Ceritasilat Novel Online

Pisau Terbang Li 11

Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong Bagian 11


bawah dalam-dalam sehingga wajahnya tidak kelihatan.
Cara berjalannya sungguh janggal. Kelihatannya ia juga
sedang terburu-buru dan tidak menoleh untuk melihat A
Fei. Hati A Fei melonjak. Hing Bu-bing! Mata Hing Bu-bing tertuju lurus ke depan. Sepertinya ia
sedang menguntit si tukang cerita. Ia pun tidak melihat A
Fei. Namun A Fei melihatnya, juga melihat pedang di
pinggangnya. Namun A Fei tidak melihat tangan yang
buntung, yang dibalut kain.
1043 Karena jika A Fei sudah melihat pedangnya, ia tidak bisa
melihat yang lain. Karena pedang inilah yang telah membuatnya mencicipi
pahitnya kekalahan. Karena pedang inilah yang hampir saja menghancurkan
hidupnya. A Fei mengepalkan tangannya. Luka di tangannya
terbuka kembali. Darah mengalir keluar. Tubuhnya
mengejang karena rasa sakit itu.
Ia lupa akan tangan Hing Bu-bing yang buntung.
Ia hanya ingin menantang Hing Bu-bing sekali lagi.
Hanya itu yang diinginkannya.
Hing Bu-bing cepat berjalan lewat depan pintu itu.
A Fei bangkit berdiri. Ia mengepalkan tangannya lebih
kuat lagi. Semakin sakit rasanya, semakin tajam kewaspadaannya.
Tiba-tiba pegawai itu merasa dingin di sekitarnya. Ia
menoleh kiri-kanan dan bertemu dengan mata A Fei.
Sepasang mata yang berkobar-kobar, namun membuat
orang yang melihatnya merasa dingin sekujur tubuh.
Cawan arak yang sedang di pegang pegawai itu terlepas
dari tangannya dan jatuh ke tanah.
1044 Namun cawan itu tidak sampai menyentuh tanah. Tibatiba
A Fei mengulurkan tangannya dan menangkapnya.
Tidak ada yang bisa melihat bagaimana ia menangkap
cawan itu. Pegawai itu ketakutan setengah mati.
Perlahan-lahan diletakkannya cawan itu di atas meja.
Lalu ia mengisinya dengan arak dan minum secawan
penuh. Rasa percaya diri bergolak memenuhi hatinya.
Saat itu, seorang lagi berjalan lewat depan pintu.
Orang inipun berjubah kuning, dengan topi bambu yang
lebar dan ditarik ke bawah dalam-dalam. Ia pun berjalan
dengan gaya aneh. Siangkoan Hui! A Fei tidak kenal Siangkoan Hui. Namun ia bisa
merasakan bahwa hubungan orang ini dan Hing Bu-bing
cukup dekat. Dan ia sedang berjalan menguntit Hing Bubing.
Siangkoan Hui sedikit lebih pendek daripada Hing Bubing,
dan juga lebih muda. Namun ekspresi wajah
mereka yang kaku, gaya berjalan mereka yang aneh.
Seakan-akan mereka bersaudara!
Mengapa ia menguntit Hing Bu-bing"
1045 Tempat ini desa yang terpencil.
A Fei berjalan cepat, namun tetap menjaga jarak aman di
belakang Siangkoan Hui. Si tukang cerita sudah lama berlalu. Hing Bu-bing terlihat
bagaikan bayangan kuning. Namun Siangkoan Hui
berjalan lambat, tidak terburu-buru.
A Fei menyadari bahwa anak muda ini pun pandai
menguntit orang. Menguntit seseorang diam-diam memerlukan banyak
kesabaran. Ada sebuah bukit di depan sana. Hing Bu-bing baru
setengah jalan mengitarinya.
Siangkoan Hui mempercepat langkahnya. Sepertinya ia
ingin menyusul Hing Bu-bing di balik bukit itu.
Ketika ia sudah menghilang di balik bukit, A Fei segera
berlari sekencang-kencangnya. Ia tahu dari puncak bukit
itu, ia akan bisa melihat sesuatu yang menarik.
Ia pun tidak kecewa. Hing Bu-bing tidak pernah merasa takut sebelumnya".
Apa lagi yang kau takuti jika terhadap kematian
sekalipun kau tidak takut"
Namun kini, entah mengapa, mata Hing Bu-bing
memancarkan sedikit rasa takut.
1046 Apa yang ia takuti" Bab 62. Rahasia Besar Puncak bukit adalah tempat sangat gersang. Angin
musim gugur bertiup tanpa kenal belas kasihan.
Tangan Hing Bu-bing tiba-tiba meraba gagang
pedangnya".tapi ini tangan kanannya, bukan tangan
yang biasa ia gunakan untuk memegang pedang. Di
tangan ini, pedang tidak bisa disebut senjata yang
mematikan. Ia hanya meraba gagang pedang itu, lalu segera
melepaskannya. Langkahnya makin lambat, akhirnya berhenti. Seolaholah
inilah ujung jalan. Saat itulah terdengar suara tawa Siangkoan Hui.
Siangkoan Hui sudah menyusulnya. Ia tersenyum
mengejek dan berkata, "Berhentilah bersandiwara!"
Hing Bu-bing menoleh. Matanya tidak menunjukkan
perasaan apapun. Ia hanya menatap Siangkoan Hui
lekat-lekat. Setelah cukup lama akhirnya dia berkata,
"Kau pikir ini hanya sandiwara?"
Sahut Siangkoan Hui, "Sudah pasti cuma sandiwara. Kau
berpura-pura menguntit Si Tua Sun. Padahal tidak ada
maksudnya kau menguntit dia."
1047 "Kalau begitu, mengapa aku menguntit mereka?"
"Karena aku." "Karena kau?" "Karena kau sudah tahu bahwa aku sedang
menguntitmu." Hing Bu-bing menyahut dingin, "Itu karena kau yang
tidak tahu bagaimana menguntit orang."
Kata Siangkoan Hui, "Mungkin. Namun aku tahu
bagaimana caranya membunuhmu. Tentu saja kau pasti
tahu bahwa aku datang untuk membunuhmu."
Hing Bu-bing memang tahu, oleh sebab itu dia tidak
terkejut. A Feilah yang terkejut. Kedua orang ini sudah pasti berasal dari kelompok yang
sama. Mengapa mereka ingin saling membunuh"
Siangkoan Hui bertanya, "Sepuluh tahun yang lalu aku
sudah ingin membunuhmu. Kau tahu sebabnya?"
Hing Bu-bing diam saja". Ia hanya bertanya, tidak
pernah menjawab. Siangkoan Hui menjadi semakin kesal. Matanya penuh
dengan bisa dan berteriak, "Jika kau tidak ada, aku bisa
hidup lebih bahagia. Kau bukan saja mengambil
1048 kedudukanku, kau bahkan mengambil ayahku. Setelah
kau datang, kau merampas semua milikku!"
Hing Bu-bing menyahut dingin, "Yang salah kau sendiri.
Aku selalu lebih hebat daripada engkau."
Siangkoan Hui mengertakkan gigi. Katanya, "Kau tahu
dalam lubuk hatimu bahwa itu bukanlah alasan yang
sebenarnya. Alasan yang sebenarnya adalah".."
Siangkoan Hui berusaha menahan emosinya, namun
gagal. Ia mulai berteriak dengan marah, "Karena kau
adalah anak haram ayahku! Ibuku sampai mati saking
sedihnya akibat perbuatan rendah ibumu!"
Mata Hing Bu-bing yang dingin dan kelabu tiba-tiba
memicing, tampak seperti dua tetes darah.
Dua tetes darah kering yang sudah berubah warna.
Di atas bukit, rasa sedih juga terbayang di wajah A Fei.
Sama seperti yang terbayang di wajah Hing Bu-bing,
malah mungkin lebih dalam.
Lanjut Siangkoan Hui, "Kalian berdua telah menipuku
selama ini. Kalian pikir aku tidak tahu?"
Ketika ia berkata "kalian berdua", yang ia maksudkan
adalah Hing Bu-bing dan ayahnya.
Ketika Siangkoan Hui mengucapkannya, ia hanya
menyakiti dirinya sendiri, bukan orang lain.
1049 Ia merasa lebih sedih lagi, sehingga ia bisa menjadi lebih
tenang. Siangkoan Hui berbicara lagi, "Aku sudah tahu
semuanya pada waktu ia membawamu pulang. Sejak hari
itulah, aku menunggu kesempatan untuk bisa
membunuhmu." Kata Hing Bu-bing, "Kau tidak punya banyak
kesempatan." Sahut Siangkoan Hui, "Walaupun aku punya kesempatan
sebelum ini, aku pun tidak akan membunuhmu. Karena
kau masih berguna. Tapi sekarang, tidak lagi."
Ia tersenyum mengejek dan berkata, "Dulu kau adalah
pedang di mata ayahku, pedang untuk membunuh. Ia
tidak akan memaafkanku jika aku merusak senjatanya.
Namun kini, kau tidak ada bedanya dengan besi
rongsokan. Ayah tidak akan peduli akan hidup matimu
lagi." Hing Bu-bing berpikir cukup lama, lalu mengangguk.
Katanya, "Kau benar. Aku sendiri tidak peduli akan hidup
dan matiku. Mengapa dia harus peduli?"
"Orang lain mungkin akan percaya pada bualanmu,
namun aku tidak." "Aku membual?" "Jika kau benar-benar tidak takut mati, mengapa kau
melarikan diri?" Tanya Hing Bu-bing, "Melarikan diri?"
1050 Kata Siangkoan Hui tidak sabar, "Sandiwara kecilmu
menguntit Si Tua Sun. Itu hanya topengmu untuk
menutupi fakta bahwa kau sedang melarikan diri."
"O ya?" "Jika kau sedang menguntit orang lain, aku pasti akan
membiarkanmu menguntit mereka. Supaya kau tahu
kemana mereka pergi atau menunggu waktu yang tepat
untuk membunuh mereka. Baru sesudah itu aku akan
membunuhmu." Ia tertawa dan melanjutkan lagi, "Sayangnya kau
memilih orang yang salah. Karena kau tidak akan
mungkin mengetahui ke mana mereka pergi, apalagi
membunuh mereka. Kau tidak pantas menguntitnya
karena kau tidak sepadan dengan dia!"
Hing Bu-bing tiba-tiba tersenyum. Katanya, "Mungkin".."
Senyumnya tampak aneh, seolah-olah menyembunyikan
suatu rahasia. Tapi Siangkoan Hui tidak memperhatikan. Ia berkata,
"Oleh sebab itu kau pasti hanya menguntit dia untuk
menutupi hal lain. Kau hanya ingin menunda waktuku
membunuhmu." Lalu ia menatap Hing Bu-bing lekat-lekat dan berseru,
"Karena kau takut mati!"
"Takut mati?" 1051 "Sebelum ini kau tidak takut mati, karena memang tidak
ada seorang pun yang mampu membunuhmu dulu."
Terdengar suara "criing", dan terlihat Liong-hong-sianggoan
(Cincin Naga dan Burung Hong) di tangan
Siangkoan Hui. Katanya dingin, "Namun kini, aku dapat
membunuhmu kapan saja aku mau."
Hing Bu-bing diam saja sampai cukup lama. Lalu ia
berkata, "Sepertinya kau memang serba tahu."
Sahut Siangkoan Hui, "Paling tidak aku jauh lebih pandai
daripada yang kau sangka."
Tiba-tiba Hing Bu-bing tertawa. "Sayangnya ada satu hal
yang tidak kau ketahui."
"Apa?" Jawab Hing Bu-bing, "Tidak ada gunanya kau tahu segala
sesuatu yang lain. Jika kau tidak tahu hal ini, kau pasti
akan mati." "Jika itu adalah hal yang sangat penting, maka aku pasti
mengetahuinya." "Ah, tapi kau tidak mungkin tahu. Karena itu adalah
rahasia pribadiku. Dan aku tidak pernah mengatakannya
kepada siapapun".."
Tanya Siangkoan Hui, "Apakah kau ingin
memberitahukannya kepadaku?"
1052 Jawab Hing Bu-bing, "Ya. Aku akan memberitahukannya
kepadamu sekarang. Tapi ada satu syarat."
"Apa?" "Jika kuberitahukan padamu, maka kau harus mati!"
Siangkoan Hui menatapnya, lalu tertawa keras-keras.
Kata-kata Hing Bu-bing memang sangat menggelikan.
Bagaimana seseorang yang baru dibuat cacad dapat
membunuh" Di antara tawanya Siangkoan Hui berkata, "Kau ingin
membunuhku dengan apa" Apa kau akan menggigitku
sampai mati?" Jawaban Hing Bu-bing sangat pendek, sangat tenang,
hanya satu kata. "Tidak." Tawa Siangkoan Hui mulai reda.
Sepertinya Hing Bu-bing tidak sedang berusaha menakutnakuti
ataupun sedang bercanda dengan jawabannya itu.
Kata Hing Bu-bing, "Untuk membunuh, aku gunakan
tangan ini!" Ia mengangkat tangannya, tangan kanannya.


