Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka Bagian 8
darahnya naik ke ubun-ubun. Di sebuah ranjang kayu
berukir terbaring seorang gadis dan sepertinya tidur pulas.
Sedangkan di sisinya duduk seorang pemuda. Pemuda itu
berusaha menanggalkan pakaian gadis itu.
"Hhh " Nyimas " Nyimas " Kau jangan siksa aku!
Jangan biarkan aku hidup penuh derita. Mengapa kau tolak
aku " mengapa kau pilih Sang Prabu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pemuda itu sudah berhasil menanggalkan sebagian
pakaian gadis itu yang nampaknya tetap tidur pulas.
Namun sebelum niat jahatnya terlaksana, Ginggi sudah
melontarkan sebuah kerikil ke arah pundak pemuda itu.
"Aduhhh!" pemuda itu berseru kaget. Serentak dia
berjingkat dan meloncat ke arah jendela. Namun begitu dia
keluar dari lubang jendela serta-merta disambut oleh
pukulan telapak tangan terbuka.
Plak! Terdengar jerit kesakitaan dan tubuh pemuda itu
terlontar menubruk dinding kayu dan menimbulkan suara
keras. Rupanya suara ribut-ribut ini sudah mulai terdengar oleh
peronda, bahkan oleh orang-orang yang sedang tidur. Ada
banyak kaki berlari ke arah tempat itu. Namun sebelum
mereka tiba, Ginggi sudah meloncat pergi ke arah
kegelapan malam. "Ada apa ini" Ada apa ini?" penjaga berteriak-teriak
sambil meneliti tempat itu.
"Tolong! Ada penjahat! Ada penjahat mau mengganggu
rumah ini! Dia lari ke sana! Ohh?" suara ini hanya sayupsayup ditangkap telinga Ginggi sebab dia sendiri sudah
melarikan diri menjauhi tempat itu.
(O-ani-kz-O) Esok harinya saja Ginggi mendengar ribut-ribut bahwa
Suji Angkara telah "berhasil" menggagalkan penjahat yang
akan memasuki puri Bangsawan Yogascitra.
"Tapi Raden terluka oleh serangan penjahat itu.
Sekarang dia dirawat di puri Pangeran Yogascitra!" kata
Madi yang mengabarkan berita ini kepada Seta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi menatap wajah Seta yang sedikit heran kendati
rasa terkejut dan khawatirnya nampak nyata.
"Mari kita lihat keadaan Raden?" kata Madi sesudah
termangu sejenak. "Mari!" jawab Ginggi dengan semangat.
"Eh, aku tak mengajakmu tolol!" umpat Madi ketus.
"Tugasmu memandikan kuda, mengapa ikut-ikutan ribut?"
"Kau sendiri pun hari ini punya tugas, mengapa ikut
ribut ingin mengetahui keadaan Raden Suji?" jawab Ginggi,
selalu ingin mempermainkan pemuda itu yang selalu
angkuh padanya. "Setan, Raden Suji adalah atasanku. Kalau ada apa-apa
terhadapnya aku ikut bertanggungjawab!" teriak Madi kesal.
"Aku juga anak buahnya. Apa yang kau rasakan kali ini,
juga sama aku rasakan!" kata Ginggi tak mau kalah.
"Sialan kau!" umpat Madi mendelik.
"Biarlah, tak apa dia ikut. Lagi pula untuk apa ribut-ribut
dengan pemuda dungu ini?" kata Seta yang kendati masih
menampilkan keangkuhannya namun mau juga berkata
bijaksana. Akhirnya ketiga pemuda itu pergi ke puri Bangsawan
Yogascitra. Seta dan Madi jalan berdampingan dan Ginggi
ikut di belakang. Benar saja Suji Angkara di rumah Pangeran Yogascitra
nampak terbaring dengan jidat dibebat kain. Menurut
keterangan para penjaga, Suji Angkara berjuang matimatian menggagalkan penjahat yang akan mengganggu
ketentraman puri Bangsawan Yogascitra. Namun penjahat
itu amat licik dan kejam. Kata penjaga, kalau Suji Angkara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak memiliki kepandaian, barangkali nyawanya tidak
akan tertolong. "Penjahat itu memang kejam, sepertinya dia hendak
membunuhku karena kesal niat jahatnya aku gagalkan?"
kata Suji Angkara sedikit terengah-engah, mungkin
merasakan sesuatu yang sakit di tubuhnya.
Kalau aku berniat membunuhmu, maka batok kepalamu
akan berantakan, tidak sekadar benjut saja, kata Ginggi
dalam hatinya. Namun perkataan yang keluar melalui
mulutnya lain lagi. "Engkau sungguh mulia Raden, mau berpayah-payah
menjadi tugur di puri Pangeran Yogascitra," kata Ginggi.
"Penjahat itu mau mencuri apa sebetulnya?" sambungnya
lagi seraya menatap Suji Angkara.
Sejenak mulut Suji Angkara seperti terpatri. Namun
seterusnya hanya erangan-erangan kecil yang menghiasi
mulutnya. Peristiwa apa yang sebenarnya terjadi, semua orang
hampir-hampir tidak mengetahuinya. Berita yang tersebar
dari mulut ke mulut hanya menyebutkan bahwa ke puri
Bangsawan Yogascitra ada penjahat yang berusaha masuk
untuk melakukan pencurian. Secuil pun tak ada yang
mengabarkan peristiwa yang sebenarnya. Ginggi menduga,
barangkali kejadian sebenarnya, yaitu percobaan perkosaan
terhadap Nyimas Banyak Inten telah diketahui, minimal
penghuni puri. Namun untuk menjaga aib, peristiwa itu
tidak dikemukakan kepada orang luar.
Tiga hari kemudian Madi, Seta dan Ginggi mendapatkan
perintah untuk menjemput Suji Angkara yang dikabarkan
lukanya sudah agak membaik. Ketika Ginggi tiba di puri
Bangsawan Yogascitra, mendapatkan Suji Angkara sudah
membuka bebatnya. Namun luka itu belum benar-benar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sembuh. Jidat Suji Angkara nampak bengkak dan ada
benjolan sebesar telur ayam berwarna hijau. Namun Ginggi
agak bercekat hatinya sebab Suji Angkara nampak dilayani
makan oleh Nyimas Banyak Inten. Gadis itu begitu sopan
dan hati-hati dalam melayani pemuda benjut itu. Dan
Ginggi panas hatinya ketika Nyimas Banyak Inten
menyuapi Suji Angkara dengan penuh perhatian.
Gadis itu baru berhenti menyuapi ketika ada rombongan
anak buah Suji Angkara datang menjemput. Dengan
tersipu-sipu gadis itu hendak berlalu dari ruangan itu.
"Tak usah pergi Nyimas, mereka hanyalah orangorangku semata," kata Suji Angkara sopan tapi bernada
penuh kemenangan. Nyimas Banyak Inten duduk bersimpuh di tepi
pembaringan Suji Angkara.
Taka lama kemudian ke ruangan itu hadir pula beberapa
orang. Mereka terdiri dari dua pemuda dan satu orang tua
setengah baya. Yang seorang Ginggi sudah kenal yaitu
Banyak Angga. Tapi pemuda satunya lagi Ginggi tak tahu
siapa dia. Sedangkan orang tua setengah baya itu, Ginggi
hanya menduga-duga saja. Barangkali inilah Pangeran
Yogascitra, seorang bangsawan Pakuan masih kerabat raja.
Bila Ginggi tak lupa, sebetulnya dia pernah melihat
bangsawan ini di panggung kehormatan alun-alun benteng
luar ketika terjadi uji keterampilan prajurit dalam rangka
mencari calon perwira pengawal raja. Waktu itu Pangeran
Yogascitra duduk di deretan kaum bangsawan.
Ginggi belum memastikan bahwa lelaki setengah baya
ini Pangeran Yogascitra. Tapi melihat penampilannya yang
gagah menggunakan baju beludru senting bedahan lima dan
kepala dibungkus bendo kain batik hihinggulan berornamen
perak, memberi tanda bahwa dia bangsawan tinggi. Ginggi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pun semakin yakin bahwa orang tua ini benar-benar orang
yang dihormati di puri ini. Terbukti Suji Angkara pun
serentak bangun daan berupaya menyembah takzim. Semua
orang sudah menyembah lebih dahulu tak terkecuali
Ginggi. "Sudahlah Raden, kau tak perlu susah payah untuk
berbasa-basi sepeti itu," kata orang tua berkumis tipis agak
memutih ini. "Saya orang muda, sudah seharusnya memberi
penghormatan ini," kata Suji Angkara halus dan sopan.
Orang tua itu hanya mengangguk-angguk biasa. Selanjutnya
dia memeriksa kesehatan pemuda itu dengan bertanya itu
dan ini. "Saya sudah sehat berkat doa seluruh penghuni puri ini,"
ujar Suji Angkara. "Bagus kalau begitu. Tapi entah bagaimana aku harus
berterima kasih padamu, Raden. Sebab menurut para tugur,
bila tak ada engkau, sudah bagaimana nasib " maksudku
keselamatan harta benda dan kekayaan yang ada di puri ini.
Engkau tahu bukan, di puri ini kita simpan benda-benda
peninggalan para leluhur raja-raja Sunda sejak ratusan
tahun silam?" "Hm, mungkinkah penjahat itu hendak menjarah barangbarang pusaka?" kata Suji Angkara tak kalah menyusun
banyolan. "Tapi benar atau tidak alasan penjahat itu masuk ke puri
karena benda pusaka, kita harus selidiki dengan seksama,
Ayahanda," kata Banyak Angga. "Penjahat itu amat
merendahkan penghuni puri ini. Sehingga bila kelak dia
tertangkap, hanya hukuman mati bagiannya," sambungnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hanya orang-orang yang sudah tahu situasi di sini yang
sekiranya bisa mudah menyelundup ke puri, Gusti," kata
Ginggi tiba-tiba. Semua orang memandang kepadanya. Seta
dan Madi malah melotot marah sebab dianggapnya Ginggi
lancang mengemukakan pendapat. Padahal yang tengah
berbicara itu siapa" Dan Ginggi yang dianggapnya
golongan cacah (orang kebanyakan), tak pantas berlaku itu.
Namun yang nampak tak senang akan ulah Ginggi hanya
Suji Angkara dan anak buahnya, sedangkan orang tua
gagah itu beserta Banyak Angga nampak mengerutkan dahi
seperti memikirkan apa yang dikemukakan Ginggi.
"Benar perkiraanmu anak muda," gumam orang tua
bercelana beludru komprang itu. "hanya orang yang sudah
hafal keadaan di sini yang leluasa menyelundup ke sini"
Dan apalagi langsung memburu kamar yang dimaksud,"
sambungnya sedikit tersendat. Ya, siapa yang tahu persis di
mana kamar Nyimas Banyak Inten bila bukan orang yang
biasa masuk ke puri ini, kata Ginggi dalam hatinya.
"Kita periksa orang dalam, kalau-kalau benar perkiraan
ini," kata Banyak Angga sungguh-sungguh.
"Betul, sebab bukankah di puri ini terdapat orang luar
tapi yang kini sudah menjadi orang dalam, Ramanda?" Suji
Angkara lebih meyakinkan, namun gilanya dia berkata
sambil memandang ke arah pemuda yang berdiri di
samping Banyak Angga. Yang ditatap mendadak pucatpasi. Kemudian secara tiba-tiba wajah pucat itu berubah
menjadi merah-padam. Ginggi bisa menduga pemuda itu tengah menahan
kemarahannya. Ya, siapa tidak akan marah difitnah
serampangan seperti itu" Tapi pemuda itu pandai menahan
kemarahan. Barangkali karena di sana ada orang tua yang
amat dihormatinya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Seyogianya Ramanda tidak terlalu mempercayai orang
luar tinggal di puri yang damai ini," kata Suji Angkara
seperti terus memanas-manasi pemuda itu.
"Aku akan bertindak hati-hati terhadap orang-orang yang
biasa hilir-mudik di puri ini, termasuk yang sudah tinggal di
puri ini," kata orang tua berkain batik jenis pupunjungan
ini. Hanya bedanya, orang tua ini bicara dengan wajar dan
tidak khusus tertuju kepada seseorang seperti layaknya Suji
Angkara. "Itu sebuah tindakan yang bijaksana Ramanda, Saya pun
pasti ikut membantu membuka tabir kejahatan ini," kata
Suji Angkara, kembali melirik ke arah pemuda di samping
Banyak Angga. "Nah, Raden, hari ini sudah ada yang menjemputmu.
Kau sudah nampak agak mendingan. Jadi bila engkau mau
pulang sekarang, aku akan pinjamkan engkau jampana
(tandu) agar bisa diangkut ke sana dengan tenang," kata
orang tua itu. Suji Angkara nampak turun semangatnya ketika
mendengar ucapan orang tua itu. Keinginannya barangkali
ingin terus-terusan tinggal di puri ini agar terus mendapat
pelayanan Nyimas Banyak Inten. Begitu perkiraan Ginggi.
Namun Suji Angkara nampaknya bisa menahan keinginan
ini. Dia memang pandai membuat citra bahwa dirinya
benar-benar seorang bangsawan yang memiliki etika tinggi.
"Betul, saya harus pulang sekarang sebab di sini hanya
merepotkan saja. Lagi pula, tak baik bagi seorang pemuda
tinggal di puri yang dihuni oleh seorang gadis rupawan
macam Nyimas Banyak Inten. Oh " ya! Terima kasih atas
rawatanmu Nyimas. Aku tak akan melupakan jasa baikmu
sampai tiba saatnya nyawaku dicabut," kata Suji Angkara
lemah-lembut sambil sekilas melirik ke arah Nyimas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Banyak Inten yang masih duduk bersimpuh di tepi
pembaringan. "Tidak usah menggunakan jampana, saya akan berjalan
kaki saja," kata Suji Angkara turun dari pembaringan dan
segera disambut Seta dan Madi. Ginggi pun mau ikut
memegangi tubuh Suji Angkara tapi oleh Madi disuruh
minggir saja. "Lebih baik kau ikut aku anak muda. Aku pinjami seekor
kuda agar Raden Suji bisa naik kuda saja," kata Banyak
Angga kepada Ginggi. "Mari kau ikut ke istal," kata Banyak
Angga mengajak Ginggi keluar dari ruangan itu.
Tapi setiba di luar, Banyak Angga malah memohon pada
Ginggi agar sudi menyerahkan surat pada Nyimas Layang
Kingkin. "Bila kau berhasil menyerahkan kotak surat ini, aku
tambah lagi hadiahnya," kata pemuda itu menyerahkan
kotak kecil berukir dan sekantung kecil entah apa isinya.
"Hanya sekadar menyerahkan surat saja, mengapa meski
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memberi hadiah kepada saya, Raden?" tanya Ginggi dan
berupaya menolak pemberian ini.
"Kau terimalah. Tidak besar tapi kau pasti perlu," kata
pemuda itu."Yang penting, kau sampaikan surat itu, ya?"
"Tentu?" kata Ginggi. Pemuda di samping Banyak
Angga hanya menunduk saja.
"Purbajaya, engkau tak perlu risau dengan ucapan Raden
Suji. Terlalu gegabah bila kami mencurigai engkau seperti
itu," kata Banyak Angga.
Tersentak hati Ginggi mendengar nama pemuda itu
disebut. Raden Purbajaya, itulah nama pemuda yang masuk
dalam rencana penyelidikannya. Purbajaya ini tengah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikejar Suji Angkara karena dianggap "penyebab" bunuh
dirinya putri Juragan Ilun Rosa di wilayah Kandagalante
Tanjungpura. Tapi melihat tindak-tanduk dan perbuatan
Suji Angkara, Ginggi tak percaya akan semua berita yang
disampaikan mengenai Purbajaya. Dan kalau nanti
kejadian sebenarnya dari Purbajaya sudah dia teliti, maka
akan semakin terbuka kebohongan-kebohongan Suji
Angkara! Ginggi menerima kuda pinjaman dari Banyak Angga
yang akan digunakan Suji Angkara.
Sebelum Ginggi pergi menuntun kuda, sempat dia
menatap Purbajaya yang nampak masih murung. Namun
perasaan Ginggi lega, bahwa sampai saat ini pemuda itu
masih dalam keadaan bugar. Menurut ancaman yang
disampaikan kepada badega Juragan Ilun Rosa, Suji
Angkara mengatakan akan melenyapkan pemuda itu
sebagai tindakan "balas dendam" atas kelakuannya yang
membuat gadis cantik penghuni Tanjungpura itu mati
bunuh diri karena dikhianati cintanya.
Jahat sekali Suji Angkara, pikir Ginggi. Dan di tengah
perjalanan, di saat dia menuntun kuda, ketika Suji Angkara
menclok di atas kuda yang dituntun Ginggi, semakin jelas
pula siapa pemuda itu sebenarnya.
"Sialan! Aku harus menyelidiki siapa penjahat itu. Aku
rasa, penjahat itu telah menyerangku beberapa waktu lalu,
dan ini serangan yang kedua kalinya?" gumam Suji
Angkara seorang diri. Ginggi menengok sebentar ke atas kuda. Nampak Suji
Angkara mengusap-usap jidatnya yang benjut sebesar telur.
Sambil senyum tipis Ginggi kembali menghadap ke
depan. Rasakan kau, katanya dalam hati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak jelas benar apa yang dimaksud serangan yang kedua
kali seperti apa yang diucapkan pemuda itu. Tapi bila
Ginggi mau menduganya, yang dimaksud pemuda itu tentu
serangan di sebuah perbukitan Desa Cae. Bukankah dulu
Ginggi pernah memukul jidat seorang pemerkosa dengan
cara yang sama" Jadi benarkah yang dia pukul sampai
tubuhnya terjengkang menubruk dinding gua ketika tak lain
dari Suji Angkara" Ingin sekali Ginggi bertanya langsung kepada pemuda
yang kini menclok di atas kuda dengan kepala benjut itu.
Tapi tentu ini suatu hal yang tak mungkin bila tak ingin
penyelidikannya terbongkar.
Sambil berjalan menuntun kuda, Ginggi terus berpikir.
Kini semakin dirasakan bahwa Suji Angkara benar-benar
orang yang berbahaya. Dia pandai menyembunyikan nafsu
iblisnya dalam penampilan sopan dan anggun. Bila tak hatihati menyimak perangainya, semua orang akan tertipu dan
menganggap pemuda itu benar-benar seorang bangsawan
terhormat yang santun dan jujur.
Kini baru Ginggi seorang yang sanggup membuktikan
bahwa pemuda yang kini dituntunnya di atas pelana kuda
itu seorang durjana licin. Betapa tidak, orang ini sanggup
menciptakan sebuah reka-perdaya seketika di saat dirinya
terdesak. Ketika tiga hari yang lalu Ginggi memukulnya
dengan telak sehingga pemuda itu terjajar dan tak sanggup
bangun lagi, Ginggi berharap Suji Angkara ditangkap
orang-orang puri Yogascitra. Namun dengan kepandaiannya mengukir kata, pemuda itu malah dianggap
pahlawan dalam upaya mengusir "penjahat" yang hendak
menyerang puri. Agar semua orang memperlebar rasa
curiga, maka Suji Angkara menganjurkan penghuni puri
berhati-hati terhadap orang dalam. Dan sambil bicara
demikian, Suji Angkara melirik penuh arti kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Purbajaya. Ini hanya menandakan bahwa pemuda licin itu
berusaha menyebar fitnah agar peranan dirinya dalam
peristiwa itu makin tertimbun.
Tapi yang paling mengkhawatirkan dari tipu-muslihat ini
adalah ketika Ginggi melihat apa yang dilakukan Nyimas
Banyak Inten. Ketika Ginggi tiba di puri untuk menjemput
Suji Angkara, gadis itu nampak penuh perhatian merawat
pemuda jahat itu. Ginggi khawatir dan sekaligus panas
hatinya manakala melihat gadis itu tengah menyuapi Suji
Angkara. Ini hanya menandakan bahwa Nyimas Banyak
Inten pun terkecoh oleh akal bulus pemuda sinting itu.
Ginggi khawatir, Nyimas Banyak Inten tidak sekadar
terkecoh oleh tipu-daya Suji Angkara tapi lebih jauh dari itu
amat berterima kasih terhadap "kepahlawanan" pemuda
bejat itu. Dan apa tanda terima kasih gadis itu terhadap Suji
Angkara" Ginggi takut membayangkannya bila melihat
kelakuan Nyimas Banyak Inten yang begitu telaten
merawat pemuda penipu itu.
"Hei " mau kau bawa ke mana aku" Belok!" teriak Suji
Angkara manakala merasakan Ginggi menuntun kuda lurus
mengikuti jalan pedati berbalay. Madi menggetok belakang
kepala Ginggi sebagai tanda teguran atas kesalahan pemuda
itu. "Maaf Raden?" gumam Ginggi membelokkan kuda dan
berjalan menyusuri lorong yang diapit dua benteng.
(O-anikz-O) Tugas Rahasia Satu bulan sudah berlalu pula. Dan selama itu, Ginggi
masih "bekerja" di puri Suji Angkara. Selama pemuda itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tinggal di sana, sudah banyak pengetahuan didapat
mengenai situasi Pakuan. Ki Bagus Seta, murid kedua Ki Darma sebenarnya
hampir lima tahun bekerja sebagai muhara, yaitu pejabat
yang bertugas mengurusi seba (pajak) negara. Hampir
sepuluh tahun lamanya dia mengabdi di Pakuan dan
karirnya meningkat pesat. Ki Bagus Seta bisa bernasib
demikian baik karena di samping berkepandaian tinggi juga
pandai mempengaruhi seorang bangsawan kerabat dekat
raja, yaitu Bangsawan Soka.
Menurut pengamatan Ginggi yang didapat dari
percakapan orang lain dan kemudian masuk ke telinganya,
antara Bangsawan Soka dan Ki Bagus Seta terbentuk
persahabatan yang sangat erat. Keduanya dikenal sebagai
sepasang pejabat yang amat kuat pengaruhnya di Pakuan.
Menurut khabar, berbagai kebijakan raja yang ada
hubungannya dengan ketatanegaraan, boleh dikata lahir
dari sepasang pejabat itulah. Gagasan sepasang pejabat ini
menurut pengamatan beberapa pejabat lainnya terkadang
dinilai terlalu berani sehingga mengakibatkan berbagai
ketidak-puasan di sementara pejabat istana. Contoh paling
jelas adalah kebijakan dalam memungut seba, Seba yang
ditarik ke Pakuan dinilai beberapa penguasa daerah
(kerajaan kecil yang berada di bawah kekuasaan Pajajaran)
terlalu membebani mereka, sehingga banyak rakyat
menderita karena pajak-pajak tinggi.
Mengenai seba atau pajak yang demikian tinggi sempat
menjadi bahan perdebatan di balai penghadapan raja.
Sebagian pejabat mengkhawatirkan bahwa dengan adanya
kebijakan pajak yang demikian tinggi akan mengurangi
kecintaan raja-raja kecil ke Pakuan. Apalagi akhir-akhir ini
tengah terjadi perebutan pengaruh dengan penguasapenguasa yang memiliki agama baru. Bila kerajaan-kerajaan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kecil merasa terus-terusan ditekan agar kekayaan daerah
lebih banyak ditarik ke pusat, mereka lambat-laun akan
melepaskan diri dan bergabung dengan agama baru itu.
Bangsawan Soka dan Ki Bagus Seta menolak
kekhawatiran ini. Menurut kedua pejabat ini, memang
benar ada beberapa kerajaan kecil yang sudah berpaling dari
Pajajaran dan memilih bergabung dengan pengkuasa agama
baru. Tapi menurut kedua pejabat itu, yang melepaskan diri
dari Pajajaran adalah negara-negara kecil yang letaknya
jauh dari jangkauan Pakuan dan kedudukannya lebih dekat
ke pusat kekuasaan agama baru.
"Mengapa mereka melepaskan diri dari kita" Ini karena
kekuatan Pakuan sudah tidak seutuh dahulu. Sebelum hadir
kekuatan baru, Pajajaran kuat di mana-mana, ke barat
hingga ke Ujungkulon dan ke timur sampai ke Muara
Cimanuk (Indramayu). Kita menguasai lautan dan
pelabuhan-pelabuhan seperti Bantam (Banten), Pontang,
Cigude, Cimanuk, Tangerang, dan Kalapa. Sanggup
menghasilkan perdagangan antar negri sehingga kekayaan
negara bisa diambil dari perdagangan seluas-luasnya. Tapi
sesudah semua wilayah pantai direbut oleh penguasa baru
dari Cirebon dan Banten, maka Pajajaran kehilangan
penghasilan padahal tetap butuh pemasukan untuk
membangun negri. Maka dari mana lagi Pakuan bisa
mendapatkan penghasilan bila bukan datang dari pemasukan seba ?" kata Ki Bagus Seta berbicara dibalai
penghadapan raja, di hadapan para pejabat istana.
Kata Ki Bagus Seta, wajar bila pajak yang dibebankan
kepada negara-negara kecil semakin meningkat, sebab di
samping kebutuhan negara kini hanya bisa diambil dari
sektor pajak, juga jumlah wilayah yang dimiliki Pajajaran
semakin sempit. Bila pajak tak dinaikkan, penghasilan
negara akan semakin kecil.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Padahal kita tengah berjuang ingin mengembalikan
kejayaan Pajajaraan seperti masa silam," kata Ki Bagus Seta
lagi. Kata beberapa pengamat, kedua pejabat ini benar-benar
berambisi ingin mengembalikan kebesaran seperti masamasa leluhur Sunda. Untuk kepentingan ini, mereka selalu
mempengaruhi Raja agar menurunkan berbagai kebijakan
yang pada hematnya bisa menghasilkan berbagai keuntungan. Rupanya Raja pun amat cocok dengan gagasan-gagasan
kedua pejabat itu. Buktinya, tak ada gagasan mereka yang
disetujui Raja. Bahkan Raja pun semakin percaya kepada
kedua pejabat ini, sesudah keduanya melontarkan gagasan
membentuk petugas-petugas terampil untuk memperjuangkan pemasukan seba dari wilayah-wilayah
timur yang punya kecendrungan lebih mendekatkan diri
kepada kekuasaan Cirebon.
Dikhabarkan pula, bahwa memang benar ada petugas
penting yang menangani seba di wilayah timur. Ginggi
cepat menduga, itulah mungkin Ki Banaspati.
Hanya yang hingga kini Ginggi belum sanggup menduga
adalah hubungan Ki Banaspati dan Ki Bagus Seta. Kedua
orang ini jelas bekerja dalam satu urusan, tapi mengapa satu
sama lain seperti ada sesuatu yang disembunyikan. Salah
satu contoh adalah hubungannya dengan Suji Angkara.
Menurut pengakuan Suji Angkara, Ki Bagus Seta adalah
ayahandanya, tetapi mengapa Ki Banaspati seperti tak
mengenal pemuda ini sebagai orang yang erat hubungannya
dengan Ki Bagus Seta"
"Bunuhlah pemuda itu, sebab kukira dia akan
membahayakan gerakan kita," kata-kata ini dikeluarkan Ki
Banaspati kepada Ginggi di Sagaraherang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki Banaspati memerintahkannya untuk membunuh
pemuda pesolek itu karena pertama Suji Angkara dianggap
sudah tahu rahasia gerakan Ki Banaspati dan keduanya Ki
Banaspati menduga Suji Angkara punya hubungan erat
dengan Pakuan padahal sepengetahuannya pemuda itu
hanyalah sebagai anak kepala desa saja.
Ada sesuatu rahasia di sini. Paling tidak, Ki Bagus Seta
pernah mencoba melakukan satu rahasia terhadap Ki
Banaspati, dengan cara menyembunyikan identitas Suji
Angkara terhadap Ki Banaspati. Ingin Ginggi tahu,
bagaimana pendapat dan kesan Ki Banaspati bila sudah
mengetahui siapa Suji Angkara sebenarnya.
Ginggi juga kini sudah mengenal siapa Bangsawan
Yogascitra. Bangsawan ini masih kerabat raja juga. Di
Pakuan menjadi pejabatpuhawang .Puhawang adalah
seorang akhli dalam mendalami ilmu teluk dan lautan.
Dulu ketika zamannya Pajajaran memiliki kekuatan di
lautan, maka bagian ini punya peranan amat penting. Tiga
pelabuhan samudra dan tiga pelabuhan muara yaang
dimiliki Pajajaran secara strategis adalah hasil pekerjaan
puhawang, Dan Bangsawan Yogascitra sejak muda adalah
seorang puhawang yang benar-benar akhli. Dia adalah
pekerja yang ulet dan jujur, serta pengabdiannya terhadap
Pakuan demikian tinggi dan tanpa batas. Seluruh adipati
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang menguasai enam pelabuhan besar milik Pajajaran,
benar-benar segan terhadap Pangeran Yogascitra.
Sekarang di saat menjelang tua, Bangsawan Yogascitra
masih tetap didudukkan sebagai pejabat dalam urusan
puhawang, Suatu jabatan yang sebetulnya sudah tak terasa
lagi fungsinya. Jabatan itu tetap dipertahankan karena
Bangsawan Soka dan Ki Bagus Seta menginginkannya.
Mengapa demikian" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita harus tetap memiliki puhawang yang tangguh,
sebab dengan demikian kita tetap memiliki peluang untuk
menguasai teluk, muara dan lautan. Sudah aku katakan
kepada Raja, bahwa Pajajaran harus dikembalikan ke masa
silam. Ini hanya punya arti bahwa seluruh wilayah yang
dulu pernah dikuasai Pajajaran harus kembali menjadi milik
kita!" ujar Ki Bagus Seta dengan penuh semangat.
Begitu tingginya cita-cita Ki Bagus Seta, sehingga
gagasan-gagasannya amat memukau Raja. Sang Prabu Ratu
Sakti begitu terkesan. Siapa orang Pajajaran yang tak mau
kembali ke masa kejayaannya" Kejayaan janganlah
dianggap sebagai kenangan atau mimpi semata. Tapi harus
dihidupkan kembali. Dan bangkitnya kejayaan Pajajaran
hanya bisa dilakukan melalui perjuangan nyata. Tapi
menurut Ki Bagus Seta dan Bangsawan Soka, perjuangan
ini merupakan suatu perjuangan berat dan amat
memerlukan bantuan dana yang amat besar. Itulah
sebabnya, mengapa mereka berdua meminta persetujuan
Raja untuk selalu meningkatkan pemasukan negara
melaluiseba, Bila benar penelitian Ginggi ini, maka terbukti bahwa
pajak berat yang melanda ambarahayat Pajajaran karena
gagasan-gagasan kedua pejabat ini.
Kini Ginggi berpikir, dirinya disuruh turun gunung oleh
Ki Darma untuk ikut menyelamatkan rakyat dari tekanan
Raja. Barangkali benar seperti apa kata Ki Darma, bahwa
Sang Prabu Ratu Sakti sejak pertama kali menggantikan
tampuk pemerintahan ayahandanya Sang Prabu Ratu
Dewata tujuh tahun lalu (1543 Masehi) selalu bertindak
keras. Dia tak segan-segan untuk menghukum siapa saja
yang dianggapnya bersalah. Tapi, tahukah Ki Darma
bahwa kebijakan Sang Raja dalam menarik pajak tinggi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada rakyat di antaranya merupakan lontaran gagasan Ki
Bagus Seta, muridnya sendiri"
Ginggi menghitung waktu, Ki Darma mengundurkan
diri dari urusan kenegaraan tiga tahun sebelum Prabu Ratu
Sakti Sang Mangabatan naik tahta. Kalau Ki Bagus Seta
mulai mengabdi pada Pakuan sejak lima tahun lalu, maka
ada beda waktu tujuh tahun antara kepergian Ki Darma
dari Pakuan dengan kedatangan Ki Bagus Seta ke tempat
yang sama untuk mengabdi.
Mudah diduga kalau Ki Darma tak mengetahui kegiatan
murid-muridnya sebab selama itu Ki Darma menyembunyikan diri di tempat sunyi dan jauh dari
kehidupan yang ramai. Hanya yang patut Ginggi puji
adalah pandainya Ki Bagus Seta atau pun Ki Banaspati
dalam menyembunyikan identitas dirinya masing-masing.
Waktu mereka muncul di Pakuan, adalah masa-masa di
mana Ki Darma dicari dan diburu sebab dianggap
memberontak. Raja pun pernah mengeluarkan titah bahwa
setiap orang yang punya hubungan dengan Ki Darma
kedudukannya juga disamakan dengan Ki Darma yaitu
dicap sebagai pemberontak. Sekarang kedua murid Ki
Darma ini malah malang-melintang sebagai pejabat penting
di Pakuan. Ini hanya menandakan bahwa Raja dan
kalangan istana bisa dikelabui oleh murid Ki Darma ini.
Namun pandainya mereka menyembunyikan jati diri
barangkali juga karena jasa Ki Darma itu sendiri. Seperti
terhadap Ginggi, barangkali kepada semua muridnya pun
Ki Darma selalu memberikan pesan jangan membuka
identitas. Setiap yang mendapat pelajaran dari Ki Darma
diperintahkan untuk tidak sembarangan mengaku punya
hubungan dengan orang tua itu. Ternyata belakangan
terbukti bahwa perintah Ki Darma untuk menyembunyikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jati diri telah amat menguntungkan peranan setiap muridmuridnya. Memang menguntungkan, kendati tetap menjadikan
kebingungan bagi diri pemuda itu. Ginggi diperintah Ki
Darma untuk membantu rakyat membebaskan diri dari
tekanan Raja. Sedangkan di lain fihak, Ki Bagus Seta
seolah-olah membantu situasi sehingga rakyat semakin
tertekan hidupnya. Dalam situasi ini Ginggi bingung
menempatkan posisinya, mau berada di mana sebenarnya
dia" "Kalau saudara seperguruanmu masih berjalan di atas
apa yang aku amanatkan, kau ikutilah mereka," kata Ki
Darma ketika melepas dirinya pergi.
Kepala Ginggi serasa berat karena memikirkan misterimisteri ini. Sebelum menentukan sikap, aku akan lihat
perkembangannya saja, pikirnya.
Yang tak kalah menimbulkan bahan pikiran adalah Suji
Angkara. Tapi kini Ginggi mengkaitkan urusan pemuda ini
dengan Nyimas Banyak Inten. Dengan berbagai akal dan
tipu dayanya, sepertinya pemuda itu telah berhasil
menundukkan gadis itu. Gadis putri Bangsawan Yogascitra itu nampaknya terlalu
jujur, terlalu mempercayai omongan orang dan mudah
merasa kasihan. Ketika Ginggi hendak menyerahkan surat
Suji Angkara untuk kedua kalinya, gadis itu seperti hendak
menolak kehadiran cinta pemuda itu. Tapi setelah ada
peristiwa penjahat memasuki purinya dan berhasil
"digagalkan" Suji Angkara, sikap gadis itu mulai lunak.
Terus-terang, Ginggi amat berkhawatir mengingatnya.
Ginggi takut Nyimas Banyak Inten terperangkap dalam
permainan cinta pemuda pembohong itu. Kalau dibiarkan,
Ginggi akan membayangkan gadis itu ibarat seekor anak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjangan yang dipermainkan harimau, atau ikan kecil
yang jadi santapan burung bangau. Bila permainan pemuda
itu semakin sengit, Ginggi harus mencoba dan berupaya
untuk menggagalkannya. "Hati-hati, kau?" gumam Ginggi sendirian sambil
bekerja menyeka kuda-kuda puri.
Hampir dua bulan ini Ginggi memang bekerja sebagai
perawat kuda. Setingkat di atas badega tapi setingkat di
bawah Seta dan Madi yang lebih berfungsi sebagai orangorang kepercayaan Suji Angkara.
Selama bekerja di puri ini, memang tak ada perlakuan
yang jelek terhadapnya. Dalam sehari dia mendapat jatah
makan dua kali. Bila Raja mengajak para bangsawan
menghirup udara segar di Tajur Agung (kebun istana),
Ginggi pun suka diajak serta. Dan bila semua bangsawan
pesta-pora makan buah durian yang banyak ditanam di
sana, Ginggi pun terlibat pesta-pora itu kendati di tempat
terpisah. Tak ada tekanan dari sang "majikan", kecuali satu saja,
Ginggi tak diperkenankan lagi menggunakan pakaian yang
pernah dipergunakan sebelumnya.
Sebelum datang ke Pakuan, Ginggi memang memiliki
tiga stel pakaian pemberian Kuwu Wado. Ketiga stel
pakaian itu termasuk jenis mahal sebab terbuat dari kain
halus buatan negri sebrang. Hanya kaum bangsawan atau
paling rendah golongan santana yang biasa menggunakannya. Dan ketika Suji Angkara menggantinya
dengan jenis pakaian katun kasar warna hitam dengan
celana sontog dan baju lengan pendek tanpa kancing,
Ginggi tak banyak komentar dan menerima aturan itu.
Pemuda itu tersenyum sendiri. Semakin kenal etika
orang kota, semakin ruwet menyimaknya. Kendati semua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
manusia dilahirkan sama, tapi akhirnya membawa
tingkatan hidup berbeda. Entah siapa yang mengatur, tapi begitulah jadinya,
termasuk dalam urusan pakaian.
Menggunakan pakaian ternyata tidak sebebas yang dia
kira. Ada semacam ukuran kelayakan. Kendati Ginggi
punya pakaian bagus tapi harus diukur dulu, apakah layak
dipakai olehnya" Ternyata petugas istal tak diperkenankaan
secara etika memakai pakaian yang biasa dikenakan kaum
bangsawan. Kaum bangsawan juga terikat etika yang
sebenarnya mereka pun serasa sesak menerimanya. Karena
etika menentukan bahwa kaum bangsawan harus santun
dalam segala hal, termasuk urusan cinta, maka menjadikan
siksaan bagi Suji Angkara. Dengan terpaksa dia ketat
menjaga kebangsawanannya di muka umum, sehingga
desakan-desakan birahi yang dia ingin salurkan sebebas
mungkin, terpaksa dia lakukan secara gelap. Jadi menurut
Suji Angkara, kehormatan hanya diperjuangkan atau
dipertontonkan di muka umum saja, sedangkan di belakang
di saat umum tak mengetahuinya, dirinya tak terlalu banyak
peradatan untuk melakukannya. Persis seperti Ginggi dalam
menggunakan pakaiannya. Hanya ketika selama di depan
orang banyak saja dia memakai baju orang kebanyakan.
Sedangkan di saat pergi tidur, pakaian bagus yang pantas
dikenakan kaumsantana itu dia pakai tidur. Barangkali di
saat tidur sendirian di bangunan samping istal, etika tak
berlaku lagi. Suatu senja Ginggi dipanggil menghadap. Sudah
beberapa kali dia dipanggil bila Suji Angkara memang
punya keperluan khusus terhadapnya. Namun pemanggilan
kali ini menimbulkan perhatian besar ke dalam hatinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tiba saatnya kau bertugas di puri ayahku, Ginggi," kata
Suji Angkara sambil duduk bersila dengan tubuh tegak
berwibawa. Di hadapannya tergelar penganan yang cocok disantap
senja hari yaitu ulen ketan bakar dan minuman kopi panas
di cangkir logam berukir indah yang asapnya mengepul ke
udara dan menimbulkan aroma sedap.
Ginggi hanya duduk bersila saja di lantai bawah dengan
kepala tertunduk. "Sudah kukatakan sejak dua bulan lalu bahwa kau akan
bekerja di puri Bangsawan Bagus Seta. Tapi selama ini kau
ku uji dulu di sini agar aku tahu, sejauh mana kesetiaanmu
padaku," kata pemuda itu.
Ginggi masih tetap mendengarkan sambil menunduk dan
tanpa komentar. "Namun sebelum kau kukirim ke sana, perlu aku
jelaskan sesuatu," lanjutnya lagi menatap Ginggi. "Sekali
pun kau sehari-hari bekerja di sana, tapi sebenarnya kau
adalah orangku. Dengan perkataan lain, kendati kau tinggal
di sana akan tetapi kau sebetulnya bekerja untukku!"
Ginggi mengangkat wajah dan menatap Suji Angkara.
"Saya belum mengerti maksudmu, Raden ?" katanya.
Ginggi berkata seperti ini memang bukan sekadar basabasi, melainkan benar-benar belum paham maksud pemuda
itu. "Engkau bekerja untukku dalam memata-matai kegiatan
yang ada di puri Bagus Seta!" kata Suji Angkara berkata
sungguh-sungguh. "Memata-matai?"" Ginggi bergumam mengulangi
ucaapan pemuda itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, kau bekerja di sana sebagai mata-mata untuk
kepentinganku," kata Suji Angkara lagi.
"Mengapa saya harus memata-matai ayahandamu
sendiri, Raden?" tanya Ginggi heran. Suji Angkara tepekur
sejenak. Dia mendekap sebelah dada bagian kanan dengan
tangan kirinya, sedangkan yang kanan memegangi
dagunya. "Ki Bagus Seta hanyalah ayah tiriku semata, sebab aku
sebenarnya anak seorang kuwu?" gumam Suji Angkara
seperti melamun. "Pasti engkau putra Kuwu Suntara di Desa Cae, Raden,"
kata Ginggi. Suji Angkara menganggukkan kepalanya sehingga
ornamen warna emas yang dikenakan di bagian muka
bendo bergoyang-goyang indah.
"Dulu ibuku adalah istri ayahku, Kuwu Suntara. Pada
suata saat Ki Bagus Seta mengadakan perjalanan hingga
tiba di Desa Cae. Entah apa yang terjadi selanjutnya.
Belakangan, ayahku menceraikan ibuku. Tak berapa lama
kemudian ibuku diboyong ke Pakuan karena dinikahi
bangsawan itu?" kata Suji Angkara sambil matanya
menerawang jauh ke luar jendela.
"Aku tak tahu, mengapa dulu ayahku menceraikan ibu
tanpa sebab. Belakangan hanya bisa diduga, bahwa
Bangsawan Pakuan itu tertarik pada ibu dan memintanya
untuk dinikahi. Rupanya ayah taat akan keinginan
bangsawan itu dan menyerahkan ibu padanya?" Suji
Angkara kembali menerawang ke luar jendela. Kuda warna
pekat tunggangan pemuda itu nampak berkeliaran di
lapangan rumput samping puri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau sakit hati kepada Bangsawan Bagus Seta,
Raden?" tanya Ginggi.
Tapi Suji Angkara menggelengkan kepala.
"Aku tak marah sebab imbalannya besar. Ayahku diberi
kekayaan melimpah dan aku boleh keluar-masuk purinya
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sekendak hatiku. Belakangan aku pun diangkat Bangsawan
Bagus Seta untuk melakukan satu tugas penting, yaitu
secara diam-diam mengawasi kelancaran penarikan seba di
wilayah timur," kata Suji Angkara.
"Kau memata-matai ayah tiriku bukan untuk kepentingan pribadi, tapi untuk negara, untuk Pakuan
Pajajaran!" lanjut pemuda itu sungguh-sungguh. "Engkau
mau bekerja untuk kepentingan Pakuan?" tanya Suji
Angkara menatap tajam. "Saya siap bekerja untuk kepentingan negara!" sahut
Ginggi dengan mengganti "Pakuan" menjadi "negara".
Ginggi perlu mengubahnya takut janjinya disalahgunakan
untuk membela kepentingan orang-orang Pakuan.
"Bagus!" seru Suji Angkara gembira tanpa menyadari apa
yang diucapkan Ginggi, sebab barangkali perubahan ucapan
ini bila tak disimak secara teliti sepertinya tidak
menimbulkan perubahaan arti yang khusus.
"Tapi saya juga musti tahu, mengapa Raden percaya
saya dan apa yang harus saya mata-matai di sana?" tanya
Ginggi kembali menatap tajam pemuda itu yang duduk
tegak di atas tilam sulaman beludru.
"Engkau pemuda lugu dan terkesan bodoh. Tak akan ada
orang percaya bahwa engkau dibebani satu misi yang
penting," ujar Suji Angkara membuat kagum hati Ginggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ya, benar. Suatu waktu orang bodoh bisa melaksanakan
tugas rahasia sebab bakal diremehkan banyak orang dan
akibatnya bakal jauh dari kecurigaan orang.
"Dan tugas saya kelak apa saja?"
"Engkau akan ditempatkan di bagian rumah-tangga puri,
melayani berbagai kebutuhan sehari-hari ayah tiriku.
Dengan demikian, setiap saat engkau bisa mencuri dengar
percakapan ayah tiriku. Bila ada percakapan tentang apa
saja antara ayah tiriku dengan tamu-tamu puri, kau catat
dan kau laporkan padaku, paham?"
"Paham Raden?" "Bagus!" "Tapi percayakah ayahandamu pada saya, Raden?"
"Aku sudah atur sedemikian rupa. Lagi pula ayah tiriku
tak pernah berpikiran lain padaku. Kalau aku kemukakan
kau orang jujur, maka ayah tiriku pun akan berpendapat
begitu," Suji Angkara begitu memastikan.
"Baik bila begitu?" gumam Ginggi.
Ginggi dijanjikan esok paginya akan diantar ke puri
Bagus Seta. Malam hari Ginggi diperintahkan tidak terlalu
banyak bekerja kecuali berkemas untuk persiapan pindah
rumah esok paginya. Semalaman memang Ginggi hanya tiduran saja di balik
kamarnya. Namun sepanjang malam otaknya berputar
keras menduga-duga sikap Suji Angkara. Ini sesuatu yang
mengherankan bila Suji Angkara melakukan penyelidikan
terhadap ayah tirinya. Kesimpulan yang tiba ke hati Ginggi, Suji mencurigai
sesuatu terhadap ayah tirinya. Tapi bercuriga tentang apa"
Ini yang harus Ginggi selidiki. Dan menerima tugas seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang dibebankan Suji Angkara ini, bagi Ginggi tak ubahnya
orang yang mau meyebrang dikasih jembatan. Padahal,
tidak diberi perintah pun Ginggi akan tetap melakukan
penyelidikan seperti itu. Sekarang malah dia serasa dibantu
dan dipandu oleh Suji Angkara.
Untuk memasuki puri Bangsawan Bagus Seta tanpa
alasan jelas, merupakan sebuah pekerjaan sulit, kendati
jarak antara puri Suji Angkara dan puri Bangsawan Bagus
Seta hanya dekat saja dan boleh dibilang terletak di satu
kompleks. Ginggi juga serasa dipandu. Kecurigaan Suji Angkara
terhadap Ki Bagus Seta hanya memberi panduan padanya
bahwa Ki Bagus Seta benar-benar perlu diselidiki.
Ginggi perlu dengan penyelidikan ini. Apakah hasil
penyelidikannya kelak akan disampaikan kepada Suji
Angkara atau tidak, itu lain soal.
Ingin sekali hari cepat siang agar dirinya bisa segera
masuk ke puri Bangsawan yang sebetulnya masih erat
kaitannya dengan dirinya itu. Namun karena pada malam
itu berbagai pikiran bergayut dalam benaknya, pemuda itu
jadi susah memejamkan matanya. Sampai malam
menjelang subuh, Ginggi belum juga bisa tertidur. Dia baru
menguap dan akan terlelap manakala suara kokok ayam
pertama terdengar merdu sayup-sayup.
Dan serasa sekejap dia tidur, sebab di pekarangan, para
badega sudah ribut keluar rumah untuk memulai tugas baru
di hari yang baru itu. Sambil mata masih pedih karena kurang tidur, Ginggi
pun cepat bangun untuk mandi dan berkemas menurut apa
perintah Suji Angkara. (O-anikz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Percakapan Sekutu Ginggi memasuki sebuah pelataran luas mengikuti Suji
Angkara yang melangkah di depannya. Pelataran itu benarbenar luas, dibelah oleh sebuah jalanberbalay susunan batu
hitam yang menuju ke sebuah beranda bangunan besar.
Rumah itu indah terbuat dari kayu pilihan. Atapnya
berbentukjure (silang) dan tiap sudutnya disangga sebuah
tiang kayu besar berukir dan dipoles warna hitam
mengkilap. Sepagi itu Ki Bagus Seta sudah duduk-duduk di beranda
bersama dengan istrinya, yang Ginggi bisa menduga inilah
istri Kuwu Suntara yang "diambil-alih" oleh Ki Bagus Seta.
Memang tak percuma murid Ki Darma ini nekad
"merebut" istri orang. Wanita yang usianya sekitar
empatpuluh tahunan lebih itu nampak masih memiliki
goresan-goresan kecantikan. Ginggi bisa membayangkan,
sepuluh atau limabelas tahun silam wanita itu pasti
memiliki kecantikan laksana dewi dari kahyangan.
Sekarang memang terdapat kerut-merut garis ketuaan,
namun wanita itu tetap cantik. Sepasang pipinya masih
bulat berisi, tubuhnya pun masih tampak sintal. Suji pun tak
percuma memiliki ibu seperti ini. Barangkali wajah tampan
pemuda itu sebetulnya turunan dari sang ibu.
Wanita ini pun amat cocok bersanding dengan Ki Bagus
Seta. Murid Ki Darma yang amat bernasib baik menjadi
pejabat ini sebetulnya berwajah gagah. Kulit wajahnya
boleh dikata putih. Hidungnya juga sedikit mancung dan
sorotan matanya tajam. Ki Bagus Seta yang memiliki kumis
tipis ini sedikit memicingkan mata ketika melihat sepagi ini
Suji Angkara datang diiringkan seorang pemuda yang
dianggapnya kurang dikenal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun ketika Suji Angkara tiba dan kemudian
memperkenalkan Ginggi sebagai pekerja yang baru di
purinya, Ki Bagus Seta mengangguk-angguk maklum.
"Kau bekerjalah di sini dengan baik agar aku senang
melihatmu," kata Ki Bagus Seta melirik tipis kepada
Ginggi. "Baik Juragan?" kata Ginggi hormat.
"Tugasmu tidak terlalu berat. Kau hanya bekerja
menyediakan makan dan minum buatku. Atau bisa juga
membereskan perabot rumah sehingga setiap hari terbebas
dari debu dan kotoran lainnya," kata istri Ki Bagus Seta
menimpali. Untuk yang kesekian kalinya Ginggi mengangguk hormat. "Nah, sekarang kau pergi ke ruangan belakang dan temui
para pengurus rumah tangga puri ini," kata Ki Bagus Seta.
Ginggi menyembah takzim dan mundur dari beranda.
Dia jalan memutar ke sisi bangunan karena hendak menuju
ke ruangan belakang. Namun sebelum jauh benar, pemuda
itu sempat mendengar obrolan mereka yang pada pokoknya
berkisar memperbincangkan perihal dirinya. Suji meyakinkan bahwa Ginggi bisa dipercaya sebab berpenampilan lugu dan bodoh, namun terampil dalam
bekerja. "Mudah-mudahan penilaianmu tidak keliru, sehingga
aku pun tak meragukannya," kata Ki Bagus Seta.
Berdebar Ginggi mendengarnya. Suara Ki Bagus Seta ini
nadanya biasa saja. Namun bagi Ginggi ucapan Ki Bagus
Seta seperti memiliki makna lain. Curigakah Ki Bagus Seta
terhadapnya" Ginggi kembali melanjutkan langkahnya manakala
obrolan di beranda berhenti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
(O-ani-kz-O) Sudah hampir sebulan pula Ginggi bekerja di puri Ki
Bagus Seta ini. Namun selama itu, belum ada laporan
berarti yang disampaikannya kepada Suji Angkara. Bukan
berarti Ginggi tak menemukan hasil yang dianggap penting.
Namun Ginggi memang tak menganggap Suji Angkara
sebagai atasan yang harus dia beri laporan penting sebab
semua hasil penemuannya di puri ini hanya diperlukan bagi
dirinya saja. Dalam sebulan ini Ki Bagus Seta tengah dipusingkan
oleh laporan-laporan yang datang dari para pembantunya.
Beberapa orang pembantu melaporkan bahwa terjadi
keresahan di beberapa wilayah barat tepi Kali Tangerang
(Cisadane). Di sana ada wilayah kerajaan kecil hampir
terletak di daerah muara. Pelapor mengabarkan bahwa
wilayah itu sepertinya hendak memalingkan muka dari
Pakuan dan akan berpaling ke Banten. Penyebabnya,
wilayah kecil itu amat mudah dijangkau melalui laut.
Padahal laut utara sudah dikuasai Banten dan Cirebon.
Kedua negara agama baru itu semakin hari semakin
malang-melintang dan kian berpengaruh di wilayah utara.
"Kami mendapat laporan bahwa wilayah Tangerang
kerapkali dipengaruhi Banten atau Cirebon. Mereka selalu
membujuk bahwa apabila ingin lancar melakukan
perdagangan di muara, sebaiknya bergabung dengan
Cirebon atau Banten," kata pelapor.
"Sikap penguasa wilayah Cisadane itu bagaimana?"
tanya Ki Bagus Seta. "Rupanya mereka mulai terpengaruh juga. Buktinya seba
(pajak) yang mereka serahkan ke Pakuan tahun ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jumlahnya semakin kurang dan cenderung mengabaikan
kebijaksanaan kita," ujar pelapor itu.
"Kurang ajar! Harus kita siapkan pasukan untuk
menggempurnya! Aku akan menghadap Sang Prabu agar
segera menitahkan pasukan penyerbu!" kata Ki Bagus Seta
kesal. "Kita sudah didahului Bangsawan Yogascitra, Gusti,"ujar pelapor.
"Maksudmu?" "Bangsawan Yogascitra kami dengar sudah melapor
kepada Raja tentang kekurang-setiaan wilayah barat ini.
Namun Pangeran itu sambil mengemukakan alasan,
mengapa wilayah barat bertindak begitu. Kata Bangasawan
Yogascitra, jangan setiap wilayah yang menipis kesetiaannya lantas diserbu dan dihancurkan, tapi harus
diteliti apa penyebabnya. Pangeran itu menjelaskan bahwa
pajak yang semakin tinggi adalah penyebab menurunnya
rasa setia negara-negara kecil terhadap Pakuan."
"Kurang ajar Si Yogascitra. Dia mencari pengaruh di
istana?" gumam Ki Bagus Seta.
"Dia adalah kerabat dekat Raja, Gusti," kata pembantunya. "Seharusnya Raja tidak melihat kepada kekerabatan.
Yang harus dia lihat adalah siapa yang berjuang
mempertahankan keberadaan Pakuan!" kata Ki Bagus Seta
bersuara keras. Ini adalah perkembangan paling akhir yang disimak
Ginggi. Hanya dalam satu bulan jaraknya, telah terjadi
beberapa perubahan yang menyangkut keberadaan Ki
Bagus Seta. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebelum Ginggi masuk ke puri ini, pengetahuan yang
didapat olehnya adalah betapa pengaruh Ki Bagus Seta
demikian hebat terhadap Raja. Hampir setiap gagasan yang
dilontarkannya
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
disetujui dengan baik oleh Raja. Kebijaksanaan Raja yang selalu berupaya mencari
kekayaan negara melalui pajak-pajak tinggi dilahirkan
sesudah menerima gagasan-gagasan Ki Bagus Seta yang
dibantu Bangsawan Soka. Namun akibat dari kebijaksanaan
ini, banyak wilayah merasa keberatan. Wilayah kerajaan
kecil seperti yang berada di sebelah timur dan merasa
memiliki kekuatan karena dibantu oleh Cirebon dan Demak
secara terang-terangan menghentikan kewajibannya mengirim pajak. Belakangan, bukan saja wilayah timur
yang begitu jauh letaknya, bahkan wilayah barat yang
hanya memakan perjalanan tiga hari saja dari Pakuan,
diketahui sudah berani memalingkan kesetiaannya.
Usaha-usaha Ki Bagus Seta yang dibantu Bangsawan
Soka dalam memungut pajak, ternyata jauh dari harapan
semula. Dulu kedua bangsawan ini mengusulkan agar
Pakuan membuat aturan pajak tinggi karena negara butuh
dana besar dalam mengembalikan kebesarannya seperti
masa-masa silam. Namun belakangan, kebijaksanaan ini
hanya membuat wilayah-wilayah Pajajaran yang tinggal
sedikit itu semakin resah saja. Banyak negara kecil
membangkang. Dan karena Raja berperangai keras, setiap
wilayah yang membangkang selalu ditindak. Kerapkali
terjadi penyerbuan pasukan Pakuan ke wilayah yang
dianggapnya membangkang. Namun kebijaksanaan melumpuhkan pembangkang tidak menghasilkan sesuatu
yang berarti. Pembangkang yang kuat dan sulit dijatuhkan
jelas akan semakin menjauh dari kungkungan Pakuan.
Mereka tidak sudi lagi tunduk kepada peraturan-peraturan
yang dibuat Pakuan, termasuk dalam memenuhi kewajiban
pajak. Sebaliknya negara kecil yang lemah tetapi berani
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membangkang, sesudah digempur Pasukan Pakuan,
akhirnya jadi semakin tak berarti bagi keuntungan Pakuan.
Wilayah yang sudah digempur habis sulit untuk berdiri
kembali dan akhirnya sama sekali tak menghasilkan apaapa, termasuk memenuhi kewajiban pajak.
Dan Ki Bagus Seta semakin gundah ketika pada suatu
hari didatangi seorang tamu. Tamu tersebut tak lain adalah
Bangsawan Soka, mitra kerjanya selama ini.
Mereka berdua mengobrol penting di ruangan tengah,
duduk bersila saling berhadapan di hamparan alketip tebal
dan empuk buatan Negri Parasi (Parsi atau kini Iran).
Keduanya duduk dengan perasaan tegang. Ketika Ginggi
menyodorkan minuman ke ruangan tengah sejenak saja dia
bisa menatap Bangsawan Soka. Dia bertubuh gemuk,
bermata sipit dengan wajah bundar dan hidung sedikit
pesek. Ada kumis tebal dan janggut namun nampak kurang
terpelihara sehingga membentuk cambang bauk tak
beraturan. Hanya cara berpakaian saja yang menentukan
bahwa dirinya seorang bangsawan.
Hanya sebentar Ginggi berada di sana sebab serta-merta
Ki Bagus Seta segera mengusirnya.
Ginggi sebetulnya ingin sekali mencuri dengar percakapan mereka. Namun karena diusir pergi, rasanya
sudah tak mungkin melakukannya lagi.
Ginggi berpikir keras, bagaimana caranya agar bisa
mengintip obrolan mereka" Ruangan tengah begitu luas.
Tak tepat untuk bersembunyi. Satu-satunya cara adalah
naik ke atas atap sirap. Namun hari masih senja walau pun
suasana sudah agak meremang.
Bukan sebuah tindakan tepat bila harus naik ke atas atap.
Risikonya terlalu tinggi untuk diketahui orang. Padahal di
puri Ki Bagus Seta yang dikelilingi kuta (benteng) tinggi ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
banyak dihuni puluhan jagabaya yang rata-rata memiliki
kepandaian tinggi. Tapi aku harus bisa mencuri dengar percakapan mereka,
kata Ginggi dalam hatinya.
Apa boleh buat, Ginggi harus berspekulasi naik ke atas
atap sirap. Dia ingat, ada beberapa bagian atap yang dihiasi
lengkungan-lengkungan kayu hias. Kalau dia sanggup
mendekam di atas sirap, tentu tubuhnya akan terlindungi
lengkungan kayu tersebut.
Berpikir sampai di sini, pemuda itu segera ke luar
bangunan. Sejenak dia terpaku, kemudian menoleh ke kiri
dan ke kanan, mencoba memeriksa kalau-kalau ada
jagabaya lewat ke tempat di mana Ginggi berada. Sudah
yakin tidak didapatkan siapa-siapa, Ginggi segera menotol
tanah menggunakan inti tenaga di bagian ujung telapak
kaki. Ginggi melayang naik seringan burung merpati.
Namun begitu kakinya menginjak atap sirap, ada kelepak
beberapa burung merpati yang sebelumnya sedang hinggap
di sana. Burung-burung itu terbang sambil sedikit riuhrendah karena terkejut melihat tubuh besar melayang naik.
Begitu menjejak atap, Ginggi langsung menjatuhkan
dirinya untuk segera mendekam. Gerakannya ini sedikit
menimbulkan suara kendati tidak keras namun bisa
didengar orang yang berada di dalam bangunan. Terdengar
oleh Ginggi suara kaki-kaki melangkah ke luar halaman.
Pemuda itu tak tahu siapa yang datang, sebab tubuhnya
terus mendekam bahkan kian merapat di sudut lengkungan
kayu hias. Sampai beberapa lama dia tak berani bergerak
barang sedikit. Baru ketika terdengar langkah kaki untuk
kedua kalinya, Ginggi agak mendongakkan kepala untuk
mengusir sedikit rasa pegal di tengkuknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada apa?" suara Bangsawan Soka terdengar mengajukan pertanyaan. "Entahlah mungkin merpati. Di puriku memang banyak
burung merpati bersarang di atas atap," jawab Ki Bagus
Seta. Ginggi terus mendekam sebab nampaknya kedua
bangsawan itu akan melanjutkan percakapan penting
mereka. "Aku kira kita sekarang ada dalam bahaya, Seta ?"
"Barangkali?" "Kita harus segera bertindak. Jangan sampai Sang Prabu
terlanjur mengangkat Pangeran Yogascitra menjadi penasihat Raja. Bila sampai begitu, kedudukan kita
terancam. Kita harus saling menolong. Kalau Pangeran
Yogascitra dibiarkan menjadi penasihat Raja, maka akan
memukul kebijaksanaanmu dalam melakukan tugas sebagai
muhara," kata Bangsawan Soka.
Sunyi sejenak sebab kedua orang itu rupanya tengah
berpikir sesuatu. Sementara suasana sudah semakin gelap karena matahari
sudah tenggelam di ufuk barat. Keremangan kian
bertambah sebab kompleks puri ini selain dikelilingi benteng
tinggi juga banyak dikepung pohon-pohon besar seperti
kecik, tanjung bahkan beringin. Suasana akan semakin
meremang gelap bila seandainya tidak datang petugas
penyulut lampu-lampu taman.
"Coba kau katakan akal terbaik untuk menjegal
keputusan Raja," kata Ki Bagus Seta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau harus mencoba mengusulkan nama baru yang
kau anggap paling cocok menjabat penasihat Raja," kata
Bangsawan Soka. "Siapa yang harus aku ajukan?"
"Seseorang yang kelak kebijaksanaannya akan menguntungkan posisimu sebagai muhara, Seta," kata
Bangsawan Soka. "Ya, siapa?" desak Bangsawan Bagus Seta tak sabar.
"Aku!" "Engkau yang harus aku ajukan pada Raja?"
"Benar, Seta?" Suasana kembali sepi. Rupanya Ki Bagus Seta lagi
berpikir mengenai usul ini. "Aku perlu pikirkan kemungkinannya?" kata suara Ki Bagus Seta yang
kedengaran oleh Ginggi seperti menderita kebingungan.
"Engkau meragukanku, Bagus Seta?"
(O-anikz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 16 "Bukan begitu," kata Ki Bagus Seta. "Aku sedang
berpikir sejauh mana kekuatan dan pengaruh Pangeran
Yogascitra di mata Sang Prabu. Aku tidak hafal benar
kepadanya. Yogascitra jarang bergaul, sehingga sifatnya
pun aku kurang mengenalnya. Kalau sekarang secara tibatiba Sang Prabu akan memilihnya sebagai Penasihat Raja,
tentu ada sesuatu sebab?" kata Ki Bagus Seta.
"Kalau engkau tak tersinggung, ingin kukemukakan
sesuatu, barangkali akan terungkap mengapa Sang Prabu
menoleh kepada Bangsawan Yogascitra," kata Bangsawan
Soka. "Cobalah kau katakan?"
Sunyi lagi sejenak. Rupanya Bangsawan Soka tengah
menyusun perkataan agar bisa diterima dengan baik oleh Ki
Bagus Seta. Sementara malam sudah mulai jatuh, sehingga penerangan di sekeliling hanya mengandalkan lampu taman
saja. "Aku merasa bahwa kepercayaan Sang Prabu mulai
terganggu?" kata Bangsawan Soka pada akhirnya.
"Hm" terganggu, ya?" gumam Ki Bagus Seta pelan.
"Dalam beberapa bulan terakhir ini engkau banyak
mengalami kegagalan. Pemasukan pajak semakin berkurang
dan ada beberapa wilayah di sebelah barat Cisadane mulai
berpaling dari Pakuan. engkau harus berusaha mengembalikan kepercayaan Sang Pabu agar kedudukanmu
kuat kembali, Bagus Seta," kata Bangsawan Soka.
Sunyi lagi. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Selama ini aku berusaha mengatur kebijaksanaan agar
pajak masuk dengan lancar dan besar?"
"Bagaimana dengan wilayah timur yang kau katakan
tengah diperjuangkan?" tanya Bangsawan Soka.
"Jangan salah mengerti. Sejak dulu kita bersatu dalam
memperkuat kedudukan kita di Pakuan. Pertanyaanku tadi
justru menginginkan satu jawaban pasti bahwa kedudukan
kita tak terganggu," sanggah Bangsawan Soka.
Sunyi lagi. "Kau pernah melaporkan kepada Sang Prabu, untuk
memperkuat pengaruh Pakuan di wilayah timur Sungai
Citarum, di beberapa wilayah kekuasaan Kandagalante
harus dibangun kekuatan pasukan. Penyusunan pasukan
sudah dilaksanakan. Tapi sejauh ini, wilayah timur belum
terasa apa-apa bagi Pakuan. Hasil pajak yang diambil dari
wilayah timur masih tak berarti ketimbang dana yang sudah
dikirim ke sana untuk membangun pasukan. Engkau harus
bertanya pada pada pejabat kepercayaanmu yang bernama
Ki Banaspati, sejauh mana dia berjuang untuk kepentingan
Pakuan," kata Bangsawan Soka.
"Sudah aku tanyai dia. Menurutnya, seba atau pajak
yang ditarik dari wilayah timur untuk tahun-tahun awal
pembentukan pasukan akan sangat sedikit dikirim ke
Pakuan sebab sebagian besar masih digunakan untuk
mengongkosi pembentukan pasukan itu sendiri," jawab Ki
Bagus Seta pasti. Bangsawan Soka untuk sementara tak memberikan
komentar sehingga Ginggi hanya menyimak sesuatu yang
sunyi sekali kecuali suara binatang malam jenis serangga
yang terdengar dari arah pekarangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi apa pun yang terjadi, kita harus berjuang agar
perhatian dan kepercayaan Sang Prabu jangan sampai
pindah kepada
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bangsawan Yogascitra!" tiba-tiba Bangsawan Soka berkata lagi.
"Ya, memang harus diusahakan. Tapi kita menghadapi
kendala amat berat. Sang Prabu tengah menginginkan
sesuatu dari Bangsawan Yogascitra. Beliau tertarik kepada
keelokan Nyimas Banyak Inten. Kalau keinginan Sang
Prabu terlaksana dan putri Bangsawan Yogascitra menjadi
selir Raja, kedudukan bangsawan itu akan semakin kuat!"
"Hahaha!" Bangsawan Soka terdengar tawanya.
"Mengapa engkau tertawa, Soka?"
"Itulah rupanya kuncinya. Kalau putri Bangsawan
Yogascitra dipersunting Raja hubungan mereka semakin
erat dan kedudukan Bangsawan itu semakin kuat!"
"Ya, begitu. Tapi mengapa kau tertawa?" Ki Bagus Seta
bertanya bingung. "Sudah aku katakan, itulah kuncinya. Jadi, kalau kau
inginkan Yogascitra gagal memegang jabatan penasihat
Raja, maka carilah akal agar hubungan mereka menjadi
renggang!" kata Bangsawan Soka.
"Kau maksudkan, keinginan Sang Prabu dalam
mempersunting putri Yogascitra harus kita gagalkan?"
"Nah, ternyata kau pandai menebak!" seru Bangsawan
Soka. "Tapi amat berbahaya menjegal keinginan Raja?" kata
Ki Bagus Seta sesudah agak lama tak terdengar
komentarnya. "Rasanya itu perjuangan amat berat dan
penuh risiko?" lanjutnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak berat kalau kau tahu caranya," desak Bangsawan
Soka, "Raja belum pernah mengemukakan keinginannya itu
secara langsung. Berita ini pun datangnya baru berupa
bisik-bisik para dayang istana Raja saja. Oleh karena itu,
kita harus berpacu. Kau cepatlah pinang Nyimas Banyak
Inten untuk putramu Suji Angkara, sebab bukankah kau
pun maklum tentang keinginan putramu itu?"
Sunyi sebentar. "Jangan kau risau dengan ini. Barangkali benar Sang
Prabu akan sedikit tersinggung. Namun aku hafal betul
perangai Sang Prabu. Kemarahannya akan cepat sirna kalau
ada sesuatu keinginan lain sebagai penggantinya. Kau
serahkanlah putrimu, Nyimas Layang Kingkin pada Raja,
beliau pasti senang!"
"Gila!" "Kau jangan merendahkan anakmu sendiri, Seta!
Nyimas Banyak Inten memang putri elok tapi Nyimas
Layang Kingkin lebih matang dan lebih dewasa. Dia akan
lebih pandai melayani keinginan-keinginan Sang Prabu!"
"Tapi kau harus tahu, putriku sudah lama berhubungan
dengan Banyak Angga, bahkan Bangsawan Yogascitra
sudah mengajukan pinangan. Kami hanya menunggu
waktu yang baik, kapan mereka akan kunikahkan!" kata Ki
Bagus Seta. "Betul, tapi persetujuanmu dengan keluarga Bangsawan
Yogascitra terjadi sebelum ada masalah pencalonan
penasihat Raja. Sekarang kau harus berpikir lain. Urusan
pertikahan putrimu kini sudah bukan sekadar memilih
besan, melainkan sudah beranjak ke masalah kedudukan
bahkan mempengaruhi nasib kerajaan ini sendiri. Segalanya
kini bergantung kepada kebijaksanaanmu. Kalau kau
mengalah dan membiarkan Yogascitra menjadi penasihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raja, kebijaksanaan di Pakuan dengan sendirinya akan
banyak bergulir. Padahal selama ini kebijaksanaan Raja
dalam mengendalikan Pakuan, lebih terpusat dari lontaranlontaran gagasan kita. Kau pikirkanlah itu, Seta!" kata
Bangsawan Soka sungguh-sungguh.
Kembali keheningan terjadi, sehingga Ginggi yang
mendekam di atas atap sirap tidak mengetahui lagi, apa
yang sebetulnya tengah mereka lakukan.
(O-anikz-O) Kecurigaan Burung merpati yang senang berkeliaran di sekitar puri,
sudah banyak mencari tempat berlindung dalam menghabiskan malam. Beberapa di antaranya ada yang
hinggap di tepi-tepi genteng sirap di mana Ginggi
mendekam. Semula, binatang-binatang unggas yang
bentuknya lucu-lucu itu tidak menjadikan masalah bagi
Ginggi. Namun suatu saat, pemuda itu amat terkejut ketika
ada suara panggilan datang untuknya. Ki Bagus Seta
berteriak memanggil dirinya untuk suatu keperluan.
Ginggi tercekat hatinya. Tidak datang menghampiri akan
jadi pertanyaan. Tapi kalau meloncat turun juga akan
menjadi kecurigaan sebab burung-burung akan kembali
terkejut oleh gerakannya.
Namun karena suasana begitu menjepitnya, pemuda itu
mengambil risiko. Secara hati-hati dia meloncat turun dan
sepasang kakinya menjejak tanah dengan ringan. Namun
naluri merpati itu begitu halus. Gerakan meloncat turun
tubuh pemuda itu masih terkontrol kendati tak menimbulkan bunyi. Desiran angin ketika tubuh pemuda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu turun rupanya yeng menyebabkan beberapa merpati
terkejut dan beterbangan secara mendadak.
Ginggi cepat menyelinap masuk ke ruangan belakang
dan tergopoh-gopoh menuju ruangan tengah. Pemuda itu
sedikit berdebar ketika kedua orang pejabat itu memandangnya dengan penuh selidik, terutama pandangan
mata Ki Bagus Seta yang demikian tajam seperti hendak
menembus ke lubuk hatinya.
"Ada apa, Juragan?" kata Ginggi mencoba bicara dengan
suara wajar. "Aku dengar di luar amat berisik, ada apakah?" Ki Bagus
Seta masih menatap penuh selidik.
"Oh"Baik saya periksa, ada apa di luar sana?" Ginggi
hendak berlalu. "Tidak usah pergi. Aku tahu di atas atap banyak burung
dara menumpang tidur," gumam Ki Bagus Seta lagi. Ginggi
tak jadi melangkah pergi.
"Kau bawalah oncor (obor), kemudian antar Juragan
Soka pulang ke purinya!" kata Ki Bagus Seta.
Ginggi mengangguk dan segera beranjak dari tempat itu.
Dia menuju ruangan belakang di mana di setiap sudut tiang
penyangga banyak obor yang batangnya terbuat dari logam
dengan sinar apinya menyala merah. Salah satunya dia
ambil untuk dipakai penerangan dalam mengantar tamu Ki
Bagus Seta. Di pekarangan depan Bangsawan Soka sudah menantinya. Sedangkan Ki Bagus Seta hanya berdiri di
beranda. Kedua pejabat itu memandang dirinya dengan
penuh seksama, saling pandang, kemudian menatap Ginggi
lagi penuh selidik. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, antarkan Juragan Soka ke rumahnya. Tapi kau
harus kembali lagi secepatnya!" kata Ki Bagus Seta.
"Baik, Juragan " Saya jalan di depan," kata Ginggi
sambil melangkah duluan. Bangsawan Soka berjalan di
belakangnya. "Sudah berapa lama kau menjadi badega di puri Bagus
Seta?" tanya Bangsawan Soka di tengah perjalanan.
"Hampir satu bulan, Juragan?" jawab Ginggi mengawasi jalan tempat mereka melangkah. Jalanan cukup
gelap, sedangkan cahaya obor yang apinya bergoyanggoyang terkena hembusan angin, hanya membuat matanya
silau saja. "Rupanya engkau bukan badega biasa ?" gumam
Bangsawan Soka lagi. "Mengapa, Juragan?"
"Langkahmu ringan, begitu pun gerakanmu. Aku suka
padamu. Kalau semua badega memiliki kepandaian
sepertimu, semua majikan akan merasa terjaga keamanannya," kata lagi Bangsawan Soka. Berdebar dada
pemuda itu ketika mendengar omongan ini. Baru
disadarinya kini, bahwa selama ini dia kurang berhati-hati
dalam bertindak. Membodohi pemuda Seta, Madi atau
bahkan setingkat Suji Angkara masih tak mengapa sebab
kepandaian mereka yang sudah dia ukur berapa tingginya
tidak akan bermata jeli. Namun kedua orang tua ini sudah
memiliki asam-garam pengalaman. Ginggi sudah mendengar, Bangsawan Soka dulunya adalah anggota
perwira seribu pengawal Raja. Ki Bagus Seta, selain murid
terpandai Ki Darma juga dikhabarkan banyak mencari ilmu
tambahan sesudah lama berpisah dengan sang guru. Ginggi
terlalu merendahkan kemampuan mereka, sebab terbukti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kini, Bangsawan Soka sudah bisa meraba bahwa dirinya
"berisi". Ginggi kini sudah tak mungkin berpura-pura lagi. Kalau
secara tiba-tiba gerakannya diperberat, hanya akan
menambah kecurigaan bangsawan ini saja.
"Sebelum bertugas di Puri Bagus Seta, saya adalah
badega Raden Suji Angkara. Di sana banyak jagabaya
pandai-pandai dan kadang-kadang saya diperbolehkan ikut
serta latihan kewiraan. Saya memang berhasrat jadi
jagabaya juga ?" kata Ginggi mencari-cari alasan
semampunya. Namun rupanya bangsawan ini sedikit
maklum dan dapat mengurangi rasa curiganya.
Sampai tiba di puri kediamannya, Bangsawan Soka tidak
mengajukan pertanyaan yang aneh-aneh lagi dan membuat
pemuda itu merasa lega karenanya.
Tapi sesudah mengantar pulang bangsawan bertubuh
gemuk itu, perasaan khawatir mulai menyelimuti dirinya.
Sekilas tadi Ginggi bisa menyaksikan sorot tajam penuh
selidik dari Ki Bagus seta.
Barangkali benar, selama ini Ki Bagus Seta sudah
memendam rasa curiga terhadapnya. Bayangkan, hanya
dalam sekilas, Bangsawan Soka bisa menduga dia "berisi",
apalagi Ki Bagus Seta yang hampir sebulan punya
kesempatan menelitinya. "Mudah-mudahan penilaianmu tidak keliru, sehingga
aku pun tak meragukannya?" terngiang lagi ucapan Ki
Bagus Seta terhadap Suji Angkara ketika pemuda itu
menyerahkan Ginggi untuk mulai bertugas di puri Ki Bagus
Seta. Sejak hari itu pun sebenarnya Ginggi sudah merasakan
ada kesangsian dari orang tua tangguh itu. Namun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dugaannya ini dia tepis kembali dan suara hatinya yang lain
mengatakan bahwa perasaannya hanya sesuatu yang
dilebih-lebihkan saja. Sekarang terbukti bahwa dugaannya tempo hari benar
belaka. Ginggi perlu hati-hati dan bersiap menghadapi segala
kemungkinan setibanya di Puri Bagus Seta. Perlukah dia
berterus-terang saja bahwa dirinya adalah murid Ki Darma
juga" Kalau Ki Bagus Seta tahu Ginggi masih utusan Ki
Darma yang mengemban amanat orang tua itu, bagaimana
pandangan Ki Bagus Seta terhadapnya" Akan menariknya
sebagai sekutu" Sekutu dalam hal apa"
Ginggi masih bingung memikirkannya. Ki Bagus Seta
selama ini bergerak di lingkungan istana. Namun pemuda
itu belum tahu persis, apa sebenarnya yang tengah
dilakukan Ki Bagus Seta di sana. Apakah semua kegiatan di
Pakuan masih ada pertaliannya dengan misi yang
dibebankan Ki Darma"
Bila menyimak obrolan Ki Bagus Seta dengan
Bangsawan Soka senja tadi, kentara sekali murid Ki Darma
ini berupaya memegang kendali di Pakuan. Dan kalau
dipertalikan dengan gerakan Ki Banaspati sepertinya punya
persamaan tujuan, yaitu sama-sama berambisi memiliki
pengaruh di Pakuan. Gerakan Ki Banaspati malah lebih
jelas dalam pandangan Ginggi, yaitu ingin merebut
kekuasaan negara dari tangan Raja yang ada sekarang.
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Keduanya memiliki persamaan tujuan, tapi apakah
mereka sejalan dan bergabung dalam satu persekutuan"
Ginggi belum bisa menebak sampai ke sana. Di Pakuan,
hanya satu kali dia melihat Ki Banaspati, yaitu di saat uji
ketrampilan di alun-alun benteng luar. Sesudah itu, Ginggi
tak melihatnya lagi, sehingga pemuda itu tak sempat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyelidik, sejauh mana hubungan Ki Bagus Seta dan Ki
Banaspati berlangsung. Ginggi mendapat khabar, Ki
Banaspati hari itu datang ke Pakuan pertama untuk
melaporkan kegiatannya di wilayah timur dan kedua untuk
menghadiri perayaan Kuwerabakti (penghormatan pada
dewa suami Dewi Sri, penguasa padi-padian dan
dilangsungkan 49 hari sehabis panen tahunan). Sesudah
perayaan itu selesai, khabarnya dia pun segera kembali ke
timur. Gerakan Ki Banaspati yang di wilayah timur tengah
membangun pasukan, dengan jelas sudah bisa disimak oleh
Ginggi. Segalanya kini tinggal bergantung pada Ginggi,
apakah akan bergabung dengan gerakan Ki Banaspati atau
tidak. Tapi terhadap Ki Bagus seta dia perlu hati-hati dan
penyelidikan harus terus dilakukan. Menurut penilaiannya,
gerakan Ki Bagus Seta di Pakuan masih samar-samar.
Sekali pun benar orang ini berusaha menanamkan
pengaruhnya di Pakuan, namun Ginggi belum bisa meraba,
apa tujuan sebenarnya. Apakah benar demi amanat yang
dibebankan Ki Darma" Masih adakah hubungan antara
gerakan Ki Bagus Seta dengan amanat Ki Darma" Kalau
benar Ki bagus Seta melangkah di atas perintah guru,
mengapa dia berperan sebagai pengendali penarikan pajak
tinggi" Gerakan Ki Bagus Seta sepertinya bertolak belakang
dengan perintah Ki Darma yang menginginkan semua
muridnya berdiri di atas kepentingan rakyat.
Sebelum benar-benar tahu apa tujuan sebenarnya Ki
Bagus Seta, Ginggi berniat akan terus menyembunyikan
identitas pribdinya. (O-ani-kz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi mengetuk pintu benteng puri yang sudah ditutup
jagabaya. Namun pintu tidak lama sudah dibuka sebab
jagabaya tahu siapa yang akan masuk "Padamkan oncor ?"
kata seorang jagabaya bertubuh kekar dengan cambang
bauk cukup lebat. Ginggi menurut memadamkan cahaya
obor dan situasi di pintu menjadi meremang karena hanya
mendapatkan cahaya sebatas penerangan lampu pekarangan yang letaknya agak jauh.
Ginggi heran, mengapa di depan puri tak dipasang obor,
padahal biasanya di kiri-kanan tembok benteng dipasang
masing-masing dua buah obor.
Pintu benteng segera ditutup dan di keremangan terdapat
empat orang jagabaya lagi.
"Ikut aku?" kata si cambang bauk bertubuh kekar.
Ginggi pun ikut di belakangnya, sedangkan di belakang
dirinya ada dua jagabaya ikut menguntit.
Berdesir darah pemuda itu. Nalurinya mengatakan, ada
sesuatu yang tak beres menyangkut dirinya. Tidakkah ini
lantaran kecurigaan Ki Bagus Seta terhadapnya"
Ginggi harus siap-siap, kendati belum tahu persiapan apa
yang musti dia lakukan. Kecurigaan semakin menebal ketika jagabaya kekar itu
membawanya ke sebuah gudang halaman belakang yang
amat sunyi. Bangunan itu besar dan terkesan angker,
letaknya terpencil, sehingga kalau ada kejadian membayakan yang menyangkut dirinya, tak mungkin
diketahui penghuni puri yang lainnya.
"Masuk," gumam jagabaya ketus.
Ginggi menghentikan langkah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada apakah, Paman?" tanya Ginggi heran dan sengaja
menampakkan wajah takut penuh khawatir. Harus begitu,
sebab bila pemuda itu berlaku tenang hanya akan membuat
curiga mereka saja. "Masuk, kataku!"
Dan Ginggi didorong masuk.
Sesudah tiba di dalam, daun pintu segera ditutup oleh
dua jagabaya yang ikut di belakang. Namun, begitu pintu
tertutup rapat, ketiga orang itu segera menghambur ke
depan dan mengirim beberapa pukulan telak terhadap
Ginggi. Walau pun ada serangan dari tiga jurusan sekaligus,
namun dalam pandangan Ginggi, serangan ketiganya hanya
lamban saja. Ketiga jagabaya ini hanya memiliki gerakangerakan luar dan mengandalkan tenaga kasar saja. Kalau
Ginggi mau, hanya satu tindak ke belakang sudah bisa
menghindar gebrakan mereka. Dan kalau Ginggi mau,
dalam satu sapuan kaki kirinya saja sebetulnya sudah bisa
merobohkan ketiganya sekaligus, sebab kuda-kuda kaki
mereka lemah. Tapi bila Ginggi melakukan kesemuanya,
mereka akan bisa membuktikan kecurigaannya.
Ginggi maklum, ketiga orang jagabaya ini tengah
menjalankan tugas majikannya untuk menguji dan
mengorek dirinya. Ginggi tak mau kecurigaan Ki Bagus
Seta terbukti. Untuk itulah dia membiarkan serangan itu
berlangsung. Bak-bik-buk, bak-bik-buk! Beberapa pukulan bersarang
ke tubuh Ginggi. Ada yang mengarah telak ke arah hidung
sehingga dari lubang hidung Ginggi keluar darah segar. Ada
juga yang mengarah ke ulu hati sehingga tubuh Ginggi
terjengkang dan ulu hatinya terasa sedikit ngilu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada apa ini! Ada apa ini?" Ginggi berguling-guling di
tanah ketika ketiganya terus mengejarnya.
"Hei, kalau mau berkelahi harap jujur, ya! Jangan main
keroyok seperti ini. Aduh! Pengecut kamu!" Ginggi
berteriak-teriak. "Coba kau layani sendirian, Sarpani!" kata Si Kekar
terhadap seorang jagabaya.
"Disangka aku tak bisa berkelahi, ya" Ayo, maju satu
persatu!" kata Ginggi menyeka darah di hidungnya.
Ginggi memasang kuda-kuda, namun gerakannya kasar
saja. Ketika datang serangan pukulan tangan kanan lawan,
Ginggi tepis dengan tangan kiri. Dua pasang tangan beradu
keras dan Ginggi berteriak "kesakitan" memegangi
pergelangan tangannya. Sebelum dia berjingkat mundur,
sudah datang lagi sodokan tangan kiri lawan, kali ini
mengarah ke ulu hati. Ginggi mundur setindak namun
kakinya tersandung ember kayu dan tubuhnya jatuh
telentang. Sodokan gagal dan si penyerang menggantinya
dengan menggerakkan kaki kanan dengan niat memijak
perut pemuda itu. Ginggi tak sempat berguling. Akibatnya
kaki yang bertelapak kasar itu dia tahan dengan sepasang
tangannya. Kini terjadi adu tenaga. Lawan dari atas
berusaha keras menekan kakinya dan Ginggi di bawah
berusaha menahannya. Tenaga pijakan itu sebetulnya biasa saja dan tak
mengakibatkan bahaya apa pun. Dan kalau mau, sekali
pelintir kaki lawan bukan saja sekadar keseleo, tapi
sambungan tulang-tulangnya akan patah dan lepas.
Namun Ginggi tak melakukan ini. Dia malah berteriakteriak minta tolong karena sedikit-sedikit tangan yang
menahan pijakan kaki semakin turun karena "tak kuat".
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akhirnya serangan kaki "berhasil" masuk ke ulu hati.
Ginggi menjerit-jerit ketika kaki bertelapak kasar itu
menekan-nekan ke ulu hatinya.
Pintu gudang tiba-tiba terbuka dari luar dan Ki Bagus
Seta nampak berdiri membentuk bayangan hitam karena
ruangan gudang hanya remang-remang saja.
"Cukup!" kata Ki Bagus Seta. Ginggi terengah-engah
bangun dan memegangi perutnya. Sesekali disekanya
hidung yang masih mengeluarkan sedikit darah.
"Apa dosa saya, Juragan, disiksa seperti ini?" keluh
Ginggi namun dengan nada hormat.
Ki Bagus Seta tidak menjawabnya, kecuali memberi
tanda agar para pembantunya segera meninggalkan tempat
itu. "Engkau mencurigakan, anak muda. Siapa kau
sebenarnya?" tanya Ki bagus Seta sesudah yang lain pergi
meninggalkan tempat itu. "Nama saya Ginggi, Juragan!"
"Itu aku sudah tahu. Yang aku maksud, mengapa kau
datang ke puri ini?"
"Saya tak bermaksud ke puri ini. Siapa saja yang
menyalurkan saya kerja, di sanalah saya berada, Juragan.
Saya tinggal di sini karena Raden Suji mengirim saya ke sini
dan kebetulan Juragan mau menerima saya. Hanya itu.
Dan mengapa dianggap sesuatu dosa sehingga saya musti
dianiaya seperti ini?" Ginggi kembali menyeka darah di
lubang hidungnya. Ki Bagus Seta mendengus kemudian menatap Ginggi
dalam-dalam. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidakkah kau datang karena diutus anakku?" tanyanya.
Giliran Ginggi yang balik menatap.
"Ya, memang begitu. Bukankan tadi sudah saya katakan
demikian?" jawab Ginggi berpura-pura polos.
"Tapi engkau diutus anakku untuk mencari dengar atau
meneliti apa yang terjadi di sini, begitu kan?"
Ginggi terkejut. Benar murid Ki Darma ini selalu penuh
selidik. Buktinya pikirannya ada menduga sampai ke sana.
"Saya tak tahu apa yang dimaksud Juragan?" kata
Ginggi mengerutkan dahi. "Kepandaianmu kasar, tak sebanding dengan para
pembantuku. Tapi sebetulnya tak layak bagi seorang badega
memiliki ilmu kewiraan. Benar-benarkah engkau seorang
badega atau kau berlindung di balik pekerjaanmu agar
bebas melakukan penyelidikan?" tanya Ki bagus Seta lagi,
tetap penuh selidik. "Saya seorang badega tulen, Juragan. Tapi kalau saya
pandai memainkan jurus, itu karena di puri Raden Suji
banyak didapat orang pandai dan saya diam-diam berlatih
meniru-niru mereka yang sedang latihan. Saya masih muda
dan cita-cita saya tinggi. Masa dari mulai kecil sampai
sekarang saya terus-terusan jadi badega " Tahun depan pada
perayaan Kuwerabakti saya akan ikut uji ketrampilan. Siapa
tahu saya lulus jadi prajurit Pakuan," kata pemuda itu
berkelak-kelok mencari alasan.
Mendengar ocehan ini, Ki bagus seta termangu sejenak,
kemudian tertawa terkekeh-kekeh. Ginggi tak bisa
menduga, apa maksusd tawa ini. Apakah karena
mencemooh semata ataukah benar-benar tertawa karena
mendengar akal-akalannya yang sebenarnya sudah diketahui olehnya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang jelas, hari itu Ginggi dibebaskan dan Ki Bagus Seta
tak berkepanjangan lagi terhadapnya. Ginggi kembali
mengerjakan tugas sehari-hari di puri, yaitu berdinas
sebagai aparat rumah tangga di puri. Kerjanya menyodornyodorkan makanan, pakaian atau keperluan apa saja bagi
pemilik puri. Kini, setelah peristiwa itu, Ginggi semakin hati-hati
dalam bertindak. Setiap dia berjalan diusahakan tidak
segesit dan seringan sebelumnya, sebab gerakan-gerakan
seperti itu nyatanya mengundang perhatian khusus bagi
orang-orang pandai seperti Bangsawan Soka dan Ki Bagus
Seta. Pemuda itu pun tak berlaku sembrono lagi menguping
pembicaraan Ki Bagus Seta. Peristiwa penting yang bisa dia
simak di puri ini sesudah kejadian malam itu, hanyalah
rencana Ki Bagus Seta "menawarkan" putrinya pada Sang
Prabu. Suatu senja Ginggi masuk ke ruangan tengah dan di sana
tengah duduk-duduk anak-beranak, yaitu Ki Bagus Seta dan
istri di lain fihak, serta Nyimas Layang Kingkin di fihak
lain. Mereka duduk saling berhadapan. Ki Bagus Seta bersila
duduk tegak di atas bangku terbuat dari kayu jati berukir
dan istri serta putrinya duduk bersimpuh di atas hamparan
tikar beludru hitam bersulam benang emas.
Tidak semua pembicaraan mereka bisa didengar Ginggi.
Tapi inti dari percakapan adalah perihal keinginan Ki Bagus
Seta itu. "Bagaimana, sudah kau pikirkan baik-baik, anakku?"
tanya Ki Bagus Seta menatap gadis elok yang duduk
bersimpuh dengan kepala tertunduk malu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kehormatan paling besar Nyimas bila kau berhasil
dipersunting Raja ?" istri Ki Bagus Seta berkomentar dan
nampaknya begitu mendukung cita-cita suaminya.
"Hidup saya adalah untuk kebahagiaan Ramanda dan
Ibunda. Namun saya mempunyai masalah berat yang
mungkin Ramanda dan Ibunda pun maklum adanya," kata
Nyimas Layang Kingkin tetap menunduk.
Nampak Ki Bagus Seta tersenyum mendengarnya.
"Ucapanmu hanya berarti kau
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
setuju dengan pendapatku, anakku," katanya masih mengulum senyum.
"Jangan kau risaukan urusan itu. Aku memang maklum,
kau menghadapi masalah berat sebab engkau sudah
berhubungan intim dengan Raden Banyak Angga.
Pertunanganmu dulu itu aku yang buat dan aku pula yang
akan memutuskannya," kata Ki Bagus Seta.
"Saya tak berani menghadapi kemarahan Raden Banyak
Angga beserta Pangeran Yogascitra, Ramanda ?"
"Mereka tidak akan marah sebab risikonya amat tinggi.
Marah terhadapmu, sama dengan marah terhadap Raja.
Beranikah mereka berlaku kurang ajar terhadap Sang
Prabu?" tanya Ki Bagus Seta. Istrinya ikut mengangguk.
"Hai, Ginggi! Pergi kau!" Ki Bagus Seta setengah
membentak menyuruh Ginggi pergi dari ruangan itu. Sertamerta pemuda itu pun pergi berjingkat dari ruangan itu
sambil menjinjing baki kayu.
Sesampainya di ruangan belakang, Ginggi termangumangu. Dia masih mengingat-ingat pembicaraan penghuni
puri ini barusan. Aneh sekali rasanya, cinta bisa dioper-oper
sedemikian mudahnya. Setahu Ginggi, antara Nyimas
Layang Kingkin dan Banyak Angga sudah lama menjalin
hubungan cinta. Bahkan khabarnya, Pangeran Yogascitra
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pun sudah mengirimkan surat pinangan untuk kepentingan
putranya itu dan Ki Bagus Seta sudah menerimanya.
Sekarang, bagaimana mungkin ikatan ini akan dibatalkan
demikian mudahnya" Yang amat mengherankan adalah sikap Nyi Mas Layang
Kingkin itu sendiri. Masih terbayang di pelupuk mata
Ginggi ketika acara marak dileuwi Kamala Wijaya atau
Leuwi Sipatahunan dalam mengisi acara perayaan
Kuwerabakti beberapa bulan yang lalu. Hubungan
pasangan muda-mudi bangsawan itu demikian mesra dan
intim. Nampak sekali ada perhatian berlebih dari Banyak
Angga terhadap Nyimas layang Kingkin, dan demikian pun
sebaliknya. Beberapa minggu lalu bahkan Ginggi sibuk
mondar-mandir sebab bertugas sebagai pengirim surat
untuk kepentingan dua belah fihak.
"Pantas saja akhir-akhir ini Nyimas Layang Kingkin tak
lagi menyuruhku mengantarkan suratnya ?" gumam
Ginggi dalam kesendirian di ruangan belakang puri.
Begitu tegakah Nyi Mas Layang Kingkin mempermainkan cinta" Namun demikian, pemuda itu pun
ingat akan beberapa kejadian yang berlangsung di kalangan
istana Pakuan ini. Dalam beberapa bulan ini ada putra-putri
bangsawan yang melangsungkan perkawinan. Kebanyakan
dari mereka, perkawinan ini seperti tidak didasari cinta,
melainkan karena kewajiban terhadap orangtuanya semata.
Apabila putrinangganan (salah satu tingkatan jabatan)
dicintai oleh atasannya, misalnya pejabat berpangkat
mangkubumi, maka sang putri akan diserahkannya tanpa
bertanya apakah putrinya itu bersedia ataukah tidak,
apalagi harus berbicara urusan cinta. Keberadaan putraputri bangsawan istana, sepertinya hanya berfungsi sebagi
penguat kedudukan para orangtua belaka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitu pun rupanya yang terjadi atas nasib diri Nyimas
Layang Kingkin. Dulu hubungan antara Nyimas Layang
Kingkin dan Banyak Angga direstui Ki Bagus Seta karena
rupanya murid Ki Darma ini ingin memperkuat
kedudukannya di Pakuan. Bangsawan Yogascitra merupakan orang penting, termasuk kerabat Raja. Mungkin
perhitungan Ki Bagus Seta pada waktu itu, bila bisa
berbesan dengan kerabat Raja, akan memperkuat kedudukannya di Pakuan. Namun belakangan, Bangsawan Yogascitra secara tak
sadar telah menjadi "rival" bagi Ki Bagus Seta. Didukung
oleh pengaruh-pengaruh Bangsawan Soka sebagai sahabat
perjuangannya dalam memperkuat ambisi di Pakuan,
akhirnya Ki Bagus Seta secara berani akan memutuskan
sefihak hubungan pertunangan anaknya dan segera akan
"menyerahkannya" kepada Raja.
Berbesan dengan Raja secara politis akan lebih
menguntungkan ketimbang berbesan dengan Pangeran
Yogascitra yang kemungkinan kelak akan menjadi
penghalang ambisinya. Ya, menurut pengamatan Ginggi, tindak-tanduk sebagian bangsawan Pakuan ini ternyata menyebalkan.
Mereka lebih banyak berbicara urusan kedudukan dari pada
hal-hal yang lainnya. Membela kepentingan rakyat,
misaknya. Sepertinya sudah tak ada lagi kata hati sebab
yang ada hanyalah ambisi!
(O-anikz-O) Pertunangan Dibatalkan Suatu hari, Ginggi pun menyaksikan kerunyaman akibat
dari kebijaksanaan Ki Bagus Seta ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika Ginggi tengah menuntun kuda dijalandurian
(sepanjang jalan menuju istana, tepi-tepinya ditanami
pohon buah durian), dia dicegat oleh Banyak Angga.
Rupanya pemuda itu secara khusus menunggunya. Tiga
kali dalam seminggu, Ginggi sudah biasa membawa kuda
dari Puri Bangsawan Bagus Seta. Kuda-kuda pilihan itu
tinggi besar dan larinya kencang. Tapi kalau kuda-kuda itu
tak dipakai, Ginggi mesti membawanya keliling-keliling
agar binatang itu tidak kaku dan tidak jenuh tinggal di
dalam istal. "Ginggi "!"
"Oh " Raden Angga!"
Ginggi menghentikan langkah-langkah kuda dan menghampiri Banyak Angga yang berteduh di bawah
pohon durian. "Sedang apakah, Raden?" tanya Ginggi menatap wajah
pemuda yang putih dan tampan itu.
"Sudah lama aku tak melihatmu. Biasanya kau datang ke
puriku. Ke mana sajakah kau akhir-akhir ini?" tanya
pemuda itu ikut mengusap-usap leher kuda yang berbulu
hitam tebal. "Saya tak ke mana-mana. Sekurang-kurangnya tiga hari
dalam seminggu saya lewati jalan durian ini," jawab Ginggi
hormat. Namun Ginggi tahu, yang dimaksud pemuda ini
bukanlah apa yang barusan ditanyakannya.
Banyak Angga mengambil sesuatu yang disimpan di
saku bajunya yang lebar. Benda itu ternyata kotak surat
terbuat dari kayu cendana. Tercium wangi kayu itu ketika
pemuda itu menyodorkannya kepada Ginggi.
"Untuk Nyimas Layang Kingkinkah?" tanya Ginggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Banyak Angga mengangguk. "Tolong balasannya, Ginggi?" gumam Banyak Angga
penuh harap. Ginggi hanya menganggukkan kepala, tak
lebih dari itu. Sesudah itu Ginggi mohon diri, takut kalaukalau pemuda itu bertanya lebih jauh perihal gadis
kekasihnya. Hari itu juga kotak surat diserahkannya kepada Nyimas
Layang Kingkin. Dan Ginggi selintas melihat wajah gadis
itu sedikit berubah. Sebentar nampak pucat, sebentar
kemudian bersemu merah. Ginggi akan segera berlalu sebab serasa tak pantas
menyaksikan orang membaca surat.
"Kau tunggulah di sini, Ginggi?" gadis itu mencegah
Ginggi meninggalkan tempat itu. Namun lama sekali, tak
tahu apa yang sedang dilakukan gadis itu di ruangan dalam.
Yang jelas, Ginggi begitu penat menunggunya.
Sesudah menunggu lama, baru kemudian gadis itu
muncul. Wajahnya kelabu dan nampak sekali tengah
gundah. "Ginggi"sudah, pergilah kamu!" gumamnya seperti
bingung. Ginggi hendak berlalu. Tapi kemudian gadis itu
memanggilnya lagi, membuat Ginggi sedikit kesal
dibuatnya. "Ada apakah, Nyimas?" tanya Ginggi menatap gadis itu.
"Aku barusan mau membuat surat balasan. Tapi tak ada
kata-kata yang harus kususun dengan baik. Setiap aku
goreskan kata, setiap itu pula terasa berat tanganku?" gadis
itu sedikit mengeluh. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi harus bagaimana aku?" tanyanya menatap Ginggi.
Yang ditatap hanya tersenyum tipis.
"Bagaimana saya bisa membantu, sedangkan masalahnya saja saya tidak tahu?" jawab Ginggi berpurapura. Gadis itu nampak menghela napas panjang.
"Aku berdosa besar padanya. Bagaimana aku harus
katakan perihalku?" tanyanya lebih ditekankan pada dirinya
sendiri saja. "Saya tak tahu apa-apa, Nyimas?" gumam Ginggi.
"Kau sampaikanlah padanya. Kadang-kadang hidup ini
penuh arti bila sanggup meraih ambisi paling besar. Dan
untuk meraih sesuatu yang paling besar, pengorbanan pasti
terjadi?" kata gadis itu pada akhirnya. Ginggi hanya
mengangguk-angguk pelan. Dan ketika Ginggi mengundurkan diri dari pelataran
rumah di mana gadis itu tinggal, Ginggi berjalan sendirian
di tepi-tepi taman dengan senyum pahit menghias bibirnya.
Barangkali gadis itu tengah terombang-ambing antara
cinta dan ambisinya. Namun ternyata ambisinyalah yang
harus dia menangkan. Dia akan memilih ambisi sambil
mengorbankan cintanya. Cinta" Benarkah gadis itu
memiliki cinta" Benarkah ada cinta yang dia korbankan"
Ginggi teringat kembali obrolan Nyimas Layang Kingkin
dengan Suji Angkara, saudara tirinya. Ketika itu Suji
Angkara nampak gundah-gulana sebab perasaan cintanya
terhadap Nyimas Banyak Inten seperti akan menghadapi
tantangan besar karena harus bersaing dengan cintanya
seorang Raja. Namun perasaan putus asa pemuda ini selalu
dicoba ditepis oleh Nyimas Layang Kingkin. Gadis itu tetap
memberikan dorongan bahkan terkesan mendesak agar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pemuda itu selalu memperjuangkan agar keinginannya
berhasil. Sehingga Ginggi mengira bahwa dorongan-dorongan
gadis itu terhadap Suji Angkara karena perasaan kasih ingin
membela kepentingan sang kakak dalam mendapatkan
cintanya. Namun setelah terjadi peristiwa beberapa hari ini, Ginggi
punya dugaan lain, bahwa Nyimas Layang Kingkin selalu
mendesak Suji Angkara untuk mendapatkan cintanya
Nyimas Banyak Inten karena ada maksud-maksud tertentu.
Bila Nyimas Banyak Inten bisa digaet Suji Angkara, Sang
Prabu Ratu Sakti akan mencari gadis pengganti. Siapa yang
akan menggantikannya" Ya, sekarang hampir terbukti,
siapa yang siap menggantikan kedudukan Nyi Mas Banyak
Inten! Kentara sekali, Nyimas Layang Kingkin sebenarnya
punya ambisi untuk menjadi selir Raja. Ketika gadis itu
ditanya ayahnya tempo hari tentang kemungkinan ini, tak
ada bantahan berarti dari gadis itu, padahal dia tahu dirinya
telah bertunangan dengan Banyak Angga, kakak kandung
Nyimas Banyak Inten. "Hm"pandai sekali mereka mencari peluang?" gumam
Ginggi sambil melangkah menuju bangsal tengah.
Di bangsal ternyata dia sudah dinanti Ki Bagus Seta.
"Lama sekali engkau bepergian, Ginggi?" kata
penghuni puri ini. "Saya berkeliling ke benteng luar agar kuda-kuda tak
merasa jenuh dengan suasana istal. Sudah hampir dua
minggu mereka tidak berlari jauh. Juragan sudah lama tidak
berburu ke lereng Gunung Salak," kata Ginggi menyodorkan alasan. Ki Bagus Seta tidak mengomentari.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia malah mengambil sesuatu dari atas meja yang terletak
di sudut bangsal. "Antarkan kotak surat ini kepada Pangeran Yogascitra,"
kata Ki Bagus Seta menyerahkan kotak kayu cendana
berukir indah. Ginggi segera menerima kotak itu dengan
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kedua belah tangannya. "Harus hari ini juga tiba di Puri
Yogascitra," kata Ki Bagus Seta lagi.
"Baik, Juragan?"
"Nah, pergilah!"
Ginggi kembali berangkat ke luar puri. Berjalan
menyusuri dalem khita, memotong ke lorong yang diapit
dua benteng, ke luar lagi menyusuri jalan berbalay. Tibalah
di Puri Pangeran Yogascitra.
"Ada keperluan apakah Ki Silah (saudara) datang ke puri
ini?" tanya jagabaya sopan. "Saya utusan Ki Bagus Seta,
hendak mengirimkan kotak surat untuk Juragan Yogascitra,
Paman?" kata Ginggi hormat.
"Mari aku antar ke dalam puri?"
"Terima kasih, Paman?"
Ginggi diantar seorang jagabaya, sedangkan seorang lagi
tetap menjaga gerbang. "Ginggi!" Ginggi merandek, melihat
siapa yang berteriak memanggilnya. Ternyata dia adalah
Banyak Angga. "Apakah itu kotak surat untukku, Ginggi?" tanya
pemuda itu bergairah. Hampir saja dia memburunya kalau
Ginggi tak menarik mundur tangannya. "Mengapa Ginggi?"
Banyak Angga heran dibuatnya. Dan berdebar hati Ginggi.
Dia membayangkan, bagaimana kelak rasa hati pemuda itu
bila sudah tahu nasib dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ini surat untuk ayahandamu, Raden?" kata Ginggi.
Pemuda itu masih menatap heran.
"Kiriman dari Juragan Ki Bagus Seta," lanjutnya lagi.
Tapi masih terbayang keheranan pemuda itu terhadapnya.
"Kiriman surat balasan untukku bagaimana, Ginggi?"
Banyak Angga masih penasaran. Yang ditanya hanya
menghela napas kendati hanya sejenak.
"Saya hanya diperintahkan mengirimkan kotak surat ini
oleh Juragan Bagus Seta. Ini pun hanya untuk Juragan
Yogascitra," kata Ginggi mengulang perkataannya yang
sudah diucapkan barusan. "Mari Paman, antar saya menghadap Juragan," Ginggi
mengajak jagabaya pergi. "Biarlah aku yang mengantar dia pada ayahanda," kata
Raden Banyak Angga. "Baik Raden," kata jagabaya dan mohon undur untuk
kembali bertugas di pintu gerbang puri.
"Mari bersamaku?" kata Banyak Angga. Ginggi tak
banyak bicara. Dia melangkah menyusuri jalan kecil
berbalay kerikil yang membawanya ke sebuahpaseban,
Dipaseban (bangsal) yang cukup luas, terlihat dua orang
lelaki tengah duduk bersila saling berhadapan. Mereka
duduk di balai-balai kayu berukir indah.
Ginggi sudah kenal kepada yang berusia setengah baya,
itulah Pangeran Yogascitra. Sedangkan yang seorang lagi,
lelaki berusia tua memakai sorban putih dan berjenggot
putih panjang, Ginggi tak kenal siapa gerangan.
"Sampurasun?" "Rampes?" jawab Bangsawan Yogascitra halus. "Silahkan duduk anakku. Oh ya, siapa yang kau ajak serta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu?" kata bangsawan berwajah ramah itu seraya menatap
Ginggi. "Dia Ginggi, badega Ki Bagus Seta. Dulu pernah ke puri
kita ketika menjemput Raden Suji?" kata Banyak Angga
menerangkan. Mendengar badega ini utusan Ki Bagus Seta, Bangsawan
Yogascitra agak merandek sejenak, kendati kemudian
parasnya kembali biasa. "Duduklah anak muda."
"Terima kasih, Juragan. Saya diutus Juragan Bagus Seta
menyerahkan kotak surat ini?" sambil menyodorkan kotak
kayu cendana dengan kedua belah tangannya.
"Surat apakah ini?" gumam Bangsawan Yogascitra.
"Bacalah sekarang juga agar tak membuat penasaran,
adikku," kata orang tua berjubah putih itu.
Bangsawan Yogascitra pelan-pelan membuka tutup
kotak itu. Di dalamnya ada seikat daun nipah. bangsawan
itu membeberkan susunan daun nipah itu dan segera
membacanya. Lama dia membaca. Namun kian lama
menyimak tulisan di atas daun nipah, semakin berkerut
dahinya. Sesudah selesai membacanya, Bangsawan Yogascita
menatap tajam Banyak Angga.
"Apakah isinya adikku, sepertinya bukan berita
menggembirakan buatmu?" kata orang tua berjenggot
putih. "Sebaiknya Kakanda Purohita meneliti isi daun nipah
ini," kata Bangsawan Yogascitra seraya menyodorkan
untaian surat yang diikat benang hitam itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ginggi kembali memperhatikan orang tua itu. Barangkali
usianya di atas enampuluh tahun. Berwajah lembut dan
seperti berperangai halus. Ginggi pernah mendengar, yang
dimaksud Purohita adalah semacam jabatan kependetaan
di istana yang tingkatannya paling tinggi. Ginggi pernah
mendengar Purohita itu berjuluk Ragasuci.
Purohita Ragasuci membaca rentetan aksara Palawa di
daun nipah dengan wajah tenang. Sesudah selesai
menyimak, pelan-pelan menoleh kepada Banyak Angga
sambil mulut tersenyum. "Sebaiknya sampaikan segera kepada yang bersangkutan
agar hatinya tidak dipenuhi berbagai pertanyaan, adikku,"
katanya kepada Bangsawan Yogascitra.
Ginggi meyaksikan, kedua ayah dan anak saling
pandang. Yang seseorang menatap dengan penuh rasa
penasaran dan yang seorang lagi menampakkan wajah
cemas sedikit murung. "Bagus Seta membatalkan pertunanganmu dengan
Nyimas Layang Kingkin," akhirnya Bangsawan Yogascitra
bicara juga kendati dengan nada sedikit pahit.
Wajah Banyak Angga mendadak memucat dan bibirnya
gemetar. Dia menatap nanar pada ayahnya, kemudian
beralih kepada Ginggi. "Apa artinya ini, Ginggi?" tanyanya dingin.
Ginggi hanya bisa menundukkan kepala.
Untuk kedua kalinya pemuda itu bertanya kepada
Ginggi, kini dengan suara agak tinggi. Namun untuk
kesekian kalinya yang ditanya tak menggoyang bibir meski
hanya sedikit. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia hanyalah seorang badega, tak bisa kau mintai
penjelasan," kata Bangsawan Yogascitra tetap tenang.
"Kalau begitu kita sama-saama berangkat ke puri Bagus
Seta untuk minta penjelasan, Ayahanda!" teriak Banyak
Angga sedikit keras. "Penjelasan sudah ada di dalam surat ini. Mereka
membatalkan pertunangan karena keinginan Sang Prabu.
Beliau berkenan mengangkat Nyimas Layang Kingkin
sebagai selir ?" kata Bangsawan Yogascitra dengan suara
lemah. Ginggi melihat Banyak Angga mengatupkan mulutnya
dan gigi-giginya berkerutuk menahan amarah.
"Saya malah mendengar bisik-bisik di kalangan para
dayang istana bahwa Sang Prabu tengah tergila-gila pada
adikku, Banyak Inten. Mana yang benar?" gumam pemuda
itu dengan nada pedih. "Dalam surat ini, Bagus Seta malah ingin merundingkan
pertunangan putranya, Raden Suji dengan adikmu?"
gumam Bangsawan Yogascitra. Kini giliran tubuh Ginggi
yang mendadak panas dingin. Namun rupanya yang merasa
tak enak atas "penawaran" ini bukan saja Ginggi, Banyak
Angga pun seperti memiliki perasaan ini kendati alasannya
berlainan dengan Ginggi. "Ayahanda, begitu mudahnya mereka menukar-nukar
pertunangan" Benar-benarkah pemuda anak Ki Bagus Seta
itu cinta pada adikku atau sekadar keinginan orangtuanya
untuk stel sana stel sini?" tanya Banyak Angga.
"Bagus Seta menginginkan, kendati hubungan pertunangaan antara kau dan Nyimas Layang Kingkin
batal, tapi katanya jangan sampai hubungan kekerabatan
putus begitu saja. Itulah sebabnya dia mengajukan pinangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agar adikmu dipersunting putra tertuanya yaitu Raden Suji
Angkara. Memang ada benarnya perkataan Ki Bagus Seta.
Tapi entahlah, apakah ucapannya ini terlahir dari maksudmaksud baiknya?" kata Bangsawan Yogascitra.
Ginggi ingin sekali ikut bicara. Tapi akan lancang benar
bila dia tiba-tiba menyela pembicaraan, apalagi suasana
sedang diliputi ketidakenakan.
Sementara itu Bangsawan Yogascitra segera menyuruh
badeganya untuk menjemput Nyamas Banyak Inten di puri
belakang. Seperti ada suara bertalu-talu di dalam dada Ginggi
ketika dari luar datang dua orang. Satu di depan seorang
gadis dan satu mengiringkannya dari belakangnya. Bukan
badega yang tadi disuruh Bangsawan Yogascitra, melainkan
seorang pemuda tampan berpakaian santana, Ginggi hapal
betul, gadis itu tak lain Nyimas Banyak Inten. Dia
melangkah pelan dan pendek-pendek karena kain sutra
warna biru tua berkembang membungkus tubuh agak
sedikit ketat sehingga bentuk-bentuk keindahan tubuhnya
terbayang nyata. Selendang warna kuning tua polos juga
terbuat dari sutra tipis berkibar-kibar di bahunya yang
sebagian terjuntai ke bawah. Indah sekali selendang yang
berkibar itu. Dan keindahan semakin sempurna manakala
matahari senja menyorot tubuh gadis itu menimbulkan
rona-rona cahaya khas. Sedangkan pemuda yang mengiringkannya di belakangnya adalah Purbajaya. Dengan amat santunnya dia
berjalan di belakang sehingga langkahnya terbawa pelan.
Ginggi agak tertegun, mengapa Purbajaya bersama
Nyimas Banyak Inten. Di dalam hatinya seketika timbul
perasaan cemburu. Hanya tentu saja pemuda itu segera
menekan perasaannya yang dianggap gila ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyimas Banyak Inten menyembah takzim baik kepada
ayahnya mau pun kepada Purohita Ragasuci. Sesudah itu
gadis elok berwajah lembut ini segera duduk bersimpuh
dengan kepala tertunduk. "Nampaknya kalian habis berjalan-jalan, ya?" kata
Bangsawan Yogascitra menatap kedua muda-mudi itu
saling bergantian. "Sekadar menghirup udara segar di sore hari,
Ayahanda?" jawab Nyimas Banyak Inten tersipu.
"Dan saya hanya sekadar mengawalnya, Paman
Yogascitra?" kata Purbajaya. Perkataannya ini bagai orang
yang takut mendapatkan kecurigaan karena berani-berani
dekat dengan putri elok penghuni puri ini.
Dan mendengar jawaban ini, Bangsawan Yogascitra
hanya senyum dikulum. Sudah sejak dari Tanjungpura, Ginggi sebenarnya sudah
tahu kepada Purbajaya. Ginggi sebenarnya merasa
bersyukur, pemuda ini hingga kini masih dalam keadaan
bugar. Padahal menurut perkiraannya, pemuda ini tengah
dikuntit bahkan diuber Suji Angkara. Ginggi tak bisa
menduga, mengapa tidak terjadi gangguan dari Suji
Angkara terhadap pemuda ini. Padahal menurut ancaman
Suji Angkara, Purbajaya akan dibereskan saja. Ginggi
menganggap, istilah "dibereskan" artinya dibunuh. Suji
Angkara yang kini dinilai jahat oleh Ginggi, amat beralasan
untuk melenyapkan Purbajaya. Dengan alasan akan
"menghukum" dosa Purbajaya karena telah menyakiti hati
tunangannya sehingga gadis putri Juragan Ilun Rosa mati
bunuh diri, pemuda bejat itu akan berusaha menghapus
jejak kejahatannya. Padahal kini Ginggi mulai yakin, Suji
Angkara di Tanjungpura pasti telah berbuat sesuatu yang
amat merugikan harga diri gadis putri Juragan Ilun Rosa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan amat licin dosa-dosanya dia timpakan kepada
Purbajaya. Sehingga orang-orang di Tanjungpura pasti akan
mengira bahwa kematian gadis putri Juragan Ilun Rosa
karena kesalahan pemuda kekasihnya itu.
"Nampaknya Ayahanda amat berkepentingan memanggil saya. Ada urusan apakah?" tanya Nyimas
Banyak Inten dengan suaranya yang halus dan merdu.
"Benar sekali anakku. Kalau ibundamu masih hidup,
seharusnya akulah dan ibundamulah yang harus duduk
berkumpul di sini, sebab yang akan aku bicarakan ini
menyangkut masa depanmu. Namun sekali pun demikian,
hatiku cukup tenang. Ada Mamanda Purohita di sini. Juga
ada kakakmu. Dan semuanya bisa kita pintakan
pertimbangan-pertimbangannya,"
kata Bangasawan Yogascitra. Tapi ucapan bangsawan ini
Senja Jatuh Di Pajajaran Trilogi Pajajaran Karya Aan Merdeka di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
rupanya menimbulkan kebingungan di hati gadis itu. Buktinya
Ginggi menyaksikan wajah Nyimas Banyak Inten dipenuhi
tanda tanya. (O-anikz-O) Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 17 Dan walau pun gadis itu tidak mengajukan pertanyaan,
Bangsawan Yogascitra nampaknya mengerti isi hati
putrinya. "Aku tidak akan berpanjang-panjang berkata, sebab
pokok tujuannya adalah adanya pengertian di hatimu," kata
Bangsawan Yogascitra. "Hari ini datang surat kiriman dari
Bangsawan Bagus Seta. Isinya, yang pertama membuat
sakit hati kita, yaitu pembatalan pertunangan kakakmu
dengan anak gadisnya," lanjut bangsawan itu.
Sejenak Nyimas Banyak Inten menatap wajah ayahandanya, kemudian menoleh ke kiri ke arah Banyak
Angga yang nampak sejak tadi menundukkan kepala.
"Tapi isi surat yang kedua ada hubungannyaa dengan
nasib dan masa depanmu. Karena Bagus Seta merasa
berdosa telah membatalkan pertunangan kakakmu, dia
tetap ingin menjalin hubungan keluarga dengan kita.
Caranya yaitu meminangmu untuk kepentingan Raden Suji
Angkara!" kata bangsawan berwajah simpatik ini.
Ginggi melirik ke arah Nyimas Banyak Inten. Dia ingin
sekali melongok isi hati gadis itu untuk mengetahui
perasaannya setelah mendengar penjelasan ayahandanya.
"Aku belum akan menolak atau menerimanya, sebab aku
ingin mendapatkan penjelasan atau barangkali pendapatmu
tentang hal ini," Bangsawan Yogascitra menatap gadis itu
berlama-lama. Namun yang ditatap hanya menunduk saja.
Wajahnya kendati ada rona merah namun terkesan tenang
dan seperti tak terpengaruh oleh pertanyaan ini.
"Saya hanya ingin tahu, apakah penyebab batalnya
pertunangan Kanda Banyak Angga dengan Ayunda Nyimas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Layang Kingkin?" gadis itu malah mengajukan pertanyaan
lain. "Pembatalan ini upanya bukan kesalahan Ki Bagus Seta.
Sekurang-kurangnya begitu menurut isi surat ini. Pertunangan antara kakakmu dengan Nyimas Layang
Kingkin terpaksa dibatalkan karena Sang Prabu amat
tertarik terhadap kecantikan gadis itu. Beliau ingin
mempersuntingya sebagai selir, anakku," kata Bangsawan
Yogascitra. Semua orang menatap dalam-dalam sepertinya ingin
sekali mendengar apa pendapat gadis itu.
Dan rupanya gadis itu pun sadar bahwa dirinya tengah
menjadi perhatian semua orang, membuat dirinya menjadi
jengah. Gadis itu terus tertunduk. Sesekali tangannya yang
putih mulus menyeka ujung hidungnya yang mancung
dengan punggung tangannya.
"Engkau belum menjawab perihal rencana pinangan Ki
Bagus Seta padamu," kata Bangsawan Yogascitra masih
menatap putrinya. "Apa yang harus saya kemukakan, padahal saya
hanyalah sekadar gadis bodoh, Ayahanda?" gumam Nyi
Mas Banyak Inten, masih menunduk.
"Seorang anak memang berkewajiban taat terhadap
orangtuanya. Tapi aku menginginkan, kendati anak tetap
taat terhadap orangtuanya, jangan sampai sang anak
menderita karena ketaatannya. Aku ingin hidupmu
bahagia," kata Bangsawan Yogascitra bijaksana. Namun
gadis itu masih tetap tertunduk. Hanya jari-jari tangannya
saja yang melipat-lipat ujung selendangnya.
"Harus kau sadari anakku, aku sendiri sebenarnya tak
punya kepentingan untuk menerima atau menolak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pinangan mereka. Kalau aku tolak, tak akan merugikan
kedudukanku. Sebaliknya pun bila kuterima, kedudukanku
tetap seperti ini. Jadi, urusan menerima atau menolak
pinangan, semuanya engkau yang harus menentukan," kata
lagi Bangsawan Yogascitra menegaskan.
"Entahlah, Ayahanda," kata Nyimas Banyak Inten pada
akhirnya, "Usia saya serasa belum cukup mampu untuk
berpikir urusan cinta. Bila saya yang harus memutuskan,
mungkinkah keputusan saya tidak keliru" Kakanda Suji
memang sudah saya kenal sejak lama. Dia halus
perangainya, santun terhadap sesama. Dia pun menyayangi
dan amat membela saya. Barangkali Ayahanda pernah
ingat peristiwa penyerbuan penjahat ke puri kita," kata
Nyimas Banyak Inten yang diakhiri dengan sepasang pipi
berubah merah ketika menceritakan peristiwa beberapa
bulan silam itu. Mendengar ucapan terakhir gadis itu, darah Ginggi
berdesir dan ada rasa panas di hatinya.
"Naluri wanita saya mengatakan, Kakanda Suji Angkara
ada mengharap sesuatu dari saya," kata lagi gadis itu
menunduk. "Ya, jadi perlukah pinangan mereka kita terima,
anakku?" desak Bangsawan Yogascitra menatap tajam. Tapi
Nyimas Banyak Inten tidak mengiyakannya, membuat
ayahandanya penasaran sekali.
"Maafkan saya Ayahanda," kata gadis itu lagi,
menunduk dan membisu. Melihat kebisuan ini, Banyak Angga menyembah takzim
dan duduknya agak menggeser ke depan.
"Ada apakah, Angga?" tanya Bangsawan Yogascitra
menoleh pada pemuda itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maafkan bila saya lancang berbicara, Ayahanda,"
katanya masih menyembah. "Kau katakanlah apa yang ada dalam pikiranmu,"
Bangsawan Yogascitra mengangkat tangan tanda mempersilakan pemuda itu bicara.
"Saya tak sependapat kepada Ayahanda menyerahkaan
segala keputusan pada Dinda Inten, sebab urusan ini amat
menyangkut kita semua, termasuk nama baik dan harga diri
Ayahanda sendiri," kata Banyak Angga dengan suara
sedikit mantap. "Mengapa, Angga?"
"Apa pun yang jadi alasan Ki Bagus Seta, memutuskan
Kitab Mudjidjad 8 Dendam Membara Karya Kho Ping Hoo Misteri Kapal Layar Pancawarna 10
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama