Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong Bagian 10
928 Siangkoan Kim-hong tidak memandangnya. Matanya
tertuju pada cahaya lilin di atas meja itu. Katanya, "Apa
yang ingin kau tukarkan dengan nyawa Li Sun-Hoan?"
Sahut Liong Siau-in, "Ayah telah lama mendengar
kebesaran nama Pangcu. Ia sangat bersusah hati karena
belum pernah bertemu dengan Pangcu."
Potong Siangkoan Kim-hong tidak sabar, "Omong
kosong. Cepat katakan yang kau inginkan."
Kata Liong Siau-in, "Ayah berharap untuk dapat mengikat
persaudaraan denganmu di hadapan semua pendekar
dunia persilatan." Mata Siangkoan Kim-hong menyala karena amarah,
namun segera padam. Ia berkata dengan tenang,
"Sepertinya Liong Siau-hun memang orang yang pandai.
Sayangnya ia mengajukan permintaan yang sangat
bodoh." Kata Liong Siau-in, "Mungkin juga. Namun kadangkadang
cara yang paling bodoh adalah cara yang paling
efektif." Tanya Siangkoan Kim-hong, "Apakah kau yaking aku
akan setuju dengan transaksi ini?"
"Jika tidak, mengapa aku mempertaruhkan nyawaku
datang ke sini?" Tanya Siangkoan Kim-hong lagi, "Kau adalah anak
tunggal Liong Siau-hun, bukan?"
929 "Ya." "Seharusnya ia tidak menyuruhmu datang ke sini."
Kata Liong Siau-in, "Tapi jika ia menyuruh orang lain,
kemungkinan besar orang itu tidak akan dapat menemui
Pangcu." Kata Siangkoan Kim-hong, "Pada awalnya ini hanyalah
sebuah transaksi. Namun sekarang kau sudah ada di sini.
Situasinya pun kini berbeda."
"Kau berpikir untuk menggunakan diriku untuk menyuruh
ayah menyerahkan Li Sun-Hoan padamu, bukan?"
"Tepat sekali."
Liong Siau-in tiba-tiba terkekeh dan berkata, "Pangcu
mungkin tahu segala sesuatu, namun kau salah sangka
terhadap ayahku." Siangkoan Kim-hong tersenyum mengejek. "Kau pikir ia
lebih suka membiarkan aku membunuhmu daripada
menyerahkan Li Sun-Hoan?"
"Betul sekali."
Tanya Siangkoan Kim-hong tidak percaya, "Apa dia
bukan manusia?" Jawab Liong Siau-in, "Dia manusia biasa. Namun ada
bermacam-macam jenis manusia."
930 "Jenis yang mana dia?"
"Sama dengan engkau. Segala sesuatu bisa
dimanfaatkan, bisa dikorbankan, demi mencapai suatu
tujuan." Siangkoan Kim-hong mengatupkan mulutnya.
Setelah sekian lama akhirnya ia berkata, "Selama dua
puluh tahun ini, belum pernah ada seorang pun yang
bicara seperti ini kepadaku."
Sahut Liong Siau-in, "Oleh sebab itulah aku
mengatakannya padamu. Untuk dapat membangkitkan
perasaanmu dengan perkataanku."
Siangkoan Kim-hong melotot padanya dan berkata, "Jika
aku tidak setuju, apakah kalian akan melepaskan Li SunHoan begitu saja?" "Ya." Siangkoan Kim-hong tertawa dingin. Katanya, "Kalian
tidak kuatir ia akan membalas dendam?"
Jawab Liong Siau-in, "Ia bukan orang semacam itu. Ia
tidak akan pernah berbuat seperti itu."
Ia tertawa dan melanjutkan, "Jika ia seperti itu, ia tidak
mungkin terjerat dalam situasi seperti ini."
931 Siangkoan Kim-hong membentak, "Jika kalian
melepaskan dia, kalian pikir aku tidak sanggup
membunuhnya dengan tanganku sendiri?"
Liong Siau-in tersenyum dan menjawab dengan tenang,
"Pisau Kilat si Li tidak pernah luput."
"Kau pikir aku tidak dapat menghindar dari pisaunya?"
"Paling tidak kau tidak yakin betul, bukan?"
Siangkoan Kim-hong hanya mendengus.
Kata Liong Siau-in, "Mengingat kedudukan dan
keberhasilan Pangcu, mengapa harus mengambil resiko
yang tidak berguna seperti itu?"
Siangkoan Kim-hong tidak menyahut.
Kata Liong Siau-in lagi, "Lagi pula, walaupun ilmu silat
dan ketenaran ayahku biasa-biasa saja, ia adalah salah
satu orang terpandai di dunia ini. Pangcu pasti hanya
akan mendapatkan keuntungan jika memiliki saudara
angkat seperti dia."
Siangkoan Kim-hong merenung sejenak, lalu tiba-tiba
bertanya, "Li Sun-Hoan pun adalah saudara angkatnya,
bukan?" "Ya." "Jika ia dapat mengkhianati Li Sun-Hoan, mengapa ia
tidak akan mengkhianati aku?"
932 Sahut Liong Siau-in, "Karena Pangcu bukan Li SunHoan." Siangkoan Kim-hong tertawa terbahak-bahak. "Kau betul
sekali. Walaupun Liong Siau-hun berani mengkhianati
aku, ia tidak akan bisa."
Tanya Liong Siau-in, "Apakah ini berarti bahwa Pangcu
telah setuju?" Siangkoan Kim-hong berhenti tertawa. "Bagaimana aku
bisa yakin bahwa kalian memang sudah mendapatkan Li
Sun-Hoan?" Sahut Liong Siau-in, "Jika Pangcu mengirimkan
pemberitahuan kepada para pendekar dunia persilatan
dan mengundang mereka menghadiri upacara
pengangkatan saudara antara Pangcu dengan ayahku"."
Potong Siangkoan Kim-hong, "Kau pikir mereka berani
datang?" "Itu tidak jadi soal. Yang penting semuanya tahu."
Siangkoan Kim-hong tersenyum sinis. "Rencana yang
sangat rapi." Kata Liong Siau-in, "Aku tahu Pangcu membutuhkan
waktu untuk berpikir. Aku tinggal di Ji-in-kek-can (Hotel
Awan Rejeki), menunggu jawaban Pangcu."
933 Lalu tambahnya, "Setelah pemberitahuan disebarkan dan
diterima oleh para pendekar, aku akan mengantar Li
Sun-Hoan ke sini." Siangkoan Kim-hong mengejek. "Mengantar dia ke sini".
Hmmmh. Mana kalian sanggup?"
Kata Liong Siau-in, "Sudah tentu kami menyadarinya.
Jika Sim-bi Taysu dari Siau-lim-si dan Dian-jitya tidak
dapat melakukannya, bagaimana mungkin aku dapat
melakukannya. Akan tetapi"."
"Teruskan." "Jika Hing-siansing dapat membantu mengawal, pasti
tidak akan ada masalah."
Siangkoan Kim-hong diam saja.
Tiba-tiba Hing Bu-bing berkata, "Aku akan pergi."
Untuk pertama kalinya, seulas senyum tersungging di
bibir Liong Siau-in. Ia segera berlutut dan menyembah.
"Terima kasih."
Siangkoan Kim-hong masih terdiam sampai lama. Tibatiba
ia bertanya, "Apakah ilmu silatmu sungguh punah
untuk selama-lamanya" Apakah Li Sun-Hoan yang
melakukannya?" Wajah Liong Siau-in berubah. Ditundukkannya kepalanya
dan menjawab pendek, "Ya."
934 Siangkoan Kim-hong mengawasi wajahnya dan bertanya,
"Apakah kau membencinya?"
Liong Siau-in berpikir lama sebelum menjawab, "Ya."
Kata Siangkoan Kim-hong, "Sebetulnya kau seharusnya
membenci dia, malah seharusnya kau berterima kasih
padanya." Liong Siau-in mengangkat kepalanya sedikit karena
kaget, "Berterima kasih?"
Sahut Siangkoan Kim-hong dingin, "Jika ia belum
memusnahkan ilmu silatmu, hari ini kau pasti mati di
ruangan ini." Liong Siau-in menundukkan kepalanya semakin dalam.
Sambung Siangkoan Kim-hong, "Kau sudah begitu licik di
usiamu yang sangat muda. Dalam dua puluh tahun kau
pasti bisa menandingi aku. Jika kau tidak cacad,
mungkinkah aku membiarkanmu hidup?"
Liong Siau-in mengertakkan giginya kuat-kuat. Begitu
kuat sampai gusinya berdarah.
Namun kepalanya tetap tertunduk.
Bab 55. **** Kegelapan. 935 Dalam kegelapan itu terdengar suara nafas merintih.
Lalu sunyi senyap. Setelah sekian lama, terdengar suara seorang wanita. Ia
berbisik, "Tahukah kau, aku selalu ingin menanyakan
satu hal saja." Suara wanita ini sangat lembut dan menggoda. Jika
seorang laki-laki tidak ingin digoda oleh suara ini, ia
sebaiknya menjadi tuli saja.
Seorang laki-laki berbicara, "Apa yang ingin kau
tanyakan?" Suara laki-laki ini sangat aneh. Jika engkau berada di
dekatnya, suaranya terasa datang dari jauh. Jika engkau
berada di kejauhan, suaranya seakan-akan berada di
sampingmu. Tanya wanita itu, "Apakah kau benar-benar laki-laki"
Atau kau terbuat dari besi baja?"
Sahut sang pria, "Kau tidak tahu?"
Suara wanita itu terdengar semakin lembut. Katanya,
"Jika engkau adalah seorang laki-laki, mengapa kau tidak
pernah merasa lelah?"
Tanya sang pria, "Kau perlu istirahat?"
Si wanita mengikik manja. Katanya, "Kau pikir aku tidak
bisa mengiringimu" Bagaimana kalau kita coba lagi?"
936 Kata sang pria, "Tidak sekarang!"
"Kenapa?" "Karena aku memerlukan engkau untuk berbuat
sesuatu." Sahut si wanita, "Akan kulakukan apapun yang kau
minta." Kata sang pria, "Bagus. Pergilah sekarang membunuh A
Fei." Si wanita seperti terhenyak mendengarnya. Setelah
beberapa saat, ia menghela nafas dan berkata, "Telah
kukatakan padamu. Belum saatnya membunuh dia."
Kata sang pria, "Saat ini saat yang tepat."
"Kenapa" Apakah Li Sun-Hoan sudah mati?"
"Belum. Tapi sebentar lagi."
Tanya si wanita tidak sabar, "Di mana" Di mana dia?"
Sahut sang pria, "Dalam genggamanku."
Si wanita tersenyum dan berkata, "Aku ada bersamamu
setiap malam beberapa hari terakhir ini. Bagaimana kau
dapat menangkapnya" Kau bisa terbelah menjadi dua?"
937 Sahut sang pria, "Jika aku menginginkan sesuatu, aku
tidak harus melakukannya sendiri. Orang lain akan
membawanya kepadaku."
Kata si wanita, "Siapa yang membawanya kepadamu"
Siapa yang sanggup menangkap Li Sun-Hoan?"
Sahut sang pria, "Liong Siau-hun."
Si wanita tercekat. Namun ia segera tersenyum dan
berkata, "Ah, sudah tentu Liong Siau-hun. Hanya sahabat
karib Li Sun-Hoanlah yang dapat mencelakai dirinya. Ia
sepertinya kebal akan segala senjata, kecuali perasaan."
Sang pria berkata dingin, "Sepertinya kau sangat
memahami dirinya." Si wanita tertawa, katanya, "Aku memang memahami
lawanku lebih baik daripada sahabatku. Contohnya, aku
sama sekali tidak memahami dirimu."
Segera si wanita mengalihkan pembicaraan, dan
menyambung, "Aku pun mengenal Liong Siau-hun. Tidak
mungkin ia akan memberikan Li Sun-Hoan kepadamu
tanpa alasan." "O ya?" "Ia tidak ingin membunuh Li Sun-Hoan dengan
tangannya sendiri. Ia hanya ingin memanfaatkan dirimu
untuk melakukan pekerjaan itu."
Tanya sang pria, "Kau pikir hanya itu tujuannya?"
938 "Apa lagi yang dia inginkan?"
"Ia ingin menjadi saudara angkatku."
Si wanita mendesah, katanya, "Dia benar-benar tahu
caranya tawar-menawar. Apakah kau sudah
menyetujuinya?" "Ya." "Apakah kau tidak menyadari bahwa ia hanya ingin
memanfaatkanmu?" Sang pria tersenyum sinis.
Tiba-tiba ia tertawa bengis. Katanya, "Sayang sekali
rencananya terlalu polos."
Tanya si wanita, "Terlalu polos?"
"Ia pikir jika ia menjadi saudara angkatku, maka aku
tidak akan mencelakainya. Hmmmh, sekalipun ia adalah
saudara kandungku, tidak akan ada perbedaan."
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Si wanita terkekeh. Katanya, "Kau benar. Jika ia bisa
mengkhianati Li Sun-Hoan, pasti ia akan mengkhianatimu
juga." Kata sang pria, "Walaupun Liong Siau-hun tidak berarti
apa-apa di mataku, anaknya cukup menarik juga."
"Kau sudah bertemu dengan setan cilik itu?"
939 Kata sang pria, "Liong Siau-hun tidak datang sendiri
menemui aku. Anaknyalah yang datang."
Si wanita menghela nafas, katanya, "Kau benar. Anaknya
adalah seorang setan cilik yang sudah matang."
Sang pria berpikir sejenak lalu tiba-tiba berkata, "Kau
boleh pergi sekarang."
Kata si wanita, "Kau tidak ingin aku menemanimu lebih
lama sedikit?" "Tidak." Si wanita berkata dengan lembut, "Laki-laki lain selalu
tidak rela ketika mereka harus berpisah denganku.
Mereka ingin berada di sampingku selama mungkin.
Hanya engkau. Hanya engkaulah yang menyuruhku pergi
setelah kita selesai."
Sang pria menyahut dingin, "Karena aku bukan laki-laki
lain. Akupun bukan sahabatmu. Kita hanya saling
memanfaatkan. Kita berdua tahu akan hal ini, mengapa
harus berpura-pura akrab?"
Ruangan itu gelap gulita, namun ada cahaya dari luar.
Remang-remang, cahaya bintang.
Di bawah cahaya bintang berdirilah seseorang. Ia berdiri
di luar ruangan itu. Matanya yang kelabu dan mati
menatap ke kejauhan. Tubuhnya tegak seperti patung.
940 Namun kini, dalam mata yang kelabu dan mati itu
terbayang suatu penderitaan yang dalam.
Ia tidak tahan berdiri di situ.
Ia tidak tahan mendengar suara yang terdengar dari
ruangan itu. Namun ia harus bertahan. Dalam hidupnya, ia hanya setia kepada satu
orang".Siangkoan Kim-hong.
Hidupnya, jiwa raganya, adalah milik Siangkoan Kimhong.
Pintu terbuka. Sesosok bayang-bayang muncul di balik punggungnya.
Cahaya bintang menyinari wajahnya. Kecantikan,
keayuan, kepolosannya".siapapun yang melihatnya tidak
akan menyangka apa yang baru saja diperbuatnya.
Seorang dewi dari luar, seorang iblis di dalam". Siapa
lagi kalau bukan Lim Sian-ji"
Hing Bu-bing tidak berpaling.
Lim Sian-ji mengitari tubuhnya dan berhenti di
hadapannya, menatapnya. 941 Matanya menatap lembut, selembut cahaya bintang di
langit. Pandangan Hing Bu-bing tetap tertuju pada kegelapan di
kejauhan sana. Seolah-olah wanita itu tidak ada.
Tangan Lim Sian-ji menyentuh bahunya, membelai
tubuhnya. Hing Bu-bing tidak bereaksi. Seolah-olah sekujur
tubuhnya sudah mati rasa.
Lim Sian-ji tersenyum. Dengan lembut ia berkata,
"Terima kasih karena kau telah menjaga pintu untuk
kami. Ketika aku tahu kau berada di luar, aku merasa
aman, merasa lebih bergairah melakukan apapun juga."
Lalu ia mendekatkan bibirnya ke telinga Hing Bu-bing
dan berbisik, "Aku juga akan memberi tahu padamu
sebuah rahasia. Ia mungkin sudah tua, tapi ia masih
hebat di atas ranjang. Mungkin karena ia lebih
berpengalaman daripada yang lain."
Lalu ia segera melenggok pergi dengan senyum lebar di
bibirnya. Hing Bu-bing masih berdiri di situ. Namun sekujur
tubuhnya gemetar hebat. *** Ji-in-kek-can adalah hotel terbesar di kota itu. Di situlah
orang-orang kaya menghamburkan uang mereka.
942 Jika seorang pelanggan punya uang, ia dapat menikmati
segala kemewahan tanpa harus keluar dari kamarnya.
Di sini ia hanya menjentikkan jari dan para pelayan akan
membawakan makaLam-yang-hu terlezat, penyanyi dan
penari yang terbaik, bahkan pelacur yang paling hebat ke
kamarnya. Di sini, sepanjang hari kamar-kamar tertutup, seperti
kota mati. Tapi di malam hari, semua pintu terbuka.