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

1053 Siangkoan Hui masih tertawa, tapi kini sudah tampak
dipaksakan. Katanya, "Tangan itu". membunuh anjing
pun tidak bisa." Kata Hing Bu-bing, "Aku hanya membunuh orang, tidak
membunuh anjing." Siangkoan Hui berhenti tertawa. Liong-hong-siang-goan
(Cincin Naga dan Burung Hong) telah meluncur ke
depan. Ada perkataan "Seinci lebih pendek, seinci lebih
berbahaya". Liong-hong-siang-goan (Cincin Naga dan
Burung Hong) ini adalah semacam itu. Dan jurus ini,
"Naga Terbang Menari Mengelilingi Burung Hong di
Udara", adalah jurus yang paling mematikan. Namun
kalau seseorang belum terdesak hampir kalah, atau tidak
tahu pasti bahwa musuhnya dapat menangkis serangan
ini atau tidak, sebaiknya ia tidak menggunakan jurus ini.
Sekali dipakai, musuh tidak akan bisa lolos.
Pada saat yang sama, cahaya pedang pun berkilat.
Pedang itu, dalam sekejap saja, sudah tertancap di leher
Siangkoan Hui. Ujung pedang itu masuk sampai lebih dari dua pertiga
bagian leher. Sepertinya Siangkoan Hui masih bisa bernafas. Urat-urat
mulai tampak menonjol di keningnya. Bola matanya
serasa hampir copot, menatap Hing Bu-bing.
1054 Dalam kematian sekalipun, ia tidak bisa percaya
bagaimana pedang Hing Bu-bing dapat menusuknya.
Hing Bu-bing hanya menatapnya dingin. Katanya,
"Tangan kananku lebih cepat daripada tangan kiriku. Itu
rahasiaku!" Pedang pun ditarik dan darah muncrat keluar.
Siangkoan Hui masih memandang Hing Bu-bing, penuh
dengan rasa tidak percaya, rasa sedih, rasa kaget".
Ia masih tidak bisa percaya, sampai ia mati.
Namun ia harus percaya. Liong-hong-siang-goan (Cincin Naga dan Burung Hong)
di tangan Siangkoan Hui mengenai lengan kiri Hing Bubing.
Lengannya yang patah. Ia menggunakan lengan ini untuk menangkis serangan
cincin Siangkoan Hui, lalu dengan cepat melakukan
serangan balasan dengan tangan kanannya. Pedang pun
langsung menembus leher Siangkoan Hui.
Serangan yang sangat licik.
Serangan itu pun sangat tepat. Sangat mematikan.
Sangat keji. 1055 "Tangan kananku lebih cepat daripada tangan kiriku.
Itulah rahasiaku!" Ia tidak berdusta. Namun kebenaran ini sangat sulit dipercaya, sangat
mengagetkan. Siangkoan Hui sudah hidup bersama Hing Bu-bing lebih
dari sepuluh tahun. Tidak sekalipun ia pernah melihat
Hing Bu-bing berlatih menggunakan tangan kanannya.
Itulah sebabnya dalam kematian sekalipun ia tidak tahu
darimana Hing Bu-bing mempelajari ilmu pedang dengan
tangan kanannya. Namun mau tidak mau ia harus percaya. Karena
kematiannya telah menjadi bukti nyata.
Hing Bu-bing memandangi tubuh Siangkoan Hui. Ia
terlihat sedikit kecewa. Setelah lama memandang, akhirnya ia menghela nafas
perlahan dan menggumam, "Mengapa kau ingin
membunuhku" Mengapa aku harus membunuhmu"...."
Ia memutar badan dan berjalan pergi.
Ia masih berjalan dengan gaya aneh, seolah-olah sedang
berusaha membuat harmoni dengan sesuatu yang lain.
Kedua cincin itu masih tertancap di lengan kirinya.
Ragu-ragu, terkejut, tidak percaya.
1056 Itulah perasaan A Fei saat itu.
Ilmu pedang Hing Bu-bing sangat mengerikan. Mungkin
memang tidak lebih cepat daripada ilmu pedangnya,
namun lebih mematikan, lebih penuh rahasia.
Apakah aku akan pernah bisa mengalahkannya"
Walaupun ini adalah fakta, ini adalah fakta yang tidak
akan bisa diterima oleh A Fei!
Memandang punggung Hing Bu-bing seakan-akan
membuat tingkat adrenalin A Fei meluap-luap dalam
tubuhnya. Ia ingin sekali segera meloncat dan berlari
turun bukit untuk mengejarnya.
Namun sebuah tangan menahan tubuhnya dari belakang.
Tangan itu sangat tegas dan penuh tenaga.
A Fei menoleh dan menemukan mata Li Sun-Hoan yang
tenang dan bersahabat. Yang menahan kepergian A Fei bukanlah tangannya,
melainkan matanya. A Fei menundukkan kepalanya dan mengeluh. Katanya,
"Mungkin dia memang lebih hebat daripada aku."
Kata Li Sun-Hoan, "Kau hanya lebih buruk daripada dia
dalam satu hal saja."
"Apa itu?" 1057 "Demi membunuh, Hing Bu-bing bisa melakukan apa
saja, termasuk mengorbankan nyawanya. Kau tidak
bisa." A Fei terdiam cukup lama, lalu berkata, "Kau memang
benar. Aku tidak bisa."
Kata Li Sun-Hoan, "Kau tidak bisa, karena kau
mempunyai perasaan. Ilmu pedangmu mungkin memang
keji, namun kau adalah ahli pedang yang penuh
perasaan." "Jadi"aku tidak mungkin bisa mengalahkan dia?"
Li Sun-Hoan menggelengkan kepalanya. Katanya, "Salah.
Kau pasti bisa mengalahkannya."
A Fei tidak berusaha memotong. Ia hanya
mendengarkan. Lanjut Li Sun-Hoan, "Dengan perasaan, seseorang dapat
memiliki hidup. Dengan hidup, seseorang dapat memiliki
jiwa, dapat berubah."
A Fei berpikir lagi. Setelah sekian lama, akhirnya ia
mengangguk dan berkata, "Aku mengerti sekarang."
"Namun ini bukanlah hal yang terpenting."
"Lalu apa lagi?"
"Yang terpenting adalah bahwa kau tidak perlu
membunuh dia. Kau tidak boleh membunuh dia"
1058 Tanya A Fei bingung, "Mengapa aku tidak perlu
membunuh dia?" "Karena ia sudah mati. Mengapa harus dibunuh lagi?"
"Kau benar. Hatinya sudah mati".jadi tidak perlu
dibunuh lagi. Tapi mengapa aku tidak boleh membunuh
dia?" Li Sun-Hoan tidak menjawab. Ia malah balik bertanya,
"Tahukah kau mengapa ia melatih tangan kanannya
secara diam-diam?" Tanya A Fei, "Menurutmu karena apa?"
"Menurut pendapatku, karena Siangkoan Kim-hong."
Kata A Fei, "Ia bertempur secara frontal dengan Lionghongsiang-goan (Cincin Naga dan Burung Hong)
Siangkoan Hui. Ia ingin menemukan cara untuk
mengalahkan Liong-hong-siang-goan."
Sahut Li Sun-Hoan, "Pikiranku juga begitu."
"Dengan begitu".jika suatu hari perlakuan Siangkoan
Kim-hong terhadap dia berubah, Hing Bu-bing sudah
mempunyai cara untuk membunuh Siangkoan Kimhong."
"Mungkin dia akan gagal, tapi paling tidak ia bisa
mencoba." A Fei berhenti bicara. Matanya menjadi lebih santai.
1059 Sepertinya ia sedang berusaha menyembunyikan
sesuatu. Kata Li Sun-Hoan, "Alasan mengapa Liong-hong-sianggoan
milik Siangkoan Kim-hong berada di urutan kedua
dalam Kitab Persenjataan, bukanlah karena senjata itu
sangat mematikan atau penuh tipu daya, namun karena
senjata itu sangat pasti."
"Pasti?" "Ia telah berhasil melatih senjata yang paling berbahaya
di dunia sampai pada taraf "pasti". Itulah yang membuat
Siangkoan Kim-hong berada di atas yang lain.
Kemampuan Siangkoan Hui masih jauh di bawah
ayahnya." "Benarkah?" "Siangkoan Hui benci sekali pada Hing Bu-bing, terutama
karena Siangkoan Hui menganggap bahwa ayahnya tidak
mengajarkan kepadanya ilmu-ilmu rahasia tingkat yang
tertinggi. Ia malahan mengajarkannya kepada Hing Bubing."
A Fei merenung. Lanjut Li Sun-Hoan, "Jika Siangkoan Kim-hong tidak
menggunakan jurus "Naga Terbang Menari Mengelilingi
Burung Hong Di Udara", kemungkinan besar Hing Bu-bing
tidak akan dapat membunuhnya."
"Mungkin benar."
1060 "Namun Siangkoan Kim-hong mungkin akan
menggunakannya, karena ia tahu bahwa lengan kiri Hing
Bu-bing sudah patah, jadi ia tidak perlu terlalu waspada.
Oleh sebab itu, Hing Bu-bing masih punya kesempatan
untuk bisa membunuhnya."
A Fei seperti baru saja terjaga dari mimpi. Ia tiba-tiba
berseru, "Tapi apapun yang terjadi Siangkoan Kim-hong
adalah ayah Hing Bu-bing!"
Sahut Li Sun-Hoan, "Tidak mungkin."
"Tapi kata Siangkoan Hui"."
Li Sun-Hoan memotongnya, "Itu hanya terkaan
Siangkoan Hui. Terkaan yang salah."
"Kalau begitu, mengapa ia mengatakan semua itu"
Apakah dia bohong?" "Ia memang tidak bohong. Ia hanya keliru menafsirkan
hal-hal yang terjadi."
"Keliru?" Kata Li Sun-Hoan, "Ia bilang bahwa setelah kedatangan
Hing Bu-bing, ayahnya seperti menjauhi dirinya. Ini
memang benar. Tapi dia tidak menyadari bahwa ayahnya
melakukan ini karena mencintainya."
Tanya A Fei, "Bagaimana mungkin ayahnya menjauhi dia
karena mencintainya?"
1061 "Karena Siangkoan Kim-hong memang bermaksud untuk
membuat Hing Bu-bing sebagai mesin pembunuhnya.
Bisa dikatakan bahwa hidup Hing Bu-bing berakhir di
tangan Siangkoan Kim-hong."
A Fei berpikir sejenak. Lalu katanya, "Kau benar. Jika
seseorang hanya hidup untuk membunuh, hidupnya pasti
sangat menderita." "Itulah sebabnya Hing Bu-bing sudah mati saat ia
bertemu Siangkoan Kim-hong."
Lanjut Li Sun-Hoan lagi, "Namun Siangkoan Kim-hong
juga adalah seorang manusia. Manusia mencintai
anaknya sendiri dan tidak akan membiarkan anaknya
mengalami siksaan semacam itu. Oleh sebab itulah,
Siangkoan Kim-hong tidak mengajarkan ilmu silat yang
tertinggi kepada Siangkoan Hui."
Ia tertawa dan menambahkan, "Sayangnya Siangkoan
Hui tidak pernah mengerti maksud ayahnya yang
sesungguhnya." Kata A Fei tiba-tiba, "Kalau begitu, sebenarnya Siangkoan
Hui pun mati di tangan ayahnya juga."
Kata Li Sun-Hoan, "Jika seseorang menginginkan terlalu
banyak, ia pasti akan membuat banyak kesalahan".."
Bab 63. Putus Hubungan Hutan di musim gugur. Hutan yang kering dan layu.
1062 Di luar hutan yang mati ini terdapat jalan setapak yang
sepi. A Fei menunjuk pada secercah cahaya di ujung
jalan itu dan berkata, "Itu rumahku."
Rumah. Bagi telinga Li Sun-Hoan kata ini sangat asing, hampir
tidak dikenal. Mata A Fei masih tertuju pada cahaya itu saat ia berkata,
"Lilin masih hidup, dia pasti belum tidur."
Dalam rumah kecil itu ada lilin yang terang, baju katun
yang tebal, dan kerjapan bulu mata wanita yang cantik.
Wanita itu sedang duduk menjahit baju dekat cahaya lilin
itu, sambil menunggu kembaLimya sang kekasih pulang
ke sisinya. Gambaran yang luar biasa indah.
Hanya membayangkannya membuat hati A Fei penuh
dengan kerinduan dan kehangatan. Matanya yang
setajam pisau pun menjadi lembut dan tenang.
Ia adalah orang yang selalu sendirian dan kesepian.
Namun kini ia tahu ada seseorang yang sedang
menantikannya". Wanita yang paling dicintainya di
seluruh dunia, sedang menantikan kepulangannya.
Perasaan ini sudah tentu sangat menyejukkan hati, tidak
dapat dibandingkan dengan perasaan yang lain, tidak
dapat digantikan oleh apapun juga dalam dunia ini.
1063 Hati Li Sun-Hoan melorot.
Melihat rasa bahagia yang terpancar di wajah A Fei
membuat ia merasa bersalah.
Sebenarnya ia tidak ingin membuat A Fei kecewa. Ia
tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi A Fei ketika
tahu bahwa Lim Sian-ji tidak ada di sana.
Walaupun ia melakukannya demi kebaikan A Fei, supaya
ia dapat terus hidup berbahagia sebagai seorang laki-laki
sejati, Li Sun-Hoan masih tetap merasa bersalah


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terhadap sahabatnya ini. Kesedihan yang seumur hidup tidak dapat dibandingkan
dengan kesedihan sesaat. Li Sun-Hoan hanya dapat berharap bahwa A Fei dapat
segera pulih dari kesedihan yang akan dialaminya dan
segera melupakan segala sesuatu tentang wanita itu.
Wanita itu tidak pantas mendapatkan cintanya, bahkan
tidak pantas ditangisi. Sayangnya, orang selalu jatuh cinta pada orang-orang
yang salah. Karena perasaan adalah seperti kuda liar,
sama sekali tidak bisa dikendalikan dan tidak terelakkan.
Ini adalah kesedihan yang terbesar dalam hidup
manusia. Karena inilah, tidak habis-habisnya tragedi
menimpa hidup manusia. Cahaya terang dan pintu terbuka sedikit. Cahaya
mengalir melalui lubang itu dan menyinari jalan setapak
di luar. Jalan itu basah karena hujan semalam dan di
1064 bawah cahaya remang-remang tampak jejak-jejak kaki
yang tidak beraturan di sana-sini. Jejak seorang laki-laki.
"Siapa yang datang?" tanya A Fei sambil mengerutkan
alisnya. Namun perlahan-lahan ia kembali tenang.
Ia selalu percaya pada Lim Sian-ji. Ia yakin bahwa Lim
Sian-ji tidak mungkin mengkhianati kepercayaannya.
Li Sun-Hoan mengikutinya di belakang. Seakan-akan ia
takut masuk ke dalam rumah itu.
A Fei menoleh dan tersenyum sambil berkata, "Kuharap
sup yang dimasaknya hari ini tidak pakai rebung. Cobalah
sedikit dan kau akan tahu kehebatannya di dapur lebih
daripada kehebatannya menggunakan pedang."
Li Sun-Hoan hanya menjawab dengan tersenyum. Siapa
yang mengira bahwa senyum ini sarat dengan sejuta
kesedihan" Jika mangkuk besar berisi sup iga sapi itu memang tidak
ada rebungnya, Li Sun-Hoan sungguh tidak mengerti apa
rahasianya. Tapi mungkin apa yang terjadi hari ini akan
berbeda sama sekali. Li Sun-Hoan sungguh tidak habis pikir bagaimana
seorang wanita dapat menggunakan cara yang begitu
keji untuk menipu laki-laki sungguh-sungguh mencintai
dan memperhatikannya. Tapi apa bedanya dengan aku" Akupun menipunya.
Demikian pikiran Li Sun-Hoan.
1065 Mengapa aku tidak bisa berterus terang saja bahwa Lim
Sian-ji tidak ada lagi di sini. Bahwa ini semua adalah
rencananya. Li Sun-Hoan membungkuk dan mulai batukbatuk
keras. A Fei menoleh ke belakang dan berkata, "Jika kau
bersedia tinggal bersamaku di sini untuk beberapa hari,
batukmu pasti akan sembuh. Karena di sini tidak ada
arak, yang ada hanya sup hangat."
Namun A Fei tidak pernah menyadari betapa
berbahayanya "sup" itu untuk tubuhnya. Jauh lebih
berbahaya daripada arak. Tidak sedikit suara pun terdengar dari dalam rumah.
"Ia pasti sedang ada di dapur. Kalau tidak, ia pasti sudah
keluar untuk menyambutmu," kata A Fei.
Li Sun-Hoan tidak menjawabnya, karena ia tidak tahu
harus bilang apa. Akhirnya pintu pun terbuka. Ruang duduk yang kecil itu
masih bersih seperti dulu. Lilin di atas meja sudah tidak
menyala, namun masih memancarkan kehangatan.
A Fei menghela nafas lega. Akhirnya ia pulang ke rumah
dengan selamat. Ia tidak mengecewakan kekasihnya.
Tapi di manakah dia"
Di dapur juga tidak tampak cahaya, apalagi sup yang
menantinya. Pintu kamar Lim Sian-ji tertutup rapat.
1066 A Fei memandang Li Sun-Hoan di belakangnya yang
masih berdiri di depan pintu. Katanya, "Ia pasti sudah
tidur. Ia selalu tidur sangat awal."
Li Sun-Hoan ingin tersenyum, namun otot-otot wajahnya
terasa tegang. Ia mendengar rintihan dari dalam kamar.
Rintihan seorang wanita. Rintihan seorang wanita yang sedang sekarat!
Wajah Li Sun-Hoan berubah, dan langsung menuju ke
pintu dan menggedornya. "Apakah kau baik-baik saja"
Segera buka pintunya!"
Tidak ada jawaban. Rintihan itu pun tidak terdengar lagi.
Siapapun yang berada di dalam sana pasti sedang
berusaha menjawab, namun tidak bisa bersuara.
Keringat A Fei mulai mengucur deras dan ia pun
mendobrak pintu dengan bahunya.
Li Sun-Hoan memejamkan matanya. Ia tidak ingin
melihat wajah A Fei saat itu. Wajah seseorang yang
memandang kekasihnya yang hampir mati. Siapakah
yang ingin melihat wajah seperti itu"
Li Sun-Hoan tidak saja tidak berani melihat, ia pun tidak
mampu melihat. Bahkan memikirkannya pun tidak
sanggup. Namun ketika pintu sudah terbuka, ia tidak mendengar
apa-apa. Apakah mungkin A Fei begitu kaget melihat apa
yang terjadi dan jatuh pingsan"
1067 Li Sun-Hoan membuka matanya dan melihat A Fei berdiri
mematung di depan pintu kamar Lim Sian-ji.
Yang aneh adalah wajah A Fei tidak menggambarkan
suatu kesedihan, tapi malah kebingungan.
Apa yang terjadi dalam kamar itu" Li Sun-Hoan sungguh
tidak dapat menerka. Darah. Yang pertama dilihat Li Sun-Hoan adalah darah. Lalu ia
melihat seseorang terbaring dalam genangan darah.
Namun ia tidak akan pernah bisa menebak siapa yang
tergolek dalam genangan darah itu, sedang megapmegap
mengambil nafas-nafas terakhirnya. Ling Ling.
Darah Li Sun-Hoan pun membeku. A Fei memandang
tubuh yang tergeletak di lantai itu dengan tenang. Suatu
ekspresi yang aneh tergambar di wajahnya. Apakah ia
mengerti" Ia tidak bertanya, "Apa yang dilakukan gadis ini di sini?"
Tapi ia malah bertanya, "Kali ini, apakah ia juga sedang
menunggumu di sini?"
Li Sun-Hoan merasa hatinya terbelah menjadi dua.
Ia segera meluruk ke dalam kamar dan mengangkat
tubuh Ling Ling yang penuh darah. Segera diperiksanya
nadi dan nafasnya. 1068 Ia hanya berharap bahwa ia belum terlambat untuk
menyelamatkan nyawanya. Ia putus asa.
Akhirnya Ling Ling membuka matanya dan memandang
Li Sun-Hoan. Air mata menetes ke wajahnya.
Air mata ini adalah air mata kesedihan. Namun juga air
mata kegembiraan. Sebelum mati, ia bisa melihat Li Sun-Hoan untuk terakhir
kalinya. Mata Li Sun-Hoan pun kini telah basah oleh air mata.
Dengan lembut ia berkata, "Kau masih muda, kau tidak
mungkin mati sekarang."
Seolah-olah Ling Ling tidak mendengar perkataannya.
Dengan suara bergetar ia berkata, "Kali ini kau salah."
"Kali ini aku salah," kata Li Sun-Hoan tanpa bisa
menahan tangisnya. "Kau seharusnya tahu bahwa tidak ada seorang lelaki
pun yang mau membunuhnya."
Suara Li Sun-Hoan menjadi parau, hampir-hampir tidak
terdengar. "Aku telah menyeretmu ke dalam persoalan
ini. Aku telah bersalah kepadamu."
Ling Ling menggapai-gapai ingin meraih tangan Li SunHoan. "Kau selalu baik padaku. Bukan kau yang bersalah
padaku. Laki-laki itulah yang bersalah."
1069 "Dia?" "Dia telah menipuku, dan aku".akupun telah
menipumu." "Kau tidak?""
Kuku Ling Ling tertanam kuat di lengan Li Sun-Hoan.
Potongnya, "Aku telah menipumu". Aku telah
menyerahkan keperawananku kepadanya sejak lama.
Ketika aku menunggumu di sini". Aku sungguh
membenci diriku karena tidak mengatakannya kepadamu
sejak dulu." Suara Ling Ling menjadi lebih jernih, seolah-olah ia
mendapatkan tenaganya kembali. Tapi Li Sun-Hoan tahu
itu hanya bayangannya saja. Kalau bukan karena usianya
yang sangat muda, tidak mungkin ia bisa bertahan hidup
sampai sekarang. Kata Ling Ling, "Aku berusaha tetap hidup sampai saat
ini, karena aku ingin menjelaskannya kepadamu. Jika kau
bisa mengerti, aku bisa mati tanpa penyesalan."
Sahut Li Sun-Hoan, "Ini adalah kesalahanku. Aku salah
karena aku tidak melindungimu"."
"Walaupun ia menipuku, aku tidak membencinya. Karena
aku tahu ia akan mendapatkan balasannya. Ia akan
mendapatkan hukuman yang sepuluh kali lebih berat
daripada yang kualami."
"Dia yang?""
1070 Sebelum Li Sun-Hoan menyelesaikan kalimatnya, tibatiba
A Fei mendorongnya kuat-kuat ke samping.
Ia menatap Ling Ling dan bertanya, "Kau membawa Lu
Hong-sian ke sini?" Ling Ling hanya menggigit bibirnya.
Lagi A Fei bertanya, "Diakah yang menyuruhmu
membawa Lu Hong-sian ke sini?"
Ling Ling mengerahkan tenaganya yang terakhir dan
berteriak keras, "Ya, memang dia. Tapi tahukah kau
mengapa dia melakukannya" Tahukah kau betapa
banyak yang telah diperbuatnya demi dirimu" Demi
engkau"." Suaranya tiba-tiba tercekik dan nafasnya pun berhenti.
Sungguh tenang, kematiannya sungguh tenang.
Tubuhnya tidak bergerak lagi. Tidak ada suara yang
keluar dari mulutnya lagi.
Selain angin yang terus menderu, seluruh bumi
sepertinya kehilangan gairah. Semuanya seolah-olah
menjadi tanah pekuburan yang mati. Tanah pekuburan
tempat segala yang hidup terkubur habis.
Bahkan suara deru angin pun seperti sedang menangis
sedih. Suara tangisan yang dapat mencabik-cabik hati
manusia. 1071 Entah berapa lama, akhirnya A Fei bangkit berdiri. Ia
tidak melirik sedikitpun pada Li Sun-Hoan. Ia hanya
bertanya dingin, "Mengapa kau melakukannya?"
Biasanya Li Sun-Hoan akan segera menjawab pertanyaan
ini tanpa ragu-ragu. Tapi kali ini, ia tidak mengucapkan
sepatah katapun. Ia tahu dengan berbicara ia tidak hanya menyakiti dirinya
sendiri, namun juga yang mendengar.
A Fei masih memandang ke arah lain. Ia melanjutkan
perlahan-lahan, "Kau menyangka dialah yang membuat
hidupku tertekan. Dan jika ia pergi, aku akan kembali
hidup bersemangat. Tapi tahukah engkau bahwa tanpa
dirinya, aku tidak mungkin terus hidup?"
Li Sun-Hoan menjawab dengan pahit, "Aku hanya
berharap bahwa kau tidak lagi ditipu orang. Berharap
engkau akan bertemu dengan orang yang pantas
mendapatkan cinta dan kasih sayangmu. Berharap
bahwa kau segera dapat melupakan semua
ketidakbahagiaan dalam hidupmu ini."
A Fei tampak terkejut dan berkata, "Kau pikir ia
menipuku" Dan bahwa ia tidak pantas mendapatkan
kasih sayangku?" "Yang aku tahu hanyalah sejak kau bertemu dengan dia,
dia hanya membawa keburukan bagi dirimu."
"Lalu bagaimana kau bisa tahu apakah aku bahagia atau
tidak bahagia?" 1072 Akhirnya A Fei memutar badannya dan menatap Li SunHoan dengan marah. "Kau pikir kau ini siapa" Kau ingin
mengatur pikiranku dan mengendalikan nasibku" Kau
bukan apa-apa. Kau hanya orang bodoh yang sedang
menipu dirimu sendiri. Kau membiarkan wanita yang kau
cintai masuk dalam bahaya, dan kau masih menganggap
dirimu tinggi dan terhormat?"
Setiap kata terasa tajam seperti pisau. Tidak ada
perkataan lain di dunia ini yang dapat lebih menyakiti
hati Li Sun-Hoan. A Fei mengertakkan giginya dan melanjutkan, "Dan
walaupun dia hanya membawa keburukan bagiku, apa
bedanya dengan engkau" Apa yang kau bawa untuk
orang-orang di sekitarmu" Kebahagiaan Lim Si-im rusak
total akibat perbuatanmu. Dan masih belum puaskah
engkau, sampai kau harus datang dan merusak habis
kebahagiaanku?" Tangan Li Sun-Hoan mulai gemetar hebat dan sebelum ia
bisa membungkuk ia sudah batuk darah.
A Fei memandangnya lama sebelum memutar badannya
dan berjalan menuju ke pintu. Sebelum Li Sun-Hoan
berhenti batuk-batuk, ia sudah menerjang ke arah pintu
dan menghalangi jalan A Fei.
"Apa lagi yang kau inginkan?" tanya A Fei tajam.
Li Sun-Hoan menyeka darah di sudut mulutnya dengan
lengan bajunya dan berusaha mengatur nafasnya
kembali. "Kau". Kau akan mencarinya?"
1073 "Ya!" "Kau tidak boleh pergi."


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Siapa bilang?"
"Aku yang bilang. Karena jika kau menemukan dia dan
membawanya pulang, akan lebih menyakitkan bagimu.
Cepat atau lambat, akan tiba harinya dia akan
menghancurkanmu. Aku tidak bisa melihatmu menderita
di bawah cengkeraman wanita seperti dia."
A Fei berpegangan sangat kuat. Namun setiap kata
diucapkan Li Sun-Hoan, pegangannya pun bertambah
kuat. Buku-buku jarinya memutih karena tekanan yang
begitu kuat. Wajahnya pun memucat. Matanya menjadi merah
menyala. Lanjut Li Sun-Hoan, "Kalau kau berpisah dengannya
sekarang, itu hanya membuat dirimu sedih untuk
sebentar saja. Namun jika kau terus hidup bersamanya,
kau akan menderita seumur hidupmu. Waktu kalian
berpisah, sebenarnya kau pasti menyadari apa yang
sudah terjadi"."
A Fei menyelanya, "Kau adalah sahabatku."
"Ya." "Sampai saat ini kau masih sahabatku."
1074 "Ya." "Tapi sejak saat ini, kita tidak bersahabat lagi!"
Li Sun-Hoan terkesiap mendengarnya. "Kenapa?"
"Karena aku tahan jika kau menghinaku, tapi aku tidak
bisa memaafkanmu karena kau telah menghina dia!"
"Kau pikir aku hanya bermaksud menghina dia?"
"Aku sudah berusaha sabar sampai sekarang, karena kita
bersahabat. Tapi mulai hari ini, jika kau menghinanya
sekali lagi, penghinaan itu harus dicuci dengan darah!"
Tubuh A Fei bergetar hebat saat mengatakannya.
"Darahmu atau darahku!"
Li Sun-Hoan tampak seperti baru saja ditonjok orang di
perutnya. Ia melangkah mundur dua kali ke samping
pintu. Ia mengatupkan mulutnya, tapi darah terus mengalir dari
sudut bibirnya. Kata A Fei, "Sekarang aku akan mencari dia, dan aku
akan menemukan dia kembali. Kuharap kau tidak
berusaha mengikuti aku. Jika kau melakukannya, kau
hanya akan menyesal!"
Sedikitpun tidak dipandangnya Li Sun-Hoan.
Setelah mengatakannya, ia segera pergi dari rumah itu.
1075 Air mata biasanya terasa asin. Tapi ada air mata yang
masuk langsung ke dalam perut. Rasanya bukan saja
asin, namun sungguh-sungguh pahit.
Darah pun biasanya terasa asin. Namun darah orang
yang terluka hatinya, rasanya lebih pahit daripada air
mata. Li Sun-Hoan tidak tahu berapa lama ia sudah batuk
darah. Namun seluruh lengan bajunya sudah berwarna
merah. Ia pun tidak bisa berdiri tegak.
Jejak kaki di lantai semua berbercak darah. Tiba-tiba Li
Sun-Hoan teringat pada jejak kaki yang tidak beraturan
di luar sana yang dilihatnya sebelum masuk. Hatinya
membeku. A Fei pasti akan dapat menemukannya, karena Lim Sianji
sengaja meninggalkan jejak di sana-sini. Memang
supaya A Fei dapat menemukannya.
Tidak harus sesuatu yang kelihatan jelas, karena A Fei
memang sangat berbakat mencari jejak orang.
Kepandaiannya mungkin lebih daripada seekor anjing
pelacak yang terlatih. Tapi apakah yang akan terjadi waktu A Fei
menemukannya" Dapat dipastikan bahwa A Fei pasti akan menantang Lu
Hong-sian berduel hidup dan mati.
1076 Dan Lim Sian-ji sungguh menikmati dua laki-laki
bertarung hidup dan mati demi dirinya.
Hanya memikirkan kemungkinan ini membuat Li SunHoan berkeringat dingin. Saat ini, A Fei bukan tandingan Lu Hong-sian. Orang
yang dapat menyelamatkannya hanya Li Sun-Hoan,
namun".. "Kuharap kau tidak berusaha mengikuti aku. Jika kau
melakukannya, kau hanya akan menyesal!"
Dan Li Sun-Hoan tahu A Fei tidak pernah main-main
dengan perkataannya. Lagi pula, sudah sangat gelap di luar sekarang.
Kemampuan Li Sun-Hoan mengikuti jejak orang tidak ada
apa-apanya dibandingkan dengan A Fei. Walaupun ia
ingin mengejar mereka, kemungkinan berhasilnya hampir
tidak ada. Li Sun-Hoan berusaha berdiri. Ia mengangkat tubuh Ling
Ling dan meletakkannya di atas tempat tidur dan
menyelimuti dia. Apapun konsekuensinya, ia akan berusaha mengejar
mereka. Li Sun-Hoan sudah berkeputusan bulat.
Walaupun A Fei Sudah tidak menganggap dirinya sebagai
sahabat, Li Sun-Hoan akan selalu menganggap A Fei
sebagai sahabatnya. 1077 Rasa persahabatannya terhadap A Fei tidak akan pernah
berubah. Sama seperti rasa cintanya. Walaupun laut menjadi
kering dan gunung terbelah dua, hatinya tidak akan
pernah berubah. "Si-im, Si-im, bagaimana kabarmu?"
Bab 64. Sumber Segala Masalah
Hanya kenangan akan Lim Si-im, sudah membawa rasa
sakit yang menusuk hati Li Sun-Hoan.
Tapi ia tidak merasa perlu untuk mencarinya. Karena ia
tahu bahwa Liong Siau-hun akan selalu
memperlakukannya dengan baik. Walaupun Liong Siauhun
telah banyak berubah, ia tahu bahwa perasaan Liong
Siau-hun terhadap Lim Si-im tetap sama.
Selama ia masih setia terhadap Lim Si-im, Li Sun-Hoan
dapat mengampuni semua kesalahannya.
Saat ini, tidak ada yang dapat menggambarkan betapa
bahagianya perasaan Liong Siau-hun.
Dalam beberapa hari, ia akan menempati posisi Loji
(Jisuheng) dalam Kim-ci-pang, menjadi saudara angkat
seseorang yang paling kuat dan paling berpengaruh
dalam dunia persilatan. Bahkan wajah anaknya pun tampak begitu cerah.
1078 Tapi yang mengecewakan dia adalah istrinya.
Mengapa ia tidak mau ikut bersamaku" Mengapa ia tidak
ingin berbagi dalam kejayaan dan keberhasilanku"
Namun ia tidak akan membiarkan hal ini merusak
suasana hatinya. Bagi sebagian orang, keinginan mereka yang terbesar
dalam hidup adalah kekayaan. Sebagian yang lain
menginginkan kekuasaan. Jika seseorang bisa mendapatkan salah satu saja, segala
penderitaan dan kesakitan dalam kehidupan pribadinya
akan terasa lebih ringan.
Liong Siau-in sedang memandang ke luar jendela, namun
pikirannya melayang-layang entah ke mana.
Liong Siau-hun menepuk pundak anaknya dan bertanya,
"Apakah menurutmu kali ini Siangkoan Kim-hong sendiri
yang akan datang dan menyambut kita?"
Anaknya menoleh dan menjawab, "Sudah pasti. Dan
upacaranya pun pasti akan sangat mewah."
Liong Siau-hun pun mengangguk setuju. "Aku pun
berpikir begitu. Aku sudah menjadi saudara angkatnya.
Kalau ia memberi muka padaku, artinya ia pun
mengangkat martabatnya sendiri."
Suaranya merendah saat berkata, "Ketika ia datang,
apakah aku harus menyebutnya "Ketua" atau "Toako?""
1079 Sahut Liong Siau-in, "Tentu saja "Toako". Aku pun harus
mengubah kebiasaanku dan membiasakan diri
memanggilnya "Paman"."
Liong Siau-hun tertawa senang, katanya, "Mempunyai
paman seperti dia". Kau sangat beruntung. Tapi".."
Tawanya berhenti saat ia melanjutkan, "Li Sun-Hoan
masih hidup. Apakah kau pikir Siangkoan Kim-hong akan
mengingkari kata-katanya?"
Anaknya tersenyum dan menjawab, "Semua pendekar
sudah tahu akan acara ini. Undangan pun telah
disebarkan. Jika ia mungkir, ialah yang akan kehilangan
kredibilitas dan siapapun tidak akan mempercayai dia
lagi." Senyum kembali menghiasi wajah Liong Siau-hun. "Kau
benar. Reputasinya dalam dunia persilatan tergantung
dari ketegasan perkataannya. Jika sudah keluar dari
mulutnya, perkataannya tidak mungkin bisa ditarik
kembali. Walaupun Siangkoan Kim-hong ingin mengubah
keputusannya, sekarang sudah terlambat."
*** Kertas-kertas di meja luar biasa banyaknya, sepertinya
semakin hari bertambah semakin banyak.
Tanggung jawabnya pun semakin hari semakin besar.
Setiap persoalan selalu memerlukan perhatian dan
keputusan pribadinya. 1080 Ia tidak percaya pada siapapun juga.
Siangkoan Kim-hong berada di mejanya sampai subuh,
bekerja tanpa istirahat sejak lama. Tapi ia tidak merasa
lelah, bahkan sangat menikmatinya.
Pintu terbuka. Seseorang melangkah masuk.
Siangkoan Kim-hong tidak perlu menoleh untuk melihat
siapa yang masuk. Karena hanya satu orang yang bisa
langsung masuk ke dalam kamarnya.
Hing Bu-bing. Hing Bu-bing berlaku seperti biasa. Setelah masuk ia
berjalan menuju ke belakang Siangkoan Kim-hong.
Tanya Siangkoan Kim-hong, "Di mana Li Sun-Hoan?"
"Ia sudah pergi."
Siangkoan Kim-hong menoleh memandang Hing Bu-bing.
Pandangannya langsung tertuju pada lengan Hing Bubing
yang patah. Lalu ia kembali melanjutkan
pekerjaannya. Ia tidak berkata sepatah katapun.
Wajahnya pun tidak menunjukkan perasaan apapun.
Di wajah Hing Bu-bing pun tidak tampak ada perasaan
apapun. Matanya yang sangat pucat itu hanya
memandang ke kejauhan. 1081 Seolah-olah tidak ada yang berubah.
Ia tidak dimarahi, tapi ia pun tidak dihibur.
Apakah tangannya yang patah, atau kakinya yang patah,
bukan urusan Siangkoan Kim-hong.
Setelah sekian lama, terdengar ketukan pintu.
Setumpuk lagi dokumen dibawa masuk.
Semuanya berwarna kuning. Hanya ada satu yang
berwarna merah, yang kelihatan sangat menyolok.
Siangkoan Kim-hong langsung membukanya dan
membacanya cepat. Hanya tertulis kata-kata singkat,
"Datang ke tempat biasa. Lu Hong-sian menunggu."
Siangkoan Kim-hong berdiri tanpa suara dan seperti
sedang berpikir keras. Ia segera membuat keputusan.
Ia pergi ke luar tanpa tergesa-gesa.
Hing Bu-bing mengikutinya di belakang seperti bayangan.
Keduanya keluar dari pintu, melalui jalan rahasia, melalui
pekarangan terbuka, melalui seorang penjaga yang
membungkuk dalam-dalam, dan sampai ke tempat yang
terang, penuh sinar matahari.
Matahari musim gugur bagaikan seorang wanita di masa
tuanya. Tidak mampu lagi menggerakkan hati laki-laki.
1082 Kedua orang ini masih berjalan beriringan, satu di depan
satu di belakang".tapi tiba-tiba Hing Bu-bing merasa
bahwa irama langkah Siangkoan Kim-hong telah berubah
sedikit. Hing Bu-bing tidak lagi dapat mengikuti iramanya dengan
harmonis. Walaupun langkah Siangkoan tidak bertambah cepat,
namun jarak di antara mereka semakin lama semakin
lebar. Langkah Hing Bu-bing makin lama makin pelan, dan
akhirnya berhenti sama sekali.
Siangkoan Kim-hong tidak menoleh. Hanya dari sudut
matanya ia melihat bayangan Hing Bu-bing yang makin
lama makin jauh. Mata yang kelabu dan mati itu sedikit demi sedikit
memancarkan kepedihan yang mendalam dan tak
terkatakan". *** Hutan pinus yang lebat. Begitu lebat sampai-sampai sinar matahari tidak dapat
menembusnya sepanjang tahun.
Walaupun gelap, udara di situ lembab. Angin sepoi-sepoi
membawa wangi daun cemara.
1083 Lim Sian-ji sedang bersandar pada sebatang pohon.
Tangannya menggenggam erat tangan Lu Hong-sian.
Tatapan matanya yang lembut dan merayu itu tidak
pernah lepas dari wajah Lu Hong-sian.
Wajah Lu Hong-sian pucat. Keriput mulai tampak di
sudut matanya. Angin musim gugur bertiup melalui hutan itu dan
membawa kesejukan yang menentramkan hati.
Dengan suara lembut Lim Sian-ji bertanya, "Apakah kau
menyesal?" Lu Hong-sian menggelengkan kepalanya dan balik


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bertanya, "Menyesal" Mengapa aku menyesal" Bersama
denganmu, tidak ada seorang laki-laki di dunia ini yang
merasa menyesal." Lim Sian-ji bersandar pada lengan Lu Hong-sian dan
bertanya setengah berbisik, "Apakah aku begitu
istimewa?" Lu Hong-sian meraih pinggangnya dan tersenyum.
"Tentu saja. Kau jauh melebihi bayanganku sebelumnya,
melebihi apa yang dapat diimpikan laki-laki manapun?"
Perlahan-lahan tangannya meraba naik turun tubuh Lim
Sian-ji. Suara nafas Lim Sian-ji terdengar semakin berat dan
memekik kecil, "Jangan sekarang"."
1084 "Kenapa?" Lu Hong-sian bertanya dengan tidak sabar.
Sambil menggigit bibirnya Lim Sian-ji menjawab, "Kau
harus menjaga tenagamu untuk menghadapi Siangkoan
Kim-hong." Ia melenggokkan tubuhnya, seolah-olah sedang
berusaha menghindar dari Lu Hong-sian, namun akhirnya
lebih mirip sebagai gerakan yang menggoda Lu Hongsian.
Lu Hong-sian terdiam sebentar sebelum ia mulai
membelai tubuh Lim Sian-ji lagi dan berkata dengan
nakal, "Aku bisa "bertempur" denganmu dulu sebelum
bertempur dengan Siangkoan Kim-hong."
Kata Lim Sian-ji, "Kau tidak boleh meremehkan dia. Ia
tidak mudah dikalahkan seperti yang kau kira."
"Kau pikir aku tidak setanding dengannya?"
"Bukan".bukan begitu maksudku, hanya saja"."
Lim Sian-ji menggigit mesra telinga Lu Hong-sian, dan
berbisik tepat di samping telinganya, "Setelah kau
membunuh Siangkoan Kim-hong, seluruh dunia akan
menjadi milik kita. Kita akan bisa selalu bersama setiap
saat. Kenapa harus terburu-buru sekarang?"
Kata-katanya yang sangat manis di antara angin musim
gugur terdengar bagaikan lagu yang sangat merdu.
1085 Hati Lu Hong-sian pun terharu dan memeluknya semakin
erat. Katanya, "Kau sungguh memperhatikan aku"."
Tiba-tiba ia terdiam. Lim Sian-ji segera mendorongnya dan melepaskan diri
dari pelukannya. Suara langkah yang unik terdengar memenuhi seluruh
hutan raya. Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari
suara langkah itu. Namun entah mengapa, setiap
langkah seakan-akan sedang menginjak-injak hati
manusia. Kini suara langkah itu berhenti.
Siangkoan Kim-hong berdiri di bewah bayangan sebatang
pohon pinus di depan mereka. Ia berdiri di situ tanpa
bicara, tanpa bergerak. Ia kelihatan seperti sebuah
gunung es. Gunung es yang tidak terduga.
Nafas Lu Hong-sian seakan-akan tercekat saat kata-kata
ini keluar dari mulutnya. "Siangkoan Kim-hong?"
"Lu Hong-sian?" Siangkoan Kim-hong membalasnya dari
bawah sebuah topi bambu yang lebar, yang menutupi
matanya. Ia tidak menjawab, malah balik bertanya.
"Ya," sahut Lu Hong-sian.
Namun sesaat setelah menjawab, Lu Hong-sian merasa
sangat menyesal karena ia menjawab.
1086 Ia merasa kehilangan kendali. Kini kendali berada di
tangan Siangkoan Kim-hong.
Siangkoan Kim-hong tersenyum dingin dan berkata,
"Bagus, memang Lu Hong-sian pantas untuk kulayani
secara pribadi." Lu Hong-sian pun tertawa dingin. "Jika kau bukan
Siangkoan Kim-hong, kau pun tidak cukup berharga
untuk kubunuh." Setelah mengucapkannya, kembali ia merasa menyesal.
Walaupun perkataannya penuh dengan hasrat
membunuh, ia kedengaran seperti hanya membeo
ucapan Siangkoan Kim-hong.
Siangkoan Kim-hong masih berdiri di sana tidak bergerak
sampai cukup lama. Tiba-tiba ia melirik tajam ke arah
Lim Sian-ji dari balik topi bambunya.
Lim Sian-ji masih berdiri di samping pohon pinus tadi.
Tatapan matanya yang lembut, perlahan-lahan berubah
menjadi tajam dan panas. Ia tahu sebentar lagi darah akan tercurah.
Ia sangat suka melihat laki-laki mencucurkan darah demi
dirinya! "Kemari kau," perintah Siangkoan Kim-hong pada Lim
Sian-ji. 1087 Mata Lim Sian-ji memancarkan rasa kuatir. Ia menoleh
pada Lu Hong-sian, lalu memandang pada Siangkoan
Kim-hong. Lu Hong-sian tertawa. Katanya, "Ia tidak akan datang
padamu." Lagi, Lim Sian-ji bolak-balik memandangi Siangkoan Kimhong
dan Lu Hong-sian. Lim Sian-ji tahu, saat ini ia harus memilih salah satu di
antara mereka berdua. Ia pun tahu siapa pun yang dipilihnya harus menjadi
pemenang. Tapi masalahnya, siapakah yang akan menang"
Siangkoan Kim-hong masih tetap berdiri di situ dengan
tenang. Matanya memancarkan rasa percaya diri yang
besar. Nafas Lu Hong-sian sudah menjadi tidak teratur. Ia mulai
kelihatan kuatir. Tiba-tiba Lim Sian-ji menertawainya.
Lu Hong-sian hanya bisa menyumpah-nyumpah dalam
hati saat Lim Sian-ji berlari kecil ke arah Siangkoan Kimhong
bagaikan seekor burung walet.
Ia telah menjatuhkan pilihan. Ia tahu bahwa pilihannya
tidak mungkin salah! 1088 Lu Hong-sian menyipitkan matanya. Hatinya pun mulai
mengkerut. Inilah pertama kali dalam hidupnya ia merasakan hinaan
orang. Dan ini pun pertama kali dalam hidupnya ia
merasakan kekalahan. Dua rasa sakit hati bergabung,
dua kali lipat pula beratnya untuk menanggungnya!
Ia juga merasakan dua pukulan hebat. Rasa percaya diri
dan kehormatannya hancur berkeping-keping.
Tangannya mulai gemetar. Siangkoan Kim-hong memandangnya dingin dan berkata,
"Kau sudah kalah!"
Tangan Lu Hong-sian makin gemetaran tidak
tertahankan. Kata Siangkoan Kim-hong, "Kau tidak akan
membunuhmu karena kau tidak lagi cukup berharga
untuk kubunuh!" Siangkoan Kim-hong langsung memutar badannya dan
melangkah pergi. Lim Sian-ji mengekor di belakangnya. Setelah beberapa
langkah, ia menoleh pada Lu Hong-sian dan berkata
sambil cekikikan, "Kurasa kau lebih baik mati saja."
Lu Hong-sian telah kalah dalam pertempuran ini sebelum
bergerak satu jurus pun. 1089 Dalam pikirannya pun dia tahu dia sudah kalah telak.
Ia tidak mengucurkan darah setetes pun, namun jiwa
dan seluruh kehidupannya sudah hancur lebur. Semangat
dan rasa percaya dirinya sudah hilang sama sekali.
Ia hanya bisa memandang Siangkoan Kim-hong berjalan
ke luar hutan itu. Ia tidak punya semangat dan
keberanian untuk mengejarnya.
Walaupun Siangkoan Kim-hong tidak menyerang sama
sekali, ia telah merenggut hidup Lu Hong-sian.
"Kurasa kau lebih baik mati saja."
Memang sudah tidak ada lagi gunanya terus hidup.
Tiba-tiba Lu Hong-sian jatuh terduduk dan menangis
tersedu-sedu. Lim Sian-ji berlari ke samping Siangkoan Kim-hong dan
menggamit lengannya. Katanya dengan manis, "Hanya kau yang ada di hatiku
sekarang!" "Aku?" "Ya. Walaupun Hing Bu-bing dengan pedangnya dapat
membunuh paling cepat, kau jauh lebih cepat lagi.
Karena".karena kau dapat membunuh tanpa
mengangkat seujung jari pun!"
1090 "Itu karena aku belum pernah bertemu dengan siapapun
yang cukup berharga bagiku untuk mengangkat seujung
jari." "Orang di dunia ini yang setanding denganmu jumlahnya
sangat sedikit". Aku pikir hanya ada satu." Saat
mengatakannya, mata Lim Sian-ji bercahaya.
Tanya Siangkoan Kim-hong, "Li Sun-Hoan?"
Lim Sian-ji menghela nafas dan berkata, "Orang itu
adalah orang yang dapat menghilang sewaktu-waktu,
namun juga orang yang tidak pernah mau pergi. Kadangkadang
aku sendiri tidak tahu orang macam apakah dia.
Apakah ia seorang pria sejati" Apakah ia seorang tolol"
Atau seorang pendekar?"
Jawab Siangkoan Kim-hong dingin, "Sepertinya kau
selalu memperhatikannya."
Lim Sian-ji tertawa. "Tentu saja aku harus selalu
memperhatikannya, sebab aku tidak ingin mati di
tangannya." "Hmm?" Lim Sian-ji menjelaskan, "Terhadap kekasihnya,
perhatian seseorang pun semakin lama semakin luntur.
Namun terhadap musuhnya, tidak boleh demikian."
Ia menatap Siangkoan Kim-hong dan melanjutkan, "Aku
yakin kau pasti memahaminya lebih daripada siapapun
juga." 1091 Sahut Siangkoan Kim-hong, "Ada beberapa jenis
perhatian. Apakah kau membencinya" Kau takut
padanya" Atau kau mencintainya?"
Lim Sian-ji tertawa merajuk. "Apakah kau mulai
cemburu?" Siangkoan Kim-hong menundukkan kepalanya.
"Bagaimana dengan A Fei?"
"Dia jelas cemburu."
Kata Siangkoan Kim-hong, "Aku hanya ingin tahu
mengapa kau belum juga membunuhnya?"
Lim Sian-ji balik bertanya, "Aku pun ingin tahu, mengapa
Hing Bu-bing tidak membunuhnya?"
Sahut Siangkoan Kim-hong, "Karena awalnya aku ingin
kau yang membunuhnya. Kau tidak tega?"
"Membunuh orang itu gampang. Yang lebih sulit adalah
membuat orang menuruti setiap perkataanmu. Sampai
sekarang, aku belum pernah bertemu dengan orang yang
sepatuh dia." Lalu Lim Sian-ji menghambur ke pelukan Siangkoan Kimhong
dan berkata lagi, "Aku datang bukan untuk
berdebat denganmu. Jika kau memang ingin aku
membunuhnya, masih banyak kesempatan di kemudian
hari. Aku pasti akan menuruti keinginanmu."
Tidak ada seorang pun yang bisa kesal pada Lim Sian-ji.
1092 Ia sama halnya seperti seekor kucing yang mahal.
Sewaktu ia mencakar wajahmu, sebelum kau merasa
sakit, ia sudah menjilatimu dengan sayang.
Siangkoan Kim-hong menatapnya lekat-lekat.
Di bawah sinar matahari terbenam, wajahnya tampak
begitu rapuh bagai porseLim. Sentuhan yang paling
ringan pun dapat merusaknya. Kelembutan angin musim
gugur yang sepoi-sepoi tidak dapat dibandingkan dengan
kelembutan nafas yang keluar dari mulutnya.
Perlahan-lahan Siangkoan Kim-hong menundukkan
kepalanya. Bibirnya melekat di bibir Lim Sian-ji. Tiba-tiba Lim Sian-ji
mengangkat kepalanya dari dada Siangkoan Kim-hong
dan jatuh ke tanah. Bola mata Siangkoan Kim-hong berputar, namun
tubuhnya tidak bergerak. Bahkan ujung jarinya pun
masih ada di tempat yang sama.
Ia tidak melirik sedikitpun pada Lim Sian-ji, malah
memandangi rumput yang sudah menguning di situ.
Tidak ada sesuatupun di rumput yang menguning itu.
Namun setelah beberapa saat, sesosok bayangan terlihat
di situ. Ada yang datang! 1093 Bayangan orang itu memanjang akibat sinar matahari
sore. Langkah kakinya tidak bersuara. Langkah kaki orang itu
ringan bagaikan seekor rubah.
Siangkoan Kim-hong tetap tidak menoleh. Lim Sian-ji
yang masih terbaring di tanah mulai merintih.
Bayangan itu sudah dekat sekarang. Ia berhenti tepat di
belakang Siangkoan Kim-hong.
Terdengar suara, "Aku tidak pernah membunuh dari
belakang. Tapi kali ini, aku harus membuat
pengecualian." Suara orang itu dingin dan tegas. Namun karena marah
dan kegalauan hatinya, terdengar gemetar.
Nada suaranya memang seperti orang yang sebentar lagi
akan membunuh. Namun Siangkoan Kim-hong tidak bergerak. Ia pun tidak
berbicara. Bayangan itu mengangkat tangannya.
Ada sebilah pedang di tangannya, namun ia tidak


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menusukkannya. Lagi suara itu bertanya, "Apakah kau
tetap tidak mau menoleh?"
1094 Siangkoan Kim-hong menjawab dengan tenang, "Aku
masih bisa membunuh orang yang berdiri di belakangku.
Buat apa repot-repot menoleh?"
Setelah kalimatnya selesai, suara rintihan pun berhenti.
Mata Lim Sian-ji terbelalak dan berseru, "A Fei!"
Ia bangkit dari sisi Siangkoan Kim-hong dan
menghampiri A Fei. Bayangannya menyatu dengan
bayangan di atas rumput kering itu.
Siangkoan Kim-hong menatap dua bayangan di atas
tanah itu. Lalu ia mulai berjalan ke depan perlahanlahan".
dan berhenti saat ia berada tepat di atas kedua
bayangan itu. Pedang di tangan A Fei telah jatuh ke tanah.
Lim Sian-ji menggenggam tangannya dan berbisik. "Kau
akhirnya datang, aku tahu kau pasti datang"."
Ia mengulanginya sampai beberapa kali. Tiap kali makin
halus, makin lembut, makin merdu.
Kelembutan suaranya dapat mencairkan gunung es.
Hati A Fei pun mulai mencair. Kegelisahannya,
kegundahannya, kebenciannya, langsung mereda.
Kata Lim Sian-ji, "Aku tahu jika kau tidak menemukanku,
kau pasti akan kuatir dan kau pasti akan datang
mencariku." 1095 Ia melihat wajah A Fei pucat kehijauan. Matanya menjadi
merah dan mulai tersedu-sedu sambil berkata, "Selama
mencariku, kau pasti sangat menderita."
Sahut A Fei, "Kalau bisa menemukanmu, aku sudah
sangat puas." Apapun resikonya, ia akan mempertaruhkan segalanya
demi menemukan Lim Sian-ji.
Apapun yang harus dideritanya, ia akan menanggungnya
demi menemukan Lim Sian-ji.
Tiba-tiba, sebilah pedang berkilat!
Pedang yang tadi tergeletak di tanah telah terangkat
naik, kilat sinarnya secepat pagutan ular, dan pedang
pun kini telah tergenggam.
Tiba-tiba Siangkoan Kim-hong telah berdiri di depan
mereka. Tatapannya yang tanpa emosi terfokus ke ujung pedang.
Pedang ini pedang baja biasa. Sebilah pedang yang
"dipinjam" A Fei dari orang yang ditemuinya dalam
perjalanan. Namun kelihatannya Siangkoan Kim-hong tertarik sekali
pada pedang itu. Dengan Lim Sian-ji di sampingnya, tidak ada yang dapat
mencuri perhatian A Fei. 1096 Baru kini ia menyadari ada orang lain di situ. Orang yang
tadinya hendak ia bunuh. Kini pedangnya sudah berada di tangan orang itu.
Pedang biasa itu kini telah berubah menjadi sebilah
pedang yang memancarkan hawa membunuh!
Tanya A Fei tajam, "Siapa kau?"
Siangkoan Kim-hong tidak menjawab. Ia tidak
memandang A Fei sedikit pun. Tatapan matanya yang
dingin masih terpaku pada ujung pedang itu. Akhirnya
senyum enggan tampak di sudut mulutnya. Senyum yang
mengejek. Tanya Siangkoan Kim-hong, "Kau ingin membunuh
dengan pedang ini?" "Memang kenapa pedang itu?"
"Pedang ini tidak bisa membunuhku."
Jawab A Fei, "Semua pedang bisa membunuh."
Siangkoan Kim-hong tertawa dan menyahut, "Tapi ini
bukan pedangmu. Jika kau memaksa ingin menggunakan
pedang ini, maka yang akan terbunuh adalah kau
sendiri." Pedang berkilat lagi, dan berputar.
1097 Kini Siangkoan Kim-hong memegang ujung pedang itu di
antara kedua jarinya dan menyorongkan gagang pedang
itu ke hadapan A Fei. Katanya sambil tersenyum lebar, "Kalau kau tidak
percaya, coba saja."
Sebelum A Fei mengulurkan tangannya, otot-ototnya
telah mengejang. Ia menyadari bahwa di hadapan orang ini ia merasakan
suatu perasaan aneh. Perasaan yang tidak pernah
dirasakannya sebelum ini. Perasaan yang membuat
hatinya galau, membuat perutnya terasa melilit,
membuat dia ingin muntah.
Namun bagaimana mungkin ia tidak mengambil pedang
itu" Akhirnya ia mengulurkan tangan. Sebelum tangannya
menyentuh gagang pedang itu, pedang itu telah
dirampas oleh tangan yang lain. Tangan yang halus dan
lembut. Mata Lim Sian-ji berkaca-kaca saat memandang A Fei
dan berkata, "Apakah kau ingin membunuhnya" Tahukah
kau siapa dia?" Lanjut Lim Sian-ji, "Ia adalah penyelamatku."
Bab 65. Manipulasi Tanya A Fei, "Penyelamat?"
1098 Jawab Lim Sian-ji, "Lu Hong-sian telah?"memaksaku,
menyiksaku. Aku ingin mati, tapi tidak dapat. Jika bukan
karena dia, aku tidak tahu apa yang".." Air matapun
membasahi wajahnya. A Fei sungguh terkejut. Lim Sian-ji masih terisak-isak waktu berkata, "Aku
berharap kau dapat membalas kebaikannya, tapi
sekarang kau malah".."
Tiba-tiba Siangkoan Kim-hong menyela, "Membunuh
seseorang juga bisa menjadi salah satu cara untuk
membalas budi." Lim Sian-ji menoleh dan bertanya, "Kau".kau ingin dia
membunuh seseorang untukmu?"
Jawab Siangkoan Kim-hong, "Karena ia berhutang satu
nyawa padaku, mengapa tidak membiarkannya
membalas dengan satu nyawa lain?"
Kata Lim Sian-ji, "Tapi akulah yang kau selamatkan,
bukan dia." "Hutangmu adalah hutangnya. Benar kan?" tanya
Siangkoan Kim-hong pada A Fei.
Lim Sian-ji memandang wajah A Fei.
A Fei mengertakkan giginya dan menjawab, "Aku akan
membayar lunas hutangnya!"
1099 Tanya Siangkoan Kim-hong, "Pernahkah kau berhutang?"
Jawab A Fei tegas, "Tidak pernah!"
Siangkoan Kim-hong tersenyum kecil. "Dengan nyawa
siapa kau akan membayarnya?"
Jawab A Fei, "Siapa saja yang kau inginkan, kecuali satu
orang." "Satu orang siapa?"
"Li Sun-Hoan." Siangkoan Kim-hong tersenyum mengejek. "Apakah kau
takut padanya?" Mata A Fei penuh dengan kesedihan saat menjawab,
"Aku tidak akan membunuhnya, karena aku berhutang
padanya lebih banyak lagi."
Siangkoan Kim-hong tertawa, katanya, "Baik. Kalau kau
mengingat hutangmu padanya, kaupun akan mengingat
hutangmu padaku." Tanya A Fei datar, "Nyawa siapa yang kau inginkan?"
Perlahan-lahan Siangkoan Kim-hong memutar badannya
dan berkata, "Ikut aku."
Hari mulai gelap. A Fei tidak menggandeng tangan Lim
Sian-ji karena ia merasakan kegalauan dalam hatinya.
1100 Hanya saja ia tidak tahu apa yang mengganggu
perasaannya. Siangkoan Kim-hong yang berjalan di depan tidak pernah
menoleh. Namun, entah bagaimana A Fei merasa bahwa Siangkoan
Kim-hong sedang mengawasinya sepanjang waktu. Ia
merasakan tekanan yang begitu kuat mengganduli
hatinya. Semakin jauh mereka berjalan, semakin berat tekanan
itu. Bintang-bintang mulai bermunculan di langit malam.
Padang luas itu bagaikan kehampaan yang tidak
terbatas. Suara anginpun tidak terdengar lagi.
Tidak ada secuilpun suara yang terdengar. Bahkan
serangga yang biasanya berdengung dengan giat di
malam musim gugur pun tidak bersuara.
Seakan-akan satu-satunya suara di alam semesta ini
adalah suara langkah kaki mereka.
A Fei baru menyadari bahwa langkahnya yang biasanya
tidak terdengar kini bersuara. Terlebih lagi, suaranya
seirama dengan suara langkah Siangkoan Kim-hong. Satu
setelah yang lain, membuat langkah-langkah mereka
melebur menjadi suatu ritme yang aneh.
Seekor jangkrik yang baru saja melompat dari rumput
kering dekat situ seakan-akan ketakutan mendengar
1101 ritme langkah mereka, dan melompat balik ke dalam
rerumputan itu. Bahkan derap langkah mereka
mengandung hawa membunuh.
Apa yang menyebabkannya"
A Fei tidak pernah bersuara saat berjalan. Tapi mengapa
tiba-tiba kakinya terasa amat berat"
Apa penyebabnya" A Fei memandang ke bawah dan baru tahu apa
sebabnya. Langkahnya tepat jatuh di antara dua langkah
Siangkoan Kim-hong. Waktu ia melangkah, Siangkoan Kim-hong akan
melangkah yang kedua. Waktu ia melangkah ketiga,
Siangkoan Kim-hong akan melangkah yang keempat.
Tiap langkah sangat teratur dan tanpa cela.
Jika ia mempercepat langkahnya, Siangkoan Kim-hong
pun akan mempercepat langkahnya. Jika ia
memperlambat, Siangkoan Kim-hong pun akan
memperlambat. Dari semula, Siangkoan Kim-honglah yang
mengkoordinasi langkah mereka.
Namun kini, ia baru menyadari bahwa waktu Siangkoan
Kim-hong mempercepat langkahnya, secara otomatis
kaki A Fei pun akan mempercepat langkahnya juga.
Waktu Siangkoan Kim-hong memperlambat langkahnya,
kaki A Fei akan memperlambat langkahnya.
1102 Seolah-olah Siangkoan Kim-hong mengendalikan gerakan
kakinya dan ia tidak mampu melepaskan diri dari
kendalinya! A Fei mulai berkeringat dingin.
Namun entah mengapa, ia merasa bahwa berjalan
seperti ini terasa menenangkan. Ia merasa tiap inci ototototnya
menjadi rileks. Seakan-akan seluruh jiwa dan raganya terhipnotis oleh
ritme langkah ini. Derap langkah ini dapat menggetarkan sukma manusia.
Lama-kelamaan, Lim Sian-ji pun merasakannya. Matanya
yang indah itu menjadi awas dan waspada,
memancarkan kekejaman. A Fei adalah miliknya. Hanya dia yang boleh mengendalikan A Fei.
Ia tidak akan pernah membiarkan siapapun merampas A
Fei dari genggamannya! Matahari sudah mulai condong ke barat. Malam akan
segera tiba. Bintang-bintang akan segera menghiasi
langit malam". *** 1103 Hing Bu-bing masih berdiri di situ. Masih berdiri di
tempat yang sama tempat jejaknya yang terakhir.
Tubuhnya tidak bergerak sama sekali. Pandangan
matanya pun tidak berganti. Namun bayangan Siangkoan
Kim-hong yang tadi nampak di atas tanah sudah
menghilang untuk selamanya.
Tapi kini, sosok Siangkoan Kim-hong tiba-tiba muncul
kembali. Mula-mula Hing Bu-bing melihat pucuk topi bambunya,
lalu jubah kuningnya, lalu pedangnya yang berkilauan
diterpa cahaya bulan. Lalu ia melihat A Fei. Jika seseorang melihat mereka sepintas saja dari
kejauhan, pasti mereka mengira Hing Bu-binglah yang
berjalan bersama Siangkoan Kim-hong, karena irama
langkah mereka begitu unik dan serasi.
Siapa sangka kini A Fei telah mengambil posisi Hing Bubing"
Mata Hing Bu-bing kelihatan lebih gelap daripada abu.
Sangat gelap, sampai cahaya bulan dan bintangbintangpun
kelihatan redup. Kegelapan yang dapat
menyedot fajar yang akan tiba menjadi suatu
kehampaan, kesia-siaan hidup; yang membuat "kematian"
pun menjadi tidak berarti apa-apa.
Kehampaan total. 1104 Ekspresi wajahnya lebih kosong lagi daripada sorot
matanya. Siangkoan Kim-hong berjalan mendekatinya dan berhenti
tepat di hadapannya. Langkah A Fei pun berhenti.
Tatapan Siangkoan Kim-hong terfokus pada sesuatu di
kejauhan. Tidak sedikitpun ia melirik Hing Bu-bing. Tibatiba


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tangannya terulur ke arah pinggang Hing Bu-bing
dan diambilnya pedang Hing Bu-bing.
Katanya dingin, "Kau tidak akan bisa lagi menggunakan
pedang ini." "Ya," jawab Hing Bu-bing pendek.
Suaranya pun mengandung kehampaan. Bahkan dirinya
sendiri pun tidak yakin bahwa perkataan itu keluar dari
mulutnya. Siangkoan Kim-hong masih memegang pedang baja biru
itu di antara jemarinya. Ia menyerahkan gagang pedang
itu pada Hing Bu-bing. Katanya, "Pedang ini untukmu."
Perlahan-lahan tangan Hing Bu-bing terulur untuk
menerimanya. Kata Siangkoan Kim-hong lagi, "Pedang apapun sekarang
tidak ada bedanya bagimu."
1105 Walaupun ia begitu dekat dengan Hing Bu-bing, tidak
sekalipun Hing Bu-bing dipandangnya.
A Fei pun berada dekat situ dan ia pun tidak memandang
Hing Bu-bing sama sekali.
Lim Sian-ji tersenyum nakal padanya dan berkata,
"Apakah matipun jadi begitu sulit?"
Segumpal awan melayang menutupi langit.
Tiba-tiba suara guntur menggelegar memecahkan
kesunyian dan hujan pun turun.
Hing Bu-bing tetap tidak bergerak, dan berdiri mematung
dalam hujan. Kini badannya sudah basah kuyup. Titik-titik air
mengumpul di sudut matanya. Apakah itu air hujan" Atau
air mata" Namun bagaimana mungkin Hing Bu-bing bisa
meneteskan air mata"
Orang yang tidak pernah mengucurkan air mata,
biasanya hanya mengucurkan darah!
Pedang itu. Setipis kertas dan setajam belati.
Cahaya pelita tampak tenang. Terlihat kilatan pedang.
Kilatan biru. *** 1106 Jendela itu tertutup rapat. Hujan begitu lebat di luar.
Hawa dalam rumah sangat sejuk.
Di bawah cahaya pelita yang tenang A Fei dapat meneliti
pedang itu. Matanya terpaku sangat lama pada pedang
itu. Siangkoan Kim-hong menatapnya lekat-lekat dan
bertanya, "Apa pendapatmu tentang pedang ini?"
"Bagus. Sangat bagus."
"Dibandingkan dengan yang biasanya kau gunakan?"
"Terasa lebih ringan."
Tiba-tiba Siangkoan Kim-hong merebut pedang itu
dengan dua jarinya dan membengkokkan ujungnya,
sampai menyentuh badan pedang, sehingga membentuk
Lingkaran. Terdengar bunyi "Wung" yang keras.
Suaranya seperti naga mengaum.
Mata A Fei yang dingin menjadi tertarik.
Siangkoan tersenyum dan bertanya, "Dalam hal ini,
bagaimana jika dibandingkan dengan pedangmu?"
"Pedangku akan patah jika dibengkokkan seperti itu."
Lalu Siangkoan Kim-hong melepaskan jarinya dan
pedang itu pun melesat kembali.
1107 Cawan teh yang berada di atas meja terbelah menjadi
dua, seakan-akan terbuat dari kayu yang sudah lapuk.
A Fei tidak dapat menahan rasa kagumnya dan berseru,
"Pedang yang luar biasa!"
Siangkoan Kim-hong menjelaskan, "Memang pedang
yang sangat baik. Sangat ringan dan tidak tumpul.
Sangat ringan tapi tidak ringkih. Kuat dan sangat
fleksibel. Walaupun terlihat biasa dan tidak menarik,
pedang ini adalah karya agung seorang ahli pembuat
pedang nomor satu di dunia, Tuan Gu. Dan lagi, pedang
ini khusus dibuat untuk mengakomodasi gaya permainan
pedang Hing Bu-bing."
Sambung Siangkoan Kim-hong sambil tertawa, "Memang
pedang ini sangat mirip dengan Hing Bu-bing, bukan?"
Sahut A Fei, "Sangat mirip."
Kata Siangkoan Kim-hong, "Walaupun serangan Hing Bubing
sangat kejam dan mematikan, seranganmu lebih
tepat dan akurat. Karena kau jauh lebih sabar dari dia.
Mungkin pedang ini lebih cocok untukmu."
A Fei terdiam cukup lama sebelum menjawab, "Pedang
ini bukan pedangku."
Sahut Siangkoan Kim-hong, "Pedang tidak punya pemilik
khusus. Siapa pun yang bisa, dapat menggunakannya."
1108 Ia meletakkan pedang itu ke samping A Fei dan dengan
sorot mata sinis ia berkata, "Dan kini, pedang ini sudah
menjadi milikmu." Kembali A Fei terdiam lama. Kata-kata yang keluar dari
mulutnya masih sama. "Ini bukan pedangku."
"Dengan pedang ini, pedang manapun juga bisa menjadi
milikmu. Dengan pedang ini, kau dapat membunuh
siapapun juga." Lalu dengan tersenyum ia menambahkan, "Bahkan kau
dapat membunuhku." Kali ini A Fei diam saja.
Lanjut Siangkoan Kim-hong, "Kau berhutang padaku. Kau
harus membunuh untukku. Maka aku memberikan
senjatanya kepadamu. Cukup adil, bukan?"
A Fei mengulurkan tangannya dan mengambil pedang
itu. Kata Siangkoan Kim-hong, "Bagus! Bagus sekali! Dengan
pedang ini, hutangmu dapat terbayar lunas besok."
"Siapa yang kau ingin aku bunuh?"
"Jangan kuatir. Aku tidak akan menyuruhmu membunuh
seorang sahabat"."
Sebelum kalimatnya selesai, Siangkoan Kim-hong sudah
keluar dari ruangan itu dan menutup pintu.
1109 Mereka dapat mendengar suaranya di luar. "Kedua orang
dalam kamar ini adalah tamu-tamuku. Sebelum tiba
besok pagi, jangan biarkan siapapun mengganggu
mereka." Kini hanya A Fei dan Lim Sian-ji yang berada di kamar
itu. Lim Sian-ji dari tadi hanya duduk tenang, tidak
mengangkat kepalanya sama sekali.
Ketika Siangkoan Kim-hong masih berada di sana, ia pun
tidak melirik sedikitpun pada Lim Sian-ji.
Selama itu, ia pun tidak berbicara. Hanya sewaktu A Fei
mengulurkan tangannya untuk mengambil pedang itu,
mulutnya tampak bergerak sedikit, seakan-akan ingin
mengatakan sesuatu, namun tidak jadi.
Kini setelah tingga mereka berdua di sana, barulah ia
bicara, "Apakah kau benar-benar akan membunuh untuk
dia?" A Fei mendesah. "Aku berhutang padanya, dan aku
sudah berjanji padanya."
"Tahukah kau siapa yang harus kau bunuh?"
"Ia belum bilang."
"Apakah kau belum bisa menerka?"
A Fei balik bertanya, "Apakah kau sudah tahu?"
1110 Sahut Lim Sian-ji, "Jika tebakanku benar, orang itu
adalah Liong Siau-hun."
"Liong Siau-hun" Mengapa?"
Lim Sian-ji tersenyum dan menjawab, "Karena Liong
Siau-hun bermaksud untuk memanfaatkan dia. Tapi ia
tidak akan membiarkan orang memanfaatkannya. Hanya
dialah yang boleh memanfaatkan orang lain."
"Liong Siau-hun seharusnya sudah dibunuh dari dulu."
"Tapi sebaiknya kau tidak melakukannya."
"Kenapa?" Lim Sian-ji tidak menjawab, malah balik bertanya,
"Tahukah kau mengapa Siangkoan Kim-hong
menyuruhmu membunuh Liong Siau-hun, dan tidak
melakukannya sendiri?"
"Lebih mudah menyuruh orang lain daripada
melakukannya sendiri."
"Namun jika Siangkoan Kim-hong menginginkan
kematian Liong Siau-hun, itu bukan hal yang sulit. Lagi
pula, pesilat tangguh dalam Kim-ci-pang jumlahnya tidak
sedikit. Jangankan seorang Liong Siau-hun, seratus atau
seribu Liong Siau-hun pun tidak sulit dibasmi. Jika
Siangkoan Kim-hong tidak ingin membunuhnya dengan
tangannya sendiri, ia cukup mengucapkannya dan semua
bawahannya siap melakukannya."
1111 Tanya A Fei, "Jadi tahukah kau maksud sesungguhnya?"
"Sudah pasti aku tahu".dua hari lagi adalah tanggal
satu." "Ada apa dengan tanggal satu?"
Jawab Lim Sian-ji, "Semua orang dalam dunia persilatan
tahu bahwa pada tanggal satu, Liong Siau-hun dan
Siangkoan Kim-hong akan mengangkat persaudaraan."
A Fei tercengang. "Apakah mata Siangkoan Kim-hong
sudah lamur?" "Sudah tentu ia tidak ingin menjadi saudara angkat Liong
Siau-hun. Namun ia pun tidak ingin orang
menganggapnya sebagai orang yang tidak pegang janji.
Jadi satu-satunya jalan adalah dengan membunuh Liong
Siau-hun." Lim Sian-ji tersenyum sambil menambahkan, "Orang mati
kan tidak bisa menjadi saudara angkat orang hidup."
A Fei terdiam. Kata Lim Sian-ji lagi, "Tapi karena mereka sudah
menyebarkan pemberitahuan bahwa mereka akan
mengangkat persaudaraan, Siangkoan Kim-hong tidak
dapat turun tangan padanya lagi. Ia pun tidak dapat
menyuruh bawahannya untuk membereskannya. Maka ia
harus menggunakan tanganmu."
1112 Tambahnya lagi sambil tersenyum lebar, "Lagi pula, kau
memang orang yang paling cocok untuk membunuh
Liong Siau-hun." Tanya A Fei, "Kenapa?"
"Karena kau sama sekali tidak terkait dengan Kim-cipang.
Dan juga karena Li Sun-Hoan adalah sahabatmu.
Semua orang tahu Liong Siau-hun pernah mengkhianati
Li Sun-Hoan." Lim Sian-ji menghela nafas panjang dan melanjutkan,
"Oleh sebab itu, jika kau membunuh Liong Siau-hun,
semua orang akan menyangka bahwa kau
membunuhnya demi Li Sun-Hoan. Tidak ada yang akan
tahu bahwa ini semua dirancang oleh Siangkoan Kimhong."
Kata A Fei dingin, "Walaupun bukan demi siapapun juga,
aku tidak ingin membiarkan orang semacam itu hidup
lebih lama di dunia ini."
"Akan tetapi, setelah kau membunuh Liong Siau-hun,
Siangkoan Kim-hong akan membunuhmu."
A Fei terdiam. Lanjut Lim Sian-ji, "Ia akan membunuhmu bukan saja
untuk menutup mulutmu, tapi ia akan membunuhmu
supaya semua orang mengira bahwa ia melakukannya
sebagai pembalasan kematian saudara angkatnya. Dan
semua orang akan memuji perbuatannya."
1113 Mata A Fei beralih ke arah pedang di tangannya.
Kata Lim Sian-ji, "Ilmu silat Siangkoan Kim-hong sangat
dalam dan hebat, kau".kau tidak berpikir untuk".."
I tidak menyelesaikan perkataannya. Ia menghambur ke
dalam pelukan A Fei dan berbisik perlahan, "Ia tidak ada
di sini. Mari kita melarikan diri saja."
"Melarikan diri?"
"Aku tahu bahwa kau tidak pernah melarikan diri dari
apapun juga. Tapi kali ini, hanya sekali ini saja, bisakah
kau melakukannya demi aku?"
"Tidak," jawab A Fei datar.
"Tidak juga demi aku?" Suara Lim Sian-ji menjadi sangat
lembut, dan air mata mulai mengalir dari matanya.
Ia telah menggunakan senjatanya yang paling
mematikan. A Fei tidak memandangnya. Matanya memandang ke
kejauhan. Ia menjawab perlahan, "Demi dirimulah, aku
tidak dapat melakukannya."
"Kenapa?" "Demi dirimu, aku tidak akan menjadi pengecut dan
ingkar janji." "Ta"tapi"."
1114 Lim Sian-ji meringkuk di dada A Fei dan menangis
tersedu-sedu. Katanya, "Aku tidak peduli apakah kau seorang pengecut
atau pemberani. Kau adalah orang yang kucintai, dan
aku hanya ingin kau tetap hidup dan berada di sisiku."
Wajah A Fei yang tegang kembali melemah. Katanya
dengan lembut, "Bukankah aku ada di sisimu sekarang?"
Lim Sian-ji terus menangis. "Kadang-kadang aku tidak
mengerti jalan pikiranmu."
"Jalan pikiranku sangat sederhana, dan tidak akan
pernah berubah." Memang semakin sederhana pikiran manusia, ia pun
semakin teguh dan tidak mudah berubah.
Lim Sian-ji menatapnya dengan air mata berLimangLimang. "Apakah prinsipmu tidak akan pernah berubah?"
"Tidak akan." Jawabannya pun sangat sederhana.
Lim Sian-ji bangkit dan perlahan-lahan berjalan menuju
ke jendela. Tidak ada sedikit pun suara yang terdengar di
luar. Bahkan tidak terdengar suara dengung serangga


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ataupun kicau burung. Mahluk hidup apapun yang
datang ke tempat ini tiba-tiba merasa bahwa hidup ini
sungguh sia-sia. 1115 Satu-satunya yang pati di tempat ini adalah rasa
"kematian". Berdiri atau duduk. Di luar atau di dalam.
Perasaan itu terus membuntutimu.
Setelah sekian lama, akhirnya Lim Sian-ji mendesah dan
berkata, "Aku baru menyadari bahwa hubunganmu
dengan Li Sun-Hoan sangat mirip dengan hubungan
Siangkoan Kim-hong dengan Hing Bu-bing."
"Hmm?" "Tujuan hidup Hing Bu-bing adalah mengikuti perintah
Siangkoan Kim-hong. Maka sudah tentu Siangkoan Kimhong
memperlakukannya dengan baik, sampai hari
ini".." Senyum pahit terbayang di wajahnya saat ia
melanjutkan, "Kini, Hing Bu-bing tidak berguna lagi,
sehingga Siangkoan Kim-hong mengusirnya begitu saja
seperti seekor anjing liar. Kurasa, ia tidak pernah
menyangka bahwa semua akan berakhir seperti ini."
Kata A Fei, "Seharusnya ia sudah menyadari sejak lama."
"Kalau ia sudah menyadarinya, apakah ia akan terus
melakukannya?" "Ia melakukannya karena tidak ada pilihan lain."
Tanya Lim Sian-ji tajam, "Lalu bagaimana dengan
engkau?" A Fei kembali terdiam. 1116 Kata Lim Sian-ji, "Li Sun-Hoan memperlakukanmu
dengan baik karena kaulah satu-satunya orang di dunia
ini yang dapat membantunya. Tanpa dirimu, ia sebatang
kara. Tapi jika kau sudah tidak berguna lagi baginya,
tidakkah iapun akan memperlakukanmu sama seperti
Siangkoan Kim-hong memperlakukan Hing Bu-bing?"
Tidak terdengar suara apapun sampai lama. Lalu A Fei
tiba-tiba berkata, "Lihatlah ke sini."
Ia berkata dengan perlahan namun tegas.
Ia tidak pernah bicara seperti ini terhadap Lim Sian-ji
sebelumnya. Tangan Lim Sian-ji yang masih memegang daun jendela
mempererat pegangannya. Tanyanya, "Untuk apa?"
"Karena aku ingin menjelaskan dua hal kepadamu."
"Aku dapat mendengar dengan baik dari sini."
"Karena aku ingin kau melihat mataku. Ada perkataan
yang harus kau dengarkan dengan telingamu dan kau
lihat dengan matamu. Kalau tidak, kau tidak akan
mengerti artinya." Ia mempererat pegangannya lagi, tapi akhirnya ia
menolehkan wajahnya. 1117 Setelah ia melihat sorot mata A Fei, ia langsung mengerti
apa maksudnya. Matanya sudah berubah menjadi sama seperti mata
Siangkoan Kim-hong. Jika sorot mata seseorang terlihat seperti ini, artinya
apapun yang dikatakan orang itu harus didengarkan
baik-baik dan dipatuhi dengan seksama.
Kalau tidak, kau pasti akan menyesal!
Pada saat itulah Lim Sian-ji tahu bahwa ia salah.
Ia mengira bahwa A Fei sepenuhnya berada di dalam
kendalinya, bahwa A Fei akan memenuhi semua
permintaannya. Baru sekarang ia tahu bahwa ia salah
sangka. A Fei memang sangat mencintainya. Tergila-gila
padanya. Namun dalam hidup seorang laki-laki, ada yang lebih
penting daripada "cinta", bahkan lebih penting daripada
hidup itu sendiri. A Fei selalu mematuhi permintaannya, karena sebelum
ini ia belum pernah menyinggung tentang hal ini.
Ia memang bisa meminta A Fei mati demi dirinya, tapi ia
tidak dapat menepis persoalan ini begitu saja.
1118 Tanya Lim Sian-ji sambil memamerkan senyumannya
yang termanis, "Apa yang hendak kau katakan" Aku
mendengarkan." Walaupun senyuman itu memang manis, tapi terasa
dipaksakan. "Aku ingin kau memahami bahwa Li Sun-Hoan adalah
sahabatku. Dan aku tidak akan membiarkan siapapun
menghina dia"SIAPAPUN!"
Lim Sian-ji menundukkan kepalanya. "Dan".."
Kata A Fei, "Apa yang kau katakan tadi".bukan hanya
merendahkan diriku, tapi kau pun merendahkan Hing Bubing."
"Hah?" Mata Lim Sian-ji terbelalak.
"Ia pergi karena ia memang ingin pergi. Bukan karena
seseorang mengusirnya pergi."
Kata Lim Sian-ji, "Tapi aku tidak mengerti"."
Potong A Fei cepat, "Kau tidak perlu mengerti. Kau hanya
perlu mengingatnya."
"Aku akan mengingat setiap perkataanmu. Tapi aku
berharap kau tidak lupa bahwa kau pernah
berkata".bahwa perasaanmu terhadap aku tidak pernah
akan berubah," kata Lim Sian-ji sambil menundukkan
kepalanya. 1119 A Fei menatap mata Lim Sian-ji. Menatap dan terus
menatapnya. Walaupun hatinya seperti gunung es, namun gunung es
itu sedang mencair dengan sangat cepat.
A Fei berjalan perlahan ke arah Lim Sian-ji. Tubuh Lim
Sian-ji seakan-akan memancarkan gaya magnet yang
menarik A Fei terus mendekat. Seolah-olah A Fei tidak
dapat mengendalikan dirinya sendiri.
Lim Sian-ji meliuk menghindari pelukannya dan purapura
enggan. Katanya, "Jangan hari ini"."
Tubuh A Fei langsung menegang.
Lim Sian-ji cekikikan dan berkata, "Hari ini kau harus
banyak istirahat dan tidur lebih awal. Aku akan berjaga di
sampingmu." *** Siangkoan berdiri tidak bergerak. Matanya tertuju ke
arah pintu. Ia sedang menunggu.
Siapakah yang ditunggunya"
Penjaga di depan pintu telah undur karena Siangkoan
Kim-hong telah memberi perintah, "Hari ini aku akan
kedatangan tamu dan aku tidak ingin diganggu."
Siapakah yang akan datang"
1120 Mengapa Siangkoan Kim-hong sangat memperhatikan
orang ini" Setiap perbuatan Siangkoan Kim-hong pasti ada
tujuannya. Kali ini, apa tujuannya"
*** Hari bertambah malam. Suasana pun bertambah sunyi.
Mata A Fei terpejam. Suara nafasnya teratur. Seakanakan
ia tidur lelap. Sebenarnya, ia masih terjaga. Betul-betul terjaga dan
awas. Biasanya ia tidak pernah susah tidur. Karena jika ia tidak
betul-betul lelah, ia tidak akan pergi tidur. Dan di harihari
sebelum itu, sekali kepalanya menyentuh bantal, ia
pasti langsung terlelap. Tapi sekarang, ia tidak bisa tidur.
Di sampingnya, Lim Sian-ji sudah terlelap. Nafasnya pun
terdengar sangat teratur.
Jika A Fei mau, ia tinggal membalikkan badannya dan
memeluk tubuhnya yang hangat dan lembut.
Namun A Fei berusaha menahan hasratnya. Ia tidak
memandangnya sedikitpun. Ia kuatir jika ia
memandangnya sedikit saja, pertahanannya akan runtuh.
1121 Lim Sian-ji selalu mempercayainya sepenuh hati.
Bagaimana mungkin ia mengkhianatinya"
A Fei dapat mencium keharuman nafas Lim Sian-ji. Ia
memusatkan konsentrasinya dan memusatkan pikirannya
untuk mengendalikan hasratnya.
Bukan hal yang mudah untuk dilakukan.
Hasrat adalah seperti gelombang lautan. Sedetik ia diam
dan tenang, detik berikutnya ia bergelora dengan
kekuatan penuh. Terus-menerus ia harus mengendalikannya. Ia mulai
menjadi serupa ikan dalam penggorengan.
Bagaimana mungkin ia bisa tidur"
Nafas Lim Sian-ji terdengar makin berat. Namun matanya
sedikit demi sedikit terbuka.
Matanya yang bercahaya tajam memandangi A Fei dalam
kegelapan. Rambutnya terlihat acak-acakan di dahinya. Ia terlihat
sangat lelap seperti seorang bayi.
Lim Sian-ji baru menyadari bulu mata A Fei yang lentik.
Ia ingin sekali mengulurkan tangan dan membelainya.
Saat itu, jika ia sungguh-sungguh mengulurkan
tangannya, A Fei akan menjadi miliknya untuk selamaKANG
ZUSI at http://cerita-silat.co.cc/
1122 lamanya. Ia akan meninggalkan segala sesuatu demi Lim
Sian-ji. Saat itu, tatapan matanya sungguh lembut dan tulus.
Namun saat itu berlalu sekejap saja. Ia menarik
tangannya kembali. Tatapannya yang lembut dan tulus
telah berubah dingin dan kejam.
Ia berbisik, "Fei sayang, apakah kau sudah tidur?"
A Fei tidak menjawab. Ia pun tidak membuka matanya.
Ia sungguh tidak berani. Ia takut ia akan".. Lim Sian-ji menanti sebentar lagi. Lalu tiba-tiba ia turun
dari tempat tidur tanpa suara dan mengambil sepatunya.
Dengan sepatu di tangannya, ia membuka pintu diamdiam
dan keluar. Malam selarut ini, ke manakah dia pergi"
A Fei merasa hatinya begitu sakit seperti ditusuk beriburibu
jarum. "Apa yang kau tidak ketahui tidak akan merisaukanmu.
Dalam hidup ini ada hal-hal yang lebih baik tidak kita
ketahui." A Fei sungguh memahami hal ini. Kenyataan memang
kejam, memang menyakitkan.
1123 Akan tetapi, ia tidak bisa menahan diri lagi.
*** Pintu pun terbuka. Seulas senyum terlihat di bibir Siangkoan Kim-hong.
Sebenarnya ia tampak lebih menakutkan saat tersenyum.
Lim Sian-ji membuka pintu dan berdiri di situ. Matanya
menatap Siangkoan Kim-hong. "Pluk", sepatu di
tangannya jatuh ke lantai.
Ia mendesah dan berkata, "Kau sudah tahu bahwa aku
akan datang?" "Ya." Lim Sian-ji menggigit bibirnya, katanya, "Aku sendiri
tidak tahu mengapa aku datang ke sini."
"Aku tahu kenapa."
Tanya Lim Sian-ji dengan mata besar, "Kau tahu?"
"Kau datang karena kau sudah tahu bahwa A Fei tidak
begitu penurut seperti yang kau sangka. Jika kau ingin
tetap hidup, kau harus bergantung padaku."
"Dan aku"..dapatkah aku bergatung padamu?"
1124 Siangkoan Kim-hong tertawa. "Itu, kau sendiri yang
harus menjawabnya." Tidak ada seorang laki-laki pun di dunia ini yang dapat
sungguh-sungguh dipercaya.
Seorang wanita dapat bergantung padanya selama
wanita itu memperlakukannya dengan baik.
Tentu saja Lim Sian-ji memahaminya sungguh-sungguh.
Ia tertawa dan menjawab, "Kalau begitu, aku pasti dapat
bergantung padamu, sebab aku tidak akan pernah
mengecewakanmu." Matanya pun mulai tertawa.
Lalu tangannya, pinggangnya, pahanya".
Ia telah berkeputusan bulat. Bagaimanapun caranya, ia
harus mendapatkan laki-laki ini.
Dalam tempo yang singkat, ia harus menggunakan
senjatanya yang paling ampuh.
Di mata seorang pria, tidak ada wanita yang lebih
memukau daripada wanita tanpa sehelai benang di
tubuhnya. Dan wanita ini bukan sembarang wanita,
wanita ini adalah Lim Sian-ji.
Anehnya, mata Siangkoan Kim-hong masih tertuju ke
arah pintu. 1125 Seakan-akan pintu itu lebih menarik daripada Lim Sian-ji
yang telanjang bulat. Lim Sian-ji terengah-engah dan berkata, "Dukunglah aku.
Aku".aku hampir tidak bisa bergerak lagi."
Siangkoan Kim-hong menggendongnya, namun matanya
masih melihat ke arah pintu.
"BLANG". Pintu pun terbuka lebar.
Seseorang meluruk masuk ke dalam kamar seperti
sebuah bola api. Bola api yang berkobar-kobar!
A Fei! Tidak dapat dibayangkan kemarahannya saat ini.
Seulas senyum kembali terbayang di wajah Siangkoan
Kim-hong. Apakah ia sudah mengira bahwa A Fei akan datang"
A Fei tidak melihatnya.

Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ia tidak melihat seorang pun di situ. Apa yang dilihatnya
adalah mimpi buruknya. Seluruh tubuhnya gemetar hebat.
1126 Lim Sian-ji tidak berkedip. Ia mengalungkan tangannya
pada leher Siangkoan Kim-hong.
Katanya dingin, "Orang yang datang ke sini tidak pernah
mengetuk ya?" Tangan A Fei terkepal dan ditinjunya pintu itu.
Pintu besi itu! Darah mengucur dari tinju A Fei. Rasa sakit bergelora di
sekujur tubuhnya dan bibirnya menjadi pucat pasi.
Tapi rasa sakit macam apa yang dapat dibandingkan
dengan rasa sakit dalam hati"
Lim Sian-ji tertawa. Katanya, "Ternyata orang ini sudah
gila." A Fei meraung dan berseru, "Jadi kau memang wanita
semacam ini!" Lim Sian-ji menjawab dengan ringan, "Kau baru tahu"
Aku memang seperti ini. Dari dulu sampai sekarang,
tidak berubah. Kau tidak menyadarinya karena kau
begitu bodoh." Ia tertawa dingin dan menambahkan, "Jika kau lebih
pintar sedikit saja, kau tahu lebih baik kau tidak datang
ke sini." "Tapi aku sudah di sini."
1127 "Apa untungnya kau datang" Supaya kau bisa memaki
aku" Ada hubungan apa di antara kita" Kau pikir kau bisa
mencampuri urusanku" Kau pikir kau kau harus
menjagaku?" tanyanya dengan nada mengejek.
Air mata membasahi mata A Fei. Namun air mata itu
membeku. Matanya menjadi kelabu dan mati.
Warna kelabu yang habis harapan. Sama seperti mata
Hing Bu-bing. Saat itu, ia merasa ia sudah mencucurkan air mata
darahnya yang terakhir. Saat itu, hidupnya sudah
berakhir. Ia sudah berubah menjadi orang mati.
"Seharusnya aku tidak datang, seharusnya aku tidak
datang".." Jika ia tahu seharusnya ia tidak datang, mengapa ia
tetap datang" Orang selalu melakukan hal-hal yang menyakiti dirinya
sendiri, walaupun mereka tahu bahwa seharusnya
mereka tidak melakukannya.
Bab 66. Menghina Diri Sendiri
A Fei tidak tahu mengapa ia berlari keluar dari ruangan
itu. 1128 Pandangan Siangkoan Kim-hong tetap dingin selama
peristiwa itu, juga saat A Fei berlari ke luar.
Lim Sian-ji berkata dengan lembut, "Aku tunduk
sepenuhnya pada dirimu. Kau percaya sekarang?"
"Aku percaya," sahut Siangkoan Kim-hong.
Namun sebelum kalimatnya selesai, Siangkoan Kim-hong
telah menghempaskan tubuh Lim Sian-ji ke atas ranjang
dan melompat ke luar. Tubuh Lim Sian-ji mengejang.
Namun di wajahnya tidak terbayang rasa sedih atau
kuatir. Yang terbayang malahan rasa takut.
Rasa takut yang sama saat ia menyadari bahwa ia belum
menaklukkan A Fei sepenuhnya. Namun ketakutan ini
tidak berlangsung lama. Apa yang telah kuperbuat" Apa untungnya bagiku"
Apa sebenarnya yang sungguh berharga dalam
kehidupan ini" Lim Sian-ji bangkit dan memunguti pakaiannya dari
lantai. Lalu dilipatnya perlahan-lahan dengan sangat rapi.
Setelah tubuhnya telah kembali rileks, ia berbaring di
tempat tidur. Senyum yang sangat manis terkembang di
bibirnya. 1129 Ia sudah memutuskan bahwa ia akan terus mencoba.
*** Ujung koridor itu adalah sebuah pintu.
A Fei berlari menerjang pintu itu dan terjatuh.
Ia terkulai ke lantai. Ia tidak berusaha bangkit, tidak
berusaha melakukan apapun juga.
Saat itu, pikirannya sungguh kosong.
Pemandangan yang sangat sulit dibayangkan".
Musim gugur telah lewat. Sebidang tanah kering
memancarkan keharuman dedaunan kering.
A Fei menggigit tanah kering itu dan menelan segumpal.
Tanah yang kasar dan kering itu masuk ke dalam
kerongkongannya dan ke dalam perutnya.
Seolah-olah ia sedang berusaha mengobati rasa laparnya
dengan memakan tanah itu.
Ia telah menjadi seseorang yang berdaging, namun
hampa di dalam. Ia tidak punya pikiran, perasaan, tidak
punya jiwa. Dua puluh sekian tahun kehidupannya
seolah-olah menghilang begitu saja ditelan kehampaan.
Siangkoan Kim-hong berhasil mengejarnya. Ia melirik A
Fei sebentar sebelum melangkah di atas tubuhnya dan
1130 masuk ke dalam rumah di dekat situ untuk mengambl
sebilah pedang. "Peng". Pedang itu menembus tanah, persis di sebelah
kanan wajah A Fei. Ujung pedang yang dingin itu menjilat darah saat
menggores pipi A Fei. Darah panah mengalir dari badan
pedang, setetes demi setetes jatuh ke tanah.
Lalu terdengar suara Siangkoan Kim-hong yang lebih
tajam daripada pedang itu. "Ini pedangmu!"
A Fei diam tidak bergerak.
Kata Siangkoan Kim-hong, "Jika kau mati sekarang, tidak
akan ada seorangpun yang akan menangisi kematianmu.
Tidak akan ada seorang pun yang akan mengasihanimu.
Dalam tiga hari mayatmu akan membusuk dalam selokan
seperti bangkai anjing liar."
Siangkoan Kim-hong tersenyum mengejek dan
melanjutkan, "Karena seseorang yang mati gara-gara
seorang wanita seperti itu, lebih tidak berharga daripada
seekor anjing liar."
Tiba-tiba A Fei berdiri dan mencabut pedang itu.
Matanya merah bagai darah. Mulutnya masih belepotan
tanah dan lumpur. Ia betul-betul terlihat seperti seekor
binatang buas. 1131 Tanya Siangkoan Kim-hong tenang, "Kau ingin
membunuhku, bukan" Ayo, kenapa tidak kau serang
aku?" Tangan A Fei gemetar. Pembuluh darahnya terlihat
menonjol di sekujur tangannya.
Kata Siangkoan Kim-hong lagi, "Kalau kau berniat
membunuh wanita itu, aku tidak akan menghalangimu."
A Fei memutar badannya, tapi langsung berhenti.
"Apakah kau juga sudah kehilangan keberanian untuk
membunuh?" tanya Siangkoan Kim-hong dengan sinis.
A Fei membungkukkan badannya dan mulai muntahmuntah.
Tatapan Siangkoan Kim-hong tidak lagi setajam tadi.
Katanya, "Aku tahu, saat ini hidup rasanya jauh lebih
mengerikan daripada mati. Namun kalau kau mati
sekarang, artinya kau melarikan diri. Dan aku tahu
bahwa kau bukan seorang pengecut."
Tambahnya, "Lagi pula, kau belum memenuhi janjimu
padaku." A Fei sudah tidak muntah-muntah lagi, namun nafasnya
masih tersengal-sengal. Kata Siangkoan Kim-hong, "Jika kau masih berani hidup,
ikut aku!" 1132 Lalu ia segera memutar badannya dan berjalan pergi.
A Fei memandangi muntahannya tadi, lalu ia pun
memutar badannya dan pergi mengikuti Siangkoan Kimhong.
Selama itu, tidak setetes air mata pun keluar dari
matanya. Orang yang tidak mencucurkan air mata, hanya
mencucurkan darah! Dan ia sudah siap untuk mencucurkan darah.
Di sebelah luar pintu terdapat sebuah pekarangan kecil.
Dalam pekarangan itu ada sebatang pohon willow putih
yang mengangguk-angguk sedih ditiup angin musim
gugur. Seakan-akan sedang bersedih karena singkatnya
kehidupan ini, bersedih karena kebodohan manusia yang
tidak menyadari betapa berharganya hidup yang singkat
ini. Masih terlihat cahaya di salah satu kamar.
Cahaya itu mengalir keluar dari bawah pintu dan
menyinari kaki Siangkoan Kim-hong.
Siangkoan Kim-hong memandang A Fei, lalu menepuk
bahunya. Katanya, "Tegakkan dadamu. Masuklah ke
dalam dan hapuslah kesedihan hatimu."
A Fei pun masuk ke dalam kamar itu.
1133 Mengapa Siangkoan Kim-hong membawanya kemari"
A Fei tidak peduli. Jika hati seseorang sudah mati, apalagi yang ditakutinya"
Ada tujuh orang dalam kamar itu.
Tujuh orang gadis cantik.
Tujuh senyuman yang memikat ditujukan hanya
padanya, tujuh pasang mata yang genit memandanginya.
A Fei sungguh terperanjat.
Siangkoan Kim-hong tersenyum lebar, katanya, "Dia
bukannya satu-satunya wanita cantik di dunia ini."
Ketujuh gadis cantik itu langsung mengerubungi dan
menariknya ke dalam sambil tertawa cekikikan.
Keharuman tubuh mereka membawa selentingan aroma
arak. Di sudut ruangan terlihat beberapa kotak kayu yang
ditumpuk. Siangkoan Kim-hong membuka salah satu di antaranya
dan terlihat cahaya yang gemerlapan di dalamnya.
Kotak itu penuh dengan emas dan permata.
1134 Kata Siangkoan Kim-hong, "Dengan kotak-kotak ini, kau
dapat membeli cinta seratus lebih wanita."
Salah satu gadis itu berkata dengan genit, "Hati kami
sudah menjadi miliknya. Tidak perlu dibeli lagi."
Siangkoan Kim-hong tertawa mendengarnya dan
berkata, "Lihat, dia juga bukan satu-satunya wanita yang
bisa berkata-kata manis padamu. Semua wanita sama,
terlahir dengan mulut semanis madu."
Gadis yang lain cekikikan sambil berkata, "Tapi kami
mengatakan yang sebenarnya!"
Kata Siangkoan Kim-hong, "Kebenaran adalah
kebohongan, kebohongan adalah kebenaran. Kebenaran
dan kebohongan, sama sekali tidak ada bedanya."
Perlahan ia menghampiri A Fei dan bertanya, "Kau masih
ingin mati?" A Fei menenggak seguci arak dan tersenyum lebar sambil
menjawab, "Mati" Siapa yang ingin mati?"
"Bagus. Selama kau tetap hidup, semua yang ada di sini
adalah milikmu!" A Fei merengkuh salah satu gadis itu ke dalam
pelukannya. Ia memeluknya erat-erat, seakan-akan ingin
melumatnya. 1135 Siangkoan Kim-hong berjalan ke luar dan menutup pintu.
Suara tawa yang silih berganti terdengar sampai ke luar.
Siangkoan Kim-hong berjalan meLimtasi pekarangan kecil
itu sambil menyilangkan tangan di dadanya. Ia
menengadah melihat bulan dan menggumam, "Hari akan
cerah besok." Siangkoan Kim-hong suka hari yang cerah.
Dalam hari yang cerah, darah lebih cepat mengalir dan
orang lebih cepat mati! Hari yang cerah! *** Debu beterbangan tertiup angin. Jalan sangat panjang.
Cahaya matahari menyegarkan dan penuh vitalitas.
Seorang penunggang kuda mengendarai kudanya
dengan cepat keluar dari penginapan. Alis matanya tebal,
matanya melengkung, dan wajahnya gagah. Ia
mengenakan jubah kuning yang Longgar. Dadanya yang
bidang menentang angin dan debu yang beterbangan di
bawah cahaya matahari yang hangat.
Hanya ada satu hal dalam pikirannya.
"Bawa datang A Fei untuk membunuh dua orang, yang
satu berbaju ungu, yang satu berbaju merah."
1136 Itu perintah langsung Siangkoan Kim-hong.
Jika seorang anggota Kim-ci-pang menerima perintah
Siangkoan Kim-hong, pikiran mereka hanya terfokus
pada perintah itu. Warna muka Liong Siau-hun hampir sama dengan warna
baju yang dikenakannya, ungu kemerahan.
Ia bukannya baru saja minum arak.
Kekuasaan pun dapat memabukkan orang bahkan lebih
daripada arak. Siangkoan Kim-hong menyambutnya secara pribadi.
Acara ini pasti akan sangat agung dan megah.
Ia berharap dapat mengundang semua orang dalam
dunia persilatan untuk menyaksikan dirinya dalam
keagungan dan kemegahan ini.
Sayang sekali orang yang datang hari ini sangat sedikit.
Tidak ada orang yang ingin mengundang bahaya yang
tidak perlu bagi dirinya sendiri.


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiga cawan arak sudah membasahi kerongkongannya.
Wajah Liong Siau-hun makin memerah. Ia mengangkat
cawannya lagi dan berkata, "Toako, kebaikanmu padaku
sungguh tidak dapat kubalas dengan apapun juga. Aku
tidak akan pernah melupakan kemurahan hatimu. Aku
bersulang untukmu dengan cawan ini!"
1137 Kata Siangkoan Kim-hong dingin, "Aku tidak minum
arak." Liong Siau-in yang berdiri di belakan mereka segera
menuang secawan teh dan menghaturkannya kepada
Siangkoan Kim-hong. Katanya, "Kalau begitu, Paman,
harap berkenan menerima secawan teh ini."
Sahut Siangkoan Kim-hong, "Aku juga tidak minum teh."
Liong Siau-hun tertawa, dan bertanya, "Kalau begitu, apa
yang biasanya Saudara minum?"
"Air putih." Wajah Liong Siau-hun terlihat kaget. "Kau hanya minum
air putih?" "Air putih sangat menyejukkan jiwa. Orang yang suka
minum air putih, pikirannya jernih."
Liong Siau-in pun mengambil cawan yang lain dan
mengisinya dengan air putih, dan menyuguhkannya pada
Siangkoan Kim-hong. Kata Siangkoan Kim-hong, "Aku hanya minum kalau aku
haus. Saat ini, aku tidak haus."
Liong Siau-hun mulai tampak gelisah.
Liong Siau-in berkata dengan tenang, "Kalau begitu,
bagaimana kalau aku saja yang menggantikanmu minum
cawan ini?" 1138 Sahut Siangkoan Kim-hong, "Kau yang mengisinya,
minumlah." Liong Siau-in mengangkat cawan arak, cawan teh, dan
cawan air putih, dan minum ketiganya.
Kemudian Liong Siau-in pun berkata, "Di jaman dahulu,
orang mengangkat saudara dengan mengangkat sumpah
dengan darah. Tapi Paman dan ayah adalah orang-orang
yang pandai dan terpelajar, tidak perlulah menggunakan
adat istiadat semacam itu. Tapi kebiasaan untuk saling
memberi hormat dengan hio tidak boleh
dikesampingkan." Tanya Siangkoan Kim-hong, "Apa gunanya hio?"
Jawab Liong Siau-in, "Untuk berterima kasih kepada
langit dan bumi. Untuk memberi hormat pada dewadewa
dan setan-setan." "Dewa-dewa dan setan-setan tidak datang
menghormatiku. Mengapa aku harus menghormati
mereka?" "Memang, Paman adalah pahlawan yang sangat agung
dunia ini, bahkan di dunia lain. Dewa-dewa dan para
setan pun pasti sangat segan padamu."
"Aku tidak menghormati mereka, mengapa mereka harus
menghormati aku?" Liong Siau-in kehabisan kata-kata dan terbatuk dua kali.
Akhirnya ia berkata, "Jadi Paman, maksudmu adalah"."
1139 Potong Siangkoan Kim-hong tidak sabar, "Yang akan
mengangkat saudara dengan aku itu kau atau ayahmu?"
"Tentu saja ayahku."
"Kalau begitu, minggir dan diam!"
"Baiklah," sahut Liong Siau-in pelan.
Ia menundukkan kepalanya dengan hormat dan mundur
ke belakang. Wajahnya tidak berubah sedikitpun.
Sementara itu wajah Liong Siau-hun menjadi tegang,
katanya tegas, "Anakku yang tidak berguna itu memang
tidak punya sopan santun. Toako, mohon jangan
tersinggung." Siangkoan Kim-hong tiba-tiba menggebrak meja dan
berkata tajam, "Anak seperti itu, bagaimana ia bisa
menjadi penerusmu?" Ia mengeluh dan meneruskan, "Sayang sekali ia bukan
anakku." Muka Liong Siau-hun menjadi merah dan tidak tahu
harus bilang apa. Seseorang tiba-tiba masuk dan langsung menuju
Siangkoan Kim-hong. Alisnya tebal dan matanya
melengkung. Ketika ia tepat berada di belakang
Siangkoan Kim-hong, ia berbisik, "Perintahmu sudah
diberikan, namun"."
1140 "Namun apa?" "Ia sedang mabuk. Sangat mabuk."
Siangkoan Kim-hong mengerutkan alisnya dan berkata,
"Siram dia dengan air dingin. Jika belum bangun juga,
siram dengan air kencing."
"Ya," jawab orang itu dengan tatapan penuh kekaguman.
Kecuali orang mati, siapapun dapat dibangunkan dengan
siraman air kencing. Liong Siau-hun tidak dapat mendengar apa yang sedang
dipercakapkan. Ia lalu berkata, "Toako, apakah kau
sedang menantikan seseorang?"
Sahut Siangkoan Kim-hong, "Siapakah yang cukup
pantas untuk kunantikan?"
Kata Liong Siau-hun, "Kalau semua sudah hadir,
mengapa kita tidak"."
Siangkoan Kim-hong memotongnya dengan tawa dan
berkata, "Usiamu?"
"Lima puluh satu."
"Hm, ternyata kau lebih tua daripada aku. Kelihatannya
aku yang harus memanggilmu Kakak."
Wajah Liong Siau-hun kelihatan tidak sabar. Ia segera
berdiri dan berkata, "Ah, tidak jadi soal siapa yang tua
1141 siapa yang muda. Yang penting adalah apakah seseorang
mampu atau tidak. Toako, tolong jangan puji aku
berlebih-lebihan." Kata Siangkoan Kim-hong, "Kalau kau menganggapku
lebih tua, maka kau harus mendengarkan petunjukku."
"Ya." "Bagus. Duduklah dan mari minum". Pertama-tama mari
minum untuk sahabat-sahabat di sini."
Orang yang dapat duduk dan minum di situ, sudah jelas
adalah orang yang cukup terkemuka.
Siangkoan Kim-hong belum mengangkat sumpitnya,
maka sumpit semua orang pun seolah-olah beratnya
menjadi beratus-ratus kilo. Siapa yang bisa makan"
Kata Siangkoan Kim-hong, "Makanan sudah siap. Jika
tidak dimakan, makanan ini akan jadi mubazir. Aku tidak
suka menyia-nyiakan barang. Mari, silakan dicicipi."
Setelah perkataannya ini, tujuh delapan pasang sumpit
mulai bergerak. Kata Liong Siau-hun, "Ikannya kelihatan sangat segar.
Toako, cobalah sedikit."
Kata Siangkoan Kim-hong, "Aku makan kalau aku lapar.
Saat ini, aku tidak lapar."
1142 Tambahnya, "Makan sewaktu tidak lapar adalah sama
dengan menyia-nyiakan barang."
Setelah perkataan itu, beberapa pasang sumpit kembali
diletakkan ke atas meja. Salah satu di antara yang datang adalah seseorang
dengan wajah pucat dan tubuh yang tinggi. Di jarinya
terlihat sebentuk cincin kumala yang sangat indah.
Sarung pedang yang tergantung di pinggangnya pun
dihiasi dengan batu-batu kumala yang indah.
Walaupun orang ini tidak berkata sesuatupun, wajahnya
kelihatan sangat gelisah.
Ia belum pernah merasakan kegelisahan seperti ini. Kini,
ia menyesal datang ke tempat ini.
Seharusnya ia tidak perlu datang.
"Kumala Gemerlapan Hin" adalah merek yang terkenal.
Jika orang dalam dunia bisnis mendengar nama "Kumala
Gemerlapan Hin", itu sama dengan orang dalam dunia
persilatan mendengar nama "Pisau Kilat si Li".
Siauya "Kumala Gemerlapan Hin", Sebun Yu sudah
terbiasa dimanjakan dan dilayani sejak masih kecil. Kalau
ia ingin pergi ke timur, siapapun tidak berani
mengusulkan untuk pergi ke barat.
Waktu ia ingin belajar ilmu pedang, banyak guru pedang
diundang untuk mengajarnya, bahkan mencarikan
untuknya sebilah pedang mustika.
1143 Pada usia 10 tahun, Sebun Yu sudah menggunakan
pedang itu untuk membunuh".
Membunuh tanpa alasan. Ia hanya ingin tahu rasanya
membunuh seseorang. Maka segera dicarikan untuknya
orang yang bisa dibunuhnya.
Orang seperti ini harus duduk di meja dan dipaksa untuk
mengikuti tekanan semacam ini. Tidak heran ia merasa
sangat gelisah. Ia pun belum menyentuh sumpitnya sama sekali.
Mata Siangkoan Kim-hong memandang Sebun Yu.
Sebun Yu ingin menoleh dan melepaskan diri dari
pandangan itu, tapi mata Siangkoan Kim-hong seakanakan
mempunyai kekuatan magnetis yang membuatnya
tidak dapat melengos sedikitpun.
Jika ia ingin memandang seseorang, orang itu hanya bisa
membiarkan dia memandangnya.
Sebun Yu merasa sekujur tubuhnya menjadi dingin. Mulai
dari ujung jemarinya, perasaan dingin itu merayap ke
punggung, masuk ke dalam tulang-tulangnya, dan
merembes ke dalam hatinya.
Tiba-tiba Siangkoan Kim-hong berseru, "Apakah
makanan ini beracun?"
Tanya Sebun Yu, "Mengapa beracun?"
1144 "Kalau tidak beracun, mengapa tidak kau makan?"
"Aku juga tidak lapar, jadi aku tidak mau menyia-nyiakan
makanan." Tanya Siangkoan Kim-hong, "Benarkah kau tidak lapar?"
"Ben".Benar."
Kata Siangkoan Kim-hong, "Menyia-nyiakan makanan
masih dapat dimaafkan, tapi berbohong tidak dapat
ditolerir. Mengerti?"
Sebun Yu tidak dapat menahan rasa marahnya. Katanya,
"Buat apa aku berbohong untuk hal sepele macam ini?"
"Berbohong adalah berbohong. Tidak jadi soal apakah
kau berbohong mengenai hal sepele atau hal penting."
"Aku sudah bilang, aku tidak lapar," tegas Sebun Yu.
Tanya Siangkoan Kim-hong, "Ini sudah lewat waktu
makan. Bagaimana mungkin kau tidak lapar?"
"Karena makananku sebelumnya belum habis tercerna."
Kata Siangkoan Kim-hong, "Kau makan di Rumah Makan
Fuiyun di bagian selatan kota. Benar kan?"
"Ya, benar." 1145 "Kau memesan sepiring ayam wijen, semangkuk sup mi
belut, dan bakpao daging. Kau makan dua potong ayam,
setengah mangkuk mi, dan tujuh bakpao. Benar?"
Sebun Yu tertawa dan berseru, "Aku tidak menyangka
Siangkoan-pangcu sudah menyelidiki setiap gerak
langkahku sampai sedetil ini!"
Siangkoan Kim-hong tidak menggubrisnya. Ia terus
berkata, "Karena tadi kau bilang apa yang kau makan
belum habis tercerna, maka seharusnya masih ada dalam
perutmu, bukan?" "Ya, kurasa begitu."
Siangkoan Kim-hong menurunkan pandangannya dan
berkata, "Coba buka perutnya dan mari kita lihat apakah
masih ada atau tidak."
Walaupun setiap orang di situ tahu bahwa ia sedang
mencari gara-gara dengan Sebun Yu, mereka semua
terkejut bahwa peristiwa ini tiba-tiba menjadi separah
itu. Tapi tidak seorang pun berani menunjukkan reaksi
negatif atau rasa heran akan perkataannya itu.
Perintah Siangkoan Kim-hong tidak bisa ditarik kembali.
Sekali diberikan, harus dilaksanakan.
Wajah Sebun Yu langsung memucat. Ia berkata raguragu,
"Ketua, kau hanya bercanda denganku, bukan?"
Siangkoan Kim-hong tidak mempedulikannya sama
sekali. Empat orang berjubah kuning masuk.
1146 Sebun Yu melompat dan menghunus pedangnya.
Gerakannya sangat cermat dan akurat. Tidak seorangpun
pernah melihat dia bertempur, namun mereka segera
tahu bahwa ilmu pedangnya tidak lemah.
Namun sebelum pedang keluar dari sarungnya, terdengar
bunyi "Siut". Sepasang sumpit di tangan Siangkoan Kimhong
telah tertancap di bahu kiri dan kanan Sebun Yu.
Bab 67. Puncak Tertinggi Ilmu Silat
Semua orang tahu bahwa ilmu silat Siangkoan Kim-hong
memang begitu lihai. Namun tidak seorang pun pernah
melihat dia bertempur. Bahkan sekarang pun, tidak
seorang pun melihat dia menyerang.
Seakan-akan tangannya tidak bergerak sama sekali.
Mereka hanya melihat dia menekan meja sedikit sebelum
sepasang sumpit itu terbang melesat di udara. Lalu
Sebun Yu pun terkulai dan rebah ke tanah.
Kata Siangkoan Kim-hong, "Bawa dia pergi dan periksa
dengan seksama." Orang-orang berjubah kuning itu langsung membawa
tubuh Sebun Yu keluar. Bibir Sebun Yu seolah-olah bergerak sedikit, namun ia
bergitu ketakutan sehingga tidak secuil suara pun keluar
dari mulutnya. 1147 Kata Siangkoan Kim-hong, "Jika memang makanan itu
masih ada di perutmu, aku akan membayar dengan
nyawaku, sehingga kematianmu tidak sia-sia."


Pisau Terbang Li Du Cing Jian Pendekar Budiman Karya Gu Liong di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tidak seorang pun berani bicara. Tidak seorang pun
berani bergerak. Setiap orang terlihat seolah-olah sedang duduk di papan
berpaku. Pakaian mereka semua basah oleh keringat
dingin. Salah satu orang berjubah kuning tadi masuk kembali
dan berkata, "Kami telah memeriksanya."
"Apa yang kalian temukan?"
"Tidak ada. Perutnya kosong."
"Bagus," kata Siangkoan Kim-hong.
Matanya lalu menyapu ke setiap wajah di ruangan itu
dan berkata, "Jika kalian berdusta di hadapanku, maka
kalian akan mengalami nasib yang sama. Semua
mengerti?" Semua mengangguk. Tanyanya lagi, "Apakah semuanya juga tidak lapar?"
Semua langsung menjawab, "Tidak"tidak, kami
lapar".kami lapar."
1148 Mereka semua langsung berlomba-lomba menyantap
makanan di meja. Tidak ada yang mengunyah lagi.
Suapan demi suapan langsung ditelan dan masuk perut
begitu saja. Tiba-tiba, seseorang yang basah kuyup dari kepala
sampai ujung kaki, masuk ke situ dan berdiri dekat pintu.
Matanya merah, penampilannya kusut masai, tubuhnya
lemas. Ia terus-menerus menggumam, "Seseorang yang
berbaju ungu kemerahan, seseorang yang berbaju ungu
kemerahan." A Fei! Liong Siau-hun langsung bangun berdiri.
Mata A Fei hinggap padanya dan berkata, "Ternyata
kau." Walaupun matanya sayu dan penampilannya kusut dan
mengantuk, ada pedang dalam genggamannya.
Selama ada pedang di tangannya, itu cukup untuk
membuat Liong Siau-hun merasa tidak nyaman.
Liong Siau-hun mundur selangkah demi selangkah.
A Fei maju selangkah demi selangkah.
Pedang itu bergoyang-goyang dalam genggamannya.
Langkahnya pun tidak mantap.
1149 Namun ketika Liong Siau-hun melihat pedang itu
teracung, segera ia memutar badannya dan lari.
A Fei melompat ke arahnya. Sebelum ia sampai ke situ,
orang-orang sudah bisa mencium bau arak.
Kini wajah Liong Siau-in pun berubah. Ia segera
mengangkat kursi tempat ayahnya tadi duduk dan
melemparkannya ke arah A Fei, untuk menghadang
langkahnya. A Fei sama sekali tidak melihat kursi itu dan jatuh
tersandung. Ia langsung jatuh ke tanah dan pedangnya
terlontar dari genggamannya.
Ia bahkan tidak bisa menahan pedang itu dalam
genggamannya! Liong Siau-hun sangat kaget, namun pada saat yang
sama sangat gembira. Ia segera memutar badannya
kembali dan memungut pedang itu. Dalam sekejap mata
saja, kini ujung pedang itu telah tertuju pada kepala A
Fei. Namun ia tidak langsung menusukkan pedang itu.
Karena dari sudut matanya ia dapat melihat sekilas wajah
Siangkoan Kim-hong. Wajah Siangkoan Kim-hong saat itu sangat kosong,
terlihat sangat mengerikan. Ia duduk di situ seperti
patung, bergerak seinci pun tidak.
1150 Karena ia tidak bergerak, tidak seorang pun di situ berani
bergerak. Seru Liong Siau-hun, "Orang ini berani-beraninya berbuat
onar di depan Toako. Ia pantas mati!"
Siangkoan Kim-hong tetap diam. Setelah sekian lama,
barulah ia berbicara, "Ada seekor anjing di depan sana.
Kau lihat tidak?" Jawab Liong Siau-hun, "Ya, rasanya tadi aku
melihatnya." Kata Siangkoan Kim-hong, "Kalau kau ingin membunuh
orang itu, lebih baik kau bunuh anjing di depan sana."
Tanya Liong Siau-hun, "Toako, apakah maksudmu orang
ini tidak ada harganya, bahkan dibandingkan dengan
seekor anjing sekalipun?"
Siangkoan Kim-hong balik bertanya, "Bagaimana dengan
engkau?" Liong Siau-hun sangat terperanjat. "Aku".?"
"Dia tidak berharga dibandingkan dengan seekor anjing
sekalipun, namun kau lebih rendah lagi. Ketika anjing
melihat dia, setidaknya anjing itu tidak melarikan diri."
Liong Siau-hun diam seribu bahasa.
Mata Siangkoan Kim-hong menyapu pada orang-orang
yang ada di situ dan bertanya, "Apakah di antara kalian
1151 ada yang bersedia mengangkat saudara dengan seekor
anjing?" Jawab semua orang serempak, "Tentu saja tidak!"
Kata Siangkoan Kim-hong, "Mereka saja tidak mau.
Si Dungu 1 Golok Sakti Karya Chin Yung Jala Pedang Jaring Sutra 14

Cari Blog Ini