cemara itu. Bukan saja bayangan Thianhok
sangjin tidak nampak. beberapa pondok di sekitar
sana pun berada dalam keadaan tertutup rapat.
Keadaan ini membuat anak muda tersebut keheranan,
pikirnya: "Heran, kenapa Thian-hok totiang masih bisa
menahan diri" Padahal jelas tampak ilmu silat yang
dimiliki nenek itu sangat lihay. Betul jurus pedang dari
ketiga bocah tosu itu ganas dan hebat, tapi lama
kelamaan mereka pasti bukan tandingan si nenek,
Apalagi di situ masih ada si kakek berjenggot yang jelas
memiliki tenaga dalam amat sempurna, masa dia baru
akan tampil ke depan setelah orang lain mengobrak abrik
rumahnya?" sementara dia masih berpikir, terdengar nenek
bertongkat itu telah membentak keras: "Hey, tosu tua
hidung kerbau, kau anggap dengan mengandalkan
beberapa kunyuk cilik ini benar-benar sudah mampu
menghalangi diriku" Hmmm sekalipun kau tak senang
menerima tamu, sepantasnya kalau muncul sebentar
untuk berbasa basi. Huuuh, kalau dianggap dengan
mengandalkan beberapa kunyuk kecil ini sudah bisa
mewakilimu kau benar- benar pandang remeh
kemampuanku ini" si kakek yang sedang menghisap huncwee ditepi
tebing mendadak ikut tertawa tergelak. sambungnya:
482 "Ha ha ha ha... perkataan itu tepat sekali, Dia memang
pandang enteng kemampuanmu. Coba kalau tidak. sedari
tadi ia sudah keluar menjumpaimu."
sebetulnya nenek itu sudah dibakar oleh hawa
amarah, kemarahannya makin memuncak sesudah
dihasut kakek tersebut Tiba-tiba ia membentak keras,
permainan tongkatnya berubah pula jadi amat ganas dan
hebat. Dalam sekejap mata angin serangan menderuderu,
tenaga pukulan yang kuat bagaikan bukit yang
ambrol menggulung ke depan mendesak ketiga orang
lawannya mundur berulang kali.
Diam-diam Lim Han-kim menjawil tangan Han si-kong,
kakek itu segera menoleh, melihat anak muda itu sudah
berdiri di sisinya, iapun berseru: "Ha ha ha ha... rupanya
kaupun sudah kemari?"
"Aku lihat ketiga orang bocah tosu itu sudah keteter
hebat dan menunjukkan gejala akan kalah, bila
pertarungan berlangsung terus, tentu ada korban yang
berjatuhan." "Yaa, betul Ketiga orang itu tak bakal mampu
menahan dua puluh gebrakan lagi."
Mendadak ia berhenti bicara, ternyata entah sejak
kapan Thian-hok sangjin telah munculkan diri di puncak
bukit itu. wajahnya kelihatan amat serius, senyuman
ramah yang sering tersungging diujung bibirnya kini
483 sudah tak nampak. setelah memandang sekejap pada
Han si-kong dan Lim Han-kim dengan pandangan dingin,
pelan-pelan ia berjalan menuju ke sisi arena.
Meskipun ia tidak menegur atau berkata apa-apa,
namun sikapnya jelas memperlihatkan ketidakpuasannya
karena kehadiran mereka berdua ditepi.
Terdengar Thian-hok sangjin telah berseru dengan
suaranya yang amat nyaring: "Kalian bukan tandingan
dari si nenek naga berambut putih, ayoh cepat mundur"
Tiga orang tosu kecil itu sama-sama menarik kembali
serangan pedangnya dan melompat mundur dari arena.
Begitu mendengar nama " Nenek Naga Berambut Putih",
Han si-kong seketika merasakan hatinya bergetar keras,
tanpa terasa pikirnya dengan perasaan tercengang:
"Ternyata gembong iblis wanita inilah yang telah
datang, tak heran kalau permainan tongkat berkepala
naganya begitu hebat dan sakti."
sementara ia masih berpikir, tiga orang tosu kecil itu
telah mundur ke belakang tubuh Thian-hok totiang.
Nenek Naga Berambut Putih sebera menghentakkan
tongkatnya ke atas tanah membuat ujung tongkat itu
melesak masuk ke dalam batu sedalam tiga inci. setelah
itu sambil menatap Thian-hok sangjin tegurnya sambil
tertawa dingin: "Bagus, bagus sekali Hey, si tosu tua
484 hidung kerbau, aku lihat lagakmu makin lama semakin
besar" Paras muka Thian-hok sangjin amat serius, meski
begitu nada pembicaraannya tetap tenang dan lembut
"Aku sudah terbiasa hidup menyendiri di tengah bukit
dan enggan mencampuri urusan keduniawian lagi, itulah
sebabnya aku selalu menolak untuk menerima kunjungan
dan kehadiran umat persilatan yang datang
menyambangi diriku."
"sayang sekali para penjaga pintu bukitmu itu tak lebih
cuma gentong nasi yang tak berguna, Nyatanya mereka
tak sanggup menghalangi kedatangan aku si nenek tua,"
jengek Nenek Naga Berambut Putih sambil tertawa
dingin. Thian-hok sangjin tertawa hambar. "Nama besar
Thian-lam-siang-hiap (sepasang pendekar dari Thianlam)
sudah lama menggetarkan dunia persilatan. jangan
lagi ketiga orang anak bnahku, bahkan akupun merasa
kagum dan bukan tandingan." si kakek yang duduk di
tepi dinding tebing itu mendadak bersin berulang kali,
diketuknya huncwee tersebut beberapa kali ke atas batu
bukit, lalu teriaknya: "Hey, siapa yang sedang
mengumpat aku si kakek?"
"Tua bangka tak mampus- mampus, buat apa kau
masih berlagak pilon?" tegur nenek naga berambut putih
gusar. 485 Pelan-pelan kakek itu bangkit berdiri dan berjalan
menghampiri arena, sambil berjalan tiada hentinya dia
hisap huncwee-nya. Tampaknya Thian-hok sangjin tak
ingin menyalahi kedua orang ini, ia berusaha keras
menahan diri sebisanya. Dengan telapak tangan kiri
disilangkan di depan dada, ia memberi hormat sambil
bertanya: "Bolehkah aku tahu, ada urusan penting
apakah kalian berdua suami istri datang berkunjung
kemari?" Kakek berambut putih itu mendongakkan kepalanya
dan tertawa terbahak-bahak.
"Ha ha ha ha... kalau tak ada urusan penting, tak
nanti kita kunjungi kuil Sam-po-tian-..."
Sambil mengalihkan pandangannya ke wajah nenek
naga berambut putih, terusnya setelah berhenti sejenak:
"Hei, nenek tua, perkataan selanjutnya kaulah yang
mesti teruskan-" Agaknya Nenek Naga Berambut Putih masih diliputi
hawa gusar yang meluap-luap, dengan suara dingin ia
menyambung: "Kedatangan kami hari ini tak lebih hanya
ingin meminjam barang dari kau si hidung kerbau tua."
"Asal aku memilikinya, pasti akan kuberikan"
"Menurut hasil penyelidikanku, kedua macam barang
itu benar-benar telah terjatuh ke tanganmu."
486 "Boleh aku tahu, barang apakah itu?"
"Adik angkatku telah kehilangan dua mustikanya, dua
mustika dari Thian- lam yakni pedang usus ikan dan
tameng Thian-liong-ka"
Dari balik wajah Thian-hok Sangjin yang serius tibatiba
tersungging sekulum senyuman, pelan-pelan ia
bertanya: "Darimana kalian suami istri berdua
memperoleh berita ini?"
Kembali kakek berjenggot putih itu tertawa tergelak.
"Ha ha ha ha... kau jangan peduli darimana berita itu
kami dapat, pokoknya berita tersebut bukan hasil
karangan kami sendiri"
"Apa yang tersiar rtalam dunia persilatan tak boleh
dipercayai seratus persen, apalagi aku sudah puluhan
tahun lamanya hidup mengasingkan diri di pondok Lianimlu, dan tidak mencampuri urusan dunia persilatan lagi.
Apa gunanya kusimpan benda-benda mustika semacam
itu?" "DuIu, adik angkatku itu dengan mengandalkan dua
mustika dari Thian- lam telah menggemparkan seluruh


Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

daratan Tionggoan, Utara selatan sungai besar diobrak
abrik tak karuan, sehingga siapa pun yang mendengar
namanya akan keder dibuatnya...."
487 "Betul" sela Thian-hok sangjin, "Dulu, nama besar
Gadis naga berbaju hitam memang amat tersohor di
kolong langit, hampir semua umat persilatan takut dan
sayang kepada-nya. Waktu itu nasibku memang
beruntung sehingga sempat berjumpa satu kali dengannya."
"Jago pedang yang tersohor waktu itu bisa dihitung
dengan jari tangan, Karena kau suka menyembunyikan
diri dan tak mau menonjolkan kepandaiannya, maka adik
angkatku yang masih muda dan berangasan akhirnya
datang ke pondok Lian-im-lu ini untuk mencari kau dan
mengajak adu kepandaian. saat itu merupakan saat
terakhir adikku muncul dalam dunia persilatan semenjak
peristiwa itu dia lenyap tak berbekas, coba jawab
benarkah telah terjadi peristiwa semacam ini?"
Kembali Thian-hok sangjin tertawa, "Betul, memang
kami pernah adu kepandaianku."
Tidak menunggu sampai Thian-hok sangjin
menyelesaikan perkataannya, nenek naga berambut
putih kembali menukas: "Nah itulah dia, pasti
perbuatanmu. Lantaran tertarik dengan kedua
mustikanya, kau pasti telah membunuhnya lalu menyita
mustika dari Thian- lam tersebut"
"Kalian berdua jangan menuduhku dengan tuduhan
yang bukan-bukan" seru Thian-hok sangjin sambil
berkerut kening, "Apalagi fitnahan semacam ini. Kuakui
488 bahwa aku memang sempat bertanding melawan gadis
naga berbaju hitam dan waktu itu tidak disaksikan pihak
ketiga, tapi ada rembulan dan langit yang menjadi
saksi...." "Dalam pertandingan itu adik angkatku berhasil
menang atau kalah?" hardik nenek naga berambut putih
. "Dengan mengandalkan ketajaman pedang usus ikan,
adik angkatmu berhasil membabat tiga kali atas
pedangku." Tiba-tiba nenek naga berambut putih menghela napas
panjang, selanya kemudian-"Andaikata ia tidak
menggunakan pedang usus ikan, mungkin hal mana tak
akan memancing kerakusanmu untuk mengangkangi
senjatanya sehingga adik angkatku itu kau celakai"
"Aku harap kau jangan menuduh yang bukan-bukan,"
tukas Thian-hok sangjin dengan wajah serius, "Betul saat
itu pedangku berhasil dibabat tiga kali, tapi bukan berarti
aku kalah." "senjatamu sudah dikutungi kalau bukan disebut kalah
memangnya harus dianggap menang?"
"Tatkala gadis naga berbaju hitam naik ke pondok
Lian-im-lu untuk menantang aku beradu pedang, saat itu
nama besarnya telah menggetarkan seluruh dunia
489 persilatan Nama besar pedang usus ikan dan tameng
Thian- liong- ka juga ikut tersohor jadinya di-seluruh
kolong langit walaupun waktu itu aku sangat jarang
melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, tapi nama
besar adikmu itu sempat kudengar dari pembicaraan
beberapa orang sahabatku.
Lagipula adikmu gemar memakai baju hitam, oleh
sebab itu meski aku baru pertama kali bersua muka
dengan adikmu, tapi sekali berjumpa aku segera
mengenalinya sebagai Gadis naga berbaju hitam yang
amat termashur itu" "Hmmm, oleh sebab itu pula kau lantas teringat
dengan kedua mustika miliknya dan timbul
keserakahanmu untuk meng-angkanginya, selesai
pertarungan yang berakhir dengan kekalahanmu, kau
gunakan akal busuk untuk mencelakainya secara diamdiam,
bukan begitu?" sambung nenek naga berambut
putih sinis. Thian-hok sangjin benar-benar memiliki kesabaran dan
ketebalan iman yang luar biasa. Kendatipun nenek naga
berambut putih menuduh dan memojokkan dia terusmenerus,
ia tetap dapat menjaga kestabilan dan
ketenangan hatinya. sambil tertawa hambar, ujarnya kemudian- "Pedang
usus ikan merupakan benda mestika peninggalan jaman
490 cun-ciu, Ketajamannya luar biasa, inilah salah satu sebab
yang membuat adikmu bisa termashur di kolong langit."
"Ha ha ha ha... betul Betul sekali" sela kakek
berjenggot putih sambil tertawa tergelak "Andaikata
pedang usus ikan hanya benda biasa, tak nanti kau
Thian-hok sangjin bakal tertarik dan ingin
mengangkanginya." Thian-hok sangjin tidak berusaha mendebat, ia
melanjutkan perkataannya: "Tatkala gadis naga berbaju
hitam memaksaku bertanding pedang, sudah berulang
kali aku mencoba menolaknya, tapi adikmu terus
menerus mendesak. ia paksa aku untuk turun tangan
sehingga akhirnya aku dibuat tak berdaya dan terpaksa
menerima tantangannya itu.
Betul adikmu agak sombong dan takabur, namun ia
tak kehilangan kegagahan serta kebesaran jiwanya.
Ketika hendak menggunakan pedang usus ikan, ia
sempat memberitahukan kepadaku betapa tajamnya
senjata itu dan menganjurkan kepadaku untuk membawa
beberapa bilah pedang sebagai cadangan hingga dalam
pertarungan nanti tak sampai kehabisan senjata sebelum
menang kalah bisa ditentukan- Waktu itu aku tak
mengabulkan permintaannya, tapi tak tahan dengan
desak-annya yang bertubi-tubi, pada akhirnya aku pun
membawa empat bilah pedang sebagai cadangan-..."
491 Dia angkat kepalanya memandang puncak bukit di
kejauhan sana, sampai lama kemudian ia baru
melanjutkan- "Akhirnya kami pun mulai bertarung sengit
di sebuah tempat yang amat terpencil. Di puncak bukit
yang diselimuti salju abadi, pertempuran itu kuakui
sebagai pertempuran paling seru, paling ganas danpaling
ramai yang pernah kualami sepanjang hidupku, Ketika
adikmu berhasil mengutungi pedangku dengan senjata
mustikanya, aku sudah rela mengaku kalah, tapi adikmu
mendesak terus kepadaku agar ganti senjata lain- ia
memaksaku untuk bertarung lagi sampai aku mengaku
kalah dalam hal ilmu silat. Didesak seperti ini terpaksa
aku pun mengikuti kemauannya, begitulah, secara
beruntun aku kehilangan tiga bilah pedang...."
"Seseorang yang secara beruntun kehilangan tiga
bilah pedang sudah pasti dianggap kalah, kenapa kau tak
mau mengakuinya?" tanya nenek naga berambut putih
tak puas, "Tatkala aku mengeluarkan prdang yang keempat,
tiba-tiba adikmu mengajukan usul lain, ia memaksa aku
untuk bertaruh, Katanya semenjak kedatangannya di
daratan Tionggoan, akulah terhitung musuh paling
utamanya yang paling tangguh. Maka ia memaksaku
bertaruh, andaikata ia berhasil mengutungi pedangku
yang keempat, maka aku harus kembali menjadi manusia
biasa dan sepanjang hidup mengikutinya sebagai budak."
492 setelah menghela napas panjang dan membuang
pandangannya ke kaki langit dia melanjutkan: "Coba
kalian bayangkan penghinaan semacam ini siapa yang
sanggup menerimanya" Walaupun aku hidup
mengasingkan diri dan tak ingin mencampuri urusan
dunia persilatan lagi bukan berarti aku bersedia dihina
orang seenaknya. oleh sebab itu dalam pertandingan
yang terakhir ini bukan saja aku telah menggunakan
segenap kekuatan yang kumiliki, aku pun mesti
menggunakan seluruh jurus simpanan yang pernah
kupelajari sungguh beruntung sekali dalam pertarungan
ini akhirnya aku berhasil mengungguli adikmu."
"Benarkah kau berhasil mengunggulinya dalam hal
ilmu silat?" tanya nenek naga berambut putih sambil
menghela napas sedih. "selama hidup aku tak pernah
bicara bohong. Jurus kemenangan itu berhasil kuperoleh
dengan taruhan nyawa, sehingga kalau dibilang
kemenangan itu hanya suatu keberuntungan saja
rasanya tidak salah."
"Tapi semenjak pertarungan pedangnya melawanmu,
ia tak pernah muncul kembali dalam dunia persilatan
Kalau bukan kau celakai, kemana ia telah pergi?"
Thian-hok sangjin termenung berpikir sejenak,
kemudian katanya: "setelah menderita kekalahan,
adikmu merasa gusar bercampur mendongkol. Terburuburu
ia turun gunung dan berlalu begitu saja, walaupun
493 watak adikmu agak angkuh dan takabur, namun aku
menaruh rasa hormat dan kagum terhadapnya."
Tampaknya nenek naga berambut putih berhasil
diredakan hawa amarahnya oleh penuturan
danpenjelasan Thian-hok sangjin ini, sikapnya jauh lebih
tenang dan ramah, tanyanya pelan- "Apakah yang kau
kagumi atas dirinya?"
" Walaupun adikmu kalah satu jurus, namun ia
mengenakan tameng Thian-liong-ka yang kebal tusukan
maupun bacokan- Dalam kondisinya saat itu
sesungguhnya ia masih mampu untuk melanjutkan
pertarungan tapi kenyataannya dia mengakui kekalahan
tersebut dan pergi dengan begitu saja, sikap jujur dan
kebesaran jiwanya itulah yang telah meninggalkan kesan
yang amat mendalam kepadaku."
"Nah itulah dia," sela nenek naga berambut putih,
"Tahukah kau di mana ia berada sekarang?"
Kembali Thian-hok sangjin termenung sambil berpikir
sejenak, kemudian menggeleng, "Aku tak tahu."
"Menurut berita yang kudengar, konon adik angkatku
telah terluka oleh pedang terbang beracunmu, Meskipun
tubuhnya dilindungi oleh tameng naga langit, toh bukan
berarti seluruh badannya terlindungi."
494 "Walaupun aku menguasai ilmu melepaskan pedang
terbang, namun dalam pertarunganku melawan musuh
belum pernah satu kali pun kugunakan."
"Peduli berita yang tersiar itu benar atau tidak. yang
jelas dan pasti adikku tak pernah muncul kembali dalam
dunia persilatan semenjak pertarungannya melawanmu
Kini kami sengaja datang kemari untuk mencari jejaknya,
jadi bukan sengaja mencari gara-gara denganmu..."
setelah berhenti sejenak. lanjutnya: "Tameng naga
langit serta pedang usus ikan sejak itu pula mengikuti
adikku lenyap dari peredaran, jejaknya tidak ketahuan,
sudah banyak tahun kami melakukan penyelidikan dan
pencarian, namun tak berhasil menemukan jejaknya, Kini
aku rasa hanya Tian-hok totiang seoranglah yang
mengetahui jejaknya," Thian-hok sangjin tertawa
hambar. "Apa yang kuketahui telah kuutarakan semua, Apabila
kalian berdua tetap tak percaya, yaaa... apa boleh buat
lagi?" Nenek naga berambut putih berpaling memandang
kakek berjenggot putih itu sekejap. kemudian tegurnya:
"Hey, tua bangka, bagaimana menurut pendapatmu?"
Pelan-pelan kakek berjenggot itu mengisi huncweenya
dengan daun tembakau, menyulutnya dengan api dan
menghisapnya berulang kali, setelah itu baru berkata:
495 "Menurut pandanganku, kita hanya ada dua jalan untuk
menyelesaikan persoalan ini. jika kau percaya dengan
penjelasannya, kita sudahi persoalan tersebut sampai di
sini Kita pun tak usah membuang banyak waktu untuk
mencari jejak adik angkatmu beserta kedua benda
mustikanya. sebaliknya jika kau tak percaya, kita paksa
kepadanya untuk menyerahkan adikmu."
"Huuuuh, jawaban macam begitu sama saja seperti
tidak menjawab" teriak si nenek gusar
"Yaa... betul...." sela si kakek setelah menyedot
huncweenya beberapa kali, "Kau memang tak pernah
mau menuruti pendapatku"
"Tua bangka sialan, aku mau tanya pendapatmu
percayakah kau dengan apa yang dijelaskan Thian-hok
totiang barusan?" "soal ini..." Aku hanya percaya separuh"
" Kenapa?" nenek naga berambut putih itu keheranan,
" Kalau percaya bilang percaya, kalau tidak percaya
katakan tak per-caya, mana ada percaya setengah saja?"
"separuh penjelasannya aku percaya sebagai kejadian
yang sebenarnya, dia memang tidak mencelakai adik
angkatmu juga tidak mengangkangi kedua benda
mustika tersebut, tapi ia tahu jejak gadis naga berbaju
hitam..." 496 "Darimana kau bisa tahu?" Kakek berjenggot putih itu
tertawa tergelak: "Ha ha ha ha... kau anggap separuh masa hidupku
berkelana dalam dunia persilatan hanya perjalanan siasia?"
Pelan-pelan nenek naga berambut putih mengalihkan
kembali sinar matanya kewajah Thian-hok sangjin,
kemudian sepatah demi sepatah dia bertanya: "Benarkah
kau mengetahui jejak adik angkatku?"
Paras muka Thian-hok sangjin berubah hebat, ia
mendongakkan kepalanya mene-rawang ke udara, lama
kemudian baru jawabnya: "Waktu itu, aku sama sekali
tidak tahu..." "Bagaimana kemudian?" tukas nenek naga dengan
suara lantang,

Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

" Kemudian aku memang mendengar kabar
beritanya." "Di mana ia sekarang?"
Thian-hok sangjin menarik kembali sorot matanya
yang menerawang udara itu, ditatapnya si kakek dan si
nenek sekejap. setelah itu jawabnya: "Adikmu tidak
muncul kembali ke dunia persilatan karena ia sudah
kehilangan ambisinya untuk mencari kemenangan ia tak
497 ingin menggunakan status kegadisannya untuk bergumul
kembali dalam dunia persilatan"
Apa yang dipikirkan nenek naga berambut putih
sekarang adalah bagaimana caranya mendapat kedua
jenis mustika tersebut, maka dia mendesak Thian-hok
sangjin terus menerus untuk mengatakan jejak gadis
naga berbaju hitam Asal jejaknya sudah diketahui maka
tak sulit baginya untuk mendapatkan kedua jenis mustika
tersebut, semakin ia ingin segera mengetahui
jawabannya, terasa jawaban dari Thian-hok sangjin
makin lamban, tak tahan lagi teriaknya: "sekarang dia
berada di mana" Cepat katakan"
Kembali Thian-hok sangjin mendongakkan kepalanya
mengalihkan sinar matanya ke tempat kejauhan, ujarnya
kemudian: "Aku hanya pernah mendengar tentang kabar
beritanya tapi kurang begitu paham keadaan yang
sesungguhnya, Bukankah kalian berdua berhasil
mendapat tahu kalau gadis naga berbaju hitam pernah
bertarung melawanku, kenapa tidak kalian selidiki juga
kabar beritanya" Toh pekerjaan semacam ini tidak terlalu
menyulitkan kalian?"