Pertama-tama terdengar bunyi air mengalir. Lalu para
pengangkut barang berteriak-teriak, para pelayan sibuk
mengucapkan terima kasih. Terdengar pula suara
cekikikan para wanita dan sapaan-sapaan seperti "Tuan
Zhang" atau "Tuan Ketiga Wang".
Lalu terdengar suara denting cawan orang bersulang,
wanita-wanita menyanyi dan tawa genit mereka, suara
para pria menyombongkan diri".
Di tempat ini, di tengah malam, akan terdengar segala
macam suara yang tidak pantas.
Hanya satu kamar yang tidak bersuara.
Hanya kadang-kadang terdengar satu dua suara rintihan,
lalu jerit kesakitan. Pintu kamar itu selalu tertutup.
943 Tiap malam, jika senja sudah tiba, seorang gadis akan
masuk ke sana. Gadis-gadis ini sangat cantik, sangat
muda, dan sangat lembut. Ketika mereka memasuki kamar itu, mereka berdandan
cantik sekali. Senyum lebar menghiasi wajah mereka.
Walaupun senyuman itu palsu, senyuman itu tetap
menggairahkan. Namun ketika mereka keluar dari kamar itu di pagi
harinya, semua telah berubah.
Rambut yang tersisir rapi akan berantakan, kadangkadang
malah terjambak sana-sini. Mata mereka yang
berbinar-binar akan menjadi lesu dan kuyu. Wajah
mereka yang cerah dan berdandan rapi terlihat
berantakan dan basah oleh air mata.
Tujuh hari. Setiap kali kejadiannya sama selama tujuh
hari. Awalnya, tidak seorangpun memperhatikan. Namun
lama-kelamaan orang-orang mulai curiga.
Di tempat orang lain mencari kebahagiaan, kejadian
seperti ini cepat terlihat.
Orang pun mulai kasak-kusuk.
Tapi setiap orang terkesiap mendengar jawabannya.
"Orang di kamar itu sebenarnya belum benar-benar
dewasa!" 944 Ketika ditanyai, beberapa orang gadis langsung gemetar.
Air mata langsung meleleh, dan mereka tidak berani
mengatakan apa-apa. Sewaktu terus didesak, mereka hanya bisa bilang,
"Ia".bukan manusia".bukan manusia."
Senja sudah turun lagi. Pintu kamar itu masih tertutup.
Di seberang pintu ada sebuah jendela. Seorang anak
berwajah pucat duduk dekat jendela itu, memandang ke
luar. Ia tidak bergerak sedikit pun. Termenung sangat,
sangat lama. Kadang-kadang di matanya terpancar suatu kilatan yang
berbisa. Liong Siau-in. Makanan di meja hampir-hampir tidak disentuh.
Ia makan sangat sedikit. Ia sedang menunggu.
Menunggu kenikmatan yang lebih besar. Ia memang
tidak suka makan. Ia merasa, jika seseorang makan
terlalu banyak, kepalanya akan menjadi tumpul.
Akhirnya, terdengar suara ketukan pintu.
Liong Siau-in tidak menoleh. Ia hanya berkata dingin,
"Pintu tidak dikunci. Masuklah."
945 Pintu terbuka. Suara langkah yang ringan dan perlahan
terdengar. Satu lagi gadis kecil yang lemah dan sedikit pemalu.
Ini adalah tipe gadis kesukaan Liong Siau-in.
Karena fisiknya sendiri lemah, ia ingin bersikap "gagah".
Hanya di hadapan gadis-gadis semacam inilah ia bisa
berpura-pura "gagah".
Langkah itu berhenti dekat meja.
Tanya Liong Siau-hun, "Apakah orang yang membawamu
ke sini sudah memberitahukan harganya?"
Jawab si gadis malu-malu, "Ya."
"Harga itu tiga kali lipat harga biasa, bukan?"
Lagi-lagi si gadis mengiakan.
Kata Liong Siau-hun, "Jadi kau akan menuruti
perkataanku, bukan" Kau tidak akan melawan, bukan?"
"Betul." "Bagus. Sekarang tanggalkan pakaianmu. Semuanya."
Gadis itu diam saja. Setelah beberapa saat ia berkata,
"Kau tidak ingin melihatku menanggalkan pakaianku?"
Suara itu merdu, sangat sangat merdu.
946 Liong Siau-in tertegun. Gadis itu tertawa merdu dan berkata, "Tahukah kau
bahwa melihat seorang gadis menanggalkan pakaiannya
itu sangat menggairahkan. Mengapa tidak kau coba?"
"Gadis" itu adalah Lim Sian-ji!
Lim Sian-ji memamerkan senyuman dewinya.
Liong Siau-in seolah-olah berubah menjadi batu.
Namun hanya sekejap saja. Segera ia tertawa dan
berdiri, katanya, "Ah, ternyata Bibi Lim yang datang
untuk bercanda denganku."
Lim Sian-ji memandangnya mesra dan berkata, "Kau
masih memanggilku bibi?"
Liong Siau-in tersenyum dan menyahut, "Bibi tetap
adalah bibi." Tanya Lim Sian-ji, "Tapi kau sekarang sudah dewasa,
bukan?" Ia mendesah lembut dan menggumama, "Aku baru pergi
tiga tahun saja, dan lihatlah kau sudah begini gagah."
Liong Siau-in segera mengalihkan pembicaraan. "Kami
tidak pernah berhasil menemukan Bibi Lim selama tiga
tahun ini." 947 Kata Lim Sian-ji, "Tapi aku tahu banyak tentang engkau.
Kudengar"..terhadap wanita, kau jauh lebih hebat
daripada orang-orang yang jauh lebih tua."
Liong Siau-in menundukkan kepalanya malu-malu.
Katanya, "Tapi di hadapan Bibi Lim, aku masih anakanak."
Lim Sian-ji mengangkat alisnya. Ia merengut dan berkata
manja, "Masih juga kau panggil aku bibi" Apakah aku
sudah setua itu?" Lim Sian-ji berdiri di depannya dengan santai. Namun
keanggunannya, ekspresi wajahnya, senyumnya yang
begitu menggoda, tidak dapat ditemukan pada wanita
lain. Mata Liong Siau-in mulai berbinar.
Lim Sian-ji menggigit bibirnya, katanya, ?"Kudengar kau
suka gadis muda. Aku"Aku hanya seorang wanita tua."
Liong Siau-in merasa jantungnya berdegup makin
kencang. Ia tidak bisa tidak berkata, "Ah, kau sama
sekali belum tua." "Benarkah?" Kata Liong Siau-in, "Jika seseorang mengatakan bahwa
kau sudah tua, ia pasti seorang tolol, atau seorang buta."
Lim Sian-ji terkekeh. "Jadi apakah kau adalah orang
tolol" Atau orang buta?"
948 Sudah tentu Liong Siau-in bukan orang tolol, bukan pula
orang buta. Ketika Lim Sian-ji meninggalkannya, ia merasa agak
kesakitan. "Anak" ini bukan seorang anak, bukan juga seorang tolol,
karena ia adalah seorang gila!
Orang gila yang mengerikan.
Bahkan Lim Sian-ji sekalipun belum pernah bertemu
dengan orang segila ini. Namun di matanya terbayang suatu kepuasan.
Akhirnya ia mendapatkan informasi yang diinginkannya.
Dalam urusan tentang laki-laki, ia tidak pernah gagal.
Apakah orang itu seorang tolol, seorang pria baik-baik,
ataupun seorang gila! Walaupun hari sudah mulai fajar, terlihat beberapa orang
yang masih minum. Seseorang berseru, "Jika kau ingin minum, minumlah
sampai fajar tiba, atau sampai kau jatuh rebah ke
tanah"." Sepertinya, sebelum kalimatnya selesai, ia pun
sudah rebah ke tanah. Mendengar kata-kata itu, Lim Sian-ji teringat pada
seseorang. 949 Bahkan serasa suara batuknya pun dapat terdengar.
Setiap kali ia ingat akan orang ini, kemarahannya
memuncak. Karena ia tahu bahwa ia dapat menaklukkan semua pria
di dunia ini, tapi bukan dia.
Dan karena ia tidak dapat memiliki pria itu, maka ia
harus menghancurkannya! Jika ia tidak dapat memiliki seseorang, siapapun tidak
boleh memilikinya. Ia mengertakkan giginya dan berpikir, "Walaupun aku
menginginkan engkau mati, kau belum boleh mati
sekarang. Lebih-lebih lagi, aku tidak dapat
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membiarkanmu mati di tangan Siangkoan Kim-hong. Jika
ia membunuhmu, tidak ada sesuatupun di dunia ini yang
dapat menghentikannya."
"Namun suatu hari nanti kau pasti mati di tanganku. Mati
perlahan-lahan".oh, sangat perlahan-lahan"."
Bab 56. Pedang Keluar dari Sarungnya
Pedang. Sebilah pedang yang sangat tipis. Sangat ringan. Bahkan
pegangannya pun terbuat dari kayu yang paling ringan.
Senjata lain bisa dengan mudah menghancurkan senjata
ini. 950 Namun ketika ia sudah menyerang, tidak ada seorang
pun yang dapat menahannya.
Pedang ini teramat unik. Mungkin hanya ada satu orang
di dunia ini yang bisa menggunakannya, berani
menggunakannya. Pedang itu tergeletak di samping meja bersama dengan
seperangkat pakaian bersih.
Waktu A Fei terjaga, yang pertama dilihatnya adalah
pedang itu. Matanya bercahaya. Ketika ia melihat pedang itu, seolah-olah ia bertemu
kembali dengan kekasihnya yang telah lama pergi,
dengan sahabat lamanya. Darah bergolak di dadanya.
Ia mengangsurkan tangannya dan meraih pedang itu.
Tangannya gemetar. Namun sewaktu ia menggenggam
pegangan pedang itu, tangannya langsung tenang.
Tangannya menggenggam pedang itu, namun matanya
memandang ke tempat yang sangat"sangat jauh".
Pikirannya pun melayang jauh.
Ia teringat ketika pertama kali ia menggunakan pedang
itu. Pertama kali darah menetes dari ujung pedang itu.
Orang-orang yang mati di bawah pedang itu".. orangorang
yang jahat itu. 951 Darahnya bergejolak. Waktu itu adalah waktu yang penuh duka dan cobaan,
namun juga waktu yang penuh kejayaan dan semangat!
Namun waktu itu telah berlalu, berlalu sangat sangat
lama. Ia telah berjanji pada wanita yang dicintainya untuk
melupakan masa lalunya. Walaupun kini ia hidup damai sejahtera, ia hidup
kesepian. Tapi apa salahnya" Bukankah semua orang
berharap untuk bisa hidup tenang"
Tidak ada suara langkah yang terdengar. Namun Lim
Sian-ji sudah berdiri di muka pintu.
Walaupun ia tampak agak lelah, senyumnya tetap
memikat. Apapun yang dikorbankan A Fei, senyum itu telah
membayar lunas seluruhnya.
A Fei segera melepaskan pedang itu dari genggamannya.
Katanya sambil tersenyum, "Hari ini kau bangun lebih
dulu. Lihat, makin lama aku jadi semakin malas."
Lim Sian-ji tidak menggubrisnya. Ia malah bertanya,
"Kau suka pedang ini?"
952 A Fei tidak menjawab pertanyaannya. Ia tidak ingin
mengatakan yang sebenarnya, tapi ia juga tidak ingin
berdusta. Kata Lim Sian-ji, "Tahukah engkau dari mana pedang ini
berasal?" Jawab A Fei, "Tidak."
Lim Sian-ji berjalan perlahan-lahan menghapirinya dan
duduk di sampingnya. Katanya, "Aku menyuruh orang
membuatnya semalam."
A Fei terkejut. "Kau?"
Lim Sian-ji mengangkat pedang itu dan berkata, "Apakah
pedang ini seperti yang dulu kau miliki?"
A Fei diam saja. Tanya Lim Sian-ji, "Kau tidak menyukainya?"
A Fei berpikir cukup lama sebelum balik bertanya,
"Mengapa kau membuatkan pedang ini untukku?"
"Sebab kau akan memerlukannya."
Tubuh A Fei menegang. Katanyanya ragu-ragu,
"Kau".Kau ingin aku membunuh seseorang?"
Jawab Lim Sian-ji, "Bukan. Aku ingin kau menyelamatkan
seseorang." 953 "Menyelamatkan seseorang" Siapa?"
"Sahabatmu yang terbaik".."
Sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, A Fei melonjak
dan berseru, "Li Sun-Hoan?"
Lim Sian-ji mengangguk. Wajah A Fei menjadi sangat
merah dan berkata, "Di manakah dia" Apa yang terjadi?"
Lim Sian-ji meraih tangannya dan berkata dengan
lembut, "Duduklah dulu. Kau harus sabar. Mari kuberi
tahu keseluruhan ceritanya."
Beberapa kali A Fei menghela nafas panjang untuk
menenangkan dirinya, baru akhirnya ia duduk.
Kata Lim Sian-ji, "Selain engkau, ada empat pesilat yang
tangguh di dunia ini. Apakah kau tahu siapa saja mereka
itu?" "Beritahukan saja padaku."
"Yang pertama sudah pasti Si Tua Sun Yang Misterius.
Yang kedua adalah Siangkoan Kim-hong. Sudah tentu, Li
Sun-Hoan pun setaraf dengan mereka."
Tanya A Fei tidak sabar, "Lalu yang terakhir?"
Lim Sian-ji mendesah dan berkata, "Namanya Hing Bubing.
Ia adalah yang paling muda, namun juga yang
paling mengerikan." 954 "Mengerikan?" "Karena ia seperti bukan manusia. Ia tidak punya peri
kemanusiaan. Tujuan utama dalam hidupnya adalah
membunuh. Kepuasan yang terbesar yang dirasakannya
adalah saat membunuh. Selain membunuh, ia tidak tahu
apapun juga, tidak peduli apapun juga."
Terlihat api mulai berkobar di mata A Fei. "Senjata apa
yang digunakannya?" Sambil meletakkan pedang di tangannya Lim Sian-ji
menjawab, "Pedang!"
Tanpa sadar, tangan A Fei terjulur mengambil pedang itu
dan menggenggamnya erat-erat.
Kata Lim Sian-ji, "Kudengar seni pedangnya sungguh
serupa dengan engkau, cepat dan telengas."
Sahut A Fei, "Aku tidak tahu seni pedang apa segala. Aku
hanya bisa menggunakan pedang untuk menusuk leher
lawanku." "Itulah seni pedangmu. Tujuan dari segala macam seni
pedang itu sama saja."
Kata A Fei, "Jadi maksudmu".Li Sun-Hoan ditahan oleh
orang ini?" "Bukan hanya dia, namun juga Siangkoan Kim-hong".
Tapi Siangkoan Kim-hong mungkin tidak akan berada di
sana. Hanya dia sendiri."
955 Ia tidak membiarkan A Fei menjawab dan terus bicara,
"Hanya jika kau pernah bertemu dengan orang ini sajalah
kau akan tahu betapa mengerikannya dia! Pedangmu
mungkin lebih cepat, namun perasaanmu"."
A Fei mengertakkan giginya. Katanya, "Aku hanya ingin
tahu di mana ia sekarang."
Lim Sian-ji meremas tangannya dengan lembut. "Aku
tidak ingin kau menggunakan pedangmu lagi, tidak ingin
kau membunuh lagi, menyerempet bahaya lagi. Namun
demi Li-heng ".aku".aku harus merelakan kepergianmu.
Aku tidak boleh egois."
A Fei memandangnya. Wajahnya penuh rasa terima
kasih. Air mata mulai membasahi wajah Lim Sian-ji. Katanya,
"Aku bisa memberitahukan padamu di mana dia berada.
Namun kau".kau harus berjanji satu hal padaku."
"Berjanji apa?"
Lim Sian-ji kembali meremas tangan A Fei dan berkata
sambil menangis, "Kau harus berjanji padaku bahwa kau
akan kembali. Aku akan menantikanmu di sini
selamanya"." *** Kereta itu sangat besar. 956 Liong Siau-in duduk di sudut kereta itu sambil menatap
orang di depannya. Orang itu sedang berdiri.
Bahkan di dalam kereta pun, orang ini tetap berdiri.
Betapapun tidak ratanya jalan itu, ia tetap berdiri tegak
seperti patung. Liong Siau-in belum pernah melihat orang seperti ini. Ia
bahkan tidak pernah membayangkan bahwa ada orang
seperti ini di dunia. Ia selalu menganggap bahwa orang-orang di dunia ini
sebagian besar sangat tolol, semua bisa dipermainkan
olehnya. Namun entah mengapa, di depan orang ini ia merasa
sedikit ketakutan. Selama orang itu ada di situ, ia merasa hawa
pembunuhan yang tebal menyesaki dadanya.
Namun ia pun merasa sangat puas.
Siangkoan Kim-hong telah setuju akan semua
permintaannya. Surat pemberitahuan itu telah disebarkan. Sebagian
besar orang telah menerima dan membacanya. Upacara
itu sudah ditetapkan akan berlangsung satu bulan lagi.
957 Sekarang, dengan kedatangan Hing Bu-bing bersamanya,
Li Sun-Hoan pasti akan mati.
Ia tidak bisa membayangkan dengan cara apa Li SunHoan bisa lolos. Ia menarik nafas panjang dan memejamkan matanya.
Seraut wajah yang cantik terbayang di benaknya. Orang
itu berbaring di pangkuannya dan berkata dengan mesra,
"Sungguh kau memang bukan anak-anak lagi. Kau tahu
jauh lebih banyak daripada kebanyakan orang. Aku tidak
tahu bagaimana caranya kau mempelajari semua ini."
Saat itu Liong Siau-in tidak dapat menahan senyumnya.
"Ada hal-hal yang tidak perlu dipelajari. Kau akan tahu
saat kau siap melakukannya."
Ia merasa sungguh dewasa.
Perasaan ini memang selalu membahagiakan bocah lakilaki
manapun juga. Anak laki-laki berusaha keras bersikap seperti orang
dewasa. Orang-orang tua bangka berusaha mati-matian
bersikap seperti bocah-bocah". Sungguh, inilah salah
satu ironi kehidupan manusia.
Saat itu, siapapun juga akan berhenti berpikir.
Namun Liong Siau-in malah terus berpikir lebih dalam.
Mengapa Bibi Lim datang kepadaku" Apakah ia hanya
ingin mengetahui di mana Li Sun-Hoan berada"
958 Saat ide itu meLimtas dalam pikirannya, Liong Siau-hun
menjadi lebih waspada. Mengapa ia begitu ingin tahu di
mana Li Sun-Hoan berada" Apakah ia ingin
menyelamatkan Li Sun-Hoan"
Sudah pasti tidak demikian. Liong Siau-in tahu berapa
besar Lim Sian-ji membenci Li Sun-Hoan. Ia pun tahu
bahwa wanita itu pernah berusaha menggunakan
Siangkoan Kim-hong untuk membunuh Li Sun-Hoan.
Lalu mengapa" Ia tidak bisa berpikir lagi, karena ia sungguh tidak dapat
menemukan alasannya. Ia tidak tahu bahwa keadaan sudah berubah. Dulu
memang Lim Sian-ji menginginkan Siangkoan Kim-hong
membunuh Li Sun-Hoan. Namun kini sudah berbeda.
Jika ia ingin membuat Siangkoan Kim-hong tetap
memerlukan dia, ia tidak boleh membiarkan Li Sun-Hoan
dan A Fei mati! Kalau tidak Siangkoan Kim-hong akan langsung
menghabisinya, karena pernah terlepas dari mulut
Siangkoan Kim-hong, "Aku adalah aku. Aku bukan A Fei,
bukan Hing Bu-bing. Kita hanya saling memanfaatkan.
Jika kita tidak saling membutuhkan lagi, sampai sekian
saja perjumpaan kita."
Arah angin dalam dunia persilatan begitu sering berganti,
sesering bergantinya perasaan hati seorang wanita. Tidak
ada yang tahu ke mana ia akan bertiup selepas ini.
959 Kereta itu berhenti di tempat yang sangat ramai di
tengah kota. Di depan sebuah toko sutra yang ramai dan
megah. Apakah Li Sun-Hoan disembunyikan di sini"
Liong Siau-hun dan anaknya ini memang adalah orangorang
yang jenius. Mereka tahu bahwa keramaian adalah
tempat yang paling baik untuk bersembunyi.
Liong Siau-in bangkit berdiri dan berkata, "Silakan."
Kata Hing Bu-bing, "Kau jalan dulu."
Inilah pertama kalinya ia berbicara pada Liong Siau-in.
Ia tidak ingin berjalan di depan siapapun juga. Lebih
tidak ingin lagi ada seseorang yang berjalan di
belakangnya. Mereka berjalan masuk ke toko sutra itu sampai ke
dalam. Di belakang ada gudang. Apakah Li Sun-Hoan disembunyikan di sini" Tempat ini
memang tempat yang sangat baik.
Namun Liong Siau-in terus saja berjalan, melewati
gudang itu. Kini mereka sudah melewati pintu belakang.
960 Ada sebuah kereta kuda di balik pintu belakang itu.
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kali ini Liong Siau-in tidak berkata apa-apa. Ia
membungkuk hormat kepada Hing Bu-bing, lalu langsung
masuk ke dalam kereta itu.
Ternyata Li Sun-Hoan tidak ada di sana.
Liong Siau-in hanya mampir ke tempat itu untuk
menyamarkan jejak mereka, jika ada orang yang
menguntit mereka. Ayah dan anak ini memang pasangan yang sangat licik.
Kereta kuda itu kini melaju menuju ke luar kota.
Mereka berhenti di gudang beras di luar kota itu. Namun
di sini Li Sun-Hoan pun tidak ada.
Di sini mereka turun dari kereta dan naik pedati
pengangkut beras yang ditarik oleh sapi.
Pedati ini mengantarkan mereka kembali masuk ke dalam
kota. Tempat dalam pedati itu sempit, sehingga mereka
berdesakan. Kata Liong Siau-in, "Maafkan atas
ketidaknyamanan ini."
Hing Bu-bing diam saja. Rencana mereka memang tidak bercacad. Gerakan
mereka sigap dan perubahan arah pun tajam dan sangat
tiba-tiba. 961 Bahkan penguntit yang sangat teliti pun akan kehilangan
jejak mereka. Liong Siau-in tahu bahwa Hing Bu-bing tidak akan
memujinya. Ia hanya berharap dapat melihat secercah
senyum Hing Bu-bing di wajahnya.
Jika seseorang sudah berbuat sesuatu yang sangat
dibanggakannya tapi tidak mendapat pujian, itu sama
saja dengan seorang wanita yang sudah berdandan
begitu cantik untuk kekasihnya namun tidak dilirik
sedikitpun juga. Lagipula, bagaimana pun juga Liong Siau-in memang
masih anak-anak. Pikiran anak-anak dan pikiran wanita memang mirip.
Wajah Hing Bu-bing tetap kosong.
Kini pedati itu sudah berada di gang yang sepi. Di gang
ini ada tujuh buah rumah.
Ketujuh rumah ini adalah milik orang-orang penting.
Kerabat kaisar atau pejabat penting pemerintahan.
Tiba-tiba salah satu pintu terbuka.
Semua orang tahu ini adalah rumah Gubernur Han Limcoan.
962 Bagaimana mungkin seseorang dari kaum persilatan
memiliki hubungan dengan orang yang berkedudukan
tinggi seperti ini" Tidak ada seorang pun yang akan menyangka.
Namun yang menunggu di ruang utama bukan lain
adalah Liong Siau-hun. Ketika Hing Bu-bing keluar dari pedati, Liong Siau-hun
segera menghampirinya dengan senyum lebar. "Telah
lama kudengar kebesaran nama Hing-siansing. Sungguh
merupakan suatu kehormatan bagiku untuk dapat
bertemu dengan Tuan hari ini."
Hing Bu-bing hanya memandangi pedangnya. Ia tidak
melirik sedikitpun pada Liong Siau-hun.
Liong Siau-hun tetap tersenyum. Katanya, "Aku telah
mempersiapkan makanan dan arak. Silakan Tuan
mencicipinya." Hing Bu-bing hanya berdiri saja tidak bergerak. Tanyanya
dingin, "Apakah Li Sun-Hoan ada di sini?"
Sahut Liong Siau-hun, "Ini rumah Han-tayjin. Beberapa
hari yang lalu Han-tayjin ingin pergi cuti untuk beberapa
saat. Kaisar mengijinkan dia beristirahat tiga bulan."
Sampai di situ senyum puas terbayang di wajahnya.
Lanjutnya lagi, "Han-tayjin tidak punya sanak saudara.
Dan pengurus rumah tangganya adalah sahabat baikku.
963 Jadi setelah dia pergi, aku meminjam rumah ini untuk
sementara waktu." Sebenarnya cara dia bisa meminjam tempat ini mudah
saja. Memang uang dapat mengantarkan orang masuk ke
dalam berbagai macam tempat. Namun tidak banyak
orang yang dapat memikirkan tipuan semacam ini.
Tidak heran Liong Siau-hun merasa puas diri.
Hing Bu-bing masih memandangi tangannya sendiri.
Tiba-tiba ia berkata, "Kau pikir tidak seorang pun dapat
menguntit kita ke sini?"
Wajah Liong Siau-hun langsung berubah, namun senyum
tidak pernah lepas dari wajahnya. "Jika seseorang dapat
menguntitmu ke sini, aku akan menyembah dia
menyampaikan rasa kagumku."
Kata Hing Bu-bing dingin, "Bersiaplah untuk
menyembah." Liong Siau-hun tetap tersenyum. "Tapi jika".."
Setelah dua kata ini, ia berhenti bicara. Senyum pun
segera lenyap dari wajahnya.
Liong Siau-in mengikuti arah pandangan ayahnya.
Wajahnya yang pucat kini bersemu hijau.
Ada orang berdiri di sudut ruangan.
964 Tidak ada seorang pun yang tahu kapan dia datang,
bagaimana dia masuk. Bab 57. Kembang Api Ia mengenakan jubah biasa berwarna hijau. Waktu ia
pertama mengenakannya jubah itu sangat bersih, namun
kini jubah itu penuh dengan lumpur dan keringat.
Celananya robek di lutut.
Tubuhnya kotor dan rambutnya berantakan.
Namun walaupun orang itu hanya berdiri di sudut sana,
Liong Siau-hun dapat merasakan hawa pembunuhan
yang terpancar dari tubuhnya.
Orang itu sama dengan pedang yang terselip di
pinggangnya. Sebilah pedang tanpa sarung.
A Fei! A Fei berhasil juga datang.
Mungkin hanya A Fei yang mampu menguntit mereka
sampai di situ. Binatang yang paling licik, yang paling mudah lolos,
adalah rubah. Bahkan seekor anjing yang sangat terlatih dan sangat
pandai pun mungkin tidak bisa menangkap rubah.
965 Namun A Fei bisa menangkap rubah sejak berusia
sebelas tahun. Bukan pekerjaan mudah menguntit kedua orang ini. Oleh
sebab itu sekujur tubuh A Fei sampai kotor begini.
Namun inilah A Fei yang sesungguhnya.
Hanya dengan cara inilah ia dapat memperlihatkan
semangatnya, keteguhan hatinya, bahkan kebrutalannya
yang menggetarkan hati manusia!
Kebrutalan yang tenang! Sungguh kebrutalan yang luar
biasa! Liong Siau-hun segera menenangkan dirinya. Katanya,
"Oh, ternyata Saudara A Fei. Senang berjumpa kembali
denganmu." A Fei melotot, memandangnya dingin.
Kata Liong Siau-hun lagi, "Aku sungguh kagum kau
berhasil tiba di sini."
A Fei masih melotot padanya. Matanya bercahaya dan
tajam. Setelah dua hari menguntit mereka, akhirnya
matanya kembali memancarkan sinar tajam seperti dulu
lagi. Ketajaman yang menandingin ketajaman Hing Bu-bing.
966 Liong Siau-hun tersenyum dan berkata lagi, "Walaupun
kau adalah penguntit yang hebat, Hing-siansing masih
dapat menemukanmu." A Fei memandang Hing Bu-bing.
Mata mereka beradu, seperti sebilah pedang dingin
beradu dengan batu yang keras.
Tidak ada yang tahu mana yang lebih tajam. Pedang
ataukah batu" Walaupun tidak seorang pun bicara, sepertinya bunga api
terpercik dari tatapan mata mereka.
Liong Siau-hun memandang Hing Bu-bing, lalu
memandang A Fei. Katanya, "Walaupun Hing-siansing
menemukanmu, ia tidak berkata apa-apa" Tahukah kau
apa sebabnya?" A Fei seolah-olah terhipnotis oleh Hing Bu-bing.
Kepalanya sama sekali tidak pernah menoleh.
Liong Siau-hun terkekeh. Jawabnya sendiri, "Karena
Hing-siansing ingin kau hadir di sini."
Lalu ia menoleh ke arah Hing Bu-bing dan bertanya,
"Benar bukan Hing-siansing?"
Hing Bu-bing pun seperti terhipnotis oleh tatapan mata A
Fei. Ia pun tidak bergerak sedikitpun.
967 Setelah cukup lama akhirnya Liong Siau-hun mulai
tertawa. Katanya, "Hanya ada satu alasan mengapa
Hing-siansing ingin kau hadir di sini. Karena ia ingin
membunuhmu!" Perlahan-lahan tatapan A Fei bergeser ke arah pedang
Hing Bu-bing. Tatapan Hing Bu-bing pun sepertinya bergerak ke arah
pedang A Fei. Mungkin dua pedang inilah yang paling mirip satu sama
lain di dunia ini. Kedua senjata ini bukanlah senjata mustika yang dibuat
oleh pembuat senjata yang ternama.
Walaupun kedua pedang ini sangat tajam, keduanya pun
sangat tipis dan sangat rapuh. Mudah dipatahkan.
Walaupun kedua pedang ini bagaikan kembar, posisi
mereka sangat berlainan. Pedang A Fei berada di pinggang depan, dengan
pegangan mengarah ke kanan.
Pedang Hing Bu-bing ada di sebelah kanan, dengan
pegangan mengarah ke kiri.
Di antara kedua pedang ini seolah-olah muncul suatu
medan magnet yang luar biasa kuat.
968 Mata kedua orang ini pun tidak pernah lepas menatap
pedang lawan. Mereka berjalan maju saling mendekat,
namun tatapan mereka tetap pada pedang lawan.
Saat mereka berjarak kurang lebih dua meter, tiba-tiba
mereka berhenti! Lalu tubuh mereka kaku, tidak bergerak seperti patung.
Hing Bu-bing mengenakan jubah sederhana yang pendek
dan berwarna kuning. Jubahnya itu hanya sampai ke
lutut. Lengan jubahnya sangat ketat. Jari-jarinya kurus
dan panjang, dengan tulang-tulang yang menonjol ke
luar, menandakan kekuatannya yang besar.
Jubah A Fei lebih pendek lagi. Jari-jarinya pun kurus
panjang, dan sangat keras bagai terbuat dari batu.
Mereka tidak peduli penampilan namun kuku-kuku
mereka terpotong pendek. Mereka tidak ingin apapun juga mengurangi kecepatan
mereka menghunus pedang. Betapa serupanya kedua orang ini!
Akhirnya mereka berjumpa.
Hanya ketika mereka berdiri berdekatan, dan ketika
orang mengamati mereka dengan cermat, baru terlihat
bahwa di balik persamaan kulit luar mereka, terlihat pula
perbedaan mereka. 969 Wajah Hing Bu-bing terlihat seperti sebuah topeng. Air
mukanya kosong dan tidak pernah berubah.
Walaupun wajah A Fei serius dan dingin, selalu ada api
dalam pandangan matanya. Api yang begitu membara,
yang bahkan dapat membakar jiwa dan raganya.
Keseluruh raga Hing Bu-bing seolah-olah mati.
Mungkin sebelum ia dilahirkan, tubuhnya sudah mati
lebih dulu. A Fei adalah orang yang sangat sabar. Ia bisa menunggu
dengan sabar, namun ia tidak pernah bisa sabar
menghadapi manusia. Hing Bu-bing bisa membunuh seseorang hanya karena
sepatah kata, mungkin bahkan karena sekilas
pandangan. Namun jika perlu, ia dapat sabar
menghadapi apapun juga. Keduanya memang unik. Keduanya sama mengerikan.
Tidak ada yang tahu mengapa Tuhan membuat dua
orang macam ini, dan mengapa membiarkan kedua
orang ini bertemu. Ini sudah akhir musim gugur.
Daun-daun sudah mengering semuanya.
970 Angin tidak bertiup kencang, namun daun-daun terus
berguguran. Apakah mungkin ini karena hawa
pembunuhan yang begitu tebal"
Hawa dingin yang mencekam memenuhi tempat itu.
Walaupun kedua bilah pedang masih berada di pinggang
masing-masing, walaupun kedua orang ini belum lagi
menggerakkan tangan mereka sedikitpun, nafas Liong
Siau-hun dan anaknya sudah kembang kempis seperti
kekurangan oksigen. Tiba-tiba, selarik cahaya berkilat!
Sepuluh kali cahaya itu berkelebat cepat ke arah A Fei!
Liong Siau-hun menyerang.
Sudah tentu ia tidak berpikir bahwa sambitan senjata
rahasianya akan mengenai A Fei. Namun jika A Fei
kerepotan melayani senjata rahasianya, maka pedang
Hing Bu-bing pasti akan dapat menembus
tenggorokannya! Pedang berkilat di udara!
Serentetan bunyi "Ding, Ding" terdengar. Sinar-sinar itu
jatuh ke tanah. Pedang Hing Bu-bing sudah keluar. Ujung pedangnya
menyambar di sebelah telinga A Fei.
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
971 Tangan A Fei memegang pedangnya, tapi pedang itu
masih tersemat di pinggangnya.
Senjata rahasia Liong Siau-hun dihalau oleh Hing Bubing.
Wajah ayah dan anak sama-sama keruh.
Hing Bu-bing dan A Fei saling pandang. Ekspresi
keduanya tetap kosong. Lalu Hing Bu-bing pelan-pelan memasukkan pedangnya
ke dalam sarungnya. A Fei pun mengendurkan pegangannya pada pedangnya.
Setelah cukup lama, akhirnya Hing Bu-bing berkata,
"Apakah kau tahu bahwa tadi pedangku terarah pada
senjata rahasia itu, bukan padamu?"
"Ya, aku tahu."
Ketika senjata rahasia itu disambitkan, pedang Hing Bubing
langsung bergerak. A Fei bukannya menghunus
pedang, malahan diam saja.
Sebelum A Fei berkata apa-apa lagi, Hing Bu-bing
menambahkan, "Namun reaksimu sudah menjadi
lambat." A Fei berpikir lama. Wajahnya menjadi muram. Sahutnya,
"Kau memang benar."
972 Kata Hing Bu-bing, "Aku bisa membunuhmu."
A Fei tidak perlu lagi berpikir. "Ya."
Liong Siau-hun dan putranya saling pandang. Keduanya
menghela nafas lega. Tiba-tiba Hing Bu-bing berkata, "Tapi aku tidak akan
membunuhmu!" Wajah dua anak-beranak Liong ini berubah lagi.
A Fei menatap mata Hing Bu-bing yang kelabu dan mati
itu lekat-lekat. Setelah sekian lama, ia bertanya, "Kau
tidak akan membunuhku?"
"Aku tidak akan membunuhmu karena kau adalah A Fei."
Matanya memancarkan rasa kepedihan yang begitu
dalam. Kini matanya bahkan tampak lebih muram
daripada mata A Fei. Benaknya melayang jauh, memandang seseorang.
Seorang yang merupakan perpaduan seorang dewi dan
iblis. Akhirnya ia berkata lagi, "Jika aku adalah engkau, kau
dapat membunuhku hari ini."
Bahkan A Fei tidak mengerti apa maksudnya. Hanya Hing
Bu-bing yang tahu. 973 Siapapun yang hidup selama dua tahun seperti A Fei
akan mempunyai kecepatan reaksi yang jauh lebih buruk.
Terlebih lagi, ia telah dicekoki obat tidur setiap malam
selama dua tahun ini. Obat-obatan ini pasti akan membuat reaksi orang
menjadi lambat. Alasan Hing Bu-bing tidak membunuh A Fei pasti bukan
karena belas kasihan. Namun karena ia mengerti
penderitaan A Fei. Karena ia pun merasakan penderitaan
yang sama. Mungkin juga ia membiarkan A Fei hidup supaya ada
orang yang sama menderita seperti dirinya.
Ketika seorang yang patah hati mengetahui bahwa ada
orang lain yang juga ditinggalkan oleh kekasihnya,
penderitaannya akan berkurang. Jika seseorang yang
kehilangan uang mengetahui ada orang lain yang
kehilangan lebih banyak, ia akan merasa terhibur sedikit.
A Fei hanya berdiri di situ, seakan-akan sedang berusaha
mencerna kata-kata Hing Bu-bing.
Kata Hing Bu-bing, "Sekarang, pergilah kau."
A Fei mengangkat kepalanya dan berkata, "Aku tidak
akan pergi." Hing Bu-bing jadi bingung. "Kau tidak akan pergi" Kau
ingin aku membunuhmu?"
974 "Ya!" Liong Siau-in tiba-tiba berteriak, "Bagaimana dengan Lim
Sian-ji" Apakah kau tega meninggalkannya sendirian?"
Kata-kata ini menusuk hati A Fei bagai sebatang jarum
yang tajam. Tubuhnya menjadi lemas.
Hing Bu-bing menoleh ke arah Liong Siau-hun dan
berkata pelan-pelan, "Aku suka membunuh orang. Aku
suka membunuh mereka dengan tanganku sendiri.
Mengerti?" Liong Siau-hun memaksakan diri untuk tersenyum. "Aku
mengerti." Kata Hing Bu-bing, "Sebaiknya kau benar-benar
mengerti. Kalau tidak, kaulah yang akan kubunuh."
Ia mengalihkan pandangan dari Liong Siau-hun dan
bertanya, "Di mana Li Sun-Hoan" Antarkan aku
menemuinya." Liong Siau-hun melirik sekilas pada A Fei. "Bagaimana
dengan dia".." Sahut Hing Bu-bing dingin, "Aku bisa membunuhnya
kapan saja aku mau."
A Fei merasa perutnya bergolak. Tiba-tiba ia
membungkukkan badan dan mulai muntah-muntah.
975 Muntahnya adalah ludah yang terasa pahit. Hanya ludah
yang terasa pahit. Sudah dua hari ini dia tidak makan apa-apa.
"Kau harus berjanji bahwa kau akan kembali. Aku akan
menunggumu di sini selamanya".."
Perkataan ini adalah perkataan wanita yang dikasihinya.
Demi perkataan ini, ia tidak bisa mati.
Tapi Li Sun-Hoan".. Li Sun-Hoan bukan saja sahabatnya, ia adalah
pahlawannya. Bagaimana mungkin ia hanya berdiri di
situ menonton orang membunuh Li Sun-Hoan"
Ia terus muntah-muntah. Kini ia sudah muntah darah.
*** Li Sun-Hoan tidak tahu di mana ia berada. Ia pun tidak
peduli. Ia tidak tahu apakah ini siang atau malam.
Ia tidak bisa bergerak karena semua Hiat-to (jalan darah)
utamanya telah ditutup. Tidak ada makanan, tidak ada air.
976 Ia sudah berada di situ lebih dari sepuluh hari.
Walaupun Hiat-to (jalan darah)nya tidak ditutup,
kelaparan juga akan membuatnya tidak bisa bergerak.
Hing Bu-bing memandangnya.
Ia tergolek di sudut ruangan.
Ruangan itu remang-remang. Tidak ada yang tahu
seperti apa air muka Li Sun-Hoan. Yang terlihat hanyalah
bajunya yang kotor dan sobek-sobek, wajahnya yang
kurus dan lemah, matanya yang sedih.
Tiba-tiba Hing Bu-bing berkata, "Jadi inilah Li Sun-Hoan."
Sahut Liong Siau-hun, "Benar."
Sepertinya Hing Bu-bing kecewa akan apa yang
dilihatnya dan tidak percaya pada Liong Siau-hun. Ia
bertanya lagi, "Inikah Li-tamhoa yang ternama itu?"
Liong Siau-hun mengeluh. "Aku tidak ingin
memperlakukan dia seperti ini. Namun"."Manusia tidak
ingin menyakiti harimau, tapi harimau ingin membunuh
manusia". Keadaanlah yang memaksaku berbuat seperti
ini." Hing Bu-bing terdiam sesaat. Lalu bertanya, "Di mana
pisaunya?" Liong Siau-hun pun berpikir sejenak. "Apakah Hingsiansing
ingin melihat pisaunya?"
977 Hing Bu-bing tidak menjawab, karena pertanyaan ini
sungguh bodoh. Akhirnya Liong Siau-hun mengeluarkan sebilah pisau.
Pisau itu ringan, pendek, sangat tipis, seperti selembar
daun. Hing Bu-bing memegang pisau itu erat-erat, seolah-olah
tidak ingin melepaskannya lagi.
Liong Siau-hun tersenyum sambil berkata, "Sebenarnya
pisau ini tidak istimewa. Juga tidak terlalu tajam."
Kata Hing Bu-bing, "Tajam" Apakah kau pantas bicara
mengenai senjata yang tajam?"
Matanya melotot ke arah Liong Siau-hun. Katanya,
"Apakah kau tahu apa artinya senjata yang tajam itu?"
Matanya masih kelabu dan mati seperti biasanya. Namun
ada suatu yang menakutkan dalam mata itu, seperti
mata iblis dalam mimpi-mimpimu. Sangat mengerikan,
sampai-sampai kau tetap merasa takut walaupun sudah
terbangun. Liong Siau-hun merasa ia mulai sesak nafas. Ia
memaksakan diri tersenyum dan berkata, "Tolong
jelaskan padaku." Mata Hing Bu-bing kembali menatap pisau itu. Katanya,
"Selama dapat membunuh, maka senjata itu adalah
senjata yang tajam. Kalau tidak, betapa mahalnya dan
978 tajamnya senjata itu, jika jatuh ke tangan orang yang
tidak berguna seperti engkau, senjata itu adalah
sampah." Sahut Liong Siau-hun, "Ya, ya. Hing-siansing memang
benar. Aku mengerti".."
Hing Bu-bing tidak menggubrisnya sedikitpun. Ia tiba-tiba
memotong, "Tahukah kau ada berapa orang yang sudah
mati karena pisau semacam ini?"
"Mungkin".mungkin sudah tidak terhitung."
Kata Hing Bu-bing, "Terhitung!"
Walaupun Kim-ci-pang baru berdiri kira-kira dua tahun,
mereka telah melakukan penelitian yang mendalam
terhadap dunia persilatan. Semboyan Siangkoan Kimhong
adalah "Setiap detil itu penting. Jangan ada
sedikitpun yang terlewatkan", "Sepeser uang, sejumput
panen". Bukan keberuntungan yang membuat Kim-ci-pang
menjadi sangat berpengaruh.
Liong Siau-hun pun mendengar bahwa seberlum partai
itu berdiri, Siangkoan Kim-hong telah menyelidiki semua
toloh persilatan. Berapa besar usaha yang diperlukan untuk mendapatkan
semuanya itu" 979 Liong Siau-hun sepertinya tidak betul-betul percaya. Ia
tidak tahan untuk tidak bertanya, "Jadi ada berapa?"
"Enam puluh tujuh."
Lalu ditambahkannya dengan dingin, "Dari Keenampuluh
tujuh orang itu, tidak ada yang ilmu silatnya berada di
bawahmu." Liong Siau-hun hanya dapat pura-pura tersenyum.
Pandangannya beralih pada Li Sun-Hoan, seakan-akan
ingin Li Sun-Hoan menegaskan perkataan ini.
Namun Li Sun-Hoan tidak punya kekuatan sama sekali
untuk melakukan apapun juga.
Liong Siau-in tersenyum dan berkata, "Jika Li Sun-Hoan
mati di bawah pisau semacam ini. Hehehe".bukankah itu
lucu?" Sebelum kalimatnya selesai, pisau itu sudah berkilat dan
melesat ke arah Li Sun-Hoan.
Liong Siau-in hampir saja melompat kegirangan.
Namun pisau itu tidak mendarat di leher Li Sun-Hoan,
tapi di batu yang berada di samping Li Sun-Hoan.
Ternyata Hing Bu-bing pun adalah seorang ahli senjata
rahasia. Tiba-tiba Hing Bu-bing berkata, "Buka Hiat-to (jalan
darah)nya." 980 Liong Siau-hun tergagap, "Tapi".."
Hing Bu-bing tidak memberikan kesempatan padanya
untuk membantah. Ia berkata dingin, "Aku bilang, buka
Hiat-to (jalan darah)nya."
Liong Siau-hun dan putranya saling pandang. Mereka
tahu persis apa maksud Hing Bu-bing.
Kata Liong Siau-hun, "Siangkoan-pangcu hanya
menginginkan Li Sun-Hoan. Tidak harus dalam keadaan
hidup." Liong Siau-in menyambung, "Siangkoan-lopek tidak
minum arak. Ia pun pasti membenci pemabuk. Hanya
pemabuk yang mati yang tidak minum arak dan tidak
menyebalkan." Liong Siau-hun berkata lagi, "Lagi pula, lebih mudah
membawa orang mati daripada orang yang masih hidup."
Kata Liong Siau-in, "Tentu saja Hing-siansing tidak akan
membunuh orang yang tidak dapat membela diri. Jadi"."
Potong Hing Bu-bing tidak sabar, "Kalian terlalu berteletele."
Kata Liong Siau-hun, "Baik, baik. Aku akan buka Hiat-to
(jalan darah)nya sekarang."
Ialah yang menutup Hiat-to (jalan darah) Li Sun-Hoan.
Jadi membukanya pun tidak sulit baginya.
981 Liong Siau-hun menepuk pundak Li Sun-Hoan dan
berkata dengan lembut, "Toako, sepertinya Hing-siansing
ingin berduel denganmu. Ilmu pedang Hing-siansing
sangat ternama di dunia persilatan. Kau harus berhatihati."
Di saat seperti ini ia masih punya muka untuk memanggil
Li Sun-Hoan "Toako". Bahkan mengucapkannya dengan
rasa kasih sayang. Tidakkah orang ini mengagumkan"
Li Sun-Hoan tidak berkata apa-apa.
Tidak ada yang perlu diucapkan. Ia hanya tersenyum
lemah dan perlahan-lahan mengambil pisau di
sampingnya. Ia menatap pisau itu. Seolah-olah air mata akan menetes
dari matanya. Ini adalah pisau yang terkenal tidak pernah luput.
Kini pisau ini ada di tangannya.
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Namun apakah ia masih punya kekuatan untuk
menyambitkannya" Seorang wanita yang kehilangan kecantikannya, seorang
pahlawan yang sampai pada ujung jalannya. Keduanya
adalah tragedi kehidupan.
Orang hanya dapat merasa kasihan pada mereka.
982 Namun saat ini, tidak ada yang mengasihani Li SunHoan. Mata Liong Siau-in berbinar. Ia tersenyum sambil
berkata, "Pisau Kilat si Li tidak pernah luput. Apakah
masih bisa dikatakan seperti itu sekarang?"
Li Sun-Hoan mengangkat kepalanya dan menatap Liong
Siau-in. Lalu ditundukkannya kembali.
Kata Hing Bu-bing, "Waktu aku akan membunuh
lawanku, aku selalu memberi kesempatan padanya.
Inilah kesempatanmu yang terakhir. Mengerti?"
Li Sun-Hoan tersenyum sedih.
Kata Hing Bu-bing lagi, "Baiklah, kau boleh bangkit
sekarang." Li Sun-Hoan mulai batuk-batuk.
Liong Siau-in berkata dengan lembut, "Jika Paman Li
tidak bisa bangun sendiri, mari aku bantu."
Ia mengejapkan matanya dan melanjutkan, "Namun
kupikir tidak perlulah. Kudengar Paman Li dapat
menyambitkan pisau sambil berbaring."
Li Sun-Hoan mendesah, seperti ingin berbicara.
Namun sebelum ia mengatakan apa-apa, seseorang telah
masuk ke dalam ruangan itu.
983 A Fei! Wajahnya sangat pucat, seperti tidak ada darah. Tapi
malah ada sedikit darah di sudut mulutnya.
Saat itu ia tampak sangat tua.
Ia masuk secepat kilat, namun ketika ia sudah berada di
dalam, ia diam seperti patung.
Tanya Hing Bu-bing, "Kau masih belum menyerah?"
Li Sun-Hoan mengangkat kepalanya. Kali ini air mata
menetes dari sudut matanya.
A Fei hanya meliriknya sekilas, hanya sekejap saja. Lalu
ia menoleh pada Hing Bu-bing dan berkata, "Sebelum
membunuhnya, kau harus membunuhku!"
Ia mengatakannya dengan tenang, dengan serius. Tidak
dengan emosi. Ini menunjukkan ketetapan hatinya.
Mata Hing Bu-bing kini berubah. "Kau tidak peduli
padanya lagi?" Sahut A Fei, "Walaupun aku mati, ia bisa tetap hidup."
Ia mengatakannya dengan tenang. Namun di wajahnya
terbayang rasa sedih. Nafasnya memburu.
Hing Bu-bing melihatnya. 984 Sepertinya ia merasa puas mendengar perkataan itu.
Tanyanya lagi, "Kau tidak peduli jika ia merasa sedih?"
"Jika aku tidak merasa puas dalam hidupku, lebih baik
aku mati. Jika aku tidak mati ia akan menjadi lebih sedih
lagi." "Kau pikir ia adalah wanita seperti itu?"
"Tentu saja!" Dalam pikiran A Fei, Lim Sian-ji bukan saja seorang dewi,
ia adalah wanita yang suci bersih.
Sebersit senyum terbayang di bibir Hing Bu-bing.
Tidak ada seorang pun yang pernah melihat dia
tersenyum. Bahkan ia sendiri pun tidak tahu kapan
pertama kali ia tersenyum.
Senyumnya sungguh kaku. Seolah-olah otot bibirnya
tidak tahu bagaimana caranya tersenyum.
Ia tidak pernah ingin tersenyum, karena senyum hanya
akan melunakkan hati manusia.
Namun kali ini senyumnya adalah senyum jenis
lain".senyum yang setajam pedang. Hanya saja, pedang
melukai tubuh manusia, seyum ini melukai hati manusia
yang terdalam. A Fei sama sekali tidak mengerti arti senyum ini. Katanya
dingin, "Kau tidak perlu tersenyum. Walaupun ada 80%
985 kesempatanmu membunuhku, ada 20% kesempatan aku
membunuhmu." Senyum Hing Bu-bing segera lenyap. Katanya, "Karena
aku sudah bilang aku tidak akan membunuhmu, kini aku
tidak akan menyayangkan nyawamu lagi."
"Memang tidak perlu."
Kata Hing Bu-bing, "Aku ingin kau tetap hidup supaya
aku dapat melihat".."
Sebelum kalimatnya selesai, pedang sudah berbicara.
Cahaya pedang menyambar satu sama lain, bergerak
secepat kilat. Namun ada selarik sinar yang melesat lebih cepat lagi
daripada kedua pedang ini. Apakah itu"
Saat berikutnya, tidak tampak cahaya apapun lagi.
Seluruh gerak berhenti. Bab 58. Pendekar Pedang Hing Bu-bing telah menusuk bahu kanan A Fei.
Namun hanya satu inci saja.
Pedang A Fei masih terpaut beberapa inci dari leher Hing
Bu-bing. 986 Darah mengalir dari bahu A Fei, membuat bajunya
menjadi merah. Mengapa pedang Hing Bu-bing berhenti sampai di situ
saja" Di bahu Hing Bu-bing telah tertancap sebilah pisau!
Pisau Kilat si Li! Kekuatan dari mana yang membuat Li Sun-Hoan
sanggup menyambitkan pisaunya"
Wajah Liong Siau-hun ayah dan anak menjadi pucat pasi.
Tangan mereka langsung gemetar, dan sedikit demi
sedikit mereka melangkah mundur. Mereka berdua
sungguh tidak tahu dari mana Li Sun-Hoan mendapatkan
tenaga. Li Sun-Hoan bangkit berdiri!
Hing Bu-bing memutar badannya dan mengawasi Li SunHoan. Wajahnya tetap kosong. Setelah sekian lama,
akhirnya ia berkata, "Pisau yang hebat!"
Li Sun-Hoan terkekeh. Katanya, "Ah, tidak juga. Hanya
saja kau terlalu meremehkan aku. Kalau tidak,
bagaimana mungkin aku dapat melukaimu?"
Sahut Hing Bu-bing dingin, "Kau telah berhasil
memperdayai aku. Itu tandanya kau lebih hebat daripada
aku." 987 "Aku tidak memperdayaimu. Aku juga tidak pernah bilang
bahwa aku tidak punya tenaga untuk menyambitkan
pisau. Kaulah yang berpikir demikian. Matamu sendiri
yang telah menipumu."
Hing Bu-bing berpikir sejenak. "Kau benar. Akulah yang
salah. Tidak ada hubungannya denganmu."
Kata Li Sun-Hoan, "Bagus. Kau mungkin adalah
pembunuh, namun kau bukan orang licik."
Hing Bu-bing melirik pada Liong Siau-hun dan putranya,
lalu berkata dingin, "Orang yang licik tidak pantas
menjadi pembunuh." Kata Li Sun-Hoan, "Kau boleh pergi sekarang."
Tanya Hing Bu-bing, "Mengapa kau tidak membunuh
aku?" "Karena kau tidak bermaksud untuk membunuh
sahabatku." Hing Bu-bing menundukkan kepalanya dan memandang
pisau di bahunya. Katanya, "Namun aku berniat untuk
membuat tangannya cacad."
"Aku tahu." "Tapi luka di bahuku sangat sangat ringan."
Sahut Li Sun-Hoan, "Jika seseorang memberiku sepeser,
aku akan membayar kembali tiga peser."
988 Hing Bu-bing mengangkat kepalanya lagi dan menatap Li
Sun-Hoan. Walaupun ia tidak mengatakan apa-apa,
suatu perubahan aneh terjadi di matanya. Ia
memandang Li Sun-Hoan seperti ia memandang
Siangkoan Kim-hong. Kata Li Sun-Hoan, "Aku juga ingin memberi tahu padamu
dua hal." "Apa?" "Walaupun aku telah melukai 67 orang, 28 dari mereka
tidak mati. Mereka yang mati, memang pantas mati."
Hing Bu-bing terdiam. Li Sun-Hoan terbatuk-batuk kecil beberapa kali. Lalu
lanjutnya, "Aku belum pernah salah membunuh orang
dalam hidupku! Oleh sebab itulah".kuharap kau pun
berpikir dua kali sebelum membunuh orang."
Hing Bu-bing terdiam cukup lama. Lalu katanya, "Aku
pun ingin mengatakan sesuatu."
Sahut Li Sun-Hoan, "Aku mendengarkan."
"Aku tidak pernah menerima kebaikan orang lain,
ataupun pengajaran orang lain!"
Pada saat yang sama ia menghunjamkan pisau itu
dengan tangannya. Pisau itu menembus tubuhnya sampai ke belakang.
989 Darah pun tersembur keluar.
"Tang", pedang pun jatuh ke tanah.
Tubuh Hing Bu-bing gemetar beberapa saat, namun
wajahnya tetap kosong. Ia tidak menunjukkan rasa sakit
sedikitpun. Tidak di wajahnya, tidak di tubuhnya.
Ia tidak mengatakan sepatah katapun, dan tidak
memandang kepada siapapun. Ia hanya melangkah
keluar ruangan. Pendekar"..... Seperti apakah pendekar itu" Apakah arti
seorang pendekar" Seorang pendekar biasanya menggambarkan seorang
yang dingin, brutal, kesepian, tanpa perasaan.
Seseorang pernah berkata begini tentang pendekar:
"Membunuh orang seolah-olah mereka hanya rumput
kering, berjudi seperti tidak ada hari esok, minum arak
yang terlezat, mengambil tanpa penyesalan".
Tentu saja tidak semua pendekar seperti ini. Ada juga
yang berbeda. Namun ada berapa banyak pendekar semacam Li SunHoan" Mungkin hanya ada satu hal yang pasti ditemukan dalam
semua pendekar. Hidup mereka sungguh menyedihkan.
990 A Fei menghela nafas panjang. Katanya, "Mungkin ia
tidak akan bisa menggunakan pedang lagi dalam
hidupnya." Kata Li Sun-Hoan, "Ia masih punya tangan kanan."
Sahut A Fei, "Tapi ia sudah terbiasa menggunakan
tangan kirinya. Tangan kanannya pasti jauh lebih
lambat." Ia mendesah lagi dan menambahkan, "Bagi ahli pedang,
"lambat" berarti "mati"."
Padahal biasanya A Fei tidak pernah mendesah.
Namun kini, ia bukan hanya mendesah bagi Hing Bubing,
namun juga bagi dirinya sendiri.
Li Sun-Hoan mengawasinya, lalu berkata, "Jika seseorang
punya kemauan kuat, walaupun ia tidak punya tangan, ia
masih bisa memainkan pedang dengan mulutnya. Tapi
jika ia patah semangat, walaupun ia punya dua tangan,
keduanya tidak berguna sama sekali."
Ia terkekeh dan melanjutkan, "Banyak orang di dunia ini
memiliki dua tangan yang sehat. Namun berapa dari
tangan-tangan itu yang memiliki kecepatan kilat?"
A Fei mendengarkan dengan seksama. Setelah beberapa
saat matanya mulai berbinar-binar.
991 Tiba-tiba ia berlari ke samping Li Sun-Hoan dan
mencengkeram lengannya. Katanya, "Aku mengerti
maksudmu." Sahut Li Sun-Hoan, "Aku tahu kau pasti mengerti."
Saat ia mengatakannya, air mata mengalir membasahi
wajah kedua laki-laki itu. Jika ada orang lain yang
melihat adegan ini, hati mereka pun pasti tergerak.
Sayang sekali Liong Siau-hun dan putranya bukan orang
semacam ini. Diam-diam mereka berusaha kabur.
Li Sun-Hoan memunggungi mereka. Sepertinya ia tidak
tahu apa yang mereka lakukan.
A Fei memandang mereka sekilas saja, dan tidak berkata
apa-apa. Setelah mereka keluar, A Fei baru mendesah dan
berkata, "Aku tahu kau pasti melepaskan mereka pergi."
Li Sun-Hoan terkekeh. Katanya, "Ia pernah
menyelamatkan aku satu kali."
"Ia menyelamatkanmu sekali, namun ia telah
menyakitimu berkali-kali."
Li Sun-Hoan terkekeh lagi. "Bukannya aku lupa. Tapi
lebih baik aku tidak mengingat-ingatnya, karena ia pun
memiliki kesusahannya sendiri."
992 A Fei berpikir sejenak, lalu tersenyum. "Akhirnya aku
menyadari bahwa ada begitu banyak ketidakadilan dalam
dunia ini." "Ketidakadilan?"
"Ya, ketidakadilan. Misalnya, ada orang yang selalu
melakukan kebajikan dalam hidupnya, namun melakukan
satu kesalahan. Satu kesalahan inilah yang akan
mengikuti dia seumur hidupnya. Orang lain tidak bisa
mengampuninya, dia pun tidak bisa mengampuni dirinya
sendiri." Li Sun-Hoan terdiam. Ia tahu, kata-kata A Fei sungguh benar adanya.
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
A Fei melanjutkan, "Namun ada juga orang-orang seperti
Liong Siau-hun. Mungkin hanya satu kali ia berbuat
kebaikan dalam hidupnya, yaitu dengan menolongmu
satu kali itu. Dan kau tidak pernah berpikir bahwa dia
orang jahat." Kini Li Sun-Hoan menyadari maksud A Fei mengatakan
semuanya itu. Ia sedang membela Lim Sian-ji.
Ia merasa Lim Sian-ji hanya melakukan satu kesalahan
dalam hidupnya, namun Li Sun-Hoan tidak dapat
memaafkannya. 993 Memang cinta itu luar biasa. Kadang manis, kadang
pahit, kadang mengerikan". Ia bisa membuat pikiran
orang menjadi bodoh, membuat mata menjadi buta.
Tiba-tiba Li Sun-Hoan tertawa sumbang. Katanya, "Ada
kenangan yang begitu mudah terlupakan, namun ada
juga yang teringat sampai selama-lamanya."
A Fei menghela nafas. Katanya, "Itu karena kau menolak
untuk mengingat kenangan-kenangan tertentu."
A Fei memang masih muda, namun pandangannya
tentang hidup terkadang lebih dalam daripada orangorang
yang lebih tua. Kata Li Sun-Hoan, "Jika kau berusaha melupakan hal-hal
tertentu, pikiranmu malah akan terus memikirkan
tentang hal itu. Seseorang tidak bisa memilih apa yang
ingin diingatnya. Mungkin ini adalah salah satu duka
kehidupan." Tanya A Fei, "Bagaimana dengan engkau" Apakah kau
secara jujur hanya mengingat bahwa ia telah
menyelamatkanmu" Apakah kau sungguh melupakan
perbuatannya yang lain?"
*** Ketika Liong Siau-hun dan putranya berhasil lolos,
mereka berdua sungguh merasa puas.
Liong Siau-hun tidak dapat menahan senyumnya dan
berkata, "Ingat, kau harus selalu memanfaatkan
994 kelemahan orang lain. Jika kau bisa memanfaatkan
lawanmu, kau tidak akan pernah kalah."
Anaknya menjawab, "Aku sudah tahu semua kelemahan
Li Sun-Hoan." Sahut ayahnya, "Jadi kita pasti akan mengalahkannya,
cepat atau lambat." Tiba-tiba terdengar suara tawa.
Suara itu datang dari sisi atap yang lain.
Seseorang sedang duduk di atas atap sambil makan
sepotong ayam. Tidak lain adalah Oh si gila.
Matanya memandang pada paha ayam yang sedang
dimakannya, bukan pada Liong Siau-hun atau putranya.
Seolah-olah paha ayam itu lebih menarik baginya.
Katanya, "Kalian tidak perlu buru-buru kabur. Li SunHoan tidak akan mengejar. Kalau tidak, mana mungkin ia
membiarkan kalian keluar dari sana?"
Wajah Liong Siau-hun berubah bengis.
Kini ia tahu bagaimana Li Sun-Hoan mendapatkan
tenaga. Namun ia tidak bisa menuduh Oh si gila.
995 Liong Siau-hun terpaksa terkekeh dan berkata, "Aku
minta maaf kalau kau harus mengurus Toako beberapa
hari ini." Sahut Oh si gila, "Tidak jadi soal. Li Sun-Hoan tidak
makan banyak. Ia hanya makan dua paha ayam dan
sekerat roti setiap hari. Lagi pula, kau menempatkan
orang tolol untuk menjaga pintu. Aku hanya perlu
menutup Hiat-to (jalan darah) tidurnya dua kali sehari,
dan ia benar-benar menyangka bahwa ia ketiduran
sebentar." Liong Siau-hun mengertakkan giginya. Ia ingin
memastikan bahwa penjaga pintu itu akan tidur selamalamanya
secepat mungkin. Oh si gila melanjutkan, "Yang pasti, aku sudah
membayar lunas hutang-hutangku. Kita impas sekarang.
Dan aku tidak sudi berbicara dengan orang semacam
dirimu lagi." Liong Siau-hun cuma bisa pura-pura tersenyum.
Kata Oh si gila, "Tapi ada satu hal yang ingin
kusampaikan sebelum pergi."
"Aku mendengarkan."
"Kau memang orang busuk, namun Siangkoan Kim-hong
lebih busuk lagi. Jika kau ingin menjadi saudara
angkatnya, kusarankan lebih baik kau mencari tali untuk
menggantung diri saja."
996 Ini memang perkataannya yang terakhir. Waktu
kalimatnya selesai, orangnya pun telah pergi.
Liong Siau-hun tersenyum, katanya menggumam, "Aku
tidak menyangka begitu banyak orang yang tahu bahwa
Siangkoan Kim-hong dan aku akan mengangkat
saudara." *** Mereka berjalan perlahan-lahan.
Li Sun-Hoan dan A Fei tidak berbicara.
Mereka tahu bahwa kadang-kadang diam itu lebih
berharga daripada banyak kata-kata.
Senja. Terdengar bunyi seruling. Musiknya pun bersenandung
lagu-lagu musim gugur. Irama semacam ini mudah membuat orang teringat akan
masa lalu, mengingatkan pada orang yang dikasihinya.
Tiba-tiba A Fei berkata, "Aku harus pulang."
Tanya Li Sun-Hoan, "Apakah dia menantikanmu?"
"Ya." 997 Li Sun-Hoan diam saja. Tapi tidak berapa lama, ia tidak
dapat menahan pertanyaannya. "Apakah kau yakin ia
sedang menantikanmu?"
Wajah A Fei memucat. Setelah beberapa saat akhirnya ia
menjawab, "Dialah yang menyuruhku pergi untuk
menyelamatkanmu." Li Sun-Hoan terdiam, tidak tahu harus bilang apa.
Ia cukup memahami jalan pikiran Lim Sian-ji. Namun kali
ini, ia tidak mengerti mengapa Lim Sian-ji berbuat seperti
itu. Kata A Fei, "Ada dua orang yang begitu berharga dalam
hidupku. Kuharap".kau bisa berkawan dengannya."
Ia mengatakannya sepatah demi sepatah, dengan sangat
lambat, dengan kepedihan di hatinya.
Melihat duka di wajahnya, hati Li Sun-Hoan pun sama
pedihnya. Hanya orang yang pernah mencintai sepenuh hati, tahu
betapa besar kuasa cinta, betapa mengerikannya cinta.
Kata Li Sun-Hoan tiba-tiba, "Aku pun ingin menemuinya."
Bibir A Fei terkatup rapat.
Kata Li Sun-Hoan, "Tapi jika kurang enak, tolong
sampaikan saja terima kasihku padanya."
998 Akhirnya A Fei menjawab, "Aku".Aku hanya berharap
kau tidak akan menyakitinya."
Sebenarnya A Fei tidak perlu mengatakannya. Karena ia
tahu bahwa Li Sun-Hoan tidak pernah menyakiti orang
lain".hanya menyakiti dirinya sendiri saja.
Namun ia tetap mengatakannya, demi Lim Sian-ji.
Ketika mereka mengangkat kepala, sejuta cahaya lilin
menyambut mata mereka. Entah bagaimana, mereka sudah berada di jalan besar
yang ramai. Jalan ini lebih ramai dan sibuk di malam hari daripada
siang hari. Ada banyak warung kecil di situ, dengan
begitu banyak lilin yang menerangi barang-barang
dagangan. Sederetan gulali berkilauan di bawah cahaya lilin.
Tiba-tiba langkah Li Sun-Hoan terhenti.
Seraut wajah seakan-akan tergambar di permukaan
gulali itu. Wajah seorang gadis muda berbaju merah, dengan mata
besar dan senyum ceria. Lalu dilihatnya rumah makan yang menjual pangsit itu.
Apakah Ling Ling masih di sana"
999 Li Sun-Hoan merasa sangat malu karena ia sudah
melupakan gadis itu sama sekali.
Ia melihat wajah A Fei sama persis seperti wajah Ling
Ling ketika mereka pertama kali tiba di situ". A Fei
belum pernah mengunjungi tempat seperti ini.
Li Sun-Hoan tertawa. Ia merasa bahagia karena sahabatnya ini ternyata belum
kehilangan jiwa kanak-kanaknya.
Tiba-tiba A Fei berkata, "Sudah lama kita tidak minum
arak bersama." "Apakah kau ingin minum sekarang?"
"Entah mengapa, kalau bersama denganmu, aku jadi
ingin minum." Lalu A Fei pun tertawa. Perasaan Li Sun-Hoan pun menjadi gembira. Katanya,
"Bagaimana kalau kita pergi ke restoran pangsit di depan
sana?" A Fei tersenyum dan menjawab, "Boleh juga. Lagi pula
aku memang tidak mampu membayar yang lebih mahal."
Ada hal-hal yang aneh dalam hidup ini.
1000 Makin jelek seorang wanita, semakin aneh tindakannya.
Makin miskin seseorang, semakin sering ia menjamu
sahabatnya. Memang menjamu seseorang adalah hal yang
menyenangkan. Sayang sekali, tidak banyak orang yang
tahu bagaimana menikmatinya.
Di meja sudut itu duduk seseorang berjubah putih.
Waktu masuk, Li Sun-Hoan langsung melihatnya.
Siapapun akan tertarik melihat orang itu.
Walaupun tempat ini penuh minyak dan asap,
pakaiannya tampak begitu indah dan bersih. Jubahnya
seperti baru saja dicuci.
Jubahnya tampak sederhana, namun sangat mewah.
Tapi yang paling menarik adalah gayanya.
Ia memiliki karisma yang luar biasa.
Meja-meja di sekelilingnya kosong. Karena semua orang
merasa tidak pantas duduk bersebelahan dengan dia.
Ia adalah orang yang menggunakan sekeping perak
untuk mematahkan pikulan si lelaki kekar berjubah hijau
tempo hari. Orang yang memotong-motong kepingan
perak menjadi serpihan kecil.
1001 Mengapa ia masih di sini" Apakah ia sedang menantikan
seseorang" Ia sedang mengangkat cawannya. Pada saat Li Sun-Hoan
masuk, tangannya berhenti di udara. Matanya langsung
tertuju pada wajah Li Sun-Hoan.
Di depannya duduk seseorang. Seorang gadis berbaju
merah dengan kuncir panjang.
Bab 58. Pendekar Gadis itu mengikuti pandangan si jubah putih dan
menoleh. Ketika ia melihat Li Sun-Hoan, segera ia berlari
menyongsong dan memeluk pinggang Li Sun-Hoan.
Ia tersenyum lebar. "Aku tahu kau pasti kembali. Aku
tahu kau tidak akan melupakanku."
Ling Ling sungguh-sungguh menantikannya".
Li Sun-Hoan kelihatan gembira. Ia menggenggam tangan
Ling Ling dan berkata, "Kau".Kau menungguku selama
ini?" Ling Ling mengangguk. Ia menggigit bibirnya dan
berkata, "Mengapa kau begitu lama" Kau membuatku
sangat kuatir"."
1002 Kata A Fei tiba-tiba, "Kau sungguh-sungguh menantikan
dia?" Baru sekarang Ling Ling melihat A Fei. Wajahnya
langsung berubah".. Tentu saja ia mengenali A Fei, tapi
A Fei belum pernah melihatnya.
Ling Ling mengejapkan matanya. Akhirnya ia berkata,
"Jika aku tidak menantikan dia, buat apa aku ada di
sini?" Sahut A Fei dingin, "Kau bisa berada di sini untuk banyak
alasan. Namun jika kau menantikan seseorang, matamu
akan selalu memandang ke arah pintu. Siapapun yang
sedang menantikan seseorang tidak akan duduk
membelakangi pintu."
Li Sun-Hoan tidak menyangka A Fei akan berkata
demikian. A Fei tidak pernah menyakiti perasaan siapapun. Namun
perkataannya kali ini sungguh tajam, sungguh
mengerikan. Karena ia tidak tahan ada orang membohongi
sahabatnya. Li Sun-Hoan mengeluh dalam hati.
A Fei memang bisa mengawasi situasi lebih tajam
daripada kebanyakan orang di dunia ini.
1003 Namun bagaimana ia bisa menjadi begitu buta di
hadapan Lim Sian-ji"
Mata Ling Ling memerah. Air mata segera meleleh di
wajahnya. Katanya, "Jika kau sudah menunggu di tempat
yang sama selama sepuluh hari, kau akan tahu mengapa
aku memunggungi pintu."
Ia menyeka air matanya dan melanjutkan, "Awalnya,
hatiku selalu berdegup saat ada pelanggan yang masuk.
Pikirku, ah, dia sudah kembali. Namun setelah berharihari,
aku merasa jika orang yang kau tunggu tidak akan
datang, apa gunanya memandangi pintu. Mengawasi
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
pintu akan membuat perasaanmu semakin tertekan."
A Fei diam saja. Ia merasa, ia sudah kelepasan bicara.
Ling Ling menundukkan kepalanya, katanya, "Jika bukan
karena Saudara Lu yang menemani aku, mungkin aku
sudah menjadi gila."
Mata Li Sun-Hoan beralih pada si jubah putih, menemui
tatapannya. Li Sun-Hoan berjalan menghampirinya dan berkata,
"Terima kasih"."
Si jubah putih langsung memotongnya, "Tidak perlu
berterima kasih. Aku bukan tinggal untuk menemaninya,
tapi untuk menunggumu."
1004 "Menungguku?" "Betul." Si jubah putih tersenyum dan melanjutkan, "Tidak
banyak orang di dunia ini yang layak untuk kutunggu.
Namun Li-tamhoa adalah salah satunya."
Sebelum Li Sun-Hoan sempat menyahut, Ling Ling sudah
menyela, "Aku tidak pernah memberi tahu padamu siapa
dia. Dari mana kau tahu?"
Jawab si jubah putih, "Jika kau ingin berkelana dalam
dunia persilatan dan ingin hidup lebih lama, kau harus
mengenal beberapa orang. Li Tamhoan Kecil adalah
salah satunya." Tanya A Fei tiba-tiba, "Lalu siapa yang lain?"
Si jubah putih memandangnya dingin dan menjawab,
"Paling tidak, kau dan aku juga termasuk!"
A Fei memandangi kedua tangannya. Rasa letih
terbayang di matanya. Ia duduk di meja sebelah dan
berseru, "Minta arak!"
Si pelayan segera menghampiri, "Selain itu, Tuan ingin
makan apa?" Sahut A Fei, "Arak kuning."
1005 Setiap orang yang suka minum tahu, bahwa supaya lebih
cepat mabuk, minumlah arak dengan arak. Minum arak
kuning sebagai teman minum arak.
Namun sebagian besar orang tidak berbuat demikian.
Selain orang yang sangat sedih hatinya, tidak ada orang
yang ingin mabuk terlalu cepat.
Si jubah putih mengawasi A Fei lekat-lekat.
Matanya yang mencorong tajam perlahan-lahan
mengendur, lalu malah kelihatan kecewa. Namun ketika
matanya sampai pada Li Sun-Hoan, kembali
pandangannya menjadi waspada.
Kata Li Sun-Hoan, "Bolehkah kutahu namamu"."
Jawab si jubah putih, "Lu Hong-sian."
Li Sun-Hoan tidak kelihatan terkejut. Ia tersenyum dan
berkata, "Jadi kau memang benar Si "Ruyung Perak Leher
Hangat", Lu-tayhiap."
Sahut Lu Hong-sian dingin, "Si Ruyung Perak Leher
Hangat sudah mati sepuluh tahun yang lalu!"
Saat itu Li Sun-Hoan tampak terkejut.
Namun ia tidak bertanya lebih lanjut, karena ia tahu Lu
Hong-sian akan menjelaskan.
Lanjut Lu Hong-sian, "Si Ruyung Perak Leher Hangat
sudah mati, namun Lu Hong-sian belum."
1006 Li Sun-Hoan merenungkan apa arti perkataannya.
Lu Hong-sian adalah orang yang sombong.
Pek-hiau-sing menempatkan Ruyung Raja Peraknya di
urutan kelima dalam Kitab Persenjataan. Untuk orang
lain, hal ini sangat membanggakan. Namun baginya, ini
adalah penghinaan. Ia tidak bisa berada di bawah orang lain. Namun ia juga
tahu bahwa Pek-hiau-sing tidak mungkin salah.
Jadi pasti dia sendiri sudah menghancurkan Ruyung Raja
Peraknya, dan menciptakan ilmu silat yang lebih
mematikan. Li Sun-Hoan perlahan-lahan mengangguk dan berkata,
"Kau benar. Aku seharusnya sudah tahu bahwa Si
Ruyung Perak Leher Hangat sudah mati."
Lu Hong-sian berkata dingin, "Lu Hong-sian juga sudah
mati sepuluh tahun yang lalu. Namun kini ia telah
dilahirkan kembali."
Mata Li Sun-Hoan berbinar, tanyanya, "Apakah yang
sudah membangkitkan Lu-tayhiap kembali?"
Lu Hong-sian mengangkat sebelah tangannya, tangan
kanannya. Ia meletakkan tangannya di atas meja dan berkata,
"Tangan inilah yang telah membangkitkan aku kembali."
1007 Bagi orang lain, tangan ini kelihatan biasa saja.
Jari-jarinya panjang dan kukunya terpelihara rapi.
Terlihat sangat halus. Sangat cocok dengan penampilan Lu Hong-siang.
Namun ketika diperhatikan lebih jauh, akan segera
tampak keistimewaannya. Warna kulit jari telunjuk, jari tengah, dan jari manis agak
berbeda dari yang lain. Kulit di ketiga jari ini tampak lebih berkilauan.
Kelihatannya bahkan terbuat dari logam, bukan kulit
manusia. Namun ketiga jari itu benar-benar menyatu dengan
tangannya. Bagaimana tangan manusia yang terdiri dari kulit dan
daging mempunyai tiga jari yang terbuat dari logam"
Lu Hong-sian memandangi tangannya sendiri dan
mendesah. Katanya, "Sayang sekali Pek-hiau-sing sudah
meninggal." Tanya Li Sun-Hoan, "Memang kalau belum, kenapa?"
"Jika ia belum meninggal, aku akan bertanya padanya
apakah tangan juga termasuk senjata."
1008 Li Sun-Hoan terkekeh. "Aku mendengar perkataan lain
yang menarik hari ini."
Tanya Lu Hong-siang, "Apa perkataan itu?"
"Seseorang berkata bahwa jika suatu benda dapat
membunuh, benda itu termasuk senjata tajam."
Lanjutnya, "Tangan adalah senjata. Tapi jika tangan itu
dapat membunuh, ia bukan saja merupakan senjata, ia
adalah senjata tajam."
Lu Hong-sian tidak menjawab. Bergerak sedikitpun tidak.
Namun tiba-tiba tiga jarinya itu melubangi meja.
Tanpa suara. Cawan arak di meja tidak bergoyang sedikit
pun. Jari-jarinya menembus meja seolah-olah meja itu
terbuat dari tahu. Kata Lu Hong-sian, "Jika tangan ini termasuk senjata, di
urutan berapakah dia dalam Kitab Persenjataan?"
Sahut Li Sun-Hoan, "Sulit dikatakan."
"Kenapa?" "Karena senjata adalah untuk menyerang manusia,
bukan untuk menyerang meja."
Lu Hong-sian tertawa terbahak-bahak.
1009 Tawanya dingin dan sinis. Katanya, "Dalam
pandanganku, manusia di dunia ini tidak ada bedanya
dengan meja ini." "Benarkah?" "Tentu saja ada beberapa perkecualian."
Tanya Li Sun-Hoan, "Siapa?"
"Sebelumnya kupikir ada enam, tapi kini aku rasa hanya
ada empat." Sengaja ia melirik A Fei sebelum melanjutkan, "Karena
Kwe ko-yang sudah meninggal. Dan satu yang masih
hidup tidak ada bedanya dengan orang mati."
A Fei memunggungi Lu Hong-sian, sehingga tidak
tampak air mukanya. Namun saat itu, wajah A Fei berubah hijau.
Ia tahu apa maksud perkataan Lu Hong-sian.
Li Sun-Hoan tiba-tiba tertawa. Katanya, "Namun orang
itu pun akan bangkit kembali, dan tidak perlu menunggu
sepuluh tahun." Kata Lu Hong-sian, "Aku ragu."
Tanya Li Sun-Hoan, "Jika kau bisa bangkit kembali,
mengapa dia tidak bisa?"
1010 "Aku berbeda." "Apa bedanya?" "Aku tidak "mati" di tangan seorang wanita. Dan hatiku
tidak pernah mati." "Prang". Cawan arak di tangan A Fei pecah berantakan.
Namun ia masih duduk di situ tanpa bicara.
Lu Hong-sian tidak melirik sedikitpun padanya. Matanya
terus tertuju pada Li Sun-Hoan. Katanya, "Alasanku
masuk kembali ke dunia persilatan adalah untuk
menemukan keempat orang ini. Untuk membuktikan
apakah tanganku ini dapat disebut sebagai senjata
tajam. Itulah alasannya mengapa aku menunggumu di
sini." Li Sun-Hoan berpikir cukup lama sebelum bertanya, "Kau
harus membuktikannya?"
"Ya." "Untuk siapa kau buktikan hal ini?"
"Untuk diriku sendiri."
Li Sun-Hoan terkekeh. Katanya, "Betul sekali. Seseorang
bisa berdusta kepada semua orang, kecuali dirinya
sendiri".." 1011 Lu Hong-sian segera bangkit berdiri dan berkata, "Aku
tunggu kau di luar!"
Entah mengapa, semua pelanggan restoran itu sudah
pergi semua. Ling Ling ketakutan setengah mati.
Li Sun-Hoan bangkit perlahan-lahan.
Tiba-tiba Ling Ling menarik jubahnya dan berbisik,
"Kau". Kau benar-benar akan pergi?"
Li Sun-Hoan tersenyum pahit dan menjawab, "Ada
beberapa kewajiban dalam hidup ini yang tidak dapat
dihindari." Lalu ia memandang A Fei. A Fei tidak menoleh. Lu Hong-sian baru akan keluar pintu.
Tiba-tiba A Fei berkata, "Tunggu sebentar."
Langkah Lu Hong-sian terhenti, namun ia tidak menoleh.
Katanya, "Apa yang ingin kau katakan?"
Tangan A Fei masih menggenggam erat cawan pecah
tadi. Darah menetes dari tangannya.
1012 Katanya, "Aku ingin membuktikan sesuatu. Membuktikan
apakah aku hidup atau mati!"
Lu Hong-sian langsung memutar badannya.
Seolah-olah ia baru menyadari keberadaan A Fei di situ.
Lalu matanya memicing dan seulas senyum terbayang di
sudut bibirnya. Katanya, "Bagus. Akan kutunggu kau
juga!" Kuburan. Ada banyak duel yang terjadi dalam dunia persilatan
tiap-tiap hari. Beragam orang berduel dengan beragam
cara di berbagai tempat. Padang rumput, hutan, kuburan".
Pertarungan hidup dan mati hampir pasti berlangsung di
salah satu tempat ini. Karena tempat ini sendiri sudah
berbau kematian. Hari sudah hampir malam. Kabut tebal menyelimuti
tempat itu. Jubah Lu Hong-sian putih bagai salju. Ia berdiri di depan
sebuah batu nisan berwarna abu-abu. Di tengah kabut,
ia tampak bagaikan malaikat pencabut nyawa yang
dikirim dari neraka, datang mengantarkan surat
undangan bagi orang-orang yang akan mati.
1013 Ling Ling berdiri di samping Li Sun-Hoan. Tubuhnya terus
gemetar. Apakah ia kedinginan" Atau ketakutan"
Tiba-tiba A Fei berseru, "Pergi dari sini!"
Ling Ling langsung meringkuk dan bertanya, "Aku?"
Jawab A Fei, "Kau."
Ling Ling menggigit bibirnya dan memandang Li SunHoan. Li Sun-Hoan sedang memandang ke kejauhan.
Apakah hatinya sudah pergi jauh" Ataukah kabut terlalu
tebal" Ling Ling menundukkan kepalanya dan menggumam,
"Aku tidak boleh mendengar percakapanmu?"
Jawab A Fei, "Tidak. Tidak ada yang boleh."
Li Sun-Hoan mendesah dan berkata, "Ia telah
menemanimu selama tujuh hari. Kini kau harus
menemaninya." Ling Ling berpikir sejenak dan menghentakkan kakinya.
Ia berseru, "Kau tidak bermaksud datang atau tinggal di
sini. Kalian ini memang orang-orang bodoh. Yang kalian
tahu cuma membunuh. Kau bunuh aku, aku bunuh kau.
Apa arti semuanya ini" Kalian pun tidak tahu mengapa
1014 kalian melakukannya". Jika semua pendekar seperti
kalian, aku berharap seluruh pendekar di dunia ini mati
saja!" Li Sun-Hoan, A Fei, dan Lu Hong-sian hanya
mendengarkan saja. Lalu mereka membiarkan gadis muda itu berlari pergi.
A Fei tidak meliriknya sedikitpun. Setelah didengarnya
langkah kakinya sudah jauh, ia berkata pada Li SunHoan, "Aku belum pernah minta apa-apa padamu,
bukan?" Jawab Li Sun-Hoan, "Kau tidak pernah minta apa-apa
kepada siapapun."
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kata A Fei, "Namun aku ada permohonan saat ini."
"Katakan saja."
A Fei mengertakkan giginya. Katanya, "Aku tidak ingin
kau menghalangi aku. Aku harus melakukannya. Jika kau
menghalangi aku, aku akan"aku akan mati!"
Wajah Li Sun-Hoan tampak kusut. Katanya, "Namun kau
tidak perlu melakukannya."
Kata A Fei, "Aku harus melakukannya karena"."
Dengan penuh kepedihan ia melanjutkan, "karena Lu
Hong-sian memang benar. Jika aku terus begini, aku
1015 tidak ada bedanya dengan orang mati. Aku tidak bisa
membiarkan kesempatan ini lalu begitu saja."
"Kesempatan?" "Jika aku ingin bangkit kembali, inilah kesempatanku
yang terakhir." Tanya Li Sun-Hoan, "Maksudmu tidak akan ada
kesempatan lain lagi?"
A Fei menggelengkan kepalanya. "Mungkin ada. Tapi
aku". Jika aku kehilangan rasa percaya diriku hari ini,
aku tidak akan pernah bisa bangkit lagi."
Jika seseorang mengalami kemunduran, ia akan merasa
tertekan. Jika seseorang merasa sangat tertekan,
bagaimanapun kuatnya dia, akhirnya ia akan kehilangan
semangat. Li Sun-Hoan berpikir lama dan mengeluh. Akhirnya ia
berkata, "Aku tahu maksudmu, tapi"."
Potong A Fei, "Aku tahu, aku tidak lagi secepat dulu.
Karena aku merasa gerak refleksku semakin lama
semakin lambat dalam dua tahun ini."
Li Sun-Hoan berkata dengan lembut, "Selama kau punya
niat, segalanya pasti akan membaik lagi. Tapi sekarang
bukan waktu yang tepat."
"Sekarang adalah waktu yang tepat."
1016 "Sekarang" Kenapa?"
A Fei membuka tangannya. Masih ada pecahan cawan
tertancap di sana. Jawab A Fei, "Karena tiba-tiba aku menyadari sesuatu.
Rasa sakit di tubuh tidak akan mengurangi rasa sakit di
hati. Tapi paling tidak dapat membuat seseorang lebih
waspada, lebih cepat bereaksi."
Memang benar. Rasa sakit dapat membangkitkan pikiran
manusia. Seperti kuda tunggangan. Jika kuda itu
dicambuk, rasa sakit itu akan membuatnya lari lebih
kencang. Li Sun-Hoan terdiam sejenak dan bertanya, "Apakah kau
yakin?" A Fei balik bertanya, "Apakah kau tidak yakin akan
kemampuanku?" Li Sun-Hoan tertawa. Ia menepuk pundak A Fei keraskeras.
"Baiklah. Cepat kalahkan dia!"
Bab 60. Persahabatan A Fei masih berdiri di situ ragu-ragu. Akhirnya ia
bertanya, "Gadis yang tadi"..siapakah dia?"
Jawab Li Sun-Hoan, "Namanya Ling Ling. Ia adalah
seorang anak yang tidak bahagia."
1017 Kata A Fei, "Aku hanya tahu bahwa ia adalah seorang
penipu." "O ya?" "Ia tidak sungguh-sungguh menunggumu".. Atau jika ia
memang menunggumu, ia punya maksud-maksud lain."
"Begitukah?" "Jika ia memang berada di situ untuk menunggumu, ia
pasti akan merasa kuatir akan keadaanmu."
Sahut Li Sun-Hoan, "Mungkin"."
A Fei langsung memotong, "Hanya dengan melihatmu,
semua orang tahu bahwa kau baru saja mengalami
kesusahan besar. Namun ia tidak pernah bertanya
mengapa kau sampai begini."
Kata Li Sun-Hoan, "Mungkin belum ada kesempatan."
"Jika ia betul-betul sayang padamu, ia tidak perlu
"kesempatan" untuk menanyakan keadaanmu."
Li Sun-Hoan berpikir sejenak, lalu terkekeh. "Kau kuatir
aku akan tertipu oleh gadis itu?"
Jawab A Fei, "Aku hanya tahu bahwa ia tidak jujur."
Li Sun-Hoan tertawa. Katanya, "Jika kau ingin hidup lebih
bahagia, lebih baik jangan berharap bahwa wanita akan
jujur padamu." 1018 Tanya A Fei, "Menurutmu, semua wanita adalah penipu?"
Seolah-olah Li Sun-Hoan tidak ingin menjawab
pertanyaan ini. Katanya, "Jika kau pandai, jangan
katakan pada wanita itu bahwa kau tahu bahwa dia
berdusta. Karena apapun yang kau katakan, ia selalu siap
dengan penjelasannya. Walaupun kau tidak percaya
penjelasannya, sampai matipun ia tidak akan mengaku
kalau ia berdusta." Ia terkekeh lagi dan melanjutkan, "Jadi, jika kau bertemu
dengan wanita yang menipumu, paling baik adalah purapura
percaya. Kalau tidak, kau hanya akan menyusahkan
dirimu sendiri." A Fei menatap Li Sun-Hoan sangat, sangat lama.
Tanya Li Sun-Hoan, "Ada lagi yang ingin kau katakan?"
Tiba-tiba A Fei tertawa. "Walaupun ada, tidak ada
gunanya diucapkan. Kau sudah tahu apa yang akan
kuucapkan." Lalu ia segera memutar badan. Memandang punggung A
Fei, kegembiraan bergelora di hati Li Sun-Hoan. Anak
muda yang gagah ini belum tamat.
Kali ini, ia bicara banyak, namun tidak sedikitpun
menyinggung Lim Sian-ji. Apapun yang terjadi, cinta tidak dapat mengendalikan
seluruh hidup seorang laki-laki.
1019 A Fei memang laki-laki sejati.
Jika seorang laki-laki sejati merasa terhina, ia lebih baik
tidak bertemu kembali dengan wanita yang dicintainya,
lebih baik hidup menyepi, lebih baik mati.
Karena ia tidak akan punya muka bertemu dengan
wanita itu. Namun apakah A Fei benar-benar dapat mengalahkan Lu
Hong-sian" Jika ia kalah, meskipun Lu Hong-sian tidak
membunuhnya, dapatkah ia terus hidup"
Li Sun-Hoan membungkukkan badannya dan mulai
terbatuk-batuk. Batuk darah. Lu Hong-sian sudah berdiri menunggu. Ia tidak berkata
apa-apa. Orang ini cukup sabar. Lawan yang sabar adalah lawan yang mematikan.
A Fei segera merobek pakaiannya dan membalut luka di
tangannya. Pecahan cawan itu masuk semakin dalam ke dagingnya.
1020 Darah, dalam kabut setebal apapun, masih merah
menyala! Hanya darah segar yang dapat membangkitkan kekuatan
primitif dalam diri manusia. Yang lain, seperti cinta atau
benci, juga bisa membangkitkannya. Namun darah
adalah cara yang paling cepat dan tepat.
Seolah-olah A Fei telah kembali ke alam bebas yang
buas. Jika kau ingin tetap hidup, lawanmu harus mati.
Lu Hong-sian mengawasi A Fei yang datang mendekat.
Tiba-tiba ia merasa suatu kekuatan meLingkupinya.
Ia merasa bahwa yang datang ini bukanlah manusia,
melainkan binatang buas. Binatang buas yang terluka!
"Perbedaan antara sahabat dan musuh sama dengan
perbedaan antara hidup dan mati."
"Jika seseorang menginginkan kematianmu, bunuhlah dia
lebih dulu. Tidak ada pilihan lain!"
Inilah hukum rimba. Inilah cara bertahan hidup.
Tidak ada belas kasihan dalam situasi seperti ini.
1021 Darah terus mengucur, tidak berhenti. Otot-otot A Fei
gemetar karena kesakitan. Selain lengannya, seluruh
tubuhnya diam tidak bergerak.
Tatapan matanya semakin lama semakin dingin.
Lu Hong-sian tidak bisa mengerti bagaimana anak muda
ini dapat berubah drastis dalam sekejap.
Namun ia tidak mengerti gaya ilmu pedang A Fei.
Kunci dari ilmu pedang A Fei bukanlah "cepat" atau
"kejam", namun "tiba-tiba" dan "akurat".
Tusukan yang pertama harus mematikan, paling tidak
70% kemungkinan berhasil.
Oleh sebab itulah ia harus "menunggu"!
Menunggu sampai lawannya memperlihatkan titik
kelemahan mereka, menunggu kesempatan yang terbaik
untuk menyerang. A Fei bisa menunggu jauh lebih lama
dari kebanyakan orang di dunia ini.
Akan tetapi, Lu Hong-sian sudah bertekad bulat, tidak
akan memberi kesempatan sedikitpun padanya.
Kelihatannya Lu Hong-sian sedang berdiri dengan santai
di sana. Seolah-olah seluruh tubuhnya penuh kelemahan,
terbuka untuk diserang. Seolah-olah pedang A Fei dapat
menusuk tempat mana pun pada tubuhnya.
1022 Namun ketika seseorang kelihatan penuh dengan
kelemahan, ia sebenarnya tidak punya titik kelemahan
tertentu. Tubuhnya telah menjadi sangat fleksibel.
Bisa menjadi "fleksibel" adalah kemampuan tertinggi dari
ilmu silat. Li Sun-Hoan memandang dari jauh dengan hati yang
risau. Lu Hong-sian memang pantas untuk menjadi sombong.
Li Sun-Hoan cukup terkejut melihat kehebatan ilmu
silatnya. Ia tidak tahu bagaimana A Fei bisa
mengalahkannya".karena A Fei tidak punya kesempatan
sama sekali untuk menyerang.
Malam bertambah larut. Tiba-tiba secercah sinar tampak di tengah-tengah
padang rumput itu. Kebakaran hutan!
Angin bertiup dari arah barat. Kebetulan wajah Lu Hongsian
menghadap ke arah barat. Angin bertiup membawa sepercik api ke wajah Lu Hongsian.
Mata Lu Hong-sian berkedip. Tangan kirinya bergerak
sedikit, seperti akan menyeka percikan api itu, namun
segera berhenti. 1023 Dalam duel hidup dan mati, gerakan-gerakan yang tidak
perlu dapat mendatangkan bahaya bagi diri sendiri.
Namun walaupun tangannya hanya bergerak sedikit, otot
tangan kirinya sudah mengejang karena "sudah akan
bergerak". Ini membuat fleksibilitas totalnya menjadi
berkurang. Walaupun ini bukanlah kesempatan yang terbaik, ini lebih
baik daripada tidak ada kesempatan sama sekali.
A Fei tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan.
Pedang segera melesat! Serangan ini sangat menentukan.
Seluruh hidup A Fei bergantung dari berhasil atau
tidaknya serangan ini. Jika berhasil, ia akan menemukan kembali jati dirinya,
membersihkannya dari semua kekalahan sebelumnya.
Jika gagal, ia tidak akan pernah bisa memiliki
kepercayaan diri lagi. Walaupun ia hidup, mungkin
kematian akan lebih baik baginya.
Oleh sebab itu, ia harus berhasil. Ia tidak boleh gagal.
Namun apakah ia bisa berhasil"
Selarik cahaya berkilat, lalu berhenti.
1024 Pedangnya patah. A Fei melangkah mundur. Pedang yang patah itu masih
tergenggam di tangannya. Patahannya terjepit di antara jari-jari Lu Hong-sian.
Namun ujungnya tertanam di bahu Lu Hong-sian.
Walaupun ia berhasil menangkis serangan pedang A Fei,
Lu Hong-sian terlambat sedikit.
Darah mengucur dari bahu Lu Hong-sian.
Akhirnya A Fei berhasil. Wajah A Fei berbinar aneh"..cahaya kemenangan.
Wajah Lu Hong-sian kosong. Ia melotot ke arah A Fei.
Patahan pedang itu masih tertancap di bahunya, tapi ia
tidak berusaha mencabutnya.
A Fei berdiri tidak bergerak. Ia tidak berusaha
menyerang lagi. Seluruh kegalauan hatinya telah lenyap bersama dengan
serangannya yang pertama tadi.
A Fei hanya menginginkan "kemenangan" bukan
"pembunuhan". Seolah-olah Lu Hong-sian masih menunggu A Fei untuk
menyerang lagi. Setelah sekian lama, akhirnya ia
berkata, "Bagus. Bagus sekali."
1025 Semua orang akan merasa bahagia, merasa bangga,
dipuji oleh orang sekaliber Lu Hong-sian.
Sebelum pergi, tiba-tiba Lu Hong-sian berkata,
"Perkataan Li Sun-Hoan sungguh tepat. Ia pun tidak
salah menilai engkau!"
Apa maksudnya" Apa yang dikatakan Li Sun-Hoan
padanya" Akhirnya Lu Hong-sian menghilang ditelan malam.
Li Sun-Hoan tersenyum. Ia menepuk pundak A Fei dan berkata, "Lihat, kau masih
seperti dulu. Aku kan sudah bilang tidak ada yang dapat
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghalangimu. Ingatlah, tiap orang punya masa-masa
suramnya. Jangan biarkan hal itu mempengaruhi
pikiranmu." Lalu tambahnya, "Kini kau bisa mulai hidup baru. Aku
yakin sepenuhnya padamu"."
A Fei memotong perkataannya, "Kau pikir aku tidak akan
pernah kalah?" Li Sun-Hoan tersenyum dan menjawab, "Kelihaian Lu
Hong-sian tiada tandingannya. Jika ia tidak mampu
menghidar dari pedangmu, siapa yang bisa?"
Kata A Fei, "Tapi"..sebetulnya aku tidak merasa betulbetul
menang." 1026 "Apa maksudmu?"
"Aku tidak secepat dulu lagi."
"Siapa yang bilang?"
"Tidak perlu ada yang bilang. Aku sendiri bisa
merasakannya".."
Matanya masih tertuju ke arah perginya Lu Hong-sian.
Lanjutnya, "Aku merasa, sebenarnya ia bisa
mengalahkan aku. Tidak mungkin ia selambat itu."
Kata Li Sun-Hoan, "Mungkin ia memang lebih hebat
daripadamu. Tapi kau telah memanfaatkan kesempatan
yang terbaik untuk menyerang. Di situlah kau lebih
unggul. Itulah sebabnya kau menang!"
Ia terkekeh dan menambahkan, "Itu sebabnya Lu Hongsian
mengaku kalah tanpa protes. Bagaimana mungkin
kau masih meragukan pujiannya?"
Akhirnya A Fei tersenyum.
Bagi seseorang yang sudah melalui penderitaan yang
begitu berat, apa yang lebih menyejukkan daripada
dukungan seorang sahabat"
Kata A Fei, "Kita harus merayakannya. Apa lagi yang
lebih pantas daripada minum arak?"
1027 Li Sun-Hoan tertawa, sahutnya, "Kau benar. Sudah tentu
kita harus minum arak. Perayaan tanpa arak adalah
seperti sayur tanpa garam"."
A Fei tersenyum. Katanya, "Sebenarnya perayaan macam
itu akan terasa lebih hambar daripada sayur tanpa
garam." Kini A Fei pun terlelap. Arak memang minuman yang aneh. Kadang membuat
orang bahagia, kadang membuat orang cepat tidur.
A Fei hampir-hampir tidak pernah tidur beberapa hari
terakhir ini. Namun setiap kali terlelap, begitu cepat pula
ia bangun kembali. Ia heran mengapa di rumah ia bisa
tidur begitu lama. Segera setelah A Fei terlelap, Li Sun-Hoan segera
meninggalkan penginapan. Ia menuju ke penginapan yang lain. Ia pun masuk ke
dalam pekarangan penginapan itu.
Apa yang dilakukannya di situ tengah malam buta seperti
ini" Hari sudah lewat tengah malam, namun dalam satu
kamar masih tampak cahaya lilin.
Li Sun-Hoan mengetuk pintu perlahan. Orang di dalam
segera menyahut, "Li-tamhoa?"
1028 Sahut Li Sun-Hoan, "Ya."
Pintu pun terbuka. Lu Hong-sianlah yang membuka
pintu. Mengapa ia ada di sini" Bagaimana Li Sun-Hoan bisa
tahu ia akan berada di sini" Apa maksud kunjungan ini"
Apakah mereka membuat janji pertemuan secara diamdiam"
Samar-samar terbayang senyuman aneh di wajah Lu
Hong-sian. Katanya dingin, "Li Tamhoa memang orang
yang tepat janji. Kau telah datang."
Tiba-tiba terdengar suara seorang gadis muda, "Aku kan
sudah bilang ia pasti menepati janjinya."
Gadis muda itu tidak lain adalah Ling Ling.
Mengapa Ling Ling ada di sini bersama dengan Lu Hongsian"
Apa yang dijanjikan Li Sun-Hoan"
Li Sun-Hoan masuk ke kamar itu. Lalu ia membungkuk di
hadapan Lu Hong-sian. Katanya, "Terima kasih."
Sahut Lu Hong-sian, "Tidak perlu berterima kasih. Ini
hanyalah kesepakatan di antara kita."
1029 Kata Li Sun-Hoan, "Tapi tidak semua orang mau
menerima kesepakatan ini. Oleh sebab itu aku tetap
harus berterima kasih."
Sahut Lu Hong-sian, "Kesepakatan ini memang aneh. Aku
kaget waktu mendengarnya dari Ling Ling."
Kata Li Sun-Hoan, "Oleh sebab itu aku memintanya untuk
menjelaskan kepadamu."
"Sebenarnya penjelasan itu tidak perlu. Kau ingin aku
mengalah dari A Fei karena kau ingin ia mendapatkan
kepercayaan dirinya kembali."
"Memang itulah tujuanku. Aku merasa ia pantas
mendapat kesempatan."
"Itu karena kau adalah sahabatnya. Sedangkan aku
bukan".. Aku tidak pernah menyangka ada orang yang
akan memintaku untuk berbuat sekonyol itu."
"Tapi kau toh menyanggupinya."
Lu Hong-sian menatap Li Sun-Hoan lekat-lekat. Katanya,
"Kau sungguh yakin aku akan menyanggupinya?"
Li Sun-Hoan terkekeh. Sahutnya, "Setidaknya ada
kemungkinan, karena aku melihat bahwa kau bukanlah
orang biasa. Hanya orang yang luar biasa yang sanggup
melakukan hal-hal yang luar biasa."
Lu Hong-sian masih menatap Li Sun-Hoan. "Kau juga
yakin bahwa A Fei tidak akan membunuhku."
1030 "Aku tahu bahwa ketika ia menang, walaupun hanya
seinci saja, ia tidak akan bertindak lebih jauh."
Lu Hong-sian mendesah. "Kau memang tidak salah
menilai dirinya, juga diriku."
Lalu tiba-tiba ia tersenyum mengejek. Lanjutnya,
"Namun aku hanya menyanggupinya kalah sekali ini saja.
Lain kali, sudah tentu akan kuhabisi dia."
Mata Li Sun-Hoan bersinar. Tanyanya, "Apakah kau
begitu yakin?" Lu Hong-sian balik bertanya, "Kau tidak percaya?"
Dua pasang mata saling pandang. Setelah sekian lama,
akhirnya Li Sun-Hoan tersenyum dan berkata, "Mungkin
sekarang kau bisa yakin, namun di kemudian hari belum
tentu." Kata Lu Hong-sian, "Oleh sebab itu mungkin seharusnya
aku tidak menyanggupi permintaanmu. Membiarkannya
hidup adalah ancaman bagi hidupku."
Sahut Li Sun-Hoan, "Tapi kadang-kadang ancaman itu
baik bagi manusia, supaya ada semangat untuk terus
memperbaiki diri. Orang yang betul-betul "tidak
terkalahkan" pasti sangat membosankan hidupnya."
Lu Hong-sian termenung lama. Akhirnya ia berkata,
"Mungkin".tapi aku tidak menyanggupinya karena alasan
ini." 1031 "Sudah pasti tidak."
"Aku menyanggupinya karena aku suka akan balasan
yang akan kau berikan padaku."
"Sudah pasti." Lu Hong-sian menegaskan, "Kau berjanji jika aku
melakukannya, kau akan melakukan apapun yang aku
inginkan." Sahut Li Sun-Hoan, "Betul sekali."
Bab 61. Permintaan Tiba-tiba di wajah Lu Hong-sian terbayang kesepian yang
mendalam".. Jika seseorang merasa kesepian, ia pasti
sangat merindukan persahabatan. Sayangnya,
persahabatan sejati tidak dapat dimiliki setiap orang.
Lu Hong-sian berkata dingin, "Jadi maksudmu, kau
sanggup mati demi dia, dan dia sanggup mati demi
engkau?" Sahut Li Sun-Hoan, "Betul sekali."
"Tapi kau tahu bahwa aku tidak akan membunuh
engkau. Paling tidak aku tidak akan membunuhmu
dengan cara ini." Li Sun-Hoan diam saja. 1032 Lu Hong-sian melotot ke arah Li Sun-Hoan, namun
akhirnya ia menghembuskan nafas lega. Katanya, "Aku
sungguh-sungguh tidak akan membunuhmu". Kau tahu
sebabnya?" Li Sun-Hoan tetap diam. Lanjut Lu Hong-sian, "Karena
aku ingin kau selama-lamanya berhutang budi padaku.
Selamanya merasa berhutang padaku"."
Ia tersenyum sambil terus bicara, "Jika aku ingin
membunuhmu, masih ada banyak kesempatan di
kemudian hari. Tapi kesempatan yang ini tidak akan
datang lagi." Apa maksudnya" Apakah ia ingin bersahabat dengan Li
Sun-Hoan" Li Sun-Hoan berpikir cukup lama. Lalu ia pun tersenyum
dan berkata, "Sebenarnya akan ada kesempatan lagi."
Lu Hong-sian terkejut. "O ya?"
"Aku ingin kau melakukan satu hal lagi."
Lu Hong-sian menatapnya seperti tidak mengenalnya
sampai sekian lama. Akhirnya ia berkata, "Kau belum lagi
membayar kesepakatan kita yang pertama. Kini kau
sudah minta aku melakukan tugas lain?"
Sahut Li Sun-Hoan, "Ini bukan kesepakatan. Kali ini aku
mohon bantuanmu." 1033 Wajah Lu Hong-sian menjadi suram, namun matanya
berbinar-binar. Katanya, "Jika tidak mendapat apa-apa,
buat apa aku melakukannya?"
Li Sun-Hoan tersenyum. Senyumnya tenang dan tulus.
Ia menatap Lu Hong-sian lekat-lekat. Sahutnya, "Karena
"aku" yang meminta bantuanmu."
Perkataannya terdengar janggal. Juga terkesan
sombong. Tidak disangka kata-kata ini keluar dari mulut Li SunHoan. Namun Lu Hong-sian tidak marah. Ia malah merasakan
suatu kehangatan dalam dadanya. Karena ia merasa
bahwa Li Sun-Hoan sedang mengulurkan persahabatan
kepadanya. Mungkin persahabatan seperti inilah yang dapat
menyinari hidup manusia yang sepi.
Cahayanya tidak akan pernah padam. Selama masih ada
kehidupan, masih akan terus ada persahabatan yang
menghiasinya. Sahut Lu Hong-sian, "Semua orang bilang bahwa Li SunHoan tidak pernah minta bantuan. Namun hari ini ia
minta bantuan kepadaku. Mungkin aku harus merasa
terhormat." 1034 Li Sun-Hoan tersenyum. "Aku kan sudah berhutang
padamu. Tidak ada masalah berhutang sedikit lagi,
bukan?" Lu Hong-sian tertawa. Kali ini, tertawa lepas.
Katanya, "Ada yang bilang bahwa hal yang terpenting
untuk seorang pedagang adalah belajar untuk bisa
mendapatkan bantuan orang lain. Kelihatannya kau ini
pedagang yang hebat."
Tanya Li Sun-Hoan, "Jadi kau bersedia?"
Lu Hong-sian mengeluh. Katanya, "Aku tidak punya
alasan yang cukup kuat untuk menolakmu. Cepat
katakan permintaanmu sebelum aku berubah pikiran."
Li Sun-Hoan terbatuk-batuk beberapa kali, lalu wajahnya
menjadi serius. Katanya, "Jika kau bertemu dengan A Fei
beberapa tahun yang lalu, ia pasti akan mengalahkanmu
tanpa aku harus memohon padamu untuk mengalah."
Lu Hong-sian terdiam. Apakah ia setuju dengan
pernyataan ini" Lanjut Li Sun-Hoan, "Jika kau bertemu dengannya saat
itu, kau akan melihat orang yang sangat berbeda."
"Bagaimana ia bisa berubah begitu banyak hanya dalam
waktu dua tahun?" "Karena ia bertemu dengan seseorang."
1035 Tanya Lu Hong-sian, "Seorang wanita?"
Jawab Li Sun-Hoan, "Sudah pasti seorang wanita. Hanya
seorang wanitalah yang dapat mengubah pria 180
derajat." Kata Lu Hong-sian, "Kalau begitu ia tidak betul-betul
berubah. Ia hanya sedang mabuk. Orang yang mabuk
karena seorang wanita patut dikasihani. Patut
ditertawakan." Li Sun-Hoan mendesah. "Mungkin kau benar. Namun kau
belum pernah bertemu dengan wanita ini."
"Apa bedanya?" "Jika kau bertemu dengannya, mungkin kau juga akan
menjadi seperti A Fei."
"Kau pikir aku bocah kecil yang belum pernah melihat
wanita?" Kata Li Sun-Hoan, "Mungkin kau pernah bertemu dengan
bermacam-macam wanita. Namun dia".dia sungguh
berbeda dari yang lain."
"O ya?" "Ada orang yang menggambarkan dia dengan tepat". Ia
serupa dewi kahyangan namun ia menyeret laki-laki ke
neraka." 1036 Mata Lu Hong-sian berbinar. Katanya, "Aku tahu siapa
dia." Kata Li Sun-Hoan, "Memang kau pasti bisa menerka.
Hanya ada satu wanita seperti itu dalam dunia ini.
Untung saja hanya satu. Kalau tidak, aku bergidik
Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membayangkan apa jadinya dunia ini."
Kata Lu Hong-sian, "Aku mendengar banyak cerita
tentang wanita ini."
Li Sun-Hoan kembali pada pokok pembicaraan. "Akhirnya
A Fei telah menemukan dirinya kembali. Aku tidak tega
melihatnya terjerumus lagi. Oleh sebab itulah"..
"Kau ingin aku membunuh wanita itu?"
"Aku hanya ingin A Fei tidak bertemu dengan dia lagi.
Jika ia bertemu dengan wanita itu, ia tidak akan dapat
menolaknya." Lu Hong-sian berpikir sejenak, lalu berkata, "Kau kan
bisa melakukannya sendiri."
"Aku tidak bisa."
"Kenapa?" Jawab Li Sun-Hoan, "Karena jika A Fei sampai tahu, ia
akan membenciku seumur hidup."
Kata Lu Hong-sian, "Namun ia harus menyadari bahwa
kau melakukannya demi kebaikannya sendiri."
1037 Sahut Li Sun-Hoan, "Betapapun pandainya seseorang, ia
akan menjadi orang tolol jika sedang dimabuk cinta."
Lu Hong-sian berpikir lagi. "Mengapa tidak kau minta
orang lain" Mengapa kau minta aku?"
"Karena jika orang lain dapat mengalahkannya sekalipun,
mereka pasti tidak akan tega membunuhnya. Karena".."
Ia mengangkat kepala dan memandang Lu Hong-sian.
Lanjutnya, "Lagi pula aku pun sulit menemukan orang
yang bisa kumintai bantuan."
Dua pasang mata itu kembali bertemu. Kembali hati Lu
Hong-sian penuh dengan kehangatan.
Ia dapat melihat dari mata Li Sun-Hoan seluruh
kesedihannya, seluruh kesepiannya.
Kesepian dan kesedihan seorang pendekar.
Hanya dapat dipahami oleh para pendekar.
Tiba-tiba Lu Hong-sian bertanya, "Di mana wanita itu?"
Jawab Li Sun-Hoan, "Ling Ling tahu di mana dia berada.
Tapi"." Ling Ling sudah tertidur.
Li Sun-Hoan memandangnya sekilas, lalu berkata,
"Mungkin kau tidak bisa memaksanya memberitahu di
mana lokasi persisnya."
1038 Lu Hong-sian tersenyum. "Jangan kuatir. Aku punya cara
tersendiri." *** A Fei terbangun. Li Sun-Hoan sudah terlelap.
Dalam tidur pun ia terus menerus terbatuk-batuk. Setiap
kali terbatuk, tubuhnya terguncang karena kesakitan.
Matahari mulai beranjak naik perlahan-lahan di luar
jendela. A Fei tiba-tiba menyadari bahwa kini ia punya lebih
banyak rambut putih, lebih banyak keriput.
Hanya matanya yang masih berjiwa muda.
Dalam tidurnya Li Sun-Hoan selalu tampak sangat tua,
sangat lemah. Jubahnya pun kotor. Siapa yang bisa mengira bahwa dalam kulit seperti itu
terdapat hati yang begitu kuat, karakter yang begitu
agung, dan semangat yang begitu membara"
A Fei memandangnya. Setitik air mata jatuh ke pipinya.
Ia hidup hanya untuk melewati penderitaan demi
penderitaan" dalam berbagai bentuk, kepedihan.
1039 Namun ia tidak jatuh! Ia pun tidak pernah merasa hidup
itu suram dan murung. Selama ia masih hidup, ia selalu menebarkan
kehangatan, cahaya terang.
Ia selalu membagi kebahagiaan dengan yang lain, dan
menyimpan kesedihan untuk dirinya sendiri.
Air mata A Fei terus menetes.
Li Sun-Hoan terus tertidur pulas.
Baginya, tidur merupakan suatu kemewahan.
Tiba-tiba A Fei merasa ingin pulang. Ingin cepat-cepat
bertemu dengan wajah manis itu. Namun ia tidak ingin
membangunkan Li Sun-Hoan. Maka A Fei membuka pintu
perlahan-lahan dan pergi tanpa suara.
Hari masih pagi. Matahari baru saja melewati atap
rumah. Orang-orang yang terburu-buru pergi sudah
berangkat dari penginapan itu, jadi pekarangan sudah
lengang. Hanya terlihat sebatang pohon yang rindang,
berdiri sendirian di tengah-tengah angin musim gugur
yang dingin. Li Sun-Hoan bisa diibaratkan seperti pohon ini. Walaupun
ia tahu bahwa musim gugur hampir berlalu dan musim
dingin sebentar lagi akan tiba, ia tidak mau menyerah,
sampai pada detik terakhir.
1040 A Fei mendesah. Perlahan-lahan ia berjalan ke luar
pekarangan itu. Daun-daun di pohon rindang itu sudah mulai layu. Satu
per satu berguguran. Di depan matanya, jatuh ke
tubuhnya". *** Api masih menyala. Sup kacang sudah mendidih.
A Fei tidak pernah makan terburu-buru. Ia menyuap sup
ke dalam mulutnya dan menelannya perlahan-lahan. Jika
perut seseorang kenyang, ia akan merasa lebih
bersemangat. Ia suka perasaan ini. Seorang pegawai jaga malam akhirnya mempunyai
sedikit waktu senggang. Ia duduk dekat api unggun dan
minum arak perlahan-lahan.
Arak ini arak sisa, sudah dingin. Namun pegawai itu
merasa cukup puas. Ia berbahagia karena ia merasa puas.
Hanya orang yang sungguh merasa puas dapat
merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.
A Fei selalu mengagumi orang seperti ini. Ia ingin minum
bersama dengan orang ini.
Namun ia berusaha menahan diri.
1041 "Mungkin aku akan segera bertemu dengannya".."
Ia tidak ingin si dia mencium bau alkohol di tubuhnya.
Sebagian besar orang di dunia ini hidup demi orang
lain".. Sebagian untuk orang yang mereka cintai,
sebagian untuk musuh mereka. Keduanya sama-sama
hidup menderita. Sangat sedikit orang di dunia ini yang sungguh-sungguh
berbahagia. Angin bertiup sangat kencang. Debu ikut menari-nari
mengikuti tiupan angin. Tidak banyak orang berjalan di
luar sana. A Fei mengangkat kepalanya dan melihat ke luar pintu.
Kebetulan dua orang sedang lewat.
Dua orang ini tidak berjalan cepat, namun kelihatannya
mereka sedang terburu-buru. Pikiran mereka terpusat
pada jalan di hadapan mereka, tidak menghiraukan yang
lain. Orang yang berjalan di depan adalah seorang tua
bertubuh kecil dan berambut putih. Ia memegang pipa di
sebelah tangannya. Jubahnya yang berwarna biru sudah
sangat pudar, hampir kelihatan putih.
Seorang gadis muda berjalan mengiringinya. Matanya
besar dan rambut panjangnya dikuncir ekor kuda.
1042 A Fei mengenali dua orang ini. Ia pernah melihat mereka
dua tahun yang lalu. Mereka adalah si tua tukang cerita
dan cucunya. Ia juga ingat bahwa nama mereka adalah
Sun. Namun mereka tidak melihat A Fei.
Jika mereka melihatnya, mungkin kejadiannya akan
menjadi lain. A Fei menghabiskan supnya. Ia mengangkat kepala lagi
dan melihat seorang lain yang sedang lewat.
Orang ini sangat jangkung. Ia mengenakan jubah
berwarna kuning, topi bambu yang lebar dan ditarik ke
Pendekar Panji Sakti 3 Pedang Darah Bunga Iblis Terror Bwe Hwa Hwe Karya G K H Patung Emas Kaki Tunggal 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama