Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok Bagian 6
di-persiapkan, Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un it-hong
sudah datang lebih dulu dan sedang menunggu kehadirannya.
Ling Kun-gi, Tong Thian-jong dan Un It-hiong sama doyan arak
dan melalap hidangan yang tersedia dengan lahapnya, hanya Lok
san Taysu yang ciajay (makan vegetarian) dan cuma minum teh,
tapi mereka bicara amat cocok dan tak habis2 bahan yang mereka
bicarakan-Habis makan mereka duduk pula sebentar di kamar
samping, lalu kembali ke kamar kerja masing2 melanjutkan tugas
mereka. Lewat lohor, Kun-gi istirahat sebentar, lalu keluar berkunjung ke kamar kerja Tong Thian-jong.
Kontak pembicaraan mereka sudah tentu seperti pembicaraan
Kun-gi dengan Lok-san Taysu. cuma kali ini Kun-gi perlihatkan
pedang pendak pemberian Tong-lohujin serta menjelaskan asal
usul sendiri secara ringkas, cara bagaimana dia menyamar
ciam-Liong Cu Bun-hoa untuk menyelundup ke sarang musuh ini.
Akhirnya dia keluarkan Pi-tok-cu, sehingga racun yang
mengganggu di tubuh Tong Thian-jong pun berhasil dicuci bersih.
Hari kedua pada waktu yang sama, dengan cara yang sama dia
berkunjung ke tempat Un It-hong serta melenyapkan racun di
tubuhnya juga. Langkah pertama ini dia telah berhasil dengan baik, sudah tentu tetap di luar tahu Ling-hong dan Long-gwat, kedua pelayan yang
selalu mengawasi gerak-gerik mereka setiap hari, apa yang mereka lihat dan perkembangan apa yang terjadi pasti dilaporkan kepada sang cengcu alias CekSeng-jiang.
Dan Cek Seng jiang justeru menaruh curiga, maklumlah ciamliong Cu Bun-hoa seorang tokoh kosen, namanya juga beken,
setelah diundang kemari dengan cara penculikan, meski dilayani
sebagai tamu agung terhormat betapapun di tempat ini dia akan
selalu kehilangan kebebasan, tak mungkin sedemikian getol dan
besar perhatiannya terhadap getah beracun serta berusaha
menemukan obat penawarnya. oleh karena itu dia perintahkan
kepada Ling-hong dan Long-gwat yang ada di Hiat-ko-cay, serta
Hing-hoa yang ada di kamar obat, serta ing-jun yang ada di kamar Cu Bun-hoa, untuk lebih memperketat pengawasan terhadap cu
Bun -hoa. Disamping dia suruh anak angkatnya Dian Tiong-pit
bertanggung jawab untuk memperkuat penjagaan dan
pengintipan, setiap saat harusselalu mengawasigerak-gerik
keempat"tamu agung" itu.
Sudah tiga hari Ling Kun-gi melakukan tugas kerja di
Hiat-ko-cay. selama tiga hari ini dia sibuk, botol2 besar kecil sama berserakan di atas meja kerjanya, ada puyer, ada cairan obat, ada pula dedaunan, maka kamar kerjanya itu diliputi bau obat yang
tebal. Sudah tentu Cek Seng-jiang tidak percaya begitu saja bahwa dia
betul sedang menyelidiki obat penawar, dia berpendapat gairah
kerjanya itu justeru sedang berdaya untuk menemukan obat
penawar Lwekang yang ada ditubuhnya. Untuk soal ini dia tidak
perlu kuatir, karena di dalam kamar obat itu hakikatnya tiada
satupun bahan obat yang tulen untuk meramu obat penawar racun
yang membuyarkan Lwekang mereka. Terutama "tamu" yang telah berada di Coat Sin-san-ceng, tumbuh sayappun jangan harap bisa
terbang keluar. Tengah hari ketiga, setelah makan siang, seorang diri Kun-gi
beranjak ke kamar kerja sendiri, perasaannya terasa berat seperti dibebani apa-apa. Karena selama tiga hari ini, setelah berlangsung pembicaraan dengan Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un Ithong, walau dia sudah punahkan racun di badan mereka, namun
persoalan pelik yang mereka hadapi dan sukar diatasi masih bertumpuk2. Umpamanya: "Kenapa Cek Seng-jiang bersusah payah dengan
berbagai muslihat mengundang mereka kemari" Sudah tentu soal
getah beracun ciptaan Sam-goan hwe yang diceritakan itu tak
boleh dipercaya, kalau tidak mau dikatakan hanya bualan belaka, tapi dari mana sebetulnya getah beracun itu" Kenapa dia ingin
cepat2 memperoleh obat penawarnya"
Lok-san Taysu berpendapat, Cek Seng-jiang adalah orang yang
diberi tugas mengepalai Coat Sin-san-ceng dan minta mereka
berdaya menemukan obat penawarnya, di belakang tabir semua
persoalan ini tentu masih ada biang keladinya. Lalu siapa orang yang ada dibaliktabir" Apa pula tujuannya"
Waktu datang jelas terlihat dirinya berada di depan sebuah
perkampangan di kaki bukit, kenapa kenyataan Coat Sin-san-ceng
sekarang dikelilingi air, di luar lingkaran air dipagari gunung pula"
Umpama mereka tumbuh sayap juga jangan harap bisa terbang
pergi. Sudah tentu persoalan yang paling penting adalah getah
beracun itu, menurut Tong Thian jong dan Un It-hong yang ahli di bidang racun, getah yang amat keras kadar racunnya ini sungguh
sulit untuk meramu obat penawarnya. Walau komplotan ini
mempunyai getah beracun yang begini lihay, tapi selama obat
penawarnya belum diperoleh, mereka masih jeri dan ragu2 untuk
bergerak. tapi betapapun hal ini cukup prihatin dan besar
bahayanya. Seumpama seperti apa yang dikatakan Cek Seng Jiang,
mereka bertindak terhadap golongan hitam atau aliran putih dari kaum persilatan, maka petaka yang akan menimpa setiap insan
persilatan sungguh sukar dibayangkanDuduk di belakang meja kerjanya, pikiran Ling Kun-gi semakin
butek. semakin dia pikir terasa persoalan semakin ruwet dan sukar diraba.
Mendadak terpikir olehnya, segala persoalan yang dihadapinya
melulu menyangkut getah beracun ini, semua persoalan timbul
juga karena getah beracun ini, kalau obat penawarnya bisa
ditemukan, segala persoalan dengan sendirinya tiada lagi.
Mengingat obat penawar, seketika dia teringat pada Pi-tok-cu di dalam kantongnya. Pi-tok-cu dapat menawarkan segala macam
racun di jagat ini, sudah tentu bisa pula menawarkan kadar racun getah itu. Segera dia merogoh keluar mutiaranya. dengan hati2
dan pelan2 dia tutulkan mutiaranya ke atas getah yang dia taruh di tatakan-Sungguh tak terduga hanya sedikit menutul saja,
mendadak terdengar suara "ces" yang cukup keras dipermukaan tatakan, bunyi seperti lembar besi yang membara tiba2 di
masukkan ke dalam air, getah beracun yang ada di tatakan
seketika mengepulkan asap kuning yang tebal. Keruan kaget
Kun-gi bukan main, lekas dia periksa Pi-tok-cu di tangannya,
untung tidak kurang suatu apa2.
Pada saat itulah, didengarnya pintu kamar kerjanya terbuka,
Long-gwat, pelayannya secara diam2 melangkah masuk membawa
poci berisi air teh. Untung Kun-gi cukup cekatan, lekas dia
sembunyikan mutiarakedalambajunya.
Sudah tentu Long-gwat sempat melihat asap kuning yang
menguap dari tatakan, matanya mengerling Kun-gi, katanya
tertawa: "Kenapa Cu-cengcu tidak istirahat sebentar" Sibuk kerja terus."
Kun-gi angkat kepala sambil berkata tertawa: "Saking iseng, Lohu coba2 pakai beberapa macam obat ini untuk mencoba kadar
racunnya." "Semangat kerja cu cengcu memang menyala2 . . . . " sembari bicara dia maju mendekati meja, baru saja dia mau menuang
secangkir teh untuk Kun-gi. Mendadak ia menjerit tertahan,
cang-kir dan poci dia taruh di atas meja, serunya kegirangan:
"Cu-cengcu, kau berhasil coba lihat, getah di tatakan ini sekarang berubah menjadi air bening."
Memang betul, setelah asap kuning lenyap dari permukaan
tatakan, getah setengah tatakan yang semula berwarna hitam
legam kini telah berubah menjadi air bening.
Karena Long-gwat tadi masuk secara mendadak. Kun-gi sibuk
menyembunyikan mutiara, bukan saja tidak memperhatikan
perubahan yang terjadi di dalam tatakan, malah sekenanya dia
bilang sedang mencoba dengan beberapa macam jenis obat. Kini
setelah mendengar teriakan Long-gwat, diam2 ia mengeluh: "Wah, terlihat oleh dia, urusan mungkin bisa runyam?" Terpaksa dia harus bersikap kejut2 girang. segera ia pura2 periksa air bening di dalam tatakandenganseksama, akhirnyaiabergelaktertawa.
Dengan tertawa senang Long-gwat memberi hormat kepada
Kungi, katanya: "Selamat cu-ceng-cu pasti akan berhasil
menemukan obat penawarnya."
Tiba2 berubah kaku mimik tawa Kun-gi, kedua matanyapun
jelalatan kian kemari sementara tangan sibuk membalik2 botol
diatas meja yang berserakan, dengan lagak gugup tangan yang
lain garuk2 kepala, serunya: "celaka, barusan Lohu ambil beberapa macam obat terus diaduk dan diramu jadi satu, entah obat2 mana
saja tadi yang telah kugunakan untuk menawarkan getah beracun
ini?" Long gwat tertawa, katanya: "cu-cengcu sudah berhasil
menawarkan getah beracun ini, asal dicoba lagi beberapa kali pasti akan berhasil ditemukan dengan mudah, ini kabar baik, sungguh
gembira, sayangcengcukitatidakdirumah.. . ."
Tergerakhati Kun-gi, tanyanya:"Cek-cengcupergi ke mana?"
"Hamba tidak tahu, semalam cengcu keluar, mungkin besok
malam baru pulang," lalu dia tuang secangkir teh dan berkata:
"cengcu tiada, tapi ada Kongcu yang bertanggung jawab di sini, Cucengcu berhasil menawarkan getah beracun ini, hamba harus
segera melaporkan kabar baik ini kepada Kongcu." Habis bicara pelayan itu terus berlari keluar.
"Nona, tunggusebentar,"cegahKun-gi.
"Cu-cengcu ada pesan apa?" seru Long-gwat berhenti.
"Kongcu yang nona katakan, tentunya anak Cek-cengcu?"
"Dian-kongcu adalah anak angkat cengcu kita."
"Entah siapakah nama Dian-kongcu?"
"Dian-kongcu bernama Tiong-pit."
Ling Kun-gi manggut2, katanya sambil mengelus jenggot:
"Getah beracun ini hanya secara kebetulan dapat kupunahkan, tapi belum bisa aku menemukan obat2 ramuan yang mana adalah
penawar yang sebenarnya, kalau dikatakan berhasil maka baru
lima puluh persen saja, perlu kucoba pula untuk beberapa kali,
oleh karena itu, kukira hal ini belum saatnya untuk dilaporkan
kepada Kongcu kalian ........"
"Hamba tahu, tapi kalau hal ini tidak kulaporkan, bisa jadi kepalakuakandipenggal?"habisberkataburu2 dia berlari pergi.
Kun-gi jadi menjublek di tempatnya, pada saat dia ragu2 dan
merancang sikap apa yang harus dia lakukan untuk menghadapi
perkembangan selanjutnya, tampak daun pintu terdorong, Linghong tampak berlari masuk sambil berseri senang, katanya sambil memberi hormat: "Konon Cu-cengcu berhasil menawarkan getah beracun, buru2 hamba kemari menyampaikan selamat kepada Cucengcu."
Kun-gi bergelak tertawa, katanya: "Terima kasih nona, Lohu hanya menemukan obat penawarnya secara kebetulan."
"Itupun berkat usaha Cu-cengcu. Konon getah beracun ini tiada obat penawarnya di dunia ini, kini kenyataan Cu-cengcu berhasil menawarkannya,"demikian Ling-hong.
"Ah, masih terlalu pagi untuk dikatakan berhasil," ujar Kun-gi.
Tengah bicara, tampak Lok-san Taysu, Tong Thian-jong dan Un
It-hong yang mendengar kabar itu serempak juga masuk ke
kamarnya. Lekas Ling-hong mengundurkan diri.
"omitohud" Lok-san Taysu bersabda, "Lolap dengar Cu-cengcu berhasil menawarkan getah beracun itu, sungguh menyenangkan
dan harus diberi selamat" Habis berkata lalu dengan Thoan-im-jip-bit dia bertanya: "Apa yang telah terjadi?"
Untuk memberi kesempatan Lok-san Taysu bicara dengan
Kun-gi, sengaja Tong Thian-jong tertawa keras, katanya: "Cu-heng memang lihay, tiga bulan kami bersusah payah tanpa berhasil,
hanya tiga hari Cu-heng datang lantas berhasil memunahkan getah beracun ini."
"Ah, mana, mana?" ujar Kun-gi merendah hati, lalu dia jelaskan kejadian tadi.
Un It-hong lantas menyambung "Dalam waktu singkat ini pasti Cu-heng bisa meramu obat penawar yang lebih sempurna lagi"
Berkerut alis Lok-san Taysu, sejenak dia merenung, katanya
dengan mengirim gelombang suara: "Bahwa Pi-tok-cu dapat
memunahkan getah beracun memang satu hal yang patut dibuat
girang, selanjutnya getah beracun ini tidak perlu ditakuti lagi, tapi hal ini sudah telanjur terjadi, Cek Seng-jiang pasti akan
mendesakmu agar selekasnya meramu obat penawarnya yang asli,
sementara waktu mungkin kau bisa berpura2, kalau sampai berlarut2 lama mungkin mereka akan curiga."
"Biarlah kita bekerja melihat gelagat saja," sahut Kun-gi, "yang penting, sekarang kita harus selekasnya menemukan muslihat dan
tujuan mereka" Siapa pula yang berada dibelakang layar
mengendalikan Cek Seng-jiang" Kalau sekaligus dapat kita bongkar seluruhnya, sudahtentubaiksekali."
Sampai di situ pembicaraan mereka, tampak Ling-hong
melangkah datang dengan cepat, katanya memberi hormat: "Lapor Cu-cengcu, Kongcu kami tiba."
Terdengar langkah ringan dengan ter-buru2, cepat sekali Longgwat telah mendorong pintu. Tampak seorang pemuda berjubah
biru dengan gelung rambut berkundai emas di atas kepala
melangkah masuk dengan bersenyum, katanya sambil menjura:
"Siautit Dian Tiong-pit memberisalamhormat kepadapamancu."
Sekarang lebih nyata bagi Kun-gi bahwa Dian Tiong-pit ini
memang pemuda baju biru yang telah dikuntitnya sejak dari
Kayhong itu, lekas iapun membalas hormat, katanya: "Dian-siheng tak perlu banyak adat."
Alis menegak. mata besar bersinar, sikap gagah dan kereng,
demikianlah keadaan Dian Tiong-pit, kini dia bersikap hormat dan ramah, ber-turut2 ia-pun memberi salam kepada Lok-san Taysu,
Tong Thian-jong dan Un It-hong, lalu berkata pula kepada Kun-gi:
"Siautit dengar katanya paman cu berhasil memunahkan getah beracun, inilah kabar gembira, sungguh keberuntungan besar
kaum persilatan di seluruh jagat pula, sayang Gihu kebetulan
keluar rumah, sengaja Siautit kemari menyampaikan selamat,
sekaligus mohon pamancuda-tangke
Kiam-kheksebetaruntukbicara."
"Khian-khek memang belum pernah dikunjungi, kebetulan
sekiranya dirinya diajak kesana, lekas Ling-Kun-gi berkata: "Terima kasih atas undangan Dian-siheng. Baiklah Lohu iringi
kehendakmu." Terunjuk rasa senang pada wajah Dian Tiong-pit, katanya:
"Baik, silahkan paman cu"
Berkelebat rona curiga pada sorot mata Tong Thian-jong, lekas
dia berkata dengan Thoan-im-jip-bit kepada Ling Kun-gi: "Sorot mata bocah she Dian ini agak mencurigakan, Ling-lote harus
hati2." Kun-gi memberi hormat dan pamit sebentar kepada Lok-san
Taysu bertiga terus keluar. Pada saat bicara, diam2 dia
mengangguk kepada Tong Thian-jong.
Dian Tiong-pitpun memberi hormat dan mohon pamit kepada
mereka bertiga, lalu berkata: "Marilah Siautit menunjukkan jalannya." Lalu dia mendahului berjalan di muka.
Khiam-khek terletak bagian ujung barat, sekitarnya dikelingi air, tepat di tengah2 air sana berderet tiga petak gardu yang dikelilingi pagar kayu,jembatan batu yang menghubungkan darat dan ketiga
gardu itu berliku sembilan kali, letaknya kebetulan saling
berhadapan dengan Hiat-jo-cay di sebelah timur sana.
Di bawah iringan Dian Tiong pit, setelah melewati jembatan
batu sembilan liku, langsung menuju ke deretan tiga gardu di
tengah air sana, gardu ini ditabiri kerai bambu, kelihatan amat hening dan tenteram, Baru saja mereka tiba di depan gardu,
seorang dayang pakaian hijau segera menyingkap kerai dan
membungkuk hormat kepada Dian Tiong-pit, katanya: "Siancu
sudah menunggu di dalam gardu, harap Kongcu mengiringi
Cu-cengcu ke dalam menemui beliau." DianTiong-pitmembalikdan menyilakan,"Silahkanpamancu"
"Lohu baru datang, Dian-siheng jangan sungkan, silakan tunjuk jalannya," ujar Kun-gi. Ter-paksa Dian Tiong-pit beranjak masuk lebih dulu.
Itulah sebuah kamar tamu yang kecil tapi terpajang serba
sederhana dan serasi dengan keadaan dan suasana, meja kursi
seluruhnya terbuat dari bambu kuning, pada sebuah kursi yang
terletak di sebelah atas duduk seorang nyonya muda berpakaian
ala puterikeraton, melihat Dian Tiong-pit masuk mengiringi Ling Kun-gi, matanya me-ngerling pelan2 berdiri.
Sekali pandang, Kun-gi lantas kenal nyonya muda yang
dipanggil Siancu ini ternyata adalah Hian-ih-lo-sat.
Hal ini tidak menjadikan dia heran atau kaget, karena Hian-ih-losat memang sekomplotan dengan peristiwa Cin-Cu-ling itu.
Lekas Dian Tiong-pit maju memberi hormat, katanya: "coh ih (bibi coh), paman cu telah da-tang." Lalu dia berkata kepada Ling Kun-gi: "inilah bibi coh, anggota keluarga Gihu, ayah sedang keluar, segala urusan besar-kecil dalam Coat Sin-san-ceng ini ada bibi coh yang mengurus dan bertanggung jawab, tadi mendapat
laporan bahwa paman cu berhasil memunahkan getah beracun,
maka beliau ingin berhadapan dengan paman cu maka Siautit
diperintahkan mengundang paman Cu kemari."
Pada saat Dian Tiong-pit bicara, sepasang mata Hian-ih-to sat
menatap Kun-gi lekat2 kini iapun berkata dengan tersenyum:
"Sudah lama ku-dengar nama besar Cu-cengcu dari Liong-bin-sanceng, hari ini dapat berhadapan dan ternyata memang tidak
bernama kosong." Lalu dia melirik Dian Tiong-pit dan mengomel: "Dian-toasiauya, Cu-cengcu adalah tamu kita, lekas silakan duduk"
Ter-sipu2 Dian Tiong-pit mengiakan, dan angkat tangan:
"Silakan dudukpaman cu"
Kun-gi memberi hormat pada Hian-ih-lo-sat, katanya: "Kiranya nona coh, beruntung dapat bertemu." Lalu dia duduk di hadapan Hian-ih-lo-sat.
Dian Tiong-pit hanya berdiri saja di samping dengan sikap
hormat. Pelayan masuk menyuguhkan air teh. Kata Hian-ih-lo-sat:
"Silakan minim Cu-cengcu." Lalu dia berpaling pada Dian Tiong-pit di samping: "Aku mau bicara dengan Cu-cengcu, kau boleh keluar saja."
Dian Tiong-pit mengiakan dan mohon diri.
Segera Kun gi berkata sambil menatap muka orang: "nona coh mengundangku kemari, entah ada urusan apa?"
"Dalam waktu dua hari Cu-cengcu berhasil memunahkan getah
beracun yang tiada obat penawarnya di kolong langit ini, sungguh suatuhalyang menggembirakan, tapijuga agak mengherankan."
Tergerak hati Kun-gi, katanya: "Darimana nona tahu kalau
getah beracun milikSam-goan-hwe itutiadaobatpenawarnya?"
Melenggong Hian-ih-lo-sat oleh pertanyaan yang tak pernah
diduganya ini, dia bersenyum lebar, katanya: "Paling tidak sebelum hasilCu-cengcu ini, racun ini tiadaobatpenawarnya. "
"Sebetulnya cayhe juga tidak yakin, namun kegaiban telah
terjadi secara kebetulan, sejauh ini caybe masih belum tahu
kenapa macam obat di antaranya yang cocok dalam ramuan itu
untuk mengubah getah beracun itu menjadi air bening" Semula
kupikir sebelum semua ini menjadi sempurna, sebaiknya hal ini
jangan diketahui orang banyak."
"o,jadiCu-cengcu maumenyembunyikankesuksesanmuini?"
Ling Kun-gi menyengir, katanya: "Ada sesuatu yang tidak nona coh ketahui, usahaku ini baru berhasil dalam langkah permulaan, perlu diselidiki lebih mendalam pula, setelah diadakan beberapa kali percobaan pula baru akan bisa ditemukan obat penawarnya
yang benar2 tulen."
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Entah berapa lama Cu-cengcu akan menemukan obat
penawarnya yang tulen itu?"
"Sukar dikatakan, yang terang aku akan kerja keras."
Pembicaraan soal getah beracun berakhir sampai di sini. Tapi
Hian-ih-lo-sat kelihatannya suka ngobrol, dia unjuk senyum
menggiurkan kepada Kun-gi, lalu bertanya: "Kudengar Cu-cengcu punya seorang puteri yang cantik, orang2 Kangouw memanggilnya
Liong-bin-it-hong, entah siapa namanya dan berapa usianya?"
Diam2 Kun-gi mengeluh dalam hati, hal2 yang ditanyakan ini
padahal tidak pernah dia ketahui sebelumnya, beruntung dia tahu kalau Pui Ji-ping punya seorang Piauci, usianya sebaya meski agak lebih tua sedikit, kalau Pui Ji-ping berusia 19 ia yang selama bicara Ji-ping tidak menyebut siapa piaucinya, kini Hian-ih-lo-sat
bertanya, otaknya yang cerdik segera berpikir kalau Piau-moay
bernama Jiping, bukan mustahil sang Piauci bernama Ji-lan, maka dengan gelak. tertawa dia menjawab: "Puteri-ku bernama Ji-lan, tahun ini berusia 19"
Hian-ih-lo-sat tersenyum manis, katanya: "Cu-cengcu, di sini ada seorang, entah kau mengenalnya tidak?" Lalu dia berpaling dan berseru: "Giok-je, suruhlah Ho Tang-seng kemari."
Seorang pelayan di luar pintu segera meng ia-kan terus berlalu.
Diam2 Kun-gi menimang2. "Entah siapa pulia Ho Tang-seng ini"
Kenapa dia menyuruhnya kemari" Mungkinkah dia kenal baik
dengan cu-ceng-cu" "
Cepat sekali pelayan itu sudah kembali dan berseru: "Lapor Siancu, Ho Tang-seng sudah datang."
"Suruh dia masuk"
Kerai disingkap. masuklah seorang laki2, bermuka burik beralis
tebal dan berpakaian ketat warna ungu, dengan munduk2 dia
memberi hormat serta berseru: "Hamba Ho Tang-seng menghadap Siancu."
"Ya," Hian-ih-lo-sat tertawa, katanya: "Cu-cengcu masih mengenalnya?"
"Ho-congsu ini memang seperti pernah kulihat entah di mana."
Seperti tertawa tapi tidak tertawa Hian-ih-lo-sat meliriknya,
katanya. "Ho Tang seng, hayo mem-beri hormat kepada Cucengcu." "congsutidakusah banyakadat."
Hian-ih-lo-sat Cekikan, katanya: "Kalau demikian, Cu-cengcu tidak menyalahkan dia telah berkhianat terhadap
perkampunganmu, kinidia mondokdiperkampungankami."
Diam2 tersirap darah Ling Kun-gi, bila Ho Tang-seng betul2
orang dari Liong-bin-san-ceng. kalau anak buah saja tidak kenal, bukankah diri-nya telah menunjukkan gejala2 kurang sehat"
Untung otaknya encer, sorot matanya menunjukkan perasaan
dingin menampilkan amarah yang tertekan, katanya tawar sambil
mengelus jenggot: "cay-he sendiri telah kini menjadi tawanan di sini, apa-lagi hanyaseoranganakbuahku?"
Hian-ih-lo-sat tetap tersenyum, katanya, "Ho Tang-seng tiada tempat berpijak di Liong-bin-san-ceng, maka terpaksa dia lari
kemari, harap Cu-cengcu tidak marah " Lalu dia berpaling dan tanya pada orang itu "Berapa tahun kau berada di
Liong-bin-san-ceng?"
"Dua tahun," sahut Ho Tang-seng.
"Cu-cengcu punya seorang puteri, siapa namanya dan berapa
usianya, kau tahu?" "siocia bernama Ya-khim, berusia 19."
Hian-ih-lo-sat manggut2, tangannya mengulap. katanya: "Kau boleh pergi." Ho Tang seng segera mengundurkan diri.
Rada kelam air muka Hian-ih-lo-sat, kata-nya menatap Ling
Kungi dengan nada setengah menyindir: "cu cengcu, menyebut nama puterimu sendiri kok salah?"
Berubah roman Kun-gi, katanya dengan gusar: "Apakah tidak
keterlaluan kata2 nona?"
"Bicara terus terang, kurasa wajah Cu-cengcu mungkin juga
dirias sedemikian rupa."
Sikap Kun-gi semakin garang, katanya: "Lo-hu berjalan tidak perlu ganti nama, duduk tidak perlu mengubah she, kenapa harus
pakai meriasdirisegala?"
"Memangnya aku juga berpikir demikian, tapi melihat
kenyataannya mau tidak mau aku harus bercuriga."
"Maksud nona, kalian salah mengundangku kemari?"
"Mungkin demikian, cuma kupikir apakah kau sengaja mewakili Cu-cengcu kemari."
"Sengaja mewakili Cu-cengcu?" kata2 ini betul2 menggetar sanubari Ling Kun-gi, diam2 ia kerahkan tenaga di tangan kiri,
mukanya kereng, katanya: "Apa, maksud nona?"
"Jangan marah Cu-cengcu, aku hanya ingin membongkar
rahasia hatiku sendiri, tiada maksud jahat terhadapmu," tanpa menunggu Kun-gi bersuara, dia lantas menambahkan: "peduli
Cu-cengcu tulen atau palsu kau tetap adalah tamu agung
terhormat di Coat Sin-sanceng ini."
Kun-gi bersikap tidak mengerti, katanya sambil menatap
Hian-ihlo-sat: "Apa maksud nona sebenarnya?"
"Dihadapan seorang asli tidak perlu berbohong," tiba2
Hian-ih-losat cekikikan, "semalam di Liong-bun-kin aku menawan seorang, kalau dibandingkan dengan kau "Cu-cengcu", dia agak sedikit mirip."
"Agaksedikitmirip", maksudnyaorangyangdibekuknyasemalam itupastiadalah ciam-Liong Cu Bun-hoayangtulen.
Semula Kun-gi masih ragu, tapi setelah dia hitung waktunya,
memang saatnya tepat sesuai janji Cu Bun-hoa untuk meluruk
kemari menolong dirinya dari luar, jadi kini cu Bun-boa telah
tertawan oleh musuh. Bagaimana ilmu silat Cu Bun-hoa ia sendiri tidak tahu. Tetapi Kim Kay-thay, Un It-kiau, Lam-kiang-it-ki dan tokoh2 silat lainnya ber-turut2 menghilang, kemungkinan
semuanya telah menjadi tawanan komplotan Cin-Cu-ling, bahwa
ciam-Liong juga menjadi tawanannya, kiranya dapat dipercaya.
Cuma di mana orang2 ini di sekap" Apakah di dalam Coat Sinsan-ceng juga" Mendadak dia ingat pada ibunya yang telah
menghilang beberapa waktu lamanya, kemungkinan beliau juga
terkurung bersama orang banyak ini. Bukan Mustahil di taman
bunga initerdapat kamar tahanan dibawah tanah.
Melihat sekian lama orang tidak bersuara, dengan suara lembut
Hian-ih-lo-sat berkata pula: "Kini kau sudah percaya?"
"Lohu justeru tidak percaya, di kolong langit ini mana bisa muncul dua ciam-Liong Cu Bun-hoa sekaligus."
"Yang tulen tentu hanya satu, kalau Cu-Ceng cu punya minat, bisa kubawa kau melihatnya," demikian ajak Hian-ih-lo-sat.
"Baiksekali, Lohu memang ada maksud ini."
"Bolehkah ini dinamakan pertemuan dua naga" Dua ciam-long
bernama Cu Bun-hoa akan saling berhadapan, kisah ini tentu akan menjadidongeng yang mengasyikandi Bu-lim."
LingKun-giberdiri, katanya:"Dimanadia?"
"Mari Cu-cengcu ikut aku," lalu Hian-ih-lo-sat menuju gardu atau paseban sebelah.
Agaknya sedikitpun dia tidak menaruh prasangka apa2, dia
berjalan di depan membelakangi Ling Kun-gi, seluruh Hiat-to di
belakangnya berarti terpampang di hadapan anak muda itu. Jarak
kedua orangpun amat dekat, asal mau ulur tangan Kun-gi pasti
bisa membekuknya. Tapi Hian-ih-lo-sat berjalan dengan gemulai
seolah2 dia yakin bahwa Ling Kun-gi tidak akan berani turun
tangan terhadap dirinya. Kun-gi sendiri juga ragu2 dan kebat-kebit, terpaksa ia ikuti
masukke sebuahkamar kecildi belakang paseban.
Waku ia awasi kamar kecil ini, tampak di sebelah timur sana, di atas sebuah dipan kayu rebah telentang seorang. Wajahnya
tampak halus putih, alisnya tebal, jenggot hitam sebatas dada,
sekilas pandang dia lantas tahu wajah orang ini mirip sekali dengan muka dirinya, muka asli ciam-Liong Cu Bun-hoa.
Sudah tentu Kun-gi tidak tahu bahwa orang ini ciam-Liong tulen
ataupalsu"Tanpaterasaia, mengejek:"Miripsekalisamarannya."
Hian-ih-losat meliriknya, katanya dengan hambar: "Kau tidak percaya kalau dia ini yang tulen?"
"Nona coh tadi mengatakan, yang tulen hanya ada satu"
Kenapa tidakkau suruh diabangun, supayaLohu menanyaidia"
"Membangunkan dia boleh saja, kalau tidak mana Cu-cengcu
mau menyerah dan tunduk lahir batin, betul tidak?" lalu dia menambahkan:"cu-,cengcuyangsatuinihanyatertutukjalan darah penidurnya, tolong kau sendiri yang turun tangan membuka Hiat-tonya, kau boleh tanya siapa dia?"
Kun-gi mendengus sekali, kuatir dijebak orang, diam2 ia
kerahkan tenaga di kedua lengan, pelan2 dia mendekati
pembaringan dan membuka Hiat-to penidur Cu Bun-hoa.
Cepat sekali Cu Bun-hoa sudah membuka mata dan pelan2 dia
bangkit berduduk, keadaannya seperti amat payah dan letih,
namun sorot matanya memancarkan amarah, sekilas dia pandang
kedua orang ,dihadapannya. Waktu melihat seorang laki2 yang
berparas mirip dirinya berdiri di depan pembaringan, sekilas dia tampak melenggong, bentaknya rendah: "Perempuan hina, kalian mau berbuat apa terhadap diriku?"
Begitu dia buka suara, Kun-gi lantas tahu bahwa orang ini
memang ciam-Liong cu un-hoa yang asli, keruan ia kaget.
Hian-ih-lo-sat cekikikan, katanya: "Cu-cengcu mesti marah
begini rupa" Beginilah duduk persoalan-nya, Cu-cengcu yang kami undang kemari tidak percaya bahwa kau adalah cengcu dari
Liong-bin-sanceng, maka terpaksa kuiringi dia kemari melihatmu, kukira kalian satu sama lain pasti kenal, tak perlu aku
memperkenalkan kalian lagi."
Terunjuk rasa kaget, heran serta curiga sorot mata Cu Bun-hoa,
katanya setelah mengawasi Ling Kun-gi : "Siapakah cengcu Liong-bin-san-ceng" Lohutidaktahu."
"Kenapa Cu-cengcu masih pura2" Sejak kutawan tadi, mukamu
sudah kucuci bersih, siapa di antara kalian adalah Cu-cengcu tulen, tentu kalian sendiri mengerti."
"Sedikitpun aku tidak mengerti," seru Cu Bun-hoa marah. Lalu dia berpaling kepada Ling Kun-gi, bentaknya: "Siapa kau?"
Sekilas Kun-gi mengerut kening, tapi otaknya yang cerdik lantas berkeputusan bagaimana dia harus bersikap katanya, ter-gelak2:
"Siapa Lohu" Kalian memang pandai main sandiwara. Di dalam bubur kalian menaruh racun, menutuk Hiat-to di dadaku lagi,
dalam hatikaliansudah tahusendiri, kenapatanyakepadaku malah?"
Kalau kepepet timbul akalnya, secara tidak langsung kata2nya
ini memberi mengingatkan Cu Bun-hoa yang sembunyi di kamar
rahasia, bahwa dia pasti menyaksikan bagaimana In Thian-lok
menutuk Hiat-tonya, kalau Cu Bun-hoa dihadapannya ini samaran
pihak lawan sengaja mau menjajal dirinya, maka kata2nya itupun
tidakakan menarikperhatianpihaklawanTernyata sorot mata Cu Bun-hoa tampak berubah, mendadak
dia bertanya dengan mengirim gelombang suara, "Betulkah kau Linglote?" -Kini terbukti bahwa Cu Bun-hoa dihadapannya memang tulen.
Dengan mengelus jenggot dan manggut2 Kun-gi menjawab
dengan gelombang suara: "cayhe memang Ling Kun-gi, bagaimana Cu-cengcu bisa tertawan mereka?"
"Lohu terjebak dan di bokong oleh perempuan siluman itu
.........." Keduanya saling tatap dan pura2 saling mengamati, mereka
bicara secara diam2, tapi sampai di sini pembicaraan mereka tiba2
Hian-ih-lo-sat cekikikan, tukasnya: "Kalian sudah selesai bicara?"
tangannya menuding ke arah Cu Bun-hoa, katanya lebih lanjut:
"Kukira Cu-cengcu yang ini perlu istirahat pula, kami tidak mengganggumu lagi."
Tampak Cu Bun-hoa berbangkis, kelihatan semakin loyo dan
kecapaian, pelan2 dia menjatuhkan diri dan rebah pula di atas
pembaringan- Keruan Kun-gi terperanjat, batinnya: "Mungkin perempuan
siluman ini mengerjainya lagi?"
Sambil tersenyum Hian-ih-lo-sat pun angkat tangannya ke arah
Ling Kun-gi, katanya. "Silakan Cu-cengcu duduk di luar."
Kun-gi sudah waspada, melihat tangan orang bergerak ke
arahnya, lekas dia menyurut mundur sambil tahan napas, katanya
sambil menjengek: "Tak tersangka ia juga ahli pemakai obat bius."
"Cu-cengcu tidak usah kuatir," ujar Hian-ih-lo-sat sambil cekikikan genit dan mengerling, "peduli kau ini yang tulen atau palsu, kau tetap sebagai tamu terhormat Coat Sin-san-ceng kita, aku tidak akan menggunakan obat bius terhadapmu, mari silakan
kita bicara di luar saja."
Entah muslihat apa di balik keramah tamahan orang, terpaksa
Kun-gi ikut keluar. Mereka kembali ke kamar tamu dan duduk di
tempat semula. "Nona coh masih ada urusan apa, katakan saja," kata Kun-gi.
"Kau sudah berhadapan dengan Cu-cengcu yang asli, kalau
tidak salah malah kalian sudah mengadakan pembicaraan, kini tak perlu menyinggung siapa tulen siapa palsu, tapi satu hal perlu
kutegaskan padamu ........"
"Soal apa?" "Mengenai obat penawar getah beracun itu."
"cayhe sudah bilang ........."
"Aku mengerti," tukas Hian-ih lo-sat, "kalau kau bisa ubah getah hitam kental itu menjadi air bening, pasti telah menemukan obat penawarnya, setelah kau menciptakan obat penawarnya baru
kalian yang tulen dan palsu boleh pergi dari coat-sin-san Ceng
dengan selamat." "Kau mengancam dan memeras Lohu?"jengek Kun-gi.
"Jangan pakai istilah mengancam atau memeras segala, terlalu menusuktelinga, katakansajasebagaisyaratimbalan-"
Bertaut alis Kun-gi, katanya: "cayhe tidak begitu yakin-"
Mendadak berubah ketus nada Hian-ih-lo-sat, katanya: "Kau
harus menyelesaikantugasmu, kuberiwaktuselama10 hari."
"Mungkin sulit, 10hari terlalupendekwaktunya, cayhe.. . . "
"10 hari sudah terlalu lama bagiku, sebetulnya cukup lima hari."
Setelah me-nimang2 Kun-gi berkata sambil menggeleng: "10
hari betul2amat. . . . "
Hian ih-lo-sat berdiri, katanya tandas: "Tak usah bicara lagi, semoga dalam 10 hari ini kau bisa menyerahkan obat penawarnya,
kalautidak. . . ." Kun-gi ikut berdiri, tantangnya: "Memangnya kenapa kalau
tidak?" "Kalau tidak kau serahkan obat penawarnya dalam 10 hari,
urusan menjadi berabe bagi kita semua. Nah, silahkan Cu-cengcu."
Mendadak tergerak hati Kun-gi, kata2 "kita semua" mungkin terlanjur diucapkan-Kita semua, yang dimaksud mungkin termasuk
dia sendiri, itu berarti orang di belakang layar itu sudah mendesak terlalu keras, maka perintah batas waktu 10 hari tidak boleh
ditawar lagi, maka dirinya harus tepat waktunya menyerahkan obat penawarnya.
Kun-gipun tidak banyak bicara lagi, setelab menjura dia berkata:
"cayhe akan bekerja sekuat tenaga."-ia menyingkap kerai dan beranjak keluar.
Ia menyusuri jembatan liku sembilan menuju ke deretan kolam
bunga, sepanjang jalan ini dia melangkah lambat2, waktu dia tiba di depan gunung buatan, tampak Tong Thian jong tengah
mendatangi dari jalanan kecil berbatu krikil sana sambil
menggendong tangan, waktu melihat Kun-gi segera dia
menyongsong sambil tertawa: "Cuheng sudah kembali?"
Lekas Kun-gi memberi hormat, katanya: "o, kiranya Tong-heng sedang jalan2 disini."
"Menjelang magrib ini pemandangan alam disekitar sini sungguh indah," ujar Tong Thian-jong. Lalu dengan gelombang suara dia bertanya, "Ling-lote, untuk apa bocah she Dian itu mengundangmu kepaseban sana" Kuatir mengalami kesulitan, Lohu ditugaskan naik ke atas bukit mengawasi keadaan sana, sementara Un-heng
berada di kolam bunga, di belakang gunung buatan sana, bila perlu kami akan memberi bantuan padamu."
Demikianlah sembari ber-cakap2 dan bersenda gurau mereka
menyusuri kolam bunga sana, setelah celingukan tidak terlihat
bayangan orang, secara ringkas Kun-gi ceritakan pengalamannya
tadi. Tong Thian jong kaget, katanya. "Cu-heng terjatuh juga ke tanganmereka, bagaimana inibisaterjadi?"
Kun-gi menengadah memandang ke tempat yang jauh, katanya:
"Hian-ih-lo-sat menjadikan cu cengcu sebagai sandera untuk mendesakku menyerahkan obat penawarnya dalam 10 hari,
sekarang urusan belum kasip. apa2 menolong orang boleh ditunda
sementara, sulitnya kebun ini dikelilingi air, sukar untuk terbang keluar. . . . "
"Bukankah Ling-lote pernah bilang bahwa waktu kau datang
tempo hari, jelas perkampungan ini terletak di depan kaki gunung, tiadaairyang mengelilingiperkampungan ini?"
"Ya,justeru di sinilah letak persoalannya yang sulit terpecahkan .
. . . " lalu dengan suara lirih dia menambahkan, "menurut dugaan cayhe, lorong bawah tanah untuk keluar masuk terletak di bawah
coat-sin-san-tang ini."
Tong Thian-jong manggut2 menyatakan sependapat.
Ling Kun-gi lantas utarakan pendapatnya:
"Kim-khek itu merupakan sebuah paseban yang berdiri di atas air, tapi menurut dugaanku di sanalah tempat untuk menyekap
para tawanan, kalau tidak. buat apa Hian-ih-lo-sat memanggilku
kesana." TongThian-jong manggut2,ujarnya:"Yaamasukakal"
"Kalau betul paseban itu tempat untuk menyekap tawanan, pasti bukanCu-cengcu sajayangditawandisana."
Terkesiap Tong Thian-jong, tanyanya: "Jadi Ling-lote kira Locit, Un In ji dan lain2 juga terjatuh ke tangan mereka?"
"Mungkin saja, di antara mereka termasuk Kim Kay-thay,
ciangbunjin murid2 preman Siau-limpay, Lam-kiang-it-ki Thong-pithian-ong, Kiam hoan-siang-coat Siau Hong-kang dan puteranya
dari Lam-siang." Berpikir sebentar, Tong Thian-jong berkata dengan menghela
napas: "Jika benar orang2 itu terjatuh ke tangan mereka, kita berempat mungkin bukan tandingan mereka, masa kita mampu
menolong mereka?" "Soal menolong orang bukan urusan sulit," ujar Kun-gi, "bicara tentang kepandaian silat sejati, kuyakin sukar bagi mereka untuk membekuk orang sebanyak itu, mereka pasti menggunakan
muslihat dan main sergap ........"
Sembari bicara tanpa terasa mereka tiba di ujung timur kebun.
Di sini letaknya sudah dekat dengan pemukaan air sungai,
sepanjang pinggiran sungai dipagari kayu merah, di luar pagar
sana ditanami pula pepohonan Yang-liu. Selepas mata memandang
permukaan seluas puluhan tombak ini begitu tenang laksana kaca, di seberang sana pohon2 Yang-liupun berderet menjuntai
dahan2nya, pegunungan nan hijau permai melatar belakangi
panorama yang sejukdannyaman ini. Berpegang pada pagar kayu,
mereka memandang ke permukaan air, perasaan seperti tertindih
barang berat. Kecuali mereka bisa menemukan jalan keluar dari
Coat Sin-san-ceng ini, kalau tidakbukan saja sulit menolong teman, untuk menyeberang sungai inipun tak mungkin
Diam2 Kun-gi me-nimang2 cara bagaimana dirinya harus
menyelidiki siapa2 yang terkurung di dalam paseban itu"
Menyelidiki di mana letak mulut jalan rahasia di bawah coat
-sin-san-ceng ini" Sem-bari berpikir, tanpa sadar dia menjemput sebuah krikil, di mana tangan kiri terayun, batu krikil itu dia sambitkan ke tengah permukaan sungai, Gerakannya ini boleh
dikata acuh tak acuh atau iseng belaka.
Betapapun usia Kun-gi baru likuran, watak kekanakan masih
belum hilang seluruhnya, belum lagi Tong Thian-jong yang sudah
berusia lebih setengah abad, tak mungkin dia main lempar batu
segala. Bahwa Kun-gi berkebiasaan menggunakan tangan kiri atau
kidal, memang sudah sejak kecil berkat didikan gurunya, karena
gurunya adalah Hoan-jiu-ji-lay (siBuddha kidal) yang tersohor
menggunakan tangan kiri, oleh karena itu, kekuatan tangan kirinya tentu jauh lebih besar daripada tangan kanan-Walau hanya iseng dan seenaknya saja dia sambitkan batu krikil
itu, tapi batu krikil itu meluncur tak kalah cepatnya daripada anak panah yang terlepas dari busurnya, malah mengeluarkan deru
angin kencang lagi. Tong Thian-jong sampai melongo, tak
dikiranya semudainiusiaLingKun-gisudah
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
memilikikekuatanbeginihebat.
Pada saat itulah tiba2 terjadi suatu keanehan. Batu kerikil itu meluncur kira2 lima-enam tombak. jadi semestinya kerikil itu masih meluncur di atas permukaan air sungai yang lebarnya lebih sepuluh tombak, tak terduga tiba2 terdangar suara. "traak" yang keras.
Ternyata batu krikil itu telah menyentuh "permukaan air" yang tenang bening itu serta mengeluarkan suara aneh, suara benda
pecah ber-keping2. Suara "trak" yang agak keras itu sudah tentu menimbulkan perhatian Ling Kun gi dan Tong Thian-jong. serentak mereka
memandang ke tempat kejadian-.
Waktu itu memang sudah magrib, matahari sudah hampir
terbenam, alam semesta mulai ditaburi keremangan, tapi jarak
limaenamtombaktidakterlalu jauh, keadaan masihbisaterlihatjelas.
Begitu mereka tumplek perhatian memandang ke sana,
permukaan air yang kelihatan tenang itu setelah tersentuh krikil tadi ternyata meninggalkan bekas2 warna hitam retak sebesar
buah apel. Batu krikil timpukan Kun-gi membuat retak permukaan
air, dan permukaan air ternyata membuat batu kerikil itu pecah
ber-keping2. Bukankah hal ini merupakan kejadiananehyangtidak
masukakal" Semula Ling Kun-gi dan Tong Thian-jong sama melongo,
akhirnya saling pandang sambil tertawa penuh arti. Karena
kejadian ini membuktikan bahwa permukaan air dalam jarak
lima-enam tombak itu, hakikatnya bukan permukaan air. Kalau
permukaan air bukan permukaan air, lalu apa"
Kedua orang ini sudah tahu sekarang, permukaan air dalam
jarak enam tombak dari daratan itu, sebetulnya adalah sebuah
dinding tembok yang tinggi. cuma pada dinding itu dilukis
sedemikian rupa sehingga menyerupai permukaan air yang tulen,
demikian pula pohon2 Yang-liu yang menjuntai menyentuh
permukaan air di seberang, setelah ditambah alam pegunungan
menghijau di luar tembok. selintas pandang lantas kelihatannya
mirip betul air sungai yang mengalir dengan tenang.
Apalagi di luar pagar kayu, di atas tanggul sungai sebelah luar ditanami pohon2 asli yang rimbun dan ber-goyang2 tertiup angin
lalu, sehingga menjadi aling2 pandangan orang di sebelah sini,
seolah2 seorang melihat sekuntum bunga di tengah kabut, maka
sulit baginya untuk membedakan bahwa permukaan air disebelah
luar itu hanyalah lukisan di atas dinding belaka.
Pembuat dekorasi ini memang lihay dan ahli betul2. Kalau
Kun-gi tidak main lempar batu tanpa sengaja, sungguh mimpipun
mereka tidak akan menduga tadinya lukisan yang mengelabui
pandangan mata ini. Tapi hal ini tidak menjadikan persoalan lebih mudah
diselesaikan, meski rahasia lukisan ini sudah diketahui, permukaan air yang semula lebar puluhan tombak kini kenyataan hanya
lima-enam tombak. bagi seorang ahli Ginkang, untuk melompat
sejauh limaenamtombak memang bukan pekerjaansukar.
Sukarnya justeru di luar lima-enam tombak dari permukaan air
ini mereka teralang oleh pagar tembok yang begitu tinggi. Tiada tempat berpijak lagi di kaki tembok. manusia bukan burung yang
dapat terbang, umpama mampu melompati permukaan air ini, cara
bagaimana akandapat melompatitembok setinggi itu"
Setelah saling pandang dan tertawa, wajah Ling Kun-gi dan
Tong Thian-jong akhirnya sama2 kecut dan mengerut kening,
mereka menyadari adanya kesulitan2 yang tidak teratasi ini .Jadi walau rahasia permukaan air ini sudah terbongkar, tumbuh
sayappun mereka tak bisa keluar, umpama nanti berhasil
menemukan di bawah tanah dan menolong keluar kawan2 yang
disekap di sana, mereka tetap harus menemukan pula jalan keluar yang mereka dugapastiberadadi bawahperkampunganbesar ini.
Dengan tajam Tong Thian-jong pandang sekelilingnya, agaknya
tiada orang menyaksikan kejadian di sini, maka dengan suara lirih dia berkata: "Ling-lote, kita masih punya waktu 10 hari, soal ini harusdirundingkan lebihdulu, kitajangan lama2disini."
Kun-gi mengangguk. seperti tidak terjadi apa2, sambil
mengobrol mereka terus kembali ke pondok mereka.
Makan malam mereka biasanya disediakan di tempat
penginapan. Cek Seng-jiang pernah mengatakan pondok ini boleh
dianggap sebagairumah sendiri.
Setiap kali habis makan malam Kun-gi pasti keluar jalan2 di
taman, tapi malam ini banyak persoalan yang bergelut dalam
benaknya, maka malam ini dia tidak keluar jalan2 seorang diri dia duduk di kursi malas di bawah jendela, bermalas2an-Tapi otaknya terus bekerja, berdaya cara bagaimana menyelidiki kurungan
bawah tanah dipaseban air itu cara bagaimana supaya menemukan
jalan rahasia keluar masuk Coat Sin-san-ceng ini" Kedua tugas
berat ini harus dia kerjakan tanpa diketahui orang2
coat-sin-san-ceng, langkah kedua baru berusaha menolong para
kawan yang tertawan Ing-jun memang pelayan yang telaten dan cepat meraba
keinginan dan perasaan orang, melihat Kun-gi pejamkan mata
seperti sedang memeras otak. dia tahu hari ini orang berhasil
menawarkan getah beracun, mungkin sekarang sedang
memikirkan cara pembuatan obat penawarnya, maka diam2 dia
seduh sepoci teh, ia taruh di meja kecil di pinggir kursi malas, katanya lirih: "Cucengcu, minum teh."
Terbelalak mata Kun-gi, katanya tertawa: "Ing-jun, pergilah istirahat, takusahkau melayani-ku lagi."
Ing-jun tertawa lebar, katanya: "Baiklah, hamba mohon diri, hari ini Cu-cengcu pasti lelah, lekaslah istirahat." Lalu dia mengundurkan diri.
Kun-gi berkeputusan malam ini dia akan menyelidiki coat-sin
sanceng. Sudah tentu iapun menyadari bahwa menyelidiki Coat
Sinsan-ceng berarti menempuh bahaya besar, tapi tanpa masuk ke
sarang harimau cara bagaimana bisa mendapatkan anak harimau"
Tanpa menempuh bahaya, bagai-mana bisa berhasil dalam
penyelidikannya. Sekarang baru kentongan pertama, belum saatnya dia
bertindak. pelan2 dia teguk secangkir teh, karena Waktu masih
dini, dia padamkan lenteralalududuk samadidiataspembaringan
Kira2 setengah jam kemudian, tiba2 didengarnya langkah cepat
tapi ringan mendatangi di luar pintu seperti takut diketahui orang, setiap langkahnya bergerak sedemikian enteng dan hati2. Untung
Kun-gi memiliki Lwekang tinggi, kupingnya teramat tajam, kalau
orang biasa pasti tidak akan mendengarnya.
Kaget dan heran Kun-gi, orang ini bisa masuk ke pekarangan
tanpa diketahui olehnya, setelah orang merunduk dekat pintu baru diketahui, ini membuktikan bahwa Ginkangnya sudah cukup tinggi.
Dia menyelundup ke pondok para tamu, langsung menuju ke
kamar tidurnya ini, entah kawan atau lawan" Mungkin orang Coat
Sin-sanceng" Atau orang dari luar"
Pada saat dia men-duga2 inilah orang itu sudah berada di depan
pintu kamarnya, berhenti, gerak-geriknya sangat hati2, ditunggu sekian lama dan ternyata keadaan tetap tenang2 saja.
Sudah tentu Kun-gi tidak berani gegabah, dengan sabar dia
menunggu perkembangan. Ternyata orang di luar juga amat sabar,
sudah sekian lamanya tetap tidak menunjuk gerakan apa2, hanya
berdiri tenang tanpa bergerak.
Ling Kun-gi sudah mendengar suara napasnya yang lirih, tapi
karena orang tidak bergerak. maka dia tetap samadi di atas
ranjang, tidak bergeming juga. Begitulah kira2 satu jam lamanya, mendadak Kun-gi yang duduk dikegelapan menyengir sendiri, ia
tertawa tanpa bersuara. ia tertawa karena maklum apa yang bakal terjadi. orang di luar tetap tidak bergerak, tapi hidung Kun-gi sudah mengendus semacam bebauan yang semakin keras
memenuhi ruang kamarnya. Kiranya orang di luar tak bergerak
karena mempersiapkan diri untuk menggunakan
Ngo-king-hoan-bun-hian, asap wangi yang membius dan membuat
orang mabuk. Bicara soal menggunakan obat bius, di kolong langit ini mana
ada yang bisa menandingi keluarga Un di Ling-lam, kantong sulam pemberian Un Hoan-kun selalu tergantung di dadanya, obat khas
bikinan keluarganya tersimpan di dalam botol, khusus untuk
memunahkan segala macam obat bius, lalu obat bius macam apa
yang ditakuti Ling Kun-gi sekarang". cuma hati kecilnya merasa
herandantakhabis mengerti.
Bahwa orang di luar menggunakan asap bius, tujuannya tentu
membius dirinya, lalu apa maksud tujuannya membius dirinya"
Maka pelan2 tanpa banyak mengeluarkan suara akhirnya dia
sengaja menjatuhkan diri, rebah miring. Ingin dia membuktikan
siapa yang membius dirinya" Apa pula muslihat di balik kejadian ini" Untuk membongkar teka-teki ini, terpaksa dia harus pura2
terbius. Bau wangi dalam kamar semakin tebal, kira2 seperempat jam
telah berkelang pula, di luar pintu kembali terdengar derap langkah lirih mendatangi dan berhenti di depan pintu pula .Jelas ada orang kedua yang baru datang, maka terdengar suaranya lirih bertanya:
"Sudah kau kerjakan?"
Pendatang pertama menjawab: "Sedang berlangsung."
Orang yang datang belakangan tertawa lirih: "Dia sudah teracun oleh obat pembuyar Lwekang mereka, tenaganya paling2 tinggal
tigapuluh persen, kenapakau bertindak beginihati2?"
"Tugas yang harus kita laksanakan harus berhasil pantang
gagal, mau tidak mau harus hati2," sahut orang pertama, setelah merandek dia balas bertanya: "Urusan di dalam bagaimana, sudah beres?"
Orang yang baru datang menjawab: "Sudah beres semua,
orangnyapun sudah kubawa kemari, obat penawarnya juga sudah
kuperoleh, hanya tunggu urusan di sini selesai, kau boleh memberi obat penawarnya, supaya dia lekas bangun, setelah kau pergi,
paling2 mereka curiga bahwa kaulah yang membebaskan dia, pasti
takkan percaya adanya main tukar menukar yang kita lakukan ini."
Mereka ber-cakap2 dengan suaralirih di luarpintu, tapiLing Kungi jelas mendengar percakapan ini, ia bertambah bingung dan tak
habis mengerti. Siapakah kiranya kedua orang yang berada di luar pintu" orang
pertama yang menebarkan asap wangi dari luar pintu, ternyata
pelayan yang diharuskan melayapi dirinya di Lan-wan, yaitu Ing
jun. Sedang yang datang belakangan adalah pelayan pribadi
Hian-ih-losat, yaitu Giok-jin adanya. Dari percakapan ini Ling
Kun-gi berkesimpulan, se-olah2 mereka menolong seseorang lalu
hendak menukar orang itu dengan dirinya, memangnya mereka
bukan sekomplotan dengan Cin-Cu-ling" Urusan agaknya
berkembang semakin ruwet. Supaya tidak mengecutkan pihak
sana, Kun-gi berkeputusan untuk mengikuti perkembangan
selanjurnya secara diam2. Asap wangi masih tebal memenuhi
kamar tidur, pelan2 pintu kamarnya di dongkel dari luar dan
terbuka, yang menerobos masuk lebih dulu adalah Ing-jun.
Wajahnya yang biasa molek kini kelihatan agak tegang, langkah
kakinya begitu ringan tanpa mengeluarkan suara, waktu dia
sampai di depan pembaringan, melihat Kun-gi rebah miring, mata
terpejam, jelas sudah terbius. Rasa tegangnya segera berubah
senyum kemenangan, pelan2 dia mengulur tangan membalik
kelopak mata Ling Kun-gi, dengan seksama dia memeriksa sekian
lamanya. Sudah tentu Kun-gi diam2 saja tanpa bergerak. terserah apa
yang akan dilakukan atas dirinya, tapi terasa olebnya jari2 Ing-jun yang menyentuh mukanya rada gemetar, diam2 ia geli. Untunglah
ia berhasil mengelabui Ingjun, gadis itu
membalikbadansertaberkata kearahpintu:"Bolehlah gotongdia
masukkemari." "Dia?" diam2 Kun-gi ber-tanya2 dalam hati, entah siapa yang hendakdigotong kemari"
Maka orang di luar segera bertepuk pelahan dua kali, tapi di
malam nan sunyi ini kedengaran jelas dan nyaring, jelas Giok jin yang bertepuk tangan-Cepat sekali kerai tersingkap. dua pelayan baju hijau
menggotong seorang masuk ke dalam kamar, Giok jin menurunkan
kerai, cepat iapun berlari masuk.
Diam2 Kun-gi mengintip. ia melihat orang yang dipapah masuk
kedua pelayan ini ternyata adalah ciam liong Cu Bun-hoa yang asli.
Kedua matanya terpejam, badannya lunglai jelas iapun jatuh pulas oleh asap wangi yang membius.
Hal ini betul2 membuat Ling Kun-gi kaget dan heran, batinnya
"Cu-cengcu menjadi tawanan Hian-ih-lo-sat dan dikurung di
paseban sana, mereka menolongnya keluar lalu mengirimnya
kemari, apa sih sebetulnya tujuan mereka?"
Maka didengarnya Ing-jun berkata: "Waktu amat mendesak.
Giok-jin cici, kalian harus lekas berangkat." Dari bajunya dia keluarkansegulungkertasputih, katanyasambildiangsurkan:"inilah catatan resep obat yang dibuat oleh ling-hoa ci-ci, (pelayan yang berkuasa di kamar obat Hiat-ko-cay), tiga kali obat2an yang
diambil cu cengcu semua dia catat di sini, simpanlah baik2 dan
jangan sampai hilang."
Kembali Kun-gi membatin: "Kiranya ling-hoa di kamar obat itu jugasekomplotandenganmereka,jadiparagadiscantik molekyang
bekerja di sini agaknya dari komplotan lain yang sengaja
menyelundup kemari."
Giok-jin terima gulungan kertas terus menyimpannya, dia
memberi tanda pada kedua pelayan, mereka menurunkan Cu Bunhoa, terus menghampiri pembaringan, dengan gerakan terlatih dan cekatan mereka angkat Ling Kun-gi beserta kemulnya. Sementara
Ing-jun desak Giok-jin angkat Cu Bun-hoa dan dibaringkan di atas ranjang.
Baru sekarang Kun-gi mengerti. Istilah tukar-menukar yang
diperbincangkan tadi kiranya menukar Cu Bun-hoa asli dengan
dirinya. Jadi mereka berani berbuat sejauh ini, kiranya juga
lantaran dirinya berhasil menawarkan getah beracun itu. Hal ini dapat dibuktikan oleh tiga kali catatan Hing-hoa atas obat2an yang pernah diambilnya, catatan itu kini berada di tangan Giok-jin dan akan dibawa keluar. Lalu dengan cara apa pula mereka akan
mengangkut keluar dari sini" Hal ini lantas menimbulkan persoalan lain pula dalam benaknya. Yaitu bagaimana dirinya harus
bertindak" Terus pura2 semaput, terserah apa yang hendak
mereka lakukan atau segera membongkar muslihat mereka"
Otaknya bekerja cepat sekali, setelah dia timbang antara yang
berat dan enteng, dia rasa beberapa gadis pelayan molek pasti
adalah pion dari suatu komplotan lain yang sengaja diselundupkan ke sini, mereka sudah tersebar luas dan menduduki berbagai posisi di dalam Coat Sin-san-ceng ini. Kalau sekarang dia diam saja,
terserah apa yang hendak dilakukan mereka, kemungkinan bisa
bertemu dengan dedengkot mereka, kemungkinan pula bisa
sekaligus membikin terang asal-usul Cin-Cu-ling. Mendadak ia
teringat pada Cek Seng-jiang yang pernah menyinggung nama
Sam-goan-hwe, mungkinkah gadis molek ini orang2 dari
Sam-goan-hwe" Maka dia berkeputusan membiarkan dirinya
digotong entah ke mana, yang terang dia akan "bertamasya"
menyerempet bahaya. Waktu itu Ing-jun sudah keluarkan sebuah karung dari bawah
kasur, Giok jin membantu dia membuka mulut karung, dua pelayan
yang lain lantas angkat Kun-gi dan didorong ke dalam karung,
mulut karung lalu diikat.
"Kebetulan malah," demikian pikir Kun-gi, "aku diangkut kemari dalamkarung, kinidiangkutkeluarpuladengancarayangsama."
Setelah mulut karung terikat kencang, dengan kuku jarinya Kungi membuatlubang kecildiataskarung.
Terdengar Giok-jin berkata: "Kita harus segera berangkat, boleh kau beri minum obat penawar padanya, setelah bangun tentu dia
tanya tempat apakah ini" Bagaimana bisa berada di sini" Maka
boleh kau katakan padanya bahwa Cu-cengcu yang tinggal di sini
yang menolongnya. Dia pasti tanya pula padamu ke manakah Cucengcu yang tinggal di sini" Maka katakanlah bahwa setelah
menolong dia, Cu-cengcu yang tinggal di sini lantas keluar dan
suruh dia bersabar, kalau dia masih mengajukan pertanyaan lain, katakan kau tidaktahu apa2"
Ing-jun mengangguksambil menjawab: "Ya, Siaumoay ingat."
"Baiklah, marikitaberangkat,"kataGiok-jin,
"Dengan membawa karung, entah cara bagai-mana mereka
akan keluar?" demikian batin Ling Kun-gi sambil mengintip keluar.
Tampak Ing-jun dan seorang lagi beranjak ke ujung dipan lalu
mengangkatnya ke samping, mereka menyingkap babut lalu
menyongkel keluar dua ubin, maka tampaklah sebuah lubang gelap
di bawahnya. Ternyata di bawah pembaringan ada sebuah jalan
rahasia di bawah tanah. Giok-jin mendahului melompat turun, lalu memberi tanda
kepada kedua pelayan lain, lekas kedua pelayan gotong karung ke depan mulut lubang, seorang melorot turun ke dalam lubang,
ing-jun segera bantu mendorong karung masuk ke lubang itu.
Ternyata lorong bawah tanah ini terlalu sempit, mereka harus
berjalan dengan merangkak. jadi karung itu terpaksa harus ditarik dan didorong pelan2 terus meluncur ke depan-Begitulah Kun-gitelah diselundup keluar oleh mereka..
Pada malam itu juga, kira2 kentongan kedua, pada jalanan yang
tembus dari Liong-bun-kin menuju ke Say-hong-kiu, muncul
serombongan orang, ada pejalan kaki ada pula yang naik kuda,
jumlah ada dua puluh orang, duduk di atas kuda yang paling
depan adalah seorang berbadan tinggi beralis hitam bermata
cekung, usianya sekitar 50-an, mengenakan jubah biru, sikapnya
kelihatan kereng dan sedikit dingin angkuh,
Di belakangnya adalah delapan laki2 kekar berlangkah cekatan,
kepala terikat kain biru, pakaian-pun serba biru ketat, golok besar terpanggul dipunggung mereka. Menyusul tiga ekor kuda bagus,
yang depan ditunggangi seorang pemuda cakap berjubah sutera
biru, di belakangnya adalah dua ekor kuda yang ditunggangi dua
gadis rupawan, yang sebelah kanan berperawakan ramping
semampai, dan mengenakan pakaian ungu ketat berikat pinggang
merah. Gadis sebelah kiri bertubuh agak pendek tapi cekatan dan lincah, berpakaian serba coklat.
Di belakang tiga ekor kuda ini adalah sebuah tandu yang dipikul empat laki2. Di belakang tandu diiringi delapan ekor kuda pula, penunggangnya semua berseragam hitam, berikat kepala kain
hitam pula, tapi semua penunggangnya adalah perempuan yang
menggendong pedang. Usia mereka rata2 sudah lebih dari empat
puluh, kantong besar tergantung di pinggang masing2, tangan kiri semua memakai sarung tangan terbuat dari kulit menjangan,
selintas pandang sudah jelas bahwa mereka ahli menggunakan
senjata beracun. Rombongan cukup besar ini menempuh
perjalanan dengan langkah cepat, walau malam gelap dan sunyi
senyap kecuali suara derap kuda, rombongan mereka laksana
seekor naga panjang hitam yang menyusur jalan pegunungan
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kira2 setengah li mereka keluar dari Liong-bun-kiu, mendadak
dari hutan sebelah kiri berkumandang sebuah bentakan: "Langit mencipta bumi merancang."
Laki2 paling depan yang menunggang kuda mendengus keras2,
hardiknya: "Wakil langit mengadakan ronda."
Pertanyaan tanpa juntrungnya, jawaban singkat tidak menentu
artinya. Tapi wibawa dari jawaban ini sungguh tidak terduga, maka tampaklah bayangan orang bergerak. di dalam hutan puluhan laki2
berpakaian hitam berlari2 keluar lalu berbaris rapi di pinggir jalan, mereka berdiri tegakhormattanpabergerak.
Seorang laki2 yang mengepalai barisan ini segera tampil ke
depan memberi salam hormat kepada kakek berjubah biru di atas
kuda:"HambaKwecit-lungtidaktahu bahwaThian-sutelah tiba. ."
Dingin kaku sikap laki2 jubah biru, tiba2 dia memberi tanda
gerakan tangan ke belakang. Delapan Busu di belakangnya
serempak mengayun tangan kanan ke udara. Di tengah malam
yang gelap pekat itu, kecuali terlihat gerakan tangan mereka, tiada apa2 yang kelihatan lagi, tapi hanya sekejap saja, terdengarlah suara gedebukan yang ramai diselingi percikan api warna biru di depan hutan, kembang api hanya berpercik sekilas lenyap. tapi
puluhan laki2 yang berbaris rapi di depan hutan di pinggir jalan itu satu persatusamaterjungkalroboh tanpa mengeluarkan
keluhanapa2. Kakek berjubah biru itu tidak hiraukan lagi mati hidup mereka,
kembali ia memberi tanda ke belakang, lalu keprak kudanya
kedepan-Kedelapan Busu seragam biru dibelakangnya serempak
juga memberi ulapan tangan ke belakang, mereka juga keprak
kuda mengikuti langkah kakek, jubah biru.
Begitulah rombongan mereka laksana seekor naga hitam yang
melingkar2 menempuh perjalanan dijalan pegunungan yang turun
naik berputar kian kemari.Jarak antara Liong-bun-kin dengan Sayhong kiu kira2 ada 20 an li, sepanjang jalan beruntun mereka
dicegat tujuh-delapan pos penjagaan, tapi semuanya dengan
mudah dibereskan oleh kedelapan Busu seragam biru, semuanya
roboh binasa tersapu oleh percikan kembang api warna biru yang
ganas, sampaipun mayat dan tulang belulang merekapun lenyap
menjadi cairan darah. Maka dengan leluasa rombongan ini terus
maju menuju ke Say-hong-kiu.
Tampak dari kejauhan sebuah perkampungan besar berdiri di
kaki sebuah gunung yang terletak di sebelah utara, perkampungan ini berada di tanah datar yang dikelilingi gunung. Malam pekat, tak terlihat setitik sinar api, tak terdengar gerakan apa2 pula dari perkampungan besar itu.
Besar perhatian si kakek jubah biru yang berada di atas kudanya terhadap perkampungan di depan sana, tiba2 ia angkat tangan ke
balakang, itu tanda barisan di belakang harus berhenti, tanpa
bersuara rombongan lantas berhenti di depan hutan.
Gadis lincah baju cokelat yang duduk di kuda sebelah kiri segera keprak kudanya ke depan, tanyanya pada kakek jubah biru: "Pacongkoan, bagaimana keadaannya?"
Si kakek berjubah biru menggeleng dan berkala, "Tiada apa2, cuma gelagatnya jejak kita sudah diketahui mereka, lampu dalam
perkampungan dipadamkan semua, tidak menunjuk gerakan apa2
lagi, jelas mereka sudah bersiap menyambut kedatangan kita."
Nona baju ungu juga keprak kudanya ke depan, katanya sambil
mencibir bibir: "Memangnya kenapa kalau sudah bersiap2. Kita toh tidak akan main sergap. hayolah hadapilah secara terang2an saja."
Tengah bicara tandu yang di belakang, itupun tiba di depan
hutan, terdengar suara serak nyonya tua berkata dari dalam tandu:
"Pacongkoan, kenapaberhentidisini?"
Ter-sipu2 kakek, jubah biru menjura di atas kudanya, sahutnya:
"Maklum Hujin, di dalam perkampungan tiada nampak sinar api, mungkin mereka sudah ber-siap2, hamba kira kita jangan bergerak secara serampangan."
Nona baju ungu segera bicara, "Bu, kita kan hendak berhadapan secara terang2an, tunggu apa lagi?"
Pemuda yang berjubah sutera tertawa, katanya: "Watak adik
memang berangasan, meski kita akan berhadapan terang2an,
paling tidak harus tahu dulu gelagat dan keadaan mereka."
Nyonya tua dalam tandu tersenyum, katanya: "Kedua budak ini memang tidak sabaran, setiba di tempat tujuan, mana mereka mau
menunggu lagi" Pa-congkoan-, sampaikan kartu namaku, suruhlah
majikan mereka keluar menemuiku."
Kakek jubah biru mengiakan, segera dia keprak kudanya ke
depan-Delapan Busu di belakangnya serempak juga membedal
kuda masing2 mengikuti langkahnya. Sembilan kuda sama-2
berderap ramai, mereka melewati lapangan rumput terus menuju
ke depan perkampungan, ketika Kakek jubah biru tarik tali kendali, kuda tunggangannya yang memang pilihan dan terlatih baik segera berhenti tak bergerak lagi. Delapan Busu pengiringnya juga segera menghentikan kuda mereka serta melompat turun berdiri berbaris
di belakang Kakek jubah biru.
Malam gelap dan sunyi senyap. sudah tentu derap kesembilan
kuda itu menerbitkan suara yang gaduh dan ramai, uaranya
berkumandang sampai beberapa li jauhnya, setiba di depan
perkampungan serentak berhenti maka keheningan kembah
mencekamalam nan gelap gulita ini.
Seyogyanya penghuni perkampungan ini mendengar
kedatangan kuda2 yang ramai ini, tapi suasana tetap sepi tak
kelihatan reaksi apa2. Berkilat biji mata Kakek jubah biru, dia terkekeh dingin, katanyasambilangkattangan kiri: "Maju danketok pintu."
Seorang di antara ke delapan Busu mengiakan dan tampil ke
depan, dengan keras dia gebrakan gelang tembaga di atas pintu
sambil berteriakkeras2 "Hai, adaorang tidak di dalam?"
Sesaat lamanya baru terdengar suara serak lemah bertanya di
dalam: "Siapa di luar" Tengah malam buta main gedor segala?"
Suara orang ini seperti acuh tak acuh dan kemalas2an, pelan2 dia buka palang pintu serta menarik daun pintu, tampak seorang laki2
tua bungkuk, tangan menenteng sebuah lampu dan diangkat tinggi
ke atas. Sinar lampu menyoroti Kakek jubah biru yang bertengger di atas
kudanya, demikian pula kedelapan Busu di belakang si tua bungkuk tampak bergidik, serunya gelagapan: "Toa . . . . . Toaya ...... kalian ada ........ ada keperluan apa, aku si tua reyot .... ..hanya penjaga pintu belaka."
Ternyata dia kira kawanan penunggang kuda ini adalah
perampok. Tajam sinar mata Kakek jubah biru menatap si tua bungkuk,
katanya menyeringai dingin: "Tua bangka, lekas laporkan, katakan Tong-lohujin dari keluarga TongdiSujwan mintabertemu majikan-"
Ternyata orang yang naik tandu itu adalah Tong-lohujin, yang
mengiring kedatangannya ada Tong Siau-khing dan Tong
Bun-khing kakak beradik, demikian pula Pui Ji-ping yang membawa mereka kemari. Sementara kakek tua jubah biru adalah congkoan
keluarga Tong, yaitu Pa Thian-gi.
Si tua kucek2 matanya, katanya sambil meng-geleng: "Toaya
mungkin kesasar atau salah alamat, tempat ini hanya rumah
istirahat cengcu kami, biasanya cengcu tinggal di kota,
perkampungan ini sekarang kosong tanpa penghuni, kecuali aku si tua bangka ini, tiada orang lain-"
Sejenak Pa Thian-gi melenggong, melihat punggung orang yang
bungkuk serta gerak-geriknya yang lemah memang mirip seorang
tidak mahir silat, maka dia bertanya: "Siapa she cengcumu itu?"
"cengcu kami she Cek." sahut si tua bungkuk.
"Siapa namanya?" tanya Pa Thian-gi.
"Beliau bernama Seng-jiang, seorang Wang we (hartawan) di
dusun ini, sudah cukup bukan?" Ha-bis bicara, tanpa menunggu jawaban Pa Thian-gi, dia putar tubuh terus gabrukan daun pintu
dengan keras. Mungkin hatinya dongkol sehingga si tua bungkuk
ini lupa diri, gerakan kakinya tampak gesit dan cekatanSebagai congkoan keluarga Tong, betapa tajam pandangan Pa
Thian-gi, walau hanya sedikit gerakan yang tak berarti, namun tak lepas dari penglihatannya. Seketika mencorong biji matanya,
bentaknya dengan suara keras: "Nanti dulu, tua bangka h. . . ."
Tapi si tua bungkuk sudah tutup pintu, tidak pedulikan seruannya lagi.
Lenyap kumandang bentakan pa Thian-gi, mendadak terdengar
gelak tawa seorang yang keras seperti gembreng ditabuh. "Sudah lama Lohu dengar nama besar keluarga Tong yang terkenal, kalian sudah kemari, biar Lohu mohon pengajaran dari kalian." Suaranya keras bergema, kuping sampai mendengung:
Lekas Pui Ji-ping lari mendekati tandu, katanya lirih. "Bu, itulah Thong-pi-thian-ang, "
Ramah suara Tang-lohujin di dalam tandu, katanya tertawa:
"Nak, tiada urusanmu, mereka bisa membereskan dia." Bahwa keluarga Tong berani meluruk kesarang harimau, sudah tentu
mereka telah siap tempur.
Dari sebuah jalan kecil di sebelah kiri sana muncul seorang gede berjubah kuning kelam, wajahnya yang kelam nampak mengkilap.
dia memang Lam-kiang-it-ki Thong-pi-thian-ong adanya. Di
belakangnya muncul pula enam laki2 seragam hitam, dengan
kerudung kepala hitam pula.
Thong-pi-thian-ong memakai sepasang teklek yang terbuat dari
tembaga, tapi langkahnya tetap enteng dan cepat, keenam orang
di belakangnya ternyata juga memiliki kepandaian tinggi, mereka ikut ketat di belakang Thong-pi-thian-ong, selangkah-pun tidak
ketinggalan- Maklumlah Lam-kiang it ki, si aneh dari daerah selatan berjuluk raja langit berlengan tembaga ini biasanya malang melintang di
daerah selatan, betapa tinggi taraf kepandaian silatnya jarang ada tandingannya di kalangan Kangouw. Tapi empat di antara enam
laki2 baju hitam di belakangnya jelas memiliki kepandaian yang
tidak lebih rendah dari taraf kepandaian Thong-pi-thian-ong. Hal ini dapat dibuktikan dari gerak-gerik mereka.
Bahwa Pa Thian-gi diangkat sebagai cong-koan keluarga Tong,
sudah tentu dia memiliki pengalaman dan pengetahuan yang
cukup luas, diam2 ia kaget. namun tidak gentar, lekas dia memberi tanda ke belakang. . kedelapan Busu dibelakangnya segera tarik
tali kendali kuda masing2 terus berpencar mengambil posisi suatu barisan.
Kejadian berlangsung hanya sekejap saja, wak-tu Thong-pi
thianong muncul, jaraknya masih sekitar 10 an tombak, tapi baru saja Pa Thian-gi memberi tanda kebelakang, tahu2 orang sudah
berada di depan Pa Thian-gi, terdengar suaranya keras bergenta:
"Kau pernah apa dengan keluarga Tong di Sujwan?"
Pa Thian-gi memberi hormat, katanya. "cay-he Pa Thian gi,
pejabat congkoan keluarga Tong, entah siapa nama julukan tuan?"
Sudah tahu tapidia sengaja bertanya.
Tong pi-thian-ong terbahak, katanya: "Sebagai congkoan
keluargaTong, masakahsiapaakukautidaktahu?"
Pa Thian-gi menjura pula, katanya setengah mengejek: "cayhe memang kurang pengalaman?"
Mendelik bundar mata Thong-pi-thian-ong, teriaknya gusar:
"Aku Thong Ji-hay berjuluk Thong-pi-thian-ong, di mana Lohujin kalian, suruh dia kemari menjawab pertanyaanku."
Pa Thian-gi pura2 kaget, serunya: "o, kiranya Thong-toaya, maaf cayhe kurang hormat, Lohujin ada di luar hutan, biar cayhe segera lapor kepada beliau."
Terdengar suara Tong lohujin berkata di kejauhan "Tak usahlah, undanglah Thong Ji hay ke-mari saja."
Maka Pa Thian-gi membungkuk, katanya: "Lo-hujin
mengundang Thong-thian-ong."
Bagai kemilau obor sorot mata Thong-pi-thian-ong, sekilas dia
menyapu pandang kedelapan Busu yang terpencar itu, dari
kedudukan mereka terang sudah mengatur barisan Pat-kwa,
wajahnya yang kelam mengkilap menampilkan senyum hina, katanya tertawa ejek: "Barisan seperti ini juga berani dipamerkan, memangnya mampu mengurung Lohu?"
"Thong-thian ong tidak pandang barisan ini dengan sebelah
mata,bolehsilakan masuksajakedalamnya,"tantangPaThian-gi.
"Masuk ya masuk-" jengek Thong-pi-thian-ong, "Lohu ingin buktikan kalian dapat berbuat apa atas diriku?" Dengan langkah lebar segera dia beranjak ke depan sudah tentu enam orang di
belakangnya serempak ikut melangkah maju pula.
Terkulum senyuman riang pada wajah Pa Thian-gi, dia putar
kudanya ikut di belakang mereka. Ke delapan Busu tadi mendadak
saling berlompatan, golok terhunus, mereka berdiri tegak di atas pelana kuda. Kuda mereka memang sudah terlatih baik, tanpa
dikendalikan, posisi barisan tetap tidak berubah, pelan mereka
merubung maju dari jarak beberapa tombak mengikuti langkah
Thong-pi thian-ong. Sementara itu, delapan perempuan yang ber-gelung kain yang
semula berjajar di belakang tandu sekarang juga keprak kudanya
berpencar mengelilingi tandu. Seperti delapan Busu laki2,
merekapun mengambil posisi berpencar, dalam jarak tiga tombak.
berkeliling mengatur barisan Pat-kwa-tin dan siap menghadapi
segala kemungkinan. Sama2 Pat-kwa-tin, cuma barisan kaum
perempuan lebih kecil dari kedelapan Busu pria, jadi barisan
kedelapan Busu perempuan berada dilingkaran dalam, sedang
barisan kedelapan Busu pria berada di kalangan luar. Maka
terciptalah barisan Pat-kwa lapis dua.
Thong-pi-thian-ong terlalu takabur, tiada musuh berarti yang
terpandang olehnya, sudah tentu musuh2 di depan ini dianggapnya tidak berarti. Dengan langkah lebar dia menghampiri, enam orang baju hitam di belakangnya mengikuti dengan ketat. tatkala mereka memasuki lingkaran Pat-kwa-tin kecil, tandu itu tiba2 terangkat ke atas, dari sebelah kiri muncul seekor kuda, penunggangnya
pemuda berjubah sutera biru, itulah Tong Siau-khing yang
menyoreng pedang. Keadaan sudah memuncak tegang, tak terduga tiba2 Thong-pi
thian-ong bertujuh sama2 tersungkur roboh tanpa bersuara. Dari
dalam tandu terdengar Tong-lohujin berkata: "Pa congkoan, lekas beriobatpenawarkepada mereka, ingat, jiwaharus dipertahankan."
Lalu dia berpesan kepada delapan Busu perempuan: "Sekarang kalian yang membuka jalan, tak peduli siapa saja yang kesamplok dengan kalian, bikin mereka roboh keracunan-"
Sementara itu, Pa Thian-gi sudah suruh kedelapan Busu pria
menggusur Thong-pi-thian-ong bertujuh.
Kedelapan Busu perempuan segera keprak kuda mereka
menerjang ke depan pintu gerbang perkam-pungan besar. Tong
Siau-khing, Tong Bun-khing dan Pui Ji-ping mengiring di samping tandu, mereka berhenti di depan pintu gerbang.
Delapan Busu perempuan sudah lompat turun dan berdiri di
undakan, lekas Tong Siau-khing, Tong Bun-khing dan Pui Ji-ping
juga melompat turun- Dua pelayan yang mengikuti tandu segera maju menyingkap
kerai tandu, dengan berpegang tongkat berkepala burung Hong
warna emas Tong-lo-hujin melangkah keluar, katanya sambil
menuding, dengan tongkat: "Gempur pintu, tak perlu kita sungkan lagi terhadap mereka."
Begitu perintah dikeluarkan, tampak seorang Busu perempuan
paling depan lantas mengayun tangan, dari telapak tangannya
meluncur setitik bayangan hitam langsung menerjang daun pintu
gerbang yang keras dan tebal berpaku baja.
"Blang," terjadilah ledakan keras, di tengah ledakan dan percikan api serta ber-gulung2nya asap dan debu, daun pintu
gerbang yang kokoh kuat itu hancur ber-keping2.
Pui Ji-ping melelet kaget, katanya heran: "Bun-khing cici, senjata rahasia apakah itu" Begitu hebat kekuatannya."
"Entahlah," sahut Tong Bun-khing, "aku juga tidak tahu."
Dengan tersenyum Tong-lohujin berkata: "Itu-lah Pik-lik-cu ciptaan Hwe-sin (malaikat api) Lo Hoan, dulu dia terkena senjata rahasia musuh yang beracun, untung bersua dengan ayah Siaukhing maka jiwanya tertolong, dia memberi delapan butir granat
tangan (Pik-lik-cu) itu, tak kira hari ini kita bisa menggunakannya."
Habis berkata segera dia memberi aba2: "Hayo kita masuk"
Delapan Busu perempuan sudah melolos pedang mereka yang
kemilau tajam dan berpencar menjadi dua barisan, mereka
mendahului menerjang masuk pintu. Dua pelayan perempuan
menenteng lamplion membuka jalan di depan Tong-lohujin yang
memegang tongkat kepala burung Hong, Siau-khing, Bun-khing
dan PuiJi ping meng-iringidisebelah belakang.
Tiba di pintu kedua, tampak si tua bungkuk tadi sambil
menenteng lampion berlari2 keluar dengan napas ngos2an,
teriaknya marah2: "Kalian ini memangnya mau berbuat apa?"
Busu perempuan paling depan segera membentak: "Minggir"
Tangan kiri segera terayun ke depan.
Si tua bungkuk ini jalannya tampak sempoyongan, sudah reyot
dan loyo, tapi melihat tangan yang menyerang ini mengenakan
sarung tangan kulit menjangan, seketika mendelik kaget dan
berubah air mukanya, sebat sekali dia melejit mundur. Gerakan
refleks ini justru membongkar kepura2annya, bukan saja dia
pandai silat, malah tarap kepandaiannya cukup tinggi, Tapi dia
hanya melejit mundur tujuh kaki, tahu2 iapun roboh terkapar tak bangun lagi.
Maklumlah, Thong-pi-thian-ong yang berkepandaian setinggi
itupun tahu2 roboh tanpa suara, betapapun tinggi kepandaian si
tua bungkukini takkan lebih tinggidaripadasi gedeitu.
Kiranya keluarga Tong kali ini sudah bersiap dengan segala
bekal kemampuannya untuk meluruk kemari,
Tong-bun-bu-sing-san warisan keluarga Tong sudah ratusan tahun
sejak nenek moyang mereka tak pernah digunakan di Kangouw,
hari ini telah menunjukkan kehebatannya. Bu-sing-san merupakan
obat beracun paling ganas milik keluarga Tong, puyer ini tanpa
warna tidak berbentuk, kena angin lantas sirna, tidak berbau lagi, dalam jarak setombak. siapa saja asal mencium puyer racun ini
pasti terjungkal semaput, dalam jangka semasakan nasi, kalau
tidak diberi obat, korban akan mati keracunanMemasuki pintu kedua, mereka tiba di sebuah halaman yang
luas, sebelah depan adalah sebuah bangsal besar. Apa yang
dikatakan si tua bungkuk tadi memang tidak bohong,
perkampungan sebesar ini, ternyata keadaan sepi lengang, tak
tampak bayangan seorangpun.
Tangan kanan pegang pedang, sementara tangan kiri Pui Ji-ping
memegang panah jepretannya dara langsung berlari ke dalam
sana, Tong Bun-khing tidak mau ketinggalan, bersama Ji-ping
iapun menerjang ke dalam. Kuatir kedua gadis ini mengalami
bahaya, lekas Tong Siau-khing menyusul masuk.
Diiringi pelayan pribadinya yang menenteng lampion, pelan2
Tong-lohujin masuk ke bangsat besar itu, alisnya bertaut kencang, katanya: "Kalian budak kasar ini, jangan kira tempat ini seperti rumah sendiri, tanpa siaga main terjang, kalau ada perangkap di sini, jiwakalian pastiterancam. "
Ji-ping cekikikan, katanya nakal: "Kau tak usah kuatir Bu, kalau adamusuhdisini, tentusejaktadi sudah kubereskan mereka."
Tengah bicara, Pa Thian-gi buru2 masuk. dan berkata kepada
Tong-lohujin-"Lapor Lohujin, tujuh orang yang kita tawan,
semuanya bukan musuh."
"Bukan musuh, memangnya siapa mereka?" tanya Tong-lohujin,
"Kecuali Thong-pi thian-ong, enam orang berkerudung itu di antaranya ada Lo-cit . . . . . . "
"Lo cit?" seru Tong-Lohujin, "maksudmu di-antara enam orang itu ada juga Lo-cit" Lalu siapa kelima orang yang lain?"
"Yang hamba kenal adalah Kim Ting Kim Kay-thay, ciangbunjin murid2 preman Siau-lim-pay, Un It-kiau orang kedua dari keluarga Un di Ling-lam, Kim-hoan siang-coat Siau Hong-kang, Locengcu
dari keluarga siau di Lam-siang, masih ada dua pemuda, mungkin
anak murid mereka." Terkesiap Tong-lohujin, katanya gemas: "Jahat betul akal keji mereka, jelas mereka menggunakan para tawanan untuk
menggempur kita sehingga orang sendiri saling bunuh membunuh,
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untunglah telah kita gagalkan maksud keji ini." Lalu ia bertanya:
"Mana mereka" Apakah semua sudah siuman?"
"Belum," sahut Pa Thian-gi, "agaknya mereka terbius oleh semacam obat2an sehingga kesadaran mereka terpengaruh,
kawan atau lawan tak terbeda lagi, sampai sekarang mereka belum sadar seluruhnya......."
"Ya, sementara ini biarlah mereka dalam keadaan kurang sadar saja." ujar Tong -lohujin "Pa-congkoan, bawa saja mereka ke bangsalini, kitaharusgeledah dulu perkampunganbesarini."
Pa Thian-gi mengiakan, segera dia pimpin ke delapan Busu pria
menggotong Thong-pi-thian-ong bertujuh ke sini. Kerudung hitam
mereka sudah di-tanggalkan-Pui Ji-ping kenal satu di antaranya, yaitu pemuda berpakaian ketat warna hijau, yaitu putera Kiam-hoan-siang-coat Siau Hong-kang yang bernama Kim-hoan-liok-long
Siau Kijing. Tong-lohujin berpesan kepada Pa Thian-gi dan enam Busu
perempuan "Kalian berpencar dan adakan pemeriksaan, siapa saja yang kesamplok boleh kalian turun tangan lebih dulu, kalau
menemukan apa2 hendaklah memberi tanda suitan, lekas
kerjakan" Pa Thian-gi mengiakan, kedelapan Busu perempuan ini biasanya
bertugas dibagian belakang, jadi tidak di bawah pimpinannya,
maka dia menjura kepada mereka, katanya: "Kita berpencar dari kiri dan kanan saja, kami bergerak dari kiri, silakan Han-koh
bergerak dari kanan, kitabertemudibelakang."
Han-koh adalah pemimpin ke delapan Busu perempuan, dia
manggut2, katanya: "Petunjuk Pa-congkoan memang tepat,
baiklah kita bekerja menurut petunjukmu." -Maka dua rombongan orang ini segera melakukan tugas masing2.
Setelah orang banyak keluar, diam2 Tong Bun-khing memberi
kedipan mata kepada Pui Ji-ping serta angkat dagu ke arah ibunya Ji ping manggut2, dia tahu maksud orang, katanya sambil
mendekati Tong-lohujin-"Bu, bersama Bun-khing cici biarlah kami juga memeriksa di luar."
"Kalian dua budak ini memang suka bertingkah, kita datang
terang2an, kini menduduki bangsal ini, musuh tetap
menyembunyikan diri tanpa menunjuk reaksi apa2, bahwa mereka
mampu membekuk tokoh2 kosen itu, tentu bukan sembarang
manusia, belum tentu mereka gentar terhadap kita, sekarang kita di tempat terang, maka jangan kalian mencari kesulitan-" Lalu dia tuding keluar serta menambahkan: "Lihatlah, seorang diri Toakomu berjaga2 di sana, lekaslah kalian bantu dia saja."
"Eh, memang begitulah maksud kami," kata Ji-ping aleman-Belum habis mereka bercakap. Tong Siau-khing yang berdiri di
undakan mendadak menghardik. "Siapa itu?"
Tong Bun-khing tarik tangan Ji-ping, serunya: "Dik, lekas
keluar." cepat mereka berkelebat ke luar sana.
Terdengar sabda Buddha berkumandang di luar pintu kedua.
Maka muncullah tiga pederi tua berjubah abu2, memegang tongkat
besibesar, denganlangkah lebar mereka memasukipintu kedua.
Mata Ji-ping cukup jeli, selintas dia sudah kenal satu di antara ketiga paderi yang berjalan ditengah, bertubuh kurus pendek
adalah Ling-san Taysu, kepala Bun-cu-wan Siau-lim-si yang pernah ber-sua di Liong-bun-kiu tempo hari, dengan girang segera dia
berseru, "Tong-toako, mereka adalah para paderi agung Siau-lim."
Menyusul di belakang ketiga paderi adalah sebarisan panjang
para paderi siau-lim-si yang mengenakan sepatu rumput.
semuanya memegang pentung besi atau golok besar, dengan
langkah lebar dan rapi masuk ke dalam.
Melihat Ji-ping, lekas Ling-san Taysu merangkap tangan,
katanya: "Omitohud, Li sicu sudah ber-ada di sini, tentunya Tonglohujin juga sudah tiba?"
Tong Siau-khing memberi hormat, katanya: "Wanpwe Tong
Siaukhing, ibuberadadibangsalsana,silakan masukparaTaysu."
"o, kiranya Tong-siaucengcu," kata Ling-san Taysu, "Pinceng Ling-san, pejabatketuaBun-cu-wandiSiau-lim-si."
Lalu dia perkenalkan Hwesio berbadan besar di sebelah kiri yaitu Poh-san Taysu kepala dari Lo-han-tong Hwesio berperawakan
sedangdisebelah kanan ialah Tin-sanTaysu, ketuaTat-mowan.
Tong Siau-khing menjura berulang kali, lalu dia iringi ketiga
paderi tua itu memasuki bangsal itu. Mendengar tiga paderi agung Siau-lim-si juga datang, lekas Tong-lohujin keluar menyambutnya, kini giliran Tong Siau-khing yang perkenalkan ke-tiga Hwesio sakti itu kepada ibunya.
Tengah bicara, dari luar tampak masuk seorang laki2 tua kecil
berbaju lengan panjang warna hijau bercelana kencang, sepatu
tinggi, pipa cang-klong tergantung di pinggangnya, di belakangnya ikut tiga laki2 kekar berbaju hijau pula.
Begitu dekat laki2 tua baju hijau lantas menjura kepada
Ling-san Taysu, katanya: "Siaute su-dah periksa sekeliling sini, perkampungan ini di bangun membelakangi gunung, paling
belakang adalah sebuah pagar tembok tinggi lima tombak, di sana agak luar biasa, di luar tembok malah di tumbuhi semak2 berduri yang subur dan lebat, orang tak mungkin bisa mendekat, kecuali
itu tiada tanda lain yang mencurigakan, tiada pos penjagaan yang dipasang secara rahasia."
Ling-san Taysu manggut2, katanya: "Malam itu dengan mata
Lolap sendiri menyaksikan perempuan yang menamakan dirinya
Thian-su membawa Thong-pi-thian-ong dan lain2 masuk ke
perkampungan ini . . . . " sampai di sini dia merandek lalu berkata pula: "oh Sute, mari kuperkenalkan, inilah Tong-lohujin dari keluarga Tong di Sujwan." Lalu dia berkata juga kepada Tong"lohujin-Inilah suteku Oh Siok-ham teman2 Bu-lim sama
menjulukinya To-pi-wan (lutung banyak lengan)."
Tong-lohujin tertawa, katanya: "Sudah lama kudengar nama
besaroh-tayhiap. beruntungmalaminibisabertemu"
Lekas oh Siok ham menjawab: "Tidak berani. sudah sekian
tahun aku tidak berkecimpung lagi di Kangouw."
Poh-san Taysu, ketua Lo-han-tong menimbrung: "Sepanjang
jalan memasuki perkampungan ini apakah Lohujin tidak mengalami
rintangan dan sergapan"
Kata Tong lohujin dengan tersenyum: "Dari Liong-bun-kiu
memang beberapa kali pernah bertemu dengan penjaga2 gelap.
setelah tanya jawab berlangsung, semuanya dibereskan oleh Pacongkoan, tapi setelah tiba di sini, mendadak muncul Thong-pithian-ong membawa enam cs yang berkerudung, terpaksa mereka
kurobohkan, akhirnya baru diketahui bahwa enam orang
berkerudung itu adalah orang2 kita sendiri, di antaranya ada Locit dari keluarga kami, Kim Ting Kim-loyacu dari Siau-lim kalian dan lain2."
Diam2 terkejut Ling-san Taysu bahwa tokoh2 ternama itu kini
menjadi tawanan Tong-lohujin, katanya: "Keluarga Tong di Sujwan memang kenamaan dengan obat beracun, bahwa Kim-sute dan
lain2 dapat ditundukkan, tentunya terkena senjata rahasia beracun kalian-"
Bergetar badan oh Siok-ham, tanyanya: "Di mana mereka
sekarang?" Maklumlah Kim Ting Kim Kay thay adalah ciangbunjin murid2
preman Siau-lim-pay, bahwa sekarang dia menjadi tawanan Tonglohujin,halini menurunkanderajatdanpamorpihakSiau-lim-pay.
Tong-lohujin tertawa ramah, katanya sambil menuding ke
bawah dinding sebelah barat, "Mereka rebah semua dilantai sana, cuma sekarang jangan kita mengganggu mereka."
"Kenapa?"tanya oh Siok-ham.
"Agaknya pikiran mereka terpengaruh oleh semacam obat bius, tidak bisa membedakan kawan atau lawan, agaknya musuh
memang sengaja mengatur muslihat keji ini supaya pihak kita
saling baku hantam sendiri, oleh karena itu terpaksa ku-turun
tangan merobohkan mereka, sementara mereka masih harus
istirahat, tapi oh-tayhiap tidak usah kuatir, dalam menggunakan racun sudah kuperhitungkan mereka tidak akan celaka karenanya."
"Siancay Siancay" sabda Ling san Taysu. "Malam itu Lolap sakslkan sendiri dalam beberapa kejap saja tahu2 Cu-cengcu sudah kena dikerjai oleh perempuan yang dipanggil Thian-su itu, tentunya kesadarannya juga telah terpengaruh, golongan kalian ahli dalam menggunakan racun, apakah punya obat penawar untuk
menyembuhkan orang2 yang kehilangan kesadarannya itu?"
"Harap Taysu tahu, setiap aliran punya cara tersendiri dalam menggunakan obat pelenyap kesadaran orang, kalau salah pakai
obat penawar, malah bisa menimbulkan bahaya bagi sang korban,
kalau tidak diadakan pemeriksaan seksama, sukar ditentukan kadar racun apa yang mereka gunakan, oleh karena itu sementara
kubiarkan mereka jatuh pulas dulu."
Tiba2 derap langkah ramai mendatangi. cong-koan Pa Thian-gi
tampak masuk-melihat banyak tamu2 Hwesio di dalam, sekilas dia
melengak heran "Pa-congkoan," tanya Tong-lohujin, "bagaimana hasil pemeriksaanmu" Apa betul gedung sebesar ini tanpa penghuni?"
Pa Thian gi menjura, katanya: "Lapor Lohujin, perkampungan ini terdiri dari empat lapis bangunan, bersama IHan koh hamba
mengadakan pemeriksaan, di mana2 debu bertumpuk tebal,
agaknya memang sudah lama tidak ditempati orang."
Belum Tong lohujin bicara, Ling san Taysu sudah mengerut alis,
selanya: "Kukira tak mungkin" Tiga hari yang lalu Lolap menguntit rombongan perempuan itu naik tandu masuk ke perkampungann
ini. sarangmereka jelasdiperkampungan ini ........."
Belum habis dia bicara, mendadak kupingnya mendengar suara
lirihsepertibunyinyamuk membentak:"Hwesiocilik,sambutlah."
"Serrr", serangkumangin kencangtiba2 menerjangtengkuknya.
Keruan Ling-san kaget, lekas dia menunduk miring seraya ulur
tangan menyambut ke belakang Memang tangannya berhasil
menangkap sesuatu tapi dorongan tenaga besar itu membuat
berdirinya menjadi goyah, tanpa kuasa dia terdorong maju dua
langkah. Ternyata ada orang menggunakan Thoan-im-jip-bit bicara
padanya, kecuali Ling-san Taysu sendiri orang lain tidak
mendengar, samberan angin kencang itupun bagai kilat, Poh-san
dan Tin-san Taysuyangberdiridisampingpuntidak
merasakanapa-apa.. Semua hadirin hanya melihat mendadak Ling-san Taysu
menunduk miring seraya ulur tangan meraup ke belakang, lalu
sempoyongan ke depan. Keruan yang paling kaget adalah Poh-san
Taysu dan Tin-san Taysu, tanpa berjanji mereka bertanya kuatir
"Kenapa Suheng?"
Kejadian berlangsung amat cepat, sementara Ling-san Taysu
sudah berdiri tegak pula, didapati-nya yang berada di telapak
tangannya hanya segulung kertas kecil sebesar kacang tanah,
keruan hati-nya bertambah kejut.
Maklumlah Ling-san Taysu adalah jago kosen Siau-lim-pay yang
memiliki kepandaian tinggi, bahwa orang itu hanya menimpukkan
gulungan kertas sekecil itu, tapi Ling-san Taysu sampai terdorong sempoyongan, betapa tinggi Lwekang penim-puk itu sungguh
sangat mengejutkan Ling-san Taysu sekarang sudah berusia 70 lebih, di Siau-lim-si
dia adalah seorang Tianglo yang amat dihormati, tapi orang itu
ternyata memanggilnya "Hwesio cilik."
Betapapun dia seorang paderi sakti yang saleh, mendadak
berkelebat suatu pikiran dalam benaknya bahwa orang itu pasti
seorang cianpwe yang kosen, gulungan kertas yang ditimpukkan
kepada dirinya pasti membawa pesan atau petunjuk yang amat
berharga. Maka tanpa menghiraukan pertanyaan pada Sutenya,
dengan laku hormat dan khitmad dia putar badan serta
membungkuk ke arah datangnya gulungan kertas tadi.
Melihat kelakuan Suhengnya yang aneh itu, Poh-san dan
Tin-san Taysu hanya mengawasi saju dan tidak mengajukan
pertanyaan lagi. setelah memberi hormat baru Ling-san Tay-su keluarkan
gulungan kertas di telapak tangannya, kertas itu hanya sebesar
kuku jari, dengan arang kertas secuil itu tertulis sebaris huruf-kecil yang berbunyi: "Masuk ruang berhala lapis empat, dorong patung pemujaan-"
Hanya sekilas membaca Ling-san Taysu lantas manggut2, lalu
dia bertanya kepada Pa Thian-gi: "Barusan Pa cong-koan bilang perkampungan ini terdiri dari empat lapis bangunan, apakah lapis keempat paling belakang itu adalah sebuah ruang berhala?"
"Betul, memang di gedung lapis keempat ada ruang pemujaan,"
sahut Pa Thian-gi. Ling-san Taysu tersenyum, katanya: "Tidak salah lagi, sarang rahasia dari komplotan Cin-Cu-ling itu pasti berada di dalam ruang berhala itu?"
Kaget dan heran oh Siok-ham, tanyanya:
"Darimana Suheng tahu?"
Ling-san Taysu keluarkan gulungan kertas itu dan diperlihatkan
kepada orang banyak, lalu men-jelaskan kejadian barusan dengan
suara lirih, Sudah tentu orang yang memanggilnya "Hwesio cilik"
tidak diceritakannya. "Ada orang kosen memberi petunjuk secara diam2 kepada kita, hayolah jangan kita bekerja lambat2, kita masuk bersama
mendobraknya," ajakTong-lohujin
Ling-san Taysu berkata: "Kim-sute dan lain2 masih belum
siuman, perlu ada orang jaga di sini, oh-sute, kau bersama The Si-kiat bertiga tinggalsaja disini.."
Tong-lohujin juga perintahkan Pa Thian-gi bersama kedelapan
Bususeragambirutinggaldi bangsal ini.
Maka dibawah petunjuk Han-koh be ramai2 orang banyak lantas
menuju ke belakang. Bangunan lapis keempat merupakan lapisan
terakhir pula. Pohon2 tua tinggi besar tersebar di pekarangan
belakang, orang akan merasa dingin dan seram di tempat yang
lembab ini. Setelah menyusuri halaman yang penuh lumut hijau, mereka
terus naik keundakan langsung memasuki sebuah ruangan besar
dan luas, tepat di tengah ruangan memang terdapat sebuah
patung pemujaan,yangdipujadisiniadalah
malaikatber-tenagaraksasa.
Delapan Busu perempuan melangkah masuk lebih dulu terus
berjajar di dua sisi, Tong-lohujin beriring dengan Ling-san Taysu dan lain2 ikut masuk. Ketua Lo-han-tong Poh-san Taysu jalan paling belakang, dia memberi tanda kepada 18 muridnya untuk
bersiaga di luar pekarangan.
Ling-san Taysu maju beberapa langkah lebih dekat dan
memberi hormat ke arah patung pemujaan, lalu dia mundur
kembali. Sementara Tin-san Taysu juga maju mendorong patung
pemujaan-Tapipatung itutak bergeming sedikitpun.
"Taysu bertiga harap mundur agak jauh," kata Tong-lohujin,
"kita tak tahu cara bagaimana membuka alat2 rahasia di sini, terpaksa hancurkan saja Han-koh, kau saja yang turun tangan-"
Sementara itu orang banyak sudah mundur agak jauh, Han-koh
mengiakan, dari dalam kantong kulit harimau dia keluarkan sebutir besi bundar sebesar biji kenari, sekali ayun dia timpuk ke arah patung-pemujaan
"Dar", hebat sekali ledakan ini, patung pemujuan yang tinggi besar itu roboh ber-keping2. Tampak di belakang patung pemujaan terdapat sebuah pintu besi, bawah tembok juga sudah berlubang,
tapi pintu besi itu tetap utuh tidak kurang sesuatu apapun, tanpa disuruh Han-koh timpuk lagi sebutir granat tangan ke arah pintu besi. Ledakan keras kembali menggetar ruang pemujaan, kedua
daun pintu besi kini roboh berserakan, di belakangnya adalah
lorong panjang yang gelap gulita.
"Kalian geledah ke dalam," Tong-lohujin mem-beri aba-aba kedelapan Busu perempuan-Di bawah pimpinan Han-koh kedelapan orang itu segera
menerjang ke dalam terbagi dua barisan-Bersama Tong Siau-khing
bertiga Tong-lohujin mengiringi Ling-san Taysu masuk lebih jauh, Poh-san Taysu tetap berada paling belakang, dia suruh delapan
paderi berjaga di ruang pemujaan ini, lalu kedelapan paderi yang lain dia ajak masuk ke dalam.
Lorong gelap ini panjangnya puluhan tombak. mereka tiba di
ujung sana dan diadang dinding tembok. Han-koh lantas
timpukkan granat lagi, debu pasir beterbangan sehingga orang
banyak sukar membuka mata. Tapi dinding pengadang jalan sudah
jebol. Lekas sekali kedelapan Busu perempuan yang tetap
berkerudung kain hitam itu menerobos masuk lewat lubang besar
itu. Waktu Tong-lohujin dan Ling-san Taysu be-ramai keluar dari
lubang tembok, mereka tiba di sebuah taman bunga yang amat
luas, malam remang2, tampak bayangan pohon dan gardu tersebar
di sana-sini. Waktu orang banyak mengamati keadaan sekelilingnya, mereka
berada di depan sebuah bangunan berloteng yang dibangun
megah dan mewah, di bagian depan terdapat undakan batu
memanjang tinggi, sekarang mereka berada di tengah2 undakan
batu yang jebol oleh ledakan granat tangan tadi.
Di antara bayang2 pohon yang gelap di sekitar mereka tampak
bermunculan bayangan puluhan laki2 bersenjata golok, dari
kejauhan mereka merubung maju mengepung.
Pui Ji-ping yang berangasan ajak Tong Siau-khing untuk
melabrak orang2 itu. Tapi Tong-lohu-jin lantas mencegah, katanya:
"Tak perlu kalian bekerja susah payah " Tiba2 tampak orang2
yangmengepung mereka itu satu persatu, sama terjungkal roboh
tak bergerak lagi.Jelas semuanya terkena Bu sing-san yang lihay dan mematikan
Diam2 berkerut alis Ling-san Taysu, lekas dia bersabda dan
komat-kamit memanjatkan doa bagi arwah para korban supaya
mendapat tempat tenteramdialam baka.
Pada saat itulah dari arah pintu yang terbuka di depan sana
muncul di atas undakan batu dua pelayan perempuan cilik
membawa dua lampion, lalu berdiri di kanan kiri. Segera terdengar pula suara gemericik sentuhan batu manikam dan perhiasan yang
bertaburan di tubuh seorang perempuan cantik jelita, seorang
nyonya muda berpakaian puteri keraton pelan2 beranjak keluar,
sebelah tangan terpapah dipundak seorang dayang di sebelahnya.
Yang muncul ternyata Hian-ih-lo-sat, wajahnya nan ayu
menampilkan rasa kaget dan heran-namun mulutnya yang kecil
mungil mengulum senyum, katanya: "Kalian siapa" Malam buta menjeboldindingmainterjangdirumahorang, mauapa?"
Sementara itu Pui Ji-ping sudah sembunyi di belakang Tonglohujin serta berbisik. "Bu, perempuan siluman itulah yang menamakan dirinya Hian-ih-lo-sat."
"Jangan ribut," Tong-lohujin manggut2, "dengar saja apa yang dia katakan-"
Sementara itu Ling-san Taysu sudah perkenalkan diri dan
nyatakan maksud kedatangannya. Tapi Hian-ih lo-sat malah
menista bahwa kedatangannya mau merampok atau memperkosa
kaum perempuan di sini. Sebagai paderi agung yang alim, sudah
tentu Ling-san menjadi gelagapan dan tidak mampu menjawab.
Tong lohujin tertawa dingin, bentaknya: "Nona tidak usah
banyak omong, siapakau memangnyakamitidaktahu?"
Kerlingan mata Hian-ih-lo sat mempesonakan, katanya sambil
berpaling ke arah Tong-lohujin: "Apakah nenek tua ini juga orang dari Siau-lim?"
"Dari keluarga Tong di Sujwan,"jengekTong-lohujin
Hian-ih-lo-sat pura2 tidak tahu, katanya: "Keluarga Tong di Sujwan" Tempat apakah itu, belumpernah kudengar."
"Itu tidak penting, satu hal perlu kuperingatkan, komplotan CinCu-ling kalian main culik orang, sekarang kita sudah berhadapan, lekas kau bebaskan para tawanan, kalau tidak jangan menyesal
kalau kami turun tangan keji."
Pedang Kiri Cin Cu Ling Karya Tong Hong Giok di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sambil membetulkan sanggulnya, Hian-ih-lo-sat berkata dengan
mengunjuk rasa kaget dan heran: "Apa katamu nenek tua " Siapa yang harus kubebaskan?"
Pada saat itulah, ke delapan Busu perempuan yang berjaga di
sekeliling Ting-lohujin erempak berteriak seraya mengayun tangan ke udara. Tapi mereka bukan menimpukkan senjata rahasia, juga
bukan melancarkan pukulan, hanya seperti tanda gerakan tangan
aja, Sudah tentu Ling-san Taysu dan lain2 yang tidak tahu apa2
jadi heran Tong-lohujin menyeringai hina, katanya: "Memang sudah
kuduga bahwa Hian-ih-lo-sat pandai menggunakan bubuk racun
yang tidak kelihatan, kepandaian rendah ini memangnya dapat
mengelabui mataku?" Dengan mengangkat tangan membetulkan sanggulnya tadi,
ternyata secara diam2 Hian-ih-lo-sat sudah menaburkan bubuk
beracun yang tidak kelihatan-Keruan kaget dan berubah air muka
para paderiSiau-lim. Hian-ih-lo-sat sendiri juga berubah air mukanya, tapi segera dia cekikikan, katanya: "Nenek tua, ternyata kau memang memadai untuk lawanku, entah bagaimana kau tahu kalau aku Hian-ih-losat?"
"Perbuatanmu menawan Cu Cengcu secara licik di Liong-bun-kin kusaksikan diatas batu bersama Ling-san Taysu ini, berani kau
mungkir?" demikian timbrung Ji-ping. "Ketahuilah Thong-pi-thianong dan lain2 yang kau bius kini sudah sadar seluruhnya, kalian masih mampu berbuat apa lagi?"
"Nona cilik," ujar Hian-ih-lo-sat cekikikan, "malam ini kalian beradadiatasangin,akuhanyasendirian, mampuberbuatapalagi" Tapi
kalian harus ingat, Lok san Taysu berempat masih tergenggam di
tanganku, kalau terpaksa, ya apa boleh buat, jangan salahkan aku bertangan keji."
Diam2 kaget Tong-lohujin, katanya dengan suara geram: "Kau berani?"
Tengah bicara tiba2 muncul empat bayangan orang melayang
ke depan undakan-Itulah seorang Hwesio dan tiga orang preman,
orang terdepan adalah paderi berjubah abu2, tangan menenteng
tasbih, usianya 6o-an-Mereka bukan lain adalah para tamu agung
yang diculik ke Coat Sin-san-ceng, yaitu Lok-san Taysu, Tong
Thianjong, Un It-hong dan Cu Bun-hoa.
Melihat kedatangan Lok-san Taysu, lekas Ling-san, Po san cian
Tin-san Taysu memburu maju, seru mereka: "Suheng berhasil
menjebol kurungan musuh"
Lok-san Taysu berkata: "Kami berempat tinggal di kebun ini, mendengar keributan di sini segera kami datang kemari. Ai,
pengalaman pahit iniagak panjanguntukdiceritakan"
Sementara itu, Tong-lohujin juga sudah melihat suaminya, kejut
dan girang hatinya, serunya: "Loyacu, kau tidak apa2 bukan?"
Tong Siau-khing dan Tong Bun-khing juga berseru: "Ayah"
"Masih baik," ujar Tong Thian-jong sambil mengelus jenggot,
"beruntung kedatangan Ling-lote, dia bantu kami memunahkan kadar racun yang mengeram dalam tubuh kami, kalau tidak malam
ini tetap takkan bisa kemari."
Sementara itu Ji-ping sudah memburu ke de-pan Cu Bun-hoa,
teriaknya: "Ling-toako, kau tahu di mana pamanku dikurung?"
"Ji-ping, akulah pamanmu," ujar Cu Bun-hoa.
Berkedip mata Ji-ping, serunya heran, "Lantas di mana Ling-toako?"
"Paman terjebak oleh perempuan siluman itu dan dikurung di bawah tanah, malam tadi Ling-lote menolongku keluar, dia sudah
pergi." "Dia tidak bilang mau ke mana?" tanya Ji-ping gelisah.
"Waktu paman bangun, Ling-lote sudah tiada lagi."
Mendadak Tong lohujin berseru kaget: "Wah, perempuan
siluman itu sudah merat, hayo kejar"
Melihat gelagat jelek. tahu seorang diri takkan mampu melawan
musuh sebanyak ini, pada saat orang banyak ribut bicara, diam2
Hian-ih-lo-sat kabur bersama ketiga dayangnya.
Un It-hong tidak berbicara, maka dia bertindak lebih dulu, tapi waktu dia tiba di depan pintu mendadak ia berhentikan-Sementara itu Lok -san Taysu, Tong thian-bong, Tong-lohujin Cu Bun-hoa
serta yang lain juga telah memburu maju. Lekas Un It-hong
mencegah: "Semua berhenti, ada perangkap dalam ruangan-"
Waktu semua berhenti, tertampak di dalam ruangan besar itu
penuh asap hitam seperti kabut tebal sehingga sulit memandang
keadaan didalam. "Sepertikabuttebal,"ujarLok-sanTaysu.
Tong Thian-jong tertawa dingin,jengeknya: "inilah cek-yu-tok-bu (kabut beracun) lekas mundur" Lalu dia berpaling, tanyanya: "Hujin membawa Lan ling-tan?"
"Barang2 yang diperlukan tentu kubawa seluruhnya," ucap Tonglohujin sambil tersenyum, lalu dia memberi tanda ke
belakang. Hankoh segera tampil ke depan, tangan kiri terayun, tiga bintik cahaya kemilau biru meluncur kedalam ruangan
"Blang", terdengar ledakan keras dibarengi dengan muncratnya kembang api. Bintik2 sinar kemilau biru itu segera menyala dan
berkobar waktu terkena asap hitam, terdengar suara mendesis di
tengah kabut hitam itu. Ternyata Lan ling-tan (granat belerang biru) memang pemunah
dari cek-yu-tok-bu atau kabut beracun itu, dalam sekejap kabut
gelap yang memenuhi ruangan segera sirna tanpa bekas. Kobaran
apipun lantas padam. Tanpa diperintah Han-koh, pimpin anak buah-nya menerjang
masuk lebih dulu, Tong Thian-jong suami-isteri, Lok-san Taysu dan lain2 beramai2 ikut masuk, para paderi Siau-lim menyalakan obor berada di barisan belakang. Ruang besar seketika terang
benderang, tapi bayangan Hian-ih-lo-sat sudah tak kelihatan lagi.
Berkerut alis Tong Thianjong, serunya: "Lekas periksa rumah yang ada di sini." -Tangan kiri terayun, dia pukul roboh daun pintu yangmenutup kamardisebelah kiri.
Tapi hasil pemeriksaan semua orang tetap nihil, tiada bayangan
seorangpun di dalam perkampungan sebesar ini. Bukan saja
bayangan Hian-ih-lo-sat tidak kelihatan, para kacung, pelayan dan penjagapun tiada lagi.
"cepat juga perempuan siluman itu melarikan diri," kata Un Ithong gusar.
Sementara itu Cu Bun-hoa masih sibuk lihat sana periksa sini,
akhirnya dia menuju ke belakang pintu angin, ia menekan dua kaki di-sela2 dinding, maka terdengarlah suara keresekan, lantai di
tengah ruang tiba2 ambles ke bawah, muncul sebuah lubang
bundar yang disambung undakan menjurus ke bawah.
"Lorong bawah tanah," seru Tong Thian-jong, "Perempuan siluman, itu laridari sini."
"Lekas kita kejar," seru Un It-hong.
"Menurut pendapat Siaute," timbrung Cu Bun-hoa, "lorong ini mungkin menembus keluar taman, sekarang tentu perempuan
siluman itu sudah merat jauh."
Tenaga segera dikerahkan, semua orang dibagi tiga kelompok
mengadakan penggeledahan, tapi hasilnya tetap nihil, terpaksa
mereka keluar dari lubang ledakan semula dan kembali ke bangsal.
To-pi-wan oh Siok-ham maju memberi hor-mat kepada Lok-san
Taysu. Tong Thian-jong lalu periksa keadaan Thong-pi-thian-ong
bertujuh, dalam setengah jam setelah diberi obat, ketujuh orang berturut2 siuman, melihat orang banyak merubung mereka di
dalam ruangan, mereka merasa heranBegitu melihat Un It-hong, Thong pi-thian-ong lantas berteriak:
"Un-lotoa, tempat apakah ini?"
Melihat Lok-san Taysu dan paderi yang lain, sudah tentu Kim
Kay-thay juga kaget dan girang, lekas ia bangkit berdiri, serunya:
"Lok-san Suheng sudah lolos."
Setelah banyak mengalami kesukaran, panjang lebar
pembicaraan mereka. Bahwa orang2 yang hi-lang kini sudah
diketemukan dan tertolong semuanya, hanya Ling Kun-gi saja
entah ke mana perginya, maka Pui Ji-ping menjadi masgul,
seorang diri dia menunggu di serambi luar, ia menengadah
mengawasi rembulan, gumamnya: "Ke manakah Ling-toako?"
Terdengar suara Tong Bun-khing cekikikan di belakang,
katanya: "Adik Ji-ping, kutahu apa yang sedang kau pikirkan-"
Merah muka Ji-ping, omelnya: "cis, kau sendiri yang memikirkan dia."
oood wooo Tepat tengah hari, di depan Lam-pak-ho, restoran terbesar di
kota An-khing yang terletak dijalan timur datang seekor kuda putih yang gagah, sedemikian putih bulunya laksana saiju, tiada bulu
warna lain di badannya. Penunggangnya seorang pemuda berjubah
hijau, usianya sekitar 19 an, wajahnya putih halus, bibirnya merah, giginya putih, hidang mancung, gagah tapi juga lembut, gerak-geriknya seperti anak sekolahan, tapi pedang tergantung
dipinggangnya sehingga tampak lebih perwira.
Baru saja pemuda jubah hijau melompat turun, pelayan restoran
cepat menyongsongnya, sipemuda serahkan tali kendali kudanya
kepada pelayan terus melangkah masuk langsung naik ke atas loteng, dia pilih meja yang dekat jendela. Waktu itu saatnya makan siang, tamu penuh sesak. untunglah si pemuda mendapatkan
tempat duduknya. Sambil menunggu hidangan pesanannya, dia
pandang keluar jendela melihat pemandangan dijalan raya. Tiba2
didengarnya seorang pelayan berkata di sebelah belakang: "Siang kong ini hanyasendirian, silahkan tuanduduksemejasajadisana."
Waktu pemuda jubah hijau berpaling, dilihatnya pelayan
mengiringi seorang pemuda berpakaian ketat warna biru
mendatang ke arah mejanya, kursi di seberang mejanya di tarik
keluar, lalu pelayan menyilakan tamu muda ini duduk.
Usia pemuda ini antara 27, alisnya tegak bermata besar,
wajahnya bersih kelihatan agak kurus, sebuah buntalan
tergendang di pundak. tampak gagang pedang yang beronce
menongol keluar dari buntalannya. Sekali pandang orang tahu
bahwa pemuda ini pandai main silat, entahmuriddarigolongan
mana dia" Pemuda baju biru turunkan buntalannya dan taruh di pinggir
meja, katanya tertawa seraya memberi hormat pada pemuda baju
hijau : "Sungguh menyesal harus mengganggu saudara."
Pemuda baju hijau menjawab tawar: "Tidak apa2."
Pemuda baju biru lantas duduk berhadapan dengan pemuda
baju hijau, pelayan menyuguhkan pesanan pemuda jubah hyau
sembari tanya pemuda baju biru mau pesan makanan apa.
Pemuda baju biru berkata, "Aku harus mengejar waktu dan
melanjutkan perjalanan, arak jangan kau sediakan, siapkan
makananapasajayangcepat,seporsibak-pau, minumtehsaja."
Pelayan mengiakan terus mengundurkan diri.
Setelah meneguk secangkir teh, pemuda baju biru berkata:
"Mohon tanya siapakah she saudara yang terhormat?"
Merah muka pemuda jubah hijau, sahutnya: "Siaute berhama
Cu Jing." "o, kiranya Cu-heng, beruntung bertemu di sini, cayhe Ban Jincun," ujar pemuda baju biru, matanya melirik cit-sing-kiam milik Cu Jing yang di taruh dipinggir jendela, lalu menambahkan dengan
tertawa: "Cu-heng membawa pedang, tentunya mahir bermain
pedang?" Merah muka Cu Jing, katanya: "Siaute hanya belajar berapa
jurus cakarayamsaja, belumsembabatdikatakan mahir."
Ban Jin-cun tertawa lebar, katanya: "Sekali bertemu rasanya seperti sahabat lama, Cu-heng tak usah sungkan, cayhe yakin Cuheng bukan sembarang orang, hari ini dapat berkenalan, sungguh
beruntung sekali . . . . " sampai di sini tiba2 sikapnya tampak masgul, katanya: "Sayang Siaute mengalami petaka, kalau tidak ingin rasanya hari ini makan minum sepuasnya dengan Cu-heng . .
. ." "Ah, saudaraBanpandaibicara,"ujarCuJing malu2.
Pelayan datang pula membawa pesanan Ban Jin-cun, maka
mereka lantas makan minum sendiri, begitu lahap dan bernafsu
sekali mereka ber-santap. tanpa diaadari bahwa seseorang telah
berdiri di samping meja mereka. Ban Jin-cun segera menyadari
adanya seseorang disamping mereka, cepat ia angkat kepala. Cu
Jing juga sudah tahu, iapun melirik ke atas.
Orang yang berdiri di samping meja mereka adalah pemuda
Senopati Pamungkas I 23 Lauw Pang Vs Hang Ie Kejatuhan Dinasti Cin Dan Kebangkitan Dinasti Han Pendekar Pendekar Negeri Tayli 4
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama