Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka Bagian 11
lainnya. "Kita juga sama. Saya pun hanya mengabdi kepada
Pajajaran. Tapi Raja adalah pilihan Hyang (Yang Maha
Kuasa). Hanya keputusan Hyang yang sanggup menurunkan atau mengangkat Raja. Kendati kita berusaha
menyingkirkan Raja, kalau Hyang tak berkenan maka
kedudukan Raja akan selalu kuat," kata Purohita Ragasuci.
"Saya sebagi pendeta istana tidak menganjurkan kalian
menggeserkan kedudukan Raja. Kita semua tahu, kemelut
berkepanjangan ini, di samping kita ditekan oleh kekuatan
negara baru, juga karena kelemahan Raja dalam memilih
keputusan. Raja sedang sakit. Dan yang sakit bukan
dijatuhkan, melainkan disembuhkan. Para bangsawan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
benar-benar setia tanpa pamrih pribadilah yang akan
menjadi pengobat orang sakit," kata orang tua bijaksana ini.
Para bangsawan muda agak sedikit reda mendapatkan
pandangan dari Purohita, Tapi sesudah itu hampir semua
hadirin mendesak agar secepat mungkin berupaya
"mengobati" sakitnya Sang Prabu. Butir-butir pendapat
yang paling keras yang dituntut oleh para bangsawan muda
beserta para ksatria Pakuan dalam upaya mengubah
keadaan adalah pertama membendung pengaruh para
pejabat yang terlalu banyak berpikir untuk kepentingan
pribadi dan yang kedua mencegah Raja melakukan
tindakan yang bisa dikategorikan sebagai melanggar aturan
moral. "Kita semua harus sama-sama berusaha mencegah
perkawinan Sang Prabu dengan wanita larangan, Nyimas
Layang Kingkin termasuk wanita larangan dan ditabukan
bagi Raja untuk mengawininya, sebab putri KI Bagus Seta
itu sedianya sudah dipertunangkan dengan Raden Banyak
Angga," kata Pangeran Jaya Perbangsa.
"Purohita bersama Pangeran Yogascitra sebagai calon
penasihat Raja harus segera menghadap Raja untuk
mengemukakan hasil pertemuan ini," kata yang lainnya.
Mendengar usulan ini, Pangeran Yogascitra menunduk
dan menghela napas. "Sungguh berat, terutama mengenai
urusan perjodohan, sebab sedikitnya akan melibatkan
keluarga kami. Bila Sang Prabu salah tanggap, bisa
diartikan usulan ini sebagai perjuangan pribadi fihak
keluarga kami dalam upaya mempertahankan hak, sebab
memang benar, pertunangan itu, kami masih memiliki hak,
kami tak pernah memutuskan, sebab fihak Bagus Seta yang
secara sefihak memutuskan pertunangan ?" kata Pangeran
Yogascitra sedikit mengeluh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi melirik dengan sudut matanya, nampak Banyak
Angga tertunduk dengan wajah muram.
"Kita semua berbicara atas nama kepentingan Pajajaran,"
Pangeran Sutaarga bicara.
"Ya " saya mengerti dan akan saya coba kerjakan,"
sahut Pangeran Yogascitra pendek tapi membuat semua
orang lega. Dan akhirnya pertemuan pun selesailah. Ginggi bisa
melihat adanya rasa puas pada semua orang, terutama
setelah mendapatkan kenyataan bahwa Pangeran Yogascitra dan Purohita Ragasuci bersedia menjadi juru
bicara mereka dalam mengajukan hasil pertemuan ini pada
Raja. (O-anikz-O) Sakit Hati Ki Bagus Seta Malam itu, malam ketiga bagi Ginggi tinggal di puri
Yogascitra. Selama itu pikirannya bergalau kacau. Apa
sebenarnya tujuannya tinggal di sini, dia sendiri pun tak
tahu. Bila dia masih memikirkan "tugas" yang dibebankan
Ki Banaspati dan Ki Bagus Seta, sepertinya dia bisa
mentaati mereka, yaitu berhasil mengenyahkan Suji
Angkara kendati bukan dia yang bunuh. Sepertinya Ginggi
pun bisa menyusup ke puri Yogascitra bagaikan apa yang
diharap Ki Banaspati. Padahal dia bisa masuk bahkan tibatiba dianggap pahlawan oleh keluarga Yogascitra, segalanya
hanya serba kebetulan saja. Ginggi dianggap berharga dan
memiliki jasa oleh keluarga itu karena dianggap telah
berhasil menjauhkan aib yang hampir menimpa Nyimas
Banyak Inten. Padahal dia mengagalkan niat jahat Suji
Angkara lebih condong membela kepentingan dirinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sendiri ketimbang untuk kepentingan keluarga Pangeran
Yogascitra. Barangkali pengalaman pahit kembali menimpa dirinya
dalam urusan cinta-kasih. Dulu Ginggi merasa mencintai
Nyi Santimi. Tapi kenyataan membuktikan, gadis dari Desa
Cae itu telah ditunangkan pada orang lain. Dan Ginggi
berlaku nekad. Hanya karena cintanya ingin terpuaskan, dia
berani mati melakukan perbuatan buruk, bercinta dengan
Nyi Santimi secara gelap.
Sekarang rasa cintanya beralih kepada seorang putri
bangsawan. Dan gilanya lagi, tak tanggung-tanggung mesti
bersaing dengan orang-orang yang kedudukan serta
derajatnya lebih tinggi. Siapa yang tak berani mati bersaing
memperebutkan cinta dengan seorang raja" Beranikah dia
melawan raja" Jangankan harus berhadapan dengan orang
yang derajatnya demikian tinggi, sekadar melawan cintanya
Suji Angkara saja, dia sudah tak mampu. Kalau belakangan
Suji Angkara bisa dia kalahkan, itu bukan dengan cintanya,
melainkan karena dicabut secara paksa. Secara tak langsung
Ginggi telah memisahkan cinta mereka, ya cinta antara
Nyimas Banyak Inten dengan Suji Angkara! Boleh saja
Ginggi bilang bahwa Suji Angkara orang jahat, manusia
cabul, pengkhianat licik dan lain sebagainya. Tapi urusan
cinta tak pernah dipertalikan dengan keburukan atau pun
kebaikan. Asalkan kedua belah fihak saling merasakan
cocok, maka cinta akan berlaku.
Nyi Santimi begitu mencintainya, sehingga bersamanya
mau saja melakukan sebagaimana layaknya suami-istri. Nyi
Santimi tak pernah menilai, apakah Ginggi laki-laki baik
atau sebaliknya. Kalu dia seorang laki-laki baik, mengapa
serampangan mengajak hubungan badan. Kalau Nyi
Santimi berpikiran jernih, bisa saja dia menilai Ginggi lelaki
cabul dan hidung belang, sebab seorang lelaki yang mudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengajak kencan begitu saja, tak mungkin hanya
melakukan pada satu wanita. Tapi karena Nyi Santimi telah
dibutakan oleh cinta, dia tak punya waktu menilai Ginggi.
Apa yang dilakukan pemuda itu serasa wajar-wajar saja
bagi seorang gadis yang lagi dimabuk asmara.
Begitu pun rupanya yang dirasakan Nyimas Banyak
Inten. Dia tidak pernah menilai keberadaan Suji Angkara.
Yang dilihatnya, dia adalah pemuda tampan, ramah dan
baik budi. Sebab memang begitu yang ditampilkan pemuda
itu padanya. Perasaan cintanya bersemi, apalagi sesudah
pemuda itu jadi "pahlawan" mengusir penjahat yang
hendak memperkosa dirinya. Rasa cinta gadis itu karena
"pembelaan" Suji Angkara semakin menggebu. Nyimas
Banyak Inten bahkan tak melihat satu hal ganjil ketika Suji
Angkara coba melarikannya. Mungkin gadis itu berpikir,
karena cinta pemuda itu begitu menggebu terhadap dirinya,
sehingga dia nekad membawa gadis itu secara diam-diam
setelah tahu gadis itu akan dipersunting Raja. Ya, itu wajarwajar saja. Suji Angkara berjuang mendapatkan cintanya
kendati menantang bahaya dan Nyimas Banyak Inten
menyambut serta menghargai kebesaran cinta pemuda itu.
Inilah yang menyakitkan Ginggi. Pahit sekali rasanya.
Dia serasa berjuang menolong gadis itu dari peristiwa aib,
tapi si gadis merasa dijauhkan cintanya.
Itulah sebabnya, tiga hari tinggal di puri Yogascitra,
kendati dia dipuji dan dihormat oleh seisi puri, tidak sedikit
pun merasa bangga. Hatinya serasa beku, atau juga sakit,
apalagi setelah kejadian di Pulo Parakan Baranangsiang tiga
malam lalu, Nyimas Banyak Inten tidak pernah keluar dari
purinya. Hanya para dayang saja yang mengabarkan bahwa
gadis bangsawan itu tengah menderita sakit.
(O-ani-kz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Malam itu Ginggi tidur di sebuah bangunan terpisah.
Bukan lagi sebuah gudang seperti di puri Bagus Seta, atau
sebuah kamar sempit di sudut istal kuda ketika berada di
puri Suji Angkara, melainkan tinggal di sebuah bangunan
yang cukup indah dan nyaman. Banyak bunga dipasang di
sudut kamar tidurnya dan menyebarkan bau semerbak. Di
sudut dekat pembaringan, selain dipasang penerangan dari
lampu minyak kelapa, juga ada tempat menyimpan buahbuahan. Banyak jenis buah-buahan di sana, dari mulai buah
rambutan hingga mangga, dari buah dukuh hingga sarikaya.
Ginggi tinggal mengambilnya saja bila mau.
Seharusnya Ginggi berbahagia, sebab orang lain akan
amat mendambakan kedudukan seperti ini. Menjadi ksatria
yang bekerja di sebuah puri, siapa tak mau" Sekali pun
kelak pekerjaannya adalah dalam bidang keamanan, tapi
dia berada beberapa tingkat di atas jagabaya, atau masih
lebih atas lagi dari sekadar prajurit. Kalau bekerja dalam
bidang kemiliteran, maka dia akan jadi perwira. Kalau
kesetiaan terhadap Raja sudah diperlihatkan, maka akan
sangat mudah diangkat ke dalam seribu pasukaan pengawal
raja, sebuah pasukan elit yang sejak zaman Sri Baduga
Maharaja, bahkan sejak zaman Prabu Wangi yang gugur di
Bubat semasa Kerajaan Sunda hampir 200 tahun silam
dipertahankan keberadaannya.
Kepandaian tinggi Ginggi sudah punya, tinggal
melengkapinya dengan ilmu strategi kemiliteran saja untuk
bisa memasuki jabatan perwira kerajaan.
Ginggi tinggal menunggu hari baik saja, kapan dia akan
dilantik di kuil agung sebagai ksatria. Barangkali kelak dia
akan bergelar bangsawan juga dan orang akan menyapanya
sebagai raden atau juragan, sebuah gelar kebanggaan bagi
orang-orang Pakuan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi aneh sekali, Ginggi tak merasakan satu kebanggaan.
Pangkat dan jabatan seperti tak membuatnya bergairah. Dia
malah sedih dengan segalanya. Untuk apa semua ini" Lalu,
apa pula sebenarnya tujuan hidupnya"
Ginggi jadi teringat lagi pada Ki Darma. Ginggi
mengingat-ingat lagi omongan Ki Darma. Sudah benarkah
dia kini bila dipertalikan dengan amanat Ki Darma"
"Kau belalah rakyat dari kesengsaraannya," kata-kata Ki
Darma ini selalu terngiang-ngiang di telinganya. Mudah
diucapkan sulit dikerjakan. Ki Banaspati benar, membela
rakyat jangan berupa satuan-satuan kecil sebab tak mungkin
berarti. Tapi buatlah sebuah gerakan yang bisa mengakibatkan perubahan tatanan. Seperti apa gerakan itu"
Seperti yang kini dikerjakan oleh Ki Banaspatikah"
Ginggi menggelengkan kepala. Dia tak pernah faham
apa yang dikerjakan Ki Banaspati. Dalam melaksanakan
perjuangannya, murid Ki Darma ini selalu menggunakan
berbagai cara, termasuk pula mengorbankan rakyat sendiri
yang sebetulnya tengah dibelanya seperti penafsirannya.
Berupaya membentuk pasukan gelap yang tugasnya di
antaranya menjegal dan merampok iring-iringan seba
(pajak) adalah sesuatu yang Ginggi anggap ganjil. Begitu
pun tindakan Ki Bagus Seta yang dalam melaksanakan
amanat Ki Darma dia menyelundup menjadi pejabat di
Pakuan tapi melakukan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
ganjil bila dihubungkan dengan amat Ki Darma. Ki Darma
mengeluh akan kebijaksanaan Raja yang memberati rakyat
dengan pajak tinggi. Tapi belakangan Ginggi mendapatkan
kenyataan, sebenarnya kebijaksanaan pajak tinggi yang
menjadi titah Raja bermula dari gagasan Ki Bagus Seta
sebagai pejabat muhara, Memang Ki Bagus Seta ada
menerangkan, bahwa itu merupakan taktik agar dirinya
dipercaya bekerja di Pakuan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Katanya untuk menanamkan pengaruh, pertama kali
harus berusaha menanamkan kepercayaan terhadap Raja.
Raja yang berambisi mengembalikan kejayaan negara
seperti masa silam, membutuhkan banyak dana. Dana
harus diambil dari dalam negri sebab dari luar seperti
perdagangan antar pulau sudah tak mungkin dilakukan
sesudah semua pelabuhan milik Pajajaran direbut Banten
dan Cirebon. "Raja yang sudah punya dasar keperluan seperti itu,
kalau disodori gagasan yang sejalan dengan jalan
pikirannya, maka akan segera menyambut baik dan kita
akan dipercaya sebagai pembantu yang tahu memikirkan
kebutuhan. Itulah cara untuk menanamkan pengaruh," kata
Ki Bagus Seta. Katanya bila pengaruh sudah mulai kokoh
menguasai sendi kehidupan di pemerintahan, maka
selanjutnya akan sangat mudah untuk menyusun tatanan
baru. "Pada saat itulah sebenarnya perjuangan sebenarnya
kita lakukan. Kita rombak negara, campakkan yang buruk
dan yang tak cocok lalu kita tegakkan sendi-sendi yang
terbaik yang bisa membuat rakyat sejahtera!" kata Ki Bagus
Seta ketika itu. Sudah benarkah gaya perjuangan yang dilakukan Ki
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bagus Seta dan kelompoknya" Entahlah. Yang jelas, dalam
upaya menjaga nama baik negara juga banyak dikemukakan oleh fihak lain dengan cara yang berbeda.
Purohita Ragasuci dan Pangeran Yogascitra pun sebenarnya merasakan bahwa tatanan negara sedang tak
sehat dan perlu perbaikan. Tapi cara memperbaiki keadaan
yang mereka inginkan tidak melalui cara-cara perombakan.
Mereka bilang tak perlu merombak, apalagi merusak.
"Raja belum melakukan tapa di nagara dengan baik.
Seorang Raja harus teuas peureup leuleus usap (tegas tapi
punya rasa kasih sayang). Ini belum sempurna dilaksanakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
oleh Raja. Raja harus teuas peureup (tegas) saja sehingga
akibatnya hanya menyakiti orang yang ditegasi saja. Raja
juga mudah tergoda kehidupan lahiriah. Menyenangi
kekayaan dan mudah jatuh cinta pada wanita cantik. Ini
sebetulnya kurang sehat bagi kehidupan bernegara. Raja
sedang menderita sakit dan harus segera disembuhkan agar
bisa kembali memimpin dengan baik," kata lagi Purohita
Ragasuci. Ucapan-ucapan ini hanya menegaskan pada
semua orang bahwa dalam mengembalikan keberadaan
negara yang dibanggakan rakyat beserta seluruh isinya,
tidak perlu diadakan perombakan, tidak perlu menggusur
Raja dan tidak perlu melakukan pemberontakan.
"Pemberontakan adalah perbuatan hina bagi orang-orang
Pajajaran!" kata Pangeran Yogascitra ketika pertemuan di
purinya hari kemarin. Jelas banyak perbedaan dalam mempertahankan keberadaan negara. Ginggi mau ikut ke mana, dia sendiri
pun tak tahu. Itulah sebabnya, baik ketika berada di puri Ki
Bagus Seta mau pun kini sesudah berada di puri Yogascitra,
Ginggi merasa tidak betah, sebab semua percakapan dan
cara berpikir mereka tentang kehidupan bernegara, pemuda
ini tidak faham sama sekali.
Terlalu banyak yang dipikirkannya, sampai-sampai
Ginggi tak bisa tidur padahal kantuk sudah amat hebat
menyerangnya. Ketika dia hampir memejamkan mata karena rasa pedih
pada kelopaknya, pemuda itu malah mendengar suara
berkeresekan yang amat mencurigakan dirinya. Itu bukan
suara kaki kucing atau kelepak sayap burung malam, tapi
seperti benda yang lebih berat hingga di atas atap sirap.
Ginggi semakin menajamkan telinganya menggunakan
ilmu dengar Hiliwir Sumping, Bunyi keresekan itu semakin
meyakinkan dirinya bahwa itu langkah kaki seseorang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memiliki ilmu kepandaian tinggi. Siapakah dia" Untuk
meyakinkannya, Ginggi segera meniup pelita sehingga
ruangan menjadi gelap. Rupanya orang yang berjalan di
atas atap pun merasakan bahwa lampu tiba-tiba gelap,
sehingga Ginggi segera mendengar ada gerakan angin yang
menandakan orang itu meloncat turun dari atas atap.
Ginggi tak membuang waktu, segera membuka jendela
dan loncat lewat lubang jendela. Bulan sudah bersinar
kurang dari setengahnya tapi cukup terang untuk melihat
gerakan orang yang melarikan diri dari tempat itu. Ginggi
segera mengejarnya. Ternyata orang misterius itu berlari
menuju tepi benteng. Ginggi pun terus membuntutinya.
Ketika bayangan itu meloncati benteng, Ginggi pun segera
meloncat mengejar. Kini terjadi kejar-mengejar di antara
keduanya. Ginggi belum tahu, siapa bayangan misterius itu. Hanya
yang membikin pemuda itu heran, bayangan itu seperti
membimbingnya ke suatu tempat.
Ginggi terus mengikutinya. Bayangan
itu telah menyebrangi Sungai Cipakancilan. Berlari cepat lagi
menuju arah timur. Dan nampaknya orang itu membawanya ke tepi Sungai Cihaliwung. Sesudah tiba di
tepiannya, dia berlari menyusuri sungai, menuju arah utara.
Dia melewati Leuwi Kamala Wijaya, masih terus ke utara.
Tibalah di tempat tambatan perahu yang menyambungkan
tepian itu dengan gugusan delta Pulo Parakan Baranangsiang. Bayangan itu tidak menaiki perahu,
melainkan meloncat ke permukaan sungai dan berlari
menggunakan ilmu Napak Sancang, yaitu ilmu meringankan tubuh untuk berlari cepat di atas permukaan
air. Ginggi berhenti sejenak di tepi sungai, pertama merasa
heran mengapa orang misterius itu membawanya ke tempat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu. Yang kedua, dia juga heran, sebab sejak tadi sebenarnya
ada orang lain berlari di belakangnya. Siapa pula orang di
belakangnya, pemuda itu pun sama tak mengenalinya.
Namun yang jelas, orang yang di belakang memang
berupaya mengejar dirinya. Adakah hubungan orang yang
dikejarnya dengan orang yang kini berada di belakangnya"
"Biar aku buktikan nanti ?" gumamnya seorang diri.
Sesudah berpikir begitu, Ginggi segera melompat ke
tengah sungai dan berlari Napak Sancang menuju gugusan
delta Pulo Parakan Baranangsiang.
Ginggi mendarat di gugusan delta tengah Sungai
Cihaliwung dan segera mendapatkan seorang lelaki berdiri
bertolak pinggang sambil sepasang kaki terpentang lebar.
Laki-laki itu memang sengaja menantinya di depanpesanggrahan, "Ki Bagus Seta?" tanya Ginggi heran. Sebagai
jawabannya, Ki Bagus Seta mendengus.
"Ada apa malam-malam mengajakku ke sini?" tanya
Ginggi lagi. "Aku ingin melihat di mana tempat anakku dibunuh ?"
gumam Ki Bagus Seta dengan suara dingin. Kain penutup
pinggangnya nampak berkibar-kibar karena tertiup angin
malam. "Bukan aku yang bunuh ?" kata Ginggi sedikit terkesiap
dengan ucapan Ki Bagus Seta.
"Ya aku tahu. Orang-orang puri Yogascitra yang
melakukannya. Tapi mereka tak berarti apa-apa bagiku.
Kalau aku mau, malam ini juga bisa kubantai semuanya
sampai habis. Yang aku perlukan hanya engkau," kata Ki
Bagus Seta lagi dengan suara berdesis.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tak membunuh putramu ?" kata Ginggi mundur
setindak. "Tapi kau yang memberi peluang sehingga memudahkan
orang-orang Yogascitra membantai anakku. Kau lumpuhkan anakku sehingga tak berdaya dan menjadi
bulan-bulanan mereka. Kalau kau tak memukul Suji
Angkara, setidaknya anakku masih bisa melawan atau
bahkan menyelamatkan diri," kata lagi Ki Bagus Seta.
Serasa lumpuh sendi-sendi tulang Ginggi disudutkan
seperti ini. Kalau dipikir, memang benar, Suji Angkara
begitu saja dibantai oleh para prajurit dengan amat
mudahnya karena sudah terlebih dahulu dibuat lumpuh
olehnya dan tak sanggup mengadakan perlawanan lagi.
Dengan kata lain, yang membunuh pemuda itu sebetulnya
dirinyalah. Ki Bagus Seta mungkin benar tak begitu suka pada anak
tirinya karena selalu bercuriga pada kegiatannya. Tapi
sebagai orang tua, tentu dia merasa sakit hati melihat anak
tirinya mati secara mengenaskan. Ginggi memang melihat
jasad Suji Angkara. Dia mati dengan tubuh hampir hancur
karena banyak tusukan benda tajam bersarang.
Ginggi hanya menunduk, sebab dia ikut merasakan
kehancuran hati seorang ayah ditinggal mati anaknya,
kendati sekadar anak tiri. Ya, mengapa tidak begitu, sebab
Suji Angkara pernah menjadi tangan kanannya dalam
mengawasi kegiatan pengiriman seba di wilayah timur.
"Harus kau akui, engkaulah pembunuh anakku!" kata
lagi Ki Bagus Seta. "Bisa dikatakan, memang begitu ?" gumam Ginggi
masih menunduk. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus kalau kau sudah akui!" bentak Ki Bagus Seta
sambil menghambur ke depan dengan gerakan cepat sekali.
Barangkali benar Ginggi mengaku ikut terlibat dalam
pembunuhan. Tapi untuk disalahkan begitu saja dia tak
terima. Apalagi sekarang harus mandah menerima
hukuman. Maka ketika Ki Bagus Seta menghambur melancarkan
pukulan deras, Ginggi segera menghindar ke samping
sehingga pukulan Ki Bagus Seta mengenai tempat kosong.
Ginggi sudah pernah berhadapan dengan Ki Bagus Seta
di ruangan paseban purinya. Dalam pertandingan di
paseban keduanya saling melancarkan angin pukulan dan
kedua-duanya terlontar menabrak dinding di belakangnya.
Ginggi tak tahu, sejauh mana kekuatan tenaga dalam yang
dimiliki Ki Bagus Seta. Apakah pukulan yang dilontarkan
Ki Bagus Seta waktu itu dilakukan sepenuhnya atau tidak.
Ginggi sendiri waktu itu hanya hanya melontarkan
tiga-perempat bagian saja sebab berkhawatir pukulan itu
mencelakakan baik pada dirinya mau pun pada lawan.
Barangkali sekarang akan diketahui, siapa dari kedua
murid Ki Darma yang memiliki angin pukulan paling baik.
Dan adu tenaga dalam nampaknya akan segera
dilakukan, sebab Ki Bagus Seta segera mendoyongkan
tubuhnya ke depan seperti kodok hendak meloncat. Hanya
bedanya, sepasang tangannya dibuka lebar dan siap sedia
mendorong ke depan. (O-anikz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 21 Ginggi pun terpaksa harus melayaninya. Tidak sekadar
bertahan, mungkin akan sama melakukan serangan juga.
Kalau hanya bertahan, Ginggi takut tak akan kuat,
mengingat Ki Bagus Seta akan melakukan serangan
sungguh-sungguh karena rasa ingin membalas dendam atas
kematian anak tirinya. Bagaimana agar tenaga dalam yang keluar dari tubuhnya
semakin deras, Ginggi mengingat-ingat apa yang pernah
dikatakan Ki Rangga Guna.
Bila diterjemahkan melalui bahasa ilmiah masa kini,
maka Ki Rangga Guna mengatakan bahwa pengembangan
tenaga dalam merupakan pelampiasan penggunaan sistem
sumber daya tubuh (biolistrik). Di dalam tubuh manusia
sebenarnya terdapat satu triliyun sel. Antara satu sel dengan
sel yang lainnya ada suatu gaya yang memancar keluar
(dalam ilmu bela diri masa kini yang diteliti secara ilmiah
rasional pancaran tenaga ini disebut sebagai gaya
elektromagnetik-pen). Bagi orang biasa yang tak pernah
melatihnya, pancaran gaya ini keluar tidak teratur sehingga
kekuatannya tidak terbukti secara khas. Oleh orang yang
gemar melatih diri, pancaran gaya ini bisa dihimpun
menjadi satu dan membentuk satu kekuatan yang maha
hebat. Apakah orang sanggup menghimpun sebanyakbanyaknya dari jutaan sel energi ini, bergantung sejauh
mana melakukan latihan. Ginggi tak pernah mengaku seorang yang ulet. Apalagi
ketika berada di bawah bimbingan Ki Darma. Orang itu
selalu memaksa agar Ginggi berlatih keras. Tapi bila Ginggi
sudah ogah-ogahan, Ki Darma selalu membiarkannya
seenak perut Ginggi. Namun kendati begitu, belakangan dia
sadar akan perlunya ilmu kedigjayaan setelah berhadapan
dengan Ki Rangga Wisesa. Kalau saja tidak ditolong Ki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rangga Guna, barangkali nyawanya sudah lama melayang.
Ketika sudah bersama Ki Rangga Guna saja Ginggi mau
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berlatih keras. Di samping memperdalam kembali apa-apa
yang sudah diberikan oleh Ki Darma, Ginggi pun
sungguh-sungguh menerima gemblengan ilmu-ilmu aneh Ki
Rangga Guna yang katanya didapat dari negri sebrang.
Ketika Ki Bagus Seta mendorong sepasang telapak
tangannya ke depan, terasa ada hawa panas menerjang ke
arah dada Ginggi. Pemuda itu pun segera menghimpun
tenaganya, jauh lebih besar ketika tenaga yang dipancarkan
di ruang paseban itu. Dan dua tenaga besar berhawa panas
beradu keras. Akibatnya terdengar ledakan keras yang
diikuti kilatan-kilatan api. Tubuh Ginggi limbung ke
belakang dengan dada terasa sesak dan berat. Matanya pun
terasa berkunang-kunang, sehingga bila ada serangan
susulan, sudah tak mungkin berkelit.
Tapi Ginggi heran, sehingga perlu membuka matanya,
mengapa serangan susulan tak pernah dilakukan. Dan di
keremangan cahaya bulan pemuda itu melihat tubuh Ki
Bagus Seta telentang di tangga bangunan pasanggrahan,
hampir enam depa darinya.
Ginggi terkejut karena tubuh itu seperti tak bergerak.
Sambil tubuh sedikit limbung, Ginggi mencoba mendekati
tubuh Ki Bagus Seta yang telentang dengan kaki mengarah
padanya. Ginggi khawatir kalau-kalau orang tua setengah
baya itu mati karena benturan tenaga dalam yang saling
dikerahkan dengan kekuatan penuh. Kalau benar demikian,
dia akan berdosa telah kembali membunuh orang.
Namun satu depa sebelum dia sampai ke tubuh telentang
itu, secara kilat Ki Bagus Seta bangun sambil membuat
lentingan tubuhnya. Sedangkan sepasang tangannya
mengembang melakukan pukulan ke arah dada pemuda itu.
Ginggi tidak menduga sehingga tidak punya kesempatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk menangkisnya. Pukulan itu langsung menuju
dadanya. Maka karena tak mungkin ditangkis atau dikelit,
pemuda itu membusungkan dadanya, memusatkan inti
tenaga di seputar dadanya sehingga jutaan selelektromagnetik berkumpul di sana. Sel-sel yang
memiliki daya tolak ini kalau pertahanannya betul-betul
sempurna, akan mendatangkan daya yang kekuatannya
sebanding dengan tenaga yang datangnya dari luar. Kian
besar tenaga yang datang menyerang maka akan kuat pula
daya lontarannya. Meneliti angin pukulan yang dilancarkan Ki Bagus Seta
sepertinya tidak mengandung kekuatan penuh. Mungkin Ki
Bagus Seta ragu-ragu melontarkannya, mungkin pula
karena dia sudah luka dalam ketika terjadi adu-tenaga tadi.
Ginggi lega hatinya, sebab dengan keterbatasan tenaga itu,
akan terbatas pula akibatnya.
Pukulan sepasang tangan Ki Bagus Seta menerobos
masuk ke dada bidang Ginggi. Duk! Pukulan itu menerpa
keras sehingga tubuh pemuda itu terlontar ke belakang.
Tapi bersamaan dengan itu terdengar pula jeritan keras
keluar dari mulut Ki Bagus Seta. Tubuh orang tua itu
terpental jauh sekali, berguling-guling masuk ke rimbunan
semak-belukar. "Hebat!" kata-kata ini keluar dari mulut Ki Banaspati
yang tahu-tahu sudah berada di sana. Tapi Ginggi yang
masih telentang karena pukulan tadi, tak begitu heran
melihat Ki Banaspati di sana secara tiba-tiba. Sejak dari tadi
sebenarnya dia telah dikuntit orang. Baru belakangan ini
Ginggi tahu bahwa yang menguntitnya adalah Ki
Banaspati. "Kau hebat Ginggi! Sudah lebih dari pantas untuk
menjadi pembantu utamaku kelak!" katanya berdiri
menatap pemuda itu bangun. Dengan seluruh tubuh terasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sakit-sakit dan dada sesak, Ginggi hanya menatap Ki
Banaspati dengan heran. Heran, mengapa orang ini malah
memuji dirinya ketimbang cepat-cepat menolong Ki Bagus
Seta yang Ginggi duga menderita luka berat karena
peristiwa barusan. "Coba kau periksa Ki Bagus Seta ?" kata Ginggi dengan
tarikan napas memburu karena sesak.
"Bagus Seta hatinya masih dipengaruhi urusan pribadi.
Tidak cocok untuk melakukan perjuangan besar seperti
yang tengah kita lakukan," gumam Ki Banasapti datar.
"Tapi dia perlu kita tolong ?" kata Ginggi.
"Mengapa kau membunuhnya kalau harus ditolong?"
tanya Ki Banaspati enteng saja.
"Aku tak membunuhnya. Dia yang menyerangku. Tapi
aku tak mau bunuh dia ?" kata Ginggi dengan dada masih
terasa sesak. Ginggi kemudian terhuyung-huyung menuju
semak-semak untuk mencari tubuh Ki Bagus Seta. Tapi
sebelum Ginggi mencarinya, Ki Bagus Seta nampak keluar
dari semak dan bergerak menggunakan gerakan tangan.
Ginggi menarik tubuh Ki Bagus Seta menjauhi semak.
Sesudah berhasil diangkat, Ki Bagus Seta disuruhnya bersila
untuk mengatur pernapasan. Ginggi juga menyeka darah
yang meleleh dari sudut bibir Ki Bagus Seta.
"Engkau hebat, anak muda?" gumam Ki Bagus Seta,
dikomentari oleh kekeh tawa Ki Banaspati.
"Engkau bodoh Bagus Seta. Sudah aku katakan,
bertempur dengan kawan sendiri hanya membuat rugi
tujuan kita!" kata Ki Banaspati.
Yang diomeli diam saja sebab perhatiannya tengah
terpusat dalam pengaturan napas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anakku mati?" gumamnya kemudian.
"Memang sudah diputuskan. Suji Angkara harus mati
sebab hanya akan menghalangi perjuangan kita. Kalau kau
terganggu oleh urusan percintaan, anak itu sebetulnya
sudah akan melapor tentang kegiatan kita," kata Ki
Banaspati. "Tapi sayang sekali, seharusnya Ginggi bunuh
pemuda itu sesudah Suji Angkara membunuh Pangeran
Yogascitra. Sekarang Yogascitra masih hidup. Kau yang
harus bertugas membunuhnya, Ginggi?" lanjut pula Ki
Banaspati. Ginggi diam mematung. "Engkau amat berpeluang membunuh bangsawan itu
sebab kau sudah dipercaya penuh olehnya. Berita mengenai
engkau akan dilatik menjadi ksatria puri Yogascitra sudah
tersebar di Pakuan. itu amat baik!" kata Ki Banaspati lagi.
"Bagaimana kalau anak muda ini tak membunuh
Yogascitra bahkan menyebrang memihak mereka?" tanya
Ki Bagus Seta tiba-tiba. "Tidak mungkin sebab Ginggi sudah terlanjur menyayangi Rangga Guna yang kita tawan. Kalau tak
dibebaskan, Ki Rangga Guna akan menjadi mayat begitu
saja. Kalau Ginggi tak mau menjalankan perintah kita,
artinya Ginggi telah biarkan Rangga Gunai mati. Bukan
oleh kita tapi oleh surat ini," kata Ki Banaspati sambil
membuka buntalan kecil yang sejak tadi diikatkannya pada
sabuk kainnya. Bungkusan itu dibuka. Di dalamnya ternyata ada satu
kotak surat dan ada satu kumpulan daun nipah. Ki
Banaspati hanya membuka ikatan daun nipahnya saja.
"Apakah itu?" tanya Ginggi ingin tahu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itulah surat yang ditulis sebelum Rangga Guna
tertangkap di Sagaraherang. Adakah surat itu untukmu?"
kata Ki Bagus Seta. "Begitu pentingkah surat itu untukku?" tanya Ginggi lagi
menyipitkaan sebelah matanya.
"Ya, penting sekali karena nyawamu ada di dalam sini,"
kata Ki Banaspati mengangkat lembaran daun nipah yang
diikat benang putih itu. "Bacakan, apa isinya!" kata Ginggi.
"Coba serahkan surat itu padanya, Banaspati!" kata Ki
Bagus Seta. "Percuma memperlihatkan surat itu secara langsung, dia
tak bisa baca-tulis!" kata Ki Banaspati.
(O-anikz-O) Lagi, Tugas Rahasia Ginggi sebetulnya ingin sekali membaca langsung, apa
isi surat yang katanya amat berkaitan erat dengan
nyawanya. Tapi dia ingin mempertahankan pendapat orang
lain bahwa dirinya tak bisa baca-tulis.
Dulu Ki Darma memang memerintahkan dirinya untuk
pura-pura tak mengenal tulisan, sebab suatu hari sifat
kepura-puraan itu akan berguna.
"Ini, aku bacakan!" kata Ki Banaspati membeberkan
susunan daun nipah, mendekatkannya pada kedua matanya
karena cahaya bulan sepotong samar-samar saja cahayanya.
"Teruskan perjuanganmu sesuai perintah Ki Darma!"
kata Ki Banaspati membaca surat daun nipah. Kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dibacanya pula penandatangan surat itu, sebagai Ki Rangga
Guna tertuju kepada Ginggi.
"Surat itu tak punya arti khusus dan tak membahayakan
diriku," kata Ginggi. Ki Banaspati terkekeh-kekeh.
"Kalau surat ini sampai ke tangan orang-orang Pakuan,
kau akan dikejar dan diburu sebab punya kaitan erat dengan
Ki Darma!" katanya. "Aku juga bisa katakan bahwa kalian punya hubungan
erat," jawab Ginggi.
"Hahaha! Hanya engkau yang bisa dibuktikan. Kami
bertahun-tahun sudah berada di sini dan tak ada orang yang
tahu. Ki Darma sudah mati, kemudian Rangga Guna pun
nyawanya ada di tangan kami dan kata-katamu tak akan
dipercaya orang," Ki Banaspati tertawa lagi.
Ginggi tetap terpaku dan hatinya membenarkan
kesulitan ini, bila surat dari Ki Rangga Guna disampaikan
kepada orang-orang Pakuan.
"Untuk keselamatanmu di Pakuan, maka selamanya kau
terikat padaku. Kau laksanakan perintah-perintahku dan
kau bisa hidup dengan aman?" kata Ki Banaspati lagi.
Kemudian dia menoleh pada Ki Bagus Seta.
"Bagus Seta, kini kendali aku yang pegang, sebab
ternyata kau bodoh dan beberapa kali mengalami kegagalan
saja!" katanya. Ki Bagus Seta berdiri tapi dengan tubuh terbungkuk.
Mungkin karena luka di dadanya masih terasa sakit.
"Tidak. Aku yang pegang kendali, sebab kau terlalu
kasar, Banaspati!" kata Ki Bagus Seta.
"Di sini kekuasaan dan pengaruhmu sudah lumpuh.
Bangsawan Soka yang kau banggakan dan kau gunakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk tempat berlindung sudah tak berguna lagi. Sedangkan
selama ini kau di sini hanya mengandalkan orang itu!"
"Kita semua memang mengandalkan Bangsawan Soka!"
"Tidak! Aku mengandalkan diriku sendiri!" potong Ki
Banaspati. "Kekuatanmu apa sehingga berani berkata begitu?" tanya
Ki Bagus Seta. Ditanya seperti itu, Ki Banaspati malah
tertawa terkekeh-kekeh kemudian berubah menjadi tawa
mengakak ketika melihat Ki Bagus Seta mengerutkan alis.
"Ginggi, kau terangkanlah apa kekuatanku sesungguhnya.
Jangan katakan aku selama ini berlindung pada pengaruh
pejabat tinggi bernama Ki Bagus Seta!" kata Ki Banaspati
sambil menoleh pada Ginggi. Ki Bagus Seta sama menoleh
pada pemuda itu dengan wajah amat heran. "Kalian punya
persekongkolan lain selain denganku?" tanya Ki Bagus seta.
Ginggi tak menjawab sesuatu.
Hahaha ! Katakanlah apa yang kau ketahui, Ginggi!"
kata Ki Banaspati dan sepertinya mencoba memanasmanasi rasa penasaran Ki Bagus Seta, menyebabkan dia
nampak marah sekali sambil menatap ke kiri dan ke kanan.
"Kau katakanlah, anak muda, jangan permainkan aku
pula!" teriak Ki Bagus Seta pada Ginggi.
"Ki Banaspati telah menyusun pasukan di wilayah
timur!" kata Ginggi.
"Aku sudah tahu itu. Pasukan di wilayah timur sengaja
dibentuk untuk dipakai melawan Raja. Pasukan itu akan
dipimpin Kandagalante Sunda Sembawa yang berambisi
menggantikan Raja!" kata Ki Bagus Seta.
"Ya, lanjutkan pengetahuanmu itu sampai mana?" tanya
Ki Banaspati masih terkekeh-kekeh. "Sunda Sembawa
hanya dijadikan penggerak saja, sebab kau Banaspati yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebetulnya memegang kendali. Kemudian di Pakuan, aku
yang memegang kendali dengan menyulut Bangsawan Soka
untuk berambisi menjadi penasihat Raja?"
"Ya, engkau di Pakuan punya satu orang saja yang
pengaruhnya sudah buruk. Sedangkan aku di luar Pakuan
punya ribuan pasukan yang kesemuanya ada di bawah
pengaruhku!" potong Ki Banaspati.
"Apa maksudmu dengan bicara seperti itu?" tanya Ki
Bagus Seta menatap tajam.
"Maksudku, akulah yang paling kuat di Pajajaran ini dan
bukan engkau!" kata Ki Banaspati.
"Terangkan maksudmu yang sebenarnya!" desis Ki
Bagus Seta. "Maksudku yang sebenarnya, bahwa akulah kelak yang
akan menjadi raja di Pakuan!" kata Ki Banaspati mantap.
Tubuh Ki Bagus Seta seperti tersentak ke belakang ketika
mendengar pernyataan ini.
Ginggi merasa heran menyaksikannya. Bukan heran oleh
ambisi Ki Banaspati sebab sejak dulu dia telah tahu. Tapi
pemuda itu amat heran mengapa Ki Bagus Seta terlihat
kagetnya mendengar perkataan Ki Banaspati seperti itu.
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Apakah sebelumnya memang tidak tahu akan cita-cita Ki
Banaspati seperti itu"
"Engkau"engkau mengkhianati aku, Banaspati! Bukan
engkau, akulah kelak yang harus jadi raja!" desis Ki Bagus
Seta. "Hahaha! memang benar para wiku istana kerapkali
berbicara bahwa yang jadi raja teu mudu pinter tapi
mudung arti jeung kaharti (tidak harus pintar tapi harus
mengerti dan harus dimengerti). Namun engkau selain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bodoh juga tak mengerti dan sulit dimengerti orang lain.
Kau tak cocok jadi raja karena bodoh. Kau juga tak cocok
karena tak pernah mengerti keadaan. Gerakanmu yang
bodoh hanya membuat orang bercuriga saja pada kegiatan
kita. Itulah sebabnya. Kau urungkanlah cita-citamu untuk
menjadi raja, sebab akulah yang lebih cocok menduduki
jabatan paling tinggi seperti itu!" kata Ki Banaspati.
Ginggi menyaksikan, betapa menggigilnya tubuh Ki
Bagus Seta setelah mendengar penjelasan seperti itu. Juga
pemuda itu sekaligus mulai mengetahui bahwa Ki Bagus
Seta pun punya ambisi sama untuk menjadi raja.
"Sudah tiga orang yang dirinya punya keinginan untuk
menjadi raja," gumam Ginggi tak sadar.
"Hahaha! Bukan hanya tiga orang, tapi empat orang
Ginggi. Sebab selain Sunda Sembawa, Bagus Seta dan aku,
Bangsawan Soka pun punya keinginan seperti!" kata Ki
Banaspati. "Bangsawan Soka keinginannya terbatas. Dia hanya
berjuang untuk jabatan penasihat saja!" potong Ki Bagus
Seta. "Bangsawan Soka tak setuju cara-cara kepemimpinan
Ratu Sakti. Dia juga suka mengejek kemampuan Raja yang
sekarang. Sedangkan dia orang angkuh. Mustahil dia ingin
jadi penasihat raja bodoh. Dia inginkan lebih dari itu. Kau
akan dimanfaatkan. Dia juga akan memanfaatkan aku
sambil sebelumnya mendorong Raja mengeluarkan keputusan agar aku disetujui membangun kekuatan di
wilayah timur. Aku tahu maksud buruknya. Kekuatan yang
aku miliki kelak akan dia pinta untuk mendukung citacitanya! Hahaha! Tidak! Akal bulusnya sudah aku ketahui
seluruhnya dan aku tidak akan terkecoh!" kata Ki
Banaspati. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau jangan serakah Banaspati. Akulah yang lebih
pantas menjadi raja sebab aku pulalah yang pertama kali
memasuki lingkungan istana. Kau tidak akan berarti apaapa tanpa bantuanku!" seru Ki Bagus Seta dengan suara
menggigil menahan kemarahan. Sedangkan Ki Banaspati
hanya tertawa-tawa saja dengan nada penuh ejekan. Ki
Bagus Seta semakin panas dengan sikap-sikap sombong Ki
Banaspati. Dia akan bergerak memburu ke depan, namun
sebentar kemudian jatuh terjerembab karena tubuhnya
limbung. "Hahaha! Jangan melawanku Bagus Seta. Tenagamu
habis dan tubuhmu luka dalam karena kau memaksa
berhadapaan dengan pembantu utamaku. Pilihlah, kau
hidup sejahtera di bawah kepemimpinanku, atau kau mati
malam ini juga!" kata Ki Banaspati dengan nada
sungguh-sungguh dan penuh ancaman.
Aneh sekali, mendengar ancaman ini, Ki Bagus Seta
langsung menjatuhkan dirinya seperti karung goni. Orang
yang sehari-harinya gagah dan angkuh itu, kini menangis
sesenggukan karena ancaman saudara seperguruannya.
"Kau pulanglah ke purimu dan tunggulah perintahperintahku. Pergerakan besar akan segera dimulai!" kata Ki
Banaspati. Ki Bagus Seta dalam keadaan berlutut menatap
tajam Ki Banaspati sambil berlinang airmata.
"Kau harus berpikir matang, Bagus Seta. Cita-cita kita
adalah melaksanakaan amanat Ki Darma dalam membela
kepentingan rakyat Pajajaran. Sekarang kau harus yakin,
akulah yang akan bisa memimpin Pakuan sehingga
kehidupan rakyat terjamin. Kalau kau membantuku, berarti
kau murid setia Ki Darma dan dosa-dosamu karena
memerintahkan pasukan perwira kerajaan menyerbu
Puncak Cakrabuana terampuni," kata Ki Banaspati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Bagus Seta menyeka airmatanya. Namun setelah itu
dia bangun berdiri dan berjalan terhuyung-huyung
meninggalkan Pulo dan menyebrangi Cihaliwung dengan
menggunakan perahu yang tadi digunakan Ki Banaspati.
Sepeninggal Ki Bagus Seta, tinggallah Ginggi berdua
dengan Ki Banaspati. "Saat-saat penting telah hampir tiba, hari-hari ini kau
akan banyak pekerjaan, Ginggi!" kata Ki Banaspati.
Dia keluarkan kembali kotak surat yang ada di dalam
bungkusannya, kemudian diserahkan pada Ginggi.
"Apa ini?" tanya Ginggi.
"Isinya surat maha rahasia. Kau serahkan pada Pangeran
Jaya Perbangsa!" kata Ki Banaspati.
"Pangeran Jaya Perbangsa?"" gumam Ginggi.
"Ya, apakah kau tak kenal Pangeran Jaya Perbangsa?"
tanya Ki Banaspati. "Aku mengenalnya"dia termasuk sahabat baik Pangeran Yogascitra," gumam Ginggi.
Mendengar gumaman pemuda itu. Ki Banaspati tertawa
renyah tapi Ginggi tak tahu arti tawanya itu.
"Ya, kau serahkan secara rahasia pada pangeran itu.
Hati-hati, jangan sampai ada yang tahu bahwa kau
menyerahkan kotak ini," kata Ki Banaspati. "Mati
hukumanmu bila kau tak berhasil menyerahkan ini pada
orang yang aku maksud!" katanya lagi dengan nada datar.
Ginggi tak mengangguk atau pun menggelengkan kepala.
Dia hanya menerima kotak itu saja dengan kedua belah
tangan sedikit bergetar karena perasaannya yang sangat
tegang. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Banaspati menatap sejenak, kemudian membalikkan
tubuh dan berjalan menuruni tepi sungai. Namun sebelum
jauh benar, dia berbalik lagi.
"Hati-hati, kau harus taati aku kalau tak ingin nyawa
Rangga Guna melayang. Kalau kau langgar, di samping
kau bunuh diri, juga sebetulnya kaulah yang membunuh
Rangga Guna. Kau juga akan menjadi orang berdosa pada
Ki Guru sebab kau kacaukan pergerakan yang diinginkan
Ki Guru. camkan kata-kataku!" kata Ki Banaspati. Setelah
puas meyakinkan kata-katanya ini, dia segera meloncat dan
berlari menggunakan ilmu Napak Sancang di atas
permukaan air. Tinggallah Ginggi sendirian di Pulo Parakan Baranangsiang yang sunyi dan dingin ini. Sambil
termenung dengan alis berkerut pemuda itu menimbangnimbang isi kotak kayu tersebut.
(O-anikz-O) Sandi Apakah Itu" Ginggi masih duduk sendirian di bangunan pesanggrahan Pulo Parakan Baranangsiang. Udara semakin
dingin karena malam sudah demikian larut. Dan bila
melihat bulan sabit sudah hilang dari pandangan sejak tadi,
dari sebrang sungai, sayup-sayup terdengar pula suara ayam
berkokok. Hanya menandakan bahwa waktu subuh hari
akan segera menjelang. Ginggi harus cepat kembali ke puri Yogascitra. Kalau
ketahuan dia keluyuran tanpa sepengetahuan penghuni puri
itu, hanya akan membuat masalah baru.
Tapi sebelum dia kembali, ingin sekali membaca surat
yang kini ada di tangannya. Surat itu masih tersimpan di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam kotak terkunci rapat. Kata Ki Banaspati harus
diserahkan kepada Pangeran Jaya Perbangsa. Ginggi
mengerutkan alis. Punya hubungan apa pangeran ini
dengan Ki Banaspati"
Apakah Pangeran Jaya Perbangsa sudah masuk ke dalam
persekongkolan dengan Ki Banaspati"
Ginggi tidak tahu tindak-tanduk pangeran muda ini. Dua
hari yang lalu ketika ada pertemuan di puri Yogascitra,
Pangeran Jaya Perbangsa ikut hadir. Dia diundang sebab
seperti apa kata Purbajaya, pangeran ini termasuk kawan
dekat Pangeran Yogascitra. Dalam pertemuan itu, Pangeran
Jaya Perbangsa termasuk orang yang banyak bicara yang
pada pokoknya menggambarkan ketidaksetujuan dia dalam
menyimak perilaku Raja. Tidak tanggung-tanggung, bahkan
dia berkata dengan suara keras meminta agar semua orang
sepakat menurunkan Raja dari tahtanya.
Tak ada yang ganjil dan tak ada yang aneh, sebab pada
umumnya semua yang hadir pada pertemuan itu
memperbincangkan perihal ketidaksetujuannya terhadap
perilaku dan kebijaksanaan Raja.
"Tak ada yang ganjil"Tak ada yang ganjil"!" gumam
pemuda itu sendirian. Ya, memang tak ada yang ganjil,
sebab semua orang sama-sama tak setuju dengan sikap
Raja. Ki Banaspati juga susah-payah menghimpun
kekuatan karena tak setuju dengan sikap Raja.
Berpikir sampai di sini, pemuda itu menahan napasnya.
Pangeran Jaya Perbangsa bersuara lantang agar semua
orang bertindak menurunkan Raja dari kekuasaan. Ini juga
keinginan Ki Banaspati. Tidakkah Pangeran Jaya Perbangsa
dikendalikan oleh Ki Banaspati"
Makin berkerut dahi Ginggi karena berpikir keras. Sudah
dia ketahui memang semua orang tidak setuju terhadap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raja. Tapi dia perlu memilah-milahnya. Ada kelompok
yang sekadar tak menyenangi sikap Raja tapi tanpa punya
tujuan-tujuan tertentu. Dan ada juga kelompok yang samasama tak menyenangi Raja tapi sambil punya tujuan
khusus. Ki Banaspati jelas termasuk kelompok kedua ini.
Kemudian, mungkinkah dia berusaha mengendalikan
beberapa pangeran yang ada di Pakuan untuk memperbesar
api kemelut" Bisa saja begitu, semakin kacau suasana di Pakuan,
semakin bagus menurut pertimbangan Ki Banaspati.
Pangeran Jaya Perbangsa suaranya paling lantang mengajak
semua orang meruntuhkan Raja. Kalau dikatakan dia
mengajak semua orang untuk memberontak, bisa benarbenar persis. Dan Ki Banaspati menyusun kekuatan untuk
memberontak. Akan lebih bagus bagi Ki Banaspati bila
sebelum pasukan dari timur dikerahkan menyerang Pakuan,
di dayo (ibukota) itu sendiri sudah ada yang saling gebuk,
barangkali Ki Banaspati tinggal hanya menunggu waktu
saja. Sesudah dua kekuatan di Pakuan saling gebuk sendiri
dan pemenangnya dalam keadaan lemah, giliran pasukan
Ki Banaspati yang bergerak untuk meraih kemenangan.
Ginggi memang sudah melihat situasi di Pakuan.
Kekuatan di sana cenderung sudah terpecah-pecah. Ada
kelompok yang sudah meragukan kepemimpinan Raja, tapi
ada juga yang tetap bertahan dengan keputusan-keputusan
Raja. Ginggi kini mulai bisa meraba, Pangeran Jaya Perbangsa
yang selalu bersuara lantang, dikendalikan Ki Banaspati
agar menyulut dan memanasi para penentang Raja untuk
mengadakan keributan berupa pemberontakan.
Satu-satunya bukti untuk memperjelas dugaannya ini,
Ginggi harus membuka kotak dan membaca surat yang
harus dia serahkan kepada Pangeran Jaya Perbangsa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suasana gelap di tempat yang terpencil ini tak
memungkinkan dirinya untuk membaca surat itu. Ilmu
Sorot Kalong (melihat di tempat gelap) yang dia miliki tak
akan membantu penuh. Jadi pemuda itu harus segera
kembali ke puri Yogascitra.
Dan dia pun segera meninggalkan tempat itu, berlari
menuju puri Yogascitra yang kini sudah menjadi tempat
tinggalnya. Dengan amat hati-hati pemuda itu meloncati benteng
puri menyelinap ke bangunan yang jadi tempat tinggalnya.
Masuk ke ruangan tidurnya, dia segera menyalakan pelita.
Keremangan berubah menjadi benderang. Ginggi meneliti
kotak surat itu. Berukir indah dan halus buatannya. Tapi
tutup kotaknya dikunci oleh semacam engsel. Ginggi perlu
membuka engsel itu agar tutup kotak bisa terkuak. Dengan
serampangan tangan pemuda itu membedol ujung engsel.
Dan begitu tutup kotak terbuka, terdengar suara halus
bersiutan. Ada cahaya-cahaya kecil berkeredipan mengarah
pada wajah dan dadanya. Ginggi terkejut setengah mati sebab tak menduga bakal
ada benda kecil tajam melesat keluar. Dia hanya sanggup
miringkan wajah ke kanan tapi tak keburu melontarkan
tubuhnya ke belakang. Akibatnya, tiga batang jarum halus
bersarang di dadanya dan rasanya sakit serta-merta
membuat tulang ngilu. Ginggi mencabuti ketiga batang
jarum itu. Tapi rasa sakit di tubuhnya kian menghebat.
Dengan mata berkunang-kunang dan rasa sakit yang hebat,
dia mengerahkan tenaga dalamnya, dipusatkannya pada
bagian dada. Dia sadar, jarum itu beracun dan Ginggi perlu
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menahan aliran darah di bagian dada agar tak menyebar ke
seluruh bagian tubuhnya. Tindakan pengamanan ini
rasanya kurang cukup dan dia khawatir racun masih bisa
menyebar. Oleh sebab itulah Ginggi mencari benda tajam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kebetulan di sebuah laci terdapat peso pengot (pisau amat
tajam ujungnya, biasa digunakan pula untuk menoreh
tulisan di atas daun nipah). Pisau tajam itu dia gunakan
untuk menoreh tiga luka di dadanya agar darah bisa keluar
lebih banyak dari luka itu. Namun sebelum pekerjaannya
selesai, matanya semakin berkunang dan kepalanya terasa
pening. Akhirnya kegelapan menyelimuti dirinya dan
Ginggi tak ingat apa-apa lagi.
Dia baru sadar dari pingsannya ketika suhu badannya
terasa panas. Banyak keringat membasahi jidatnya dan
kerongkongannya terasa kering. Dia ingin sekali minum.
Tanpa membuka mata, pemuda itu meraba-raba ke pinggir
kiri. Dia ingat, di sisi pembaringan sebelah kiri ada meja
yang di antaranya diisi berbagai minuman. Tapi tangan itu
meraba tempat kosong. Ginggi juga rasakan, udara amat
pengap, padahal setahu dirinya, tempat tinggalnya di puri
Yogascitra terasa harum semerbak oleh berbagai wewangian. Ginggi mencoba membuka matanya. Suasana hanya
remang-remang saja karena peningnya. Pelipisnya terasa
berdenyut. Tapi setelah terbiasa dengan pandangan
matanya, mendadak hatinya terkejut. Betapa tak begitu
sebab di sisi kirinya dia lihat jeruji besi. Dia tidur telentang
di sebuah balai-balai kasar di sebuah kamar ukuran kecil
dengan lubang berjeruji besi. Penjarakah ini" Ginggi bangun
serentak, tapi kemudian jatuh telentang kembali karena
dadanya terasa pedih dan berdenyut. Dirabanya dada itu,
ternyata sudah diberi bebat. Mengapa aku ada di dalam
penjara, pikirnya" Terdengar suara langkah mendekat. Ginggi menoleh ke
kiri. Ada dua jagabaya tengah menatapnya. Salah seorang
kemudian berlalu dan sayup-sayup terdengar suaranya,
"Tawanan sudah siuman, Raden?" katanya. Kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdengar langkah mendekat lagi. Kini ada dua orang lagi
yang datang. "Raden Purbajaya"!" seru Ginggi pelahan. Nampak alis
Purbajaya berkerut melihatnya.
"Mengapa aku ada di sini?" tanyannya lagi namun
sambil mengeluh pendek karena ada rasa sakit di dadanya.
"Engkau dipenjara, Ginggi?" kata Purbajaya pendek.
"Apa dosaku?" "Nanti engkau akan diperiksa Pangeran Yogascitra!"
gumam Purbajaya seperti penuh sesal.
Tak berapa lama kemudian terdengar beberapa langkah
mendatang. Kemudian Ginggi lihat Pangeran Yogascitra
disertai Banyak Angga. Pangeran tua berwajah sabar itu menatap Ginggi dengan
alis sedikit berkerut. Ginggi mencoba hendak bangkit
namun dirasakan tubuhnya sakit-sakit.
"Kau terluka karena racun. Sudahlah tak perlu bangun.
Aku hanya inginkan penjelasanmu, anak muda?" kata
Pangeran Yogascitra datar.
Ginggi mau bicara, tapi Pangeran Yogascitra memperlihatkan kotak surat beserta isinya.
Ginggi terkejut melihat isi surat itu. Jadi, karena benda
itu dia dijebloskan ke penjara.
"Saya belum sempat membaca isinya, Pangeran?"
jawab Ginggi sejujurnya. "Sudah aku baca isinya tapi aku tak mengerti sebab itu
kata sandi. Barangkali kau pasti bisa mengartikannya," kata
pangeran itu. Ginggi menerima susunan daun nipah dan
mencoba membeberkannya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ribuan pipit terbang dari timur
ketika senja jatuh di barat
tiga hari sebelum kuwerabakti
pagi hari di Telaga Rena Maha Wijaya
"Banaspati" "Saya tak bisa membaca, Pangeran?" gumam Ginggi
setelah meneliti susunan huruf Palawadi atas daun nipah
itu. Pangeran Yogascitra menatap penuh selidik.
"Benar, dia tak bisa baca-tulis, Pamanda?" kata
Purbajaya. Bukan sekadar membela, tapi Ginggi memang
pernah mengatakan tak pernah belajar baca-tulis ketika
Purbajaya memberinya sebuah kitab pelajaran agama lama.
"Tapi setidaknya engkau masih punya hubungan dengan
Banaspati, anak muda?" kata Pangeran Yogascitra.
Ginggi bingung mau menjawab bagaimana, dikatakan
punya hubungan, sebetulnya juga tidak, sebab selama ini
Ginggi tak senang terhadap orang itu. Tapi dikatakan tak
punya hubungan, ya"kotak surat itu amat membuktikan
bahwa ada satu hubungan antara dia dengan Ki Banaspati.
"Engkau membingungkan kami. Kedudukanmu sebetulnya ada di mana. Suatu saat kau membela kami, tapi
di saat lain kau erat dengan mereka. Ketahuilah, Ki Bagus
Seta sudah dicurigai beberapa pejabat istana karena
penyelewengan pajak negara. Dan otomatis, Ki Banaspati
pun dicurigai sebab dia tangan kanan Ki Bagus Seta. Aku
menyesalkan sikapmu yang ternyata masih memiliki
hubungan dengan kelompok mereka. Padahal aku sudah
menyukaimu, anak muda?" kata Pangeran Yogascitra.
"Tapi perasaan pribadi aku
kesampingkan karena kepentingan negara lebih diutamakan. Kau harus Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjelaskan mengapa ada surat sandi di tanganmu. Ada
rencana apakah Ki Banaspati sehingga perlu mengirim surat
rahasia padamu?" tanya Pangeran Yogascitra.
Semua mata memandang tajam padanya ketika
pertanyaan itu diajukan. Ginggi sulit untuk menjawab. Sebetulnya bisa saja dia
katakan bahwa surat itu dari Ki Banaspati untuk Pangeran
Jaya Perbangsa. Tapi, apakah Pangeran Yogascitra percaya
akan penjelasan ini" Surat itu tak ditujukan langsung pada
Pangeran Jaya Perbangsa. Jadi kepada setiap pemegang
surat bisa ditudingkan bahwa itu surat dari Ki Banaspati
untuk dirinya. "Aku harap engkau menjelaskannya padaku. Sebab bila
peristiwa ini bocor ke istana, kau akan jadi tawanan istana
dan nasibmu akan lebih buruk lagi. Kau harus tahu Sang
Prabu sangat kejam terhadap orang yang bersalah," kata
Pangeran Yogascitra menegaskan.
"Jangan?" Ginggi mencegah.
"Nah, kalau kau takut dipindahkan ke istana,
terangkanlah dengan baik, apa isi surat itu!" kata lagi
Pangeran Yogascitra. Pangeran itu salah mengerti, kata Ginggi dalam hatinya.
Yang dia maksud jangan adalah surat itu jangan dulu
sampai ke istana, takut keburu diketahui oleh Pangeran
Jaya Perbangsa. Ginggi tak mau surat itu sampai ke tangan
pangeran muda yang berperangai keras itu.
"Pangeran, sebaiknya urusan itu diselesaikan di sini saja.
Beri saya waktu untuk menjelaskannya?" kata Ginggi.
"Nanti malam aku akan mengunjungimu lagi?" gumam
Pangeran Yogascitra. Setelah menatapnya, bangsawan itu
segera berlalu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau mengecewakan
aku, Ginggi?" gumam Purbajaya sedangkan Banyak Angga hanya menatap saja.
Mereka kemudian meninggalkan tempat itu.
Kini Ginggi sendirian di kamar tahanan berjeruji itu. Dia
masih bingung bagaimana harus membebaskan dirinya dari
tudingan ini. Tapi Ginggi harus mengesampingkan dulu urusan ini.