Kakek berjenggot putih yang selama ini hanya
menyedot huncwee nya sambil menikmati kebutan
asapnya itu tiba-tiba menyela:
498 "Nah, bagaimana" Tidak salah bukan perkataanku
Meskipun dia tahu, kalau enggan diutarakan kepadamu
juga percuma saja..."
selapis hawa napsu membunuh pelan-pelan mulai
menyelimuti wajah nenek naga berambut putih, tongkat
besinya mulai dipersiapkan untuk melancarkan serangan
sementara sinar matanya yang tajam bagaikan aliran
listrik dialihkan ke wajah Thian-hok totiang dan
menatapnya lekat-lekat, Hardiknya ketus: "Bagus sekali,
jadi kau sudah tahu namun tak sudi memberitahukan
kepadaku..?" "Gadis naga berbaju hitam masih hidup segar bugar di
kolong langit Kalian berdua sudah mencarinya selama
banyak tahun belum berhasil juga menemukan jejaknya,
Menurut pendapatku, dia seharusnya juga tahu kalau
kalian berdua sedang mencarinya dengan susah payah,
tapi kenyataannya sekarang ia tak bersedia tampilkan diri
untuk bertemu muka, Hal ini membuktikan akan dua hal,
kesatu dia memang tak ingin berjumpa dengan kalian
berdua. Kedua ia ada kesulitan yang membuatnya kurang
leluasa untuk berjumpa lagi dengan kalian berdua.
sebelum memperoleh ijin dan persetujuan dari yang
bersangkutan aku merasa kurang leluasa untuk
mengambil keputusan dengan membocorkan tempat
tinggalnya." 499 Dengan beberapa patah kata itu dengan sangat jelas
sekali Thian-hok Sangjin telah mengutarakan isi hatinya,
walaupun ia mengetahui alamat rumah Gadis naga
berbaju hitam, namun ia tidak bersedia mengungkapnya.
Pelan-pelan nenek naga berambut putih berjalan
mendekati Thian-hok sangjin, dengan nada setengah
mengancam serunya: "Jika kau tak bersedia
memberitahukan alamatnya, aku akan memaksa kau
untuk menjawab" "Begini saja, apabila kalian bisa memberi waktu
selama tiga hari kepadaku, aku pasti akan memberikan
jawaban yang memuaskan kepada kalian, bahkan
mungkin dapat mempertemukan kalian-"
"sudah puluhan tahun kami mencari jejaknya" teriak si
nenek dengan suara keras. " Hampir seluruh pelosok
dunia telah kami telusuri, aku tak bisa menunggu terlalu
lama lagi, sekarang juga aku harus bertemu
dengannya." " Kalau begitu harap kalian memaafkan diriku,
terpaksa aku tak dapat memenuhi harapan itu."
Dengan gemas nenek naga berambut putih
menghentakkan tongkatnya ke atas tanah, sekujur
badannya gemetar keras menahan gejolak emosinya
yang membara, katanya serius: "Jika kau tak bersedia
menjelaskan kabar berita adik angkatku, sama artinya
500 kau memang berniat mengangkangi dua benda mustika
kami itu" "Aku sebagai pendeta yang menjauhkan diri dari
keduniawian sama sekali tak punya ambisi untuk
memimpin dunia persilatan pun tak berniat mencari
nama besar di kolong langit. Betul pedang usus ikan dan
tameng naga langit merupakan dua benda mustika dari
dunia persilatan, akan tetapi aku tidak mempunyai
perasaan serakah dan niat untuk memilikinya. Apalagi
kalian tidak bersedia memberi waktu selama tiga hari
kepadaku, yaaa.-, apa boleh buat lagi, terserah kalian
mau apa" Ucapan tersebut disampaikan dengan tulus dan
bersungguh-sungguh, membuat siapa pun yang
mendengarkan mau tak mau harus mempercayainya,
Emosi yang bergejolak dalam dada nenek naga berambut
putih kembali mereda. Dia mendongakkan kepalanya
sambil berpikir sejenak. mendadak tongkatnya di
hentakkan ke tanah, sambil berpaling ke arah kakek
berjenggot itu serunya nyaring:
"Hey, tua bangka, mari kita pergi, Tiga hari kemudian
kita datang lagi minta petunjuk di pondok Lian-im-lu ini."
Thian-hok sangjin segera merangkap tangannya di
depan dada, sambungnya dengan serius: "Selama hidup
aku tak pernah berbohong, asalkan kalian naik ke puncak
501 ini tiga hari kemudian, aku pasti akan memberitahu kabar
tentang gadis naga berbaju hitam."
"Ha ha ha ha...." setelah menyemburkan asap
tembakaunya kakek berjenggot putih itu tertawa
tergelak. " Walaupun totiang amat jarang melakukan
perjalanan dalam dunia persilatan, namun mempunyai
nama besar sebagai jago pedang nomor wah id. Aku
percaya dengan janjimu itu, tiga hari kemudian kami
pasti akan datang lagi untuk meminta petunjuk"
"Maaf kalau aku tak bisa mengantar"
Belum selesai perkataan itu diucapkan, tampak dua
sosok bayangan manusia berkelebat lewat. Gerakan
tubuh itu cepat bagaikan sambaran kilat, dalam sekejap
mata bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari
pandangan- Memandang hingga kedua orang itu lenyap
daripandangan Thian-hok sangjin baru membalikkan
badannya dan perlahan-lahan berjalan menghampiri Han
si-kong serta Lim Han-kim.
sebagai jago kawakan yang banyak pengalaman Han
si-kong sudah dapat merasakan ketidak senangan Thianhok
sangjin terhadap perbuatannya itu, sebelum lawan
berbicara dulu, ia sudah keburu menjura sambil katanya:
"Kami baru pertama kali ini datang mengunjungi pondok
Lian-im-lu sehingga kurang begitu paham dengan
502 peraturan di sini, Apabila perbuatan kami dianggap
lancang harap totiang sudi memaafkan"
Pelan-pelan sekulum senyuman tersungging kembali
diujung bibir Thian-hok sangjin, katanya lembut:
"Silahkan kalian berdua kembali ke dalam gubuk"
Tanpa membuang waktu, ia berjalan lebih dulu
menuju ke bangunan rumah sebelah tengah, Tiga orang
tosu kecil bersenjata pedang itu serentak mengikuti di
belakang Thian-hok sangjin menuju ke dalam rumah.
setelah semua orang berlalu, Han si-kong baru berbisik
kepada Lim Han-kim: "Lote, pernah kau dengar tentang
sepasang pendekar dari Thian- lam ini?"
"Aku belum lama terjun ke dalam dunia persilatan,
masih s edikit jagoan ternama yang aku kenal."
"Kalau disebut sepasang pendekar dari Thian- lam,
sebetulnya panggilan itu kelewat memuji mereka berdua,
padahal kedua orang itu lebih pantas dipanggil sepasang
manusia aneh dari Thian-lam. jangan karena gelar
mereka menggunakan nama Thian-lam, maka kau
anggap mereka sering berkeliaran di daerah tersebut.
Yang betul mereka malah lebih sering nongol di Utara
dan selatan sungai besar."
"Aku kurang mengerti dengan penjelasanmu itu"
503 "Ha ha ha ha...." Han si-kong tertawa terbahak-bahak.
"Lote, tak heran kalau kau kebingungan dibuatnya, siapa
saja yang tidak memahami latar belakang kedua orang
itu pasti akan dibuat kebingungan juga oleh perkataanku
tadi, Aaaai. Kalau dibicarakan kembali, kita mesti
bercerita mulai dari lima puluh tahun berselang."
"Waktu itu sepasang manusia aneh dari Thian-lam s
ering kali muncul di daerah Tionggoan, sepasang laki
perempuan ini tidak terhitung sesat juga tidak termasuk
golongan lurus. Tindak tanduknya selalu mengutamakan
baik buruknya pribadi masing-masing orang yang
dihadapi. oleh sebab itu perbuatannya banyak menyakiti
hati umat persilatan Akhirnya pada suatu ketika mereka
berdua dikerubuti oleh rekan-rekan persilatan dari
daratan Tionggoan yang berakibat kedua orang itu
menderita luka parah."
"Sejak peristiwa itu selama hampir dua puluh tahun
lamanya mereka berdua tak pernah muncul dalam dunia
persilatan, tapi dua puluh tahun kemudian mereka
muncul lagi di daratan Tionggoan dan melakukan balas
dendam. secara beruntun mereka berhasil membunuh
delapan belas orang jago tangguh yang berakibat nama
mereka jadi amat termashur."
sementara pembicaraan masih berlangsung, mereka
sudah memasuki ruang tamu. Han-gwat telah menunggu
mereka di muka pintu, Begitu melihat mereka muncul
504 gadis itu segera mendelik ke arah Han si-kong sambil
menegur: "sudah tua masih tak tahu diri. Hmmm Kenapa
perbuatanmu tak pakai aturan sama sekali?"
Han si-kong agak tertegun, lalu teriaknya marah: "Hey
budak cilik, siapa yang kau maki?"
"Memangnya kau yang kumaki" Apa salah aku bicara
sendiri?" " Umurku sudah lewat enam puluh tahun, tak perlu
kau si budak ingusan memberi pendidikan kepadaku."
Han-gwat tertawa dingin- "Semangat muda bukan masalah pada usia, kau sudah
hidup puluhan tahun lamanya, yang pernah kau lihat pun
terhitung sangat banyak, Apa gunanya kau ikut ke sana
menonton keramaian sehingga melanggar peraturan
yang berlaku di pondok Lian-im-lu ini?"
Untuk sesaat lamanya Han si-kong tak mampu
menjawab, terpaksa ia duduk sambil membungkam diri
Han-gwat sedikitpun tak mengalah, lanjutnya: "Thianhok
Totiang paling benci kalau tamunya berkeliaran
secara lancang, dengan lari keluar untuk menonton
pertarungan itu kalian sudah melanggar pantangan
terberat yang berlaku di bukit ini. Meskipun Thian-hok
totiang tidak sampai mengumbar hawa amarahnya
lantaran memandang wajah majikan tuaku, tapi kalau dia
505 sampai menceritakan persoalan ini kepada majikanku,
yang pasti akulah yang bakal menerima hukuman."
Lim Han-kim merasa setiap ucapan dan perkataannya
sangat masuk diakal dan tak dapat dibantah, tanpa
terasa dengan kening berkerut katanya: "Perkataan nona
memang benar, Begini saja, bila majikan tuamu menegur
nona gara-gara persoalan ini, aku akan berusaha dengan
segenap kemampuanku untuk memikul resiko ini."
Han-gwat mengangkat wajahnya memandang langitlangit
rumah, ia seperti memikirkan sesuatu, kemudian
katanya: "Bila kau bersedia memberikan sebotol jin-som
berusia seribu tahun itu untuk nona kami, mungkin hal
ini bisa memancing kegembiraan majikan kami sehingga
hukuman itupun bisa kuhindari."
Lim Han-kim menghela napas panjang: "Aaaai...
sebotol jinsom berusia seribu tahun itu sudah lama
hilang, sekalipun aku bersedia menghadiahkan untuk
nonamu pun tak ada gunanya...."
"soal itu tak perlu dikuatirkan, dengan watak majikan
tua kami, ia tak pernah mau bertindak sebelum ada
kesepakatan Asal kau bersedia menghadiahkan obat itu
kepada kami, masalah menemukan kembali obat tersebut
tentu akan menjadi urusan majikan tua kami, jadi kau
tak usah repot-repot."
506 Teringat kalau jinsom seribu tahun itu menyangkut
mati hidup Ciu Huang, Lim Han-kim jadi serba salah, dia
tahu sekali ia mengangguk maka seterusnya ia tak bisa
mengingkarinya kembali. Akhirnya setelah lama termenung dia pun berkata:
"Soal ini... lebih baik kupikirkan dulu sebelum mengambil
keputusan." sementara itu Han si-kong telah menggelengkan
kepalanya berulang kali sambil mengomel: "Aaai... orang
bilang paling sukar hidup bersama kaum wanita dan
orang rendah. Tampaknya ucapan ini tepat sekali, Aku


Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah hidup puluhan tahun lamanya tapi hari ini mesti
didamprat seorang budak ingusan, benar-benar
membuat hatiku malu dan kecewa."
Han-gwat sedikitpun tidak tersinggung oleh ucapan
tersebut, malah sebaliknya tertawa geli, "Hmmm, bila
suatu ketika kau punya jodoh dan bisa bertemu dengan
nona kami," "Kalau ketemu lantas kenapa ?"
"Jangan dilihat usiamu sudah begini tua dan
pengalamanmu begitu banyak. sampai dirimu terjual pun
belum tentu kau akan sadar."
"Aku tak percaya akan kejadian seperti ini?"
507 "Kalau tak percaya silahkan saja dicoba." Tapi tiba-tiba
ia menghela napas sedih, sambungnya: "semoga Thian
berbelas kasihan dan melindungi nona kami sehingga
penyakitnya cepat sembuh, dengan begitu ia akan
mendapat peluang untuk menikmati keindahan alam."
Mendadak terdengar suara langkah kaki manusia
berkumandang datang dan memotong pembicaraan Hangwat
yang belum selesai. Tampak seorang tosu kecil dengan wajah yang dingin
dan hambar telah muncul di depan pintu, setelah
memandang ke tiga orang itu sekejap, katanya: "suhu
mengundang kalian bertiga untuk masuk"
Han si-kong segera melompat bangun dan tanpa
mengucapkan sepatah kata pun berjalan menuju ke luar
Biarpun usianya sudah lanjut namun wataknya
berangasan sekali, dia paling pantang dihina apalagi
dipandang remeh orang. Lim Han-kim dan Han-gwat
segera menyusul di belakangnya bersama-sama keluar
dari rumah gubuk itu, Dipimpin oleh tosu kecil itu mereka
bertiga diajak memasuki sebuah rumah gubuk yang
paling luas. Dalam ruang tamu sudah tampak beberapa orang
sedang menunggu, kecuali Thian-hok sangjin, hadir pula
seorang kakek berambut putih, Begitu bertemu dengan
kakek berambut putih itu, Han-gwat tergopoh-gopoh lari
508 mendekat, sambil jatuhkan diri berlutut serunya: "Hangwat
menjumpai loya" Kakek itu selain terlihat memiliki rambut yang telah
memutih dan sepasang alis mata berwarna putih keabuabuan,
bagian lainnya sama sekali tak menampakkan
gejala ketuaan, cuma alis matanya saja yang selalu
berkerut menandakan bahwa ia sedang dirundung
kemurungan- "Bangunlah" tampak ia mengulapkan tangan kirinya
memberi tanda. Han-gwat segera bangkit berdiri, bisiknya kemudian"Loya, apabila kau memutuskan borgol di tangan kedua
orang itu, mereka berjanji akan mempersembahkan
sebotol jinsom berusia seribu tahun untuk mengobati
penyakit nona." Lim Han-kim sangat gelisah setelah mendengar
ucapan itu, belum sepat dia mengucapkan sesuatu,
kakek berambut putih itu telah berkata lagi: "Kalau
begitu aku mewakili putriku menghaturkan banyak terima
kasih." Pelan-pelan ia maju mendekat sambil mengeluarkan
sebilah pedang pendek dari sakunya, Dalam sekali
tebasan, borgol di tangan Lim Han-kim telah terpapas
kutung. 509 BAB 16. Majikan Han Gwat Menagih janji
"Hah...." pedang usus ikan" pekik Han si-kong begitu
menyaksikan bentuk pedang pendek itu.
"Benar," kata kakek berambut putih itu sambil tertawa
hambar, "Tampaknya saudara mengerti barang
berharga." Kembali ia menebaskan pedangnya, Borgol ditangan
Han si-kong kontan hancur berkeping- keping .
sudah cukup lama mereka berdua mengenakan borgol
di tangannya, kini begitu terlepas dari belenggu tak
kuasa lagi mereka rentangkan tangannya berulang kali
sambil menghembuskan napas lega.
Mendadak Han si-kong teringat kembali dengan
kejadian yang barusan berlangsung di mana sepasang
manusia aneh dari Thian-lam mendesak Thian-hok
sangjin agar memberitahu jejak sepasang mestika itu.
sungguh tak disangka olehnya salah satu di antara dua
mustika tersebut yakni pedang usus ikan bisa muncul di
pondok Lian-im-lu ini. Ketika ia mencoba menengok ke arah Thian-hok
sangjin, tampak pendeta itu sedang duduk serius sambil
mengawasi pepohonan di luar ruangan, tampaknya ia
sedang memikirkan sesuatu.
510 Dalam pada itu kakek berambut putih itu sudah duduk
kembali ke tempatnya semula, setelah membebaskan
borgol di tangan ke dua orang itu, kepada Han-gwat
katanya: "Nona pun ikut datang, sana, pergilah ke
belakang menengok dia"
Tiba-tiba Thian-hok sangjin menarik kembali
pandangan matanya, kepada Han si-kong dan Lim Hankim
katanya: "silahkan duduk"
"Totiang, apakah kau ada petunjuk?" tanya Lim Hankim
cepat. Thian-hok Sangjin menghela napas panjang.
"Aaaai... pondok Lian-im-lu tak pernah menerima tamu
berlama-lama. Kini borgol di tangan kalian sudah
diputuskan, apa yang menjadi harapan pun sudah
terpenuhi. Aku rasa sudah saatnya bagi kalian untuk
pergi meninggalkan tempat ini."
Lim Han-kim memandang kakek berambut putih itu
sekejap, lalu ia melompat bangun dan serunya sambil
menjura: "Kalau begitu aku mohon diri lebih dulu."
Tanpa membuang waktu dia putar badan dan
melangkah keluar,Han Si-kong ikut bangkit berdiri sambil
menyambung: "nama besar totiang sudah puluhan tahun
lamanya kukagumi. setelah perjumpaan hari ini ternyata
hanya begini saja sikapmu. Meski ilmu silatmu terhitung
511 nomor wahid, - namun aku orang she-Han tak akan
menghormati dirimu lagi."
Selesai berkata dengan langkah lebar dia keluar dari
rumah gubuk itu untuk menyusul Lim Han-kim.
Mendadak terdengar ujung baju terhembus angin
berkumandang lewat, tampak sesosok bayangan
manusia berkelebat lewat, Temyata kakek berambut
putih itu sudah melampaui Lim Han-kim berdua dan kini
menghadang jalan pergi mereka.
Sejak masuk ke dalam ruang tamu itu Han Si-kong
telah memperhatikan orang ini, Dia wajahnya amat asing
dan belum pernah dijumpai sebelumnya, tapi kalau
dilihat hubungannya yang begitu akrab dengan Thianhok
Sangjin, semestinya kakek itu bukan manusia
sembarangan Maka ia mundur dua langkah dan
menonton jalannya perubahan dengan sangat tenang,
Dalam pada itu Lim Han-Kim telah menegur dengan
kening berkerut: "Lo-cianpwee, apa maksudmu
menghadang jalan pergiku?"
Setelah diusir oleh Thian-hok Sangjin dengan sikap
dingin barusan, pemuda ini sudah merasa naik darah,
apalagi menghadapi hadangan tersebut, amarahnya
kontan makin meluap. Kakek berambut putih itu menghela napas panjang:
"Aaaai... selama ini aku selalu dibuat pusing kepala oleh
512 penyakit yang diderita putri kesayanganku, akibatnya
rambut yang hitam pun telah berubah memutih hanya
dalam berapa tahun saja...."
"Orang tua mencintai putra putrinya, itu sudah kodrat"
sela Lim Han-kim hambar. Berkilat sepasang mata kakek
berambut putih itu. Dengan sinar mata yang tajam
diawasinya anak muda itu tajam-tajam, kemudian
katanya: "Putriku bisa bertahan belasan tahun lamanya
dari gangguan penyakit itu, hal tersebut membuktikan
bahwa penyakit yang dideritanya bukan penyakit yang
mematikan. Oleh sebab itu aku harus berusaha dengan
segenap kemampuan yang kumiliki untuk
menyembuhkan penyakitnya itu, kejadian ini pula yang
memaksa aku harus menyerempet bahaya dan tidak
memperdulikan peraturan dunia persilatan"
"LOcianpwee, sudah setengah harian kau berbicara,
tapi maaf, aku belum mengerti maksudmu."
Sekilas rasa malu dan menyesal melintas lewat di
wajah kakek berambut putih itu, tapi hanya sekejap
kemudian sudah tertutup oleh kemurungan yang
mendalam ia mendongakkan kepalanya memandang
angkasa, lalu terusnya: "Asal aku dapat tahu kalau di
suatu tempat ada obat atau cara pengobatan yang
mungkin bisa dipakai untuk mengobati penyakit putriku,
manjur atau tidak. aku selalu berusaha keras untuk
mendapatkannya dan nya...."
513 Tampaknya orang ini sesungguhnya merupakan
seorang yang jujur, polos dan gagah, tapi ia terbelenggu
oleh rasa cinta kasih terhadap putrinya sehingga tindaktanduknya
harus berlawanan dengan isi hati-nya. oleh
sebab itu setelah berbicara sampai di situ, ia menghela
napas panjang, sambungnya lagi dengan nada menyesali
"Atau tegasnya saja, aku tak ingin melepaskan setiap
kesempatan yang mungkin bisa menyelamatkan putriku
dari belenggu penyakit"
"oooh... jadi maksud Locianpwee hendak menagih
obat jinsom seribu tahun itu dari diriku?"
"Benar, mungkin orang lain bisa menyuruhku
menggunakan alasan karena aku sudah mematahkan
borgol di tangan kalian maka sekarang menagih
imbalannya, tapi andaikata tiada alasan apa pun aku
tetap akan merebut pil jinsom seribu tahun itu dengan
kekerasan-" "saat ini walaupun pil jinsom berusia seribu tahun itu
tidak berada di tanganku namun aku mempunyai maksud
untuk merebut kembali benda itu. sekarang Locian-pwee
telah membantu aku mematahkan borgol tersebut, budi
kebaikan ini tak akan kulupakan untuk selamanya,
cuma... bukan berarti aku harus memenuhi
permintaanmu dengan menghadiahkan pil mustika itu
untukmu." 514 "Kau harus tahu anak muda, borgol yang
membelenggu tanganmu itu terbuat dari baja yang
bercampur emas. KeCuali pedang usus ikan milikku yang
merupakan pedang mustika peninggalan jaman cu-ciu,
tak ada senjata mustika lain di dunia ini yang mampu
mematahkan borgol tersebut,Jadi sebenarnya hutang
budi yang kulepaskan kepadamu terhitung sangat besar,
sekarang aku ingin menuntut kau membalas budi itu
dengan menyerahkan pilj insom berusia seribu tahun itu
kepadaku." Lim Han-kim berpaling memandang Han si-kong
sekejap. kemudian jawabnya lantang: "Bila Locianpwee
menganggap ilmu silatmu mampu untuk merebutnya,
silahkan saja merebut. Tapi aku pun ingin tegaskan
bahwa aku tak pernah menyanggupi untuk
menghadiahkan pil itu kepada-mu"
"Jadi kalau begitu kau telah memutuskan untuk ikut
memperebutkan pil itu?"
"Apa salahnya kalau aku ikut merebut kembali barang
milikku yang dicuri orang?"
Berubah paras muka kakek berambut putih itu,
serunya: "Akan kupaksa dirimu untuk menyanggupi"
"Kalau begitu terpaksa aku harus menyaksikan dulu
sampai di mana kehebatan ilmu silat Locianpwee," jawab
Lim Han-kim dingin. 515 Tiba-tiba kakek berambut putih itu mendongakkan
kepalanya tertawa terbahak-bahak. "Ha ha ha ha....
Apakah kau masih ingin bertarung melawanku?"
Gelak tertawa yang bernada mengejek ini kontan saja
mengobarkan hawa amarah Lim Han-kim, dengan penuh
kegusaran bentaknya: "Kenapa tidak" silahkan Locianpwee
memberi pengajaran" " Kakek berambut putih itu mendesak maju ke muka,
telapak tangannya diangkat siap melepaskan sebuah
babatan, Namun sebelum serangan itu dilepaskan, ti-batiba
terdengar suara teguran yang lemah tapi lembut
berkumandang datangi "Ayah.."
Cepat-cepat kakek berambut putih itu menarik kembali
serangannya sambil melompat mundur sejauh tiga
langkah lebih dari posisi semula, Ketika Lim Han-kim
berpaling, tampak olehnya seorang gadis berbaju serba
putih dengan bersandar di bahu dua orang dayang
berbaju hijau sedang melangkah mendekat.
Kakek berambut putih itusegera menghela napas
panjang, ujarnya: "Aaaai... nak, angin malam sangat
dingin, mau apa kau lari ke luar ke sini...?"
Nada suaranya penuh mengandung rasa kasih dan
sayang yang amat kental, Di bawah bimbingan dua orang
dayang berbaju hijau, gadis itu pelahan-lahan berjalan
516 melewati Lim Han-kim menuju ke tempat di mana kakek
berambut putih itu berdiri.
Gadis ini benar-benar seorang nona yang patut
dikasihani Dalam sekilas pandang saja dapat diketahui
bahwa nona ini menjadi lemah lantaran siksaan penyakit.
Rambutnya yang panjang dibiarkan terurai di bahu dan
diikat dengan selembar kain putih, wajahnya pucat pasi


Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seperti mayat, sinar matanya agak memudar sedang
bibirnya pucat kehijauan. Langkahnya amat lemah,
seakan-akah sama sekali tak bertenaga.
Tergetar perasaan Lim Han-kim menyaksikan keadaan
gadis itu, tanpa terasa timbul perasaan kasihan yang
mendalam, dia merasa nona yang lemah ini ibarat
lentera yang hampir kehabisan minyak, tenaga sekecil
apa pun setiap saat bisa memadamkan bunga api
kehidupannya . Dengan penuh kasih sayang kakek berambut putih itu
membelai rambut gadis berbaju putih itu, lalu bisiknya
lagi: "Nak, kembalilah ke dalam kamar Kau tak akan
tahan dengan hembusan angin gunung yang begini
dingin." Tangannya kelihatan agak gemetar, sinar matanya
pun tak berani ditujukan ke wajah Lim Han-kim,
tampaknya hati kecil orang ini diliputi perasaan takut
yang amat sangat. 517 Perlu diketahui, bila pada saat ini entah Lim Han-kim
atau Han si-kong melancarkan satu serangan saja, maka
serangan tersebut sudah cukup dipakai untuk membunuh
putrinya yang sangat lemah itu.
Tentu saja kakek berambut putih itu cukup memahami
keadaannya yang sangat berbahaya, ia lebih sadar lagi
tindakan sendiri yang melanggar pcraturan dunia
persilatan ini bisa jadi akan memancing pembalasan
dendam orang lain terhadap putrinya.
Dengan keadaan seperti ini, tak heran kalau perasaan
hati orang tua tersebut benar-benar takut, ngeri
bercampur khawatir Terdengar gadis berbaju putih itu berkata dengan
lemah: "Ayah tak perlu kuatir, hari ini aku merasa
semangatku sedikit lebih baik, Aku ingin menikmati
keindahan alam...." Kakek berambut putih itu menghela napas panjang.
"Hari sudah gelap. senja pun telah menyelimuti seluruh
angkasa. Dalam suasana remang-remang begini
bagaimana mungkin kau bisa menikmati keindahan
alam" cepatlah kembali ke kamarmu" Gadis berbaju putih
itu hanya tersenyum, tubuhnya tetap berdiri di tempat
semula. Mendadak Han si-kong berbisik: "saudara cilik,
mari kita pergi" 518 Tanpa membuang tempo, dengan langkah lebar dia
berjalan meninggalkan tempat itu, Lim Han-kim raguragu
sejenak, tapi akhirnya dia mengikuti juga di
belakang Han si-kong untuk segera berlalu dari sana.
Memandang dua orang itu berlalu dari ruangan^ ingin
sekali kakek berambut putih itu turun tangan untuk
menghadang, tapi dia pun kuatir apabila ia terlalu
memojokkan kedua orang itu, maka akibatnya mereka
balas melukai putri kesayangannya.
Dalam suasana begini, terpaksa ia harus menahan
gejolak perasaan hatinya dengan membiarkan dua orang
itu berlalu dari sana. sepanjang jalan tidak menemukan hadangan apa pun,
dalam waktu singkat kedua orang itu sudah ke luar dari
tebing terjal itu. Waktu itu langit sudah mulai gelap.
beribu bintang bertaburan di udara, membiaskan cahaya
yang amat redup, Tiba-tiba Han si-kong buka suara, katanya: "Thian-hok
sangjin angkuh, tekebur dan tak pandai bergaul. ia tidak
terhitung seorang manusia berhati mulia, Aku rasa umat
persilatan tidak perlu menaruh hormat kepadanya...."
"Beda dengan kakek berambut putih itu," sela Lim
Han-kim. "la masih belum kehilangan jiwa ksatrianya,
sebab terhadap perbuatannya yang main rebut jelas ia
519 menunjukkan perasaan malu dan menyesalnya yang
mendalam." Han si-kong tertawa tergelak
"Ha ha ha ha... Kalau tidak kau singgung, hampir saja
aku melupakan persoalan ini. Kau tahu pedang mustika
yang digunakan untuk mematahkan borgol di tangan kita
tadi adalah pedang usus ikan, salah satu dari dua
mustika Thian-lam yang sedang dicari dua manusia aneh
dari Thian-lam, padahal tiga hari lagi mereka akan
datang menyatroni kembali. Aku tak bisa membayangkan
dengan cara apa Thian-hok to-tiang akan memberikan
pertanggungan jawabnya . ." "
Tanpa terasa dibenak Lim Han-kim terbayang pula
pada gadis berbaju putih itu, katanya setelah menghela
napas: "Gadis itupun patut dikasihani, Menderita penyakit
aneh semenjak kecil, tak heran kalau orang tuanya amat
sayang dan memperhatikannya. Kalau dilihat dari rambut
si kakek yang jadi putih karena murung, bisa
dibayangkan betapa beratnya siksaan dan penderitaan
yang dialaminya selama belasan tahun terakhir ini."
"Yaaa, kasihan orang tua yang tidak beruntung
macam ini...." kata Han si-kong sambil tertawa.
Mendadak ia melonjak karena satu ingatan melintas di
dalam be-naknya, terusnya: "saudara cilik, tiba-tiba saja
aku teringat akan satu persoalan."
520 Tindak tanduknya yang sangat mendadak dan di luar
dugaan ini sempat membuat Lim Han-kim tertegun,
tanyanya kemudian dengan kening berkerut: "Soal apa?"
"Usiamu masih muda, terjun ke dalam dunia persilatan
pun belum terlalu lama, tentunya kau belum pernah
mendengar tentang riwayat Gadis Naga berbaju hitam
bukan?" "Ehmm... aku memang belum pernah mendengar"
"Entah sejak kapan Pedang usus ikan dan tameng
naga langit terjatuh di wilayah Thian-lam sehingga
disebut dua mustika dari Thian-lam, tapi soal kedua
mustika itu kau sudah mengetahui bukan...?"
"Yaa, belum lama kudengar."
"sebetulnya Gadis Naga berbaju hitam yang membawa
kedua pusaka dari Thian-lam itu masuk ke daratan
Tionggoan, Dengan mengandalkan kehebatan dua
mustika itu, secara beruntun dia mengalahkan banyak
sekali jago silat dari Utara maupun selatan sungai besar
hingga namanya menjadi amat termashur. Tapi dengan
semakin mashurnya nama Gadis Naga berbaju hitam,
orang yang mengincar dan ingin mendapatkan kedua
mustika itu pun makin bertambah...."
Tanpa terasa Lim Han-kim teringat kembali
pengalaman pahit yang menimpa diri-nya. Gara-gara
521 membawa pil mustika ia mendapat banyak pengalaman
pahit yang harus dialaminya, Tak kuasa lagi ia
menggumam sambil menghela napas panjang: "Bukan
saja benda mustikanya, tapi salah mereka yang rakus
dan ingin memperolehnya..."
Han si-kong tertawa terbahak-bahak, "Ha ha ha ha...
makin besar pohon itu makin banyak angin yang
menerpanya, Makin termashur orang itu makin banyak
pula gangguan yang mesti dihadapi Tapi, berapa banyak
orang yang mampu meninggalkan segala status dan
kedudukan untuk hidup sebagai rakyat biasa" Dengan
mengandalkan kehebatan mustika- mustika itulah Gadis
Naga berbaju hitam malang melintang dalam dunia
persilatan tanpa tandingan. siapa tahu di saat namanya
sedang pada puncaknya, tiba-tiba ia lenyap tak berbekas.
Bisa dibayangkan betapa gemparnya dunia persilatan
lantaran peristiwa itu, namun jejak Gadis Naga berbaju
hitam itu ibarat batu yang tenggelam di dasar samudra,
tiada sedikitpun titik terang yang didapat, otomatis kedua
mustika dari Thian-lam pun turut lenyap tak berbekas
mengikuti hilangnya gadis itu.."
ia berhenti sejenak untuk tertawa tergelak. kemudian
terusnya: "oya... aku lupa mengatakan satu hal
kepadamu, kau tahu Gadis Naga berbaju hitam adalah
seorang perempuan yang berwajah amat cantik,"
522 Dengan agak tertegun Lim Han-kim berpikir sejenak.
berapa saat kemudian ia baru bertanya: "Jadi orang
persilatan tidak tahu kalau Gadis Naga berbaju hitam
bertanding pedang dengan Thian-hok totiang?"
"Yaa, tak ada yang tahu. Dunia persilatan hanya tahu
kalau Thian-hok totiang berhasil menaklukkan jago
pedang berbaju perlente itu namun tiada seorang pun
yang tahu kalau Gadis Naga berbaju hitam ternyata
bertarung juga dengan Thian-hok totiang, seandainya
dua manusia aneh dari Thian-lam tidak bertanya sendiri
kepada Thian-hok totiang, mungkin aku pun tidak
mengetahui persoalan ini."
Lim Han-kim mendongakkan kepalanya sambil
menghembuskan napas panjang, sementara mulutnya
tetap membungkam. Han si-kong ikut menghela napas, sambungnya: "Bila
ditinjau dari berbagai peristiwa yang telah berlangsung,
aku mulai curiga dengan sikap pondok Lian-im-lu yang
menolak dikunjungi tamu serta tidak mengadakan
hubungan dengan umat persilatan. Rasa-rasanya hal ini
bukan lantaran ia suka menyendiri..."
"Yaa, aku pun berpendapat demikian," Lim Han-kim
membenarkan "Akupun dapat merasakan bahwa di balik
rumah-rumah gubuk yang tersebar dipuncak bukit itu
tersimpan suatu rahasia yang maha besar."
523 " Kini pedang usus ikan telah muncul dipondok Lianimlu, aku pikir tameng naga langit pun pasti sudah
terjatuh pula ke tangan kakek berambut putih itu,
bahkan bisa jadi Gadis Naga berbaju hitam yang telah
lenyap cukup lama pun mungkin...."
Mendadak ia menghentikan pembicaraannya. sambil
memandang langit nan gelap dia menghembuskan napas
panjang. Dengan kedudukan serta nama besar Thian-hok
totiang dalam dunia persilatan, ia tak berani
sembarangan bicara dan menuduh sebelum berhasil
memperoleh bukti yang jelas.
Agaknya Lim Han-kim sudah mengetahui maksud hati
Han si-kong, sambil menghela napas dan menggelengkan
kepalanya ia berkata: "Walaupun di dalam rumah gubuk
itu tersimpan sesuatu rahasia, tapi sudah pasti bukan
Gadis Naga berbaju hitam, sekalipun sikap Thian-hok
totiang agak angkuh dan takabur, namun ia belum berani
melakukan perbuatan maksiat semacam itu."
"Aaah, kau jangan terlalu percaya dengan raut wajah
seseorang," kata Han si-kong sambil tertawa, "Ketahuilah
orang yang berkelana dalam dunia persilatan kebanyakan
adalah manusia berwajah jujur tapi berhati kejam. Aku
pikir jika Thian-hok totiang tidak mempunyai maksud
lain, dia pastilah seorang manusia berhati laknat...."
524 Mendadak ia sadar kalau tuduhan itu kelewat
gegabah, maka buru-buru ia tutup mulut "Locianpwee..."
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia yang
tergopoh-gopoh berkumandang datang memotong
pembicaraan Lim Han-kim yang belum selesai. Waktu itu
mereka berdua sudah turun dari tebing terjal dan
mendekati rumah gubuk yang menghadang di tengah
jalan itu. suara langkah manusia yang berkumandang datang itu
berat sekali namun amat cepat Dalam sekejap mata telah
tiba di hadapan mereka berdua.
Ketika Lim Han-kim mengalihkan perhatiannya ke arah
suara tersebut, maka tampaklah dua orang dayang
berkaki besar dengan menggotong sebuah tandu
berwarna hitam sedang berjalan menuju ke arahnya
dengan terburu-buru. Dalam jalanan setapak yang begitu sempit, Lim Hankim
harus menyingkir kesamping untuk memberi jalan
lewat buat tandu itu. sebaliknya Han si-kong
mengerutkan dahinya sambil mendengus dingin.
Bukan saja ia tak mau menyingkir, sebaliknya malah
menghadang persis di tengah jalan.
Meskipun dua orang dayang itu berkaki besar dan
berperawakan tinggi besar dan kuat, ternyata gerak gerik
525 tubuhnya amat lincah dan cepat, selain itu mata nya juga
besar, alisnya tebal, kulit badannya hitam pekat,
Andaikata tidak mengenakan pakaian wanita, mungkin
orang akan sulit untuk membedakanjenis kelamin
mereka. Tandu berwarna hitam itu mempunyai tirai berwarna
hitam juga, Hal ini membuat orang luar susah untuk
melihat jelas wajah orang yang berada dalam tandu itu.
Tapi kalau dilihat dua orang dayang besar itu menempuh
perjalanan begitu cepat sampai sekujur badannya basah
oleh peluh, jelas mereka sedang mempunyai urusan
penting. Dengan berdiri di tengah jalan, Han si-kong persis
menghadang jalan lewat tandu hitam itu, sehingga dua
orang dayang berkaki besar itu terpaksa harus berhenti
berlari. Dengan penuh amarah dayang berkaki besar yang ada
di depan segera menghardik: "Hey, sudah buta
matamu?" "siapa bilang?" jawab Han si-kong setengah mengejek
"Mataku masih sanggup melihat pemandangan yang ada
beberapa li di sekeliling sini, juga dapat membedakan
mana intan mana permata, malam amat sempurna"
" Kalau matamu belum buta, kenapa tidak cepat
menyingkir dari hadapan kami?"
526 "Aku memang sengaja untuk menghadang"
"Kau sengaja menghadang, kau berniat mencari garagara


Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan kami?" seru dayang berkaki besar itu
setelah tertegun sejenak.
Tampaknya Han si-kong sudah mempunyai rencana
yang matang, dengan ketus ia balik bertanya: " Kalian
menyusup ke mari secara sembarangan, tahukah kamu
tempat apakah ini?" Dayang berkaki besar itu memperhatikan Han si-kong
sekejap. lalu jawabnya: "Tentu saja pondok Lian-im-lu.
Kami datang untuk mencari Thian-hok sangjin"
selama Han si-kong berbicara dengan dua orang
dayang berkaki besar itu, sesungguhnya sorot matanya
yang tajam selalu mengamati tokoh yang berada di balik
tandu hitam itu, tapi sayang tirai di depan tandu amat
tebal sehingga sulit baginya untuk melihat secara jelas,
Maka dengan suara keras serunya: "Hmmm, kalian
anggap berhak untuk berjumpa dengan Thian-hok
totiang?" Jawaban tersebut kontan saja membuat si dayang
tertegun, Untuk sejenak ia tak tahu apa yang mesti
dijawab sehingga untuk beberapa saat la manya mereka
hanya berdiri mematung. 527 orang yang berada di dalam tandu itu benar-benar
tahan uji. ia sama sekali tidak menggubris ataupun
memberikan tanggapannya pada keributan yang tengah
berlangsung. Padahal tujuan Han si-kong yang terutama adalah
memancing kegusaran orang yang ada dalam tandu itu
sehingga ia bisa menggunakan kesempatan itu untuk
mengetahui siapa gerangan dirinya. siapa sangka orang
yang berada dalam tandu itu sama sekali tidak memberi
tanggapan. Agaknya Lim Han-kim sudah dapat menduga maksud
tujuan Han si-kong, selain itu dia sendiripun diliputi
perasaan ingin tahu dan ingin melihat siapa kah orang
yang berada dalam tandu, oleh sebab itu tetap berdiam
diri tanpa niat mencegah.
Dayang berkaki besar itu meski memiliki tubuh yang
kekar dan kuat namun reaksinya tidak terlalu cepat dan
otaknya tidak pintar, setelah termenung sampai lama
sekali baru ia menghardik dengan penuh amarah: "Kau
jangan bicara sembarangan, bukan kali ini saja kami
datang kepondok Lian-im lu"
"Ha ha ha.,. Pagi dan sore saja berbeda keadaan,
apalagi bukan pada hari yang sama. Belakangan ini
Thian-hok totiang sudah tidak menerima tamu lagi"
528 Agaknya dayang berkaki besar itu sudah tak sanggup
menyelesaikan keadaan itu, sambil berpaling tanyanya
kemudian: "Nyonya, katanya Thian-hok totiang sudah
tidak menerima tamu" Apakah kita perlu melanjutkan
perjalanan naik ke atas?"
"Terjang saja" Dari balik tandu berkumandang suara
jawaban seorang wanita. Dayang berkaki besar itu mengiakan, sambil melotot
ke arah Han si-kong bentaknya: "Minggir kamu"
Dengan suatu gerakan yang amat cepat ia lancarkan
sebuah tendangan maut ke depan. Tendangan itu
meluncur ke muka dengan menimbulkan desingan angin
tajam, jelas kekuatan yang disertakan dalam serangan
tersebut kuatnya bukan alang kepalang.
Han si-kong kuatir terjangan itu berhasil melewati
hadangannya, ia tak berani menyingkir sambil
menyambut datangnya ancaman tersebut dengan sebuah
babatan maut, teriaknya: "Bagus sekali, ingin berkelahi
tampaknya" Dalam posisi memikul tandu pada bahunya, gerak
gerik dayang berkaki besar itu jadi tidak terlalu lincah. ia
tak sanggup membendung datangnya ancaman tersebut
Dalam keadaan begini, terpaksa ia mundur dua langkah
untuk menghindari ancaman lawan, setelah itu sambil
menurunkan tandunya ke tanah, ia membentak keras
529 dan menerjang maju ke muka, sebuah pukulan keras
segera dilontarkannya. Dengan perawakan tubuhnya yang tinggi besar, begitu
terlibat dalam pertarungan, maka gerak geriknya terlihat
persis seorang lelaki, pukulan maupun tendangan yang
dilancarkan semuanya menggunakan aliran keras yang
bertenaga kuat. setelah menerima sebuah pukulan dan sebuah
tendangannya, Han si-kong mulai sadar bahwa lawannya
tak boleh dipandang enteng. Tenaga dalamnya segera
dihimpun ke dalam telapak tangan dan menyambut
datangnya terjangan itu dtngan keras melawan keras.
"Blaaammm..." Begitu dua gulung tenaga pukulan itu saling
membentur satu sama lainnya, terjadilah ledakan keras
yang memekikkan telinga. Akibat dari bentrokan ini, walaupun si dayang berkaki
besar itu berhasil digetarkan oleh serangan Han si-kong
hingga mundur dua langkah, sebaliknya Han si-kong
sendiripun merasakan tubuhnya bergoncang keras,
Dengan perasaan amat kaget pikirnya: "Hebat amat
tenaga pukulan perempuan ini...."
Dayang berkaki besar itu betul-betul pemberani dan
bernyali besar, setelah tertegun sejenak. la kembali
menerjang ke depan. Kaki dan tangannya digunakan
530 bersama untuk melancarkan serangkaian serangan
gencar. Jangan dilihat perempuan itu kasar dan bertubuh
kekar, ternyata gerak serangannya sangat beraturan dan
memiliki perubahan yang amat banyak. Di tengah
kegarangan serangannya, tidak hilang ketelitian dan
kelembutan. Mimpipun Han si-kong tidak menyangka bahwa
dayang berkaki besar yang tampaknya kasar dan bodoh
itu ternyata seorang jagoan yang amat tangguh, Dalam
keadaan begini terpaksa ia harus menghadapinya dengan
sepenuh tenaga. Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah saling
menyerang sebanyak tiga puluh gebrakan lebih, Bukan
saja tanda-tanda kalah tidak tampak, bahkan keteterpun
tidak. Han si-kong betul-betul panik bercampur penasaran
Hawa murninya segera disalurkan makin hebat,
serangan-serangan yang dilancarkan juga makin lama
makin berat dan hebat. Belasan gebrakan kemudian dayang berkaki besar itu
mulai keteter. Agaknya ia sadar bahwa kepandaiannya
belum cukup untuk mengungguli lawan, teriaknya keraskeras:
"Adik, cepat maju, aku sudah tak sanggupi"
531 Dayang berkaki besar yang berada di belakang
mengiakan Dengan cepat ia menerjang ke depan dan
melepaskan sebuah pukulan dahsyat dari sisi samping
musuh. Han si-kong segera keluarkan jurus "Memetik Lima
senar Harpa" untuk membendung datangnya ancaman
tersebut. Menggunakan kesempatan inilah si dayang
yang menyerang duluan tadi cepat-cepat mundur dari
arena dan berdiri terengah-engah.
Dua orang dayang ini bukan cuma dandanannya saja
yang sama, perawakan maupun bentuk badannya hampir
sama, bahkan aliran silat yang dipergunakan juga tak
ber-beda, sama-sama main keras dan sama-sama
ganasnya. Han si-kong segera mengerahkan seluruh kekuatan
yang dimilikinya untuk melancarkan serangkaian
serangan berantai Dalam waktu singkat ia sudah
melepaskan delapan pukulan dan sepuluh tendangan.
Betul juga, dayang berkaki besar itu mulai terdesak
hebat dan mundur berulang ka1i. Pada saat yang amat
kritis inilah, mendadak dari balik tandu berkumandang
suara bentakan nyaring: "Tahan"
Dayang berkaki besar itu mengiakan dan segera
melompat mundur dari arena, kemudian dengan sekali
lompatan mereka melayang balik ke tepi tandu.
532 Han si-kong tidak berusaha untuk mengejar hanya
sorot matanya dialihkan ke arah tandu itu sementara
diam-diam ia bersiap siaga menghadapi segala
kemungkinan yang tidak diinginkan
Terdengar suara perempuan dalam tandu itu
berkumandang lagi: "siapa kau?"
"Seorang lelaki sejati tak akan berganti nama, aku Han
si-kong" Kembali perempuan dalam tandu itu tertawa dingin,
"Hmmmm, antara kita berdua tiada ikatan dendam atau
pun sakit hati, kenapa kau menghalangi perjalananku?"
"Dalam hatiku sedang diliputi suatu kecurigaan yang
tak terjawab, aku ingin menyaksikan wajah nyonya."
"Hmmm, menghadang perjalanan orang tanpa sebab
yang jelas, kau tak berbeda dengan kaum perampok.
hati-hati" Menyusul selesainya perkataan itu, tidak tampak tirai
tandu itu berdesir, tahu-tahu saja sekilas cahaya putih
telah meluncur ke depan dengan luar biasa.
Han si-kong sudah berpengalaman dalam menghadapi
pertempuran pengetahuannya pun sangat luas. Begitu
melihat cahaya putih meluncur tiba, sepasang telapak
tangannya segera disilangkan di depan dada siap
menghadapi segala kemungkinan.
533 Tatkala cahaya putih itu sudah hampir mendekati
tubuhnya, Han si-kong baru menolak sepasang telapak
tangannya ke depan untuk melepaskan sebuah pukulan
dahsyat. Dari kemampuan silat yang dimiliki dua orang dayang
berkaki besar itu, ia sudah menduga bahwa ilmu silat
yang dimiliki perempuan dalam tandu itu pasti luar biasa
hebatnya. Tak heran kalau dalam serangannya kali ini dia
sertakan segenap tenaga dalam yang dimilikinya.
segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat segera
menggulung keluar dari balik telapak tangannya,
meluncur ke muka dan menyongsong datangnya cahaya
putih yang sedang meluncur tiba itu.
Terhadang oleh tenaga pukulan yang dilancarkan Han
si-kong itu, cahaya putih tersebut mendadak terhenti
Hawa pedangnya menyurut dan tahu-tahu muncullah
seorang perempuan berbaju hitam yang memakai cadar
hitam di wajahnya. Walaupun Han si-kong berhasil membendung
datangnya sergapan orang itu, namun ia sadar di hati
kecilnya bahwa penghadangan tersebut bisa berhasil
lantaran dia telah menggunakan segenap tenaga dalam
yang dimilikinya. Kenyataannya biar pun serangan tersebut berhasil
terbendung, namun perempuan itu masih tetap bisa
534 berdiri tenang, Kejadian ini kontan saja membuat hatinya
bergetar keras, Untung pengalamannya cukup matang,
biar kaget tindak tanduknya tak sampai kalut, Tidak
menanti sampai perempuan berbaju hitam itu buka
suara, ia telah menegur lebih dulu: "Jika kulihat dari
dandananmu, kau tentu si Gadis Naga berbaju hitam...
bukan begitu?" Perempuan berbaju hitam itu merasa tubuhnya agak
bergetar keras, pelan-pelan dia turunkan kembali
pedangnya ke bawah, setelah itu baru bertanya pelan:
"Ada urusan apa kau menghalangiku?" Han si-kong
tertawa terbahak-bahak "Ha ha ha ha.... Kakak perempuanmu si Nenek Naga
berambut putih sudah puluhan tahun lamanya mencari
jejakmu, bahkan barusan dia masih datang kepondok
Lian-im-lu...." "Sungguhkah perkataanmu itu?" Tidak sampai Han sikong
menyelesaikan perkataan nya, perempuan berbaju
hitam itu telah menukas dengan perasaan cemas.
"Selama hidup aku tak pernah berbohong."
"Terima kasih atas petunjukmu," kata perempuan
berbaju hitam itu kemudian sambil mengulapkan
tangannya, ia lalu membalikkan badandan menuju ke
tandunya. "Tunggu sebentar, Nyonya"
535 "Han tayhiap masih ada urusan apa lagi, cepat
katakan," suara perempuan itu berkumandang dari balik
tandu, "Menurut pandanganku, tujuan kakak perempuan
mencari kau adalah untuk mendapatkan dua mustika dari
Thian-lam." "Aku sudah tahu."
"Aku ingin mencari tahu nama seseorang"
"siapa?" "Di atas pondok Lian-im-lu ada seorang kakek
berambut putih yang punya alis mata seperti mata
pedang, boleh aku tahu siapakah orang itu?"
perempuan berbaju hitam itu termenung sampai lama
sekali, kemudian balik bertanya: " Untuk apa kau
menanyakan orang itu" Dan dari mana kau bisa yakin
kalau aku pasti tahu?"
" Karena dia memegang pedang Usus Ikan, satu di
antara dua mustika Thian-lam, maka aku yakin dia pasti
kenal dengan dirimu, Aku menanyakan soal dia bukan
lantaran ada urusan penting, aku cuma kagum dengan
ilmu silatnya." "oooh... dia adalah suamiku." jawab perempuan itu
kemudian. setelah itu ia mengetuk tandunya memberi
536

Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tanda, Dua orang dayang berkaki besar itu segera
mengangkat kembali tandunya dan meneruskan
perjalanan menelusuri jalan setapak,
"Nyonya, bersediakah kau memberitahu nama
suamimu?" teriak Han si-kong keras- keras. Namun
tandu itu sudah berlalu secepat hembusan angin, dalam
waktu singkat bayangannya telah lenyap di balik
tikungan. Melihat tandu itu sudah menjauh, dengan kening
berkerut Lim Han-kim baru berbisik, "Mari kita pergi"
"Aaaai,.. tak kusangka Gadis Naga berbaju hitam
ternyata benar-benar masih hidup di dunia ini," gumam
Han si-kong, "Locianpwee, kita sudah diusir orang dari puncak bukit
itu, Kejadian ini memang bukan suatu kejadian penting,
tapi kita sudah kehilangan muka, buat apa kau masih
mencampuri urusan orang lain?" Han si-kong segera
tertawa terbahak-bahak. "Ha ha ha ha.... saudara cilik, bukan aku si tua hendak
mengajari dirimu, kau masih perlu belajar selama dua
tahun dariku untuk turut terjun dalam sandiwara dunia
persilatan ini. Biarpun setiap orang bisa memerankan
sandiwara yang berbeda, namun intinya sama saja."
537 Lim Han-kim tertawa hambar, "Aku benar-benar tak
paham, apa sesungguhnya hubungan kita dengan Gadis
Naga berbaju hitam?"
"sebelum naik kepondok Lian-im-lu, aku selalu
menganggap Thian-hok sangjin sebagai seorang pendeta
yang suka hidup mengasingkan diri dan tidak senang
mencampuri urusan dunia persilatan, Tapi sekarang,
pandanganku terhadapnya sudah berubah sama sekali.
Pondok Lian-im-lu itu bukan saja sekedar tempat
pertapaan yang sepi dan terpencil sebaliknya justru
merupakan sebuah pusat komando dari suatu organisasi
rahasia, Thian-hok sangjin bisa memencilkan diri dan
tidak mau berhubungan dengan umat persilatan karena
ia ingin menghindari pengawasan orang lain atas dirinya.
Kejadian ini benar-benar sebuah rahasia besar dari
dunia persilatan selama puluhan tahun belakangan ini.
jika rahasia ini sampai terungkap. bukan saja dapat
menggemparkan dunia persilatan bahkan bisa pula
menjadi sangat terkenal Jago-jago di kolong langit baik
dari golongan hitam maupun putih akan menghadapi kita
dengan pandangan berbeda."
"Jadi menurut pendapat Locianpwee, pondok Lian-imlu
sebuah tempat yang digunakan untuk menghimpun
kekuatan besar serta membentuk suatu organisasi
rahasia?" 538 Han si-kong termenung sampai lama sekali, kemudian
baru ujarnya: "sulit bagiku untuk sampai menyimpulkan
persoalan ini, tapi dalam hatiku memang tersimpan
banyak pertanyaan yang mencurigakan hatiku. Kulihat
Thian-hok sangjin amat lihai dan berotak panjang, segala
tindak tanduk serta perbuatannya susah dibandingkan
dengan orang awam." setelah angkat wajahnya sambil menghembuskan
napas panjang, sambungnya lebih jauh: "seperti juga
perkumpulan Han si-kong yang selama ini hanya
bergerak di wilayah Im-ciu dan Kui-ciu, siapa yang nyana
bila mereka telah mendirikan pula cabangnya di wilayah
Kanglam serta diam-diam menghimpun banyak jago
utama dari wilayah Kanglam" siapa pula yang menduga
diperkampungan Lak-seng-tong yang tidak ternama
ternyata berdiam seorang tokoh persilatan yang berilmu
tinggi" siapa pula yang mengira si Gadis Naga berbaju hitam
yang sudah lenyap puluhan tahun, ternyata punya
hubungan dengan Thian-hok sangjin, dan dua mustika
dari Thian-lam yang diimpikan setiap umat persilatan
ternyata muncul di pondok Lian-im-lu, padahal setiap
peristiwa itu saja sudah cukup menggemparkan dunia
persilatan, tapi kenyataannya tidak diketahui siapa pun
dalam dunia persilatan, Aaaai.,. Meskipun aku merasa
banyak persoalan yang mencurigakan dan tidak
539 terjawab, namun tak berhasil kutemui sebab-sebab serta
alasan di balik semua itu"
"Bagaimana?" sela Lim Han-kim. "Apakah kau merasa
semua peristiwa ini saling bertahan dan berhubungan
satu sama lain-nya?"
"Aku hanya berpendapat demikian, tapi tidak berhasil
menghubungkan peristiwa yang satu dengan kejadian
yang lain." Kemudian setelah berhenti sebentar, lanjutnya:
"Berbicara menurut pengalamanku berkelana dalam
dunia persilatan selama puluhan tahun, aku yakin dalam
satu dua hari mendatang, di pondok Lian-im-liu pasti
akan terjadi suatu peristiwa yang sangat mengejutkan
hati. Mungkin saja perubahan besar itu sudah mulai
berlangsung sekarang, Bila kau tak percaya: mari kita
cari suatu tempat yang tersembunyi untuk
menyembunyikan diri dan diam2 menyaksikan
perkembangan di tempat ini"
Agaknya Lim Han-kim mulai tertarik dengan tawaran
Han si-kong itu, setelah termenung berpikir sebentar
sahutnya: "Baiklah, aku akan menuruti perintah Locianpwee"
Han si-kong mengalihkan sinar matanya mengawasi
sekeliling tempat ini, sambil menuding kearah sebatang
pohon siong besar yang tumbuh di sebelah selatan dekat
540 dengan dinding tebing, katanya: "Pohon siong itu sangat
rimbun dan besar, lagi pula strategis letaknya, Dengan
bersembunyi di sana kita dapat mengawasi keadaan di
sekeliling tempat ini dengan sangat jelas."
Dua orang itu segera lari menuju ke pohon siong itu
dan menyembunyikan diri dibalik dedaunan yang rimbun,
Menggunakan kesempatan itu mereka pejamkan mata
sambil mengatur pernapasan.
Waktu itu hari sudah mulai gelap. Rembulan mulai
muncul di langit Timur dan tertutup oleh awan yang
tebal, cahaya bintang berkelap kelip membuat suasana
amat redup, ditambah hembusan angin malam yang
dingin, membuat keadaan di bukit itu amat gelap dan
suram. Dari balik rumah gubuk yang dibangun di tengah
tikungan jalan setapak itu tiba-tiba terbentik sekilas
cahaya lentera. Biar pun tempat persembunyian kedua
orang itu dengan rumah gubuk tersebut berjarak cukup
jauh, namun di tengah kegelapan malam dan di bawah
cahaya lentera lamat-lamat mereka masih dapat
mengikuti keadaan di dalam rumah gubuk itu dengan
jelas. setengah berbisik Han si-kong berkata: "saudara cilik,
tampaknya pandangan aku si kakaktua tidak salah, Coba
bayangkan rumah gubuk itu merupakan jalan penting
untuk menuju ke pondok Lian-im-lu. Menurut aturan,
541 semestinya mereka sembunyikan dan rahasiakan tempat
ini seketat mungkin, kenapa saat ini mereka justru
pasang lampu di tengah kegelapan malam" jelas ada
maksud- maksud tertentu."
"Ehmmm...." Lim Han-kim manggut-manggut.
"Dugaan Lociancwee memang sangat tepat"
Dengan mengerahkan segenap ketajaman matanya
dia awasi rumah gubuk itu lekat-lekat. Betul juga, dari
dalam rumah gubuk itu terjadi perubahan. sebuah
lentera berwarna merah dikerek naik ke atas sebatang
pohon siong yang tinggi di luar rumah. Di tengah
hembusan angin malam, lentera merah itu kelihatan
bergoncang tiada hentinya.
Menyaksikan semua itu, Han si-kong menghela napas
pelan dan bergumam sendiri "Aaaai... sebuah rahasia
besar yang menggetarkan dunia persilatan segera akan
tersingkap di bawah pandangan mata kita berdua...."
Mendadak Lim Han-kim menarik tangan Han si-kong
seraya berbisik: "Locianpwee, jangan bersuara, ada
orang datang" Di tengah hembusan angin malam berkumandang
suara langkah kaki manusia yang sangat ringan, lalu
tampak dua sosok bayangan manusia meluncur datang
dengan kecepatan bagaikan anak panah yang terlepas
dari busurnya. 542 Dengan ketajaman mata Lim Han-kim, ia segera
mengenali dua sosok bayangan tersebut sebagai dua
orang tosu kecil yang membawa pedang, dengan
kecepatan luar biasa mereka meluncur menuju kearah
rumah gubuk itu. "saudara cilik." Han si-kong segera berbisik "Bila
dugaanku tak salah, mungkin kehadiran dua orang tosu
kecil ini untuk menyelidiki jejak kita berdua."
"Kita berdua belum melalui rumah gubuk itu untuk
turun gunung, Mereka pasti tahu kalau kita bersembunyi
dalam bukit ini, padahal selat sempit ini tidak panjang,
dua sisi pun merupakan tebing terjal, aku rasa tempat
persembunyian kita segera akan ketahuan.
"Menurut pandanganku, mungkin mereka sudah tak
punya banyak waktu lagi untuk mencari jejak kita."
sementara pembicaraan masih berlangsung, lamatlamat
kedengaran suara ujung baju terh embus angin,
kembali terlihat dua sosok bayangan manusia berkelebat
mendekat. Kembali Lim Han-kim mengalihkan
pandangannya yang tajam, ia jumpai pendatang adalah
seorang tosu kecil berpedang dan seorang gadis
berpakaian ringkas warna hijau.
Gadis itu berusia sebaya dengan Han-gwat tapi gerak
geriknya lebih lincah dan enteng, kecepatan gerak
543 tubuhnya sangat mengejutkan. Tampaknya ilmu silat
yang dimilikinya jauh lebih hebat daripada ilmu silat yang
dimiliki Han-gwat. Dua orang itu dengan kecepatan luar biasa melintas
lewat di depan pohon siong di mana Han si-kong dan Lim
Han-kim bersembunyi, langsung menerjang lari masuk ke
dalam rumah gubuk. "Eeei, kelihatannya mereka bukan lagi menggeledah
jejak kita," bisik Han si-kong lagi. "Hahaha... pertunjukan
kali ini benar-benar menegangkan dan menarik hati. Kita
bakal disuguhi suatu tontonan yang mendebarkan hati."
sementara berbicara, tiga orang tosu kecil dan gadis
berbaju hijau yang masuk ke dalam rumah gubuk tadi
kini muncul kembali dengan senjata terhunus. Mereka
langsung memisahkan diri jadi dua rombongan dan mulai
melakukan pencarian serta penggeledahan yang seksama
di sekitar semak belukar, pepohonan dan balik tebing.
"Locianpwee," Lim Han-kim segera berbisik
"Tampaknya tempat persembunyian kita segera akan
ketahuan dan mereka temukan, lebih baik kita mencari
tempat persembunyian lain.
"Lebar selat ini tak lebih dari dua tombak. Kedua sisi
tebing pun curam dan terjal bagaikan mata pisau, selain
di balik semak belukar, mana ada tempat persembunyian
544 lain" jika mereka sampai menemukan tempat
persembunyian kita, terpaksa kita harus munculkan diri."
Waktu itu dua orang tosu kecil telah memeriksa
sampai di bawah pohon siong di mana mereka
menyembunyikan diri saat itu malam sangat gelap. sinar rembulan tertutup
oleh awan hitam, ditambah lagi pohon siong itu sangat
rimbun, maka walaupun dua orang tosu kecil bersenjata
itu sudah sampai di bawah pohon, mereka tak berhasil
mengetahui jejak kedua orang itu.
Tapi rimbunnya pohon siong telah menimbulkan
kecurigaan dua orang itu, si tosu kecil di sebelah kiri
segera mengambil sebutir batu gunung dan
menyambitkannya ke atas. Dengan menimbulkan desingan angin tajam, batu
cadas itu melesat ke udara, membelah dedaunan yang
rimbun dan menyambar persis di atas kepala Han Si
kong, menghajar bagian atas tebing terjal.
Sambil menghimpun tenaga murninya Han Si kong
bersiap sedia menghadapi segala kemungklnan yang tak
diinginkan. Dia tutup pernapasannya untuk tidak
memberi tanggapan. Terdengar tosu kecil yang di
sebelah kanan berkata: "Dedaunan pohon siong ini
sangat rimbun dan merupakan tempat persembunylan
545 yang sangat tepat coba kau jaga di bawah, aku akan naik
ke atas untuk memeriksa."
BAB 17. Dewi Seratus Racun
Mendengar perkataan itu, Lim Han- kim segera
berpikir: "Biarpun dedaunan pohon siong ini sangat
rimbun, namun luasnya cuma satu kaki. Tidak susah bagi
mereka untuk menemukan jejak kita. Dari pada ditemukan,
lebih baik tampilkan diri saja seCara gagah...."
Baru saja dia hendak melompat ke luar dari tempat
persembunyiannya, mendadak dari kejauhan sana
terdengar suara orang membentak: "Ada di sini...."
Dua orang tosu kecil berpedang yang ada di bawah
pohon segera menyahut dan meluncur ke asal suara tadi.
Memandang dua sosok bayangan itu menjauh, Han Si
kong menghembuskan napas panjang sambil bergumam:
"Berbahaya... sungguh berbahaya... nyaris tempat
persembunyian klta ketahuan...."
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya,
segera ujarnya lagi: "sungguh aneh, mana mungkin ada
jago tangguh bersembunyi dalam selat sempit ini?"


Pedang Keadilan Karya Tjan I D di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lim Han-kim menyingkap dedaunan yang menutupi
tubuhnya dan enjot ke depan, tampak olehnya sesosok
bayangan manusia dengan kecepatan bagaikan
546 sambaran petir sedang berlarian di selat tersebut,
sementara dua sosok bayangan manusia mengejar dari
belakang. Tapi sayang jalan di selat itu sempit, dan lagi hanya
terdiri dari satu jalanan saja. Bagaimana pun cepatnya
orang itu berlari, akhirnya pasti akan terhadang juga
oleh para pengejar. Mungkin orang itu pun sadar kalau ia tak mungkin
melarikan diri lagi. setelah sampai di tempat yang agak
lebar dan datar, ia segera berhenti dan siap menghadapi
musuh. Dalam waktu singkat para pengejar telah tiba, Dua
bilah pedang dengan membawa kilatan cahaya tajam
langsung menusuk ke muka, saat itu malam semakin
gelap hingga suasana amat redup, walaupun Lim Hankim
dan Han si-kong memiliki ketajaman mata yang luar
biasa, susah bagi mereka untuk mengikuti jalannya
pertempuran itu dengan seksama.
Tampak tiga sosok bayangan manusia saling mengejar
dan saling bergebrak. Cahaya pedang berkilauan
membelah udara.Bila dilihat situasi pertarungan,
tampaknya pertempuran itu berlangsung amat sengit.
sambil menghela napas Han si-kong berkata: "saudara
cilik, tampaknya ilmu silat yang dimiliki orang itu sangat
tangguh, Hanya anehnya, dalam pertarungan sengit yang
547 mempertaruhkan nyawa seperti ini, kenapa ia masih
enggan menggunakan senjata?"
Lim Han-kim sendiri pun merasa agak heran, Biasanya
kaum persilatan yang melakukan perjalanan dalam dunia
kangouw, kebanyakan menggembol senjata tajam untuk
persiapan, tapi kali ini ternyata sangat berbeda.
Mendadak dari balik rumah gubuk yang dibangun
persis di tengah jalan setapak itu berkumandang suara
suitan panjang yang amat nyaring, menyusul kemudian
Rahasia Istana Terlarang 3 Misteri Elang Hitam Karya Aryani W Kesatria Baju Putih 9

Cari Blog Ini