Ceritasilat Novel Online

Sukma Pedang 3

Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long Bagian 3


semakin heran. Oey Thian Gie merasa ada setungku api menyerang dadanya, Siau
lok tidak mungkin bercanda sedemikian jauh. Siapakah orang itu"
Yang dengan berani masuk ke kamar dan memadamkan lilin, begitu
dia keluar meninggalkan tempat tersebut! Kata-kata Siau lok
memang benar, Dia tidak mungkin berani menolaknya!
Namun, laki-laki itu bukan dirinya, sedangkan Siau lok tidak dapat
membedakan kelainan sedikit pun. Bukankah hampir tidak masuk
akal" Kalau bukan Siau lok yang nafsunya terlalu besar sehingga
suka mencari jajanan dari luar, pasti laki-laki itu mempunyai bentuk
tubuh yang sama dengan dirinya.
Oey Thian Gie tidak percaya bahwa dalam gedung rumahnya ada
laki-laki yang bentuk tubuhnya sama dengan dirinya, Siapakah
maling itu" "Siau lok, Apakah kau tidak membayangkan bahwa taki-laki yang
masuk ke kamar tadi bukan aku?" tanyanya dengan suara bergetar
karena menahan amarah, Gadis itu meliriknya sekejap.
"Loya.... Kau mempermainkan aku. Siau lok tidak mau!" serunya
manja. Dengan kedua tangannya Oey Thian Gie mencengkeram rambut
Siau lok. Baju yang sejak tadi dijadikan penutup dada direnggutnya
Dia menghempas tubuh perempuan itu dengan keras.
Kini siau lok terkejut, tubuhnya yang lemah gemulai mana
mungkin sanggup menerima bantingan sekeras itu" Dia terjatuh ke
lantai. "Katakan! Apakah laki-laki yang tidur bersamamu tadi tubuhnya
segemuk aku?" bentak Oey Thian Gie.
"Loya...." kata Siau lok dengan suara pilu.
"Katakan!" bentaknya lantang, Siau lok merasa terhina dan
ketakutan. Dengan sendirinya, dia tidak berani tidak menjelaskan....
"BetuI, Masa gemuk atau kurus, Siau lok tidak dapat
membedakannya." ratap gadis itu dengan airmata bercucuran.
"Kalau kau berdusta, kau akan menerima akibatnya!" kata Oey
Thian Gie dengan suara datar.
"Loya.... Siau lok mana berani berdusta kepadamu?" Suara Siau
lok terdengar sendu. "Kau pikir sekali lagi., Benarkah orang itu segemuk diriku?" tanya
Oey Thian Gie masih kurang puas.
"Siau lok menganggukkan kepalanya dengan yakin. Oey Thian Gie
tidak melihat ada sinar kebohongan di mata gadis itu. Terhadap
perempuan semacam Siau lok, Oey Thian Gie paling mengerti.
Sejak kecil dia hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan, sekali
berhasil mencapai kedudukan seperti sekarang, dia tidak mungkin
menyia-nyiakannya. Dengan kasih sayang yang diberikannya, ditambah lagi segala
macam kemewahan yang dinikmati nya saat ini, tidak mungkin Siau
lok akan berani bermain api di belakangnya. Lagi pula, bila Siau lok
benar-benar mencela dirinya sudah tua dan gemuk, dia tidak akan
sebodoh itu mengakui perbuatannya sendiri. Dia sungguh tidak habis
pikir, Bila benar-benar ada seorang maling cinta, siapa orangnya?"
"Kalau orang itu memang mempunyai bentuk tubuh yang sama
dengan diriku, apakah dalam bidang yang satu itu juga seperkasa
diriku?" tanyanya ketus.
Sekali lagi Kim Siau lok menganggukkan kepalanya, Dia bahkan
memaksakan diri menyunggingkan sebuah senyuman manis, "Loya...
sudah terang orang tadi adalah dirimu, mengapa kau masih bermain
teka teki dengan saya?"
Oey Thian Gie marah sekali. Dia melayangkan telapak tangannya
dan menampar pipi Siau lok. Meskipun tamparan itu tidak terlalu
keras, tapi bagi perempuan selemah Siau lok cukup terasa, Dia
terhempas ke atas tempat tidur.
Mata gadis itu berkunang-kunang, Hampir saja dia mengira apa
yang terjadi malam ini hanyalah sebuah impian buruk, Sekarang pun
dia masih belum terjaga. "Benarkah laki-laki itu seperkasa diriku?" tanyanya dengan suara
keras. Siau lok menganggukkan kepalanya sekali lagi, Dalam bayangan Oey
Thian Gie selalu memanjakan dirinya, mengapa hari ini berubah
sedemikian rupa" Mungkinkah tuannya ingin menguji kesetiaan
dirinya" pikirnya dalam hati.
Oey Thian Gie bagaikan api disiram minyak, rasanya dada laki-laki
itu membumbung dan akan meledak segera, Di dunia ini ternyata
ada laki-laki yang bentuk tubuhnya sama dengan dirinya serta
mempunyai keahlian yang tidak berbeda dalam bidang yang satu itu!
Bagaimana dia sanggup menerimanya" Sampai pada pikiran itu,
Oey Thian Gie merasa sepertinya agak tidak masuk akal.
"Apakah yang kau katakan benar semua-nya?" tanyanya dengan
suara keras. Siau lok mengangguk dengan keras. seperti seekor anak menjangan
yang sedang ketakutan. "Begitu masuk langsung memadamkan penerangan seharusnya kau
sempat melihat wajahnya bukan?" tanya Oey Thian Gie.
"Siau lok sedang menunduk dan memikirkan tindakan Loya
sebelumnya, Begitu lilin padam. Orang itu langsung memeluk diriku
dengan ketat. Siau lok tidak sempat melihat wajahnya lagi...." sahut
Kim siau lok. "Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun?" tanya Oey Thian Gie
kembali. "Betul!" sahut Siau lok.
"Bagaimana kau bisa tahu bahwa orang itu adalah aku?" tanyanya
dengan suara bengis. "Loya.... Di dalam gedung keluarga Oey, mana ada lagi laki-laki
segemuk Loya, lagi pula mana ada yang berani masuk ke kamar Siau
lok?" Kata-katanya lebih mirip pertanyaan.
Apa yang dikatakannya memang benar. Tidak ada laki-laki dalam
gedung itu segemuk dirinya dan tidak mungkin ada yang berani
bermain gila dengan selirnya.
Tapi Oey Thian Gie malah menambahkan dua kali tamparan ke
pipi Siau lok. Tenaga yang dipakainya terlalu keras, Siau lok jatuh
tidak sadarkan diri, nafasnya memburu seperti seekor babi. Dengan
penuh amarah dia menerjang keluar tanpa menengok lagi. Kepala
pengawal, Chao toa king mendekati dan menanyakan dengan penuh
perhatian. "Loya.... Apa yang terjadi?"
Oey Thian Gie sepatah pun tidak menyahut Dia melangkah ke
kamarnya sendiri Tempat ini adalah ruang beristirahatnya bila dia
tidak mengunjungi salah satu orang selirnya. Dengan suara keras
dibantingnya pintu kamar tersebut Chao toa king memijit-mijit
belakang kepalanya. Peristiwa ini belum pernah terjadi sebelumnya.
-oooo0oooo- Oey Thian Gie menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur,
Lilin pun tidak dinyalakan, kedua tangannya bertumpu kepada
kepala bagian belakang, seakan ingin memusatkan pikiran pada apa
yang telah terjadi. Siapa yang mempunyai nyali sebesar itu" Siapa
yang mempunyai bentuk tubuh sama dengan dirinya" Siapa pula
yang mungkin begitu perkasa seperti dirinya"
Rasanya tidak mungkin bagi laki-laki sebayanya ada yang
demikian perkasa tanpa jimat seperti Bi jin sim.... Bukan saja dalam
gedungnya tidak ada laki-laki seperti itu, di dunia ini pun belum
tentu ada! Seandainya tidak ada kejadian ini atau laki-laki ini, mungkinkah
Siau lok hanya mengoceh sembarangan"
Tiba-tiba di tepi ranjangnya terdapat bayangan seseorang.
Bagaimana orang ini bisa masuk ke dalam kamarnya" Kapan dia
masuk" Oey Thian Gie hampir mengira dirinya telah bertemu dengan
setan. Setelah matanya terbiasa dalam kegelapan Oey Thian Gie dapat
melihat bahwa bentuk badan orang itu persis seperti dirinya. Biar
pun lebih kurus atau lebih gemuk, dia selalu memperhatikan orang
yang mempunyai bentuk badan sama dengannya.
Terutama malam ini Sekali lihat saja, dia sudah dapat memastikan
bahwa mereka berdua hampir tidak mempunyai perbedaan.
"Siapa?" tanyanya dengan suara berat.
"Aku!" sahut orang yang ada dalam kamarnya itu. Suara itu terasa
tidak asing di telinganya.
"Siapa aku itu?" tanyanya sekali lagi. Tamu yang tidak diundang
itu tertawa terkekeh-kekeh.
"Oey Tangke sungguh pelupa!" sahutnya, Oey Thian Gie terpana.
Dia bangkit dan duduk dengan tegak.
"Cu Thi Jui?" tanyanya.
"Orang-orang memanggilku Cu lao thai-ya," sahut orang itu.
"Rupanya kau yang menyamar diriku dan masuk ke kamar Siau
lok," katanya dengan geraham dikertakkan.
"Siau lok (kesenangan kecil) nama ini sungguh sesuai, sedikit
kesenangan yang diberikan kepadaku benar-benar menyegarkan,"
sahut Cu Thi Jui. Oey Thian Gie begitu marahnya sampai tubuhnya menggigil.
"Tahukah kau bagaimana aku akan menghukum dirimu?"
bentaknya marah. "Saya ingin sekali mendengarnya," sahut Cu Thi Jui tenang.
"Aku akan mengikat dirimu dan menjadikan umpan buaya!" kata
Oey Thian Gie dengan mata mendelik.
"Tidak berat! Sama sekali tidak berat! Kalau saya yang mengalami
kejadian ini, tentu tidak akan seringan itu hukuman yang akan
kuberikan!" sahutnya seperti sengaja menyulut api.
"Kau sudah menarik keuntungan dariku, masih berani datang
kemari?" bentak Oey Thian Gie dengan kasar. Cu laothao malah
menghampiri Oey Thian Gie dan duduk di tepi tempat tidur.
"Kau pikir kedatangan saya hanya untuk Siau lok?" katanya
dengan bibir tersenyum, dengan marah Oey Thian Gie merenggut
baju Cu laothao. "Aku ingin mencincang tubuhmu sampai berkeping-keping!"
katanya. Cu laothao mengulurkan tangannya dan menjentik tangan yang
mencengkeramnya itu. Sekejap saja tangan Oey Thian Gie sudah
terlepas. Siapakah manusia ini" Mengapa hanya dengan sentilan ujung
telunjuk saja dapat mengeluarkan tenaga demikian besar" Oey Thian
Gie tidak pernah mempercayai ilmu sihir, ia melancarkan sebuah
serangan dengan telapak tangannya, namun sentilan jari Cu laothao
kembali menahan serangan itu. Oey Thian Gie menarik tangannya
kembali. "Siapakah kau sebetulnya?" tanyanya dengan mata menatap
tajam. "Bukankah saya sudah mengatakan bahwa orang-orang menyebut
aku Cu lao thai-ya!" sahutnya dengan wajah tanpa menunjukkan
perasaan apa-apa. "Apakah kau bukan seorang peramal?" tanya Oey Thian Gie
kembali. Sekali lagi Cu laothao tertawa terkekeh-kekeh.
"Dibilang iya juga boleh, dibilang bukan juga tidak apa-apa,"
jawabnya. "Kalau begitu, sebelumnya kau sudah menyelidiki diriku?" tanya Oey
Thian Gie dengan wajah merah padam. "Tidak salah!" sahut peramal tersebut.
"Kalau begitu kau adalah barang tiruan!" kata Oey Thian Gie.
"Kalau dikatakan saya adalah seorang penipu juga tidak benar
Ada beberapa hal tentang dirimu yang sama sekali tidak diketahui
oleh orang lain, tapi saya toh dapat mengetahuinya dengan pasti!"
Sahut Cu Thi Jui. Oey Thian Gie menganggap kata-kata itu ada
benarnya. "Manusia she Cu! Kau adalah seorang pertapa, tapi kau
melakukan perbuatan tercela seperti ini. Tidakkah kau takut berbuat
dosa?" tanya Oey Thian Gie dengan suara berwibawa.
"Saya tidak takut!" sahut Cu laothao kalem.
"Kau bisa meramal nasib manusia. Apakah kau tidak percaya
bahwa semua yang terjadi di dunia ini ada hubungannya dengan
Thian?" tanyanya sekali lagi.
"Percaya, tapi tidak seluruhnya," sahut peramal tersebut, Cu lao
thaiya tertawa terkekeh-kekeh.
"Ramalan bintang Tiongkok mudah sekali Hanya menurut
peredaran shio dan sifat manusianya sendiri. Sampai zaman di-nasti
Han, boleh dibilang semuanya penipu, Ketika memasuki dinasti
Tang, Lie Si Cung baru membuktikan kebenarannya.
Oleh sebab itu, dia disebut sebagai pelopor ilmu perbintangan
Seterusnya memang masih ada beberapa orang yang mengikuti
jejak-nya. Seperti Chen thu nan dari dinasti Song, Yu Ki Gi yang
menghitung dari-tanah tempat berpijak Dari semua ini, ramalan
huruf justru yang paling tepat," sahut Cu Thi Jui.
Oey Thian Gie seperti telah melupakan apa yang diperbuat orang
ini kepada Siau lok. Perihal kegemukan dirinya, kadang-kadang dia
sendiri sebal, tapi adakalanya dia merasa bangga.
Anak buahnya semua kurus-kurus. Bila ada yang mengatakan
dirinya gemuk, dia menganggap sebagai pujian kepada dirinya yang
bermaksud menunjukkan kehidupannya yang subur. Bila ada yang
mengatakan kepalanya dan telinganya besar, dia justru marah dan
tidak segan-segan menghukum orang tersebut.
Sekarang ada seorang manusia yang berbentuk tubuh sama
dengan dirinya, otaknya juga sangat cerdas, Lagipula pandai
menyenangkan perempuan. Memang orang ini berdiri sebagai musuhnya, namun kalau dilihat
dari nilai kaum laki-laki, rasanya tidak perlu dibesar-besarkan, dia
malah ada menanam sedikit kekaguman pada orang tersebut.
"Ramalan apa lagi yang dapat disebutkan paling tepat?" tanyanya
dengan nada suara seorang teman.
"Ramalan dari Pekji. Kita harus mengetahui tanggal, jam, hari
kelahiran dengan tepat, Setiap enam puluh tahun akan menampilkan
sekali shio dengan naungan bintang yang paling cemerlang, Satu
tahun terdiri dari dua belas bulan, tiga ratus enampuluh lima hari,
Satu bulan ada tigapuluh hari, Satu hari ada duapuluh empat jam.
Kalau dihitung, maka perubahan hidup manusia berdasarkan
hitungan ini mempunyai duaratus limapuluh lima ribu sembilan-ratus
duapuluh perubahan dalam seumur hidupnya. Memang kalau kita
yang tidak mengerti akan pusing menghitungnya. Oleh sebab itu,
saya sendiri sulit memper-cayainya," kata Cu Thi Jui.
Oey Thian Gie dibuat tujuh keliling oleh keterangannya. Dia
termangu-mangu sejenak. "Aku tidak mengerti apa yang kau katakan tadi. Aku hanya ingin
tahu apa maksudmu sebenarnya datang ke gedungku ini" Kau harus
tahu, masuk mudah, keluar tentu sulit," kata Oey Thian Gie.
Cu laothao tersenyum lebar.
"Betul! Bagi orang biasa tentu tidak mudah masuk ke dalam
gedung ini. sedangkan untuk keluar, pasti lebih sulit lagi. Sampai
saat ini, apakah kau belum bisa menebak maksud kedatanganku?"
tanya Cu Thi Jui. Oey Thian Gie merasa kesal sekali. Dia menggelengkan kepalanya.
"Tidak tahu!" "Siang tadi saya sudah meramalkan bahwa dalam waktu dekat ini,
kau akan mendapatkan kerugian yang besar, Dan nilainya tidak


Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terkira pula," sahut Cu laothao.
Oey Thian Gie terkesiap. "Kau ingin merebut?" tanyanya.
"Kalau kau ingin bekerja sama, untuk apa saya perlu tangan
merebut?" sahut perangai tersebut.
"Orang she Cu! Sekali aku berteriak, seluruh penjaga di gedung ini
akan mengeroyok dirimu!" katanya dengan suara datar.
"Apakah manusia yang pintar akan melakukan hal itu?" tanya Cu
laothao lagi. "Mengapa tidak?" seru Oey Thian Gie penasaran.
"Coba katakan.... Bila kau berteriak, seluruh penjaga akan segera
datang ke kamar ini. Gerakan siapa yang lebih cepat" Da-tangnya
mereka atau sentilan jari saya" Mari saya jelaskan kepadamu....
Setiap jari tanganku ini manfaatnya sama, Gerakan dan
kecepatannya juga sama. Kekuatan yang dikeluarkannya juga sama,
jangan kata daerah yang mematikan, tempat mana pun yang saya
sentil akan dapat menghancurkan tulangmu, Percaya tidak?" kata Cu
laothao tenang. Oey Thian Gie terpaksa percaya sekarang. Tadi saja, hanya
dengan sentilan jari, orang ini dapat menahan serangannya, Tetapi,
orang she Cu ini telah mengatakan nilai yang tak terhitung,
Bagaimana kalau dia meminta seluruh hartanya?"
"Berapa yang kau inginkan?" tanya Oey Thian Gie dengan hati
berdebar-debar. "Hanya satu," sahut Cu laothao.
Oey Thian Gie terpana. "Satu" Satu uang emas atau satu Siau lok?" tanya laki-laki itu.
Toh, Siau lok sudah didapatkannya, Lebih baik jadi dermawan
dengan menyumbangkan sekalian, daripada orang ini tinggal di
dalam gedungnya. Oey Thian Gie akan mati kesal setiap menatap
wajahnya. Cu laothao mengulangi tawanya yang menyebalkan.
"Siau lok" Dia adalah milikmu. Setelah berhasil mencobanya, tentu
harus dikembalikan kepadamu, Tentang uang emas, saya sendiri
tidak kekurangan, Saya hanya menginginkan satu barang yang ada
dalam pakaianmu sekarang!" katanya.
Oey Thian Gie tiba-tiba mengerti siasat licik orang ini, Dia
memang terkejut Tidak disangkanya orang ini pula yang akan
merebut benda pusaka ini.
"Mimpi!" serunya dengan mata mendelik.
"Sebetulnya dalam mimpi pun saya sering ingin mendapatkan
barang tersebut," sahut Cu laothao tenang.
"Kau anggap kau benar-benar dapat mengambilnya?" tanya Oey
Thian Gie gusar. "Kau harus cepat-cepat mengeluarkannya, Bila tidak, jiwamu
sendiri akan diambil oleh saya!" Cu laothao mengucapkan kata-kata
tersebut tanpa menunjukkan perasaan apa-apa pada wajahnya.
Oey Thian Gie sadar, orang ini bukan hanya sekedar menggertak
Dia mulai membenci Liu Cangkwe yang mengundang setan masuk
ke rumah, Dia juga membenci ke-tujuh selirnya, Kalau salah satu di
antara mereka ada yang bisa memberikan keturunan untuknya, dia
pasti tidak akan pergi ke Thai Pek Ki untuk menemui pembunuh ini.
Dia memeluk benda pusaka yang ada di balik pakaiannya erat-erat.
"Cu ya.... Kau adalah seorang pendekar besar dalam dunia
kangouw, dan dalam soal laki-laki dan perempuan, kau juga jauh
lebih perkasa dari pada saya. Kau tidak memerlukan benda ini, Terus
terang saja, hanya orang yang tidak berguna seperti saya baru
memerlukannya," kata Oey Thian Gie dengan suara memelas. Dia
rela merendahkan dirinya sendiri untuk benda langka seperti Bi jin
sim. Cu lao thaiya tampaknya sudah tidak sabar lagi, Dengan gerakan
yang cepat, ia merebut barang yang ada di balik baju Oey Thian Gie.
Saking terkejutnya, Oey Thian Gie lupa menjerit, dia berdiri terpaku
sampai laki-laki itu menghilang dari kamarnya, Sejenak kemudian dia
baru tersadar. "Maling! Cepat tangkap maling!" teriaknya kalang kabut.
Chao toa king bergerak menuju kamar majikannya, Gerakannya
itu tidak dapat dikatakan lambat Dia membangunkan Oey Thian Gie
yang terjatuh lemas di tanah, Setelah itu, memburu keluar. Apa yang
terjadi selanjutnya tentu sudah dapat diterka.
Oey Thian Gie tidak mengatakan apa-apa lagi kepada Chao toa
king, Hal ini juga tidak dapat menyalahkan dirinya, Oey Thian Gie
sudah terlalu kecewa dan putus asa. Dia memutuskan untuk
meminta para pengawal dan pejabat setempat menangkap maling
tersebut. Dia duduk dengan wajah lesu di atas tempat tidur. Sejenak
kemudian, dia seperti dikejar setan berlari ke arah kamar Siau lok.
Ketika dia masuk ke dalam kamar tanpa penerangan itu, kepalanya
membentur sesuatu. Secepat kilat dia menyalakan lilin. wajahnya
pucat seketika. Siau lok telah menggantung diri.
Setelah gadis itu mati, dia baru terpikir bahwa dalam peristiwa ini
tidak ditimpakan kesalahan kepadanya, Di dunia ini tidak ada lagi Bi
jin sim kedua. Dan juga tidak mungkin ada Siau lok kedua. Oey
Thian Gie jatuh tidak sadarkan diri untuk selamanya.
Malam sudah larut, Di tepi pantai tidak ada angin yang bertiup.
Lautan tenang, Rembulan hampir penuh, membuat pemandangan
cerah, Di atas laut terdengar sedikit kepak sayap burung camar.
Sungguh suatu malam yang penuh misteri.
Kwe Po Giok dan Sun Put Ce menyalakan seonggok api unggun di
pesisir pantai, Dalam cuaca seperti ini tentunya tidak perlu
menyalakan api unggun untuk menghangatkan badan, tapi untuk
membakar ikan. Kalau saja ada bumbu untuk dibubuhkan di atas ikan itu, baru
kemudian membakar-nya, pasti ikan itu akan enak dimakan,
sedangkan di tepi laut itu, garam saja tidak ada..
Mereka hanya membakarnya sekedar untuk mematangkan daging
ikan itu, Rasanya yang tawar tentu tidak menerbitkan selera.
Tapi bagi orang yang sudah terlanjur kelaparan, bisa mengisi
perut saja sudah termasuk beruntung. Di perkampungan nelayan
yang telah porak poranda seperti ini, ada uang pun tidak bisa
membeli makanan. sebagai pengisi perut, mau tidak mau, mereka
hanya makan ikan bakar setiap hari.
Ikan yang basah membuat suara peletak peletuk terbakar api
unggun, Setelah matang tentu akan menciut, apalagi dibuang kepala
dan ekor serta tulang, Tentu daging yang tertinggal hanya sedikit,
untung saja kedua orang itu mempunyai akal yang bodoh.
Mereka membakar ikan itu sampai kering sekali, Dan memakannya
dengan tulang belulangnya sekaligus, Kwe Po Giok mendongakkan
kepalanya menatap rembulan.
"Rasanya hari ini sudah tanggal lima belas bulan delapan."
katanya. "Empat belas," sahut rekannya.
Laki-laki itu bertugas membakar ikan. Kwe Po Giok hanya terima
bersihnya saja, Selama beberapa hari ini, dia juga terus memancing,
Tapi ikan yang didapatnya paling hebat beratnya dua ons. ikan
seperti itu saja juga sudah membuatnya girang setengah mati. Dia
loncat tinggi sekali, hampir saja tercebur ke dalam laut
Setiap kali Sun Put Ce membakar satu ekor, Kwe Po Giok pun
memakan ikan yang baru dipanggang itu, Kadang-kadang malah
belum cukup matang sudah direbutnya. Sampai Kwe Po Giok merasa
kenyang, Sun Put Ce baru kebagian, dia tidak pernah
mempersoalkan masalah ini, karena dalam hatinya dia menganggap
Kwe Po Giok masih bocah cilik.
"Apakah kau tidak bisa menemani saya mengobrol lebih banyak?"
tanya Kwe Po Giok sambil tertawa getir.
"Saya tidak bisa bicara," sahut Sun Put Ce.
"Jadi kau hanya bisa makan ikan?" tanya Kwe Po Giok.
"Makan ikan pun, masih kalah denganmu," sahut Sun Put Ce.
Wajah Kwe Po Giok langsung merah padam mendengarnya.
"Tidak disangka kau juga bisa menyindir," katanya.
"Saya selamanya tidak pernah menyindir orang," sahut teman
seperjalanannya itu. "Sebetulnya, bila kau menyindir, memarahi, saya pun tidak akan
menyalahkan dirimu," kata Kwe Po Giok sambil menarik nafas.
"Mengapa saya harus memarahimu?" tanya Sun Put Ce heran.
"Karena saya hanya bisa makan, sama sekali tidak bisa
memancing ikan. Malah ikan yang besar semua saya makan, Kau
hanya kebagian yang kecil," kata Kwe Po Giok.
"Sebetulnya ikan yang kecil juga enak," sahut Sun Put Ce sambil
tersenyum. Kwe Po Giok kembali menarik nafas panjang.
"Kau ini benar-benar keterlaluan. Kalau saya menjadi dirimu, Dan
kau hanya bisa makan tetapi tidak bisa memancing, pasti semua
ikan ini akan saya makan sendiri," katanya dengan nada kesal.
Dia heran di dunia ini ada orang seperti Sun Put Ce" Pada saat itu
terdengar langkah kaki seorang manusia yang berjalan di atas pasir.
Dua orang sedang mendekati.
Jilid 5 "Aku juga bisa makan ikan," kata salah satunya. Orang itu
mengenakan pakaian panjang berwarna merah muda, Dia mendekat
ke arah Sun Put Ce. Seekor ikan yang baru selesai dibakar,
diambilnya, Dengan gaya lahap dia memakan ikan itu.
Sun Put Ce seperti tidak perduli ikan yang sudah susah payah
dibakarnya diambil oleh orang tersebut, Kwe Po Giok justru kurang
senang.... "Hei! itu ikan kami!" teriaknya, "Milikmu adalah milikku. Asalkan
aku senang, nyawamu juga akan menjadi milikku," kata Hun Pao
alias Jaguar merah muda. Kwe Po Giok menatap Sun Put Ce sekilas, rekannya tetap
membakar ikan. Sejak tadi kepalanya tetap tertunduk, Jadi kedua
orang itu sama sekali tidak bisa melihat wajahnya.
Apalagi mereka sudah cukup lama berada di daerah panas itu,
Kulit wajah mereka sudah gelap, seandainya ada orang yang pernah
bertemu dengan kedua orang itu pun, belum tentu akan mengenali
lagi pada saat ini. Kwe Po Giok tertawa nyaring.
"Toaya pasti tidak menginginkan diri saya. Tubuh ini kotor lagi
pula dagingnya kesat. Tentu tidak seenak daging ikan," katanya.
Orang satunya lagi kebetulan adalah Hek Houw. Dia ikut tertawa.
"Bocah dusun ini tampaknya tidak begitu bodoh," katanya.
Hun Pao dan Hek Houw duduk di atas pasir dan memakan ikan yang
telah matang, Mereka masih belum mengenali kedua orang itu.
"Mungkin ini merupakan ikan bakar yang paling tidak enak yang
pernah Toaya makan selama ini," ujar Hek Houw.
"Sebetulnya lumayan juga," sahut Hun Pao.
"Makan ikan tanpa garam masih dapat disebut lumayan?" tanya
Hek Houw mendengus. "Tentu saja! Paling tidak, kau sudah terbiasa makan ikan yang
enak, sekarang makan ikan yang hangus dan tawar. Kau toh bisa
membedakan rasanya," sahut Hun Pao kembali.
"Kalau didengar kata-kata ini seperti omong kosong, Tapi kalau
dipikirkan secara seksama, terasa ada benarnya juga!" kata Hek
Houw. Tepat pada saat itu, angin meniup. Membuat api unggun menarinari.
Hun Pao dan Hek Houw memperhatikan derap langkah yang
mendekati. Ternyata yang datang adalah It Cheng Hong. Bajunya
berwarna hitam pekat. Di tangannya tergenggam sebuah
bungkusan, Dia berdiri di samping api unggun.
"Rupanya manusia yang datang tanpa suara pergi tanpa
bayangan, Kiang Pak It Cheng Hong!" seru Hun Pao.
It Cheng Hong tertawa nyaring.
"Dari jauh aku sudah melihat titik api. Tadinya kukira Dewa api
telah muncul, tidak tahunya kedua Houw Pao Suang hao yang
sedang membakar ikan!" serunya.
It Cheng Hong juga belum mengenali Sun Put Ce dan Kwe Po Giok.
"Kau juga menerima Sin Bok Ling (Kayu perintah dewa) dan
segera datang untuk menyampaikan hadiah?" tanya Hun Pao dengan
suara rendah. It Cheng Hong tertawa dingin, "Beberapa hari yang lalu aku sudah
menerima Sin Bok Ling. Setelah melakukan beberapa kali jual beli,
aku segera datang untuk mengantarkan hadiah. Houw Pao Suang
Hoa tentu membawa hadiah yang nilainya tidak terkira, Jauh lebih
hebat dari setan gentayangan macam diriku ini," katanya menyindir.
Hun Pao dan Hek Houw saling pandang sekejap. Mereka
menggenggam erat-erat bungkusan di tangan masing-masing,
seakan takut sekali kehilangan barang itu.
"Ketiga bajingan ini tampaknya belum mengenali identitas kita,"
bisik Kwe Po Giok di telinga temannya.
"Betul!" sahut Sun Put Ce.
"Kalau menurutmu, lebih baik dikenali atau tidak?" tanya bocah
itu. "Tentu saja lebih baik dikenali," sahut Sun Put Ce.
"Tampaknya kau memang tidak bodoh!" kata Kwe Po Giok.
"Terima kasih!" sahut Sun Put Ce.
Pada saat itu, terdengar suara batuk, nafas yang berat serta
deritan rakit di laut. Seorang laki-laki bertubuh gemuk meloncat
turun, Orang ini sudah tua.
Di tempat yang sepi seperti perkampungan nelayan ini, bertemu
dengan orang tua tersebut rasanya tidak sesuai, Orang tua gemuk
ini memakai pakaian dari bahan belacu yang kasar. Di seluruh
bajunya terdapat banyak tambalan besar kecil berisi berbagai
penganan kemilan. Sembari jalan, tangannya tidak berhenti merogoh penganan itu dan
memakannya, pada umumnya orang tua dan anak kecil
berpenampilan dan berkelakuan hampir sama, di dalam sakunya
terisi kue, kacang, buah kering, kuaci dan permen. Ditambah lagi
pada bambu panjang yang diletakkan di pundaknya juga terdapat
banyak kantong-kantong besar dan kecil.
Orang tua ini lucu sekali, Sampai matanya juga selalu menyipit
menampilkan senyum dan tawa. Tetapi pada wajah Hek Houw, Hun
Pao dan It Cheng Hong tersirat rasa kejut yang tidak terkira, Orang
tua itu terus mengemil sambil sekali menarik nafas dengan susah
payah. Dia duduk di pesisir pantai. Sun Put Ce hanya melirik orang tua itu
sekilas kemudian melanjutkan membakar ikan. Kwe Po Giok terus
memandangi orang itu. "Belum lama ini, tubuhku semakin Iemah. Baru jalan beberapa
langkah saja sudah capek setengah mati, Aih! Sudah tua! Kalau ada
yang lari bila melihat kedatanganku tentu aku sudah tidak sanggup
mengejamya." Orang tua itu seperti berkata kepada dirinya sendiri.
It Cheng Hong, Hun Pao, Hek Houw sebetulnya memang berniat
lari. Setelah mendengar ucapan itu malah jadi urung. Mereka
bersama-sama berjalan ke hadapan orang tua itu dan membungkuk
dengan hormat. "Boanpwe menemui Cu lao thaiya!" kata mereka serentak, Orang
tua aneh seperti itu bisa membuat ketiga bajingan itu begitu hormat
kepadanya. Benar-benar akan menjadi berita besar kalau tersiar di
luaran! Cu lao thaiya memicingkan matanya beberapa saat.
"Orang tua yang hampir buta seperti aku ini, masih belum
mengetahui bahwa kalian bertiga juga ada di sini. Mengapa kalian


Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak pergi membunuh orang atau membakar api" Ada apa kalian
berkumpul di sini?" tanya orang tua itu.
Mulutnya mengecap permen, dari sudut bibirnya mengalir air liur,
perbuatannya ini akan membuat jijik orang lain, tapi bagi ketiga
orang yang ada di hadapannya pasti tidak berani berpikir demikian.
Orang tua itu seperti membawa semacam wibawa yang tidak
dapat ditentang, Dengan sangat hormat, mereka mundur dua
langkah. "Kami sudah menerima Sin Bok Ling, maka segera datang untuk
mengantarkan hadiah!" sahut Hek Houw.
Sun Put Ce dan Kwe Po Giok saling melirik sekilas.
"Bok lang-kun benar-benar hebat! Meski-pun sudah
mengundurkan diri berpuluh tahun, kedudukan Bengcu dunia hitam
masih dikuasainya. Sekali Sin Bok Ling keluar, banyak kalangan yang
sengaja datang mengantarkan hadiah untuknya!" kata Cu lao thaiya.
Dia berhenti sejenak, Matanya memicing. Makanan terus mengalir ke
mulut-nya. Seperti tidak serius dalam mengucapkan kata.
"Apa yang kalian persembahkan kepadanya" BoIehkah
membiarkan mata tua ini untuk terbuka sedikit?" tanya orang tua itu
melanjutkan kata-katanya yang terhenti.
Hun Pao dan Hek Houw tersentak, wajah mereka berubah hebat.
Sampai It Cheng Hong pun tidak berbeda, matanya jelalatan karena
panik. "Masa lihat saja tidak boleh?" tanya orang ini itu tenang.
!t Cheng Hong bertiga akhirnya membuka bungkusan masingmasing.
Mata Cu lao thaiya yang sejak tadi memicing membuka
seketika, Tampaknya dia sangat tertarik dengan kotak di tangan Hek
Houw. Tentu saja, terhadap kotak di tangan It Cheng Hong ia juga
menunjukkan minat. Sun Put Ce melirik ke arah sana sekilas kemudian menekuni
pekerjaannya kembali, Kwe Po Giok berjalan mendekati orang-orang
itu dan ikut melihat sekejap, Kemudian dia duduk kembali di
samping rekannya. "Hek Houw! Apa isi kotak panjang itu." tanya Cu lao thaiya
kepada Hek Houw. "Cu lao thaiya! isinya hanya sebuah jim-som gunung yang sudah
tua," sahutnya. "Oh.... Jinsom tua.... berapa beratnya?" tanya Cu lao thaiya
kembali. "Tu... tujuh., kati setengah," sahut Hek Houw dengan suara ragu.
"Tujuh kati adalah jinsom, delapan kati sudah termasuk pusaka,
Sayang sekali berat jinsom ini masih kurang setengah kati." kata Cu
lao thaiya. "Benar juga!" sahut Hek Houw dengan perasaan lega Cu lao
thaiya hanya melirik sekejap pada permata yang berkilauan di
tangan Hun Pao. Tatapan matanya beralih pada kotak persegi di
tangan It Cheng Hong. "lt Cheng Hong taihiap! Apa isi kotakmu itu?" tanyanya.
"Sebetulnya juga bukan barang mustika yang langka. Hanya
sebuah patung ukiran yang terbuat dari batu Ke Hiat Ang." sahutnya
dengan hati berdebar-debar.
"Ya... memang bukan barang langka," sahutnya dengan mata
setengah terpejam. Ketiga orang itu cepat-cepat membungkus
kembali barang persembahannya masing-masing.
"Tampaknya selera Bok lang kun makin lama makin rendah, Kalau
tidak, mana mungkin memandang mata barang-barang seperti itu,"
kata Cu lao thaiya. Wajah It Cheng Hong dan kedua rekannya menyiratkan kekecewaan,
bila menghadiahkan barang kepada seseorang tentu saja tidak harus
yang termahal, tapi kalau bisa, juga jangan yang terlalu tidak
dipandang, apalagi yang akan menerima hadiah itu adalah Bok lang
kun! "Aku anjurkan kepada kalian.... Lebih baik hadiah itu dikumpulkan
menjadi satu. Dan diberikan kepada Bok lang kun. Kalau orang itu
menganggap hadiah kalian kurang pantas, tentu kalian sendiri akan
menerima resiko yang kurang enak," kata Cu lao thaiya dengan
lagak baik hati. Kata-kata ini diucapkan dengan nada berat dan tidak bertenaga,
Seperti ucapan main-main saja. Selesai berkata, dia menyumpal
mulutnya dengan sebuah gula-gula, yang berbicara memang
setengah hati, tapi yang mendengarkan justru sepenuh perasaan.
Sinar mata It Cheng Hong berkilat di bawah sinar api, Dia
menatap Hun Pao dan Hek Houw dengan tajam, ke-dua orang itu
tampaknya mengerti sekali arti mata itu, mereka menggenggam
bungkusan masing-masing dengan erat dan mundur satu depa.
Secepat kilat, It Cheng Hong menghadang jalan mundur kedua
orang itu. "Apa yang hendak kau lakukan?" tanya Hek Houw.
It Cheng Hong tertawa dingin.
"Toh hadiah kalian berdua terlalu sedikit, mengapa tidak berbuat
baik dengan memberikannya kepadaku agar dapat kupersembahkan
kepada Bok lang kun?" suaranya sinis. Memang perbuatan ini yang
diinginkan oleh Cu lao thaiya, Dia ingin mereka saling membunuh
agar dirinya dapat meraih keuntungan.
"Apa yang kau andalkan?" bentak Hun Pao tak kalah garang.
It Cheng Hong tidak menyahut, Dia meraba gagang pedangnya
seakan benda itulah yang akan menjadi andalannya, Hun Pao dan
Ilek Houw mengeluarkan senjata mereka serentak, Hun Pao
menggunakan pecut yang terbuat dari ekor macan tutul, Sedangkan
Hek Houw menggunakan Cakar harimau yang terbuat dari besi.
"Kalau kau menginginkan barang kami, kau terpaksa harus
melangkahi mayat kami lebih dahulu!" kata Hun Pao.
"Tidak separah itu!" sahut It Cheng Hong, dia mengeluarkan
sebuah senjata terbuat dari rantai panjang dengan pedang di
ujungnya. Manusia secepat angin, pedang secepat kilat, itulah julukan yang
diberikan oleh orang-orang dalam dunia kangouw untuk It Cheng
Hong. Ketiga orang itu langsung bergebrak, pecut ekor macan tutul
dan cakar besi harimau menghantam kepala It Cheng Hong.
Manusia secepat angin itu ternyata tidak begitu mudah
menghindari serangan tersebut, dia harus berjuang sekuat tenaga,
baru dapat meloloskan diri. Di bawah cahaya api unggun, wajah
mereka tampak garang, seperti ingin memakan sesamanya. Tanpa
disangka-sangka, Kwe Po Giok berteriak dengan suara nyaring...
"Saya lihat lebih baik kalian mempersembahkan hadiah-hadiah itu
kepada Cu lao thaiya saja. Daripada orang tua itu harus susah payah
mencari hadiah di tempat lain!"
Bagi ketiga orang itu, saran Kwe Po Giok tentu dianggap tidak baik,
tapi mereka seperti tersengat aliran listrik, Bersama-sama
menghentikan gerakannya, Hek Houw tertawa terbahak-bahak.
"Lucu sekali! Lucu sekali!" serunya dengan lantang.
"Kami sama sekali tidak membayangkan kalau Cu lao thaiya juga
datang untuk mengantarkan hadiah. Kita saling membunuh, tinggal
Cu lao thaiya yang menarik keuntungan," kata Hun Pao.
Cu lao thaiya yang tetap duduk di atas pasir, dia menggelengkan
kepala seraya menarik nafas panjang. Dia seakan tidak
memperdulikan anggapan orang-orang itu. "Aih! Kalian kan tidak
mungkin memandang rendah orang tua seperti aku ini. Kalau aku
sudah berani datang, toh tidak mungkin bertangan kosong." Biar
pun dia selicik apa, tapi dia sudah mengakui bahwa kedatangannya
malam ini adalah untuk mengantarkan hadiah juga.
Untuk mencari kepercayaan orang-orang tersebut, dia
mengeluarkan sebutir mutiara yang amat berkilauan dan berwarna
ungu, setiap gerakannya akan merebut perhatian ketiga orang itu,
juga Kwe Po Giok dan Sun Put Ce.
"lni adalah benda pusaka yang hampir menjadi legenda,
panggilannya mutiara kristal ungu. Biar dipersembahkan kepada
kaisar tua masih pantas, mana mungkin aku menginginkan barang
rongsokan kalian?" katanya dengan wajah tersenyum.
Api unggun yang terang membuat sinar mutiara di tangan Cu lao
thaiya makin berkilauan. It Cheng Hong dan kedua rekannya saling
pandang. Dengan kedudukan Cu lao thaiya, Bila dia mau datang
mengantarkan hadiah, sudah pasti merupakan benda pusaka yang
tak terkira nilainya, Dan mereka ternyata menduga orang tua itu
menginginkan barang antaran mereka, Kalau dibilang putar balik,
semestinya setan kecil itu yang menerbitkan perkara. Mata ketiga
orang itu seperti berjanjian menoleh ke arah Kwe Po Giok.
"Mutiara kristal ungu.... Benda pusaka ini memang belum pernah
kulihat," kata It Cheng Hong.
"Saya bahkan belum pernah mendengarnya," sahut Hek Houw.
Cu lao thaiya tertawa senang.
"Kalian kemarilah! Aku orang tua ini akan membuka mata kalian,"
katanya. Ke tiga orang itu langsung mendekat dengan perasaan
ingin tahu. Melihat hadiah yang akan diberikan oleh orang lain toh
tidak ada salahnya. Paling tidak, mereka bisa membandingkannya
dengan barang antaran mereka sendiri.
Ketika langkah kaki mereka kira-kira tinggal tiga depa di hadapan
orang tua itu, tiba-tiba sekilas sinar ungu berkelebat, menghantam
telak di tubuh ketiga orang itu, Menyerang orang dengan mutiara
kristal ungu, siasat ini, belum pernah terpikirkan oleh It Cheng Hong
dan kedua rekannya. Lagipula kesannya terlalu angkuh. Cu lao thaiya ternyata tidak
berhenti sampai disitu saja, Tangannya dengan sigap merogoh
segala macam barang dari kantongnya.
Dia menimpuk serampangan. It Cheng Hong, Hun Pao, dan Hek
Houw roboh ke tanah. Tubuh mereka penuh dengan segala
penganan kecil, Senjata rahasia yang paling aneh di dunia! Darah
mengalir dari sana sini, Makanan kecil itu telah melukai beberapa
bagian tubuh mereka, Bahkan ada dua atau tiga aliran darah yang
tertotok sehingga mereka bertiga tidak dapat bergerak.
Hek Houw terengah-engah. Dia memandang Cu lao thaiya dengan
perasaan tertekan. "Kau toh sudah mempunyai mutiara kristal ungu, mengapa masih
ingin merebut barang antaran kami?" tanya laki-laki itu gusar.
"Anak bodoh! Di dunia ini mana ada mutiara kristal ungu" Yang
kau lihat tadi adalah rencengan buah anggur," kata Cu lao thaiya
sambil tertawa terbahak-bahak.
Apakah ini sebuah hinaan, permainan atau gurauan" Dengan
teriakan nyaring Hek Houw berusaha untuk bangkit, Tapi tenaganya
hilang, It Cheng Hong dan Hun Pao tidak bergerak lagi, Tetapi
mereka tampak tidak semarah Hek Houw.
"Rupanya begini cara kau mendapatkan barang antaran!" teriak
Hek Houw dengan suara keras. Cu lao thaiya menggelengkan
kepalanya dengan mengeluarkan suara berdecak.
"Bocah cilik! Siapa yang kerajinan menenteng hadiah jauh-jauh
sampai di sini. Lagi pula, jaman dulu Cu kek Sian sing juga dengan cara yang sama
mendapatkan selaksa anak panah dari Lang Ya," kata orang tua itu.
Hek Houw tidak mengeluarkan suara lagi, Di pinggir pantai hanya
terdengar suara keresekan kayu bakar dalam api unggun.
"Siau houw, Siau pao, Si pak hong, kenapa pergi" Kok cuma
begitu saja" Hanya merusakkan makanan dalam kantong orang tua
ini!" kata Cu lao thaiya dengan nada mengejek.
Sun Put Ce berdiri, Dia menarik tangan Kwe Po Giok untuk
meninggalkan tempat tersebut, Cu lao thaiya bangkit juga dengan
wajah kemalas-malasan. Dia merogoh barang antaran yang telah
disiapkan oleh ketiga orang itu.
"Seharinya manusia pintar sama dengan seumur hidupnya orang
bodoh," katanya menggumam.
Kwe Po Giok mengibaskan tangan Sun Put Ce. Dia masih belum
mau pergi, Cu lao thaiya menatap kedua orang itu sekejap, Sinar
matanya mengandung hinaan dan pandangan meremehkan Kwe Po
Giok juga menatap ke arahnya. Dia hanya menganggap orang itu
seperti segumpal daging yang tergeletak di sana.
Cu lao thaiya dengan ramah menggapai kepada Kwe Po Giok.
"Anak baik! Kemarilah! Kong kong masih mempunyai makanan
yang enak untukmu," katanya dengan bibir tersenyum.
Kwe Po Giok dengan nakal ikut tersenyum.
"Kau bukan kong kong! Kau adalah seekor babi!" katanya.
Cu lao thaiya seperti belum mendengar dengan jelas, dia
mengulurkan wajahnya ke depan.
"Apa yang kau katakan?" tanyanya berlagak pilon.
"Kau adalah seekor babi. Kau meminta orang-orang memanggilmu
Cu lao thaiya, Berarti dirimu memang bukan orang tapi babi, Kata Cu
dalam bahasa cina, dengan nada yang sama tetapi tulisan yang
berbeda memang berarti babi," sahut Kwe Po Giok dengan suara
yang lebih keras. Dia memperhatikan orang tua itu dengan tatapan
meneliti "Tapi kau juga tidak tampak seperti seekor babi...." lanjutnya.
Sun Put Ce mengangkat kerah bajunya sedikit, Kwe Po Giok sengaja
mengalihkan pandangannya, Dia pura-pura tidak tahu, Cu lao thaiya
tertawa lebar. "Kau lihat aku mirip apa?" tanyanya, "Kau mirip dua ekor babi.
sebetulnya kau malah lebih gemuk dari dua ekor babi!" kata Kwe Po
Giok seperti sedang menaksir suatu barang.
Cu lao thaiya memicingkan matanya, wajahnya berubah beberapa
kali. Kemudian ia tertawa terkekeh-kekeh.
Kalau begitu aku juga ingin memelihara dirimu agar lebih gemuk
sedikit, supaya kau bisa menjadi seekor cucu babi!" katanya.
Sekali lihat sinar matanya, Sun Put Ce sudah dapat menduga
orang tua itu mulai dipenuhi hawa membunuh, Cu lao thaiya
mengeluarkan makanan kecilnya, Dia menggunakan penganan itu
sebagai senjata rahasia dan ditimpukkan ke arah Kwe Po Giok dan
Sun Put Ce, Kacang, buah kana dan permen adalah benda yang
ringan, tetapi sekali ditimpukkan ternyata dapat mengeluarkan suara
gemuruh. Semua ini tampaknya sudah dapat diduga oleh Sun Put
Ce. Benda-benda itu juga mengandung tenaga yang kuat.
Sun Put Ce menggeserkan tubuhnya untuk menghindari senjata
rahasia tersebut Dia juga kelabakan menyelamatkan Kwe Po Giok,
Senjata rahasia Cu lao thaiya dalam dunia kangouw memang sangat
terkenal. Pada saat itu, Sun Put Ce sangat mengharapkan tubuhnya dapat
tumbuh lebih banyak kaki dan tangan, Dia tahu bagaimana pun ia
tidak sanggup menyelamatkan Kwe Po Giok Iagi.
Tetapi sama sekali tidak disangkanya bahwa bocah itu tidak
selemah yang tertampak di luar. Kedua tangannya bergerak
serampangan. Ternyata makanan yang menyerang dirinya sudah
tertangkap oleh tangannya, Cu lao thaiya dan Sun Put Ce samasama
terpana. Bocah itu mengembangkan tangannya dan
mengembalikan makanan itu dengan gerak kilat.
Sun Put Ce masih termangu-mangu. Cu lao thaiya tidak sempat
berpikir lebih lama. Dia segera mengibaskan tangan menyampok jatuh senjata rahasia
yang makan tuan itu. Di dalam dunia kangouw Co lao thaiya sudah
sangat terkenal. Didalam dunia kang-ouw nama Cu lo-tahiya sudah
sangat terkenal. Belum pernah terdengar ada orang yang sanggup
membuatnya begitu kelabakan. Senjata rahasia yang
dilemparkannya sendiri ternyata tidak sanggup dihindarinya.
"Seerr! Serrr!"


Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Hampir semuanya menembus tubuh Cu lao thaiya, Seperti Hek
Houw, Hun Pao dan It Cheng Hong. Dia juga mati dengan badan
tertembus senjata rahasia antik tersebut.
Air yang beriak dekat pantai menghembuskan suara tarikan nafas
panjang, Sun Put Ce justru memandang Kwe Po Giok dengan
terpana, sinar matanya mengandung kecurigaan. Seakan sulit
mengerti bocah yang satu itu. Mungkin selain perasaan terkejutnya,
dia masih memikirkan hal yang lain, Kwe Po Giok membalikkan
tubuh. Dia menatap Sun Put Ce dengan pandangan lembut.
"Kau tidak menyangka bahwa aku bisa ilmu silat?" tanya bocah
itu. "Saya tidak menyangkal" sahutnya tegas dan polos.
Kwe Po Giok memandangnya dengan seksama, Sun Put Ce
memang tidak berbohong, sedangkan Fang lopek saja tidak tahu
bahwa dia mempunyai ilmu yang tinggi, apa lagi Sun Put Ce. Namun
pandangan Kwe Po Giok terhadap Sun Put Ce sudah banyak
mengalami perubahan, Kwe Po Giok tertawa-tawa.
"Saya sudah pernah mengatakan. Sejak usia tiga tahun saya
sudah mendapat sebutan bocah ajaib. Meskipun saya masih belum
bisa menandingi manusia jahat itu, untuk melawan babi seperti ini
saja, delapan belas ekor sekali serang pun saya tidak takut," katanya
tanpa niat menyombongkan diri.
"Mengapa kau harus melawan dia?" tanya Sun Put Ce heran.
"Pertama karena aku memang tidak menyukainya. Kedua, ketiga
orang yang diadu domba tadi semuanya sudah mati tanpa kau
ketahui, Ketiga, saya memang ingin mendapatkan barang-barang
tersebut untuk digunakan sebagai hadiah untuk Bok lang kun!" kata
Kwe Po Giok menjelaskan. Sun Put Ce terkejut sekali, Dia menghampiri It Cheng, Hun Pao
dan Hek Houw, Ketiga orang itu memang sudah putus nyawa. Dia
kagum sekali terhadap Kwe Po Giok tapi juga agak takut
penampilannya seperti sudah melewati usianya. Kedewasaannya
membuat Sun Put Ce tidak berani membayangkan.
"Untuk apa kau harus menghadiahkan barang berharga seperti ini
kepada Bok lang kun?" tanya Sun Put Ce.
"Orang yang dapat membuat beberapa bajingan ini menunduk
sekian rupa, bukan tidak mungkin dapat juga melawan Toa Tek To
Hun," katanya tersenyum.
"Kau kenal dengannya?" tanya Sun Put Ce sekali lagi.
"Saya tidak mengenalnya. Dia juga tidak kenal saya. Tapi saya
yakin dia pasti bisa mengenali bahwa hadiah-hadiah ini tidak begitu
mudah didapatkan," sahut bocah itu.
Sun Put Ce menatap Kwe Po Giok sambil menarik nafas panjang.
Akal budi biasanya disertai pengalaman yang banyak, Namun bagi
bocah berusia belasan, dari mana datangnya pengalaman" Dia
menarik nafas sekali lagi.
"Saya selalu menganggap dirimu masih seorang bocah cilik," kata
Sun Put Ce. "Sekarang?" tanya Kwe Po Giok.
"Sekarang saya baru sadar bahwa kau adalah siluman kecil,"
sahutnya. Kedua orang itu saling pandang dan tertawa lebar. Hanya tawa Sun
Put Ce yang terselip sedikit kegetiran.
Malam semakin larut, Di tepi pantai terlihat bintang memenuhi
angkasa, Ombak sedang menghajar batu karang, Dia tidak perduli
apa yang dikatakan orang terhadap dirinya, Bagus boleh, kejam
boleh, tegar pun boleh, Toh ombak hanya segulungan air yang tidak
berakal budi. Di pesisir pantai terlihat bayangan dua orang yang sedang
berjalan, perasaan hati sangat tertekan, sehingga langkah kaki di
atas pasir pun dapat terdengar jelas.
"Apakah kau tahu di mana Bok lang kun sekarang?" tanya Sun Put
Ce. "Tidak...." sahut si bocah ajaib.
"Kau bisa menemukannya?" tanya Sun Put Ce kembali
"Tidak.... Tapi asalkan tempat yang ada apinya, saya dapat
melihat dengan jelas."
Kwe Po Giok menunjuk ketiga macam hadiah yang terbungkus
menjadi satu. Sin bok seng hue (kayu dewa api malaikat)?" tanya Sun Put Ce.
Kwe Po Giok menganggukkan kepalanya. Sun Put Ce kembali
menarik nafas panjang. Dia percaya walaupun orang pintar ataupun
orang bodoh, keduanya mempunyai kelemahan masing-masing,
Orang yang pintar tahu kelemahannya sendiri tapi berusaha
menutupi dari pandangan orang, sedangkan orang yang bodoh,
sama sekali tidak menyadari kebodohannya sendiri
Memandang dari kejauhan, terlihat tujuh titik sinar api di pesisir
pantai. Kwe Po Giok berjalan di muka, Sun Put Ce mengiringi dari
belakang, Mereka melangkah dengan perlahan menuju ketujuh titik
sinar api tersebut Mata Kwe Po Giok bersinar bagai bintang, Mata
Sun Put Ce malah seperti awan kelabu.
-oooo0oooo- Amukan ombak di laut sudah berhenti. Tempat ini adalah daerah
berpasir yang Iuas. Ombak laut perlahan-Iahan mendorong
kedepan, kemudian menarik diri kembali.
Penarikan dirinya seperti tentara yang sedang menyusun kekuatan
untuk menyerang kembali, hal ini seperti juga Toa Tek To Hun.
Menyerang, membunuh, mundur, menghilang. Menyerang kembali
dan seterusnya. Dia terus membunuh hanya karena satu hak "Tidak kalah",
Tentunya kata-kata "Tidak kalah!!" orang itu harus ditebus dengan
darah manusia. Tidak hentinya menghunus pedang, tidak hentinya
darah mengalir dan kematian.
Hanya satu yang merupakan ke-kecualian: Fang Tiong Seng,
Apakah ini merupakan satu-satunya kekecualian di antara korbankorban
yang diincar Toa Tek To Hun"
Tujuh titik sinar api makin lama makin mendekat. Di dalam hati
orang-orang Bu-lim, ketujuh titik sinar api ini hampir sama dengan
api setan yang sedang menari-nari di neraka. Tujuh titik api
mengelilingi berbentuk lingkaran, Di tengah-tengahnya duduk
seorang laki-laki usia setengah baya, wajahnya tidak menunjukkan
perasaan. Tampaknya seperti sebuah patung kayu, atau mungkin
merupakan ukiran patung dengan hasil karya yang tinggi sehingga
berbentuk manusia" Kira-kira ada puluhan orang yang berlutut di sekeliling orang
tersebut, pakaian mereka aneh-aneh. Namun kain yang dililitkan di
tangan berwarna sama, Sun Put Ce dan Kwe Po Giok mendekat
perlahan-lahan. Sun Put Ce menyenggol Kwe Po Giok sedikit.
"Apakah ini yang disebut Bok lang kun?" tanyanya.
"Delapan bagian," sahut si bocah ajaib.
"Apakah dia sanggup melawan Toa Tek To Hun?" tanya Sun Put
Ce dengan merendahkan suaranya.
"Mungkin dia sendiri juga tidak tahu...." sahut Kwe Po Giok.
Para pengikut Bok lang kun mengundurkan diri satu per satu,
Setiap orang meninggalkan bungkusan berisi emas permata, sinar
api membuat barang-barang tersebut berkilauan, para pengikut itu
melihat Sun Put Ce dan Kwe Po Giok.
Kedua orang itu membawa sebuah bungkusan yang cukup besar.
Mereka mengira Sun Put Ce dan Kwe Po Giok juga merupakan para
pengikut Bok lang kun, jadi tidak ada yang menanyakan apa-apa.
Penghormatan yang begini hening dan rapi sungguh terlihat
sekalipun anak buah Fang Tiong Seng juga tidak sanggup
melakukannya. Pada saat itu, dari balik batu karang muncul belasan
orang. Dilihat sekilas saja sudah dapat ditebak bahwa mereka itu adalah
para bajak laut, Keheranan mereka terhadap penghormatan dan
upacara yang sedang berlangsung lebih hebat dari pada Kwe Po
Giok dan Sun Put Ce. Mereka tidak pernah begitu hormat kepada
seseorang, sehingga mereka agak curiga.
"Apa-apaan ini?" tanya orang pertama.
"Mungkin upacara sembahyang para umat agama sesat. Patung
kayu itu kemungkinan besar adalah patung kayu yang disembah oleh
mereka," sahut orang kedua.
"Tidak perduli bagaimana hebatnya benda tersebut, Pokoknya
hanya sebuah patung kayu. Buat apa orang-orang bodoh itu
meninggalkan emas permata kepada sebuah patung kayu" Lebih
baik buat kita saja!" sambung orang ketiga.
Orang kedua dan ketiga segera ingin mendekati emas permata
yang ditinggalkan para pengikut tadi, namun orang yang pertama
mencegah mereka. "Bagaimana kalian bisa begitu yakin bahwa itu hanyalah sebuah
patung kayu?" katanya mengingatkan.
"Biar aku yang mencoba," Orang ketiga mengajukan diri, kedua
rekannya menganggap perbuatannya benar. Mereka
menganggukkan kepala serentak.
Orang ketiga memungut sebuah batu kerikil yang cukup besar,
Dengan sekuat tenaga dia menimpuk kepala patung kayu tersebut
Batu itu jatuh tepat di atas kepalanya. Orang itu terlihat senang
sekali, Tak! Suara detak batu tersebut terdengar jelas.
Tidak seperti menimpa ke tubuh seorang manusia, Seakan suara
batu yang ditumpukkan pada batang pohon. Sama sekali tidak
bergeming. Orang ketiga itu tertawa terbahak-bahak.
"Kalau yang kena timpukan batu itu seorang manusia, otaknya
pasti sudah berceceran kemana-mana," katanya sombong.
Para rekannya sangat yakin kekuatan tenaga rekan yang satu itu.
Mereka menganggap apa yang diucapkannya memang benar
Serentak mereka ikut tertawa keras. Apalagi orang ketiga itu. Dia
semakin bangga. Hanya dengan sebutir batu, dia sanggup
membuktikan bahwa dewa agama sesat itu hanya permainan orangorang
bodoh. Dia yang pertama-tama masuk ke dalam lingkaran api tersebut
Tatapan mata mereka otomatis terpusat pada emas permata yang
berserakan. Tiba-tiba suara tawa mereka sedikit demi sedikit menipis dan
akhirnya sirna. Hal ini membuktikan bahwa tidak percaya setan
dengan takut terhadap setan mempunyai perbedaan yang menyolok.
Mata Bok lang kun terbuka lebar, Bola matanya berputar kesana
kemari, namun tubuhnya sama sekali tidak bergeming. Para bajak
laut itu tentu saja tidak percaya bahwa patung kayu itu terjaga oleh
timpukan batu orang ketiga.
Namun para bajak laut itu tampaknya yakin sekali terhadap
tindakannya sendiri, Kepercayaan diri dalam perut mereka terlalu
banyak sehingga sulit dicerna.
"Dia bukan patung, tapi manusia," kata orang pertama dengan
suara lirih. Orang ketiga yang tadi menimpukkan batu tertawa keras.
"Walaupun dia adalah seorang manusia, dalam sekejap kita bisa
membuatnya menjadi setan," katanya takabur.
Ungkapan ini didukung oleh bajak laut yang lain. Percaya diri
adalah kelanjutan dari akal sehat, bukan terburu nafsu, Tapi bajak
laut itu tidak mengerti teori ini. Mereka menyerbu bersama-sama.
Ada yang memakai golok, ada yang memakai pedang, Ada yang
dengan tangan kosong dan tendangan kaki Gerakan mereka maju
bersama menghantam tubuh Bok lang kun.
Kwe Po Giok terkesiap, Dia tidak dapat menahan diri....
"Hati-hati!" teriaknya.
Sun Put Ce tidak bersuara, mungkin dia sudah menduga apa yang
bakal terjadi... atau mungkin juga mati hidupnya Bok lang kun sama
sekali tidak ada hubungannya dengan mereka.
Teori ini sangat gamblang: Bila Bok lang kun mati di tangan para
bajak laut ini, sudah dapat dipastikan dia tidak sanggup melawan
Toa Tek To Hun. Tapi kalau dia menang, mereka masih sempat
memberikan hadiah berupa benda berharga itu kepadanya.
Kwe Po Giok dalam keadaan terkejut berteriak "Hati-hati!" Tapi
teriakan itu tidak membuat Bok lang kun waspada, dia malah
memejamkan matanya kembali. Pada saat itu juga keanehan terjadi
di bawah kerubutan golok, pedang dan kaki tangan, Bok lang kun
terdengar mendengus sekali.
Tidak sempat terlihat gerakan tubuhnya, namun para bajak laut
itu beterbangan ke udara, Tidak perduli berapa tinggi tubuh-tubuh
itu mencelat ke udara, tapi setiap tubuh yang terjatuh ke bawah,
tidak ada satu pun yang bergerak lagi, mereka semua mati
penasaran. Kecuali riak air di laut dan peletakan suara kayu bakar, suasana
sekitar itu hening dan sunyi Kwe Po Giok dan Sun Put Ce yang
bersembunyi di balik batu karang menatap dengan mata terbelalak.
Mereka saling memandang sekejap, meskipun keadaan di tempat
mereka gelap gulita sehingga tidak dapat melihat sinar mata maKANG
ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
sing-masing, tapi mereka sudah saling mengerti apa yang tersirat
didalamnya! Mata Bok lang kun tiba-tiba terbuka lagi..
"Keluar!" bentaknya.
Di sekitar Bok lang kun tidak ada seorang manusia pun yang
terlihat sadar, Dan dia mengatakan "keluar" bukan "berdiri" Tentu
yang dimaksudkan adalah kedua orang di balik batu karang tersebut.
Kwe Po Giok dan Sun Put Ce saling pandang kembali, keduanya
berjalan lambat ke hadapan manusia kayu itu. Mata Bok lang kun
sedikit pun tidak mirip kayu. Malah lebih mirip bintang yang
cemerlang, Kwe Po Giok dan Sun Put Ce berdiri pada jarak satu depa
di hadapannya. "Siapa yang berteriak hati-hati tadi?" tanya Bok lang kun tajam.
"Saya!" sahut Kwe Po Giok.
"Kau tahu siapa aku?" tanya manusia kayu itu kembali.
"Kau adalah Bok lang kun!" sahut bocah tersebut tenang.
"Apakah kau juga tahu siapa Bok lang kun itu?" tanyanya.
"Saya tidak begitu jelas, saya hanya tahu bahwa Bok lang kun
rasanya adalah seorang perampok besar yang membunuh orang
tanpa mengedipkan niatanya," sahut Kwe Po Giok.
Sun Put Ce hampir mengeIuh. Anak ini terlalu berani! Bok lang
kun justru tertawa terbahak-bahak. wajahnya tidak menunjukkan
suatu perasaan. Tawa keras semacam ini hanya dapat mendirikan
bulu roma orang yang mendengarnya.
"Betul! Bok lang kun adalah seorang perampok besar yang
membunuh orang tanpa mengedipkan matanya...." Tawanya terhenti
seketika, Dia menatap Kwe Po Giok tajam. Sejenak kemudian dia
terlihat menarik nafas. "Perampok besar seperti aku ini kalau mati, entah berapa banyak
yang merayakannya, mengapa kau justru mengkhawatirkan
keselamatanku?" tanya Bok lang kun dengan pandangan menyelidik.
Tidak ada nada marah dalam suaranya, hal ini membuktikan bahwa
Bok lang kun tidak dapat disamakan dengan manusia biasa.
"Karena saya merasa bagaimana pun perampok besar macam kau
lebih baik daripada maling kecil yang tidak tahu malu itu!" sahut Kwe
Po Giok tenang, ungkapan itu rasanya tidak berbeda jauh, Bok lang
kun menatap Kwe Po Giok sekali lagi. Dia juga melihat bungkusan di
tangan bocah itu. Untuk sekian lama dia tidak mengucapkan apaapa.
Sun Put Ce diam-diam mengumpulkan tenaga, Setiap waktu siap
menghunuskan pedangnya.

Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kau juga datang untuk mengantarkan hadiah?" tanya Bok lang
kun. "Tadinya bukan, Sekarang iya!" sahut Kwe Po Giok.
"Kenapa?" tanya Bok lang kun agak heran.
"Karena namamu ternyata tidak kosong," sahut Kwe Po Giok.
Tenang sekali ia bicara. "Kalau namaku memang tidak kosong, apakah sangat berarti
untukmu?" tanya manusia
kayu itu sembari tersenyum tipis. Kwe Po Giok menganggukkan
kepalanya. "Tentu saja berarti.... Saya ingin meminta kau membunuh
seseorang," sahutnya.
"Bunuh siapa?" tanya Bok lang kun dengan alis berkerut.
"Sebetulnya dia tidak termasuk jenis manusia, dia adalah seekor
binatang buas, Namanya Toa Tek To Hun!" sahut Kwe Po Giok
dengan tampang marah. Bok lang kun memejamkan matanya, dia tak mengucapkan apa-apa
lagi. Kwe Po Giok dan Sun Put Ce saling pandang sejenak.
"Apakah kau juga tahu orang ini" Kau juga takut kepadanya?"
tanya Kwe Po Giok penasaran, Bok lang kun tetap tidak menjawab.
Sebetulnya pertanyaan yang sia-sia, sudah lama Bok lang kun
tahu bahwa sekarang di dunia persilatan daerah Tionggoan sedang
diguncangkan oleh nama Toa Tek To Hun. Orang-orang yang dapat
disebut jago kelas satu, tidak ada satu pun yang tidak khawatir
dirinya akan menjadi incaran iblis sakti itu.
Setelah lewat sekian lama, Bok lang kun membuka matanya kembali.
Dia menyingkap baju untuk memperlihatkan baju dalamnya, Di
antara perut sampai ke dada ada sebuah luka yang memanjang,
Bekas luka itu tampaknya cukup dalam, Di bawah cahaya api
unggun, bekas luka itu memancarkan warna keunguan.
Tentunya memberi kesan kekalahan atau kebanggaan bagi pemiliknya....
juga membuktikan bahwa orang yang dapat membuat
luka seperti itu di tubuhnya bukan semacam manusia yang dapat
ditemukan di mana saja. "Tiga tahun yang lalu, aku pernah kalah di tangan seseorang,
Juga karena belas kasihannya, aku masih bisa hidup sampai hari ini,"
kata Bok lang kun dengan suara pilu.
Siapa pun tidak menyangka kalau manusia yang dari luar terlihat
seperti sebuah patung kayu juga mempunyai perasaan. Hanya saja,
ada berapa orang yang mendapat kesempatan melihat keadaan
seperti ini" "Siapa orang itu?" tanya Kwe Po Giok dengan perasaan ingin tahu.
"Fang Tiong Seng taihiap!" sahut Bok lang kun.
Kwe Po Giok dan Sun Put Ce sama-sama terkejut, mungkinkah
setelah rasa terkejut itu hilang, yang tersisa adalah kekecewaan
tanpa batas" "Namun, satu jurus pedang saja dari Toa Tek To Hun, Fang
Taihiap tidak dapat menerimanya, apalagi diriku! Aku mengeluarkan
Sin Bok Ling justru untuk mengumpulkan berbagai macam hadiah
yang nilainya tinggi. Aku ingin meminta bantuan seorang pendekar
tiada bandingan untuk turun tangan menghadapinya, Di dunia ini
sekarang hanya ada satu orang yang dapat menghentikan perbuatan
Toa Tek To Hun!" katanya menjelaskan.
Kwe Po Giok menarik nafas panjang, Sun Put Ce tetap tidak
menunjukkan perasaan hatinya, manusia yang tidak pernah
menunjukkan perasaan hatinya, mungkin juga merupakan manusia
yang paling tertekan. "Saya tahu siapa yang kau maksudkan justru karena kami tidak
berhasil menemukannya, barulah kami mencari dirimu," ujar Kwe Po
Giok. "Dia adalah dewa di atas lautan," kata Bok lang kun.
"Apakah dewa juga menginginkan hadiah?" tanya Kwe Po Giok
kurang percaya. "Dewa tentu tidak memerlukannya, tapi untuk menemui dewa
tersebut, kita harus menyediakan berbagai hadiah yang nilainya
tidak terkira, karena hanya ada satu orang yang dapat membawa
kita menemuinya, sedangkan orang itu adalah manusia yang
mempunyai hobby mengumpulkan emas, permata dan benda-benda
pusaka," kata Bok lang kun menjelaskan
"Siapa lagi orang yang satu ini?" tanya Kwe Po Giok segera.
"lkut aku!" kata Bok lang kun seraya berdiri.
-oooo0ooooKANG ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
Embun menetes di pagi hari. Lautan tetap sepi.
Ombak di lautan beriak, Para nelayan di perkampungan itu belum
ada yang terjaga. Meskipun dusun ini porak poranda. Meskipun
rumah-rumah yang terbuat dari atap rumbai hampir rubuh, namun
pada cuaca pagi yang begini sejuk, terasa ada juga keindahannya!
Mungkinkah di perkampungan nelayan yang begini melarat, akan
ada seorang tokoh penting yang mau berdiam menetap"
Bok lang kun berjalan di depan, Kwe Po Giok mengikuti langkah
kakinya, Sun Put Ce seperti biasanya tertinggal jauh di belakang
Mereka berhenti di sebuah rumah kayu yang sudah reot, Rumah
sejelek ini, masih tetap kalah dibandingkan dengan kandang anjing
para hartawan. Kwe Po Giok dan Sun Put Ce seperti sudah menjadi
tingkah yang rutin saling memandang.
"Orang yang ingin kau ajak kami temui, tinggal di rumah ini?"
tanya Kwe Po Giok kurang percaya. Bok lang kun tidak menjawab
Dia hanya menganggukkan kepalanya. Pada saat itu, mau tidak
mau, Kwe Po Giok dan Sun Put Ce agak mencurigai maksud Bok lang
kun. "Orang kepercayaan dewa mengapa bisa tinggal di tempat seperti
ini?" tanya Kwe Po Giok.
Bok lang kun tetap tidak menyahut, dia mendorong pintu kayu
tersebut. Rumah sereot ini, rasanya akan rubuh kalau tertiup angin
sedikit saja, Apa yang terdapat di dalamnya hampir bisa ditebak oleh
Sun Put Ce dan Kwe Po Giok!
Di dunia ini ternyata banyak hal yang ada di luar dugaan manusia,
Begitu pintu rumah reot itu terdorong, mata Kwe Po Giok dan Sun
Put Ce terbelalak, mereka tidak meragukan Bok lang kun lagi.
Mereka malah meragukan pandangan mata mereka sendiri! Mereka
juga mulai mengagumi Bok lang kun....
Begitu pintu reot itu terbuka, terlihat jelas perbedaan antara dua
dunia, di dalamnya terlihat banyak barang antik dan benda pusaka
berserakan semuanya merupakan barang-barang yang belum pernah
dilihat oleh Kwe Po Giok dan Sun Put Ce seumur hidupnya!
Dekorasi dan perabotannya juga mewah sekali, Kwe Po Giok yakin
di istana raja pun belum tentu sebagus ini. Mereka berdua bagaikan
sedang berada dalam alam mimpi dan sampai saat itu masih belum
terjaga. Di tengah-tengah ruangan terdapat sebuah bangku besar seperti
tempat tidur. Emas permata berserakan seperti sampah, Di atasnya
duduk seorang gadis berusia lima belas atau enam belas tahun.
Rambutnya panjang dengan poni di depannya. Dia memakai gaun
berwarna putih, wajahnya cantik sekali.
Di sampingnya berdiri seorang perempuan setengah baya.
Wajahnya juga sangat manis. Pada saat itu, siapa pun akan mengira
dirinya telah bertemu dengan bidadari. Hanya dewi yang bisa
membangun sebuah rumah yang dari luar begitu jelek dan dalamnya
melebihi istana, Apalagi dibangunnya pada sebuah perkampungan
nelayan yang miskin serta porak poranda. Juga hanya dewi yang
bisa memiliki begitu banyak harta benda dan barang pusaka.
Kwe Po Giok menatap ke sekeliling ruangan itu, hatinya amat
gembira. Bok Iang kun berdiri dengan berpangku tangan, Sun Put
Ce berdiri paling belakang, orangnya tidak bergerak, tapi bola
matanya jelalatan. Gadis berbaju putih yang duduk di atas hamparan emas permata
itu adalah orang yang disebut Siau kiong cu. walaupun dia entah
putri dari mana, tapi setiap orang memandangnya akan percaya,
bahwa hanya seorang putri saja yang bisa terlihat demikian anggun,
cantik dan menawan. Perempuan setengah baya yang berdiri di sampingnya merupakan
pelayan yang selalu melayaninya, panggilannya adalah dayang Cui
thian. Bagi Kwe Po Giok, orang yang jelek selalu masih ada sedikit
kelebihannya. Entah pada alis, mata atau bentuk tubuh, sedangkan orang yang
cantik juga pasti mempunyai kekurangannya. Namun Siau kiong cu
bagaikan seorang manusia tanpa cacat. Biarpun dilihat dari sudut
mana, tetap sedap dipandang, Sedangkan kelebihannya juga tidak
mungkin ada pada diri gadis lain.
Dalam hati Kwe Po Giok tidak hentinya berseru, Thian! Bagaimana
di dunia ini ada gadis yang demikian sempuma! Hanya melihat
tampang gadis secantik ini, orang yang berhadapan dengannya
tentu harus berdiri dengan hormat. Seorang tokoh seperti Bok lang
kun saja sudah sejak tadi menunjukkan sikap hormatnya.
"Siapa orang ini?" tanya Siau kiong cu dengan mata melirik ke
arah Bok lang kun. "Seorang perampok!" sahut dayang Cui thian.
"Perampok kecil atau perampok besar?" tanya gadis cantik itu
sekali Iagi. "Perampok besar," sahut dayang Cui thian. Tiba-tiba Siau kiong cu
itu tertawa keras. Suara tawa memang adalah musik termerdu di
dunia. Tawa dari Siau kiong cu bisa membuat tubuh orang yang
mendengarnya menggigil. Tidak perduli siapa pun. Yang mendengar suara tawanya akan
merasa hatinya berdebar-debar, perasaan yang meluap karena
gembira, Orang akan merasakan banyak sekali hal di dunia yang
dapat membuat kita bergembira, Meninggalkan kesan yang paling
dalam. "Barang yang diantar seorang perampok besar, tentu jauh lebih
berharga daripada yang diantar oleh perampok tua, perampok
menengah ataupun perampok kecil. Cepat buka! Biar aku bisa
melihatnya!" seru Siau kiong cu dengan bibir tetap tersenyum.
Bok lang kun yang pertama-tama maju ke depan, Hadiah yang
diantarkannya sudah dapat dibayangkan betapa tinggi nilainya. Ada
berpuluh batu mata kucing yang besar, Ada serenceng mutiara
hitam berbentuk segitiga. Mungkin dari laksaan butir mutiara pun
belum tentu dapat menemukan satu seperti yang dibawa Bok lang
kun. Masih ada lagi lima butir berlian sebesar tinju.
Semuanya merupakan barang-barang yang sulit didapat, bahkan
ada orang yang malah belum pernah mendengarnya. Dari arah
belakang, Sun Put Ce maju kedepan dan membuka bungkusannya.
Kalau dibandingkan dengan Bok lang kun memang tidak seberapa,
Tapi ada satu benda yang mungkin bisa membuat Siau kiong cu itu
tersenyum, Paling tidak, begitu menurut pikiran Kwe Po Giok. Siapa
tahu, senyum di bibir Siau kiong cu malah sirna, Matanya mendelik
lebar. "Lempar keluar! Semuanya lempar keluar!" teriaknya sambil
mengibaskan tangan Siapa pun tidak menyangka akan perubahan
yang terjadi ini" Kwe Po Giok sampai berpikir mungkin Siau kiong cu
mengidap semacam penyakit angin-anginan, Kadang-kadang
adatnya baik, kadang-kadang suka marah-marah!
"Siau kiong cu.... Yang dilempar keluar barangnya atau
orangnya?" Terdengar suara dayang Cui thian bertanya.
"Semuanya lempar keluar! Barang-barang yang diantarnya semua
merupakan sampah, Aku tidak suka!" bentaknya nyaring, Katakatanya
sungguh membuat orang curiga, Barang-barang sebagus ini
masih tidak suka" Jadi barang apa yang disukainya"
Perintah Siau kiong cu sama sekali tidak boleh dibantah, Dayang Cui
thian mengulapkan tangannya, seorang laki-Iaki bertubuh tinggi
besar keluar dari ruangan dalam. Dia mengangkat tubuh Bok lang
kun. Dengan kedudukan dan kekuasaan manusia seperti Bok lang kun,
ternyata ia tetap tidak berani mengadakan perlawanan
"Siau kiong cu.... Bolehkah menunda sebentar?" Tiba-tiba Sun Put
Ce membuka suara. Mereka berdiri berbaris, Bok lang kun paling
depan, menyusul Sun Put Ce dan Kwe Po Giok berdiri di belakang
pundaknya. "Siapa kau?" tanya Siau kiong cu.
"Saya juga datang mengantarkan hadiah," sahut Sun Put Ce.
"Hadiahmu sudah Siau kiong cu lihat tadi," kata gadis cantik itu.
"Tapi ada satu hadiah yang tidak diperhatikan secara seksama
oleh Siau kiong cu, juga tentunya belum tahu keistimewaannya,"
sahut Sun Put Ce. "Barang aneh yang kau hadiahkan kepadaku?" tanya Siau kiong
cu ingin tahu, Bagaimana pun dia masih seorang gadis cilik yang
cepat tergugah hatinya oleh pancingan Sun Put Ce cepat meraih Bi
jin sim. "Benda pusaka ini memberi kehangatan pada musim dingin Juga
bisa memberi kesejukan pada musim panas, Satu lagi keisti**********************************
Jilid 5 Hal 50/51 Hilang **********************************
"Benda itu mempunyai keistimewaan kami mendengarnya dari Cu
lao thaiya, Dan orang itu mendengarnya dari pemilik aslinya." katakatanya
semakin membingungkan. "Siapa pula Cu lao thaiya itu?" tanya Siau kiong cu kepada
dayangnya. Rupanya perempuan setengah baya itu mempunyai
pengetahuan yang luas, Dia merupakan bagian informasi juga bagi
gadis cilik tersebut. "Cu lao thaiya adalah panggilan seorang perampok ulung,"
jawabnya. "Kalau memang milik seorang perampok ulung, bagaimana bisa
terjatuh di tanganmu?" tanya Siau kiong cu lagi.
"Perampok ulung itu menggunakan makanan kecilnya sebagai
senjata rahasia. Saya menggunakan makanan itu juga sebagai
senjata makan tuan baginya, Dia sudah mati," kata Kwe Po Giok
menjelaskan. Dengan mata terbuka lebar Siau kiong cu menatap ke arahnya.
"Aku masih mengira kau tidak bisa ilmu silat," katanya.
"Sebetulnya apa yang saya bisa juga tidak banyak," sahut Kwe Po
Giok tersenyum. "Kau kira dengan memberikan Bi Jin sim, rekanmu itu bisa
menggerakkan hatiku," seru Siau kiong cu sambil tertawa dingin.
Kwe Po Giok menggelengkan kepalanya.
"Tidak! Kalau hatimu begitu mudah tergerak, berarti kau masih
belum terhitung seorang putri," sahutnya.
"Siapa namamu?" tanya Siau kiong cu.
"Kwe Po Giok!" "Apakah barang yang kau bawa jauh lebih berharga dari mereka?"
tanya Siau kiong cu sekali lagi.
"Betul!" sahut bocah itu.
"Barang apa?" tanya Siau kiong cu penasaran.
Kwe Po Giok mengeluarkan sesuatu dari balik bajunya. Dia
menggoyang-goyangkan sebatang ranting pohon, "lni!" jawabnya.
Siau kiong cu terpana. "Bukankah itu sebatang ranting pohon?" tanyanya.
"Betul! Siapa pun akan tahu kalau ini adalah sebatang ranting
pohon," sahut Kwe - **********************************


Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jilid 5 Hal 54/55 Hilang **********************************
akan terjadi di balik tawa tersebut, mungkin akan membawa
kematian baginya! Malaikat elmaut melangkah setindak demi setindak mendekatinya.
Manusia hanya tahu bahwa dunia ini adalah milik kehidupan.
Kadang-kadang tidak terpikir bahwa dunia juga merupakan tempat
kematian. Di dunia yang lain baru ada kehidupan yang abadi. Apa
yang diketahui oleh kaum manusia memang tidak banyak....
"Lucu.... Lucu sekali! Mimpi pun aku tidak pernah menyangka
kalau ada orang yang akan memberiku sebatang ranting pohon,"
katanya sambil tertawa terus. Dayang Cui thian dan laki-laki tinggi
besar itu ber-siaga, Siap menerima perintah dari Siau kiong cu.
"Saya berani mengatakan apa yang kau lihat sekarang sama sekali
bukan mimpi," sahut Kwe Po Giok. Tawa Siau kiong cu tiba-tiba
terhenti. "Apakah kau ingin bermimpi?" tanyanya.
"Kadangkala saya ingin sekali bermimpi, tapi ingin bermimpi pun
tidak begitu mudah," sahut Kwe Po Giok sambil menarik nafas.
"Di tempat ini mudah sekali!" kata Siau kiong cu dengan nada aneh.
Kwe Po Giok termangu-mangu.
"Kau bisa membuat orang bermimpi?" tanyanya heran, Siau kiong
cu tidak langsung menyahut Dia mengambil sebuah cawan yang
terbuat dari emas. Dituangkannya isi sebuah guci yang indah.
"Minum ini kau akan segera bermimpi!" katanya, Kwe Po Giok
menatapnya tajam. "Kenapa" Bukankah kau ingin bermimpi?" tanya Siau kiong cu.
"lya!" sahut bocah itu.
"Kau tidak berani meminum arak ini?" tanya Siau kiong cu
kembali. "Berani!" sahut Kwe Po Giok, Dia menghampiri ke depan dan
menerima cawan arak tersebut "Apa yang akan saya impikan?"
tanya bocah itu selanjutnya.
"Mungkin sebuah mimpi yang indah, mungkin juga sebuah mimpi
yang dapat membuat orang mati terkejut," sahut Siau kiong cu
tenang. Kwe Po Giok tidak menoleh ke arah Sun Put Ce. Juga tidak
berpikir panjang lagi, dia meneguk isi cawan itu sampai kering.
Kwe Po Giok mengembalikan cawan itu ke tangan Siau kiong cu.
Dia menatapnya dengan mata tidak berkedip, lambat laun,
pandangannya mulai berputar. Gadis yang ada di hadapannya
terlihat semakin cantik, Emas permata yang bertaburan semakin
berkilauan Warna-warni yang tertangkap oleh pandangan matanya
semakin indah. Dalam keadaan seperti itu, orang akan merasa bahagia sekali, Apa
yang terlihat merupakan pemandangan yang tidak mungkin
ditangkap oleh orang yang sadar Semua kesedihan dan
kesengsaraan lenyap, Yang ada hanya pelangi beraneka warna,
Sayangnya, dalam sekejap Kwe Po Giok sudah jatuh tidak sadarkan
diri! Matahari bersinar di atas kepala, Tidak terlihat awan berkumpul
Langit dan laut bagai tak berbatas. Laut mempunyai ratusan
perubahan Kalau laut dibandingkan dengan seorang perempuan,
rasanya perbedaan mereka tidak begitu banyak, Ketika airnya beriak
perlahan, gayanya seperti lembutnya seorang ibu.
Ketika ombaknya menggulung ganas, tampaknya seperti seorang
gadis genit yang sedang menari-nari, Suasana laut seperti hari ini,
malah seperti hati seorang gadis yang sulit ditebak, Menatap jauh ke
tengah lautan, ada sebuah kapal yang terlihat Jauh, jauh sekali ada
layar pancawarna yang sedang bergerak, bila diperhatikan lebih
mirip sebuah lukisan indah yang tergantung di ruangan yang besar...
-oooo0oooo- Di permukaan laut Awan putih bergumpal, angin yang berhembus
mengembangkan layar pancawarna. Ombak maju mundur. Badan
kapal sedikit terhempas, bagaikan alunan sebuah ayunan yang dapat
membuat manusia pulas dalam mimpi.
Tempat ini merupakan kabin yang mewah. Orang yang berada di
dalam tidak akan merasa dirinya duduk dalam sebuah kabin kapaL
Lebih pantas disebut sebuah ruangan yang besar. Di dalam kabin
yang mewah ini ada sebuah tempat tidur besar.
Di atasnya ada seseorang yang baru terjaga dari mimpi indah,
mungkin dia merupakan pemuda pertama yang dapat menikmati
kemewahan, keharuman dan kenyamanan tempat tidur besar itu.
Dia seakan masih setengah sadar, rasanya mata masih
berkunang-kunang, tubuhnya sempoyongan. Dibilang mimpi tapi
bukan, dibilang kenyataan juga tidak tepat. Tapi ia sama sekali tidak
bermimpi jangan kata mimpi indah, mimpi buruk juga tidak,
sekarang matanya baru terbuka lebar.
Dia merasakan seperti sedang bermimpi, karena apa yang terlihat
olehnya terlalu indah, terlalu mewah! Dia percaya, bukan hanya
dirinya, siapa pun di dunia ini belum pernah melihat kamar seindah
dan semewah ini! Dia terpana sekian lama, kemudian dia baru
menyadari bahwa di ujung tempat tidur duduk seorang perempuan
setengah baya. Kwe Po Giok bangun dan duduk dengan tegak. Dia memandang
perempuan itu. "Siapa kau?" tanyanya.
"Saya hanyalah seorang dayang," sahut perempuan itu.
Kwe Po Giok terpana sejenak.
"Orang seusiamu ada yang jadi dayang?" tanyanya heran.
Perempuan setengah baya itu tersenyum-senyum.
"Perampok saja ada besar kecil. Dayang juga sama. Kau adalah
seorang perampok kecil, saya adalah seorang dayang besar,"
sahutnya. "Ternyata kau cukup menyenangkan," kata Kwe Po Giok.
"Kau juga menyenangkan," timpal perempuan setengah baya
tersebut. "Saya?" Kwe Po Giok tampak bingung.
"Betul! Hanya seseorang yang mempunyai selera humor yang
tinggi, baru bisa menghadiahkan sebatang ranting pohon kepada
Siau kiong cu kami."
"Kalau bicara tentang ranting pohon itu sendiri, sama sekali bukan
hal yang menyenangkan," kata Kwe Po Giok menghela nafas.
"Saya justru menganggapnya cukup menyenangkan," sahut
dayang tersebut. "Tempat apa ini?" tanya Kwe Po Giok.
"Coba kau tebak...." sahut dayang setengah baya itu.
"Rasanya di atas kapal...." kata Kwe Po Giok setelah menatap
sekelilingnya sekejap. "Tidak salah! Apa yang kau impikan tadi?" tanya dayang itu.
"Kalau benar-benar mimpi, rasanya tidak," sahut Kwe Po Giok
sembari menggelengkan kepala. Pada saat itu, terdengar suara
langkah kaki yang ringan mendekati, begitu ringan dan lembut,
sehingga Kwe Po Giok segera dapat menduga yang datang adalah
seorang gadis. "Sedangkan orang yang tidak ingin bermimpi bahkan terus
dihantui macam-macam mimpi," Terdengar sahutan dari luar,
Tentunya suara seorang gadis pula, karena begitu merdu di telinga.
Kwe Po Giok langsung mengenali suara itu adalah milik Siau kiong
cu. Dia yakin, meskipun sudah lewat berapa lama atau di tempat
mana saja, dia tetap akan mengenali suara gadis itu. Dia juga yakin,
orang yang sering mendengar suara ini, akan selalu gembira dan
berusia panjang. Tiba-tiba kabin itu bergoyang keras, sampai lukisan yang
terpancang di dinding ikut terayun ke kanan dan kiri, tiang kayu
mengeluarkan bunyi berderak-derak, Kwe Po Giok terkejut.
"Apakah ini yang disebut kapal dewa" Apakah saya sekarang
berada di atas kapal dewa?" dia bergumam seorang diri.
Guncangan terhenti. Sebuah wajah yang sangat menawan muncul
dari balik pintu kabin tersebut. Siapa lagi kalau bukan Siau kiong cu"
Rambut juga panjang, gaun yang panjang, bentuk mata dan alisnya
yang panjang, dipadu dengan warna kulit yang putih bersih.
Mana ada keindahan yang melebihi keindahan yang satu ini"
Apalagi di atas kapal dewa ini, Siapa yang berani mengatakan bahwa
dia bukan seorang bidadari yang turun dari khayangan"
Jilid 6 Kwe Po Giok ingin turun dari tempat tidur, Tangan Siau kiong cu
memberi isyarat jangan. Pemuda itu merasakan kakinya masih
lemas. Perempuan setengah baya yang mengaku dirinya dayang,
ternyata adalah Cui thian, Dia berdiri dan membungkuk dengan
hormat kepada Siau kiong cu. Dia juga merupakan pengasuh sang
puteri sejak kecil. "Aku masih ingin memberitahukan satu persoalan yang mungkin
dalam mimpi pun tak pernah terbayangkan olehmu," kata Siau kiong
cu. "Apa?" tanya Kwe Po Giok ingin tahu.
"Ayahku juga ingin bertemu denganmu. Dia menganggap ranting
pohon yang kau bawa adalah sebuah mainan yang cukup
menyenangkan," katanya menjelaskan.
Akhirnya langkah pertama harapan Kwe Po Giok tercapai juga,
Karena itu, Kwe Po Giok harus merasa berterima kasih kepada Siau
kiong cu, Juga harus merasa berterima kasih kepada Bok lang kun,
Tanpa adanya kedua orang ini, dia tidak mungkin bertemu dengan
sang dewa. "Siau kiong cu.... Apakah kau menyukai Bi jin sim yang kami
bawa?" tanya Kwe Po Giok.
"Aku memberikannya kepada ayah. Benar barang yang
mempunyai keistimewaan atau tidak, masih harus dibuktikan," sahut
Siau kiong cu. "Kau sendiri tidak menyukainya?" tanya Kwe Po Giok.
"Tidak!" sahut Siau kiong cu tegas.
"Mengapa" Bukankah benda itu sangat indah?" tanya Kwe Po Giok
tidak mengerti. "Memang indah! Tapi aku tetap tidak menyukainya, Karena usiaku
baru tujuh belas tahun, Kalau aku menyimpannya, aku takut berbalik
muda. Bukankah aku bisa kembali menjadi bayi?" sahutnya.
Ketiga orang itu tertawa berderai.
Matahari yang terik menyusup ke dalam ruangan itu. Di dalam
kabin juga banyak emas permata, sinarnya menyilaukan warna warni
yang terpancar bagai sebuah pelangi, Tempat ini memang pantas
disebut tempat tinggal para dewa.
Bagi orang yang belum pernah melihat istana kaisar, pasti akan
merasa tempat ini khayangan, Kabin yang mewah ini bukan kabin
yang ditempatinya tadi. Yang satu ini bahkan lebih indah dan
mewah, Dari jendela dapat terlihat langit yang cerah. Awan putih
menggumpal permukaan laut kadang tenang, kadang beriak.
Menimbulkan semacam gelora di hati.
Jaman dulu orang yang mengatakan "Di laut Timur ada gunung
dewa, di mana jalan pintas menuju surga berada", Kapal dewa ini
pasti merupakan transportasi untuk menuju ke tempat tinggal para
dewa. Di sudut kabin ada sebuah tempat tidur yang besar, Di atasnya
bersandar seorang laki-Iaki berusia kira-kira empatpuluhan, yang
pasti tidak sampai lima puluh. pakaiannya mirip kaisar atau mungkin
pakaian dewa pun seperti itu" Karena orang biasa tidak mungkin
memakai pakaian dengan bahan sutera seperti itu. Apalagi mahkota
yang ada di kepalanya, Semua jenis batu permata mahal yang ada di
dunia ini bertaburan memenuhinya.
Orang ini berwibawa sekali. Orang yang memandangnya sekali,
pasti ingin memandang lagi untuk kedua kali, dan tentunya tidak
berani menghindari tatapan matanya yang tajam, Siapa pun yang
memandangnya, pasti akan merasa rendah diri.
Meski-pun orang tidak tahu bahwa dia adalah Dewa lautan Timur,
tapi dengan sekali pandang, ia pasti akan percaya bahwa dia adalah
dewa di antara manusia. Kwe Po Giok masuk ke dalam kabin tersebut Sekali lihat, dia
sudah tahu bahwa orang itu sedang menggenggam sebatang ranting
pohon. Siapa pun tidak akan menyangka, segala macam emas
permata dan benda pusaka tidak dapat menggerakkan hati dewa itu,
tapi sebatang ranting pohon ternyata berhasil menggerakkannya.
Tang hai sin sian sedang menatap ranting pohon itu dengan pikiran
melayang. Kwe Po Giok menoleh ke arah Siau kiong-cu. Tatapan mata gadis
mengisyaratkan agar dia jangan bersuara, Dia dan dayang Cui thian
berdiri terpaku di samping tempat tidur besar tersebut. Suasana
dalam kabin hening dan senyap, Suara hempasan ombak dan deru
angin yang mengibarkan layar panca warna terdengar jelas.
Tiba-tiba.... Tang hai sin sian menarik nafas pendek, Selain Kwe
Po Giok, Siau kiong cu, dayang Cui thian, masih ada beberapa
pengawal di dalam kabin tersebut. Tidak ada satu orang pun yang
dapat menebak mengapa Tang hai sin sian menarik nafas.
Mungkin hanya Kwe Po Giok yang dapat menduga sedikit, dia
tahu.... asalkan seorang yang mempunyai ilmu tinggi, dengan
melihat bentuk yang rata dan cara tertebasnya ranting pohon itu,
pasti akan menarik nafas. Tarikan nafas ini juga merupakan
ungkapan berbagai perasaan.
Di antara berbagai macam perasaan itu, siapa yang tahu bila
terselip rasa kagum, hormat atau ngeri" Meskipun Kwe Po Giok
sendiri juga akan mempunyai perasaan bermacam-macam. Mungkin
jumlahnya bisa mencapai delapan atau sepuluh macam....
Ranting itu juga menyiratkan "makna pedang"
"Tidak disangka dalam dunia saat ini, bisa muncul lagi seorang
manusia yang begini aneh," kata Tang hai sin sian seperti kepada
dirinya sendiri, Kwe Po Giok tidak dapat menahan perasaannya, Dia
tidak memperdulikan isyarat mata yang diberikan Siau kiong cu.
"Dia bukan manusia aneh, tapi seorang manusia jahat. Seorang
manusia yang maha jahat!" serunya kesal.
Siau kiong cu mendelik ke arahnya, Kwe Po Giok pura-pura tidak
melihat, dia benar-benar sudah tidak dapat menahan dirinya lagi,
Apalagi harus mendengar pujian kepada manusia jahat itu"
Bukankah kedatangannya sia-sia saja kalau Tang hai sin sian hanya
sekedar mengucapkan kata pujian kepada orang tersebut"
Siau kiong cu tampak marah, Dia menyalahkan Kwe Po Giok yang
tidak mendengar kata. Dayang Cui thian malah tidak menunjukkan
perasaan apa-apa. Tidak disangka, Tang hai sin sian menatap ke
arah Kwe Po Giok. "Orang ini bukan manusia jahat!" Kata-katanya makin membuat
bocah itu terkejut "Bagaimana kau bisa tahu kalau dia bukan manusia jahat?" tanya
Kwe Po Giok dengan nada protes.
Siau kiong cu rasanya ingin membentak bocah itu. Dayang Cui
thian tetap tidak menunjukkan perasaan apa-apa. Rasanya para
penghuni kapal itu memang mempunyai perbedaan dengan manusia
biasa, Tang hai sin sian tidak menunjukkan sikap kurang senang...
"Karena orang ini pasti mengerahkan segala jerih payah untuk
mencapai taraf setinggi ini. Dia pasti juga menghamburkan semua
waktunya untuk melatih diri. Mana mungkin ada kesempatan untuk
berbuat jahat?" katanya wajar.
"Tapi dia suka membunuh orang!" kata Kwe Po Giok kurang puas.
Siau kiong cu sudah mengangkat tangan-nya. Dayang Cui thian


Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menggeser tubuhnya mendekati gadis cantik itu. Dia berbisik dengan
suara rendah. "Siau kiong cu buat apa mencari kesulitan sendiri.... Bocah itu
cerdiknya setengah mati...."
"Apa yang kau maksudkan?" tanya Siau kiong cu seraya
menurunkan tangannya. "Kau masih dapat melihat kenyataan ini" Biar dia berteriak
sekeras apa, Cu jin tidak menunjukkan sikap amarah sedikit pun,"
sahut Dayang Cui thian. "Kenapa?" tanya Siau kiong cu bingung.
"Karena dia berteriak bukan dengan maksud kurang ajar. Dia
terlalu sedih dan mencari keadilan untuk kaum Bulim sehingga tidak
dapat menguasai dirinya lagi," sahut dayang tersebut.
"Mengapa aku tidak memikirkan hal ini?" tanya Siau kiong cu
seperti kepada dirinya sendiri.
"Pedang memang tidak mempunyai perasaan, dia menyebut
dirinya sendiri To Hun. Bagaimana mungkin dia bisa mempunyai
perasaan?" Terdengar sahutan dari bibir Tang hai sin sian.
"Hutang nyawa dibayar dengan nyawa! Apakah kata-kata ini tidak
berlaku lagi?" teriak Kwe Po Giok kesal.
"Betul! Hutang nyawa dibayar dengan nyawa. Cara membunuhnya
memang sudah agak kelewatan, Harus ada orang yang
menghentikannya!" kata Tang hai sin sian sambil menarik nafas
panjang. "Dalam Tionggoan, siapa lagi yang dapat menghentikannya?"
tanya Kwe Po Giok yang emosinya mulai bisa dikendalikan Tang hai
sin sian tertawa getir. Siapa pun tidak ada yang mengerti arti tawa
itu. Apakah mengungkapkan kekesalan hatinya atau kebanggaan
dirinya" Namun, sedikit banyaknya dari tawa ini terdengar kesan
yang sendu, ini juga mengartikan bahwa Tang hai sin sian tetap
adalah seorang manusia yang kebetulan berilmu tinggi, bukan dewa!
Pertanyaan Kwe Po Giok memang membuat Tang hai sin sian
tertawa getir, namun membuat Siau kiong cu marah besar. Katakata
bocah itu terang-terangan merupakan sebuah sindiran, sindiran
yang terlalu polos dan kekanak-kanakan.
Dayang Cui thian tetap tidak menunjukkan perasaan apa-apa.
Mungkin juga karena usianya lebih tua, sehingga perasaan percaya
kepada majikannya lebih dalam. Dia masih dapat menahan diri untuk
mengikuti apa yang terjadi di hadapannya.
"Kenyataannya, pada jaman sekarang ini sulit mencari seseorang
yang dapat menghentikannya...." Terdengar suara Tang hai sin sian
berkata. "Kecuali dewa...." sahut Kwe Po Giok.
"Di dunia ini mana ada dewa?" Tang hai sin sian sekali lagi
tertawa getir, Kali ini dia malah menggelengkan kepalanya berulangulang.
"Cianpwe merupakan dewa yang serba bisa dalam hati kecil
orang-orang Bulim," kata Kwe Po Giok.
"Aku bukan dewa," sahutnya lirih.
"Kau adalah dewa!" seru Kwe Po Giok tidak mau sudah.
"Kwe Po Giok! Kau jangan terlalu mendesak ayahku!" seru Siau
kiong cu tidak dapat menahan kekesalannya lagi, Tang hai sin sian
mengibaskan tangannya. "Asalkan desakan itu mengandung maksud yang terpuji Aku sama
sekali tidak membenci manusia keras kepala seperti dirinya!" kata
laki-laki yang disebut manusia dewa itu.
"Kalau cianpwe tidak segera turun tangan, berarti membiarkan
kejahatan mera-jalela, Pada saat seperti ini, siapa lagi yang sanggup
menghentikannya?" kata Kwe Po Giok.
Tang hai sin sian turun dari tempat tidur dan memperhatikannya,
Sampai lama ia baru berkata lamat-1amat....
"Tentu aku harus tampil untuk menghentikannya!" Nada
ucapannya sangat berwibawa, juga mengandung suatu kekuatan.
Siapa yang mendengarnya akan ikut merasa kepiluannya, Juga
membuat orang terharu, Kwe Po Giok segera menjatuhkan diri
berlutut di hadapannya. "Terima kasih, Cianpwe!" serunya.
Dia hanya seorang bocah berusia enam belasan, Tekadnya sudah
bulat Sebelum berhasil dia tidak mungkin akan berhenti. Bisa
mengundang Tang hai sin sian adalah harapannya yang terbesar Dia
seperti sudah mendapatkan seorang dewa pelindung. Kalau
diucapkan lebih kasar lagi, dia seperti sudah dapat menentukan hari
kematian Toa Tek To Hun. Tang hai sin sian tampak merenung, dia seperti sedang berpikir
keras.... "Cepat atau lambat, Toa Tek To Hun pasti akan mencariku
Mengapa bukan aku saja yang mencarinya lebih dahulu?" gumamnya
seorang diri. Di atas sulaman di tepi tempat tidur terdapat sebatang pedang
pendek, Tang hai sin sian mengambilnya. Dia membuat guratan
panjang dari bekas potongan ranting pohon ke arah bawah, mungkin
hanya Kwe Po Giok yang melihat gerakan tersebut.
Mengetahui cara kerja lawan yang semakin cepat dan tepat,
merupakan suatu kunci rahasia, Lebih baik mendahuluinya sebelum
dia bersiap diri. Dalam menghadapi persoalan ini sama sekali tidak
boleh berpikir terlalu jauh, yang diperlukan adalah ketenangan dan
keberanian belaka. Tang hai sin sian menyerahkan batang ranting itu kepada dayang
Cui thian, wanita itu melihat sekejap, kemudian diserahkan kembali
kepada pemiliknya sekarang, yaitu Siau kiong cu.
"Bok lang kun selama berpuluh tahun malang melintang di rimba
hijau, Sun Put Ce adalah murid perguruan terkemuka, Mereka adalah
orang yang tidak dapat dipandang ringan dalam aliran hek pai
(Hitam putih), Dengan dua orang ini sebagai penunjuk jalan, pasti
Tok Tek Siansing dapat ditemukan," kata Tang hai sin sian.
"Betul!" sahut dayang Cui thian sependapat.
"Kau pergilah! Setelah bertemu dengan Tok Tek Siansing, berikan
ranting pohon itu kepadanya, janjikan pertemuan pada hari Chong
yang. Tempatnya adalah Jin gi tong, Pada waktunya aku akan
sampai di sana untuk menentukan tinggi rendah antara dia dan
aku," kata Tang hai sin sian selanjutnya.
"Baik!" sahut dayang Cui thian, rupanya itu yang menyebabkan
dia menggores ranting pohon tadi, sebagai undangan kembali untuk
Toa Tek To Hun. Orang-orang yang hadir dalam ruangan itu baru
mengerti semuanya. "Bagaimana dengan diri saya?" tanya Kwe Po Giok.
"Kau tetap di sini!" sahut Tang hai sin sian.
"Mengapa aku harus tinggal di sini?" tanya Kwe Po Giok kurang
puas. "Karena ayahku meminta kau tetap di sini, maka kau harus
menetap, Aku saja tidak berani membangkang perintahnya, Apakah
kau berani?" tanya Siau kiong cu kesal.
Kwe Po Giok tertawa getir.
-oooo0oooo- Matahari bersinar dengan terik. Di pegunungan tidak ada angin
yang berhembus, panasnya terasa menyengat, tumbuhan tandus
dan layu, tanah merekah karena tersengat matahari terus menerus.
ini merupakan musim kemarau yang cukup panjang.
Siapa yang dapat menggerakkan kaki dengan ringan dalam cuaca
seperti ini" Di daerah pegunungan ini" jejak kaki yang tertinggal rapi
dan teratur, jarak juga selalu sama, Cara jalan orang ini tidak pernah
berubah. Seperti juga cara membunuh korban yang terpilih. Kilatan
pedang, roboh bermandikan darah. Selalu tidak berbeda!
Langkah kaki ini menyusuri daerah Tionggoan. Para jago Bulim di
Tionggoan juga terus bertambah banyak yang menjadi korban.
Saat ini, Toa Tek To Hun kembali menyusuri pegunungan.
Langkah kakinya teratur, antara jejak yang satu dengan yang
satunya seperti diukur dengan tepat. Mungkin kalau jarak kaki itu
mengalami perubahan, ucapan "tidak kalah" nya juga harus diubah,
prinsip dan disiplinnyalah yang membuat kemenangannya terus
bertahan. Seperti sebuah jam dinding, hanya dengan ketepatannya, waktu
baru bisa terus berlalu. Toa Tek To Hun tetap berjalan sendiri, satu-satunya teman bagi
manusia ini hanya pedangnya, sekitarnya hanya terlihat bukit yang
gersang. Langkahnya berhenti di tepi sebuah batu besar, tangan
perlahan diturunkan dan meraba pedang.
Seorang yang berilmu tinggi kalau tidak mempunyai pendengaran
yang tajam, atau indera keenam, tentu saja belum dapat disebut ko
chiu. Tepat pada saat itu, di balik bukit melangkah keluar tiga orang,
Mereka adalah Bok lang kun, dayang Cui thian dan Sun Put Ce.
Ketiga orang ini kalau bergabung menjadi satu, rasanya di dunia ini
sulit dicari tandingannya. Tapi kedatangan mereka bukan untuk
bertanding. "Teecu Cui thian, Menerima perintah dari Cu jin, sengaja
mengantarkan semacam benda, Harap Toa Tek siansing periksa,"
kata dayang tersebut dengan nada hormat.
Dia menyodorkan ranting pohon ke tangan Toa Tek To Hun. Lakilaki
itu menerimanya, matanya menatap ke arah ketiga orang yang
menghadangnya itu. Setiap kali bertemu dengan seseorang, dia pasti akan
memperhatikan sinar matanya terlebih dahulu, Apalagi bila orang
yang dilihatnya adalah seorang musuh, Kemudian pandangannya
baru beralih pada ranting pohon di tangannya.
Dia dapat mengenali bekas tebasannya sendiri, Dia melihat
sebuah guratan yang lain, wajahnya seketika menunjukkan
perasaan, semacam rasa terkejut.
Sinar pedang berkelebat, pohon yang berada dekat dirinya
tertebas sebagian, Dia seakan sedang mengumbar kemarahannya
pada pohon tersebut. Dayang Cui thian terkesiap, bila tebasan pedang tadi ditujukan
kepada dirinya, pasti saat ini dia sudah roboh bermandikan darah,
sebuah gerakan yang begitu cepat sehingga hampir tidak terlihat Cui
thian sampai tidak tahu kapan Toa Tek To Hun menyarungkan
pedangnya kembali. Tadinya dia masih belum seberapa jelas siapa manusia yang
menggemparkan dunia Bu-Iim ini. Sekarang dia sudah mengerti
sepenuhnya. Juga mengerti mengapa Kwe Po Giok sampai perlu
mengundang majikannya turun tangan, seandainya dia dan dua
rekannya bergabung, juga tetap akan mati penasaran dalam waktu
sekejap. Cui thian yakin pendapatnya tidak salah, tentu saja dia juga
tidak mempunyai keberanian untuk mencoba!
Toa Tek To Hun dengan mata yang masih membayangkan rasa
terkejut menatap ranting pohon itu sekali lagi.
"Siapakah Cu jinmu?" tanyanya dengan suara agak bergetar.
"Majikan teecu juga adalah pemilik kapal dewa dengan layar
pancawarna," sahut Cui thian.
Wajah Toa Tek To Hun berubah beberapa kali, dia seperti sudah
dapat menduga sebelumnya. Lagipula di dunia ini yang dapat
menguraikan "makna pedang" pada ranting tersebut ada berapa
orang jumlahnya" "Apakah ada pesan lain yang ingin disampaikan olehnya?" tanya
Toa Tek To Hun kembali "Hari Chong yang, Jin gi tong, Cu jin mengajak Siansing
mengadakan pertarungan mati hidup," sahut dayang Cui thian.
Tiba-tiba Toa Tek To Hun tertawa tergelak-gelak. Tertawa
memang banyak ragamnya. Tawa orang ini merontok daun-daun
kering pada tumbuhan sekitar tempat itu. Dia belajar ilmu silat sejak
kecil, keinginannya untuk menang selalu kuat.
Dia juga berlatih dengan keras, bila bukan seorang yang ilmu
sudah mencapai taraf tertinggi tentu tidak dapat menggetarkan
daun-daun sampai rontok seperti yang dilakukannya!
Bok lang kun dan dayang Cui thian sudah termasuk golongan
pesilat kelas satu di daerah Tionggoan, mereka saja harus menahan
setengah mati agar suara tawa Toa Tek To Hun tidak memutuskan
urat jantung mereka, Apalagi Sun Put Ce. Keringat besar kecil sudah
memenuhi seluruh bagian tubuhnya.
"Tidak disangka bahwa aku, Toa Tek To Hun masih bisa menemui
lawan yang setanding...." katanya sambil tertawa dingin, Tatapan
matanya menusuk, Suara tawanya juga terhenti "Berikan jawaban
pada majikanmu bahwa aku Toa Tek To Hun akan datang pada
waktunya." "Cu Jin sudah tahu Siansing pasti akan datang, Tidak perlu teecu
melaporkan lagi...." sahut dayang Cui thian.
"Bagus!" kata Toa Tek ToHun, Dia menatap ketiga orang itu
bergantian Sinar matanya menunjukkan bahwa dia tidak sekedar
menatap tapi mengandung maksud tertentu, padahal cuaca hari itu
sangat panas, tapi di bawah pandangan mata Toa Tek To Hun, Sun
Put Ce, Bok lang kun serta dayang Cui thian merasakan hati mereka
dingin. "Sam wi adalah jago-jago kelas satu dari daerah Tionggoan, Kalau
bergabung melawan aku belum tentu tidak bisa mencapai
kemenangan, mengapa kita tidak mencoba?" kata Toa Tek To Hun.
Ketiga orang itu tahu, di dalam dunia ini, segala macam hal boleh
dicoba, segala macam orang boleh diuji, Hanya satu, Toa Tek To
Hun yang tidak boleh. Dayang Cui thian memperlihatkan sebuah
senyuman manis. "Teecu hanyalah pengantar berita," sahutnya sopan.
"Tetapi wajah kedua orang itu memancarkan hawa pembunuhan
Hanya ada niat membunuh baru bisa memancarkan hawa
pembunuhan seperti itu," katanya menunjuk Sun Put Ce dan Bok
lang kun. Tangannya meraba pedang, urat nadi berwarna hijau menonjol
dari balik kulit, setiap kali dia memegang pedang, setiap orang selalu
merasakan bahwa tangan itu memang tumbuh di samping
pedangnya, selamanya tidak terpisah.
Bok lang kun bukan orang bodoh. Fang Tiong Seng bisa melukai
perutnya dalam berapa gebrakan saja, sedangkan Fang Tiong Seng
sendiri dalam sejurus terluka oleh Toa Tek To Hun. perbedaan ini
sudah terlihat nyata, Wajah Bok lang kun pucat seketika.
Wajah Sun Put Ce juga berubah, kedua-duanya sama mundur
beberapa langkah, Tangan menggenggam pada pedang masingmasing.
Iklim seakan tiba-tiba berubah menjadi musim salju, Di
sekitar dedaunan melambai-lambai. Hawa pembunuhan memenuhi
udara. "Kami memang ingin sekali membunuhmu. Para jago Bulim di
Tionggoan saat ini, siapa yang tidak ingin membunuh dirimu?" Tibatiba
Sun Put Ce membuka suara.
Toa Tek To Hun melangkah mendekati dengan tatapan mata yang
menusuk, Sun Put Ce tidak mundur lagi. Dia berdiri terpaku, Bukan
karena dia tidak sombong atau berlagak jago, justru karena dia
menyadari sampai di mana ilmu silatnya, maka laripun tidak ada
gunanya kalau memang Toa Tek To Hun menginginkan
kematiannya. Dia juga tidak dapat melupakan perasaan tertekan sesama
saudara seperguruannya. Untuk anak murid Fang Tiong Seng, semuanya bisa tetap percaya
diri meskipun harapan sudah tiada, Pada saat itu, yang dikagumi
oleh Bok lang kun dan dayang Cui thian bukan Toa Tek To Hun, tapi
rasa setia kawan dan keteguhan Sun Put Ce. Apakah dia benarKANG


Sukma Pedang Huan Hua Xi Jian Lu Karya Gu Long di http://ceritasilat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ZUSI http://cerita-silat.co.cc/
benar Put Ce (tidak berakal)" Mungkin pandangan setiap orang
berbeda. Sun Put Ce hanya telah menyadari apa yang terjadi saat ini.
Meskipun terhina, dia tidak dapat menghapus takdir hidupnya. Tentu
saja, Bok lang kun akan membantunya bila Sun Put Ce diserang oleh
musuh besar itu. Tanpa dinyana, Toa Tek To Hun tertawa terbahak-bahak.
"Bagus! Kata-kata yang bagus!" katanya.
Tangannya yang berurat hijau telah terlepas dari gagang pedang,
Hanya dalam sekejap saja, matahari kembali terasa menyengat Iklim
kembali menjadi kemarau, hawa panas seakan ingin membakar
hangus setiap manusia. Toa Tek To Hun membalikkan tubuh dan
meninggalkan tempat itu. Langkah kakinya yang teratur terus melintas di benak ketiga
orang tersebut seperti ingin memberikan kesan yang dalam kepada
mereka, sampai lama sekali mereka baru berhenti memandang,
Dayang Cui thian melirik Sun Put Ce sekilas, kemudian dia menarik
nafas, Bok lang kun tidak berkata apa-apa. Dia hanya menepuk bahu
Sun Put Ce berkali-kali. Walaupun Bok lang kun tidak mengucapkan sepatah kata pun,
tepukan pada bahu itu sudah menyiratkan betapa dalam terima
kasihnya kepada Sun Put Ce. Dayang Cui thian merasa dadanya
sudah jauh lebih lapang. "Manusia itu sungguh mengerikan! Aku sama sekali belum pernah
melihat manusia yang begitu mengerikan, Kalau bukan karena
perkataan Sun samko tadi, mungkin kita semua harus menerima
kematian di tempat ini," kata Cui thian.
"Saya tidak pintar bicara." sahut Sun Put Ce datar.
"Namun kau sudah mengucapkan sepatah kata yang amat
berguna," lanjut Cui thian.
"Dan kau juga tidak takut mati!" tukas Bok lang kun. Dia tidak
mengatakan apa-apa lagi. Hanya menyungging sebuah tawa yang
getir. Kalau dia masih berbicara, Dia bukanlah Sun Put Ce!
Matahari yang tenggelam berwarna merah. Malam belum
inenjeIang. Manusia paling merindukan saat seperti ini. Karena
segala kegiatan terhenti pada saat senja hari. Waktu pun seperti
melambat Manusia akan merasa terkejut kalau waktu yang
ditentukan semakin mendekat Tidak dapat ditangkap juga tidak
dapat ditahan. Cui thian keluar dari penginapan. Dia merasa tertekan, dan rasa
dalam hatinya tidak dapat dikatakan kepada siapa pun. Manusia
yang ada dijalan tiba-tiba menjadi banyak.
Siang hari panas sekali. Senja hari seperti ini, panas telah
menyurut, namun ada semacam kehangatan yang tetap tidak dapat
sirna dari hati Sun Put Ce. Di hadapannya ada sebuah bayangan
yang tidak asing. Pinggang yang ramping, kaki yang panjang, bentuk rambut yang
tinggi. Diperhatikan sejenak, sudah dapat diterka siapa orangnya,
Sinar mata Sun Put Ce yang redup menyinar seketika, semua
kesusahan selama ini seperti menguap ke udara. Tanpa sadar dia
mengikuti terus. Sun Put Ce bukanlah seorang laki-laki yang suka main
perempuan, Hanya saja, saat ini hatinya sedang tertekan. Dia
melihat orang itu berhenti di depan sebuah pintu. Dia
mendorongnya, Pintu itu seakan hanya dirapatkan saja. Rupanya dia
tinggal di kota kecil ini.
Sun Put Ce berjalan sambil berpikir, gadis itu menolehkan
kepalanya dan tersenyum. Pintu masih belum ditutup, Laksana
sebuah mata kail yang tidak berwujud, Sun Put Ce terpancing masuk
kedalam, sebetulnya hal itu dilakukannya karena dia memang
mengenal gadis itu. Bahkan dia memberikan sebuah dompet kepadanya. Dompet
memang bukan sebuah benda yang amat "berharga, tapi bisa
menyiratkan sebuah makna yang dalam.
Dia masuk melalui pintu tersebut, dari dalam berkumandang
sebuah suara yang merdu. "ToIong rapatkan pintunya!"
Dalam keadaan tertekan seperti sekarang, dapat mendengar
suara yang satu ini, benar-benar menyejukkan hati, bagi seorang
perempuan, ilmu yang satu ini meskipun digunakan laksaan kali
masih tetap ada khasiatnya. Sun Put Ce merapatkan pintu, dia
masuk ke ruangan tengah yang diapit oleh dua ruangan lagi di kiri
kanannya. Kedua ruangan itu gelap gulita, seperti orang yang ada di
hadapannya, penuh misteri. Mungkin juga ingin membuat kesan
yang agak romantis, Sun Put Ce berdiri di depan ruangan tengah itu.
"Mengapa belum masuk juga?" tanya gadis itu.
Sun Put Ce menganggap kalau dia masuk ke dalam ruangan itu
adalah hal yang wajar, kalau dia tidak mau masuk barulah bisa
dianggap tidak menghargainya. Perabotan yang terdapat dalam
ruangan sangat sederhana, sekali lihat saja sudah dapat menduga
bahwa rumah itu merupakan tempat menetap sementara.
Tetapi di atas meja sudah tersedia empat macam sayuran yang
tidak terlalu menerbitkan selera, juga ada sebotol arak yang baik. Di
dalam ruangan itu hanya terdapat sebuah tempat tidur, sebuah meja
dan dua buah kursi. Sun Put Ce adalah seorang laki-laki yang jarang minum arak, dia
dapat mencium perbedaan antara arak yang murah dengan arak
yang baik, ada hubungannya dengan kekuatan minum kedua
suhengnya. Bwe Mei tertawa datar, dia mengisi dua buah cawan dengan arak
yang telah tersedia. "Pertemuan antara manusia, bisa dikatakan mengandalkan
perjodohan juga," katanya.
"Betul!" sahut Sun Put Ce.
"Kita harus bisa menyayanginya," kata Bwe Mei kembali
"Betul!" sahut sang pria. Gadis itu mengangkat cawannya.
"Aku ingin memberi hormat padamu dengan secawan arak!"
katanya. "Terima kasih," sahut Sun Put Ce juga ikut mengangkat cawan
yang satu lagi. Kedua orang itu mengeringkan cawannya sekaligus, Sun Put Ce
belum pernah minum arak bersama seorang gadis, oleh karena itu,
meskipun arak rasanya pahit, tetapi begitu sampai di perut terasa
manis. Bwe Mei mengisi kembali cawan tersebut Sun Put Ce sangat
menyukai tangan-nya. Jari-jarinya panjang dan indah. Tidak terlihat
sebuah urat pun yang menonjol.
Bercahaya bagaikan batu kumala, Sebetulnya, dia juga tidak
menemukan bagian yang kurang pada diri gadis itu. Sun Put Ce
mengangkat kembali cawannya.
"Sekarang giliran saya yang memberi hormat dengan arak ini,"
katanya. Bwe Mei meneguk cawannya sampai kering.
"Mengapa harus menghormati saya dengan secawan arak?" tanya
gadis itu. "Dompet itu memberikan rasa tenteram di hati saya," sahut Sun
Put Ce. Bwe Mei memang cantik, seorang gadis asalkan mencukupi kata
"Mei" yang berniat na indah saja, biar pun ada sedikit kekurangan
juga tidak akan terasa lagi. Apa-lagi Bwe Mei tidak mempunyai
kekurangan sedikit pun. Gadis yang begini sempurna bisa menaksir
dirinya" Sun Put Ce selalu tidak habis pikir.
"Apakah dompet itu masih ada?" tanya Bwe Mei.
"Masih," sahut Sun Put Ce seraya mengeluarkan dompet tersebut
untuk diperlihatkan sebagai bukti Bwe Mei menerima dompet itu dan
menelitinya sejenak, Kemudian dia mengembalikannya kepada Sun
Put Ce. "Sulit dipercayai Kau masih tetap menyimpannya, Namun...
karena basah oleh air, baunya yang harum telah hilang," kata gadis
itu. "Basah karena terjatuh ke laut. Maaf!" kata Sun Put Ce. Dia tidak
menjelaskan bahwa bukan dompet itu saja yang basah. Orangnya
saja hampir tenggelam. "Kau tidak usah meminta maaf, sikapmu terhadapku masih
lumayan," ujar Bwe Mei seraya tersenyum manis.
Sun Put Ce terpana.... "Mengapa kau bisa tahu?" tanyanya heran.
"Dari keadaan dompet ini, saya sudah bisa menduga. Oleh sebab
itu, yang berterima kasih semestinya aku..." sahutnya dengan wajah
tertunduk. Bagaimana perasaan tidak akan senang kalau ada seorang gadis
cantik yang mengucapkan terima kasih" Rasa terima kasihnya
mungkin karena pertolongannya tempo hari Meskipun ucapan terima
kasih Bwe Mei berdasarkan hal itu, hati Sun Put Ce tetap bergetar
Orang yang sedang bergembira paling mudah mabuk, Orang yang
sangat tertekan juga paling mudah mabuk, Dia memang sedang
bergembira. Tetapi kalau bayangan Toa Tek To Hun, Suhu, Kwe Po
Giok dan lainnya melintas lagi di benak, rasa gembira akan sirna
seketika. ia sudah lupa telah minum berapa banyak. Tapi dia yakin,
selama hidupnya dia belum pernah minum sebanyak ini. Oleh sebab
itu, Sun Put Ce pun mabuk...
Ketika dia tersadar dengan mata masih berkunang, Sun Put Ce
mendapatkan dirinya rebah di atas tempat tidur, pikirannya masih
belum pulih seluruhnya. Dia hanya tahu dirinya sama sekali tidak
berpakaian. Sebuah wajah yang tidak asing dengan senyuman yang
dapat membuat aliran darahnya meluap berputar di depan mata.
Kisah Sepasang Bayangan Dewa 3 Bukit Pemakan Manusia Karya Khu Lung Memburu Iblis 2

Cari Blog Ini