Yang harus dia pikirkan adalah teka-teki surat rahasia itu.
Apa makna surat yang sedianya harus diserahkan kepada
Pangeran Jaya Perbangsa ini"
Ribuan pipit terbang dari timur
ketika senja jatuh di barat
tiga hari sebelum kuwerabakti
pagi hari di Telaga Rena Maha Wijaya
Ginggi mengerutkan dahinya beberapa kali. Dia harus
memecahkan sandi ini. Menjelang senja hari ada jagabaya menyodorkan
makanan. Pemuda itu amat berterimakasih sebab sejak
malam hari dia belum makan apa pun. Sekarang ada
makanan yang cukup baik dan menyehatkan untuk
dimakan. Tapi sebelum dia mencicipi makanan itu, dia
teringat sesuatu. "Paman, tolong beritahu aku, kapan upacara Kuwerabakti dimulai?" tanyanya pada jagabaya. Yang
ditanya sejenak mengernyitkan dahi. Kemudian dia
menepuk jidatnya sendiri.
"Oh, sampai aku melupakan kegiatan penting ini. Empat
hari lagi kalau tak salah, pesta panen 49 hari akan segera
dimulai," jawab jagabaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa-apa sajakah upacara paling penting dalam
Kuwerabakti, Paman?"
"Ya, banyak sekali. Sehari sebelum Kuwerabakti,
rombongan seba dari seluruh wilayah Pajajaran akan
datang senja hari di Pakuan. besoknya pagi-pagi akan ada
upacara mandi suci di Telaga Rena Maha Wijaya,
kemudian dilanjutkan dengan upacara nadran (ziarah) ke
Bukit Rancamaya, mengenang moksa Sang Prabu Siliwangi
alias Sri Baduga Maharaja di Bukit Badigul," kata penjaga.
"Siapa saja yang mandi suci di pagi hari itu?"
"Seluruh penghuni istana, dari mulai Sang Prabu hingga
permeisuri dan para selir serta kaum wiku dan pendeta
agung, semua mandi suci di Telaga Rena Maha Wijaya.
Tapi, ada apakah engkau, sepertinya ingin sekali engkau
datang menghadiri" Sayang anak muda, kedudukanmu
seperti ini?" kata jagabaya menyayangkan nasib Ginggi.
Ginggi sendiri tidak menyimak ucapan terakhir jagabaya
ini, sebab dia lebih terpaku memikirkan ucapan jagabaya
sebelumnya. Surat rahasia itu sepertinya punya hubungan erat dengan
kegiatan Kuwerabakti, Ginggi berpikir keras, mencoba
mencari maksud surat tersebut. Sehari sebelum Kuwerabakti, rombongan seba dari semua wilayah akan
datang sore hari. Dari mana sajakah rombongan seba itu"
"Paman, kalau kita melakukan perjalanan tanpa henti
dari wilayah Kandagalante Sagaraherang, kira-kira akan
makan waktu berapa lama?" tanya Ginggi kemudian.
Jagabaya yang sedianya akan berlalu mendadak berhenti
lagi. Dia mengernyitkan dahi terpengaruh oleh pertanyaan
Ginggi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bila dilakukan tanpa tergesa-gesa, mungkin makan
waktu selama tiga hari. Kira-kira senja hari rombongan
baru bisa memasuki dayo (ibukota)," jawab jagabaya.
"Betulkah?" "Ya, aku pernah melakukan perjalanan seperti itu."
Berdebar jantung Ginggi mendengarnya. Beberapa baris
kalimat sudah bisa diraba kemungkinannya. Dan kalau
"ribuan pipit terbang dari timur" sudah bisa dipecahkan,
maka seluruh isi surat rahasia bisa dia artikan. Tapi Ginggi
benar-benar sudah bisa menduga. "Ribuan pipit terbang dari
timur" siapa lagi kalau bukan pasukan di bawah pimpinan
Kandagalante Sunda Sembawa dari wilayah Sagaraherang
yang terletak di sebelah timur Pakuan.
Ginggi kembali menyusun surat rahasia itu di dalam
benaknya, kemudian mencoba menyusun pemecahannya.
Maka "ribuan pipit terbang dari timur" diterjemahkan
sebagai pasukan yang akan bergerak dari Sagaraherang.
"Ketika senja jatuh di barat" diartikan Ginggi bahwa
pasukan itu akan tiba di barat (Pakuan) di saat senja tiba.
Kemudian baris ketiga berbunyi "tiga hari sebelum
kuwerabakti" menerangkan bahwa pasukan itu akan mulai
bergerak tiga hari sebelum upacara kuwerabakti. Baris
keempat berbunyi "pagi hari di Telaga Rena Maha Wijaya"
memberitahukan bahwa pagi hari akan diadakan satu
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kegiatan. Kegiatan itu sudah pasti acara mandi suci seluruh
keluarga istana. Raja juga akan mandi suci di telagaa itu.
Oh, nanti dulu! Baris surat keempat bukan sekadar
pemberitahuan akan upacara mandi suci. Pangeran Jaya
Perbangsa tak perlu diberitahu sebab dia sendiri sudah tahu
akan upacara itu. Kalimat baris keempat ini lebih berupa
perintah untuk melakukan satu gerakan. Mungkin pagi hari
waktunya, di saat ada upacara mandi suci di Telaga Rena
Maha Wijaya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi semakin berdegup jantungnya. Dia ingat
perkataan Ki Banaspati di Pulo Parakan Baranangsiang
kemarin malam bahwa sebuah gerakan besar akan segera
dimulai. Akan ada penyerbuan besar-besaran ke Pakuan di
saat upacara penting Kuwerabakti. Pasukan akan datang
dengan menyamar sebagai rombongan pengirim seba.
Benar! Pemberontakan akan dimulai empat hari lagi.
Barangkali pasukan yang menyamar sebagai pengirim seba
akan mulai bergerak esok hari dari Sagaraherang.
Ginggi terpaku di ruangan gelap berjeruji ini. Sebentar
lagi akan terjadi puncak kemelut di Pakuan. Maka di mana
Ginggi akan menempatkan diri dalam situasi ini" Berdiri di
fihak Ki Banaspatikah"
Tapi Ginggi kini sudah bisa menilai, Ki Banaspati tidak
benar-benar berjuang sesuai amanat Ki Darma. Bahkan
orang ini sebenarnya menggunakan perintah guru hanya
sebagai dalih saja. Dengan membonceng kepada amanat Ki
Darma dia punya tujuan tertentu untuk menjalankan ambisi
pribadinya. Kedoknya semakin terbuka di Pulo Parakan Baranangsiang. Betapa dengan kejamnya dia mencampakkan Ki Bagus Seta setelah tahu bahwa orang itu
tak memiliki pengaruh berarti lagi di Pakuan. Ki Banaspati
benar-benar berani memperlihatkan sikap sebenarnya
sebelum cita-citanya tercapai. Tindakan seperti ini hanya
menandakan bahwa dirinya yakin akan keberhasilan
usahanya. Mungkin benar sebab Ki Bagus Seta sudah tak
mungkin memperbaiki posisinya.
Waktu sudah tak ada lagi, sebab Ki Banaspati membuka
kartu di saat-saat terakhir, di mana seluruh kekuatan
pasukannya sudah mulai bergerak. Ki Banaspati seorang
yang berambisi besar, tamak dan licik. Ginggi tak perlu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memihak padanya. Dengan kata lain, dia tak akan
menjalankan perintah-perintah Ki Banaspati secuil pun !
"Tapi, bagaimana nasib Ki Rangga Guna?" keluhnya.
Jelas, nyawa Ki Rangga Guna jadi taruhannya bila Ginggi
berani menghindari perintah-perintah Ki Banaspati.
"Jangan meributkan nyawa seseorang untuk sebuah
perjuangan besar," kata Ki Banaspati tempo hari. Apakah
Ginggi pun akan bercermin pada prinsip Ki Banaspati,
merelakan nyawa Ki Rangga Guna demi sesuatu" Sesuatu
apa" Perjuangankah" Kalau dia menolak ajakan Ki
Banaspati, lantas akan berjuang demi siapakah kini" Untuk
kepentingan Pakuan" Untuk kepentingan Raja" Tidak
mungkin, sebab selain tak sesuai dengan amanat Ki Darma,
juga bertolak belakang dengan hati nuraninya. Sudah jelas
Raja itu berjiwa lemah. Mudah diombang-ambing pengaruh
dari luar dirinya dan mudah tergoda oleh kehidupan
duniawi termasuk kecantikan wanita. Ginggi tak sudi
mengabdi kepada Raja yang seperti ini. Dan kalau kesini
tak mau dan kesana tak mau, sudah benarkah sikap
hidupnya ini" Ingat tembang-tembangprepantun (juru
pantun) yang menyindir dan mencerca sikap Ki Darma.
Itulah hukuman bagi yang meragu kesana tak mau kesini
tak mau Akhirnya Ki Darma menjadi musuh semua
Oh, hai, musuh semua ! Ginggi merenung. Hanya karena
kesana tak mau kesini tak mau maka Ki Darma akhirnya
menjadi musuh semua orang. Ginggi sedih, mengapa orang
tidak diberi kebebasan memilih sikap dan selalu harus
mengikatkan diri pada satu kepentingan"
Ketika berada di puncak, di saat suasana sepi tengah
malam, Ki Darma selalu bersenandung. Bunyi tembangnya
tak pernah berubah, selalu membacakan satu bait syair.
Hidup banyak menawarkan sesuatu namun bila salah
memilihnya kita adalah orang-orang yang kalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oh, hai! Orang-orang yang kalah! Ginggi tersenyum
pahit bila menyimak syair tembang Ki Darma ini. Memang
tak terbatastawaran terhadap pilihan hidup. Tapi, mencoba
tidak memilih sesuatu, sebetulnya adalahsebuah pilihan
hidup juga. Mengapa orang dianggap berdosa bila tak
mencoba memilih satu kepentingan" Kesana tak mau,
kesini tak mau, dosakah itu" Bukankah tidak memilih
sesuaupun sebenarnya satu pendirian juga"
Ginggi kembali tersenyum pahit. Sepertinya dia pun
akan berpendirian seperti Ki Darma.
Kesana tak mau kesini tak mau dan akhirnya dimusuhi
semua orang. Tidak apa. Aku hanya taat pada Ki Darma.
Ada surat dari Ki Rangga Guna yang kata Ki Banaspati
akan membahayakan dirinya. Surat itu menyuruh Ginggi
agar tetap berpegangteguh pada amanat Ki Darma.
Ginggi ingat betul, Ki Darma berkata agar dia membela
rakyat dengan jalan apa saja. Dia disuruh bergabung
dengan para murid lainnya, sepanjang mereka pun mentaati
perintah Ki Darma. Tapi Ginggi merasa bahwa Ki
Banaspati tak seutuhnya menjalankan amanat guru, berarti
Ginggi tak pelu ikut bergabung.
"Pada akhirnya kau akan punya keyakinan sendiri dalam
menentukan kebenaran. Kalau kau benar-benar telah
meyakini satu pilihan, maka kau kerjakanlah!" kata Ki
Darma ketika dia berada di Puncak Cakrabuana hampir
dua tahun silam. Tak terasa ada lelehan airmata di pipi pemuda itu. Baru
sekarang dia sadar, sebenarnya orang yang paling bijaksana
adalah Ki Darma. Orang tua ini tidak pernah mengangkat
dirinya sebagai murid. Mulanya Ginggi berpikir buruk. Ki
Darma tak secara resmi mengangkat dia sebagai murid
mungkin karena dia kurang disayang dan kurang dipercaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun belakangan Ginggi menyadari bahwa perbuatan Ki
Darma ini bisa jadi punya maksud tertentu. Ki Darma tak
mengangkatnya sebagia murid tapi memberinya berbagai
ilmu kepandaian, termasuk kepandaian dalam berpikir dan
belajar menimbang-nimbang arti kehidupan. Pemuda itu
menduga, Ki Darma membebaskan dirinya dari hubungan
guru dan murid agar Ginggi bisa melakukan pilihan. Kalau
dia terikat sumpah pada Ki Darma, jelas tak memiliki
pilihan hidup lagi sebab segalanya sudah diatur guru. Apa
yang diinginkan guru itu harus diturut. Karena ikatanikatan itu Ki Darma akan merasa kecewa kalau pada suatu
saat sang murid tak mematuhi apa yang diinginkannya.
Dengan melepaskan ikatan guru-murid, kedua belah fihak
akan saling membebaskan diri dari sesuatu yang bernama
keharusan. Itulah sebabnya, kendati ada kata "perintah",
tapi di akhir kalimat, Ki Darma menyertakan ucapan,
"sepanjang kau merasa yakin atas kebenaran yang aku
katakan." Ki Darma tak pernah mengajarkan padanya apa itu
agama. Barangkali bukan berarti dirinya tak perlu memiliki
keyakinan agama. Tapi orang tua itu membebaskan Ginggi
untuk belajar menilai dan memilih. Sekarang dunia semakin
berkembang dengan hadirnya agama baru. Ki Darma
mungkin bermaksud "melahirkan" keberadaan Ginggi apa
adanya. Tidak dicekoki oleh keyakinan yang dipeluknya,
atau disuruh membenci kehadiran agama baru. Biarkan
Ginggi dalam keadaan kosong. Siapa yang harus
mengisinya, bukan karena anjuran, pengaruh atau pun
perintah orang lain, tapi diserahkan kepada hasil pilihan
hatinya sendiri. "Semakin dewasa orang akan semakin berpikir tentang
perlunya sesuatu pandangan hidup. Kau carilah sendiri,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebab bila jalan pikiranmu sudah dewasa kau akan sanggup
memilih mana yang terbaik," kata Ki Darma tempo hari.
Orang tua itu tidak menyuruhnya masuk agama apa pun,
segalanya diseahkna pada Ginggi sendiri. Ki Darma hanya
membekalinya dengan berbagai pandangan agar kelak
Ginggi sanggup memilah-milah sendiri, mana yang benar
dan mana yang buruk. Sekarang Ginggi sudah banyak belajar meneliti sikap dan
perilaku manusia. Sedikit banyaknya dia sudah bisa
menarik kesimpulan sendiri untuk dijadikan pedoman, di
mana kelak dia harus menempatkan diri.
(O-anikz-O) Taktik Jaya Perbangsa Benar seperti yang dijanjikan Pangeran Yogascitra,
bahwa malam harinya dia akan datang lagi ke sel tahanan.
Dia datang bersama Banyak Angga dan Purbajaya.
"Bagaimana, apakah kau sudah siap memberi keterangan
tentang surat sandi itu?" tanya Pangeran Yogascitra
menatap tajam padanya. "Saya juga baru menemukan isi sandi itu barusan.
Namun ini pun sebagai kira-kira saja. Bila dugaan saya
benar, Pangeran harap segera melakukan berbagai tindakan.
Tapi bila salah, anggaplah itu keluar dari jalan pikiran
orang dungu semata," kata Ginggi balik menatap pada
pangeran itu. Semua orang mendekatkan wajahnya pada
besi jeruji. "Maksudmu, engkau sudah tahu arti sandi surat
itu?" yang bertanya heran adalah Purbajaya.
"Tidak. Isinya baru dugaan saja," gumam Ginggi.
"Sudah bisa menduga isinya berarti sudah tahu kalimat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sandi. Dari mana engkau tahu, padahal engkau tak bisa
membaca?" tanya lagi pemuda itu.
Ginggi tersenyum tipis, "Maafkan saya banyak bohong,
saya sebenarnya ada sedikit bisa"." katanya.
"Kau memang banyak membohong sehingga amat
membingunkan kami," kata Banyak Angga. "Ayahanda,
kalau dia mengemukakan isi sandi itu, apakah kita akan
mempercayainya?" menoleh pada Pangeran Yogascitra.
"Bagaimana nanti saja, yang penting dia mau bicara
dulu," jawab pangeran tua itu pendek. "Cobalah kau
katakan Ginggi, apa isi sandi itu?" kata Purbajaya.
"Itu adalah surat pemberitahuan perihal akan adanya
pasukan besar dari wilayah timur ke Pakuan ini. Saya
menduga, mereka akan menyerang tepat pada peringatan
Kuwerabakti!" kata Ginggi. Semua orang saling pandang,
kemudian sama-sama menatap wajah Ginggi.
"Mengapa Ki Banaspati mengirim surat padamu?" tanya
Banyak Angga. "Surat itu bukan untuk saya."
"Kalau begitu, untuk siapakah surat itu?"
"Saya diutus menyerahkan surat itu pada Pangeran Jaya
Perbangsa!" kata Ginggi.
"Apa?"?" teriak ketiga orang itu berbareng dan nampak
kaget."Kau maksudkan Pangeran Jaya Perbangsa punya
hubungan khusus dengan Ki Banaspati?" tanya Banyak
Angga. "Saya tak berkata begitu?"
"Kau tuduh pangeran muda itu bersekongkol untuk
melakukan satu kegiatan rahasia?" tanya Banyak Angga
lagi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya tidak bicara begitu?" jawab Ginggi lagi.
"Ginggi, aku ingin percaya padamu, kumohon kau
bicaralah dengan benar?" kata Purbajaya seperti memohon
agar Ginggi bertindak dengan kesadaran.
"Apa yang ada dalam hati saya, itulah yang diucapkan.
Saya tak menduga atau menuduh sesuatu. Tapi yang jelas
saya diperintahkan Ki Banaspati menyerahkan kotak surat
kepada Pangeran Jaya Perbangsa. Tapi saya ingin sekali
melihat isinya, maka saya coba buka. Namun sebelum
berhasil membacanya, ada serangan jarum beracun dari
kotak itu dan saya pingsan. Belakangan saya menyadari
sudah berada di sini," kata Ginggi.
"Engkau terpaksa diamankan di sini karena ada surat
seperti itu," kata Purbajaya. Ginggi menundukkan muka.
"Engkau berkomplot dengan Ki Banaspati?" tanya
Banyak Angga. "Keinginan Ki Banaspati dan Ki Bagus Seta memang
begitu. Semua harus berkomplot melawan Raja!" Ginggi
menjawab begitu. "Mengapa mereka ingin melawan Raja!" tanya Pangeran
Yogascitra. "Menurut mereka, Raja tak bijaksana dalam mengatur
pemerintahan sehingga rakyat sengsara!" jawab Ginggi.
"Merekalah yang membuat rakyat sengsara. Ki Bagus
Seta selalu mempengaruhi Raja agar melakukan tindakan
keliru!" kata Pangeran Yogascitra.
"Entahlah"Hanya itu yang mereka katakan!" kata
Ginggi lagi. "Kalau begitu semua orang punya pendirian sama untuk
menurunkan Raja, Ayahanda?" gumam Banyak Angga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku tak berniat menggulingkan Raja, sekali pun
memang benar aku tak setuju dengan tindak-tanduk Raja.
Aku sudah mencoba membujuk Sang Prabu agar mau
membatalkan perkawinannya dengan Nyimas Layang
Kingkin, tapi beliau malah tersinggung atas sikapku," kata
Pangeran Yogascitra dengan nada penuh sesal.
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lalu, bagaimana dengan nasib adikku Nyimas Banyak
Inten?" tanya lagi Banyak Angga.
(O-anikz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 22 Mendengar pertanyaan ini, nampak wajah Pangeran
Yogascitra kelabu. Dia menghela napas beberapa kali
sebelum melontarkan jawaban.
"Penghargaan Sang Prabu terhadap adikmu menjadi
berkurang karena peristiwa Suji Angkara. Sang Prabu
bahkan menyuruh agar adikmu dimasukkan ke mandala
saja?" gumam pangeran tua itu.
"Apa" Dimasukkan ke mandala?" Pertanyaan ini
berbareng dilontarkan oleh Banyak Angga dan Purbajaya.
Wajah Purbajaya bahkan terlihat amat pucat dan bibirnya
bergetar. "Apakah mandala itu?" tanya Ginggi heran.
"Mandala adalah semacam puri para wiku wanita. Setiap
gadis yang gagal dalam perkawinan atau kehidupan lahiriah
selalu memasuki mandala untuk belajar ilmu batin. Para
wanita bangsawan yang ditinggal mati suaminya pun
biasanya masuk kemandala ?" kata Banyak Angga dengan
wajah murung. "Apakah Nyimas Banyak Inten digolongkan wanita yang
gagal dalam kehidupan cinta?" tanya Ginggi. Tak ada yang
menjawab, sehingga suasana amat sunyi.
"Barangkali bagi Sang Prabu lebih terhormat melihat
gadis yang dicintanya memasuki mandala ketimbang hidup
di luar atau bahkan menjadi selirnya tapi sudah memiliki
cacat. Gadis yang dilarikan lelaki lain secara paksa
dianggap kehormatannya sudah cacat, apalagi gadis itu
tadinya sudah dipilih Raja?" gumam Pangeran Yogascitra
seperti bicara pada dirinya sendiri.
"Pamanda Yogascitra, jangan biarkan Dinda Banyak
Inten meninggalkan kehidupan duniawiyah. Dia masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muda. Dia masih penuh harapan dan cita-cita!" kata
Purbajaya menggebu. "Banyak Inten masuk mandala adalah harapan Raja.
Tapi harapan Raja adalah perintah juga. Aku tak berani
menentang titahnya, apalagi amat berkaitan erat dengan
kepentingan dan kehormatannya?" gumam Pangeran
Yogascitra dengan nada sendu sehingga kemurungan
wajahnya menambah ketuaannya.
"Kalau Pamanda tak berani menentang Raja, untuk
urusan ini saya berani ke depan," kata Purbajaya tegas.
Pangeran Yogascitra menatap pemuda itu dengan penuh
selidik. "Mengapa kau begitu mati-matian membela anakku?"
tanyanya. Tapi yang ditanya malah menunduk membuat
hati Ginggi sedikit berdebar karena penuh dugaan.
"Sudahlah"Urusan paling besar yang harus kita hadapi
adalah sandi rahasia itu. Ginggi, benarkah isi surat itu
maksudnya demikian?" tanya pangeran itu menoleh pada
Ginggi. "Sudah saya katakan tadi, itu hanya dugaan belaka,"
jawab Ginggi, "Ribuan pipit terbang dari timur. Itulah
pasukan yang kelak akan datang dari arah timur, entah
siapa. Ketika senja jatuh di barat, maksudnya pasukan itu
akan tiba di wilayah barat dan saya artikan sebagai Pakuan,
di senja hari. Tiga hari sebelum Kuwerabakti, saya tafsirkan
pasukan akan mulai bergerak dari timur tiga hari sebelum
upacara Kuwerabakti, Baris terakhir, pagi hari di Telaga
Rena MahaWijaya, saya artikan bahwa saat penyerbuan
akan dilakukan di pagi hari, mungkin titik penyerbuan ke
telaga itu. Apakah dugaan saya ini benar atau salah, saya
sendiri pun tak dapat memastikannya!" kata Ginggi
panjang-lebar. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun mendengar penjelasan ini, semua orang
mendadak pucat wajahnya. "Bisa jadi dugaanmu benar anak muda," gumam
Pangeran Yogascitra, "Pagi hari pada hari pertama upacara
Kuwerabakti adalah mandi suci Sang Prabu beserta seluruh
pejabat istana di Telaga Rena Maha Wijaya. Kemungkinan
penyerbuan dilakukan di saat semua penghuni istana
meninggalkan kadaton (keraton) dan berada di tempat
terbuka tanpa perlindungan?" kata Pangeran Yogascitra.
Ginggi pun ingat, telaga di Bukit Badigul Rancamaya itu
berada di wilayah jawi khita (benteng luar istana). Kalau
seluruh penghuni istana sedang berada di sana, maka
penyerbuan itu akan sangat membahayakan keselamatan
Raja. "Kalau begitu, kita harus segera mengambil tindakan,"
kata Pangeran Yogascitra.
"Nanti dulu Ayahanda. Kita harus selidiki kebenarannya," kata Banyak Angga sambil kemudian
menoleh ka arah Ginggi. "Ginggi sebetulnya engkau ada di
fihak manakah" Di lain fihak diutus Ki Banaspati tapi di
lain fihak pula beritahu kami mengenai rencana mereka,"
kata Banyak Angga lagi. Pangeran Yogascitra pun rupanya terpengaruh oleh
ucapan pemuda itu, buktinya dia menatap tajam Ginggi.
"Kau berada di fihak mana, anak muda?" tanyanya.
"Saya tak berada di fihak mana pun. Semua peristiwa ini
tak ada kepentingannya dengan saya. Tapi kalau saya
sekarang beberkan rencana Ki Banaspati atau siapa saja,
saya sebenarnya hanya tak ingin terjadi banyak korban.
Kalau benar ada rencana penyerbuan besar-besaran ke
Pakuan, akan jatuh korban sia-sia. Saya tak ingin melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perang sebab akan menyengsarakan banyak orang?" kata
Ginggi mantap. Pangeran Yogascitra merenung namun akhirnya mengangguk-angguk. "Pendapatmu benar belaka, anak
muda. Perang tak boleh terjadi, apalagi dilakukan sesama
orang Pajajaran?" kata pangeran itu.
"Lalu bagaimana tindakan kita, Ayahanda?" tanya
Banyak Angga. Pangeran Yogascitra berpikir sejenak. Dia menerawang
ke langit-langit, lalu menatap Ginggi.
"Kau lanjutkan dulu perintah Ki Banaspati. Serahkan
kotak surat pada Pangeran Jaya Perbangsa. Aku ingin teliti,
apakah benar dia terlibat pemberontakan?" Pangeran
Yogascitra melirik pada putranya, "Kau dan Purbajaya
kawal anak muda ini. Datanglah malam ini juga ke puri
Jaya Perbangsa. Selagi anak muda itu menyerahkan surat,
kau sembunyi di luar, dan kau Ginggi, aku ingin tahu
sejauh mana kau ingin bantu aku, maksudku, sejauh mana
kau ingin menghindari pertumpahan darah seperti yang aku
juga pikirkan. Kalau jalan pikiranmu sama denganku, kau
tentu mau membantu," kata pangeran itu menoleh pada
Ginggi. "Saya siap membantu, Pangeran?" ucap Ginggi
mengangguk. Jagabaya dipanggil dan pintu jeruji dibuka. Ginggi
berdiri dan melangkah keluar dari pintu tahanan. Dadanya
masih terasa sakit karena luka dan tubuhnya pun lemahlunglai. "Tubuhmu terserang racun. Tapi itu menolong kecurigaan kami akan keterlibatanmu, Ginggi," kata
Purbajaya di tengah jalan menuju puri Jaya Perbangsa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar kecurigaan kami berkurang. Kotak itu dipasangi
senjata rahasia agar orang yang tak tahu dan berniat
membukanya akan mati kena racun. Ini hanya menandakan
kau memang tidak terlibat. Tapi aku sendiri masih bingung
dengan sikapmu. Sepertinya kau tengah bimbang kau mesti
berpihak ke mana," kata Banyak Angga.
"Dulu saya bimbang, tapi setelah saya teliti kesanakemari, saya sudah bisa ambil keputusan," jawab Ginggi.
"Apa keputusanmu?"
"Saya tidak akan ikut kemana-mana," jawab Ginggi.
"Termasuk membela negara?"
"Ini bukan pertentangan antara negara dan pemberontak,
melainkan pertentangan orang-orang yang ingin menguasai
negara," jawab Ginggi.
"Mungkin begitu, tapi apa pun yang terjadi, negara tetap
dalam bahaya dan semua orang harus mau mempertahankan negara," kata Banyak Angga.
"Pendapatmu sama dengan saya. Maka untuk itulah saya
pun berusaha mencegah terjadinya pertumpahan darah,"
kata Ginggi. Tiba di depan benteng puri, Banyak Angga dan
Purbajaya memisahkan diri. Mereka naik ke benteng lewat
jalan samping dan menghindari pertemuan dengan para
jagabaya puri tersebut. Sedangkan Ginggi masuk puri secara
baik-baik. "Tapi Juragan Jaya Perbangsa sedang tak ada, Raden?"
kata penjaga. "Beliau sedang ke mana?" tanya Ginggi agak kecewa.
"Juragan dipanggil Sang Prabu malam ini juga. Rupanya
ada sesuatu kepentingan mendadak," ujar jagabaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Begitu pentingkah kehadiranmu malam ini, Raden?"
tanyanya kemudian. Ginggi tak menjawab, sebab hatinya
tengah berpikir-pikir tentang maksud pertemuan pangeran
itu dengan Sang Prabu. Namun ketika dia sedang termangu, dari jauh ada bunyi
suara ketoplak kaki kuda. Ginggi menoleh ke belakang.
Yang datang ternyata Pangeran Jaya Perbangsa, berjalan
lambat-lambat dan dikawal empat orang prajurit bersenjata
dengan obor di tangan masing-masing.
"Siapa itu?" tegur bangsawan muda berkumis tipis ini.
"Oh, aku kenal kau. Bukankah engkau calon ksatria dari
puri Yogascitra, bukan?" kata pangeran itu dengan nada
sedikit mengejek yang Ginggi tak tahu apa maksudnya.
"Ada yang akan saya sampaikan. Dan ini sangat penting.
Bolehkah saya masuk?" kata Ginggi.
Pangeran Jaya Perbangsa menatap sejenak, namun
kemudian mengangguk kendati penuh hati-hati.
Ginggi diterima di sebuah kamar tertutup. Ketika dia
baru saja duduk bersila, di atas sirap terdengar sedikit
gerakan. Pelahan saja tapi Ginggi tahu ada dua benda berat
bertengger di sana. Ginggi khawatir akan kecerobohan dua
orang temannya itu. Bagi penilaian Ginggi, gerakan mereka
masih kasar. Kalau Pangeran Jaya Perbangsa memiliki
kepandaian tinggi, mereka pasti mudah diketahui.
"Ada keperluan apakah Pangeran tua yang setia itu
mengutusmu, hei ksatria!" kata Pangeran Jaya Perbangsa
masih dengan nada sedikit mengejek. Namun bagi Ginggi
sepertinya orang ini memperlihatkan dirinya bahwa dia tak
senang terhadap Pangeran Yogascitra. Dan ini sedikit lebih
meyakinkan dirinya pula bahwa bangsawan muda yang
gagah ini punya hubungan dengan Ki Banaspati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya datang ke sini bukan atas suruhan Pangeran
Yogascitra," kata Ginggi pendek. Namun begitu mendengar
penjelasan ini, pangeran muda itu membelalakkan kedua
belah matanya. "Kau"siapa engkau sebenarnya?" tanyanya sedikit
heran. "Namaku Ginggi!" kata lagi pemuda itu pendek tapi
matanya tajam menatap Pangeran JayaPerbangsa.
"Maksudku, bukankah engkau orang dari puri Yogascitra?" tanya lagi bangsawan itu.
"Segalanya bisa terjadi, Pangeran. Bukankah Pangeran
Yogascitra pun sampai saat ini selalu menganggap
Pangeran Jaya Perbangsa sahabat baiknya?" kata Ginggi
sedikit menyindir sehingga membuat wajah pangeran muda
itu sedikit memerah. "Ya, segalanya bisa terjadi dalam meniti perjuangan.
Kau diutus oleh siapakah dan dalam urusan apakah?" tanya
lagi Pangeran Jaya Perbangsa.
"Ini!" Ginggi langsung menyerahkan kotak surat yang
engselnya sudah kembali terkunci. Pangeran Jaya Perbangsa menerima kotak surat itu. Dan dia terkejut
menerimanaya. "Kau utusan Ki Banaspati, anak muda?"
tanyanya. Tapi Ginggi hanya mengangguk pelan. "Perlu dibuka
hari ini juga?" "Terserah Pangeran?" kata Ginggi.
Bangsawan itu berjingkat dulu dan membuka sebuah
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
lemari kayu berukir indah. Dari dalam lemari dia keluarkan
semacam baju zirah, yaitu pakaian terbuat dari logam
menyerupai sisik-sisik ikan. Ginggi terkejut sekali. Bila
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
begitu rahasia dirinya akan terbongkar. Dengan sedikit
berdebar, Ginggi menyaksikan pangeran itu mencoba
membuka engsel dengan amat hati-hati. Wajahnya sedikit
dijauhkan sepertinya tengah bersiap menjaga kemungkinan.
Namun ketika engsel terbuka dan kepala pangeran itu sigap
menghindar dengan cara miringkan wajah ke samping,
tidak terjadi sesuatu. Pangeran Jaya Perbangsa menatap penuh selidik pada
Ginggi. "Ada apakah, Pangeran?" tanya Ginggi ingin segera tahu
pikiran apa yang terkandung dibenak bangsawan ini. "Ada
dua kumungkinan kotak ini memberi tahu padaku.
Pertama, kau membohongiku dan kedua kau berkhianat!"
kata Pangeran Jaya Perbangsa pendek.
"Mengapa begitu?"
"Ki Banaspati setiap mengirim surat dalam kotak
tertutup, selalu dipasangi jebakan. Orang yang sembrono
membuka kotak surat akan mati seketika karena serangan
senjata rahasia. Sekarang kotak sudah tanpa jebakan.
Artinya kotak sudah ada yang buka !" kata Pangeran Jaya
Perbangsa. "Saya yang membuka!" gumam Ginggi pendek.
"Kalau begitu kau harus mati! Kau pengkhianat!" seru
bangsawan muda pemarah itu sambil melancarkan pukulan
dengan tangan kanan terkepal. Pukulan itu lurus ke depan
mengarah jidat Ginggi. Namun dalam pandangan pemuda
itu, gerakannya terlihat lamban dan mudah diikuti mata,
sehingga dengan entengnya Ginggi menangkap pergelangan
tangan bangsawan itu dengan tangan kirinya.
Pangeran Jaya Perbangsa kembali melayangkan pukulan
dengan tangan kiri dan ditepis dengan baik oleh tangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kanan Ginggi. Nampak bangsawan itu meringis karena
tangkisan Ginggi. "Aku tangan kanan Ki Banaspati, sudah barang tentu
harus tahu segala gerakan yang ada!" kata Ginggi masih
memegang pergelangan tangan bangsawan itu sehingga dia
kian meringis saja. "Tapi kau melanggar perintah Ki Banaspati!" kata
Pangeran Jaya Perbangsa mencoba melepaskan tangannya
tapi tetap tak kuasa. "Tak ada yang kulanggar. Surat itu sudah sampai di sini
seperti apa yang diinginkan Ki Banaspati," kata Ginggi.
"Ya, tapi kau membukanya!"
"Ki Banaspati tak melarangku untuk membukanya, sebab
kalau aku tak punya kepandaian, biar disuruh buka pun aku
tak akan mampu membacanya karena keburu mati!" kata
Ginggi sambil merasakan sakitnya di dada yang terasa
berdenyut-denyut. Hatinya sedikit malu ketika bicara
begitu, sebab kalau tak segera diobati penghuni puri
Yogascitra barangkali nyawanya sudah melayang karena
racun dalam jebakan kotak surat itu.
Tapi mendengar ucapan Ginggi, Pangeran Jaya
Perbangsa sepertinya memaklumi. Buktinya dia tak
bertahan lagi memaksakan pendapatnya. Ginggi pun segera
melepaskan pegangan tangannya.
"Saya ingin bertanya, bagaimana persiapan di sini dalam
menyambut hari penting itu," tanya Ginggi sesudah
Pangeran Jaya Perbangsa membaca dan mengartikan
makna sandi surat itu. Bangsawan itu menatap Ginggi sejenak. Tapi karena
Ginggi balik menatap tajam, dia mau juga bicara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Semua sudah aku kerjakan sesuai perintah Ki
Banaspati, Pakuan harus dikosongkan dari kekuatan
perwira?" Berdebar hati Ginggi mendengarnya.
"Itu akan disampaikan pada Ki Banaspati. Tapi coba
jelaskan keadaan di Pakuan secara utuh sehingga saya bisa
melaporkannya dengan sempurna kepada Ki Banaspati,"
kata Ginggi. Seperti seorang bawahan lapor pada atasan, Pangeran
Jaya Perbangsa menerangkan persiapan yang dilakukannya
di Pakuan. Kata bangsawan ini, semua orang sudah siap
menunggu komando. Jadi, bila saatnya tiba, mereka akan
membantu bergerak dari dalam.
"Secara kebetulan sekali malam ini aku dipanggil
menghadap Sang Prabu. Dalam uraiannya dia ingin minta
pendapat pada Pangeran Yogascitra perihal 15 pewira
kerajaan yang menuju Puncak Cakrabuana lebih dari dua
tahun silam. Ini karena ada pertanyaan dari perwira
lainnya, mengapa nasib 15 perwira yang diutus mengejar
buronan Ki Darma Tunggara tidak pernah diperhatikan.
Kelimabelas perwira itu hingga kini belum kembali dan tak
ada khabar beritanya. Beberapa perwira tua ingin tahu,
apakah kelimabelas orang rekannya berhasil menangkap Ki
Darma atau tidak. Kalau berhasil, mengapa tak pernah
pulang dan kalau gagal, apakah mereka tewas atau
bagaimana?" "Teruskan?" kata Ginggi dengan nada suara diusahakan
biasa, padahal dadanya bergetar hebat.
"Aku katakan, tak perlu minta pertimbangan Pangeran
Yogascitra sebab bangsawan tua itu kalau berpikir terlalu
bertele-tele dan rasa hati-hatinya terlalu berlebihan. Jangan
biarkan para perwira kerajaan goncang. Limabelas perwira
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang hilang harus dicari. Aku sarankan agar dikirim lagi
pasukan kecil terdiri dari perwira tangguh. Mereka harus
ditugaskan mencari dan menyelidiki perihal raibnya rekanrekan mereka. Aku beri susunan dan daftar para perwira
yang bisa dipercaya melakukan tugas ini. Hahaha ! Sepuluh
perwira tangguh siap diberangkatkan besok subuh !"
Pangeran Jaya Perbangsa tertawa terbahak-bahak.
"Mengapa mereka harus pergi sekarang juga?" tanya
Ginggi. "Itulah taktik mengundang harimau keluar sarang,
sehingga dengan amannya kita bisa memasuki sarang
mereka!" kata Pangeran Jaya Perbangsa bangga dengan
jalan pikirannya. "Para perwira yang aku tawarkan pada
Sang Prabu adalah perwira-perwira setia pada Raja yang
sulit diajak kerja sama. Jadi, biarkan mereka jauh dari
Pakuan di saat dayo ini diserbu pasukan dari timur!" kata
bangsawan ini. "Tapi sepuluh perwira itu kemungkinan ketemu di jalan
dengan pasukan dari timur!" kata Ginggi.
"Hahaha! Biarkan saja. Mereka akan berpapasan dan
dibantai pasukan. Kekuatan perwira Pakuan akan utuh bila
digabung sebab semuanya mahir ilmu pertempuran. Tapi
bila dipecah-pecah seperti itu, perlawanan mereka tak ada
artinya! Hahaha!" Pangeran Jaya Perbangsa nampak
gembira sekali. "Jalan pikiran Pangeran amat cerdik. Tak percuma Ki
Banaspati menugaskanmu di Pakuan. Tapi, apakah para
pembantu Ki Banaspati lainnya sama cerdiknya dengan
engkau, Pangeran?" tanya Ginggi lagi.
"Hahaha! Semua bisa dipercaya!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya pun harus mengenali mereka, sebab dalam hari
penting saya ada di Pakuan, jangan biarkan saya keliru
memilih lawan!" kata Ginggi lagi.
"Nanti kau pun akan tahu?" kata Pangeran Jaya
Perbangsa masih tersenyum. Ginggi sebetulnya penasaran
ingin mengorek keterangan lagi. Tapi kalau terlalu
mendesak, dikhawatirkan pangeran itu akan curiga.
"Kalau begitu baiklah. Saya mohon diri sebab tidak baik
kalau terlalu lama di sini?" gumam Ginggi sambil mohon
diri hendak meninggalkan ruangan iu.
Ginggi berjalan keluar puri, mohon diri untuk pulang
kepada para jagabaya yang menjaga gerbang. Tapi tiba di
sebuah jalan berbalay, sudah ada dua orang menunggu.
Mereka adalah Banyak Angga dan Purbajaya.
"Keparat Jaya Perbangsa?" desis Banyak Angga.
"Ya"begitulah seperti yang kalian dengar tadi," gumam
Ginggi. "Setelah ini, kita bagaimana?" tanyanya kemudian.
"Kita lapor pada Ayahanda!" ajak Banyak Angga. Semua
setuju untuk kembali ke puri Yogascitra.
Demi mendengar laporan ini, Pangeran Yogascitra
nampak pucat wajahnya. "Tidak sangka Jaya Perbangsa yang selama ini baik
padaku bertindak sehina ini?" gumamnya memendam
kesedihan. "Tapi bukankah hampir semua orang sekarang bertindak
begitu?" tanya Ginggi. Turun naik dada pangeran tua itu
ketika Ginggi berkata begitu.
"Kita boleh mengeluarkan panca-Parisuda (kritik dan
teguran) seperti apa yang tersirat dalam Kitab Sanghyang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siksakandang Karesian, tapi tak dibenarkan melakukan
pemberontakan!" kata Pangeran Yogascitra tegas.
"Tapi Ki Darma Tunggara yang melakukan kritik tetap
dianggap memberontak. Sehingga pada akhirnya, apakah
itu terang-terangan kepada Raja atau hanya sekadar
melontarkan panca-parisuda, kalau membuat Raja marah,
tetap akan dituding pengkhianat dan pemberontak. Maaf
Pangeran, dalam pertemuan beberapa hari lalu di puri ini,
Pangeran bersedia melakukan upaya perbaikan di istana. Itu
artinya, Pangeran akan secara langsung berhadapan dengan
Sang Prabu. Pangeran akan mengoreksi tindakan Raja.
Kalau sudah begitu apa bedanya dengan semua orang,
dengan tindakan Ki Darma juga misalnya" Bukankah pada
akhirnya Pangeran juga sama-sama memberontak dalam
pandangan Sang Prabu?" Tanya Ginggi menggebu.
"Aku tidak akan memberontak!"
"Tapi Ki Darma tetap dituduh memberontak!"
"Aku tak menuduh Ki Darma memberontak!"
"Mengapa sampai sekarang dia tetap dikejar" Mengapa
semua prepantun mengolok-olok dan mengejeknya"
Mengapa?" tanya Ginggi lagi kian menggebu.
"Ginggi! Ada apa secara tiba-tiba kau seperti membela Ki
Darma?" teriak Pangeran Yogascitra.
"Karena saya murid Ki Darma!" Ginggi balik berteriak.
Terhenyak semua orang mendengar pengakuan ini.
Pangeran Yogascitra bahkan tak terasa mundur setindak.
"Ya, saya murid Ki Darma!" kata Ginggi lagi.
"Barangkali saya akan ditangkap, sebab kata orang, setiap
yang memiliki hubungan dengan Ki Darma akan
disamakan kedudukannya sebagai pemberontak juga. Boleh
tangkap saya. Tapi sebelumnya akan saya buktikan bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saya tidak melakukan pemberontakan, sama seperti apa
yang dilakukan Ki Darma belasan tahun silam. Dan
Bahkan sama dengan tindakan Pangeran Yogascitra yang
melakukan panca-parisuda tapi bukan melawan Raja" kata
Ginggi lagi menatap tajam.
Pangeran Yogascitra termenung mendengar kata-kata
pemuda itu, demikian pun yang lainnya.
"Aku sudah katakan tadi, tidak pernah menuduh Ki
Darma sebagai pemberontak. Tapi harap kau tahu, Sang
Prabu Ratu Sakti banyak dikelilingi para pembantunya dan
gagasan serta jalan pikirannya bermacam-macam. Kalau
ada orang yang merasa tak senang dengan tindak-tanduk Ki
Darma, maka rasa tak senangnya itu dipengaruhkannya
pada Sang Prabu agar beliau membuat keputusankeputusan tertentu," gumam Pangeran Yogascitra dengan
nada pemuh sesal. Ginggi hanya terlihat mematung dengan napas sedikit
ditahan-tahannya. "Kau tanyalah anakku, bagaimana sikapnya terhadap Ki
Darma. Dia tak mengenal orang tua gagah itu secara
pribadi, sebab Banyak Angga masih terlalu kecil saat itu.
Tapi anakku sudah punya pandangan tersendiri pada Ki
Darma," kata Pangeran Yogascitra sambil menoleh pada
Banyak Angga yang duduk bersila dengan wajah muram.
"Sekarang ini dunia terbalik. Orang yang menyayangi
dengan memberinya kritik dikesampingkan dan dibenci,
tapi yang menjilat dan mencari muka dihargai. Saya
mempelajari kehidupan Ki Darma sejak mulai beliau
sebagai anggota Seribu Pengawal Raja sampai menjadi
buronan yang harus dikejar. Tak ada arang tercoreng di
wajahnya, sebab apa yang beliau lakukan, semuanya demi
nama baik bangsa dan negara. Hanya karena sikap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penguasa yang tak senang padanya saja yang menyebabkan
dia dicap sebagai pemberontak," kata Banyak Angga
sungguh-sungguh. "Ki Darma seorang gagah. Dia patriotik sejati. Tapi
kedudukan kami lemah sehingga sulit mempengaruhi Raja
untuk tidak membencinya?" Purbajaya ikut bicara.
Ginggi sangat terharu dengan sikap-sikap mereka ini.
Setidaknya Ginggi tahu, tidak semua orang menuduh buruk
terhadap Ki Darma. "Terima kasih bahwa di puri ini saya mendapatkan
kebahagiaan," kata Ginggi dengan nada bergetar. "Percayalah pada saya, bahwa saya juga sependapat dengan
orang yang ada di sini. Saya benci kekerasan dan saya tak
menghendaki adanya pemberontakan," katanya lagi.
"Baik, kami semua percaya padamu. Karena kau lebih
banyak tahu dari pada kami
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
perihal rencana pemberontakan, maka sebaiknya kau bantu kami memecahkan cara dalam mencegah pemberontakan ini,"
kata Pangeran Yogascitra.
Ginggi tak menjawab. Tapi karena Pangeran Yogascitra
mulai duduk kembali sambil bersila, Ginggi pun ikut
bersila. "Didayo (ibukota) ini saya melihat sudah banyak
perbedaan pendapat. Di luar Pakuan lebih parah dari itu,
sebab banyak orang tak menyukai Raja," kata Ginggi, "Saya
tidak akan berpihak ke mana pun sebab mana benar mana
salah, semuanya sudah bergalau menjadi satu. Tapi satu hal
yang akan saya kerjakan di sini, saya akan coba
menggagalkan perumpahan darah. Saya tak ingin beda
pendapat di antara orang-orang yang mementingkan
kedudukan mengikut sertakan rakyat dan rakyat menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
korban kepentingan mereka," kata Ginggi lagi menatap
Pangeran Yogascitra. "Pendapatmu aku hargai, anak muda," sambut
bangsawan itu. "Namun bagaimana caranya agar pertempuran tidak terjadi?" tanyanya kemudian.
Baik Banyak Angga mau pun Purbajaya sama-sama
menatap padanya. Ginggi mengerutkan dahi sebab dia pun masih bingung
bagaimana caranya mencegah pertempuran.
"Menahan perjalanan mereka sudah tak mungkin sebab
hari ini hampir setengah perjalanan mereka lakukan,"
gumam Ginggi. "Lebih baik biarkan saja mereka memasuki
Pakuan," lanjutnya. Semua orang menatap dirinya.
"Tapi kekuatan Pakuan harus tetap utuh. Untuk itu harus
ada yang segera menghubungi Raja agar membatalkan
pengiriman sepuluh perwira menuju timur. Perkiraan
Pangeran Jaya Perbangsa harus kita kuatirkan. Dia yang
melahirkan gagasan agar sepuluh perwira andalan
meninggalkan Pakuan. Pertama disengaja agar tidak bisa
menjaga Pakuan dan keduanya diharapkan sepuluh perwira
berpapasan dengan pasukan penyerbu untuk kemudian
dibantai," kata Ginggi merenung lagi. "Adakah yang
sanggup menghadap Raja?" tanyanya.
"Kapan kesepuluh perwira akan berangkat tugas?" tanya
Pangeran Yogascitra. "Saya dengar subuh hari ini mereka akan berangkat,"
kata Banyak Angga. "Ya, benar"subuh ini!" sambung Ginggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita tak bisa begitu saja mencegat para perwira agar tak
jadi berangkat. Segalanya harus berdasarkan titah Raja.
Sedangkan kapan kita bisa menghadap Raja, rasanya tak
ada waktu lagi," Pangeran Yogascitra mengerutkan dahi.
"Bagaimana kalau tak melalui Raja. Kita langsung
menghubungi para perwira saja dan kita katakan perihal
bahaya penyerbuan ini," Banyak Angga mengajukan usul.
"Hati-hati. Jangan-jangan ini malah lebih berbahaya.
Kau mungkin dengar ucapan Pangeran Jaya Perbangsa tadi,
bahwa di Pakuan sudah banyak kaki-tangan Ki Banaspati.
Tapi, siapa saja mereka, kita tidak diberi tahu. Kalau kita
salah menghubungi, malah kita seolah menyerahkan nyawa
pada mereka," kata Ginggi mengingatkan. Purbajaya
membenarkan ucapan Ginggi ini.
"Jadi bagaimana baiknya?" tanya Banyak Angga
bingung. "Lebih baik kita cegat saja kesepuluh perwira yang
sedianya akan melakukan perjalanan ke timur. Kita
khabarkan mara-bahaya yang tengah mengancam Pakuan.
Saya yakin, mereka mau percaya dan mengurungkan
perjalanan. Tapi yang harus menghubungi mereka haruslah
Pangeran sendiri," kata Ginggi.
Pangeran Yogascitra setuju, sebab mungkin para perwira
hanya percaya padanya saja.
"Kalau begitu aku harus siap-siap menghubungi mereka,"
tutur Pangeran Yogascitra sungguh-sungguh, "Tapi semua
pun harus membagi tugas," lanjutnya.
"Saya akan membayangi Pangeran Jaya Perbangsa," kata
Banyak Angga. Ginggi menatapnya, khawatir pemuda itu
bertindak sembrono. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya hanya akan kembali pada Ki Banaspati untuk
menyelidik gerakannya," tutur Ginggi.
"Akan saya pikirkan apa yang mau saya kerjakan. Saya
ingin tahu siapa kaki-tangan Ki Banaspati di Pakuan ini,"
gumam Purbajaya. (O-anikz-O) Purbajaya, dari Kelompok Mana"
Percakapan berhenti sampai di situ sebab Pangeran
Yogascitra harus sudah bersiap-siap keluar puri.
Hari belumlah subuh, tapi pangeran tua ini perlu
berkemas mempersiapkan sesuatu. Sedangkan Ginggi
segera mohon diri sebab kantuk sudah demikian
menyerangnya, apalagi tubuhnya masih terasa lemah
karena luka-luka di tubuhnya.
Namun ketika pemuda itu tiba di bangunan di mana dia
menginap, darahnya berdesir cepat manakala di sudut
ruangan ada satu tubuh membayang.
"Ki Banaspati?" gumam Ginggi setengah berdesis saking
kagetnya. Ginggi menahan napas dan mencoba bersiap memusatkan tenaga menjaga kalau-kalau Ki Banaspati
melakukan penyerangan. Namun apa yang dikhawatirkan
ternyata tak terjadi. Ki Banaspati malah mendekatinya.
"Tiga hari yang akan datang waktu yang baik untuk
melakukan tugasmu," kata Ki Banaspati.
"Tugasku yang mana?" tanya Ginggi berdebar.
"Membunuh Raja!"
"Membunuh Raja?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya! Sang Prabu akan mandi suci tepat di pagi hari, di
Telaga Rena Maha Wijaya. Oranglainnya yang sama-sama
harus kau bunuh juga ada di telaga."
"Pangeran Yogascitra?"
"Benar!" "Akan begitu banyak pengawal di sana. Aku pasti
kesulian melakukan tugas itu!" kata Ginggi.
"Hm! Kau meremehkan gerakanku. Ketahuilah, lebih
dari setengah pengawal Raja adalah anak buah Ki Bagus
Seta tapi kini sudah berada di bawah komandoku," kata Ki
Banaspatipasti. Ginggi terkejut mendengarnya.
"Ki Bagus Seta bagaimana?"
"Dia sudah tak bisa diharapkan. Ki Bagus Seta sakit
parah!" jawab Ki Banaspati pendek.
Ginggi mengerutkan dahi. "Dia sudah jadi orang yang
tak berguna. Tinggal kita berdua yang masih bisa
melaksanakanamanat Ki Guru," desis Ki Banaspati.
"Camkan itu," sambungnya.
"Tapi apakah pelaksanaan tugasku masih berada di
bawah ancamanmu?" tanya Ginggi menatap tajam.
"Ya, sebab nyawamu dan nyawa Ki Rangga Guna masih
amat bergantung pada sejauh mana kesetiaanmu pada
perjuangan ini!" jawab Ki Banaspati tegas.
"Ingat, tiga hari lagi, pagi-pagi di Telaga Rena Maha
Wijaya!" desisnya lagi. Dan Ki Banaspati segera berlalu.
Dia meloncat dari jendela, menghilang di kegelapan.
Tinggallah Ginggi sendirian, merenung jauh dengan pikiran
gundah. Kekuatan Ki Banaspati ternyata sudah benar-benar
sempurna. Dia sudah memiliki jaringan dimana-mana,
termasuk di sekitar pengawal Raja sendiri. Ginggi harus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semakin berhati-hati tinggal di Pakuan ini. Ada dua
kekuatan besar akan saling beradu. Satu kekuatan
pendukung Raja dan satunya lagi yang akan menggulingkan
Raja. Kedudukan Ginggi seolah ada di tengah dan sedang
diperebutkan. Bila salah satu kekuatan tahu dia memilih
salah satunya, maka kedudukan Ginggi akan berbahaya.
Pangeran Yogascitra kendati ada rasa kecewa terhadap
kebijaksanaan Raja namun tak berniat menggulingkannya.
Dan Ini Ginggi masukkan sebagai kelompok pendukung
Raja. Namun yang lebih berbahaya adalah kelompok Ki
Banaspati. Mereka jelas-jelas niatnya memberontak dan
akan merebut kekuasaan. Gerakan ini membahayakan
keselamatan rakyat, juga dirinya sendiri, sebab kini Ginggi
berada di bawah ancaman mereka. Ki Banaspati kerapkali
melakukan penekanan, kalau Ginggi tak mau membantunya, maka selain Ki Rangga Guna akan dibunuh,
juga dirinya akan diumumkan sebagai pengikut Ki Darma
yang pada akhirnya akan ikut dikejar-kejar juga.
Tapi untuk yang kesekian kalinya Ginggi pun jadi ingat
ucapan Ki Banaspati. Bahwa untuk mencapai kepentingan
yang lebih besar, nyawa satu orang apalah artinya. Kalau
Ginggi harus ikut pendapat ini, Ginggi pun perlu
mengorbankan satu orang yaitu Ki Rangga Guna. Tegakah
dia membiarkan orang tua itu dibunuh pasukan Sunda
Sembawa" Kemudian kalau bertahan menyelamatkan
nyawa Ki Rangga Guna, beranikah mengorbankan orang
banyak dalam kancah peperangan besar"
Ginggi pusing memikirkannya. Pertimbangan seperti ini
sebetulnya tidak diketahui oleh Ki Darma. Kata Ki Darma,
terlalu banyak memikirkan untung-rugi pada akhirnya
hanya akan melahirkan kerugian saja. Hanya karena tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mau membunuh harimau, maka pada akhirnya Ginggi
menjadi mangsa harimau itu sendiri.
"Untuk mencapai satu tujuan yang lebih penting, engkau
harus bisa mengeraskan hati untuk membuat satu putusan!"
kata Ki Darma ketika di Puncak Cakrabuana.
"Ya, aku memang lemah! Aku berjiwa lemah!"
gumamnya seorang diri. Sampai kokok ayam bersahutan,
Ginggi masih gundah-gulana, sehingga pada saat matahari
hampir muncul saja dia bisa tidur.
Ginggi bangun sesudah matahari agak tinggi. Itu pun
karena Purbajaya datang memanggilnya.
"Ada hal yang penting, Raden?" tanya Ginggi mengucak
kedua matanya karena masih pedih.
"Ya, ada sesuatu yang amat penting menyangkut
dirimu," kata Purbajaya.
Ginggi memandang pemuda itu penuh perhatian.
"Kau mandilah dulu!" kata lagi Purbajaya.
Ginggi segera pergi membersihkan badan sehingga
kesegarannya kembali pulih.
Muncul lagi ke ruangan di mana Purbajaya berada
dengan menggunakan pakaian santana, yaitu baju kurung
warna biru tua terbuat dari kain halus buatan negri Cina.
Ornamen warna emas melingkari kain di pergelangan
tangannya. Ginggi pun mengenakan ikat kepala dari kain
batik hihinggulan, Dia sekarang sudah mengerti cara berpakaian, bagaimana etika di Pakuan ini, dia harus atur.
"Bagaimana, Raden?" tanyanya ketika sudah berada di
hadapan Purbajaya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau dipanggil menghadap ke balai penghadapan
Raja," kata Purbajaya.
"Maksudmu, aku dipanggil Sang Prabu?" tanya Ginggi
heran. Pemuda di hadapannya mengangguk.
"Ada keperluan apakah?"
"Mungkin berkaitan dengan pengetahuanmu perihal
gerakan pasukan dari timur," jawab Purbajaya.
Ginggi merenung dalam. "Sepuluh perwira yang akan berangkat ke Puncak
Cakrabuana berhasil dibatalkan. Tapi Raja perlu mendapatkan keterangan lebih seksama. Itulah sebabnya
kau dipanggil menghadap," kata pemuda itu dengan nada
datar saja. "Sekarang?" "Sekarang?"
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Mari," kata Ginggi. "Tapi sebelumnya, ada sesuatu yang
akan aku tanya padamu, Raden, kalau-kalau engkau
mengetahuinya?" kata Ginggi menunggu.
"Soal apa?" Purbajaya menoleh.
"Sejauh mana kebencian orang-orang Pakuan terhadap
Ki Darma?" tanya Ginggi.
"Tidak semua orang membenci Ki Darma. Sebagian
besar anggota Seribu Pengawal Raja bahkan tidak
merasakan bahwa Ki Darma memiliki kesalahan. Sekurangkurangnya itu yang aku dengar di kalangan para perwira.
Tapi Sang Prabu kurang gemar menerima kritik. Dia
terlanjur dinina-bobokan oleh pembantu-pembantunya yang
penjilat. Karena hasutan-hasutan merekalah maka Raja
memutuskan Ki Darma harus diperlakukan sebagai
pengkhianat, sehingga diburu dan dikejar," kata Purbajaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Betulkah sekitar dua tahun lalu ada pengejaran ke
Puncak Cakrabuana?" "Betul. Itu karena ada khabar yang sampai ke telinga
Sang Prabu bahwa Ki Darma bersembunyi di sana. Raja
semakin yakin bahwa Ki Darma berlaku sebagai
pengkhianat setelah dia berada di Cakrabuana," kata
Purbajaya. "Mengapa begitu?" tanya Ginggi heran.
"Raja tahu, di Cakrabuana tersimpan sebuah tombak
pusaka bernama Cuntang Barang."
Ginggi mengernyitkan dahinya, "Saya tak mengerti.
Cobalah terangkan lebih rinci," pinta Ginggi. Dan
kemudian Purbajaya menerangkan, bahwa dulu puluhan
taun silam seorang bangsawan dari Karatuan Talaga
bernama Pangeran Aria Saringsingan memiliki benda
pusaka sebuah tombak dan diberi nama Cuntang Barang.
Tapi pada tahun 1530 Karatuaan Talaga diserbu Cirebon,
sehingga takluk dan mentaati keinginan pihak penyerbu
agar beralih agama. Banyak pusaka Karatuan Talaga
diboyong ke Cirebon, tapi beberapa di antaranya berhasil
dilarikan para perwira yang tidak mau takluk pada agama
baru. Salah seorang perwira Karatuan Talaga yaitu Dita
Jayarasa berhasil membawa kabur tombak Cuntang Barang
yang khabarnya disembunyikan di Puncak Cakrabuana.
Semua orang pernah mencarinya, termasuk Pasukan
Cirebon, tapi tidak siapa pun bisa menemukannya. Baik
Perwira Dita Jayarasa mau pun tombak pusaka, sepertinya
hilang ditelan bumi. "Semua pihak merasa perlu memiliki benda pusaka itu.
Cirebon memerlukanya sebagai tanda Talaga resmi berada
di bawah kekuasaannya. Dan Pakuan malah merasa bahwa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu barang milik Pakuan sebagai simbol pemeluk agama
lama," kata Purbajaya.
Sang Prabu memaksakan diri mengirimkan limabelas
perwira kerajaan karena menganggap Ki Darma bersembunyi di sana dengan maksud akan mencari benda
pusaka itu. Namun sampai dua tahun tugas mencari Ki
Darma dan benda pusaka tombak Cuntang Barang tidak
berhasil dituntaskan. "Jangankan menangkap Ki Darma atau membawa benda
pusaka, bahkan kelimabelas perwira itu pun hingga kini
tidak diketahui nasibnya," ujar Purbajaya.
Selama Purbajaya berkata-kata, ingatan Ginggi malah
melayang ke belakang. Sepuluh tahun lebih bersama Ki
Darma, tidak sepatah-kata pun orang tua itu berbicara soal
benda pusaka. Tidak pula berusaha mencarinya. Ginggi
yakin, Ki Darma tidak begitu tertarik kepada berbagai
benda pusaka. "Kekuatan bukan pada benda pusaka, melainkan pada
diri manusia itu sendiri," kata Ki Darma ketika di Puncak
Cakrabuana. Hal ini dikemukakannya di sela-sela latihan
bela diri. Kata Ki Darma, kita berkelahi tak perlu
menggunakan senjata sebab tangan dan kaki kita sudah
merupakan senjata paling hebat bila kita tahu menggunakannya. "Lihatlah, begitu gagah terjangan sang harimau, begitu
cepatnya gerakan ular mematuk. Mereka hebat, mereka
berbahaya, padahal tidak dibantu benda pusaka," kata Ki
Darma ketika itu. "Ki Darma tidak butuh benda pusaka," gumam Ginggi.
"Pangeran Yogascitra pun pernah mengatakan demikian,
Bende Mataram 37 Pendekar Sadis Karya Kho Ping Hoo Pukulan Naga Sakti 14
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama