Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo Bagian 2
menggetarkan seluruh orang yang berada di situ. Sin Wan
yang belum pernah melihat ayahnya bersikap seperti itu,
terkejut dan ketika dia memandang dengan penuh perhatian,
dia terbelalak. Ayahnya telah lenyap dan di tempat dia berdiri
tadi nampak seekor naga yang mengeluarkan api dari
mulutnya. Naga itu sebesar orang dewasa, dan panjangnya puluhan
kaki! Matanya mencorong, lidahnya yang terjulur keluar itu
seperti api membara dan dari mulutnya keluar api bernyalanyala bercampur asap, juga dari hidungnya keluar api.
Sungguh merupakan mahluk yang mengerikan sekali. Naga
Api! Ketika dia menoleh kepada ibunya, agaknya ibunya juga
melihatnya, akan tetapi ibunya tidak nampak heran, hanya
ngeri dan takut. Melihat ibunya ketakutan, Sin Wan lalu
memegang tangan ibunya dan merasa betapa jari-jari tangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ibunya mencengkeram tangannya dan tangan ibunya itu amat
dingin. Dewa Arak dan Dewa Pedang sudah duduk bersila dan
memejamkan mata seperti orang melakukan samadhi. Mereka
mengerahkan tenaga dan batin agar tidak terpengaruh dan
terseret oleh ilmu sihir yang kuat itu, dan dengan
memejamkan mata mereka melawan getaran sihir. Akan
tetapi, Dewa Rambut Putih berdiri berhadapan dengan Se Jit
Kong yang sudah "berubah" menjadi naga api itu.
"Ha-ha-ha, Se Jit Kong, permainan kanak-kanak ini tidak
ada artinya bagiku!"
Dewa Rambut Putih lalu mengeluarkan sulingnya dan dia
meniup sulingnya. Terdengar lengking suara yang turun naik,
terdengar aneh dan mengandung getaran kuat sekali.
Sin Wan memandang dengan mata terbelalak, dan biarpun
hatinya tegang, namun dia ingin tahu kelanjutannya
bagaimana terjadinya pertandlngan adu ilmu sihir yang aneh
ini. Naga Api itu menggereng-gereng dan suara suling
melengking-lengking. Akan tetapi, gerengan naga api itu
semakin lemah dan akhirnya, nampak asap mengepul dan
lenyaplah naga jadi-jadian itu, dan nampak tubuh Se Jit Kong.
Suara sulingpun terhenti dan muka Se Jit Kong menjadi merah
sekali saking marahnya. "Pek-mau-sian, aku atau engkau yang mampus!" bentaknya
dan dia mengangkat pedangnya tlnggi-tinggi di atas kepala,
mulutnya berkemak kemik dan dia berseru lantang, "Pek-mausian, nagaku ini akan membunuhmu!" Dan dia melontarkan
pedang itu ke atas. Terdengar suara keras seperti ledakan dan pedang itu
lenyap, berubah menjadi seekor naga lagi, walaupun tidak
begitu menyeramkan seperti naga api tadi, namun naga ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bergerak dengan lincahnya seperti burung terbang dan
berputaran di atas, seperti sedang mengintai korban.
Melihat ini, Pek-mau-sian Thio Ki tertawa lagi. "Udara jernih
menjadi keruh, langit terang menjadi gelap, munculnya naga
jadi-jadian yang jahat perlu diberantas!"
Ucapannya terdengar seperti bernyanyi dan diapun
melontarkan serulingnya ke atas. Terdengar lengkingan suara
meninggi dan suling itupun berubah bentuknya menjadi
seekor naga putih kekuningan seperti warna suling bambu itu.
Kedua naga itu bertemu di udara dan terjadilah pertandingan
dan pergulatan yang hebat.
Namun, tidak lama, karena terdengar suara Pek-mau-sian
lantang. "Pedang curian harus kembali ke pemiliknya!" Dan kedua
"naga" itupun meluncur ke bawah, ke arah Dewa Rambut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Putih dan lenyap berubah menjadi suling dan pedang yang kini
berada di kedua tangan tosu itu.
Wajah Se Jit Kong menjadi pucat. Dia maklum bahwa
dalam ilmu sihirpun dia tidak mampu menandingi Pek-mausian Thio Ki. Dalam ilmu pedang dia kewalahan melawan Kiam-sian
Louw Sun, dan dalam ilmu silat tangan kosong dan tenaga sinkang, diapun terdesak oleh Ciu-sian Tong Kui. Tiga orang
lawan itu memang tangguh sekali dan kalau dilanjutkanpun
akhirnya dia akan mendapat malu dan akan roboh.
Dia mencabut sebatang pisau dari pinggangnya. Melihat ini,
tiga orang tosu yang kesemuanya sudah bangkit berdiri itu
siap siaga, mengira bahwa Se Jit Kong akan mengamuk dan
melawan mati-matian. Akan tetapi Se Jit Kong memandang
kepada mereka penuh kebencian dan suaranya terdengar kaku
penuh kemarahan. "Sam Sian (Tiga Dewa), kalian sudah mampu menandingi
dan mengalahkan aku, akan tetapi jangan harap aku akan sudi
mengembalikan benda-benda pusaka itu dan menyerah untuk
kalian tangkap. Tidak ada seorangpun manusia di dunia ini
yang boleh membuat aku menyerah dan memaksaku! Ha .. ha
... ha .. ha!" Sambil tertawa bergelak, Hwe-ciang-kwi Se Jit Kong lalu
menggerakkan pisau itu. Tiga orang tosu terbelalak keget.
Mereka tidak mengira sama sekal bahwa Tangan Api itu akan
mengambil keputusan demikian nekad. Pisau itu, di tangan
ahli Se Jit Kong, telah menyelinap di bawah tulang iga dan
langsung menembus jantungnya sendiri! Dia masih tertawa
bergelak ketika roboh dengan mata terbelalak dan begitu
suara tawanya terhenti, diapun sudah menghembuskan napas
terakhir!! Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ayaaaahhhh .......!" Sin Wan menjerit dan lari menghampiri tubuh ayahnya yang menggeletak telentang tak bernyawa lagi itu.
"Ayah ........! Ayah .....!" Dia menubruk dan merangkul tubuh yang sudah menjadi mayat akan tetapi masih hangat itu. Dia tidak perduli tangan dan bajunya terkena darah yang bercucuran keluar dari lambung ayahnya.
Setelah mengguncang-guncang tubuh ayahnya dan memanggil-manggil akan tetapi ayahnya tetap tak bergerak, mati dengan mata melotot, Sin Wan maklum bahwa ayahnya telah tewas. Dengan terisak dia lalu menggunakan jari-jari tangannya untuk menutup kedua pelupuk mata yang terbelalak itu sehingga sepasang mata itu kini terpejam. Lalu, perlahan-lahan dia bangkit berdiri, memutar tubuh menghadapi tiga orang tosu yang memandang dengan sikap tenang.
"Kalian .... tiga orang pendeta yang kelihatannya saja alim dan baik, akan tetapi kalian telah membunuh ayahku! Aku bersumpah kelak aku akan ......."
"Sin Wan, diam kau ....... !!" Tiba-tiba ibunya membentak dan ternyata ibunya telah berada di sisinya. Sin Wan tidak melanjutkan ucapan sumpahnya yang hendak membalas dendam, dan dia menoleh kepada ibunya, lalu merangkul pinggang ibunya.
"Ibuuuu....... ayah telah tewas .....!" isaknya.
"Aku tahu, anakku."
"Ayah telah dibunuh oleh tiga orang jahat itu ......."
' Hushh, diam kau, Sin Wan. Bukan mereka yang membunuh. Ayahmu bunuh diri, kita juga melihatnya tadi."
"Tapi, dia bunuh diri karena tersudut oleh mereka, ibu.
Kenapa ibu tidak menyalahkan mereka, dan tidak membela
ayah?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sin Wan, ayahmu tewas karena ulahnya sendiri ......"
Wanita itu lalu berlutut dan menggunakan kedua tangan untuk mencabut pisau yang masih menancap di lambung suaminya. Pisau itu berlumuran darah, akan tetapi kini tidak banyak lagi darah mengucur keluar dari luka di lambung.
"Ibuuu ........!"
Sin Wan berseru kaget melihat ibunya mencabut pisau yang berlumuran darah, dan dia melihat ibunya bercucuran air mata, menangis. Diapun merasa terharu dan sedih, mengira ibunya menangisi kematian ayahnya.
"Ibu, ayah mati karena mereka, bagaimana kita tidak menjadi sakit hati" Ibu, jangan menangis, kelak anakmu yang akan ...."
"Husssh, Sin Wan, jangan blcara sembarangan," kata ibunya sambil menghentikan tangis dan menghapus air matanya. "Ibumu bukan menangisi kematian ayahmu."
Sepasang mata anak itu terbelalak. "Ibu .... . Apa maksudmu, ibu" Bagaimana mungkin ibu berkata demikian"
Ayah amat mencinta ibu dan menyayangku, dan ibupun mencinta ayah. Kenapa ibu mengatakan bukan menangisi kematian ayahku?"
"Sin Wan, dia ini bukan ayahmu."
"Heeei .....! Ibu ....! Apa ....... apa maksudmu?" Wajah anak itu berubah pucat dan dia memandang ibunya dengan mata terbelalak. Tiga orang tosu itupun saling pandang dan mereka diam saja, hanya kini mereka duduk bersila, untuk memulihkan tenaga dan juga, untuk tidak mengganggu ibu dan anak itu.
"Sin Wan, anakku, sekaranglah saatnya ibumu membuka semua rahasia ini, di depan jenazah Se Jit Kong ini. Dengarkan baik-baik dan ingat semua kata-kataku, anakku. Sepuluh tahun lebih yang lalu, ketika itu usiaku baru delapanbelas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tahun, namaku Jubaidah dan aku hidup berbahagia di samping
suamiku yang baru setahun lebih menjadi suamiku. Suamiku.
bernama Abdul ah dan dia putera seorang kepala dusun di
perkampungan bangsa kita, yaitu bangsa Uigur. Ketika itu,
engkau telah berada di dalam kandunganku, Sin Wan,
berumur tiga empat bulan."
"Aahhhhh ....., jadi ayahku ..... ayah kandungku, yang
bernama Abdul ah itu .......?" Suara Sin Wan berbisik lirih dan
dia menoleh ke arah wajah Se Jit Kong, orang yang selama ini
dianggap ayahnya, "Mendiang Abdul ah, anakku. Pada suatu hari, Se Jit Kong
ini datang ke dusun kami dan dia .... dia menginginkan diriku,
dia membunuh ayah kandungmu, mendiang Abdul ah suamiku
itu ........." "Ya Tuhan .......!!" Sin Wan menjadi lemas, wajahnya
semakin pucat dan matanya seperti tidak bersinar lagi
mengamati wajah Se Jit Kong. Orang yang menyayangnya dan
disayangnya seperti ayah ini kiranya bahkan pembunuh ayah
kandungnya! "Tenanglah Sin Wan. Engkau harus mendengarkan penuh
perhatian dan ingat baik-baik semua keteranganku ini.
Suamiku, Abdul ah dibunuh oleh Se Jit Kong ini, dan aku
diculiknya. Aku adalah seorang wanita beragama yang taat.
Aku sudah bersuami dan biarpun suamiku tewas, aku tidak
akan sudi menyerahkan diri kepada pria lain, apalagi kalau
pria itu pembunuh suamiku. Menurut suara hatiku, semestinya
aku membunuh diri pada saat suamiku dibunuh itu. Akan
tetapi, semoga Tuhan mengampuni aku, aku .... aku tidak
tega karena engkau berada di dalam perutku, anakku. Kalau
aku bunuh diri, berarti .aku membunuhmu pula. Aku ingin
engkau terlahir dan hidup, anakku. Aku ingin engkau menjadi
saksi tunggal bahwa aku sama sekali bukan wanita yang
begitu saja mudah melupakan suami dan menyeleweng
dengan penyerahan diri kepada pria lain ......"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wanita itu memejamkan mata dan menahan agar tangisnya
tidak datang lagi. Sin Wan tidak mengeluarkan suara, hanya memegang
tangan ibunya, menggenggam tangan itu seolah memberi
kekuatan kepada ibunya. Tangan kiri ibunya dingin sekali,
sedangkan tangan kanan wanita itu masih memegang gagang
pisau yang berlumuran darah Se Jit Kong.
Agaknya sentuhan tangan puteranya memberi kekuatan
kepada Ju Bi Ta atau Jubaidah ini dan ia melanjutkan
bicaranya. "Dia ini memaksaku menjadi isterinya. Dia tidak memaksa
dengan kekerasan, melainkan membujuk dengan lembut dan
dia nampaknya amat sayang kepadaku. Aku lalu menyerah,
akan tetapi, demi Tuhan, semua ini kulakukan untuk
menyelamatkan anak dalam kandunganku. Aku menyerah
dengan syarat bahwa dia harus menanti sampai anak dalam
kandungan terlahir, kemudian syarat kedua adalah bahwa dia
harus menganggap anakku seperti anak sendiri,
menyayangnya, dan kalau sampai kelak dia melanggar Janji,
aku akan membunuh diri. Dan dia ..... ya Tuhan ampunkan
hamba, dia begitu sayang kepadaku, dia memenuhi semua
permintaanku, tak pernah melanggar syarat-syaratku. Setelah
engkau terlahir, dia begitu sayang kepadamu dan akan
merasa benar bahwa dia amat cinta padaku. Maka, terpaksa
sekali, walaupun di dalam hati aku menangis dan mohon
ampun dan pengertian dari mendiang suamiku, aku menyerah
dan menjadi isterinya ......."
Kembali wanita ini menghentikan ceritanya, berulang kali
menarik napas panjang seperti hendak mengumpulkan
kekuatan. Sin Wan memandang bingung. Dia belum cukup
dewasa untuk dapat menyelami keadaan ibunya, menjadi
bingung dan tidak dapat mempertimbangkan baik buruknya
keadaan itu. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Akan tetapi, betapapun besar cintanya kepadaku dan sayangnya kepadamu, bagaimana aku dapat mencinta seorang seperti dia, anakku" Bukan saja dia telah membunuh suamiku dan menculikku, akan tetapi dia ..... ohh, dia jahat sekali. Dia seorang datuk besar dunia hitam, dia tidak pantang melakukan kejahatan dalam bentuk apapun juga. Hanya satu yang tidak pernah dia lakukan, yaitu mengganggu wanita setelah dia mempunyai aku sebagai isterinya. Hal inipun karena permintaanku. Aku berulangkali membujuk, namun dia melakukan segala macam kejahatan secara diam-diam, di luar pengetahuanku. Bahkan kabarnya dia menjadi jagoan nomor satu dengan mengalahkan semua tokoh di timur. Dia jahat sekali, anakku, ahh, bagaimana mungkin aku dapat membalas cintanya" Aku hanya ingin mati, akan tetapi, aku khawatir bahwa kalau aku mati dia lalu bersikap jahat terhadap dirimu.
Aku harus menjagamu ..... dan untuk melindungimu, aku rela menderita lahir batin ........"
"Ibu ......!" Sin Wan kini merangkul ibunya, dapat merasakan benar betapa besar pengorbanan ibunya terhadap dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi. com/
"Akhirnya aku dapat membujuk dia untuk kembali ke barat
sini. Aku tidak tahu bahwa dia telah mencuri benda-benda
pusaka dari istana. Aku hanya Ingin agar engkau menjadi
remaja dan cukup kuat untuk meninggalkan dia, melarikan diri
dan selamat dari jangkauannya. Aku baru mau mati kalau
engkau benar-benar terbebas dari tangannya, Sin Wan. Dan
sekarang, karena ulahnya sendiri, akhirnya dia tewas. Kita
bebas, Sin Wan. Engkau bebas, tidak terancam bahaya lagi,
dan aku bebas ...... aku bebas menebus dosaku selama ini,
aku bebas untuk pergi menyusul suamiku, untuk mengadukan
semua ini kepadanya. Ya Al ah, ampunilah dosa hamba .......
Abdul ah suamiku, tunggulah aku ........."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba"tiba saja wanita itu lalu menggunakan pisau yang
masih berlumuran darah itu untuk menusuk dadanya sendiri
sekuat tenaga. "Ibuuuuuu ......!" Sin Wan menjerit dan menangkap tangan
ibunya, akan tetapi karena tadinya dia tidak menduga sama
sekali bahwa ibunya akan senekad itu, dia lerlambat. Pisau itu
sudah menancap di dada ibunya, sampai ke gagang dan
ibunya terkulai datam rangkulannya, mandi darah.
'Ibuuu ....... ibuuuu ...... ya Al ah, tolonglah ibu ...... " Sin Wan meratap dan menangis,
Wanita itu membuka mata, dan senyum lemah menghias
bibir yang pucat, kedua tangannya bergerak lemah ke atas,
mengusap air mata dari pipi Sin Wan.
"Sin Wan ...... anakku ..... biarkan ibumu menebus dosa
....... engkau berjanjilah ....... akan menjadi mamusia yang
baik ..... taat kepada Al ah ..... tidak jahat, jangan seperti Se
Jit Kong ....." Suaranya semakin lemah sehingga berbisik-bisik.
Di antara tangis sesenggukan, Sin Wan mengangguk, .....
"aku ...... berjanji ........, ibu ........" Kemudian, melihat ibunya terkulai lemas dia pun menjerit dan pingsan di atas dada
ibunya. Tiga orang tosu yang duduk bersila itu membuka mata
mereka. Pek-mau-sian Thio Ki, Si Dewa Rambut Putih,
menghela napas panjang dan diapun bersanjak dengan suara
lembut. "Sependek suka sepanjang duka sejumput manis setumpuk pahit ada gelap ada terang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ada senang ada susah yang tidak mengejar kesenangan
takkan bertemu kesusahan !"
Tiga orang tosu itu lalu menyadarkan Sin Wan, dan
membantu anak itu mengangkat jenazah Se Jit Kong dan Ju Bi
Ta, dibawa ke rumah keluarga mereka. Kepada para tetangga,
tiga orang tosu itu mewakil Sin Wan untuk memberitahu
bahwa kematian suami isteri itu karena terbunuh musuh yang
tidak mereka ketahui siapa.
?"" Dua buah peti mati Itu berada di ruang depan, namun
Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
terpisah jauh, seperti yang dikehendaki Sin Wan. Peti mati Se
Jit Kong berada di sudut kiri ruangan itu, sedangkan peti
jenazah Ju Bi Ta berada di sudut kanan. Sin Wan berlutut di
depan peti mati ibunya, kadang menangis lirih, kadang
termenung Seperti kehilangan semangat. Hanya karena
peringatan dari tiga orang tosu yang membantunya mengurus
jenazah. Sin Wan memaksa diri untuk membalas
penghormatan para pengunjung, yaitu para tetangga yang
memberi hormat terakhir kepada suami isterl yang tewas
secara aneh itu. Mereka hanya mendengar bahwa suami isteri
itu tewas di tangan musuh mereka, akan tetapi mereka tidak
tahu siapa musuh itu dan merekapun tidak ingin mencampuri
urusan itu. Setelah yang datang melayat berkumpul, dua peti jenazah
lalu diangkut ke tempat pemakaman. Juga atas permintaan
yang sangat dari Sin Wan, dua peti jenazah itu dikubur secara
terpisah pula, di kedua ujung yang berlawanan dari tanah
pekuburan itu. Para pelayat pulang meninggalkan dua
gundukan tanah kuburan yang baru, dan yang tinggal kini
hanya Sin Wan bersama tiga orang tosu Sam Sian (Tiga
Dewa), masih menunggu karena mereka belum selesai dengan
tugas mereka. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka belum mengambil kembali benda-benda pusaka,
dan mereka menanti sampai Sin Wan selesai berkabung dan
sudah tenang kembali. Sin Wan kini menangis di depan makam ibunya, merasa
kesepian, merasa khawatir karena secara tiba-tiba dia
dihadapkan dengan kenyataan yang amat pahit. Pertama,
melihat ayahnya bunuh diri dan tewas, lalu mendengar
keterangan ibunya bahwa orang yang dianggap ayahnya itu
sama sekali bukan ayahnya, bahkan seorang datuk penjahat
besar yang telah membunuh ayah kandungnya dan memaksa
ibu kandungnya menjadi isteri.
Berarti bahwa sebenarnya Se Jit Kong adalah musuh
besarnya! Kemudian disusul pula dengan kematian ibunya
yang membunuh diri pula. Kini dia kehilangan segalanya!
Perubahan mendadak yang membuat anak berusia sepuluh
tahun itu menjadi nanar dan gelap, tidak tahu apa yang harus
dia lakukan. Suara tangis Sin Wan tidak keras lagi karena dia sudah
kehabisan suara dan tenaga, akan tetapi masih sesenggukan
dan penuh kesedihan. Makin diingat keadaan dirinya yang
sebatang kara di dunia ini, makin pedih hatinya, dan makin
mengguguk tanglsnya. Sunyi senyap di tanah kuburan itu. Hanya tangis Sin Wan
merupakan satu-satunya suara yang hanyut dalam kesunyian.
Bahkan pohon-pohon di sekitar tanah kuburan itu tidak ada
yang bergerak. Angin berhenti bertiup, entah sedang
beriatirahat di mana. Agaknya segala sesuatu ikut pula
prihatin melihat duka nestapa yang dltanggung remaja itu.
Tiba-tiba suara tangis lirih itu ditimpa suara tawa bergelak.
Suara tawa yang lepas dan tidak ditahan-tahan sehingga
terdengar janggal karena suasana berkabung itu menurut
umum tidak sepantasnya diisi suara tawa sebebas itu!
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Aneh sekali mendengar suara tangis yang kini dibarengi
suara tawa itu. Dewa Rambut Putih Thio Ki mengerutkan
alisnya dan menengok ke arah rekannya, Dewa Arak Tong Kui
yang mengeluarkan suara tawa itu.
"Dewa Arak, apa yang kautawakan ini?" tegurnya dengan
alis berkerut. "Ha ... ha ... ha ... ha, apa yang kutawakan " Dan apa pula
yang ditangiskan anak itu" Apa pula yang membuat kalian
berdua berwajah demikian serius dan muram" Ha ... ha ... ha,
tangis dan tawa sama-sama menggerakkan mulut, kenapa
tidak memilih tawa dari pada tangis" Tangis itu tidak sehat
dan membuat wajah kelihatan buruk, sebaliknya orang
berwajah jelekpun akan menjadi menarik kalau tertawa, juga
menyehatkan. Ha-ha-ha-ha!" Si Dewa Arak tertawa lagi,
kemudian meneguk arak dari gucinya.
"Aku mentertawakan semua kepalsuan ini. Kenapa kalau
ada kematian lalu ada tangisan" Apa yang ditangisi" Bukankah
yang bersangkutan, yang mati malah tidak menangis dan
wajahnya nampak tenang dan penuh damai! Sebaliknya,
kelahiran disambut tawa gembira, sedangkan yang
bersangkutan, begitu terlahir menangisi kelahirannya sampai
menjerit-jerit. Ha .. ha .. ha ..!"
Mendengar ucapan itu, seketika Sin Wan berhentl
menangis. Semua ucapan itu memasuki benak dan hatinya
dan berkesan sekali. Dia memang suka sekali membaca kitabkitab kuno, sejarah, dongeng dan filsafat, juga pelajaran
tentang hidup dalam kitab-kitab agama. Belum pernah dia
mendengar orang bicara tentang kematian seperti yang
diucapkan Dewa Arak itu, apa lagi mendengar ada orang
tertawa-tawa menghadapi kematian, seolah-olah kematian
merupakan peristiwa yang menyenangkan, bukan merupakan
peristiwa duka. Dia merasa penasaran sekali dan setelah
menghentikan tangisnya, dia lalu memandang kepada Dewa
Arak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maaf, lo-cianpwe (orang tua gagah). Lo-cianpwe mencela saya menangis. Salahkah saya kalau menangisi kematian ibu saya yang tercinta"' suaranya lantang dan menuntut. Dewa Pedang dan Dewa Rambut Putih diam-diam tersenyum. Dewa Arak memang pintar sekali, dapat mengalihkan kesedihan anak itu.
"Ha .. ha .. ha ..ha, kulihat dulu mengapa kau menangis"
Coba katakan, mengapa engkau menangis, anak baik"
Namamu Sin Wan, bukan" Nah, katakan, Sin Wan, kenapa engkau menangis, maka aku akan tahu apakah tangismu itu wajar ataukah palsu."
"Saya menangis karena ibu saya meninggal dunia, locianpwe. Bukankah itu wajar?"
"Ya, akan tetapi kenapa kalau ibumu mati engkau menangis" Yang kautangisi itu ibumu ataukah dirimu sendiri?"
"Apa ...... apa maksud lo-cianpwe?"
"Katakan saja, bagaimana isi hatlmu. Jenguk isi hatimu dan katakan sebenarnya yang membuat engkau menangis. Karena engkau kehilangan orang yang kausayang" Karena engkau ditinggal seorang diri dan merasa kesepian" Karena meninggalnya orang kau sayang itu mendatangkan kesedihan karena engkau tidak akan menikmati lagi kesenangan dari orang yang meninggal" "
Sin Wan mengerutkan alisnya, berpikir-pikir lalu mengangguk. "Memang demikianlah, lo-cianpwe. Hati siapa yang tidak akan bersedih ditinggal mati ibunya yang tercinta"
Apa lagi setelah mendengar bahwa ayah kandung saya telah tiada. Saya hanya hidup berdua dengan ibu, dan sekarang, ibu meninggalkan saya seorang diri."
"Bagus, jadi engkau menangisi keadaan dirimu sendiri, bukan" Nah, itu namanya jawaban jujur. Air matamu itu kaucucurkan karena engkau merasa kehilangan, karena engkau merasa iba kepada diri sendiri. Air mata itu air mata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena iba diri, karenanya air mata seorang yang lemah!
Lemah sekali hatinya, cengeng dan penakut!"
Sejak kecil Sin Wan digembleng oleh seorang datuk besar
seperti Tangan Api. Biarpun ibu kandungnya selalu
menekannya dan mengharuskan dia menjauhi kekerasan,
namun bagaimanapun juga, dia digembleng sikap pemberani
dan watak gagah seorang ahli silat oleh gurunya yang tadinya
dianggap ayahnya sendiri itu.
Kini, dicela sebagai orang yang hatinya lemah, cengeng dan
penakut, tentu saja mukanya yang tadinya pucat itu berubah
kemerahan, matanya mengeluarkan sinar tajam dan hal ini
membuat tiga orang sakti itu memandang dengan wajah
berseri. "Lo-cianpwe, kenapa lo-cianpwe begitu kejam" Lo-cianpwe
mengetahui bahwa baru saja saya kehilangan ibu, bahkan
kehilangan ayah yang ternyata tak pernah saya lihat itu,
kehi angan segalanya dan lo-cianpwe malah mentertawakan
saya. Saya bukan lemah, cengeng apa lagi penakut!"
"Ha .. ha .. ha, bagus sekali!" Dewa Arak itu tertawa. "Aku tidak mentertawakan engkau, melainkan mentertawakan
kepalsuan yang dilakukan oleh sebagian besar orang di dunia
ini. Kalau engkau tidak cengeng dan lemah, hapus air matamu
dan jangan tenggelam ke dalam iba diri. Dan tidak perlu
engkau menangisi ibumu yang sudah tiada. Bahkan kalau bisa
tertawalah, tertawa gembira karena ibumu baru saja terbebas
dari pada kedukaan hidup. Ingat betapa ibumu menderita lahir
batin sejak kematian ayah kandungmu, dan baru sekarang
ibumu terbebas dari himpitan penderitaan. Kenapa harus
ditangisi?" "Saya tidak menaagisi kematiannya itu sendiri, melainkan
terharu dan kasihan kalau mengenang betapa selama ini ibu
telah menderita hebat dan mengorbankan diri karena saya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hei , Dewa arak, apakah engkau masih mabuk?" teriak
Dewa Pedang Louw Sun. "Anak itu belum juga dewasa, sudah
kau ajak bicara tentang hal-hal yang begitu mendalam. Dia
bersedih, itu manusiawi, karena dia manusia yang memiliki
perasaan. Tidak seperti engkau yang sudah tidak lumrah lagi.
Semua orang di dunia ini kalau kematian menangis, apa
salahnya dengan itu" Akan tetapi engkau menganjurkan anak
ini agar tertawa-tawa ketika ibunya mati. Apa kau ingin dia
dianggap orang gila" Kalau mau gila, engkau sendiri saja,
jangan ajak-ajak anak kecil."
"Ha .. ha .. ha, lebih baik mabuk dan bicara secara terbuka
dari pada tidak mabuk dan bicaranya selalu palsu,
bersembunyi di balik kedok sopan-santun dan peraturan yang
pada hakekatnya hanya menonjolkan diri sendiri. Dewa
Pedang dan Dewa Rambut Putih, kalian sendiri bukan orangorang yang dicengkeram nafsu, kenapa nampak murung
seperti orang berduka" Benarkah kalian berduka karena
kematian Se Jit Kong dan ibu anak ini" Terharu setelah
mendengar pengakuan ibu Sin Wan?"
"Aih, Dewa Arak, bagaimana orang-orang seperti kita masih
terpengaruh perasaan hati dan mudah diombang-ambingkan
antara suka dan duka" Tidak, Ciu-sian, pinto (aku) tidak
murung, tidak berduka, hanya termenung heran mengapa
orang-orang seperti mereka ini dengan cepat terbebas dari
kurungan, sedangkan kita masih harus terhukum entah untuk
berapa lama lagi," Dia menghela napas panjang. Dewa Arak
memandang Dewa Pedang yang baru saja bicara itu dengan
heran. "Siancai (damai) ......! Engkau ini tosu (pendeta To) macam
apa" Baru sekarang aku mendengar pendeta To bicara sepertl
ini! Bukankah biasanya para pendeta To bahkan berlumba
mencari obat ajaib untuk membuat kalian berusia panjang
sampai seribu tahun atau bahkan tidak akan mati selamanya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pinto tidak termasuk mereka yang suka berkhayal dan
bermimpi yang muluk-muluk. Pinto juga tidak menyesal,
hanya merasa heran akan rahasia alam yang amat gaib ini,
saudaraku." "Bagaimana dengan engkau, Dewa Rambut Putih"
Engkaupun tidak nampak tersenyum seperti biasanya. Di
mana perginya senyum simpulmu yang manis itu" Apakah
engkau juga ikut prihatin dan berkabung?" Suara Si Dewa
Arak mengandung ejekan. Pek-mau-sian Thio Ki menggerakkan bibir ke arah senyum,
matanya menatap wajah rekannya dengan tajam dan dia
menggerakkan telunjuknya menuding muka rekan itu. "Dewa
Arak, engkau selalu ugal-ugalan, akan tetapi terbuka hati dan
mulutmu. Seperti juga kalian, aku tidak mau terbelenggu
nafsu dan perasaan, tidak mau terikat oleh apapun. Aku hanya
termenung memikirkan kebodohan wanita itu. Ia telah
mengambil jalan sesat. Bagaimana mungkin ia menebus dosa
dengan cara membunuh diri" Itu namanya bukan menebus
dosa, melainkan menambah dosa menjadi semakin besar
lagi!" Sejak tadi Sin Wan mendengarkan dengan hati tertarik
sekali. Tiga orang tua itu mempunyai pandangan yang anehaneh, yang berbeda dengan umum, namun diam-diam dia
menemukan kebenaran dalam ucapan mereka yang janggal
itu. Akan tetapi. mendengar ucapan Pek-mau-sian Thio Ki, dia
merasa terkejut dan penasaran, juga ingin sekali tahu.
"Maaf, lo-cianpwe. Kenapa lo-cianpwe mengatakan bahwa
dengan membunuh diri, ibuku berdosa" Bukankah ibuku
seorang wanita yang berhati bersih, yang tidak akan sudi
diperisteri pembunuh suaminya kalau saja tidak ingin
menyelamatkan aku" Setelah aku tidak terancam lagi, ibu
menebus semua aib itu dengan membunuh diri, kenapa locianpwe menganggap ia berdosa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha .. ha .. ha .. ha!" Dewa Arak tertawa, "Anak baik, aku tidak tahu apakah dia berdosa atau tidak, hanya Tuhan yang
tahu! Akan tetapi aku tahu bahwa ia bodoh. Picik sekali orang
yang membunuh diri! Kita tidak mampu menghidupkan,
bagaimana boleh mematikan" Mati hidup di tangan Tuhan,
akan tetapi bunuh diri merupakan kematian yang dipaksakan,
karena itu, rohnya akan menjadi penasaran! Bodoh sekali
ibumu, Sin Wan, tidak boleh kau. tiru perbuatannya itu."
Sin Wan masih penasaran dan dia menoleh kepada dua
orang pendeta yang lain. Dewa Pedang mengelus jenggot dan
menggeleng kepala, menarik napas panjang. "Bunuh diri
merupakan perbuatan sesat. Bagaimana mungkin persoalan
dapat diselesaikan dengan bunuh diri" Bunuh diri adalah
perbuatan yang penuh nafsu dan nafsu akan melekat terus
merupakan pengganggu yang tiada habisnya selama dalam
kehidupan ini kita tidak mampu membebaskan diri dari ikatan
dan cengkeraman nafsu, ibumu patut dikasihani, anak baik."
Sin Wan merasa semakin sedih.
"Sejak muda sekali, sejak berusia delapanbelas tahun, baru
saja setahun mengecap kebahagiaan bersama suaminya,
ibumu direnggut dari kebahagiaan dan sejak itu menderita
siksaan lahir batin, dan sekarang setelah mati masih
menanggung dosa!" Dia masih penasaran dan menoleh kepada Dewa Rambut
Putih yang pertama kali mengatakan bahwa ibunya telah
melakukan dosa karena membunuh diri.
"Lo-cianpwe, mendiang ibuku adalah seorang wanita yang
saleh, selalu taat kepada Al ah, dan juga tak pernah
melakukan kejahatan terhadap orang lain. Ia menyerahkan diri
kepada pembunuh suaminya dengan hanya satu tujuan mulia,
yaitu menyelamatkan nyawa anaknya. Apakah itu dapat
dikatakan salah dan dosa?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena anak itu bicara sambil memandang kepadanya,
Dewa Rambut Putih tersenyum. "Sin Wan. ibumu telah
terjebak ke dalam kekeliruan pendapat yang disilaukan oleh
tujuan sehingga ia menghalalkan segala cara untuk mencapai
tujuannya. Tujuannya adalah menyelamatkan anak dalam
kandungan, kemudian menyelamatkan anaknya setelah
terlahir Memang hal itu merupakan kewajiban seorang ibu,
memelihara anaknya! Akan tetapi, baik buruk dan benar
salahnya bukan terletak dalam tujuan, melainkan dalam
caranya atau pelaksanaannya. Karena silau oleh tujuannya, ia
memejamkan mata dan menempuh cara yang tidak
selayaknya ia lakukan. Bagaimana mungkin cara yang salah
dapat mencapai tujuan yang benar, cara yang kotor dapat
mencapai tujuan yang bersih" Cara merupakan pohonnya, dan
tujuan merupakan buahnya. Pohon yang buruk, mana dapat
Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menghasilkan buah yang baik?"
Sin Wan tertegun. Ucapan kakek rambut putih ini
merupakan tusukan yang paling dalam dan membuka mata
hatinya. Kasihan ibunya. Ibunya tidak sengaja melakukan
perbuatan yang kotor dan salah. Dia harus sedapat mungkin
membela lbunya! "Akan tetapi, lo-cianpwe, bukankah ibu telah berhasil
menyelamatkan aku" Andaikata ibu menolak kehendak
pembunuh suaminya, bukankah hal itu berarti ibu membunuh
aku pula" Padahal, yang terutama baginya adalah
menyelamatkan anaknya!"
"Sian-cai ....! Anak baik, mati hidup berada di tangan
Tuhan. Kalau Dia menghendaki engkau mati, siapa yang akan
sanggup menyelamatkanmu" Sebaliknya, kalau Dia
menghendaki engkau hidup. siapa pula yang akan dapat
membunuhmu?" Kalimat terakhir ini segera disambar dan dipegang oleh Sin
Wan sebagai bahan pembelaan terhadap lbunya dan juga
hiburan dalam hatinya. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau begitu, lo-cianpwe, kematian ibuku tentu juga telah
dihendaki oleh Tuhan. Benarkah?"
"Tentu saja!" jawab Pek-mau-sian Thio Ki dengan pasti.
"Kalau tidak dikehendaki Tuhan, tentu ia tidak akan mati."
"Nah, kalau begitu, ibu tidak berdosa! Ibu hanya
melakukan sesuatu yang telah dikehendaki Tuhan!" kata anak
itu dengan nada penuh kemenangan.
Tiga orang pertapa itu saling pandang dan ketiganya lalu
tertawa. Sin Wan memandang kepada mereka bergantian
dengan heran. "Mengapa samwi (anda bertiga) tertawa" Apakah aku
mengeluarkan kata-kata yang tidak benar?"
"Siancai ...... engkau ini seorang anak yang
berpemandangan luas dan memiliki bakat baik untuk
mempelaiari ilmu tentang kehidupan, Sin Wan," kata Dewa
Pedang. "Tidak keliru memang bahwa hidup dan mati berada
di tangan Tuhan karena memang Tuhan yang menentukan
segalanya. Adapun sikap menyerah dan pasrah kepada Tuhan
merupakan sikap yang sudah sepatutnya dilakukan manusia.
Akan tetapi, bukan berarti menyerahkan segalanya kepada
Tuhan tanpa kita melakukan apa-apa! Bukan berarti
mempersekutu Tuhan, atau bahkan menuntut agar Tuhan
bekerja demi kepentingan kita! Tuhan menciptakan kita
terlahir di dunia ini lengkap dengan semua alat untuk hidup,
untuk bekerja, untuk berihtiar mempertahankan hidup, untuk
memuja Tuhan melalui segala perbuatan kita. Kalau kita tidak
berbuat apa-apa, itu berarti kita melalaikan tugas hidup kita.
Karena kita diberi hati akal pikiran, diberi pengertian tentang
baik buruk, tentu saja menjadi tugas kita untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik di dunia ini. Berarti kita
membantu pekerjaan Tuhan! Bagaimana Tuhan dapat
membantu kita kalau kita tidak berusaha membantu diri kita
sendiri?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maksud lo-cianpwe?"
"Contohnya, untuk dapat hidup kita harus makan dan untuk kebutuhan itu, Tuhan telah menyediakan tanah, air, udara, bahkan bibit tanaman pangan untuk kita. Akan tetapi, untuk dapat mempertahankan hidup dengan makan, kita harus mengolah tanah, menanam, memelihara, memetik hasilnya.
Bahkan setelah itu, tugas kita belum selesai. Kita masih harus memasaknya dan kalau sudah menjadi masakan terhidang di depan kita, kita masih harus mengunyah dan menelannya!
Kalau kita diam saja, Tuhan tidak akan melakukan semua itu untuk kita! Dan kita diberi pula akal budi sehingga kita dapat mengerti bagaimana cara yang terbaik untuk mendapatkan makanan, yaitu dengan bekerja, bukan dengan jalan mencuri atau merampok misalnya. Dalam pelaksanaannya itulah menjadi tugas kita. Tuhan tiada hentinya bekerja. Kitapun harus bekerja. Bukankah segala sesuatu di alam mayapada ini, baik yang bergerak maupun yang tidak hidup tumbuh dan bekerja " Pohonpun tiada hentinya bekerja, akarnya, daunnya, kembang dan buahnya. Mengertikah engkau, Sin Wan ?"
Anak itu mengangguk, lalu menundukkan kepalanya. Tiga orang pertapa itu seperti menguak kesadarannya, membuka hatinya dan mengisinya dengan kebenaran-kebenaran yang Dapat dia rasakan. Ibunya telah meninggal.
Musuh besarnya juga telah meninggal. Semua itu sudah dikehendaki Tuhan, Semoga Tuhan mengampuni dosa-dosa ibuku, demikian pikirnya dan teringat akan ajaran ibunya tentang agama Islam, yaitu agama ibunya, diapun menggumam lirih.
"Innalilahi wainna il ahi rojiun ......"
"Hemm, apa artinya ucapan itu, Sin Wan?" tanya Pek-mau sian Thio Ki.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Berasal dari Tuhan dan kembali kepada Tuhan, demikianlah yang diajarkan ibu kepadaku dalam menghadapi kematian."
"Berasal dari Tuhan dan kembali kepada Tuhan! Ha .. ha ..
ha .., bagus sekali itu, Sin Wan!" kata Dewa Arak. "Itu merupakan penyerahan yang mutlak atas kekuasaan Tuhan.
Bagus sekali!" "Siancai, semua agama mengajarkan kebenaran dan kebaikan, semua agama mengajarkan bahwa ADA SESUATU
YANG MAHA KUASA, yaitu yang kita sebut Tuhan. Sekarang, setelah engkau mengerti, kami ingin mengajak engkau pulang ke rumahmu karena ada sebuah urusan penting yang akan kami bicarakan denganmu, Sin Wan." kata Pek-mau-sian Thio Ki.
Sin Wan memandang kepada pertapa rambut putih itu. "Locianpwe tentu maksudkan benda-benda pusaka yang dicuri ....
ayah tiriku dari gudang pusaka istana kaisar itu bukan?"
"Hemm, engkau memang anak yang cerdik," kata Dewa Pedang dengan kagum. "Memang benar, kami adalah utusan dari Sribaginda Kaisar untuk membawa kembali benda-benda pusaka yang dicuri Se Jit Kong itu."
"Sebentar Lo-cianpwe. Aku belum memberi penghormatan terakhir kepada ayah tiriku."
Sin Wan lalu berlari menuju ke makam Se Jit Kong yang berada di ujung yang berlawanan dari tanah kuburan itu, dan dengan sikap hormat dia memberi penghormatan di depan makam itu. Tiga orang tosu mengikutinya dan memandang perbuatan Sin Wan itu dengan sinar mata yang kagum dan mereka mengangguk-angguk.
Setelah selesai, Sin Wan menghadapi mereka. " Mari, samwi lo-cianpwe, akan kuserahkan peti terisi benda-benda
pusaka itu kepada sam-wi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka berjalan meninggalkan tanah kuburan, dan karena
tidak dapat menahan keinginan tahunya untuk mengenal isi
hati Sin Wan, Dewa Arak lalu bertanya, "Sin Wan, kenapa
engkau tadi memberi hormat kepada makam Se Jit Kong"
Bukankah dia telah membunuh ayah kandungmu dan juga
telah menculik dan memaksa ibumu?"
Sambil melangkah Sin Wan menundukkan kepalanya dan
menggelengnya, lalu menjawab, "Aku harus menghormatinya
karena aku teringat akan kebaikannya. Dia selalu baik
kepadaku, dan kulihat dia baik pula kepada ibuku."
"Ha .. ha .. ha .. ha, engkau sama juga dengan yang lain,
Sin Wan, menilai kebaikan dari keadaan lahir saja. Kebaikan
macam itu palsu adanya."
"Ehh" Bagaimana lo-cianpwe mengatakan palsu" Aku yang
merasakan sendiri dan memang dia amat baik kepada ibu dan
aku. Dia lembut dan mentaati ibu, dia menyayangku dan
mengajarku dengan sepenuh hati."
"Ha .. ha .. ha, tentu saja! Tentu saja dia baik kepadamu
karena dia harus berbaik, kalau tidak, tentu ibumu tidak akan
sudi menyerahkan diri kepadanya. Kebaikan macam itu
datangnya dari nafsu, hanya merupakan akal-akalan saja
karena kebaikan macam itu berpamrih. Itu bukan kebaikan
namanya, melainkan cara yang licik untuk mendapatkan hasil
sesuatu, ha .. ha .. ha!"
Biarpun masih kecil, Sin Wan sudah membaca banyak
macam kitab, maka dia dapat mengerti apa yang menjadi inti
ucapan Dewa Arak. Dia menjadi semakin kagum kepada tiga
orang tua itu dan dia ingin sekali dapat menjadi murid
mereka. Kalau dia berguru kepada mereka, dia dapat
mempelajari banyak macam ilmu. Bukan saja ilmu silat, akan
tetapi juga lima pengetahuan tentang hidup. Mereka
melanjutkan perjalanan memasuki kota Yin-ning karena tanah
kuburan itu berada di luar kota. Matahari sudah condong
rendah ke barat. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
?"" Ketika tiga orang pertapa dan Sin Wan tiba di pekarangan
rumah itu, mereka terkejut melihat seorang di antara para
pelayan mereka rebah di ruangan depan dalam keadaan
terluka parah. Sin Wan cepat berlutut dekat pelayan itu.
"Apa yang terjadi?" tanyanya dan Pek-mau-sian Thio Ki
yang pandai ilmu pengobatan segera menolong pelayan itu.
"Celaka .... tuan muda .... lima orang datang dengan
kereta, kami kira tamu ..... mereka menyerbu dan melarikan
peti hitam. " "Itu peti benda-benda pusaka!" kata Sin Wan kaget.
"Mari kita kejar mereka !" kata Ciu-sian dan dia lalu
menyambar tubuh Sin Wan dan berlari cepat seperti terbang
saja. Di antara mereka bertiga, memang Dewa Arak ini yang
paling tinggi.tingkat ilmu gin-kang (meringankan tubuh) yang
dimilikinya, maka dia yang memondong tubuh Sin Wan. Dua
orang tosu lainnya juga lari mengejar dan sebentar saja
mereka sudah keluar dari kota Yin-ning mengikuti jejak kereta
yang meninggalkan jalur rodanya di tanah yang agak basah.
Karena tiga orang itu melakukan perjalanan cepat sekali,
mengerahkan ilmu berlari cepat mereka yang membuat tubuh
mereka seperti terbang saja, maka tak lama kemudian mereka
sudah dapat menyusul sebuah kereta yang berada tak jauh di
depan, di luar sebuah hutan. Agaknya kereta itu hendak
memasuki hutan dan bersembunyi sambil melewatkan malam
di tempat gelap itu. Dapat dibayangkan betapa kaget hati lima orang yang
berada di kereta ketika tiba-tiba mereka melihat tiga orang
dan seorang anak laki-laki berdiri menghadang di depan
kereta. Seorang di antara mereka, yang menjadi kusir segera
membentak dan mencambuki dua ekor kudanya. Dua ekor
kuda itu meringkik dan meloncat ke depan, menubruk ke arah
Tiga Dewa dan Sin Wan! Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dewa Arak tertawa, menyambar tubuh Sin Wan dan dia
sudah meloncat tinggi melewati kuda dan hinggap di atas
kereta, sedangkan Dewa Pedang dan Dewa Rambut Putih
menyambut dua ekor kuda itu dengan menangkap kendali di
dekat mulut dan sekali tarik, dua ekor kuda itupun jatuh
berlutut dengan kaki depan mereka dan tidak mampu berkutik
lagi! Lima sosok bayangan hitam berloncatan dari kereta itu dan
ternyata mereka adalah lima orang berpakaian hitam yang
rata-rata nampak kokoh dan menyeramkan, berusia antara
empatpuluh tahun sampai limapuluh tahun. Sebatang golok
besar terselip di punggung mereka.
Dewa Arak meloncat turun lagi dan kini tiga oraag kakek itu
berdiri menghadapi lima orang berpakaian hitam. Sin Wan
berdiri agak di belakang Sam Sian, memandang penuh
perhatian kepada lima orang itu.
Seorang di antara mereka, yang kumisnya melintang
sekepal sebelah, melangkah maju dan dengan sikap gagah
dan suara menggeledek dia mengajukan pertanyaan sambil
menudingkan dua jari tangan kiri ke arah tiga orang kakek.
"Siapa kalian, berani mati menghadang perjalanan kami
Hek I Ngo-liong (Lima Naga Baju Hitam)?"
Ciu Sian Si Dewa Arak tertawa. "Ha .. ha .. ha, banyak
benar naga di jaman ini! Sekali muncul sampai ada lima ekor!
Pada hal, di jaman dahulu, naga merupakan mahluk dewa,
dipuja sebagai penguasa lautan dan penguasa hujan! Hek I
Ngo-liong, nama kami tidak ada harganya untuk kalian
ketahui. Yang penting kami harap kalian mempertahankan
julukan naga sebagai mahluk sakti yang membantu pekerjaan
Tuhan dan kembalikanlah peti yang kalian curi dari rumah Se
Jit Kong!" Lima orang itu otomatis menoleh ke arah kereta sehingga
mudah diduga bahwa peti itu tentu disimpan di dalam kereta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Si kumis melintang mengerutkan alisnya mendengar olok-olok
kakek yang mukanya merah dan sikapnya seperti pemabukan
itu. "Agaknya kalian bertiga adalah orang-orang yang mengenal
peraturan di dunia kangouw. Se Jit Kong mencuri pusaka, dan
kami mencurinya dari dia. Semua itu menggunakan kekerasan.
Dan kalian ingin minta begitu saja dari kami?"
Jilid 3 "EH .. HEH .. HEH, gagahnya! Lalu apa yang harus kami
lakukan untuk dapat menerima peti terisi pusaka-pusaka
istana itu?" tanya pula Dewa Arak.
"Kalian harus dapat mengalahkan golok kami!"
Setelah berkata demikian, lima orang itu menggerakkan
tangan kanan ke belakang.
"Sing-sing-sing-sing-sing "..!!"
Nampak lima sinar berkelebatan dan Hek I Ngo-liong telah
mencabut golok besar mereka. Golok di tangan mereka itu
lebar dan putih berkilauan saking tajamnya, ujungnya
melengkung ke belakang dan runcing, gagangnya dihias
ronce-ronce kuning. Dari gerakan mereka mencabut golok saja
sudah dapat diketahui bahwa mereka berlima adalah ahli-ahli
golok yang tangguh. Kini lima orang itu berbaris setengah lingkaran menghadapi
tiga orang kakek, tubuh agak direndahkan, kaki kiri di depan
kaki kanan di belakang, lengan kiri lurus dengan jari telunjuk
menuding ke arah lawan, golok di tangan kanan diangkat di
belakang kepala dengan lengan melengkung dan golok itu
lurus menunjuk ke arah lawan di depan pula. Gagah sekali
kuda-kuda mereka ini, dan melihat pasangan itu, Dewa
Pedang mengangguk-angguk.
"Agaknya ini yang dikenal dengan sebutan Ngo-liong To-tin
(Barisan Golok Lima Naga) itu, ya" Bagus, tentu cukup baik
untuk pinto (aku) berlatih pedang!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tidak terdengar suara apa-apa, hanya ada kilat menyambar
dan tahu-tahu Kiam-sian Louw Sun yang tinggi kurus itu, yang
tadi tidak nampak membawa pedang kini telah memegang
sebatang pedang yang tipis, pedang yang tali melilit
pinggangnya. Itulah Jit-kong-kiam (Pedang Sinar Matahari)!
Kakek ahli pedang ini bahkan tidak melepas jubahnya, tidak
melepas capingnya yang menutupi kepala dan
menyembunyikan mukanya. Dewa Arak dan Dewa Rambut Putih juga sudah siap
membantu Dewa Pedang, namun Kiam-sian Louw Sun
berkata, "Kalian berdua menjadi penonton sajalah. Aku ingin
sekali berlatih dan kebetulan ada mereka yang menjadi teman
berlatih baik sekali!"
Mengertilah Ciu-sian dan Pek-mau-sian bahwa rekan
mereka ltu sedang ketagihan bermain pedang sehingga timbul
kegembiraannya menghadapi Barisan Golok Lima Naga itu,
untuk melatih dan menguji ilmu pedangnya tentu saja. Maka,
merekapun mundur ke belakang dan hanya menjadi penonton
saja. Sin Wan juga berdiri menonton dengan hati agak tegang.
Dia mulai melihat kenyataan betapa kehidupan orang-orang
yang menjadi ahli silat selalu terisi penuh pertentangan.
Ayahnya sendiri selain dimusuhi orang dan kini tiga orang
pendeta inipun demikian. Dan kalau bentuk kehidupan sudah
sedemikian rupa, agaknya orang harus mengandalkan
kepandaian silatnya untuk dapat bertahan, untuk dapat
menang, bahkan untuk dapat hidup lebih lama.
Dia mulai penasaran! Dia teringat akan cerita ibunya.
Ayahnya, atau orang yang tadinya dianggapnya sebagai
ayahnya, adalah seorang jahat. Dan tiga orang pendeta ini
adalah orang-orang yang baik. Akan tetapi kenapa sama saja"
Baik ayahnya maupun tiga orang kakek ini, selalu dihadapi
musuh yang setiap kali siap mengadu nyawa! Tak dapat dia
menahan perasaan penasaran di hatinya. Akan tetapi dalam
keadaan seperti itu, dia tidak mempunyai kesempatan untuk
melontarkan perasaan ini menjadi pertanyaan kepada mereka.
Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hek I Ngo-liong menjadi marah sekali karena mereka
merasa diremehkan. Mereka adalah Hek I Ngo-liong yang
sudah membuat nama besar di dunia kang-ouw (sungai
telaga, daerah persilatan), sehingga orang-orang kangouw
yang tidak memiliki tingkat yang tinggi jarang ada yang berani
menentang mereka. Akan tetapi sekarang laki-laki berpakaian pendeta ini,
melarang kawan-kawannya untuk membantunya dan hendak
menghadapi Barisan Golok Lima Naga mereka seorang diri
saja! Ini namanya penghinaan!
"Tosu sombong, engkau memang sudah bosan hidup!"
bentak si kumis melintang dan dia mengelebatkan goloknya.
Gerakan ini merupakan isyarat atau aba-aba kepada empat
orang rekannya dan merekapun bergerak secara aneh.
berputaran dan membentuk lingkaran mengepung Kiam-sian
Louw Sun. Setelah mengepung, mereka terus berlari mengitari
Si Dewa Pedang, hanya berhenti untuk berganti posisi kedua
tangan dan lari lagi. Dewa Pedang yang berada di tengah-tengah, berdiri tegak
lurus dengan kedua kaki terpentang dan ditekuk. Dia
membuat kuda-kuda yang disebut Menunggang kuda. Kedua
lengan, bersilang depan dada, pedang di tangan kanan,
berada di luar dan pedangnya tegak lurus pula. Dia tidak
bergerak, hanya kedua matanya saja yang bergerak, melirik
ke kanan kiri dengan tenang namun tak pernah berkedip
mengikuti gerakan lima orang lawannya.
Tiba-tiba si kumis melintang mengeluarkan bentakan
nyaring dan pada saat itu dia berada di belakang Dewa
Pedang. Bentakannya disusul menyambarnya golok besar di
tangannya ke arah tengkuk Dewa Pedang.
"Syuuuuttt ?"..!" Namun, biarpun golok menyambar dari
belakang ke arah tengkuk, tubuh belakang Kiam"sian Louw
Sun seolah mempunyai mata. Dengan tenang saja dia
merendahkan tubuhnya sehingga golok menyambar lewat di
atas kepalanya. Pada detik berikutnya, seorang lawan dari kiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah membacokkan goloknya pula, kini golok itu menyambar
dengan babatan ke arah kedua kakinya!
Dewa Pedang, dengan tubuh masih ditekuk rendah,
melompat ke atas menghindarkan babatan pedang, hanya
untuk menerima bacokan susulan dari kanan. Dia
menggerakkan pedang menangkis.
"Tranggg ?"..!" Bunga api berpijar. Dewa Pedang
memutar tubuh, kini pedang yang menangkis tadi
menggunakan tenaga pentalan tangkisan, melindungi
tubuhnya dari dua serangan lain dari golok berikutnya secara
beruntun. "Singgg ?".. trang-tranggg........!" Lebih banyak lagi
bunga api berpijar. Kiranya barisan lima batang golok itu menggunakan jurus
yang mereka namakan Lima mRajawali Mengepung Ular. Sang
lawan diibaratkan ular dan mereka mengepung lalu mengirim
serangan bertubi-tubi dan beruntun secara teratur sekali.
Setiap serangan yang dihindarkan lawan, disusul serangan
dari orang kedua, ketiga dan selanjutnya" sehingga lawan
yang dikepung tidak diberi kesempatan sama sekali untuk
membalas! Kiam-sian Louw Sun adalah seorang tokoh dunia persilatan
yang sudah kenyang dengan pengalaman. Sebelum dia
menjadi pertapa dan tidak pernah atau jarang lagi terjun di
dunia persilatan, dia sudah menjadi petualang dan
menghadapi lawan yang tangguh dengan bermacam ilmu
yang aneh-aneh. Oleh karena itu, dalam segebrakan saja,
tahulah dia bahwa dia dalam keadaan yang berbahaya dan
tidak menguntungkan. Biarpun dia mampu melindungi dirinya dengan gulungan
sinar pedangnya, namun lima orang lawannya bukan orang
lemah dan mereka memegang golok yang tidak. mudah
dirusak oleh pedang pusakanya. Kalau dia harus selalu
mengelak dan menangkis, tanpa dapat membalas, berarti dia
terdesak dan terancam bahaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Dewa Pedang mengeluarkan suara melengking
tinggi, pedangnya lenyap berubah menjadi gulungan sinar
yang menyilaukan mata, tubuhnya tertutup benteng sinar
pedang sehingga lima orang lawannya sukar untuk menembus
sinar pedang itu dan tubuhnya lalu meloncat ke atas, lalu
berjungkir balik membuat salto sampai tujuh kali baru dia
turun dan sudah berada di luar kepungan!
Dengan cara demikian, Dewa Pedang berhasil
membuyarkan kepungan barisan golok itu. Dia tidak mau
dikepung lagi dan untuk mencegah hal ini terjadi, dia
mendahului mereka dengan serangannya! Karena pedangnya
memang lihai bukan main, orang yang diserang menjadi
terhuyung dan baru dapat terhindar dari ciuman ujung
pedangnya kalau dibantu oleh satu doa orang rekan.
Begitu gagal menyerang, Dewa Pedang sudah membalik
dan meloncat untuk menyerang pengeroyok lain! Dengan
demikian, lima orang itu sama sekali tidak sempat untuk
melakukan pengepungan seperti tadi.
Barisan golok itu kembali membuat bentuk barisan lain atas
isyarat si kumis melintang. Mereka menggunakan siasat Dua
Golok Tiga Perisai untuk menghadapi gerakan Dewa Pedang
itu. Mereka berkelompok dan setiap serangan Dewa Pedang,
selalu dihadapi oleh tiga orang pengeroyok yang saling bantu
untuk menghalau serangan pedang, seolah-olah tiga orang itu
membentuk tiga perisai melindungi diri dan pada saat itu, dua
orang pengeroyok lain sudah menyerang Dewa Pedang dari
belakang atau kanan kiri!
Siasat ini akhirnya merepotkan Kiam-sian Louw Sun pula.
Serangan-serangannya selalu gagal karena dihadapi tiga orang
sekali gus, sedangkan dua orang yang lain selalu membalas
dengan cepat sehingga dia tidak mungkin dapat melanjutkan
serangan tanpa membahayakan diri sendiri.
Sin Wan melihat betapa dua orang kakek lain kini malah
duduk bersila dan menjadi penonton. Sedikitpun tidak
bergerak membantu kawan yang nampaknya terdesak dan
terancam bahaya itu. Hal ini membuat Sin Wan penasaran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa ji-wi lo-cianpwe (dua orang tua gagah) tidak cepat
membantu lo-cianpwe yang terancam bahaya itu, malah enakenak menonton dan tersenyum-senyum?" tegurnya sambil
memandang kepada Dewa Arak yang kini bahkan meneguk
arak dari guci sambil tersenyum senang seperti orang yang
menikmati pertunjukan wayang di panggung saja!
"Heh .. heh .. heh. Sin Wan, apa kau ingin melihat Dewa
Pedang marah-marah kepada kami" Kalau kami
membantunya. Dia akan menganggap itu suatu penghinaan
dan dia bahkan akan menyambut bantuan kami dengan
sambaran pedangnya yang lihai! kata si Dewa Arak.
"Ah, kenapa begitu?" Sin Wan bertanya, tak percaya.
Dewa Rambut Putih yang kini berkata seperti orang
bersajak. "Seorang bijaksana memperhitungkan dengan
matang sebelum bertindak. Seorang pendekar menaruh
kehormatan lebih tinggi dari pada nyawa. Seorang gagah
memegang janjinya sampai mati dan selamanya takkan
menyesali perbuatannya!"
"Ha-ha. ha, dan si Dewa Pedang adalah seorang bijaksana
dan seorang pendekar yang gagah!" Dewa Arak menyambung.
Sin Wan mengerti, mengangguk kagum dan diapun
memandang kembali ke arah pertandingan. Dia kini mengerti
bahwa ketika maju menghadapi lima orang itu, pertapa
berpedang itu telah memperhitungkan bahwa dia akan mampu
menandingi mereka, dan tindakannya melawan mereka itu
merupakan suatu keputusan bahwa dia akan menghadapi
segala akibatnya seperti sebuah janji yang takkan dijilatnya
kembali dan tidak akan menyesal andaikata dia kalah dan
tewas. .Karena itu, kalau dia dibantu, dia tentu akan menjadi
marah karena bantuan kawan-kawannya itu sama dengan
merendahkan dia! Begitu memandang ke arah pertandingan, Sin Wan menjadi
kagum. Kiranya kini pertapa itu sama sekali tidak terdesak
lagi. Gerakannya demikian cepatnya seperti seekor burung
walet dan pedangnya menjadi gulungan sinar menyilaukan
mata dan karena dia terus berloncatan ke sana sini, maka lima
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang pengeroyoknya mendapatkan kesukaran untuk
rnenyudutkannya. Terpaksa merekapun mengejar ke sana sini dengan kacau
dan tidak mempunyai kesempatan lagi untuk membentuk atau
mengatur barisan. Menghadapi seorang lawan seperti ini,
mereka merasa seperti menghadapi lawan yang lebih banyak
jumlahnya. Memang benar seperti yang dikatakan Dewa Arak dan
Dewa Rambut Putih tadi. Sebelum menghadapi lima orang itu
seorang diri saja, Kiam-sian Louw Sun memang sudah
memperhitungkan bahwa dia akan mampu menandingi
mereka. Dari gerakan mereka ketika meloncat turun dari
kereta, ketika mereka mencabut golok dan memasang barisan,
dia sudah dapat mengukur sampai di mana kira-kira kekuatan
mereka. Kini, setelah dia berhasil keluar dari himpitan barisan golok,
Dewa Pedang meloncat jauh ke kiri, ke lawan yang paling
ujung dan begitu lawan ini menyambutnya dengan bacokan
golok, dia menangkis sambil mengerahkan sin-kang (tenaga
sakti) disalurkan lewat pedang sehingga ketika pedang
bertemu golok, pedang itu seperti mengandung semberani
yang amat kuat, menyedot dan menempel golok. Si pemegang
golok terkejut ketika tidak mampu melepaskan goloknya dari
tempelan pedang dan pada saat itu, tangan Kiam-sian Louw
Sun meluncur ke depan. "Cratt ?"." Orang itu berteriak kesakitan, goloknya
terlepas dan dia meloncat ke belakang, memegangi lengan
kanan dengan tangan kiri karena lengan kanan yang tercium
tangan kiri Kiam-sian tadi terluka dan berdarah seperti ditusuk
pedang! Ternyata dengan tangan kirinya si Dewa Pedang
mempergunakan ilmu Kiam-ciang (Tangan Pedang) dan kalau
dia menggunakan ilmu itu, tangan kirinya seperti pedang saja,
dapat melukai lawan! Empat orang pengeroyok lain maju serentak, namun Dewa
Pedang sudah menghindarkan diri dengan gerakannya yang
amat cepat, meloncat ke samping, lalu meloncat ke atas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuat salto tiga kali dan ketika tubuhnya melayang turun,
dia sudah menyerang orang yang berada di paling ujung!
Bagaikan seekor garuda menerkam dari atas, pedangnya
meluncur dan orang yang diserangnya cepat mengangkat
golok menangkis. Akan tetapi, pada saat golok bertemu
pedang, orang itu berteriak dan roboh, pundaknya berdarah
terkena tusukan tangan kiri Kiam-sian Louw Sun.
Berturut-turut Dewa Pedang melukai lima orang lawannya,
bukan luka berat, akan tetapi cukup untuk membuat mereka
jerih karena yang terluka adalah tangan, lengan atau pundak
kanan mereka. Mengertilah Hek I Ngo-liong bahwa mereka
berhadapan dengan orang yang jauh lebih tinggi tingkat
ilmunya. Tentu saja mereka merasa kecewa dan menyesal bu.
tan main. Peti terisi pusaka-pusaka istana telah terjatuh ke tangan
mereka dengan mudah dapat mereka curi dari rumah Si
Tangan Api selagi pemilik rumah tidak berada di rumah.
Mereka lari ketakutan, takut kalau sampai Iblis Tangan Api
dapat menyusul mereka. Kiranya bahkan tiga orang pertapa
ini yang mengalahkan mereka dan yang akan merampas
pusaka-pusaka itu. Baru melawan seorang saja dari tiga
pertapa itu, mereka tidak mampu menang. Apa lagi kalau
mereka bertiga itu maju semua!
Si kumis melintang mewakili teman-temannya,
membungkuk ke arah tiga orang itu dan berkata, "Kami Hek I
Ngo-liong mengaku kalah. Harap sam-wi (anda bertiga) suka
memperkenalkan nama agar kami tahu oleh siapa kami
dikalahkan." "Ho .. ho .. ho, kami tidak perlu memperkenal diri, tidak
ingin dikenal. Hanya ketahuilah bahwa kami yang berhak atas
pusaka-pusaka itu, maka kami melarang kalian mencurinya,"
kata Dewa Arak. "Lo-cianpwe (orang tua gagah), berlakulah adil antara
sesama orang kang-ouw. Pusaka itu cukup banyak dan kami
akan berterima kasih sekali kalau lo-cianpwe memberi kepada
kami seorang sebuah saja."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hemm, tidak boleh, tidak boleh ?""
"Kalau begitu empat buah saja ".. atau tiga buah ?""
Melihat Dewa Arak masih menggeleng kepala, si kumis
melintang menurunkan permintaannya.
"Sudahlah, dua buah saja, lo-cianpwe .... atau sebuah saja
untuk kami berlima!"
Dewa arak menghentikan tawanya dan memandang
dengan mata melotot. "Kami adalah utusan Sribaginda Kaisar
untuk mendapatkan kembali pusaka pusaka itu! Semestinya
kalian kami tangkap dan kami seret ke kota raja agar
dihukum. Sekarang kalian masih berani rewel minta bagian?"
Mendengar ucapan itu, Hek I Ngo-liong terkejut dan
ketakutan. Tanpa banyak cakap lagi mereka mengambil golok
masing-masing dan hendak berloncatan ke kereta mereka.
Akan tetapi Dewa Arak berseru.
"Berhenti! Kami telah memaafkan kalian dan tidak
menangkap kalian, dan untuk itu kalian harus dihukum
sebagai penggantinya. Kereta dan kuda itu kami butuhkan.
Nah, kalian pergilah......, eh, nanti dulu. Kami harus
memeriksa dulu apakah pusaka itu masih lengkap!"
Dewa Arak lalu sekali berkelebat meloncat ke dalam kereta
dari jarak yang cukup jauh sehingga mengejutkan lima orang
itu. Peti itu berada di dalam kereta dan setelah membuka
tutup peti dan melihat bahwa isinya masih lengkap, dia
menjenguk keluar. "Kalian berlima boleh pergi sekarang dan sekali lagi
bertemu dengan kami, tentu kalian akan kami tangkap dan
seret ke kota raja agar dihukum."
Lima orang itu saling pandang, dalam batin menyumpah
Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nyumpah, akan tetapi karena maklum bahwa mereka tidak
mampu berbuat sesuatu, merekapun segera lari meninggalkan
tempat itu. Sam Sian mengajak Sin Wan naik kereta rampasan itu lalu
mereka kembali ke rumah anak itu. Para pelayan yang terluka
oleh Hek I Ngo-liong mendapat pengobatan dari Sam Sian.
Untung mereka tidak terluka parah dan setelah mendapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pengobatan, mereka tidak menderita lagi. Sam Sian selalu
membawa bekal obat-obat luka yang amat manjur.
Malam itu, Sam Sian mengajak Sin Wan bercakap-cakap di
ruangan tamu. Mereka merasa suka dan juga kasihan kepada
anak itu yang kini sudah tidak memiliki siapapun di dunia ini.
Ayah kandungnya telah lama tewas oleh Se Jit Kong, ibunya
dan ayah tirinya juga tewas. Tidak ada sanak kadang, tidak
ada handai taulan, hidup sebatang kara di dunia dalam usia
sepuluh tahun! Mereka sudah sepakat untuk menolong anak
itu."Sin Wan, besok kami akan pergi mengantar pusaka ke
kota raja. Kami ingin sekali mengetahui, apa rencanamu
sekarang?" tanya Pek-mau-sian Thio Ki dengan suara lembut.
Pertanyaan ini seperti menyeret Sin Wan kembali kepada
kenyataan hidup yang pahit, menyadarkannya dari lamunan.
Sejak tadi dia. memang sedang memikirkan keadaan dirinya.
Besok tiga orang kakek ini meninggalkannya, lalu apa yang
harus dia lakukan" Tetap tinggal di rumah besar peninggalan Se Jit Kong
dengan segala harta kekayaaanya itu" Bagaimana dia akan
mampu mengurus rumah tangga seorang diri saja, mengepalai
tujuh orang pelayan itu" Dan dia tahu betapa di dunia ini lebih
banyak terdapat orang jahat dari pada yang baik.
Pengalamannya dalam beberapa hari ini saja sudah
membuka matanya betapa orang-orang yang kelihatannya
baik, ternyata adalah orang yang amat jahat. Seperti ayah
tirinya itu! Seperti Bu-tek Cap-sha-kwi, tigabelas orang yang
mencoba untuk merampas pusaka, kemudian Hek I Ngo-liong.
Pertanyaan Dewa Rambut Putih itu justeru merupakan
pertanyaan yang sejak tadi mengganggunya.
"Lo-cianpwe, saya ..... saya tidak tahu. Kalau sam-wi locianpwe mengijinkan, saya ingin ikut saja dengan sam-wi
(anda bertiga) ." Tiga orang pertapa itu saling lirik. "Kami bertiga hanyalah
orang-orang yang tidak biasa berada di tempat ramai, kami
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya pertapa-pertapa Mau apa engkau ikut kami, Sin Wan?"
Dewa Arak memancing. "Kalau sam-wi sudi menerima saya, saya akan bekerja
sebagai apa saja, sebagai bujang, kacung atau apa saja. Samwi lo-cianpwe adalah orang-orang yang sakti, pandai dan
budiman. Saya akan dapat memetik banyak pelajaran kalau
menghambakan diri kepada sam-wi. Hanya sam-wi yang saya
percaya di dunia ini "
Senang hati tiga orang kakek itu mendengar ucapan anak
itu. Seperti yang telah mereka duga, anak ini selain memiliki
bakat yang baik untuk belajar silat juga mempunyai budi
pekerti yang baik menurut didikan mendiang ibunya, sama
sekali tidak mirip ayah tirinya, Iblis Tangan Api yang kejam
dan jahat itu. "Siancai ".!" kata Kiam-sian. "Agaknya sudah dikehendaki Tuhan engkau berjodoh dengan kami, Sin Wan. Bagaimana
kalau engkau ikut kami sebagai murid kami?"
Anak itu tertegun, matanya terbelalak, lalu wajahnya
menjadi cerah gembira dan dengan gugup dan gemetar dia
lalu menjatuhkan diri berlutut menghadap tiga orang itu.
"Terima kasih kalau suhu bertiga sudi menerima teecu
(murid) sebagai murid. Sebetulnya, tidak ada yang lebih teecu
inginkan daripada menjadi murid sam-wi suhu (guru bertiga),
akan tetapi teecu tentu saja tidak berani minta menjadi murid
"... " "Hemm, kenapa tidak berani, Sin Wan" Kukira engkau
bukan seorang anak penakut!" cela Dewa Arak.
"Maaf, suhu, bagainanapun juga, sam-wi mengetahui
bahwa teecu adalah anak tiri mendiang Se Jit Kong dan
semenjak bayi teecu telah dididik olehnya. Teecu khawatir
kalau sam-wi suhu menganggap teecu bukan anak yang
terdidik baik-baik. Akan tetapi siapa kira, sam-wi suhu yang
mengambil teecu sebagai murid. Terima kasih kepada Al ah
Yang Maha Kasih ....."
Tiga orang pertapa itu mengangguk-angguk. Anak ini tidak
berani minta dijadikan murid bukan karena merasa takut,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melainkan karena merasa rendah diri sebagai putera seorang
datuk besar yang kejam seperti iblis
"Bangkit dan duduklah, Sin Wan. Kalau engkau ikut dengan
kami, lalu bagaimana dengan rumah dan harta peninggalan Se
Jit Kong ini?" tanya si Dewa Arak.
"Teecu tidak menginginkan sedikitpun dari harta
peninggalan Se Jit Kong. Ayah kandung teecu sendiri tidak
meninggalkan apa-apa ketika tewas, demiklan pula ibuku.
Teecu akan meninggalkan rumah dan seluruh harta ini kepada
para pelayan. Teecu akan pergi mengikuti suhu bertiga tanpa
membawa apa-apa kecuali pakaian teecu."
Kembali tiga orang pendeta itu saling pandang dan mereka
menjadi semakin kagum. Baru berusia sepuluh tahun akan
tetapi Sin Wan tidak terikat oleh harta benda! Ini
membuktikan bahwa anak itu memiliki keberanian dan harga
diri. Anak seperti ini kelak kalau sudah dewasa tidak akan
mudah dicengkeram dan dipermainkan nafsu yang timbul oleh
daya benda yang amat kuat.
Harta benda yang mendorong sebagian besar manusia
menjadi lupa diri, dan dalam pengejaran terhadap harta
benda, manusia terjerumus ke dalam perbuatan-perbuatan
jahat. Mencuri, merampok, menipu dan lain macam perbuatan
jahat lagi demi mengejar harta benda. Harta benda pula yang
membuat manusia yang memilikinya menjadi sombong,
merasa berkuasa dan merendahkan orang lain.
"Bagus! Kalau begitu malam ini juga harus dilakukan
penyerahan harta benda itu agar besok pagi kita dapat
berangkat," kata si Dewa Arak. Tujuh orang pelayan itu lalu
dipanggil dan dikumpulkan di ruangan tamu, juga kepala
kampung yang mengepalai daerah tempat tinggal Se Jit Kong
diundang menjadi saksi. Di depan kepala kampung, Sin Wan
menerangkan bahwa dia akan pergi merantau dan seluruh
harta kekayaan yang berada di rumah itu, berikut rumahnya,
dia berikan kepada tujuh orang pelayan.
Tentu saja semua orang merasa terkejut dan terheran,
akan tetapi tujuh orang pelayan itupun menjadi gembira
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bukan main. Mereka menjatuhkan diri berlutut di depan Sin
Wan .dan berulang-ulang menghaturkan terima kasih mereka.
Biar dibagi tujuh sekalipun, mereka akan mendapat bagian
yang akan membuat masing-masing pelayan menjadi orang
yang kaya! Juga kepala kampung terkejut dan terheran, akan tetapi
ketika si Dewa Arak yang mewakili Sin Wan mengatur semua
urusan itu mengatakan bahwa sebagai saksi dan pengawas
agar pembagian dilakukan seadil-adilnya, kepala kampung
mendapat pula upah yang cukup layak, kepala kampung
menjadi gembira pula. Pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Sin Wan dan tiga
orang gurunya meninggalkan rumah Se Jit Kong di Yin-ning itu
dengan kereta rampasan mereka. Tujuh orang pelayan
mengantarkan sampai di luar pintu gerbang, dan setelah
kereta membalap di luar kota.
Sin Wan menghela napas panjang, seolah dia terlepas dari
belenggu yang amat tidak menyenangkan hatinya. Belenggu
itu terasa olehnya, sejak dia mendengar keterangan ibunya
bahwa Se Jit Kong bukan ayah kandungnya, bahkan
pembunuh ayah kandungnya, dan bahwa ibunya menjadi isteri
Se Jit Kong karena terpaksa untuk menyelamatkannya! Sejak
saat itu, rumah dan harta milik Se Jit Kong itu seperti sebuah
penjara baginya, lantai rumah terasa seperti api membara,
harta kekayaan itu seperti lintah-lintah bergayutan di
tubuhnya. Kini dia merasa bersih dan ringan, dan dia dapat
memandang ke depan dengan wajah cerah penuh harapan.
Akan tetapi teringat akan penderitaan ibunya, kedua matanya
menjadi basah dan cepat dia menghapus air matanya. Ibunya
sudah meninggal dunia, berarti sudah terbebas dari
penderitaan hidup di dunia yang penuh kepalsuan. Dia hanya
dapat berdoa dengan diam-diam semoga Al ah Maha
Pengampun sudi mengampuni semua dosa ibunya.
Semua keindahan pemandangan alam yang terbentang luas
disekelilingnya menghilangkan semua kenangan sedih tentang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ibunya. Baru sekarang Sin Win melakukan perjalanan jauh,
melalui daerah yang sama sekali tidak dikenalnya. Dan tiga
orang pendeta itupun merupakan pencinta alam. Setiap kali
terdapat pemandangan yang amat indah, si Dewa Arak yang
duduk di tempat kusir bersama Dewa Pedang, menghentikan
kuda penarik kereta dan mereka berhenti, menikmatl
keindahan alam. Sin Wan memperhatikan mereka dan segera melihat
perbedaan di antara mereka kalau menghadapi keindahan
alam yang mempesona itu. Dewa arak menikmati keindahan
alam sambil meneguk araknya, Dewa Pedang melihat ke
sekeliling seperti orang terpesona dan termenung, sedangkan
Dewa Rambut Putih, kalau tidak meniup sulingnya tentu
bersajak! Belasan hari lewat tanpa ada gangguan diperjalanan dan
pada suatu senja, kereta berhenti di puncak sebuah bukit.
Puncak itu datar dan dari tempat itu, pemandangan alam
amatlah indahnya. Apalagi mereka dapat melihat matahari
senja mengundurkan diri di atas kaki langit di barat, hampir
menyembunyikan diri di balik bayangan gunung-gunung.
Melihat matahari senja memang merupakan suatu
pengalaman yang mempesonakan. Langit di barat berwarna
kemerahan, diseling warna perak, biru dan ungu, ada
sebagian yang warnanya keemasan. Matahari sendiri berwarna
merah cerah namun tidak menyilaukan, seperti tersenyum
memberi ucapan selamat berpisah, seperti hendak
mengucapkan selamat tidur.
Matahari menjadi bola merah yang besar, perlahan namun
pasti makin menyelam ke balik bukit-bukit. Angin senja semilir
menggoyang pucuk-pucuk ranting pohon, membuat pohon itu
seperti kekasih"kekasih yang ditinggal orang yang dicintanya
dan melambai-lambai mengucapkan selamat jalan untuk
bersua kembali esok hari.
Burung-burung terbang melayang, berkelompok sambil
mengeluarkan bunyi hiruk-pikuk, sekelompok mahluk yang
setelah sehari rajin bekerja. kini pulang ke sarang mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang hangat, atau berlindung di ranting-ranting pohon
berselimutkan daun-daun yang melindungi.
Tanpa diperintah lagi, setelah mendapat pengalaman
selama beberapa hari dan tahu apa yang harus dilakukannya,
Sin Wan mencari kayu dan daun kering dan menumpuknya di
atas tanah, tak jauh dari kereta. Dia harus mengumpulkan
cukup banyak kayu bakar untuk membuat api unggun malam
ini. Kalau mereka tidur di tempat terbuka, harus ada api
unggun yang selalu dapat memberi penerangan, juga dapat
mengusir nyamuk dan binatang lain. Dapat pula mengusir
hawa dingin yang dibawa angin malam.
Tiga orang pendeta itupun turun dari kereta, duduk bersila
untuk memulihkan tenaga setelah kelelahan melakukan
perjalanan dengan kereta sehari penuh. Sin Wan mengambil
sebuah buntalan yang berisi bekal makanan dan minuman
yang dibeli tiga orang suhunya di dusun yang mereka lewati
siang tadi. Tanpa banyak bicara, mereka lalu makan malam di dekat
api unggun yang sudah dibuat oleh Sin Wan. Tiga orang kakek
itu makin suka kepada murid mereka. Biarpun sejak kecil
hidup sebagai putera orang kaya raya, ternyata Sin Wan tidak
manja, tidak cengeng, berani menghadapi kesukaran dan
rajin, tidak canggung melakukan pekerjaan kasar.
Setelah makan malam, mereka duduk dekat api unggun
dan Dewa Arak berkata kepada Sin Wan. "Sin Wan, sekarang
engkau sudah menjadi murid kami. Kami ingin melihat apa
saja yang pernah kaupelajari dari Iblis Tangan Api. Nah,
cobalah engkau mainkan ilmu-ilmu silat yang pernah
kaupelajari darinya."
Sin Wan mengerutkan alisnya. Sebetulnya dia tidak suka
memainkan ilmu-ilmu yang pernah dipelajarinya dari
pembunuh ayahnya. Akan tetapi, untuk membantah perintah
gurunya dia tidak berani.Melihat keraguan anak itu, dan kerut
di alisnya, Kiam-sian bertanya, "Kenapa, Si Wan" Engkau
kelihatan tidak suka memainkan ilmu yang pernah kaupelajari
dari Se Jit Kong?" Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maaf, suhu, Se Jit Kong adalah seorang datuk sesat yang
amat kejam dan jahat. Teecu ingin melupakan saja semua
yang pernah teecu pelajari darinya karena kalau orangnya
jahat, ilmunya pasti juga jahat."
"Siancai, engkau tidak boleh berpendapat seperti itu, Sin
Wan. Ilmu adalah ilmu pengetahuan dan merupakan alat bagi
manusia dalam kehidupannya. Ilmu, seperti alat-alat hidup
yang lain, tidak ada sangkut pautnya dengan sifat jahat atau
baik. Jahat atau baiknya ilmu, seperti jahat atau baiknya alat,
tergantung dari pada orang yang menggunakannya. Kalau
orang itu berniat jahat, segala macam alat apa saja, ilmu apa
saja, dapat dia pergunakan untuk berbuat jahat, Yang jahat
bukan ilmunya, melainkan orangnya! Andaikata di waktu
hidupnya Se Jit Kong mempergunakan semua ilmunya untuk
menentang kejahatan, membela kebenaran dan keadilan,
apakah engkau akan mengatakan bahwa ilmu-ilmunya jahat?"
Mendengar ucapan Kiam-sian ini, Sin Wan segera menjadi
sadar dan diapun memberi hormat kepada Dewa Pedang itu.
"Maafkan teecu, suhu, Pandangan teecu tadi memang keliru
dan picik. Baiklah, teecu akan memainkan semua ilmu silat
yang pernah teecu pelajari dari Se Jit Kong."
Anak itu lalu bersilat, diterangi sinar api unggun, dan
ditonton ketiga orang gurunya.
Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Se Jit Kong memang seorang datuk besar yang memiliki
ilmu kepandaian tinggi. Sejak Sin Wan berusia empat tahun,
anak itu telah digemblengnya. Bahkan tubuh anak itu telah
dibikin kuat dengan obat-obat gosok maupun minum. Sejak
berusia enam tahun, Sin Wan sudah diajar melakukan siulian
(semadhi) dan latihan pernapasan untuk menghimpun teraga
sakti. Tidak mengherankan ketika berusia sepuluh tahun. Sin
Wan telah menjadi seorang anak yang cukup lihai, yang tidak
akan dapat dikalahkan oleh orang dewasa biasa, betapapun
kuatnya orang itu. Sin Wan tidak hendak menyembunyikan sesuatu. Dia
bersilat sepenuh hatinya, memainkan semua ilmu yang pernah
dipelajarinya, bahkan mengerahkan tenaga sin-kang seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang pernah diajarkan Se Jit Kong kepadanya. Dan perlahanlahan, dari kedua tangan anak itu mengepul uap panas!
Tiga orang pertapa itu mengangguk-angguk. Dalam usia
sepuluh tahun, Sin Wan telah dapat mencapai tingkat seperti
itu. Sungguh hebat, walaupun dia belum sepenuhnya
menguasai ilmu Tangan Api, namun kedua tangannya telah
mengepulkan uap panas, dan pukulan-pukulannya
mengandung hawa panas. Setelah anak itu selesai bersilat dan
mengatur kembali pernapasannya yang agak terengah, Kiamsian bertanya, "Pernahkah diajari ilmu pedang?"
Sin Wan mengangguk dan Dewa Pedang menggerakkan
tangan kirinya ke arah pohon yang berada di dekat rnereka.
Diam-diam dia mengerahkan Kiam-ciang (Tangan Pedang),
ilmu pukulan yang mengandung sin-kang amat kuat, dan
terdengar suara gaduh ketika dua batang cabang pohon itu
runtuh. Dia mengambil dua batang cabang itu, membersihkan
daunnya dan menyerahkan sebatang kepada muridnya.
"Nah, pergunakan pedang ini dan serang aku!" katanya dan
diapun memegang kayu cabang yang kedua.
"Baik, suhu." Kata Sin Wan dan anak ini lalu memutarmutar kayu itu bagaikan sebatang pedang, dan mulai
melakukan serangan-serangan dengan sepenuh hati kepada
gurunya. Sambil mengamati gerakan muridnya, Kiam-sian menangkis
dan balas menyerang. Dengan cara mengajak muridnya
bertanding seperti ini, lebih mudah baginya untuk mengukur
dalamnya ilmu yang telah dimiliki muridnya, dari pada kalau
hanya melihat anak itu bersilat pedang seorang diri saja.
Setelah semua jurus dimainkan habis dan Sin Wan
meloncat ke belakang menghentikan serangannya, Kiam-sian
mengangguk-angguk. "Duduklah kembali, Sin Wan."
Sin Wan duduk bersila lagi menghadapi api unggun. Tibatiba Dewa Arak telah berada di belakangnya, juga duduk
bersila dan gurunya ini berkata sambil tersenyum. "Sin Wan,
coba kau kerahkan seluruh tenaga sin-kang yang pernah kau
latih." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berkata demikian, tangan kirinya ditempelkan di pundak, tangan kanan melingkari perut dan menempel di pusar.
Sin Wan tidak membantah. Dia mengangkat kedua tangannya ke atas, dengan telapak tangan tengadah. Gerakan ini oleh mendiang Se Jit Kong dinamakan "Menyambut Api Dari Langit". Kedua tangan yang tengadah itu menggetar kemudian perlahan-lahan turun ke bawah, kini kedua telapak tangan menempel dengan tanah. Ini yang dinamakan
"Menyedot Api Dari Bumi".
Dia menghimpun tenaga seperti yang diajarkan Se Jit Kong, merasakan betapa ada hawa panas memasuki pusarnya, berputaran dan seperti yang biasa dilatihnya, dia mencoba untuk menguasai hawa yang berputaran itu agar dapat dia salurkan ke arah kedua lengannya. Akan tetapi, tiba-tiba ada hawa sejuk masuk ke dalam pusar, dan ketika tenaga panas yang disalurkan ke lengan tiba di pundak, hawa itu terhenti dan kembali ke pusar.
"Cukup, hentikan latihanmu," terdengar suara lembut dan baru dia teringat bahwa Dewa Arak bersila di belakangnya.
"Siancai, murid kita ini telah mewarisi ilmu-ilmu yang sifatnya ganas. Akan tetapi, jangan dilupakan begitu saja ilmu-ilmu itu, Sin Wan. Engkau berhak menguasainya, dan kalau pandai mempergunakannya untuk berbuat kebaikan, maka ilmu-ilmu itu akan hilang keganasannya dan berubah menjadi ilmu yang amat bermanfaat bagimu," kata Dewa Rambut Putih.
"Teecu akan mentaati semua nasihat dan petunjuk suhu bertiga," jawab Sin Wan dengan kesungguhan hati.
Malam itu mereka beristirahat dan pada keesokan harinya, ketika mereka hendak melanjutkan perjalanan. Sin Wan minta ijin tiga orang gurunya untuk mencari sumber air atau anak sungai untuk mandi. Tiga orang pertapa itu tersenyum dan Dewa Arak berkata sambil tertawa.
"Ha .. ha .. ha, kami sudah biasa bertapa tanpa mandi tanpa makan tanpa tidur sampai berbulan, maka pagi hari ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kamipun tidak membutuhkan air. Akan tetapi engkau terbiasa
mandi setiap hari dan kemarin engkau sudah mengeluh
karena sehari tidak mandi. Pergilah, kurasa di sebelah kiri
sana ada anak sungai yang airnya cukup jernih, Sin Wan."
Pemuda kecil itu berterima kasih, membawa ganti pakaian
dan lari ke kiri. Benar saja, tak lama kemudian, dia melihat
sebuah anak sungai yang airnya cukup jernih karena seperti
anak sungai di pegunungan, dasar sungai terdapat banyak
pasir dan batunya sehingga airnya tersaring jernih.
Dengan girang Sin Wan menanggalkan pakaiannya,
menaruhnya di tepi anak sungai bersama pakaian bersih yang
dibawanya tadi, kemudian dengan bertelanjang bulat Sin Wan
memasuki sungai kecil yang airnya jernih itu. Airnya sejuk
segar dan Sin Wan memilih bagian yang dalamnya mencapai
dadanya, mandi dengan gembira. Tubuhnya terasa nyaman
bukan main ketika berendam di air itu. Dia menggunakan
sebuah batu halus untuk menggosok-gosok kulit tubuhnya dan
membersihkan debu-debu yang menempel.
Dia tidak melihat atau mendengar betapa dua orang lain
yang juga sedang mandi tak jauh dari tempat dia mandi akan
tetapi tidak nampak dari situ karena berada di balik belokan
sungai, menjadi marah sekali ketika mendengar ada orang
turun ke sungai dan mandi di hulu tak jauh dari mereka.
Perbuatan itu dengan sendirinya mengotorkan air yang
mengalir ke arah mereka. Dengan bersungut-sungut,
keduanya naik ke tepi sungai dan cepat mereka mengeringkan
tubuh dan mengenakan pakaian.
Mereka itu adalah dua orang wanita, yang seorang berusia
sekitar tigapuluh tahun akan tetapi masih nampak seperti
gadis duapuluh tahun saja, cantik jelita dan anggun akan
tetapi sinar matanya keras dan tajam, dan seorang anak
perempuan yang usianya kurang lebih baru sembilan tahun
akan tetapi sudah kelihatan cantik manis!
"Subo (ibu guru), mari kita lihat siapa orangnya. Dia harus
dihajar!" kata anak perempuan itu dengan wajah bersungutsungut. Tiraikasih Website http://kangzusi. com/
Wajah yang manis itu kulitnya kemerahan karena digosok-gosoknya ketika mandi tadi dan ia memang seorang anak perempuan yang manis. Rambutnya hitam dan gemuk sekali, dibiarkan panjang sampai ke punggung dan diikat pita merah.
Wajahnya yang bentuknya bulat itu memiliki mata yang seperti sepasang bintang, hidungnya mancung dan mulutnya kecil, dagunya meruncing.
Wanita cantik itu tersenyum dan nampak lesung di kedua pipinya melekuk manja. Yang paling mempesona pada diri wanita ini adalah mulutnya. Mulut itu berbentuk demikian indah, dengan bibir yang merah membasah, penuh dan seperti gendewa terpentang, kalau tersenyum nampak kilatan gigi yang berderet putih seperti mutiara, kalau bicara kadang nampak rongga mulut yang merah dan ujung lidah yang jambon. Bibir yang bawah dapat bergerak-gerak hidup, penuh gairah dan memiliki daya pikat yang kuat sekali.
"Li Li, jangan terburu nafsu. Kita lihat dulu apakah sikapnya buruk. Dia mandi di sana disengaja ataukah tidak. Kalau sikapnya buruk, baru kita hajar dia!"
Dan di dalam suaranya yang merdu itu tersembunyi ancaman yang akan membuat orang yang mendengarnya menjadi ngeri. Wanita itu memang cantik sekali. Rambutnya yang halus dan hitam panjang digelung seperti model rambut seorang puteri bangsawan dan dihias dengan tusuk sanggul emas permata berbentuk burung Hong dan bunga teratai.
Ketika mandi tadi, walaupun ia hanya mengenakan pakaian dalam, ia membenamkan dirinya sampai ke leher dan menjaga agar rambutnya tidak sampai basah, tidak seperti anak perempuan yang mencuci rambutnya. Kini setelah berpakaian, wanita itu makin nampak seperti wanita bangsawan.
Pakaiannya serba indah dan mewah. Lehernya memakai kalung dan kedua lengannya dihias gelang emas. Alisnya melengkung hitam di atas sepasang mata yang bersinar tajam dan Kadang amat keras sehingga nampak galak.
Hidungnya juga mancung dan manis, namun daya tarik yang paling memikat adalah mulutnya. Di dahinya nampak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anak rambut halus berjuntai ke bawah, dan di depan telinga
terdapat untaian rambut yang melengkung indah.
"Mari kita ke sana, subo!" anak perempuan itu nampak
tergesa karena ia sudah marah sekali, merasa mandinya
terganggu orang. Ia juga mengenakan pakaian yang terbuat
dari sutera mahal, walaupun bentuknya sederhana, tidak ada
kesan mewah seperti pakaian wanita cantik yang disebutnya
subo. Anak ini hanya memakai sepasang gelang batu giok
(kumala) sebagai perhiasannya.
Guru dan murid itu lalu mengitari semak-semak belukar di
belokan sungai dan tak lama kemudian mereka melihat Sin
Wan yang sedang mandi. Anak laki-laki itu dengan
gembiranya membenamkan kepalanya ke air berulang kali.
"Kiranya hanya seorang bocah. Tentu dia anak nakal
sekali," anak perempuan yang disebut Li Li tadi mengomel.
"Dia harus diberi hukuman atas kelancangannya yang sudah
mengganggu kita." Dengan gerakan yang cepat sekali ia meloncat ke arah
tumpukan pakaian Sin Wan. la menyambar tumpukan dua stel
pakaian kotor dan bersih itu, meninggalkan sebuah celana
pendek saja dan meloncat kembali ke belakang semak-semak
di mana subonya menunggu.
Biarpun gerakan anak perempuan itu cepat sekali, bagaikan
seekor kelinci, namun Sin Wan masih dapat melihat bayangan
orang berkelebat. Dia menengok dan melihat bayangan itu
lenyap ke balik semak belukar. Akan tetapi yang membuat dia
terkejut, ketika dia menengok ke arah tumpukan pakaiannya,
tumpukan itu telah lenyap, hanya tinggal sepotong baju atau
celana di sana. "Hei i i ?".!" Dia berteriak dan hendak keluar dari sungai
itu. Akan tetapi dia ingat bahwa dia bertelanjang bulat, maka
dia meragu, lalu kembali dia berteriak. "Hei , siapapun yang
berada di daratan! Aku akan keluar dari sungai dalam keadaan
telanjang bulat. Kembalikan pakaianku!"
Akan tetapi tidak terdengar suara dari balik semak, juga
tidak ada gerakan apapun. Tentu pencuri pakaian itu telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melarikan diri jauh-jauh, pikir Sin Wan. Dia lalu melompat ke
atas daratan, dan menyambar celana dalamnya yang masih
tertinggal di tempat tumpukan yang lenyap tadi. Dipakainya
celana dalam itu, sebuah celana yang hanya menutup dari
pinggang sampat ke paha, dan larilah dia ke belakang semak
untuk mengejar orang yang mencuri pakaiannya.
Dan dia hampir saja menabrak seorang wanita cantik dan
seorang anak perempuan manis yang berdiri di belakang
semak belukar itu. "Eh, maaf!" kata Sin Wan dan cepat dia
melempar diri ke kanan sehingga bergulingan akan tetapi dia
tidak sampai menabrak orang. Ketika dia bangkit berdiri lagi,
dia melihat bahwa pakaiannya masih dipegang oleh anak
perempuan yang manis itu, yang kini berdiri di situ
memandang kepadanya dengan senyum mengejek dan
pandang mata penuh kemarahan.
Guru dan murid itupun memandang kepadanya. Kalau anak
perempuan itu memandang dengan senyum geli dan
mengejek, wanita itu wajahnya berubah kemerahan dan ia
membuang muka sambil berkata ketus, "Anak laki-laki tak
tahu malu!" Sin Wan merasa penasaran. Tentu saja dia pun merasa
canggung dan malu harus berdiri dalam keadaan tiga
perempat telanjang di depan dua orang wanita yang tidak
dikenalnya ini. Akan tetapi, yang membuat dia hampir
telanjang itu adalah anak perempuan ini! Bukan dia yang tidak
tahu malu atau kurang ajar, melainkan anak perempuan itu
yang telah mencuri pakaiannya selagi dia mandi.
Biarpun dia menjadi marah dan ingin memaki, ingin
menampar anak perempuan itu, namun pendidikan mendiang
ibunya membuat dia mampu menahan diri. Dia menekan
perasaannya yang marah dan penasaran, lalu membungkuk
depan anak perempuan itu dan berkata, "Nona, harap
dikembalikan pakaianku itu!" katanya, biarpun kata-katanya
dan sikapnya sopan, namun suaranya keras mengandung
kemarahan yang tertahan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akan tetapi, anak perempuan itu membelalakan matanya.
"Apa kaubilang" Engkau tidak cepat berlutut minta ampun
atas kesalahanmu. malah menuntut dikembalikanya
pakaianmu" Hemm, engkau memang anak yang kurang ajar,
nakal dan tak tahu diri!"
Sikap dan ucapan anak perempuan itu bagaikan minyak
bakar yang disiramkan kepada api bernyala. Sin Wan marah
bukan main. Dia malah dimaki-maki oleh anak yang mencuri
pakaiannya! Aturan apa macam ini"
"Nona sungguh tak tahu diri!" katanya, biarpun marah
masih menjaga kata-katanya. "Nona telah mencuri pakaianku,
sedangkan selama hidupku, aku tidak pernah bertemu
denganmu, tak pernah mengganggumu. Dan sekarang dengan
hormat aku minta dikembalikan pakaianku yang nona curi,
nona malah memaki-maki aku!"
"Siapa bilang engkau tidak mengganggu kami" Guruku dan
aku sedang enak-enak mandi di situ," ia menuding ke sebelah
hilir, "dan engkau mengotori air dengan mandi di sebelah
atas! Setan kurang ajar, sepatutnya engkau dihajar. Akan
tetapi cukup engkau minta maaf kepada kami dan kehilangan
pakaian ini!" Anak perempuan itu lalu merobek-robek semua
pakaian Sin Wan yang berada di tangannya!
Saking marahnya, Sin Wan sampai tidak menyadari bahwa
sungguh merupakan hal yang luar biasa sekali bagi seorang
anak perempuan dapat merobek-robek pakaiannya seolaholah pakaian itu terbuat dari pada kertas saja! Dia terlalu
marah untuk ingat akan hal itu.
"Engkau sungguh tidak tahu aturan!" bentaknya.
"Andaikata benar tuduhanmu tadi bahwa aku mandi di sebelah
hulu dan membuat air menjadi keruh, hal itu kulakukan tanpa
kusadari. Aku sama sekali tidak tahu bahwa ada orang mandi
di hilir. Dan engkau kini malah merobek-robek pakaianku.
Sungguh engkau kurang ajar. Kalau tidak ingat engkau ini
anak perempuan, tentu hemmm ?"?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anak perempuan itu melangkah, maju sampai berdiri dekat
sekali di depan Sin Wan, hanya dalam jarak kurang dari satu
meter. "Hemmm apa" Hemmm apa" Hayo katakan, mau apa kau?"
"Kalau bukan anak perempuan. tentu kupukul kau agar
tahu aturan!" Sin Wan terpaksa melanjutkan ancamannya
karena diapun merasa penasaran dan marah sekali. Selama
hidupnya belum pernah dia melihat seorang anak perempuan
senakal dan segalak ini!"
"Apa" Kamu" Mau memukul aku" Pukul ah "., hayo
pukul ah ".!" anak perempuan itu maju lagi sehingga dadanya
membentur dada Sin Wan dan kedua tangannya bertolak
pinggang, sikapnya menantang sekali.
"Aku bukan pengecut yang suka memukul anak perempuan
cengengl" Sin Wan menghardik.
Anak perempuan itu menjadi semakin marah. Kedua
matanya yang lebar itu terbelalak, hidungnya mendengusdengus seperti seekor kuda marah. "Kau bilang aku cengeng"
Setan iblis jahanam keparat kamu, ya" Hayo pukul, kalau kau
tidak mau pukul, aku yang akan memukulmu!"
Akan tetapi Sin Wan tidak perduli lagi dan melangkah
mundur untuk pergi saja dari situ, tidak mau melayani anak
perempuan yang galaknya melebih ayam bertelur itu. Melihat
dia tidak mau memukul dan malah mundur, anak perempuan
itu makin marah. "Kau tidak mau pukul, kaulihat pukulanku ini "." Dan iapun
menerjang maju dan tangannya memukul ke arah dada Sin
Wan, juga kakinya bergerak menyambar dari pinggir,
menyapu kedua kaki Sin Wan.
Tadinya Sin Wan menganggap bahwa pukulan seorang
anak perempuan tentu tidak ada artinya. Apa lagi dia kebal
dan tubuhnya sudah terlatih. Dia bahkan ingin diam-diam
membuat anak perempuan itu menderita karena kegalakannya
dan dia mengeraskan dadanya yang terpukul untuk
menyambut pukulan dan membuat tangan yang memukul itu
Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kesakitan. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dukk ".. bressss ?"!"
Sin Wan terpelanting dan terjengkang! Terpelanting karena kedua kakinya disapu dari pinggir oleh sebuah kaki kecil yang amat kuat, dan pukulan pada dadanya membuat dia terjengkang! Pukulan itu ternyata mengandung tenaga yang kuat sekali dan biarpun dia tidak terluka dan juga tidak menderita nyeri terlalu hebat, namun dia terjengkang sampai terguling-guling! Dia meloncat bangkit kembali dan melihat betapa orang yang dipukulnya tidak menderita apa-apa, bahkan mampu bangkit dengan cepat, anak perernpuan itu merasa penasaran dan meloncat memberi serangan yang lebih hebat lagi. Gerakannya cepat dan kedua tangannya mengandung tenaga sehingga tiap kali digerakkan, terdengar suara angin.
Tahulah Sin Wan bahwa dia berhadapan dengan seorang anak perempuan yang sama sekali tidak lemah, bahkan pandai ilmu silat dan memiliki tenaga yang kuat. Maka, begitu melihat anak perempuan itu menerjangnya, diapun cepat mengelak dan menangkis. Tangkisannya yang disertai tenaga membuat lengan anak perempuan itu terpental dan hal ini membuatnya semakin galak dan ganas lagi. Serangan datang bertubi-tubi, bahkan kini kakinya juga menyambar-nyambar.
Sin Wan sama sekali tidak ingin membalas, karena dia tetap berpendapat bahwa amat memalukan bagi seorang anak laki-laki untuk memukul perempuan. Biarpun dia terdesak, dia hanya menangkis dan mengelak saja. Akan tetapi, anak perempuan itu ternyata bukan hanya mengerti sedikit ilmu silat. Sama sekali tidak! Bahkan andaikata dia sungguh-sungguh melawan dan membalas, belum tentu dia akan mampu mendapatkan kemenangan dengan mudah! Anak ini telah mendapat gemblengan dari seorang yang sakti, mungkin seperti mendiang Se Jit Kong saktinya!
"Desss ?"" Kembali dia terjengkang ketika sebuah tendangan yang tak disangka-sangka memasuki
pertahanannya dan menghantam perut yang untung dapat dia keraskan sehingga tidak terluka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika dia meloncat bangkit kembali, dia melihat anak
perempuan itu membuat gerakan dengan kedua tangan, mirip
gerakan menghimpun sin-kang seperti yang pernah dilatihnya,
yaitu "Menyambut Api Dari Langit", akan tetapi ketika turun, lanjutannya berbeda. Kedua tangan anak itu melengkung ke
kanan kiri, kemudian ketika kedua tangan itu membuat
gerakan mendorong terdengar suara yang seperti ular
mendesis. Kedua tangan itu seperti kepala dua ekor ular
menghantam ke arah dadanya. Sin Wan cepat mengumpulkan
tenaga sin-kang dari pusarnya dan menyambut pukulan yang
dia tahu merupakan pukulan berbahaya itu dengan kedua
tangannya sendirl. "Desss ......!!" Kini tubuh anak perempuan itu yang
terpental dan terhuyung, bahkan ia tentu akan roboh kalau
saja lengannya tidak disambar oleh wanita cantik yang
menjadi gurunya. "Kau tidak apa-apa?" Wanita cantik itu bertanya sambil
meraba dada muridnya. Ailsnya berkerut ketika ia merasakan
ada suatu ketidakwajaran pada muridnya.
"Subo, tangannya panas sekali ?".!" kata anak perempuan
itu yang segera duduk bersila dan mengatur pernapasan.
Wanita itu memandang kepada Sin wan dan melihat betapa
kedua tangan anak laki-laki itu masih mengeluarkan uap tipis.
Sekali tubuhnya bergerak, wanita itu sudah meloncat dan
berada di depan Sin Wan, membuat anak ini terkejut sekali.
Gerakan wanita itu seperti menghilang saja!
"Katakan, apa hubunganmu dengan Iblis Tangan Api?"
wanita itu kini membentak, suaranya tetap halus namun
mendesis seperti ular, dan dingin seperti salju, dan ketika Sin
Wan memandang, sepasang mata itu mencorong seperti mata
naga dalam dongeng. "Tidak ada hubungan apa-apa," jawabnya singkat dan dia
memutar tubuh hendak pergi dari tempat itu.
"Tunggu! Engkau tidak boleh pergi begitu saja setelah
memukul muridku." Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sin Wan menghadapi wanita itu dengan penasaran. "Bibi,
aku sama sekali tidak memukulnya."
"Hemm, coba kaupukul aku seperti-gerakanmu tadi."
"Sungguh, aku tidak memukulnya, aku hanya menangkis
pukulannya!" Sin Wan memrotes.
"Kalau begitu, kau tangkis pukulanku ini!" Wanita itu lalu
menggerakkan kedua tangan, cepat sekali, seperti yang
dilakukan muridnya tadi, ke arah dada Sin Wan. Terpaksa,
untuk menjaga diri, Sin Wan menyambut dengan dorongan
kedua tangannya seperti tadi.
"Desss ....... !!"
Kini tubuh Sin Wan yang terjengkang, bahkan terbanting
keras dan dia merasa betapa dadanya sesak dan sukar
bernapas. Ketika dia bangkit duduk, dia muntahkan darah
segar dan merasa betapa dadanya nyeri. Dengan terhuyung
Sin Wan bangkit berdiri memandang kepada wanita itu dan
bertanya, "Bibi, kenapa engkau memukulku " Apakah engkau
akan membunuhku?" Pertanyaan itu mengandung keheranan
dan penasaran, sama sekali tidak membayangkan perasaan
takut sedikitpun. "Aku belum membunuhmu agar engkau dapat memberitahu
kepada Se Jit Kong bahwa aku akan membunuhnya!"
Mendengar bahwa wanita ini musuh Se Jit Kong, berkurang
rasa tak senang dalam hati Sin Wan.
"Bibi siapakah?"
"Katakan saja bahwa Bi-coa Sian-li (Dewi Ular Cantik) yang
memukulmu!" Sin Wan lalu membalikkan tubuhnya dan terhuyung-huyung
pergi dari tempat itu dalam keadaan hampir telanjang, hanya
memakai celana dalam yang pendek.
Tentu saja tiga orang kakek itu terkejut dan heran melihat
murid mereka kembali ke situ dalam keadaan hampir
telanjang, bahkan terluka dalam sehingga mukanya pucat dan
bibirnya berlepotan darah.
"Siancai ...... apa yang terjadi padamu?" tanya Dewa
Pedang, sedangkan Dewa Arak tanpa bicara lagi segera
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memeriksa tubuh muridnya. Melihat betapa muridnya terluka
dalam karena guncangan tenaga sin-kang yang kuat, dia lalu
menyuruh muridnya duduk bersila, dan diapun bersila di
depannya dan menempelkan telapak tangan kirinya ke dada
muridnya, Sementara itu, Pek-mau-sian si Dewa Rambut Putih
membantu dengan beberapa kali totokan dan tekanan pada
punggung dan kedua pundak Sin Wan. Dalam waktu singkat
saja kesehatan Sin Wan pulih kembali.
"Nah, sekarang ceritakan pengalamanmu," kata Dewa
Pedang. Sin Wan menarik napas panjang dan memakai pakaian
yang diambilkan oleh Dewa Rambut Putih, kemudian
menjawab, "Teecu sendiri masih merasa bingung dan heran,
suhu. Ketika teecu mandi di anak sungai, ada seorang anak
perempuan mencuri pakaian teecu, hanya meninggalkan
sebuah celana pendek. Teecu naik ke darat, mengenakan
celana pendek dan mengejar anak perempuan yang mencuri
pakaian itu. Kiranya ia seorang anak perempuan berusia
sembilan tahun yang nakal dan lihai. Ia merobek-robek
pakaian teecu dan menuduh teecu mengotorkan air karena
mereka tadi mandi di sebelah hilir. Teecu tidak melihat mereka
karena terhalang belokan sungai. Anak itu kemudian
menantang. Teecu tidak melayani, akan tetapi ia menyerang
bertubi-tubi sampai beberapa kali teecu jatuh. Ketika ia
menyerang dengan pukulan yang mengandung sin-kang,
teecu terpaksa menangkis dan iapun terhuyung. Lalu gurunya
memukul teecu ........"
"Hemm, sungguh sewenang-wenang memukul anak kecil.
Siapa gurunya itu?" tanya Dewa Arak dengan alis berkerut.
"Akulah yang memukulnya. Kalian mau apa?"
Mendengar suara merdu itu, tiga orang pertapa segera
memutar tubuh dan memandang. Mereka tertegun, sama
sekali tidak mengira bahwa guru anak perempuan seperti yang
diceritakan Sin Wan tadi adalah seorang gadis cantik yang
nampaknya baru berusia duapuluh tahun walaupun sikapnya
menunjukkan bahwa ia jauh lebih tua dari pada nampaknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seorang gadis yang berpakaian mewah seperti wanita
bangsawan. "Siancai ....! nona, kenapa engkau memukul seorang anak
kecil yang tidak berdosa?" Dewa Arak berseru.
"Pertama, karena ia mengotori air tempat kami mandi.
Kedua, karena dia telah membuat muridku terhuyung hampir
jatub. Ketiga, karena dia mempunyai ilmu pukulan Tangan
Api! Di mana Se Jit Kong" Apakah kalian anak buahnya" Suruh
dia keluar untuk menerlma kematian!" Wanita itu berkata
dengan suara galak. Tiga orang pertapa itu saling pandang, Dewa Pedang dan
Dewa Rambut Putih tersenyum, akan tetapi Dewa Arak
tertawa bergelak, "Ha-ha-ha-ha, sungguh engkau memandang
remeh kepada kami kalau menganggap kami anak buah Se Jit
Kong! Anak ini memang pernah belajar ilmu dari Se Jit Kong,
akan tetapi sekarang dia menjadi murid kami dan Se Jlt Kong
telah meninggal dunia!"
Wanita cantik itu mengerutkan sepasang alisnya yang
melengkung panjang dan hitam itu. "Mati" Dia sudah
mampus" Hemm ........ akan sia-sia sajakah perjalananku ini?"
Tiba-tiba terdengar suara anak perempuan yang nyaring,
"Subo, pusaka-pusaka itu berada di dalam peti, di kereta ini!"
Semua orang menoleh ke arah kereta! Sebuah kepala
terjulur keluar dari tirai kereta, kepala anak perempuan yang
dipanggil Li Li. "Ihhh! Kiranya kalian telah membunuhnya dan merampas
pusaka-pusaka istana" Kalau begitu, serahkan nyawa dan
pusaka!" "Hei i, nona! Ketahuilah bahwa kami adalah utusan kaisar
dan kami akan membawa kembali pusaka itu ke istana di kota
raja!" Dewa Arak berteriak.
"Pusaka dan nyawa kalian harus diserahkan!" Wanita itu
membentak dan tiba-tiba ia sudah bergerak maju, jari
tangannya meluncur dengan membentuk kepala ular menotok
ke arah leher Dewa Arak. Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hai i .... ah, sungguh berbahaya dan galak!" Dewa Arak
melempar tubuh ke belakang ketika melihat datangnya
serangan yang amat berbahaya itu. Dari gerakan tangan itu
saja dia tahu bahwa lawannya ini, biarpun masih muda,
namun ganas dan lihai sekali. Benar dugaannya, begitu dia
melempar tubuh ke belakang, wanita itu sudah menerjangnya
lagi dengan serangan susulan. Gerakan kedua lengannya
seperti dua ekor ular yang menyambar-nyambar,
menimbulkan suara bercuitan, dan diam-diam Dewa Pedang
terkejut karena dia mengenal ilmu pukulan yang tidak kalah
dahsyatnya dibandingkan ilmu pukulan Kiam-ciang (Tangan
Pedang) yang dikuasainya. Dewa Arak juga tahu akan hal ini,
diapun kini mengerahkan tenaga dan kelincahannya untuk
menghadapi desakan itu dan balas menyerang.
Wanita itupun kelihatan terkejut melihat betapa lawannya
tidak seperti yang disangkanya semula. Lawannya memiliki
gerakan yang amat lincah biarpun perutnya gendut, dan
ketika menangkis, ia mendapat kenyataan bahwa orang itupun
memiliki sin"kang yang kuat!
Melihat dua orang lain berdiri di pinggir, ia lalu mendapat akal.
Ia harus merobohkan mereka yang paling lemah lebih dahulu
karena kalau mereka itu keburu mengeroyoknya, mungkin ia
akan kewalahan! Tiba-tiba saja tubuhnya menyambar ke kiri. ke arah Dewa
Rambut Putih, dan begitu ia menggerakkan tangan kiri, tujuh
batang jarum secara bertubi-tubi menyambar ke arah tiga
orang kakek itu, dan yang dijadikan sasaran adalah dada dan
tenggorokan, tempat-tempat yang paling lemah!
"Siancai ....!" Dewa Rambut Putih berseru dan seperti dua
orang rekannya, diapun berhasil mengebut jarum-jarum itu
sehingga runtuh. Kembali wanita itu terkejut. Serangan
jarumnya dapat diruntuhkan dengan mudahnya oleh tiga
orang kakek itu! "Mampuslah!" Ia menubruk ke kiri, menyerang Dewa
Rambut Putih dengan dahsyatnya, mulutnya mendesis dan
kedua tangan yang membentuk kepala ular itu kini terbuka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan mencengkeram, seperti ular-ular yang menggigit,
sedangkan kuku-kuku jari tangannya berubah menghijau!
"Hemmm, sungguh ganas ........!" Dewa Rambut Putih
melompat ke belakang menghindar, kemudian kipas di tangan
kirinya mengebut. Angin keras menyambar ke arah wanita itu
yang menjadi gelagapan dan terkejut karena ia mendapat
kenyataan betapa kakek rambut putih ini tidak kalah lihainya
dibandingkan kakek perut gendut.
"Wirrr ..........!" Tiba-tiba saja tangannya merenggut ke
kepalanya sendiri dan semua tusuk sanggul telah direnggut
dan dimasukkan saku, rambutnya yang panjang sampai ke
pinggul itu terlepas dan begitu ia menggerakkan kepala,
gumpalan rambut hitam yang harum dan panjang menyambar
ke arah Si Dewa Rambut Putih.
"Hebat .......!" Kembali Pek-mau-sian Thio Ki berseru dan
kebutan kipasnya ternyata tidak mampu menangkis rambut
yang terus meluncur ke arah lehernya! Terpaksa dia melempar
tubuh ke belakang, berjungkir balik lima kali baru berhasli
terhindar dari sergapan rambut panjang.
Wanita itu marah bukan main. Wajahnya yang cantik
berubah kemerahan, matanya mencorong, mulutnya
mendesis-desis dan dengan rambut riap-riapan, biarpun ia
masih amat cantik, namun ada sesuatu yang menyeramkan
karena ia seperti berubah menjadi iblis yang cantik, atau
siluman ular yang cantik namun berbahaya sekali.
Ia memang marah karena begitu tangan kanannya
bergerak, ia telah mencabut sebatang pedang dari balik
bajunya. Pedang itupun aneh gagang dan pedangnya menjadi
satu, gagangnya merupakan ekor ular yang melingkar tebal,
ujung pedangnya berbentuk kepala seekor ular yang
menjulurkan lidahnya. Lidah itu yang amat runcing, dan sisiksisik ular itu tajam. Sebatang pedang mirip ular! Dengan
pedang aneh ini ia menyerang ke arah Kiam-sian!
Si Dewa Pedang tentu saja maklum akan kelihaian lawan.
Diapun sudah mencabut pedang Jit-kong-kiam (Pedang Sinar
Matahari) dan menangkis sambaran pedang ular.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cringgg .......!!" nampak banyak bunga api berpijar dan
berhamburan. Keduanya terkejut dan memeriksa pedang
masing-masing. Kiranya kedua pedang itu sama kuatnya dan
tidak menjadi rusak. Wanita itu menjadi semakin penasaran. Tadinya ia mengira
bahwa di dunia ini tidak ada atau jarang sekali terdapat orang
yang akan mampu menandinginya, maka dengan penuh
keyakinan diri ia memastikan bahwa Iblis Tangan Api pasti
akan tewas ditangannya, dan pusaka istana akan terjatuh ke
tangannya. Akan tetapi, siapa sangka, kini bertemu dengan
tiga orang pendeta ini, ia tidak mampu mengalahkan seorang
saja di antara mereka walaupun ia sudah mencoba menyerang
dengan ilmu pukulan beracun yang ampuh, jarum-jarum
beracun, rambutnya, dan bahkan pedangnya!
Ia lalu mengamuk dengan pedang dan rambutnya dan
sepak terjangnya memang menggiriskan sekali. Kalau bukan
Sam Sian yang diamuknya, tentu sudah jatuh korban di antara
mereka. Tiga orang pendeta itu membela diri dan sengaja
tidak mau merobohkan wanita itu, apa lagi membunuh atau
melukainya. Sementara itu, ketika melihat betapa anak perempuan yang
nakal dan galak itu sudah berada di kereta, agaknya ketika
Si Pedang Tumpul Karya Kho Ping Hoo di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
subonya muncul tadi, kesempatan itu dipergunakan oleh si
anak perempuan untuk menyusup ke atas kereta, cepat lari
menghampiri kereta. "Engkau pencuri kecil! Engkau hendak mencuri apa lagi di
situ" Hayo cepat turun atau ......"
"Atau apa, hah?" Anak perempuan itu kini membuka tirai
dan berdiri di dalam kereta sambil bertolak pinggang dan
memandang galak, "Atau apa" Mau apa kamu kalau aku tidak
mau turun?" Sin Wan memandang gemas. Sesabar-sabar orang tentu
ada batasnya. Anak ini keterlaluan sekali. Akan tetapi, Sin Wan
masih teringat bahwa dia adalah seorang anak laki-laki. Tidak
pantas seorang anak laki-laki menyerang dan memukul anak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perempuan. Bagaimana sikapnya andaikata anak itu adiknya
yang nakal" "Akan kuseret kau turun dari kereta dan kupukul pinggulmu
lima kali biar kau tahu rasa!" Sin Wan mengancam,
menganggap anak perempuan itu adik sendiri yang perlu
dihajar. Hal ini menolong meredakan kemarahannya, karena
kalau dia tidak menganggap anak perempuan itu adik sendiri,
tentu akan timbul kemarahan yang melahirkan kebencian.
Akan tetapi jawaban itu bahkan membuat si anak
perempuan membelalakkan mata saking kaget dan marahnya,
"Apa ....." Kamu ..... kamu ......, kurang ajar, berani hendak
menyeretku dan memukuli pinggulku" Engkau agaknya sudah
bosan hidup, ya?" teriaknya dan iapun meloncat turun, bukan
sembarang meloncat, melainkan meloncat sambil menerkam
seperti seekor burung garuda yang menyerang seekor domba!
Sin Wan mengelak dan ketika tubuh anak itu lewat, dia
mencoba untuk menangkap lengan anak itu. Dia berhasil
menangkap lengan kiri anak itu dengan tangan kanannya dan
selagi dia hendak meringkusnya, tiba-tiba anak itu membalik
tangan kanan yang membentuk kepala ular meluncur ke arah
matanya dan lengan yang dipegangnya tadi, licin bagaikan
ular, sudah dapat melepaskan diri dan mencengkeram ke arah
lehernya! Sungguh merupakan serangan yang amat hebat,
biarpun dilakukan dua tangan anak perempuan!
"Ihh, kau ular kecil!" Sin Wan memaki sambil meloncat ke
belakang. Gerakan kedua lengan anak itu mengingatkan dia
akan gerakan ular. Dimaki ular kecil, anak perempuan itu semakin marah.
"Kuhajar kau, kubunuh kau!"
Dan ia lalu mengamuk, menyerang bertubi-tubi dan saking
marahnya, serangannya banyak ngawur dan tidak menurut
Dendam Dan Prahara Di Bhumi Sriwijaya 2 Sepasang Naga Lembah Iblis Karya Kho Ping Hoo Pisau Terbang Li 5
Mandarin Cersil Mandarin
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama
Cersil Indo Cersil Indonesia
Novel Barat Novel Barat
Novel Indo Novel Indonesia
Galeri Galeri
apabila halaman yg dicari tidak ada.Silahkan kembali dulu ke Menu Utama Blog Lama